ekskursi fix kelompok 4 geomagnet

59
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Salah satu cara untuk mengetahui kandungan ekonomis yang terdapat di bawah permukaan dari bumi adalah menggunakan metode survei geofisika. Metode Geofisika merupakan ilmu yang mempelajari tentang bumi dengan menggunakan pengukuran fisis pada atau di atas permukaan. Dari sisi lain, geofisika mempelajari semua isi bumi baik yang terlihat maupun tidak terlihat langsung oleh pengukuran sifat fisis dengan penyesuaian pada umumnya pada permukaan (Dobrin dan Savit, 1988). Secara umum, metode geofisika dibagi menjadi dua kategori, yaitu: Metode pasif dilakukan dengan mengukur medan alami yang dipancarkan oleh bumi. Metode aktif dilakukan dengan membuat medan gangguan kemudian mengukur respon yang dilakukan oleh bumi. Metode magnetik merupakan salah satu metode digunakan dalam teknik geofisika. Pengukuran dengan menggunakan metode magnetik yang paling banyak dilakukan adalah dengan menggunakan alat PPM (Proton Precession Magnetometer). Metode ini pada dasarnya dilakukan berdasarkan pengukuran anomali geomagnetik yang diakibatkan oleh perbedaan kontras suseptibilitas, atau 1

Upload: febri-deni-firdiansyah

Post on 30-Nov-2015

212 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

geofisika men

TRANSCRIPT

Page 1: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Salah satu cara untuk mengetahui kandungan ekonomis yang terdapat di bawah

permukaan dari bumi adalah menggunakan metode survei geofisika. Metode

Geofisika merupakan ilmu yang mempelajari tentang bumi dengan menggunakan

pengukuran fisis pada atau di atas permukaan. Dari sisi lain, geofisika mempelajari

semua isi bumi baik yang terlihat maupun tidak terlihat langsung oleh pengukuran

sifat fisis dengan penyesuaian pada umumnya pada permukaan (Dobrin dan Savit,

1988). Secara umum, metode geofisika dibagi menjadi dua kategori, yaitu:

Metode pasif dilakukan dengan mengukur medan alami yang dipancarkan

oleh bumi.

Metode aktif dilakukan dengan membuat medan gangguan kemudian

mengukur respon yang dilakukan oleh bumi.

Metode magnetik merupakan salah satu metode digunakan dalam teknik

geofisika. Pengukuran dengan menggunakan metode magnetik yang paling banyak

dilakukan adalah dengan menggunakan alat PPM (Proton Precession

Magnetometer). Metode ini pada dasarnya dilakukan berdasarkan pengukuran

anomali geomagnetik yang diakibatkan oleh perbedaan kontras suseptibilitas, atau

permeabilitas magnetik suatu jebakan dari daerah magnetik di sekelilingnya. Disini

perbedaan permeabilitas itu sendiri pada dasarnya diakibatkan oleh perbedaan

distribusi mineral yang bersifat ferromagnetik, paramagnetik, diamagnetik.

Kemampuan suatu batuan untuk dapat termagnetisasi sangat dipengaruhi oleh

oleh factor susceptibilitas batuan. Objek pengamatan dari metode ini adalah benda

yang bersifat mangnetik, dapat berupa gejala struktur bawah tanah permukaan

ataupun batuan tertentu. Metode ini dapat digunakan sebagai preliminary survey

untuk menentukan bentuk geometri dari bentuk basement,intrusi dan patahan.

Metode magnetic didasarkan pada pengukuran variasiintensitas medan magnetic di

permukaan bumi yang disebabkan oleh adanyavariasi distribusi benda

termagnetisasi dibawah permukaan bumi (suseptibilitas)

1

Page 2: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

I.2 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dari penelitian data magnetik pada daerah Berbah adalah:

Mahasiswa mampu memahami konsep dasar metode geomagnetic,

mampu mengambil mengoperasikan alat PPM (Proton Precession

Magnetometer) kemudian malakukan pengolahan data dan mampu

menginterpretasikan hasil yang didapat serta menjelaskan proses pengolahan

data secara umum. Kemudian hasil yang didapatkan berupa peta yang kita

interpretasi unsur-unsur penyusun struktur geologi yang berada di bawah

permukaan daerah tersebut dan menentukan nilai anomaly daerah tersebut,

mampu mengolah data looping dengan menggunakan software ( excel, magpick

surfer).

Tujuan dari praktikum acara pengolahan data magnetic adalah :

Memetakan persebaran kemagnetan berdasarkan nilai variasi harian dan

anomali dengan menggunakan data looping.

I.3 Batasan Masalah

1. Pengambilan data di daerah Pillow Lava Berbah.

2. Pengolahan data menggunakan software Magpick dan Surfer 9.0.

3. Interpretasi kualitatif peta H Anomali dan Upward Continuation.

2

Page 3: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Geologi Lokal

Daerah Berbah termasuk ke dalam Formasi Semilir. Formasi ini berlokasi di

G. Semilir, sebelah selatan Klaten. Litologi penyusunnya terdiri dari tuf, tuf

lapili, lapili batuapung, breksi batuapung dan serpih. Komposisi tuf dan

batuapung tersebut bervariasi dari andesit hingga dasit. Di bagian bawah satuan

batuan ini, yaitu di K. Opak, Dusun Watuadeg, Desa Jogotirto, Kec. Berbah,

Kab. Sleman, terdapat andesit basal sebagai aliran lava bantal (Bronto dan

Hartono, 2001). Penyebaran lateral Formasi Semilir ini memanjang dari ujung

barat Pegunungan Selatan, yaitu di daerah Pleret-Imogiri, di sebelah barat G.

Sudimoro, Piyungan-Prambanan, di bagian tengah pada G. Baturagung dan

sekitarnya, hingga ujung timur pada tinggian G. Gajahmungkur, Wonogiri.

Ketebalan formasi ini diperkirakan lebih dari 460 meter.

Formasi ini menjemari dengan Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu,

namun tertindih secara tidak selaras oleh Formasi Oyo (Surono, dkk., 1992).

Dengan melimpahnya tuf dan batuapung dalam volume yang sangat besar, maka

secara vulkanologi Formasi Semilir ini dihasilkan oleh letusan gunungapi yang

sangat besar dan merusak, biasanya berasosiasi dengan pembentukan kaldera

letusan (Bronto dan hartono, 2001).

Keberadaan lava bantal akibat dari pelelehan magma yang keluar dan

langsung kontak dengan air. Proses pembekuan yang tiba-tiba akibat kontak

langsung dengan masa air laut ini, menyebabkan bentukan mineral-mineralnya

tidak terpilah dengan baik, namun tubuh lavanya membentuk geometri mirip

bantal sehingga disebut lava bantal (pillow lava). Proses terbentuknya lava

bantal adalah saat mengalir dan mengalami pendinginan serentak oleh air laut,

selanjutnya bagian kulitnya langsung membeku dan tertahan tekanan hidrostatis

sehingga membentuk batuan beku membulat atau melonjong. Bentuknya bulat

lonjong inilah yang disebut lava bantal dan pada umumnya berkomposisi basalt

yang bersifat asam.karena perbedaan suhu yang amat tinggi, akibatmnya magma

secara cepat membeku dan mineralnya tidak terbentuk secara baik. Batuan ini

berumur Oligosen – Formasi Semilir (36 – 30 juta tahun) dan menandai awal

3

Page 4: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

dari pegunungan api purba (monogenesis volcanisme) sebelum berkembang

menjadi strato volcano composite (disebut himpunan batuannya sebagai OAF-

Old Andesite Formation), yang erupsinya eksplosif, dan dengan komposisi

umum andesitik. Jadi lava bantal Berbah ini representasi dari bentuk awal

volkanisme Pulau Jawa. Singkapan seperti ini tidak banyak dijumpai di

sepanjang Pegunungan Selatan Jawa, lava Berbah adalah yang terbaik.

Kelangkaan ini mempertegas bahwa lava ini merupakan fase awal mulai

munculnya gunungapi di Jawa. [C. Prasetyadi].

