epidemiologi karies pada lansia
DESCRIPTION
dTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menua merupakan suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki, mengganti diri dan mempertahankan
struktur dan fungsi normalnya. Pada usia lanjut, terjadi perubahan-perubahan
degenerative, fisiologis dan biologis yang sangat kompleks pada jaringan tubuh.
Sebagaimana halnya pada bagian tubuh lainnya keadaan rongga mulut pada usia
lanjut akan mengalami beberapa perubahan, baik pada jaringan keras maupun pada
jaringan lunak mulut.
Meskipun gigi-gigi biasanya menunjukkan tanda-tanda perubahan dengan
bertambahnya usia, perubahan ini bukanlah sebagai akibat dari usia tetapi refleks,
keausan, penyakit, kebersihan mulut, dan kebiasaan.
Email mengalami sejumlah perubahan yang nyata karena pertambahan usia,
termasuk kenaikan konsentrasi nitrogen dan fluoride sejalan dengan usia.
Pembentukan dentin yang berlanjut sejalan dengan usia menyebkan reduksi secara
bertahap pada ukuran kamar pulpa. Meningkatnya insidensi kalsifikasi, kalsifikasi
yang meluas melibatkan kamar pulpa dan saluran akar dapat menimbulkan masalah
pada perawatan akar gigi.
Kelainan jaringan keras gigi pada manula yaitu karies dan non karies. Karies
merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin, dan sementum yang
disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat
diragikan. Yang termasuk kelainan non karies: atrisi yaitu keausan gigi yang
disebabkan oleh kontaknya gigi ; abrasi yaitu keausan gigi yang bukan disebabkan
oleh kontaknya gigi, melainkan disebabkan oleh karena penyikatan gigi secara
horizontal yang berlebihan dengan menggunakan pasta gigi yang abrasif ; erosi yaitu
hilangnya jaringan keras gigi karena bahan kimia ; fraktur bisa disebabkan oleh
karena trauma, baik berupa pukulan langsung terhadap gigi anterior, atau berupa
pukulan tidak langsung terhadap mandibula yang dapat menyebabkan pecahnya cusp
gigi posterior.
Berdasarkan riset kesehatan dasar ( RisKesDas ) Indonesia 2007 didapatkan
peningkatan jumlah kerusakan gigi seiring dengan bertambahnya usia yaitu pada
kelompok usia 35 – 44 tahun DMF-T rata – rata 4,46 sedangkan kelompok usia > 65
tahun sebesar 18,33. Keadaan tersebut dapat disebabkan karena kebersihan mulut
yang buruk. Hal ini dapat dilihat dari penduduk kelompok usia 55 – 64 tahun yang
menyikat gigi dengan benar ( sesudah makan pagi dan sebelum tidur malam ) 5,4%
sedangkan kelompok usia >65 tahun hanya 3,5%
1.2 Rumusan masalah
1. Epidemiologi karies
2. Perubahan jaringan keras gigi pada lansia
3. Kelainan jaringan keras gigi pada lansia
4. Klasifikasi kerusakan jaringan keras gigi berdasarkan stadium dan lokasi
5. Dampak dan penyebab akibat penurunan alitan saliva
6. Penegakan diagnose dan diagnose
7. Etiologi
8. Hubungan ngilu dengan sisa tambalan
9. Pertimbangan sebelum perawatan
10. Pertimbangan bahan
11. Perawatan yang dapat dilakukan
12. Dampak kasus jika tidak ditangani
13. Pencegahan
BAB IIPEMBAHASAN
2.1Epidemiologi karies pada lansia
Hasil survey kesehatan rumah tangga tahun 1995 dalam DepKes
(2000) menunjukkan bahwa 65,7 % penduduk Indonesia menderita
karies gigi aktif ( kerusakan gigi yang belum ditangani .
SKRT 1997 menunjukkan 63% penduduk Indonesia menderita
karies gigi aktif atau yang belum ditangani. Rata – rata pengalaman
karies perorangan, yang diukur dengan indeks DMF-T untuk
Indonesia adalah 6,44 dimana 4,4 gigi sudah dicabut, 2 gigi belum
ditangani dan hanya 0,16 gigi yang telah ditambal.
Data SUSENAS, 1998 menyatakan bahwa 87% masyarakat yang
mengeluh sakit gigi, sedangkan yang berobat ke fasilitas pelayanan
kesehatan hanya 12,3%.
