experimental study on the strength of brick wall with strengthening

39
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batu bata merah merupakan salah satu material yang masih cukup banyak digunakan dalam praktek konstruksi, karena cukup mudah mendapatkannya dan harganya relatif murah. Dinding pasangan bata merah merupakan pasangan yang terdiri dari bahan pengikat (mortar) dan bahan pengisi (bata merah) juga dikenal dengan nama masonry. Masonry umumnya memberikan konstruksi yang tahan lama, dimana bahan pembentuknya, kualitas mortar, dan cara pengerjaan sangat mempengaruhi ketahanan konstruksi dinding secara keseluruhan. Pemasangan dinding pengisi mengakibatkan struktur menjadi lebih kaku, yang terkadang dapat menyebabkan terjadinya perilaku keruntuhan yang berbeda antara struktur tanpa dinding pengisi dan struktur dengan dinding pengisi. Hal yang demikian mempengaruhi juga kapasitas dan daktilitas struktur secara keseluruhan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi dinding pengisi dengan kerangka sangat efektif meningkatkan kekuatan, kekakuan, dan kinerja struktur dalam menahan beban lateral akibat gempa. Kaushik et.al. (2006) menyatakan bahwa dinding pengisi masonry (batako ataupun batu bata) menghasilkan penambahan kekakuan yang luar biasa pada struktur rangka beton bertulang. Kekakuan lateral kerangka yang dianalisis dengan dinding pengisi meningkat hingga 25 kali dibandingkan dengan kerangka terbuka (Sukrawa, 2010). 1

Upload: trinhkhue

Post on 11-Dec-2016

246 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Batu bata merah merupakan salah satu material yang masih cukup banyak

digunakan dalam praktek konstruksi, karena cukup mudah mendapatkannya dan

harganya relatif murah. Dinding pasangan bata merah merupakan pasangan yang

terdiri dari bahan pengikat (mortar) dan bahan pengisi (bata merah) juga dikenal

dengan nama masonry. Masonry umumnya memberikan konstruksi yang tahan

lama, dimana bahan pembentuknya, kualitas mortar, dan cara pengerjaan sangat

mempengaruhi ketahanan konstruksi dinding secara keseluruhan.

Pemasangan dinding pengisi mengakibatkan struktur menjadi lebih kaku,

yang terkadang dapat menyebabkan terjadinya perilaku keruntuhan yang berbeda

antara struktur tanpa dinding pengisi dan struktur dengan dinding pengisi. Hal yang

demikian mempengaruhi juga kapasitas dan daktilitas struktur secara keseluruhan.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi dinding pengisi dengan

kerangka sangat efektif meningkatkan kekuatan, kekakuan, dan kinerja struktur

dalam menahan beban lateral akibat gempa. Kaushik et.al. (2006) menyatakan

bahwa dinding pengisi masonry (batako ataupun batu bata) menghasilkan

penambahan kekakuan yang luar biasa pada struktur rangka beton bertulang.

Kekakuan lateral kerangka yang dianalisis dengan dinding pengisi meningkat

hingga 25 kali dibandingkan dengan kerangka terbuka (Sukrawa, 2010).

1

Page 2: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

2

Dalam kasus dinding yang kaku dan kuat seperti batako dan bata,

walaupun lebih getas dari bahan kerangka, keberadaannya di antara struktur

kerangka akan menimbulkan interaksi yang merubah kekakuan struktur, terutama

saat menerima beban lateral akibat gempa atau angin (Sukrawa, 2010).

Beberapa penelitian mengenai karakteristik dinding pasangan bata dan

material pembentuknya telah dilakukan dengan hasil penelitian yaitu antara lain,

pengujian dinding pasangan bata merah berdasarkan standar BS EN 1052-1-1999

diperoleh nilai kuat tekan rata-rata dan modulus elastisitas rata-rata sebesar 11,2

N/mm² dan 13500 N/mm² (Budiwati, 2009); pengujian kuat lekat (bond) pasangan

bata mengacu pada SNI-03-4166-1996 didapat nilai kuat lekat sebesar 0,39 Mpa

(Aryanto, 2008); dinding pasangan bata dengan perbandingan mortar 1:5 diperoleh

nilai kuat tekan rata-rata sebesar 1,4 N/mm² (Diputra, 2010); dan pengujian kuat

lentur rata-rata dinding tanpa plesteran diperoleh nilai kuat lentur sebesar 1,18 Mpa

dan dinding dengan plesteran sebesar 1,63 Mpa. Penambahan plesteran

memberikan kontribusi 38% tambahan kapasitas lentur dari dinding pasangan bata

tanpa plesteran (Mahendra, 2012).

Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu dilakukan penelitian

mengenai karakteristik dinding pasangan bata dan material pembentuknya.

Pengujian terhadap kuat tekan dinding pasangan bata sudah ada walaupun terbatas,

namun data kuat tekan, kuat lentur dan kuat lekat dinding pasangan bata merah

dengan perkuatan plesteran, kawat dan wire mesh belum diketahui sehingga perlu

diadakan pengujian. Dalam penelitian ini dilakukan penelitian tentang kuat lentur,

Page 3: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

3

kuat tekan dan kuat lekat pasangan bata tanpa plesteran dan dengan perkuatan

plesteran kawat dan wire mesh.

1. 2 Rumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana perilaku lentur, tekan

dan daya lekat pasangan bata tanpa plesteran dan dengan perkuatan plesteran, kawat

dan wire mesh. Perilaku yang diteliti meliputi hubungan antara beban dan

deformasi yang terjadi serta pola retak/moda keruntuhan.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

perilaku lentur, tekan dan daya lekat pasangan bata tanpa plesteran dan dengan

perkuatan plesteran, kawat dan wire mesh. Perilaku yang diteliti meliputi hubungan

antara beban dan deformasi yang terjadi serta pola retak/moda keruntuhan.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat di kalangan teknik sipil

dalam merencanakan dinding bangunan, memberikan pengetahuan mengenai

perilaku lentur, tekan dan daya lekat dinding bata, dan dapat memberikan informasi

mengenai kekuatan dinding bata tersebut dengan perkuatan plesteran, kawat dan

wire mesh.

Page 4: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

4

1.5 Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka perlu

adanya batasan masalah sehingga arah dan tujuan yang diinginkan dapat terlihat

dengan jelas dalam penelitian ini. Adapun batasan-batasan masalah adalah sebagai

berikut :

1. Penyusun dinding uji/pasangan bata adalah batu bata merah Negara (220 mm

x 100 mm x 50 mm).

2. Tulangan yang digunakan adalah kawat ayam (diameter 1 mm dan spasi 2 cm)

dan wiremesh (M4, diameter 4 mm dan spasi 15 cm).

3. Variasi dinding uji adalah dinding pasangan bata tanpa plesteran, dengan

plesteran, dengan plesteran dan kawat, dan dengan plesteran dan wire mesh.

4. Pengujian yang dilakukan yaitu uji kuat tekan bata, uji daya serap bata, uji

mortar, serta uji tekan, uji lentur, dan uji lekatan pasangan bata dengan

mengamati perilaku fisik saat mengalami retak/runtuh.

