elektrofisiologi

38
KATA PENGANTAR Puji dan syukur atas kehadirat Allah yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah kami tentang EPSL pada Supraventrikular Takikardi AV Nodal Reentry Takhikardi. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada dosen yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah kami ini. Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini, kami mendapatkan banyak kendala dan kesulitan sehingga makalah ini jauh dari kata sempurnya oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi makalah kami ini. Jakarta , 12 Februari 2014 Penyusun 1

Upload: amalia-frantika-wihardjo

Post on 29-Dec-2015

258 views

Category:

Documents


78 download

DESCRIPTION

MAKALAH ELEKTROFISIOLOGI

TRANSCRIPT

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan

hidayah-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah kami tentang EPSL pada

Supraventrikular Takikardi AV Nodal Reentry Takhikardi.

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada dosen yang telah membimbing kami dalam

menyelesaikan makalah kami ini.

Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini, kami mendapatkan banyak kendala dan

kesulitan sehingga makalah ini jauh dari kata sempurnya oleh karena itu kami mengharapkan

kritik dan saran yang membangun demi makalah kami ini.

Jakarta , 12 Februari 2014

Penyusun

1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................1

DAFTAR ISI....................................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................3

A. Latar Belakang.......................................................................................................................3

B. Maksud dan Tujuan ...............................................................................................................3

C. Manfaat ..................................................................................................................................3

BAB II TINJAUAN TEORI..........................................................................................................4

A. Atriventrikular Nodal Reentry Takikardhi (AVNRT)...........................................................4

B. Elektrofisiologi Study..........................................................................................................12

BAB III PEMBAHASAN............................................................................................................17

BAB IV KESIMPULAN..............................................................................................................26

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

AV Node merupakan generator jantung kedua setelah SA Node. AV Node

terletak di daerah superior septal katup trikuspid dan anterior CS ostium. AV Node

melindungi ventrikel dari irama atrial yang cepat dan memungkinkan terjadinya

pengisian ventrikel dalam sistem hemodinamik.

Pada keadaan normal AV Node memiliki satu jalur yaitu Fast

pathway (jalur cepat). Pada keadaan abnormal AV Node memiliki dua jalur yaitu : Slow

Pathway (jalur lambat) dan Fast Pathway (jalur cepat). Adanya jalur lambat (slow

pathway) dapat mengakibatkan terjadinya takhiaritmia pada ventrikel. Atau timbulnya

irama ventrikel yang sangat cepat.

B. Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai tindak lanjut

pembelajaran dan bahan evaluasi dari pratikum yang telah dilaksanakan.

C. Manfaat

1. Mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan SVT AVNRT.

2. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana penanganan SVT AVNRT.

3. Mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan EP Study

4. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja basic interval di EGM serta bagaimana metode

pacing yang digunakan.

3

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Atrioventrikular Nodal Reentry Takikardi (AVNRT)

1. Pengertian Atrioventrikular Nodal Reentry Takikardi

AVNRT adalah suatu takiaritmia yang disebabkan karena adanya dual AV

Node yaitu slow pathway dan fast pathway. Atrioventrikular nodal reentrant

takikardia (AVNRT) merupakan aritmia yang terjadi karena jalur ekstra terletak pada

atau dekat node AV, yang menyebabkan impuls untuk bergerak dalam lingkaran dan

masuk kembali daerah itu sudah lewat.

AVNRT diklasifikasikan sebagai takikardia supraventricular paroksismal

(PSVT) dan adalah yang paling umum dari aritmia ini. Paroxysmal berarti bahwa

aritmia dimulai dan berakhir tiba-tiba , meskipun episode dapat berlangsung dari

detik ke menit ke hari . Supraventricular berarti bahwa aritmia terjadi di atas ventrikel

. " Tachy " berarti cepat dan " kardia " berarti jantung. AVNRT adalah PSVT yang

paling umum dan paling sering tidak berbahaya .

Pada AVNRT, perempuan lebih mungkin untuk mengembangkan kondisi ini

dibandingkan laki-laki. Jalur ekstra hadir sejak lahir, tetapi paling sering

menyebabkan aritmia setelah jantung telah mencapai ukuran penuh ketika pasien

berusia 20-an atau 30-an.

2. Gejala Atrioventrikular Nodal Reentry Takikardi (AVNRT)

a. Palpitations

Palpitasi jantung adalah istilah umum yang digunakan untuk

menggambarkan detak jantung yang abnormal. Detak jantung lebih cepat atau

lebih lambat, detak jantung tidak teratur, atau detak jantung dengan jarak antar

detakan yang melebar tidak teratur, bisa disebut sebagai palpitasi jantung.

1) Jenis Palpitasi Jantung

4

Pada kondisi normal, jantung manusia berdetak 60-100 kali per menit.