Berdasarkan riset kesehatan dasar ( RisKesDas ) Indonesia 2007
didapatkan peningkatan jumlah kerusakan gigi seiring dengan
bertambahnya usia yaitu pada kelompok usia 35 – 44 tahun DMF-
T rata – rata 4,46 sedangkan kelompok usia > 65 tahun sebesar
18,33. Keadaan tersebut dapat disebabkan karena kebersihan mulut
yang buruk. Hal ini dapat dilihat dari penduduk kelompok usia 55
– 64 tahun yang menyikat gigi dengan benar ( sesudah makan pagi
dan sebelum tidur malam ) 5,4% sedangkan kelompok usia >65
tahun hanya 3,5%1.
2.2Perubahan jaringan keras gigi pada lansia
Bertambahnya usia mengakibatkan perubahan pada enamel,
baik dari segi warna, daya larut terhadap asam yang semakin
menurun, volume pori enamel yang semakin menurun,
kandungan air, dan permeabilitas enamel yang semakin
berkurang.
Pemakaian gigi selama kita hidup akan mengakibatkan berbagai
jenis cairan, ion, substansi dengan berat molekul rendah,
berbagai gangguan lainnya, fisiologi, dan obat-obatan yang
dapat mempengaruhi permeabilitas enamel. Akibatnya
permeabilitas enamel menurun.
Secara fisiologi pemakaian gigi dalam proses mastikasi akan
mengakibatkan gigi menjadi atrisi. Normalnya gigi akan
mengalami pengurangan sekitar 29µm/tahun. Hal ini dapat
memicu erupsi pasif agar proporsi gigi dan dimensi vertikal gigi
dapat dipertahannkan. Erupsi pasif akan mengakibatkan terjadi
resesi gingiva dan lebih rentan untuk terjadi karies akar.
Atrisi tidak hanya terjadi sebagai suatu keadaan fisiologis,
namun beberapa keadaan patologis juga dapat menyebabkan
atrisi pada gigi, misalnya bruxism, maloklusi, bentuk gigi dll.
Pada umumnya enamel translusen. Warnanya dipengaruhi oleh
ketebalan dan warna lapisan dentin di bawahnya. Banyak faktor
yang dapat menyebabkan enamel menjadi tipis, misalnya
penyikatan gigi yang terlalu kuat dan menimbulkan abrasi pada
gigi, penggunaan obat-obatan yang menghasilkan asam, dan
berbagai zat lainnya yang berpanetrasi ke dalam enamel.
Pada lansia umumnya enamel berwarna kuning, diduga
kemungkinan adalah pengaruh warna dari sklerotik dentin.
- Dentin
Secara fisiologi dentin terus terbentuk, meningkat seiring
bertambahnya usia dan dikenal dengan istilah dentin sekunder.
Dentin sekunder tebentuk pada seluruh area kavitas pulpa, tapi
pada daerah pulp chamber lebih tebal dibandingkan pada atap
dan dasar dari dinding pulpa.
Reparatif dentin (dentin tersier) adalah suatu bentuk dentin yang
digantikan oleh odontoblast sebagai suatu respon terhadap
berbagai iritan, seperti atrisi, abrasi, erosi, trauma, moderat
karies, dan prosedur operatif. Reparatif dentin biasanya
terbentuk pada daerah gigi yang mengalami tekanan mekanikal.
Selain itu, seiring bertambahnya usia sklerotik dentin juga
terbentuk. Sklerotik dentin merupakan suatu bentuk dari akibat
penuaan dan iritasi ringan serta beberapa perubahan pada
komposisi dentin primer. Peritubular dentin menjadi lebih lebar,
lebih besar, dan tubulus berisi material yang telah terkalsifikasi
sebagai suatu akibat dari perkembangan pulpa ke daerah DEJ.
Dentin sklerotik merupakan suatu keadaan yang fisiologis.
Namun apabila terbentuk karena adanya iritasi ringan, maka hal
tersebut merupakan suatu keadaan yang patologis, membentuk
reaktif dentin sklerotik. Dentin kurang termineralisasi (lebih
lunak) dibandingkan enamel, namun lebih termineralisasi
dibandingkan sementum
- Sementum
Sementum merupakan jaringan keras gigi yang membungkus
dentin pada akar anatomis, dibentuk oleh sel sementoblast yang
merupakan perkembangan dari sel mesenkim yang tidak
terdeferensiasi. Daerah tertebal terdapat pada ujung akar
sebagai akibat dari erupsi pasif. Pertautan antara dentin dan
sementum sangat halus dan pertautan antara sementum dengan
enamel memiliki perlekatan yang kuat.