Gambar 2.1. Stratigrafi Pegunungan Selatan Jawa

II.2 Geologi Regional

Secara umum, fisiografi Jawa Tengah bagian selatan-timur yang

meliputi kawasan Gunungapi Merapi, Yogyakarta, Surakarta dan Pegunungan

Selatan dapat dibagi menjadi dua zona, yaitu Zona Solo dan Zona Pegunungan

Selatan (Bemmelen, 1949) (lihat Gambar 2.2). Zona Solo merupakan bagian

dari Zona Depresi Tengah (Central Depression Zone) Pulau Jawa. Zona ini

ditempati oleh kerucut G. Merapi (± 2.968 m). Kaki selatan-timur gunungapi

tersebut merupakan dataran Yogyakarta-Surakarta ( ± 100 m sampai 150 m)

yang tersusun oleh endapan aluvium asal G. Merapi. Di sebelah barat Zona

Pegunungan Selatan, dataran Yogyakarta menerus hingga pantai selatan Pulau

4

Page 5: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

Jawa, yang melebar dari P. Parangtritis hingga K. Progo. Aliran sungai utama di

bagian barat adalah K. Progo dan K. Opak, sedangkan di sebelah timur ialah K.

Dengkeng yang merupakan anak sungai Bengawan Solo (Bronto dan Hartono,

2001).

Satuan perbukitan terdapat di selatan Klaten, yaitu Perbukitan Jiwo.

Perbukitan ini mempunyai kelerengan antara 40 – 150 dan beda tinggi 125 – 264

m. Beberapa puncak tertinggi di Perbukitan Jiwo adalah G. Jabalkat (± 264 m)

di Perbukitan Jiwo bagian barat dan G. Konang (lk. 257 m) di Perbukitan Jiwo

bagian timur. Kedua perbukitan tersebut dipisahkan oleh aliran K. Dengkeng.

Perbukitan Jiwo tersusun oleh batuan Pra-Tersier hingga Tersier (Surono dkk,

1992).

Zona Pegunungan Selatan dibatasi oleh Dataran Yogyakarta-Surakarta di

sebelah barat dan utara, sedangkan di sebelah timur oleh Waduk Gajahmungkur,

Wonogiri dan di sebelah selatan oleh Lautan India. Di sebelah barat, antara

Pegunungan Selatan dan Dataran Yogyakarta dibatasi oleh aliran K. Opak,

sedangkan di bagian utara berupa gawir Baturagung. Bentuk Pegunungan

Selatan ini hampir membujur barat-timur sepanjang lk. 50 km dan ke arah utara-

selatan mempunyai lebar lk. 40 km (Bronto dan Hartono, 2001).

Zona Pegunungan Selatan dapat dibagi menjadi tiga subzona, yaitu Subzona

Baturagung, Subzona Wonosari dan Subzona Gunung Sewu (Harsolumekso

dkk., 1997 dalam Bronto dan Hartono, 2001). Subzona Baturagung terutama

terletak di bagian utara, namun membentang dari barat (tinggian G. Sudimoro, ±

507 m, antara Imogiri-Patuk), utara (G. Baturagung, ± 828 m), hingga ke

sebelah timur (G. Gajahmungkur, ± 737 m). Di bagian timur ini, Subzona

Baturagung membentuk tinggian agak terpisah, yaitu G. Panggung (± 706 m)

dan G. Gajahmungkur (± 737 m). Subzona Baturagung ini membentuk relief

paling kasar dengan sudut lereng antara 100 – 300 dan beda tinggi 200-700

meter serta hampir seluruhnya tersusun oleh batuan asal gunungapi.

Subzona Wonosari merupakan dataran tinggi (± 190 m) yang terletak di

bagian tengah Zona Pegunungan Selatan, yaitu di daerah Wonosari dan

sekitarnya. Dataran ini dibatasi oleh Subzona Baturagung di sebelah barat dan

utara, sedangkan di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan Subzona

Gunung Sewu. Aliran sungai utama di daerah ini adalah K. Oyo yang mengalir

ke barat dan menyatu dengan K. Opak (lihat Gambar 2.2). Sebagai endapan

5

Page 6: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

permukaan di daerah ini adalah lempung hitam dan endapan danau purba,

sedangkan batuan dasarnya adalah batugamping.

Subzona Gunung Sewu merupakan perbukitan dengan bentang alam karts,

yaitu bentang alam dengan bukit-bukit batugamping membentuk banyak kerucut

dengan ketinggian beberapa puluh meter. Di antara bukit-bukit ini dijumpai

telaga, luweng (sink holes) dan di bawah permukaan terdapat gua batugamping

serta aliran sungai bawah tanah. Bentang alam karts ini membentang dari pantai

Parangtritis di bagian barat hingga Pacitan di sebelah timur.

Zona Pegunungan Selatan di Jawa Timur pada umumnya merupakan blok

yang terangkat dan miring ke arah selatan. Batas utaranya ditandai escarpment

yang cukup kompleks. Lebar maksimum Pegunungan Selatan ini 55 km di

sebelah selatan Surakarta, sedangkan sebelah selatan Blitar hanya 25 km.

Diantara Parangtritis dan Pacitan merupakan tipe karts (kapur) yang disebut

Pegunungan Seribu atau Gunung Sewu, dengan luas kurang lebih 1400 km2

(Lehmann. 1939). Sedangkan antara Pacitan dan Popoh selain tersusun oleh

batugamping (limestone) juga tersusun oleh batuan hasil aktifitas vulkanis

berkomposisi asam-basa antara lain granit, andesit dan dasit (Van

Bemmelen,1949).

Gambar 2.2. Sketsa peta fisiografi sebagian Pulau Jawa dan Madura

(modifikasi dari van Bemmelen, 1949).

6

Page 7: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

Stratigrafi Pegunungan Selatan

Penamaan satuan litostratigrafi Pegunungan Selatan telah banyak

dikemukakan oleh beberapa peneliti yang membedakan stratigrafi wilayah

bagian barat (Parangtritis – Wonosari) dan wilayah bagian timur (Wonosari –

Pacitan). Urutan stratigrafi Pegunungan Selatan bagian barat telah diteliti antara

lain oleh Bothe (1929), van Bemmelen (1949), Sumarso dan Ismoyowati (1975),

Sartono (1964), Nahrowi, dkk (1978) dan Suyoto (1992) serta Wartono dan

Surono dengan perubahan (1994) .

Gambar 2.3. Tatanan Stratigrafi Pegunungan Selatan dari beberapa

penulis.

Secara stratigrafi, urutan satuan batuan dari tua ke muda menurut penamaan

litostratifrafi menurut Wartono dan Surono dengan perubahan (1994) adalah :

1. Formasi Wungkal-Gamping

Lokasi tipe formasi ini terletak di G. Wungkal dan G. Gamping, keduanya di

Perbukitan Jiwo. Satuan batuan Tersier tertua di daerah Pegunungan Selatan ini

di bagian bawah terdiri dari perselingan antara batupasir dan batulanau serta

lensa batugamping. Pada bagian atas, satuan batuan ini berupa napal pasiran dan

7

Page 8: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

lensa batugamping. Formasi ini tersebar di Perbukitan Jiwo, antara lain di G.

Wungkal, Desa Sekarbolo, Jiwo Barat, menpunyai ketebalan sekitar 120 meter

(Bronto dan Hartono, 2001).

Di bagian bawah, Formasi Wungkal-Gamping mengandung fosil

foraminifera besar, yaitu Assilina sp., Nummulites javanus VERBEEK,

Nummulites bagelensis VERBEEK dan Discocyclina javana VERBEEK.

Kelompok fosil tersebut menunjukkan umur Eosen Tengah bagian bawah

sampai tengah. Sementara itu bagian atas formasi ini mengandung asosiasi fosil

foraminifera kecil yang menunjukkan umur Eosen Akhir. Jadi umur Formasi

Wungkal-Gamping ini adalah Eosen Tengah sampai dengan Eosen Akhir

(Sumarso dan Ismoyowati, 1975).

