ep_bab i

24

Click here to load reader

Upload: frenki-lestari

Post on 08-Aug-2015

103 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: ep_BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Evaluasi merupakan bagian terpenting dalam pendidikan, hal ini dapat mengetahui berhasil tidaknya suatu pembelajaran yang berdasarkan kepada tujuan dari pembelajaran itu sendiri. Dalam melakukan evaluasi ada beberapa hal yang harus dinilai, diantaranya ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Hasil tes yang dilakukan dalam mengevaluasi materi perlu adanya pengolahan yang objektif agar hasil dari evaluasi tersebut sesuai dengan tujuan evaluasi itu sendiri.

Tes yang seharusnya disusun adalah tes yang mengatur tingkat pencapaian mahasiswa terhadap perilaku yang terdapat dalam tujuan intruksional. Tes tersebut mungkin tidak dapat mengukur penguasaan mahasiswa terhadap seluruh uraian pengajar dalam proses intruksional, sebab apa yang diberikan pengajar selama proses tersebut belum tentu seluruhnya relevan dengan tujuan intruksional. Isi pelajaran bukanlah kriteria untuk mengukur keberhasilan proses pelaksanaan intruksional.

Untuk mengetahui pencapaian hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan berbagai

cara, salah satunya adalah dengan menggunakan tes-tes dengan standar-standar tertentu

sesuai dengan perkembangannya. Maka dari itu bagi seorang pendidik harus mengetahui

bagaimana cara atu teknik-teknik yang baik untuk mengevaluasi anak didiknya,

sejauhmana pencapaian siswa dalam menguasai materi yang disampaikan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan teknik pengolahan hasil tes?

2. Apa yang dimaksud dengan skor total?

3. Apa yang dimaksud dengan konversi skor?

4. Bagaimana cara memberi skor untuk skala sikap?

5. Bagaimana cara memberi skor untuk domain psikomotor?

6. Bagaimana pengolahan data hasil tes?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pengolahan hasil tes.

2. Mengetahui pengertian dari skor total.

3. Mengertahui cara untuk melakukan konversi skor.

4. Mengetahui cara memberi skor untuk skala sikap.

5. Mengetahui cara dalam memberi skor untuk domain psikomotor.

6. Mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pengolahan data hasil tes.

1

Page 2: ep_BAB I

BAB II

PEMBAHASAN

A. Teknik Pengolahan Hasil Tes.

Pada umumnya pengolahan data hasil tes menggunakan bantuan statistik. Analisis

statistik digunakan jika ada data kuantitatif, yaitu data-data yang berbentuk angka-angka,

sedangkan untuk data kualitatif, yaitu data yang berbentuk kata-kata, tidak dapat diolah

dengan statistik. Jika data kualitatif itu akan diolah dengan statistik, maka data tersebut harus

diubah terlebih dahulu menjadi data kuantitatif (kuantifikasi data). Meskipun demikian, tidak

semua data kuantitatif dapat diubah menjadi data kuantitatif sehingga tidak mungkin diolah

dengan statistik.

Menurut Zainal Arifin (2006) dalam mengolah data hasil tes, ada empat langkah pokok

yang harus ditembuh. Pertama, menskor, yaitu memberi skor pada hasil tes yang dapat

dicapai oleh peserta didik. Untuk memperoleh skor mentah diperlukan tiga jenis alat bantu,

yaitu kunci jawaban, kunci skoring dan pedoman konversi. Kedua, mengubah skor mentah

menjadi skor standar sesuai dengan norma tertentu. Ketiga, mengkonversikan skor standar ke

dalam nilai, baik berupa huruf atau angka. Keempat, melakukan analisis soal (jika

diperlukan) untuk mengetahui derajat validitas dan reliabilitas soal, tingkat kesukaran soal

(difficulty index) dan daya pembeda.

Jika data sudah diolah dengan aturan-aturan tertentu, langkah selanjutnya adalah

menafsirkan data sehingga dapat memberikan makna. Langkah penafsiran data sebenarnya

tidak dapat dilepaskan dari pengolahan data itu sendiri, karena setelah mengolah data dengan

sendirinya akan menafsirkan hasil penafsiran itu. Memberikan interpretasi maksudnya adalah

membuat pernyataan (statement) terhadap hasil pengolahan data. Interpretasi terhadap suatu

hasil evaluasi didasarkan atas kriteria tertentu yang disebut norma. Norma dapat ditetapkan

terlebih dahulu secara rasional dan sistematis sebelum kegiatan evaluasi dilaksanakan, tetapi

dapat pula dibuat berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh dalam melaksanakan evaluasi.

