evaluasi kemampuan lahan terhadap penggunaan/ penutupan … · dalam undang-undang nomor 26 tahun...

102
EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN TERHADAP PENGGUNAAN/PENUTUPAN LAHAN DAN RTRW (Studi Kasus Sub DAS Ciliwung Hulu) ASTRIA HERNISA A14070007 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Upload: tranquynh

Post on 09-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN TERHADAP

PENGGUNAAN/PENUTUPAN LAHAN DAN RTRW

(Studi Kasus Sub DAS Ciliwung Hulu)

ASTRIA HERNISA

A14070007

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 2: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

ii

RINGKASAN

ASTRIA HERNISA. Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/

Penutupan Lahan dan RTRW (Studi Kasus Sub DAS Ciliwung Hulu). Di bawah

bimbingan ERNAN RUSTIADI dan LA ODE SYAMSUL IMAN.

Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,

alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah provinsi dan

kabupaten/kota harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan

(Rustiadi et al., 2010). Peningkatan jumlah penduduk berimplikasi pada

peningkatan kebutuhan lahan pada Kawasan Puncak, Sub DAS Ciliwung Hulu

untuk mewadahi berbagai aktivitas manusia dalam melangsungkan kehidupannya.

Di sisi lain, ketersediaan lahan relatif terbatas. Sehingga tidak mustahil jika

banyak terjadi konversi lahan menjadi kawasan terbangun. Penelitian ini bertujuan

untuk mengevaluasi inkonsistensi penggunaan lahan eksisting terhadap

peruntukan lahan RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025, mengevaluasi

ketidaksesuaian penggunaan lahan eksisting terhadap kemampuan lahan wilayah,

serta mengevaluasi ketidaksesuaian peruntukan lahan RTRW Kabupaten Bogor

Tahun 2005-2025 terhadap kemampuan lahan wilayah.

Dalam penelitian ini, penentuan peta kemampuan lahan dilakukan

menggunakan teknik Boolean yang selanjutnya dioverlay sesuai kombinasi

parameter dan dianalisis secara deskriptif. Luas penggunaan lahan yang

inkonsisten terhadap peruntukan lahan sebesar 3608,05 Ha (24,70 % dari total

luas wilayah). Inkonsistensi peruntukan lahan tertinggi pada hutan produksi,

sedangkan penggunaan lahan yang inkonsisten tertinggi adalah semak belukar.

Luas penggunaan lahan yang tidak sesuai terhadap kemampuan lahan sebesar

4863,18 Ha (33,34 % dari total luas wilayah). Ketidaksesuaian kemampuan lahan

tertinggi pada lahan kelas III, sedangkan penggunaan lahan yang tidak sesuai

tertinggi adalah pemukiman dan rumput/tanah kosong. Luas peruntukan lahan

yang tidak sesuai terhadap kemampuan lahan sebesar 3985 Ha (27,32 % dari total

luas wilayah). Ketidaksesuaian kemampuan lahan tertinggi pada lahan kelas II dan

III, sedangkan peruntukan lahan yang tidak sesuai tertinggi terjadi untuk kawasan

permukiman.

Kata Kunci: Evaluasi, Inkonsistensi, Ketidaksesuaian, RTRW, Kemampuan

Lahan, Sub DAS Ciliwung Hulu

Page 3: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

iii

SUMMARY

ASTRIA HERNISA. Evaluation of Land Capability to Land Use/Cover and

Local Spatial Plan (Case Study Sub-Watershed Upstream Ciliwung). Under the

guidance of ERNAN RUSTIADI and LA ODE SYAMSUL IMAN.

In Act No. 26 of 2007 on Spatial Planning, allocation of space utilization

at regional Provincial and District/City Spatial Plan must consider the supportive

and carrying capacity of the environment (Rustiadi et al., 2010). An increasing

number of population has implications in the increasing land demand on the

Puncak Area, Sub watershed Upstream Ciliwung to accommodate a variety of

human activities. Therefore there are many conversion of land into a developed

region. This study aims to evaluate the inconsistencies of existing land use against

the allotment of land according to Bogor District Spatial Planning (RTRW) Year

2005-2025, to evaluate the incompatibility of existing land use against the land

capability, and to evaluate the mismatch of allotment of land according to Bogor

District Spatial Plan Year 2005-2025 against the land capability.

In this study, the determination of land capability map is conducted using

Boolean techniques which later overlayed according to the combination of

parameters and analyzed descriptively. Area of land use that is inconsistent with

allotment land of 3608.05 ha (24.70% of the total land area). The highest

inconsistency on land allotment are in production forest area, while the land use

which most inconsistent is shrubs. Area of land use that is not appropriate to land

capability are in wide of 4863.18 ha (33.34% of the total land area). The widest

incompatibility of land capability are on the land class III, while the use type with

highest level of inconsistency to land capability are settlement and grass/bare

land. Area of allotment land that is not appropriate to land capability are in wide

of 3985 ha (27.32% of the total land area). Land capability class with highest level

of inconsistency rate are the land classes II and III, while the allotment of land

with highest rate of unsuitability is settlement area.

Keywords: Land Use, Inconsistency, Spatial Plan, Land Capability, Sub watershed

Upstream Ciliwung

Page 4: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

iv

EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN TERHADAP

PENGGUNAAN/PENUTUPAN LAHAN DAN RTRW

(Studi Kasus Sub DAS CIliwung Hulu)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

OLEH :

ASTRIA HERNISA

A14070007

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 5: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

v

Judul Skripsi : Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/

Penutupan Lahan dan RTRW (Studi Kasus Sub DAS

Ciliwung Hulu)

Nama Mahasiswa : Astria Hernisa

Nomor Pokok : A14070007

Menyetujui :

Pembimbing I Pembimbing II

(Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr) (Ir. La Ode Syamsul Iman, M.Si)

NIP. 19651011 199002 1 002

Mengetahui :

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

(Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc)

NIP. 19621113 198703 1 003

Tanggal Lulus:

Page 6: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor tepatnya di Cimanggu pada tanggal 13

September 1990, putri kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Ibu Herawati dan

Bapak Husni Kasim.

Pendidikan yang ditempuh penulis antara lain, Sekolah Dasar tahun 1996-

2002 di SD Negeri Panaragan 1 Kota Bogor. Sekolah Menengah Pertama pada

tahun 2002-2005 di SMP Insan Kamil Kota Bogor. Sekolah Menengah Atas tahun

2005-2007 dengan mengikuti program akselerasi di SMA Insan Kamil Kota

Bogor. Setelah lulus pada tahun 2007 penulis diterima di Departemen Ilmu Tanah

dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur

Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di kegiatan kemahasiswaan,

diantaranya sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT) Divisi

Informasi dan Komunikasi periode 2009-2011 dan pengurus Koperasi Mahasiswa

(Kopma) IPB Divisi Komunikasi dan Informasi periode 2009-2011. Pada tahun

2011 penulis menjadi asisten mata kuliah Perencanaan dan Pengembangan

Wilayah dan Sistem Informasi Geografi (SIG).

Page 7: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirrabbil’aalamiin, puji syukur saya panjatkan kepada Allah

SWT atas rahmat dan karunia yang diberikan-Nya. Terutama saat menyelesaikan

penelitian dan penulisan skripsi ini. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret

2011 hingga November 2011 dengan judul Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap

Penggunaan/Penutupan Lahan dan RTRW (Studi Kasus Sub DAS Ciliwung

Hulu).

Skripsi ini merupakan hasil penelitian sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Departemen Ilmu Tanah dan

Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap

skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah kekayaan ilmu pengetahuan

pembacanya.

Penulis menyadari bahwa dalam meyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari

bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan

terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr dan Ir. La Ode Syamsul Iman, M.Si atas

perhatian, bimbingan, saran, dan dukungannya selama penyusunan skripsi

ini.

2. Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan

masukan bagi penulis dalam penulisan skripsi.

3. Dosen Departemen Manajemen Sumber Daya Lahan atas ilmu yang telah

diberikan selama ini.

4. Andrea Emma Pravitasari, SP, M.Si dan Mbak Dian, serta Dosen dan staf

bagian Perencanaan Pengembangan Wilayah.

5. Ibu Rohmah staf perpustakaan Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian

atas bantuannya dalam memperoleh data.

6. Papa, Mama, Abang (Azhary Husni, SE, M.Si) dan Adik (Astari

Khaerunnisa) atas segala kasih sayang, doa, motivasi, semangat dan

inspirasi yang telah diberikan selama ini.

7. Saudara Soilscaper 44 yang telah menjadi semangat selama kurang lebih 4

tahun ini.

Page 8: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

viii

8. Keluarga kecilku yang selalu mengisi hariku dengan senyuman (Hanna

Aditya Januarisky, Setia Wahyu Cahyaningsih, Reyna Prachmayandini,

dan Juniska Muria Sariningpuri).

9. Arga Pandiwijaya, S.Hut dan kakak-kakak asisten praktikum mata kuliah

Analisis Spasial Lingkungan atas ilmu dan bantuannya pada tahap awal

membangun data penelitian.

10. Sahabat terbaikku, Siti Nurholipah SP, Harwan Susetio, SP, M.

Paturrohman, S.Si, Gilar Cahya Nirmaya, S.Si, Hairul, Try Asrini, SE,

Nova Prasetyanto, S.Pt, dan Andri Susanti, S.Gz, serta Kopmers.

11. Syahroji, SP atas pelajaran dan kasih sayangnya selama ini.

12. Semua pihak yang turut membantu kegiatan penelitian dan penyusunan

skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Bogor, Februari 2012

Astria Hernisa

Page 9: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

ix

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI………………………………………………………………… ix

DAFTAR TABEL…………………………………………………………… xi

DAFTAR GAMBAR………………………………………………………... xii

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………... xiv

I. PENDAHULUAN…………………………………………………….. 1

1.1. Latar Belakang…………………………………………………... 1

1.2. Permasalahan……………………………………………………. 2

1.3. Batasan Penelitian……………………………………………….. 3

1.4. Tujuan…………………………………………………………… 3

II. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………. 4

2.1. Kemampuan Lahan……………………………………………… 4

2.2. Penggunaan Lahan/Penutupan Lahan…………………………… 7

2.3. Penataan Ruang………………………………………………….. 8

2.4. Tata Ruang Kawasan Sub DAS Ciliwung Hulu………………… 9

2.5. DAS (Daerah Aliran Sungai) Ciliwung…………………………. 11

2.6. Evaluasi Lahan…………………………………………………... 12

2.7. Sistem Informasi Geografi (SIG)………………………………... 13

III. METODOLOGI………………………………………………………. 14

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian……………………………………. 14

3.2. Data, Sumber Data dan Alat……………………………….……. 15

3.3. Metode Penelitian……………………………………………….. 16

3.3.1. Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data……………….. 16

3.3.2. Pengolahan Data Digital dan Analisis Spasial………….. 17

3.3.3. Pengecekan Lapang……………………………………... 21

3.3.4. Tahap Analisis Data…………………………………….. 22

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN……………………….. 23

4.1. Letak dan Lokasi Penelitian……………………………………... 23

4.2. Iklim……………………………………………………………... 24

4.3. Geologi dan Geomorfologi……………………………………… 25

4.4. Tanah……………………………………………………………. 25

Page 10: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

x

V. HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………….. 27

5.1. Penggunaan / Penutupan Lahan Eksisting………………………. 27

5.2. Klasifikasi Kemampuan Lahan………………………………….. 28

5.3. Peruntukkan Penggunaan Lahan menurut RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005 – 2025………………………………………...

32

5.4. Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap

Peruntukan Lahan RTRW………………………………………..

34

5.4.1. Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting

terhadap Peruntukan Penggunaan Lahan RTRW

menurut Klasifikasi Peruntukan Penggunaan Lahan………………………………………………...…..

40

5.4.2. Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting

terhadap Peruntukan Penggunaan Lahan RTRW

menurut Klasifikasi Peggunaan/Penutupan Lahan

Eksisting…………………………………………………

42

5.5. Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap Kemampuan Lahan Wilayah…………………………...

43

5.5.1. Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting

terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Kemampuan Lahan Wilayah….....................

48

5.5.2. Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting

terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi

Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting…….

50

5.6. Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTRW terhadap Kemampuan Lahan Wilayah……………………………………..

52

5.6.1. Ketidaksesuaian Peruntukan Penggunaan Lahan RTRW

terhadap Kemampuan Lahan Wilayah menurut Klasifikasi Kemampuan Lahan…………………...……..

57

5.6.2. Ketidaksesuaian Peruntukan Penggunaan Lahan RTRW

terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Peruntukan Penggunaan Lahan……………………….....

59

5.7. Analisis Penggunaan Lahan Eksisting terhadap Kemampuan

Lahan dan RTRW………………………………………………..

61

VI. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………….. 64

6.1. Kesimpulan……………………………………………………… 64

6.2. Saran…………………………………………………………….. 65

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….. 66

LAMPIRAN…………………………………………………………………. 68

Page 11: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan…………………………. 6

Tabel 2. Jenis dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian……… 15

Tabel 3. Contoh Identifikasi Kelas dan Subkelas Kemampuan Lahan…… 20

Tabel 4. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kecamatan dan Desa di Daerah

Penelitian……………………………………………….

24

Tabel 5. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Penggunaan/Penutupan Lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu………………………………………

27

Tabel 6. Luas (Ha) dan Proporsi (%) Kelas dan Subkelas Kemampuan Lahan……………………………………………………………

31

Tabel 7. Faktor Pembatas Setiap Kelas Kemampuan Lahan yang

Dianalisis…………………………………………………………

32

Tabel 8. Luas (Ha) dan Proporsi (%) Peruntukan Lahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kab. Bogor tahun 2005-2025…………

34

Tabel 9. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi

Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap Peruntukan Lahan RTRW………………………………………..

36

Tabel 10. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi (%) Desa Terbesar

Kombinasi Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap Peruntukan Lahan RTRW…………………...

39

Tabel 11. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi (%) Kombinasi

Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap Kemampuan Lahan……………………………………..

44

Tabel 12. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi (%) Desa Terbesar

Kombinasi Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap Kemampuan Lahan…………………………..

46

Tabel 13. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi

Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTRW terhadap Kemampuan Lahan………………………………………………

52

Tabel 14. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi (%) Desa yang Tidak

Sesuai antara Peruntukan Lahan RTRW terhadap Kemampuan Lahan……………………………………………………………...

55

Tabel 15. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) 15 Besar Kombinasi

Ketidaksesuaian RTRW terhadap Kemampuan Lahan pada masing-masing Kecamatan……………………………………….

56

Tabel 16. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi 3

Parameter……………………………………………………........

62

Tabel 17. Sebaran Analisis 3 Parameter di Daerah Penelitian……………... 63

Page 12: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Wilayah Penelitian……………………………….………. 14

Gambar 2. Bagan Alur Metode I…………………………………..………. 16

Gambar 3. Bagan Alur Metode II………………………………….……… 22

Gambar 4. Peta Administrasi Wilayah Penelitian…………………..……... 23

Gambar 5. Peta Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting tahun 2009 di

Sub DAS Ciliwung Hulu…………………………………..…...

28

Gambar 6. Peta Penyebaran Kelas dan Subkelas Kemampuan Lahan…….. 30

Gambar 7. Peta Peruntukan Lahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor tahun 2005-2025……………………………

33

Gambar 8. Urutan 10 Besar Jumlah Poligon Terbanyak Kombinasi

Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap Peruntukan Lahan RTRW……………………………………...

36

Gambar 9. Peta Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting

terhadap Peruntukan Lahan RTRW……………………………

37

Gambar 10. Urutan 10 Besar Luas Rata-Rata Poligon Terbesar Kombinasi

Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap

Peruntukan Lahan RTRW (Ha)………………………………...

38

Gambar 11. Urutan 10 Besar Desa dengan Jumlah Poligon Terbanyak

Kombinasi Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan

Eksisting terhadap Peruntukan Lahan RTRW…………………

39

Gambar 12. (a) Luas (Ha) dan (b) Proporsi (%) Inkonsistensi

Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap Peruntukan

Lahan RTRW menurut Klasifikasi Peruntukan Lahan………...

40

Gambar 13. Urutan 5 Besar Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan

terhadap Peruntukan Lahan RTRW menurut Klasifikasi

Peruntukan Lahan (%)………………………………………….

41

Gambar 14. (a) Luas (Ha) dan (b) Proporsi (%) Inkonsistensi

Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap Peruntukan

Penggunaan Lahan RTRW menurut Klasifikasi Penggunaan/Penutupan Lahan…………………………………

42

Gambar 15. Urutan 5 Besar Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan

terhadap Peruntukan Lahan RTRW menurut klasifikasi Penggunaan/Penutupan Lahan…………………………………

43

Gambar 16. Urutan 10 Besar Jumlah Poligon Terbanyak Kombinasi

Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap Kemampuan Lahan…………………………………...

45

Gambar 17. Urutan 10 Besar Luas Rata-Rata Poligon Terbesar Kombinasi

Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap Kemampuan Lahan (Ha)……………………………..

46

Gambar 18. Peta Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting

tahun 2010 terhadap Kemampuan Lahan………………………

47

Page 13: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

xiii

Gambar 19. Urutan 10 Besar Desa dengan Jumlah Poligon Terbanyak

Kombinasi Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan

Eksisting terhadap Kemampuan Lahan………………………...

48

Gambar 20. (a) Luas (Ha) dan (b) Proporsi (%) Ketidaksesuaian

Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting tahun 2010 terhadap

Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Kemampuan Lahan…

49

Gambar 21. Urutan 5 Besar Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan

Eksisting terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi

Kemampuan Lahan (%)………………………………………

49

Gambar 22. (a) Luas (Ha) dan (b) Proporsi (%) Ketidaksesuaian

Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap Kemampuan

Lahan menurut Klasifikasi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting………………………………………………………..

51

Gambar 23. Urutan 5 Besar Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan

Eksisting terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting (%)………………….

51

Gambar 24. Urutan 10 Besar Jumlah Poligon Terbanyak Kombinasi

Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTRW terhadap Kemampuan Lahan…………………………………………….

53

Gambar 25. Peta Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTRW terhadap

Kemampuan Lahan Wilayah…………………………………..

54

Gambar 26. Urutan 10 Besar Luas Rata-rata Poligon Peruntukan Lahan

RTRW Terluas yang Tidak Sesuai dengan Kemampuan Lahan

(Ha)…………………………………………………………….

55

Gambar 27. Urutan 10 Besar Jumlah Poligon Desa Terbanyak yang Tidak

Sesuai antara Peruntukan Lahan RTRW terhadap Kemampuan

Lahan…………………………………………………………..

57

Gambar 28. (a) Luas (Ha) dan (b) Proporsi (%) Ketidaksesuaian

Peruntukan Lahan RTRW terhadap Kemampuan Lahan

menurut Klasifikasi Kemampuan Lahan…………………….

58

Gambar 29. Urutan 5 Besar Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Kemampuan Lahan…

58

Gambar 30. (a) Luas dan (b) Proporsi Ketidaksesuaian Peruntukan

Penggunaan Lahan RTRW terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Peruntukan Penggunaan Lahan…………

60

Gambar 31. Urutan 5 Besar Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan terhadap

Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Kemampuan Peruntukan Lahan RTRW……………………………………..

60

Page 14: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Matriks Logik Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan terhadap RTRW………………………………………………

69

Lampiran 2. Matriks Logik Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan

terhadap Kemampuan Lahan…………………………………

70

Lampiran 3. Matriks Logik Inkonsistensi Peruntukan Lahan RTRW terhadap Kemampuan Lahan…………………………………

71

Lampiran 4. Luas Penyebaran Tanah di Sub DAS Ciliwung Hulu……….. 72

Lampiran 5. Gambar Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting…………… 73

Lampiran 6. Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting

terhadap Peruntukan Lahan RTRW Kab. Bogor 2005 - 2025 menurut Klasifikasi Peruntukan Lahan………………………

75

Lampiran 7. Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting

terhadap Peruntukan Lahan RTRW Kab. Bogor 2005 - 2025 menurut Klasifikasi Penggunaan Lahan……………………...

78

Lampiran 8. Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting

terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Kemampuan Lahan…………………………………………..

81

Lampiran 9. Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting

terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Kemampuan Lahan…………………………………………..

83

Lampiran 10. Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTRW Kab. Bogor 2005

- 2025 terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Kemampuan Lahan…………………………………………..

85

Lampiran 11. Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTRW Kab. Bogor 2005

- 2025 terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Peruntukan Lahan…………………………………………….

87

Page 15: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,

alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah provinsi dan

kabupaten/kota harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan.

Hal tersebut dikarenakan suatu lahan yang dipergunakan tidak sesuai dengan

kemampuan akan mencapai batas kritis setelah waktu tertentu. Daya dukung lahan

bersifat terbatas, sehingga untuk mensejahterakan kehidupannya maka manusia

dituntut untuk membuat daya dukung lingkungan tersebut berkelanjutan (Rustiadi

et al., 2010).

