fact and fiction

16
1 Fiksi dan Fakta “Lihat itu! Disana!” seru gadis kecil itu. “Apa sayang? Tidak ada apa-apa di sana, ini hanya gudang kosong.” Kata sang bunda menenangkan putri kecilnya yang terus menunjuk ke arah gudang yang terletak di samping rumah mereka. “Tidak, bun! Aku tadi melihatnya. Seorang anak laki-laki seumurku, berlari ke sana! Dia ada di sini, bun!” kata si kecil berkeras. “Dia anak laki-laki yang sama yang memperhatikan aku di balik pagar tempo hari, bunda!” “Tiara. Tidak ada anak laki-laki di sini. Bahkan tidak ada anak-anak lain di kompleks ini, selain kamu. Tolong berhentilah berkhayal, sayang. Kamu sebentar lagi mulai bersekolah. Kamu tidak mau dianggap aneh oleh teman-temanmu karena teman khayalanmu kan?” “Bunda! Dia bukan teman khayalanku. Dia nyata. Aku tahu dia nyata!” “Sayang. Hentikan semua ini. Bunda tahu kamu tidak suka kita pindah kesini, pindah ke lingkungan baru yang kamu tidak kenal. Tetapi tolong jangan membuat ini menjadi alasan untuk kamu bersikap menyulitkan.” Tiara hanya terdiam menatap sang bunda. Dia benci saat bundanya mulai membicarakan hal ini. Tentu saja Tiara benci berada disini. Dia terpaksa harus pindah dari apartemen mereka yang besar di tengah kota, ke sebuah rumah sederhana di daerah pedesaan. Perceraian kedua orang tuanyalah yang mengharuskan dia pergi. Secinta apapun Tiara terhadap kamarnya di apartemen, Tiara tetap lebih cinta bundanya. Jadi, disinilah Sheila Kharismadewi, XII IPA

Upload: sheilakharismadewisilitonga

Post on 20-Nov-2015

212 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

a fiction story

TRANSCRIPT

Fiksi dan Fakta

Fiksi dan Fakta

Lihat itu! Disana! seru gadis kecil itu.Apa sayang? Tidak ada apa-apa di sana, ini hanya gudang kosong. Kata sang bunda menenangkan putri kecilnya yang terus menunjuk ke arah gudang yang terletak di samping rumah mereka.Tidak, bun! Aku tadi melihatnya. Seorang anak laki-laki seumurku, berlari ke sana! Dia ada di sini, bun! kata si kecil berkeras. Dia anak laki-laki yang sama yang memperhatikan aku di balik pagar tempo hari, bunda!Tiara. Tidak ada anak laki-laki di sini. Bahkan tidak ada anak-anak lain di kompleks ini, selain kamu. Tolong berhentilah berkhayal, sayang. Kamu sebentar lagi mulai bersekolah. Kamu tidak mau dianggap aneh oleh teman-temanmu karena teman khayalanmu kan?Bunda! Dia bukan teman khayalanku. Dia nyata. Aku tahu dia nyata!Sayang. Hentikan semua ini. Bunda tahu kamu tidak suka kita pindah kesini, pindah ke lingkungan baru yang kamu tidak kenal. Tetapi tolong jangan membuat ini menjadi alasan untuk kamu bersikap menyulitkan.Tiara hanya terdiam menatap sang bunda. Dia benci saat bundanya mulai membicarakan hal ini. Tentu saja Tiara benci berada disini. Dia terpaksa harus pindah dari apartemen mereka yang besar di tengah kota, ke sebuah rumah sederhana di daerah pedesaan. Perceraian kedua orang tuanyalah yang mengharuskan dia pergi. Secinta apapun Tiara terhadap kamarnya di apartemen, Tiara tetap lebih cinta bundanya. Jadi, disinilah dia. Berdua dengan bundanya, membangun kehidupan baru di lingkungan yang baru, tanpa ayahnya.Ayo sayang. Kita kembali ke dalam rumah, di sini dingin. Bunda meraih Tiara dalam pelukannya dan menariknya lembut menjauhi gudang. Akhirnya Tiara memutuskan untuk ikut bunda masuk ke dalam rumah, setelah berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan mencari anak laki-laki itu. Tiara tahu dia nyata. Anak laki-laki itu pasti nyata.