Sebaliknya, jika penafsiran data itu tidak berdasarkan kriteria atau norma tertentu, maka ini

termasuk kesalahan besar. Misalnya, seorang peserta didik naik kelas. Kenaikan kelas itu

kadang-kadang tidak berdasarkan kriteria-kriteria yang disepakati, tetapi hanya berdasarkan

pertimbangan pribadi dan kemanusiaan, maka keputusan ini termasuk keputusan yang tidak

objektif dan merugikan semua pihak.

Dalam melaksanakan penafsiran data, baik secara kelompok maupun individu, guru

harus menggunakan norma-norma yang standar sehingga data yang diperoleh dapat

2

Page 3: ep_BAB I

dibandingkan dengan norma-norma tersebut. Berdasarkan penafsiran ini, guru dapat

memutuskan bahwa peserta didik mencapai taraf kesiapan yang memadai atau tidak, ada

kemajuan yang berarti atau tidak, ada kesulitan atau tidak. Jika guru ingin menggambarkan

pertumbuhan anak, penyebaran skor dan perbandingan antar kelompok, maka perlu

menggunakan garis (kurva), grafik atau beberapa hal diperlukan profil, dan bukan dengan

daftar angka-angka. Daftar angka-angka biasanya digunakan untuk melukiskan posisi atau

kedudukan anak.

Setelah melaksanakan kegiatan tes dan lembar jawaban peserta didik diperiksa

kebenaran, kesalahan, dan kelengkapannya, selanjutnya menghitung skor mentah untuk setiap

peserta didik berdasarkan rumus-rumus tertentu dan bobot setiap soal. Kegiatan ini harus

dilakukan dengan ekstra hati-hati karena menjadi dasar bagi kegiatan pengolahan haasil tes

sampai menjadi nilai prestasi. Sebelum melakukan tes, guru harus menyusun pedoman

pemberian skor, bahkan sebaiknya guru sudah berfikir tentang strategi pemberian skor sejak

merumuskan kalimat pada setiap butir soal. Pedoman penskoran sangat penting disiapkan,

terutama bentuk soal esai. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisasi subjektifitas penilai.

Begitu juga ketika melakukan tes domain ak=fektif dan psikomotor peserta didik, karena

harus ditentukan ukuran-ukuran sikap dan pilihan tindakan dari peserta didik dalam

menguasai kompetensi yang telah ditetapkan. Rumus penskoran yang digunakan bergantung

pada bentuk soalnya, sedangkan bobot (weight) bergantung pada tingkat kesukaran soal

(difficulty index), misalnya sukar, sedang, dan mudah.

1. Cara Memberi Skor Mentah untuk Tes Uraian.

Dalam bentuk uraian biasanya skor mentah dicari dengan menggunakan sistem bobot. Sistem

bobot iini ada dua cara, yaitu :

Pertama, bobot dinyatakan dalam skor maksimum sesuai dengan tingkat kesukarannya.

Misalnya, untuk soal yang mudah skor maksimum adalah 6, untuk soal sedang skor

maksimumnya adalah 7, dan untuk soal sukar skor maksimalnya adalah 10. Cara ini tidak

memungkinkan peserta didik mendapat skor maksimum sepuluh. Kedua, bobot dinyatakan

dalam bilangan-bilangan tertentu sesuai dengan tingkat kesukaran soal. Misalnya, soal yang

mudah diberi bobot 3, soal sedang diberi bobot 4, dan soal sukar diberi bobot 5. Cara ini

memungkinkan peserta didik mendapat skor sepuluh.

Contoh 1 :

Seorang peserta didik diberi tiga soal dalam bentuk uraian. Setiap soal diberi skor (X)

maksimum dalam rentang 1-10 sesuai dengan kualitas jawaban peserta didik.

3

Page 4: ep_BAB I

Tabel 1.1

Perhitungan Skor dengan Sistem Bobot Pertama.

