evaluasi kelayakan usaha ternak kambing perah

Upload: syahrul-anwar

Post on 09-Oct-2015

435 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

ternak

TRANSCRIPT

  • EVALUASI KELAYAKAN USAHA TERNAK KAMBING PERAH PERANAKAN ETAWA (PE), DI PETERNAKAN UNGGUL,

    KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR

    SKRIPSI

    ABDUL ROSID H34066001

    DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

    2009

  • RINGKASAN

    ABDUL ROSID. Evaluasi Kelayakan Usaha Ternak Kambing Perah Peranakan Etawa (PE), di Peternakan Unggul, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Sekripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (DI bawah bimbingan HARMINI).

    Adanya penetapan kebijakan diberlakukannya otonomi daerah, setiap daerah didorong untuk mampu mengembangkan komoditas unggulan sebagai sumber pemasukan bagi pendapatan asli daerah. Salah satu komoditas pada subsektor peternakan yang mulai dikembangkan pemerintah daerah khusunya propinsi Jawa Barat adalah kambing perah. Selain itu pengembangan kambing perah didukung dengan adanya sumber daya ternak kambing lokal yang berkualitas dan adaptif terhadap kondisi lingkungan yang panas dan lembab. Indikator peningkatan pembangunan subsektor peternakan dapat dilihat dengan adanya indikasi bertambahnya populasi ternak pada komoditas yang ada.

    Penyebaran populasi ternak kambing dari tahun ke tahun umumya terjadi peningkatan. Peningkatan terbesar populasi kambing terjadi di propinsi Jawa Tengah yang merupakan salah satu daerah sentra ternak kambing nasional. Hal ini terlihat bahwa Propinsi Jawa Tengah merupakan populasi kambing terbesar di Indonesia, yaitu mencapai 3.193.842 ekor pada tahun 2007 (data sementara). Sedangkan Jawa Barat berada pada urutan ketiga terbesar, sebanyak 1.393.190 ekor setelah propinsi Jawa Timur. Berdasarkan jumlah populasi terbesar ketiga nasional tersebut dapat dikatakan bahwa ternak kambing merupakan salah satu komoditas unggulan di provinsi Jawa Barat yang masih berpotensi untuk dikembangkan.

    Pengembangan agribisnis peternakan khususnya kambing perah PE di Kabupaten Bogor dapat dijadikan sebagai pengembangan sentra usaha komoditi unggulan. Angka populasi ternak kambing PE yang berada di Kabupaten Bogor mengalami peningkatan. Kecamatan Ciampea merupakan salah satu sentra perkembangan populasi ternak kambing perah di Kabupaten Bogor. Data dinas peternakan dan perikanan Kabupaten Bogor pada tahun 2007 menjelaskan bahwa Kecamatan Ciampea, terjadi peningkatan jumlah populasi kambing perah cukup signifikan mencapai 129,26 persen diantara kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor. Peningkatan jumlah populasi tersebut mengindikasikan bahwa perkembangan usaha ternak kambing keberadaannya dapat diterima oleh masyarakat. Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah :1) Menganalisis kelayakan usaha Peternakan Unggul dari aspek kelayakan finansial dan non finansial (aspek pasar, teknis, manajemen dan sosial). 2) Menganalisis tingkat kepekaan kelayakan usaha kambing perah PE terhadap perubahan dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi manfaat dan biaya dari usaha tersebut.

    Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang

    aspek-aspek budidaya kambing perah PE secara umum meliputi analisis

    aspek pasar, aspek teknis, aspek institusional-organisasi-manajerial, dan aspek

  • sosial Peternakan Unggul. Analisis kuantitatif meliputi analisis kelayakan finansial pengusahaan kambing unggul, analisis kelayakan finansial ini menggunakan perhitungan kriteria-kriteria investasi yaitu, Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Payback Period (PBP) dan analisis Switching value. Data yang diperoleh diolah secara manual dengan menggunakan program komputer Ms. Excel. Analisis yang dilakukan terhadap aspek non finansial penting untuk dilakukan karena dapat memberikan gambaran terhadap usaha yang akan maupun sedang dijalankan. Walaupun aspek non finansial belum ada keseragaman yang pasti tentang aspek apa saja yang menjadi acuan untuk diteliti. Namun pada penelitian ini yang dilakukan terhadap aspek non finansial meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial.

    Hasil analisis kriteria kelayakan finansial, usaha Peternakan Unggul berdasarkan dua skenario menunjukan Skenario I dilihat dari kriteria NPV, IRR, net B/C dan PBP lebih menguntungkan dibandingkan dengan Skenario II: masing-masing nilai yang diperoleh NPV sebesar Rp 359. 966.477, IRR: 127 persen, Net B/C: 5,77 dan PBP: 2,01 tahun atau setara dengan dua tahun, tiga hari. Skenario II hasil yang diperoleh dari pendekatan NPV nilai yang diperoleh adalah Rp 57.872.694 IRR : 44 persen, Net B/C : 1,61 dan PBP : 6,88 tahun, setara dengan enam tahun sepuluh bulan,enam belas hari.

    Analisis Switching Value pada skenario I diperoleh tingkat penurunan harga susu yang dapat ditolerir sebesar 30,16 persen, dan kenaikan biaya yang dapat ditolerir sebesar 55,43 peersen. Sedangkan skenario II diperoleh tingkat kepekaan terhadap penurunan harga susu kambing sebesar 13,03 persen, sedangkan peningkatan biaya variabel diperoleh sebesar 18,52 persen. Hasil perbandingan tersebut menunjukan skenario II lebih peka atau sensitif terhadap perubahan baik dari penurunan harga susu maupun kenaikan biaya variabel. Semakin sensitif terhadap suatu perubahan dampak usaha yang akan dijalankan semakin berrisiko. Perbandingan Switching Value usaha Peternakan Unggul. Penyebab skenario II lebih peka/sensitif dibandingkan skenario I, dikarenakan pada skenario II kemampuan usaha kambing perah PE dengan kapasitas kandang sebanyak 50 ekor ternak kambing dan kemampuan investasi awal sebnnyak 21 ekor, penerimaan outflow yang dikeluarkan lebih besar dibandingkan inflow yang dihasilkan sehingga kurang efisien menggunakan biaya investasi yang ditanamkan.

  • EVALUASI KELAYAKAN USAHA TERNAK KAMBING PERAH PERANAKAN ETAWA (PE), DI PETERNAKAN UNGGUL,

    KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR

    SKRIPSI

    ABDUL ROSID H34066001

    Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

    Departemen Agribisnis

    DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

    2009

  • Judul Skripsi : Evaluasi Kelayakan Usaha Ternak kambing Perah

    Peranakan Etawa (PE), Di Peternakan Unggul,

    Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor

    Nama : Abdul Rosid

    NIM : H34066001

    Disetujui,

    Pembimbing

    Ir. Harmini, MSi NIP. 196009211987032002

    Diketahui, Ketua Departemen Agribisnis

    Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

    Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP.195809081984031002

    Tanggal Lulus: .....................

  • PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Evaluasi

    Kelayakan Usaha Ternak Kambing Perah Peranakan Etawa (PE), di Peternakan

    Unggul, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor adalah karya saya sendiri dan

    belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber

    informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

    diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

    bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

    Bogor, September 2009

    Abdul Rosid H34066001

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Bekasi, Jawa Barat pada tanggal 15 Maret 1983.

    Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Alih

    Jeran dan Ibu Aisah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Strada

    Bekasi pada tahun1997 dan pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP)

    diselesaikan pada tahun 2000 di SLTP Strada Bekasi.

    Lulus dari SLTP penulis langsung melanjutkan ke SMK Negeri 1 Cibadak,

    Sukabumi dan lulus pada tahun 2003. Ditahun yang sama penulis diterima

    sebagai mahasiswa Program Studi Diploma III, Pengelola Perkebunan,

    Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

    Bogor melalui jalur Reguler dan lulus pada tahun 2006. Setelah lulus dari

    Diploma III penulis mendapat kesempatan melanjutkan pada Jenjang Strata Satu

    (S1) Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus Departemen

    Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

    Selama mengikuti pendidikan penulis aktif sebagai pengurus himpunan propesi

    mahasiswa Agronomi (Himagron) IPB tahun 2004-2005. Tim pemberdayaan

    masyarakat desa IPB masa bakti 2004-2005. Assessment team lahan perkebunan

    di PT Baris Agro tahun 2006-2007. Pengurus Keluaga Muslim Ekstensi, 2007-

    2008. Serta asisten dosen di Universitas Al- Zaytun Indonesia pada Fakultas

    Pertanian Terpadu tahun 2009.

  • KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat

    dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

    Evaluasi Kelayakan Usaha Ternak Kambing Perah Peranakan Etawa (PE), di

    Peternakan Unggul, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor Penelitian ini

    bertujuan menganalisis kelayakan usaha di Peternakan Unggul baik dari aspek

    finansial maupun aspek non finansial.

    Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan

    dikarenakan keterbatasan dan kendala yang dihadapi penulis. Oleh karenanya,

    penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua

    pihak ke arah penyempurnaan skripsi ini sehingga bermanfaat bagi semua pihak,

    baik bagi pelaku usaha peternak kambing perah, pembaca dan khususnya bagi

    penulis sendiri.

    Bogor, September 2009

    Abdul Rosid

  • UCAPAN TERIMA KASIH

    Penulisan skripsi yang berjudul Evaluasi Kelayakan Usaha Ternak

    Kambing Perah Peranakan Etawa (PE), Di Peternakan Unggul, Kecamatan

    Ciampea, Kabupaten Bogor ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari

    berbagai pihak. sehingga skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya

    sebagai salah satu syarat kelulusan.

    Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan

    penghargaan kepada:

    1. Ir. Harmini, MSi selaku dosen pembimbing atas bimbingan, motivasi dan

    arahannya selama penulis menyusun skripsi ini.

    2. Ir. Popong Nurhayati, MM dan Etrya, SP. MM selaku dosen penguji pada

    ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunnya serta memberikan

    kritik, saran maupun masukan demi menyempurnakan penelitian ini.

    3. Ir. Juniar Atmakusuma, MS sebagai dosen evaluator pada kolokium rencana

    penelitian yang telah memberikan masukan dan saran sebagai bekal turun

    lapang.

    4. Jumadi atas kesediaannya menjadi pembahas dalam seminar hasil skripsi yang

    telah memberikan masukan dan koreksi untuk penyempurnaan hasil skripsi ini

    5. Orang tua tercinta, abang Samin, Limih, Rusman serta seluruh keluargaku atas

    doa dan dukungannya selama penulis menyelesaikan kuliah di IPB, semoga

    ini bisa menjadi persembahan yang terbaik.

    6. Keluarga Dr.Ir. Hariyadi MS, Ibu Yuli Nurlestari, SE. MM beserta keluarga

    atas motivasi dan dukungannya selama penulis penyelesaikan kuliah.

    7. Bapak Wisnanto selaku pemilik Peternakan Unggul, trimakasih atas diskusi,

    pengalaman dan kesempatan yang diberikan kepada penulis melakukan

    penelitian.

    8. Wahyu Dwihartanto, Dewintha Stani, Surahmat,Nike Irawati, Ai maslihah,

    Bembi, Arief Rivai, Ragel, Amir Elbani, Risman, Nuning, Yosi, Ajen

    Mukarom, Ayila, Tessa Magrianti, Kang Husein trimakasih atas bantuan,

    saran, diskusi dan masukannya selama penulis menyelesaikan kuliah di IPB.