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) telah disusun oleh pemerintah

dimaksudkan untuk mendukung perbaikan ataupun mempertahankan kondisi

lingkungan yang ada. Menurut Rusdiana (1995), pengaturan tata guna lahan di

DAS Ciliwung bagian hulu (kawasan puncak, Bogor), bagian tengah (Bogor,

Depok), sampai hilir (DKI Jakarta) mempunyai pengaruh langsung terhadap

kinerja sistem hidrologi dalam ekosistem DAS dan secara tidak langsung terhadap

kelestarian sumberdaya alamnya. Oleh karena itu, perencanaan dan pemanfaatan

sumberdaya alam dalam DAS harus dilakukan secara lestari dan dalam kegiatan

tersebut harus saling menunjang dan terintegrasi. Namun berdasarkan data hasil

review lahan kritis BPDAS Citarum Ciliwung tahun 2009, kerusakan lahan DAS

Ciliwung di Kabupaten Bogor menempati urutan ketiga. Dari total lahan DAS

Ciliwung 20.280,00 Ha, seluas 9.350,98 Ha sudah rusak atau 46,11 % dalam

keadaan kritis. Hal tersebut menunjukkan pemanfaatan sumberdaya alam dalam

wilayah DAS, khususnya Sub DAS Ciliwung Hulu, telah mengalami perubahan

kondisi lingkungan yang sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan

aktifitas pembangunan. Dikarenakan penataan ruang yang umumnya terjadi akibat

adanya kebutuhan masyarakat untuk memanfaatkan lahan, sehingga terjadi

perubahan pengelolaan maupun perubahan keadaan.

Kawasan puncak yang masuk ke dalam wilayah Sub DAS Ciliwung Hulu

ditetapkan sebagai kawasan konservasi air dan tanah karena bernilai strategis

sebagai kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan di bawahnya.

Page 16: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

2

Peningkatan jumlah penduduk berimplikasi pada peningkatan kebutuhan lahan

untuk mewadahi berbagai aktivitas manusia melangsungkan kehidupannya.

Misalnya, berkembangnya kawasan terbangun baik untuk pemukiman penduduk

ataupun vila dan tempat wisata lainnya di kawasan puncak. Di sisi lain,

ketersediaan lahan tersebut relatif terbatas. Sehingga tidak mustahil jika banyak

terjadi konversi lahan dari kawasan budidaya pertanian ataupun kawasan lindung

menjadi kawasan terbangun. Menurut Denny (2004), bentuk-bentuk

penyimpangan penggunaan/penutupan lahan terhadap peruntukan lahan RTRW

umumnya didominasi oleh pemukiman pada sepanjang bantaran sungai-sungai

dan pada wilayah retensi air, seperti rawa-rawa dan lahan basah. Jika dalam

perkembangannya antara kebutuhan dan ketersediaan lahan tidak diatur dengan

baik, maka akan terjadi berbagai benturan kepentingan antar aktivitas yang

berdampak pada persaingan dalam penggunaan lahan. Hal ini akan

mengakibatkan terjadinya pergeseran pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan

arahan penataan ruang dan daya dukung lahannya.

Penelitian inkonsistensi antara RTRW dengan pemanfaatan ruang sudah

dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, namun evaluasi RTRW yang tidak

sesuai dengan kemampuan lahan belum banyak dilakukan. Beberapa bentuk

degradasi lahan di kawasan Puncak terjadi karena inkonsistensi pemanfaatan

ruang dengan RTRW, dan ketidaksesuaian pemanfaatan ruang dan RTRW dengan

kemampuan lahan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana

konsistensi pemanfaatan ruang dengan RTRW dan sejauh mana RTRW sesuai

dengan kemampuan lahannya.

I.2. Permasalahan

Wilayah DAS Ciliwung merupakan salah satu sungai dengan kondisi

sangat kritis di Jawa Barat. Kabupaten Bogor, khususnya Kawasan Puncak

memiliki peranan penting sebagai kawasan konservasi tanah dan air karena

merupakan hulu dari DAS Ciliwung. Kawasan Puncak adalah kawasan yang

memiliki potensi dan karakteristik yang khas untuk dikembangkan. Selain itu pula

kawasan ini terdapat pada perlintasan regional yang menghubungkan wilayah

Page 17: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

3

Jawa Barat (Bandung-Jakarta) dan merupakan bagian dari pusat kegiatan jasa,

industri dan pariwisata.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Rusdiana (1995), pola penggunaan

lahan di DAS Ciliwung Hulu dan Tengah mengarah pada buruknya kondisi DAS

tersebut. Dimana lahan yang meresapkan air dan bak tampungan mengalami

penurunan, sedangkan lahan yang sedikit dan tidak meresapkan air semakin

bertambah tiap tahunnya. Hal tersebut sejalan dengan perkembangan yang sangat

pesat dan pembangunan kawasan terbangun (pemukiman, hotel, vila, jalan,

industri, dan lainnya) di DAS Ciliwung Hulu yang seringkali tidak mengikuti

arahan penataan ruang dan tidak jarang penataan ruang suatu kawasan tidak

menyesuaikan dengan daya dukung lahan kawasan tersebut.

I.3. Batasan Penelitian

1. Penentuan klasifikasi kemampuan lahan tanpa memperhatikan aspek

teknik konservasi lahan di wilayah Sub DAS Ciliwung Hulu.

2. Penggunaan/penutupan lahan eksisting wilayah Sub DAS Ciliwung Hulu

tidak memperhitungkan luas poligon minimum atau poligon yang lebih

kecil dari unit satuan lahan terkecil.

I.4. Tujuan

1. Mengevaluasi inkonsistensi penggunaan lahan eksisting terhadap

peruntukan lahan menurut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025.

2. Mengevaluasi ketidaksesuaian penggunaan lahan eksisting terhadap

kemampuan lahan wilayah.

3. Mengevaluasi ketidaksesuaian peruntukan lahan menurut Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025 terhadap

kemampuan lahan wilayah.

Page 18: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kemampuan Lahan

Klasifikasi kemampuan (kapabilitas) lahan merupakan klasifikasi potensi

lahan untuk penggunaan berbagai sistem pertanian secara umum tanpa

menjelaskan peruntukkan untuk jenis tanaman tertentu maupun tindakan-tindakan

pengelolaannya. Tujuannya adalah untuk mengelompokkan lahan yang dapat

diusahakan bagi pertanian (arable land) berdasarkan potensi dan pembatasnya

agar dapat berproduksi secara berkesinambungan. Klasifikasi penggunaan lahan

merupakan sistem klasifikasi yang dikembangkan oleh Hockensmith dan Steele

pada tahun 1943 yang kemudian dimodifikasi oleh Klingebel dan Montgomery

(1961; 2002), seperti yang tertuang dalam Agriculture Handbook No. 210. Dalam

sistem klasifikasi ini lahan dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu kelas,

subkelas, dan satuan (unit) kemampuan atau pengelolaan (Rayes, 2007).

Kemampuan lahan merupakan pencerminan kapasitas fisik lingkungan

yang dicerminkan oleh keadaan topografi, tanah, hidrologi, dan iklim, serta

dinamika yang terjadi khususnya erosi, banjir dan lainnya. Kombinasi karakter

sifat fisik statis dan dinamik dipakai untuk menentukan kelas kemampuan lahan,

yang dibagi menjadi 8 kelas. Kelas I mempunyai pilihan penggunaan yang banyak

karena dapat diperuntukan untuk berbagai penggunaan, mulai untuk budidaya

intensif hingga tidak intensif, sedangkan kelas VIII, pilihan peruntukannya sangat

terbatas, yang dalam hal ini cenderung diperuntukan untuk kawasan lindung atau

sejenisnya (Rustiadi et al., 2010).

Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) dalam tingkat kelas,

kemampuan lahan menunjukkan kesamaan dari besarnya faktor-faktor

penghambat. Semakin tinggi kelasnya, kualitas lahannya semakin buruk, berarti

resiko kerusakan dan besarnya faktor penghambat bertambah dan pilihan

penggunaan lahan yang diterapkan semakin terbatas.

Kelas I

Lahan kelas I sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian tanpa memerlukan

tindakan pengawetan tanah yang khusus. Lahannya datar, solumnya dalam,

bertekstur agak halus atau sedang, berdrainase baik, mudah diolah, dan responsif

Page 19: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

5

terhadap pemupukan. Lahan kelas I tidak mempunyai penghambat atau ancaman

kerusakan, sehingga dapat digarap untuk usaha tani tanaman semusim dengan

aman. Tindakan pemupukan dan usaha-usaha pemeliharaan struktur tanah yang

baik diperlukan guna menjaga kesuburan dan mempertinggi produktivitas.

Kelas II

Lahan kelas II mempunyai beberapa penghambat yang dapat mengurangi pilihan

jenis tanaman yang diusahakan atau memerlukan usaha pengawetan tanah yang

tingkatnya sedang.

Kelas III

Lahan kelas III mempunyai penghambat yang agak berat, yang mengurangi

pilihan jenis tanaman yang dapat diusahakan, atau memerlukan usaha pengawetan

tanah yang khusus, atau keduanya.

Kelas IV

Lahan kelas IV mempunyai penghambat yang berat untuk membatasi pilihan

tanaman yang dapat diusahakan, memerlukan pengelolaan yang sangat berhati-

hati, atau kedua-duanya. Penggunaan lahan kelas IV sangat terbatas.

Kelas V

Lahan kelas V mempunyai sedikit atau tanpa bahaya erosi, tetapi mempunyai

penghambat lain yang praktis sukar dihilangkan, sehingga dapat membatasi

penggunaan lahan ini. Akibatnya, lahan ini hanya cocok untuk tanaman rumput

ternak secara permanen atau dihutankan.

Kelas VI

Lahan kelas VI mempunyai penghambat yang sangat berat sehingga tidak sesuai

untuk pertanian dan hanya sesuai untuk tanaman rumput ternak atau dihutankan.

Penggunaan untuk padang rumput harus dijaga agar rumputnya selalu menutup

dengan baik. Bila dihutankan, penebangan kayu harus lebih selektif. Bila

dipaksakan untuk tanaman semusim, harus dibuat teras bangku. Lahan ini

mempunyai penghambat yang sulit sekali diperbaiki.

Kelas VII

Lahan kelas VII sama sekali tidak sesuai untuk usaha tani tanaman semusim dan

hanya sesuai untuk padang penggembalaan atau dihutankan.

Page 20: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

6

Kelas VIII

Lahan kelas VIII tidak sesuai untuk produksi pertanian, dan hanya dibiarkan

dalam keadaan alami atau dibawah vegetasi hutan. Lahan ini dapat digunakan

untuk daerah rekreasi cagar alam atau hutan lindung.

Tabel 1. Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan

Faktor Penghambat Kelas Kemampuan

I II III IV V VI VII VIII

1 Tekstur tanah (t)

Lapisan atas (40 cm) ah-s h-ak h-ak (+) (+) (+) (+) k

2 Lereng permukaan (%) 0-3 3-8 8-15 15-30 (+) 30-45 45-65 >65

3 Drainase b-ab Aj j Sj (++) (+) (+) (+)

4 Kedalaman efektif >90 >90 90-50 50-25 (+) <25 (+) (+)

5 Keadaan erosi t R r S (+) b sb (+)

6 Kerikil/batuan (%

volume) 0-15 0-15 0-15 15-50 50-90 (+) (+) >90

7 Banjir Oo Oi Oii Oii Oiv (+) (+) (+)

Keterangan : (+) : dapat mempunyai sebarang sifat faktor penghambat dari kelas yang

lebih rendah

(++) : permukaan tanah selalu tergenang air

Tekstur : ah = agak halus; h = halus; ak = agak kasar; k = kasar; s = sedang

Erosi : t = tidak ada; r = ringan; s = sedang; b = berat; sb = sangat berat

Drainase : b = baik; ab = agak baik; aj = agak jelek; j = jelek; sj = sangat jelek

Sumber : Konservasi Tanah dan Air (Arsyad, 2000).

Pengelompokan tanah ke dalam satuan pengelolaan, subkelas, dan kelas

kemampuan dilakukan terutama berdasarkan kemampuan lahan tersebut untuk

menghasilkan produksi tanaman umum dan tanaman makanan ternak (pasture

plants) tanpa kerusakan tanah di dalam periode waktu yang lama. Meskipun

sistem ini telah dirancang untuk klasifikasi lahan detil di daerah yang telah

berkembang namun sistem ini mempunyai beberapa keuntungan sehingga dapat

juga digunakan pada penilaian permulaan secara umum bagi sumberdaya lahan di

daerah-daerah yang belum berkembang, dengan alasan-alasan sebagai berikut

(Sitorus, 1985). Pertama, karena sistem ini didasarkan atas evaluasi dari keadaan

dan tingkat penghambat sifat-sifat fisik, maka sistem ini berguna untuk penilaian

obyektif, penilaian perbandingan, dan menghindarkan bias pengaruh subjektif

bagi wilayah yang sedang diklasifikasikan. Kedua, sistem ini hampir keseluruhan

Page 21: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

7

didasarkan atas sifat-sifat fisik lahan, dan faktor ekonomis tidak dipertimbangkan

kecuali dalam asumsi untuk tindakan pengelolaan tertentu yang digunakan.

Ketiga, sistem ini menujukkan macam penggunaan lahan yang sesuai untuk lahan

dengan faktor-faktor penghambat tertentu, sekaligus dengan tindakan pengelolaan

yang dibutuhkan untuk dapat mengatasi faktor penghambat tersebut.

2.2. Penggunaan Lahan/Penutupan Lahan

Penggunaan lahan adalah bentuk perwujudan usaha manusia dalam

menggunakan sumberdaya alam/lahan, yang di dalamnya terdapat komponen

usaha, sedangkan penutupan lahan adalah bentuk perwujudan fisik dari

penggunaan yang direncanakan ataupun tidak (Rustiadi et al., 2010). Sedangkan

menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan

manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan (land use) juga diartikan

sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam

rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materiil maupun spirituil (Arsyad,

2000).

Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) penggunaan lahan dapat

dibedakan menjadi penggunaan lahan pedesaan (rural land use) dan penggunaan

lahan perkotaan (urban land use). Penggunaan lahan pedesaan dititik beratkan

pada produksi pertanian, sedangkan penggunaan lahan perkotaan dititik beratkan

pada tujuan untuk tempat tinggal. Selanjutnya penggunaan lahan berdasarkan

Arsyad (2006) dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar yaitu

penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan

lahan pertanian dibedakan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditi yang

diusahakan dan dimanfaatkan atau atas jenis tumbuhan atau tanaman yang

terdapat di atas lahan tersebut. Berdasarkan hal ini dikenal macam penggunaan

lahan seperti tegalan (pertanian lahan kering atau pertanian pada lahan tidak

beririgasi), sawah, kebun, kopi, kebun karet, padang rumput, hutan produksi,

hutan lindung, padang alang-alang, dan sebagainya. Sedangkan penggunaan lahan

bukan pertanian dapat dibedakan ke dalam lahan kota atau desa (pemukiman),

industri, rekreasi, pertambangan, dan sebagainya.

Page 22: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

8

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 24 tahun 1992 tentang

Penataan Ruang tertulis: pemanfaatan ruang meliputi kawasan perdesaan,

kawasan perkotaan, kawasan lindung serta kawasan budidaya. Kawasan lindung

adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian

lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan.

Sedangkan kawasan budidaya merupakan kawasan yang ditetapkan dengan fungsi

utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam,

sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan menurut Sandy

(1977) diantaranya jenis-jenis bahan induk yang menentukan tingkat kesuburan

lahan dan selanjutnya menentukan pola penggunaan lahan dan pemusatan

penduduk. Faktor lereng dan ketinggian tempat juga memiliki peranan penting.

Selain itu, yang erat pula hubungannya dengan bahan induk dan lereng adalah

faktor kedalaman efektif tanah. Selain itu jumlah penduduk, penyebaran penduduk

dan profesi terbesar dari penduduknya, dan tingkat penggunaan lahan juga ikut

menentukan pola penggunaan lahan dan pemusatan penduduk.

2.3. Penataan Ruang

Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan (tanah) ruang lautan, dan

ruang udara sebagai suatu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya

hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Karena

tanah (daratan) merupakan salah satu bagian (unsur) dari ruang maka

penatagunaan lahan tidak dapat dilepaskan dari penataan ruang wilayah.

Perencanaan tata ruang mencakup perencanaan pola pemanfaatan ruang yang

meliputi tataguna lahan, tataguna air, tataguna udara, tataguna sumberdaya

lainnya (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

Tujuan dari diwujudkannya penataan ruang adalah untuk mewujudkan

ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan

berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional agar terwujud

keharmionisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan, keterpaduan dalam

penggunaan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan dengan memperhatikan

sumberdaya manusia, dan terwujud perlindungan fungsi ruang dan pencegahan

Page 23: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

9

dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang (Rustiadi et al.,

2010).

Dalam kaitannya dengan tujuan tersebut, maka Rustiadi et al. (2011)

menyatakan tiga hal yang membuat unsur fisik menjadi peran penting dalam

penataan ruang. Pertama, efisiensi dan produktivitas dapat dipenuhi dengan

adanya alokasi sumberdaya fisik wilayah dilakukan secara tepat, sehingga

peruntukan berbagai kawasan dapat sesuai dengan kemampuan dan

kesesuaiannya. Kedua, unsur fisik dapat memenuhi tujuan keadilan dan

keberimbangan hanya jika alokasi sumberdaya fisik dapat bermanfaat bagi

wilayah yang bersangkutan dan memberikan dampak positif bagi wilayah di

sekitarnya. Ketiga, tujuan untuk menjaga keberlanjutan (sustainability), hanya

mungkin dicapai bila alokasi sumberdaya fisik wilayah dilakukan dengan cara

bijaksana sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Oleh karena

itu, unsur fisik penataan ruang harus diperlakukan sesuai dengan daya dukung,

daya tampung, dan potensi wilayah.

2.4. Tata Ruang Kawasan Sub DAS Ciliwung Hulu

Menurut Denny (2004), tujuan penataan ruang Kawasan Jabodetabek-

Punjur adalah untuk:

1. Keterpaduan penyelenggaraan penataan ruang antar daerah Kabupaten dan

Kota sebagai satu kesatuan wilayah perencanaan;

2. Mewujudkan daya dukung lingkungan yang berkelanjutan dalam pengelolaan

kawasan, menjamin tersedianya air tanah dan air permukaan serta

penanggulangan banjir;

3. Mengembangkan perekonomian wilayah yang produktif, efektif, dan efisien

berdasarkan karakteristik wilayah, bagi terciptanya kesejahteraan masyarakat

yang berkeadilan dan pembangunan yang berkelanjutan.

Adapun sasaran penyelenggaraan penataan ruang Kawasan Jabodetabek-

Punjur adalah:

1. Terwujudnya kerjasama penataan ruang antar Pemerintah Kabupaten dan Kota

dalam Kawasan Bopunjur, yaitu:

Page 24: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

10

a. Sinkronisasi pemanfaatan kawasan lindung dan budidaya untuk

meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup yang penduduk;

b. Sinkronisasi pengembangan prasarana dan sarana wilayah secara terpadu;

c. Kesepakatan antar daerah untuk mengembangkan sektor-sektor prioritas

dan kawasan-kawasan prioritas menurut tingkat kepentingan bersama.

2. Terwujudnya peningkatan fungsi lindung terhadap tanah, air, udara, flora, dan

fauna dengan ketentuan:

a. Tingkat erosi yang tidak mengganggu;

b. Tingkat peresapan air hujan dan air permukaan yang menjamin

tercegahnya bencana banjir dan ketersediaan air sepanjang tahun;

c. Kualitas air yang menjamin kesehatan lingkungan;

d. Situ yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air, sumber air baku, dan

sistem irigasi;

e. Pelestarian flora dan fauna yang menjamin pengawetan keanekaragaman

jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya;

f. Tingkat perubahan suhu dan kualitas udara tetap menjamin kenyamanan

kehidupan lingkungan hidup.

3. Terciptanya optimalisasi fungsi budidaya, dengan ketentuan:

a. Kegiatan budidaya yang tidak melampaui daya dukung dan ketersediaan

sumber daya alam dan energi;

b. Kegiatan usaha pertanian yang memperhatikan konservasi air dan tanah;

c. Daya tampung bagi penduduk yang selaras dengan kemampuan

penyediaan prasarana dan sarana lingkungan yang bersih dan sehat serta

dapat mewujudkan jasa pelayanan yang optimal;

d. Pengembangan kegiatan industri yang menunjang pengembangan kegiatan

ekonomi lainnya;

e. Kegiatan pariwisata yang tetap menjamin kenyamanan dan keamanan

masyarakat, serasi dengan lingkungan, serta dapat meningkatkan

kesejahteraan penduduk;

f. Tingkat gangguan pencemaran lingkungan serendah-rendahnya dari

kegiatan transportasi, industri, dan pemukiman melalui penerapan baku

mutu lingkungan hidup.

Page 25: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

11

4. Tercapainya keseimbangan antara fungsi lindung dan budidaya.

2.5. DAS (Daerah Aliran Sungai) Ciliwung

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan lahan total dan permukaan air

yang dibatasi oleh suatu batas air topografi dan yang dengan salah satu cara

memberikan sumbangan terhadap debit suatu sungai pada suatu irisan melintang

tertentu. Dinyatakan bahwa di Indonesia pada tahun 1989 terdapat 36 Daerah

Aliran Sungai (DAS) menderita erosi berat, 13 diantaranya terdapat di Pulau

Jawa. Luas lahan kritis pada saat itu adalah sekitar 10,63 juta hektar, dimana

42,81 persen dan 57,19 persen dari luasan itu berturut-turut dijumpai di dalam

kawasan hutan dan di luar kawasan hutan (Rayes, 2007).

Salah satu dari beberapa DAS yang tergolong kritis dan termasuk ke dalam

DAS super prioritas adalah DAS Ciliwung. Pada dekade ini DAS Ciliwung

mengalami perubahan-perubahan kearah yang merugikan, dimana

penggunaan/konversi lahan bagian hulu bertambah besar, meningkatnya

permukiman penduduk/ industri sepanjang sungai, dan fluktuasi debit yang tinggi.

