erupsi gigi geligi
TRANSCRIPT
Erupsi Gigi Geligi
2.1 Erupsi Dan Fase Peralihan Gigi Sulung-Permanen
2.1.1 Erupsi Gigi Geligi
Erupsi gigi merupakan suatu perubahan posisi gigi yang diawali dengan
pertumbuhan dalam tulang rahang melalui beberapa tahap berturut-turut hingga mencapai
posisi fungsional di dalam rongga mulut. Erupsi gigi dipengaruhi oleh faktor intrinsik, yaitu
ras, genetik, dan jenis kelamin dan ekstrinsik yang meliputi nutrisi dan tingkat
ekonomi(Harshanur, 1995).
Banyak pendapat mengenai pengertian erupsi gigi. Menurut Lew, gigi dinyatakan
erupsi jika tonjol gigi atau tepi insisal dari gigi muncul menembus gingival dan tidak
melebihi 3 mm di atas gingival level yang dihitung dari tepi insisal gigi (Harshanur, 1995;
Sinulingga, 2002).
Proses erupsi gigi adalah suatu proses fisiologis berupa proses pergerakan gigi yang
dimulai dari tempat pembentukan gigi dalam tulang alveolar kemudian gigi menembus
gingiva sampai akhirnya gigi mencapai dataran oklusal. Gerakan dalam proses erupsi gigi
adalah ke arah vertikal tetapi selama proses erupsi gigi berlangsung, gigi juga mengalami
pergerakan miring, rotasi dan pergerakan ke arah mesial(Harshanur, 1995 ; Sinulingga,
2002).
Proses erupsi gigi dimulai sebelum tanda pertama mineralisasi dimana proses erupsi
gigi ini terus-menerus berlangsung tidak hanya sampai terjadi kontak dengan gigi
antagonisnya, tetapi juga sesudahnya, meskipun gigi telah difungsikan. Proses erupsi gigi
berakhir bila gigi telah tanggal (Harshanur, 1995 ; Sinulingga, 2002).
Adanya pergerakan pada proses erupsi gigi akan menstimulasi pertumbuhan tulang
rahang dalam arah panjang dan lebar. Hal ini terbukti bila gigi tanggal pada masa
pertumbuhan dan perkembangan tulang rahang maka tulang rahang di sekitar gigi yang
tanggal tersebut mengalami ketertinggalan dalam pertumbuhannya dibandingkan dengan
tulang rahang di sekitar gigi yang tidak tanggal. Benih-benih gigi desidui dan gigi-gigi
permanen mula-mula terhadap oklusal keduanya sejajar (Harshanur, 1995).
Dengan pertumbuhan rahang, gigi desidui akan lebih terdorong ke arah oklusal,
makin tertinggal benih gigi permanen dan akhirnya benih gigi permanen ini menempati
lingual akar atau antara akar-akar gigi desidui (Harshanur, 1995).
Proses erupsi gigi dapat dibagi atas tiga tahap, yaitu tahap praerupsi, prafungsional,
dan fungsional (Harshanur, 1995).
a.Tahap Praerupsi
Tahap praerupsi dimulai saat pembentukan benih gigi sampai mahkota selesai
dibentuk. Pada tahap praerupsi, rahang mengalami pertumbuhan pesat di bagian posterior dan
permukaan lateral yang mengakibatkan rahang mengalami peningkatan panjang dan lebar ke
arah anterior-posterior. Untuk menjaga hubungan yang konstan dengan tulang rahang yang
mengalami pertumbuhan pesat ini maka benih gigi bergerak ke arah oklusal (Harshanur,
1995).
Pergerakan benih gigi ke arah oklusal pada tahap praerupsi berhubungan dengan
pertumbuhan tulang rahang pada sisi apikal dan jaringan ikat di sekitar kantung gigi
(Harshanur, 1995).
Pertumbuhan tulang rahang pada sisi apikal pada tahap praerupsi ini berlangsung
lebih cepat daripada sisi yang lain dari tulang rahang yang menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan pada sisi apikal tulang rahang sehingga benih gigi terdorong ke arah
oklusal (Harshanur, 1995).
Selain proliferasi aktif dari tulang rahang, bergeraknya benih gigi ke arah oklusal
pada tahap praerupsi ini juga dipicu oleh pertumbuhan dari jaringan ikat di sekitar kantung
5
gigi. Proliferasi jaringan ikat ini berjalan dengan cepat sehingga menghasilkan kekuatan
untuk mendorang gigi ke arah oklusal (Harshanur, 1995).
b. Tahap Prafungsional
Tahap prafungsional dimulai dari pembentukan akar sampai gigi mencapai dataran
oklusal. Pada tahap prafungsional gigi bergerak lebih cepat ke arah vertikal. Selain bergerak
ke arah vertikal, pada tahap prafungsional gigi juga bergerak miring dan rotasi. Gerakan
miring dan rotasi dari gigi ini bertujuan untuk memperbaiki posisi gigi berjejal di dalam
tulang rahang yang masih mengalami pertumbuhan (Harshanur, 1995).
Pergerakan gigi ke arah oklusal pada tahap prafungsional berhubungan dengan
pertumbuhan jaringan ikat di sekitar kantung gigi (Harshanur, 1995).
Proliferasi aktif dari jaringan ligamen periodontal ini menghasilkan suatu tekanan di
sekitar kantung gigi yang akan mendorong gigi ke arah oklusal. Tekanan erupsi pada tahap
prafungsional semakin bertambah seiring meningkatnya permeabilitas vaskular di sekitar
ligamen periodontal. Meningkatnya permeabilitas vaskular ini memicu keluarnya cairan
secara difus dari dinding vaskular sehingga terjadi penumpukan cairan di sekitar ligamen
periodontal yang kemudian menghasilkan tekanan erupsi. Keadaan ini sama dengan kondisi
inflamasi dimana jaringan ligamen periodontal yang membengkak akan mendorong gigi ke
luar dari soketnya, tetapi proses patologis ini tidaklah sama sepenuhnya dengan proses erupsi
fisiologis (Harshanur, 1995).
Faktor lain yang juga berperan dalam menggerakkan gigi ke arah oklusal pada tahap
prafungsional ini adalah perpanjangan dari pulpa, dimana pulpa yang sedang berkembang
pesat ke arah apikal juga dapat menghasilkan kekuatan untuk mendorong mahkota ke arah
oklusal(Harshanur, 1995).
