etika bisnis

23
TATA KELOLA, AKUNTABILITAS, DAN MANAJEMEN ETIS A. GOOD GOVERNANCE Good corporate governance (GCG) secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder (Monks,2003). Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder. Ada empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep good corporate governance, (Kaen, 2003; Shaw, 2003) yaitu fairness, transparency, accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan prinsip good corporate governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan. Konsep good corporate governance baru populer di Asia. Konsep ini relatif berkembang sejak tahun 1990-an. Konsep good corporate governance baru dikenal di Inggris pada tahun 1992. Negara-negara maju yang tergabung dalam kelompok OECD (kelompok Negara-negara maju di Eropa Barat dan Amerika Utara) mempraktikkan pada tahun 1999. B. Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance

Upload: rizki-aulia

Post on 10-Nov-2015

22 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tata Kelola Etis Perusahaan dan Akuntabilitas

TRANSCRIPT

TATA KELOLA, AKUNTABILITAS, DAN MANAJEMEN ETIS

A. GOOD GOVERNANCEGood corporate governance (GCG) secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder (Monks,2003). Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder. Ada empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep good corporate governance, (Kaen, 2003; Shaw, 2003) yaitu fairness, transparency, accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan prinsip good corporate governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan.Konsep good corporate governance baru populer di Asia. Konsep ini relatif berkembang sejak tahun 1990-an. Konsep good corporate governance baru dikenal di Inggris pada tahun 1992. Negara-negara maju yang tergabung dalam kelompok OECD (kelompok Negara-negara maju di Eropa Barat dan Amerika Utara) mempraktikkan pada tahun 1999.B. Prinsip-Prinsip Good Corporate GovernanceSecara umum terdapat lima prinsip dasar dari good corporate governance yaitu:1. Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.2. Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.3. Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.4. Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.5. Fairness (kesetaraan da kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.Esensi dari corporate governance adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan peraturan yang berlaku.

C. Tahap-tahap Penerapan Good Corporate GovernanceDalam pelaksanaan penerapan GCG di perusahaan adalah penting bagi perusahaan untuk melaku kan pentahapan yang cermat berdasarkan analisis atas situasi dan kondisi perusahaan, dan tingkat kesiapannya, sehingga penerapan GCG dapat berjalan lancar dan mendapatkan dukungan dari seluruh unsur di dalam perusahaan.Pada umumnya perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam menerapkan GCG menggunakan tahapan berikut (Chinn, 2000; Shaw,2003).1.Tahap PersiapanTahap ini terdiri atas 3 langkah utama: 1) awareness building, 2) GCG assessment, dan 3) GCG manual building. Awareness building merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran mengenai arti penting GCG dan komitmen bersama dalam penerapannya. Upaya ini dapat dilakukan dengan meminta bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Bentuk kegiatan dapat dilakukan melalui seminar, lokakarya, dan diskusi kelompok. GCG Assessment merupakan upaya untuk mengukur atau lebih tepatnya memetakan kondisi perusahaan dalam penetapan GCG saat ini. Langkah ini perlu guna memastikan titik awal level penerapan GCG dan untuk mengidentifikasi langkah-langkah yang tepat guna mempersiapkan infrastruktur dan struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan GCG secara efektif. Dengan kata lain, GCG assessment dibutuhkan untuk mengidentifikasi aspekaspek apa yang perlu mendapatkan perhatian terlebih dahulu, dan langkah-langkah apa yang dapat diambil untuk mewujudkannya. GCG manual building, adalah langkah berikut setelah GCG assessment dilakukan. Berdasarkan hasil pemetaan tingkat kesiapan perusahaan dan upaya identifikasi prioritas penerapannya, penyusunan manual atau pedoman implementasi GCG dapat disusun.Penyusunan manual dapat dilakukan dengan bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Manual ini dapat dibedakan antara manual untuk organ-organ perusahaan dan manual untuk keseluruhan anggota perusahaan, mencakup berbagai aspek seperti:a. Kebijakan GCG perusahaanb. Pedoman GCG bagi organ-organ perusahaanc. Pedoman perilakud. Audit commitee chartere. Kebijakan disclosure dan transparansif. Kebijakan dan kerangka manajemen resikog. Roadmap implementasi

