entitas

202
 I   B  N  U  P   B  N  U  G   R  O   H  O   U  P  U  N  C  R  E  K  L  A   E  P  N  M   A  N  S  .  A  .   A  E  I   T  A  .  .  T  S  .  T  A  S  T  . ENTITAS... TAaS... TAAAS Dan akhirnya sungai-sungai kecil sampai pula pada muaranya,  lautan menampung seluruh buih- buihnya, dan mungkin sekarang ini kenyataan yang dicari telah ditemukan dalam kumpulan cerita  dalam tiga bagian sebagai kenang -kenangan Promethean Family Book. Pada mulanya adalah Yang Perempuan, berikutnya Yang Lak-laki,  dan akhirnya tanpa label dan embel-embel. Lantas, kemanakah ini bergerak? Mengenang merupakan kerja kecil untuk kembali sadar dan ingat, kemudian ini terbawa hingga menemukan waktunya, dan  demikian saja pengembara mengatasi pencarian sebagai pengembara, beserta puncak pencapaian sebagai riang anak-anak. Maka semestinya, akhir bukan lagi hal yang menyedihkan di sini,  tetap berjalan melalui kenangan-kenangan adal ah jalan keluar,  dan semua yang diraup dalam telapak tangan menj adi benih. Inilah akhir, tetapi inilah juga ada. Selamat mengada1 KUMPULAN CERPEN ENTITAS... TAAS... TAAAS IBNU P B NUGROHO  f Family Book  P  Promethean

Upload: ibnu-purwanto

Post on 07-Jan-2016

87 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kumpulan cerpen III

TRANSCRIPT

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 1/202

 I   B  N U  P   B  N U  G   R  O   H  O  

 U

 P  U

 N C 

 R 

 E 

 K

 L  A

  E 

 P  N

 M

 

 A

 N

 S  .

 A

 .

  A

 E 

 I   T  A . . T 

 S  .

 T  A

 S 

 T 

 .

ENTITAS... TAaS... TAAAS

Dan akhirnya sungai-sungai kecil sampai pula pada muaranya, lautan menampung seluruh buih-buihnya, dan mungkin sekarang ini 

kenyataan yang dicari telah ditemukan dalam kumpulan cerita  dalam tiga bagian sebagai kenang-kenangan Promethean 

Family Book.

Pada mulanya adalah Yang Perempuan, berikutnya Yang Lak-laki, dan akhirnya tanpa label dan embel-embel. Lantas,

kemanakah ini bergerak?

Mengenang merupakan kerja kecil untuk kembali sadar dan ingat,kemudian ini terbawa hingga menemukan waktunya, dan 

 demikian saja pengembara mengatasi pencarian sebagai pengembara,beserta puncak pencapaian sebagai riang anak-anak.

Maka semestinya, akhir bukan lagi hal yang menyedihkan di sini, tetap berjalan melalui kenangan-kenangan adalah jalan keluar,

 dan semua yang diraup dalam telapak tangan menjadi benih.Inilah akhir, tetapi inilah juga ada. Selamat mengada1

KUMPULAN CERPEN

ENTITAS... TAAS... TAAAS

IBNU P B NUGROHO

 f 

Family Book 

 P

 Promethean

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 2/202

KUMPULAN CERPEN

ENTITAS... TAAS... TAAAS

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 3/202

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 4/202

KUMPULAN CERPEN

ENTITAS... TAAS... TAAAS

IBNU P B NUGROHO

 PrometheanFamily Book 

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 5/202

Kumpulan Cerpen

ENTITAS... TAAS... TAAAS

Ibnu P B Nugroho

Cetakan Pertama, 2015

 Judul Gambar Sampul:Renoir

The BalconySumber: www.Art.com

Promethean Family Book alamat e-mail: [email protected]

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 6/202

Teruntuk:

Waktu dan perkiraan,

keduanya tak dapat disatukan.

Walau langit, bumi dan lautan

menggenapi tujuh puluh tahun

usianya yang menua

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 7/202

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 8/202

MENGENANG Pfb

Setelah hampir lima tahun berselang, akhirnya Promethean

Family Book kembali muncul. Mengenang tanggal 10

Oktober 2009 sebagai tanggal berdirinya, Promethean

Family Book merupakan perpustakaan pribadi dengan

koleksi buku yang terbatas. Filosofi dari Promethean itu

sendiri merupakan seorang pahlawan yang memberikan

penerangan dengan pengetahuan yang sangat agung,

kemudian manusia menjadi tercerahkan. Sementara Family

Book merupakan istilah yang mewakili kosa kata

perpustakaan, atau dengan kata lain Family Book sama

dengan perpustakaan. Jadi bila diucapkan kalimat

Promethean Family Book, tentunya maksud daripenyebutan tersebut adalah Promethean Library yang telah

disebutkan tadi dan merupakan perpustakaan pribadi.

Masih teringat pengkodean buku-buku perpustakaan

dengan mempergunakan institusionalisasi pengetahuan

 filsuf Muslim Ibnu Khaldun, koleksi e-book, beberapa

dokumen dalam bentuk e-book seperti: Entitas Perempuan(EP), Perjalanan, Tuhan dan Akhir Desember, dan Entitas

Laki Laki. Kegiatan tersebut masih berlangsung, walaupun

dengan intensitas yang tidak terlalu konsisten di sana- sini,

pun juga beragam kesibukan aktivitas diri telah menjadi

salah satu faktor utama di samping interaksi yang minim

sepanjang enam tahun berdirinya. Setelah dokumen

Entitas... Taas... Taaas vii

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 9/202

terakhir Promethean Library mengalami stagnasi,

meskipun banyak pemikiran diurai untuk menimbang

kembali arti dari kehadirannya.

Promethean Library dalam melakukan pertimbangan

tersebut telah menyerap banyak inspirasi yang terlalu

menjauh dari tanah tempat dipijak, padahal dalam kondisi

tersebut ditemukan gagasan yang terlalu berat dan besar

bagi sebuah perpustakaan. Gagasan yang terlalu imajinatif

tersebut dipicu atas lenyapnya sebuah tugu berwarna biru

sebagai penanda bagi sebuah daerah yang disebut sebagai

Kawasan Pusat Perdagangan, Promethean Library tak

dapat menyimpan kenangan bersejarah atas tugu tersebut

walaupun bila ditelusuri dengan cara-cara tertentu

kemungkinan ada segelintir orang yang telah menyimpan

kenangan bersejarah itu.Kenangan bersejarah itu dapat saja menjadi sebuah api

yang menghidupkan semangat Promethean, tetapi imajinasi

akan tugu tersebut justru seperti memberi gagasan yang

dapat memberi penyegaran pemikiran yang lebih futuristik.

Kenangan bersejarah atas tugu tersebut musti hadir

kembali, tetapi dalam pola yang lebih mewarnai posisisebenarnya atas relevansinya dengan kondisi wilayah yang

dimaksudkan, mulai dari nama wilayah, kontur jalan,

representasi fenomena alam, dan bahkan hingga

dampaknya atas edukasi sepanjang masa.

Perdagangan dalam pandangan Promethean merupakan

ativitas sibuk yang kurang menunjukkan identitas

 Mengenang Pfb viii

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 10/202

sebenarnya dari sebuah komunitas disekililingnya, tetapi

perjalanan telah menunjukkan sisi lain atas kebenaran yang

seolah tertutup atau sengaja ditutupi dan disimpangkan

sebagai identitas lain yang lebih tinggi. Kebenaran yang

terbuka mungkin akan menjadikan identitas tersebut

menjadi lebih rendah dari sebelumnya, tetapi nilai atas

identitas yang merendah itu dapat saja menjadi kemandirian

tersendiri untuk lebih memperkukuh ketahanan identitas

tersebut.

Perjalanan atau lebih tetap lagi jalan yang luas dan lebar

sebagai jalan itu ternyata menyimpan keunikan tersendiri,

ini lebih menunjukkan identitas yang membudaya dan bukan

semata eksploitasi ekonomi. Jalan dapat juga sebagai

representasi aliran sungai yang di bawahnya tersembunyi

bebatuan sisa erupsi, namun entah sejak kapan, entahrekayasa ataukah alamiah, inilah bagian dari peninggalan.

Sungai tersebut seolah berpindah dari tempatnya, dan ia

merepresentasi pada jalan tersebut.

Pada salah satu bagian dari jalan itu, terkandung juga

sebuah belokan unik yang setiap pagi menunjukkan

identitasnya. Dipengaruhi oleh cuaca dan musim yangmengisi setiap tahun kehidupan. Pagi hari dari arah Barat

menuju ke Timur, mungkin hanya seorang yang telah

mengembara berjalan jauh dari Barat dan ia kembali di pagi

hari itu ke arah Timur. Matahari menemani dan

menyenangkan pengembara itu, matahari seperti riang

anak-anak yang berlompatan dan berpindah dari kiri ke

Entitas... Taas... Taaas ix 

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 11/202

kanan. Pengembara dan riang anak-anak itu bermain di

tengah-tengah jalan, dalam sepotong bagiannya di belokan

dari satu pohon besar baru hingga pohon besar lama yang

telah lenyap.

Imajinasi atas tugu dengan visi baru itu seperti lebih

menguatkan identitas komunitas, katakan saja tugu itu

adalah tugu Kelok Lintang Sejati. Tugu yang mengangkat

tanpa perlu mengangkat sesuatu dari tempatnya,

menempatkan tanpa perlu memindahkan dari tempatnya

semula. Sungai dengan kondisinya bisa jadi telah

menginspirasi untuk menemukan nilai-nilai geologi di

dalamnya, tetapi kelokan dari matahari itu juga

kemungkinan lebih besar memberi warna tersendiri dari

waktu pagi hingga malamnya. Gejala fisika atau yang lebih

spesifik lagi astronomi menjadi tonggak yang juga tak kalahmemberi nilai sebagaimana sungainya. Walaupun gejala

astronomi tersebut hanya terjadi secara mekanis biasa,

namun ini tetap saja berkaitan dengan hubungan antara

bumi dengan matahari bahkan juga rembulan. Gejala yang

bisa dikatakan sebagai gejala semu astronomis ini juga

terjadi di segala tempat yang identitasnya diakui menjadibagian dari identitas lebih tinggi dengan banyak simpangan

yang sempurna. Tetapi ada pertanyaan yang sangat

mendasar dari itu semua, apakah identitas dengan banyak

simpangan terjadi dan dilakukan secara sadar ataukah

secara tidak sadar? Ini mungkin terjadi dalam keduanya,

dan eksistensi sebuah tugu akan dipertanyakan

 Mengenang Pfb x 

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 12/202

keberadaannya dari tarikan-tarikan kesadaran tersebut.

Tarikan-tarikan itu di zaman yang telah maju memiliki nilai

psikologis yang jauh lebih mapan, individu tentu lebih

penting dari pada lembaga publik. Akan tetapi terkadang

mungkin masih saja penentuan titik arah yang begitu penting

sebagai kenangan bersejarah yang representatif masih

ditentukan nilai-nilai filosofisnya dari atas berikut dengan

pembiayaannya. Bila saja dipercaya bahwa zaman ini telah

maju, tentu kesadaran-kesadaran dari identitas yang rendah

dapat diberi dorongan oleh identitas yang lebih tinggi,

individu didorong oleh lembaga publik atau bahkan yang

lebih maksimal individu menentukan sendiri visinya tanpa

sepeserpun dari lembaga publik.

Akhir dari ini semua, imajinasi Promethean mungkin bisa

terwujud mungkin juga sebatas khayal saja. NamunPromethean hadir disana di tahun ia didirikan, dan setelah

sekian lama ia menemukan hikayat pengembara dan riang

anak-anak sebagai imajinasi yang mungkin tidak patut

dianggap sebagai local genius. Tugu itu telah menjadi

kenangan yang ekonomik, tetapi tugu lainnya itu hanya

sekedar imajinasi.

Entitas... Taas... Taaas xi

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 13/202

 Mengenang Pfb xii

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 14/202

PENGEMBARA DAN RIANG ANAK-ANAK

Membangkitkan kenangan atas kumpulan cerpen

sebelumnya, dari pertama hingga kedua, yaitu: Entitas

Perempuan dan Entitas Laki-Laki, kumpulan cerpen yang

bertajuk Entitas… Taas… Taaas merupakan kumpulan

cerpen ketiga yang menyatu di dalam satu tema besar

Mencari Jenis Kelamin. Kumpulan cerpen ketiga ini menjadi

bagian terakhir yang akan memberikan ruang untuk

sebentuk pendalaman rasa, refleksi atau kontemplasi dalam

upayanya merangkum seluruh cerita yang ada di dalam

kumpulan cerpen, yang bila dikalkulasi cerpen-cerpen yang

telah dimuat hingga sekarang ini adalah Entitas Perempuan

sejumlah sepuluh cerpen, Entitas Laki-Laki sejumlahsepuluh cerpen dengan satu buah cerpen pernah dimuat

pada Entitas Perempuan, dan Entitas… Taas… Taaas

sejumlah sembilan cerpen dengan satu buah cerpen pernah

dimuat pada Entitas Perempuan, satu buah cerpen pada

Entitas Laki-Laki, dan satu buah cerpen dimuat pada Entitas

Perempuan dan Entitas Laki-Laki. Jadi cerpen yang menjadipondasi atas tema Mencari Jenis Kelamin berjumlah dua

puluh lima cerpen, dan ini bisa saja dinyatakan saling

bersambungan. Untuk dapat lebih jelas atas kumpulan-

kumpulan cerpen itu, dapat diperhatikan tabel berikut ini.

Entitas... Taas... Taaas xiii

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 15/202

Mencari Jenis Kelamin

Akhirnya ini semua tiba pada titik kulminasi, ini akan

mengurai segala yang menjadi tujuan melalui sarana yang

sangat sederhana. Tema yang tidak terlalu imajinatif namun

sederhana dan dikenal tanpa perlu berkenalan ataupun

melanjutkannya tanpa keteraturan-keteraturan tatanan

yang musti dan harus dijaga. Tema yang sudah sejak awal

dipijak, setelah sampai pada kumpulan cerpen yang ketiga

atau terakhir ini, yaitu Mencari Jenis Kelamin. Kali ini

segalanya mungkin terangkai untuk memberi kejelasan atas

ENTITAS PEREMPUAN ENTITAS LAKI-LAKI ENTITAS…TAAS…TAAAS

1. Sang Perawan - Sang

Pramugari

1. Bidadari Seberang Jalan

(Episode Satu)

1:Sang Perawan - Sang

Pramugari2. Perempuan Di Bayang

Paruh Jiwanya

2. Kisah Seorang Lelaki dan

Sebatang Rokok2:Catatan Harian Lima Lima

3. Ciluhur Kalemah 3. Pelabuhan Tyre (Memorabilia) 3:Kawan, Mawar, dan Cinta

4. Lelaki Hujan 4. Lelaki Hujan 4: Aksan Manusia 3021

5. Di Pelabuhan Tyre5. Demikianlah Sabda Emak

(Atawa Bukan Sabda5:Lelaki Hujan

6. Pagi dalamKenangan6. Bidadari Seberang Jalan

(Episode Dua)

6:Pelajaran Pertama

Tentang Cinta7. Kalung dengan Pendar

Warna Pelangi

7. Balada Kopi - Teh dan

Segelas Air Putih7:Si Pelukis Matahari

8. Pagi Perempuan Muda8. Keseimbangan (Berbagi

Ruang Kehadiran)

8:Sito, Hikayat Amsterdam

dan Ibunya9. Muasal dan Sesal

(Ruang Kegelapan)9. Catatan Harian Lima Lima 9:Jakarta - Leiden

10. Lelaki Kemerdekaan

10. Menjadi lelaki dari Manusia

Bersertifikat (Hadyaning Pulang

ke Jogja)

Pengembara dan Riang Anak-Anak xiv 

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 16/202

tema yang telah menjadi landasannya.

Kumpulan cerpen pertama dengan judul Entitas Perempuan

telah menawarkan sisi pandang yang semestinya

dipertanyakan ulang, benarkah cerita-cerita itu

memaksudkan ke arah dari yang menjadi judul besarnya?

Apakah ada kemungkinan lainnya untuk menentukan

kecenderungan dari cerita-cerita yang ada di dalamnya?

Berapa persentase yang dapat diberikan untuk

menunjukkan bahwa cerita-cerita itu mengarah pada

Entitas Perempuan? Adakah satu cerita yang tak dapat

mendefinisikan entitas itu? Ataukah ada dari satu cerita

yang justru tidak mencerminkan entitas tersebut?

Kumpulan cerpen kedua dengan judul Entitas Laki-Laki

memiliki motivasi yang tidak jauh berbeda dari kumpulan

cerpen pertama tadi, Entitas Perempuan. Banyakpertanyaan yang hadir dan menjadi pijakan penting, bukan

misteri yang terpendam tetapi memberi pemaksaan kepada

atau gugahan untuk melakukan pendalaman atas kesadaran

bilakah kita benar-benar tahu dan sadar yang dimaksudkan

dengan entitas yang bisa dianggap gender ataupun juga

seksualitas. Semestinya terjadi juga banyak penyerapan-penyerapan nilai diri yang memberi kekayaan atas pembaca

dan cerita-cerita tersebut, antara mereka tentu dibiarkan

berinteraksi hingga mencapai intensi yang paling maksimal.

Kumpulan cerpen ketiga dengan judul Entitas… Taas…

Taaas menjadi penutup sekaligus merangkum yang telah

ditawarkan pada kumpulan cerpen pertama dan kedua.

Entitas... Taas... Taaas xv 

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 17/202

Perulangan terjadi sebagaimana juga pada Entitas Laki-

Laki, entah pembaca mengkategorikannya sebagai repetisi

ataukah rekoleksi tapi nyata dalam Entitas Laki-Laki satu

cerita merupakan perulangan dari Entitas perempuan

(Lelaki Hujan), dan pada Entitas… Taas… Taaas perulangan

mengambil cerita dari Entitas Perempuan yang pernah

diulang pada Entitas Laki-Laki (Lelaki Hujan) dan

mengambil juga yang belum pernah diulang pada Entitas

Laki-Laki (Sang Perawan Sang Pramugari), dan perulangan

di dalam Entitas… Taas… Taaas juga mengambil cerita dari

Entitas Laki-Laki (Catatan Harian Lima Lima).

Pengembara

Melepas seluruh batasan pembacaan atas cerita-cerita

yang disajikan, entitas tak pernah menentukan identitasnya

dalam satu kepastian. Entitas tak pernah mengakui bahwa

ini semua sebenanrnya mengenai gender ataupun juga

seksualitas. Oleh karenanya entitas juga memberi ruang

yang terbuka atas pembacaan lain yang berupaya untuk

membacanya sebagai Pengembara dan Riang Anak-Anak,

tentu dengan kemampuan yang memadai untuk tetap

berada di dalam tema yang telah menjadi ketentuan bagikumpulan cerpen ini, yaitu Mencari Jenis Kelamin.

Pembacaan atas kumpulan cerpen jilid tiga yang berjudul

Entitas… Taas… Taaas adalah Pengembara dan Riang

Anak-Anak, sekilas dapatkah terbaca kaitan ini dengan

tema yang menaungi seluruh kumpulan cerpen dari

pertama hingga ketiga ini? Nampaknya perlu dibaca juga

Pengembara dan Riang Anak-Anak xvi

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 18/202

maksud terdalam dari dua kalimat yang dihubungkan

dengan kata sambung “dan”, antara kata benda dengan kata

sifat, kata benda tunggal murni dengan kata sifat yang

mengandung kata benda jamak. Apakah pengembara itu?

Siapakah dia? Kenapa dengan pengembara itu?

Begitu banyak pertanyaan mengenai pengembara, dan

 jawab atas tanya-tanya itu tentu terdapat di dalam seluruh

cerita yang dimuat di dalam Entitas… Taas… Taaas.

Keharusan atas kejelasan mengenai pengembara ini adalah

karakter, akan selalu ada ukuran atau standar yang dapat

dipijak untuk menentukan pengembara tersebut. Setiap

pembaca secara bebas memiliki ukuran atau standarnya

masing-masing, dan di dalam cerita-cerita tersebut juga

tidak pernah lepas dari bentukan karakter yang melekat

pada suatu tokoh. Dan dengan mempertemukan antarapembaca yang punya ukuran karakter dan tokoh di dalam

cerita-cerita tersebut, pengembara dengan karakter yang

diurai dapat diidentifikasi. Kemudian dari identitas tersebut,

akhirnya masuk juga ke dalam tema yang telah menjadi

pijakan sejak awal, Mencari Jenis Kelamin.

Riang Anak-AnakMengalih dan menjauh dari pengembara dengan

kembaranya, kumpulan cerpen ketiga ini menampilkan

karakter berikutnya yang digambarkan pada anak-anak.

Karakter tersebut tidak sama seperti pada pengembara,

ukuran dan standar telah menjadi nyata walaupun

kemungkinan perombakan ukuran dan standar karakter

Entitas... Taas... Taaas xvii

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 19/202

dari pembaca dapat saja terjadi. Dengan ukuran dan

standar karakter itu, dengan sederhana dapat diperhatikan

karakter-karakter tokoh yang ada di dalam cerita-cerita itu.

Apakah mereka diwakili karakternya? Ataukah anak-anak ini

tidak sejalan antara karakter cerita dengan karakter yang

distandarkan?

Ukuran dan standar karakter yang menjadi landasan adalah

keriangan atau cukup disebut sebagai riang. Dengan

karakter yang begitu, pembaca kemudian dapat melakukan

pembacaan atas cerita-cerita itu dan kemudian melakukan

pemahaman atas bertemunya karakter standar dengan

karakter cerita. Tetapi ini jelas justru tidak sesederhana

karakter dalam pengembara, dalam anak-anak yang

mengalami keriangan terjadi tiga sudut pandang yang harus

diseimbangkan. Sudut pandang judul Entitas, sudutpandang pembaca, dan sudut pandang cerita-cerita itu

sendiri.

Bahkan untuk menerima pemahaman mengenai anak-anak,

batasan umur terkadang juga tidak relevan dalam ruang

lingkupnya. Anak-anak bisa bukan hanya sekedar suatu

perkembangan fisik yang diikuti dengan capaian umurmanusia, ini bisa menjadi sebuah perkembangan psikis yang

wajar dan lumrah. Kekanakan yang riang merupakan

sesuatu yang tidak abnormal, ini sering dan banyak dialami

oleh orang-orang yang bukan anak-anak. Kekanakan yang

riang sesekali bisa muncul sebagai watak dan perilaku

seseorang yang bukan lagi anak-anak, dan dengan ini orang

Pengembara dan Riang Anak-Anak xviii

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 20/202

itu justru menyenangkan bagi setiap orang. Karenanya

anak-anak dan keriangannya di dalam kumpulan cerpen ini,

bisa jadi juga dialami oleh pengembara. Kemudian bukan

tidak mungkin Entitas… Taas… Taaas ini menghadirkan

anak-anak yang mengembara.

Entitas... Taas... Taaas xix 

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 21/202

Pengembara dan Riang Anak-Anak xx 

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 22/202

DAFTAR ENTITAS

Mengenang Pfb vii

Pengembara dan Riang Anak-Anak xiii

Daftar Entitas xxi

Entitas 1:Sang Perawan - Sang Pramugari 1

Entitas 2:Catatan Harian Lima Lima 43

Entitas 3:Kawan, Mawar, dan Cinta 67

Entitas 4: Aksan Manusia 3021 85

Entitas 5:Lelaki Hujan 103

Entitas 6:Pelajaran Pertama Tentang Cinta 115

Entitas 7:Si Pelukis Matahari 133

Entitas 8:Sito, Hikayat Amsterdam dan Ibunya 151

Entitas 9:Jakarta - Leiden 169

Entitas... Taas... Taaas xxi

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 23/202

Daftar Isi xxii

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 24/202

SANG PERAWAN - SANG PRAMUGARI

Pagi masih berasap. Warna langit tak secerah kemarin.

Masih tak terdengar suara gaduh dari tetangga sebelah

rumah. Di pagi buta ini, seorang perawan mengenakan

seragamnya yang rapi. Kulit putih yang tak terlalu mulus,

postur tubuh yang tingginya di atas rata-rata perawan

Indonesia dengan betis yang kecil merupakan kelebihan

yang dimilikinya. Perawan itu bekerja sebagai pramugari

dari sebuah maskapai penerbangan nasional. Dan

kebanyakan orang menganggap bila tubuh yang dimilikinya

adalah keuntungannya untuk dapat bekerja sebagai

seorang pramugari.

Seragam yang dikenakannya begitu serasi dengan bentuk

tubuhnya. Warna wajahnya terlihat cerah meski pagi masih

tertutup mendung. Ia telah mengemas seluruh

perlengkapan yang sering dibawanya ketika bekerja ke

dalam tas kecilnya. Sang perawan bernyanyi kecil

membenahi seragam di tubuhnya. Orang-orang masih

ENTITAS SATU 

Entitas... Taas... Taaas 1

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 25/202

terlelap dalam nyenyaknya. Namun sebagian orang telah

bangun dari nyenyaknya. Mereka sibuk dengan

rutinitasnya. Bangun pagi sebelum azan subuh terdengar,

membersihkan badan, kemudian entah kemana mereka

pergi. Menuju masjid, menuju pasar, bahkah ada juga yang

menuju tempat-tempat yang tak dikenal oleh orang-orang di

lingkungan yang mereka diami. Seperti perawan itu. Mereka

tak tahu di mana tempat perawan tersebut bekerja. Mereka

hanya tahu bila perawan itu selalu bepergian dengan

pesawat terbang.

“Hhhh.....Hhhhh.....” Demikian suara perawan itu bernyanyi

“La.... Laaa...... Laaaaa......” Begitu perubahan nada yang

dibuat oleh perawan itu.

Pagi masih terlalu gelap. Nyanyian yang dilantunkannya tak

 juga merubahnya menjadi terang. Nanyiannya hanya

menjadi teman penghibur di saat yang sepi dan sunyi

seperti ini. Tak banyak orang yang mau mendengar

nyanyian yang dilantunkannya. Tetapi nyanyiannya itu telah

mengundang bermacam reaksi dari orang-orang yang di

pagi hari telah terbangun dari nyenyak mimpinya.

Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 2

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 26/202

“Hoi...!!!! Berisik..........!!!!!!” Hardik seorang lelaki yang

baru terbangun hendak menuju pemandian umum.

Mendengar hardikan itu, suara nyanyi perawan itu lekas

terhenti. Perawan itu tersenyum sendiri di depan cermin

riasnya yang tak terlalu besar. Tergantung di dinding

kamarnya. Senyumnya mencerahkan warna wajahnya,

membuka lebih lebar kelopak matanya yang sedikit

mengantuk. Lepas beberapa saat yang berselang, ia pun

melanjutkan lagi nyanyian yang ditembangkannya.

Nyanyian yang tanpa syair. Lalu lelaki tadi kembali

menghardiknya.

“Suara jelek kayak gitu nyanyi....!!! Berisik tau....!”

Lelaki itu berlalu, selesai membuang hajatnya.

Sang perawan tak lagi tersenyum, melainkan tertawa

kecil sembari menekan urat lehernya. Ia mengenal suara

lelaki yang baru saja berlalu dan telah dua kali

menghardiknya. Lelaki yang sama yang setiap hari selalu

saja mengoreksi suara nyanyian yang dilantunkannya.

Meskipun ia hanya mengoreksinya dengan hardikan yang

cukup keras. Mungkin sepuluh tetangga kanan, kiri, depan

Entitas... Taas... Taaas 3

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 27/202

dan belakangnya terbangun mendengar hardikan lelaki itu.

Selepas hardikan itu, perawan tersebut mendengar

suara hardikan lain. Lelaki yang menghardiknya justru

mendapat hardikan balik dari orang-orang yang terganggu

dengan suaranya yang keras di pagi hari.

“hoi berisik....!!!! Pagi-pagi udah teriak-teriak.” Suara

dari salah satu rumah

“kalo kagak teriak kagak ada yang bangun!” Balasnya

Perawan itu tak menggubris suara sahut menyahut itu.

Ia masih meneruskna nyanyinya di pagi hari sebelum

waktunya tiba untuk meninggalkan kediamannya. Di sela

nyanyiannya itu, suara sandal yang beradu dengan telapak

kaki berselaras dengan nada yang dilantunkannya. Suara

sandal itu seperti alat musik yang dimainkan oleh dua atau

tiga orang, meski hanya diseret oleh satu orang saja.

Perawan itu mengenali suara ketiplak sandal tersebut, dan

dapat menerka dengan benar siapa yang memakai sandal

tersebut.

“Naaaa....... Na-Na-Na... Naaaaaaa.........Niiiii.....Ni-Ni-

Ni...Niiii,” Suara nyanyinya makin dikuatkan. Tetapi ia tak

Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 4

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 28/202

mendapat tanggapan dari suara ketiplak sandal itu.

“Naaaaaaaaa..............Naaaaaaaaaaa............,” Suara

nyanyiannya bertambah kuat, dan sang perawan cekikikan

di sela nyanyiannya.

Suara ketiplak sandal itu belum hilang dari telinganya,

sementara ia masih mengencangkan suara nyanyiannya di

pagi itu.

“neng! Suaranya kok merdu amat,” entah suara igauan

atau celoteh yang keluar dari suara ketiplak sandal itu.

Perawan itu hanya tersenyum cekikikan di

kediamannya. Ia menyelesaikan rutinitas pagi harinya yang

selalu saja dimulai dengan mengenakan seragam kerjanya

agar terlihat rapi. Ia tak menghentikan suara nyanyiannya.

“neng...!!! Suaranya kok lebih merdu dari biasanya,”

kembali terdengar dari suara ketiplak sandal itu.

“Makasih ya...! Tiba-tiba perawan itu menyela suara

nyanyian, senyum dan cekikiknya di dalam kediamannya.

“nggak usah bilang makasih, neng. Tapi beliin nasi buat

sarapan pagi neng,” suara ketiplak sandal itu seperti

menyerang.

Entitas... Taas... Taaas 5

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 29/202

Perawan yang masih berada di dalam kediamannya tak juga

menghentikan nyanyinya. Senyumnya makin lebar bahkah

terlihat bila ia hendak tertawa. Dan suara ketiplak sandal itu

pun lenyap dari telinganya. Suara ketiplak itu lenyap dalam

salah satu kamar di pemandian umum. Perawan itu masih

bernyanyi. Menyambut pagi, menghibur pagi yang

nampaknya lebih suram dari pagi-pagi kemarin. Ia membuka

tas kecilnya. Tangannya merogoh ke dalam tas tersebut.

Mengambil dompet warna biru marun yang diberi oleh

kekasihnya di Singpura. Ia mengambil selembar uang

pecahan sepuluh ribu rupiah. Satu-satunya helai puluhan

ribu yang disiapkan setiap harinya untuk suara ketiplak

sandal itu.

Suara nyanyinya tak lama lagi akan berhenti. Perawan itu

masih menunggu satu orang lagi yang selalu mendengar

suara nyanyinya bila pagi tiba. Ia masih menyuarakan nada

yang sama.

“Hhhhh.......Hhhhhhhh.......” Nada itu menunggu

“Laaaaaa......... Laaaaaaa........ Laaaaaaa ..........” Nada itu

memanggil.

Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 6

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 30/202

Dan tak lama berselang, akhirnya satu orang yang dinanti

oleh nyanyian itu pun datang. Ia berjalan bergegas.

Suaranya nampak jelas dari suara sandal yang diseret

dengan tergopoh. Ia seperti hendak mengejar sesuatu.

Sehabis suara seret sandal yang tergopoh, terdengar suara

gedebuk langkah lyang berlari sambil mengibaskan kain

sarung.

“hoiiii....! Pagi-pagi nyanyi. Berisik........!!!!!!!! Teriak suara

itu seperti sura klakson mobil yang membalap mobil lain di

depannya.

Perawan itu masih dengan sabarnya bernyanyi. Tangannya

melipat rapi helai puluhan ribu yang baru saja diambilnya. Ia

tersenyum mendengar teriakan orang berikutnya yang tak

mampu lagi menahan isi perut yang hendak di keluarkannya

setelah semalaman mengalami proses pencernaan. Kini

tangan perawan itu mulai menutup dompetnya yang berisi

sejumlah kartu nama dan kartu kredit, serta tujuh helai foto

lelaki. Kemudian dimasukkannya kembali dompet itu ke

dalam tas warna biru marunnya.

Perawan itu mengecilkan suara nyanyinya. Kemudian

Entitas... Taas... Taaas 7

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 31/202

bergegas hendak meninggalkan kediamannya.

Nyanyiannya berselarasan dengan langkah kaki menuju

pintu kediamannya. Dan dalam beberapa waktu, perawan

itu telah berada di depan pintu kediamannya. Ia bersiap

untuk menguncinya. Waktu itu pagi telah beranjak dari fajar,

dan tersisa lima menit kedepan dari pukul empat pagi.

Perawan itu tersenyum pada ketiplak sandal yang

mendadak muncul dari samping kediamannya. Ia

tersenyum pada ketiplak sandal itu. Senyumnya tak tersia

untuk dibalas. Dan helai puluhan ribu rupiah yang telah rapi

dilipatnya berpindah tangan. Perawan itu laksana pesulap

di pagi hari yang memindahkan helai puluhan ribu rupiah di

tangannya pada ketiplak sandal itu.

***

Nyanyi sang perawan menembus pagi. Menembus dingin.

Menembus sekat-sekat yang dibuat manusia untuk

berlindung dari cuaca, dari alam. Suara nyanyinya terbawa

angin basah hingga ujung jalan yang temaram. Lampu jalan

masih tengger di atas jalan yang lengang. Langkah kaki

sang perawan bertik tok dengan jalanan yang sepi. Tak ada

Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 8

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 32/202

lagi suara ketukan tongkat peronda pada tiang-tiang listrik.

Tak ada suara kepulan asap rokok temani sunyi para

peronda. Tinggal beberapa nyawa yang tersadar. Melepas

hajat dan kembali berbaring di atas dipannya semula. Sang

perawan makin menjauh dari kediamannya. Mulut gang

semakin nampak di depan matanya. Dan suara nyanyiannya

menggema ke arah mulut gang. Derap tik tok langkah

kakinya yang bak peragawati itu mengejarnya. Tetapi mulut

gang itu lebih panjang ketimbang jalur catwalk yang dilalui

peragawati-peragawati perancis yang selalu di ceritakan

oleh kekasihnya. Yang tinggal di sana. Sungguh-sungguh

kenang yang tak terlupa. Entah kapan sang perawan

kembali terbang ke sana.

Suara nyanyinya terhenti di mulut gang. Dan tik tok

sepatunya pun mengikuti. Sang perawan membenahi tas

kecil yang dikempitnya di ketiak. Terasa tak nyaman baginya

dengan tas yang tiba-tiba berada lurus dengan lengan dan

ruas-ruas iga kirinya. Sang perawan menolehkan kepalanya.

Ke kiri kemudian ke kanan. Jalan raya di hadapannya

teramat lengang. Kendaraan yang melewatinya masih dapat

Entitas... Taas... Taaas 9

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 33/202

dihitung dengan jemari tangannya yang tak lentik, namun

menurut ketiga kekasihnya lentik itu. Sekali waktu sang

perawan memeriksa jam yang menempel pada kulit lengan

sebelah kirinya. Kata orang-orang kulit sebelah kirilah yang

harus selalu diberi sesuatu yang berbeda. Entahlah sang

perawan sendiri tak memahaminya. Lelaki yang dikenalnya

di Perancis juga meyakinkan hal itu padanya. Ia

meyakinkannya dengan penuh perasaan. Sang perawan tak

dapat membendung batinnya untuk tidak mengatakan ya

padanya. Waktu itu. Ketika angkasa masih terlalu sibuk, dan

cuaca berpihak pada dirinya yang ingin singgah untuk

beberapa waktu yang lama di sana. Di Perancis. Sungguh

lelaki yang tak biasa baginya. Si pilot yang selalu melirik

padanya pun hanya menggelengkan kepala melihatnya

duduk santai bersama lelaki tersebut.

Sang perawan kembali bernyanyi. Menghapus sepi.

Menghapus sunyi. Menghapus embun yang jatuh tanpa

denting di jalan raya. Cahaya merkuri tak jua hilang. Pagi

masih terlalu jauh untuk membunuhnya. Cahaya matahari

nampaknya tak akan dinikmati sang perawan di jalan raya

Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 10

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 34/202

ini . Sang perawan melanjutkan nyanyian yang

ditembangkannya.

“Hhhhh....... Hhhhhhh......... Hhhhhh.......,” sepinya

sebentar hilang.

“Laaaa.......... Laaaaaaaaa............ Laaaaa......,” sunyinya

lalu berlari.

Sang perawan kembali memeriksa jam tangannya. Suara

nyanyinya tak berhenti. Lalu matanya tertumbuk pada

cahaya dari arah kendaraan yang melaju dengan

kencangnya. Udara di sekitar sang perawan pun pecah. Ia

tak berdenting seperti gelas yang jatuh dari atas meja. Ia

hanya meninggalkan bau asap yang tak nyaman untuk

dihirup. Tangan sang perawan menghela bau asap itu dari

hidungnya. Bau asap itu tak segera lenyap. Lalu tangannya

pun tak lagi menghela bau asap tersebut. Tangannya tinggal

berusaha untuk menutupi jalan udara menuju rongga

peparunya. Nyanyinya terhenti untuk beberapa waktu.

