e:\pelita\pelita vol 21\pelita

15
169 1) Peneliti, Senior Peneliti dan Peneliti (Researcher, Researcher Senior and Researcher); Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. P.B. Sudirman 90, Jember 68118, Indonesia. 2) Alumni (Graduate); Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia. Pelita Perkebunan 2005, 21(3), 169183 Optimasi Suhu dan Lama Penyangraian Biji Kakao Menggunakan Penyangrai Skala Kecil Tipe Silinder Optimation of Temperature and Duration of Cocoa Beans Roasting in a Cylindrical Roaster Misnawi 1) , Sri-Mulato 1) , Sukrisno Widyotomo 1) , Awad Sewet 2) and Sugiyono 2) Ringkasan Dalam rangka memasyarakatkan pengolahan biji kakao menjadi produk- produk olahan sebagai salah satu upaya peningkatan nilai tambah dalam agribisnis kakao dan peningkatan tingkat konsumsi kakao dalam negeri, sebuah alat penyangrai tipe silinder telah direkayasa untuk kapasitas 15 kg biji kakao kering. Penelitian ini dilakukan untuk mengoptimasi kondisi operasi yang meliputi suhu dan lama penyangraian untuk menghasilkan bubuk kakao bermutu. Optimasi terhadap kedua variabel tersebut dilakukan menggunakan rancangan Response Surface Metho- dology masing-masing pada rentang 110–140 O C dan 20–60 menit. Parameter yang diamati meliputi profil suhu selama penyangraian, bilangan peroksida lemak, warna dan sifat organoleptik bubuk kakao yang dihasilkan serta uji mikrobiologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu biji pada 2–8 menit pertama di dalam silinder sangrai turun dari 50 O C ke 30 O C, sebelum meningkat kepada suhu yang dipasang dengan laju 10 O C per menit. Suhu dan lama penyangraian berpengaruh secara interaktif terhadap bilangan peroksida lemak kakao dan warna serta sifat organoleptik bubuk kakao yang dihasilkan. Kondisi optimum penyangraian dicapai pada suhu 140 O C dengan lama 20 menit. Penyangraian biji secara nyata mengurangi total mikroba pada bubuk kakao, sementara pada sampel hasil sangrai juga tidak ditemukan adanya mikroba berbahaya Escherichia coli. Summary A small scale cylindrical type cocoa roaster has been designed to im- prove Indonesian smallholder income and commence utilization of cocoa-base prod- ucts. Capacity of the roaster was at 15 kg dried cocoa beans. Operating condi- tion of the instrument in terms of temperature and duration of roasting for co- coa powder production has been optimized by using Response Surface Methodo- logy in the range of 110–140 O C for the former and 20–60 minute for the latter. Variable of the study were temperature profile, peroxide value of cocoa butter, color and sensory properties of the resultant cocoa powder and microbial con-

Upload: duongkhanh

Post on 31-Dec-2016

247 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: E:\PELITA\PELITA VOL 21\PELITA

Optimasi suhu dan lama penyangraian biji kakao menggunakan penyangrai skala kecil tipe silinder skal a kecil

169

1) Peneliti, Senior Peneliti dan Peneliti (Researcher, Researcher Senior and Researcher); Pusat Penelitian Kopi dan KakaoIndonesia, Jl. P.B. Sudirman 90, Jember 68118, Indonesia.

2) Alumni (Graduate); Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia.

Pelita Perkebunan 2005, 21(3), 169—183

Optimasi Suhu dan Lama Penyangraian Biji KakaoMenggunakan Penyangrai Skala Kecil Tipe Silinder

Optimation of Temperature and Duration of Cocoa Beans Roasting in a CylindricalRoaster

Misnawi1), Sri-Mulato1), Sukrisno Widyotomo1), Awad Sewet2) and Sugiyono2)

Ringkasan

Dalam rangka memasyarakatkan pengolahan biji kakao menjadi produk-produk olahan sebagai salah satu upaya peningkatan nilai tambah dalam agribisniskakao dan peningkatan tingkat konsumsi kakao dalam negeri, sebuah alat penyangraitipe silinder telah direkayasa untuk kapasitas 15 kg biji kakao kering. Penelitianini dilakukan untuk mengoptimasi kondisi operasi yang meliputi suhu dan lamapenyangraian untuk menghasilkan bubuk kakao bermutu. Optimasi terhadap keduavariabel tersebut dilakukan menggunakan rancangan Response Surface Metho-dology masing-masing pada rentang 110–140OC dan 20–60 menit. Parameter yangdiamati meliputi profil suhu selama penyangraian, bilangan peroksida lemak,warna dan sifat organoleptik bubuk kakao yang dihasilkan serta uji mikrobiologi.Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu biji pada 2–8 menit pertama di dalamsilinder sangrai turun dari 50OC ke 30OC, sebelum meningkat kepada suhu yangdipasang dengan laju 10OC per menit. Suhu dan lama penyangraian berpengaruhsecara interaktif terhadap bilangan peroksida lemak kakao dan warna serta sifatorganoleptik bubuk kakao yang dihasilkan. Kondisi optimum penyangraian dicapaipada suhu 140OC dengan lama 20 menit. Penyangraian biji secara nyata mengurangitotal mikroba pada bubuk kakao, sementara pada sampel hasil sangrai juga tidakditemukan adanya mikroba berbahaya Escherichia coli.

