etnomusikologi dari penyunting - rumah · dan salam kesenian.” muhammad takari. etnomusikologi,...

114
Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DARI PENYUNTING Manusia adalah makhluk yang memiliki rasa seni. Artinya manusia itu memerlukan keindahan dalam segenap aspek kehidupannya. Keindahan ini sangat fungsional dalam sebuah kelompok manusia. Keberadaan seni ini akan terus hidup dalam masyarakat, apabila mereka memebutuhkanya secara terus- menerus. Sebuah genre seni akan memiliki fungsi sosiobudaya tertentu dalam masyarakat. Dalam terbitan nomor 8 tahun 4 kali ini, Etnomusikologi , Jurnal llmu Pengetahun Seni, menekankan kajian kepada aspek seni dalam kehidupan sebuah suku bangsa atau etnik. Tema ini akan diisi oleh empat orang penulis, yag terdiri dari tiga oang dosen dan seorang alumni Departemen Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan. Dimulai dari pengkajian terhadap nyanyian anak dalam kebudayaan Simalungun yang ditulis oleh Setia Dermawan Purba dengan pendekatan semiotika. Kemudian dilanjutkan oleh Muhammad Takari yang menganalisis potensi budaya etnik Pesisir dalam konteks pembangunan di Provinsi Sumatera Utara. Lebih lanjut, Fadlin menguraikan bagaimana hubungan yang erat antara seni budaya Islam dan peradaban Melayu. Rangkaian tulisan ini ditutup oleh seorang alumni Etnomusikologi FS USU, Dina Mayantuti Sitopu yang mendekripsikan kesenian reog Ponorogo di Kampung Kolam, Tembung, Deliserdang dalam upacara perkawinan adat Jawa. Akhirnya redaksi mengucapkan, “Selamat menikmati tulisan-tulisan tersebut dan salam kesenian.” Muhammad Takari

Upload: hoangdiep

Post on 29-Jul-2018

236 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721

DARI PENYUNTING

Manusia adalah makhluk yang memiliki rasa seni. Artinya manusia itu memerlukan keindahan dalam segenap aspek kehidupannya. Keindahan ini sangat fungsional dalam sebuah kelompok manusia. Keberadaan seni ini akan terus hidup dalam masyarakat, apabila mereka memebutuhkanya secara terus- menerus. Sebuah genre seni akan memiliki fungsi sosiobudaya tertentu dalam masyarakat.

Dalam terbitan nomor 8 tahun 4 kali ini, Etnomusikologi, Jurnal llmu Pengetahun Seni, menekankan kajian kepada aspek seni dalam kehidupan sebuah suku bangsa atau etnik. Tema ini akan diisi oleh empat orang penulis, yag terdiri dari tiga oang dosen dan seorang alumni Departemen Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dimulai dari pengkajian terhadap nyanyian anak dalam kebudayaan Simalungun yang ditulis oleh Setia Dermawan Purba dengan pendekatan semiotika. Kemudian dilanjutkan oleh Muhammad Takari yang menganalisis potensi budaya etnik Pesisir dalam konteks pembangunan di Provinsi Sumatera Utara. Lebih lanjut, Fadlin menguraikan bagaimana hubungan yang erat antara seni budaya Islam dan peradaban Melayu. Rangkaian tulisan ini ditutup oleh seorang alumni Etnomusikologi FS USU, Dina Mayantuti Sitopu yang mendekripsikan kesenian reog Ponorogo di Kampung Kolam, Tembung, Deliserdang dalam upacara perkawinan adat Jawa. Akhirnya redaksi mengucapkan, “Selamat menikmati tulisan-tulisan tersebut dan salam kesenian.”

Muhammad Takari

Page 2: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721

DAFTAR ISI

Dari Penyunting i Daftar Isi ii

Nyanyian Anak dalam Kebudayaan Etnik Simalungun Setia Dermawan Purba

1-33

Potensi Peradaban Etnik Pessir dalam Konteks Pembangunan Sumatera Utara Muhammad Takari

34-55 Seni Budaya Islam dan Peradaban Melayu Fadlin

56-72

Pertunjukan Reog Ponorogo pada Upacara Perkawinan Adat Jawa di Kampung Kolam, Tembung, Deliserdang Dina Mayantuti Sitopu

73-139

Page 3: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721

NYANYIAN ANAK DALAM KEBUDAYAAN ETNIK SIMALUNGUN

Setia Dermawan Purba

Dosen Etnomusikologi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

Abstract

Throughout this paper I will be describe the existention of children song in Simalungun Batak subethnic group, as ethnic native in North Sumatra Province, Indonesia. I use the functionalism and semiotic theory to analyze these children songs in the sociocultural context. The Simalungun children songs can be divided to lullaby songs and game songs, The social functions of these songs are to directed the chidren in the culture b their parents (mother, father and inner family). These songs can be categorize as ethnic folklore. It were transmitted by oral tradition, for one generation to next generation. The text of these song always maintained the metaphor and symbolism, which based on Simalungun culture.

Pendahuluan Masyarakat Simalungun adalah termasuk salah satu dari lima

kelompok etnik Batak lainnya, yang terdiri dari: Toba, Mandailing/Angkola, Simalungun, Karo, dan Pakpak-Dairi (Bangun, 1993:94). Secara administratif, etnik Simalungun berada di Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatcra Utara. Berdasarkan letak gegrafinya, Simalungun ini membentang antara 02º36' sampai 03º18' Lintang Utara dan 98º32' sampai 99º36' Bujur Timur. Luas keseluruhan daerah Simalungun adalah 4.3 86.69 km² atau 16 % dari keseluruhan luas Provinsi Sumatera Utara.

Di bagian barat dan selatan Kabupaten Simalungun, terdapat pegunungan berderetan dengan gunung-gunung kawasan Bukit Barisan di Sumatera Utara, namun tidak dijumpai gunung merapi. lbukota Kabupaten Simalungun adalah Pematang Raya yang jaraknya sekitr 150 kilometer dari kota Medan, ibukota provinsi Sumatera Utara.

Masyarakat Simalungun memiliki tradisi lisan nyanyian anak yang terdiri dari nyanyian permainan anak dan menidurkan anak (lullaby). Fungsi sosialnya merupakan salah satu pola pengasuhan anak yang dilakukan ibu terhadap anaknya.,yang secara turun-temurun digunakan dan

Page 4: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

berfungsi dalam kehidupan sehari-harinya. Nyanyian anak ini termasuk ke dalam bagian nyanyian rakyat dalam genre atau bentuk folklor yang terdiri dari kata-kata dan lagu, yang beredar secara lisan di antara kolektif tertentu, berbentuk tradisional, serta banyak mempunyai varian (Brunvand, 1988: 130 dalam Danandjaja 1991:14 1). Foklor yang dimaksud adalah pengindonesian kata Inggris folklore, suatu kata majemuk, yang berasal dari dua kata dasar folk dan lore1 (Danandjaja 1991:1). Berdasarkan pengertian di atas, maka masyarakat Simalungun mempunyai nyanyian anak yang dimiliki secara turun-temurun dari nenek moyang mereka dan sampai sekarang masih dipergunakan dan berftmgsi dalam kehidupannya sehari-harinya.

Nyanyian anak termasuk bagian dari musik tradisional Simalungun yang disebut sebagai doding (nyanyian). Berbicara mengenai musik, Merriam menyebutnya sebagai suatu lambang dari hal-hal yang berkaitan dengan ide-ide, maupun perilaku suatu masyarakat (Merriam 1964: 32-33). Musik merupakan bagian dari kesenian. Kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan (Koentjaraningrat 1986:203-204), dan merupakan salah satu kebutuhan manusia secara universal (Boedhisantoso 1982: 23; Melalotoa 1989: 27) yang tidak pemah berdiri lepas dari konteks masyarakat.

1Menurut Alan Dundes, folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal

fisik, sosial, dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Lore, adalah tradisi folk, yaitu sebagian kebudayaannya, yang diwariskan secara turun-temurun, secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device) (Dundes dalam Danandjaja 1991:1-2).

Page 5: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Peta 1. Kabupaten Simalungun dalam Provinsi Sumatera Utara

sumber: Atlas Indonesia dan Dunia (Buana Raya 1994:12) Kebudayaan Musik Vokal Simalungun

Masyarakat Simalungun menyebut nyanyian rakyat Simalungun dengan istilah doding. Doding artinya nyanyian. Mandoding artinya bemyanyi. Selain istilah doding adajuga istilah ilah dan inggou untuk mengatakan nyanyian, namun penggunaannya hanya dikenal secara khusus untuk suatu nyanyian yang dilagukan secara bersama-sama maupun untuk menyatakan nama suatu nyanyian. Misalnya ilah bolon berarti suatu nyanyian yang dilagukan secara bersama-sama. Inggou parlajang berarti suatu nyanyian para perantau. Secara khusus, arti inggou adalah suatu nyanyian yang ditandai dengan irama dan melodi khas Simalungun. Misalnya seorang ibu

Page 6: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

tua menangisi suaminya yang telah meninggal dunia pada usia uzur (sayur matua), maka pelayat mendengarkan tangisan tadi berupa melodi dan kata-kata. Jika melodinya tidak mengumandangkan irama dan melodi khas Simalungun, para pelayat mengatakan: "Dongpe lang inggou tangisni ", artinya ticlak ada irama dan melodi tangisnya.

Demikian pula seorang yang melagukan nyanyian menidurkan anak, harus mengumandangkan melodi khas Simalungun. Adapun jenis-jenis kebudayaan musik vokal Simalungun dapat disebutkan sebagai berikut: 1. Thur-taur dan simanggei, yaiitu suatu nyanyian yang dilagukan oleh seorang pemuda dan seorang pemudi secara bergantian untuk menyampaikan keluh kesah yang dapat menggugah perasaan kedua belah pihak. Biasanya taur-taur dinyanyikan oleh pemuda dan simanggei dinyanyikan oleh pemudi. Penyampaian keluh-kesah ini menceritakan kehidupan yang malang atau hina. Si pemuda satu persatu menuturkan keluh kesahnya dengan duduk menyendiri di sudut balei sambil menolehkan pandangannya ke arah rumah kekasihnya. Demikian juga si pemudi menuturkan keluh-kesahnya satu persatu sambil menganyam tikar duduk di teras rumahnya. Contohnya: taur-taur sibuat gulom, dan taur-taur balok ganjang.

2. Ilah, yaitu suatu nyanyian yang dilagukan oleh pemuda- pemudi secara bersama-sama, pemuda saj a atau pemudi saj a sambil menari atau menepuk tangannya, berkeliling membentuk lingkaran. Biasanya dinyanyikan pada saat terang bulan di halaman dengan riang gembira, sehingga dapat menimbulkan rasa persaudaraan sesama penyanyi. Contohnya: ilah bolon, ilah idong-idong, dan lain-lain.

3. Doding-doding, yaitu suatu nyanyian yang dilagukan oleh seseorang atau secara bersamasama oleh pemuda, pemudi, maupun orang tua untuk menyampaikan rasa keagungan, pujian, ataupun sindiran, namun melalui doding-doding juga penyajinya mengungkapkan perasaan yang sedih dan kesepian. Contohnya: tading ma ham, sarsarhon jambulanmu, layur mandera, perwari, dan lain-lain.

4. Urdo-urdo dan tihtah, yaitu suatu nyanyian yang dilagukan oleh seorang ibu atau seorang pemudi kepada anaknya atau adlknya. Urdo-urdo clilakukan untuk menidurkan, sedangkan tihtah dilakukan untuk bermain. Contohnya: urma lo dayok atau urma lo manuk, dan tih tolol.

Page 7: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Peta 2. Kecamatan Dolok Silau Tempat Dilakukannya

Penelitian Nyanyaian Anak

5. Tangis dan tangis-tangis, yaitu suatu nyanyian yang dilagukan oleh

seorang gadis atau seorang ibu tua oleh karena putus asa, berpisah dengan keluarga oleh karena kematian, bepisah dengan orang tuanya karena akan menikah, atau berpisah dengan kekasihnya. Seorang ibu tua menangisi suaminya atau handai tolannya yang meninggal dunia, disebut tangis. Seorang gadis yang hendak meninggalkan orang tuanya untuk pergi mengikut suaminya, akan mengumandangkan kata-kata perpisahannya sekaligus permintaannya. Nyanyian ini disebut tangis-tangis boru laho.

Page 8: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

6. Orlei dan mardogei, yaitu suatu nyanyian yang dilakukan secara bersama-sama sambil bekerja menarik kayu atau menginjak padi. Biasanya penduduk desa secara gotong royong mengambil kayu dari hutan yang dibawa ke desa untuk keperluan pembuatan lumpang maupun keperluan pembuatan rumah. Demikian pula secara bersama-sama menginjak padi di ladang sambil bemyanyi melepaskan padi dari bulimya. Contohnya: orlei-orlei dan lailullah.

7. Mandilo Tonduy, yaitu suatu nyanyian yang dilagukan oleh seorang ibu tua untuk memanggil roh yang hilang agar kembali kepada tubuh yang kehilangan. Roh ini biasanya pergi meninggalkan tubuh ke alam lain.

8. Manalunda atau mangmang yaitu suatu mantera yang dinyanyikan oleh seseorang datu (dukun) guna menyembuhkan suatu penyakit atau pelantikan seorang raja. Mula-mula mantera ini diucapkan seperti berbicara, kemudian pada bagian tertentu dinyanyikan. Mantera yang dinyanyikan disebut manalunda/mangmang, sedangkan yang diucapkan disebut tabas.

9. Inggou turi-turian, yaitu suatu nyanyian yang dilagukan oleh seorang datu (dukun) atau seorang lelaki tua maupun seorang ibu tua. Biasanya pada acara marbah-bah seorang datu (dukun) menyanyikan cerita-cerita yang berhubungan dengan upacara tersebut. Cerita tersebut dinyanyikan sebagai hiburan sampai berakhimya suatu upacara. Demikian pula seorang ibu tua atau lelaki tua menyanyikan cerita-cerita yang dikerumuni oleh anak-anak maupun cucunya. Demikian sekilas kebudayaan musik vokal Simalungun. Selanjutnya kita kaji jenis-jenis nyanyian anak pada masyarakat Simalungun.

Jenis-jenis Nyanyian Anak pada Masyarakat Simalungun

Pada masyarakat Simalungun ada duajenis nyanyian anak, yaitu nyanyian bermain anak dan nyanyian menidurkan anak. Nyanyian bermain anak disebut tihtah, sedangkan nyanyian menidurkan anak disebut urdo-urdo. Tihtah adalah suatu nyanyian untuk bermain dengan anak, sedangkan urdo-urdo adalah suatu nyanyian menidurkan anak. Dari desa ke desajudul nyanyiannya berbeda-beda. Nyayian tihtah, ada yang memberijudul nyanyian titiom. Nyanyian urdo-urdo ada memberi judul nyanyian urma lo dayok dan ada pula yang memberi judul urma lo manuk. Dayok dan manuk mempunyai arti yang sama, yaitu untuk mengatakan ayam.

Page 9: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Proses Belajar Nyanyian Anak Sebagaimana ciri-ciri foklor pada umumnya (lihat Danandjaja,

1991:3-5), maka nyanyian anak masyarakat Simalungun sedikitnya memiliki enam ciri yaitu:

1. Penyebaran nyanyian anak biasanya biasanya dilakukan secara lisan (tradisi lisan), yakni disebarkan dari mulut ke mulut (bahasa Simalungun disebut martakkap babah). Dalam proses ini enkulturasi kebudayaan dilakukan dengan alamiah, dan tidak memiliki jadwal tertentu yang ketat, disesuaikan dengan pola kehidupan sehari-hari masyarakat Simalungun.

2. Bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar. Bentuk yang tetap atau standar ini menjadi norma atau aturan umum dalam menyanyikannya, tidak boleh diubah-ubah dengan sekehendak hati penyanyinya, melainkan mengikuti ketetapan yang telah disetujui secara kolektif. Nyanyian ini juga isebarkan di antara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama (paling sedikit dua generasi). Oleh karena proses yang demikian, biasanya nyanyian ini sangat fungsional dalam konteks sosiobudaya masyarakat.

3. Nyanyian anak ada (exist) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda-beda. Meskipun pada umumnya memiliki bentuk yang tetap dan standar, namun ada pula nyanyian anak memiliki versi dan varian yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh pengembangan nyanyian anak ini oleh masing-masing pencipta atau penyanyi, dan juga sebagai dampak dari enkulturasinya yang dilakukan secara lisan. Sehingga akurasi nada atau melodi menjadi hal yang tidak diutamakan.

4. Nyanyian anak bersifat anonim, artinya nama. penciptanya tidak diketahui orang lagi. Hal ini disebabkan oleh karena nyanyian ini bagian dari tradisi yang usianya relatif lama, dan selain itu nyanyian anak bukan bagian dari kebudayaan populer yang memerlukan pencipta dan royalti, melainkan sebagai bagian dari kehidupan kelompok yang lebih mengutamakan fungsi sosial.

5. Nyanyian anak mempunyai fungsi dalam kehidupan bersama suatu kolektif. Inilah yang menjadi ciri utama bahwa nyanyian anak sangat fungsional dalam kehidupan masyarakat. Di antara fungsi sosiobudayanya adalah untuk menghibur anak. Selain itu untuk sarana pembelajaran nilai-nilai kehidupan kelompoknya. Nyanyian ini juga berfungsi untuk mengintegrasikan peran keluarga, baik keluarga inti, keluarga batih, atau yang lebih luas struktur masyarakat Simalungun. Nyanyian anak juga berfungsi sebagai sarana kontinuitas kebudayaan Simalungun. Nyanyian ini

Page 10: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

juga memiliki fungsi untuk kesehatan fisik dan rohani, serta berbagai fungsi lainnya.

6. Nyanyian anak adalah milik bersama dari suatu kolektif. Nyanyian anak ini dimiliki bersama, bukan dimiliki secara individu. Dalam hal ini nyanyian anak Simalungun seperti diuraikan di atas adalah milik masyarakat Simalungun. Oleh karena itu, nyanyian ini termasuk kepada milik dan hak intelektual masyarakat Simalungun secara keseluruhan, bukan saja yang tinggal di desa tetapi juga di kota, bukan saja yang tinggal di kawasan budaya Simalungun, tetapi mereka yang telah merantau ke daerah lainnya.

Mengamati ciri-ciri nyanyian anak, maka masyarakat Simalungun belaj ar nyanyian anak adalah secara lisan dari mulut ke mulut (martakkap babah). Seorang ibu, mungkin juga nenek si anak, menggendong anaknya sambil menyanyikan urma lo dayok, membuai dan menepuk secara perlahan-lahan. Nyanyian terus-menerus dikumandangkan oleh seorang ibu, begitu juga ibu yang lainnya. Tentu anak gadisnya atau orang lain mendengarkan nyanyian yang dikumandangkan. Dengan terbiasa melihat dan mendengarkan nyanyian tadi, kemudian ia menghapal. dan mencoba, lama kelamaan dapat menirunya. Sang gadis tadi dapat mmenidurkan adiknya melalui nyanyian yang baru dipelajariya. Demikian sekilas proses belajar nyanyian anak pada masyarakat Simalungun, Sumatera Utara. Pengasuhan Anak pada Masyarakat Simalungun

Jika seorang anak telah lahir, maka yang bertanggung jawab mengurus anaknya adalah ibunya, walaupun sebenarnya di rumah tinggal mereka ada nenek si bayi, saudara kandung si bayi, saudara kandung si ibu dan kakak si bayi, bahkan ayah si bayi. Biasanya, pada masa bayi ini, amboru (saudara perempuan dari ayah si bayi) datang untuk menjaga si bayi. Terutama bila si bayi tersebut perempuan, maka amboru si bayi merasa senang menjaganya, oleh karena si bayi merupakan calon menantunya kelak. Pola pengasuhan anak dalam masyarakat Simalungun ini tak lepas dari kehidupan masyarakat Simalungun yang berada dalam kebudayaan agraris. Artinya pola pengasuhan anak ditentukan pula oleh lingkungan masyarakatnya yang berada dalam kebudayaan bertani. Waktu dan ruang yang digunakan tergantung dari pola hidup agraris ini.

Seorang yang mengasuh anak disebut parorot, yang berarti menjaga, mengawasi, memelihara (J.E. Saragih 1989: 197). Sedangkan orang yang mengasuh anak sambil bemyanyi ketika menidurkan anak disebut pangurdo. Seorang pangurdo tidak langsung menidurkan si anak, tetapi

Page 11: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

lebih dahulu bermain-main dengan melagukan nyanyian bermain anak. Biasanya menimang si anak dengan cara memegang kedua ketiaknya, kemudian mengangkat-angkatnya sambil melagukan nyanyian tihtah yang disebut tihtolol. Lagu yang disampaikan berirama gembira, berulang-ulang, ditambah dengan kata-kata kasih sayang dan kata-kata pengharapan serta gerakan mengangkat angkat si anak. Dengan nyanyian dan gerakan ini, si anak merasa gembira, oleh karena itu, ia turut menghentak-hentakkan kakinya ke dadanya. Setelah si anak lelah, terkadang ia langsung tertidur, namun tidak jarang pula menangis oleh merasa lelah. Untuk inilah parorot tadi mangurdo-urdo (melagukan) lewat nyanyian menidurkan anak yaitu urma lo dayok.

Nyanyiann urdo-urdo ini menyampaikan lagu dan irama yang halus tenang, berulang-ulang, ditambah dengan kata-kata yang berisikan nasehat, kasih sayang, dan pengharapan serta diiringi dengan gerakan mengayun dan memukul-mukul badan si anak dengan perlahan hingga si anak tertidur. Namun ada pula seorang anak menangis terus-menerus tidak mau tidur walaupun telah diurdo-urdo (dinyanyikan) oleh ibu, nenek, amboru, maupun kakanya. Keadaan seperti ini, bisa terjadi oleh karena si anak dalam kondisi sakit atau adanya gangguan-gangguan roh-roh jahat. Untuk menidurkan orang yang seperti hu, maka dibutuhkanlah bantuan seseorang untuk mangurdo-urdo si anak agar lekas tertidur. Orang yang mangurdo ini ini biasanya usianya sudah tua dan sudah berpengalaman menidurkan anak dengan jalan melagukan nyanyian urdo-urdo. Jika pangurdo mengetahui keadaan si anak sakit, mungkin karena terjatuh yang mengakibatkan badan si anak demam, maka diupayakan dulu mengobati bagian yang sakit tadi. Setelah diobati, pangurdo pun melagukan nyanyian urdo-urdo, dan biasanya si anak biasanya lekas tertidur. Jika pangurdo mengetahui keadaan si anak tidak mau tidur akibat gangguan roh-roh jahat, maka pangurdo tadi membuat penangkal agar roh-roh jahat tidak berani mengganggu si anak. Kemudian pangurdo pun melagukan nyanyian urdo-urdo dan si anak biasanya cepat tidur. Untuk menangkal gangguan roh-roh jahat, maka pangurdo tadi membuat penangkal agar roh-roh jahat tidak berani mengganggu si anak. Kemudian pangurdo pun melagukan nyanyian urdo-urdo dan si anak biasanya cepat tidur.

Jika ibu dan snak dalam keadaan sehat setelah melahirkan, biasanya dua minggu berikutnya sang ibu membawa anaknya ke ladang. Untuk pertama kali si anak dibawa ke ladang, maka ibunya membawa oleh-oleh yang dibagikan kepada anak-anak desa berupa tebu atau buah-buahan lainnya. Membawa oleh-oleh dari ladang sudah merupakan tradisi dilakukan

Page 12: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

setiap ibu, tujuannya agar si anak sehat dan anak-anak di desanya mau meneriuma sebagai teman barunya.

Di ladang sang ibu dan ayahnya sudah mulai bekerja dan anak mereka ditinggalkan tidur di gubuk. Jika si anak menangis, maka ibunya pergi ke gubuk memberikan air susu. Terkadang si anak setelah minum air susu tidak segera tidur, kemudia si ibu pun melagukan urdo-urdo agar si anak cepat tidur. Setelah si anak tertidur, si ibu pun melanjutkan pekedaannya. Jika ada kakak si anak, maka yang menjaganya di ladang adalah kakanya dan sekaligus mangurdo-urdo jika adiknya menangis. Seorang anak bisa saja diurdo-urdo sejak lahir hingga berumur dua atau tiga tahun atau tergantung anak itu sudah tidak disusui lagi. Biasanya, setelah ibunya mengandung (hamil) lagi, maka si anak segera tidak diperbolehkan menyusui lagi. Menurut pengetahuan medis tradisional orang Simalungun, bagi seoorang ibu yang sudah mengandung tidak boleh kagi memberikan air susu kepada anaknya, karena dapat merusak kesehatan si anak--bisa saja si anak memjadi kurus. Seorang anak yang sakit akibat menyusui ibunya dalam keadaan mengandung disebut tarinum.

Dari uraian di atas, jelas bahwa sebagai pangurdo adalah kaum wanita yang terdiri dari ibu, atau bibi si anak. Memang ayah si anak berfungsi juga sebagai parorot (penjaga) anaknya--tatkala ibunya memasak atau mengambil air--namun ayahnya jarang sekali atau tidak mampu melagukan nyanyian urdo-urdo. Hal ini diperkuat pula, bahwa kebiasaan mengasuh anak pada masyarakat Simalungun adalah wanita. Di lain sisi, tugas utama kaum lelaki adalah mencari nafkah untuk kebutuhan hidup keluarganya. Oleh karena itu, dapat dimaklumi bahwa pada umumnya kebiasaan menyanyikan urdo-urdo hanyalah dilakukan kaum wanita saja. Dengan demikian urdo-urdo ini adalah sebagai manifestasi curahan kasih sayang dan perhatian utama si ibu atau bibi kepada si bayi. Oleh karena itu, komunikasi utama adalah antara ibu atau bibi kepada si bayi. Atau lebih general sedikit antara pihak kerabat perempuan dengan si bayi. Struktur kerabat lelaki lain, seperti ayah, paman, kakek (ompung), abang, berkomunikasi melalui pranata lainnya, bukan nyanyian anak. Selanjutnya untuk mengtahui bagaimana struktur musik dan lirik nyanyian anak Simalungun ini, mari kita lihat bersama.

Kajian Pertunjukan, Musik, dan Teks

Untuk mengkaji musik dan teks lagu nyanyian anak, maka terlebih dahulu dipilih dua lagu yaitu Tihtolol (Tihtah) dan UrmaloDayok. Seperti sudah dikemukakan di atas, nyanyian Tihtolol adalah digunakan untuk

Page 13: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

menimang-nimang anak, sedangkan lagu UrmaloDayok (UrmaloManuk) digunakan untuk menidurkan anak. Kedua nyanyian anak ini biasanya berjalan berkaitan, artinya untuk menidurkan anak terlebih dahulu ditimang-timang, baru selepas itu ditidurkan.

Adapun untuk mengkaji makna yang terkandung dalam musik dan teks nyanyian anak ini, penulis menggunakan teori semiotika. Oleh karena semiotika banyak digunakan dalam berbagai disiplin ilmu, maka secara khusus teori ini penulis gunakan dalam konteks etnomusikologi, dalam hal ini digunakan untuk mengkaji aspek intrinsik musik itu sendiri dan makna-makna yang terdapat dalam musik dan teks nyanyian, dan pertunjukan. Sekilas tentang Semiotika

Teori semiotika dalam usaha untuk memahami bagaimana makna diciptakan dan dikomunikasikan melalui sistem simbol yang membangun sebuah peristiwa seni. Dua tokoh perintis semiotika adalah Ferdinand de Saussure seorang ahli bahasa dari Swiss dan Charles Sanders Pierce, seorang filosof dari Amerika Serikat. Saussure melihat bahasa sebagai sistem yang membuat lambang bahasa itu terdiri dari sebuah imaji bunyi (sound image) atau signifier yang berhubungan dengan konsep (signified). Setiap bahasa mempunyai lambang bunyi tersendiri.

Peirce juga menginterpretasikan bahasa sebagai sistem lambang, tetapi terdiri dari tiga bagian yang saling berkaitan: (1) representatum, (2) pengamat (interpretant), dan (3) objek. Dalam kajian kesenian berarti kita harus memperhitungkan peranan seniman pelaku dan penonton sebagai pengamat dari lambang-lambang dan usaha kita untuk memahami proses pertunjukan atau proses penciptaan. Peirce membedakan lambang-lambang ke dalam tiga kategori: ikon, indeks, dan simbol. Apabila lambang itu menyerupai yang dilambangkan seperti foto, maka disebut ikon. Jika lambang itu menunjukkan akan adanya sesuatu seperti timbulnya asap akan diikuti api, disebut indeks. Jika lambang tidak menyerupai yang dilambangkan, seperti burung garuda melambangkan negara Republik Indonesia, maka disebut dengan simbol.

Secara saintifik, istilah semiotika berasal dari perkataan Yunani semeion. Panuti Sudjiman dan van Zoest (1992) menyatakan bahwa semiotika berarti tanda atau isyarat dalam satu sistem lambang yang lebih besar. Manakala bidang pragmatik mengkaji kesan penggunaan lambang terhadap proses komunikasi. Dengan menggunakan pendekatan semiotika, seseorang boleh menganalisis makna yang tersurat dan tersirat di balik penggunaan lambang dalam kehidupan manusia sehari-hari. Semiotika

Page 14: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

dapat menjelaskan persoalan yang berkaitan dengan lambang, termasuk: penggunaan lambang, isi pesan, dan cara penyampaiannya (Berlo 1960:54). Dalam semiotika terdapat hubungan tiga segi antara lambang, objek dan makna (Eco 1979: 15; Littlejohn 1992:64; Manning 1987:26; Barthes 1967:79). Lambang itu mewakili objek yang dilambangkan. Penerima yang menghubungkan lambang dengan objek dan makna, disebut interpretan, yang berfungsi sebagai perantara antara lambang dengan objek yang dilambangkan. Oleh karena itu, makna lambang hanya terwujud dalam pikiran interpretan, selepas saja interpretan menghubungkan lambang dengan objek.

Berdasarkan kepada diagram 1 berikut, yaitu segitiga Makna Ogden & Richards (1923) maka dapat dikaji bahwa tidak ada hubungan secara langsung antara lambang atau isyarat dengan objek yang menjadi rujukan. Hubungan tak langsung ini digambarkan oleh garis terputus-putus antara lambang atau isyarat dengan objek. Garis penghubung antara pemikiran dengan lambang-lambang dan pemikiran dengan objek yang dirujuk adalah secara terus dan langsung. Hubungan ini menunjukkan bahwa pemikiran seseorang akan menginterpretasi makna lambang dengan objek atau peristiwa yang dirujuk. Ini bermakna bahwa pikiran seseorang mengkonseptu-alisasikan sesuatu objek yang dirujuk berdasarkan rupa bentuk lambang atau isyarat tertentu. Karena itu wujudlah hubungan secara tidak langsung antara lambang dengan objek walaupun pada kenyataannya hubungan itu tidak mutlak.