No. Soal Tingkat Kesukaran Jawaban Skor (X)

1 Mudah Betul 6

2 Sedang Betul 7

3 Sukar Betul 10

Jumlah 23

Rumus skor = ∑X Keterangan : ∑X : jumlah skor

∑s s : jumlah soal

Jadi, skor peserta didik A= 23/3 = 7,67

Contoh 2 :

Seorang peserta didik dites dengan tiga soal dalam bentuk uraian. Masing-masing soal diberi

bobot sesuai dengan tingkat kesukarannya, yaitu bobot 5 untuk soal sukar, 4 untuk soal

sedang, 3 untuk soal mudah. Tiap-tiap soal diberikan skor (X) dengan rentang 1-10 sesuai

denga kualitas jawaban yang betul. Kemusian skor (X) yang dicapai oleh peserta didik

dikalikan dengan bobot setiap soal. Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut :

Tabel 1.2

Perhitungan Skor dengan Sistem Bobot Kedua

No. Soal Tingkat Kesukaran Jawaban Skor (x) Bobot (B) X.B

1 Mudah Betul 10 3 30

2 Sedang Betul 10 4 40

3 sukar Betul 10 5 50

Jumlah 12 120

Rumus : skor = ∑XB *Keterangan : TK : Tingkat Kesukaran

∑B X : skor setiap soal

B : bobot sesuai dengan tingkat kesukaran soal

∑XB : jumlah hasil perkalian X dengan B

Jadi, skor peserta didik 120/12 = 10

Untuk memudahkan pemberian skor ada baiknya digunakan sistem yang kedua. Sistem bobot

diberikan kepada soal bentuk uraian dengan maksud untuk memberikan skor secara adil

kepada peserta didik berdasarkan kemampuannya masing-masing dalam menjawab soal-soal

yang berbeda tingkat kesukarannya. Agaknya kurang adil apabila peserta didik yang sanggup

4

Page 5: ep_BAB I

menjawab soal yang sukar itu diberi skor sama dengan peserta didik yang hanya sanggup

menjawab soal yang mudah saja.

Pedoman penskoran diatas hanya dapat digunakan untuk bentuk uraian biasa, yaitu uraian

bebas dan uraian terbatas. Untuk Bentuk Uraian Objektif (BUO) dan Bentuk Uraian Non-

Objektif (BUNO) harus menggunakan uraian seperti berikut ini :

Contoh 3 :

Indikator : dapat menyebutkan lima menu dalam EXCEL.

Soal : sebutkan lima menu dalam Excel?

Tabel 1.3

Pedoman penskoran (BUO)

No. Kunci Jawaban Skor

01. File 1

02. Edit 1

03. View 1

04. Insert 1

05. Format 1

Skor maksimum 5

Contoh 4 :

Indikator           : Siswa dapat menjelaskan tentang rasa bangganya sebagai bangsa Indonesia.

Butir Soal          : Jelaskan alasan apa saja yang membuat kita perlu berbangga sebagai bangsa

Indonesia! 

Tabel 1.4

Pedoman Penskoran (BUNO)

KRITERIA JAWABAN RENTANG

SKOR

Kebanggan yang berkaitan dengan alam Indonesia 0 – 2

Kebanggan yang berkaitan dengan keindahan tanah air Indonesia

(pemandangan alamnya, geografisnya, dsb.)

0 – 2

Kebanggan yang berkaitan dengan kenekaragaman budaya, suku,

adat istiadat, tetapi dapat bersatu

0 – 2

Kebanggan yang berkaitan dengan keramahtamahan masyarakat

Indonesia

0 – 2

Skor mkasimum 8

5

Page 6: ep_BAB I

2. Cara Membuat Skor Mentah untuk Tes Objektif

Ada 2 cara untuk memberikan skor pada soal tes bentuk objektif, yaitu :

a. Tanpa Rumus Tebakan (Non-Guessing Formula)

Biasanya digunakan apabila soal belum diketahui tingkat kebaikannya. Caranya adalah

menghitung jumlah jawaban yang betul saja. Setiap jawaban betul diberi skor 1, dan

jawaban yang salah diberi skor 0. Jadi, skor = jumlah jawaban yang betul.

