eksplorasi porifera

25
EKSPLORASI SPONS (PORIFERA) November 9, 2011 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Porifera Porifera berasal dari bahasa latin yaitu porus berarti pori dan fer berarti membawa. Porifera atau spons atau hewan berpori adalah sebuah filum untuk hewan multiseluler yang paling sederhana. Karena hewan ini memiliki ciri yaitu tubuhnya berpori seperti busa atau spons sehingga porifera disebut juga sebagai hewan spons. Porifera hidup di air laut dan air tawar, tapi kebanyakan hidup di laut mulai dari daerah perairan pantai yang dangkal hingga kedalaman 5,5 km hidupnva selalu melekat pada substrat (sesil) dan tidak dapat berpindah tempat secara bebas.. Bentuk tubuhnya seperti tabung atau jambangan bunga yang bersifat simetris radial. Di dalam tubuhnya terdapat rongga tubuh yang disebut spongosol. Hewan ini merupakan hewan multiseluler purba alias paling sederhana struktur tubuhnya ketimbang filum-filum hewan multi seluler yang lain. Tubuh spons terdiri dari jelly- seperti mesohyl terjepit di antara dua lapisan tipis sel. Sementara semua hewan memiliki sel terspesialisasi yang dapat berubah menjadi sel-sel khusus, spons yang unik dalam memiliki beberapa sel-sel khusus yang dapat berubah menjadi jenis lain, sering bermigrasi antara lapisan sel utama dan mesohyl dalam proses. Spons tidak memiliki saraf, pencernaan atau sistem peredaran darah. Sebaliknya, sebagian besar mengandalkan mempertahankan aliran air konstan melalui mereka badan untuk mendapatkan makanan dan oksigen dan untuk menghilangkan limbah, dan bentuk tubuh mereka yang diadaptasi untuk

Upload: dedi-satria

Post on 01-Dec-2015

123 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Eksplorasi Porifera

TRANSCRIPT

Page 1: Eksplorasi Porifera

EKSPLORASI SPONS (PORIFERA)November 9, 2011

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Porifera

Porifera berasal dari bahasa latin yaitu porus berarti pori dan fer berarti membawa. Porifera atau spons atau hewan berpori adalah sebuah filum untuk hewan multiseluler yang paling sederhana. Karena hewan ini memiliki ciri yaitu tubuhnya berpori seperti busa atau spons sehingga porifera disebut juga sebagai hewan spons. Porifera hidup di air laut dan air tawar, tapi kebanyakan hidup di laut mulai dari daerah perairan pantai yang dangkal hingga kedalaman 5,5 km hidupnva selalu melekat pada substrat (sesil) dan tidak dapat berpindah tempat secara bebas.. Bentuk tubuhnya seperti tabung atau jambangan bunga yang bersifat simetris radial. Di dalam tubuhnya terdapat rongga tubuh yang disebut spongosol. Hewan ini merupakan hewan multiseluler purba alias paling sederhana struktur tubuhnya ketimbang filum-filum hewan multi seluler yang lain.

Tubuh spons terdiri dari jelly- seperti mesohyl terjepit di antara dua lapisan tipis sel. Sementara semua hewan memiliki sel terspesialisasi yang dapat berubah menjadi sel-sel khusus, spons yang unik dalam memiliki beberapa sel-sel khusus yang dapat berubah menjadi jenis lain, sering bermigrasi antara lapisan sel utama dan mesohyl dalam proses. Spons tidak memiliki saraf, pencernaan atau sistem peredaran darah. Sebaliknya, sebagian besar mengandalkan mempertahankan aliran air konstan melalui mereka badan untuk mendapatkan makanan dan oksigen dan untuk menghilangkan limbah, dan bentuk tubuh mereka yang diadaptasi untuk memaksimalkan efisiensi dari aliran air. Semua sessile air hewan dan, meskipun ada spesies air tawar, yang sebagian besar adalah laut (air garam) spesies, mulai dari zona pasang surut sampai kedalaman lebih dari 8.800 meter (5,5 mi). Sementara sebagian besar sekitar 5,000-10,000 dikenal spesies memakan bakteri dan partikel makanan lainnya di air, beberapa host photosynthesizing mikro-organisme sebagai endosymbionts dan aliansi ini sering menghasilkan lebih banyak makanan dan oksigen dari yang mereka konsumsi. Beberapa jenis spons yang hidup di lingkungan makanan miskin telah menjadi karnivora yang memangsa terutama pada krustasea kecil.

1.2. Ciri-ciri Porifera

Ciri-ciri morfologinya antara lain:

tubuhnya berpori (ostium) multiseluler

Page 2: Eksplorasi Porifera

tubuh porifera asimetri (tidak beraturan), meskipun ada yang simetri radial.

berbentuk seperti tabung, vas bunga, mangkuk, atau tumbuhan warnanya bervariasi tidak berpindah tempat (sesil)

Ciri-ciri anatominya antara lain:

memiliki tiga tipe saluran air, yaitu askonoid, sikonoid, dan leukonoid pencernaan secara intraseluler di dalam koanosit dan amoebosit

1.3. Ukuran dan bentuk

Ukuran porifera sangat beragam.Beberapa jenis porifera ada yang berukuran sebesar butiran beras, sedangkan jenis yang lainnya bisa memiliki tinggi dan diameter hingga 2 meter. Tubuh porifera pada umumnya asimetris atau tidak beraturan meskipun ada yang simetris radial. Bentuknya ada yang seperti tabung, vas bunga, mangkuk, atau bercabang seperti tumbuhan.Tubuhnya memiliki lubang-lubang kecil atau pori(ostium).Warna tubuh bervariasi, ada yang berwarna pucat, dan ada yang berwarna cerah, seperti merah, jingga, kuning bahkan ungu.

