evaluasi pendayagunaan dana zakat pada...
TRANSCRIPT
EVALUASI PENDAYAGUNAAN DANA ZAKAT PADA PROGRAM
BANTUAN MODAL USAHA BAZIS DKI JAKARTA PUSAT
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk MemenuhiPersyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
(S.sos)
Oleh:
RULLY MUHARRAM
NIM:1112053000022
KONSENTRASI MANAJEMEN ZIS DAN WAKAFJURUSAN MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASIUNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA1439 H/2017 M
i
ABSTRAK
Rully Muharram ,1112053000022, Program Studi Manejemen Dakwah,Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Evaluasi PendayagunaanDana Zakat Pada Program Bantuan Modal Uasaha, Badan Amil ZakatInfaq dan Shodaqoh DKI Jakarta Pusat.
Dibawah Bimbingan Muhammad Zen, MA
Zakat juga merupakan institusi konprehensif untuk distribusi harta,karena hal ini menyangkut harta setiap muslim secara prkatis, saat hartannyasudah melewati nishab, membayar zakat merupakan suatu rukun islam yangsangat jelas dan tegas. Dana zakat dapat dikelola dengan baik, melaluipendayagunaan dana zakat. Evaluasi merupakan kegiatan yang bertujuan untukmengukur tingkat keberhasilan suatu kegiatan. Evaluasi pendayagunaanmerupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengukur tingkat keberhasilankegiatan pendayagunaan zakat.
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana evaluasikarakteristik sasaran penerimaan kegiatan program pendayagunaan bantuanmodal usaha BAZIS DKI Jakarta Pusat, dan bagaimana hasil kriteria evaluasipemanfaatan program pendayagunaan modal usaha BAZIS DKI Jakarta pusat,bagaimana evaluasi fasilitas yang digunakan dalam pelaksanaan programpendayagunaan bantuan modal usaha BAZIS DKI Jakarta Pusat, tujuanpenelitian ini untuk mengetahui hasil pencapaian BAZIS DKI Jakarta Pusatdalam memberikan bantuan modal usaha.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan deskriftif denganmenggunakan teknik pengumpulan data observasi atau pengamatan,wawancara, dan dokumentasi. Metode analisis data nya menggunakan analisideskriftif karena penelitian ini menjelaskan evaluasi pendayagunaan dana zakatpada bantuan modal usaha yang dilaksanakan oleh BAZIS DKI Jakarta Pusatdalam mendayagunakan dana zakat.
Hasil penelitian ini diketahui bahwa pendayagunaan dana zakat padaprogram bantuan modal usaha BAZIS DKI Jakarta memliki karakteristik padasasaran yang dapat menerima modal usaha yaitu muslim, jenis usahanya halal,dapat memegang amanah, dan termasuk dalam asnaf. Sedangkan untuk kriteriapada pemberiaan modal usaha dalm pencapaiannya secara umum masih efiktifserta efisien. Hanya beberapa keriteria evaluasi yang masih kurang efektif danefisien. Untuk fasilitas pada program pemberian bantuan modal usaha
Kata kunci : Evaluasi pendayagunaan, dana zakat
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrohim.
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam. Atas berkah dan
karunia-Nya skripsi ini bisa terselesaikan. Shalawat dan salam dihaturkan
kepada junjungan Nabi Muhammad SAW karena perjuangan beliau kita
dapat menikmati Iman dan Islam hingga saat ini sebagai bentuk kasih
sayang Allah SWT kepada kita semua.
Halangan serta tantangan dalam penulisan skripsi ini, tidak terlepas
dari bantuan para dosen maupun pengajar lain yang memiliki intensitas ilmu
dibidang kelembagaan khususnya dalam bidang Pendayagunaan Dana
Zakat. Oleh karena itu dalam kesempatan ini, tidak terlepas dari doa dan
kerja keras didalam pembuatannya, penulis juga berterima kasih atas
dorongan motivasi dan dukungan semangat, serta doa dari mereka yang
selalu membantu penulis agar terselesaikannya skripsi yang berjudul
“Evaluasi Pendayagunaan Dana Zakat Pada Program Bantuan Modal
Usaha BAZIS DKI JAKARTA. Tanpa hal itu semua, ini bukanlah apa-apa.
Khusus penulis mengucapkan rasa terima kasih ini kepada :
1. Orangtua ku tercinta, terimakasih telah membesarkanku dengan
penuh kasih sayang dan tulus penuh cinta. Serta memberikan
dukungan dalam penulisan skripsi ini dengan cinta dan
perhatiannya.
2. Dr. Arief Subhan, MA sebagai Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi.
iii
3. Suparto, M.Ed. Ph.D sebagai Wakil Dekan I, Dr. Roudhonah,
MA selaku Wakil Dekan II, serta Dr. Suhaimi, M.Si selaku
Wakil Dekan III.
4. Drs. Cecep Castrawijaya, MA. MM sebagai Ketua Jurusan
Manajemen Dakwah, Drs. Sugiharto, MA, sebagai Sekertaris
Jurusan Manajemen Dakwah.
5. Muhammad Zen, MA sebagai dosen pembimbing skripsi yang
telah meluangkan banyak wakunya untuk memberi arahan serta
masukan dalam penulisan skripsi ini.
6. Drs. H. Mahmud Jalal, MA selaku Dosen Pembimbing
Akademik, Serta seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi yang telah mengajari Saya banyak ilmu di Kampus
ini. Semoga ilmu yang diberikan, menjadi amal baik di akhirat
kelak. Amin.
7. Keluarga besar BAZIS DKI JAKARTA PUSAT Bapak Drs,
Djubaidi adih dan Habibi Staff Pengurus, yang telah memberikan
izin, dukungan, dan arahan kepada penulis dalam penyelesaian
skripsi ini.
8. Seluruh Staff Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dan Perpustakan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi yang telah memberikan kemudahan dalam melayani
penulis mendapatkan refrensi buku-buku selama penulis kuliah
dan selama penulis menyelesaikan penulisan skripsi ini.
iv
9. Keluarga Besar Manajemen Dakwah dan Seluruh teman-teman
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
Jakarta, 13 July 2017
Rully Muharram
v
3DAFTAR ISI
ABSTRAK .......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ................................................. 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................ 6
D. Metodologi Penelitian ..................................................................... 8
E. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 11
F. Sistematika Penulisan.................................................................... 13
BAB II LANDASAN TEORI
A. Teori Evaluasi .............................................................................. 15
1. Pengertian Evaluasi ............................................................... 15
2. Bentuk-Bentuk Evaluasi ........................................................ 17
3. Tujuan dan Manfaat Evaluasi.................................................. 18
B. Teori Evaluasi Program ................................................................ 20
1. Pengertian Evaluasi Program ................................................. 20
2. Metode Evaluasi .................................................................... 23
C. Pendayagunaan Zakat.................................................................... 28
1. Pengertian Pendayagunaan Zakat ........................................... 28
vi
2. Fiqih dan Manajemen Pendayagunaan .................................... 30
D. Teori Zakat.................................................................................... 39
1. Pengertian Zakat ..................................................................... 39
2. Dasar Hukum Zakat ................................................................ 40
3. Macam – macam zakat ........................................................... 41
4. Zakat Kotemporer ................................................................... 50
E. Modal Usaha ................................................................................ 53
1. Modal .................................................................................... 53
2. Modal Usaha............................................................................53
BAB III GAMBARAN UMUM BAZIS DKI JAKARTA
A. Profil BAZIS DKI Jakarta ........................................................... 61
B. Sejarah Berdirinya BAZIS DKI Jakarta ...................................... 63
C. Landasan Hukum BAZIS DKI Jakarta ........................................ 66
D. Visi dan Misi BAZIS DKI Jakarta .............................................. 67
E. Tujuan dan Prinsip Pengelolaan Zakat BAZIS DKI Jakarta ......... 68
F. Tugas Pokok dan Fungsi ............................................................ 69
G. Struktur Organisasi BAZIS DKI Jakarta ..................................... 70
BAB IV EVALUASI PENDAYAGUNAAN DANA ZAKAT PADA
PROGRAM BANTUAN MODAL USAHA BAZIS DKI
JAKARTA
A. Evaluasi Karakteristik Sasaran Penerimaan Kegiatan Program
Bantuan Modal Usaha ................................................................ 79
vii
B. Evaluasi hasil Pemanfaatan Program Pendayagunaan
Modal Usaha............................................................................... 82
C. Analisis Fasilitas Program Pemberian Modal Usaha
Pedagang .................................................................................... 87
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................. 89
B. Saran........................................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Tabel. 1.1. Data-data Mustahik ........................................................................ 1
Tabel 4.1. Data-data mustahik yang sudah di berikan bantuan modal usaha
dagang .......................................................................................... 78
Tebel 4.2. Pencapaian pemberian modal usaha pedagang kaki lima jenis usaha
makanan ......................................................................................... 84
Tabel 4.3. Pencapaian pemberian modal usaha pedagang kaki lima jenis usaha
barang .............................................................................................. 85
Tabel 4.4. Pencapaian pemberian modal usaha pedagang kaki lima jenis usaha
jasa .................................................................................................. 87
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris yakni to evaluate yang diberi
awalan –e dan akhiran –tion yang berarti sebuah penilaian/ memberi nilai
(judgment) atau pengukuran.1
Secara etimologi, evaluasi artinya penilaian, sehingga mengevaluasi artinya
memberikan memberikan penilaian atau menilai.2 Sedangkan secara
etimologi, menurut Arikunto, evaluasi adalah suatu kegiatan yang bertujuan
untuk mengukur tingkat keberhasilan suatu kegiatan. Dengan demikian
penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat efektifitas pelaksanaan
program dengan cara mengukur hal-hal yang berkaitan dengan keterlaksanaan
program tersebut.
Muhammad teguh menjelaskan bahwa modal dapat di artikan secara
fisik dan bukan fisik dalam artian fisik modal di artikan sebagai segala hal
yang melekat pada faktor produksi, yang dimaksud seperti mesin-mesin,
peralatan-peralatan produksi, kendaraan serta bangunan. Modal juga dapat
berupa dana untuk membeli segala input variable untuk digunakan dalam
proses produksi guna menghasilkan output produksi3.
Beberapa tahun kebelakang indonesia di gempur dengan berbagai krisis mulai
1 Soekidjo Notoatmodjo, Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi, (Jakarta: PT RinekaCipta, 2005), Cet. 5, h. 311
2 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, (Jakarta: Balai Pustaka,1995), Cet. 4
3 Muhammad teguh, ekonomi industry, ( Jakarta :PT.Rajagrafindo Persada, 2010.), h. 236
2
dari krisis kepercayaan terhadap pemerintah, krisis ekonomi yang
menyebabkan masih banyaknya warga negara indonesia yang berada di bawah
garis kemiskinan, dengan membuka atau menggiatkan usaha produktif kecil
menengah maka di harapkan akan memprluas lapangan pekerjaan sehingga
dapat meningkatkan kesejahteraan sehingga jumlah keluarga miskin dapat
berkurang secara pertahap. Sayangnya kesadaran untuk melakukan usaha kecil
menengah masih sangat kurang di tingkat masyarakat sehingga jumlah
lapangan pekerjaan tidak mencukupi jumlah lapangan pekerjaan tidak
mencukupi jumlah penduduk usia produktif sehingga ada banyak
pengangguran dan kemiskinan. Untuk itulah Bazis DKI Jakarta dan mitranya
bekerjasama untuk meningkatkan kesadaran dan kemauan dari masyarakat
perlu di sinergikan agar dapat di tingkatkan dengan harapan dapat menambah
kesejahteraan khususnya warga DKI Jakarta, berikut bukti data-data mustahik
yang di berikan Modal usaha oleh Bazis DKI jakarta.
Tabel 1.1
Sumber : Laporan Pendayaguanaan BAZIS DKI Jakarta
1DULADI Kp. Baru kelender rt005/001 jatinegara cakung jakarta timur pedagang nasi udukRp.3000.000 100 hari 30.000 3.0002ADI PRAKOSO Jl. Pedati utara rt 005/006 cijantung pasar rebo jakarta timur bengkel Rp.5.000.000 120 hari 42.000 5.0003SUPARNI ujung karawang rt 001/005 pulo gebangcakung jakarta timur pedagang bubur Rp.4000.000 100 hari 40.000 4.0004MUAMMAROH ujung karawang rt 001/005 pulo gebangcakung jakarta timur bengkel Rp.3000.000 100 hari 30.000 3.0005ACHMAD SAUGI Kp. Tanah 80 No. 35 rt 003/009 klender duren sawit jakarta timur warung sembako Rp.5.000.000 100 hari 50.000 5.0006RITA AZIZA Jl. Nakula 1 Blok U No. 3 rt/ 003/006 duren sawit jakarta timur laundry Rp.3000.000 100 hari 30.000 3.0007RENY SYAHRANYKp. Baru kelender rt013/001 jatinegara cakung jakarta timur pedagang makanan Rp.5.000.000 120 hari 42.000 5.0008ARDIWAN Kp. Baru kelender rt 012/001 jatinegara cakung jakarta timur pedagang bubur Rp.4000.000 100 hari 40.000 4.0009AGUS SAABAN kp. Malaka rt 011/008 malaka sari duren sawit jakarta timur bengkel Rp.5.000.000 120 hari 42.000 5.000
10DARMAYANTI kp. Bulak timur No. 26 E rt.004/016 kelender duren sawit jakarta timur warung nasi Rp.5.000.000 120 hari 42.000 5.000
ANGSURAN PER HARI BAGI HASIL PEHARINo NAMA ALAMAT USAHA JENIS USAHA PENGAJUAN JANGKA WAKTU
3
Zakat adalah pondasi Islam yang berfungsi menjaga keseimbangan
kehidupan. Zakat adalah tuntunan untuk terus meningkatkan kesejahteraan
bagi mereka yang tidak berdaya. Zakat adalah sebuah ajaran Islam guna
melindungi orang-orang miskin agar senantiasa terperhatikan dalam ketidak
berdayaannya. Zakat adalah syariat yang diturunkan sebagai sarana penciptaan
keadilan ekonomi, kesejahteraan, dan kemakmuran, sekaligus sebagai
instrumen agar setiap muslim selalu peduli dan memperhatikan keadaan di
sekelilingnya.4
Dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, Zakat merupakan salah
satu instrument pemerataan pendapatan. Dengan Zakat yang dikelola dengan
baik, di mungkinkan pembangunan pertumbuhan ekonomi sekaligus
pengembangan potensi diri terhadap pendidikan. Monzer Kahf menyatakan
zakat cenderung kepada distribusi harta yang egaliter dan bahwa sebagai
manfaat dari zakat, harta akan selalu beredar.5 Zakat akan mencegah
terjadinya akumulasi harta pada suatu tangan dan pada saat yang sama
mendorong manusisa untuk melakukan investi dan mempromosikan distribusi.
Zakat juga merupakan institusi yang komprehensif untuk distribusi harta
karena hal ini menyangkut harta setiap muslim secara praktis, saat hartanya
telah sampai melewati nishab. Akumulasi harta di tangan seseorang atau
sekelompok orang kaya saja, secara tegas dilarang Allah SWT, sebagaimana
firman Allah dalam Al-Quran surah al-Hasyr : 7
4 Didin Hafidhuddin, Membangun peradaban Zakat, Meneliti jalan kegemilangan zakat(Jakarta : Divisi Publikasi Institut Manajemen Zakat, 2006), h.2
5 Monzer Kahf, Ekonomi Islam, Telaah Analitik Terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1955), h.88
4
و و ۦو
ن و إArtinya: Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada
Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota makaadalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itujangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yangdiberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnyabagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. SesungguhnyaAllah amat keras hukumannya.(QS. Al-Hasyr: 7)
Dorongan ajaran Islam yanag begitu kuat kepada orang-orang yang
beriman untuk berzakat, berinfaq dan bersedekah menunjukkan bahwa ajaran
Islam mendorong umatnya untuk mampu bekerja dan berusaha sehingga
memiliki harta kekayaan yang di samping dapat memenuhi kebutuhan hidup
diri dan keluarganya, juga berlomba-lomba menjadi muzakki.6
Memabayar Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang sangat jelas
dan tegas. Dalam Al-Quran perintah berzakat senantiasa beriring dengan
perintah shalat. Hal ini membuktikan bahwa sesungguhnya mengeluarkan
zakat sama wajibnya dengan mendirikan sholat. Jika shalat mampu mencegah
manusia dari perbuatan keji dan mungkar, sedangkan zakat mampu mencegah
dan menyelesaikan segala bentuk problematika umat pada saat ini.
Zakat merupakan salah satu ibadah yang berhubungan langsung
dengan dimensi sosial kemasyarakatan, yang pengelolaan dan penggunaanya
dapat langsung dirasakan oleh masyarakat yang membutuhkan.
6 M. Zainal Muttaqin, “Kewajiban Menjadi Muzakki.” (Bogor :Makalah pada seminarZakat antara Cita dan Fakta, Januari 1997), h. 6
5
Begitu banyaknya problematika yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat Indonesia, baik masalah pendidikan, ekonomi, sosial, politik,
budaya dan lain-lain yang dapat mengakibatakan para pemangku kekuasaan
Negara ini tidak dapat menyelesaikan masalah tersebut seorang diri. Sehingga
terjadi krisis diberbagai aspek kehidupan masyarakat pada saat ini.
