evaluasi implementasi pembelajaran ipa smp berdasarkan kurikulum 2013 di kabupaten tuban

18
Evaluasi implementasi pembelajaran IPA SMP berdasarkan kurikulum 2013 EVALUASI IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN IPA SMP BERDASARKAN KURIKULUM 2013 DI KABUPATEN TUBAN Susi Dwi Indriyawati 1) , Muji Sri Prastiwi 2) , dan Beni Setiawan 3) 1) Mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan Sains FMIPA UNESA. E-mail: icwit @ yahoo.com 2) Dosen S1 Jurusan Biologi FMIPA UNESA. E-mail: [email protected] 3) Dosen Program Studi Pendidikan Sains FMIPA UNESA. E-mail: [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi implementasi pembelajaran IPA SMP berdasarkan kurikulum 2013 di Kabupaten Tuban. Jenis penelitian ini adalah penelitian evaluatif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Model evaluasi yang digunakan adalah evaluasi model CIPP (context/konteks, input/masukan, process/proses, product/hasil) dari Stufflebeam. Sampel penelitian ini adalah 6 guru IPA, 199 siswa kelas VII, seluruh kepala sekolah dan pengawas/supervisi pembelajaran IPA SMP dari seluruh SMP sasaran kurikulum 2013 di Kabupaten Tuban. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase kualitas pada context/konteks sebesar 87,49% yang termasuk dalam kategori sangat baik, input/masukan sebesar 86,27% yang termasuk dalam kategori sangat baik, process/proses sebesar 86,11% yang termasuk dalam kategori sangat baik dan product/hasil sebesar 94.44% yang termasuk dalam kategori sangat baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan kualitas implementasi pembelajaran IPA SMP berdasarkan kurikulum 2013 di Kabupaten Tuban berdasarkan buku guru IPA SMP dan petunjuk pelaksanaan (Juklak) kurikulum 2013 adalah “sangat baik” dengan persentase sebesar 88,58%. Kata kunci: Evaluasi, implementasi, pembelajaran IPA SMP, kurikulum 2013. Abstract This research had aimed to evaluate learning implementation of science at junior high school based on curriculum 2013 at Tuban district. This research is evaluating research with quantitative and qualitative approach. Evaluate model which use in this research is evaluate model CIPP (context/konteks, input/masukan, process/proses, product/hasil) by Stufflebeam. Sample of this research are 6 science teachers at junior high school, 199 student at seven class, all of headmaster and learning science supervision from all of junior high school which use curriculum 2013 at Tuban district. Technique of data analysis which uses in this research is descriptive quantitative and qualitative. The result of this research shows that context quality has percentage 87,49% and it included to very good categories, input has percentage 86,27% and it included to very good categories, process has percentage 86,11% and it included to very good categories, and product has percentage 94,44% and it included to very good categories. So, overall it can be conclude 290

Upload: alim-sumarno

Post on 24-Nov-2015

51 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Jurnal Online Universitas Negeri Surabaya, author : SUSI DWI INDRIYAWATI

TRANSCRIPT

Paper Title (use style: paper title)

Jurnal Pendidikan Sains e-Pensa. Volume 02 Nomor 02 Tahun 2014, 290-299. ISSN: 2252-7710

Evaluasi implementasi pembelajaran IPA SMP berdasarkan kurikulum 2013

EVALUASI IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN IPA SMPBERDASARKAN KURIKULUM 2013 DI

KABUPATEN TUBANSusi Dwi Indriyawati1), Muji Sri Prastiwi2), dan Beni Setiawan3) 1) Mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan Sains FMIPA UNESA. E-mail: [email protected]) Dosen S1 Jurusan Biologi FMIPA UNESA. E-mail: [email protected]

3) Dosen Program Studi Pendidikan Sains FMIPA UNESA. E-mail: [email protected] ini bertujuan untuk mengevaluasi implementasi pembelajaran IPA SMP berdasarkan kurikulum 2013 di Kabupaten Tuban. Jenis penelitian ini adalah penelitian evaluatif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Model evaluasi yang digunakan adalah evaluasi model CIPP (context/konteks, input/masukan, process/proses, product/hasil) dari Stufflebeam. Sampel penelitian ini adalah 6 guru IPA, 199 siswa kelas VII, seluruh kepala sekolah dan pengawas/supervisi pembelajaran IPA SMP dari seluruh SMP sasaran kurikulum 2013 di Kabupaten Tuban. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase kualitas pada context/konteks sebesar 87,49% yang termasuk dalam kategori sangat baik, input/masukan sebesar 86,27% yang termasuk dalam kategori sangat baik, process/proses sebesar 86,11% yang termasuk dalam kategori sangat baik dan product/hasil sebesar 94.44% yang termasuk dalam kategori sangat baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan kualitas implementasi pembelajaran IPA SMP berdasarkan kurikulum 2013 di Kabupaten Tuban berdasarkan buku guru IPA SMP dan petunjuk pelaksanaan (Juklak) kurikulum 2013 adalah sangat baik dengan persentase sebesar 88,58%.

Kata kunci: Evaluasi, implementasi, pembelajaran IPA SMP, kurikulum 2013.Abstract

This research had aimed to evaluate learning implementation of science at junior high school based on curriculum 2013 at Tuban district. This research is evaluating research with quantitative and qualitative approach. Evaluate model which use in this research is evaluate model CIPP (context/konteks, input/masukan, process/proses, product/hasil) by Stufflebeam. Sample of this research are 6 science teachers at junior high school, 199 student at seven class, all of headmaster and learning science supervision from all of junior high school which use curriculum 2013 at Tuban district. Technique of data analysis which uses in this research is descriptive quantitative and qualitative. The result of this research shows that context quality has percentage 87,49% and it included to very good categories, input has percentage 86,27% and it included to very good categories, process has percentage 86,11% and it included to very good categories, and product has percentage 94,44% and it included to very good categories. So, overall it can be conclude that overall of quality implementation learning science at junior high school based on teacher science handbook and guide to use curriculum 2013 at Tuban district are very good with percentage 88,58%.

Key words: evaluation, implementation, learning science at junior high school, curriculum 2013.

PENDAHULUANPendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman, (UU N0.20 Tahun 2003 dalam Arifin, 2012).

