epidemiologi karies pada lansia

35
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menua merupakan suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki, mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya. Pada usia lanjut, terjadi perubahan-perubahan degenerative, fisiologis dan biologis yang sangat kompleks pada jaringan tubuh. Sebagaimana halnya pada bagian tubuh lainnya keadaan rongga mulut pada usia lanjut akan mengalami beberapa perubahan, baik pada jaringan keras maupun pada jaringan lunak mulut. Meskipun gigi-gigi biasanya menunjukkan tanda-tanda perubahan dengan bertambahnya usia, perubahan ini bukanlah sebagai akibat dari usia tetapi refleks, keausan, penyakit, kebersihan mulut, dan kebiasaan. Email mengalami sejumlah perubahan yang nyata karena pertambahan usia, termasuk kenaikan konsentrasi nitrogen dan fluoride sejalan dengan usia. Pembentukan dentin yang berlanjut sejalan dengan usia menyebkan reduksi secara bertahap pada ukuran kamar pulpa. Meningkatnya insidensi kalsifikasi, kalsifikasi yang meluas melibatkan kamar pulpa dan saluran akar dapat menimbulkan masalah pada perawatan akar gigi. Kelainan jaringan keras gigi pada manula yaitu karies dan non karies. Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin, dan sementum

Upload: fitri-kusuma-dewi

Post on 07-Feb-2016

83 views

Category:

Documents


22 download

DESCRIPTION

d

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menua merupakan suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki, mengganti diri dan mempertahankan

struktur dan fungsi normalnya. Pada usia lanjut, terjadi perubahan-perubahan

degenerative, fisiologis dan biologis yang sangat kompleks pada jaringan tubuh.

Sebagaimana halnya pada bagian tubuh lainnya keadaan rongga mulut pada usia

lanjut akan mengalami beberapa perubahan, baik pada jaringan keras maupun pada

jaringan lunak mulut.

Meskipun gigi-gigi biasanya menunjukkan tanda-tanda perubahan dengan

bertambahnya usia, perubahan ini bukanlah sebagai akibat dari usia tetapi refleks,

keausan, penyakit, kebersihan mulut, dan kebiasaan.

Email mengalami sejumlah perubahan yang nyata karena pertambahan usia,

termasuk kenaikan konsentrasi nitrogen dan fluoride sejalan dengan usia.

Pembentukan dentin yang berlanjut sejalan dengan usia menyebkan reduksi secara

bertahap pada ukuran kamar pulpa. Meningkatnya insidensi kalsifikasi, kalsifikasi

yang meluas melibatkan kamar pulpa dan saluran akar dapat menimbulkan masalah

pada perawatan akar gigi.

Kelainan jaringan keras gigi pada manula yaitu karies dan non karies. Karies

merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin, dan sementum yang

disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat

diragikan. Yang termasuk kelainan non karies: atrisi yaitu keausan gigi yang

disebabkan oleh kontaknya gigi ; abrasi yaitu keausan gigi yang bukan disebabkan

oleh kontaknya gigi, melainkan disebabkan oleh karena penyikatan gigi secara

horizontal yang berlebihan dengan menggunakan pasta gigi yang abrasif ; erosi yaitu

hilangnya jaringan keras gigi karena bahan kimia ; fraktur bisa disebabkan oleh

karena trauma, baik berupa pukulan langsung terhadap gigi anterior, atau berupa

pukulan tidak langsung terhadap mandibula yang dapat menyebabkan pecahnya cusp

gigi posterior.