Sunyi kembali menyelimutinya. Sepi lagi-lagi menemaninya.

Akan tetapi sebuah kendaraan kembali datang dari arah

yang sama. Setelah sebuah kendaraan lain melewati sang

Entitas... Taas... Taaas 11

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 35/202

perawan dari arah berlawanan.

Sang perawan bersiap menutupi jalan udara di hidungnya.

Tetapi kini kendaraan tersebut tak melewatinya dengan

kencang. Suara klakson seolah memanggilnya.

“piiim.... Piiiiiim....... Piiiiiiiiiiim!” suara klakson itu memecah

sunyi yang seketika datang.

Kendaraan itu berhenti tepat di tempat berdirinya sang

perawan. Lampu depannya masih menyala dengan terang.

Lalu kaca jendelanya dibuk perlahan dari dalam kendaraan.

Sang perawan memeriksa kembali jam tangan yang

diberikan oleh lelaki Perancisnya.

“Mbak merk Gucci ya?” tanya sopir tersebut.

“Ya.....!Saya sudah telat bila harus memakai jam tangan ini,”

 jawab sang perawan.

“Maafkan kalau begitu. Silakan masuk!” ajak sopir tersebut

pada sang perawan setelah pintu kendaraan di bukanya.

Sang perawan mendesahkan napasnya sejenak. Ujung

kakinya menyentuh lantai kendaraan. Dan selang beberapa

saat sang perawan pun telah berada di dalam kendaraan itu.

Sang perawan terdiam di dalam kendaraan yang baru

Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 12

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 36/202

dimasukinya. Sementara lelaki itu tak henti menatap ke

arahnya. Ia mengalihkan pandangannya setelah sang

perawan nyaman berada di dalam kendaraan yang

dikendarainya.

“Maafkan atas keterlambatan tadi. Kira-kira butuh waktu

berapa lama agar mbak tidak telat tiba di tempat tujuan?”

sopir yang mengendarai kendaraan bertanya pada sang

perawan.

Sang perawan tak bergeming. Ia tak mengucap sepatah

katapun pada sopir itu. Ia hanya melayangkan pandang

pada seluruh lampu jalan yang berada di depannya. Di

sampingnya. Dan juga di belakangnya. Sang perawan

menghela napas. Seolah membuang sesuatu yang tak

nampak oleh sopir kendaraan. Tak dimengerti olehnya.

Kendaraan telah berlalu satu setengah kilometer jauhnya

dari mulut gang.

“Sekali lagi maafkan atas keterlambatan tadi. Boleh saya

bertanya kembali pesawat mana yang hendak mbak kejar?”

sopir tersebut kembali bersuara.

“Ya...! Lupakan saja perihal keterlambatan tadi. Saya masih

Entitas... Taas... Taaas 13

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 37/202

ada waktu satu jam untuk mengejar pesawat dengan tujuan

Yogya,” jawab sang perawan.

“Kalau begitu saya tidak harus mengendarai kendaraan ini

dengan cepat,”

Suara mesin kendaraan seperti tak terkalahkan oleh suara

angin yang menerpa kendaraan. Tangan sopir perlahan

membelokkan setirnya ke arah kanan. Kemudian kendaraan

berjalan lurus. Tangan kiri sopir mencari-cari tombol tape

yang hendak dinyalakannya.

“Maaf mbak, sekiranya mbak berkenan untuk mengatakan

pada saya jenis musik yang mbak sukai untuk didengar pagi

ini,” sopir itu menawarkan jasanya.

“Entahlah. Sepertinya udara pagi ini sudah cukup buat saya

untuk menikmati suara alunan nada yang merdu. Tetapi

udara pagi ini mengingatkan saya pada kenang bersama

lelaki Perancis yang membawakan sekantung cinta waktu

itu.”

“Nampaknya lagu ini yang mbak maksudkan,”

Lampu jalan masih menemani perjalanan sang perawan

menuju bandara. Lengangnya kota membuat kendaraan

Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 14

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 38/202

yang ditumpanginya tak melaju dengan kencangnya. Rintik-

rintik embun terlihat membasahi kaca depan kendaraan.

Tangan sopir kendaraan mengubah gigi persneling

kecepatan kendaraan sebelum akhirnya menghidupkan

pembersih kaca untuk menghilangkan jejak embun. Tangan

sopir kendaraan itu kemudian mencari kaset yang

dimaksudkan olehnya. Memasukkannya pada tape

kendaraan. Memperbesar volume tape. Dan membiarkan

alunan musik keluar dari kaset yang sedang diputarnya

pada tape itu.

“Masih terngiang di telingaku..... bisik cintamu....,”

“Huszzzz...!!! Suara musik apa itu?” Bentak sang perawan

pada sopir kendaraan.

“bukankah musik ini yang ingin di dengar mbak,” sopir

tersebut tersenyum pada sang perawan.

“Dikendaraanmu ini nampaknya hanya ada koleksi yang

 jenisnya seperti ini, bukankah demikian?” tanya sang

perawan dengan penuh tekanan

“Ya koleksi musik saya memang hanya yang berjenis

demikian. Seperti yang sedang terputar. Tak ada yang lain.

Entitas... Taas... Taaas 15

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 39/202

Apakah mbak membawa koleksi musik yang sering mbak

dengar? Jika memang demikian tentunya di tape kendaraan

saya ini musik yang mbak sukai dapat didengar,” bujuk sopir

kendaraan untuk menenangkan penumpangnya.

“Aku tak pernah membawa satu pun jenis musik yang

kusukai dalam tas kecilku ini. Tetapi aku minta matikan suara

tape itu, dan biarkan aku sendiri yang menyanyikan lagu-

lagu yang membuatku terkenang pada tempat-tempat yang

indah.” pinta sang perawan pada sopir yang duduk di

sebelahnya.

Sebuah kendaraan tiba-tiba menyalip kendaraan yang

ditumpangi sang perawan. Ia melihat tanda-tanda

kepanikan dari sopir yang mengendarai kendaraan yang

ditumpanginya ini. Sang perawan memeriksa jarum jam

pada jam tangan yang dipakainya. Sejenak terdiam, lalu

menggelengkan kepala dengan perlahan. Lantas sang

perawan mengalihkan pandangan pada sopir kendaraan.

“Tolong percepat laju kendaraan yang kau kendarai.

Waktuku hanya tinggal seperempat jam lagi.” sang perawan

meminta pada sopir kendaraan.

Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 16

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 40/202

“Baik akan saya lakukan. Namun nampaknya dengan laju

kendaraan yang demikian ini pun kita masih dapat tiba di

bandara dalam waktu yang tidak lebih dari seperempat jam.

Sebagaimana yang mbak minta.”

“betulkah demikian?” tanya sang perawan memastikan.

“betul. Saya dapat memastikannya.”

Sopir kendaraan yang ditumpangi sang perawan tak

merubah lajunya. Klakson kendaraan mendadak dibunyikan

olehnya ketika sebuah kendaraan menyalip dan memotong

 jalannya. Sopir itu sedikit terkejut menghadapinya. Namun

ia masih dapat mengatasinya dengan tangkas. Rintik embun

masih jatuh. Basah pada kaca depan kendaraan. Dari spion

kanannya, sopir kendaraan itu dapat melihat sebuah mobil

besar hendak menyalipnya. Suasana dalam kendaraan

begitu hening. Setelah alunan musik itu dimatikan atas

p e r m i n t a a n s a n g p e r a w a n y a n g m e n u m p a n g i

kendaraannya.

Mobil besar yang sejak tadi berada di belakang kendaraan

mereka pun akhirnya menyalipnya. Bunyi klakson dari mobil

besar itu sangat nyaring. Mengalahkan suara klakson

Entitas... Taas... Taaas 17

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 41/202

kendaraan sopir itu.

“pooom....... pooooom...... pooooooom.......!!!!” suara

klakson dari mobil besar itu berbunyi.

Sang perawan menarik napas panjangnya ketika

mendengar suara klakson dari mobil besar itu. Ia sungguh-

sungguh terkejut dan tergugah dari lamunannya tentang

lelaki Perancis yang membawakan sekantung cinta dengan

tetembang yang dinyanyikannya dalam hati. Kendaraan

yang ditumpanginya masih bergerak dengan laju yang tak

berubah dengan drastis. Nampaknya ia akan tiba di bandara

lima menit lebih cepat dari perkiraannya semula. Kendaraan

yang ditumpanginya sebentar lagi akan memasuki kawasan

bandara. Akan tetapi tiba-tiba seekor kucing warna hitam

melintas di jalan yang mereka lalui. Dengan refleks yang

cepat sopir kendaraan membunyikan klaksonnya.

“piiiiim........ piiiiiiiiiiiim......... minggir loe......!!!! bentak sopir

itu dari dalam kendaraannya.

Sang perawan menjadi takut dengan sikap dari sopir yang

mengendarai kendaraan yang ditumpanginya. Ia menatap

dengan kakunya pada sopir yang terlihat sibuk

Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 18

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 42/202

mengendalikan kendaraan yang dikendarainya untuk

menghindari seekor kucing hitam yang tengah melintas.

Sopir kendaraan itu masih nampak tegang setelah dapat

menghindari kucing hitam itu. Ia membuang napas dengan

kencangnya sambil mengibas-ngibaskan telapak tangan

kirinya untuk menghilangkan panas yang seketika naik dari

dadanya. Keringat yang baru saja mengucur itu di sekanya.

Sang perawan hanya dapat menahan napas melihat

ketegangan pada wajah sopir kendaraan yang

ditumpanginya. Ia menahan mulutnya agar tak berteriak

sebagaimana yang dilakukan oleh sopir itu. Kedua

tangannya menutupi mulutnya yang menganga akibat

keterkejutannya. Sang perawan masih memperhatikan sopir

tersebut. Dan ia melihat sopir tersebut menggelengkan

kepalanya.

“OK mbak kita sudah tiba di tujuan. Kurang delapan menit

dari waktu yang mbak kejar,” sopir kendaraan itu

menginformasikan pada sang perawan.

“Oh ya. Kita sudah sampai pada tujuan yang aku

maksudkan. Tetapi waktu di jam tanganku menunjukkan bila

Entitas... Taas... Taaas 19

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 43/202

kita tiba kurang dari enam menit waktu yang kupastikan.

Setidaknya jam tanganmu tak terlalu jauh berbeda untuk

menunjuk pada angka yang tepat.”

“Ya tentu saja. Jam yang mbak pakai berasal dari negeri

yang berdekatan dengan waktu GMT, sementara jam saya

terlalu jauh dari waktu GMT tersebut,”senyum sopir itu lega

setelah menyelesaikan tugasnya.

“OK. Sebuah alasan yang masuk akal. Dan terima kasih

telah mengantarku dengan jeda yang agak longgar,”

“sama-sama. Dan semoga mbak tidak jera menumpang

kendaraanku ini. Sampai jumpa.”

Kendaraan itu pun melaju. Meninggalkan sang perawan itu

sendirian. Ia masih berdiri di muka bandara. Kendaraan

tersebut masih belum hilang dari pelupuk mata sang

perawan. Lampu-lampu bandaramenerangi kendaraan itu.

Sang perawan pun lalu membalikkan tubuhnya. Melangkah

memasuki bandara dengan tas kecil warn biru marun yang

dikempitnya di ketiak. Sang perawan memeriksa waktu

pada jam tangannya. Ia melangkah perlahan. Seorang lelaki

berjalan dari arah sampingnya. Sang perawan pun melihat

Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 20

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 44/202

perempuan dengan seragam yang serupa dengan yang

dipakainya berada di depannya. Sang perawan mengejar

perempuan itu.

***

Seluruh penumpang telah memasuki pesawat. Sang

perawan menutup pintu pesawat. Perlahan. Ia tersenyum

pada penumpang pesawat yang dijumpainya. Ia berjalan

menuju kabin pesawat. Sebuah pengumuman ditujukan

pada seluruh penumpang. Sabuk pengaman mulai

dikenakan oleh para penumpang. Pagi ini pesawat boing 737

hendak tinggal landas menuju kota Yogya. Sang perawan

berjalan di koridor pesawat. Ia menyapa setiap penumpang

yang ditemuinya.

“Dapat saya bantu nona?” tanyanya pada seorang gadis

yang nampak kewalahan dengan tasnya.

“Tidak. terima kasih,” jawab gadis itu.

Sang perawan berlalu. Meninggalkan gadis tersebut.

Langkahnya memang laksana peragawati. Koridor itu jadi

catwalknya. Urat-urat betisnya tak begitu terlihat meski ia

mengenakan sepatu dengan hak yang agak tinggi.

Entitas... Taas... Taaas 21

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 45/202

Pesawat pun tinggal landas. Sang perawan duduk terdiam

dalam kabinnya. Ia melihat ke arah luar. Melalui jendela

pesawat yang tak terlalu lebar. Jakarta pagi ini segera

berlalu. Sang perawan tak kehilangan apa pun. Ia

memeriksa jam tangan di pergelangan tangan kiri nya.

Seorang rekan pramugari menatapnya. Ia pun melemparkan

senyum ke arahnya. Pesawat masih belum terlalu tinggi dari

daratan. Menara bandara masih terlihat. Sejajar dengan

badan pesawat yang perlahan meninggalkan bandara. Pagi

belum terlalu cerah. Dan pesawat boeing 737 400

menembus angkasa. Membunuh udara Jakarta. Yang

pengap. Yang pucat. Yang hitam. Yang tak bersahabat. Dan

dalam beberapa menit, pesawat telah berada di ketinggian

3000 kaki. Lalu pesawat pun berenang dengan tenangnya di

antara gemawan putih. Bercampur hitam keperakan.

Sang perawan memeriksa lagi jam tangannya. Ia

menghitung dengan tepat saat pesawat ini tiba di kota

Yogyakarta. Sang perawan beranjak dari duduknya. Menuju

kabin penumpang dengan secangkir kopi yang di pesan

salah seorang penumpang. Senyumnya lepas dari bibirnya.

Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 22

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 46/202

Mata sang perawan sesekal melirik pada jendela pesawat. Ia

mencari gemawan yang pernah diimpikannya ketika kecil

dahulu. Tetapi ia tak juga menemukannya. Secangkir kopi

yang dibawanya pun tiba dihadapan penumpang pesawat

yang memesannya.

“kopinya pak....,” saji sang perawan

“terimakasih....., pagi yang cerah! Sering terbang ke

Yogya?” lelaki rupawan itu bertanya sambil menerima

cangkir berisi kopi.

“dua bulan ini saya ditugaskan untuk penerbangan Jakarta

Yogya. Bapak sering ikut penerbangan ini?”

“jangan panggil saya bapak. Saya masih terlalu muda untuk

sebutan terhormat itu. Ya tidak terlalu sering. Tapi saya

memang agak kurang memperhatikan mbak.”

“saya memang awak pesawat yang tidak pantas untuk selalu

diperhatikan penumpang pesawat ini. Terlebih oleh.........,

saya harus menyebut apa?”

“mas....! itu lebih mengesankan buat saya.”

“Ya terlebih oleh mas yang tak bernama ini,”

Lelaki rupawan itu pun tertawa. Sang perawan tak menolak

Entitas... Taas... Taaas 23

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 47/202

ajakan lelaki itu untuk tertawa. Lalu sang perawan berlalu

dari kursi penumpang tersebut. Ia berjalan ke arah belakang

dari kursi lelaki itu. Sang perawan memperhatikan raut

wajah para penumpang pesawat yang cerah pagi ini. Ia

melepaskan senyumnya pada seorang ibu. Kesibukan

nampak pada kursi yang diduduki oleh ibu tersebut. seorang

anak membuatnya repot.

“Ada yang bisa saya bantu, bu...!”

“Ah tidak. Tidak ada. Ini hanya kerepotan yang biasa.”

“Ya sudah bu. Anaknya lucu dan manis,”

“Ya terimakasih,”

Sang perawan kembali menuju kabinnya. Tatapan matanya

sesekali berganti dari arah depan menuju arah samping. Ia

masih memerhatikan gemawan di luar pesawat. Dari celah

 jendela pesawat. Ia tak menamukannya. Langkahnya makin

cepat. Tetapi suara lelaki rupawan itu memanggilnya.

“mbak......!!!!!” panggilnya.

Sang perawan berhenti sejenak menuju kursi lelaki rupawan

itu.

“tolong jangan hanya panggil saya dengan sebutan mas.

Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 24

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 48/202

Tetapi panggil juga nama saya. Jojo,”

“Jo-jo! Nama yang singkat,”

“Jojo. Nama kecil saya,”

“OK. Baik,”

Sang perawan pun berlalu dari kursi lelaki tersebut.

Sesungging senyumdiberinya pada lelaki rupawan itu.

Lelaki itu menanggapinya. Senyum itu selaksa mentari pagi.

Membelah awan hitam keperakan. Sembunyi di antara awan

putih bergelombang. Lalu angin seperti ikut menari di

antara mereka. Lelaki rupawan itu mengangkat cangkir

kopinya. Ia menyeruputnya. Aromanya membelalakkan

mata. Jantungnya terpacu dengan cepat. Dan pikirannya

kembali jernih.

Sepasang mata memerhatikan gerak langkah sang

perawan. Ia tak menyadarinya. Seorang lelaki dengan head

set menutupi telinganya. Pandangannya selalu tertuju pada

sang perawan. Kacamata hitam menutupinya. Kecurigaan

masih terhijab di batin sang perawan. Lelaki itu tak sedikit

pun menunjukkan gelagat yang mencurigakan. Sang

perawan pun berlalu. Dan lelaki itu pun membuang

Entitas... Taas... Taaas 25

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 49/202

pandangnya pada gemawan. Di luar pesawat. Yang menari di

hembus angin. Di terjang sayap pesawat. Seorang lelaki

asing asyik dengan lembaran surat kabarnya.

Sang perawan duduk dalam kabinnya. Terdiam. Melepaskan

pandangnya pada awan keperakan. Matahari belum

menampakkan wajah. Ia memeriksa Guccinya. Menata

riasan wajahnya yang hampir rusak. Melipat paha kirinya di

atas kaki kanannya. Lalu secangkir teh hijau itu pun

diseruputnya. Gula rendah kalori yang tersedia di atas

mejanya hanya bersisa sedikit saja. Persediannya untuk

pekan ini mungkin belum disiapkan. Ia tertegun. Mencari

gemawan itu. Sekumpulan awan yang pernah diceritakan

oleh kekasih Amerikanya. Seorang ahli meteorologi dan

geofisika.

Waktu itu cuaca sangat tak bersahabat. Sang perawan

menemukan lelaki lain setelah beberapa bulan dalam

penerbangannya menuju Perancis. Ia berada di

penerbangan menuju Amerika untuk tiga bulan. Dan waktu

itu cuaca yang mencekam diselingi topan dan badai

menyelimuti angkasa Amerika. Tak ada yang dapat

Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 26

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 50/202

dilakukannya selain menanti berlalunya cuaca buruk

menurut ramalan badan meteorologi.

Ketika itu sang perawan duduk di salah satu kursi. Seorang

lelaki datang menghampirinya. Sang perawan tak menduga

bila lelaki itu adalah seorang ahli meteorologi. Seorang

lelaki yang paham dan mengerti seluk beluk cuaca di

angkasa. Sang perawan kemudian akrab dengan lelaki itu.

Cerita demi cerita. Narasi demi narasi telah habis diungkap

oleh lelaki tersebut. Sang perawan terkagum-kagum

mendengarnya. Ia mendapatkan udara segar ditengah

penantiannya. Baginya tak ada minuman yang terbaik dan

menyenangkan kecuali teh hijau.

“Have a cup of tea?”

“thanks. I'd rather drink cola,”

Lelaki itu dingin. Duduk di sisinya, sang perawan seolah

merasakan sebenar-benarnya cuaca buruk. Lelaki itu tak

melepas kacamatanya. Bahkan jaketnya masih dikenakan.

Satu eksemplar surat kabar dibacanya pada bagian

headline. Baginya lelaki itu adalah angin tornado yang

datang tiba-tiba. Menghembuskan badai dan topan dengan

Entitas... Taas... Taaas 27

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 51/202

kencangnya. Tetapi kenyataan yang menakutkan itu pun

lenyap. Lelaki itu membuka kacamatanya. Dan mengatakan

panjang lebar tentang cuaca buruk yang melanda hari ini.

“I'v been predicted this bad climate,”

“oh yea. What a wonderful predicted. Are you a physicist?

“close to that. But actually I'm a climatologist.”

“That's a nice job.”

Sang perawan mengangkat cangkirnya. Meminum teh hijau

kesukaannya. Lalu le laki k l imatologis i tu pun

meninggalkannya sendiri. Ia tak mengucapkan sepatah kata

pisah pun padanya. Sang perawan hampir-hampir tersedak

untuk menghabiskan teh hijaunya. Ia tak dapat mengejar

bayangan lelaki klimatologis itu. Dan yang dapat

dilakukannya hanya menopang dagunya pada telapak

tangan kanannya. Lalu disekanya wajah. Cuaca buruk ini

akan berlangsung selama delapan jam.

Perjalanan menuju Yogya masih tiga perempat jam lagi.

Pesawat telah berada di ketinggian 5000 kaki. Seorang

rekan kerjanya menyapa. Menghentikan lamunnya di atas

awan empuk. Disiapkannya hidangan dengan menu spesial.

Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 28

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 52/202

Ia memerhatikan tangan-tangan rekannya yang telah

terampil untuk menyiapkan hidangan itu. Lalu ia pun

menghampiri sang perawan. Duduk di hadapannya.

Menyeka sedikit peluh yeng netes. Lalu meminta sang

perawan mengantarkan pesanan dengan menu spesial

tersebut. Sang perawan sejenak menahan napas. Sedetik

berlalu ia telah berdiri dari duduknya. Mengangkat hidangan

itu. Dan bersiap keluar dari kabinnya.

Sang perawan melangkah dengan hati-hati. Matanya tertuju

pada kursi yang dikabarkan rekan kerjanya tadi.

Langkahnya masih terlalu jauh untuk berhenti. Rekan

kerjanya hanya memberitahu nomor kursi yang memesan

hidangan dengan menu spesial yang dibawanya. Sang

perawan dapat mengatur langkahnya dengan tepat dan

pasti. Ia dapat menghitungi berapa langkah lagi akan berdiri

pada kursi tersebut. Dan akhirnya kakinya pun terhenti di

nomor kursi yang dikabarkan.

“Bapak pesan hidangan ini?”

“Ya. Saya memesannya,” suara lelaki itu berat 

“Maaf pak. Saya tidak salah kira! Bukankah Bapak ketua dari

Entitas... Taas... Taaas 29

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 53/202

perkumpulan sekte kasih sayang?”

“Mbak ini tahu banyak mengenai sekte kasih sayang? kok

bisa menerka bila saya ini adalah ketua perkumpulan sekte

itu!” tangan lelaki itu menerima hidangan yang dipesannya.

“Bapak ini berguarau. Wajah bapak tidak asing lagi di media

massa dan media elektronik. Jadi tentunya banyak yang

mengenal raut wajah bapak yang lebih daro rupawan,” sang

perawan seperti merayu.

“Ha..... Haaa...... Haaaaa......, dia memang sering

berbohong dengan setiap perempuan mbak!” celetuk salah

seorang lelaki setengah baya yang duduk di seberang kursi

ketua perkumpulan tersebut.

“jangan kaget dik! dia itu mantan guru yang sempat

mengajar di perkumpulan sekte kasih sayang. Jadi dia telah

menganggap dirinya mengenal seluk beluk saya,” ketua

tersenyu7m sambil memasukkan makanan ke dalam

mulutnya.

Sang perawan tersenyum kecil. Ia belum menuntaskan

pelayanannya pada tokoh yang dikenal khalayak luas itu.

Sesekali mata sang perawan menembus kaca jendela.

Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 30

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 54/202

Mengejar gumpalan awan yang cepat berubah. lalu

pandangannya terarah pada ketua sekte itu.

“Pak ada rencana kerja apa di Yogya?”

“hanya kunjungan kerja biasa. Ada seorang warga negara

asing yang bermaksud berdiskusi dengan saya.”

“beliau itu akan berdiskusi tentang berapa banyak istri yang

seharusnya dimiliki seorang lelaki jaman sekarang. Dengan

cakupan yang bukan hanya nasiobal melainkan

internasional,” mantan guru dengan kacamata tebalnya

menyela perbincangan itu.

“memang istri bapak ada berapa sich?” tanya sang

perawan.

“Hhehmhhm...... Itu rahasia perusahaan saya. Jadi adik ini

saya kira tak punya wewenang untuk mengetahuinya. off the

record,”

Sang perawan sekali lagi tersenyum. Setelah mendengar

penuturan dari ketua sekte. Matanya kini tak berarah pada

kaca jendela. Matanya beralih pada seorang lelaki yang

duduk dengan tenangnya di samping ketua sekte. Dekat

pada jendela pesawat. Lalu sang perawan meninggalkan

Entitas... Taas... Taaas 31

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 55/202

ketua sekte dan mantan guru tersebut. Matanya menatap

tajam pada lelaki berkacamata hitam. Duduk dua kursi di

belakang ketua sekte. Dan pandangannya terhenti pada

lelaki lain di belakang mantan guru itu. Sang perawan

akhirnya membuang pandangannya. Ia berlalu

meninggalkan pemandangan yang dilihatnya. Ia melangkah

menuju kabinnya. Gemawan masih belum menunjukkan

padanya sebentuk tubuh yang diimpinya. Awan tak jua

membentuk dirinya menjadi apa yang diimpikan sang

perawan di waktu kecilnya dahulu.

***

Pagi tak berkabut. Warna langit secerah percik api dari

matahari. Kuning keemasan menghiasi sebuah kota.

Yogyakarta. Di pagi seperti ini, tak ada yang lebih

menyenangkan selain menghirup udara dingin. Udara

pancaroba yang tak lama lagi akan menjemput kemarau.

Kabut menyelimuti pegunungan paling aktif di Pulau Jawa.

Gunung Merapi. Ia seperti pasak besar yang menjaga tanah

 jawa dari guncangan. Akan tetapi pasak besar itu ternyata

tak juga dapat meredam guncangan yang datang di bulan

Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 32

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 56/202

itu. Mei. Setahun kemarin. Telah banyak yang berubah dari

kota ini. Yogyakarta. Guncangan itu merobohkan banyak

bangunan, akan tetapi juga memunculkan bangunan yang

lebih baru.

Pagi kehilangan kabutnya. Kota Yogya masih setenang dan

sesantai puluhan tahun yang lalu. Meski sehabis guncangan

itu, kepanikan melanda seluruh pelosoknya. Memang telah

banyak perubahan dari kota Yogya. Kota gudeg. Barangkali

gudeg Yogya sudah tidak lagi semanis gudegnya dahulu

kala. Bisa jadi sekarang orang-orang Yogya lebih menyukai

rasa asin yang sedikit masam dari campuran garam dan

asam. Atau mungkin gudeg Yogya tak lagi basah dan

lengket. Tetapi segurih dan begitu kriuk seperti fried

chicken yang baru beberapa tahun ini muncul di kota ini.

Pertemuan semua jenis manusia di Yogyalah yang

membuatnya menjadi sedemikian itu.

Pagi benar-benar kehilangan kabutnya. Gunung Merapi itu

tak lagi seputih awan di angkasa. Ia menjadi sebiru warna

laut selatan. Akan tetapi pagi yang biru itu telah berubah

menjadi kelam. Hitam. Suara gaduh orang-orang terlihat

Entitas... Taas... Taaas 33

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 57/202

sibuk, pagi ini. Mereka menjemput bangkai pesawat boeing

737 yang mengalami gagal landing. Kepulan asap menghiasi

angkasa di atas bandara. Lalu orang-orang Yogya

menyebutnya sebagai bandot gembel. Kebanyakan orang

Yogya menudingkan telunjuknya ke arah asap tersebut.

Mereka gaduh. Mereka panik.

“ono opo kae ndhuk...!!!” tanya simbah pada cucu

kesayangannya.

“ora ono opo-opo kok mbah,” jawab cucu itu singkat.

“lha kae kok langite ireng neng lor?” simbah itu kembali

bertanya

“aku ora dhong, mbah!” jawab cucu itu sambil

menghadapkan wajah ke arah yang ditunjuk simbahnya.

Di bawah awan kemukus hitam yang tak diam, suara sirine

ambulans bersahutan. Mobil ambulans berkejaran

menjemput bangkai pesawat yang baru saja terperosok. Di

antara sirine itu, pemadam kebakaran telah semenjak tadi

bekerja. Semprotan air memaksa api yang berkobar dari

bangkai pesawat boeing 737 menghilang. Mati. Tetapi

sepertinya dibutuhkan waktu lama untuk memadamkannya.

Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 34

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 58/202

Kepulan asap hitam semakin membesar. Orang-orang

semakin ramai berkerumun. Tetapi barisan polisi telah sigap

mengatasi peristiwa itu. Mereka telah memasang garis

batas di kawasan kecelakaan itu. Kebakaran tersebut.

Puluhan wartawan dari berbagai media cetak dan media

elektronik telah berkumpul untuk mengabadikan

kecelakaan itu. Mereka kemudian menyebarkan berita

kecelakaan tersebut. “Pesawat Garuda Terbakar,” tulis

seluruh media elektronik yang menayangkan secara

langsung visualisasi terbakarnya pesawat boeing 737 itu.

Langit memdadak mendung. Bukan hanya Yogya, tetapi

seluruh Indonesia seperti terguncang mendengar berita

tersebut.

Banyak spekulasi berkembang dari kebakaran itu. Orang-

orang pers mengatakan ada unsur sabotase. Orang-orang

penerbangan menyebutnya kesalahan teknis. Orang-orang

putih dan hitam mengistilahkannya dengan bencana. Meski

antara hitam dan putih itu nempak nyata perbedaannya.

Orang-orang ekonomi meneriakkan uang yang ludes di

tengah kebakaran pesawat itu. Orang-orang politik

Entitas... Taas... Taaas 35

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 59/202

memanggil-manggil mata-matany untuk melegitimasi

adanya unsur sabotase dari kebakaran pesawat tersebut.

Orang-orang kesehatan menjemput korban yang jatuh. Dan

orang-orang biasa hanya termangu ngeri melihat asap hitam

membakar pesawat boeing 737.

“Pak ketua di dalam pesawat itu. Pak ketua,” teriak orang-

orang dari perkumpulan sekte kasih sayang.

“Pak guru ada di pesawat yang terbakar itu. Boeing 737,”

ujar para mantan murid guru tersebut dan juga seluruh

civitasnya yang hanya mengenal namanya.

Seluruh media elektronik mengejar Pak ketua yang selamat

dari pesawat boeing 737 yang terbakar itu. Sepuluh menit

berlalu, media elektronik lain menelpon Pak ketua, lalu

media elektronik lainnya lagi ganti menelponnya, kemudian

media elektronik lain-lainnya lagi menelponnya. Dan Pak

ketua hanya menjawab dengan jawaban yang diulang-

ulangnya.

Telah berlalu dua jam dari terbakarnya pesawat boeing 737.

Dan kalkulasi korban dari pesawat terbakar itu pun di hitung.

91 orang dilarikan menuju rumah sakit angkatan udara. 16

Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 36

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 60/202

orang dibawa ambulans menuju Panti Rapih. 3 orang

dilarikan menuju Sardjito dan 1 orang lainnya PKU

Muhammadiyah. Telah dua jam dari terbakarnya pesawat

tersebut. Dan ap masih belum juga padam. Lalu dapat

dipastikan bila 21 orang tewas akibat terbakarnya pesawat

itu. Dua jam berlalu dan api masih belum juga padam.

Berita ini pun mengguncang awan di atas istana

kepresidenan. Menteri transportasi masih menahan

keinginannya untuk berkomentar secara pasti. Ia hanya

memberikan pernyataan-pernyataan yang bersifat

diplomatis. Lalu orang-orang menghendakinya

mengevaluasi kembali kinerja yang dilaksanakannya selama

ini. Selama menjabat sebagai menteri transportasi. Dan ia

hanya tersenyum di tengah kerumun warga pers.

“Itu hanya human error,” komentarnya singkat lalu berjalan

menerobos kerumun warga pers.

“Kalau bapak dibebas tugaskan bagaimana?” tanya impian

seorang warga pers.

“Saya siap untuk diperlakukan demikian,” jawab pak

Menteri.

Entitas... Taas... Taaas 37

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 61/202

Tiga setengah jam telah berlalu. Dan api pun mulai padam.

Bangkai pesawat boeing 737 kini seperti menjadi pesawat

tua yang dipajang di depan sebuah museum. Untuk tujuan

pendidikan dalih orang-orang museum. Tiga setengah jam

telah berlalu. Angkasa Yogya yak lagi dikepulkan oleh asap

menghitam. Para polisi mendekati bangkai pesawat boeing

737. Pasukan khusus angkatan udara mengikuti gerak dari

para polisi tersebut. Mereka memasuki ruang kabi pesawat

yang telah menghitam. Mereka mengorek-ngorek jenazah

yang telah menghitam. Menyerupai arang hitam atau batu

bara. Seonggok mayat hitam di injak oleh salah seorang

anggota PASKHAS. Ia menarik kakinya ke arah belakang.

Membungkukkan badannya. Lalu mengamati sejenak

keadaan mayat yang tadi diinjaknya.

“Jam tangan GUCCI,” bisiknya lirih.

“Anda mengenali mayat ini?” tanya seorang anggota polisi

“Ah ya sepertinya saya mengenalinya dari jam tangan yang

dikenakannya,” jawabnya tak menghilangkan rasa

terkejutnya.

Telah tiga bulan anggota PASKHAS tak berjumpa dengan

Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 38

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 62/202

mayat yang kini gosong itu. Di akhir perjumpaannya dengan

mayat yang diidentifikasi sebagai perempuan itu, ia

menyimpan sejarah jam tangan GUCCI yang dikenakannya.

Jam tangan itu berasal dari Perancis. Seorang lelaki

Perancis dengan raut tampan disebut oleh mayat tersebut

sebagai kekasihnya. Jam tangan yang dipakainya

dipergelangan tangan kirinya adalah jam tangan miliki lelaki

Perancis yang tertinggal di mejanya sewaktu penerbangan

sedang dalam keadaan traffic akibat cuaca buruk. Di

belakang jam tangan itu tertulis sebuah inisial SP. Dan ia

menyebutnya sebagai sang perawan. Ia tak dapat menyebut

nama lelaki Perancis yang dikenalnya dengan ejaan yang

baik. Dan ia mengganti kepanjangan dari inisial SP itu

dengan Sang Perawan.

***

Pagi belum menghapus fajar. Suasana sebuah

perkampungan masih sepi. Lengang. Seorang lelaki

terbangun dari lelapnya. ia berjalan menuju pemandian

umum. Langkah kakinya tersaruk.

“kemana suara berisik itu!?” tanyanya kebingungan.

Entitas... Taas... Taaas 39

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 63/202

Lelaki itu melanjutkan langkahnya menuju pemandian

umum. Sejenak membersihkan isi perutnya. membuang

hajat di pagi yang masih buta. Ia telah selesai dengan

hajatnya. Berjalan meninggalkan pemandian umum sambil

membetulkan resleting celananya. Di sisi salah satu rumah

ia tak mendengar suara apapun.

“Aneh. Hari ini aku tak mendengar nyanyian jelek yang

berisik di telingaku,”

Lelaki itu kembali menuju kediamannya. Seorang lelaki lain

berpapasan dengan lelaki itu. Mereka tak sempat menyapa.

Lelaki lain baru terbangun dari lelapnya, setelah

semalaman melaksanakan tugas rutinnya meronda. Ia tak

lagi melakukan hardikan seperti pagi kemarin.

“pagi ini kok sepi....,” lelaki itu pun tak beda dengan lelaki

tadi.

Tak lama berselang suara ketiplak sandal mengikuti

langkah lelaki tadi. Ia berjalan menuju pemandian umum. Ia

mencium aroma harum dari rumah sebelah yang dilaluinya.

Ia menghirupnya dalam-dalam. Tetapi suara ketiplak sandal

itu seperti mengerti bila pagi ini ia tak bakal menerima uang

Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 40

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 64/202

sepuluh ribu.

“Kelihatannya tak ada uang sepuluh ribu,” celetuknya.

Suara ketiplak sandal berlalu dari rumah tersebut.

menyelesaikan hajatnya di pagi yang masih buta. Lalu

kembali melewati ruamh tersebut. Bau harum itu tak juga

hilang. Suara ketiplak sandal menciumnya begitu

menyengat.

“Hooeeeiiiii......... aku mencium bau harum,” teriaknya

“Hoeeeeeeeiiiiiiiii............ aku mencium bau harum,”

teriaknya sekali lagi sambil memutarkan tubuhnya.

“Hooooeeeeeeeeiiiiiiiii.......... aku mencium bau harum,”

teriaknya sambil menari di pagi hari yang buta.

Dan tak lama berselang, seseorang datang. Ia berjalan

bergegas. Suaranya nampak jelas dari suara sandal yang

diseret dengan tergopoh. Ia seperti hendak mengejar

sesuatu. Sehabis suara seret sandal yang tergopoh,

terdengar suara gedebuk langkah yang berlari sambil

mengibaskan kain sarung.