1.4. Struktur dan fungsi tubuh

Struktur tubuh porifera terdiri atas dua lapisan yaitu epidermis dan endodermis. Epidermis (lapisan luar) terdiri atas sel-sel epithelium berbentuk pipih (pinakosit). Endodermis terdiri atas sel berflagela yang berfungsi mencerna makanan dan bercorong yang disebut sel leher atau koanosit. Di antara kedua lapisan itu terdapat bahan gelatin yang disebut mesoglea. Mesoglea terdiri atas beberapa macam sel, yakni :

a. Sel amebosit, yaitu sel yang bertugas mengangkut zat makanan dan zat sisa metabolism dari satu sel ke sel yang lainb. Sel skleroblas, yaitu sel yang fungsinya membentuk spikula yang bisa terbuat dari zat kapur, kersik, atau spongingc. Porosit, sel yang fungsinya membuka dan menutup pori-porid. Arkeosit, sel amebosit embrional yang tumpul dan dapat membentuk sel-sel reproduktife. Spikula, sel pembentuk tubuh

Porifera memiliki saluran air yang berfungsi sebagai jalan masuknya air ke spongosol lalu dari spongosol dikeluarkan melalui oskulum. Saluran ini memiliki tiga bentuk, sikon, askon, dan leukon

a. Askon, tipe ini adalah tipe paling sederhana.bentuk porifera seperti jambangan bunga. Air yang masuk melewati saluran yang langsung terhubung dengan spongosol lalu keluar melalui oskulum. Saluran ini pendek dan tidak memiliki cabang maupun lekuk-lekuk. Contoh : Leucosolenia sp.b. Sikon, tipe ini air yang melalui ostium kemudian masuk ke spongosol melalui

Page 3: Eksplorasi Porifera

saluran yang bercabang-cabang. Setelah itu air akan keluar melalui oskulum. Tipe ini dimiliki oleh Scyphac. Leukon (ragon), tipe ini adalah tipe yang paling kompleks. Air masuk melalui ostium menuju ke rongga-rongga bulat yang saling berhubungan. Dari rongga ini barulah mengalir menuju spongosol dan keluar melalui oskulum

Kerangka pada porifera merupakan kerangka luar atau eksoskeleton. Kerangkanya dapat berupa kapur seperti pada Calcarea, dapat pula rangka silikat seperti yang dimiliki hexactinellida, atau kerangka lunak (spongin) pada Demospongia.

1.5. Cara hidup dan HabitatPorifera hidup secara heterotof.Makananya adalah bakteri dan plankton.Makanan yang masuk kedalam tubuhnya berbentuk cairan.Pencernaan dilakukan secara intraseluler di dalam koanosit dan amoebosit.Habitat porifera umumnya di laut, mulai dari tepi pantai hingga laut dengan kedalaman 5 km.Sekitar 150 jenis porifera hidup di ait tawar, misalnya Haliciona dari kelas Demospongia.Porifera yang telah dewasa tidak dapat berpindah tempat (sesil), hidupnya menempel pada batu atau benda lainya di dasar laut.Karena porifera yang bercirikan tidak dapat berpindah tempat, kadang porifera dianggap sebagai tumbuhan.

1.6. Reproduksi

Perkembangbiakan Porifera dapat dilakukan secara vegetatif dan generatif. Perkembangbiakan secara vegetatif dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :1. Pembentukan tunas. Tunas yang terbentuk memisahkan diri dari induknya kemudian terbentuk individu baru.2. Gemmulae (butir benih). Gemmulae adalah sejumlah sel mesenkim yang berkelompok dan berbentuk seperti bola yang dilapisi kitin serta diperkuat spikula. Gemmulae terbentuk jika keadaan lingkungan sedang tidak menguntungkan. Ketika keadaan lingkungan membaik, gemmulae akan terbentuk menjadi individu baru. Gemmulae hanya dimiliki oleh porifera air tawar.Proses pembentukan gemmulae adalah sebagai berikut :Pertama-tama arkeost mengumpulkan nutrient dengan memfagosit sel lain untuk dikumpulkan dalam rongga tubuh. Sel tertentu kemudian mengelilingi secret kumpulan tersebut dan membungkusnya. Terbentuklah kumpulan/cluster dan kapsul yang mengelilingi. Pada kondisi yang tepat gemmulae menetas dan sel-sel di dalamnya keluar dan berdiferensiasi membentuk spons baru

Sedangkan perkembangbiakan generatif berlangsung secara anisogami, yaitu dengan peleburan gamet jantan (mikrogamet) dengan gamet betina (makrogamet). Dari peleburan ini dihasilkan zigot yang kemudian berkembang menjadi larva bersilia.

I.7. SISTEM PENCERNAAN DAN PERNAFASAN

Porifera memakan zat-zat organik dan organisme-organisme kecil seperti plankton. Makanannya dicerna secara intrasel oleh sel-sel koanosit. Di dalam sel, makanan dicerna oleh vakuola makanan, kemudian diteruskan oleh sel amebosit

Page 4: Eksplorasi Porifera

dan diedarkan ke seluruh tubuh. Sedangkan sisa makanan diteruskan ke spongosol kemudian dikeluarkan melalui oskulum.System pernafasan yang dimilikipun sangat sederhana. Oksigen diambil langsung dari air oleh sel-sel koanosit secara absorpsi. Karbondioksida hasil pernafasan dikeluarkan langsung dari dalam sel ke lingkungan.

1.8. Klasifikasi porifera

Berdasarkan bahan penyusun rangkanya, porifera diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu Hexactinellida atau Hyalospongiae, Demospongiae, dan Calcarea (Calcisspongiae).

1.8.1. Hexactinellida (Hyalospongiae)

Hexactinellida (dalam bahasa yunani, hexa = enam) atau Hyalospongiae (dalam bahasa yunani, hyalo = kaca/transparan, spongia = spons) memiliki spikula yang tersusun dari silika.Ujung spikula berjumlah enam seperti bintang.Tubuhnya kebanyakan berwarna pucat dengan bentuk vas bunga atau mangkuk.Tinggi tubuhnya rata-rata 10-30 cm dengan saluran tipe sikonoid.Hewan ini hidup soliter di laut pada kedalaman 200 – 1.000 m.Contoh Hexactinellida adalah Euplectella.

