entitas
DESCRIPTION
kumpulan cerpen IIITRANSCRIPT
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 1/202
I B N U P B N U G R O H O
U
P U
N C
R
E
K
L A
E
P N
M
A
N
S .
A
.
A
E
I T A . . T
S .
T A
S
T
.
ENTITAS... TAaS... TAAAS
Dan akhirnya sungai-sungai kecil sampai pula pada muaranya, lautan menampung seluruh buih-buihnya, dan mungkin sekarang ini
kenyataan yang dicari telah ditemukan dalam kumpulan cerita dalam tiga bagian sebagai kenang-kenangan Promethean
Family Book.
Pada mulanya adalah Yang Perempuan, berikutnya Yang Lak-laki, dan akhirnya tanpa label dan embel-embel. Lantas,
kemanakah ini bergerak?
Mengenang merupakan kerja kecil untuk kembali sadar dan ingat,kemudian ini terbawa hingga menemukan waktunya, dan
demikian saja pengembara mengatasi pencarian sebagai pengembara,beserta puncak pencapaian sebagai riang anak-anak.
Maka semestinya, akhir bukan lagi hal yang menyedihkan di sini, tetap berjalan melalui kenangan-kenangan adalah jalan keluar,
dan semua yang diraup dalam telapak tangan menjadi benih.Inilah akhir, tetapi inilah juga ada. Selamat mengada1
KUMPULAN CERPEN
ENTITAS... TAAS... TAAAS
IBNU P B NUGROHO
f
Family Book
P
Promethean
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 2/202
KUMPULAN CERPEN
ENTITAS... TAAS... TAAAS
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 4/202
KUMPULAN CERPEN
ENTITAS... TAAS... TAAAS
IBNU P B NUGROHO
PrometheanFamily Book
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 5/202
Kumpulan Cerpen
ENTITAS... TAAS... TAAAS
Ibnu P B Nugroho
Cetakan Pertama, 2015
Judul Gambar Sampul:Renoir
The BalconySumber: www.Art.com
Promethean Family Book alamat e-mail: [email protected]
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 6/202
Teruntuk:
Waktu dan perkiraan,
keduanya tak dapat disatukan.
Walau langit, bumi dan lautan
menggenapi tujuh puluh tahun
usianya yang menua
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 8/202
MENGENANG Pfb
Setelah hampir lima tahun berselang, akhirnya Promethean
Family Book kembali muncul. Mengenang tanggal 10
Oktober 2009 sebagai tanggal berdirinya, Promethean
Family Book merupakan perpustakaan pribadi dengan
koleksi buku yang terbatas. Filosofi dari Promethean itu
sendiri merupakan seorang pahlawan yang memberikan
penerangan dengan pengetahuan yang sangat agung,
kemudian manusia menjadi tercerahkan. Sementara Family
Book merupakan istilah yang mewakili kosa kata
perpustakaan, atau dengan kata lain Family Book sama
dengan perpustakaan. Jadi bila diucapkan kalimat
Promethean Family Book, tentunya maksud daripenyebutan tersebut adalah Promethean Library yang telah
disebutkan tadi dan merupakan perpustakaan pribadi.
Masih teringat pengkodean buku-buku perpustakaan
dengan mempergunakan institusionalisasi pengetahuan
filsuf Muslim Ibnu Khaldun, koleksi e-book, beberapa
dokumen dalam bentuk e-book seperti: Entitas Perempuan(EP), Perjalanan, Tuhan dan Akhir Desember, dan Entitas
Laki Laki. Kegiatan tersebut masih berlangsung, walaupun
dengan intensitas yang tidak terlalu konsisten di sana- sini,
pun juga beragam kesibukan aktivitas diri telah menjadi
salah satu faktor utama di samping interaksi yang minim
sepanjang enam tahun berdirinya. Setelah dokumen
Entitas... Taas... Taaas vii
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 9/202
terakhir Promethean Library mengalami stagnasi,
meskipun banyak pemikiran diurai untuk menimbang
kembali arti dari kehadirannya.
Promethean Library dalam melakukan pertimbangan
tersebut telah menyerap banyak inspirasi yang terlalu
menjauh dari tanah tempat dipijak, padahal dalam kondisi
tersebut ditemukan gagasan yang terlalu berat dan besar
bagi sebuah perpustakaan. Gagasan yang terlalu imajinatif
tersebut dipicu atas lenyapnya sebuah tugu berwarna biru
sebagai penanda bagi sebuah daerah yang disebut sebagai
Kawasan Pusat Perdagangan, Promethean Library tak
dapat menyimpan kenangan bersejarah atas tugu tersebut
walaupun bila ditelusuri dengan cara-cara tertentu
kemungkinan ada segelintir orang yang telah menyimpan
kenangan bersejarah itu.Kenangan bersejarah itu dapat saja menjadi sebuah api
yang menghidupkan semangat Promethean, tetapi imajinasi
akan tugu tersebut justru seperti memberi gagasan yang
dapat memberi penyegaran pemikiran yang lebih futuristik.
Kenangan bersejarah atas tugu tersebut musti hadir
kembali, tetapi dalam pola yang lebih mewarnai posisisebenarnya atas relevansinya dengan kondisi wilayah yang
dimaksudkan, mulai dari nama wilayah, kontur jalan,
representasi fenomena alam, dan bahkan hingga
dampaknya atas edukasi sepanjang masa.
Perdagangan dalam pandangan Promethean merupakan
ativitas sibuk yang kurang menunjukkan identitas
Mengenang Pfb viii
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 10/202
sebenarnya dari sebuah komunitas disekililingnya, tetapi
perjalanan telah menunjukkan sisi lain atas kebenaran yang
seolah tertutup atau sengaja ditutupi dan disimpangkan
sebagai identitas lain yang lebih tinggi. Kebenaran yang
terbuka mungkin akan menjadikan identitas tersebut
menjadi lebih rendah dari sebelumnya, tetapi nilai atas
identitas yang merendah itu dapat saja menjadi kemandirian
tersendiri untuk lebih memperkukuh ketahanan identitas
tersebut.
Perjalanan atau lebih tetap lagi jalan yang luas dan lebar
sebagai jalan itu ternyata menyimpan keunikan tersendiri,
ini lebih menunjukkan identitas yang membudaya dan bukan
semata eksploitasi ekonomi. Jalan dapat juga sebagai
representasi aliran sungai yang di bawahnya tersembunyi
bebatuan sisa erupsi, namun entah sejak kapan, entahrekayasa ataukah alamiah, inilah bagian dari peninggalan.
Sungai tersebut seolah berpindah dari tempatnya, dan ia
merepresentasi pada jalan tersebut.
Pada salah satu bagian dari jalan itu, terkandung juga
sebuah belokan unik yang setiap pagi menunjukkan
identitasnya. Dipengaruhi oleh cuaca dan musim yangmengisi setiap tahun kehidupan. Pagi hari dari arah Barat
menuju ke Timur, mungkin hanya seorang yang telah
mengembara berjalan jauh dari Barat dan ia kembali di pagi
hari itu ke arah Timur. Matahari menemani dan
menyenangkan pengembara itu, matahari seperti riang
anak-anak yang berlompatan dan berpindah dari kiri ke
Entitas... Taas... Taaas ix
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 11/202
kanan. Pengembara dan riang anak-anak itu bermain di
tengah-tengah jalan, dalam sepotong bagiannya di belokan
dari satu pohon besar baru hingga pohon besar lama yang
telah lenyap.
Imajinasi atas tugu dengan visi baru itu seperti lebih
menguatkan identitas komunitas, katakan saja tugu itu
adalah tugu Kelok Lintang Sejati. Tugu yang mengangkat
tanpa perlu mengangkat sesuatu dari tempatnya,
menempatkan tanpa perlu memindahkan dari tempatnya
semula. Sungai dengan kondisinya bisa jadi telah
menginspirasi untuk menemukan nilai-nilai geologi di
dalamnya, tetapi kelokan dari matahari itu juga
kemungkinan lebih besar memberi warna tersendiri dari
waktu pagi hingga malamnya. Gejala fisika atau yang lebih
spesifik lagi astronomi menjadi tonggak yang juga tak kalahmemberi nilai sebagaimana sungainya. Walaupun gejala
astronomi tersebut hanya terjadi secara mekanis biasa,
namun ini tetap saja berkaitan dengan hubungan antara
bumi dengan matahari bahkan juga rembulan. Gejala yang
bisa dikatakan sebagai gejala semu astronomis ini juga
terjadi di segala tempat yang identitasnya diakui menjadibagian dari identitas lebih tinggi dengan banyak simpangan
yang sempurna. Tetapi ada pertanyaan yang sangat
mendasar dari itu semua, apakah identitas dengan banyak
simpangan terjadi dan dilakukan secara sadar ataukah
secara tidak sadar? Ini mungkin terjadi dalam keduanya,
dan eksistensi sebuah tugu akan dipertanyakan
Mengenang Pfb x
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 12/202
keberadaannya dari tarikan-tarikan kesadaran tersebut.
Tarikan-tarikan itu di zaman yang telah maju memiliki nilai
psikologis yang jauh lebih mapan, individu tentu lebih
penting dari pada lembaga publik. Akan tetapi terkadang
mungkin masih saja penentuan titik arah yang begitu penting
sebagai kenangan bersejarah yang representatif masih
ditentukan nilai-nilai filosofisnya dari atas berikut dengan
pembiayaannya. Bila saja dipercaya bahwa zaman ini telah
maju, tentu kesadaran-kesadaran dari identitas yang rendah
dapat diberi dorongan oleh identitas yang lebih tinggi,
individu didorong oleh lembaga publik atau bahkan yang
lebih maksimal individu menentukan sendiri visinya tanpa
sepeserpun dari lembaga publik.
Akhir dari ini semua, imajinasi Promethean mungkin bisa
terwujud mungkin juga sebatas khayal saja. NamunPromethean hadir disana di tahun ia didirikan, dan setelah
sekian lama ia menemukan hikayat pengembara dan riang
anak-anak sebagai imajinasi yang mungkin tidak patut
dianggap sebagai local genius. Tugu itu telah menjadi
kenangan yang ekonomik, tetapi tugu lainnya itu hanya
sekedar imajinasi.
Entitas... Taas... Taaas xi
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 14/202
PENGEMBARA DAN RIANG ANAK-ANAK
Membangkitkan kenangan atas kumpulan cerpen
sebelumnya, dari pertama hingga kedua, yaitu: Entitas
Perempuan dan Entitas Laki-Laki, kumpulan cerpen yang
bertajuk Entitas… Taas… Taaas merupakan kumpulan
cerpen ketiga yang menyatu di dalam satu tema besar
Mencari Jenis Kelamin. Kumpulan cerpen ketiga ini menjadi
bagian terakhir yang akan memberikan ruang untuk
sebentuk pendalaman rasa, refleksi atau kontemplasi dalam
upayanya merangkum seluruh cerita yang ada di dalam
kumpulan cerpen, yang bila dikalkulasi cerpen-cerpen yang
telah dimuat hingga sekarang ini adalah Entitas Perempuan
sejumlah sepuluh cerpen, Entitas Laki-Laki sejumlahsepuluh cerpen dengan satu buah cerpen pernah dimuat
pada Entitas Perempuan, dan Entitas… Taas… Taaas
sejumlah sembilan cerpen dengan satu buah cerpen pernah
dimuat pada Entitas Perempuan, satu buah cerpen pada
Entitas Laki-Laki, dan satu buah cerpen dimuat pada Entitas
Perempuan dan Entitas Laki-Laki. Jadi cerpen yang menjadipondasi atas tema Mencari Jenis Kelamin berjumlah dua
puluh lima cerpen, dan ini bisa saja dinyatakan saling
bersambungan. Untuk dapat lebih jelas atas kumpulan-
kumpulan cerpen itu, dapat diperhatikan tabel berikut ini.
Entitas... Taas... Taaas xiii
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 15/202
Mencari Jenis Kelamin
Akhirnya ini semua tiba pada titik kulminasi, ini akan
mengurai segala yang menjadi tujuan melalui sarana yang
sangat sederhana. Tema yang tidak terlalu imajinatif namun
sederhana dan dikenal tanpa perlu berkenalan ataupun
melanjutkannya tanpa keteraturan-keteraturan tatanan
yang musti dan harus dijaga. Tema yang sudah sejak awal
dipijak, setelah sampai pada kumpulan cerpen yang ketiga
atau terakhir ini, yaitu Mencari Jenis Kelamin. Kali ini
segalanya mungkin terangkai untuk memberi kejelasan atas
ENTITAS PEREMPUAN ENTITAS LAKI-LAKI ENTITAS…TAAS…TAAAS
1. Sang Perawan - Sang
Pramugari
1. Bidadari Seberang Jalan
(Episode Satu)
1:Sang Perawan - Sang
Pramugari2. Perempuan Di Bayang
Paruh Jiwanya
2. Kisah Seorang Lelaki dan
Sebatang Rokok2:Catatan Harian Lima Lima
3. Ciluhur Kalemah 3. Pelabuhan Tyre (Memorabilia) 3:Kawan, Mawar, dan Cinta
4. Lelaki Hujan 4. Lelaki Hujan 4: Aksan Manusia 3021
5. Di Pelabuhan Tyre5. Demikianlah Sabda Emak
(Atawa Bukan Sabda5:Lelaki Hujan
6. Pagi dalamKenangan6. Bidadari Seberang Jalan
(Episode Dua)
6:Pelajaran Pertama
Tentang Cinta7. Kalung dengan Pendar
Warna Pelangi
7. Balada Kopi - Teh dan
Segelas Air Putih7:Si Pelukis Matahari
8. Pagi Perempuan Muda8. Keseimbangan (Berbagi
Ruang Kehadiran)
8:Sito, Hikayat Amsterdam
dan Ibunya9. Muasal dan Sesal
(Ruang Kegelapan)9. Catatan Harian Lima Lima 9:Jakarta - Leiden
10. Lelaki Kemerdekaan
10. Menjadi lelaki dari Manusia
Bersertifikat (Hadyaning Pulang
ke Jogja)
Pengembara dan Riang Anak-Anak xiv
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 16/202
tema yang telah menjadi landasannya.
Kumpulan cerpen pertama dengan judul Entitas Perempuan
telah menawarkan sisi pandang yang semestinya
dipertanyakan ulang, benarkah cerita-cerita itu
memaksudkan ke arah dari yang menjadi judul besarnya?
Apakah ada kemungkinan lainnya untuk menentukan
kecenderungan dari cerita-cerita yang ada di dalamnya?
Berapa persentase yang dapat diberikan untuk
menunjukkan bahwa cerita-cerita itu mengarah pada
Entitas Perempuan? Adakah satu cerita yang tak dapat
mendefinisikan entitas itu? Ataukah ada dari satu cerita
yang justru tidak mencerminkan entitas tersebut?
Kumpulan cerpen kedua dengan judul Entitas Laki-Laki
memiliki motivasi yang tidak jauh berbeda dari kumpulan
cerpen pertama tadi, Entitas Perempuan. Banyakpertanyaan yang hadir dan menjadi pijakan penting, bukan
misteri yang terpendam tetapi memberi pemaksaan kepada
atau gugahan untuk melakukan pendalaman atas kesadaran
bilakah kita benar-benar tahu dan sadar yang dimaksudkan
dengan entitas yang bisa dianggap gender ataupun juga
seksualitas. Semestinya terjadi juga banyak penyerapan-penyerapan nilai diri yang memberi kekayaan atas pembaca
dan cerita-cerita tersebut, antara mereka tentu dibiarkan
berinteraksi hingga mencapai intensi yang paling maksimal.
Kumpulan cerpen ketiga dengan judul Entitas… Taas…
Taaas menjadi penutup sekaligus merangkum yang telah
ditawarkan pada kumpulan cerpen pertama dan kedua.
Entitas... Taas... Taaas xv
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 17/202
Perulangan terjadi sebagaimana juga pada Entitas Laki-
Laki, entah pembaca mengkategorikannya sebagai repetisi
ataukah rekoleksi tapi nyata dalam Entitas Laki-Laki satu
cerita merupakan perulangan dari Entitas perempuan
(Lelaki Hujan), dan pada Entitas… Taas… Taaas perulangan
mengambil cerita dari Entitas Perempuan yang pernah
diulang pada Entitas Laki-Laki (Lelaki Hujan) dan
mengambil juga yang belum pernah diulang pada Entitas
Laki-Laki (Sang Perawan Sang Pramugari), dan perulangan
di dalam Entitas… Taas… Taaas juga mengambil cerita dari
Entitas Laki-Laki (Catatan Harian Lima Lima).
Pengembara
Melepas seluruh batasan pembacaan atas cerita-cerita
yang disajikan, entitas tak pernah menentukan identitasnya
dalam satu kepastian. Entitas tak pernah mengakui bahwa
ini semua sebenanrnya mengenai gender ataupun juga
seksualitas. Oleh karenanya entitas juga memberi ruang
yang terbuka atas pembacaan lain yang berupaya untuk
membacanya sebagai Pengembara dan Riang Anak-Anak,
tentu dengan kemampuan yang memadai untuk tetap
berada di dalam tema yang telah menjadi ketentuan bagikumpulan cerpen ini, yaitu Mencari Jenis Kelamin.
Pembacaan atas kumpulan cerpen jilid tiga yang berjudul
Entitas… Taas… Taaas adalah Pengembara dan Riang
Anak-Anak, sekilas dapatkah terbaca kaitan ini dengan
tema yang menaungi seluruh kumpulan cerpen dari
pertama hingga ketiga ini? Nampaknya perlu dibaca juga
Pengembara dan Riang Anak-Anak xvi
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 18/202
maksud terdalam dari dua kalimat yang dihubungkan
dengan kata sambung “dan”, antara kata benda dengan kata
sifat, kata benda tunggal murni dengan kata sifat yang
mengandung kata benda jamak. Apakah pengembara itu?
Siapakah dia? Kenapa dengan pengembara itu?
Begitu banyak pertanyaan mengenai pengembara, dan
jawab atas tanya-tanya itu tentu terdapat di dalam seluruh
cerita yang dimuat di dalam Entitas… Taas… Taaas.
Keharusan atas kejelasan mengenai pengembara ini adalah
karakter, akan selalu ada ukuran atau standar yang dapat
dipijak untuk menentukan pengembara tersebut. Setiap
pembaca secara bebas memiliki ukuran atau standarnya
masing-masing, dan di dalam cerita-cerita tersebut juga
tidak pernah lepas dari bentukan karakter yang melekat
pada suatu tokoh. Dan dengan mempertemukan antarapembaca yang punya ukuran karakter dan tokoh di dalam
cerita-cerita tersebut, pengembara dengan karakter yang
diurai dapat diidentifikasi. Kemudian dari identitas tersebut,
akhirnya masuk juga ke dalam tema yang telah menjadi
pijakan sejak awal, Mencari Jenis Kelamin.
Riang Anak-AnakMengalih dan menjauh dari pengembara dengan
kembaranya, kumpulan cerpen ketiga ini menampilkan
karakter berikutnya yang digambarkan pada anak-anak.
Karakter tersebut tidak sama seperti pada pengembara,
ukuran dan standar telah menjadi nyata walaupun
kemungkinan perombakan ukuran dan standar karakter
Entitas... Taas... Taaas xvii
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 19/202
dari pembaca dapat saja terjadi. Dengan ukuran dan
standar karakter itu, dengan sederhana dapat diperhatikan
karakter-karakter tokoh yang ada di dalam cerita-cerita itu.
Apakah mereka diwakili karakternya? Ataukah anak-anak ini
tidak sejalan antara karakter cerita dengan karakter yang
distandarkan?
Ukuran dan standar karakter yang menjadi landasan adalah
keriangan atau cukup disebut sebagai riang. Dengan
karakter yang begitu, pembaca kemudian dapat melakukan
pembacaan atas cerita-cerita itu dan kemudian melakukan
pemahaman atas bertemunya karakter standar dengan
karakter cerita. Tetapi ini jelas justru tidak sesederhana
karakter dalam pengembara, dalam anak-anak yang
mengalami keriangan terjadi tiga sudut pandang yang harus
diseimbangkan. Sudut pandang judul Entitas, sudutpandang pembaca, dan sudut pandang cerita-cerita itu
sendiri.
Bahkan untuk menerima pemahaman mengenai anak-anak,
batasan umur terkadang juga tidak relevan dalam ruang
lingkupnya. Anak-anak bisa bukan hanya sekedar suatu
perkembangan fisik yang diikuti dengan capaian umurmanusia, ini bisa menjadi sebuah perkembangan psikis yang
wajar dan lumrah. Kekanakan yang riang merupakan
sesuatu yang tidak abnormal, ini sering dan banyak dialami
oleh orang-orang yang bukan anak-anak. Kekanakan yang
riang sesekali bisa muncul sebagai watak dan perilaku
seseorang yang bukan lagi anak-anak, dan dengan ini orang
Pengembara dan Riang Anak-Anak xviii
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 20/202
itu justru menyenangkan bagi setiap orang. Karenanya
anak-anak dan keriangannya di dalam kumpulan cerpen ini,
bisa jadi juga dialami oleh pengembara. Kemudian bukan
tidak mungkin Entitas… Taas… Taaas ini menghadirkan
anak-anak yang mengembara.
Entitas... Taas... Taaas xix
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 21/202
Pengembara dan Riang Anak-Anak xx
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 22/202
DAFTAR ENTITAS
Mengenang Pfb vii
Pengembara dan Riang Anak-Anak xiii
Daftar Entitas xxi
Entitas 1:Sang Perawan - Sang Pramugari 1
Entitas 2:Catatan Harian Lima Lima 43
Entitas 3:Kawan, Mawar, dan Cinta 67
Entitas 4: Aksan Manusia 3021 85
Entitas 5:Lelaki Hujan 103
Entitas 6:Pelajaran Pertama Tentang Cinta 115
Entitas 7:Si Pelukis Matahari 133
Entitas 8:Sito, Hikayat Amsterdam dan Ibunya 151
Entitas 9:Jakarta - Leiden 169
Entitas... Taas... Taaas xxi
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 24/202
SANG PERAWAN - SANG PRAMUGARI
Pagi masih berasap. Warna langit tak secerah kemarin.
Masih tak terdengar suara gaduh dari tetangga sebelah
rumah. Di pagi buta ini, seorang perawan mengenakan
seragamnya yang rapi. Kulit putih yang tak terlalu mulus,
postur tubuh yang tingginya di atas rata-rata perawan
Indonesia dengan betis yang kecil merupakan kelebihan
yang dimilikinya. Perawan itu bekerja sebagai pramugari
dari sebuah maskapai penerbangan nasional. Dan
kebanyakan orang menganggap bila tubuh yang dimilikinya
adalah keuntungannya untuk dapat bekerja sebagai
seorang pramugari.
Seragam yang dikenakannya begitu serasi dengan bentuk
tubuhnya. Warna wajahnya terlihat cerah meski pagi masih
tertutup mendung. Ia telah mengemas seluruh
perlengkapan yang sering dibawanya ketika bekerja ke
dalam tas kecilnya. Sang perawan bernyanyi kecil
membenahi seragam di tubuhnya. Orang-orang masih
ENTITAS SATU
Entitas... Taas... Taaas 1
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 25/202
terlelap dalam nyenyaknya. Namun sebagian orang telah
bangun dari nyenyaknya. Mereka sibuk dengan
rutinitasnya. Bangun pagi sebelum azan subuh terdengar,
membersihkan badan, kemudian entah kemana mereka
pergi. Menuju masjid, menuju pasar, bahkah ada juga yang
menuju tempat-tempat yang tak dikenal oleh orang-orang di
lingkungan yang mereka diami. Seperti perawan itu. Mereka
tak tahu di mana tempat perawan tersebut bekerja. Mereka
hanya tahu bila perawan itu selalu bepergian dengan
pesawat terbang.
“Hhhh.....Hhhhh.....” Demikian suara perawan itu bernyanyi
“La.... Laaa...... Laaaaa......” Begitu perubahan nada yang
dibuat oleh perawan itu.
Pagi masih terlalu gelap. Nyanyian yang dilantunkannya tak
juga merubahnya menjadi terang. Nanyiannya hanya
menjadi teman penghibur di saat yang sepi dan sunyi
seperti ini. Tak banyak orang yang mau mendengar
nyanyian yang dilantunkannya. Tetapi nyanyiannya itu telah
mengundang bermacam reaksi dari orang-orang yang di
pagi hari telah terbangun dari nyenyak mimpinya.
Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 2
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 26/202
“Hoi...!!!! Berisik..........!!!!!!” Hardik seorang lelaki yang
baru terbangun hendak menuju pemandian umum.
Mendengar hardikan itu, suara nyanyi perawan itu lekas
terhenti. Perawan itu tersenyum sendiri di depan cermin
riasnya yang tak terlalu besar. Tergantung di dinding
kamarnya. Senyumnya mencerahkan warna wajahnya,
membuka lebih lebar kelopak matanya yang sedikit
mengantuk. Lepas beberapa saat yang berselang, ia pun
melanjutkan lagi nyanyian yang ditembangkannya.
Nyanyian yang tanpa syair. Lalu lelaki tadi kembali
menghardiknya.
“Suara jelek kayak gitu nyanyi....!!! Berisik tau....!”
Lelaki itu berlalu, selesai membuang hajatnya.
Sang perawan tak lagi tersenyum, melainkan tertawa
kecil sembari menekan urat lehernya. Ia mengenal suara
lelaki yang baru saja berlalu dan telah dua kali
menghardiknya. Lelaki yang sama yang setiap hari selalu
saja mengoreksi suara nyanyian yang dilantunkannya.
Meskipun ia hanya mengoreksinya dengan hardikan yang
cukup keras. Mungkin sepuluh tetangga kanan, kiri, depan
Entitas... Taas... Taaas 3
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 27/202
dan belakangnya terbangun mendengar hardikan lelaki itu.
Selepas hardikan itu, perawan tersebut mendengar
suara hardikan lain. Lelaki yang menghardiknya justru
mendapat hardikan balik dari orang-orang yang terganggu
dengan suaranya yang keras di pagi hari.
“hoi berisik....!!!! Pagi-pagi udah teriak-teriak.” Suara
dari salah satu rumah
“kalo kagak teriak kagak ada yang bangun!” Balasnya
Perawan itu tak menggubris suara sahut menyahut itu.
Ia masih meneruskna nyanyinya di pagi hari sebelum
waktunya tiba untuk meninggalkan kediamannya. Di sela
nyanyiannya itu, suara sandal yang beradu dengan telapak
kaki berselaras dengan nada yang dilantunkannya. Suara
sandal itu seperti alat musik yang dimainkan oleh dua atau
tiga orang, meski hanya diseret oleh satu orang saja.
Perawan itu mengenali suara ketiplak sandal tersebut, dan
dapat menerka dengan benar siapa yang memakai sandal
tersebut.
“Naaaa....... Na-Na-Na... Naaaaaaa.........Niiiii.....Ni-Ni-
Ni...Niiii,” Suara nyanyinya makin dikuatkan. Tetapi ia tak
Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 4
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 28/202
mendapat tanggapan dari suara ketiplak sandal itu.
“Naaaaaaaaa..............Naaaaaaaaaaa............,” Suara
nyanyiannya bertambah kuat, dan sang perawan cekikikan
di sela nyanyiannya.
Suara ketiplak sandal itu belum hilang dari telinganya,
sementara ia masih mengencangkan suara nyanyiannya di
pagi itu.
“neng! Suaranya kok merdu amat,” entah suara igauan
atau celoteh yang keluar dari suara ketiplak sandal itu.
Perawan itu hanya tersenyum cekikikan di
kediamannya. Ia menyelesaikan rutinitas pagi harinya yang
selalu saja dimulai dengan mengenakan seragam kerjanya
agar terlihat rapi. Ia tak menghentikan suara nyanyiannya.
“neng...!!! Suaranya kok lebih merdu dari biasanya,”
kembali terdengar dari suara ketiplak sandal itu.
“Makasih ya...! Tiba-tiba perawan itu menyela suara
nyanyian, senyum dan cekikiknya di dalam kediamannya.
“nggak usah bilang makasih, neng. Tapi beliin nasi buat
sarapan pagi neng,” suara ketiplak sandal itu seperti
menyerang.
Entitas... Taas... Taaas 5
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 29/202
Perawan yang masih berada di dalam kediamannya tak juga
menghentikan nyanyinya. Senyumnya makin lebar bahkah
terlihat bila ia hendak tertawa. Dan suara ketiplak sandal itu
pun lenyap dari telinganya. Suara ketiplak itu lenyap dalam
salah satu kamar di pemandian umum. Perawan itu masih
bernyanyi. Menyambut pagi, menghibur pagi yang
nampaknya lebih suram dari pagi-pagi kemarin. Ia membuka
tas kecilnya. Tangannya merogoh ke dalam tas tersebut.
Mengambil dompet warna biru marun yang diberi oleh
kekasihnya di Singpura. Ia mengambil selembar uang
pecahan sepuluh ribu rupiah. Satu-satunya helai puluhan
ribu yang disiapkan setiap harinya untuk suara ketiplak
sandal itu.
Suara nyanyinya tak lama lagi akan berhenti. Perawan itu
masih menunggu satu orang lagi yang selalu mendengar
suara nyanyinya bila pagi tiba. Ia masih menyuarakan nada
yang sama.
“Hhhhh.......Hhhhhhhh.......” Nada itu menunggu
“Laaaaaa......... Laaaaaaa........ Laaaaaaa ..........” Nada itu
memanggil.
Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 6
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 30/202
Dan tak lama berselang, akhirnya satu orang yang dinanti
oleh nyanyian itu pun datang. Ia berjalan bergegas.
Suaranya nampak jelas dari suara sandal yang diseret
dengan tergopoh. Ia seperti hendak mengejar sesuatu.
Sehabis suara seret sandal yang tergopoh, terdengar suara
gedebuk langkah lyang berlari sambil mengibaskan kain
sarung.
“hoiiii....! Pagi-pagi nyanyi. Berisik........!!!!!!!! Teriak suara
itu seperti sura klakson mobil yang membalap mobil lain di
depannya.
Perawan itu masih dengan sabarnya bernyanyi. Tangannya
melipat rapi helai puluhan ribu yang baru saja diambilnya. Ia
tersenyum mendengar teriakan orang berikutnya yang tak
mampu lagi menahan isi perut yang hendak di keluarkannya
setelah semalaman mengalami proses pencernaan. Kini
tangan perawan itu mulai menutup dompetnya yang berisi
sejumlah kartu nama dan kartu kredit, serta tujuh helai foto
lelaki. Kemudian dimasukkannya kembali dompet itu ke
dalam tas warna biru marunnya.
Perawan itu mengecilkan suara nyanyinya. Kemudian
Entitas... Taas... Taaas 7
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 31/202
bergegas hendak meninggalkan kediamannya.
Nyanyiannya berselarasan dengan langkah kaki menuju
pintu kediamannya. Dan dalam beberapa waktu, perawan
itu telah berada di depan pintu kediamannya. Ia bersiap
untuk menguncinya. Waktu itu pagi telah beranjak dari fajar,
dan tersisa lima menit kedepan dari pukul empat pagi.
Perawan itu tersenyum pada ketiplak sandal yang
mendadak muncul dari samping kediamannya. Ia
tersenyum pada ketiplak sandal itu. Senyumnya tak tersia
untuk dibalas. Dan helai puluhan ribu rupiah yang telah rapi
dilipatnya berpindah tangan. Perawan itu laksana pesulap
di pagi hari yang memindahkan helai puluhan ribu rupiah di
tangannya pada ketiplak sandal itu.
***
Nyanyi sang perawan menembus pagi. Menembus dingin.
Menembus sekat-sekat yang dibuat manusia untuk
berlindung dari cuaca, dari alam. Suara nyanyinya terbawa
angin basah hingga ujung jalan yang temaram. Lampu jalan
masih tengger di atas jalan yang lengang. Langkah kaki
sang perawan bertik tok dengan jalanan yang sepi. Tak ada
Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 8
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 32/202
lagi suara ketukan tongkat peronda pada tiang-tiang listrik.
Tak ada suara kepulan asap rokok temani sunyi para
peronda. Tinggal beberapa nyawa yang tersadar. Melepas
hajat dan kembali berbaring di atas dipannya semula. Sang
perawan makin menjauh dari kediamannya. Mulut gang
semakin nampak di depan matanya. Dan suara nyanyiannya
menggema ke arah mulut gang. Derap tik tok langkah
kakinya yang bak peragawati itu mengejarnya. Tetapi mulut
gang itu lebih panjang ketimbang jalur catwalk yang dilalui
peragawati-peragawati perancis yang selalu di ceritakan
oleh kekasihnya. Yang tinggal di sana. Sungguh-sungguh
kenang yang tak terlupa. Entah kapan sang perawan
kembali terbang ke sana.
Suara nyanyinya terhenti di mulut gang. Dan tik tok
sepatunya pun mengikuti. Sang perawan membenahi tas
kecil yang dikempitnya di ketiak. Terasa tak nyaman baginya
dengan tas yang tiba-tiba berada lurus dengan lengan dan
ruas-ruas iga kirinya. Sang perawan menolehkan kepalanya.
Ke kiri kemudian ke kanan. Jalan raya di hadapannya
teramat lengang. Kendaraan yang melewatinya masih dapat
Entitas... Taas... Taaas 9
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 33/202
dihitung dengan jemari tangannya yang tak lentik, namun
menurut ketiga kekasihnya lentik itu. Sekali waktu sang
perawan memeriksa jam yang menempel pada kulit lengan
sebelah kirinya. Kata orang-orang kulit sebelah kirilah yang
harus selalu diberi sesuatu yang berbeda. Entahlah sang
perawan sendiri tak memahaminya. Lelaki yang dikenalnya
di Perancis juga meyakinkan hal itu padanya. Ia
meyakinkannya dengan penuh perasaan. Sang perawan tak
dapat membendung batinnya untuk tidak mengatakan ya
padanya. Waktu itu. Ketika angkasa masih terlalu sibuk, dan
cuaca berpihak pada dirinya yang ingin singgah untuk
beberapa waktu yang lama di sana. Di Perancis. Sungguh
lelaki yang tak biasa baginya. Si pilot yang selalu melirik
padanya pun hanya menggelengkan kepala melihatnya
duduk santai bersama lelaki tersebut.
Sang perawan kembali bernyanyi. Menghapus sepi.
Menghapus sunyi. Menghapus embun yang jatuh tanpa
denting di jalan raya. Cahaya merkuri tak jua hilang. Pagi
masih terlalu jauh untuk membunuhnya. Cahaya matahari
nampaknya tak akan dinikmati sang perawan di jalan raya
Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 10
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 34/202
ini . Sang perawan melanjutkan nyanyian yang
ditembangkannya.
“Hhhhh....... Hhhhhhh......... Hhhhhh.......,” sepinya
sebentar hilang.
“Laaaa.......... Laaaaaaaaa............ Laaaaa......,” sunyinya
lalu berlari.
Sang perawan kembali memeriksa jam tangannya. Suara
nyanyinya tak berhenti. Lalu matanya tertumbuk pada
cahaya dari arah kendaraan yang melaju dengan
kencangnya. Udara di sekitar sang perawan pun pecah. Ia
tak berdenting seperti gelas yang jatuh dari atas meja. Ia
hanya meninggalkan bau asap yang tak nyaman untuk
dihirup. Tangan sang perawan menghela bau asap itu dari
hidungnya. Bau asap itu tak segera lenyap. Lalu tangannya
pun tak lagi menghela bau asap tersebut. Tangannya tinggal
berusaha untuk menutupi jalan udara menuju rongga
peparunya. Nyanyinya terhenti untuk beberapa waktu.
Sunyi kembali menyelimutinya. Sepi lagi-lagi menemaninya.
Akan tetapi sebuah kendaraan kembali datang dari arah
yang sama. Setelah sebuah kendaraan lain melewati sang
Entitas... Taas... Taaas 11
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 35/202
perawan dari arah berlawanan.
Sang perawan bersiap menutupi jalan udara di hidungnya.
Tetapi kini kendaraan tersebut tak melewatinya dengan
kencang. Suara klakson seolah memanggilnya.
“piiim.... Piiiiiim....... Piiiiiiiiiiim!” suara klakson itu memecah
sunyi yang seketika datang.
Kendaraan itu berhenti tepat di tempat berdirinya sang
perawan. Lampu depannya masih menyala dengan terang.
Lalu kaca jendelanya dibuk perlahan dari dalam kendaraan.
Sang perawan memeriksa kembali jam tangan yang
diberikan oleh lelaki Perancisnya.
“Mbak merk Gucci ya?” tanya sopir tersebut.
“Ya.....!Saya sudah telat bila harus memakai jam tangan ini,”
jawab sang perawan.
“Maafkan kalau begitu. Silakan masuk!” ajak sopir tersebut
pada sang perawan setelah pintu kendaraan di bukanya.
Sang perawan mendesahkan napasnya sejenak. Ujung
kakinya menyentuh lantai kendaraan. Dan selang beberapa
saat sang perawan pun telah berada di dalam kendaraan itu.