“hoiiii....! Pagi-pagi teriak-teriak. Berisik........!!!!!!!! Teriak

suara itu seperti suara klakson mobil yang membalap mobil

Entitas... Taas... Taaas 41

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 65/202

lain di depannya.

Dan ketiplak sandal itu pun masih menari sambil berteriak

mengabarkan bau harum dari rumah sang perawan. Sang

pramugari.

Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 42

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 66/202

ENTITAS DUA CATATAN HARIAN LIMA LIMA

Minggu, Satu April

Aku baru saja sadar. Sebagai seorang yang mencintai orang

lain ternyata memang mem-butuhkan energi yang tidak

hanya sekedar saja. Mencintai orang lain membutuhkan

ener-gi yang besar, agar seluruh kenyataan dapat dihadapi

dengan baik.

Dan tak ada salahnya bila di hari ini aku pun menunjukkan

energi itu. Energi yang ku mi-liki. Akh tak harus kuakui bila ini

adalah energi terbesar yang kumiliki, tetapi setidaknya

kusadari bila memang terjadi getar itu.Hari ini dia memang ada. Dia hadir dan terlahir. Sungguh

merupakan hari yang indah. Betapa tidak, minggu selalu

saja menjadi hari yang ceria untuk semua orang. Memang

nyatanya ini seperti berhubungan dengan penamaan hari

yang dikenal oleh orang-orang Eropa dan Amerika. Sunday

demikian mereka menyebutnya. Sungguh hari yang cerah.Bebungaan di taman-taman bernyanyi dengan riang.

Mereka menari bersama angin. Tari-an yang tak terdengar

suara alunan musiknya. Entahlah tak kuketahui dengan

betul tarian apa yang mereka buat. Tango, Salsa, Balet, atau

Waltz, aku tak mengerti. Tetapi jelas se-kali bila tarian

tersebut membutuhkan sepasang kekasih. Ya, seperti

Entitas... Taas... Taaas 43

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 67/202

sepasang merpati.

Hm…, sungguh ini hari yang menyenangkan. Lepas dari

mitos orang-orang Spanyol a-taupun Portugis tentang

penyebutan Dominggo untuk hari ini, sepertinya memang

ming-gu memiliki pelafalan yang sangat dekat.Dominggo

adalah hari Tuhan. Dan memang se-gelintir orang bepergian

menuju tempat ibadahnya. Gereja.

Dihari ini pintu itu terbuka.

***

Kamis, Lima April

Demikianlah, pada akhirnya aku pun harus mengalah. Demi

sesuatu yang dianggap seba-gian orang tidak bermakna.

Namun ada juga yang mengatakan bila hal ini sangat sangat

bermakna. Tentang cinta dan kehadirannya. Ooh sungguh

merupakan sesuatu yang begitu paradoks. Betapa tidak, inisangatlah memusingkan. Tetapi aku mendengar perkataan

o-rang-orang itu, bila cinta telah datang mendekatimu, maka

semestinyalah kenyataan dica-ri.

Betapa kenyataaan itu sungguh teramat menyakitkan.

Sungguh, ini bukan hanya sekedar istilah yang menarik

simpati setiap orang untuk perduli atas ini, jika tidakdikatakan dika-sihani. Bukan, sebab aku sendiri tak hendak

menjadi orang yang sangat dikasihani. Aku tak

menghendakinya. Tetapi kenyataan menyakitkan dari hal ini

adalah begitu tersembu-nyinya ia dari setiap penjelasan.

Padahal ia terlalu nyata dalam setiap simbol-simbol yang

terbentuk. Maka aku merasa bila kelak ketika aku

Entitas Dua: Catatan Harian Lima Lima 44

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 68/202

menggugat kenyataan tersebut tak ayal akan ku jumpai bila

sejatinya ia menyangkal itu semua. Uups, sungguh-sungguh

sakit ra-sa ini.

Dibalik itu semua, aku lebih merasa bila memang harus ada

kenyataan yang dicari. Aku tak hendak hanyut dalam sifat

paradoksnya cinta. Sebab aku telah faham bagaimana para-

doks tak pernah memberi solusi yang tepat. Tiada ada yang

pernah memberi jawaban pas-ti atas kenyataan yang

paradoks.

Pernah ku bayangkan bila aku adalah cahaya. Lalu dalam

diriku muncul paradoks itu. Pa-ra fisikawan beradu argumen

mengenai kehadiranku. Aku sungguhan menjadi cahaya

yang paradoks. Aku dinyatakan sebagai materi, partikel

tepatnya. Aku dapat bergerak se-cara mekanis layaknya

 jutaan bahkan milyaran atom-atom penyusun tubuhmanusia. Te-tapi pihak yang lainnya menyatakan bila

sejatinya aku hanyalah sebatas gelombang, te-patnya

gelombang elektromagnetik. Aku merambat tanpa

membutuhkan media. Aku menjalar dalam bentuk yang

menegak vertikal.

Maka demikianlah aku mengenal cinta….Selasa, Sepuluh April

Aku harus mencari kenyataan itu. harus. Aku ternyata harus

menuliskan kalimat ini de-ngan deretan huruf besar.

HARUS. Mungkin pula harus kutambahkan tiga titik tanda

bila ini tak akan pernah berakhir, maka kutulis juga deretan

kalimat itu. HARUS… . Tetapi a-ku pun merasa bila kalimat

Entitas... Taas... Taaas 45

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 69/202

yang kutulis itu belum sempurna. Ia tak tertulis dengan sem-

purna bila tidak kububuhi tanda seru dibelakang tiga titik

tersebut. Lalu untuk yang keti-ga kalinya akupun menuliskan

deretan kalimat tersebut menjadi sedemikian. HARUS…!

Aku telah menuliskannya dengan sempurna kalimat

tersebut.

Kutinggalkan kalimat itu sendiri dalam ruanganku. Kututup

catatan ini sejenak. Seperti-nya angin sore hari memanggil

dengan lembut. Matahari merah menggodaku untuk me-

ngambil posenya yang mempesona. Ya, aku terkesima dan

kagum dengan keagungan-Nya sore ini. Bagiku keagungan-

Nya dititipkan pada matahari merah yang pulang ke u-

 fuknya. Sarangnya di barat telah menganga lebar. Menanti

masuknya ia ke dalam sangkar lalu memalamkan hari. Aku

mengambil gambar itu.Tak terlalu lama aku berada diluar. Membasuh mata yang

pedih dari cahaya diriku. Ya, cahaya yang memancar dari

catatan yang kutulis dengan pena sewarna hati. Aku seolah

berinteraksi dalam ruang yang radiatif. Setiap tetes tinta

yang kuhempaskan, ada satu ne-utron yang tertumbuk. Lalu

uranium-uranium pun menggeliat dari catatanku. Aku mera-sakan energi yang besar berdentum dari setiap kalimat yang

kutulis. Akh sungguh, kura-sakan getar yang sangat

membelalakkan mata. Tak terkira letihnya bila mataku ini

terti-tipkan pada jutaan mata generasi-generasi kini yang

senang dengan keterbukaan yang se-mu. Terbuka dari

segala tutup dan tudung, pun juga kusadari bila tak

Entitas Dua: Catatan Harian Lima Lima 46

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 70/202

kutemukan jua kartu garansi yang menjamin keagungan-

Nya. Tetapi terlebih baik aku menghindari keletihan yang

membelalakkan mata.

Ku buka kembali catatan itu, lalu terkejutku pada kalimat

yang kutulis disana. Seseorang merubahnya. Ia

merubahnya menjadi begitu signifikan. Ia menulis disitu.

HARUS…!!!

Minggu, Satu lima April

Seperti nyanyian burung, aku menulis lagi dalam catatan ini.

Pagi sangat dingin. Aku me-rasakannya. Ada yang berbeda

di pagi ini. Aku merasakan dingin yang menembus kulit. Lalu

rasa dingin tersebut seperti menggetarkan lulang yang

tegakkan tubuh ini. Ada satu buah lulang yang tak henti

bergetar. Entahlah. Ini begitu nyata. Aku sendiri merasakan

keganjilan atas kenyataan ini, tetapi ini sungguh-sungguhnyata. Sebuah lulang yang ko-non merupakan cikal bakal

dari kehendak Tuhan untuk mempertemukan seorang lelaki

dengan pasangannya. Hm…, dingin ini begitu

meneguhkannya. Malam tadi memang be-nar aku telah

bertemu dengan dirinya. Lalu pagi ini dinginnya tak jua

beranjak dari tu-buhku. Seperti tertinggal kenang ataspertemuan itu. Dan tersisa juga hingga pagi ini.

Dingin ini telah merasuk kedalam sendi-sendi rusukku. Aku

merasakan getar energi yang menghidup-hidupkan gaya

tarik magnetik teramat kuatnya. Tak dapat kubayangkan

bila kenyataan histerisis itu kupahami dari sisi ini. Dingin

yang mencapai titik kritisnya. Aku memahami bila ada dua

Entitas... Taas... Taaas 47

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 71/202

ruang yang semestinya terbagi diantara suhu kritis

tersebut. Se-jak semalam aku merasakan bila kenyataan ini

begitu kuat merasuk ke dalam dadaku. Ia mengalirkan

darahku dengan kencangnya. Tetapi memang aneh, tiada

panas yang terben-tuk ketika darahku mengalir dengan

kencang dan tentunya jantungku. Ya, jantungku ber-degup

dengan keras. Aku bertemu dengan dirinya, malam tadi.

Lalu pagi mengabadikan dingin yang tak enyah juga. Kami

berdekatan malam tadi. Merapat dengan eratnya. Ber-

dekapan. Sungguh harus benar-benar diyakini bila aku

sungguhan melakukannya dengan dirinya. Tetapi memang

angin malam begitu dingin dan tak terasa ada cahaya panas

me-ngalir dari tubuhku, pun juga aku tak merasakan panas

dari dirinya. Kami berdekapan.

Aku memahami bila ini bukanlah energi yang merusak. Akutak membutuhkan sensasi fi-sik ataupun biologis untuk

memulainya. Sungguh kimia dalam batinku seperti

terbentuk dengan sendirinya. Kerinduan itu adalah

kuncinya. Aku merindukannya. Lalu ketika per-temuan itu

terwujud, maka ada daya tarik yang kuat antara aku

dengannya. Aku memak-nai daya tarik itu sebagai magnetikdengan kekuatan yang superkonduktif. Begitu dingin-nya,

sehingga aku serasa melambung sebagai materi padatan.

Aku merasakan tak berpi-jak dibumi. Suasana semakin

dingin. Kami berdua melewati titik kritis dari suhu. Dari si-

tulah kami melewati fase pertama dari superkonduktif,

beralih menuju fase kedua. Kami bisa diistilahkan dengan

Entitas Dua: Catatan Harian Lima Lima 48

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 72/202

materi yang mengalami supercooling atau superfluidisitas.

Kami benar-benar menghayati kimia yang berpendaran, lalu

akhirnya memasuki fase fisis yang tak terlalu berlebihan.

Aku mencium keningnya. Malam tadi….

MENCIUMNYA….!

Jum'at, Dua kosong April

Sampai sejauh ini aku benar-benar belum mengerti tentang

cinta. Paradoksnya semakin menjadi. Mungkin diantara itu

tercipta juga istilah baru untuk menopang atau bahkan

membuatnya menjadi sangat terkubur. Berputar tidak

karuan, tanpa harus memolakan de-ngan nyata di dunia

yang dikenal jutaan umat manusia. Sungguh ini platonik

yang berle-bih, bahkan jikalau boleh aku menyebutnya

sebagai lacanik. Sungguh tak ada jalan kelu-ar, tetapi ia

terus bersirkulasi selayaknya aliran darah. Tetapi ketikabersirkulasi itu selalu ditemukannya istilah baru untuk

memahami fenomena yang sama, atau melupakan feno-

mena yang telah lalu.

Tetapi untuk fenomena yang kemarin kurasakan, aku tak

melupakannya. Aku tak ingin melupakannya. Tidak. Aku

sungguh-sungguh hendak menyimpannya hingga waktutiba. Maklumlah, aku sendiri telah mengenal dirinya dengan

baik. Dan telah lama tak ada sua yang membuat kami

melepas seluruh energi aktif. Melepas seluruh energi untuk

dialirkan pada jaringan otak di kepala masing-masing,

dengan mengetahui bila terlah terjadi peru-bahan yang

nyata antara aku dan dirinya. Kami tak sama dengan yang

Entitas... Taas... Taaas 49

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 73/202

dahulu. Kami sungguhan menemukan hidup yang berbeda,

masing-masingnya. Pertemuan kemarin ada-lah awal kami

memulai sesuatu yang baru. Tak berukuran waktu, kami

melupakan berapa lama pertemuan itu tak pernah terjadi.

Lalu tak bermomen besar, kami menemukan sendi-ri bila

sangat-sangat berartinya pertemuan itu. Me-refresh

seluruh kenang yang tertinggal.

Jika harus kembali kuurai semua hal mengenai waktu, maka

aku menjumpai kenang-ke-nangan manis dari seorang guru

besar universitas ternama berhubungan dengan teori

Einstein yang sangat terkenal. Waktu sungguh sangat

relative bagi aku dan dirinya. Sung-guhan, kami seperti

sepasang manusia kembar yang terpisah satu sama lain.

Salah satu dari kami berangkat menuju ruang tanpa tepi,

hanya mengejar laju cahaya yang sangat cepat melebihikecepatan suara. Lalu ia kembali, dan bertemu dengan

pasangan kembar-nya. Tentunya sudah dapat dipahami

siapa diantara kami berdua yang merasa lebih muda

ataupun lebih tua. Ya, sebenarnya kami sendiri terlalu alpa

untuk menentukan siapa dian-tara kami yang menjadi lebih

muda ataupun lebih tua. Terkadang aku menjadi sangat ke-kanakan, tetapi dilain waktu justru dialah yang sangat

kekanakan. Sungguh luar biasa.

Demikianlah waktu menjadi sangat luar biasa.

Waktu yang menemukan pencarianku.

Rabu, Dua lima April

Beberapa kali aku berkunjung ke rumahnya. Tak ada yang

Entitas Dua: Catatan Harian Lima Lima 50

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 74/202

berarti dari rumah itu melain-kan dirinya. Aku hanya

mengenal dirinya. Mungkin aku bisa dikatakan telah buta

terha-dap realitas lainnya. Aku membutakan diri. Sejatinya

tidak. Aku tidak sungguh-sungguh membutakan diri. Aku

hanya tak hendak menilai dirinya dengan gemerlap yang

menyeli-mutinya. Aku hanya hendak memasuki ruang

batinnya. Ruang yang tak pernah menyeja-rahkan satu

bangunan pun untuk disebut sebagai monumen besar dan

termegah untuk di-ingat. Aku hanya menginginkan dirinya.

Pribadinya. Batinnya. Lalu aku mengenal selu-ruh hati yang

bersambung dengan hatinya.

Beberapa kali aku menujukan diri pada kediamannya.

Menjumpainya dalam kelembutan batin. Kehalusan budi dan

kedamaian yang memancar. Aku sungguhan menemukan

cer-min itu. Padahal setiap waktu untuk menulis banyak halmengenai diriku, aku serasa se-perti cahaya. Dan ketika

bertemu dengan dirinya, aktivitas itu seolah terhenti dengan

sen-dirinya. Aku hanya merasa telah menemukan sebuah

instrumen yang dapat menyerap se-luruh energi yang

memancar dari diriku. Aku yang kudeklarasikan sebagai

cahaya seperti menemukan tempat yang tepat untukmenyalurkan energi itu. Orang-orang telah lama

mengenalnya sebagai cermin.

Aku menemukan cermin itu pada dirinya. Sungguhan cermin

yang dapat berubah dalam tiga jenis yang berbeda. Ini

benar-benar keajaiban hati. Aku memang bertemu dengan

ke-ajaiban yang tak pernah bisa dibuat di negeri manapun di

Entitas... Taas... Taaas 51

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 75/202

dunia ini. Bila cermin itu adalah datar, maka datarlah ia. Bila

cembung, cembunglah ia dan bila cekung, cekunglah ia. Tak

dapat berubah. Namun cermin itu bisa berubah dengan

sangat elastisnya. Terkadang ia a-dalah cermin datar, lalu

beberapa waktu berdekatan dengannya ia berubah menjadi

cer-min cembung. Dan bila waktu terus bergulir dengan

tenangnya, maka iapun berubah menjadi cermin cekung.

Ketika kutumbukkan diriku pada dirinya yang menjadi datar,

maka aku menemukan diri-ku yang serupa. Tiada yang

berubah. Lalu pantulan dari cermin itu seperti menyinari se-

kelilingnya. Mengenai orang-orang yang bersambungan

rasa dengan hatinya. Bila caha-yaku benar-benar masuk ke

dalam hatinya yang cembung, maka aku menemukan diriku

yang ciut dan terbalik. Dan bila cekung yang kutumbuk,

maka terbentuklah diriku yang membesar. Di sela-sela itu,aku menemukan diriku berubah-ubah.

Aku menemukan jati diriku.

Aku yang serupa…, aku yang menjadi besar…, aku yang

menjadi kecil…,

Aku ada diantara nyata dan maya,

Pun juga aku terbalik dan juga tegak.***

Senin, Tiga kosong April

Detak jantung April semakin melemah. Ia telah tiba

dipenghujungnya. Sungguh merupa-kan hari yang sangat

menyedihkan. April akan segera berlalu. Tetapi memang,

May yang menanti disana akan memberikan nuansa baru

Entitas Dua: Catatan Harian Lima Lima 52

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 76/202

bagi hidupku. Dan tentunya bagi perjala-nan rasa kebatinan

yang sedang berjalan.

April segera berlalu. Dalam perjalananku melaluinya telah

ditemukan berbagai peristiwa yang teramat mengiris. Aku

sungguhan merasakan mirisnya. Bukan apa-apa, peristiwa

tersebut telah menyentuh batinku. Bahkan sentuhan

tersebut terlebih kuatnya bila diban-dingkan dengan

perasaanku terhadap seorang perempuan. Telah terjadi

begitu banyak bencana dihadapanku, ketika April berada

digenggamku. Aku tak berbuat apa, hanya me-rasa dan

memasukkan perasaan ngeri bercampur takut atas kejadian

tersebut.

Ada begitu banyak korban jatuh di perjalananku

menghabiskan masa April yang ranggas. Tergeletak

berpuluh tubuh tanpa nyawa, dengan darah yangmenghitam. Aku tak membe-rinya ruang untuk masuk ke

dalam tubuhku, sebagai perlindungannya. Senin tiga

kosong April, akupun takut kehilangannya. Seseorang yang

selama ini menjadi tumpuan dalam batinku. Terdalam. Aku

tak menginginkan bila kenyataan yang kulihat dengan mata

ke-palaku sendiri menimpanya. Tidak. Aku takmenghendakinya. Lalu kukesampingkan pe-rasaan itu.

Perasaan yang membuat seluruh kudukku berdiri. Kami

melewati akhir April bersama.

Entahlah, ketika aku dan dirinya bersama ada terbersit

perasaan itu. Aku takut kehilangan dirinya. Pada matanya

aku melihat redupnya matahari yang mulai senja. Kami

Entitas... Taas... Taaas 53

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 77/202

hanya du-duk-duduk di teras rumah. Membaca beberapa

halaman berita pada surat kabar pagi. Aku melihat bersit itu.

Aku sungguh tak tega untuk mengatakannya. Terlebih lagi

diagnosa itu pun mengukuhkannya. Aah, seorang dokter

muda yang cantik rupawan telah menjelaskan seluruhnya.

Aku tak dapat berbuat apa, hanya terus berusaha

memberikan kekuatan terha-dap dirinya. Bila saja Tuhan

dapat memberikan kekuatan terhadapku, seperti Isa A.S

yang memberi kesembuhan atas umatnya, tentu aku sangat-

sangat bersyukur telah dapat melakukannya. Tetapi sayang,

aku bukanlah diri Isa, hanya seorang biasa. Dan hanya da-

pat berusaha dengan cara yang biasa. Mencari rujukan

pada dokter yang sanggup mengo-bati seluruh luka yang

dialaminya.

Jika aku sungguh percaya pada kuatnya cahaya melaju,maka pun juga kuakui dalam ya-kin bila seluruh perkataan

penuh harapku dapat melaju sedemikian kuatnya.

Aku memanjatkannya. Sore ketika matahari benar-benar

tenggelam.

Aku melantunkannya. Sore ketika matahari serupa galangan

kapal yang menghilang dari dermaga.Aku melafalkannya…

Sabtu, Lima May

Ini adalah hari itu. Hari keputusan yang sangat-sangat

menentukan bagi arah perjalanan hidup yang akan segera

ku lalui. Entahlah, tak tega rasanya memberitahukan hal ini

kepa-da perempuan itu. Aku paham betapa rasa yang

Entitas Dua: Catatan Harian Lima Lima 54

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 78/202

mengalir dalam dada ini bermula darinya, tetapi rasa ini juga

yang tak menghendaki untuk kehadirannya. Ya, aku benar-

benar tak menginginkannya ada. Dihadapan kenyataan

yang akan kuhadapi. Dan dalam sekejap merubah seluruh

arah tujuan hidupku.

Aku menerima keputusan tersebut. Ketika matahari berlalu

dari kehangatannya. Hari ter-lalu panas, angin seperti

bersekongkol mencipta keadaan ini. Aku hanya menunduk

saat kuhitung waktu selama lima tahun enam bulan itu,

lantas sekuntum bunga itu seolah ter-senyum ditengah hari

yang teramat panasnya. Disekitarnya, rerumput teramat

merunduk-ya, dan seorang perempuan tua menghentikan

napasnya. Ia tiada daya mendengarnya. A-ku telah

menduganya. Aku telah memperhitungkan bi la

kemungkinan ini akan terjadi. Pasti. Maka demikianlah yangkulihat. Ia terkulai lemah, saat terhitung juga waktu yang

cukup lama. Aku meninggalkannya selama itu. Tak tahu apa

yang kelak akan menjadi buah pikirannya, ketika sendiri.

Tanpa diriku. Buah pikirannya ketika bebayang tentang-ku.

Akupun berharap semoga dirinya dan buah pikirannya tak

terasuni oleh segala ma-cam kekotoran dunia yangmenyertai hidupku. Aku hanya tersenyum kecut mengarah

pa-danya.

Kemudian sepulangku dari bui, aku sadar akan berubahnya

dunia yang kumiliki. Tetapi kuntum bunga itu ternyata tak

pernah berubah. Wanginya selalu menyertaiku. Lalu war-

na-warninya serasa menenangkanku. Ia hadir dimana-

Entitas... Taas... Taaas 55

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 79/202

mana. Tetapi aku tak mengatakan bila kehadirannya yang

dimana-mana ini seperti kehadiran Tuhan. Ompipresent.

Tidak. Melainkan aku terus saja bertemu dengan dirinya.

Bahkan ketika pertama kali aku kem-bali mencium aroma

kamarku sendiri. Disana, di salah satu sudut kamarku

sekuntum bu-nga berwarna merah itu masih begitu segar

dan harum. Aku menciumnya ketika tiba di dalamnya.

Sejenak merebahkan diriku, dan tenggelam dalam khayal

yang berkepanja-ngan. Lima tahun enam bulan. Tak terasa

telah berlalu, dan aku dapat mengerti betapa hi-dup tidaklah

sekejam itu. Masih kurasakan damainya. Masih kurasakan

ketenangan, kein-dahan.

Raut wajah perempuan itu mulai menua…

Raut wajahnya semakin banyak kerutnya…

Raut wajah perempuan itu…Kamis, Sepuluh May

Padahal aku sudah mengetahuinya. Aku sungguh

mengetahuinya. Awal bulan ini, hujan jarang berkunjung

membasahi tanah kediamanku. Selalu kudapati debu yang

berserak di setiap jalan yang kulewati. Ini bukan keajaiban,

hanya tabiat alam yang selalu terjadi. Di setiap waktu yangkualami selama ini, hingga detik ini, ada perasaan kecut dan

pahit yang tak mungin terhindari. Ini bukan tentang diriku,

pun juga perempuan itu, atau juga ten-tang sekuntum bunga

yang selalu saja memberi gairah yang hangat. Aku

menghadapi ke-nyataan itu. Tak ada yang dapat disebut

sebagai kebanggaan merasakannya. Pun juga ini tak terlalu

Entitas Dua: Catatan Harian Lima Lima 56

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 80/202

penting.

Desir angin begitu berdebu. Aku merasakan debu yang

beterbangan menuju diriku. Ber-jalan menyusuri trotoar

adalah kesalahan teramat fatal, tetapi ini mengasyikkan.

Telah la-ma aku tak melakukannya. Hari ini tiada yang dapat

menghalangi seluruh yang kubuat. Aku berjalan

sekehendak hati. Melalui jalan yang tidak terlalu ramai. Lalu

lalang kenda-raan di tengah jalan sangat memekakkan

telinga. Bunyinya seperti air terjun yang pernah kusinggahi

dengan sekuntum bunga di tangan. Dingin udara

pegunungan tak jua menyi-sih dari persepsiku, padahal

panas di jalan ini begitu menyengat.

Suatu ketika apa yang kuangan-angankan terjadi juga.

Kecelakaan terjadi. Aku sendiri tak mengetahui hubungan

anganku dengan kecelakaan itu. Tetapi itu benar-benarterjadi. Sebuah mobil pribadi yang melaju dari arah Bekasi

menabrak truk kontainer. Aku men-dengar suara itu. Suara

bergedebam dari benturan keduanya. Dan harus diyakini,

aku me-mang melihat kejadian itu dengan mata kepalaku

sendiri. Aku terdiam menyaksikannya. Tetapi telingaku

mendengar jerit yang tak henti di luar kecelakaan. Dan jerititu juga ter-dengar dari mobil pribadi yang melaju dengan

kencangnya.

Dengan begitu cepatnya lalu lintas macet. Lalu orang-orang

berkerumun di tempat keja-dian. Belum datang juga polisi

dan petugas kesehatan. Aku yang sejak tadi menyaksikan

dari kejauhan akhirnya mendekat juga. Kudekati tempat

Entitas... Taas... Taaas 57

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 81/202

kejadian itu. mobil kontainer yang ditabrak bagian

belakangnya tak mengalami kerugian apapun, tetapi mobil

pribadi i-tu sungguh sangat mengerikan. Sopir pengendara

mobil tersebut berlumuran darah. Tu-buhnya telah menjadi

 jasad. Darah mengalir dari tempat duduknya, sementara

tubuhnya berhimpit dengan setir mobil. Aku tak mencium

bau oksigen yang direnggutnya, ataupun bau dioksida yang

meracuni dunia. Sopir tersebut tak bernyawa. Di sebelah

dari dirinya, seorang perempuan merintih kesakitan. Ia

begitu lemah tak berdaya. Tubuhnya pun ter-himpit, dan ia

berteriak lirih meminta tolong untuk dikeluarkan dari

mobilnya. Darah membasahi seluruh bagian wajahnya. Aku

tahu wajahnya jelas memiliki bentuk yang cantik, meski

lumur darah menutupi kulitnya, bagian lengannya dapat

menunjukkan war-na kulitnya yang putih. Perempuan ituberkerudung.

Mereka hanya berdua. Bau parfum bercampur dengan amis

darah. Aku memeriksa keada-an kendaraan, seperti polisi

saja yang mencari alamat untuk dimasukkan ke dalam

berkas pemeriksaan. Aku tertuju pada jarum speedometer

mobil yang tak turun dari penunjukan-nya. Kecelakaan inimemang sangat mengkhawatirkan. Tetapi aku yang sejak

awal mula menjadi saksi, hanya terdiam ketika mata dan

telingaku mencerapnya.

Gumulan informasi menggunung di otak kananku. Ia

mendesak untuk masuk ke dalam o-tak bagian kiriku. Aku

menahannya. Kemudian akupun dapat mentransfernya, dan

Entitas Dua: Catatan Harian Lima Lima 58

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 82/202

ya aku mendapati diriku bergerak mendekati kecelakaan

tersebut. Lalu di samping itu aku juga memikirkan gerak

mekanis yang membentuk momentum yang sangat

dahsyatnya. Aku tak dapat menghitung pertukaran energi

yang terjadi, tetapi kucuran darah yang memba-sahi seluruh

bagian depan mobil pribadi itu membuatku takut. Ngeri.

Di bagian depan mobil pribadi yang naas itu, aku mencium

bau harum parfum. Parfum yang segar, tetapi aku tak

mencium bau kuntum bunga di dalamnya. Padahal aku

melihat perempuan itu dengan baiknya.

Aku tak mencium bau segar dari kuntum bunga….

Aku tak menciumnya. Sungguh, aku tidak menciumnya….

Kengerian semakin menghanyutkanku….

Kengerian ku…

Selasa, Satu lima May

Aku sudah menduganya. Dia pasti datang malam itu. Dia

nampak sangat seksi. Pakaian mini ketatnya begitu

sempurna, ditambah lagi higheel yang membungkus

kakinya. Leng-goknya nampak ketika ia memasuki pelataran

rumahku. Aku tersenyum melihatnya dari dalam rumah.

Sudah sejak kemarin ia mendesak untuk mengajakku jalandimalam yang tak seperti biasanya. Bosan katanya. Aku

tinggal mengiyakannya. Tetapi satu perminta-anku, yang

akhirnya terwujud, dia yang mesti datang menjemputku.

Kesanggupannya membuktikan niat yang tak diingkari. Di

luar halaman rumahku diparkir sebuah Porsche silver yang

sporty. Aku tahu dan pula mengerti bila ia ingin menampilkan

Entitas... Taas... Taaas 59

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 83/202

dirinya yang bersemangat. Tetapi apakah banyak

perempuan juga memiliki energi yang sangat berle-bih untuk

menunjukkannya? Padahal banyak diantara mereka yang

tak punya daya, hanya menjadi sebatas tanah tempat dipijak

kaum lelaki. Akh, tetapi aku menghargai identitas yang

dibuatnya malam ini. Pun juga keinginanku terpenuhi.

Ia masuk ke dalam rumahku. Memencet bel rumah, lalu

terjadilah apa yang kuharapkan malam itu. Dua orang

perempuan dari generasi yang berbeda bertemu di pintu

rumah. Aku sudah menduganya. Ini adalah bagian dari

rekayasa yang kubuat. Mereka berdua bertemu di depan

pintu. Seorang perempuan dari generasi yang lebih tua

memandang si muda dengan anehnya. Ia hanya menatap si

muda, memperhatikan dan menyimak baik-baik penampilan

si muda dari ujung rambut hingga ujung kaki. Lalu terdiam.Perempuan dari generasi lebih muda membuka kacamata

hitamnya. Menghormati si tua yang sudah membukakan

pintunya. Ia tak seberapa risih dengan sikap si tua yang

mem-perhatikannya dengan sangat detil. Ia hanya

tersenyum dengan raut yang menawan. Ke-mudian si muda

mengulurkan tangan kanannya kepada si tua, lalubersambutlah tangan tersebut.

Akupun keluar dari kamarku. Mendekati kedua perempuan

yang masih berdiri di depan rumah. Mereka terdiam, tetapi

tangan keduanya saling bersalaman dengan akrabnya. Aku

tersenyum melihatnya. Tak terlalu berisiko tinggi rupanya,

kehadiran perempuan dengan pakaian mini dihadapannya

Entitas Dua: Catatan Harian Lima Lima 60

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 84/202

yang menua. Aku merangkul pundak perempuan tua, ibuku,

ia sangat bingung meski diterimanya jabat tangan

perempuan muda tersebut. Perempuan muda itu tersenyum

mengarah padaku. Aku telah lama mengenal senyum itu.

Bahkan ke-tika senyum itu singgah juga di rumah ini, aku

sungguh merasakan tiada yang nampak bi-asa dari senyum

tersebut.

Kami bertiga duduk di teras rumah. Perempuan muda itu

memberikan tanda kepadaku. Kudekati dan ia membisikkan

di telingaku bila rencana malam ini terpaksa batal. Ia ma-sih

berbisik ketika mengatakan hendak mengenal perempuan

berumur yang baru saja di-jabat tangannya, dan sekarang

duduk dihadapannya. Aku menyanggupinya. Aku menye-

tujui segala yang menjadi keinginan perempuan berpakaian

mini tersebut. Kebetulan se-kali, pikirku dalam hati. Akusendiri menginginkan hal ini yang terjadi. Mereka duduk

bersama di teras rumah, mengerti satu sama lain. Hingga

akhirnya terjadi kesepahaman antara satu dengan lainnya.

Kemudian di waktu yang cukup lama tiada terjadi benturan

dari pengertian mereka atas keberadaanku dalam hidup

mereka. Aku tersenyum mende-ngar bisiknya.Ku belai rambutnya yang hitam…

Ia tersenyum…

Aku merapat pada dirinya…

Ia menggenggam tanganku erat…

Perempuan berumur itu tersenyum, kami tersenyum…

Ku belai rambutnya dan kucium wanginya yang meruap…

Entitas... Taas... Taaas 61

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 85/202

Minggu, Dua kosong May

Sejak pagi tadi aku tak mengadakan kontak dengan

siapapun. Demikian juga dengan ke-kasihku. Aku menutup

rapat-rapat seluruh jalur komunikasi yang dapat terhubung

dan tersambung dengan diriku. Hari ini. Sungguh, hari ini

aku merasakan suasana yang tak biasa. Ada segudang kata-

kata mengalir dalam kepalaku. Mereka mengalir dengan

riang-nya, tetapi menakutkan. Aku tak mengerti arti dari

keadaan ini, tetapi terpaksa aku mela-kukan tindakan yang

sekiranya dapat meredam seluruh dampak yang

kemungkinan terja-di. Aku menutup seluruh jalur

komunikasi, tanpa pengumuman ataupun pemberitahuan

terlebih dahulu. Tak ada suara yang masuk ke dalam

kamarku. Aku mengunci rapat pin-tunya.

Kata demi kata mengalir. Menjalin dalam tulisan yang tertulissegenap hati. Ada jeda ke-tika memang seharusnya terjadi.

Hanya berbaring di atas kasur adalah solusinya. Lantas satu

lima menit berikutnya mulai kembali kata demi kata

terhubung. Seluruh gerak ta-nganku berkomunikasi dengan

rasa dalam dadaku. Aku mengendalikan gerak itu dengan

akal pikiran. Lantas tiada terduga olehku bila kalimat-kalimat yang tertulis disana sangat berbeda dengan seluruh

tulisan yang pernah kubuat. Ini sedemikian halus. Tanpa ada

ke-kerasan bahasa didalamnya, tiada kerumitan logika

dalam penulisannya. Aku menghela napas dengan

kencangnya.

Setelah delapan jam, akhirnya selesai juga tulisan tersebut.

Entitas Dua: Catatan Harian Lima Lima 62

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 86/202

Sungguh sebuah tulisan yang begitu menyimpan segala

maksud batinku. Ini bercerita tentang dirinya. Ia yang

datang dengan pakaian yang mini. Kedatangannya

menitipkan senyum yang tak kunjung reda. Senyumnya

seperti hujan yang tak hendak reda. Ia selalu inginkan

basahnya bumi. Mesti. Harus. Tulisan itu berhubungan

dengan dirinya. Sungguh, mungkin karena ketakjubanku

memperhatikan gaya berpakaiannya. Aku sendiri

menyimpan pesona cara berpakaiannya. Terselip kesan

rapi dan tak ceroboh dari pakaian yang digunakannya.

Masih bebayang rambut hitam lurus agak bergelombang

kecil-kecil yang diikat dalam satu ikatan. Ia memberikan

simbol yang berbeda disana. Ku ingat kembali wajahnya

yang dominan tia-da jeda menatapnya. Genggam tangannya

masih tertinggal, dan sempat pula kutuliskan. Lantasgenggaman tangan itu bercermin dalam cermin cembung

yang membesarkannya. Genggaman tangan itu hadir dalam

peluk yang tiada reda. Genggaman tangan itu tak juga

lenyap.

Matahari lenyap. Lantas bulan temaram menyapu wajah

malam. Aku belum juga ingin keluar dari kamarku. Engganmenghinggapinya. Aku masih memikirkan tulisan yang ba-ru

kuselesaikan, ketika tiba-tiba suara klakson dari luar

pekarangan rumah terdengar tak asing bagiku. Aku berlari

menuju jendela kamar. Kusibakkan tirai yang menutupinya.

Je-las dan tidak salah lagi, dirinya kembali datang. Malam ini

dia datang. Sungguh keberani-an yang tidak membutuhkan

Entitas... Taas... Taaas 63

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 87/202

acuan. Dirinya keluar dari Porsche yang dibawanya. Ia tak

merubah caranya berpakaian. Seperti tahu bagaimana

membahagiakanku dengan pakaian mini tersebut. Dirinya

berjalan memasuki pekarangan rumah. Aku tak menutup

 jendela yang tirainya telah terbuka. Aku hanya berjalan

menjauh dari jendela itu. Aku duduk di depan komputer.

Menanti suara bel yang menyala dari tangan lembutnya.

