(epilepsi general)

20
EPILEPSI GENERAL A. DEFINISI / BATASAN Epilepsi adalah suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure) berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten, yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron secara paroksismal, dan disebabkan oleh berbagai etiologi. Bangkitan epilepsi (epileptic seizure) adalah manifestasi klinik dari bangkitan serupa (stereotipik), berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked). Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinik epilepsi yang terjadi secara bersama-sama, yang berhubungan dengan etiologi, umur, onset, jenis bangkitan, faktor pencetus, dan kronisitas. 1 Epilepsi general merupakan salah satu tipe epilepsi yang melibatkan kedua hemisfer serebral, dapat berupa primary generalized seizure maupun diawali partial seizure yang kemudian meluas menjadi secondary generalized seizure. 2 B. EPIDEMIOLOGI Angka kejadian epilepsi masih tinggi terutama di negara berkembang. Diperkirakan prevalensinya antara 0.5-4%. Rata-rata prevalensi epilepsi 8.2 per 1.000 penduduk. Sedangkan insiden epilepsi di negara berkembang mencapai 50-70 kasus per 100.000 penduduk. 1 Prevalensi epilepsi pada bayi dan anak-anak cukup tinggi (usia < 15 tahun), menurun pada dewasa muda dan usia pertengahan, kemudian meningkat lagi pada kelompok usia lanjut (usia > 60 tahun). 3 C. ETIOLOGI Etiologi epilepsi dibedakan menjadi tiga yaitu simtomatik, idiopatik, dan kriptogenik. Pada etiologi simtomatik, bangkitan epilepsi dapat disebabkan oleh lesi struktural di otak (fokus epileptogenik) misalnya scar, tumor, dan malformasi kongenital, dapat juga disebabkan oleh kelainan metabolik seperti hipoglikemia, atau disebabkan oleh pengaruh racun seperti alkohol. Sebaliknya, untuk etiologi idiopatik, penyebab epileptic seizures tidak diketahui, tetapi umumnya melibatkan predisposisi genetik tanpa disertai lesi struktural. Sedangkan pada etiologi kriptogenik, epileptic seizures dianggap simtomatik, meskipun penyebabnya belum diketahui misalnya West syndrome dan Lennox Gastaut syndrome. 3 D. PATOFISIOLOGI

Upload: aditya-indra

Post on 26-Nov-2015

131 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

medical

TRANSCRIPT

EPILEPSI GENERAL

A. DEFINISI / BATASAN Epilepsi adalah suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure) berulang sebagai

akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten, yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron secara paroksismal, dan disebabkan oleh berbagai etiologi.

Bangkitan epilepsi (epileptic seizure) adalah manifestasi klinik dari bangkitan serupa (stereotipik), berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked).

Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinik epilepsi yang terjadi secara bersama-sama, yang berhubungan dengan etiologi, umur, onset, jenis bangkitan, faktor pencetus,

dan kronisitas. 1

Epilepsi general merupakan salah satu tipe epilepsi yang melibatkan kedua hemisfer serebral, dapat berupa primary generalized seizure maupun diawali partial seizure yang kemudian

meluas menjadi secondary generalized seizure. 2

B. EPIDEMIOLOGI Angka kejadian epilepsi masih tinggi terutama di negara berkembang. Diperkirakan

prevalensinya antara 0.5-4%. Rata-rata prevalensi epilepsi 8.2 per 1.000 penduduk. Sedangkan

insiden epilepsi di negara berkembang mencapai 50-70 kasus per 100.000 penduduk. 1

Prevalensi epilepsi pada bayi dan anak-anak cukup tinggi (usia < 15 tahun), menurun pada dewasa muda dan usia pertengahan, kemudian meningkat lagi pada kelompok usia lanjut (usia > 60

tahun). 3

C. ETIOLOGI Etiologi epilepsi dibedakan menjadi tiga yaitu simtomatik, idiopatik, dan kriptogenik. Pada

etiologi simtomatik, bangkitan epilepsi dapat disebabkan oleh lesi struktural di otak (fokus epileptogenik) misalnya scar, tumor, dan malformasi kongenital, dapat juga disebabkan oleh kelainan metabolik seperti hipoglikemia, atau disebabkan oleh pengaruh racun seperti alkohol. Sebaliknya, untuk etiologi idiopatik, penyebab epileptic seizures tidak diketahui, tetapi umumnya melibatkan predisposisi genetik tanpa disertai lesi struktural. Sedangkan pada etiologi kriptogenik, epileptic seizures dianggap simtomatik, meskipun penyebabnya belum diketahui misalnya West syndrome dan

Lennox Gastaut syndrome. 3

D. PATOFISIOLOGI Otak terdiri dari sekian milyar sel neuron yang satu dengan lainnya saling berhubungan.

Hubungan antar neuron tersebut terjalin melalui impuls listrik dengan bahan perantara kimiawi yang dikenal sebagai neurotransmiter. Dalam keadaan normal, lalu-lintas impuls antar neuron berlangsung dengan baik dan lancar. Apabila mekanisme yang mengatur lalu-lintas antar neuron menjadi kacau karena adanya breaking system pada otak terganggu, maka neuron-neuron akan bereaksi secara abnormal.

