fadlun akbar avisi.docx

Upload: albatros-wahyubramanto

Post on 01-Mar-2016

237 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Nyeri dan Kaku Lutut pada Artritis Reumatoid

Fadlun Akbar Avisi102012431A1 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Arjana Utara 6. Jakarta Barat [email protected]

Muskuloskeletal berasal dari kata muscle (otot) dan skeletal (tulang). Rangka merupakan bagian tubuh yang terdiri dari tulang, sendi dan tulang rawan (kartilago), sebagai tempat menempelnya otot dan memungkinkan tubuh untuk mempertahankan sikap dan posisi. Baik anak-anak maupun orang tua, tidak terhindar dari masalah muskuloskeletal. Mengingat tulang merupakan penumpu berat tubuh, adanya kelainan muskuloskeletal ini, dapat menyulitkan aktivitas seseorang. Penyakit ini seringkali menyerang sendi yang menyebabkan kesulitan dalam bergerak, seperti osteoartritis,rheumatoid artritis, dan lainnya.1 Artritis rheumatoid (RA) merupakan suatu penyakit inflamasi kronis yang menyebabkan degenerasi jaringan penyambung. Jaringan penyambung yang biasanya mengalami kerusakan pertama kali adalah membrane sinovial yang melapisi. Pada RA, inflamsi tidak berkurang dan menyebar ke struktur sendi di sekitarnya, termasuk kartilago articular dan kapsul fibrosa. Akhirnya, ligament dan tendon mengalami inflamasi. Inflamasi ditandai oleh akumulasi sel darah putih, aktivasi komplemen, fagositosis ekstensif, dan pembentukan jaringan parut. Pada inflamasi kronis, membrane sinovial mengalami hipertrofi dan menebal sehingga menyumbat aliran darah dan lebih lanjut menstimulasi nekrosis sel dan respons inflamasi. Sinovium yang menebal menjadi ditutup oleh jaringan granular inflamasi yang disebut panus. Panus dapat menyebar ke seluruh sendi sehingga menyebabkan inflamasi dan pembentukan jaringan parut lebih lanjut.1,2 PembahasanAnamnesis Kronologi dan dampak gejala pada pasien harus diketahui. Keluhan utama biasanya berhubungan dengan sendi atau area sekitar sendi seperti nyeri, kaku, deformitas, dan penurunan fungsi. Gejala ini bisa timbul dari sendi atau struktur periartikular. Tanda-tanda radang, derajat nyeri dan durasi kaku di pagi hari perlu diselidiki dengan teliti. Gejala ekstra artikular bisa membantu secara diagnostik dengan mengarahkan pada penyakit yang berhubungan dengan artritis seperti :1

Psoriasis: ruam kulit, bisa terbatas pada kulit kepala atau celah pada gluteal. Lupus eritematosus sistemik (SLE): ruam kulit yang fotosensitif, poliserositis (nyeri perikardial atau pleural), ulkus mulut. Granulomatosis Wegener: sinusitis, ulkus kulit.Pada anamnesis perlu ditanyakan beberapa hal seperti, sendi bagian mana yang terkena, apakah ada rasa nyeri, adakah kekakuan pada sendi serta bengkak atau deformitas, dan hal apa yang tadinya bisa di lakukan tetapi tidak dapat di lakukan lagi karena gejala tersebut. Riwayat penyakit terdahulu juga harus ditanyakan serta apakah sudah melakukan pengobatan sebelumnya. hal tersebut dapat menentukan diagnosis apa yang tepat. Contoh pada pasien RA terdapat kekakuan sendi di pagi hari lebih dari 1 jam, rata-rata sendi yang terkena adalah sendi yang simetris seperti sendi pada jari-jari tangan dan biasanya pada pasien RA memiliki poliartritis yaitu radang sendi tidak hanya di satu sendi melainkan lebih dari 2 sendi. Perlu juga di tanyakan apakah sudah pernah melakukan fisoterapi dan penggantian sendi sebelumnya dan apakah mempunyai alergi pada obat. Pemeriksaan Fisik 1

Pemeriksaan fisik perlu dilakukkan untuk memperkuat diagnosa, pemeriksaan fisik terdiri dari inspeksi, dan palpasi yang terutama. InspeksiMelihat perilaku bagaimana posisi sendi bagian yang terkena. Pembengkakan, deformitas, atau asimetris, pengecilan otot di sekitar sendi, kemerahan kulit di atasnya. Tentukan pola penyakit sendi, seperti sendi kecil atau besar, simetris atau asimetris. Timbulnya pola khas dari keterlibatan sendi pada artritis utama. Palpasimerasakan adanya panas dan tentukan apakah pembengkakan berupa: tulang (nodus osteoartritis), cairan (efusi,sinovitis), jaringan. lokasi nyeri maksimum yang ditunjukkan dengan tekanan langsung ringan/sedang memungkinkan menentukan struktur mana yang terkena GerakanPerhatikan pola dan keterbatasan pada gerak sendi seperti, Keterbatasan di seluruh arah gerak aktif dan pasif menunjukkan sinovitis peradangan pada sendi yang terkena. Nyeri pada akhir gerakan dan keterbatasan (seringkali disertai dengan krepitasi) menunjukkan OA. Krepitasi adalah suara keretak-keretak pada gerak pasif yang biasanya menunjukkan kerusakan sendi lanjut. Nyeri hanya pada sisi tertentu atau pada gerak spesifik menunjukkan masalah periartikular atau mekanis lokal. Gerak menahan aktif yang menekan struktur yang terkena bisa memperberat semua tendinitis, entesitis, dan bursitis. Penyakit yang sudah lama berlangsung bisa menyebabkan deformitas seperti fleksi terfiksasi.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan radiologiX-Rays.Sinar-X umumnya belum membantu untuk mendeteksi keberadaan awal rheumatoid arthritis karena mereka tidak bisa menampilkan gambar dari jaringan lunak. Hanya mengetahui gambaran adanya deformitas dan progresivitas.USG, Khusus kekuasaan yang disebut teknik USG Doppler USG (PDUS) atau kuantitatif ultrasound (QUS) dapat membantu dalam RA.PDUS mungkin dapat diandalkan untuk memantau aktivitas peradangan di sendi.QUS, yang digunakan untuk osteoporosis, dapat mendeteksi hilangnya tulang di jari-jari, yang dapat membuktikan menjadi indikator yang baik dari awal RA.Magnetic Resonance Imaging.Dirancang khusus Magnetic Resonance Imaging (MRI) alat yang disebut MRI ekstremitas dapat mendeteksi erosi tulang di tangan pasien RA di mana x-ray tidak bisa.Evaluasi lebih lanjut diperlukan.3,4 Gambar 1. Contoh Foto Rontgen MRI.