Berdasarkan riset kesehatan dasar ( RisKesDas ) Indonesia 2007 didapatkan

peningkatan jumlah kerusakan gigi seiring dengan bertambahnya usia yaitu pada

kelompok usia 35 – 44 tahun DMF-T rata – rata 4,46 sedangkan kelompok usia > 65

tahun sebesar 18,33. Keadaan tersebut dapat disebabkan karena kebersihan mulut

yang buruk. Hal ini dapat dilihat dari penduduk kelompok usia 55 – 64 tahun yang

menyikat gigi dengan benar ( sesudah makan pagi dan sebelum tidur malam ) 5,4%

sedangkan kelompok usia >65 tahun hanya 3,5%

1.2 Rumusan masalah

1. Epidemiologi karies

2. Perubahan jaringan keras gigi pada lansia

3. Kelainan jaringan keras gigi pada lansia

4. Klasifikasi kerusakan jaringan keras gigi berdasarkan stadium dan lokasi

5. Dampak dan penyebab akibat penurunan alitan saliva

6. Penegakan diagnose dan diagnose

7. Etiologi

8. Hubungan ngilu dengan sisa tambalan

9. Pertimbangan sebelum perawatan

10. Pertimbangan bahan

11. Perawatan yang dapat dilakukan

12. Dampak kasus jika tidak ditangani

13. Pencegahan

BAB IIPEMBAHASAN

2.1Epidemiologi karies pada lansia

Hasil survey kesehatan rumah tangga tahun 1995 dalam DepKes

(2000) menunjukkan bahwa 65,7 % penduduk Indonesia menderita

karies gigi aktif ( kerusakan gigi yang belum ditangani .

SKRT 1997 menunjukkan 63% penduduk Indonesia menderita

karies gigi aktif atau yang belum ditangani. Rata – rata pengalaman

karies perorangan, yang diukur dengan indeks DMF-T untuk

Indonesia adalah 6,44 dimana 4,4 gigi sudah dicabut, 2 gigi belum

ditangani dan hanya 0,16 gigi yang telah ditambal.

Data SUSENAS, 1998 menyatakan bahwa 87% masyarakat yang

mengeluh sakit gigi, sedangkan yang berobat ke fasilitas pelayanan

kesehatan hanya 12,3%.

Berdasarkan riset kesehatan dasar ( RisKesDas ) Indonesia 2007

didapatkan peningkatan jumlah kerusakan gigi seiring dengan

bertambahnya usia yaitu pada kelompok usia 35 – 44 tahun DMF-

T rata – rata 4,46 sedangkan kelompok usia > 65 tahun sebesar

18,33. Keadaan tersebut dapat disebabkan karena kebersihan mulut

yang buruk. Hal ini dapat dilihat dari penduduk kelompok usia 55

– 64 tahun yang menyikat gigi dengan benar ( sesudah makan pagi

dan sebelum tidur malam ) 5,4% sedangkan kelompok usia >65

tahun hanya 3,5%1.

2.2Perubahan jaringan keras gigi pada lansia

- Email

Bertambahnya usia mengakibatkan perubahan pada enamel,

baik dari segi warna, daya larut terhadap asam yang semakin

menurun, volume pori enamel yang semakin menurun,

kandungan air, dan permeabilitas enamel yang semakin

berkurang.

Pemakaian gigi selama kita hidup akan mengakibatkan berbagai

jenis cairan, ion, substansi dengan berat molekul rendah,

berbagai gangguan lainnya, fisiologi, dan obat-obatan yang

dapat mempengaruhi permeabilitas enamel. Akibatnya

permeabilitas enamel menurun.

Secara fisiologi pemakaian gigi dalam proses mastikasi akan

mengakibatkan gigi menjadi atrisi. Normalnya gigi akan

mengalami pengurangan sekitar 29µm/tahun. Hal ini dapat

memicu erupsi pasif agar proporsi gigi dan dimensi vertikal gigi

dapat dipertahannkan. Erupsi pasif akan mengakibatkan terjadi

resesi gingiva dan lebih rentan untuk terjadi karies akar.

Atrisi tidak hanya terjadi sebagai suatu keadaan fisiologis,

namun beberapa keadaan patologis juga dapat menyebabkan

atrisi pada gigi, misalnya bruxism, maloklusi, bentuk gigi dll.