b. Menggunakan Rumus Tebakan (Guessing Formula)

Biasanya rumus ini digunakan apabilasoal-soal tes ini sudah pernah diujicobakan dan

dilaksanakan sehingga dapat diketahui tingkat kebenarannya. Penggunaan rumus tebakan

ini bukan karena guru sudah mengetahui bahwa peserta didik itu menebak, tetapi tes

bentuk objektif ini memang sangat memungkinkan peserta didik untuk menebak. Adapun

rumus-rumus tebakan tersebut adalah sebagai berikut :

i. Untuk item bentuk benar-salah (true- false)

Rumus  :

Keterangan :

S = jumlah skor

R = jawaban yang benar

W = jawaban yang salah.

ii. Bentuk item pilihan ganda (multiple choice)

Rumus :

Keterangan :S     =  skor yang dicari

∑B  =  jumlah jawaban yang benar∑S   = jawaban yang salah

n    = jumlah alternatif jawaban yang disediakan

1    = bilangan tetap.

iii.Bentuk soal menjodohkan (matching).

Rumus : S = R

Keterangan :

S = skor yang diperoleh anak

R = jumlah jawaban yang benar.

iv. Bentuk soal jawaban singkat (short answer)  dan melengkapi (completion)

Rumus :

6

S = R – W

S = ∑B - ∑S n-1

S = R

Page 7: ep_BAB I

Keterangan :

S = skor yang diperoleh anak

R = jumlah jawaban yang benar

Contoh :

Dalam suatu pelajaran, guru mengadakan evaluasi dengan memberikan soal sebanyak 95 soal

dengan rincian sebagai berikut :

A.     Pilihan ganda = 30 soal ( dengan 4 alternatif jawaban)

B.     B – S               = 20 soal

C.     Menjodohkan     = 20 soal

D.     Melengkapi = 20 soal

Siswa A dapat menjawab soal yang benar terdapat pada table berikut:

Jenis soal Jawaban benar Jawaban salah

Pilihan ganda 15 soal 15 soal

B –S 15 soal 5 soal

Menjodohkan 10 soal 10 soal

Melengkapi 10 soal 10 soal

Cara menskornya yaitu:

i. Pilihan ganda

Rumus : S = ∑B - ∑S

n-1

= 15 – 5

= 10

ii. B – S

S = R – W = 15 – 5 = 10

iii.Menjodohkan

S = R = 10

iv. Melengkapi

S = R = 10

B. Skor total (Total Score)

Skor total adalah jumlah skor yang diperoleh dari seluruh bentuk soal setelah diolah dengan

rumus tebakan (guessing formula). Skor ini disebut skor mentah (raw score). Setelah dihitung

7

Page 8: ep_BAB I

skor mentah setiap peserta didik, langkah selanjutnya adalah mengolah skor mentah tersebut

menjadi nilai-nilai jadi. Pengolahan skor dimaksudkan untuk menetapkan batas lulus (passing

grade) dan untuk mengubah skor mentah menjadi skor terjabar (drived score) atau skor

standar. Untuk menentukan batas lulus, terlebih dahulu harus dihitung rata-rata (mean) dan

simpangan baku (standart deviation), kemudian mengubah skor mentah menjadi skor terjabar

atau skor standar berdasarkan kriteria.

C. Konversi Skor

Konversi skor adalah proses transformasi skor mentah yang dicapai peserta didik kedalam

skor terjabar atau skor standar untuk menetapkan nilai hasil belajar yang diperoleh. Secara

tradisional, dalam menentukan nilai peserta didik pada setiap mata pelajaran, guru

menggunakan rumus sebagai berikut :

Nilai : ∑X 10 (skala 0-10)

∑S

Keterangan : ∑X : jumlah skor mentah

∑S : jumlah soal

Contoh :

Seorang peserta didik dites dengan menggunakan bentuk soal B-S (Benar – Salah). Dari

jumlah soal 30, peserta didik tersebut memperoleh jawaban betul 25, dan jawaban salah 5.

