evaluasi penataan ruang di daerah aliran · pdf filepengelolaan dan penanganan daerah aliran...
TRANSCRIPT
BAB 2
PENGELOLAAN DAN PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
Pada bab ini dijelaskan mengenai fungsi daerah aliran sungai, guna lahan di
daerah aliran sungai, permasalahan di daerah aliran sungai, daerah aliran sungai
sebagai ekosistem, kebijakan pengelolaan daerah aliran sungai, pengembangan daerah
aliran sungai, teknik evaluasi, serta studi sebelumnya yang berkaitan dengan studi ini.
2.1 Fungsi Daerah Aliran Sungai
Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu
hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit)
yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen, dan unsur hara serta
mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau
danau (Asdak, 2002). Linsley (1980) dalam Asdak menyebut DAS sebagai A river of
drainage basin in the entire area drained by a stream or system of connecting streams
such that all stream flow originating in the area discharged through a single outlet.
Sementara itu IFPRI (2002) dalam Asdak menyebutkan bahwa daerah aliran sungai
adalah A watershed is a geographic area that drains to a common point, which
makes it an attractive unit for technical efforts to conserve soil and maximize the
utilization of surface and subsurface water for crop production, and a watershed is
also an area with administrative and property regimes, and farmers whose actions
may affect each others interests.
DAS didefinisikan sebagai suatu daerah yang dibatasi oleh pemisah topografi
yang menerima air hujan, menampung, menyimpan, dan mengalirkan ke sungai dan
seterusnya ke danau atau ke laut (kamus Weber dalam Sugiharto, 2001). Daerah aliran
sungai juga meliputi basin, watershed, dan cacthment area. Secara ringkas definisi
tersebut mempunyai pengertian DAS adalah salah satu wilayah daratan yang
menerima air hujan, menampung, dan mengalirkannya melalui sungai utama ke
laut/danau. Suatu DAS dipisahkan dari wilayah sekitarnya (DAS-DAS lain) oleh
pemisah alam topografi, seperti punggung bukit dan gunung.
Dari definisi di atas, dapat dikatakan bahwa DAS merupakan ekosistem yang
merupakan tempat unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia
berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbangan inflow dan
outflow dari material dan energi. Selain itu pengelolaan DAS dapat disebutkan
14
merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai
suatu unit pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang secara umum untuk mencapai
tujuan peningkatan produksi pertanian dan kehutanan yang optimum dan
berkelanjutan (lestari) dengan upaya menekan kerusakan seminim mungkin agar
distribusi aliran air sungai yang berasal dari DAS dapat merata sepanjang tahun.
Daerah aliran sungai adalah suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat
alamnya sedemikian rupa, sehingga merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak
sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsinya untuk menampung air yang
berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya, penyimpanannya serta pengalirannya
dihimpun dan ditata berdasarkan hukum alam dan sekelilingnya demi kesinambungan
daerah tersebut (Pasal 1(3) PP 33/1970).
Definisi DAS berdasarkan fungsi DAS dibagi dalam beberapa batasan, yaitu
pertama DAS Bagian Hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk
mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi. Fungsi konservasi
dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan
menyimpan air (debit), dan curah hujan. Kedua, DAS bagian tengah didasarkan pada
fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi
kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas
air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta
terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau.
Ketiga, DAS Bagian Hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang
dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang
diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air,
ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta
pengelolaan air limbah.
15
Gambar 2.1 BATASAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
HILIR TENGAH HULU
Sumber: Irrawady, 2005
Bencana alam seperti tanah longsor dan banjir merupakan peristiwa yang
terjadi karena DAS telah gagal memenuhi fungsinya sebagai penampung air hujan,
penyimpanan, dan penyalur air ke sungai-sungai (Sarief, 1985). Fungsi suatu DAS
merupakan fungsi gabungan yang dilakukan oleh seluruh faktor yang ada pada DAS
tersebut, yaitu vegetasi, bentuk wilayah (topografi), tanah, dan permukiman. Apabila
salah satu dari faktor tersebut di atas mengalami perubahan maka hal tersebut akan
mempengaruhi pola ekosistem DAS. Sedangkan perubahan ekosistem yang akan
menyebabkan gangguan terhadap bekerjanya fungsi DAS sehingga tidak berjalan
sebagaimana mestinya. Apabila fungsi suatu DAS terganggu maka sistem
penangkapan curah akan menjadi tidak sempurna. Akan menjadi sangat berkurang
atau sistem penyimpanan airnya sangat longgar, ataukah sistem penyalurannya
menjadi sangat boros.