Pada umumnya enamel translusen. Warnanya dipengaruhi oleh

ketebalan dan warna lapisan dentin di bawahnya. Banyak faktor

yang dapat menyebabkan enamel menjadi tipis, misalnya

penyikatan gigi yang terlalu kuat dan menimbulkan abrasi pada

gigi, penggunaan obat-obatan yang menghasilkan asam, dan

berbagai zat lainnya yang berpanetrasi ke dalam enamel.

Pada lansia umumnya enamel berwarna kuning, diduga

kemungkinan adalah pengaruh warna dari sklerotik dentin.

- Dentin

Secara fisiologi dentin terus terbentuk, meningkat seiring

bertambahnya usia dan dikenal dengan istilah dentin sekunder.

Dentin sekunder tebentuk pada seluruh area kavitas pulpa, tapi

pada daerah pulp chamber lebih tebal dibandingkan pada atap

dan dasar dari dinding pulpa.

Reparatif dentin (dentin tersier) adalah suatu bentuk dentin yang

digantikan oleh odontoblast sebagai suatu respon terhadap

berbagai iritan, seperti atrisi, abrasi, erosi, trauma, moderat

karies, dan prosedur operatif. Reparatif dentin biasanya

terbentuk pada daerah gigi yang mengalami tekanan mekanikal.

Selain itu, seiring bertambahnya usia sklerotik dentin juga

terbentuk. Sklerotik dentin merupakan suatu bentuk dari akibat

penuaan dan iritasi ringan serta beberapa perubahan pada

komposisi dentin primer. Peritubular dentin menjadi lebih lebar,

lebih besar, dan tubulus berisi material yang telah terkalsifikasi

sebagai suatu akibat dari perkembangan pulpa ke daerah DEJ.

Dentin sklerotik merupakan suatu keadaan yang fisiologis.

Namun apabila terbentuk karena adanya iritasi ringan, maka hal

tersebut merupakan suatu keadaan yang patologis, membentuk

reaktif dentin sklerotik. Dentin kurang termineralisasi (lebih

lunak) dibandingkan enamel, namun lebih termineralisasi

dibandingkan sementum

- Sementum

Sementum merupakan jaringan keras gigi yang membungkus

dentin pada akar anatomis, dibentuk oleh sel sementoblast yang

merupakan perkembangan dari sel mesenkim yang tidak

terdeferensiasi. Daerah tertebal terdapat pada ujung akar

sebagai akibat dari erupsi pasif. Pertautan antara dentin dan

sementum sangat halus dan pertautan antara sementum dengan

enamel memiliki perlekatan yang kuat.

Seiring bertambahnya usia, sementum bertambah tebal karena

adanya deposisi atau kalsifikasi dari sementum seluler.

Kalsifikasi tersebut merupakan suatu keadaan yang fisiologis

jika merupakan suatu bentuk kompensasi dari perubahan

proporsi dan atrisi dari gigi seiring penggunaanya selama

kehidupan (mastikasi). Bentuk sementum yang terkalsifikasi

tersebut tidak beraturan atau irreguler. Hal inilah yang menjadi

salah satu faktor predisposisi mudahnya pembentukan plak2.

2.3 Kelainan jaringan keras gigi

- Karies :

Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu

email, dentin, dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas

suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat

diragikan3.

- Non Kariesa. Atrisi :

Yaitu keausan gigi yang disebabkan oleh kontaknya gigi.

Makin sering kontak terjadi, makin besar keausannya.Jika

keausan menjadi sangat luas sehingga banyak jaringan gigi

yang hilang, maka pulpa mungkin akan terbuka sehingga

harus dilakukan perawatan saluran akar.Jika dibutuhkan

restorasi pada gigi posterior sebaiknya digunakan mahkota

tuang. Sedangkan pada gigi anterior menggunakan mahkota

metal keramik/mahkota jaket.

b. Abrasi : Yaitu keausan gigi yang bukan disebabkan oleh

kontaknya gigi, melainkan disebabkan oleh karena

penyikatan gigi secara horizontal yang berlebihan dengan

menggunakan pasta gigi yang abrasif. Keausan pada tepi

insisal biasanya dikarenakan kebiasaan menggigit benda

tertentu, seperti jepitan rambut atau pipa rokok.