Seiring bertambahnya usia, sementum bertambah tebal karena
adanya deposisi atau kalsifikasi dari sementum seluler.
Kalsifikasi tersebut merupakan suatu keadaan yang fisiologis
jika merupakan suatu bentuk kompensasi dari perubahan
proporsi dan atrisi dari gigi seiring penggunaanya selama
kehidupan (mastikasi). Bentuk sementum yang terkalsifikasi
tersebut tidak beraturan atau irreguler. Hal inilah yang menjadi
salah satu faktor predisposisi mudahnya pembentukan plak2.
2.3 Kelainan jaringan keras gigi
- Karies :
Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu
email, dentin, dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas
suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat
diragikan3.
- Non Kariesa. Atrisi :
Yaitu keausan gigi yang disebabkan oleh kontaknya gigi.
Makin sering kontak terjadi, makin besar keausannya.Jika
keausan menjadi sangat luas sehingga banyak jaringan gigi
yang hilang, maka pulpa mungkin akan terbuka sehingga
harus dilakukan perawatan saluran akar.Jika dibutuhkan
restorasi pada gigi posterior sebaiknya digunakan mahkota
tuang. Sedangkan pada gigi anterior menggunakan mahkota
metal keramik/mahkota jaket.
b. Abrasi : Yaitu keausan gigi yang bukan disebabkan oleh
kontaknya gigi, melainkan disebabkan oleh karena
penyikatan gigi secara horizontal yang berlebihan dengan
menggunakan pasta gigi yang abrasif. Keausan pada tepi
insisal biasanya dikarenakan kebiasaan menggigit benda
tertentu, seperti jepitan rambut atau pipa rokok.
c. Erosi : Yaitu hilangnya jaringan keras gigi karena bahan
kimia. Bisa disebabkan karena kebiasaan makan asam,
seperti terlalu banyak minum jus jeruk atau minum-
minuman asam, terlalu banyak makan buah jeruk atau apel
asam, dan atau banyak mengkonsumsi yoghurt.
d. Fraktur : Bisa disebabkan oleh karena trauma, baik berupa
pukulan langsung terhadap gigi anterior, atau berupa
pukulan tidak langsung terhadap mandibula yang dapat
menyebabkan pecahnya cusp gigi posterior.Fraktur yang
mengenai permukaan oklusal biasanya berupa garis fraktur
vertikal. Fraktur yang mengenai gigi depan pada anak-anak,
bila tidak dirawat akan terjadi inflamasi pd dentin yg
terbuka4.
e. Abfraksi adalah suatu kelainan jaringan keras gigi yang
dikarenakan adanya tenaga (compression dan tension) yang
berlebihan pada permukaan oklusal sehingga menyebabkan
adanya mikrofaktur pada permukaan bukal dan lingual
2.4 Klasifikasi kerusakan jaringan keras gigi berdasarkan stadium dan lokasi
- karies superfisialis; karies baru mengenai email saja, sedangkan
dentin belum terkena
- karies media; karies sudah mengenai dentin, tetapi belum
melebihi setengah dentin.
- Karies profunda; karies sudah mengenai lebih dari setengah
dentin dan kadang-kadang sudah mengenai pulpa. Karies
profunda dapat dibagi menjadi 3 stadium yaitu;
Karies profunda stadium I . karies telah melewati setengah
dentin, biasanya belum dijumpai radang pulpa.
Karies profunda stadium II. Masih dijumpai lapisan tipis
yang membatasi karies dengan pupa. Biasanya disini telah
terjadi radang pulpa.
Karies profunda stadium III. Pulpa telah terbuka dan
dijumpai bermacam-macam radang pulpa.
Klasifikasi kerusakan jaringa keras gigi berdasarkan lokasinya:
G.V Black mengklasifikasikan kavitas atas 5 bagian dan diberi
tanda dengan nomor Romawi, dimana kavitas diklasifikasikan
berdasarkan permukaan gigi yang terkena karies. Pembagian
tersebut adalah:
1. Klas I
Karies yang terdapat pada bagian oklusal ( ceruk dan fisura)
pada gigi posterior. Dapat juga terdapat pada gigi anterior di
foramen ceacum.