Neurotransmiter yang berperan dalam mekanisme pengaturan ini adalah Glutamat, yang merupakan brain’s excitatory neurotransmitter, dan GABA (Gamma Aminobutyric Acid), yang bersifat sebagai brain’s inhibitory neurotransmitter.

Golongan neurotransmiter lain yang bersifat eksitatorik adalah aspartat dan asetil kolin, sedangkan yang bersifat inhibitorik lainnya adalah noradrenalin, dopamine, serotonin (5-HT) dan peptida. Neurotransmiter ini hubungannya dengan epilepsi belum jelas dan masih perlu penelitian lebih lanjut.

Bangkitan epilepsi apapun jenisnya selalu disebabkan oleh transmisi impuls di area otak yang tidak mengikuti pola yang normal, sehingga terjadilah apa yang disebut sinkronisasi dari impuls. Sinkronisasi ini dapat mengenai pada sekelompok kecil neuron atau kelompok neuron yang lebih besar atau bahkan meliputi seluruh neuron di otak secara serentak. Lokasi yang berbeda dari kelompok neuron yang ikut terkena dalam proses sinkronisasi inilah yang secara klinik menimbulkan manifestasi yang berbeda dari jenis-jenis serangan epilepsi.

Secara teoritis faktor yang menyebabkan hal ini yaitu: 1. Keadaan dimana fungsi neuron penghambat (inhibitorik) kerjanya kurang optimal sehingga

terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan, disebabkan konsentrasi GABA yang kurang. Pada penderita epilepsi ternyata memang mengandung konsentrasi GABA yang rendah di otaknya (lobus oksipitalis). Hambatan oleh GABA ini dalam bentuk inhibisi potensial post sinaptik.

Keadaan dimana fungsi neuron eksitatorik berlebihan sehingga terjadi pelepasan impuls epileptik yang berlebihan. Disini fungsi neuron penghambat normal tapi sistem pencetus impuls (eksitatorik) yang terlalu kuat. Keadaan ini ditimbulkan oleh meningkatnya konsentrasi glutamat di otak. Pada penderita epilepsi didapatkan peningkatan kadar glutamat pada berbagai tempat di otak.

Pada dasarnya otak yang normal itu sendiri juga mempunyai potensi untuk mengadakan pelepasan abnormal impuls epileptik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk timbulnya kejang sebenarnya ada tiga kejadian yang saling terkait : 1. Perlu adanya “pacemaker cells” yaitu kemampuan intrinsic dari sel untuk menimbulkan bangkitan.2. Hilangnya “postsynaptic inhibitory control” sel neuron. 3. Perlunya sinkronisasi dari “epileptic discharge” yang timbul.

Area di otak dimana ditemukan sekelompok sel neuron yang abnormal, bermuatan listrik berlebihan dan hipersinkron dikenal sebagai fokus epileptogenesis (fokus pembangkit serangan kejang). Fokus epileptogenesis dari sekelompok neuron akan mempengaruhi neuron sekitarnya untuk bersama dan serentak dalam waktu sesaat menimbulkan serangan kejang.

Berbagai macam kelainan atau penyakit di otak (lesi serebral, trauma otak, stroke, kelainan herediter dan lain-lain) sebagai fokus epileptogenesis dapat terganggu fungsi neuronnya (eksitasi berlebihan dan inhibisi yang kurang) dan akan menimbulkan kejang bila ada rangsangan pencetus seperti hipertermia, hipoksia, hipoglikemia, hiponatremia, stimulus sensorik dan lain-lain.

Serangan epilepsi dimulai dengan meluasnya depolarisasi impuls dari fokus epileptogenesis, mula-mula ke neuron sekitarnya lalu ke hemisfer sebelahnya, subkortek, thalamus, batang otak dan seterusnya. Kemudian untuk bersama-sama dan serentak dalam waktu sesaat menimbulkan serangan kejang. Setelah meluasnya eksitasi selesai dimulailah proses inhibisi di korteks serebri, thalamus dan ganglia basalis yang secara intermiten menghambat discharge epileptiknya. Pada gambaran EEG dapat terlihat sebagai perubahan dari polyspike menjadi spike and wave yang makin lama makin lambat dan akhirnya berhenti. Dulu dianggap berhentinya serangan sebagai akibat terjadinya kelelahan neuronal. (karena kehabisan glukosa dan tertimbunnya asam laktat). Namun ternyata serangan epilepsi bisa terhenti tanpa terjadinya kelelahan neuronal.

Pada keadaan tertentu (hipoglikemia otak, hipoksia otak, asidosis metabolik) depolarisasi impuls dapat berlanjut terus sehingga menimbulkan aktivitas serangan yang berkepanjangan disebut

status epileptikus. 4

E. PEMBAGIAN / KLASIFIKASIKlasifikasi yang ditetapkan oleh International League Againts Epilepsy (ILAE) terdiri dari dua

jenis klasifikasi, yaitu klasifikasi untuk jenis bangkitan epilepsi dan klasifikasi untuk sindrom epilepsi.Klasifikasi epilepsi berdasarkan jenis bangkitan (tipe serangan epilepsi):

1. Serangan parsial a. Serangan parsial sederhana (kesadaran baik) - Dengan gejala motorik.- Dengan gejala sensorik. - Dengan gejala otonom.- Dengan gejala psikis.

b. Serangan parsial kompleks (kesadaran terganggu)- Serangan parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran.- Gangguan kesadaran saat awal serangan.

c. Serangan umum sederhana - Parsial sederhana menjadi tonik-klonik.- Parsial kompleks menjadi tonik-klonik.- Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi tonik-klonik.