Sebagian dari satuan batuan ini semula merupakan endapan laut dangkal

yang kaya akan fosil. Karena pengaruh gaya berat di lereng bawah laut, formasi

ini kemudian meluncur ke bawah dan diendapkan kembali di laut dalam

sehingga merupakan exotic faunal assemblage (Rahardjo, 1980). Formasi ini

tersebar luas di Perbukitan Jiwo dan K. Oyo di utara G. Gede, menindih secara

tidak selaras batuan metamorf serta diterobos oleh Diorit Pendul dan di atasnya,

secara tidak selaras, ditutupi oleh batuan sedimen klastika gunungapi

(volcaniclastic sediments) yang dikelompokkan ke dalam Formasi Kebo-Butak,

Formasi Semilir, Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu.

2. Formasi Kebo-Butak

Lokasi tipe formasi ini terletak di G. Kebo dan G. Butak yang terletak di

lereng dan kaki utara gawir Baturagung. Litologi penyusun formasi ini di bagian

bawah berupa batupasir berlapis baik, batulanau, batulempung, serpih, tuf dan

aglomerat. Bagian atasnya berupa perselingan batupasir dan batulempung

dengan sisipan tipis tuf asam. Setempat di bagian tengahnya dijumpai retas

lempeng andesit-basal dan di bagian atasnya dijumpai breksi andesit.

Pada Formasi Kebo-Butak, Sumarso dan Ismoyowati (1975) menemukan

fosil Globorotalia opima BOLLI, Globorotalia angulisuturalis BOLLI,

Globorotalia kuqleri BOLLI, Globorotalia siakensis LEROY, Globigerina

binaiensis KOCH, Globigerinoides primordius BLOW dan BANNER,

Globigerinoides trilobus REUSS. Kumpulan fosil tersebut menunjukkan umur

Oligosen Akhir – Miosen Awal. Lingkungan pengendapannya adalah laut

terbuka yang dipengaruhi oleh arus turbid. Formasi ini tersebar di kaki utara

8

Page 9: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

Pegunungan Baturagung, sebelah selatan Klaten dan diduga menindih secara

tidak selaras Formasi Wungkal-Gamping serta tertindih selaras oleh Formasi

Semilir. Ketebalan dari formasi ini lebih dari 650 meter.

3. Formasi Semilir

Formasi ini berlokasi tipe di G. Semilir, sebelah selatan Klaten. Litologi

penyusunnya terdiri dari tuf, tuf lapili, lapili batuapung, breksi batuapung dan

serpih. Komposisi tuf dan batuapung tersebut bervariasi dari andesit hingga

dasit.

Di bagian bawah satuan batuan ini, yaitu di K. Opak, Dusun Watuadeg, Desa

Jogotirto, Kec. Berbah, Kab. Sleman, terdapat andesit basal sebagai aliran lava

bantal (Bronto dan Hartono, 2001). Penyebaran lateral Formasi Semilir ini

memanjang dari ujung barat Pegunungan Selatan, yaitu di daerah Pleret-Imogiri,

di sebelah barat G. Sudimoro, Piyungan-Prambanan, di bagian tengah pada G.

Baturagung dan sekitarnya, hingga ujung timur pada tinggian G. Gajahmungkur,

Wonogiri. Ketebalan formasi ini diperkirakan lebih dari 460 meter.

Pada umumnya, formasi ini miskin akan fosil. Namun, Sumarso dan

Ismoyowati (1975) menemukan fosil Globigerina tripartita KOCH pada bagian

bawah formasi dan Orbulina pada bagian atasnya. Sedangkan pada bagian

tengah formasi ditemukan Globigerinoides primordius BLOW dan BANNER,

Globoquadrina altispira CUSHMAN dan JARVIS, Globigerina praebulloides

BLOW dan Globorotalia siakensis LE ROY. Berdasarkan hal tersebut, maka

dapat disimpulkan bahwa umur formasi ini adalah Miosen Awal-Miosen Tengah

bagian bawah.

Formasi Semilir ini menindih secara selaras Formasi Kebo-Butak, namun

secara setempat tidak selaras (van Bemmelen, 1949). Formasi ini menjemari

dengan Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu, namun tertindih secara

tidak selaras oleh Formasi Oyo (Surono, dkk., 1992). Dengan melimpahnya tuf

dan batuapung dalam volume yang sangat besar, maka secara vulkanologi

Formasi Semilir ini dihasilkan oleh letusan gunungapi yang sangat besar dan

merusak, biasanya berasosiasi dengan pembentukan kaldera letusan (Bronto dan

hartono, 2001).

9

Page 10: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

4. Formasi Nglanggran

Lokasi tipe formasi ini adalah di Desa Nglanggran di sebelah selatan Desa

Semilir. Batuan penyusunnya terdiri dari breksi gunungapi, aglomerat, tuf dan

aliran lava andesit-basal dan lava andesit. Breksi gunungapi dan aglomerat yang

mendominasi formasi ini umumnya tidak berlapis. Kepingannya terdiri dari

andesit dan sedikit basal, berukuran 2 – 50 cm. Di bagian tengah formasi ini,

yaitu pada breksi gunungapi, ditemukan batugamping terumbu yang membentuk

lensa atau berupa kepingan. Secara setempat, formasi ini disisipi oleh batupasir

gunungapi epiklastika dan tuf yang berlapis baik.

Pada umumnya Formasi Nglanggran ini juga miskin akan fosil. Sudarminto

(1982, dalam Bronto dan Hartono (2001)) menemukan fosil foraminifera

Globigerina praebulloides BLOW, Globigerinoides primordius BLOW dan

BANNER, Globigerinoides sacculifer BRADY, Globoquadrina dehiscens

CHAPMANN, PARR dan COLLINS pada sisipan batulempung yang

menunjukkan umur Miosen Awal. Sedangkan Saleh (1977, dalam Bronto dan

Hartono (2001)) menemukan fosil foraminifera Globorotalia praemenardiii

CUSHMAN dan ELLISOR, Globorotalia archeomenardii BOLLI, Orbulina

suturalis BRONNIMANN, Orbulina universa D’ORBIGNY dan

Globigerinoides trilobus REUSS pada sisipan batupasir yang menunjukkan

umur Miosen Tengah bagian bawah. Sehingga disimpulkan bahwa umur formasi

ini adalah Miosen Awal-Miosen Tengah bagian bawah.

Formasi ini juga tersebar luas dan memanjang dari Parangtritis di sebelah

barat hingga tinggian G. Panggung di sebelah timur. Ketebalan formasi ini di

dekat Nglipar sekitar 530 meter. Formasi ini menjemari dengan Formasi Semilir

dan Formasi Sambipitu dan secara tidak selaras ditindih oleh Formasi Oyo dan

Formasi Wonosari. Dengan banyaknya fragmen andesit dan batuan beku luar

berlubang serta mengalami oksidasi kuat berwarna merah bata maka

diperkirakan lingkungan asal batuan gunungapi ini adalah darat hingga laut

dangkal. Sementara itu, dengan ditemukannya fragmen batugamping terumbu,

maka lingkungan pengendapan Formasi Nglanggran ini diperkirakan di dalam

laut.

10

Page 11: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

5. Formasi Sambipitu

Lokasi tipe formasi ini terletak di Desa Sambipitu pada jalan raya

Yogyakarta-Patuk-Wonosari kilometer 27,8. Secara lateral, penyebaran formasi

ini sejajar di sebelah selatan Formasi Nglanggran, di kaki selatan Subzona

Baturagung, namun menyempit dan kemudian menghilang di sebelah timur.

Ketebalan Formasi Sambipitu ini mencapai 230 meter.

Batuan penyusun formasi ini di bagian bawah terdiri dari batupasir kasar,

kemudian ke atas berangsur menjadi batupasir halus yang berselang-seling

dengan serpih, batulanau dan batulempung. Pada bagian bawah kelompok

batuan ini tidak mengandung bahan karbonat. Namun di bagian atasnya,

terutama batupasir, mengandung bahan karbonat. Formasi Sambipitu

mempunyai kedudukan menjemari dan selaras di atas Formasi Nglanggran.