5. Perbandingan berat semen dan pasir 1:5 untuk spesi dan plesteran dengan

faktor air semen 0,5. Tebal spesi 1 cm dan tebal plesteran 2,5 cm.

6. Plesteran dan pemasangan tulangan kawat dan wire mesh pada dinding uji

adalah 3 hari setelah pasangan bata tersusun.

Page 5: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Dinding

Dinding adalah bagian dari bangunan yang berfungsi sebagai pemisah

antara ruangan luar dengan ruangan dalam, melindungi terhadap cuaca, penyokong

atap, sebagai pembatas, penahan cahaya panas dari matahari, menahan tiupan angin

dari luar. Dinding adalah bagian bangunan yang sangat penting perannya bagi suatu

konstruksi bangunan. Dinding membentuk dan melindungi isi bangunan baik dari

segi konstruksi maupun penampilan artistik dari bangunan (Fianli, 2011).

Menurut Fianli (2011), fungsi dinding dalam konstruksi adalah:

1. Dinding berfungsi sebagai pemikul. Konstruksinya harus kuat dan

kokoh agar mampu menahan bebannya sendiri dan beban horizontal.

2. Dinding berfungsi sebagai pembatas/partisi, tidak perlu kokoh tetapi

harus kaku sehingga perlu kolom penguat (kolom praktis).

2.2 Bahan Pembentuk Dinding Pasangan

2.2.1 Bata merah

Batu bata adalah salah satu unsur bangunan yang dibuat dari tanah liat

bakar yang memiliki berbagai warna dan tekstur. Batu bata diproduksi dalam

berbagai bentuk, ukuran dan kekuatan, dengan sifat material yang berbeda

berdasarkan daya serap air dan kuat tekannya. Perbedaan ini biasanya ditentukan

oleh jenis tanah liat dan metode pembentukan/pencetakannya (Thomas, 1996).

5

Page 6: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

6

Menurut SNI 15-0686-1989 tampak luar bata merah diklasifikasikan

menjadi 3 bagian yaitu bentuk, warna, dan berat bata merah. Bentuk dinyatakan

dengan bidang-bidang datarnya rata atau tidak, menunjukan retak-tetak atau tidak,

rusuk- rusuknya siku-siku atau tidak dan lain sebagainya. Warna dinyatakan dengan

merah tua, merah muda, kekuning-kuningan, kemerah merahan, dan sebagainya.

Warna pada penampang belahan merata atau tidak. Mengandung butir-butir kasar

atau tidak serta rongga-rongga didalamnya. Pengujian berat bata merah adalah

hasil-hasil penimbangan bata merah yang dihitung rata-ratanya dan dinyatakan

dalam kilogram. Bata merah harus berbentuk prisma segi empat panjang

mempunyai rusuk-rusuk yang siku-siku dan tajam, bidang-bidang datar yang rata

dan tidak menunjukkan retak-retak.

Pada SNI 15-0686-1989 ditentukan cara mencari persentase penyerapan

air bata merah. Dalam standar tersebut masing-masing benda uji direndam dalam

air hingga jenuh kemudian ditimbang beratnya (A) kemudian benda uji dikeringkan

dalam dapur pengering pada suhu 100-110⁰C selama 24. Setelah itu benda uji

dikeluarkan dari dapur pengering lalu didinginkan diruang sampai suhu kamar,

kemudian masing-masing beratnya ditimbang (B). Penyerapan air masing-masing

dihitung dengan Persamaan 2.1 berikut:= × 100% ……...........…… (2.1)

Penyerapan air masing-masing contoh ini dicatat dan dihitung harga rata-

rata dari semua contoh yang diuji (10 buah), dinyatakan dalam persen. Pada Tabel

2.1 dapat dilihat persentase penyerapan air maksimum dari masing-masing kelas

bata merah.

Page 7: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

7

Tabel 2.1Persentase penyerapan air maksimum dari masng-masing kelas bata merah

menurut SNI 15–0686–1989

Kelas Penyerapan Air Maksimum (%)50 22

100 20150 20200 20250 20

Sumber: SNI 15-0686-1989

Menurut SNI 15-0686-1989, benda uji yang dipergunakan dalam

pengujian kuat tekan bata merah adalah bata merah dengan keadaan utuh, kemudian

bidang yang akan ditekan diterap dengan adukan setebal 6 mm (perbandingan

semen dan pasir 1:3) dengan ditambah air 60% - 70% berat semen. Setelah dicetak,

keesokan harinya benda uji direndam dalam air bersih (suhu ruangan) selama 24

jam. Bata merah yang telah direndam diangkat dan bidang-bidangnya dibersihkan

dengan kain lembab untuk menghilangkan air yang berlebihan.

Benda-benda uji ditekan hingga hancur dengan kecepatan penekanan

diatur hingga sama dengan 2 kg/cm²/detik. Kuat tekan benda uji diperoleh sebagai

hasil bagi beban tekan tertinggi dan luas bidang tekan terkecil. Kuat tekan

rata-rata adalah jumlah kuat tekan benda uji dibagi dengan banyaknya benda uji (30

buah). Kuat tekan bata merah dihitung dengan Persamaan 2.2:= ……...........…… (2.2)

Keterangan

= Kuat tekan (N/mm²)

Page 8: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

8

P = Berat tekan (N)

A = Luas bidang tekan (mm²)

Dalam SNI 15-0686-1989 dijelaskan beberapa klasifikasi bata merah

menurut kekuatannya dibagi dalam 5 (lima) kelas (Tabel 2.2). Berdasarkan nilai

rata-rata kuat tekan bruto terendah, diantaranya: kelas 50, 100, 150, 200, dan 250.

Batu bata kelas 50, 100, 150, 200, dan 250 masing-masing memiliki kuat tekan

sebesar 5 N/mm², 10 N/mm², 15 N/mm², 20 N/mm², dan 25 N/mm² (Tabel 2.2).

ASTM C 67 mensyaratkan kuat tekan bata merah diperoleh dari kuat tekan rata-

rata hasil test dengan minimum 10 buah sampel dengan ukuran sampel benda uji

harus memiliki perbandingan tinggi dan tebal sama dengan satu, yaitu 50 mm x 50

mm x 50 mm (kubus). Menurut BS 3921-1985, benda uji yang dipergunakan dalam

pengujian kuat tekan bata adalah 10 buah bata dengan keadaan utuh. Bata direndam

dalam air selama 24 jam sebelum pengujian. Setiap bata ditempatkan di antara dua

lapisan kayu (plywood) dengan ketebalan 4 mm di dalam mesin uji, dan diuji

dengan tingkat pembebanan maksimum 35 N/mm2/menit sampai benda uji retak.

Tabel 2.2Kuat tekan rata-rata dan koefisien variasi yang diijinkan dalam pengujian kuat

tekan bata merah

Kelas Kuat Tekan bruto rata-rata minimum dari 30 Koefisien variasi yang diijinkanbuah yang di uji dalam keadaan utuh dari kuat tekan bata yang diuji

Kg/cm² N/mm² %

50 50 5 22100 100 10 22150 150 15 15200 200 20 15250 250 25 15

Sumber: SNI 15-0686-1989

Page 9: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

9

2.2.2 Mortar

Mortar adalah campuran yang terdiri dari semen, agregat halus, dan air

baik dalam keadaan dikeraskan ataupun tidak dikeraskan (SNI 15-2049-2004).