Bunda, apa kau melihat kaus kakiku? Kaus kaki merah muda yang ada sulaman namaku? tanya Tiara yang sudah siap dengan seragam pink muda untuk murid putri di sekolahnya yang baru. Bundanya menoleh sejenak.Aku meletakkannya di lemarimu, sayang. Di rak paling bawah bersama kaus kakimu yang lain.Aku tidak bisa menemukannya. Bisa kau bantu aku?Bundanya tersenyum. Tentu, sayang. Aku akan segara ke atas. Kau siapkan dulu peralatan sekolahmu. Kamu tak mau terlambat sekolah di hari pertama, bukan? Tiara menekuk lengan kanannya dan meletakkan kelima jarinya di kening, Aye-aye, captain! Bundanya tertawa dan mengusap rambutnya pelan. Sementara Bunda mencari kaus kaki pink, Tiara memasukkan buku-bukunya ke dalam tas dan segera turun ke bawah untuk sarapan. Baru sebentar Tiara menyantap serealnya, dia mendengar suara kaca yang terketuk. Tuk! Tiara membiarkannya dan melanjutkan sarapan. Tuk! Terdengar bunyi ketukan yang kedua. Seseorang telah melempari kaca jendela dapur Tiara dengan batu-batu kecil. Tiara menghampiri jendela tersebut dan melihat keluar. Seorang anak laki-laki dengan pakaian serba kebesaran dan topi rasta hijau kebesaran yang hampir menutupi kedua mata hendak melempari jendela dengan batu lagi. Namun saat melihat wajah Tiara di ambang jendela, dia berhenti dan melambaikan tangannya. Tiara mengamati anak laki-laki yang terlihat seumurannya, tetapi lebih kurus dan kulitnya hitam. Entah karena memang hitam, atau karena ia tidak pernah mandi, Tiara tidak bisa memutuskan. Pandangan mata Tiara berakhir pada kaki anak laki-laki itu. Kakinya hampir tertutup celana bahan hitamnya yang kebesaran tetapi ujung jari-jarinya masih terlihat. Anak laki-laki itu tidak mengenakan sepatu, kakinya hanya tertutup kaus kaki berwarna pink. Tunggu, kaus kaki pink? Berenda dan bersulam sebuah nama di pinggirnya? Pikir Tiara.Hei! Itu kaus kakiku! seru Tiara. Secepat kilat anak laki-laki itu menghilang ke arah gudang. Tiara pun dengan sigap keluar dan mengikuti anak laki-laki itu ke gudang. Aku tahu dia nyata! Aku tahu! Seorang teman khayalan tidak mungkin mencuri kaus kaki kan? guman Tiara pada dirinya sendiri. Tiara sampai di gudang dan mengedarkan pandangannya mencari anak laki-laki itu, Hei! Kamu dimana? Ayo keluarlah! Aku tidak akan menyakitimu. Kau boleh simpan kaus kakiku, tapi aku ingin melihatmu. Tiara berjalan ke arah tumpukan kardus dan disana duduk anak laki-laki tersebut meringkuk di samping tembok, berusaha menghilang dalam kegelapan. Tiara mengulurkan tangan hendak menyentuh pundak anak laki-laki itu. Saat jari-jari Tiara berada sangat dekat dengan anak laki-laki itu, ia menghindar dan berlari menjauh menghilang dalam kegelapan gudang. Hei! Tunggu! Aku tidak ingin menyakitimu. Saat Tiara berusaha mengejar anak laki-laki itu, dia tidak bisa menemukannya. Rasanya seperti anak laki-laki itu telah menghilang di telan kegelapan. Tiara memutuskan untuk kembali ke dalam rumah dan menemukan bundanya masih di lantai atas berusaha menemukan kaus kaki pink-nya.Aku tidak bisa menemukan kaus kakimu. Sepertinya kaus kakimu menghilang begitu saja atau aku lupa meletakannya dimana. Maafkan aku, sayang. Kata bunda dengan nada bingung dan menyesal. Tiara mempertimbangkan untuk mengatakan apa yang baru saja dilihatnya, tapi melihat reaksi bundanya kemarin Tiara mengurungkan niat.Tidak apa, bunda. Aku masih punya kaus kaki lainnya kan? Tiara kembali bersiap-siap untuk ke sekolah dan berusaha melupakan anak laki-laki itu. Bundanya mengantarkan Tiara ke sekolah dasar yang terletak beberapa blok dari rumahnya. Tidak jauh, mereka masih bisa menempuhnya dengan berjalan kaki. Dari kejauhan nampak sebuah bangunan mungil bercat kuning gading dan biru muda. Beberapa mainan seperti seluncuran, jungkat-jungkit dan ayunan berjejeran di halaman depan sekolah yang cukup luas itu. Jam sudah menunjukan pukul 06.30 tanda mereka tiba di saat yang sangat tepat, karena tak lama kemudian bunyi bel terdengar nyaring pertanda kelas akan segera dimulai. Tiara mulai berlari kecil.Dadah, bunda! Tiara mencium pipi bundanya dan melepaskan genggamannya.Hati-hati ya, sayang. Jangan nakal! Belajar yang rajin! seru sang bunda saat Tiara hendak mencapai pintu masuk. Tiara melambaikan tangannya dan menghilang di dalam kerumunan anak-anak yang lain.