1.8.2. Demospongiae

Demospongiae ( dalam bahasa yunani, demo = tebal, spongia = spons) memiliki rangka yang tersusun dari serabut spongin.Tubuhnya berwarna cerah karena mengandung pigmen yang terdapat pada amoebosit.Fungsi warna diduga untuk melindungi tubuhnya dari sinar matahari.Bentuk tubuhnya tidak beraturan dan bercabang.Tinggi dan diameternya ada yang mencapai lebih dari 1 meter.Seluruh Demospongiae memiliki saluran air tipe Leukonoid.Habitat Demospongiae umumnya di laut dalam maupun dangkal, meskipun ada yang di air tawar.Demospongiae adalah satu-satunya kelompok porifera yang anggotanya ada yang hidup di air tawar.Demospongiae merupakan kelas terbesar yang mencakup 90% dari seluruh jenis porifera.Contoh Demospongiae adalah spongia, hippospongia dan Niphates digitalis.

I.8.3. Calcarea (Calcisspongiae)

Calcarea (dalam latin, calcare = kapur) atau Calcispongiae (dalam latin, calci = kapur, spongia = spons) memiliki rangka yang tersusun dari kalsium karbonat.Tubuhnya kebanyakan berwarna pucat dengan bentuk seperti vas bunga, dompet, kendi, atau silinder.Tinggi tubuh kurang dari 10 cm.Struktur tubuh ada yang memiliki saluran air askonoid, sikonoid, atau leukonoid.Calcarea hidup di laut dangkal, contohnya sycon, Clathrina, dan Leucettusa lancifer.Berikut bentuk tipe saluran air dari porifera : askonoid, sikonoid, dan leukonoid

BAB II

Page 5: Eksplorasi Porifera

TINJAUAN BIOLOGI

2.1. Famili

2.1.1. Klasifikasi Spons

Spons merupakan kelompok hewan dari Filum Porifera yang terdiri dari tiga kelas, yaitu Calcarea Demospongiae, dan Hexactinellidae. Calcarea merupakan spons yang kesemua anggota kelasnya hidup di laut. Spons ini mempunyai struktur sederhana dibandingkan jenis lainnya. Spikula terdiri dari kalsium karbonatdalam bentuk calcite dan tidak akan berdiri tegak tanpa adanya spikula atau sponging yang membentuk kerangka untuk menopang tubuhnya sehingga memungkinkan adanya saluran dan ruangan berflagela.

Demospongiae adalah kelas spons paling dominan di atara porifera saat ini. Mereka tersebar luas di alam dan jumlah, jenis serta individunya sangat banyak. Demospongiae memliki bentuk dan warna yang bervariasi serta sistem saluran yang rumit, berbentuk massif, berwarna cerah, dan dihubungkan dengan kamar-kamar bercambuk kecil yang bundar. Umumnya spikula terbuat dari silikat, namun beberapa anggota dari kelompok Dictyoceratida, Dendroceratida, dan Verongida memiliki spikula yang hanya terdiri dari serat spongin, serat kolagen bahkan tidak memilki spikula.

Kelas Hexactinellida merupakan spons gelas. Mereka kebanyakan hidup di laut jeluk dan tersebar luas. Spikulanya terdiri dari silikat dan tidak mengain. Semua anggota kelas ini mempunyai spikula silikat dan serat spongin dengan tipe saluran leuconoid. Elemen-elemin ini dikelilingi oleh jaringan hidup yang terdapat pada basal kalsium karbonat yang kokoh  atau pada rongga yang ditutupi oleh kalsium karbonat.

2.1.2. Spons Demospongiae

Klasifikasi Spons Demospongiae

            Menurut Adiyodi dan Adiyodi (1992) klasifikasi spons kelas Demospongiae adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Porifera

Kelas : Demospongiae

Ordo : Halichondrida

Famili : Axinellida

Page 6: Eksplorasi Porifera

Famili : Desmoxyidae

Famili : Dictyonellidae

Ordo : Hadromerida

Famili : Suberitidae

            Ordo : Haclosclerida

Famili : Chalinidae

Famili : Niphatidae

Famili : Callyspongiidae

Famili : Petrosiidae

Ordo : Dendroceratidae

Famili : Darwinellidae

Famili : Dysideidae

Ordo : Poeciloslerida

Famili : Microcionidae

Ordo : Spirophoridae

Famili : Tetillidae

Ordo : Dictyoceratida

Famili : Spongiidae

Famili : Thorectidae

Famili : Irciniidae

Ordo : Astrophoridae

Famili :Coppatiidae

Famili : Ancorinidae

Ordo : Verongida

Page 7: Eksplorasi Porifera

Famili : Drunellidae

Salah satu famili dari ordo Haclosclerida yaitu Petrosiidae memiliki karakteristik berbentuk kompak seperti kawah gunung es atau vas bunga, mengerak membulat atau bercabang. Teksturnya keras dan rapuh, mencerminkan sebagian besar spesies ini memiliki spikul tunggal atau bidang spikul yang tersusun atas silikat dibandingkan sponging. Rangka luar  yang menyerupai jala terdiri dari spikul tunggal atau bidang spikul yang membentuk kulit yang mengeras, membuat penampilan luarnya terlihat halus. Rangka bagian tengah kurang lebih seperti jala yang merupakan jalur-jalur spikul.

2.3 Beberapa Spesies

Porifera dapat dikelompokkan berdasarkan tipe saluran air maupun jenis zat penyusun rangka tubuh.

a. Tipe saluran air

1) Tipe Askon : sistem saluran air yang paling sederhana, secara berurutan terdiri atas ostia, spongiosel, dan oskulum. Contohnya: Leucosolenia dan Clatharina blanca.

