erupsi gigi geligi

47
Erupsi Gigi Geligi 2.1 Erupsi Dan Fase Peralihan Gigi Sulung-Permanen 2.1.1 Erupsi Gigi Geligi Erupsi gigi merupakan suatu perubahan posisi gigi yang diawali dengan pertumbuhan dalam tulang rahang melalui beberapa tahap berturut-turut hingga mencapai posisi fungsional di dalam rongga mulut. Erupsi gigi dipengaruhi oleh faktor intrinsik, yaitu ras, genetik, dan jenis kelamin dan ekstrinsik yang meliputi nutrisi dan tingkat ekonomi(Harshanur, 1995). Banyak pendapat mengenai pengertian erupsi gigi. Menurut Lew, gigi dinyatakan erupsi jika tonjol gigi atau tepi insisal dari gigi muncul menembus gingival dan tidak melebihi 3 mm di atas gingival level yang dihitung dari tepi insisal gigi (Harshanur, 1995; Sinulingga, 2002). Proses erupsi gigi adalah suatu proses fisiologis berupa proses pergerakan gigi yang dimulai dari tempat pembentukan gigi dalam tulang alveolar kemudian gigi menembus gingiva sampai akhirnya gigi mencapai dataran oklusal. Gerakan dalam proses erupsi gigi adalah ke arah vertikal tetapi selama proses erupsi gigi berlangsung, gigi juga mengalami pergerakan

Upload: sipiangin

Post on 11-Aug-2015

230 views

Category:

Documents


20 download

TRANSCRIPT

Page 1: Erupsi Gigi Geligi

Erupsi Gigi Geligi

2.1 Erupsi Dan Fase Peralihan Gigi Sulung-Permanen

2.1.1 Erupsi Gigi Geligi

Erupsi gigi merupakan suatu perubahan posisi gigi yang diawali dengan

pertumbuhan dalam tulang rahang melalui beberapa tahap berturut-turut hingga mencapai

posisi fungsional di dalam rongga mulut. Erupsi gigi dipengaruhi oleh faktor intrinsik, yaitu

ras, genetik, dan jenis kelamin dan ekstrinsik yang meliputi nutrisi dan tingkat

ekonomi(Harshanur, 1995).

Banyak pendapat mengenai pengertian erupsi gigi. Menurut Lew, gigi dinyatakan

erupsi jika tonjol gigi atau tepi insisal dari gigi muncul menembus gingival dan tidak

melebihi 3 mm di atas gingival level yang dihitung dari tepi insisal gigi (Harshanur, 1995;

Sinulingga, 2002).

Proses erupsi gigi adalah suatu proses fisiologis berupa proses pergerakan gigi yang

dimulai dari tempat pembentukan gigi dalam tulang alveolar kemudian gigi menembus

gingiva sampai akhirnya gigi mencapai dataran oklusal. Gerakan dalam proses erupsi gigi

adalah ke arah vertikal tetapi selama proses erupsi gigi berlangsung, gigi juga mengalami

pergerakan miring, rotasi dan pergerakan ke arah mesial(Harshanur, 1995 ; Sinulingga,

2002).

Proses erupsi gigi dimulai sebelum tanda pertama mineralisasi dimana proses erupsi

gigi ini terus-menerus berlangsung tidak hanya sampai terjadi kontak dengan gigi

antagonisnya, tetapi juga sesudahnya, meskipun gigi telah difungsikan. Proses erupsi gigi

berakhir bila gigi telah tanggal (Harshanur, 1995 ; Sinulingga, 2002).

Adanya pergerakan pada proses erupsi gigi akan menstimulasi pertumbuhan tulang

rahang dalam arah panjang dan lebar. Hal ini terbukti bila gigi tanggal pada masa

pertumbuhan dan perkembangan tulang rahang maka tulang rahang di sekitar gigi yang

Page 2: Erupsi Gigi Geligi

tanggal tersebut mengalami ketertinggalan dalam pertumbuhannya dibandingkan dengan

tulang rahang di sekitar gigi yang tidak tanggal. Benih-benih gigi desidui dan gigi-gigi

permanen mula-mula terhadap oklusal keduanya sejajar (Harshanur, 1995).

Dengan pertumbuhan rahang, gigi desidui akan lebih terdorong ke arah oklusal,

makin tertinggal benih gigi permanen dan akhirnya benih gigi permanen ini menempati

lingual akar atau antara akar-akar gigi desidui (Harshanur, 1995).

Proses erupsi gigi dapat dibagi atas tiga tahap, yaitu tahap praerupsi, prafungsional,

dan fungsional (Harshanur, 1995).

a.Tahap Praerupsi

Tahap praerupsi dimulai saat pembentukan benih gigi sampai mahkota selesai

dibentuk. Pada tahap praerupsi, rahang mengalami pertumbuhan pesat di bagian posterior dan

permukaan lateral yang mengakibatkan rahang mengalami peningkatan panjang dan lebar ke

arah anterior-posterior. Untuk menjaga hubungan yang konstan dengan tulang rahang yang

mengalami pertumbuhan pesat ini maka benih gigi bergerak ke arah oklusal (Harshanur,

1995).

Pergerakan benih gigi ke arah oklusal pada tahap praerupsi berhubungan dengan

pertumbuhan tulang rahang pada sisi apikal dan jaringan ikat di sekitar kantung gigi

(Harshanur, 1995).

Pertumbuhan tulang rahang pada sisi apikal pada tahap praerupsi ini berlangsung

lebih cepat daripada sisi yang lain dari tulang rahang yang menyebabkan terjadinya

peningkatan tekanan pada sisi apikal tulang rahang sehingga benih gigi terdorong ke arah

oklusal (Harshanur, 1995).

Selain proliferasi aktif dari tulang rahang, bergeraknya benih gigi ke arah oklusal

pada tahap praerupsi ini juga dipicu oleh pertumbuhan dari jaringan ikat di sekitar kantung

5

Page 3: Erupsi Gigi Geligi

gigi. Proliferasi jaringan ikat ini berjalan dengan cepat sehingga menghasilkan kekuatan

untuk mendorang gigi ke arah oklusal (Harshanur, 1995).

b. Tahap Prafungsional

Tahap prafungsional dimulai dari pembentukan akar sampai gigi mencapai dataran

oklusal. Pada tahap prafungsional gigi bergerak lebih cepat ke arah vertikal. Selain bergerak

ke arah vertikal, pada tahap prafungsional gigi juga bergerak miring dan rotasi. Gerakan

miring dan rotasi dari gigi ini bertujuan untuk memperbaiki posisi gigi berjejal di dalam

tulang rahang yang masih mengalami pertumbuhan (Harshanur, 1995).

Pergerakan gigi ke arah oklusal pada tahap prafungsional berhubungan dengan

pertumbuhan jaringan ikat di sekitar kantung gigi (Harshanur, 1995).