Palpitasi jantung adalah kondisi dimana jantung tidak berdetak dengan

kecepatan normal karena alasan tertentu. Berikut adalah klasifikasi palpitasi

jantung:

a) Takikardi (Tachycardia): Denyut jantung lebih dari 100 kali per menit.

b) Bradikardi (Bradycardia): Denyut jantung kurang dari 60 kali per menit.

c) Fibrilasi: Jantung berdetak cepat, kontraksi otot jantung yang tidak

sinkron.

d) Aritmia: detak jantung tidak teratur.

Palpitasi jantung sangat umum terjadi dan dapat dialami oleh siapapun dan

dari kalangan usia manapun. Namun kondisi ini biasanya lebih sering terjadi

pada usia paruh baya. Umumnya, palpitasi jantung bukanlah suatu kondisi

yang sangat serius. Tapi, tidak berarti palpitasi jantung bisa diabaikan begitu

saja. Pada beberapa kasus, palpitasi jantung menjadi gejala adanya gangguan

serius pada jantung.

2) Penyebab Palpitasi Jantung

Penyebab palpitasi jantung berbeda antara satu orang dengan yang

lainnya. Perubahan lingkungan yang mendadak bisa menyebabkan fungsi

jantung menjadi abnormal, sehingga memicu terjadinya palpitasi jantung.

Berikut adalah faktor eksternal yang bisa memicu palpitasi jantung: Stres,

Kecemasan, Rasa takut, Olahraga berat, Alkohol, Kafein, Obat-obatan, Pil

diet, Nikotin, Kokain dan Ganja. Namun palpitasi jantung juga dapat

disebabkan karena adanya masalah atau fungsi abnormal dari organ tubuh

tertentu. Berikut adalah penyebab internal palpitasi jantung: Penyakit jantung,

Ketidakseimbangan hormon, Rendahnya tingkat oksigen dalam darah,

Anemia, Ketidakseimbangan elektrolit, Cacat katup jantung, Hiperventilasi,

Tekanan darah. Palpitasi jantung setelah makan merupakan kondisi yang

sering dialami oleh banyak orang. Kondisi ini terjadi ketika seseorang

mengonsumsi makanan setelah lama tidak makan atau berpuasa dalam jangka

5

waktu lama. Peningkatan kadar gula darah yang cepat dan mendadak

merupakan salah satu penyebab utama palpitasi jantung.

b. Dizziness/Pusing (Pening)

1) Definisi 

a) Pusing/pening bisa dihasilkan dari gangguan yang mempengaruhi bagian

tubuh manapun yang mempengaruhi keseimbangan (seperti telinga bagian

dalam dan mata) atau dari obat-obatan tertentu.

b) Deskripsi tentang masalah oleh penderita dan hasil pada pemeriksaan fisik

bisa menduga penyebab, dimana bisa memerlukan tes tambahan.

c) Pengobatan tergantung pada penyebabnya dan bisa termasuk pengobatan

untuk menghilangkan gejala-gejala yang menyertainya.

Dokter biasanya menggolongkan pening sebagai: 

a) Pusing atau sakit kepala ringan.

b) Kehilangan keseimbangan.

c) Vertigo.

d) Campuran jenis di atas.

e) Bukan jenis di atas.

Pening kemungkinan sementara atau kronis. Pening dipertimbangkan

kronis jika berlangsung lebih dari sebulan. Pening kronis lebih sering terjadi

pada orang yang lebih tua. Pening kronis seringkali sulit untuk

dikelompokkan karena seringkali melibatkan lebih dari satu sebab dan karena

hal ini terlihat berbeda pada waktu yang berbeda-misal, seperti seperti sakit

kepala ringan suatu waktu dan seperti vertigo kemudian.

2) Penyebab

Meskipun pening kemungkinan mengganggu dan bahkan membuat tidak

mampu, hanya sekitar 5% kasus dihasilkan dari gangguan serius. Pening

memiliki banyak penyebab karena banyak bagian tubuh bekerja bersama

untuk menjaga keseimbangan. Mereka termasuk telinga bagian dalam, mata

(yang menyediakan isyarat penglihatan diperlukan untuk menjaga

keseimbangan), otot dan persendian, otak (terutama batang otak dan

cerebelum), dan syaraf yang menghubungkan semua bagian. 

6

Setiap jenis pada pening cenderung mengalami penyebab khas. Misal,

pusing dan sakit kepala ringan bisa terjadi dari mendadak jatuh pada tekanan

darah atau dari gangguan lain yang diakibatkan suplai darah menuju otak

yang tidak tercukupi. Pada gangguan ini, jantung kemungkinan tidak cukup

memompa ke otak, atau arteri menuju otak kemungkinan tersumbat atau

menyempit. 