Pemeriksaan Patologik Anatomik Pada penderita reumatoid artritis, terlihat adanya hipertrofi dari vili pada sendi, penebalan jaringan sinovial, adanya sebukan sel-sel radang mendadak dan menahun, jaringan fibrosit dan pusat-pusat nekrosis. Semua ini akan menghasilkan pembengkakan sendi yang amat nyeri, baik dalam keadaan diam maupun saat digerakkan dan pembentukan pannus yang amat cepat akan menerobos tulang rawan sendi, periosteum, dan seterusnya sehingga pada akhirnya sendi tersebut akan penuh dengan pannus yang berlapis-lapis.1,4-6Bila pannus ini sudah mengisi seluruh rongga sendi, maka pannus ini lambat laun merupakan anyaman yang bertaut, sehingga akhirnya timbul ankilosis di mana sendi tidak dapat digerakkan. Proses penerobosan pannus ke dalam tulang akan berlangsung terus sehingga pada suatu saat tulang jadi rapuh dan hancur. Akibatnya timbul deformitas, subluksasi, luksasi bahkan destruksi yang hebat. Akibatnya, otot-otot di sekitar sendi tidak digunakan lagi dan timbul dis-used atrophy yang menyebabkan penderita akan cacat dan sendi-sendi besarnya juga mengalami ankilosis.

Pemeriksaan laboraturium Rheumatoid Factor,Pada RA, antibodi yang mengumpulkan dalam joint synovium dikenal sebagaifaktor rheumatoid.Pada sekitar 80% dari kasus RA, tes darah mengungkapkan faktor rheumatoid.Dapat juga muncul dalam tes darah orang-orang dengan penyakit lain.Namun, ketika muncul pada pasien dengan nyeri rematik di kedua sisi tubuh, ini adalah indikator kuat tipe 2 RA.Adanya rheumatoid faktor plus bukti kerusakan tulang pada foto sinar-x juga menunjukkan kesempatan yang signifikan bagi kerusakan sendi yang progresif.5 Rheumatoid factor + Ig M -75% penderita ; 95% + pada penderita dengan nodul subkutan. Sisanya dapat dijumpai hasil positif palsu pada pasien lepra, TBC sirosis hepatis, hepatitis infeksiosa, dll. Kadar rendah juga dapat ditemukan pada orang normal berusia 70thn.5Test anti CCP, test yang digunakan untuk deteksi adanya antibodi citruline di darah, asam amino citruline ditemukan di dalam cairan sendi penderita RA, adanya citruline menyebabkan sistem imun membentuk autoantibody terhadap citruline. Anti CCP (cyclic citrulinated peptide antibody) positif telah dapat ditemukan pada arthritis rheumatoid dini. Tes ini digunakan untuk mendeteksi adanya antibodi citrulline di darah. Asam amino citrulline ditemukan dalam cairan sendi penderita RA. Adanya citrulline ini akan menyebabkan sistem imun membentuk auto antibodi terhadap citrulline (anti CCP). Anti CCP ini biasanya dapat ditemukan pada sekitar 50-60% penderita RA awal sekitar 3-6 bulan setelah timbulnya gejala.1-3,6Test kultur cairan sendi, kultur cairan sendi adalah uji laboratorium untuk mendeteksi organisme penyebab infeksi pada sampel cairan yang mengelilingi sendi. Pemeriksaan cairan synovial yaitu:

1. Warna kuning sampai putih dengan derajat kekeruhan yang menggambarkan peningkatan jumlah sel darah putih.2. Leukosit 5.000 50.000/mm3, menggambarkan adanya proses inflamasi yang didominasi oleh sel neutrophil (65%).

Gambar 2. Perbedaan cairan sendi kuning keruh pada penderita rheumatoid artritis (kiri) dan cairan sendi pada penderita gout. 6

C-Reaktif Protein, Tingginya kadar C-reactive protein (CRP) juga indikator peradangan aktif. Namun, karena obesitas juga meningkatkan kadar CRP, dokter harus mempertimbangkan indeks massa tubuh ketika mengevaluasi CRP pada diagnosis RA. C-reaktif protein biasanya meningkat. Peningkatan ini tampak pada 70-80% penderita. Biasanya meningkat menjadi > 0,7 picograms per mL, dapat digunakan untuk memantau penyakit saja. Tes untuk Anemia,Anemia adalah komplikasi umum.Tes darah sering diperlukan untuk menentukan jumlah sel darah merah (hemoglobin dan hematokrit) dan besi (transferin larut reseptor dan serum feritin) dalam darah.1

Pemeriksaan darah tepi 41. Leukosit : normal atau meningkat. Leukosit menurun bila terdapat splenomegali; keadaan ini dikenal sebagai Feltys Syndrome. Anemia normositik atau mikrositik, tipe penyakit kronik.men2. Test ANA (anti nuclear antibodies) positif3. LED meningkatLaju endap darah (LED) adalah suatu indeks peradangan yang bersifat tidak spesifik. Pada artritis reumatoid nilainya dapat tinggi (dapat mencapai 100 mm/jam atau lebih tinggi lagi). Hal ini berarti bahwa laju endap darah dapat dipakai untuk memantau aktifitas penyakit. Artritis reumatoid dapat menyebabkan anemia normositik normokromik melalui pengaruhnya pada sumsum tulang. 4. Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.5. Trombosit meningkat.6. Kadar albumin serum turun dan globulin naik.7. Pada pemeriksaan x-ray, semua sendi dapat terkena, tapi yang tersering adalah sendi metatarsofalangeal dan biasanya simetris. Sendi sakroiliaka juga sering terkena. Pada awalnya terjadi pembengkakan jaringan lunak dan demineralisasi juksta artikular. Kemudian terjadi penyempitan sendi dan erosi

Diagnosis Differential

Terdapat beberapa penyakit yang memiliki beberapa kemiripan gejala. Untuk itu, penyakit tersebut harus dibedakan untuk kepentingan penatalaksanaan dan pengobatan agar dapat diatasi dengan tepat dan efektif. Beberapa di antaranya yaitu:

Osteoarthritis 3,5,6Penyakit degeneratif ini merupakan penyakit sendi yang paling sering dijumpai dan melibatkan biasanya 85% lebih dari 70 tahun. Pada penderita OA terlihat gambaran patologis yang menunjukkan suatu degenerasi tulang rawan sendi dan suatu proses peradangan. Pada penyakit ini ditandai oleh pengeroposan kartilago sendi. Tanpa adanya kartilago sebagai penyangga, tulang di bawahnya mengalami iritasi yang menyebabkan degenerasi sendi. Penyakit ini dibagi atas dua kategori yaitu primer yang terkait dengan umur, dan sekunder yang terjadi pada orang muda di mana diawali dengan kerusakan tulang rawan sendi akibat trauma, infeksi atau kelainan kongenital.Penyakit ini umumnya menyerang tulang belakang dan sendi-sendi besar seperti sendi-sendi yang menanggung beban tubuh dan dapat terjadi hanya pada satu sendi saja (monoartritis). Tidak seperti pada kebanyakan artritis, pada kelainan ini perubahan anatomis yang utama adalah degenerasi tulang rawan sendi, sedangkan artritis pada umumnya ditandai dengan proses peradangan pada membran sinovial.Gambar 3. Osteoartritis. Pada penyakit dengan derajat menengah / moderate, terdapat proliferasi kondrosit yang tampaknya merupakan proses perbaikan. Pada akhirnya semua kondrosit mengalami degenerasi. Membran sinovial akan menunjukkan sedikit tanda peradangan, namun berbeda dengan RA, proses peradangan di sini tidak hebat dan tidak terjadi pannus.Dengan rusaknya tulang rawan, maka akan tampak jaringan tulang yang mendasarinya. Daerah pada tulang itu akan menjadi tebal karena kompresi atau proses pembentukan tulang baru yang reaktif. Yang khas di sini adalah terbentuknya spurs formation yang menonjol dari tulang yang reaktif pada tepi rongga sendi. Walaupun sudah jelas bahwa degenerasi matriks tulang rawan merupakan patogenesis utama dari OA, akan tetapi penyebab dari proses ini masih belum jelas. Selain perubahan degeneratif yang berhubungan dengan proses menua, perlu ditambahkan bahwa kerusakan jaringan karena proses imunologis dan penyakit yang berkaitan dengan faktor genetik juga berperan dalam terjadinya degenerasi tulang rawan.Dalam perjalanannya, terdapat perubahan kualitas kondroitin sulfat dan glikosaminoglikan. Sebagai akibat dari perubahan ini, kondrosit yang biasanya tenang, dipacu untuk berproliferasi, berupaya untuk mengisi kekurangan matriks dengan meningkatkan sintesis. Karena kondrosit yang terangsang juga mensekresi enzim penghancur maka terjadi kehilangan proteoglikan yang berkesinambungan. Gejala biasanya timbul secara perlahan-lahan, mula-mula rasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang terutama terasa saat bergerak dan akan berkurang dengan isitirahat. Maka dari itu fungsi sendi berkurang menyebabkan atrofi otot.Pada umumnya, penyakit ini timbul secara tersembunyi sehingga kekakuan sendi timbul secara progresif lambat. Mula-mula terasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri dan krepitasi pada waktu ada pergerakan sendi juga kadang disertai pembengkakkan sendi. Keadaan ini menyebabkan fungsi sendi berkurang dan atrofi otot. Akan tetapi tidak ada tanda-tanda konstitusional dari suatu penyakit inflamasi. Berbeda dengan RA, penderita OA sering tidak merah dan tidak panas, juga tidak timbul ankilosis. Apabila mengenai tulang belakang, akan mengakibatkan penekanan pada saraf dan menimbulkan nyeri radikular. Apabila tonjolan tulang terjadi pada sendi interfalang distal dari jari, maka secara klinis akan tampak pembengkakan yang bersifat nodular, keras pada perabaan dan dikenal sebagai nodul Heberden. Kelainan ini lebih sering dijumpai pada pria daripada wanita dan merupakan pengecualian karena umumnya penyakit ini terjadi pada sendi besar yang berfungsi sebagai penyangga tubuh.

Arthritis Gout 3,5,6,7

Gout yang juga disebut pirai ini merupakan kelainan metabolisme purin bawaan yang ditandai dengan peningkatan kadar asam urat serum dengan akibat penimbunan kristal asam urat di sendi yang menimbulkan artritis urika akut. Berbeda dengan RA, penyakit ini lebih sering ditemukan pada pria dengan ratio 20:1. Biasanya menunjukkan gejala pada usia dewasa muda dengan puncaknya setelah berusia 40 tahun. Penyakit ini sering menyerang sendi perifer kaki dan tangan, dan tersering mengenai persendian meta tarso falangeal ibu jari kaki.

Gambar 4. Arthritis Gout. Pada anamnesis, biasanya ditemukan keluhan sendi kemerahan disertai nyeri akut seringkali pada ibu jari kaki. Rasa sakit pada sendi dengan permulaan eksplosif dan khas menyerang sendi-sendi kecil terutama jari-jari kaki. Rasa sakit biasanya selalu berulang-ulang dengan sendi yang terkena bengkak, panas, kemerahan dan sakit, sering dijumpai thopi. Pada penderita seringkali terdapat batu ginjal. Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan kadar asam urat meningkat, ditemukannya Kristal-kristal asam urat dalam cairan synovial sendi yang terserang.Stadium awal berupa serangan monoartikuler yang ditandai dengan nyeri sendi hebat karena artritis akut. Biasanya terdapat kemerahan, pembengkakan, nyeri tekan lokal dan sendi tidak dapat digerakkan.Artritis akut ini disertai demam dan leukositosis serta gambaran gejala selulitis dan artritis septik akut. Umumnya serangan berakhir dalam beberapa hari, akan tetapi serangan yang berat dapat menetap untuk beberapa minggu. Setelah beberapa tahun, 50% akan berkembang menjadi pirai bertophus. Tophus adalah nodul kecil yang terdiri dari kristal asam urat.Artritis pirai kronik, ditandai dengan adanya pembengkakan dan kekakuan sendi. Pada stadium lanjut yang kronik ini serangan akut dapat terjadi. Pada foto rontgen, timbunan kristal asam urat murni memberi gambaran radiolusen sedangkan timbunan kalsium tampak radioopak. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan hiperurisemia dan pada 50% penderita ditemukan kristal urat pada cairan sinovial atau tophus.Pada penderita penyakit ini, dapat dipakai obat urikosurik yaitu probenesid dan sulfinpirazon yang bekerja menghambat reabsorpsi asam urat di tubuli ginjal. Kadar asam urat dalam duktus kolektivus meninggi sehingga kemungkinan timbul batu ginjal menjadi lebih tinggi. Hal ini dapat diatasi dengan minum banyak. Kemudian bisa diberikan allupurinol yang menghambat enzim xantin oksidase sehingga mengurangi pembentukan asam urat. Kadar asam urat ini perlu diturunkan sampai di bawah 7 mg%. Dengan menurunnya kadar urat, maka tophi lambat laut akan menghilang.