Pada dasarnya, DAS Ciliwung mempunyai karakteristik yang hampir sama

dengan DAS kritis lainnya, akan tetapi ada beberapa hal yang menyebabkan DAS

Ciliwung mendapat sorotan yang lebih banyak dibandingkan DAS lainnya, antara

lain karena:

a. Wilayah hilir DAS Ciliwung mencakup daerah ibukota Negara (DKI

Jakarta) yang sangat kaya akan aset-aset nasional dan pemukiman

penduduk,

b. Kerusakan wilayah hulu DAS Ciliwung diakibatkan oleh tumbuh dan

berkembangnya perumahan, industri, pariwisata/agrowisata, dan prasarana

lainnya yang tidak berwawasan lingkungan, dan

c. Wilayah hulu DAS Ciliwung merupakan kawasan wisata yang terus

berkembang mengakibatkan tekanan terhadap sumberdaya ait terus

berlanjut sehingga membutuhkan perencanaan yang dapat mengakomodasi

perkembangan tersebut.

Berdasarkan data yang bersumber dari hasil review lahan kritis BPDAS

Citarum Ciliwung Tahun 2009, kerusakan lahan DAS Ciliwung hampir mencapai

Page 26: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

12

40 persen. Dari total luas DAS Ciliwung yang mencapai 39.017,12 hektar, seluas

12.036,81 hektar atau 30,85 persennya mengalami kritis. Di lahan DAS Ciliwung

yang rusak 100 persen adalah Sukabumi. Dari total luas DAS Ciliwung di

Sukabumi 52,58 hektar, seluruhnya saat ini rusak. Dan Cianjur menempati urutan

kedua yang lahan DAS-nya rusak akibat tedegradasi yakni dari total luas lahan

349,15 hektar, seluas 265,26 hektar atau 75,97 persen dalam keadaan kritis.

Sedangkan di urutan ketiga ditempati Kabupaten Bogor. Dari total lahan DAS

Ciliwung 20.280,00 hektar, seluas 9.350,98 hektar sudah rusak atau 46,11

persennya kritis (Harian Pos Kota, 19 Juni 2010).

2.6. Evaluasi Lahan

Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tataguna lahan.

Inti evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe

penggunaan lahan yang akan diterapkan, dengan sifat-sifat atau kualitas lahan

yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara ini, maka akan

diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaian/kemampuan lahan untuk tipe

penggunaan lahan tersebut. Tujuan evaluasi lahan (Land Evaluation atau Land

Assessement) adalah menentukan nilai suatu lahan untuk tujuan tertentu. Menurut

FAO (1976) dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), evaluasi lahan perlu

juga memperhatikan aspek ekonomi, sosial, serta lingkungan yang berkaitan

dengan perencanaan tataguna lahan.

Menurut Sitorus (1985), fungsi evaluasi sumberdaya lahan untuk

memberikan pengertian tentang hubungan-hubungan antara kondisi lahan dan

penggunaannya serta memberikan kepada perencana berbagai perbandingan dan

alternatif pilihan penggunaan yang dapat diharapkan berhasil. Dengan demikian

manfaat yang mendasar dari evaluasi sumberdaya lahan adalah untuk menilai

kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan lahan yang akan dilakukan. Hal ini

penting terutama apabila perubahan penggunaan lahan tersebut diharapkan akan

menyebabkan perubahan-perubahan besar terhadap keadaan lingkungannya.

Informasi mengenai sumberdaya fisik wilayah sangat diperlukan untuk

dapat melaksanakan penyelenggaraan penataan ruang dengan baik. Evaluasi

Page 27: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

13

sumberdaya fisik wilayah meliputi sumberdaya alam seperti lahan, hutan, mineral,

perairan, pesisir dan laut, potensi bencana alam, dan lain-lain. Evaluasi

sumberdaya fisik wilayah akan sangat terkait dengan daya dukung dan

sumberdaya yang terkandung dalam ruang (Rustiadi et al., 2011).

2.7. Sistem Informasi Geografi (SIG)

Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan suatu sistem komputer untuk

menangkap, mengatur, mengintegrasi, memanipulasi, menganalisis, dan

menyajikan data yang bereferensi ke bumi (Barus, 2005). Dengan kata lain,

menurut Barus dan Wiradisatra (2000) SIG adalah suatu sistem basis data dengan

kemampuan khusus untuk data yang bereferensi spasial bersamaan dengan

seperangkat operasi kerja. Komponen utama dalam Sistem Informasi Geografis

dibagi kedalam empat komponen utama, yaitu: perangkat keras, perangkat lunak,

organisasi/manajemen dan pemakai. Kombinasi yang benar antara keempat

komponen utama tersebut akan menentukan suatu proses pengembangan Sistem

Informasi Geografi.

Menurut Buchori (2010), SIG seringkali didefinisikan sebagai sistem

komputer yang dapat dipergunakan untuk mengelola data keruangan, baik berupa

gambar/peta ataupun tabel, sekaligus memahami keterkaitan di antara keduanya.

SIG dikenal memiliki berbagai kemampuan terkait dengan pengelolaan basis data,

analisis keruangan, dan penampilan hasil-hasil analisis keruangan. Dengan sistem

ini, berbagai analisis keruangan berbasis peta (map analysis) dan tabel (tabular

analysis) dapat dilakukan dengan cepat, mudah, dan akurat. Sistem ini juga

mampu mengintegrasikan kedua format data tersebut sehingga mempermudah

para pengambil keputusan/pelaku pembangunan untuk mengambil

keputusan/kebijakan yang berdimensi keruangan (spatial).

Page 28: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

14

III. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai

dengan November 2011 dengan cakupan wilayah penelitian Sub DAS CIliwung

Hulu yang secara geografis terletak pada 6o 37’ 48’’ – 6

o 46’ 12’’ Lintang Selatan

(LS) dan 106o 49’ 48’’ – 107

o 00’ 00’’ Bujur Timur (BT). Wilayah Sub DAS

Ciliwung Hulu meliputi Kabupaten Bogor dan khususnya di beberapa kecamatan

yaitu: Kecamatan Ciawi, Kecamatan Cisarua, Kecamatan Megamendung, dan

Kecamatan Sukaraja.

Pengolahan peta analog dan peta digital serta analisis data dilakukan di

Laboratorium Perencanaan Pengembangan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah dan

Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan Pusat

Pengkajian Perencanaan Pengembangan Wilayah (P4W) LPPM IPB. Pengecekan

lapang dilakukan di daerah penelitian yaitu kawasan sekitar Sub DAS Ciliwung

Hulu. Lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Wilayah Penelitian

Page 29: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

15

3.2. Data, Sumber Data, dan Alat

Data yang digunakan untuk mendukung dan sumber data yang digunakan

dalam penelitian ini ditujukan pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian

No. Jenis Data Sumber Data

1

Citra ALOS Avnir yang

Diakuisisi pada 17 Juli 2009

Bagian Perencanaan Pengembangan

Wilayah, Departemen ITSL, IPB, Pusat

Pengkajian Perencanaan Pengembangan

Wilayah (P4W) LPPM IPB 2010

2 Peta Administrasi Desa

Provinsi Jawa Barat

Bapeda Provinsi Jawa Barat, Hasil

Update

3 Peta Rupa Bumi Indonesia Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan

Nasional (Bakosurtanal) (diperoleh dari

Bagian Penginderaan Jauh, Departemen

ITSL, IPB 1996)

4

5

Peta Tanah Semidetil DAS

Ciliwung Hulu skala 1:50.000

Peta Land System with Land

Suitability and Environmental

Hazard, Lembar: Jakarta skala

1:250.000

Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat

1992

Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat

1992, dimodifikasi sesuai kedalaman

yang digunakan pada penelitian ini

dengan skala hasil modifikasi 1:50.000

6 Peta Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW) Kabupaten

Bogor Tahun 2005-2025

Bappeda (diperoleh dari P4W-LPPM IPB

hasil digitasi ulang oleh Afifah (2010))

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat lunak Erdas

9.1, ArcGIS 9.3, ArcView GIS 3.3, Microsoft Office Word, Microsoft Office Excel,

Microsoft Access, Microsoft Visio, GPS dan kamera digital.

Page 30: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

16

3.3. Metode Penelitian

Secara garis besar penelitian ini terdiri dari empat tahap kegiatan, yaitu:

(1) tahap persiapan dan pengumpulan data, (2) tahap analisis spasial dan data, (3)

tahap pengecekan lapang, (4) tahap analisis data, dan (5) tahap penyusunan

laporan akhir.

Gambar 2. Bagan Alur Metode I

3.3.1. Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data

Tahap persiapan diawali dengan pengumpulan studi pustaka yang

berhubungan dengan kemampuan lahan, penataan ruang, penggunaan/penutupan

lahan eksisting kawasan Sub DAS Ciliwung Hulu, dan pustaka yang berkaitan

dengan penelitian ini. Selain itu juga pengumpulan data-data penunjang

penelitian, seperti peta tanah, peta administrasi, peta RTRW, data curah hujan dan

Page 31: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

17

citra ALOS. Setelah data terkumpul kemudian dilanjutkan dengan penyeragaman

atau kalibrasi data sehingga proses pengolahan dapat dilakukan.

3.3.2. Pengolahan Data Digital dan Analisis Spasial

Pada tahap yang kedua ini digunakan metode kombinasi teknik

penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografi (SIG) untuk menganalisis peta.

Pengolahan citra digital dan analisis spasial dilakukan dengan menggunakan

perangkat lunak ArcView GIS 3.3, ArcGIS 9.3, dan Erdas Imagine 9.1. Peta yang

berbentuk raster dilakukan registrasi dan koreksi geometrik terlebih dahulu

sehingga menghasilkan peta yang siap untuk di digitasi.

1. Koreksi Geometrik

Tahap koreksi geometrik (georeferencing) bertujuan untuk menyamakan

koordinat peta dengan koordinat sesungguhnya di lapangan atau merupakan

proses penempatan objek berupa raster atau image yang belum mempunyai acuan

sistem koordinat dan proyeksi tertentu. Peta yang dilakukan koreksi geometrik

adalah Peta Tanah Semidetil dan Peta Land System. Metode georeferencing

menggunakan koordinat yang tercantum pada peta analog. Koordinat yang

tercantum pada Peta Tanah Semidetil tersebut berupa decimal degree, maka

coordinate system yang digunakan adalah World Geographic System (WGS). Jika

koordinat berupa Universal Transverse Mercator (UTM), maka yang dugunakan

adalah Projected Coordinate System dengan zona wilayah 48 UTM. Tambahkan

titik ikat atau GCP (Ground Control Point) pada garis perpotongan koordinat.

Titik yang berwarna hijau merupakan source (koordinat gambar, sedangkan titik

berwarna merah merupakan destination (koordinat yang sebenarnya). Titik ikat

yang dibuat minimal berjumlah empat buah yang berseberangan untuk

mempermudah koreksi. Untuk hasil koreksi peta yang baik syarat besarnya RMS

Erorr tiap titik harus ≤ 1.

2. Proses Digitasi

Tahap digitasi dilakukan langsung pada layar komputer (on-screen

digitizing). Digitasi adalah suatu proses yang dilakukan untuk mengubah peta

Page 32: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

18

analog menjadi peta digital. Peta Tanah Semidetil dan Peta Land System yang

sudah di digitasi dengan koordinat decimal degree di convert menjadi koordinat

UTM zona 48 S. Citra ALOS yang sudah terkoreksi di potong (subset image)

pada software Erdas Imagine 9.1 sesuai batas wilayah Sub DAS Ciliwung Hulu.

Digitasi citra ALOS dilakukan dengan batas administratif Sub DAS CIliwung

Hulu.

3. Interpretasi Visual

Analisis visual (interpretasi secara visual) merupakan suatu kegiatan untuk

mendeteksi obyek-obyek yang ada dipermukaan bumi yang tampak pada citra

dengan mengenalinya atas dasar karakteristik citra. Pendekatan ini melibatkan

analisis/interpreter untuk mendapatkan informasi yang terekam pada citra dengan

cara interpretasi visual. Elemen-elemen diagnostik dalam analisi visual yang

digunakan adalah rona, warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, bayangan, situs, dan

asosiasi. Rona adalah tingkat kegelapan atau kecerahan obyek pada citra. Warna

adalah wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum tampak.

Ukuran adalah atribut obyek yang berkaitan dengan jarak, luas, tinggi, lereng,

dan volume. Bentuk adalah variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi atau

kerangka suatu obyek. Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra atau

pengulangan rona obyek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual.

Pola adalah susunan keruangan obyek yang merupakan ciri yang memadai bagi

beberapa obyek alamiah. Bayangan, dapat membantu memberikan gambaran

profil suatu obyek, atau bahkan menghalangi proses interpretasi akibat kurangnya

cahaya sehingga sukar diamati pada foto udara. Situs adalah lokasi obyek dalam

hubungannya dengan obyek lain yang sangat berguna untuk membantu

pengenalan suatu obyek. Asosiasi dapat diartikan sebagai keterkaitan antara

obyek yang satu dengan obyek yang lain.

Dari interpretasi peta penggunaan/penutupan lahan wilayah Sub DAS

Ciliwung Hulu, diperoleh delapan bentuk penggunaan/penutupan lahan, yaitu

hutan, semak/belukar, kebun/perkebunan, tegalan/ladang, sawah tadah hujan,

sawah irigasi, rumput/tanah kosong, dan pemukiman.

Page 33: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

19

4. Ekstraksi Landform

Tahap ekstraksi ini bertujuan untuk menghasilkan beberapa parameter peta

dari suatu peta dari data atribut peta tersebut. Peta Tanah Semidetil diekstrak

menjadi peta kemiringan lereng, peta drainase tanah dan peta tekstur tanah,

sedangkan Peta Land System diekstrak menjadi peta kedalaman tanah dengan

modifikasi skala menggunakan bantuan dari DEM SRTM dan Peta Tanah

Semidetil.

5. Tumpang Tindih (Overlay)

Pada tahap ini dilakukan dengan menggunakan metode overlay peta

digital. Peta kelas erosi diperoleh dari hasil overlay antara peta

penggunaan/penutupan lahan dan peta tanah. Lima faktor pembatas yang

ditumpangtindihkan, yaitu peta kemiringan lereng, peta erosi, peta kedalaman

tanah, peta tekstur tanah, dan peta drainase tanah.

6. Penetapan Kemampuan Fisik Lahan

Pada tahap ini, penentuan kemampuan fisik lahan yang dikategorikan ke

dalam bentuk kelas dan subkelas. Besarnya hambatan yang ada untuk masing-

masing parameter menentukan masuk ke dalam kelas dan subkelas mana lahan

tersebut.

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 tahun

2009, penentuan kelas dan subkelas kemampuan lahan dilakukan dengan teknik

Boolean. Kemampuan fisik lahan dikelaskan ke dalam 8 (delapan) kelas, yaitu

kelas I sampai dengan kelas VIII. Kemampuan lahan kategori kelas dapat dibagi

ke dalam kategori subkelas yang didasarkan pada jenis faktor penghambat atau

ancaman dalam penggunaannya. Kategori subkelas hanya berlaku untuk kelas II

sampai dengan kelas VIII, karena lahan kelas I tidak mempunyai faktor

penghambat. Kelas kemampuan lahan dapat dirinci ke dalam subkelas

berdasarkan empat faktor penghambat, yaitu kemiringan lereng (t), penghambat

terhadap perakaran tanaman (s), tingkat erosi/bahaya erosi (e), dan genangan air

(w).

Page 34: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

20

Dari hasil overlay peta, diperoleh kombinasi kelima faktor pembatas, yaitu

kemiringan lereng, tingkat kelas erosi, kedalaman tanah, drainase tanah, dan

tekstur tanah, sehingga dapat dilakukan identifikasi kelas kemampuan lahan.

Besarnya faktor pembatas yang ada menentukan masuk ke dalam kelas dan

subkelas mana lahan tersebut. Sebagai contoh, lahan yang memiliki kemiringan

lereng datar dan tidak mempunyai faktor pembatas dari parameter lainnya masuk

ke dalam kelas I. Contoh yang lebih rinci untuk mengidentifikasi kelas dan

subkelas lahan dijabarkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Contoh Identifikasi Kelas dan Subkelas Kemampuan Lahan

No. No. Sampel 1

Kode Kemampuan

Lahan Faktor Pembatas Data

1 Kemiringan Lereng > 3 - 8 % B II

2 Tingkat Erosi Erosi Ringan e1 II

3 Kedalaman Tanah Dalam k0 I

4 Tekstur Tanah Halus t1 I

5 Drainase Tanah Baik d0 I

Kelas

II

Subkelas II t, e

Dari penjabaran pada Tabel 3, maka lahan dengan unit karakteristik

tersebut masuk ke dalam kategori kelas II dengan faktor pembatas kemiringan

lereng (t) dan tingkat erosi (e).

Setelah peta penggunaan/penutupan lahan didigitasi dan diinterpretasi dan

setelah ditentukan kelas kemampuan lahan beserta faktor-faktor pembatasnya,

selanjutnya dilakukan tumpang tindih (overlay). Kombinasi peta yang

ditumpangtindihkan, yaitu peta penggunaan/penutupan lahan eksisting dengan

peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor tahun 2005-2025,

peta penggunaan/penutupan lahan eksisting dengan peta kemampuan lahan, dan

peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor tahun 2005-2025

dengan peta kemampuan lahan. Masing-masing kombinasi peta yang

ditumpangtindihkan tersebut dioverlay dengan peta administrasi Sub DAS

Ciliwung Hulu. Kemudian dilakukan penghitungan luas masing-masing poligon

dalam satuan meter. Kemudian peta hasil kombinasi tumpang tindih di-query

berdasarkan matrik logika inkonsistensi terhadap RTRW (Lampiran 1) dan matrik

Page 35: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

21

logika ketidaksesuaian terhadap kemampuan lahan (Lampiran 2 dan 3) yang

menghasilkan 3 kombinasi peta tersebut.

3.3.3. Pengecekan Lapang

Data untuk pengecekan lapang (ground checking) mengacu pada

kombinasi peta inkonsistensi penggunaan/penutupan lahan eksisting terhadap

RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005-2025 dan kombinasi peta ketidaksesuaian

penggunaan/penutupan lahan eksisting terhadap kemampuan lahan. Pengambilan

sampel dilakukan secara acak (random) agar keterwakilan data baik. Menurut

Nasution (2003), pada pengambilan sampel secara random, setiap unit populasi,

mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel. Dengan cara

random, bias pemilihan dapat diperkecil, sekecil mungkin. Ini merupakan salah

satu usaha untuk mendapatkan sampel yang representatif.

Sampel pengecekan lapang dilakukan pada poligon terluas yang mewakili

setiap kombinasi menurut kelas penggunaan/penutupan lahan dan menurut kelas

peruntukan lahan RTRW untuk peta inkonsistensi penggunaan/penutupan lahan

eksisting terhadap RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005-2025, serta pada poligon

terluas yang mewakili setiap kombinasi menurut kelas penggunaan/penutupan

lahan dan menurut kelas kemampuan lahan untuk peta ketidaksesuaian

penggunaan/penutupan lahan eksisting terhadap kemampuan lahan.

Pengecekan data lapang dilakukan untuk mengamati kondisi aktual

penggunaan lahan. Urgensi dari pengecekan data lapang adalah untuk

memperkuat hasil analisis interpretasi, terutama dalam kaitannya dengan

pengkoreksian peta penggunaan lahan, sehingga hasil akhir data yang di dapat

memiliki tingkat akurasi dan keterwakilan yang tinggi. Data lapang yang

diperoleh kembali dicocokkan dengan data hasil analisis yang pertama.

Pengecekan lapang dilaksanakan selama tiga hari pada minggu pertama

bulan November 2011, pada pukul 08.00 – 17.00 WIB. Alat yang digunakan

untuk pengecekan lapang adalah GPS, kamera digital, dan alat tulis.

Page 36: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

22

3.3.4. Tahap Analisis Data

Data untuk keperluan analisis selanjutnya diektrak dari data atribut dari 3

kombinasi peta, dengan menggunakan MS Office Excell pada format file dbase

(.dbf). Kemudian luas yang dalam satuan meter persegi (m2) di konversi ke dalam

satuan hektar (Ha). Analisis data kombinasi menggunakan pivot table untuk

melihat luas poligon (Ha) dan jumlah poligon masing-masing kombinasi.

Gambar 3. Bagan Alur Metode II

Page 37: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

23

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1. Letak dan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian terletak di Kawasan Puncak, Sub DAS CIliwung Hulu,

Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kawasan ini merupakan daerah dataran tinggi

karena berada pada daerah pegunungan. Secara astronomis daerah ini terletak

pada kedudukan 6o 37’ 48’’ – 6

o 46’ 12’’ Lintang Selatan (LS) dan 106

o 49’ 48’’

– 107o 00’ 00’’ Bujur Timur (BT). Sub DAS Ciliwung Hulu di Kabupaten Bogor

mencakup 4 (empat) kecamatan, yaitu Kecamatan Ciawi, Kecamatan Cisarua,

Kecamatan Megamendung, dan Kecamatan Sukaraja.

Lokasi penelitian memiliki luas 14.587,06 Ha yang meliputi 27 desa untuk

4 kecamatan. Untuk lebih rinci luas setiap kecamatan dan desa yang terdapat di

wilayah Sub DAS Ciliwung Hulu disajikan pada Tabel 4.