2)  Tipe Sikon : saluran airnya meliputi ostia, saluran radial yang tidak bercabang, spongiosel, dan oskulum.  Lubang-lubang ostiumnya dihubungkan dengan saluran yang bercabang-cabang ke rongga-rongga yang berhubungan langsung dengan spongosol.  Contohnya : Pheronema sp., Schypa, dan Sycon gelatinosum.

3) Tipe Leukon (ragon) : tipe terumit. Salurannya terdiri atas ostia, saluran radial yang bercabang-cabang, spongiosel, dan oskulum. Contohnya: Euspongia officinalis dan Euspongia mollissima (Amir, 1996).

b. Jenis Zat Penyusun Rangka Tubuh

1. Calcarea atau Calcispongiae

Tubuhnya tersususn dari zat kalsium karbonat (kapur) dan tidak mengandung spongin, permukaan tubuh berbulu, memiliki ukuran tubuh kecil, tinggi kurang dari 15 cm dan berwarna keabu-abuan, kuning, pink dan hijau, dan hidup di laut dangkal. Elemen kerangka dari kelas Calcarea berbentuk spikula “triaxon”. Spons dari kelas ini memiliki jumlah kurang dari 10% jumlah semua hewan spons yang ada di laut. Kelas Calcareae terdiri dari 2 ordo, yaitu:

1) Ordo Homocoela, tipe asconoid, dinding tubuh tipis; contohnya Leusosolenia dan Clathrina.

2) Ordo Heterocoela, tipe syconoid atau leuconoid, dinding tubuh tebal; contohnya Scypha.

Page 8: Eksplorasi Porifera

Spons ini berwarna kuning (kadang-kadang putih), berdiameter hingga 10 cm, biasanya berbentuk bantal pada jarak. Bila dilihat dari dekat sponns ini terdiri dari massa tabung yang kusut (tabung ini lebih tebal dan kurang erat merajut daripada C. coriacea dan tidak ada osculum seperti yang ditemukan dalam spesies ini). Seperti C. coriacea, yang spikulanya menunjukan tiga triactines.  Spesies sini yang ditemukan di laut dangkalan Mediterania dan Atlantik di pantai Eropa sejauh utara British Isles.

1.  Heksaktinelidae atau Hyalospongiae

Dikenal dengan sponge kaca yang memiliki rangka tubuh dari zat silikat dan tidak mengandung spongin. Spikulanya berbentuk bidang “triaxon”, dimana masing-masing bidang terdapat dua jari-jari (Hexactinal). Berbentuk tubuh silindris, datar atau bertangkai, tinggi 90 cm, di laut pada kedalaman 90 cm sampai 5.000 m. Kelas Heksaktinelidae terdiri dari 2 ordo, yaitu:

1) Ordo Hexasterophora, spikul kecil hexactinal.

2) Ordo Amphidiscophora, spikul kecil dengan kait-kait pada kedua ujungnya.

 Contohnya :Pheronema sp., Euplectella sp. Staurocalyptus sp.

Euplectella aspergillum adalah spons hexactinellid dalam filum Porifera yang hidup di laut dalam. Spons kaca  relatif jarang dan sebagian besar ditemukan di kedalaman 450 -900 meter, meskipun spesies Oopsacas minuta telah ditemukan di perairan dangkal, sementara yang lain ditemukan jauh lebih dalam. Spons ini  ditemukan di semua samudra dunia, meskipun mereka sangat umum di perairan Antartika.

3) Demospongiae

Hampir 75% jenis sponge yang terdapat di laut adalah dari kelas Demospongiae. Spons dari kelas ini tidak memiliki spikula “triaxon” (spikula kelas Heksaktinelidae), tetapi spikulanya berbentuk “monaxon”, “tetraxon” yang mengandung silikat. Ada yang tidak mempunyai rangka atau mempunyai rangka dari serabut spongin (zat tanduk).

1. Subkelas Tetractinellida, spikul tetraxon atau tidak ada, bentuk tubuh bulat atau datar tanpa percabangan; diperairan dangkal.

1) Ordo Myxospongia atau Dendroceratisa, tidak mempunyai spikul; bentuk tubuh sederhana, tanpa kerangka.

2) Ordo Carnosac atau Microsclerophora, spikl tetraxon, ukuran hampir sama.

3) Ordo Choristida, spikul tetraxon, dua macam ukuran besar dan kecil ada semua.

Page 9: Eksplorasi Porifera

b. Subkelas Monaxonida, spikul monaxon; ada yang berserat; bentuk tubuh bervariasi; ditepi pantai sampai kedalaman 45 m; melimpah dan umum.

1) Ordo Hadromerida atau Astromonaxonellida, spikul besar terpisah.

2) Ordo Halichondrida, spikul besar dan mempunyai serat sponge

3) Ordo Poeciloclerida, spikul berukuran besar diikat oleh sponge seperti jala.

4) Ordo haplosclerida, spikul besar .

c. Subkelas Keratosa, terdiri dari Dictyoceratida. Rangka dari serat sponge yang mengandung zat tanduk, tidak ada spikul; bentuk tubuh bulat, adakalanya besar sekali, warna gelap terutama hitam.

 Contohya: Euspongia officinalis, Euspongia mollisima, dan Spongila carteri (rangka dari spongin), Poterion dan Oscarella sp. (tanpa rangka tubuh), serta Corticium candelabrum (rangka dari spongin dan silikat), Callyspongia sp., Phyllospongia sp., Xestospongia testudinaria (Rachmat, 2007).

Xestospongia testudinaria adalah spesies dari famili Petrosiidae yang berbentuk tabung. Species ini berwarna merah tua ke merah muda , dengan mulut tabung yang berwarna putih pucat. Di zona intertidal spesies ini memiliki diameter 10-20 cm dengan tinggi 10-20 cm, (Anonymous, 2010).