2. Serangan umum a. Absans (Lena).b. Mioklonik.c. Klonik.d. Tonik.e. Atonik (Astatik). f. Tonik-klonik.

3. Serangan yang tidak terklasifikasi (sehubungan dengan data yang kurang lengkap). 1

Klasifikasi ILAE tahun 1981 di atas ini lebih mudah digunakan untuk para klinisi karena

hanya ada dua kategori utama, yaitu:- Serangan fokal yaitu bangkitan epileptik yang dimulai dari fokus yang terlokalisir di otak.- Serangan umum yaitu bangkitan epileptik terjadi pada daerah yang lebih luas pada kedua belahan

otak. 5

Klasifikasi berdasarkan sindroma epilepsi adalah : 1.Berdasarkan letak lokasi kelainan A. Idiopatik (primer)

Epilepsi Benigna dengan gelombang paku si daerah sentrotemporal (childhood epilepsy with centro temporal spike).

Epilepsi benigna dengan gelombang paroksismal di daerah oksipital. Epilepsi membaca primer (primary reading epilepsi).

B. Simptomatik (sekunder) Epilepsi partial kontinua yang kronik pada anak-anak (Kojenikow’s Syndrome). Sindrom dengan bangkitan yang dipresipitasi oleh suatu rangsangan (kurang tidur,

alcohol, obat-obatan, hiperventilasi, epilepsi refleks, stimulasi fungsi kortikal tinggi, membaca).

Lobus temporalis. Lobus frontalis. Lobus parietalis. Lobus oksipitalis.

2.Epilepsi Umum dan berbagai sindrom epilepsi berurutan sesuai dengan peningkatan usia.A. Idiopatik (primer)

Kejang neonatus familial benigna. Kejang neonatus benigna. Kejang epilepsi mioklonik pada bayi. Epilepsi Absans pada anak. Epilepsi Absans pada remaja. Epilepsi mioklonik pada remaja. Epilepsi dengan bangkitan tonik-klonik pada saat terjaga. Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk salah satu di atas. Epilepsi tonik-klonik yang di presipitasi dengan aktivitas tertentu.

B. Kriptogenik atau simptomatik berurutan sesuai dengan peningkatan usia. Sindroma West (spasmus infantil). Sindroma Lennox Gastaut. Epilepsi mioklonik astatik. Epilepsi lena mioklonik.

C. Simtomatik Etiologi non spesifik: Ensefalopati mioklonik dini, Ensefalopati pada infantile dini dengan

burst suppression, dan epilepsi simtomatik umum lainnya yang tidak termasuk di atas. Sindrom spesifik: bangkitan epilepsi sebagai komplikasi penyakit lain.

3. Epilepsi dan sindrom yang tidak dapat ditentukan fokal atau umum.A. Bangkitan umum dan fokal.

Bangkitan neonatal. Epilepsi mioklonik berat pada bayi. Epilepsi dengan gelombang paku (spike wave) kontinyu selama tidur dalam. Epilepsi afasia yang didapat (Sindrom Landau-kleffner). Epilepsi yang tidak terklasifikasikan selain yang di atas.

B. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum.

4.Sindrom khusus bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu.A. Kejang demam.B. Bangkitan kejang / status epileptikus yang timbul hanya sekali (isolated).C. Bangkitan yang hanya terjadi jika terdapat kejadian metabolik akut, atau toksis, alcohol, obat-

obatan, eklamsia, hiperglikemia non ketotik.

D. Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesifik (epilepsi reflektorik). 1

A. TANDA DAN GEJALA KLINIS EPILEPSI GENERAL1. Bangkitan Umum Lena (Absance)- Gangguan kesadaran mendadak (“absence”) berlangsung beberapa detik.

- Selama bangkitan, kegiatan motoric terhenti dan pasien diam tanpa reaksi.

- Mata memandang jauh kedepan.

- Mungkin terdapat automatisme.

- Pemulihan kesadaran segera terjadi tanpa perasaan bingung.

- Sesudah itu pasien melanjutkan aktivitas semula. 2

2. Bangkitan Umum Mioklonik- Kontraksi singkat sekelompok/beberapa kelompok otot, kedua sisi tubuh. Merupakan tanda

discharge di kortikal.- Dapat berupa kontraksi tunggal atau berulang, yang bersifat ringan atau berat.

- Pemulihan cepat dan segera sadar

- Diinduksi oleh gerakan, suara, kejutan, stimulasi fotik, ketukan.

- Gangguan Belajar: Juvenil Myoclonic epilepsy, Lennox-Gastaut syndrome. 2

3. Bangkitan Umum Klonik- Bangkitan ini jarang terjadi. Biasanya berupa gerakan jerking ritmik, tanpa konfus/kelelahan

setelah serangan.