Mortar sering digunakan sebagai bahan plesteran, pekerjaan pasangan dan banyak

pekerjaan bangunan lainnya. Bahan perekat yang digunakan dapat bermacam-

macam, yaitu tanah liat, kapur, semen merah (bata yang dihaluskan) maupun semen

portland (Tjokrodimuljo, 1996). Dalam dinding pasangan, mortar digunakan untuk

melekatkan bata menjadi satu kesatuan yang kuat dan kaku. Mortar dapat juga

digunakan untuk meratakan permukaan dinding yang terpasang. Untuk

pemasangan dinding bata, mortar yang digunakan umumnya mortar yang diolah

secara manual atau disebut mortar konvensional. Campuran mortar konvensional

untuk dinding bata misalnya 1 : 5, artinya 1 takaran semen dicampur 5 takaran pasir.

Tebal mortar yang menyatukan bata berkisar antara 0,65–2 cm.

Tjokrodimulyo (1996) mengelompokkan mortar berdasarakan jenis bahan

ikatnya menjadi empat jenis, yaitu: a) Mortar lumpur, yang dibuat dari campuran

pasir, tanah liat/lumpur dan air; b) Mortar kapur, yang dibuat dari campuran pasir,

kapur dan air, mortar ini biasa dipakai untuk pembuatan tembok bata; c) Mortar

semen, yang dibuat dari campuran pasir, semen portland dan air dalam

perbandingan campuran yang tepat. Perbandingan antara volume semen dan

volume pasir berkisar antara 1:2 dan 1:6 atau lebih besar. Mortar ini kekuatannya

lebih besar dari pada mortar kapur dan lumpur, oleh karena itu biasa dipakai untuk

tembok, pilar, kolom atau bagian lain yang menahan beban; dan d) Mortar khusus,

Page 10: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

10

yang dibuat dengan menambahkan bahan khusus pada mortar kapur dan mortar

semen dengan tujuan tertentu.

Pada pengujian kuat tekan mortar menurut SNI 03-6825-2002 benda uji

berbentuk kubus dengan ukuran sisi 5 cm, dibuat dari mortar dengan campuran

semen portland, pasir, dan air dengan komposisi tertentu. Pengujian dilakukan

setelah mortar mengeras dengan menggunakan mesin uji tekan. Nilai kuat tekan

didapat dengan membagi besar beban maksimum (N) dengan luas tampang (mm²).

Dalam pengujian kuat tekan mortar diperlukan 6 buah benda uji. Persamaan yang

dipergunakan dalam menentukan nilai kuat tekan mortar dapat dilihat dalam

Persamaan 2.3.

= ……...........…… (2.3)

Keterangan:

σ = Kekuatan tekan mortar

Pmax = Gaya tekan maksimum

A = Luas penampang benda uji

Menurut ASTM C 270 standar mortar berdasarkan kekuatannya dibedakan

menjadi: a) Mortar tipe M, adalah adukan dengan kuat tekan yang tinggi, dipakai

untuk pasangan yang dikenai beban lateral atau tekan tinggi, dinding bata bertulang,

dinding dekat tanah, pasangan pondasi, adukan pasangan pipa air kotor, adukan

dinding penahan dan adukan untuk jalan. Kuat tekan minimumnya adalah 17,25

MPa; b) Mortar tipe S, adalah adukan dengan kuat tekan tinggi sedang, dipakai bila

tidak disyaratkan menggunakan tipe M, tetapi diperlukan daya ikat lentur yang

Page 11: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

11

tinggi serta adanya gaya tekan normal. Kuat tekan minimumnya adalah 12,15 MPa;

c) Mortar tipe N, adalah adukan dengan kuat tekan sedang, dipakai untuk pasangan

terbuka diatas tanah. Kuat tekan minimumnya adalah 5,17 MPa; dan d) Mortar tipe

O, adalah adukan dengan kuat tekan rendah sedang, dipakai untuk konstruksi

dinding yang tidak menahan beban yang lebih dari 7 kg/cm2 dan gangguan

cuaca tidak berat. Kuat tekan minimumnya adalah 2,4 MPa.

Menurut ASTM C 109, pengujian mortar yang dilakukan mempergunakan

mortar berbentuk kubus dengan ukuran benda uji sebesar 50 mm x 50 mm x 50 mm

dengan perbandingan campuran semen dan pasir 1:5. Pengujian kuat tekan mortar

dilakukan setelah berumur 28 hari.

Dalam BS 5628-1-1992, disebutkan ada 4 jenis campuran mortar (semen:

pasir), yaitu: 1:3 (i), 1:4 (ii), 1:5 (iii), 1:6 (iv) yang masing-masing memiliki kuat

tekan minimum 16 N/mm², 6,5 N/mm², 3,6 N/mm², 1,5 N/mm² (Tabel 2.3).

Tabel 2.3Klasifikasi mortar

Mortardesignation

Types of mortar (proportion by volume)Mean CompressiveStrength at 28 days

(N/mm2)

Cement: Lime:Sand

MasonryCement: Sand

Cement:Sandwith

plasticizer

Preliminary

(Laboratory tests)

SiteTest

(i) 1 : 0to1/4 : 3 - 1:3 16.0 11.0

(ii) 1 : 1/2 : 4to41/2 1 : 21/2to31/2 1:3to4 6.5 4.5

(iii) 1 : 1 : 5to6 1:4to5 1:5to6 3.6 2.5

(iv) 1 : 2 : 8to9 1:51/2to61/2 1:7to8 1.5 1.0Sumber: BS 5628-1-1992

Page 12: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

12

Menurut BS 5628-1-1992, kekuatan mortar yang digunakan harus diuji

terlebih dahulu di laboratorium, dengan menggunakan salah satu ukuran dari

spesimen berikut: 70.7 mm (kubus), 100 mm (kubus), 100 mm x 25 mm x 25 mm

(prisma/balok), atau 160 mm x 40 mm x 40 mm (prisma/balok). Kuat tekan rata-

rata mortar ditunjukkan pada Tabel 2.3. Jika diinginkan, setengah dari benda uji

dapat diuji kuat tekannya pada umur 7 hari. Biasanya hasil test ini akan memberikan

indikasi kekuatan yang diharapkan pada umur 28 hari. Untuk mortar yang terdapat

pada Tabel 2.4, kuat tekan pada umur mortar 7 hari akan mendekati dua pertiga dari

kuat tekan mortar pada umur 28 hari. Jika kuat tekan rata-rata dari umur mortar 7

hari sama dengan atau melebihi dua pertiga dari kuat tekan mortar yang terdapat

dalam Tabel 2.3, maka dianggap cukup menggunakan hasil kuat tekan dari benda

uji mortar dengan umur 7 hari saja. Namun jika kurang, maka harus menunggu

kekuatan benda uji mortar umur 28 hari.

2.2.2.1 Semen portland

Semen Portland didefinisikan sebagai semen hidrolis yang dihasilkan

dengan cara menggiling terak semen portland terutama yang terdiri atas kalsium

silikat yang bersifat hidrolis dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan

berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat dan boleh ditambah

dengan bahan tambahan lain (SNI 15-2049-2004).

Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam

pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. Jika ditambah air, semen akan

menjadi pasta semen. Jika ditambah agregat halus, pasta semen akan menjadi

Page 13: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

13

mortar yang jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton

segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras/concrete (Mulyono, 2004).

2.2.2.2 Pasir

Pasir merupakan agregat halus sebagai hasil desintegrasi alami batuan atau

pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butiran

terbesar 5 mm (SNI 03-2847-2002).

Menurut SK SNI T-15-1990-03, kekasaran pasir dibagi menjadi 4 (empat)

kelompok gradasi zone yang diadopsi dari British Standar yang digunakan di

Indonesia saat ini, yaitu: pasir halus, agak halus, agak kasar. Keempat gradasi

tersebut biasanya disebut sebagai daerah I (zone I), daerah II (zone II), daerah III

(zone III) dan daerah IV (zone IV). Pasir zone I adalah pasir kasar, zone 2 adalah

pasir agak kasar, zone 3 adalah pasir agak halus, dan zone 4 adalah pasir halus

(Tabel 2.4).

Tabel 2.4Syarat gradasi agregat halus/pasir

Lubangayakan (mm)

Persen Berat Tembus KomulatifZone I Zone II Zone III Zone IV

104,82,41,20,60,3

0,15

10090-10060-9530-7015-345-200-10

10090-10075-10055-10035-598-300-10

10090-10085-10075-10060-7912-400-10

10095-10095-10090-10080-10015-500-15

Sumber: SK SNI T-15-1990-03

Page 14: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

14

ASTM C 33 dalam “Standard Spesification for Concrete Agregate”

memberikan syarat gradasi agregat halus seperti yang tercantum pada Tabel 2.5,

dimana agregat halus tidak boleh mengandung bagian yang lolos pada satu set

ayakan lebih besar dari 45% dan tertahan pada ayakan berikutnya.

Tabel 2.5Syarat mutu agregat halus

Ukuran Lubang Ayakan (mm) Persen Lolos Kumulatif9,5

4,752,361,180,60,3

0,15

10095 – 10080 – 10050 – 8525 – 605 – 300 – 10

Sumber: ASTM C 33

2.2.2.3 Air

Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi

semen, membasahi agregat dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton.

Air yang dapat diminum umumnya dapat digunakan sebagai campuran beton. Air

yang mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya, yang tercemar garam,

minyak, gula, atau bahan kimia lainnya, bila dipakai dalam campuran beton akan

menurunkan kualitas beton, bahkan dapat mengubah sifat-sifat beton yang

dihasilkan (Mulyono, 2004).

Menurut SNI 03-2847-2002, air yang digunakan pada campuran beton

harus bersih dan bebas dari bahan-bahan merusak yang mengandung oli, asam,

alkali, garam, bahan organik, atau bahan-bahan lainnya yang merugikan terhadap

Page 15: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

15

beton atau tulangan. Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada

beton, kecuali memenuhi ketentuan hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada

kubus uji mortar yang dibuat dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum

harus mempunyai kekuatan sekurang-kurangnya sama dengan 90% dari kekuatan

benda uji yang dibuat dengan air yang dapat diminum. Perbandingan uji kekuatan

tersebut dilakukan pada adukan serupa, terkecuali pada air pencampur, yang dibuat

dan diuji sesuai dengan metode uji kuat tekan untuk mortar semen hidrolis,

menggunakan spesimen kubus dengan ukuran sisi 50 mm (ASTM C 109).

2.2.2.4 Faktor air-semen

Secara umum diketahui bahwa semakin tinggi nilai faktor air semen

(FAS) , semakin rendah mutu kekuatan beton. Namun demikian, nilai FAS yang

semakin rendah tidak selalu berarti bahwa kekuatan beton semakin tinggi. Nilai

FAS yang rendah menyebabkan kesulitan dalam pengerjaan, yaitu kesulitan dalam

pelaksanaan pemadatan yang pada akhirnya akan menyebabkan mutu beton

menurun. Umumnya nilai FAS yang diberikan antara 0.4 - 0.65 (Mulyono, 2004).

Menurut SNI 03-2847-2002, rasio air-semen yang diisyaratkan pada Tabel

2.6 harus dihitung menggunakan berat semen. Beton yang akan mengalami

pengaruh lingkungan seperti yang diberikan pada Tabel 2.6 harus memenuhi rasio

air-semen dan persyaratan kuat tekan karakteristik beton yang ditetapkan pada tabel

tersebut.

Page 16: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

16

Tabel 2.6Persyaratan untuk pengaruh lingkungan khusus

Kondisi LingkunganRasio air-semen

maksimum1f'c minimum2

MPaBeton dengan permeabilitas rendah yang

terkena pengaruh lingkungan air0,50 28

Untuk perlindungan tulangan terhadapkorosi pada beton yang terpengaruh

lingkungan yang mengandung klorida darigaram, atau air laut

0,40 35

Catatan:1. Dihitung terhadap berat dan berlaku untuk beton normal2. Untuk beton berat normal dan beton berat ringan

Sumber: SNI 03-2847-2002

2.2.3 Tulangan baja

Menurut SNI-07-0954-2005, syarat mutu tulangan baja adalah tidak boleh

mengandung serpihan, lipatan, retakan, gelombang dan hanya diperkenankan

berkarat ringan pada permukaan. Karat yang dimaksud adalah apabila digosok

secara manual tidak meninggalkan cacat pada permukaan.

Menurut SNI-07-0663-1995, jaringan kawat baja las untuk tulangan

adalah jaringan yang berbentuk segi empat dari kawat hasil penarikan dingin yang

dibuat dengan pengelasan titik, dimana dapat berbentuk bujur sangkar dan jaring

empat persegi panjang. Kawat-kawat satu sama lain harus saling tegak lurus dan

tidak boleh terdapat cacat-cacat yang dapat mengurangi kegunaannya. Panjang

juntaian kawat adalah maksimum ½ x jarak kawat melintang, sesuai Gambar 2.1.

Ukuran kawat baja dan toleransinya harus sesuai dengan Tabel 2.7.

Menurut SNI 07-0663-1995, untuk pengujian jaringan kawat baja

(Gambar 2.1) yaitu dengan mengambil satu benda uji sebanyak 2 (dua) lembar yang

Page 17: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

17

kawat m em anjangkawat m elintang

jarak kawat m elintangjuntaian

jarak kawat m elintang

berukuran 1 x 1 meter dari per tiap 10 (sepuluh) bundel. Pengukuran diameter

dilakukan terhadap kawat baja yang melintang dan memanjang, masing-masing

pada dua titik pengukuran (Gambar 2.2). Ukuran jaring ditentukan dengan

mengukur secara acak lebar maupun panjang jaring minimum 3 kali pengukuran

(Gambar 2.3). Untuk uji kesikuan dilakukan dengan mengukur perbedaan diagonal

seperti pada Gambar 2.4.