6
Peran pertumbuhan akar dalam proses erupsi gigi pada tahap prafungsional masih
belum diketahui karena gigi yang sudah dirusak akarnya masih bisa bererupsi, bahkan ada
gigi yang masih mengadakan erupsi tanpa terbentuknya akar sama sekali. Proliferasi jaringan
ikat, peningkatan permeabilitas vaskular di sekitar ligamen periodontal dan pertumbuhan
pulpa merupakan tiga faktor yang menyebabkan bergeraknya gigi ke arah oklusal pada tahap
prafungsional (Harshanur, 1995).
c. Tahap Fungsional
Tahap ini dimulai sejak gigi difungsikan dan berakhir ketika gigi telah tanggal.
Selama tahap fungsional gigi bergerak ke arah oklusal, mesial, dan proksimal. Pergerakan
gigi pada tahap fungsional ini bertujuan sehingga oklusi dan titik kontak proksimal dari gigi
dapat dipertahankan (Harshanur, 1995).
Pada tahap fungsional tulang alveolar masih mengalami pertumbuhan terutama pada
bagian soket gigi sebelah distal demikian halnya dengan sementum pada akar gigi.
Terjadinya pertumbuhan pada sementum dan tulang di sekitar soket gigi sebelah distal pada
tahap fungsional menimbulkan interpretasi bahwa bergeraknya gigi ke arah oklusal dan
proksimal pada tahap ini berhubungan dengan pertumbuhan tulang alveolar dan pertumbuhan
sementum. Interpretasi ini tidaklah benar (Harshanur, 1995).
Pertumbuhan tulang alveolar dan sementum bukanlah penyebab bergeraknya gigi
pada tahap fungsional tetapi pertumbuhan tulang alveolar dan pertambahan sementum yang
terjadi pada tahap fungsional ini merupakan hasil dari pergerakan gigi selama tahap
prafungsional (Harshanur, 1995).
Adapun penggerak gigi selam tahap fungsional sama dengan tahap prafungsional
yaitu proliferasi ligamen periodontal, tetapi berjalan lebih lambat (Harshanur, 1995).
7
2.1.2 Waktu Erupsi Gigi
Waktu erupsi gigi diartikan sebagai waktu munculnya tonjol gigi atau tepi insisal
dari gigi menembus gingiva. Berdasarkan penelitian terdahulu terdapat perbedaan waktu
erupsi antara satu populasi dengan populasi lain yang berbeda Ras bahkan berdasarkan
penelitian Hume (1992) pada berbagai etnik di Amerika dan Eropa Barat didapat data bahwa
tidak ada dua individu yang mempunyai waktu erupsi yang sama (Harshanur, 1995 ;
Sinulingga, 2002).
Gigi yang bererupsi pertama kalinya adalah gigi susu atau gigi desidui. Beberapa
lama gigi desidui akan berada dalam rongga mulut untuk melaksanakan aktivitas
fungsionalnya, sampai akhirnya gigi permanen erupsi untuk menggantikan gigi desidui
tersebut (Harshanur, 1995)
(Harshanur, 1995).
Waktu erupsi gigi permanen dimulai saat anak berusia 6 sampai 7 tahun, ditandai
dengan erupsi gigi molar pertama rahang bawah bersamaan dengan insisivus pertama rahang
bawah dan molar pertama rahang atas. Gigi insisivus sentral rahang atas erupsi umur 7 tahun
dilanjutkan dengan gigi insisivus lateral rahang bawah. Gigi insisivus lateral rahang atas
erupsi umur 8 tahun dan gigi kaninus rahang bawah umur 9 tahun. Gigi premolar pertama
rahang atas erupsi umur 10 tahun, dilanjutkan dengan erupsi gigi premolar kedua rahang atas,
premolar pertama rahang bawah, kaninus rahang atas dan premolar kedua rahang bawah.
Erupsi gigi molar kedua rahang bawah terjadi umur 11 tahun dan molar kedua rahang atas
umur 12 tahun. Erupsi gigi paling akhir adalah molar ketiga rahang atas dan rahang bawah.
(Harshanur, 1995)
2.1.3 Kondisi-Kondisi Yang Berhubungan Dengan Fase Gigi Peralihan
Masa geligi pergantian merupakan peralihan (transitional dentition) atau pergantian
dari masa geligi sulung ke geligi permanen. Kadang-kadang disebut masa geligi campuran
8
(mixed dentition) oleh karena di dalam rongga mulut terdapat campuran gigi sulung dan gigi
permanen (Kennedy, 1996)
a. Ugly ducking stage
Insisivi sentral permanen atas berbeda dari insisivi sentral permanen bawah yang
biasanya dalam keadaan kontak. Insisivi sentral permanen atas sering erupsi dalam keadaan
condong ke distal sehingga terdapat diastema di antaranya. Keadaan ini merupakan sebagian
dari masa yang disebut ugly duckling stage yang secara estetik terlihat tidak baik. Pada saat
insisivi lateral permanen atas erupsi, sebagian diastema akan menutup. Dalam erupsinya,
benih kaninus permanen atas akan mempengaruhi akar insisivi lateral permanen atas dan
mendorong insisivi lateral ke mesial. Bila kaninus permanen telah erupsi, insisivi lateral
dapat menegakkan diri dan diastema akan tertutup. Makin lebar diastema (lebih dari 2 mm),
makin kecil kemungkinan diastema dapat menutup secara spontan (Kennedy, 1996)
b. Leeway space
Leeway Space merupakan perbedaan jumlah lebar kaninus, molar pertama dan
molar kedua sulung dengan kaninus permanen, premolar pertama dan premolar kedua.
