enamel hipoplasia linier

34
BAB I Pendahuluan Enamel merupakan jaringan dalam tubuh dengan kadar kalsium dan mineral yang tinggi. Pembentukan enamel membutuhkan interaksi dari beberapa faktor, dapat berupa faktor genetik dan juga lingkungan. Faktor- faktor ini harus berjalan secara sinkron dengan baik untuk menghasilkan enamel yang baik secara kuantitatif dan kualitatif. Adanya gangguan yang terjadi pada sinkronisasi ini dapat menyebabkan hipoplasia (Jayam, et al., 2013). Adapun saat terjadinya gangguan bervariasi dapat terjadi saat dalam kandungan, maupun saat sesudah lahir. Saat sesudah lahir dapat terjadi pada periode neonatal, ataupun masa anak anak (Syarief, 2011). Keadaan ini dapat terjadi karena adanya gangguan yang disebabkan baik faktor herediter, dan lingkungan 1

Upload: nurdianirakhma

Post on 18-Jan-2016

302 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Enamel Hipoplasia Linier adalah salah satu bentuk kelainan dalam pembentukan enamel yang dapat terjadi pada gigi sulung maupun gigi permanen yang berupa garis linier seperti cincin pada seluruh permukaan enamel gigi.

TRANSCRIPT

BAB I

Pendahuluan

Enamel merupakan jaringan dalam tubuh dengan kadar kalsium dan

mineral yang tinggi. Pembentukan enamel membutuhkan interaksi dari beberapa

faktor, dapat berupa faktor genetik dan juga lingkungan. Faktor-faktor ini harus

berjalan secara sinkron dengan baik untuk menghasilkan enamel yang baik secara

kuantitatif dan kualitatif. Adanya gangguan yang terjadi pada sinkronisasi ini

dapat menyebabkan hipoplasia (Jayam, et al., 2013). Adapun saat terjadinya

gangguan bervariasi dapat terjadi saat dalam kandungan, maupun saat sesudah

lahir. Saat sesudah lahir dapat terjadi pada periode neonatal, ataupun masa anak

anak (Syarief, 2011).

Keadaan ini dapat terjadi karena adanya gangguan yang disebabkan baik

faktor herediter, dan lingkungan baik lingkungan lokal maupun lingkungan

sistemik (Syarief, 2011). Faktor-faktor lingkungan yang umumnya terlibat dalam

hipoplasia enamel adalah kekurangan mineral seperti kalsium, defisiensi vitamin,

kekurangan gizi; penyakit sistemik seperti hypothyroidism, penyakit ginjal

hypoparathyroidism; obat-obatan seperti tetrasiklin, polusi lingkungan seperti

fluoride, logam berat, dan beberapa penyebab lainnya. Beberapa faktor

lingkungan bertindak pada periode yang berbeda dari waktu keterlibatan dan

lamanya waktu sehingga menghasilkan berbagai tipe hipoplasia. Pembentukan

enamel gigi terjadi pada interval waktu yang berbeda dan pada tingkat yang

1

berbeda. Gangguan yang terjadi pada periode waktu tertentu akan terlihat secara

fisik di bagian enamel yang terbentuk pada waktu tersebut. Oleh karena itu

perbedaan hipoplasia akibat faktor lingkungan dari hipoplasia karena faktor

genetik (seperti amelogenesis imperfekta) adalah tidak semua bagian dari gigi

terlibat pada hipoplasia akibat faktor lingkungan (Jayam, et al., 2013).

Defek email merupakan kelainan struktur email yang lebih memudahkan

terjadinya kerusakan baik pada gigi sulung maupun gigi permanem, bila

dibanding dengan gigi normal tanpa defek. Hal ini menurunkan kualitas emailnya

sehingga rapuh, dan mempunyai nilai estetika yang buruk. Oleh karena itu hal ini

harus segera diintervensi secara dini agar kerusakannya tidak bertambah parah

(Syarief, 2011).