Summary

A small scale cylindrical type cocoa roaster has been designed to im-prove Indonesian smallholder income and commence utilization of cocoa-base prod-ucts. Capacity of the roaster was at 15 kg dried cocoa beans. Operating condi-tion of the instrument in terms of temperature and duration of roasting for co-coa powder production has been optimized by using Response Surface Methodo-logy in the range of 110–140OC for the former and 20–60 minute for the latter.Variable of the study were temperature profile, peroxide value of cocoa butter,color and sensory properties of the resultant cocoa powder and microbial con-

Page 2: E:\PELITA\PELITA VOL 21\PELITA

170

Misnawi, Sri-Mulato, Widyotomo, Sewet and Sugiyono

tamination. Result of the study showed that cocoa bean’s temperature at the first2–8 minute roasting was 30–50OC, before increased as high 10OC per minute tothe adjusted temperature. Temperature and duration of roasting influenced in-teractively on peroxide value of cocoa butter, color and sensory properties ofthe resultant cocoa powder. An optimum roasting for cocoa powder preparationwas obtained at temperature of 140OC and roasting time of 20 minute. Roastingtreatment significantly reduced number of microbe in total plate count, howevermost probable number (MPN) of coliform in term of Escherichia coli was notdetected.

Key words : Cocoa bean, cocoa powder, cocoa butter, roasting, small scale cylindrical roaster,sensory properties, Escherichia coli.

PENDAHULUAN

Penyangraian merupakan tahapan utamayang harus dilakukan dalam proses produksibubuk kakao maupun pasta cokelat. Selamapenyangraian terjadi reaksi-reaksi kimiapembentukan aroma khas cokelat dari calon-calon pembentuknya melalui reaksi Maillard(Jinap et al., 1998; Puziah & Jinap, 1998a,b; Maga, 1992). Pirazin adalah senyawautama penyusun perisa khas cokelat yangdihasilkan selama penyangraian (Misnawiet al., 2004a, Puziah et al.,1998a). Penyang-raian juga mengurangi rasa sepat darisenyawa polifenol (Misnawi et al., 2004b)dan rasa asam dari senyawa-senyawa asamorganik.

Mutu produk kakao hasil sangraiditentukan oleh mutu biji dan kondisipenyangraiannya. Secara fisik, biji kakaosetelah penyangraian menjadi berwarna lebihgelap dan lebih rapuh (Minifie, 1990; Jack-son, 1990). Penyangraian merupakan prosesyang harus benar-benar diperhatikan untukmenghasilkan produk cokelat yang bermutubaik (Hoskin & Dimick, 1994).

Penyangraian biji kakao umumnyadilakukan pada suhu 110–220OC sesuai tipe

biji, pemanasan diperlukan untuk pelepasansejumlah air dari dalam biji yang selanjutnyaakan diikuti dengan proses pencoklatan non-enzimatis dan pembentukan komponen-komponen perisa (Hoskin & Dimick, 1994).Biji kakao Ghana memerlukan perlakuansuhu yang relatif tinggi, yaitu antara 148–184OC, sedangkan biji kakao Caracas danMaracaibos memerlukan suhu sangrai yanglebih rendah, yaitu 131–146OC (Meursing,1983). Panas harus diberikan dalam inten-sitas dan waktu yang cukup untuk per-kembangan perisa, namun demikian panasyang berlebihan dapat mengakibatkan ke-hilangan dan kerusakan perisa. Penyangraianpada umumnya dilakukan menggunakankombinasi waktu panjang-suhu rendah atauwaktu pendek-suhu tinggi (Holm, 1991).

Kleinert (1994) mengelompokkan pe-nyangraian biji kakao ke dalam tiga metode,yaitu penyangraian biji kakao utuh (wholebean roasting), penyangraian keping biji (nibroasting) dan penyangraian massa kakao(mass roasting). Lebih lanjut Kettenberg &Kemmink (1993) menyatakan bahwa dalamindustri cokelat penyangraian biji kakao utuhlebih umum digunakan, sedangkan untukindustri pengempaan kakao, penyangraian

Page 3: E:\PELITA\PELITA VOL 21\PELITA

Optimasi suhu dan lama penyangraian biji kakao menggunakan penyangrai skala kecil tipe silinder skal a kecil

171

keping biji lebih banyak digunakan. Pe-nyangraian keping biji kakao banyak dipilihkarena dianggap lebih merata dalam penye-baran panas sangrai, memiliki kecepatanpenguapan air yang lebih tinggi, danmenghasilkan luaran yang lebih besar untukwaktu, energi dan ruang yang sama (Dimick& Hoskin, 1981).

Menurut Kleinert (1994), Urbanski(1989) dan Minifie (1990), industri-industricokelat pada mulanya melakukan penyang-raian biji kakao dalam sistem sangrai terputusdengan cara pemanasan yang sangat seder-hana melalui prinsip konduksi. Dalam per-kembangan selanjutnya, banyak digunakanpemanasan dengan cara mengalirkan udarapanas ke dalam massa biji kakao, sebelummetode penyangraian secara sinambung (con-tinuous) dipakai secara meluas. Penyangraianbiji utuh secara sinambung dalam silinderberputar lebih disukai karena lebih efesiendalam penggunaan bahan bakar, meng-hasilkan biji pecah lebih sedikit dan ke-hilangan lemak karena migrasi ke kulit lebihkecil.

Beberapa kelemahan yang terdapatdalam penyangraian biji kakao utuh adalahhasil sangrai yang kurang rata karena variasiukuran biji, pemindahan panas kurangefisien, penguapan gas-gas volatil yang tidakdikehendaki kurang intensif dan terjadinyamigrasi lemak dari keping biji ke kulit(Kleinert, 1994; Urbanski, 1989). Lebih lanjutdinyatakan bahwa metode penyangraian inijuga memungkinkan benda-benda asingbersinggungan dengan biji kakao dan me-mungkinkan gas yang dihasilkan meng-kontaminasi keping biji (Kleinert, 1994).