2. Tahap ImplementasiSetelah perusahaan memiliki GCG manual, langkah selanjutnya adalah memulai implementasi di perusahaan. Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama yakni:a. Sosialisasi, diperlukan untuk memperkenalkan kepada seluruh perusahaan berbagai aspek yang terkait dengan implementasi GCG khususnya mengenai pedoman penerapan GCG. Upaya sosialisasi perlu dilakukan dengan suatu tim khusus yang dibentuk untuk itu, langsung berada di bawah pengawasan direktur utama atau salah satu direktur yang ditunjuk sebagai GCG champion di perusahaan.b. Implementasi, yaitu kegiatan yang dilakukan sejalan dengan pedoman GCG yang ada, berdasar roadmap yang telah disusun. Implementasi harus bersifat top down approach yang melibatkan dewan komisaris dan direksi perusahaan. Implementasi hendaknya mencakup pula upaya manajemen perubahan (change management) guna mengawal proses perubahan yang ditimbulkan oleh implementasi GCG.c. Internalisasi, yaitu tahap jangka panjang dalam implementasi. Internalisasi mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan GCG di dalam seluruh proses bisnis perusahaan kerja, dan berbagai peraturan perusahaan. Dengan upaya ini dapat dipastikan bahwa penerapan GCG bukan sekedar dipermukaan atau sekedar suatu kepatuhan yang bersifat superficial, tetapi benar-benar tercermin dalam seluruh aktivitas perusahaan.3. Tahap EvaluasiTahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara teratur dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauh mana efektivitas penerapan GCG telah dilakukan dengan meminta pihak independen melakukan audit implementasi dan scoring atas praktik GCG yang ada. Terdapat banyak perusahaan konsultan yang dapat memberikan jasa audit yang demikian, dan di Indonesia ada beberapa perusahaan yang melakukan scoring. Evaluasi dalam bentuk assessment, audit atau scoring juga dapat dilakukan secara mandatory misalnya seperti yang diterapkan di lingkungan BUMN. Evaluasi dapat membantu perusahaan memetakan kembali kondisi dan situasi serta capaian perusahaan dalam implementasi GCG sehingga dapat mengupayakan perbaikan-perbaikan yang perlu berdasarkan rekomendasi yang diberikan.

D. Code of Conduct PerusahaanKebutuhan tata kelola etis tidak hanya baik bagi bisnis perusahaan. Perubahan perubahan terkini pada regulasi pemerintah merubah ekspektasi secara signifikan. Dalam era meningkatkan pengawasan, dimana perilaku tidak etis dapat mempengaruhi tujuan perusahaan secara keseluruhan, sangat dibutuhkan sistem tata kelola perusahaan yang menyediakan aturan serta akuntabilitas yang tepat untuk kepentingan stakeholders, direktur dan eksekutif.Direktur harus cermat dalam mengatur risiko bisnis dan etika perusahaannya. Mereka harus memastikan bahwa budaya etis telah berjalan dengan efektif dalam perusahaan. Hal ini membutuhkan pengembangan code of conductdan cara yang paling fundamental dalam menciptakan pemahaman mengenai perilaku yang tepat, memperkuat perilaku tersebut, dan meyakinkan bahwa nilai yang mendasarinya dilekatkan pada strategi dan operasi perusahaan. Konflik kepentingan dalam perusahaan, kekerasan seksual, dan topik topik serupa perlu diatasi segera dengan pengawasan yang memadai untuk menjaga agar budaya perusahaan sejalan dengan ekspektasi saat ini.