Sang perawan terdiam di dalam kendaraan yang baru
Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 12
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 36/202
dimasukinya. Sementara lelaki itu tak henti menatap ke
arahnya. Ia mengalihkan pandangannya setelah sang
perawan nyaman berada di dalam kendaraan yang
dikendarainya.
“Maafkan atas keterlambatan tadi. Kira-kira butuh waktu
berapa lama agar mbak tidak telat tiba di tempat tujuan?”
sopir yang mengendarai kendaraan bertanya pada sang
perawan.
Sang perawan tak bergeming. Ia tak mengucap sepatah
katapun pada sopir itu. Ia hanya melayangkan pandang
pada seluruh lampu jalan yang berada di depannya. Di
sampingnya. Dan juga di belakangnya. Sang perawan
menghela napas. Seolah membuang sesuatu yang tak
nampak oleh sopir kendaraan. Tak dimengerti olehnya.
Kendaraan telah berlalu satu setengah kilometer jauhnya
dari mulut gang.
“Sekali lagi maafkan atas keterlambatan tadi. Boleh saya
bertanya kembali pesawat mana yang hendak mbak kejar?”
sopir tersebut kembali bersuara.
“Ya...! Lupakan saja perihal keterlambatan tadi. Saya masih
Entitas... Taas... Taaas 13
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 37/202
ada waktu satu jam untuk mengejar pesawat dengan tujuan
Yogya,” jawab sang perawan.
“Kalau begitu saya tidak harus mengendarai kendaraan ini
dengan cepat,”
Suara mesin kendaraan seperti tak terkalahkan oleh suara
angin yang menerpa kendaraan. Tangan sopir perlahan
membelokkan setirnya ke arah kanan. Kemudian kendaraan
berjalan lurus. Tangan kiri sopir mencari-cari tombol tape
yang hendak dinyalakannya.
“Maaf mbak, sekiranya mbak berkenan untuk mengatakan
pada saya jenis musik yang mbak sukai untuk didengar pagi
ini,” sopir itu menawarkan jasanya.
“Entahlah. Sepertinya udara pagi ini sudah cukup buat saya
untuk menikmati suara alunan nada yang merdu. Tetapi
udara pagi ini mengingatkan saya pada kenang bersama
lelaki Perancis yang membawakan sekantung cinta waktu
itu.”
“Nampaknya lagu ini yang mbak maksudkan,”
Lampu jalan masih menemani perjalanan sang perawan
menuju bandara. Lengangnya kota membuat kendaraan
Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 14
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 38/202
yang ditumpanginya tak melaju dengan kencangnya. Rintik-
rintik embun terlihat membasahi kaca depan kendaraan.
Tangan sopir kendaraan mengubah gigi persneling
kecepatan kendaraan sebelum akhirnya menghidupkan
pembersih kaca untuk menghilangkan jejak embun. Tangan
sopir kendaraan itu kemudian mencari kaset yang
dimaksudkan olehnya. Memasukkannya pada tape
kendaraan. Memperbesar volume tape. Dan membiarkan
alunan musik keluar dari kaset yang sedang diputarnya
pada tape itu.
“Masih terngiang di telingaku..... bisik cintamu....,”
“Huszzzz...!!! Suara musik apa itu?” Bentak sang perawan
pada sopir kendaraan.
“bukankah musik ini yang ingin di dengar mbak,” sopir
tersebut tersenyum pada sang perawan.
“Dikendaraanmu ini nampaknya hanya ada koleksi yang
jenisnya seperti ini, bukankah demikian?” tanya sang
perawan dengan penuh tekanan
“Ya koleksi musik saya memang hanya yang berjenis
demikian. Seperti yang sedang terputar. Tak ada yang lain.
Entitas... Taas... Taaas 15
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 39/202
Apakah mbak membawa koleksi musik yang sering mbak
dengar? Jika memang demikian tentunya di tape kendaraan
saya ini musik yang mbak sukai dapat didengar,” bujuk sopir
kendaraan untuk menenangkan penumpangnya.
“Aku tak pernah membawa satu pun jenis musik yang
kusukai dalam tas kecilku ini. Tetapi aku minta matikan suara
tape itu, dan biarkan aku sendiri yang menyanyikan lagu-
lagu yang membuatku terkenang pada tempat-tempat yang
indah.” pinta sang perawan pada sopir yang duduk di
sebelahnya.
Sebuah kendaraan tiba-tiba menyalip kendaraan yang
ditumpangi sang perawan. Ia melihat tanda-tanda
kepanikan dari sopir yang mengendarai kendaraan yang
ditumpanginya ini. Sang perawan memeriksa jarum jam
pada jam tangan yang dipakainya. Sejenak terdiam, lalu
menggelengkan kepala dengan perlahan. Lantas sang
perawan mengalihkan pandangan pada sopir kendaraan.
“Tolong percepat laju kendaraan yang kau kendarai.
Waktuku hanya tinggal seperempat jam lagi.” sang perawan
meminta pada sopir kendaraan.
Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 16
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 40/202
“Baik akan saya lakukan. Namun nampaknya dengan laju
kendaraan yang demikian ini pun kita masih dapat tiba di
bandara dalam waktu yang tidak lebih dari seperempat jam.
Sebagaimana yang mbak minta.”
“betulkah demikian?” tanya sang perawan memastikan.
“betul. Saya dapat memastikannya.”
Sopir kendaraan yang ditumpangi sang perawan tak
merubah lajunya. Klakson kendaraan mendadak dibunyikan
olehnya ketika sebuah kendaraan menyalip dan memotong
jalannya. Sopir itu sedikit terkejut menghadapinya. Namun
ia masih dapat mengatasinya dengan tangkas. Rintik embun
masih jatuh. Basah pada kaca depan kendaraan. Dari spion
kanannya, sopir kendaraan itu dapat melihat sebuah mobil
besar hendak menyalipnya. Suasana dalam kendaraan
begitu hening. Setelah alunan musik itu dimatikan atas
p e r m i n t a a n s a n g p e r a w a n y a n g m e n u m p a n g i
kendaraannya.
Mobil besar yang sejak tadi berada di belakang kendaraan
mereka pun akhirnya menyalipnya. Bunyi klakson dari mobil
besar itu sangat nyaring. Mengalahkan suara klakson
Entitas... Taas... Taaas 17
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 41/202
kendaraan sopir itu.
“pooom....... pooooom...... pooooooom.......!!!!” suara
klakson dari mobil besar itu berbunyi.
Sang perawan menarik napas panjangnya ketika
mendengar suara klakson dari mobil besar itu. Ia sungguh-
sungguh terkejut dan tergugah dari lamunannya tentang
lelaki Perancis yang membawakan sekantung cinta dengan
tetembang yang dinyanyikannya dalam hati. Kendaraan
yang ditumpanginya masih bergerak dengan laju yang tak
berubah dengan drastis. Nampaknya ia akan tiba di bandara
lima menit lebih cepat dari perkiraannya semula. Kendaraan
yang ditumpanginya sebentar lagi akan memasuki kawasan
bandara. Akan tetapi tiba-tiba seekor kucing warna hitam
melintas di jalan yang mereka lalui. Dengan refleks yang
cepat sopir kendaraan membunyikan klaksonnya.
“piiiiim........ piiiiiiiiiiiim......... minggir loe......!!!! bentak sopir
itu dari dalam kendaraannya.
Sang perawan menjadi takut dengan sikap dari sopir yang
mengendarai kendaraan yang ditumpanginya. Ia menatap
dengan kakunya pada sopir yang terlihat sibuk
Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 18
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 42/202
mengendalikan kendaraan yang dikendarainya untuk
menghindari seekor kucing hitam yang tengah melintas.
Sopir kendaraan itu masih nampak tegang setelah dapat
menghindari kucing hitam itu. Ia membuang napas dengan
kencangnya sambil mengibas-ngibaskan telapak tangan
kirinya untuk menghilangkan panas yang seketika naik dari
dadanya. Keringat yang baru saja mengucur itu di sekanya.
Sang perawan hanya dapat menahan napas melihat
ketegangan pada wajah sopir kendaraan yang
ditumpanginya. Ia menahan mulutnya agar tak berteriak
sebagaimana yang dilakukan oleh sopir itu. Kedua
tangannya menutupi mulutnya yang menganga akibat
keterkejutannya. Sang perawan masih memperhatikan sopir
tersebut. Dan ia melihat sopir tersebut menggelengkan
kepalanya.
“OK mbak kita sudah tiba di tujuan. Kurang delapan menit
dari waktu yang mbak kejar,” sopir kendaraan itu
menginformasikan pada sang perawan.
“Oh ya. Kita sudah sampai pada tujuan yang aku
maksudkan. Tetapi waktu di jam tanganku menunjukkan bila
Entitas... Taas... Taaas 19
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 43/202
kita tiba kurang dari enam menit waktu yang kupastikan.
Setidaknya jam tanganmu tak terlalu jauh berbeda untuk
menunjuk pada angka yang tepat.”
“Ya tentu saja. Jam yang mbak pakai berasal dari negeri
yang berdekatan dengan waktu GMT, sementara jam saya
terlalu jauh dari waktu GMT tersebut,”senyum sopir itu lega
setelah menyelesaikan tugasnya.
“OK. Sebuah alasan yang masuk akal. Dan terima kasih
telah mengantarku dengan jeda yang agak longgar,”
“sama-sama. Dan semoga mbak tidak jera menumpang
kendaraanku ini. Sampai jumpa.”
Kendaraan itu pun melaju. Meninggalkan sang perawan itu
sendirian. Ia masih berdiri di muka bandara. Kendaraan
tersebut masih belum hilang dari pelupuk mata sang
perawan. Lampu-lampu bandaramenerangi kendaraan itu.
Sang perawan pun lalu membalikkan tubuhnya. Melangkah
memasuki bandara dengan tas kecil warn biru marun yang
dikempitnya di ketiak. Sang perawan memeriksa waktu
pada jam tangannya. Ia melangkah perlahan. Seorang lelaki
berjalan dari arah sampingnya. Sang perawan pun melihat
Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 20
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 44/202
perempuan dengan seragam yang serupa dengan yang
dipakainya berada di depannya. Sang perawan mengejar
perempuan itu.
***
Seluruh penumpang telah memasuki pesawat. Sang
perawan menutup pintu pesawat. Perlahan. Ia tersenyum
pada penumpang pesawat yang dijumpainya. Ia berjalan
menuju kabin pesawat. Sebuah pengumuman ditujukan
pada seluruh penumpang. Sabuk pengaman mulai
dikenakan oleh para penumpang. Pagi ini pesawat boing 737
hendak tinggal landas menuju kota Yogya. Sang perawan
berjalan di koridor pesawat. Ia menyapa setiap penumpang
yang ditemuinya.
“Dapat saya bantu nona?” tanyanya pada seorang gadis
yang nampak kewalahan dengan tasnya.
“Tidak. terima kasih,” jawab gadis itu.
Sang perawan berlalu. Meninggalkan gadis tersebut.
Langkahnya memang laksana peragawati. Koridor itu jadi
catwalknya. Urat-urat betisnya tak begitu terlihat meski ia
mengenakan sepatu dengan hak yang agak tinggi.
Entitas... Taas... Taaas 21
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 45/202
Pesawat pun tinggal landas. Sang perawan duduk terdiam
dalam kabinnya. Ia melihat ke arah luar. Melalui jendela
pesawat yang tak terlalu lebar. Jakarta pagi ini segera
berlalu. Sang perawan tak kehilangan apa pun. Ia
memeriksa jam tangan di pergelangan tangan kiri nya.
Seorang rekan pramugari menatapnya. Ia pun melemparkan
senyum ke arahnya. Pesawat masih belum terlalu tinggi dari
daratan. Menara bandara masih terlihat. Sejajar dengan
badan pesawat yang perlahan meninggalkan bandara. Pagi
belum terlalu cerah. Dan pesawat boeing 737 400
menembus angkasa. Membunuh udara Jakarta. Yang
pengap. Yang pucat. Yang hitam. Yang tak bersahabat. Dan
dalam beberapa menit, pesawat telah berada di ketinggian
3000 kaki. Lalu pesawat pun berenang dengan tenangnya di
antara gemawan putih. Bercampur hitam keperakan.
Sang perawan memeriksa lagi jam tangannya. Ia
menghitung dengan tepat saat pesawat ini tiba di kota
Yogyakarta. Sang perawan beranjak dari duduknya. Menuju
kabin penumpang dengan secangkir kopi yang di pesan
salah seorang penumpang. Senyumnya lepas dari bibirnya.
Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 22
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 46/202
Mata sang perawan sesekal melirik pada jendela pesawat. Ia
mencari gemawan yang pernah diimpikannya ketika kecil
dahulu. Tetapi ia tak juga menemukannya. Secangkir kopi
yang dibawanya pun tiba dihadapan penumpang pesawat
yang memesannya.
“kopinya pak....,” saji sang perawan
“terimakasih....., pagi yang cerah! Sering terbang ke
Yogya?” lelaki rupawan itu bertanya sambil menerima
cangkir berisi kopi.
“dua bulan ini saya ditugaskan untuk penerbangan Jakarta
Yogya. Bapak sering ikut penerbangan ini?”
“jangan panggil saya bapak. Saya masih terlalu muda untuk
sebutan terhormat itu. Ya tidak terlalu sering. Tapi saya
memang agak kurang memperhatikan mbak.”
“saya memang awak pesawat yang tidak pantas untuk selalu
diperhatikan penumpang pesawat ini. Terlebih oleh.........,
saya harus menyebut apa?”
“mas....! itu lebih mengesankan buat saya.”
“Ya terlebih oleh mas yang tak bernama ini,”
Lelaki rupawan itu pun tertawa. Sang perawan tak menolak
Entitas... Taas... Taaas 23
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 47/202
ajakan lelaki itu untuk tertawa. Lalu sang perawan berlalu
dari kursi penumpang tersebut. Ia berjalan ke arah belakang
dari kursi lelaki itu. Sang perawan memperhatikan raut
wajah para penumpang pesawat yang cerah pagi ini. Ia
melepaskan senyumnya pada seorang ibu. Kesibukan
nampak pada kursi yang diduduki oleh ibu tersebut. seorang
anak membuatnya repot.
“Ada yang bisa saya bantu, bu...!”
“Ah tidak. Tidak ada. Ini hanya kerepotan yang biasa.”
“Ya sudah bu. Anaknya lucu dan manis,”
“Ya terimakasih,”
Sang perawan kembali menuju kabinnya. Tatapan matanya
sesekali berganti dari arah depan menuju arah samping. Ia
masih memerhatikan gemawan di luar pesawat. Dari celah
jendela pesawat. Ia tak menamukannya. Langkahnya makin
cepat. Tetapi suara lelaki rupawan itu memanggilnya.
“mbak......!!!!!” panggilnya.
Sang perawan berhenti sejenak menuju kursi lelaki rupawan
itu.
“tolong jangan hanya panggil saya dengan sebutan mas.
Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 24
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 48/202
Tetapi panggil juga nama saya. Jojo,”
“Jo-jo! Nama yang singkat,”
“Jojo. Nama kecil saya,”
“OK. Baik,”
Sang perawan pun berlalu dari kursi lelaki tersebut.
Sesungging senyumdiberinya pada lelaki rupawan itu.
Lelaki itu menanggapinya. Senyum itu selaksa mentari pagi.
Membelah awan hitam keperakan. Sembunyi di antara awan
putih bergelombang. Lalu angin seperti ikut menari di
antara mereka. Lelaki rupawan itu mengangkat cangkir
kopinya. Ia menyeruputnya. Aromanya membelalakkan
mata. Jantungnya terpacu dengan cepat. Dan pikirannya
kembali jernih.
Sepasang mata memerhatikan gerak langkah sang
perawan. Ia tak menyadarinya. Seorang lelaki dengan head
set menutupi telinganya. Pandangannya selalu tertuju pada
sang perawan. Kacamata hitam menutupinya. Kecurigaan
masih terhijab di batin sang perawan. Lelaki itu tak sedikit
pun menunjukkan gelagat yang mencurigakan. Sang
perawan pun berlalu. Dan lelaki itu pun membuang
Entitas... Taas... Taaas 25
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 49/202
pandangnya pada gemawan. Di luar pesawat. Yang menari di
hembus angin. Di terjang sayap pesawat. Seorang lelaki
asing asyik dengan lembaran surat kabarnya.
Sang perawan duduk dalam kabinnya. Terdiam. Melepaskan
pandangnya pada awan keperakan. Matahari belum
menampakkan wajah. Ia memeriksa Guccinya. Menata
riasan wajahnya yang hampir rusak. Melipat paha kirinya di
atas kaki kanannya. Lalu secangkir teh hijau itu pun
diseruputnya. Gula rendah kalori yang tersedia di atas
mejanya hanya bersisa sedikit saja. Persediannya untuk
pekan ini mungkin belum disiapkan. Ia tertegun. Mencari
gemawan itu. Sekumpulan awan yang pernah diceritakan
oleh kekasih Amerikanya. Seorang ahli meteorologi dan
geofisika.
Waktu itu cuaca sangat tak bersahabat. Sang perawan
menemukan lelaki lain setelah beberapa bulan dalam
penerbangannya menuju Perancis. Ia berada di
penerbangan menuju Amerika untuk tiga bulan. Dan waktu
itu cuaca yang mencekam diselingi topan dan badai
menyelimuti angkasa Amerika. Tak ada yang dapat
Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 26
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 50/202
dilakukannya selain menanti berlalunya cuaca buruk
menurut ramalan badan meteorologi.
Ketika itu sang perawan duduk di salah satu kursi. Seorang
lelaki datang menghampirinya. Sang perawan tak menduga
bila lelaki itu adalah seorang ahli meteorologi. Seorang
lelaki yang paham dan mengerti seluk beluk cuaca di
angkasa. Sang perawan kemudian akrab dengan lelaki itu.
Cerita demi cerita. Narasi demi narasi telah habis diungkap
oleh lelaki tersebut. Sang perawan terkagum-kagum
mendengarnya. Ia mendapatkan udara segar ditengah
penantiannya. Baginya tak ada minuman yang terbaik dan
menyenangkan kecuali teh hijau.
“Have a cup of tea?”
“thanks. I'd rather drink cola,”
Lelaki itu dingin. Duduk di sisinya, sang perawan seolah
merasakan sebenar-benarnya cuaca buruk. Lelaki itu tak
melepas kacamatanya. Bahkan jaketnya masih dikenakan.
Satu eksemplar surat kabar dibacanya pada bagian
headline. Baginya lelaki itu adalah angin tornado yang
datang tiba-tiba. Menghembuskan badai dan topan dengan
Entitas... Taas... Taaas 27
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 51/202
kencangnya. Tetapi kenyataan yang menakutkan itu pun
lenyap. Lelaki itu membuka kacamatanya. Dan mengatakan
panjang lebar tentang cuaca buruk yang melanda hari ini.
“I'v been predicted this bad climate,”
“oh yea. What a wonderful predicted. Are you a physicist?
“close to that. But actually I'm a climatologist.”
“That's a nice job.”
Sang perawan mengangkat cangkirnya. Meminum teh hijau
kesukaannya. Lalu le laki k l imatologis i tu pun
meninggalkannya sendiri. Ia tak mengucapkan sepatah kata
pisah pun padanya. Sang perawan hampir-hampir tersedak
untuk menghabiskan teh hijaunya. Ia tak dapat mengejar
bayangan lelaki klimatologis itu. Dan yang dapat
dilakukannya hanya menopang dagunya pada telapak
tangan kanannya. Lalu disekanya wajah. Cuaca buruk ini
akan berlangsung selama delapan jam.
Perjalanan menuju Yogya masih tiga perempat jam lagi.
Pesawat telah berada di ketinggian 5000 kaki. Seorang
rekan kerjanya menyapa. Menghentikan lamunnya di atas
awan empuk. Disiapkannya hidangan dengan menu spesial.
Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 28
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 52/202
Ia memerhatikan tangan-tangan rekannya yang telah
terampil untuk menyiapkan hidangan itu. Lalu ia pun
menghampiri sang perawan. Duduk di hadapannya.
Menyeka sedikit peluh yeng netes. Lalu meminta sang
perawan mengantarkan pesanan dengan menu spesial
tersebut. Sang perawan sejenak menahan napas. Sedetik
berlalu ia telah berdiri dari duduknya. Mengangkat hidangan
itu. Dan bersiap keluar dari kabinnya.
Sang perawan melangkah dengan hati-hati. Matanya tertuju
pada kursi yang dikabarkan rekan kerjanya tadi.
Langkahnya masih terlalu jauh untuk berhenti. Rekan
kerjanya hanya memberitahu nomor kursi yang memesan
hidangan dengan menu spesial yang dibawanya. Sang
perawan dapat mengatur langkahnya dengan tepat dan
pasti. Ia dapat menghitungi berapa langkah lagi akan berdiri
pada kursi tersebut. Dan akhirnya kakinya pun terhenti di
nomor kursi yang dikabarkan.
“Bapak pesan hidangan ini?”
“Ya. Saya memesannya,” suara lelaki itu berat
“Maaf pak. Saya tidak salah kira! Bukankah Bapak ketua dari
Entitas... Taas... Taaas 29
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 53/202
perkumpulan sekte kasih sayang?”
“Mbak ini tahu banyak mengenai sekte kasih sayang? kok
bisa menerka bila saya ini adalah ketua perkumpulan sekte
itu!” tangan lelaki itu menerima hidangan yang dipesannya.
“Bapak ini berguarau. Wajah bapak tidak asing lagi di media
massa dan media elektronik. Jadi tentunya banyak yang
mengenal raut wajah bapak yang lebih daro rupawan,” sang
perawan seperti merayu.
“Ha..... Haaa...... Haaaaa......, dia memang sering
berbohong dengan setiap perempuan mbak!” celetuk salah
seorang lelaki setengah baya yang duduk di seberang kursi
ketua perkumpulan tersebut.
“jangan kaget dik! dia itu mantan guru yang sempat
mengajar di perkumpulan sekte kasih sayang. Jadi dia telah
menganggap dirinya mengenal seluk beluk saya,” ketua
tersenyu7m sambil memasukkan makanan ke dalam
mulutnya.
Sang perawan tersenyum kecil. Ia belum menuntaskan
pelayanannya pada tokoh yang dikenal khalayak luas itu.
Sesekali mata sang perawan menembus kaca jendela.
Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 30
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 54/202
Mengejar gumpalan awan yang cepat berubah. lalu
pandangannya terarah pada ketua sekte itu.
“Pak ada rencana kerja apa di Yogya?”
“hanya kunjungan kerja biasa. Ada seorang warga negara
asing yang bermaksud berdiskusi dengan saya.”
“beliau itu akan berdiskusi tentang berapa banyak istri yang
seharusnya dimiliki seorang lelaki jaman sekarang. Dengan
cakupan yang bukan hanya nasiobal melainkan
internasional,” mantan guru dengan kacamata tebalnya
menyela perbincangan itu.
“memang istri bapak ada berapa sich?” tanya sang
perawan.
“Hhehmhhm...... Itu rahasia perusahaan saya. Jadi adik ini
saya kira tak punya wewenang untuk mengetahuinya. off the
record,”
Sang perawan sekali lagi tersenyum. Setelah mendengar
penuturan dari ketua sekte. Matanya kini tak berarah pada
kaca jendela. Matanya beralih pada seorang lelaki yang
duduk dengan tenangnya di samping ketua sekte. Dekat
pada jendela pesawat. Lalu sang perawan meninggalkan
Entitas... Taas... Taaas 31
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 55/202
ketua sekte dan mantan guru tersebut. Matanya menatap
tajam pada lelaki berkacamata hitam. Duduk dua kursi di
belakang ketua sekte. Dan pandangannya terhenti pada
lelaki lain di belakang mantan guru itu. Sang perawan
akhirnya membuang pandangannya. Ia berlalu
meninggalkan pemandangan yang dilihatnya. Ia melangkah
menuju kabinnya. Gemawan masih belum menunjukkan
padanya sebentuk tubuh yang diimpinya. Awan tak jua
membentuk dirinya menjadi apa yang diimpikan sang
perawan di waktu kecilnya dahulu.
***
Pagi tak berkabut. Warna langit secerah percik api dari
matahari. Kuning keemasan menghiasi sebuah kota.
Yogyakarta. Di pagi seperti ini, tak ada yang lebih
menyenangkan selain menghirup udara dingin. Udara
pancaroba yang tak lama lagi akan menjemput kemarau.
Kabut menyelimuti pegunungan paling aktif di Pulau Jawa.
Gunung Merapi. Ia seperti pasak besar yang menjaga tanah
jawa dari guncangan. Akan tetapi pasak besar itu ternyata
tak juga dapat meredam guncangan yang datang di bulan
Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 32
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 56/202
itu. Mei. Setahun kemarin. Telah banyak yang berubah dari
kota ini. Yogyakarta. Guncangan itu merobohkan banyak
bangunan, akan tetapi juga memunculkan bangunan yang
lebih baru.
Pagi kehilangan kabutnya. Kota Yogya masih setenang dan
sesantai puluhan tahun yang lalu. Meski sehabis guncangan
itu, kepanikan melanda seluruh pelosoknya. Memang telah
banyak perubahan dari kota Yogya. Kota gudeg. Barangkali
gudeg Yogya sudah tidak lagi semanis gudegnya dahulu
kala. Bisa jadi sekarang orang-orang Yogya lebih menyukai
rasa asin yang sedikit masam dari campuran garam dan
asam. Atau mungkin gudeg Yogya tak lagi basah dan
lengket. Tetapi segurih dan begitu kriuk seperti fried
chicken yang baru beberapa tahun ini muncul di kota ini.
Pertemuan semua jenis manusia di Yogyalah yang
membuatnya menjadi sedemikian itu.
Pagi benar-benar kehilangan kabutnya. Gunung Merapi itu
tak lagi seputih awan di angkasa. Ia menjadi sebiru warna
laut selatan. Akan tetapi pagi yang biru itu telah berubah
menjadi kelam. Hitam. Suara gaduh orang-orang terlihat
Entitas... Taas... Taaas 33
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 57/202
sibuk, pagi ini. Mereka menjemput bangkai pesawat boeing
737 yang mengalami gagal landing. Kepulan asap menghiasi
angkasa di atas bandara. Lalu orang-orang Yogya
menyebutnya sebagai bandot gembel. Kebanyakan orang
Yogya menudingkan telunjuknya ke arah asap tersebut.
Mereka gaduh. Mereka panik.
“ono opo kae ndhuk...!!!” tanya simbah pada cucu
kesayangannya.
“ora ono opo-opo kok mbah,” jawab cucu itu singkat.
“lha kae kok langite ireng neng lor?” simbah itu kembali
bertanya
“aku ora dhong, mbah!” jawab cucu itu sambil
menghadapkan wajah ke arah yang ditunjuk simbahnya.
Di bawah awan kemukus hitam yang tak diam, suara sirine
ambulans bersahutan. Mobil ambulans berkejaran
menjemput bangkai pesawat yang baru saja terperosok. Di
antara sirine itu, pemadam kebakaran telah semenjak tadi
bekerja. Semprotan air memaksa api yang berkobar dari
bangkai pesawat boeing 737 menghilang. Mati. Tetapi
sepertinya dibutuhkan waktu lama untuk memadamkannya.
Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 34
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 58/202
Kepulan asap hitam semakin membesar. Orang-orang
semakin ramai berkerumun. Tetapi barisan polisi telah sigap
mengatasi peristiwa itu. Mereka telah memasang garis
batas di kawasan kecelakaan itu. Kebakaran tersebut.
Puluhan wartawan dari berbagai media cetak dan media
elektronik telah berkumpul untuk mengabadikan
kecelakaan itu. Mereka kemudian menyebarkan berita
kecelakaan tersebut. “Pesawat Garuda Terbakar,” tulis
seluruh media elektronik yang menayangkan secara
langsung visualisasi terbakarnya pesawat boeing 737 itu.
Langit memdadak mendung. Bukan hanya Yogya, tetapi
seluruh Indonesia seperti terguncang mendengar berita
tersebut.
Banyak spekulasi berkembang dari kebakaran itu. Orang-
orang pers mengatakan ada unsur sabotase. Orang-orang
penerbangan menyebutnya kesalahan teknis. Orang-orang
putih dan hitam mengistilahkannya dengan bencana. Meski
antara hitam dan putih itu nempak nyata perbedaannya.
Orang-orang ekonomi meneriakkan uang yang ludes di
tengah kebakaran pesawat itu. Orang-orang politik
Entitas... Taas... Taaas 35
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 59/202
memanggil-manggil mata-matany untuk melegitimasi
adanya unsur sabotase dari kebakaran pesawat tersebut.
Orang-orang kesehatan menjemput korban yang jatuh. Dan
orang-orang biasa hanya termangu ngeri melihat asap hitam
membakar pesawat boeing 737.
“Pak ketua di dalam pesawat itu. Pak ketua,” teriak orang-
orang dari perkumpulan sekte kasih sayang.
“Pak guru ada di pesawat yang terbakar itu. Boeing 737,”
ujar para mantan murid guru tersebut dan juga seluruh
civitasnya yang hanya mengenal namanya.
Seluruh media elektronik mengejar Pak ketua yang selamat
dari pesawat boeing 737 yang terbakar itu. Sepuluh menit
berlalu, media elektronik lain menelpon Pak ketua, lalu
media elektronik lainnya lagi ganti menelponnya, kemudian
media elektronik lain-lainnya lagi menelponnya. Dan Pak
ketua hanya menjawab dengan jawaban yang diulang-
ulangnya.
Telah berlalu dua jam dari terbakarnya pesawat boeing 737.
Dan kalkulasi korban dari pesawat terbakar itu pun di hitung.
91 orang dilarikan menuju rumah sakit angkatan udara. 16
Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 36
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 60/202
orang dibawa ambulans menuju Panti Rapih. 3 orang
dilarikan menuju Sardjito dan 1 orang lainnya PKU
Muhammadiyah. Telah dua jam dari terbakarnya pesawat
tersebut. Dan ap masih belum juga padam. Lalu dapat
dipastikan bila 21 orang tewas akibat terbakarnya pesawat
itu. Dua jam berlalu dan api masih belum juga padam.
Berita ini pun mengguncang awan di atas istana
kepresidenan. Menteri transportasi masih menahan
keinginannya untuk berkomentar secara pasti. Ia hanya
memberikan pernyataan-pernyataan yang bersifat
diplomatis. Lalu orang-orang menghendakinya
mengevaluasi kembali kinerja yang dilaksanakannya selama
ini. Selama menjabat sebagai menteri transportasi. Dan ia
hanya tersenyum di tengah kerumun warga pers.
“Itu hanya human error,” komentarnya singkat lalu berjalan
menerobos kerumun warga pers.
“Kalau bapak dibebas tugaskan bagaimana?” tanya impian
seorang warga pers.
“Saya siap untuk diperlakukan demikian,” jawab pak
Menteri.
Entitas... Taas... Taaas 37
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 61/202
Tiga setengah jam telah berlalu. Dan api pun mulai padam.
Bangkai pesawat boeing 737 kini seperti menjadi pesawat
tua yang dipajang di depan sebuah museum. Untuk tujuan
pendidikan dalih orang-orang museum. Tiga setengah jam
telah berlalu. Angkasa Yogya yak lagi dikepulkan oleh asap
menghitam. Para polisi mendekati bangkai pesawat boeing
737. Pasukan khusus angkatan udara mengikuti gerak dari
para polisi tersebut. Mereka memasuki ruang kabi pesawat
yang telah menghitam. Mereka mengorek-ngorek jenazah
yang telah menghitam. Menyerupai arang hitam atau batu
bara. Seonggok mayat hitam di injak oleh salah seorang
anggota PASKHAS. Ia menarik kakinya ke arah belakang.
Membungkukkan badannya. Lalu mengamati sejenak
keadaan mayat yang tadi diinjaknya.
“Jam tangan GUCCI,” bisiknya lirih.
“Anda mengenali mayat ini?” tanya seorang anggota polisi
“Ah ya sepertinya saya mengenalinya dari jam tangan yang
dikenakannya,” jawabnya tak menghilangkan rasa
terkejutnya.
Telah tiga bulan anggota PASKHAS tak berjumpa dengan
Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 38
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 62/202
mayat yang kini gosong itu. Di akhir perjumpaannya dengan
mayat yang diidentifikasi sebagai perempuan itu, ia
menyimpan sejarah jam tangan GUCCI yang dikenakannya.
Jam tangan itu berasal dari Perancis. Seorang lelaki
Perancis dengan raut tampan disebut oleh mayat tersebut
sebagai kekasihnya. Jam tangan yang dipakainya
dipergelangan tangan kirinya adalah jam tangan miliki lelaki
Perancis yang tertinggal di mejanya sewaktu penerbangan
sedang dalam keadaan traffic akibat cuaca buruk. Di
belakang jam tangan itu tertulis sebuah inisial SP. Dan ia
menyebutnya sebagai sang perawan. Ia tak dapat menyebut
nama lelaki Perancis yang dikenalnya dengan ejaan yang
baik. Dan ia mengganti kepanjangan dari inisial SP itu
dengan Sang Perawan.
***
Pagi belum menghapus fajar. Suasana sebuah
perkampungan masih sepi. Lengang. Seorang lelaki
terbangun dari lelapnya. ia berjalan menuju pemandian
umum. Langkah kakinya tersaruk.
“kemana suara berisik itu!?” tanyanya kebingungan.
Entitas... Taas... Taaas 39
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 63/202
Lelaki itu melanjutkan langkahnya menuju pemandian
umum. Sejenak membersihkan isi perutnya. membuang
hajat di pagi yang masih buta. Ia telah selesai dengan
hajatnya. Berjalan meninggalkan pemandian umum sambil
membetulkan resleting celananya. Di sisi salah satu rumah
ia tak mendengar suara apapun.
“Aneh. Hari ini aku tak mendengar nyanyian jelek yang
berisik di telingaku,”
Lelaki itu kembali menuju kediamannya. Seorang lelaki lain
berpapasan dengan lelaki itu. Mereka tak sempat menyapa.
Lelaki lain baru terbangun dari lelapnya, setelah
semalaman melaksanakan tugas rutinnya meronda. Ia tak
lagi melakukan hardikan seperti pagi kemarin.
“pagi ini kok sepi....,” lelaki itu pun tak beda dengan lelaki
tadi.
Tak lama berselang suara ketiplak sandal mengikuti
langkah lelaki tadi. Ia berjalan menuju pemandian umum. Ia
mencium aroma harum dari rumah sebelah yang dilaluinya.
Ia menghirupnya dalam-dalam. Tetapi suara ketiplak sandal
itu seperti mengerti bila pagi ini ia tak bakal menerima uang
Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 40
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 64/202
sepuluh ribu.
“Kelihatannya tak ada uang sepuluh ribu,” celetuknya.
Suara ketiplak sandal berlalu dari rumah tersebut.
menyelesaikan hajatnya di pagi yang masih buta. Lalu
kembali melewati ruamh tersebut. Bau harum itu tak juga
hilang. Suara ketiplak sandal menciumnya begitu
menyengat.
“Hooeeeiiiii......... aku mencium bau harum,” teriaknya
“Hoeeeeeeeiiiiiiiii............ aku mencium bau harum,”
teriaknya sekali lagi sambil memutarkan tubuhnya.
“Hooooeeeeeeeeiiiiiiiii.......... aku mencium bau harum,”
teriaknya sambil menari di pagi hari yang buta.
Dan tak lama berselang, seseorang datang. Ia berjalan
bergegas. Suaranya nampak jelas dari suara sandal yang
diseret dengan tergopoh. Ia seperti hendak mengejar
sesuatu. Sehabis suara seret sandal yang tergopoh,
terdengar suara gedebuk langkah yang berlari sambil
mengibaskan kain sarung.
“hoiiii....! Pagi-pagi teriak-teriak. Berisik........!!!!!!!! Teriak
suara itu seperti suara klakson mobil yang membalap mobil
Entitas... Taas... Taaas 41
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 65/202
lain di depannya.
Dan ketiplak sandal itu pun masih menari sambil berteriak
mengabarkan bau harum dari rumah sang perawan. Sang
pramugari.
Entitas Satu: Sang Perawan - Sang Pramugari 42
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 66/202
ENTITAS DUA CATATAN HARIAN LIMA LIMA
Minggu, Satu April
Aku baru saja sadar. Sebagai seorang yang mencintai orang
lain ternyata memang mem-butuhkan energi yang tidak
hanya sekedar saja. Mencintai orang lain membutuhkan
ener-gi yang besar, agar seluruh kenyataan dapat dihadapi
dengan baik.
Dan tak ada salahnya bila di hari ini aku pun menunjukkan
energi itu. Energi yang ku mi-liki. Akh tak harus kuakui bila ini
adalah energi terbesar yang kumiliki, tetapi setidaknya
kusadari bila memang terjadi getar itu.Hari ini dia memang ada. Dia hadir dan terlahir. Sungguh
merupakan hari yang indah. Betapa tidak, minggu selalu
saja menjadi hari yang ceria untuk semua orang. Memang
nyatanya ini seperti berhubungan dengan penamaan hari
yang dikenal oleh orang-orang Eropa dan Amerika. Sunday
demikian mereka menyebutnya. Sungguh hari yang cerah.Bebungaan di taman-taman bernyanyi dengan riang.