Fosil yang ditemukan pada formasi ini diantaranya Lepidocyclina verbeeki

NEWTON dan HOLLAND, Lepidocyclina ferreroi PROVALE, Lepidocyclina

sumatrensis BRADY, Cycloclypeus comunis MARTIN, Miogypsina

polymorpha RUTTEN dan Miogypsina thecideaeformis RUTTEN yang

menunjukkan umur Miosen Tengah (Bothe, 1929). Namun Suyoto dan Santoso

(1986, dalam Bronto dan Hartono, 2001) menentukan umur formasi ini mulai

akhir Miosen Bawah sampai awal Miosen Tengah. Kandungan fosil

bentoniknya menunjukkan adanya percampuran antara endapan lingkungan laut

dangkal dan laut dalam.

Dengan hanya tersusun oleh batupasir tuf serta meningkatnya kandungan

karbonat di dalam Formasi Sambipitu ini diperkirakan sebagai fase penurunan

dari kegiatan gunungapi di Pegunungan Selatan pada waktu itu (Bronto dan

Hartono, 2001).

6. Formasi Oyo

Lokasi tipe formasi ini berada di K. Oyo. Batuan penyusunnya pada bagian

bawah terdiri dari tuf dan napal tufan. Sedangkan ke atas secara berangsur

dikuasai oleh batugamping berlapis dengan sisipan batulempung karbonatan.

Batugamping berlapis tersebut umumnya kalkarenit, namun kadang-kadang

dijumpai kalsirudit yang mengandung fragmen andesit membulat. Formasi Oyo

tersebar luas di sepanjang K. Oyo. Ketebalan formasi ini lebih dari 140 meter

dan kedudukannya menindih secara tidak selaras di atas Formasi Semilir,

11

Page 12: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu serta menjemari dengan Formasi

Oyo.

Formasi Oyo umumnya berlapis baik. Sedangkan fosil yang dijumpai antara

lain Cycloclypeus annulatus MARTIN, Lepidocyclina rutteni VLERK,

Lepidocyclina ferreroi PROVALE, Miogypsina polymorpha RUTTEN dan

Miogypsina thecideaeformis RUTTEN yang menunjukkan umur Miosen Tengah

hingga Miosen Akhir (Bothe, 1929). Lingkungan pengendapannya pada laut

dangkal (zona neritik) yang dipengaruhi kegiatan gunungapi.

7. Formasi Wonosari

Formasi ini oleh Surono dkk., (1992) dijadikan satu dengan Formasi Punung

yang terletak di Pegunungan Selatan bagian timur karena di lapangan keduanya

sulit untuk dipisahkan, sehingga namanya Formasi Wonosari-Punung. Formasi

ini tersingkap baik di daerah Wonosari dan sekitarnya, membentuk bentang

alam Subzona Wonosari dan topografi karts Subzona Gunung Sewu. Ketebalan

formasi ini diduga lebih dari 800 meter. Kedudukan stratigrafinya di bagian

bawah menjemari dengan Formasi Oyo, sedangkan di bagian atas menjemari

dengan Formasi Kepek. Formasi ini didominasi oleh batuan karbonat yang

terdiri dari batugamping berlapis dan batugamping terumbu. Sedangkan sebagai

sisipan adalah napal. Sisipan tuf hanya terdapat di bagian timur.

Berdasarkan kandungan fosil foraminifera besar dan kecil yang melimpah,

diantaranya Lepidocyclina sp. dan Miogypsina sp., ditentukan umur formasi ini

adalah Miosen Tengah hingga Pliosen. Lingkungan pengendapannya adalah laut

dangkal (zona neritik) yang mendangkal ke arah selatan (Surono dkk, 1992).

8. Formasi Kepek

Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Desa Kepek, sekitar 11 kilometer di

sebelah barat Wonosari. Formasi Kepek tersebar di hulu K. Rambatan sebelah

barat Wonosari yang membentuk sinklin. Batuan penyusunnya adalah napal dan

batugamping berlapis. Tebal satuan ini lebih kurang 200 meter.

Formasi Kepek umumnya berlapis baik dengan kemiringan kurang dari 10o

dan kaya akan fosil foraminifera kecil. Fosil yang terkandung di antaranya

Globorotalia plesiotumida BLOW dan BANNER, Globorotalia

12

Page 13: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

merotumida, Globoquadrina dehiscens CHAPMAN, PARR dan COLLINS,

Amphistegina sp., Textularia sp., Cibicides sp., Cassidulina sp. dan Virgulina

sp. Berdasarkan kandungan fosil tersebut, maka umur Formasi Kepek adalah

Miosen Akhir hingga Pliosen. Formasi Kepek menjemari dengan bagian atas

dari Formasi Wonosari-Punung. Lingkungan pengendapannya adalah laut

dangkal (zona neritik) (Samodra, 1984, dalam Bronto dan Hartono, 2001).

9. Endapan Permukaan

Endapan permukaan ini sebagai hasil dari rombakan batuan yang lebih

tua yang terbentuk pada Kala Plistosen hingga masa kini. Terdiri dari bahan

lepas sampai padu lemah, berbutir lempung hingga kerakal. Surono dkk. (1992)

membagi endapan ini menjadi Formasi Baturetno (Qb), Aluvium Tua (Qt) dan

Aluvium (Qa). Sumber bahan rombakan berasal dari batuan Pra-Tersier

Perbukitan Jiwo, batuan Tersier Pegunungan Selatan dan batuan G. Merapi.

Endapan aluvium ini membentuk Dataran Yogyakarta-Surakarta dan dataran di

sekeliling Bayat. Satuan Lempung Hitam, secara tidak selaras menutupi satuan

di bawahnya. Tersusun oleh litologi lempung hitam, konglomerat, dan pasir,

dengan ketebalan satuan ± 10 m. Penyebarannya dari Ngawen, Semin, sampai

Selatan Wonogiri. Di Baturetno, satuan ini menunjukan ciri endapan danau,

pada Kala Pleistosen. Ciri lain yaitu: terdapat secara setempat laterit (warna

merah kecoklatan) merupakan endapan terarosa, yang umumnya menempati

uvala pada morfologi karst.

II. 3 Penelitian Terdahulu

Judul : Gunung Api purba Watuadeg: Sumber Erupsi dan Posisi

Stratigrafi

Peneliti : S. Bronto - PSG, Badan Geologi.

: S. Mulyaningsih - IST Akprind.

: G. Hartono - Jurusan Teknik Geologi, STTNAS.

: B. Astuti - Jurusan Teknik Geologi, STTNAS.

13

Page 14: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

Gambar 2.4. Kolom stratigrafi regional daerah Pegunungan Selatan

(Rahardjo drr., 1977; Surono drr., 1992). Litologi di daerah penelitian

termasuk ke dalam Formasi Semilir.

Batuan gunung api Tersier banyak dijumpai di Pegunungan Selatan,

baik berupa batuan beku luar (ekstrusi/lava) dan intrusi maupun batuan klas-

tika gunung api fraksi kasar hingga halus. Secara litostratigrafis, batuan

gunung api tersebut dibagi menjadi beberapa satuan batuan, mulai dari Formasi

Kebo-Butak, Formasi Semilir, Formasi Nglanggeran, dan Formasi Sambipitu

(Surono drr., 1992). Lava basal berstruktur bantal banyak dijumpai di

dalam Formasi Kebo-Butak, antara lain terdapat di Bayat, Tegalrejo, dan

Gunung Sepikul (Bronto drr., 2004a). Lava bantal di Watuadeg belum jelas

termasuk ke dalam formasi batuan yang mana karena tidak berasosiasi

14

Page 15: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

dengan batuan sedimen Formasi Kebo-Butak dan langsung ditindih oleh

Formasi Semilir.

Aliran lava basal piroksen (50 % berat SiO2) berstruktur bantal

tersingkap di Kali Opak sebelah barat Dusun Watuadeg, Sleman - Yogyakarta.