Work diagnosis

Artritis Reumatoid (AR)Merupakan salah satu penyakit auto imun yang lokasinya pada sendi di tandai dengan adanya inflamasi dan deformitas pada tulang lebih parah lagi dapat menyebabkan disabilitas. Manifestasi dari AR adalah poliartritis simetrik yang terutama mengenai sendi-sendi yang kecil seperti pada tangan dan kaki. AR juga bisa mengenai organ-organ di luar persendian seperti kulit, jantung, paru-paru dan mata. Menegakkan diagnosis dan memulai terapi sedini mungkin, dapat menurunkan progresifitas penyakit. Bila tidak akan mengalami detruksi sendi, deformitas dan disabilitas. Sehingga mempengaruhi kehidupan sehari-harinya. Gambar 5. Artritis Reumatoid (RA). Pada negara China, Indonesia, dan Philipina prevaalensinya kurang dari 0,4%, baik di daerah urban maupun rural. Hasil survey yang dilakukan di jawa tengah mendapatkan prevalensi AR sebesar 0,2% di daerah rural dan 0,3% di daerah urban. Sedangkan penelitian yang dilakukan di malang pada penduduk berusia di atas 40 tahun mendapatkan prevalensi AR sebesar 0,5% di daerah kotamadya dan 0,6% di daerah kabupaten. Prevalensi AR lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki dengan ratio 3 : 1 dan dapat terjadi pada semua kelompok umur.

Etiologi

Penyebab dari AR sampai ini belum diketahui pasti. Karena banyak faktor yang dapat mempengaruhi yaitu faktor genetik, hormon sex, dan faktor infeksi. Ke-3 faktor tersebut mempunyai ikatan yang kompleks sehingga susah untuk diketahui penyebab pastinya. Faktor genetik mempunya ikatan penting dari kasus yang terjadi 60% disebabkan oleh faktor genetik yang mempunyai ikatan kompleks dengan faktor lingkungan. Gen HLA-DRB1 dengan kejadian AR telah diketahui dengan baik, walaupun beberapa lokus non-HLA juga berhubungan dengan AR seperti daerah 18q21 dari gen TNFRSSR11A yang mengkode aktivator reseptor nuclear factor kappa B (NF-kb). Gen ini berperan penting dalam resorpsi tulang pada AR . faktor genetik juga berperanan penting dalam terapi AR karena adanya aktivitas 2 enzim yaitu methylenetetrahydrofolate reductase dan thiopurine methyltransferase untuk metabolisme methotrexate dan azathioprine ditentukan oleh faktor genetik.pada orang kulit putih dengan AR yang mengekspresikan HLA-DR1 atau HLA-DR4 mempunyai angka kesesuaian sebesar 80 %. Sedangkan pada kembar monozigot mempunyai angka kesesuaian untuk berkembangnya AR lebih dari 30%.Hormon sex berpengaruh karena prevalensi pada penderita AR perempuan dengan laki-laki lebih banyak pada perempuan yaitu 3:1. Didapatkan pada observasi bahwa pada saat ibu hamil, janin di dalamnnya mengalami perbaikan RA, kerena adanya aloantibodi yang menghambat kerja dari HLA-DR sehingga terjadi perbaikan karena fungsi epitop dari HLA-DR tidak berjalan. Selain itu perubahan profil hormon juga mempengaruhi. Adanya hormon placental corticotropinreleasing hormone secara langsung dapat menstimulasi sekresi dehidroepiandrosteron (DHEA) yang merupakan androgen utama peremuan yang di keluarkan oleh sel-sel adrenal fetus. Androgen tersebut bersifat imunosupresi terhadap respon imun seluler dan respon imun homoral. Pada AR respon imun seluler lebih dominant oleh karena estrogen dan progresteron mempunyai efek yang berlawan terhadap AR. Faktor infeksi beberapa virus dan bakteri diduga sebagai agen penyebab penyakit AR, seperti retro virus menyebabkan infeksi pada sinovial. lalu myoobacteria, enteric bacteria, epstein barr virus masing-masing mempunyai kemiripan molekul. Ada juga bacterial cell walls yang mengaktifasi makrofag. Bakteri dan virus tersebut diduga menginfeksi sel T dan merubah reaktivitasnya. Protein heat shock (HSP) merupakan keluarga protein yang diproduksi oleh sel pada semua spesies sebagai respon terhadapn stres. Protein ini mengandung untaian asam amino homolog. HSP manusia dengan HSP bacteri mempunyai 65% untaian yang homolog sehingga antibodi sel T mengenali epitop HSP pada gen infeksi dan sel host. Hal ini memfasilitasi reaksi silang limfosit dengan sel host sehingga mencetuskan reaksi imunologis hal ini disebut sebagai kemiripan molekul.PatogenesisPatogenesis AR dimulai dengan terdapatnya suatu antigen yang berada pada membran sinovial. Antigen tersebut aka dipresentasikan oleh antigen presenting cells (APC) yaitu sel dendritik, makrofag, sel synoviocyte A dan semuanya mengekpresikan determinan HLA-DR pada membrane selnya. Antigen yang telah diproses oleh APC selanjutnya dilekatkan pada CD4+, suatu subset sel T sehingga terjadi aktivasi sel tersebut. Untuk memungkinkan terjadinya aktivasi CD4+, sel tersebut harus mengenali antigen dan determinan HLA-DR yang terdapat pada permukaan membrane APC. Proses aktivasi CD4+ ini juga dibantu oleh interleukin-1 yang disekresikan oleh monosit atau makrofag. Antigen HLA-DR pada permukaan akan membentuk triomolekular dengan CD4+ dan APC sehingga CD4+ akan mensekresi interleukin-2 dan akan mengikat pada receptor pada CD4+ dan membuat CD4+ berpoliferasi terus menerus dan bermitosis. Hal terseut akan berlangsung terus menerus selama antigen masi ada dalam lingkungan tersebut.

Gambar 2. Proses Inflamasi.Selain IL-2 dan CD4+ juga mensekresikan beberapa limfokin yaitu A-interferon,tumor necrosis factor b (TNF-b), IL-3, IL-4, granulocytelmacropahge colony stymulating factor (GM-CSF) serta beberapa mediator lain yang bekerja merangsang makrofag untuk meningkatkan aktivitas fagositosisnya dan merangsang terjadinya proliferasi serta aktivasi sel B untuk memproduksi antibodi. Produksi antibodi tersebut juga di bantu oleh IL-1, IL-2 dan IL-4 yang disekresikan oleh CD4+ yang sudah aktif. Setelah berikatan dengan antigen yang sesuai, antibodi akan membentuk kompleks imun yang akan berdifusi bebas masuk kedalam ruang sendi. Sehingga kompleks imun tersebut lama-lama akan menumpuk dan mengendap menyebabkan aktivasi sistem komplemen dan membebaskan komplemen C5a. Komplemen C5a merupakan faktor kemotatik yang selain meningkatkan permeabilitas vaskular juga menarik lebih banyak sel PMN yang memfagositosir kompleks imun tersebut sehingga mengakibatkan degranulasi mast cells dan pembebasan radikal oksigen, leukotriene, enzim lisosomal, prostalgandin, collagenase dan stromelysin yang semuanya bertanggung jawab atas terjadinya inflamasi dan kerusakan jarinan seperti erosi rawan sendi dan tulang. Pada artritis reumatoid, reaksi autoimun tersebut terutama terjadi pada jaringan synovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran synovial. Pada inflamasi kronis, membran sinovial mengalami hipertrofi dan menebal sehingga menyumbat aliran darah dan lebih lanjut menstimulasi nekrosis sel dan respons inflamasi. Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi synovial disertai edema, kongesti vascular eksudat fibrin dan inflamasi selular. Peradangan yang berkelanjutan menyebabkan synovial menjadi menebal terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk pannus atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang subchondral. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuler. Kartilago menjadi nekrosis. Panus akan meghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang, akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan mengalami perubahan generative dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot. Tingkat erosi dari kartilago persendian menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Pannus ini dapat menyebar ke seluruh sendi sehingga menyebabkan inflamasi dan pembentukan jaringan parut lebih lanjut. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi di antara permukaan sendi , karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis) sehingga sendi tidak dapat digerakkan terutama pada sendi tangan dna kaki. Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligament menjadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang subcondral bisa menyebabkan osteoporosis setempat. Lamanya rheumatoid arthritisberbeda pada setiap orang ditandai dengan masa adanya serangan dan tidak adanya serangan.