- Pada neonatus, bayi dan anak-anak selalu simptomatik. 2

4. Bangkitan Umum Tonik- Kontraksi otot tonik (kaku), terjadi secara mendadak, diikuti kesadaran yang menurun. Terjadi

sekitar 20-60 detik, sering saat tidur.- Dimulai ekstensi leher, kontraksi otot wajah, dan pernafasan serta otot ekstremitas (abduksi bahu

dan elevasi lengan).- Disertai jeritan dan Apneu.

- Kerusakan otak menyeluruh dan Gangguan belajar. 2

5. Bangkitan Umum Tonik Klonik- Dapat didahului prodromal seperti jeritan, sentakan, mioklonik.

- Pasien kehilangan kesadaran (jatuh) dengan “epileptic cry*, kaku (fase tonik) selama 10-30 detik, ekstensi aksial, bola mata ke atas, rahang mengatup kuat, badan kaku (adduksi dan ekstensi), tangan mengepal, sianosis. Diikuti gerakan kejang pada kedua lengan dan tungkai serta otot rahang dan wajah (fase klonik) selama 30-60 detik, dapat disertai mulut berbusa terkadang berdarah. Gerakan klonik makin menurun dalam frekuensi.

- Gejala autonom, muka merah, tensi, nadi, hipersalivasi, ngompol

- Selesai bangkitan pasien menjadi lemas (fase flaksid) dan tampak bingung.

- Pasien sering tidur setelah bangkitan selesai. 2

6. Bangkitan Umum Atonik - Pasien kehilangan kekuatan/tonus otot secara mendadak. Pasien mengalami Classic drop attack

(Astatic Seizure) yaitu kolaps atau jatuh. - Kedua kelopak mata turun, kepala terangguk, badan terkulai, dan jatuh ketanah sehingga

menyebabkan terjadinya injuri. - Terjadi selama ± 15 detik dan segera pulih.

- Kerusakan otak luas, gangguan belajar, Epilepsi Simptomatik berat. 2

7. Bangkitan Umum Sekunder- Berkembang dari bangkitan partial sederhana atau kompleks yang dalam waktu singkat menjadi

bangkitan umum.- Bangkitan partial dapat berupa aura

- Bangkitan umum yang terjadi biasanya bersifat kejang tonik-klonik. 2

B. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu mencari adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus, kecanduan alkohol atau obat terlarang, kanker, dan penyakit sistemik lainnya. Pemeriksaan fisik yang sangat hati-hati pada daerah kulit dapat menemukan tanda-tanda penyakit neurokutaneous, seperti sklerosis atau neurofibromatosis, atau penyakit liver atau penyakit ginjal yang kronis. Penemuan organomegali mengindikasikan penyakit metabolik, dan

asimetris tungkai dapat memberikan tanda terhadap cedera otak pada awal perkembangan. Auskultasi pada jantung dan arteri karotis, dapat mengidentifikasikan abnormalitas yang memberikan

predisposisi terhadap penyakit kardiovaskular. 6

Semua pasien memerlukan pemeriksaan neurologi yang lengkap, dengan pendekatan pada tanda-tanda penyakit hemisfer serebral. Pemeriksaan yang teliti pada status mental (termasuk memori, fungsi bahasa, dan berfikir abstrak) dapat menunjukkan lesi pada lobus anterior frontal, parietal, atau temporal. Dengan menguji lapangan pandang, akan membantu mencari lesi pada jalur optikus dan lobus oksipital. Tes skrining pada fungsi motor seperti pronator drift, deep tendon reflexes, gait, dan koordinasi dapat menunjukkan lesi pada motor korteks, dan uji sensoris kortikal

dapar mendeteksi lesi pada lobus parietal. 6

C. PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan penunjanhg dilakukan sesuai dengan indikasi dan bila memungkinkan.

Beberapa pemeriksaan penunjang untuk epilepsi general adalah sebagai berikut.1. Pemeriksaan Elektro-Ensefalografi (EEG)

Rekaman EEG sebaiknya dilakukan saat bangun tidur dengan stimulasi fotik, hiperventilasi, stimulasi tertentu sesuai pencetus bangkitan. Kelainan epileptiform EEG interiktal (di luar bangkitan) pada orang dewasa dapat ditemukan sebesar 29-38%. Pada pemeriksaan ulang gambaran epileptiform dapat meningkat menjadi 59-77%.

Bila EEG pertama normal sedangkan persangkaan epilepsi sangat tinggi, maka dapt dilakukan EEG ulangan dalam 24-48 jam setelah bangkitan atau dilakukan dengan persyaratan khusus, misalnya kurangi tidur (sleep deprivation), atau dengan menghentikan obat anti-epilepsi.Indikasi pemeriksaan EEG:- Membantu menegakkan diagnosis epilepsi,

- Menentukan prognosis pada kasus tertentu,

- Pertimbangan dalam penghentian OAE,

- Membantu menentukan letak fokus

- Bila ada perubahan bentuk bangkitan dari bangkitan sebelumnya. 1

Pada bangkitan absence tipikal gambaran EEG tampak general, simetris, 3-Hz spike-and-wave discharges, yang muncul dan berakhir secara tiba-tiba, bertumpukan dengan latar belakang EEG normal. Periode spike-and-wave discharges berlangsung lebih dari beberapa detik dan berkorelasi dengan tanda-tanda klinis. Hiperventilasi cenderung menimbulkan electrographic discharges tersebut dan bangkitan itu sendiri. Hal ini rutin dilakukan saat merekam EEG.