Lava tersebut mempunyai panjang aliran 2 – 5 m, diameter 0,5 – 1,0 m dan

membentuk kulit kaca di permukaannya. Arah aliran berubah secara bertahap

dari U70oT di bagian utara menjadi U120oT di tengah dan U150oT di bagian

selatan. Lebih kurang 150 m di sebelah barat sungai terdapat sebuah bukit kecil

setinggi 15 m, yang mempunyai komposisi sama dengan aliran lava bantal.

Keduanya berupa basal piroksen berwarna abu-abu gelap, bertekstur vitrofir –

porfir, mengandung fenokris halus terdiri atas piroksen (10 %) dan plagioklas

(25 %) yang tertanam di dalam massa dasar gelas. Berdasarkan data tersebut

diperkirakan bahwa bukit kecil itu merupakan sumber erupsi aliran lava bantal

Watuadeg. Lava bantal itu ditindih oleh batuan klastika gunung api yang terdiri

atas tuf, batu lapili, dan breksi pumis yang merupakan bagian Formasi Semilir.

Di dekat kontak, batuan klastika gunung api tersebut mengandung fragmen basal

piroksen yang berkomposisi sama dengan aliran lava bantal. Hal ini, bersama

dengan analisis data petrologi, vulkanologi, dan umur radiometri menunjukkan

bahwa aliran lava bantal Watuadeg secara tidak selaras ditindih oleh Formasi

Semilir.

Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 3 No. 3 September 2008: 117-128

15

Page 16: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

BAB III

DASAR TEORI

II.1 Pengertian Metode Geomagnetik

Dalam metode geomagnetik ini, bumi diyakini sebagai batang magnet

raksasa dimana medan magnet utama bumi yang telah dihasilkan. Kerak bumi

menghasilkan medan magnet jauh lebih kecil daripada medan utama magnet

yang dihasilkan bumi secara keseluruhan. Teramatinya suatu medan magnet

pada bagian bumi tertentu, umunya disebut anomali magnetik yang dipengaruhi

suseptibilitas batuan tersebut dan remanen magnetiknya. Berdasarkan suatu

anomali magnetik batuan ini, maka pendugaan sebaran batuan yang dipetakan

baik secara lateral maupun vertikal.

Eksplorasi menggunakan metode magnetik, terdiri atas tiga tahap:

akuisisi data lapangan, processing data, interpretasi data. Setiap tahap terdiri

dari beberapa perlakuan atau kegiatan. Pada tahapan akuisisi, dilakukan

penentuan titik pengamatan dan pengukuran dengan satu atau dua alat. Untuk

mengkoreksi data pengukuran dilakukan pada tahap processing. Pada metode

magnetik terdiri atas koreksi harian (diurnal), koreksi topografi (terrain) dan

koreksi-koreksi lainnya. Sedangkan saat interpretasi dari hasil pengolahan data

dengan menggunakan software diperoleh peta anomali magnetik.

Metode magnetik didasarkan pada perbedaan tingkat magnetisasi suatu

batuan yang diinduksi oleh medan magnet bumi. Hal tersebut terjadi sebagai

akibat adanya perbedaan sifat kemagnetan suatu material. Kemampuan suatu

batuan untuk termagnetisasi tergantung dari suseptibilitas magnetik masing-

masing batuan. Nilai suseptibilitas suatu batuan sangat penting di dalam

pencarian benda anomali karena sifat yang khas untuk setiap jenis mineral atau

mineral logam. Nilainya akan semakin besar bila jumlah kandungan mineral

magnetik pada batuan semakin banyak.

Pengukuran dengan menggunakan metode magnetik yang paling banyak

dilakukan adalah dengan menggunakan alat PPM (Proton Precession

Magnetometer). Metode ini pada dasarnya dilakukan berdasarkan pengukuran

anomali geomagnetik yang diakibatkan oleh perbedaan kontras suseptibilitas,

atau permeabilitas magnetik suatu jebakan dari daerah magnetik di

sekelilingnya. Disini perbedaan permeabilitas itu sendiri pada dasarnya

16

Page 17: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

diakibatkan oleh perbedaan distribusi mineral yang bersifat ferromagnetik,

paramagnetik, diamagnetik.

Pengukuran magnetik dilakukan pada lintasan ukur yang tersedia dengan

interval antar titik ukur 10 m dan jarak lintasan 40 m. Batuan yang memiliki

kandungan mineral-mineral tertentu dapat dikenali dengan baik dalam

eksplorasi geomagnet yang dimunculkan sebagai anomali yang diperoleh

merupakan hasil distorsi pada medan magnetik yang diakibatkan oleh material

magnetik kerak bumi atau mungkin juga bagian atas mantel. Kemampuan suatu

batuan untuk dapat termagnetisasi sangat dipengaruhi oleh oleh factor

susceptibilitas batuan. Objek pengamatan dari metode ini adalah benda yang

bersifat mangnetik, dapat berupa gejala struktur bawah tanah permukaan

ataupun batuan tertentu. Metode ini dapat digunakan sebagai preliminary survey

untuk menentukan bentuk geometri dari bentuk basement,intrusi dan patahan.

Metode magnetic didasarkan pada pengukuran variasiintensitas medan magnetic

di permukaan bumi yang disebabkan oleh adanyavariasi distribusi benda

termagnetisasi dibawah permukaan bumi (suseptibilitas)

Metode magnetik memiliki kesamaan latar belakang fisika denga metode

gravitasi, karena kedua metode sama-sama berdasarkan kepada teori potensial,

sehingga kedua metode ini sering disebut sebagai metode potensial. Dengan

demikian, ditinjau ari segi besaran fisika yang terlibat, kedua metode ini

mempunyai perbedaan yang mendasar. Dalam metode magnetik harus

mempertimbangkan variasi arah dan besaran vektor magnetisasi, sedangkan

dalam metode gravitasi hanya dapat ditinjau variasi besar vektor percepatan

gravitasi. Data dari pengamatan magnetik lebih menunjukkan sifat residual

kompleks. Namun demikian, metode magnetik memiliki variasi terhadap waktu

lebih besar. Pengukuran suatu intensitas medan magnetik bisa dilakukan

melalui darat, laut bahkan di udara. Metode magnetik sering digunakan dalam

eksplorasi pendahuluan panas bumi, minyak bumi, dan batuan mineral serta

bisa diterapkan pada pencarian prospek benda-benda arkeologi.

II.2. Konsep Dasar Metode Magnetik

Dalam fisika, magnetisme adalah salah satu fenomena dimana material

mengeluarkan gaya menarik atau menolak pada material lainnya. Beberapa

material yang memiliki sifat magnet adalah besi, dan beberapa baja, dan mineral

17

Page 18: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

lodestone; namun, seluruh material pasti terpengaruh walaupun sedikit saja oleh

kehadiran medan magnet, meskipun dalam kebanyakan kasus pengaruhnya

sangat kecil untuk dideteksi tanpa alat khusus.

Istilah magnet berasal dari kata "Magnesia", Magnesia adalah sebuah

kota kecil di asia, disana tempat pertama kali menemukan batu yang dapat

menarik besi, lalu disebut magnet. Gaya magnet adalah gaya dasar yang terjadi

karena gerakan muatan listrik. Persamaan Maxwell menjelaskan awal dan sifat

dari medan yang mengatur gaya-gaya tersebut lihat hukum Biot-Savart. Oleh

karena itu, magnetisme terlihat ketika partikel bermuatan dalam gerak. Ini dapat

terjadi baik dari gerakan elektron dalam sebuah arus litrik, menghasilkan

"elektromagnetisme", atau dari gerakan orbital mekanika-kuantum tidak ada

gerakan orbital elektron sekitar nukleus seperti planet sekitar matahari, tetapi

ada kecepatan elektron efektive dan spin dari elektron, menghasilkan apa yang

dikenal sebagai magnet permanen.

II.3 Filter Pengolahan Data Magnetik

Untuk dapat menyelidiki keadaan bawah permukaan berdasarkan

perbedaan rapat masa cebakan mineral dari daerah sekeliling (r=gram/cm3).

