eksepsi mang eep final

Upload: ari-tri

Post on 20-Jul-2015

143 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

EKSEPSI ATAS SURAT DAKWAAN JAKSA PENUNTUT UMUM NO.REG.PERKARA : PDS-03/SUBAN/03/2011 KEJAKSAAN NEGERI SUBANG ATAS NAMA TERDAKWA DRS. EEP HIDAYAT BIN P. OEKING Kepada Yth. 1. Ketua dan Anggota Majelis Hakim 2. Tim Jaksa Penuntut Umum 3. Tim Penasehat Hukum 4. Para Pemerhati Keadilan Hukum Hadirin sekalian yang sama-sama mengalami keprihatinan dimanapun berada, Assalamualaikum Wr. Wb. Merdeka! Rakyat Subang Gotong Royong Subang Maju ! Pembukaan Yang mulia Majelis Hakim, Sungguh merupakan kehormatan besar bagi saya dapat menyampaikan Eksepsi seijin yang mulia Majelis Hakim, dengan begitu saya dapat menjelaskan duduk perkara sebenarnya berkaitan dengan yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum, bukan saja ke hadapan sidang yang mulia ini, melainkan kepada seluruh masyarakat dan tentu saja ke Hadapan Allah SWT Yang Maha benar dan Maha Adil. Kepada Kejaksaan Tinggi Jawa Barat saya menyampaikan Rasa terima kasih atas dijebloskannya saya ke penjara Kebonwaru Bandung, sekalipun tidak bersalah, sungguh merupakan pendidikan dan latihan yang sangat indah, dengan demikian hamba-Mu ini ya Allah sangat bersyukur, karena dapat dengan leluasa menimba ilmu hukum dalam pengertian praktis dari berbagai kasus yang menimpa anak bangsa, di sana di Kebonwaru dan saya yakin di tempat yang sama, banyak orang terkurung bukan disebabkan karena kesalahan yang diperbuatnya. Rasa terima kasih juga saya sampaikan kepada Jaksa Penuntut Umum yang telah secara objektif menjelaskan bahwa selama dipimpin oleh1

saya, pemasukan PBB untuk Belanja Daerah setiap tahun dari Tahun 2005 sampai dengan Tahun 2008 senantiasa mengalami kenaikan. Apa yang menimpa diri saya ini, hampir-hampir membuat rapuh keyakinan dan keimanan, mengapa melaksanakan aturan dengan benar sesuai dengan laporan hasil pemeriksaan yang berwenang, dalam opininya tidak sama sekali menyebutkan ada pelanggaran hukum dan merugikan keuangan Negara, tetapi didera dengan kondisi kenyataan yang pahit seperti ini? Sungguh indah, Al Quranul Kariim membawa pada puncak kesadaran, musibah dan fitnah merupakan cobaan keyakinan dan keimanan, seseorang tidak cukup hanya dengan mengatakan beriman, sebelum kuat dan tabah menghadapi cobaan yang diberikan Alloh SWT. Kebenaran tidak bisa menyelamatkan manusia, yang menyelamatkan manusia hanyalah Alloh, maka ketika saya menenteng kebenaran yang didukung oleh fakta formal lembaga legal, berwenang dan professional, ditambah hasil audit lembaga independen, seijin Alloh harus menjadi penghuni terali besi. Sejarah manusia memang diawali oleh sebuah pertikaian antara kebenaran dan kebathilan yang terus berlanjut sampai kiamat, hingga semua dihadapkan pada perhitungan Yang Maha Adil. Pemutarbalikan perkara dan mengambil hal-hal yang samar (mutasyabihat) untuk tujuan fitnah dan menghancurkan orang lain telah terkandung di dalam untaian Firman Alloh, sehingga bukan merupakan sentakan bagi kehidupan saya ketika berhadapan dengan orang perorang atau lembaga yang biasa memutarbalikan fakta dan kebenaran. Muara fitnah dan pemutarbalikan fakta dan kebenaran terletak pada hidayah sebagai hak absolut dari Yang Maha Kuasa, maka ketika hidayah tidak diberikan oleh Alloh SWT kepada manusia, butalah mata hatinya, tertutuplah pendengarannya, sehingga hatinya menjadi sekeras batu bahkan lebih keras dari pada batu dan tertutup untuk menyatakan yang haq itu haq dan yang bathil itu batal. Walaupun sudah merdeka, kebenaran di negeri ini masih harus berat diperjuangkan, demikian yang saya alami dan banyak warga bangsa ini alami, namun Al Quran pun telah menjelaskan, sekalipun musuh Alloh membawa sepasukan khusus bersenjata lengkap melakukan penyerangan bagai menyerang dan hendak menangkap seorang teroris, kalau Alloh sudah menolong manusia, pasukan gajah yang hendak2

menaklukkan kota Makkah Al Muqarromah pun dihantam habis oleh tentara Alloh dengan kekuatan kun fayakuun, alhamdulillahirrabilalaamiinAllohu Akbar! Yang mulia Majelis Hakim, Tim Jaksa Penuntut Umum dan para pemerhati keadilan hukum, seiijin dan atas ridlo Alloh, semua yang hadir di sini mendapat hidayah dari Alloh SWT, sehingga kita semua tidak terhalang sehelai rambutpun untuk bersama-sama menyatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah dan kita semua terhindar mengambil hal-hal yang samar (mutasyabihat) untuk memutarbalikan fakta dan menyembunyikan kebenaran, apa lagi dengan mendalilkan sesuatu dengan sesuatu yang tidak terkait baik secara langsung maupun tidak langsung. Saya yakin dan percaya, pengadilan ini benar-benar menjungjung tinggi kebenaran dan keadilan, amiin ya rabbul alamiin. Sengaja hal-hal yang berkaitan dengan moral universal saya ketengahkan sebelum saya menyampaikan materi eksepsi, untuk mengingatkan diri saya sendiri dalam menapaki perkara dunia ini, dan berharap dapat menjadi pijakan setiap langkah anak bangsa dalam menegakkan kebenaran dan keadilan sehingga mutiara kata yang sangat indah, lebih baik membebaskan seribu orang yang bersalah dari pada menghukum satu orang yang tidak bersalah, benar-benar menjadi filosofi moral dalam penegakkan supremasi hukum di Negara orde terbaru ini, bukan menjadi kiasan hampa yang dinafikan atau disimpan di dinding keangkaraan hanya untuk mengelabui masyarakat dan untuk menghancurkan lawan politik. Al Quran Surah Al Maidah ayat 8 : Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adilah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Yang mulia Majelis Hakim, Tim Jaksa Penuntut Umum dan para pemerhati keadilan hukum, sampailah saya pada Nota Bantahan atau Eksepsi terhadap Dakwaan Tim Jaksa Penuntut Umum yang dituangkan dalam SURAT DAKWAAN NO. REG. PERKARA : PDS3

03/SUBAN/03/2011 yang saya namakan dengan BUKU PUTIH BP PBB PEMDA SUBANG 2005-2008. Latar Belakang Politik Suasana politik terindikasi kuat mempengaruhi Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (BP PBB) Tahun 2005-2008 yang dikasuskan Kejaksaan Negeri Subang dan selanjutnya ditangani oleh pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, antara lain sebagai berikut : 1. Penggunaan BP PBB terjadi se Indonesia sejak Tahun 1985, mengapa hanya Kabupaten Subang yang dibidik oleh pihak kejaksaan? Semua warga Negara Indonesia wajib diperlakukan sama dihadapan hukum, sehingga merupakan kesewenang-wenangan (menyimpangi kewenangan) apabila perbuatan sama yang dilakukan oleh banyak orang, tetapi hanya beberapa orang saja yang diperlakukan berbeda, serta hanya dari kurun periode tertentu saja, sedangkan dari kurun sebelumnya tidak dilakukan tindakan hukum padahal melakukan hal yang sama.a.

Berdasarkan poin a. di atas, jelas dapat diindikasikan bermuatan politik sebagai bentuk nyata tebang pilih hukum.b. 2.

Saya menjadi Bupati sejak pelantikan tanggal 19 Desember 2003 dan secara otomatis menggunakan dan mendapatkan BP PBB sejak Tahun 2004, hal ini diakui di hadapan penyidik dan Kajari Kabupaten Subang saat diperiksa, tetapi kasusnya diseplit dari Tahun 2005-2008, mengapa tidak dari 2004-2008? Bambang Heryanto, Kadispenda Pemda Subang Tahun 2004 ke belakang mencalonkan Bupati Subang pada Tahun 2008 dan pada Tahun 2005 Bambang diangkat menjadi Sekda, sedangkan posisi Kadispenda digantikan Agus Muharam pada Tahun 2005. Mengingat kasus diseplit sejak Tahun 2005, maka dalam proses pencalonan Bupati, Bambang selamat dari status sebagai tersangka, berbeda dengan Eep Hidayat dan Agus Muharam.a.

Perlakuan hukum dilaksanakan secara berbeda, Agus Muharam dijadikan tersangka dan langsung ditahan, Eep Hidayat dijadikanb. 4

tersangka hingga kini ditahan di Penjara Kebonwaru Bandung, sedangkan bagi Bambang Heryanto setelah diunjukrasa terus menerus baru dijadikan tersangka, dan perlakuan tidak sama dilakukan oleh lembaga kejaksaan, Bambang diperiksa jarang sekali dan sampai sekarang tidak dilakukan penahanan. Kalau Eep Hidayat dianggap kurang bahkan tidak koperatif, Agus Muharam sangat koperatif dan Wakil Walikota Bogor juga sangat koperatif, tetapi tetap ditahan juga. Perlakuan yang berbeda tersebut telah terindikasi kuat adanya tebang pilih hukum, saya bisa analogikan, teman sekamar saya Sdr. Wakil Walikota Bogor, ditahan karena dikasuskan pada Tahun 2002 saat menjabat sebagai anggota DPRD Kota Bogor, posisinya hanya sebagai anggota, mengapa dipilih yang dijebloskan.c.

Kondisi ini sama seperti cerita-cerita film kuno yang memilih seseorang untuk dikorbankan, Eep Hidayat dan Wakil Walikota Bogor dipilih untuk dikorbankan, kalau bukan dipilih, mengapa hanya Kabupaten Subang yang dibidik dan mengapa tidak semua anggota DPRD se Indonesia yang dibidik. Demi Alloh, telah terjadi dengan terang-terangan sistem algojo bagi siapa yang tidak dikehendaki sang raja hanya dalam nuansa dan suasana yang berbeda.d. 3.

Salah seorang Jaksa di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat mencalonkan Bupati Kabupaten Subang dan dikasuskannya BP PBB oleh Kejaksaan Negeri Subang menjelang Pemilu Bupati/Wakil Bupati Kabupaten Subang : Kondisi di atas terindikasi mempengaruhi suasana pengkasusan BP PBB Pemda Subang, hal tersebut dapat dibuktikan oleh ketidakmauan pihak kejaksaan menerima Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI yang tidak menemukan sedikit pun pelanggaran hukum dan kerugiaan keuangan Negara dalam pelaksanaan BP PBB Pemda Subang.a.