Hubungan antara pemikiran, lambang dan objek yang dirujuk itu akan menghasilkan makna (Littlejohn 1992). Oleh karena itu, hubungan lambang dengan objek bersifat arbitrer (Supardy 1990:29). Pengertian terhadap sesuatu lambang juga berubah-ubah dari masa ke masa menurut keadaan dan kehendak masyarakat.

Makna digunakan untuk menyampaikan sesuatu pesan. Pemancaran makna dan pesan itu melibatkan semua bentuk perlakukan dan konteks kewujudannya (Innis 1985:vii) baik dalam bentuk bahasa ataupun perbuatan, atau kedua-duanya sekaligus (Cherry 1957: 109-111). Pengirim akan memilih lambang-lambang tertentu dan disusun secara sistematik untuk mewujudkan makna tertentu (Berlo 1960:269). Oleh karena pengirim bebas memilih lambang-lambang yang hendak digunakan, maka makna adalah bersifat subjektif. Oleh karena itu, hubungan antara lambang dengan objek yang dilambangkan adalah berdasarkan imajinasi suatu objek (Littlejohn 1992:64). Pikiran penerima harus menafsir (Blumer 1962:2; Barthes 1967:44) lambang yang digunakan oleh pengrim pesan. Penafsiran

Page 15: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

penerima terhadap makna lambang adalah bergantung kepada situasi dan juga konteks (Eco 1979:15). Dalam hal ini cara pengirim menggunakan lambang sangat penting untuk merangsang fikiran penerima bagi mengkonseptualisasikan objek (Elam 1983:1; Anderson 1988:16; Panuti Sudjiman dan van

Diagram 1. Segi Tiga Makna dari Ogden dan Richard (1923)

Sumber: Theories of Human Communiction oleh Stephen Littlejohn, 1992:64, juga Zaleha Abu Hasan 1996: 57)

Zoest 1992:27). Rangsangan itu juga sangat penting karena lambang mempunyai makna yang versatil yaitu lambang bisa membawa makna konotatif pada suatu rasa, dan pada masa dan ruang yang lain dapat membawa makna denotatif bergantung kepada konteksnya. Nyanyian Anak Simalungun sebagai Pertunjukan Budaya

Dengan mengikuti pendekatan semiotika untuk pertunjukan budaya, dua pakar pertunjukan budaya, Tadeuz Kowzan dan Patrice Pavis dari Perancis, mengaplikasikannya dalam pertunjukan. Kowzan menawarkan 13 sistem lambang dari sebuah pertunjukan teater--8 berkaitan langsung dengan pemain dan 5 berada di luarnya. Ketiga belas lambang itu adalah: kata-kata, nada bicara, mimik, gestur, gerak, make-up, gaya rambut, kostum, properti, setting, lighting, musik, dan efek suara.

Page 16: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Dalam hal budaya nyanyian anak Simalungun, dengan dua lagu sebagai fokus perhatian, maka dapat dilihat bahwa nyanyian anak Simalungun termasuk kepada pertunjukan budaya. Namun tidak seperti yang dikemukakan oleh Kowzan dan Pavis, tidak kesemua aspek atau lambang teater yang 13 item itu, ditekankan perhatiannya dalam menyajikan nyanyian anak. Kata-kata yang digunakan sepenuhnya adalah kosa kata bahasa Simalungun. Kata-kata ini menurut kajian penulis terdiri dari dua kelompok, yang pertama adalah kata-kata yang memiliki makna. Yang kedua adalah kata-kata atau suku kata yang tak memiliki makna verbal, namun memiliki makna nonverbal, seperti tihtolol, itih, tihtah, dan setersunya. Nada bicara untuk nyanyian anak ini biasanya adalah untuk menyelinginya. Sementara nyanyian tersebut disajikan dalam bentuk melodis. Mimik muka pangurdo-urdo Tihtolol dan UrmaloDayok adalah mengekspresikan kasih sayang yang tulus antara ibu dengan sibiran tulangnya yaitu si anak, atau antara amboru (bibi) dan anak yang diurdo-urdo.

Gerak yang dilakukan pangurdo-urdo adalah gestur kegiatan menyayangi anak. Gerak untuk nyanyian Tihtolol, lebih terikat kepada ketukan dasar, yaitu gerak menimang-nimang anak, yang lebih ritmis. Sementara untuk nyanyian UrmaloDayok, gerak secara umum adalah mengayun, yang tak terlalu terikat oleh ketukan dasar, lebih bebas dan boleh memanjangkan nilai-nilai nada dan durasi suku kata. Gerak saat menyanyikan Tihtolol akan memberikan dampak anak bergerak dan kemudian akan lelah. Setelah itu disambung dengan nyanyian UrmaloDayok, sebagai ungkapan gerak relaksasi anak setelah lelah dan kemudian tidur.

Karena nyanyian ini merupakan pertunjukan budaya sehari-hari yang tak begitu menonjolkan segi artistik, yaitu lebih menonjolkan guna dan fungsi sosial, maka kostum, tata cahaya, gaya rambut, properti, setting tak begitu diutamakan. Artinya ibu atau amboru, atau kakak perempuan si bayi adalah melakukannya dengan alamiah saja, apa adanya, mengalir dalam budaya Simalungun. Tempat nyanyian anak juga bisa di rumah, di ladang, di halaman, dan lainnya. Waktu yang digunakan adalah waktu untuk si bayi tidur, bisa di malam hari selepas Magrib, kemudian siang hari atau sore hari. Pakaian yang digunakan oleh penyaji nyanyian ini juga pakaian sehari-hari wanita Simalungun pada umumnya. Sementara untukmusik dan efek suara akan dibahasa dalam kajian semiotik musik nyanyian anak Simalungun seperti berikut ini.

Page 17: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Musik Sebelum mengkaji aspek semiotik dalam musik nyanyian anak

Simalungun ini, maka terlebih dahulu dihadirkan hasil transkripsi dua nyanyian anak tersebut, yaitu Tihtolol atau Tihtah dan UrmaloDayok. Transkripsi ini merupakan pemindahan dimensi audio ke dimensi visual, yang tentu saja banyak terjadi distorsi kenaturalannya. Pendekatan yang penulis gunakan untuk mentranskripsi dua nyanyian akan tersebut adalah metode preskriptif, yang penulis anggap paling sesuai, didasari oleh alasan bahwa setiap penyanyi lagu ini biasanya berdasar kepada melodi pokok bukan variasi atau ornamentasinya. Notasi yang digunakan adalah notasi balok Barat, yang ditransposisi dengan menggunakan nada dasar C, agar memudahkan analisis.2 Selengkapnya lihat dua nyanyian anak berikut ini.

Dalam bidang musik, termasuk nyanyian anak, maka nyanyian juga lazim didekati dengan pisau analisis yaitu teori semiotik. Tulisan Martinez yang bertajuk “A Semiotis Theory of Music: According to a Peircean Rationale.” menawarkan tiga lapangan kajian yang saling berhubungan dalam semiotika musik. Pertama adalah semiotika intrinsik musik, atau studi mengenai tanda-tanda musik itu sendiri, yang memfokuskan perhatian kepada bahagian intemal musik. Semiotika intrinsik musik ini terdiri dari aspek-aspek kualitas musikal, aktualisasi karya-karya musik, dan pengorganisasian dalam musik yang dipandang sebagai sistem-sistem musikal. Kedua adalah referensi musikal, atau studi tanda-tanda musik dan hubungannya dengan objek-objek yang mungkin, yang memfokuskan perhatian kepada signifikasi musik dengan objek-objek klasifikasi yang lebih luas. Ketiga, interpretasi musikal, atau kajian tanda-tanda musikal yang berhubungan dengan pelbagai interpretannya, yang memfokuskan perhatian kepada aksi tanda-tanda musikal dalam pikiran manusia yang

2Teknik transkripsi kedua nyanyian anak Simalungun ini adalah menggunakan

tanda-tanda sebagai berikut: (a) nyanyian ditranskripsi dengan menggunakan notasi balok; (b) kedua nyanyian ditransposisikan dalam bentuk tulisan dengan tanga nada c; (c) tanda

Yang menyaakan bahwa nyanyian tersebut dilagukan secara glisando dan tanda dinyanyikan secara melismatis; (d) tanda yang menyatakan bahwa satu nyanyian

dilagukan dengan mengunakan ornamentasi; (e) Tanda (+) menyatakan nadanya lebihtinggi sedikit dari nada sebenarnya, dan tanda (-) menyatakan nadanya lebihrendah sedikit dari yang sebenarnya; (f) Tanda diletakkan di atas sebuah not untuk menunjukkan bahwa durasi bunyi lebih panjang darinot yang ditulis; (g) Tanda (grace note) menyatakan bahwa nilai ritmenya tidak begitu jelas; (h) Tanda menyatakan bahwa notasinya hanya disuarakan seperti suara seruan; (i) Bagi yang jelas ketukannya, maka ditulis secara jelas berapa ketukannya, sedangkan free meter, tidak ditulis sama sekali.

Page 18: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

menerimanya atau lebih jauh dari itu. Isu-isu interpretasi musik dapat dibahagi lagi kepada tiga sub kajian, yaitu: (a) persepsi musik, (b) pertunjukan musik, dan (c) intelektualisasi musik yang merangkumi analisis, kritik, pengajaran, pembuatan teori musik, semiotika musik, dan komposisi.

Notasi 1. Tihtolol

Tihtolol dop ma do ha marganjang da bapa marbanggal ho sahali anakku tolol itih itah itihtah tolol bapa tolol itih itah marbanggal pe ham do nikku anakku

Page 19: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

ulang pi sot bai labah lo bapa tolol itihta itihta tolol bapa

tolol itihta aha pe lang hinasuangta anakku

duhutta duhut sipalionggang do bapa tolol itihta itihta tolol bapa tolol itihta duhutni halak marpara-para anakku ahape lang be hinasuangta lo bapa tolol itihtah itihtah tolol anakku tolol itihta

Notasi 2. Urmalo Dayok

Page 20: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Urmalo dayok ... Podas ma ham marbanggal anggiku o anggiku

Marbanggal asa hobon anggiku o anggiku

Urmalo dayok Ulang sungkot bailabah anakku o anggiku

Podas ma ham marganjang anggiku o anggiku

Urmalo dayok Marganjang asa hotang anakku o anggiku Ulang sundal ibungkulan anggiku o anakku

Dengan mengacu kepada teori tersebut, maka dua nyanyian anak

Simalungun ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut. (a) Untuk intrinsik melodi nyanyian anak, lagu Tihtolol menggunakan tangga nada tetratonik yaitu empat nada. Namun demikian, menurut penulis lagu ini sebenarnya juga mendekati kepada tangga nada pentatonik yang lazim dibunakan dalam budaya musik Simalungun, hanya menghilangkan satu nadanya. Adapun keempat nada yang digunakan adalah nada c, d, e, dan g di bawahnya. Agak berbeda dengan kecenderungan nada dasar pada musik Barat, yang selalu menuju ke nada c, maka nyanyian ini nada dasarnya adalah g, yang dapat ditandai dengan kecenderungan kadensa-kadensa frase melodi dan nada akhir melodi, serta durasi nada yang relatif panjang. Bentuk melodi yang digunakan nyanyian ini adalah binari. Karena digunakan untukemnimang anak, maka kumpulan ketukan yang diisi durasi nada seperdelapan ditambah titik di depannya seperenam belas dan nada seperenam belas menegaskan ketukan dasar. Sementara kontur melodinya secara umum adalah bentuk pendulum terbalik. Kesemua ciri intrinsik lagu ini adalah memperkuat identitas gaya musik Simalungun, khususnya musik vokal.

Sementara untuk lagu Urmalo Dayok ciri intrinsiknya adalah menggunakan tangga nada pentatonik yang terdiri dari nada c, d, e, f, dan g. Khusus nada g menggunakan nada g di bawah c tengah dan nada g di atas c tengah. Tangga nada pentatonik ini dihiasi dengan tambahan nada hias fis, terutama untuk emlangkah dari nada f ke g. Nada fis ini menjadi semacam hiasan dan “jembatan” yang estetis menurut kaidah sistem musik Simalungun. Agak berbeda dengan lagu Tihtolol yang nada dasarnya g,

Page 21: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

maka lagu Urmalo Dayok ini bernada dasar c, dengan ciri, akhir lagu adalah anda c, kepentingan tonalitas dan modus juga pada nada c, begitu juga dengan durasi yang relatif panjang, menegaskan nada adsar lagu ini adalah nada c. Sementara bentuk lagu yang disajikan adalah satu bentuk yang diulang-ulang (ostinato). Agak berbeda dengn lagu Tihtolol yang menguatkan aspek ritmis, maka lagu Urmalo Dayok ini lebih menekankan kepada aspek melodi yang meluncurkan dan memperpanjang dursai nada akhir frase. Hal ini didasari oleh guna nyanyian ini untuk menidurkan anak, yang tak terlalu terikat pada ritmis tetapi lebih kepada mengayun-ayunkan anak baik dengan kedua tangan pangurdo atau ayunan, sehingga ini berdampak pada struktur ritmis nyanyian. Bagaimanapun kesemua unsur intrinsik ini, secara semiologis adalah mencerminkan jati diri kebudayaan musik Simalungun. Bangunan musik ini adalah musik Simalungun, sebagaimana dengan artifak budaya Simalungun lainnya.

(b) Kajian tanda-tanda musik untuk kedua nyanyian anak adalah sebagai berikut. Dalam nyanyian Tihtolol, loncatan nada g ke c dan cenderung ke nada yang relatif tinggi adalah sebagai seruan atau interyeksi kepada si anak untuk tabah berjuang dalam kehidupan yang begitu keras. Usnur melodi yang sedemikian rupa memberikan suasana untuk selalu giat berjuang, rajin bekerja, dan menjalankan norma-norma adat Simalungun di dunia ini. Melodi yang disajikan dalam bentuk kekuatan ritmis juga memberikan tanda bahwa lagu ini menghendaki ketegasan dalam bersikap dan mengambil keputusan. Pilihlah yang tepat seai dengan hati nurani dan kebenaran, seperti yang tertuang dalam konsep filsafat hidup orang Simalungun habonaran do bona.

Sementara dalam lagu Urmalo Dayok, melodi yang mendayu-dayu, yang mengajak anak agar tidur sebenarnya adalah ekspresi, agar hidup ini memperhatikan dua hal yang saling mengisi. Mislnya dalam kehidupn ini ada kerja keras, maka harus diimbangi dengan istirahat yang cukup. Ada ketetapan-ketetapan yang pasti harus diambil, namun ada pula yang perlu direnungkan dan jangan tergesa-gesa mengambil keputusan. Apapun tujuan hidupini adalah untuk tujuan harmoni di alam. Di dunia ini pasti ada perbedaan. Oleh karena itu perlu menyiasati agar perbedaan itu menjadi bagian dari harmonisasi, bukan untuk saling menyakiti. Demikian kira-kira tanda-tanda kedua musik vokal Simalungun ini yang dapat penulis siasati.

(c) Untuk interpretasi musik, kedua lagu di atas, dengan melihat kepada para interpretan khsususnya interpretan (pendengar) masyarakat Simalungun. Bahwa kedua lagu tersebut merupakan sarana pengajaran kebudayaan sejak dini. Kedua lagu ini teknya mengdung hal-hal positif

Page 22: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

yang harus dirujuk oleh semua orang Simalungun. Lagu ini selain mengandung aspek pengajaran juga mengadung nilai-nilai hidup, bahwa hidup ini harus mengejar sukses, namun dalam mengejar sukses harus pula mempertimbangkan keterbatasan sebagai manusia, jangan menghalalkan segala cara. Secara struktural kedua nyanyian tersebut mencerminkan intelektualitas orang Simalungun dalam bermusik. Teks: Ikon, Indeks, dan Simbol

Nyanyian anak Simalungun ini, memiliki makna-makna semiosis, yang hanya bisa didekati dengan cara menyelami cara berpikir masyarakat pengguna nyanyian ini. Dengan demikian pendekatan penelitian pengamatan terlibat akan dapat mengungkap makna-makna dalam kedua nyanyian anak ini. Selengkapnya teks nyanyian anak lagu Tihtolol dan Urmalo Dayok serta dengan arti nisbinya dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut.

(a) Tihtolol dop ma do ha marganjang da bapa marbanggal ho sahali anakku tolol itih itah itihtah tolol bapa tolol itih itah marbanggal pe ham do nikku anakku ulang pi sot bai labah lo bapa tolol itihta itihta tolol bapa

tolol itihta aha pe lang hinasuangta anakku

duhutta duhut sipalionggang do bapa tolol itihta itihta tolol bapa tolol itihta duhutni halak marpara-para anakku ahape lang be hinasuangta lo bapa tolol itihtah itihtah tolol anakku tolol itihta

artinya: cepatlah besar bapa besar seperti lumbung padi anakku

Page 23: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

tolol itih itah itihtah tolol bapa tolol itih itah jangan sampai tak muat di pintu anakku

namun jangan sampai menyundul bubungan rumah bapa tolol itihta itihta tolol bapa

tolol itihta

apa pun tidak kekurangan anakku rumput kita seperti burung enggang bapa

tolol itihta itihta tolol bapa tolol itihta

rumput orang lain di atas para-para perapian anakku rumput kita rumput yang baik dan tak kurang bapa tolol itihtah itihtah tolol anakku tolol itihta

(b) Urmalo Dayok Urmalo dayok ... Podas ma ham marbanggal anggiku o anggiku

Marbanggal asa hobon anggiku o anggiku

Urmalo dayok Ulang sungkot bailabah anakku o anggiku

Podas ma ham marganjang anggiku o anggiku

Urmalo dayok Marganjang asa hotang anakku o anggiku Ulang sundal ibungkulan anggiku o anakku

artinya:

urmalo dayok ... cepatlah besar wahai kau anakku o anakku besar seperti lumbung padi anakku o anakku urmalo dayok jangan sampai tak muat di pintu anakku o anakku depatlah besar wahai kau anakku o anakku

Page 24: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

urmalo dayok ... Tinggilah seperti rotan anakku o anakku Jangan sampai tersundul di bumbungan ruman

anakku o anakku

Dari “puisi bebas” yang terdapat dalam nyanyian bermain dan menidurkan anak yang dikemukakan di atas, terdapat persamaa isi dari teksnya yang memberikan nasehat dan harapan. Namun, ismya berapa arti kiasan yang bukan dalam arti sebenamya (denotatif) tetapi arti lain (konotatif). Seorang ibu mengharapkan anaknya cepat besar, dan sudah besar jangan menyusahkan ibu-bapanya. Begitu juga perkataan bapa dalam teks tersebut bukan arti sebenamya, melainkan suatu sebutan kepada seseorang anak berjenis kelamin laki-laki. Inang untuk sebutan terhadap seseorang anak perempuan. Sebutan ini sering dilakukan oleh orang tua kepada anaknya yang menganggap bahwa yang disebutnya sebagai bapak atau ibu akan terwujud nantinya. Dengan demikian sebutan bapa dan inang dalam lagu tersebut sebenarnya adalah indeks bahwa si anak kelak akan menjadi ayah dan ibu bagi anak-anaknya. Untuk itu perlu dikemukakan dari dini bahwa ia punya tanggungjawab kultural yang besar nantinya, setelah menjadi dewasa, menjadi ayah dan ibu.

Ikon anak yang menjadi idaman orang tua dalam konteks kebudayaan Simalungun adalah anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan alam. Kelak akan menjadi ayah atau ibu, dan meneruskan geenrasi Simalungun agar berkembang di dunia ini. Anak ini daalm kehidupannya disediakan segala keperluannya yang dilambangkan dengan rumput. Anak ini harus tumbuh dan bekembang sebaik-baiknya, namun harus sadar diri, sebagai manusia ia mempunyai keterbatasan. Jangan memaksakan diri untuk menjadi hebat dalam segala hal.

Aspek yang penting dalam tek nyanyian anak di atas adalah lambang. Lumbung padi (hobon) merupakan lambang kemakmuran, kesuburan, keberhasilan hidup. Lambang ini memperlihatkan dengan jelas, bahwa dalam masyarakat agraris seperti orang Simalungun pada awalnya sampai sekarang ini, lumbung padi menyiratkan lambang yang baik-baik. Lumbung padi bersifat sebagi tempat mengumpulkan padi, yang dapat digunakan untuk keperluan diri sendiri, keluarga, dan orang lain.

Lambang lainnya adalah rotan, yang bersifat tumbuh menjulur tinggi ke atas mencapai tujuan dan cita-cita, seperti nasihat gantungkanlah cita-citamu setinggi bintang di langit. Rotan juga berfungsi untuk membuat berbagai

Page 25: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

peralatan rumah tangga. Rotan juga dapat menjadi obat, misalnya pucuk rotan yang muda bisa digunakan mengobati berbagai macam penyakit.

Lambang lain yang digunakan dalam kedua lagu anak di aats adalah rumput burung enggang dan tentu saja burung enggang itu sendiri. Rumput adalah lambang kesuburan alam yang disediakan oleh Tuhan. Rumput adalah lambang makanan yang dikonsumsi oleh ternak. Dalam konteks manusia rumut ini boleh diterjemahkan sebagai bahan makanan pokok seperti beras, dan makanan tambahan seperti sayur-sayuran, buah-buahan, dan lainnya, sebagai kebutuhan pangan dasar manusia. Rumput juga memiliki sifat rela dipijak namun akan terus tumbuh sesuai dengan hukum alam. Rumput juga menjadi sarana penghijauan di dunia ini. Rumput burung enggang adalah rumput yang paling bagus untuk makanan ternak.

Sementara burung enggang itu sendiri merupakan lambang kegagahan dalam mengharungi angkasa atau alam. Burung enggang juga memiliki sifat-sifat magis, yang dapat mengusir penyakit atau gangguan makhluk-makhlu jahat. Dalam teater toping-toping dan huda-huda Simalungun misalnya, burung enggang ini menjadi tokoh utamanya. Dengan demikian, teks yang dipakai dalam kedua nyanyian anak di atas penuh dengan tanda-tanda dan makna-makna budaya, yang sifatnya simbolis, tersirat, dan penuh nilai didaktik dan enkulturasi.

Keseimpulan

Dari uraian-uraian di atas, tergambar dengan jelas bahwa masyarakat Simalungun, sebagai salah satu etnik natif dalam kelompok etnik Batak, di Sumatera Utara, memiliki tradisi nyanyian anak, yang erat kaitannya dengan pola pengasuhan dan pendidikan anak. Nyanyian anak ini digunakan dan berfungsi dalam masyarakatnya. Guna nyanyian anak adalah untuk menurunkan nilai-nilai pendidikan bagi anak. Selain itu adalah untuk menimang dan menidurkan anak. Fungsinya yang utama adalah untuk keberlanjutan kebudayaan Simalungun. Secara struktural nyanyian anak Simalungun terdiri dari unsur musik (yang di dalamnya memiliki nada, tangga nada, pola-pola kadensa, ritmik, durasi, meter dan meter bebas dan sejenisnya). Aspek intrinsik ini menguatkan identitas musikal masyarakat Simalungun, terutama diwakili oleh tangga nada pentatonik. Aspek tekstualnya mengadung ikon, indeks, dan simbol. Ikon yang digunaan adalah bagaimana anak yang ideal dalam masyarakat Simalungun, yang memiliki cita-cita yang tinggi disertai usaha dan upaya, namun harus menyadari keterbatasannya sebagai manusia. Indeks juga digunakan untuk merujuk anak dengan sebutan bapak, artinya

Page 26: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

dengan adanya anak tentu ada bapak atau inunya dan kelak anak akan menjadi ayah dan ibu pula. Yang paling banyak ditekankan dalam teks nyanyian anak Simalungun adalah bentuk lambang, seperti: lumbung padi, rotan, dan rumput—dengan berbagai makna kultural yang penuh nilai-nilai falsafah dan pendidikan.

Daftar Pustaka Bandem, I Made dan De Boer Frederik, 1981. Kaja and Kelod: Balinese Dance in

Transti tion. Kuala Lumpur: Oxford Press. Bangun, Payung, 1985."Kebudayaan Batak", dalam Manusia dan Kebudayaan

Indonesia (Koentiaraningrat: ed.). Jakarta : Penerbit Jembatan. Bascom, R. William, 1965. "Four Fungtion of Folklore", dalam The Study of

Folklore (Alan Dundes: ed.). Englewood Cliffs, N.J.,Prentice-Hal, Inc. Bee, Robert L., 1974.Pattems And Processes: An Introduction to Anthropological

Strategies for The Study of Sociocultural Change. New York : The Pree Press.

Boedhisantoso, S. 1982. "Kesenian dan Nilai-nilai Budaya", dalam Analisa Kebudayaan. Thn. II,No. 2 Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Bogdan Robert dan Stepen J. Taylor, 1975.Introduction to Qualitative Research Me-. thods. New York : John Wiley & Sons.

Buana Raya, 1994. Atlas Indonesia dan Dunia. Jakarta: Buana Raya. Damanik, Jahutar, 1974.Jalannya Hulrum Adat Simalungun. Med an: P.D. Aslan. Damanik, Jas, 1993.Susukkara GKPS 1993. Pematang Siantar: Kolportase GKPS. 1993 "Pengarub GKPS di Simalungun Serta Arab Ke jaksanaannya dan Strategi

Pengembangannya. Makalab dalam Seminar Sehari Menyongsong 90tahun GKPS.

Danandjaia, James 1988 Antropologi Psikologi: Teori, Metode dan Sejarch Perkembangannya. Jakarta : Rajawali Press.

Danandjaja, James, 1989. Kebudayaan Petani Desa Trunyan Di Bali. Jakarta: UI-Press.

Danandjaja, James, 1991. Folklor Indonesia, Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-lain. Jakarta: Grafiti.

Danandjaja, James, 1992."Folklor Nusantara, Si Tua Keladi", dalam Matra No. 74 September 1992. Jakarta.

Departemen Kehdkiman RI, 1988.Undang-undang Hak Cipta dan Peraturan Pelaksanaannya. Jakarta: Departemen Kehakiman Republik Indonesia.

Gereja Kristen Protestan Simalungun, 1979. Jubileum 50 Tahun (Pesta Omas) ni HWBP Simalungun. Cetakan ke-2. Pematang Siantar: Kolportase GKPS.

Gereja Kristen Protestan Simalungun, 1990.Haleluya Pujima Jahowa. Doding Kristen Hdta Simalungun. Pematang Siantar: Kolportase GKPS.

Page 27: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Gereja Kristen Protestan Simalungun, 1993. Haleluya Pujima Jdhowa. Doding Kristen Hata Simalungun. Pematang Siantar : Kolportdse GKPS.

Hutauruk, J.R. 1993. Kemandirian Gereia, Penelitian Historis-sistematis tentang gerakan kemandirian gereja di Sumatera Utara dalam kancah Pergerakan Kolonialisme dan Gerakan Kebangsaan di Indonesia, 1899-1942. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Jacob, Arthur, 1982.The New Dictionary of Music. New York: Penguin Books. Jansen, Arlin Dietrich 1980"Gonrang Musik : Its Structure and Functions in

Simalungun Bdtdk Society in Sumatra". Disertasi Doktor. University of Washington.

Kantor Statistik Kdbupaten Simalungun, 1992.Kabupaten Simalungun dala ' m Angka tahun 1991. Pematang Siantar : Kantor Statistik Kabupaten Simalungun.

Kantor Statistik Kecamatan Dolok Silau 1992Kecamatan Do1o1r Silau dalam Angka tahun 1991. Saran Padang : Kantor Statistik Kecamatan Dolok Silau.

Keuning, J 1990. “Batak Toba dan Batak Mandailing, Hubungan Kebudayaan dan Pertentangan yang Mendasar", dalam Seiarah Lokal di Indonesia (Taufik Abdullah, ed). Yogyakarta: Gajah Mada Uni versity Press.

Koentiaraningrat, 1986. Pengantar Antropologi. Jakarta: Aksara Baru. Koentiaraningrat, 1990a.Beberapa Pokok Antropologi Sosial. JakartaDian Rakyat. Koentiaraningrat,1990b.Sejarah Teori Antropologi II.'Jakarta: Penerbit Universitas

Indonesia. Koentiaraningrat, 1990c."Metode WdWancara", dalam Metode-metode Pen litian

Masyarakat (Koentiaraningrat; ed.). Jakarta: PT. Gramedia. Lauer, Robert H. 1989.PerpeArtif Tentang Perubahan Sosial. Edisi II. Peneriemah :

Aliumadan. Jakarta: Bina Aksara Baru. Lubis, A. Hamid Hasan, 1994 Glosarium Bahasa dan Sastra. Bandung: Angkasa. Mack, Dieter 1992. "Pengdruh Solfegio". Bandung: IKIP Bandung. Mack, Dieter,1993. Pengetahuan Melodi Budaya Musik Barat. Jilid 1. Bandung:

IKIP Bandung (draf yang akan diterbitkan Pusat Musik Liturgi Yogyakarta).

Melalotoa, M. Junus 1989. "Pesan Budaya dalam Kesenian", dalam Berita Antropologi, thn. XIII, No. 45.

Merriam, Alan P., 1964. The Anthropology of Music. Chicago: Northwestem University Press.

Munthe, A., 1987. Pandita Agust Theis (Missionaris Voller Hoffnung). PeMdtang Siantar: Kolportase GKPS.

Nettl, Bruno, 1964. Theory and Methode in Ethnomusicology. New York : The Free Press.

Nettl, Bruno, 1964.Folk and Traditional Music of the Westem Continents. Englewood Cliffs. New Jersey Prentice Hall Inc.

Page 28: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Pelto, Pertty J dan Gretel H. Pelto, 1978.Anthropological Research : The Structure of inquiry. Second Edition. London : Cambridge University Press.

Purba, Mansen, 1984. Pangarusion Pasal Adat Perkawinan Simalungun. Medan : Komite Bina Budaya Simalungun.

Purba, M.D.1986.Lintasan Sejarah Kebudayaan Simalungun. Medan: M.D. Purba. Ricklefs, M.C., 1993.Sejarah Indonesia Modem. Teriemaban Dharmono

Hardiowidiono. Yogyakarta : Gaiah Mada University Press. Sangti, Batara, 1977.Sejarah Batak. Bdlige : Karl Sianipar Company. Saragih, Jaka, 1993. "Christian Faith and Culture (Iman Kristen dan Kebudayaan",

dalam Ambilan Barita GKPS No. 236. Pematang Siantar : Kolportase GKPS.

Saragih, J.E, 1964."Kesenian Simalungun", dalam Kumpulan Makalah Seminar Kebudayaan Simalungun. Pematang Siantar: Koleksi Museum Simalungun.