Proliferasi aktif dari jaringan ligamen periodontal ini menghasilkan suatu tekanan di

sekitar kantung gigi yang akan mendorong gigi ke arah oklusal. Tekanan erupsi pada tahap

prafungsional semakin bertambah seiring meningkatnya permeabilitas vaskular di sekitar

ligamen periodontal. Meningkatnya permeabilitas vaskular ini memicu keluarnya cairan

secara difus dari dinding vaskular sehingga terjadi penumpukan cairan di sekitar ligamen

periodontal yang kemudian menghasilkan tekanan erupsi. Keadaan ini sama dengan kondisi

inflamasi dimana jaringan ligamen periodontal yang membengkak akan mendorong gigi ke

luar dari soketnya, tetapi proses patologis ini tidaklah sama sepenuhnya dengan proses erupsi

fisiologis (Harshanur, 1995).

Faktor lain yang juga berperan dalam menggerakkan gigi ke arah oklusal pada tahap

prafungsional ini adalah perpanjangan dari pulpa, dimana pulpa yang sedang berkembang

pesat ke arah apikal juga dapat menghasilkan kekuatan untuk mendorong mahkota ke arah

oklusal(Harshanur, 1995).

6

Page 4: Erupsi Gigi Geligi

Peran pertumbuhan akar dalam proses erupsi gigi pada tahap prafungsional masih

belum diketahui karena gigi yang sudah dirusak akarnya masih bisa bererupsi, bahkan ada

gigi yang masih mengadakan erupsi tanpa terbentuknya akar sama sekali. Proliferasi jaringan

ikat, peningkatan permeabilitas vaskular di sekitar ligamen periodontal dan pertumbuhan

pulpa merupakan tiga faktor yang menyebabkan bergeraknya gigi ke arah oklusal pada tahap

prafungsional (Harshanur, 1995).

c. Tahap Fungsional

Tahap ini dimulai sejak gigi difungsikan dan berakhir ketika gigi telah tanggal.

Selama tahap fungsional gigi bergerak ke arah oklusal, mesial, dan proksimal. Pergerakan

gigi pada tahap fungsional ini bertujuan sehingga oklusi dan titik kontak proksimal dari gigi

dapat dipertahankan (Harshanur, 1995).

Pada tahap fungsional tulang alveolar masih mengalami pertumbuhan terutama pada

bagian soket gigi sebelah distal demikian halnya dengan sementum pada akar gigi.

Terjadinya pertumbuhan pada sementum dan tulang di sekitar soket gigi sebelah distal pada

tahap fungsional menimbulkan interpretasi bahwa bergeraknya gigi ke arah oklusal dan

proksimal pada tahap ini berhubungan dengan pertumbuhan tulang alveolar dan pertumbuhan

sementum. Interpretasi ini tidaklah benar (Harshanur, 1995).

Pertumbuhan tulang alveolar dan sementum bukanlah penyebab bergeraknya gigi

pada tahap fungsional tetapi pertumbuhan tulang alveolar dan pertambahan sementum yang

terjadi pada tahap fungsional ini merupakan hasil dari pergerakan gigi selama tahap

prafungsional (Harshanur, 1995).

Adapun penggerak gigi selam tahap fungsional sama dengan tahap prafungsional

yaitu proliferasi ligamen periodontal, tetapi berjalan lebih lambat (Harshanur, 1995).

7

Page 5: Erupsi Gigi Geligi

2.1.2 Waktu Erupsi Gigi

Waktu erupsi gigi diartikan sebagai waktu munculnya tonjol gigi atau tepi insisal

dari gigi menembus gingiva. Berdasarkan penelitian terdahulu terdapat perbedaan waktu

erupsi antara satu populasi dengan populasi lain yang berbeda Ras bahkan berdasarkan

penelitian Hume (1992) pada berbagai etnik di Amerika dan Eropa Barat didapat data bahwa

tidak ada dua individu yang mempunyai waktu erupsi yang sama (Harshanur, 1995 ;

Sinulingga, 2002).

Gigi yang bererupsi pertama kalinya adalah gigi susu atau gigi desidui. Beberapa

lama gigi desidui akan berada dalam rongga mulut untuk melaksanakan aktivitas

fungsionalnya, sampai akhirnya gigi permanen erupsi untuk menggantikan gigi desidui

tersebut (Harshanur, 1995)

(Harshanur, 1995).

Waktu erupsi gigi permanen dimulai saat anak berusia 6 sampai 7 tahun, ditandai

dengan erupsi gigi molar pertama rahang bawah bersamaan dengan insisivus pertama rahang

bawah dan molar pertama rahang atas. Gigi insisivus sentral rahang atas erupsi umur 7 tahun

dilanjutkan dengan gigi insisivus lateral rahang bawah. Gigi insisivus lateral rahang atas

erupsi umur 8 tahun dan gigi kaninus rahang bawah umur 9 tahun. Gigi premolar pertama

rahang atas erupsi umur 10 tahun, dilanjutkan dengan erupsi gigi premolar kedua rahang atas,

premolar pertama rahang bawah, kaninus rahang atas dan premolar kedua rahang bawah.

Erupsi gigi molar kedua rahang bawah terjadi umur 11 tahun dan molar kedua rahang atas

umur 12 tahun. Erupsi gigi paling akhir adalah molar ketiga rahang atas dan rahang bawah.

(Harshanur, 1995)

2.1.3 Kondisi-Kondisi Yang Berhubungan Dengan Fase Gigi Peralihan

Masa geligi pergantian merupakan peralihan (transitional dentition) atau pergantian

dari masa geligi sulung ke geligi permanen. Kadang-kadang disebut masa geligi campuran

8

Page 6: Erupsi Gigi Geligi

(mixed dentition) oleh karena di dalam rongga mulut terdapat campuran gigi sulung dan gigi

permanen (Kennedy, 1996)

a. Ugly ducking stage

Insisivi sentral permanen atas berbeda dari insisivi sentral permanen bawah yang

biasanya dalam keadaan kontak. Insisivi sentral permanen atas sering erupsi dalam keadaan

condong ke distal sehingga terdapat diastema di antaranya. Keadaan ini merupakan sebagian

dari masa yang disebut ugly duckling stage yang secara estetik terlihat tidak baik. Pada saat

insisivi lateral permanen atas erupsi, sebagian diastema akan menutup. Dalam erupsinya,

benih kaninus permanen atas akan mempengaruhi akar insisivi lateral permanen atas dan

mendorong insisivi lateral ke mesial. Bila kaninus permanen telah erupsi, insisivi lateral

dapat menegakkan diri dan diastema akan tertutup. Makin lebar diastema (lebih dari 2 mm),

makin kecil kemungkinan diastema dapat menutup secara spontan (Kennedy, 1996)

b. Leeway space

Leeway Space merupakan perbedaan jumlah lebar kaninus, molar pertama dan

molar kedua sulung dengan kaninus permanen, premolar pertama dan premolar kedua.