Kehilangan keseimbangan bisa diakibatkan dari gangguan penglihatan

karena tubuh bergantung kepada isyarat penglihatan untuk menjaga

keseimbangan. Kehilangan keseimbangan bisa juga diakibatkan gangguan

musculoskeletal, yang menyebabkan kelemahan otot dan dengan demikian

berhubungan dengan sulvant dan sedative) dan gangguan pada bagian dalam

telinga. Penyebab lain termasuk penggunaan obat-obatan tertentu (seperti

antikonvulsan dan sedative) dan gangguan dalam telinga. 

c. Dyspnea

Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas ditandai dengan

napas yang pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan. Dispnea dapat

ditemukan pada penyakit kardiovaskular, emboli paru, penyakit paru interstisial

atau alveolar, gangguan dinding dada, penyakit obstruktif paru (emfisema,

bronkitis, asma), kecemasan (Price dan Wilson, 2006).

1) Dispnea karena gangguan sistem pernafasan

Berbagai gangguan pada pusat pernafasaan yang menyebabkan sesak

dapat terjadi akibat peningkatan aktivitas pusat pernafasan (bronkospasme

akut, edema interstinal, embolisme paru, asma, letak geografis tinggi, kadar

progesterone tinggi, dan obat-obatan seperti aspirin), gangguan pompa

ventilasi (asma, emfisema, bronchitis kronik, dan bronkeaktasis) dan

gangguan pada pertukaran gas (pneumonis, edema paru, dan aspirasi). Selain

itu berbagai kondisi yang membuat dinding dada menjadi kaku (miastenia

gravis atau sindrom Guillain-Barre) serta keadaan seperti efusi pleura yang

luas juga dpat meningkatkan kerja pernafasan maupun menstimulasi reseptor

di paru jika telah terjadi atelektasis.

7

Informasi tentang onset terjadi sesak sangat penting untuk mengetahui

penyebab sesak oleh sistem pernafasan. Pasien yang mengalami sesak akut

yang baru saja terjadi (dalam jam sampai hari) mungkin mengalami penyait

akut yang memengaruhi jalan nafas (serangan asma akut), parenkim paru

(edema paru akut atau proses infeksi akut seperti pneumonia bakteri), rongga

pleura (pneumothoraks), atau pembuluh darah paru (emboli paru). Sesak yang

terjadi secara subakut (dalam hari atau minggu) dapat menunjukkan adanya

eksaserbasi penyakit pernafasan yang telah ada sebelumnya (asma atau

bronchitis kronik), infeksi parenkim yang indolen (pneumonia Peneumocystis

Carinii pada pasien AIDS, pneumonia mikobakterial atau jamur), proses

inflamasi noninfeksi yang terjadi secara perlahan , penyakit pleura, atau

penyakit jantung kronik. Sesak yang terjadi secara kronik seringkali

menunjukkan adanya penyakit paru obstruktif kronik, penyakit paru

interstitial kronik, atau penyakit jantung kronik . penyakit-penyakit kronik

pada jalan nafas ditandai dengan adanya periode eksaserbasi dan remisi.

Pasien seringkali mengalami periode sesak yang sangatn berat, namun juga

diselingin oleh periode dimana gejala hanya minimal atau tidak ada sama

sekali. Sebaliknya, banyak dari penyakit-penyakit parenkim paru ditandai

oleh proses yang lambat namun tidak dapat diperbaiki.

2) Dispnea yang berhubungan dengan sistem kardiovaskular

a) Keadaan curah jantung tinggi: anemia, shunt intrakardiak, dan

hipertiroidisme.

b) Keadaan curah jantung normal: obesitas, disfungsi diastolic akiban

hipertensi, stenosis aorta, atau kardiomiopati hipertrofik.

c) Keadaan curah jantung rendah: penyakit pada miokardium yang berasal

dari penyakit arteri koroner dan kardiomiopati noniskemik serta penyakit

pericardial, misalnya perikarditis konstriktiva.

3) Dispnea karena sebab lain

a) Dispnea akibat asidosis metabolic

b) Penyebab lainnya: dispnea juga menjadi salah satu gejala gangguan

psikiatrik, seperti gangguan panic

8

d. Chest pain

Nyeri dada adalah perasaan nyeri / tidak enak yang mengganggu daerah

dada dan seringkali merupakan rasa nyeri yang diproyeksikan pada dinding dada

(referred pain).

e. Fatigue

Fatique adalah suatu kelelahan yang terjadi pada syaraf dan otot-otot

manusia sehingga tidak berfungsi lagi sebagaimana mestinya. Kelelahan

dipandang dari sudut industri adalah pengaruh dari kerja pada pikiran dan tubuh

manusia yang cenderung untuk mengurangi kecepatan kerja mereka atau

menurunkan kualitas produksi, atau kedua-duanya dari performansi optimum

seorang operator.  Cakupan dari kelelahan, yaitu :

1) Penurunan dalam performansi kerja

Pengurangan dalam kecepatan dan kualitas output yang terjadi bila

melewati suatu periode tertentu, disebut  industry fatique.