Jam istirahat dihabiskan Tiara untuk bermain ayunan di halaman sekolah. Karena ini hari pertamanya, Tiara belom memiliki banyak teman. Tiara mengayunkan ayunannya pelan dan mulai menutup mata. Dalam keadaan indera pengelihatannya yang sementara buta, indera-inderanya yang lain menjadi mata baginya. Tiara senang mendengarkan lingkungan sekitarnya, menebak apa yang sedang terjadi di sekelilingnya, dan tertawa saat membuka mata karena menemukan tebakannya benar. Tiara sangat senang dengan ayunan. Duduk dan mengayun perlahan, merasakan lembutnya belaian angin menyentuh wajahnya. Di rumahnya yang dulu, Tiara memiliki ayunan kecil di rooftop apartemennya. Mengetahui bahwa sekolah barunya memiliki ayunan yang bisa dimainkannya setiap saat sangat menyenangkan hati Tiara. Di saat dengan menikmati udara yang pastinya lebih segar dari pada udara kota, Tiara dikagetkan oleh suara anak laki-laki yang menyapanya.Hai. Mengapa kamu duduk sendirian disini? Tiara membuka matanya, menoleh ke samping dan terkejut. Bukan terkejut karena disapa tetapi karena dugaannya salah. Indera lain yang berperan sebagai mata salah memberikan sinyal kepada otak.Kamu! seru Tiara. Awalnya Tiara mengira ia akan melihat salah satu murid sekolah dasar ini dan hendak mengajaknya berkenalan. Ternyata yang duduk di sampingnya adalah seorang anak laki-laki dengan baju serba kebesaran dan topi rasta hijau yang juga kebesaran. Sedang apa kamu disini? Kamu tidak bersekolah disini! tuding Tiara karena melihat anak laki-laki itu tidak menggunakan seragam biru muda seperti murid laki-laki lain di sekolah Tiara. Anak laki-laki itu tersenyum lalu berkata,Kamu belum menjawab pertanyaanku dan kamu sudah mengajukan pertanyaan untukku.Mengapa aku harus menjawab pertanyaanmu? Pertama, aku tidak mengenalmu. Kedua, kamu mencuri kaus kakiku! ujar Tiara sengit. Jadi, mengapa aku harus menjawab pertanyaanmu? anak laki-laki itu kembali tersenyum malu dan menunduk menatap kakinya. Dia masih menggunakan kaus kaki pink Tiara dan tidak mengenakan sepatu.Aku kesini ingin meminta maaf. Aku tidak seharusnya mencuri kaus kakimu. Tapi selama aku kedinginan. Aku hanya berniat meminjam dan mengembalikannya keesokan harinya. Tapi kamu sudah menyadarinya terlebih dahulu. Anak laki-laki itu menunduk semakin dalam.Namamu siapa? Bagaimana kau tahu aku bersekolah disini?Aku Niko. Aku melihat seragam sekolahmu pagi ini, jadi aku tahu kamu sekolah disini.Oke, Niko. Namaku Tiara. Kamu boleh menyimpan kaus kaki itu, aku masih punya banyak. Tiara tersenyum, senang karena sepertinya dia telah menemukan teman di lingkungan baru yang asing ini.Benarkah? Terima kasih! jawab Niko.Jadi, sebenarnya kamu siapa? tanya Tiara penasaran. Sebelum Niko sempat menjawab pertanyaan Tiara, seseorang memanggil Tiara dari kejauhan. Tiara! Ayo masuk, kelas sudah mau dimulai kembali. Kata guru Tiara mengajaknya masuk. Tiara menoleh ke arah Niko hendak mengatakan selamat tinggal. Tetapi Niko sudah tidak ada disana. Ayunan yang tadi diduduki Niko pun setenang malam, seolah tidak pernah diduduki siapapun. Tiara menoleh ke segala arah mencoba menemukan Niko. Hasilnya nihil. Niko yang seperti muncul dari udara kemudian