Saragih, J.E.1989.Kamus Simalungun Indonesia. Pematang Siantar: Percetakan Sekawan.

Saragih, J. Wismar, 1964."Silsilah Marga-marga di Simalungun", dalam Kumpulan Makalah Seminar Hebudayaan Simalungun. Pematang Siantar : Koleksi Museum Simalungun.

Saragih, Taralamsyah 1964."Seni Musik, Seni Suara dan Tarian Simalungun", dalam Kumpulan Makalah Seminar Kebudayaan Simalungun. Pematang Siantar: Koleksi Museum Simalungun.

Sedyawati, Edy, 1981.Pertumbuhan Seni Pertuniukdn. Jakarta: Sinar Harapan. Sitompul, A.A, 1993. Manusia dan Budaya, Teologi Antropologi. Jakarta: BPK

Gunung Mulia. Simanjuntak, Truman, 1983. "Tradisi Masa Perundagian Pada Masyarakat Toba",

dalam Analisa Kebudayaan. Th. III, No. 2. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Soeharto, M, 1982. Kamus Musik. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia. Suparlan, Parsudi, 1983 "Metode Pengamatan", dalam Hasil Seminar Penelitian

Kebudayaan. Jakarta : Direktorat Sejarah dan Nilai-nilai Tradisional Depar temen Pendidikan dan Kebudayaan.

Suparlan, Parsudi, 1986. "Perubahan Sosial", dalam Manusia Indonesia, Individu, Keluarga dan Masyarakat (A.W. Widiaia: ed.). Jakarta : Akademika Presindo.

Suparlan, Supardi, 1988. Kebudayaan dan Pembangunan. MGMP Sosiologi dan Antropologi DKI Jakarta.

Suparlan, Supardi, 1991. "Cultural Implications and Impacts of Rural Development in Indonesia: The Case of Tourism in Bali". Universitas Indonesia.

Tambak, T.B.A. Purba 1982.Sejarah Simalungun. Pematang Siantar. Valentin, Brick, 1974.Handbuck der Musikinstrumentenkunde. Regensburg. Wang, Betty, 1965."Folksong as Regulator of Politics, dalamThe Study of Folklore

(Alan Dundes: ed.). Englewood Cliffs, N.J., Prentice-Hall, Inc.

Page 29: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Tentang Penulis

Setia Dermawan Purba, dengan gelar akademik doktorandus (Drs.) dan magister sains (M.Si.), Dosen Departemen Etnomusikologi dan Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Sastra USU, lahir di Simalungun. Menamatkan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas di Simalungun. Menimba ilmu hokum di Universitas Islam Sumatera Utara dan menamatkan sarjana mudanya. Tahun 1979 melanjutkan studi sarjana seninya di Jurusan Etnomusikologi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Selanjutnya tahun 1995 menamatkan studi magister sains pada Program Studi Antrpologi Universitas Indonesia Jakarta. Aktif sebagai ilmuwan dan penulis bidng seni dan budaya, khususnya Simalungun. Pernah menjabat Ketua Jurusan Etnomusikologi FS USU. Kantor: Jalan Universitas No. 19 Medan, 20155, telefon/fax.: (061)8215956. Rumah: Lubuk Pakam, Deliserdang.

Page 30: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721

POTENSI PERADABAN ETNIK PESISIR DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN

SUMATERA UTARA

Muhammad Takari Dosen Etnomusikologi

Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

Abstract Throughout this paper, I will be describe the cultural potential of West Coastal North Sumatran Pesisir ethnic group, which always view in small attention by the sociocultural scientists. This ethnic group have the cultural potentian in the some aspects. The first, they are has a historical potential. Islam and Christian in Sumatra Island come the first time in this area. Second, this area has the natural resources, form his sea and land. This area can be made to tourism area in North Sumatra Province. The Pesisir ethnic group has a social system which called sumando, which potential to shape the excellent leadership and social harmony condition.

Pengantar

Sumatera Utara adalah sebuah daerah yang kaya akan etnisitas penduduk, sumber daya alam, dan dapat menjadi contoh integrasi sosial dan budaya. Sumatera Utara memliki tiga kelompok etnik, yaitu etnik setempat yang terdiri dari Melayu, Karo, Simalngun, Pakpak-Dairi, Toba, Mandailing-Angkola, Pesisir, dan Nias. Kemudian ditambah etnik pendatang Nusantara seperti Aceh yang juga terdiri dari bebrapa suku seperti Tamiang, Kleut, Simeuleu, Aceh Rayeuk, Gayo, Alas, dan Aneuk Jamee. Juga Minangkabau, Jawa, Sunda, Banjar, dan lainnya. Kemudian kawasan ini diperkaya dengan kehadiran etnik-etnik pendatang Dunia, seperti Hokian, Hakka, Khek, Kwong Fu, Tamil, Benggali, Hindustan, Arab, Belanda, dan lain-lainnya.

Sumatera Utara berpotensi untuk menjadi daerah percontohan integrasi di Indonesia. Selain itu Sumtera Utara juga memiliki potensi sumer daya alam seperti untuk pertanian, pertambangan, perikanan, dan pariwisata. Tulisan ini akan mengkaji salah satu potensi kebudayaan etnik Pesisir di pantai barat Sumatera.

Etnik Pesisir adalah salah satu suku bangsa yang terdapat di wilayah Provinsi Sumatera Utara Indonesia. Indonesia sendiri adalah sebah negara

Page 31: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

bangsa, yang secara kultural dan etnik sangat kaya. Secara harfiah, Indonesia berasal dari bahasa Yunani Kuna, yaitu dari akar kata Indo yang artinya Hindia dan nesos yang artinya pulau-pulau. Jadi Indonesia maksudnya adalah pulau-pulau Hindia (jajahan Belanda). Dalam sejarah ilmu pengetahuan sosial, pencipta awal istilah Indonesia adalah James Richadson Logan tahun 1850, ketika ia menerbitkan jurnal yang berjudul Journal of the India Archipelago and Eastern Asia, di Pulau Pinang, Malaya. Jurnal ini terbit dari tahun 1847 sampai 1859. Selain beliau, tercatat juga dalam sejarah, yang menggunakan istilah ini adalah seorang Inggris yang bernama Sir William Edward Maxwell tahun 1897. Ia adalah seorang ahli hukum, pegawai pamongpraja, sekretaris jendral Straits Settlements, kemudian menjabat sebagai Gubernur Pantai Emas (Goudkust). Ia memakai istilah Indonesia dalam bukunya dengan sebutan The Islands of Indonesia.

Yang paling membuat populer istilah Indonesia adalah Profesor Adolf Bastian, seorang pakar antropologi yang ternama. Dalam bukunya yang bertajuk Indonesian order die Inseln des Malayeschen Archipels (1884-1849), ia menegaskan arti kepulauan ini. Dalam tulisan ini ia menyatakan bahwa kepulauan Indonesia yang meliputi suatu daerah yang sangat luas, termasuk Madagaskar di Barat sampai Formosa di Timur, sementara Nusantara adalah pusatnya, yang keseluruhannya adalah sebagai satu kesatuan wilayah budaya. Pengertian istilah ini juga digunakan oleh William Marsden (1754-1836), seorang gewestelijk secretaris Bengkulen. Sementara itu, Gubernur Jenderal Jawa di zaman pendudukan Inggris (1811-1816), Sir Stanford Raffles (1781-1826) dalam bukunya yang bertajuk The History of Java, menyebut juga istilah Indonesia, dengan pengertian yang sama. Kesatuan kepulauan itu disebut dan dijelaskan pula oleh John Crawfurd (1783-1868), seorang pembantu Raffles.

Pada awalnya, istilah Indonesia hanya digunakan sebagai istilah ilmu pengetahuan saja. Namun, ketika pergerakan nasional muncul di sini, nama ini digunakan secara resmi oleh para pemuda Indonesia untuk mengganti istilah Nederlandsch-Indië. Organisasi yang pertama kali memakai istilah Indonesia adalah Perhimpunan Indonesia, yaitu satu perkumpulan mahasiswa di Negeri Belanda.

Di zaman penjajahan Belanda, oleh tokoh-tokoh nasional, telah dicoba mengganti istilah Nederlandsch-Indië dengan istilah Indonesia--juga Inboorling, Inlander, dan Inheemsche dengan Indonesiër. Namun pemerintah Belanda tetap dengan pendiriannya, dengan alasan yuridis. Namun setelah Undang-undang Dasar Belanda diubah, sejak 20 September 1940, istilah Nederlandsch-Indië diubah menjadi Indonesië.

Page 32: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Selain istilah Indonesia, dikenal pula istilah sejenis yang juga merujuk kepada pengertian Indonesia. Istilah itu adalah Nusantara. Istilah ini awal kali dikemukakan oleh Patih Gadjah Mada, seorang panglima kerajaan Majapahit di abd ke-12, ketika ia mengucapkan sumpah palapa. Istilah Nusantara ini mengandung makna kawasan pulau-pualu yang terletak di antara dua samudera dan dua benua. Berdasarkan sejarah pula, kawasan nusantara pernah diperintah oleh dua kerajaan besar, yaitu Kerajaan (Melayu) Sriwisjaya, dan Kerajaan (Jawa) Majapahit.

Indonesia memiliki potensi budaya, yang salah satunya didukung oleh kawasan-kawasan provinsi dan wilayah budaya etnik. Salah satunya adalah Provinsi Sumatera Utara, yang salah satu etniknya adalah etnik Pesisir. Berbicara tentang Sumatera Utara, tak bisa dilepaskan dari komposisi penduduk dan budaya yang sangat heterogen. Begitu juga dengan agama yang ada mencerminkan kenekaragaman dan saling toleransi. Sejak berabad-abad keberagaman ini dijadikan potensi untuk membangun secara bersama, walau juga terjadi gesekan sosial dan friksi tetapi tidak sampai meluas. Sumatera Utara mencermikan peradaban Nusantara yang beranekaragam namun tetap memiliki rasa integritas dan kebersamaan.

Etnik Pesisir yang memiliki wilayah kebudayaan Tapanuli Tengah dan Sibolga, Provinsi Sumatera Utara, adalah sebuah entitas suku yang memiliki berbagai potensi peradaban.3 Mereka memiliki kebudayaan yang khas sebagai hasil “miksturisasi” berbagai budaya khususnya di Sumatera, seperti Mandailing-Angkola, Batak Toba, Minangkabau, dan Melayu.4 Bagi penulis, peradaban suku Pesisir ini adalah sebagai teras terdepan budaya Pan Sumatera dan Dunia Melayu. Potensi kultural peradaban ini telah

3Istilah peradaban adalah padanan kata civilization dalam bahasa Inggris yang dapat diartikan sebagai unsure-unsur kebudayaan yang paling maju dan dipandanag memiliki keunggulan-keunggulan. Peradaban identik dengan kebudaayaan, namun peradaban selalu dipandang lebih khusus yaitu nilai yang unggul, sementara pengertian kebudayaan selalau mengcu kepada semua yang dikosepkan dan dihasilkan oleh manusia di seluruh dunia ini.

4Di Nusantara, terjadinya sebuah suku bangsa yang merupakan campuran (kacukan) dari berbagai etnik, terjadi juga dalam beberapa kebudayaan. Misalnya etnik Betawi (di Jakarta sekarang) adalah campuran dari orang-orang tempatan, Sunda, Benten, Jawa, China, dan Sumatera. Mereka juga memiliki kesenian yang khas seperti gambang kromong, tanjidor, silat, dabus, dan sebagainya. Kadang kala mereka juga menyebut sukunya ini dengan istilah “Melayu Betawi.” Di Semenanjung Malaysia, etnik China terbentuk dari suku-suku yang lebih kecil seperti Hokkian, Hakka, Khek, Kwong Fu dan lainnya. Etnik India terdiri dari Tamil, Benggali, Hindustan, dan lainnya. Sementara yang disebut etnik Melayu juga adalah campuran dari pribumi tempatan, Minangkabau, Aceh, Bugis, Sunda, Jawa, dan semua kelompok etnik yang ada di Nusantara.

Page 33: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

dibuktikan dengan terjadinya hubungan etnik Pesisir dengan para pedagang dari Timur Tengah, India, Gujarat, dan lainnya sejak awal lagi. Bahkan menurut perkiraan sejarah, sebelum Islam datang dan dianut secara masif oleh orang di seluruh Nusantara khususnya pada abad ketiga belas, Islam telah lebih dahulu datang ke kawasan ini. Budaya Pesisir adalah hasil adunan sejarah budaya masyarakat Sumaetera. Hasilnya bisa dilihat sampai sekarang ini. Mereka memiliki sistem adat sumando, yang mengatur struktur sosial masyarakatnya. Konsep adat bersendikan syarak, dan syarak bersendi kitabullah juga memberikan arah polarisasi tamadun etnik Pesisir, dalam konteks beragam dalam kesatuan. Peradaban Pesisr dengan berbagai potensinya secara langsung akan memberikan kontribusi yang sangat penting bagi Sumatera Utara, Pulau Sumatera, Indonesia, Dunia Melayu, dan Dunia Islam di era globalisasi ini.

Melalui tulisan ini penulis akan menguraikan potensi peradaban suku Pesisir. Kemudian mengkajinya lebih lanjut tentang kontribusinya untuk Sumatera Utara. Kajian ini menggunakan pendekatan-pendekatan ilmu budaya. Adapun pengertian peradaban dalam judul makalah ini merujuk kepada aspek kebudayaan yang oleh masyaraat pendukungnya atau jga masyarakat luar, dipandang memiliki nilai-nilai yang tinggi. Misalnya peradaban Indian Inka di Amerika, peradaban Babilonia, Indus, Oriental, Mahenyo Dar dan Harappa, dan lain-lainnya. Kemudian yang dimaksud dengan kebudayaan adalah segala ide dan aktivitas manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang dijadikan milik manusia memalui proses belajar. Kebudayaan terdiri dari dua dimensi yaitu wujud dan isi. Wujud kebudayaan adalah dalam bentuk: ide, kegiatan, maupun benda-benda. Sementara isi kebudayaan terdiri dari: agama, organisasi sosial, ekonomi, teknologi, pendidikan, baasa, dan kesenian. Dalam konteks pemerintahan Indonesia, istilah departemen budaya dan pariwisata, pengertian budaya terserlah kepada kesenian. Berikutnya masrilah kita lihat kondisi etnografi dan sosiokultural Sumatera Utara.

Sumatera Utara Masyarakat Sumatera Utara,5 yang biasanya dalam konteks pemerintahan Republik Indonesia dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu: (1)

5Pada masa penjajahan Belanda, di Sumatera Utara terdapat dua provinsi (afdeeling), yaitu Sumatera Timur dan Tapanuli. Ada perbezaan pengertian antara Sumatera Utara dengan Sumatera Timur. Wilayah Sumatera Timur (Oostkust van Sumatra dalam Bahasa Belanda atau East Coast of Sumatra dalam Bahasa Inggeris) mencakup Provinsi Sumatera Utara sekarang di luar Tapanuli, ditambah daerah Bengkalis Provinsi Riau--

Page 34: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

delapan etnik setempat (natif) yang terdiri dari: Melayu, Karo, Simalungun, Pakpak-Dairi-Dairi, Batak Toba, Mandailing-Angkola, Pesisir, dan Nias—kadang ditambah dengan Lubu dan Siladang di Tapanuloi bahagian Selatan; (2) etnik pendatang dari Nusantara: Minangkabau, Aceh (Rayeuk, Simeulue, Alas, Gayo, Aneuk Jamee, Tamiang), Banjar, Jawa; serta (3) etnik pendatang dari luar negeri: Tionghoa (Hokkian, Hakka, Khek, Kwongfu), Tamil, Benggali, Arab dan berbagai etnik dari Eropa.

Pada masa sekarang sebagian besar masyarakat Sumatera Utara, menerima cara pembagian kelompok-kelompok etnik setempat ke dalam delapan kategori, seperti yang ditawarkan oleh pemerintah Indonesia. Keberadaan etnik setempat dijelaskan oleh Goldsworthy sebagai berikut.

The three major [North] Sumatran ethnic groups are the Batak, coastal Malay and Niasan ... North Sumatrans often divide the indigenous (that is, non-immigrant) population of the province into nine more narrowly defined ethnic groups (suku-suku). ... The broad Batak ethnic group is ussually divided into six main communities - Pakpak-Dairi Dairi, Toba, Angkola-Sipirok, Mandailing, Karo and Simalungun. All six groups have a broadly similar social organisation (patrilineal, exogamus dans) and related languages, but important social, religious and linguistic differences also divide them. The sharpest linguistic division is between the Karo/Pakpak-Dairi Dairi groups in the north and west and the Toba/Mandailing/Angkola-Sipirok groups in the south. The Simalungun group falls between the two extreme points of contrast (Goldsworthy 1979:6).

Tiga kelompok etnik besar Sumatera Utara adalah Batak, Melayu Pesisir, dan Nias. Orang-orang Sumatera Utara biasanya dibagi ke dalam sembilan populasi setempat (yaitu mereka yang bukan imigran), yang biasa disebut dengan suku-suku. Kelompok etnik Batak yang lebih luas, biasanya dibagi pada lima komunitas utama, yaitu: Pakpak-Dairi-Dairi, Batak Toba, Angkola-Sipirok, Mandailing, Karo, dan Simalungun. Keenam komunitas utama ini mempunyai organisasi sosial yang sama, yaitu berdasar pada sistem patrilineal dan klen yang eksogamus.6

secara budaya termasuk pula Tamiang Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Lebih jauh lihat Blink (1918:1-9).

4Yang dimaksud klen eksogamus adalah sistem kemasyarakatan dalam sebuah suku, yang norma pemilihan pasangan hidupnya berasal dari kelompok luar tertentu. Lihat Paul B. Horton dan Chester L. Hunt (1993:400). Dalam konteks masyarakat Batak, klen yang sama dilarang kawin.

Page 35: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Mereka mempunyai sistem sosial, religi, dan linguistik yang berbeda. Perbedaan linguistik paling jelas adalah antara kelompok Karo dan Pakpak-Dairi-Dairi di utara dan barat--dengan kelompok Toba, Mandailing, Angkola, dan Sipirok di Selatan. Simalungun berada di antara dua sistem linguistik ini.

Sumatera adalah salah satu pulau besar di Indonesia yang terdiri dari sekitar 3.000 pulau-pulau. Pulau Sumatera ini mencakup wilayah sebesar 473.606 km (Fisher 1977:455-457). Pulau ini mempunyai panjang lebih dari 1.920 km yang membentang dari barat laut ke tenggara, dan mempunyai lebar maksimum sebesar 384 km. Sumatera adalah pulau di sebelah barat Indonesia, yang terentang dari 6º LU sampai 6º LS secara latitudinal dan 95º sampai 110º BT secara longitudinal (Whitington 1963:203). Sumatera juga dikelilingi oleh pulau-pulau di sekitarnya, baik yang berdekatan dengan pantai barat ataupun timurnya. Pulau-pulau ini secara administratif ikut ke dalam pemerintahan daerah di Sumatera. Struktur geologis Pulau Sumatera didominasi oleh rangkaian Pegunungan Bukit Barisan. Rangkaian pegunungan ini sampai ke wilayah Selat Sunda. Awalnya Sumatera dibagi menjadi lima Provinsi atau Daerah Tingkat I. Sumatera adalah kawasan yang sangat cocok untuk bidang pertanian dan perikanan (Whitington 1963:539). Sebahagian besar penduduk Sumatera tergolong ke dalam ras proto-Mongoloid (Fisher 1977:456), dan berbahasa sama dengan kelompok bahasa Austronesia atau Melayu-Polinesia (Howell 1973:80-81).

Pada masa lampau, beberapa sistem klasifikasi regional dipergunakan untuk membagi wilayah secara etnik. Provinsi Sumatera Utara misalnya pada zaman Belanda terdiri dari dua wilayah yaitu Sumatera Timur dan Tapanuli. Namun Sumatera Timur mencakup daerah Aceh Timur (Whitington 1963:203). Sumatera sendiri dihuni oleh beberapa kelompok etnik setempat, yaitu: Aceh, Alas dan Gayo, Batak, Melayu, Minangkabau, Rejang, Lampung, Kubu, Nias, Mentawai, dan Enggano.

Zaman Belanda, Sumatera Utara bahagian Timur disebut dengan Sumatera Timur. Wilayah Sumatera Timur terbentang dari perbatasan Aceh sampai kerajaan Siak mempunyai batas-batas geografis sebagai berikut: (1) sebelah utara dan barat berbatasan dengan wilayah Aceh; (2) sebelah timur berbatasan dengan Selat Melaka; (3) sebelah selatan dan tenggara berbatasan dengan daerah Riau; dan (4) sebelah barat berbatasan dengan daerah Tapanuli (Volker 1928:192-193). Luasnya 94.583 kilometer persegi atau sekitar 20 % dari luas pulau Sumatera (Pelzer 1985:31).

Page 36: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Pada saat Indonesia merdeka tahun 1945, Sumatera tetap dipertahankan sebagai satu wilayah pemerintahan yang disebut Provinsi Sumatera, yang dipimpin oleh seorang gubernur. Terdiri dari beberapa kabupaten yang dipimpin oleh bupati. Untuk memudahkan jalannya pemerintahan, maka Komite Regional Nasional Indonesia membagi Sumatera ke dalam tiga provinsi: (1) Sumatera Utara yang di dalamnya termasuk Aceh, Sumatera Timur, dan Tapanuli; (2) Sumatera Tengah, dan (3) Sumatera Selatan. Awal tahun 1949, sistem pemerintahan ini direstrukturisasi. Sumatera Utara dibagi dua daerah militer: (a) Aceh dan Tanah Karo dipimpin oleh Teungku Mohammad Daud Beureuh, sementara itu wilayah militer Sumatera Timur dan Sumatera Selatan dipimpin oleh Dr. F.L. Tobing. Sumatera Utara berada pada 1°LU sampai 4°LU pada garis latitudinal dan 98°BT-100°BT pada garis longitudinal, dan berbatasan dengan wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam di Utara, Provinsi Sumatera Barat dan Riau di Selatan, selat Melaka di Timur, dan samudera Hindia di sebelah Barat. Keseluruhan area Sumatera Utara adalah 71.680 kilometer persegi dengan jumlah penduduk sekitar 13 juta jiwa. Sumatera Utara dihuni oleh berbagai kelompok etnik dengan berbagai agama yang dianut. Secara aministratif kini Sumatera Utara telah berkembang menjadi 33 pemerintahan kabupaten dan kota. Semua ini terjadi seiring dengan proses reformasi dan demokratisasi (lihat Tabel 1). Gambaran Umum Tapanuli Tengah dan Sibolga Kabupaten Tapanuli Tengah terletak di pantai barat Sumatera. Secara geografis, kabupaen ini terletak di antara 1º11’ sampai 1º22’ Lintang Utara dan 98º07’ sampai 98º12’ Bujur Timur. Wilayah ini berada dalam ketinggian anatara 0 sampai 1.266 meter di atas permukaan laut. Sementara Kota Sibolga awalnya adalah sebuah Bandar kecil di kawasan Poncan Ketek. Berdiri sekitar abad kedelapan belas, yang dipimpin oleh datk Bandar. Zaman pemerintahan Belanda didirikan kota baru yaitu Kota Sibolga sekarang ini, dengan alas an ekonomis, Bandar di Pulau Poncan kurang dapat berkembang. Pada masa kemerdekaan Republik Indonesia, Kota Sibolga menjadi ibu kota Keresidenan Tapanuli. Jumlah penduduk Tapanuli Tengah tahun 2006 adalah 297.463 jiwa, yang terdiri dari 149.619 laki-laki dan 148.224 perempuan. Sementara penduduk Kota Sibolga pada tahun 2008, adalah sebanyak 83.476 jiwa, dengan luas wilayah4,31 kilometer persegi, dengan kepadatan 2.021 jia per

Page 37: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

kilometer. Selain suku Pesisir yang dominan, penduduk Tapanuli Tengah juga dihuni oleh suku Batak Toba, Nias, Mandailing-Angkola, Aceh, Tionghoa, dan lainnya. (Lihat Syaiful Syafri dkk. 2009). Identitas Kultural Masyarakat Pesisir

Di Sumatera Utara terdapat sebuah kelompok etnik yang keberadaannya secara budaya sangat unik. Masyarakat ini berasaskan keturunannya berasal dari etnik Batak Toba, Mandailing-Angkola, dan Minangkabau. Secara umum, mereka mempunyai kebudayaan yang “dekat” dengan budaya Melayu Pesisir Timur Sumatera Utara.

Menurut Radjoki Nainggolan, ketua Yayasan Lembaga Adat Budaya Tapanuli Tengah dan Sibolga, bahwa keberadaan etnik Pesisir telah membentuk budayanya sendiri sesuai dengan kehidupan di kawasan pantai. Sebahagian besar mata pencahariannya adalah sebagai nelayan. Masyarakat Pesisir ini dapat dikategorikan sebagai kelompok etnik tersendiri (Radjoki Nainggolan 1977:11).

Kelompok etnik ini jarang dikenal sebagai sebuah kelompok independen di Sumatera Utara oleh para sarjana Barat. Sebagai contoh Langenberg pada tahun 1977 hanya mendaftarkan tujuh kelompok etnik di dataran Sumatera Utara (tidak termasuk Nias), yaitu: Batak Toba, Mandailing, Angkola-Sipirok, Karo, Pakpak-Dairi, Simalungun dan Melayu (Langenberg 1977:74-110). Bagaimanapun, masyarakat yang mendiami daerah Pesisir Barat Sumatera Utara ini, secara etnik berbeda dengan etnik tetangganya Toba dan Mandailing-Angkola. Mereka mempergu-nakan bahasa yang berbeda, mempraktikkan agama yang berbeda dengan Batak Toba, yaitu mereka beragama Islam, dan mempunyai sistem sosial serta kebudayaan musik yang berbeda, yang disebut sikambang. Secara etnik mereka lebih dekat berhubungan dengan masyarakat Pasisieh di Pesisir Barat Sumatera Barat (Minangkabau) dan masyarakat Melayu Pesisir Timur Sumatera Utara. Ketiga kelompok masyarakat ini, secara luas dapat dikategorikan sebagai masyarakat Melayu Pesisir Sumatera, dan berhubungan dengan berbagai kelompok masyarakat Melayu yang dijumpai di seluruh kepulauan Indonesia (Goldsworthy 1979:6).

Mendefinisikan masyarakat Melayu Pesisir Timur Sumatera Utara dan hubungannya dengan masyarakat berbahasa Melayu di Sumatera Utara relatif lebih mudah, dibandingkan dengan mendefinisikan masyarakat Pesisir Barat Sumatera Utara ini. Masyarakat Melayu Pesisir Timur Sumatera Utara menganggap kelompok etniknya sebagai bagian dari Dunia Melayu yang lebih luas, apakah itu disebut Melayu, Pesisir, atau Melayu

Page 38: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Pesisir. Mereka menganggap bahwa masyarakat Pesisir Barat Sumatera Utara ini juga sebagai Melayu.

Tabel1: Daftar dan Sejarah Pengembangan Kabupaten-kabupaten

dan Kota di Provinsi Sumatera Utara

Sumber: Syaiful Syafri dkk. (2009:33)

Page 39: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Masalah utama dengan penggunaan kata Melayu dan Melayu Pesisir adalah dalam kenyataannya mempunyai rentang makna yang luas. Konteks penggunaannya mempunyai makna berbeda antara orang-orang di Nusantara ini dengan para sarjana atau orang Eropah. Dalam bahasa Inggris, kata Malay langsung diambil dari bahasa Melayu Indonesia atau Malaysia, yaitu dari kata Melayu. Kata ini diartikan oleh orang-orang Eropa sebagai suatu masyarakat yang berada di Sumatera, sebagaimana yang mereka kenal istilah ini dari I-Tsing, seorang pendeta Budha ternama yang berkunjung ke Sumatera, tahun 671, 685 dan 689 Masehi (Goldsworthy 1979:16). Dalam pandangan masyarakat Melayu Pesisir Timur Sumatera Utara, mereka merasa istilah Melayu sebagai indentitas etnik yang kuat bersama-sama dengan masyarakat Melayu Riau dan Malaysia, yang membedakan mereka dengan masyarakat Batak di kawasan ini. Sebaliknya, masyarakat Pesisir Barat Sumatera Utara biasanya mendefinisikan identitasnya secara sederhana sebagai suku Pesisir, yang tidak sama dengan Melayu yang ada di Malaysia atau Melayu Pesisir Timur Sumatera Utara—dan tidak pula sebagai orang Batak atau Minangkabau. Kata Pesisir juga mempunyai pengertian yang berbeda antara masyarakat Pesisir Barat Sumatera Utara dengan masyarakat Pesisir Barat Sumatera Barat, walau berasal dari kata dasar yang sama Pesisir dan Pasisieh. Bagi masyarakat Pesisir Barat Sumatera Utara, mereka memandang Pesisir sebagai sebuah kelompok etnik, yang tingal di sekitar Pantai Barat Sumatera Utara, tidak sampai ke Sumatera Barat, dan bukan sebagai bagian dari masyarakat Minangkabau. Masyarakat Pesisir Barat Sumatera Barat menganggap mereka sebagai bagian dari kelompok etnik Minangkabau, sebagai mitra bagi orang-orang Minangkabau di daerah darek (daratan tinggi). Perbedaan ini ditambah pula oleh kenyataan bahwa pada masa kini, mereka berada dalam dua wilayah provinsi yang berbeda. Perbedaan lainnya antara masyarakat pesisir Barat Sumatera Utara dengan Melayu Pesisir Timur Sumatera Utara adalah kontaknya dengan Batak dan Minangkabau. Masyarakat Pesisir Barat Sumatera Utara menganggap dirinya lebih dekat hubungannya dengan masyarakat Minangkabau dan Batak dibandingkan masyarakat Melayu Pesisir Timur Sumatera Utara. Sebahagian masyarakat Batak [terutama Toba, ditambah Mandailing-Angkola] dan Minangkabau tinggal di Pesisir Barat Sumatera Utara. Masyarakat Minangkabau memiliki populasi 17% dari seluruh masyarakat yang ada di Sibolga pada tahun 1930 (Castles 1972:233). Dalam interaksinya, kelompok-kelompok ini memberikan pengaruh kepada

Page 40: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

masyarakat Pesisir Barat Sumatera Utara. Sampai sekarang, sebahagian masyarakat Pesisir mempunyai marga terutama dari Tapanuli Bahagian Utara, tetapi bukan yang utama dalam sistem kekerabatannya. Mereka menjadi muslim, dan mengadopsi dialek Pesisir dan meninggalkan atribut budaya Bataknya. Sebahagain warga masyarakat Pesisir Barat Sumatera Utara ini ada pula yang mengklaim dirinya sebagai keturunan Minangkabau. Beberapa aspek sistem pernikahan dan kekerabatan kedua kelompok masyarakat ini memiliki persamaan-persamaan. Meskipun sampai sekarang belum dilakukan kajian mendalam tentang dialek masyarakat Pesisir Barat Sumatera Utara ini, dalam kenyataannya bahasa mereka mempunyai hubungan dengan bahasa Minangkabau. Tradisi musik masyarakat Pesisir Barat Sumatera Utara dan Minangkabau juga memiliki berbagai kesamaan. Kedua kelompok masyarakat ini mempunyai tarian yang pola lantainya lingkaran disebut rondai, rand,i atau rande. Genre musikal talibun dan kaba adalah umum di kedua daerah ini, serta penggunaan biola dalam ensambel musiknya. Dengan demikian, kebudayaan masyarakat Pesisir Barat Sumatera Utara ini, merupakan melting pot (creole) antara keturunan beberapa kelopok etnik, seperti: Minangkabau, Batak Toba, Mandailing-Angkola, dan Melayu. Dalam masa yang panjang terus berinteraksi dan membentuk sebuah kebudayaan, yang kemudian mengidentitaskan kebudayaannya sendiri sebagi kebudayaan etnik Pesisir. Pada masa kini, dalam konteks pembangunan di Indonesia, masyarakat Pesisir ini, biasanya dikategorikan pula sebagai sebuah kelompok etnik. Potensi Budaya Masyarakat Pesisir barat Sumatera Utara, memiliki potensi budaya (peradaban) yang unik, eksotik, menarik, dan spesifik. Potensi-potensi budaya itu antara lain di bidang sejarah, yang merupakan potensi terdepan (avant garde) pulau Sumatera. Kawasan ini juga menyumbangkan seorang sastrawan besar Alam Melayu yaitu Hamzah Fansuri, yang berasal dari barus. Kawasan ini juga memiliki seni budaya seperti tari, musik, dan teater, yang bisa dimanfaatkan untuk industri pariwisata. Potensi lainnya adalah kawasan Taanuli Tengah dan Sibolga kaya dengan objek daerah tujuan wisata. Pariwisata yang mungkin dikembangkan juga sangat eksotik.