Dengan demikian, skor mentahnya adalah 25-5 = 20

Nilai = (25/30) x 10 = 6,67

Disamping cara tersebut diatas, ada juga guru yang langsung menentukan nilai berdasarkan

jumlah jawaban yang betul, tanpa mencari skor mentah terlebih dahulu. Sesuai dengan contoh

soal diatas, maka nilai peserta didik dapat ditemukan seperti berikut ini :

Nilai = (25/30) x 10 =8,33

Kedua pola konversi seperti ini mengandung banyak kelemahan, antara lain guru belum

mengantisipasi item-item yang tidak seimbang dilihat dari tingkat kesukaaran dan banyaknya

item yang disajikan dalam naskah soal. Padahal, setelah menentukan nilai, guru perlu

meninjau kembali tentang seberapa besar peserta didik memperoleh nilai dibawah batas lulus

(passing grade). Untuk itu, sudah saatnya guru meninggalkan pola konversi yang tradisional

tersebut. Guru hendaknya menggunakan pola konversi sebagai berikut :

a. Membandingkan skor yang diperoleh peserta didik dengan suatu standar atau norma

absolut. Pendekatan ini disebut juga Penilaian Acuan Patokan (PAP).

8

Page 9: ep_BAB I

b. Membandingkan skor yang diperoleh peserta didik dengan standar atau norma relatif atau

disebut juga Penilaian Acuan Norma (PAN).

c. Membandingkan skor yang diperoleh peserta didik dengan norma gabungan (kombinasi)

antara norma absolut (PAP) dengan norma relatif (PAN).

D. Cara Memberi Skor untuk Skala Sikap.

Salah satu prinsip umum evaluasi adalah prinsip komprehensif, artinya objek evaluasi tidak

hanya domain kognitif, tetapi juga domain afektif dan psikomotor. Tidak hanya dimensi

hasil, tetapi juga dimensi proses. Dalam domain afektif, paling tidak ada dua komponen

penting untuk diukur, yaitu sikap dan minat peserta didik terhadap suatu pelajaran. Sikap

peserta didik terhadap suatu pelajaran bisa positif, negatif, atau netral. Harapan kita terhadap

peserta didik tentu yang positif sehingga dapat menimbulkan minat belajar. Baik sikap

maupun minat belajar dapat mempengaruhi prestasi belajar. Oleh sebab itu, tugas guru adalah

mengembangkan sikap positif dan meningkatkan minat belajar peserta didik terhadap suatu

pelajaran.

Untuk mengukur sikap dan minat belajar, guru dapat alat penilaian model skala, seperti skala

sikap dan skala minat. Skala sikap dapat menggunakan lima skala, yaitu Sangat Setuju (SS),

Setuju (S), Tidak Tahu (TT), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Skala yang

digunakan adalah 5, 4, 3, 2, dan 1 (untuk pernyataan positif) dan 1, 2, 3, 4, dan 5 (untuk

pernyataan negatif). Begitu juga untuk skala minat, guru dapat menggunakan lima skala,

seperti Sangat Berminat (SB), Berminat (B), Sama Saja (SS), Kurang Berminat (KB), dan

tidak berminat (TB). Contoh :

Pak Aryo adalah seorang guru mmata pelajaran Akuntansi. Dia ingin mengukur minat peserta

didik terhadap pelajaran Akuntansi. Dia menyusun skala minat dengan 10 pernyataan. Jika

rentangan skala yang digunakan adalah 1-5, maka skor terendah peserta didik adalah

10 (10 x 1 = 10) dan skor tertinggi adalah 50 (10 x 5 = 50). Dengan demikian, mediannya

adalah (10 + 50)/2 = 30. Jika dibagi empat kategori, maka akan diperoleh tingkatan minat

sebagai berikut : Skor 10 – 20 termasuk tidak berminat, skor 21- 30 termasuk kurang

berminat,skor 31 – 40 termasuk berminat, skor 41 – 50 termasuk sangat berminat.

E. Cara Memberi Skor untuk Domain Psikomotor

Dalam domain Psikomotor, pada umumnya yang harus diukur adalah penampilan atau

kinerja. Untuk mengukurnya, guru dapat menggunakan tes tindakan melalui simulasi, unjuk

kerja atau tes identifikasi. Salah satu instrument yang dapat digunakan adalah skala penilaian

9

Page 10: ep_BAB I

yang terentang dari sangat baik (5), baik (4), cukup baik (3), kurang baik (2), sampai

dengantidak baik (1).