Gambar 4. Peta Administrasi Wilayah Penelitian

Page 38: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

24

Tabel 4. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kecamatan dan Desa di Daerah

Penelitian

No Kode Kecamatan Desa Luas Total Luas

Ha % Ha %

1 3201100004 Ciawi Bojong Murni 905.80 6.21 1412.70 9.68

2 3201100006

Banjar Sari 37.41 0.26

3 3201100010

Banjar Waru 31.98 0.22

4 3201100011

Ciawi 55.92 0.38

5 3201100012

Bendungan 149.37 1.02

6 3201100013 Pandansari 232.21 1.59

7 3201110001 Cisarua Citeko 584.07 4.00 7098.50 48.66

8 3201110002

Cibeureum 1118.12 7.67

9 3201110003

Tugu Selatan 2428.47 16.65

10 3201110004

Tugu Utara 1133.51 7.77

11 3201110005

Batu Layang 272.29 1.87

12 3201110006

Cisarua 240.52 1.65

13 3201110007

Kopo 652.85 4.48

14 3201110008

Leuwimalang 135.93 0.93

15 3201110009

Jogjogan 236.73 1.62

16 3201110010

Cilember 296.01 2.03

17 3201120001 Megamendung Sukaresmi 229.91 1.58 5911.93 40.53

18 3201120002

Sukagalih 408.92 2.80

19 3201120003

Kuta 548.52 3.76

20 3201120004

Sukakarya 435.20 2.98

21 3201120005

Sukamanah 104.42 0.72

22 3201120006

Sukamaju 212.79 1.46

23 3201120008

Gadog 441.10 3.02

24 3201120009

Cipayung Datar 963.43 6.60

25 3201120010

Cipayung Girang 197.67 1.36

26 3201120011

Megamendung 2369.97 16.25

27 3201130001 Sukaraja Cibanon 163.92 1.12 163.92 1.12

Total Luas 14587.06 100

Sumber : Hasil Analisis 2011, dari Peta Administrasi Desa Provinsi Jawa Barat

4.2. Iklim

Sub DAS Ciliwung Hulu terletak di ketinggian 1.530 mdpl, topografi

bergelombang dan berbukit, kelas lereng 2,7%-74,3% dengan panjang lereng 500-

700 m. Curah hujan rata-rata di daerah Sub DAS Ciliwung Hulu sebesar 2.929 –

4.956 mm/tahun. Perbedaan bulan basah dan bulan kering sangat mencolok, yaitu

10,9 Bulan basah per tahun dan hanya 0,6 Bulan kering per tahun. Tipe iklim

menurut sistem klasifikasi Smith dan Ferguson (1951) dalam Aditama (2007)

yang didasarkan pada besarnya curah hujan, yaitu Bulan Basah (> 200 mm) dan

Bulan Kering (< 100 m) adalah termasuk ke dalam Tipe A.

Page 39: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

25

4.3. Geologi dan Geomorfologi

Formasi batuan yang menutupi wilayah sekitar Bogor terdapat 4 satuan,

yaitu bahan volkan, aluvial sungai, breksi bersusunan andesit dan bahan napal

(LPT, 1986 dalam Aditama, 2007).

Jurusan Tanah IPB (1990) menyatakan bahwa kondisi geologi daerah

penelitian dapat dibagi atas 4 formasi geologi, yaitu Formasi Qvu: Terletak pada

bagian atas dari Sub DAS yang mempunyai lereng rata-rata di atas 40%. Formasi

ini merupakan endapan lahar, aliran lava, breksi gunung api, batu pasir tufa.

Formasi Qvba: Terletak pada bagian atas Sub DAS, formasi ini merupakan aliran

basal dari Geger Bentang. Formasi Qvb: Terdiri dari breksi gunung api, lahar.

Formasi Qv: Formasi ini terletak pada outlet dengan luasan yang kecil, merupakan

lempeng tufa, pasir tufa, konglomerat, dan endapan lahar.

Geomorfologi Sub DAS Ciliwung Hulu didominasi oleh dataran volkanik

tua dengan bentuk wilayah bergunung, hanya sebagian kecil yang merupakan

dataran alluvial. Geomorfologi daerah ini dibentuk oleh dua gunung api muda,

yaitu Gunung Salak (2.211 m) dan Gunung Gede Pangrango (3.019 m).

Rangkaian pegunungan api tua yang terdiri dari Gunung Malang (1.262 m),

Gunung Limo, Gunung Kencana, dan Gunung Gendongan (Riyadi dalam

Janudianto, 2004).

4.4. Tanah

Tanah-tanah yang terbentuk umumnya berasal dari bahan induk abu

volkan dan batuan piroklastik. Pada Peta Tanah Semidetil Tahun 1992 skala

1:50.000 yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, jenis

tanah yang terdapat di Sub DAS Ciliwung Hulu meliputi order Andisol, Ultisol,

Inceptisol, dan Entisol yang masing-masing sebesar 38%, 11%, 48%, dan 2,1%

(Janudianto, 2004).

Inceptisol adalah tanah yang mulai berkembang tetapi belum matang yang

ditandai oleh perkembangan profil yang lemah dan masih banyak menyerupai

sifat bahan induknya (Rachim dan Suwardi, 2002). Inceptisol di daerah penelitian

dijumpai dalam bentuk Asosiasi Andic Humitropepts-Typic Dystropepts,

Page 40: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

26

Konsosiasi Typic Dystropepts, dan Konsosiasi Typic Eutropepts. Umumnya

ditemukan di daerah lereng tengah hingga lereng bawah dari area penelitian.

Andisol terbentuk dari pelapukan bahan induk volkan yang menghasilkan bahan

amorf. Bahan amorf terdiri dari alofan, ferrihidrit, dan senyawa kompleks humus-

aluminium. Tanah ini berwarna hitam kelam, berbobot isi rendah (<0,85g/cm3),

dan dikenal terasa berminyak (smeary) bila diremas karena mengandung bahan

organik antara 8% hingga 30%.

Andisol banyak ditemukan di daerah berelevasi tinggi seperti lereng atas

dan sekitar puncak Gunung Mandalawangi, Gunung Joglog, Gunung Sumbul, dan

Gunung Mas. Umumnya Andisol berada dalam bentuk konsosiasi Typic

Hapludands, dan Asosiasi Typic Hapludands dan Typic Tropopsamments. Ultisol

merupakan tanah yang memiliki horison argilik dengan kejenuhan basa kurang

dari 35%. Ultisol terbentuk di daerah dengan bahan induk yang berumur lebih tua,

akibatkan oleh proses liksiviasi lebih lanjut yang akan membentuk horizon argilik.

Di daerah penelitian, Ultisol berada dalam bentuk konsosiasi Typic Hapludults,

ditemukan di bagian utara daerah penelitian. Entisol merupakan tanah-tanah yang

tingkat perkembangannya relatif baru. Di daerah penelitian, Entisol menyebar di

sepanjang bantaran Sungai Ciliwung dalam bentuk kompleks Typic Troporthents-

Typic Fluvaquents. Luas penyebaran tanah di setiap kecamatan di Sub DAS

Ciliwung Hulu disajikan pada Lampiran 4.

Page 41: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

27

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Penggunaan / Penutupan Lahan Eksisting

Penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu hasil digitasi

citra ALOS tahun 2009 memiliki 9 tipe penggunaan/penutupan lahan, yaitu hutan,

pemukiman, kebun/perkebunan, tegalan/ladang, sawah tadah hujan, sawah irigasi,

semak/belukar, air tawar, dan rumput/tanah kosong, seperti yang terlihat pada peta

(Gambar 5). Penggunaan/penutupan lahan terluas di daerah penelitian adalah

penggunaan/penutupan lahan hutan sebesar 5.269,80 Ha atau 36,13% dari total

luas daerah penelitian. Hal tersebut karena daerah penelitian merupakan daerah

konservasi air yang berfungsi memberikan perlindungan bagi daerah di bawahnya,

yaitu Kota Bogor dan DKI Jakarta. Pemukiman memiliki luasan terluas kedua,

yaitu sebesar 3.446,78 Ha atau 23,63% dari total luas daerah penelitian. Luas

pemukiman yang cukup tinggi dapat memungkinkan terjadinya penyimpangan

penggunaan/penutupan lahan baik dari peruntukan lahan RTRW, maupun

kemampuan lahan di daerah penelitian yang seharusnya sebagai kawasan lindung

ataupun kawasan pertanian menjadi kawasan terbangun. Luas masing-masing

penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS CIliwung Hulu disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Penggunaan/Penutupan Lahan di Sub

DAS Ciliwung Hulu

No. Penggunaan/Penutupan

Lahan

Luas

Ha %

1 Hutan 5269.80 36.13

2 Pemukiman 3446.78 23.63

3 Kebun / Perkebunan 2619.05 17.95

4 Tegalan / Ladang 2086.91 14.31

5 Sawah Tadah Hujan 838.40 5.75

6 Semak / Belukar 171.20 1.17

7 Sawah Irigasi 62.84 0.43

8 Air Tawar 46.30 0.32

9 Rumput / Tanah Kosong 45.78 0.31

Total Luas 14587.06 100

Sumber: Hasil Analisis, 2011

Page 42: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

28

Gambar 5. Peta Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting tahun 2009 di Sub DAS

Ciliwung Hulu

5.2. Klasifikasi Kemampuan Lahan

Hasil overlay antara beberapa unsur lahan seperti kemiringan lereng, erosi,

kedalaman tanah, tekstur, dan drainase, akan diperoleh klasifikasi kemampuan

lahan. Klasifikasi kemampuan lahan meliputi kelas dan subkelas kemampuan

lahan. Kelas kemampuan lahan memiliki tingkat kesamaan faktor-faktor pembatas

dengan 8 kelas kemampuan lahan yang dikelompokkan ke dalam kelas I sampai

dengan kelas VIII. Dalam kaitannya dengan penggunaan lahan, semakin tinggi

kelas kemampuan lahannya maka semakin sedikit pilihan penggunaan lahannya,

dimana pertimbangan kualitas lahan yang semakin buruk dan memiliki faktor

pembatas yang besar. Sedangkan semakin rendah kelas kemampuan lahannya

maka kualitas lahannya semakin baik dan memiliki faktor pembatas yang kecil,

sehingga sesuai untuk banyak penggunaan lahan.

Page 43: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

29

Dalam analisis yang dilakukan di daerah penelitian terdapat 7 (tujuh) kelas

kemampuan lahan antara lain kelas I, II, III, IV, VI, VII, dan VIII yang tersebar di

masing-masing kecamatan. Kelas kemampuan lahan terluas dimiliki oleh lahan

kelas VIII, yaitu sebesar 3.345,95 Ha atau 22,94% dari total luas kelas

kemampuan lahan di daerah penelitian. Hal tersebut sesuai karena wilayah

penelitian terdapat di kaki gunung Gunung Pangrango yang berfungsi sebagai

daerah resapan air dan termasuk kawasan lindung yang memiliki kelas

kemampuan lahan VIII. Luas masing-masing kelas kemampuan lahan disajikan

pada Tabel 6. Pada lahan di kecamatan Cisarua dan kecamatan Megamendung

terdapat lahan kelas I, II, III, IV, VI, VII, dan VIII. Sedangkan pada kecamatan

Ciawi terdapat lahan kelas II, III, IV, VI, VII, dan VIII. Lahan di kecamatan

Sukaraja hanya terdapat lahan kelas IV, VI dan VII. Peta penyebaran klasifikasi

kemampuan lahan disajikan pada Gambar 6.

Setiap kelas kemampuan lahan memiliki masing-masing faktor pembatas

yang berbeda dan setiap kesamaan jenis faktor pembatas tersebut dapat

mengklasifikasikan subkelas kemampuan lahan. Untuk kelas kemampuan lahan I

tidak memiliki faktor pembatas sehingga cocok untuk digunakan sebagai

penggunaan lahan apapun. Kemampuan lahan kelas II dengan kemiringan lereng

>3%-8% memiliki tingkat erosi yang ringan dan kedalaman tanah yang sedang,

serta drainase tanahnya yang baik dan agak terhambat masih memiliki pilihan

penggunaan yang relatif banyak tetapi untuk penggunaan lahan yang sangat

intensif sangat tidak disarankan pada kelas kemampuan lahan ini.

Kemampuan lahan kelas III memiliki pilihan penggunaan lahan yang lebih

sedikit dari kelas kemampuan lahan II karena memiliki faktor pembatas yang

lebih berat, seperti kemiringan lereng >8%-15%, tingkat erosi sedang, kedalaman

tanahnya dangkal, dan berdrainase sedang. Faktor pembatas yang lebih berat lagi

terjadi pada kemampuan lahan kelas IV yang memiliki kemiringan lereng >15%-

30%, tingkat erosi agak berat, dan berdrainase baik dan cepat. Sedangkan untuk

kemampuan lahan kelas VI, menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007),

sudah tidak cocok digunakan untuk penggunaan lahan pertanian karena memiliki

faktor pembatas yang berat, yaitu kemiringan lereng >30%-45% dan tingkat erosi

berat.

Page 44: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

30

Menurut Arsyad (2006), tanah-tanah dengan kelas kemampuan lahan VII

memiliki faktor pembatas yang berat dan tidak dapat dihilangkan, seperti terdapat

pada kemiringan lereng >45%-65% dan tingkat erosi yang sangat berat. Lahan

kelas kemampuan VIII lebih sesuai jika dibiarkan dalam keadaan alami dengan

faktor pembatas dalam penelitian ini adalah terdapat pada kemiringan lereng

>65% dan memiliki tekstur tanah yang sedang hingga kasar. Rincian faktor

pembatas setiap kelas kemampuan lahan dapat dilihat pada Tabel 7. Pada kelas II,

kelas VI, dan kelas VII faktor yang menjadi pembatas adalah kemiringan lereng

(t) dan erosi (e). Pada kelas III faktor yang menjadi pembatas adalah kemiringan

lereng (t), erosi (e), kedalaman tanah atau tekstur (s), dan drainase (w). Sedangkan

pada kelas IV faktor yang menjadi pembatas adalah kemiringan lereng (t), erosi

(e), dan drainase (w). Pada kelas VIII faktor yang menjadi pembatas adalah

kemiringan lereng (t), dan kedalaman tanah atau tekstur (s). Luas masing-masing

subkelas kemampuan lahan disajikan pada Tabel 6.

Gambar 6. Peta Penyebaran Kelas dan Subkelas Kemampuan Lahan

Page 45: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

Tabel 6. Luas (Ha) dan Proporsi (%) Kelas dan Subkelas Kemampuan Lahan

No. Kemampuan Lahan Ciawi Cisarua Megamendung Sukaraja Total Luas

Kelas Subkelas Ha % Ha % Ha % Ha % Ha %

1 I

- - 168.47 1.15 24.03 0.16 - - 192.50 1.32 2 II

73.06 0.50 822.05 5.64 758.23 5.20 - - 1653.34 11.33

3

II e 42.69 0.29 136.21 0.93 163.72 1.12 - - 342.63 2.35 4 II t, e 30.37 0.21 685.84 4.70 594.50 4.08 - - 1310.72 8.99

5 III

352.64 2.42 1434.41 9.83 998.86 6.85 - - 2785.90 19.10 6

III e 242.03 1.66 - - 258.71 1.77 - - 500.74 3.43

7

III e, s - - - - 2.53 0.02 - - 2.53 0.02 8

III s - - - - 23.84 0.16 - - 23.84 0.16

9

III t 12.01 0.08 786.96 5.39 202.05 1.39 - - 1001.02 6.86 10

III t, e 19.12 0.13 647.45 4.44 511.51 3.51 - - 1178.08 8.08

11

III t, e, w 76.77 0.53 - - - - - - 76.77 0.53 12 III t,w 2.70 0.02 - - 0.21 0.00 - - 2.91 0.02

13 IV

15.90 0.11 716.75 4.91 1460.37 10.01 9.87 0.07 2202.90 15.10 14

IV e 13.45 0.09 85.35 0.59 187.35 1.28 9.17 0.06 295.33 2.02

15

IV t, e - - 631.40 4.33 1248.56 8.56 0.70 0.00 1880.66 12.89 16 IV t, e, w 2.46 0.02 - - 24.45 0.17 - - 26.91 0.18

17 VI

29.04 0.20 517.86 3.55 888.36 6.09 125.18 0.86 1560.44 10.70 18

VI e 14.01 0.10 347.52 2.38 161.70 1.11 125.18 0.86 648.41 4.45

19

VI t 15.03 0.10 137.14 0.94 674.86 4.63 - - 827.02 5.67

20 VI t, e - - 33.20 0.23 51.80 0.36 - - 85.00 0.58

21 VII

40.71 0.28 1075.63 7.37 1700.81 11.66 28.87 0.20 2846.02 19.51 22

VII e 40.71 0.28 214.26 1.47 279.33 1.91 28.87 0.20 563.17 3.86

23

VII t - - 746.14 5.12 1420.70 9.74 - - 2166.84 14.85 24 VII t, e - - 115.24 0.79 0.78 0.01 - - 116.02 0.80

25 VIII

901.34 6.18 2363.33 16.20 81.28 0.56 - - 3345.95 22.94 26

VIII s 49.62 0.34 1392.22 9.54 - - - - 1441.84 9.88

27 VIII t, s 851.72 5.84 971.11 6.66 81.28 0.56 - - 1904.11 13.05

28 Total Luas

1412.70 9.68 7098.50 48.66 5911.93 40.53 163.92 1.12 14587.06 100

Sumber : Hasil Analisis, 2011

Page 46: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

Tabel 7. Faktor Pembatas Setiap Kelas Kemampuan Lahan yang Dianalisis

No. Faktor

Pembatas

Kelas Kemampuan Lahan

I II III IV VI VII VIII

1 Kemiringan

lereng 0 - < 3 % > 3 - 8 %

> 8 - 15

%

> 15 -

30 %

> 30 -

45 %

> 45 -

65 % > 65 %

2 Tingkat

erosi

Tidak ada

erosi

Erosi

ringan

Erosi

sedang

Erosi

agak

berat

Erosi

berat

Erosi

sangat

berat

(*)

3 Kedalaman

tanah Dalam Sedang Dangkal (*) (*) (*) (*)

4 Tekstur Halus (*) (*) (*) (*) (*)

Sedang

dan

kasar

5 Drainase Baik

Baik dan

agak

terhambat

Sedang

Baik

dan

cepat

(*) (*) (*)

(*) : dapat mempunyai sembarang faktor pembatas

Sumber: Hasil Analisis, 2011

5.3. Peruntukan Penggunaan Lahan menurut RTRW Kabupaten Bogor

tahun 2005-2025

Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor tahun

2005-2025 yang digunakan dalam penelitian ini mencakup wilayah penelitian Sub

DAS Ciliwung Hulu. Peta RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005-2025 dioverlay

dengan peta administrasi desa penelitian yang terdiri dari 27 desa yang

disajikankan pada peta (Gambar 7). Berdasarkan peta tersebut, daerah penelitian

memiliki 11 peruntukan lahan yang terbagi kedalam dua tipe kawasan, yaitu

kawasan lindung dan kawasan budidaya. Peruntukan lahan yang termasuk

kawasan lindung adalah hutan lindung, hutan konservasi, hutan produksi, dan

sungai besar. Sedangkan peruntukan lahan yang termasuk kawasan budidaya,

yaitu pertanian lahan kering, perkebunan, tanaman tahunan, permukiman

perkotaan (hunian rendah), permukiman perkotaan (hunian sedang), permukiman

perdesaan (hunian rendah), permukiman perdesaan (hunian jarang).

Page 47: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

33

Gambar 7. Peta Peruntukan Lahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten

Bogor tahun 2005-2025

Kawasan lindung dan kawasan budidaya memiliki proporsi luas yang

seimbang untuk peruntukan lahan di daerah penelitian. Luas kawasan lindung

adalah 7.290,32 Ha atau 49,98% dari total luas peruntukan lahan di Sub DAS

Ciliwung Hulu, dan luas kawasan budidaya adalah 7.296,74 Ha atau 50,02% dari

total luas peruntukan lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu. Peruntukan lahan terluas

yang mencakup kawasan lindung di daerah penelitian terdapat pada peruntukan

hutan lindung, yaitu 4.865,87 Ha (33,36% dari total luas peruntukan lahan Sub

DAS Ciliwung Hulu). Kawasan lindung tersebut diarahkan di beberapa desa di

Kecamatan Ciawi, Kecamatan Cisarua, dan Kecamatan Megamendung yang

memang memiliki letak dan kondisi wilayah pada ketinggian dan kemiringan

lereng yang cukup tinggi dan curam. Sedangkan peruntukan lahan yang

mendominasi kawasan budidaya di wilayah Sub DAS Ciliwung Hulu pada

peruntukan pertanian lahan kering sebesar 1.965,48 Ha atau 13,47% dari total luas

Page 48: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

34

peruntukan lahan Sub DAS Ciliwung Hulu. Luas masing-masing peruntukan

lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Luas (Ha) dan Proporsi (%) Peruntukan Lahan Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor tahun 2005-2025

No.

RTRW Kab. Bogor tahun 2005-2025 Luas Total Luas

Tipe

Kawasan Peruntukan Ha % Ha %

1 Lindung Hutan Lindung 4865.87 33.36 7290.32 49.98

2

Hutan Konservasi 2334.18 16.00

3

Sungai Besar 45.75 0.31

4 Hutan Produksi 44.52 0.31

5 Budidaya Pertanian Lahan Kering 1965.48 13.47 7296.74 50.02

6

Perkebunan 1523.59 10.44

7

Permukiman Perkotaan

(Hunian Rendah) 1475.96 10.12

8

Permukiman Perkotaan

(Hunian Sedang) 917.65 6.29

9

Permukiman Perdesaan

(Hunian Rendah) 761.86 5.22

10

Permukiman Perdesaan

(Hunian Jarang) 473.91 3.25

11 Tanaman Tahunan 178.29 1.22

Total Luas 14587.06 100

Sumber: Diekstrak dari hasil digitasi (Afifah, 2010)

5.4. Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap

Peruntukan Lahan RTRW

Luas penggunaan/penutupan lahan yang konsisten terhadap peruntukan

lahan RTRW sebesar 10.998,86 Ha atau 75,30% dari total luas daerah penelitian,

sedangkan luas inkonsistensi sebesar 3.608,05 Ha atau 24,70% dari total luas

daerah penelitian dengan kombinasi inkonsistensi sebanyak 26 kombinasi.