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab, (UU No.20 Tahun 2003 dalam Arifin, 2012). Pemerintah Indonesia melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia baik secara konvensional maupun inovatif. Pemerintah juga telah melakukan upaya penyempurnaan sistem pendidikan baik melalui penataan perangkat lunak (software) maupun perangkat keras (hardware). (Mulyasa, 2013). Terobosan terbaru dalam usaha peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah melakukan perubahan kurikulum pendidikan yakni perubahan kurikulum KTSP menjadi kurikulum 2013. Kurikulum 2013 mulai diuji cobakan secara terbatas pada bulan juli tahun 2013 yakni pada semester gasal tahun ajaran 2013-2014.Kurikulum 2013 adalah kelanjutan dari kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang pernah diujicobakan pada tahun 2004. Kurikulum 2013 menjanjikan lahirnya generasi penerus bangsa yang aktif, kreatif, inovatif, dan berkarakter. Mengacu pada penjelasan UU No.20 tahun 2003, maka tujuan diadakannya perubahan kurikulum berbasis kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu, (Mulyasa, 2013). Berdasarkan Kemendikbud (2013) untuk mencapai kualitas yang telah dirancang dalam dokumen kurikulum, kegiatan pembelajaran perlu menggunakan prinsip yang: 1. berpusat pada peserta didik; 2. mengembangkan kreativitas peserta didik; 3. menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang; 4. bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinestetika; dan 5. menyediakan pengalaman belajar yang beragam melalui penerapan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan, konstektual, efektif, efisien, dan bermakna.

Fakta di lapangan tentang implementasi kurikulum 2013 ini menunjukkan bahwa masih banyak sekali permasalahan atau kendala-kendala yang dihadapi diantaranya yakni: 1) kurangnya pelatihan guru, buku pelajaran dan juga konten kurikulum yang dinilai kurang sesuai dengan siswa; 2) guru masih belum memahami dengan benar format rapor kurikulum 2013; 3) gurumengalami kesulitan cara penilaian kurikulum 2013 dan penyusunan instrumen penilaian; 4) guru kesulitan dalam memahami model-model pembelajaran pada kurikulum 2013; 5) siswa masih sulit beradaptasi dengan cara belajar yang menuntut adanya kreatifitas dan kemandirian. Berdasarkan rincian fakta-fakta yang terdapat dilapangan tersebut maka dapat diketahui bahwa implementasi kurikulum 2013 di lapangan masih perlu peningkatan dan perbaikan pada komponen-komponen yang masih kurang baik kualitasnya. Cara untuk dapat memperbaiki kualitas implementasi pembelajaran kurikulum 2013 ini adalah dengan mengevaluasi tingkat kinerja atau kualitas dari masing-masing komponen-komponen penentu keterlaksanaan pembelajaran yang dilakukan dengan cara melakukan penelitian terhadap program pembelajaran karena masukan atau hasil akhir evaluasi program yang berupa rekomendasi memberi alternatif pilihan untuk para pengambil keputusan dalam menentukan tindak lanjut dari program yang sedang atau telah dilaksanakan. Tuban merupakan kabupaten peserta program pengimplementasian kurikulum 2013. Sekolah yang dijadikan sasaran kurikulum 2013 ini hanya beberapa sekolah karena kurikulum 2013 membutuhkan sosialisasi, dan penerapan di sekolah-sekolah yang terbatas ini bertujuan untuk mengetahui indikator kelemahan dan penghambat pelaksanaan kurikulum tersebut. Fakta tersebut diungkapkan oleh Kepala Dinas Disdikpora Tuban, Sutrisno, (Kim, 2013). Peneliti mengambil kabupaten Tuban sebagai tempat penelitian dikarenakan berkeinginan untuk berkontribusi dalam upaya yang dilakukan pemerintah kabupaten Tuban untuk mengetahui indikator kelemahan dan penghambat pelaksanaan kurikulum 2013, selain itu juga untuk meminimalisir subjektivitas dalam proses evaluasi karena peneliti tidak ada hubungan sama sekali dengan Kabupaten Tuban. Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mendeskripsikan kualitas pembelajaran IPA SMP berdasarkan buku guru IPA dan petunjuk pelaksanaan (Juklak) kurikulum 2013 di Kabupaten Tuban, dan penelitian ini secara khusus bertujuan untuk mendeskripsikan kualitas context/konteks yang meliputi subkomponen dukungan pihak-pihak yang terkait dengan implementasi kurikulum 2013; mendeskripsikan kualitas input/masukan yang meliputi subkomponen sertifikasi guru, kemampuan guru menyusun proses pembelajaran IPA, Ketersediaan prasarana, alat-alat, bahan, media pembelajaran beserta sumber pendanaannya dan kesiapan siswa; c. mendeskripsikan kualitas process/proses yang meliputi subkomponen pengelolaan kondisi kelas, perencanaan pengelolaan alokasi waktu pembelajaran, penilaian hasil belajar siswa oleh guru serta perencanaan materi pembelajaran pada pembelajaran IPA; d. endeskripsikan kualitas product/hasil yang meliputi subkomponen hasil belajar siswa pada pembelajaran IPAMETODE

Jenis penelitian ini adalah penelitian evaluatif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Penelitian ini merupakan penelitian program pembelajaran yakni meneliti tentang program pembelajaran IPA dikarenakan dalam penelitian ini, memandang pembelajaran sebagai suatu program. Model evaluasi yang digunakan adalah evaluasi model CIPP (context, input, process, product) dari Stufflebeam. Desain penelitian pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Model evaluasi (diadaptasi dari Hadi, 2012)Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru IPA SMP di Kabupaten Tuban yang berbasis kurikulum 2013 pada semester ganjil (satu) tahun ajaran 2013-2014, seluruh pengas/supervisi pembelajaran IPA SMP, seluruh kepala sekolah, dan seluruh siswa kelas VII dari masing-masing SMP sasaran kurikulum 2013 . Sampel pada penelitian ini adalah 6 guru IPA dari SMP sasaran kurikulum 2013 di Kabupaten Tuban, pengas/supervisi pembelajaran IPA SMP yang mensupervisi SMP sasaran kurikulum 2013, seluruh kepala sekolah, dan 199 siswa kelas VII dari masing-masing SMP sasaran kurikulum 2013. kriteria yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari buku guru IPA SMP dan petunjuk peleksanaan (juklak) kurikulum 2013 yang tercantum dalam lampiran IV permendikbud No.81A tahun 2013 tentang pedoman umum pembelajaran. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumentasi dan angket dengan menggunakan instrumen penelitian berupa daftar cek (check list), angket kepala sekolah, angket pengawas/supervisi pembelajaran IPA tingkat SMP, angket guru, dan angket siswa. Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian adalah teknik analsis secara deskriptif kuantitatif dan kualitatif. HASIL DAN PEMBAHASANHasil PenelitianContext/konteksGambar 2. Diagram subkomponen kajian contextkonteksContext/konteks mengkaji tentang subkomponen dukungan pihak-pihak yang terkait implementasi kurikulum 2013 memiliki persentase sebesar 87,49% yang berarti dalam kategori sangat baik. Evaluasi Context/konteks didasarkan pada hasil angket kepala sekolah. Persentase masing-masing komponen yang dikaji dapat dilihat pada gambar 2 di atas.