2) Pengurangan dalam kapasitas kerja

Perusakan otot atau ketidakseimbangan susunan saraf untuk memberikan

stimulus, disebut Psikologis fatique

3) Laporan-laporan subyektif dari pekerja

Berhubungan dengan perasaan gelisah dan bosan, disebut fungsional

fatique.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi fatique adalah besarnya tenaga

yang dikeluarkan, kecepatan, cara dan sikap melakukan aktivitas, jenis kelamin

dan umur.Fatique dapat diukur dengan :

1) Mengukur kecepatan denyut jantung dan pernapasan

2) Mengukur tekanan darah, peredaran udara dalam paru-paru, jumlah oksigen

yang dipakai, jumlah CO2 yang dihasilkan, temperatur badan, komposisis

kimia dalam urin dan darah

3) Menggunakan alat uji kelelahan Riken Fatique.

f. Syncope

Syncope merupakan suatu mekanisme tubuh dalam mengantisipasi

perubahan suplai darah ke otak dan biasanya terjadi secara mendadak dan

9

sebentar atau kehilangan kesadaran dan kekuatan postural tubuh serta kemampuan

untuk berdiri karena pengurangan aliran darah ke otak. Pingsan, "blacking out",

atau syncope juga bisa diartikan sebagai kehilangan kesadaran sementara yang

diikuti oleh kembalinya kesiagaan penuh.

Pingsan merupakan suatu bentuk usaha terakhir tubuh dalam

mempertahankan kekurangan zat-zat penting untuk di suplai ke otak seperti

oksigen dan substansi-substansi lain (glukosa) dari kerusakan yang bisa

permanen.

g. Polyuria

Poliuria adalah keadaan di mana volume air kemih dalam 24 jam

meningkat melebihi batas normal, disebabkan gangguan fungsi ginjal dal

mengkonsentrasi air kemih. Defenisi lain poliuria adalah volume air kemih lebih

dari 3 liter per hari, biasanyamenunjukan gejala klinik bila jumlah air kemih

antara 4-6 liter per detik. Poliuria biasanya disertai dengan gejala lain akibat

kegagalan ginjal dalam memekatkat air kemih antara lain rasa haus, dehidrasi dan

lain-lain.

3. Elektrokardiografi pada AVNRT

Denyut jantung pasien AVNRT kira-kira 150-300 bpm dengan aksis yang normal.

Kompleks QRS normal, gelombang P selalu tertanam di dalam kompleks QRS atau

tidak terlihat. Gelombang P yang tidak terlihat dikarenakan aktivitas atrium

(retrograde A) melalui jalur cepat, waktunya hampir bersamaan dengan aktivitas

kompleks QRS via HIS.pada Ekg permukaan gelombang pseudo S (gelombang S

palsu) pada lead inferior II,III, aVF. Gelombang pseudo R (gelombang R palsu) pada

V1 dan aVR. Defleksi tersebut menggambarkan aktivitas atrial secara retrograde.

10

Gambar di atas menunjukkan gelombang psedu S pada lead inferior (tanda panah)

yang sebenarnya adalah aktivitas atrium secara retrograde dan pseudo R pada V1,

kedua hal tersebut mengidentifikasi adanya jalur lambat.

4. Tipe AVNRT

a. Typical AVNRT : lambat-cepat (slow-fast)

Konduksi arah impuls dari atas ke bawah atau dari atrium ke ventrikel (antegrade)

melalui jalur lambat dan retrograde melalui jalur cepat. Pada takhikard dengan

irama yang teratur, biasanya depolarisasi gelombang P bersamaan dengan

kompleks QRS, oleh karena itu gelombang P tidak terlihat atau tertanam. Bahkan

di beberapa kasus, gelombang P terlihat setelah kompleks QRS dikarenakan

retrograde A yang mengalami perlambatan melalui jalur cepat atau aktivasi

ventrikel yang sangat dini. Pada EKG, terlihat pemanjangan interval PR

dikarenakan impuls antegrade melawati jalur lambat dan interval RP sangat

pendek dikarenakan konduksi retrograde yang cepat melalui jalur cepat.

b. Atypical AVNRT : cepat-lambat (fast-slow)

Jalur lambat-cepat merupakan tipe yang tidak umum terjadi pada AVNRT. Impuls

antegrade melalui jalur cepat dan impuls retrograde melalui jalur lambat. Interval