Hipoplasia enamel linier adalah jenis hipoplasia spesifik akibat faktor

lingkungan yang ditandai dengan beberapa defek simetris dan seperti cincin yang

melibatkan semua permukaan gigi pada banyak gigi. Amelogenesis adalah salah

satu proses yang berjalan dalam satu waktu, setiap malformasi yang terjadi dapat

menyebabkan kelainan permanen pada enamel. Satu kali enamel yang rusak telah

terbentuk maka tidak dapat diperbaiki seperti jaringan tubuh lainnya; maka setiap

defek yang terbentuk memiliki dampak yang kuat terhadap kesehatan dan kualitas

hidup seseorang. Konsekuensi hipoplasia tergantung pada tingkat keparahan

hipoplasia yang terjadi, interaksi agen etiologi dan usia pasien datang

memeriksakan giginya dengan keluhan hipoplasia. Berbagai keluhan yang

bervariasi dapat muncul terkait dengan hipoplasia enamel linier, yang meliputi

rasa sensitif terhadap stimulus udara, dingin, hangat dan mekanik,

2

ketidakmampuan untuk mengunyah makanan, karies gigi, dan seterusnya. Pasien

mungkin juga merasakan keluhan kegagalan restorasi yang berulang ulang. Oleh

karena itu diagnosis awal dan rencana perawatan serta penentuan hipoplasia

enamel linier sangat diperlukan (Jayam, et al., 2013).

3

BAB II

Presentasi Kasus

Anak laki-laki berusia 14 tahun, datang dengan keluhan adanya goresan

pada permukaan banyak gigi. Sejarah lebih lanjut mengungkapkan bahwa goresan

tersebut telah ada sejak gigi tumbuh dalam rongga mulut. Tidak ada riwayat

trauma yang ditemukan. Dilaporkan bahwa gigi sulung tidak memiliki kelainan

yang serupa. Orang tua yang datang menyertai anaknya tersebut ditanyakan

mengenai riwayat pre-natal dan post-natal. Orang tua pasien menjelaskan bahwa

anaknya sempat dirawat di rumah sakit untuk jangka waktu yang signifikan,

sekitar 1 tahun pada usia 2-3 tahun. Alasan yang disebutkan untuk rawat inap

tersebut yaitu kekurangan gizi. Pemeriksaan umum yang dilakukan juga

mengungkapkan bahwa pasien menderita kekurangan gizi.

Pemeriksaan intraoral menunjukkan gigi yang telah tumbuh sesuai dengan

usia erupsi kronologis untuk anak berusia 12 tahun. Beberapa lesi hipoplasia

(kuantitatif) terlihat pada beberapa gigi. Deformitas hipoplasia terlihat di 1/3

servikal dari gigi 12, 13, 22, 23, 33, 43; 1/3 tengah dari gigi 14, 24, 34 dan 44, serta

puncak cusp gigi 15, 25, 35 dan 45. (Gambar 1-5) (Pada gambar 2 dan 3 ditandai

dengan pensil untuk membedakan hipoplasia dari enamel normal untuk

kepentingan fotografi dan representasi yang lebih baik bagi pembaca). Keunikan

dari lesi ini adalah bahwa lesi yang nampak berupa garis linier, seperti cincin

(semua permukaan gigi terlibat), simetris (gigi di kontralateral rahang memiliki

4

lesi yang sama pada posisi gigi yang sama) dan yang paling penting kronologis

(area gigi berhubungan dengan mineralisasinya pada titik waktu tertentu). Dengan

demikan, berdasarkan posisi dapat disimpulkan bahwa hipoplasia terjadi sekitar

usia 2- 2 ½ tahun. Temuan ini sesuai dengan riwayat medis pasien, di mana anak

tersebut dirawat di rumah sakit untuk jangka waktu yang signifikan.