menghilang juga seperti ditelan udara. Tiara! Cepat! seru guru itu lagi. Tiara pun meninggalkan ayunan. Sekali lagi ia kehilangan Niko dengan tanda tanya besar. Apa yang membuatmu bertahan di sana sendirian lama sekali, Tiara? kata guru Tiara. Tanpa benar-benar mencerna kata-kata tersebut, Tiara meminta maaf. Kelas kembali dimulai. Hari pertama Tiara bersekolah ini sangatlah menyenangkan. Semua mata pelajaran yang diajarkan sangat menarik hati Tiara. Angka-angka ajaib yang terlibat dalam hitungan matematika, makhluk hidup yang saling bersinergi dalam penjelasan ilmu alam, dan untaian kata-kata indah dalam puisi bahasa indonesia. Ia tidak pernah tahu bila sekolah ternyata semenyenangkan ini. Nampaknya Tiara hanya satu dari segelintir anak yang menganggap pelajaran-pelajaran itu menarik. Buktinya tidak sedikit teman-teman Tiara yang lebih memilih untuk melakukan hal-hal lain yang lebih menyenangkan ketimbang memperhatikan guru di depan kelas, seperti mengerjai temannya yang lain, mencorat-coret meja, berteriak-teriak, atau bahkan tidur siang. Bu Imelda yang sedang berusaha menjelaskan tentang cerita dongeng tampak hampir menangis menangani 15 murid yang berlarian kesana kemari. Tiara berusaha membantu gurunya dengan meminta teman-temannya duduk, tetapi usahanya tidak membuahkan hasil selain dirinya yang menjadi korban kejahilan yang berikutnya. Menyerah menghadapi ulah teman sekelasnya, Tiara memilih untuk duduk di bangkunya dan merengut. Padahal ia sangat ingin mendengarkan cerita dongeng! Teman-teman sekelasnya sangat menyebalkan. Tiara melayangkan pandangannya ke jendela kelas, mencari pemandangan di luar untuk mengusir penat. Namun yang ditemukannya bukan pemandangan indah melainkan seorang bocah lelaki yang sedang melambaikan tangan kearahnya. Niko masih dengan topi rastanya kembali muncul dari ketiadaan. Tiara melangkah mendekati jendela, menoleh ke arah gurunya sebelum membuka jendela tersebut. Bu Imelda masih sibuk mengejar murid-muridnya yang berlarian membawa kacamata guru bahasa Indonesianya itu. Setelah yakin bahwa gurunya tidak memperhatikan, Tiara membuka jendela. Kamu menghilang. Lagi. Lontar Tiara langsung.Maafkan aku. Aku tidak seharusnya berada di sini. Jawab Niko penuh sesal.Kamu tahu? Kamu itu seperti hantu! Hilang dan muncul begitu saja. Siapa kamu sebenarnya? benak Tiara penuh dengan pertanyaan. Niko hanya tersenyum, ia mengalihkan pandangan ke dalam seisi kelas yang kacau berantakan.Kelasmu kacau. Kata Niko, mengabaikan pertanyaan Tiara sebelumnya. Mendengar Niko menyinggung tentang kelasnya membuat Tiara teringat bahwa ia dengan kesal dengan teman-teman sekelasnya. Melihat wajah Tiara yang berubah keruh membuat Niko bertanya, Kamu kelihatan kesal. Apa mereka semua mengganggumu? Niko menggerakkan dagunya ke arah gerombolan anak laki-laki di dalam kelas. Tiara mendengus.Ya! Mereka menyebalkan. Sejak tadi yang dilakukannya hanya bermain dan bermain. Mereka selalu mengganggu jalannya pelajaran. Yang paling mengesalkan adalah mereka mengganggu Bu Imelda saat hendak membacakan dongeng. Padahal aku sangat ingin mendengar... keluh Tiara terpotong saat Bu Imelda menegurnya dari belakang. Tiara? Apa