E. Pendedikasian Kembali Peran Akuntan ProfesionalSebelum bencana Enron, Athur Andersen dan WorldCom, masyarakat menekan perusahaan atas laporan keuangan yang menyesatkan dan skandal; perlindungan lingkungan, pekerja, pelanggan, dan hak asasi manusia; kasus penyuapan, pengaruh yang tidak semestinya, dan keserakahan luar biasa, dan kegagalan untuk mengelola dalam batas- batas yang diharapkan oleh para pemangku kepentingan dan bertanggung jawab kepada mereka. Pemangku kepentingan menemukan bahwa bencana tersebut bisa memiliki dampak yang signifikan terhadap pasar konsumen perusahaan, pasar modal, dan dukungan perusahaan yang ditawarkan oleh kelompok pemangku kepentingan lainnya seperti karyawan dan pemberi pinjaman. Reputasi perusahaan bisa akan terpengaruh oleh pemangku kepentingan yang marah. Direksi dan eksekutif menyaksikan boikot, pengurangan pendapatan dan aliran laba, atau penolakan dari karyawan yang unggul dan menemukan bahwa dukungan dari pemangku kepentingan sangat penting untuk pencapaian optimal tujuan jangka menengah dan panjang perusahaan. Setelah bencana Enron, Athur Andersen dan WorldCom datang, mereka menunjukkan dunia tentang kesalahan dan kerenatanan yang melekat dalam gaya lama yang hanya berfokus pada model tata kelola dan akuntabilitas pemegang saham saja. Kredibilitas perusahaan di Amerika Utara, akuntan profesional, dan pasar modal begitu parah terkikis dalam benak masyarakat sehingga muncul pengesahan Sarbanes-Oxley (SOX) pada 30 Juli 2002. SOX merupakan respons terhadap percepatan keprihatinan pemangku kepentingan yang disebabkan oleh skandal yang memengaruhi kehidupan investor, dan khususnya pensiunan karyawan dan tanggungan mereka. SOX memulihkan kepercayaan yang diperlukan dalam tata kelola dan akuntabilitas.Reformasi SOX dirancang untuk memfokuskan kembali model tata kelola tanggung jawab direksi pada tugas fidusia mereka yang melampaui kepentingan mereka sendiri disbanding kepentingan pemegang saham secara keseluruhan dan untuk kepentingan publik. Kepentingan pemangku kepentingan berpotensi menimbulkan konflik dengan para pemegang saham. Direksi harus memeriksa trade-off (pertukaran kepentingan) antara pemegang saham dan pemangku kepentingan dan memilih satu atau yg lain, atau memilih solusi kombinasi. Untungnya, perspektif jangka panjang pemegang saham sering bertepatan dengan kepentingan pemangku kepentingan.Berdasarkan realitas tekanan pemangku kepentingan dan keinginan untuk meraih dukungan pemangku kepentingan, perusahaan menyadari bahwa mereka bertanggung jawab secara strategis kepada para pemangku kepentingan dan mengatur diri mereka sendiri untuk meminimalkan risiko dan memaksimalkan peluang yang melekat dalam kerangka kerja akuntabilitas pemangku kepentingan.

Perusahaan harus menilai bagaimana tindakan mereka berpengaruh terhadap kepentingan kelompok pemangku kepentingan mereka yang penting. Dalam proses tata kelola berorientasi pada akuntabilitas pemangku kepentingan (stakeholder-accountability oriented governance process-SAOG), Dewan Direksi harus mempertimbangkan semua kepentingan pemangku kepentingan dan memastikan bahwa mereka dibangun dalam visi perusahaan, misi, strategi, kebijakan, kode etik, praktik, sesuai mekanisme, dan pengaturan umpan balik. Jika ini tidak dilakukan, tindakan perusahaan mungkin gagal untuk mempertimbangkan kepentingan yang penting, dan perusahaan dapat kehilangan dukungan dari satu atau lebih kelompok pemangku kepentingan.