Gambar 1. Aspek labial

Gambar 2. Aspek lateral kanan

Gambar 3. Aspek lateral kiri

5

Gambar 4. Aspek palatal

Gambar 5. Aspek lingual

Orangtua pasien tidak menyetujui untuk dilakukan prosedur perawatan

dengan restorasi estetik. Oleh karena itu yang akan dilakukan hanya prosedur

perawatan preventif seperti fluoride topikal untuk mengurangi gejala yang

diakibatkan dari hipoplasia. Pasien disarankan untuk melakukan follow-up.

6

BAB III

Tinjauan Pustaka

1. Hipoplasia Enamel

Amelogenesis terjadi dalam dua tahap. Pada tahap pertama,terjadi

pembentukan matriks enamel, dan pada tahap kedua, matriks mengalami

mineralisasi atau kalsifikasi. Faktor lokal atau sistemik yang mengganggu proses

normal amelognenesis menyebabkan pembentukan matriks permukaan enamel

tidak sempurna dan terjadi penyimpangan yang disebut dengan hipoplasia enamel.

Faktor-faktor yang mengganggu kalsifikasi dan pematangan enamel menimbulkan

suatu kondisi yang disebut dengan hipokalsifikasi enamel (McDonald, et al.,

2004).

2. Etiologi Hipoplasia Enamel

3.2.1 Faktor Genetik

Amelogenesis imperfekta (AI) merupakan defek enamel akibat faktor

genetik. Kelainan ini adalah hasil dari mutasi gen yang diikuti autosomal

dominan, autosomal resesif, atau pola X-link. (Welbury, 2001). AI terjadi akibat

adanya mutasi dari berbagai tipe gen yang terlibat dalam proses amelogenesis.

Mutasi yang terjadi pada gen yang berperan terhadap pembentukan matriks

7

enamel seperti seperti ENAM (enamelin), AMELX (amelogenin), menghasilkan

enamel yang hipoplastik dan hipomineralisasi (hipokalsifikasi). Termasuk adanya

pitting dan groove pada enamel, serta enamel yang tipis dan perubahan struktur

normal enamel rod. Mutasi gen MMP20 (enamelysin) dan KLK4 (kallikrein)

menghasilkan enamel yang terhipomineralisasi, walaupun ketebalan enamel

normal (Hand & Frank, 2014). Studi molekular lebih lanjut menyatakan terdapat

berbagai proses mutasi pada gen yang terlibat dalam proses amelogenesis,

menyebabkan timbulnya tampilan klinis pada macam-macam tipe AI (Welbury,

2001). Amelogenenesis imperfekta diklasifikasikan menjadi 4 tipe :

1. Hipoplasia

Karakteristik enamel pada AI tipe ini adalah enamel yang tipis, sehingga

dentin dapat terlihat dan menunjukkan warna kuning kecokelatan pada gigi.

Bentuk enamel bervariasi, dapat memiliki pit, kasar, atau halus dan mengilap.

Bentuk kontur enamel tidak seperti biasa, namun berbentuk kotak. Berkurangnya

ketebalan enamel juga menyebabkan gigi tampak kecil, dan tidak memiliki kontak

proksimal (White & Pharoah, 2004).

Gambar 6. AI tipe hipoplasia yang menunjukkan adanya tampilan pitted (Laskaris, 2011)

8

2. Hipomaturasi

Pada AI tipe hipomaturasi, enamel memiliki ketebalan yang normal tetapi

memiliki tampilan mottled, yaitu lebih lunak dari normal, dan mudah terkelupas

dari mahkota. Warna yang muncul bervariasi dari putih, kuning, atau coklat. Salah

satu bentuk dari tipe hipomaturasi ini adalah snow-capped (enamel berwarna putih

opak) (White & Pharoah, 2004).