  • 9. Teman teman PLP, Keluarga Besar Asrama Kalsel, Keluarga Besar Muslim

    Ekstensi Institut Pertanian Bogor beserta Pembina, Seluruh Staf dan dosen

    Fakultas Ekonomi dan Manajemen, teman-teman Ekstensi khusunnya

    angkatan satu atas kebersamaan dan perjuangannya yang telah kita lalui

    semoga rasa kekeluargaan dan kebersamaan tetap terjaga.

    10. Serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu,

    terimakasih atas bantuannya.

    Bogor, September 2009

    Abdul Rosid

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    DAFTAR TABEL .................................................................................. v

    DAFTAR GAMBAR ............................................................................. vii

    DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... viii

    I PENDAHULUAN ........ 1

    1.1. Latar Belakang . 1 1.2. Perumusan Masalah . 6 1.3. Tujuan Penelitian . 7 1.4. Kegunaan Penelitian 7 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

    II TINJAUAN PUSTAKA . 9

    2.1. Usaha Peternaan Kambing Perah 9 2.2. Klasifikasi Biologi dan Karakteristik Kambing PE 10 2.3. Budidaya . 10 2.4 Penelitian Terdahulu ............................................................... 13

    III KERANGKA PEMIKIRAN ......................................................... 18

    3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis .. 18 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek ............................................. 18 3.1.2. Aspek-aspek Analisis Kelayakan .............................. 18 3.1.3. Analisis Sensitivitas .................................................... 21 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional .. 22

    IV METODE PENELITIAN . 25

    4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian . 25 4.2. Jenis dan Sumber Data ............................................................ 25 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................... 25 4.4. Asumsi Dasar . 30 V GAMBARAN UMUM....................................................................... 33 5.1 Sejarah dan Perkembangan.......................................................... 33 5.2 Lokasi Peternakan........................................................................ 34 5.3 Keadaan Penduduk Kecamatan Ciampea.................................... 36 VI ANALISIS ASPEK NON FINANSIAL............................................ 39 6.1 Aspek Pasar.................................................................................. 39 6.1.1 Permintaan........................................................................ 39 6,1.2 Penawaran....................................................................... 40

  • 6.1.3 Analisis Pesaing dan Peluang Pasar................................ 40 6.1.4 Bauran Pemasaran........................................................... 41 6.1.5 Analisis Aspek Pasar........................................................ 45 6.2 Aspek Teknis................................................................................ 46 6.2.1 Lokasi Produksi................................................................ 46 6.2.2 Teknis Budidaya............................................................... 48 6.2.3 Produksi susu.................................................................... 54 6.2.4 Tenaga Kerja.................................................................... 54 6.3 Aspek Manajemen....................................................................... 55 6.4 Aspek Sosial................................................................................ 56 VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL.................................................. 58 7.1 Inflow.......................................................................................... 58 7.2 Outflow....................................................................................... 61 7.3 Analisis Kelayakan Finansial..................................................... 66 7.4 Analisis Switchinng value.......................................................... 70 VIII KESIMPULAN DAN SARAN..................................................... 72 8.1 Kesimpulan................................................................................ 72 8.2 Saran.......................................................................................... 72 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 74

    LAMPIRAN ....................................................................................... 76

  • DAFTAR TABEL

    Nomor Halaman

    1. Populasi Ternak Menurut Jenis di Kabupaten Bogor Tahun 2006-2007 .................................................................. 2

    2. Populasi Kambing Perah di Beberapa Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2006-2007 ........................................ 3

    3. Perkembangan Konsumsi Susu Per Kapita Per Tahun di Indonesia Tahun 2005-2006 ................................................ 4

    4. Perbandingan Komposisi Susu Sapi, Susu Kambing, dan Air Susu Ibu Per 100 gram 5

    5. Jumlah Pemberian Pakan Berdasarkan Kondisi Pertumbuhan Kambing.............................................................. 13

    6. Luas Wilayah Setiap Desa di Kecamatan Ciampea Tahun 2008............................................................................... 35

    7. Luas Lahan (Ha) Berdasarkan Pemanfaatan Lahan di Kecamatan Ciampea Tahun 2008....................................... .. 36

    8. Jumlah Penduduk dan Kepala Keluaarga di Kecamatan Ciampea Tahun 2008................................................................. 37

    9. Jumlah Penduduk di Kecamatan Ciampea Berdasarkan Umur Tahun 2008...................................................................... 37

    10. Jumlah Penduduk (jiwa) Kecamatan Ciampea Berdasarkan Mata Pencharian Tahun 2008............................... 38

    11. Estimasi Produksi Susu Kambing di Peternakan Unggul........ . 59

    12. Estimasi Penerimaan Penjualan Anak Kambing Per Tahun..... 61

    13. Biaya Investasi pada Peternakan Unggul................................. . 62

    14. Biaya Re-Investasi Usaha Peternakan Unggul......................... . 63

    15. Rincian Biaya Tetap Usaha Peternakan Unggul....................... 64

    16. Angsuran Pembayaran Pinjaman Usaha Peternakan Unggul................................................................... . 65

  • 17. Rincian Biaya Konsentrat Per Ekor Per Hari............................ 65

    18. Hasil Kriteria Kelayakan Usaha Pada Skenario 1..................... 68

    19. Perbandingan Hasil Kelayakan Usaha Pada Dua Skenario....... 70

    20. Perbandingan Hasil Switching Value Usaha Peternakan Unggul.................................................................... 71

  • DAFTAR GAMBAR

    Halaman 1. Kerangka Pemikiran Oprasional............................................... 24

    2. Kemasan Susu Murni di Peternakan Unggul............................ 43

    3. Kandang Tipe Panggung di Peternakan Unggul....................... 48

    4. Pemberian Pakan Ampas Kedelai............................................. 50

    5. Kegiatan Sanitasi Kandang di Peternakan Unggul................... 51

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman 1. Kuisoner.................................................................................... 77

    2. Estimasi perkembangan Populasidan Produksi Kambing PE.... 80

    3. Biaya investasi, penyusutan dan nilai sisia Usaha peternakan Unggul..................................................................... 85

    4. Rincian Biaya variabel Usaha Peternakan Unggul................... 86

    5. Laba Rugi Skenario I................................................................ 87

    6. Cashflow skenario I .................................................................. 88

    7. Switching Value penurunan harga susu (Skenario I)................. 90

    8. Switching Value Kenaikan Biaya Variabel (Skenario I)............ 92

    9. Estimasi Perkembangan Populasi danProduksi Kambing PE (Skenario II)........................................................................ 94

    10. Biaya Investasi, Penyusutan dan Nilai Sisa (Skenario II) ......... 99

    11. Estimasi Penerimaan Usaha Peternakan Unggul (Skenario II).... 100

    12. Rincian Biaya Variabel (Skenario II)......................................... 101

    13. Cashflow skenario II ................................................................ 102

    14. Laba Rugi Skenario II................................................................ 104

    15. Switching Value penurunan harga susu (Skenario II)................ 105

    16. Switching Value Kenaikan Biaya Variabel (Skenario II)........... 107

  • I PENDAHULUAN

    1.1.Latar Belakang

    Adanya penetapan kebijakan diberlakukannya otonomi daerah, setiap

    daerah didorong untuk mampu mengembangkan komoditas unggulan sebagai

    sumber pemasukan bagi pendapatan asli daerah. Salah satu komoditas pada

    subsektor peternakan yang mulai dikembangkan pemerintah daerah kusunya

    propinsi Jawa Barat adalah kambing perah. Selain itu pengembangan kambing

    perah didukung dengan adanya sumber daya ternak kambing lokal yang

    berkualitas dan adaptif terhadap kondisi lingkungan yang panas dan lembab.

    Indikator peningkatan pembangunan subsektor peternakan dapat dilihat dengan

    adanya indikasi bertambahnya populasi ternak pada komoditas yang ada.

    Menurut BPS Peternakan (2007) penyebaran populasi ternak kambing dari

    tahun ke tahun umumya terjadi peningkatan. Peningkatan terbesar populasi

    kambing terjadi di propinsi Jawa Tengah yang merupakan salah satu daerah sentra

    ternak kambing nasional. Hal ini terlihat bahwa Propinsi Jawa Tengah merupakan

    populasi kambing terbesar di Indonesia, yaitu mencapai 3.193.842 ekor pada

    tahun 2007 (data sementara). Sedangkan Jawa Barat berada pada urutan ketiga

    terbesar, sebanyak 1.393.190 ekor setelah propinsi Jawa Timur. Berdasarkan

    jumlah populasi terbesar ketiga nasional tersebut dapat dikatakan bahwa ternak

    kambing merupakan salah satu komoditas unggulan di provinsi Jawa Barat yang

    masih berpotensi untuk dikembangkan.

    Populasi kambing perah Peranakan Etawa (PE) di Kabupaten Bogor

    relatif lebih kecil dibandingkan jumlah populasi jenis ternak lainnya, namun

    berdasarkan informasi data tersebut (Tabel 1) memperlihatkan perkembangan

    ternak kambing PE merupakan ternak yang mengalami peningkatan populasi

    tertinggi di Kabupaten Bogor mencapai 51,01 persen dibandingkan dengan jenis

    ternak lain seperti sapi, kerbau, domba, babi, ayam dan sebagainya. Informasi

    khusus mengenai perkembangan populasi kambing (perah) di Jawa Barat

    khususnya di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

  • Tabel 1. Populasi Berbagai Jenis Ternak di Kabupaten Bogor Tahun 2006-2007

    No Jenis Ternak Jumlah Populasi (ekor) Pertumbuhan

    (%) Tahun 2006 Tahun 2007

    1 Sapi Potong 14.831 17.502 18,01

    2 Sapi Perah 5.123 5.268 2,83

    3 Kerbau 21.228 16.662 -21,51

    4 Kambing PE 1.382 2.087 51,01

    5 Kambing Non PE 120.682 115.299 -4,46

    6 Domba 229.012 223.253 -2,51

    7 Babi 5.779 2.406 -58,37

    8 Ayam Ras Petelur 3.533.007 3.791.836 7,33

    9 Ayam Ras Pedaging 11.864.000 12.756.836 7,52

    10 Ayam Ras Pembibit 601.000 748.239 24,50

    11 Ayam Buras 1.201.644 1.007.202 -16,18

    12 Itik 241.299 150.986 -37,43

    13 Puyuh 16.000 4.000 -75

    14 Aneka Ternak - Kuda - Kelinci - Kera

    277

    4.118 6.498

    292

    5.756 6.277

    5,42

    39,78 -3,40

    Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2008) Pengembangan agribisnis peternakan khususnya kambing perah PE di

    Kabupaten Bogor dapat dijadikan sebagai pengembangan sentra usaha komoditas

    unggulan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya (Tabel 1), angka populasi

    ternak kambing PE yang berada di Kabupaten Bogor mengalami peningkatan,

    sedangkan daerah mana saja di Kabupaten Bogor yang merupakan sentra produksi

    susu kambing dapat dilihat pada Tabel 2. Kecamatan Ciampea merupakan salah

    satu sentra perkembangan populasi ternak kambing perah di kabupaten Bogor.

    Data dinas peternakan dan perikanan Kabupaten Bogor pada tahun 2007

    menjelaskan bahwa Kecamatan Ciampea, terjadi peningkatan jumlah populasi

    kambing perah cukup signifikan mencapai 129,26 persen diantara kecamatan yang

    ada di Kabupaten Bogor. Peningkatan jumlah populasi tersebut mengindikasikan

    bahwa perkembangan usaha ternak kambing keberadaannya dapat diterima oleh

    masyarakat.