Mereka menari bersama angin. Tari-an yang tak terdengar
suara alunan musiknya. Entahlah tak kuketahui dengan
betul tarian apa yang mereka buat. Tango, Salsa, Balet, atau
Waltz, aku tak mengerti. Tetapi jelas se-kali bila tarian
tersebut membutuhkan sepasang kekasih. Ya, seperti
Entitas... Taas... Taaas 43
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 67/202
sepasang merpati.
Hm…, sungguh ini hari yang menyenangkan. Lepas dari
mitos orang-orang Spanyol a-taupun Portugis tentang
penyebutan Dominggo untuk hari ini, sepertinya memang
ming-gu memiliki pelafalan yang sangat dekat.Dominggo
adalah hari Tuhan. Dan memang se-gelintir orang bepergian
menuju tempat ibadahnya. Gereja.
Dihari ini pintu itu terbuka.
***
Kamis, Lima April
Demikianlah, pada akhirnya aku pun harus mengalah. Demi
sesuatu yang dianggap seba-gian orang tidak bermakna.
Namun ada juga yang mengatakan bila hal ini sangat sangat
bermakna. Tentang cinta dan kehadirannya. Ooh sungguh
merupakan sesuatu yang begitu paradoks. Betapa tidak, inisangatlah memusingkan. Tetapi aku mendengar perkataan
o-rang-orang itu, bila cinta telah datang mendekatimu, maka
semestinyalah kenyataan dica-ri.
Betapa kenyataaan itu sungguh teramat menyakitkan.
Sungguh, ini bukan hanya sekedar istilah yang menarik
simpati setiap orang untuk perduli atas ini, jika tidakdikatakan dika-sihani. Bukan, sebab aku sendiri tak hendak
menjadi orang yang sangat dikasihani. Aku tak
menghendakinya. Tetapi kenyataan menyakitkan dari hal ini
adalah begitu tersembu-nyinya ia dari setiap penjelasan.
Padahal ia terlalu nyata dalam setiap simbol-simbol yang
terbentuk. Maka aku merasa bila kelak ketika aku
Entitas Dua: Catatan Harian Lima Lima 44
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 68/202
menggugat kenyataan tersebut tak ayal akan ku jumpai bila
sejatinya ia menyangkal itu semua. Uups, sungguh-sungguh
sakit ra-sa ini.
Dibalik itu semua, aku lebih merasa bila memang harus ada
kenyataan yang dicari. Aku tak hendak hanyut dalam sifat
paradoksnya cinta. Sebab aku telah faham bagaimana para-
doks tak pernah memberi solusi yang tepat. Tiada ada yang
pernah memberi jawaban pas-ti atas kenyataan yang
paradoks.
Pernah ku bayangkan bila aku adalah cahaya. Lalu dalam
diriku muncul paradoks itu. Pa-ra fisikawan beradu argumen
mengenai kehadiranku. Aku sungguhan menjadi cahaya
yang paradoks. Aku dinyatakan sebagai materi, partikel
tepatnya. Aku dapat bergerak se-cara mekanis layaknya
jutaan bahkan milyaran atom-atom penyusun tubuhmanusia. Te-tapi pihak yang lainnya menyatakan bila
sejatinya aku hanyalah sebatas gelombang, te-patnya
gelombang elektromagnetik. Aku merambat tanpa
membutuhkan media. Aku menjalar dalam bentuk yang
menegak vertikal.
Maka demikianlah aku mengenal cinta….Selasa, Sepuluh April
Aku harus mencari kenyataan itu. harus. Aku ternyata harus
menuliskan kalimat ini de-ngan deretan huruf besar.
HARUS. Mungkin pula harus kutambahkan tiga titik tanda
bila ini tak akan pernah berakhir, maka kutulis juga deretan
kalimat itu. HARUS… . Tetapi a-ku pun merasa bila kalimat
Entitas... Taas... Taaas 45
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 69/202
yang kutulis itu belum sempurna. Ia tak tertulis dengan sem-
purna bila tidak kububuhi tanda seru dibelakang tiga titik
tersebut. Lalu untuk yang keti-ga kalinya akupun menuliskan
deretan kalimat tersebut menjadi sedemikian. HARUS…!
Aku telah menuliskannya dengan sempurna kalimat
tersebut.
Kutinggalkan kalimat itu sendiri dalam ruanganku. Kututup
catatan ini sejenak. Seperti-nya angin sore hari memanggil
dengan lembut. Matahari merah menggodaku untuk me-
ngambil posenya yang mempesona. Ya, aku terkesima dan
kagum dengan keagungan-Nya sore ini. Bagiku keagungan-
Nya dititipkan pada matahari merah yang pulang ke u-
fuknya. Sarangnya di barat telah menganga lebar. Menanti
masuknya ia ke dalam sangkar lalu memalamkan hari. Aku
mengambil gambar itu.Tak terlalu lama aku berada diluar. Membasuh mata yang
pedih dari cahaya diriku. Ya, cahaya yang memancar dari
catatan yang kutulis dengan pena sewarna hati. Aku seolah
berinteraksi dalam ruang yang radiatif. Setiap tetes tinta
yang kuhempaskan, ada satu ne-utron yang tertumbuk. Lalu
uranium-uranium pun menggeliat dari catatanku. Aku mera-sakan energi yang besar berdentum dari setiap kalimat yang
kutulis. Akh sungguh, kura-sakan getar yang sangat
membelalakkan mata. Tak terkira letihnya bila mataku ini
terti-tipkan pada jutaan mata generasi-generasi kini yang
senang dengan keterbukaan yang se-mu. Terbuka dari
segala tutup dan tudung, pun juga kusadari bila tak
Entitas Dua: Catatan Harian Lima Lima 46
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 70/202
kutemukan jua kartu garansi yang menjamin keagungan-
Nya. Tetapi terlebih baik aku menghindari keletihan yang
membelalakkan mata.
Ku buka kembali catatan itu, lalu terkejutku pada kalimat
yang kutulis disana. Seseorang merubahnya. Ia
merubahnya menjadi begitu signifikan. Ia menulis disitu.
HARUS…!!!
Minggu, Satu lima April
Seperti nyanyian burung, aku menulis lagi dalam catatan ini.
Pagi sangat dingin. Aku me-rasakannya. Ada yang berbeda
di pagi ini. Aku merasakan dingin yang menembus kulit. Lalu
rasa dingin tersebut seperti menggetarkan lulang yang
tegakkan tubuh ini. Ada satu buah lulang yang tak henti
bergetar. Entahlah. Ini begitu nyata. Aku sendiri merasakan
keganjilan atas kenyataan ini, tetapi ini sungguh-sungguhnyata. Sebuah lulang yang ko-non merupakan cikal bakal
dari kehendak Tuhan untuk mempertemukan seorang lelaki
dengan pasangannya. Hm…, dingin ini begitu
meneguhkannya. Malam tadi memang be-nar aku telah
bertemu dengan dirinya. Lalu pagi ini dinginnya tak jua
beranjak dari tu-buhku. Seperti tertinggal kenang ataspertemuan itu. Dan tersisa juga hingga pagi ini.
Dingin ini telah merasuk kedalam sendi-sendi rusukku. Aku
merasakan getar energi yang menghidup-hidupkan gaya
tarik magnetik teramat kuatnya. Tak dapat kubayangkan
bila kenyataan histerisis itu kupahami dari sisi ini. Dingin
yang mencapai titik kritisnya. Aku memahami bila ada dua
Entitas... Taas... Taaas 47
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 71/202
ruang yang semestinya terbagi diantara suhu kritis
tersebut. Se-jak semalam aku merasakan bila kenyataan ini
begitu kuat merasuk ke dalam dadaku. Ia mengalirkan
darahku dengan kencangnya. Tetapi memang aneh, tiada
panas yang terben-tuk ketika darahku mengalir dengan
kencang dan tentunya jantungku. Ya, jantungku ber-degup
dengan keras. Aku bertemu dengan dirinya, malam tadi.
Lalu pagi mengabadikan dingin yang tak enyah juga. Kami
berdekatan malam tadi. Merapat dengan eratnya. Ber-
dekapan. Sungguh harus benar-benar diyakini bila aku
sungguhan melakukannya dengan dirinya. Tetapi memang
angin malam begitu dingin dan tak terasa ada cahaya panas
me-ngalir dari tubuhku, pun juga aku tak merasakan panas
dari dirinya. Kami berdekapan.
Aku memahami bila ini bukanlah energi yang merusak. Akutak membutuhkan sensasi fi-sik ataupun biologis untuk
memulainya. Sungguh kimia dalam batinku seperti
terbentuk dengan sendirinya. Kerinduan itu adalah
kuncinya. Aku merindukannya. Lalu ketika per-temuan itu
terwujud, maka ada daya tarik yang kuat antara aku
dengannya. Aku memak-nai daya tarik itu sebagai magnetikdengan kekuatan yang superkonduktif. Begitu dingin-nya,
sehingga aku serasa melambung sebagai materi padatan.
Aku merasakan tak berpi-jak dibumi. Suasana semakin
dingin. Kami berdua melewati titik kritis dari suhu. Dari si-
tulah kami melewati fase pertama dari superkonduktif,
beralih menuju fase kedua. Kami bisa diistilahkan dengan
Entitas Dua: Catatan Harian Lima Lima 48
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 72/202
materi yang mengalami supercooling atau superfluidisitas.
Kami benar-benar menghayati kimia yang berpendaran, lalu
akhirnya memasuki fase fisis yang tak terlalu berlebihan.
Aku mencium keningnya. Malam tadi….
MENCIUMNYA….!
Jum'at, Dua kosong April
Sampai sejauh ini aku benar-benar belum mengerti tentang
cinta. Paradoksnya semakin menjadi. Mungkin diantara itu
tercipta juga istilah baru untuk menopang atau bahkan
membuatnya menjadi sangat terkubur. Berputar tidak
karuan, tanpa harus memolakan de-ngan nyata di dunia
yang dikenal jutaan umat manusia. Sungguh ini platonik
yang berle-bih, bahkan jikalau boleh aku menyebutnya
sebagai lacanik. Sungguh tak ada jalan kelu-ar, tetapi ia
terus bersirkulasi selayaknya aliran darah. Tetapi ketikabersirkulasi itu selalu ditemukannya istilah baru untuk
memahami fenomena yang sama, atau melupakan feno-
mena yang telah lalu.
Tetapi untuk fenomena yang kemarin kurasakan, aku tak
melupakannya. Aku tak ingin melupakannya. Tidak. Aku
sungguh-sungguh hendak menyimpannya hingga waktutiba. Maklumlah, aku sendiri telah mengenal dirinya dengan
baik. Dan telah lama tak ada sua yang membuat kami
melepas seluruh energi aktif. Melepas seluruh energi untuk
dialirkan pada jaringan otak di kepala masing-masing,
dengan mengetahui bila terlah terjadi peru-bahan yang
nyata antara aku dan dirinya. Kami tak sama dengan yang
Entitas... Taas... Taaas 49
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 73/202
dahulu. Kami sungguhan menemukan hidup yang berbeda,
masing-masingnya. Pertemuan kemarin ada-lah awal kami
memulai sesuatu yang baru. Tak berukuran waktu, kami
melupakan berapa lama pertemuan itu tak pernah terjadi.
Lalu tak bermomen besar, kami menemukan sendi-ri bila
sangat-sangat berartinya pertemuan itu. Me-refresh
seluruh kenang yang tertinggal.
Jika harus kembali kuurai semua hal mengenai waktu, maka
aku menjumpai kenang-ke-nangan manis dari seorang guru
besar universitas ternama berhubungan dengan teori
Einstein yang sangat terkenal. Waktu sungguh sangat
relative bagi aku dan dirinya. Sung-guhan, kami seperti
sepasang manusia kembar yang terpisah satu sama lain.
Salah satu dari kami berangkat menuju ruang tanpa tepi,
hanya mengejar laju cahaya yang sangat cepat melebihikecepatan suara. Lalu ia kembali, dan bertemu dengan
pasangan kembar-nya. Tentunya sudah dapat dipahami
siapa diantara kami berdua yang merasa lebih muda
ataupun lebih tua. Ya, sebenarnya kami sendiri terlalu alpa
untuk menentukan siapa dian-tara kami yang menjadi lebih
muda ataupun lebih tua. Terkadang aku menjadi sangat ke-kanakan, tetapi dilain waktu justru dialah yang sangat
kekanakan. Sungguh luar biasa.
Demikianlah waktu menjadi sangat luar biasa.
Waktu yang menemukan pencarianku.
Rabu, Dua lima April
Beberapa kali aku berkunjung ke rumahnya. Tak ada yang
Entitas Dua: Catatan Harian Lima Lima 50
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 74/202
berarti dari rumah itu melain-kan dirinya. Aku hanya
mengenal dirinya. Mungkin aku bisa dikatakan telah buta
terha-dap realitas lainnya. Aku membutakan diri. Sejatinya
tidak. Aku tidak sungguh-sungguh membutakan diri. Aku
hanya tak hendak menilai dirinya dengan gemerlap yang
menyeli-mutinya. Aku hanya hendak memasuki ruang
batinnya. Ruang yang tak pernah menyeja-rahkan satu
bangunan pun untuk disebut sebagai monumen besar dan
termegah untuk di-ingat. Aku hanya menginginkan dirinya.
Pribadinya. Batinnya. Lalu aku mengenal selu-ruh hati yang
bersambung dengan hatinya.
Beberapa kali aku menujukan diri pada kediamannya.
Menjumpainya dalam kelembutan batin. Kehalusan budi dan
kedamaian yang memancar. Aku sungguhan menemukan
cer-min itu. Padahal setiap waktu untuk menulis banyak halmengenai diriku, aku serasa se-perti cahaya. Dan ketika
bertemu dengan dirinya, aktivitas itu seolah terhenti dengan
sen-dirinya. Aku hanya merasa telah menemukan sebuah
instrumen yang dapat menyerap se-luruh energi yang
memancar dari diriku. Aku yang kudeklarasikan sebagai
cahaya seperti menemukan tempat yang tepat untukmenyalurkan energi itu. Orang-orang telah lama
mengenalnya sebagai cermin.
Aku menemukan cermin itu pada dirinya. Sungguhan cermin
yang dapat berubah dalam tiga jenis yang berbeda. Ini
benar-benar keajaiban hati. Aku memang bertemu dengan
ke-ajaiban yang tak pernah bisa dibuat di negeri manapun di
Entitas... Taas... Taaas 51
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 75/202
dunia ini. Bila cermin itu adalah datar, maka datarlah ia. Bila
cembung, cembunglah ia dan bila cekung, cekunglah ia. Tak
dapat berubah. Namun cermin itu bisa berubah dengan
sangat elastisnya. Terkadang ia a-dalah cermin datar, lalu
beberapa waktu berdekatan dengannya ia berubah menjadi
cer-min cembung. Dan bila waktu terus bergulir dengan
tenangnya, maka iapun berubah menjadi cermin cekung.
Ketika kutumbukkan diriku pada dirinya yang menjadi datar,
maka aku menemukan diri-ku yang serupa. Tiada yang
berubah. Lalu pantulan dari cermin itu seperti menyinari se-
kelilingnya. Mengenai orang-orang yang bersambungan
rasa dengan hatinya. Bila caha-yaku benar-benar masuk ke
dalam hatinya yang cembung, maka aku menemukan diriku
yang ciut dan terbalik. Dan bila cekung yang kutumbuk,
maka terbentuklah diriku yang membesar. Di sela-sela itu,aku menemukan diriku berubah-ubah.
Aku menemukan jati diriku.
Aku yang serupa…, aku yang menjadi besar…, aku yang
menjadi kecil…,
Aku ada diantara nyata dan maya,
Pun juga aku terbalik dan juga tegak.***
Senin, Tiga kosong April
Detak jantung April semakin melemah. Ia telah tiba
dipenghujungnya. Sungguh merupa-kan hari yang sangat
menyedihkan. April akan segera berlalu. Tetapi memang,
May yang menanti disana akan memberikan nuansa baru
Entitas Dua: Catatan Harian Lima Lima 52
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 76/202
bagi hidupku. Dan tentunya bagi perjala-nan rasa kebatinan
yang sedang berjalan.
April segera berlalu. Dalam perjalananku melaluinya telah
ditemukan berbagai peristiwa yang teramat mengiris. Aku
sungguhan merasakan mirisnya. Bukan apa-apa, peristiwa
tersebut telah menyentuh batinku. Bahkan sentuhan
tersebut terlebih kuatnya bila diban-dingkan dengan
perasaanku terhadap seorang perempuan. Telah terjadi
begitu banyak bencana dihadapanku, ketika April berada
digenggamku. Aku tak berbuat apa, hanya me-rasa dan
memasukkan perasaan ngeri bercampur takut atas kejadian
tersebut.
Ada begitu banyak korban jatuh di perjalananku
menghabiskan masa April yang ranggas. Tergeletak
berpuluh tubuh tanpa nyawa, dengan darah yangmenghitam. Aku tak membe-rinya ruang untuk masuk ke
dalam tubuhku, sebagai perlindungannya. Senin tiga
kosong April, akupun takut kehilangannya. Seseorang yang
selama ini menjadi tumpuan dalam batinku. Terdalam. Aku
tak menginginkan bila kenyataan yang kulihat dengan mata
ke-palaku sendiri menimpanya. Tidak. Aku takmenghendakinya. Lalu kukesampingkan pe-rasaan itu.
Perasaan yang membuat seluruh kudukku berdiri. Kami
melewati akhir April bersama.
Entahlah, ketika aku dan dirinya bersama ada terbersit
perasaan itu. Aku takut kehilangan dirinya. Pada matanya
aku melihat redupnya matahari yang mulai senja. Kami
Entitas... Taas... Taaas 53
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 77/202
hanya du-duk-duduk di teras rumah. Membaca beberapa
halaman berita pada surat kabar pagi. Aku melihat bersit itu.
Aku sungguh tak tega untuk mengatakannya. Terlebih lagi
diagnosa itu pun mengukuhkannya. Aah, seorang dokter
muda yang cantik rupawan telah menjelaskan seluruhnya.
Aku tak dapat berbuat apa, hanya terus berusaha
memberikan kekuatan terha-dap dirinya. Bila saja Tuhan
dapat memberikan kekuatan terhadapku, seperti Isa A.S
yang memberi kesembuhan atas umatnya, tentu aku sangat-
sangat bersyukur telah dapat melakukannya. Tetapi sayang,
aku bukanlah diri Isa, hanya seorang biasa. Dan hanya da-
pat berusaha dengan cara yang biasa. Mencari rujukan
pada dokter yang sanggup mengo-bati seluruh luka yang
dialaminya.
Jika aku sungguh percaya pada kuatnya cahaya melaju,maka pun juga kuakui dalam ya-kin bila seluruh perkataan
penuh harapku dapat melaju sedemikian kuatnya.
Aku memanjatkannya. Sore ketika matahari benar-benar
tenggelam.
Aku melantunkannya. Sore ketika matahari serupa galangan
kapal yang menghilang dari dermaga.Aku melafalkannya…
Sabtu, Lima May
Ini adalah hari itu. Hari keputusan yang sangat-sangat
menentukan bagi arah perjalanan hidup yang akan segera
ku lalui. Entahlah, tak tega rasanya memberitahukan hal ini
kepa-da perempuan itu. Aku paham betapa rasa yang
Entitas Dua: Catatan Harian Lima Lima 54
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 78/202
mengalir dalam dada ini bermula darinya, tetapi rasa ini juga
yang tak menghendaki untuk kehadirannya. Ya, aku benar-
benar tak menginginkannya ada. Dihadapan kenyataan
yang akan kuhadapi. Dan dalam sekejap merubah seluruh
arah tujuan hidupku.
Aku menerima keputusan tersebut. Ketika matahari berlalu
dari kehangatannya. Hari ter-lalu panas, angin seperti
bersekongkol mencipta keadaan ini. Aku hanya menunduk
saat kuhitung waktu selama lima tahun enam bulan itu,
lantas sekuntum bunga itu seolah ter-senyum ditengah hari
yang teramat panasnya. Disekitarnya, rerumput teramat
merunduk-ya, dan seorang perempuan tua menghentikan
napasnya. Ia tiada daya mendengarnya. A-ku telah
menduganya. Aku telah memperhitungkan bi la
kemungkinan ini akan terjadi. Pasti. Maka demikianlah yangkulihat. Ia terkulai lemah, saat terhitung juga waktu yang
cukup lama. Aku meninggalkannya selama itu. Tak tahu apa
yang kelak akan menjadi buah pikirannya, ketika sendiri.
Tanpa diriku. Buah pikirannya ketika bebayang tentang-ku.
Akupun berharap semoga dirinya dan buah pikirannya tak
terasuni oleh segala ma-cam kekotoran dunia yangmenyertai hidupku. Aku hanya tersenyum kecut mengarah
pa-danya.
Kemudian sepulangku dari bui, aku sadar akan berubahnya
dunia yang kumiliki. Tetapi kuntum bunga itu ternyata tak
pernah berubah. Wanginya selalu menyertaiku. Lalu war-
na-warninya serasa menenangkanku. Ia hadir dimana-
Entitas... Taas... Taaas 55
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 79/202
mana. Tetapi aku tak mengatakan bila kehadirannya yang
dimana-mana ini seperti kehadiran Tuhan. Ompipresent.
Tidak. Melainkan aku terus saja bertemu dengan dirinya.
Bahkan ketika pertama kali aku kem-bali mencium aroma
kamarku sendiri. Disana, di salah satu sudut kamarku
sekuntum bu-nga berwarna merah itu masih begitu segar
dan harum. Aku menciumnya ketika tiba di dalamnya.
Sejenak merebahkan diriku, dan tenggelam dalam khayal
yang berkepanja-ngan. Lima tahun enam bulan. Tak terasa
telah berlalu, dan aku dapat mengerti betapa hi-dup tidaklah
sekejam itu. Masih kurasakan damainya. Masih kurasakan
ketenangan, kein-dahan.
Raut wajah perempuan itu mulai menua…
Raut wajahnya semakin banyak kerutnya…
Raut wajah perempuan itu…Kamis, Sepuluh May
Padahal aku sudah mengetahuinya. Aku sungguh
mengetahuinya. Awal bulan ini, hujan jarang berkunjung
membasahi tanah kediamanku. Selalu kudapati debu yang
berserak di setiap jalan yang kulewati. Ini bukan keajaiban,
hanya tabiat alam yang selalu terjadi. Di setiap waktu yangkualami selama ini, hingga detik ini, ada perasaan kecut dan
pahit yang tak mungin terhindari. Ini bukan tentang diriku,
pun juga perempuan itu, atau juga ten-tang sekuntum bunga
yang selalu saja memberi gairah yang hangat. Aku
menghadapi ke-nyataan itu. Tak ada yang dapat disebut
sebagai kebanggaan merasakannya. Pun juga ini tak terlalu
Entitas Dua: Catatan Harian Lima Lima 56
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 80/202
penting.
Desir angin begitu berdebu. Aku merasakan debu yang
beterbangan menuju diriku. Ber-jalan menyusuri trotoar
adalah kesalahan teramat fatal, tetapi ini mengasyikkan.
Telah la-ma aku tak melakukannya. Hari ini tiada yang dapat
menghalangi seluruh yang kubuat. Aku berjalan
sekehendak hati. Melalui jalan yang tidak terlalu ramai. Lalu
lalang kenda-raan di tengah jalan sangat memekakkan
telinga. Bunyinya seperti air terjun yang pernah kusinggahi
dengan sekuntum bunga di tangan. Dingin udara
pegunungan tak jua menyi-sih dari persepsiku, padahal
panas di jalan ini begitu menyengat.
Suatu ketika apa yang kuangan-angankan terjadi juga.
Kecelakaan terjadi. Aku sendiri tak mengetahui hubungan
anganku dengan kecelakaan itu. Tetapi itu benar-benarterjadi. Sebuah mobil pribadi yang melaju dari arah Bekasi
menabrak truk kontainer. Aku men-dengar suara itu. Suara
bergedebam dari benturan keduanya. Dan harus diyakini,
aku me-mang melihat kejadian itu dengan mata kepalaku
sendiri. Aku terdiam menyaksikannya. Tetapi telingaku
mendengar jerit yang tak henti di luar kecelakaan. Dan jerititu juga ter-dengar dari mobil pribadi yang melaju dengan
kencangnya.
Dengan begitu cepatnya lalu lintas macet. Lalu orang-orang
berkerumun di tempat keja-dian. Belum datang juga polisi
dan petugas kesehatan. Aku yang sejak tadi menyaksikan
dari kejauhan akhirnya mendekat juga. Kudekati tempat
Entitas... Taas... Taaas 57
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 81/202
kejadian itu. mobil kontainer yang ditabrak bagian
belakangnya tak mengalami kerugian apapun, tetapi mobil
pribadi i-tu sungguh sangat mengerikan. Sopir pengendara
mobil tersebut berlumuran darah. Tu-buhnya telah menjadi
jasad. Darah mengalir dari tempat duduknya, sementara
tubuhnya berhimpit dengan setir mobil. Aku tak mencium
bau oksigen yang direnggutnya, ataupun bau dioksida yang
meracuni dunia. Sopir tersebut tak bernyawa. Di sebelah
dari dirinya, seorang perempuan merintih kesakitan. Ia
begitu lemah tak berdaya. Tubuhnya pun ter-himpit, dan ia
berteriak lirih meminta tolong untuk dikeluarkan dari
mobilnya. Darah membasahi seluruh bagian wajahnya. Aku
tahu wajahnya jelas memiliki bentuk yang cantik, meski
lumur darah menutupi kulitnya, bagian lengannya dapat
menunjukkan war-na kulitnya yang putih. Perempuan ituberkerudung.
Mereka hanya berdua. Bau parfum bercampur dengan amis
darah. Aku memeriksa keada-an kendaraan, seperti polisi
saja yang mencari alamat untuk dimasukkan ke dalam
berkas pemeriksaan. Aku tertuju pada jarum speedometer
mobil yang tak turun dari penunjukan-nya. Kecelakaan inimemang sangat mengkhawatirkan. Tetapi aku yang sejak
awal mula menjadi saksi, hanya terdiam ketika mata dan
telingaku mencerapnya.
Gumulan informasi menggunung di otak kananku. Ia
mendesak untuk masuk ke dalam o-tak bagian kiriku. Aku
menahannya. Kemudian akupun dapat mentransfernya, dan
Entitas Dua: Catatan Harian Lima Lima 58
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 82/202
ya aku mendapati diriku bergerak mendekati kecelakaan
tersebut. Lalu di samping itu aku juga memikirkan gerak
mekanis yang membentuk momentum yang sangat
dahsyatnya. Aku tak dapat menghitung pertukaran energi
yang terjadi, tetapi kucuran darah yang memba-sahi seluruh
bagian depan mobil pribadi itu membuatku takut. Ngeri.
Di bagian depan mobil pribadi yang naas itu, aku mencium
bau harum parfum. Parfum yang segar, tetapi aku tak
mencium bau kuntum bunga di dalamnya. Padahal aku
melihat perempuan itu dengan baiknya.
Aku tak mencium bau segar dari kuntum bunga….
Aku tak menciumnya. Sungguh, aku tidak menciumnya….
Kengerian semakin menghanyutkanku….
Kengerian ku…
Selasa, Satu lima May
Aku sudah menduganya. Dia pasti datang malam itu. Dia
nampak sangat seksi. Pakaian mini ketatnya begitu
sempurna, ditambah lagi higheel yang membungkus
kakinya. Leng-goknya nampak ketika ia memasuki pelataran
rumahku. Aku tersenyum melihatnya dari dalam rumah.
Sudah sejak kemarin ia mendesak untuk mengajakku jalandimalam yang tak seperti biasanya. Bosan katanya. Aku
tinggal mengiyakannya. Tetapi satu perminta-anku, yang
akhirnya terwujud, dia yang mesti datang menjemputku.
Kesanggupannya membuktikan niat yang tak diingkari. Di
luar halaman rumahku diparkir sebuah Porsche silver yang
sporty. Aku tahu dan pula mengerti bila ia ingin menampilkan
Entitas... Taas... Taaas 59
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 83/202
dirinya yang bersemangat. Tetapi apakah banyak
perempuan juga memiliki energi yang sangat berle-bih untuk
menunjukkannya? Padahal banyak diantara mereka yang
tak punya daya, hanya menjadi sebatas tanah tempat dipijak
kaum lelaki. Akh, tetapi aku menghargai identitas yang
dibuatnya malam ini. Pun juga keinginanku terpenuhi.
Ia masuk ke dalam rumahku. Memencet bel rumah, lalu
terjadilah apa yang kuharapkan malam itu. Dua orang
perempuan dari generasi yang berbeda bertemu di pintu
rumah. Aku sudah menduganya. Ini adalah bagian dari
rekayasa yang kubuat. Mereka berdua bertemu di depan
pintu. Seorang perempuan dari generasi yang lebih tua
memandang si muda dengan anehnya. Ia hanya menatap si
muda, memperhatikan dan menyimak baik-baik penampilan
si muda dari ujung rambut hingga ujung kaki. Lalu terdiam.Perempuan dari generasi lebih muda membuka kacamata
hitamnya. Menghormati si tua yang sudah membukakan
pintunya. Ia tak seberapa risih dengan sikap si tua yang
mem-perhatikannya dengan sangat detil. Ia hanya
tersenyum dengan raut yang menawan. Ke-mudian si muda
mengulurkan tangan kanannya kepada si tua, lalubersambutlah tangan tersebut.
Akupun keluar dari kamarku. Mendekati kedua perempuan
yang masih berdiri di depan rumah. Mereka terdiam, tetapi
tangan keduanya saling bersalaman dengan akrabnya. Aku
tersenyum melihatnya. Tak terlalu berisiko tinggi rupanya,
kehadiran perempuan dengan pakaian mini dihadapannya
Entitas Dua: Catatan Harian Lima Lima 60
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 84/202
yang menua. Aku merangkul pundak perempuan tua, ibuku,
ia sangat bingung meski diterimanya jabat tangan
perempuan muda tersebut. Perempuan muda itu tersenyum
mengarah padaku. Aku telah lama mengenal senyum itu.
Bahkan ke-tika senyum itu singgah juga di rumah ini, aku
sungguh merasakan tiada yang nampak bi-asa dari senyum
tersebut.
Kami bertiga duduk di teras rumah. Perempuan muda itu
memberikan tanda kepadaku. Kudekati dan ia membisikkan
di telingaku bila rencana malam ini terpaksa batal. Ia ma-sih
berbisik ketika mengatakan hendak mengenal perempuan
berumur yang baru saja di-jabat tangannya, dan sekarang
duduk dihadapannya. Aku menyanggupinya. Aku menye-
tujui segala yang menjadi keinginan perempuan berpakaian
mini tersebut. Kebetulan se-kali, pikirku dalam hati. Akusendiri menginginkan hal ini yang terjadi. Mereka duduk
bersama di teras rumah, mengerti satu sama lain. Hingga
akhirnya terjadi kesepahaman antara satu dengan lainnya.
Kemudian di waktu yang cukup lama tiada terjadi benturan
dari pengertian mereka atas keberadaanku dalam hidup
mereka. Aku tersenyum mende-ngar bisiknya.Ku belai rambutnya yang hitam…
Ia tersenyum…
Aku merapat pada dirinya…
Ia menggenggam tanganku erat…
Perempuan berumur itu tersenyum, kami tersenyum…
Ku belai rambutnya dan kucium wanginya yang meruap…
Entitas... Taas... Taaas 61
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 85/202
Minggu, Dua kosong May
Sejak pagi tadi aku tak mengadakan kontak dengan
siapapun. Demikian juga dengan ke-kasihku. Aku menutup
rapat-rapat seluruh jalur komunikasi yang dapat terhubung
dan tersambung dengan diriku. Hari ini. Sungguh, hari ini
aku merasakan suasana yang tak biasa. Ada segudang kata-
kata mengalir dalam kepalaku. Mereka mengalir dengan
riang-nya, tetapi menakutkan. Aku tak mengerti arti dari
keadaan ini, tetapi terpaksa aku mela-kukan tindakan yang
sekiranya dapat meredam seluruh dampak yang
kemungkinan terja-di. Aku menutup seluruh jalur
komunikasi, tanpa pengumuman ataupun pemberitahuan
terlebih dahulu. Tak ada suara yang masuk ke dalam
kamarku. Aku mengunci rapat pin-tunya.
Kata demi kata mengalir. Menjalin dalam tulisan yang tertulissegenap hati. Ada jeda ke-tika memang seharusnya terjadi.
Hanya berbaring di atas kasur adalah solusinya. Lantas satu
lima menit berikutnya mulai kembali kata demi kata
terhubung. Seluruh gerak ta-nganku berkomunikasi dengan
rasa dalam dadaku. Aku mengendalikan gerak itu dengan
akal pikiran. Lantas tiada terduga olehku bila kalimat-kalimat yang tertulis disana sangat berbeda dengan seluruh
tulisan yang pernah kubuat. Ini sedemikian halus. Tanpa ada
ke-kerasan bahasa didalamnya, tiada kerumitan logika
dalam penulisannya. Aku menghela napas dengan
kencangnya.
Setelah delapan jam, akhirnya selesai juga tulisan tersebut.
Entitas Dua: Catatan Harian Lima Lima 62
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 86/202
Sungguh sebuah tulisan yang begitu menyimpan segala
maksud batinku. Ini bercerita tentang dirinya. Ia yang
datang dengan pakaian yang mini. Kedatangannya
menitipkan senyum yang tak kunjung reda. Senyumnya
seperti hujan yang tak hendak reda. Ia selalu inginkan
basahnya bumi. Mesti. Harus. Tulisan itu berhubungan
dengan dirinya. Sungguh, mungkin karena ketakjubanku
memperhatikan gaya berpakaiannya. Aku sendiri
menyimpan pesona cara berpakaiannya. Terselip kesan
rapi dan tak ceroboh dari pakaian yang digunakannya.
Masih bebayang rambut hitam lurus agak bergelombang
kecil-kecil yang diikat dalam satu ikatan. Ia memberikan
simbol yang berbeda disana. Ku ingat kembali wajahnya
yang dominan tia-da jeda menatapnya. Genggam tangannya
masih tertinggal, dan sempat pula kutuliskan. Lantasgenggaman tangan itu bercermin dalam cermin cembung
yang membesarkannya. Genggaman tangan itu hadir dalam
peluk yang tiada reda. Genggaman tangan itu tak juga
lenyap.
Matahari lenyap. Lantas bulan temaram menyapu wajah
malam. Aku belum juga ingin keluar dari kamarku. Engganmenghinggapinya. Aku masih memikirkan tulisan yang ba-ru
kuselesaikan, ketika tiba-tiba suara klakson dari luar
pekarangan rumah terdengar tak asing bagiku. Aku berlari
menuju jendela kamar. Kusibakkan tirai yang menutupinya.
Je-las dan tidak salah lagi, dirinya kembali datang. Malam ini
dia datang. Sungguh keberani-an yang tidak membutuhkan
Entitas... Taas... Taaas 63
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 87/202
acuan. Dirinya keluar dari Porsche yang dibawanya. Ia tak
merubah caranya berpakaian. Seperti tahu bagaimana
membahagiakanku dengan pakaian mini tersebut. Dirinya
berjalan memasuki pekarangan rumah. Aku tak menutup
jendela yang tirainya telah terbuka. Aku hanya berjalan
menjauh dari jendela itu. Aku duduk di depan komputer.
Menanti suara bel yang menyala dari tangan lembutnya.
Namun me-nunggunya serasa bertahun-tahun sepasang
kekasih dalam penantian menuju altar suci. Akupun gegas
keluar dari kamarku. Pintu rumah ku buka, tak hirau juga aku
atas kebera-daan perempuan yang sejak tadi mengantuk di
depan televisi. Ia tak memperhatikanku.
Aku menjumpai perempuan itu. Sebelum tiba di teras rumah.
Aku sedikit berlari kecil, la-lu dalam gerak yang sangat cepat
aku menarik lengannya. Aku menariknya menuju Pors-che-nya. Aku meminta kunci Porsche tersebut, lalu sedetik
kemudian aku dan dirinya te-lah berada di dalamnya.
Kukendarai dengan cepat kendaraan itu…
Aku mengendarainya…
Aku, Porsche, dan perempuan berpakaian mini…
***Jum'at, Dua lima May
Sejak aku duduk di masjid siang tadi, satu pesan yang
kuterima terus-menerus meng-ganggu. Entahlah, malam
nanti dirinya akan datang dan mengajakku berkeliling kota.