AH pendek (30-180 ms) dan interval HA memanjang (.260 ms). Pada EKG

terlihat pemanjangan dari interval RP.

c. Atypical AVNRT : lambat-lambat (slow-slow)

11

Impuls antegrade melalui jalur lambat dan juga melalui jalur lambat. Secara tidak

langsung, pada tipe lambat-lambat terdapat rangkap tiga AV Node, yaitu jalur

lambat ganda dan jalur cepat hanya sebagai pelengkap. Terdapat multiple jumps

pada saat stimulasi atrial menunjukkan keberadaan multiple jalur lambat. Pada

tipe ini, intervalAH dan HA memanjang sekitar 240 ms atau lebih. Interval VA

>70 ms. Pada EKG, terlihat pemanjangan interval PR dan RP.

5. Fisiologi AVNRT

1. AH Jump

AH Jump terjadi jika jalur cepat (fast pathway) memasuki masa refrakternya dan

impuls masuk melalui jalur lambat (slow pathway). AH Jump terbagi menjadi 2,

yaitu jump secara antegrade dan jump secara retrograde. AH Jump secara

antegrade adalah kenaikan interval A2H2 ≥ 50 mdet dengan penurunan 10 mdet

ekstrastimulus pacuan atrium. Sedangkan AH jump secara retrograde adalah

kenaikan interval A2H2 ≥ 50 mdet dengan penurunan 10 mdet ekstrastimulus

pacuan ventrikel.

2. Echo

Pada saat jalur cepat memasuki masa refrakternya, impuls masuk melalui jalur

lambat. Sebagian akan masuk ke ventrikel dan sebagian lagi akan masuk kembali

ke atrium secara retrograde melalui jalur cepat pada waktu yang bersamaan.

Mengakibatkan depolarisasi atrium dan ventrikel terjadi hampir bersamaan atau

disebut Echo.

3. Respon 1:2

Jalur cepat dan jalur lambat memiliki karakteristik yang berbeda, maka pada

waktu tertentu masa refrakter efektif keduanya akan selesai pada waktu yang

bersamaan. Sehingga mengakibatkan impuls dapat masuk ke kedua jalur dan

membentuk dua aktifasi ventrikel atau respon 1:2. Gambaran yang timbul di

ECG yaitu satu gelombang P diikuti dengan 2 gelombang QRS.

B. Elektrofisiologi Study

1. Pengertian Elektrofisiologi Study

12

Elektrofisiologi/EPSL adalah suatu tindakan invasif minimal untuk memetakan

sistem konduksi listrik di jantung baik aktivitas listrik maupun jalur konduksinya. Studi

ini ditujukan untuk mencari penyebab aritmia (gangguan irama jantung) dan lokasi fokus

aritmia sehingga dapat diberikan terapi yang tepat untuk jenis aritmia tersebut. Studi ini

biasanya dilakukan oleh seorang ahli jantung dengan spesialisasi di bidang

elektrofisiologi. Tindakan dilakukan dengan memasukkan satu atau beberapa kateter

melalui vena-vena besar di pangkal paha atau melewati arteri lalu menempatkan

elektroda – elektroda ke dalam ruang-ruang jantung dibawah panduan fluoroscopy di

ruang kateterisasi jantung (Cath lab).

2. Tujuan Elektrofisiologi Study

a. Mengevaluasi fungsi dari

1) SA Node

2) AV node

3) His-purkinje

4) Atrial myocardium

5) Ventrikel myocardium

6) Mencetuskan cardiac arrhythmia

b. Guidance device / Therapy medikasi

c. Treatment arrhytmia with ablation therapy

Ablasi adalah suuatu tindakan menghilanglan area kecil di jantung yang

mungkin menyebabkan masalah gangguan irama jantung.

3. Peran Elektrofisiologi Study

a. Mencatat aktifitas listrik jantung intrakardiak dengan bantuan beberapa elektroda

yang dimasukan kedalam ruang jantung melalui pembuluh vena.

b. Melakukan pacuan listrik arus lemah pada jantung melalui elektroda tersebut,

untuk mengetahui peran sistem konduksi listrik jantung serta mencetuskan

gangguan irama jantung sehingga mekanismenya dapat diketahui.