Dewan Direksi mungkin akan diperingatkan oleh beberapa agen jika muncul perilaku manajemen yang dipertanyakan. Pemegang saham biasanya memilih auditor eksternal untuk memberikan pendapat ahli tentang apakah laporan keuangan yang disiapkan manajemen telah menyajikan secara wajar hasil usaha dan posisi keuangan perusahaan dan sesuai dengan GGAP. Selain itu peran auditor eksternal perusahaan adalah untuk menilai apakah kebijakan kebijakan perusahaan telah bersifat komprehensif dan terus ditaati. Mereka secara rutin harus melapor secara langsung dan secara pribadi, tanpa kehadiran manajemen, kepada Komite Audit, meskipun mereka dapat melapot setiap hari ke CEO atau CFO.Karena usulan COX, pengacara perusahaan akan diharapkan untuk membuat dewan direksi menyadari masalah jika manajemen tidak merespons dengan tepat ketika menceritakan kejanggalan yang ada. Unsur lain system SAOG modern haruslah berupa Etchics Officer (EO) atau Ombudsman (pejabat yang menyelidiki keluhan di masyarakat) yang mengawasi budaya etika dan berfungsi sebagai orang kepada siapa whistle blower (pengungkap rahasia) memberikan laporan anonimnya. EO harus melapor keada Dewan Komite Audit dan menjadi saluran yang dilalui oleh laporan generic whistleblowers untuk mencapai dewan. Serupa dengan auditor eksternal, EO dapat memberikan laporan sehari hari kepada CEO, tetapi harus melapor secara berkala kepada Komite Audit secara pribadi tanpa kehadiran manajemen lainnya. Perlu dicatat bahwa, disaat peraturan mengharuskan SOX Komite Audit untuk membentuk mekanisme whistle-blower yang memberikan mereka informasi mengenai persoalan keuangan, dewan juga perlu memantau masalah non finansial yang menjadi perhatian whistle blower karena hal itu sering mempengaruhi reputasi perusahaan secara signifikan dan demikian mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk mencapai tujuan strategis yang efektif. Akuntan professional di perusahaan menerapkan apa yang disebut oleh kode etik profesional untuk melayani kepentingan publik.

Ekspektasi Publik pada Semua ProfesionalSeorang profesional bekerja dengan sesuatu yang bernilai, akibat kepercayaan dan kompetensinya mereka bekerja serta bertanggungjawab. Jika sebuah profesi kehilangan kredibilitas di mata publik, maka konsekuensinya cukup parah. Dalam analisis terakhir menyebutkan bahwa sebuah profesi merupakan kombinasi dari keistimewaan, tugas, dan hak yang semuanya terbingkai dalam sekumpulan nilai profesional yang umum, nilai yang menentukan bagaimana keputusan dibuat dan tindakan diambil.

Ekspektasi Publik pada Akuntan ProfesionalAkuntan profesional diharapkan mempunyai keahlian khusus berhubungan dengan akuntansi dan pemahaman yang lebih baik dari orang awam mengenai hal-hal terkait seperti kontrol manajemen, perpajakan, atau sistem informasi. Sebagai tambahan, mereka juga diharapkan untuk menganut nilai dan tugas profesional umum serta menganut standar spesifik yang dikeluarkan oleh badan profesional dimana mereka bernaung.

Yang Dominan antara Nilai Etis dan Teknik Audit atau Akuntansi Nilai etis harus dipertimbangkan agar sejajar dengan kemampuan teknik. Namun demikian, yang dominan mungkin ditujukan pada nilai etis, ketika seorang profesional menemukan masalah yang melebihi kemampuan yang dimilikinya saat itu, nilai etislah yang akan mendorongnya untuk mengenali dan mengungkapkan fakta tersebut. Tanpa nilai etis, kepercayaan yang diperlukan dalam hubungan fidusial tidak dapat dipertahankan, dan hak-hak yang dimiliki oleh profesi akuntansi akan dibatasi, sehingga mengurangi efektivitas yang dapat diberikan oleh profesi independen pada masyarakat.