Metode ini adalah metode geofisika yang sensitive terhadap perubahan vertikal,

oleh karena itu metode ini disukai untuk mempelajari kontak intrusi, batuan

dasar, struktur geologi, endapan sungai purba, lubang di dalam masa batuan,

shaff terpendam dan lain-lain. Eksplorasi biasanya dilakukan dalam bentuk kisi

atau lintasan penampang. Perpisahan anomali akibat rapat masa dari kedalaman

berbeda dilakukan dengan menggunakan filter matematis atau filter geofisika.

Di pasaran sekarang didapat alat gravimeter dengan ketelitian sangat tinggi

( mgal ), dengan demikian anomali kecil dapat dianalisa. Hanya saja metode

penguluran data, harus dilakukan dengan sangat teliti untuk mendapatkan hasil

yang akurat. Penggunaan filter matematis umum dilakukan untuk memisahkan

anomaly berdasarkan panjang gelombang maupun kedalaman sumber anomaly

magnetic yang ingin diselidiki. Di pasaran banyak ditawarkan alat geomagnet

dengan sensitifitas yang tinggi seperti potongan Proton Magnetometer dan lain-

lain. Perpisahan anomali akibat rapat masa dari kedalaman berbeda dilakukan

dengan menggunakan filter matematis atau filter geofisika. Di pasaran sekarang

didapat alat gravimeter dengan ketelitian sangat tinggi ( mgal ), dengan

18

Page 19: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

demikian anomali kecil dapat dianalisa. Hanya saja metode penguluran data,

harus dilakukan dengan sangat teliti untuk mendapatkan hasil yang akurat.

Koreksi Data Magnetik

Beberapa hal yang harus dilakukan untuk memperoleh nilai anomali

medan magnetik yang diinginkan, maka dilakukan koreksi terhadap data medan

magnetik total hasil pengukuran pada setiap titik lokasi atau stasiun pengukuran,

yang mencakup koreksi harian, IGRF serta topografi.

1. Koreksi Harian

Koreksi harian (diurnal correction) merupakan penyimpangan nilai medan

magnetik bumi akibat adanya perbedaan waktu dan efek radiasi matahari dalam

satuhari. Waktu yang dimaksudkan harusmengacu atau sesuai dengan waktu

pengukuran data medan magnetik di setiaptitik lokasi (stasiun pengukuran) yang

akan dikoreksi. Apabila nilai variasi harian negatif, maka koreksi harian

dilakukan dengan cara menambahkan nilai variasi harian yang terekan pada

waktu tertentu terhadap data medan magnetik yang akan dikoreksi. Sebaliknya

apabila variasi harian bernilai positif, maka koreksinya dilakukan dengan cara

mengurangkan nilai variasi harian yang terekan pada waktu tertentu terhadap

data medan magnetic yang akan dikoreksi, datap dituliskandalam persamaan

ΔH = Htotal ± Δh harian

2. Koreksi IGRF

Data hasil pengukuran medan magnetik pada dasarnya adalah konstribusi

dari tiga komponen dasar, yaitu medan magnetik utama bumi, medan magnetik

luar dan medan anomali. Nilai medan magnetik utama tidak lain adalah niali

IGRF. Jika nilai medan magnetik utama dihilangkan dengan koreksi harian,

maka kontribusi medan magnetik utama dihilangkan dengan koreksi IGRF.

Koreksi IGRF dapat dilakukan dengan cara mengurangkan nilai IGRF terhadap

nilai medan magnetik total yang telah terkoreksi harian pada setiap titik

pengukuran pada posisi geografis yang sesuai. Persamaan koreksinya (setelah

dikoreksi harian) dapat dituliskan sebagai berikut :

ΔH = Htotal ± ΔHharian ± H0

Dimana H0 = IGRF

19

Page 20: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

3. Koreksi Topografi

Koreksi topografi dilakukan jika pengaruh topografi dalam survei megnetik

sangat kuat. Koreksi topografi dalam survei geomagnetik tidak mempunyai

aturan yang jelas. Salah satu metode untuk menentukan nilai koreksinya adalah

dengan membangun suatu model topografi menggunakan pemodelan beberapa

prisma segiempat (Suryanto, 1988). Ketika melakukan pemodelan, nilai

suseptibilitas magnetik (k) batuan topografi harus diketahui, sehingga model

topografi yangdibuat, menghasilkan nilai anomali medan magnetik (ΔHtop)

sesuai dengan fakta.

Selanjutnya persamaan koreksinya (setelahdilakukan koreski harian dan

IGRF) dapat dituliskan sebagai :

ΔH = Htotal ± ΔHharian – H0 – Δhtop.

Setelah semua koreksi dikenakan padadata-data medan magnetik yang

terukurdilapangan, maka diperoleh data anomaly medan magnetik total di

topogafi. Untuk mengetahui pola anomali yang diperoleh,yang akan digunakan

sebagai dasar dalam pendugaan model struktur geologi bawah permukaan yang

mungkin, maka data anomali harus disajikan dalam bentuk peta kontur. Peta

kontur terdiri dari garis-garis kontur yang menghubungkan titik-titik yang

memiliki nilai anomali sama, yang diukur dar suatu bidang pembanding tertentu.

20

Page 21: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

IV.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian terdapat di bawah jembatan Kali Opak Dusun Watuadeg,

Karongan, Jogotirto, Berbah, Sleman, Yogyakarta. 30 menit dari Kampus UPN

V Yogyakarta. Penelitian dilakukan pada hari Sabtu 18 Mei 2013 pada pukul

08.30 – 10.30.

Gambar 2.1. Denah lokasi pengamatan.

Keterangan :

: Kampus UPN Condong Catur

: : Jogja Expo Center

: Pom Bensin

21

A1

B1

Q1

Page 22: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

IV.2 Instrumentasi

1. Proton Precession Magnetometer

Gambar 2.2. Proton Precession Magnetometer dan kelengkapannya.

Prinsip kerja Proton Procession Magnetometer adalah dengan

menggunakan presesi proton. Medan magnet yg cukup kuat akan menginduksi

proton (yg terdapat dalam cairan kaya hidrogen) sumbu putar proton akan

mengikuti sumbu dari magnet, medan magnet yg kuat dihilangkan sumbu putar

proton akan berubah mengikuti sumbu medan magnet bumi. Perubahan arah

sumbu putar dari proton ini (dari medan yg kuat ke medan magnet bumi) disebut

dengan presesi. Normalnya, proton cenderung untuk sejajar dengan medan

magnet Bumi. Ketika subjek diinduksi medan magnet (dibuat sedemikian),

maka proton dengan sendirinya akan menyesuaikan dengan medan yang baru.

Dan ketika medan baru itu dihentikan maka proton akan kembali seperti semula

yang sejajar dengan medan magnet Bumi. Saat terjadi perubahan kesejajaran,

perputaran proton berpresesi, dan putarannya semakin melambat. Perubahan

arah sumbu putar ini yang kemudian diterjemahkan oleh alat menjadi

pembacaan besarnya medan magnet bumi di lokasi tersebut.

22

Page 23: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

2. GPS

Gambar 2. GPS

GPS berfungsi untuk mengetahui koordinat titik lintasan dan ketinggian

dimulai dari titik base sampai titik terakhir dan kembali ke base lagi.

3. Kompas Geologi

Gambar 3. Kompas Geologi

Kompas Geologi digunakan untuk mengetahui azimuth lintasan yang

dilalui oleh base dan titik-titik telitian.

23

Page 24: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

4. Meteran

Gambar 4. Meteran

Meteran digunakan untuk mengukur panjang lintasan dari base dan titik-

titik telitian.