Gambar 7. AI tipe hipomaturasi (Laskaris, 2011)

3. Hipokalsifikasi (Hipomineralisasi)

Kepadatan enamel pada tipe normal, tetapi mudah fraktur dan terabrasi jika

dipakai untuk fungsi karena permukaannya yang lunak-kasar (“soft-rough”).

Warna gigi yang tampak berwarna putih opak, kuning, atau cokelat tua. Gejala

yang dirasakan berupa rasa sensitif, dan pembentukan kalkulus sangat mudah

pada AI tipe ini (Hand & Frank, 2014).

Gambar 8. AI tipe hipokalsifikasi (Laskaris, 2011)

9

4. Hipomaturasi dan hipoplasia

Klasifikasi ini mengindikasikan kombinasi antara hipomaturasi dan

hipoplasia. Enamel tampak mottled dan berwarna kuning dan coklat (Hand &

Frank, 2014).

3.2.2 Faktor Lingkungan

Defek enamel yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan dapat disebabkan

oleh adanya kelainan sistemik atau dari faktor lokal yang mengganggu

perkembangan gigi. Defek yang berasal dari faktor lingkungan ini dapat terjadi

pada masa perkembangan enamel gigi sulung dan gigi permanen (Welbury, 2001).

Waktu terjadinya defek dari faktor lingkungan ini diindikasikan dari posisi gigi

yang terkena serta gigi apa yang terkena. Jika gangguan terjadi saat in utero maka

defek akan terlihat pada gigi sulung, gangguan yang terjadi setelah lahir hingga 2

tahun maka defek akan terlihat pada gigi anterior permanen dan gigi molar

pertama permanen, dan jika gangguan terjadi pada usia 4 dan 5 tahun maka defek

akan terlihat pada gigi kaninus, premolar, dan molar kedua permanen

(Warnakulasuriya & Tilakaratna, 2013).

10

3.2.2.1 Kelainan Sistemik

1. Defisiensi Nutrisi

Malnutrisi dapat menyebabkan hipoplasia enamel akibat kurangnya

komponen yang dibutuhkan oleh sel untuk membentuk matriks enamel (DeLong

& Burkhart, 2013). Defisiensi nutrisi merupakan etiologi yang paling sering

ditemukan dalam kasus hipoplasia enamel, terutama defisiensi vitamin A, C, dan

D, kalsium, dan fosfor (McDonald, et al., 2004). Hipoplasia juga banyak

ditemukan pada bayi berat lahir rendah (BBLR) dan prematur dibandingkan

dengan bayi berat lahir normal (BBLN) (Franco, et al., 2007).

2. Defek Neurologis

Herman dan McDonald melakukan penelitian terhadap 120 orang anak

berusia 2½ hingga 10½ tahun dengan cerebral palsy dengan tujuan untuk melihat

prevalensi hipoplasia gigi. Penelitian tersebut dilakukan dengan kelompok

pembanding yaitu 117 orang anak dalam keadaan normal dengan usia yang sama.

Hasilnya menunjukkan kasus hipoplasia enamel ditemukan pada 36% anak

dengan cerebral palsy, dan hanya 6% pada anak yang tidak menderita kelainan

tersebut (McDonald, et al., 2004).

3. Sindrom Nefrotik

Hasil observasi Oliver dan Owings menjelaskan bahwa hipoplasia enamel

pada gigi permanen terjadi pula pada anak dengan sindrom nefrotik (penyakit

ginjal) dan memiliki prevaliensi yang cukup tinggi. Selain itu, Koch et al. juga

11

menemukan insidensi hipoplasia enamel yang tinggi pada anak yang didiagnosa

memiliki kelainan ginjal pada waktu bayi (McDonald, et al., 2004).

4. Obat-obatan

Administrasi obat-obatan seperti tetrasiklin terutama pada setengah akhir

masa kehamilan ibu, dan anak dibawah usia 8 tahun dapat menyebabkan

hipoplasia enamel dengan tampilan diskolorasi kuning-abu-cokelat. Selain itu,

radioterapi dan obat-obatan kemoterapi juga dapat mempengaruhi terjadinya

hipoplasia enamel (Saraf, 2008).