  • Tabel 2. Populasi Kambing Perah di Beberapa Daerah Sentra di Kabupaten Bogor Tahun 2006-2007

    Kecamatan Populasi (ekor) Persentase

    Perkembangan (%) 2006 2007

    Cijeruk 324 404 24,69

    Caringin 245 341 39,18

    Ciampea 123 282 129,26

    Pamijahan 187 243 29,95

    Cigombong 117 222 89,74

    Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2008)

    Kambing perah merupakan ternak dwiguna, selain susu sebagai produk

    utama, daging dan produk sampingan seperti kotoran ternak dapat dimanfaatkan

    sebagai sumber pupuk organik. Usaha ternak kambing perah dapat dijadikan

    sebagai ternak alternatif diversifikasi hasil peternakan selain sapi, karena

    terbatasnya daerah yang sesuai untuk pengembangan sapi perah di Indonesia.

    Namun, hanya kambing perah tertentu yang dapat menghasilkan susu kambing,

    karena mengingat tidak semua jenis kambing dapat menghasilkan susu secara

    kontinyu dan produktivitas susu dalam jumlah yang banyak. Salah satu jenis

    kambing yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia adalah kambing PE.

    Dilihat dari kebutuhan konsumsi susu, umumnya terjadi peningkatan baik

    susu segar maupun susu olahan (Tabel 3). Peningkatan populasi penduduk dan

    pendapatan masyarakat merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pola

    konsumsi susu per kapita. Konsumsi susu baik susu olahan maupun susu segar

    pada tahun 2006 terjadi peningkatan sebesar 10,47 kg per tahun per kapita

    dibandingkan pada tahun sebelumya. Masyarakat Indonesia umumnya

    mengkonsumsi susu kambing dalam bentuk susu segar. Secara khusus jumlah

    konsumsi susu segar per tahun per kapita termasuk didalammya susu kambing

    terjadi peningkatan, pada tahun 2005 sebesar 0,1 kg menjadi 0,16 kg per tahun

    per kapita.

  • Tabel 3. Perkembangan Konsumsi Produk Susu Per Kapita Per Tahun di Indonesia Tahun 2005-2006

    No. Jenis Produk Tahun/(kg)

    2005 2006 1 Susu segar 0,10 0,16 2 Susu cair pabrik 0,12 0,14 3 Susu kental manis 1,10 1,10 4 Susu bubuk 4,59 5,16 5 Susu bubuk bayi 3,90 3,90

    6 Keju 0,01 0,00 7 Hasil lain dari susu 0,01 0,01

    Total konsumsi Susu 9,82 10,47

    Sumber : BPS Peternakan (2007)

    Keunggulan susu kambing perah dibandingkan susu yang bersumber dari

    susu sapi, susu kambing mudah dicerna dan tidak menimbulkan gangguan

    pencernaan bagi mereka yang alergi mengkonsumsi susu sapi. Susu segar yang

    biasa dikonsumsi masyarakat adalah susu sapi. Keberadaan ternak kambing perah

    sebagai ternak ruminansia kecil berpotensi sebagai penghasil susu selain sapi yang

    umumnya kita kenal. Susu segar yang dimaksud adalah tanpa adanya penambahan

    atau pengurangan suatu apapun kandungan alami dari susu tersebut yang

    dihasilkan dari pemerahan. Dari sisi kandungan nutrisi, susu kambing memiliki

    kandungan nutrisi yang lebih baik dibandingkan susu sapi (Tabel 4). Selain

    sebagai sumber minuman bernutrisi susu kambing juga diyakini dapat

    menyembuhkan beberapa penyakit seperti gangguan pernafasan dan lambung.

    Perbandingan komposisi kimia antara susu sapi, susu kambing dan air susu ibu

    (ASI), kandungan kimia susu kambing memiliki keunggulan dibandingkan susu

    lainnya, komposisi kimia tersebut diantaranya kandungan Protein, Kalsium,

    Magnesium, Natrium, dan Niacin dimana kandungan kimia tersebut dibutuhkan

    oleh tubuh manusia.

  • Tabel 4. Perbandingan Komposisi Susu Sapi, Susu Kambing, dan Air Susu Ibu Per 100 gram

    Komposisi Kimia Satuan Susu Sapi Susu Kambing Air Susu Ibu

    Protein gram 3,3 3,6 1,0 Lemak gram 3,3 4,2 4,4 Karbohidrat gram 4,7 4,5 6,9 Kalori kal 61 69 70 Fosfor gram 93 111 14 Kalsium gram 19 134 32 Magnesium gram 13 14 3 Besi gram 0,05 0,05 0,03 Natrium gram 49 50 17 Kalium gram 152 204 51 Vitamin A IU 126 185 241 Thiamin mg 0,04 0,05 0,014 Riboflavin mg 0,16 0,14 0,04 Niacin mg 0,08 0,28 0,18 Vitamin B6 mg 0,04 0,05 0,01 Sumber : US Department of Agriculture dalam Sutama dan Budiarsana (1997)

    Susu kambing memiliki harga jual yang lebih tinggi dibandingkan harga

    susu sapi. Sebagai informasi harga susu kambing ditingkat konsumen di luar

    Jakarta sudah mencapai Rp 20.000-40.000/liter sedangkan harga susu sapi hanya

    berkisar Rp 4000-5000/liter (Sodiq dan Abidin 2008). Bahkan peternak kambing

    perah di wilayah Bogor, Dwi Susanto mampu menjual harga susu kambing

    mencapai 100.000/liter)1. Harga jual susu kambing yang tinggi menjadikan

    insentif bagi peternak untuk mengembangkan usaha kambing perah. Tingginya

    harga susu kambing adalah karena susu kambing dijadikan sebagai minuman obat

    dan bahan baku untuk kecantikan. Selain itu, juga dipengaruhi oleh masih

    sedikitnya peternak yang mengusahakan ternak kambing, sehingga menyebabkan

    pasokan susu terbatas.

    Adanya peluang bisnis usaha ternak kambing perah di Kecamatan

    Ciampea Bogor menjadikan daya tarik investor untuk berinvestasi. Pemilik

    Peternakan Unggul adalah salah seorang yang mampu membaca peluang bisnis

    tersebut dengan mendirikan peternakan yang khusus memelihara jenis kambing

    PE. Peternakan ini terletak di Kecamatan Ciampea yang merupakan salah satu

    1 Adijaya, Dian. Tangguk Rezeki dari Susu Kambing. Trubus no 468 edisi november 2008.

  • daerah sentra produksi susu kambing. Dengan hadirnya usaha Peternakan Unggul,

    diharapkan tidak hanya menguntungkan bagi peternaknya sendiri, tetapi juga

    memiliki manfaat bagi masyarakat sekitar dan sebagai pemasukan pendapatan

    pemerintah daerah setempat.

    1.2.Perumusan Masalah

    Kambing perah merupakan ternak yang bersifat dwiguna selain penghasil

    susu sebagai produk utama juga dapat dimanfaatkan dagingnya. Kandungan susu

    kambing memiliki nutrisi yang cukup baik. Adanya peningkatan konsumsi susu

    per kapita per tahun, dan memiliki harga jual yang cukup tinggi, menjadikan daya

    tarik pelaku usaha untuk memasuki usaha kambing perah dengan harapan

    memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnnya.

    Peternak Kambing Unggul dalam menjalankan usaha tersebut, belum

    melakukan analisis kelayakan terhadap usaha yang sedang dijalankan. Manfaat

    dengan melakukan analisis kelayakan bagi pelaku usaha dapat mengetahui apakah

    usaha yang dijalankan mendatangkan keuntungan atau kerugian serta sebagai

    informasi bagi investor maupun pelaku usaha melakukan investasi pada komoditi

    peternakan, khususnya kambing perah peranakan etawa, selain itu pengembangan

    dan pengusahaan kambing PE tersebut membutuhkan waktu tidak sebentar dalam

    penanaman modal investasi yaitu selama lima tahun. Biaya investasi yang

    dikeluarkan seperti biaya pembangunan kandang, pengadaan bibit kambing PE,

    pengeluaran untuk biaya produksi membutuhkan modal yang besar serta setiap

    usaha dihadapi adanya risiko. Risiko yang dihadapi seperti adanya pesaing antar

    produsen susu kambing, tingkat kematian ternak akibat penyakit ternak,

    perubahan harga input, ketersediaan pakan, perubahan ekonomi suatu negara

    seperti sekarang ini terjadi krisis global. Oleh karena itu, penting untuk

    mempelajari bagaimana kelayakan pengusahaan ternak kambing perah tersebut.

    Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

    1. Bagaimana kelayakan investasi pengusahaan ternak kambing perah ini,

    apakah sudah layak diusahakan dilihat dari aspek finansial dan non

    finansial ?

  • 2. Bagaimana tingkat kepekaan (sensitivitas) kelayakan pengusahaan

    kambing perah apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor yang dapat

    mempengaruhi manfaat dan biaya ?

    1.3. Tujuan Penelitian

    Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas maka tujuan

    dari penelitian ini adalah :

    1. Menganalisis kelayakan usaha Kambing Perah Peranakan Etawa di

    Peternakan Unggul dari aspek kelayakan finansial dan non finansial (aspek

    pasar, teknis, manajemen dan sosial)

    2. Menganalisis tingkat kepekaan kelayakan usaha kambing perah PE

    terhadap perubahan dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi manfaat

    dan biaya dari usaha tersebut.

    1.4. Kegunaan Penelitian

    Kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan-masukan

    yang bermanfaat bagi pemilik usaha kambing perah mengenai kelayakan usaha

    tersebut demi keberlangsungan usahanya. Bagi penulis, untuk mengaplikasikan

    ilmu yang dipelajari selama masa perkuliahan dan sebagai sarana informasi dunia

    usaha di subsektor peternakan secara nyata. Bagi pembaca, diharapkan hasil

    penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi atau rujukan sebagai informasi

    pengusahaan kambing perah, serta sebagai pertimbangan ketika terjun ke dunia

    usaha atau pemilihan bisnis dalam pengambil keputusan.

    1.5. Ruang Lingkup Penelitian

    Penelitian ini dibatasi hanya mengkaji aspek yang berkepentingan

    langsung dengan perusahaan, sehingga penelitian ini mencakup aspek pasar, aspek

    teknis, aspek manajemen, aspek sosial dan aspek finansial. Kriteria kelayakan

    untuk aspek pasar ditinjau dari komponen potensi pasar dan bauran pemasaran

    yang dijalankan perusahaan. Kriteria kelayakan untuk aspek teknis ditinjau dari

    komponen lokasi produksi, tata letak tempat produksi, perencanaan dan proses

  • budidaya. Kriteria kelayakan untuk aspek manajemen ditinjau dari komponen

    manajemen sumberdaya manusia dan manajemen organisasi perusahaan. Kriteria

    investasi aspek finansial yang digunakan Net Present Value (NPV), Internal Rate

    of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) dan Payback Period (PBP).

  • II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Kambing Perah

    Peternakan adalah usaha manusia untuk mendayagunakan hewan bagi

    kesejahteraan umat manusia. Kegunaan yang diperoleh manusia dari ternak yang

    dipeliharanya, antara lain tenaga kerja, makanan berupa daging, telur dan susu,

    olah raga dan rekreasi, serta kotorannya yang digunakan sebagai pupuk organik

    maupun biologis.