Bangkitan absence atipikal memberikan gambaran EEG yang tampak general, pola spike-and-wave yang pelan dengan frekuensi ≤ 2.5/ detik.

Gambaran EEG pada bangkitan tonik menunjukkan peningkatan aktivitas cepat voltase rendah yang general secara progresif, diikuti amplitudo tinggi yang general, dan polyspike discharges.

Pada bangkitan klonik, aktivitas tinggi amplitude secara tipikal terganggu oleh gelombang lambat untuk menciptakan pola spike-and-wave. Gambaran EEG post iktal menunjukkan perlambatan yang meluas yang secara bertahap mengalami recovery dan pasien menjadi sadar.

Bangkitan tonik klonik pada periode interiktal, gambaran EEG menunjukkan gambaran sinkronisasi tipikal, generalized spikes and waves pada setiap elektroda.

Bangkitan atonik memiliki gambaran EEG yang jelas, generalized spike-and-wave discharges, diikuti segera oleh gelombang lambat yang luas yang berkorelasi dengan hilangnya tonus otot.

Sedangkan pada bangkitan mioklonik, EEG menunjukkan spike-and-wave discharges yang

mengalami sinkronisasi secara bilateral. 6

2. Pemeriksaan pencitraan otak (brain imaging)Indikasi dilakukan pemeriksaan ini adalah:

- Semua kasus bangkitan pertama yang diduga ada kelainan structural.- Adanya perubahan bentuk bangkitan.- Terdapat deficit neurologic fokal.- Epilepsi dengan bangkitan partial.- Bangkitan pertama diatas usia 25 tahun.

- Untuk persiapan tindakan pembedahan epilepsi. 1

MRI merupakan prosedur pencitraan pilihan untuk epilepsi dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dibanding CT Scan. MRI dapat mendeteksi sclerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor, dan hemangioma cavernosa. Pemeriksaan MRI diindikasikan untuk epilepsi yang

sangat mungkin memerlukan terapi pembedahan. 6

3. Pemeriksaan laboratoriumPemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan darah dan cairan

serebrospinal. Komponen darah yang diperiksa adalah hemoglobin, leukosit, hematkrit, trombosit, hapusan darah tepi, serum elektrolit (natrium, kalsium, magnesium), kadar gula, fungsi hepar (SGOT, SGPT, gamma GT, alkali fosfatase), ureum, kreatinin, dan lainnya atas indikasi. Untuk pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan jika dicurigai ada infeski pada sistem saraf pusat. Selain itu dapat

dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan lain atas indikasi, misalnya ada kelainan metabolic bawaan. 1

D. DIAGNOSISPada dasarnya, diagnosis semua jenis epilepsi ditegakkan melalui:

1. Anamnesis, ditujukan terutama untuk mencari penyebab yang mendasari. Beberapa hal pada anamnesis yang perlu digali adalah: pola/bentuk bangkitan, durasi bangkitan, gejala sebelum, selama, dan sesudah bangkitan, frekuensi bangkitan, faktor pencetus, penyakit saat ini, usia saat bangkitan pertama, riwayat selama dalam kandungan sampai perkembangan anak, riwayat terapi epilepsi, dan riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga.

2. Pemeriksaan fisik, sesuai dengan gejala klinis dan penyebabnya, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.

3. Pemeriksaan tambahan yaitu EEG, brain imaging, laboratorium, dan EKG. 7

Ada 3 langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitub. Langkah pertama, memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksismal menunjukkan

bangkitan epilepsi atau bukan epilepsi.c. Langkah kedua, apabila benar terdapat bangkitan epilepsi, maka tentukan bangkitan yang ada

termasuk jenis bangkitan yang mana.d. Langkah ketiga, tentukan etiologi, sindrom epilepsi apa yang ditunjukkan oleh bangkitan, atau

epilepsi apa yang di derita oleh pasien.1

Diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar adanya gejala dan tanda klinik dalam bentuk

bangkitan epilepsi berulang (minimal 2 kali) yang ditunjang oleh gambaran epileptiform pada EEG. 1

E. DIAGNOSIS BANDING

1. Sinkope, dapat bersifat vasovagal attack, kardiogenik, hipovolumik, hipotensi, dan sinkope saat miksi.

2. Serangan iskemik sepintas (transient ischemic attack).3. Vertigo.4. Transient global amnesia.5. Narkolepsi.6. Bangkitan panik, psikogenik.7. Sindrom menier.