c. Erosi : Yaitu hilangnya jaringan keras gigi karena bahan

kimia. Bisa disebabkan karena kebiasaan makan asam,

seperti terlalu banyak minum jus jeruk atau minum-

minuman asam, terlalu banyak makan buah jeruk atau apel

asam, dan atau banyak mengkonsumsi yoghurt.

d. Fraktur : Bisa disebabkan oleh karena trauma, baik berupa

pukulan langsung terhadap gigi anterior, atau berupa

pukulan tidak langsung terhadap mandibula yang dapat

menyebabkan pecahnya cusp gigi posterior.Fraktur yang

mengenai permukaan oklusal biasanya berupa garis fraktur

vertikal. Fraktur yang mengenai gigi depan pada anak-anak,

bila tidak dirawat akan terjadi inflamasi pd dentin yg

terbuka4.

e. Abfraksi adalah suatu kelainan jaringan keras gigi yang

dikarenakan adanya tenaga (compression dan tension) yang

berlebihan  pada permukaan oklusal sehingga menyebabkan

adanya mikrofaktur pada permukaan bukal dan lingual

2.4 Klasifikasi kerusakan jaringan keras gigi berdasarkan stadium dan lokasi

- karies superfisialis; karies baru mengenai email saja, sedangkan

dentin belum terkena

- karies media; karies sudah mengenai dentin, tetapi belum

melebihi setengah dentin.

- Karies profunda; karies sudah mengenai lebih dari setengah

dentin dan kadang-kadang sudah mengenai pulpa. Karies

profunda dapat dibagi menjadi 3 stadium yaitu;

Karies profunda stadium I . karies telah melewati setengah

dentin, biasanya belum dijumpai radang pulpa.

Karies profunda stadium II. Masih dijumpai lapisan tipis

yang membatasi karies dengan pupa. Biasanya disini telah

terjadi radang pulpa.

Karies profunda stadium III. Pulpa telah terbuka dan

dijumpai bermacam-macam radang pulpa.

Klasifikasi kerusakan jaringa keras gigi berdasarkan lokasinya:

G.V Black mengklasifikasikan kavitas atas 5 bagian dan diberi

tanda dengan nomor Romawi, dimana kavitas diklasifikasikan

berdasarkan permukaan gigi yang terkena karies. Pembagian

tersebut adalah:

1. Klas I

Karies yang terdapat pada bagian oklusal ( ceruk dan fisura)

pada gigi posterior. Dapat juga terdapat pada gigi anterior di

foramen ceacum.

2. Klas II

Karies yang terdapat pada aproksimal gigi-gigi molar atau

premolar, yang umumnya meluas sampai ke permukaan oklusal.

3. Klas III

Karies yang terdapat pada aproksimal dari gigi anterior, tetapi

belum mencapai margo-insisal (belum mencapai sepertiga insisal

gigi)

4. Klas IV

Karies yang terdapat pada aproksimal dari gigi-geligi depan dan

sudah mencapai mango-insisal (telah mencapai sepertiga insisal

dari gigi)

5. Karies yang terdapat pada bagian leher dari gigi-geligi depan

maupun gigi belakang pada permukaan labial, palatal, ataupun

bukal dari gigi.

Ada juga klas VI (Simon) yaitu:

Karies yang terdapat pada tepi insisal dan tonjol oklusal pada gigi

belakang yang disebabkan oleh abrasi, atrisi, atau erosi5.

2.5 Dampak dan penyebab akibat penurunan aliran saliva

Dampak penurunan produksi saliva yaitu

a. Rentan karies

Penurunan aliran saliva menyebabkan penurunan fungsi saliva

yaitu:

- Penurunan kemampuan saliva dalam menurunkan akumulasi

plak gigi dan pembersihan karbohidrat dari rongga mulut

( selfcleansing)

- Penurunan difusi kompenen saliva seperti kalsium, fosfat,

ion OH, dan F kedalam plak yang dapat menurunkan

kelarutan email, dan reminiralisasi karies dentin

- Penurunan jumlah antibakteri seperti lysozyme,

lactoperoxydase, dan lactoferin.