Pusat Penelitian Kopi dan KakaoIndonesia, sebelumnya telah merancang alatpenyangrai biji kopi bertipe silinder dengankapasitas 10–20 kg biji kopi beras (Gambar 1).Uji kinerja penyangrai untuk pembuatanbubuk kopi telah dilakukan oleh Sri-Mulato(2002). Penyangrai tersebut juga berpotensiuntuk digunakan sebagai penyangrai bijikakao. Hasil penelitian pendahuluan, me-nunjukkan bahwa penyangrai tipe silinderdimaksud mampu menyangrai biji kakaodengan kapasitas 15 kg biji kakao keringper batch. Penelitian ini dilakukan untukmengkaji kinerja alat dalam penyangraianbiji kakao dan sekaligus mencari kondisioptimum untuk menghasilkan bubuk kakaobermutu.

BAHAN DAN METODE

Biji kakao

Biji kakao yang digunakan untukpenelitian adalah biji kakao terfermentasipenuh berukuran C (SNI 2323–2000). Bijikakao tersebut diperoleh dari KebunPercobaan Kaliwining, Pusat Penelitian Kopidan Kakao Indonesia.

Mesin Penyangrai

Mesin penyangrai dirancang berbentuksilinder, terbuat dari logam seperti diuraikandalam Sri-Mulato (2002) (Gambar 1).Silinder sangrai berukuran panjang 1 m dandiameter 0,6 m. Kapasitas penyangraianadalah 15 kg biji kakao kering per batch.Sumber panas berasal dari pembakaranminyak tanah yang disalurkan ke kompor

Page 4: E:\PELITA\PELITA VOL 21\PELITA

172

Misnawi, Sri-Mulato, Widyotomo, Sewet and Sugiyono

pembakar dengan bantuan tekanan 2 atm.Panas di ruang sangrai dapat mencapai225OC. Rotasi silinder diatur pada empatputaran per menit.

Rancangan optimasi suhu dan lamasangrai

Optimasi suhu dan lama penyangraianbiji kakao dilakukan menggunakan rancanganResponse Surface Methodology. Suhu danlama sangrai masing-masing dioptimasi padarentang 110–140OC dan 20–60 menit.

Kombinasi kedua faktor penyangraiantersebut disajikan pada Tabel 1.

Pemantauan Suhu Penyangrai

Suhu penyangrai dipantau menggunakandata logger. Sensor suhu ditempatkan dilima titik, yaitu ruang pembakar, ruangsangrai (biji kakao), ruang antara silinderdan isolator, pangkal cerobong gas buangdan ujung cerobong gas buang. Evaluasiprofil suhu penyangrai dilakukan padapenyangraian biji kakao pada suhu 140OCselama 60 menit.

Gambar 1. Penyangrai biji kakao tipe silinder kapasitas 15 kg.

Figure 1.Cylindrical tipe cocoa bean roaster at 15 kg capacity.

Corong pengumpanInput hoperSelimut

Insulation jacket

Pandangan sampingSide view

Pandangan depanFront view

Motor listrikElectric motor

Rangka besiSteel frame

Pemanas minyakKerosene barner

Sabuk pemutarTransverssion belt

Silinder sangraiCylinder roaster

As (Ase)

Cerobong asapChimney

0.60 m

1 m

Page 5: E:\PELITA\PELITA VOL 21\PELITA

Optimasi suhu dan lama penyangraian biji kakao menggunakan penyangrai skala kecil tipe silinder skal a kecil

173

kakao hasil perlakuan sangrai dilarutkandalam campuran asam asetat–kloroform(2:3, v/v). Lima ratus mikroliter potassiumiodida jenuh kemudian ditambahkan dandihomogenasi dengan menambahkan 30 mlair suling sampai rata. Titrasi dilakukandengan larutan titar Na2S2O3 pada konsen-trasi 0,1 N yang dibantu dengan indikatorpati yang diberikan menjelang titrasi berakhir.Bilangan peroksida dinyatakan sebagai meqperoksida per kilogram lemak kakao.

Uji Kesukaan Terhadap Bubuk Kakao

Uji kesukaan dilakukan menggunakanuji hedonik dengan melibatkan 25 panelis.Sepuluh gram bubuk kakao hasil perlakuandilarutkan dalam 90 ml air mendidih, diadukdan disajikan kepada panelis. Uji kesukaandilakukan terhadap atribut aroma, rasa danwarna. Pengujian dilakukan menggunakanlima skala, yang merupakan pada rentangdari 0 untuk penilaian sangat tidak sukasampai 5 untuk penilaian sangat suka.

Uji Mikrobiologi

Uji mikrobiologi dilakukan terhadapbiji kakao sebelum penyangraian dan hasilpenyangraian serta hasil pembubukan per-lakuan terbaik menurut uji organoleptik dankimia. Pengujian tingkat kontaminasimikroba dilakukan melalui uji total mikroba(total plate count, TPC) dan uji kemungkinanadanya Escherichia coli. Pengujian di-lakukan di laboratorium mikrobiologiFakultas Teknologi Pertanian, InstitutPertanian Bogor.

Kadar Air

Profil perubahan kadar air biji kakaodiukur pada penyangraian suhu 110O, 130OCdan 140OC selama 60 menit. Pengukurankadar air menggunakan metode standarseperti dinyatakan dalam Standar Biji KakaoSNI 2323–2000.