Besarnya di rahang atas 0,9 mm dan 1,8 mm di rahang bawah atau 1,5 mm di rahang atas dan

2,5 mm di rahang bawah tiap sisinya (Kennedy, 1996)

Guna leeway space adalah pada saat molar kedua sulung tanggal, molar pertama

permanen bergerak ke mesial menempati leeway space (Kennedy, 1996)

c. Flush/ Straight Terminal Plane

9

Page 7: Erupsi Gigi Geligi

Relasi molar pertama permanen mengikuti relasi sisi distal molar kedua sulung

dalam arah sagital. Sisi distal molar kedua sulung ini disebut terminal plane (Kennedy, 1996)

(Kennedy, 1996)

Pada saat molar kedua sulung tanggal, molar pertama permanen bergeser ke mesial

menempati leeway space dimana molar pertama permanen RB bergeser ke mesial lebih

banyak daripada molar permanen rahang RA (karena leeway space RB lebih banyak daripada

RA). Ini merupakan proses perubahan relasi molar pertama permanen (Kennedy, 1996)

Bila terdapat flush terminal plane pada relasi molar kedua sulung dan hanya

didapatkan pertumbuhan diferensial minimal pada mandibula, demikian juga bila hanya

terjadi pergeseran gigi ke mesial akan terdapat relasi molar gigitan tonjol. Bila terdapat

pertumbuhan mandibula ke depan akan didapat relasi molar pertama permanen berupa relasi

kelas I (Kennedy, 1996)

Anak yang mempunyai relasi molar kedua sulung flush terminal plane

membutuhkan gerakan molar pertama permanen bawah ke mesial sebanyak 3,5 mm untuk

mencapai relasi molar pertama permanen kelas I. Ini didapatkan kurang lebih setengahnya

dari leeway space dan setengahnya lagi didapatkan dari pertumbuhan rahang bawah

(Kennedy, 1996)

d. Mesial Step

Mesial step terjadi bila terminal plane rahang atas lebih posterior daripada terminal

plane rahang bawah. Bila terdapat mesial step pada relasi molar kedua sulung dan hanya

didapatkan pertumbuhan diferensial minimal pada mandibula, demikian pula bila hanya

terjadi pergeseran gigi ke mesial akan terdapat relasi molar kelas I. Bila terdapat

pertumbuhan mandibula ke depan akan didapat relasi molar pertama permanen berupa relasi

kelas III. Bila didapatkan mesial step sebesar 1 mm biasanya akan terjadi relasi molar

10

Page 8: Erupsi Gigi Geligi

pertama permanen kelas I sedangkan bila mesial step lebih besar daripada 2 mm akan

didapatkan relasi molar kelas III. Relasi mesial step merupakan relasi yang ideal dan akan

mengarahkan relasi molar pertama permanen menjadi relasi kelas I (Kennedy, 1996)

e. Distal Step

Distal Step terjadi bila terminal plane rahang atas relatif lebih anterior daripada

terminal plane rahang bawah. Bila terdapat distal step pada relasi molar kedua sulung dan

bila didapatkan pertumbuhan diferensial minimal pada mandibula, dan bila hanya terjadi

pergeseran gigi ke mesial akan terdapat relasi molar kelas II. Bila terdapat pertumbuhan

mandibula ke depan akan didapat relasi molar pertama permanen berupa gigitan tonjol

(Kennedy, 1996)

2.2 Karies

2.2.1 Definisi Karies

Karies berasal dari bahasa Latin yaitu caries yang artinya kebusukan. Karies gigi

adalah suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email sebagai

akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh

pembentukan asam mikrobial dari substrat sehingga timbul destruksi komponen-komponen

organik yang akhirnya terjadi kavitas (Sihotang, 2010).

Dengan perkataan lain, dimana prosesnya terjadi terus berjalan ke bagian yang lebih

dalam dari gigi sehingga membentuk lubang yang tidak dapat diperbaiki kembali oleh tubuh

melalui proses penyembuhan, pada proses ini terjadi demineralisasi yang disebabkan oleh

adanya interaksi kuman, karbohidrat yang sesuai pada permukaan gigi dan waktu (Sihotang,

2010).

11

Page 9: Erupsi Gigi Geligi

Perkembangan karies dapat berbeda antara satu dan lain orang dari antara populasi

satu dan populasi lain. Apabila perkembangannya lambat, mungkin membutuhkan waktu

bertahun tahun lamanya sehingga karies menjadi kavitas besar. Akan tetapi proses yang sama

hanya membutuhkan waktu beberapa bulan saja, kalau perkembangannya cepat (Sihotang,

2010).

Tanda-tanda karies gigi merupakan suatu keretakan pada email atau kavitas pada

gigi, dentin di dalam kavitas lebih lunak dari pada dentin di sekelilingnya, dan merupakan

suatu daerah pada email yang mempunyai warna yang berbeda dengan email sekelilingnya

(Sihotang, 2010).

Karies yang berkembang cepat biasanya berwarna agak terang, sedangkan karies

yang berkembang lambat biasanya berwarna agak gelap. Akan tetapi pit (lekukan pada email

gigi) dan fisur (bentuk lekukan email gigi pada gigi molar dan pre molar) kadang-kadang

berwarna tua, bukan karena karies gigi, tetapi karena noda akibat beberapa makanan

(Sihotang, 2010).

Karbohidrat yang tertinggal di dalam mulut dan mikroorganisme, merupakan

penyebab karies gigi, penyebab karies gigi yang tidak langsung adalah permukaan dan bentuk

gigi tersebut (Sihotang, 2010).

Gigi dan fisur yang dalam mengakibatkan sisa-sisa makanan mudah melekat dan

bertahan, sehingga produksi asam oleh bakteri akan berlangsung dengan cepat dan

menimbulkan karies gigi (Sihotang, 2010).

2.2.2 Etiologi Karies Gigi

Karies terjadi bukan disebabkan karena satu kejadian saja seperti penyakit

menular lainnya tetapi disebabkan serangkaian proses yang terjadi selama beberapa kurun

waktu (Manson, 1993).

12

Page 10: Erupsi Gigi Geligi

Karies merupakan penyakit multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang

menjadi penyebab terbentuknya karies. Ada 4 (empat) faktor utama yang memegang

peranan yaitu faktor host atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet

dan faktor waktu, yang digambarkan sebagai empat lingkaran yang bertumpang tindih

(Manson, 1993).

Model Empat Lingkaran Penyebab Karies

Untuk terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling

mendukung yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat

yang sesuai dan waktu yang lama (Manson, 1993).