- Penurunan sistem baffer asam karbonat-bikarbonat serta

kandungan ammonia dan urea dalam saliva yang dapat

menyangga dan menetralkan penurunan pH yang terjadi saat

bakteri plak sedang memetabolisme glukosa.

b. Mukosa oral

Terjadi penurunan proteksi dan lubrikasi saliva sehingga

memudahkan luka dan terkena infeksi

c. Penguyahan

Penurunan produksi saliva dengan makanan yang membutuhkan

penguyahan banyak akan sukar dilakukan. Karena pengunyahan

itu sendiri akan merangsang produksi saliva maka walaupun

masih ada kelenjar saliva yang aktif hal ini akan menimbulkan

ekserbasi

d. Berbicara

Kemampuan berbicara akan menurun karena berkurangnya

fungsi lubrikasi.

e. Penggunaan gigi tiruan

Terjadi penurunan tegangan permukaan antar mukosa dengan

gigi tiruan

f. Infeksi candida dan gingivitis

Terjadi peningkatan akumulasi plak dan terjadi modifikasi flora

plak sehingga jumlah candida, laktobasilus, dan streptococcus

mutans makin banyak. Oleh karena itu pasien biasa

mnegeluhkan terjadinya infeksi candida dan gingivitis.

Penyebab terjadinya penuruna produksi saliva yaitu;

a. Obat-obatan

Penggunaan obat-obatan antidepresan, antipsikotik,

transquilitzer, hipotika, antihitamin, antikholinergi,

antihipertensi, diuretika, anti parkoson, obat pengurang nafsu

makan. Penggunaan obat-obatan ini menurunkan produksi

saliva

b. Terapi radiasi

Terapi radiasi pada kelenjar liur pada penderita neoplasma

didaerah leher dan kepala biasanya menyebabkan pengurangan

aliran saliva sampai kurang dari 0,1 ml/menit

c. Penyakit

Infeksi kelenjar liur yang akut dan kronis ( sialadenitis) tumor

ganas maupun jinak, dan sidrom sjogren.

d. Umur

Penurunan produksi saliva akibat menua yang tidak dapat

dihindari6.

2.6 Penegakan diagnose dan diagnose

- Pemeriksaan Subyektif : laki-laki berusia 63 tahun,

keluhan gigi belakang sebelah kiri bawah terasa ngilu jika

berkumur. Keluhan tersebut mulai dirasakan seminggu

terakhir. Pasien tidak memiliki penyakit sistemik.

- Pemeriksaan Obyektif :

a. Pemeriksaan Ekstra Oral : -

b. Pemeriksaan Intra Oral : Pemeriksaan klinis

ditemukan sisa tambalan amalgam pada bagian mesial gigi

molar kedua kiri, edentulous pada gigi 36 dan 47, gigi 46

juga ditemukan sisa tambalan amalgam pada permukaan

oklusal

- Pemeriksaan Penunjang : pada skenario tidak disebutkan,

tetapi pemeriksaan penunjang berupa foto radiografi

diperlukan jika ingin mengetahui kedalaman dan letak

karies. Teknik radiologi yang dapat diberikan pada kasus

yaitu bitewing, untuk melihat kedalaman karies pada

permukaan proksimal.

- Diagnosis : berdasarkan pemeriksaan di atas, maka diagnosis

gigi ngiluh pada kasus yaitu gigi 37 adalah pulpitis

reversible. Gigi 37 di diagnose sebagai pulpitis reversible

karena penderita mengalami ngiluh hanya jika ada ransangan

saat berkumur. Gigi 46 pada skenario disebutkan bahwa,

pada gigi tersebut juga terdapat sisa amalgam, tapi penderita

tidak merasakan keluhan. Jadi gigi 46 dapat di diagnosa jadi

beberapa kemungkinan, yaitu :

a. Nekrose pulpa : kemungkinan gigi tersebut telah mengalami

nekrose pulpa sehingga tidak memberikan keluhan apa-apa.

b. Pulpitis reversible : gigi tersebut bisa saja mengalami

pulpitis reversible tetapi tidak memberikan keluhan apa-apa

karena telah terbentuk dentin sklerotik.