Ya, seperti biasanya. Dengan Porsche silvernya yang keren
itu. Aku sendiri sangat tidak mungkin memiliki Porsche silver
Entitas Dua: Catatan Harian Lima Lima 64
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 88/202
seperti itu. Padahal Chevy merah yang kumilikipun belum
berarti apa-apa. Tetapi tak ada jarak yang tercipta. Ia hanya
ingin ditemani oleh di-riku, malam nanti. Maka, tentu saja
sebagai pasangan kekasih sudah terbentuk ikatan yang tak
dapat diingkari demikian saja. Tak terlalu salah kuturuti, pun
juga tak ada yang menjadi salah bila aku mengikuti
kehendaknya.
Lantas, siang cepat berlalu. Meski pesan yang dikirimnya
melalui SMS teramat meng-gangguku. Sore selalu tepat
berada di ufuk barat. Kemudian perasaan kehilangan pun
ter-jadi. Tiada cahaya. Pencarian menjaganya tetap
menyala. Lampu-lampu jalan benderang. Lampu-lampu
rumah begitu terang.
Malam itu aku menantinya di teras rumah. Usai Isya' yang
berlalu. Sudah tiga kosong menit dari pukul tujuh. Kemudiantidak berapa lama Porsche menawan itu nampak di de-pan
pekarangan rumah. Aku mencium bau parfum yang
biasanya. Aku mencumbu pakai-an mini yang biasanya.
Rambut bergelombang yang terurai, memekarkan wajah
yang de-mikian cemerlang. Inteleknya nyata terlihat.
Dahinya sedemikian pintar dan cerdasnya, menurut kitabprimbon jawa. Lalu gestur tubuhnya begitu energik, maka
pantaslah dike-nakan busana yang seperti itu. Tak ada
kelemahan di dalamnya. Dirinya begitu sempurna.
Dikenakannya pakaian mini ber-blazer putih dengan
bawahan hitam. Dirinya datang mendekat. Aku berdiri
menyambutnya. Mendekatinya. Semakin mendekat.
Entitas... Taas... Taaas 65
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 89/202
Aku menemukannya terlahir, semenjak hari pertama di awal
April.
Lalu ini adalah hari ke lima lima dari pertemuan yang
kusebut sebagai lahir.
Aku menghitungnya. Dirinya tiada lupa dengan malam ini.
Dirinya menemukan makna kelahiran itu…
Dari awal April hingga dua lima May ini…
Di halaman rumah kami berpelukan sehangat udara malam
dikantung sweater tebal.
Lama…
20 Juni 2010
Entitas Dua: Catatan Harian Lima Lima 66
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 90/202
ENTITAS TIGA KAWAN, MAWAR DAN CINTA
Tiga Puisi Sitor dalam Satu Cerita
Sunyi terbagiJadi percakapan seorang diriAntara mata
Matahari telah meninggi. Udara hangat tak terhindar.
Cahaya matahari menelusup mela-lui jendela kelas yang
cukup tinggi, jatuh tepat di salah satu kursi yang berada di
bela-kang kelas. Aku masih terkesan dengan pertemuan itu.
Di malam pensi yang hingar bi-ngar, ketika teman-temanku
merasa terhibur dengan seluruh penampilan yang naik ke a-
tas panggung. Sudah lama aku tidak merasa senang yang
teramat.
Malam itu adalah malam pembuka pintu yang telah lama
kututup. Malam itu seperti ma-lam pengharapan yang tak
terkira kedatangannya. Sementara rembulan tiada bersinar,dan malam semakin pekat dengan kekelamannya, aku masih
dirundung sepi. Hingga ak-hirnya seseorang datang
menghampiriku. Seorang anak lelaki duduk pada kursi
kosong yang tepat berada di samping kananku. Ia duduk
dengan tenangnya. Memperhatikan se-luruh sajian yang
ditampilkan malam itu di atas panggung. Aku
Entitas... Taas... Taaas 67
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 91/202
memperhatikannya. Ia masih saja tak hirau denganku,
hingga saat aku memulai percakapan itu.
“hai…,”
“hai juga…,”
“sepertinya aku belum pernah bertemu sebelumnya dengan
kamu, dari kelas mana?”
“aku…, oh iya sama aku juga jarang bertemu dengan kamu.
Aku dari kelas X.10,”
“ooh…, kelas yang dekat WC ya?”
“iya…, makanya aku jarang bertemu kamu. Bisa-bisa kalau
dikatakan sering bertemu dikira penjaga WC,”
Kami tertawa bersama-sama, setelah penjelasannya yang
terakhir. Anak lelaki ini mulai terlihat lucu, tetapi aku masih
belum merasakan bila sepi itu telah pergi. Ia belum terbu-
nuh, bahkan oleh sebuah tawa yang menggema ke penjuruarena. Aku dan dirinya mulai bercakap-cakap dengan
santai, sementara ia masih juga melayangkan pandang
pada panggung pensi di depan. Ia terus tertuju pada
panggung tersebut, dan kalimat demi ka-limat seolah jadi
hanya angin lalu yang sebentar datang dan sebentar hilang.
Bagiku ini sangat menjemukan. Ia membuatku jengkel,t e t a p i a k u t i d a k p u n y a k e w e n a n g a n u n t u k
mengungkapkannya. Maklum saja aku masih belum
mengenalnya dengan baik, meski-pun kami satu sekolah
tetapi di antara dua belas kelas yang satu tingkat, tidak
semua a-nak aku kenal. Ada yang ku kenal dengan baik, tapi
ada juga yang ku kenal hanya dari pergaulannya dengan
Entitas Tiga: Kawan, Mawar, dan Cinta 68
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 92/202
anak-anak yang mengenalku. Lantas dengan akan lelaki ini,
aku sepertinya baru melihat sosok bayangnya. Sungguh,
aku belum pernah bertemu wajah dengannya atau berjumpa
ketika salah seorang teman yang kukenal sedang akrab de-
ngannya. Anak lelaki ini baru kutemukan malam itu.
”siapa nama kamu?”
Ia tak menjawab. Sebuah penampilan di atas panggung
begitu membuatnya terpukau, dibarengi dengan suara
hingar bingar yang sangat mengganggu. Suaraku kalah oleh
pe-nampilan di atas panggung tersebut.
“siapa nama kamu…?” ulangku
Dia masih tidak mendengar tanyaku. Ia terhipnotis dengan
penampilan teman-temannya yang sedang memainkan lagu
rock yang kerasnya bukan main. Ia seperti menggandru-ngi
lagu tersebut. Sementara telingaku tidak begitu bersahabatdengan lagu-lagu yang semacam itu, aku tak pernah
mendengarkan musik yang seperti itu.
“kamu menyenangi lagu ini…?” teriakku di samping
telinganya
“iya aku menyenanginya,” anak lelaki itu menjawab
“kamu kenal dengan mereka?”“iya aku kenal dengan mereka,”
“ngomong-ngomong, siapa nama kamu?”
Susah juga mengalihkan perhatian anak lelaki itu, walaupun
akhirnya aku dapat melaku-kannya. Dengan suara yang
agak keras aku dapat membuatnya berbicara, bukan
sekedar duduk lantas menonton penampilan demi
Entitas... Taas... Taaas 69
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 93/202
penampilan. Anak lelaki itu memang senang dengan lagu-
lagu yang dibawakan oleh teman yang telah dikenalnya, tapi
bukan lagu ciptaan mereka. Lalu di sela-sela
kesenangannya itu, akhirnya anak lelaki itu menyebut-kan
namanya. Siapa yang menyangka, ternyata setelah aku
membalik pertanyaanku, ter-ungkap juga jalinan huruf yang
dapat memberikan identitas yang penting untuk ku ha-fal.
Kelak.
Lantas pagi ini aku duduk di salah satu ruangan kelas. Ini
adalah ruang kelas baruku. Aku memilih IPS sebagai bidang
studi yang ku minati. Suatu saat nanti aku ingin men-jadi
seorang ekonom ternama. Aku telah duduk di salah satu
kursi, beberapa anak telah memasuki ruangan. Ini adalah
hari pertama masuk sekolah, jadi masih belum terlalu ke-tat.
Masih terdapat beberapa kursi lagi yang masih kosong,sementara waktu telah me-nunjukkan pukul delapan tiga
puluh. Teman-teman satu kelasku sudah mulai akrab satu
dengan yang lainnya, ada di antara mereka yang telah saling
kenal sejak kelas X, dan a-ku mengenal beberapa anak di
antara mereka. Aku hanya tersenyum bertemu muka de-
ngan mereka, aku telah memilih kursi yang sejak tadi masihkosong. Belum terisi.
Setelah berlalu sepuluh menit, tiba-tiba seorang anak lelaki
memasuki ruangan kelasku. Ia masuk dengan acuhnya,
tidak perduli dengan keadaan ruangan. Aku mengenal anak
lelaki itu, dan sekarang setelah pertemuanku di malam pensi
kemarin anak lelaki itu be-nar-benar satu kelas denganku. Ia
Entitas Tiga: Kawan, Mawar, dan Cinta 70
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 94/202
berjalan menuju tempat dudukku. Aku memperhati-kannya
dari ujung kepala hingga ujung kaki, lalu tersenyum sendiri.
Ia berjalan dengan santainya, seragam yang dijaga
kerapihannya, sepatu yang bersih lalu tas di salah satu
pundaknya. Ia mendekati kursi yang masih kosong. Lalu
wajahnya mulai menghadap pada diriku. Matanya bertemu
dengan mataku. Ia tersenyum, akupun membalas se-
nyumnya. Ia mengangkat lengan kanannya sambil
mengarahkan jemarinya padaku, mungkin ia bermaksud
untuk mengingat-ingat diriku. Ia tersenyum sambil
memindah-kan jemarinya ke kepala untuk mengingat lagi
diriku. Lalu akhirnya ia mengingatku. Kamipun duduk dalam
satu meja. Hari ini tidak ada senyum yang paling
menyenangkan dibandingkan pagi ini. Aku kembali duduk
bersama dengan seorang anak lelaki yang pernah aku kenalketika malam pensi.
Sungguh hari yang tak pernah kulupa sepanjang waktu. Ini
tidak akan pernah kulupa. Tidak. Ini adalah sejarah hidupku
yang sangat berarti.
***
Mawar jiwaMawar semestaMawar nestapaCiuman buta
Sinar matahari telah lenyap dari ruangan kelasku. Tak
terasa, tiga bulan sudah aku me-ngenal dirinya. Anak lelaki
Entitas... Taas... Taaas 71
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 95/202
yang semula aku anggap agak tidak biasa. Sekarang aku
dan dirinya menjadi begitu akrab, begitu dekat. Dalam waktu
yang cukup lama, kami duduk pada meja yang sama. Saling
mengenal satu dengan yang lainnya. Aku dan dirinya se-
makin dekat melalui pertemuan-pertemuan yang memberi
banyak arti. Dalam menun-taskan pekerjaan rumah aku
terkadang mengajaknya, meskipun justru aku yang lebih
m e m b e r i k a n s u m b a n g a n p a l i n g b e s a r u n t u k
menyelesaikannya. Tapi aku tak selalu ber-sama
dengannya. Tidak. Terkadang dirinya lebih sering bergaul
dengan teman-teman-nya. Aku masih merasakan
kehidupan. Aku masih merasakan bila hubungan kami baik-
baik saja, tidak ada yang berbeda. Aku mengenal banyak
teman, demikian juga dengan dirinya. Maka antara aku
dengan dirinya memang telah terjalin pertemanan yangerat, tanpa harus memberi jarak apapun.
Jam pelajaran terakhir selesai juga. Aku merapikan kembali
buku-buku yang telah dipa-kai untuk mata pelajaran pada
jam terakhir. Anak lelaki itu hanya enteng saja merapikan
benda-benda yang berhubungan dengan mata pelajaran
tersebut. Aku hanya tersenyum melihatnya seperti engganuntuk membuka buku pelajaran. Biasa bagiku, ada banyak
te-man-teman lainnya yang juga serupa dengan dirinya.
Sebagai sahabat, aku mempercayai perilakunya kepada
dirinya saja. Mungkin itu juga merupakan salah satu cara
dari diri-nya untuk mempelajari hal-hal yang diberikan oleh
para guru di sekolah, jadi bagiku just do it by your self. Meski
Entitas Tiga: Kawan, Mawar, dan Cinta 72
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 96/202
demikian, agak hebat juga bila ternyata dirinya dapat me-
nyelesaikan pekerjaan rumah yang rumit-rumit padahal ia
hanya selintas saja membaca buku atau mendengar
pelajaran yang diberikan. Sungguh luar biasa.
“loe ada acara sehabis mid semester?”
“enggak. Enggak ada. Emang kenapa?”
“bisa kan kita refreshing sehabis mid, jalan-jalan ke TO?”
“ke TO…, kenapa enggak di rumah aja sich? Kan tinggal
putar DVD selesai,”
“ah suntuk tau. Kalo ke TO kan kita bisa sambil liat-liat yang
lainnya. Bisa ke PH, KFC, McD, Starbuck, Breadtalk, baca
buku…,”
“stop…! Stop…! Stop…! Iya dech gue ikutan. Ga usah loe
panjang-panjangin dech daftar pasarnya, atau mending loe
jalan ama pacar loe,”“janji ya. Sehabis mid kita jalan-jalan. Awas kalo lupa…!”
Begitulah aku dengan dirinya. Sehabis mid semester nanti
telah terajut janji untuk jalan-jalan dan nonton film di
bioskop yang agak ramai. Tidak terlalu sering aku jalan
bersa-ma dengannya, tapi semua yang telah kulalui
bersamanya tidak pernah kulupakan. Jika aku tengah sibukdengan buku bacaanku di perpustakaan sekolah, tiba-tiba
saja dia ha-dir dengan cara yang mengejutkan, lantas tak
ada buku yang dibacanya melainkan me-mohon
ketulusanku untuk menambahkan uang sakunya yang
kurang untuk mengisi pe-rutnya. Sempat dua kali aku jalan
bersama dengan dirinya, dan terakhir kami memasuki toko
Entitas... Taas... Taaas 73
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 97/202
buku yang terbesar. Di sana aku mencari novel yang ditulis
oleh penulis kesaya-nganku, ia hanya berjalan mengikutiku
lalu bertanya hal-hal yang menyibukkan diriku ketika sedang
asyik dengan novel tersebut. Ia bertanya mengenai penulis
novel tersebut, mulai dari nama, jenis kelamin, tanggal lahir,
pendidikan, pekerjaan, buku-buku novel yang telah ditulis,
hingga ke jumlah eksemplar yang telah terjual. Ini
menyibukkan ku meskipun tidak terlalu membuat pusing.
Aku sempat geram dengan pertanyaan-perta-nyaan
tersebut dengan menghadapkan wajah marahku, lalu ia
berpaling menjauhiku dan mengatakan akan pergi ke bagian
musik, teknik atau buku-buku sosial. Aku hanya manggut-
manggut saja, lalu kuteruskan membaca novel itu.
Hari yang dinanti telah tiba. Ujian mid semester selesai. Aku
tidak mengalami kesulitan pada mid semester kali ini, akutelah banyak mempelajari buku-buku pelajaran dengan
tugas-tugasnya. Aku yakin, mid semester kali ini tidak akan
memberikan hasil yang bu-ruk bagiku. Janji antara aku
dengan dirinya pun tidak kulupakan. Sebelum pulang seko-
lah aku sudah berpesan kepadanya agar tidak lupa dengan
perjanjian yang telah kami berdua sepakati. Pergi ke TOuntuk menghabiskan waktu, tepatnya aku dan dirinya akan
menghabiskan waktu tersebut pada hari minggu. Sungguh
hari yang sangat menyenang-kan dan penuh suka cita.
Hari minggu itupun tiba, anak lelaki itu datang ke rumahku.
Aku telah menunggunya sejak satu setengah jam yang lalu,
tapi terlambatnya tidak terlalu dipermasalahkan. Un-
Entitas Tiga: Kawan, Mawar, dan Cinta 74
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 98/202
tunglah aku biasa menyisihkan waktu satu hingga dua jam
sebelum waktu H-nya, se-hingga tak ada yang perlu
dirisaukan. Terlebih lagi aku mengenal tabiat orang-orang
yang kadang sangat merugikan waktu, pun juga dialami oleh
orang yang satu ini. Anak lelaki yang tidak lupa dengan
janjinya sebelum mid semester. Kami pun berangkat me-
nuju tempat tujuan, dengan motornya yang agak terlalu
rumit untukku. Tetapi aku akhir-nya duduk juga di
belakangnya. Sungguh tidak nyaman bagiku, duduk
dibelakangnya dengan keadaan seperti ini. Tapi ini sudah
terlanjur, yang lebih penting aku dapat segera sampai di TO
untuk menghabiskan waktu luang bersama dirinya,
menyaksikan film yang sudah lama kubaca di majalah yang
selalu ku nanti kehadirannya di rumah. Kami menonton film
tersebut.Setelah hampir dua jam lebih, akhirnya selesai juga acara
nonton bareng antara aku de-ngan anak lelaki yang duduk
satu meja di sekolah. Senang rasanya. Ini seperti melanjut-
kan kenanganku ketika pertama kali bertemu dengan
dirinya, tentunya dengan keadaan yang sudah jauh
berbeda. Aku berjalan bersama dirinya meninggalkanbioskop tersebut, perlahan melewati kerumunan orang-
orang yang bertujuan sama setelah selesai dengan acara
tontonannya. Kami tidak lekas pulang setelah acara nonton
itu, di dalam gedung sudah kami bicarakan tempat-tempat
yang akan dikunjungi setelahnya. Keluar dari ge-dung
bioskop, kami berputar sebentar lalu memasuki keramaian
Entitas... Taas... Taaas 75
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 99/202
sebuah tempat. Kami berdua duduk di dalamnya setelah
aku memesan dua porsi makanan dan minuman yang sesuai
dengan selera masing-masing. Kami menunggu
kedatangan pelayan yang akan mengantarkan pesanan
tersebut, disela-sela waktu itu kami mengungkap cerita
yang su-dah kami tonton di gedung bioskop baru saja. Aku
bercerita dengan antusiasnya, semen-tara ia menjadi
pendengar yang baik sambil sesekali tersenyum dan
tertawa lantas mem-berikan komentar yang menambahi
keteranganku. Kemudian setelahnya, ia bercerita menurut
versinya sendiri dengan sangat berbeda dari yang aku
ceritakan. Aku kagum mendengar ceritanya itu, aku
tersenyum lebar namun tanpa tawa. Jantungku berdegup
kencang ketika ia bercerita, seolah ada sesuatu yang tak
dapat kukatakan mengenai diri-nya. Sebelum ia selesaibercerita, seorang pelayan datang dengan makanan yang
kami pesan. Semua sudah tersaji di meja, pelayan
meninggalkan meja lalu kami menghabis-kan makanan dan
minuman tersebut.
“hari rabu bisakan loe ikut gue?”
“kemana…?”“ke acara balapan motor. Hari rabu besok,”
“acara balapan motor?!”
“iya…, kenapa? Muka loe aneh gitu?”
“serius, bukan elo kan yang nanti balapan motor di sana?”
“emang kenapa? Gue emang sering di sana, jadi emang gue
yang balapan di sana. Mau kan loe jadi umbrella girlnya?”
Entitas Tiga: Kawan, Mawar, dan Cinta 76
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 100/202
“iiih enak aja loe. Ngeliat balapan rabu itu aja agak risih.
Enggak ah. Gue gak ikutan,”
“yaah payah loe,”
“kenapa sih pake balapan motor di rabu itu, kan bahaya tau.
Emang loe punya asuransi atau orang tua loe ngijinin banget
kali ya, ga mungkin banget. Pantes setiap rabu gue ajak
ngerjain PR bilangnya sibuk, ternyata itu kesibukan loe?”
“iya begitu lah,”
“mending loe tinggalin tuh kesenengan loe. Ga ada
manfaatnya lagi, nanti kalo loe celaka gimana?”
“ada rumah sakit…,”
“pake duit tau…,”
Di antara makanan dan minuman yang masuk melalui
tenggorokan, ternyata ia menga-jakku ke tempat balapan
liar yang sudah tenar itu. Balapan yang sering diadakanpada hari rabu malam. Aku tidak menyangka bila ternyata
sahabatku ini memiliki hobi yang agak berbahaya. Gusar
juga ketika dirinya mengungkap itu semua, aku sedikit
merin-ding mendengarnya lalu ada pikiran-pikiran lain yang
membayangi kepalaku. Makanan yang kutelan pun jadi ikut
terbawa perasaanku yang tak menentu. Aku tak akan mengi-kuti kehendaknya itu. Bahkan aku sangat berharap, sangat
sangat berharap bila dirinya dapat menghentikan
kesenangan yang terlalu berbahaya dengan tanpa jaminan
kesela-matan dan juga keabsahan. Aku juga sering
membaca di surat kabar bila balapan liar itu terkadang
dikejar-kejar oleh aparat kepolisian karena faktor
Entitas... Taas... Taaas 77
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 101/202
meresahkannya. Sungguh, aku sangat berharap dirinya
dapat meninggalkan kegiatannya tersebut. Aku memendam
ketakutan itu.
***
Keluasan laut Menyesak dadaNafas terpaut Pada rasa seluas maut
Pagi itu kamis, seluruh jalanan menuju sekolah macet. Ini
benar-benar diluar perhitu-ngan ku untuk berangkat seperti
biasanya. Ada iring-iringan pemadam kebakaran yang
berhenti di salah satu jalan. Di sana terjadi kebakaran yang
hebat. Kompleks ruko yang sering kulewati ketika berangkat
dan pulang sekolah, terbakar. Rupanya kebakaran itu terjadibelum lama, menurut kabar yang kudengar sekitar pukul
lima pagi tadi salah satu ruko sudah terlihat terbakar. Ini
adalah hari yang paling sial buatku, dengan iringan pe-
madam kebakaran tersebut aku jelas akan mengalami
keterlambatan untuk masuk seko-lah.
Sudah jam tujuh lebih sepuluh menit, dan aku masih terjebakdi tengah kemacetan ini. Aku menahan napas yang tak
nyaman. Ini benar-benar hari yang buruk bagiku, setelah
semalaman aku tak bisa tidur. Entahlah ada sesuatu yang
membuatku merasa gelisah, te-tapi aku tak mengerti atas
perkara dan masalahnya. Semalam, aku baru bisa
memejam-kan mata pada pukul tiga lebih tiga puluh
Entitas Tiga: Kawan, Mawar, dan Cinta 78
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 102/202
sembilan. Itu adalah waktu yang sudah ter-lampau pagi
untuk dapat disebut tidur yang sehat.
Dua puluh menit berlalu, akhirnya aku terbebas dari
kemacetan. Tentunya peristiwa ke-bakaran itu bukan
kejadian yang membuatku gelisah semalam. Kompleks
pertokoan itu tidak berhubungan secara langsung dengan
diri pribadiku, tidak juga dengan keluarga-ku. Meskipun aku
sering bolak balik melalui jalan di depan kompleks
pertokoan terse-but, tapi tidak terjadi hubungan yang nyata
denganku. Untunglah pagi ini aku berangkat dengan
diantarkan oleh sopir pribadi Ayah, bila tidak aku bisa
merasakan kondisi yang lebih tidak nyaman lagi. Aku
meminta mobil dipercepat lajunya, aku sudah benar-benar
terlambat. Lalu mobil pun melaju dengan kecepatan yang
pas untuk mengejar waktu. Pak sopir pengantarku sudahterbiasa mengantar Ayah dengan kebiasaan mengejar wak-
tu yang selalu saja sempit untuk bertemu dengan relasi-
relasinya.
Aku bergegas menjauh dari mobil. Berlari dengan langkah
yang tergesa, memburu pintu pagar sekolah. Langkahku
ditahan oleh segudang pertanyaan dari ruang piket yangdiba-ngun tepat seratus meter dari pintu pagar sekolah.
Setelah bernegosiasi dengan guru pi-ket yang
menginterogasiku, akupun mendapatkan t iket
keterlambatan yang artinya telah mengurangi poin ku
sebanyak lima poin. Sungguh menjengkelkan. Aku berjalan
sesege-ra mungkin, menuju ruang kelas. Sudah tidak
Entitas... Taas... Taaas 79
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 103/202
terlihat gurauan-gurauan dari teman-te-manku di setiap
jalan menuju ruang kelas. Suasana belajar sudah dimulai.
Aku bergegas dan tak berapa lama tiba juga di ruang
kelasku. Pintu ruang kelas ku ketuk dengan per-lahan, lalu
masuk dengan tergesa sambil menyodorkan tiket
keterlambatan yang diberi-kan oleh guru piket sekolah. Aku
akhirnya berada di tempat dudukku, namun pagi ini
seseorang telah menghilang dari peredaran. Pasangan
setiaku belum datang di jam se-perti ini, padahal semestinya
dia sudah berada di kelas. Sedikit abai atas ketidakhadiran-
nya, aku mulai berkonsentrasi pada pelajaran hari itu. Kamis
yang sungguh petaka bagi-ku.
Sepanjang istirahat di hari yang petaka bagiku, satu per satu
teman satu kelas menjadi objek pencarianku. Aku bertanya
bilakah ada yang mengetahui keberadaan dari anak le-lakiyang duduk bersamaku, ternyata tak satupun dari mereka
yang mengetahuinya. Aku terus berputar menanyakan cara
menemukan keadaannya saat ini, dan aku mendapatkan
jalannya. Seorang teman mengetahui bila dia selalu
bersama tiga hingga lima orang a-nak lelaki dari kelas XI IPS
lainnya. Teman itu memberitahukan satu per satu teman da-ri anak lelaki yang duduk bersamaku. Aku lega mendapatkan
informasi tersebut. Aku berdo'a semoga tidak terjadi hal-hal
yang buruk atas dirinya.
Lalu waktu yang kunanti pun tiba. Bel terakhir jam pelajaran
membuatku bernapas lega. Setelah merapikan buku-buku
ke dalam tas, menunggu bubaran kelas, lalu aku akan
Entitas Tiga: Kawan, Mawar, dan Cinta 80
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 104/202
menghampiri teman-teman dari anak lelaki yang duduk
bersamaku. Ruang kelas pun bubar, aku lekas-lekas keluar
dari kelas dan mencari teman-teman yang dimaksudkan o-
leh temanku tadi. Setelah menunggu di setiap ruang kelas XI
IPS, ternyata aku tak me-nemukan satu teman pun. Aku
mulai berpikir tidak waras. Aku mulai lemas, semenjak
semalam aku tidak dapat menghubunginya. Padahal waktu
itu jam masih belum terlalu malam, lalu semalam di malam
yang sudah agak larut aku pun tak dapat menghubungi-nya.
Siang ini, teman-teman yang selau bersamanya pun
menghilang, entah kemana me-reka pergi. Aku berjalan
menuju gerbang sekolah dengan langkah yang lunglai,
berjalan bersama teman-teman yang lainnya. Aku berdiri
menunggu penjemputku datang, dan di antara waktu itu aku
berusaha menghubunginya lagi namun tak ada jawaban. Iatidak mengaktifkan blekberi-nya.
Esoknya, jum'at yang cerah. Aku membaca surat kabar yang
tergeletak di meja teras ru-mah. Di salah satu halaman yang
kecil aku membaca berita kriminal mengenai penjari-ngan
para peserta balap motor liar yang selalu diadakan pada
rabu malam. Aku memba-canya dengan teliti, namun dariketerangan yang diberikan pada surat kabar itu tidak ter-
dapat tanda-tanda nama dirinya disebutkan, pun juga
dengan teman-temannya yang ma-sih satu sekolah. Blekberi
yang tidak aktif sudah membuatku berpikir yang tidak
masuk akal, sementara berita di surat kabar juga
membuatku semakin bertanya-tanya. Aku se-makin
Entitas... Taas... Taaas 81
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 105/202
dirundung penasaran akan menghilangnya dirinya sejak
kamis kemarin.
Di sekolah, setelah bel masuk berbunyi seseorang datang
dengan membawa sebuah su-rat keterangan. Si pengantar
adalah salah satu dari teman anak lelaki yang duduk bersa-
maku, rupanya hari ini ia masuk sekolah. Kemungkinan
besar surat tersebut adalah surat keterangan teruntuk anak
lelaki yang duduk bersamaku. Aku mulai bernapas lega,
sebab akhirnya kabar mengenai dirinya muncul juga.
Mungkin hari ini aku harus segera bersi-ap untuk mencari
keberadaannya. Petunjuk itu sudah semakin jelas, dirinya
tentu seka-rang berada di suatu tempat. Entah tanpa
pemberitaan media pagi tadi ternyata ia me-ringkuk di
dalam jeruji sel, ataupun ia berada di kediamannya sendiri.
Aku mulai siap menerima segala informasi tentangnya, dan
ketika jam istirahat bergegaslah aku meng-hampiri
temannya.
“gimana kabar dia?” tanyaku
“dia sedang sakit,”
“sakit apa? Tidak terlalu parah kan?”
“eeng iya eeh tidak, dia…, pokoknya dia sakit,”“sekarang dimana dia?”
“kenapa sich loe tanya-tanya soal dia?”
“gue kan temen satu mejanya, wajarkan kalo mau tau,”
“ya udah. Denger ya, dia sekarang ada di rumah sakit.
Keadaannya bener-bener pa-rah. Menurut dokter kayaknya
dia sudah gak bisa ditolong lagi…,”
Entitas Tiga: Kawan, Mawar, dan Cinta 82
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 106/202
“separah itu…?!!!”
Atas informasi itu kembali aku merasakan sesak yang luar
biasa. Dirinya berada di da-lam rumah sakit dengan keadaan
yang cukup mengkhawatirkan. Baru kali ini aku mera-sakan
sesuatu yang tak biasa, mataku sedikit basah dengan napas
yang mulai agak terse-ngal. Aku berlari meninggalkan
temannya. Aku berlari menjauhi keramaian. Menyem-
bunyikan diri ke dalam tirai hijau. Meratakan basah pada
mataku ke segenap wajah, dan juga beberapa anggota
badanku. Kemudian aku tersungkur di atas sajadah, dalam
kehe-ningan tulisan kaligrafi yang sering kulihat di dalam
kitab suci. Lama aku tersungkur, bahkan hampir terjatuh
dalam keheningan yang melepaskan seluruh jiwaku. Aku ter-
kantuk dan tak sadar bila seorang teman memanggilku
disertai suara bel sekolah yang menandakan jam istirahattelah usai.
Sepulang sekolah aku langsung memerintahkan sopir
penjemputku berangkat menuju rumah sakit yang dimaksud.
Memasuki pintu rumah sakit, aku hampiri bagian adminis-
trasi dan menanyakan ruang tempat dirinya dirawat. Para
perawat memberitahukan letak ruang tersebut, aku berlarimenuju ruangan itu. melewati ruangan bersalin, ruangan
ope-rasi sambil tidak menghiraukan panggilan sopir
pengantarku. Aku mengitari rumah sa-kit, hingga akhirnya
menemukan ruangan tersebut.
Aku memasuki ruangan tersebut setengah sadar.
Menghambur ke dalam dan mencari di-rinya. Aku
Entitas... Taas... Taaas 83
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 107/202
menemukannya terbaring di ranjang pesakitan. Aku
menghampirinya. Ia ter-senyum, senyum yang kukenal
ketika pertama kali kami berkenalan. Aku terus mende-
katinya dan tak kuasa atas diriku yang setengah sadar. Aku
menjatuhkan diriku pada tu-buhnya yang terbaring di atas
ranjang.
Aku tak ingin melepaskannya. Tidak pula atas nama malaikat
maut yang akan datang menghampiri, meskipun aku tahu ini
semua tidak mungkin terjadi. Dirinya hanya terse-nyum.
Senyum yang tak merasakan kematian yang mendekat.
12 Juli 2011
Entitas Tiga: Kawan, Mawar, dan Cinta 84
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 108/202
ENTITAS EMPAT AKSAN MANUSIA 3021
Bulan. Kemanakah bulan malam ini? Seseorang mencari-
cari cahaya bulan malam ini. Ia mencari cahaya itu sebagai
penerang jalan, dan penunjuk arah atas kegelapan malam.
Ia gusar dan gundah gulana dalam hidup. Ia ingin berlari
sejauh-jauhnya dari kehidupan yang dijalaninya. Ia merasa
ini bukanlah kehidupannya, ia hanya hidup di suatu lingku-
ngan yang dalam pikirannya tidaklah benar. Entahlah,
mungkin ketidakbenaran itu ada-lah parameternya sendiri
untuk menilai kondisi lingkungan tempatnya hidup.
Ia bernama Aksan, berusia enam belas tahun, barumenginjak bangku sekolah mene-ngah atas kelas XI. Aksan
bukan seorang pelajar berprestasi, ia hanya pelajar biasa.
Namun Aksan mengalami gejolak batin yang tak pernah
berhenti. Gejolak itu terus me-ngikuti dirinya dalam setiap
langkah hidupnya. Baru-baru ini, dengan mengikuti gejo-
laknya itu, Aksan mencari-cari cara untuk melarikan diri daridunia yang dihadapinya. Di tahun 3021 ini, Aksan
merasakan kesulitan hidup yang tak pernah dialami oleh
pela-jar seusianya pada tahun-tahun 2000. Aksan hanya
seorang pelajar biasa, namun satu ar-tikel yang dibacanya
mengenai situasi kehidupan pada tahun 2011 telah
menggugahnya.
Entitas... Taas... Taaas 85
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 109/202
Aksan membaca artikel tentang kisah pergerakan dan
jaringan pengedar narkotika dan obat-obat terlarang yang
dikejar hingga ke pelosok-pelosok, bahkan menurut artikel
tersebut ada sebagiannya yang membentuk jaringan
internasional. Aksan membacanya dengan teliti, dan Aksan
seperti menemukan potongan peta yang hilang dari
kehidupan di tahun 3021. Aksan tak pernah mendengar
berita-berita dari kisah di tahun 2011 yang diajarkan oleh
guru-guru di sekolahnya, setelah membaca artikel tersebut
Aksan mera-sakan arus pembalikan dari semua yang dialami
dan diajarkan kepadanya. Maka dengan keadaan itulah
Aksan memutuskan untuk melarikan diri dari kehidupannya.
Aksan tak tahu jalan yang harus ditempuhnya untuk dapat
berlari dari kungkungan itu. Aksan ingin terbebas dari jerat
kehidupan yang keburukannya justru menjadi hal-hal yangbaik, dianggap sebagai kebaikan. Ini tidak lagi diukur
dengan keuntungan, tetapi nilai-nilai dasar manusia yang
sudah mencapai taraf paling asasi dari kehidupan manusi-a.
Setelah membaca kisah itu, Aksan berjumpa dengan banyak
konstruksi-konstruksi yang tidak menguntungkan untuk
kehidupan. Tetapi kehidupan itu masih dapat berta-han, dansemakin hari semakin menguat tanpa ada yang berusaha
untuk menghindarinya ataupun menghentikannya. Mereka
menerima keadaan itu sebagai kehidupan yang ber-
kembang menuju kebaikan, setiap hal yang berjalan mundur
dianggap sebagai kondisi yang justru menghambat
perkembangan zaman. Mereka menyangkal setiap masa lalu
Entitas Empat: Aksan Manusia 3021 86
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 110/202
yang dibandingkan dengan kehidupan saat ini. Mereka telah
mendeklarasikan diri untuk terus berkembang dan menatap
ke depan tanpa perlu melihat sejarah yang telah diting-gal
pergi. Mereka tidak menginginkan penilaian baik dan buruk,
tidak. Baik dan buruk hanyalah bualan kosong dan barang
terlarang. Mereka menyisihkan penilaian baik dan buruk,
hingga akhirnya terjadilah kehidupan yang telah mereka
jalani saat ini. Kehidu-pan di tahun 3021 yang mereka
agungkan.
Atas dasar artikel tersebut, Aksan tergugah hatinya. Ia mulai
memperhatikan suasana di sekeliling lingkungannya, dan
sedikit demi sedikit Aksan mulai terbuka matanya. Ia me-
lihat banyak keburukan yang telah berdiri kokoh di
kehidupan tahun 3021, ia memban-dingkannya dengan
kehidupan di tahun 2011.“aneh…, mengapa ini semua serba terbalik?!”
Aksan membaca terbaliknya tanda yang tak terelakkan, dan
yang paling diutamakan a-dalah peredaran narkotika dan
obat-obatan terlarang. Aksan bertumpu pada barang-ba-
rang konsumtif tersebut.
“ini tidak masuk akal. Zaman sekarang di daerahku di mana-mana aku dengan mudah menemukan narkotika dan obat-
obatan terlarang. Bahkan di lingkungan terdekatku benda
itu hanyalah benda konsumtif yang biasa. Setiap orang
dapat membelinya, tentu-nya bila mereka memiliki cukup
uang,”
Aksan menilai kehidupan yang dijalaninya. Ia memikirkan
Entitas... Taas... Taaas 87
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 111/202
kondisi lingkungannya. Ia mulai menilai bila kehidupan di
tahun 3021 tidak menyimpan kebaikan apapun. Aksan mulai
mencari-cari fakta kebenaran atas pikiran yang telah
merasukinya. Aksan mencari pembenaran atas keadaan
pembalikan logika berpikirnya, dan ia ingin berlari mening-
galkan tahun 3021. Ia menjauh dari kehidupan saat ini,
namun ia tidak mengetahui apa-kah kehidupan di zaman
mendatang akan lebih baik dari kehidupan saat ini? ataukah
ia akan melarikan diri menuju tahun-tahun yang keburukan
benar-benar terdesak dari kehi-dupan, tahun 2011? Aksan
mencari cara untuk berlari dari kenyataan hidupnya.