yang kamu lakukan disana? Ayolah, jangan mengeluh sendirian disana. Kita mulai lagi pelajarannya, ya? Tiara melongok keluar jendela dan seperti yang sudah ia perkirakan Niko kembali menghilang.Keesokan harinya, Tiara dikejutkan dengan ketidakhadiran hampir seluruh murid laki-laki di kelasnya. Dari 15 murid hanya tersisa 8 anak, termasuk Tiara. Desas-desus penyebab tidak masuknya ketujuh siswa kelas Tiara mulai merebak di sekitar sekolah. Ada yang berpendapat bahwa mereka membolos, sakit secara serempak yang kemungkinannya sangat kecil atau yang lebih memungkinkan pura-pura sakit secara serempak, dan pendapat yang paling liar adalah mereka diculik alien. Pihak sekolah mencoba menghubungi keluarga masing-masing siswa, namun belum ada satu kejelasan yang berarti. Walaupun begitu kegiatan belajar- mengajar tetap berlangsung seperti biasa. Menjelang siang, Bu Imelda datang ke kelas dan memanggil Tiara. Walaupun bingung dan tidak mengerti, Tiara mengikuti gurunya itu ke kantornya. Di dalam kantor Bu Imelda duduk seorang wanita muda yang tampak terguncang. Ibu Tiara terduduk kaku membelakangi pintu. Mendengar suara pintu dibuka, dirinya menoleh dan menatap Tiara dengan tajam.Bunda? Apa yang bunda lakukan di sini? Apa terjadi sesuatu? tanya Tiara sedikit panik melihat tatapan mata bundanya yang tidak biasa serta bahasa tubuhnya yang kaku. Bundanya tidak menjawab dan Bu Imelda-lah yang bereaksi.Duduk, Tiara. Katanya. Tiara yang masih memandang bundanya bingung. Tiara, ibu perhatikan, kamu sering menyendiri dari teman-temanmu. Bermain ayunan sendirian, berbicara sendiri di kelas. Apakah hubungan kamu dengan teman-teman yang lain baik-baik saja? Tiara nampak bingung, namun dia mengangguk. Tiara, kamu tentu menyadari kalau banyak dari teman-temanmu yang tidak hadir pada hari ini. Ibu hendak bertanya, apakah kamu tahu mengapa mereka tidak masuk? lanjut Bu Imelda. Tiara beralih melihat ke arah gurunya itu. Tiara menggeleng dan berkata,Aku tidak tahu. Aku belum lama mengenal mereka dan bahkan aku belum hafal semua nama teman-temanku. Tiara, beberapa jam yang lalu orang tua dari masing-masing temanmu menghubungi sekolah perihal ketidakhadiran teman-temanmu. Mereka berkata bahwa anak-anak mereka, masing-masing dicegat seorang anak yang terlihat seumuran mereka saat jalan pulang. Anak itu menggunakan jas hujan yang menutupi seluruh tubuh hingga kepala sehingga mereka tidak bisa melihat wajah anak itu. Yang terlihat hanya bagian bawah kakinya yang tidak menggunakan sepatu. Sejurus kemudian, anak itu memukuli ketujuh teman-temanmu satu persatu dengan membabi buta. Mereka berusaha melawan tetapi tidak berarti banyak. Anak itu terlalu kuat, kata mereka. Bu Imelda menjelaskan hal itu dengan tenang, namun menimbulkan dampak yang sebaliknya pada Tiara. Dia sangat terkejut mendengar kabar yang sangat menyimpang dari desas-desus yang beredar itu, namun ia lebih bingung daripada terkejut. Begitukah? Apakah mereka baik-baik saja? tanya Tiara. Walapun ketujuh temannya itu sangat menyebalkan kemarin, sebagai seorang teman, tentunya Tiara peduli. Tetapi Bu, apa hubungannya semua ini dengan saya? lanjutnya menyuarakan kebingungan dalam