2.7 Etiologi

1. faktor host atau tuan rumah

Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi

sebagai tuan rumah terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi

(ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor kimia dan

kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan

terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di

daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam. Selain itu,

permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah

melekat dan membantu perkembangan karies gigi. Enamel

merupakan jaringan tubuh dengan susunan kimia kompleks yang

mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air

1% dan bahan organik 2%. Bagian luar enamel mengalami

mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak fluor,

fosfat dan sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel

sangat menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak enamel

mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat dan

enamel akan semakin resisten.

2. Faktor agen atau mikroorganisme

Plak gigi memegang peranan peranan penting dalam

menyebabkan terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan lunak

yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang

biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada

permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Hasil penelitian

menunjukkan komposisi mikroorganisme dalam plak berbeda-

beda. Pada awal pembentukan plak, kokus gram positif

merupakan jenis yang paling banyak dijumpai seperti

Streptokokus mutans, Streptokokus sanguis, Streptokokus mitis

dan Streptokokus salivarius serta beberapa strain lainnya. Selain

itu, ada juga penelitian yang menunjukkan adanya laktobasilus

pada plak gigi. Pada penderita karies aktif, jumlah laktobasilus

pada plak gigi berkisar 104 – 105 sel/mg plak. Walaupun

demikian, S. mutans yang diakui sebagai penyebab utama karies

oleh karena S. mutans.

3. Faktor substrat atau diet

Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan

plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi

mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Selain itu,

dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan

menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi

asam serta bahan lain yang aktif yang menyebabkan timbulnya

karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak

mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung

mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang dengan

diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit

atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting

untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan

penting dalam terjadinya karies.mutans mempunyai sifat

asidogenik dan asidurik (resisten terhadap asam).

4. Faktor waktu

Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada

manusia yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau

tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk

berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi,

diperkirakan 6-48 bulan6.

2.8Hubungan ngilu dengan sisa tambalan

- Menurut teoti hidrodinamik mengenai sensitivitas dentin,

naik atau turunnya suhu gigi dengan cepat mengakibatkan

cairan dalam tubulus dentin berekspansi atau berkontraksi

dan menyebabkan timbulnya pergerakan yang cepat dari

cairan dalam tubulus dentin. Diduga pergerakan cairan ini

menyebabkan perubahan tekanan yang akan mengaktifkan

ujung saraf mekanosensitif yang terletak di jaringan pulpa

di bawahnya dan dengan demikian menimbulkan nyeri.

Jika gigi direstorasi dengan amalgam, akan terjadi celah

disekeliling restorasi ketika amalgam tersebut mengeras

dan terjadilah akumulasi cairan di dalam celah tersebut.

Kecuali jika dentinnya tertutup rapat, cairan dalam celah

yang terbentuk akibat kontraksi ini akan berkomunikasi

secara langsung dengan cairan di dalam tubulus di

bawahnya. Jika restorasinya terkena makanan atau cairan

sedingin es, cairan dalam celah dan tubulus dentin akan

berkontraksi dan mengakibatkan aktivasi hidrodinamik

dari serabut saraf sensoris dan menimbulkan nyeri yang

tajam. System adhesive dentin generasi baru akan

meminimalkan kebocoran mikro sehingga cairan di dalam

celah di tepi tumpatan akan terisolasi dari cairan di dalam

tubulus dentin dan dengan demikian mengurangi volume

cairan yang terkena dampak perubahan suhu8.

- kontaminasi cairan: kontaminasi

amalgam dengan air atau darah ketika penambalan akan

mergikan tambalan karena korosi akan terjadi lebih cepat.