Input/Masukan

Gambar 3: Diagram subkomponen kajian input/masukanInput/masukan yang meliputi subkomponen sertifikasi guru, kemampuan guru menyusun proses pembelajaran IPA, ketersediaan prasarana, alat-alat, bahan, media pembelajaran beserta sumber pendanaannya dan kesiapan siswa memiliki persentase secara keseluruhan sebesar 86,27% yang termasuk dalam kategori sangat baik. Evaluasi Input/masukan didasarkan pada RPP buatan guru IPA, daftar inventaris alat-alat laboratorium IPA, hasil angket guru dan kepala sekolah. Persentase masing-masing komponen yang dikaji dapat dilihat pada gambar 3 di atas. Process/proses

Gambar 4: Diagram subkomponen kajian process/prosesProcess/proses yang meliputi subkomponen pengelolaan kondisi kelas, perencanaan pengelolaan alokasi waktu pembelajaran, penilaian hasil belajar siswa oleh guru serta perencanaan materi pembelajaran pada pembelajaran IPA memiliki persentase secara keseluruhan sebesar 86,11% yang termasuk dalam kategori sangat baik. Evaluasi Process/proses didasarkan pada RPP buatan guru IPA beserta instrument penilaiannya, angket siswa, angket kepala sekolah, angket pengawas/supervise pembelajaran IPA SMP. Persentase masing-masing komponen yang dikaji dapat dilihat pada gambar 4 di atas.

Product/Hasil

Gambar 5. Diagram subkomponen kajian Product/hasil

Product/hasil yang meliputi subkomponen hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA memiliki persentase sebesar 94,44% yang termasuk dalam kategori sangat baik. Evaluasi product/hasil didasarkan pada dokumen/draft nilai rapor siswa. Persentase masing-masing komponen yang dikaji dapat dilihat pada gambar 5 di atas. PembahasanContext/konteksEvaluasi terhadap context/konteks yang mengkaji tentang aspek dukungan pihak-pihak yang terkait dengan implementasi kurikulum 2013 menunjukkan hasil bahwa kualitas context/konteks adalah sebesar 87,49% yang berarti dalam kategori sangat baik. Dukungan dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan diberikan keseluruh sekolah sasaran kurikulum 2013 di Tuban, namun dukungan dari pengawas/supervisi pembelajaran IPA, Dinas Pendidikan Kabupaten/kota, dan Dinas Pendidikan Propinsi, tidak diberikan kepada seluruh sekolah sasaran kurikulum 2013. Hasil angket kepala sekolah, bentuk-bentuk dukungan yang diberikan pihak-pihak yang terkait kurikulum 2013 kepada SMP sasaran kurikulum 2013 yakni workshop, diklat guru, pembinaan, pendampingan, monitoring dan evaluasi (monev), pemberian buku guru, buku siswa, CD pembelajaran, bantuan alat-alat laboratorium, dan aplikasi penilaian.Ketidakmerataan distribusi dukungan tersebut dikarenakan 1. Jarak sekolah yang jauh dari pusat pemerintahan Kota/Kabupaten sehingga terhambat oleh transportasi; 2. Sekolah sasaran merupakan sekolah swasta/mandiri yang tidak berada dalam naungan/tanggungjawab Dinas Pendidikan. Dilihat dari persentase kualitasnya, context/konteks memiliki kualitas sangat baik yang memungkinkan terlaksananya program pembelajaran IPA dengan baik karena dukungan pihak-pihak yang terkait dengan implementasi kurikulum 2013 memegang peran yang sangat penting. Secara keseluruhan kualitas dari context/konteks memiliki persentase sebesar 87,49% yang termasuk dalam kategori sangat baik. Input/masukan

Evaluasi input/masukan yang mengkaji subkomponen sertifikasi guru, kemampuan guru menyusun kegiatan pembelajaran, ketersediaan prasarana, alat, bahan, media pembelajaran beserta sumber pendanaannya.

Berdasarkan hasil analisis angket guru, dapat diketahui bahwa 100% guru yang mengajar IPA di sekolah sasaran kurikulum 2013 telah tersertifikasi melalui jalur-jalur PLPG maupun portofolio. Berdasarkan UU RI No 14 Tahun 2005 dalam Sudaryono (2012), sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian sertifikat pendidik. Melihat kualitas dari sumber daya manusia (SDM) yang telah tersertifikasi seluruhnya ini maka dapat diketahi bahwa instansi telah mampu menyediakan tenaga pengajar yang berkompetensi.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa kemampuan guru menyusun kegiatan pembelajaran memiliki persentase sebesar 87,11%. Seluruh tahapan kegiatan pada pendaluhuan pembelajaran ini di beberapa subtopik pelajaran masih ada yang belum dicantumkan oleh guru. Menyiapkan/mengkondisikan peserta didik untuk mengikuti pembelajaran yang dapat berupa pemusatan perhatian dengan motivasi 86,37% telah dicantumkan, dan 13,63% belum dicantumkan; mengajukan pertanyaan-pertanyaan terkait materi yang sudah dipelajari dan yang akan dipelajari 90,91% telah dicantumkan dan 9,09% belum dicantumkan; mengantarkan peserta didik ke suatu permasalahan atau tugas yang akan dilakukan dan menjelaskan tujuan pembelajaran atau KD yang akan dicapai 95,46% telah dicantumkan dan 4,54% belum dicantumkan; menyampaikan garis besar materi dan penjelasan tentang kegiatan yang akan dilakukan peserta didik untuk menyelesaikan tugas 86,37% telah dicantumkan dan 13,63% belum dicantumkan. Kegiatan inti pelajaran meliputi tahapan kegiatan mengamati, menanya, mngumpulkan informasi, mengasosiasi dan mengkomunikasi. seluruh tahapan kegiatan inti pelajaran ini telah dicantumkan diseluruh subtopik pelajaran. Kegiatan penutup pembelajaran meliputi tahapan yaitu membuat kesimpulan pembelajaran, melakukan refleksi/penilaian, member umpan balik, dan member latihan/tugas baik individu maupun kelompok. Tahapan kegiatan penutup pembelajaran ini di beberapa subtopik pelajaran masih ada yang belum dicantumkan oleh guru. Kegiatan membuat kesimpulan pembelajaran 90,91% telah dicantumkan, dan 9,09% belum dicantumkan; melakukan refleksi/penilaian 95,46% telah dicantumkan dan 4,54% belum dicantumkan; member umpan balik 18,19% telah dicantumkan, dan 81,81% belum dicantumkan; memberi latihan/tugas baik individu maupun kelompok 81,82% telah dicantumkan dan 18,18% belum dicantumkan.