Menurut hasil analisis, diperoleh 10 besar luasan inkonsistensi

penggunaan/penutupan lahan eksisting terhadap peruntukan lahan RTRW yang

disajikan pada Tabel 9. Luas inkonsistensi terbesar terjadi pada peruntukan hutan

lindung dengan penggunaan lahan kebun/perkebunan sebesar 879,81 Ha atau

6,02% dari total luas daerah penelitian. Hal tersebut sejalan dengan fakta di

lapang, bahwa di Kawasan Puncak terdapat Kawasan Wisata Agro Gunung Mas

yang merupakan perkebunan teh terluas di Jawa Barat yang dikelola oleh PTPN

VIII. Diikuti peruntukan pertanian lahan kering dengan penggunaan lahan

Page 49: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

35

pemukiman sebesar 626,40 Ha atau 4,29% dari total luas daerah penelitian, dan

peruntukan perkebunan dengan penggunaan lahan pemukiman sebesar 361,94 Ha

atau 2,48% dari total luas daerah penelitian. Hasil analisis tersebut sesuai dengan

meningkatnya pembangunan pemukiman padat penduduk dan vila-vila mewah di

kawasan Puncak. Berdasarkan matriks logik inkonsistensi pada Lampiran 1, maka

diperoleh peta hasil overlay peta penggunaan/penutupan lahan eksisting tahun

2009 dengan peta peruntukan lahan RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005-2025

disajikan pada Gambar 9.

Matriks logik tersebut didasarkan konsep land rent (nilai ekonomi lahan),

yaitu suatu alih fungsi lahan berlangsung dari aktivitas dengan land rent yang

lebih rendah ke aktivitas yang land rent lebih tinggi. Pergeseran pengunaan lahan

berlangsung secara searah dan bersifat irreversible, seperti lahan-lahan hutan yang

sudah dikonversi menjadi lahan pertanian umumnya sulit dihutankan kembali

(Rustiadi et al., 2011)

Gambar 8 menunjukkan urutan 10 besar jumlah poligon terbanyak yang

mengalami inkonsistensi penggunaan/penutupan lahan eksisting terhadap

peruntukan lahan RTRW di daerah penelitian. Jumlah poligon yang inkonsisten

berjumlah 631 poligon dari total poligon daerah penelitian. Poligon inkonsistensi

terbanyak berjumlah 127 poligon pada inkonsistensi peruntukan pertanian lahan

kering dengan penggunaan lahan pemukiman. Diikuti dengan inkonsistensi

peruntukan hutan lindung dengan penggunaan lahan pemukiman sebanyak 122

poligon, dan peruntukan perkebunan dengan penggunaan lahan pemukiman

sebanyak 73 poligon. Dari hasil cek lapang, sebagian besar lahan-lahan di daerah

penelitian baik kawasan lindung maupun kawasan budidaya pertanian banyak

yang terkonversi menjadi penggunaan pemukiman.

Urutan 10 besar luas rata-rata poligon inkonsistensi terluas digambarkan

pada Gambar 10. Luas rata-rata poligon terluas pada kombinasi peruntukan hutan

konservasi dengan penggunaan lahan kebun/perkebunan, yaitu 30,69 Ha. Diikuti

oleh peruntukan hutan lindung dengan penggunaan lahan kebun/perkebunan

sebesar 21,46 Ha, dan peruntukan hutan produksi dengan penggunaan lahan

semak/belukar sebesar 19,17 Ha.

Page 50: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

36

Tabel 9. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi

Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap

Peruntukan Lahan RTRW

No Kombinasi Inkonsistensi Luas (Ha) Luas (%)

1 Hutan LindungKebun / Perkebunan 879.81 6.02

2 Pertanian Lahan KeringPemukiman 626.40 4.29

3 PerkebunanPemukiman 361.94 2.48

4 Hutan KonservasiKebun / Perkebunan 337.61 2.31

5 Pertanian Lahan KeringSawah Tadah Hujan 323.32 2.21

6 Hutan LindungTegalan / Ladang 322.37 2.21

7 Hutan LindungPemukiman 321.69 2.20

8 Hutan KonservasiPemukiman 71.10 0.49

9 Hutan LindungSemak / Belukar 54.17 0.37

10 Hutan KonservasiTegalan / Ladang 53.67 0.37

Gambar 8. Urutan 10 Besar Jumlah Poligon Terbanyak Kombinasi Inkonsistensi

Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap Peruntukan Lahan

RTRW

Page 51: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

37

Gambar 9. Peta Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap

Peruntukan Lahan RTRW

Page 52: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

38

Gambar 10. Urutan 10 Besar Luas Rata-Rata Poligon Terbesar Kombinasi

Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap Peruntukan Lahan RTRW (Ha)

Tabel 10 menyajikan urutan 10 besar desa terluas yang mengalami

inkonsistensi penggunaan/penutupan lahan eksisting terhadap peruntukan lahan

RTRW. Luas desa yang mengalami inkonsistensi terbesar di wilayah Sub DAS

Ciliwung Hulu adalah Desa Megamendung di Kecamatan Megamendung sebesar

661,73 Ha atau 4,53% dari total luas daerah penelitian. Menurut hasil cek lapang,

kombinasi inkonsistensi terluas pada peruntukan hutan lindung dengan

penggunaan lahan kebun/perkebunan terjadi di Desa Megamendung (gambar

disajikan pada Lampiran 5.a). Diikuti oleh Desa Tugu Utara di Kecamatan

Cisarua sebesar 576,85 Ha atau 3,95% dari total luas daerah penelitian, dan Desa

Tugu Selatan di Kecamatan Cisarua sebesar 364,92 Ha atau 2,50% dari total luas

daerah penelitian.

Page 53: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

39

Tabel 10. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi (%) Desa Terbesar dalam

Kombinasi Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting

terhadap Peruntukan Lahan RTRW

No Kecamatan Desa Luas (Ha) Luas (%)

1 Megamendung Megamendung 661.73 4.53

2 Cisarua Tugu Utara 576.85 3.95

3 Cisarua Tugu Selatan 364.92 2.50

4 Megamendung Kuta 255.39 1.75

5 Megamendung Sukagalih 254.15 1.74

6 Cisarua Citeko 211.10 1.45

7 Cisarua Cibeureum 189.30 1.30

8 Megamendung Sukakarya 181.01 1.24

9 Megamendung Cipayung Datar 138.83 0.95

10 Cisarua Jogjogan 136.27 0.93

Gambar 11 menunjukkan urutan 10 besar jumlah poligon yang inkonsisten

terbanyak pada kombinasi penggunaan/penutupan lahan eksisting terhadap

kemampuan lahan di wilayah Sub DAS Ciliwung Hulu. Jumlah poligon

inkonsistensi terbanyak terjadi pada Desa Megamendung di Kecamatan

Megamendung sebanyak 152 poligon, diikuti oleh Desa Cilember Datar di

Kecamatan Cisarua sebanyak 57 poligon dan Desa Sukagalih di Kecamatan

Megamendung sebanyak 47 poligon.

Gambar 11. Urutan 10 Besar Desa dengan Jumlah Poligon Terbanyak Kombinasi

Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap Peruntukan Lahan RTRW

Page 54: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

40

5.4.1. Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap

Peruntukan Penggunaan Lahan RTRW menurut Klasifikasi

Peruntukan Penggunaan Lahan

Menurut Gambar 12 inkonsistensi penggunaan/penutupan lahan eksisting

dominan terjadi pada peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya.

Inkonsistensi terbesar terjadi pada peruntukan hutan lindung sebesar 1.591,31 Ha

atau 44% dari total luas inkonsistensi, diikuti inkonsistensi pada peruntukan

pertanian lahan kering sebesar 979,41 Ha atau 27% dari total luas inkonsistensi,

dan inkonsistensi pada peruntukan hutan konservasi sebesar 496,30 Ha atau 13%

dari total luas inkonsistensi.

Secara lebih rinci luas (Ha), persentase (%) terhadap total luas peruntukan

lahan dan total luas wilayah, jumlah poligon, luas rata-rata poligon (Ha), dan

bentuk kombinasi inkonsistensi penggunaan/penutupan lahan eksisting terhadap

peruntukan lahan RTRW menurut klasifikasi peruntukan lahan disajikan pada

Lampiran 6.

Gambar 12. (a) Luas (Ha) dan (b) Proporsi (%) Inkonsistensi Penggunaan /

Penutupan Lahan Eksisting terhadap Peruntukan Lahan RTRW

menurut Klasifikasi Peruntukan Lahan

b) Proporsi Inkonsistensi menurut

Peruntukan Lahan (%)

a) Luas Inkonsistensi menurut

Peruntukan Lahan (Ha)

Page 55: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

41

Gambar 13. Urutan5 Besar Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan terhadap

Peruntukan Lahan RTRW menurut Klasifikasi Peruntukan Lahan

(%)

Berdasarkan Gambar 13 kombinasi inkonsistensi terbesar terjadi pada

kombinasi peruntukan hutan produksi menjadi semak/belukar sebesar 43,06% dari

total luas hutan produksi (gambar disajikan pada Lampiran 5.b), diikuti dengan

kombinasi inkonsistensi peruntukan hutan produksi menjadi kebun/perkebunan

sebesar 38,76% dari total luas hutan produksi dan kombinasi inkonsistensi

pertanian lahan kering menjadi pemukiman sebesar 31,87% dari total luas

pertanian lahan kering. Peruntukan lahan RTRW yang paling tinggi mengalami

inkonsistensi adalah pada peruntukan hutan produksi. Hal tersebut menunjukan

bahwa penggunaan lahan eksisting sudah tidak mengikuti kaidah peruntukan

lahan RTRW dan menyimpang dari fungsi utama lahan tersebut. Walaupun

persentase inkonsistensi pada hutan produksi terhadap total luas wilayah

tergolong rendah, namun penggunaan/penutupan lahan eksisting yang inkonsisten

diperuntukan hutan produksi hampir menggeser seluruh fungsi peruntukan lahan

RTRW sebagaimana mestinya dibandingkan dengan peruntukan lahan RTRW

yang lainnya.

Page 56: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

42

5.4.2. Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap

Peruntukan Penggunaan Lahan RTRW menurut Klasifikasi

Peggunaan/Penutupan Lahan Eksisting

Menurut Gambar 14 pemukiman menempati urutan pertama dalam

penggunaan/penutupan lahan eksisting yang inkonsisten terhadap peruntukan

lahan RTRW sebesar 1.409,30 Ha atau 39% dari total luas inkonsistensi, diikuti

oleh penggunaan lahan kebun/perkebunan dengan luas 1.234,67 Ha atau 34% dari

total luas inkonsistensi, dan penggunaan lahan sawah tadah hujan sebesar 414,04

Ha atau 12% dari total luas inkonsistensi.

Gambar 14. (a) Luas (Ha) dan (b) Proporsi (%) Inkonsistensi Penggunaan/

Penutupan Lahan Eksisting terhadap Peruntukan Penggunaan

Lahan RTRW menurut Klasifikasi Penggunaan/Penutupan Lahan

Secara lebih rinci luas (Ha), persentase (%) terhadap total luas

penggunaan/penutupan lahan eksisting dan total luas wilayah, jumlah poligon,

luas rata-rata poligon (Ha), dan bentuk kombinasi inkonsistensi

penggunaan/penutupan lahan eksisting terhadap peruntukan lahan RTRW menurut

klasifikasi penggunaan/penutupan lahan eksisting disajikan pada Lampiran 7.

Berdasarkan Gambar 15 kombinasi inkonsistensi penggunaan/penutupan

lahan eksisting terhadap peruntukan lahan RTRW terbesar adalah kombinasi

penggunaan sawah tadah hujan pada peruntukan lahan pertanian lahan kering

dengan luas inkonsistensi sebesar 38,56% dari total luas sawah tadah hujan

(gambar disajikan pada Lampiran 5.c), diikuti dengan kombinasi inkonsistensi

kebun/perkebunan pada peruntukan lahan hutan lindung sebesar 33,59% dari total

luas kebun/perkebunan dan kombinasi inkonsistensi semak/belukar pada

b) Proporsi Inkonsistensi menurut

Penggunaan/Penutupan Lahan (%)

a) Luas Inkonsistensi menurut

Penggunaan/Penutupan Lahan (Ha)

Page 57: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

43

peruntukan lahan hutan lindung sebesar 31,64% dari total luas semak/belukar.

Penggunaan lahan semak/belukar merupakan penggunaan/penutupan lahan

eksisting yang paling tinggi ketidakkonsistenannya terhadap peruntukan lahan

RTRW. Tingginya ketidakkonsistenan semak/belukar pada daerah penelitian

menunjukan bahwa sudah terjadi degradasi lahan yang sangat signifikan dan

status kepemilikan lahan yang terabaikan.

Gambar 15. Urutan 5 Besar Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan terhadap

Peruntukan Lahan RTRW menurut klasifikasi

Penggunaan/Penutupan Lahan

5.5. Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap

Kemampuan Lahan Wilayah

Hasil overlay peta klasifikasi kemampuan lahan dengan peta

penggunaan/penutupan lahan eksisting Sub DAS Ciliwung Hulu, diperoleh peta

ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan eksisting terhadap kemampuan

lahan (Gambar 18). Menurut hasil analisis peta, luas kesesuaian

penggunaan/penutupan lahan eksisting terhadap kemampuan lahan sebesar

9.723,64 Ha atau 66,66% dari total luas wilayah penelitian, sedangkan sekitar

4.863,18 Ha atau 33,34% dari total luas wilayah penelitian tidak sesuai terhadap

kemampuan lahannya dengan 22 bentuk kombinasi ketidaksesuaian

penggunaan/penutupan lahan eksisting terhadap kemampuan lahan.

Ketidaksesuaian terbesar terjadi pada kelas kemampuan lahan II dengan faktor

Page 58: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

44

pembatas kemiringan lereng (t) dan tingkat erosi (e) dengan penggunaan

pemukiman sebesar 655,59 Ha atau 4,49% dari total luas wilayah penelitian.

Kelas kemampuan lahan III dengan faktor pembatas kemiringan lereng (t) dengan

penggunaan pemukiman sebesar 639,64 Ha atau 4,39% dari total luas wilayah

penelitian. Diikuti luas kelas kemampuan lahan VII dengan faktor pembatas

tingkat erosi (e) dengan penggunaan pemukiman, yaitu 511,35 Ha atau 3,51% dari

total luas wilayah penelitian. Tabel 11 menampilkan secara rinci urutan 10 besar

luas kombinasi ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan eksisting terhadap

kemampuan lahan.

Tabel 11. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi (%) Kombinasi

Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap

Kemampuan Lahan

No. Kombinasi Ketidaksesuaian Luas (Ha) Luas (%)

1 II t, e Pemukiman 655.59 4.49

2 III t Pemukiman 639.64 4.39

3 VII e Pemukiman 511.35 3.51

4 III e Pemukiman 468.15 3.21

5 VII t Kebun / Perkebunan 400.66 2.75

6 VI e Pemukiman 337.01 2.31

7 III t, e Pemukiman 302.39 2.07

8 VIII s Kebun / Perkebunan 210.34 1.44

9 II e Pemukiman 189.07 1.30

10 VII t Tegalan / Ladang 141.42 0.97

Jumlah poligon penggunaan/penutupan lahan eksisting yang tidak sesuai

terhadap kemampuan lahan berjumlah 2.159 poligon dari total poligon di daerah

penelitian. Poligon ketidaksesuaian terbanyak berjumlah 251 poligon pada

kombinasi ketidaksesuaian kelas kemampuan lahan VII dengan faktor pembatas

erosi dengan penggunaan pemukiman. Ketidaksesuaian kelas kemampuan lahan

VII dengan faktor pembatas erosi dengan penggunaan kebun/perkebunan

memiliki jumlah 201 poligon. Kemudian diikuti oleh kelas kemampuan lahan IV

dengan faktor pembatas kemiringan lereng dan tingkat erosi dengan penggunaan

pemukiman memiliki jumlah 192 poligon. Urutan 10 besar jumlah poligon

terbanyak digambarkan pada Gambar 16.

Page 59: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

45

Urutan 10 besar luas rata-rata poligon terluas digambarkan pada Gambar

17. Luas rata-rata terluas pada kombinasi kelas kemampuan lahan VII dengan

faktor pembatas kemiringan lereng dengan penggunaan kebun/perkebunan, yaitu

14,84 Ha. Diikuti oleh kelas kemampuan lahan III dengan faktor pembatas

kemiringan lereng, tingkat erosi, dan drainase tanah dengan penggunaan

pemukiman sebesar 14,48 Ha, dan kelas kemampuan lahan VIII dengan faktor

pembatas tekstur tanah dengan penggunaan kebun/perkebunan sebesar 11,69 Ha.

Gambar 16. Urutan 10 Besar Jumlah Poligon Terbanyak Kombinasi Ke-

tidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap

Kemampuan Lahan

Tabel 12 menyajikan urutan 10 besar desa terluas yang mengalami

ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan terhadap kemampuan lahan. Luas

ketidaksesuaian terbesar terjadi di Desa Tugu Selatan di Kecamatan Cisarua

dengan luas ketidaksesuaian sebesar 640,94 Ha atau 4,39% dari total luas wilayah

penelitian. Menurut hasil cek lapang, kombinasi ketidaksesuaian terluas pada

kemampuan lahan kelas II dengan faktor pembatas kemiringan lereng dan tingkat

erosi dengan penggunaan pemukiman terjadi pada pada desa tersebut (gambar

disajikan pada Lampiran 5.d). Diikuti oleh Desa Tugu Utara di Kecamatan

Cisarua sebesar 535,69 Ha atau 3,67% dari total luas wilayah penelitian, dan Desa

Page 60: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

46

Cipayung Datar di Kecamatan Megamendung sebesar 382,89 Ha atau 2,62% dari

total luas wilayah penelitian.

Gambar 17. Urutan 10 Besar Luas Rata-Rata Poligon Terbesar Kombinasi Ke-

tidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap

Kemampuan Lahan (Ha)

Tabel 12. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi (%) Desa Terbesar Kombinasi

Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap

Kemampuan Lahan

No Kecamatan Desa Luas (Ha) Luas (%)

1 Cisarua Tugu Selatan 640.94 4.39

2 Cisarua Tugu Utara 535.69 3.67

3 Megamendung Cipayung Datar 382.89 2.62

4 Cisarua Cibeureum 315.98 2.17

5 Megamendung Megamendung 294.37 2.02

6 Cisarua Kopo 278.24 1.91

7 Megamendung Gadog 231.86 1.59

8 Cisarua Batu Layang 214.31 1.47

9 Ciawi Pandansari 195.11 1.34

10 Cisarua Cisarua 186.13 1.28

Page 61: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

47

Gambar 18. Peta Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting tahun 2010 terhadap Kemampuan Lahan

Gambar 19 menunjukkan urutan 10 besar jumlah poligon ketidaksesuaian

terbanyak untuk kombinasi penggunaan/penutupan lahan terhadap kemampuan

Page 62: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

48

lahan di wilayah Sub DAS Ciliwung Hulu. Jumlah poligon ketidaksesuaian

terbanyak terjadi pada Desa Megamendung di Kecamatan Megamendung

sebanyak 356 poligon, diikuti oleh Desa Cipayung Datar di Kecamatan

Megamendung sebanyak 315 poligon dan Desa Tugu Selatan di Kecamatan

Cisarua sebanyak 151 poligon.

Gambar 19. Urutan 10 Besar Desa dengan Jumlah Poligon Terbanyak Kombinasi

Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap

Kemampuan Lahan

5.5.1. Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap

Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Kemampuan Lahan Wilayah

Menurut Gambar 20 ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan

eksisting terhadap kemampuan lahan dominan terjadi pada kemampuan lahan

kelas III sebesar 1.514,11 Ha atau 31% dari luas total ketidaksesuaian. Kemudian

kelas kemampuan lahan VII dengan luas 1.207,51 Ha atau 25% dari luas total

ketidaksesuaian, dan kelas kemampuan lahan II sebesar 844,66 Ha atau 17% dari

luas total ketidaksesuaian.

Menurut hasil analisis, kemampuan lahan kelas I tidak mengalami

ketidaksesuaian penggunaan lahan. Karena lahan kelas I tidak memiliki faktor

pembatas, sehingga sesuai untuk berbagai pilihan penggunaan lahan.

Secara lebih rinci luas (Ha), persentase (%) terhadap total luas penggunaan

lahan dan total luas wilayah, jumlah poligon, luas rata-rata poligon (Ha), dan

Page 63: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

49

bentuk kombinasi ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan eksisting

terhadap kemampuan lahan menurut klasifikasi kelas kemampuan lahan disajikan

pada Lampiran 8.