hati. Lalu mengapa bunda ada disini? tanya Tiara juga pada bundanya. Lagi-lagi bundanya tidak menjawab melainkan Bu Imelda-lah yang menjawab. Bu Imelda mengulurkan secarik kain di atas meja ke arah Tiara. Robekan kain warna pink berbahan cukup tebal dengan renda berwarna senada, di pinggirnya dengan jelas tersulam sebuah nama. Laurentia Tiara Putri. Tiara sangat terkejut karena mengenali potongan kain tersebut. Potongan kain dari kaus kaki yang awalnya dianggap hilang namun ditemukan saat dia bertemu Niko. Niko. Sebuah pikiran terlintas di benak Tiara. Apa mungkin Niko yang melakukan semua ini? Tapi, mengapa? Niko tidak memiliki alasan untuk menyakiti teman-temannya, kenal saja tidak. Kepala Tiara penuh dengan pertanyaan dan dugaan.Salah seorang anak yang berhasil melawan anak itu menarik robek kaus kaki ini, Tiara. Seperti yang kamu lihat, ada nama kamu disini. Saya sudah bertanya pada ibumu, apakah benar kamu memiliki kaus kaki ini dan beliau membenarkan. Bu Imelda menjelaskan. Sebelum gurunya itu melanjutkan ucapaannya, Tiara memotong.Tapi aku kehilangan kaus kakiku itu beberapa hari yang lalu. Ibu tidak menuduhku melakukan ini semua, bukan? Tiara memandang bundanya yang masih mematung. Bunda! Bunda tahu kaus kakiku hilang, betul kan bunda? Bunda Tiara mengaduk-aduk isi tasnya dan mengeluarkan sesuatu dari sana. Sepasang kaus kaki pink kotor yang tersobek pada bagian pinggirnya, meninggalkan sebuah lubang yang sangat cocok dengan potongan kain yang diberikan Bu Imelda. Tiara terkejut bukan main. Bagaimana bisa kaus kaki itu sampai ke tangan bundanya?Bunda menemukan ini di tempat sampah pagi ini. ujar Bunda Tiara lirih, lalu beliau menatap Tiara tepat di kedua matanya. Tiara, bunda tidak pernah mengajari kamu untuk berbohong. Sekarang, jujur sama bunda. Apakah kamu benar-benar kehilangan kaus kaki itu? Tiara menatap bundanya tak percaya. Bagaimana mungkin bunda menuduhnya berbohong!Bunda. Aku tidak melakukan itu semua! Memukuli teman-temanku ataupun berbohong pada bunda. Aku benar-benar kehilangan kaus kakiku. Tiara mempertimbangkan untuk menceritakan tentang Niko. Karena kedua orang dewasa disana masih menatap Tiara tajam, Tiara memutuskan untuk jujur. Niko yang melakukan semuanya.Niko? Siapa Niko? tanya Bu Imelda. Niko yang mencuri kaus kakiku, dia tinggal di gudang rumahku. Aku cukup sering bertemu dengannya. Niko menggunakan kaus kakiku selama beberapa hari ini. Dia tidak menggunakan sepatu. Bila mereka yang dipukuli itu melihat anak berjas hujan itu tidak memakai sepatu, itu pasti Niko. Tiara menjelaskan.Niko? Salah satu teman khayalanmu-kah, Tiara? Tidak ada yang tinggal di gudang rumah kita! Bunda Tiara kesal dengan penyangkalan Tiara, terlebih karena imajinasi anaknya yang dianggapnya mulai keterlaluan. Bunda tahu kamu tidak suka tinggal di sini, tapi itu tidak menjadi alasan kamu untuk berbuat seperti ini!Bunda! Aku tidak berbohong. Niko itu nyata, dia bukan teman khayalanku. Lagi pula, bagaimana mungkin aku memukuli tujuh orang anak laki-laki, bunda? Aku tidak cukup kuat. Niko bukan teman khayalanku, bunda. Namun kadang kupikir dia adalah hantu. Tukas Tiara. Bundanya menatap Tiara dengan harapan untuk