2. Klas II
Karies yang terdapat pada aproksimal gigi-gigi molar atau
premolar, yang umumnya meluas sampai ke permukaan oklusal.
3. Klas III
Karies yang terdapat pada aproksimal dari gigi anterior, tetapi
belum mencapai margo-insisal (belum mencapai sepertiga insisal
gigi)
4. Klas IV
Karies yang terdapat pada aproksimal dari gigi-geligi depan dan
sudah mencapai mango-insisal (telah mencapai sepertiga insisal
dari gigi)
5. Karies yang terdapat pada bagian leher dari gigi-geligi depan
maupun gigi belakang pada permukaan labial, palatal, ataupun
bukal dari gigi.
Ada juga klas VI (Simon) yaitu:
Karies yang terdapat pada tepi insisal dan tonjol oklusal pada gigi
belakang yang disebabkan oleh abrasi, atrisi, atau erosi5.
2.5 Dampak dan penyebab akibat penurunan aliran saliva
Dampak penurunan produksi saliva yaitu
a. Rentan karies
Penurunan aliran saliva menyebabkan penurunan fungsi saliva
yaitu:
- Penurunan kemampuan saliva dalam menurunkan akumulasi
plak gigi dan pembersihan karbohidrat dari rongga mulut
( selfcleansing)
- Penurunan difusi kompenen saliva seperti kalsium, fosfat,
ion OH, dan F kedalam plak yang dapat menurunkan
kelarutan email, dan reminiralisasi karies dentin
- Penurunan jumlah antibakteri seperti lysozyme,
lactoperoxydase, dan lactoferin.
- Penurunan sistem baffer asam karbonat-bikarbonat serta
kandungan ammonia dan urea dalam saliva yang dapat
menyangga dan menetralkan penurunan pH yang terjadi saat
bakteri plak sedang memetabolisme glukosa.
b. Mukosa oral
Terjadi penurunan proteksi dan lubrikasi saliva sehingga
memudahkan luka dan terkena infeksi
c. Penguyahan
Penurunan produksi saliva dengan makanan yang membutuhkan
penguyahan banyak akan sukar dilakukan. Karena pengunyahan
itu sendiri akan merangsang produksi saliva maka walaupun
masih ada kelenjar saliva yang aktif hal ini akan menimbulkan
ekserbasi
d. Berbicara
Kemampuan berbicara akan menurun karena berkurangnya
fungsi lubrikasi.
e. Penggunaan gigi tiruan
Terjadi penurunan tegangan permukaan antar mukosa dengan
gigi tiruan
f. Infeksi candida dan gingivitis
Terjadi peningkatan akumulasi plak dan terjadi modifikasi flora
plak sehingga jumlah candida, laktobasilus, dan streptococcus
mutans makin banyak. Oleh karena itu pasien biasa
mnegeluhkan terjadinya infeksi candida dan gingivitis.
Penyebab terjadinya penuruna produksi saliva yaitu;
a. Obat-obatan
Penggunaan obat-obatan antidepresan, antipsikotik,
transquilitzer, hipotika, antihitamin, antikholinergi,
antihipertensi, diuretika, anti parkoson, obat pengurang nafsu
makan. Penggunaan obat-obatan ini menurunkan produksi
saliva
b. Terapi radiasi
Terapi radiasi pada kelenjar liur pada penderita neoplasma
didaerah leher dan kepala biasanya menyebabkan pengurangan
aliran saliva sampai kurang dari 0,1 ml/menit
c. Penyakit
Infeksi kelenjar liur yang akut dan kronis ( sialadenitis) tumor
ganas maupun jinak, dan sidrom sjogren.
d. Umur
Penurunan produksi saliva akibat menua yang tidak dapat
dihindari6.
2.6 Penegakan diagnose dan diagnose
- Pemeriksaan Subyektif : laki-laki berusia 63 tahun,
keluhan gigi belakang sebelah kiri bawah terasa ngilu jika
berkumur. Keluhan tersebut mulai dirasakan seminggu
terakhir. Pasien tidak memiliki penyakit sistemik.