Besarnya di rahang atas 0,9 mm dan 1,8 mm di rahang bawah atau 1,5 mm di rahang atas dan
2,5 mm di rahang bawah tiap sisinya (Kennedy, 1996)
Guna leeway space adalah pada saat molar kedua sulung tanggal, molar pertama
permanen bergerak ke mesial menempati leeway space (Kennedy, 1996)
c. Flush/ Straight Terminal Plane
9
Relasi molar pertama permanen mengikuti relasi sisi distal molar kedua sulung
dalam arah sagital. Sisi distal molar kedua sulung ini disebut terminal plane (Kennedy, 1996)
(Kennedy, 1996)
Pada saat molar kedua sulung tanggal, molar pertama permanen bergeser ke mesial
menempati leeway space dimana molar pertama permanen RB bergeser ke mesial lebih
banyak daripada molar permanen rahang RA (karena leeway space RB lebih banyak daripada
RA). Ini merupakan proses perubahan relasi molar pertama permanen (Kennedy, 1996)
Bila terdapat flush terminal plane pada relasi molar kedua sulung dan hanya
didapatkan pertumbuhan diferensial minimal pada mandibula, demikian juga bila hanya
terjadi pergeseran gigi ke mesial akan terdapat relasi molar gigitan tonjol. Bila terdapat
pertumbuhan mandibula ke depan akan didapat relasi molar pertama permanen berupa relasi
kelas I (Kennedy, 1996)
Anak yang mempunyai relasi molar kedua sulung flush terminal plane
membutuhkan gerakan molar pertama permanen bawah ke mesial sebanyak 3,5 mm untuk
mencapai relasi molar pertama permanen kelas I. Ini didapatkan kurang lebih setengahnya
dari leeway space dan setengahnya lagi didapatkan dari pertumbuhan rahang bawah
(Kennedy, 1996)
d. Mesial Step
Mesial step terjadi bila terminal plane rahang atas lebih posterior daripada terminal
plane rahang bawah. Bila terdapat mesial step pada relasi molar kedua sulung dan hanya
didapatkan pertumbuhan diferensial minimal pada mandibula, demikian pula bila hanya
terjadi pergeseran gigi ke mesial akan terdapat relasi molar kelas I. Bila terdapat
pertumbuhan mandibula ke depan akan didapat relasi molar pertama permanen berupa relasi
kelas III. Bila didapatkan mesial step sebesar 1 mm biasanya akan terjadi relasi molar
10
pertama permanen kelas I sedangkan bila mesial step lebih besar daripada 2 mm akan
didapatkan relasi molar kelas III. Relasi mesial step merupakan relasi yang ideal dan akan
mengarahkan relasi molar pertama permanen menjadi relasi kelas I (Kennedy, 1996)
e. Distal Step
Distal Step terjadi bila terminal plane rahang atas relatif lebih anterior daripada
terminal plane rahang bawah. Bila terdapat distal step pada relasi molar kedua sulung dan
bila didapatkan pertumbuhan diferensial minimal pada mandibula, dan bila hanya terjadi
pergeseran gigi ke mesial akan terdapat relasi molar kelas II. Bila terdapat pertumbuhan
mandibula ke depan akan didapat relasi molar pertama permanen berupa gigitan tonjol
(Kennedy, 1996)
2.2 Karies
2.2.1 Definisi Karies
Karies berasal dari bahasa Latin yaitu caries yang artinya kebusukan. Karies gigi
adalah suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email sebagai
akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh
pembentukan asam mikrobial dari substrat sehingga timbul destruksi komponen-komponen
organik yang akhirnya terjadi kavitas (Sihotang, 2010).
Dengan perkataan lain, dimana prosesnya terjadi terus berjalan ke bagian yang lebih
dalam dari gigi sehingga membentuk lubang yang tidak dapat diperbaiki kembali oleh tubuh
melalui proses penyembuhan, pada proses ini terjadi demineralisasi yang disebabkan oleh
adanya interaksi kuman, karbohidrat yang sesuai pada permukaan gigi dan waktu (Sihotang,
2010).
11
Perkembangan karies dapat berbeda antara satu dan lain orang dari antara populasi
satu dan populasi lain. Apabila perkembangannya lambat, mungkin membutuhkan waktu
bertahun tahun lamanya sehingga karies menjadi kavitas besar. Akan tetapi proses yang sama
hanya membutuhkan waktu beberapa bulan saja, kalau perkembangannya cepat (Sihotang,
2010).
Tanda-tanda karies gigi merupakan suatu keretakan pada email atau kavitas pada
gigi, dentin di dalam kavitas lebih lunak dari pada dentin di sekelilingnya, dan merupakan
suatu daerah pada email yang mempunyai warna yang berbeda dengan email sekelilingnya
(Sihotang, 2010).
Karies yang berkembang cepat biasanya berwarna agak terang, sedangkan karies
yang berkembang lambat biasanya berwarna agak gelap. Akan tetapi pit (lekukan pada email
gigi) dan fisur (bentuk lekukan email gigi pada gigi molar dan pre molar) kadang-kadang
berwarna tua, bukan karena karies gigi, tetapi karena noda akibat beberapa makanan
(Sihotang, 2010).
Karbohidrat yang tertinggal di dalam mulut dan mikroorganisme, merupakan
penyebab karies gigi, penyebab karies gigi yang tidak langsung adalah permukaan dan bentuk
gigi tersebut (Sihotang, 2010).
Gigi dan fisur yang dalam mengakibatkan sisa-sisa makanan mudah melekat dan
bertahan, sehingga produksi asam oleh bakteri akan berlangsung dengan cepat dan
menimbulkan karies gigi (Sihotang, 2010).
2.2.2 Etiologi Karies Gigi
Karies terjadi bukan disebabkan karena satu kejadian saja seperti penyakit
menular lainnya tetapi disebabkan serangkaian proses yang terjadi selama beberapa kurun
waktu (Manson, 1993).
12
Karies merupakan penyakit multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang
menjadi penyebab terbentuknya karies. Ada 4 (empat) faktor utama yang memegang
peranan yaitu faktor host atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet
dan faktor waktu, yang digambarkan sebagai empat lingkaran yang bertumpang tindih
(Manson, 1993).
Model Empat Lingkaran Penyebab Karies
Untuk terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling
mendukung yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat
yang sesuai dan waktu yang lama (Manson, 1993).
13
2.2.3 Klasifikasi Karies
1. Menurut Prof. G. V. Black
Prof. G. V. Black menyatakan bahwa urutan frekuensi dari karies gigi dimulai dari
daerah gigi pada permukaan paling tinggi sampai yang paling rendah. Klasifikasi karies
menurut Prof GV. Black dibagi dalam lima kelas (Kidd, 1992).
1). Karies Kelas I
a). Semua karies pada Pit dan fissure yang terjadi pada :
Permukaan oklusal posterior (permukaan pengunyahan gigi geraham)
2/3 bagian oklusal, permukaan bukal dan lingual/palatal gigi posterior ( bagian
pengunyahan, permukaan dekat pipi dan dekat lidah/langit-langit gigi geraham)
Permukaan palatal incisal insisivus rahang atas.
b). Karies pada permukaan halus yang terjadi pada 2/3 oklusal atau incisal semua gigi.
2). Karies kelas II.
Karies pada permukaan proksimal gigi posterior (sela antar gigi geraham).
3). Karies kelas III.