Apalagi pada aloi yang mengandung Zn mengingat gas

hydrogen yang ditimbulkannya akan menyebabkan

porousnya tumpatan dan timbulnya ekspansi berlebihan

hingga menyebabkan nyeri9.

2.9 Pertimbangan sebelum melakukan perawatan

a. memperhatikan keadaan umum pasien

b. riwayat dental pasien

c. profesionalisme operator

d. keadaan sosial ekonomi pasien

e. kerjasama operator dan pasien(tingkat kooperatif pasien yang

bersedia menerima segala perawatan yang diberikan oleh dokter

gigi)10.

2.10 Pertimbangan bahan

Glass-ionomer :

- memiliki kekuatan fraktur rendah, daya tahan plak rendah.

- Melekat sedang pada email dan dentin.

- Pengelapas fluor tinggi .

Kompomer

- memiliki kekuatan fraktur baik, daya tahan pakai baik.

- Melekat baik pada email dan dentin.

- Pelepasan fluor rendah.

Komposit

- memilki kekuatan fraktur sangat baik , daya tahan pakai sangat

baik.

- Melekat sangat baik pada email (etsa asam) dan melekat baik

pada dentin.

- Tidak melepaskan fluor6.

Amalgam

- tidak mengiritasi pulpa

- harga tidak begitu mahal

- amalgam dapat disimpan lama

- bahan tumpat dapat bertahan lama hingga 5 tahun

2.11 Perawatan yang dapat dilakukan

Perawatan pada gigi 37 yaitu varnish ; zinc oxide eugenol

- zinc oxide eugenol: memiliki kemampuan untuk meminimalkan

kebocoran mikro, dan memberikan perlidungan pada pulpa.

Jenis restorasi ; inlay

- inlay: diindikasikan karena karies luas tidak mungkin direstorasi

amalgam kavitas kurang 1/3-1/2 antar tonjol, resistensi tonjol gigi

yang ada masih kuat.

Bahan tumpatan ; komposit

Karena daya tekan kunyah minimal

Perawatan pada gigi 47

Jenis restorasi; onlay

Lebar kavitas lebih dari 1/3-1/2 jarak antar tonjol gigi dan

perlindungan tonjol diperlukan,ratio panjang oklusogingival; lebar

tonjol palate/linguobukal 1:1 tetapi tidak mencapai 2:1

perlindungan tonjol dipertimbangkan, ratio panjang

oklusogingival : lebar tonjol linguo bukal lebih dari 2:1

perlindungan tonjol diharuskan.

Bahan tumpatan ; komposit

Karena tekanan kunyah minimal dan estetik lebih baik.

Perawatan pada edentulous yaitu gigi tiruan sebagian lepasan

2.12 Dampak kasus tidak ditangani - dampak pada gigi 37 pulpitis reversible bila tidak ditangani

dapat berkembang menjadi pulpitis ireversibel.

- Dampak pada gigi 47 yaitu pulpitis ireversible jika tidak

ditangani dapat berkembang menjadi abses alveolar akut

dampak yang paling lanjut adalah ekstraksi.

- Dampak kehilangan gigi dapat menyebabkan ekstrusi, rotasi

gigi, terganggunya fungsi fonetik.

2.13 Pencegahan

1. Menyikat gigi dilakukan minimal 2 kali sehari yaitu sehabis makan

dan sebelum tidur pada malam hari

2. Menggunakan disclosing gel/solution sebagai alat bantu untuk

melihat adanya plak pada gigi pada waktu menyikat gigi

3. Menghilangkan kebiasaan yang mengganggu kesehatan gigi dan

mulut yaitu merokok, menggunakan tusuk gigi, serta mengurangi

makanan manis dan melekat

4. Segera berobat bila sakit gigi

5. Periksa gigi minimal 6 bulan sekali ke puskesmas/dokter gigi

6. Bila memungkinkan menggunakan alat teknologi untuk merapikan

susunan gigi bagi yang masih usia muda11.