Pemeriksaan terhadap diri saya di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat tanpa disertai penjelasan dari Jaksa Penyidik terhadap pertanyaan saya, mengapa saya diperiksa dan kesalahan apa yang dilakukan oleh saya sehingga saya langsung dijadikan sebagaib. 5

tersangka? Jaksa Penyidik bersikukuh tidak mau menjelaskan untuk membuat terang sebuah sangkaan atau dugaan. Kesalahpahaman/Kekeliruan Untuk mengetahui proses pengaggaran BP PBB di Daerah tidak semudah yang diperkirakan, sehingga kalau kemudian dianggap perhitungannya sangat sederhana dan mudah sebagai manifestasi dari sebuah aturan cukup diputuskan oleh dua alat bukti yang syah, nampaknya sangat keliru. Bagi mereka yang awam dan tidak biasa melaksanakan kesehariaan aturan administrasi Pemerintah Daerah dalam sistem dan tata cara penganggaran keuangan daerah, akan sangat sulit untuk memahaminya dalam waktu singkat dan bisa-bisa menimbulkan kekeliruan yang berakibat fatal bagi penanganan kasus atau perkara. Kekeliruan atau kesalahpahaman ini terjadi dalam penanganan BP PBB 2005-2008 Pemda Subang yang dikasuskan pihak kejaksaan, antara lain :1.

Perkara Agus Muharam, mantan Kadispenda Subang 2005-2008 diperiksa berkaitan dengan pelaksanaan BP PBB, namun pertanyaan jaksa dalam BAP para saksi dan jawaban para saksi sebagian besar mengarah ke istilah UP (Upah Pungut), sedangkan antara BP dan UP sangat jauh berbeda, UP istilah untuk Upah Pungut Pajak Daerah, sedangkan BP (Biaya Pemungutan) untuk Dana Perimbangan PBB sebagai Pajak Pusat yang sebagian ditagih oleh Daerah. Persepsi yang keliru tersebut sampai pada pemeriksaan saya sebagai tersangka di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, saya dipanggil dengan tuduhan perkara Tindak Pidana Korupsi mengenai Biaya Upah Pungut Pajak Daerah dan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) sesuai dengan Surat Panggilan Tersangka Nomor: SP6/O.2.5/Fd.1/12/2010 Tanggal 2 Desember 2010, saya tanyakan kepada Jaksa penyidik, apakah anda yakin dengan surat panggilan ini? Jaksa Penyidik merasa sangat yakin, tetapi dalam administrasi kejaksaan berikutnya baru kemudian dirubah, dari UP menjadi BP dan bukan dalam kontek penyidikan melainkan pada kontek penyerahan barang bukti dan tersangka kepada Jaksa Penuntut, sehingga dalam pemanggilan penyidikan, saya6

2.

diperiksa sesuai surat terlampir berkaitan dengan Upah Pungut Pajak Daerah dan PBB bukan tentang Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan.3.

Kekeliruan lain diyakini sebagian diakibatkan oleh sistem penyajian Buku APBD, sebelum Tahun 2002 Buku APBD memuat hal-hal detil sehingga APBD menjadi cukup tebal : Pada tahun 2002 terjadi Perubahan Peraturan dengan keluarnya Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 Tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk pengelolaan PBB dan BP PBB Tahun 2005 sampai dengan Tahun 2006, dan selama tiga tahun masih dalam tahap uji coba sistem, sehingga BP PBB dalam penyajian APBD ada yang secara khusus dicantumkan khusus dalam penyajian APBD seperti Tahun 2005 dan ada yang tidak dan dimasukkan ke dalam kelompok belanja daerah.a.

Belanja pada Kepmendagri 2002 dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu belanja publik dan Aparatur. BP PBB termasuk kelompok Belanja Aparatur, bukan belanja publik. Belanja Aparatur (Kepmendagri 29 Tahun 2002) identik dengan Belanja Tidak Langsung, yaitu belanja yang tidak terkait dengan program dan kegiatan dalam Permendagri 13 Tahun 2006 dan Perubahannya No. 59 Tahun 2007. Kepmendagri 2002 dan Permendagri 13 Tahun 2006 dan Perubahannya No. 59 Tahun 2007, sistem penyajian APBD dalam Belanja Daerah sudah dikelompokkan dan Rancangan Anggaran Satuan Kerja (RASK) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan RAPBD yang disampaikan kepada DPRD apabila DPRD meminta RASK, sehingga mencari BP PBB tidak terdapat secara langsung dalam penyajian APBD 2006, 2007 dan 2008, melainkan dalam kelompok belanja administrasi umum, Belanja Pegawai dan belanja tidak langsung.b. 4.

Pemahaman terhadap mendapat pelurusan :

aturan7

perundang-undangan

penting

Bahwa BP PBB merupakan dana Perimbangan dari PBB yang sudah dipisahkan peruntukannya melalui Keputusan Atas Nama Menteri Keuangan yang spesifika.

Dana BP PBB harus dianggarkan dalam APBD dan penggunaannya disesuaikan dengan proses anggaran Pemerintah Daerah yang diawali pengajuan Rancangan Kebijakan Umum Anggaran, pengajuan Plapon Anggaran Sementara, pengajuan RAPBD dengan RASK sebagai lampiran apabila diperlukan dalam pembahasan di DPRD, Pembahasan DPRD, Persetujuan APBD, Perbup dan DASK, Evaluasi Gubernur tentang RAPBD dan Perbub, balik ke DPRD, pelaksanaan melalui Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dapat ditafsirkan secara komparatif, dalam aturan sekarang PP 69 Tahun 2010 tentang tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pengaturan sekarang menjadi jelas sampai dengan besaran untuk Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah dan Sekretaris Daerah yang harus dituangkan dalam Keputusan Kepala Daerah sebagai insentif dan tidak harus mendapat Persetujuan DPRD, kecuali penganggarannya dalam mekanisme persetujuan RAPBD.b. 5.

Melihat mekanisme penganggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sekarang menjadi terang apa yang disebut dengan Keputusan Bupati atau Surat Keputusan Bupati : Surat Keputusan Bupati tidak perlu mendapat Persetujuan DPRD dan merupakan penjabaran dari Perda tentang APBDa.

Logikanya kalau Surat Keputusan Bupati sebagai bentuk pelaksanaan teknis dari Peraturan Bupati harus diatur oleh Peraturan Daerah, maka sama dengan jeruk makan jeruk, maka kalau begitu, anggaran yang tertuang dalam APBD harus ditindaklanjuti dengan Perda juga, dan itu berarti tidak akan selesai dalam satu tahun anggaran.b.

Surat Keputusan Bupati yang perlu mendapat Persetujuan DPRD adalah Keputusan Kepala Daerah tentang Pemindahtanganan Barang Milik Daerah dalam Bentuk Tanah dan/atau Bangunan seperti tercantum dalam Peraturan Menteric.

8

Dalam Negeri No.17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah Pasal 58 Ayat (1). Pembahasan BP PBB di DPRD terletak pada keinginan dan kemauaan DPRD, saya mempunyai pengalaman selama 5 (lima) tahun menjadi Ketua DPRD Kabupaten Subang sekaligus sebagai Ketua Panitia Anggaran, belum pernah membahas RAPB secara keseluruhan, apa lagi sebelum terbit Kepmendagri No. 29 Tahun 2002, Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan Perubahannya No. 59 Tahun 2007, penyajian APBD sangat tebal sampai memuat hal-hal yang teknis karena belum ada pengelompokkan belanja. Walaupun RAPBD tidak dibahas secara keseluruhan tetapi dalam Rapat Paripurna DPRD menyetujui untuk disyahkan menjadi APBD, maka syah pembahasan RAPBD yang kemudian akan diproses lebih lanjut menjadi APBD.d.

Dasar Hukum Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (BPPBB) Undang-Undang No. 12 Tahun 1985 tentang PBB dan Perubahannya Undang-Undang No. 12 Tahun 1994 (mengatur tentang PBB, tidak tentang Biaya Pemungutan PBB)1.

Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1007/KMK.04/1985 tentang Pelimpahan Wewenang Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Dan/Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dengan suratnya tertanggal 28 Desember 1985 hanya khusus mengatur tentang pelimpahan wewenang penagihan, yang antara lain untuk Kabupaten Subang dapat diartikan, bahwa Kabupaten Subang mendapat pelimpahan wewenang penagihan PBB sektor Pedesaan dan Perkotaan.2.

Undang - Undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.3. 9

Dalam penjelasan umum Undang-Undang No. 32 tahun 2004 yang antara lain menyatakan : Penyelenggara Pemerintah Daerah dalam melaksanakan tugas, wewenang, kewajiban dan tanggung jawabnya serta atas kuasa Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi dapat menetapkan kebijakan daerah yang dirumuskan antara lain dalam Peraturan Daerah, Peraturan kepala Daerah dan Ketentuan daerah lainnya. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dalam Pasal 12 ayat (2): Dana bagi hasil dari penerimaan PBB sebesar 90 % untuk daerah dengan rincian sebagai berikut : a. 16,2 % untuk daerah propinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Umum Kas Daerah Provinsi b.64,8 % untuk daerah Kabupaten / Kota yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah Kabupaten/Kota c. 9 % untuk Biaya Pemungutan4.

5. PP No. 16 Tahun 2000 tentang Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan antara Pemerintah Pusat dan Daerah - Pasal 2 Ayat (1) Hasil penerimaan pajak bumi dan bangunan dibagi : a. 10 % Pemerintah Pusat b. 90 % Pemerintah Daerah - Pasal 2 Ayat (2) Jumlah 90 % bagian daerah diperinci sebagai berikut : a. 16,20 % untuk daerah provinsi b. 64,8 % untuk daerah Kabupaten / Kota c. 9 % untuk Biaya Pemungutan a. Pasal 4 Hasil penerimaan PBB bagian daerah Propinsi dan Kabupaten / kota dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) huruf a dan b dan pasal 3 ayat (3) merupakan pendapatan daerah dan setiap tahun anggaran dicantumkan dalam APBD 6. Permenkeu No. 34/PMK.03/2005 tentang Pembagian Hasil PBB antara Pemerintah Pusat dan Daerah.10

Jumlah 90% (sembilan puluh persen) bagian Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dibagi dengan rincian sebagai berikut : a. 16,2% (enam belas koma dua persen) untuk Daerah Provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah Provinsi b. 64,8% (enam puluh empat koma delapan persen) untuk Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah Kabupaten/Kota; 9% (sembilan persen) untuk Biaya Pemungutan yang dibagikan kepada Direktorat Jenderal Pajak dan Daerah.c.

7. Kepmenkeu No. 83/KMK.04/2000 tentang Pembagian dan Penggunaan Biaya Pemungutan PBB Pasal 2 Imbangan Pembagian Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan antara Direktorat Jenderal Pajak dan Daerah didasarkan pada besar kecilnya Operasional Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan b. Besarnya imbangan pembagian biaya pemungutan Pajak bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah sebagai berikut :a.

NO 1. 2. 3. 4. 5.

Bagian Ditjen Pajak ( %) Sektor Pedesaan 10 Sektor Perkotaan 20 Sektor Perkebunan 60 Sektor Perhutanan 65 Sektor 70 Pertambangan

Objek Pajak

Bagian Daerah ( %) 90 80 40 35 30

Pasal 4 penggunaan dan tata cara penyaluran Biaya pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana11

dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) diatur oleh masing masing Daerah 8. Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 973/ Kep. 1375/2000 tentang Biaya Pemungutan PBB serta Biaya Operasional BPHTB yang disempurnakan dengan SK. Gubernur Jawa Barat No. 973/kep.727.Desen/2008 No 1. 2. 3. 4. 5.9.