8. Tics. 7

F. KOMPLIKASI/PENYULIT1. Kegagalan jantung.2. Fraktur.3. Edema serebri.4. Aspirasi pneumonia.

5. Kegagalan ginjal mendadak (mioglobinuria). 7

G. TERAPITujuan utama terapi pada epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien

sesuai dengan perjalanan penyakit epilepsi dan disabilitas fisik maupun mental yang dimilikinya. diperlukan beberapa upaya untuk mencapai tujuan tersebut, antara lain dengan menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan tanpa efek samping/dengan efek samping yang minimal, menurunkan angka kesakitan dan kematian.

Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan obat anti epilespsi (OAE) pilihan sesuai dengan jenis bangkitan dan jenis sindrom epilepsi. Obat diberikan mulai dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif tercapai atau timbul efek samping.

Bila dengan penggunaan dosis maksimum OAE tidak dapat mengontrol bangkitan, ditambahkan OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap (tapering off) perlahan-lahan. Penambahan OAE ketiga baru dilakukan setelah

terbukti bangkitan tidak dapt diatasi dengan menggunakan dosis maksimal kedua OAE pertama. 1

Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE dapat dihentikan tanpa kekambuhan pada 60% pasien. Pada anak-anak penghentian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan setelah 2 tahun bebas bangkitan, sedangkan pada dewasa diperlukan waktu yang

lebih lama yaitu 5 tahun. 3

Tabel 1. Pemilihan OAE pada pasien berdasarkan bentuk bangkitan.

Tipe bangkitan umum

OAE lini pertama OAE lini kedua (tambahan)

OAE lini ketiga (tambahan)

1. Absence Sodium ValproateLamotrigine

Ethosuximide LevetiracetamZonisamide

2. Mioklonik Sodium Valproate TopiramateLevetiracetamZonisamide

lamotrigineCLobazamCarbamazepinePhenobarbital

3. Tonik klonik Sodium ValproateCarbamazepinePhenitoinPhenobarbital

LamotrigineOxcarbazepine

TopiramateLevetiracetamZonisamidePrimidone

4. Atonik Sodium valproate LamotrigineTopiramate

Felbamate

Tabel 2. Macam-macam Obat Anti Epilepsi

H. PROGNOSISPrognosis epilepsi bergantung pada beberapa hal, di antaranya jenis epilepsi, faktor

penyebab, saat pengobatan dimulai, dan ketaatan minum obat. Pada umumnya prognosis epilepsi cukup menggembirakan. Pada 50-70% penderita epilepsi, serangan dapat dicegah dengan obat-obat, sedangkan sekitar 50 % pada suatu waktu akan dapat berhenti minum obat. Serangan epilepsi primer, baik yang bersifat kejang umum maupun serangan lena atau melamun atau absence mempunyai prognosis terbaik. Sebaliknya epilepsi yang serangan pertamanya mulai pada usia 3 tahun atau yang disertai kelainan neurologik dan atau retardasi mental mempunyai prognosis yang

umumnya jelek. 4

I. ALGORITMEBerikut ini adalah algoritme untuk mendiagnosis dan menatalaksana epilepsi dan epilepsi

general.

J. RINGKASAN

Epilepsi adalah suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure) berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten, yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron secara paroksismal, dan disebabkan oleh berbagai etiologi.

Epilepsi general merupakan salah satu tipe epilepsi yang melibatkan kedua hemisfer serebral, dapat berupa primary generalized seizure maupun diawali partial seizure yang kemudian meluas menjadi secondary generalized seizure.

Etiologi epilepsi dibedakan menjadi tiga yaitu simtomatik, idiopatik, dan kriptogenik. Etiologi simtomatik, bangkitan epilepsi dapat disebabkan oleh lesi struktural di otak, dapat juga disebabkan oleh kelainan metabolik atau disebabkan oleh pengaruh racun. Sebaliknya etiologi idiopatik, penyebab epileptic seizures tidak diketahui tetapi umumnya melibatkan predisposisi genetik tanpa disertai lesi struktural. Sedangkan pada etiologi kriptogenik, epileptic seizures dianggap simtomatik, meskipun penyebabnya belum diketahui.

Patofisiologi terjadinya epilepsi secara umum melibatkan dua keadaan, yaitu keadaan dimana fungsi neuron penghambat (inhibitorik) kerjanya kurang optimal sehingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan, disebabkan konsentrasi GABA yang kurang, dan keadaan dimana fungsi neuron eksitatorik berlebihan sehingga terjadi pelepasan impuls epileptik yang berlebihan.

Bangkitan umum yang menandai epilepsi general diklasifikasikan menjadi beberapa jenis bangkitan. Diantaranya adalah bangkitan lena (absence), bangkitan Mioklonik, bangkitan klonik, bangkitan tonik, bangkitan atonik (Astatik), dan bangkitan tonik-klonik. Setiap jenis bangkitan umum memiliki gejala klinis tersendiri.

Bangkitan umum lena (Absence) memiliki gejala klinis berupa gangguan kesadaran mendadak (“absence”) berlangsung beberapa detik. Selama bangkitan, kegiatan motoric terhenti dan pasien diam tanpa reaksi. Mata memandang jauh kedepan. Mungkin terdapat automatisme. Pemulihan kesadaran segera terjadi tanpa perasaan bingung. Sesudah itu pasien melanjutkan aktivitas semula.