Pengkajian lebih lanjut dilakukan untuk mengkaji subkomponen kemampuan guru menyusun kegiatan pembelajaran. secara teknis memang subkomponen kemampuan guru menyusun kegiatan pembelajaran memiliki persentase sebesar 87,11%. Akan tetapi secara kualitatif, belum bisa dikatakan bahwa subkomponen kemampuan guru menyusun kegiatan pembelajaran memiliki persentase sebesar 87,11%. Hal tersebut dikarenakan RPP yang dikaji untuk mengetahui tingkat kemampuan guru menyusun kegiatan pembelajaran merupakan hasil penyusunan TIM MGMP tingkat Kota/Kabupaten.

Kesalahan/kekurangan yang dilakukan oleh guru dalam menyusun kegiatan pembelajaran meskipun telah disusun oleh tim MGMP dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya: 1. Guru masih belum benar-benar menguasai/memahami isi dari buku guru yang telah diberikan oleh pemerintah sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran IPA berbasis kurikulum 2013, karena sebenarnya di dalam buku tersebut sudah dirincikan garis besar/contoh dari kegiatan pembelajaran yang harus diberikan kepada siswa; 2. guru masih belum benar-benar memahami atau masih kesulitan memahami model-model pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013. Hal itu ditunjukkan oleh adanya ketidaksesuaian antara model yang ditulis dengan tahapan kegiatan pembelajaran yang ditulis. Pada bagian pendekatan/strategi/metode pembelajaran dalam RPP, guru menuliskan bahwa model yang digunakan adalah STAD, namun pada bagian kegiatan pembelajaran guru menuliskan tahapan-tahapan model discovery. Berdasarkan hal tersebut, maka dimungkinkan guru belum mencantumkan seluruh tahapan kegiatan pembelajaran; 3. Dukungan dari pihak-pihak yang terkait dengan kurikulum 2013 yang belum merata di seluruh sekolah, sehingga akan menyebabkan kurangnya bimbingan yang diperoleh oleh guru karena berdasarkan hasil angket bentuk beberapa bentuk dukungan pihak-pihak yang terkait dengan implementasi kurikulum 2013 adalah workshop, diklat guru, pembinaan, pendampingan, monitoring dan evaluasi (monev), CD pembelajaran, dimana bentuk dukungan itu adalah untuk meningkatkan pengetahuan guru tentang pembelajaran yang berbasis kurikulum 2013. Tidak meratanya dukungan tersebut kemungkinan akan menyebabkan pengetahuan guru dalam penyusunan kegiatan pembelajaran berbasis kurikulum 2013 masih kurang, sehingga dalam menyusun kegiatan pembelajaran masih belum dapat sempurna.

Subkomponen ketersediaan prasarana, alat, bahan dan media pembelajaran beserta sumber pendanaannya memiliki persentase sebesar 74,64%. Berdasarkan hasil analisis daftar inventaris alat-alat laboratorium, dan angket guru yang telah diperoleh, ketersediaan prasarana, alat, bahan dan media pembelajaran sebesar 82,60% telah tersedia, dan berdasarkan angket kepala sekolah 66,67% sekolah memiliki pendanaan yang cukup untuk pengadaan alat-alat, bahan dan media pembelajaran.

Kekurangan pada ketersediaan prasarana, alat, bahan dan media pembelajaran ini dapat dikarenakan: 1) sekolah tidak memiliki anggaran mandiri untuk pengadaan prasarana, alat, bahan dan media pembelajaran. Berdasarkan angket kepala sekolah, sekolah yang memiliki kekurangan pada ketersediaan prasarana, alat, bahan dan media pembelajaran adalah sekolah tidak memiliki anggaran mandiri untuk menyediakan prasarana, alat, bahan dan media pembelajaran yang berarti hanya mengandalkan bantuan dari pihak luar sekolah, 2) sekolah yang memiliki keterbatasan pada ketersediaan prasarana, alat, bahan dan media pembelajaran merupakan sekolah swasta yang tidak berada dalam naungan dinas pendidikan.

Pengkajian lebih lanjut dilakukan terhadap subkomponen ketersediaan prasarana, alat, bahan dan media pembelajaran. Secara teknis ketersediaan LKS memang telah tersedia. Namun apabila ditinjau dari segi kualitatif (kualitas) masih belum dapat dikatakan memenuhi. Hal tersebut dikarenakan LKS yang digunakan oleh guru merupakan LKS hasil penyusunan MGMP yang tidak dilakukan penyesuaian sama sekali sehingga LKS dengan ketersediaan bahan-bahan maupun alat tidak relevan. hal tersebut terlihat pada sekolah ke-6 sama sekali tidak memiliki alat, bahan dan medi pembelajaran, akan tetapi seluruh LKS yang terdapat dalam RPP sama dengan sekolah-sekolah lain dan tidak dilakukan penyesuaian sama sekali. Kemudian untuk sekolah ke-5 juga ditemui ketidaksesuaian antara LKS pada subtopik pemisahan campuran: distilasi dan sublimasi dengan ketersediaan alat yang ada di sekolah tersebut. Sekolah ke-5 tidak memiliki alat percobaan distilasi namun LKS yang terdapat dalam RPP merupakan LKS tentang percobaan distilasi.