Prov (%) Pedesaan 4,5 Perkotaan 2 Perkebunan 2 Perhutanan 1,75 Pertambangan 1,5

Sektor

Kab/ ( %) 85,5 78 38 33,25 28,5

kota Daerah (%) 90 80 40 35 30

Keputusan-Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Tentang Penetapan Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan antara Pemerintah Pusat dan Daerah seperti contoh, Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : KEP. 6958/ WPJ.22/KP. 1702/ 2007 tentang Penetapan Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam konsideran Memutuskan pada diktum pertama tertuang sebagai berikut : Menetapkan : Keputusan Menteri Keuangan tentang Penetapan Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Pertama : pembagian hasil penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan bulan desember tahun 2007 untuk : Pemerintah Pusat sebesar Rp. 4.923.323.029,- ( Empat Milyar Sembilan Ratus Dua Puluh Tiga Juta Tiga Ratus Dua Puluh Tiga Ribu Dua Puluh Sembilan Rupiah )a.

Daerah Propinsi Jawa Barat sebesar Rp. 7.975.783.307,- ( tujuh milyar sembilan ratus tujuh puluh lima juta tujuh ratus delapan puluh tiga ribu tiga ratus tujuh rupiah). c. Daerah Kabupaten Subang sebesar Rp. 31.903.133.222,- ( Tiga Puluh Satu Milyar Sembilan Ratusb. 12

Tiga Juta Seratus Tiga Puluh Tiga Ribu Dua Ratus Dua Puluh Dua Rupiah ) Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Bagian Direktorat Jenderal Pajak sebesar Rp. 2.995.924.108,- ( Dua Milyar Sembilan Ratus Sembilan Puluh Lima Juta Sembilan Ratus Dua Puluh Empat Ribu Seratus Delapan Rupiah )d.

Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan bagian Daerah Kabupaten Subang yang dibagi kepada :e.

Propinsi Jawa Barat sebesar Rp. 70.787.593,- ( Tujuh Puluh Juta Tujuh Ratus Delapan Puluh Tujuh Ribu Lima Ratus Sembilan Puluh Tiga Rupiah )1.

2. Kabupaten Subang sebesar Rp. 1.364.279.023,- (Satu milyar tiga ratus enam puluh empat juta dua ratus tujuh puluh sembilan ribu dua puluh tiga rupiah )11.

Kepmendagri No 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan daerah serta Tata Cara penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk pengelolaan PBB dan BP PBB Tahun 2005 sampai dengan Tahun 2006. Permendagri 13 Tahun 2006 dan Perubahannya No. 59 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah untuk pengelolaan PBB dan BP PBB Tahun 2007.

12.

13. Keputusan Bupati Subang Nomor 973/ Kep.604-Dipenda/ 2005 tentang pembagian Biaya pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan dalam Wilayah Kabupaten Subang.14.

Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2005, tercantum dalam APBD masih menggunakan percobaan system penyajian APBD sehubungan dengan peraturan yang baru diterapkan untuk13

Pengelolaan Keuangan Daerah, pada Kode Rekening 00.01.2.1.1.01.06. Uraian Insentif dengan rincian Biaya Pemungutan PBB.15.

Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2006, tidak tercantum nomenklatur rincian objeknya Biaya Pemungutan PBB dalam APBD tetapi terakumulasi dalam jumlah Belanja Pegawai pada Belanja Administrasi Umum Aparatur, Belanja Pegawai Personalia termasuk di dalamnya Biaya Pemungutan PBB. Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2007, sehubungan dengan terbitnya Permendagri 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, maka struktur APBD berubah dimana pada sisi belanja terbagi ke dalam dua kelompok yaitu Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung, Biaya Pemungutan PBB secara tersurat tercantum dalam kelompok Belanja Tidak Langsung, Uraian Belanja Pegawai Kode Rekening 1.20.11.5.1.1 termasuk didalamnya Biaya Pemungutan PBB. Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2008, sehubungan dengan terbitnya Permendagri 13 Tahun 2006 dan Perubahannya No. 59 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, maka struktur APBD sama dengan Tahun 2007 pada sisi belanja terbagi ke dalam dua kelompok yaitu Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung, Biaya Pemungutan PBB secara tersurat tercantum dalam kelompok Belanja Tidak Langsung, Uraian Belanja Pegawai Kode Rekening 1.20.11.5.1.1 termasuk didalamnya Biaya Pemungutan PBB. Keputusan Bupati Subang No. 921/Kep.60-Keu/2005 s/d Nomor 921/Kep.60a.11-Keu/2005 tentang Pengesahan Dokumen Anggaran Satuan Kerja (DASK)/Penjabaran Anggaran Belanja Administrasi Umum Kantor/Dinas/Intansi/Badan/Lembaga Se-Kabupaten Subang Di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Subang Tahun Anggaran 2005, dalam Anggaran Satuan Kerja, Unit Kerja Dinas Pendapatan Daerah yang tertuang dalam Rincian Anggaran14

16.

17.

18.

Belanja Administrasi Umum pada Kode Rekening Nomor 012.1.1.01.06.02 tercantum Biaya Pemungutan PBB kolom S3B2 Tahun Anggaran 2005.19.

Peraturan Bupati Subang Nomor : 1 E Tahun 2006 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten Subang Tahun Anggaran 2006 dalam Uraian Insentif Kode Rekening 06.00.01.x.x.2.1.1.01.06.02 Uraian Insentif dengan rincian Biaya Pemungutan PBB. Peraturan Bupati Subang Nomor 7 Tahun 2007 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Subang Tahun Anggaran 2007 (Dinas Pendapatan daerah s/d Kantor Infokom Buku IV Pemerintah Kabupaten Subang 2007, dalam kelompok Belanja Urusan Pemerintahan : 1.20 Pemerintahan Umum, Organisasi 1.20.11 Dinas Pendapatan Daerah Kode Rekening 1.20.11.0.0.5.1.1.04.01 Uraian Biaya Pemungutan PBB dan dalam Perubahan Perda Tahun 2007. Peraturan Bupati Subang No. 20 Tahun 2008 tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan belanja Daerah Kabupaten Subang Tahun 2008 pada Kode Rekening 1.20.11.0.05.1.1.04.01 Uraian Biaya pemungutan PBB. Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pada BAB XIII Insentif Pemungutan ayat (3) menyatakan tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Kemudian PP No. 69 Tahun 2010 tentang tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pengaturan sekarang menjadi jelas sampai dengan besaran untuk kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah dan Sekretaris Daerah yang harus dituangkan dalam Keputusan Bupati. Dan untuk diketahui dalam UU No. 28 tahun 2009 menyatakan bahwa PBB menjadi Pajak Daerah.15

20.

21.

22.

23.

Surat Edaran Menteri Dalam Negeri RI nomor: 973/321/SJ tanggal 5 Februari 2009 perihal Penundaan Sementara Pemberian Biaya Pemungutan Pajak Daerah TA. 2009. Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI Tahun 2005 sampai dengan Tahun 2008. Laporan Akuntan Independen atas penerimaan dan penggunaan biaya pemungutan pajak bumi dan bangunan (BPPBB) pada Pemerintah Kabupaten Subang Tahun Anggaran 2005 s.d 2008 Nomor : LAI-012/KAP-HERS/III/2011 Tanggal 23 Maret, yang menyebutkan bahwa ... penerimaan BP-PBB pada Pemerintah Kabupaten Subang Tahun Anggaran 2005 sampai dengan 2008 sebesar Rp.14.979.082.502,00 dan penggunaannya sebesar Rp. 14.406.773.683,00 tidak terdapat penyimpangan dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang merugikan keuangan negara. Menurut pendapat kami, jumlah penerimaan dan penggunaan BP-PBB pada Pemerintah Kabupaten Subang yang kami sebut di atas menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material. Penerimaan dan penggunaan BP-PBB pada Pemerintah Kabupaten Subang Tahun Anggaran 2005 sampai dengan 2008 sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

24.

25.

Perhitungan Kerugian Keuangan Negara Dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan APBD yang di dalamnya memuat Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan, setiap dilakukan pemeriksaan olek Badan Pemeriksa Keuangan yang salah satunya kepada Dinas Pendapatan Daerah Pemda Kabupaten Subang (Sekarang bernama Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah), hasilnya diumumkan kepada publik sebagaimana tertuang dalam :1.

Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Kabupaten Subang Tahun Anggaran 2005 Nomor : 21/S/XIV.11-XIV.11.3/07/2006 tanggal 28 Juli 2006 yang dilakukan oleh Auditorat Utama16

Keuangan Negara IV Perwakilan BPK-RI di Bandung yang sama sekali tidak menyatakan ada pelanggaran hukum dan kerugiaan keuangan negara dalam pelaksanaan BP PBB yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Subang pada tahun 2005.2.

Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Kabupaten Subang Tahun Anggaran 2006 Nomor : 38A/S/XIV.11XIV.11.3/06/2007 tanggal 04 Juni 2007 yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan BPK-RI di Bandung yang sama sekali tidak menyatakan ada pelanggaran hukum dan kerugiaan keuangan negara dalam pelaksanaan BP PBB yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Subang pada tahun 2006. Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Kabupaten Subang Tahun Anggaran 2007 Nomor : 17/LHP/XVIII.BDG/06/2008 tanggal 30 Juni 2008 yang dilakukan oleh Auditorat Utama Keuangan Negara V Perwakilan BPK-RI di Bandung yang sama sekali tidak menyatakan ada pelanggaran hukum dan kerugiaan keuangan negara dalam pelaksanaan BP PBB yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Subang pada tahun 2007. Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Kabupaten Subang Tahun Anggaran (TA) 2008 Nomor : 48/LHP/XVIII.BDG/07/2009 tanggal 21 Juli 2009 yang dilakukan oleh Auditorat Utama Keuangan Negara V Perwakilan Provinsi Jawa Barat yang sama sekali tidak menyatakan ada pelanggaran hukum dan kerugiaan negara dalam pelaksanaan BP PBB yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Subang pada tahun 2008.

3.

4.