IV.3 Diagram Alir Pengambilan Data

24

Menyiapkan alat yang Dibutuhkan & cek

Menentukan Arah Lintasan

Melakukan Pengukuran Pada Titik Base

Melakukan Pencatatan Koordinat Titik Base,

Waktu dan Nilai Resistiviti

Menentukan Titik 1Melakukan hal seperti

sebelumnya

Melakukan Pengukuran Setiap Jarak 10 m Pada

Lintasan

Page 25: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

Penjelasan :

Pertama – tama kita persiapkan peralatan yang dibutuhkan, kemudian cek alat

apakah dalam kondisi yang baik, setelah dipastikan dalam kondisi baik lalu kita siap

melakukan penelitian. Kemudian tentukan lintasan yang akan digunakan serta jarak

lintasan, lalu menentukan base point dan mengukur koordinat serta nilai Intensitas

Magnetik. Lalu menentukan azimuth lintasan untuk titik pertama dengan jarak 10

meter pada tiap titik. Lakukan hal yang sama hingga titik terakhir dan kembali pada

titik base point.

IV.3 Diagram Alir Pengambilan Data

25

Melakukan Pengukuran Kembali Pada Titik Base

Catat Data Lapangan Koordinat, elevasi, waktu dan Intensitas Kemagnetan

Pengolahan Data Menggunakan Ms. Excel

Anomali Medan Magnetik Total

Pengolahan data menggunakan Suffer dan Magpick

Pembuatan peta H Anomali, Upward Continuation Regional dan Lokal

Interpretasi Kuantitatif dan Interpretasi Kualitatif

Koreksi Variasi Harian dan Koreksi IGRF

Page 26: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

Pembahasan :

Pertama – tama yang dilakukan dalam pengambilan data mencatat data

koordinat X dan Koordinat Y, Ha dan Line. Kemudian mengolah data

menggunakan Ms Excel. Memasukan data Koordinat X,Y serta delta H pada

software SURFER dan mengolah mengunakan Mag Pick. Hasil olahan dari Surfer

berupa peta Anomali Kemagnetan Ha serta Peta Upward Continouation Regional

dan Lokal. Lalu melakukan analisis dengan mengintrepetasi secara kualitatif dan

kuantitatif data yang telah didapatkan. Langkah terakhir adalah menarik

kesimpulan.

IV.4 Desain Survey

Gambar. Daerah Berbah

26

Page 27: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

BAB VHASIL PEMBAHASAN

V. I Grafik Gradien Intensitas Medan Magnet Total Semua Line

0 20 40 60 80 100 120 140 1600

50100150200250300350400450

Delta H vs Posisi

Line 5

Offset (m)

Delta

H (n

T)

Pada gambar grafik line 5 diatas terlihat jelas bahwa daerah yang memiliki potensi dengan daya magnet maksimum terletak pada posisi posisi 40m dengan selisih ketinggian yang sudah dikoreksi 430nT. Daerah dengan potensi daya magnet sedang terletak pada posisi 105m dengan selisih ketinggian yang sudah dikoreksi 300 nT. Sedangkan daerah dengan potensi daya magnet minimum terletak pada posisi 150m dengan selisih ketinggian yang sudah dikoreksi 100nT.

0 20 40 60 80 100 120 140 160

-1000-800-600-400-200

0200400600800

Delta H vs Posisi

Line 4

Offset (m)

Delta

H (n

T)

Pada gambar grafik line 4 diatas terlihat jelas bahwa daerah yang memiliki potensi dengan daya magnet maksimum terletak pada posisi posisi 150m dengan

27

Page 28: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

selisih ketinggian yang sudah dikoreksi 700nT. Daerah dengan potensi daya magnet sedang terletak pada posisi 40m dengan selisih ketinggian yang sudah dikoreksi 100 nT. Sedangkan daerah dengan potensi daya magnet minimum terletak pada posisi 70m dengan selisih ketinggian yang sudah dikoreksi -810nT.

0 20 40 60 80 100 120 140 160

-600-400-200

0200400600800

10001200

Delta H vs Posisi

Line 7

Offset (m)

Delta

H (n

T)

Pada gambar grafik line 7 diatas terlihat jelas bahwa daerah yang memiliki potensi dengan daya magnet maksimum terletak pada posisi posisi 45m dengan selisih ketinggian yang sudah dikoreksi 1040nT. Daerah dengan potensi daya magnet sedang terletak pada posisi 95m dengan selisih ketinggian yang sudah dikoreksi 200 nT. Sedangkan daerah dengan potensi daya magnet minimum terletak pada posisi 120m dengan selisih ketinggian yang sudah dikoreksi -420nT.

0 20 40 60 80 100 120 140 1600

100

200

300

400

500

600

Delta H vs Posisi

Line 9

Offset (m)

Delta

H (n

T)

28

Page 29: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

Pada gambar grafik line 9 diatas terlihat jelas bahwa daerah yang memiliki potensi dengan daya magnet maksimum terletak pada posisi posisi 40m dengan selisih ketinggian yang sudah dikoreksi 550nT. Daerah dengan potensi daya magnet sedang terletak pada posisi 50m dengan selisih ketinggian yang sudah dikoreksi 320nT. Sedangkan daerah dengan potensi daya magnet minimum terletak pada posisi 0m dengan selisih ketinggian yang sudah dikoreksi 20nT.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 900

200

400

600

800

1000

1200

Delta H vs Posisi

Line 11

Offset (m)

Delta

H (n

T)

Pada gambar grafik line 11 diatas terlihat jelas bahwa daerah yang memiliki potensi dengan daya magnet maksimum terletak pada posisi posisi 40m dengan selisih ketinggian yang sudah dikoreksi 960nT. Daerah dengan potensi daya magnet sedang terletak pada posisi 30m dengan selisih ketinggian yang sudah dikoreksi 600nT. Sedangkan daerah dengan potensi daya magnet minimum terletak pada posisi 10m dengan selisih ketinggian yang sudah dikoreksi 430nT.

0 20 40 60 80 100 120 140 160

-2000

-1500

-1000

-500

0

500

1000

Delta H vs Posisi

Line 13

Offset (m)

Delta

H (n

T)

29

Page 30: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

Pada gambar grafik line 13 diatas terlihat jelas bahwa daerah yang memiliki potensi dengan daya magnet maksimum terletak pada posisi posisi 145m dengan selisih ketinggian yang sudah dikoreksi 490nT. Daerah dengan potensi daya magnet sedang terletak pada posisi 90m dengan selisih ketinggian yang sudah dikoreksi -600 nT. Sedangkan daerah dengan potensi daya magnet minimum terletak pada posisi 65m dengan selisih ketinggian yang sudah dikoreksi -1700nT.

0 20 40 60 80 100 120 140 160

-1400-1200-1000

-800-600-400-200

0200400

Delta H vs Posisi

Line 14

Offset (m)

Delta

H (n

T)

Pada gambar grafik line 14 diatas terlihat jelas bahwa daerah yang memiliki potensi dengan daya magnet maksimum terletak pada posisi posisi 150m dengan selisih ketinggian yang sudah dikoreksi 190nT. Daerah dengan potensi daya magnet sedang terletak pada posisi 15m dengan selisih ketinggian yang sudah dikoreksi -500nT. Sedangkan daerah dengan potensi daya magnet minimum terletak pada posisi 70m dengan selisih ketinggian yang sudah dikoreksi -1360nT.

30

Page 31: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

V.2 Peta H Anomali

440250 440300 440350 440400 440450 440500

9136600

9136650

9136700

9136750

9136800

9136850

9136900

9136950

-1800

-1600

-1400

-1200

-1000

-800

-600

-400

-200

0

200

400

600

800

10005

5

4

4

7

7

9

9

11

11

13

13

14

14

440250 440300 440350 440400 440450 440500

9136600

9136650

9136700

9136750

9136800

9136850

9136900

9136950

PETA HA

nT

0 50 100 150 200 m

Pembahasan :Berdasarkan pengolahan data melalui Magpick dan Surfer, maka

didapatkan peta Ha sebaran intensitas medan magnet daerah diatas. Dapat

diperhatikan juga bahwa peta intensitas medan magnet tersebut juga terbagi

menjadi tiga kategori utama, yaitu intensitas besar, sedang, dan kecil. Daerah

dengan intensitas besar diwakili warna merah sampai orange dengan range

intensitas mulai dari 0 nT sampai 1200 nT, mewakili sekitar 45 % dari luas peta.