Subkomponen kesiapan siswa dikaji melalui angket kepala sekolah. Indikator kesiapan siswa adalah sekolah tidak menngalami hambatan implementasi kurikulum 2013 pada segi ketidaksiapan siswa. Apabila sekolah menyebutkan bahwa yang menjadi hambatan dalam implementasi kurikulum 2013 adalah ketidaksiapan siswa, maka kesiapan siswa pada sekolah itu adalah tidak sesuai kriteria kurikulum 2013. Apabila sekolah tidak menyebutkan bahwa yang menjadi hambatan dalam implementasi kurikulum 2013 adalah ketidaksiapan siswa, maka kesiapan siswa pada sekolah itu adalah sesuai kriteria kurikulum 2013. Berdasarkan angket kepala sekolah, diketahui bahwa hambatan pada proses implementasi kurikulum 2013 di 5 sekolah (83.33%) bukan pada ketidaksiapan siswa, dan 1 sekolah (16.67%) menyatakan bahwa hambatan dalam implementasi kurikulum 2013 adalah ketidaksiapan peserta didik. Jadi dapat disimpulkan kesiapan siswa adalah sebesar 83.33%. sekolah yang mengalami hambatan pelaksanaan kurikulum 2013 pada aspek kesiapan siswa adalah sekolah ke-2. Berdasarkan angket kepala sekolah dapat diketahui bahwa sekolah yang mengalami hambatan implementasi kurikulum 2013 pada ketidaksiapan siswa dikarenakanpelaksanaan pembelajaran saintifik yang belum dikenal sebelumnya dan penilaian yang otentik.

Penelitian lebih lanjut peneliti lakukan untuk menganalisis kesiapan siswa. Berdasarkan data yang diperoleh, terjadi ketidaksesuaian alasan yang dilontarkan oleh kepala sekolah. Kepala sekolah menyatakan bahwa yang menjadi faktor ketidaksiapan siswa adalah dikarenakanpelaksanaan pembelajaran saintifik yang belum dikenal sebelumnya dan penilaian yang otentik. Padahal, yang seharusnya memahami pendekatan saintifik dan penilaian otentik itu adalah guru bukan siswa karena yang melaksanakan penilaian otentik dan yang menyelenggarakan pembelajaran saintifik adalah guru. Adanya jawaban yang dinyatakan oleh kepala sekolah yang tidak relevan dengan pertanyaan peneliti dengan dapat disebabkan adanya miskonsepsi dari kepala sekolah terhadap pertanyaan dari peneliti.

Hasil belajar yang diperoleh siswa di sekolah ke-2 juga tdiketahui bahwa seluruh siswa tuntas belajarnya dengan KKM sebesar 2,66 yakni KKM yang telah ditentukan oleh pemerintah yakni standar dasar ketuntasan belajar siswa. Meskipun sekolah memiliki hambatan implementasi kurikulum 2013 pada aspek ketidaksiapan siswa, akan tetapi tetap memiliki hasil belajar yang baik. Hal tersebut dikarenakan, selain faktor internal juga terdapat faktor eksternal. faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mempengaruhi hasil belajar, yang diantaranya meliputi bakat dan kemampuan dasar siswa maupun kesiapan siswa untuk belajar. akan tetapi hasil belajar juga dipengaruhi oleh faktor eksternal. Faktor eksternal yang mempengaruhi diantaranya adalah ketersediaan prasarana dan sarana belajar, dan kurikulum. dengan adanya sarana belajar yang sangat menunjang karena ketersediaan prasarana, alat, bahan dan media di sekolah ke-2 telah terpenuhi seluruhnya, dan adanya kurikulum yang sudah baik (yakni pada kegiatan pembelajaran yang disusun oleh guru yang terbukti mencapai persentase 87,11% telah sesuai dengan kriteria kurikulum 2013) maka faktor tersebut akan dapat meningkatkan hasil belajar siswa meskipun awalnya memiliki faktor internal rendah dikarenakan adanya ketidak siapan pada diri siswa, maka dengan adanya faktor eksternal yang sangat baik akan dapat meningkatkan hasil belajar siswa sehingga siswa dapat tuntas belajarnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka secara keseluruhan kualitas dari input/masukan memiliki persentase sebesar 86,27% yang termasuk dalam kategori sangat baik. Adanya input/masukan yang sangat baik ini maka diharapkan akan memperlancar keterlaksanaan program pembelajaran.Process/prosesEvaluasi terhadap process/proses mengkaji tentang subkomponen pengelolaan kondisi kelas, perencanaan pengelolaan alokasi waktu pembelajaran, penilaian hasil belajar siswa oleh guru, dan perencanaan materi pembelajaran.

Pengelolaan kondisi kelas meliputi kriteria: a. pembelajaran melatihkan kemandirian siswa, seperti pembagian tugas dan pembagian kelompok; b. pembelajaran mengembangkan kegemaran membaca, melalui kegiatan yang mengharuskan adanya pengkajian teori/literatur; c. pembelajaran yang berpusat pada siswa; dan d. metode belajar yang menyenangkan, memiliki persentase sebesar 100%, yang berarti telah memenuhi seluruh kriteria kurikulum 2013 karena pengelolaan kondisi kelas yang dilakukan oleh guru telah melatihkan kemandirian siswa, seperti pembagian tugas dan pembagian kelompok; telah mengembangkan kegemaran membaca, melalui kegiatan yang mengharuskan adanya pengkajian teori/literatur; pembelajaran telah berpusat pada siswa; dan metode belajar yang digunakan menyenangkan. Kriteria pengelolaan kondisi kelas pada aspek pembelajaran melatihkan kemandirian siswa, seperti pembagian tugas dan pembagian kelompok terlihat pada kegiatan pembelajaran yang disusun oleh guru dalam RPP yang memberi berbagai bentuk tugas baik individu maupun kelompok. Tahapan pada RPP yang mencerminkan pembelajaran mengembangkan kemandirian siswa yaitu pada tahap inti pada saat pembagian kelompok belajar dalam kegiatan diskusi kelompok, saat praktikum dan saat tugas proyek. Berdasarkan hasil angket pada siswa, pengawas/supervisi pembelajaran IPA dan kepala sekolah. Hasil angket siswa, angket kepala sekolah dan angket pengawas/supervisi pembelajaran IPA dapat menyatakan bahwa pengelolaan kondisi kelas telah melatihkan kemandirian siswa, seperti pembagian tugas dan pembagian kelompok.