Page 41: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Sejarah Dari sudut sejarah, kawasan ini terkenal dengan kapur barus, dan diperkirakan memiliki hubungan dengan dinasti-dinasti Firaud di Mesir. Islam di Nusantara juga awal kali bertapak di kawasan ini. Kawasan pesisir Barat Sumatera Utara ini secara histois memiliki hubungan kultural dengan Kesultanan Aceh dan juga Pagarruyung. Begitu juga hubungan perniagaan dengan kawasan-kawasan Dunia Melayu baik di pesisir timur maupun Semenanjung Tanah Melayu. Bukti historis lainnya adalah masih digunakannya lagu-lagu Melayu lama di kawasan ini, yang mengindikasikan adanya kontak budaya antara etnik Pesisir dengan Dunia Melayu. Seni Budaya Seni budaya etnik Pesisir Sumatera Utara memiliki keeksotisan sendiri yang didukung oleh seni tari, musik, maupun tetaer. Di antara seni-seni budaya yang ada adalah seperti berikut. Tari Sikambang merupakan gerakan bela diri sesuai dengan hakekat didirikannya Sikambang tersebut. Fungsi Sikambang adalah untuk menunjukkan penampilan agar tak seorang pun berani membuat kekacauan dalam keramaian yang diadakan masyarakat tersebut. Manfaat lain dari Sikambang ini adalah untuk mempersatukan seluruh warga kampung pada dulunya dalam memupuk persatuan dan kesatuan masyarakat, dalam memupuk rasa kegotongroyongan. Tari Odok berasal dari akar kata odok, yang artinya adalah yang artinya secara harfiah adalh meliuk, bagaikan memanggil. Jadi pemberian nama tari odok ini sesuai dengan gerakan si penari. Pada saat-saat tertentu si penari meliukkan tangannya sebagai pertanda acara sikambang akan dimulai. Panggilan ditujukan untuk para penonton. Selain itu, jika sikambang telah dimulai juga menandakan bagi masyarakat bahwa pengantin telah bersanding di pelaminan. Sehingga seruan betapa asyik dan indah serta mesranya dua mempelai itu, dengan penampilan dan gaya baru atas hiasan-hisan sesuai dengan daerah pesisir Tapanuli Tengah. Mengodok atau miukuk ditujukan pada gadis-gadis kampung. Untuk mengundang perhatian para gadis, di mana penari adalah seorang pemuda, maka dipertunjukkan segala kebolehannya. Dengan tujuan adat yaitu menjaga kemurnian gadis dan mengatasi pergaulan bebas, pemuda dan pemudi sesuai dengan ajaran agama Islam dan karena kuatnya adat ini sehingga masa penjajahan Jepang pun di Indonesia mangaluah tidak diperbolehkan. Mangaluah adalah perkawinan tanpa restu dari orang tua,akan dapat

Page 42: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

menyebabkan pertumpahan darah antara pihak pemuda dan pemudi. Tari odok hanya boleh ditampilkan pada saat pesta di kalangan keluarga raja. Sedangkan masa sejak terbentuknya kerajaan pertama di pesisir Tapanuli tidak ada perbedaan raja dengan rakyatnya sama halnya seperti sekarang ini. Kemudian dijumpai Tari Kapri. Kata kapri adalah suatu kata yang terdapat dalam syair lagu dalam tari tersebut. Nama lain dari tari kapri adalah tari bungkus karena penari meemgang satu helai sapu tangan. Jumlah penari dalam tari kapri adalah sebanyak dua orang, yang masing-masing memegang satu helai sapu tangan. Sapu tangan yang berbentuk empat segi, kedau ujungnya dipegang oleh kedua tangan yang diapit atas kerja sama jari-jari tangan penari. Setelah kedua penari berdiri dengan sejajar, maka kedua tangan telah memegang sapu tangan tadi diangkat sejajar atau setinggi dada. Gerakan tari dengan langkah tiga dan diiringi dengan irama gendang menggunakan pukulan irama satu. Tari Pulau Pinang adalah satu tari dalam kebudayaan Pesisir Tapanuli Tengah dan Sibolga. Pulau Pinang adalah satu kata yang dapata didengar pada lirik lagunya, pada salah satu putaran Tari Sikambang. Dalam syair ini digambarkan bagaimana keindahan Pulau Pinang, serta banyak fungsinya pohon dan buahpinang. Tari Pulau Pinang ini sering juga disebut sebagai Tari Payung karena menggunakan properti payung. Penarinya dua pasangpenari pria dan wanita, penari pria memegang payung dan penari wanita memegang selendang. Tari Sempayan adalah salah satu jenis tari dalam kebudayaan Pesisir Tapanuli Tengah dan Sibolga. Sempayang artinya adalah alat jemuran pakaian. Penari tarian ini melambai-lambaikan sapu tangan seperti pakaian ditiup angin saat dijemur. Tari Bangun-bangun adalah tari yang menggambarkan seorang ayah dan ibu, yang mengasihi dan menimang ank kesayangannya. Dahulu kala penari membuat tiruan bentuk bayi dari selendang dan kemudian ditimang-timang. Tari Bangun-bangun ini diiringi musik sikambang dengan ritme pukulan dua, dan biasa ditampilkan untuk memeriahkan perhelatan pernikahan di depan dua mempelai. Tari Piring ditampilkan oleh seorang pria yang memegang dua piring oleh tangan kanan dan kiri, di mana jari telunjuk dipakaikan cincin agar piring dapat dibunyikan dengan diketuk dengan cincin saat menari. Penari melakukan gerakan langkah tiga dan diiringi ensambel musik sikambang. Tari Barondei adalah tari yang merupakan stilisasi dari gerak-gerak silat Tari ini disebut juga dengan Tari Bungo Limou, yaitu sebuah bunga

Page 43: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

kehormatan masyarakat Pesisir, yang ditata sedemikian rupa terbuat dari pucuk kelapa yang dianyam dan diletakkan di atas dulang atau dupa besar dan di dalamnya diisi dengan limou. Tari Barondei ini adalah tari terakhir dalam rangkain pertunjukan tari-tarian sikambang. Tari lainnya adalah tari yang tajuknya berasal dari propertinya, yaitu Tari Saptangan, Tari Payung, Tari Selendang, Tari Pedang, dan Tari Kipas.

Budaya Pesisir juga memiliki seni music, yang di antaranya terekspresikan dalam alat musik, seperti yang diuraikan berikut ini. Gendang sikambang adalah salah satu alat musik tradisional Pesisir Barat (Sibolga dan Tapanuli Tengah) yang dapat diklasifikasikan ke dalam single headed skin frame drum chordophones, yaitu alat musik yang penggetar utamanya membran (kulit) yang berbentuk bingkai lingkaran, salah satu sisi lingkarannya diregangikulit kambing. Sementara badan gendangnya yang berbentuk frame terbuat dari pohon kelapa. Rotan dijalin antara kulit dan sentung gendang. Di antara kulit dan badan gendang diselitkan sedak yang berguna menjaga keregangan gendang. Setelah selesai bermain sedak ini ditanggalkan agar keregangan kulit tetap terjaga di segala cuaca dan iklim. Lebar diameter gendang antara 38 sampai 55 sentimeter, dengan ketinggian antara 20 sampai 25 sentimeter. Secara musikal fungsinya adalah membawa ritme konstan. Gendang batapik adalah salah satu alat musik tradisional Pesisir yang dapat diklasifikasikan ke dalam aat musik double headed silindrical drum membranophone, yaitu alat musik yang penggetar utamanya dua buah sisi kulit, yang berbentuk silinder, dan memiliki dua sisi kult yang dipukul dengan stik dan telapak tangan. Badan gendangnya terbuat dari batang pohon kelapa (Cocos nucifera) dan kulitnya terbuat dari kulit kambing. Fungsi utamanya adalah membuat ritme peningkah terhadap ritme yang dihasilkan gendang sikambang dalam sebuah ensambel.

Carano adalah salah satu alat musik tradisional Pesisir, yang dapat diklasifikaikan kepada struck idiophone, yaitu alat musik yang penggetar utamanya adalah badan alat musik itu sendiri. Alat musik ini bebentuk mangkuk. Fungsinya secara musikal adalah membawa ketukan dasar dalam ensambel musik.

Singkadu adalah sebuah alat musik tradisional Pesisir yang dapat diklasifikasikan ke dalam end blown flute recorder aerophone, yaitu alat musik yang penggetar utamanya adalah kolom udara. Alat musik ini berbentuk rekorder, yaitu bahagian lobang tiupan yang dibelah oleh lobang pembelah udara, ditambah dengan lobang-lobang nada sebanyak enam

Page 44: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

buah. Alat musik ini secara musikal adalah untuk membawa lagu atau melodi. Panjang keseluruhan adalah 15 sentimeter dengan diamter lobang bambu rata-rata 1,6 sentimeter.

Teater masyarakat Pesisir yang terkenal adalah rondai. Teater ini adalah berdasar kepada cerita-cerita rakyat ang terdapat dalam kebudayaan suku Pesisir. Teater rondai ini tetap perlu dipelihara hingga hari ini dan masa depan. Kepariwisataan

Daerah dan masyarkat adat Pesisir, memiliki potensi kepariwisataan, yang sangat perlu terus dikembangkan. Kawasan Tapanuli Tengah dan Sibolga kaya dengan pemndangan alam, yang merupakan perpaduan pantai barat Sumatera dengan Samudera Hindia, ditambah dengan Bukit Barisan. Objek-objek daerah tujuan wisata (ODTW) di kawasan ini adalah perpaduan daratan tinggi, pantai, dan laut. Di antara objek daerah tujuan wisata itu aalah Pantai Pandan, Bukit Anugerah, Bonan Dolok, Barus, dan Pulau Mursala di kawasan Tapanuli Tengah. Sementara di Sibolga, objek daerah tujuan wisatanya adalah Pulau Poncan Gadang, Pulau Poncan Ketek, Pulau Panjang, dan Pulau Sarudik. Selain itu, daerah tujuan wisata di Sibolga adalah Torsimarbarimbing, Puncak Gunung Santeong, dan Pemancar Televisi Republik Indonesia.

Dunia kepariwisataan Tapanuli Tengah dan Sibolga ini layak menjadi andalan aktivitas perekonomian kawasan itu. Tentu saja pariwisata alam dan budaya menjadi teras dalam pengembangannya. Pariwisata Tapanuli Tengah dan Sibolga harus dipromosikan, baik kepada calon wisatawan Nusantara maupun wisatawan mancanegara. Dalam Konteks Pembangunan Sumatera Utara

Dalam konteks pembangunan Sumatera Utara, wilayah budaya Pesisir ini yaitu mencakup Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga, memiliki peranan strategis. Peranan ini mencakup segala bidang pembangunan.

Secara budaya, masyarakat Pesisir sejak awal telah mengenal konsep adat sumando, yang berdasar kepada hukum Islam, yang menghargai perbedaan etnik maupun agama. Karena Islam adalah rahmat kepadea seluruh alam (rahmatan lil alamin). Adat sumando ini menjadi kekuatan dasar bagi masyarakat Pesisir dalam pengembangan peradabannya. Kerjasama dengan berbagai kelompok adat lainnya di Sumatera Utara seperti MABMI (Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia), Parbato, Partuha Maujana, Badan Musyawarah Masyarakat Minangkabau, dan lainnya

Page 45: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

amatlah sinerji dalam rangka membangun dan mencitrakan Sumatera Utara yang heterogen budayanya tetapi berintegrasi secara sosiokultural dengan mantap.

Secara budaya, masyarakat Pesisir telah beratus tahun mengenal dan mengelola perbedaan-perbedaan suku dan agama yang hidup secara bersama. Ini menjadi potensi kuat dalam membangun kawasan suku Pesisir dan Sumatera Utara dalam bingkai integrasi sosial.

Selain itu, secara geografis, Sibolga dan Tapanuli Tengah dapat menjadi pintu masuk ekonomi dan pariwisata darai kawasan barat Sumatera Utara. Bersama dengan Polonia Medan, pelabuhan Belawan, dan Tanjung Balai menjadi pintu gerbang pariwisata Sumatera Utara.

Masyarakat nelayan di sini menghasilkan hasil-hasil laut yang dapat mengembangkan sektor industri kelautan Sumatera Utara. Hasil-hasil laut ini menjadi bahagian yang tak terpisahkan dalam menopang ekonomi Sumatera Utara. Penutup

Bahwa peradaban masyarakat Pesisir barat Sumatera Utara memiliki berbagai macam poteni sosiobudaya dan alam. Potensi budaya di antaranya adalah kawasan ini menjadi gerbang awal masuknya agam samawi. Selain itu kawasan ini sejak berabad-abad telah bertemu dengan berbagai kebudayaan dunia yang diterapkan dalam konteks integrasi etniknya. Selain itu, kawasan ini juga memiliki potensi alam, seperti hasil laut, pertanian, dan terutama pariwisata yang mampu menyumbang devisa yang cukup berarti.

Prospek ke depan, budaya Pesisir amatlah mendukung pengembangan dan pembangunan sosiobudaya Sumatera Utara yang heterogen, seperti juga yang terjadi dalam kebudayaan Tapanuli Tengah dan Sibolga ini. Harapan kita bahwa dengan ridha Allah Yang Maha Kuasa, budaya pesisir akan kekal abadi. Ala dikecekkan Wira Hang Tuah: “Indak Pasisie hilang di dunyo.” Wassalam. Daftar Pustaka Blink, 1918. Sumatra's Oostkust: In Here Opkomst en Ontwikkelings Als Economisch

Gewest. s'Gravenhage: Mouton & Co. B. Sutan Alamsyah. 1972. Pemakaian Adat Sumando. Sibolga. Castles, Lance. 1972. The Political Life of A Sumatra Resiency: Tapanuli 1915-1940. Yale:

Yale University. Disertasi Doktoral.

Page 46: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Fisher, C.A. 1977. “Indonesia: Physical and Social Geography.“ The Far East and Australasian 1977-78: A Survey and Directory of Asia and Pacific. London: Europe Publications Ltd.

Goldsworthy, David J., 1979. Melyu Music of North Sumatra: Continuities and Changes (Disertasi Doktor). Sydney: Monash University

Howell, W., 1923. The Pacific Islanders. London: Weidenfeld and Nicolson Langenberg, Michael van, 1976. National Revolution in North Sumatra: Sumatra Timur

and Tapanuli 1942-1950. Tesis doktor falsafah. Sydney: University of Sidney. N. Siahaan,1964; Seiarah Kebudayaan Batak, Medan: CV Napitupulu & Sons. Pelzer, Karl J., 1978. Planters and Peasant Colonial Policy and the Agrarian Struggle in

East Sumatra 1863-1847. s’Gravenhage: Martinus Nijhoff. Juga terjemahannya dalam bahasa Indonesia, Karl J. Pelzer, 1985. Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria 1863-1947. Terjemahan J. Rumbo. Jakarta: Sinar Harapan.

Perkasa Alam, Tinggibarani, Ch, St. dkk., 1977. Buku Pelajaran Adat Tapanuli Selatan. Padang Sidempuan,:n.p.

Radjoki Nainggolan, 1972. “Budaya Suku Pesisir di Pantai Barat Sumatera Utara.” Makalah Seminar Budaya Antarabangsa, Institut Bahasa, Kesusasteraan dan Kebudayaan Melayu. Kuala Lumpur, Universiti Kebangsaan Malaysia.

Radjoki Nainggolan, 1997. “Kebudayaan Pesisir Tapanuoi Tengah Sibolga.” Makalah pada Seminar Budaya Pesisir Tapanuli Tengah Sibolga di Medan.

Steward, Julian H., 1976, Theory of Culture Change: the Methodology of Multilinear Evolution, Urbana, Chichago, London: University of Illinois Press.

Syaiful Syafri dkk., 2009. Mengenal Nusantara: Provinsi Sumatera Utara. Bekasi: Sari Ilmu Utama.

Volker, T., 1928. Van Oerbosch tot Culturgebied. Medan: De Deli Planters Vereeniging. Withington, W.A., 1963. “The Distribution of Population in Sumatra, Indonesia, 1961.” The

Journal of Tropical Geography, 17. Tentang Penulis

Muhammad Takari, Dosen Fakultas Sastra USU, lahir pada tanggal 21 Desember 1965 di Labuhanbatu. Menamatkan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas di Labuhanbatu. Tahun 1990 menamatkan studi sarjana seninya di Jurusan Etnomusikologi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Selanjutnya tahun 1998 menamatkan studi magister humaniora pada Program Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Tahun 2009 menyelesaikan studi S-3 Pengajian Media Komunikasi di Universiti Malaya, Malaysia. Aktif sebagai dosen, peneliti, penulis di berbagai media dan jurnal dalam dan luar negeri. Juga sebagai seniman khususnya musik Sumatera Utara, dalam rangka kunjungan budaya dan seni ke luar negeri. Kantor: Jalan Universitas No. 19 Medan, 20155, telefon/fax.: (061)8215956. Rumah: Tanjungmorawa, Bangunrejo, Ds I, No. 40/3, Deliserdang, 20336, e-mail: [email protected].

Page 47: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721

SENI BUDAYA ISLAM DAN PERADABAN MELAYU

Fadlin

Dosen Etnomusikologi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

Abstract

In this paper I will be discuss about Islamic cultural arts and its application and acculturation in Malay civilization. As our knowledge, Malay can be defined as race in their homeland in Souteast Asia, especially in Malaysia, Indonesia, Brunei Darussalam, Singapore, Thailand, Southern Philipine, and few Malay societies in Myanmar, Vietnam, and its diaspora in the world. Majority of Mly were moslem. They applied the Islamic religion in the daily life. In Islam, there are some concepts about culture and civilizations, based on Islam is a religion which rahmatan lil alamin (“functional to the world”). In Malay civilization, Islam adopted and applied in the concept adat.

Pengenalan Islam bagi pengikutnya dipandang sebagai agama yang sempurna dan

paripurna. Islam adalah agama yang diturunkan Tuhan ke dunia, sesuai dengan fitrah manusia. Islam adalah agama yang menjadi rahmat kepada seluruh alam (rahmatan lil alamin). Agama ini sebenarnya mengembalikan kebenaran-kebenaran Ilahi yang telah diselewengkan manusia melalui agama-agama samawi sebelumnya. Islam yang muncul pada abad ketujuh di Semenanjung Arabia, pada masa kini telah mencakup ke semua pelosok kawasan dunia, termasuk di Asia Tenggara. Islam memberikan arahan peradaban bagi setiap pengikutnya ke arah yang diridhai Allah S.W.T. Islam yang secara asasi adalah universal (syumul), memberikan kebebasan untuk diterapkan kepada kebudayaan setempat secara khas.

Dalam konteks mempolarisasikan kehidupan manusia, Islam berisikan aspek kebenaran Ilahiah yang berbentuk wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad S.A.W. melalui perantaraan Malaikat Jibril. Wahyu ini bukanlah budaya, tetapi dasar yang sangat kuat mengarahkan budaya. Wahyu akan bersinggungan dengan asek manusia yang menggunakannya. Manusia ini sendiri memiliki dimensi yang kompleks. Ia memiliki kelebihan-kelebihan alamiah, seperti berpikir, saling mengajari dan belajar, membina kebudayaannya. Manusia sebagai makhluk juga memiliki

Page 48: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

kelemahan-kelemahan. Untuk itulah perlu bimbingan Allah melalui wahyu. Semua gagasan, tindakan dan hasil budaya berupa benda-benda adalah kebudayaan.

Kebudayaan dapat dikaji dari dua dimensi, yaitu wujud dan isi. Wujud kebudayaan terdiri dari gagasan, kegiatan, dan benda-beda budaya. Isi kebudayaan biasanya terdiri dari tujuh unsur, yaitu: agama, bahasa, organisasi sosial, ekonomi, teknologi, pendidikan, dan kesenian. Unsur yang terakhir ini, kesenian, selalu disebut dengan seni, atau seni budaya.

Seni budaya tumbuh dan berkembang karena manusia memerlukan salah satu kepentingan hidupnya yaitu untuk memenuhi perasaan akan keindahan. Semua manusia ingin yang indah-indah dalam kehidupannya. Keindahan ini akan melengkapkan dirinya sebagai manusia, sebagaimana seorang yang haus menginginkan air minum. Dalam keindahan mestilah terdapat kebenaran. Sebab apabila manusia hanya menumpukan pada keindahan saja, maka yang ia kejar adalah pemenuhan nafsu syahwat yang tidak terkendali. Untuk itu penting bimbingan agama. Keindahan bukan semata-mata untuk keindahan saja, tetapi harus lebih jauh lagi, yaitu keindahan adalah satu keperluan asasi manusia dalam mendekatkan diri kepada sesama makhluk secara sosial, dan mendekatkan diri kepada Allah, Sang Khalik, Causa Prima. Dalam konteks ini, maka muncullah istilah seni budaya Islam. Dalam peradaban Melayu seni buaya Islam ini mencerminkan adat Melayu yang dipandu oleh agama Islam. Agama Islam dan Adat Melayu

Berdasarkan sejarah kebudayaan Melayu mengharungi masa animisme dan dinamisme sampai abad pertama Masehi. Sesudah itu masuklah masa Hindu-Buddha dari abad pertama hingga ketiga belas. Kemudian masuklah Islam sejak abad ketiga belas. Orang-orang Eropa (Inggris, Belanda, dan Portugis) mulai masuk ke kawasan Melayu (Asia Tenggara) sejak abad keenam belas sampai pertengahan abad kedua puluh.

Dari pengaruh-pengauh luar tersebut, yang sangat mewarnai kebudayaan Melayu adalah peradaban Islam. Agama Islam dibawa langsung oleh orang-orang Arab maupun orang-orang India ke kawasan ini. Agama Islam masuk secara damai dan memperkenalkan manusia adalah sama di depan Allah, yang membedakannya adalah amalan baiknya, bukan berdasarkan kasta. Kalau zaman Hindu-Buddha, masyarakat Melayu diajar kepada penerimaan tentang dewa dan alam dewa, maka sejak Islam masuk, kepercayaan hanya kepada Tuhan Yang Ahad.

Page 49: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Demikian pula institusi adat yang telah ada sebelumnya diekalkan di masa Islam ini. Adat telah bertapak sejak awal orang-orang Melayu ada. Istilah adat dapat dijumpai pada hampir semua suku-suku yang terjalin dalam budaya Dunia Melayu Misalnya adat dalihan na tolu pada masyarakat Batak, menjadi unsur dasar kebudayaannya. Begitu pula di kalangan masyarakat Jawa, Bali, Suda, Sasak, Dayak (Kenyah, Modang, Iba, Kadazan, Dusun, Muruts).

Setelah Islam masuk secara masif dan damai dalam peradaban Melayu, maka sebagai dasar adat dan kebudayaan adalah agama Islam. Dalam masyarakat Aceh dikenal dengan adat bak peuteumereuhom hukom bak syiah kuala. Dalam masyarakat Minangkabau yang berbasiskan pada adat Perpatih nan Sabatang dan Katemenggungan, mengelola adat ini dalam konsep adat basandikan syark, syarak basandikan kitabullah, syarak mangato adat mamakai. Orang Melayu yang berada dalam kawasan pusat monogenesisnya, memakai konsep adat bersendikan syarak, syarak bersendikan kitabullah. Konsep-konsep tentang adat ini memperlihatkan bagaimana orang-oranag Melayu serumpun mengolah dan mengelola ajaran Islam tanpa harus medekonstruksikan kebudayaan yang diwarisi dalam era-era sebelum kedatangan Islam.

Hal mendasar yang dijadikan identitas orang Melayu adalah adat resam. Dalam bahasa Arab, adat berarti kebiasaan, lembaga, peraturan, atau hukum. Dalam bahasa Melayu dapat dipadankan dengan kata resam. Resam adalah jenis tumbuhan pakis besar, tangkai daunnya biasanya digunakan untuk kalam, alat tulis untuk menulis huruf-huruf Arab. Arti lain kata resam adalah adat. Jadi dalam bahasa Melayu yang sekarang ini, adat dan resam sudah digabung menjadi satu yaitu adat resam.

Menurut Lah Husni adat pada etnik Melayu tercakup dalam empat ragam, yaitu: (1) adat yang sebenar adat; (2) adat yang diadatkan; (3) adat yang teradat, dan (4) adat istiadat. (1) Adat yang sebenar adat adalah apabila menurut waktu dan keadaan, jika dikurangi akan merusak, jika dilebihi akan mubazir (sia-sia). Proses ini berdasar kepada: (a) Hati nurani manusia budiman, yang tercermin dalam ajaran adat: Pisang emas bawa belayar, Masak sebiji di dalam peti, Hutang emas dapat dibayar, Hutang budi dibawa mati. (b) Kebenaran yang sungguh ikhlas, dengan berdasar pada: berbuat karena Allah bukan kerana ulah. (c) Keputusan yang berpadan, dengan berdasar kepada: hidup sandar-menyandar, pisang seikat digulai sebelanga, dimakan bersama-sama. yang benar itu harus dibenarkan, yang salah disalahkan. Adat murai berkicau, tak mungkin menguak. Adat lembu menguak, tak mungkin berkicau. Adat sebenar

Page 50: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

adat ini menurut konsep etnosains Melayu adalah: penuh tidak melimpah, berisi tidak kurang, yang besar dibesarkan, yang tua dihormati, yang kecil disayangi, yang sakit diobati, yang bodoh diajari, yang benar diberi hak, yang kuat tidak melanda, yang tinggi tidak menghimpit, yang pintar tidak menipu, hidup berpatutan, makan berpadanan. Jadi ringkasnya, hidup itu seharusnya harmonis, baik mencakup diri sendiri, seluruh negara, dan lingkungan hidupnya. Tidak ada hidup yang bernafsi-nafsi. Inilah adat yang tidak boleh berubah (Lah Husni, 1986:51). Dengan demikian, adat yang sebenar adat, maknanya adalah hukum alam sebagai kehendak Tuhan yang menciptakan alam itu. Manusia Melayu haruslah sadar bahwa dirinya menjadi bagian dari alam, seperti yang terdpat dalam tunjuk ajar Melayu: alam yang besar dikecilkan; alam yang kecil dihabisi; alam yang dihabisi dimasukkan ke dalam diri.

(2) Adat yang diadatkan adalah adat itu bekerja pada suatu landasan tertentu, menurut mufakat daripada penduduk daerah tersebut--kemudian pelaksanaannya diserahkan oleh rakyat kepada yang dipercayai mereka. Sebagai pemangku adat adalah seorang raja atau penghulu. Pelaksanaan adat ini wujudnya adalah untuk kebahagiaan penduduk, baik lahir ataupun batin, dunia dan akhirat, pada saat itu dan saat yang akan datang. Tiap-tiap negeri itu mempunyai situasi yang berbeda dengan negeri-negeri lainnya, lain lubuk lain ikannya, lain padang lain belalangnya. Perbedaan keadaan, tempat, dan kemajuan sesuatu negeri itu membawa resam dan adatnya sendiri, yang sesuai dengan kehendak rakyatnya, yang diwarisi daripada leluhurnya. Perbedaan itu hanyalah dalam lahirnya saja, tidak dalam hakikinya. Adat yang diadatkan ini adalah sesuatu yang telah diterima untuk menjadi kebiasaan atau peraturan yang diperbuat bersama atas mufakat menurut ukuran yang patut dan benar, yang dapat dimodifikasi sedemikian rupa secara lentur. Dasar daripada adat yang diadatkan ini adalah: penuh tidak melimpah, berisi tidak kurang, terapung tidak hanyut, terendam tidak basah (Lah Husni, 1986:62). Adat yang diadatkan ini adalah mencerminkan sistem kepemimpinan dalam kebudayaan Melayu. Bahwa yang namanya masyarakat itu mestilah ada pemimpin agar jelas arah kehidupan sosial mereka. Pemimpin tentu saja dipilih yang terbaik dari suatu kumpulan manusia Melayu itu. Pemimpin harus pula memahami ajaran-ajaran agama dan adat. Pemimpin dipilih secara musyawarah dan mufakat, bukan berasaskan kepada demokrasi liberal.

(3) Adat yang teradat adalah kebiasaan-kebiasaan yang secara beransur-ansur atau cepat menjadi adat. Sesuai dengan pepatah: sekali

Page 51: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

air bah, sekali tepian berpindah, sekali zaman beredar, sekali adat berkisar. walau terjadi perubahan adat itu, inti adat tidak akan lenyap: adat pasang turun-naik, adat api panas, dalam gerak berseimbangan, di antara akhlak dan pengetahuan. Perubahan itu hanya terjadi dalam bentuk ragam, bukan dalam hakiki dan tujuan semula. Umpamanya jika dahulu orang memakai tengkolok atau ikat kepala dalam suatu majlis, kemudian sekarang memakai kopiah itu menjadi pakaian yang teradat. Jika dahulu berjalan berkeris atau disertai pengiring, sekarang tidak lagi. Jika dahulu warna kuning hanya raja yang boleh memakainya, sekarang siapa pun boleh memakainya (Lah Husni, 1986:62). Adat yan teradat ini merupakan upaya orang Melayu dalam merespons perubahan-perubahan yang timbul dari dalam berupa inovasi kebudayaan, maupun perubahan-perubahan yang datang dari luar berupa akulturasi kebudayaan.