- Pemeriksaan Obyektif :
a. Pemeriksaan Ekstra Oral : -
b. Pemeriksaan Intra Oral : Pemeriksaan klinis
ditemukan sisa tambalan amalgam pada bagian mesial gigi
molar kedua kiri, edentulous pada gigi 36 dan 47, gigi 46
juga ditemukan sisa tambalan amalgam pada permukaan
oklusal
- Pemeriksaan Penunjang : pada skenario tidak disebutkan,
tetapi pemeriksaan penunjang berupa foto radiografi
diperlukan jika ingin mengetahui kedalaman dan letak
karies. Teknik radiologi yang dapat diberikan pada kasus
yaitu bitewing, untuk melihat kedalaman karies pada
permukaan proksimal.
- Diagnosis : berdasarkan pemeriksaan di atas, maka diagnosis
gigi ngiluh pada kasus yaitu gigi 37 adalah pulpitis
reversible. Gigi 37 di diagnose sebagai pulpitis reversible
karena penderita mengalami ngiluh hanya jika ada ransangan
saat berkumur. Gigi 46 pada skenario disebutkan bahwa,
pada gigi tersebut juga terdapat sisa amalgam, tapi penderita
tidak merasakan keluhan. Jadi gigi 46 dapat di diagnosa jadi
beberapa kemungkinan, yaitu :
a. Nekrose pulpa : kemungkinan gigi tersebut telah mengalami
nekrose pulpa sehingga tidak memberikan keluhan apa-apa.
b. Pulpitis reversible : gigi tersebut bisa saja mengalami
pulpitis reversible tetapi tidak memberikan keluhan apa-apa
karena telah terbentuk dentin sklerotik.
2.7 Etiologi
1. faktor host atau tuan rumah
Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi
sebagai tuan rumah terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi
(ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor kimia dan
kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan
terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di
daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam. Selain itu,
permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah
melekat dan membantu perkembangan karies gigi. Enamel
merupakan jaringan tubuh dengan susunan kimia kompleks yang
mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air
1% dan bahan organik 2%. Bagian luar enamel mengalami
mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak fluor,
fosfat dan sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel
sangat menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak enamel
mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat dan
enamel akan semakin resisten.
2. Faktor agen atau mikroorganisme
Plak gigi memegang peranan peranan penting dalam
menyebabkan terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan lunak
yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang
biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada
permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Hasil penelitian
menunjukkan komposisi mikroorganisme dalam plak berbeda-
beda. Pada awal pembentukan plak, kokus gram positif
merupakan jenis yang paling banyak dijumpai seperti
Streptokokus mutans, Streptokokus sanguis, Streptokokus mitis
dan Streptokokus salivarius serta beberapa strain lainnya. Selain
itu, ada juga penelitian yang menunjukkan adanya laktobasilus
pada plak gigi. Pada penderita karies aktif, jumlah laktobasilus
pada plak gigi berkisar 104 – 105 sel/mg plak. Walaupun
demikian, S. mutans yang diakui sebagai penyebab utama karies
oleh karena S. mutans.
3. Faktor substrat atau diet
Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan
plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi
mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Selain itu,
dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan
menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi
asam serta bahan lain yang aktif yang menyebabkan timbulnya
karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak
mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung
mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang dengan
diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit
atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting
untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan
penting dalam terjadinya karies.mutans mempunyai sifat
asidogenik dan asidurik (resisten terhadap asam).
4. Faktor waktu
Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada
manusia yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau
tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk
berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi,
diperkirakan 6-48 bulan6.
2.8Hubungan ngilu dengan sisa tambalan
- Menurut teoti hidrodinamik mengenai sensitivitas dentin,
naik atau turunnya suhu gigi dengan cepat mengakibatkan
cairan dalam tubulus dentin berekspansi atau berkontraksi
dan menyebabkan timbulnya pergerakan yang cepat dari
cairan dalam tubulus dentin. Diduga pergerakan cairan ini
menyebabkan perubahan tekanan yang akan mengaktifkan
ujung saraf mekanosensitif yang terletak di jaringan pulpa
di bawahnya dan dengan demikian menimbulkan nyeri.
Jika gigi direstorasi dengan amalgam, akan terjadi celah
disekeliling restorasi ketika amalgam tersebut mengeras
dan terjadilah akumulasi cairan di dalam celah tersebut.