Di suatu pagi yang cerah, matahari bersinar seperti tahun
2011. Aksan menerima kabar berita yang dilayangkan pada
holo-tablet yang dibawanya menuju sekolah. Di kabar itu
disebutkan bila pendapatan per kapita daerah yangdidiaminya meningkat dengan pesat, ini terutama
disumbangkan oleh konsumsi narkotika dan obat-obatan
sepanjang tahun 3021. Lantas Aksan juga memperoleh
kabar bila di daerah lain konsumsi narkotika dan obat-
obatan terlarang tidak tercantum sebagai bagian dari
pendapatan per kapita. Aksan menghirup napas dalam-dalam, rupanya baginya matahari cerah ini benar-benar
telah mencerahkan jalannya untuk memulai pelariannya.
“Aku harus keluar dari daerah ini.” sergah Aksan
Tekad itu ditanam Aksan kuat-kuat. Hari ini terbuka juga
jalan yang akan dilaksanakan oleh Aksan. Aksan
menemukan jalan yang terbaik untuk melakukannya.
Entitas Empat: Aksan Manusia 3021 88
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 112/202
***
Bel sekolah berbunyi untuk pelajaran terakhir. Aksan
bergegas memasukkan semua per-alatan sekolah yang
baru saja dipergunakan. Satu holo-tablet, lima buah CD
pelajaran, dua buah CD kosong, dan head set. Ia melesat
dengan kencangnya siang itu. Ia memiliki rencana yang
paling terbaik seusai sekolah. Aksan tanpa banyak bicara
langsung me-ngendarai sedannya, meluncur menuju pusat
pertokoan yang sejak tadi dibicarakan oleh teman
sekelasnya. Aksan melewati perempatan lampu merah
tanpa mengurangi kecepa-tan. Ia memperhatikan jam
digital yang menempel di dashboard sedannya. Ia
tersenyum sebentar lantas menancap gagang gas
sedannya dengan terburu. Sedan langsung melon-cur
dengan kecepatan 120 km/jam.Pusat pertokoan sudah berada di depan mata. Aksan
mencari tempat untuk memarkirkan sedan. Ia mengambil
parkir paling tengah. Dengan gerakan secepat kilat, Aksan
me-ninggalkan sedan itu. Ia memasuki pusat pertokoan dan
mencari tempat yang dimaksud-kan oleh teman sekelasnya.
Tak lama kemudian, Aksan tiba di tempat tersebut. Ia ma-suk ke dalamnya, sambil berputar mengitari seluruh bagian
dari tempat itu. Kacamata yang dipakainya terus merekam
seluruh kejadian yang terjadi di dalam tempat itu, Ak-san
berjalan dengan langkah yang tidak mencurigakan. Tetapi
langkah Aksan terhenti ketika berbenturan dengan pelayan
tempat tersebut.
Entitas... Taas... Taaas 89
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 113/202
“Ada yang bisa dibantu?”
“ah…tidak, tidak. Saya hanya melihat-lihat saja. Terima
kasih,”
Aksan segera keluar dari tempat tersebut. Gerakan terakhir
yang dilakukannya adalah menghadapkan kacamatanya
pada bagian depan tempat tersebut. Di sana telah direkam-
nya papan nama yang timbul tenggelam seperti awan di
langit. Lantas Aksan menjauh dari tempat itu, ia kembali
menuju sedannya. Aksan keluar dari pusat pertokoan, berja-
lan dengan tenang dan melangkah mendekati sedannya.
Aksan memasuki sedannya, me-nyalakan dan menunggu
hidrolik menggeser posisi sedannya dari tengah parkiran
menu-ju jalan keluar dari pusat pertokoan. Aksan menunggu
sekitar tiga menit, lalu ia me-ngendarai sedannya menuju
pengecekan identitas yang akan memasukkan biaya parkirpada pulsa jaringan sekolahnya.
Aksan melaju di jalan kota. Sekarang ia melaju dengan
sedikit santai. Ia mengendarai sedannya tidak menuju
kediamannya, melainkan menuju kantor polisi yang letaknya
a-gak jauh dari sekolah dan pusat pertokoan. Di tengah
perjalanan, Aksan membuka kaca-matanya, melepaskanlensa kacamata dan meletakkan lensa itu pada kotak kecil
yang sudah dibukanya pada dashboard sedan. Ia menutup
kotak itu, dan waktu hitungan di-mulai untuk memindahkan
objek rekaman lensa pada CD yang telah tersedia di sedan-
nya. CD rekaman itu muncul dari bagian kotak lainnya, lalu
Aksan membersihkan len-sanya. Menghapus rekaman yang
Entitas Empat: Aksan Manusia 3021 90
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 114/202
terisi pada lensa kacamatanya.
“Ini adalah bukti itu…! Aku mendapatkannya,”
Aksan membelokkan sedannya pada pertigaan jalan. Ia
sibuk dengan segala objek yang disiapkan untuk diberikan
pada kepolisian setempat. Aksan memasang setir sedannya
pada posisi auto-drive, lalu tak berapa lama mobilnya telah
memasuki gerbang kepolisi-an dan parkir di tempat yang
kosong. Pintu sedan terbuka otomatis, Aksan keluar dari
sedannya. Pintu sedan tertutup kembali dengan sendirinya.
Sensor di dalamnya menghi-tung berat badan Aksan yang
sudah lenyap dari kursinya. Aksan berlari menuju kantor
kepolisian.
“Selamat siang pak! Saya hendak melaporkan tindak
penyalahgunaan NAPZA yang terjadi di pusat pertokoan,
dan sebagai bukti saya membawa rekaman ini pak,”“tindak penyalahgunaan NAPZA…,”
“iya pak..,”
“di pusat pertokoan! Itu tindak penyalahgunaan NAPZA…,”
“iya pak…,”
“menurut siapa?”
“eh anu…,menurut…, itu pak. Menurut kehidupan di tahun2011,”
“lebih baik kamu laporkan ke ruang sebelah saja,”
Aksan membawa kembali CD rekaman yang dianggapnya
bukti. Polisi yang pertama kali Aksan hadapi nampaknya
tidak setuju dengan pikirannya. Polisi itu tidak mengang-gap
rekaman CD yang dibawanya sebagai bukti, terlebih setelah
Entitas... Taas... Taaas 91
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 115/202
Aksan menunjuk pusat pertokoan sebagai tempat kejadian
perkara, polisi itu seperti tak perduli dengan Aksan.
Sekarang Aksan berjalan menuju ruangan yang ditunjukkan
oleh polisi tadi, dari teli-nganya Aksan mendengar suara
polisi tersebut dengan temannya. Di pendengarannya
terdengar bila polisi itu mengajak temannya ke tempat
kejadian yang dimaksudkan un-tuk mengabiskan waktu
luang. Aksan memasuki ruangan tersebut, tanpa ragu dan
me-nuju salah satu polisi yang sejak masuk sudah
tersenyum kepada dirinya.
“silakan…, ada yang bisa kami bantu?”
“b e g in i p a k , sa ya he nd a k me la p ork a n t ind a k
penyalahgunaan NAPZA di pusat pertokoan,”
“penyalahgunaan NAPZA. Di sana itu ya…, di pusat
pertokoan,”“iya pak…,”
“membawa barang bukti…,”
“ini pak. Rekaman CD yang saya buat,”
“kamu tinggal di mana?”
“di Grand Village pak…,”
“orang tuamu…, saya rasa mengetahui tempat ini. Bahkanmenjadi member di sana,”
“bagaimana bapak mengetahuinya?”
“ya…saya hanya memperoleh informasi dari sedan yang
kamu parkir dan identitas yang saya dengar di telinga,”
“orang tua saya member di tempat itu?”
“iya…,”
Entitas Empat: Aksan Manusia 3021 92
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 116/202
Aksan mendadak patah arang. Ia tak dapat berpikir lagi. Ia
kehilangan akal untuk mela-rikan diri dari kehidupan di
tahun 3021 dengan menelusuri lorong-lorong gelapnya.
Walhasil, ternyata Aksan terpukul sendiri dengan kenyataan
bahwa orang tuanya sendiri menjadi anggota dari tempat
itu. Aksan tidak memahaminya.
***
Gundah gulana hati Aksan. Ia mencari cara untuk melarikan
diri dari kungkungan ling-kungan, terlebih lagi keadaan ini
sudah memasuki ruang keluarganya sendiri. Rasanya tak
ada jalan lain selain melarikan diri dari kehidupan. Tidak.
Aksan tidak memilih un-tuk membunuh dirinya atau
melaluinya dengan cara-cara yang picik. Aksan akan menja-
laninya dengan cara-cara yang lebih berani. Aksan telah
terbuka matanya atas realitas kondisi kehidupan di tahun3021, tahun tempatnya hidup. Ia yang sekarang berusia e-
nam belas tahun tidak ingin anak keturunannya dipengaruhi
oleh kondisi tahun 3021 ini. Aksan mencari cara untuk
meluruskan kondisi itu.
Akhirnya Aksan menggunakan siasat yang sederhana untuk
melarikan diri dari kondisi yang serba terbalik. Ia memacariseorang gadis cantik, putri dari Gubernur provinsinya. Inilah
siasat yang sekarang dimainkan oleh Aksan, siasat gender
namanya. Aksan mempertemukan kodrat lelakinya dengan
kodrat perempuan yang jatuh pada seorang putri Gubernur.
Ia cantik, pintar dan mudah bergaul, dengan dirinya Aksan
akan menembus pintu-pintu yang lebih tinggi dari kehidupan
Entitas... Taas... Taaas 93
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 117/202
lingkungannya yang terbatas.
“Nis…,aku suka dengan kamu…,” kata-kata itu keluar dari
mulut Aksan
“Apa Aksan?! Kamu suka denganku, kenapa Aksan?”
“tidak ada alasan Nis, aku hanya suka dan ingin menjadi
pacarmu?”
“heh eh eh…kamu tau Aksan ini adalah sesuatu yang sudah
kutunggu lama,”
Aksan jadian dengan Anis, anak Gubernur Provinsinya.
Cara yang tidak terlalu sulit, dan memang tak perlu
menaklukkan hatinya. Ternyata Anis memendam suka pada
Ak-san sudah sejak lama, mungkin enggan mendahului
lelaki. Mereka berpacaran. Setiap waktu mereka lalui
berdua, di sekolah ataupun di kesehariannya. Mereka
semakin erat dan dekat. Mereka melakukan yang dilakukankebanyakan anak-anak seusia mereka di tahun 3021,
mengendarai sedan, berjalan mengelilingi samudera,
melintasi langit biru dengan pesawat mini, dan menyaksikan
holocinema. Mereka menghabiskan waktu ber-dua dengan
penuh suka cita dan keriangan.
“Nis, kapan-kapan kita jalan-jalan ke kantor Gubernur ya?”“kenapa San?”
“aku ingin lihat-lihat suasana kantornya. Bukankah dengan
anak Gubernur aku dapat mengetahui keadaan di sana?”
“bisa…, bisa Aksan. Kita bisa melihat keadaan di sana.
Bahkan aku juga sering ke sana,”
“tanpa mengganggu kerja mereka?”
Entitas Empat: Aksan Manusia 3021 94
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 118/202
“iya…, tanpa mengganggu para pegawainya.”
Lantas satu minggu setelah percakapan itu, mereka berdua
berangkat menuju kantor gu-bernur. Mereka berkeliling
memperhatikan pegawai gubernur yang sedang sibuk
dengan segala urusan yang ditanganinya. Masing-masing
dari mereka ketika itu di telinganya dipasang head-set,
rupanya untuk mendengar informasi dari luar berhubungan
dengan keadaan kawasan-kawasan tertentu dari bagian
provinsinya. Mereka berjalan dengan santai dan tenang,
tidak tergesa ataupun mengganggu pegawai yang sibuk.
Setelah lama berkeliling, mereka memasuki ruangan yang
lumayan luas. Di sana Guber-nur Provinsi sedang bertemu
dan memerintahkan pegawainya untuk mengerjakan suatu
pekerjaan. Mereka memasuki ruang kerja dari Administrasi
NAPZA. Mereka memasuki ruangan tersebut. Aksan senangmemasuki ruangan tersebut, sebab sejak awal rencana
untuk berkunjung ke kantor gubernur ini, ruangan tersebut
memang merupakan ruangan utama yang akan dijajakinya.
Ia senang, senyumnya dipenuhi hasrat pencarian yang tak
mereda. Mereka memasuki ruangan tersebut. Dinding
ruangan berisi dengan data-data statistik tentang NAPZAyang ternyata memang ada. Aksan merekam semua dengan
ka-camatanya. Aksan dan Anis mendekati Gubernur.
“pagi ayah…!” sapa Anis
“selamat pagi! Anakku dan …siapa ini kemarin?!” lupanya
“Aksan ayah. Dia kemarin yang hendak Anis bawa
berkeliling kantor Gubernur,”
Entitas... Taas... Taaas 95
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 119/202
“ya ya ya Aksan…! Ayah lupa, maklum banyak yang
dipikirkan,”
“iya ayah…, Anis mengerti,”
“Anis…! Bagaimana dengan kartu anggotamu?”
“kartu anggota?! Maksud ayah?”
“kartu anggota untuk sentra NAPZA di pusat pertokoan itu?”
“ooh itu…, Anis sudah membuatkannya Ayah. Mungkin lusa
sudah dapat dipergunakan,”
“bagus…,bagus…,”
“kartu anggota apa Anis?”
“itu kartu anggota untuk sentra di pusat pertokoan…,”
“maksudmu sentra yang baru saja dibuka,”
“iya…,kamu tahu Aksan,”
“ya ya…,”
Aksan pada saat itu menahan terkejutnya. Ia berusahamemperoleh banyak info lagi de-ngan rekaman
kacamatanya di ruangan tersebut. Detik itu juga Aksan
mulai membuat rencana baru yang tidak diketahui oleh
siapapun. Bahkan oleh Anis yang anak Gubernur
provinsinya. Aksan mengikuti terus kemana langkah kaki
Anis di ruang Administrasi NAPZA. Mereka berkelilingdengan bebasnya, tak ada yang dapat menghalau setiap
jengkal langkah kakinya. Sang Gubernur masih sibuk
dengan para pegawainya, mena-nyakan mengenai ini dan
i t u y a n g b e r h u b u n g a n d e n g a n N A P Z A d a n
perkembangannya di daerah yang satu itu. Daerah itu tak
lain adalah daerah yang ditempati oleh Aksan dan
Entitas Empat: Aksan Manusia 3021 96
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 120/202
keluarganya, serta tentu saja teman-teman sekelasnya.
Aksan mulai bisa membawa diri-nya dengan santai, Ia tak
lagi mendramatisir setiap langkah dan geraknya.
Senyumnya tak lagi dibalut dengan keterkejutan, Aksan
hanya berusaha untuk mendulang seluruh informasi yang
saat itu sedang berputar di ruangan tersebut. Aksan
manggut-manggut seolah mengerti segala yang diceritakan
oleh Sang Gubernur dan para bawahannya. Ia adalah tamu
yang tidak istimewa, tetapi diberikan hak istimewa yang
sangat di luar du-gaan. Aksan sangat gembira dengan
semua yang diperolehnya, hari itu.
Beberapa hari setelah Aksan bertamu di kantor Sang
Gubernur, ia dengan sangat men-dadak memutuskan
hubungan pacaran yang dijalinnya dengan putri Sang
Gubernur. Ti-dak ada hal yang lainnya, melainkan Aksantidak menyenangi status dari putri Sang Gu-bernur berikut
semua aktivitas yang dilakukannya untuk mendukung Sang
Gubernur. Aksan memutuskannya, tetapi Anis berberat hati.
“tidak Aksan! Aku tidak ingin kita menghentikan pacaran
ini,”
“tetapi aku menghendakinya Nis…!”“mengapa Aksan…?”
Aksan abai dengan segala kehendak Anis. Ia tetap pada
niatnya. Ini berhubungan de-ngan keinginan yang kelak
dapat terwujud dengan baik. Aksan memutuskan jalinan ka-
sihnya dengan Anis, tetapi Anis tetap bertahan atas Aksan.
Dalam situasi itu, Aksan tak lagi memikirkan Anis. Tetapi Anis
Entitas... Taas... Taaas 97
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 121/202
justru merasa kerumitan yang tak terelakkan. Mere-ka
terpisah, tetapi tidak juga terpisah.
***
Setelah beberapa bulan bertamu di kantor Sang Gubernur,
Aksan mulai paham bila usia-nya belumlah sampai tujuh
belas tahun plus. Masih banyak yang harus diraih dan dike-
tahui melalui beragam informasi yang diterimanya. tetapi
usia yang belum tiba waktu-nya itu sudah ditanamnya
dengan posisi terbalik dari tahun 3021. Aksan menginginkan
kembalinya masa itu, tahun 2011. Setelah sekian lama
menghirup udara kotanya, Aksan merasa ingin kembali ke
masa itu. Masa ketika ia belumlah terlahir, namun begitu
mem-buatnya jatuh hati.
Dengan segala upaya, ia pun akhirnya dapat menemukan
jalan menuju kehidupan yang lebih tinggi dari beberapabulan lalu. Aksan berencana bertemu dengan Sang
Presiden, sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
Aksan mencari cara yang tepat untuk mengungkap segala
yang menjadi kegundahannya atas periode 3021 tersebut.
Di sela-sela itu, Anis masih juga bertahan untuk menjalin
kasih dengannya. Ia telah rela untuk melakukan segala yangdiinginkan oleh Aksan.
“San…, atas nama debaran hati yang kusebut cinta, aku tak
ingin menjauh darimu,”
“Nis…, engkau dan aku berbeda. Mungkin tak akan dapat
disatukan,”
“tidak San. Justru aku ingin kita melenyapkan perbedaan
Entitas Empat: Aksan Manusia 3021 98
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 122/202
itu,”
“Anis…! Perhatikan Ayahmu…!!!”
“aku tak perduli dengan dia San. Kehendak hatiku San, rasa
dalam dadaku bukanlah milik Sang Gubernur. Tetapi milik
engkau. Akan kuberikan segala yang kau butuhkan, asalkan
debaran dalam hatiku, rasa dalam dadaku tak kau bunuh
demikian saja. Hanya karena…, ya hanya karena perkara
yang dapat dihapus,”
Aksan terdiam mendengar keakuan Anis. Ia menghela napas
panjang, lalu mendekapnya dengan tenang. Memusnahkan
segala gundah gulana yang mencengkeram dirinya dan diri
Anis. Mereka terdiam. Lalu Aksan pun menganggukkan
kepala, dan dibalasnya de-ngan senyum dari sang kekasih
yang tak hendak terhapus ataupun terbunuh dengan sia-sia.
“aku ingin bertemu dengan Sang Presiden, saat ini,”“kau hendak bertemu dengan Sang Presiden?”
“ya Nis. Aku ingin bertemu dengannya…, melanjutkan
perkara yang belum dapat kupahami,”
“aku akan membantumu…,”
Akhirnya Anis sungguh-sungguh memberikan jalan yang
terbaik untuk Aksan, setelah Anis bertanya kepada ayahnyamengenai cara bertemu dengan presiden. Anis memiliki
cara untuk membawa Aksan berjumpa dengan Sang
Presiden, sebagaimana mereka ber-dua memasuki kantor
Gubernur. Lalu itu pun terjadi dengan hanya satu kali
kedipan mata, sungguh jasa Anis tak dapat dibalas oleh
Aksan. Mereka berdua berjumpa dengan Sang Presiden,
Entitas... Taas... Taaas 99
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 123/202
dan tanpa alasan apapun langsung menemui mereka di
ruang Adminis-trasi NAPZA. Dari pusat hingga ke daerah
ternyata terdapat ruang administrasi ini, rua-ngan yang
ternyata dibalik penggunaannya dari kebaikan menjadi
keburukan. Dari sesu-atu yang pada tahun 2011 dianggap
kebaikan kini telah tersisihkan oleh keburukan tuju-an, yaitu
hanya memperbesar pajak sebagai devisa yang
menguntungkan. Lantas di ru-ang Aministrasi NAPZA di
Pusat pemerintahan, Aksan menemukan petunjuk yang
jelas sekali. Aksan menemukan bila dalam rencana jangka
panjangnya, Sang Presiden akan membuat salah satu
provinsi sebagai Daerah Istimewa NAPZA (DIN), dan ini
menurut catatan di ruangan tersebut baru terlaksana pada
salah satu daerah pada provinsi terse-but. Provinsi itu
dikepalai oleh ayah Anis, Sang Gubernur. Sementara daerahyang se-dang dijadikan percontohan adalah daerah tempat
kelahirannya, tempat Aksan beserta seluruh orang-orang
yang dikenalnya hidup berbaur. Provinsi itu menjadi mega
proyek yang memberikan devisa tidak kecil. Ini sudah nyata
diketahui oleh Aksan.
***Sepulang dari kantor Sang Presiden, Aksan bersedih hati.
Kesedihannya tak ada lagi yang sanggup untuk
meredakannya. Aksan telah putus asa. Ini tidak adil, Sang
Presiden jelas-jelas membawa ideologi yang sulit bagi
negaranya. Terutama bagi tempat hidup Aksan. Sang
Presiden membawa ide-ide global yang serba terbalik dari
Entitas Empat: Aksan Manusia 3021 100
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 124/202
komunitas du-nia, maka berakhirlah perjuangan Aksan. Ia
merasa tak ada lagi yang patut untuk diper-juangkan, Aksan
kalah. Ia telah menjadi pecundang di tahun 3021, tahun yang
telah membuka matanya sekaligus meruntuhkan segala
upayanya. Aksan tak lagi bisa memi-kirkan cara untuk
kembali menyemangati hidupnya.
Dalam keadaan yang kalah itu, kehadiran Anis tiba-tiba
memberikan jalan bagi Aksan. Memberinya jalan sekali lagi
untuk terus memperjuangkan segala yang diyakini kebena-
rannya. Anis menenangkan batin Aksan yang remuk redam
oleh kekalahan. Hancur dan luluh lantah, seolah Aksan
hendak membunuh dirinya. Tetapi Anis memberikan jalan
itu, sebab tidak ada yang tidak mungkin bagi kehidupan di
tahun 3021 untuk melakukan apapun. Bahkan Sang Ilmuwan
besar pun telah dikalahkan oleh perkembangan teknolo-ginya. Anis menguatkan Aksan.
“Aksan…, tak ada jalan lain. Sekarang kita berangkat ke
tahun 2011. Kita hidup di sa-na, dan melahirkan keturunan
kita kelak,”
2 Juli 2011
Entitas... Taas... Taaas 101
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 125/202
Entitas Empat: Aksan Manusia 3021 102
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 126/202
LELAKI HUJAN Terkenang pada sajak PINTU karya Ita
Dian Novita
Tak perlu kauketuk pintuku
Karena daun-daunnya adalah kita
…
Aku mengenalnya. Lelaki itu. Yang berdiri ditengah rintik
hujan. Ketika a-ngin November terasa basah. Lalu awan
mulai dipenuhi mendung. Ia di sa-na. Berdiri ditengah rintikhujan. Tak perduli pada pakaian yang basah. A-cuh pada
tubuhnya yang menggigil. Dan masih berdiri di sana. Di
antara rintik hujan. Ikhsan namanya. Seorang lelaki yang tak
hendak mengenal dunia dalam pandangan semua orang. Ia
hanya mengenal kehidupannya yang menurut orang terlihat
aneh dan ganjil. Setiap orang yang mengenal-nyamengatakan bila Ikhsan bukanlah manusia biasa dalam
tanda petik. A-kan tetapi bagiku Ikhsan adalah seorang
lelaki yang telah membutakan mataku meski hanya dalam
waktu yang singkat.
Sorot mata itu. Sorot mata milik Ikhsan. Ia memiliki sorot
mata tajam. Aku seperti melihat pancaran kilat di matanya.
ENTITAS LIMA
Entitas... Taas... Taaas 103
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 127/202
Dari mata itulah aku berusaha untuk mengetahui siapa
Ikhsan sesungguhnya. Tidak dengan semua angga-pan
orang. Tidak pula dengan anggapanku sendiri yang
kuperoleh dari a-matanku berjam-jam. Aku menatap sorot
mata itu. Lalu kutemukan beri-bu cerita yang tak pernah
kudengar sebelumnya. Tentang Ikhsan. Tentang hidupnya.
Dan tentang segala yang bersarang dalam pikirannya. Aku
mem-bacanya. Dari sorot mata itu, kemudian bibirnya yang
bergerak perlahan. Seperti bibir yang tak hendak mengejar
detik waktu. Sebagaimana orang-orang sekarang yang
mudah mengejar waktu dengan bibirnya.
Suara itu. Suara dari mulut Ikhsan. Begitu nyaring. Tegas.
Menyayat. Andai-kan ada seratus ribu mata pisau yang baru
saja diasah, mungkin suara Ikh-san lebih menyayat daripada
seluruh pisau tersebut. Ketika aku berada sendiri di suatutempat, aku membayangkan suara Ikhsan kudengar di
tempat itu.Ia berbicara dengan nyaringnya. Tegas dan
menyayat.
Aku mengingatnya. Lelaki itu adalah Ikhsan. Bukan siapa-
siapa. Lalu hujan berhenti. Dan langkahnya menghilang
dibalik puluhan gedung. Mengalangi pandangan mataku.Tubuhnya lenyap. Tak tertelan bumi. Pun juga tak ter-kubur.
Ia masih hangat dalam pikiranku. Namun, Ikhsan masih
berdiri dite-ngah rintik hujan. Aku tak mengenal hujan ini.
Tetapi tubuh itu masih kuke-nal. Aku tak harus
mengenalnya. Cukup hujan itu yang harus kukenal, hing-ga
aku mengerti itulah sekarang tubuh Ikhsan. Basah oleh
Entitas Lima: Lelaki Hujan 104
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 128/202
hujan yang tak kukenal. Aku mengingat tubuh Ikhsan. Ketika
itu.
***
Tak perlu kauketuk pintuku
Karena kayu-kayunya adalah kita
…
Pagi itu cerah. Aku melihat kelebat tubuh Ikhsan yang
menghilang. Di per-tigaan jalan. Aku mengejarnya. Namun,
langkah Ikhsan tak dapat kukejar. Ia berlalu dengan langkah
seribu. Setiap orang menyebutnya sebagai lelaki a-neh.
Ganjil. Aku berusaha menepisnya. Namun, aku pun
merasakan kea-nehan dan keganjilannya. Aku tak harus
mengakui bila Ikhsan adalah lelaki aneh dan ganjil.
"Mita boleh kupinjam bukumu?"tanyanya lugu pada
temanku."Boleh…" tangan Mita meraih buku yang dimaksud Ikhsan
sambil melirik kearahku yang duduk agak jauh dari dirinya.
"Makasih Mit!"
"Sama-sama"
Lalu Ikhsan pun berlalu dari tempat duduk Mita. Ia pergi dari
ruangan itu. Aku berjalan menuju Mita. Menghampirinya.Dan sedikit memberinya se-nyum. Menggugah
kesadarannya yang telah hilang. Kesadaran bila hidup ti-
daklah serumit yang dikiranya. Aku masih tersenyum. Lalu
duduk dihada-pan Mita.
"Apa kabar Mit?" acuhku dengan tingkahnya dihadapanku.
"Baik. Kamu siapa ya?" sifat pelupanya terhadap segala
Entitas... Taas... Taaas 105
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 129/202
sesuatu tak pernah hilang, kecuali terhadap buku. Buku
adalah satu-satunya dunia yang dike-nalnya.
"Aku, Mit. Aku adalah putri salju yang akan memberimu
hadiah." Telunjuk-ku menempel pada dada.
"Putri salju?!" Mita membenahi gagang kacamatanya yang
melorot.
"Ya. Aku putri salju. Perempuan cantik yang selalu
menemanimu dikala terlelap. Lantas membelalakkan
matamu dengan setumpuk hadiah yang kau inginkan. Aku
putri salju, Mita!" gaya teaterikalku muncul. Dihadapan Mita
aku terbebas dari perasaan gundah. Tak seperti ketika aku
menaiki panggung teater ataupun ketika aku melatih diriku.
Aku demam panggung menghadapi penonton.
"Kau membawa hadiah apa untukku, putri salju?"
"Aku membawakan sebuah buku mungil yang pasti kaukenal. Lihat buku ini baik-baik, Mita." Kuperlihatkan sebuah
buku berwarna putih.
Kesadaran Mita mulai bangkit. Ia mengenaliku. Lalu aku
duduk dengan po-sisi yang tak ragu. Mita melipat gagang
kacamatanya. Meletakkannya di a-tas meja. Bibir Mita
bergerak-gerak. Komat-kamit membaca mantra. Dari abjadbuku yang dikenalnya. Buku yang kupinjam. Lalu buku yang
dipinjam Ikhsan, tadi. Kalimat demi kalimat mengalir dengan
lancar. Tanpa jeda. Dan satu buku yang ingin kuketahui
isinya mulai diucapnya.
Berlembar-lembar surat kubaca dari mulut Mita. Kalimat
demi kalimatnya begitu jelas tereja. Ia terus mengulang-
Entitas Lima: Lelaki Hujan 106
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 130/202
ulang satu adegan. Satu peran yang dimainkan oleh Ikhsan.
Aku tak berhak menyebutnya sebagai penjiplak. Pun juga
plagiator. Tetapi setiap peran yang dimainkan oleh Mita
untuk memerankan Ikhsan selalu saja berhasil
dilakukannya. Mita memerankan Ikhsan dengan tepat. Aku
sendiri tak mampu meniru semua gerak gerik yang
dilakukan oleh Mita. Mita adalah artis besar di atas
panggung teater yang selalu memainkan peran Ikhsan. Dan
aku menemukan Ikhsan seba-gai sang pencipta dari
perannya sendiri. Ikhsan menciptakan citra bagi se-luruh
peran yang dimainkan oleh Mita untuk ditampilkannya
dihadapan-ku.
Selama ini memang akulah yang selalu menguntit semua
gerak dan lang-kah yang dikerjakan oleh Ikhsan. Mita tak
menyadarinya, tetapi tidak de-ngan Ikhsan. Meski demikian,aku selalu diliputi bayang-bayang diriku sen-diri yang
penasaran. Semua label dan simbol itu ingin kudobrak dan
ku-hancurkan. Namun, aku dibalut ragu dan bimbang
dengan peran yang di-mainkan Mita. Ia seperti tak
memainkan peran sesungguhnya dari Ikhsan. Dan aku mulai
terbiasa mencari sisi terbalik dari semua peran yang dima-inkan oleh Mita. Tetapi aku tak juga menemukannya. Aku tak
menemukan peran sesungguhnya yang dibuat Ikhsan
sebagai suatu citra.
"Mita. Bukumu ini bagus." Aku menunjukkannya pada Mita.
"Itu hanya sebuah buku yang aku sendiri ingin
melupakannya," tangan Mi-ta mengambil kacamata yang
Entitas... Taas... Taaas 107
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 131/202
diletakkannya di atas meja.
"Maksudmu?" aku sedikit tak mengerti dengan bahasa Mita.
"Cukup rumit untuk menjelaskannya. Serumit Ikhsan
dengan semua po-lahnya padamu."
"Sungguh!" aku berseri ketika Mita menyebut nama itu.
Ikhsan.
"Ya. Aku bersungguh-sungguh," kali ini kacamata Mita telah
menempel kembali.
"Seberapa rumit kau harus menjelaskan tentang Ikhsan
padaku?"
"Serumit aku menjelaskan dirimu padanya," mata Mita
menatap padaku tidak melalui kacamatanya.
"Maksudmu, Mita?" aku kembali membutuhkan penjelasan
darinya, tetapi Mita hanya menarik bibirnya. Seperti
tersenyum, tetapi tidak."Aku ini hanya operator biimplikasi dari kalian berdua.
Namun, aku tak sanggup mengalirkan semua perihal kalian.
Terlalu riskan."
Mita mulai berperilaku tak wajar. Ia seperti professor yang
menjelaskan bertumpuk teori yang didapatnya dari
tumpukan buku. Semua kalimatnya menghujam semua yangada disekelilingnya, hingga aku sendiri tak tahu a-pakah
Mita membicarakan diriku. Tentang aku. Ikhsan. Dan apa
yang terja-di di antara diriku dan Ikhsan. Dan juga tentang
kesadaran Ikhsan. Aku tak menemukan bila itu adalah
kebenaran. Bagiku Mita hanya membual. Ber-bicara dengan
maksud yang tak dapat kumengerti. Baginya dunia tak se-
Entitas Lima: Lelaki Hujan 108
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 132/202
eksistensialis panggung teater. Semua yang diucap. Semua
yang dikata ha-nya sekumpulan tanda tak berujung. Sia-sia.
Absurd. Lalu aku menemukan senyum Mita yang sedemikian
absurdnya.
Pagi itu memang cerah.tetapi tidak bagiku yang selalu saja
berputar tak karuan dihadapan Mita, yang selalu tak
berujung pangkal ketika bicara. Mi-ta adalah sebuah mesin
besar bernama manusia yang mengenal jagad me-lalui
tumpukan buku yang diraihnya di rak-rak buku
perpustakaan atau-pun rak buku di sudut toko buku. Mita
sangat fasih membahasakan semua kemungkinan. Ia
berbicara tentang hidup, lalu datang optimisme dihada-
pannya. Ia berbicara tentang cinta, lantas pesismisme
mengutuknya habis-habisan. Ia berbicara tentang nasib,
lalu seseorang mengiris nadi tangan-nya malam itu, dalammimpinya.
"Schopenhauer…!" tiba-tiba Mita berkata sedikit berteriak.
"Siapa lagi Mita?" tanyaku dengan nada yang agak sabar
setelah ketakutan-ku hilang.
"Dia. Schopenhauer." tegas Mita.
"Kau tak usah bergurau Mit," pintaku pada Mita"Aku tak bergurau," sanggah Mita padaku.
"Jangan-jangan nanti kau berubah pikiran. Lalu kau sebut
Nietszche atau Zarathustra atau entah nama apa lagi," aku
tertekan dengan penjelasan-nya.
"Banyak nama baginya,…"
"Dan yang teramat mendekati adalah Kierkgaard. Bukankah
Entitas... Taas... Taaas 109
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 133/202
demikian," kumajukan wajahku mendekati wajah Mita. Ia
memasang mimiknya yang tegang dan pucat.
"Aku tak mengerti itu," kali ini Mita berhasil kusesatkan.
"Tentunya kau mengerti bila dia selalu menggunakan
anonim untuk men-jelaskan semuanya. Lantas serentetan
kalimat yang menguatkan lompatan demi lompatannya
seperti mengalahkan relativitas yang melompati wak-tu."
Jelasku pada Mita yang benar-benar tersesat.
Mita terdiam. Ia menatapku tajam. Di sorot mata itu, aku
menangkap ba-yangan lain. Menghantuinya, tapi ia tak ingin
mengatakannya. Mita tak bica-ra. Dan aku makin tak
menentu. Pikiran di kepala melayang. Memerhati-kan wajah
Mita. Lalu pucuk cemara bergoyang. Angin menerbangkan
de-dahan pipihnya. Pinus menyahut. Ia mendengar
panggilan cemara. Berbisik di tengah pusaran angin tanpaarah.
"Pernah kau bayangkan kepada siapa sesuatu yang berat
harus dipikul?" bibir Mita berubah bentuk dengan lucunya.
"Tak usah kau katakan bila anak kecil di seberang jalan itu
dapat memikul berat yang kau maksudkan. Bukankah ia tak
bertenaga.""Kau memandang berat yang berbeda. Lalu kau tak
mengerti perubahan. Kemudian kau tak akan pernah sampai
untuk mengerti Ikhsan yang se-sungguhnya."
"Aku seperti tahu pernyataanmu ini. Tetapi aku sedikit
melupakan hal ini." Aku jengkel dengan Mita yang mulai
tertutup.
Entitas Lima: Lelaki Hujan 110
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 134/202
Mita merundukkan tubuhnya. Aku membayangkan ia
bersujud mencium tanah. Tetapi tidak. Mita mengambil
sesuatu dari dalam tasnya. Ia meletak-kan tasnya di kiri dari
letaknya duduk. Buku tebal itu di tangan Mita. Ta-ngannya
seolah menahan berat yang tak terkira. Mita meletakkan
buku tersebut. Di atas meja. Lalu dibukanya halaman demi
halaman. Dan dite-mukannya secarik kertas. Kulirikkan
mataku pada kertas tersebut. Tangan Mita menghalanginya.