(4) Adat istiadat adalah kumpulan dari berbagai kebiasaan, yang lebih banyak diartikan tertuju kepada upacara khusus seperti adat: perkawinan, penobatan raja, dan pemakaman raja. Jika hanya adat saja maka kecenderungan pengertiannya adalah sebagai himpunan hukum, misalnya: hukum ulayat, hak asasi dan sebagainya. Adat istiadat ini, secara sosiologis adalah wujud kebudayaan yang berupa aktivitas, terutama yang berkaitan dengan upacara-upacara.

Dari uraian tersebut tergambar dengan jelas bahwa adat dalam kebudayaan Melayu adalah berdasarkan kepada agama Islam. Unsur adat yang dikekalkan atau berubah mestilah mengikuti wahyu yang diturunkan oleh Sang Khalik, yaitu Allah S.W.T. Dengan demikian para leluhur masyarakat Melayu telah mengambil kebijakan yang tepat, dalam rangka tak kan Melayu hilang di dunia. Adat adalah contoh pertemuan harmonis antara Islam dan peradaban Melayu. Penafsiran dan Ciri Budaya Islam dalam Konteks Dunia Melayu Dalam sejarah Islam terdapat berbagai konsep tentang budaya. Segolongan pemikir ada yang menyatakan bahwa Islam adalah wahyu Allah dan termasuk ke dalam agama samawi. Dengan demikian, Islam bukanlah kebudayaan, tetapi seperti yang dikemukakan Natsir (1954) Islam merupakan sumber kekuatan yang mendorong terbitnya suatu kebudayaan. Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah dari langit, melalui malaikat Jibril, dengan cara mewahyukannya kepada Nabi Muhammad. Islam bukanlah hasil atau bagian dari kebudayaan. Sebaliknya kebudayaan bukan bagian dari agama samawi. Kebudayaan hasil ciptaan manusia.

Page 52: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Keduanya berdiri sendiri, namun dapat berhubungan dan membentuk kebudayaan tertentu. Kelompok pemikir lain menyatakan bahawa Ad-dinul Islam, tidak haya terdiri dari “agama” atau “religi” saja, yaitu kumpuan doktrinal yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan. Islam terdiri dari agama dan kebudayaan sekali gus, yaitu Ad-din yang berasaskan Al-Qur’an dan Sunnah (Hadis), disempurnakan dengan ijtihad (penafsiran keagamaan). Namun, Islam sebagai agama adalah agama wahyu dan agama samawi. Bahwa ruang lingkup ajaran Islam mencakup segi agama dan kebudayaan sekali gus. Islam selain mengatur segi-segi ritual keagamaan juga mengandung ajaran-ajaran yang dapat dijadikan asas kebudayaan (Gazalba 1965:21-30).

Mohammad Natsir dalam tulisan-tulisannya pada akhir tahun 1930-an telah menjelaskan bahwa berbagai asas kebudayaan Islam yang pada intinya merupakan ajaran yang mengandung roh intiqat atau ”kekuatan menyiasat” dan menyelidiki kebenaran yang ditanamkan oleh Islam kepada para pemeluknya. Hasil berpikir umat Islam ini dalam sejarah telah memperlihatkan ke muka bumi, bagaimana umat Islam telah mempunyai persediaan untuk menerima multi-budaya dari bangsa-bangsa terdahulu: Yunani, Romawi, Persia, India, dan lainnya. Bagi Natsir agama datang, membangunkan, membangkitkan, serta menggemarkan akal untuk berpikir. Manusia harus memakainya dengan sebaik-baiknya sebagai suatu nikmat Ilahi yang maha indah. Namun NAtsir juga mengingatkan fungsi agama adalah mengendalikan atau mempolarisasikan akal. Agama datang mengalirkan akal mengikuti aliran yang benar, jangan melantur ke arah mana pun. Islam datang bukan melepaskan akal seperti melepaskan kuda di tengah lapangan pacuan. Agama mengatur mana yang dilarang dan mana yang disuruh.

Dengan demikian para pemikir gerakan Islam di Dunia Melayu pada dasarnya sepakat untuk membedakan “agama” sebagai wahyu Allah dan “kebudayaan” sebagai hasil karya manusia. Secara kontekstual keduanya memiliki hubungan, bukan saling berdiri sendiri. Oleh kerana itu, kebudayaan manusia wajib berasas dan dibentuk oleh ajaran agama (Ad-din). Bukan kebalikannya. Agama mengarahkan arah yang tepat dalam berkebudayaan atau berperadaban. Manusia adalah makhluk yang memiliki berbagai kelemahan, untuk itu perlu dibimbing oleh agama. Namun di sisi lain, manusia adalah khalifah (pemimpin) di muka bumi ini, dengan berbagai kelebihan-kelebihannya. Terutama kalau dibandingkan dengan hewan maka kebudayaan manusia terus berkembang dalam ruang dan waktu yang ditempuhnya, sepanjang zaman.

Page 53: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Dalam pandangan Islam, aqidah, syariah, dan akhlak jika dilaksanakan dengan sungguh-sungguh akan berpengaruh kepada pembentukan dan pengembangan unsur-unsur kebudayaan seperti politik, ekonomi, sosial, teknologi, pendidikan, dan lain-lainnya. Yang ditekankan adalah pelaksanaan ajaran Islam. Pengaruhnya akan timbul dalam prilaku. Namun, dalam merumuskan konsep-konsep, dicari dahulu ajaran-ajaran yang relevan dan mengatur bidang-bidang kebudayaan itu. Yang tidak secara eksplisit diatur, akan dipikirkan secara sendiri, melalui ijtihad, penggunaan akal pikiran dan ilmu pengetahuan.

Dari perbedaan penafsiran tentang budaya Islam di atas, sebenarnya kedua kubu sama-sama sefaham, bahwa dalam Islam agama adalah wahyu yang memiliki otentisitas langsung dari Tuhan. Dalam hal ini tidak ada campur tangan atau pengelolaan atau pendistorsian manusia. Wahyu ini wajib menjadi rujukan polarisasi seni budaya Islam. Sementara hal-hal yang direka, dicipta, dikelola, dan dijalankan manusia lebih berdimensi kebudayaan ketimbang kewahyuan. Oleh karena itu, keduanya harus berjalan beriring, agar arah peradaban menjadi jelas dan emncakup aspek dunia dan akhirat sekali gus. Adapun ciri-ciri kebudayaan Islam adalah berdasarkan kepada ajaran-ajaran agama Islam dengan dua sumbernya iaitu Al-Qur’an dan Hadis. Dengan demikian segala kegiatan atau hasil budaya wajib merujuk kepada ajaran agama. Ciri lain kebudayaan Islam adalah menyeimbangkan antara keperluan dunia (materi) dan akhirat (ukhrawi).

Menurut para pakar kebudayaan, ciri-ciri sebuah kebudayaan (peradaban) adalah: penyebaran teknik pertanian, pengairan yang sistematik, peternakan, pengkhususan kerja, urbanisasi, terbentuknya negara, munculnya kelas sosial, tulisan, perdagangan, dan revolusi penciptaan (Yahaya 1998). Ciri-ciri ini juga menjadi bagian kebudayaan Islam. Selain itu, ciri lain kebudayaan Islam adalah meletakkan tiga hal sebagai dasar, yaitu: akidah, akhlak, dan ilmu. Akidah sebagai kepercayaan sepenuhnya kepada Keesaan Allah. Ciri ini sangat penting dalam kebudayaan Islam karena ia melahirkan masyarakat yang tidak hanya menekankan kepada aspek kebendaan saja, tetapi juga menekankan aspek rohani, menyeimbangkan kepentingan kedua-duanya. Akidah yang sama ini menjadi dasar dalam hubungan antara semua muslim dunia, sebagai satu saudara. Akhlak dan ilmu menjadi penting juga dalam kebudayaan Islam. Kedua aspek itu membentuk pemikiran yang paling penting dalam kebudayaan Islam sejak zaman Nabi Muhammad hingga kini. Bahkan masalah akhlak diberikan penekanan yang intens di dalam Al-Quran.

Page 54: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Ciri-ciri lain kebudayaan Islam ialah sifatnya yang universal, terbuka, mampu melewati semua zaman, toleransi, serta integrasi dalam berbagai perbedaan yang alami. Islam menyumbangkan dasar bagi bersatunya berbagai perbedaan bangsa, bahasa, dan ras. Telah dibuktikan sejarah bahawa kebudayaan Islam telah melintasi ruang dan waktu sepanjang zaman, serta memberikan sumbangan bagi peradaban dunia. Pandangan Islam terhadap manusia dan kebudayaannya adalah seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an berikut ini.

Artinya: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan dan Kami menjadikan kamu bangsa dan puak supaya kamu berkenal-kenalan, sesungguhnya semulia-mulia kamu di sisi Allah ialah orang yang bertakwa di antara kamu.” (Qur’an, surah Al-Hujurat:13).

Dalam persepsi ajaran-ajaran Islam terdapat berbagai terminologi yang berkaitan erat dengan istilah kebudayaan iaitu: millah, ummah, hadarah, at-tahaqofah, tamaddun, adab dan lainnya—yang intinya adalah merujuk kepada kebudayaan masyarakat yang islami. Dalam konteks Asia Tenggara istilah masyarakat madani, masyarakat hadhari, lazim pula digunakan. Kebudayaan dalam Islam adalah menyeimbangkan antara aspek materi dan rohani serta tujuan hidup adalah dunia ini sendiri dan akhirat kelak. Seni Budaya Islam di Alam Melayu

Sebagai sebuah agama yang dipandang sempurna oleh pengikutnya, maka Islam di rantau Alam Melayu cukup besar memberikan sumbangan keberadaan seni budaya. Seni budaya Islam di Asia Tenggara ini, mencakup berbagai bidang seni, seperti seni pertunjukan (musik, tari, teater, upacara-upacara, dan lainnya), seni arsitektur, seni rupa, dan seni media.

Seni musik yang kuat mengekspresikan nilai-nilai Islam di kawasan Dunia Melayu di antaranya adalah genre zapin, marhaban, barzanji, nobat,

Page 55: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

nasyid, hadrah, rodat, gambus, kasidah, ghazal, dan lain-lainnya. Seni musik Islam ini biasanya difungsikan secara sosial dalam upacara-upacara yang berkaian dengan agama Islam, seperti perkawinan, khatan, menabalkan anak, akikah, dan lain-lainnya.

Musik nobat menjadi lambang kebesaran negara dan ada hubungannya dengan struktur sosial. Secara etnomusikologis, nobat diperkirakan berasal dari Persia. Perkataan nobat berasal dari akar kata naba (pertabalan), naubat berarti sembilan alat musik. Kata ini kemudian diserap menjadi salah satu upacara penobatan raja-raja Melayu. Nobat yang dipercayai berdaulat telah diinstitusikan sejak zaman Kesultanan Melayu Melaka pada abad kelima belas. Ensambel musik ini dapat memainkan berbagai jenis lagu dan orang yang memainkannya dihidupi oleh kerajaan dan disebut dengan orang kalur (kalau). Alat-alat musik nobat dipercayai mempunyai daya magis tertentu, dan tak semua orang dapat menyentuhnya. Nobat menjadi musik istiadat di istana-istana Patani, Melaka, Kedah, Perak, Johor, Selangor, dan Trengganu. Alat-alat musik nobat yang menjadi asas adalah: gendang, nafiri, dan gong. Namun, serunai, nobat besar dan kecil, dan gendang nekara juga dipergunakan.

Boria adalah sebuah genre musik dan tari yang diperkirakan berasal dari Pulau Pinang. Pertunjukan boria umumnya dilakukan pada awal (tanggal 1 sampai 10) bulan Muharram setiap tahun. Pada saat itu setiap kumpulan boria pergi ke suatu tempat yang dianggap sebagai Padang Karbala, dan sebagai tempat penolak bala. Genre musik dan tarian ini berhubungan dengan kaum Yazid dari Persia untuk memperingati kemenangan mereka dalam perang bersama dengan Hassan dan Hussein cucu Nabi Muhammad. Secara historis, boria ini datang bersama orang-orang Hindustani pada saat Pulau Pinang dibuka oleh Inggeris.

Ghazal adalah musik Melayu berupa hasil olahan seni dari budaya musik Hindustani. Di dalamnya terdapat alat musik sarenggi, sitar, harmonium, dan tabla. Orang Melayu menerima musik ini karena berkaitan erat dengan fungsi keagamaan. Lagu-lagunya sebagian besar memuji Allah dan Nabi Muhammad. Alat-alat musik Hindustan seperti harmonium dan tabla tetap dipergunakan sementara sarenggi digantikan biola; dan sitar digantikan gambus, dan ditambah gitar.

Komedi stambul adalah hasil pertemuan antara budaya Melayu Semenanjung Malaysia dengan Melayu di Indonesia yang berasaskan cerita Arabian Nights. Genre musik ini menyesuaikan unsur-unsur musik Barat dan Asia yang menyebabkan dapat menarik minat segenap lapisan

Page 56: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

masyarakat. Pengaruh musik dari Timur Tengah dalam kebudayaan Melayu adalah gambus atau zapin.

Di antara tokoh-tokoh seniman musik Islam dalam Alam Melayu adalah Prof. H. Ahmad Baqi yang dikenal sebagai tokoh musik Gurun Sahara atau irama padang pasir, Dra. Nurasiah Jamil sebagai tokoh nasyid, Fadzil Ahmad sebagai raja oudh dari Malaysia, Rhoma Irama tokoh musik Melayu yang Islamik dari Tanah Sunda, dan masih banyak lagi yang lainnya. Kemudian kita lihat sumbangan Islam terhadap seni budaya tarian Melayu.

Tari-tarian Melayu menurut Sheppard dapat diklasifikasikan ke dalam enam kelompok, yaitu: (1) tari ashek yang sangat terkenal, (2) tari yang terdapat dalam drama tari makyong dengan pola lantai berbentuk lingkaran dan gerakan tarinya yang lambat, (3) tarian yang sellau dikaitkan dengan panen padi atau panen hasil pertanian lainnya yang sifatnya adalah musiman. Jenis tarian yang ketigha ini populer hampir di seluruh Semenanjung Malaysia, tetapi sekarang hanya mampu bertahan dibagian utara saja. (4) Ronggeng, yaitu tarian yang awalnya dari Melaka pada abad ke-16, yang kemudian menyebar dan populer di mana-mana. Tari ini dip-erkirakan berkembang selama pendudukan Portugis di Melaka, dan strukturnya memperlihatkan pengaruh budaya Portugis, yang dapat bertahan terus selama lebih dari empat abad. Tari ini disebut juga sebagai tari nasional Malaysia. (5) Tari-tarian yang berasal dari Arab, yaitu zapin, rodat, dan hadrah, yang diperkenalkan oleh orang-orang Arab. (6) Tari yang awalnya berkembang di Perlis tahun 1945, yang kemudian menyebar ke seluruh Semenanjung Malaysia. Tari ini disajikan oleh sekelompok penari dengan iringan musik khusus (1972: 82-83).

Menurut penulis, di Dunia Melayu, tari-tarian Melayu berdasarkan akar budaya dan fungsinya, dapat diklasifikasikan sebagai berikut. (1) Tari-tarian Melayu yang mengekspresikan kegiatan yang berhubungan dengan pertanian, contohnya tari ahoi (mengirik padi), mulaka ngerbah (menebang hutan), mulaka nukal (menanam benih padi ke lahan pertanian), hala, gunungan, ulik bandar (tarian upacara simbolis menabur benih padi), ulik gaboh (tarian selepas menuai padi), lerai padi (mengirik padi ala Semnanjung Malaysia), tumbuk padi (tarian menumbuk padi), ketam padi (mengetam padi), ulik mayang (pengobatan), belian (pengobatan tradisional), tari balai, dan lainnya. (2) Tari-tarian Melayu yang mengekspresikan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan nelayan, contohnya tari lukah menari mempergunakan properti jalan untuk menangkap ikan), tari jala (membuat jala), gubang (tarian yang

Page 57: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

mengekspresikan nelayan yang memohon kepada Tuhan agar angin diturunkan supaya mereka dapat berlayar kembali, pada saat mengalami mati angin di lautan), mak dayu (tarian yang mengekspresikan hubungan nelayan dengan kehidupan ikan-ikan di laut), tari belian (tari pengobatan dalam budaya masyarakat nelayan).

Kemudian (3) tari-tarian yang menggambarkan kegiatan di istana, contoh tari asyik, yaitu tarian di istana raja Kelantan abad ke-14, yang ditarikan oleh para dayang istana yang disebut juga asyik, (4) Tari-tarian yang menirukan atau mimesis kegiatan alam sekitar, misalnya ula-ula lembing (menirukan gerakan-gerakan ular). (5) Tari-tarian yang berkaitan dengan kegiatan agama Islam, contohnya hadrah (puji-pujian terhadap Allah dan Nabi-nabi), zapin (tarian yang diserab dari Arab dengan pengutamaan pada gerakan kaki); rodat, adalah tarian yang mengungkapkan ajaran agama Islam. Rodat dipercayai dibawa oleh para pedagang dari Sambas dan Pontianak ke istana Trengganu dan selalu dipertunjukkan waktu perayaan istana kerajaan. (6) Tari-tarian yang berkaitan dengan kekebalan contonya dabus.

Selepas itu, (7) tari-tarian yang fungsi utamanya hiburan, dan mengadopsi berbagai unsur budaya, Seperti Barat, Timur Tengah, India, China, dan lain-lain. Misalnya ronggeng dan joget, yang repertoarnya terdiri dari senandung, mak inang, dan lagu dua, ditambah berbagai unsur teri etnik Nusantara dan Barat, termasuk juga tari-tari yang dikembangkan dari genre ronggeng/joget seperti mak inang pulau kampai, melenggok, lenggang patah sembilan, lenggok mak inang, persembahan, campak bunga, anak kala, cek minah sayang, makan sireh, dondang sayang, gunung banang, sapu tangan, asli selendang, tari lilin, serampang, tudung periuk, dan yang paling populer adalah tari serampang dua belas. (8) Tari yang berkaitan dengan olah raga, misalnya pencak silat atau tari silat dan lintau. (9) Tari-tarian yang berkaitan dengan upacara perkawinan atau khitanan, yaitu tari inai (disebut juga tari piring atau lilin). Tari ini juga dipersembahkan di istana raja Kelantan pada saat golongan bangsawan berkhatam Al-Quran. Tari joget Pahang yaitu tari istana di Pahang yang kemudian juga populer pada masyarakat awam.

(10) Tari-tarian dalam teater Melayu, seperti dalam makyong, mendu, mekmulung, jikey, dan lainnya. (11) Tari-tarian garapan baru, yaitu tari-tari yang diciptakan oleh para pencipta tari Melayu pada masa-masa lebih akhir dalam sejarah tari Melayu yang berdasarkan kepada perbendaharaan tari tradisional, misalnya tari: ulah rentak angguk terbina, zapin mak inang, zapin menjelang Maghrib, zapin Deli, zapin Serdang, daun semalu, rentak

Page 58: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

semenda, ceracap, lenggang mak inang, senandung mak inang, tampi, mak inang selendang, zapin kasih dan budi, demam puyoh, dan lain-lain.

Dari deskripsi di atas tergambar dengan jelas bahwa tari-tarian Melayu sebahagiannya kuat mengekspresikan kebudayaan Islam yang bersifat kemelayuan. Di antaranya adalah tari zapin, rodat, dan hadrah. Tari-tarian ini juga biasanya difungsikan ke dalam upacara-upacara atau kegiatan yang berhubungan dengan agama Islam.

Selain dari seni persembahan, Islam juga menyumbangkan peranan yang besar terhadap seni arsitektur (seni bina). Arsitektur yang berkembang di kawasan ini di antaranya adalah arsitektur berbagai mesjid, yang memiiki muatan budaya Melayu, India dan Timur Tengah. Istana-istana raja-raja Melayu pun biasanya menggambarkan akulturasi budaya yang unik ini. Selain seni arsitektur, Islam juga menymbangkan seni tulisan yang lazim disebut dengan khat aatau kaligrafi. Tulisan ini biasanya menggunakan huruf-huruf Arab dalam bahasa Arab atau tulisan dan bahasa Melayu Jawi. Di beberapa kawasan Melayu, seni kaligrafi ini diperlombakan. Penutup Bahwasanya masyarakat Dunia Melayu memiliki akar budaya dan sejarah yang sama sejak awal. Mereka juga memiliki budaya yang saling memakai dan meminjamkan. Mereka memiliki hubungan kekeluargaan. Namun selepas pertengahan abad ke-20 mereka merdeka dalam arti fisik dari penjajahan dan menjadi dua negara yang seakan-akan terpisah—namun dalam perasaan bersatu dalam Dunia Melayu. Kini mereka menghadapi cabaran globalisme. Diperlukan kerjasama masyarakat rantau ini dalam menemukan dan mengarahkan jati dirinya di bawah lindungan Allah.

Islam adalah sebuah agama yang diyakini sebahagian besar penganutnya sebagai agama yang sempurna. Pembaharuan tafsir keagamaan berdasaran perkembangan zaman memang dianjurkan dalam Islam, namun wajib mengikuti proses yang benar, dan menempatkan Al-Quran dan Hadits sebagai sumber otentisitas wahyu Allah, bukan untuk mendekonstruksi atau menghancurkannya berdasarkan rasionalitas pikiran manusia, yang sifatnya terbatas.

Kemungkaran terbesar dalam sejarah Islam adalah upaya yang menghancurkan tauhid Islam, baik secara eksternal apalagi internal, seperti paham leberalisme dan pluralisme agama, faham yang melegitimasi kekufuran dan kemusyrikan. Allah S.W.T. sudah menegaskan (yang artinya): “Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) neraka jahanam; mereka kekal di dalamnya.” (Q.S.

Page 59: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

98:6). “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (Q.S. 4:48). Dan mereka berkata: “Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu dan bumi terbelah dan gunung-gunung runtuh, karena mereka menuduh Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak.” (QS 19:88-91).

Semoga umat Islam tidak terpecah belah dengan munculnya faham liberalisme agama, bahkan menyatukannya dalam ukhuwah Islamiyah, membangun peradaban Dunia yang dianjurkan oleh Allah. Bagaimanapun kerasnya tantangan pemikiran, jalan terbaik adalah kembali kepada dua sumber hukum Islam sebagai sublimasi wahyu-wahyu Allah, Al-Quran dan Hadits. Wassalam. Daftar Pustaka Garraghan, GilbertJ., S.J. 1957. A Guide o Historical Method. New York: Fordam

University Press. Gazalba, 1965. Masjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Penerbit

Indonesia. Gillin, G.L. dan J.P. Gillin. 1954. For a Science of Social Man. New York:

McMillan. Goldsworthy, David J., 1979. Melayu Music of North Sumatra: Continuities and

Changes. Sydney: Disertasi Doktoral Monash University. Hajjah Noresah bt Baharon dkk. (eds.), 2002. Kamus Dewan Edisi Ketiga. Kuala

Lumpur: Dewan Bahasa dam Pustaka. Hall, D.G.E., 1968. A History of South-East Asia. St. Martin Press, New York. Mahayudin Hj. Yahaya, 2001. Tamadun Islam. Shah Alam Selangor Dahrul Ehsan:

Penerbit Fajar Bakti Sdn. Bhd. Mohammed Ghouse Nasharuddin,, 2000. Teater Tradisional Melayu. Kuala

Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Mohd Anis Md. Nor, 1995. "Lenggang dan Liuk dalam Tari Pergaulan Melayu,"

Tirai Panggung, jilid 1, nomor 1. Mohd. Zain Hj. Hamzah, 1961. Pengolahan Muzik dan Tari Melayu. Singapura:

Dewan Bahasa dan Kebudayaan Kebangsaan. Nettl, Bruno, 1973. Folk and Traditional of Western Continents, Englewood Cliffs,

New Jersey: Prentice Hall. Sheppard, Mubin, 1972. Taman Indera: Malay Decorative Arts and Pastimes.

London: Oxford University Press.

Page 60: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Wan Abdul Kadir, 1988. Budaya Popular dalam Masyarakat Melayu Bandaran. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Tentang Penulis Fadlin atau nama lengkapnya Fadlin bin Muhammad Dja’far, adalah seorang dosen di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara. Dilahirkan di Medan tanggal 20 Februari 1961. Menamatkan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas di Kota Tebingtinggi. Tahun 1980 masuk menjadi mahasiswa Etnomusikologi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara dan menamatkannya tahun 1988. Setelah itu ia diangkat menjadi dosen di Jurusan Etnomusikologi FS USU, dan kemudian menjabat sekretaris Jurusan tahun 1990 sampai 1999. Ia juga menjadi ketua Lembaga Kesenian USU, dan aktif melakukan kajian dan pertunjukan kesenian. Kini sedang mengikuti pendidikan master di Akademi Pengajian Melayu Jabatan Sosiobudaya Melayu, University Malaya Kuala Lumpur Malaysia sedang menulis tesis dengan tema songket Batubara, e-mail: [email protected].

Page 61: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721

PERTUNJUKAN REOG PONOROGO PADA UPACARA PERKAWINAN ADAT JAWA

DI KAMPUNG KOLAM TEMBUNG DELI SERDANG

Dina Mayantuti Sitopu

Sarjana Seni dari Departemen Etnomusikologi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

Abstract

This paper will be describe and analyze abot the exixtention of reog Ponorogo, one of some Javanese (suku Jawa) performing arts in North Sumatera Province, Indonesia. The Javanese is one the majority ethnic in North Sumatra, but they are not native ethnic, they are immigrant ethnic from Java Island, which migrate to this area since 1850s. As its name, this cultural performance come from Ponorogo, the ane area in East Java. In Kampung Kolam, this performing art genre come in 1965, bring by Mbah Miseni. This genre shaped by music, dance, and theatre. Always use and function to Javanese North Sumatran cunstom marriage ceremony..

Latar Belakang Masalah

Reog7 merupakan seni pertunjukan masyarakat Jawa yang di dalamnya terdapat unsur-unsur, yang meliputi : tari, drama dan musik. Dalam setiap pertunjukan reog disajikan dalam bentuk sendratari, yaitu suatu tarian dramatik yang tidak berdialog dan diharapkan gerakan-gerakan tarian tersebut sudah cukup untuk mewakili isi dan tema dari tarian tersebut (Supartha, 1982:38). Reog berasal dari Jawa Timur di kota Ponorogo, oleh sebab itulah dinamakan reog Ponorogo8. Masuknya reog di Sumatera Utara pada tahun 1965 yang di bawa oleh Mbah Miseni. Mbah Miseni adalah seorang seniman dari Jawa Timur yang pertama sekali membawa masuk reog ke Sumatera Utara tepatnya di Desa Kampung Kolam. Awal beliau datang ke Sumatera hanya untuk mencari pekerjaan dan beliau datang berdasarkan

7Penyebutan pertama akan di cetak miring, selanjutnya tidak, dengan tujuan untuk

efisiensi penulisan. 8Penyebutan pertama menggunakan Reog Ponorogo, untuk penyebutan berikutnya

hanya dengan kata Reog saja.

Page 62: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

usahanya sendiri bukan sebagai kuli kontrak yang di datangkan ke Sumatera Utara. Walaupun beliau berada di luar daerah asalnya namun beliau tetap melestarikan kesenian tradisionalnya dengan cara memperkenalkan kepada masyarakat, sampai saat ini reog dapat tumbuh dan berkembang ditengah kesenian lain yang ada di Sumatera Utara. Etnik terbesar di Sumatera Utara yang banyak membawa beberapa kesenian dari daerah asalnya adalah etnik Jawa. Kedatangan orang-orang Jawa ke Sumatera juga diikuti dengan beberapa kesenian yang sampai saat ini masih tetap mereka pertunjukkan. Misalnya wayang kulit, wayang orang, ketoprak dan reog serta kuda kepang. Kesenian tersebut tetap eksis di beberapa daerah yang di huni oleh komunitas orang Jawa seperti di Tembung, Tanjung Morawa, Stabat, dan Marelan, walaupun kesenian tersebut hanya sebagai hiburan belaka. Sampai saat ini masih banyak orang-orang Jawa yang memelihara dan mempertunjukkan keseniannya di beberapa daerah di Sumatera Utara. Salah satunya adalah Sanggar Langen Budoyo di Tembung. Awal perjumpaan penulis dengan group kesenian ini adalah pada saat mereka mengisi acara pada sebuah acara Imlek bersama di Lubuk Pakam. Acara ini menampilkan berbagai etnik yang ada di Sumatera Utara, baik etnik asli maupun etnik pendatang. Pada kesempatan yang sama penulis berperan sebagai pengisi acara yang mewakili etnik Batak Toba. Setelah pertunjukan selesai penulis melakukan wawancara dengan beberapa pemain dan sesepuhnya. Dari penjelasan mereka inilah penulis merasa tertarik dan tertantang untuk mengetahui lebih banyak lagi tentang kesenian ini, setelah selesai wawancara penulis meminta alamat sanggar group kesenian ini. Beberapa hari kemudian penulis mendatangi sanggar tersebut untuk melakukan penelitian sebagai bahan dasar untuk penulisan skripsi.

Dari beberapa buku tentang Pertunjukan Rakyat Jawa (Pigeaud: 1938; Ahimsa: 2000; Nursilah: 2001), menyatakan bahwa ciri yang paling menonjol dalam pertunjukan reog adalah menggunakan properti topeng dhadhak merak (topeng berukuran 50 kg yang memiliki dua kepala harimau dan merak), kuda-kudaan yang terbuat dari sayatan bambu atau disebut dengan kepang (tiruan binatang kuda yang terbuat dari anyaman bambu dan berbentuk pipih), dalam kesenian reog terdapat unsur mistik, pemakaian alat musik Jawa (gamelan), iringan gendhing reogan yang bentuknya lebih sederhana dari pada gendhing-gendhing tradisonal klasik Jawa yang lebih rumit dan diulang-ulang selama pertunjukan berlangsung.

Senen (1983: 13), menyatakan bahwa:

Page 63: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Musik dan tari bisa dikatakan bersaudara, karena mempunyai ciri yang hampir sama, yaitu ritme (degupan tekanan), bentuk kolotomi (kumpulan nada-nada yang mengandung ritme, melodi dan struktur yang harmonis), dinamika (sifat kontras seperti keras-lirih, patah-patah, mengalun) dan harmoni. Apabila melihat pertunjukan tari, maka tidak akan bisa mengesampingkan musik yang mengiringinya. Pertunjukan tari tanpa iringan musik barangkali akan terlihat hambar, hal ini menjadikan sangat jelas bahwa musik benar-benar sangat berperan dalam mengiringi sebuah pertunjukan tari.