Laporan BPK RI Tahun 2005-2008 tidak menemukan ada pelanggaran hukum dan sama sekali tidak menyatakan ada kerugiaan keuangan negara dalam pengelolaan BP PBB di Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Subang pada Tahun 2005-2008, kecuali pada Tahun 2004 terdapat temuan karena dana BP PBB tidak dimasukan ke rekening Kas Umum Daerah, namun sama sekali BPK tidak menyatakan ada kerugiaan keuangan negara.17

Di samping BPK RI melaksanakan pemeriksaan, sesuai dengan Petunjuk Pelaksanaan Bersama Jaksa Agung Republik Indonesia dan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor Juklak 001/J.A/2/1989 dan Nomor KEP 145/R/1989 Tanggal 2 Pebruari 1989 Tentang Upaya Memantapkan Kerjasama Kejaksaan dan BPKP dalam Penanganan Kasus yang Berindikasi Korupsi, maka Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dengan suratnya Nomor B2213/O.2.25/Fd.1/06/2010 tanggal 15 Juni 2010 meminta Bantuan Penghitungan Kerugian Negara atas Tindak Pidana Korupsi Biaya Upah Pungut Pajak Daerah dan PBB pada Dispenda Kabupaten Subang Tahun 2005 s.d. 2008, kemudian Kejaksaan Tinggi Jawa Barat melaksanakan ekspose pada tanggal 24 Nopember 2010. Menindaklanjuti permohonan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, maka Kepala Perwakilan BPKP Jawa Barat mengeluarkan Surat Tugas dengan nomor ST- 10444/PW10/5/2010 tanggal 30 Nopember 2010 perihal Bantuan Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dalam Kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Biaya Upah Pungut Pajak Daerah dan PBB pada Dispenda Kabupaten Subang Tahun 2005 s.d. 2008 yang waktunya diperpanjang oleh Perwakilan BPKP Jawa Barat pada tanggal 4 Januari 2011. Langkah Kejaksaan Tinggi Jawa Barat meminta bantuan Perwakilan BPKP Jawa Barat dipandang merupakan langkah positif disebabkan untuk menganalisa dan menelaah BP PBB dalam proses dan mekanisme penganggaran Belanja Daerah tidak sederhana, melainkan dalam penganalisaannya harus dilakukan oleh yang mempunyai keahlian dalam menilai kerugiaan keuangan negara karena pada kenyataannya BP PBB dalam proses penganggaran tidak cukup mudah untuk dipelajari oleh mereka yang awam dan dalam kesehariaan pelaksanaan tugas tidak bersentuhan langsung dengan administrasi Pemerintahan Daerah. Tanpa meminta bantuan dari lembaga kompeten dan ahli dalam menilai kerugiaan keuangan negara bisa keliru dalam memutuskan perkara, dan sebagai contoh ada Putusan Pengadilan yang mengambil Jurisprudensi dari Kasus Bupati Kutai Kartanegara dalam memutus perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi BP PBB, karena sama-sama dana perimbangan,18

padahal Dana Perimbangan keduanya antara satu dengan yang lain sangat berbeda dimana Kasus Bupati Kutai Kartanegara menggunakan Dana Perimbangan Migas yang sama sekali berbeda jauh dengan Dana Perimbangan PBB dan BP PBB. Walaupun dalam kontek aturan perundang-undangan hanya ada Satu Badan Pemeriksa Keuangan yang independen, namun kapasitas dan kapabelitas BPKP dalam melakukan perhitungan kerugiaan keuangan negara dipandang mempunyai kapasitas memadai apabila dilakukan secara profesional tanpa tendensi kepentingan politik tertentu, dan BPKP memang telah membuktikan kapasitas dan kapabelitasnya. Saya berharap yang mulia Majelis Hakim berkenan agar Jaksa Penuntut Umum melampirkan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara yang dilaksanakan oleh Perwakilan BPKP Jawa Barat pada Tahun 2011 dan atau meminta bantuan Perwakilan BPKP Jawa Barat untuk menyerahkan hasil auditnya bagi terjaminnya acun kepastiaan hukum. Bagi kepastian hukum dan kelengkapan data pelaksanaan Biaya pemungutan PBB Tahun 2005-2008 Pemerintah Daerah Kabupaten Subang, sekalipun LHP BPK RI sangat jelas tidak menemukan ada pelanggaran hukum yang mengakibatkan adanya kerugiaan keuangan negara dalam pelaksanaan BP PBB Pemerintah Daerah Kabupaten Subang Tahun 2005 sampai dengan Tahun 2008, maka demi kepentingan publik dan transparansi keuangan daerah (Negara), Pemerintah Daerah Kabupaten Subang mengadakan kerja sama dengan Kantor Akuntan Publik DR. H.E.R. SUHARDJADINATA, Ak., MM Registered Public Accountants, Tax, Finance and Management Consultants, Ijin Usaha dari Menteri Keuangan RI No. KEP038/KM.6/2004 tanggal 27 Januari 2004, Terdaftar di BPK RI Nomor: 113/STT/IV/2010 Tanggal 14 April 2010 yang beralamat di Metro Trade Center (MTC) Blok C 5 (Jl. Soekarno-Hatta) Bandung 40286. Kantor Akuntan Publik DR. H.E.R. SUHARDJADINATA, Ak., MM. mengeluarkan LAPORAN AKUNTAN INDEPENDEN ATAS PENERIMAAN DAN PENGGUNAAN BIAYA PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (BP-PBB) PADA PEMERINTAH KABUPATEN SUBANG TAHUN ANGGARAN 2005 s.d. 200819

Nomor: LAI-012/KAP-HERS/III/2011 Tanggal 23 Maret 2011 yang ditujukan kepada Sekretaris Daerah Kabupaten Subang yang menyatakan sebagai berikut : Kami telah mengaudit Penerimaan Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (BP-PBB) dan penggunaannya pada Kabupaten Subang untuk Tahun Anggaran 2005 s.d. 2008. Penerimaan dan Penggunaan BP-PBB pada Pemerintah Kabupaten Subang adalah tanggungjawab Pemerintah Kabupaten Subang. Tanggungjawab kami terletak pada pernyataan pendapat atas Penerimaan dan Penggunaan BP-PBB Kabupaten Subang berdasarkan audit kami. Kami melaksanakan audit berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Standar tersebut mengharuskan kami merencanakan dan melaksanakan audit agar kami memperoleh keyakinan memadai bahwa Penerimaan dan Penggunaan BP-PBB Kabupaten Subang bebas dari salah saji material. Suatu audit meliputi pemerikasaan atas dasar pengujian, bukti-bukti yang mendukung jumlah-jumlah dan pengungkapan dalam Penerimaan dan Penggunaan BP-PBB Pemerintah Kabupaten Subang. Audit juga meliputi penilaian atas prinsip akuntansi yang digunakan dan estimasi signifikan yang dibuat Pemerintah Kabupaten Subang, serta penilaian terhadap penyajian Penerimaan dan Penggunaan BP-PBB pada Pemerintah Kabupaten Subang secara keseluruhan. Kami yakin bahwa audit kami memberikan dasar memadai untuk menyatakan pendapat. Atas Penerimaan BP-PBB pada Pemerintah Kabupaten Subang Tahun Anggaran 2005 s.d. 2008 sebesar Rp. 14.979.082.502,00 dan penggunaannya sebesar Rp. 14.406.773.683,00 tidak terdapat penyimpangan dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang merugikan keuangan negara. Menurut pendapat kami, jumlah Penerimaan dan Penggunaan BP-PBB pada Pemerintah Kabupaten Subang yang kami sebut di atas menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material. Penerimaan dan Penggunaan BP-PBB pada Pemerintah Kabupaten Subang Tahun Anggaran 2005 s.d. 2008 sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum20

SURAT DAKWAAN NO. REG. PERKARA : PDS03/SUBAN/03/2011 ATAS NAMA TERDAKWA Drs. EEP HIDAYAT Bin P. OEKING yang dikeluarkan oleh Jaksa Penuntut Umum dan ditandatangani oleh SLAMET SISWANTA, SH.MH. Jaksa Muda dengan NIP. 19650124 199103 1 001 dimana berkas Surat Dakwaan tersebut dibuat pada tanggal 07 April 2011 yang disampaikan kepada KETUA PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI Pada PENGADILAN NEGERI BANDUNG DI BANDUNG pada tanggal 8 April 2011 oleh Kejaksaan Negeri Subang melalui Surat Pengantar Nomor : B-583/0.2.27/Ft. 1/104/2011 yang disampaikan dalam Sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Bandung dengan Nomor Perkara 19/Pid.sus/TPK/2011/PN.Bdg. hari Senin tanggal 18 April 2011, bagi mereka yang kurang memahami aturan perundang-undangan yang berkaitan dengan administrasi negara akan cukup kesulitan untuk memahaminya bahkan akan terjebak untuk membenarkan Dakwaan Jaksa atau menjadi samar-samar (mutasyabihat) disebabkan dalam penyajian aturan perundangundangan dalam Surat Dakwaan dibuat sedemikian rupa menjadi tidak runtut (sistematis) dan hanya mengambil pasal-pasal dan ayat-ayat tertentu untuk dikait-kaitkan, sehingga sampai pada kesimpulan Surat Dakwaan yang menyatakan ada pelanggaran hukum dan ada kerugiaan keuangan negara, padahal apa yang dikemukakan merupakan pendapat Hukum Jaksa Penuntut Umum yang bersifat subjektif, apa lagi ada aturan perundang-undangan yang sudah tidak berlaku masih digunakan sebagai dasar hukum.

Bahwa karena hal di atas, sengaja saya buatkan sistematika untuk memahami dengan teliti dan cermat terhadap Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum agar tidak terjebak oleh pemikiran dan pendapat subjektif atau oleh sebuah pemikiran untuk menyamarkan perkara baik untuk menyamarkan yang mulia Majelis Hakim, Tim Advokasi, Para Saksi dan masyarakat pemerhati keadilan hukum dengan sistematika sebagai berikut : 1. Dasar-Dasar Hukum Surat Dakwaan2.

Dakwaan Jaksa Penuntut Umum dan Penjelasan terdakwa21

3.

Bantahan Dakwaan

4. Kesimpulan

Dasar-Dasar Hukum Surat Dakwaan Aturan-aturan administrasi negara dan atau pemerintahan yang digunakan Jaksa Penuntut Umum dalam membuat Surat Dakwaan terhadap yang disangkakan Tindak Pidana Korupsi Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan adalah sebagai berikut :1.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1007/KMK.04/1985 tentang Pelimpahan Wewenang Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1 dan/atau Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Pasal 1 (satu) dan Pasal 2 (dua): Pasal 1 : Wewenang penagihan Pajak Bumi dan Bangunan, dengan Keputusan ini dilimpahkan untuk masing-masing Daerah kepada: a. Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau pejabat lain yang ditunjuk untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta; b. Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II atau pejabat lain yang ditunjuk, untuk Daerah lainnya. Pasal 2 : Pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud Pasal 1, tidak meliputi penagihan Pajak Bumi dan Bangunan untuk Wajib Pajak Perkebunan, Kehutanan dan Pertambangan.

2.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 83/KMK.04/2000 tentang Pembagian dan Penggunaan Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Pasal 1, Pasal 2 ayat (1) dan (2), Pasal 4. - Pasal 1 : Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan adalah dana yang digunakan untuk pembiayaan kegiatan operasional pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan Daerah.22

- Pasal 2 Ayat (1) : Imbangan pembagian Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan antara Direktorat Jenderal Pajak dan Daerah didasarkan pada besar kecilnya peranan masing-masing dalam melakukan kegiatan operasional pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan. - Pasal 2 Ayat (2) : Besarnya imbangan pembagian Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah sebagai berikut : a. Objek pajak sektor Pedesaan, 10% (sepuluh per seratus) bagian Direktorat Jenderal Pajak dan 90% (sembilan puluh per seratus) bagian Daerah; b. Objek pajak sektor Perkotaan, 20% (dua puluh per seratus) bagian Direktorat Jenderal Pajak dan 80% (delapan puluh per seratus) bagian Daerah; c. Objek pajak sektor Perkebunan, 60% (enam puluh per seratus) bagian Direktorat Jenderal Pajak dan 40% (empat puluh per seratus) bagian Daerah; d. Objek pajak sektor Perhutanan, 65% (enam puluh lima per seratus) bagian Direktorat Jenderal Pajak dan 35% (tiga puluh lima per seratus) bagian Daerah; e. Objek pajak sektor Perhutanan, 65% (enam puluh lima per seratus) bagian Direktorat Jenderal Pajak dan 35% (tiga puluh lima per seratus) bagian Daerah; - Pasal 4 :Penggunaan dan tata cara penyaluran Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan bagian Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) diatur oleh masing-masing Daerah.

3.

SK Bupati Subang Nomor : 973/Kep.604-Dipenda/2005 tentang Pembagian Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Dalam Wilayah Kabupaten Subang Tanggal 12 September 2005.