    Menurut Mubyarto (1989), peternakan dilihat dari pola pemeliharaannya

    di Indonesia dapat dibagi tiga kelompok, yaitu 1) peternakan rakyat dengan cara

    pemeliharaan yang tradisional, 2) peternakan rakyat dengan cara pemeliharaan

    yang semi komersial dan 3) peternakan komersial. Agar dapat berproduksi dengan

    optimal maka diperlukan faktor-faktor produksi meliputi ternak, tenaga kerja,

    modal dan manajemen.

    Manajemen kambing perah adalah seni merawat, menangani dan mengatur

    kambing. Terdapat beberapa hal yang termasuk didalamnya, yaitu pemeliharaan,

    tenaga kerja, modal, pencegahan penyakit, dan kotoran. Agar sukses menjalankan

    usaha peternakan kambing perah, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu

    bibit ternak yang digunakan, teknik pemberian pakan dan manajemen usaha

    ternak itu sendri (Siregar dan Ilham 2003).

    Kambing merupakan hewan yang sangat penting dalam pertanian

    subsisten, karena kemampuannya yang unik dalam mengadaptasikan dan

    mempertahankan dirinya dalam lingkungan yang kering (William dan Payne

    dalam Fauzian 2002). Sebagian masyarakat pedesaan memperlakukan kambing

    sebagai pabrik kecil penghasil daging dan susu. Hasil lain yang bisa diperoleh dari

    ternak kambing adalah kulit dan kotorannya yang berfungsi sebagai pupuk

    kandang (Sarwono 2006). Menurut Devendra dan Burns (1994), ternak perah

    merupakan ternak yang memproduksi susu melebihi kebutuhan anaknya dan dapat

    mempertahankan produksi susunya sampai jangka waktu tertentu.

  • 2.2. Klasifikasi Biologi dan Karakteristik Kambing PE

    Berdasarkan klasifikasi biologi, kambing digolongkan dalam kerajaan

    animalia, filum cordata, kelas kelompok mamalia, ordo Arthodactyla, famili

    Bovidae, sub famili Caprinae dan genus Capra. Menurut Sodik dan Abidin

    (2008), dalam perkembanganya tipe kambing diklasifikasikan berdasarkan produk

    utamanya seperti kambing tipe perah, tipe potong, tipe dwiguna ( gabungan tipe

    potong dan perah) dan kambing tipe bulu.

    Kambing PE merupakan kambing unggul asal Indonesia, hasil persilangan

    antara kambing kacang lokal dengan kambing Jamnapari asal India. Diantara jenis

    kambing perah tersebut, kambing PE memiliki kemampuan memproduksi susu

    sebanyak 1,5-3 liter per hari. Dengan kemampuan produksi susu tersebut maka

    kambing perah PE cukup signifikan untuk dikembangkan sebagai ternak

    penghasil susu yang sangat potensial. Selain itu, kambing PE pun sangat adaptif

    dengan topografi Indonesia, tidak memerlukan lahan luas dan pembudidayaannya

    relatif mudah.

    Ciri fisik kambing PE diantarannya warna bulu kombinasi dari warna

    putih dan hitam/ putih dan coklat. Dimana bagian kepala hingga leher berwarna

    coklat atau hitam, dengan bentuk telingga panjang dan menggantung. Garis muka

    cembung dengan bulu rewos/surai menggantung terkulai. Berat kambig jantan

    mencapai 90 kg dan kambing betina mencapai 60 kg Jantan dan betina memiliki

    tanduk kecil dengan produk susu 136-253 kg selama masa laktasi 175-287 hari.

    2.3. Budidaya

    Pengusahaan ternak kambing perah adalah semua kegiatan produksi

    dengan tujuan produk utama yang dihasilkan berupa susu, disamping

    menghasilkan anak untuk bibit atau sebagai kambing potong. Aspek yang harus

    diperhatikan ketika membudidaya kambing perah diantaranya :

    1) Pemilihan Bibit Unggul

    Bibit berpengaruh sangat besar terhadap produktivitas ternak, dan oleh

    karenanya pemilihan bibit yang berkualitas baik sangat penting untuk

    diperhatikan. Menurut Sutama (2007), hal yang harus diperhatikan ketika memilih

    induk kambing agar memiliki kemampuan produksi susu yang tinggi diantaranya :

  • untuk ciri kambing betina yaitu mempunyai karakter keibuan, garis punggung

    rata, mata cerah bersinar, kulit bulu halus dan bulu tidak kusam. Posisi rahang atas

    dan bawah rata, kapasitas rongga perut besar, dada lebar serta kaki kuat dan

    normal. Ukuran ambing cukup besar, kenyal, dan berbentuk simetris. Puting susu

    dua buah dan normal. Sedangkan bibit kambing jantan yang baik, memiliki

    kriteria dengan ciri-ciri diantaranya: mempunyai karakter jantan yang kuat,

    perototan kuat dan mata yang dimiliki terlihat bersinar. Bentuk punggung kuat

    dan rata. Bentuk kaki kuat dan simetris, testis dua buah berbentuk normal,

    simetris dan kenyal, penis normal serta libido tinggi.

    2) Reproduksi

    Pemeliharaan yang sesuai dan sumber induk kambing yang unggul sangat

    mempengaruhi kualitas keturunan ternak yang dihasilkan. Menurut Sutama

    (2007), Kambing Peranakan Etawa betina mulai dapat dikawinkan umur ternak

    12-15 bulan. Sedangkan kambing jantan pada umur 1,5 tahun. Kambing jantan

    berpotebnsi mengawinkan kambing betina setiap bulannya mencapai 12-16 ekor.

    Adanya pengaturan interval beranak adalah delapan bulan maka potensi kelahiran

    selama dua tahun menghasilkan tiga kali masa kelahiran. Lamanya kambing

    bunting adalah sekitar 144-156 hari. Setelah melahirkan pemberian susu pada

    anak kambing pra sapih sebaiknya umur 1-7 hari bersumber dari susu induknya.

    Minggu ke dua mulai diperkenalkan susu sapi dan susu kambing (50:50%)

    sebanyak 800ml/hari/ekor. Usia anak kambing 3-4 minggu mulai di tingkatkan

    pemberian susu hingga 1 liter susu sapi/hari/ekor. Sedangkan minggu ke 5-10

    diberikan susu sapi sebanyak 1,5-2 liter sapi/ekor/hari dan mulai memperkenalkan

    pakan tambahan seperti rumput. Hingga minggu ke 11-12 pemberian susu sapi

    mulai dikurangi hingga ternak tersebut beralih memakan rumput/konsentrat.

    3) Kandang

    Pembuatan kandang dapat dilakukan dengan jenis panggung dan non

    panggung seperti penggunaan lantai dengan tanah atau beton. Umumnya jenis

    kandang yang sering dijumpai menggunakan jenis kandang panggung. Kandang

    merupakan tempat tinggal bagi ternak, pola pemeliharaan secara intensif harus

    memperhatikan kontruksi kandang. Tujuannya adalah agar kontruksi kandang

    kuat dan yang lebih penting lagi ternak yang berada di dalam kandang merasa

  • nyaman atau tidak gaduh. Menurut Setiawan dan Tanius (2003), fungsi kandang

    bagi ternak diantaranya: sebagai tempat ternak berlindung dari semua gangguan

    yang dapat diprediksi seperti aklimatisasi, terpaan angin, sinar matahari maupun

    binatang pengganggu. Fungsi kandang harus mempermudah pengawasan dan

    pemeliharaan bagi peternak, seperti makan, minum, tidur, membuang kotoran.

    Hingga pada proses pemerahan susu nasntinya. Kebutuhan luas kandang menurut

    Sarwono (2006) kapasitas induk beranak dan 10 pejantan di perlukan kadang

    seluas 165 meter persegi dengan ketinggian panggung kandang 0,5 m2, serta

    kebutuhan lahan seluas 6.000 m2.

    4) Pakan

    Ternak ruminansia perlu hijauan sebagai makanan yang dikonsumsi ternak

    setiap hari. Penyediaan hijauan yang cukup dan berkualitas tinggi merupakan

    prioritas utama dalam menunjang keberhasilan suatu usaha peternakan. Pakan

    yang sempurna mengandung protein, karbohidrat, lemak, air, vitamin dan mineral.

    Jenis hijauan yang dapat digunakan sebagai pakan ternak adalah jenis rumput

    seperti rumput gajah, rumput raja, panicum maxsimum, paspalum atratum dan

    kacang-kacangan seperti desmodium rensonii, gliricidia sp, sesbania sp dan

    calliandra sp.

    Jenis jenis pakan ternak yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber nutrisi

    diantaranya rumput, daun-daunan, onggok, dedak, shorgum, ketela rambat dan

    singkong merupakan sumber energi yang dibutuhkan ternak. Sumber protein

    meliputi legum, limbah hasil pertanian (bungkil kedelai, bungkil kelapa, ampas

    tahu). Pemenuhan sumber energi bagi ternak dapat menggunakan garam dapur,

    kapur, tepung tulang dan mineral mix, sedangkan sebagai sumber vitamin dapat

    menggunakan jagung kuning, hijauan segar (rumput dan legum), dan wortel. Hal

    yang harus diperhatikan ketika memberikan pakan disesuaikan dengan kondisi

    dan umur ternak (Tabel 5). Seperti pada Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan

    Cita Rasa (P4S Cita Rasa), pemberian pakan untuk kebutuhan ternak meliputi

    konsentrat, ampas tahu, rumput dan dedaunan. Pemberian pakan pada masa induk

    bunting dan masa laktasi diberikan dalam jumlah yang lebih banyak.

  • Tabel 5. Jumlah Pemberian Pakan Berdasarkan Kondisi Pertumbuhan Kambing Kondisi Pertumbuhan Jumlah Pemberian (kg/ekor)

    Konsentrat Ampas tahu Rumput Dedaunan

    Kambing laktasi 0,5 3 5 2

    Induk bunting 0,25 3 5 2

    Pejantan 0,5 3 6 4

    Anak > 8 bulan 0,25 1,5 2,5 2

    Anak 5-8 bulan 0,1 1 1.5 1

    Sumber : P4S Cita Rasa dalam Setiawan dan Tanius (2003)

    5) Penyakit pada Kambing

    Kambing yang sehat mencirikan sistem manajemen pemeliharaan seperti

    kebersihan kandang, pakan yang cukup, tanggap terhadap gejala penyakit

    sehingga dapat ditanggulangi sedini mungkin. Dengan harapan produksi yang

    dihasilkan seoptimal mungkin. Beberapa jenis penyakit ada yang bersifat menular

    dan tidak menular. Menurut Sutama (2007), penyakit menular disebabkan oleh

    inveksi virus, bakteri, jamur, parasit darah, cacing dan kutu. Jenis penyakit yang

    sering menyerang ternak diantaranya mastitis, scabies, puru, cacingan. Sedangkan

    jenis penyakit yang tidak menular dikarenakan kekurangan mineral, tanaman

    beracun, racun. Jenis penyakit tidak menular diantaranya perut kembung, kurus

    kurang gizi, patah kaki karena terjepit dan lain sebagainya. Penyebaran penyaki

    dapat terjadi melalui : kontak langsung dengan hewan sakit, tanaman beracun,

    racun, melalui serangga, angin dan pekerja kandang.