Namun me-nunggunya serasa bertahun-tahun sepasang

kekasih dalam penantian menuju altar suci. Akupun gegas

keluar dari kamarku. Pintu rumah ku buka, tak hirau juga aku

atas kebera-daan perempuan yang sejak tadi mengantuk di

depan televisi. Ia tak memperhatikanku.

Aku menjumpai perempuan itu. Sebelum tiba di teras rumah.

Aku sedikit berlari kecil, la-lu dalam gerak yang sangat cepat

aku menarik lengannya. Aku menariknya menuju Pors-che-nya. Aku meminta kunci Porsche tersebut, lalu sedetik

kemudian aku dan dirinya te-lah berada di dalamnya.

Kukendarai dengan cepat kendaraan itu…

Aku mengendarainya…

Aku, Porsche, dan perempuan berpakaian mini…

***Jum'at, Dua lima May

Sejak aku duduk di masjid siang tadi, satu pesan yang

kuterima terus-menerus meng-ganggu. Entahlah, malam

nanti dirinya akan datang dan mengajakku berkeliling kota.

Ya, seperti biasanya. Dengan Porsche silvernya yang keren

itu. Aku sendiri sangat tidak mungkin memiliki Porsche silver

Entitas Dua: Catatan Harian Lima Lima 64

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 88/202

seperti itu. Padahal Chevy merah yang kumilikipun belum

berarti apa-apa. Tetapi tak ada jarak yang tercipta. Ia hanya

ingin ditemani oleh di-riku, malam nanti. Maka, tentu saja

sebagai pasangan kekasih sudah terbentuk ikatan yang tak

dapat diingkari demikian saja. Tak terlalu salah kuturuti, pun

 juga tak ada yang menjadi salah bila aku mengikuti

kehendaknya.

Lantas, siang cepat berlalu. Meski pesan yang dikirimnya

melalui SMS teramat meng-gangguku. Sore selalu tepat

berada di ufuk barat. Kemudian perasaan kehilangan pun

ter-jadi. Tiada cahaya. Pencarian menjaganya tetap

menyala. Lampu-lampu jalan benderang. Lampu-lampu

rumah begitu terang.

Malam itu aku menantinya di teras rumah. Usai Isya' yang

berlalu. Sudah tiga kosong menit dari pukul tujuh. Kemudiantidak berapa lama Porsche menawan itu nampak di de-pan

pekarangan rumah. Aku mencium bau parfum yang

biasanya. Aku mencumbu pakai-an mini yang biasanya.

Rambut bergelombang yang terurai, memekarkan wajah

yang de-mikian cemerlang. Inteleknya nyata terlihat.

Dahinya sedemikian pintar dan cerdasnya, menurut kitabprimbon jawa. Lalu gestur tubuhnya begitu energik, maka

pantaslah dike-nakan busana yang seperti itu. Tak ada

kelemahan di dalamnya. Dirinya begitu sempurna.

Dikenakannya pakaian mini ber-blazer putih dengan

bawahan hitam. Dirinya datang mendekat. Aku berdiri

menyambutnya. Mendekatinya. Semakin mendekat.

Entitas... Taas... Taaas 65

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 89/202

Aku menemukannya terlahir, semenjak hari pertama di awal

April.

Lalu ini adalah hari ke lima lima dari pertemuan yang

kusebut sebagai lahir.

Aku menghitungnya. Dirinya tiada lupa dengan malam ini.

Dirinya menemukan makna kelahiran itu…

Dari awal April hingga dua lima May ini…

Di halaman rumah kami berpelukan sehangat udara malam

dikantung sweater tebal.

Lama…

20 Juni 2010

Entitas Dua: Catatan Harian Lima Lima 66

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 90/202

ENTITAS TIGA KAWAN, MAWAR DAN CINTA

Tiga Puisi Sitor dalam Satu Cerita

Sunyi terbagiJadi percakapan seorang diriAntara mata

Matahari telah meninggi. Udara hangat tak terhindar.

Cahaya matahari menelusup mela-lui jendela kelas yang

cukup tinggi, jatuh tepat di salah satu kursi yang berada di

bela-kang kelas. Aku masih terkesan dengan pertemuan itu.

Di malam pensi yang hingar bi-ngar, ketika teman-temanku

merasa terhibur dengan seluruh penampilan yang naik ke a-

tas panggung. Sudah lama aku tidak merasa senang yang

teramat.

Malam itu adalah malam pembuka pintu yang telah lama

kututup. Malam itu seperti ma-lam pengharapan yang tak

terkira kedatangannya. Sementara rembulan tiada bersinar,dan malam semakin pekat dengan kekelamannya, aku masih

dirundung sepi. Hingga ak-hirnya seseorang datang

menghampiriku. Seorang anak lelaki duduk pada kursi

kosong yang tepat berada di samping kananku. Ia duduk

dengan tenangnya. Memperhatikan se-luruh sajian yang

ditampilkan malam itu di atas panggung. Aku

Entitas... Taas... Taaas 67

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 91/202

memperhatikannya. Ia masih saja tak hirau denganku,

hingga saat aku memulai percakapan itu.

“hai…,”

“hai juga…,”

“sepertinya aku belum pernah bertemu sebelumnya dengan

kamu, dari kelas mana?”

“aku…, oh iya sama aku juga jarang bertemu dengan kamu.

Aku dari kelas X.10,”

“ooh…, kelas yang dekat WC ya?”

“iya…, makanya aku jarang bertemu kamu. Bisa-bisa kalau

dikatakan sering bertemu dikira penjaga WC,”

Kami tertawa bersama-sama, setelah penjelasannya yang

terakhir. Anak lelaki ini mulai terlihat lucu, tetapi aku masih

belum merasakan bila sepi itu telah pergi. Ia belum terbu-

nuh, bahkan oleh sebuah tawa yang menggema ke penjuruarena. Aku dan dirinya mulai bercakap-cakap dengan

santai, sementara ia masih juga melayangkan pandang

pada panggung pensi di depan. Ia terus tertuju pada

panggung tersebut, dan kalimat demi ka-limat seolah jadi

hanya angin lalu yang sebentar datang dan sebentar hilang.

Bagiku ini sangat menjemukan. Ia membuatku jengkel,t e t a p i a k u t i d a k p u n y a k e w e n a n g a n u n t u k

mengungkapkannya. Maklum saja aku masih belum

mengenalnya dengan baik, meski-pun kami satu sekolah

tetapi di antara dua belas kelas yang satu tingkat, tidak

semua a-nak aku kenal. Ada yang ku kenal dengan baik, tapi

ada juga yang ku kenal hanya dari pergaulannya dengan

Entitas Tiga: Kawan, Mawar, dan Cinta 68

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 92/202

anak-anak yang mengenalku. Lantas dengan akan lelaki ini,

aku sepertinya baru melihat sosok bayangnya. Sungguh,

aku belum pernah bertemu wajah dengannya atau berjumpa

ketika salah seorang teman yang kukenal sedang akrab de-

ngannya. Anak lelaki ini baru kutemukan malam itu.

”siapa nama kamu?”

Ia tak menjawab. Sebuah penampilan di atas panggung

begitu membuatnya terpukau, dibarengi dengan suara

hingar bingar yang sangat mengganggu. Suaraku kalah oleh

pe-nampilan di atas panggung tersebut.

“siapa nama kamu…?” ulangku

Dia masih tidak mendengar tanyaku. Ia terhipnotis dengan

penampilan teman-temannya yang sedang memainkan lagu

rock yang kerasnya bukan main. Ia seperti menggandru-ngi

lagu tersebut. Sementara telingaku tidak begitu bersahabatdengan lagu-lagu yang semacam itu, aku tak pernah

mendengarkan musik yang seperti itu.

“kamu menyenangi lagu ini…?” teriakku di samping

telinganya

“iya aku menyenanginya,” anak lelaki itu menjawab

“kamu kenal dengan mereka?”“iya aku kenal dengan mereka,”

“ngomong-ngomong, siapa nama kamu?”

Susah juga mengalihkan perhatian anak lelaki itu, walaupun

akhirnya aku dapat melaku-kannya. Dengan suara yang

agak keras aku dapat membuatnya berbicara, bukan

sekedar duduk lantas menonton penampilan demi

Entitas... Taas... Taaas 69

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 93/202

penampilan. Anak lelaki itu memang senang dengan lagu-

lagu yang dibawakan oleh teman yang telah dikenalnya, tapi

bukan lagu ciptaan mereka. Lalu di sela-sela

kesenangannya itu, akhirnya anak lelaki itu menyebut-kan

namanya. Siapa yang menyangka, ternyata setelah aku

membalik pertanyaanku, ter-ungkap juga jalinan huruf yang

dapat memberikan identitas yang penting untuk ku ha-fal.

Kelak.

Lantas pagi ini aku duduk di salah satu ruangan kelas. Ini

adalah ruang kelas baruku. Aku memilih IPS sebagai bidang

studi yang ku minati. Suatu saat nanti aku ingin men-jadi

seorang ekonom ternama. Aku telah duduk di salah satu

kursi, beberapa anak telah memasuki ruangan. Ini adalah

hari pertama masuk sekolah, jadi masih belum terlalu ke-tat.

Masih terdapat beberapa kursi lagi yang masih kosong,sementara waktu telah me-nunjukkan pukul delapan tiga

puluh. Teman-teman satu kelasku sudah mulai akrab satu

dengan yang lainnya, ada di antara mereka yang telah saling

kenal sejak kelas X, dan a-ku mengenal beberapa anak di

antara mereka. Aku hanya tersenyum bertemu muka de-

ngan mereka, aku telah memilih kursi yang sejak tadi masihkosong. Belum terisi.

Setelah berlalu sepuluh menit, tiba-tiba seorang anak lelaki

memasuki ruangan kelasku. Ia masuk dengan acuhnya,

tidak perduli dengan keadaan ruangan. Aku mengenal anak

lelaki itu, dan sekarang setelah pertemuanku di malam pensi

kemarin anak lelaki itu be-nar-benar satu kelas denganku. Ia

Entitas Tiga: Kawan, Mawar, dan Cinta 70

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 94/202

berjalan menuju tempat dudukku. Aku memperhati-kannya

dari ujung kepala hingga ujung kaki, lalu tersenyum sendiri.

Ia berjalan dengan santainya, seragam yang dijaga

kerapihannya, sepatu yang bersih lalu tas di salah satu

pundaknya. Ia mendekati kursi yang masih kosong. Lalu

wajahnya mulai menghadap pada diriku. Matanya bertemu

dengan mataku. Ia tersenyum, akupun membalas se-

nyumnya. Ia mengangkat lengan kanannya sambil

mengarahkan jemarinya padaku, mungkin ia bermaksud

untuk mengingat-ingat diriku. Ia tersenyum sambil

memindah-kan jemarinya ke kepala untuk mengingat lagi

diriku. Lalu akhirnya ia mengingatku. Kamipun duduk dalam

satu meja. Hari ini tidak ada senyum yang paling

menyenangkan dibandingkan pagi ini. Aku kembali duduk

bersama dengan seorang anak lelaki yang pernah aku kenalketika malam pensi.

Sungguh hari yang tak pernah kulupa sepanjang waktu. Ini

tidak akan pernah kulupa. Tidak. Ini adalah sejarah hidupku

yang sangat berarti.

***

Mawar jiwaMawar semestaMawar nestapaCiuman buta

Sinar matahari telah lenyap dari ruangan kelasku. Tak

terasa, tiga bulan sudah aku me-ngenal dirinya. Anak lelaki

Entitas... Taas... Taaas 71

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 95/202

yang semula aku anggap agak tidak biasa. Sekarang aku

dan dirinya menjadi begitu akrab, begitu dekat. Dalam waktu

yang cukup lama, kami duduk pada meja yang sama. Saling

mengenal satu dengan yang lainnya. Aku dan dirinya se-

makin dekat melalui pertemuan-pertemuan yang memberi

banyak arti. Dalam menun-taskan pekerjaan rumah aku

terkadang mengajaknya, meskipun justru aku yang lebih

m e m b e r i k a n s u m b a n g a n p a l i n g b e s a r u n t u k

menyelesaikannya. Tapi aku tak selalu ber-sama

dengannya. Tidak. Terkadang dirinya lebih sering bergaul

dengan teman-teman-nya. Aku masih merasakan

kehidupan. Aku masih merasakan bila hubungan kami baik-

baik saja, tidak ada yang berbeda. Aku mengenal banyak

teman, demikian juga dengan dirinya. Maka antara aku

dengan dirinya memang telah terjalin pertemanan yangerat, tanpa harus memberi jarak apapun.

Jam pelajaran terakhir selesai juga. Aku merapikan kembali

buku-buku yang telah dipa-kai untuk mata pelajaran pada

 jam terakhir. Anak lelaki itu hanya enteng saja merapikan

benda-benda yang berhubungan dengan mata pelajaran

tersebut. Aku hanya tersenyum melihatnya seperti engganuntuk membuka buku pelajaran. Biasa bagiku, ada banyak

te-man-teman lainnya yang juga serupa dengan dirinya.

Sebagai sahabat, aku mempercayai perilakunya kepada

dirinya saja. Mungkin itu juga merupakan salah satu cara

dari diri-nya untuk mempelajari hal-hal yang diberikan oleh

para guru di sekolah, jadi bagiku just do it by your self. Meski

Entitas Tiga: Kawan, Mawar, dan Cinta 72

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 96/202

demikian, agak hebat juga bila ternyata dirinya dapat me-

nyelesaikan pekerjaan rumah yang rumit-rumit padahal ia

hanya selintas saja membaca buku atau mendengar

pelajaran yang diberikan. Sungguh luar biasa.

“loe ada acara sehabis mid semester?”

“enggak. Enggak ada. Emang kenapa?”

“bisa kan kita refreshing sehabis mid, jalan-jalan ke TO?”

“ke TO…, kenapa enggak di rumah aja sich? Kan tinggal

putar DVD selesai,”

“ah suntuk tau. Kalo ke TO kan kita bisa sambil liat-liat yang

lainnya. Bisa ke PH, KFC, McD, Starbuck, Breadtalk, baca

buku…,”

“stop…! Stop…! Stop…! Iya dech gue ikutan. Ga usah loe

panjang-panjangin dech daftar pasarnya, atau mending loe

 jalan ama pacar loe,”“janji ya. Sehabis mid kita jalan-jalan. Awas kalo lupa…!”

Begitulah aku dengan dirinya. Sehabis mid semester nanti

telah terajut janji untuk jalan-jalan dan nonton film di

bioskop yang agak ramai. Tidak terlalu sering aku jalan

bersa-ma dengannya, tapi semua yang telah kulalui

bersamanya tidak pernah kulupakan. Jika aku tengah sibukdengan buku bacaanku di perpustakaan sekolah, tiba-tiba

saja dia ha-dir dengan cara yang mengejutkan, lantas tak

ada buku yang dibacanya melainkan me-mohon

ketulusanku untuk menambahkan uang sakunya yang

kurang untuk mengisi pe-rutnya. Sempat dua kali aku jalan

bersama dengan dirinya, dan terakhir kami memasuki toko

Entitas... Taas... Taaas 73

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 97/202

buku yang terbesar. Di sana aku mencari novel yang ditulis

oleh penulis kesaya-nganku, ia hanya berjalan mengikutiku

lalu bertanya hal-hal yang menyibukkan diriku ketika sedang

asyik dengan novel tersebut. Ia bertanya mengenai penulis

novel tersebut, mulai dari nama, jenis kelamin, tanggal lahir,

pendidikan, pekerjaan, buku-buku novel yang telah ditulis,

hingga ke jumlah eksemplar yang telah terjual. Ini

menyibukkan ku meskipun tidak terlalu membuat pusing.

Aku sempat geram dengan pertanyaan-perta-nyaan

tersebut dengan menghadapkan wajah marahku, lalu ia

berpaling menjauhiku dan mengatakan akan pergi ke bagian

musik, teknik atau buku-buku sosial. Aku hanya manggut-

manggut saja, lalu kuteruskan membaca novel itu.

Hari yang dinanti telah tiba. Ujian mid semester selesai. Aku

tidak mengalami kesulitan pada mid semester kali ini, akutelah banyak mempelajari buku-buku pelajaran dengan

tugas-tugasnya. Aku yakin, mid semester kali ini tidak akan

memberikan hasil yang bu-ruk bagiku. Janji antara aku

dengan dirinya pun tidak kulupakan. Sebelum pulang seko-

lah aku sudah berpesan kepadanya agar tidak lupa dengan

perjanjian yang telah kami berdua sepakati. Pergi ke TOuntuk menghabiskan waktu, tepatnya aku dan dirinya akan

menghabiskan waktu tersebut pada hari minggu. Sungguh

hari yang sangat menyenang-kan dan penuh suka cita.

Hari minggu itupun tiba, anak lelaki itu datang ke rumahku.

Aku telah menunggunya sejak satu setengah jam yang lalu,

tapi terlambatnya tidak terlalu dipermasalahkan. Un-

Entitas Tiga: Kawan, Mawar, dan Cinta 74

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 98/202

tunglah aku biasa menyisihkan waktu satu hingga dua jam

sebelum waktu H-nya, se-hingga tak ada yang perlu

dirisaukan. Terlebih lagi aku mengenal tabiat orang-orang

yang kadang sangat merugikan waktu, pun juga dialami oleh

orang yang satu ini. Anak lelaki yang tidak lupa dengan

 janjinya sebelum mid semester. Kami pun berangkat me-

nuju tempat tujuan, dengan motornya yang agak terlalu

rumit untukku. Tetapi aku akhir-nya duduk juga di

belakangnya. Sungguh tidak nyaman bagiku, duduk

dibelakangnya dengan keadaan seperti ini. Tapi ini sudah

terlanjur, yang lebih penting aku dapat segera sampai di TO

untuk menghabiskan waktu luang bersama dirinya,

menyaksikan film yang sudah lama kubaca di majalah yang

selalu ku nanti kehadirannya di rumah. Kami menonton film

tersebut.Setelah hampir dua jam lebih, akhirnya selesai juga acara

nonton bareng antara aku de-ngan anak lelaki yang duduk

satu meja di sekolah. Senang rasanya. Ini seperti melanjut-

kan kenanganku ketika pertama kali bertemu dengan

dirinya, tentunya dengan keadaan yang sudah jauh

berbeda. Aku berjalan bersama dirinya meninggalkanbioskop tersebut, perlahan melewati kerumunan orang-

orang yang bertujuan sama setelah selesai dengan acara

tontonannya. Kami tidak lekas pulang setelah acara nonton

itu, di dalam gedung sudah kami bicarakan tempat-tempat

yang akan dikunjungi setelahnya. Keluar dari ge-dung

bioskop, kami berputar sebentar lalu memasuki keramaian

Entitas... Taas... Taaas 75

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 99/202

sebuah tempat. Kami berdua duduk di dalamnya setelah

aku memesan dua porsi makanan dan minuman yang sesuai

dengan selera masing-masing. Kami menunggu

kedatangan pelayan yang akan mengantarkan pesanan

tersebut, disela-sela waktu itu kami mengungkap cerita

yang su-dah kami tonton di gedung bioskop baru saja. Aku

bercerita dengan antusiasnya, semen-tara ia menjadi

pendengar yang baik sambil sesekali tersenyum dan

tertawa lantas mem-berikan komentar yang menambahi

keteranganku. Kemudian setelahnya, ia bercerita menurut

versinya sendiri dengan sangat berbeda dari yang aku

ceritakan. Aku kagum mendengar ceritanya itu, aku

tersenyum lebar namun tanpa tawa. Jantungku berdegup

kencang ketika ia bercerita, seolah ada sesuatu yang tak

dapat kukatakan mengenai diri-nya. Sebelum ia selesaibercerita, seorang pelayan datang dengan makanan yang

kami pesan. Semua sudah tersaji di meja, pelayan

meninggalkan meja lalu kami menghabis-kan makanan dan

minuman tersebut.

“hari rabu bisakan loe ikut gue?”

“kemana…?”“ke acara balapan motor. Hari rabu besok,”

“acara balapan motor?!”

“iya…, kenapa? Muka loe aneh gitu?”

“serius, bukan elo kan yang nanti balapan motor di sana?”

“emang kenapa? Gue emang sering di sana, jadi emang gue

yang balapan di sana. Mau kan loe jadi umbrella girlnya?”

Entitas Tiga: Kawan, Mawar, dan Cinta 76

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 100/202

“iiih enak aja loe. Ngeliat balapan rabu itu aja agak risih.

Enggak ah. Gue gak ikutan,”

“yaah payah loe,”

“kenapa sih pake balapan motor di rabu itu, kan bahaya tau.

Emang loe punya asuransi atau orang tua loe ngijinin banget

kali ya, ga mungkin banget. Pantes setiap rabu gue ajak

ngerjain PR bilangnya sibuk, ternyata itu kesibukan loe?”

“iya begitu lah,”

“mending loe tinggalin tuh kesenengan loe. Ga ada

manfaatnya lagi, nanti kalo loe celaka gimana?”

“ada rumah sakit…,”

“pake duit tau…,”

Di antara makanan dan minuman yang masuk melalui

tenggorokan, ternyata ia menga-jakku ke tempat balapan

liar yang sudah tenar itu. Balapan yang sering diadakanpada hari rabu malam. Aku tidak menyangka bila ternyata

sahabatku ini memiliki hobi yang agak berbahaya. Gusar

 juga ketika dirinya mengungkap itu semua, aku sedikit

merin-ding mendengarnya lalu ada pikiran-pikiran lain yang

membayangi kepalaku. Makanan yang kutelan pun jadi ikut

terbawa perasaanku yang tak menentu. Aku tak akan mengi-kuti kehendaknya itu. Bahkan aku sangat berharap, sangat

sangat berharap bila dirinya dapat menghentikan

kesenangan yang terlalu berbahaya dengan tanpa jaminan

kesela-matan dan juga keabsahan. Aku juga sering

membaca di surat kabar bila balapan liar itu terkadang

dikejar-kejar oleh aparat kepolisian karena faktor

Entitas... Taas... Taaas 77

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 101/202

meresahkannya. Sungguh, aku sangat berharap dirinya

dapat meninggalkan kegiatannya tersebut. Aku memendam

ketakutan itu.

***

Keluasan laut Menyesak dadaNafas terpaut Pada rasa seluas maut 

Pagi itu kamis, seluruh jalanan menuju sekolah macet. Ini

benar-benar diluar perhitu-ngan ku untuk berangkat seperti

biasanya. Ada iring-iringan pemadam kebakaran yang

berhenti di salah satu jalan. Di sana terjadi kebakaran yang

hebat. Kompleks ruko yang sering kulewati ketika berangkat

dan pulang sekolah, terbakar. Rupanya kebakaran itu terjadibelum lama, menurut kabar yang kudengar sekitar pukul

lima pagi tadi salah satu ruko sudah terlihat terbakar. Ini

adalah hari yang paling sial buatku, dengan iringan pe-

madam kebakaran tersebut aku jelas akan mengalami

keterlambatan untuk masuk seko-lah.

Sudah jam tujuh lebih sepuluh menit, dan aku masih terjebakdi tengah kemacetan ini. Aku menahan napas yang tak

nyaman. Ini benar-benar hari yang buruk bagiku, setelah

semalaman aku tak bisa tidur. Entahlah ada sesuatu yang

membuatku merasa gelisah, te-tapi aku tak mengerti atas

perkara dan masalahnya. Semalam, aku baru bisa

memejam-kan mata pada pukul tiga lebih tiga puluh

Entitas Tiga: Kawan, Mawar, dan Cinta 78

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 102/202

sembilan. Itu adalah waktu yang sudah ter-lampau pagi

untuk dapat disebut tidur yang sehat.

Dua puluh menit berlalu, akhirnya aku terbebas dari

kemacetan. Tentunya peristiwa ke-bakaran itu bukan

kejadian yang membuatku gelisah semalam. Kompleks

pertokoan itu tidak berhubungan secara langsung dengan

diri pribadiku, tidak juga dengan keluarga-ku. Meskipun aku

sering bolak balik melalui jalan di depan kompleks

pertokoan terse-but, tapi tidak terjadi hubungan yang nyata

denganku. Untunglah pagi ini aku berangkat dengan

diantarkan oleh sopir pribadi Ayah, bila tidak aku bisa

merasakan kondisi yang lebih tidak nyaman lagi. Aku

meminta mobil dipercepat lajunya, aku sudah benar-benar

terlambat. Lalu mobil pun melaju dengan kecepatan yang

pas untuk mengejar waktu. Pak sopir pengantarku sudahterbiasa mengantar Ayah dengan kebiasaan mengejar wak-

tu yang selalu saja sempit untuk bertemu dengan relasi-

relasinya.

Aku bergegas menjauh dari mobil. Berlari dengan langkah

yang tergesa, memburu pintu pagar sekolah. Langkahku

ditahan oleh segudang pertanyaan dari ruang piket yangdiba-ngun tepat seratus meter dari pintu pagar sekolah.

Setelah bernegosiasi dengan guru pi-ket yang

menginterogasiku, akupun mendapatkan t iket

keterlambatan yang artinya telah mengurangi poin ku

sebanyak lima poin. Sungguh menjengkelkan. Aku berjalan

sesege-ra mungkin, menuju ruang kelas. Sudah tidak

Entitas... Taas... Taaas 79

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 103/202

terlihat gurauan-gurauan dari teman-te-manku di setiap

 jalan menuju ruang kelas. Suasana belajar sudah dimulai.

Aku bergegas dan tak berapa lama tiba juga di ruang

kelasku. Pintu ruang kelas ku ketuk dengan per-lahan, lalu

masuk dengan tergesa sambil menyodorkan tiket

keterlambatan yang diberi-kan oleh guru piket sekolah. Aku

akhirnya berada di tempat dudukku, namun pagi ini

seseorang telah menghilang dari peredaran. Pasangan

setiaku belum datang di jam se-perti ini, padahal semestinya

dia sudah berada di kelas. Sedikit abai atas ketidakhadiran-

nya, aku mulai berkonsentrasi pada pelajaran hari itu. Kamis

yang sungguh petaka bagi-ku.

Sepanjang istirahat di hari yang petaka bagiku, satu per satu

teman satu kelas menjadi objek pencarianku. Aku bertanya

bilakah ada yang mengetahui keberadaan dari anak le-lakiyang duduk bersamaku, ternyata tak satupun dari mereka

yang mengetahuinya. Aku terus berputar menanyakan cara

menemukan keadaannya saat ini, dan aku mendapatkan

 jalannya. Seorang teman mengetahui bila dia selalu

bersama tiga hingga lima orang a-nak lelaki dari kelas XI IPS

lainnya. Teman itu memberitahukan satu per satu teman da-ri anak lelaki yang duduk bersamaku. Aku lega mendapatkan

informasi tersebut. Aku berdo'a semoga tidak terjadi hal-hal

yang buruk atas dirinya.

Lalu waktu yang kunanti pun tiba. Bel terakhir jam pelajaran

membuatku bernapas lega. Setelah merapikan buku-buku

ke dalam tas, menunggu bubaran kelas, lalu aku akan

Entitas Tiga: Kawan, Mawar, dan Cinta 80

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 104/202

menghampiri teman-teman dari anak lelaki yang duduk

bersamaku. Ruang kelas pun bubar, aku lekas-lekas keluar

dari kelas dan mencari teman-teman yang dimaksudkan o-

leh temanku tadi. Setelah menunggu di setiap ruang kelas XI

IPS, ternyata aku tak me-nemukan satu teman pun. Aku

mulai berpikir tidak waras. Aku mulai lemas, semenjak

semalam aku tidak dapat menghubunginya. Padahal waktu

itu jam masih belum terlalu malam, lalu semalam di malam

yang sudah agak larut aku pun tak dapat menghubungi-nya.

Siang ini, teman-teman yang selau bersamanya pun

menghilang, entah kemana me-reka pergi. Aku berjalan

menuju gerbang sekolah dengan langkah yang lunglai,

berjalan bersama teman-teman yang lainnya. Aku berdiri

menunggu penjemputku datang, dan di antara waktu itu aku

berusaha menghubunginya lagi namun tak ada jawaban. Iatidak mengaktifkan blekberi-nya.

Esoknya, jum'at yang cerah. Aku membaca surat kabar yang

tergeletak di meja teras ru-mah. Di salah satu halaman yang

kecil aku membaca berita kriminal mengenai penjari-ngan

para peserta balap motor liar yang selalu diadakan pada

rabu malam. Aku memba-canya dengan teliti, namun dariketerangan yang diberikan pada surat kabar itu tidak ter-

dapat tanda-tanda nama dirinya disebutkan, pun juga

dengan teman-temannya yang ma-sih satu sekolah. Blekberi

yang tidak aktif sudah membuatku berpikir yang tidak

masuk akal, sementara berita di surat kabar juga

membuatku semakin bertanya-tanya. Aku se-makin

Entitas... Taas... Taaas 81

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 105/202

dirundung penasaran akan menghilangnya dirinya sejak

kamis kemarin.

Di sekolah, setelah bel masuk berbunyi seseorang datang

dengan membawa sebuah su-rat keterangan. Si pengantar

adalah salah satu dari teman anak lelaki yang duduk bersa-

maku, rupanya hari ini ia masuk sekolah. Kemungkinan

besar surat tersebut adalah surat keterangan teruntuk anak

lelaki yang duduk bersamaku. Aku mulai bernapas lega,

sebab akhirnya kabar mengenai dirinya muncul juga.

Mungkin hari ini aku harus segera bersi-ap untuk mencari

keberadaannya. Petunjuk itu sudah semakin jelas, dirinya

tentu seka-rang berada di suatu tempat. Entah tanpa

pemberitaan media pagi tadi ternyata ia me-ringkuk di

dalam jeruji sel, ataupun ia berada di kediamannya sendiri.

Aku mulai siap menerima segala informasi tentangnya, dan

ketika jam istirahat bergegaslah aku meng-hampiri

temannya.

“gimana kabar dia?” tanyaku

“dia sedang sakit,”

“sakit apa? Tidak terlalu parah kan?”

“eeng iya eeh tidak, dia…, pokoknya dia sakit,”“sekarang dimana dia?”

“kenapa sich loe tanya-tanya soal dia?”

“gue kan temen satu mejanya, wajarkan kalo mau tau,”

“ya udah. Denger ya, dia sekarang ada di rumah sakit.

Keadaannya bener-bener pa-rah. Menurut dokter kayaknya

dia sudah gak bisa ditolong lagi…,”

Entitas Tiga: Kawan, Mawar, dan Cinta 82

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 106/202

“separah itu…?!!!”

Atas informasi itu kembali aku merasakan sesak yang luar

biasa. Dirinya berada di da-lam rumah sakit dengan keadaan

yang cukup mengkhawatirkan. Baru kali ini aku mera-sakan

sesuatu yang tak biasa, mataku sedikit basah dengan napas

yang mulai agak terse-ngal. Aku berlari meninggalkan

temannya. Aku berlari menjauhi keramaian. Menyem-

bunyikan diri ke dalam tirai hijau. Meratakan basah pada

mataku ke segenap wajah, dan juga beberapa anggota

badanku. Kemudian aku tersungkur di atas sajadah, dalam

kehe-ningan tulisan kaligrafi yang sering kulihat di dalam

kitab suci. Lama aku tersungkur, bahkan hampir terjatuh

dalam keheningan yang melepaskan seluruh jiwaku. Aku ter-

kantuk dan tak sadar bila seorang teman memanggilku

disertai suara bel sekolah yang menandakan jam istirahattelah usai.

Sepulang sekolah aku langsung memerintahkan sopir

penjemputku berangkat menuju rumah sakit yang dimaksud.

Memasuki pintu rumah sakit, aku hampiri bagian adminis-

trasi dan menanyakan ruang tempat dirinya dirawat. Para

perawat memberitahukan letak ruang tersebut, aku berlarimenuju ruangan itu. melewati ruangan bersalin, ruangan

ope-rasi sambil tidak menghiraukan panggilan sopir

pengantarku. Aku mengitari rumah sa-kit, hingga akhirnya

menemukan ruangan tersebut.

Aku memasuki ruangan tersebut setengah sadar.

Menghambur ke dalam dan mencari di-rinya. Aku

Entitas... Taas... Taaas 83

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 107/202

menemukannya terbaring di ranjang pesakitan. Aku

menghampirinya. Ia ter-senyum, senyum yang kukenal

ketika pertama kali kami berkenalan. Aku terus mende-

katinya dan tak kuasa atas diriku yang setengah sadar. Aku

menjatuhkan diriku pada tu-buhnya yang terbaring di atas

ranjang.

Aku tak ingin melepaskannya. Tidak pula atas nama malaikat

maut yang akan datang menghampiri, meskipun aku tahu ini

semua tidak mungkin terjadi. Dirinya hanya terse-nyum.

Senyum yang tak merasakan kematian yang mendekat.

12 Juli 2011

Entitas Tiga: Kawan, Mawar, dan Cinta 84

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 108/202

ENTITAS EMPAT AKSAN MANUSIA 3021

Bulan. Kemanakah bulan malam ini? Seseorang mencari-

cari cahaya bulan malam ini. Ia mencari cahaya itu sebagai

penerang jalan, dan penunjuk arah atas kegelapan malam.

Ia gusar dan gundah gulana dalam hidup. Ia ingin berlari

sejauh-jauhnya dari kehidupan yang dijalaninya. Ia merasa

ini bukanlah kehidupannya, ia hanya hidup di suatu lingku-

ngan yang dalam pikirannya tidaklah benar. Entahlah,

mungkin ketidakbenaran itu ada-lah parameternya sendiri

untuk menilai kondisi lingkungan tempatnya hidup.

Ia bernama Aksan, berusia enam belas tahun, barumenginjak bangku sekolah mene-ngah atas kelas XI. Aksan

bukan seorang pelajar berprestasi, ia hanya pelajar biasa.

Namun Aksan mengalami gejolak batin yang tak pernah

berhenti. Gejolak itu terus me-ngikuti dirinya dalam setiap

langkah hidupnya. Baru-baru ini, dengan mengikuti gejo-

laknya itu, Aksan mencari-cari cara untuk melarikan diri daridunia yang dihadapinya. Di tahun 3021 ini, Aksan

merasakan kesulitan hidup yang tak pernah dialami oleh

pela-jar seusianya pada tahun-tahun 2000. Aksan hanya

seorang pelajar biasa, namun satu ar-tikel yang dibacanya

mengenai situasi kehidupan pada tahun 2011 telah

menggugahnya.

Entitas... Taas... Taaas 85

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 109/202

Aksan membaca artikel tentang kisah pergerakan dan

 jaringan pengedar narkotika dan obat-obat terlarang yang

dikejar hingga ke pelosok-pelosok, bahkan menurut artikel

tersebut ada sebagiannya yang membentuk jaringan

internasional. Aksan membacanya dengan teliti, dan Aksan

seperti menemukan potongan peta yang hilang dari

kehidupan di tahun 3021. Aksan tak pernah mendengar

berita-berita dari kisah di tahun 2011 yang diajarkan oleh

guru-guru di sekolahnya, setelah membaca artikel tersebut

Aksan mera-sakan arus pembalikan dari semua yang dialami

dan diajarkan kepadanya. Maka dengan keadaan itulah

Aksan memutuskan untuk melarikan diri dari kehidupannya.

Aksan tak tahu jalan yang harus ditempuhnya untuk dapat

berlari dari kungkungan itu. Aksan ingin terbebas dari jerat

kehidupan yang keburukannya justru menjadi hal-hal yangbaik, dianggap sebagai kebaikan. Ini tidak lagi diukur

dengan keuntungan, tetapi nilai-nilai dasar manusia yang

sudah mencapai taraf paling asasi dari kehidupan manusi-a.

Setelah membaca kisah itu, Aksan berjumpa dengan banyak

konstruksi-konstruksi yang tidak menguntungkan untuk

kehidupan. Tetapi kehidupan itu masih dapat berta-han, dansemakin hari semakin menguat tanpa ada yang berusaha

untuk menghindarinya ataupun menghentikannya. Mereka

menerima keadaan itu sebagai kehidupan yang ber-

kembang menuju kebaikan, setiap hal yang berjalan mundur

dianggap sebagai kondisi yang justru menghambat

perkembangan zaman. Mereka menyangkal setiap masa lalu

Entitas Empat: Aksan Manusia 3021 86

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 110/202

yang dibandingkan dengan kehidupan saat ini. Mereka telah

mendeklarasikan diri untuk terus berkembang dan menatap

ke depan tanpa perlu melihat sejarah yang telah diting-gal

pergi. Mereka tidak menginginkan penilaian baik dan buruk,

tidak. Baik dan buruk hanyalah bualan kosong dan barang

terlarang. Mereka menyisihkan penilaian baik dan buruk,

hingga akhirnya terjadilah kehidupan yang telah mereka

 jalani saat ini. Kehidu-pan di tahun 3021 yang mereka

agungkan.

Atas dasar artikel tersebut, Aksan tergugah hatinya. Ia mulai

memperhatikan suasana di sekeliling lingkungannya, dan

sedikit demi sedikit Aksan mulai terbuka matanya. Ia me-

lihat banyak keburukan yang telah berdiri kokoh di

kehidupan tahun 3021, ia memban-dingkannya dengan

kehidupan di tahun 2011.“aneh…, mengapa ini semua serba terbalik?!”