13

Page 11: Erupsi Gigi Geligi

2.2.3 Klasifikasi Karies

1. Menurut Prof. G. V. Black

Prof. G. V. Black menyatakan bahwa urutan frekuensi dari karies gigi dimulai dari

daerah gigi pada permukaan paling tinggi sampai yang paling rendah. Klasifikasi karies

menurut Prof GV. Black dibagi dalam lima kelas (Kidd, 1992).

1). Karies Kelas I

a). Semua karies pada Pit dan fissure yang terjadi pada :

Permukaan oklusal posterior (permukaan pengunyahan gigi   geraham)

2/3 bagian oklusal, permukaan bukal dan lingual/palatal gigi posterior ( bagian

pengunyahan, permukaan dekat pipi dan dekat lidah/langit-langit gigi geraham)

Permukaan palatal incisal insisivus rahang atas.

b). Karies pada permukaan halus yang terjadi pada 2/3 oklusal atau incisal semua gigi.

2). Karies kelas II.

Karies pada permukaan proksimal gigi posterior (sela antar gigi geraham).

3). Karies kelas III.

Karies pada permukaan proksimal incicivus dan caninus (sela antar gigi depan), belum

melibatkan sudut atau tepi incisal.

4). Karies Kelas IV.

14

Page 12: Erupsi Gigi Geligi

Karies pada permukanan proksiamal incicivus dan caninus (sela antar gigi depan), sudah

melibatkan sudut incisal.

5). Karies kelas V

Karies pada 1/3 gusi (gingival third) permukaan labial (dekat bibir), lingual (dekat lidah)

atau permukaan bukal (dekat pipi) semua gigi (Kidd, 1992).

2. Karies Gigi Menurut Kedalamannya

a. Karies Superfisialis yaitu kedalaman karies baru mengenai email saja (sampai

dentino enamel junction), sedangkan dentin belum terkena.

b. Karies Media yaitu karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah

dentin.

c. Karies Profunda yaitu karies yang sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan

kadang-kadang sudah mengenai pulpa.

d. Karies Profunda Perforasi (Kidd, 1992).

3. Karies Gigi Menurut Lokasi Terjadinya

1. Karies pit dan fisur

Karies yang terjadi karena daerah pit dan fisur sulit dijangkau oleh sikat gigi.

2. Karies permukaaan halus

15

Page 13: Erupsi Gigi Geligi

Lesi permukaaan halus dimulai pada email dan sementum dan dentin akaryang terbuka, lesi

terdapat pada bagian distal dan, mesial gigi (Kidd, 1992).

2.3 Tes Vitalitas Pulpa

1. Warna

Gigi nonvital biasanya akan menjadi lebih gelap warnanya dan berkurang

translusensinya daripada ketika masih vital jika tidak segera dirawat dengan jalan membuang

nekrotiknya serta mengisi saluran akarnya secara hermetic memakai bahan pengisi yang tidak

menyebabkan perubahan warna. Jika perubahan warna yang terjadi tidak begitu nyata,

terutama jika tambalannya luas, perbedaan warna ini bias sukar terdekteksi. dengan

transiluminasi, perubahan warna yang sedikit ini, terutama translusensi, akan dipermudah

pendeteksiannya (Kidd dkk, 2000).

2. Sinus

Adanya sinus di daerah periapeks merupakan bukti kuat adanya pulpa yang telah

nekrotik pada gigi di dekatnya. Biasanya sinus keluar dekat apeks gigi yang terkena,

walaupun tidak selamanya demikian. Jika ragu-ragu, terutama jika ada beberapa gigi yang

diduga nekrotik, suatu cara untuk mengetahuinya adalah memasukkan point gutaperca ke

dalam sinus dan dibuat radiografnya. Cara ini juga akan membantu membedakan antara

perubahan periapeks akibat pulpa nekrotik dan keadaan patologi lainnya seperti saluran akar

lateral atau perforasi lateral akar karena instrumentasi (Kidd dkk, 2000).

3. Radiografi

Radiograf periapeks tidak memberikan petunjuk langsung mengenai kevitalan pulpa.

Akan tetapi, suatu radiolusensi di periapeks biasanya menyatakan adanya granuloma yang

16

Page 14: Erupsi Gigi Geligi

pada dasarnya merupakan akibat nekrosis pulpa. Kista periapeks (radikuler), yang lebih

jarang terdapat, juga merupakan tanda adanya pulpa yang non-vital. Biasanya tidak selalu

mungkin untuk membedakan kedua keadaan ini dari radiograf saja. Hati-hati dengan struktur

normal (Kidd dkk, 2000).

4. Stimulus elektris dan termal

a. Test Thermal Dingin

Metode yg digunakan(Kidd dkk, 2000) :

1. Es

2. CO2 (es kering) : paling efektif tetapi memerlukan armamentarium khusus

3.Bahan pembeku (ethyl chloride)

Cara : gigi diisolasi dengan cotton roll, permukaan gigi dikeringkan, letakkan

batang es atau cotton pellet yg telah diberi batang es atau cotton pellet yg

telah diberi ethyl chloride pada permukaan gigi.

Interpretasi:

Sensasi tajam yg hilang bila rangsang dihentikan = gigi vital.

Sensasi tajam yg tidak hilang atau semakin sakit = irreversibel pulpitis

Tidak ada sensasi = nekrotik pulpa

Hasil false negatif = penyumbatan saluran akar (calcific

metamorphosis)

Hasil false positif = es terkena gigi tetangga normal

Lebih Efektif untuk gigi anterior

b. Test Thermal Panas

Metode yg dipakai (Kidd dkk, 2000):

17

Page 15: Erupsi Gigi Geligi

1.Gutta percha yg dipanaskan di api dan diaplikasikan ke permukaan labial

2.Friksi di permukaan gigi dengan bur rubber cup

3.Air Panas

4.Instrumen yg dipanaskan (dapat menyebabkan injuri)

• Dalam melakukan test panas, sebaiknya gunakan rubber dam

• Kurang efektif untuk mengetahui vitalitas pulpa

• Dapat membantu pada pasien dengan symptom panas dan lokasi gigi

diketahui.

• Sakit yg tajam dan nyeri = gigi vital (belum tentu normal)

• Sangat Sakit = Irreversibel pulpitis

• Tidak ada respon (bersama –sama hasil test lain) = nekrosis pulpa

• False negatif dan positif (Kidd dkk, 2000).

c. Test pulpa elektrikal

Suatu alat yg dijalankan baterai dan menghantarkan arus elektrik frekuensi

tinggi yg dapat berbeda –beda

Stimulus diletakkan di permukaan gigi

Cara : letakkan pasta gigi diujung pulpa tester elektroda, sirkuit diaktifkan

dengan klip atau dipegang oleh pasien. Ujung elektroda diletakkan di

permukaan labial. Arus dinaikkan pelan –pelan sehingga didapatkan respon.

Sensasi (+) (tingling, stinging, rasa penuh atau panas) = vital.

Sensasi (-) = nekrosis pulpa

False positif dan negatif. (Kidd dkk, 2000).