Prioritas Kewajiban, Loyalitas, dan Kepercayaan pada FidusialSalah satu peran utama dari akuntan profesional adalah menawarkan jasa fidusial untuk masyarakat, maka kinerja dari jasa-jasa tersebut seringkali melibatkan pilihan yang dapat memihak kepentingan salah satu pihak dari orang yang membayar fee, pemilik perusahaan/pemegang saham saat ini, pemegang saham potensial di masa depan, dan stakeholderlainnya termasuk pekerja, pemerintah dan kreditur. Oleh karena itu, sebagai auditor, loyalitas pada publik tidak boleh lebih kecil dari loyalitas pada pemegang saham/pemilik perusahaan saat ini, dan tidak boleh mengutamakan manajemen perusahaan.

Aturan Independensi SEC BaruKomite khusus tidak mengantisipasi ketidakmampuan anggotanya dalam mengelola konflik bawaan dari situasi berkepentingan yang muncul saat audit dan jasa lainnya ditawarkan pada klien yang sama. Pembatasan diperkenalkan oleh SOX dan dibentuk oleh SEC yang membatasi auditor dari perusahaan yang terdaftar di SEC untuk mengaudit pekerjaanya sendiri, atau bertindak sebagai pembela untuk klien

Nilai Tambah Kritis oleh Akuntan ProfesionalKredibilitas adalah nilai tambah dari akuntan profesional dalam jasa assurance yang lebih baru. Kredibilitas untuk klien/pekerja dan pada masyarakat luas, bergantung pada reputasi dari seluruh profesi. Reputasi berasal dari nilai profesional yang dianut dan ekspektasi yang dibentuk dari pihak-pihak yang dilayani. Secara khusus, nilai tambah kritis oleh akuntan profesional berada pada ekspektasi bahwa apapun jasa yang ditawarkan akan didasarkan pada integritas dan objektivitas, dan nilai-nilai ini sebagai tambahan untuk menjamin standar minimum kompetensi, kredibilitas atau keyakinan pada laporan atau aktivitas.

Standar yang Diharapkan untuk PerilakuPublik, khususnya klien mengharapkan bahwa akuntan profesional akan melakukan jasa fidusial dengan kompetensi, integritas, dan objektivitas. Integritas, kejujuran dan objektivitas sangat penting dalam pelaksanaan yang tepat dari tugas fidusial.

Kerangka kerja baru untuk akuntabilitas didasarkan pada keinginan menanggapi kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya, dan kerangka kerja tata modern harus mengarahkan personel perusahaan untuk mengintegrasikan kepentingan kepentigan mereka ke dalam strategi, perencanaan, dan pengambilan keputusan. Ekspektasi Baru Kerangka Baru1. Stakeholder mengetahui bahwa mereka bisa memiliki pengaruh yang signifikan pada pasar konsumsi perusahaan, pasar modal, dan pada dukungan yang ditawarkan perusahaan oleh kelompok stakeholder lain seperti pekerja dan kreditur. 2. Reputasi korporasi bisa secara signifikan dipengaruhi oleh emosi stakeholder.3. Komisaris dan eksekutif melihat boikot, menurunkan pendapatan dan laba, juga menemukan bahwa dukungan stakeholder penting untuk pencapaian optimal atas tujuan jangka menengah dan panjang perusahaan.4. Beberapa komisaris dan eksekutif menginginkan dukungan dan dengan bantuan dari akademisi dan lainnya, pedoman baru dan rerangka akuntabilitas dibangun, menyempurnakan dengan peralatan dan teknik baru.

F. Ancaman terhadap Tata Kelola yang Baik dan AkuntabilitasKesalahpahaman Tujuan dan Tugas Fidusia.Misalnya pada kasus Enron, banyak direksi dan karyawannya percaya bahwa tujuan perusahaan terpenuhi dengan baik oleh tindakan-tindakan yang membawa keuntungan jangka pendek, sehingga perusahaan melakukan manipulasi untuk memperoleh keuntungan tersebut yang ternyata berujung pada kehancuran perusahan tersebut.