Karies pada permukaan proksimal incicivus dan caninus (sela antar gigi depan), belum
melibatkan sudut atau tepi incisal.
4). Karies Kelas IV.
14
Karies pada permukanan proksiamal incicivus dan caninus (sela antar gigi depan), sudah
melibatkan sudut incisal.
5). Karies kelas V
Karies pada 1/3 gusi (gingival third) permukaan labial (dekat bibir), lingual (dekat lidah)
atau permukaan bukal (dekat pipi) semua gigi (Kidd, 1992).
2. Karies Gigi Menurut Kedalamannya
a. Karies Superfisialis yaitu kedalaman karies baru mengenai email saja (sampai
dentino enamel junction), sedangkan dentin belum terkena.
b. Karies Media yaitu karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah
dentin.
c. Karies Profunda yaitu karies yang sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan
kadang-kadang sudah mengenai pulpa.
d. Karies Profunda Perforasi (Kidd, 1992).
3. Karies Gigi Menurut Lokasi Terjadinya
1. Karies pit dan fisur
Karies yang terjadi karena daerah pit dan fisur sulit dijangkau oleh sikat gigi.
2. Karies permukaaan halus
15
Lesi permukaaan halus dimulai pada email dan sementum dan dentin akaryang terbuka, lesi
terdapat pada bagian distal dan, mesial gigi (Kidd, 1992).
2.3 Tes Vitalitas Pulpa
1. Warna
Gigi nonvital biasanya akan menjadi lebih gelap warnanya dan berkurang
translusensinya daripada ketika masih vital jika tidak segera dirawat dengan jalan membuang
nekrotiknya serta mengisi saluran akarnya secara hermetic memakai bahan pengisi yang tidak
menyebabkan perubahan warna. Jika perubahan warna yang terjadi tidak begitu nyata,
terutama jika tambalannya luas, perbedaan warna ini bias sukar terdekteksi. dengan
transiluminasi, perubahan warna yang sedikit ini, terutama translusensi, akan dipermudah
pendeteksiannya (Kidd dkk, 2000).
2. Sinus
Adanya sinus di daerah periapeks merupakan bukti kuat adanya pulpa yang telah
nekrotik pada gigi di dekatnya. Biasanya sinus keluar dekat apeks gigi yang terkena,
walaupun tidak selamanya demikian. Jika ragu-ragu, terutama jika ada beberapa gigi yang
diduga nekrotik, suatu cara untuk mengetahuinya adalah memasukkan point gutaperca ke
dalam sinus dan dibuat radiografnya. Cara ini juga akan membantu membedakan antara
perubahan periapeks akibat pulpa nekrotik dan keadaan patologi lainnya seperti saluran akar
lateral atau perforasi lateral akar karena instrumentasi (Kidd dkk, 2000).
3. Radiografi
Radiograf periapeks tidak memberikan petunjuk langsung mengenai kevitalan pulpa.
Akan tetapi, suatu radiolusensi di periapeks biasanya menyatakan adanya granuloma yang
16
pada dasarnya merupakan akibat nekrosis pulpa. Kista periapeks (radikuler), yang lebih
jarang terdapat, juga merupakan tanda adanya pulpa yang non-vital. Biasanya tidak selalu
mungkin untuk membedakan kedua keadaan ini dari radiograf saja. Hati-hati dengan struktur
normal (Kidd dkk, 2000).
4. Stimulus elektris dan termal
a. Test Thermal Dingin
Metode yg digunakan(Kidd dkk, 2000) :
1. Es
2. CO2 (es kering) : paling efektif tetapi memerlukan armamentarium khusus
3.Bahan pembeku (ethyl chloride)
Cara : gigi diisolasi dengan cotton roll, permukaan gigi dikeringkan, letakkan
batang es atau cotton pellet yg telah diberi batang es atau cotton pellet yg
telah diberi ethyl chloride pada permukaan gigi.
Interpretasi:
Sensasi tajam yg hilang bila rangsang dihentikan = gigi vital.
Sensasi tajam yg tidak hilang atau semakin sakit = irreversibel pulpitis
Tidak ada sensasi = nekrotik pulpa
Hasil false negatif = penyumbatan saluran akar (calcific
metamorphosis)
Hasil false positif = es terkena gigi tetangga normal
Lebih Efektif untuk gigi anterior
b. Test Thermal Panas
Metode yg dipakai (Kidd dkk, 2000):
17
1.Gutta percha yg dipanaskan di api dan diaplikasikan ke permukaan labial
2.Friksi di permukaan gigi dengan bur rubber cup
3.Air Panas
4.Instrumen yg dipanaskan (dapat menyebabkan injuri)
• Dalam melakukan test panas, sebaiknya gunakan rubber dam
• Kurang efektif untuk mengetahui vitalitas pulpa
• Dapat membantu pada pasien dengan symptom panas dan lokasi gigi
diketahui.
• Sakit yg tajam dan nyeri = gigi vital (belum tentu normal)
• Sangat Sakit = Irreversibel pulpitis
• Tidak ada respon (bersama –sama hasil test lain) = nekrosis pulpa
• False negatif dan positif (Kidd dkk, 2000).
c. Test pulpa elektrikal
Suatu alat yg dijalankan baterai dan menghantarkan arus elektrik frekuensi
tinggi yg dapat berbeda –beda
Stimulus diletakkan di permukaan gigi
Cara : letakkan pasta gigi diujung pulpa tester elektroda, sirkuit diaktifkan
dengan klip atau dipegang oleh pasien. Ujung elektroda diletakkan di
permukaan labial. Arus dinaikkan pelan –pelan sehingga didapatkan respon.
Sensasi (+) (tingling, stinging, rasa penuh atau panas) = vital.
Sensasi (-) = nekrosis pulpa
False positif dan negatif. (Kidd dkk, 2000).
5. Perkusi
18
Dilakukan dengan jalan mengetuk mahkota gigi perlahan-lahan dengan instrument
ringan misalnya ujung pegagan kaca mulut. pengetukan dilakukan dalam arah aksial dahulu
baru kemudian arah oblik, pada permukaan bukal atau lingual. Tes ini tidak langsung
membuktikan keadaan jaringan pulpa. Yang dapat dideteksi adanya inflamasi jaringan
periapeks. Jika jaringan ini terinflamasi, gigi akan bertindak sebagai piston di dalam soketnya
dan akan menstimulasi jaringan dengan tekanannya. Jaringan periapeks bias mengalami
inflamasi karena toksin yang berasal dari pulpa nekrotik atau karena trauma yang baru saja
terjadi. Giginya digambarkan peka terhadap perkusi(Kidd dkk, 2000).