23

Diktum KETIGA: Besarnya Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan, sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 83/KMK.04/2000 setelah dikurangi bagian Pemerintah Propinsi adalah sebagai berikut: - Sektor Pedesaan sebesar - Sektor Perkotaan buku 1, 2 dan 3 sebesar - Sektor Perkotaan buku 4 dan 5 sebesar - Sektor Perkebunan sebesar - Sektor Perhutanan sebesar - Sektor Pertambangan sebesar4.

7,69 % 7,02 % 7,02 % 3,42 % 2,99 % 2,56 %

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pasal 12 ayat (2), Pasal 66 ayat (1): - Pasal 12 ayat (2) : Dana bagi hasil dari penerimaan PBB sebesar 90 % (sembilan puluh persen) untuk Daerah dengan rincian sebagai berikut : a. 16,2 % untuk daerah propinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah Provinsi; b. 64,8 % untuk daerah Kabupaten / Kota yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah Kabupaten/ Kota, dan; c. 9 % untuk biaya pemungutan-

Pasal 66 ayat (1) : Keuangan Daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.

5.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2000 tentang Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Pasal 2 ayat (1) dan (2), Pasal 4: - Pasal 2 ayat (1): Hasil penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dibagi untuk Pemerintah Pusat dan Daerah dengan imbangan sebagai berikut: a. 10 % (sepuluh persen) Pemerintah Pusat24

b.

90

%

(sembilan

puluh

persen) Pemerintah Daerah - Pasal 2 ayat (2): Jumlah 90 % yang merupakan bagian Daerah diperinci sebagai berikut : a. 16,20 % untuk Daerah Provinsi yang bersangkutan b. 64,8 % untuk Daerah Kabupaten / Kota c. 9 % untuk Biaya Pemungutan - Pasal 4 : Hasil penerimaan PBB bagian daerah Propinsi dan Kabupaten / kota dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) huruf a dan b dan pasal 3 ayat (3) merupakan pendapatan daerah dan setiap tahun anggaran dicantumkan dalam APBD.6.

Undang-Undang 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 1 ayat (2), Pasal 1 ayat (4), Pasal 19 ayat (2), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28 huruf (a).-

Pasal 1 ayat (2): Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 1 ayat (4): Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Pasal 19 ayat (2): Penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah dan DPRD. Pasal 20 ayat (1): Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas: a. asas kepastian hukum; b. asas tertib penyelenggara negara; c. asas kepentingan umum; d. asas keterbukaan; e. asas proporsionalitas; f. asas profesionalitas;25

-

-

-

g. asas akuntabilitas; h. asas efisiensi; dan i. asas efektivitas.-

Pasal 27 ayat (2): kepala daerah mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat.

- Pasal 28 huruf (a): Kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi diri, anggota keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, merugikan kepentingan umum, dan meresahkan sekelompok masyarakat, atau mendiskriminasikan warga negara dan/atau golongan masyrakat lain.7.

Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 Pasal 29 ayat (2) tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. Pasal 29 ayat (2): Pegawai Negeri Sipil Daerah dapat diberikan tambahan penghasilan berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan kemampuan Keuangan Daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

8.

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 63 ayat (2). Pasal 63 ayat (2): Pemerintah daerah dapat memberikan tambahan penghasilan kepada pegawai negeri sipil daerah berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

9.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas26

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 39 ayat (1). Pasal 39 ayat (1): Pemerintah daerah dapat memberikan tambahan penghasilan kepada pegawai negeri sipil berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 10. Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Dakwan Jaksa Penuntut Umum dan Penjelasan Terdakwa Jaksa Penuntut Umum dalam Surat Dakwaan menyatakan, bahwa SK Bupati Subang Nomor : 973/Kep.604-Dipenda/2005 tentang Pembagian Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Dalam Wilayah Kabupaten Subang Tanggal 12 September 2005 bertentangan dengan semua aturan administrasi negara yang dijadikan dasar hukum Jaksa Penuntut Umum sehingga menyimpangi kewenangan, dan lebih jelasnya disebabkan :1.

Pemerintah Kabupaten Subang dilimpahi kewenangan melakukan penagihan dua sektor PBB, Perdesaan dan Perkotaan, maka seharusnya dana BP PBB dari tiga sektor PBB Perkebunan, perhutanan dan Pertambangan tidak dibagi-bagikan disebabkan tidak melaksanakan penagihan PBB dari ketiga sektor tersebut (Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1007/KMK.04/1985) Penjelasan Terdakwa : Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 1007/KMK.04/1985 tentang pelimpahan wewenang penagihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan/atau Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dalam Pasal 2 dijelaskan bahwa pelimpahan wewenang tersebut tidak meliputi penagihan Pajak27

Bumi dan Bangunan (PBB) untuk wajib pajak perkebunan, kehutanan dan pertambangan, dapat jelaskan : Bahwa pelimpahan kewenangan penagihan PBB tidak ada kaitan yang signifikan dengan pemberian biaya pemungutan PBB dan Keputusan Menteri Keuangan tentang Pelimpahan Kewenangan Penagihan tidak mengatur tentang Pembagiaan Biaya Pemungutan PBB. Adapun yang diungkapkan Jaksa Penuntut Umum bahwa Daerah tidak berhak mendapatkan BP PBB dari BP PBB Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan merupakan pendapat hukum Jaksa Penuntut Umum berdasarkan logika dan tidak mengacu kepada peraturan perundang-undangan sehingga bersifat subjektif. Bahwa tentang pembagiaan Biaya Pemungutan PBB dari Pemerintah Pusat diatur tersendiri dalam Keputusan Menteri Keuangan yang lain. Bagi Daerah dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Subang pada prakteknya tidak menghitung prosentase pembagiaan BP PBB untuk Kabupaten Subang dari Pemerintah Pusat yang dikaitkan dengan seluruh sektor PBB karena perhitungan pembagian BP PBB bagi Pusat, Propinsi Jawa Barat dan bagi Kabupaten Subang ditetapkan oleh Keputusan-Keputusan Menteri Keuangan yang langsung mencantumkan besaran rupiah PBB untuk Kabupaten Subang dan BP PBB untuk Kabupaten Subang. Berdasarkan Keputusan-Keputusan Menteri Keuangan yang khusus mengatur pembagian PBB dan BP PBB untuk Pusat, Jawa Barat dan Kabupaten Subang tersebut kemudian dalam proses penganggaran dilaksanakan sesuai dengan Permendagri 13 Tahun 2006 dan Perubahannya No. 59 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang menegaskan BP PBB masuk ke dalam kelompok Belanja Tidak Langsung yang berarti tidak terkait dengan program dan kegiatan, sebelumnya oleh Kepmendagri 29 Tahun 2002 yang masuk ke dalam Kelompok Belenja Aparatur.2.

Dana BP PBB Seharusnya digunakan untuk kegiatan operasional pemungutan PBB, bukan dibagi-bagikan sebagai tambahan penghasilan (Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 83/KMK.04/2000 tentang Pembagian dan Penggunaan Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Pasal 1)28

Penjelasan terdakwa : Memang sangat dimaklumi kalau Jaksa Penuntut Umum mempersoalkan tentang dana BP PBB yang harus digunakan untuk pembiayaan kegiatan operasional pemungutan PBB sebagaimana diterangkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 83/KMK.04/2000 tentang Pembagian dan Penggunaan Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Pasal 1: Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan adalah dana yang digunakan untuk pembiayaan kegiatan operasional pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan Daerah. Pemerintah Daerah, termasuk di dalamnya Pemerintah Kabupaten Subang dalam menetapkan Biaya Pemungutan PBB yang merupakan Belanja Daerah wajib mengacu kepada Permendagri No. 13 Tahun 2006 sebagaimana dirubah dalam Permendagri 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang dengan tegas menetapkan Biaya Pemungutan PBB masuk dalam kelompok Belanja Tidak Langsung yang berarti tidak terkait dengan program dan kegiatan. Dan untuk diketahui dalam penganggaran anggaran belanja Pemerintah Daerah tidak bisa bertentangan dengan Permendagri 13 dan perubahannya no. 59 dimaksud, sebelumnya dengan Kepmendagri No. 29 Tahun 2002. Apa yang dipersoalkan Jaksa Penuntut Umum telah menjadi persoalan tersendiri di tingkat nasional dan bukan merupakan persoalan penganggaran Belanja daerah di tingkat Daerah termasuk di Kabupaten Subang karena dalam penganggaran Belanja Daerah acuannya sudah sangat jelas dan tegas termaktub dalam Permendagri 13 Tahun 2006 dan Perubahannya no. 59 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Persoalan di tingkat nasional tersebut dapat dibaca dalam situs www.bappenas.go.id/print/2046/bappenas-sampaikan-masalahkebijakan-perimbangan-keuangan-/ : Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, H. Paskah Suzetta bersama Menteri Dalam Negeri Mardiyanto dan Menteri Keuangan/PLT Menko Ekuin Sri Mulyani Indrawati, menghadiri Sidang Dewan Pembentukan29

Otonomi Daerah (DPOD) di Departemen Dalam Negeri, pada Rabu (26/8), pukul 10.00 WIB. Sidang ini secara khusus membahas beberapa hal, di antaranya adalah Kebijakan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2010, masalah daerah otonomi baru terkait dana perimbangan tahun 2010, rancangan kebijakan Dana Bagi Hasil (DBH) Sumber Daya Alam (SDA) dan pajak terkait dengan kebijakan penetapan daerah penghasil. Mengawali acara, Dirjen Otonomi Daerah selaku Sekretaris DPOD, Sodjuangon Situmorang tampil membacakan laporan, disusul pengarahan dari Menteri Dalam Negeri selaku Ketua DPOD. Sidang lantas dilanjutkan dengan paparan dari Menteri Keuangan tentang kebijakan perimbangan keuangan. Sejalan dengan itu, Bappenas telah menginventarisasi masalah kebijakan perimbangan keuangan dalam Sidang DPOD, antara lain: (1) ada perbedaan persepsi penggunaan Biaya Pemungutan-Pajak Bumi Bangunan (BP-PBB) dengan dasar hukum yang digunakan, yaitu Permendagri No.59/2007 dan KMK No.83/KMK.04/2009; (2) penetapan daerah penghasil tidak sinkron dengan letak sumur migas; (3) ada koreksi berkaitan dengan luas wilayah sebagaimana tertuang dalam Permendagri No.6/2008, yang berpotensi menimbulkan konflik di daerah yang mengalami penurunan luas wilayah. Departemen Keuangan juga memaparkan adanya perbedaan persepsi dalam penggunaan BP-PBB bagian daerah. Sebab, menurut Permendagri No 59/2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, BP-PBB masuk dalam kelompok belanja tidak langsung jenis belanja pegawai (honor). Namun menurut KMK No 83/KMK.04/2000, BP-PBB adalah dana yang digunakan untuk pembiayaan kegiatan operasional pemungutan PBB Untuk diketahui, pertentangan tentang penerbitan peraturan yang saling berbenturan satu sama lain sering terjadi di Pemerintah Pusat yang menimbulkan perbedaan persepsi di tingkat pelaksana di Daerah, demikian pula yang berkaitan dengan Biaya Pemungutan BP PBB sebagaimana dipahami Jaksa Penuntut Umum yang menyalahkan penggunaan BP PBB yang dilaksanakan oleh30

Pemerintah Kabupaten Subang karena tidak digunakan sebagai kegiatan operasional pemungutan, maka melihat aturan yang ada yang dibuat oleh Pemerintah Pusat seharusnya diusulkan kepada Pemerintah Pusat untuk melakukan pengkajian terhadap aturan yang sudah diterbitkan dan bagi Pemerintah Daerah acuan penganggarannya jelas dan tegas yaitu Permendagri 13 Tahun 2006 dan Perubahannya nomor 59 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang menempatkan BP PBB dalam kelompok Belanja Tidak Langsung, sebelumnya diatur oleh Kepmendagri 29 Tahun 2002. Berkaitan dengan wacana-wacana di atas dan sesuai dengan dengan pendapat KPK berkaitan dengan persoalan Upah Pungut dalam menyikapi kasus Upah Pungut Pemda DKI Jakarta yang menyatakan, bahwa agar para Kepala Daerah tidak terjebak dalam kubangan korupsi maka aturannya harus direvisi dan KPK pada saat itu siap bekerja sama dengan Departemen Dalam Negeri, terbitlah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 dan PP 69 Tahun 2010 sebagai bentuk penyempurnaan dari wacana-wacana berkaitan dengan Upah Pungut Pajak Daerah dan Biaya Pemungutan PBB, maka PBB Perdesaan dan Perkotaan menjadi Pajak Daerah dan dalam hal pembagiaan Upah Pungutnya menjadi jelas sebagai insentif dimana Bupati, Wakil Bupati dan Sekda mendapatkan Upah Pungut maksimal 6 (enam) kali gaji pokok setiap bulan dan melihat potensi yang ada di Kabupaten Subang untuk Bupati, Wakil Bupati dan Sekda akan berjumlah miliaran rupiah.3.