5) Fluoride (Dental Fluorosis)

Ingesti fluoride secara berlebihan dapat mengakibatkan dampak terhadap

ameloblas selama tahap pembentukan gigi dan dapat menghasilkan keadaan klinis

yang disebut dengan dental fluorosis atau mottled enamel. Dental fluorosis

umumnya terlihat pada gigi permanen, tetapi dapat juga terjadi pada gigi sulung

jika ibu mengonsumsi fluoride berlebihan saat nmasa kehamilan (McDonald, et

al., 2004). Asupan fluoride yang berlebih hingga usia anak 8 tahun dapat

menyebabkan fluorosis pada gigi yang berbeda dan derajat keparahat yang

berbeda tergantung dosis, periode, dan waktu eksposur (Warnakulasuriya &

Tilakaratna, 2013). Fluorosis umumnya mengenai permukaan terluar enamel

dengan menampilkan flek putih yang acak, dan garis opak yang berwarna putih

chalky atau kecokelatan (Welbury, 2001).

12

Gambar 9. Mottled enamel pada fluorosis.

3.2.2.2 Trauma

1. Celah Bibir dan Langit-Langit

Anak-anak dengan celah bibir dan langit-langit memiliki prevalensi tinggi

dalam defek enamel pada gigi rahang atas yang merupakan akibat dari trauma

prosedur bedah (Welbury, 2001). Mink melakukan penelitian mengenai insidensi

hipoplasia enamel gigi anterior rahang atas pada 98 pasien dengan celah bibir

bilaterak dan unilateral yang telah dikoreksi; usia pasien antara 1½ hingga 18

tahun. Diantara pasien dengan celah bibir dan langit-langit yang telah dikoreksi

tersebut, 66% diantaranya menunjukkan tanda-tanda hipoplasia enamel pada satu

atau lebih gigi sulung anterior rahang atas mereka; demikian halnya pada 92%

orang pasien dengan gigi tetap anterior rahang atas yang sudah tumbuh

menunjukkan adanya hipoplasia enamel. Dari penelitian tersebut, Mink

menyimpulkan bahwa gigi permanen yang masih dalam tahap perkembangan

sangat rentan terhadap kerusakan akibat prosedur bedah (McDonald, et al., 2004).

13

Gambar 10. Hipoplasia pada gigi insisivus sentral rahang atas, akibat intervensi bedah saat pasien berusia 2 tahun (Laskaris, 2011).

2. Infeksi

Adanya area yang hipoplastik atau hipokalsifikasi pada mahkota gigi

permanen individual dapat disebabkan karena infeksi. Turner pertama kali

menemukan hipoplasia tipe ini, ia melihat adanya defek pada enamel dua gigi

premolar dan juga adanya infeksi pada apikal gigi molar sulung yang dekat

dengan dua gigi premolar tersebut. Hipoplasia enamel yang diakibatkan oleh

infeksi lokal disebut dengan gigi Turner atau hipoplasia Turner (McDonald, et al.,

2004).

Gambar 11. Hipoplasia pada gigi premolar rahang atas akibat infeksi pulpa kronik pada gigi sulung sebelumnya (Laskaris, 2011)

Bauer menyimpulkan dari hasil studi autopsi material bahwa inflamasi

periapikal pada gigi sulung dapat menyebar ke calon gigi permanen dibawahnya

14

selama tahap erupsi prefungsionalnya. Infeksi menyebar secara difus melalui

tulang sekitar benih gigi di bawahnya dan mengenai lapisan protektif enamel

muda, sehingga merusak kesatuan dari epitel enamel, dan mengakibatkan enamel

terekspos terhadap edema inflamasi dan jaringan granulasi (McDonald, et al.,

2004).