Berdasarkan keterangan dari salah seorang informan serta dari hasil

pengamatan penulis pada tesis Nursilah terdapat perbedaan antara reog yang ada di Jawa Timur dengan reog yang ada di Desa Kampung Kolam. Menurut Nursilah di Jawa Timur reog merupakan bentuk kesenian rakyat yang dapat ditampilkan dalam dua versi, pertama ditampilkan pada saat festival reog se kabupaten. Kedua, ditampilkan untuk keperluan adat, desa ataupun perorangan. Reog yang ditampilkan pada saat festival biasanya membawakan cerita yang menggambarkan tentang bagaimana perjalanan rombongan prajurit ponorogo yang akan melamar putri dari kediri, sedangkan reog yang ditampilkan untuk keperluan adat, desa ataupun perorangan cerita yang di bawakan sesuai dengan hajatan atau acara yang diadakan (Nursilah, 2001:105-106).

Reog yang ada di Desa Kampung Kolam sudah sangat berbeda dari bentuk aslinya yang ada di Jawa Timur. Pertunjukan reog di Deli Serdang hanya untuk keperluan pribadi ataupun perorangan. Perbedaan itu bukan hanya terdapat dalam segi konteks tetapi juga dalam beberapa aspek seperti : instrument, musik pengiring, kostum, riasan, urutan pementasan, tempat pementasan, kegunaan, personil pendukung, dan tema cerita.

Pertunjukan reog di Desa Kampung Kolam dapat dilihat dari tema cerita yang dibawakan selalu disesuaikan dengan kondisi kehidupan masyarakat serta acara yang diadakan, misalnya pada acara perkawinan cerita yang dibawakan menggambarkan tentang kisah percintaan. Terkadang tema bukan menjadi hal yang penting pada pertunjukan yang mereka bawakan bahkan mungkin banyak anggota masyarakat yang tidak mengetahui jalan ceritanya karena hal yang terpenting bagi mereka adalah kegembiraan dan keterlibatan para penonton dalam setiap pertunjukan. Urutan tarian yang ditampilkan menjadi: tari Bujangganong, tari Jathilan, dan tari Barongan (dhadhak merak) karena hal ini dianggap dapat mempersingkat jalannya pertunjukan. Pigeaud (1938: 229), menyatakan bahwa:

Page 64: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Tari jathilan adalah semacam tari pertunjukan kuda, karena para penarinya menggunakan properti kuda-kudaan yang terbuat dari bilah-bilah bambu yang ditipiskan dan dianyam (kepang). Ada juga yang menyebutnya pertunjukan kuda kepang, karena bahan untuk membuat kuda-kudaan dari bahan kepang. Ada yang menyebutnya ebeg, ebleg, embleg atau embeg yang biasanya sebutan ini digunakan di daerah Jawa Tengah bagian barat. Makin ke timur sampai ke Surakarta dan Ponorogo, pertunjukan ini disebut reog, akhirnya di daerah Kediri dan di Jawa Timur, namanya adalah jaranan atau jaran kepang.

Musik yang digunakan untuk mengiringi pertunjukan reog adalah

instrumental pengiringnya tidak menggunakan seperangkat gamelan Jawa melainkan hanya menggunakan kendang, ketipung, kenong, angklung, slompret dan gong Gerakan tarian yang dibawakan lebih atraktif dan menghibur9. Keterampilan dan keahlian yang dilakukan pembarong berupa berguling-guling ditanah serta menaikkan penganten ataupun penonton diatas topeng dhadhak merak yang dikenakannya. Dalam setiap pertunjukan satu group terdiri dari 20 orang pemain, yaitu 10 orang pemusik, 2 orang bujangganong, 2 orang pembarong, 2 orang jathilan, 2 orang sesepuh yang akan melakukan ritual dan 2 orang pemain lagi berperan sebagai penyemarak yang berteriak-teriak dibelakang panggung10.

Melihat kenyataan bahwa konteks penyajian reog di Desa Kampung Kolam hanya terbatas pada perorangan dan kelompok, maka penulis mengadakan penelitian terhadap reog ponorogo dalam konteks perkawinan. Hal ini disebabkan karena reog lebih sering dipertunjukan pada saat perkawinan, sehingga lebih mungkin diadakan penelitian secara maksimal.

Oleh karenanya penulis tertarik untuk membahas lebih dalam lagi tentang kesenian tradisional khas ponorogo di Desa Kampung Kolam dan penulis akan menjabarkan lebih lengkap lagi tentang pertunjukan reog dalam konteks upacara perkawinan masyarakat Jawa ke dalam tulisan dengan judul :

Setelah penulis meneliti kesenian reog ponorogo ternyata banyak sekali yang dapat di jadikan sebagai bahan penelitian seperti: karakter reog, kostum, pertunjukan tari yang meliputi pola lantai dan gerak tari, durasi pertunjukan, instrumen dan musik pengiring. Oleh karena itu, saya lebih

9Wawancara dengan Bapak Suparno selaku pimpinan sanggar pada tanggal 08 Maret

2008. 10 Berdasarkan hasil penelitian penulis dilapangan pada 15 Juni 2008.

Page 65: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

memfokuskan pembahasan kepada beberapa aspek saja walaupun secara umum tidak dapat dipisahkan maka penulis merasa perlu untuk memfokuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana deskripsi jalannya pertunjukan reog ponorogo pada upacara

perkawinan masyarakat Jawa di Desa Kampung Kolam Tembung. 2. Apa saja fungsi pertunjukan reog pada upacara perkawinan masyarakat

Jawa di Desa Kampung Kolam Tembung. Teori Teori merupakan alat yang terpenting dari suatu pengetahuan. Tanpa teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu pengetahuan (Koentjaraningrat1973:10). Sebagai pedoman dalam tulisan ini penulis menggunakan beberapa teori yang berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini.

Untuk mendeskripsikan pertunjukan maka penulis menggunakan teori Milton Siger (dalam MSPI, 1996:164-165) yang Menjelaskan bahwa pertunjukan selalu memiliki: (1) waktu pertunjukan yang terbatas, (2) awal dan akhir, (3) acara kegiatan yang terorganisir, (4) sekelompok pemain, (5) sekelompok penonton, (6) tempat pertunjukan dan, (7) kesempatan untuk mempertunjukannya.

Untuk melihat apa-apa saja komponen upacara, maka penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1985:243) yang menyatakan bahwa komponen upacara ada 4, yaitu: (1) tempat upacara, (2) saat upacara, (3) benda-benda dan alat-alat upacara, dan (4) orang yang melakukan dan memimpin upacara.

Untuk melihat fungsi pertunjukan reog penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Soedarsono (2002:118) yang menyatakan bahwa "secara garis besar fungsi seni pertunjukan dalam kehidupan manusia bisa dikelompokkan menjadi tiga, yaitu”: (1) sebagai sarana ritual, (2) sebagai sarana ritual, dan (3) sebagai presentasi estetis”.

Sejarah Masuknya Suku Jawa Di Kabupaten Deli Serdang

Sumatera Utara merupakan Propinsi yang banyak di huni oleh berbagai suku dan etnik, baik yang berasal dari Pulau Jawa maupun dari luar Pulau Jawa. Masyarakat Jawa Timur merupakan salah satu kelompok etnik pendatang yang ada di Indonesia di antaranya berdiam di Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara.

Page 66: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Pada awal abad ke- 20 masyarakat Jawa datang dan memasuki wilayah Sumatera Utara dengan menjadi kuli kontrak (koeli contarct)11 hal lain yang menjadi faktor utama masyarakat Jawa datang ke Sumatera Utara adalah tidak terlepas dari perkembangan daerah Sumatera Utara sebagai daerah perkebunan yang dikelola perusahaan perkebunan Belanda bermodal asing yang dilengkapi dengan perangkat administrasi nya, yang disebut dengan onderneming-onderneming yang berdiri sekitar tahun 1864 (Karl J. Pelzer 1985:12).

Pada tahun 1863, Jacobus Nienhuys, seorang pengusaha Belanda yang telah lama tinggal di Batavia, datang ke Deli dan mendapat kontrak dari Sultan Deli untuk menanam tembakau selama 20 tahun di Sumatera Timur. Nienhuys mulai membuka sebuah ladang di Martubung dengan 88 orang kuli Cina dan 23 kuli Melayu (Sinar 2006:207). Hasil tembakau dari kebun Martubung ini mendapat sambutan yang baik oleh Belanda karena dianggap tembakau yang berkualitas sangat baik (van Papenrecht 1927 dalam Sinar 2006:207). Pada tahun 1866, Janssen dan Clemen memberikan bantuan modal kepada Neienhuys untuk mendirikan sebuah perusahaan perkebunan tembakau yang diberi nama Deli Maatschapij.

Pada saat itu pasar tembakau di Eropa sedang meningkat pesat, dan tembakau yang dihasilkan oleh perkebunan Deli mampu menembus pasaran Eropa karena tembakau Deli memiliki kualitas yang sangat baik. Maka Nienhuys memperpanjang kontraknya dengan Sultan Deli pada tanggal 8 April 1867 selama 99 tahun. Nienhuys juga membuka perkebunan tembakaunya yang lain di Sunggal pada tahun 1869 dan Sungai Besar dan Kelumpang pada tahun 1875, karena semakin luas dan semakin bertambahnya kebun sehingga memerlukan semakin banyak kuli (Sinar, 2006:207).

Sejak dibukanya perkebunan pertama, kebutuhan kuli dapat dipenuhi dengan mendatangkan kuli orang Cina dan India dari P. Pinang dan Singapura. Saat itu Cina sedang mengalami kelebihan penduduk dan krisis pengangguran yang sangat parah. Sehingga perusahaan-perusahaan swasta di Hindia-Belanda pada saat itu dengan mudah mengimpor kuli melalui agen-agen dan makelar buruh.

11Koeli kontrak adalah struktur perburuhan yang mengharuskan pekerjanya terikat perjanjian bekerja pada perusahaan perkebunan pemerintahan kolonial maupun perusahaan swasta milik asing dengan syarat dan aturan tertentu. Pada masa onderneming buruh yang dipekerjakan sebagai koeli kontrak adalah orang-orang Jawa dan Cina yang merupakan populasi terbesar pada masa itu, kemudian orang Batak dan India.

Page 67: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Tahun berikutnya merupakan tahun yang penting bagi perkembangan perkebunan tembakau di Sumatera Timur. Sampai tahun 1884 telah berdiri 12 perusahaan perkebunan tembakau di wilayah Marindal, Medan, Petersburg, Tanjung Jati, Bandar Khalipah, Deli Tua, Kwala Begumit, Bekalia, Belawan, Lubuk Dalam, Buluh Cina, dan Kota Limbaru. Asosiasi dari ke dua belas perusahaan perkebunan ini dinamakan Kongsi XII. Perkembangan ini semakin memantapkan Sumatera Timur sebagai produsen tembakau terbesar di Asia (Sinar 2006:311).

Setelah masa kolonial Belanda berakhir maka kontrak-kontrak mereka pun berakhir, namun masyarakat Jawa tersebut tidak kembali ke Jawa, mereka tetap menjadi penduduk setempat sama seperti masyarakat-masyarakat pendatang lainnya. Kemudian mereka membentuk kelompok yang mendirikan komunitas-komunitas bagi kelangsungan hidup sosial dan budaya mereka.

Walaupun banyak orang-orang Jawa datang ke Sumatera Utara sebagai koeli kontrak, namun para anggota group kesenian reog ponorogo bukan berasal dari keturunan para koeli kontrak bahkan bukan juga sebagai koeli kontrak. Kebanyakan mereka datang ke Sumatera Utara berdasarkan usaha sendiri dengan dana sendiri dan bertujuan untuk mencari pekerjaan12.

Semakin banyak orang Jawa menetap di Sumatera Utara, semakin besar pula niat mereka untuk melestarikan budayanya dengan cara memperkenalkan kesenian tradisional mereka kepada masyarakat yang ada di Sumatera Utara. Selain itu, ada juga beberapa organisasi yang terbentuk untuk mendukung perkembangan kesenian mereka dan salah satu organisasi tersebut adalah Forum Masyarakat Jawa Deli.

Dalam komunitas barunya tersebut, masyarakat Jawa mendirikan kelompok-kelompok kesenian. Kesenian yang mereka bawa dari daerah asalnya ini mereka jadikan sebagai penghibur dan pengusir rasa lelah setelah seharian bekerja juga sebagai pengobat rasa rindu pada kampung halaman mereka. Salah satu kesenian tersebut adalah seni tari tradisional Reog Ponorogo yang terdapat di desa Kampung Kolam Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Letak Georafis Lokasi Penelitian

Desa Kampung Kolam yang merupakan lokasi penelitian penulis terletak di kawasan Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli

12Wawancara dengan Bapak Suparno selaku sesepuh dan pimpinan sanggar pada

tanggal 25 Juli 2008.

Page 68: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Serdang Propinsi Sumatera Utara, tepatnya di jalan Pardamean pasar XVI no.64. Dengan jarak pusat pemerintahan ± 5 Km dari Ibukota Kecamatan, ± 20 Km dari Ibukota Kabupaten dan lebih kurang 20 kilometer dari Ibukota Propinsi.

Lokasi tersebut dapat dicapai dari Tembung dengan naik angkutan umum selama ± 15 menit. Angkutan umum tersebut hanya sampai pasar XVI saja karena tidak ada angkutan umum yang dapat langsung sampai ke tempat tujuan penelitian. Setelah itu penulis melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki selama ± 20 menit. Alat transportasi yang digunakan para penduduk desa kampung kolam untuk menempuh perjalanan dengan sepeda dan sepeda motor.

Adapun batas-batas wilayah desa Kampung Kolam adalah sebagai berikut: (a) Sebelah Utara berbatasan dengan PTP IX. (b) Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bandar Klippa. (c) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Batang Kuis. (d) Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Bandar Setia.

Desa Kampung Kolam rata-rata barada pada ketinggian 5 meter dari permukaan laut, dengan suhu udara rata-rata 37 derajat celcius. Ditinjau dari segi desa, maka desa kampung kolam termasuk pedesaan yang memiliki 13 dusun / lorong.

Desa Kampung Kolam adalah salah satu Desa dari 20 Desa / Kelurahan yang ada di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Luas daerah sekitar 598,65 Ha, dengan pembagian sebagai berikut: tanah sawah : 466,69 Ha, dan tanah kering: 131,96 Ha Menurut penggunaan, maka pembagian luas tanah sebagai berikut: (a) Pertanian sawah: 204 Ha, (b) Perkebunan: 0,4 Ha, (c) Pekuburan: 0,5 Ha, (d) Fasilitas Umum: 2 Ha

Desa Kampung Kolam dulunya merupakan tanah perkebunan tembakau milik Belanda pada masa penjajahan, namun sekarang ini perkebunan tersebut merupakan milik PTP II yang merupakan perkebunan tebu dan sawit. Pemukiman penduduk berada di belakang area perkebunan tersebut. Setiap musim hujan daerah ini selalu mengalami kebanjiran yang mengakibatkan desa ini tergenang seperti kolam, hal ini dikarenakan saluran air yang tidak berfungsi dengan baik sehingga tidak dapat menyerap banyaknya air hujan. Oleh karena itulah daerah ini dinamakan Desa Kampung Kolam13.

13Wawancara dengan Bpk Karsono yang merupakan kaur pembangunan desa, pada

tanggal 05 Agustus 2008.

Page 69: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Desa Kampung Kolam adalah sebanyak 9972 Jiwa yang terdiri laki-laki sebanyak 5215 dan perempuan sebanyak 4757 Jiwa (data kependudukan kantor desa tahun 2008) dapat dilihat pada tabel dibawah ini,

Tabel 1. Jumlah Penduduk Desa Kampung Kolam

Menurut Usia dan Jenis Kelamin

Umur/tahun Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan 0 – 6 748 1000 7 – 15 745 1000 16 – 18 255 250 19 – 24 361 359 25 – 55 360 365 56 – 79 244 240 ≤ 80 150 200

Sumber: Data Statistik Kantor Kepala Desa Kampung Kolam Tahun 2008

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa penduduk Desa Kampung Kolam terdapat lebih banyak penduduk yang berjenis kelamin perempuan daripada laki-laki, para anggota group kesenian reog yang masih muda rata-rata berusia 19-24 tahun, dewasa rata-rata berusia 25-55, dan para sesepuh group kesenian ini rata-rata berusia 56-79. Penduduk Desa Kampung Kolam termasuk juga para anggota group kesenian reog mempunyai tempat tinggal yang tersebar di 13 dusun atau lorong desa kampung kolam. Untuk keterangan lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut di bawah ini:

Page 70: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Tabel 2. Jumlah Penduduk Desa Kampung Kolam

menurut Tempat Tinggal

Dusun KK Tahun 2008

Laki-laki Perempuan Dusun I 253 245 254 Dusun II 241 524 140 Dusun III 110 231 430 Dusun IV 246 660 441 Dusun V 251 570 403 Dusun VIa 138 289 283 Dusun VIb 216 456 467 Dusun VII 220 459 474 Dusun VIII 138 370 361 Dusun XI 202 376 388 Dusun X 101 299 225 Dusun XI 208 498 462 Dusun XII 154 368 329

Sumber: Data Statistik Kantor Kepala Desa Kampung Kolam Tahun 2008 \ Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah KK terbanyak

terdapat pada dusun I, para anggota group kesenian reog ini memiliki tempat tinggal yang berada di dusun X dengan jumlah penduduk 101 KK.

Penduduk Desa Kampung Kolam kebanyakan hanya tamatan SD, hal ini dapat di lihat pada tabel berikut ini :

Tabel 3.

Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Kelulusan Pendidikan Lulusan Jumlah

TK ----------- SD 646

SMP 385 SMA 133 SMK 108

DOCTOR 7 Sumber: Data Statistik Kantor Kepala Desa Kampung Kolam Tahun 2008

Page 71: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa kebanyakan penduduk Desa

Kampung Kolam hanya tamatan SD saja, awalnya penulis merasa kesulitan untuk berkomunikasi dengan para sesepuh dan para pemain reog karena sebagian besar dari mereka tidak dapat berbahasa Indonesia dengan baik mereka hanya dapat berkomunikasi dengan bahasa Jawa.

Para anggota group kesenian reog ponorogo yang hanya tamatan SD adalah para sesepuh, pemusik serta pemain lain yang saat ini usianya sudah tua, sedangkan anggota lain yang saat ini usianya masih muda kebanyakan sudah mengenyam pendidikan hingga kebangku perkuliahan. Pada saat penulis melakukan wawancara dengan para sesepuh penulis mendapat kesulitan dalam hal berkomunikasi karena mereka hanya dapat berkomunikasi dengan bahasa Jawa saja, namun penulis tidak merasa putus asa karena penulis dibantu oleh para pemain lain yang bisa menggartikannya kedalam bahasa Indonesia. Sistem Kekerabatan

Penduduk desa kampung kolam mayoritas terdiri dari suku Jawa, oleh karena itu penulis menggunakan sistem kekerabatan masyarakat Jawa pada umumnya14. Sistem kekerabatan yang digunakan oleh masyarakat Jawa adalah kekerabatan yang dilihat berdasarkan prinsip bilateral yaitu memperhitungkan keanggotaan kelompok melalui garis keturunan laki-laki maupun garis keturunan perempuan, maka seseorang dapat menjadi anggota kelompok kekerabatan dari pihak ayah dan juga menjadi anggota kelompok kekerabatan dari pihak ibu. Dalam budaya Jawa sistem bekeluarga dalam arti luas, yaitu keluarga inti, batih, atau keluarga budaya. Sistem kekerabatan ini dilandasi oleh sikap bergotong-royong, dengan konsep sepi ing pamrih, rame ing gawe, artinya tidak mengharapkan balasan pamrih, dan mengutamakan kerja bersama-sama.

Dalam hal ini bentuk kelompok kekerabatan yang paling kecil adalah keluarga batih, yang anggotanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anaknya yang belum menikah, apabila keluarga batih mempunyai kerabat satu dengan yang lain maka terbentuklah suatu kelompok kekerabatan yang disebut dengan paseduluran: (1) sedulur tunggal kringkel merupakan saudara lahir dari ibu dan ayah yang sama; (2) sedulur kuwalon yaitu

14Sistem kekerabatan adalah hubungan seseorang dengan yang lain berdasarkan

pertalian darah.

Page 72: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

saudara lain ayah tetapi ibunya sama, atau sebaliknya saudara lain ibu nemun ayahnya sama, dan saudara tiri; (3) sedulur misanan merupakan saudara satu nenek atau satu kakek, yang mencakup kandung atau tiri; (4) sedulur mindoan adalah saudara satu buyut (orang tau kakek atau nenek) berlaku baik untuk saudara kandung atau tiri, (5) sedulur mentelu yaitu saudara satu canggah (buyutnya ayah dan ibu) baik saudara kandung atau tiri; (6) bala yaitu yang menurut anggapan mereka masih saudara, namun dari silsilah sudah tidak terlacak kedudukannya, dan disebabkan oleh interaksi mereka, karena kebutuhan yang erat, misalnya jenis pekerjaan sama, sering berkomunikasi, dan sejenisnya; (7) tangga yang konsepnya tidak terbatas pada letak rumah yang berdekatan saja, tetapi dalam kepentingan tertentu mereka saling membutuhkan (Lihat Skripsi Martavia).

Dengan istilah-istilah kekerabatan yang berlaku tersebut, maka dapat diketahui status atau kedudukannya dalam kelompok kekerabatan. Istilah-istilah kekerabatan tersebut akan penulis jabarkan sebagai berikut: (1) ego memanggil ayahnya dengan sebutan bapak dan ibunya dengan sebutan simbok/mbok; (2) untuk menyebut saudara laki-laki yang lebih tua dengan sebutan kangmas/kakang dan untuk saudara perempuan disebut dengan mbakyu/yu, untuk saudara laki-laki yang lebih muda disebut dengan adhi/dhi sedangkan saudara perempuan disebut dengan nok; (3) sebutan untuk kakak kandung ayah laki-laki adalah pakdhe dan yang perempuan budhe/mbokde, sedangkan kepada adik ayah laki-laki disebut dengan istilah paman/pakcik/paklek dan yang perempuan dengan sebutan bibi/bulik/mbok;(4) sebutan terhadap kakek adalah mbah lanang/simbah kakung sedangkan sebutan kepada nenek adalah simbah wedok sebaliknya kakek dan nenek akan menyebut ego adalah ptu/wayah sedangkan ego menyebut orang tua simbah dengan sebutan simbah buyut istilah ini dapat dipakai untuk menyebut orang tua simbah baik laki-laki maupun perempuan (Emi Sujayawati, 2000:28-29).

Selain istilah tersebut diatas masih ada lagi istilah lain dalam kekerabatan masyarakat Jawa, hal ini dikemukakan oleh Bratawijaya (1993:21-23) yang menyatakan istilah lain tersebut adalah keponakan atau ponakan. Mereka ini adalah anak-anak dari kakak ego baik yang berasal dari kakak ego yang laki-laki maupun kakak ego yang perempuan, sebutan ponakan ini dipakai untuk menyebut anak-anak kakak ego baik yang laki-laki maupun yang perempuan. Prunan/perunan adalah untuk menyebut anak-anak dari adik ego baik yang laki-laki maupun yang perempuan, baik anak adik ego itu laki-laki maupun perempuan. Misan adalah istilah untuk

Page 73: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

menyebut antara sesama cucu dari orang yang bersaudara sekandung, Mindho adalah istikah untuk menyebut cucu ego dengan cucu saudara sepupu ego. Kemudian ada lagi istilah kekerabatan yang terjadi, karena perkawinan yaitu : besan, mertua, ipe, peripean. Besan adalah orang tua dari pihak suami ego dengan orang tuanya sendiri atau sebaliknya; mertua adalah hubungan antara ego dengan orang tua suami/istri. Sedangkan hubungan antara orang tua dengan pihak istri/suami anaknya disebut mantu; ipe adalah hubungan antara istri/suami dengan saudara sekandung pihak suami/istri; peripean adalah hubungan antara sesama menantu (Emi Sujayawati 2000:30).

Masyarakat Jawa juga mengenal adanya kelompok kekerabatan yang dinamakan alur waris. Alur waris ini merupakan suatu bentuk kelompok yang berasal dari satu nenek moyang, terdiri dari 6-7 angkatan atau lebih yang berasal dari satu nenek moyang, sehingga diantara anggota kelompok kekerabatan tersebut sulit untuk saling mengenal. Sistem Religi

Mayoritas penduduk Desa Kampung Kolam memeluk agama Islam, yaitu sebanyak 8.673 orang dari jumlah penduduk. Sisanya sebanyak 1.186 orang memeluk agama Kristen, pemeluk agama Budha sebanyak 95 orang dan pemeluk agama Hindu sebanyak 18 orang. Dari uraian diatas dapat ditekankan bahwa keberadaan agama Islam sangatlah besar.

Mayoritas penduduk Desa Kampung Kolam adalah pemeluk agam Islam. Di desa kampung kolam ini terdapat beberapa tempat ibadah diantaranya: 5 buah Masjid, 13 buah Musollah untuk agama Muslim dan 3 buah Gereja untuk agama Nasrani. Meskipun penduduk desa kampung kolam sudah mengaku sebagai pemeluk agama Islam namun mereka masih sering melakukan hal-hal lain diluar kepercayaan mereka, jika dilihat berdasarkan persentase yaitu sekitar 50 %. Sampai saat ini mereka juga masih melakukan perbuatan tersebut, yaitu mereka masih saja percaya pada roh nenek moyang dan hal-hal gaib seperti percaya pada makhluk halus penunggu tempat-tempat keramat dan mereka juga masih sering memberikan sesajen15.

Sebelum group kesenian reog ini melakukan pertunjukan terlebih dahulu mereka harus melakukan ritual terhadap roh nenek moyang, mereka membakar sesajen didepan topeng dhadhak merak dan menaburi kembang tujuh rupa dan bunga kantil disekitar tempat pertunjukan sambil

15 Wawancara dengan Mbah edi kucet selaku sesepuh pada 9 Agustus 2008.

Page 74: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

membacakan doa-doa. Hal ini mereka yakini akan dapat melancarkan jalannya pertunjukan, jika mereka tidak melakukan hal itu maka pertunjukan tidak akan dapat berjalan dengan lancar dan para pemain barongan akan kesurupan karena roh nenek moyang marah dan memasuki tubuhnya dan nantinya akan sulit untuk disuruh keluar16.

Bagi masyarakat Desa Kampung Kolam yang akan melakukan hajatan, sebelumnya mereka harus menentukan kapan hajat itu akan dilaksanakan. Untuk melakukan hajat terlebih dahulu mereka harus menentukan hari baik, hal ini dilakukan untuk menghindari naas yaitu hari yang dianggap tidak baik atau pantang. Jika hajat dilakukan bertepatan dengan geblak yaitu saat meninggalnya salah seorang keluarganya, maka hari tersebut harus segera dihindari agar tidak ada kejadian buruk yang akan menimpa mereka.

Umunya masyarakat Jawa membedakan makhluk halus menjadi dua macam, yaitu: makhluk halus yang berasal dari roh leluhur yang disebut dengan bahureksa dan makhluk halus sebagai roh pelundung yang disebut dengan danyang, yaitu suatu kekuatan supranatural yang diyakini oleh masyarakat pendukung sebagai pemimpin para jin atau roh halus yang menguasai daerah tersebut (Emi Sujayawati 2000:33).

Agar para makhluk halus tersebut mau menuruti mereka maka pada waktu-waktu tertentu mereka harus menyediakan sesajen. Sesajen ini terdiri dari beberapa jenis makanan dan bunga-bungaan berbagai rupa yang akan mereka letakan di tempat-tempat tertentu yang mereka anggap keramat. Dan pada waktu mereka memberikan sesajen harus disertai dengan mantra-mantra ataupun doa-doa.

Berdasarkan tingkat kemurnian dan ketaatan pelaksanaan ajarannya, masyarakat Jawa membedakan pemeluk agama menjadi dua kelompok, yaitu : (1) Wong Putihan, yaitu orang putih yang dimaksud dengan orang putih disini adalah orang-orang yang taat menjalankan ibadah dengan ajaran Islam; (2) Wong Lorek, yaitu orang yang badannya belang-belang hitam dan putih, maksudnya adalah orang yang meyakini terhadap ajaran agama Islam tetapi tidak menjalankan ritual peribadatannya terutama shalat, namun mencampurkan unsur-unsur di luar Islam.

Faktor utama yang menjadi pembeda antara wong putihan dan wong lorek adalah ketaatannya menjalankan ritual agama Islam yaitu berupa shalat. Seseorang yang menjalankan shalat lima waktu dengan rajin

16 Wawancara penulis dengan Bpk. Suparno sebagai seorang sesepuh pada tanggal 18

April 2008.

Page 75: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

digolongkan kedalam kelompok wong putihan meskipun dalam praktek kehidupan keagamaanya mencampur dengan unsur-unsur diluar Islam. Sedangkan wong lorek diberikan kepada orang yang mengaku Islam tetapi tidak mau menjalankan ritual secara Islam terutama shalat (Nursilah 2001:51). Berdasarkan keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat Jawa di Desa Kampung Kolam termasuk kedalam golongan wong putihan. Walupun mereka taat beragama mereka juga masih melakukan hal-hal lain diluar Islam, misalnya seperti melakukan ritual sebelum pertunjukan. Mata pencaharian

Berdasarkan data desa tahun 2008, penduduk Desa Kampung Kolam mempunyai mata pencaharian sebagai berikut.

1. Buruh : 1581

orang 2. Petani : 1143

orang 3. Pedagang : 301

orang 4. Supir : 213 orang 5. PNS : 120 orang 6. Pengusaha : 14 orang 7. Peternak : 5

orang

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa mata pencaharian

penduduk Desa Kampung Kolam kebanyakan buruh. Keadaan ini sesuai dengan lingkungan yang mereka diami masih banyak terdapat perkebunan, persawahan dan pabrik, juga sesuai dengan kebiasaan masyarakat lapisan bawah yang menjadi buruh kasar dan buruh tani, dan juga sebagai buruh bangunan yang hasilnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang sangat sederhana.

Sebagai petani masyarakat desa kampung kolam menanam padi, pisang, dan ubi kayu karena hanya jenis tanaman itulah yang sesuai dengan iklim daerah desa kolam tersebut. Di Desa Kampung Kolam juga terdapat

Page 76: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

pabrik dan bangunan-bangunan yang akan dikerjakan oleh masyarakat. Selain itu penduduk Desa Kampung Kolam dapat memperoleh tambahan dengan mengikuti group kesenian reog ini, dari hasil pentas keliling itulah mereka mendapatkan uang untuk membantu biaya hidup mereka masing-masing.