    2.4. Penelitian Terdahulu

    Penelitian mengenai kambing perah PE telah dilakukan oleh Ardia (2000),

    pada penelitiannya mengenai analisis pendapatan usaha ternak kambing perah

    peranakan etawa di peternakan Barokah, Desa Caringin, Kecamatan Caringin,

    Kabupaten Bogor. Berdasarkan hasil penelitiannya, penerimaan di peroleh dari

    penjualan susu kambing, kambing betina usia enam bulan, dan penjualan dara siap

    kawin. Harga pokok produksi per kg pada tahun 1997 sebesar Rp 2.885,88, tahun

  • 1998 sebesar Rp 2.992.29, dan pada tahun 1999 sebesar Rp 3.195.59. Sedangkan

    harga jual susu kambing setiap tahunnya sama sebesar enam ribu rupiah. Dari

    struktur biaya, biaya yang paling tinggi adalah biaya pakan dan gaji tenaga kerja.

    Biaya pakan dari tahun 1997-1999 sebesar 38 persen, 36,88 persen dan 40,09

    persen. sehinga mempengaruhi pendapatan dari tahun 1997-1999 yaitu sebesar Rp

    25.046.666, Rp 21.402.016 dan Rp 21.163.958. terjadinya penurunan pendapatan

    karena adanya kenaikan biaya pakan.

    Analisis usaha ternak kambing perah dan pemasaran susu kambing yang

    dilakukan oleh Ahmad (2000) di Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Cita

    Rasa. Menggunakan dua metode pengusahaan ternak kambing dengan memelihara

    semua anak yang lahir dan pengusahaan ternak dengan menjual semua anak yang

    lahir selama pemeliharaan ternak kambing perah. Masing-masing metode

    mempunyai keunggulan dan kelebihan. pengusahaan dengan memelihara semua

    anak kambing, nilai pendapatan turun naik karena setiap tahunnya peternak harus

    mengeluarkan biaya investasi pembuatan kandang. Pengusahaan dengan menjual

    seluruh anak akan memberikan pendapatan bersih yang positif setelah tahun

    pertama. Penerimaan dari menjual susu konstan karena tidak ada penambahan

    jumlah ternak, tidak ada investasi tambahan ditengah tahun proyek, tetapi untuk

    dapat melanjutkan pengusahaan ternak harus dilakukan investasi ulang setelah

    induk afkir.

    Pengusahaan dengan memelihara semua anak kambing nilai NPV yang

    diperoleh pada tingkat diskonto 16 persen adalah sebesar Rp 560.151.929, pada

    tingkat diskonto 20 persen sebesar Rp 414.872.987, nilai IRR sebesar 39 persen

    menunjukan lebih besar dari tingkat diskonto maupun sukubunga pinjaman yang

    berlaku. Net B/C yang dihasilkan pada tingkat sukubunga 16 dan 20 persen

    sebesar 1,59 dan 1,45. Sedangkan pengusahaan dengan menjual semua anak

    kambing NPV yang diperoleh pada tingkat diskonto 16 dan 20 persen sebesar Rp

    277.500.080 dan Rp 204.620.206 nilai IRR yang didapat sebesar 37 persen, nilai

    Net B/C pada tingkat sukubunga 16 dan 20 persen adalah 1,35 dan 1,27.

    Hasil analisis aspek finansial yang dilakukan Setyowati (2001) pada

    prospek pengembangan usaha ternak kambing perah peranakan etawa berlokasi di

    Desa Ciherang Pondok, Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Berdasarkan

  • aspek finansial tahun 2000 diperoleh nilai keuntungan Rp 28.277.360 dengan

    nilai R/C yang diperoleh 1,33, nilai BEP Rp 61,951,398,63 hal ini mengalami

    peningkatan dibandingkan tahun 1999 sebesar 37,72 persen, karena terjadi

    peningkatan biaya tetap 30,32 persen khususnya biaya tenaga kerja

    (42,03 persen ). Sedangkan peningkatan penerimaan sebesar 2,8 persen harga

    popok penjualan yang diperoleh sebesar Rp 67.427.025 dan rasio laba penjualan

    sebesar 24,64 persen.

    Hasil analisis dilihat dari matrik SWOT menunjukan faktor internal dan

    eksternal terbagi menjadi kekuatan dan peluang yang akan mendukung usaha

    perusahaan serta kelemahan dan ancaman dapat menghambat perkembangan

    usaha. Alternatif strategi pengembangan yang dilakukan di Pusat Pelatihan

    Pertanian dan Pedesaan Swadaya Citra Rasa dengan memadukan foktor eksternal

    dan internal adalah mempertahankan pelanggan yang sudah ada, memudahkan

    jalur distribusi produk, meningkatkan pelayanan pada konsumen, meningkatkan

    kondisi keuangan, melakukan diversifikasi produk, memanfaatkan perkembangan

    teknologi, meningkatkan kegiatan promosi, memperbaiki sistem pembukuan, dan

    menurunkan HPP guna meningkatkan penerimaan dan melakukan penyuluhan.

    Dalam penelitian Ratnawati (2002) mengenai kelayakan usaha peternakan

    sapi dan kambing perah di pesantren Darul Fallah. Pengembangan usaha kambing

    perah pada sekala 50 ekor berdasarkan analisa aspek finansial menyimpulkan

    layak untuk diusahakan baik pada tingkat diskonto 13 maupun 18 persen. IRR

    yang didapatkan adalah 23 persen dan payback period nya selama 3,4 tahun.

    pada tingkat diskonto 13 persen nilai NPV yang didapatkan adalah sebesar Rp

    35.709.280 dan N/B nya sebesar 1,34. pada tingkat diskonto sebesar 18 persen

    NPV yang didapatkan sebesar Rp 15.102.390 dan Net B/C yang didapatkan 1,11.

    Pengembangan usaha kambing perah pada sekala usaha 50 ekor tidak layak untuk

    dilakukan ketika terjadi penurunan harga sebesar 15 persen pada tingkat diskonto

    sebesar 18 persen.

    Kajian kelayakan pada aspek non finansial, dilihat dari aspek pasar

    menunjukan bahwa susu sapi yang diproduksi oleh Darul Fallah memiliki pasar

    yang bagus karena menjaga kualitas susu yang dihasilkan. Darul Fallah selalu

    mengalami kelebihan permintaan. Begitu juga dengan susu kambing memiliki

  • prospek yang bagus karena masih sedikit yang mengusahakan ternak kambing

    perah sehingga terjadi kelebihan permintaan.

    Penelitian tentang kelayakan Finansial penggemukan kambing dan domba

    pada Mitra Tani Farm yang dilakukan oleh Fitrial (2009), berlokasi di Kecamatan

    Ciampea, Kabupaten Bogor. Hasil analisis yang didapat dilihat dari kelayakan

    non finansial pada aspek pasar dan manajemen layak untuk dijalankan. Analisis

    aspek finansial usaha penggemukan kambing dan domba peternakan Mitra Tani

    Farm selama lima tahun dengan tingkat diskonto 8,5 persen diperoleh nilai NPV

    sebesar 359.346.744, net B/C dan Gross B/C sebesar 2,53, IRR sebesar 11,7

    persen dan PBP selama 1,5 tahun. hasil dari analisis yang diperoleh masing-

    masing kriteria investasi tersebut sesuai dengan nilai indikator yang ditetapkan

    sehingga usaha penggemukan kambing dan domba layak untuk dijalankan.

    Melalui pendekatan nilai analisis switching value menunjukan usah tersebut dapat

    mentolerir kenaikan harga input mencapai 5,34 persen dan penurunan kuantitas

    penjualan output sebesar 4,79 persen.

    Analisis Struktur Biaya Usaha Ternak Kambing Perah di Kabupaten

    Bogor yang dilakukan Stani (2009), berdasarkan hasil analisis struktur biaya

    dengan mengelompokan biaya-biaya yang terjadi pada usaha kambing perah,

    struktur biaya tersebut terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Menyimpulkan

    semakin besar skala usaha yang dilakukan, maka biaya persatuan ternak dan biaya

    per liter susu semakin menurun. Masing masing skala yang diperoleh: skala I

    dengan jumlah kepemilikan ternak sebesar Rp 26.521 per liter, skala II Rp 25.750

    per liter dan skala III sebesar Rp 17.472.

    Penelitian terahulu yang dilakukan oleh Fitrial (2009) mengkaji apek

    finansial dan non finansial, komoditi yang diteliti pada ternak kambing dan domba

    sebagai usaha penggemukan. Sedangkan Ratnawati (2002) hanya mengkaji dari

    sisi aspek Finansial, dengan komoditi yang diteliti sapi dan kambing perah.

    Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Ardia (2000) dan Ahmad (2000)

    penelitian yang dilakukan mengkaji dari aspek pendapatan, sekenario yang

    dilakukan penelitian Ahmad (2000) dengan memelihara semua anak yang lahir

    dan pengusahaan ternak dengan menjual semua anak yang lahir selama

    pemeliharaan ternak kambing perah. Penelitian Setyowati (2001) meneliti dari sisi

  • prospek pengembangan usaha ternak kambing dengan melihat asfek finansial dan

    analisis SWOT. Sedangkan penelitian yang akan saya lakukan mengkaji dari

    aspek finansial dan non finansial dengan sekenario yang dilakukan. Penerimaan

    menggunakan dua sekenario yaitu bersumber dari susu saja artinnya sumber

    penerimaan yang diperoleh hanya dari produk susu kambing. Sedangkan skenario

    ke dua sumber penerimaan selain dari produk susu yang dihasilkan juga dari

    penjualan anak dan kambing afkir.

  • III KERANGKA PEMIKIRAN

    3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

    3.1.1. Studi Kelayakan Proyek

    Studi kelayakan dapat dilakukan untuk menilai kelayakan investasi baik

    pada sebuah proyek maupun bisnis yang sedang berjalan, sehingga kita

    mengetahui berhasil atau tidaknya investasi yang telah ditanamkan. Studi

    kelayakan proyek merupakan penelitian tentang layak atau tidaknya suatu

    proyek dibangun untuk jangka waktu tertentu (Umar 2005).

    Menurut Soeharto (1999), Investasi dapat dilakukan oleh swasta maupun

    negara dengan motif keuntungan finansial ataupun keuntungan non finansial.

    Pihak swasta lebih berminat tentang manfaat ekonomis suatu investasi.

    Sedangkan pemerintah dan lembaga nonprofit melihat apakah proyek bermanfaat

    bagi masyarakat luas yang berupa penyerapan tenaga kerja, pemanfaatan

    sumberdaya yang melimpah, dan penghematan devisa. Semakin luas skala

    proyek maka dampak yang dirasakan baik secara ekonomi maupun sosial

    semakin luas.

    3.1.2. Aspek-Aspek Analisis Kelayakan

    Aspek-aspek dalam studi kelayakan adalah bidang kajian dalam studi

    kelayakan tentang keadaan objek tertentu, yang dilihat dari fungsi-fungsi bisnis.

    Menurut Subagyo (2007), pembagian dan pengkajian aspek-aspek dalam studi

    kelayakan terbagi menjadi dua bagian yaitu aspek primer dan aspek sekundear.

    Aspek primer merupakan aspek yang utama dalam penyusunan studi

    kelayakan. Aspek primer ini ada dalam semua sektor usaha yang terdiri dari :

    aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologi, aspek manajemen dan

    organisasi, aspek hukum, serta aspek ekonomi dan keuangan. Aspek sekunder

    adalah aspek pelengkap yang disusun berdasarkan permintaan instansi/lembaga

    yang terkait dengan objek studi, yaitu aspek analisis mengenai dampak

    lingkungan dan aspek sosial. Secara umum analisis kelayakan terbagi menjadi

    aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, dan aspek finansial.