Potensi dana zakat dapat menunjang terwujudnya sistem
kemasyarakatan Islam yang berdiri atas prinsip-prinsip: ummatan wahidan,
musawamah (peranan drajat), ukhuwah Islamiyah (persudaraan Islam), dalam
mewujudkan keseimbangan dalam distribusi harta dan keseimbangan
tanggung jawab individu dalam masyarakat.7
Zakat yang didalamnya terdapat amanat umat yang harus diatur dan
Disalurkan kepada yang berhak sesuai dengan aturan agama, jelas
memerlukan pengaturan dan pengelolaan yang dapat mencapai tunjuan yang
diharapkan secara efektif dan efsisien, jadi dengan melalui pengelolaan zakat
yang dilakukan secara profesional dan handal diharapkan tujuan dari
kehadirannya zakat itu sendiri dapat dirasakan kita semua.
aspek kognitif, efektif, dan psikomotorik sebenarnya adalah satu kesatuan
yang tidak dapat di pisahkan dari diri seseorang.
Berkenaan dengan uraian diatas maka penulis tertarik mengkaji lebih
jauh lahi tentang permasalahan tersebut yang tertuang dalam proposal skripsi
yang berjudul “ Evaluasi Pendayagunaan Dana Zakat Pada Program
Bantuan Modal usaha(BAZIS) Jakarta Pusat”.
7 Lili Bariadi, Muhammad Zen, dan M. Hudri, Zakat dan Wirausaha, (Jakarta, 2005 : cv.Pustaka Amri) h. 7
6
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan skripsi ini lebih terarah, maka penulis
membatasi yang akan dibahas tentang Evaluasi pendayagunaan dana zakat
pada program bantuan modal usaha Badan Amil Zakat Infaq dan
Shodaqoh (BAZIS) DKI JAKARTA PUSAT pada periode 2015 – 2016.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas maka masalah pokok yang
akan diangkat dalam proposal skripsi ini adalah meliputi:
a. Bagaimana evaluasi karakteristik sasaran penerimaan kegiatan
program pendayagunaan bantuan modal usaha BAZIS DKI
JAKARTA PUSAT?
b. Bagaimana hasil kriteria evaluasi pemanfaatan program
pendayagunan modal usaha BAZIS DKI JAKARTA PUSAT?
c. Bagaimana Evaluasi Fasilitas yang di gunakan dalam pelaksanaan
Program pendayagunaan bantuan modal usaha BAZIS DKI
JAKARTA PUSAT?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
a. Untuk menganalisa bagaimana karakteristik sasaran penerimaan
kegiatan program bantuan modal usaha BAZIS DKI JAKART
PUSAT.
7
b. Untuk menganalisa bagaimana kriteria evaluasi pemanfaatan program
pendayagunaan modal usaha BAZIS DKI JAKARTA PUSAT.
c. Untuk menganalisa bagaimana evaluasi fasilitas yang digunakan dalam
pelaksanaan program pendayagunaan bantuan modal usaha BAZIS
DKI JAKARTA.
2. Manfaat penelitian
a. Manfaat Akademis
1) Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi dan sebagai
pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan khususnya
menyangkut pengelolaan zakat.
2) Sebagai tambahan literatur dan rujukan terutama yang berkaitan
dengan masalah pendayagunaan zakat dan memberikan
pemahaman bagi pihak akademisi khususnya Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk melakukan kajian mendalam
mengenai pengelolaan zakat untuk khususya mahasiswa jurusan
manajemen dakwah dan Lembaga Amil Zakat lainnya.
b. Manfaat praktis
Manfaat penelitian ini secara praktis adalah menggambarkan sebuah
perencanaan suatu lembaga. Penelitian ini diharapkan dapat
memberian masukan kepada BADAN AMIL ZAKAT INFAQ
SODAQOH (BAZIS DKI JAKARTA) dalam menjalankan tugas-
tugasnya. Memberikan informasi kepada masyarakat khususnya para
praktisi lembaga zakat dalam mengelola zakat.
8
D. Metodologi Penelitian
Adalah cara untuk mencapai suatu maksud sehubungan dengan upaya
tertentu, maka metode menyangkut masalah kerja yaitu cara kerja untuk
memahami objek.8
1. Metode penelitian
Untuk mendapatkan data yang objektif maka dalam penelitian
ini,Penulis menggunakan metode pendekatan kualitatif. Yaitu dengan
melakukan penelitian yang menghasilkan data deskriftif berupa kata-kata
tertulis dari sumber-sumber yang diperoleh dari hasil penelitian dengan
pengamatan langsung yang bersifat interaktif dan memaparkan sesuai data
yang tepat.9
Penetlitian deskriftif yaitu mencatat secara teliti segala gejala-
gejala (fenomena) yanga diluhat dan didengar, dibacanya (via wawancara,
photo, video, rekaman, dokumen pribadi, brosur-brosur dan lain-lain) dan
peneltiti juga membanding-bandingkan, mengkombinasikan dan menarik
kesimpulan.10
Penulis memilih pendekatan kualitatif dalam melakukan penelitian
karena penulis berharap dengan menggunakan pendekatan kualitatif
ini,didapatkan hasil penelitian yang menyajikan data yang akurat, dan
digunakan secara jelas dari kondisi sebenarnya.
8Anas Sudjana, Metode Riset dan metode Bimbingan Skripsi, (Yogyakarta: Reroduksi UDDarma, 1980), h. 16
9 S. Nasution, Metode penelitian Naturalistic Kualitatif, (Bandung : Tasiti, 1989), h. 910 Burhan Bungin, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
2001), h. 39
9
2. Subjek dan Peneltitian
Adapun subjek penelitian yang akan diteliti adalah BAZIS DKI
JAKARTA. Dan objeknya adalah pendayagunaan zakat untuk program
Bantuan Modal usaha.
3. Sumber Data
Pada penyusunan proposal skripsi ini, penulis akan mengambil
data yang akan dijadikan subjek penelitian sebagai berikut :
a. Data primer adalah data lapangan yang didapat dari sumber pertama,
seperti hasil wawancara dan observasi. Dalam data primer peneliti atau
observer melakukan sendiri observasi dilapangan, pelaksanaannya
berupa survey.11 Dengan mewawancarai langsung dengan bagian
pendayagunaan BAZIS DKI JAKARTA PUSAT (BAZIS).
b. Data sekunder adalah data yang tersusun dalam bentuk dokumen-
dokumen yang menjadi data sekunder dalam peneltitian ini adalah
buku, brosur, dan bahan informasi lainnya yang memiliki relevansi
dengan masalah penelitian sebagai penunjang penelitian.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Menurut Dr. Lexy J Moleong, dalam bukunya Metodelogi
penelitian kualitatif wawancara adalah peercakapan langsung dengan
maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua belah pihak, yaitu
11 Ipah Farilah, Buku Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah jakarta, (Jakarta: UINPress, 2006), h. 45.
10
pewawancara (interview) yang mengajukan pertanyaan, dan yang di
wawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan
itu.12
b. Observasi
Penulis mendatangi langsung kantor Badan Amil Zakat Infaq
Shodaqoh (BAZIS DKI JAKARTA PUSAT ) . guna memperoleh data
kongkrit tentang hal-hal yang menjadi objek penelitian, selain melihat
dan mengamati langsung dari dekat kegiatan pendayagunaan dana
Zakat untuk program bantuan modal usaha.
Menurut Subagyo dalam bukunya metode penelitian dalam
teori dan praktek. Observasi adalah pengamanan yang dilakukan secara
sengaja, sistematis mengenai fenomena social dengan gejala-gejala
psikis untuk kemudian dilakukan pencatatan.13
c. Dokumentasi
Peneliti mengumpulkan, membaca dan mempelajari berbagai
bentukdata tertulis (buku, bulletin atau jurnal) yang terdapat di
perpustakaan, internet atau instansi lain yang dapat dijadikan analisi
dalam penelitian ini yang berhubungan dengan pendayagunaan zakat,
Dokumentasi dalam dalam penelitian ini berupa profil-profil dan
program (BAZIS DKI JAKARTA PUSAT).
5. Teknik Analisi Data
12 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya),h. 135.
13 Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Prktek, (Jakarta: Rienka Cipta, 1991),h. 63
11
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang
tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan dan
dokumen.14 Penulis melakukan analisis dengan menggunakan metode
kulitatif deskriptif. Yaitu penulis menganalisis data berdasarkan informasi
yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara an studi dokumentasi.
6. Waktu dan Tempat Penelitian
Penulis melakukan penelitian dari bulan juli sampai dengan bulan
november di kantor BAZIS DKI JAKARTA PUSAT yang beralamat di
GRAHA MENTAL SPIRITUAL LT.5 JL. KH.Mas Mansyur / Awaludin
II Tanah Abang, Jakarta Pusat.
7. Pedoman Penulisan
Adapun teknik penulisan pada skripsi ini, penulis mengacu kepada
buku “Pedoman Akademik Program Strata 1 Tahun 2013/2014”.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian proposal skripsi ini, sebelum penulis mengadakan
penelitian lebih lanjut dan menyusunnya menjadi sebuah karya ilmiah, maka
langkah awal yang penulis terapkan adalah membaca, mempelajari dan
mengkaji terlebih dahulu skripsi-skripsi yan mempunyai judul hampir sama
dengan yang akan penulis teliti. Karena tidak menutup kemungkinan adanya
kemiripan dengan yang dituliskan penulis, namun tentunya ada sudut
peerbedaan dalam hal pembahasan maupun objek kajian dalam penelitian ini.
Ada beberapa skripsi yang membahas mengenai pendayagunaan zakat,
14 Lexy J Maleong, metode penelitian Kualitif, h. 216.
12
adapun skripsi tersebut diantaranya :
1. Judul skripsi”pengaruh modal pinjaman dan pembinaan terhadap kinerja
usaha peserta program bantuan pinjaman modal usaha PMU Bazda kota
tanggerang” penulis Dina raisa oktaviana. Fakultas Syariah dan Hukum,
jurusan Muamalat (ekonomi islam) 2014. Berisi tentang pendayagunaan
dana zakat infaq sodaqoh yang digunakan untuk pendidikan pada lembaga
pengembangan insani dompet dhuafa republika.
2. Judul skripsi “Pendayagunaan dana zakat untuk program Taman Anak
Sholeh (TAS) Lembaga Amil Zakat Insan Mulia (LAZIM) Jakarta” penulis
Eneng Herawati. Fakultas Ilmu Dakwah dana Ilmu Komunikasi, jurusan
Manajemen Dakwah (Manajemen ZIS dan Wakaf) 2013. Berisi tentang
pendayagunaan dana zakat untuk pendidikan nonformal seperti program
Taman Anak Sholeh (TAS) akan memberikan manfaat yang besar bagi
mustahik yang membutuhkan.
Namun dari beberapa skripsi diatas terdapat perbedaan yang
dilakukan oleh penulis baik dari obyek kajian, pembahasan penelitian serta
poin pokok permasalahan yang dikaji pada penelitian ini, karena dalam
skripsi ini penulis menitik beratkan pada Evaluasi pendayagunaan zakat
dan bantuan modal pinjaman.
Namun dari beberapa skripsi di atas terdapat persamaan yang
dilakukan oleh penulis baik dari pembahasan penelitian serta poin pokok
permasalahan yang di kaji pada penelitian, karena dalam skripsi penulis
sama-sama mengkaji bagaimana mengelola dana zakat dan bagaimana
cara menyalurkan dana zakat.
13
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pengkajian, penulisan pemahaman dan
penyusunan skripsi ini, maka penulis membuat sistematika pembahasan yang
terdiri dari lima bab, dengan susunan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis menerangkan secara garis besar mengenai
latar belakang masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORITIS
Pada bab ini membahas secara lebih mendalam mengenai tentang
Evaluasi pendayagunaan zakat dan modal usaha disertakan
dengan dasar-dasar hukumnya, baik itu yang bersumber dari Al-
qur’an ataupun As-sunnah, hikmah dan manfaat disyariatkannya
zakat, Mustahik zakat. Pada bab ini juga membahas tentang
pengertian Evaluasi dan pendayagunaan, tujuan, prinsip-prinsip,
dan manfaat pengertian tersebut.
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG BADAN AMIL ZAKAT
INFAQ SODAQOH (BAZIS Jakarta Pusat)
Dalam bab ini penulis menerangkan profil BAZIS DKI , Landasan
hukum BAZIS DKI, visi, misi, dan tugas pokok BAZIS DKI,
14
struktur organisasi BAZIS DKI, program kerja BAZIS DKI.
BAB IV ANALISA TERHADAP EVALUASI PENDAYAGUNAAN
DANA ZAKAT PADA BANTUAN USAHA BAZIS DKI
JAKARTA PUSAT
Dalam bab ini penulis menerangkan, karakteristik sasaran, kriteria
evaluasi pemanfaatan program, evaluasi fasilitas dan
pendayagunaan zakat pada BAZIS DKI dalam bantuan modal
usaha.
BAB V PENUTUP
Menguaraikan tentang kesimpulan dan saran–saran yang mejadi
penutup dari pembahasan skripsi ini.
15
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Teori Evaluasi
1. Pengertian Evaluasi
Kata evalusai berasal dari bahasa inggris yakni to evaluate yang
diberi awalan –e dan akhiran –tion “evaluation” yang berarti
sebuah penilaian/ memberi nilai (judgment) atau pengukuran.1
Secara etimologi, evaluasi artinya penilaian, sehingga
mengevaluasi artinnya memberikan penilaian atau menilai.2
Sedangkan secara etimologi, menurut arikunto, evaluasi adalah
suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengukur tingkat
keberhasilan suatu kegiatan. Dengan demikian penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui tingkat efektifitas pelaksanaan
program dengan cara mengukur hal-hal yang berkaitan dengan
keterlaksanaan program tersebut.3 Dengan kata lain evaluasi
adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja
untuk melihat tingkat keberhasilan pelaksanaan dari suatu
kegiatan atau program. evaluasi dapat juga di artikan sebagai
peroses menilau sesuatu yang di dasarkan pada kriteria atau
tujuan yang telah di tetapkan yang selanjutnya diikutin dengan
1 Soekidjo Notoatmodjo, Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi, Jakarta: PTRineka Cipta, 2005), Cet. 5, h. 311
2 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, (jakarta: BalaiPustaka 1995), Cet. 4
3 Suharsimi Arikunto, Penilaian Program Pendidikan, (Jakarta: PT. BinaAksar, 1998), Cet. 1 h.8
16
pengambilan keputusan atas obyek yang di evaluasi Evaluasi
merupakan suatau usaha untuk mengukur dan memberi nilai
secara objektif pencapaian hasil-hasil yang telah direncanakan
sebelumnya dimana hasil evaluasi tersebut dimaksimalkan
menjadi umpan balik untuk perencanaan yang akan dilakukan
didepan.4
Adapun sistem evaluasi yang di tetapkan oleh Allah SWT tidak
menggunakan sistem laboratorial seperti dalam dunia ilmu
pengetahuan modern sekarang, namun prinsip prinsipnya
menunjukkan bahwa sistem pengukuran terhadap perilaku
manusia yang beriman dan tak beriman secara umum telah pula
di tunjukkan dalam alqur’an, untuk mengetahui sejauh mana
kuatnya iman seseorang, Allah SWT terkadang
mengevaluasinnya melalui berbagai cobaan yang besar, Allah
SWT berfirman:
ٱ ب س أح تنون یف ال ھم نا و ام ا ء ا أن یقولو كو ر أن یت ٢لناس لھم ن قب م ین فتنا ٱلذ لقد و
٣
Artinya: Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan(saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidakdiuji lagi. Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orangyang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahuiorang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahuiorang-orang yang dusta.(QS. Al-Ankabut ayat 2-3).
4 Farida Yusuf Tasyibnafis, Evaluasi Program, (Jakarta: PT Rineka Cipta,2000), h. 176.
17
Maka secara umum dapat diambil kesimpulan bahwa evaluasi
adalah suatu proses dalam menyediakan informasi untuk
mengetahui sejauh mana kegiatan tersebut telah di capai
evaluasi sangat bermanfaat karena kita dapat mengetahui
tingkatan pekerjaan kita dan juga sebagai penilaian terhadap apa
yang merupakan kegiatan penilaian terhadap segala macam
pelaksanaan program agar dapat diketahui secara jelas apakah
sasaran-sasaran yang di tuju dapat tercapai atau belum. Segala
bentuk program apapun baik itu dalam bentuk profit ataupun
nirlaba dalam pelaksanaan manajerialnya sangatlah untuk
melakukan monitoring dan evaluasi.
2. Bentuk-bentuk Evaluasi
Evaluasi yang di yang dilakukan dalam menilai suatu
pembiayaan dapat dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu:5
a) Evaluasi dilakukan di awal kegiatan dengan tujuan menilai
kesiapan usaha mendeteksi kelayakan usaha.
b) Tahap yang kedua atau di sebut juga evaluasi formatif yaitu
penilaian yang dilakukan terhadap hasil-hasil yang telah
dicapai setelah peroses kegiatan usaha dilaksanakan.
Mengenai waktu pelaksanaanya dapat dilakukan secara rutin,
baik itu perbulan, triwulan, semester, atau tahunan sesuai
dengan informasi yang dibuutuhkan.
5 Husein Umar, Evaluasi Kinerja Perusahaan, (Jakarta: PT Gramedia PustakaUtama, 2009), h. 99.
18
c) Tahap selanjutnya dalah evaluasi tahap sumatif, pada tahap
ini penilaian dilakukan untuk melihat hasil-hasil yang telah
dicapai secara keseluruhan dari awal sampai akhir kegiatan.
Waktu pelaksanaan dilakukan pada akhir sesuai dengan
jangka waktu yang dilaksanakan.