Koentjaraningrat menyatakan bahwa “di dalam kenyataan hidup orang Jawa, orang yang masih membeda-bedakan antara orang priyayi yang terdiri dari pegawai negeri dan kaum terpelajar dengan orang-orang kebanyakan yang disebut wong cilik, seperti petani-petani, tukang-tukang, dan pekerja kasar lainnya di samping keluarga keraton dan keturunan bangsawan atau bendera-bendera. Dalam rangka susunan masyarakat ini, secara bertingkat yang berdasarkan gensi-gensi itu, kaum priyayi dan bendera merupakan lapisan atas, sedangkan wong cilik menjadi lapisan masyarakat bawah” (Heristina Dewi 1992:38).

Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa masyarakat Jawa yang ada di Desa Kampung Kolam masih berstatus sosial rendah, namun istilah wong cilik tidak berlaku bagi masyarakat Jawa didesa kampung kolam karena mereka menganggap mereka semua sama. Aktivitas masyarakat Jawa didesa kampung kolam kebanyakan sebagai buruh dan petani. Kesenian

Masyarakat yang tinggal di desa-desa yang berbatasan dengan Desa Kampung Kolam mayoritas suku Jawa. Namun hanya Desa Kampung Kolam yang mempunyai kesenian reog, Sanggar Langen Budoyo berada di bawah naungan Forum Masyarakat Jawa Deli. Masyarakat suku Jawa tetap menampilkan ciri etniknya dan mereka juga tetap menggunakan bahasa Jawa sebagai alat komunikasi mereka sehari-hari, walaupun masyarakat Jawa tersebut sudah berdampingan dengan berbagai suku yang tinggal menetap di desa kampung kolam. Mereka juga masih melakukan peristiwa budaya seperti ritual upacara perkawinan, serta menghidupkan dan mempertahankan kesenian tradisional mereka seperti : Ludruk, Ketoprak, Kuda Lumping, Wayangan, Jaran Kepang dan Reog Ponorogo.

Bahasa

Bahasa pengantar dikalangan masyarakat Jawa di Desa Kampung Kolam adalah bahasa Jawa. Namun, sebagian besar masyarakat Jawa di Desa Kampung Kolam menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi dengan etnik lain. Para pemain kesenian reog ponorogo ada

Page 77: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

yang bisa berbahasa Indonesia dengan baik ada juga yang tidak bisa sama sekali, biasanya pemain yang tidak bisa berbahasa Indonesia adalah para sesepuh dan yang bisa para pemain yang lahir dan besar diseda kampung kolam tersebut. Kromo inggil merupakan tata cara berbahasa paling tinggi atau dengan kata lain yang paling halus. Bahasa kromo ini sering digunakan oleh orang-orang yang berpangkat, orang-orang sederajat, anak terhadap orang tuanya, murid terhadap guru, bawahan terhadap atasan, dan buruh terhadap majikan. Bahasa sehari-hari yang dipergunakan oleh penduduk desa kampung kolam adalah bahasa Ngoko karena merupakan bahasa Jawa biasa yang sering dipergunakan oleh orang tua terhadap anak, antar teman sebaya, atasan terhadap bawahan, dan majikan terhadap kuli. Sejarah Reog Ponorogo Secara Umum

Menurut Poerbajtaraka (1969: 404), pada dasarnya adalah perkawinan antara putri Kediri dengan raja seberang. Mungkin saja legenda ini tidak begitu diketahui secara detil oleh masyarakat Jawa yang hidup di Sumatera. Akan tetapi sebagai sebuah referensi, mungkin saja akan sangat berguna bagi kelompok atau sanggar yang masih melestarikan pertunjukan reog di kabupaten Deli Serdang. Secara singkat di sini akan diceritakan legenda yang sangat dipercayai oleh masyarakat Ponorogo (Nursilah 2001: 201-202).

Kerajaan Kediri-Daha dengan rajanya yang sudah tua bernama Sri Gentayu yang mempunyai dua orang anak yaitu seorang putri bernama Dewi Sanggalagit dan seorang putra bernama Raden Pujangga Anom. Sang raja ingin menyerahkan tahta kepada anak laki-lakinya, akan tetapi keinginan itu ditolak karena sang putra merasa belum mampu untuk naik tahta dan ingin memperdalam ilmu lagi sebelum naik tahta. Penolakan itu menyebabkan sang raja luar biasa marah, sehingga pada suatu malam sang putra melarikan diri sampai ke lereng gunung Lawu. Di situ dia berteman dengan saudara satu perguruan bernama Prabu Klono Sewandono yang sama-sama berguru pada seorang pertapa di gunung Lawu. Prabu Klana Sewandana adalah seorang raja dari kerajaan Bantarangin yang sakti mandraguna, memiliki senjata berupa cambuk bernama Pecut Samandiman atau Gendir Wuluh Gading. Bujangganong akhirnya diajak ke kerajaan Bantarangin dan dijadikan patih.

Di kerajaan Bantarangin pada masa itu diceritakan sedang terjadi masa suram yaitu paceklik yang berkepanjangan. Menurut nasehat pendeta, kesusahan ini bisa berakhir apabila sang raja segera kawin dengan putri dari kerajaan Kediri. Maka diutuslah Pujangga Anom untuk melamar putri dari

Page 78: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Kediri. Sesampainya di Kediri, raja Sri Gentayu terkejut mengetahui maksud Pujanga Anom untuk melamar sang putri bagi rajanya. Pada saat itu Pujangga Anom menyamar dengan memakai topeng berwajah raksasa. Raja tidak percaya, karena kalau patihnya berwajah raksasa, demikian juga dengan rajanya. Karena ketidak percayaan sang raja, maka Bujangganong terpaksa mengaku bahwa dia adalah putra raja. Raja tidak percaya dan mengutuk Bujangganong menjadi raksasa, kutukan menjadi kenyataan sehingga berubah menjadi berwajah raksasa dan tidak bisa kembali ke bentuk semula. Atas kejadian itu, sang raja menyesal dan akhirnya meneriman lamaran tersebut, akan tetapi dengan tiga syarat, yaitu calon pengantin harus diiringi harimau dan hutan lainnya untuk mengisi taman. Kedua harus dicarikan gamelan yang di dunia belum pernah ada. Ketiga, diberikan persembahan berupa manusia yang berkepala harimau. Usai mendengar permintaaan itu, Bujangganong kembali ke Wengker menyampaikan hasil yang didapat untuk diberitahukan dan dibicarakan dengan prabu Klono Sewandono.

Sepeninggal Bujangganong, kerajaan Kediri didatangi oleh Singalodra dengan maksud yang sama. Raja dan putrinya tidak suka dan sebetulnya menolak, akan tetapi penolakannya disampaikan untuk tidak sampai menyinggung Singalodra, yaitu berterus terang bahwa sang putri sudah dilamar oleh raja dari Bantarangin. Oleh karena itu, apabila Singalodra dapat mengalahkan prabu Klono Sewandono dengan bala tentaranya, maka lamarannya bisa diterima. Singalodra menyetujui hal itu dan menghadang di tengah hutan Roban yang menjadi perbatasan antara Bantarangin dengan Kediri.

Persyaratan yang diajukan membuat pihak Prabu Klono Sewandono keberatan, akan tetapi Bujanganong bersedia untuk melengkapi persyaratan itu. Maka berangkatlah Bujangganong ke hutan Roban yang atas kesaktiannya mampu mengumpulkan seluruh hewan dalam sekejab. Syarat kedua dibuatlah gamelan yang berasal dari bambu bernada pentatonis, sedangkan syarat ketiga akan dicarikan kemudian.

Rombongan dari Bantarangin berangkat ke Kediri dan sesampai di hutan Roban dihadang oleh Singalodra. Terjadilah perang antara prajurit dari Bantarangin melawan Singalodra yang dimenangkan oleh pasukan dari Bantarangin. Singalodra masih juga mau melawan dengan menjelma menjadi harimau. Dengan dicambuk oleh senjata Pecut Samandiman atau Gendir Wuluh Gading, hilanglah segala kesaktian dan kekuatan Singalodra. Dia memohon ampun dan menyerah kalah, namun tubuhnya tidak bisa berubah menjadi manusia lagi. Prabu Klono Sewandono berusaha

Page 79: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

menyembuhkan, akan tetapi tidak berhasil dengan sempurna, sehingga hanya badannya saja yang bisa kembali menjadi manusia dan kepalanya tetap harimau. Justru dengan demikian, tiga persyaratan yang diajukan oleh Raja Kediri menjadi terpenuhi. Rombongan meneruskan perjalanan ke Kediri untuk melamar sang putri. Iring-iringan yang menjadi persyaratan putri Kediri ini akhirnya menjadi satu bentuk kesenian yang disebut Reog Ponorogo. Reog di Desa Kampung Kolam

Keberadaan reog di Desa Kampung Kolam disebabkan karena adanya masyarakat Jawa yang datang dan tinggal menetap di Desa tersebut mereka tetap ingin melestarikan kesenian daerah asalnya, namun reog yang ada di Desa Kampung Kolam sudah berbeda dengan reog yang ada di Jawa Timur. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada table di bawah ini

Tabel 4.

Perbedaan reog di Jawa Timur dengan reog di Desa Kampung Kolam

No Jenis

Perbedaan Di Jawa Timur Di Desa Kampung Kolam

1. Instrumen pengiring

Seperangkat gamelan Jawa

Hanya menggunakan 5 alat musik, yaitu: kendang, ketipung, kenong, gong, angklung, dan slompret.

2. Musik pengiring Gending reogan, gending sampak dan musik klasik Jawa

Musik instrumental

3. Kegunaan Untuk festival, acara-acara besar kerajaan, dan bersih desa

Untuk keperluan perorangan ataupun kelompok

4. Tema cerita

Menceritakan tentang perjalanan prajurit Bantarangin menuju kerajaan Kediri

Cerita yang dibawakan disesuaikan dengan acara yang berlangsung

5. Personil pendukung

Jumlah keseluruhan pemain 30 orang

Jumlah keseluruhan pemain 20 orang

6. Kostum

Menggunakan kostum lengkap Menggunakan kostum seadanya

Riasan

Menggunakan make up karakter

Menggunakan make up seadanya dan terkesan minimalis

7. Urutan pementasan (pada saat hiburan)

Tari Warok, Bujangganong, Jathilan, Klono Sewandono, Barongan (dhadhak merak)

Tari Bujangganong, Jathilan, dan Barongan (dhadhak merak)

Page 80: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

8. Tempat pementasan

Panggung dan lingkungan kerajaan

Lapangan terbuka

Persamaan reog di Jawa Timur dengan reog di Desa Kampung Kolam terlihat jelas pada topeng yang digunakan dan masyarakat pendukungnya. Karakteristik Tokoh Ada beberapa tokoh yang dimainkan dalam setiap pertunjuka reog ponorogo dan masing-masing tokoh mempunyai sifat yang berbeda-beda sesuai dengan karakternya. Adapun tokoh-tokoh yang terdapat dalam pertunjukan reog ponorogo adalah :

Jathilan merupakan gambaran tokoh prajurit berkuda yang sedang berperang. Dulunya yang memerankan jathilan ini adalah anak laki-laki yang berprofesi sebagai seorang gemblak yang dipelihara oleh warok. Syarat untuk menjadi seorang gemblak adalah anak laki-laki yang masih muda, berpenampilan menarik, putih bersih dan ganteng. Anak laki-laki ini kemudian dilamar kepada orang tuanya secara baik-baik oleh warok setelah orang tuanya memberikan anaknya maka anak ini dididik dan dipelihara untuk menjadi seorang gemblak selama 3 tahun dan tugasnya adalah melayani dan mendamping warok kemana pun dia pergi layaknya sebagai seorang istri. Selama 3 tahun itulah sang anak dibiayai hidupnya oleh warok dan diberikan fasilitas jika masa kontrak warok sudah habis maka ia dipulangkan kepada orang tuanya dan sebagai imbalan warok memberikan satu ekor lembu. Tradisi pemeliharaan gemblak ini berakhir pada tahun 1965 karena dianggap bertentangan dengan ajaran agama. Sampai saat ini baik di Jawa maupun di Sumatera gemblak sudah tidak ada lagi. Pada masa sekarang ini jathilan ditarikan oleh anak perempuan dan berkarakter sangat kewanitaan.

Bujangganong menggambarkan tokoh seorang penasehat kerajaan yang memiliki karakter tegas, tegar, humoris dan spontan. Dalam setiap pertunjukan reog ponorogo tokoh bujangganong ditampilkan oleh 2 orang pemain, gerakan tarian yang dilakukan sesuai dengan karakter yang humoris dan spontan. Sehingga dalam setiap penampilan tokoh bujangganong mampu memeriahkan suasana dengan tepukan dan tertawaan penonton yang benar-benar merasa terhibur dengan apa yang mereka tampilkan.

Barongan merupakan tokoh manusia bertopeng hewan yang berperan sebagai macan yang ditaklukkan oleh bujangganong. Peran yang dimainkan selalu berperang dengan tokoh yang lain, karakter yang dimiliki barongan adalah galak, pemarah dan menyeramkan.

Page 81: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Kostum Kostum yang digunakan para penari dan pemusik tidak sama dengan kostum aslinya di Jawa Timur. Pada pertunjukan reog di desa kampung kolam ini kostum yang dikenakan sangat sederhana. Kostum yang digunakan oleh pemusik adalah adalah celana hitam panjang, kaos dalaman bercorak garis-garis merah dan diluarnya memakai baju koko berwarna hitam. Lihat gambar dibawah ini. Kostum yang dikenakan oleh pembarong dan bujangganong adalah kaos yang bercorak garis-garis merah, celana hitam panjang yang samping kiri kanan dan bawahnya terdapat rumbai-rumbai yang terbuat dari benang wol berwarna merah dan kuning, baju yang dikenakan hampir sama dengan pemusik hanya yang membedakan adalah warna corak garisnya dan penari tidak memakai baju koko untuk luarannya. Lihat gambar dibawah ini:

Gambar.1 Kostum yang Dikenakan Pemusik

Page 82: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Gambar.2 Kostum Bujangganong

Kostum yang digunakan penari jathilan adalah kemeja putih lengan panjang, celana hitam pendek yang terbuat dari kain bludru bermotif merak, kain panjang dan ikat kepala berwarna kuning keemasan, teratai berwarna hitam keemasan, ikat dipergelangan tangan berwarna hitam, ikat pinggang berwarna keemasan, 2 buah selendang masing-masing berwarna kuning dan ungu. Lihat gambar dibawah ini:

Gambar.3 Kostum Jathilan

Sama halnya dengan kostum riasan yang digunakan oleh para penari tidak seperti aslinya, biasanya riasan aslinya adalah make up karakter sesuai dengan tokoh yang diperankan. Dalam pertunjukan reog di desa kampung kolam yang menggunakan riasan hanyalah penari jathilan saja sedangkan

Page 83: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

bujangganong dan pembarong sama sekali tidak menggunakan riasan. Jathilan menggunakan riasan yang sangat sederhana dan terkesan minimalis tidak seperti make up karakter. Topeng merupakan alat ataupun perlengkapan yang digunakan para penari untuk memudahkan karakter peran yang mereka mainkan. Adapun topeng yang digunakan dalam pertunjukan reog ponorogo adalah:

Eblek yang merupakan tiruan binatang kuda yang terbuat dari anyaman bambu. Eblek merupakan properti untuk penari jathilan yang diletakan diantara kedua kaki dan dipegang dengan tangan kiri. Lihat gambar dibawah ini.

Gambar.4 Properti penari jathilan yang disebut Eblek

Topeng bujangganong yang menyerupai wajah raksasa, hidung besar, mata melotot, mulut terbuka dan giginya besar-besar. Topeng ini terbuat dari kayu, rambutnya dari bulu ekor sapi dan topeng ini disambung dengan kain warna merah yang digunakan sebagai penutup kepala. Pada ujung kiri dan kanannya diberi tali yang dapat diikatkan dileher pemain. Lihat gambar berikut ini.

Page 84: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Gambar.5 Topeng Bujangganong

\ Barongan merupakan topeng yang besar dengan berat 50 kg. Topeng ini terdiri dari beberapa bagian, yaitu kepala harimau, dhadhak merak, krakab dan kerudung. Kepala harimau terbuat dari kayu dadap, bambu dan rotan yang kemudian dibalut dengan kulit harimau, pada bagian dalam terdapat kayu palang yang digigit pembarong sebagai pegangan dan dibelakang kedua telinga diberi rambut kuda. Dhadhak merak merupakan kerangka bambu sebagai tempat menyusun bulu-bulu merak sehingga tampak seperti burung merak yang sedang mengembangkan sayapnya. Krakap merupakan kain bludru berwarna hitam yang dihiasi dengan manik-manik yang terletak diatas dan disamping kepala. Kerudung berfungsi sebagai penutup pembarong yang terbuat dari kain berwarna hitam dan merah. Lihat gambar di bawah ini:\

Page 85: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Gambar.6 Topeng Barongan (Dhadhak Merak)

Pembuatan Topeng Pertunjukan reog ponorogo yang ada di kabupaten Deli Serdang sudah sangat berbeda dengan aslinya di Jawa Timur. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari topeng yang digunakan dalam setiap pertunjukan. Pada pertunjukan aslinya topeng yang digunakan ada lima topeng, namun saat ini yang digunakan hanya 3 topeng saja, yaitu: topeng bujangganong, dhadhak merak, dan eblekan. Dalam hal ini penulis akan menjelaskan cara pembuatan topeng secara satu persatu. Pembuatan topeng bujangganong tidak dilakukan di Sumatera Utara melainkan topeng tersebut didatangkan langsung dari pulau Jawa karena di Sumatera Utara tidak ada pengrajin yang bisa membuatnya. Sama halnya dengan pembuatan dhadhak merak bedanya hanya pada bahan yang langsung didatangkan dari Jawa proses perakitannya dilakukan disanggar Langen Budoyo oleh para anggota yang terampil. Bahan-bahan untuk pembuatan dhadhak merak yang diperoleh dari Jawa adalah sebagai berikut : bulu merak, kepala burung merak baik ukiran maupun asli, kepala harimau yang dibuat dari kayu, ekor kuda/sapi, kulit harimau, dan bahan-bahan yang diperoleh dari Sumatera Utara adalah bambu, rotan, benang nilon, kain bludru hitam, manik-manik, kain panjang polos berwarna hitam dan merah. Hal pertama yang dilakukan dalam proses pembuatan dhadhak merak adalah merangkai bambu dengan menggunakan benang nilon hingga berbentuk seperti bulu merak yang sedang terkembang, setelah itu dilanjutkan dengan penyusunan bulu-bulu merak sesuai dengan bambu yang

Page 86: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

telah dirangkai. Kemudian kulit harimau dibalutkan ke kepala harimau yang terbuat dari kayu lalu disambungkan dengan bulu merak yang telah tersusun dan diatas kepala harimau ditempelkan kepala burung merak yang dibalut dengan kain bludru yang sudah dihiasi manik-manik, pada bagian kepala harimau diberi rambut yang terbuat dari ekor kuda. Untuk menutupi bagian belakang digunakan kain panjang berwarna hitam dan merah. Eblek merupakan tiruan binatang kuda yang terbuat dari anyaman bambu. Dalam hal ini pembuatan topeng tidak dilakukuan setiap kali ada pertunjukan, pembuatan topeng dhadhak merak dilakukuan apabila sudah beberapa kali dipakai dalam pertunjukan topeng sudah mengalami kerusakan total. Jika kerusakan hanya sedikit dan masih dapat ditutupi maka topeng masih layak untuk dipergunakan dalam setiap pertunjukan. Instrumen yang Digunakan Instrumen musik yang digunakan sebagai pengiring pada pertunjukan reog ini adalah gamelan Jawa yang terdiri dari: 1 buah kendang, 1 buah ketipung, 2 buah kenong, 1 buah gong gede, 2 buah angklung, dan 1 buah slampret. Kendang (membranofon) yang berukuran besar, panjangnya antara 1 hingga 1,5 meter dan termasuk kelompok barrel drum double head, karena kendang tersebut berbentuk barrel dan kedua ujungnya ditutup dengan kulit, serta kedua kulit pada ujungnya merupakan bagian yang dipukul untuk menghasilkan bunyi. Fungsi utama kendang adalah pengatur tempo dan pemberi tekanan pada gerak tari. Alat musik ini dibunyikan dengan tangan tanpa alat bantu. Kendang terbuat dari kayu bulat memanjang yang bagian tengahnya dikorek untuk membuat rongga atau lubang yang bentuknya sama dengan bentuk bagian luarnya, yaitu barrel shaped. Kulit yang dipakai untuk menutup kedua ujung kendang adalah kulit sapi atau lembu; ketipung (membranofon) bentuknya mirip kendang, berukuran lebih kecil. Cara memukulnya dengan menggunakan tongkat kecil yang ujungnya diberi kain perca atau tali. Lihat gambar di bawah ini:

Page 87: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Gambar.7 Ketipung dan Kendang

Kenong (idiofon), bernada 5 (lima) yang dipukul secara double. Kenong merupakan alat musik yang bentuknya sama dengan bonang, tetapi ukuranya lebih besar dari bonang. Setiap pencon memiliki satu nada, namun kenong berfungsi sebagai penanda ketukan tertentu atau berfungsi kolotamik, bukan sebagai pembawa melodi. Kenong tebuat dari bahan logam besi, kuningan atau perunggu. Alat musik ini dimainkan dengan cara dipukul menggunakan stik kayu yang bagian yang dipukulkan ke kenong di lapisi dengan balutan benang berwarna merah. Kenong termasuk klasifikasi Idiophone stuck directly with stick. Lihat gambar dibawah ini.

Gambar.8a Kenong

Page 88: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Gambar 8b. Pemukul Kenong

Gong besar (idiofon), menurut klasifikasi Curt Such dan Hornbostel berada pada sub klasifikasi yang sama, yaitu suspended gong stuck direckly with stick, gong tersebut digantung pada penyangga yang disebut gayor, dan dimainkan dengan cara dipukul menggunanakan stick. Secara umum ukuran gong tidak mempunyai standard yang permanen dan bersifat relatif, gong yang paling besar, berdiameter 85 cm. Gong terbuat dari bahan logam yaitu besi, kuningan atau perunggu. Sisi pinggiran gong yang disebut dengan nama bau dibuat dua buah lubang yang berfungsi sebagai lubang tali untuk menggantung Gong pada gayor. Dalam ensembel gamelan, gong berfungsi sebagai penanda siklus ketukan atau kolotomik. Lihat gambar dibawah ini.

Gambar.9 Gong dan Pemukulnya

Page 89: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Angklung (idiofon) yang memiliki ukuran berbeda, yaitu ukuran besar dan

ukuran kecil. Anglung yang berukuran besar memiliki nada lebih rendah sedangkan angklung yang berukuran kecil memiliki nada yang tinggi dan suara yang dihasilkan sangat nyaring, cara memainkan anglkung besar hanya sekali digoyangkan sedangkan yang berukuran kecil dua kali digoyangkan. Lihat gambar di bawah ini.

Gambar 10a. Angklung berukuran kecil

Page 90: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Gambar 10b. Angklung berukuran Becil

Slompret (aerofon) adalah instrumen musik iringan reog ponorogo yang terbuat dari bambu ori. Bentuknya mirip terompet dan seruling, panjangnya sekitar 35 cm. Slompret terdiri dari 3 bagian, yaitu kepikan, cethor, dan urung-urung. Kepikan adalah tempat yang ditiup, berada di bagian pangkal slompret, di dalamnya dipasang lidah getar yang terbuat dari daun lontar kering atau daun kelapa kering yang bisa menimbulkan suara jika ditiup. Urung-urungan adalah bagian tengah slompret yang di lobangi sebanyak 5 buah, yang berfungsi untuk mengatur tinggi rendahnya nada yang dihasilkan. Cethor adalah bagian ujung kayu, diameternya lebih lebar dibanding pangkalnya. Slompret berfungsi untuk menghasilkan melodi dalam iringan reog ponorogo. Lihat pada gambar di bawah ini:

Page 91: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Gambar.11 Slompret dan cara memainkannya

Musik Pengiring Tarian Musik yang digunakan sebagai pengiring tarian dalam setiap pertunjukan di Desa Kampung Kolam adalah musik instrumental. Musik pengiring ini tidak memiliki alur dan para pemusik bebas melakukan improvisasi serta dimainkan secara berulang-ulang selama pertunjukan berlangsung. Alat musik yang sangat berperan penting dalam setiap pertunjukan adalah kendang karena para penari bergerak sesuai dengan ritem pukulan kendang. Dalam hal ini penulis hanya mentranskripsi ritem dari setiap alat musik dan ritem dari ketipung, kenong, angklung dan gong selalu konstan dalam setiap permainannya. Pelaksana Pertunjukan Sanggar Langen Budoyo

Langen Budoyo adalah nama satu kelompok atau sanggar seni yang ada di kabupaten Deli Serdang. Sanggar ini merupakan pusat latihan kesenian tradisional khas Jawa Timur yaitu reog ponorogo yang meliputi tari, drama dan musik, selain itu sanggar ini juga membina kesenian tradisional khas Jawa lain yang bukan berasal dari Jawa Timur seperti : Ludruk, Wayangan, Kuda Lumping dan Ketoprak.

Nama Langen Budoyo itu sendiri merupakan perpaduan dari bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Langen berarti senang dan, budoyo (berasal dari

Page 92: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

kata budaya) yang berarti kesenian. Jadi kata Langen Budoyo dapat diartikan sebagai kumpulan orang-orang Jawa yang senang berkesenian17. Sejarah Berdirinya Sanggar Langen Budoyo terbentuk pada tanggal 28 Januari 2008 oleh Bapak Miseni dan sanggar ini berada dibawah naungan Forum Masyarakat Jawa Deli. Berdasarkan usia sanggar ini masih tergolong sangat muda, namun pada dasarnya sanggar kesenian ini sudah ada di kabupaten Deli Serdang sejak tahun 1970 dan sudah memiliki banyak pengalaman dalam mengadakan pertunjukan. Setelah 38 tahun berkarya dan melakukan pertunjukan diberbagai tempat barulah kelompok ini resmi dan memiliki nama, hal ini dikarenakan sejak awal kemunculannya kelompok ini berdiri sendiri dan tidak ada satu organisasi pun yang menaunginya segala sesuatunya mereka lakukan berdasarkan musyawarah mufakat bersama antar anggota kelompok kesenian. Karena tujuan utama kelompok kesenian ini dibentuk adalah untuk melestarikan serta mengembangkan kesenian tradisionalnya diluar daerah asalnya. Selain itu, kelompok kesenian ini mengalami kesulitan dalam hal memperoleh izin dari pemerintahan serta harus melewati beberapa prosedur yang panjang dan cukup lama. Namun, kelompok kesenian ini tidak putus asa dan terus-menerus mencoba sampai memperoleh izin. Sampai saat ini sanggar Langen Budoyo mampu bertahan dan tetap eksis, karena sanggar ini jugalah banyak masyarakat tahu dan mengenal kesenian tradisional Jawa ini. Sejak awal munculnya hingga saat ini sanggar langen budayo sudah banyak melakukan pertunjukan diberbagai tempat dan acara, seperti : tahun 1970 menyambut bapak Presiden Soeharto pada acara peresmian Tapian Daya Sumatera Utara, acara pelantikan Satgas Joko Tinggih di kabupaten Deli Serdang, acara Imlek bersama di Lubuk Pakam, acara peresmian Suzuya di Tanjung Morawa, acara pelantikan Paguyuban Rembuk di pasar IX Saentis, acara khitanan (sunatan) di Pakam, Binjai, Marelan, Tanjung Morawa, Bandar Setia dan Pulau Brayan, pesta perkawinana di Stabat, Batang Kuis, Tuntungan, dan Tembung, menyambut Sri Sultan Hamangkubuwono X pada acara peresmian Hotel Antares di Medan.

Dalam setiap pertunjukannya sanggar Langen Budoyo mampu membuat para penonton takjup dan terkesima dengan pertunjukan yang mereka bawakan. Adapun susunan kepengurusan sanggar Langen Budoyo

17Wawancara dengan bapak Miseni selaku sesepuh dan pendiri sanggar Langen

Budoyo.