4. Indikasi Elektrofisiologi Study

a. Class I

1) Syncope tanpa diketahui penyebabnya dan pasien tidak menderita structural

heart disease

13

2) Non documented palpitation

3) Documented SVT atau VT è for ablation

4) Pasien dgn WCT yang masih blm jelas diagnosanya

b. Class II

1) Pasien dgn AV block 2nd degree / TAVB untuk menentukan level of block

nya

2) Pasien dgn asymptomatic WPW

3) Pasien dgn syncope tapi negative TTT

c. Class III

1) Symptomatic SND atau AVND dgn documented ECG

2) Symptomatic LQT syndrome

3) Pasien dgn palpitasi tapi penyebabnya diluar jantung, mis : hyperthyroid dsb

5. Kontraindikasi Elektrofisiologi Study

a. UAP ( Unstable Angina Pectoris )

Unstable Angina merupakan angina yang pola gejalanya mengalami perubahan. Ciri angina

pada seorang penderita biasanya tetap, oleh karena itu setiap perubahan merupakan masalah

yang serius (msialnya nyeri menjadi lebih hebat, serangan menjadi lebih sering terjadiatau nyeri

timbul ketika sedang beristirahat). Perubahan tersebut biasanya menunjukkan perkembangan

yang cepat dari penyakit arteri koroner, dimana telah terjadi penyumbatan arteri koroner karena

pecahnya suatu ateroma atau terbentuknya suatu bekuan. Resiko terjadinya serangan jantung

sangat tinggi. Unstable angina merupakan suatu keadaan darurat Karakteristik nyeri dan

ketidaknyamanan meliputi: Sering terjadi saat istirahat, ketika tidur dimalam hari, atau dengan

aktivitas ringan, tidak bisa diperkirakan datangnya, gejala lebih parahdan lebih lama (sekitar 30

menit) dibanding angina stable, biasanya tidak hilang dengan istirahatatau obat angina, gejala

dapat semakin memburuk, merupakan tanda bahwa serangan jantung(AMI) akan segera terjadi.

b. CHF tidak terkontrol

Gagal jantung Kongsetif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa

darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap

oksigen dan nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung yang berakibat

14

jantung gagal memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan

dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian

ventrikel kiri (Braundwald)

c. Perdarahan

Perdarahan adalah keluarnya darah dari pembuluh darah (kardiovaskuler).

d. Pasen tidak koperatif

e. Valvular atau Subvalvular Aorta Stenosis ( melalui Ventrikel kiri / LV )

Penyempitan pada lubang katup aorta, yang menyebabkan meningkatnya tahanan

terhadap aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta (Stewart WJ and Carabello BA,

2002: 509-516).

f. Thrombophlebitis ( femoral )

Thrombophlebitis adalah  inflamasi yang disertai dengan pembentukan thrombus.

g. Amputasi kedua paha ( femoral )

Amputasi adalah penghilangan ekstremitas tubuh oleh trauma atau

pembedahan. Sebagai tindakan bedah, digunakan untuk mengontrol rasa sakit

atau prosespenyakit pada anggota tubuh yang terkena.

6. Komplikasi Tindakan Elektrofisiologi Study

a. Masalah vaskuler : trombus adalah bekuan darah yang tetap menempel pada

dinding pembuluh darah, hematome adalah kumpulan darah di luar pembuluh

darah, biasanya pada tempat di mana dinding pembuluh tertusuk atau mengalami

trauma.

b. Perdarahan

Perdarahan adalah keluarnya darah dari pembuluh darah (kardiovaskuler)

c. Pneumothorax

Pneumothoraks (Pneumothorax) adalah penimbunan udara atau gas di dalam

rongga pleura. Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang

melapisi paru-paru dan rongga dada.

d. Tamponade

Tamponade adalah sebuah kondisi di mana cairan (darah atau cairan lainnya)

terakumulasi di perikardium, ruang antara jantung dan membran menyelimutinya.

15

Seperti akumulasi cairan lainnya, jika cepat dan akut, tekanannya pada jantung

akan mengganggu proses kontraksi dan relaksasi dan dapat dianggap darurat.

e. Induksi Arrhytmia yang berbahaya

f. SAN & AVN injury

g. TIA / Stroke

Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian

otak tiba-tiba terganggu. Stroke adalah kedaruratan medic. Stroke termasuk

penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian

jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan

oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan

adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah.

16

BAB III

PEMBAHASAN STUDI KASUS

A. Data Pasien

Nama Pasien : Ny. R

No. Rekam Medis : 2014-360936

Tanggal lahir : 8 Juli 1961

No. Tindakan : 06370214-I-ABL

Tanggal Tindakan : 5 Februari 2014

Dokter Pengirim : dr. Yoga Yuniadi, SpJP(K)