Kriteria pengelolaan kondisi kelas pada aspek pembelajaran yang mengembangkan kegemaran membaca, melalui kegiatan yang mengharuskan adanya pengkajian teori/literatur. Hal tersebut terlihat pada kegiatan dalam RPP yaitu pada tahap inti pembelajaran. Guru telah mencantumkan kegiatan yang memfasilitasi siswa untuk mengembangkan kegemaran membaca, melalui kegiatan yang mengharuskan adanya pengkajian teori/literatur seperti contohnya adalah diskusi kelompok untuk mengkaji LKS tentang penggunaan alat ukur, konsep yang harus diperoleh melalui diskusi. Hasil angket siswa, angket kepala sekolah dan angket pengawas/supervise pembelajaran IPA SMP juga menyatakan bahwa pengelolaan kondisi kelas telah mengembangkan kegemaran membaca, melalui kegiatan yang mengharuskan adanya pengkajian teori/literatur.Kriteria pengelolaan kondisi kelas pada aspek pembelajaran yang berpusat pada siswa terlihat dari penggunaan metode atau model-model pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam RPP semuanya menuntut siswa untuk aktif mencari informasi sendiri dan menempatkan guru sebagai fasilitator bukan sebagai sumber ilmu bagi siswa. Model-model yang digunakan guru diantaranya adalah discovery learning, kooperatif tipe STAD, kooperatif tipe jigsaw yang semuanya merupaka model pembelajaran yang menempatkan guru sebagai fasilitator pada saat pembelajaran dimana kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa. Selain itu, berdasarkan angket siswa juga menyatakan bahwa siswa dilibatkan secara aktif selama pembelajaran di kelas yakni dengan mengungkapkan pendapat ataupun bertanya dan siswa mencari informasi sendiri.

Kriteria pengelolaan kondisi kelas pada aspek metode belajar yang menyenangkan telah mencapai persentase rata-rata sebesar 100%. Metode belajar yang menyenangkan dapat terlihat pada penggunaan berbagai metode yang bervariasi, penggunaan media yang menyenangkan seperti video yang berarti telah memenuhi kriteriakurikulum 2013. Selain itu telah menggunakan berbagai metode yang bervariasi/media yang menyenangkan. Berdasarkan isi yang tercantum dalam RPP dapat diketahui bahwa guru IPA menggunakan berbagai metode diantaranya adalah diskusi, observasi, eksperimen. Berdasarkan angket kepala sekolah, angket siswa, dan angket pengawas/supervisi pembelajaran IPA juga menyatakan bahwa pembelajaran yang dilakukan menggunakan berbagai media dan metode belajar bervariasi.

Pengkajian lebih lanjut dilakukan peneliti untuk menganalisis pada subkomponen pengkondisian kelas. meskipun secara teknis/administratif sudah baik, namun secara kualitas masih belum dapat dikatakan baik. Hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa model yang sangat sering digunakan oleh guru adalah discovery learning. Model yang digunakan distribusi penggunaannya sangat kurang bervariasi karena hanya satu model yang lebih dominan digunakan dalam RPP yaitu model discovery learning. Penggunaan metode koopeatif tipe jigsaw satu kali dan kooperatif tipe STAD 2 kali (satu kali sintaks benar, namun satu sintaks salah), dan lainnya adalah menggunakan model discovery learning.

Perencanaan materi pembelajaran dapat dikatakan bahwa hampir seluruhnya telah memenuhi kriteria kurikulum 2013 yakni tematik, kontekstual, namun pada isi materi belum sepenuhnya memenuhi kriteriakurikulum. Hal itu dapat disebabkan oleh faktor yakni 1. guru melakukan penyesuaian materi yang harus diberikan kepada siswa terhadap buku siswa yang merupakan sumber belajar bagi siswa sehingga dimungkinkan guru melakukan pengurangan materi ajar dimana materi ajar tersebut tidak terdapat didalam buku siswa. Hal itu didasarkan data hasil angket guru (nomer 3), yang menyatakan bahwa salah satu kesulitan yang dihadapi oleh guru dalam implementasi kurikulum 2013 adalah karena adanya ketidaksesuaian buku siswa dengan materi yang harus diajarkan; 2. Guru belum benar-benar menguasai/memahami isi dari buku guru yang telah diberikan oleh pemerintah sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran IPA berbasis kurikulum 2013, karena sebenarnya di dalam buku tersebut sudah dirincikan materi untuk setiap topik pembelajaran.

Subkomponen penilaian hasil belajar siswa oleh guru, memiliki persentase sebesar 100%. Pencapaian tersebut merupakan pencapaian secara teknis/ administratif. Penilaian dan rubrik penilaian yang digunakan sepenuhnya telah memenuhi kriteria kurikulum 2013 yakni telah melakukan penilaian di semua kompetensi yaitu kompetensi sikap (KI-1 dan KI-2), kompetensi pengetahuan (KI-3) dan keterampilan (KI-4).

Pengkajian lebih lanjut dilakukan oleh peneliti untuk menganalisis subkomponen penilaian hasil belajar siswa oleh guru secara kualitatif. Secara kualitatif penilaian hasil belajar siswa oleh guru masih belum dapat dikatakan memenuhi kriteria kurikulum 2013. Hal tersebut dikarenakan peneliti menemukan fakta bahwa rubrik lembar pengamatan sikap yang digunakan adalah sama pada seluruh subtopik yang diajarkan, sehingga dapat diketahui bahwa rubrik tidak disesuaikan dengan indikator/tujuan pembelajaran. selain itu peneliti juga menemukan rubrik penilaian pada kompetensi pengetahuan, yang menunjukkan bahwa guru masih belum benar dalam menuliskan rubrik penilaian karena rubrik yang dibuat tersebut masih kurang lengkap karena hanya menjabarkan skor maksimal dari masing-masing nomer saja. Berdasarkan format/draft rekap nilai yang dimiliki oleh salah satu guru pengajar, dapat diketahui bahwa secara umum guru memang telah melakukan penilaian pada seluruh kompetensi. Akan tetapi dilihat lebih lanjut, penilaian guru yang dilakukan disetiap kompetensi belum sesuai kurikulum 2013 karena terdapat bentuk-bentuk penilaian yang belum guru lakukan. Sebagai salah satu contoh/sampel, kekurangan yang dilakukan oleh guru adalah sebagai berikut: 1. pada kompetensi sikap belum melakukan penilaian secara observasi prilaku dan penilaian diri; 2. pada kompetensi pengetahuan belum melakukan penilaian secara lisan; 3. Pada kompetensi keterampilan, guru masih belum melakukan penilaian praktik. Faktor-faktor yang menyebabkan adanya ketidaksesuaian rubrik dengan tujuan serta ketidaklengkapan penilaian hasil belajar siswa oleh guru di masing-masing kompetensi dapat dikarenakan yaitu kesulitan yang dihadapi guru dalam implementasi pembelajaran berbasis kurikulum 2013 adalah dalam hal penilaian, dan ada ketidaksepahaman penilaian sikap pada jurnal siswa dan jurnal guru yang diketahui berdasarkan angket guru.