6. Instrumentasi
Sebagai upaya terakhir untuk pengetesan dapat dibuat di daerah dentin yang dalam
keadaan normal terasa sensitif. hal ini biasanya pada gigi dengan tambalan luas. Dimulai
dengan preparasi kavitas/pembuangan restorasi lama sebelum pemberian anastesi lokal (Kidd
dkk, 2000).
7. Tes Kavitas / Tes Jarum Miller
Yaitu dengan memasukkan jarum miller kedalam orifice (tempat lubang pulpa). Tes ini
memungkinkan seseorang menentukan vitalitas pulpa. Tes ini dilakukan bila cara diagnose
yang lain telah gagal. Tes kavitas dilakukan dengan mengebur melalui pertemuan email-
dentin gigi tanpa restorasi. Pengeburan harus dilakukan dengan kecepatan rendah dan tanpa
air pendingin. Sensitivitas atau nyeri yang dirasakan oleh pasien merupakan suatu petunjuk
vitalitas pulpa; tidak diindikasikan untuk perawatan endodontik. Semen sedative kemudian
diletakkan di dalam kavitas dan pencarian sumber rasa sakit diteruskan. Bila tidak dirasakan
sakit, preparasi kavitas boleh dilanjutkan sampai kamar pulpa dicapai. Bila seluruh pulpa
19
nekrotik, perawatan endodontik dapat dilanjutkan tanpa rasa sakit dan dalam kebanyakan
kasus tanpa anestesi (Grossman, 1995).
2.4 Relief Of Pain dan Control Of Pain
a. Relief Of Pain
Relief of pain adalah menghilangkan rasa sakit sebelum perawatan dan atau setelah
perawatan, yaitu :
1. Sebelum perawatan
Pemberian kapas eugenol lalu ditumpat sementara.
Anestesi, cavity entrance, jaringan pulpa diambil dengan ekskavator,
kemudian ditutup dengan kapas + egenol dan tumpatan sementara.
Pemberian antibiotik.
Pembebasan oklusal.
Drainase cairan lewat saluran akar dan insisi abses.
2. Setelah perawatan
Rasa sakit setelah perawatan endodonsia dapat disebabkan oleh karena :
overfilling, hasil perbenihan false negative atau tumpatan tetap terlalu tinggi.
Untuk menghilangkan rasa sakitnya, tergantung penyebabnya jika :
Hasil perbenihan false negatif : pemberian antibiotik, bila tetap sakit dilakukan
retreatment (perawatan ulang).
20
Tumpatan tetap terlalu tinggi : mengurangi oklusi.
b. Control of pain
Yang dimaksud dengan control of pain adalah menghilangkan rasa sakit yang
dirasakan oleh penderita yang mungkin timbul selama perawatan endodonsia
dilakukan. Bila gigi masih vital, berarti sensitif sehingga diperlukan anestesi atau
obat-obat devitalisasi. Kadang-kadang untuk penderita yang tidak kooperatif
diperlukan pembiusan umum (Kidd dkk, 2000).
2.5 Preparasi Kavitas
Adalah semua tindakan mekanis yang ditujukan untuk menghilangkan jaringan karies
gigi dan meninggalkan jaringan gigi yang sehat serta menutup kembali jaringan gigi yang
hilang dengan bahan tumpatan (Kidd dkk, 2000).
Tujuan preparasi kavitas adalah:
- Mencegah terjadinya karies sekunder
- Mengembalikan fungsi kunyah
- Mengembalikan bentuk anatomi gigi (Kidd dkk, 2000).
2.5.1 Prinsip Preparasi Gigi Sulung Dan Gigi Permanen
Prinsip preparasi kavitas pada gigi sulung dan gigi permanen umumnya sama karena
bentuk kavitas banyak ditentukan oleh banyaknya pembuangan karies di email dan dentin,
21
sehingga pembahasan mengenai kavitas-kavitas akan dikumpulkan dalam satu bagian (Kidd
dkk, 2000).
Adapun langkah - langkah preparasi kavitas dari Black adalah sebagai berikut :
1.Outline Form (Garis tepi/Batas)
Langkah awal dalam pembuatan preparasi kavitas adalah Outline Form yaitu
garis terluar dari hasil preparasi kavitas yang terdapat di permukaan gigi. Menurut Gillmore
(1967) outline form adalah bentuk daerah permukaan gigi yang mencakup marginal cavo
surface dari preparasi kavitas. Black menyatakan bahwa outline form dari preparasi kavitas
dilakukan meliputi permukaan gigi yang mengalami karies atau mudah terserang karies.
Merupakan bentuk daerah tepi marginal dari preparasi. Daerah tepi marginal ini diletakkan
pada struktur yang sehat (halus) serta harus mudah pembersihannya. Daerah cavosurface
margin dari preparasi merupakan daerah yang harus benar benar diperhatikan ((Kidd dkk,
2000).
Untuk pemakaian bahan tumpatan tuang, cavofurvace margin dibuat bevel dengan
maksud supaya batas tepi tumpatan dengan gigi dapat halus (tidak ada step). Sedangkan tepi
preparasi untuk tumpatan amalgam dibuat sudut 90 derajat. Yang termasuk didalam
outline form ini ialah “extension for prevention” atau “ cutting for immunity”, yang berarti
dilakukan perluasan preparasi guna mencegah terjadinya sekunder karies. Daerah yang
mudah terkena karies ialah pit dan fisura yang dalam, oleh karena itu pit dan fisura yang
dalam sebaiknya dimasukkan ke dalam extention for prevention (Kidd dkk, 2000).
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan outline form adalah :
• Seluruh permukaan enamel yang mudah terkena karies dimasukkan dalam outline form
• Pit serta fisure yang mudah terkena karies dimasukkan ke dalam outline form
22
• Tepi kavitas diperluas sampai di dapat stuktur gigi yang keras dan bebas terhadap karies
• Memperluas tepi preparasi pada permukaan gigi sehingga terletak pada daerah yang self
cleansable untuk memudahkan pembersihan. Prinsip ini disebut extention for prevention
atau cutting for immunity
• Bagi kebanyakan preparasi intrakoronal, kavitas diperluas ke arah pulpa dan axial untuk
mencakup dentino enamel junction
• Harus dicegah terjadinya enamel yang menggantung yang tidak didukung oleh dentin
yang sehat
• Tepi servikal dibuat di bawah daerah kontak untuk memudahkan daerah pembersihan
(Kidd dkk, 2000).