BAB III

KANDUNGAN KIMIA

 

Spons laut memiliki potensi bioaktif yang sangat besar. Selama 50 tahun terakhir telah banyak kandungan bioaktif yang telah ditemukan. Kandungan bioaktif tersebut dikelompokan beberapa kelompok besar yaitu antiflammantory, antitumor, immunosuppessive, antivirus, antimalaria, antibiotik, dan antifouling

Spons merupakan biota laut potensial untuk menghasilkan senyawa bioaktif. Porifera mampu menyaring bakteri untuk dimanfaatkan sebagai makanan dan dicerna secara enzimatik. Senyawa bioaktif yang dimiliki oleh porifera kemungkinan bermanfaat dalam proses pencernaan, sehingga senyawa bioaktif yang diperoleh diperkirakan bervariasi sesuai dengan kebiasaan makan masing-masing jenis porifera.

Porifera menghasilkan metabolit primer dan metabolit sekunder sebagai hasil dari proses metabolisme. Pembentukan metabolit ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan, dimana diasumsikan bahwa pada kondisi lingkungan yang berbeda, spesies yang sama belum tentu memiliki kandungan metabolit yang sama. Metabolit ini memiliki manfaat yaitu sebagai chemical defense untuk melindungi

Page 10: Eksplorasi Porifera

dirinya terhadap serangan lingkungannya, dengan kata lain untuk mempertahankan hidupnya dari serangan predator. Manfaat untuk manusia, sebagai substansi bioaktif untuk obat-obatan, makanan kesehatan dan kosmetik.

Porifera memiliki potensi yang bermanfaat bagi kehidupan dari kandungan kimia yang dimiliki oleh tubuhnya. Beberapa bahan kimia ini telah ditemukan memiliki efek farmasi bermanfaat bagi manusia, termasuk senyawa untuk obat pernapasan, kardiovaskular, gastrointestinal, anti inflamasi, antitumor, dan antibiotik. Setiap jenis porifera juga tersusun oleh kandungan kimia yang berbeda. Misalnya Porifera kapur, Porifera jenis ini kerangka tubuhnya terbuat dari bahan kristal zat kapur atau CaCO3 dan Porifera silikat, Porifera jenis ini kerangka tubuhnya terbuat dari bahan kristal silikat H2 Si3 O7, kristal-kristal yang berbentuk seperti duri, bintang, mata kail, jangkar dan lain-lain yang biasa disebut specula itu merupakan hasil bentukan atau sekresi dari sel-sel scleroblast.

Spon laut Acanthodendrilla sp. Tergolong dalam  filum: porifera, kelas: demospongiae, ordo: dictyoceratida, family: irciniidae, genus: Acanthodendrilla. Kandungan kimia dari spon laut Acanthodendrilla sp adalah Acanthosterol, terdapat 10 derivat Acanthosterol yang merupakan steroid sulfat dan berkhasiat sebagai anti mikroba.

Spons dapat memproduksi racun dan senyawa lain yang digunakan untuk mengusir predator, kompetisi dengan hewan sesil lain  dan untuk berkomunikasi dan melidungi diri dari infeksi.  Lebih dari 10 % spons memiliki aktifitas citotoksik yang dapat yang berpotensial untuk bahan obat-obatan.

 Pada spons juga telah ditemukan berbagai senyawa yang dapat digunakan sebagai campuran obat seperti senyawa antitumor, antivirus, antibakteri, antijamur, antifouling, antimalaria dan lain-lain.

Pada spons terdapat populasi mikroorganisme simbion. Simbion tersebut seperti archaea bakteria, sianobakteri, dan mikroalgae. Mikrooranisme tersebut merupakan sumber metabolit sekunder. Sebagai contoh, antibiotik polybrominated biphenyl ether yang diisolasi dari Dysidea herbacea sebenarnya dihasilkan oleh endosimbiotik sianobakterium. Fungi yang berasosiasi dengan spons diketahui pula menghasilkan senyawa bioaktif.

Pada beberapa jenis spons dari genus Aaptos mengandung metabolit sekunder dari golongan alkaloid yaitu aaptamine dan aaptosin pada fraksi methanol. Secara umum pada spons ditemukan kelompok senyawa pada fraksi non polar seperti senyawa terpenoid, senyawa steroid, dan asam lemak. Spons Aaptos Sp. Pada fraksi polar banyak mengandung senyawa alkaloid yang memiliki aktivitas antitumor, antimicrobial, antivirus, dan lain-lain. Spons dari jenis Heliclona Sp. Pada fraksi n-Heksana banyak mengandung senyawa dari golongan steroid.

Steroid dari sponge merupakan kelompok bahan senyawa bahan alam yang di biosintesis melalui jalur asam mevalonat sebagai hasil modifikasi senyawa triterpen.