Bilangan Peroksida Lemak Kakao

Bilangan peroksida merupakan salahsatu indikator yang dapat digunakan untukmelihat mutu lemak kakao. Bilangan per-oksida diukur menggunakan titrasi iodo-metri. Lima gram lemak kakao dari biji

Tabel 1. Kombinasi perlakuan suhu dan lama penyangraianbiji kakao

Table 1. Combination treatment of temperature and durationof cocoa bean roasting

1 140 20

2 130 33

3 110 47

4 125 20

5 140 40

6 110 33

7 140 60

8 120 60

9 140 40

10 140 60

11 110 60

12 110 60

13 110 20

14 125 20

15 140 20

16 130 60

Lama, menitDuration, min

Urutan perlakuanTreatment squence

Suhu,OCTemperature,OC

Page 6: E:\PELITA\PELITA VOL 21\PELITA

174

Misnawi, Sri-Mulato, Widyotomo, Sewet and Sugiyono

Total Plate Count (TPC)

Jumlah mikroba yang kemungkinanberada pada biji dan bubuk kakao hasilpenyangraian diuji dengan total plate count(TPC). Sebanyak 25 gram hancuran biji ataububuk kakao ditambah dengan 225 ml HCl0,85% dan dicampur menggunakan stoma-cher selama menit lima menit. Setelah di-lakukan pengenceran pada rentang 10-1

sampai 10-4, sampel kemudian dipindahkanpada medium plate count agar (PCA) dandiinkubasi pada suhu 37OC selama 48–72jam. Di akhir masa inkubasi, dilakukanpenghitungan jumlah koloni.

Kemungkinan Adanya Escherichia coli

Sampel hasil pelarutan seperti pada ujiTPC, dimasukkan ke dalam tabung Durhamdan ditambah media Brilliant Green Lac-tose Bile Broth (BGLBB), selanjutnya di-lakukan inkubasi pada suhu 37OC selama 48jam. Apabila pengamatan menujukkan hasil“positif” yang ditandai dengan dihasilkannyagelembung udara, maka inkubasi dilanjutkanpada suhu 45OC selama 48 jam untukpengujian E. coli. Setelah masa inkubasiberakhir, sampel digoreskan pada media agarEosin Methylene Blue (EMB). Pembentukanwarna hijau metalik merupakan indikatoradanya kontaminasi E. coli. Apabila di-dapatkan hasil yang demikian, kepastiankontaminasi E. coli dilakukan dengan ujiIndole, methyl red, Voges-Proskauer andcitrate (IMViC) (Powers & Latt, 1977).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Suhu Selama Penyangraian

Hasil penelitian menunjukkan bahwasuhu biji kakao pada 2–8 menit pertamapenyangraian turun dari 50OC menjadi 30OC,sebelum meningkat ke suhu pengaturandengan kecepatan sekitar 10OC per menit(Gambar 2). Suhu pengaturan 140OC dicapaisetelah 20 menit penyangraian. Kecepatanpencapaian suhu sangat ditentukan olehbesarnya kompor pemanas dan jumlah bijikakao yang disangrai. Pada tahap awalpenyangraian, energi panas sebagian besardiserap oleh massa biji kakao sehingga terjadinetralisasi panas dan secara keseluruhan suhuyang terukur di permukaan biji menurun.Energi panas dari pembakaran selanjutnyasebagian besar diserap oleh biji untukmenguapkan air dan penyetaraan dengan suhusangrai. Hasil pengamatan ini menunjukkanbahwa dua kompor minyak tanah yangdipasang di bagian bawah silinder penyangraisudah cukup untuk mengkompensasi panasyang hilang dan digunakan dalam penyang-raian.

Pengaturan pembakaran yang dilakukanuntuk mempertahankan suhu sangrai bijiyang diinginkan ternyata menghasilkan suhudi ruang pembakaran yang sangat fluktuatif,bahkan sering mencapai dua kali lipat suhuyang diinginkan. Namun demikian, fluktuasisuhu tersebut tidak banyak mempengaruhisuhu biji di dalam silinder sangrai. Beberapakinerja teknis dari alat penyangrai ini

Page 7: E:\PELITA\PELITA VOL 21\PELITA

Optimasi suhu dan lama penyangraian biji kakao menggunakan penyangrai skala kecil tipe silinder skal a kecil

175

sebelumnya telah dikaji oleh Sri-Mulato(2002) pada penyangraian biji kopi.

Perubahan Kadar Air Biji

Pengamatan perubahan kadar air bijikakao selama 60 menit penyangraian(Gambar 3) menunjukkan bahwa suhupenyangraian berpengaruh terhadap lajupenurunan kadar air. Semakin tinggi suhusangrai, laju penurunan kadar air semakincepat. Kadar air akhir setelah 60 menitpenyangraian juga berbeda antarsuhupenyangraian, yaitu 0,5%; 1% dan 3%masing-masing untuk suhu 140OC; 130OCdan 110OC. Holm (1991) menyebutkanbahwa pada saat penyangraian, panas harusdiberikan dalam jumlah dan waktu yang

cukup untuk penguapan air biji kakao danpembentukan cita rasa khas cokelat. Panasjuga harus diberikan secara konstan untukmenghindari terjadinya pembakaran sel.Menurut Hoskin & Dimick (1994), suhupenyangraian biji kakao dapat diatur padakisaran 110–220OC tergantung pada tipe biji.