Contoh :

Pak Budi, seorang guru agama ingin mengetahui bagaimana seseorang peserta didik

melaksanakan sholat yang baik dan benar. Untuk itu, Pak Budi meminta peserta didik A

untuk menunjukkan gerakan-gerakan shalat. Alat ukur yang digunakan adalah skala penilaian

sebagai berikut :

Tabel 1.5

Pemberian Skor untuk Praktik Gerakan Shalat

No. Aspek-aspek Penilaian Skala Penilaian

1. Gerakan Takbiratul Ikram 5 4 3 2 1

2. Gerakan Rukuk 5 4 3 2 1

3. Gerakan Sujud 5 4 3 2 1

4. Gerakan Tahiyat Awal 5 4 3 2 1

5. Gerakan Tahiyat Akhir 5 4 3 2 1

6. Salam 5 4 3 2 1

Skor

Jika peserta didik A memperoleh skor 6 ( 6 x1 ) berarti peserta didik tersebut gagal (tidak

baik), dan bila memperoleh skor 30 ( 6 x 5 ) berarti peserta didik tersebut berhasil (sangat

baik). Dengan demikian, mediannya adalah ( 30 + 6 ) / 2 = 18. Jika dibagi menjadi empat

kategori, maka akan diperoleh tingkatan nilai sebai berikut : skor 06 – 12 berarti tidak /

kurang baik (gagal), skor 13 – 18 berarti cukup baik (cukup berhasil), skor 19 – 24 berarti

baik (berhasil), skor 25 – 30 berarti sangat baik (sempurna).

F. Pengolahan Data Hasil Tes Menurut PAP dan PAN

Setelah diperoleh skor setiap peserta didik, guru hendaknya tidak tergesa-gesa menentukan

prestasi belajar atau nilai peserta didik yang didasarkan pada angka yang diperoleh setelah

membagi skor dengan membagi soal, karena cara tersebut dianggap kurang proporsional.

Misalnya, seorang peserta didik memperoleh skor 60, sementara skal nilai yang digunakan

untuk mengisi buku rapor adalah skala 0-10 atau skala 0-5, maka skore tersebut harus

dikonversikan terlebih dahulu menjadi skor standar sebelum ditetapkan sebagai nilai akhir.

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa ada dua pendekatan penafsiran hasil tes,

yaitu pendekatan Penilaian Acuan Patokan (PAP) dan pendekatan Penilaian Acuan Norma

(PAN).

10

Page 11: ep_BAB I

Pendekatan penilaian acuan patokan (PAP) pada umummnya digunakan untuk menafsirkan

hasil tes formatif, sedangkan penilain acuan norma (PAN) digunakan untuk menafsirkan hasil

tes sumatif.

1. Penilaian Acuan Patokan (PAP)

Pendekatan ini lebih menitik beratkan pada apa yang dapat dilakukan oleh peserta didik.

Dengan kata lain, kemampuan-kemampuan apa yang telah dicapai peserta didik sesudah

menyelesaikan satu bagian kecil dari suatu keseluruhan program. Jadi, PAP meneliti apa

yang dapat dikerjakan oleh peserta didik dan bukan membandingkan seorang peserta didik

dengan teman sekelasnya, melainkan dengan suatu kriteria atau patokan spesifik. Kriteria

yang dimaksud adalah suatu tingkat pengalaman belajar yang diharapkan tercapai sesudah

selesai kegiatan belajar atau sejumlah kompetensi dasar yang telah ditetapkan terlebih

dahulu sebelum kegiatan belajar berlangsung.