3. Tujuan dan Manfaat Evaluasi
Setiap kegiatan yang dilaksanakan pasti mempunyai tujuan,
demikian juga dengan evaluasi. Ada dua tujuan evaluasi yaitu
tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan
kepada program secara keseluruhan, sedangkan tujuan khusus
lebih di fokuskan pada masing-masing komponen.6
Adapun tujuan dan atau fungsi evaluasi adalah:
a) Untuk mengetahui apakah tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan telah tercapai dalam kegiatan.
b) Untuk memberikan ojektifitas pengamatan tehadap perilaku
hasil
c) Untuk mengetahui kemampuan dan menentukan kelayakan.
d) Untuk memberikan umpan balik bagi kegiatan yang
dilakukan
6 Suharsimi Arikanto Dan Cepi Safrudin, Evaluasi Program Pendidikan,(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), h. 235.
19
Pada dasarnnya tujuan akhir evaluasi adalah untuk
memberikan bahan-bahan pertimbangan untuk
menentukan/membuat kebijakan tertentu, yang diawali dengan
suatu peroses pengumpulan data yang sistematis. tujuan evaluasi
adalah meningkatkan mutu program, membeikan justifikasi atau
penggunaan sumber-sumber yang ada dalam kegiatan,
memberukan kepuasan dalam pekerjaan dan menelaah setiap
hasil yang telah direncanakan.
Tujuan evaluasi sebagai alat untuk memperbaiki dan
perencanaan program yang akan datang untuk memperbaiki
alokasi sumber dana, daya dan manajemen saat ini serta dimasa
yang akan datang, memperbaiki pelaksanaan dan faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan dan program perencanaan kembali
suatau program melalui kegiatan mengecek kembali relevansi
dari program dalam hal perubahan kecil yang terus-menerus dan
mengukur kemajuan target yang di rencanakan.
Menyediakan informasi mengenai pelaksanaan pengembangan
dan pelaksanaan program sebagai masukan bagi pengambilan
keputusan. Menentukan tingkat keberhasilan dan kegagalan
suatu program serta faktor-faktor yang berkontribusi dalam
suatau lingkungan tertentu.
Mengembangkan berbagai altenative pemecahan maslah yang
dapat digunakan dalam upaya perbaikan program. memahami
20
dan menjelaskan karakteristik suatu program dan pelaksanaan
suatu program. kegiatan evaluasi dilakukan untuk menyediakan
pertanggungjawaban kegiatan membantu menentukan tujuan
yang telah di tentukan pada perencananan, meningkatkan
program, memberikan kontribusi untuk pehaman suatu program
dan meningkatkan dukungan terhadap masyarakat,
menginformasikan kebijakan, dan menghasilkan informasi yang
akann dipergunakan untuk mengembangkan program agar
program sesuai dengan masalah atau kebutuhan masyarakat.
B. Teori Evaluasi Program
1. Pengertian Evaluasi Program
Evaluasi program dapat dimaknai sebagai sebuah
proses untuk mengetahui apakah sebuah program dapat
direalisasikan atau tidak dengan cara mengetahui efektifitas,
masing-masing komponennya melalui rangkain informasi
yang diperoleh evaluator Evaluasi program bertugas untuk
menentukan apakah output dan outcomes yang diharapkan
dari pelaksanaan program bisa diwujudkan atau
terealisasikan.
21
Evaluasi tersebut tentunya melalui pengumpulan dan
analisis data yang memadai.Dalam evaluasi program yang
komprehensif, evaluasi itu mencakup:7
Pertama, monitoring program, merupakan penilaian apakah
suatu program dilaksanakan sebagaimana direncanakan.
Monitoring program ini akan memberikan umpan balik yang
terus menerus pada program yang dlaksanakan dan
mengidentifikasikan masalah begitu muncul.
Kedua, evaluasi proses, merupakan penilaian bagaimana
program dioperasikan, berfokus pada pelaksanaan program
kepada peserta (service delivery).
Ketiga, evaluasi dampak, merupakan penilaian apakah suatu
program telah mewujudkan pengaruh terhadap individu-
individu, rumah tangga, lembaga atau lingkungan hidup, dan
apakah dampak tersebut dapat secara ilmiah diatribusikan
kepada pelaksanaan intervensi program tersebut.
Keempat, cost-benefit atau cost effectiveness adalah
penilaian dari biaya program dan manfaat yang dihasilkan
oleh biaya tersebut, untuk menentukan apakah manfaatnya
cukup bernilai dibandingkan biaya yang digunakan.
Evaluasi program yang dilakukan merupakan bentuk
akuntabilitas para pelaksana dan penanggung jawab program
7 Krik Patrick. “Evaluasi Program” (Bandung: CV. Pustaka Insani, 1999). h. 96
22
tersebut agar dapat selalu meyakinkan bahwa tujuan program
dapat dicapai dan sesuai dengan visi misi yang dijalankan
oleh instansi. Akuntabilitas program akan dapat dinilai dari
hasil program tersebut yang dinikmati oleh peserta program
atau masyarakat yang menjadi target group program. Hal ini
berarti bahwa inti dari akuntabilitas program adalah
akuntabilitas terhadap outcomes yang dapat diwujudkan oleh
program tersebut.
Berdasarkan pengertian diatas, program adalah suatu
rencana yang melibatkan berbagai unit yang berisi kebijakan
dan rangkaian kegiatan yang harus dilakukan dalam kurun
waktu tertentu. Evaluasi adalah kegiatan untuk
mengumpulkan kegiatan informasi tentang berkerjannya
sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk
menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil
keputusan.
Evaluasi program adalah suatu unit atau kesatuan
kegiatan yang bertujuan mengumpulkan informasi tentang
realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung
dalam proses yang berkesinambungan, dan terjadi dalam
suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang guna
pengambilan keputusan.
23
Evaluasi program bertujuan untuk mengetahui
pencapaian tujuan program yang telah dilaksanakan.
Selanjutnya, hasil evaluasi program digunakan sebagai dasar
untuk melaksanakan kegiatan tindak lanjut atau untuk
melakukan pengambilan keputusan berikutnya.
2. Metode Evaluasi dengan Pendekatan Logical Framework
Definisi evaluation (evaluasi) menurut Organisation
for EconomicCo-operationand Development (OECD)
Development Assistance Committee (DAC) adalah penilaian
sistematis dan objektif terhadap sebuah proyek, program,
atau kebijkan yang telah selesai atau masih berlangsung, serta
rancangan, implementasi dan hasilnya. Tujuannya adalah
untuk menentukan relevansi dan realisasi tujuan, efisiensi
pembangunan, efektifitas, dampak dan keberlanjutan. OECD
mengembangkan evaluasi ini dengan logical framework
sehingga membentuk program logic yang dapatdigunakan
diberbagai bidang evaluasi. Logical framework adalah alat
manajemen yang digunakan untuk meningkatkan rancangan
pelaksanaan program yang melibatkan pengidentifikasikan
unsure-unsur strategis tersebut, berbagai indicator dan
asumsiatauresikoyang mungkin mempengaruhi keberhasilan
dan kegagalan.Dengan demikian alat tersebut memfasilitasi
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi terhadap suatu
program. Pendekatan evaluasi OECD/DAC ini banyak
24
diterapkan lembaga kemanusian tingkat dunia, khususnya
yang bernaung di bawah United Nations (PBB).
Secara sederhana, evaluasi ini memuat lima kriteria
evaluasi, yaitu relevance, efficiency, effectiveness,impact dan
sustainability. Kriteria tersebut adalah kriteria umum dalam
mengevaluasi yang dapat memberikan informasi penting
terkait kondisi aktual sebagai bahan pertimbangan dalam
pembuatan keputusan. Evaluasi dibutuhkan untuk perbaikan
yang berkesinambungan (continuous improvement), tidak
terkecuali di perusahaan nirlaba. Karena kebutuhan akan
perbaikan ada di segala bidang,di segala lini, terlepas dari
profit/non profit. Adapun penjelasan dari kelima tersebut
adalah sebagai berikut :8
a. Relevansi
Relevansi (relevance) didefinisikan sebagai tingkat
sejauh mana (tujuan) suatu program sejalan dengan
persyaratan penerima manfaat, kebutuhan, prioritas dan
kebijakan mitra dan honor. Persoalan relevansi sering kali
menjadi persoalan menyangkut apakah (tujuan) program atau
rancangannya masih sesuai dengan situasi yang
berubah.Dalam mengevaluasi relevansi program ,beberapa
hal yang perlu ditanyakan adalah sampai sejauh apa tujuan
8 Udiotomo, Purwa. “Evaluasi dan Kajian Dampak Program LKC”, (Jakarta:IMZ 2012) h.3
25
progam masih dapat dikatakan valid, apakah aktifitas dan
output program konsisten dengan visi misi dan pencapaian
tujuan dan aktifitas dan output program konsisten dengan
dampak yang diharapkan.Dengan kata lain, pada dasarnya
relevansi merupakan jawaban dari kebermanfaatan dan
kedayagunaan.9
b. Efektifitas
Efektifitas atau Keefektifan (effectiveness) ialah
jangkauan sejauh mana tujuan dan target program tercapai,
atau diharapkan tercapai, dengan mempertimbangkan arti
penting relatifnya. Efektifitas juga digunakan sebagai ukuran
agregat (atau penilaian terhadap) nilai atau kegunaan dari
sebuah kegiatan, yaitu sejauh mana suatu program telah
mencapai, atau diharapkan mencapai, sasaran utamanya yang
relevan dengan secara berkelanjutan dan dengan dampak
pembangunan kelembagaan yang positif. Secara eksplisit,
efektifitas adalah hubungan antara output (produk dan jasa)
dengan outcomenya (manfaat dan diharapkan dari sasaran
atau penerima manfaat). 10
c. Efisiensi
Efisiensi (efisiensi) adalah ukuran tentang bagaimana
sumber daya/masukan secara ekonomis (dana, keahlian,
9 Udiotomo, Purwa. “Evaluasi dan Kajian Dampak Program LKC” h.310 Udiotomo, Purwa. “Evaluasi dan Kajian Dampak Program LKC” h.4
26
waktu dan sebagainya) dikonversikan menjadi hasil. Suatu
program dikatakan efisien ketika dengan sumber daya yang
tersedia diperoleh hasil yang tidak dapat dicapai hasil yang
lebih baik lagi dengan sumber daya yang sama. Atau ketika
diperoleh suatu hasil dimana tidak dimungkinkan adanya
pengurangan sumber daya untuk memperoleh hasil tersebut.
Secara sederhana, efesiensi dapat diukur dengan
membandingkan antara hasil (output) dengan asupan (input)
yang digunakan (waktu,SDM,alat,dsb). 11
d. Dampak
Dampak (impact) merupakan efek primer dan sekunder
dalam jangka panjang, baik postif maupun negatif, yang
dihasilkan sebuah program, langsung atau tidak langsung,
dikehendaki maupun tidak dikehendaki. Dalam evaluasi
dampak program, beberapa hal yang perlu ditanyakan adalah
perubahan apa yang terjadi sebagai hasil dari pelaksanaan
program, apa perubahan nyata yang dirasakan penerima
manfaat dari pelaksanaan program dan berapa banyak orang
yang merasakan pengaruhnya.12
e. Kesinambungan
Kesinambungan atau keberlanjutan (sustainability)
adalah kesinambungan manfaat dari suatu program setelah
11 Udiotomo, Purwa. “Evaluasi dan Kajian Dampak Program LKC” h.512 Udiotomo, Purwa. “Evaluasi dan Kajian Dampak Program LKC” h.6
27
bantuan program besar diselesaikan atau kemungkinan
berlanjutnya manfaat dalam jangka panjang. Atau di
definisikan juga sebagai daya tahan manfaat-bersih
(netbenefit) terhadap resiko sepanjang waktu.
Dalam mengevaluasi kesinambungan program, beberapa
hal yang perlu ditanyakan adalah seberapajauh manfaat
program akan berlanjut setelah pembiayaan dihentikan dan
apa factor utama yang mempengaruhi keberhasilan dan
kegagalan pencapaian kesinambungan program. Umumnya,
kesinambungan terkait dengan partisipasi, kepemilikan,
penggunaan sumberdaya local dan dukungan sistem social
politik yang kuat. 13
f. Evaluasi Hasil
Evaluasi ini diarahkan pada evaluasi keseluruhan
dampak (overall impact) dari suatu program terhadap
penerimaan layanan (recipients). Pertanyaan utama yang
muncul dalam evaluasi ini adalah bila suatu program telah
berhasil mencapai tujuannya, bagaimana penerima layanan
akan menjadi berbeda setelah ia menerima layanan tersebut?
Bedasarkan pertanyaan ini seorang evaluator akan
mengkontruksikan kriteria keberhasilan dari suatu program,
13 Udiotomo, Purwa. “Evaluasi dan Kajian Dampak Program LKC” h.5
28
kriteria keberhasilan ini dapat dikembangkan sesuai dengan
kemajuan suatu program.14
C. Pendayagunaan Zakat
1. Pengertian Pendayagunaan
Pendayagunaan berasal dari kata “Guna” yang berarti
manfaat, adapun pengertian pendayagunaan sendiri menurut
kamus besar bahasa Indonesia :
Pengusaha agar mampu mendatangkan hasil dan manfaat
Pengusaha (tenaga dan sebagainya) agar mampu menjalankan
tugas dengan baik.15
Kata guna dalam Bahasa Arab yaitu: Al-Istismar berasal
dari kata istatmara-yastatmiru, yaitu menggapai suatu hasil. Kata
istatsmara Al- Maal isammarahu, artinya adalah mempergunakan
harta (maal) tersebut untuk memproduksi keuntungan. Secara
istilah kata adalah mempergunakan harta benda untuk
menciptakan sesuatu, baik secara langsung dengan membeli alat-
alat produksi, maupun secara tidak langsung.16
Selain itu, pendayagunaan dapat diartikan sebagai
pengusahaan agar mampu mendatangkan hasil dan manfaat.
14 Elly Irawan, DKK, “Pengembangan Masyarakat”, (Jakarta:UniversitasTerbuka, 1995), Cet. I, h.18
15 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: balai pustaka: 2002), h. 189
16 Http/www. Siwakz.net/mod=publisher&cid=53&artid=171. Diakses tanggal29 juli 2015
29
Dalam istilah zakat, pendayagunaan adalah bagaimana lembaga
atau pengelola zakat mendayagunakan dana zakat yang telah
terkumpul kepada para mustahik atau 8 anaf. 8 asnaf ini adalah
termasuk fakir, miskin, amil zakat, muallaf, riqab, gharimin, jihad
fi sabilillah dan ibnu sabil. Zakat dapat dijadikan dana untuk
peningkatan eksistensi umat. Orang-orang yang kurang mampu
(miskin) adalah salah satu golongan yang harus mendapatkan
bagian dalam upaya peningkatan tersebut, Karena peningkatan
yang diberikan kepada golongan tidak mampu (miskin) bertujuan
agar terjadinya perubahan social secara ekonomi bagi golongan
tidak mampu.
Dalam peningkatan tersebut diperlukan suatu
pengelolaan yang mampu mendayagunakan seluruh potensi zakat
diperlukan penagnganan konsep manajemen secara tepat dengan
memperhatikan beberapa factor yang dapat mempengaruhi pola
pelaksanaan zakat.
Fenomena ini menggambarkan beberapa masalah tengah
dihadapi oleh lembaga pengelola ZIS (Zakat, Infaq, dan
Shodaqoh) kontribusi umat Islam akan mengangkat tiga unsur
manajemen yang meliputi : Manajemen Pengelolaan, Manajemen
Pendayagunaan dan Manajemen Pendistribusian ZIS.
Dari tiga unsur tersebut pendistribusian merupakan tolak
ukur bagi terbententuknya pemberdayaan ekonomi umat. Oleh
30
karena itu Manajemen Pendistribusian perlu implementasi pada
sebuah lembaga pengelolaan ZIS, agar dana zakat yang sudah
dikelola dapat disalurkan atau didistribusikan kepada yang berhak
menerima.
Pendidikan zakat adalah adalah dengan melakukan
distribusi lokal atau dengan kata lain lebih mengutamakan
penerima zakat yang berada dalam lingkungan terdekat dengan
lembaga zakat, dibandingkan pendistribusiannya untuk di wilayah
lainnya, hal ini lebih dikenal dengan sebutan “centralistic” atau
yang berhubungan dengan lingkungan sekitar.17
Maka dapat disimpulkan bahwa pendayagunaan adalah
beberapa usaha atau kegiatan yang saling berkaitan dalam
menciptakan tujuan tertentu dari penggunaan hasil zakat secara
baik, tepat dan terarah agar lebih efektif bermanfaat dan
berdayaguna sesuai tujuan zakat dan fungsinya.