Dana BP PBB tersebut seharusnya tidak digunakan sebagai tambahan penghasilan bagi PNS (Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 Pasal 29 ayat (2) tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 63 ayat (2), Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 39 ayat (1).31

Penjelasan terdakwa : Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah Pasal 29 ayat (2) berbunyi Pegawai Negeri Sipil dapat diberikan tambahan penghasilan berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 63 ayat (2): Pemerintah daerah dapat memberikan tambahan penghasilan kepada pegawai negeri sipil daerah berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Demikian juga dicantumkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 39 Ayat (1) yang berbunyi : Pemerintah Daerah dapat memberikan tambahan penghasilan kepada pegawai negeri sipil berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tambahan penghasilan bagi PNS merupakan kebijakan masing-masing Pemerintah Daerah dengan memperhitungkan kemampuan keuangan daerah dengan memperhatikan kriteria tertentu yang sudah ditetapkan (lihat selengkapnya Permedagri 13 Tahun 2006 dan Perubahannya Nomor 59 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang berkaitan dengan aturan dan nomenklatur tambahan penghasilan bagi PNS), sedangkan Biaya Pemungutan PBB merupakan salah satu komponen dana transfer dari Pemerintah Pusat sehingga merupakan dua hal yang berbeda jika dibandingkan dengan Tambahan Penghasilan PNS karena dalam pengelolaan keuangan Daerah merupakan sesuatu yang dipisahkan: a. Lampiran A.VIII.a Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 yang memuat Kode Rekening Belanja, menetapkan Tambahan Penghasilan PNS pada kode rekening 5.1.1.02.01 sampai dengan 5.1.1.02.04 dalam kelompok objek belanja Tambahan Penghasilan PNS (kode rekening 5.1.1.02)32

b. Belanja Biaya Pemungutan PBB berada pada kode rekening 5.1.1.04.02 Jelas terdapat perbedaan antara nomenklatur tambahan penghasilan bagi PNS dan nomenklatur BP PBB termasuk pengaturannya, sehingga dua-duanya dapat diterapkan dan diberikan kepada PNS, maka dakwaan tentang BP PBB merupakan tambahan penghasilan bagi PNS sesuai yang dimaksud Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah Pasal 29 ayat (2), Permendagri 13 Tahun 2006 dan Perubahannya No. 59 Tahun 2007 Pasal 39 ayat (1), sangat tidak relevan.4.

Dana BP PBB tersebut digunakan untuk kepentingan diri sendiri dan keuntungan orang lain (Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pasal 66 ayat (1), Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2000 tentang Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Pasal 2 ayat (1) dan (2), Pasal 4, Undang-Undang 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 20 ayat (1), Pasal 28 huruf (a). Penjelasan terdakwa : Hal-hal yang berkaitan dengan azas-azas umum penyelenggaraan Pemerintahan Daerah termasuk didalamnya penggunaan keuangan daerah tidak dapat dinilai secara subjektif melainkan hanya dapat dinilai oleh proses formal mekanisme perencanaan program dan penetapan anggaran, maka selama proses penggunaan keuangan Pendapatan dan Belanja Daerah melalui tahapan yang benar yang dimulai dengan pengajuan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plapon Anggaran Sementara (PPAS) yang kemudian ditindaklanjuti dengan pengajuan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) dan Rancangan Peraturan Bupati tentang Penjabaran APBD dimana DPRD berhak meminta Rencana Anggaran Satuan Kerja (RASK) kepada Pemerintah Daerah pada33

saat pembahasan, selanjutnya dilakukan pembahasan (Pengalaman saya selama lima tahun menjadi Ketua Panitia Anggaran DPRD Kabupaten Subang tidak pernah membahas secara keseluruhan RAPBD, biasanya berdasarkan kepentingan anggota DPRD saja yang dipertanyakan). Setelah pembahasan dilaksanakan, dilakukan Persetujuan DPRD untuk kemudian RAPBD yang sudah mendapat Persetujuan DPRD beserta Rancangan Peraturan Bupati tentang Penjabaran APBD dikirimkan ke Gubernur untuk mendapatkan evaluasi, baru setelah itu diberikan kembali kepada DPRD untuk memperoleh persetujuan Pimpinan DPRD. Setelah Pimpinan DPRD menandatangani APBD yang sudah mendapatkan evaluasi dari Gubernur Jawa Barat, maka Pemerintah Daerah menetapkan Dokumen Anggaran Satuan Kerja (DASK) sebagai rincian pelaksanaan APBD masing-masing satuan kerja. Berdasarkan penjelasan di atas, maka hal-hal yang berkaitan dengan efektif, efisien, taat pada peraturan, dan lain-lain sebagaimana tertuang dalam aturan administrasi negara sudah terangkum dan dinyatakan benar karena telah melalui proses mekanisme yang benar, sehingga disebabkan karena dana Biaya Pemungutan PBB sudah melewati proses mekanisme anggaran yang benar maka tidak dapat dipersalahkan disebabkan dalam proses pembahasan dan pengkajian atau evaluasi melibatkan DPRD dan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah, keculai kalau dikeluarkan tanpa melalui proses penetapan APBD. Mungkin ada pertanyaan, bahwa BP PBB di Pemda Subang tidak dibahas bersama DPRD? Untuk menjadi maklum bahwa posisi Panitia Anggaran Pemerintah Daerah berada pada posisi untuk menjelaskan apabila ditanya atau dimintai penjelasan oleh DPRD dan proses seperti apa pun semisal ada anggota DPRD yang masih tidak setuju dengan proses pembahasan anggaran tetapi kalau Rapat Paripurna sudah menyetujuinya, maka apa yang sudah diputuskan wajib dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan hal itu berarti syah dan legal.

34

5.

Dana BP PBB tersebut tidak dicantumkan dalam APBD (Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2000 tentang Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan antara Pemerintah Pusat dan Daerah Pasal 4) Penjelasan Terdakwa : Kekeliruan diyakini sebagian diakibatkan oleh sistem penyajian APBD sehingga seolah-olah Biaya Pemungutan PBB tidak dicantumkan dalam APBD dan tidak mendapatkan persetujuan DPRD, dapat dijelaskan sebagai berikut : Sebelum berlaku Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun 2002 penyajian APBD memuat hal-hal detil penganggaran sehingga Buku APBD menjadi cukup tebal dimana Belanja Daerah dibagi ke dalam dua kelompok belanja antara Belanja Rutin dan Belanja Pembangunan.a.

Pada tahun 2002 terjadi Perubahan Peraturan dengan keluarnya Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 Tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk pengelolaan PBB dan BP PBB Tahun 2005 sampai dengan Tahun 2006, dan selama (3) tiga tahun masih dalam tahap uji coba sistem, sehingga BP PBB dalam penyajian APBD ada yang secara khusus dimasukkan (dicantumkan) dalam penyajian APBD seperti Tahun 2005 dan ada yang susah dikelompokkan.b.

Belanja pada Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu belanja Aparatur dan Belanja Publik. BP PBB termasuk kelompok Belanja Aparatur jenis Belanja Administrasi Umum, pada Belanja Pegawai dalam uraian objek Belanja Insentif, bukan terdapat pada belanja publik. Belanja Administrasi Umum (Kepmendagri 29 Tahun 2002) identik dengan Belanja Tidak Langsung, yaitu belanja yang tidak terkait dengan program dan kegiatan dalam Permendagri 13 Tahun 2006 dan Perubahannya No. 59 Tahun 2007. Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 dan Permendagri 13 Tahun 2006 dan Perubahannya No. 59 Tahun 2007, dalam penyajian APBD strukturnya sudah menggunakan kelompok belanja dan BP PBB dalam Permendagri 13 tahun 2006 dan Perubahannya No. 59c. 35

Tahun 2007 berada pada kelompok Belanja Tidak Langsung, jenis Belanja Upah Pungut Pajak Daerah dengan rincian Belanja Biaya Pemungutan PBB. Bahwa karena hal tersebut di atas, kalau ada yang beranggapan bahwa BP PBB tidak dicantumkan dalam APBD atau tepatnya dalam penyajian Buku APBD secara langsung disebabkan pada Kepmendagri 29 tahun 2002, Permendagri 13 Tahun 2006 dan Perubahannya Nomor 59 Tahun 2007 struktur Belanja Daerah dalam APBD sudah menggunakan Kelompok Belanja, berbeda dengan penyajian APBD saat masih menggunakan Belanja Daerah sebagai Belanja Rutin dan Pembangunan sebelum Tahun 2002.6.

Dana BP PBB yang diatur oleh Keputusan Bupati Subang Nomor 973/ Kep.604-Dipenda/ 2005 tentang pembagian Biaya pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan dalam Wilayah Kabupaten Subang tidak memperoleh persetujuan DPRD (Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 39 ayat (1), Undang-Undang 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat (2), Pasal 1 ayat (4), Pasal 19 ayat (2), Pasal 27 ayat (2). Penjelasan terdakwa : Bahwa Surat Keputusan Bupati yang berkaitan dengan penetapan penggunaan anggaran yang sudah disetujui oleh DPRD dalam Peraturan Daerah berupa Peraturan Daerah Nomor 1 Tentang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tidak perlu memperoleh persetujuan DPRD dalam penetapannya, kecuali dalam persetujuan tentang Perda APBD. Demikian pula tentang Keputusan Bupati berkaitan dengan tambahan Penghasilan bagi Pegawai negeri Sipil dan tentang BP PBB merupakan tindak lanjut dari Perda APBD yang telah mendapat persetujuan DPRD dan pembahasannya dilakukan secara bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta dalam APBD tersebut memuat biaya pemungutan PBB yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Subang.36

a.

b.

Untuk dimaklumi dan diketahui bahwa Surat Keputusan Kepala Daerah yang dibuat harus mendapat atau memperoleh persetujuan DPRD adalah Keputusan Kepala Daerah tentang Pemindahtanganan Barang Milik Daerah dalam Bentuk Tanah dan/atau Bangunan seperti tercantum dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No.17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah Pasal 58 Ayat (1).