Fluktuasi debit air sungai pada musim kemarau dan musim hujan akan
berbeda tajam karena fungsi DAS tidak bekerja dengan baik. Proses sedimentasi yang
terjadi akan mengakibatkan peristiwa pendangkalan pada sungai, saluran, waduk, dan
pinggiran laut. Kandungan lumpur pada sungai juga semakin tinggi karena semakin
banyak erosi yang terjadi pada DAS, dan apabila erosi semakin besar berarti
kemampuan DAS mengalami penurunan.
16
Mengingat bahwa fungsi DAS sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup
maka pengelolaan DAS sangat diperlukan sebagai upaya manusia di dalam
mengendalikan hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan sumber daya
manusia dan segala aktivitasnya dengan tujuan membina kelestarian dan keserasian
ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumber daya alam bagi manusia.
Pengelolaan DAS dianggap perlu untuk memecahkan masalah erosi dan perluasan
tanah kritis yang terdapat di hulu sungai (Hardjasoemantri, 1986).
2.2 Guna Lahan Daerah Aliran Sungai
Pemanfaatan lahan di daerah aliran sungai terbagi menjadi penggunaan lahan
untuk kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung yang dibahas dalam
Keppres No. 32/1990 tentang pengelolaan kawasan lindung adalah sebagai berikut:
Kawasan yang memberikan perlindungan di bawahnya
Kawasan ini meliputi kawasan lindung, kawasan bergambut, dan kawasan resapan
air.
Kawasan perlindungan setempat
Kawasan ini meliputi sempadan pantai, sempadan sungai, sempadan sekitar
danau/waduk, dan kawasan sekitar mata air.
Kawasan suaka alam dan cagar alam
Kawasan ini mencakup kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut dan
perairan, kawasan berhutan bakau, taman nasional, taman hutan raya, dan taman
wisata alam, serta kawasan cagar alam dan ilmu pengetahuan.
Kawasan bencana alam
Kawasan bencana alam artinya adalah kawasan yang berpotensi untuk
menimbulkan masalah seperti bencana banjir, longsor, erosi, dan lain-lain.
Pengertian lain dari kawasan lindung adalah suatu kawasan yang keadaan dan
sifat fisiknya mempunyai fungsi melindungi kelestarian fungsi sumber daya alam dan
sumber daya buatan (Direktorat Rehabilitasi Hutan dan Lahan, 2005). Jenis kawasan
lindung terdiri dari kawasan yang memberikan perlindungan kawasan di bawahnya,
kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka alam, dan kawasan rawan bencana.
Fungsi daerah aliran sungai Ciliwung Bagian Hulu sendiri adalah sebagai kawasan
lindung dan resapan air. Daerah aliran sungai Ciliwung Bagian Hulu ini memberikan
perlindungan kawasan di bawahnya, yaitu DKI Jakarta dan Jawa Barat. Kriteria-
17
kriteria berbagai macam kawasan lindung ini diatur dalam Peraturan Pemerintah
No.47 Tahun 1997 tentang rencana tata ruang wilayah nasional.
Kriteria kawasan lindung untuk kawasan lindung yang merupakan kawasan
yang memberikan perlindungan di bawahnya adalah:
a) Kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah, dan intensitas
hujan masing-masing dikaitkan dengan angka penimbang mempunyai jumlah
nilai skor 175 atau lebih;
b) Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% atau lebih; dan/atau
c) Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian 2000 meter di atas permukaan
laut atau lebih.
Sedangkan kriteria kawasan lindung untuk kawasan resapan air yaitu kawasan
bercurah hujan yang tinggi, berstruktur tanah yang mudah meresapkan air dan
mempunyai geomorfologi yang mampu meresapkan air hujan secara besar-besaran.
Selain kawasan lindung, terdapat pula kawasan budidaya di daerah aliran
sungai. Kawasan budidaya yang dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah No.47 Tahun
1997 antara lain:
Kawasan hutan produksi terbatas
Hutan produksi yang hanya dieksploitasi dengan cara tebang pilih.
Kawasan hutan produksi tetap
Kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi
Kawasan hutan rakyat
Kawasan pertanian lahan basah
Kawasan pertanian lahan basah meliputi kawasan pertanian beririgasi,
kawasan