Mutu biji kakao hasil sangrai ditentukanoleh asal biji dan kondisi sangrai. Selamapenyangraian terjadi perubahan fisiko-kimiadalam biji kakao yang ditandai denganpenurunan kadar air, terbentuknya aromakhas cokelat, penurunan rasa sepat, kepingbiji menjadi rapuh dan secara umum warna-nya menjadi lebih gelap (Minifie, 1990;Jackson, 1990). Oksidasi senyawa polifenoldan reaksi pencoklatan non-enzimatik adalahpenyumbang utama terbentuknya warna

Biji kakao (Cocoa bean)

Pengaturan (Adjustment)

Ruang pembakar (Burner chamber)

Gambar 2. Profil suhu penyangrai tipe silinder selama penyangraian biji kakao pada 140OC.

Figure 2. Temperature profile of cylindrical type roaster during cocoa bean roasting at 140OC.

Lama sangrai, menitDuration of roasting, minute

Suhu

, OC

Tem

pera

ture

, OC

Biji kakaoCocoa bean

PengaturanAdjustment

Ruang pembakarBurner chamber

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 51 5355 57 59 61

Page 8: E:\PELITA\PELITA VOL 21\PELITA

176

Misnawi, Sri-Mulato, Widyotomo, Sewet and Sugiyono

coklat gelap pada biji kakao hasil sangrai.Selama penyangraian, senyawa-senyawacalon pembentuk cita rasa terutama darigolongan asam amino, peptida dan gulapereduksi, berinteraksi melalui reaksiMaillard membentuk senyawa aroma sepertipyrazin, karbonil dan ester. Komponenaroma tersebut secara nyata meningkatintensitasnya pada penyangraian biji selama35 sampai 65 menit pada suhu 140OC (Jinapet al., 1998).

Bilangan Peroksida Lemak Kakao

Bilangan peroksida lemak dapat dijadi-kan sebagai indikator kerusakan akibatkesalahan penyangraian. Hasil analisiskeragaman bilangan peroksida menunjukkanbahwa suhu dan lama sangrai berpengaruh

terhadap bilangan peroksida secara linier dantidak ada interaksi antara keduanya. Pening-katan suhu maupun lama sangrai meningkat-kan bilangan peroksida lemak kakao yangdihasilkan (Gambar 4). Bilangan peroksidalemak dari biji kakao hasil sangrai berkisarantara 5,30—9,20 meq/1000 g. Walaupunkandungan bilangan peroksida tidak di-persyaratkan di dalam standar lemak kakao(CODEX standard for cocoa butter, CODEXSTAN 86-1981, Rev.1-2001 maupun CO-DEX standard for cocoa butter confectionery,CODEX STAN 147-1985), kecenderungankenaikan bilangan peroksida tersebut harusdiwaspadai, karena bisa terakumulasi dandapat menyebabkan ketengikan lemak.

Senyawa peroksida merupakan produkyang terbentuk pada awal proses oksidasilemak di saat radikal bebas bereaksi dengan

Gambar 3. Perubahan kadar air biji kakao selama penyangraian menggunakan tiga suhu yang berbeda.

Figure 3. Changes in moisture content during cocoa bean roasting at three different temperatures.

0

1

2

3

4

5

6

7

8

0 10 20 30 40 50 60

110°C

130°C

140°C

Kad

ar a

ir,

%M

oist

ure

cont

ent,

%

110OC

1 30 OC

1 40 OC

Lama sangrai, menitDuration of roasting, minute

0 10 20 30 40 50 600

1

2

3

4

5

6

7

8

Page 9: E:\PELITA\PELITA VOL 21\PELITA

Optimasi suhu dan lama penyangraian biji kakao menggunakan penyangrai skala kecil tipe silinder skal a kecil

177

oksigen. Peroksida bersifat tidak stabil danakan terdekomposisi secepat pembentukan-nya. Setelah periode induksi, kecepatanpengikatan oksigen semakin bertambah danterjadi akumulasi di dalam lemak. Pem-bentukan peroksida berlangsung terus sampaitercapai kondisi maksimum. Setelah kondisitersebut, kandungan peroksida akan menurun,sedangkan kandungan oksigen bertambahbesar. Penurunan kandungan peroksidaterjadi karena adanya pembentukan senyawaaldehida, alkohol, hidrokarbon dan senyawalain yang mudah menguap. Peroksida dalamlemak akan terurai lagi menjadi senyawa-senyawa yang menyebabkan bau tengik danrasa getir pada produk pangan.

Warna Bubuk Kakao

Warna bubuk kakao dipengaruhi olehintensitas sangrai biji. Hasil evaluasi tingkat

kesukaan panelis memberikan penilaiantertinggi pada bubuk kakao hasil sangraipada suhu 140OC, dengan lama sangrai 20menit (Gambar 5), walaupun lama sangraitidak banyak mempengaruhi tingkat kesukaankonsumen. Pada suhu sangrai 140OC, bubukkakao berwarna coklat cerah, sedangkan dibawah suhu tersebut warna bubuk yangdihasilkan masih tampak muda dan pucat.Peningkatan lama sangrai menyebabkanwarna bubuk kakao menjadi semakin gelapdan mengurangi kesukaan panelis.

Warna bubuk kakao terutama terbentukdari hasil oksidasi senyawa polifenol danpencoklatan non-enzimatis yang terjadiselama penyangraian. Polifenol kakao, dalamhal ini katekin dan prosianidin, sebagianteroksidasi secara enzimatik oleh enzimpolifenol oksidase selama proses fermentasidan awal pengeringan (Misnawi et al.,2002). Senyawa hasil oksidasi selanjutnya

Gambar 4. Pengaruh suhu dan lama sangrai terhadap bilangan peroksida lemak kakao.

Figure 4. Effect of temperature and duration of roasting on peroxide value of cocoa butter.