Aksan membaca terbaliknya tanda yang tak terelakkan, dan

yang paling diutamakan a-dalah peredaran narkotika dan

obat-obatan terlarang. Aksan bertumpu pada barang-ba-

rang konsumtif tersebut.

“ini tidak masuk akal. Zaman sekarang di daerahku di mana-mana aku dengan mudah menemukan narkotika dan obat-

obatan terlarang. Bahkan di lingkungan terdekatku benda

itu hanyalah benda konsumtif yang biasa. Setiap orang

dapat membelinya, tentu-nya bila mereka memiliki cukup

uang,”

Aksan menilai kehidupan yang dijalaninya. Ia memikirkan

Entitas... Taas... Taaas 87

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 111/202

kondisi lingkungannya. Ia mulai menilai bila kehidupan di

tahun 3021 tidak menyimpan kebaikan apapun. Aksan mulai

mencari-cari fakta kebenaran atas pikiran yang telah

merasukinya. Aksan mencari pembenaran atas keadaan

pembalikan logika berpikirnya, dan ia ingin berlari mening-

galkan tahun 3021. Ia menjauh dari kehidupan saat ini,

namun ia tidak mengetahui apa-kah kehidupan di zaman

mendatang akan lebih baik dari kehidupan saat ini? ataukah

ia akan melarikan diri menuju tahun-tahun yang keburukan

benar-benar terdesak dari kehi-dupan, tahun 2011? Aksan

mencari cara untuk berlari dari kenyataan hidupnya.

Di suatu pagi yang cerah, matahari bersinar seperti tahun

2011. Aksan menerima kabar berita yang dilayangkan pada

holo-tablet yang dibawanya menuju sekolah. Di kabar itu

disebutkan bila pendapatan per kapita daerah yangdidiaminya meningkat dengan pesat, ini terutama

disumbangkan oleh konsumsi narkotika dan obat-obatan

sepanjang tahun 3021. Lantas Aksan juga memperoleh

kabar bila di daerah lain konsumsi narkotika dan obat-

obatan terlarang tidak tercantum sebagai bagian dari

pendapatan per kapita. Aksan menghirup napas dalam-dalam, rupanya baginya matahari cerah ini benar-benar

telah mencerahkan jalannya untuk memulai pelariannya.

“Aku harus keluar dari daerah ini.” sergah Aksan

Tekad itu ditanam Aksan kuat-kuat. Hari ini terbuka juga

 jalan yang akan dilaksanakan oleh Aksan. Aksan

menemukan jalan yang terbaik untuk melakukannya.

Entitas Empat: Aksan Manusia 3021 88

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 112/202

***

Bel sekolah berbunyi untuk pelajaran terakhir. Aksan

bergegas memasukkan semua per-alatan sekolah yang

baru saja dipergunakan. Satu holo-tablet, lima buah CD

pelajaran, dua buah CD kosong, dan head set. Ia melesat

dengan kencangnya siang itu. Ia memiliki rencana yang

paling terbaik seusai sekolah. Aksan tanpa banyak bicara

langsung me-ngendarai sedannya, meluncur menuju pusat

pertokoan yang sejak tadi dibicarakan oleh teman

sekelasnya. Aksan melewati perempatan lampu merah

tanpa mengurangi kecepa-tan. Ia memperhatikan jam

digital yang menempel di dashboard sedannya. Ia

tersenyum sebentar lantas menancap gagang gas

sedannya dengan terburu. Sedan langsung melon-cur

dengan kecepatan 120 km/jam.Pusat pertokoan sudah berada di depan mata. Aksan

mencari tempat untuk memarkirkan sedan. Ia mengambil

parkir paling tengah. Dengan gerakan secepat kilat, Aksan

me-ninggalkan sedan itu. Ia memasuki pusat pertokoan dan

mencari tempat yang dimaksud-kan oleh teman sekelasnya.

Tak lama kemudian, Aksan tiba di tempat tersebut. Ia ma-suk ke dalamnya, sambil berputar mengitari seluruh bagian

dari tempat itu. Kacamata yang dipakainya terus merekam

seluruh kejadian yang terjadi di dalam tempat itu, Ak-san

berjalan dengan langkah yang tidak mencurigakan. Tetapi

langkah Aksan terhenti ketika berbenturan dengan pelayan

tempat tersebut.

Entitas... Taas... Taaas 89

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 113/202

“Ada yang bisa dibantu?”

“ah…tidak, tidak. Saya hanya melihat-lihat saja. Terima

kasih,”

Aksan segera keluar dari tempat tersebut. Gerakan terakhir

yang dilakukannya adalah menghadapkan kacamatanya

pada bagian depan tempat tersebut. Di sana telah direkam-

nya papan nama yang timbul tenggelam seperti awan di

langit. Lantas Aksan menjauh dari tempat itu, ia kembali

menuju sedannya. Aksan keluar dari pusat pertokoan, berja-

lan dengan tenang dan melangkah mendekati sedannya.

Aksan memasuki sedannya, me-nyalakan dan menunggu

hidrolik menggeser posisi sedannya dari tengah parkiran

menu-ju jalan keluar dari pusat pertokoan. Aksan menunggu

sekitar tiga menit, lalu ia me-ngendarai sedannya menuju

pengecekan identitas yang akan memasukkan biaya parkirpada pulsa jaringan sekolahnya.

Aksan melaju di jalan kota. Sekarang ia melaju dengan

sedikit santai. Ia mengendarai sedannya tidak menuju

kediamannya, melainkan menuju kantor polisi yang letaknya

a-gak jauh dari sekolah dan pusat pertokoan. Di tengah

perjalanan, Aksan membuka kaca-matanya, melepaskanlensa kacamata dan meletakkan lensa itu pada kotak kecil

yang sudah dibukanya pada dashboard sedan. Ia menutup

kotak itu, dan waktu hitungan di-mulai untuk memindahkan

objek rekaman lensa pada CD yang telah tersedia di sedan-

nya. CD rekaman itu muncul dari bagian kotak lainnya, lalu

Aksan membersihkan len-sanya. Menghapus rekaman yang

Entitas Empat: Aksan Manusia 3021 90

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 114/202

terisi pada lensa kacamatanya.

“Ini adalah bukti itu…! Aku mendapatkannya,”

Aksan membelokkan sedannya pada pertigaan jalan. Ia

sibuk dengan segala objek yang disiapkan untuk diberikan

pada kepolisian setempat. Aksan memasang setir sedannya

pada posisi auto-drive, lalu tak berapa lama mobilnya telah

memasuki gerbang kepolisi-an dan parkir di tempat yang

kosong. Pintu sedan terbuka otomatis, Aksan keluar dari

sedannya. Pintu sedan tertutup kembali dengan sendirinya.

Sensor di dalamnya menghi-tung berat badan Aksan yang

sudah lenyap dari kursinya. Aksan berlari menuju kantor

kepolisian.

“Selamat siang pak! Saya hendak melaporkan tindak

penyalahgunaan NAPZA yang terjadi di pusat pertokoan,

dan sebagai bukti saya membawa rekaman ini pak,”“tindak penyalahgunaan NAPZA…,”

“iya pak..,”

“di pusat pertokoan! Itu tindak penyalahgunaan NAPZA…,”

“iya pak…,”

“menurut siapa?”

“eh anu…,menurut…, itu pak. Menurut kehidupan di tahun2011,”

“lebih baik kamu laporkan ke ruang sebelah saja,”

Aksan membawa kembali CD rekaman yang dianggapnya

bukti. Polisi yang pertama kali Aksan hadapi nampaknya

tidak setuju dengan pikirannya. Polisi itu tidak mengang-gap

rekaman CD yang dibawanya sebagai bukti, terlebih setelah

Entitas... Taas... Taaas 91

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 115/202

Aksan menunjuk pusat pertokoan sebagai tempat kejadian

perkara, polisi itu seperti tak perduli dengan Aksan.

Sekarang Aksan berjalan menuju ruangan yang ditunjukkan

oleh polisi tadi, dari teli-nganya Aksan mendengar suara

polisi tersebut dengan temannya. Di pendengarannya

terdengar bila polisi itu mengajak temannya ke tempat

kejadian yang dimaksudkan un-tuk mengabiskan waktu

luang. Aksan memasuki ruangan tersebut, tanpa ragu dan

me-nuju salah satu polisi yang sejak masuk sudah

tersenyum kepada dirinya.

“silakan…, ada yang bisa kami bantu?”

“b e g in i p a k , sa ya he nd a k me la p ork a n t ind a k

penyalahgunaan NAPZA di pusat pertokoan,”

“penyalahgunaan NAPZA. Di sana itu ya…, di pusat

pertokoan,”“iya pak…,”

“membawa barang bukti…,”

“ini pak. Rekaman CD yang saya buat,”

“kamu tinggal di mana?”

“di Grand Village pak…,”

“orang tuamu…, saya rasa mengetahui tempat ini. Bahkanmenjadi member di sana,”

“bagaimana bapak mengetahuinya?”

“ya…saya hanya memperoleh informasi dari sedan yang

kamu parkir dan identitas yang saya dengar di telinga,”

“orang tua saya member di tempat itu?”

“iya…,”

Entitas Empat: Aksan Manusia 3021 92

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 116/202

Aksan mendadak patah arang. Ia tak dapat berpikir lagi. Ia

kehilangan akal untuk mela-rikan diri dari kehidupan di

tahun 3021 dengan menelusuri lorong-lorong gelapnya.

Walhasil, ternyata Aksan terpukul sendiri dengan kenyataan

bahwa orang tuanya sendiri menjadi anggota dari tempat

itu. Aksan tidak memahaminya.

***

Gundah gulana hati Aksan. Ia mencari cara untuk melarikan

diri dari kungkungan ling-kungan, terlebih lagi keadaan ini

sudah memasuki ruang keluarganya sendiri. Rasanya tak

ada jalan lain selain melarikan diri dari kehidupan. Tidak.

Aksan tidak memilih un-tuk membunuh dirinya atau

melaluinya dengan cara-cara yang picik. Aksan akan menja-

laninya dengan cara-cara yang lebih berani. Aksan telah

terbuka matanya atas realitas kondisi kehidupan di tahun3021, tahun tempatnya hidup. Ia yang sekarang berusia e-

nam belas tahun tidak ingin anak keturunannya dipengaruhi

oleh kondisi tahun 3021 ini. Aksan mencari cara untuk

meluruskan kondisi itu.

Akhirnya Aksan menggunakan siasat yang sederhana untuk

melarikan diri dari kondisi yang serba terbalik. Ia memacariseorang gadis cantik, putri dari Gubernur provinsinya. Inilah

siasat yang sekarang dimainkan oleh Aksan, siasat gender

namanya. Aksan mempertemukan kodrat lelakinya dengan

kodrat perempuan yang jatuh pada seorang putri Gubernur.

Ia cantik, pintar dan mudah bergaul, dengan dirinya Aksan

akan menembus pintu-pintu yang lebih tinggi dari kehidupan

Entitas... Taas... Taaas 93

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 117/202

lingkungannya yang terbatas.

“Nis…,aku suka dengan kamu…,” kata-kata itu keluar dari

mulut Aksan

“Apa Aksan?! Kamu suka denganku, kenapa Aksan?”

“tidak ada alasan Nis, aku hanya suka dan ingin menjadi

pacarmu?”

“heh eh eh…kamu tau Aksan ini adalah sesuatu yang sudah

kutunggu lama,”

Aksan jadian dengan Anis, anak Gubernur Provinsinya.

Cara yang tidak terlalu sulit, dan memang tak perlu

menaklukkan hatinya. Ternyata Anis memendam suka pada

Ak-san sudah sejak lama, mungkin enggan mendahului

lelaki. Mereka berpacaran. Setiap waktu mereka lalui

berdua, di sekolah ataupun di kesehariannya. Mereka

semakin erat dan dekat. Mereka melakukan yang dilakukankebanyakan anak-anak seusia mereka di tahun 3021,

mengendarai sedan, berjalan mengelilingi samudera,

melintasi langit biru dengan pesawat mini, dan menyaksikan

holocinema. Mereka menghabiskan waktu ber-dua dengan

penuh suka cita dan keriangan.

“Nis, kapan-kapan kita jalan-jalan ke kantor Gubernur ya?”“kenapa San?”

“aku ingin lihat-lihat suasana kantornya. Bukankah dengan

anak Gubernur aku dapat mengetahui keadaan di sana?”

“bisa…, bisa Aksan. Kita bisa melihat keadaan di sana.

Bahkan aku juga sering ke sana,”

“tanpa mengganggu kerja mereka?”

Entitas Empat: Aksan Manusia 3021 94

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 118/202

“iya…, tanpa mengganggu para pegawainya.”

Lantas satu minggu setelah percakapan itu, mereka berdua

berangkat menuju kantor gu-bernur. Mereka berkeliling

memperhatikan pegawai gubernur yang sedang sibuk

dengan segala urusan yang ditanganinya. Masing-masing

dari mereka ketika itu di telinganya dipasang head-set,

rupanya untuk mendengar informasi dari luar berhubungan

dengan keadaan kawasan-kawasan tertentu dari bagian

provinsinya. Mereka berjalan dengan santai dan tenang,

tidak tergesa ataupun mengganggu pegawai yang sibuk.

Setelah lama berkeliling, mereka memasuki ruangan yang

lumayan luas. Di sana Guber-nur Provinsi sedang bertemu

dan memerintahkan pegawainya untuk mengerjakan suatu

pekerjaan. Mereka memasuki ruang kerja dari Administrasi

NAPZA. Mereka memasuki ruangan tersebut. Aksan senangmemasuki ruangan tersebut, sebab sejak awal rencana

untuk berkunjung ke kantor gubernur ini, ruangan tersebut

memang merupakan ruangan utama yang akan dijajakinya.

Ia senang, senyumnya dipenuhi hasrat pencarian yang tak

mereda. Mereka memasuki ruangan tersebut. Dinding

ruangan berisi dengan data-data statistik tentang NAPZAyang ternyata memang ada. Aksan merekam semua dengan

ka-camatanya. Aksan dan Anis mendekati Gubernur.

“pagi ayah…!” sapa Anis

“selamat pagi! Anakku dan …siapa ini kemarin?!” lupanya

“Aksan ayah. Dia kemarin yang hendak Anis bawa

berkeliling kantor Gubernur,”

Entitas... Taas... Taaas 95

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 119/202

“ya ya ya Aksan…! Ayah lupa, maklum banyak yang

dipikirkan,”

“iya ayah…, Anis mengerti,”

“Anis…! Bagaimana dengan kartu anggotamu?”

“kartu anggota?! Maksud ayah?”

“kartu anggota untuk sentra NAPZA di pusat pertokoan itu?”

“ooh itu…, Anis sudah membuatkannya Ayah. Mungkin lusa

sudah dapat dipergunakan,”

“bagus…,bagus…,”

“kartu anggota apa Anis?”

“itu kartu anggota untuk sentra di pusat pertokoan…,”

“maksudmu sentra yang baru saja dibuka,”

“iya…,kamu tahu Aksan,”

“ya ya…,”

Aksan pada saat itu menahan terkejutnya. Ia berusahamemperoleh banyak info lagi de-ngan rekaman

kacamatanya di ruangan tersebut. Detik itu juga Aksan

mulai membuat rencana baru yang tidak diketahui oleh

siapapun. Bahkan oleh Anis yang anak Gubernur

provinsinya. Aksan mengikuti terus kemana langkah kaki

Anis di ruang Administrasi NAPZA. Mereka berkelilingdengan bebasnya, tak ada yang dapat menghalau setiap

 jengkal langkah kakinya. Sang Gubernur masih sibuk

dengan para pegawainya, mena-nyakan mengenai ini dan

i t u y a n g b e r h u b u n g a n d e n g a n N A P Z A d a n

perkembangannya di daerah yang satu itu. Daerah itu tak

lain adalah daerah yang ditempati oleh Aksan dan

Entitas Empat: Aksan Manusia 3021 96

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 120/202

keluarganya, serta tentu saja teman-teman sekelasnya.

Aksan mulai bisa membawa diri-nya dengan santai, Ia tak

lagi mendramatisir setiap langkah dan geraknya.

Senyumnya tak lagi dibalut dengan keterkejutan, Aksan

hanya berusaha untuk mendulang seluruh informasi yang

saat itu sedang berputar di ruangan tersebut. Aksan

manggut-manggut seolah mengerti segala yang diceritakan

oleh Sang Gubernur dan para bawahannya. Ia adalah tamu

yang tidak istimewa, tetapi diberikan hak istimewa yang

sangat di luar du-gaan. Aksan sangat gembira dengan

semua yang diperolehnya, hari itu.

Beberapa hari setelah Aksan bertamu di kantor Sang

Gubernur, ia dengan sangat men-dadak memutuskan

hubungan pacaran yang dijalinnya dengan putri Sang

Gubernur. Ti-dak ada hal yang lainnya, melainkan Aksantidak menyenangi status dari putri Sang Gu-bernur berikut

semua aktivitas yang dilakukannya untuk mendukung Sang

Gubernur. Aksan memutuskannya, tetapi Anis berberat hati.

“tidak Aksan! Aku tidak ingin kita menghentikan pacaran

ini,”

“tetapi aku menghendakinya Nis…!”“mengapa Aksan…?”

Aksan abai dengan segala kehendak Anis. Ia tetap pada

niatnya. Ini berhubungan de-ngan keinginan yang kelak

dapat terwujud dengan baik. Aksan memutuskan jalinan ka-

sihnya dengan Anis, tetapi Anis tetap bertahan atas Aksan.

Dalam situasi itu, Aksan tak lagi memikirkan Anis. Tetapi Anis

Entitas... Taas... Taaas 97

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 121/202

 justru merasa kerumitan yang tak terelakkan. Mere-ka

terpisah, tetapi tidak juga terpisah.

***

Setelah beberapa bulan bertamu di kantor Sang Gubernur,

Aksan mulai paham bila usia-nya belumlah sampai tujuh

belas tahun plus. Masih banyak yang harus diraih dan dike-

tahui melalui beragam informasi yang diterimanya. tetapi

usia yang belum tiba waktu-nya itu sudah ditanamnya

dengan posisi terbalik dari tahun 3021. Aksan menginginkan

kembalinya masa itu, tahun 2011. Setelah sekian lama

menghirup udara kotanya, Aksan merasa ingin kembali ke

masa itu. Masa ketika ia belumlah terlahir, namun begitu

mem-buatnya jatuh hati.

Dengan segala upaya, ia pun akhirnya dapat menemukan

 jalan menuju kehidupan yang lebih tinggi dari beberapabulan lalu. Aksan berencana bertemu dengan Sang

Presiden, sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.

Aksan mencari cara yang tepat untuk mengungkap segala

yang menjadi kegundahannya atas periode 3021 tersebut.

Di sela-sela itu, Anis masih juga bertahan untuk menjalin

kasih dengannya. Ia telah rela untuk melakukan segala yangdiinginkan oleh Aksan.

“San…, atas nama debaran hati yang kusebut cinta, aku tak

ingin menjauh darimu,”

“Nis…, engkau dan aku berbeda. Mungkin tak akan dapat

disatukan,”

“tidak San. Justru aku ingin kita melenyapkan perbedaan

Entitas Empat: Aksan Manusia 3021 98

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 122/202

itu,”

“Anis…! Perhatikan Ayahmu…!!!”

“aku tak perduli dengan dia San. Kehendak hatiku San, rasa

dalam dadaku bukanlah milik Sang Gubernur. Tetapi milik

engkau. Akan kuberikan segala yang kau butuhkan, asalkan

debaran dalam hatiku, rasa dalam dadaku tak kau bunuh

demikian saja. Hanya karena…, ya hanya karena perkara

yang dapat dihapus,”

Aksan terdiam mendengar keakuan Anis. Ia menghela napas

panjang, lalu mendekapnya dengan tenang. Memusnahkan

segala gundah gulana yang mencengkeram dirinya dan diri

Anis. Mereka terdiam. Lalu Aksan pun menganggukkan

kepala, dan dibalasnya de-ngan senyum dari sang kekasih

yang tak hendak terhapus ataupun terbunuh dengan sia-sia.

“aku ingin bertemu dengan Sang Presiden, saat ini,”“kau hendak bertemu dengan Sang Presiden?”

“ya Nis. Aku ingin bertemu dengannya…, melanjutkan

perkara yang belum dapat kupahami,”

“aku akan membantumu…,”

Akhirnya Anis sungguh-sungguh memberikan jalan yang

terbaik untuk Aksan, setelah Anis bertanya kepada ayahnyamengenai cara bertemu dengan presiden. Anis memiliki

cara untuk membawa Aksan berjumpa dengan Sang

Presiden, sebagaimana mereka ber-dua memasuki kantor

Gubernur. Lalu itu pun terjadi dengan hanya satu kali

kedipan mata, sungguh jasa Anis tak dapat dibalas oleh

Aksan. Mereka berdua berjumpa dengan Sang Presiden,

Entitas... Taas... Taaas 99

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 123/202

dan tanpa alasan apapun langsung menemui mereka di

ruang Adminis-trasi NAPZA. Dari pusat hingga ke daerah

ternyata terdapat ruang administrasi ini, rua-ngan yang

ternyata dibalik penggunaannya dari kebaikan menjadi

keburukan. Dari sesu-atu yang pada tahun 2011 dianggap

kebaikan kini telah tersisihkan oleh keburukan tuju-an, yaitu

hanya memperbesar pajak sebagai devisa yang

menguntungkan. Lantas di ru-ang Aministrasi NAPZA di

Pusat pemerintahan, Aksan menemukan petunjuk yang

 jelas sekali. Aksan menemukan bila dalam rencana jangka

panjangnya, Sang Presiden akan membuat salah satu

provinsi sebagai Daerah Istimewa NAPZA (DIN), dan ini

menurut catatan di ruangan tersebut baru terlaksana pada

salah satu daerah pada provinsi terse-but. Provinsi itu

dikepalai oleh ayah Anis, Sang Gubernur. Sementara daerahyang se-dang dijadikan percontohan adalah daerah tempat

kelahirannya, tempat Aksan beserta seluruh orang-orang

yang dikenalnya hidup berbaur. Provinsi itu menjadi mega

proyek yang memberikan devisa tidak kecil. Ini sudah nyata

diketahui oleh Aksan.

***Sepulang dari kantor Sang Presiden, Aksan bersedih hati.

Kesedihannya tak ada lagi yang sanggup untuk

meredakannya. Aksan telah putus asa. Ini tidak adil, Sang

Presiden jelas-jelas membawa ideologi yang sulit bagi

negaranya. Terutama bagi tempat hidup Aksan. Sang

Presiden membawa ide-ide global yang serba terbalik dari

Entitas Empat: Aksan Manusia 3021 100

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 124/202

komunitas du-nia, maka berakhirlah perjuangan Aksan. Ia

merasa tak ada lagi yang patut untuk diper-juangkan, Aksan

kalah. Ia telah menjadi pecundang di tahun 3021, tahun yang

telah membuka matanya sekaligus meruntuhkan segala

upayanya. Aksan tak lagi bisa memi-kirkan cara untuk

kembali menyemangati hidupnya.

Dalam keadaan yang kalah itu, kehadiran Anis tiba-tiba

memberikan jalan bagi Aksan. Memberinya jalan sekali lagi

untuk terus memperjuangkan segala yang diyakini kebena-

rannya. Anis menenangkan batin Aksan yang remuk redam

oleh kekalahan. Hancur dan luluh lantah, seolah Aksan

hendak membunuh dirinya. Tetapi Anis memberikan jalan

itu, sebab tidak ada yang tidak mungkin bagi kehidupan di

tahun 3021 untuk melakukan apapun. Bahkan Sang Ilmuwan

besar pun telah dikalahkan oleh perkembangan teknolo-ginya. Anis menguatkan Aksan.

“Aksan…, tak ada jalan lain. Sekarang kita berangkat ke

tahun 2011. Kita hidup di sa-na, dan melahirkan keturunan

kita kelak,”

2 Juli 2011

Entitas... Taas... Taaas 101

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 125/202

Entitas Empat: Aksan Manusia 3021 102

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 126/202

LELAKI HUJAN Terkenang pada sajak PINTU karya Ita

Dian Novita

Tak perlu kauketuk pintuku

Karena daun-daunnya adalah kita

Aku mengenalnya. Lelaki itu. Yang berdiri ditengah rintik

hujan. Ketika a-ngin November terasa basah. Lalu awan

mulai dipenuhi mendung. Ia di sa-na. Berdiri ditengah rintikhujan. Tak perduli pada pakaian yang basah. A-cuh pada

tubuhnya yang menggigil. Dan masih berdiri di sana. Di

antara rintik hujan. Ikhsan namanya. Seorang lelaki yang tak

hendak mengenal dunia dalam pandangan semua orang. Ia

hanya mengenal kehidupannya yang menurut orang terlihat

aneh dan ganjil. Setiap orang yang mengenal-nyamengatakan bila Ikhsan bukanlah manusia biasa dalam

tanda petik. A-kan tetapi bagiku Ikhsan adalah seorang

lelaki yang telah membutakan mataku meski hanya dalam

waktu yang singkat.

Sorot mata itu. Sorot mata milik Ikhsan. Ia memiliki sorot

mata tajam. Aku seperti melihat pancaran kilat di matanya.

ENTITAS LIMA 

Entitas... Taas... Taaas 103

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 127/202

Dari mata itulah aku berusaha untuk mengetahui siapa

Ikhsan sesungguhnya. Tidak dengan semua angga-pan

orang. Tidak pula dengan anggapanku sendiri yang

kuperoleh dari a-matanku berjam-jam. Aku menatap sorot

mata itu. Lalu kutemukan beri-bu cerita yang tak pernah

kudengar sebelumnya. Tentang Ikhsan. Tentang hidupnya.

Dan tentang segala yang bersarang dalam pikirannya. Aku

mem-bacanya. Dari sorot mata itu, kemudian bibirnya yang

bergerak perlahan. Seperti bibir yang tak hendak mengejar

detik waktu. Sebagaimana orang-orang sekarang yang

mudah mengejar waktu dengan bibirnya.

Suara itu. Suara dari mulut Ikhsan. Begitu nyaring. Tegas.

Menyayat. Andai-kan ada seratus ribu mata pisau yang baru

saja diasah, mungkin suara Ikh-san lebih menyayat daripada

seluruh pisau tersebut. Ketika aku berada sendiri di suatutempat, aku membayangkan suara Ikhsan kudengar di

tempat itu.Ia berbicara dengan nyaringnya. Tegas dan

menyayat.

Aku mengingatnya. Lelaki itu adalah Ikhsan. Bukan siapa-

siapa. Lalu hujan berhenti. Dan langkahnya menghilang

dibalik puluhan gedung. Mengalangi pandangan mataku.Tubuhnya lenyap. Tak tertelan bumi. Pun juga tak ter-kubur.

Ia masih hangat dalam pikiranku. Namun, Ikhsan masih

berdiri dite-ngah rintik hujan. Aku tak mengenal hujan ini.

Tetapi tubuh itu masih kuke-nal. Aku tak harus

mengenalnya. Cukup hujan itu yang harus kukenal, hing-ga

aku mengerti itulah sekarang tubuh Ikhsan. Basah oleh

Entitas Lima: Lelaki Hujan 104

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 128/202

hujan yang tak kukenal. Aku mengingat tubuh Ikhsan. Ketika

itu.

***

Tak perlu kauketuk pintuku

Karena kayu-kayunya adalah kita

Pagi itu cerah. Aku melihat kelebat tubuh Ikhsan yang

menghilang. Di per-tigaan jalan. Aku mengejarnya. Namun,

langkah Ikhsan tak dapat kukejar. Ia berlalu dengan langkah

seribu. Setiap orang menyebutnya sebagai lelaki a-neh.

Ganjil. Aku berusaha menepisnya. Namun, aku pun

merasakan kea-nehan dan keganjilannya. Aku tak harus

mengakui bila Ikhsan adalah lelaki aneh dan ganjil.

"Mita boleh kupinjam bukumu?"tanyanya lugu pada

temanku."Boleh…" tangan Mita meraih buku yang dimaksud Ikhsan

sambil melirik kearahku yang duduk agak jauh dari dirinya.

"Makasih Mit!"

"Sama-sama"

Lalu Ikhsan pun berlalu dari tempat duduk Mita. Ia pergi dari

ruangan itu. Aku berjalan menuju Mita. Menghampirinya.Dan sedikit memberinya se-nyum. Menggugah

kesadarannya yang telah hilang. Kesadaran bila hidup ti-

daklah serumit yang dikiranya. Aku masih tersenyum. Lalu

duduk dihada-pan Mita.

"Apa kabar Mit?" acuhku dengan tingkahnya dihadapanku.

"Baik. Kamu siapa ya?" sifat pelupanya terhadap segala

Entitas... Taas... Taaas 105

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 129/202

sesuatu tak pernah hilang, kecuali terhadap buku. Buku

adalah satu-satunya dunia yang dike-nalnya.

"Aku, Mit. Aku adalah putri salju yang akan memberimu

hadiah." Telunjuk-ku menempel pada dada.

"Putri salju?!" Mita membenahi gagang kacamatanya yang

melorot.

"Ya. Aku putri salju. Perempuan cantik yang selalu

menemanimu dikala terlelap. Lantas membelalakkan

matamu dengan setumpuk hadiah yang kau inginkan. Aku

putri salju, Mita!" gaya teaterikalku muncul. Dihadapan Mita

aku terbebas dari perasaan gundah. Tak seperti ketika aku

menaiki panggung teater ataupun ketika aku melatih diriku.

Aku demam panggung menghadapi penonton.

"Kau membawa hadiah apa untukku, putri salju?"

"Aku membawakan sebuah buku mungil yang pasti kaukenal. Lihat buku ini baik-baik, Mita." Kuperlihatkan sebuah

buku berwarna putih.

Kesadaran Mita mulai bangkit. Ia mengenaliku. Lalu aku

duduk dengan po-sisi yang tak ragu. Mita melipat gagang

kacamatanya. Meletakkannya di a-tas meja. Bibir Mita

bergerak-gerak. Komat-kamit membaca mantra. Dari abjadbuku yang dikenalnya. Buku yang kupinjam. Lalu buku yang

dipinjam Ikhsan, tadi. Kalimat demi kalimat mengalir dengan

lancar. Tanpa jeda. Dan satu buku yang ingin kuketahui

isinya mulai diucapnya.

Berlembar-lembar surat kubaca dari mulut Mita. Kalimat

demi kalimatnya begitu jelas tereja. Ia terus mengulang-

Entitas Lima: Lelaki Hujan 106

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 130/202

ulang satu adegan. Satu peran yang dimainkan oleh Ikhsan.

Aku tak berhak menyebutnya sebagai penjiplak. Pun juga

plagiator. Tetapi setiap peran yang dimainkan oleh Mita

untuk memerankan Ikhsan selalu saja berhasil

dilakukannya. Mita memerankan Ikhsan dengan tepat. Aku

sendiri tak mampu meniru semua gerak gerik yang

dilakukan oleh Mita. Mita adalah artis besar di atas

panggung teater yang selalu memainkan peran Ikhsan. Dan

aku menemukan Ikhsan seba-gai sang pencipta dari

perannya sendiri. Ikhsan menciptakan citra bagi se-luruh

peran yang dimainkan oleh Mita untuk ditampilkannya

dihadapan-ku.

Selama ini memang akulah yang selalu menguntit semua

gerak dan lang-kah yang dikerjakan oleh Ikhsan. Mita tak

menyadarinya, tetapi tidak de-ngan Ikhsan. Meski demikian,aku selalu diliputi bayang-bayang diriku sen-diri yang

penasaran. Semua label dan simbol itu ingin kudobrak dan

ku-hancurkan. Namun, aku dibalut ragu dan bimbang

dengan peran yang di-mainkan Mita. Ia seperti tak

memainkan peran sesungguhnya dari Ikhsan. Dan aku mulai

terbiasa mencari sisi terbalik dari semua peran yang dima-inkan oleh Mita. Tetapi aku tak juga menemukannya. Aku tak

menemukan peran sesungguhnya yang dibuat Ikhsan

sebagai suatu citra.

"Mita. Bukumu ini bagus." Aku menunjukkannya pada Mita.

"Itu hanya sebuah buku yang aku sendiri ingin

melupakannya," tangan Mi-ta mengambil kacamata yang

Entitas... Taas... Taaas 107

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 131/202

diletakkannya di atas meja.

"Maksudmu?" aku sedikit tak mengerti dengan bahasa Mita.

"Cukup rumit untuk menjelaskannya. Serumit Ikhsan

dengan semua po-lahnya padamu."

"Sungguh!" aku berseri ketika Mita menyebut nama itu.

Ikhsan.

"Ya. Aku bersungguh-sungguh," kali ini kacamata Mita telah

menempel kembali.

"Seberapa rumit kau harus menjelaskan tentang Ikhsan

padaku?"

"Serumit aku menjelaskan dirimu padanya," mata Mita

menatap padaku tidak melalui kacamatanya.

"Maksudmu, Mita?" aku kembali membutuhkan penjelasan

darinya, tetapi Mita hanya menarik bibirnya. Seperti

tersenyum, tetapi tidak."Aku ini hanya operator biimplikasi dari kalian berdua.

Namun, aku tak sanggup mengalirkan semua perihal kalian.

Terlalu riskan."

Mita mulai berperilaku tak wajar. Ia seperti professor yang

menjelaskan bertumpuk teori yang didapatnya dari

tumpukan buku. Semua kalimatnya menghujam semua yangada disekelilingnya, hingga aku sendiri tak tahu a-pakah

Mita membicarakan diriku. Tentang aku. Ikhsan. Dan apa

yang terja-di di antara diriku dan Ikhsan. Dan juga tentang

kesadaran Ikhsan. Aku tak menemukan bila itu adalah

kebenaran. Bagiku Mita hanya membual. Ber-bicara dengan

maksud yang tak dapat kumengerti. Baginya dunia tak se-

Entitas Lima: Lelaki Hujan 108

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 132/202

eksistensialis panggung teater. Semua yang diucap. Semua

yang dikata ha-nya sekumpulan tanda tak berujung. Sia-sia.

Absurd. Lalu aku menemukan senyum Mita yang sedemikian

absurdnya.

Pagi itu memang cerah.tetapi tidak bagiku yang selalu saja

berputar tak karuan dihadapan Mita, yang selalu tak

berujung pangkal ketika bicara. Mi-ta adalah sebuah mesin

besar bernama manusia yang mengenal jagad me-lalui

tumpukan buku yang diraihnya di rak-rak buku

perpustakaan atau-pun rak buku di sudut toko buku. Mita

sangat fasih membahasakan semua kemungkinan. Ia

berbicara tentang hidup, lalu datang optimisme dihada-

pannya. Ia berbicara tentang cinta, lantas pesismisme

mengutuknya habis-habisan. Ia berbicara tentang nasib,

lalu seseorang mengiris nadi tangan-nya malam itu, dalammimpinya.

"Schopenhauer…!" tiba-tiba Mita berkata sedikit berteriak.

"Siapa lagi Mita?" tanyaku dengan nada yang agak sabar

setelah ketakutan-ku hilang.

"Dia. Schopenhauer." tegas Mita.

"Kau tak usah bergurau Mit," pintaku pada Mita"Aku tak bergurau," sanggah Mita padaku.

"Jangan-jangan nanti kau berubah pikiran. Lalu kau sebut

Nietszche atau Zarathustra atau entah nama apa lagi," aku

tertekan dengan penjelasan-nya.

"Banyak nama baginya,…"

"Dan yang teramat mendekati adalah Kierkgaard. Bukankah

Entitas... Taas... Taaas 109

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 133/202

demikian," kumajukan wajahku mendekati wajah Mita. Ia

memasang mimiknya yang tegang dan pucat.

"Aku tak mengerti itu," kali ini Mita berhasil kusesatkan.

"Tentunya kau mengerti bila dia selalu menggunakan

anonim untuk men-jelaskan semuanya. Lantas serentetan

kalimat yang menguatkan lompatan demi lompatannya

seperti mengalahkan relativitas yang melompati wak-tu."

Jelasku pada Mita yang benar-benar tersesat.

Mita terdiam. Ia menatapku tajam. Di sorot mata itu, aku

menangkap ba-yangan lain. Menghantuinya, tapi ia tak ingin

mengatakannya. Mita tak bica-ra. Dan aku makin tak

menentu. Pikiran di kepala melayang. Memerhati-kan wajah

Mita. Lalu pucuk cemara bergoyang. Angin menerbangkan

de-dahan pipihnya. Pinus menyahut. Ia mendengar

panggilan cemara. Berbisik di tengah pusaran angin tanpaarah.

"Pernah kau bayangkan kepada siapa sesuatu yang berat

harus dipikul?" bibir Mita berubah bentuk dengan lucunya.

"Tak usah kau katakan bila anak kecil di seberang jalan itu

dapat memikul berat yang kau maksudkan. Bukankah ia tak

bertenaga.""Kau memandang berat yang berbeda. Lalu kau tak

mengerti perubahan. Kemudian kau tak akan pernah sampai

untuk mengerti Ikhsan yang se-sungguhnya."

"Aku seperti tahu pernyataanmu ini. Tetapi aku sedikit

melupakan hal ini." Aku jengkel dengan Mita yang mulai

tertutup.