5. Perkusi

18

Page 16: Erupsi Gigi Geligi

Dilakukan dengan jalan mengetuk mahkota gigi perlahan-lahan dengan instrument

ringan misalnya ujung pegagan kaca mulut. pengetukan dilakukan dalam arah aksial dahulu

baru kemudian arah oblik, pada permukaan bukal atau lingual. Tes ini tidak langsung

membuktikan keadaan jaringan pulpa. Yang dapat dideteksi adanya inflamasi jaringan

periapeks. Jika jaringan ini terinflamasi, gigi akan bertindak sebagai piston di dalam soketnya

dan akan menstimulasi jaringan dengan tekanannya. Jaringan periapeks bias mengalami

inflamasi karena toksin yang berasal dari pulpa nekrotik atau karena trauma yang baru saja

terjadi. Giginya digambarkan peka terhadap perkusi(Kidd dkk, 2000).

6. Instrumentasi

Sebagai upaya terakhir untuk pengetesan dapat dibuat di daerah dentin yang dalam

keadaan normal terasa sensitif. hal ini biasanya pada gigi dengan tambalan luas. Dimulai

dengan preparasi kavitas/pembuangan restorasi lama sebelum pemberian anastesi lokal (Kidd

dkk, 2000).

7. Tes Kavitas / Tes Jarum Miller

Yaitu dengan memasukkan jarum miller kedalam orifice (tempat lubang pulpa). Tes ini

memungkinkan seseorang menentukan vitalitas pulpa. Tes ini dilakukan bila cara diagnose

yang lain telah gagal. Tes kavitas dilakukan dengan mengebur melalui pertemuan email-

dentin gigi tanpa restorasi. Pengeburan harus dilakukan dengan kecepatan rendah dan tanpa

air pendingin. Sensitivitas atau nyeri yang dirasakan oleh pasien merupakan suatu petunjuk

vitalitas pulpa; tidak diindikasikan untuk perawatan endodontik. Semen sedative kemudian

diletakkan di dalam kavitas dan pencarian sumber rasa sakit diteruskan. Bila tidak dirasakan

sakit, preparasi kavitas boleh dilanjutkan sampai kamar pulpa dicapai. Bila seluruh pulpa

19

Page 17: Erupsi Gigi Geligi

nekrotik, perawatan endodontik dapat dilanjutkan tanpa rasa sakit dan dalam kebanyakan

kasus tanpa anestesi (Grossman, 1995).

2.4 Relief Of Pain dan Control Of Pain

a. Relief Of Pain

Relief of pain adalah menghilangkan rasa sakit sebelum perawatan dan atau setelah

perawatan, yaitu :

1. Sebelum perawatan

Pemberian kapas eugenol lalu ditumpat sementara.

Anestesi, cavity entrance, jaringan pulpa diambil dengan ekskavator,

kemudian ditutup dengan kapas + egenol dan tumpatan sementara.

Pemberian antibiotik.

Pembebasan oklusal.

Drainase cairan lewat saluran akar dan insisi abses.

2. Setelah perawatan

Rasa sakit setelah perawatan endodonsia dapat disebabkan oleh karena :

overfilling, hasil perbenihan false negative atau tumpatan tetap terlalu tinggi.

Untuk menghilangkan rasa sakitnya, tergantung penyebabnya jika :

Hasil perbenihan false negatif : pemberian antibiotik, bila tetap sakit dilakukan

retreatment (perawatan ulang).

20

Page 18: Erupsi Gigi Geligi

Tumpatan tetap terlalu tinggi : mengurangi oklusi.

b. Control of pain

Yang dimaksud dengan control of pain adalah menghilangkan rasa sakit yang

dirasakan oleh penderita yang mungkin timbul selama perawatan endodonsia

dilakukan. Bila gigi masih vital, berarti sensitif sehingga diperlukan anestesi atau

obat-obat devitalisasi. Kadang-kadang untuk penderita yang tidak kooperatif

diperlukan pembiusan umum (Kidd dkk, 2000).

2.5 Preparasi Kavitas

Adalah semua tindakan mekanis yang ditujukan untuk menghilangkan jaringan karies

gigi dan meninggalkan jaringan gigi yang sehat serta menutup kembali jaringan gigi yang

hilang dengan bahan tumpatan (Kidd dkk, 2000).

Tujuan preparasi kavitas adalah:

- Mencegah terjadinya karies sekunder

- Mengembalikan fungsi kunyah

- Mengembalikan bentuk anatomi gigi (Kidd dkk, 2000).

2.5.1 Prinsip Preparasi Gigi Sulung Dan Gigi Permanen

Prinsip preparasi kavitas pada gigi sulung dan gigi permanen umumnya sama karena

bentuk kavitas banyak ditentukan oleh banyaknya pembuangan karies di email dan dentin,

21

Page 19: Erupsi Gigi Geligi

sehingga pembahasan mengenai kavitas-kavitas akan dikumpulkan dalam satu bagian (Kidd

dkk, 2000).

Adapun langkah - langkah preparasi kavitas dari Black adalah sebagai berikut :

1.Outline Form (Garis tepi/Batas)

Langkah awal dalam pembuatan preparasi kavitas adalah Outline Form yaitu

garis terluar dari hasil preparasi kavitas yang terdapat di permukaan gigi. Menurut Gillmore

(1967) outline form adalah bentuk daerah permukaan gigi yang mencakup marginal cavo

surface dari preparasi kavitas. Black menyatakan bahwa outline form dari preparasi kavitas

dilakukan meliputi permukaan gigi yang mengalami karies atau mudah terserang karies.

Merupakan bentuk daerah tepi marginal dari preparasi. Daerah tepi marginal ini diletakkan

pada struktur yang sehat (halus) serta harus mudah pembersihannya. Daerah cavosurface

margin dari preparasi merupakan daerah yang harus benar benar diperhatikan ((Kidd dkk,

2000).

Untuk pemakaian  bahan tumpatan tuang, cavofurvace  margin dibuat bevel dengan

maksud supaya batas tepi tumpatan dengan gigi dapat halus (tidak ada step). Sedangkan tepi

preparasi untuk tumpatan amalgam dibuat sudut 90 derajat. Yang termasuk  didalam

outline form ini ialah “extension for prevention” atau “ cutting for immunity”, yang berarti

dilakukan perluasan preparasi guna mencegah terjadinya sekunder karies. Daerah yang

mudah terkena karies ialah pit dan fisura yang dalam, oleh karena itu pit dan fisura yang

dalam sebaiknya dimasukkan ke dalam extention for prevention (Kidd dkk, 2000).