Manifestasi Klinik 3,5,6,10Adanya beberapa manifestasi klinis yang lazim ditemukan pada penderita Artritis reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan karena penyakit ini memiliki manifestasi klinis yang sangat bervariasi.1. Gejala - gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam. Terkadang dapat terjadi kelelahan yang hebat,mati rasa, dan kesemutan.2. Poliartritis yang mengakibatkan terjadinya kerusakan pada rawan sendi dan tulang sekitarnya. Kerusakan ini terutama pada sendi perifer, termasuk sendi - sendi di tangan dan kaki yang umumnya bersifat simetris,namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang.3. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari satu jam, dapat bersifat generalisata tetapi terutama menyerang sendi - sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu berulang dari satu jam.4. Artritis erosive, merupakan ciri khas Artritis reumatoid pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik melibatkan erosi di tepi tulang dan dapat dilihat pada radiogram.5. DeformitasKerusakan dari struktur - struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Dapat terjadi pergeseran urnal atau deviasi jari, subluksasi sendi meta karpo falangenal, deformitas boutonniere, dan leher angsa merupakan beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi matatersal. Sendi - sendi yang sangat besar juga dapat terserang dan akan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi.6. Nodul - nodul reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita Artritis reumatoid. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau disepanjang permukaan ekstensor dari lengan, walaupun demikian nodul - nodul ini dapat juga timbul pada tempat - tempat lainnya. Adanya nodul - nodul ini biasanya merupakan suatu petunjuk penyakit yang aktif dan lebih barat.7. Manifestasi ekstraartikuler, artritis reumatoid juga dapat menyerang juga dapat menyerang organ - organ lain di luar sendi seperti :

KulitNodul reumatoid umumnya timbul pada fase aktif dan terbentuk di bawah kulit terutama pada lokasi yang banyak menerima tekanan seperti olekranon, permukaan ekstensor lengan dan tendon Achilles. Vaskulitis seringkali bermanifestasi sebagai lesi purpura atau ekimosis pada kulir dan nekrosis kuku. Jika vaskulitis menyebabkan iskemia pada daerah yang cukup luas, kelainan ini dapat menyebabkan terbentuknya gangren atau ulkus terutama pada ekstremitas bawah.

Mata Kelainan yang sering dijumpai adalah kerato-konjungtivitis sicca yang merupakan manifestasi sindrom Sjogren. Pada AR umumnya dapat dijumpai beberapa episkleritis yang umumnya sangat ringan dan akan sembuh secara spontan. Walaupun demikian, pada AR dapat pula dijumpai gejala skleritis yang secara histopatologis menyerupai nodul reumatoid dan dapat menyebabkan terjadinya erosi sklera sampai pada lapisan koroid serta menimbulkan gejala skleromalasia perforaans yang dapat menyebabkan kebutaan.

Sistem RespiratorikPeradangan pada sendi krikoaritenoid tidak jarang dijumpai pada AR. Gejalanya berupa nyeri pada tenggorokan, nyeri menelan atau disfonia yang umumnya semakin berat pada pagi hari. Paru merupakan organ yang sering terlibat AR, umumnya hanya ringan dan dapat diketahui dari hasil autospi berupa pneumonitis interstisial. Akan tetapi jika terus berlanjut maka dapat pula dijumpai efusi pleura dan fibrosis paru yang luas.

Sistem KardiovaskularPada beberapa pasien dapat dijumpai gejala perikarditis konstriktif yang berat. Lesi inflamatif yang menyerupai nodul reumatoid dpaat dijumpai pada miokardium dan katup jantung. Lesi ini dapat menyebabkan disfungsi katup, fenomen ombolisasi, gangguan konduksi, aortitis, dan kardiomiopati.

Sistem GastrointestinalSeringkali dijumpai komplikasi berupa gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan NSAID atau DMARD yang merupakan faktor penyebab mordibitas dan mortalitas utama pada AR.

GinjalPada AR jarang sekali ditemukan kelainan glomerular. Jika pada pasien AR dijumpai proteinuria, umumnya hal tersebut lebih sering karena efek samping pengobatan saperti garam emas dan d-penisilamin atau terjadi sekunder akibat amikoidosis. Walaupun kelainan ginjal interstisial dapat dijumpai pada sindrom Sjogren, umumnya kelainan tersebut lebih banyak berhubungan dengan penggunaan NSAID. Sementara penggunaan NSAID yang tidak terkontrol dapat sampai menimbulkan nekrosis papilar ginjal.1

Sistem SyarafPatogenesis komplikasi neurologis pada AR umumnya berhubungan dengan miopati akibat instabilitas vertebra, servikal, neuropati jepitan atau neuropati iskemik akibat vaskulitis.