Kegagalan untuk Mengidentifikasi dan Mengelola Risiko EtikaResiko etika terjadi ketika terdapat kemungkinan ekspektasi stakeholder tidak terpenuhi. Menemukan resiko etika penting untuk menghindari kehilangan dukungan dari stakeholder.

Konflik KepentinganKonflik kepentingan terjadi ketika penilaian indepenpen atau pengambilan keputusan seseorang goyah atau ada kemungkinan goyah karena adanya kepentingan lain yang bergantung pada penilaian tersebut. Sumber utama konflik kepentingan adalah hubungan dan keluarga dan kepentingan ekonomi.

G. Elemen Kunci Tata Kelola Perusahaan dan AkuntabilitasMengembangkan, Menerapkan, dan Mengelola Budaya Perusahaan Secara EtisDireksi, pemilik, manajemen senior, dan karyawan semuanya harus memahami bahwa suatu organisasi akan lebih bernilai jika mempertimbangkan kepentingan seluruh pemangku kepentingannya, tidak hanya pemegang saham, dan dalam membuat keputusan mempertimbangkan nilai-nilai etika yang tepat. Direksi dan para eksekutif harus cermat dalam mengatur bisnis dan risiko etika perusahaannya. Mereka harus memastikan bahwa budaya etis telah berjalan dengan efektif dalam perusahaan. Oleh karena itu, dibutuhkan pengembangan kode etik sehingga dapat menciptakan pemahaman yang tepat mengenai perilaku-perilaku etis, memperkuat perilaku-perilaku tersebut, dan memastikan bahwa nilai-nilai yang mendasarinya melekat pada strategi dan operasi perusahaan. Hal-hal seperti konflik kepentingan, pelecehan seksual, dan hal-hal serupa lainnya harus segera diatasi dengan pengawasan yang memadai untuk menjaga agar budaya perusahaan tetap sejalan dengan harapan saat ini.

Kode Etik PerusahaanKode etik dalam tingkah laku bisnis di perusahaan merupakan implementasi salah satu prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Kode etik dapat didefinisikan sebagai mekanisme struktural perusahaan yang digunakan sebagai tanda komitmen mereka terhadap prinsip-prinsip etika. Mekanisme tersebut dipandang sebagai suatu cara yang efektif untuk mendukung kebiasaan etika dalam menjalankan bisnis. Kode etik menuntut karyawan dan pimpinan perusahaan untuk melakukan praktik-praktik etika bisnis terbaik dalam semua hal yang dilakukan atas nama perusahaan. Jika prinsip tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan, maka seluruh karyawan dan pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan. Pelanggaran kode etik merupakan hal yang serius, bahkan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum.

Etika KepemimpinanSalah satu unsur penting dari tata kelola dan akuntabilitas perusahaan adalah tone at the top dan peran pimpinan dalam membangun, membina, melaksanakan, dan memantau budaya perusahaan yang diharapkan. Jika para pemimpin senior atau junior hanya bersuara untuk menyatakan nilai-nilai yang diinginkan di dalam perusahaan, maka karyawan akan mempertimbangkan hal tersebut sebagai suatu yang tidak patut diperhatikan. Meskipun budaya formal organisasi menetapkan nilai tersebut, namun jika tidak didukung oleh budaya informal maka hal tersebut hanya akan diangap sebagai suatu ocehan atau istilah lainnya window dressing.