Page 93: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

adalah sebagai berikut : Suparno sebagai Ketua, Ngatiman sebagai Sekretaris dan Samuri sebagai Bendahara. Keanggotaan Anggota sanggar Langen Budoyo terdiri dari para peminat dan pencinta seni. Yang dapat diterima menjadi anggota sanggar Langen Budoyo adalah orang-orang yang suka dan senang berkesenian, serta orang-orang yang ingin mengetahui, mempelajari, dan mengembangkan budayanya. Sebelumnya yang menjadi anggota sanggar Langen Budoyo adalah orang-orang Jawa perantau dan setelah sanggar ini resmi jumlah anggotanya cukup banyak yang terdiri dari 30 orang anak-anak dan 30 orang dewasa. Anggota sanggar Langen Budoyo ini berasal dari masyarakat sekitar, anggota keluarga dan kerabat. Untuk menjadi anggota sanggar Langen Budoyo sangatlah mudah serta tidak memerlukan prosedur. Bagi masyarakat yang berminat mempelajari tentang kesenian Jawa cukup datang dan mengikuti latihan dengan baik sudah resmi dianggap sebagai anggota sanggar. Pelatihan Sanggar Langen Budoyo memiliki jadwal latihan pada hari Selasa malam dimulai dari pukul 19.00 s/d 23.00 Wib. Jam latihan tersebut dibagi menjadi 2 bagian, yaitu dari jam 19.00 s/d 21.00 Wib dipergunakan untuk waktu latihan anak-anak sedangkan jam 21.00 s/d 23.00 Wib dipergunakan untuk waktu latihan orang dewasa. Yang membedakan latihan tari dan musik hanya pada tempat saja, tetap didalam lingkup sanggar. Misalnya latihan musik diruang belakang dan latihan tari diruang depan setelah satu jam setengah latihan keduanya digabungkan. Upacara Perkawinan pada Masyarakat Jawa

Secara umum pengertian perkawinan adalah menyatukan dua insan manusia yang awalnya sama-sama hidup sendiri menjadi hidup berdampingan dan saling mengisi satu sama lain. Dalam hal ini masyarakat Jawa masih melakukan beberapa adapt untuk menjelang perkawinan dan bagian ini penulis akan menjelaskan tentang bagaimana tahapan-tahapan dalam upacara perkawinan masyarakat Jawa yang dilaksanakan di rumah. Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan dalam perkawinan masyarakat Jawa adalah sebagai berikut: (1) Nleresel yaitu calon mempelai pria menjajaki calon mempelai wanita yang ingin diperistrinya; (2) Melamar

Page 94: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

yaitu calon mempelai pria datang kerumah calon mempelai wanita untuk menemui kedua orang tua calon mempelai wanita dan meminta anak perempuannya untuk dijadikan istri; (3) Pinangan yaitu memberikan sesuatu yang menjadi tanggung jawab calon mempelai pria seperti yang telah dijanjikan oleh pihak keluarga calon mempelai pria kepada keluarga calon mempelai wanita berupa perlengkapan seperti tempat tidur, lemari dan uang untuk keperluan lainnya; (4) Kemudian calon mempelai pria memberikan suatu barang berupa pengikat kepada calon mempelai wanita sebagai tanda jadinya dan sebagai bukti si calon mempelai wanita tersebut sudah menjalin perjanjian ikatan cinta; (5) Berikutnya kedua belah pihak keluarga calon mempelai menentukan hari jadi perkawinan baik itu dari segi hari, tanggal, bulan, tahun dan jam; (6) Biasanya menjelang beberapa hari pernikahan sang calon mempelai wanita tidak diperbolehkan keluar rumah dan beraktivitas (dipinggit), selain itu calon mempelai wanita juga harus melakukan puasa beberapa hari menjelang perkawinan juga tidak diperbolehkan untuk mandi sesuai dengan anjuran bidang pengantin; (7) Menjelang hari perkawinan sang calon mempelai wanita melakukan luluran untuk membersihkan semua kotoran ditubuhnya; (8) Siraman yaitu mandi bunga yang dilakukan oleh orang tua calon mempelai wanita beserta keluarga kepada kedua mempelai ditempat yang berbeda, setelah selesai siraman kedua mempelai melakukan sungkem dikaki kedua orang tua calon mempelai wanita untuk memohon do’a restu agar dimudahkan dari segala urusan menjelang perkawinan nanti; (9) Ijab Qobul yaitu calon mempelai pria mengucapkan janji perkawinan dihadapan para saksi yaitu Pemuka Agama dan para wali nikah. Setelah itu mempelai pria dibawa kesuatu tempat yaitu suatu rumah yang letaknya tidak jauh dengan lokasi pesta untuk berganti pakaian begitu juga dengan mempelai wanita berhias diri secantik mungkin oleh bidang pengantin; (10) Setelah selesai berganti pakaian dan berhias mempelai pria diarak menuju rumah mempelai wanita, sesampainya dirumah mempelai wanita mereka melakukan tukar bale (Geger mayang) antara pihak pria kepada pihak wanita kemudian kedua mempelai melakukan lempar sirih lalu kedua mempelai memijak telur yang dibungkus di dalam plastic, kemudian kaki mempelai pria dibasuh oleh mempelai wanita dengan air bunga, dan kedua mempelai sungkem kepada orang tua kedua belah pihak untuk memohon doa restu dalam mengarungi bahtera perkawinan; (11) Kemudian kedua mempelai dibawa menuju pelaminan oleh seorang nenek tua yang sudah janda dengan kain gendongan yang diikatkan pada kedua mempelai; (12) Kemudian dilakukan Marhaban oleh ibu-ibu pengajian serta tepung tawar yang pertama sekali dilakukan

Page 95: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

oleh pihak wanita sampai selesai dan dilanjutkan oleh pihak pria sampai dengan selesai lalu diakhiri dengan Do’a; (13) Ngunduh yaitu pesta yang dilakukan dirumah mempelai pria satu minggu setelah pesta di rumah mempelai wanita.

Ada beberapa manfaat perkawinan menurut kepercayaan yang dianut masyarakat Jawa, yaitu: (1) perkawinan untuk memperoleh keturunan serta menjamin keturunan yang sah dan sebagai tempat berlindung dihari tua; (2) perkawinan dapat memupuk karakter, khususnya rasa social yang mendalam; (3) dengan perkawinan akan menjamin status seseorang dan terhindar dari perzinahan; (4) perkawinan merupakan tempat untuk menunjukan rasa kasih sayang, tolong menolong, kebaikan, dan saling memiliki satu dengan yang lain (Thomas,1997:215).

Dalam sistem perkawinan masyarakat Jawa terdapat lima jenis perkawinan yaitu: 1. Perkawinan antara perjaka dengan perawan Perkawinan ini disebut

sebagai tigas (masih suci/belum pernah kawin).Pelaksanaan upacaranya yaitu memakai upacara panggih.

2. Perkawinan antara saudara misan dan menurut silsilah pengantin putri lebih tua, pelaksanaannya harus didahului dengan syarat pengantin pria mencangkul tumpeng. Dilakukan sebelum upacara panggih dengan cara berdiri menerjang lawe wenang, setelah itu baru dilaksanakan upacara panggih

3. Perkawinan antara saudara misan dan menurut silsilah pengantin pria lebih tua, pelaksanaannya mempelai putri hanya melakukan menerjang lawe wenang setelah itu baru dilaksanakan upacara panggih.

4. Perkawinan antara perjaka dengan janda tanpa anak, persyaratan yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan upacara perkawinan adalah pengantin pria menyiram bugel (kayu yang dibakar untuk memasak dan masih membara. Upacara ini dilakukan didepan pintu sebelum upacara panggih.

5. Perkawinan antara perawan dengan duda tanpa anak, dalam perkawinan seperti ini yang harus menyiram bugel adalah pengantin wanita dan pelaksanaannya juga dilakukan didepan pintu sebelum upacara panggih (Marmien,1990:106).

Pendukung Pertunjukan Reog Ponorogo Waktu Dan Tempat Pelaksanaan Pertunjukan

Waktu pelaksanaan pertunjukan biasanya telah ditentukan jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan pertunjukan. Kedua belah pihak telah melakukan

Page 96: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

kesepakatan dengan cara pihak yang akan melaksanakan acara menghubungi atau datang langsung ke sanggar Langen Budoyo untuk membicarakan hal-hal yang menyangkut pelaksanaan pertunjukan, misalnya saja seperti masalah waktu pertunjukan. Waktu adalah hal penting yang harus diketahui oleh pihak sanggar agar pihak sanggar dapat menyesuaikan dengan jadwalnya yang lain agar tidak terjadi bentrokan. Pihak sanggar juga harus mengetahui dimana lokasi pertunjukan sehingga pihak sanggar lebih dapat mengetahui apa saja yang dibutuhkan dilokasi pertunjukan tersebut.

Waktu untuk melaksanaan pertunjukan reog ponorogo adalah pada saat siang menjelang sore hari berkisar antara jam 14.00 s/d 18.00 Wib. Pertunjukan reog ponorogo tidak pernah dilakukan malam hari, jika dilakukan malam hari pertunjukan tidak dapat berlangsung dengan baik karena dalam setiap pertunjukannya reog ponorogo dilakukan ditempat terbuka dan luas. Siang hari merupakan waktu yang efisien karena para pemain dapat mengetahui lebih jelas lagi bagaimana tempat pertunjukan dan bisa merasakan keberadaan penonton sehingga para pemain tidak perlu khawatir akan mengenai penonton. Biasanya pertunjukan reog ponorogo dilakukan pada hari libur, yaitu Sabtu dan Minggu karena pada hari itulah para penonton dan pemain tidak beraktivitas.

Reog ponorogo biasanya ditampilkan pada tempat-tempat terbuka, misalnya di jalan, di lapangan, dan pekarangan yang luas. Pada lokasi pertunjukan ini tidak memerlukan persiapan khusus, seperti panggung, serta palang pembatas yang digunakan untuk membatasi antara para pemain dan penonton. Tempat pertunjukan ini dibutuhkan pada saat mengiring penganten pria menuju rumah penganten wanitanya, mengantarkan penganten sunat, serta pementasan keliling untuk upacara bersih desa.

Jika yang bersangkutan tidak memiliki lokasi yang memungkinkan untuk melakukan pertunjukan, maka yang bersangkutan mencari tempat atau lapangan terbuka yang bisa dijadikan tempat pesta. Misalnya saja tetangga yang bersangkutan memiliki pekarangan yang luas maka yang bersangkuta mendatangi tetangganya tersebut untuk meminta izin meminjam pekarangannya untuk lokasi pertunjukan, biasanya izin tidak susah untuk didapatkan karena sistem kekeluargaan mmasyarakat setempat sangat erat. Sewaktu-waktu panggung juga akan dibutuhkan jika festival reog diadakan. Pada tahun 1993 festival reog ponorogo diadakan di Jawa Timur tepatnya di kabupaten ponorogo dan festival tersebut hanya ada dan masih berlaku di ponorogo saja. Dengan demikian pertunjukan reog ponorogo

Page 97: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

dapat disajikan dengan dua macam cara, yaitu di jalan atau lapangan terbuka dan di panggung pertunjukan yang disebut sebagai festival reog ponorogo. Pemusik Dalam setiap pertunjukan reog ponorogo pemusik terdiri dari 12 orang yaitu: satu orang pemain kendang, satu orang pemain gong, satu orang pemain angklung, satu orang pemain slompret, satu orang pemain ketipung dan satu orang pemain kenong. Dan sisanya sebagai pemain pengganti apabila pemusik yang pertama sudah merasa kelelahan sebagian lagi sebagai pemandu sorak (orang yang berteriak-teriak) untuk membuat suasana pertunjukan lebih meriah dan semarak. Penari Dalam setiap pertunjukan reog ponorogo selalu identik dengan tarian karena pertunjukan reog merupakan pertunjukan sendratari18. Para penari pendukung pertunjukan ini adalah penari jathilan yang diperankan oleh para wanita dengan menggunakan kuda lumping. Dulunya para penari jathilan ini diperankan oleh pria yang berprofesi sebagai gemblak hal ini dikarenakan pada masa kerajaan tidak ada prajurit perempuan. Jumlah penari perempuan dalam setiap pertunjukan ada 2 orang, penari laki-laki 3 orang. Awalnya pertunjukan reog tidak menggunakan penari perempuan karena perempuan dianggap dapat menghilangkan ilmu yang dimiliki para warok. Namun, saat ini pertunjukan reogmenggunakan penari perempuan karena perempuan dianggap memiliki keindahan. Penonton Sebagai sebuah pertunjukan yang berlangsung di jalan dan lapangan terbuka penonton dapat mengambil posisi tertentu dari awal hingga pertunjukan berakhir. Pada saat arak-arakan penonton juga dapat mengikuti rute perjalanan rombangan reog tersebut dari awal sampai akhir perjalanan, sesekali rombongan reog tersebut berhenti ditengah jalan dan melakukan berbagai macam atraksi untuk menarik perhatian orang-orang yang sedang lalu lalang dengan cara itulah semakin banyak orang berbondong-bondong mengikuti rombongan reog ini hingga kembali ketempat pertunjukan semula. Kebanyakan penonton berasal dari undangan dan masyarakat sekitar lokasi pesta. Masyarakat mengetahui adanya pertunjukan reog

Sendratari adalah tari dramatik yang yang tidak berdialog.

Page 98: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

karena adanya pemberitahuan dari yang pihak penyelenggara pesta ataupun mereka menyasikkan sendiri sewaktu arak-arakan berlangsung. Jalannya Pertunjukan Pertunjukan reog yang dilakukan pada upacara perkawinan masyarakat Jawa memiliki beberapa tahapan sebagai berikut. Pada pukul 10.00 wib akad nikah dilakukan bertempat dirumah mempelai wanita sampai dengan pukul 12.00 wib. Setelah akad nikah selesai kedua mempelai sungkem kepada orang tua kedua mempelai dengan tujuan untuk memohon do’a restu19. Lihat gambar di bawah ini:

Gambar.12 (a, b, c) Proses Akad Nikah dan Sungkem

19 Penelitian penulis lakukan pada tanggal 20 Juni 2008 pada upacara perkawinan Evi dan Dedy

Page 99: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Setelah akad nikah selesai mempelai pria kembali kerumahnya untuk berganti pakaian dan tepat pukul 14.00 wib rombongan mempelai pria sudah tiba didepan lorong rumah mempelai wanita (tempat resepsi). Arak-arakan oleh reog dilakukan dengan berjalan kaki dimulai dari lorong sampai kerumah mempelai wanita. Jika jarak rumah mempelai wanita jauh maka mempelai pria mulai diarak dengan menaiki kendaraan seperti becak mesin dan diturunkan didepan lorong rumah mempelai wanita. Lihat gambar di bawah ini:

Gambar.13 Mempelai Pria beserta Keluarga pada Arak-arakan

Dari lorong tersebut mempelai pria diarak sampai kedepan rumah mempelai wanita dengan naik diatas dhadhak merak, sesampainya didepan rumah mempelai wanita maka mempelai pria diturunkan dari atas dhadhak merak dan para pemain beristirahat sejenak untuk menantikan pertunjukan berikutnya dimulai. Lihat gambar di bawah ini:

Page 100: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Gambar.14 Mempelai Pria Diarak Naik Dhadhak Merak

Kedatangan mempelai pria sudah dinantikan oleh mempelai wanita beserta keluarganya didepan rumah. Sesampainya didepan rumah mempelai wanita kedua mempelai melakukan tukar bale (geger mayang), namun keduanya tidak boleh saling memandang. Lihat gambar dibawah ini:

Page 101: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Gambar.15 Pertemuan Kedua Mempelai dan Saling Tukar Bale

Kemudian kedua mempelai melakukan upacara Balangan Sedah atau sering disebut dengan lempar sirih, setelah itu disusul dengan berjabat tangan tanda saling mengenal. Pada saat berjabat tangan kedua mempelai sudah diperbolehkan saling memandang. Lihat gambar di bawah ini:

Gambar.16 Upacara Balangan Sedah

Page 102: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Setelah itu kedua mempelai mengelilingi wadah yang berisi bunga, air serta telur yang masih utuh sebanyak 5 kali. Kemudian mempelai pria menginjak telur yang telah disediakan sampai pecah dan mempelai wanita membersihkan kaki mempelai pria dengan air bunga. Kemudian mempelai wanita sungkem kepada mempelai pria, setelah semua selesai do’a dipanjatkan agar perkawinan yang dilaksanakan dapat berjalan dengan baik. Lihat gambar dibawah ini:

Gambar.17 Kedua Mempelai Mengelilingi Wadah Berisi Air dan Bunga sebanyak 5 kali sambil Berjabat Tangan.

Gambar.18 Mempelai pria menginjak telur lalu mempelai wanita membasuh

kaki mempelai pria dengan air bunga.

Page 103: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Selesai berdoa kedua mempelai menuju pelaminan untuk disandingkan, kedua mempelai diantar kepelaminan dengan cara digendong oleh ibu dari mempelai wanita. Lihat pada gambar dibawah ini:

Setelah bersanding dipelaminan kedua mempelai saling menyuapi makanan dan minuman, dilanjutkan dengan acara wirid yang dilakukan oleh ibu-ibu pengajian yang bertujuan mendoakan kedua mempelai dan keluarga. Setelah wirid selesai dilanjutkan acara tepung tawar dari keluarga dua belah pihak. Lihat gambar dibawah ini

Gambar.19 Kedua Mempelai Menuju Pelaminan

untuk Disandingkan

Page 104: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Gambar.20 Kedua Mempelai Saling Menyuapi

Setelah semua rangkaian acara selesai dilakukan barulah pertunjukan reog ditampilkan untuk menghibur para tamu undangan sambil bersantap siang. Namun, satu jam sebelum pertunjukan arak-arakan dimulai para sesepuh melakukan ritual demi kelancaran acara tersebut. Adapun perlengkapan ritual adalah kemenyan, satu bungkus kembang tujuh rupa, satu piring nasi lengkap dengan lauk pauknya, satu gelas es dawet, satu gelas air darem (terbuat dari campuran kunyit, asam Jawa, dan gula merah) dan rokok. Lihat gambar dibawah ini:

Page 105: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Gambar.21 Perlengkapan ritual (sesajen)

Semua sesajen tersebut diletakan didepan topeng yang akan digunakan seperti: dhadhak merak, dan topeng bujangganong. Kemenyan dibakar, rokok diselipkan ditelinga topeng dhadhak merak dan bunga ditaburi disekitar lapangan pertunjukan. Setelah ritual selesai semua perlengkapan ritual berupa sepiring nasi beserta lauknya, es dawet, air darem disantap oleh para pemain sebagai bekal mereka. Lihat gambar dibawah ini:

Page 106: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Gambar.22 Semua Sesajen Diletakkan di

depan Topeng yang Akan Digunakan.

Pertunjukan reog ponorogo sebagai hiburan dimulai dengan pertunjukan tarian oleh bujangganong selama 15 menit dengan menampilkan gerakan-gerakan tarian yang atraktif dengan berguling-guling dan melompat kesana-kemari sambil mengajak para penonton berinteraksi dengan sesekali mendekatkan diri pada penonton. Lihat gambar dibawah ini:

Gambar.23 Pertunjukan tari Bujangganong

Setelah itu dilanjutkan dengan tarian jathilan yang dibawakan oleh 2 orang gadis yang menaiki kuda selama 20 menit, dulunya yang menarikan

Page 107: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

ini adalah kaum lelaki yang disebut sebagai gemblak dan tarian ini bernama tari kuda lumping. Lihat gambar dibawah ini:

Gambar.24 Pertunjukan tari Jathilan Menggunakan Eblek

Setelah tarian pembuka selesai, baru ditampilkan adegan inti yang isinya bergantung kondisi dimana seni reog ditampilkan. Jika berhubungan dengan pernikahan maka yang ditampilkan adalah adegan percintaan. Dalam pertunjukan ini adegan percintaan dilakukan oleh para jathilan yang mencoba menarik perhatian para pembarong dengan tarian yang mereka bawakan, setelah para pembarong tertarik mereka akan mendekati para penari jathilan untuk sekedar memandang ataupun mencium para penari jathilan tersebut. Untuk hajatan khitanan atau sunatan, biasanya menampilkan cerita bertemakan pendekar. Adegan dalam pertunjukan reog ponorogo biasanya tidak mengikuti skenario yang tersusun dengan rapi. Dalam setiap pertunjukan selalu ada interaksi antara para pemain dengan dalang (biasanya yang menjadi pimpinan rombongan atau sesepuh) terkadang juga interaksi dengan para penonton. Pada saat pementasan seorang pemain dapat digantikan oleh pemain lain karena sudah merasa kelelahan, biasanya pergantian pemain sering terjadi pada pembarong yaitu pemain yang memakai topeng dhadhak

Page 108: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

merak. Dalam setiap pertunjukan hal yang paling penting adalah dapat memberikan kepuasan pada para penonton. Dalam setiap pertunjukan reog ponorogo yang menjadi pertunjukan terakhir adalah pertunjukan yang dilakukan oleh pembarong, biasanya dilakukan selama 30 menit dimana pemain memakai topeng berbentuk kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu burung merak yang biasa disebut dengan dhadhak merak. Biasanya setiap pembarong melakukan berbagai macam atraksi dengan mengangkat para penonton diatas dhadhak merak dan dibawa berkeliling, gerakan tarian yang ditampilkan seperti silat, selain itu juga para pembarong melakukan atraksi seperti berguling-guling ditanah dengan topeng yang masih melekat. Lihat gambar di bawah ini:

Gambar.25 Atraksi pembarong sebelum memakai topeng dhadhak merak

Topeng yang berat ini dimainkan oleh penarinya dengan menggunakan gigi saja dan topeng yang berat itu digerakan hanya dengan kekuatan gigitan saja kemampuan untuk memainkan topeng ini diperoleh dengan latihan yang berat selain itu juga diperoleh melalui latihan spiritual seperti berpuasa dan bertapa. Lihat gambar di bawah ini:

Page 109: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Gambar.26 Atraksi Pembarong Setelah Mengenakan

Topeng Dhadhak Merak

Fungsi Reog Dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Jawa

Dalam upacara adat perkawinan masyarakat Jawa reog ponorogo memiliki dua fungsi, yaitu sebagai sarana ritual , sebagai sarana hiburan, dan sebagai presentasi estetis. Ketiga fungsi reog ponorogo tersebut akan penulis jelaskan secara lengkap seperti pembahasan berikut ini: Reog Sebagai Sarana Ritual Penyajian reog sebagai sarana ritual dapat dilihat melalui proses arak-arakan penganten pria beserta keluarga menuju rumah penganten wanita, hal ini diyakini dapat memberikan anungerah yang besar bila penganten pria diarak dengan dinaikkan di atas dhadhak merak, penganten pria dianggap sebagai raja karena pada zaman dahulu seorang raja di percaya memiliki anugerah yang besar bagi rakyatnya. Dengan adanya arak-arakan ini pihak penganten wanita dapat mengetahui kedatangan mereka. Pada saat proses arak-arakan berlangsung banyak para ibu-ibu yang sedang menggendong bayinya menghampiri penganten pria, para ibu-ibu tersebut ingin bayinya dicium oleh penganten pria. Lihat gambar di bawah ini:

Page 110: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Gambar.27 Seorang Ibu Memberikan Bayinya Agar Dicium oleh Penganten Pria

Menurut kepercayaan orang-orang Jawa yang ada didesa tersebut hal ini dipercaya dapat menolak bala serta penyakit agar tidak menghampiri sianak tersebut, sehingga sianak selalu sehat dan terhindar dari apapun. Dalam hal ini sang mempelai pria diibaratkan sebagai seorang Raja20 yang mampu memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya karena pada zaman dahulu seorang Raja mempunyai kekuatan, kebijaksanaan, serta kekuasaan yang dapat mensejahterakan, melindungi, dan mengayomi rakyatnya dari berbagai penderitaan serta penyakit karena keberhasilan seorang Raja memimpin dapat dilihat dari kondisi rakyat dan kerajaan yang dipimpinnya. Reog Sebagai Sarana Hiburan Reog berfungsi sebagai sarana hiburan dan rekreasi pada setiap lapisan masyarakat. Pertunjukan reog ini sangat dinanti-nanti oleh masyarakat karena pada setiap pertunjukannya kepuasan penonton yang lebih diutamakan, penonton dapat bebas melibatkan diri dalam setiap pertunjukan tanpa ada batas dan hambatan. Dengan menyaksikan pertunjukan reog dapat mengobati rasa rindu terhadap kampung halaman khususnya bagi kaum perantau.

20Setiap pengantin selalu disebut dengan Raja dan Ratu sehari yang disandingkan dipelaminan yang dianggap sebgai singgasana. Informasi ini penulis peroleh dari salah seorang Ibu yang memberikan anaknya untuk dicium pengantin pria.

Page 111: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Walaupun reog merupakan kesenian tradisional Jawa, tetapi tidak menutup kemungkinan pertunjukan reog dapat dilakukan diantara orang-orang yang bukan berasal dari suku Jawa. Misalnya saja diluar suku Jawa reog dapat ditampilkan pada saat peresmian gedung atau tempat, dan pada peringatan Hari Besar Nasional, menyambut para petinggi Negara dan Pemerintahan. Dalam hal ini reog hanya berfungsi sebagai hiburan bagi seluruh lapisan masyarakat yang ada ditempat acara tersebut.

Pada masyarakat Jawa sendiri pertunjukan dilakukan diberbagai acara yang bersifat hajatan, misalnya dalam upacara perkawinan reog tidak harus selalu ada. Ada dengan tidak adanya pertunjukan reog upacara perkawinan dapat dilangsungkan karena pertunjukan reog bukan satu keharusan dan kewajiban dalam setiap acara baik perkawinan maupun khitanan. Orang-orang Jawa yang dapat menampilkan pertunjukan reog dalam acara hajatan maupn pernikahan hanyalah orang-orang yang mampu dan memiliki rezeki berlebih. Secara keseluruhan pertunjukan reog mampu menghidupkan suasana lebih meriah dan semarak. Hal ini dapat terlihat dari antusias para tamu undangan yang menyaksikan pertunjukan reog ponorogo, mereka sangat merasa terhibur karena atraksi yang dilakukan oleh para pemain dan kemasan pertunjukan yang sangat memukau. Reog Sebagai Presentasi Estetis Reog sebagai presentasi estetis dapat dilihat dari pertunjukan yang disajikan mampu mempresentasikan keindahan kesenian tradisional. Hal tersebut dilihat dari atraksi yang dilakukan para penari yang dapat memberikan rasa senang pada semua penonton, meriahnya alunan musik yang dapat menambah maraknya suasana pertunjukan Hal ini dapat menumbuhkan minat generasi muda untuk tetap menjaga dan melestarikan kesenian tradisional yang menyimpan banyak keindahan. Rangkuman Dalam tradisi masyarakat Jawa, reog selalu disajikan diberbagai upacara dan acara baik yang bersifat formal maupun informal. Salah satunya adalah pertunjukan reog pada upacara perkawinan masyarakat Jawa. Reog berasal dari daerah Jawa Timur, tepatnya di daerah Ponorogo. Kesenian ini masuk ke Sumatera Utara disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah karena kesenian ini dibawa dengan tujuan untuk diperkenalkan oleh orang-orang Jawa yang bermigrasi ke Desa Kampung Kolam.

Page 112: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Reog yang ada di Desa Kampung Kolam mengalami banyak perbedaan dengan reog yang ada di Jawa Timur. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada : para pemain/tokoh, lagu pengiring, tema cerita, gerak tari, kostum serta riasan. Semua perubahan itu dilakukan untuk membuat pertunjukan lebih terasa hidup dan mempersingkat waktu pertunjukan. Desa Kampung Kolam terdapat sanggar seni yang dapat melakukan pertunjukan reog, yaitu sanggar Langen Budoyo Pendukung pertunjukan reog adalah; (1) pihak penyaji yang terdiri dari 10 orang pemusik yang semuanya pria, 2 orang sesepuh, 2 orang bujangganong (penari pria), 2 orang pembarong (penari pria), 2 orang jathilan (penari perempuan), serta 2 orang partisipan yang keduanya adalah pria; (2) penonton sebagai pihak penerima pesan dari penyaji. Instrumen musik yang biasa digunakan untuk mengadakan pertunjukan reog ponorogo adalah: 1 buah gong besar, 2 buah kenong, 1 buah kendang berukuran besar, 1 buah ketipung (kendang berukuran kecil), 2 buah angklung, dan 1 buah salompret. Instrumen ini digunakan untuk mengiringi tarian dalam setiap pertunjukan. - Dalam pertunjukan reog terdapat beberapa fungsi dalam penyajiannya terhadap upacara perkawinan, yaitu sebagai sarana ritual, sebagai sarana hiburan, dan sebagai presentasi estetis. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan, maka dapat ditarik kesimpilan sebagai berikut: Pertujukan reog yang terdapat di Desa Kampung Kolam digunakan dalam upacara perkawinan, acara khitanan, hari-hari besar Nasional serta pada acara bersih desa. Dalam setiap pertunjukannya reog selalu mengutamakan kepuasan penonton, pertunjukan reog di Jawa Timur biasanya mengutamakan tema cerita dan permaianan yang ditampilkan oleh para pemain/tokoh sehinnga lebih terkesan monoton, sedangkan di Desa Kampung Kolam tema cerita bukanlah hal yang utama melainkan dapat membuat suasana senang dan riang gembira bagi para penonton.

Pertunjukan reog tidak harus menggunakan panggung yang besar melainkan dihalaman rumah yang luas serta lapangan terbuka yang tidak memiliki batas antara para pemain dengan penonton, sehingga secara spontan penonton dapat turut serta dalam pertunjukan tersebut tanpa merusak jalannya pertunjukan. Reog merupakan aset bangsa yang tak ternilai harganya. Oleh karena itu, jangan sampai aset ini dirusak atau tidak dilestarikan. Seperti

Page 113: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

yang kita ketahui bahwa negara tetangga telah mengklaim bahwa reog ponorogo adalah kesenian mereka, hendaklah kita sebagai warga negara Indonesia yang baik mencintai, melestarikan dan mengembangkan kesenian tradisional yang kita miliki. Dalam penulisan skipsi ini penulis menyadari bahwa masih sebagian kecil yang penulis kaji dari sekian banyak permasalahan yang ada dan dapat diteliti. Tulisan ini masih belum sempurna juga memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, apa yang sudah ditilis dalam skripsi ini masih merupakan informasi awal untuk mendeskripsikan pertunjukan reog ponorogo pada upacara perkawinan. Penulis berharap agar peneliti-peneliti lainnya dapat melanjutkan penelitian yang berhubungan dengan kesenian masyarakat Jawa pada umumnya, dan khususnya seni pertunjukan reog ponorogo. Penulis juga mengharapkan partisipasi dari instansi yang terkait dengan kebudayaan Jawa agar memberi dorongan yang kuat bagi masyarakat Jawa khusunya untuk lebih mencintai dan senantiasa mengembangkan serta melestarikan kebudayaannya. Penulis juga mengharapkan perhatian rekan-rekan mahasiswa/i Etnomusikologi agar memperhatikan perkembangan disiplin Etnomusikologi di Indonesia pada khususnya. Daftar Pustaka Achmad A., 1997. Kesenian Nusantara. Surabaya: Rineka Cipta. Becker, Judith, 1976. Traditional Music in Modern Java. Honolulu: University of

Hawaii Press. Depdikbud, 1997. Perkembangan Ludruk di Jawa Timur. Jakarta: Pusat Pembinaan

dan Pengembangan Bahasa Depdikbud. Hartono, 1980. Reyog Ponorogo. Jakarta; Depdikbud. Hood, Mantle, 1954. Patet in Javanese Music. Groningen: Wolters. Hood, Mantle, 1971. The Ethnomusicologist. New York: McGraw-Hill Book

Company. Kunst, Jaap, 1949. Music in Java. The Hague: Martinus Nijhoff. R.M. Soedarsono, 1983. Wayang Wong: The State Dance Drama in the Court of

Yogyakarta. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Soedarso, Sp. (ed.), 1991. Beberapa Catatan tentang Perkembangan Kesenian Kita.

Yogyakarta: B.P. ISI Yogyakarta. Wardiman Jayakusuma, 1992. Seni Tari Jawa. Surabaya: Penerbit Sinar Ilmu.

Page 114: Etnomusikologi DARI PENYUNTING - Rumah · dan salam kesenian.” Muhammad Takari. Etnomusikologi, Nomor 8, Tahun 4, September 2008 ISSN: 1858-4721 DAFTAR ISI Dari Penyunting i

Tentang Penulis Dina Mayantuti Sitopu, adalah seorang sarjana seni alumni Departemen Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara Medan. Ia menamatkan studinya tahun 2008 yang lalu, dengan mengambil tema penulisan skripsi tentang reog Ponorogo di Kampung Kolam. Dina Mayantuti Sitopu juga adalah seeorang penari tarian etnik Sumaera Utara, yang telah menari di berbagai peristiwa seni, baik di peringkat kabupaten, kota, maupun provinsi. Kini sedang studi akta empat, bersiap-siap menjadi seroang guru seni.