Entitas Lima: Lelaki Hujan 110

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 134/202

Mita merundukkan tubuhnya. Aku membayangkan ia

bersujud mencium tanah. Tetapi tidak. Mita mengambil

sesuatu dari dalam tasnya. Ia meletak-kan tasnya di kiri dari

letaknya duduk. Buku tebal itu di tangan Mita. Ta-ngannya

seolah menahan berat yang tak terkira. Mita meletakkan

buku tersebut. Di atas meja. Lalu dibukanya halaman demi

halaman. Dan dite-mukannya secarik kertas. Kulirikkan

mataku pada kertas tersebut. Tangan Mita menghalanginya.

Tangan kanannya telah menggenggam kertas itu. A-ku

mencium bau kertas yang tak biasa. Kemudian warna kertas

itu me-nembus facet mataku. Warna pelanginya

berpendaran. Seperti prisma Newton aku melihatnya

memendarkan warna putih. Lalu pelangi itu ter-bentuk.

"Kertas apa itu Mit?" tanyaku mengejar rasa penasaran.

"Ini kertas tak biasa. Dititipkan oleh Ikhsan. Katanya hanyauntuk seseo-rang yang benar-benar pantas."

"Kau tahu siapa seseorang itu?" Aku semakin dibuatnya

penasaran.

"Antara tahu dan tidak tahu." Sembunyi Mita dengan ketus.

"Tidak ada tempat di antara kedua hal itu. Dan tak pernah

ada satu manu-siapun yang ingin berdiri di antaranya.""Tetapi aku mau berdiri di antara keduanya. Dan sekarang

aku tengah ber-ada di antara keduanya. Kau sendiri dapat

membayangkan betapa berat berada di antara tahu dan

tidak tahu."

Aku diam. Membuang pandangan. Pada langit biru. Cerah,

temani pagi. Ku-kembalikan pandangku pada Mita. Lantas

Entitas... Taas... Taaas 111

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 135/202

melempar kembali mataku. Membiarkan cahaya menerobos

retina. Tangan Mita perlahan bergerak. Menggerakkan helai

kertas itu. Secarik kertas yang tak biasa. Dan orang yang

menitipkannya telah menjadikan kertas itu begitu tak

terjamah. Aku tak harus menerka siapa objek yang

dimaksudkan. Tetapi kertas tersebut telah mendarat

dihadapanku. Disodorkan Mita padaku. Aku ragu meneri-

manya. Lalu kepala Mita mengangguk. Ia menyetujuinya.

Tanganku berge-rak meraihnya. Kertas itu halus. Tak ada

sutra yang menandinginya. Aku membukanya perlahan. Aku

membaca sederet angka. Seperti kode serial number. 20-02-

02. Tak kumengerti maksudnya. Lalu sebaris sajak itu ter-

baca. Dan mataku tertuju pada barisan huruf di bawah

sajak. Di sana ter-tulis satu inisial yang tak berarti. Buatku.

Tercetak miring, kapital, dan tebal. IDN.***

Tak perlu kauketuk pintuku

Karena deritnya adalah kita

Wajah itu tak kulupa. Tentang siapa pemilik sesungguhnya

dari wajah itu mungkin bukan dia. Tetapi wajah itu memangterpasang untuk dirinya. Te-tapi bukan dia pemiliknya.

Guratan diwajahnya tak pernah tergaris de-ngan tepat.

Namun, mendekati wajahnya adalah suatu pemandangan

yang sangat asing bagiku. Meski ku mengenal wajah itu.

Wajah itu terpasang un-tuk Ikhsan. Sejarah mengirimnya

dari goresan tangan Tuhan.

Entitas Lima: Lelaki Hujan 112

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 136/202

Serupa keramik aku memandangi wajahnya. Tak pernah

kulupa bentuk-nya. Raut wajahnya. Seperti tak kulupa pada

sajak tersebut. Tertulis di ker-tas tanpa label dagang. Di tulis

oleh seorang lelaki. Ikhsan. Lelaki aneh atau ganjil. Dalam

pandangan orang. Di sekitarnya. Aku mendapatkan kertas

tersebut. Harum. Wangi baunya. Tetapi aku memang bodoh.

Ketika itu. Mendapatkan kertas itu adalah keindahan. Yang

membodohiku. Aku tak pernah mendengar suara Ikhsan.

Membacakan larik-larik sajak. Ataupun berbicara tentang

gerbang yang reot di halaman kediamanku. Ataupun pintu

tak terbuat dari jati. Tanpa engsel. Mataku tertuju pada

warna ker-tasnya yang pelangi. Lantas Ikhsan masih tak

tersua. Tak berubah.

Lelaki itu adalah Ikhsan. Betah berlama-lama berdiri di

tengah rintik hu-jan. Rimis. Aku tak melihatnya berubah. Darisebutan lelaki aneh. Lelaki ganjil. Tetapi detik ini. Aku

melihat Ikhsan. Basah oleh hujan. Jatuh di seku-jur

tubuhnya. Lalu sekelebat bayangan di sampingnya

tersenyum. Aku me-lihat perubahan Ikhsan. Di tengah rintik

hujan. Ia telah berubah. Kugeleng-kan kepalaku. Lalu

menarik napas panjang. Ia bukan lagi lelaki aneh. Lelakiganjil. Tetapi kini. Ikhsan adalah lelaki hujan.

Tak perlu kauketuk pintuku

Karena kita lebur dalam pintu itu.

13 Agustus 2006

Entitas... Taas... Taaas 113

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 137/202

Entitas Lima: Lelaki Hujan 114

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 138/202

ENTITAS ENAM PELAJARAN PERTAMA TENTANG CINTA

Ik breng me de woorden te binnen die liefdeteweegbrachten

Toen je voor het eerst ervoor uitkwam: Dankzij jouVoel ik dat ik leef, voel ik dat ik verdriet heb,

Ik kan niet meer wijken van jouw zijde(Sacré-Coeur, Anonieme Gezichten, Sitor Situmorang)

Dingin udara pagi hari serasa meremukkan seluruh tulang.

Aku dan dirinya berdiri di a-tas bukit, di belakang

penginapan yang di sewa selama dua hari. Ini adalah pagi

terakhir kami menikmati dinginnya udara Lembang. Semua

telah berakhir. Selama dua hari aku, dirinya dan seluruh

teman-teman sekolahku mengakhiri masa sekolahnya

selama dua hari, di kota yang dinginnya antara

menyenangkan dan juga menyesakkan. Malam per-pisahan

telah berlalu. Aku dan dirinya berdiri di atas bukit, tidak ada

percakapan selama setengah jam kami di sini. Hanya

hening, sunyi dan diam. Menunggu matahari yang a-kan

segera berbagi kehangatan, sebelum kami meninggalkan

tempat dengan udara yang paling menusuk tulang belulang.

Namun aku mengenangnya.

Dua hari yang penuh dengan suka cita, namun juga dibanjiri

dengan duka. Aku dan te-man-teman lain bersuka cita atas

kelulusan yang kami terima, setelah tiga tahun yang panjang

Entitas... Taas... Taaas 115

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 139/202

dipenuhi dengan pelajaran-pelajaran hidup dan juga ilmu.

Tapi bagi dirinya ini adalah dua hari yang dibanjiri oleh

kedukaan. Aku pun merasakannya. Sejak berangkat hingga

akan kembali pulang, meninggalkan kota Lembang, dirinya

tetap saja diam. Tak banyak bicara. Senyum mungkin selalu

dilemparkannya kepada aku dan teman-teman lainnya, kata-

kata singkat memang selalu terdengar bahkan panggilan-

panggilan nya-ring juga diperdengarkannya. Tetapi

keriangan dan keceriaannya seperti lenyap ditelan bumi. Ia

seperti mengubur segala yang kusukai dari dirinya, di sini, di

kota Lembang yang udaranya teramat menyayat tulang

rusuk.

Berangkat dari Bekasi, aku duduk bersama dirinya. Ia hanya

diam seribu bahasa, tak ada canda manisnya. Ia

menyandarkan kepalanya pada bahuku, aku terbawa olehsuasana yang sedang dialaminya. Sementara canda

manisnya seperti berpindah pada getar-getar rambut yang

sesekali tersibak pelan oleh udara pendingin kendaraan.

Rambut panjang yang agak bergelombang mengenangku

pada tawanya sehari-hari. Kepalanya masih ber-sandar

pada bahuku, padahal matanya tak terpejam. Dirinya seolahkehilangan pita sua-ra untuk berbicara, aku tak mengerti.

Setiap percakapan yang kuusahakan sebagai pem-buka

hanya mantul di gendang telinganya lalu udara mencuri

percakapan itu. Aku tak lagi mengerti mengenai suasana

batinnya.

Waktu telah berjalan satu setengah jam, akhirnya aku

Entitas Enam: Pelajaran Pertama tentang Cinta 116

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 140/202

melihatnya terjatuh dalam impian. Wajahnya yang anggun

dan halus kutatap dalam-dalam, ia tertidur dengan pulas.

Mung-kin dalam tidurnya ia ditemani dengan mimpi-mimpi

buruk yang berasal dari sumber keheningan yang

diciptakannya. Aku menatap ke sekeliling kendaraan, aku

memperha-tikan pepohonan yang berlalu satu per satu ke

arah belakang kendaraan. Aku tersenyum, ada sedikit

pengetahuan mengenai gerakan-gerakan pohon itu. Ya, aku

selalu mencerita-kan pada dirinya mengenai pengetahuan-

pengetahuan itu, dan ia sendiri juga berbagi pe-ngetahuan

yang dimilikinya. Aku memperhatikan ceruk-ceruk tanah

yang terjal, begitu banyak jenis serupa yang dilihat di hampir

separuh perjalanan menuju Lembang. Begitu banyak

lembah di kanan kirinya, dengan tanaman-tanaman khas

milik penduduk setem-pat. Setengah jam berikutnya dirinyamembuka mata. Dirinya terbangun. Menepis caha-ya yang

silau sambil memicingkan kelopak mata, membantu pupil

matanya untuk cepat beradaptasi. Aku lupa menarik kain

penutup jendela, tanganku meraih kain itu tapi ia

menolaknya.

“haus…? Minum…?”“aaah…, enggak. Jam berapa ini?”

“jam sebelas lebih tujuh menit,”

“ini…, minum,”

Air kemasan yang semula ditolaknya kini diambilnya.

Perlahan dibukanya tutup kema-san tersebut, lalu air dalam

kemasan itu memasuki kerongkongannya. Aku tersenyum

Entitas... Taas... Taaas 117

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 141/202

melihat guratan-guratan indah pada lehernya ketika teraliri

air yang meredakan dahaga. Dirinya menyeka wajah dengan

kedua tangannya, merapikan rambut terurainya. Lalu

kembali menjatuhkan kepalanya di atas bahuku.

“kenapa sich, kok keliatan sedih?”

“enggak…,”

“sudahlah…, dua hari ini kita akan akan merayakan malam

kelulusan. Meskipun ma-lam perpisahan, tapi bukan berarti

kita berpisahkan?” agak pelan aku mengatakannya,

seseorang di belakang dan depan kursiku kucurigai akan

merusak suasana

“justru itu…,” ia masih merebahkan kepalanya di bahuku

“justru itu bagaimana?”

Bus melaju dengan perlahan. Menaiki jalan yang terjal.

Suara mesinnya terdengar berat, lalu sebentar kemudian jalannya kembali normal, dan rupanya bus sudah akan

memasu-ki kawasan penginapan yang disewa oleh sekolah

kami. Bus mulai memasuki pelataran kawasan penginapan,

teman-teman mulai ramai dan ribut. Tak ubahnya dengan

hari-ha-ri mereka di sekolah, dengan canda dan riang yang

selalu mengisi waktu. Mereka mulai bersiap menurunkanbarang-barang yang dibawanya dari rumah, menurunkan

dan mele-takkannya di atas pangkuan. Ada juga yang

meletakkan barang-barang bawaannya pada lantai bus.

Kami mulai terpesona dengan suasana yang belum pernah

kami jumpai, aku sendiri merasa kagum dengan penginapan

itu.

Entitas Enam: Pelajaran Pertama tentang Cinta 118

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 142/202

Sekitar jam setengah satu kami telah tiba di penginapan.

Turun dari bus, berjalan tera-tur, membuat barisan, lalu

menerima kunci kamar yang masing-masingnya berisi dua

o-rang anak. Aku bertemu dengan teman sastraku,

sementara aku anak kelas IPA. Aku ter-pisah jauh dengan

dirinya, ia hanya tersenyum menjauhiku. Berjalan bersama

teman sa-tu kamarnya. Akupun menjauhi lapangan parkir

penginapan, berjalan menuju kamarku, bersama teman

yang sudah kukenal. Hari ini tidak ada kegiatan yang

membuat sibuk se-luruh siswa, kami hanya beristirahat

hingga esok hari.

***

Bunyi sirine berbunyi, tanda waktu sembahyang subuh yang

telah diinstruksikan akan segera dilaksanakan. Aku telah

bersiap dengan pakaian ibadah. Keluar dari kamar, ber-sama temanku. Di luar kamar, teman-teman telah berjalan

menuju tempat ibadah yang ditentukan. Aku masih menahan

kantuk, sambil berjalan sesegera mungkin. Sehabis

sembahyang ini, kami akan kembali ke kamar masing-

masing untuk bersiap-siap de-ngan kegiatan olah raga kecil.

Menurut jadwal yang telah dibuat, pada pukul lima tiga puluhmenit akan dilakukan senam aerobik dan olah raga ringan

dengan berlari satu pu-taran lapangan.

Aku berjalan sendiri menuju kamarku, mulai membenahi

pakaian sembahyang lalu menggantinya dengan kaos yang

tidak terlalu tipis. Udara pagi hari masih terlalu dingin,

ketebalan kaosku cukup untuk menahan udara dingin kota

Entitas... Taas... Taaas 119

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 143/202

Lembang. Aku bergegas me-nuju lapangan, dan di tengah

perjalanan aku bertemu dengan dirinya. Ia agaknya sudah

bisa melupakan segalanya, ia tersenyum ke arahku. Aku

membalasnya sambil berjalan mengikutinya dari belakang.

Dirinya berjalan pelan dan berbicara dengan teman satu

kamarnya. Wajahnya terlihat segar bugar, rambutnya tak

terlalu berantakan. Aku terse-nyum sendiri dalam hati, tapi

aku juga membayangkan tempat yang jauh. Tempat yang

kelak akan memisahkan aku dengan dirinya, mungkin

seperti inilah kondisinya. Lalu ini semua akan menghilang

dengan sendirinya.

Aku tiba di lapangan, seorang teman menyapaku. Ia

menepuk bahuku, aku membalas-nya. Kami berjalan ke

tengah lapangan dan membuat barisan untuk segera

melakukan olah raga yang telah dijadwalkan. UdaraLembang yang dingin tak membuat tubuhku terlalu

berkeringat dengan olah raga pagi ini, dan usai dari kegiatan

pelepas penat dan pembugar tubuh, air yang dingin akan

semakin menyegarkan kulitku. Aku merasakan ketenangan

yang tak biasanya. Aku merasakan kesegaran yang tak

pernah ku nikmati sebelumnya, tubuhku semakin segar dantak terasa panas.

Pukul tujuh tepat seluruh siswa dan siswi sekolahku harus

berada di ruang makan. Sara-pan pagi akan dimulai lima

belas menit setelahnya. Aku telah duduk di salah satu kursi

bersama dirinya. Aku masih merasakan bugarnya tubuhku

dari persentuhannya dengan udara dan air di penginapan

Entitas Enam: Pelajaran Pertama tentang Cinta 120

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 144/202

ini. Aku mencium bau harum yang biasanya kucium di jam

seperti ini, dari tempat yang masih memiliki jarak untuk

meruangkan tata kesopanan. Aku senang dengan bau

harumnya, dirinya tersenyum pada teman satu kamar yang

du-duk terpisah. Akupun melakukan hal yang dilakukannya.

Senyum yang manis agar pagi hari semakin ceria dan

hidangan yang masuk ke dalam perut semakin lezat, pagi

yang sempurna.

“kamu terlihat lebih ceria, sudah tidak sedih?”

“maksudnya?”

“kemarin sewaktu berangkat, bukankah kamu terlihat

sedih?”

“gak usah kamu ceritakan yang kemarin itu ya,”

“kenapa? Merusak mood kamu?”

“gak tau…, pokoknya gak usah, titik,”Aku menghabiskan hidangan yang tersisa, menikmatinya

hingga habis. Sepertinya dia melahap hidangan lebih cepat

dari pada diriku, ia mulai menghabiskan minuman yang

diambilnya. Aku mempercepat gerakan sendok yang sampai

ke mulut, begitu juga de-ngan gerak mengunyah dan

menelan makanan. Menghindari tersedak dari makananada-lah hal yang paling penting, agar tidak mengundang

tawa yang merusak suasana pagi yang sempurna.

K e m u d i a n a k h i r n y a s e l e s a i j u g a , a k u t e l a h

menghabiskannya. Aku membersihkan mulut dengan

segelas air putih, lalu buah sebagai penutup. Beristirahat

sejenak dengan duduk menunggu teman-teman lainnya

Entitas... Taas... Taaas 121

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 145/202

selesai menghabiskan sarapan-nya, aku mulai membuka

percakapan lagi dengan dirinya. Pagi ini memang terlalu

sem-purna, dirinya mulai bersikap seperti biasanya. Dirinya

tidak menunjukkan rona kesedi-han ataupun duka, ia

berbicara dengan tutur kata yang manis dan sesekali

diimbuhi de-ngan senyuman. Aku senang melihatnya

kembali ceria, sesekali canda yang ku layang-kan

dilahapnya hingga geliginya nampak. Kami tertawa kecil

setelah berbagi cerita yang memicu kegelian.

Selesai dengan sarapan pagi, pada pukul delapan kami

bergerak menuju aula yang akan dipergunakan malam nanti.

Kami akan mengadakan gladi resik untuk acara puncak, ma-

lam nanti. Agak terlambat lima belas menit, kami segera

menempati kursi yang telah di-siapkan di aula tersebut. Satu

 jam berikutnya, beberapa orang diantara kami dipilih se-bagai petugas pada acara malam nanti, dirinya terpilih

sebagai wakil untuk seluruh sis-wa yang akan menerima

kalung medali sebagai tanda kelulusan, dan dia juga dipilih

se-bagai siswa yang akan dilepas di malam puncak.

Pukul sembilan, kami memulai gladi resik. Persiapan

dimulai, para siswi duduk di kursi paling depan terusberjejer ke belakang, baru kemudian diikuti oleh para siswa

yang be-rada di belakangnya. Protokoler dimulai, suara

pembawa acara terdengar nyaring mem-bacakan susunan

acara yang akan dimulai sebelum inaugurasi. Satu demi satu

susunan acara dilatih, semula segalanya terlihat kacau dan

tidak bagus. Namun setelah diulang beberapa kali akhirnya

Entitas Enam: Pelajaran Pertama tentang Cinta 122

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 146/202

terjadi perubahan yang semakin bagus, bahkan ketika

terjadi se-dikit perubahan susunan acara tidak sama sekali

terpengaruh. Para siswa dan siswi me-lakukan gladi resik

dengan baik hingga pukul dua belas.

Gladi resik pertama telah selesai, diakhiri dengan makan

siang di ruang makan. Kami menghabiskan waktu setengah

 jam di ruang makan, kemudian berjamaah untuk melak-

sanakan sembahyang. Usai istirahat selama satu jam, gladi

resik kedua dimulai kembali. Kami berlatih hingga pukul tiga

sore hari, ketika suara azan terdengar. Setelah gladi ke-dua,

kami diperkenankan beristirahat dengan bebas. Kami

dibolehkan meninggalkan a-real penginapan untuk melihat

keadaan dan suasana kota Lembang yang sebenarnya.

Mencari berbagai cindera mata yang dapat dijadikan oleh-

oleh sepulangnya nanti. Aku, dirinya dan teman-temansekolah memanfaatkan istirahat bebas tersebut.

***

Kehidupan penginapan dimulai dari ruang makan. Selepas

maghrib, semua siswa dan siswi menuju ruang makan.

Menyelesaikan hajat pencernaannya selama lebih kurang

satu jam. Wajah-wajah mereka terlihat tambah berseri.Berbahagia dan gembira setelah penuh kebebasan

berkeliaran di seputaran Lembang. Aku pun menikmatinya,

tetapi jauh dari dirinya. Aku bersama teman-teman lelaki

sementara dirinya bersama teman-teman perempuan, kami

terpisah untuk berbagi rasa. Mengungkap segala mungkin

terlalu dini saat itu, aku ingin lepas dari kesunyian yang

Entitas... Taas... Taaas 123

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 147/202

mengungkung. Aku ingin membebaskan kepak sayapku

bersama seluruh kawanan yang kukenal, tak ingin dikekang

oleh kesen-dirian. Keheningan yang terkadang dianggap

meruntuhkan nilai-nilai etis. Aku bebas beterbangan. Sore

itu.

Di meja makan, aku kembali bersama dengan dirinya. Saat

ini aku merasakan peruba-han seperti sediakala, ketika aku

dan dirinya duduk berdua di atas bus menuju pengina-pan.

Aku menghela napas atas sikapnya yang seperti itu, aku tak

tahu bila perkataanku masih didengar olehnya, sementara ia

bersikap duka dan sedih.

“kenapa lagi…?”tanyaku, tetapi ia hanya menggelengkan

kepala

“kamu sakit?” lagi ia menggelengkan kepala, sambil

menghabiskan jatah makannya“ayolah…, tersenyum. Kamu adalah wakil untuk seluruh

teman-teman, bukan hanya untuk diriku,” dia tersenyum

kecut, tapi tetap diam. Tak ada suara, hanya gemelinting

sendok dan garpu yang sesekali beradu dengan piring

Usai menghabiskan hidangan malam, seluruh siswa dan

siswi meninggalkan ruang ma-kanan. Mereka kembalimenuju aula untuk mengikuti acara demi acara yang telah

dia-tur, berjalan dengan tertib, berbaris tiga tiga, mereka

berjalan menaiki tangga aula. Me-reka bergerak dengan

perlahan, aula terletak di atas ruang makan dengan anak

tangga yang tidak terlalu lebar. Setelah beberapa menit

berada dalam antrian anak tangga, aku akhirnya berada di

Entitas Enam: Pelajaran Pertama tentang Cinta 124

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 148/202

depan pintu aula. Teman-teman memasuki pintu aula, aku

mengiku-tinya. Mereka duduk di tempat yang sudah di tata

ketika gladi resik. Suasana masih hi-ngar bingar di dalam

aula, ramai sekali suara-suara yang tidak beraturan. Namun

mere-ka dengan tertib mengikuti aturan main yang telah

dibuat.

Rembulan sedang ceria. Ia menampakkan wajahnya malam

ini, menghiasi malam yang kelam. Menemani kami yang

hendak menyelesaikan segalanya, malam ini. Sungguh in-

dah malam ini, andaikan aku dapat terbang tanpa sayap

tentu aku akan mendekati rem-bulan untuk semakin dekat

dengan cahayanya. Cukup dekat namun tidak sampai pada

permukaannya, agar dari seluruh penjuru dunia terlihat

diriku yang sedang berdekatan dengan rembulan.

Suasana aula mulai sepi. Suara-suara perlahan-lahanlenyap. Siswa dan siswi telah siap melaksanakan susunan

acara yang dikomandoi oleh pembawa acara. Jam di tangan

ka-nanku menunjuk pukul delapan tepat. Lalu suara

pembawa acara mulai terdengar, pe-lan-pelan dengan

intonansi nada yang mengalun merdu. Di depan aula telah

duduk ba-pak kepala sekolah dengan dewan guru yang ikutdalam acara malam ini. Aku tak terla-lu berkonsentrasi

dengan acara itu, demikian pula dengan teman-teman

lainnya, tetapi a-ku dan mereka menahan diri hingga waktu

yang tepat untuk melepaskan kejenuhan yang selalu saja

terjadi di acara yang formal. Aku mulai berkonsentrasi

ketika nama di-rinya disebut oleh pembawa acara, lengkap

Entitas... Taas... Taaas 125

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 149/202

dengan seluruh data-data yang diraihnya un-tuk kelulusan

dan juga arah tujuan setelah lepas dari SMA, ia terbang jauh,

Universitas Leidden. Aku telah mendengarnya, tapi aku

ingin melihat reaksi teman-teman setelah mendengar tujuan

dirinya setelah malam ini.

Tak dapat disangkal, tiba-tiba riuh tepuk tangan memenuhi

aula. Seolah tak berhenti, suara tepuk tangan itu terus

menggema keluar aula. Suara tepuk tangan itu mengalir me-

lalui udara malam, menembus selimut kelam mencari celah

cahaya dan menggoda rem-bulan yang sedang bersinar

bulat. Aku tersenyum kepada bulan, setelah riuh tepuk ta-

ngan itu. Selang lima belas menit berikutnya, acara

 formalpun berakhir. Satu per satu siswa dan siswi dipanggil

untuk maju menerima medali, dan juga surat tanda lulusnya.

Aku melepaskan penat yang terjadi sekitar satu jam,bernapas lega dan tinggal menung-gu panggilan dari arah

depan. Untunglah tak lama kemudian namaku dipanggil, aku

ber-diri dari kursi menuju seorang guru yang sedang

bersiap mengalungkan medali dan memberikan gulungan

surat tanda kelulusan. Aku senang, tapi ini belum berakhir.

Sete-lah ini aku masih menjalani tantangan yang lebih rumitlagi, menjadi mahasiswa kedok-teran di Universitas

Indonesia. Aku tetap berada di Indonesia, tidak bepergian

 jauh ke luar negeri seperti dirinya yang mendapat beasiswa

di Leidden.

Aku kembali pada kursiku. Menunggu selesainya

pengalungan medali dan pemberian surat tanda kelulusan,

Entitas Enam: Pelajaran Pertama tentang Cinta 126

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 150/202

aku melihat teman sekamar dirinya berdiri meninggalkan

kursi-nya. Aku mengikutinya, keluar dari aula menuju toilet

yang tak terlalu ramai. Aku me-ngejarnya sebelum ia masuk

pada toilet khusus wanita.

“tunggu sebentar…!!!” aku memanggilnya

“iya kenapa? Ada apa?”

“aku mau tanya sedikit mengenai teman sekamarmu?”

“apa yang mau kamu tanyakan?”

“apakah dia baik-baik saja?”

“iya. Dia baik-baik saja,”

“tetapi kenapa semenjak tadi bersamanya dia hanya diam,

tak bicara sepatah kata-pun,”

“maaf…, aku harus segera ke kamar kecil,”

“oh iya silakan,”

Aku menunggunya jauh dari toilet. Menunggunya keluar daridalamnya, lalu mulai mencari tahu keadaan dari teman

sekamarnya yang selalu bersamaku. Tak lama kemudi-an

dia keluar dari toilet, aku mendekatinya. Ia tersenyum, lalu

mengatakan kembali bila dia baik-baik saja. Segala

pertanyaanku dipukul rata hanya dengan perkataan bila dia

baik-baik saja. Aku mengejar info lainnya, ia tetap saja padakabar yang sama. Namun sebelum ia masuk ke dalam aula,

ia mengatakan bila dirinya, teman sekamarnya, akan

memberikan sesuatu kepadanya. Ia mengatakannya sambil

tersenyum, akupun memba-las senyumnya meskipun ini

tidak membuat hatiku tambah tenteram. Aku abai dengan

berita yang dianggapnya selalu memberikan rasa tenang

Entitas... Taas... Taaas 127

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 151/202

dan aman. Tidak bagiku, aku a-bai atas berita terakhir tadi.

Aku lebih ingin dirinya berkata-kata seperti biasanya, ber-

canda dan bersenda gurau melepaskan tawa yang lebar. Aku

masuk kembali ke aula, memikirkannya dan bukan

pemberian yang telah diungkap oleh temannya.

***

Udara masih terasa dingin, meski matahari mulai berbagi

kehangatan. Pertemuan pagi dengannya usai. Aku

membawa pemberian yang dimaksudkan oleh teman

sekamarnya semalam. Figura kecil dengan ukiran tulisan

yang tak kumengerti maksud dan artinya. Aku menerima

pemberiannya tanpa harus kumengerti arti dari tulisan pada

 figura terse-but, aku tak ingin bertanya banyak hal atas

pemberiannya. Aku hanya cukup menerima-nya, anggap

saja aku mengerti segala maksud isi hatinya. Namun yangbelum aku me-ngerti adalah sikapnya yang jauh berbeda

dari setiap pertemuanku selama ini. Dirinya terlalu diam dan

lemah, tidak seperti yang kukenal. Dirinya tidak

menampakkan sikap sebenarnya yang merupakan cerminan

keberhasilannya dalam meraih cita dan masa de-pannya

selama ini, namun saat ini ia tak berdaya. Entahlah.Aku berjalan sendiri menuju kamarku. Setelah berpisah

darinya di lorong depan pengi-napan. Udara pagi terasa

terlalu dingin tanpa gerakan otot-otot yang ringan seperti

hari kemarin. Beberapa meter lagi aku sudah berada di

depan kamarku. Masih terlalu sepi, seluruh teman-temanku

agaknya masih mengantuk di hari ini, aku memakluminya

Entitas Enam: Pelajaran Pertama tentang Cinta 128

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 152/202

sebab semalaman mereka menghabiskan waktu hingga

larut. Aku sendiri masih mengantuk te-tapi dirinya

mengirimkan pesan melalui blekberi bila hendak berjumpa

denganku pagi-pagi. Figura kecil ini yang aku peroleh dari

dirinya. Kecil mungil, tetapi terlihat indah. Aku akan

menyimpannya sebaga kenang-kenangan dari dirinya.

Memasuki kamar aku mendengar suara ricik air yang jatuh

dari dalam kamar kecil, te-man kamarku sedang

membersihkan badan. Ia telah bangun dari lelapnya, malam

tadi ia bersama dengan diriku dan teman yang lainnya

menumpahkan kegembiraan atas sele-sainya masa-masa

sekolah, dan akan segera berganti dengan masa-masa lain

yang tentu-nya akan dialami berbeda oleh masing-masing

dari kami. Aku meletakkan figura kecil pada meja kamar

yang bersatu dengan cermin. Menyiapkan handuk,perlengkapan man-di dan mencopot pakaianku, yang

tersisa hanya celana pendek dan kaos singlet. Aku

menunggu dengan sabar. Temanku masih belum selesai

dengan hajatnya. Ia keluar dari kamar kecil.

“sudah selesai…?”

“ya. Darimana kamu?”“jalan-jalan pagi, ke bukit di belakang,”

“Apa ini?!

“Kukenang kata berakibat cinta

Ketika pengakuan pertama: Karena kau,

Aku merasa hidup, aku merasa duka,

Aku tak dapat lagi beranjak dari sisimu”

Entitas... Taas... Taaas 129

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 153/202

“apa? Yang mana?”

“ini…,”

“Ah kau. Ada-ada saja,”

Aku meninggalkan temanku. Memasuki ruang gelap tempat

segala kotoran harus diber-sihkan. Aku membasuh wajahku.

Masih terlalu muda rupanya, aku belum melihat keru-tan di

wajah, dan tubuhku masih belum berlemak dengan kulit

yang agak kisut dan lem-bek. Masih panjang waktuku untuk

meraih dan mengejar cita dan masa depan. Tergang-gu

dengan kesadaran itu, akhirnya aku langsung membasahi

seluruh tubuhku dengan air dingin dari ujung keran di kamar

kecil. Aku basah dan tenggelam dalam dingin yang

membersihkan jiwa dan ragaku.

***

Pukul tujuh empat puluh lima menit, sarapan terakhirmenyisakan kenangan yang tak a-kan terlupakan. Aku

duduk bersamanya, teman satu kamarnya tersenyum

kepadaku, lalu menganggukkan kepalanya seolah bertanya

mengenai sesuatu hal. Aku tak mengerti, te-tapi untuk

menyambut anggukannya itu aku mengacungkan jempol ke

arahnya. Ia terse-nyum lebar dan membenahi kursimakannya, lalu pergi meninggalkan ruang makan. A-ku

masih duduk di kursiku, bersama dirinya. Tak banyak bicara,

hening, tak bersuara. Aku mengikuti arah pikiran dirinya,

aku pun diam tak berbicara sepatah katapun. Ia te-lah

menghabiskan sarapannya, menelusupkan segelas air putih

dingin ke dalam kerong-kongan. Makanan yang masih

Entitas Enam: Pelajaran Pertama tentang Cinta 130

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 154/202

menyangkut di tempat itu terdorong masuk. Ia memasuk-

kan serat buah-buahan untuk melancarkan pencernaannya,

lalu sekali lagi menuangkan segelas air putih. Selesai sudah.

Kami merapikan kursi makan, lalu meninggalkan ruang

makan dengan segera. Ini adalah akhir dari segalanya,

namun adalah juga awal dari se-muanya. Aku dan dirinya

berjalan beriringan menuju ke kamar kembali, bersiap

merapi-kan seluruh barang bawaan yang telah dipakai

selama dua hari.

Aku berharap tidak ada yang tertinggal di penginapan ini,

akan kesulitan bila ada barang yang tertinggal dan ternyata

sangat penting. Tidak sulit sebenarnya, namun ini berhubu-

ngan dengan kejujuran. Bila ternyata setelah ditinggalkan

lalu kamar ini dibersihkan oleh cleaning service dan

menemukan barang tersebut, yang kenyataan tidakdiketahui siapa yang telah membersihkannya, tentunya

akan sangat mengecewakan. Meskipun ini ada kaitannya

dengan nama baik penginapan itu sendiri.

Pukul sepuluh seluruh siswa telah berada di dalam bus. Satu

per satu bus mulai bergerak menuju Bekasi. Perjalanan yang

tidak terlalu lama, ditempuh dalam waktu tiga jam. A-kududuk bersamanya, seperti hari keberangkatan itu.

Memasuki gerbang tol menjauhi kota Bandung, aku berbisik

padanya.

“aku mendengar bahasa yang agak berbeda dari seorang

teman,” dirinya diam seribu bahasa

“katanya begini:

Entitas... Taas... Taaas 131

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 155/202

Kukenang kata berakibat cinta

Ketika pengakuan pertama: Karena kau,

Aku merasa hidup, aku merasa duka,

Aku tak dapat lagi beranjak dari sisimu”

“kau tahu itu…?”

“itu pelajaran pertama tentang cinta,” akhirnya ia

menjawabnya

Aku tersenyum mendengar jawabannya. Tapi ia hanya

singkat saja membuka senyum-nya lalu menghindar dan

menutup jendela bus dengan kain penutupnya. Ia tersenyum

penuh tanda tanya, dan kami akan berpisah sejarak Leidden

Jakarta. Hoe kan een mens zich zó uitleveren? Bisiknya.

13 Juli 2011

Entitas Enam: Pelajaran Pertama tentang Cinta 132

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 156/202

ENTITAS TUJUH SI KECIL PELUKIS MATAHARI

Berjalan mundur, itu yang dilakukannya. Tentu saja niat ini

telah dipikirkan lama sekali, sebelum ia melakukannya. Ardi

pernah melakukannya ketika hendak berangkat sekolah.

Namun ia tak mendapatkan apa-apa. Ardi sangat kecewa

ketika melakukan hal tersebut. Akan tetapi kekecewaan itu

dibayarnya dengan terus mengulanginya, lagi dan lagi dari

hari ke hari. Lantas pada akhirnya Ardi memutuskan untuk

mempersiapkan dirinya pada liburan sekolah kali ini.

Saat ini liburan sekolah telah dimulai. Untuk anak dengan

umur sebaya Ardi tentu saja ini menyenangkan, demikianpula halnya dengan Ardi. Liburan yang berisi dengan

segudang permainan akan membebaskannya dari

kejenuhan jadwal padat sekolah, dan Ardi juga

memanfaatkan liburan sekolah tersebut. Ardi telah

merencanakan untuk meneliti matahari dengan cara

berjalan mundur. Rencana yang dibuatnya sendiri atasdasar pertanyaan dari dalam dirinya.

“mak…matahari itu indah ya?” tanyanya

“hmm iya Ardi…,”

“aku ingin menangkap wajahnya mak,”

“untuk apa kamu menangkap wajah matahari Di?” mak Ardi

bertanya dalam ketidak-perdulian khayal yang tak terjawab

Entitas... Taas... Taaas 133

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 157/202

“aku ingin membawanya berkeliling kampung, ibukota

provinsi bahkan hingga ibukota Negara, Jakarta mak. Aku

ingin membawa dan mendekapnya dihadapan Bapak

Presiden kita mak…,”

“terserah kamu Di. Sana, teman-temanmu sedang bermain

di lapangan tadi,”

Ardi menyimpan dalam-dalam keinginan itu. Ia

menjadikannya rahasia yang tak pernah diketahui oleh satu

orang pun dari orang-orang yang ada disekililingnya. Ini

rahasia dirinya dan sedikit kuping emak yang samar-samar

mendengar rahasia itu, dan Ardi yakin bila emak yang

mendengar pertanyaan-pertanyaan itu hanya bersikap abai

sambil bekerja dengan tangan-tangan kokohnya.