Subkomponen perencanaan pengelolaan alokasi waktu pembelajaran dapat dikatakan belum bisa memenuhi kriteria kurikulum 2013. Hal itu dikarenakan 53,33% alokasi waktu pembelajaran yang telah dibuat oleh guru yang tercantum dalam prota/promes sesuai dengan alokasi waktu yang ditentukan oleh kurikulum 2013 dan selebihnya belum.

Ketidaksesuaian pengalokasian waktu yang dibuat oleh guru dengan alokasi waktu yang telah dirumuskan oleh kurikulum 2013 dapat dikarenakan oleh beberapa faktor diantaranya adalah 1. guru belum 100% memahami kegiatan pembelajaran yang harus diberikan kepada siswa (terbukti pada subkomponen kemampuan guru menyusun kegiatan pembelajaran masih terdapat banyak kekurangan), sehingga perencanaan waktu yang dibuat oleh guru masih kurang tepat; 2. terdapat keterbatasan waktu pembelajaran atau terdapat minggu-minggu kurang efektif dikarenakan pada awal semester ganjil tahun ajaran 2013-2014 merupakan bulan ramadhan yang biasanya kegiatan di sekolah-sekolah mengutamakan kegiatan islami terlebih dahulu serta jam belajar yang lebih pendek dari hari-hari biasa; 3. Guru belum benar-benar menguasai/memahami isi dari buku guru yang telah diberikan oleh pemerintah sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran IPA berbasis kurikulum 2013, karena sebenarnya di dalam buku tersebut sudah dirincikan waktu efektif untuk tiap-tiap topik pembelajaran. Product/hasil

Evaluasi terhadap product/hasil yang mengkaji tentang aspek hasil belajar siswa memperoleh persentase sebesar 94,44%, sehingga masuk kedalam kategori sangat baik. Pada kompetensi sikap (KI-1 dan KI-2) dan kompetensi keterampilan (KI-4) seluruhnya telah memenuhi kriteria kurikulum 2013 yakni siswa tuntas hasil belajarnya secara klasikal. Akan tetapi pada kompetensi pengetahuan (KI-3) belum sepenuhnya memenuhi kriteria kurikulum. Hal itu dikarenakan pada salah satu sekolah sasaran, hasil belajar siswa pada kompetensi ini belum tuntas secara klasikal. Setelah melakukan analisis lebih lanjut pada sekolah yang hasil belajar siswanya belum tuntas secara klasikal dapat diketahui faktor yang menyebabkan dimungkinkan adalah karena tidak tersedianya prasarana, alat, bahan pembelajaran sama sekali yakni di sekolah ke-6. Berdasarkan Puskur (2006), pada hakikatnya ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Merujuk pada pengertian tersebut dapat diketahui IPA merupakan ilmu yang sangat erat hubungannya dengan kegiatan penyelidikan dan observasi sebagai bentuk atau melakukan proses penemuan, dimana ketersediaan alat-alat praktikum sangat diperlukan. Tidak adanya alat, bahan dan media pembelajaran ini kemungkinan dapat menyebabkan siswa sulit untuk belajar secara optimal sehingga hasil akhirnya yakni kualitas hasil belajar siswa kurang maksimal. Senada dengan hal tersebut diungkapkan oleh Ibrahim (2010) yang menyatakan bahwa salah satu manfaat dan fungsi media dalam pembelajaran adalah meningkatkan kualitas belajar.Tingginya kualitas dari product/hasil yang lebih tinggi dari komponen-komponen lainnya dapat dikarenakan faktor: 1) adanya ketidaksesuaian antara rubrik dengan tujuan/indikator pembelajaran dan belum tercovernya bentuk-bentuk penilaian yang dilakukan oleh guru (guru belum melakukan penilaian diseluruh bentuk-bentuk penilaian pada tiap kompetensi), sehingga evaluasi/penilaiannya pun juga kemungkinan besar belum dapat menunjukkan ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah dicapai (belum dapat mengetahui tingkat pencapaian kompetensi yang telah dikuasai siswa) dan belum dapat mengukur seluruh ketercapaian kompetensi/tujuan pembelajaran, (Mahardika, 2010) adanya prasarana, alat, bahan dan media, lingkungan yang sangat mendukung, serta pengelolaan program pembelajaran yang baik yang sesuai dengan kriteria kurikulum 2013 sehingga siswa dapat belajar secara maksimal dikarenakan pada kurikulum 2013 memposisikan siswa menjadi pebelajar yang mandiri dan aktif.

Berdasarkan seluruh hasil analisis data, dapat diketahui bahwa kualitas context/konteks memiliki persentase sebesar 87,49% yang termasuk dalam kategori sangat baik, input/masukan sebesar 86,27% yang termasuk dalam kategori sangat baik, process/proses sebesar 86,11% termasuk dalam kategori sangat baik, dan product/hasil sebesar 94,44% termasuk dalam kategori sangat baik, sehingga secara keseluruhan kualitas implementasi pembelajaran IPA SMP berdasarkan buku guru IPA SMP dan petunjuk pelaksanaan (juklak) kurikulum 2013 di Kabupaten Tuban adalah sebesar 88,58% yang termasuk dalam kategori sangat baik.

Harapan peneliti dari hasil penelitian ini adalah untuk dapat mengetahui kesiapan pelaksana kurikulum 2013 yakni SMP-SMP di kabupaten Tuban dalam melaksanakan/mengimplementasikan kurikulum 2013.

Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kualitas implementasi pembelajaran IPA SMP di Kabupaten Tuban memiliki persentase sebesar 88,58% dan termasuk dalam kategori sangat baik, maka dapat dikatakan bahwa secara teknis/administratif sekolah-sekolah SMP di Kabupaten Tuban telah siap melaksanakan/mengimplementasikan kurikulum 2013.

PENUTUPSimpulan

Berdasarkan hasil analisis data penelitian dan pembahasan, dapat dituliskan simpulan penelitian sebagai berikut:1. Kualitas pembelajaran IPA SMP berdasarkan buku guru IPA SMP dan petunjuk pelaksanaan (Juklak) kurikulum 2013 secara keseluruhan di Kabupaten Tuban adalah dalam kategori sangat baik dengan persentase sebesar 88,58%.2. Kualitas context/konteks yang meliputi subkomponen dukungan pihak-pihak yang terkait dengan implementasi kurikulum 2013 adalah dalam kategori sangat baik dengan persentase sebesar 87,49%.