Tabel 2.7Ukuran kawat baja

Diameter (mm) Toleransi diameter (± mm) Berat (kg/m)4,05,06,07,08,09,0

10,011,012,0

0,100,100,100,130,130,130,130,130,13

0,0990,1540,2220,3020,3950,4990,6170,7460,888

Sumber: SNI 07-0663-1995

Gambar 2.1Jaringan kawat baja

(Sumber: SNI 07-0663-1995)

Page 18: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

18

d2

d1

b

a

Gambar 2.2Uji diameter kawat

(Sumber: SNI 07-0663-1995)

Gambar 2.3Uji panjang jaring kawat(Sumber: SNI 07-0663-1995)

Gambar 2.4Uji kesikuan kawat

(Sumber: SNI 07-0663-1995)

Page 19: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

19

Keterangan notasi pada gambar tersebut di atas, d1 adalah langkah

pengukuran pertama, d2 adalah langkah pengukuran kedua, a adalah lebar jaring, b

adalah panjang jaring, D1 adalah diagonal terpanjang dan D2 adalah diagonal

terpendek. Untuk perhitungan persentase penyimpangan kesikuan (PPK)

menggunakan Persamaan 2.4 berikut:

PPK = × 100% ……………..… (2.4)

Menurut SNI 07-0371-1998, berdasarkan pengelompokan batang uji

sesuai bentuk produk, untuk jenis kawat termasuk dalam batang uji yang tidak

proporsional, No. 9A dan No. 9B (Tabel 2.8).

Tabel 2.8Ukuran batang uji no. 9

Nomor Batang Uji Panjang Ukur (Lo) Jarak Jepit (J)9 A9 B

100 mm200 mm

min. 150 mmmin. 250 mm

Sumber: SNI 07-0371-1998

Baja merupakan material yang memiliki kekuatan tarik yang cukup besar.

Dua karakteristik utama yang menentukan karakter baja adalah titik leleh dan

modulus elastisitasnya. Modulus elastisitas baja biasanya mempunyai nilai sebesar

200.000 MPa. Hubungan nilai regangan dan tegangan baja dapat dilihat pada

Gambar 2.5. Pada gambar tersebut memperlihatkan perilaku baja secara idealisasi.

Selama pembebanan hanya sampai σ1, bila beban dilepaskan maka batang akan

kembali ke keadaan semula (kembali ke titik O), dalam hal ini sifat batang

Page 20: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

20

dikatakan elastis. Bila beban telah melampaui yield point dan sampai ke titik A

beban dilepas, maka akan ada regangan yang tinggal (residual strain) sebesar OB.

Dalam keadaan ini kapasitas daktilitasnya berkurang menjadi sebesar BF.

Pembebanan kembali memperlihatkan perilaku yang sama seperti tegangan-

regangan awal, tetapi dengan permulaan terletak di titik B, sehingga daerah plastis

yang mendahului strain hardening juga berkurang. Jika batang dibebani lagi (mulai

B) hingga mencapai titik C, pembebasan beban kemudian mengikuti garis putus-

putus CD sampai titik D. Sebagai pengaruh strain hardening, menunjukkan titik

leleh (yield point) C dengan σ1 yang lebih besar dari σ1 awal. Titik C adalah strain

hardening yield point. Dalam hal ini kapasitas daktilitas tinggal sebesar DF. Dari

gambar ini juga menunjukkan bahwa proses pembebanan di luar batas elastis

menyebabkan perubahan pada sifat daktilnya (Oentoeng, 1999).

Gambar 2.5Diagram tegangan regangan baja

(Sumber: Oentoeng, 1999)

σ1

Page 21: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

21

Untuk keperluan penulangan digunakan bahan baja yang memiliki sifat

teknis menguntungkan, dan baja tulangan yang digunakan dapat berupa batang baja

lonjoran ataupun jaringan kawat rangkaian las (wire mesh) yang berupa batang

kawat baja yang dirangkai dengan teknik pengelasan. Ada dua jenis baja tulangan

yaitu, baja tulangan polos dan baja tulangan ulir. Baja tulangan ulir berfungsi untuk

menambah lekatan antara beton dengan baja. Baja tulangan ulir yaitu batang

tulangan baja yang permukaannya dikasarkan secara khusus, diberi sirip teratur

dengan pola tertentu atau batang tulangan yang dipilin pada proses produksinya.

Dalam penelitian ini menggunakan tulangan kawat loket dan wire mesh (Gambar

2.6).

Gambar 2.6Kawat loket dan wire mesh

2.3 Metode Pengujian Dinding Pasangan

2.3.1 Pengujian kuat lentur pasangan

Menurut SNI-03-4165-1996 pengujian kuat lentur dinding pasangan bata

merah dilakukan dengan menggunakan benda uji berbentuk persegi tanpa plesteran

Page 22: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

22

dengan ukuran panjang 8b dan tinggi 5b, dimana b adalah lebar bata merah

(Gambar 2.7). Pengujian ini dilakukan dengan memberikan beban garis terpusat

pada jarak ¼ bentang dengan kecepatan pembebanan konstan dan dapat diatur,

sehingga gerakan pembebanannya 150 N/mm/menit sampai dengan 210

N/mm/menit sampai kapasitas maksimum benda uji.

Gambar 2.7Posisi pengujian dinding pasangan bata

(Sumber: Mahendra, 2012)

Rumus kuat lentur berdasarkan SNI-03-4165-1996 menggunakan Persamaan 2.5.

……............… (2.5)

Keterangan:

flt = kuat lentur pasangan dinding

I

clPuflt

42

Page 23: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

23

Pu = Beban maksimum

l = Bentang tumpuan (8b)

c = Jarak antara garis netral dengan serat tarik terluar

I = Inersia penampang dinding

Dalam British Standart 5628 : Part 1 : 1992, kuat lentur pasangan dinding

(fkx) ditentukan berdasarkan mortar design dan persentase penyerapan air unit bata

merah yang digunakan, seperti ditunjukkan pada Tabel 2.9.

Tabel 2.9Kuat lentur pasangan bata

Persentaseserapan air unit

bata merah

fkx arah vertikal (N/mm²) fkx arah horisontal (N/mm²)Mortar design

(i) (ii), (iii) (iv) (i) (ii), (iii) (iv)< 7% 0,7 0,5 0,40 2,0 1,5 1,2

7% ≤ x ≤ 12% 0,5 0,4 0,35 1,5 1,1 1,012% < 0,4 0,3 0,25 1,1 0,9 0,8

Sumber: British Standart 5628 : Part 1 : 1992

Menurut BS EN 1052-2-1999, untuk pengujian kuat lentur dinding

menggunakan spesimen berbentuk persegi yang bentuk dan ukurannya dapat dilihat

pada Tabel 2.10. Pengujian ini dilakukan dengan memberikan beban garis terpusat

pada jarak yang seperti terlihat pada Gambar 2.8. Dari hasil pengujian tersebut

kemudian dicatat beban maksimum (Fi,max) benda uji. Kuat lentur dinding pasangan

dihitung sampai 0,01 N/mm2 terdekat dengan Persamaan 2.6.