Pada bangkitan umum myoklonik terdapat tanda klinik berupa kontraksi singkat sekelompok/beberapa kelompok otot, kedua sisi tubuh. Merupakan tanda discharge di kortikal. Dapat berupa kontraksi tunggal atau berulang, yang bersifat ringan atau berat. Pemulihan secara cepat dan

segera sadar. Diinduksi oleh gerakan, suara, kejutan, stimulasi fotik, ketukan. Dan terdapat gangguan belajar: Juvenil Myoclonic epilepsy, Lennox-Gastaut syndrome.

Bangkitan umum klonik memperlihatkan gejala klinik berupa berupa gerakan jerking ritmik, tanpa konfus/kelelahan setelah serangan dan pada neonatus, bayi dan anak-anak selalu simptomatik.

Gejala klinik bangkitan umum tonik berupa kontraksi otot tonik (kaku) yang terjadi secara mendadak. Diikuti kesadaran yang menurun. Terjadi sekitar 20-60 detik, sering saat tidur. Dimulai ekstensi leher, kontraksi otot wajah, dan pernafasan serta otot ekstremitas (abduksi bahu dan elevasi lengan). Disertai jeritan dan Apneu. Terdapat kerusakan otak luas dan gangguan belajar.

Pada bangkitan umum tonik klonik dapat didahului prodromal seperti jeritan, sentakan, mioklonik. Pasien kehilangan kesadaran (jatuh) dengan “epileptic cry”, kaku (fase tonik) selama 10-30 detik, ekstensi aksial, bola mata ke atas, rahang mengatup kuat, badan kaku (adduksi dan ekstensi), tangan mengepal, sianosis. Diikuti gerakan kejang pada kedua lengan dan tungkai serta otot rahang dan wajah (fase klonik) selama 30-60 detik, dapat disertai mulut berbusa terkadang berdarah. Gerakan klonik makin menurun dalam frekuensi. Terdapat Gejala autonom, muka merah, tensi, nadi, hipersalivasi, ngompol. Selesai bangkitan pasien menjadi lemas (fase flaksid) dan tampak bingung. Pasien sering tidur setelah bangkitan selesai.

Bangkitan Umum Atonik menunjukkan gejala pasien kehilangan kekuatan/tonus otot secara mendadak. Pasien mengalami Classic drop attack (Astatic Seizure) yaitu kolaps atau jatuh. Kedua kelopak mata turun, kepala terangguk, badan terkulai, dan jatuh ketanah sehingga menyebabkan terjadinya injuri. Terjadi selama ± 15 detik dan segera recovery. Dan terjadi kerusakan otak yang luas, gangguan belajar, Epilepsi simptomatik berat.

Bangkitan umum sekunder merupakan perkembangan dari bangkitan partial sederhana atau kompleks yang dalam waktu singkat menjadi bangkitan umum. Bangkitan partial dapat berupa aura. Bangkitan umum yang terjadi biasanya bersifat kejang tonik-klonik.

Pada dasarnya, diagnosis semua jenis epilepsi ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Anamnesis ditujukan terutama untuk mencari penyebab yang mendasari. Pemeriksaan fisik, yang dilakukan sesuai dengan gejala klinis dan penyebabnya berupa gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, Sedangkan pemeriksaan tambahannya yaitu EEG, brain imaging, laboratorium, dan EKG. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan darah dan cairan serebrospinal

Bangkitan absence atipikal memberikan gambaran EEG yang tampak general, pola spike-and-wave yang pelan dengan frekuensi ≤ 2.5/ detik. Gambaran EEG pada bangkitan tonik menunjukkan peningkatan aktivitas cepat voltase rendah yang general secara progresif, diikuti amplitude tinggi yang general, dan polyspike discharges. Pada bangkitan klonik, aktivitas tinggi amplitude secara tipikal terganggu oleh gelombang lambat untuk menciptakan pola spike-and-wave. Gambaran EEG post iktal menunjukkan perlambatan yang meluas yang secara bertahap mengalami recovery dan pasien menjadi sadar. Bangkitan tonik klonik pada periode interiktal, gambaran EEG menunjukkan gambaran sinkronisasi tipikal, generalized spikes and waves pada setiap elektroda. Bangkitan atonik memiliki gambaran EEG yang jelas, generalized spike-and-wave discharges, diikuti segera oleh gelombang lambat yang luas yang berkorelasi dengan hilangnya tonus otot. Sedangkan pada bangkitan mioklonik, EEG menunjukkan spike-and-wave discharges yang mengalami sinkronisasi secara bilateral.

Diagnosis banding dari general epilepsi diantaranya adalah sinkope, transient ischemic attack, vertigo, transient global amnesia, narkolepsi, bangkitan panik, psikogenik, sindrom meniere, dan tics. Sedangkan komplikasi yang dapat terjadi pada epilepsi yaitu gagal jantung, fraktur, edema serebri, aspirasi pneumonia, dan gagal ginjal mendadak.