3. Kualitas input/masukan yang meliputi subkomponen sertifikasi guru, kemampuan guru menyusun proses pembelajaran IPA, ketersediaan prasarana, alat-alat, bahan, media pembelajaran beserta pendanaannya dan kesiapan siswa adalah dalam kategori sangat baik dengan persentase sebesar 86,27%.

4. Kualitas process/proses yang meliputi subkomponen pengelolaan kondisi kelas, perencanaan pengelolaan alokasi waktu pembelajaran, penilaian hasil belajar siswa oleh guru serta perencanaan materi pembelajaran pada pembelajaran IPA adalah dalam kategori sangat baik dengan persentase sebesar 87,41%.

5. Kualitas product/hasil yang meliputi subkomponen hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA adalah dalam kategori sangat baik dengan persentase sebesar 94,44%.

RekomendasiBerdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, peneliti mengajukan rekomendasi sebagai berikut:1. Sistem pengawasan (monitoring dan evaluasi) terhadap program pembelajaran IPA yang dilakukan hendaknya lebih ditingkatkan lagi, yaitu dengan terus melakukan pemantauan yang berkesinambungan dan teliti terhadap RPP yang telah dibuat oleh guru sebelum digunakan untuk mengajar. Hal itu bertujuan agar kualitas pengajaran yang dilakukan oleh guru dapat memenuhi seluruh indikator serta tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, serta agar mampu menghasilkan peserta didik yang berkualitas.

2. Pemerintah kabupaten Tuban alangkah baiknya menerapkan sistem reward and punishment terhadap kinerja guru. Guru tiap mata pelajaran diharuskan menyusun sendiri RPP dan perangkat pembelajaran lainnya (instrumen penilaian dan media pembelajaran). Kegiatan pembelajaran dan media pembelajaran yang digunakan harus disesuaikan dengan karakteristik para peserta didik di sekolah dan kondisi lingkungan sekolah dan sarana-prasarana yang dimiliki sekolah agar pembelajaran yang dilakukan benar-benar efektif. Reward dapat berupa hadiah pujian ataupun sertifikat terhadap guru yang telah bekerja dan menjalankan tugas dengan baik, sedangkan punishment dapat berupa teguran, tidak diperbolehkan mengajar sebelum membuat sendiri perangkat pembelajaran beserta instrumen penilaian yang harus sesuai dengan materi dan kondisi sekolah beserta peserta didiknya, dan dapat juga sangsi pengurangan jam menjagar.

3. Pemberian pelatihan kepada guru tentang cara melakukan inventarisasi terhadap perangkat pembelajaran (silabus, RPP, media) beserta instrumen penilaian yang telah atau sedang digunakan agar dapat digunakan untuk melakukan cross check atau alat evaluasi untuk melakukan perbaikan di pembelajaran pada tema/materi yang sama kedepannya, apabila pada pembelajaran yang telah dilakukan, hasil yang diperoleh kurang baik atau kurang efektif. Karena fakta di lapangan, inventarisir yang dilakukan oleh guru masih kurang baik.

4. Dukungan yang diberikan kepada sekolah-sekolah sasaran dalam implementasi kurikulum 2013 sudah baik, namun masih perlu peningkatan pada diklat dan pembimbingan terhadap guru. Guru hendaknya diarahkan agar menyusun sendiri RPP dan perangkat pembelajaran lain beserta instumen penilaian yang digunakan setelah menyusun melalui MGMP. RPP harus disesuaikan dengan kondisi sekolah yakni ketersediaan sarana-prasarana penunjang pembelajaran dan karakteristik dari masing-masing peserta didik. peningkatan bimbingan terhadap penyusunan perangkat pembelajaran berbasis kurikulum 2013 karena penelitian guru masih banyak melakukan kesalahan dalam penilaian, penyusunan kegiatan pembelajaran, pengalokasian waktu, perencanaan materi, dan lainnya.

5. Ketersediaan sarana dan prasarana pembelajaran IPA di SMP-SMP sebagian besar sudah sangat baik. SMP-SMP kota yakni yang letaknya di tengah kota (dekat dengan pemerintah kabupaten/kota) memiliki sarana dan prasarana yang sangat baik. Namun untuk sekolah yang agak jauh/sangat jauh dari pusat kota memiliki sarana dan prasarana yang masih sangat kurang. Hal itu dikarenakan terdapat salah satu sekolah yang ketersediaan sarana dan prasarana yang dapat dikatakan belum layak karena sekolah sama sekali tidak memiliki alat-alat laboratorium IPA. Oleh karena itu perlu pemerataan distribusi bantuan/dukungan terhadap pengadaan sarana dan prasarana pembelajaran IPA.

6. Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan pengamatan langsung di kelas pada saat kegiatan pembelajaran pada RPP guna menggali lebih dalam komponen/subkomponen yang dikaji.DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Z. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.Hadi, Samsul. Juni 2012. Evaluasi Implementasi kurikulum Berbasis Kompetensi Pada Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) Program Otomotif. Volume 2, No. 2. http://journal.uny.ac.id/ index.php/jpv/article/download/1036/837. Diakses pada tanggal 13 desember 2013.Ibrahim, Muslimin dkk. 2010. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Surabaya: Unesa University Press.Indriyawati, S. D. 2014. Evaluasi implementasi pembelajaran IPA SMP berdasarkan kurikulum 2013 di Kabupaten Tuban. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.Kemendikbud. 2013. Buku Guru Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kemendikbud. 2013. Pengembangan Kurikulum 2013. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kemendikbud. 2013. Peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A tahun 2013 Tentang Implementasi kurikulum. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.Kim.2013.PenerapanKurikulumBaruButuhPenyesuaian. Kotatuban.com. Terbit pada 25 Desember 2013. Online. http://kotatuban.com/hukum-dankriminal/ sutrisno-kadis-disdikpora-tuban-penerapan-kurikulum baru-butuh-penyesuaian/. Diakses pada tanggal 21 Februari 2014.Mahardika, I. M. 2010. Pengantar Evaluasi Pengajaran. Surabaya: Unesa University Press.Mulyasa, E. 2013. Pengembangan dan implementasi Kurikulum 2013. Bandung: Rosda Karya.Pusat Kurikulum. 2006. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) Madrasah Tsanawiyah (MTs). Jakarta.Suharsimi, Arikunto & Cepi Safruddin, A.J. 2009. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

293