Diagnosa : AVNRT

B. Data Penunjang

Berat Badan : 60 Kg

Tinggi Badan : 155 cm

Tekanan Darah : 121/72 mmHg

Heart Rate : 72 bpm

Hb : 11, 8

Ureum : 21

Creatinin : 1,3

C. Persiapan Tindakan

1. Persiapan Pasien

a. Inform Consent

b. Puasa 6 jam sebelum tindakan

c. Obat- obatan anti Arrhytmia sudah dihentikan sebelum tindakan sesuai aturan

d. Pasang folley kateter

e. IV access

f. Cukur daerah inguinalis, jugularis dan subclavia

2. Persiapan Alat

a. 1 set kain steril

b. Handuk / set tenun

c. Ekg 12 lead

17

d. Sheat vena jugular dan femoral 6 dan 7 F

e. Kateter quadric polar dan decapolar

f. Mesin Flouroscopy

g. EP Monitor & komputer system

h. Stimulator & Amplifer

i. Junction Box

3. Peralatan tambahan :

a. Dinamap & Oximetri

b. External defibrilator

c. TPM & Peralatan CPR/ Trolley Emergency

d. Sryringe Pump

e. Instrumen steril

4. Persiapan Obat-obatan

a. Chlorhexidine

b. Lidocain 10 CC

c. Atropine

d. Epineprin

e. Adrenalin

f. Domicom

D. Prosedur Tindakan

1. Berikan antiseptic pada area inguinal kanan, dan jugularis kanan

2. Puncture pada vena jugularis kanan dengan menggunakan sheat 6 F dan pada vena

femoralis kanan dengan sheat 6 F dan 7 F.

3. Coroangiography dilakukan dan menunjukkan jalannya elektroda

4. Tiga buah elektroda quadripolar di masukkan melalui vena femoralis kiri dan

diletakkan di HRA, HIS bundle, dan RVA. Sebuah elektroda dekapolar di masukkan

melalui vena jugularis kanan dan diletakkan di Sinus Coronarius.

18

5. Elektrofisiologi study dilakukan.

6. Dilakukan pengukuran WP dengan Retrograde Conduction, dengan Incremental

Pacing S1 280 ms, kemudian pacing diturunkan 10 ms. Pada saat pacing 270 ms,

sudah tidak terjadi retrograde conduction. Ini berarti AV Node sudah tidak mampu

menghantarkan impuls lagi. Normal WP 400-450 ms. Didapatkan nilai WP 270 ms,

jadi pada pasien tersebut terjadi gangguan pada AV Node.

7. Dilakukan pengukuran ERP AV Node, dengan Retrograde Conduction dengan

metode Extrastimulus Pacing. Pada gambar 1, S1 500 ms S2 250 ms, masih terjadi

retrograde conduction. Ini berarti AV Node masih dapat menghantarkan impuls ke

atrium. Pada gambar 2, S1 500 ms S2 240 ms, pada saat pacing di 240 ms terjadi

blok. Ini berarti AV Node sudah tidak mapu menghantarkan impuls karena sudah

19

mencapai masa refrakter. Nilai normal ERP AV Node 230-425 ms. Didapatkan nilai

ERP AV Node 240 ms. Kesimpulan, ERP AV Node masih normal.

8. Dilakukan pengukuran ERP Ventrikel dengan Retrograde Conduction dan metode

Extrastimulus Pacing S1 500 ms, S2 230 ms dan S1 500 ms, S2 220 ms. Pada gambar

1, saat stimulus 230ms ventrikel masih terdepolarisasi, ditandai dengan adanya spike

dan depolarisasi ventrikel. Pada gambar 2, saat stimulus 220ms ventrikel sudah tidak

mampu lagi terdepolarisasi, ditandai dengan hanya adanya spike tanpa diikuti

depolarisasi ventrikel. Nilai normal ERP Ventrikel 170-290 ms. Didapatkan nilai ERP

Ventrikel 220ms, jadi ERP Ventrikel masih normal.

20

9. Dilakukan pengukuran WP dengan Antegrade Conduction, dengan Incremental

Pacing S1 360ms, kemudian pacing diturunkan 10 ms. Pada saat pacing 350ms pada

ke 4, sudah tidak terjadi antegrade conduction. Ini berarti AV Node sudah tidak

mampu menghantarkan impuls lagi. Normal WP 400-450 ms. Didapatkan nilai WP

350 ms, jadi secara antegrade conduction pada pasien tersebut terjadi gangguan pada

AV Node.

10. AH Jump: dilakukan pengukuran AH Jump, menggunakan Antegrade Conduction

dan dengan metode Ekstrastimulus Pacing . Pada gambar 1 terlihat bahwa ketika di

pacing dengan 500 dan ekstrastimulus (S2) dengan 280. kita hitung jarak dari

gelombang A di His sampai gelombang H di His. Di dapat jarak antara keduanya

adalah 252 ms. Sedangkan dari gambar 2, ketika di pacing dengan 500 dan

ekstrastimulus turun 10 ms dari energi awal (280 ms), kita hitung jarak antara

gelombang A di HIS dan gelombang H di HIS. Di dapat jarak antara keduanya yaitu

440 ms. Jika dihitung selisih antara kedua gambar di dapat perbedaan 188 ms. Nilai

normal selisih interval A-H < 50 ms. Kesimpulan, terjadi AH Jump.