Tangan kanannya telah menggenggam kertas itu. A-ku
mencium bau kertas yang tak biasa. Kemudian warna kertas
itu me-nembus facet mataku. Warna pelanginya
berpendaran. Seperti prisma Newton aku melihatnya
memendarkan warna putih. Lalu pelangi itu ter-bentuk.
"Kertas apa itu Mit?" tanyaku mengejar rasa penasaran.
"Ini kertas tak biasa. Dititipkan oleh Ikhsan. Katanya hanyauntuk seseo-rang yang benar-benar pantas."
"Kau tahu siapa seseorang itu?" Aku semakin dibuatnya
penasaran.
"Antara tahu dan tidak tahu." Sembunyi Mita dengan ketus.
"Tidak ada tempat di antara kedua hal itu. Dan tak pernah
ada satu manu-siapun yang ingin berdiri di antaranya.""Tetapi aku mau berdiri di antara keduanya. Dan sekarang
aku tengah ber-ada di antara keduanya. Kau sendiri dapat
membayangkan betapa berat berada di antara tahu dan
tidak tahu."
Aku diam. Membuang pandangan. Pada langit biru. Cerah,
temani pagi. Ku-kembalikan pandangku pada Mita. Lantas
Entitas... Taas... Taaas 111
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 135/202
melempar kembali mataku. Membiarkan cahaya menerobos
retina. Tangan Mita perlahan bergerak. Menggerakkan helai
kertas itu. Secarik kertas yang tak biasa. Dan orang yang
menitipkannya telah menjadikan kertas itu begitu tak
terjamah. Aku tak harus menerka siapa objek yang
dimaksudkan. Tetapi kertas tersebut telah mendarat
dihadapanku. Disodorkan Mita padaku. Aku ragu meneri-
manya. Lalu kepala Mita mengangguk. Ia menyetujuinya.
Tanganku berge-rak meraihnya. Kertas itu halus. Tak ada
sutra yang menandinginya. Aku membukanya perlahan. Aku
membaca sederet angka. Seperti kode serial number. 20-02-
02. Tak kumengerti maksudnya. Lalu sebaris sajak itu ter-
baca. Dan mataku tertuju pada barisan huruf di bawah
sajak. Di sana ter-tulis satu inisial yang tak berarti. Buatku.
Tercetak miring, kapital, dan tebal. IDN.***
Tak perlu kauketuk pintuku
Karena deritnya adalah kita
…
Wajah itu tak kulupa. Tentang siapa pemilik sesungguhnya
dari wajah itu mungkin bukan dia. Tetapi wajah itu memangterpasang untuk dirinya. Te-tapi bukan dia pemiliknya.
Guratan diwajahnya tak pernah tergaris de-ngan tepat.
Namun, mendekati wajahnya adalah suatu pemandangan
yang sangat asing bagiku. Meski ku mengenal wajah itu.
Wajah itu terpasang un-tuk Ikhsan. Sejarah mengirimnya
dari goresan tangan Tuhan.
Entitas Lima: Lelaki Hujan 112
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 136/202
Serupa keramik aku memandangi wajahnya. Tak pernah
kulupa bentuk-nya. Raut wajahnya. Seperti tak kulupa pada
sajak tersebut. Tertulis di ker-tas tanpa label dagang. Di tulis
oleh seorang lelaki. Ikhsan. Lelaki aneh atau ganjil. Dalam
pandangan orang. Di sekitarnya. Aku mendapatkan kertas
tersebut. Harum. Wangi baunya. Tetapi aku memang bodoh.
Ketika itu. Mendapatkan kertas itu adalah keindahan. Yang
membodohiku. Aku tak pernah mendengar suara Ikhsan.
Membacakan larik-larik sajak. Ataupun berbicara tentang
gerbang yang reot di halaman kediamanku. Ataupun pintu
tak terbuat dari jati. Tanpa engsel. Mataku tertuju pada
warna ker-tasnya yang pelangi. Lantas Ikhsan masih tak
tersua. Tak berubah.
Lelaki itu adalah Ikhsan. Betah berlama-lama berdiri di
tengah rintik hu-jan. Rimis. Aku tak melihatnya berubah. Darisebutan lelaki aneh. Lelaki ganjil. Tetapi detik ini. Aku
melihat Ikhsan. Basah oleh hujan. Jatuh di seku-jur
tubuhnya. Lalu sekelebat bayangan di sampingnya
tersenyum. Aku me-lihat perubahan Ikhsan. Di tengah rintik
hujan. Ia telah berubah. Kugeleng-kan kepalaku. Lalu
menarik napas panjang. Ia bukan lagi lelaki aneh. Lelakiganjil. Tetapi kini. Ikhsan adalah lelaki hujan.
Tak perlu kauketuk pintuku
Karena kita lebur dalam pintu itu.
13 Agustus 2006
Entitas... Taas... Taaas 113
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 137/202
Entitas Lima: Lelaki Hujan 114
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 138/202
ENTITAS ENAM PELAJARAN PERTAMA TENTANG CINTA
Ik breng me de woorden te binnen die liefdeteweegbrachten
Toen je voor het eerst ervoor uitkwam: Dankzij jouVoel ik dat ik leef, voel ik dat ik verdriet heb,
Ik kan niet meer wijken van jouw zijde(Sacré-Coeur, Anonieme Gezichten, Sitor Situmorang)
Dingin udara pagi hari serasa meremukkan seluruh tulang.
Aku dan dirinya berdiri di a-tas bukit, di belakang
penginapan yang di sewa selama dua hari. Ini adalah pagi
terakhir kami menikmati dinginnya udara Lembang. Semua
telah berakhir. Selama dua hari aku, dirinya dan seluruh
teman-teman sekolahku mengakhiri masa sekolahnya
selama dua hari, di kota yang dinginnya antara
menyenangkan dan juga menyesakkan. Malam per-pisahan
telah berlalu. Aku dan dirinya berdiri di atas bukit, tidak ada
percakapan selama setengah jam kami di sini. Hanya
hening, sunyi dan diam. Menunggu matahari yang a-kan
segera berbagi kehangatan, sebelum kami meninggalkan
tempat dengan udara yang paling menusuk tulang belulang.
Namun aku mengenangnya.
Dua hari yang penuh dengan suka cita, namun juga dibanjiri
dengan duka. Aku dan te-man-teman lain bersuka cita atas
kelulusan yang kami terima, setelah tiga tahun yang panjang
Entitas... Taas... Taaas 115
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 139/202
dipenuhi dengan pelajaran-pelajaran hidup dan juga ilmu.
Tapi bagi dirinya ini adalah dua hari yang dibanjiri oleh
kedukaan. Aku pun merasakannya. Sejak berangkat hingga
akan kembali pulang, meninggalkan kota Lembang, dirinya
tetap saja diam. Tak banyak bicara. Senyum mungkin selalu
dilemparkannya kepada aku dan teman-teman lainnya, kata-
kata singkat memang selalu terdengar bahkan panggilan-
panggilan nya-ring juga diperdengarkannya. Tetapi
keriangan dan keceriaannya seperti lenyap ditelan bumi. Ia
seperti mengubur segala yang kusukai dari dirinya, di sini, di
kota Lembang yang udaranya teramat menyayat tulang
rusuk.
Berangkat dari Bekasi, aku duduk bersama dirinya. Ia hanya
diam seribu bahasa, tak ada canda manisnya. Ia
menyandarkan kepalanya pada bahuku, aku terbawa olehsuasana yang sedang dialaminya. Sementara canda
manisnya seperti berpindah pada getar-getar rambut yang
sesekali tersibak pelan oleh udara pendingin kendaraan.
Rambut panjang yang agak bergelombang mengenangku
pada tawanya sehari-hari. Kepalanya masih ber-sandar
pada bahuku, padahal matanya tak terpejam. Dirinya seolahkehilangan pita sua-ra untuk berbicara, aku tak mengerti.
Setiap percakapan yang kuusahakan sebagai pem-buka
hanya mantul di gendang telinganya lalu udara mencuri
percakapan itu. Aku tak lagi mengerti mengenai suasana
batinnya.
Waktu telah berjalan satu setengah jam, akhirnya aku
Entitas Enam: Pelajaran Pertama tentang Cinta 116
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 140/202
melihatnya terjatuh dalam impian. Wajahnya yang anggun
dan halus kutatap dalam-dalam, ia tertidur dengan pulas.
Mung-kin dalam tidurnya ia ditemani dengan mimpi-mimpi
buruk yang berasal dari sumber keheningan yang
diciptakannya. Aku menatap ke sekeliling kendaraan, aku
memperha-tikan pepohonan yang berlalu satu per satu ke
arah belakang kendaraan. Aku tersenyum, ada sedikit
pengetahuan mengenai gerakan-gerakan pohon itu. Ya, aku
selalu mencerita-kan pada dirinya mengenai pengetahuan-
pengetahuan itu, dan ia sendiri juga berbagi pe-ngetahuan
yang dimilikinya. Aku memperhatikan ceruk-ceruk tanah
yang terjal, begitu banyak jenis serupa yang dilihat di hampir
separuh perjalanan menuju Lembang. Begitu banyak
lembah di kanan kirinya, dengan tanaman-tanaman khas
milik penduduk setem-pat. Setengah jam berikutnya dirinyamembuka mata. Dirinya terbangun. Menepis caha-ya yang
silau sambil memicingkan kelopak mata, membantu pupil
matanya untuk cepat beradaptasi. Aku lupa menarik kain
penutup jendela, tanganku meraih kain itu tapi ia
menolaknya.
“haus…? Minum…?”“aaah…, enggak. Jam berapa ini?”
“jam sebelas lebih tujuh menit,”
“ini…, minum,”
Air kemasan yang semula ditolaknya kini diambilnya.
Perlahan dibukanya tutup kema-san tersebut, lalu air dalam
kemasan itu memasuki kerongkongannya. Aku tersenyum
Entitas... Taas... Taaas 117
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 141/202
melihat guratan-guratan indah pada lehernya ketika teraliri
air yang meredakan dahaga. Dirinya menyeka wajah dengan
kedua tangannya, merapikan rambut terurainya. Lalu
kembali menjatuhkan kepalanya di atas bahuku.
“kenapa sich, kok keliatan sedih?”
“enggak…,”
“sudahlah…, dua hari ini kita akan akan merayakan malam
kelulusan. Meskipun ma-lam perpisahan, tapi bukan berarti
kita berpisahkan?” agak pelan aku mengatakannya,
seseorang di belakang dan depan kursiku kucurigai akan
merusak suasana
“justru itu…,” ia masih merebahkan kepalanya di bahuku
“justru itu bagaimana?”
Bus melaju dengan perlahan. Menaiki jalan yang terjal.
Suara mesinnya terdengar berat, lalu sebentar kemudian jalannya kembali normal, dan rupanya bus sudah akan
memasu-ki kawasan penginapan yang disewa oleh sekolah
kami. Bus mulai memasuki pelataran kawasan penginapan,
teman-teman mulai ramai dan ribut. Tak ubahnya dengan
hari-ha-ri mereka di sekolah, dengan canda dan riang yang
selalu mengisi waktu. Mereka mulai bersiap menurunkanbarang-barang yang dibawanya dari rumah, menurunkan
dan mele-takkannya di atas pangkuan. Ada juga yang
meletakkan barang-barang bawaannya pada lantai bus.
Kami mulai terpesona dengan suasana yang belum pernah
kami jumpai, aku sendiri merasa kagum dengan penginapan
itu.
Entitas Enam: Pelajaran Pertama tentang Cinta 118
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 142/202
Sekitar jam setengah satu kami telah tiba di penginapan.
Turun dari bus, berjalan tera-tur, membuat barisan, lalu
menerima kunci kamar yang masing-masingnya berisi dua
o-rang anak. Aku bertemu dengan teman sastraku,
sementara aku anak kelas IPA. Aku ter-pisah jauh dengan
dirinya, ia hanya tersenyum menjauhiku. Berjalan bersama
teman sa-tu kamarnya. Akupun menjauhi lapangan parkir
penginapan, berjalan menuju kamarku, bersama teman
yang sudah kukenal. Hari ini tidak ada kegiatan yang
membuat sibuk se-luruh siswa, kami hanya beristirahat
hingga esok hari.
***
Bunyi sirine berbunyi, tanda waktu sembahyang subuh yang
telah diinstruksikan akan segera dilaksanakan. Aku telah
bersiap dengan pakaian ibadah. Keluar dari kamar, ber-sama temanku. Di luar kamar, teman-teman telah berjalan
menuju tempat ibadah yang ditentukan. Aku masih menahan
kantuk, sambil berjalan sesegera mungkin. Sehabis
sembahyang ini, kami akan kembali ke kamar masing-
masing untuk bersiap-siap de-ngan kegiatan olah raga kecil.
Menurut jadwal yang telah dibuat, pada pukul lima tiga puluhmenit akan dilakukan senam aerobik dan olah raga ringan
dengan berlari satu pu-taran lapangan.
Aku berjalan sendiri menuju kamarku, mulai membenahi
pakaian sembahyang lalu menggantinya dengan kaos yang
tidak terlalu tipis. Udara pagi hari masih terlalu dingin,
ketebalan kaosku cukup untuk menahan udara dingin kota
Entitas... Taas... Taaas 119
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 143/202
Lembang. Aku bergegas me-nuju lapangan, dan di tengah
perjalanan aku bertemu dengan dirinya. Ia agaknya sudah
bisa melupakan segalanya, ia tersenyum ke arahku. Aku
membalasnya sambil berjalan mengikutinya dari belakang.
Dirinya berjalan pelan dan berbicara dengan teman satu
kamarnya. Wajahnya terlihat segar bugar, rambutnya tak
terlalu berantakan. Aku terse-nyum sendiri dalam hati, tapi
aku juga membayangkan tempat yang jauh. Tempat yang
kelak akan memisahkan aku dengan dirinya, mungkin
seperti inilah kondisinya. Lalu ini semua akan menghilang
dengan sendirinya.
Aku tiba di lapangan, seorang teman menyapaku. Ia
menepuk bahuku, aku membalas-nya. Kami berjalan ke
tengah lapangan dan membuat barisan untuk segera
melakukan olah raga yang telah dijadwalkan. UdaraLembang yang dingin tak membuat tubuhku terlalu
berkeringat dengan olah raga pagi ini, dan usai dari kegiatan
pelepas penat dan pembugar tubuh, air yang dingin akan
semakin menyegarkan kulitku. Aku merasakan ketenangan
yang tak biasanya. Aku merasakan kesegaran yang tak
pernah ku nikmati sebelumnya, tubuhku semakin segar dantak terasa panas.
Pukul tujuh tepat seluruh siswa dan siswi sekolahku harus
berada di ruang makan. Sara-pan pagi akan dimulai lima
belas menit setelahnya. Aku telah duduk di salah satu kursi
bersama dirinya. Aku masih merasakan bugarnya tubuhku
dari persentuhannya dengan udara dan air di penginapan
Entitas Enam: Pelajaran Pertama tentang Cinta 120
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 144/202
ini. Aku mencium bau harum yang biasanya kucium di jam
seperti ini, dari tempat yang masih memiliki jarak untuk
meruangkan tata kesopanan. Aku senang dengan bau
harumnya, dirinya tersenyum pada teman satu kamar yang
du-duk terpisah. Akupun melakukan hal yang dilakukannya.
Senyum yang manis agar pagi hari semakin ceria dan
hidangan yang masuk ke dalam perut semakin lezat, pagi
yang sempurna.
“kamu terlihat lebih ceria, sudah tidak sedih?”
“maksudnya?”
“kemarin sewaktu berangkat, bukankah kamu terlihat
sedih?”
“gak usah kamu ceritakan yang kemarin itu ya,”
“kenapa? Merusak mood kamu?”
“gak tau…, pokoknya gak usah, titik,”Aku menghabiskan hidangan yang tersisa, menikmatinya
hingga habis. Sepertinya dia melahap hidangan lebih cepat
dari pada diriku, ia mulai menghabiskan minuman yang
diambilnya. Aku mempercepat gerakan sendok yang sampai
ke mulut, begitu juga de-ngan gerak mengunyah dan
menelan makanan. Menghindari tersedak dari makananada-lah hal yang paling penting, agar tidak mengundang
tawa yang merusak suasana pagi yang sempurna.
K e m u d i a n a k h i r n y a s e l e s a i j u g a , a k u t e l a h
menghabiskannya. Aku membersihkan mulut dengan
segelas air putih, lalu buah sebagai penutup. Beristirahat
sejenak dengan duduk menunggu teman-teman lainnya
Entitas... Taas... Taaas 121
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 145/202
selesai menghabiskan sarapan-nya, aku mulai membuka
percakapan lagi dengan dirinya. Pagi ini memang terlalu
sem-purna, dirinya mulai bersikap seperti biasanya. Dirinya
tidak menunjukkan rona kesedi-han ataupun duka, ia
berbicara dengan tutur kata yang manis dan sesekali
diimbuhi de-ngan senyuman. Aku senang melihatnya
kembali ceria, sesekali canda yang ku layang-kan
dilahapnya hingga geliginya nampak. Kami tertawa kecil
setelah berbagi cerita yang memicu kegelian.
Selesai dengan sarapan pagi, pada pukul delapan kami
bergerak menuju aula yang akan dipergunakan malam nanti.
Kami akan mengadakan gladi resik untuk acara puncak, ma-
lam nanti. Agak terlambat lima belas menit, kami segera
menempati kursi yang telah di-siapkan di aula tersebut. Satu
jam berikutnya, beberapa orang diantara kami dipilih se-bagai petugas pada acara malam nanti, dirinya terpilih
sebagai wakil untuk seluruh sis-wa yang akan menerima
kalung medali sebagai tanda kelulusan, dan dia juga dipilih
se-bagai siswa yang akan dilepas di malam puncak.
Pukul sembilan, kami memulai gladi resik. Persiapan
dimulai, para siswi duduk di kursi paling depan terusberjejer ke belakang, baru kemudian diikuti oleh para siswa
yang be-rada di belakangnya. Protokoler dimulai, suara
pembawa acara terdengar nyaring mem-bacakan susunan
acara yang akan dimulai sebelum inaugurasi. Satu demi satu
susunan acara dilatih, semula segalanya terlihat kacau dan
tidak bagus. Namun setelah diulang beberapa kali akhirnya
Entitas Enam: Pelajaran Pertama tentang Cinta 122
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 146/202
terjadi perubahan yang semakin bagus, bahkan ketika
terjadi se-dikit perubahan susunan acara tidak sama sekali
terpengaruh. Para siswa dan siswi me-lakukan gladi resik
dengan baik hingga pukul dua belas.
Gladi resik pertama telah selesai, diakhiri dengan makan
siang di ruang makan. Kami menghabiskan waktu setengah
jam di ruang makan, kemudian berjamaah untuk melak-
sanakan sembahyang. Usai istirahat selama satu jam, gladi
resik kedua dimulai kembali. Kami berlatih hingga pukul tiga
sore hari, ketika suara azan terdengar. Setelah gladi ke-dua,
kami diperkenankan beristirahat dengan bebas. Kami
dibolehkan meninggalkan a-real penginapan untuk melihat
keadaan dan suasana kota Lembang yang sebenarnya.
Mencari berbagai cindera mata yang dapat dijadikan oleh-
oleh sepulangnya nanti. Aku, dirinya dan teman-temansekolah memanfaatkan istirahat bebas tersebut.
***
Kehidupan penginapan dimulai dari ruang makan. Selepas
maghrib, semua siswa dan siswi menuju ruang makan.
Menyelesaikan hajat pencernaannya selama lebih kurang
satu jam. Wajah-wajah mereka terlihat tambah berseri.Berbahagia dan gembira setelah penuh kebebasan
berkeliaran di seputaran Lembang. Aku pun menikmatinya,
tetapi jauh dari dirinya. Aku bersama teman-teman lelaki
sementara dirinya bersama teman-teman perempuan, kami
terpisah untuk berbagi rasa. Mengungkap segala mungkin
terlalu dini saat itu, aku ingin lepas dari kesunyian yang
Entitas... Taas... Taaas 123
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 147/202
mengungkung. Aku ingin membebaskan kepak sayapku
bersama seluruh kawanan yang kukenal, tak ingin dikekang
oleh kesen-dirian. Keheningan yang terkadang dianggap
meruntuhkan nilai-nilai etis. Aku bebas beterbangan. Sore
itu.
Di meja makan, aku kembali bersama dengan dirinya. Saat
ini aku merasakan peruba-han seperti sediakala, ketika aku
dan dirinya duduk berdua di atas bus menuju pengina-pan.
Aku menghela napas atas sikapnya yang seperti itu, aku tak
tahu bila perkataanku masih didengar olehnya, sementara ia
bersikap duka dan sedih.
“kenapa lagi…?”tanyaku, tetapi ia hanya menggelengkan
kepala
“kamu sakit?” lagi ia menggelengkan kepala, sambil
menghabiskan jatah makannya“ayolah…, tersenyum. Kamu adalah wakil untuk seluruh
teman-teman, bukan hanya untuk diriku,” dia tersenyum
kecut, tapi tetap diam. Tak ada suara, hanya gemelinting
sendok dan garpu yang sesekali beradu dengan piring
Usai menghabiskan hidangan malam, seluruh siswa dan
siswi meninggalkan ruang ma-kanan. Mereka kembalimenuju aula untuk mengikuti acara demi acara yang telah
dia-tur, berjalan dengan tertib, berbaris tiga tiga, mereka
berjalan menaiki tangga aula. Me-reka bergerak dengan
perlahan, aula terletak di atas ruang makan dengan anak
tangga yang tidak terlalu lebar. Setelah beberapa menit
berada dalam antrian anak tangga, aku akhirnya berada di
Entitas Enam: Pelajaran Pertama tentang Cinta 124
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 148/202
depan pintu aula. Teman-teman memasuki pintu aula, aku
mengiku-tinya. Mereka duduk di tempat yang sudah di tata
ketika gladi resik. Suasana masih hi-ngar bingar di dalam
aula, ramai sekali suara-suara yang tidak beraturan. Namun
mere-ka dengan tertib mengikuti aturan main yang telah
dibuat.
Rembulan sedang ceria. Ia menampakkan wajahnya malam
ini, menghiasi malam yang kelam. Menemani kami yang
hendak menyelesaikan segalanya, malam ini. Sungguh in-
dah malam ini, andaikan aku dapat terbang tanpa sayap
tentu aku akan mendekati rem-bulan untuk semakin dekat
dengan cahayanya. Cukup dekat namun tidak sampai pada
permukaannya, agar dari seluruh penjuru dunia terlihat
diriku yang sedang berdekatan dengan rembulan.
Suasana aula mulai sepi. Suara-suara perlahan-lahanlenyap. Siswa dan siswi telah siap melaksanakan susunan
acara yang dikomandoi oleh pembawa acara. Jam di tangan
ka-nanku menunjuk pukul delapan tepat. Lalu suara
pembawa acara mulai terdengar, pe-lan-pelan dengan
intonansi nada yang mengalun merdu. Di depan aula telah
duduk ba-pak kepala sekolah dengan dewan guru yang ikutdalam acara malam ini. Aku tak terla-lu berkonsentrasi
dengan acara itu, demikian pula dengan teman-teman
lainnya, tetapi a-ku dan mereka menahan diri hingga waktu
yang tepat untuk melepaskan kejenuhan yang selalu saja
terjadi di acara yang formal. Aku mulai berkonsentrasi
ketika nama di-rinya disebut oleh pembawa acara, lengkap
Entitas... Taas... Taaas 125
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 149/202
dengan seluruh data-data yang diraihnya un-tuk kelulusan
dan juga arah tujuan setelah lepas dari SMA, ia terbang jauh,
Universitas Leidden. Aku telah mendengarnya, tapi aku
ingin melihat reaksi teman-teman setelah mendengar tujuan
dirinya setelah malam ini.
Tak dapat disangkal, tiba-tiba riuh tepuk tangan memenuhi
aula. Seolah tak berhenti, suara tepuk tangan itu terus
menggema keluar aula. Suara tepuk tangan itu mengalir me-
lalui udara malam, menembus selimut kelam mencari celah
cahaya dan menggoda rem-bulan yang sedang bersinar
bulat. Aku tersenyum kepada bulan, setelah riuh tepuk ta-
ngan itu. Selang lima belas menit berikutnya, acara
formalpun berakhir. Satu per satu siswa dan siswi dipanggil
untuk maju menerima medali, dan juga surat tanda lulusnya.
Aku melepaskan penat yang terjadi sekitar satu jam,bernapas lega dan tinggal menung-gu panggilan dari arah
depan. Untunglah tak lama kemudian namaku dipanggil, aku
ber-diri dari kursi menuju seorang guru yang sedang
bersiap mengalungkan medali dan memberikan gulungan
surat tanda kelulusan. Aku senang, tapi ini belum berakhir.
Sete-lah ini aku masih menjalani tantangan yang lebih rumitlagi, menjadi mahasiswa kedok-teran di Universitas
Indonesia. Aku tetap berada di Indonesia, tidak bepergian
jauh ke luar negeri seperti dirinya yang mendapat beasiswa
di Leidden.
Aku kembali pada kursiku. Menunggu selesainya
pengalungan medali dan pemberian surat tanda kelulusan,
Entitas Enam: Pelajaran Pertama tentang Cinta 126
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 150/202
aku melihat teman sekamar dirinya berdiri meninggalkan
kursi-nya. Aku mengikutinya, keluar dari aula menuju toilet
yang tak terlalu ramai. Aku me-ngejarnya sebelum ia masuk
pada toilet khusus wanita.
“tunggu sebentar…!!!” aku memanggilnya
“iya kenapa? Ada apa?”
“aku mau tanya sedikit mengenai teman sekamarmu?”
“apa yang mau kamu tanyakan?”
“apakah dia baik-baik saja?”
“iya. Dia baik-baik saja,”
“tetapi kenapa semenjak tadi bersamanya dia hanya diam,
tak bicara sepatah kata-pun,”
“maaf…, aku harus segera ke kamar kecil,”
“oh iya silakan,”
Aku menunggunya jauh dari toilet. Menunggunya keluar daridalamnya, lalu mulai mencari tahu keadaan dari teman
sekamarnya yang selalu bersamaku. Tak lama kemudi-an
dia keluar dari toilet, aku mendekatinya. Ia tersenyum, lalu
mengatakan kembali bila dia baik-baik saja. Segala
pertanyaanku dipukul rata hanya dengan perkataan bila dia
baik-baik saja. Aku mengejar info lainnya, ia tetap saja padakabar yang sama. Namun sebelum ia masuk ke dalam aula,
ia mengatakan bila dirinya, teman sekamarnya, akan
memberikan sesuatu kepadanya. Ia mengatakannya sambil
tersenyum, akupun memba-las senyumnya meskipun ini
tidak membuat hatiku tambah tenteram. Aku abai dengan
berita yang dianggapnya selalu memberikan rasa tenang
Entitas... Taas... Taaas 127
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 151/202
dan aman. Tidak bagiku, aku a-bai atas berita terakhir tadi.
Aku lebih ingin dirinya berkata-kata seperti biasanya, ber-
canda dan bersenda gurau melepaskan tawa yang lebar. Aku
masuk kembali ke aula, memikirkannya dan bukan
pemberian yang telah diungkap oleh temannya.
***
Udara masih terasa dingin, meski matahari mulai berbagi
kehangatan. Pertemuan pagi dengannya usai. Aku
membawa pemberian yang dimaksudkan oleh teman
sekamarnya semalam. Figura kecil dengan ukiran tulisan
yang tak kumengerti maksud dan artinya. Aku menerima
pemberiannya tanpa harus kumengerti arti dari tulisan pada
figura terse-but, aku tak ingin bertanya banyak hal atas
pemberiannya. Aku hanya cukup menerima-nya, anggap
saja aku mengerti segala maksud isi hatinya. Namun yangbelum aku me-ngerti adalah sikapnya yang jauh berbeda
dari setiap pertemuanku selama ini. Dirinya terlalu diam dan
lemah, tidak seperti yang kukenal. Dirinya tidak
menampakkan sikap sebenarnya yang merupakan cerminan
keberhasilannya dalam meraih cita dan masa de-pannya
selama ini, namun saat ini ia tak berdaya. Entahlah.Aku berjalan sendiri menuju kamarku. Setelah berpisah
darinya di lorong depan pengi-napan. Udara pagi terasa
terlalu dingin tanpa gerakan otot-otot yang ringan seperti
hari kemarin. Beberapa meter lagi aku sudah berada di
depan kamarku. Masih terlalu sepi, seluruh teman-temanku
agaknya masih mengantuk di hari ini, aku memakluminya
Entitas Enam: Pelajaran Pertama tentang Cinta 128
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 152/202
sebab semalaman mereka menghabiskan waktu hingga
larut. Aku sendiri masih mengantuk te-tapi dirinya
mengirimkan pesan melalui blekberi bila hendak berjumpa
denganku pagi-pagi. Figura kecil ini yang aku peroleh dari
dirinya. Kecil mungil, tetapi terlihat indah. Aku akan
menyimpannya sebaga kenang-kenangan dari dirinya.
Memasuki kamar aku mendengar suara ricik air yang jatuh
dari dalam kamar kecil, te-man kamarku sedang
membersihkan badan. Ia telah bangun dari lelapnya, malam
tadi ia bersama dengan diriku dan teman yang lainnya
menumpahkan kegembiraan atas sele-sainya masa-masa
sekolah, dan akan segera berganti dengan masa-masa lain
yang tentu-nya akan dialami berbeda oleh masing-masing
dari kami. Aku meletakkan figura kecil pada meja kamar
yang bersatu dengan cermin. Menyiapkan handuk,perlengkapan man-di dan mencopot pakaianku, yang
tersisa hanya celana pendek dan kaos singlet. Aku
menunggu dengan sabar. Temanku masih belum selesai
dengan hajatnya. Ia keluar dari kamar kecil.
“sudah selesai…?”
“ya. Darimana kamu?”“jalan-jalan pagi, ke bukit di belakang,”
“Apa ini?!
“Kukenang kata berakibat cinta
Ketika pengakuan pertama: Karena kau,
Aku merasa hidup, aku merasa duka,
Aku tak dapat lagi beranjak dari sisimu”
Entitas... Taas... Taaas 129
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 153/202
“apa? Yang mana?”
“ini…,”
“Ah kau. Ada-ada saja,”
Aku meninggalkan temanku. Memasuki ruang gelap tempat
segala kotoran harus diber-sihkan. Aku membasuh wajahku.
Masih terlalu muda rupanya, aku belum melihat keru-tan di
wajah, dan tubuhku masih belum berlemak dengan kulit
yang agak kisut dan lem-bek. Masih panjang waktuku untuk
meraih dan mengejar cita dan masa depan. Tergang-gu
dengan kesadaran itu, akhirnya aku langsung membasahi
seluruh tubuhku dengan air dingin dari ujung keran di kamar
kecil. Aku basah dan tenggelam dalam dingin yang
membersihkan jiwa dan ragaku.
***
Pukul tujuh empat puluh lima menit, sarapan terakhirmenyisakan kenangan yang tak a-kan terlupakan. Aku
duduk bersamanya, teman satu kamarnya tersenyum
kepadaku, lalu menganggukkan kepalanya seolah bertanya
mengenai sesuatu hal. Aku tak mengerti, te-tapi untuk
menyambut anggukannya itu aku mengacungkan jempol ke
arahnya. Ia terse-nyum lebar dan membenahi kursimakannya, lalu pergi meninggalkan ruang makan. A-ku
masih duduk di kursiku, bersama dirinya. Tak banyak bicara,
hening, tak bersuara. Aku mengikuti arah pikiran dirinya,
aku pun diam tak berbicara sepatah katapun. Ia te-lah
menghabiskan sarapannya, menelusupkan segelas air putih
dingin ke dalam kerong-kongan. Makanan yang masih
Entitas Enam: Pelajaran Pertama tentang Cinta 130
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 154/202
menyangkut di tempat itu terdorong masuk. Ia memasuk-
kan serat buah-buahan untuk melancarkan pencernaannya,
lalu sekali lagi menuangkan segelas air putih. Selesai sudah.
Kami merapikan kursi makan, lalu meninggalkan ruang
makan dengan segera. Ini adalah akhir dari segalanya,
namun adalah juga awal dari se-muanya. Aku dan dirinya
berjalan beriringan menuju ke kamar kembali, bersiap
merapi-kan seluruh barang bawaan yang telah dipakai
selama dua hari.
Aku berharap tidak ada yang tertinggal di penginapan ini,
akan kesulitan bila ada barang yang tertinggal dan ternyata
sangat penting. Tidak sulit sebenarnya, namun ini berhubu-
ngan dengan kejujuran. Bila ternyata setelah ditinggalkan
lalu kamar ini dibersihkan oleh cleaning service dan
menemukan barang tersebut, yang kenyataan tidakdiketahui siapa yang telah membersihkannya, tentunya
akan sangat mengecewakan. Meskipun ini ada kaitannya
dengan nama baik penginapan itu sendiri.
Pukul sepuluh seluruh siswa telah berada di dalam bus. Satu
per satu bus mulai bergerak menuju Bekasi. Perjalanan yang
tidak terlalu lama, ditempuh dalam waktu tiga jam. A-kududuk bersamanya, seperti hari keberangkatan itu.
Memasuki gerbang tol menjauhi kota Bandung, aku berbisik
padanya.
“aku mendengar bahasa yang agak berbeda dari seorang
teman,” dirinya diam seribu bahasa
“katanya begini:
Entitas... Taas... Taaas 131
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 155/202
Kukenang kata berakibat cinta
Ketika pengakuan pertama: Karena kau,
Aku merasa hidup, aku merasa duka,
Aku tak dapat lagi beranjak dari sisimu”
“kau tahu itu…?”
“itu pelajaran pertama tentang cinta,” akhirnya ia
menjawabnya
Aku tersenyum mendengar jawabannya. Tapi ia hanya
singkat saja membuka senyum-nya lalu menghindar dan
menutup jendela bus dengan kain penutupnya. Ia tersenyum
penuh tanda tanya, dan kami akan berpisah sejarak Leidden
Jakarta. Hoe kan een mens zich zó uitleveren? Bisiknya.
13 Juli 2011
Entitas Enam: Pelajaran Pertama tentang Cinta 132
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 156/202
ENTITAS TUJUH SI KECIL PELUKIS MATAHARI
Berjalan mundur, itu yang dilakukannya. Tentu saja niat ini
telah dipikirkan lama sekali, sebelum ia melakukannya. Ardi
pernah melakukannya ketika hendak berangkat sekolah.
Namun ia tak mendapatkan apa-apa. Ardi sangat kecewa
ketika melakukan hal tersebut. Akan tetapi kekecewaan itu
dibayarnya dengan terus mengulanginya, lagi dan lagi dari
hari ke hari. Lantas pada akhirnya Ardi memutuskan untuk
mempersiapkan dirinya pada liburan sekolah kali ini.
Saat ini liburan sekolah telah dimulai. Untuk anak dengan
umur sebaya Ardi tentu saja ini menyenangkan, demikianpula halnya dengan Ardi. Liburan yang berisi dengan
segudang permainan akan membebaskannya dari
kejenuhan jadwal padat sekolah, dan Ardi juga
memanfaatkan liburan sekolah tersebut. Ardi telah
merencanakan untuk meneliti matahari dengan cara
berjalan mundur. Rencana yang dibuatnya sendiri atasdasar pertanyaan dari dalam dirinya.
“mak…matahari itu indah ya?” tanyanya
“hmm iya Ardi…,”
“aku ingin menangkap wajahnya mak,”
“untuk apa kamu menangkap wajah matahari Di?” mak Ardi
bertanya dalam ketidak-perdulian khayal yang tak terjawab
Entitas... Taas... Taaas 133
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 157/202
“aku ingin membawanya berkeliling kampung, ibukota
provinsi bahkan hingga ibukota Negara, Jakarta mak. Aku
ingin membawa dan mendekapnya dihadapan Bapak
Presiden kita mak…,”
“terserah kamu Di. Sana, teman-temanmu sedang bermain
di lapangan tadi,”
Ardi menyimpan dalam-dalam keinginan itu. Ia
menjadikannya rahasia yang tak pernah diketahui oleh satu
orang pun dari orang-orang yang ada disekililingnya. Ini
rahasia dirinya dan sedikit kuping emak yang samar-samar
mendengar rahasia itu, dan Ardi yakin bila emak yang
mendengar pertanyaan-pertanyaan itu hanya bersikap abai
sambil bekerja dengan tangan-tangan kokohnya.