2. Fiqih dan Manajemen Pendayagunaan
a. Fiqih Pendayagunaan
1) Pengertian Fiqih
Fiqih menurut bahasa berarti paham, atau pengertian
yang mendalam tentang maksud dan tujuan suatu perkataan
dan perbuatan, bukan hanya mengetahui lahiriah perkataan,
17 Yusuf Qardhawi, “Spektrum Zakat” dalam membangun Ekonomi Kerakyatan(Jakarta: Zikrul Haki, 2005), h. 139.
31
atau perbuatan itu.18 Pengertian ini difahami dari kata “FIQIH”
yang tercantum didalam beberapa ayat Al-Qur’an, dan dalam
hadits Nabawi, diantaranya adalah Firman Allah:
نة س ح ھم ب إن تص و ة ید ش م وج في بر كنتم لو و ت و م م ٱل ركك ا تكونوا ید نم أی
ا یث د ح قھون یف ادون یك ال م قو ٱل ء ال ٧٨ؤ
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkankamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagikokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, merekamengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau merekaditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini(datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah:"Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahamipembicaraan sedikitpun” An- Nisa (78)19
Pengertian Fiqih secara etimologi ini juga ditemukan
dalam surat al-hud, 11 : 91. Kemudian pengertian yang sama
juga terdapat di dalam hadits yang diriwatkan oleh Bukhari dan
muslim dari Muawiyah, sabda Rasulullah saw :
“ Apabila allah menginginkan kebaikan bagiseseorang, maka ia akan memberikan pemahaman agama(yang mendalam)”.20
18 Muhammaddiyah Djafar, Pengantar Ilmu Fiqh, (Jakarta: Kalam Mulia, 1993),Cet . 1, h.1
19 Al-Quran dan Terjemahannya, Surat An-nisa ayat 78, Mujamma’ KhadimAl Haramain asy Syarifain al Malik fahd li thiba’at al Mush-haf asy-Syarif MedinahMunawarah P.O.Box.3561, h. 131-132.
20 Jalaluddin As-suyuti, Abd Rahman, Al Jami’us Sagier, j. 2. (Bandung: PTAL ma’arif), h. 183.
32
As-Saiyid al-Jurjani di kutip oleh H.M. Abdullah Al-
Manar. berkata “fiqih pada lughah ialah memahami
pembicaraan seseorang yang bicara. 21
Perkataan fiqih dijumpai dalam Al-Qur’an dengan kata
nafqoh, tafqohum, yafqohu, yalafaqohu, yang disebut dalam
tidak kurang dari dua puluh ayat. Akan tetapi kata yang
langsung mengaitkannya dengan pengetahuan agama terdapat
dalam ayat yang berbunyi :
طائفة ھم ن م قة فر ن كل م نفر ال فلو افة وا ك لینفر نون م ؤ م ٱل ان ا ك م ۞و
ھ ا إلی و ع ج ا ر إذ ھم م وا قو ر لینذ ین و لیتفقھوا في ٱلد ون ر ذ یح لھم لع م
١٢٢
Artinya : “mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongandi antara mereka beberapa orang untuk memperdalampengetahuan mereka tentang agama”. (QS. At Taubah:122)
Adapun pengertian fiqih secara istilah yaitu22
الفقھ ھو العلم با ال حكا م الشر عیة العملیة من ادلتھا التفصلیھ
“Fiqih ialah Ilmu tentang hukum amali (hukum prinsip) danbersumber dari dalil-dalil tafsili (terurai)”
Ilmu tentang hukum syari'ah yang dikaji dari dalil-
dalilnya secara terperinci". Terdapat sejumlah pengecualian
terkait pendefinisian ini. Dari asy-syar'iyyah (bersifat
syari'at), dikecualikan ilmu tentang hukum selain syariat,
21 H. M. Abdullah al-Mannar, Ibadah dan Syariah, (Jakarta: Pematas, 1999),h. 6.
22 Al-Quran dan Terjemahannya, Surat At-ataubah 122, Mujamma’Khadim Al Haramain Asy Syarifain Al Malik fahd li thiba’at Al Mush-haf as-syarifMedinah Munawwarah P.O.Box 356, hal. 301-302
33
seperti ilmu tentang hukum alam. Dari al-amaliyyah (bersifat
praktis, diamalkan), ilmu tentang hukum-hukum syari'at yang
bersifat keyakinan atau akidah, ilmu tentang ini dikenal
dengan ilmu kalam atau ilmu tauhid. Dari at-tafshiliyyah
(bersifat terperinci), ilmu tentang hukum-hukum syari'at yang
didapat dari dalil-dalilnya yang ijmali (global), misalkan
tentang bahwasanya kalimat perintah mengandung muatan
kewajiban, ilmu tentang ini dikenal dengan ilmu ushul fiqh.
Imam Jalaluddinal-mahali dikutip oleh Majudin:
memberikan definisi fiqih ialah ilmu pengetahuan hokum
islam yang dihasilkan oleh ijtihad.23
Sejalan dengan hal tersebut Ibnu Khaldun dalam
muqaddimah al-mubtada al khabar berkata dikutis oleh: H.M
Abdullah Al Manar “fiqih itu ialah ilmu yang dengannya
diketahui segala hukum Allah yang berhubungan dengan
segala pekerjaan mukallaf, baik yang wajib, yang haram,
yang makruh, dan yang mubah disimpulkan (diistimbatkan)
dari Al-Qur’an dan As-Sunnah dan dalil-dalil yang telah di
tegaskan syara’ seperti qiyas”.24
Dalam teknologi Al-Quran dan Sunnah, Fiqih adalah
pengetahuan yang luas dan mendalam mengenai perintah-
perintah dan realitas Islam dan tidak memiliki relevansi
23 Majudin, Dirasah Islamiyah, (Pasunan: Garoeda Buana Indah, 1995).Cet. 3.
24 HM. Abdullah al-Manar, Ibadah Dan Syari’ah, h. 6.
34
khusus dengan bagian ilmu tertentu. Tetapi dalam
terminology ulama, lambat laun secara khusus diterapkan
pada pemahaman yang mendalam atas hukum-hukum
Islam.25
Dari berbagai devinisi diatas dapat disimpulkan
bahwa hakikat fiqih adalah ilmu yang menerapkan hokum-
hukum syara’ dan setiap pekerjaan mukallaf yang berkaitan
dengan hal-hal yang bersifat amaliyah yakni menyangkut
tindak tanduk manusia seperti hal yang wajib, haram, makruh
mandub dan yang mubah.
2) Pendayagunaan dari fiqih
Sedangkan, dalam pendekatan fiqih itu sendiri, dasar
pendayagunaan zakat pada umumnya didasarkan pada surat
At-Taubah ayat 60 sebagai berikut:
لفة قلوبھم ؤ م ٱل ھا و لی ع لین م ع ٱل كین و س م ٱل و اء فقر لل ت ق د ا ٱلص ۞إنم
كیم لیم ح ٦٠ع
“sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untukorang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-penguruszakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untukjalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanansebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan AllahMaha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”(Q.S At-Taubah/9:60)
25 Murtadha Murthahari dan M. Baqir ash-Shadh, Pengetahuan Ushul FiqhPerbandingan, (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1993), Cet. 1., h. 176.
35
Ayat ini menjelaskan peruntukan kepada zakat itu
diberikan. para ahli tafsir menguraikan kedudukan ayat
tersebut dalam uraian yang beragam, baik terhadap kuantitas,
kualitas, dan prioritas.
B. Manajemen Pendayagunaan
Manajemen adalah usaha pencapaian tujuan organisasi
dengan mengiplementasikan empat fungsi dasar: planning,
organizing, actuating, dan controlling (POAC) dalam
menggunakan sumber daya organisasi yang ada.26
1) Planning (Perencanaan) meliputi; merumuskan rancang
bangun organisasi, perencanaan program kerja yang terdiri
dari: penghimpunan (fundraising), pengelolaan dan
pendayagunaan.
2) Organizing (Pengorganisasian) meliputi; kordinasi, tugas
dan wewenang, penyusunan personalia, perencanaan
personalia dan recruiting.
3) Actuating (Kepemimpinan) terdiri dari; pemberian
motivasi, komunikasi, model kepemimpinan, dan
pemberian reward dan sangsi.
26 Zaim Saidi, Reiterprestasi pendayagunaan ZIS menuju EfektifitasPemanfaatan Zakat, Infak dan Sedekah, (Jakarta: Paramedia, 2004), Cet, I h. 8-9
36
4) Controlling (Pengawasan) meliputi; Tujuan pengawasan,
tipe pengawasan, tahap pengawasan serta kedudukan
pengawas.
Terkait dalam hal pendayagunaan zakat, terdapat dua gaya
manajemen yang patut di ungkap, yaitu Manajemen by Result
(MBR) dan Management by Process (MBP).27 Manajemen by
Result adalah manajemen yang berorientasi pada hasil. Model
manajemen ini tidak mempedulikan dampak yang ditimbulkan.
Segala cara dilakukan sepanjang dapat mengantarkan pada tujuan.
Para pegawai atau staf didorong untuk terus bersaing demi
pencapaian tujuan. Karena itu, biasanya model manajemen ini
berumur pendek.
Sedangkan Management by Process adalah manajemen yang
berorientasi pada proses, dalam mencapai tujuan memerlukan
penataan proses yang baik. dampak negatif dari proses
diminimalisir. Dengan manajemen ini seluruh pegawai dan staf
didorong untuk melakukan proses dengan benar. Karena itulah
manajemen ini akan berumur panjang.
Dari dua gaya manajemen ini, maka gaya Management by
Process sangat tepat untuk lembaga-lembaga pengelola ZIS.
Karena model ini tidak hanya mementingkan pencapaian tujuan,
tetapi pada saat yang sama proses dalam mencapai tujuan itu
27 BAZIS Provinsi DKI Jakarta & Institut Manajemen Zakat (Jakarta: AlisafamPrinting & Design, 2006) Cet. 1, h.50
37
harus tertata secara apik dan yang utama adalah berlandaskan
pada spirit keislaman.28
Oleh sebab itu, bila dihubungkan dengan pendayagunaan
ZIS, maka antara manajemen dengan Islam hendaknya dijalankan
secara harmonis. Dalam arti, bahwa Islam perlu dijadikan sebagai
fondasi dalam pola fikir dan aktivitas pendayagunaan ZIS.
Beberapa komponen yang harus ada dalam setiap aktivitas
pendayagunaan harta ZIS, meliputi: harta ZIS yang telah
terkumpul,para mustahik,para pengelola dan aturan pengelola
/manajemen,serta wilayah keutamaan dan kepemimpinan.29
Ada dua bentuk penyaluran dana antara lain:
1) Bentuk sesaat, dalam hal ini berarti bahwa zakat hanya
diberikan kepada seseorang satu kali atau sesaat saja.
Dalam hal ini juga berarti bahwa penyaluran kepada
mustahik tidak disertai target terjadinya kemandirian
ekonomi dalam diri mustahik. Hal ini dikarenakan
mustahik yang bersangkutan tidak mungkin lagi mandiri,
seperti pada diri orang tua yang sudah jompo, orang cacat.
Sifat dan bantuan sesaat ini idealnya adalah hibah.
28 BAZIS Provinsi DKI Jakarta & Institut Manajemen Zakat (Jakarta: AlisafamPrinting & Design, 2006) Cet. 1, h.51
29 Lili Bariadi, Muhammad Zen, dan M. Hudri, Zakat dan Wirausaha (Jakarta:CED, 2005), h. 85
38
2) Bentuk pemberdayaan, merupakan penyaluran zakat yang
disertai target merubah keadaan penerima dari kondisi
kategori mustahik menjadi kategori muzzaki. Target ini
adalah target besar yang tidak dapat dengan mudah dan
dalam waktu yang singkat. Untuk itu, penyaluran zakat
harus disertai dengan pemahaman yang utuh terhadap
permasalahan yang ada penerima. Apabila
permasalahannya adalah permasalahan kemiskinan, harus
diketahui penyebab kemiskinan tersebut sehingga tidak
mendapat mencari solusi yang tepat demi tercapainya
target yang lebih dicanangkan.30 Kualitas manajemen
suatu organisasi pengelola zakat harus dapat diukur. Untuk
itu, ada tiga kata kunci yang dapat dijadikan sebagai alat
ukurnya:
1) Amanah. Sifat amanah merupakan syarat mutlak yang
harus dimiliki oleh setiap amil zakat. Tanpa adanya sifat
ini, hancurlah semua sistem yang dibangun.
2) Profesional. Sifat amanah belumlah cukup. Harus
diimbangi dengan profesionalitas pengelolaannya dan
akan lebih sempurna di lengkapi dengan sikap jujur.
3) Transparan. Dengan transparannya pengelolaan zakat,
maka kita menciptakan suatu sistem kontrol yang baik,
30 Lili Bariadi, Muhammad Zen, dan M. Hudri, Zakat dan Wirausaha, h. 25.
39
karena tidak hanya melibatkan pihak intern organisasi saja,
tetapi juga akan melibatkan pihak eksternal. Dan dengan
transparansi inilah rasa curiga dan ketidakpercayaan
masyarakat akan dapat diminimalisasi.
Ketiga kata kunci ini dapat diimplementasikan apabila
didukung oleh penerapan prinsip-prinsip operasionalnya. Agar
dalam pendayagunaan dana tersebut tepat sasaran.
D. Teori Zakat
1. Pengertian Zakat
Secara etimologi (asal kata) zakat berasal dari kata ”zakat”
yang berarti berkah, tumbuh, bersih, suci, subur, dan baik. Bahkan
arti tumbuh dan bersih tidak hanya dipakaikan buat kekayaan,
tetapi juga dapat diperuntukkan buat jiwa orang yang menunaikan
zakat.
Sebab zakat merupakan upaya mensucikan dan membersikan
diri dari kekotoran sifat kikir dan dosa, serta menyuburkan pahala
melalui pengeluaran sedikit dari nilai harta pribadi untuk orang-
orang yang memerlukan.31 Oleh karena itu, ketika seseorang
sudah mengeluarkan zakat, maka ia telah suci (bersih) dirinya dari
penyakit kikir dan tamak.32
31 Amirudin Inoed, dkk, Anatomi Fiqh Zakat Potret dan Pemahaman BadanAmil Zakat Sumatra Selatan, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000) Cet Ke-1 h.8
32 M. Ali Hasan, Tuntutan Puasa dan Zakat (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,1997), Cet Ke-1, h. 92.
40
Sedangkan secara istilah, kendatipun para ulama
mengemukakan definisi zakat dengan redaksi yang berbeda antara
satu dan yang lainnya, akan tetapi pada prinsipnya sama, yaitu
bahwa zakat adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu
dari Allah SWT yang telah mewajibkan kepada pemiliknya
untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya dengan
persyaratan tertentu pula.
Harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi
berkah, tumbuh, berkembang, dan bertambah, suci dan bersih.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat at-Taubah:
103.
كن تك س لو ص إن ھم لی ع ل ص یھم بھا و ك تز و ھم تطھر قة د ص لھم و أم ن م ذ خ
١٠٣
Artinya : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, denganzakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dando’akanlah mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu menjadiketenangan(hati) bagi mereka. Dan Allah Maha mendengar lagiMaha mengetahui.
2. Dasar Hukum Zakat
Zakat adalah rukun Islam ketiga yang diwajibkan di Madinah
pada tahun kedua setelah hijrah sesudah kewajiban puasa dan
menunaikan zakat fitrah.33 ia merupakan kewajiban bagi orang
beriman (muzakki) yang mempunyai harta yang telah mencapai
33 Inoed dkk, Anatomi Fiqih Zakat Potret dan Pemahaman Badan Amil ZakatSumatra Selatan, h. 10.
41
ukuran tertentu (nisab) dan waktu tertentu (haul) untuk
diberikan pada orang yang berhak (mustahiq).34
3. Macam-macam Zakat
Berdasarkan firman Allah swt dalam QS Al- Baqarah ayat
267, yang berbunyi :
ض ر ٱأل ن نا لكم م ج ر ا أخ م م و تم ب ا كس ت م ن طیب ا أنفقوا م نو ام ء ین أیھا ٱلذ ی
ھ ت ن م بیث خ وا ٱل م تیم ال تم ب و لس و نفقون ا أن و لم ٱع و وا فیھ مض أن تغ یھ إال ذ اخ
٢٦٧
“ Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalanAllah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagiandari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu, danjanganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamumenafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak maumengambilnya melainkan dengan memincingkan mataterhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi MahaTerpuji ” (Q.S Al. Baqarah : 267)
Secara umum zakat terbagi dua macam, yaitu zakat jiwa
(nafsh) / zakat fitrah dan zakat maal.
1) Zakat jiwa (nafsh)/zakat fitrah
Pengertian fitrah ialah, sifat asal, bakat, perasaan keagamaan
dan perangai, sedangkan zakat fitrah adalah zakat yang
berfungsi yang mengembalikan manusia muslim kepada
fitrahnya, dengan menyucikan jiwa mereka dengan kotoran-
kotoran (dosa-dosa) yang disebabkan oleh pengaruh
pergaulan dan sebagainya. Sehingga manusia itu
34 Didin Hafidudin, Formalisasi Syari’at Islam Dalam Perspektif Tata HukumIndonesia (Bogor: Ghalia Indonesia, 2006), h. 119.
42
menyimpang dari fitrahnya. Yang di jadikan zakat fitrah
adalah bahan makanan pokok bagi orang yang mengeluarkan
zakat fitrah atau makanan pokok di daerah tempat berzakat
fitrah seperti ; beras, jagung, tepung sagu, tepung gaplek dan
sebagainya.
Zakat ini wajib di keluarkan sesuai bulan ramadhan sebelum
shalat id sedangkan, bagi orang yang mengeluarkan zakat
fitrah setelah dilaksanakan sholat id maka apa yang di berikan
bukanlah zakat fitrah tetapi merupakan sedekah, hal ini sesuai
dengan hadist Nabi Muhammad SAW dari ibnu abbas, ia
berkata, “ rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah itu
sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perbuatan
sia-sia dan perkataan yang kotor dan sebagai makanan bagi
orang yang miskin. Karena itu, barang siapa mengeluarkan
sesudah sholat maka dia itu adalah salah satu shadaqah biasa
“ (hadis Ibnu Daud dan Ibnu Majjah). Melewatkan
pembayaran zakat fitrah sampai selesai sholat hari raya
hukumnya makruh karena tujuan utamanya membahagiakan
orang-orang miskin pada hari raya, dengan demikian apabila
dilewatkan pembayaran hilanglah separuh kebahagiaanya
pada hari itu.