Gambar 20. (a) Luas (Ha) dan (b) Proporsi (%) Ketidaksesuaian Penggunaan/

Penutupan Lahan Eksisting terhadap Kemampuan Lahan menurut

Klasifikasi Kemampuan Lahan

Gambar 21. Urutan 5 Besar Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan

Eksisting terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi

Kemampuan Lahan (%)

Menurut Gambar 21 kombinasi ketidaksesuaian terbesar pada lahan kelas

III menjadi pemukiman sebesar 53,33% dari total luas lahan kelas III (gambar

disajikan pada Lampiran 5.e), diikuti dengan kombinasi ketidaksesuaian lahan

kelas II menjadi pemukiman sebesar 51,09% dari total luas lahan kelas II dan

kombinasi ketidaksesuaian lahan kelas VI menjadi pemukiman sebesar 25,12%

b) Proporsi Ketidaksesuaian menurut

Kemampuan Lahan (%)

a) Luas Ketidaksesuaian menurut

Kemampuan Lahan (Ha)

Page 64: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

50

dari total luas lahan kelas VI. Hal tersebut sesuai dengan kondisi di lapang bahwa

pemukiman padat penduduk umumnya terbangun di lahan-lahan yang tidak begitu

curam namun secara penggunaan menurut klasifikasi kemampuan lahan sudah

tidak sesuai digunakan untuk pemukiman atau penggunaan lahan sangat intensif

dan vila-vila mewah banyak terbangun di wilayah-wilayah dengan kemiringan

lereng di atas 15%. Kelas kemampuan lahan yang paling tinggi mengalami

ketidaksesuaian dengan penggunaan/penutupan lahan adalah lahan kelas III.

5.5.2. Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap

Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Penggunaan/Penutupan

Lahan Eksisting

Berdasarkan Gambar 22 penggunaan/penutupan lahan hutan tidak

mengalami ketidaksesuaian terhadap klasifikasi kemampuan lahan, karena hutan

yang memiliki fungsi sebagai daerah resapan air yang sesuai dengan faktor

pembatas apapun di semua kelas kemampuan lahan. Penggunaan/penutupan lahan

eksisting terluas yang tidak sesuai dengan klasifikasi kemampuan lahan adalah

pemukiman sebesar 3.442,13 Ha atau 71% dari total luas ketidaksesuaian. Hal

tersebut sejalan dengan fakta di lapangan bahwa daerah penelitian yang berada di

kawasan wisata Puncak ini banyak di bangun vila-vila mewah ataupun tempat

wisata lainnya pada tingkat kemampuan lahan yang tidak semestinya. Kemudian

diikuti dengan kebun/perkebunan yang memiliki luas 662,44 Ha atau 14% dari

total luas ketidaksesuaian. Daerah penelitian merupakan kawasan produksi teh

tertinggi, oleh karena itu banyak lahan-lahan yang digunakan untuk

penggunaan/penutupan lahan kebun teh tanpa melihat daya dukung wilayah

tersebut.

Secara lebih rinci luas (Ha), persentase (%) terhadap total luas penggunaan

lahan dan total luas wilayah, jumlah poligon, luas rata-rata poligon (Ha), dan

bentuk kombinasi ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan eksisting

terhadap kemampuan lahan menurut klasifikasi penggunaan lahan disajikan pada

Lampiran 9.

Seperti yang terlihat pada Gambar 23 kombinasi terbesar terjadi pada

penggunaan lahan rumput/tanah kosong pada lahan kelas III sebesar 62,25% dari

total luas rumput/tanah kosong (gambar disajikan pada Lampiran 5.f), diikuti

Page 65: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

51

dengan kombinasi pemukiman pada lahan kelas III sebesar 43,10% dari total luas

pemukiman dan kombinasi sawah irigasi pada lahan kelas VI sebesar 39,10% dari

total luas sawah irigasi. Penggunaan/penutupan lahan eksisting yang tidak sesuai

terhadap kemampuan lahan terbesar terjadi pada penggunaan pemukiman dan

rumput/tanah kosong.

Gambar 22. (a) Luas (Ha) dan (b) Proporsi (%) Ketidaksesuaian Penggunaan/

Penutupan Lahan Eksisting terhadap Kemampuan Lahan menurut

Klasifikasi Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting

Gambar 23. Urutan 5 Besar Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan

Eksisting terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi

Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting (%)

b) Proporsi Ketidaksesuaian menurut

Penggunaan Lahan (%)

a) Luas Ketidaksesuaian menurut

Penggunaan Lahan (Ha)

Page 66: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

52

5.6. Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTRW terhadap Kemampuan

Lahan Wilayah

Dari hasil analisis ketidaksesuaian peruntukan lahan RTRW terhadap

kemampuan lahan akan terlihat sejauh mana Rencana Tata Ruang Wilayah

(RTRW) yang sudah direncanakan oleh pemerintah sesuai dengan daya dukung

daerah penelitian jika dilihat dari segi sifat fisik lahannya (Gambar 25).

Berdasarkan analisis, peruntukan lahan RTRW yang sesuai terhadap kemampuan

lahannya sebesar 10.627,12 Ha atau 72,85% dari total luas wilayah penelitian,

sedangkan sebesar 3.985 Ha atau 27,32% dari total luas wilayah penelitian

peruntukan lahan RTRW tidak sesuai terhadap kemampuan lahannya dengan 25

bentuk kombinasi ketidaksesuaian.

Tabel 13. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi

Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTRW terhadap Kemampuan

Lahan

No Kombinasi Ketidaksesuaian Luas (Ha) Luas (%)

1 II t, ePermukiman Perkotaan (Hunian Rendah) 343.10 2.35

2 III tPermukiman Perkotaan (Hunian Rendah) 307.08 2.11

3 III ePermukiman Perkotaan (Hunian Sedang) 279.13 1.91

4 III t, ePermukiman Perkotaan (Hunian Rendah) 263.49 1.81

5 VIII sPerkebunan 187.08 1.28

6 II t, ePermukiman Perkotaan (Hunian Sedang) 172.77 1.18

7 VI ePermukiman Perdesaan (Hunian Rendah) 172.31 1.18

8 VII ePermukiman Perdesaan (Hunian Rendah) 154.37 1.06

9 VI tPermukiman Perkotaan (Hunian Rendah) 129.65 0.89

10 III ePermukiman Perkotaan (Hunian Rendah) 127.66 0.88

Menurut Tabel 13 dari 10 besar jenis ketidaksesuaian peruntukan lahan

RTRW terhadap kemampuan lahan, ketidaksesuaian terbesar terjadi pada lahan

kelas II dengan faktor pembatas kemiringan lereng (t) dan tingkat erosi (e) yang

diperuntukan dalam RTRW untuk permukiman perkotaan (hunian rendah) sebesar

343,10 Ha atau 2,35% dari total luas daerah penelitian, diikuti oleh lahan kelas III

dengan faktor pembatas kemiringan lereng (t) untuk peruntukan permukiman

perkotaan (hunian rendah) sebesar 307,08 Ha atau 2,11% dari total luas daerah

penelitian, dan kelas III dengan faktor pembatas tingkat erosi (e) untuk

Page 67: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

53

peruntukan permukiman perkotaan (hunian sedang) sebesar 279,13 Ha atau 1,91%

dari total luas daerah penelitian.

Gambar 24 menunjukkan urutan 10 besar jumlah poligon terbanyak yang

mengalami ketidaksesuaian di daerah penelitian. Jumlah poligon yang tidak sesuai

berjumlah 859 poligon dari total poligon daerah penelitian. Poligon

ketidaksesuaian terbanyak berjumlah 59 poligon pada ketidaksesuaian lahan kelas

VII dengan faktor pembatas tingkat erosi (e) menjadi peruntukan pertanian lahan

kering. Ketidaksesuaian lahan kelas VI dengan faktor pembatas tingkat erosi (e)

menjadi peruntukan pertanian lahan kering memiliki 48 jumlah poligon.

Kemudian diikuti oleh lahan kelas III dengan faktor pembatas kemiringan lereng

(t) dan tingkat erosi (e) menjadi peruntukan permukiman perkotaan (hunian

rendah) yang memiliki 40 jumlah poligon.

Gambar 24. Urutan 10 Besar Jumlah Poligon Terbanyak Kombinasi Ke-

tidaksesuaian Peruntukan Lahan RTRW terhadap Kemampuan

Lahan

Urutan 10 besar luas rata-rata poligon yang tidak sesuai terluas disajikan

pada Gambar 26. Luas rata-rata poligon terluas pada kombinasi lahan kelas III

dengan faktor pembatas tingkat erosi (e) menjadi peruntukan permukiman

perkotaan (hunian sedang), yaitu 21,47 Ha. Diikuti oleh lahan kelas III dengan

faktor pembatas kemiringan lereng (t), tingkat erosi (e) dan drainase (w) menjadi

Page 68: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

54

peruntukan permukiman perkotaan (hunian sedang) sebesar 19,19 Ha, dan lahan

kelas II dengan faktor pembatas tingkat erosi (e) menjadi peruntukan permukiman

perkotaan (hunian rendah) sebesar 18,03 Ha.

Gambar 25. Peta Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTRW terhadap Kemampuan Lahan Wilayah

Page 69: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

55

Gambar 26. Urutan 10 Besar Luas Rata-Rata Poligon Peruntukan Lahan RTRW

Terluas yang Tidak Sesuai dengan Kemampuan Lahan (Ha)

Urutan 10 besar desa yang paling luas mengalami ketidaksesuaian antara

peruntukan penggunaan lahan terhadap kemampuan lahan disajikan pada Tabel

12.

Tabel 14. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi (%) Desa yang Tidak Sesuai

antara Peruntukan Lahan RTRW terhadap Kemampuan Lahan

No Kecamatan Desa Luas (Ha) Luas (%)

1 Megamendung Cipayung Datar 535.21 3.67

2 Cisarua Tugu Selatan 415.38 2.85

3 Megamendung Gadog 400.46 2.75

4 Cisarua Cibeureum 276.63 1.90

5 Cisarua Kopo 242.06 1.66

6 Cisarua Cisarua 239.91 1.64

7 Ciawi Pandansari 232.08 1.59

8 Cisarua Tugu Utara 225.89 1.55

9 Megamendung Sukamaju 178.07 1.22

10 Sukaraja Cibanon 163.92 1.12

Luas ketidaksesuaian terbesar terjadi pada Desa Cipayung Datar di

Kecamatan Megamendung sebesar 535,21 Ha atau 3,67% dari total luas daerah

penelitian, diikuti oleh Desa Tugu Selatan di Kecamatan Cisarua dengan luas

415,38 Ha atau 2,85% dari total luas daerah peneltian, dan Desa Gadog di

Page 70: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

56

Kecamatan Megamendung dengan luas 400,46 Ha atau 2,75% dari total luas

daerah penelitian.

Tabel 15. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) 15 Besar Kombinasi Ketidaksesuaian

RTRW terhadap Kemampuan Lahan pada Masing-Masing Kecamatan

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 15, dapat terlihat bahwa di

Kecamatan Cisarua mengalami penyimpangan peruntukan lahan permukiman

perkotaan (hunian rendah) pada lahan kelas III dengan faktor pembatas

kemiringan lereng sebesar 246,87 Ha atau 1,69% dari total luas daerah penelitian.

Pada Kecamatan Ciawi, peruntukan lahan yang menyimpang tertinggi terhadap

kemampuan lahan adalah peruntukan permukiman perkotaan (hunian sedang)

pada lahan kelas III dengan faktor pembatas erosi sebesar 164,69 Ha atau 1,13%

dari total luas daerah penelitian. Penyimpangan peruntukan lahan tertinggi pada

Kecamatan Megamendung, yaitu peruntukan pertanian lahan kering pada lahan

kelas VI dengan faktor pembatas kemiringan lereng sebesar 126,20 Ha atau

0,87% dari total luas daerah penelitian. Sedangkan pada Kecamatan Sukaraja

No

Kombinasi Ketidaksesuaian

Kemampuan Lahan dan

RTRW

Ciawi Cisarua Megamendung Sukaraja

Ha % Ha % Ha % Ha %

1 II t, e-->Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah)

8.25 0.06 219.87 1.51 114.98 0.79 - -

2 III t-->Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah)

7.36 0.05 246.87 1.69 52.86 0.36 - -

3 III e-->Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang)

164.69 1.13 - - 114.44 0.78 - -

4 III t, e-->Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah)

14.51 0.10 187.03 1.28 61.94 0.42 - -

5 VIII s-->Perkebunan - - 187.08 1.28 - - - -

6 II t, e-->Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang)

22.12 0.15 140.62 0.96 10.03 0.07 - -

7 VI e-->Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah)

- - 23.67 0.16 24.28 0.17 124.36 0.85

8 VII e-->Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah)

- - 38.74 0.27 90.43 0.62 25.20 0.17

9 VI t-->Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah)

9.60 0.07 - - 120.05 0.82 - -

10 III e-->Permukiman Perkotaan

(Hunian Rendah) 67.27 0.46 - - 60.39 0.41 - -

11 VI t-->Pertanian Lahan Kering 1.41 0.01 - - 126.20 0.87 - -

12 IV t, e-->Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah)

- - 33.52 0.23 89.92 0.62 0.70 0.00

13 III t-->Permukiman Perdesaan

(Hunian Jarang) 4.14 0.03 76.31 0.52 42.91 0.29 - -

14 II e-->Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang)

4.54 0.03 42.69 0.29 64.63 0.44 - -

15 II e-->Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah)

28.59 0.20 46.80 0.32 32.82 0.22 - -

Page 71: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

57

mengalami penyimpangan tertinggi pada peruntukan permukiman perdesaan

(hunian rendah) di lahan kelas VI dengan faktor pembatas erosi sebesar 124,36 Ha

atau 0,85% dari total luas daerah penelitian.

Gambar 27. Urutan 10 Besar Jumlah Poligon Desa Terbanyak yang Tidak Sesuai antara Peruntukan Lahan RTRW terhadap Kemampuan Lahan

Jumlah poligon ketidaksesuaian peruntukan penggunaan lahan terhadap

kemampuan lahan terbanyak terdapat pada Desa Cipayung Datar di Kecamatan

Megamendung sebanyak 149 poligon, diikuti oleh Desa Gadog di Kecamatan

Megamendung sebanyak 100 poligon, dan Desa Tugu Selatan di Kecamatan

Cisarua sebanyak 62 poligon. Secara rinci urutan 10 besar desa dengan jumlah

poligon terbanyak disajikan pada Gambar 27.

5.6.1. Ketidaksesuaian Peruntukan Penggunaan Lahan RTRW terhadap

Kemampuan Lahan Wilayah menurut Klasifikasi Kemampuan Lahan

Menurut Gambar 28 klasifikasi kemampuan lahan yang tidak sesuai

dengan arahan peruntukan RTRW terbesar pada lahan kelas III sebesar 1.321,29

Ha atau 33% dari total luas ketidaksesuaian. Diikuti oleh lahan kelas II sebesar

735,93 Ha atau 19% dari total luas ketidaksesuaian, dan lahan kelas VI sebesar

697,79 Ha atau 18% dari total luas ketidaksesuaian.

Page 72: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

58

Gambar 28. (a) Luas (Ha) dan (b) Proporsi (%) Ketidaksesuaian Peruntukan

Lahan RTRW terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi

Kemampuan Lahan

Secara lebih rinci luas (Ha), persentase (%) terhadap total luas

penggunaan/penutupan lahan dan total luas wilayah, jumlah poligon, luas rata-rata

poligon (Ha), dan bentuk kombinasi ketidaksesuaian peruntukan lahan RTRW

terhadap kemampuan lahan menurut klasifikasi kemampuan lahan disajikan pada

Lampiran 10.

Gambar 29. Urutan 5 Besar Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan terhadap

Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Kemampuan Lahan.

b) Proporsi Ketidaksesuaian menurut

Kemampuan Lahan (%)

a) Luas Ketidaksesuaian menurut

Kemampuan Lahan (Ha)

Page 73: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

59

Kelas kemampuan yang paling tinggi mengalami ketidaksesuaian dengan

peruntukan lahan RTRW pada lahan kelas II dan lahan kelas III, dengan proporsi

kombinasi ketidaksesuaian terbesar pada lahan kelas II menjadi permukiman

perkotaan (hunian rendah) sebesar 27,30% dari total luas lahan kelas II, diikuti

dengan kombinasi ketidaksesuaian lahan kelas III menjadi permukiman perkotaan

(hunian rendah) sebesar 25,07% dari total luas lahan kelas III dan kombinasi

ketidaksesuaian lahan kelas II menjadi permukiman perkotaan (hunian sedang)

sebesar 17,21% dari total luas lahan kelas II (Gambar 29).

5.6.2. Ketidaksesuaian Peruntukan Penggunaan Lahan RTRW terhadap

Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Peruntukan Penggunaan

Lahan

Menurut Gambar 30 luas ketidaksesuaian peruntukan lahan RTRW

Kabupaten Bogor tahun 2005-2025 terhadap kemampuan lahan terbesar terjadi

pada peruntukan permukiman perkotaan (hunian rendah) sebesar 1.451,32 Ha atau

36,65% dari total luas ketidaksesuaian. Diikuti dengan peruntukan permukiman

perkotaan (hunian sedang) sebesar 865,37 Ha atau 21,85% dari total luas

ketidaksesuaian, dan peruntukan permukiman perdesaan (hunian rendah) sebesar

527,81 Ha atau 13,33% dari total luas ketidaksesuaian. Secara lebih rinci tentang

luas ketidaksesuaian peruntukan penggunaan lahan terhadap kemampuan lahan

menurut peruntukan penggunaan lahan dapat dilihat pada Gambar 20.

a) Luas Ketidaksesuaian menurut Peruntukan Penggunaan Lahan (Ha).

Page 74: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

60

b) Proporsi Ketidaksesuaian menurut Peruntukan Penggunaan Lahan (%)

Gambar 30. (a) Luas dan (b) Proporsi Ketidaksesuaian Peruntukan Penggunaan

Lahan RTRW terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi

Peruntukan Penggunaan Lahan

Secara lebih rinci luas (Ha), persentase (%) terhadap total luas

penggunaan/penutupan lahan dan total luas wilayah, jumlah poligon, luas rata-rata

poligon (Ha), dan bentuk kombinasi ketidaksesuaian peruntukan lahan RTRW

terhadap kemampuan lahan menurut klasifikasi peruntukan lahan disajikan pada

Lampiran 11.

Gambar 31. Urutan 5 Besar Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan terhadap

Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Kemampuan Peruntukan

Lahan RTRW

Page 75: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

61

Peruntukan lahan RTRW yang tidak sesuai terhadap kemampuan lahan

umumnya terjadi pada peruntukan kawasan permukiman, dengan proporsi

kombinasi ketidaksesuaian terbesar pada permukiman perdesaan (hunian jarang)

pada lahan kelas III sebesar 47,84% dari total luas permukiman perdesaan (hunian

jarang), kemudian kombinasi ketidaksesuaian peruntukan permukiman perkotaan

(hunian rendah) pada lahan kelas III sebesar 47,31% dari total luas permukiman

perkotaan (hunian rendah) dan kombinasi ketidaksesuaian peruntukan

permukiman perkotaan (hunian sedang) pada lahan kelas III sebesar 43,18% dari

total luas permukiman perkotaan (hunian sedang) (Gambar 31).

5.7. Analisis Penggunaan Lahan Eksisting terhadap Kemampuan Lahan

dan RTRW

Berdasarkan hasil overlay antara 3 parameter, yaitu peta

penggunaan/penutupan lahan eksisting, peta peruntukan lahan RTRW, dan peta

kemampuan lahan, maka dapat terlihat sejauh mana penggunaan/penutupan lahan

eksisting yang sudah konsisten terhadap RTRW tetapi tidak sesuai dengan

kemampuan lahannya, maupun sebaliknya. Serta dapat terlihat juga

penggunaan/penutupan lahan eksisting yang tidak konsisten baik terhadap RTRW

ataupun kemampuan lahannya.

Menurut analisis, penggunaan lahan yang sesuai terhadap kemampuan

lahannya namun tidak konsisten terhadap RTRW sebesar 1.310,77 Ha atau 8,98%

dari total luas daerah penelitian, dan penggunaan lahan yang tidak sesuai terhadap

kemampuan lahannya namun konsisten dengan RTRW sebesar 2.556,13 Ha atau

17,52% dari total luas daerah penelitian. Sedangkan penggunaan lahan yang tidak

konsisten baik terhadap kemampuan lahan dan RTRW sebesar 2.101,03 Ha atau

14,40% dari total luas daerah penelitian, dan penggunaan lahan yang konsisten

baik terhadap kemampuan lahan dan RTRW sebesar 8.619,24 Ha atau 59,08%

dari total luas daerah penelitian.

Dari Tabel 16 dapat terlihat bahwa sebesar 362,21 Ha (2,48% dari total

daerah penelitian) penggunaan kebun/perkebunan tidak sesuai di lahan kelas VII

yang diperuntukan untuk hutan lindung. Kemudian penggunaan pemukiman

sebesar 518,00 Ha (3,55% dari total daerah penelitian) tidak sesuai di lahan kelas

III, namun konsisten di peruntukan permukiman perkotaan (hunian rendah).

Page 76: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

62

Penggunaan kebun/perkebunan sebesar 231,15 Ha (1,58% dari total daerah

penelitian) sesuai di lahan kelas IV, namun inkonsisten di peruntukan hutan

lindung. Sedangkan sebesar 1.697,88 Ha (11,64% dari total daerah penelitian)

penggunaan hutan sesuai di lahan kelas VIII dengan peruntukan hutan konservasi.