  • 1) Aspek Pasar

    Evaluasi aspek pasar sangat penting dalam pelaksanaan studi kelayakan

    proyek. Salah satu syarat agar pemasaran berhasil, proyek yang akan dilaksanakan

    harus dapat memasarkan hasil produksinya secara kompetitif dan menguntungkan.

    Analisis aspek pasar terdiri dari rencana perasarana output yang dihasilkan oleh

    proyek dan rencana penyediaan input yang dibutuhkan untuk kelangsungan dan

    pelaksanaan proyek (Gittinger, 1986). Kriteria kelayakan pada aspek pasar

    dikatakan layak apabila usaha kambing perah memiliki peluang pasar, artinya

    potensi permintaan lebih besar dari penawaran. Keberhasilan dalam menjalankan

    usaha perlu adanya strategi pemasaran dan pengkajian aspek pasar dengan cermat.

    Hal yang dapat dipelajari bentuk pasar yang dimasuki, komposisi dan

    perkembangan permintaan dimasa lalu dan sekarang.

    2) Aspek Teknis

    Pengkajian aspek teknis dalam studi kelayakan dimaksudkan untuk

    memberikan batasan garis besar parameter-parameter teknis yang berkaitan

    dengan perwujudan fisik proyek. Aspek teknis memiliki pengaruh besar terhadap

    perkiraan biaya dan jadwal kegiatan yang dilakukan nantinya, karena akan

    memberikan batasan-batasan lingkup proyek secara kuantitatif (Soeharto 1999).

    Indikasi suatu proyek dikatakan layak dalam menjalankan usahanya dapat dilihat

    dari adanya perkembangan produksi yang dihasilkan, lokasi usaha yang strategis,

    dalam artian mudah dijangkau keberadaannya. Infrastruktur yang mendukung

    seperti fasilitas jalan, listrik, transportasi, pengadaan bahan baku serta sarana

    produksi mudah diperoleh, dan bentuk layout usaha tertata secara sistematis

    guna memudahkan dalam proses produksi.

    Menurut Husnan dan Suwarsono (2000) aspek teknis merupakan suatu

    aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan proyek secara teknis dan

    operasi setelah proyek selesai dibangun. Aspek teknis dilakukan untuk

    mendapatkan gambaran mengenai lokasi proyek, besar skala operasi/luas

    produksi, kriteria pemilihan mesin dan peralatan yang digunakan, proses produksi

    yang dilakukan dan jenis teknologi yang digunakan.

    3) Aspek Manajemen

  • Analisis ini berkaitan dengan hal-hal yang berkenaan dengan pertimbangan

    mengenai sesuai tidaknya proyek dengan pola sosial budaya masyarakat setempat,

    susunan organisasi proyek dengan pembentukan tim kerja, pembagian kerja,

    pembuatan rencana kerja agar sesuai dengan prosedur organisasi setempat,

    kesanggupan atau keahlian staf yang ada untuk mengelola proyek. Menurut

    Subagyo (2007) Struktur organisasi manajemen proyek disusun berdasarkan

    skala dan kompleksitas proyek. Semakin besar skala proyek, semakin kompleks

    struktur yang diterapkan.

    4) Aspek Sosial Ekonomi

    Analisis sosial berkenaan dengan implikasi sosial yang lebih luas dari

    investasi yang diusulkan, dimana pertimbangan-pertimbangan sosial harus

    dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan apakah suatu proyek tanggap

    (responsive) terhadap keadaan sosial (Gittinger 1986). Dampak positif pembangunan

    proyek pada masyarakat sekitar antara lain adalah ikut menciptakan lapangan

    pekerjaan, meningkatkan pendapatan penduduk sekitar, baik secara langsung

    maupun tidak langsung, peningkatan fasilitas infrastruktur umum dan lain

    sebagainya. Sedangkan dampak negatif yang ditimbulkan bisa berupa pencemaran

    lingkungan karena limbah, hingga faktor keamanan yang tidak nyaman untuk

    berinvesatasi.

    5) Aspek Finansial

    Gittinger (1986) menyatakan bahwa analisa proyek pertanian adalah untuk

    membandingkan biaya-biaya dengan manfaatnya dan menentukan proyek-proyek

    yang mempunyai keuntungan yang layak. Suatu proyek dapat dilaksanakan atau

    tidak, bila hasil yang diperoleh dari proyek dapat dibandingkan dengan sumber-

    sumber yang diperlukan (biaya). Dana yang diinvestasikan layak atau tidaknnya

    akan diukur melalui kriteria investasi net present value, net benefit cost ratio, dan

    Internal Rate of Return Menurut Umar (2005), tujuan menganalisis aspek

    keuangan dari suatu studi kelayakan proyek bisnis adalah untuk menentukan rencana

    investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan, dengan

    membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan seperti ketersediaan dana,

    modal, kemampuan proyek untuk membayar kembali dana tersebut dalam waktu

    yang telah ditentukan dan menilai apakah proyek akan dapat berkembang terus.

  • Kritertia investasi yang digunakan yaitu Net Present Value, Internal Rate of

    Return, Net Benefit Cost Ratio, Payback Period.

    a) Net Present Value (NPV)

    Present Value merupakan nilai selisih antara nilai sekarang investasi

    dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan

    datang (Husnan dan Suwarno 2000). Menurut Umar (2005), NPV yaitu

    selisih antara present value dari investasi dengan nilai sekarang dari

    penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Untuk

    menghitung nilai sekarang perlu ditentukan tingkat bunga yang relevan.

    b) Internal Rate of Return (IRR)

    Tingkat imbalan internal atau internal rate of return (IRR) adalah tingkat

    bunga yang menyamakan nilai sekarang (present value) dari arus kas yang

    diharapkan di masa datang atau dapat didefenisikan juga sebagai tingkat

    bunga yang menyebabkan NPV=0.

    c) Net Benefit Cost Ratio ( Net B/C Ratio)

    Rasio manfaat dan biaya atau net benefit cost (B/C ratio) adalah nilai nilai

    perbandingan antara jumlah present value yang bernilai positif (pembilang)

    dengan present value yang bemilai negatif (penyebut). Nilai net B/C ratio

    menunjukkan besarnya tingkat tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya

    sebesar satu rupiah (Husan dan Suwarsono 2000).

    d) Payback Period (PBP)

    Payback period adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup

    kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas, dengan kata

    lain payback period merupakan rasio antara pengeluaran investasi dengan

    cash inflow yang hasilnya merupakan satuan waktu (Umar 2005). Selama

    proyek dapat mengembalikan modal/investasi sebelum berakhirnya umur

    proyek, berarti proyek masih dapat dilaksanakan.

    3.1.3. Analisis Sensitivitas

    Proyeksi selalu menghadapi kendala yang dapat saja terjadi pada keadaan

    yang telah kita perkirakan. Proyek-proyek sensitif berubah-ubah diantaranya

    diakibatkan oleh harga, keterlambatan pelaksanaan, kenaikan biaya, dan hasil.

  • Mengenai harga, analis boleh saja membuat asumsi alternatif lain mengenai harga

    jual pada masa yang akan datang dan meneliti pengaruhnya terhadap manfaat

    sekarang.

    Analisis sensitivitas dapat dilakaukan dengan pendekatan switching value.

    Analisis switching value digunakan untuk mengetahui seberapa besar perubahan

    pada nilai penjualan dan biaya variabel yang akan menghasilkan keuntungan

    normal yaitu NPV sama dengan nol. Variabel yang akan dianalisis dengan

    switching value merupakan variabel yang dianggap signifikan dalam proyek.

    Adapun variabel-variabel yang dimaksud antara lain nilai input dan biaya

    variabel, sehingga dengan analisis ini akan dicari tingkat harga penjualan

    minimum dan peningkatan biaya maksimum agar proyek masih dapat dikatakan

    layak. Penggunaan variabel analisis tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa

    harga input dan jumlah output merupakan komponen biaya yang penting. Oleh

    karena itu akan dilihat perubahan nilai penjualan minimum dan biaya variabel,

    apakah masih memenuhi kriteria umum kelayakan investasi.

    Parameter harga jual produk dan biaya dalam analisis finansial

    diasumsikan tetap pertahunnya, namun dalam kondisi nyata kedua parameter

    tersebut dapat berubah-ubah sejalan dengan pertambahan waktu. Untuk itu analisi

    switching value perlu dilakukan untuk melihat seberapa besar tingkat kepekaan

    yang masih bisa ditolerir terhadap penurunan harga atau kenaikan biaya sehingga

    suatu usaha dikatakan layak atau tidak.

    3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

    Seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah, setiap daerah didorong

    untuk mampu mengembangkan komoditas unggulan sebagai pemasukan bagi

    pendapatan daerah. Salah satu komoditas pada subsektor peternakan yang

    memiliki potensi besar untuk dikembangkan pemerintah daerah adalah kambing

    perah. Kambing perah merupakan ternak dwiguna, selain susu sebagai produk

    utama, daging dan produk sampingan seperti kotoran ternak dapat dimanfaatkan

    sebagai sumber pupuk organik. Selain itu, usaha ternak kambing perah dapat

    dijadikan sebagai ternak alternatif upaya diversifikasi hasil peternakan selain sapi,

  • karena terbatasnya daerah yang sesuai untuk pengembangan sapi perah di

    Indonesia.

    Susu kambing memiliki harga jual yang lebih tinggi dibandingkan harga

    susu sapi. Harga jual susu kambing yang tinggi menjadikan insentif bagi peternak

    untuk mengembangkan usaha kambing perah. Adanya peluang bisnis tersebut

    menyebabkan banyak orang tertarik berinvestasi langsung pada sub sektor

    peternakan, khususnya ternak kambing perah

    Peternak Unggul adalah salah satu usaha peternakan yang bergerak

    dibidang peternakan kambing perah yang berlokasi di Kecamatan Ciampea,

    Kabupaten Bogor. Usaha yang dijalankan ini sudah berjalan kurang lebih satu

    tahun. Selama usaha ternaknya berjalan, pemilik telah mengeluarkan biaya

    investasi yang tidak sedikit, mengingat setiap usaha yang dilaksanakan memiliki

    risiko. Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian kelayakan usaha pada saat

    merencanakan dan mengembangkan usaha tersebut. Analisis kelayakan ini dapat

    dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, aspek

    finansial dan analisis Switching value. Adapun alur kerangka pemikiran

    oprasional dapat dilihat seperti pada Gambar 1.

  • Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional

    Adanya prospek dan peluang bisnis kambing PE

    Apakah usaha peternakan Unggul layak dijalankan

    Aspek non finansial : Aspek pasar Aspek teknis Aspek manajemen Aspek sosial

    Aspek finansial : Analisis Kriteria Investasi

    (NPV, IRR, Net B/C, PBP) Analisis Sensitivitas

    Adanya pengembangan usaha ternak kambing perah diharapkan dijadikan sebagai sumber

    peningkatan pendapatan penghasilan daerah.

    Pengusahaan Ternak Unggul

    Layak

    (lanjutkan usaha )

    Tidak layak (sebaiknya perbesar skala usaha atau di investasikan

    ke usaha lain)

  • IV METODE PENELITIAN

    4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di Kampung Malang, Desa Cibuntu, Cikampak

    Ciampea, Kabupaten Bogor pada Peternakan Unggul. Pemilihan lokasi dilakukan

    secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Peternakan Unggul

    merupakan salah satu peternakan kambing perah yang baru berjalan dan

    merupakan daerah yang mengalami peningkatan ternak kambing PE tertinggi di

    Kabupaten Bogor (Tabel 3). Kegiatan pengumpulan data untuk keperluan

    penelitian dilakukan pada bulan Juni-Juli 2009. Waktu tersebut digunakan untuk

    memperoleh data dan keterangan dari pemilik peternak dan semua pihak yang

    terkait.