H. Kewajiban Direksi dan PekerjaTata kelola etika dan akuntabilitas perusahaan bukan hanya sekedar bisnis yang bagus, namun merupakan suatu hukum. SOX Seksi 404 mengharuskan perusahaan meneliti efektivitas sistem pengendalian internal mereka terkait dengan pelaporan keuangan. CEO, CFO, dan auditor harus melaporkan dan menyatakan efektivitas tersebut. Pendekatan COSO terkait dengan sistem pengendalian internal menjelaskan bagaimana cara suatu perusahaan mencapai tujuannnya melalui 4 dimensi, yaitu strategi, operasi, pelaporan, dan kepatuhan. Melalui 4 dimensi tersebut, kerangka manajemen etika melibatkan 8 unsur yang saling terkait mengenai cara manajemen menjalankan perusahaan dan bagaimana mereka terintegrasi dengan proses manajemen yang meliputi lingkungan internal, penetapan tujuan, identifikasi kejadian, penilaian risiko, tanggapan terhadap risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pemantauan (monitoring).Etika dan budaya etis perusahaan memainkan peran penting dalam penetapan pengendalian lingkungan, dan juga dalam menciptakan manajemen risiko etika yang efektif yang berorientasi pada sistem pengendalian internal dan perilaku yang dihasilkan. Oleh karena itu, hal tersebut dapat menentukan tone at the top, kode etik, kepedulian pegawai, tekanan untuk memperoleh tujuan yang tidak realistis, kesediaan manajemen untuk mengabaikan pengendalian, kepatuhan dalam penilaian kinerja, pemantauan terhadap efektivitas pengendalian internal, program whistle-blowing, dan tindakan perbaikan dalam menanggapi pelanggaran kode etik.

I. Tolak Ukur Akuntabilitas PublikSalah satu perkembangan terkini yang perlu dipertimbangkan oleh dewan direksi dan manajemen ketika mengembangkan nilai-nilai, kebijakan, dan prinsip-prinsip yang mendasari budaya perusahaan dan tindakan karyawan mereka adalah gelombang baru dalam pengawasan pemangku kepentingan dan kebutuhan untuk transparansi dan akuntabilitas publik. Jika direksi mampu mengenali dan mempersiapkan perusahaan mereka di era baru dimana akan berhadapan dengan akuntabilitas para pemangku kepentingan yang efektif dan juga sistem tata kelola yang beretika, mereka tidak hanya akan mengurangi risiko, tapi juga akan menghasilkan keuntungan kompetitif dari perlanggan, karyawan, mitra, lingkungan, dan para stakeholder lainnya yang tentunya menarik bagi pemegang saham. Intinya, direksi, eksekutif, dan akuntan profesional harus fokus sepenuhnya terhadap pengembangan dan pemeliharaan budaya integritas jika mereka ingin memuaskan harapan seluruh pemangku kepentingannya.

J. KesimpulanKebutuhan untuk tata kelola perusahaan yang etis bukan hanya baik bagi bisnis kini itu diwajibkan oleh hokum. Perubahan terbaru dalam tata peraturan sedang mengubah harapan secara signifikan. Dalam era keterbukaan yang meningkat, dimana perilaku etis dapat mempengaruhi pencapaian tujuan perusahaan secara mendalam adalah untuk kepentingan para pemegang saham, direktur dan eksekutif bahwa sistem tata perusahaan mereka menyediakan pedoman yang memadai dan berakutanbilitas.Direksi harus menunjukkan due diligence dalam pengelolaan bisnis perusahaan dan risiko etika. Mereka harus memastikan bahwa budaya etis yang efektif berlaku di perusahaan mereka. Hal ini memerlukan pengembangan kode etik dan sarana penting untuk menciptakan kesadaran perilaku yang tepat, perilaku yang memperkuat dan memastikan bahwa nilai-nilai yang mendasari tertanam dalam strategi perusahaan. Jika para direktur mampu mengenali dan mempersiapkan perusahaan mereka untuk era baru akuntabilitas pemangku kepentingan melalui sistem, tata kelola etika yang efektif, mereka tidak hanya mengurangi risiko tetapi mereka akan menghasilkan keunggulan kompetitif diantara pelanggan, karyawan, mitra, lingkungan, dan pemangku kepentingan lainnya yang pasti akan menarik bagi pemegang saham.