Sistem hematologisAnemia akibat penyakit kronik yang ditandai dengan gambaran eritrosit normositik-normokromik (atau hipokromik ringan) yang disertai dengan kadar besi serum yang rendah serta kapasitas pengikatan besi yang normal atau rendah merupakan gambaran umum yang sering dijumpai pada AR. Anemia akibat penyakit kronik ini harus dapat dibedakan dari anemia defisiensi besi yang juga dapat dijumpai pada AR akibat penggunaan NSAID yang menyebabkan erosi mukosa lambung. Pada pasien AR yang berat dengan HLA-DR4 positif sering dijumpai sindrom Felty yang merupakan gabungan dari gejala AR, splenomegali, leukopenia dan ulkus pada tungkai. Sindrom felty pada umumnya juga sering disertai dengan limfadenopati dan trombositopenia. Selain sindrom felty, trombositopenia juga dapat timbul sebagai komplikasi akibat penekanan sumsum tulang pada penggunaan obat imunosupresif atau berhubungan dengan proses autoimun pada penggunaan garam emas, d-penisilamin atau sulfasalazin.Komplikasi 3,5,6,9

Gangguan pertumbuhan dan perkembangan merupakan komplikasi yang serius pada RA. Hal ini terjadi karena penutupan epifisis dini yang sering terjadi pada tulang dagu, metakarpal dan metatarsal. Kelainan tulang dan sendi lain dapat pula terjadi, yang tersering adalah ankilosis, luksasio, dan fraktur. Komplikasi-komplikasi ini terjadi tergantung berat, lama penyakit dan akibat pengobatan dengan steroid. Komplikasi yang lain adalah vaskulitis, ensefalitis. Amiloidosis sekunder dapat terjadi walaupun jarang dan dapat fatal karena gagal ginjal. Rheumatoid arthritis adalah bukan hanya penyakit kerusakan sendi. Hal ini dapat melibatkan hampir semua organ. Masalah yang mungkin terjadi meliputi: Nodulus reumatoid ekstrasinovial dapat terbentuk pada katup jantung atau pada paru, mata atau limpa. Fungsi pernapasan dan jantung dapat terganggu. anemia karena kegagalan sumsum tulang untuk menghasilkan cukup sel-sel darah merah baru kerusakan pada jaringan paru (paru artritis) cedera pada tulang belakang saat tulang leher menjadi tidak stabil sebagai akibat dari RA. Reumatoid vaskulitis (radang pembuluh darah) yang dapat menyebabkan bisul dan infeksi kulit, pendarahan tukak lambung, dan masalah saraf yang menyebabkan nyeri, mati rasa, atau kesemutan. Vaskulitas juga dapat mempengaruhi otak, saraf, dan jantung, yang dapat menyebabkan stroke, serangan jantung, atau gagal jantung. Pembengkakan dan peradangan pada lapisan luar jantung atau perikarditis dan dari otot jantung (miokarditis). Kedua kondisi ini dapat menyebabkan gagal jantung kongestif. Sindrom Sjogren yang merupakan gangguan autoimun di mana kelenjar yang memproduksi air mata dan ludah yang hancur. Kondisi ini dapat mempengaruhi berbagai bagian tubuh, termasuk ginjal dan paru-paru.Penatalaksanaan 3,5,7,10Tujuan utama dari program pengobatan pada reumatoid artritis adalah untuk menghilangkan nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari penderita, serta mencegah dan atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi. Selain itu, dengan adanya program pengobatan ini dapat mengusahakan agar pasien dapat tetap bekerja dan hidup secara biasa baik di rumah maupun di tempat kerja, terutama mengatasi kerperluan-keperluan dirinya sehari-hari. Penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan itu meliputi pendidikan, istirahat, latihan fisik dan termoterapi, gizi, serta obat obatan.Pengobatan harus diberikan secara paripurna, karena penyakit sulit sembuh. Oleh karena itu, pengobatan dapat dimulai secara lebih dini. Penderita harus dijelaskan mengenai penyakitnya dan diberikan dukungan psikologis. Nyeri dikurangi atau bahkan dihilangkan, reaksi inflamasi harus ditekan, fungsi sendi dipertahankan, dan deformitas dicegah dengan obat antiinflamasi nonsteroid, alat penopang ortopedis, dan latihan terbimbing.Pada keadaan akut kadang dibutuhkan pemberian steroid atau imunosupresan.Sedangkan, pada keadaan kronik sinovektomi mungkin berguna bila tidak ada destruksisendi yang luas. Bila terdapat destruksi sendi atau deformitas dapat dianjurkan dan dilakukan tindakan artrodesis atau artroplastik. Sebaiknya pada revalidasi disediakan bermacam alat bantu untuk menunjang kehidupan sehari - hari dirumah maupun ditempat karja.

a. pengobatan non medika mentosa.8 Langkah pertama dari program penatalaksanaan artritis reumatoid adalah memberikan pendidikan kesehatan yang cukup tentang penyakit kepada klien, keluarganya, dan siapa saja yang berhubungan dengan klien. Pendidikan kesehatan yang diberikan meliputi pengertian tentang patofisiologi penyakit, penyebab dan prognosis penyakit, semua komponen program penatalaksanaan termasuk obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit, dan metode- metode yang efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan.

Istirahat adalah penting karena Artritis reumatoid biasanya disertai rasa lelah yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat timbul setiap hari, tetapi ada masa - masa di mana pasien marasa keadaannya lebih baik atau lebih berat. Kekakuan dan rasa tidak nyaman dapat meningkat apabila beristirahat. Hal ini memungkinkan pasien dapat mudah terbangun dari tidurnya pada malam hari karena nyeri. RehabilitasiRehabilitasi merupakan tindakan untuk mengembalikan tingkat kemampuan pasien AR dengan cara: Mengurangi rasa nyeri Mencegah terjadinya kekakuan dan keterbatasan gerak sendi Mencegah terjadinya atrofi dan kelemahan otot Mencegah terjadinya deformitas Meningkatkan rasa nyaman dan kepercayaan diri Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung kepada orang lain.Rehabilitasi dilaksanakan dengan berbagai cara antara lain dengan mengistirahatkan sendi yang terlibat, latihan serta dengan menggunakan modalitas terapi fisis seperti pemanasan, pendinginan, peningkatan ambang rasa nyeri dengan arus listrik. Manfaat terapi fisis dalam pengobatan AR telah ternyata terbukti dan saat ini merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dalam penatalaksanaan AR.

Fisioterapi / latihanDisamping itu latihan - latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, dan sebaiknya dilakukan sedikitnya dua kali sehari. Obat-obatan penghilang nyeri mungkin perlu diberikan sebelum latihan. Latihan ini dilakukan sebagai pencegahan terhadap cacat yang lebih lanjut dan bila sudah terjadi cacat, dicoba dilakukan rehabilitasi bila masih memungkinkan.

Di samping bentuk latihan, sering pula diperlukan alat bantu. Oleh sebab itu, pada pengobatan fisioterapi tercakup pengertian tentang rehabilitasi termasuk: pemakaian alat bidai, tongkat, tongkat penyangga, walking machine, kursi roda, sepatu dan alat ortotik lainnya mekanoterapi yaitu alat mekanik untuk latihan pemanasan baik hidroterapi maupun elektroterapi occupational therapy Untuk menilai kemajuan hasil pengobatan dapat dipakai parameter: tentang lamanya morning stiffness berapa banyaknya sendi yang nyeri bila berjalan atau digerakkan kekuatan menggenggam yang dinilai dengan sphygnomanometer/tensi meter waktu yang diperlukan untuk berjalan 10-15 meter

b. Pengobatan medika mentosaBeberapa contoh obat yang dapat diberikan antara lain:1,6,8,91. Analgesik (penghilang rasa sakit). Ini tidak mengurangi peradangan namun dapat membantu dengan kontrol nyeri. Contohnya: Acetaminophen dengan kodein (seperti Tylenol dengan kodein). Acetaminophen dengan xanax (seperti Vicodin). Tramadol. Propoxyphene (seperti Darvon).