Menyimpan rahasia ini membuat Ardi merasakan kehidupan
yang tidak biasa. Ia mulai mencari dan terus mencari semuahal yang berhubungan dengan rahasia itu. Bermain
bersama teman dan sahabatnya tidak mempengaruhi
dirinya untuk membuka rahasia itu. Ardi tidak merubah
sikapnya ketika berbaur dengan teman-teman sekolah dan
sahabat-nya, pun juga ia tidak berubah dihadapan guru-
guru sekolahnya. Mereka dijadikannya nara sumber ataspertanyaan-pertanyaan itu. Bagi Ardi mereka adalah nara
sumber de-ngan label “tanpa sepengetahuan”. Ardi hanya
tersenyum ketika mendapatkan jawaban dari wajah salah
seorang temannya. Itu yang dialami Ardi dengan rahasia
pertanyaan-nya, dan terkadang Ardi tertegun ketika
jawaban dari salah satu gurunya sebagai nara sumber
Entitas Tujuh: Si Kecil Pelukis Matahari 134
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 158/202
“tanpa sepengetahuan” memberikan pengetahuan yang
meninggalkan kesan mendalam.
“anak-anak…! Coba kalian perhatikan gambar matahari ini,”
Demikian kalimat pembuka sang guru yang disimak baik-
baik oleh Ardi dan teman-teman sekelasnya. Mendengar
perintah bertajuk matahari, Ardi lantas bersemangat. Ardi
teramat gembira dengan perintah ini. Ia seolah dimengerti
oleh gurunya, segenap pikiran dan perasaannya. Ia
tersenyum tertuju pada sang guru yang berdiri di depan
kelas. Ardi mencatat seluruh keterangan yang diberikan
sang guru tentang matahari. Ia mencatat warna matahari.
Senyumnya berusaha mewarnai dengan warna serupa. Ardi
mencatat sinarnya. Senyumnya makin diusahakannya
seperti sinar matahari. Ia mencatat penga-ruh matahari
terhadap semesta, dan kali ini Ardi bingung dengansenyumnya sendiri. Ardi bingung bagaimana senyum yang
dapat mempengaruhi semesta seperti matahari. Akan tetapi
Ardi menemukan juga pemanfaatan yang dapat
berpengaruh, Ardi senyum selebar-lebarnya ke arah
seorang teman perempuan yang duduk di seberang tempat
du-duknya. Senyum Ardi telah mempengaruhi dunia, bukanhanya teman perempuannya saja, melainkan seisi kelas
turut terpengaruh oleh senyumnya. Mereka tertawa
terbahak-bahak melihat tingkah Ardi terhadap teman
p e r e m p u a n s a t u k e l a s n y a . S a n g g u r u h a n y a
menggelengkan kepala sambil membetulkan kacamatanya,
lalu duduk untuk istirahat se-jenak.
Entitas... Taas... Taaas 135
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 159/202
Ardi menyimpan rahasia itu, demikian juga beragam
kejadian yang ditimbulkannya. La-lu pada liburan sekolah
bulan Juli tahun ini, Ardi berjalan mundur mengamati
matahari yang selalu berada di belakangnya ketika pagi tiba,
meninggalkan rumah tercintanya. Ia menghadapkan
wajahnya pada matahari, mengerutkan dahi dan
memicingkan mata me-ngalau sinar matahari yang terlalu
terik. Lantas ketika sore menjelang Ardi juga pulang berjalan
mundur untuk mengamati matahari, dengan bekal
pengetahuan dari pelajaran sekolah dan juga perasaannya
terhadap alam semesta. Ardi berjalan mundur sejak hari
pertama liburan sekolah. Ardi berjalan mundur ketika
meninggalkan rumah tercintanya, dan berjalan mundur
ketika pulang kembali ke rumahnya. Ardi melakukan jalan
mundur seolah ritual yang kelak akan dibudayakannya.***
Setelah Ardi mendeklarasikan pertanyaan rahasia itu, Ia
terus mencari cara agar ini be-nar-benar terjadi. Segudang
keterangan dikumpulkan untuk memenuhinya. Ia mema-
sang kuping lebih tajam dari pada biasanya, dengan tujuan
dapat mewujudkan rahasia-nya. Ia melihat dengan lebihawas setiap fenomena yang nampak dihadapannya. Sung-
guh perpaduan indera yang sangat membantu. Ardi
menyerap seluruh keterangan ten-tang matahari, ia pun
sempat mengunjungi perpustakaan sekolahnya yang sepi
oleh ce-loteh siswa dan siswi sekolahnya. Bila ada
pengunjung, mungkin hanya sebatas hitu-ngan jari untuk
Entitas Tujuh: Si Kecil Pelukis Matahari 136
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 160/202
setiap harinya. Akan tetapi suasana yang demikian benar-
benar mem-bantu Ardi dalam mewujudkan hasratnya yang
paling rahasia atas pertanyaan-pertanya-an yang
direkamnya sendiri di memori kepala dan juga mungkin
memori emaknya.
Suatu hari yang cukup cerah, matahari bersinar dengan
terik yang selaras. Ardi bersama dengan teman-teman satu
kelasnya melakukan eksperimen di bawah terik matahari. Ini
berhubungan dengan penghitungan waktu yang teramat
sangat kuno, demikian menurut guru IPA-nya. Jam matahari.
Mereka melakukan eksperimen mengenai prosedur dalam
menghitung detik waktu dengan alat yang sederhana.
Perubahan arah datangnya sinar matahari hendak mereka
tangkap dengan satu batang tongkat bambu yang
panjangnya tiga puluh sentimeter. Ardi tergabung ke dalamkelompok yang menamakan dirinya “PECINTA MATAHARI”
mereka senang dengan eksperimen ini, pasalnya sangat
ber-hubungan dengan nama kelompoknya sendiri.
Seperti juga senangnya kelompok PECINTA MATAHARI,
demikian pula dengan yang dirasakan oleh Ardi. Ia bukan
kepalang senangnya. Ia sungguh-sungguh berterima kasihkepada Tuhan, dan juga kepada emak satu-satunya orang
yang mendengarkan keluh kesahnya sebagai rahasia. Ia
mengira-ngira bila kesenangan hari ini disebabkan oleh e-
mak yang kemungkinan mencurahkan doanya kepada
anaknya, mungkin di malam-ma-lam yang hening ia
bermunajat kepada Tuhan atas rahasia milik anaknya.
Entitas... Taas... Taaas 137
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 161/202
Padahal setiap malamnya, anaknya sendiri merasa
ketakutan ketika terdengar ricik suara air dari kamar mandi
di malam hari yang dingin, terlebih lagi tengah malam.
Ardi bersama kelompoknya mulai sibuk dengan
eksperimennya, sama halnya dengan kelompok lainnya.
Ardi terlihat sangat aktif bergerak ke kanan dan ke kiri dari
tongkat bambu yang ditancapkan sedalam sepuluh
sentimeter di tengah lapangan sekolah. Mere-ka menunggu
hasilnya, Ardi memegang penggaris lima puluh sentimeter
mengejar ba-yangan tongkat. Ardi mengukur panjang
tongkat bambu, bersama PECINTA MATA-HARI. Mereka
mengejar tanda dari matahari selama satu jam, dari pukul
08.30 hingga 09.30, mengukur dan mencatat panjang
tongkat bambunya. Lalu disela-sela kesibukan tersebut,
debar jantung Ardi berdenyut dengan irama yang harmonis.Ardi seolah diba-wa pada sebuah nyanyian yang
membuatnya tenteram, dengan melodi yang membuai-nya
hingga bertemu dengan seluruh perbendaharaan Kitab-
Kitab yang dibawa oleh Nabi -Nabi zaman dahulu kala. Ardi
hanya anak bodoh yang belum mengenal pewaris-pewa-ris
para Nabi itu, Ia hanya merasakan denyut yang menggemadari benak yang bersahu-tan dengan akal pikirannya. Ardi
gembira dengan keadaan ini. Ardi mengukur dan seka-ligus
memandang langsung pada arah kedatangan matahari,
tentunya keadaan ini meru-bah raut wajahnya. Ardi hanya
tersenyum pada arah kedatangan matahari, lalu teringat
pada rumah tercintanya.
Entitas Tujuh: Si Kecil Pelukis Matahari 138
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 162/202
“Ardi ayo ukur…!!!” seorang temannya menyela senyumnya
pada matahari
“iya…iya…aku ukur,” Ardi melakukan perintah temannya
“berapa panjang bayangan tongkat bambu kita Di?”
“dua puluh tujuh sentimeter. Dicatat…dicatat, dan sekarang
jam…?”
“jam delapan lewat lima lima menit. Kurang lima menit dari
jam sembilan,”
“dicatat…dicatat…panjang bayangan tongkat dan
waktunya,”
“ya…ya…ya… dicatat, jangan sampai salah!”
Akhirnya jam menunjukkan pukul sembilan lebih tiga puluh
menit. Waktu untuk mela-kukan eksperimen selesai. Ardi
tersenyum bangga dan puas dengan eksperimen yang di-
lakukan hari ini. Ardi bersama teman-temannya kembalimenuju kelas. Udara panas menghinggapi badan dan
rambut mereka, maklum hari ini kebanyakan dari mereka ti-
dak membawa topi sekolahnya. Seragam yang mereka
kenakan terasa panas, ditambah lagi dengan basah yang
berasal dari kucuran keringat. Namun mereka senang,
setelah menghirup udara bebas di tengah lapangan sekolahsambil menikmati angin yang ber-hembus dan juga panas
matahari yang sudah terlalu. Bau tanah, pepohonan dan
rerum-putan lapangan sekolah melindungi mereka dari terik
yang terlalu.
Eksperimen usai. Akan tetapi Ardi tak segera ingin
mengakhirinya. Ia merasakan kese-nangan yang tak
Entitas... Taas... Taaas 139
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 163/202
tergantikan. Padahal jam pelajaran telah berganti, dan
seorang ibu guru telah masuk ke dalam ruangan kelasnya.
Ardi mempertahankan perasaan yang dialami-nya ketika
melakukan eksperimen. Pikirannya tetap tertuju pada
matahari, tongkat bam-bu dan bayangan pada tanah
lapangan. Sesekali ia membuang pandangan pada langit le-
pas melalui jendela ruang kelasnya, sementara teman-
teman satu kelasnya sibuk dengan latihan soal yang
diberikan oleh ibu guru matematika. Di tengah perasaan
yang tak me-nentu atas hasratnya terhadap matahari, Ardi
dikejutkan oleh suara keras dan nyaring yang mengarah
pada dirinya.
“Ardi… kamu maju!” kerjakan soal latihan nomor satu!”
suara ibu guru nyaring
“cepat Ardi…!!!” lagi suara ibu guru“soal?! Soal yang mana bu…?” jawab Ardi sambil menyikut
lengan teman sebangku-nya
“soal yang mana…!!! Kamu menyimak kata-kata ibu tadi,
Ardi?” suaranya tinggi
“aehhh… anu…eeehh…itu…,”
“itu apa Ardi! Ayo Ardi…!! Kamu menyimak?!”“tidak bu…aehhhh…saya tidak menyimaknya…,”
Malang nasib Ardi saat jam pelajaran matematika. Ia tidak
menyimak tugas yang diberikan oleh ibu gurunya. Lantas
sebagai imbalannya, Ardi harus kembali ke tengah lapangan
sekolah. Di sana Ardi dipersilahkan oleh ibu guru
matematika untuk kembali mempelajari eksperimen yang
Entitas Tujuh: Si Kecil Pelukis Matahari 140
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 164/202
sebelumnya dilakukan Ardi dan teman-teman sekelasnya.
Tetapi kali ini Ardi hanya seorang diri. Berdiri di tengah
lapangan, sementara tidak ada satu orang siswapun di luar
kelas. Ardi sungguh menyesali kejadian ini, tapi ia juga me-
ngambil pelajaran dari kejadian tersebut. Selain itu Ardi juga
turut senang dengan diper-silahkan untuk kembali ke
tengah lapangan sekolah, sebab dengan demikian ia dapat
kembali merasakan matahari yang suatu saat akan menjadi
miliknya. Dibawa dan dipe-luknya erat-erat. Ardi menyimpan
senyumnya di tengah lapangan sekolah rapat-rapat, seperti
menjaga rahasia yang hingga kini ia tutupi.
Usai jam pelajaran terakhir, Ardi telah menjadi buah bibir di
antara teman-teman seke-lasnya. Mereka ramai
membicarakan tentang Ardi, bahkan yang lebih
mengecewakan lagi bukan hanya satu kelas melainkanseluruh sekolah membicarakan tentang Ardi. A-tas keadaan
ini Ardi hanya tersenyum kecut, tapi Ardi dapat merubah
senyum tersebut menjadi berseri dengan bayangan-
bayangan yang diciptakan oleh matahari yang telah
bersahabat dengan dirinya. Sepulang sekolah teman-teman
Ardi mengelilinginya. Mere-ka mengelu-elukan Ardi seolahpahlawan bagi mereka, terutama sekali teman PECIN-TA
MATAHARI. Ardi menerima perlakuan yang berbeda dari
hari biasanya. Ini sung-guh mengecewakan bagi dirinya,
padahal tak semestinya teman-teman memperlakukan-nya
seperti itu. Bahkan di perjalanan pulang menuju rumah
tercintanya, Ardi masih juga mendapatkan kehormatan yang
Entitas... Taas... Taaas 141
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 165/202
buruk baginya. Perbuatan melanggar dan tidak terpuji
justru dipuja-puji dan dielu-elukan selayaknya telah berhasil
meraih kemenangan.
“dasar anak-anak Satu! Apalagi yang dicarinya, selain
keramaian ini,”
Dibalik umpatannya tersebut, Ardi sebenarnya merasakan
juga senang yang tak pernah dirasanya. Tak disangkanya
bila ternyata perbuatannya ketika jam pelajaran matematika
telah menghidup-hidupkan teman-temannya untuk tak
berhenti bergunjing mengenai di-rinya, bahkan setelah Ardi
tiba dirumah tercintanya dan mengganti seragam
sekolahnya dengan pakaian sehari-hari. Sungguh-sungguh,
keramaian itu tak pernah berhenti di teli-nga Ardi.
***
Satu bulan sudah Ardi menyelesaikan lukisan yang diimpi-impikan. Setelah lukisan itu selesai dibuat, Ardi langsung
menggantungnya di salah satu bagian dinding kamarnya.
Setiap hari Ardi selalu memperhatikan lukisan yang
diberinya judul MATAHARIKU. Sebelum berangkat sekolah
Ardi mengamati lukisan itu, demikian juga ketika ia pulang
dari sekolah. Ardi selalu memperhatikan dan mengamatilukisan buatannya. Ini adalah rahasia terbesar dari dirinya,
setelah rahasia waktu lalu sebelum MATAHARIKU sele-sai
dibuat oleh kedua tangannya. Tidak ada seorangpun yang
mengetahui bila ia telah menyelesaikan sebuah lukisan,
hasil buah kerjanya selama ini. Ardi tak pernah merasa
bosan untuk memandang dan terus memandang lukisan itu.
Entitas Tujuh: Si Kecil Pelukis Matahari 142
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 166/202
Baginya MATAHARIKU sangatlah sempurna. Ardi selalu
mengenang hari demi hari yang dilalui untuk menang-kap
wajah matahari yang dijadikan rahasia bersama emaknya.
Dari hari ke hari Ardi merasakan energi yang amat berbeda
setelah ia menyelesaikan lu-kisan MATAHARIKU.
Perangainya seperti dipengaruhi oleh aura dari lukisannya.
Ke-riangan dan keceriaannya bertambah, minat belajarnya
meningkat dan ia semakin dika-gumi oleh teman-teman dan
guru-guru di sekolah dengan cara yang lain dari biasanya.
Ardi seperti menemukan kehidupan yang baru setelah
menyelesaikan MATAHARIKU. Sampai pada suatu waktu
yang teramat menyedihkan itu terjadi.
“maaak…!! Maaaaak …!!! Maaaak …!” suara teriak Ardi dari
balik kamarnya
Siang itu Ardi mencari-cari emaknya. Ia gundah gulana olehsuatu sebab. Ardi berjalan mengitari rumah tercintanya,
tetapi tidak ditemukan emak yang benar-benar dibutuhkan
kehadirannya. Ardi terduduk lemas di kursi teras rumahnya.
Ia kehilangan daya dan te-naga. Badannya tak menyisakan
satu watt pun daya hidup. Ia termenung dan terdiam be-gitu
dalamnya. Kesedihan memenuhi ruang-ruang padawajahnya. Di ruang-ruang itu Ardi kehilangan wajah
matahari yang selesai dilukisnya dua bulan yang lalu. Dalam
ke-adaan yang kacau balau itu, akhirnya emak datang.
“Di…! Sudah pulang kamu…?” tanya emak sambil berlalu
“mak…! Maak …! Dimana MATAHARIKU, mak?” kejar Ardi
“matahari apa? Kamu jangan ngelantur Di…? Badanmu
Entitas... Taas... Taaas 143
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 167/202
panas ya…?”
“maak MATAHARIKU…di mana MATAHARIKU?!”
“Ardiii…!” emak mendekat sambil meletakkan telapak
tangannya pada dahi Ardi
“MATAHARIKU…,”
“matahari apa Ardi…?”
“lukisan yang kugantung di dalam kamar, MATAHARIKU,”
“ooohhhh…, lukisan rupanya. Emak tidak tahu Ardi, tapi tadi
pagi kakekmu datang ke sini, kemudian pamit pulang sambil
membawa satu bingkai figura yang emak tidak tahu itu
apa…?!”
Mendengar penjelasan itu Ardi bergegas menuju kediaman
kakeknya. Ardi berlari se-kencang-kencangnya untuk cepat
sampai di kediaman kakeknya yang jaraknya sekitar dua
kilometer dari rumah tercintanya. Ardi tidak memperdulikansituasi dan suasana se-kitarnya, ia semakin cepat berlari
dengan napas yang tak berhenti untuk mendorongnya.
Napas yang berisikan MATAHARIKU, lukisan yang selesai
dibuatnya belum lama ini. Ardi tiba di kediaman kakeknya.
“kakek…!! Kakeeek…! Kakeeek…!!!!!” teriak Ardi sambil
menggedor pintu kaca“ada apa Ardi…?” pintu di buka oleh pamannya
“Aku mencari kakek. Tadi pagi ia membawa MATAHARIKU,”
“kakekmu tidak ada di rumah Ardi. Semenjak dari rumahmu
ia bergegas pergi. Hanya saja…,”
“hanya saja apa paman…”
“kakekmu berpesan kepada paman, katanya kamu diminta
Entitas Tujuh: Si Kecil Pelukis Matahari 144
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 168/202
untuk datang kembali satu minggu lagi,”
“kenapa satu minggu lagi paman? Aku ingin MATAHARIKU.
Kembalikan ia paman…”
“satu minggu lagi Ardi, begitu kata kakekmu…,”
“tapi dimana MATAHARIKU…lukisanku?”
“paman tidak tahu…,”
Ardi terduduk dengan raut wajah yang muram. Pamannya
mengambilkan air untuk me-redakan haus, dan handuk kecil
untuk mengeringkan peluh yang netes dan membasahi
sekujur tubuhnya. Ardi hanya diam, enggan untuk bicara. Ia
terduduk lemas dan menun-dukkan kepala, tertuju pada
tanah yang dipijaknya. Lalu tak berapa lama Ardi berpami-
tan pada pamannya untuk pulang.
Satu minggu kemudian Ardi datang kembali ke kediaman
kakeknya. Ia mencari-cari ka-keknya yang tak diragukan lagitelah membawa dan menyembunyikan MATAHARIKU
miliknya. Akan tetapi setibanya di sana, Ardi berjumpa
dengan pamannya. Kakeknya tak ada di kediamannya. Satu
pesan lagi diberikan kepada Ardi dari kakeknya. Paman-nya
memberikan surat kabar hari ini, dan mengatakan pesan
yang disampaikan dari ka-keknya. Menurut pesan tersebut,Ardi diminta untuk membaca surat kabar yang diberi-kan itu
pada halaman sebelas, dan agar kembali ke kediaman kakek
tiga minggu lagi.
Lunglai badan Ardi mendengar pesan tersebut, ia merasa
ragu bila MATAHARIKU ti-dak akan dijumpainya lagi. Ia
serasa mati, tak punya daya. Setelah perubahan yang dia-
Entitas... Taas... Taaas 145
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 169/202
laminya selama dua bulan, tiba-tiba saja dengan secepat itu
juga lukisan itu lenyap. En-tah dibawa kemana oleh
kakeknya, disembunyikan ataukah sudah hangus terbakar
oleh cahaya matahari sungguhan di angkasa sana. Ardi tiba
di rumah tercintanya, tanpa basa basi langsung menuju
kamarnya sambil melempar surat kabar yang dibawanya
dari ke-diaman kakek. Ardi tak mau mendengarkan pesan
kakeknya. Ia menolak untuk membu-ka surat kabar pada
halaman sebelas. Ia hanya menginginkan lukisannya
kembali, luki-san yang diberinya judul MATAHARIKU.
Tiga minggu adalah waktu yang telah dijanjikan. Lalu Ardi
dengan sisa-sisa semangat di batinnya berangkat menuju
kediaman kakeknya. Ardi berjalan dengan bersemangat,
sepulang sekolah. Ia tak mengganti seragam sekolahnya,
dan mengabaikan makan siang yang telah disiapkan olehemaknya. Ardi berjalan dengan tergesa. Hari ini Ardi
berjalan dengan kembali mengingat setiap senyum yang
dikumpulkannya untuk dilekatkan pada kanvas lukisnya.
Setiap senyum yang dijadikan nyawa atas lukisan
MATAHARIKU itu. Senyum-senyum itu terurai kembali, satu
demi satu bersama langkah kakinya menuju kediamankakek. Berjalan dengan semangat yang dibangunnya untuk
MATAHARIKU, Setiba di sana, Ardi bertemu lagi dengan
pamannya. Tetapi Ardi yakin hari ini lukisan itu akan kembali
ke tangannya.
“bagaimana paman? Mana lukisanku…?”
“lukisanmu yang berjudul MATAHARIKU itu kan Ardi?”
Entitas Tujuh: Si Kecil Pelukis Matahari 146
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 170/202
senyum Pamannya
“iya paman. Mana lukisan itu?” Ardi semakin penasaran
“sudah kamu baca surat kabar yang tiga minggu lalu paman
berikan? Halaman sebe-las, seperti yang dipesankan oleh
kakekmu?” wajah Paman mulai nampak gembira
“tidak paman. Aku tidak hendak membaca pesan itu. aku
hanya menginginkan lukisan itu. lukisanku, MATAHARIKU.
Mana… mana …lukisan itu paman?” Ardi abai dengan wajah
Pamannya
“hari ini kita tidak membicarakan lukisan itu Ardi,”
“lalu…?!”
“kakekmu sekarang menitipkan lagi pesan untukmu, dan
paman harap kamu men-dengarkan pesan ini Ardi. Penting!
Untuk kau, keluargamu dan juga kakekmu,”
“pesan apa lagi yang akan disampaikannya…?!” Ardidengan senyum sinisnya
“kakekmu, Ardi. Ya kakekmu itu, kau harus mempercayai
setiap pesannya, memberikan handphone yang canggih.
Lalu pesannya untukmu adalah…,”
“apalagi pesannya paman…aku sudah…,”
“kau tak mau mendengarnya Ardi. Kau tak mau menjadicucu yang terbaik baginya?”
“baiklah paman. Apa pesan kakek untukku dan apa
hubungannya dengan handphone yang diberikannya
kepadaku ini?”
“pesannya, kau dengarkan melalui handphone ini stasiun
radio dengan gelombang pe-mancar 33,01 FM pada sabtu
Entitas... Taas... Taaas 147
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 171/202
malam minggu jam 23.30 wib. Itu pesannya, Ardi. Nanti kau
akan mengetahui keadaan lukisanmu,”
Siang itu Ardi pulang dengan tangan menggenggam
handphone yang masuk sebagai ka-tegori benda-benda
atau aksesoris yang terlarang untuk dibawa masuk ke dalam
lingku-ngan sekolahnya. Meskipun memang beberapa
temannya, sembunyi-sembunyi memba-wa alat komunikasi
itu. Tapi bagi Ardi tidak penting kategori terlarang atau
tidaknya alat komunikasi tersebut, ia hanya ingin mencari
keberadaan lukisan miliknya. Ia akan mendengarkan radio
33,01 FM pada sabtu malam minggu nanti, tepat pada jam
23.30 wib. Ardi menantikan saat itu, waktu ketika
diperdengarkan informasi mengenai lukisan miliknya,
MATAHARIKU.
***Malam itu, akhirnya Ardi dapat mengetahui keberadaan
lukisannya. Ardi tersenyum se-nang setelah mengetahui
keadaan lukisan yang diberi judul MATAHARIKU. Lukisan itu
tidak dibakar ataupun disembunyikan oleh kakek, bahkan
malam itu Ardi duduk ber-sama kakek dan pamannya di kursi
barisan paling depan dari lebih kurang seratus lima puluhpengunjung yang hadir di Hotel Berbintang Lima. Mereka
duduk di sebelah kiri, dan di seberang kanan mereka masih
terlihat kursi yang belum terisi.
Ardi menunggu saat itu, ia menutup telinganya dengan
headset yang memperdengarkan lagu-lagu yang
disukainya. Ia asik mendengarkan lagu-lagu melalui
Entitas Tujuh: Si Kecil Pelukis Matahari 148
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 172/202
h a n d p h o n e - n y a , s e - m e n t a r a p e m b a w a a c a r a
mempersilahkan tamu khusus yang telah tiba untuk duduk
pada kursi paling depan di sebelah kanan. Kemudian acara
pun dimulai.
Setelah lama dengan kata sambutan dan pagelaran
pembuka yang tidak penting bagi Ar-di, akhirnya tiba juga
saat untuk ia bertemu dengan MATAHARIKU yang
dilukisnya dengan segala senyum yang telah diserapnya.
Telinga Ardi masih dipasang headset, lalu kakeknya
membuka headset yang terpasang pada telinga Ardi. Kakek
menunjuk pada panggung pagelaran. Di sana telah tergelar
dua puluh lukisan yang sangat memukau ma-ta penikmat
seni yang hadir di malam anugerah. Belum sempat Ardi
menemukan luki-sannya, dari atas panggung namanya
dipanggil lengkap dengan nama lukisannya. Ardi langsungberlari menuju panggung dan menemukan lukisan miliknya.
Lalu tidak berapa lama Bapak Presiden sebagai tamu
khusus malam itu berjalan mendekati Ardi yang te-ngah
membawa dan mendekap lukisan matahari.
Malam itu Ardi dinobatkan sebagai Si Kecil Pelukis Matahari
oleh Bapak Presiden.
29 Juni 2011
Entitas... Taas... Taaas 149
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 173/202
Entitas Tujuh: Si Kecil Pelukis Matahari 150
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 174/202
ENTITAS DELAPAN
SITO, HIKAYAT AMSTERDAM DAN IBUNYA
Dalam ketidakmenentuan, satu gerakan yang dilakukan
telah memukau banyak orang. Gerakannya teramat luwes,
dengan pernik-pernik mencolok yang dikenakannya. Ia be-
gitu anggun dengan busana yang menutupi tubuhnya. Lalu
keindahan memancar dari se-luruh pembawaan yang
dimilikinya. Siang itu ia bergerak dengan sangat
tangkasnya, gesit seperti burung prenjak yang beterbangan
ke sana kemari, berpindah dari satu da-han ke dahan
lainnya. Siang itu ia telah mengalahkan matahari. Pamornya
menutupi wa-jah mentari yang tak pernah terpisahkan olehkehidupan.
Ia masih melakukan gerakan-gerakan itu. Menjaga harmoni
tubuhnya. Langkah kakinya bersinergis dengan kedua
lengan dan gerakan kepala. Sungguh, meskipun masih
terlalu muda namun ia dapat melakukannya. Melebihi para
penari sungguhan yang telah terla-tih dan terbiasa pentasdi panggung-panggung terkenal. Ia hampir selesai dengan
gera-kannya. Satu ketukan nada lagi, lalu semuanya selesai.
“ya…, cukup! Cukup…! Sito Pramesywari.”
“satu kali lagi…, Ayah.”
“tidak…, kali ini latihanmu telah cukup. Sekarang kamu
istirahat,”
Entitas... Taas... Taaas 151
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 175/202
Sito Pramesywari namanya. Ia seorang gadis belia berumur
antara tiga belas hingga li-ma belas tahun. Hari ini Sito
tengah melatih seluruh gerakan tari yang diajarkan oleh a-
yahnya. Ia disaksikan oleh tetangga-tetangganya, dan juga
teman-teman sekolah yang siang itu mampir ke rumahnya.
Memang, sementara teman-temannya bersekolah, Sito
sering tidak masuk sekolah. Padahal nilai Sito untuk semua
mata pelajaran tidak terlalu buruk, tetapi sayangnya ia
jarang sekali hadir di sekolah. Ia begitu sibuk dengan latihan
tarinya. Andai saja ia hadir setiap hari, kemungkinan besar
Sito akan dikenal sebagai murid paling pandai di
sekolahnya.
“Sito! Kenapa kamu tidak sekolah hari ini…,”
“aku sibuk membantu ayah…,”
“sibuk dengan latihan tari-tarian itu kan?”“iya…,”
“apa tari-tarian itu tidak bisa ditinggalkan?”
Diam. Sito hanya diam untuk menjawab pertanyaan terakhir
dari temannya. Lalu ia ge-lengkan kepala untuk memberi
jawaban yang lebih jelas. Sudah banyak teman sekolah
menanyakan mengenai kehadirannya di sekolah, meskipunia tidak mendapat nilai bu-ruk dari setiap mata pelajaran.
Tapi keadaan membuatnya tidak perduli. Sito lebih me-
mentingkan ayahnya dengan pelajaran-pelajaran tarian
yang dimilikinya. Ia tak ingin meninggalkan ayahnya.
Semasa mudanya dahulu, ayah Sito dikenal sebagai
seorang seniman tari di desanya. Lantas usia yang setiap
Entitas Delapan: Sito, Hikayat Amsterdam dan Ibunya 152
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 176/202
tahun menggerogoti membuatnya makin tersisih dari pentas
tari. Meskipun ia begitu dikenal oleh orang banyak, tetapi
keterbatasan fisik telah menjadi batu sandungannya. Ia
semakin nampak kurang luwes gerakannya, dan tidak
sejalan de-ngan irama yang dimainkan. Maka akhirnya ia
memutuskan untuk mundur dari arena ta-ri yang telah
menjadikannya terkenal. Terakhir, sebagai aktivitas tarinya,
ia memberikan pengajaran tari kepada satu-satunya gadis
yang diharapkannya. Tidak ada yang lainnya.
***
Sudah tiga hari ini Sito masuk sekolah. Ia begitu akrab
bergaul dengan teman-temannya, dan tentu saja
sahabatnya. Ia tidak kehilangan masa-masa senang di
usianya yang belum beranjak dewasa, masih dalam usia
yang tanggung. Ia melupakan latihan tari-tarian yang seringdiajarkan ayahnya. Kali ini Sito keluar dari lingkup
kehidupan ayahnya. Ia memasuki kembali kehidupan
nyatanya sebagai gadis belia yang diusianya kadang su-dah
mengenal dengan perasaan senang terhadap lawan jenis,
tentu saja Sito bukan anak gadis yang tidak mengerti
batasan. Kegiatan yang sering diikutinya setiap habismaghrib menjadi penempa atas bangkitnya kesadaran
mengenai batasan tersebut. Lagi pula anak gadis yang
seusia di desanya masih menjaga adat yang turun temurun.
“Sito…, Sito…, bagaimana kabarmu?”
“aku baik-baik saja, kenapa kamu bertanya seperti itu?”
“ndak…, aku hanya bingung saja. Kok kamu jarang masuk,”
Entitas... Taas... Taaas 153
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 177/202
“oooh…, ya aku sibuk di rumah,”
Seperti itu percakapan yang terjadi antara Sito dengan
temannya. Mereka masih menge-nal dan akrab dengannya,
meskipun Ia jarang sekali ada di sekolah. Jika dihitung-hi-
tung, Sito hanya hadir tiga kali dalam seminggunya. Namun
pada minggu ini agak ber-beda, Sito hadir di sekolah hampir
satu minggu penuh. Sito bercerita kepada teman-te-mannya
bila satu minggu ini latihan tari-tarian yang diajarkan oleh
ayahnya dihentikan untuk sementara, ayahnya sedang
mengadakan kunjungan ke suatu daerah. Dari cerita yang
dituturkan Sito kepada teman-temannya, ayahnya mencari
panggung pementasan atau lomba tari yang akan diadakan
di sana. Teman-teman Sito kagum atas kegigihan a-yah Sito,
dan juga Sito sendiri sebagai teman sekolahnya.
“jadi minggu ini kamu tidak latihan tari ya To?”“iya Man…, aku hanya melatih tari sepulang sekolah saja,
sendiri.”
“biasanya sama ayahmu tho?”
“he'em…,”
Tak kurang perhatian teman-temannya kepada Sito, guru
sekolahnya juga memberikan perhatian yang sama.Terutama guru piket dan guru BP yang selalu menanyakan
kepada wali kelasnya mengenai perkembangan Sito sebagai
murid kelas IX, sebab ia harus be-nar-benar siap dengan
seluruh mata pelajaran sekolahnya. Pada salah satu hari di
satu minggu itulah Sito dipanggil menghadap pada guru BP.
Beberapa pertanyaan diberikan guru BP kepada Sito yang
Entitas Delapan: Sito, Hikayat Amsterdam dan Ibunya 154
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 178/202
jarang masuk sekolah. Guru BP itu bernama pak Hadi. Ia su-
dah tujuh tahun mengajar di sekolah tersebut. Ia dikenal
diantara murid-murid sekolah tempat Sito bersekolah
sebagai guru yang paling baik dan bijaksana. Ia selalu
memberi-kan perhatian yang lebih dengan masukan-
masukan yang memberi semangat kepada murid-muridnya.
Kali ini Sito berhadapan dengan Pak Hadi.
“bagaimana Sito…baik? Sehat?”
“baik pak. Sehat pak, saya masih sehat hari ini,”
“syukurlah. Tapi tentunya kamu tidak lupa dengan jumlah
kehadiranmu yang agak ber-masalah itu kan To?”
“eeh iiya pak. Saya tidak lupa…, dikarenakan itu pak…,”
“ya bapak sudah tahu, tetapi apakah kamu bisa berbicara
kepada bapakmu supaya lati-han tari-tarian itu
dilaksanakan usai sekolah, jadi tidak mengganggu jamsekolahmu?”
“waaah ndak tahu ya pak. Saya tidak berani. Takut pak!!!”
“takut!!! Kenapa mesti takut…?”
Demikian jawaban yang diberikan Sito kepada Pak Hadi,
sebagai guru BP-nya. Lantas dengan berdasarkan data
absensi Sito dan juga keterangan yang diberikan Sito ketikawawancara, Pak Hadi memutuskan untuk mengirimkan
surat undangan. Dalam surat tersebut, Pak Hadi selaku guru
yang bertanggung jawab atas perkembangan anak murid-
nya mengharapkan kehadiran dari salah seorang orang tua
muridnya, yaitu Ayah Sito. Pak hadi memberikan surat itu
kepada Sito untuk dibawa pulang, lalu dua hari kemudi-an
Entitas... Taas... Taaas 155
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 179/202
Ayah Sito tak hadir memenuhi undangan. Kebetulan Ayah
Sito tidak berada di ru-mah ketika itu, maka atas keteledoran
tersebut Pak Hadi melayangkan kembali surat ke-pada Ayah
Sito dengan isi yang sama, namun waktu yang berbeda.
Surat tersebut diteri-ma oleh Ayah Sito, tetapi tak pula
mantan seniman tari itu hadir memenuhi undangan.
Menerima keadaan tersebut, Pak Hadi pun memutuskan
untuk berkunjung langsung ke kediaman Sito, ia ingin
berbicara mengenai Sito dan perkembangan sekolahnya,
teruta-ma kehadiran Sito yang kurang bagus.
Dua minggu kemudian, Pak Hadi mendatangi kediaman Sito.
Setelah mendengar dan menerima informasi bila Sito sering
berada di rumah pada jam-jam sekolah, Sito berla-tih tari.
Pak Hadi tiba di kediaman Sito. Ia mendatangi kediaman itu
sendiri, setelah memperoleh izin dari Kepala SMP-nya. Iamemperhatikan seluruh gerak tari yang se-dang diajarkan
seorang lelaki kepada Sito. Pak Hadi terdiam sejenak untuk
membiarkan latihan Sito selesai. Tetapi sebelum latihan
tersebut selesai, lelaki itu memalingkan wa-jahnya ke arah
Pak Hadi. Ia mencari di kepalanya mengenai sosok lelaki
dengan pakai-an rapi yang memperhatikan dirinyasepanjang latihan tari bersama anaknya. Sito hanya diam. Ia
tidak banyak bicara. Ia meneruskan gerakan tari yang
diajarkan ayahnya, mes-kipun gerakannya agak kurang
bagus. Pak Hadi yang sejak tadi diperhatikan oleh ayah Sito
tersenyum kepadanya. Sito meneruskan latihan tarinya.
“Semenjak tadi saya memperhatikan bapak. Siapa bapak
Entitas Delapan: Sito, Hikayat Amsterdam dan Ibunya 156
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 180/202
ini…?”