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan outline form adalah :

• Seluruh permukaan enamel yang mudah terkena karies dimasukkan dalam outline form

• Pit serta fisure yang mudah terkena karies dimasukkan ke dalam outline form

22

Page 20: Erupsi Gigi Geligi

• Tepi kavitas diperluas sampai di dapat stuktur gigi yang keras dan bebas terhadap karies

• Memperluas tepi preparasi pada permukaan gigi sehingga terletak  pada daerah yang self

cleansable untuk memudahkan pembersihan. Prinsip ini disebut extention for prevention

atau cutting for immunity

• Bagi kebanyakan preparasi intrakoronal, kavitas diperluas ke arah pulpa dan axial untuk

mencakup dentino enamel junction

• Harus dicegah terjadinya enamel yang menggantung yang tidak didukung oleh dentin

yang sehat

• Tepi servikal dibuat di bawah daerah kontak untuk memudahkan daerah pembersihan

(Kidd dkk, 2000).

2. Resistance Form (Bentuk resistensi)

Prinsip kedua dalam preparasi kavitas adalah resistance form (bentuk resistensi) yaitu

bentuk yang dibuat sedemikian rupa pada kavitas untuk mencegah pecahnya

tumpatan atau sisa jaringan gigi. Ini meliputi pembuatan dasar gingiva dan pulpa yang

horizontal terhadap aksis panjang gigi. Resistensi form adalah bentuk reparasi kavitas dimana

sisa jaringan gigi yang ada tetap kuat menerima daya kunyah / tidak pecah oleh daya

kunyah. Jadi pada waktu melakukan perluasan preparasi harus diperhatikan sisa jaringan gigi

yang ada cukup tebal. Apabila sisa jaringan gigi telah tipis dan diperkirakan akan pecah

pada saat pengunyahan, maka sebaiknya dimasukkan ke dalam desain reparasi. Perlu

diperhatikan bahwa enamel harus didukung oleh dentin yang sehat (Kidd dkk, 2000).

Khusus preparasi kavitas klas II bentuk restorasi sebaiknya diperoleh dengan cara :

• Davies dan king (1961) mengungkapkan bahwa kekuatan tumpatan di isthmus kavitas klas

II adalah tiga kali lipat jika badan tumpatan lebih dalam dari pada dibuat lebih besar 

23

Page 21: Erupsi Gigi Geligi

• Ke dalaman minimal kavitas sebesar 0,5 mm ke dalam dentin akan diperoleh badan

tumpatan yang cukup kuat

• Dinding kavitas dibuat sejajar untuk menambah bentuk resistensi

• Axio-pulpa line angle dibulatkan untuk mengurangi akumulasi tekanan pada permukaan

gigi (Kidd dkk, 2000).

3.Retention Form (Bentuk retensi)

Retention form (bentuk retensi) dibuat pada kavitas dengan tujuan agar tumpatan

mempunyai pegangan yang kuat dan tidak bergeser dari tempatnya apabila gigi digunakan

mengunyah. Pembuatan retensi pada preparasi adalah mencegah terlepasnya tumpatan dari

kavitas pada saat mengunyah (Kidd dkk, 2000).

Macam bentuk retensi :

• Frictional wall retention

• Undercut mekanis

• Groove

• Posthole

• Dovetail (Kidd dkk, 2000).

Retensi frictional wall disebabkan karena adanya interlocking dari bahan tumpatan.

Dari pemikiran ini dinding kavitas yang kasar akan mempunyai retensi yang lebih baik.

Perhatikan untuk pemilihan bahan restorasinya. Undercut mekanis umumnya dibuat

pada sudut preparasi Klas V. Restorasi amalgam pada kavitas yang luas dapat di

tambahkanpin untuk meningkatkan retensinya (Kidd dkk, 2000).

24

Page 22: Erupsi Gigi Geligi

4. Convenience Form

Convenience Form adalah membentuk kavitas sedemikian rupa untuk mempermudah

pengerjaan kavitas dan memasukkan bahan tumpatanke dalam kavitas. Convenience Form

diperoleh dengan cara :

• Memperluas preparasi kavitas

• Pemilihan alat yang dapat memudahkan peerjaan

•Pemasangan separator mekanis untuk retraksi gingival (Kidd dkk, 2000).

5.Removal of Caries (Penyingkiran Jaringan karies)

Yang dimaksud Removal of Caries (Penyingkiran Jaringan karies) adalah

pembuangan jaringan karies dentin dan debris-debris pada dinding kavitas.

Karies tidak boleh ditinggalkan di dalam kavitas. Sebab jika terjadi kebocoran, bakteri yang

tinggal di dalam kavitas akan terjadi aktif dan dapat menimbulkan gejala sakit dan masalah

endodontic (Kidd dkk, 2000).

6.Finishing The Enamel Margin (Menghaluskan dinding enamel margin)

Finishing The Enamel Margin adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk

membentuk dinding enamel margin yang halus dan rata untuk mendapatkan kontak marginal

serta adaptasi tumpatan yang baik. Dinding kavitas dibuat lurus dan rata. Tepi

cavosurface dibuat bevel atau sudut 90 derajat. Untuk meratakan dinding kavitas dapat

digunakan bur putaran rendah atau dikombinasi dengan hand cutting instrumen yang tajam

25

Page 23: Erupsi Gigi Geligi

contoh ; chisel. Pada tumpatan amalgam, dinding kavitas yang agak kasar dapat menambah

retensi. Pada tumpatan tuang sebaiknya dinding kavitas dibuat halus (Kidd dkk, 2000).

7.Toilet of The Cavity (Membersihkan Kavitas)

Toilet of The Cavity (Membersihkan Kavitas) merupakan tindakan terakhir dari

prinsip preparasi kavitas, yang bertujuan untuk membersihkan kavitas dari debris. Kavitas

dibersihkan dengan air hangat. Untuk  pembersihan yang lebih efektif dianjurkan penggunaan

bahan-bahan kimia seperti H2O2 3% (Kidd dkk, 2000).

Pada dasarnya prinsip preparasi kavitas di atas dapat digunakan padagigi sulung

maupun gigi permanen. Akan tetapi karena adanya perbedaananatomi dan morfologi antara

gigi sulung dan gigi permanen, diperlukan beberapa modifikasi untuk menyesuaikannya

dengan morfologi gigi sulung terutama dengan ukuran gigi, ukuran pulpa serta ketebalan

dentin dan enamel (Kidd dkk, 2000).