2. NSAIDsObat anti-infalamasi nonsteroid (NSAID) dapat mengurangi gejala nyeri dan mengurangi proses peradangan. Obat ini bekerja dengan menghambat enzim siklooxygenase sehingga menekan sintesis prostaglandin dengan cara menghambat pembebasan dan aktivitas mediator inflamasi (histamin, serotonin, enzim lisosomal dan enzim lainnya).Akan tetapi, obat ini tidak memperlambat kemajuan RA. Maka dari itu, penderita RA sedang sampai parah sering membutuhkan obat tambahan untuk mencegah kerusakan sendi lebih lanjut. Yang termasuk dalam golongan ini adalah ibuprofen dan natrium naproxen. Golongan ini mempunyai risiko efek samping yang tinggi bila di konsumsi dalam jangka waktu yang lama.Semua NSAID secara potensial umumnya bersifat toksik. Toksisitas NSAID yang umum dijumpai adalah efek sampingnya pada traktus gastrointestinalis terutama jika NSAID digunakan bersama obat obatan lain, alkohol, kebiasaan merokok atau dalam keadaan stress. Usia juga merupakan suatu faktor risiko untuk mendapatkan efek samping gastrointestinal akibat NSAID. Pada penderita yang sensitif dapat digunakan preparat NSAID yang berupa suppositoria, pro drugs, enteric coated, slow release atau non-acidic. Efek samping lain yang mungkin dijumpai pada pengobatan NSAID antara lain adalah reaksi hiper-sensitivitas, gangguan fungsi hati dan ginjal serta pe-nekanan sistem hematopoetik.

3. KortikosteroidKortikosteroid mempunyai antiinflamasi dan imunosupresi. Golongan ini bekerja dengan antigen limfosit sel T, menghambat prostaglandin dan sintesa leukotrien. Golongan kortikosteroid seperti prednison dan metil prednisolon dapat mengurangi peradangan, nyeri dan memperlambat kerusakan sendi. Dalam jangka pendek kortikosteroid memberikan hasil yang sangat baik, namun bila di konsumsi dalam jangka panjang efektifitasnya berkurang dan memberikan efek samping yang serius. Oleh karena itu, kortikosteroid hanya dipakai untuk pengobatan RA dengan komplikasi berat dan mengancam jiwa karena obat ini mempunyai efek samping yang sangat berat. Obat ini bermanfaat sebagai bridging therapy dalam mengatasi sinovitis sebelum DMARD bekerja, kemudian dihentikan secara bertahap terutama pada pasien dengan simptom berat. Penggunaan kortikosteroid ini dapat diberikan secara suntikan intraartikular dengan infeksi disingkarkan terlebih dahulu.

4. Obat remitif (DMARD)Selain obat-obatan penghilang nyeri dan radang, pasien juga harus sesegera mungkin mendapat pengobatan awal yang progresif dengan obat perubah perjalanan penyakit konvensional (disease modifying antirheumatic drugs (DMARD)). DMARD digunakan untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat arthrotis reumatoid.Obat ini diberikan untuk pengobatan jangka panjang. Oleh karena itu diberikan pada stadium awal untuk memperlambat perjalanan penyakit dan melindungi sendi dan jaringan lunak disekitarnya dari kerusakan. Yang termasuk dalam golongan ini adalah klorokuin, metotreksat salazopirin, dan garam emas. Obat ini harus diberikan pada semua pasien RA, kecuali yang mempunyai kontra indikasi.First line pengobatan ini dapat menggunakan metotrexat, hidroxy klorokuin, sulfasalazine, dan leflunomid. Obat lain yang digunakan antara lain azatioprin, penisilamin, garam emas, siklosporin. Apabila terapi tunggal tidak efektif mengobatinya, maka dapat menggunakan kombinasi dua atau lebih DMARD seperti kombinasi metotrexate dengan siklosporin atau metotrexate dikombinasikan dengan sulfasalazin dan hidroxy klorokuin.

Jenis-jenis yang digunakan adalah:a. Klorokuin, paling banyak digunakan karena harganya terjangkau, namun efektivitasnya lebih rendah dibandingkan dengan yang lain. Dosis anjuran klorokuin fosfat 250 mg/hari hidrosiklorokuin 400 mg/hari. Efek samping bergantung pada dosis harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan, dermatitis makulopapular, nausea, diare, dan anemia hemolitik.b. Sulfasalazin dalam bentuk tablet bersalut enteric digunakan dalam dosis 1 x 500 mg/hari, ditingkatkan 500 mg per minggu, sampai mencapai dosis 4 x 500 mg. Setelah remisi tercapai, dosis dapat diturunkan hingga 1 g/hari untuk dipakai dalam jangka panjang sampai tercapai remisi sempurna. Jika dalam waktu 3 bulan tidak terlihat khasiatnya, obat ini dihentikan dan diganti dengan yang lain, atau dikombinasi. Efek sampingnya nausea, muntah, dan dyspepsia.c. D-penisilamin, kurang disukai karena bekerja sangat lambat. Digunakan dalam dosis 250-300 mg/hari, kemudian dosis ditingkatkan setiap 2-4 minggu sebesar 250-300 mg/hari untuk mencapai dosis total 4x 250-300 mg/hari. Efek samping antara lain ruam kulit urtikaria atau mobiliformis, stomatitis, dan glomerulonefritis.d. Garam emas adalah gold standard bagi DMARD. Khasiatnya tidak diragukan lagi meski sering timbul efek samping. Auro sodium tiomalat (AST) diberikan intramuskular, dimulai dengan dosis percobaan pertama sebesar 10 mg, seminggu kemudian disusul dosis kedua sebesar 20 mg. Seminggu kemudian diberikan dosis penuh 50 mg/minggu selama 20 minggu. Dapat dilanjutkan dengan dosis tambahan sebesar 50 mg tiap 2 minggu sampai 3 bulan. Jika diperlukan, dapat diberikan dosis 50 mg setiap 3 minggu sampai keadaan remisi tercapai. Efek samping berupa pruritis, stomatitis, proteinuria, trombositopenia, dan aplasia sumsum tulang. Jenis yang lain adalah auranofin yang diberikan secara oral dalam dosis 2 x 3 mg. Efek samping lebih jarang dijumpai, namun efektivitas kurang dan pada awal sering ditemukan diare yang dapat diatasi dengan penurunan dosis.e. Obat imunosupresif atau imunoregulator.Metotreksat sangat mudah digunakan dan waktu mula kerjanya relatif pendek dibandingkan dengan yang lain. Dosis dimulai 5-7,5 mg setiap minggu. Bila dalam 4 bulan tidak menunjukkan perbaikan, dosis harus ditingkatkan. Dosis jarang melebihi 20 mg/minggu. Efek samping jarang ditemukan. Penggunaan siklosporin untuk artritis reumatoid masih dalam penelitian.5. Biological agent. 11Ada berbagai jenis agen biologik: modulator sel darah putih termasuk: abatacept (Orencia) dan rituximab (Rituxan) Tumor necrosis factor (TNF) inhibitor meliputi: adalimumab (Humira), etanercept (Enbrel), infliximab (Remicade), golimumab (Simponi), dan certolizumab (Cimzia) Interleukin-6 (IL-6) inhibitor: tocilizumab (Actemra)Agen biologis bisa sangat membantu dalam mengobati rheumatoid arthritis. Namun, orang yang memakai obat ini harus diawasi sangat erat karena faktor risiko yang serius: infeksi dari bakteri, virus, dan jamur, leukemia.