Banyaknya zakat fitrah untuk perorangan satu sha’ (2,5
kg/3,5 liter) dari bahan makanan untuk membersihkan puasa
dan mencukupi kebutuhan-kebutuhan orang miskin di hari
43
raya idul fitri, sesuai dengan hadis Nabi Saw, “ dari ibnu
umar ra; Rasulullah Saw lelah mewajibkan zakat fitri 1 (satu)
sha ‘ dari kurma/gandam atau budak, orang merdeka laki-laki
dan perempuan, anak kecil dan orang tua dari seluruh kaum
muslimin. Dan beliau perintahkan supaya di keluarkan
sebelum manusia kabur untuk shalat ‘id ” ( HR. Bukhari).
Jika maslahat orang-orang kafir mengharuskan dikeluarkan
zakat untuk mereka dalam bentuk uang maka tidak ada dosa
di dalamnya sesuai dengan madzhab hanafi dan madzhab
syafi’i. Menurut yusuf qardhawi ada dua hikmah zakat fitrah,
ialah sebagai berikut:
a) Membersihkan kotoran selama menjalankan puasa,
karena selama menjalankan puasa seringkali orang
terjerumus pada perkataan dan perbuatan yang tidak ada
manfaatnya serta melakukan perbuatan-perbuatan yang
dilarang oleh Allah.
b) menumbuhkan rasa kecintaan kepada orang-orang miskin
dan kepada orang-orang yang membutuhkan akan
membawa mereka kepada kebutuhan dan kegembiraan,
bersuka cita pada hari raya.
Adapun niat mengeluarkan zakat fitrah bagi diri
sendiri. “ sengaja saya mengeluarkan zakat fitrah pada
saya diri sendiri, dan sekalian yang di tanggungnya, “
44
sengaja saya mengeluarkan zakat fitrah pada diri saya
dan pada sekalian yang saya di lazimkan (diwajibkan)
memberikan nafkah pada mereka, fardhu karena Allah
ta’ala. Cara penyerahan zakat fitrah dapat di tempuh dua
cara adalah sebagai berikut:
a) Zakat fitrah di serahkan langsung diserahkan yang
bersangkutan kepada fakir miskin. Apabila hal ini
dilakukan maka sebaiknya pada malam hari raya dan
lebih baik lagi jika mereka diberikan pada pagi hari
sebelum shalat idul fitri dimulai agar dengan adanya
zakat fitrah itu melapangkan kehidupan mereka, padaa
hari raya, sehingga mereka tidak perlu lagi berkeliling
menadahkan tangan kepada orang lain.
b) Zakat fitrah di serahkan pada amil (panitia) zakat,
Apabila hal itu dilakukan maka sebaiknya diserahkan
satu hari atau dua hari ataupun beberapa hari sebelum
hari raya idul fitri agar panitia dapat mengatur
distribusinya dangan baik dan tertib kepada mereka
yang berhak meerimanya pada malam hari raya atau
pada pagi harinya.
Ibnu abbas meriwayatkan, “ Rasulullah SAW telah
memfardhukan zakat fitrah untuk menyucikan orang-
orang yang berpuasa dari kelalaiannya. Sesungguhnya
45
ia salah satu shodaqoh, karena itu barang siapa yang
melewatkan pembayaran sampai terlaksanannya
sholat hari raya hukumnya makruh (tidak berdosa)
tetapi jika dilewatkan sampai terbenamnya matahari,
hukumnya berdosa dan dianggap sebagai hutang
kepada Allah SWT yang perlu segera dilakukan
pembayarannya (qada ‘) “.
Adapun tempat mengeluarkan zakat fitrah
yang lebih diutamakan zakat fitrah di tempat muzakki
tinggal dan berkuasa, sedangkan jika dia puasa
ramadhan di luar negeri karena perjalanan atau yang
lainnya maka ia mengeluarkan zakat fitrah di luar
negri di tempat ia berpuasa.
Pembayaran zakat fitrah dapat di pindahkan
ketempat atau daerah lain jika penduduk tempat atau
di daerah tersebut amat memerlukannya dibandingkan
dengan penduduk ditempat atau daerah pemberi
zakat. Kemaslahatan perpindahan tersebut lebih
memberi keuntungan dibandingkan jika diberikan
kepada penduduk atau daerah pemberi zakat tersebut
telah melebihi.35
2) Zakat Maal (Harta)
35 Sari, Elsi Kartika. Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf. (Jakarta: PenerbitPT. Grasindo: 2007) h. 21-24.
46
Zakat Maal (harta) adalah zakat yang dikenakan atas harta
(maal) yang dimiliki individu atau lembaga dengan syarat-
syarat dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan secara
hukum (syara). Maal berasa dari bahasa Arab yang secara
harfiah berarti ‘harta’. Harta yang akan dikeluarkan sebagai
zakat harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Miliki penuh, yakni harta tersebut merupakan milik
penuh individu yang akan mengeluarkan zakat.
b. Berekmbang, yakni harta tersebut memiliki potensi untuk
berkembang bila diusahakan.
c. Mencapai nisab, yakni harta tersebut telah mencapai
ukuran/jumlah tertentu sesuai dengan ketetapan, harta
yang tidak mencapai nisab tidak wajib di zakatkan dan
dianjurkan untuk berinfaq dan bersedekah.
d. Lebih dari kebutuhan pokok, orang yang berzakat
hendaklah kebutuhan minimal/pokok untuk hidupnya
terpenuhi terlebih dahulu.
e. Bebas dari hutang, bila individu memiliki hutang yang
bila dikonfersikan ke harta yang dizakatkan
mengakibatkan tidak terpenuhinya nishab, dan akan di
bayar pada waktu yang sama maka harta tersebut bebas
dari kewajiban zakat.
47
f. Berlalu satu tahun (Al-Haul), kepemilikan harta tersebut
telah mencapai satu taun khusus untuk ternak, harta
simpanan dan harta perniagaan. Hasil pertanian, buah-
buahan dan rikaz (barang temuan) tidak memiliki syarat
haul.
Apabila Macam-macam zakat Maal dibedakan atas
obyek zakatnya antara lain:
a. Hewan ternak, meliputi semua jenis dan ukuran
ternak (misal: sapi, kerbau, kambing, domba, ayam).
b. Hasil pertanian. Hasil pertanian yang dimaksudkan
adalah hasil tumbuhan-tumbuhan atau tanaman yang
bernilai ekonomis seperti biji-bijian, umbi-umbian,
sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias, rumput-
rumputam, dedaunan, dll Nishabnya sebanyak 5
wasaq= 300 sha’= 652,8 kg atau 653 kg. Kadar zakat
yang harus dikeluarkan sebanyak 1/10- nya jika hasil
tanaman tersebut tumbuh dan berkembang tanpa
disiram atau tanpa biaya perawatannya, tanpa
membayar orang lain untuk merawatnya. Apabila
pemeliharaanya memerlukan biaya maka kadar zakat
yang harus dikeluarkan sebanyak 1/20-nya.36
36 Hadzmi, Syafi’i, Tauhidhihul Adillah. (jakarta: penerbit PT Elex MediaKomputindo: 2010), h. 6.
48
c. Emas dan Perak. Meliputi harta yang terbuat dari
emas dan perak dalam bentuk apapun. Nisab zakat
emas 20 mitsqal, berat timbangannya 93,6 gram;
zakatnya 1/40 (2,5 % = ½ mitsqal = 2,125 gram).
Nisab perak 200 dirham (624 gram) zakatnya 1/40
(2,5)% = 5 dirham (15,6 gram).
Sabda Rasulullah yang artinya “ Apabila engkau
mempunyai perak 200 dirham dan telah cukup satu
tahun maka zakatnya 5 dirham, dan tidak wajib
atasmu zakat emas hingga engkau mempunyai 20
dihar. Apabila engkau mempunyai 20 dinar dan telah
cukup satu tahun, maka wajib zakat adanya setengah
dinar.”37
a. Harta perniagaan. Harta Perniagaan adalah
semua yang diperuntukkan untuk diperjual-
belikan dalam berbagai jenisnya, baik berupa
barang alat-alat, pakaian, makanan, perhiasan,
dll. Perniagaan disini termasuk yang diusahakan
secara perorangan maupun kelompok/korporasi.
b. Hasil tambang (Mad’in). Meliputi hasil dari
proses penambangan benda-benda yang
terdapat dalam perut bumi/laut dan memiliki
37 Rasjid, Sulaiman, fiqh islam (hukum fiqih islam). (Bandung : PenerbitSinar baru Algensindo : 2011) , h. 202.
49
nilai ekonomis seperti minyak, logam, batu bara,
mutiara dan lain-lain.
c. Barang Temuan (Rikaz) adalah harta yang
diperoleh seseorang yang berasal dari galian
dalam tanah. Harta tersebut ditanam oleh orang-
orang dimasa lampau dalam kurun waktu yang
sudah cukup lama, dan sudah tidak diketahui
lagi pemilik yang sebenarnya, karena tidak
dapat keterangan yang cukup untuk itu. Harta
terpendam, biasanya berupa emas atau perak,
dan wajib dikeluarkan zakatnya sebanyak 1/5
atau 20% dari jumlah harta terpendam tersebut.
Ketentuan ini sesuai dengan hadist Rasulullah
SAW : “ Zakat Rikaz ( harta terpendam) adalah
sebanyak seperlima”. (HR. Bukhari dan
Muslim).38
d. Zakat profesi. Yakni zakat yang dikeluarkan
dari penghasilan profesi (hasil profesi) bila telah
mencapai nisab. profesi dimaksud mencakup
profesi (hasil profesi) bila telah mencapai nisab.
profesi dimaksud mencakup profesi pegawai
negri atau swasta, konsultan, dokter, notaris,
38 Yusuf , Mohammad Asror, Kaya karena ALLAH ( Tanggerang: PenerbitPT Kawan Pustaka: 2004) , h.42
50
akuntan, artis, dan wiraswasta. Jika
penghasilannya selama setahun lebih dari senilai
85 gram emas dan zakatnya dikeluarkan setahun
sekali sebesar 2,5% setelah dikurangi kebutuhan
pokok.39 3 golongan yang berhak menerima
zakat (mustahik) Orang-orang atau golongan
yang berhak menerima zakat telah di atur dalam
ajaran syariat islam, yakni ada delapan golongan
(asnaf). Ketentuan ini diatur dalam Al Qur’an
surat At-Taubah: 60. Artinya: “sesungguhnya
zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang
fakir, orang-orang miskin pengurus-pengurus
zakat, para mualaf yang di bujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang
yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu
ketetapan yang di wajibkan Allah; dan Allah
maha mengetahui lagi maha bijaksana (Q.S. At-
Taubah :60)
4. Zakat Kotemporer
Zakat sebagai instrumen sosial ekonomi memiliki aspek
historis tersendiri pada masa kejayaan islam. Zakat sebagai
39 Aminah , Mia siti, Muslimah career mencapai tertinggi dihadapan Allah,keluarga dan pekerjaan (yogyakarta : Pustaka Grhatama: 2010) h. 119
51
elemen perekonomian sebuah negara.40 aspek inilah yang
digambarkan dalam sejarah peradaban islam mulai dari khalifah
abu bakar yang telah meletakkan aturan dasar pelaksanaan,
regulasi, dan sistem dalam pemungutan zakat, sampai pada
Khalifa Umar bin Abdul Aziz yang telah melengkapi aspek-aspek
pengelolaan zakat, sebagai sebuah sistem yang aplikatif dalam
menghasilkan tujuan ekonomi.41 Dalam penghimpunan dan
pengelolaan zakat tidak lepas dari empat aspek yang terkait,
yakni: Mustahik, ashnaf zakat yang delapan, amiliin, (individu
dan institusi) dan manajemen zakat (pemungutan dan
penyalurannya). Idelanya keempat aspek tersebut bersinergi
membentuk sebuah sistem yang transparan, akuntabel, dan efektif.
Dalam sebuah negara islam, zakat harus dikelola oleh negara,
pada saat negara tidak melakukan pengelolaan, maka kewajiban
itu jatuh ke tangan masyarakat (individu atau institusi) yang
memiliki kemampuan dan berkesempatan.
Beberapa hal berikut, mesti mendapat perhatian dalam
pengelolaan zakat:
1. Zakat merupakan investasi sosial
2. Investasi zakat harus memperhatikan pada aspek;
40 Timur quran, Economic System in Contemporary Islamic Thought, dalamJomo K.S., Islamic Economic Alternatives Citical Perspective and New Directions,(Malaysia: Macmilan Academic and Professional LTD, 1996) h.33
41 Handi Risza Idris “Quo vadis Potensi Zakat “ Republika Senin 28 april 2003
52
1) Halal dan Toyyib
2) Local source
3) Botoom up
4) Ramah lingkungan
5) Kebutuhan pasar
3. Pengelolaan zakat harus memiliki karakter sosial wirausaha
4. Karakter menejemen
Pemanfaatan zakat dan pendayagunaan dana zakat dapat di
golongkan sebagai berikut :
1. Konsumtif tradisional, zakat dimanfaatkan dan digunakan
langsung oleh mustahik untuk pemenuhan kebutuhan hidup.
2. Konsumtif kreatif, zakat yang diwujudkan dalam bentuk lain
dari jenis barang semula, misalnya beasiswa
3. Produktif tradisional yaitu zakat yang di berikan dalam
bentuk barang-barang produksi, seperti sapi, mesin jahit
4. Produktif Kreatif yaitu pendayagunaan zakat diwujudkan
dalam bentuk modal, baik untuk membangun suatu proyek
sosial maupun menambah modal pedagang untuk
berwirausaha.42 Dengan demikian penyaluran zakat dapat
42 Muhammad Daud Ali Sistem ekonomi islam, zakat dan wakaf, (jakarta: UIPress, 1998), Cet. Ke-1 h. 34
53
dibedakan dalam dua bentuk ; yakni bantuan sesaat dengan
pola tradisional (konsumtif) dan Pemberdayaan (produktif).
E. Modal Usaha
1. Modal
Muhammd teguh menjelaskan bahwa modal dapat di artikan
secara fisik dan bukan fisik. Dalam artian fisik modal di artikan
sebagai segala hal yang melekat pada faktor produksi yang
dimaksud, seperti mesin-mesin dan peralatan-peralatan produksi,
kendaraan serta bangunan. Modal juga dapat berupa dana untuk
membeli segala input variabel untuk digunakan dalam proses
produksi guna menghasilkan output produksi. Dalam penelitian
ini, modal yang dimaksud adalah berupa dana.43
2. Modal usaha
Modal usaha adalah uang yang di pakai sebagai pokok
(induk) untuk berdagang, melepas uang, dan sebagainya, harta
benda (uang, barang, dan sebagainya) yang dapat dipergunakan
untuk menghasilkan sesuatu yang menambah kekayaan. Modal
dalam pengertian ini dapat diinterprestasikan sebagai sejumlah
uang yang digunakan dalam menjalankan kegiatan-kegiatan
bisnis. Banyak kalangan yang memandang bahwa modal uang
43 Muhammad Teguh, Ekonomi Industri, (Jakarta; PT. Rajagrafindo Persada,2010), h. 236
54
bukanlah segala-galannya dalam sebuah bisnis yang dijalankan
dapat berjalan lancar.
61
BAB III
GAMBARAN UMUM BAZIS DKI JAKARTA
A. Profil BAZIS DKI Jakarta
BAZIS PROV. DKI JAKARTA merupakan sebuah badan pengelola
zakat resmi yang dibentuk Pemerintah Prov. DKI Jakarta. Badan ini berdiri
secara resmi pada tahun 1968 sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Gubernur
Provinsi DKI Jakarta (ketika itu dijabat oleh Ali Sadikin) No. Cb. 14/8/18/68
tertanggal 5 Desember 1968 Tentang Pembentukan Badan Amil Zakat,
berdasarkan syariat Islam dalam wilayah DKI Jakarta. 1
Menjelang berdirinya BAZIS Prov. DKI Jakarta, wacana tentang
perlunya pengelolaan zakat secara kelembagaan dan professional terus
bergelora di kalangan masyarakat muslim. Pada tanggal 24 September 1968,
sebelas ulama berkumpul di Jakarta yang terdiri dari: Prof. Dr. Hamka, KH.
Ahmad Azhari, KH. Moh. Syukri Ghazali, Moh. Sodry, KH. Taufiqurrahman,
KH. Moh. Soleh Su’aidi, M. Ali Al Hamidy, Mukhtar Luthfy, KH. A. Malik
Ahmad, Abdul Kadir, dan KH. M.A. Zawawy. Pertemuan ini menghasilkan
rekomendasi, yaitu:
1. Perlunya pengelola zakat dengan system administrasi dan tata usaha yang
baik sehingga bisa dipertanggungjawabkan pengumpulan dan
pendayagunaannya kepada masyarakat.
2. Bahwa zakat merupakan potensi umat yang sangat besar yang belum
dilaksanakan secara maksimal. Karenanya, diperlukan efektivitas
1 https://bazisdki.go.id/page/index/profil-bazis, di akses pada hari selasa, 29 Maret 2016
62
pengumpulan zakat sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
pembangunan.
Melihat peran zakat yang sangat strategis ini, maka pada acara Isra’
Mi’raj di Istana Negara, Presiden Soeharto ketika itu menyerukan secara
langsung pelaksanaan zakat untuk menunjang pembangunan. Pada saat yang
sama, ia juga menyatakan kesediannya untuk menjadi amil tingkat nasional.