membenarkan ucapan puterinya, tetapi bukti yang ada terlalu memberatkan dan lagi alasan Tiara semakin tidak masuk akal.Hantu? Bualan macam apa lagi ini, Tiara? Tidak cukupkah masalah yang kamu perbuat hari ini! ujar bundanya sedikit lebih keras yang dimaksudkannya dan air mata Tiara mulai berkejaran jatuh di pipi mungilnya. Tiara berdiri dan berlari meninggalkan ruangan itu dan orang-orang di dalamnya. Tiara berlari kencang menuju rumahnya dan langsung menuju gudang.Niko! Kamu dimana? Aku tahu kamu ada disini! Ayo, keluar! Buktikan padaku kalau kamu nyata! seru Tiara sekencang-kencangnya. Niko! panggilnya lagi saat Niko tidak kunjung muncul. Mengapa kamu berteriak-teriak seperti ini? ujar Niko yang tiba-tiba muncul di belakang Tiara.Niko! Apa benar kamu yang memukuli teman-teman sekelasku? Anak laki-laki yang kemarin kamu lihat di kelasku? Niko mengangguk bersemangat. Tiara tidak percaya apa yang dilihatnya. Niko bahkan tidak berusaha untuk menyembunyikan kenyataannya, sama sekali tidak menyesal.Mengapa kamu lakukan itu? Apa yang mereka lakukan padamu?Kemarin kamu bilang gerombolan anak laki-laki di kelas itu mengganggumu. Aku hanya ingin memperingati mereka agak tidak membuatmu kesal lagi. Mengapa kamu terlihat begitu marah? Bukankah kamu tidak menyukai mereka?Niko! Tidak menyukai mereka bukan berarti aku ingin menyakiti mereka. Mereka juga temanku. Bagaimana mungkin kamu melakukan itu? pekik Tiara tertahan. Niko berusaha mendekati Tiara, namun Tiara melangkah mundur.Jangan pernah temui aku lagi! Kamu berbahaya! Tiara terus melangkah mundur hingga punggungnya menempel ke dinding. Niko terlihat terguncang dengan penolakan Tiara, wajahnya berkerut, matanya memancarkan kobaran kemarahan dan mulai mengeluarkan suara geraman yang membuat bulu kuduk meremang.Kamu tidak boleh meninggalkan aku! Kamu satu-satunya temanku disini! Kamu satu-satunya yang bisa... Niko tiba-tiba berhenti bicara.Bisa apa? Tiara menyipitkan mata, menatap Niko curiga. Bisa apa, Niko? Tiara berusaha mencengkram bahu Niko untuk memaksanya menjawab. Tetapi tidak ada tulang dan daging disana, tangannya hanya mencengkram udara. Mata Tiara terbelalak, tidak mempercayai apa yang dirasakannya. Menyadari bahwa Tiara mulai mengetahui semua kebenarannya, Niko menjawab, Hanya kamu yang bisa melihatku, Tiara. Aku sudah tinggal di gudang itu begitu lama sampai aku tidak lagi ingat kapan aku terakhir kalinya aku hidup. Aku begitu kesepian, aku tidak punya teman! Rasa kesepian yang besar bisa dirasakan Tiara dari tatapan mata Niko. Tetapi hal itu tidak boleh membuatnya iba pada Niko, yang bahkan bukan manusia. Melihat gelagat Tiara yang hendak melarikan diri, Niko melanjutkan. Kamu satu-satunya temanku dan aku tidak akan membiarkan kamu pergi. Kamu akan menemaniku selamanya! Niko meraih tubuh Tiara dan Tiara menghilang di dalam kegelapan.Tiara tidak pernah ditemukan. Sama seperti anak pemilik pertama rumah yang di tempati Tiara. Nikolas Aditya yang hilang dan tidak pernah ditemukan setelah mengatakan kepada orang tuanya bahwa rumah mereka berhantu. Orang dewasa yang selalu tidak percaya dan yang pada akhirnya selalu kehilangan.Sheila Kharismadewi, XII IPA

10