21

11. Dilakukan pengukuran ERP AV Node, dengan Antegrade Conduction dengan metode

Extrastimulus Pacing. Pada gambar 1, S1 400 ms S2 310 ms, masih terjadi antegrade

conduction. Ini berarti AV Node masih dapat menghantarkan impuls. Pada gambar 2,

S1 400 ms S2 300 ms, pada saat pacing di 300 ms terjadi blok. Ini berarti AV Node

sudah tidak mapu menghantarkan impuls karena sudah mencapai masa refrakter.

Nilai normal ERP AV Node 230-425 ms. Didapatkan nilai ERP AV Node 300 ms.

Kesimpulan, ERP AV Node normal.

22

12. Dilakukan pengukuran ERP Atrium dengan Antegrade Conduction dan metode

Extrastimulus Pacing S1 400 ms, S2 220 ms dan S1 500 ms, S2 210 ms. Pada gambar

1, saat stimulus 220ms atrium masih terdepolarisasi, ditandai dengan adanya spike

dan depolarisasi atrium. Pada gambar 2, saat stimulus 210ms atrium sudah tidak

mampu lagi terdepolarisasi, ditandai dengan hanya adanya spike tanpa diikuti

depolarisasi atrium. Nilai normal ERP Atrium 170-300 ms. Didapatkan nilai ERP

Atrium 210ms, jadi ERP Atrium masih normal.

13. Dilakukan pengukuran SNRT dilakukan untuk menentukkan fungsi dari SA Node

secara Antegrade Conduction dengan metode Incremental Pacing S1 600ms dengan

BCL 700 ms selama 30-60 detik. Setelah dipacing secara spontan muncul irama

sinus, kemudian pada irama pacing terakhir dihitung sampai irama sinus pertama

didapatkan nilai SNRT sebesar 869 ms. Dan nilai CSNRT didapatkan sebesar 169 ms

(SNRT-BCL=869-700). Nilai normal SNRT <1500 ms dan CSNRT < 525ms.

Kesimpulan: SNRT dan CSNRT normal, jadi fungsi SA Node masih baik.

23

14. Dilakukan pengukuran SNRT dilakukan untuk menentukkan fungsi dari SA Node

secara Antegrade Conduction dengan metode Incremental Pacing S1 500ms dengan

BCL 680 ms selama 30-60 detik. Setelah dipacing secara spontan muncul irama

sinus, kemudian pada irama pacing terakhir dihitung sampai irama sinus pertama

didapatkan nilai SNRT sebesar 914 ms. Dan nilai CSNRT didapatkan sebesar 234 ms

(SNRT-BCL=914-680). Nilai normal SNRT <1500 ms dan CSNRT < 525ms.

Kesimpulan: SNRT dan CSNRT normal, jadi fungsi SA Node masih baik.

24

15. Dilakukan Burst Pacing dengan retrograde conduction untuk memicu aritmia. Dengan

CL 300ms. Setelah dilakukan pacing, tidak muncul aritmia.

16. Dilakukan Burst Pacing dengan retrograde conduction untuk memicu aritmia. Dengan

CL 300ms. Setelah dilakukan pacing, tidak muncul aritmia.

17. Elektrofisologi Study Selesai

25

BAB IV

KESIMPULAN

1. Nilai WP secara retrograde conduction 270 ms, pada pasien terjadi gangguan pada

AV Node.

2. Nilai ERP AV Node 240 ms, ERP AV Node normal.

3. Nilai ERP Ventrikel 220 ms, ERP Ventrikel normal.

4. Nilai WP secara conduction 350 ms, pada pasien terjadi gangguan AV Node.

5. Terdapat AH Jump. Ini membuktikan bahwa pasien memiliki slow pathway pada AV

Node.

6. Nilai ERP AV Node 300 ms, ERP AV Node normal.

7. Nilai ERP Atrium 210 ms, ERP Atrium normal.

8. Nilai SNRT 869 ms dan CSNRT 169 ms. SNRT dan CSNRT normal.

9. Nilai SNRT 914 ms dan CSNRT 234 ms. SNRT dan CSNRT normal.

10. Dilakukan Burst Pacing, tidak timbul aritmia.

26

MAKALAH ELEKTROFISIOLOGI

ATRIOVENTRIKULAR NODAL REENTRY TAKHIKARDI

(AVNRT)

AHMAD IBATUL HAQI

AMALIA ATIN FRANTIKA

IMAM SAFI’I

IRRENE TRI RAMADHANI

TEKNIK KARDIOVASKULAR

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

27