    4.2. Jenis dan Sumber Data

    Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan

    dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung melalui pengamatan

    dan wawancara lebih mendalam dengan pemilik ternak dan karyawan serta

    menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya (Lampiran 1).

    Data sekunder diperoleh dari catatan-catatan serta dokumentasi dari pihak atau

    instansi yang terkait, seperti Departemen Pertanian, Dinas Peternakan, Biro Pusat

    Statistik setempat, dan Perpustakaan. Selain itu, dilakukan juga penelusuran

    melalui buku serta penelitian-penelitian sebelumnya yang dapat dijadikan sebagai

    bahan rujukan yang berhubungan dengan topik penelitian.

    4.3. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data

    Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan

    kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang

    aspek-aspek budidaya kambing perah PE secara umum meliputi analisis aspek

    pasar, aspek teknis, aspek institusional-organisasi-manajerial, dan aspek sosial

    Peternakan Unggul. Analisis kuantitatif meliputi analisis kelayakan finansial

    pengusahaan kambing unggul, analisis kelayakan finansial ini menggunakan

  • perhitungan kriteria-kriteria investasi yaitu, Net Present Value (NPV), Internal

    Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Payback Period (PBP)

    dan analisis Switching value. Data yang diperoleh diolah secara manual dengan

    menggunakan program komputer Ms. Excel.

    1) Analisis Aspek Pasar

    Analisis aspek pasar dapat dilihat dari sisi output yaitu terdapat suatu

    permintaan yang efektif akan didapatkan penerimaan yang menguntungkan dari

    kegiatan pemasaran. Dari sudut pandangan input yaitu mengkaji pasar input dan

    pasar output, harga, bagaimana penawaran baik informasi di masa lalu maupun

    dimasa yang akan datng, distribusi atau jalur pemasaran untuk input, proporsi

    penjualan untuk pasar yang dituju, konsumen dari perusahaan, persaingan yang

    dihadapi, perkiraan penjualan, dan kendala dalam pemasaran produk output.

    2) Analisis Aspek Teknis

    Aspek teknis dianalisis secara deskriptif untuk mendapatkan gambaran

    mengenai lokasi budidaya kambing perah, agroklimat, besar skala operasi/luas

    produksi, ketersediaan input, fasilitas produksi dan peralatan yang digunakan,

    ketepatan penggunaan teknologi, dan perencanaan output serta kendala produksi

    yang dapat terjadi, serta proses produksi yang dilakukan.

    3) Aspek Institusional-Organisasi-Manajerial

    Aspek ini dapat dilihat berdasarkan sesuai tidaknya usaha dengan pola

    sosial budaya masyarakat setempat, spesifikasi keahlian dan tanggung jawab

    pihak yang terlibat untuk mengelola usaha. Mengkaji struktur organisasi dalam

    perusahaan, bagaimana bentuk organisasi/kelembagaan dalam perusahaan.

    4) Analisis Aspek Sosial dan Lingkungan

    Aspek sosial dapat dilakukan dengan menganalisis perkiraan dampak

    yang ditimbulkan terhadap berjalanya usaha terhadap kondisi sosial masyarakat,

    lingkungan maupun terhadap manfaat-manfaat kegiatan pengusahaan secara

    menyeluruh. Aspek lingkungan dikaji secara deskriptif untuk mengetahui dampak

    yang ditimbulkan oleh kegiatan usaha ternak kambing perah peranakan etawa.

    5) Analisis Aspek Finansial

    Dalam melakukan analisis finansial diperlukanlah kriteria investasi yang

    digunakan untuk menyatakan layak atau tidaknya suatu usaha. Kriteria investasi

  • yang digunakan yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR),

    Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Payback Period (PBP). Analisis kelayakan

    investasi dilakukan dengan terlebih dahulu menyusun aliran tunai diskontokan

    (discounted cashflow) karena adanya pengaruh waktu terhadap nilai uang atau

    semua biaya dan manfaat yang akan datang harus diperhitungkan.

    a) Net Present Value (NPV)

    Net Present Value dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari arus

    pendapatan yang ditimbulkan oleh investasi. NPV menunjukkan keuntungan yang

    akan diperoleh selama umur investasi, merupakan jumlah nilai penerimaaan arus

    tunai pada waktu sekarang dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan selama

    waktu tertentu. Rumus yang digunakan dalam perhitungan NPV adalah sebagai

    berikut :

    keterangan :

    Bt = Penerimaan (Benefit) tahun ke-t (Rupiah)

    Ct = Biaya (Cost) tahun ke-t (Rupiah)

    n = Umur ekonomis proyek (Tahun)

    i = Tingkat suku bunga/Discount rate (persen)

    t = Periode Tahun

    Dalam metode NPV terdapat tiga penilaian investasi, yaitu :

    NPV 0 berarti secara finansial usaha layak untuk dilaksanakan karena

    manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya.

    NPV 0 berarti secara finansial usaha tersebut tidak layak untuk

    dilaksanakan, hal ini dikarenakan manfaat yang diperoleh lebih kecil dari

    biaya/tidak cukup untuk menutup biaya yang dikeluarkan.

    NPV = 0, berarti secara finansial proyek sulit dilaksanakan karena manfaat

    yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan

  • b) Internal Rate of Return (IRR)

    Internal Rate Return adalah nilai discount rate yang membuat NPV dari

    suatu proyek sama dengan nol. Internal Rate of Return adalah tingkat rata-rata

    keuntungan intern tahunan dinyatakan dalam satuan persen. Jika diperoleh dari

    IRR lebih besar dari tingkat diskonto yang berlaku, maka proyek layak untuk

    dilaksanakan. Sebaliknya jika nilai IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga yang

    berlaku maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Rumus yang

    digunakan dalam menghitung IRR adalah sebagai berikut :

    Keterangan :

    NPV1 = NPV yang bernilai positif

    NPV2 = NPV yang bernilai negatif

    i1 = Tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif

    i2 = Tingkat bunga yang menghasilkan NPV negatif

    c) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

    Net B/C ratio merupakan angka perbandingan antara nilai kini arus

    manfaat dibagi dengan nilai sekarang arus biaya. Angka tersebut menunjukkan

    tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu

    satuan uang. Kriteria yang digunakan untuk pemilihan ukuran Net B/C ratio dari

    manfaat proyek adalah memilih semua proyek yang nilai B/C rationya sebesar

    satu atau lebih jika manfaat didiskontokan pada tingkat biaya opportunitis capital

    (Gittinger, 1986) tetapi jika nilai Net B/C < 1, maka proyek tersebut tidak layak

    untuk dilaksanakan. Rumus yang digunakan sebagai berikut

    Net B/C Ratio =

  • Keterangan :

    Net B/C = Nilai Benefit-cost ratio

    Bt = Penerimaan yang diperoleh pada tahun ke t

    Ct = Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t

    n = Umur ekonomis proyek

    i = Tingkat suku bunga (persen)

    t = Tingkat Investasi (t= 0,1,2,n)

    untuk pembilang yaitu Bt- Ct > 0 dan penyebut yaitu BT- Ct < 0.

    d) Payback Period

    Payback Period merupakan jangka waktu periode yang dibutuhkan untuk

    membayar kembali semua biaya-biaya yang telah dikeluarkan di dalam investasi

    suatu proyek. Semakin cepat waktu pengembalian, semakin baik proyek tersebut

    untuk diusahakan. Akan tetapi analisis PBP memiliki kelemahan karena

    mengabaikan nilai uang terhadap waktu (present value) dan tidak

    memperhitungkan periode setelah PBP. Secara sistematis dapat dirumuskan

    sebagai berikut :

    PBP =

    Keterangan :

    PBP = Waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal investasi

    (Tahun/bulan)

    I = Besarnya biaya investasi yang diperlukan (Rupiah)

    Ab = Manfaat bersih yang diperoleh setiap tahunnya (Rupiah)

    e) Analisis Switching value

    Keuntungan dengan kita menganalisis Switching value diharapkan dapat

    mengidentifikasi pengaruh yang terjadi akibat peningkatan dan penurunan suatu

    variabel seperti penurunan harga jual produk, penurunan produksi serta peningkatan

  • harga input. Pendekatan switching value, dimana analisis ini mencari beberapa

    perubahan maksimum yang dapat ditolerir agar proyek masih bisa dilaksanakan dan

    masih memberikan keuntungan normal, dimana nilai NPV sama dengan nol.

    Analisis ini dilakukan dengan cara mencoba-coba terhadap perubahan variabel yang

    terjadi dapat diketahui batasan tingkat kenaikan dan penurunan maksimum yang

    masih bisa ditolerir, sehingga suatu usaha masih memperoleh laba normal.

    Parameter harga jual produk susu yang dihasilkan dan biaya dalam analisis

    finansial diasumsikan tetap setiap tahunnya. Namun pada kondisi di lapang

    kenyataannya dapat berubah-ubah. Untuk itu switching value perlu dilakukan guna

    melihat sampai berapa persen penurunan harga atau kenaikan biaya yang terjadi

    dapat mengakibatkan perubahan dalam kelayakan investasi dari kondisi layak

    menjadi tidak layak.

    4. 4. Asumsi Dasar yang Digunakan

    1. Lahan yang digunakan adalah lahan milik sendiri, luasan lahan yang ada

    seluas 2.570 m2.

    2. Umur proyek adalah lima tahun berdasarkan pada umur produktif kambing

    selama 5 tahun. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa kambing

    merupakan aset penting dalam usaha dan merupakan biaya investasi

    terbesar. Sumber modal yang digunakan berdasarkan pada dua skenario,

    skenario I modal yang digunakan bersumber dari modal sendiri 50 persen

    dan modal pinjaman 50 persen. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan

    pemilik dalam penyediaan modal investasi dengan cara meminjam modal

    yang bersumber dari bank. Sedangkan skenario II modal yang digunakan

    adalah seluruhnya menggunakan modal sendiri sesuai dengan kemampuan

    modal investasi yang dimiliki oleh peternak, yaitu sebesar 124.910.000

    rupiah. Sehingga biaya investasi yang dikeluarkan disesuaikan dengan

    kemampuan modal yang dimiliki, seperti kepemilikan luas lahan, kapasitas

    ternak dalam kandang, biaya pendirian kandang dan pengadaan kambing

    diasumsikan biaya yang dikeluarkan setengah dari biaya yang berlaku

    pada Skenario I.

  • 3. Jumlah hari dalam satu bulan adalah 30 hari dan kapasitas kandang

    menampung 100 ekor kambing produktif/dewasa scenario I dan 50 ekor

    Skenario II.

    4. Setiap masa produksi susu kambing (laktasi) diasumsikan susu yang

    dihasilkan habis terjual.

    5. Kegiatan pemerahan susu dilakukan dua kali dalam sehari. Dengan masa

    laktasi (masa waktu diperah) selama enam bulan. Kemampuan

    menghasilkan susu sebanyak 0,64 liter per ekor per hari.

    6. Harga jual anak kambing jantan adalah Rp 500.000 per ekor, betina

    Rp 600.000 per ekor dan nilai ternak afkir Rp 1.500.000 per ekor.