Pemilihan obat anti epilepsi sesuai dengan jenis bangkitan dan jenis sindrom epilepsy. Obat epilepsi untuk bangkitan umum absence adalah Sodium Valproate dan Lamotrigine pada lini pertama, Ethosuximide pada lini kedua, dan Levetiracetam serta Zonisamide pada lini ketiga. Untuk bangkitan mioklonik, pada lini pertama dapat menggunakan Sodium Valproate, pada lini kedua menggunakan Topiramate, Levetiracetam, dan Zonisamide, sedangkan pada lini ketiga menggunakan lamotrigine, CLobazam, Carbamazepine, dan Phenobarbital. Untuk bangkitan tonik klonik dapat menggunakan Sodium Valproate, Carbamazepine, Phenitoin, dan Phenobarbital pada

lini pertama, Lamotrigine dan Oxcarbazepine pada lini kedua, serta Topiramate, Levetiracetam, Zonisamide, dan Primidone pada lini ketiga. Sedangkan untuk bangkitan atonik dapat menggunakan Sodium valproate pada lini pertama, Lamotrigine dan Topiramate pada lini kedua, dan Felbamate pada lini ketiga.

Prognosis epilepsi bergantung pada beberapa hal, di antaranya jenis epilepsi, faktor penyebab, saat pengobatan dimulai, dan ketaatan minum obat. Pada umumnya prognosis epilepsi cukup menggembirakan. Pada 50-70% penderita epilepsi, serangan dapat dicegah dengan obat-obat, sedangkan sekitar 50 % pada suatu waktu akan dapat berhenti minum obat. Serangan epilepsi primer, baik yang bersifat kejang umum maupun serangan lena atau melamun atau absence mempunyai prognosis terbaik. Sebaliknya epilepsi yang serangan pertamanya mulai pada usia 3 tahun atau yang disertai kelainan neurologik dan atau retardasi mental mempunyai prognosis yang cenderung jelek.

K. PERTANYAAN

1. Apa perbedaan sinkop dengan bangkitan sebagai diagnosis banding?

Pembanding Bangkitan sinkop

immediate precipitating factors

Usually none Emotional stress, Valsalva, orthostatic hypotension, cardiac etiologies

Premonitory symptoms None or aura (e.g., odd odor)

Tiredness, nausea, diaphoresis, tunneling of vision

Posture at onset Variable Usually erect

Transition to unconsciousness

Often immediate Gradual over seconds

Duration of unconsciousness

Minutes Seconds

Duration of tonic or clonic movements

30–60 s Never more than 15 s

Facial appearance during event

Cyanosis, frothing at mouth

Pallor

Disorientation and sleepiness after event

Many minutes to hours

<5 min

Aching of muscles after event

Often Sometimes

Biting of tongue Sometimes Rarely

Incontinence Sometimes Sometimes

Headache Sometimes Rarely

2. Kapan OAE mulai diberikan?a. Jika diagnosis epilepsi sudah dipastikanb. Terdapat minimal 2 bangkitan dalam setahunc. Setelah pasien dan keluarganya menerima penjelasan tentang tujuan pengobatand. Pasien dan atau keluarganya telah diberitahu tentang kemungkinan efek samping.

3. Apa sajakah syarat umum untuk menghentikan pemberian OAE?1. Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya setelah minimal 2

tahun bebas bangkitan.2. Gambaran EEG “normal”.3. Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula, setiap bulan

dalam jangka waktu 3-6 bulan.4. Bila digunakan lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang bukan

utama.

4. Pada kondisi bagaimana pasien epilepsy harus menjalani terapi pembadahan?Semua pasien dengan eplepsi fokal yang telah gagal dalam pengobatan harus menjalani

monitoring EEG dan evaluasi lainnya untuk mengetahui apakah mereka dapat menjalani terapi pembedahan. Pasien dengan temuan structural pada neuroimaging dianjurkan untuk menjalani terapi pembedahan karena 80% akan mengalami kekambuhan..

5. Bagaimanakah cara kerja terapi Vagal nerve stimulation?Vagus nerve stimulator adalah alat yang dapat diimplan, yang terdiri dari unit generator dan

baterai. Biasanya diimplan secara subkutan dibawah clavicula kiri dengan 2 kabel yang menjalar dibawah kulit leher. Lead kabel tersebut akan menempel pada ujung vagus nerve trunk. Setelah terimplan, alat tersebut diprogram dari luar untuk mengantarkan stimulasi regular ke saraf, dan akan diaktivasi oleh pasien menggunakan magnet.

L. REFERENSI

1 Harsono, dkk. 2008. Pedoman tatalaksana epilepsi. Perdosi: Jakarta Pusat.2 Mumenthaler, Mark. dkk. 2006. Fundamentals of Neurology. Thieme3 Engel, Jerome. dkk. 2005. Epilepsy - Global Issues for the Practicing Neurologist. Demos:

New York.4 Harsono. 2007. Epilepsi. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.5 Gilman, Sid. dkk. 2010. Oxford American Handbook of Neurology. Oxford University

Press.6 Kasper, Dennis. dkk. 2005. Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th Edition.

McGraw-Hill.7 Sjahrir, Margono. dkk. 2006. Pedoman Diagnosis dan terapi Ilmu penyakit saraf. RSU

Dokter Sutomo: Surabaya.