2.5.2 Preparasi Kavitas Berdasarkan Kelas Karies dan Bahan

1. Preparasi Amalgam Kelas I

a. Preparasi Kavitas

Preparasi dilakukan sesuai gambaran outline form kemudian dimulai dengan

menggunakan round bur no. 1 sedalam 2,5 mm. kemudian dilebarkan dengan

menggunakan bur silindris berujung datar. Dasar kavitas dibuat tegak lurus sumbu

gigi serta dihaluskan dengan inverted bur. Dapat dibuat undercut pada dinding bukal

26

Page 24: Erupsi Gigi Geligi

dan lingual/palatal. Semua garis sudut dibuat tajam dan halus (Eccles dan Green,

1994).

b. Basis

Semen yang digunakan sebagai basis adalah semen seng phosphate Zn (PO)4

yang terdiri dari bubuk dan cairan. Sebelum mulai member basis, kavitas dibersihkan

dan disterilkan dengan cotton pellet yang dibasahi alcohol 70%. Kemudian kavitas

dikeringkan dengan hembusan udara dari chip blower. Ambil bahan semen

secukupnya disesuaikan besarnya kavitas dengan perbandingan bubuk dan cairan 1 :

1. Arahkan bubuk semen ke cairan dengan spatula semen sedikit demi sedikit

kemudian aduk dengan gerakan memutar sampai konsistensi dempul (putty like

consistency). Semen kemudian dimasukkan ke dalam kavitas dengan menggunakan

stopper semen serta diratakan mendatar pada seluruh permukaan dasar kavitas

setinggi dentin. Kelebihan semen diambil dengan ekskavator, bila terlanjur mengeras

diambil dengan inverted bur. Perhatikan: bagian undercut/retensi jangan tertutup

semen (Eccles dan Green, 1994)

2. Preparasi Amalgam Kelas II

a. Preparasi Kavitas

Preparasi dimulai dengan menggunakan round bur no. 1 sedalam 2,5 mm

kemudian dilebarkan ke arah proksimal dengan bur fissure no. 3. Preparasi

dilanjutkan hingga memotong margin proksimal dengan bentuk seperti ekor merpati

(dovetail). Dinding gingiva dibuat datar selebar 2 mm dan setinggi interdental papil di

daerah proksimal. Isthmus dibuat pada 1/3 linguo bukal dan ¼ mesio distal. Dibuat

bevel pada axio pulpo line angle. Sudut tepi kavitas pada kavitas proksimal dibuat

27

Page 25: Erupsi Gigi Geligi

tegak lurus dengan dinding proksimal. Sudut-sudut luar dinding bukal dan lingual

pada bagian proksimal dibulatkan dengan bur fissure no. 3 (Eccles dan Green, 1994)

Yang perlu diperhatikan lebar pembukaan di daerah proksimal diukur sampai

ujung sonde dapat melewati sela gigi tetangganya. Hal ini dimaksudkan untuk

memudahkan menempatkan matriks band serta mendapatkan ketebalan yang cukup di

daerah proksimal untuk menghindari terjadinya kepatahan restorasi (Eccles dan

Green, 1994)

b. Basis

Tahap sama dengan basis pada kelas I amalgam hanya saja pada kelas II basis

diaplikasikan pada dinding pulpa dan dinding aksial (Eccles dan Green, 1994)

3. Tumpatan Glass Ionomer Klas III

a. Preparasi kavitas

Preparasi dimulai dari bagian palate proksimal dengan round bur no 1 dengan arah

tegak lurus bidang labial gigi. Selanjutnya kavitas dibentuk sesuai outline dengan

menggunakan fissure bur. Retensi dapat dibuat berupa undercut didaerah sudut yang

menghadap insisal maupun servikal gigi yaitu pada 3 tempat : incisal point angle, labial point

angle dan lingual point angle dengan menggunakan round bur kecil. Selanjutnya seluruh

permukaan kavitas dihaluskan dengan fine finishing diamond bur (Eccles dan Green, 1994)

b. Basis

28

Page 26: Erupsi Gigi Geligi

Sama dengan basis tumpatan amalgam. Bagian undercut/ retensi tidak boleh terisi

semen. Bagian tepi enamel harus bersih dari semen (Eccles dan Green, 1994)

4. Tumpatan Resin Komposit Klas IV

a. Preparasi Kavitas

Sebelum mulai preparasi, gigi dibersihkan dengan rubber cups dan pumice yang

dicampur air. Bila ada karang gigi dibersihkan terlebih dahulu (Eccles dan Green, 1994)

Preparasi dimulai dari arah palatal. Pertama digunkan round bur untuk menembus

kavitas atau dapat pula digunakan inverted bur oleh karena permukaan bidang yang licin.

Setelah itu digunakan fissure silindris untuk membentuk kavitas sekaligus menembus kearah

labial. Buat bevel pada seluruh tepi enamel selebar 2-3 mm dari tepi kavitas dengan fissure

bur dengan sudut 45 (full bevel). Terakhir seluruh permukaan bidang preparasi dihaluskan

dengan fine finishing diamond bur atau paper disc yang diulasi vaselin atau dapat

menggunakan tungsten carbide bur atau send rubber (Eccles dan Green, 1994)

b. Etsa Asam

Pengulasan bahan etsa (asam phosphate 30-50%) dalam bentuk gel/ cairan dengan

pinset dan cotton pellet pada permukaan enamel sebatas 2-3 mm dari tepi kavitas. Pengulasan

jangan sampai kena gusi dan tunggu 60 detik. Kemudian dilakukan pencucian dengan air

sebanyak 20cc menggunakan syringe. Air ditampung dalam mangkuk karet. Setelah dicuci,

gigi dikeringkan dengan semprotan udara (Eccles dan Green, 1994)

29

Page 27: Erupsi Gigi Geligi

5. Preparasi Kavitas Kelas V

Indikasi dari preparasi karies kelas V ini adalah untuk karies pada ½ gingival atu

servikal bagian bukal/labial/palatinal/lingual semua gigi. Bahan tumpatan yang biasa

digunakan adalah silikat, komposit, glass ionomer, dan amalgam (Eccles dan Green, 1994)

Preparasi dimulai dengan round bur dengan kedalaman ±2,5 mm untuk membentuk

ginjal setelah mencapai dentin dilanjutkan dengan pemakaian fissure bur sekaligus untuk

menghaluskan dinding kavitas. Retensi berupa undercut diseluruh tepi kavitas dengan

menggunakan inverted bur atau round bur kecil. Bentuk preparasi adalah persegi panjang

dengan sudut membulat, ovoid atau berbentuk ginjal dari permukaan giigi. Dinding aksialnya

mengikuti kontur luar permukaan gigi (mempunyai kedalaman yang sama). Perlu

diperhatikan apabila menggunakan bahan komposit harus menggunakan tehnik etsa asam

(Eccles dan Green, 1994)

6. Restorasi Semen Ionomer Kaca

Pada tahun-tahun belakangan ini telah dikembangkan sebuah metode untuk

merestorasi gigi yang erosi tanpa membuat preparasi kavitas yang formal. Metode ini

melibatkan semen ionomer kaca. Sekali lagi, tidak ada preparasi kavitas yang dibuat, tetapi

bonding dari bahan restorasi ( semen ionomer ) terhadap struktur gigi didapat dari adhesi

kimia antara semen dengan satu atau lebih komponen email dan/atau dentin, bukan dengan

bonding ( ikatan ) mekanis seperti pada metode resin etsa asam ( Baum, 1997 ).