Sebagai tindak lanjut dari seruan itu, Presiden Soeharto mengeluarkan
Surat Perintah No. 07/POIN/10/1968 tanggal 31 Oktober 1968 kepada Mayjen
Alamsyah Ratu Prawiranegara, Kol. Inf. Drs. Azwar Hamid, dan Kol. Inf. Ali
Afandi untuk membantu Presiden dalam proses administrasi dan tata usaha
penerimaan zakat secara nasional.
Untuk lebih memperkuat hal tersebut, Presiden mengeluarakan Surat
Edaran No. B. 133/PRES/11/1968 yang menyerukan kepada pejabat/instansi
untuk membantu dan berusaha ke arah terlaksananya seruan presiden dalam
wilayah atau lingkup kerja masing-masing. Seruan Presiden ini kemudian
ditindaklanjuti oleh Gubernur Prov. DKI Jakarta, Ali Sadikin dengan
mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur No. Cb. 14/8/18/68 tertanggal 5
Desember 1968 Tentang Pembentukan Badan Amil Zakat, berdasarkan syariat
Islam dalam wilayah DKI Jakarta. Akhirnya, BAZ Prov. DKI Jakarta secara
resmi berdiri.
Sejak berdirinya BAZIS tahun 1968, perkembangan zakat masih
dirasakan belum optimal. Hal ini dilihat dari hasil pengumpulan yang secara
kuantitas maupun kualitas masih sangat kecil dibandingkan dari potensi zakat
63
yang sangat besar, khusunya di DKI Jakarta. Untuk memperluas sasaran
operasional dank arena semakin kompleknya permasalahan zakat di Jakarta,
maka pada tahun 1973 Gubernur Prov. DKI Jakarta melalui Surat Keputusan
No. D.III/B/14/6/73 tertanggal 22 Desember 1973 menyempurnakan BAZ ini
menjadi Badan Amil Zakat dan Infaq/Shadaqah yang kini popular dengan
sebutan BAZIS.2
B. Sejarah Berdirinya BAZIS DKI Jakarta
Badan Amil Zakat, sebagai cikal bakal BAZIS sekarang, sudah
digagas sejak awal berdirinya pemerintahan Orde Baru. Tepatnya, ketika
sebelas ulama tingkat nasional mengadakan pertemuan pada tanggal 24
September 1968 di Jakarta. Ulama-ulama itu adalah Prof. Dr. Hamka, KH.
Ahmad Azhari, KH. Moh. Syukri Ghazali, Moh. Sodry, KH. Taufiqurrahman,
KH. A. Malik Ahmad, Abdul Kadir, dan KH. M.A. Zawawy. Mereka
menyarankan diadakannya sebuah badan untuk pelaksanaan zakat di
Indonesia. Hal ini dipertegas oleh Presiden Soeharto ketika menyampaikan
pidatonya pada peringatan Isra Mi’raj, tanggal 26 Oktober 1968. Pada saat itu
beliau mengajak ummat Islam untuk mengamalkan ibadah zakat secara
konkret dengan mengintensifkan pengumpulan zakat sehingga hasilnya
menjadi lebih terarah.
Selanjutnya, Soeharto, Presiden RI saat itu, mengeluarkan surat
perintah no. 07/PRN/10/1968 tanggal 31 Oktober 1968 yang isinya adalah
2https://bazisdki.go.id/page/index/profil-bazis, diakses pada Hari Selasa, 29 Maret 2016
64
perintah kepada Alamsyah Ratuperwiranegara, M. Azwar Hamid, dan Ali
Afandy untuk membantu Presiden dalam pengadministrasian penerimaan
zakat.
Sebelum adanya seruan Presiden, BAZ sendiri sebenarnya sudah
berdiri berdasarkan peraturan Mentri Agama tahun 1968 tentang Pembentukan
Badan Amil Zakat yang bertugas melaksanakan pemungutan dan
pengumpulan zakat mal dan zakat fitrah. Hanya saja, mungkin
pelaksanaannya dilapangan saat itu masih tersendat.
Di tingkat daerah, seruan Presiden Soeharto direspon secara positif.
Gubernur DKI Jakarta, misalnya, saat itu Ali Sadikin, mengeluarkan SK
Gubernur DKI Jakarta No. Cb-14/8/18/68 tentang pembentukan Badan Amil
Zakat berdasarkan syariat Islam pada tanggal 5 Desember 1968. Mulai saat
itu, secara resmi BAZ DKI berdiri dari tingkat propinsi, kotamdya, kecamatan,
hingga keluarahan. Inilah cikal bakal yang sebenarnya dari BAZIS DKI yang
pada saat itu masih bernama BAZ karena memang kegiatannya masih terbatas
pada pengumpulan dana zakat saja.
Sering dengan berjannya waktu, pengumpulan dana zakat oleh BAZ
DKI diperluas lagi, bukan hanya terbatas pada dana zakat, tetapi juga meliputi
infak dan sedekah. Perluasan ini di tuangkan dalam SK Gubernur DKI Jakarta
No. D.III/14/6/51/73 tentang pembentukan Badan Amil Zakat dan Infak
Sedekah (BAZIS) DKI Jakarta yang dikeluarkan pada tanggal 22 Desember
1973. Berdasarkan keputusan ini, maka dana yang dikumpulkan oleh BAZIS
menjadi lebih luas spektrumnya.
65
Pada awal pembentukannya, BAZIS DKI Jakarta berada langsung di
bawah gubernur DKI Jakarta, Namun, pada proses yang lebih lanjut, dirasakan
adanya keperluan untuk mengadakan perubahan bidang struktur, agar BAZIS
lebih leluasa lagi dalam gerak organisasinya, maka tahun 1991, dikeluarkan
SK Gubernur DKI Jakarta No. 859 tentang susunan dan tata kerja BAZIS DKI
Jakarta. Dengan Surat Keputusan ini kepemimpinan BAZIS, yang tadinya
dipegang langsung oleh Gubernur, dilimpahkan kepada aparat teknis yang
bersifat professional dan fungsional. Sejak saat itu pula, BAZIS menjadi
perangkat pelaksana pemerintah daerah yang mandiri, karena bersifat non-
struktural.
Pada tahun 1998, Gubernur DKI Jakarta kembali mengeluarkan Surat
Keputusan Nomor 87 tentang susuanan dan Tata Kerja Bazis DKI Jakarta.
Berdasarkan SK ini, nama pimpinanBAZIS berubah dari ketua menjadi kepala
BAZIS. Sementara itu, BAZIS tingkat kotamadya diganti pula menjadi
pelaksana BAZIS Kotamadya.
Satu hal yang menarik adalah mulai tahun 1974 dana operasional tidak
lagi diambil dari dana zakat, tetapi diganti dengan subsidi dari pemerintah. Ini
berarti, dana zakat bisa disalurkan kepada para mustahik secara keseluruhan,
karena hak milik amil, dalam hal ini untuk operasional BAZIS yang sebesar
2,5% menjadi utuh.
Pada tahun 2002, Gubernur DKI Jakarta mengeluarkan dua Surat
Keputusan yang berkaitan dengan BAZIS, yaitu, SK No. 120 dan SK No. 121.
Yang pertama, menegnai organisasi dan Tata Kerja Badan Amil Zakat, Infaq,
66
Shadaqah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; dan yang kedua mengenai
Pola pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah Badan Amil Zakat, infaq, dan
Shadaqah provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Berdasarkan SK ini, istilah
Badan Pembina tidak lagi dipergunakan, tetapi diganti dengan Dewan
Pertimbangan dan Komisi Pengawas. Dengan kedua SK ini diharapkan
organisasi BAZIS menjadi lebih efisien dan pola pengelolaan dana zakatnya
menjadi lebih optimal, professional, amanah, dan transparan.
C. Landasan Hukum BAZIS DKI Jakarta
Sejalan dengan perkembangan BAZIS produk-produk hukumnya
senantiasa disesuaikan, terutama lahirnya UU No. 38 tahun 1999 tentang
pengelolaan zakat memberikan implaksi sangat luas pada lembaga pengelola
zakat ini, diantaranya adanya tuntutan professional, transparansi, akuntabilitas,
dan kemandirian. Dasar hokum yang membentengi posisi BAZIS provinsi
DKI Jakarta saat ini adalah:
1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 34 tahun 1999 tentang
pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 tahun 2004 tentang
pemerintahan Daerah
3. Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 tahun 1999 tentang
pengelolaan zakat.
67
4. Keputusan Mentri Agama Republik Indonesia No. 373 tahun 2003 tentang
Pelaksanan Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 tentang
Pengelolaan Zakat.
5. Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 120
tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Amil Zakat, Infak
dan Sedekah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
6. Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 121
tahun 2002 tentang pola Pengelolaan Zakat, Infak dan Sedekah Badan
Amil Zakat, Infak dan Sedekah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
7. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 26 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Dana Zakat, Infak dan
Sedekah pada Badan Amil Zakat, Infak, dan Sedekah Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta.
8. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Ibukota Jakarta No. 51 Tahun 2006
tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengumpulan dana Pendayagunaan Zakat,
Infak dan Sedekah oleh Badan Amil Zakat, Infak dan sedekah Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
D. Visi dan Misi BAZIS DKI Jakarta
Visi : Menjadi Badan Pengelola ZIS yang unggul dan Terpercaya di
Jakarta.
68
Misi : Memaksimumkan pengelolaan ZIS yang amanah, profesional,
dan penuh ukhuwah bagi optimalisasi upaya pemberdayaan masyarakat
sehingga tidak ada lagi mustahik zakat di Jakarta.
E. Tujuan dan Prinsip Pengelolaan Zakat BAZIS DKI Jakarta
Pengelolaan zakat, infaq, dan shadaqah oleh BAZIS DKI Jakarta
Bertujuan untuk :
1. Terwujudnya layanan penghimpunan ZIS yang kreatif, inovatif dan
memaksimumkan nilai bagi Muzakki, Munfiq dan Mutashaddiq.
2. Terwujudnya layanan pendayagunaan ZIS yang memaksimumkan upaya
pemberdayaan mustahik berbasis penguatan jaringan.
3. Terwujudnya organisasi sebagai Good Organization yang mampu
memaksimumkan kepuasan materi dan spiritual stakeholder dan menjadi
benchmark bagi lembaga pengelola ZIS di Indonesia dan Dunia.
Untuk mencapai tujuan tadi, BAZIS DKI Jakarta dalam pelaksanaan
pengelolaan zakat selalu berprinsip kepada 4 hal :
1. Landasan: Amanah.
2. Prinsip Kedudukan: Unit Kerja Strategis Pemprov DKI Jakarta yang
Obyektif dan non Partisan.
3. Prinsip Manajemen: Profesional, Transparan, Kreatif dan Inovatif, Penuh
Ukhuwah dan Berorientasi pada Perbaikan Terus-menerus.
4. Prinsip Aktivitas Inti: Layanan Pengelolaan ZIS yang Optimum.
69
F. Tugas Pokok dan Fungsi
Sesuai dengan BAB II pasal 3 Keputusan Gubernur Provinsi DKI
Jakarta No. 120 tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Amil
Zakat, Infak dan Sedekah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, maka
tugas pokok BAZIS Provinsi DKI Jakarta adalah :
1. Menyelenggarakan pengumpulan dan pendayagunaan zakat, infak dan
sedekah sesuai dengan fungsi dan tujuannya.
2. Dalam melaksanakan tugasnya BAZIS bersifat objektif dan transparan.
Sedangkan yang menyangkut fungsi, sebagaimana BAB II pasal 3
Keputusan Gubernur Provinsi DKi Jakarta No. 120 di atas, maka fungsi
BAZIS Provinsi DKI Jakarta mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Penyusunan program kerja
2. Pengumpulan segala macam zakat, infaq dan sahadaqah dari masyarakat
termasuk pegawai di wilayah Provinsi DKI Jakarta
3. Pendayagunaan zakat, infak dan sedekah sesuai dengan ketentuan
hukumnya
4. Penyuluhan kepada masyarakat dalam upaya peningkatan kesadaran
menunaikan ibadah zakat, infak dan sedekah
5. Pembinaan pemanfaatan zakat, infak dan sedekah agar lebih produktif dan
terarah
6. Koordinasi, bimbingan dan pengawasan kegiatan pengumpulan zakat,
infak dan sedekah yang dilaksanakan oleh pelaksana pengumpulan BAZIS
70
7. Penyelenggaraan kerja sama dengan Badan Amil, Zakat, Infak dan
Sedekah dan lembaga Amil Zakat yang lain
8. Pengendalian atas pelaksanaan pengumpulan dan pendayagunaan zakat,
infak dan sedekah
9. Pengurusan fungsi-fungsi ketatausahaan, perlengkapan, kerumahtanggaan
dan sumber daya manusia.
G. Struktur Organisasi BAZIS DKI Jakarta
Organisasi BAZIS terdiri dari tiga lembaga utama (berdasarkan SK
Gubernur DKI No. 120 tahun 2002), yaitu :
1. Dewan Pertimbangan
2. Komisi Pengawas
3. Badan Pelaksan
Susunan Dewan Pertimbangan BAZIS DKI Jakarta ditetapkan oleh
gubernur dan mempunyai tugas sebagai berikut :
1. Memberikan pertimbangan tentang pengembangan hokum dan
pemahaman seputar zakat, infaq dan shadaqah
2. Memberikan pertimbangan, saran dan pendapat dalam kebijaksanaan
pengumpulan dan pendayagunaan zakat, infaq, dan shadaqah
3. Menampung dan menyalurkan pendapat umat islam tentang
pengembangan, pengumpulan, dan pendayagunaan zakat, infaq, dan
shadaqah
71
Susunan komisi pengawas juga ditetapkan oleh Gubernur dan bertugas
untuk melaksanakan pengawasan internal terhadap pengelolaan zakat, infaq
dan shadaqah Dewan Pertimbangan dan Komisi pengawas bertanggung-jawab
kepada Gubernur.
Anggota Dewan Pertimbangan dan Komisi Pengawas terdiri dari unsur
Ulama, Umaro, DPRD, Tokoh Masyarakat, Pengusaha Nasional dan
Cendekiawan Muslim.
Susunan Organisasi Badan Pelaksana adalah :
1. Kepala
Tugas dari kepala Bazis adalah :
a. Memimpin pelaksanaan tugas dan fungsi BAZIS
b. Memimpin dan mengkoordinasikan kegiatan sekretariat, bidang
pelaksana BAZIS kotamadya/kabipaten. Administrasi termasuk
petugas oprasional BAZIS kecamatan, kelurahan, dan unit satuan
kerja.
2. Wakil Kepala
Wakil Kepala BAZIS mempunyai tugas sebagai berikut :
a. Membantu kepala dalam memimpin pelaksanaan tugas dan fungsi
BAZIS
b. Melaksanakan tugastugas kedinasan yang dilimpahkan kewenangan-
nya oleh kepala
c. Mewakili kepala apabila berhalangan melaksanakan tugas dan
fungsinya
72
d. Melaksanakan pengendalian administratif pelaksana kegiatan BAZIS
3. Sekretariat
Sekretariat, bertugas melaksanakan koordinaso, konsolidasi
internal dan pengendalian administrasi kegiatan BAZIS yang berhubungan
dengan fungsi-fungsi pembinaan dan administrasi kepegawaian sumber
daya manusia; tata rumah tangga dan inventarisasi kantor, serta informasi
dan komunikasi yang membawahi aplikasi fungsi sistem informasi
manajemen BAZIS.
Untuk melaksanakan tugas-tugas di atas, secretariat yang di pimpin
oleh seorang kepala sekretariat itu mempunyai fungsi :
a. Penyusunan surat-menyurat dan kearsipan
b. Pengurus perlengkapan dan kerumah-tanggan
c. Pembinaan sumber daya manusia
d. Pelaksana urusan kepegawaian
e. Pengelolaan keuangan anggaran yang bersumber dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah
f. Pelaksanaan hubungan masyarakat dan penyuluhan
g. Pengembangan system informasi dan manajemen
h. Pembentukan dan pembinaan jaringan kerja
i. Penelitian dan pengembangan
j. Penyusunan program kerja
4. Bidang Pengumpulan
73
Bidang pengumpulan mampunyai tugas melaksanakan usaha-usaha
pengumpulan zakat, infaq, dan shadaqah. Untuk mendukung tugas ini,
bidang pengumpulan mempunyai fungsi :
a. Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pengumpulan zakat, infaq, dan
shadaqah. Dari sumber-sumber yang mencakup wilayah, korporat dan
perorangan
b. Pengembangan upaya-upaya pengumpulan zakat, infaq, dan shadaqah
c. Pendataan muzaki, munfiq, dan mustasaddik dan memasukan data
tersebut ke dalam SIM BAZIS
d. Pembinaan terhadap muzaki, munfiq, dan mustasaddik terutama untuk
menjaga silaturahim dan komunikasi secara citra BAZIS
e. Penyiapan bahan laporan pengumpulan zakat, infaq dan sahadaqah
5. Bidang Pendayagunaan
Selanjutnya tugas dari bidang pendayagunaan adalah
melaksanakan usaha-usaha pelayanan dan pembinaan mustahik serta
pengembangan usaha produktif. Untuk melaksanakan tugas ini, bidang
pendayagunaan mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi pendayagunaan zakat, infaq,
dan shadaqah
b. Penelitian (seleksi persyaratan) calon mustahik
c. Pendistribusian zakat, infaq dan shadaqah kepada para mustahik
d. Pencatatan zakat, infaq dan shadaqah
74
e. Pengembangan pendayagunaan zakat, infaq, dan shadaqah untuk
usaha-usaha produktif
f. Pembinaan mustahik
g. Penyiapan bahan laporan pendayagunaan zakat, infaq dan shadaqah
Adapun program-program pendayagunaan :
1. Beasiswa guru paud
2. Beasiswa SMA dan Mahasiswa
3. Bantuan Guru Honorer
4. Bantuan TPA/TPQ/SD/MI
5. Bantuan Guru ngaji
6. Bantuan Marbot Masjid/ Mushola
7. Bantuan Fisik Tempat ibadah dan Lembaga Keagamaan
8. Bantuan Hari-hari Besar Keagamaan
9. Bantuan Pendidikan keterampilan
10. Bantuan Kemnusiaan
6. Bidang Dana
Selanjutnya bidang dana mempunyai tugas menerima,
membukukan, dan menyalurkan hasil penerimaan zakat, infaq dan
sahadaqah, meyusun dan mengelola anggaran, serta menyusun dan
mengelola anggaran, serta menyusun keuangan. Untuk melaksanakan
tugas ini, bidang dana mempunyai fungsi :
a. Penerimaan hasil pengumpulan zakat, infaq, dan sahadaqah
b. Pembukuan penerimaan dan pengeluaran zakat, infaq, dan sahadaqah
75
c. Pengeluaran hasil pengumpulan zakat, infaq, dan shadaqah
d. Pelaporan penerimaan dan pengeluaran zakat, infaq, dan sahadaqah
e. Penyusunan dan pengelolaan anggaran
7. Pelaksana BAZIS kotamadya/kabupaten Administrasi
Di setiap kotamadya/kabupaten administrasi dibentuk pelaksanaan
BAZIS kotamadya/kabupaten administrasipelaksana ini bertanggung
jawab secara administratif kepada kepala BAZIS, sedangkan secara taktis,
bertanggung jawab kepada walikota atau bupati.