Kecuali jika dentinnya tertutup rapat, cairan dalam celah
yang terbentuk akibat kontraksi ini akan berkomunikasi
secara langsung dengan cairan di dalam tubulus di
bawahnya. Jika restorasinya terkena makanan atau cairan
sedingin es, cairan dalam celah dan tubulus dentin akan
berkontraksi dan mengakibatkan aktivasi hidrodinamik
dari serabut saraf sensoris dan menimbulkan nyeri yang
tajam. System adhesive dentin generasi baru akan
meminimalkan kebocoran mikro sehingga cairan di dalam
celah di tepi tumpatan akan terisolasi dari cairan di dalam
tubulus dentin dan dengan demikian mengurangi volume
cairan yang terkena dampak perubahan suhu8.
- kontaminasi cairan: kontaminasi
amalgam dengan air atau darah ketika penambalan akan
mergikan tambalan karena korosi akan terjadi lebih cepat.
Apalagi pada aloi yang mengandung Zn mengingat gas
hydrogen yang ditimbulkannya akan menyebabkan
porousnya tumpatan dan timbulnya ekspansi berlebihan
hingga menyebabkan nyeri9.
2.9 Pertimbangan sebelum melakukan perawatan
a. memperhatikan keadaan umum pasien
b. riwayat dental pasien
c. profesionalisme operator
d. keadaan sosial ekonomi pasien
e. kerjasama operator dan pasien(tingkat kooperatif pasien yang
bersedia menerima segala perawatan yang diberikan oleh dokter
gigi)10.
2.10 Pertimbangan bahan
Glass-ionomer :
- memiliki kekuatan fraktur rendah, daya tahan plak rendah.
- Melekat sedang pada email dan dentin.
- Pengelapas fluor tinggi .
Kompomer
- memiliki kekuatan fraktur baik, daya tahan pakai baik.
- Melekat baik pada email dan dentin.
- Pelepasan fluor rendah.
Komposit
- memilki kekuatan fraktur sangat baik , daya tahan pakai sangat
baik.
- Melekat sangat baik pada email (etsa asam) dan melekat baik
pada dentin.
- Tidak melepaskan fluor6.
Amalgam
- tidak mengiritasi pulpa
- harga tidak begitu mahal
- amalgam dapat disimpan lama
- bahan tumpat dapat bertahan lama hingga 5 tahun
2.11 Perawatan yang dapat dilakukan
Perawatan pada gigi 37 yaitu varnish ; zinc oxide eugenol
- zinc oxide eugenol: memiliki kemampuan untuk meminimalkan
kebocoran mikro, dan memberikan perlidungan pada pulpa.
Jenis restorasi ; inlay
- inlay: diindikasikan karena karies luas tidak mungkin direstorasi
amalgam kavitas kurang 1/3-1/2 antar tonjol, resistensi tonjol gigi
yang ada masih kuat.
Bahan tumpatan ; komposit
Karena daya tekan kunyah minimal
Perawatan pada gigi 47
Jenis restorasi; onlay
Lebar kavitas lebih dari 1/3-1/2 jarak antar tonjol gigi dan
perlindungan tonjol diperlukan,ratio panjang oklusogingival; lebar
tonjol palate/linguobukal 1:1 tetapi tidak mencapai 2:1
perlindungan tonjol dipertimbangkan, ratio panjang
oklusogingival : lebar tonjol linguo bukal lebih dari 2:1
perlindungan tonjol diharuskan.
Bahan tumpatan ; komposit
Karena tekanan kunyah minimal dan estetik lebih baik.
Perawatan pada edentulous yaitu gigi tiruan sebagian lepasan
2.12 Dampak kasus tidak ditangani - dampak pada gigi 37 pulpitis reversible bila tidak ditangani
dapat berkembang menjadi pulpitis ireversibel.
- Dampak pada gigi 47 yaitu pulpitis ireversible jika tidak
ditangani dapat berkembang menjadi abses alveolar akut
dampak yang paling lanjut adalah ekstraksi.
- Dampak kehilangan gigi dapat menyebabkan ekstrusi, rotasi
gigi, terganggunya fungsi fonetik.
2.13 Pencegahan
1. Menyikat gigi dilakukan minimal 2 kali sehari yaitu sehabis makan
dan sebelum tidur pada malam hari
2. Menggunakan disclosing gel/solution sebagai alat bantu untuk
melihat adanya plak pada gigi pada waktu menyikat gigi
3. Menghilangkan kebiasaan yang mengganggu kesehatan gigi dan
mulut yaitu merokok, menggunakan tusuk gigi, serta mengurangi
makanan manis dan melekat
4. Segera berobat bila sakit gigi
5. Periksa gigi minimal 6 bulan sekali ke puskesmas/dokter gigi
6. Bila memungkinkan menggunakan alat teknologi untuk merapikan
susunan gigi bagi yang masih usia muda11.