Setelah isolasi dengan isolator karet, permukaan gigi dibersihkan dari plak dan debris

dari dengan lumpur profilaksis non-flour. Pasta-pasta yang diperdagangkan sebaiknya

dihindari karena dapat menimbulkan lapisan tipis berminyak pada gigi, yang menghalangi

30

Page 28: Erupsi Gigi Geligi

bonding semen. Permukaan gigi dipersiapkan dengan mengoleskan asam poliakrlik 25%,

yang dapat membantu dengan aksi pembersihannya dan bisa membuang sebagian smear

layer, tetapi menyebabkan tubulus dentin tertutup. Persiapan ini dilakukan dengan pemberian

asam poliakrilik selama 10 detik, kemudian semprot air sebanyak 30 detik dan dikieringkan

dengan baik ( Baum, 1997 ).

Untuk mudahnya dapat digunakan ionomer kaca dalam bentuk bubuk dan cairan pra-

kapsulasi. Bahan ini diinjeksikan langsung ke kavitas, dan diperlukan triturator untuk

pencampuran dalam kapsul ( Baum, 1997 ).

Bila adonan bubuk dan cairan lebih disukai, harus dicampur dengan cepat dalam

perbandingan bubuk-cairan. Pada saat memasukkan semen ini ke dalam kavitas

konsistensinya terlihat berkilat di permukaan. Hal ini menandakan bahwa asam poliakrilatnya

masih basah dan masih dapat melekat ke struktur gigi. Bagian yang ditambal diolesi dengan

semen ini agak berlebihan. Kemudian sebuah matriks logam lembut yang sudah dibentuk

ditekankan pada gigi untuk membentuk kontur dan membatasi kelebihan semen ( Baum,

1997 ).

Kelebihan semen dibersihkan, dan selapis tipis vernis yang dipasok oleh pabrik atau

bahan bonding dentin yang diaktifkan sinar ditempatkan di atas ionomer kaca di bawah

matriks. Bila matriks tidak digunakan, sebagian besar kelebihan semen dibuang dengan

menggunakan insrumen plastik. Tujuannya adalah membentuk kontur yang diinginkan. Hal

ini harus cepat dilakukan, ketika permukaan masih basah untuk mencegah kerusakan bila

semen tersebut telah mulai mengeras. Sekali lagi, lapisan vernis atau bonding harus

ditempatkan di permukaan semen, dan tambalan tersebut jangan diganggu selama 8-15 menit

sesuai dengan instruksi pabrik ( Baum, 1997 ).

31

Page 29: Erupsi Gigi Geligi

Terkadang setiap pabrik memberikan instruksi yang berbeda, serta pengerasan akan

terjadi pada waktu yang berlainan. Beberapa produk membutuhkan waktu 24 jam sebelum

tambalan tersebut dapat dipoles dengan baik ( Baum, 1997 ).

Matriks dilepaskan, sehingga permukaan tambalan akan segera menjadi basah, dan

mulai saat ini tambalan tersebut tidak boleh diganggu. Bahan ini tidak terpengaruh lagi oleh

cairan setelah terjadi pengerasan awal. Pembentukan kontur pertama dilakukan dengan

efektif menggunakan bilah Bard-Parker yang bisa mengukir restorasi tresebut dengan mudah.

Selanjutnya, rangkaian disk dari yang kasar sampai ke yang halus digunakan untuk

mempertajam kontur dan medapatkan permukaan yang sehalus mungkin. Disk yang

digunakan harus dapat berfungsi dengan baik dalam keadaan basah. Kalau disk yang kasar

digunakan harus hati-hati, karena akan cepat mengikis bahan restorasi yang relatif lunak

tersebut. Teliti pinggiran tambalan dengan cermat karen dalam keadaan basah agak sukar

mendeteksi kelebihan pinggiran. Terakhir, keringkan permukaan tambalan tersebut dan

oleskan selapis vernis atau bahan bonding yang diaktifkan sinar sebagai pelindung terhadap

cairan untuk beberapa jam, segera setelah isolator karet dilepas. Permukaan tambalan yang

seperti kapur, diikuti dengan perubahan bentuk umumnya diakibatkan oleh pencampuran

semen yang tidak tepat, terlampau cepat membuka matriks, atau kesalahan didalam

mengoleskan bahan proteksi permukaan ( Baum, 1997 ).

Retensi tambalan dalam kebanyakan kasus bertahan sekurang-kurangnya lima tahun

pada penggunaan semen ionomer kaca. Meskipun demikian, karena duktilitas bahan yang

rendah, retensi ini tidak dapat dipertahankan dengan baik kecuali lesi mirip seperti takik-V.

Jadi, bahan ini tidak cocok bagi lesi yang kecil dan berbentuk wajan dangkal ( Baum, 1997 ).

32

Page 30: Erupsi Gigi Geligi

Bila diinginkan permukaan tambalan yang halus, bagian atas ionomer kaca di buang.

Bagian tepi email dibevel dan dietsa, dan ionomer kaca tersebut dilapisi dengan resin, yang

kemudian disinar serta dipoles seperti pada tambalan resi biasa ( Baum, 1997 ).

Dewasa ini sudah dikembangan formulasi ionomer yang lain. Di sini digunakan

partikel perak keramik sebagai pasi. Bahan ini akan meningkatkan beberapa sifat tertentu

seperti ketahanan terhadap keausan. CERMET ini barang kali nantinya akan bisa memperluas

kegunaan tipe semen ini untuk restorasi Klas 1 dan bahkan Klas II ( Baum, 1997 ).

2.5.3 Preparasi Gigi Sulung

Secara garis besar preparasi gigi sulung masih mengikuti prinsip Black, seperti :

Outline kavitas harus melibatkan lesi karies, pit dan fissur yang mudah terkena

karies

Menempatkan margin kavitas sedemikian rupa sehingga mudah dibersihkan

dengan sikat gigi dan paling sedikit menerima tekanan oklusal

Bentuk kavitas harus memberikan tahanan yang baik terhadap mastikasi dan

retensi yang memadai (Kennedy, 1996)

Dalam melakukan preparasi pada gigi sulung terdapat sedikit perbedaan karena:

1. Morfologi anatomi gigi sulung berbeda dengan gigi permanen :

Mahkota yang cembung dan servikal

Bidang oklusal sempit

Servikal ke apeks menonjol

33

Page 31: Erupsi Gigi Geligi

Enamel tipis

Tanduk pulpa tinggi

Saluran akar kecil

Dasar pulpa tipis

2. Ada gigi permanen yg akan tumbuh

3. Inklinasi prisma enamel berbeda

4. Anatomi servikal gigi sulung yang menyempit meningkatkan resiko

rusaknya gingiva di bagian interproksimal. Juga bila gingival wall

terlalu dalam dapat membahayakan pulpa (Kennedy, 1996).

34