2. Resistance Form (Bentuk resistensi)
Prinsip kedua dalam preparasi kavitas adalah resistance form (bentuk resistensi) yaitu
bentuk yang dibuat sedemikian rupa pada kavitas untuk mencegah pecahnya
tumpatan atau sisa jaringan gigi. Ini meliputi pembuatan dasar gingiva dan pulpa yang
horizontal terhadap aksis panjang gigi. Resistensi form adalah bentuk reparasi kavitas dimana
sisa jaringan gigi yang ada tetap kuat menerima daya kunyah / tidak pecah oleh daya
kunyah. Jadi pada waktu melakukan perluasan preparasi harus diperhatikan sisa jaringan gigi
yang ada cukup tebal. Apabila sisa jaringan gigi telah tipis dan diperkirakan akan pecah
pada saat pengunyahan, maka sebaiknya dimasukkan ke dalam desain reparasi. Perlu
diperhatikan bahwa enamel harus didukung oleh dentin yang sehat (Kidd dkk, 2000).
Khusus preparasi kavitas klas II bentuk restorasi sebaiknya diperoleh dengan cara :
• Davies dan king (1961) mengungkapkan bahwa kekuatan tumpatan di isthmus kavitas klas
II adalah tiga kali lipat jika badan tumpatan lebih dalam dari pada dibuat lebih besar
23
• Ke dalaman minimal kavitas sebesar 0,5 mm ke dalam dentin akan diperoleh badan
tumpatan yang cukup kuat
• Dinding kavitas dibuat sejajar untuk menambah bentuk resistensi
• Axio-pulpa line angle dibulatkan untuk mengurangi akumulasi tekanan pada permukaan
gigi (Kidd dkk, 2000).
3.Retention Form (Bentuk retensi)
Retention form (bentuk retensi) dibuat pada kavitas dengan tujuan agar tumpatan
mempunyai pegangan yang kuat dan tidak bergeser dari tempatnya apabila gigi digunakan
mengunyah. Pembuatan retensi pada preparasi adalah mencegah terlepasnya tumpatan dari
kavitas pada saat mengunyah (Kidd dkk, 2000).
Macam bentuk retensi :
• Frictional wall retention
• Undercut mekanis
• Groove
• Posthole
• Dovetail (Kidd dkk, 2000).
Retensi frictional wall disebabkan karena adanya interlocking dari bahan tumpatan.
Dari pemikiran ini dinding kavitas yang kasar akan mempunyai retensi yang lebih baik.
Perhatikan untuk pemilihan bahan restorasinya. Undercut mekanis umumnya dibuat
pada sudut preparasi Klas V. Restorasi amalgam pada kavitas yang luas dapat di
tambahkanpin untuk meningkatkan retensinya (Kidd dkk, 2000).
24
4. Convenience Form
Convenience Form adalah membentuk kavitas sedemikian rupa untuk mempermudah
pengerjaan kavitas dan memasukkan bahan tumpatanke dalam kavitas. Convenience Form
diperoleh dengan cara :
• Memperluas preparasi kavitas
• Pemilihan alat yang dapat memudahkan peerjaan
•Pemasangan separator mekanis untuk retraksi gingival (Kidd dkk, 2000).
5.Removal of Caries (Penyingkiran Jaringan karies)
Yang dimaksud Removal of Caries (Penyingkiran Jaringan karies) adalah
pembuangan jaringan karies dentin dan debris-debris pada dinding kavitas.
Karies tidak boleh ditinggalkan di dalam kavitas. Sebab jika terjadi kebocoran, bakteri yang
tinggal di dalam kavitas akan terjadi aktif dan dapat menimbulkan gejala sakit dan masalah
endodontic (Kidd dkk, 2000).
6.Finishing The Enamel Margin (Menghaluskan dinding enamel margin)
Finishing The Enamel Margin adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk
membentuk dinding enamel margin yang halus dan rata untuk mendapatkan kontak marginal
serta adaptasi tumpatan yang baik. Dinding kavitas dibuat lurus dan rata. Tepi
cavosurface dibuat bevel atau sudut 90 derajat. Untuk meratakan dinding kavitas dapat
digunakan bur putaran rendah atau dikombinasi dengan hand cutting instrumen yang tajam
25
contoh ; chisel. Pada tumpatan amalgam, dinding kavitas yang agak kasar dapat menambah
retensi. Pada tumpatan tuang sebaiknya dinding kavitas dibuat halus (Kidd dkk, 2000).
7.Toilet of The Cavity (Membersihkan Kavitas)
Toilet of The Cavity (Membersihkan Kavitas) merupakan tindakan terakhir dari
prinsip preparasi kavitas, yang bertujuan untuk membersihkan kavitas dari debris. Kavitas
dibersihkan dengan air hangat. Untuk pembersihan yang lebih efektif dianjurkan penggunaan
bahan-bahan kimia seperti H2O2 3% (Kidd dkk, 2000).
Pada dasarnya prinsip preparasi kavitas di atas dapat digunakan padagigi sulung
maupun gigi permanen. Akan tetapi karena adanya perbedaananatomi dan morfologi antara
gigi sulung dan gigi permanen, diperlukan beberapa modifikasi untuk menyesuaikannya
dengan morfologi gigi sulung terutama dengan ukuran gigi, ukuran pulpa serta ketebalan
dentin dan enamel (Kidd dkk, 2000).
2.5.2 Preparasi Kavitas Berdasarkan Kelas Karies dan Bahan
1. Preparasi Amalgam Kelas I
a. Preparasi Kavitas
Preparasi dilakukan sesuai gambaran outline form kemudian dimulai dengan
menggunakan round bur no. 1 sedalam 2,5 mm. kemudian dilebarkan dengan
menggunakan bur silindris berujung datar. Dasar kavitas dibuat tegak lurus sumbu
gigi serta dihaluskan dengan inverted bur. Dapat dibuat undercut pada dinding bukal
26
dan lingual/palatal. Semua garis sudut dibuat tajam dan halus (Eccles dan Green,
1994).