Page 24: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

24

2

21max,

.2

)(3

hub

llFf i

ix

N/mm2 …….........…… (2.6)

Keterangan:

fxi = Kuat lentur dinding pasangan bata (N/mm2)

Fi,max = Beban maksimum benda uji (N)

b = Lebar benda uji (mm)

hu = Tebal benda uji (mm)

l1 = panjang antara tumpuan (mm)

l2 = panjang antara 2 beban terpusat (mm)

Keterangan untuk notasi hu, b, ls, dan lu, pada Tabel 2.10 dan Gambar 2.8

berturut-turut merupakan tinggi spesimen, lebar spesimen, panjang spesimen, dan

panjang unit masonry.

Tabel 2.10Ukuran spesimen untuk pengujian kuat lentur dinding

Arahhu

(mm)b

(mm)

Sejajar Siar Datarlebar unit

yang digunakan≥ 400 dan ≥ 1,5 lu

Tegak Lurus Siar Datar≤ 250 ≥ 240 dan ≥ 3 hu> 250 ≥ 1000

Sumber: BS EN 1052-2-1999

Page 25: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

25

Gambar 2.8Spesimen uji lentur

(Sumber: BS EN 1052-2-1999)

Lendutan merupakan fungsi dari panjang bentang, perletakan atau kondisi-

kondisi ujungnya, jenis pembebanan (beban terpusat atau beban terdistribusi), dan

kekakuan lentur EI dari elemen. Bila suatu beban vertikal bekerja pada elemen

struktur yang terletak di atas dua tumpuan, maka elemen tersebut akan mengalami

lentur, yang mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk pada elemen tersebut

berupa lendutan (Gambar 2.9). Persamaan 2.7 adalah rumus lendutan dari elemen

struktur yang menerima dua beban terpusat sejarak a dari tumpuan (Nawy, 2000).

Page 26: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

26

Gambar 2.9Elemen struktur yang menerima 2 beban terpusat

Nilai kekakuan dapat dicari dengan Persamaan 2.7.

)43(24

22

max

aLPa

EI

…...........…… (2.7)

Keterangan:

EI = Kekakuan (KNm²)

Δmax = Lendutan maksimum (mm)

P = Beban (KN)

a = Jarak beban ke tumpuan (m)

L = Bentang (m)

2.3.2 Pengujian kuat tekan pasangan

Menurut SNI-03-4164-1996 pengujian kuat tekan dinding pasangan bata

merah dilakukan dengan menggunakan benda uji berbentuk persegi tanpa plesteran

dengan ukuran panjang 8b dan tinggi 5b, dimana b adalah lebar bata merah. Benda

uji diletakkan di bawah alat pembebanan, kemudian menghidupkan mesin pada

Page 27: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

27

awal pengujian selama 15 menit setelah mengatur jarum penunjuk beban pada

posisi nol. Analisa dilakukan dengan mencatat data beban hancur dan menggambar

bentuk retakan yang terjadi setelah pengujian. Benda uji dibuat dengan ketentuan

ukuran seperti Gambar 2.10. Permukaan atas dan bawah benda uji di kaping dengan

mortar. Kaping adalah lapisan perata pada permukaan bidang tekan benda uji,

terbuat dari bahan yang mempunyai kekuatan lebih besar dari kekuatan benda uji.

Gambar 2.10Dinding pasangan uji tekan

(Sumber: SNI-03-4164-1996)

Kuat tekan dinding pasangan dihitung dengan Persamaan 2.8.

A

Pucf ' N/mm2 …….........…… (2.8)

Keterangan

f’c = Kuat tekan dinding pasangan bata (N/mm2)

Page 28: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

28

Pu = Beban uji maksimum (N)

A = Luas bidang tekan (mm2)

Menurut BS EN 1052-1-1999, untuk uji kuat tekan dinding menggunakan

minimal 3 spesimen yang bentuk dan ukurannya dapat dilihat pada Tabel 2.11.

Untuk menentukan nilai kuat tekan dinding pasangan bata, benda uji dibebani

dengan beban merata sampai hancur. Dari hasil pengujian tersebut kemudian dicatat

beban maksimum (Fi,max) benda uji. Kuat tekan dinding pasangan dihitung sampai

0,1 N/mm2 terdekat dengan Persamaan 2.9.

i

ii A

Ff max, N/mm2 …….........…… (2.9)

Keterangan:

fi = Kuat tekan dinding pasangan bata (N/mm2)

Fi,max = Beban maksimum benda uji (N)

Ai = Luas permukaan benda uji (mm2)

Selain dengan persamaan diatas, pada BS 5628-1-1992 nilai kuat tekan

karakteristik dinding pasangan dari beberapa jenis mortar dan bata merah dengan

nilai kuat tekan yang berbeda yang dipergunakan sebagai komponen struktur, dapat

dicari dengan menggunakan grafik dan tabel seperti yang terlihat pada Tabel 2.11

dan Gambar 2.11. Dalam standar tersebut dijelaskan nilai kuat tekan mortar

dibedakan menjadi 4 kelas yaitu: kelas i, ii, iii, dan iv dengan nilai kuat tekan

masing-masing 16 N/mm², 6,5 N/mm², 3,6 N/mm², dan 1,5 N/mm². Dalam BS

Page 29: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

29

5628-1-1992 juga diperlihatkan 7 kelas bata merah yang diklasifikasikan menurut

kuat tekannya yaitu kelas 2, 3, 4, 5, 7, 10, dan 15. Ketujuh kelas bata merah tersebut

memiliki kuat tekan masing-masing 15 – 20 N/mm², 20 – 27,5 N/mm², 27,5 – 35

N/mm², 35 – 50 N/mm², 50 – 70 N/mm², dan 70 – 100 N/mm².

Gambar 2.11Grafik kuat tekan karakteristik dinding pasangan bata menurut BS 5628-1-1992

(Sumber: BS 5628-1-1992)

Tabel 2.11Kuat tekan karakteristik dinding pasangan bata menurut BS 5628-1-1992

Characteristic compressive strength of masonry, fk in N/mm2

Constructed with standard format bricksMortar

designationCompressive strength of unit (N/mm2)

5 10 15 20 27,5 35 50 70 100(i) 2,5 4,4 6,0 7,4 9,2 11,4 15,0 19,2 24,0(ii) 2,5 4,2 5,3 6,4 7,9 9,4 12,2 15,1 18,2(iii) 2,5 4,1 5,0 5,8 7,1 8,5 10,6 13,1 15,5(iv) 2,2 3,5 4,4 5,2 6,2 7,3 9,00 10,8 12,7

Sumber: BS 5628-1-1992

Page 30: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

30

Nilai kuat tekan yang diperoleh dari hasil pengujian bata merah

dihubungkan dengan kelas mortar pada grafik kuat tekan karakteristik dinding

pasangan, sehingga akan diperoleh nilai kuat tekan karakteristik dari dinding

pasangan. Untuk mortar kelas (i),(ii),(iii), dan (iv) kuat tekan karakteristik yang

dapat dihasilkan oleh dinding pasangan bata dari bata dengan kuat tekan 5 N/mm²

sampai 100 N/mm² adalah masing-masing 2,5 – 24 N/mm², 2,5 – 18,2 N/mm², 2,5

– 15,5 N/mm², dan 2,2 – 12,7 N/mm².

Untuk menentukan modulus elastisitas pada dinding pasangan bata perlu

diketahui besar tegangan dan regangan yang terjadi. Tegangan dan regangan dapat

dihitung apabila deformasi aksial yang terjadi pada dinding pasangan diketahui.