Bantahan Dakwaan Berdasarkan KUHAP Pasal 143 ayat (2), Pasal 147 dan Pasal 148, maka setelah setelah menganalisa, menelaah dan mengkaji SURAT DAKWAAN Jaksa Penuntut Umum NO. REG.PERKARA : PDS03/SUBAN/03/2011 ATAS NAMA TERDAKWA Drs. EEP HIDAYAT Bin. P. OEKING berkaitan dengan uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan, saya menyampaikan beberapa hal sebagai berikut :1.

Dakwaan jaksa Penuntut Umum tidak cermat mengemukakan aturan administrasi negara yang diindikasikan dilanggar oleh saya sebagai terdakwa terkait dengan penggunaan dana Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan, semisal mengaitkan penggunaan dana BP PBB dengan Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 Pasal 29 ayat (2) dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 63 ayat (2) karena tidak bersentuhan sama sekali dengan subtansi yang dipermasalahkan disebabkan aturan-aturan tersebut mengatur sesuatu yang berbeda dengan Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak cermat dalam menguasai sistem penganggaran Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) sehingga melihat hanya dari sisi rasionalitas sendiri, padahal seharusnya melihat penganggaran Belanja Daerah dari teknis Penempatan Nomenklatur Anggaran sesuai Kepmendagri 29 Tahun 2002, Permendagri 13 Tahun 2006 dan Perubahannya Nomor 59 Tahun 2007, maka menjadi tidak lengkap saat mengemukakan proses penganggaran yang dituduhkan karena tidak memuat dasar37

2.

hukum yang jelas yaitu Kepmendagri 29 tahun 2002 sebab untuk Penganggaran Biaya Pemungutan BP PBB pada Tahun 2005 wajib menggunakan Kepmendagri 29 tahun 2002, di samping itu diyakini ketidaklengkapan karena Jaksa Penuntut Umum tidak melihat dari sudut pandang teknis penganggaran sesuai aturan-aturan tersebut, sesungguhnya dalam proses penganggaran BP PBB Tahun 20052008 aturan mendasarnya adalah Kepmendagri 29 Tahun 2002, Permendagri 13 Tahun 2006 dan Perubahannya No. 59 Tahun 2007 sebagaimana disebutkan di atas. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak jelas mengemukakan pelanggaran hukum berkaitan dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 1007/KMK.04/1985 yang dikaitkan dengan pembagian dan penggunaan dana Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan karena hal yang berkaitan dengan Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan diatur tersendiri oleh Keputusan Menteri Keuangan yang lain, sehingga Kepmenkeu 1007/KMK.04 Tahun 1985 dimaksud sama sekali tidak berkaitan dengan penggunaan dan pembagian Biaya pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan, bahkan lebih spesifik diatur oleh Keputusan-Keputusan Menteri Keuangan yang mengatur bagian PBB dan BP PBB dari hasil penagihan PBB di Kabupaten Subang. Dakwaan Jaksa penuntut Umum yang bersikukuh bahwa Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan harus digunakan untuk kegiatan operasional pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan bila ditafsirkan secara komparatif telah mendapat jawaban dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah dan PP 69 Tahun 2010 yang menyatakan Pajak Bumi dan Bangunan dijadikan Pajak Daerah dimana istilah Biaya Pemungutan untuk PBB dirubah menjadi Upah Pungut disesuaikan dengan istilah Pajak Daerah dengan sifat atau subtansi Upah Pungut sebagai insentif yang dibagikan diantaranya kepada Bupati, Wakil Bupati dan Sekretaris Daerah dan melihat potensi yang ada di Kabupaten Subang dapat bernilai miliaran rupiah setiap tahunnya. Di samping secara teknis pengenggaran dalam Kepmendagri 29 Tahun 2003, Permendagri 13 Tahun 2006 dan Perubahannya nomor 59 Tahun 2007 sudah sangat jelas dan tegas bagaimana menggunakan dana Biaya Pemungutan PBB.38

3.

4.

Disamping hal-hal di atas, dalam berkas perkara yang disampaikan kejaksaan dan dalam pemeriksaan saya sebagai tersangka telah terjadi kesimpangsiuran subtansi yang disangkakan atau dipermasalahkan pihak Kejaksaan di samping beberapa hal yang penting mendapat perhatian dalam menilai Dakwaan jaksa Penuntut Umum, diantaranya: 1. Laporan terjadinya Tindak Pidana Kejaksaan Negeri Subang, Selasa 04 Nopember 2008 yang ditandatangani Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus, Yayat Sugiarto, SH, menyatakan dugaan Tindak Pidana Korupsi dengan istilah Biaya Pemungutan.2.

Surat Perintah Penyidikan Nomor : Print-07/O.2.27/FD.1/11/2008, 14 Nopember 2008 menyatakan dugaan Tindak Pidana Korupsi dengan istilah Biaya Upah Pungut Pajak Daerah dan PBB. Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dalam suratnya nomor B2390/0.2/Fd.1/06/2010 menyatakan dugaan Tindak Pidana Korupsi Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan. Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Surat Perintah Penyidikan Nomor : Print-344/O.2/Fd.1/06/2010 menyatakan dugaan tindak pidana dengan istilah Biaya Upah Pungut Pajak Daerah dan PBB. Kejaksaan Agung, Perihal Permohonan Persetujuan Tertulis untuk Tindakan Penyidikan Sdr. Drs. Eep Hidayat, Bupati Kabupaten Subang, menyatakan istilah Biaya Pemungutan Pajak Daerah dan PBB. Kerugiaan Keuangan Negara pada Surat Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Nomor R-532/O.2/Fd.1/04/2010 menyatakan kerugiaan Keuangan Negara yang dinikmati oleh saya selaku terdakwa sebesar Rp. 2.548.459.160,00, sedangkan Kerugiaan Keuangan Negara pada Surat Dakwaan yang dinikmati oleh saya selaku terdakwa sebesar Rp. 2.838.251.600,00. Dalam pertanyaan jaksa penyidik terhadap para saksi baik menurut keterangan ahli maupun saksi acharge sebagai besar menyampaikan istilah Upah Pungut, demikian pula dalam jawaban para saksi dan keterangan ahli sebagian besar menyatakan istilah Upah Pungut yang sama sekali bertentangan dengan peristilahan PBB dan mengandung pengertian yang jauh berbeda.

3.

4.

5.

6.

7.

39

8.

Surat Panggilan terhadap saya selaku tersangka dalam penyidikan di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat disebutkan Dugaan Tindak Pidana Korupsi Upah Pungut Pajak Daerah dan PBB. Masih dicantumkannya PP 105 tahun 2000 sebagai dasar hukum oleh jaksa Penuntut Umum, padahal dengan diberlakukannya PP 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana tercantum pada Bab XVIII Pasal 157, maka PP 105 Tahun 2000 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, apa lagi PP 105 tersebut yang dijadikan dasar hokum tersebut di samping sudah tidak berlaku juga tidak subtansial yang mengakibatkan dakwaan menjadi tidak cermat dan kabur. Bupati Subang yang berkaitan dengan Pembagiaan dan Penggunaan Biaya Pemungutan PBB sampai dengan tahun 2008 masih berlaku dan tidak ada keputusan hukum yang membatalkan, dan sebagaimana dimaklumi untuk menilai syah tidaknya sebuah Surat Keputusan bukan dalam Pengadilan Tipikor melainkan dalam pengadilan lain yang berwenang memutuskan syah tidaknya sebuah Surat Keputusan Kepala Daerah/Bupati Kabupaten Subang. Kejaksaan Tinggi Jawa Barat ke Perwakilan BPKP Jawa Barat dalam rangka meminta Audit Perhitungan Kerugiaan Keuangan Negara di Bandung yang menuliskan indikasi Tindak Pidana Korupsi Biaya Upah Pungut Pajak Daerah dan PBB, sayang hasil auditnya tidak disampaikan dalam berkas acara. Kejaksaan Negeri Subang ke Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Nomor : B-398/0.2.27/Dsp.1/03/2011 tanggal 8 Maret 2011 perihal Laporan Berita Acara Dialog yang secara tegas menyampaikan bahwa .dengan ini kami laporkan hasil analisa dan kajian hukum Kejaksaan Negeri Subang, bahwa Pelaksanaan Biaya Pemungutan PBB 2005-2008 di Pemerintah Daerah Kabupaten Subang sudah sesuai dengan aturan Perundang-Undangan yang berlaku.

9.

10. Keputusan

11. Surat

12. Surat

Kesimpulan

40

Dari seluruh uraian di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut :1.

Bahwa jaksa Penuntut Umum dalam mendasarkan aturan perundang-undangan ada yang menggunakan aturan yang sudah tidak berlaku seperti masih menerapkan PP 105 Tahun 2000 dan apalagi PP tersebut tidak bersesuaian Jaksa Penuntut Umum mendasarkan PP 58 Tahun 2005 dan Permendagri 13 Tahun 2006 dan Perubahannya Tahun 2007 tidak dikaitkan dengan subtansi Biaya Pemungutan PBB, malahan dikaitkan dengan Tambahan Penghasilan bagi PNS yang sangat tidak relevan karena tambahan penghasilan bagi PNS mempunyai nomenklatur anggaran yang berbeda dengan BP PBB Jaksa Penuntut Umum tidak mendasarkan Kepmendagri 29 Tahun 2002 sebagai dasar BP PBB Tahun 2005, dan ketika mendasarkan Permendagri 13 dan 59 juga tidak dikaitkan dengan sistem penganggaran melainkan dikaitkan dengan Tambahan Penghasilan Bagi PNS yang sangat berbeda dengan BP PBB karena mempunyai nomenklatur anggaran yang berbeda Berkas perkara tidak mencantumkan audit BPKP sehingga dapat dipandang menyembunyikan fakta, padahal BPKP sudah memberikan hasil auditnya kepada Kejaksaan Tinggi Jawa Barat

2.

3.

4.

5. Berkas Perkara, administrasi persuratan kejaksaan dari tingkat Kabupaten Subang, Jawa Barat bahkan Kejaksaan Agung menuliskan subtansi berbeda dalam dugaan TPK, bahkan dalam keterangan saksi dan pertanyaan jaksa sebagian besar mengarah pada Upah Pungut bukan pada Biaya Pemungutan6.

Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI tidak menyatakan ada pelanggaran hukum dan kerugiaan keuangan Negara dan diyakini audit BPKP pun tidak menyatakan ada41

pelanggaran hukum dan ada kerugiaan keuangan Negara mengingat BPKP merupakan lembaga professional sehingga mengetahui persis sistem penganggaran BP PBB dalam Belanja Daerah 7. Keputusan Bupati Subang sampai dengan Tahun 2008 masih berlaku dan tidak ada ketentuan yang membatalkan8.