b. Basis
Semen yang digunakan sebagai basis adalah semen seng phosphate Zn (PO)4
yang terdiri dari bubuk dan cairan. Sebelum mulai member basis, kavitas dibersihkan
dan disterilkan dengan cotton pellet yang dibasahi alcohol 70%. Kemudian kavitas
dikeringkan dengan hembusan udara dari chip blower. Ambil bahan semen
secukupnya disesuaikan besarnya kavitas dengan perbandingan bubuk dan cairan 1 :
1. Arahkan bubuk semen ke cairan dengan spatula semen sedikit demi sedikit
kemudian aduk dengan gerakan memutar sampai konsistensi dempul (putty like
consistency). Semen kemudian dimasukkan ke dalam kavitas dengan menggunakan
stopper semen serta diratakan mendatar pada seluruh permukaan dasar kavitas
setinggi dentin. Kelebihan semen diambil dengan ekskavator, bila terlanjur mengeras
diambil dengan inverted bur. Perhatikan: bagian undercut/retensi jangan tertutup
semen (Eccles dan Green, 1994)
2. Preparasi Amalgam Kelas II
a. Preparasi Kavitas
Preparasi dimulai dengan menggunakan round bur no. 1 sedalam 2,5 mm
kemudian dilebarkan ke arah proksimal dengan bur fissure no. 3. Preparasi
dilanjutkan hingga memotong margin proksimal dengan bentuk seperti ekor merpati
(dovetail). Dinding gingiva dibuat datar selebar 2 mm dan setinggi interdental papil di
daerah proksimal. Isthmus dibuat pada 1/3 linguo bukal dan ¼ mesio distal. Dibuat
bevel pada axio pulpo line angle. Sudut tepi kavitas pada kavitas proksimal dibuat
27
tegak lurus dengan dinding proksimal. Sudut-sudut luar dinding bukal dan lingual
pada bagian proksimal dibulatkan dengan bur fissure no. 3 (Eccles dan Green, 1994)
Yang perlu diperhatikan lebar pembukaan di daerah proksimal diukur sampai
ujung sonde dapat melewati sela gigi tetangganya. Hal ini dimaksudkan untuk
memudahkan menempatkan matriks band serta mendapatkan ketebalan yang cukup di
daerah proksimal untuk menghindari terjadinya kepatahan restorasi (Eccles dan
Green, 1994)
b. Basis
Tahap sama dengan basis pada kelas I amalgam hanya saja pada kelas II basis
diaplikasikan pada dinding pulpa dan dinding aksial (Eccles dan Green, 1994)
3. Tumpatan Glass Ionomer Klas III
a. Preparasi kavitas
Preparasi dimulai dari bagian palate proksimal dengan round bur no 1 dengan arah
tegak lurus bidang labial gigi. Selanjutnya kavitas dibentuk sesuai outline dengan
menggunakan fissure bur. Retensi dapat dibuat berupa undercut didaerah sudut yang
menghadap insisal maupun servikal gigi yaitu pada 3 tempat : incisal point angle, labial point
angle dan lingual point angle dengan menggunakan round bur kecil. Selanjutnya seluruh
permukaan kavitas dihaluskan dengan fine finishing diamond bur (Eccles dan Green, 1994)
b. Basis
28
Sama dengan basis tumpatan amalgam. Bagian undercut/ retensi tidak boleh terisi
semen. Bagian tepi enamel harus bersih dari semen (Eccles dan Green, 1994)
4. Tumpatan Resin Komposit Klas IV
a. Preparasi Kavitas
Sebelum mulai preparasi, gigi dibersihkan dengan rubber cups dan pumice yang
dicampur air. Bila ada karang gigi dibersihkan terlebih dahulu (Eccles dan Green, 1994)
Preparasi dimulai dari arah palatal. Pertama digunkan round bur untuk menembus
kavitas atau dapat pula digunakan inverted bur oleh karena permukaan bidang yang licin.
Setelah itu digunakan fissure silindris untuk membentuk kavitas sekaligus menembus kearah
labial. Buat bevel pada seluruh tepi enamel selebar 2-3 mm dari tepi kavitas dengan fissure
bur dengan sudut 45 (full bevel). Terakhir seluruh permukaan bidang preparasi dihaluskan
dengan fine finishing diamond bur atau paper disc yang diulasi vaselin atau dapat
menggunakan tungsten carbide bur atau send rubber (Eccles dan Green, 1994)
b. Etsa Asam
Pengulasan bahan etsa (asam phosphate 30-50%) dalam bentuk gel/ cairan dengan
pinset dan cotton pellet pada permukaan enamel sebatas 2-3 mm dari tepi kavitas. Pengulasan
jangan sampai kena gusi dan tunggu 60 detik. Kemudian dilakukan pencucian dengan air
sebanyak 20cc menggunakan syringe. Air ditampung dalam mangkuk karet. Setelah dicuci,
gigi dikeringkan dengan semprotan udara (Eccles dan Green, 1994)
29
5. Preparasi Kavitas Kelas V
Indikasi dari preparasi karies kelas V ini adalah untuk karies pada ½ gingival atu
servikal bagian bukal/labial/palatinal/lingual semua gigi. Bahan tumpatan yang biasa
digunakan adalah silikat, komposit, glass ionomer, dan amalgam (Eccles dan Green, 1994)
Preparasi dimulai dengan round bur dengan kedalaman ±2,5 mm untuk membentuk
ginjal setelah mencapai dentin dilanjutkan dengan pemakaian fissure bur sekaligus untuk
menghaluskan dinding kavitas. Retensi berupa undercut diseluruh tepi kavitas dengan
menggunakan inverted bur atau round bur kecil. Bentuk preparasi adalah persegi panjang
dengan sudut membulat, ovoid atau berbentuk ginjal dari permukaan giigi. Dinding aksialnya
mengikuti kontur luar permukaan gigi (mempunyai kedalaman yang sama). Perlu
diperhatikan apabila menggunakan bahan komposit harus menggunakan tehnik etsa asam
(Eccles dan Green, 1994)
6. Restorasi Semen Ionomer Kaca
Pada tahun-tahun belakangan ini telah dikembangkan sebuah metode untuk
merestorasi gigi yang erosi tanpa membuat preparasi kavitas yang formal. Metode ini
melibatkan semen ionomer kaca. Sekali lagi, tidak ada preparasi kavitas yang dibuat, tetapi
bonding dari bahan restorasi ( semen ionomer ) terhadap struktur gigi didapat dari adhesi
kimia antara semen dengan satu atau lebih komponen email dan/atau dentin, bukan dengan
bonding ( ikatan ) mekanis seperti pada metode resin etsa asam ( Baum, 1997 ).