Deformasi aksial yang terjadi pada dinding pasangan dapat diketahui dengan

menggunakan dial gauge. Dari hasil pengujian tersebut kemudian dicari hubungan

tegangan dan regangan yang terjadi selama pengujian dinding pasangan bata.

Perubahan panjang suatu benda disebut dengan regangan (ε) yang terjadi akibat

perubahan statik (ΔL) terhadap panjang mula-mula (Lo). Regangan normal yang

terjadi akibat beban tekan statik dapat ditentukan berdasarkan Persamaan 2.10.

Lo

L …….........…… (2.10)

Keterangan:

ΔL = Lo – L

ε = Regangan normal akibat beban aksial (mm)

L = Perubahan panjang spesimen akibat beban tekan (mm)

Lo = Panjang spesimen mula-mula (mm)

Page 31: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

31

Dalam BSEN 1052-1-1999, modulus elastisitas dinding pasangan bata

diperoleh dengan mencari nilai hubungan tegangan dan regangan. Nilai regangan

yang terjadi di ukur dengan mempergunakan strain gauge. Dari nilai masing-

masing dan rata-rata modulus elastisitas dalam N/mm2 dihitung sampai mendekati

100 N/mm2. Persamaan yang dipergunakan dalam menentukan modulus elastisitas

masing-masing dinding pasangan bata adalah Persamaan 2.11. Beban tekan

maksimum yang di peroleh dari hasil eksperimen dibagi 3 dan dikalikan dengan

nilai regangan yang dikalikan dengan luas permukaan benda uji.

ii

i

xAx

FEi

3max, …….............… (2.11)

Keterangan:

Ei = Modulus Elastisitas masing-masing benda uji (N/mm2)

Fi,max = Beban tekan maksimum masing-masing benda uji (N)

Ai = Luas permukaan masing-masing benda uji (mm²)

ε = Regangan normal akibat beban aksial (mm)

2.3.3 Pengujian kuat geser/lekat pasangan

Menurut SNI-03-4166-1996 pengujian kuat lekat pasangan bata merah

dilakukan dengan menggunakan benda uji seperti yang terlihat pada Gambar 2.12

(dalam Aryanto, 2008). Benda uji diletakkan di bawah alat pembebanan, kemudian

menghidupkan mesin pada awal pengujian selama 15 menit setelah mengatur jarum

penunjuk beban pada posisi nol. Analisa dilakukan dengan mencatat data beban

Page 32: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

32

hancur dan menggambar bentuk retakan yang terjadi setelah pengujian. Persamaan

yang digunakan dalam menghitung kuat geser pasangan batu bata adalah

menggunakan persamaan 2.12.

bh

Pf u

vh 2 ……............. (2.12)

Keterangan:

fvh = Kuat lekat pasangan (N/mm2)

Pu = Beban maksimum benda uji (N)

b = lebar bidang lekatan (mm)

h = tinggi bidang lekatan (mm)

Gambar 2.12Test kuat lekat pasangan bata

Sumber: Aryanto, 2008

Page 33: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

33

Menurut BS EN 1052-4-2000, untuk uji geser dinding menggunakan

minimal 9 spesimen yang bentuk dan ukurannya dapat dilihat pada Gambar 2.13.

Panjang (l) spesimen harus lebih besar dari 400 mm dan tidak lebih dari 700 mm.

Sedangkan untuk tinggi (h) dan lebar (w) spesimen adalah dengan rasio h/w > 2.

Untuk menentukan nilai geser dinding pasangan bata, benda uji dibebani dengan

model pembebanan seperti yang terlihat pada Gambar 2.13. Dari hasil pengujian

tersebut kemudian dicatat beban maksimum (Fi,max) benda uji. Dimana 1)

papan/alas, 2) beban geser, 3) lapisan penahan pasangan 4) beban tekan, 5) pelat

atas, 6) kaping, 7) pengaku yang menahan bagian atas dan bawah, dan 8) pelat

bawah.

Gambar 2.13Spesimen uji geser

(Sumber: BS EN 1052-4-2000)

Menurut ASTM C 519, untuk uji geser dinding menggunakan minimal 3

spesimen dengan ukuran 1,2 m x 1,2 m (4 ft x 4 ft), yang bentuk dan metode

pengujian seperti yang terlihat pada Gambar 2.14. Metode pengujian meliputi

penentuan kuat tarik diagonal atau geser sepanjang satu diagonal dalam posisi

Page 34: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

34

vertikal, sehingga menyebabkan keruntuhan tarik diagonal yang sejajar terhadap

arah pembebanan. Spesimen ditempatkan dalam mesin yang setidaknya harus

memiliki ketinggian minimal 2,13 m (7 ft). Pengujian dilakukan setelah umur

spesimen mencapai 28 hari. Mesin uji harus memiliki kapasitas pembebanan yang

cukup untuk mampu menerapkan beban secara terus menerus, sehingga beban

maksimumnya dicapai dalam waktu tidak kurang dari 1 menit dan tidak lebih dari

2 menit.

Gambar 2.14Metode pengujian kuat tarik diagonal atau geser masonry

(Sumber: ASTM C 519)

Page 35: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

35

Dari beberapa metode pengujian spesimen tersebut diatas, perbandingan

ukuran spesimen antara SNI, ASTM dan British Standard (BS), dapat dilihat pada

Tabel 2.12 berikut ini:

Tabel 2.12 Ukuran Spesimen

No Jenis PengujianSpesimen

Ukuran Benda UjiSNI ASTM BS

1 Kuat Tekan Bata Ukuran bata utuh,diterap spesi 6 mm,1Pc:3Ps(SNI 15-0686-1989)

Kubus2 in (50 mm)(ASTM C67)

Ukuran bata utuh,(BS 3921-1985)

2 Kuat Tekan Mortar 50 x 50 x50 mm(SNI 15-6825-2002)

Kubus2 in (50 mm)

(ASTM C109)

a) 70,7 mm (kubus)b) 100 mm (kubus)c) 100 x 25 x 25 mm (prisma)d) 160 x 40 x 40 mm (prisma)(BS 5628-1-1992)

3 Kuat Tekan:- Dinding Bata

8b x 5bb = lebar bata(SNI 03-4164-1996)

- - Panjang ≥ (2 x panjang bata)- Tinggi ≥ (5 x lebar bata)- Tebal ≥ tebal bata(BS 1052-1-1999)

4 Kuat Lentur Dinding 8b x 5bb = lebar bata(SNI 03-4165-1996)

- Sejajar siar datar:- Lebar ≥ 400 mm dan ≥ 1,5 x

panjang unit masonry- Tebal ≥ lebar unit masonry

Tegak lurus siar datar:- Lebar ≥ 240 mm dan ≥ 3x lebar

unit masonry)- Tebal ≥ lebar unit masonry

(BS EN 1052-2-1999)

5 Kuat Geser/LekatDinding

(SNI 03-4166-1996) 1,2 m (4 ft)(ASTM C 519)

Panjang (l), tinggi (h), lebar (w)400 mm < l < 700 mmh/w > 2(BS 1052-4-2000)

Sumber: SNI, ASTM, dan British Standard

Page 36: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

36

2.4 Penelitian-Penelitian Terkait

2.4.1 Budiwati (2009)

Budiwati (2009) melakukan pengujian pada bata merah, batako, mortar

dan masonry. Pada pengujian bata merah dengan ukuran 215 x 102,5 x 65 mm

dilakukan sesuai standar dalam BS 3921-1985 yang terdiri dari 10 buah sampel

benda uji diperoleh kuat tekan rata-rata bata merah sebesar 63 N/mm². Sedangkan

untuk pengujian batako dengan ukuran 440 x 200 x 215 mm dilakukan sesuai

standar dalam BS 6073-1-1981, diperoleh kuat tekan rata-rata batako sebesar 12,8

N/mm².