3. Trauma Fisik

Trauma maksilofasial merupakan masalah yang memberikan dampak

fisiologis dan fisik yang serius pada anak-anak dan orangtua anak. Anak usia 1-4

tahun paling sering terkena masalah ini, karena pada usia tersebut kontrol motorik

anak masih buruk dan sering terjatuh sehingga menghasilkan trauma

dentoalveolar. Trauma dentoalveolar yang terjadi pada gigi sulung dapat

menyebabkan dampak terhadap gigi permanen di bawahnya, dan pada

kebanyakan kasus disebabkan oleh trauma luksatif (intrusi dan ekstrusi) dan

avulsi. Adanya trauma tersebut dapat memberikan tekanan pada gigi permanen

dibawahnya dan merusak matriks enamel pada folikel benih gigi permanen,

sehingga menghasilkan defek enamel lokal (Sandhu, et al., 2014).

3.3 Manifestasi Klinis

Baik hipoplasia maupun hipokalsifikasi dapat bersifat ringan maupun

berat. Hipoplasia ringan memperlihatkan beberapa lekukan atau lubang-lubang

sehingga permukaan email tidak halus, dapat pula berupa garis horizontal

sepanjang mahkota gigi. Sedangkan pada keadaan berat, lekukan atau celah

15

berjumlah sangat banyak pada mahkota gigi, bahkan dapat kehilangan sebagian

email atau seluruh email. Bila penyebabnya faktor sistemik maka baik lesi yang

ringan maupun yang berat dapat timbul secara simetris (bilateral) pada rahang,

sedangkan bila penyebabnya faktor lokal, lesi bersifat asimetris terdapat secara

unilateral saja pada gigi yang terkena. Hipoplasia berat misalnya pada hipoplasia

akibat kelainan genetik yaitu amelogenesis imperfekta. Hipokalsifikasi

bermanifestasi suatu keadaan tanpa kehilangan email tetapi menunjukkan gigi

dengan area buram tidak tembus cahaya disebut juga enamel opacity, atau

opasitas, dimana enamel dapat menunjukkan warna kuning atau coklat, disertai

rasa sensitif terhadap perubahan suhu (Syarief, 2011).

Hipoplasia dikategorikan menjadi beberapa tipe menurut Silberman, et al.,

yaitu : a) Tipe I, diskolorasi enamel akibat hipoplasia; b) Tipe II, peleburan

enamel abnormal akibat hipoplasia; c) Tipe III, beberapa bagian enamel hilang

akibat hipoplasia; d) Tipe IV, kombinasi ketiga tipe hipoplasia (Sandhu, et al.,

2014). Hipoplasia enamel berdasarkan gambaran klinisnya dapat memperlihatkan

suatu garis linier atau sirkuler.

1. Hipoplasia Enamel Linier

Hipoplasia enamel linier adalah jenis hipoplasia spesifik akibat faktor

lingkungan yang ditandai dengan beberapa defek simetris dan seperti cincin yang

melibatkan semua permukaan gigi pada banyak gigi (Jayam, et al., 2013).

Umumnya hipoplasia enamel yang disebabkan karena kelainan sistemik akan

menampilkan gambaran ini.

16

Gambar 12. Hipoplasia enamel linier

2. Hipoplasia Enamel Sirkuler

Hipoplasia enamel sirkuler adalah hipoplasia pada enamel yang terlihat

sebagai garis horizontal tidak beraturan pada mahkota gigi di area servikal gigi

permanen sebagai akibat dari trauma gigi sulung. Hipoplasia yang

memperlihatkan gambaran ini adalah hipoplasia Tipe IV (Sandhu, et al., 2014).