Setelah isolasi dengan isolator karet, permukaan gigi dibersihkan dari plak dan debris
dari dengan lumpur profilaksis non-flour. Pasta-pasta yang diperdagangkan sebaiknya
dihindari karena dapat menimbulkan lapisan tipis berminyak pada gigi, yang menghalangi
30
bonding semen. Permukaan gigi dipersiapkan dengan mengoleskan asam poliakrlik 25%,
yang dapat membantu dengan aksi pembersihannya dan bisa membuang sebagian smear
layer, tetapi menyebabkan tubulus dentin tertutup. Persiapan ini dilakukan dengan pemberian
asam poliakrilik selama 10 detik, kemudian semprot air sebanyak 30 detik dan dikieringkan
dengan baik ( Baum, 1997 ).
Untuk mudahnya dapat digunakan ionomer kaca dalam bentuk bubuk dan cairan pra-
kapsulasi. Bahan ini diinjeksikan langsung ke kavitas, dan diperlukan triturator untuk
pencampuran dalam kapsul ( Baum, 1997 ).
Bila adonan bubuk dan cairan lebih disukai, harus dicampur dengan cepat dalam
perbandingan bubuk-cairan. Pada saat memasukkan semen ini ke dalam kavitas
konsistensinya terlihat berkilat di permukaan. Hal ini menandakan bahwa asam poliakrilatnya
masih basah dan masih dapat melekat ke struktur gigi. Bagian yang ditambal diolesi dengan
semen ini agak berlebihan. Kemudian sebuah matriks logam lembut yang sudah dibentuk
ditekankan pada gigi untuk membentuk kontur dan membatasi kelebihan semen ( Baum,
1997 ).
Kelebihan semen dibersihkan, dan selapis tipis vernis yang dipasok oleh pabrik atau
bahan bonding dentin yang diaktifkan sinar ditempatkan di atas ionomer kaca di bawah
matriks. Bila matriks tidak digunakan, sebagian besar kelebihan semen dibuang dengan
menggunakan insrumen plastik. Tujuannya adalah membentuk kontur yang diinginkan. Hal
ini harus cepat dilakukan, ketika permukaan masih basah untuk mencegah kerusakan bila
semen tersebut telah mulai mengeras. Sekali lagi, lapisan vernis atau bonding harus
ditempatkan di permukaan semen, dan tambalan tersebut jangan diganggu selama 8-15 menit
sesuai dengan instruksi pabrik ( Baum, 1997 ).
31
Terkadang setiap pabrik memberikan instruksi yang berbeda, serta pengerasan akan
terjadi pada waktu yang berlainan. Beberapa produk membutuhkan waktu 24 jam sebelum
tambalan tersebut dapat dipoles dengan baik ( Baum, 1997 ).
Matriks dilepaskan, sehingga permukaan tambalan akan segera menjadi basah, dan
mulai saat ini tambalan tersebut tidak boleh diganggu. Bahan ini tidak terpengaruh lagi oleh
cairan setelah terjadi pengerasan awal. Pembentukan kontur pertama dilakukan dengan
efektif menggunakan bilah Bard-Parker yang bisa mengukir restorasi tresebut dengan mudah.
Selanjutnya, rangkaian disk dari yang kasar sampai ke yang halus digunakan untuk
mempertajam kontur dan medapatkan permukaan yang sehalus mungkin. Disk yang
digunakan harus dapat berfungsi dengan baik dalam keadaan basah. Kalau disk yang kasar
digunakan harus hati-hati, karena akan cepat mengikis bahan restorasi yang relatif lunak
tersebut. Teliti pinggiran tambalan dengan cermat karen dalam keadaan basah agak sukar
mendeteksi kelebihan pinggiran. Terakhir, keringkan permukaan tambalan tersebut dan
oleskan selapis vernis atau bahan bonding yang diaktifkan sinar sebagai pelindung terhadap
cairan untuk beberapa jam, segera setelah isolator karet dilepas. Permukaan tambalan yang
seperti kapur, diikuti dengan perubahan bentuk umumnya diakibatkan oleh pencampuran
semen yang tidak tepat, terlampau cepat membuka matriks, atau kesalahan didalam
mengoleskan bahan proteksi permukaan ( Baum, 1997 ).
Retensi tambalan dalam kebanyakan kasus bertahan sekurang-kurangnya lima tahun
pada penggunaan semen ionomer kaca. Meskipun demikian, karena duktilitas bahan yang
rendah, retensi ini tidak dapat dipertahankan dengan baik kecuali lesi mirip seperti takik-V.
Jadi, bahan ini tidak cocok bagi lesi yang kecil dan berbentuk wajan dangkal ( Baum, 1997 ).
32
Bila diinginkan permukaan tambalan yang halus, bagian atas ionomer kaca di buang.
Bagian tepi email dibevel dan dietsa, dan ionomer kaca tersebut dilapisi dengan resin, yang
kemudian disinar serta dipoles seperti pada tambalan resi biasa ( Baum, 1997 ).
Dewasa ini sudah dikembangan formulasi ionomer yang lain. Di sini digunakan
partikel perak keramik sebagai pasi. Bahan ini akan meningkatkan beberapa sifat tertentu
seperti ketahanan terhadap keausan. CERMET ini barang kali nantinya akan bisa memperluas
kegunaan tipe semen ini untuk restorasi Klas 1 dan bahkan Klas II ( Baum, 1997 ).
2.5.3 Preparasi Gigi Sulung
Secara garis besar preparasi gigi sulung masih mengikuti prinsip Black, seperti :
Outline kavitas harus melibatkan lesi karies, pit dan fissur yang mudah terkena
karies
Menempatkan margin kavitas sedemikian rupa sehingga mudah dibersihkan
dengan sikat gigi dan paling sedikit menerima tekanan oklusal
Bentuk kavitas harus memberikan tahanan yang baik terhadap mastikasi dan
retensi yang memadai (Kennedy, 1996)
Dalam melakukan preparasi pada gigi sulung terdapat sedikit perbedaan karena:
1. Morfologi anatomi gigi sulung berbeda dengan gigi permanen :
Mahkota yang cembung dan servikal
Bidang oklusal sempit
Servikal ke apeks menonjol
33
Enamel tipis
Tanduk pulpa tinggi
Saluran akar kecil
Dasar pulpa tipis
2. Ada gigi permanen yg akan tumbuh
3. Inklinasi prisma enamel berbeda
4. Anatomi servikal gigi sulung yang menyempit meningkatkan resiko
rusaknya gingiva di bagian interproksimal. Juga bila gingival wall
terlalu dalam dapat membahayakan pulpa (Kennedy, 1996).
34