Tabel 16. Urutan 10 Besar Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kombinasi 3

Parameter

No Kombinasi I I I K K I K K Total

Ha % Ha % Ha % Ha % Ha %

1 VIII HK H - - - - - - 1697.88 11.64 1697.88 11.64

2 VII HL H - - - - - - 1594.20 10.93 1594.20 10.93

3 VIII HL H - - - - - - 1234.22 8.46 1234.22 8.46

4 III PKT (HR)

P - - 518.00 3.55 - - - - 518.00 3.55

5 III PKT (HS)

P - - 369.78 2.53 - - - - 369.78 2.53

6 VII HL

KB / PKB 362.21 2.48 - - - - - - 362.21 2.48

7 IV PLK T /

L - - - - - - 290.56 1.99 290.56 1.99

8 II PKT (HR)

P - - 270.65 1.86 - - - - 270.65 1.86

9 III PLK P 257.15 1.76 - - - - - - 257.15 1.76

10 IV HL KB

/ PKB - - - - 231.15 1.58 - - 231.15 1.58

Keterangan :

I I : Penggunaan Lahan Inkonsistensi terhadap Kemampuan Lahan dan RTRW

I K : Penggunaan Lahan Tidak Sesuai terhadap Kemampuan Lahan dan Konsisten terhadap RTRW

K I : Penggunaan Lahan Sesuai terhadap Kemampuan Lahan dan Inkonsisten terhadap RTRW

K K : Penggunaan Lahan Konsisten terhadap Kemampuan Lahan dan RTRW

HL: Hutan Lindung, HK: Hutan Konservasi, PLK: Pertanian Lahan Kering, PKT (HR): Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah), PKT (HS): Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang)

H: Hutan, P: Pemukiman, KB/PKB: Kebun/Perkebunan, T/L: Tegalan/Ladang

Berdasarkan Tabel 17 penggunaan lahan yang inkonsisten terhadap

kemampuan lahan dan RTRW paling banyak terjadi di Desa Tugu Utara,

Kecamatan Cisarua sebesar 395,19 Ha atau 2,71% dari total daerah penelitian.

Kemudian penggunaan lahan yang tidak sesuai terhadap kemampuan lahannya

namun konsisten terhadap RTRW paling banyak terjadi di Desa Tugu Selatan,

Kecamatan Cisarua sebesar 297,25 Ha atau 2,04% dari total daerah penelitian, dan

penggunaan lahan yang sesuai terhadap kemampuan lahannya dan inkonsisten

terhadap RTRW paling banyak terjadi di Desa Megamendung, Kecamatan

Megamendung sebesar 381,77 Ha atau 2,62% dari total daerah penelitian.

Sedangkan penggunaan lahan yang konsisten terhadap kemampuan lahannya dan

RTRW paling banyak terjadi di Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua sebesar

1.770,18 Ha atau 12,14% dari total daerah penelitian.

Page 77: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

Tabel 17. Sebaran Analisis 3 Parameter di Daerah Penelitian

No Kecamatan Desa I I I K K I K K Total

Ha % Ha % Ha % Ha % Ha %

Ciawi 13.65 0.09 390.45 2.68 3.18 0.02 1005.34 6.89 1412.63 9.68

1

Bojongmurni 11.76 0.08 - - 3.14 0.02 890.86 6.11 905.76 6.21 2

Pandansari 0.48 0.00 193.83 1.33 0.04 0.00 37.83 0.26 232.19 1.59

3

Bendungan 1.41 0.01 115.28 0.79 - - 32.68 0.22 149.37 1.02

4

Ciawi - - 53.35 0.37 - - 2.57 0.02 55.92 0.38 5

Banjar Sari - - 14.24 0.10 - - 23.17 0.16 37.41 0.26

6

Banjarwaru - - 13.75 0.09 - - 18.23 0.12 31.98 0.22

Cisarua 1354.47 9.29 1313.90 9.01 483.85 3.32 3946.18 27.05 7098.41 48.66

7

Tugu Selatan 336.53 2.31 297.25 2.04 24.40 0.17 1770.18 12.14 2428.36 16.65 8

Tugu Utara 395.19 2.71 135.30 0.93 185.96 1.27 417.02 2.86 1133.47 7.77

9

Cibeureum 156.71 1.07 156.19 1.07 31.08 0.21 774.16 5.31 1118.15 7.67

10

Kopo 101.14 0.69 161.60 1.11 7.36 0.05 382.76 2.62 652.85 4.48 11

Citeko 74.51 0.51 91.08 0.62 136.01 0.93 282.47 1.94 584.07 4.00

12

Cilember 82.41 0.56 61.65 0.42 55.00 0.38 96.94 0.66 296.01 2.03 13

Batu Layang 112.79 0.77 88.08 0.60 21.21 0.15 50.22 0.34 272.29 1.87

14

Cisarua 0.02 0.00 186.67 1.28 0.10 0.00 53.75 0.37 240.55 1.65 15

Jogjogan 95.14 0.65 34.09 0.23 22.40 0.15 85.10 0.58 236.73 1.62

16

Leuwimalang 0.03 0.00 102.00 0.70 0.33 0.00 33.57 0.23 135.93 0.93

17 Megamendung 732.38 5.02 754.69 5.17 823.04 5.64 3602.11 24.69 5912.23 40.53

18

Megamendung 282.82 1.94 14.45 0.10 381.77 2.62 1691.24 11.59 2370.27 16.25 19

Cipayung Datar 108.70 0.75 259.50 1.78 82.51 0.57 512.73 3.51 963.43 6.60

20

Kuta 90.82 0.62 - - 142.03 0.97 315.67 2.16 548.52 3.76 21

Gadog 14.21 0.10 211.97 1.45 1.67 0.01 213.25 1.46 441.10 3.02

Sukakarya 78.43 0.54 41.24 0.28 17.51 0.12 298.03 2.04 435.20 2.98 22

Sukagalih 61.73 0.42 1.79 0.01 120.05 0.82 225.35 1.54 408.92 2.80

23

Sukaresmi 22.15 0.15 25.36 0.17 52.22 0.36 130.19 0.89 229.91 1.58

24

Sukamaju 14.61 0.10 80.46 0.55 - - 117.72 0.81 212.79 1.46 25

Cipayung Girang 58.93 0.40 71.47 0.49 25.30 0.17 41.98 0.29 197.67 1.36

26

Sukamanah - - 48.46 0.33 - - 55.95 0.38 104.42 0.72

Sukaraja 0.53 0.00 97.09 0.67 0.70 0.00 65.61 0.45 163.92 1.12

27

Cibanon 0.53 0.00 97.09 0.67 0.70 0.00 65.61 0.45 163.92 1.12

Total 2101.04 14.40 2556.13 17.52 1310.77 8.99 8619.24 59.09 14587.19 100.00

Page 78: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Lahan di wilayah Sub DAS Ciliwung Hulu umumnya tergolong ke dalam

lahan kelas VIII dengan luas 3.345,95 Ha atau 22,94% dari total luas kemampuan

lahan, lahan kelas VII dengan luas 2.846,02 Ha atau 19,51% dari total luas

kemampuan lahan, dan lahan kelas III dengan luas 2.785,90 Ha atau 19,10% dari

total luas kemampuan lahan. Hal tersebut sejalan dengan fungsi utama kawasan

tersebut sebagai daerah resapan air, tetapi fakta di lapangan banyak

penggunaan/penutupan lahan yang tidak sesuai dan arahan peruntukan RTRW

yang menyimpang dari konsep daya dukung lahan secara fisik.

Luas ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan terhadap kemampuan

lahan sebesar 4.863,18 Ha atau 33,34% dari total luas wilayah dan luasan terbesar

terjadi pada lahan kelas II dengan faktor pembatas kemiringan lereng dan tingkat

erosi menjadi pemukiman (655,59 Ha atau 4,49% dari total luas wilayah). Desa

dengan ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan terhadap kemampuan lahan

terluas adalah Desa Tugu Selatan di Kecamatan Cisarua (640,94 Ha atau 4,39%

dari total luas wilayah).

Kemudian luas ketidaksesuaian peruntukan lahan RTRW terhadap

kemampuan lahan sebesar 3.985 Ha atau 27,32% dari total luas wilayah dan

luasan terbesar terjadi pada lahan kelas II dengan faktor pembatas kemiringan

lereng dan tingkat erosi menjadi permukiman perkotaan (hunian rendah) (343,10

Ha atau 2,35% dari total luas wilayah), desa dengan luas ketidaksesuaian

peruntukan lahan terbesar adalah Desa Cipayung Datar di Kecamatan

Megamendung (535,21 Ha atau 3,67% dari total luas wilayah).

Sedangkan untuk luas inkonsistensi penggunaan/penutupan lahan terhadap

arahan peruntukan lahan RTRW sebesar 3.608,05 Ha atau 24,70% dari total luas

wilayah dan luasan terbesar terjadi pada peruntukan hutan lindung menjadi

perkebunan (879,81 Ha atau 6,02% dari total luas wilayah), desa dengan luas

inkonsistensi penggunaan/penutupan lahan terbesar adalah Desa Megamendung di

Kecamatan Megamendung (661,73 Ha atau 4,53% dari total luas wilayah).

Page 79: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

65

Penggunaan/penutupan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan

umumnya sejalan mengikuti ketidaksesuaian dengan peruntukan lahan RTRW,

dimana peruntukan lahan RTRW seharusnya mengikuti konsep daya dukung

lingkungan. Arahan sekitar 24,70% peruntukan lahan menurut RTRW di wilayah

Sub DAS Ciliwung Hulu tidak mengikuti kaidah daya dukung lingkungan secara

aspek fisik.

6.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai evaluasi daya dukung

lingkungan dengan melihat aspek lainnya, seperti aspek status

pemilikan/penguasaan lahan, aspek ekonomi, serta aspek keberlanjutan lainnya.

Diperlukan pula komitmen dan peninjauan ulang kembali arahan peruntukan

lahan untuk mengurangi dan bahkan untuk mencegah terjadinya ketidaksesuaian

penggunaan/penutupan lahan dan peruntukan lahan terhadap daya dukung

lingkungan secara fisik, serta penyimpangan penggunaan/penutupan lahan

terhadap peruntukan lahan yang sudah diarahkan sesuai dengan daya dukung

lingkungannya.

Page 80: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

66

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, DA. 2007. Analisis Perubahan Penggunaan Lahanpada Berbagai Kelas

Kemampuan Lahan Dan Keterkaitannya Dengan Aksesibilitas Menuju

Pusat-Pusat Pertumbuhan (Studi Kasus Sub DAS Ciliwung Hulu,

Kawasan Puncak-Bogor). Skripsi. Program Studi Ilmu Tanah. Fakultas

Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Afifah. 2010. Analisis Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Di Kecamatan Cisarua,

Kabupaten Bogor Dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Skripsi.

Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan. Departemen Ilmu Tanah

dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

Barus, B. dan Wiradisastra, U.S. 2000. Sistem Informasi Geografi. Laboratorium

Penginderaan Jauh dan Kartografi. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian.

Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Barus, B. 2005. Kamus SIG (Sistem Informasi Geografis). SOTIS (Studio

Teknologi Informasi Spasial). Bogor.

Buchori, I. 2010. Penggunaan Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam

Perencanaan Tata Ruang. Buletin Tata Ruang: Ruang Untuk Ekonomi

Masyarakat. Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional. Jakarta

Halaman: 20-25.

Denny, Rochyat Dj. 2004. Rencana Penataan Ruang Jabodetabek-Punjur. Di

Dalam Panuju D. R. et al., Editor. Penataan Ruang, Pemanfaatan Ruang

dan Masalah Lingkungan di Jabodetabek. Prosiding. Fakultas Pertanian,

Institut Pertanian Bogor, Halaman: 7-21.

Hardjowigeno S, dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan

Perencanaan Tataguna Lahan. Gadjah mada University Press. Yogyakarta.

Harian Pos Kota. 2010. DAS Ciliwung Memprihatinkan. Sabtu, 19 Juni 2010.

Janudianto. 2004. Analisis Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Dan

Pengaruhnya Terhadap Debit Maksimum-Minimum Di Sub DAS

Ciliwung Hulu. Skripsi. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian, Institut

Pertanian Bogor.

Lillesand, T.M, dan R.W. Kiefer. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.

Cetakan Ketiga. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Page 81: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

67

Nasution, Rozaini. 2003. Teknik Sampling. Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Universitas Sumatera Utara. Medan.

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2009. Tentang

Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan

Ruang Wilayah. Jakarta. Menteri Negara Lingkungan Hidup.

Rachim, DA, dan Suwardi. 2002. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Jurusan

Tanah. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Rahim SE. 2006. Pengendalian Erosi Tanah dalam Rangka Pelestarian

Lingkungan Hidup. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Rayes, L. 2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Penerbit Andi

Yogyakarta. Yogyakarta.

Rusdiana, O. 1995. Kondisi Tata Air DAS Ciliwung dan Sumber Daya Air DKI

Jakarta.

Rustiadi, E., Barus, B., Prastowo, dan Iman, L. S. 2010. Kajian Daya Dukung

Lingkungan Hidup Provinsi Aceh. Crestpent Press. Jakarta.

Rustiadi, E., Saefulhakim, S., Panuju, DR. 2011. Perencanaan dan Pengembangan

Wilayah. Crestpent Press. Jakarta.

Sandy, I Made. 1977. Penggunaan Tanah (Land Use) di Indonesia. Direktorat

Tata Guna Tanah, Direktorat Jenderal Agraria Departemen Dalam Negeri.

Jakarta.

Sitorus, S. R. P. 1985. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Penerbit TARSITO Bandung.

Bandung.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1992. Tentang Penataan

Ruang. Jakarta. Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional.

Page 82: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

68

LAMPIRAN

Page 83: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

69

Lampiran 1. Matriks Logik Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan terhadap RTRW

No Klasifikasi Peruntukan RTRW DAS

Ciliwung

Penggunaan / Penutupan Lahan DAS Ciliwung

Hutan Kebun /

Perkebunan

Tanah

Ladang /

Tegalan

Sawah

Irigasi

Sawah

Tadah

Hujan

Belukar /

Semak Rumput

Ruang

Terbangun

1 2 3 4 5 6 7 8

1 Hutan Lindung V X X X X X X X

2 Hutan Konservasi V X X X X X X X

3 Hutan Produksi V X X X X X X X

4 Perkebunan V V V X X X X X

5 Tanaman Tahunan V V V X X X X X

6 Pertanian Lahan Kering V V V V V X X X

7 Pemukiman Perdesaan (Hunian Jarang) V V V V V V V V

8 Pemukiman Perdesaan (Hunian Rendah) V V V V V V V V

9 Pemukiman Perkotaan (Hunian Rendah) V V V V V V V V

10 Pemukiman Perkotaan (Hunian Sedang) V V V V V V V V

Page 84: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

70

Lampiran 2. Matriks Logik Inkonsistensi Penggunaan/Penutupan Lahan terhadap Kemampuan Lahan

No

Kelas

Kemampuan

Lahan

Penggunaan / Penutupan Lahan DAS Ciliwung

Hutan Belukar /

Semak

Kebun /

Perkebunan

Tanah Ladang /

Tegalan

Sawah Tadah

Hujan Sawah Irigasi Rumput

Ruang

Terbangun

1 2 3 4 5 6 7 8

1 Kelas I V V V V V V V V

2 Kelas II V V V V V V V X

3 Kelas III V V V V V V X X

4 Kelas IV V V V V V X X X

5 Kelas V V V X X V V X X

6 Kelas VI V V V X X X X X

7 Kelas VII V V X X X X X X

8 Kelas VIII V X X X X X X X

Page 85: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

71

Lampiran 3. Matriks Logik Inkonsistensi Peruntukan Lahan RTRW terhadap Kemampuan Lahan

No Kelas

Kemampuan Lahan

RTRW DAS Ciliwung

Hutan Lindung

Hutan Konservasi

Hutan Produksi

Perkebunan Tanaman Tahunan

Pertanian Lahan Kering

Pemukiman Perdesaan (Hunian

Rendah)

Pemukiman Perdesaan (Hunian

Jarang)

Pemukiman Perkotaan (Hunian

Rendah)

Pemukiman Perkotaan (Hunian

Sedang)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Kelas I V V V V V V V V V V

2 Kelas II V V V V V V V V X X

3 Kelas III V V V V V V V X X X

4 Kelas IV V V V V V V X X X X

5 Kelas V V V V V V X X X X X

6 Kelas VI V V V V X X X X X X

7 Kelas VII V V V X X X X X X X

8 Kelas VIII V V V X X X X X X X

Page 86: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

72

Lampiran 4. Luas Penyebaran Tanah di Sub DAS Ciliwung Hulu

No Nama Tanah Ciawi Cisarua Megamendung Sukaraja Total Luas

Ha % Ha % Ha % Ha % Ha %

1

Asosiasi Andic Humitropepts -

Typic Dystropepts, - - 1268.09 8.68 1428.08 9.78 - - 2696.17 18.46

2

Asosiasi Typic Hapludands -

Typic Tropopsamments 907.01 6.21 2368.94 16.22 114.28 0.78 - - 3390.24 23.21

3

Asosiasi Typic Humitropepts -

Typic Eutropepts - - - - - - 5.03 0.03 5.03 0.03

4

Kompleks Typic

Tropopsamment - Lithic

Troporthents

- - 2.71 0.02 - - - - 2.71 0.02

5

Kompleks Typic Troporthents -

Typic Fluvaquents 52.98 0.36 52.12 0.36 112.37 0.77 14.54 0.10 232.02 1.59

6 Konsosiasi Typic Dystropepts 142.67 0.98 884.74 6.06 815.55 5.58 - - 1842.95 12.62

7 Konsosiasi Typic Eutropepts 233.17 1.60 879.80 6.02 1230.17 8.42 - - 2343.14 16.04

8 Konsosiasi Typic Hapludands - - 1601.32 10.97 721.52 4.94 - - 2322.84 15.91

9 Konsosiasi Typic Hapludults 0.52 0.00 51.08 0.35 1492.90 10.22 144.40 0.99 1688.90 11.56

10 Konsosiasi Typic Humitropepts 79.70 0.55 - - 0.21 0.00 - - 79.91 0.55

Total 1416.05 9.70 7108.80 48.68 5915.08 40.50 163.97 1.12 14603.91 100

Page 87: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

73

Lampiran 5. Gambar Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting

No. Lokasi Koordinat Kombinasi Inkonsistensi / Ketidaksesuaian Gambar Penggunaan/Penutupan Eksisting

a Kecamatan

Megamendung,

Desa Megamendung

x: 714524

y: 9265002

Hutan lindung Kebun/perkebunan

b Kecamatan

Megamendung,

Desa Megamendung

x: 711376

y: 9265432

Hutan produksi Semak/belukar

c Kecamatan

Megamendung,

Desa Sukagalih

x: 711198

y: 9260867

Pertanian lahan kering Sawah tadah hujan

Page 88: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

74

d Kecamatan Cisarua,

Desa Cisarua

x: 713930

y: 9261936

II t, e Pemukiman

e Kecamatan Ciawi,

Desa Ciawi

x: 704364

y: 9264008

II t, e, w Pemukiman

f. Kecamatan Ciawi,

Desa Pandansari

x: 704502

y: 9264992

III e Rumput/tanah kosong

Page 89: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

75

Lampiran 6. Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap Peruntukan Lahan RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025

menurut Klasifikasi Peruntukan Lahan

No.

Peruntukan Penggunaan

Lahan RTRW Kab.