Tugas dari pelaksana kotamadya/kabupaten Administrasi adalah
melaksanakan pengumpulan dan penyaluran zakat, infaq, dan shadaqah.
Untuk melaksanakan tugas ini, pelaksana kotamadya/kabupaten
administratif mempunyai fungsi :
a. Pendataan muzakki, munfiq dan mustasaddik termasuk sumber-sumber
zakat, infaq, dan shadaqah baru serta mustahik di wilayah
kotamadya/kabupaten Administrasi masing-masing
b. Pengumpulan zakat, infaq, dan shadaqah dari sumber-sumber zakat,
infaq, dan shadaqah
c. Penyaluran zakat, infaq, dan shadaqah kepada mustahik
d. Pengkoordinasan pengumpulan dan penyaluran zakat, infaq, dan
shadaqah yang dilakukan oleh perangkat tingkat kecamatan dan
kelurahan
e. Pengelolaan umum ketatausahaan
76
f. Pelaporan kegiatan pengumpulan dan penyaluran zakat, infaq, dan
shadaqah di wilayah kotamadya/kabupaten Administratif.
Dalam bentuk diagram, struktur organisasi BAZIS bisa
digambarkan sebagai berikut :
77
Bagan 1.
Sumber : Laporan Kegiatan BAZIS Provinsi DKI Jakarta tahun 2015
78
BAB IV
EVALUASI PENDAYAGUNAAN DANA ZAKAT PADA PROGRAM
BANTUAN MODAL USAHA BAZIS DKI JAKARTA
Program pemberian modal usaha yang telah dibuat dan dijalankan oleh
BAZIS DKI JAKARTA pada tahun 2016, penulis melihat bahwa BAZIS DKI
JAKARTA tidak hanya berperan sebagai Badan Amil Zakat, Infak dan Shodaqoh
yang memiliki hubungan dengan masyarakat sebatas pemberian bantuan semata
dan mengumpulkan dana. Akan tetapi BAZIS DKI JAKARTA mampu untuk
berperan lebih dari itu dengan menjalin hubungan secara emosional menjadi
keluarga dan mitra bagi masyarakat serta konselor dalam segala bentuk
permasalahan lain yang ada didalam kehidupan masyarakat terutama dalam hal
pemberian modal usaha seperti judul yang penulis ambil. Berikut adalah data-data
mustahik binaan BAZIS DKI JAKARTA.
TABEL 4.11
1DULADI Kp. Baru kelender rt005/001 jatinegara cakung jakarta timur pedagang nasi udukRp.3000.000 100 hari 30.000 3.0002ADI PRAKOSO Jl. Pedati utara rt 005/006 cijantung pasar rebo jakarta timur bengkel Rp.5.000.000 120 hari 42.000 5.0003SUPARNI ujung karawang rt 001/005 pulo gebangcakung jakarta timur pedagang bubur Rp.4000.000 100 hari 40.000 4.0004MUAMMAROH ujung karawang rt 001/005 pulo gebangcakung jakarta timur bengkel Rp.3000.000 100 hari 30.000 3.0005ACHMAD SAUGI Kp. Tanah 80 No. 35 rt 003/009 klender duren sawit jakarta timur warung sembako Rp.5.000.000 100 hari 50.000 5.0006RITA AZIZA Jl. Nakula 1 Blok U No. 3 rt/ 003/006 duren sawit jakarta timur laundry Rp.3000.000 100 hari 30.000 3.0007RENY SYAHRANYKp. Baru kelender rt013/001 jatinegara cakung jakarta timur pedagang makanan Rp.5.000.000 120 hari 42.000 5.0008ARDIWAN Kp. Baru kelender rt 012/001 jatinegara cakung jakarta timur pedagang bubur Rp.4000.000 100 hari 40.000 4.0009AGUS SAABAN kp. Malaka rt 011/008 malaka sari duren sawit jakarta timur bengkel Rp.5.000.000 120 hari 42.000 5.000
10DARMAYANTI kp. Bulak timur No. 26 E rt.004/016 kelender duren sawit jakarta timur warung nasi Rp.5.000.000 120 hari 42.000 5.000
ANGSURAN PER HARIBAGI HASIL PEHARINo NAMA ALAMAT USAHA JENIS USAHA PENGAJUAN JANGKA WAKTU
Sumber : Laporan Pendayagunaan Bazis DKI Jakarta
1 Laporan Pendayagunaan Bazis DKI Jakarta, 2016
79
A. Karakteristik Sasaran Penerimaan Kegiatan Program Bantuan Modal
Usaha
Berdasarkan data yang peneliti peroleh karakteristik penerima program
Pemberian bantuan Modal Usaha, yaitu:
a. Muslim
Arti muslim sendiri yaitu, secara harfiah muslim artinya
berserah diri, sedangkan secara bahasa muslim adalah orang yang
berserah diri sedangkan secara istilah muslim adalah orang yang
beragama Islam.
Muslim adalah orang yang berserah diri kepada Allah
SWT, seperti maksud dalam ayat Al-Hajj (22) : 782
ل ع ا ج م و ن ین م في ٱلد كم لی ع
لة أبیكم م ج ر ]ح ا لیكون ذ في ھ ل و ن قب
تكونوا ش و كم لی ا ع ھید سول ش اتوا ٱلر ء ة و لو وا ٱلص فأقیم لى ٱلناس اء ع ھد
٧٨Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang
sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kalitidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.(Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamaikamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula)dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimudan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia,maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat danberpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu,maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong
b. Jenis usaha yang diperdagangkan halal
Jenis dagangan yang ditawarkan pedagang ini dapat
2 Surat Al-qur’an Al-Hajj ayat 78
80
dikelompokkan dalam 3 jenis, yaitu:
1. Makanan yang siap saji, seperti nasi dan lauk pauk dan
minuman.
2. Barang atau alat-alat perlengkapan.
3. Jasa, yang terdiri dari beragam aktivitas misalnya tukang
potong rambut dan sebagainya.
Jenis usaha pedagang yang termasuk karakteristik di sini
adalah usaha yang diperdagangkan merupakan jenis yang tidak
dilarang dan boleh diperjual belikan dengan sertifikasi halal mulai
dari pembuatan sampai dengan cara penyajian yang halal baik itu
Pedagang makanan, barang dan jasa.3
c. Pedagang jujur sehingga dapat memegang amanah
Definisi jujur adalah lurus hati, jujur berarti tidak
curang(dalam permainan) atau jujur adalah tulus iklhas.
Sedangkan amanah artinya dapat dipercaya dalam criteria ini
pedagang yang termasuk criteria jujur adalah pedagang yang tulus
ikhlas sehingga dapat dipercaya.
Jujur yang dimaksud karakteristik disini adalah pedagang
yang menerima manfaat pemberian dapat menjaga amanahnya agar
dapat menjaga amanahnya terhadap dana yang diberikan serta
amanah dalam menjalankan jenis usahanya.4
d. Pedagang termasuk dari golongan 8 asnaf
3 Wawancara 7 April 2017 dengan Bapak Habibi Staff pendayagunaan kantor Bazis DKIjakarta pusat pukul 13.00 WIB
4 Wawancara 7 April 2017 dengan Bapak Habibi Staff Pendayagunaan Kantor Bazis DKIJakarta Pusat Pukul 13.04 WIB
81
Golongan 8 asnaf adalah golongan yang berhak menerima
zakat , yaitu :5
1. Fakir (al Fuqara) adalah orang yang tiada harta
pendapatan yang mencukupi untuknya dan keperluannya.
Tidak mempunyai keluarga untuk mencukupkan nafkahnya
seperti makanan, pakaian dan tempat tinggal.
2. Miskin (al-Masakin) mempunyai kemampuan usaha untuk
mendapatkan keperluan hidupnya akan tetapi tidak
mencukupi sepenuhnya.
3. Amil adalah orang yang dilantik untuk memungut dan
mengagih uang zakat.
4. Muallaf adalah seseorang yang baru memeluk agama
Islam.
5. Riqab adalah seseorang yang terbelenggu dan tiada
kebebasan diri.
6. Gharimin adalah penghutang muslim yang tidak
mempunyai sumber untuk menjelaskan hutang yang
diharuskan oleh syarak pada perkara asasi untuk diri dan
tanggung jawab yang wajib ke atasnya.
7. Fisabilillah adalah orang yang berjuang, berusaha dan
melakukan aktivitas untuk menegakkan dan
meninggikan agama Allah.
5 M. Ali Hasan, “Tuntutan Puasa dan Zakat.” Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997.h53
82
8. Ibnus Sabil adalah musafir yang kehabisan bekalan dalam
perjalanan.
Karakteristik sasaran penerima pemberian modal usaha
pedagang kaki lima merupakan pedagang yang muslim yang aktif
beribadah dan memngikuti kegiatan. Pedagang juga termasuk
golongan gharimin yang memiliki keterikatan hutang. Barang
yang dipedagangkan halal baik pembuatan sampai dengan
penyajian. Selain itu yang paling utama adalah pedagang dapat
menjaga atau berlaku amanah pada usahanya dan juga BAZIS
DKI JAKARTA dalam memanfaatkan pemberian modal usaha.
B. Kriteria Evaluasi Pemanfaatan Program Pendayagunaan Modal Usaha6
Dalam pembahasan ini penulis mengklarifikasi pedagang yang berjualan
makanan, lauk pauk, barang-barang atau alat, jasa dana lainnya.
Berdasarkan jenis usaha yang dimaksud, sebagaimana dijelaskan seblumnya
yaitu usaha makanan, usaha barang dan, jasa. Ketiga kelompok jenis usaha
pedagang tersebut, penulis menganalisis berdasarkan kriteria evaluasi yaitu
relevansi, efektifitas, efesiensi, dampak dan berkesinambungan.
1. Pedagang Jenis Usaha Makanan
Berdasarkan perhitungan pedagang jenis makanan, diperoleh
tingkat relevansi dari kesenjangan antara harapan pedagang dengan
implementasi pelaksanaan pemanfaatan program. Berdasarkan itu
6 Wawancara 7 April 2017 dengan Bapak Habibi Staff pendayagunaan Kantor Bazis DKIJakarta Pusat, Pukul 13.08 WIB
83
pemanfaatan pemberian modal pada pedagang makanan dapat peneliti
kategorikan relevan berdasarkan ketepatan dan kecermatan pemberian
modal usaha diberikan kepada pedagang yang memilki karakteristik
sesuai persyaratan yang telah disusun saat penyusunan program yaitu
jenis usaha makanan halal,muslim, dan termasuk dalam delapan asnaf.
Selanjutnya secara umum program pemberian modal usaha pedagang
yang diberikan pada pedagang makanan masih cukup efektif dan
efisien dengan memanfaatkan sumber daya yang ada disekitar DKI
Jakarta, didalam penyusunan dan pemanfaatan program dimana
pedagang jenis makanan dapat memanfaatkan program pemberian modal
usaha untuk mengembangkan jenis usahanya dan juga menambah
wawasan yang diperoleh dari pembinaan yang diadakan sehingga
dampak dari pelaksanaan program pemberian modal usaha pedagang
dapat didefinisikan efek primer dimana kesinambungan manfaat dalam
jangka panjang dapat dihasilkan perubahan sikap menjadi muslim yang
lebih baik dan perekonomian pedagang meningkat dari mustahik
menjadi muzaki.
84
Tabel 4.2
Pencapaian Pemberian Modal Usaha Pedagang Kaki Lima Jenis Usaha Makanan
Aspek Nilai
Capaian
Bobot Hasil Capaian Total
Relevan 30 % 15 Relevan
60
Efektifitas dan Efisiensi 20 % 10 Cukup
Dampak 40 % 20 Primer
Kesinambungan 30 % 15 Jangka Panjang
Sumber : Laporan Pendayagunaan Bazis DKI Jakarta
2. Pedagang Jenis Usaha Barang
Pada penelitian ini telah dievaluasi program pemanfaatan
pemberian modal usaha . Berdasarkan itu pemanfaatan pemberian
bantuan modal usaha dapat peneliti kategorikan cukup relevan
walaupun mendekati nilai kurang lebih kepada usaha makanan atau lauk
pauk, untuk usaha barang hanya sedikit. Masih diperlukan dalam
memberikan modal usaha untuk pedngang jenis usaha barang yang
berada disekitar DKI Jakarta. Selanjutnya secara umum program
pemberian modal usaha yang diberikan pada pedagang jenis usaha
barang masih kurang efektif dan efisien dengan memanfaatkan sumber
daya yang ada disekitar DKI Jakarta didalam penyusunan dan
pemanfaatan program dimana jenis usaha barang dapat memanfaatkan
program pemberian modal usaha untuk mengembangkan jenis usaha dan
85
juga menambah wawasan yang diperoleh dari pendampingan namun
masih sulit untuk para pedagang mengembangkan usaha jenis barang
dikarenakan memerlukan banyak pemnfaatan sumber daya tetapi
dampak dari pelaksanaan program pemberian modal dapat didefinisikan
efek primer dimana kesinambungan manfaat dalam jangka panjang
dapat dihasilkan seperti pengembangan jenis usaha barang dari macam-
macam barang apa saja yang diperdagangkan.7
Tabel 4.3
Pencapaian Pemberian Modal Usaha Pedagang Kaki Lima Jenis Usaha Barang
Aspek Nilai
Capaian
Bobot Hasil Capaian Total
Relevan 20 % 10 Cukup
60
Efektifitas dan Efisiensi 30% 15 Kurang
Dampak 40 % 20 Primer
Kesinambungan 30 % 15 Jangka Panjang
Sumber : Laporan Pendayagunaan Bazis DKI Jakarta.
3. Pedagang Jenis Usaha Jasa
Dalam penelitian ini evaluasi program pemanfaatan pemberian
modal usaha pedagang. Berdasarkan itu pemanfaatan pemberian modal
pada pedagang jenis usaha jasa dapat peneliti kategorikan relevan,
7 Wawancara 7 April 2017 dengan Bapak Habibi Staff pendayagunaan, Kantor Bazis DKIJakarta Pusat Pukul 13.10 WIB
86
artinya diperlukan ketepatan dan kecermatan lebih terhadap pemberian
modal usaha yang diberikan kepada pedagang yang memilki,
karakteristik yang harus dipenuhi adalah pedagang yang muslim dan
miskin juga memiliki jenis usaha yang halal. Selanjutnya secara umum
program pemberian modal usaha pedagang yang diberikan pada
pedagang jenis usaha Jasa masih efektif dan efisien dengan
memanfaatkan sumber daya yang ada disekitar DKI Jakarta serta
ketepatan berdasarkan kebutuhan dan pemanfaatan program dimana
pedagan jenis usaha jasa dapat memanfaatkan program pemberian modal
usaha untuk mengembangkan jenis usahanya dan juga menambah
wawasan yang diperoleh dari pendampingan. Adapun dampak dari
pelaksanaan program pemberian modal usaha pedagang dapat
didefinisikan efek primer dimana kesinambungan manfaat dalam
jangka panjang dapat dihasilkan seperti Penambahan jenis pelayanan
jasa dan SDM yang dihasilkan dari pembinaan pedagang.8
8 Wawancara 7 April 2017 dengan Bapak Habibi Staff Pendayagunaan, Kantor Bazis DKIJakarta Pusat Pukul 13.12 WIB.
87
Tabel 4.4
Pencapaian Pemberian Modal Usaha Pedagang Jenis Usaha Jasa
Aspek Nilai
Capaian
Bobot Hasil Capaian Total
Relevan 30 % 15 Cukup
60
Efektifitas dan Efisiensi 20 % 10 Cukup
Dampak 30 % 15 Primer
Kesinambungan 40 % 20 Jangka Panjang
Sumber : Laporan Pendayagunaan Bazis DKI Jakarta
C. Analisis Fasilitas Program Pemberian Modal Usaha Pedagang
Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan terhadap
fasilitas program Pemberian Modal Usaha Pedagang maka diperoleh,
yaitu:9
1. Pembinaan dan Pemberdayaan
Pembinaan dan Pemberdayaan yang dilakukan Per tiga bulan sekali
Pembinaan dan pemberdayaan pedagang mempunyai maksud
yaitu untuk memberikan kepastian usaha, perlindungan serta
mengembangkan usahawan yang tertib, aman, selaras, dan serasi
serta seimbang dengan lingkungannya. Tujuan dari pembinaan dan
pemberdayaan pedagang yaitu mewujudkan usaha kecil yang berhak
mendapat perlindungan dan pembinaan, sehingga dapat melakukan
9 Wawancara 7April 2017 dengan Bapak Doni Staff Pendayagunaan, Kantor Bazis DKIJakarta Pusat Pukul 13.14.
88
kegiatan usahanya pada lokasi yang ditetapkan sesuai
peruntukannya dengan criteria yang ditetapkan dan dicantumkan
dalam rencana tata ruang, dan mengembangkan ekonomi sektor
informal melalui pembinaan wirausahawan serta mewujudkan
harmonisasi keberadaan wirausahawan dengan lingkungannya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan kesekretariatan BAZIS
DKI Jakarta Bapak Habibi, dihasilkan sebagai berikut :
a). Memberikan bimbingan dan penyuluhan manajemen usaha
kepada para usahawan ini bertujuan agar mereka dapat memanage
atau mengatur usahanya dengan baik, sehingga dengan pengaturan
tersebut pendapatan mereka menjadi meningkat.
b). Pengembangan usaha melalui kemitraan dengan pelaku ekonomi
lain yang bertujuan agar usahanya dapat berjalan dengan baik dan
lancar tanpa hambatan, usahanya lebih meningkat dari sebelumnya.