“saya guru sekolah Sito, pak. Kalau boleh saya tahu,
benarkah bapak ini ayah dari Si-to?”
“iya. Saya adalah ayah Sito. Saya melatihnya tarian yang
sering saya mainkan, dan ju-ga tari yang masih baru,”
“iya pak. Saya sudah mendengar mengenai hal itu. Tetapi
ada satu hal yang perlu saya sampaikan kepada bapak
sebagai orang tua dari Sito,”
“Sito adalah harapan saya. Satu-satunya keturunan yang
kelak dapat meneruskan cita-cita bapaknya,”
“ini menyangkut kehadiran Sito yang kurang bagus pak.
Apakah Bapak berkenan kira-nya membiarkan Sito untuk
tidak berlatih tari di jam sekolahnya?”
“apa maksud bapak…?! Bapak hendak mengalangi saya
untuk mengajarkan seni tari kepada anak saya?”“tidak pak. Bukan seperti itu…, tapi alangkah lebih baik bila
latihan tari yang diajar-kan bapak dilakukan setelah Sito
pulang dari sekolah pak,”
“bapak jangan sekali-kali mengganggu pengajaran saya. Ini
sudah menjadi ritual dan tradisi dalam mempelajari tarian
yang saya turunkan. Ini tidak bisa dirubah…!!!”“maaf pak. Kasihan Sito bila harus kehilangan haknya untuk
belajar dengan baik di se-kolah kami,”
Beberapa hari setelah percakapan itu, tidak ada yang
berubah. Semua berjalan seperti sedia kala. Sito tetap
jarang hadir pada dua hingga tiga hari dalam satu minggu
belajar-nya di sekolah. Pak Hadi tak dapat melakukan usaha
Entitas... Taas... Taaas 157
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 181/202
yang lainnya. Ia telah kehabisan i-de untuk memperbaiki
kehadiran Sito di sekolah dalam satu minggunya. Setelah
perte-muan itu, Pak Hadi sedikit mengalami keraguan. Pak
hadi memahami posisi ayah Sito yang berkeinginan keras
untuk mengajarkan seni tari kepada anaknya, tetapi Pak
Hadi juga memahami mengenai hak Sito yang sudah
diabaikan oleh ayahnya sendiri untuk bersekolah dengan
baik dan kelak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi lagi.
Antara sekolah dan keluarga Sito tak dapat didamaikan
dengan mudah. Ini begitu rumit. Sekolah menghendaki
muridnya untuk hadir enam hari dalam satu minggu,
terutama se-kali bagi murid-murid yang telah berada di
bangku kelas sembilan. Sementara keluarga Sito memiliki
tradisi sendiri atas anggota keluarganya, merekamembutuhkan tiga hari dalam seminggu untuk mengajarkan
seni tari sebagai simbol dari kejayaan keluarga Si-to. Pak
Hadi tak dapat berbuat banyak untuk memenangkan
sekolahnya, membawa sa-lah satu muridnya untuk hadir
satu minggu penuh. Ayah Sito tak perduli dengan kehen-dak
pihak sekolah, yang ia pahami hanya mewariskan seni tariyang telah menjadikan leluhur keluarganya berjaya dan
dikenal oleh masyarakat. Ia hanya ingin mewarisi seni tari itu
kepada anggota keluarganya saja. Ayah Sito tidak
menghendaki adanya orang la-in di luar keluarganya
sebagai bagian dari orang-orang yang dilatihnya. Ini hanya
khu-sus untuk keluarganya saja. Lantas Sito tidak dapat
Entitas Delapan: Sito, Hikayat Amsterdam dan Ibunya 158
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 182/202
melakukan banyak hal. Ia menerima saja semuanya. Ia
menerima dan melakukan segala keinginan ayahnya, dan
juga mene-rima dan melakukan keinginan sekolahnya. Sito
tidak melakukan pilihan yang kuat. Ia hanya mengalir di
aliran-aliran sungai yang dapat dialirinya. Ia tak hendak
menentukan arah alirannya atau tak hendak menentukan
tujuan dari alirannya. Ia mengikuti kehen-dak ayahnya dan
juga mendengarkan keluhan Pak Hadi atas kehadirannya.
Bagi Sito ini hanya perkara mudah, bagi ayahnya tradisilah
yang harus dikedepankan, sementara bagi Pak Hadi ini
sungguh berat.
***
Tiga bulan telah berlalu. Suasana sekolah mendadak ramai.
Mereka diributkan dengan selembar surat kabar yang
ditempel oleh Pak Hadi di papan pengumuman. Mereka, se-luruh warga sekolah, membaca berita itu. Setelah membaca
berita yang ditempel, nama Sito sebagai penari terus
dibicarakan dari mulut ke mulut. Mereka, yang diantaranya
a-dalah teman dan sahabat Sito merasa kagum dan bangga
atas prestasi yang diperoleh Si-to dalam bidang seni tari.
Sementara Pak Hadi yang menempel surat kabar yang mem-beritakan kemenangan Sito dalam salah satu lomba tari
yang diadakan di Kabupaten justru kebingungan. Tetapi ia
tetap memberikan kabar positif dari muridnya itu. Ia ingin
prestasinya dapat memacu murid-murid lainnya untuk
memperoleh hal yang sama.
“hebat ya…si Sito!”
Entitas... Taas... Taaas 159
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 183/202
“iya…, dia menang dalam perlombaan tari,”
“tapi sayangnya tidak membawa nama sekolah kita…,”
“iya…benar, di sekolah kita tidak ada pelatih tarinya sich,”
Pak Hadi mendengarkan percakapan beberapa orang
muridnya. Ia hanya tersenyum, ke-cut. Memang kenyataan
yang telah membuka mata mereka. Kenyataan mengenai
keada-an sekolahnya dan juga salah satu muridnya yang
berhasil tanpa harus membawa nama sekolahnya. Namun
dari beberapa mulut dan juga keterangan di atas kertas,
terdapat sisi buruk yang ternyata terbawa juga di tengah-
tengah kemenangan tersebut.
“ternyata selama dua bulan tidak hadir Sito tiba-tiba
menjadi pemenang,”
“tapi kenapa ya…, Pak Hadi menempelkan berita tentang
Sito? Padahalkan Sito sudah jarang masuk sekolah”“ya mungkin Pak Hadi kangen kali dengan Sito…hehehe,”
“bisa saja kamu…,”
“tapi memang sudah dua bulan rumah Sito kelihatan sepi,”
“iya…, aku pernah pulang bersama Pak Hadi untuk ke rumah
Sito. Ternyata rumahnya terkunci, tak ada seorangpun di
sana,”“dan setelah lama tak terdengar kabar, ternyata kita semua
dikejutkan dengan kemena-ngan Sito,”
“benar. Hebat ya Sito…,kira-kira apakah dia sudah kembali
dari perlombaan itu?”
Satu minggu setelah pemberitaan mengenai Sito mulai
mereda, kini Pak Hadi mulai me-nempelkan kembali
Entitas Delapan: Sito, Hikayat Amsterdam dan Ibunya 160
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 184/202
selembar surat kabar pada papan pengumuman sekolah. Ia
menem-pelkan surat kabar tersebut pagi-pagi sekali, ketika
murid sekolah yang datang masih bi-sa dihitung dengan jari.
Salah satu dari mereka melihat Pak Hadi yang sedang
menem-pelkan surat kabar itu.
Pada surat kabar itu diberitakan keadaan Sito. Seorang
penari yang sampai sekarang masih belum juga nampak
batang hidungnya. Tidak di rumahnya, pun juga di sekolah.
Sito tak menampakkan diri, demikian halnya dengan Ayah
Sito. Di surat kabar itu dibe-ritakan bila Sito menjadi penari
yang sangat sibuk saat ini. Ia berkeliling kecamatan yang
ada di Kabupatennya, juga ia menyinggahi beberapa desa
yang ada di kecamatan-kecamatan tersebut. Ini merupakan
kegiatan yang harus dijalaninya sebagai pemenang
perlombaan tari se-Kabupaten. Sito ada dalam sebuahgambar hasil potretan wartawan lokal yang terus mengikuti
pemberitaan mengenai sang pemenang lomba tari. Berita
mengenai Sito terpampang di papan pengumuman sekolah.
“ada berita apa lagi?”
“itu…, Sito keliling daerah,”
“dia benar-benar jadi pemenang,”“pasti Pak Hadi yang menempelkan surat kabar ini,”
Memang setelah Sito meraih kemenangan pada lomba tari
yang diikutinya Pak Hadi mulai aktif menempelkan kabar
mengenai Sito yang diberitakan pada surat kabar yang
dibacanya. Pak Hadi ingin segala beban dihati dan
pikirannya dapat terbagi, tentunya dengan warga
Entitas... Taas... Taaas 161
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 185/202
sekolahnya. Berbagi dengan murid-murid yang beberapa
diantaranya me-ngenal dengan baik sosok Sito yang
membuatnya resah dengan kehadiran yang tidak terlalu
bagus. Pak Hadi berbagi keresahan bersama murid-
muridnya, kegelisahan atas Sito yang saat ini telah berhasil
meraih prestasi yang membanggakan.
Dua bulan berikutnya sebuah lembaran foto kopian surat
kabar ditempel di papan pe-ngumuman sekolah. Lembaran
foto kopian surat kabar itu ternyata tidak hanya satu lembar
saja, tetapi ditempel di segenap penjuru sekolah yang dapat
ditempel oleh lem-baran surat kabar tersebut. Ada beberapa
murid yang sengaja melakukannya, dan ini tentu saja bukan
perbuatan Pak Hadi. Dalam foto kopian surat kabar tersebut,
diberita-kan saat ini Sito telah berada di Jakarta. Ia mewakili
kabupaten untuk mengikuti per-lombaan tarian, dan Sitoterpilih sebagai salah satu duta provinsi di antara beberapa
yang terpilih dari kabupaten lainnya. Pak Hadi yang tidak
mendapati kabar tersebut dari surat kabar yang dibacanya
tidak dapat menahan rasa kagetnya. Pak Hadi kaget ternyata
muridnya mengetahui keadaan Sito melalui surat kabar yang
bukan dibacanya, melain-kan dari surat kabar lain yangkemungkinan dibaca oleh salah satu orang tua mereka.
Tetapi tindakan muridnya yang diluar batas tidak dapat
ditolerir, meskipun berita terse-but sangat penting. Lalu
selepas istirahat Pak Hadi dapat menangkap pelaku dari
tinda-kan yang melampaui batas itu. Mereka bertujuh
mengakui telah melakukan penempelan surat kabar tidak
Entitas Delapan: Sito, Hikayat Amsterdam dan Ibunya 162
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 186/202
selayaknya, dan atas pengakuan mereka Pak Hadi
memberikan huku-man yang sesuai dengan tindakan yang
telah mereka perbuat. Mereka dihukum untuk
membersihkan semua penjuru sekolah dari surat kabar
tersebut, kecuali papan pengu-muman yang memang
dipergunakan sebagaimana mestinya.
Pak Hadi memperhatikan pekerjaan yang dilakukan oleh ke
tujuh muridnya. Mereka bu-kan murid-murid nakal ataupun
melampaui batas. Mereka adalah murid-murid yang ba-ik,
namun barangkali rasa penasarannya mengenai Sito si
Penari itu yang membuat me-reka juga ingin turut serta
dalam memberikan kabar berita mengenai si Penari yang
mu-lai naik daun. Pak Hadi berdiri dari kursinya, ia berjalan
menuju papan pengunguman. Tujuh orang muridnya masih
membersihkan surat kabar kopian yang mereka temple-kan.Pak Hadi membaca kopian surat kabar tersebut dengan
Headline berjudul: “SITO, PENARI TARIAN BUMI YANG
MENEMBUS LANGIT”
Tak lama berselang setelah insiden tersebut, kira-kira dua
minggu setelahnya, berita me-ngenai Sito kembali
menggema di segenap penjuru sekolah. Bahkan beritamengenai ta-rian Sito terdengar pula hingga ke masyarakat
tempat Sito dan Ayahnya tinggal. Surat kabar mengenai Sito
beredar di mana-mana. Pak Hadi tidak ketinggalan berita, ia
mem-peroleh berita mengenai Sito pada surat kabar yang
dibacanya. Seorang murid yang ke-marin mendapat
hukuman juga membaca berita yang sama pada surat kabar
Entitas... Taas... Taaas 163
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 187/202
yang diba-canya. Murid tersebut masih mengajak keenam
temannya untuk melakukan hal yang sa-ma, tapi dengan
cara yang berbeda. Ke tujuh murid tersebut telah memfoto
kopi surat kabar tersebut, kemudian surat kabar kopian itu
diberikan kepada setiap kelas di sekolah mereka.
Setidaknya mereka memberikan lima helai kopian surat
kabar mengenai Sito kepada masing-masing kelas di
sekolahnya. Sementara Pak Hadi melakukan kegiatan
biasanya yaitu menempelkan surat kabar mengenai
muridnya yang penari di papan pe-ngumuman.
“hidup Sito…!” teriak murid kelas IX
“waaaah…hebat kak Sito!!! Aku ingin seperti dirinya,” tutur
salah satu murid kelas VIII
“benar-benar ada penari di sekolah kita,” bisik-bisik murid
kelas VII“hidup Sito…!! hidup…!!! Teriak anak kelas IX
“hebaaatttt…, kakak Sito hebaaaatttttt…!!!! Gembira murid-
murid kelas VIII
“luar biasa…, sekolah kita luar biasa…,” kasak kusuk murid-
murid kelas VII
Seluruh warga sekolah bergembira dengan kehebatan Sito.Tariannya telah menembus atmosfir ibukota negara. Sito
benar-benar menjadi murid terkenal di sekolahnya. Sito juga
menjadi anak paling dibicarakan di kediamannya, di seluruh
pelosok desa, kecama-tan, kabupaten, provinsi, dan kini
mulai dibicarakn oleh warga negara Indonesia. Pada surat
kabar yang telah disebarkan oleh ke tujuh murid tersebut,
Entitas Delapan: Sito, Hikayat Amsterdam dan Ibunya 164
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 188/202
terlihat Sito sebagai pe-nari yang katanya menarikan Tarian
Bumi sedang berjabatan dengan Presiden republik
Indonesia. Sito berjabatan sambil menerima medali yang
dikalungkan oleh bapak Presi-den RI. Sementara di surat
kabar yang ditempelkan oleh Pak Hadi, di sana Sito nampak
sedang menggendong piala juara pertamanya dengan
didampingi oleh ayahnya dan juga bapak Presiden RI yang
berdiri disampingnya sambil melemparkan senyumnya ke
selu-ruh penjuru nusantara. Sito telah menaklukkan
nusantara dengan tarian buminya.
***
Amsterdam, pagi hari. Dua sosok bayangan berkelebat
dengan gerak yang harmonis. Keduanya menari tarian bumi
bersamaan. Tak ada perbedaan usia diantara mereka. Tak
ada batas ataupun jarak yang menghalangi, merekabergerak membentuk formasi yang apik. Pagi di
Amsterdam. Gerak yang mereka lakukan merekahkan
bunga tulip di te-ngah udara musim panas yang cerah.
Tarian bumi itu telah menggetarkan akar-akar tu-lip,
menjalar melewati batang-batangnya lalu kelopak-
kelopaknya bermekaran dengan indahnya. Jejakan danpijakan kaki-kaki keduanya lantas saja meriangkan pucuk-
pucuk dedahan di sekitar Amsterdam. Mereka turut menari
dengan leluasa.
“Sito, kamu harus lebih luwes dengan gerak lenganmu!”
“iya ayah!”
“perhatikan langkah kakimu. Pertahankan keanggunannya
Entitas... Taas... Taaas 165
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 189/202
bersamaan dengan gerak lenganmu!”
“seperti ini ayah?”
“ya! Hampir seperti itu…, perbaiki lagi!”
Pagi hari di tepian kanal kota Amsterdam. Sito melatih gerak
tarian buminya. Ia mela-tihnya dengan sungguh-sungguh.
Ayahnya membimbing dengan keras dan bijaksana. Sito
bergerak dengan cara yang sangat mengesankan. Gerak
tariannya melupakan kege-lisahan akan teman-teman
sekolahnya, sahabatnya, kediamannya dan juga mendiang i-
bunya. Gerak tarian bumi yang dilakukannya merangkum
seluruh kesan-kesan pribadi atas segala interaksinya
dengan dunia nyata yang dikenalnya di Indonesia. Sito terus
melatih geraknya, sambil mendengar instruksi dari ayahnya
untuk memperbaiki gera-kannya agar lebih sempurna.
Siang hari di sebuah Hotel mewah, di kota Amsterdam. Sitodan ayahnya telah duduk di meja makan. Bibir Sito terlihat
berwarna mengkilap. Ia mengenakan pewarna bibir yang
sengaja dibelinya, untuk berkenalan dengan dunia orang-
orang luar. Sito dan ayahnya duduk di salah satu meja,
segelas lemon dihidangkan dihadapan mereka. Hidangan
pe-ngisi perut belum juga muncul dan tiba di atas meja.“kamu senang dan bahagia di kota ini, Sito?”
“iya ayah. Aku senang,”
“kamu akan lebih senang setelah kamu mengetahui
mengenai cerita sesungguhnya ten-tang kota ini dan
ibumu,”
“Amsterdam dan ibuku, ayah?”
Entitas Delapan: Sito, Hikayat Amsterdam dan Ibunya 166
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 190/202
“ya…, mereka saling berhubungan erat,”
Dan ketika malam menjelang, Sito menarikan tarian bumi
yang telah dilatihnya. Benar-benar memukau seluruh
penonton malam itu, dan juga dewan juri yang memberikan
pe-nilaian atas tarian yang dimainkan oleh para penari. Sito
adalah wakil dari Indonesia da-lam Festival tari yang
berlangsung di Amsterdam selama satu bulan. Sito
berkompetisi dengan para penari dari negara lain untuk
mendapatkan pengakuan atas kemampuan dan bakatnya,
dan tentu saja atas Merah Putih yang merupakan cetak biru
dalam dadanya.
Malam itu Sito menarikan tarian bumi dengan luwes. Ia
memanggil kekuatan-kekuatan alam semesta. Gerak
gemulainya mengajak bayangan-bayangan hitam
mengikutinya. Sito menari untuk negara dan bangsanya, dandibalik semua itu Sito menari atas kehadi-ran dalam dirinya
yang tiba-tiba saja memberinya kekuatan lebih. Kekuatan
lain. Ia me-nari seperti yang diajarkan oleh ayahnya, seperti
yang dihikayatkan oleh ayahnya. Hika-yat diri-diri yang
dilupakannya. Hikayat para penindas dan para sekutunya.
Sito menari-kan dengan bersemangat namun gemulai. Iamenarikan kegemulaian dalam mengenang kematian para
leluhurnya, dan kematian ibunya yang berkaitan erat dengan
Amsterdam.
Sito si penari itu menarikan tarian bumi. Ia menari
memanggil kembali kehadiran yang tak dapat dihadirkan
melainkan melalui tariannya. Sito memanggil ibunya malam
Entitas... Taas... Taaas 167
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 191/202
itu. Sito melakukan gerakan bumi untuk menemukan kembali
bayangan ibunya.
Sito dengan tarian buminya. Ayahnya dengan hikayat
Amsterdam. Sito dalam hikayat Amsterdam dan ibunya.
10 Juli 2011
Entitas Delapan: Sito, Hikayat Amsterdam dan Ibunya 168
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 192/202
ENTITAS SEMBILAN JAKARTA - LEIDEN
Akhirnya aku mendapatkan fotonya, melalui surat elektronik
yang dikirimkan oleh-nya. Sudah dua tahun aku tak pernah
bertatap wajah dengannya, setelah pertemuan te-rakhir
yang membuat kami merasa berat untuk berpisah. Namun
pekan demi pekan hingga bulan dan tahun berganti, dan
kami pun dapat melaluinya dengan baik-baik sa-ja. Aku baru
saja memperoleh foto yang dikirimkannya, ia nampak
berubah. Tentu sa-ja, aku memahami perubahan tersebut.
Ragam warna dan gaya pakaian telah merubah dirinya. Aku
tersenyum memperhatikan foto itu, aku seolah terdoronguntuk segera kembali ke Jakarta. Kembali menjumpainya
dan mengenang masa-masa yang telah kami lalui bersama,
ketika itu. Sungguh, dari banyak wanita yang ku kenal hanya
dia satu-satunya yang menarik perhatianku. Aku seperti
berdekat-dekatan dengan suasana Indonesia yang
sebenarnya. Wanita itu telah menunjukkan segalanyatentang Indone-sia.
Aku adalah seorang Belanda yang bekerja di kedutaan
besar Belanda. Lebih kurang sepuluh tahun aku tinggal di
Jakarta. Menikmati hiruk pikuk kota yang terbiasa de-ngan
kemacetan di sana sini, ketidak teraturan, kemiskinan dan
kriminalitas yang tinggi. Aku menangkapnya sebagai sisi
Entitas... Taas... Taaas 169
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 193/202
kehidupan yang mengesankan. Sepuluh tahun di Jakarta,
dan ku kenal seorang wanita cantik dengan gaya yang
menarik. Ia berasal dari Jogjakarta. Keramahan dan sopan
santun dalam bertutur kata begitu mengagum-kan, aku
merasakan suasana Jakarta yang lain bila melihat dirinya. Ia
bekerja di kedu-bes ku, dengan modal bahasa Belanda yang
fasih dan juga pengetahuan budaya Be-landa yang
diperolehnya dari Depok. Aku selalu saja menanti
kehadirannya.
***
Semestinya kukabarkan terlebih dahulu kepada Luki atas
keinginanku untuk mengun-jungi kota Jogjakarta. Lalu
keberangkatanku yang sepertinya mendadak itu seolah tak
mendapat sambutan yang menyenangkan dari Luki, aku
merasa sangat bersalah. Me-mang, Luki selalu sajamengelak ketika aku hendak merencanakan untuk
berkunjung ke Jogjakarta, terutama sekali mengunjungi
kediamannya. Aku begitu terkesima pada foto-foto yang
dibawa oleh Luki setelah acara pulang kampungnya di
lebaran Islam berakhir, dan juga dengan oleh-oleh
penganan yang diberikannya. Foto sebuah pantai yangindah pada saat matahari tenggelam, lalu susunan batu-
batu candi yang sempat ku amat-amati di meja komputer
melalui internet begitu mengesankan, aku seperti
menemukan guide yang tepat untuk mendatanginya. Akan
tetapi Luki selalu saja me-nolaknya, ia enggan untuk
menemaniku. Biar begitu, aku menikmati juga aroma ma-nis
Entitas Sembilan: Jakarta - Leiden 170
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 194/202
penganan Jogja yang disajikannya, satu kotak penuh
makanan kecil dan penganan itu mengingatkan aku pada
masakan Jogja yang sering dibicarakan oleh kolega-kole-
gaku di negeri Belanda.
Aku sudah tiba di pintu kedatangan Bandara Adi Sutjipto,
sedikit lega setelah hampir tiga jam terdiam dibangku
pesawat dengan bertemankan surat kabar dengan pemberi-
taan yang menghebohkan mulai dari politik kenegaraan,
inflasi keuangan, bahkan hingga kemenangan Barcelona
meraih tropi juara di liga Champion. Aku meraih pon-sel
untuk membuka beberapa message yang masuk, lalu aku
mencari nomor ponsel Luki dalam contact list. Dengan
berbagai pertimbangan, lima menit kemudian aku
memasukkan kembali ponsel ke dalam tempatnya, kurang
tepat bagiku untuk menga-barkan Luki pada saat ini. Akuberjalan keluar dari bandara, lalu membiarkan tas yang ku
bawa disambut oleh tangan-tangan kasar supir taksi
bandara. Aku memasuki taksi dan duduk di kursi belakang.
Aku memintanya untuk mengantarkan ku menuju Hotel
Shantika.
Tak lama berselang, aku telah tiba di hotel tersebut lalumengambil kunci kamar yang telah ku pesan semenjak satu
bulan yang lalu. Berjalan sebentar di koridor hotel lalu
beranjak menjauhinya. Lantas kamar itu telah berada di
depan mataku, memasukinya dalam suasana yang hening
dan tenang lalu menjatuhkan badan di atas kasur melepas
penat perjalanan. Aku terlelap dalam buaian lelah. Sudah
Entitas... Taas... Taaas 171
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 195/202
dua hari mataku tak terpe-jam, hanya bersandarkan pada
meja kerja yang tak nyaman untuk kepalaku.
Telah sekian lama tiada pernah kunikmati nyamannya hidup.
Demikianlah yang kura-sakan saat ini, berada di sebuah
tempat yang sangat mengagumkan dan mempesona.
Sekelilingnya begitu damai dan tenteram. Aku merasakan
suasana yang tiada terhing-ga kesenangannya. Seolah
segalanya pergi menjauh dan akhirnya aku berada di tem-
pat ini. Merasakan kenyamanan hidup. Pemandangan pantai
yang luas dengan warna langit yang jatuh di atasnya, aku
tersenyum menyaksikannya.
“God…! It's amazing” gumamku
Dari kejauhan dan di antara lekuk bibir pantai seseorang
berjalan dengan anggunnya. Berpakaian kebaya dengan
baju dan selendang berwarna hijau. Seorang wanita berja-lan menyusuri bibir pantai yang teramat damai dengan
alunan suara deburan yang menggelitik telinga. Suara
alunan itu berdesah dengan syahdunya. Wanita berpakaian
hijau itu berjalan menuju arahku. Raut wajahnya tenang,
seolah tak menemukan aral melintang di setiap pijakan
kakinya menembusi pasir pantai yang berwarna hampirputih. Aku terkesima menatapnya. Wanita itu semakin
mendekat. Ia mendekat dengan alunan nada yang dihembus
angin pantai bergema di antara pucuk-pucuk tumbuhan
pantai. Wajah wanita itu semakin jelas terlihat. Dingin
tatapannya. Kemudian aku ter-henyak dengan
kehadirannya yang sudah sangat dekatnya. Wanita
Entitas Sembilan: Jakarta - Leiden 172
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 196/202
berpakaian hijau dengan paras yang sangat cantik. Dalam
kesadaranku tersebut nama yang begitu akrab di
kehidupanku.
“Luki…!!!”
Setelah mendekat dari hadapanku, wanita itu beranjak pergi
menjauhiku. Aku terdiam sejenak dan tak dapat mengelak
bila wanita ini memang sangat misterius bagiku. Ia berlari
menjauhi diriku. Sementara keengganan sudah melekat
terlebih dahulu dalam batinku. Keinginan tiada bersarang
dalam dadaku. Aku tak ingin mengejarnya, tapi lambaian
tangannya yang halus telah menghipnotisku. Aku seperti
menggenggam ta-nah liat yang tak berbentuk. Tangannya
seperti air atau mungkin udara yang tergeng-gam lalu
terlepas sedemikian saja. Ia telah menghilang dari
hadapanku. Bayangannya tersembunyi di antara bebatuancadas yang kokoh, bahkan matahari yang terik sekali-pun
tak akan mampu menembus kokohnya bebatuan itu. Aku tak
menemukan jawa-ban dari matahari atas kepergian
bayangannya. Dan atas kegalauan hati, aku pun me-
lepaskan jerat-jerat keengganan. Aku berjalan mengitari
bebatuan kokoh tersebut, mencari di setiap lekukannyabayangan Luki yang telah menghilang semenjak tadi.
“Akh…, kemana Luki pergi?” aku dalam bingung
Aku mengitari bebatuan kokoh. Mencari Luki di setiap
sudutnya. Aku memasuki ke dalam gelap sebuah ruangan,
dan hanya kujumpai sebuah altar yang dijaga oleh pa-tung-
patung besar dalam degup nadi yang dingin tak bernyawa.
Entitas... Taas... Taaas 173
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 197/202
Aku tersenyum kecut menyaksikan wajah patung-patung itu,
ia mirip sekali dengan wajah Luki. Aku meng-amatinya
dengan seksama. Mencari tanda yang paling benar agar
dapat diyakinkan bi-la patung itu bukanlah Luki yang kucari.
Luki dengan tangan selembut angin yang menerbangkan
selendang hijau sutranya. Aku mendekati patung tersebut.
“Luki…!?” sergahku mendekat
“tidak…, tidak…, tidak mungkin,” pikirku keras
“bila ini benar engkau, bagaimana mungkin?” aku mencari
alasan
“please God…!!! I hope this is not her…,” sepenuh hati aku
meyakinkan
Lagi kuteliti wajah patung itu. Aku mash belum menemukan
ciri-ciri yang dapat memberi kesimpulan bila patung yang
kuhadapi memang Luki. Aku berusaha bersi-kap adil ataskenyataan yang kuhadapi. Membuang jauh-jauh urusan hati
yang selalu saja menjatuhkan sesak dalam dada. Aku
berusaha seimbang, seperti petuah sang Bu-dha yang
sangat mengagungkan ketenangan batin melalui proporsi
panca indera dan aura yang terbagi dengan merata. Aku
terus bertahan dalam kesenyapan suara medita-si.“Ooooommmm….,” aku mendengar suara keheningan
Aku masih mengamati patung tersebut, dari dahi bagian
atas hingga dagu bagian ba-wah. Dari telinga kiri hingga
telinga kanan. Aku mendetilkan guratan-guratan pahat pada
rambut di kepalanya yang begitu tertata dengan teratur dan
rapinya. Mata patung itu terpejam. Nampaknya semenjak
Entitas Sembilan: Jakarta - Leiden 174
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 198/202
tadi suara kesenyapan yang kudengar menggema dari
mimik wajah dan pandangan mata yang tertutup itu, milik
patung yang masih te-rus kuamati. Aku menyentuh pipi
patung tersebut. Kurasakan dingin yang tak hingga. Aku
menyentuh udara bercampur air yang dingin, sedingin
penghujan yang turun se-lama empat puluh malam tiada
henti. Aku merasakannya. Dingin yang tak terhingga.
Tubuhku terasuki oleh dingin itu, semakin dalam dan kian
nyata. Aku diselubungi o-leh hawa dingin yang terus
mengalir. Mengalun dari kedua telapak tanganku yang
menyentuh kedua pipi patung tersebut. Dingin itu semakin
melenakanku. Tak dapat terhenti. Aku tenggelam dalam
badai dingin, semakin lama semakin menyeruak ke dalam
relung batinku. Gelisahku memuncak. Aku kehilangan
kendali. Keseimbangan kian menjauh dariku. Aku tak bisamenolak hawa dingin yang bersumber dari patung itu. Aku
terus bertahan. Mempertahankan keseimbangan sambil
perlahan kubuka ma-taku dan kulihat wujud yang nyata dari
patung tersebut, tetapi aku tak dapat menghin-dar dari
cengkeraman hawa dinginnya.
“Lukiiiiii……!!!!!!!” aku berteriak“Ghossss…. I dreamt about her,” aku terbangun.
Aku menyeka wajahku yang berkeringat. Kemeja di tubuhku
tak lagi sempurna. Aku membenahi seluruh pikiranku
dengan melihat waktu pada jam tangan. Sudah pukul dua
belas lebih, dan nampaknya aku harus membersihkan
badanku. Aku bangkit dari kemalasan di atas tempat tidur,
Entitas... Taas... Taaas 175
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 199/202
dan mulai bergegas menuju kamar mandi untuk mem-
bersihkan diriku. Aku berjalan dengan sedikit gontai. Mimpi
itu masih saja hadir di kepalaku. Mimpi itu tak dapat pergi
dari khayalku. Aku memasuki kamar mandi. Mengguyur
seluruh anggota badanku, dan mimpi itu masih saja merasuk
dengan da-lam di setiap inci dari memoriku. Aku terpenjara
dalam impian itu. Aku masih sibuk dengan air pancuran yang
membasahi wajahku. Lantas bathtube yang telah terisi de-
ngan busa pun mulai kuhampiri. Aku menceburkan diri di
dalamnya. Mencoba meng-hapus segala memori yang
masih terngiang perihal mimpi yang semestinya tak meng-
ganggu. Aku melemaskan otot-otot tubuhku di dalam
bathtube, berusaha santai dan relaks menghilangkan semua
kekhawatiran dan kegalauan akibat mimpi yang menam-bah
beban di kepalaku. Aku menenangkan diri di dalambathtube.
***
Satu minggu yang melelahkan aku berada di Indonesia.
Negeri yang pernah mengharu birukan seluruh
kehidupanku, dengan segala kenyamanan hidup,
kedamaian, dan ke-indahan alamnya. Biarpun isu-isu yangmenegangkan dan adakalanya benar terjadi mengenai
terorisme dengan bom bunuh dirinya selalu menghantui dan
mengelilingi ruang gerak dari aktivitas warga asing seperti
diriku, namun lebih banyak aku menga-lami kesenangan dan
kedamaian di dalamnya. Memang lumrah adanya bila negeri
yang dipercaya sangat ramah dan arif bijaksana dengan
Entitas Sembilan: Jakarta - Leiden 176
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 200/202
beragam kekayaan budaya mengalami perubahan yang
sangat mencengangkan, tapi bagiku tetap negeri Indone-sia
adalah negeri yang mempesona. Walaupun negeri ini harus
kehilangan predikat pemilik tujuh keajaiban dunia, meskipun
ia harus bersusah payah untuk mengelola ta-man nasional
Komodo yang begitu pahit terasa untuk meraih kembali
predikat terse-but, bagiku Indonesia secara pribadi telah
memberikan nilai-nilai yang menjadikanku kaya akan naluri
untuk mencintai budaya dan manusia. Aku sangat
mengagumi Indo-nesia.
Aku telah berada di penerbangan paling awal untuk
berangkat menuju Belanda. Aku kembali ke Leiden. Aku
telah menuntaskan pekerjaan yang cukup melelahkan, bah-
kan dibawah tekanan waktu yang sangat sempit dan padat.
Cukup melelahkan, dan ra-sanya aku tak pernah bisamenghilangkan penat yang berbekas di sekujur tubuhku.
Berlibur menuju Jogjakarta ternyata tak juga memulihkan
penat itu, lelah tersebut. A-ku berupaya dengan sekuat
tenaga untuk mengembalikan kenanganku sebagai pengo-
bat lelah yang mendera dari kerja yang suntuk, namun aku
tak menemukannya kem-bali. Aku bertemu dengan Luki.Menjumpainya. Setelah menghubunginya melalui ponsel,
aku bertemu dengannya di Jalan Malioboro tepat di sebuah
restoran fastfood di dalam mall Jogja. Aku hanya seorang
diri, sementara Luki duduk bersama dengan seorang bocah
yang diperkenalkannya sebagai anak pertamanya. Seorang
anak lelaki. Aku tersenyum melihat bocah itu, tetapi aku
Entitas... Taas... Taaas 177
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 201/202
merasakan Luki yang dingin. Luki bukan lagi seorang wanita
periang yang pernah kujumpai. Dalam foto-foto yang
dikirimkan-nya ia tak pernah mengatakan sepatah katapun
bila sekarang keadaan dirinya telah berubah. Luki yang
sekarang telah menjadi seorang istri dan memiliki seorang
bocah lelaki yang mungil dengan wajah yang sangat kental
jawanya.
“maaf Van aku tak pernah mengatakan sebelumnya,” dingin
ucapan Luki
“tidak apa…, aku turut gembira melihatmu,” senyum
kecutku tertutup pikiran logis
“aku telah menikah setahun kemarin. Meninggalkan
pekerjaanku dan menjadi seorang ibu rumah tangga dengan
anak satu,” Luki masih dingin tanpa senyum
“yeah…life must go on, but I think it's really… you know…very nice,” bohongku pada perasaanku
“bagaimana denganmu Van?” pertanyaan yang begitu
dingin
“I am still single dear,” senyumku bernada kecewa.
Aku masih berada dalam penerbangan pertama menuju
Belanda. Membayangkan Ja-karta yang sudah semakinsibuk dengan kemacetan yang tak terkendali, lahan sebagai
koridor jalan yang semakin sempit, laju kemiskinan yang
semakin meningkat, jumlah kendaraan pribadi yang
semakin memadati jalan-jalan kota. Aku merasakan penat
yang tidak kepalang di kepalaku, setelah meninggalkan
Jakarta meskipun seluruh pe-kerjaan telah selesai dengan
Entitas Sembilan: Jakarta - Leiden 178
7/17/2019 ENTITAS
http://slidepdf.com/reader/full/entitas-568d8ad878f01 202/202
sempurna. Aku pulang dengan membawa kekecewaan yang
juga sempurna. Aku seperti tengah berada di kawasan Ritz-
Carlton ketika dile-dakkan oleh teroris pelaku bom bunuh
diri. Aku hancur tanpa daya. Jogjakarta yang ku agungkan
sebagai kota terindah kini menjadi Jakarta yang tak ramah
dan dipenuhi dengan kotoran-kotoran manusia yang tak
berujung selain hanya hendak meraih ke-kayaan sementara.
Aku kehilangan kenangan mengenai Jogjakarta. Aku serasa
amne-sia atas semua jenis hidangan manis yang disajikan
khas Jogjakarta. Aku tak merasa-kan lezat lagi gudegnya,