Gambar 13. Hipoplasia enamel sirkuler (Sandhu, et al., 2014)

3.4 Perawatan

Beberapa keluhan dapat muncul sebagai akibat dari kelainan dalam

perkembangan enamel, terdapat empat masalah klinis utama yang disebabkan oleh

kegagalan perkembangan enamel, yaitu estetika yang buruk, atrisi pada enamel,

17

eksposur pada dentin yang menyebabkan sensitivitas, OH buruk, gingivitis, dan

karies (Welbury, 2001):

Pencegahan pada kasus hipoplasia enamel sulit dilakukan, karena

prosesnya terjadi saat gigi masih dalam tahap pembentukan dan perkembangan.

Oleh karena itu tindakan yang mungkin dilakukan adalah prosedur berikut

(Welbury, 2001) :

1. Pencegahan kerusakan yang lebih lanjut

Pencegahan kerusakan yang lebih lanjut merupakan tahap perawatan yang

penting pada anak dengan hipoplasia enamel. Kebersihan mulut pada anak dengan

kondisi ini buruk karena permukaan enamel yang kasar sehinga mempermudah

retensi plak sehingga menghasilkan OH yang buruk. Maka dari itu OHI harus

dijelaskan secara detail pada pasien. Tindakan preventif terhadap karies dengan

konseling pola makan, pemberian suplemen fluoride, dan aplikasi fluoride topikal

juga dapat dilakukan (Welbury, 2001).

2. Restorasi

Prosedur restoratif yang dilakukan dapat bervariasi tergantung usia pasien

dan keparahan lesinya. Prinsip utama perawatan adalah intervesi minimal

(Welbury, 2001).

3. Estetik

Biasanya estetik bukan menjadi masalah utama pada gigi sulung. Jika anak

cukup kooperatif dalam menjalani prosedur perawatan, penggunaan semen glass

18

ionomer sudah cukup untuk mendapatkan kepuasan pasien. Jika gigi permanen

telah erupsi, maka dapat dilakukan prosedur restoratif dengan menggunakan

veneer dan mahkota (Welbury, 2001).

19

BAB IV

Diskusi

Hipoplasia enamel linier dapat menyebabkan beberapa masalah pada gigi

seperti estetika yang buruk, gigi sensitif, maloklusi dan kecenderungan untuk

terjadinya karies. Dalam bentuk paling ringan LEH sering tidak terdiagnosis,

biasanya ketika ditemukan didiagnosis sebagai karies profunda, karena sebagian

besar gigi mudah rentan terhadap karies, sebelum LEH didiagnosis, gigi sudah

terkena karies profunda. Caufield PW mengusulkan adanya klasifikasi karies baru

terkait dengan hipoplasia; dimana bentuk karies karena hipoplasia sebagian besar

mengenai anak-anak yang hidup pada atau di bawah kemiskinan, ditandai dengan

kerusakan struktur utama gigi yang sangat rentan terhadap karies gigi.

Diagnosis dini dan rencana perawatan serta penentuan prognosa dari

hipoplasia enamel linear penting untuk mencegah gejala yang akan muncul.

Pendekatan berikut dapat berguna dalam penanganan hipoplasia enamel (1)

pengenalan risiko; (2) diagnosis dini; (3) antisipasi karies dan kerusakan

posterupsi; (4) remineralisasi dan desensitisasi; (5) restorasi dan ekstraksi; dan (6)

pemeliharaan.

Karena enamel sekali terbentuk tidak dapat direformasi kembali, maka

pencegahan LEH harus dilakukan. Namun, pencegahan hipoplasia enamel lebih

mudah diucapkan daripada dilakukan; karena sebagian besar proses terjadi selama

pembentukan enamel yang terjadi pada periode prenatal dan awal postnatal dan

20

screening untuk semua faktor lingkungan yang berperan dalam pembentukan

enamel sangat sulit. Hanya pencegahan yang dapat dilakukan, yaitu dengan

mengurangi jumlah faktor risiko. Oleh karena itu intersepsi dari efek buruk dari

hipoplasia adalah satu-satunya pengobatan yang mungkin. Agen regeneratif gigi

seperti fluoride, agen kalsium fosfat dapat mencegah kerusakan lebih lanjut dan

menghentikan proses karies yang dapat terjadi pada pasien. Konsultasi mengenai

makanan yang baik bagi gigi dan menjaga kebersihan mulut yang baik juga harus

dilakukan untuk mencegah aktivitas karies. Pelindung pit dan fisur serta restorasi