    7. Nilai penerimaan/penjualan usaha pada scenario I pada tahun pertama

    belum mencapai 100 persen, dikarenakan pada tahun tersebut, enam bulan

    pertama digunakan untuk pembangunan proyek dan jumlah kambing

    belum mencapai 100 persen (lima ekor jantan dan 95 ekor betina).

    8. Harga jual susu kambing yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rp

    40.000/liter berdasarkan harga yang belaku pada saat penelitian.

    9. Biaya yang dikeluarkan terdiri dari biaya investasi dan biaya oprasional.

    Biaya investasi dan oprasional dikeluarkan pada tahun pertama dan biaya

    reinvestasi yang dikeluarkan untuk peralatan-peralatan yang sudah habis

    umur ekonomisnnya. Biaya oprasional terdiri dari biaya tetap dan variabel.

    10. Harga input dan output yang digunakan adalah konstan hal ini untuk

    mempermudah perhitungan cash flow.

    11. Nilai sisa dihitung berdasarkan perhitungan metode garis lurus dimana

    harga beli dibagi umur ekonomis. Sedangkan untuk harga tanah

    dasumsikan sama harga beli dengan harga jual pada ahkir umur proyek.

    12. Tipe lahan adalah kelas A3, Mengingat lokasi peternakan jauh dari

    keramaian dan jalan yang dilewati merupakan jalann desa.

    13. Setiap kelahiran anak kambing sebanyak satu ekor, dari total anak yang

    dilahirkan tingkat kematian sebesar lima persen (Sutama, 2007).

    Perbandingan rasio jumlah kambing jantan yang lahir sebesar 31,5 persen

    (data di lapang).

  • 14. Tingkat sukubunga yang digunakan untuk modal sendiri adalah tingkat

    sukubunga deposito BI bulan Juni-Juli 2009 sebesar tujuh persen

    sedangkan suku bunga pinjaman 14 persen.

    15. Nilai sisa pada ahkir umur proyek diasumsikan bernilai nol, kecuali

    barang-barang yang masih memiliki umur ekonomis lebih dari lima tahun

    dan ternak kambing.

    16. Besarnya pajak yang digunakan berdasarkan undang-undang Republik

    Indonesia tentang perpajakan no. 17 tahun 2000 yang isinya adalah (kantor

    perpajakan kota Bogor, 2009):

    a) Tidak dikenakan pajak apabila perusahaan menderita kerugian

    b) Dikenakan pajak 10 persen apabila perusahaan memperoleh

    pendapatan kurang atau sama dengan Rp 50.000.000

    c) Dikenakan pajak 15 persen apabila perusahaan memperolah

    pendapatan antara Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 100.000.000

    Dikenakan pajak 30 persen apabila perusahaan memperolah

    pendapatan sebesar lebih dari sama dengan Rp 100.000.000

  • V GAMBARAN UMUM

    5.1. Sejarah dan Perkembangan

    Peternakan Kambing Unggul adalah peternakan yang dikelola oleh Bapak

    Wisnanto. Awal berdirinya usaha Peternakan Unggul didirikan pada bulan Juli

    2008. Usaha ternak kambing perah yang dilakukan merupakan usaha yang

    bersifat komersial, artinya tidak hanya untuk pemenuhan kebutuhan keluarga,

    tetapi diusahakan lebih untuk dipasarkan. Awal mula Pak Wisnanto terjun dalam

    bisnis peternakan dengan mengusahakan kambing kacang sebagai tujuan utama

    untuk hewan kurban (pedaging). Pertama kali memelihara ternak jenis kambing

    kacang tersebut berjumlah 10 ekor hingga jumlah kambing yang dimiliknya

    berkembang menjadi 50 ekor. Karena kesulitan memasarkan kambing kacang

    yang dimiliknya, maka pemilik beralih usaha yang pada awal mulanya

    mengusahakan kambing kacang menjadi kambing perah PE. Kambing PE yang

    diperolehnya dipesan langsung dari daerah Jepara, yang merupakan salah satu

    sentra pembibitan kambing PE di Jawa Tengah. Alasan yang membuat pemilik

    peternakan ini tertarik menekuni usaha ternak kambing PE adalah usaha tersebut

    bersifat dwiguna, selain susu sebagai produk utama juga dapat dimanfaatkan

    dagingnya, bila kambing tersebut sudah tidak produktif lagi sebagai penghasil

    susu. Selain itu usaha kambing PE sangat menguntungkan disebabkan oleh

    tingginya harga jual susu kambing dan juga masih tingginya permintaan

    konsumen yang belum terpenuhi. Harapan pemilik terhadap usaha yang sedang

    dijalankan sebagai sumber pendapatan utama jika beliau telah pensiun dari

    pekerjaannya.

    Investasi awal usaha ternak kambing perah berasal dari modal sendiri

    pemilik dan pinjaman dari bank. Tenaga kerja pengelolaan ternak tersebut

    berjumlah dua orang dengan riwayat pendidikan lulusan SMU. Dimana tenaga

    kerja yang digunakan sebelumnya sempat bekerja disalah satu usaha peternakan

    kambing perah. Sehingga pekerja yang digunakan sudah terbiasa melakukan

    aktivitas usaha peternakan kambing perah. Pekerja tersebut difasilitasi tempat

    tinggal yang berada di sekitar kandang. Tujuan pemilik menyediakan tempat

  • tinggal yakni untuk memudahkan dalam pengawasan ternaknya dan pengontrolan

    terhadap keamanan ternak dari pencurian.

    Pemasaran produk yang telah dihasilkan awal mulanya dilakukan melalui

    mulut ke mulut, seperti menawarkan kepada sodara-sodara pemilik ternak, rekan

    kerja, hingga kepada pihak lain. Sekarang ini peternakan Unggul sudah

    mempunyai Agen yang membantu dalam pemasaran produk susunya (toko-toko

    herbal sekitar Jakarta dan Bogor) bahkan mulai dicoba pada salah satu Indomaret

    di Jakarta sebagai tempat untuk memasarkan. Perkembangan usaha cukup baik,

    ini ditandai dengan respon permintaan terhadap susu kambing yang selalu

    meningkat. Pemilik berencana untuk menguji susu hasil ternaknya pada

    laboratorium uji mutu susu karena banyak konsumen yang meminta hasil

    sertifikasi susunya. Target pasar susu kambing diperuntukkan bagi konsumen

    menengah ke atas dan orang-orang mengkonsumsi untuk penyembuhan.

    5.2. Lokasi Peternakan

    Lokasi usaha peternakan kambing perah Unggul terbagi dua. Untuk

    kantor pemasaran terletak di Jl Anggrek No 13, Perumahan Taman Cimanggu,

    Kota Bogor. Sedangkan kandang terletak di Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea,

    Kabupaten Bogor. Kecamatan Ciampea berlokasi di bagian Barat Kabupaten

    Bogor. Kecamatan Ciampea memiliki jarak 34 km dari Ibukota Kabupaten Bogor,

    122 km dari Ibukota Provinsi Jawa Barat, 72 km dari Ibukota Negara RI Jakarta

    dan 5 km dari desa/kelurahan yang terjauh, dapat dilihat bahwa jarak antara

    Kecamatan Ciampea dengan Ibukota Negara RI Jakarta tidak terlalu jauh,

    sehingga memudahkan aksessibilitas ke pusat pasar Negara Indonesia. Kecamatan

    Ciampea secara geografis mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut :

    a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ranca Bungur.

    b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tenjolaya.

    c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Dramaga.

    d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Cibungbulang.

    Secara topografi, bentuk dan kontur wilayah, lokasi kandang merupakan

    dataran yang agak berombak sekitar 45 persen. Ketinggiannya berada di antara 300 m

    di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata 20 - 30C. Hari hujan rata-rata per

  • tahun sekitar 22 hari dan banyaknya curah hujan sekitar 278 mm. Jenis tanah yang

    ada di lokasi ini adalah latosol (Laporan Tahuhan Kecamatan Ciampea, 2007).

    Kecamatan Ciampea memiliki luas wilayah sekitar 3,062.5 hektar yang

    terdiri dari 13 Desa yaitu Benteng, Bojong Jengkol, Bojong Rangkas, Ciampea,

    Ciampea Udik, Cibanteng, Cibadak, Cibuntu. Cicadas. Cihideung Udik,

    Cihideung hilir. Cinangka dan Tegalwaru. Desa Cinangka sebagai desa terluas

    dengan Iuas wilayah 340 hektar, sedangkan Desa Bojong Rangkas sebagai desa

    dengan luas wilayah terkecil yaitu 104 hektar. Luas wilayah masing-masing Desa

    dapat dilihat seperti pada Tabel di bawah ini.

    Tabel 6. Luas Wilayah tiap Desa di Kecamatan Ciampea, Tahun 2008

    No. Nama Desa Luas Wilavah (Ha) Luas Wilayah

    (Km2) Persentase

    (%) 1. Cihideung Ilir 178 1,78 5,81 2. Cinangka 340 3,40 11,10 3. Cihideung Udik 284 2,84 9,28 4. Bojong Jengkol 212 2,12 6,92 5. Cibanteng 162 1,62 5,29 6. Benteng 248,5 2,485 8,11 7. Bojong Rangkas 104 1,04 3,40 8. Cibuntu 254 2,54 8,30 9. Ciampea 246 2,46 8,03 10. Tegal Waru 338 3,38 11,04 11. Cicadas 320 3,20 10,45 12. Ciampea Udik 262 2,62 8,55 13. Cibadak 114 1,14 3,72

    Jumlah 3.062,5 30.625 100,00 Sumber : Monografi Kecamatan Ciampea, Tahun 2008

    Pemanfaatan lahan yang telah dilakukan di Kecamatan Ciampea

    diantaranya digunakan untuk permukiman (rumah), sawah, ladang/kebun,

    empang, dan Iain-lain. Untuk mengetahui luas lahan yang digunakan untuk

    masing-masing pemanfaatan lahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.

  • Tabel 7. Luas lahan (Ha) Berdasarkan Pemanfaatan Lahan di Kecamatan Ciampea, Tahun 2008

    No. Desa Rumah Sawah Ladang/Kebun Empang Lain-lain

    1. Ciampea Udik 103 203 3 1,3 3.5

    2. Cinangka 90 127 4 0,5 5

    3. Cibuntu 92 148,4 1,7 3 2,3

    4. Cicadas 135 125 1,5 1,3 2,5

    5. Tegal Waru 189 150 5 0,5 5,5

    6. Bojong Jengkol 109 85 4 1,2 0

    7. Cihideung Udik 99 197 2 3,5 6

    8. Cihideung Ilir 101 80 1 2 4,1

    9. Cibanteng 116 50 2 0,5 4

    10. Bojong Rangkas 75 45 0 0,5 3

    11. Cibadak 95 6 0 0,5 3

    12. Benteng 98 40 2 2,5 2,5

    13. Ciampea 115 30 2,5 1,5 3

    Jumlah 1.417 1.286,4 28,7 18,3 44,4

    Sumber : Laporan Tahunan Kecamatan Ciampea, Tahun 2008

    5.3. Keadaan Penduduk Kecamatan Ciampea

    Jumlah penduduk di Kecamatan Ciampea adalah 139.037 jiwa dengan

    jumlah laki-laki sebanyak 70.827 jiwa. Sedangkan perempuan sebanyak 68,210

    jiwa. Jumlah penduduk dan kepala keluarga dapat dilihat pada Tabel 8. Jumlah

    penduduk diperkirakan akan meningkat setiap tahunnya.

    Desa Cibanteng merupakan desa yang memiliki jumlah penduduk lebih

    banyak yaitu 15.740 jiwa dengan 3.