Bogor tahun 2005-2025

Luas

Peruntukan

(Ha)

Jenis Penggunaan

Lahan

Luas

Inkonsistensi

(Ha)

Persentase (%) Jumlah Poligon

Inkonsistensi

Luas Rata-Rata

Inkonsistensi

(Ha) terhadap Total

Luas Peruntukan

terhadap Total

Luas Wilayah

1 Hutan Konservasi 2334.18 Air Tawar - - - - - 2

Hutan - - - - - 3

Kebun / Perkebunan 337.61 14.46 2.31 11 30.69 4

Pemukiman 71.10 3.05 0.49 15 4.74 5

Rumput / Tanah Kosong 4.50 0.19 0.03 2 2.25 6

Sawah Tadah Hujan 9.84 0.42 0.07 4 2.46 7

Semak / Belukar 19.59 0.84 0.13 10 1.96 8 Tegalan / Ladang 53.67 2.30 0.37 9 5.96

9 Hutan Lindung 4865.87 Air Tawar - - - - - 10

Hutan - - - - - 11

Kebun / Perkebunan 879.81 18.08 6.02 41 21.46 12

Pemukiman 321.69 6.61 2.20 122 2.64 13

Rumput / Tanah Kosong 3.50 0.07 0.02 4 0.87 14

Sawah Tadah Hujan 9.77 0.20 0.07 6 1.63 15

Semak / Belukar 54.17 1.11 0.37 15 3.61 16

Tegalan / Ladang 322.37 6.63 2.21 60 5.37

17 Hutan Produksi 44.52 Hutan - - - - - 18

Kebun / Perkebunan 17.26 38.76 0.12 1 17.26 19

Pemukiman 0.24 0.54 0.00 4 0.06 20 Semak / Belukar 19.17 43.06 0.13 1 19.17

21 Perkebunan 1523.59 Air Tawar - - - - - 22

Hutan - - - - - 23

Kebun / Perkebunan - - - - -

24

Pemukiman 361.94 23.76 2.48 73 4.96 25

Rumput / Tanah Kosong 1.07 0.07 0.01 3 0.36 26

Sawah Tadah Hujan 34.50 2.26 0.24 17 2.03 27

Semak / Belukar 39.36 2.58 0.27 11 3.58 28 Tegalan / Ladang - - - - -

29 Permukiman Perdesaan

(Hunian Jarang)

473.91 Air Tawar - - - - - 30

Hutan - - - - -

31

Kebun / Perkebunan - - - - - 32

Pemukiman - - - - -

Page 90: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

76

33

Rumput / Tanah Kosong - - - - - 34

Sawah Tadah Hujan - - - - - 35

Semak / Belukar - - - - - 36 Tegalan / Ladang - - - - -

37 Permukiman Perdesaan

(Hunian Rendah)

761.86 Air Tawar - - - - - 38

Hutan - - - - - 39

Kebun / Perkebunan - - - - - 40

Pemukiman - - - - - 41

Rumput / Tanah Kosong - - - - - 42

Sawah Irigasi - - - - - 43

Sawah Tadah Hujan - - - - - 44

Semak / Belukar - - - - - 45 Tegalan / Ladang - - - - -

46 Permukiman Perkotaan

(Hunian Rendah)

1475.96 Air Tawar - - - - - 47

Kebun / Perkebunan - - - - - 48

Pemukiman - - - - - 49

Rumput / Tanah Kosong - - - - - 50

Sawah Tadah Hujan - - - - - 51

Semak / Belukar - - - - - 52 Tegalan / Ladang - - - - -

53 Permukiman Perkotaan

(Hunian Sedang)

917.65 Air Tawar - - - - - 54

Kebun / Perkebunan - - - - - 55

Pemukiman - - - - - 56

Rumput / Tanah Kosong - - - - - 57

Sawah Irigasi - - - - - 58

Sawah Tadah Hujan - - - - - 59

Semak / Belukar - - - - - 60 Tegalan / Ladang - - - - -

61 Pertanian Lahan Kering 1965.48 Air Tawar - - - - - 62

Hutan - - - - - 63

Kebun / Perkebunan - - - - - 64

Pemukiman 626.40 31.87 4.29 127 4.93 65

Rumput / Tanah Kosong 8.02 0.41 0.05 4 2.00 66

Sawah Tadah Hujan 323.32 16.45 2.21 52 6.22 67

Semak / Belukar 21.67 1.10 0.15 9 2.41

68 Tegalan / Ladang - - - - -

69 Sungai Besar 45.75 Air Tawar - - - - - 70

Kebun / Perkebunan - - - - -

Page 91: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

77

71

Pemukiman - - - - - 72

Rumput / Tanah Kosong - - - - - 73

Sawah Irigasi - - - - - 74

Sawah Tadah Hujan - - - - - 75

Semak / Belukar - - - - -

76

Tegalan / Ladang - - - - -

77 Tanaman Tahunan 178.29 Hutan - - - - - 78

Kebun / Perkebunan - - - - - 79

Pemukiman 27.93 15.67 0.19 14 2.00 80

Sawah Tadah Hujan 36.62 20.54 0.25 11 3.33 81

Semak / Belukar 2.94 1.65 0.02 5 0.59 82 Tegalan / Ladang - - - - -

Grand Total 14587.06 3608.05 253 24.70 631 152.53

Page 92: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

78

Lampiran 7. Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap Peruntukan Lahan RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025

menurut Klasifikasi Penggunaan Lahan

No. Penggunaan/ Penutupan

Lahan Eksisting

Total Luas

Penggunaan

(Ha)

Jenis Peruntukan Lahan

Luas

Inkonsistensi

(Ha)

Persentase (%) Jumlah

Poligon

Inkonsistensi

Luas Rata-

Rata

Inkonsistensi

(Ha)

terhadap

Total Luas

Penggunaan

terhadap

Total Luas

Wilayah

1 Air Tawar 46.30 Hutan Konservasi - - - - -

2

Hutan Lindung - - - - - 3

Perkebunan - - - - - 4

Permukiman Perdesaan (Hunian Jarang) - - - - - 5

Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah) - - - - - 6

Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah) - - - - - 7

Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang) - - - - - 8

Pertanian Lahan Kering - - - - - 9 Sungai Besar - - - - -

10 Hutan 5269.80 Hutan Konservasi - - - - - 11

Hutan Lindung - - - - - 12

Hutan Produksi - - - - - 13

Perkebunan - - - - - 14

Permukiman Perdesaan (Hunian Jarang) - - - - - 15

Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah) - - - - - 16

Pertanian Lahan Kering - - - - - 17 Tanaman Tahunan - - - - -

18 Kebun / Perkebunan 2619.05 Hutan Konservasi 337.61 12.89 2.31 11 30.69 19

Hutan Lindung 879.81 33.59 6.02 41 21.46 20

Hutan Produksi 17.26 0.66 0.12 1 17.26 21

Perkebunan - - - - - 22

Permukiman Perdesaan (Hunian Jarang) - - - - - 23

Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah) - - - - - 24

Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah) - - - - - 25

Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang) - - - - -

26

Pertanian Lahan Kering - - - - - 27

Sungai Besar - - - - - 28 Tanaman Tahunan - - - - -

29 Pemukiman 3446.78 Hutan Konservasi 71.10 2.06 0.49 15 4.74 30

Hutan Lindung 321.69 9.33 2.20 122 2.64 31

Hutan Produksi 0.24 0.01 0.00 4 0.06

Page 93: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

79

32

Perkebunan 361.94 10.50 2.48 73 4.96 33

Permukiman Perdesaan (Hunian Jarang) - - - - - 34

Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah) - - - - - 35

Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah) - - - - - 36

Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang) - - - - -

37

Pertanian Lahan Kering 626.40 18.17 4.29 127 4.93 38

Sungai Besar - - - - - 39

Tanaman Tahunan 27.93 0.81 0.19 14 2.00

40 Rumput / Tanah Kosong 45.78 Hutan Konservasi 4.50 9.82 0.03 2 2.25 41

Hutan Lindung 3.50 7.64 0.02 4 0.87 42

Perkebunan 1.07 2.34 0.01 3 0.36 43

Permukiman Perdesaan (Hunian Jarang) - - - - - 44

Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah) - - - - -

45

Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah) - - - - - 46

Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang) - - - - - 47

Pertanian Lahan Kering 8.02 17.51 0.05 4 2.00 48 Sungai Besar - - - - -

49 Sawah Irigasi 62.84 Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah) - - - - - 50

Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang) - - - - - 51 Sungai Besar - - - - -

52 Sawah Tadah Hujan 838.40 Hutan Konservasi 9.84 1.17 0.07 4 2.46 53

Hutan Lindung 9.77 1.17 0.07 6 1.63 54

Perkebunan 34.50 4.11 0.24 17 2.03 55

Permukiman Perdesaan (Hunian Jarang) - - - - - 56

Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah) - - - - - 57

Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah) - - - - - 58

Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang) - - - - - 59

Pertanian Lahan Kering 323.32 38.56 2.21 52 6.22

60

Sungai Besar - - - - - 61 Tanaman Tahunan 36.62 4.37 0.25 11 3.33

62 Semak / Belukar 171.20 Hutan Konservasi 19.59 11.44 0.13 10 1.96 63

Hutan Lindung 54.17 31.64 0.37 15 3.61 64

Hutan Produksi 19.17 11.20 0.13 1 19.17 65

Perkebunan 39.36 22.99 0.27 11 3.58 66

Permukiman Perdesaan (Hunian Jarang) - - - - -

67

Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah) - - - - - 68

Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah) - - - - - 69

Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang) - - - - -

Page 94: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

80

70

Pertanian Lahan Kering 21.67 12.66 0.15 9 2.41 71

Sungai Besar - - - - - 72 Tanaman Tahunan 2.94 1.72 0.02 5 0.59

73 Tegalan / Ladang 2086.91 Hutan Konservasi 53.67 2.57 0.37 9 5.96

74

Hutan Lindung 322.37 15.45 2.21 60 5.37 75

Perkebunan - - - - - 76

Permukiman Perdesaan (Hunian Jarang) - - - - - 77

Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah) - - - - - 78

Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah) - - - - - 79

Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang) - - - - - 80

Pertanian Lahan Kering - - - - - 81

Sungai Besar - - - - - 82 Tanaman Tahunan - - - - -

Grand Total 14587.06 3608.05 284 24.70 631 152.53

Page 95: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

81

Lampiran 8. Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Kemampuan

Lahan

No.

Kelas

Kemampuan

Lahan

Total Luas

Kelas (Ha)

Jenis Penggunaan

Lahan

Luas Ketidak-

sesuaian (Ha)

Persentase (%) Jumlah Poligon

yang Tidak

Sesuai

Luas Rata-Rata

Ketidaksesuaian

(Ha) terhadap Total Luas

Kelas

terhadap Total Luas

Wilayah

1 I 192.50 Air Tawar - - - - - 2

Kebun / Perkebunan - - - - - 3

Pemukiman - - - - - 4

Sawah Tadah Hujan - - - - - 5

Semak / Belukar - - - - - 6

Tegalan / Ladang - - - - -

7 II 1653.34 Air Tawar - - - - - 8

Kebun / Perkebunan - - - - -

9

Pemukiman 844.66 51.09 5.79 161 5.25 10

Rumput / Tanah Kosong - - - - - 11

Sawah Irigasi - - - - - 12

Sawah Tadah Hujan - - - - - 13

Semak / Belukar - - - - - 14

Tegalan / Ladang - - - - -

15 III 2785.90 Air Tawar - - - - -

16

Hutan - - - - - 17

Kebun / Perkebunan - - - - - 18

Pemukiman 1485.62 53.33 10.18 414 3.59 19

Rumput / Tanah Kosong 28.50 1.02 0.20 32 0.89 20

Sawah Irigasi - - - - - 21

Sawah Tadah Hujan - - - - - 22

Semak / Belukar - - - - - 23

Tegalan / Ladang - - - - -

24 IV 2202.90 Air Tawar - - - - - 25

Hutan - - - - - 26

Kebun / Perkebunan - - - - - 27

Pemukiman 27.05 1.23 0.19 236 0.11 28

Rumput / Tanah Kosong 0.46 0.02 0.00 7 0.07 29

Sawah Irigasi - - - - - 30

Sawah Tadah Hujan 135.21 6.14 0.93 57 2.37 31

Semak / Belukar - - - - -

32

Tegalan / Ladang - - - - -

Page 96: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

82

33 VI 1560.44 Air Tawar - - - - - 34

Hutan - - - - - 35

Kebun / Perkebunan - - - - - 36

Pemukiman 392.00 25.12 2.69 230 1.70

37

Rumput / Tanah Kosong 11.19 0.72 0.08 16 0.70 38

Sawah Irigasi 24.57 1.57 0.17 14 1.75 39

Sawah Tadah Hujan 134.07 8.59 0.92 51 2.63 40

Semak / Belukar - - - - - 41

Tegalan / Ladang 197.03 12.63 1.35 155 1.27

42 VII 2846.02 Air Tawar - - - - - 43

Hutan - - - - - 44

Kebun / Perkebunan 415.37 14.59 2.85 239 1.74

45

Pemukiman 628.19 22.07 4.31 276 2.28 46

Rumput / Tanah Kosong 5.37 0.19 0.04 13 0.41 47

Sawah Irigasi 1.83 0.06 0.01 20 0.09 48

Sawah Tadah Hujan 4.08 0.14 0.03 30 0.14 49

Semak / Belukar - - - - - 50

Tegalan / Ladang 152.67 5.36 1.05 134 1.14

51 VIII 3345.95 Air Tawar - - - - -

52

Hutan - - - - - 53

Kebun / Perkebunan 247.06 7.38 1.69 24 10.29 54

Pemukiman 64.61 1.93 0.44 23 2.81 55

Rumput / Tanah Kosong 0.20 0.01 0.00 2 0.10 56

Semak / Belukar 26.74 0.80 0.18 11 2.43 57

Tegalan / Ladang 36.70 1.10 0.25 12 3.06

Grand Total 14.587.06 4863.18 215.10 33.34 2157 44.82

Page 97: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

83

Lampiran 9. Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Eksisting terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi Kemampuan

Lahan

No. Penggunaan/ Penutupan

Lahan Eksisting

Total Luas

Penggunaan

(Ha)

Jenis Kelas

Kemampuan

Lahan

Luas Ketidak-

sesuaian (Ha)

Persentase (%) Jumlah

Poligon yang

Tidak Sesuai

Luas Rata-Rata

Ketidaksesuaian

(Ha) terhadap Total Luas

Penggunaan

terhadap Total

Luas Wilayah

1 Air Tawar 46.30 I - - - - - 2

II - - - - - 3

III - - - - - 4

IV - - - - - 5

VI - - - - -

6

VII - - - - - 7 VIII - - - - -

8 Hutan 5269.80 III - - - - - 9

IV - - - - - 10

VI - - - - - 11

VII - - - - - 12 VIII - - - - -

13 Kebun / Perkebunan 2619.05 I - - - - - 14

II - - - - - 15

III - - - - - 16

IV - - - - - 17

VI - - - - - 18

VII 415.37 15.86 2.85 239 1.74 19 VIII 247.06 9.43 1.69 24 10.29

20 Pemukiman 3446.78 I - - - - -

21

II 844.66 24.51 5.79 161 5.25 22

III 1485.62 43.10 10.18 414 3.59 23

IV 27.05 0.78 0.19 236 0.11 24

VI 392.00 11.37 2.69 230 1.70 25

VII 628.19 18.23 4.31 276 2.28 26

VIII 64.61 1.87 0.44 23 2.81

27 Rumput / Tanah Kosong 45.78 II - - - - -

28

III 28.50 62.25 0.20 32 0.89 29

IV 0.46 1.02 0.00 7 0.07 30

VI 11.19 24.44 0.08 16 0.70 31

VII 5.37 11.72 0.04 13 0.41

Page 98: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

84

32 VIII 0.20 0.44 0.00 2 0.10

33 Sawah Irigasi 62.84 II - - - - - 34

III - - - - - 35

IV - - - - -

36

VI 24.57 39.10 0.17 14 1.75 37 VII 1.83 2.92 0.01 20 0.09

38 Sawah Tadah Hujan 838.40 I - - - - - 39

II - - - - - 40

III - - - - - 41

IV 135.21 16.13 0.93 57 2.37 42

VI 134.07 15.99 0.92 51 2.63 43 VII 4.08 0.49 0.03 30 0.14

44 Semak / Belukar 171.20 I - - - - - 45

II - - - - - 46

III - - - - - 47

IV - - - - - 48

VI - - - - - 49

VII - - - - - 50 VIII 26.74 15.62 0.18 11 2.43

51 Tegalan / Ladang 2086.91 I - - - - - 52

II - - - - - 53

III - - - - - 54

IV - - - - - 55

VI 197.03 9.44 1.35 155 1.27 56

VII 152.67 7.32 1.05 134 1.14 57 VIII 36.70 1.76 0.25 12 3.06

Grand Total 14587.06 4863.18 333.77 33.34 2157 44.82

Page 99: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

85

Lampiran 10. Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTRW Kab. Bogor 2005-2025 terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi

Kemampuan Lahan

No.

Kelas

Kemampuan

Lahan

Total Luas

Kelas (Ha) Jenis Peruntukan Lahan

Luas Ketidak-

sesuaian (Ha)

Persentase (%) Jumlah Poligon

yang Tidak

Sesuai

Luas Rata-Rata

Ketidaksesuaian

(Ha)

terhadap

Luas Total

Kelas

terhadap

Total Luas

Wilayah

1 I 192.50 Perkebunan - - - - - 2

Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah) - - - - - 3

Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah) - - - - - 4

Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang) - - - - - 5

Pertanian Lahan Kering - - - - - 6

Sungai Besar - - - - -

7 II 1653.34 Hutan Lindung - - - - -

8

Perkebunan - - - - - 9

Permukiman Perdesaan (Hunian Jarang) - - - - - 10

Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah) - - - - - 11

Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah) 451.31 27.30 3.09 36 12.54 12

Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang) 284.62 17.21 1.95 55 5.17 13

Pertanian Lahan Kering - - - - - 14

Sungai Besar - - - - - 15

Tanaman Tahunan - - - - -

16 III 2785.90 Hutan Konservasi - - - - - 17

Hutan Lindung - - - - - 18

Perkebunan - - - - - 19

Permukiman Perdesaan (Hunian Jarang) 226.73 8.14 1.55 53 4.28 20

Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah) - - - - - 21

Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah) 698.31 25.07 4.79 101 6.91 22

Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang) 396.25 14.22 2.72 37 10.71

23

Pertanian Lahan Kering - - - - - 24

Sungai Besar - - - - - 25

Tanaman Tahunan - - - - -

26 IV 2202.90 Hutan Konservasi - - - - - 27

Hutan Lindung - - - - - 28

Hutan Produksi - - - - - 29

Perkebunan - - - - - 30

Permukiman Perdesaan (Hunian Jarang) 66.76 3.03 0.46 18 3.71

31

Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah) 200.34 9.09 1.37 44 4.55

Page 100: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

86

32

Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah) 69.12 3.14 0.47 23 3.01 33

Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang) 55.11 2.50 0.38 27 2.04 34

Pertanian Lahan Kering - - - - - 35

Sungai Besar - - - - - 36

Tanaman Tahunan - - - - -

37 VI 1560.44 Hutan Konservasi - - - - - 38

Hutan Lindung - - - - - 39

Hutan Produksi - - - - - 40

Perkebunan - - - - - 41

Permukiman Perdesaan (Hunian Jarang) 82.23 5.27 0.56 18 4.57 42

Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah) 172.31 11.04 1.18 31 5.56 43

Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah) 145.61 9.33 1.00 25 5.82 44

Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang) 72.30 4.63 0.50 32 2.26

45

Pertanian Lahan Kering 215.19 13.79 1.48 64 3.36 46

Sungai Besar - - - - - 47

Tanaman Tahunan 10.16 0.65 0.07 7 1.45

48 VII 2846.02 Hutan Konservasi - - - - - 49

Hutan Lindung - - - - - 50

Hutan Produksi - - - - - 51

Perkebunan 144.97 5.09 0.99 27 5.37

52

Permukiman Perdesaan (Hunian Jarang) 11.46 0.40 0.08 12 0.96 53

Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah) 155.16 5.45 1.06 31 5.01 54

Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah) 86.81 3.05 0.60 39 2.23 55

Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang) 57.08 2.01 0.39 22 2.59 56

Pertanian Lahan Kering 114.33 4.02 0.78 64 1.79 57

Sungai Besar - - - - - 58

Tanaman Tahunan 4.51 0.16 0.03 1 4.51

59 VIII 3345.95 Hutan Konservasi - - - - -

60

Hutan Lindung - - - - - 61

Perkebunan 233.04 6.96 1.60 26 8.96 62

Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah) 0.16 0.00 0.00 1 0.16 63 Pertanian Lahan Kering 6.07 0.18 0.04 4 1.52

Grand Total 14587.06 3959.94 182 27.15 798 109

Page 101: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

87

Lampiran 11. Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan RTRW Kab. Bogor 2005-2025 terhadap Kemampuan Lahan menurut Klasifikasi

Peruntukan Lahan

No. Peruntukan Penggunaan Lahan RTRW

Kab. Bogor tahun 2005-2025

Luas

Peruntukan

(Ha)

Jenis Kelas

Kemampuan

Lahan

Luas

Ketidak-

sesuaian

(Ha)

Persentase (%) Jumlah

Poligon yang

Tidak Sesuai

Luas Rata-Rata

Ketidaksesuaian

(Ha)

terhadap Total

Luas

Peruntukan

terhadap Total

Luas Wilayah

1 Hutan Konservasi 2334.18 III - - - - - 2

IV - - - - - 3

VI - - - - - 4

VII - - - - - 5 VIII - - - - -

6 Hutan Lindung 4865.87 II - - - - - 7

III - - - - -

8

IV - - - - - 9

VI - - - - - 10

VII - - - - - 11

VIII - - - - -

12 Hutan Produksi 44.52 IV - - - - - 13

VI - - - - - 14 VII - - - - -

15 Perkebunan 1523.59 I - - - - - 16

II - - - - - 17

III - - - - - 18

IV - - - - - 19

VI - - - - - 20

VII 144.97 9.52 0.99 27 5.37 21 VIII 233.04 15.30 1.60 26 8.96

22 Permukiman Perdesaan (Hunian Jarang) 473.91 II - - - - - 23

III 226.73 47.84 1.55 53 4.28 24

IV 66.76 14.09 0.46 18 3.71 25

VI 82.23 17.35 0.56 18 4.57 26 VII 11.46 2.42 0.08 12 0.96

27 Permukiman Perdesaan (Hunian Rendah) 761.86 I - - - - - 28

II - - - - - 29

III - - - - -

30

IV 200.34 26.30 1.37 44 4.55 31

VI 172.31 22.62 1.18 31 5.56

Page 102: Evaluasi Kemampuan Lahan terhadap Penggunaan/ Penutupan … · Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, alokasi pemanfaatan ruang pada rencana tata ruang wilayah

88

32 VII 155.16 20.37 1.06 31 5.01

33 Permukiman Perkotaan (Hunian Rendah) 1475.96 I - - - - - 34

II 451.31 30.58 3.09 36 12.54 35

III 698.31 47.31 4.79 101 6.91

36

IV 69.12 4.68 0.47 23 3.01 37

VI 145.61 9.87 1.00 25 5.82 38

VII 86.81 5.88 0.60 39 2.23 39 VIII 0.16 0.01 0.00 1 0.16

40 Permukiman Perkotaan (Hunian Sedang) 917.65 I - - - - - 41

II 284.62 31.02 1.95 55 5.17 42

III 396.25 43.18 2.72 37 10.71 43

IV 55.11 6.01 0.38 27 2.04

44

VI 72.30 7.88 0.50 32 2.26 45 VII 57.08 6.22 0.39 22 2.59

46 Pertanian Lahan Kering 1965.48 I - - - - - 47

II - - - - - 48

III - - - - - 49

IV - - - - - 50

VI 215.19 10.95 1.48 64 3.36

51

VII 114.33 5.82 0.78 64 1.79 52 VIII 6.07 0.31 0.04 4 1.52

53 Sungai Besar 45.75 I - - - - - 54

II - - - - - 55

III - - - - - 56

IV - - - - - 57

VI - - - - - 58

VII - - - - -

59 Tanaman Tahunan 178.29 II - - - - - 60

III - - - - - 61

IV - - - - - 62

VI 10.16 5.70 0.07 7 1.45 63 VII 4.51 2.53 0.03 1 4.51

Grand Total 14587.06 3959.94 394 27.15 798 109