BAB III

Kesimpulan

Kelainan jaringan keras gigi pada manula yaitu karies dan non karies. Karies

merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin, dan sementum yang

disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat

diragikan. Yang termasuk kelainan non karies: atrisi yaitu keausan gigi yang

disebabkan oleh kontaknya gigi ; abrasi yaitu keausan gigi yang bukan disebabkan

oleh kontaknya gigi, melainkan disebabkan oleh karena penyikatan gigi secara

horizontal yang berlebihan dengan menggunakan pasta gigi yang abrasif ; erosi yaitu

hilangnya jaringan keras gigi karena bahan kimia ; fraktur bisa disebabkan oleh

karena trauma, baik berupa pukulan langsung terhadap gigi anterior, atau berupa

pukulan tidak langsung terhadap mandibula yang dapat menyebabkan pecahnya cusp

gigi posterior.

DAFTAR PUSTAKA

1. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 13 No. 1 Januari 2010: 83–912. Roberson M. T. Clinical significant of dental anatomi, histology,

physiology, and occlusion. In: Sturdevant’s art and science of operative dentistry 4th. Roberson M. T., Heyman O. H., Swift J. E., ed. St. Louis: Mosby; 2002:p.16-31

3. Jurnal e-GiGi (eG), Volume 1, Nomor 2, September 2013, hlm. 1214. Master dentistry5. Tarigan R. Karies gigi. Ed.2.Jakarta: EGC.2013, hlm. 38-446. Widd E, Joyston S. Dasar-dasar karies penyakit dan penanggulannya.

Jakarta.EGC.1991, hlm 67-707. Walton Richard E,Torabinejad Mahmoud.Prinsip dan Praktik Ilmu

Endodonsia.Ed.3.Jakarta:EGC.2008)8. Ford Pitt. Restorasi gigi. Ed.2.Jakarta.EGC. 1993, hlm659. Achmad H, Yunus M, Malik A, Singgih M. Karies dan perawatan pulpa

pada anak secra komprehensif. Makassar : bimer: 2010

10. Taringan R. perawatan pulpa gigi (endodontic). Jakarta:EGC, 2004, hlm.

187-197

11. Wiatinitri, setyawan hendri, hadisaputro suharyo. Faktor-faktor lokal

dalam mulut dan perilaku pencegahan yang berhubungan dengan

periodontitis. Artikel.

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang maha esa,

karena atas berkat dan limpahan rahmatnyalah maka penulis bisa

menyelesaikan makalah ini dengn tepat waktu.

Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul

“kerusakan jaringan keras gigi”. Dalam makalah ini penulis membahas tentang

epidemiologi kerusakan jaringan keras gigi, etiologi kerusakan jaringan keras

gigi, perawatan dan pencegahan penyakit jaringan keras gigi. Semoga dapat

menjadi referensi dan tambahan ilmu bagi kita semua. Penulis juga menyadari

bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis berharap

bagi para pembaca untuk memberikan masukan maupun kritik yang

membangun demi perbaikan penulisan makalah ini.

Dengan penuh rasa terima kasih dan semoga Tuhan Yang Maha Esa

memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.

Makassar, April 2014

Kelompok I

MAKALAH MODUL III

KERUSAKAN JARINGAN KERAS GIGI PADA MANULA

Oleh :

Kelompok III

Dosen Pembimbing : Dr. drg. Indrya Kirana Mattulada, MS

1. Lisa Apriani Recilia J111 11 001

2. Suci Haryati J111 11 002

3. Yusrini Selviani J111 11 106

4. Nur Infaq Ridal J111 11 107

5. Rizkiani Awaliyah Ramli J111 11 120

6. Gemella Nur Illahi J111 11 121

7. Windi J111 11 134

8. Rikah Vacriani Anis J111 11 135

9. Hardianti J111 11 146

10. Hijrah Munandar J111 11 147

11. Andi Ariaty Bertha J111 11 262

12. Adnan Gisnawan J111 11 263

13. Kasni J111 11 278

14. Ashar J111 11 279

15. Rusmini J111 11 299

BLOK GERODONTOLOGIFAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR

2014