Kemudian daerah dengan intensitas sedang diwakili oleh warna kuning sampai

hijau dengan range intensitas sebesar -800 nT sampai 0 nT mewakili sekitar

45% dari luasan pada peta. Sedangkan daerah dengan intensitas kecil diwakili

oleh warna biru sampai ungu muda, dengan range intensitas (-1800 - ) nT

sampai (-800) nT mewakili sekitar 10%.

31

Page 32: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

V.3 Peta Upward Continuation Local

-1100-1000-900-800-700-600-500-400-300-200-1000100200300400500600700800900

-1200-1100-1000-900-800-700-600-500-400-300-200-1000100200300400500600700800900

-1200-1100-1000-900-800-700-600-500-400-300-200-10001002003004005006007008009001000

PETA UPWARD CONTINUATION LOCAL

0 50 100 150 200

nT

m

Gambar . Peta Upward Continuation (Lokal)

Peta Upward Continuation (Lokal) pada telitian memiliki koordinat X : 440250 - 440500 dan Y : 9136600 – 9136950 . yang mana peta tersebut merupakan hasil pengangkatan peta pada ketinggian tertentu dengan tujuan yaitu untuk melihat target pengamatan terlihat lebih jelas tanpa tergabung dengan noise noise ataupun gangguan yang di pengaruhi oleh benda di daerah permukaan .

Peta ini yang mana menggunakan tahap tahap perlapisan yang setiap perlapisan menunjukan ketinggian – ketinggian yang berbeda- beda yaitu 10 sd 50. Pada Peta ini memperlihatkan keadaan daerah penelitian secara lokal.

Pada ketinggian 10 didomonasi daerah dengan intensitas rendah dengan nilai berkisar -300 nT sampai 100 nT. Dan ketika mencapai pengangkatan pada lapisan menuju ketinggian yang lebih tinggi yaitu 50 maka terihat terjadi perubahan kenampakan internsitas yang mana menjadi lebih tinggi yaitu dengan nilai berkisar -500 nT sampai 600 nT.

32

Page 33: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

V.4 Peta Upward Continuation Regional

-1100

-1000

-900

-800

-700

-600

-500

-400

-300

-200

-100

0

100

200

300

400

500

600

700

-950

-850

-750

-650

-550

-450

-350

-250

-150

-50

50

150

250

350

450

550

0 50 100 150 200

nT

m

Gambar . Peta Upward Continuation (Regional)

Seerti halnya dengan Peta Upward Continuation (Lokal), pada Peta Upward Continuation (Regional), juga bertempat pada telitian yang memiliki koordinat X : 440250 - 440500 dan Y : 9136600 – 9136950 . yang mana peta tersebut merupakan hasil pengangkatan peta pada ketinggian tertentu dengan tujuan yaitu untuk melihat target pengamatan terlihat lebih jelas tanpa tergabung dengan noise noise ataupun gangguan yang di pengaruhi oleh benda di daerah permukaan . Peta memperlihatkan daerah penelitian secara regional.

Pada ketinggian 10 terlihat dibagian barat daya daerah telitian di dominasi oleh daerah dengan intersitas rendah dengan nilai berkisar -1200 nT hingga -600 nT. Yang pada warna menunjukan warna abu – abu sampai biru tua, yang mana dapat di interpretasikan bahwa daerah tersebut di dominasi oleh material lepas (Alluvial). Dan ketika mencapai pengangkatan pada lapisan menuju ketinggian yang lebih tinggi yaitu 50pada daerah timur laut maka terihat terjadi perubahan kenampakan internsitas yang lebih tinggi pada daerah tersebut yaitu dengan intersitas tinggi dengan nilai berkisar – 50 nT hingga 550 nT. Yang pada kenampakan warna menunjukan warna orange sampi merah tua, yang mana dapat di interpretasikan bahwa daerah tersebut memiliki internsitas besi (Fe) yang cukup ringgi. Sehingga dapat di simpulkn bahwa kepenerusan dari lava bantal (pillow lava) sampai ke atas / bibir sungai .

33

Page 34: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

BAB VIPENUTUP

VI.1 Kesimpulan

Pada peta terdapat 4 perbedaan warna yaitu merah, kuning, hijau dan biru. Nilai

delta H tertinggi ditunjukkan dengan warna merah dan seterusnya sampai dengan nilai

delta H terendah ditunjukkan dengan warna biru.

Nilai magnetik tertinggi berada pada titik diatas pillow lava dikarenakan pillow

lava adalah batuan beku yang mengandung banyak unsur besi (Fe), yang paling lemah

berada pada daerah yang banyak terdapat vegetasi.

Nilai maksimum delta H adalah 1050,696 nT dan nilai minimum delta H adalah -

1777,36 nT. Nilai delta H tinggi berarti mengandung unsur Fe yang tinggi sedangkan

nilai delta H yang rendah berarti mengandung unsur Fe yang rendah.

VI.2 Saran

Pemahaman pengetahuan alat dan komputasi sangat diperlukan dalam

peningkatan kinerja analisis dan pengolahan data.

34

Page 35: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

Daftar Pustaka

http://geofisika.upnyk.ac.id/?p=272http://wingmanarrows.wordpress.com/2009/10/07/sejarah-geologi-zona-pegunungan-selatan-jawa-timur/http://www.bgl.esdm.go.id/publication/index.php/dir/article_download/225

35

Page 36: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

LAMPIRAN

1. Tabel data pengolahan semua kelompok

36

Page 37: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

37

Page 38: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

38

Page 39: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

2. Tabel data analitik signal3. Peta HA, Peta RTP, Peta Upward continuation

440250 440300 440350 440400 440450 440500

9136600

9136650

9136700

9136750

9136800

9136850

9136900

9136950

-1800

-1600

-1400

-1200

-1000

-800

-600

-400

-200

0

200

400

600

800

10005

5

4

4

7

7

9

9

11

11

13

13

14

14

440250 440300 440350 440400 440450 440500

9136600

9136650

9136700

9136750

9136800

9136850

9136900

9136950

PETA HA

nT

0 50 100 150 200 m

39

Page 40: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

-1100-1000-900-800-700-600-500-400-300-200-1000100200300400500600700800900

-1200-1100-1000-900-800-700-600-500-400-300-200-1000100200300400500600700800900

-1200-1100-1000-900-800-700-600-500-400-300-200-10001002003004005006007008009001000

PETA UPWARD CONTINUATION LOCAL

0 50 100 150 200

nT

m

-1100

-1000

-900

-800

-700

-600

-500

-400

-300

-200

-100

0

100

200

300

400

500

600

700

-950

-850

-750

-650

-550

-450

-350

-250

-150

-50

50

150

250

350

450

550

0 50 100 150 200

nT

m

40

Page 41: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

4. Grafik semua lintasan

0 20 40 60 80 100 120 140 1600

50100150200250300350400450

Delta H vs Posisi

Line 5

Offset (m)

Delta

H (n

T)

0 20 40 60 80 100 120 140 160

-1000-800-600-400-200

0200400600800

Delta H vs Posisi

Line 4

Offset (m)

Delta

H (n

T)

0 20 40 60 80 100 120 140 160

-600-400-200

0200400600800

10001200

Delta H vs Posisi

Line 7

Offset (m)

Delta

H (n

T)

41

Page 42: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

0 20 40 60 80 100 120 140 1600

100

200

300

400

500

600

Delta H vs Posisi

Line 9

Offset (m)

Delta

H (n

T)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 900

200

400

600

800

1000

1200

Delta H vs Posisi

Line 11

Offset (m)

Delta

H (n

T)

0 20 40 60 80 100 120 140 160

-2000

-1500

-1000

-500

0

500

1000

Delta H vs Posisi

Line 13

Offset (m)

Delta

H (n

T)

42

Page 43: ekskursi FIX kelompok 4 geomagnet

0 20 40 60 80 100 120 140 160

-1400-1200-1000

-800-600-400-200

0200400

Delta H vs Posisi

Line 14

Offset (m)

Delta

H (n

T)

43