8

7

6

60 50

40 30

20 110

120 130

140

Bila

ngan

per

oksida

, m

eq/k

gPer

oxid

e va

lue,

meq

/kg

Suhu, OCTemperature, OCLam

a, meni

t

Duration

, minu

te

Page 10: E:\PELITA\PELITA VOL 21\PELITA

178

Misnawi, Sri-Mulato, Widyotomo, Sewet and Sugiyono

berpolimerisasi bersama asam-asam aminomembentuk senyawa melanin yang berwarnacoklat kekuningan. Selama penyangraian,melalui pencoklatan non-enzimatis yangdipacu oleh suhu dan ketersediaan oksigen,senyawa-senyawa tersebut dan senyawa-senyawa lain seperti sisa flavonoid, anto-sianin, asam amino, protein dan karbohidratmembentuk senyawa komplek yang memilikiwarna yang berbeda-beda. Peningkatanintensitas sangrai biji kakao biasanya diikutidengan pembentukan warna gelap bubukyang dihasilkan. Menurut Bonvehi & Coll(2002), senyawa tanin seperti flavon danflavan-3-ol bertanggung jawab terhadappembentukan berbagai warna bubuk kakaoselama proses penyangraian dan alkalisasi.

Aroma dan Cita Rasa Cokelat

Aroma dan cita rasa khas cokelat me-rupakan faktor penentu utama mutu bubuk

kakao. Hasil penelitian ini menunjukkanbahwa intensitas aroma maupun cita rasa khascokelat yang tinggi dicapai pada penyangraianmenggunakan suhu tinggi, yaitu 140OC(Gambar 6 dan 7). Di sisi lain, adanya pe-ningkatan lama sangrai ternyata tidak dapatmeningkatkan intensitas cita rasa, bahkancenderung menurunkan (Gambar 6 dan 7).

Pada suhu rendah, aroma khas cokelatyang terbentuk masih rendah dan adakecenderungan penyangraian yang semakinlama menghasilkan aroma yang semakinkurang disukai. Di samping pembentukanaroma khas cokelat yang terbatas, pada suhutersebut massa kakao diduga dikontaminasioleh zat-zat volatil hasil penguapan bahan-bahan organik, khususnya asam yang ter-bentuk selama fermentasi dan pengeringan.Pada suhu yang tinggi (140OC) tampak aromakhas cokelat terbentuk dengan intensif danzat-zat pengkontaminan sebagian besar telahteruapkan. Lama sangrai 20–60 menit tidak

Gambar 5. Pengaruh suhu dan lama sangrai terhadap sensori warna.

Figure 5. Effect of temperature and duration of roasting on color preference.

110 20 30

40 50

60 120

130

140

Suhu

, O C

Temper

ature,

O C

Lama, menitDuration, minute

Kes

ukaa

n te

rhad

ap w

arna

, 5 s

kala

Col

or p

refe

renc

e, 5

sca

les

2.9

3.0

3.1

3.2

3.3

6050

4030

20 110

120

130

140

Page 11: E:\PELITA\PELITA VOL 21\PELITA

Optimasi suhu dan lama penyangraian biji kakao menggunakan penyangrai skala kecil tipe silinder skal a kecil

179

memberikan pengaruh yang nyata (Gambar 6).Komponen aroma cokelat terdiri darisenyawa-senyawa volatil, yang terutama ter-bentuk dari reaksi antara gugus amina dankarboksil. Kedua senyawa terakhir adalahhasil perombakan peptida dan karbohidratyang berlangsung selama fermentasi (Biehlet al., 1982, 1985). Voigt et al. (1994a,b, c) menambahkan bahwa senyawa calonpembentuk aroma khas cokelat terdiri dariasam-asam amino hidrofobik, peptida hidro-filik dan gula pereduksi.

Reaksi Maillard yang berlangsung inten-sif selama penyangraian biji kakao meng-hasilkan senyawa-senyawa volatil yang terdiridari kelompok alkohol, eter, furan, tiazol,piron, asam, ester, aldehida, imina, amina,oksazol, pirazin dan pirol. Aroma khas

cokelat ternyata tidak ditentukan secaratunggal oleh senyawa-senyawa tersebut,walaupun senyawa 2-fenil-5-metil-2-heksa-nal disebut-sebut sebagai senyawa yangmencirikan aroma cokelat (Jinap et al.,1998). Senyawa yang dianggap besar kontri-businya terhadap aroma maupun cita rasacokelat, karena sifatnya yang tidak volatilsepenuhnya adalah pirazin. Jinap et al.(1994) dan Reineccius et al. (1972)mendapatkan bahwa 2,5-dimetil-, 2, 3, 5-trimetil-danand 2, 3, 5, 6-tetrametilpirazinsebagai senyawa pirazin yang menonjol danmemberikan kekhasan perisa cokelat.

Suhu sangrai pada 140OC yang diberikanselama 20 menit kepada biji kakao selamapenyangraian menggunakan penyangrai tipesilinder, ternyata telah cukup untuk ber-langsungnya reaksi Maillard secara optimal,

Gambar 6. Pengaruh suhu dan lama sangrai terhadap sensori aroma.

Figure 6. Effect of temperature and duration of roasting on aroma preference.