OperasiJika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta terdapat alasan yang cukup kuat, dapat dilakukan pengobatan pembedahan. Jenis pengobatan ini pada pasien AR umumnya bersifat ortopedik, misalnya sinovektomi (penghapusan lapisan sendi atau sinovinum), artrodesis, total hip replacement, memperbaiki deviasi ulnar, dan sebagainya. Pada titik tertentu, penggantian sendi total dibutuhkan. Dalam kasus ekstrim, total lutut, penggantian pinggul, penggantian pergelangan kaki, penggantian bahu, dan lain-lain dapat dilakukan. Proses pembedahan lain yang mungkin dilakukan antara lain arthrodesis (fusi gabungan) dapat membawa stabilitas dan menghilangkan rasa sakit, tetapi hanya dengan harga mobilitas sendi menurun. Synovectomy (pengangkatan destruktif, berkembang biak sinovium, biasanya di pergelangan tangan, jari, dan lutut) dapat menghentikan atau menunda perjalanan penyakit.

PencegahanRheumatoid arthritis tidak memiliki pencegahan diketahui. Namun, seringkali mungkin untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada sendi dengan pengobatan dini yang tepat.8,11 Olah raga secara rutin. Semua jenis olah raga dapat dilakukan sejauh nyeri atau pembengkakan tidak bertambah. Kompres panas atau dingin dapat membantu meredakan nyeri. Kompres panas dapat meredakan rasa kaku sedangkan kompres dingin menyebabkan daerah yang sakit menjadi mati rasa. Mandi air panas juga dapat membantu melemaskan otot-otot dan meredakan rasa nyeri. Pertahankan berat badan normal. Berat badan yang berlebihan memberikan tekanan yang lebih besar pada persendian sehingga meningkatkan risiko nyeri lutut, panggul, dan punggung. Beritahu pasien tentang obat yang diperlukan dan cara penggunaannya: nama obat, dosis, frekuensi penggunaan, dll Beritahu pasien tentang kemungkinan efek samping dari preparat artritis

Prognosis 5,8,10,11Tidak adanya RF tidak selalu meramalkan prognosis yang baik. Hasil dapat terganggu ketika diagnosis dan pengobatan tertunda. Penanda laboratorium lain prognosis yang buruk meliputi bukti radiologis awal cedera tulang, anemia persisten dari penyakit kronis, peningkatan kadar komponen komplemen, dan adanya antibodi anti-CCP. RA yang tetap terus-menerus aktif selama lebih dari satu tahun kemungkinan akan menyebabkan deformitas sendi dan kecacatan. Periode kegiatan berlangsung hanya beberapa minggu atau beberapa bulan diikuti oleh remisi spontan meramalkan prognosis yang lebih baik Perjalanan penyakit dan hasil pengobatan rhematoid arthritis pada setiap pasien tidak dapat diprediksi. Terdapat beberapa faktor yang menjadikan prognosis buruk pada pasien antara lain: Poliarthritis generalisa di mana jumlah sendi yang terkena lebih dari 20. LED dan CRP yang tinggi meskipun sudah menjalani terapi. Manifestasi ekstraartikular, misalnya nodul Faktor rhematoid positif Ditemukannya erosi pada radiografi polos dalam kurun waktu 2 tahun sejak onset. Status HLA-DR4.Spektrum beratnya penyakit ini berkisar dari ringan atau subklinis sampai bentuk agresif atau destruktif yang berkaitan dengan angka kematian yang tinggi.

KesimpulanArtritis Reumatoid merupakan suatu penyakit autoimun sistemik menahun yang proses patologi utamanya terjadi di cairan sinovial. Penderita Artritis Reumatoid seringkali datang dengan keluhan artritis yang nyata dan tanda-tanda keradangan sistemik. Baisanya gejala timbul perlahan-lahan seperti lelah, demam, hilangnya nafsu makan, turunnya berat badan, nyeri, dan kaku sendi. Meskipun penderita artritis reumatoid jarang yang sampai menimbulkan kematian, namun apabila tidak segera ditangani dapat menimbulkan gejala deformitas/cacat yang menetap. Selain itu karena penyakit ini bersifat kronis dan sering kambuh, maka penderita akan mengalami penurunan produktivitas pekerjaan karena gejala dan keluhan yang timbul menyebabkan gangguan aktivitas fisik, psikologis, dan kualitas hidup menderita.

Daftar Pustaka

1. Jonathan G. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta : Erlangga; 2007. hlm. 196-7.2. Junadi P, Soemasto AS, dan Amelz H. Kapita selekta kedokteran. Ed 2. Jakarta: Media aesculapius; 1982.hlm. 143-56.3. Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Jakarta; 2005.4. Isselbecher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Harrisons principle of internal medicine. 15th Ed. USA: McGraw Hill;2001.p. 1928-37.5. Cell count and differential count for synovial fluid analysis. 8 Desember 2010. Diunduh dari: http://meded.ucsd.edu/isp/1994/im-quiz/amono.htm 29 Maret 20116. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi robbins. Edisi 7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.hlm.464-6.7. Sabiston. Buku ajar ilmu bedah. Ed. 1. Jakarta: EGC; 1994.hlm 1234-5.8. Sudoyono AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.Medlineplus medical encyclopedia. Rheumatoid arthritis. 2 Juni 2010. Diunduh dari: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000431.htm 27 Maret 2011.9. Medlineplus medical encyclopedia. Rheumatoid arthritis. 2 Juni 2010. Diunduh dari: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency.htm 27 maret 2011. 10. J. adam rindfleisch, daniel muller. Rheumatoid arthritis. 7 februari 2010. Diunduh dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ . 27 Maret 2011.11. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2005.hlm. 374-9, 384-6.