resin juga dapat dilakukan sebagai pencegahan. Jig akrilik atau blok gigitan yang

dibuat khusus dapat diberikan untuk mencegah efek atrisi. Pada kasus ini setelah

diagnosis ditegakkan, konseling tentang faktor risiko seperti diet dan instruksi

kebersihan mulut yang buruk dilakukan pada pasien. Remineralisasi dengan

fluoride dilakukan.

Restorasi dengan semen glass ionomer , komposit, mahkota stainless steel,

veneer mahkota metal-keramik, gigi tiruan sebagian lepasan dan atau implan

adalah pilihan perawatan yang berbeda yang dibahas dalam berbagai penelitian.

Ekstraksi harus dipertimbangkan jika gigi sudah tidak dapat direstorasi lagi.

Dalam kasus yang mengharuskan tindakan ekstraksi, pendekatan interdisipliner

harus direncanakan untuk pemulihan fungsi pada anak-anak.

21

BAB V

Kesimpulan

Hipoplasia enamel linier adalah jenis hipoplasia spesifik akibat faktor

lingkungan yang disebabkan karena kelainan sistemik, ditandai dengan beberapa

defek simetris dan seperti cincin yang melibatkan semua permukaan gigi pada

banyak gigi, dapat terjadi pada gigi sulung maupun gigi permanen.

1. LEH berbeda dari hipoplasia karena penyebab genetik.

2. LEH dapat dengan mudah dibedakan dari bentuk lain dari hipopolasia.

3. Pencegahan hipoplasia sulit, sehingga intersepsi faktor resiko dapat

mengurangi kemungkinan terjadinya hipoplasia.

22

DAFTAR PUSTAKA

DeLong, Leslie; Burkhart, Nancy. 2013. General and Oral Pathology for the Dental Hygienist. Philadephia : Lippincott William & Wilkins.

Hand, Arthur R.; Frank, Marion E. 2014. Fundamentals of Oral Histology and Physiology. Iowa : John Wiley & Sons, Inc.

Jayam, Cheranjeevi; et al. 2013. Linear Enamel Hypoplasia. Journal of Advanced Oral Research,Vol 4; Issue 3: Sept–Dec2013. www.joaor.org.

Laskaris, George. 2011. Color Atlas of Oral Diseases in Children and Adolescents. New York : Thieme.

McDonald, Ralph E.; Avery, David R.; Dean, Jeffrey A. 2004. Dentistry For The Child and Adolescent. Missouri, US : Mosby, Inc.

Saraf, Sanjay. 2008. Textbook of Oral Pathology. New Delhi : Jaypee Brothers Medical Publishers.

Sandhu, Meera; Gulia, Swetha; Nagpal, Mehak; Sachdev, Vinod. 2014. Circular Enamel Hypoplasia : A Rare Enamel Developmental Disturbance in Permanent Teeth. Journal of Clinical and Diagnostic Research, 2014 Aug, Vol 8 (9). www.jodr.net

Syarief, Willyanti S. 2011. Rencana Perawatan Defek Email Gigi Sulung Pada Anak Kecil Masa Kehamilan Berdasarkan Prediksi Keparahannya. Bandung : Pustaka Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran.

Welbury, Richard R. 2001. Paediatric Dentistry 2d Edition. New York : Oxford Univeristy Press.

White, Stuart C; Pharoah, Michael J. 2004. Oral Radiology, Principles and Interpretation. Missouri : Mosby, Inc.

23