Menyimpan rahasia ini membuat Ardi merasakan kehidupan

yang tidak biasa. Ia mulai mencari dan terus mencari semuahal yang berhubungan dengan rahasia itu. Bermain

bersama teman dan sahabatnya tidak mempengaruhi

dirinya untuk membuka rahasia itu. Ardi tidak merubah

sikapnya ketika berbaur dengan teman-teman sekolah dan

sahabat-nya, pun juga ia tidak berubah dihadapan guru-

guru sekolahnya. Mereka dijadikannya nara sumber ataspertanyaan-pertanyaan itu. Bagi Ardi mereka adalah nara

sumber de-ngan label “tanpa sepengetahuan”. Ardi hanya

tersenyum ketika mendapatkan jawaban dari wajah salah

seorang temannya. Itu yang dialami Ardi dengan rahasia

pertanyaan-nya, dan terkadang Ardi tertegun ketika

 jawaban dari salah satu gurunya sebagai nara sumber

Entitas Tujuh: Si Kecil Pelukis Matahari 134

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 158/202

“tanpa sepengetahuan” memberikan pengetahuan yang

meninggalkan kesan mendalam.

“anak-anak…! Coba kalian perhatikan gambar matahari ini,”

Demikian kalimat pembuka sang guru yang disimak baik-

baik oleh Ardi dan teman-teman sekelasnya. Mendengar

perintah bertajuk matahari, Ardi lantas bersemangat. Ardi

teramat gembira dengan perintah ini. Ia seolah dimengerti

oleh gurunya, segenap pikiran dan perasaannya. Ia

tersenyum tertuju pada sang guru yang berdiri di depan

kelas. Ardi mencatat seluruh keterangan yang diberikan

sang guru tentang matahari. Ia mencatat warna matahari.

Senyumnya berusaha mewarnai dengan warna serupa. Ardi

mencatat sinarnya. Senyumnya makin diusahakannya

seperti sinar matahari. Ia mencatat penga-ruh matahari

terhadap semesta, dan kali ini Ardi bingung dengansenyumnya sendiri. Ardi bingung bagaimana senyum yang

dapat mempengaruhi semesta seperti matahari. Akan tetapi

Ardi menemukan juga pemanfaatan yang dapat

berpengaruh, Ardi senyum selebar-lebarnya ke arah

seorang teman perempuan yang duduk di seberang tempat

du-duknya. Senyum Ardi telah mempengaruhi dunia, bukanhanya teman perempuannya saja, melainkan seisi kelas

turut terpengaruh oleh senyumnya. Mereka tertawa

terbahak-bahak melihat tingkah Ardi terhadap teman

p e r e m p u a n s a t u k e l a s n y a . S a n g g u r u h a n y a

menggelengkan kepala sambil membetulkan kacamatanya,

lalu duduk untuk istirahat se-jenak.

Entitas... Taas... Taaas 135

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 159/202

Ardi menyimpan rahasia itu, demikian juga beragam

kejadian yang ditimbulkannya. La-lu pada liburan sekolah

bulan Juli tahun ini, Ardi berjalan mundur mengamati

matahari yang selalu berada di belakangnya ketika pagi tiba,

meninggalkan rumah tercintanya. Ia menghadapkan

wajahnya pada matahari, mengerutkan dahi dan

memicingkan mata me-ngalau sinar matahari yang terlalu

terik. Lantas ketika sore menjelang Ardi juga pulang berjalan

mundur untuk mengamati matahari, dengan bekal

pengetahuan dari pelajaran sekolah dan juga perasaannya

terhadap alam semesta. Ardi berjalan mundur sejak hari

pertama liburan sekolah. Ardi berjalan mundur ketika

meninggalkan rumah tercintanya, dan berjalan mundur

ketika pulang kembali ke rumahnya. Ardi melakukan jalan

mundur seolah ritual yang kelak akan dibudayakannya.***

Setelah Ardi mendeklarasikan pertanyaan rahasia itu, Ia

terus mencari cara agar ini be-nar-benar terjadi. Segudang

keterangan dikumpulkan untuk memenuhinya. Ia mema-

sang kuping lebih tajam dari pada biasanya, dengan tujuan

dapat mewujudkan rahasia-nya. Ia melihat dengan lebihawas setiap fenomena yang nampak dihadapannya. Sung-

guh perpaduan indera yang sangat membantu. Ardi

menyerap seluruh keterangan ten-tang matahari, ia pun

sempat mengunjungi perpustakaan sekolahnya yang sepi

oleh ce-loteh siswa dan siswi sekolahnya. Bila ada

pengunjung, mungkin hanya sebatas hitu-ngan jari untuk

Entitas Tujuh: Si Kecil Pelukis Matahari 136

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 160/202

setiap harinya. Akan tetapi suasana yang demikian benar-

benar mem-bantu Ardi dalam mewujudkan hasratnya yang

paling rahasia atas pertanyaan-pertanya-an yang

direkamnya sendiri di memori kepala dan juga mungkin

memori emaknya.

Suatu hari yang cukup cerah, matahari bersinar dengan

terik yang selaras. Ardi bersama dengan teman-teman satu

kelasnya melakukan eksperimen di bawah terik matahari. Ini

berhubungan dengan penghitungan waktu yang teramat

sangat kuno, demikian menurut guru IPA-nya. Jam matahari.

Mereka melakukan eksperimen mengenai prosedur dalam

menghitung detik waktu dengan alat yang sederhana.

Perubahan arah datangnya sinar matahari hendak mereka

tangkap dengan satu batang tongkat bambu yang

panjangnya tiga puluh sentimeter. Ardi tergabung ke dalamkelompok yang menamakan dirinya “PECINTA MATAHARI”

mereka senang dengan eksperimen ini, pasalnya sangat

ber-hubungan dengan nama kelompoknya sendiri.

Seperti juga senangnya kelompok PECINTA MATAHARI,

demikian pula dengan yang dirasakan oleh Ardi. Ia bukan

kepalang senangnya. Ia sungguh-sungguh berterima kasihkepada Tuhan, dan juga kepada emak satu-satunya orang

yang mendengarkan keluh kesahnya sebagai rahasia. Ia

mengira-ngira bila kesenangan hari ini disebabkan oleh e-

mak yang kemungkinan mencurahkan doanya kepada

anaknya, mungkin di malam-ma-lam yang hening ia

bermunajat kepada Tuhan atas rahasia milik anaknya.

Entitas... Taas... Taaas 137

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 161/202

Padahal setiap malamnya, anaknya sendiri merasa

ketakutan ketika terdengar ricik suara air dari kamar mandi

di malam hari yang dingin, terlebih lagi tengah malam.

Ardi bersama kelompoknya mulai sibuk dengan

eksperimennya, sama halnya dengan kelompok lainnya.

Ardi terlihat sangat aktif bergerak ke kanan dan ke kiri dari

tongkat bambu yang ditancapkan sedalam sepuluh

sentimeter di tengah lapangan sekolah. Mere-ka menunggu

hasilnya, Ardi memegang penggaris lima puluh sentimeter

mengejar ba-yangan tongkat. Ardi mengukur panjang

tongkat bambu, bersama PECINTA MATA-HARI. Mereka

mengejar tanda dari matahari selama satu jam, dari pukul

08.30 hingga 09.30, mengukur dan mencatat panjang

tongkat bambunya. Lalu disela-sela kesibukan tersebut,

debar jantung Ardi berdenyut dengan irama yang harmonis.Ardi seolah diba-wa pada sebuah nyanyian yang

membuatnya tenteram, dengan melodi yang membuai-nya

hingga bertemu dengan seluruh perbendaharaan Kitab-

Kitab yang dibawa oleh Nabi -Nabi zaman dahulu kala. Ardi

hanya anak bodoh yang belum mengenal pewaris-pewa-ris

para Nabi itu, Ia hanya merasakan denyut yang menggemadari benak yang bersahu-tan dengan akal pikirannya. Ardi

gembira dengan keadaan ini. Ardi mengukur dan seka-ligus

memandang langsung pada arah kedatangan matahari,

tentunya keadaan ini meru-bah raut wajahnya. Ardi hanya

tersenyum pada arah kedatangan matahari, lalu teringat

pada rumah tercintanya.

Entitas Tujuh: Si Kecil Pelukis Matahari 138

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 162/202

“Ardi ayo ukur…!!!” seorang temannya menyela senyumnya

pada matahari

“iya…iya…aku ukur,” Ardi melakukan perintah temannya

“berapa panjang bayangan tongkat bambu kita Di?”

“dua puluh tujuh sentimeter. Dicatat…dicatat, dan sekarang

 jam…?”

“jam delapan lewat lima lima menit. Kurang lima menit dari

 jam sembilan,”

“dicatat…dicatat…panjang bayangan tongkat dan

waktunya,”

“ya…ya…ya… dicatat, jangan sampai salah!”

Akhirnya jam menunjukkan pukul sembilan lebih tiga puluh

menit. Waktu untuk mela-kukan eksperimen selesai. Ardi

tersenyum bangga dan puas dengan eksperimen yang di-

lakukan hari ini. Ardi bersama teman-temannya kembalimenuju kelas. Udara panas menghinggapi badan dan

rambut mereka, maklum hari ini kebanyakan dari mereka ti-

dak membawa topi sekolahnya. Seragam yang mereka

kenakan terasa panas, ditambah lagi dengan basah yang

berasal dari kucuran keringat. Namun mereka senang,

setelah menghirup udara bebas di tengah lapangan sekolahsambil menikmati angin yang ber-hembus dan juga panas

matahari yang sudah terlalu. Bau tanah, pepohonan dan

rerum-putan lapangan sekolah melindungi mereka dari terik

yang terlalu.

Eksperimen usai. Akan tetapi Ardi tak segera ingin

mengakhirinya. Ia merasakan kese-nangan yang tak

Entitas... Taas... Taaas 139

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 163/202

tergantikan. Padahal jam pelajaran telah berganti, dan

seorang ibu guru telah masuk ke dalam ruangan kelasnya.

Ardi mempertahankan perasaan yang dialami-nya ketika

melakukan eksperimen. Pikirannya tetap tertuju pada

matahari, tongkat bam-bu dan bayangan pada tanah

lapangan. Sesekali ia membuang pandangan pada langit le-

pas melalui jendela ruang kelasnya, sementara teman-

teman satu kelasnya sibuk dengan latihan soal yang

diberikan oleh ibu guru matematika. Di tengah perasaan

yang tak me-nentu atas hasratnya terhadap matahari, Ardi

dikejutkan oleh suara keras dan nyaring yang mengarah

pada dirinya.

“Ardi… kamu maju!” kerjakan soal latihan nomor satu!”

suara ibu guru nyaring

“cepat Ardi…!!!” lagi suara ibu guru“soal?! Soal yang mana bu…?” jawab Ardi sambil menyikut

lengan teman sebangku-nya

“soal yang mana…!!! Kamu menyimak kata-kata ibu tadi,

Ardi?” suaranya tinggi

“aehhh… anu…eeehh…itu…,”

“itu apa Ardi! Ayo Ardi…!! Kamu menyimak?!”“tidak bu…aehhhh…saya tidak menyimaknya…,”

Malang nasib Ardi saat jam pelajaran matematika. Ia tidak

menyimak tugas yang diberikan oleh ibu gurunya. Lantas

sebagai imbalannya, Ardi harus kembali ke tengah lapangan

sekolah. Di sana Ardi dipersilahkan oleh ibu guru

matematika untuk kembali mempelajari eksperimen yang

Entitas Tujuh: Si Kecil Pelukis Matahari 140

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 164/202

sebelumnya dilakukan Ardi dan teman-teman sekelasnya.

Tetapi kali ini Ardi hanya seorang diri. Berdiri di tengah

lapangan, sementara tidak ada satu orang siswapun di luar

kelas. Ardi sungguh menyesali kejadian ini, tapi ia juga me-

ngambil pelajaran dari kejadian tersebut. Selain itu Ardi juga

turut senang dengan diper-silahkan untuk kembali ke

tengah lapangan sekolah, sebab dengan demikian ia dapat

kembali merasakan matahari yang suatu saat akan menjadi

miliknya. Dibawa dan dipe-luknya erat-erat. Ardi menyimpan

senyumnya di tengah lapangan sekolah rapat-rapat, seperti

menjaga rahasia yang hingga kini ia tutupi.

Usai jam pelajaran terakhir, Ardi telah menjadi buah bibir di

antara teman-teman seke-lasnya. Mereka ramai

membicarakan tentang Ardi, bahkan yang lebih

mengecewakan lagi bukan hanya satu kelas melainkanseluruh sekolah membicarakan tentang Ardi. A-tas keadaan

ini Ardi hanya tersenyum kecut, tapi Ardi dapat merubah

senyum tersebut menjadi berseri dengan bayangan-

bayangan yang diciptakan oleh matahari yang telah

bersahabat dengan dirinya. Sepulang sekolah teman-teman

Ardi mengelilinginya. Mere-ka mengelu-elukan Ardi seolahpahlawan bagi mereka, terutama sekali teman PECIN-TA

MATAHARI. Ardi menerima perlakuan yang berbeda dari

hari biasanya. Ini sung-guh mengecewakan bagi dirinya,

padahal tak semestinya teman-teman memperlakukan-nya

seperti itu. Bahkan di perjalanan pulang menuju rumah

tercintanya, Ardi masih juga mendapatkan kehormatan yang

Entitas... Taas... Taaas 141

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 165/202

buruk baginya. Perbuatan melanggar dan tidak terpuji

 justru dipuja-puji dan dielu-elukan selayaknya telah berhasil

meraih kemenangan.

“dasar anak-anak Satu! Apalagi yang dicarinya, selain

keramaian ini,”

Dibalik umpatannya tersebut, Ardi sebenarnya merasakan

 juga senang yang tak pernah dirasanya. Tak disangkanya

bila ternyata perbuatannya ketika jam pelajaran matematika

telah menghidup-hidupkan teman-temannya untuk tak

berhenti bergunjing mengenai di-rinya, bahkan setelah Ardi

tiba dirumah tercintanya dan mengganti seragam

sekolahnya dengan pakaian sehari-hari. Sungguh-sungguh,

keramaian itu tak pernah berhenti di teli-nga Ardi.

***

Satu bulan sudah Ardi menyelesaikan lukisan yang diimpi-impikan. Setelah lukisan itu selesai dibuat, Ardi langsung

menggantungnya di salah satu bagian dinding kamarnya.

Setiap hari Ardi selalu memperhatikan lukisan yang

diberinya judul MATAHARIKU. Sebelum berangkat sekolah

Ardi mengamati lukisan itu, demikian juga ketika ia pulang

dari sekolah. Ardi selalu memperhatikan dan mengamatilukisan buatannya. Ini adalah rahasia terbesar dari dirinya,

setelah rahasia waktu lalu sebelum MATAHARIKU sele-sai

dibuat oleh kedua tangannya. Tidak ada seorangpun yang

mengetahui bila ia telah menyelesaikan sebuah lukisan,

hasil buah kerjanya selama ini. Ardi tak pernah merasa

bosan untuk memandang dan terus memandang lukisan itu.

Entitas Tujuh: Si Kecil Pelukis Matahari 142

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 166/202

Baginya MATAHARIKU sangatlah sempurna. Ardi selalu

mengenang hari demi hari yang dilalui untuk menang-kap

wajah matahari yang dijadikan rahasia bersama emaknya.

Dari hari ke hari Ardi merasakan energi yang amat berbeda

setelah ia menyelesaikan lu-kisan MATAHARIKU.

Perangainya seperti dipengaruhi oleh aura dari lukisannya.

Ke-riangan dan keceriaannya bertambah, minat belajarnya

meningkat dan ia semakin dika-gumi oleh teman-teman dan

guru-guru di sekolah dengan cara yang lain dari biasanya.

Ardi seperti menemukan kehidupan yang baru setelah

menyelesaikan MATAHARIKU. Sampai pada suatu waktu

yang teramat menyedihkan itu terjadi.

“maaak…!! Maaaaak …!!! Maaaak …!” suara teriak Ardi dari

balik kamarnya

Siang itu Ardi mencari-cari emaknya. Ia gundah gulana olehsuatu sebab. Ardi berjalan mengitari rumah tercintanya,

tetapi tidak ditemukan emak yang benar-benar dibutuhkan

kehadirannya. Ardi terduduk lemas di kursi teras rumahnya.

Ia kehilangan daya dan te-naga. Badannya tak menyisakan

satu watt pun daya hidup. Ia termenung dan terdiam be-gitu

dalamnya. Kesedihan memenuhi ruang-ruang padawajahnya. Di ruang-ruang itu Ardi kehilangan wajah

matahari yang selesai dilukisnya dua bulan yang lalu. Dalam

ke-adaan yang kacau balau itu, akhirnya emak datang.

“Di…! Sudah pulang kamu…?” tanya emak sambil berlalu

“mak…! Maak …! Dimana MATAHARIKU, mak?” kejar Ardi

“matahari apa? Kamu jangan ngelantur Di…? Badanmu

Entitas... Taas... Taaas 143

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 167/202

panas ya…?”

“maak MATAHARIKU…di mana MATAHARIKU?!”

“Ardiii…!” emak mendekat sambil meletakkan telapak

tangannya pada dahi Ardi

“MATAHARIKU…,”

“matahari apa Ardi…?”

“lukisan yang kugantung di dalam kamar, MATAHARIKU,”

“ooohhhh…, lukisan rupanya. Emak tidak tahu Ardi, tapi tadi

pagi kakekmu datang ke sini, kemudian pamit pulang sambil

membawa satu bingkai figura yang emak tidak tahu itu

apa…?!”

Mendengar penjelasan itu Ardi bergegas menuju kediaman

kakeknya. Ardi berlari se-kencang-kencangnya untuk cepat

sampai di kediaman kakeknya yang jaraknya sekitar dua

kilometer dari rumah tercintanya. Ardi tidak memperdulikansituasi dan suasana se-kitarnya, ia semakin cepat berlari

dengan napas yang tak berhenti untuk mendorongnya.

Napas yang berisikan MATAHARIKU, lukisan yang selesai

dibuatnya belum lama ini. Ardi tiba di kediaman kakeknya.

“kakek…!! Kakeeek…! Kakeeek…!!!!!” teriak Ardi sambil

menggedor pintu kaca“ada apa Ardi…?” pintu di buka oleh pamannya

“Aku mencari kakek. Tadi pagi ia membawa MATAHARIKU,”

“kakekmu tidak ada di rumah Ardi. Semenjak dari rumahmu

ia bergegas pergi. Hanya saja…,”

“hanya saja apa paman…”

“kakekmu berpesan kepada paman, katanya kamu diminta

Entitas Tujuh: Si Kecil Pelukis Matahari 144

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 168/202

untuk datang kembali satu minggu lagi,”

“kenapa satu minggu lagi paman? Aku ingin MATAHARIKU.

Kembalikan ia paman…”

“satu minggu lagi Ardi, begitu kata kakekmu…,”

“tapi dimana MATAHARIKU…lukisanku?”

“paman tidak tahu…,”

Ardi terduduk dengan raut wajah yang muram. Pamannya

mengambilkan air untuk me-redakan haus, dan handuk kecil

untuk mengeringkan peluh yang netes dan membasahi

sekujur tubuhnya. Ardi hanya diam, enggan untuk bicara. Ia

terduduk lemas dan menun-dukkan kepala, tertuju pada

tanah yang dipijaknya. Lalu tak berapa lama Ardi berpami-

tan pada pamannya untuk pulang.

Satu minggu kemudian Ardi datang kembali ke kediaman

kakeknya. Ia mencari-cari ka-keknya yang tak diragukan lagitelah membawa dan menyembunyikan MATAHARIKU

miliknya. Akan tetapi setibanya di sana, Ardi berjumpa

dengan pamannya. Kakeknya tak ada di kediamannya. Satu

pesan lagi diberikan kepada Ardi dari kakeknya. Paman-nya

memberikan surat kabar hari ini, dan mengatakan pesan

yang disampaikan dari ka-keknya. Menurut pesan tersebut,Ardi diminta untuk membaca surat kabar yang diberi-kan itu

pada halaman sebelas, dan agar kembali ke kediaman kakek

tiga minggu lagi.

Lunglai badan Ardi mendengar pesan tersebut, ia merasa

ragu bila MATAHARIKU ti-dak akan dijumpainya lagi. Ia

serasa mati, tak punya daya. Setelah perubahan yang dia-

Entitas... Taas... Taaas 145

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 169/202

laminya selama dua bulan, tiba-tiba saja dengan secepat itu

 juga lukisan itu lenyap. En-tah dibawa kemana oleh

kakeknya, disembunyikan ataukah sudah hangus terbakar

oleh cahaya matahari sungguhan di angkasa sana. Ardi tiba

di rumah tercintanya, tanpa basa basi langsung menuju

kamarnya sambil melempar surat kabar yang dibawanya

dari ke-diaman kakek. Ardi tak mau mendengarkan pesan

kakeknya. Ia menolak untuk membu-ka surat kabar pada

halaman sebelas. Ia hanya menginginkan lukisannya

kembali, luki-san yang diberinya judul MATAHARIKU.

Tiga minggu adalah waktu yang telah dijanjikan. Lalu Ardi

dengan sisa-sisa semangat di batinnya berangkat menuju

kediaman kakeknya. Ardi berjalan dengan bersemangat,

sepulang sekolah. Ia tak mengganti seragam sekolahnya,

dan mengabaikan makan siang yang telah disiapkan olehemaknya. Ardi berjalan dengan tergesa. Hari ini Ardi

berjalan dengan kembali mengingat setiap senyum yang

dikumpulkannya untuk dilekatkan pada kanvas lukisnya.

Setiap senyum yang dijadikan nyawa atas lukisan

MATAHARIKU itu. Senyum-senyum itu terurai kembali, satu

demi satu bersama langkah kakinya menuju kediamankakek. Berjalan dengan semangat yang dibangunnya untuk

MATAHARIKU, Setiba di sana, Ardi bertemu lagi dengan

pamannya. Tetapi Ardi yakin hari ini lukisan itu akan kembali

ke tangannya.

“bagaimana paman? Mana lukisanku…?”

“lukisanmu yang berjudul MATAHARIKU itu kan Ardi?”

Entitas Tujuh: Si Kecil Pelukis Matahari 146

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 170/202

senyum Pamannya

“iya paman. Mana lukisan itu?” Ardi semakin penasaran

“sudah kamu baca surat kabar yang tiga minggu lalu paman

berikan? Halaman sebe-las, seperti yang dipesankan oleh

kakekmu?” wajah Paman mulai nampak gembira

“tidak paman. Aku tidak hendak membaca pesan itu. aku

hanya menginginkan lukisan itu. lukisanku, MATAHARIKU.

Mana… mana …lukisan itu paman?” Ardi abai dengan wajah

Pamannya

“hari ini kita tidak membicarakan lukisan itu Ardi,”

“lalu…?!”

“kakekmu sekarang menitipkan lagi pesan untukmu, dan

paman harap kamu men-dengarkan pesan ini Ardi. Penting!

Untuk kau, keluargamu dan juga kakekmu,”

“pesan apa lagi yang akan disampaikannya…?!” Ardidengan senyum sinisnya

“kakekmu, Ardi. Ya kakekmu itu, kau harus mempercayai

setiap pesannya, memberikan handphone yang canggih.

Lalu pesannya untukmu adalah…,”

“apalagi pesannya paman…aku sudah…,”

“kau tak mau mendengarnya Ardi. Kau tak mau menjadicucu yang terbaik baginya?”

“baiklah paman. Apa pesan kakek untukku dan apa

hubungannya dengan handphone yang diberikannya

kepadaku ini?”

“pesannya, kau dengarkan melalui handphone ini stasiun

radio dengan gelombang pe-mancar 33,01 FM pada sabtu

Entitas... Taas... Taaas 147

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 171/202

malam minggu jam 23.30 wib. Itu pesannya, Ardi. Nanti kau

akan mengetahui keadaan lukisanmu,”

Siang itu Ardi pulang dengan tangan menggenggam

handphone yang masuk sebagai ka-tegori benda-benda

atau aksesoris yang terlarang untuk dibawa masuk ke dalam

lingku-ngan sekolahnya. Meskipun memang beberapa

temannya, sembunyi-sembunyi memba-wa alat komunikasi

itu. Tapi bagi Ardi tidak penting kategori terlarang atau

tidaknya alat komunikasi tersebut, ia hanya ingin mencari

keberadaan lukisan miliknya. Ia akan mendengarkan radio

33,01 FM pada sabtu malam minggu nanti, tepat pada jam

23.30 wib. Ardi menantikan saat itu, waktu ketika

diperdengarkan informasi mengenai lukisan miliknya,

MATAHARIKU.

***Malam itu, akhirnya Ardi dapat mengetahui keberadaan

lukisannya. Ardi tersenyum se-nang setelah mengetahui

keadaan lukisan yang diberi judul MATAHARIKU. Lukisan itu

tidak dibakar ataupun disembunyikan oleh kakek, bahkan

malam itu Ardi duduk ber-sama kakek dan pamannya di kursi

barisan paling depan dari lebih kurang seratus lima puluhpengunjung yang hadir di Hotel Berbintang Lima. Mereka

duduk di sebelah kiri, dan di seberang kanan mereka masih

terlihat kursi yang belum terisi.

Ardi menunggu saat itu, ia menutup telinganya dengan

headset yang memperdengarkan lagu-lagu yang

disukainya. Ia asik mendengarkan lagu-lagu melalui

Entitas Tujuh: Si Kecil Pelukis Matahari 148

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 172/202

h a n d p h o n e - n y a , s e - m e n t a r a p e m b a w a a c a r a

mempersilahkan tamu khusus yang telah tiba untuk duduk

pada kursi paling depan di sebelah kanan. Kemudian acara

pun dimulai.

Setelah lama dengan kata sambutan dan pagelaran

pembuka yang tidak penting bagi Ar-di, akhirnya tiba juga

saat untuk ia bertemu dengan MATAHARIKU yang

dilukisnya dengan segala senyum yang telah diserapnya.

Telinga Ardi masih dipasang headset, lalu kakeknya

membuka headset yang terpasang pada telinga Ardi. Kakek

menunjuk pada panggung pagelaran. Di sana telah tergelar

dua puluh lukisan yang sangat memukau ma-ta penikmat

seni yang hadir di malam anugerah. Belum sempat Ardi

menemukan luki-sannya, dari atas panggung namanya

dipanggil lengkap dengan nama lukisannya. Ardi langsungberlari menuju panggung dan menemukan lukisan miliknya.

Lalu tidak berapa lama Bapak Presiden sebagai tamu

khusus malam itu berjalan mendekati Ardi yang te-ngah

membawa dan mendekap lukisan matahari.

Malam itu Ardi dinobatkan sebagai Si Kecil Pelukis Matahari

oleh Bapak Presiden.

29 Juni 2011

Entitas... Taas... Taaas 149

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 173/202

Entitas Tujuh: Si Kecil Pelukis Matahari 150

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 174/202

ENTITAS DELAPAN 

SITO, HIKAYAT AMSTERDAM DAN IBUNYA

Dalam ketidakmenentuan, satu gerakan yang dilakukan

telah memukau banyak orang. Gerakannya teramat luwes,

dengan pernik-pernik mencolok yang dikenakannya. Ia be-

gitu anggun dengan busana yang menutupi tubuhnya. Lalu

keindahan memancar dari se-luruh pembawaan yang

dimilikinya. Siang itu ia bergerak dengan sangat

tangkasnya, gesit seperti burung prenjak yang beterbangan

ke sana kemari, berpindah dari satu da-han ke dahan

lainnya. Siang itu ia telah mengalahkan matahari. Pamornya

menutupi wa-jah mentari yang tak pernah terpisahkan olehkehidupan.

Ia masih melakukan gerakan-gerakan itu. Menjaga harmoni

tubuhnya. Langkah kakinya bersinergis dengan kedua

lengan dan gerakan kepala. Sungguh, meskipun masih

terlalu muda namun ia dapat melakukannya. Melebihi para

penari sungguhan yang telah terla-tih dan terbiasa pentasdi panggung-panggung terkenal. Ia hampir selesai dengan

gera-kannya. Satu ketukan nada lagi, lalu semuanya selesai.

“ya…, cukup! Cukup…! Sito Pramesywari.”

“satu kali lagi…, Ayah.”

“tidak…, kali ini latihanmu telah cukup. Sekarang kamu

istirahat,”

Entitas... Taas... Taaas 151

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 175/202

Sito Pramesywari namanya. Ia seorang gadis belia berumur

antara tiga belas hingga li-ma belas tahun. Hari ini Sito

tengah melatih seluruh gerakan tari yang diajarkan oleh a-

yahnya. Ia disaksikan oleh tetangga-tetangganya, dan juga

teman-teman sekolah yang siang itu mampir ke rumahnya.

Memang, sementara teman-temannya bersekolah, Sito

sering tidak masuk sekolah. Padahal nilai Sito untuk semua

mata pelajaran tidak terlalu buruk, tetapi sayangnya ia

 jarang sekali hadir di sekolah. Ia begitu sibuk dengan latihan

tarinya. Andai saja ia hadir setiap hari, kemungkinan besar

Sito akan dikenal sebagai murid paling pandai di

sekolahnya.

“Sito! Kenapa kamu tidak sekolah hari ini…,”

“aku sibuk membantu ayah…,”

“sibuk dengan latihan tari-tarian itu kan?”“iya…,”

“apa tari-tarian itu tidak bisa ditinggalkan?”

Diam. Sito hanya diam untuk menjawab pertanyaan terakhir

dari temannya. Lalu ia ge-lengkan kepala untuk memberi

 jawaban yang lebih jelas. Sudah banyak teman sekolah

menanyakan mengenai kehadirannya di sekolah, meskipunia tidak mendapat nilai bu-ruk dari setiap mata pelajaran.

Tapi keadaan membuatnya tidak perduli. Sito lebih me-

mentingkan ayahnya dengan pelajaran-pelajaran tarian

yang dimilikinya. Ia tak ingin meninggalkan ayahnya.

Semasa mudanya dahulu, ayah Sito dikenal sebagai

seorang seniman tari di desanya. Lantas usia yang setiap

Entitas Delapan: Sito, Hikayat Amsterdam dan Ibunya 152

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 176/202

tahun menggerogoti membuatnya makin tersisih dari pentas

tari. Meskipun ia begitu dikenal oleh orang banyak, tetapi

keterbatasan fisik telah menjadi batu sandungannya. Ia

semakin nampak kurang luwes gerakannya, dan tidak

sejalan de-ngan irama yang dimainkan. Maka akhirnya ia

memutuskan untuk mundur dari arena ta-ri yang telah

menjadikannya terkenal. Terakhir, sebagai aktivitas tarinya,

ia memberikan pengajaran tari kepada satu-satunya gadis

yang diharapkannya. Tidak ada yang lainnya.

***

Sudah tiga hari ini Sito masuk sekolah. Ia begitu akrab

bergaul dengan teman-temannya, dan tentu saja

sahabatnya. Ia tidak kehilangan masa-masa senang di

usianya yang belum beranjak dewasa, masih dalam usia

yang tanggung. Ia melupakan latihan tari-tarian yang seringdiajarkan ayahnya. Kali ini Sito keluar dari lingkup

kehidupan ayahnya. Ia memasuki kembali kehidupan

nyatanya sebagai gadis belia yang diusianya kadang su-dah

mengenal dengan perasaan senang terhadap lawan jenis,

tentu saja Sito bukan anak gadis yang tidak mengerti

batasan. Kegiatan yang sering diikutinya setiap habismaghrib menjadi penempa atas bangkitnya kesadaran

mengenai batasan tersebut. Lagi pula anak gadis yang

seusia di desanya masih menjaga adat yang turun temurun.

“Sito…, Sito…, bagaimana kabarmu?”

“aku baik-baik saja, kenapa kamu bertanya seperti itu?”

“ndak…, aku hanya bingung saja. Kok kamu jarang masuk,”

Entitas... Taas... Taaas 153

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 177/202

“oooh…, ya aku sibuk di rumah,”

Seperti itu percakapan yang terjadi antara Sito dengan

temannya. Mereka masih menge-nal dan akrab dengannya,

meskipun Ia jarang sekali ada di sekolah. Jika dihitung-hi-

tung, Sito hanya hadir tiga kali dalam seminggunya. Namun

pada minggu ini agak ber-beda, Sito hadir di sekolah hampir

satu minggu penuh. Sito bercerita kepada teman-te-mannya

bila satu minggu ini latihan tari-tarian yang diajarkan oleh

ayahnya dihentikan untuk sementara, ayahnya sedang

mengadakan kunjungan ke suatu daerah. Dari cerita yang

dituturkan Sito kepada teman-temannya, ayahnya mencari

panggung pementasan atau lomba tari yang akan diadakan

di sana. Teman-teman Sito kagum atas kegigihan a-yah Sito,

dan juga Sito sendiri sebagai teman sekolahnya.

“jadi minggu ini kamu tidak latihan tari ya To?”“iya Man…, aku hanya melatih tari sepulang sekolah saja,

sendiri.”

“biasanya sama ayahmu tho?”

“he'em…,”

Tak kurang perhatian teman-temannya kepada Sito, guru

sekolahnya juga memberikan perhatian yang sama.Terutama guru piket dan guru BP yang selalu menanyakan

kepada wali kelasnya mengenai perkembangan Sito sebagai

murid kelas IX, sebab ia harus be-nar-benar siap dengan

seluruh mata pelajaran sekolahnya. Pada salah satu hari di

satu minggu itulah Sito dipanggil menghadap pada guru BP.

Beberapa pertanyaan diberikan guru BP kepada Sito yang

Entitas Delapan: Sito, Hikayat Amsterdam dan Ibunya 154

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 178/202

 jarang masuk sekolah. Guru BP itu bernama pak Hadi. Ia su-

dah tujuh tahun mengajar di sekolah tersebut. Ia dikenal

diantara murid-murid sekolah tempat Sito bersekolah

sebagai guru yang paling baik dan bijaksana. Ia selalu

memberi-kan perhatian yang lebih dengan masukan-

masukan yang memberi semangat kepada murid-muridnya.

Kali ini Sito berhadapan dengan Pak Hadi.

“bagaimana Sito…baik? Sehat?”

“baik pak. Sehat pak, saya masih sehat hari ini,”

“syukurlah. Tapi tentunya kamu tidak lupa dengan jumlah

kehadiranmu yang agak ber-masalah itu kan To?”

“eeh iiya pak. Saya tidak lupa…, dikarenakan itu pak…,”

“ya bapak sudah tahu, tetapi apakah kamu bisa berbicara

kepada bapakmu supaya lati-han tari-tarian itu

dilaksanakan usai sekolah, jadi tidak mengganggu jamsekolahmu?”

“waaah ndak tahu ya pak. Saya tidak berani. Takut pak!!!”

“takut!!! Kenapa mesti takut…?”

Demikian jawaban yang diberikan Sito kepada Pak Hadi,

sebagai guru BP-nya. Lantas dengan berdasarkan data

absensi Sito dan juga keterangan yang diberikan Sito ketikawawancara, Pak Hadi memutuskan untuk mengirimkan

surat undangan. Dalam surat tersebut, Pak Hadi selaku guru

yang bertanggung jawab atas perkembangan anak murid-

nya mengharapkan kehadiran dari salah seorang orang tua

muridnya, yaitu Ayah Sito. Pak hadi memberikan surat itu

kepada Sito untuk dibawa pulang, lalu dua hari kemudi-an

Entitas... Taas... Taaas 155

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 179/202

Ayah Sito tak hadir memenuhi undangan. Kebetulan Ayah

Sito tidak berada di ru-mah ketika itu, maka atas keteledoran

tersebut Pak Hadi melayangkan kembali surat ke-pada Ayah

Sito dengan isi yang sama, namun waktu yang berbeda.

Surat tersebut diteri-ma oleh Ayah Sito, tetapi tak pula

mantan seniman tari itu hadir memenuhi undangan.

Menerima keadaan tersebut, Pak Hadi pun memutuskan

untuk berkunjung langsung ke kediaman Sito, ia ingin

berbicara mengenai Sito dan perkembangan sekolahnya,

teruta-ma kehadiran Sito yang kurang bagus.

Dua minggu kemudian, Pak Hadi mendatangi kediaman Sito.

Setelah mendengar dan menerima informasi bila Sito sering

berada di rumah pada jam-jam sekolah, Sito berla-tih tari.

Pak Hadi tiba di kediaman Sito. Ia mendatangi kediaman itu

sendiri, setelah memperoleh izin dari Kepala SMP-nya. Iamemperhatikan seluruh gerak tari yang se-dang diajarkan

seorang lelaki kepada Sito. Pak Hadi terdiam sejenak untuk

membiarkan latihan Sito selesai. Tetapi sebelum latihan

tersebut selesai, lelaki itu memalingkan wa-jahnya ke arah

Pak Hadi. Ia mencari di kepalanya mengenai sosok lelaki

dengan pakai-an rapi yang memperhatikan dirinyasepanjang latihan tari bersama anaknya. Sito hanya diam. Ia

tidak banyak bicara. Ia meneruskan gerakan tari yang

diajarkan ayahnya, mes-kipun gerakannya agak kurang

bagus. Pak Hadi yang sejak tadi diperhatikan oleh ayah Sito

tersenyum kepadanya. Sito meneruskan latihan tarinya.