Page 11: Eksplorasi Porifera

BAB IV

KEGUNAAN DAN METODE

Sampai saat ini pemanfaatan biota laut di Indonesia masih belum optimal terutama di bidang kimia dan farmasi. Salah satu jenis organisme yang berpotensi cukup besar dan berpeluang mengandung senyawa aktif adalah spons. Spons merupakan binatang laut yang hidup di kedalaman sampai dengan 50 meter di bawah permukan laut. Di dunia diduga terdapat sekitar 10.000 spesies spons dan diperkirakan sekitar 200 spesies hidup di ekosistem terumbu karang Asia Tenggara (Dahuri, 2003). Jumlah spesies spons di Indonesia diperkirakan sebanyak 830 spesies (Sujatmiko, 2000). Sejumlah senyawa metabolit pada spons yang mempunyai bioaktivitas telah diisolasi dan diidentifikasi. Dua alkaloid baru yaitu hyrtiosins A dan B telah diisolasi dari Hyrtios erecta. Alkaloid yang bersifat toksik dari spons Xestopongia caycedoi yaitu reneiramycin G juga telah diisolasi bersama dengan mimosamycin. Dari spons lain, Cribrocholina sp. diperoleh cribostatins 1 dan 2 yang merupakan metabolit toksik. Metabolit toksik dari spons Axinella sp. yaitu (+)- herbindoles A, B, C, telah juga diidentifikasi. Niptharesines E-H merupakan empat senyawa toksik derivat dari piridin yang bersifat antimikroba terdapat dalam spesies niphates (Lewis, 1994, Faulkner, 1993, Faulkner, 1992). Tiga alkaloid napthridine yaitu aaptamine, 9-demetilaaptamine dan isoaaptamine telah diisolasi dari spons Aaptos sp. yang berasal dari Taman Laut Bunaken, Sulawesi Utara (Rombang et al., 2004). Terpenoid dalam jumlah besar telah ditemukan dalam spons. Beberapa diantaranya mempunyai aktivitas biologis yaitu empat diterpen bersifat toksik terhadap larva udang. Senyawa ini berasal dari Myrmekioderma styx. Isometachromin adalah seskuiterpenoid toksik dari spons Hippospongia metachromia (Faulkner, 1993, Faulkner 1992). Beberapa spons Pasifik Barat, axinella dan hymeniacidon diketahui mengandung metabolit toksik hymenialdisine dan debromohymenialdisine (Faulkner, 1994, Faulkner 1993). Senyawa discodermolide merupakan metabolit dari spons Discodermia dissoluta yang aktif sebagai antikanker. Halichondrin B yang diisolasi dari spons Halichondria okadai terbukti aktif melawan leukimia (Faulkner, 1994). Dari spons Stylissa flabeliformis, berhasil diisolasi senyawa jaspamida yang berpotensi sebagai antikanker (Wahyono, 2003).

Berikut ada beberapa metode yang digunakan untuk mengidentifikasi senyawa yang terkandung dalam spons laut :

 1. 1.      Identifikasi Senyawa Antioksidan Dalam Spons Callyspongia sp  

Callyspongia sp. merupakan salah satu jenis spons yang banyak tumbuh di perairan wilayah Indonesia. Spons ini adalah salah satu biota laut yang mengandung berbagai metabolit sekunder yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat (Satari, 1999). Isolat dari spons ini dilaporkan memiliki aktivitas antikanker, antimikroba dan antiparasit (Amir dan Budiyanto, 1996). Dibawah ini merupakan metode identifikasi senyawa antioksidan dalam spons Callyspongia sp. :

Page 12: Eksplorasi Porifera

Bahan: Bahan uji yang digunakan adalah spons Callyspongia sp. yang diperoleh dari perairan Kepulauan Seribu, dan sudah dideterminasi di Lembaga Oseanologi Nasional, Jakarta. Bahan kimia yang digunakan antara lain 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH), 2,2’ azobis (2-amidinopropan) dihidroklorida (AAPH), ammonium tiosianat, asam linoleat, vitamin C, BHT, larutan dapar fosfat, besi (II) klorida, pereaksi Lieberman- Buchard, Dragendorff, Mayer dan

Bouchardat.

Alat: Alat-alat yang digunakan antara lain alat gelas untuk ekstraksi, KLT dan spektrofotometer UV Shimadzu 265.

Cara kerja:

Pembuatan ekstrak. Spons Callyspongia sp. yang dikumpulkan dari daerah Kepulauan Seribu segera direndam dalam metanol dan baru dikeluarkan waktu penelitian dimulai Spons sejumlah 650 g dipotong- potong sampai halus, kemudian dimaserasi selama 6 jam dalam 800 ml aseton, sambil sekali-kali dikocok. Lapisan aseton dipisahkan, kemudian maserasi diulang 4 kali (tiap kali menggunakan 400 ml aseton) dengan cara yang sama sampai filtrat aseton tidak berwarna. Residu dimaserasi lebih lanjut menggunakan metanol 450 ml dengan cara yang sama, ulangi 3 kali, sampai lapisan metanol tidak berwarna. Filtrat yang diperoleh disatukan, diuapkan menggunakan rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak kental sejumlah 90,25 g.

Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan 2 cara, yaitu metode DPPH dan tiosianat:

1. Metode DPPH (Blois, 1958)

Ekstrak Callyspongia sp. Dilarutkan dalam metanol dan dibuat dalam berbagai konsentrasi ( 10, 30, 50 dan 70 ppm). Masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ke dalam tiap tabung reaksi ditambahkan 500 μl larutan DPPH 1mM dalam metanol. Volume dicukupkan sampai 5,0 ml, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit, selanjutnya serapannya diukur pada panjang gelombang 515 nm. Sebagai control positif, dan untuk pembanding digunakan vitamin C (konsentrasi 2, 3, 4 dan 5 ppm) dan BHT (konsentrasi 2, 4, 6 dan 8 ppm). Nilai IC50 dihitung masing-masing dihitung dengan menggunakan rumus persamaan regresi.

2. Metode tiosianat (Mun’im et al, 2003)

Sebanyak 500 μl larutan ekstrak Callyspongia sp dengan konsentrasi 100 ppm dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan berturut-turut 2,5 ml larutan buffer fosfat 0,2 M (pH=7), 2,5 ml larutan asam linoleat (1,3% w/v), 1,0 ml air suling, dan 0,25 ml larutan AAPH 46,6 mM dalam etanol 40%. Selanjutnya diinkubasi dalam keadaan gelap, pada suhu 50oC. Pengambilan sampel dilakukan setiap satu jam selama 4 jam. Larutan uji sebanyak 0,1 ml ditambah dengan 0,1

Page 13: Eksplorasi Porifera

ml larutan besi (II) klorida 20mM dalam HCl 3,5%, 0,1 ml larutan ammonium tiosianat 10% dan dicukupkan volumenya dengan etanol 75% menjadi 10 ml. Homogenkan dengan vortex, setelah 3 menit serapannya diukur pada panjang gelombang 500 nm. Kemampuan aktivitas antioksidan dilihat dari rendahnya resapan yang terbentuk terhadap kontrol.