BAB III
Kesimpulan
Kelainan jaringan keras gigi pada manula yaitu karies dan non karies. Karies
merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin, dan sementum yang
disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat
diragikan. Yang termasuk kelainan non karies: atrisi yaitu keausan gigi yang
disebabkan oleh kontaknya gigi ; abrasi yaitu keausan gigi yang bukan disebabkan
oleh kontaknya gigi, melainkan disebabkan oleh karena penyikatan gigi secara
horizontal yang berlebihan dengan menggunakan pasta gigi yang abrasif ; erosi yaitu
hilangnya jaringan keras gigi karena bahan kimia ; fraktur bisa disebabkan oleh
karena trauma, baik berupa pukulan langsung terhadap gigi anterior, atau berupa
pukulan tidak langsung terhadap mandibula yang dapat menyebabkan pecahnya cusp
gigi posterior.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 13 No. 1 Januari 2010: 83–912. Roberson M. T. Clinical significant of dental anatomi, histology,
physiology, and occlusion. In: Sturdevant’s art and science of operative dentistry 4th. Roberson M. T., Heyman O. H., Swift J. E., ed. St. Louis: Mosby; 2002:p.16-31
3. Jurnal e-GiGi (eG), Volume 1, Nomor 2, September 2013, hlm. 1214. Master dentistry5. Tarigan R. Karies gigi. Ed.2.Jakarta: EGC.2013, hlm. 38-446. Widd E, Joyston S. Dasar-dasar karies penyakit dan penanggulannya.
Jakarta.EGC.1991, hlm 67-707. Walton Richard E,Torabinejad Mahmoud.Prinsip dan Praktik Ilmu
Endodonsia.Ed.3.Jakarta:EGC.2008)8. Ford Pitt. Restorasi gigi. Ed.2.Jakarta.EGC. 1993, hlm659. Achmad H, Yunus M, Malik A, Singgih M. Karies dan perawatan pulpa
pada anak secra komprehensif. Makassar : bimer: 2010
10. Taringan R. perawatan pulpa gigi (endodontic). Jakarta:EGC, 2004, hlm.
187-197
11. Wiatinitri, setyawan hendri, hadisaputro suharyo. Faktor-faktor lokal
dalam mulut dan perilaku pencegahan yang berhubungan dengan
periodontitis. Artikel.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang maha esa,
karena atas berkat dan limpahan rahmatnyalah maka penulis bisa
menyelesaikan makalah ini dengn tepat waktu.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul
“kerusakan jaringan keras gigi”. Dalam makalah ini penulis membahas tentang
epidemiologi kerusakan jaringan keras gigi, etiologi kerusakan jaringan keras
gigi, perawatan dan pencegahan penyakit jaringan keras gigi. Semoga dapat
menjadi referensi dan tambahan ilmu bagi kita semua. Penulis juga menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis berharap
bagi para pembaca untuk memberikan masukan maupun kritik yang
membangun demi perbaikan penulisan makalah ini.
Dengan penuh rasa terima kasih dan semoga Tuhan Yang Maha Esa
memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.
Makassar, April 2014
Kelompok I
MAKALAH MODUL III
KERUSAKAN JARINGAN KERAS GIGI PADA MANULA
Oleh :
Kelompok III
Dosen Pembimbing : Dr. drg. Indrya Kirana Mattulada, MS
1. Lisa Apriani Recilia J111 11 001
2. Suci Haryati J111 11 002
3. Yusrini Selviani J111 11 106
4. Nur Infaq Ridal J111 11 107
5. Rizkiani Awaliyah Ramli J111 11 120
6. Gemella Nur Illahi J111 11 121
7. Windi J111 11 134
8. Rikah Vacriani Anis J111 11 135
9. Hardianti J111 11 146
10. Hijrah Munandar J111 11 147
11. Andi Ariaty Bertha J111 11 262
12. Adnan Gisnawan J111 11 263
13. Kasni J111 11 278
14. Ashar J111 11 279
15. Rusmini J111 11 299
BLOK GERODONTOLOGIFAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2014