Pengujian mortar dilakukan dengan standar yang ditetapkan dalam British

Standart 5628-1-1992. Standar tersebut menunjukan ada 4 tipe campuran mortar.

Tipe mortar yang digunakan adalah mortar tipe (iii) dan kuat tekan rata-rata yang

diperoleh adalah 4,2 N/mm².

Pengujian dinding pasangan bata merah dan batako dilakukan berdasarkan

standar yang ditetapkan pada BS EN 1052-1-1999, yang di uji setelah berumur 28

hari. Dari pengujian tersebut diperoleh nilai kuat tekan rata-rata dan modulus

elastisitas rata-rata sebesar 11,2 N/mm² dan 13500 N/mm² untuk dinding pasangan

bata merah; 7,2 N/mm² dan 7300 N/mm² untuk dinding pasangan batako.

Page 37: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

37

2.4.2 Aryanto (2008)

Aryanto (2008) melakukan pengujian bata merah Garut dengan ukuran

rata-rata sebesar 207,23 mm x 99,47 mm x 52,28 mm. Pengujian kuat tekan

dilakukan dengan memotong bata merah berukuran 50 x 50 x 50 mm. Pengambilan

ukuran sampel tersebut untuk memenuhi persyaratan ASTM C 140 dan ASTM 67

dimana benda uji unit bata harus memiliki perbandingan tinggi dan tebal sama

dengan satu. Kuat tekan rata-rata bata merah diperoleh adalah 4,57 N/mm² yang

mana berdasarkan SII.0021-78 termasuk kelas 25 karena nilai kuat tekannya masih

dibawah 5 N/mm².

Pengujian mortar yang dilakukan mempergunakan mortar berbentuk

kubus dengan ukuran benda uji sebesar 50 x 50 x 50 mm dengan perbandingan

campuran semen dan pasir 1:5. Pengujian dilakukan mengikuti standar ASTM C

109-88. Hasil uji kuat tekan mortar yang diperoleh setelah berumur 28 hari sebesar

10,45 N/mm². Selain pengujian terhadap kuat tekan unit bata dan mortar, diuji pula

kuat tekan dan kuat geser pasangan bata. Spesimen pasangan bata terdiri dari tiga

tumpuk bata mengacu pada ketentuan ASTM C 1314-95. Hasil uji kuat tekan

dinding pasangan bata umur 28 hari diperoleh nilai rata-rata kuat tekan pasangan

bata sebesar 3,71 N/mm².

Untuk memperoleh kuat geser pasangan bata, maka pasangan bata diuji

kekuatan lekatnya. Prosedur pengujian ini mengacu pada SNI-03-4166-1996

(Gambar 2.12). Dari hasil pengujian ini, didapat nilai kuat lekat (bond) pasangan

bata (τo) adalah 0,39 MPa. Pola keruntuhan geser yang dibentuk oleh pasangan bata

Page 38: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

38

merah menunjukkan kegagalan terjadi pada permukaan sambungan (interface),

bukan pada material bata atau mortarnya.

2.4.3 Diputra (2010)

Diputra (2010) melakukan pengujian kuat tekan bata, mortar dan dinding

pasangan bata menurut SNI 03-4165-1996 dengan menggunakan bata merah lokal

(Keramas, Gianyar) dengan ukuran 230 mm x 110 mm x 55 mm. Dari pengujian

kuat tekan bata merah diperoleh nilai kuat tekan rata-rata sebesar 4,43 N/mm².

Untuk pengujian kuat tekan mortar dalam penelitian ini menggunakan benda uji

berbentuk kubus berukuran 50 x 50 x 50 mm sebanyak 6 buah dengan umur 28 hari.

Nilai kuat tekan rata-rata yang diperoleh mortar dengan perbandingan campuran

1:3 adalah 21,03 N/mm², sedangkan mortar dengan perbandingan campuran 1:5

adalah 9,20 N/mm². Pada dinding pasangan bata dengan perbandingan mortar 1:5,

mengalami beban hancur rata-rata pada nilai pembebanan 132,981 kN sehingga

diperoleh nilai kuat tekan rata-rata dinding pasangan bata sebesar 1,4 N/mm².

2.4.4 Mahendra (2012)

Mahendra (2012) melakukan penelitian kuat lentur dinding pasangan bata

yang terdiri dari 3 spesimen, yaitu dinding pasangan bata tanpa tulangan tanpa

plesteran (TTTP), dinding pasangan bata tanpa tulangan dengan plesteran (TTDP),

dan dinding pasangan bata dengan tulangan dengan plesteran (DTDP). Tiap

spesimen dibuat 3 buah benda uji. Bata merah lokal yang digunakan berasal dari

produsen bata merah desa Keramas, Gianyar. Pengujian kuat lentur mengacu pada

standar yang ditetapkan dalam SNI-03-4165-1996.

Page 39: experimental study on the strength of brick wall with strengthening

39

Dari hasil penelitian ini diperoleh kuat tekan rata-rata bata merah 4,4 N/mm²

dengan serapan air sebesar 21,21%. Kuat tekan mortar dengan komposisi

perbandingan semen dan pasir 1: 3 (spesi) sebesar 21,57 N/mm² dan 1:4 (plesteran)

sebesar 12,2 N/mm². Kuat lentur rata-rata dinding TTTP diperoleh 1,18 MPa dan

kuat lentur rata-rata dinding TTDP sebesar 1,63 Mpa, sedangkan kuat lentur

dinding DTDP belum dapat ditentukan karena telah terjadi keruntuhan geser.

Penambahan plesteran memberikan kontribusi 38% tambahan kapasitas lentur dari

dinding pasangan bata tanpa plesteran.

Pola keruntuhan pada dinding TTTP dan TTDP terjadi pada area momen

maksimum yaitu antara ¼ bentang sampai ¾ bentang, sedangkan pola keruntuhan

dinding DTDP terjadi di luar area momen maksimum atau di area geser maksimum

yaitu antara tumpuan sampai ¼ bentang. Dari hubungan beban dengan lendutan

diperoleh rasio kekakuan dinding pasangan bata TTDP terhadap TTTP sebesar 3,5

dan DTDP terhadap TTTP sebesar 4,3. Modulus elastisitas untuk benda uji TTTP

diperoleh sebesar 8290,36 MPa, sedangkan modulus elastisitas benda uji lainnya

belum dapat ditentukan mengingat material penyusunnya yang tidak dianggap

homogen.