Pemeriksaan kandungan kimia menggunakan pereaksi kimia

Identifikasi kandungan kimia dalam ekstrak dilakukan terhadap senyawa-senyawa:

1. Steroid/ triterpenoid

Sebanyak 1 ml larutan ekstrak diuapkan sampai kering, kemudian ditambah dengan pereaksi Lieberman- Burchard. Warna biru-ungu yang timbul menunjukkan adanya senyawa terpenoid atau steroid.

2. Alkaloid

Larutan ekstrak sebanyak 3 ml ditambah dengan 1 ml HCl 2 N, dan 6 ml air suling, kemudian panaskan selama 2 menit, dinginkan kemudian disaring. Filtrat diperiksa adanya senyawa alkaloid dengan pereaksi Dragendorff, Bouchardat dan Mayer.

3. Flavonoid

Larutan ekstrak sebanyak 2 ml ditambah dengan sedikit serbuk seng atau magnesium dan 2 ml HCl 2N. Senyawa flavonoid akan menimbulkan warna jingga sampai merah.

4. Antrakuinon

Larutan ekstrak sebanyak 2 ml dipanaskan dengan 5 ml H2SO4 selama 1 menit. Setelah dingin

dikocok dengan 10 ml bensen. Warna kuning pada lapisan bensen menunjukkan adanya senyawa antrakuinon. Identifikasi dapat diperjelas dengan menambahkan larutan natrium hidroksida 2N, akan terjadi warna merah pada lapisan air.

Pemeriksaan kandungan kimia menggunakan KLT :

Pemeriksaan KLT dilakukan terhadap adanya senyawa yang memberikan hasil positif pada pemeriksaan menggunakan pereaksi kimia. Larutan pengembang yang digunakan adalah campuran metanol- NH4OH (200:3), dengan larutan deteksi Dragendorff dan DPPH.

 1. 2.      Isolasi dan Penentuan Struktur Bisdemeethyllaaptine dari Spons Aaptos Sp.

Page 14: Eksplorasi Porifera

Aaptos Sp. (Demospongiae) adalah spons laut yang hidup sekitar pantai taman laut Bunaken, spons Aaptos Sp. Tersebut telah dibuktikan mengandung Alkaloid naftiridin (1 – 6). Beberapa alkaloid tersebut dilaporkan mempunyai aktifitas biologi diantaranya penghalang a- adrenoseptor dan aktifitis kardiotonik, sitotostik, antiviral, antimikroba, antioksidan.

metode yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan instrument kartografi cair kinerja tinggi (KCKT) Hewlett Packard HP1090 dengan diode array detector (DAD) pada panjang gelombang 254 nm. Bahan segar Aaptos Sp. Sebanyak 4 kg diekstraksi dengan etanol diperoleh ekstrak etanol 638 g, lalu selanjutnya diambil 200 g ekstrak etanol dan dilarutkan dalam methanol – asam asetat (100:1) kemudian dipartisi dengan n – heksan diperoleh tiga lapisan masing – masing lapisan n- heksan (lapisan atas), lapisan methanol – asam (lapisan tengah), dan lapisan air – asam (lapisan bawah). Lapisan methanol – asam  diperoleh ekstrak methanol asam sebanyak 80 g. sejumlah 10 g dari ekstrak methanol asam dilakukan kromatografi kolom dengan fasa diam, lalu selanjutnya dimurnikan dengan dua tahap kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)  fase terbalik dapat diperoleh senyawa 6 sebanyak 1,1 mg.

isolate murnialkaloid naftiridin yang diperoleh diidentifikasi terlebih dahulu dengan cara membandingkan profil kromatogram cair kinerja tinggi dengan bisdemetillaaptamine standar dan senyawa 6, bisdemeliaaptamine standar masing – masing menunjukan satu puncak dengan waktu retensi 10,4 menit. Hal ini mengindikasikan bahwa senyawa 6 identik dengan bisdemetilaaptine standar.

Adanya sinyal 2 proton amina aromatic yang dapat ditukarkan  dapat mengindikasikan bahwa senyawa 6 berada dalam bentuk terprotonisasi  pada N-4 disebabkan karena senyawa 6 dimurnikan dalam bentuk trifloroasetat-nya. Multiplisitas dublet dari kedua proton amina aromatic tersebut menunjukan bahwa kedua proton tersebut bergandengan dengan masing – masing satu proton aromatic yang lain. Untuk mendukung penetapan struktur tersebut akan dilakukan analisis spectrum RMI dua dimensi dari senyawa 6 dan bisdemelitaaptamine standar

1.1.      Isolasi dan Identifikasi Senyawa Toksik Pada Spons Laut

Pada penelitian ini spesies spons yang berasal dari perairan Gili Sulat akan diskrining toksisitasnya menggunakan bioindikator larva Artemia salina Leach. Spesies spons yang paling toksik dari hasil skrining tersebut dan masih relevan untuk diteliti selanjutnya diisolasi untuk menentukan senyawa yang bersifat toksik tersebut.

Berikut merupakan metode pengisolasian dan identifikasi senyawa toksik pada spons laut :

a)         Bahan

Page 15: Eksplorasi Porifera

       Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah spons koleksi BPPT bagian P3-TFM yang diperoleh dari perairan Gili Sulat, Lombok. Disamping iu digunakan bahan kimia seperti metanol, diklorometana, n-heksana, etilasetat, n-butanol, silika gel GF254, sephadex LH-20, DMSO, asam asetat glasial, asam formiat, aseton, NaOH 2%, asam sulfat pekat, asam klorida pekat dan 2 N, benzena, pereaksi Liebermann-Burchard, pereaksi Dragendorff, pereaksi Meyer, natrium klorida, etanol 95%.

b)        Peralatan

       Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: seperangkat alat gelas laboratorium, penguap putar vakum, seperangkat alat Kromatografi Lapis Tipis (KLT), seperangkat alat kromatografi kolom, seperangkat alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), seperangkat alat Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa (KG-MS), lampu UV 254 dan 366 nm, kertas saring, pipet mikro, timbangan elektronik, oven, dan blender.