Contoh :

Diketahui skor 52 orang peserta didik sebagai berikut :

32 20 35 24 17 30 36 27 37 50

36 35 50 43 31 25 44 36 30 40

27 36 37 32 21 22 42 39 47 28

50 27 43 17 42 34 38 37 31 32

22 31 38 46 50 38 50 21 29 33

34 29

Pedoman konversi yang digunakan dalam mengubah skor mentah menjadi skor standar

pada norma absolut skala 5 adalah : 

Tingkat penguasaan Skor standar

90 % - 100 % A

80 % - 89 % B

70 % - 79 % C

60 % – 69 % D

>59% E

Jika skor maksimum ditetapkan berdasarkan kunci jawaban = 60, maka penguasaan  90% =

0, 90 x 60 =

55,

11

Skor mentah Skor standar

54 -60 A

48 -53 B

42 -47 C

36 – 41 D

>35 E

Page 12: ep_BAB I

penguasaan 80% = 0,80 x 60 = 48, penguasaan 70% = 0,70 x 60 = 42, penguasaan 60% =

0,60 x 60 =36. Dengan demikian diperoleh tabel konversi sebagai berikut:

Jadi, peserta didik yang memperoleh skor 50 berarti nilainya B, skor 35 nilainya E (tidak

lulus), skor 44 nilainya C, dan seterusnya.

2. Penilaian Acuan Norma (PAN).

Penilaian acuan norma (PAN) merupakan pendekatan klasik, karena tampilan pencapaian

hasil belajar siswa pada suatu tes dibandingkan dengan penampilan siswa lain yang

mengikuti tes yang sama. Pengukuran ini digunakan sebagai metode pengukuran yang

menggunakan prinsip belajar kompetitif. Menurut prinsip pengukuran norma, tes baku

pencapaian diadministrasi dan penampilan baku normative dikalkulasi untuk kelompok-

kelompok pengambil tes yang bervariasi. Skor yang dihasilkan siswa dalam tes yang sama

dibandingkan dengan hasil populasi atau hasil keseluruhan yang telah dibakukan. Guru

kelas kemudian mengikuti asas yang sama, mengukur pencapaian hasil belajar siswa,

dengan tepat membandingkan terhadap siswa lain dalam tes yang sama. Seperti evaluasi

empiris, guru melakukan pengukuran, mengadministrasi tes, menghitung skor,

merangking skor, dari tes yang tertinggi sampai yang terendah, menentukan skor rerata

menentukan simpang baku dan variannya .

Berikut ini beberapa ciri dari Penilaian Acuan Normatif :

a. Penilaian Acuan Normatif digunakan untuk menentukan status setiap peserta didik

terhadap kemampuan peserta didik lainnya. Artinya, Penilaian Acuan Normatif

digunakan apabila kita ingin mengetahui kemampuan peserta didik di dalam

komunitasnya seperti di kelas, sekolah, dan lain sebagainya.

b. Penilaian Acuan Normatif menggunakan kriteria yang bersifat “relative”. Artinya,

selalu berubah-ubah disesuaikan dengan kondisi dan atau kebutuhan pada waktu

tersebut.

c. Nilai hasil dari Penilaian Acuan Normatif tidak mencerminkan tingkat kemampuan

dan penguasaan siswa tentang materi pengajaran yang diteskan, tetapi hanya menunjuk

kedudukan peserta didik (peringkatnya) dalam komunitasnya (kelompoknya).

12

Page 13: ep_BAB I

d. Penilaian Acuan Normatif memiliki kecendrungan untuk menggunakan rentangan

tingkat penguasaan seseorang terhadap kelompoknya, mulai dari yang sangat istimewa

sampai dengan yang mengalami kesulitan yang serius.

e. Penilaian Acuan Normatif memberikan skor yang menggambarkan penguasaan

kelompok.

3. Persamaan dan Perbedaan Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan

(PAP).

Penilaian Acuan Norma dan Penilaian Acuan Patokan mempunyai beberapa persamaan

sebagai berikut:

a. Penilaian acuan norma dan acuan patokan memerlukan adanya tujuan evaluasi

spesifik sebagai penentuan fokus item yang diperlukan. Tujuan tersebut termasuk

tujuan intruksional umum dan tujuan intruksional khusus.

b. Kedua pengukuran memerlukan sample yang relevan, digunakan sebagai subjek yang

hendak dijadikan sasaran evaluasi. Sample yang diukur mempresentasikan populasi

siwa yang hendak menjadi target akhir pengambilan keputusan.

c. Untuk mandapatkan informasi yang diinginkan tenyang siswa, kedua pengukuran

sama-sama nenerlukan item-item yang disusun dalam satu tes dengan menggunakan

aturan dasar penulisan instrument.

d. Keduanya mempersyaratkan perumusan secara spesifik perilaku yang akan diukur.

e. Keduanya menggunakan macam tes yang sama seperti tes subjektif, tes karangan, tes

penampilan atau keterampilan.

f. Keduanya dinilai kualitasnya dari segi validitas dan reliabilitasnya.

g. Keduanya digunakan ke dalam pendidikan walaupun untuk maksud yang berbeda.