140

130

120

110 20

30 40

50 60

Kes

ukaa

n te

rhad

ap a

rom

a, 5

ska

laA

rom

a pr

efer

ence

, 5

scal

e

Lama, menitDuration, minute

Suhu

, O C

Tempe

ratur

e , O C

3.0

3.2

3.4

110

120

130

140

60

50

40

3020

Page 12: E:\PELITA\PELITA VOL 21\PELITA

180

Misnawi, Sri-Mulato, Widyotomo, Sewet and Sugiyono

Tabel 2. Total mikroba dan Escherichia coli pada biji dan bubuk kakao sangrai

Table 2. Total plate count and most probable number of E. coli in cocoa beans and powder

1 Biji kakao 10-3 UC UCtanpa sangraiCocoa bean 10-4 UC UCprior toroasting 10-5 UC UC

10-6 68 81

2 Biji kakao 10-2 42 50setelah sangraiCocoa bean 10-3 6 4 4.6 x 103

after roasting10-4 - -

3 Bubuk kakao 10-1 30 28hasil sangraiResultant 10-2 3 2 2.9 x 102

cocoa powder10-3 - -

Kemungkinanadanya E. coli / g

Most probablynumber of E. coli / g

Koloni / gColony / g

Total mikrobaTotal Plate Count

Simplo Duplo

PengenceranDilution

SampelSample

No.

Catatan (Note) : UC, tidak dapat dihitung (uncountable).

7.5 x 107 0

0

0

Gambar 7. Pengaruh suhu dan lama sangrai terhadap sensori cita rasa.

Figure 7. Effect of temperature and duration of roasting on flavor preference.

2.6

140

130

120

110 20

30 40

50 60

Kes

ukaa

n te

rhad

ap c

ita r

asa,

5 s

kala

Flav

or p

refe

renc

e, 5

sca

le

Lama, menitDuration, minute

Suhu

, O C

Tempe

ratur

e , O C2.6

2.8

3.0

20

6050

4030

110

120

130

140

Page 13: E:\PELITA\PELITA VOL 21\PELITA

Optimasi suhu dan lama penyangraian biji kakao menggunakan penyangrai skala kecil tipe silinder skal a kecil

181

sedangkan di bawah suhu tersebut reaksipembentukan aroma dan cita rasa masihbelum berjalan secara optimal. Peningkatanlama sangrai di atas 20 menit ternyata tidakmeningkatkan cita rasa khas cokelat, tetapijustru sebaliknya (Gambar 7). Sebagiansenyawa pembentuk aroma dan cita rasadiduga menguap dan rusak karena intensitaspenyangraian. Diduga juga terjadi pem-betukan komponen aroma dan rasa yangtidak disukai, khususnya aroma dan rasaterbakar (burned) serta rasa pahit. Meursing(1983) menyatakan bahwa suhu biji selamapenyangraian yang baik adalah tidak lebihdari 150OC dengan waktu sangrai kurangdari 40 menit.

Total Mikroba dan Escherichia coli

Pengamatan jumlah mikroba dankontaminasi Escherichia coli dimaksudkanuntuk mengetahui adanya kemungkinanpengurangan ataupun infestasi mikrobakarena proses penyangraian dan penyiapanbubuk kakao. Pengamatannya dilakukanpada biji kakao sebelum dan sesudah sangraiserta bubuk kakao hasil sangrai pada suhu140OC selama 20 menit. Hasil pengamatanmenunjukkan bahwa perlakuan penyangraianyang dilakukan secara efektif menurunkanjumlah mikroba, sedangkan most probablenumber (MPN) coliform dalam hal iniE. coli tidak ditemukan (Tabel 2). E. colimerupakan bakteria koliform yang seringditemukan di kotoran manusia dan seringdijadikan indikator sanitasi. E. coli termasukdalam famili Enterobacteriaceae yang me-rupakan bakteri basil gram negatif (Fardiaz,1992).

Biji kakao sebelum disangrai mengan-dung total mikroba 7,5 x 107 koloni pergram. Penyangraian pada suhu 140OCselama 20 menit menurunkan total mikrobatersebut menjadi 4,6 x 103 koloni per gram.Proses lebih lanjut yang meliputi pengupasankulit, pelumatan, pengempaan lemak danpenghalusan bubuk juga menurunkan totalmikroba menjadi hanya 2,9 x 102 koloni pergram. Total mikroba yang dipersyaratkandalam standar nasional Indonesia untukproduk-produk pengolahan kering, termasukbubuk kakao adalah 1,0 x 106 koloni pergram (SNI.01-3742-1995).

KESIMPULAN

Penyangraian biji kakao menggunakanpenyangrai tipe silinder dapat menghasilkanbubuk yang sesuai dengan persyaratan standarmutu dan selera konsumen. Kondisi opti-mum penyangraian dicapai pada suhu danlama sangrai masing-masing 140OC dan 20menit.

DAFTAR PUSTAKA

Biehl, B.; E. Brunner; D. Passern; V.C.Quesnel & D. Adomako (1985). Acidi-fication, proteolysis and flavor poten-tial in fermenting cocoa beans. Jour-nal of the Science of Food Agriculture,36, 583—598.

Biehl, B.; C. Wewetzer & D. Passern(1982). Vacoular (storage) proteins ofcocoa seeds and their degradation dur-ing germination and fermentation. Jour-nal of the Science of Food Agriculture,33, 1291—1304.

Page 14: E:\PELITA\PELITA VOL 21\PELITA

182

Misnawi, Sri-Mulato, Widyotomo, Sewet and Sugiyono

Bonvehi, J.S. & F.V. Coll (2002). Factor af-fecting the formation of alkylpyrazinesduring roasting treatment in naturaland alkalized cocoa poweder. Journalof Agricultural and Food Chemistry, 50,3743—3750.

Dimick, P.S. & J.M. Hoskin (1981). Chemico-physical aspects of chocolate process-ing-a review. Canadian Institute of FoodResearch and Technology Journal, 4,269—281.

Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan 1. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Holm, C.S. (1991). Pyrazines and organic ac-ids in cocoa: Their analysis and effecton chocolate flavour, M.Sc. Thesis.Quensland: Quensland University ofTechnology Brisbane.

Hoskin, J.C. & P.S. Dimick (1994). Chemis-try of flavour development in choco-late. p. 102—115. In : S.T. Beckett(Ed.). Industrial Chocolate Manufac-ture and Use, 2nd edition. New York:Van Nos-trand Reinhold.

Jackson, E.B. (1990). Sugar, ConfectionaryManufacturer. New York: Van Nos-trand Reinhold.

Jinap, S.; H. Siti-Mordingah & M.G. Norsiati(1994). Formation of methyl pyrazineduring cocoa beans fermentation.Pertanika, 17, 27—32.

Jinap, S.; W.I. Wan Rosli; A.R. Russly &L.M. Nurdin (1998). Effect of roast-ing time and temperature on volatilecomponents profile during nib roast-ing of cocoa beans (Theobroma cacao).Journal of the Science and Food Ag-riculture, 77, 441—448.

Kattenberg, H.R. & A. Kemmink (1993). Theflavor of cocoa in relation to the ori-gin and processing of the cocoa beans.

p. 1—22. In : Charalambous, G. (Ed.).Food Flavor, Ingredients and Compo-sition. New York: Elsivier Sci. Publ.

Kleinert, J. (1994). Cleaning, roasting and win-nowing. p. 56—69. In: S.T. Beckett(Ed.). Industrial Chocolate Manufac-ture and Use. New York: Van NostrandReinhold.

Maga, J.A. (1992). Contribution of phenoliccompounds to smoke flavor. p. 170—179. In: Ho, C.T., Lee, C.Y. & Huang,M.T. (Eds.). Phenolic compounds infood and their effects on health I: analy-sis, occurrence and chemistry. ACSSymposium Series 506.

Meursing, E.H. (1983). Cocoa Powder for In-dustrial Processing 3rd Edition. Cacao-fabriek De Zaan B.V.

Minifie, B.W. (1990). Chocolate, Cocoa andConfectionery 2nd Ed. Westport, Con-necticut: Avi Publishing Co.

Misnawi; S. Jinap; B. Jamilah & S. Nazamid(2002). Oxidation of polyphenols inunfermented and partly fermented co-coa beans by cocoa polyphenol oxidaseand tyrosinase. Journal of the Scienceof Food and Agriculture, 82, 559—566.

Misnawi; S. Jinap; B. Jamilah & S. Nazamid(2004a). Effects of polyphenol onpyrazines formation during cocoa li-quor roasting. Food Chemistry, 85,73—80.

Misnawi; S. Jinap; B. Jamilah & S. Nazamid(2004b). Sensory properties of cocoaliquor as affected by polyphenol con-centration and roasting duration. Foodquality and Preference, 15, 403—409.

Powers, E.M. & T.G. Latt (1977). Simplified48-hour imvic test: an agar platemethod. Applied and Envionmental Mi-crobiology, 34, 274—279.

Page 15: E:\PELITA\PELITA VOL 21\PELITA

Optimasi suhu dan lama penyangraian biji kakao menggunakan penyangrai skala kecil tipe silinder skal a kecil

183

Puziah, H.; S. Jinap; K.S.M. Sharifah &A. Asbi (1998a). Changes in free aminoacids, peptide-N, sugar and pyrazineconcentration during cocoa fermenta-tion. Journal of the Science of Foodand Agriculture, 78, 535—542.

Puziah, H.; S. Jinap; K.S.M. Sharifah &A. Asbi (1998b). Effect of mass andturning time on free amino acid, pep-tide-N, sugar and pyrazine concentra-tion during cocoa fermentation. Jour-nal of the Science of Food and Agri-culture, 78, 543—550.

Reinecceus, G.A.; P.G. Keeney & W. Weis-berger (1972). Factors affecting theconcentration of pyrazines in cocoabeans. Journal of Agricultural and FoodChemistry, 20, 203—206.

SNI 2323–2000. Standar Nasional Indonesia: BijiKakao. Badan Standardisasi Nasional,Jakarta.

SNI.01-3742-1995. Standar Nasional Indonesia:Biji-bijian, Kacang-kacangan danDerivatnya. Badan StandardisasiNasional, Jakarta.

Sri-Mulato (2002). Perancangan dan pengujianmesin sangrai biji kopi tipe silinder.Pelita Perkebunan, 18, 31—45.

Urbanski, J.J. (1989). Cocoa roasting. TheManufacture Confectioner, 11, 58—62.

Voigt, J.; B. Biehl; H. Heinrichs; S.Kamaruddin; G. Gaim Marsoner & A.Hugi (1994a). In-vitro formation ofcocoa-specific aroma precursors:aroma-related peptides generated fromcocoa-seed protein by co-operation ofan aspartic endoprotease and a carboxy-peptidase. Food Chemistry, 49, 173—180.

Voigt, J.; G. Voigt; H. Heinrichs; D. Wrann& B. Biehl (1994b). In-vitro studies onthe proteolytic formation of the cha-racteristic aroma precursors of fer-mented cocoa seed: The significanceof endoprotease specificity. FoodChemistry, 51, 7—14.

Voigt, J.; D. Wrann; H. Heinrichs & B. Biehl(1994c). The proteolytic formation ofessential cocoa-specific aroma precur-sors depends on particular chemicalstructures of the vicilin-class globulinof the cocoa seeds lacking in the globu-lar storage proteins of coconuts,hazelnuts and sun flower seeds. FoodChemistry, 51, 197—205.

*********