Cara Kerja

a)        Skrining Sampel

       Sepuluh spesies spons koleksi P3-TFM BPPT yang berasal dari perairan Gili Sulat, Lombok yaitu SL1, SL2, SL5, SL6, SL12, SL15, SL16, SL17, SL28, dan SL35, masing-masing seberat 100 gram diekstraksi dalam pelarut metanol. Ekstrak ini diuji toksisitasnya menggunakan bioindikator Artemia salina Leach. Spesies spons yang menunjukkan sifat toksik paling besar diteliti lebih lanjut.

b)        Penyiapan Bahan dan Ekstraksi Metabolit

       Spons koleksi BPPT yang paling toksik dipotong-potong kemudian diblender. Spons yang telah dihaluskan diambil ±1000 gram lalu dimaserasi berturut-turut dengan metanol (3×750 mL), diklormetan (3×750 mL), dan n-heksana (3×750 mL). Masing-masing filtrat yang diperoleh dipekatkan kemudian digabungkan sehingga menjadi ekstrak kental spons. Ekstrak kental ini ditambahi 250 mL air dan diaduk sehingga terbentuk emulsi. Emulsi ini dipartisi berturut-turut dengan etilasetat (8×250 mL) dan n-butanol (8×250 mL). Lapisan etilasetat dan lapisan n-butanol yang diperoleh masing-masing dipekatkan sehingga dihasilkan ekstrak etilasetat dan ekstrak n-butanol. Terhadap kedua ekstrak tersebut dilakukan uji toksisitas dengan menggunakan bioindikator larva A. salina. Ekstrak yang menunjukkan toksisitas lebih tinggi selanjutnya dipisahkan dan dimurnikan.

c)         Pemisahan dan Pemurnian

       Ekstrak yang menunjukkan toksisitas lebih tinggi, selanjutnya difraksinasi menggunakan kromatografi kolom. Eluat ditampung setiap 2 mL dari wadah (tabung reaksi) yang telah disediakan. Proses kromatografi kolom dihentikan setelah semua metabolit diperkirakan keluar dari kolom. Masing-masing eluat dalam tabung reaksi dipisahkan dengan KLT. Kemudian pelat KLT dideteksi

Page 16: Eksplorasi Porifera

nodanya dibawah sinar lampu UV pada panjang gelombang 254 dan 366 nm. Eluat yang menunjukkan pola noda sama digabungkan sehingga diperoleh beberapa fraksi. Fraksi-fraksi tersebut kemudian diuji toksisitasnya sehingga diketahui fraksi yang paling toksik. Fraksi yang paling toksik ini kemudian diuji kemurniannya menggunakan cara KLT dan KCKT dan diidentifikasi.

d)        Uji Toksisitas terhadap Larva A. salina

       Sampel yang akan diuji toksisitasnya terhadap larva A. salina dikerjakan dengan tahap-tahap sebagai berikut :

1. Dibuat media larva udang dengan salinitas 30-34‰. pH larutan diatur pada 7-8.

2. Media selanjutnya dimasukkan ke dalam wadah kaca dilengkapi dengan aerator. Telur A. salina dimasukkan secukupnya dan disimpan pada tempat yang memiliki penerangan yang cukup selama 24 jam sehingga telur tersebut menetas dan siap digunakan untuk pengujian.

3. Disiapkan vial untuk pengujian masing-masing sampel. Sampel ditimbang sebanyak 20 mg dan dilarutkan dalam 2 mL metanol. Larutan tersebut kemudian diambil sebanyak 500 μL, 50μL, 5 μL, masing-masing dimasukkan kedalam vial yang telah disiapkan dan pelarutnya diuapkan selama 24 jam. Ke dalam masing-masing vial ditambahi air laut buatan, 30 μL DMSO, dan 20 ekor larva A. salina. Terakhir, ditambahi air laut buatan sampai volumenya 5 mL sehingga dicapai konsentrasi 1000 ppm, 100 ppm, 10 ppm.

4. Pengamatan terhadap kematian larva A. salina dilakukan setelah 24 jam.5. Data kematian larva A.salina dianalisis untuk menentukan LC50.

e)         Kromatografi Kolom

       Pembuatan kolom kromatografi untuk pemisahan dan pemurnian sampel dilakukan dengan melarutkan sephadex LH-20 ke dalam metanol sehingga menjadi bubur. Bubur sephadex dimasukkan ke dalam kolom dengan kecepatan tertentu sampai sephadex mencapai tanda batas. Kemudian kolom dielusi sampai terjadi kerapatan yang homogen. Kemudian sampel ditambahkan di atas sephadex dan dielusi dengan fase gerak. Eluat ditampung pada botol penampung.

f)          Uji Kemurnian

       Uji kemurnian fraksi toksik menggunakan KLT dan KCKT. Uji kemurnian dengan KLT dilakukan dengan berbagai jenis eluen. Uji kemurnian menggunakan KCKT dilakukan dengan menginjeksikan sampel ke dalam sistem KCKT yang sudah siap untuk digunakan.

g)        Identifikasi Isolat Aktif

        Isolat toksik yang relatif murni diidentifikasi dengan cara uji fitokimia dan dengan kromatografi gas-spektroskopi massa.

Page 17: Eksplorasi Porifera

BAB V

KESIMPULAN

 

Porifera hidup secara heterotof. Makanannya adalah bakteri dan plankton. Habitat porifera umumnya di laut, mulai dari tepi pantai hingga laut dengan kedalaman 5 km.

Spons merupakan biota laut potensial untuk menghasilkan senyawa bioaktif. . Kandungan bioaktif tersebut dikelompokan beberapa kelompok besar yaitu antiflammantory, antitumor, immunosuppessive, antivirus, antimalaria, antibiotik, sitotoksik, antiparasitik, dan antifouling.

Pada beberapa jenis spons mengandung metabolit sekunder seperti alkaloid, steroid, terpenoid, flavanoid dan antrakuinon.