Perbedaan kedua penilaian adalah sebagai berikut:

a. Penilaian acuan norma biasanya mengukur sejumlah besar perilaku khusus dengan

sedikit butir tes untuk setiap perilaku. Penilaian acuan patokan biasanya mengukur

perilaku khusus dalam jumlah yang terbatas dengan banyak butir tes untuk setiap

perilaku.

b. Penilaian acuan norma menekankan perbedaan di antara peserta tes dari segi tingkat

pencapaian belajar secara relatif. Penilaian acuan patokan menekankan penjelasan

tentang apa perilaku yang dapat dan yang tidak dapat dilakukan oleh setiap peserta

tes.

13

Page 14: ep_BAB I

c. Penilaian acuan norma lebih mementingkan butir-butir tes yang mempunyai tingkat

kesulitan sedang dan biasanya membuang tes yang terlalu mudah dan terlalu sulit.

Penilaian acuan patokan mementingkan butir-butir tes yang relevan dengan perilaku

yang akan diukur tanpa perduli dengan tingkat kesulitannya.

d. Penilaian acuan norma digunakan terutama untuk survey. Penilaian acuan patokan

digunakan terutama untuk penguasaan.

BAB III

PENUTUP

14

Page 15: ep_BAB I

A. Kesimpulan

Dari uraian-uraian singkat yang telah penulis sampaikan, maka penulis dapat memberikan

beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Mengolah data hasil tes, ada empat langkah pokok yang harus ditembuh. Pertama,

menskor, yaitu memberi skor pada hasil tes yang dapat dicapai oleh peserta didik.

Untuk memperoleh skor mentah diperlukan tiga jenis alat bantu, yaitu kunci jawaban,

kunci skoring dan pedoman konversi. Kedua, mengubah skor mentah menjadi skor

standar sesuai dengan norma tertentu. Ketiga, mengkonversikan skor standar ke dalam

nilai, baik berupa huruf atau angka. Keempat, melakukan analisis soal (jika

diperlukan) untuk mengetahui derajat validitas dan reliabilitas soal, tingkat kesukaran

soal (difficulty index) dan daya pembeda.

2. Skor total adalah jumlah skor yang diperoleh dari seluruh bentuk soal setelah diolah

dengan rumus tebakan (guessing formula).

3. Penilaian acuan patokan adalah penilaian yang mengacu kepada tujuan instruksional

atau untuk mengukur tingkat penguasaan peserta didik terhadap perilaku yang

terdapat dalam tujuan instruksional khusus tersebut. Penilaian acuan norma adalah

penilaian yang mengacu kepada norma untuk menentukan kedudukan atau posisi

seorang peserta didik di antara kelompoknya.

4. Persamaan penilaian acuan norma dan acuan patokan antara lain adalah keduanya

mempersyaratkan perumusan secara spesifik perilaku yang diukur, disusun dari

sampel butir-butir tes yang relevan dan representatif, keduanya dinilai kualitasnya

dari segi validitas dan reliabilitas dan digunakan ke dalam pendidikan walaupun untuk

maksud yang berbeda.

B. Saran

Dalam hal ini penulis mencoba memberikan saran dari uraian di atas :

1. Pendidik sebaiknya mengetahui berbagai macam teknik dalam pengolahan dan

pengonversian hasil evaluasi dengan memanfaatkan metode penilaian acuan norma dan

acuan patokan.

2. Pendidik mampu menangani peserta didiknya dalam proses pembelajaran

DAFTAR PUSTAKA

15

Page 16: ep_BAB I

Arifin, Zaenal. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Kasiran. 1984. Teknik Analisa Item. Surabaya: Usaha Nasional

Mardapi, Djemari. 2008. Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Nontes.Yogyakarta: Mitra

Cendikia

Nurgiyantoro, Burhan. 2011. Penilaian Pembelajaran Bahasa. Yogyakarta: BPFE

16