Dengan semakin meningkatnya usaha, maka meningkat juga derajat
mereka yaitu menjadi pedagang formal dan menjadi muzaki.. Ini
merupakan tujuan akhir dari pengembangan usaha melalui
kemitraan dengan pelaku ekonomi yang lain yaitu mengubah
pedagang yang mustahik menjadi pedagang formal atau pengusaha
kecil yang bias menjadi muzaki.
2. Pembenahan Lokasi PKL
Pembenahan lokasi berdagang oleh BAZIS DKI Jakarta.
Pembenahan lokasi berdagang merupakan salah satu upaya
penertiban yang dilakukan oleh BAZIS DKI Jakarta. Tidak hanya
89
dengan menggusur tetapi juga memberikan wadah/tempat untuk
mereka berdagang tanpa mengganggu ketertiban umum dan
melanggar peraturan pemerintah yang ada. Pedagang disekitar
daerah DKI Jakarta diberikan wadah agar lebih rapih dan
didaftarkan berdasarkan jenis usahanya.10
10 Wawancara 7 April 2017 dengan Bapak Doni Staff Pendayagunaan, Kantor Bazis DKIJakarta Pusat, Pukul 13.20. WIB.
89
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah peneliti lakukan ada
beberapa point yang dapat disimpulkan pendayagunaan yang
dilakukan BAZIS DKI Jakarta Pusat dalam mendayagunakan zakat
pada bantuan modal usaha BAZIS DKI Jakarta Pusat maka dapat di
simpulkan sebagai berikut :
1. Karakteristik sasaran penerima pemberian modal usaha BAZIS
DKI Jakarta yaitu adalah pedagang yang muslim, jenis usaha
yang diperdagangkan halal, pedagang jujur sehingga memegang
amanah, pedagang termasuk dalam 8 asnaf.
2. Kriteria evaluasi pemanfaatan pemberian modal usaha. yang
dikelompokan dari jenis usaha yaitu pedagang jenis usaha
makanan, jenis usaha barang dan jenis usaha jasa dihasilkan
capaian tingkat relevansi program rata-rata masih relevan
dengan kebutuhan dan harapan. Sedangkan hasil capaian
efektifitas secara umum masih efektif serta masih cukup efisien
dalam mengkonversikan sumberdaya keuangan, waktu dan
SDM menjadi hasil dengan dampak positif yaitu terjadi
peningkatan status pedagang yang awalnya mustahik menjadi
muzaki.
3. Fasilitas program pemberian bantuan modal usaha yang
diberikan seperti pembinaan pemberdayaan serta pengembangan
90
usaha melalui kemitraan dengan pelaku ekonomi lain yang
bertujuan agar usahanya lebih meningkat dari sebelumnya.
B. SARAN
Keberhasilan program pemberian modal usaha pemberian
modal usaha, sebaiknya dijadikan percontohan untuk merealisasikan
program yang belum terlaksana. Tingkatkan kerjasama dengan pihak
lembaga lain dari segi pemberdayaan. Mengoptimalkan potensi
dana zakat dengan kegiatan pendayagunaan maupun penggalangan
dana.
DAFTAR PUSTAKA
Al. Et, G Justin, Longnecker. 2000, Small Business Management anEnterpreneurial Emphasis , United State South-Western CollegePublishing.
Ali Daud Muhammad. 1998. Sistem ekonomi islam, zakat dan wakaf, jakarta: UIPress.
Ash-shad Baqir M. Dan Murthahari Murtadha,1993. Pengetahuan Ushul FiqhPerbandingan, Jakarta: Pustaka Hidayah.
Asror Mohammad, Yusuf. 2004. Kaya karena ALLAH , Tanggerang: Penerbit PTKawan Pustaka.
Arikunto Suharsimi 1998, Penilaian Program Pendidikan, Jakarta: PT.Bina Aksar.
Bariadi lili, Zen Muhammad, dan Hudri M. 2005. Zakat dan Wirausaha, Jakarta,cv. Pustaka Amri.
BAZIS Provinsi DKI Jakarta & Institut Manajemen Zakat. Jakarta: AlisafamPrinting & Design, 2006.
Bungin Burhan, 2001. Metodelogi Penelitian Kualitatif, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,.Jakarta: balai pustaka: 2002.
Djafar Muhammadiyah, 1993. Pengantar Ilmu Fiqh, Jakarta: Kalam Mulia.
DKK, Irawan Elly. 1995, “Pengembangan Masyarakat”, Jakarta:UniversitasTerbuka.
Farilah Ipah, 2006. Buku Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah jakarta,Jakarta: UIN Press, 2006.
Husein Umar,2009, Evaluasi Kinerja Perusahaan, Jakarta: PT Gramedia PustakaUtama.
Hafhiduddin diddin, 2006. Membangun peradaban Zakat, Meneliti jalankegemilangan zakat, Jakarta : Divisi Publikasi Institut ManajemenZakat.
Hasan, M. Ali. Tuntutan Puasa dan Zakat. 1997 Jakarta: PT Raja GrafindoPersada.
HS Fadhli Ahmad, 2008. Organisasi & Administrasi, Jakarta: Manhalun Nasyi-inPress.
Idris Risza Handi , 2003. Quo vadis Potensi Zakat .Republika.
Inoed, Amiruddin dkk.Anatomi Fiqh Zakat Potret dan Pemahaman Badan AmilZakat Sumatra Selatan. Yogyakarta:Pustaka Pelejar, 2000.
Isaac Stephen dan William, Michael B, 1981 Evaluasi, Jakarta:Manhalun Nasyi-in Press, 2008.
J Ernest, Cormick Mc, 1985. Evaluasi Tampa, Florida, Addison Wesley LongmanInc.
Kahf Monzer, 1955. Ekonomi Islam, Telaah Analitik Terhadap Fungsi SistemEkonomi Islam, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Kartika elsi sari. 2007. Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf. Jakarta: Penerbit PT.Grasindo.
M. Zainal Muttaqin, 1997. Kewajiban Menjadi Muzakki. Bogor :Makalah padaseminar Zakat antara Cita dan Fakta, Januari.
Ma’shum syaifullah & zawawi, 1999, penjelasan Al. Qur’an Tentang krisis sosialekonomi dan politik, Jakarta : Gema insani Pre.
Majudin, Dirasah Islamiyah, 1995 . Pasunan: Garoeda Buana Indah.
Mannar Al, Abdullah H. M, 1999 Ibadah dan Syariah, Jakarta: Pematas.
Masykur Wiratmo, 1995. Pengantar kewirausahaan kerangka dasar memasukidunia bisnis, Yogyakarta: BPFE.
Michael Ibrahim, 1981. Desain Evaluasi ,Tampa, Florida, Addison WesleyLongman Inc.
Moleong J Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT RemajaRosdakarya.
Nasution S, 1989 Metode penelitian Naturalistic Kualitatif, Bandung: Tasiti,1989.
Notoatmodjo Soekidjo, 2005. Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi, Jakarta: PTRineka Cipta.
Patrick krik, 1999. Evaluasi Program Bandung: CV. Pustaka Insani.
Penyusun Tim, 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Jakarta: BalaiPustaka.
Purwa, Udiotomo, 2012. “Evaluasi dan Kajian Dampak Program LKC”, Jakarta:IMZ 2012.
Qardhawi Yusuf, 2005. “Spektrum Zakat” dalam membangun EkonomiKerakyatan Jakarta: Zikrul Haki.
Qur;an Timur, 1996 Economic System in Contemporary Islamic Thought, dalamJomo K.S., Islamic Economic Alternatives Citical Perspective andNew Directions, Malaysia: Macmilan Academic and ProfessionalLTD.
Rahman Abd Suyuti-As Jalaludin, Al Jami’us Sagier, j. 2. Bandung: PT ALma’arif.
Saidi Zaim, 2004. Reiterprestasi pendayagunaan ZIS menuju EfektifitasPemanfaatan Zakat, Infak dan Sedekah, Jakarta: Paramedia.Sinar baru Algensindo.
Siti Mia, Aminah, 2010, Muslimah career mencapai tertinggi dihadapan Allah,keluarga dan pekerjaan , yogyakarta : Pustaka Grhatama.
Subagyo, 1991. Metode Penelitian Dalam Teori Dan Prktek, Jakarta: RienkaCipta.
Sudjana Anas, 1980. Metode Riset dan metode Bimbingan Skripsi, Yogyakarta:Reroduksi UD Darma.
Sulaiman, Rasjid, 2011. fiqh islam (hukum fiqih islam). Bandung : Penerbit
Syafi’i, Hadzmi, 2010. Tauhidhihul Adillah. jakarta: penerbit PT Elex MediaKomputindo.
Tasyibnafis Yusuf farida 2000 , Evaluasi Program, Jakarta: PT Rineka Cipta.
Teguh Muhammad, 2010. Ekonomi Industri, Jakarta; PT. Rajagrafindo Persada.
Teguh muhammad, ekonomi industry, 2010, Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada.
Wheelen Hunger, 1997. Essential of Strategic Management , Tampa, Florida,Addison Wesley Longman Inc.
Wawancara 7 April 2017 dengan Bapak Habibi Staff pendayagunaan kantorBazis DKI jakarta pusat pukul 13.00 WIB
Wawancara 7 April 2017 dengan Bapak Doni Staff Pendayagunaan, Kantor BazisDKI Jakarta Pusat, Pukul 13.20. WIB.
Sumber internetHttp/www. Siwakz.net/mod=publisher&cid=53&artid=171.https://bazisdki.go.id/page/index/profil-bazis,https://bazisdki.go.id/page/index/profil-bazis,
Transkip wawancara
Nama : Habibi
Bidang : pendayagunaan
Posisi :Staff pendayagunaan
Tempat : Kantor Bazis DKI jakarta Pusat
Tanggal : 7 April 2017
1. Progrm pendayagunaan pemberian modal usaha ini terdapat di BAZIS DKI Jakarta
Pusat sejak kapan?
Untuk program ini rully, program ini di buat dan dijalankan oleh BAZIS DKI Jakarta
Pusat dimulai pada tahun 2016, dan untuk yang mendapatkan modal usaha ini selama
program ini berjalan, sementara adalah sebnayak 60 mustahiq yang telah terdata oleh
BAZIS DKI Jakarta Pusat, untuk mendapatkan modal usaha dari BAZIS DKI Jakarta
Pusat juga rully kami tidak memberikan kepada sembarang orang, kami memiliki
karakteristik yang diinginkan.
2. Bagaimana karakterisktik sasaran penerimaan kegiatan program pendayagunaan
bantuan modal usaha BAZIS DKI Jakarta Pusat?
Untuk karakteristik yang diinginkan oleh BAZIS DKI Jakarta Pusat itu rully, pada
program pendayagunaan bantuan modal usaha ada 4.
3. Apa saja empat karakteristik pada program pendayagunaan bantuan modal usaha ?
Karakteristiknya yang pertama sudah pasti harus muslim, kedua jenis usaha yang
diperdagangkan harus halal. Ketiga pedagang jujur sehingga dapat memegang
amanah, jujur yang dimaksud karakteristik disini yaitu pedagang yang menerima
manfaat pemberian dapat menjaga amanahnya terhadap dana yang diberikan serta
amanah dalam menjalankan jenis usahannya. Keempat pedagang termasuk dari
golongan 8 asnaf.
4. Apa sajakah yang termasuk dalam yang diperdagangkan halal itu?
untuk yang diperdagangkan yang halal ini terdapat tiga jenis : pertama, seseorang
yang mendapatkan modal usaha dari BAZIS DKI Jakarta Pusat ini memperdagangkan
seperti makanan, kedua, yang diperdagangkan oleh seseorang yang mendapatkan
modal usaha dari BAZIS DKI Jakarta Pusat seperti Barang atau alat-alat yang
diperlukan, sedangkan yang ketiga yaitu yang diperdagangkan adalah jasaseperti jasa
potong rambut dan lain-lainnya.
5. Apakah yang di perdagangkan harus dengan sertifikasi halal?
Begini rully Jenis usaha pedagang merupakan jenis yang tidak dilarang dan boleh di
perjualkan belikan dengan sertifikasi halal mulai dari pembuatan sampai dengan cara
penyajian yang halal baik itu pedagang makanan, barang dan jasa.
Pewawancara Narasumber
(Rully Muharram) (Habibi)
Transkip Wawancara
Nama : Doni
Bidang : Pendayagunaan
Posisi : Staff Pendayagunaan
Tempat : Kantor Bazis DKI Jakarta Pusat
Tanggal : 7 April 2017
1. Bagaimana Evaluasi Fasilitas yang digunakan dalam pelaksanaan program
pendayagunaan bantuan modal usaha BAZIS DKI Jakarta pusat?
2. Apakah fasilitas yang digunakan dalam pelaksanaan program pendayagunaan bantuan
modal usaha BAZIS DKI Jakarta Pusat ?
Adapun fasilitas yang digunakan oleh BAZIS DKI dalam melaksanakan program
pendayagunaan bantuan modal usaha terdapat dua fasilitas, Pertama, Pembinaan dan
Pemberdayaan, Kedua, Pembenahan Lokasi PKL.
3. Pada pembinaan dan pemeberdayaan itu seperti apa pak?
Begini rully, pembinaan dan pemeberdayaan ini dilakukan pertiga bulan sekali ,dan
pemberdayaan serta pembinaan ini bermaksud untuk memberikan kepastian usaha ,
perlindungan serta mengembangkan usahawan yang bisa tertib, aman selaras dan
serasi, terus seimbang juga sama lingkungannya dan ada juga tujuan dari pembinaan
dan pemerdayaan pedagang yaitu usaha kecil agar mendapatkan perlindungan dan
pembinaan, sehingga dapat melakukan kegiatan usahaanya ditempat yang memang
sudah di tunjuk atau di tetapkan dan memberikan pembinaan dalam berdagang atau
wirausahawan.
4. Seperti apakah pembinaan dalam wirausahawan ?
Dalam pembinaan ini rully, BAZIS DKI Jakarta pertama membimbing memberikan
penyuluhan , Kedua, Pengembangan usaha dengan bermitra.
5. Bagaimana pembinaan dwirausahawan dengan membimbing dan memebrikan
penyuluhan?
Membimbing dan memberikan penyuluhan manjemen usaha kepada usawahan supaya
bisa memanage atau bisa mnegatur usahanya dengan baik, dan akhirnya pendapatan
mereka juga bisa meningkat karena sudah bisa memanage.
6. Bagaimana pembinaan wiraushawan dengan pengembangan usaha dengan bermitra?
Dalam pengembangan usaha melalui kemitraan dengan pelaku ekonomi lain supaya
usahanya bisa berjalan dengan baik, lancar, tidak ada hambatan dan usahanya
meningkat. Nah, kan kalau usahanya meningkat secara tidak langsung derajatnyapun
meningkat dan mereka juga akan menjadi Muzakki .
7. Bagaiaman pembinaan dan pemberdayaan dalam pembenahan lokasi PKL tersebut?
Dalam pembenahan ini, ini adalah sebuah penertriban oleh BAZIS DKI Jakarta, tidak
hanya penggusuran tetapi setalh itu mereka akan diberikan wdah atau tempat untuj
berdagang tanpa mengganggu ketertiban umum yang ada dan tanpa melanggar
peraturan pemerintah juga, selain itu juga pedagang akan terdaftar dan rapih.
Pewawancara Narasumber
(Rully Muharram) (Doni)
Kegiatan-kegiatan Di Kantor Bazis DKI Jakarta
Kegiatan-kegiatan TU Bazis DKI Jakarta
Kantor Bazis DKI Jakarta
Kantor Bazis DKI Jakarta