“Semenjak tadi saya memperhatikan bapak. Siapa bapak

Entitas Delapan: Sito, Hikayat Amsterdam dan Ibunya 156

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 180/202

ini…?”

“saya guru sekolah Sito, pak. Kalau boleh saya tahu,

benarkah bapak ini ayah dari Si-to?”

“iya. Saya adalah ayah Sito. Saya melatihnya tarian yang

sering saya mainkan, dan ju-ga tari yang masih baru,”

“iya pak. Saya sudah mendengar mengenai hal itu. Tetapi

ada satu hal yang perlu saya sampaikan kepada bapak

sebagai orang tua dari Sito,”

“Sito adalah harapan saya. Satu-satunya keturunan yang

kelak dapat meneruskan cita-cita bapaknya,”

“ini menyangkut kehadiran Sito yang kurang bagus pak.

Apakah Bapak berkenan kira-nya membiarkan Sito untuk

tidak berlatih tari di jam sekolahnya?”

“apa maksud bapak…?! Bapak hendak mengalangi saya

untuk mengajarkan seni tari kepada anak saya?”“tidak pak. Bukan seperti itu…, tapi alangkah lebih baik bila

latihan tari yang diajar-kan bapak dilakukan setelah Sito

pulang dari sekolah pak,”

“bapak jangan sekali-kali mengganggu pengajaran saya. Ini

sudah menjadi ritual dan tradisi dalam mempelajari tarian

yang saya turunkan. Ini tidak bisa dirubah…!!!”“maaf pak. Kasihan Sito bila harus kehilangan haknya untuk

belajar dengan baik di se-kolah kami,”

Beberapa hari setelah percakapan itu, tidak ada yang

berubah. Semua berjalan seperti sedia kala. Sito tetap

 jarang hadir pada dua hingga tiga hari dalam satu minggu

belajar-nya di sekolah. Pak Hadi tak dapat melakukan usaha

Entitas... Taas... Taaas 157

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 181/202

yang lainnya. Ia telah kehabisan i-de untuk memperbaiki

kehadiran Sito di sekolah dalam satu minggunya. Setelah

perte-muan itu, Pak Hadi sedikit mengalami keraguan. Pak

hadi memahami posisi ayah Sito yang berkeinginan keras

untuk mengajarkan seni tari kepada anaknya, tetapi Pak

Hadi juga memahami mengenai hak Sito yang sudah

diabaikan oleh ayahnya sendiri untuk bersekolah dengan

baik dan kelak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang

yang lebih tinggi lagi.

Antara sekolah dan keluarga Sito tak dapat didamaikan

dengan mudah. Ini begitu rumit. Sekolah menghendaki

muridnya untuk hadir enam hari dalam satu minggu,

terutama se-kali bagi murid-murid yang telah berada di

bangku kelas sembilan. Sementara keluarga Sito memiliki

tradisi sendiri atas anggota keluarganya, merekamembutuhkan tiga hari dalam seminggu untuk mengajarkan

seni tari sebagai simbol dari kejayaan keluarga Si-to. Pak

Hadi tak dapat berbuat banyak untuk memenangkan

sekolahnya, membawa sa-lah satu muridnya untuk hadir

satu minggu penuh. Ayah Sito tak perduli dengan kehen-dak

pihak sekolah, yang ia pahami hanya mewariskan seni tariyang telah menjadikan leluhur keluarganya berjaya dan

dikenal oleh masyarakat. Ia hanya ingin mewarisi seni tari itu

kepada anggota keluarganya saja. Ayah Sito tidak

menghendaki adanya orang la-in di luar keluarganya

sebagai bagian dari orang-orang yang dilatihnya. Ini hanya

khu-sus untuk keluarganya saja. Lantas Sito tidak dapat

Entitas Delapan: Sito, Hikayat Amsterdam dan Ibunya 158

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 182/202

melakukan banyak hal. Ia menerima saja semuanya. Ia

menerima dan melakukan segala keinginan ayahnya, dan

 juga mene-rima dan melakukan keinginan sekolahnya. Sito

tidak melakukan pilihan yang kuat. Ia hanya mengalir di

aliran-aliran sungai yang dapat dialirinya. Ia tak hendak

menentukan arah alirannya atau tak hendak menentukan

tujuan dari alirannya. Ia mengikuti kehen-dak ayahnya dan

 juga mendengarkan keluhan Pak Hadi atas kehadirannya.

Bagi Sito ini hanya perkara mudah, bagi ayahnya tradisilah

yang harus dikedepankan, sementara bagi Pak Hadi ini

sungguh berat.

***

Tiga bulan telah berlalu. Suasana sekolah mendadak ramai.

Mereka diributkan dengan selembar surat kabar yang

ditempel oleh Pak Hadi di papan pengumuman. Mereka, se-luruh warga sekolah, membaca berita itu. Setelah membaca

berita yang ditempel, nama Sito sebagai penari terus

dibicarakan dari mulut ke mulut. Mereka, yang diantaranya

a-dalah teman dan sahabat Sito merasa kagum dan bangga

atas prestasi yang diperoleh Si-to dalam bidang seni tari.

Sementara Pak Hadi yang menempel surat kabar yang mem-beritakan kemenangan Sito dalam salah satu lomba tari

yang diadakan di Kabupaten justru kebingungan. Tetapi ia

tetap memberikan kabar positif dari muridnya itu. Ia ingin

prestasinya dapat memacu murid-murid lainnya untuk

memperoleh hal yang sama.

“hebat ya…si Sito!”

Entitas... Taas... Taaas 159

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 183/202

“iya…, dia menang dalam perlombaan tari,”

“tapi sayangnya tidak membawa nama sekolah kita…,”

“iya…benar, di sekolah kita tidak ada pelatih tarinya sich,”

Pak Hadi mendengarkan percakapan beberapa orang

muridnya. Ia hanya tersenyum, ke-cut. Memang kenyataan

yang telah membuka mata mereka. Kenyataan mengenai

keada-an sekolahnya dan juga salah satu muridnya yang

berhasil tanpa harus membawa nama sekolahnya. Namun

dari beberapa mulut dan juga keterangan di atas kertas,

terdapat sisi buruk yang ternyata terbawa juga di tengah-

tengah kemenangan tersebut.

“ternyata selama dua bulan tidak hadir Sito tiba-tiba

menjadi pemenang,”

“tapi kenapa ya…, Pak Hadi menempelkan berita tentang

Sito? Padahalkan Sito sudah jarang masuk sekolah”“ya mungkin Pak Hadi kangen kali dengan Sito…hehehe,”

“bisa saja kamu…,”

“tapi memang sudah dua bulan rumah Sito kelihatan sepi,”

“iya…, aku pernah pulang bersama Pak Hadi untuk ke rumah

Sito. Ternyata rumahnya terkunci, tak ada seorangpun di

sana,”“dan setelah lama tak terdengar kabar, ternyata kita semua

dikejutkan dengan kemena-ngan Sito,”

“benar. Hebat ya Sito…,kira-kira apakah dia sudah kembali

dari perlombaan itu?”

Satu minggu setelah pemberitaan mengenai Sito mulai

mereda, kini Pak Hadi mulai me-nempelkan kembali

Entitas Delapan: Sito, Hikayat Amsterdam dan Ibunya 160

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 184/202

selembar surat kabar pada papan pengumuman sekolah. Ia

menem-pelkan surat kabar tersebut pagi-pagi sekali, ketika

murid sekolah yang datang masih bi-sa dihitung dengan jari.

Salah satu dari mereka melihat Pak Hadi yang sedang

menem-pelkan surat kabar itu.

Pada surat kabar itu diberitakan keadaan Sito. Seorang

penari yang sampai sekarang masih belum juga nampak

batang hidungnya. Tidak di rumahnya, pun juga di sekolah.

Sito tak menampakkan diri, demikian halnya dengan Ayah

Sito. Di surat kabar itu dibe-ritakan bila Sito menjadi penari

yang sangat sibuk saat ini. Ia berkeliling kecamatan yang

ada di Kabupatennya, juga ia menyinggahi beberapa desa

yang ada di kecamatan-kecamatan tersebut. Ini merupakan

kegiatan yang harus dijalaninya sebagai pemenang

perlombaan tari se-Kabupaten. Sito ada dalam sebuahgambar hasil potretan wartawan lokal yang terus mengikuti

pemberitaan mengenai sang pemenang lomba tari. Berita

mengenai Sito terpampang di papan pengumuman sekolah.

“ada berita apa lagi?”

“itu…, Sito keliling daerah,”

“dia benar-benar jadi pemenang,”“pasti Pak Hadi yang menempelkan surat kabar ini,”

Memang setelah Sito meraih kemenangan pada lomba tari

yang diikutinya Pak Hadi mulai aktif menempelkan kabar

mengenai Sito yang diberitakan pada surat kabar yang

dibacanya. Pak Hadi ingin segala beban dihati dan

pikirannya dapat terbagi, tentunya dengan warga

Entitas... Taas... Taaas 161

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 185/202

sekolahnya. Berbagi dengan murid-murid yang beberapa

diantaranya me-ngenal dengan baik sosok Sito yang

membuatnya resah dengan kehadiran yang tidak terlalu

bagus. Pak Hadi berbagi keresahan bersama murid-

muridnya, kegelisahan atas Sito yang saat ini telah berhasil

meraih prestasi yang membanggakan.

Dua bulan berikutnya sebuah lembaran foto kopian surat

kabar ditempel di papan pe-ngumuman sekolah. Lembaran

 foto kopian surat kabar itu ternyata tidak hanya satu lembar

saja, tetapi ditempel di segenap penjuru sekolah yang dapat

ditempel oleh lem-baran surat kabar tersebut. Ada beberapa

murid yang sengaja melakukannya, dan ini tentu saja bukan

perbuatan Pak Hadi. Dalam foto kopian surat kabar tersebut,

diberita-kan saat ini Sito telah berada di Jakarta. Ia mewakili

kabupaten untuk mengikuti per-lombaan tarian, dan Sitoterpilih sebagai salah satu duta provinsi di antara beberapa

yang terpilih dari kabupaten lainnya. Pak Hadi yang tidak

mendapati kabar tersebut dari surat kabar yang dibacanya

tidak dapat menahan rasa kagetnya. Pak Hadi kaget ternyata

muridnya mengetahui keadaan Sito melalui surat kabar yang

bukan dibacanya, melain-kan dari surat kabar lain yangkemungkinan dibaca oleh salah satu orang tua mereka.

Tetapi tindakan muridnya yang diluar batas tidak dapat

ditolerir, meskipun berita terse-but sangat penting. Lalu

selepas istirahat Pak Hadi dapat menangkap pelaku dari

tinda-kan yang melampaui batas itu. Mereka bertujuh

mengakui telah melakukan penempelan surat kabar tidak

Entitas Delapan: Sito, Hikayat Amsterdam dan Ibunya 162

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 186/202

selayaknya, dan atas pengakuan mereka Pak Hadi

memberikan huku-man yang sesuai dengan tindakan yang

telah mereka perbuat. Mereka dihukum untuk

membersihkan semua penjuru sekolah dari surat kabar

tersebut, kecuali papan pengu-muman yang memang

dipergunakan sebagaimana mestinya.

Pak Hadi memperhatikan pekerjaan yang dilakukan oleh ke

tujuh muridnya. Mereka bu-kan murid-murid nakal ataupun

melampaui batas. Mereka adalah murid-murid yang ba-ik,

namun barangkali rasa penasarannya mengenai Sito si

Penari itu yang membuat me-reka juga ingin turut serta

dalam memberikan kabar berita mengenai si Penari yang

mu-lai naik daun. Pak Hadi berdiri dari kursinya, ia berjalan

menuju papan pengunguman. Tujuh orang muridnya masih

membersihkan surat kabar kopian yang mereka temple-kan.Pak Hadi membaca kopian surat kabar tersebut dengan

Headline berjudul: “SITO, PENARI TARIAN BUMI YANG

MENEMBUS LANGIT”

Tak lama berselang setelah insiden tersebut, kira-kira dua

minggu setelahnya, berita me-ngenai Sito kembali

menggema di segenap penjuru sekolah. Bahkan beritamengenai ta-rian Sito terdengar pula hingga ke masyarakat

tempat Sito dan Ayahnya tinggal. Surat kabar mengenai Sito

beredar di mana-mana. Pak Hadi tidak ketinggalan berita, ia

mem-peroleh berita mengenai Sito pada surat kabar yang

dibacanya. Seorang murid yang ke-marin mendapat

hukuman juga membaca berita yang sama pada surat kabar

Entitas... Taas... Taaas 163

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 187/202

yang diba-canya. Murid tersebut masih mengajak keenam

temannya untuk melakukan hal yang sa-ma, tapi dengan

cara yang berbeda. Ke tujuh murid tersebut telah memfoto

kopi surat kabar tersebut, kemudian surat kabar kopian itu

diberikan kepada setiap kelas di sekolah mereka.

Setidaknya mereka memberikan lima helai kopian surat

kabar mengenai Sito kepada masing-masing kelas di

sekolahnya. Sementara Pak Hadi melakukan kegiatan

biasanya yaitu menempelkan surat kabar mengenai

muridnya yang penari di papan pe-ngumuman.

“hidup Sito…!” teriak murid kelas IX

“waaaah…hebat kak Sito!!! Aku ingin seperti dirinya,” tutur

salah satu murid kelas VIII

“benar-benar ada penari di sekolah kita,” bisik-bisik murid

kelas VII“hidup Sito…!! hidup…!!! Teriak anak kelas IX

“hebaaatttt…, kakak Sito hebaaaatttttt…!!!! Gembira murid-

murid kelas VIII

“luar biasa…, sekolah kita luar biasa…,” kasak kusuk murid-

murid kelas VII

Seluruh warga sekolah bergembira dengan kehebatan Sito.Tariannya telah menembus atmosfir ibukota negara. Sito

benar-benar menjadi murid terkenal di sekolahnya. Sito juga

menjadi anak paling dibicarakan di kediamannya, di seluruh

pelosok desa, kecama-tan, kabupaten, provinsi, dan kini

mulai dibicarakn oleh warga negara Indonesia. Pada surat

kabar yang telah disebarkan oleh ke tujuh murid tersebut,

Entitas Delapan: Sito, Hikayat Amsterdam dan Ibunya 164

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 188/202

terlihat Sito sebagai pe-nari yang katanya menarikan Tarian

Bumi sedang berjabatan dengan Presiden republik

Indonesia. Sito berjabatan sambil menerima medali yang

dikalungkan oleh bapak Presi-den RI. Sementara di surat

kabar yang ditempelkan oleh Pak Hadi, di sana Sito nampak

sedang menggendong piala juara pertamanya dengan

didampingi oleh ayahnya dan juga bapak Presiden RI yang

berdiri disampingnya sambil melemparkan senyumnya ke

selu-ruh penjuru nusantara. Sito telah menaklukkan

nusantara dengan tarian buminya.

***

Amsterdam, pagi hari. Dua sosok bayangan berkelebat

dengan gerak yang harmonis. Keduanya menari tarian bumi

bersamaan. Tak ada perbedaan usia diantara mereka. Tak

ada batas ataupun jarak yang menghalangi, merekabergerak membentuk formasi yang apik. Pagi di

Amsterdam. Gerak yang mereka lakukan merekahkan

bunga tulip di te-ngah udara musim panas yang cerah.

Tarian bumi itu telah menggetarkan akar-akar tu-lip,

menjalar melewati batang-batangnya lalu kelopak-

kelopaknya bermekaran dengan indahnya. Jejakan danpijakan kaki-kaki keduanya lantas saja meriangkan pucuk-

pucuk dedahan di sekitar Amsterdam. Mereka turut menari

dengan leluasa.

“Sito, kamu harus lebih luwes dengan gerak lenganmu!”

“iya ayah!”

“perhatikan langkah kakimu. Pertahankan keanggunannya

Entitas... Taas... Taaas 165

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 189/202

bersamaan dengan gerak lenganmu!”

“seperti ini ayah?”

“ya! Hampir seperti itu…, perbaiki lagi!”

Pagi hari di tepian kanal kota Amsterdam. Sito melatih gerak

tarian buminya. Ia mela-tihnya dengan sungguh-sungguh.

Ayahnya membimbing dengan keras dan bijaksana. Sito

bergerak dengan cara yang sangat mengesankan. Gerak

tariannya melupakan kege-lisahan akan teman-teman

sekolahnya, sahabatnya, kediamannya dan juga mendiang i-

bunya. Gerak tarian bumi yang dilakukannya merangkum

seluruh kesan-kesan pribadi atas segala interaksinya

dengan dunia nyata yang dikenalnya di Indonesia. Sito terus

melatih geraknya, sambil mendengar instruksi dari ayahnya

untuk memperbaiki gera-kannya agar lebih sempurna.

Siang hari di sebuah Hotel mewah, di kota Amsterdam. Sitodan ayahnya telah duduk di meja makan. Bibir Sito terlihat

berwarna mengkilap. Ia mengenakan pewarna bibir yang

sengaja dibelinya, untuk berkenalan dengan dunia orang-

orang luar. Sito dan ayahnya duduk di salah satu meja,

segelas lemon dihidangkan dihadapan mereka. Hidangan

pe-ngisi perut belum juga muncul dan tiba di atas meja.“kamu senang dan bahagia di kota ini, Sito?”

“iya ayah. Aku senang,”

“kamu akan lebih senang setelah kamu mengetahui

mengenai cerita sesungguhnya ten-tang kota ini dan

ibumu,”

“Amsterdam dan ibuku, ayah?”

Entitas Delapan: Sito, Hikayat Amsterdam dan Ibunya 166

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 190/202

“ya…, mereka saling berhubungan erat,”

Dan ketika malam menjelang, Sito menarikan tarian bumi

yang telah dilatihnya. Benar-benar memukau seluruh

penonton malam itu, dan juga dewan juri yang memberikan

pe-nilaian atas tarian yang dimainkan oleh para penari. Sito

adalah wakil dari Indonesia da-lam Festival tari yang

berlangsung di Amsterdam selama satu bulan. Sito

berkompetisi dengan para penari dari negara lain untuk

mendapatkan pengakuan atas kemampuan dan bakatnya,

dan tentu saja atas Merah Putih yang merupakan cetak biru

dalam dadanya.

Malam itu Sito menarikan tarian bumi dengan luwes. Ia

memanggil kekuatan-kekuatan alam semesta. Gerak

gemulainya mengajak bayangan-bayangan hitam

mengikutinya. Sito menari untuk negara dan bangsanya, dandibalik semua itu Sito menari atas kehadi-ran dalam dirinya

yang tiba-tiba saja memberinya kekuatan lebih. Kekuatan

lain. Ia me-nari seperti yang diajarkan oleh ayahnya, seperti

yang dihikayatkan oleh ayahnya. Hika-yat diri-diri yang

dilupakannya. Hikayat para penindas dan para sekutunya.

Sito menari-kan dengan bersemangat namun gemulai. Iamenarikan kegemulaian dalam mengenang kematian para

leluhurnya, dan kematian ibunya yang berkaitan erat dengan

Amsterdam.

Sito si penari itu menarikan tarian bumi. Ia menari

memanggil kembali kehadiran yang tak dapat dihadirkan

melainkan melalui tariannya. Sito memanggil ibunya malam

Entitas... Taas... Taaas 167

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 191/202

itu. Sito melakukan gerakan bumi untuk menemukan kembali

bayangan ibunya.

Sito dengan tarian buminya. Ayahnya dengan hikayat

Amsterdam. Sito dalam hikayat Amsterdam dan ibunya.

10 Juli 2011

Entitas Delapan: Sito, Hikayat Amsterdam dan Ibunya 168

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 192/202

ENTITAS SEMBILAN JAKARTA - LEIDEN

Akhirnya aku mendapatkan fotonya, melalui surat elektronik

yang dikirimkan oleh-nya. Sudah dua tahun aku tak pernah

bertatap wajah dengannya, setelah pertemuan te-rakhir

yang membuat kami merasa berat untuk berpisah. Namun

pekan demi pekan hingga bulan dan tahun berganti, dan

kami pun dapat melaluinya dengan baik-baik sa-ja. Aku baru

saja memperoleh foto yang dikirimkannya, ia nampak

berubah. Tentu sa-ja, aku memahami perubahan tersebut.

Ragam warna dan gaya pakaian telah merubah dirinya. Aku

tersenyum memperhatikan foto itu, aku seolah terdoronguntuk segera kembali ke Jakarta. Kembali menjumpainya

dan mengenang masa-masa yang telah kami lalui bersama,

ketika itu. Sungguh, dari banyak wanita yang ku kenal hanya

dia satu-satunya yang menarik perhatianku. Aku seperti

berdekat-dekatan dengan suasana Indonesia yang

sebenarnya. Wanita itu telah menunjukkan segalanyatentang Indone-sia.

Aku adalah seorang Belanda yang bekerja di kedutaan

besar Belanda. Lebih kurang sepuluh tahun aku tinggal di

Jakarta. Menikmati hiruk pikuk kota yang terbiasa de-ngan

kemacetan di sana sini, ketidak teraturan, kemiskinan dan

kriminalitas yang tinggi. Aku menangkapnya sebagai sisi

Entitas... Taas... Taaas 169

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 193/202

kehidupan yang mengesankan. Sepuluh tahun di Jakarta,

dan ku kenal seorang wanita cantik dengan gaya yang

menarik. Ia berasal dari Jogjakarta. Keramahan dan sopan

santun dalam bertutur kata begitu mengagum-kan, aku

merasakan suasana Jakarta yang lain bila melihat dirinya. Ia

bekerja di kedu-bes ku, dengan modal bahasa Belanda yang

 fasih dan juga pengetahuan budaya Be-landa yang

diperolehnya dari Depok. Aku selalu saja menanti

kehadirannya.

***

Semestinya kukabarkan terlebih dahulu kepada Luki atas

keinginanku untuk mengun-jungi kota Jogjakarta. Lalu

keberangkatanku yang sepertinya mendadak itu seolah tak

mendapat sambutan yang menyenangkan dari Luki, aku

merasa sangat bersalah. Me-mang, Luki selalu sajamengelak ketika aku hendak merencanakan untuk

berkunjung ke Jogjakarta, terutama sekali mengunjungi

kediamannya. Aku begitu terkesima pada foto-foto yang

dibawa oleh Luki setelah acara pulang kampungnya di

lebaran Islam berakhir, dan juga dengan oleh-oleh

penganan yang diberikannya. Foto sebuah pantai yangindah pada saat matahari tenggelam, lalu susunan batu-

batu candi yang sempat ku amat-amati di meja komputer

melalui internet begitu mengesankan, aku seperti

menemukan guide yang tepat untuk mendatanginya. Akan

tetapi Luki selalu saja me-nolaknya, ia enggan untuk

menemaniku. Biar begitu, aku menikmati juga aroma ma-nis

Entitas Sembilan: Jakarta - Leiden 170

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 194/202

penganan Jogja yang disajikannya, satu kotak penuh

makanan kecil dan penganan itu mengingatkan aku pada

masakan Jogja yang sering dibicarakan oleh kolega-kole-

gaku di negeri Belanda.

Aku sudah tiba di pintu kedatangan Bandara Adi Sutjipto,

sedikit lega setelah hampir tiga jam terdiam dibangku

pesawat dengan bertemankan surat kabar dengan pemberi-

taan yang menghebohkan mulai dari politik kenegaraan,

inflasi keuangan, bahkan hingga kemenangan Barcelona

meraih tropi juara di liga Champion. Aku meraih pon-sel

untuk membuka beberapa message yang masuk, lalu aku

mencari nomor ponsel Luki dalam contact list. Dengan

berbagai pertimbangan, lima menit kemudian aku

memasukkan kembali ponsel ke dalam tempatnya, kurang

tepat bagiku untuk menga-barkan Luki pada saat ini. Akuberjalan keluar dari bandara, lalu membiarkan tas yang ku

bawa disambut oleh tangan-tangan kasar supir taksi

bandara. Aku memasuki taksi dan duduk di kursi belakang.

Aku memintanya untuk mengantarkan ku menuju Hotel

Shantika.

Tak lama berselang, aku telah tiba di hotel tersebut lalumengambil kunci kamar yang telah ku pesan semenjak satu

bulan yang lalu. Berjalan sebentar di koridor hotel lalu

beranjak menjauhinya. Lantas kamar itu telah berada di

depan mataku, memasukinya dalam suasana yang hening

dan tenang lalu menjatuhkan badan di atas kasur melepas

penat perjalanan. Aku terlelap dalam buaian lelah. Sudah

Entitas... Taas... Taaas 171

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 195/202

dua hari mataku tak terpe-jam, hanya bersandarkan pada

meja kerja yang tak nyaman untuk kepalaku.

Telah sekian lama tiada pernah kunikmati nyamannya hidup.

Demikianlah yang kura-sakan saat ini, berada di sebuah

tempat yang sangat mengagumkan dan mempesona.

Sekelilingnya begitu damai dan tenteram. Aku merasakan

suasana yang tiada terhing-ga kesenangannya. Seolah

segalanya pergi menjauh dan akhirnya aku berada di tem-

pat ini. Merasakan kenyamanan hidup. Pemandangan pantai

yang luas dengan warna langit yang jatuh di atasnya, aku

tersenyum menyaksikannya.

“God…! It's amazing” gumamku

Dari kejauhan dan di antara lekuk bibir pantai seseorang

berjalan dengan anggunnya. Berpakaian kebaya dengan

baju dan selendang berwarna hijau. Seorang wanita berja-lan menyusuri bibir pantai yang teramat damai dengan

alunan suara deburan yang menggelitik telinga. Suara

alunan itu berdesah dengan syahdunya. Wanita berpakaian

hijau itu berjalan menuju arahku. Raut wajahnya tenang,

seolah tak menemukan aral melintang di setiap pijakan

kakinya menembusi pasir pantai yang berwarna hampirputih. Aku terkesima menatapnya. Wanita itu semakin

mendekat. Ia mendekat dengan alunan nada yang dihembus

angin pantai bergema di antara pucuk-pucuk tumbuhan

pantai. Wajah wanita itu semakin jelas terlihat. Dingin

tatapannya. Kemudian aku ter-henyak dengan

kehadirannya yang sudah sangat dekatnya. Wanita

Entitas Sembilan: Jakarta - Leiden 172

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 196/202

berpakaian hijau dengan paras yang sangat cantik. Dalam

kesadaranku tersebut nama yang begitu akrab di

kehidupanku.

“Luki…!!!”

Setelah mendekat dari hadapanku, wanita itu beranjak pergi

menjauhiku. Aku terdiam sejenak dan tak dapat mengelak

bila wanita ini memang sangat misterius bagiku. Ia berlari

menjauhi diriku. Sementara keengganan sudah melekat

terlebih dahulu dalam batinku. Keinginan tiada bersarang

dalam dadaku. Aku tak ingin mengejarnya, tapi lambaian

tangannya yang halus telah menghipnotisku. Aku seperti

menggenggam ta-nah liat yang tak berbentuk. Tangannya

seperti air atau mungkin udara yang tergeng-gam lalu

terlepas sedemikian saja. Ia telah menghilang dari

hadapanku. Bayangannya tersembunyi di antara bebatuancadas yang kokoh, bahkan matahari yang terik sekali-pun

tak akan mampu menembus kokohnya bebatuan itu. Aku tak

menemukan jawa-ban dari matahari atas kepergian

bayangannya. Dan atas kegalauan hati, aku pun me-

lepaskan jerat-jerat keengganan. Aku berjalan mengitari

bebatuan kokoh tersebut, mencari di setiap lekukannyabayangan Luki yang telah menghilang semenjak tadi.

“Akh…, kemana Luki pergi?” aku dalam bingung

Aku mengitari bebatuan kokoh. Mencari Luki di setiap

sudutnya. Aku memasuki ke dalam gelap sebuah ruangan,

dan hanya kujumpai sebuah altar yang dijaga oleh pa-tung-

patung besar dalam degup nadi yang dingin tak bernyawa.

Entitas... Taas... Taaas 173

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 197/202

Aku tersenyum kecut menyaksikan wajah patung-patung itu,

ia mirip sekali dengan wajah Luki. Aku meng-amatinya

dengan seksama. Mencari tanda yang paling benar agar

dapat diyakinkan bi-la patung itu bukanlah Luki yang kucari.

Luki dengan tangan selembut angin yang menerbangkan

selendang hijau sutranya. Aku mendekati patung tersebut.

“Luki…!?” sergahku mendekat 

“tidak…, tidak…, tidak mungkin,” pikirku keras

“bila ini benar engkau, bagaimana mungkin?” aku mencari

alasan

“please God…!!! I hope this is not her…,” sepenuh hati aku

meyakinkan

Lagi kuteliti wajah patung itu. Aku mash belum menemukan

ciri-ciri yang dapat memberi kesimpulan bila patung yang

kuhadapi memang Luki. Aku berusaha bersi-kap adil ataskenyataan yang kuhadapi. Membuang jauh-jauh urusan hati

yang selalu saja menjatuhkan sesak dalam dada. Aku

berusaha seimbang, seperti petuah sang Bu-dha yang

sangat mengagungkan ketenangan batin melalui proporsi

panca indera dan aura yang terbagi dengan merata. Aku

terus bertahan dalam kesenyapan suara medita-si.“Ooooommmm….,” aku mendengar suara keheningan

Aku masih mengamati patung tersebut, dari dahi bagian

atas hingga dagu bagian ba-wah. Dari telinga kiri hingga

telinga kanan. Aku mendetilkan guratan-guratan pahat pada

rambut di kepalanya yang begitu tertata dengan teratur dan

rapinya. Mata patung itu terpejam. Nampaknya semenjak

Entitas Sembilan: Jakarta - Leiden 174

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 198/202

tadi suara kesenyapan yang kudengar menggema dari

mimik wajah dan pandangan mata yang tertutup itu, milik

patung yang masih te-rus kuamati. Aku menyentuh pipi

patung tersebut. Kurasakan dingin yang tak hingga. Aku

menyentuh udara bercampur air yang dingin, sedingin

penghujan yang turun se-lama empat puluh malam tiada

henti. Aku merasakannya. Dingin yang tak terhingga.

Tubuhku terasuki oleh dingin itu, semakin dalam dan kian

nyata. Aku diselubungi o-leh hawa dingin yang terus

mengalir. Mengalun dari kedua telapak tanganku yang

menyentuh kedua pipi patung tersebut. Dingin itu semakin

melenakanku. Tak dapat terhenti. Aku tenggelam dalam

badai dingin, semakin lama semakin menyeruak ke dalam

relung batinku. Gelisahku memuncak. Aku kehilangan

kendali. Keseimbangan kian menjauh dariku. Aku tak bisamenolak hawa dingin yang bersumber dari patung itu. Aku

terus bertahan. Mempertahankan keseimbangan sambil

perlahan kubuka ma-taku dan kulihat wujud yang nyata dari

patung tersebut, tetapi aku tak dapat menghin-dar dari

cengkeraman hawa dinginnya.

“Lukiiiiii……!!!!!!!” aku berteriak“Ghossss…. I dreamt about her,” aku terbangun.

Aku menyeka wajahku yang berkeringat. Kemeja di tubuhku

tak lagi sempurna. Aku membenahi seluruh pikiranku

dengan melihat waktu pada jam tangan. Sudah pukul dua

belas lebih, dan nampaknya aku harus membersihkan

badanku. Aku bangkit dari kemalasan di atas tempat tidur,

Entitas... Taas... Taaas 175

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 199/202

dan mulai bergegas menuju kamar mandi untuk mem-

bersihkan diriku. Aku berjalan dengan sedikit gontai. Mimpi

itu masih saja hadir di kepalaku. Mimpi itu tak dapat pergi

dari khayalku. Aku memasuki kamar mandi. Mengguyur

seluruh anggota badanku, dan mimpi itu masih saja merasuk

dengan da-lam di setiap inci dari memoriku. Aku terpenjara

dalam impian itu. Aku masih sibuk dengan air pancuran yang

membasahi wajahku. Lantas bathtube yang telah terisi de-

ngan busa pun mulai kuhampiri. Aku menceburkan diri di

dalamnya. Mencoba meng-hapus segala memori yang

masih terngiang perihal mimpi yang semestinya tak meng-

ganggu. Aku melemaskan otot-otot tubuhku di dalam

bathtube, berusaha santai dan relaks menghilangkan semua

kekhawatiran dan kegalauan akibat mimpi yang menam-bah

beban di kepalaku. Aku menenangkan diri di dalambathtube.

***

Satu minggu yang melelahkan aku berada di Indonesia.

Negeri yang pernah mengharu birukan seluruh

kehidupanku, dengan segala kenyamanan hidup,

kedamaian, dan ke-indahan alamnya. Biarpun isu-isu yangmenegangkan dan adakalanya benar terjadi mengenai

terorisme dengan bom bunuh dirinya selalu menghantui dan

mengelilingi ruang gerak dari aktivitas warga asing seperti

diriku, namun lebih banyak aku menga-lami kesenangan dan

kedamaian di dalamnya. Memang lumrah adanya bila negeri

yang dipercaya sangat ramah dan arif bijaksana dengan

Entitas Sembilan: Jakarta - Leiden 176

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 200/202

beragam kekayaan budaya mengalami perubahan yang

sangat mencengangkan, tapi bagiku tetap negeri Indone-sia

adalah negeri yang mempesona. Walaupun negeri ini harus

kehilangan predikat pemilik tujuh keajaiban dunia, meskipun

ia harus bersusah payah untuk mengelola ta-man nasional

Komodo yang begitu pahit terasa untuk meraih kembali

predikat terse-but, bagiku Indonesia secara pribadi telah

memberikan nilai-nilai yang menjadikanku kaya akan naluri

untuk mencintai budaya dan manusia. Aku sangat

mengagumi Indo-nesia.

Aku telah berada di penerbangan paling awal untuk

berangkat menuju Belanda. Aku kembali ke Leiden. Aku

telah menuntaskan pekerjaan yang cukup melelahkan, bah-

kan dibawah tekanan waktu yang sangat sempit dan padat.

Cukup melelahkan, dan ra-sanya aku tak pernah bisamenghilangkan penat yang berbekas di sekujur tubuhku.

Berlibur menuju Jogjakarta ternyata tak juga memulihkan

penat itu, lelah tersebut. A-ku berupaya dengan sekuat

tenaga untuk mengembalikan kenanganku sebagai pengo-

bat lelah yang mendera dari kerja yang suntuk, namun aku

tak menemukannya kem-bali. Aku bertemu dengan Luki.Menjumpainya. Setelah menghubunginya melalui ponsel,

aku bertemu dengannya di Jalan Malioboro tepat di sebuah

restoran fastfood di dalam mall Jogja. Aku hanya seorang

diri, sementara Luki duduk bersama dengan seorang bocah

yang diperkenalkannya sebagai anak pertamanya. Seorang

anak lelaki. Aku tersenyum melihat bocah itu, tetapi aku

Entitas... Taas... Taaas 177

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 201/202

merasakan Luki yang dingin. Luki bukan lagi seorang wanita

periang yang pernah kujumpai. Dalam foto-foto yang

dikirimkan-nya ia tak pernah mengatakan sepatah katapun

bila sekarang keadaan dirinya telah berubah. Luki yang

sekarang telah menjadi seorang istri dan memiliki seorang

bocah lelaki yang mungil dengan wajah yang sangat kental

 jawanya.

“maaf Van aku tak pernah mengatakan sebelumnya,” dingin

ucapan Luki

“tidak apa…, aku turut gembira melihatmu,” senyum

kecutku tertutup pikiran logis

“aku telah menikah setahun kemarin. Meninggalkan

pekerjaanku dan menjadi seorang ibu rumah tangga dengan

anak satu,” Luki masih dingin tanpa senyum

“yeah…life must go on, but I think it's really… you know…very nice,” bohongku pada perasaanku

“bagaimana denganmu Van?” pertanyaan yang begitu

dingin

“I am still single dear,” senyumku bernada kecewa.

Aku masih berada dalam penerbangan pertama menuju

Belanda. Membayangkan Ja-karta yang sudah semakinsibuk dengan kemacetan yang tak terkendali, lahan sebagai

koridor jalan yang semakin sempit, laju kemiskinan yang

semakin meningkat, jumlah kendaraan pribadi yang

semakin memadati jalan-jalan kota. Aku merasakan penat

yang tidak kepalang di kepalaku, setelah meninggalkan

Jakarta meskipun seluruh pe-kerjaan telah selesai dengan

Entitas Sembilan: Jakarta - Leiden 178

7/17/2019 ENTITAS

http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 202/202

sempurna. Aku pulang dengan membawa kekecewaan yang

 juga sempurna. Aku seperti tengah berada di kawasan Ritz-

Carlton ketika dile-dakkan oleh teroris pelaku bom bunuh

diri. Aku hancur tanpa daya. Jogjakarta yang ku agungkan

sebagai kota terindah kini menjadi Jakarta yang tak ramah

dan dipenuhi dengan kotoran-kotoran manusia yang tak

berujung selain hanya hendak meraih ke-kayaan sementara.

Aku kehilangan kenangan mengenai Jogjakarta. Aku serasa

amne-sia atas semua jenis hidangan manis yang disajikan

khas Jogjakarta. Aku tak merasa-kan lezat lagi gudegnya,