Keputusan Bupati tidak perlu mendapat Persetujuan DPRD, kecuali dalam pelepasan asset daerah dan kerja sama menggunakan aset daerah sehingga dakwaan menjadi tidak berlasan

Penutup Dapat dimaklumi kalau BP PBB dipersoalkan JPU karena rumitnya proses penganggaran BP PBB sehingga dapat menimbulkan kesalahpahaman bagi mereka yang awam dan tidak terlibat keseharian dengan tata aturan administrasi Pemerintah Daerah. Dan bahwa karena itu tidak ada alasan yang didukung oleh fakta hukum yang memadai kalau kesalahpahaman yang berakibat terhadap kesalahan penafsiran hukum mendapat tempat terhormat dalam proses lanjutan Sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, apa lagi JPU mengaitkan BP PBB dengan Tambahan Penghasilan bagi PNS yang tidak bersesuaian, mengaitkan dengan PP 105 Tahun 2000 yang sudah dicabut sekaligus tidak bersesuaian. Menafikan Kepmendagri 29 Tahun 2002, dan menganggap Keputusan Bupati tentang penjabaran anggaran seperti tentang BP PBB harus memperoleh persetujuan DPRD padahal bukan tentang pelepasan/pemindahtanganan Aset Daerah dan bukan tentang kerjasama yang menggunakan aset Daerah. Yang Mulia Majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum dan Tim Penasehat Hukum serta para pemerhati keadilan yang saya hormati, Saya tidak berpretensi bahwa semua yang dikemukakan mempunyai nilai kebenaran absolut, karena kebenaran absolut hanya milik Alloh SWT, namun tentu saja saya mempunyai keyakinan atas apa yang telah dilakukan dan yang diargumentasikan saat ini berkaitan dengan penggunaan Biaya Pemungutan PBB di Kabupaten Subang, sehingga saya sampaikan Eksepsi ini hakekatnya semata-mata ke hadapan Allah SWT yang disertai dengan bersumpah kepada Alloh SWT, Demi42

Alloh, Wallohi, Billahi, Tallohi bahwa saya tidak melakukan pelanggaran hukum terhadap aturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Biaya Pemungutan PBB Pemerintah Daerah Kabupaten Subang Tahun 2005 sampai dengan Tahun 2008, dan kalau ada sumpah lain yang diperbolehkan oleh Agama Islam saya bersedia bersumpah seperti apa pun. Yang Mulia Majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum, Tim Penasehat Hukum dan Para Pemerhati Keadilan yang saya hormati Dari uraian yang telah diterangkan dan dijelaskan di atas, saya harus jujur dan berterusterang, bahwa sampai hari ini saya tidak mengerti dan tidak habis pikir, apa penyebab saya duduk di sini sebagai pesakitan dan harus terpaksa merasakan dinginnya terali besi padahal dalam membuat dan menentukan kebijakan sudah sesuai dengan prosedur dan ketentuan aturan perundang-undangan yang berlaku. Maka untuk menghilangkan rasa penasaran, sekalipun bukan Sarjana Hukum saya mencoba mengingat kembali kebijakan yang sudah dikeluarkan berkaitan dengan penggunaan dana Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan yang saya coba tuangkan dalam eksepsi ini, sekaligus introspeksi khususnya terhadap peristiwa yang menimpa saya sekarang ini. Bahwa karena itu, apabila dalam eksepsi ini dianggap ada kata-kata atau kalimat yang menyinggung perasaan semua pihak yang berkepentingan dalam persidangan ini, semata-mata jauh dari unsur kesengajaan. Dan apabila eksepsi ini dipandang seolah-olah menyinggung pokok perkara, semata-mata merupakan fakta peristiwa kebenaran yang benar-benar terjadi dan saya alami sendiri, juga semata-mata dimaksudkan untuk membuat jelas dan terang sebuah perkara yg didakwakan sehingga menjadi sebuah kerangka peristiwa yang dapat dipahami secara utuh. Berdasarkan seluruh uraian di atas, maka saya, Drs. EEP HIDAYAT BIN P. OEKING dalam kapasitas sebagai terdakwa yang disangkakan melakukan Tindak Pidana Korupsi Biaya Upah Pajak Daerah dan PBB atau Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan sesuai dengan pernyataan dan administrasi tertulis Kejaksaan Negeri Subang dan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat bahkan Kejaksaan Agung, tidak pasti mana yang dimaksud oleh Jaksa Penuntut Umum, sementara Penyidik Kejaksaan Tinggi Jawa Barat saat saya diperiksa merasa mempunyai43

keyakinan bahwa surat panggilan terhadap diri saya adalah benar, yang berarti saya diperiksa berkaitan dengan Upah Pungut Pajak Daerah dan PBB yang sama sekali tidak berkaitan dengan perkara ini, dan disertai dgn ucapan Bismillahirrahmaanirrahiim dan rasa tawakal kepada Alloh SWT saya mohonkan kepada Yang Mulia Majelis Hakim untuk menyatakan SURAT DAKWAAN JAKSA PENUNTUT UMUM NO.REG.PERKARA : PDS-03/SUBAN/03/2011 ATAS NAMA TERDAKWA DRS. EEP HIDAYAT BIN P. OEKING batal demi hukum/kabur atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima. Atau apabila Majelis Hakim berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya atas bantahan ini (ex aequo et bono). Akhirnya semua tergantung pada Kemahabijaksanaan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, maka saya serahkan sepenuhnya doa dan harapan kepada Allah SWT Yang Maha Mengetahui terhadap duduk perkara yang sebenarnya, Insyaallah Allah SWT bersama saya dan kita sekalian yang berjuang menegakkan keadilan, amiin ya Rabbul alamiin. Tegakkan Keadilan Sekalipun Langit Runtuh! (Fiat Justitia Ruat Caelum) Merdeka! Wassalamualaikum Wr. Wb. Bandung, 18 April 2011 Hormat saya,

Drs. Eep Hidayat

RINGKASAN DAKWAAN JAKSA PENUNTUT UMUM

Pemda Subang diberikan pelimpahan kewenangan penagihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor Perdesaan dan sektor Perkotaan (2P), sedangkan penagihan PBB sektor Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan (3P) sesuai Kepmenkeu 1007 Tahun 1985 dilakukan oleh Pemerintah Pusat, karena itu Pemda Subang tidak berhak44

menggunakan Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (BP PBB) dari 3P, selain untuk pembangunan. Dana BP PBB sesuai Kepmenkeu 83 Tahun 2000 digunakan untuk pembiayaan kegiatan operasional pemungutan, tetapi kenyataannya di Kabupaten Subang dibagi-bagikan sesuai Keputusan Bupati 973 Tahun 2005 diantaranya kepada PNS sehingga menjadi Tambahan Pengahasilan Bagi PNS tanpa mendapat persetujuan DPRD dan dipandang menyalahi azas-azas penyelenggaraan pemerintahan. Selain di atas, dana BP PBB tidak dicantumkan dalam APBD dan tidak pernah dibahas oleh DPRD sehingga tidak memperoleh persetujuan DPRD, maka Keputusan Bupati Subang Nomor 973/ Kep.604-Dipenda/ 2005 tentang pembagian Biaya pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan dalam Wilayah Kabupaten Subang menyimpangi kewenangan disebabkan tidak memperoleh persetujuan DPRD.

ii

RINGKASAN EKSEPSI Bahwa kewenangan penagihan PBB sektor 2P (Kepmenkeu 1007 Tahun 1985) tidak terkait dengan penerimaan dan pembagiaan BP PBB karena pembagiaan dan penggunaan BP PBB di atur tersendiri oleh Kepmenkeu 83 Tahun 2000 dan Keputusan-Keputusan Menteri Keuangan tentang Penetapan Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang langsung mencantumkan angka nominal pembagiaan PBB dan BP PBB untuk Kabupaten Subang. Penggunaan BP PBB dalam Belanja Daerah diatur Kepmendagri 29 Tahun 2002 untuk Tahun 2005 yang menempatkan BP PBB dalam Belanja Aparatur, sedangkan Tahun 2006 sampai dengan tahun 2008 diatur oleh45

Permendagri 13 Tahun 2006 dan Perubahannya Nomor 59 Tahun 2007 yang menempatkan BP PBB pada Belanja Tidak Langsung, tidak terkait dengan program dan kegiatan. Berkaitan BP PBB untuk pembiayaan kegiatan operasional pemungutan PBB merupakan persoalan di tingkat Pusat, bukan persoalan Daerah, karena di Daerah dalam penganggaran BP PBB jelas dan tegas diatur Kepmendagri 29 Tahun 2002 untuk Tahun 2005, Permendagri 13 Tahun 2006 dan perubahannya No. 59 Tahun 2007 untuk Tahun 2006-2008. Penggunaan BP PBB dikaitkan dengan Tambahan Penghasilan bagi PNS tidak bersesuaian, walaupun pada hakekatnya ada PNS yang menerima BP PBB dan merupakan tambahan penghasilan, tetapi dalam normatif anggaran Belanja Daerah (Kepmendagri 29/2002, Permendagri No. 13/2006 dan Perubahannya No. 59/2007) merupakan dua hal yang berbeda, antara BP PBB dan Tambahan Penghasilan bagi PNS karena masing-masing mempunyai nomenklatur dan kode rekening terpisah. Untuk dimaklumi aturan tentang tambahan penghasilan bagi PNS di Daerah dimaksudkan untuk PNS keseluruhan yang sama sekali tidak berkaitan dengan BP PBB. Persoalan pencantuman BP PBB maksudnya dalam penulisan/penyajian buku Perda No 1 tentang APBD dapat dijelaskan : 1. Terbitnya Kepmendagri 29 Tahun 2002, penyajian anggaran dalam Perda tentang APBD sampai Tahun 2005 masih dalam taraf uji coba sistem dan BP PBB pada APBD 2005 dicantumkan langsung pada Buku APBD 2. Tahun 2006-2008 tidak tercantum dalam penulisan (penyajian) Buku APBD, melainkan dimasukkan ke dalam Kelompok Belanja Daerah karena sebenarnya untuk tahun 2005 pun sistem Belanja Daerah sudah dikelompokkan. Dimungkinkan kesalahpahaman diakibatkan oleh sistem penulisan Buku APBD, karena BP PBB tidak dicantumkan secara langsung dalam penulisan Buku APBD Subang Tahun 2006-2008, maka bagi kalangan awam dipandang disembunyikan dan tidak dimasukkan ke dalam Perda APBD, padahal sistem penganggaran APBD sudah menggunakan Kelompok Belanja. Ada pun Persoalan BP PBB dibahas atau tidaknya oleh DPRD bukan persoalan Pemda Subang, selama iii Rapat Paripurna DPRD menyetujui pengesahan RAPBD, sekalipun masih ada anggota DPRD yang belum setuju, maka RAPBD diproses lebih lanjut menjadi Perda Nomor 1 Tentang APBD yang di dalamnya memuat BP PBB. Sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan azas umum penyelenggaraan pemerintahan dan lain-lain semuanya tertuang secara normatif dalam proses pembahasan RAPBD menjadi APBD dan tidak dapat dinilai secara subjektif melainkan harus dilihat dari benar tidaknya Pemda Subang melaksanakan proses penganggaran Keuangan Daerah. Penjabaran APBD diantaranya dilaksanakan melalui Keputusan Bupati dan tidak harus memperoleh persetujuan DPRD, kecuali Keputusan Kepala Daerah tentang pengalihan/pemindahtanganan barang milik daerah dan kerja sama yang menggunakan aset Daerah perlu memperoleh persetujuan DPRD,46

demikian pula Keputusan Bupati Subang tentang BP PBB tidak perlu mendapat persetujuan DPRD, yang perlu memperoleh persetujuan DPRD adalah Perda Nomor 1 tentang APBD yang didalamnya memuat BP PBB. Dapat dimaklumi kalau BP PBB dipersoalkan JPU karena rumitnya proses penganggaran BP PBB sehingga dapat menimbulkan kesalahpahaman bagi mereka yang awam dan tidak terlibat keseharian dengan tata aturan administrasi Pemerintah Daerah. Dan bahwa karena itu tidak ada alasan yang didukung oleh fakta hukum yang memadai kalau kesalahpahaman mendapat tempat dalam proses lanjutan Sidang Pengadilan Tipikor, apa lagi JPU mengaitkan BP PBB dengan Tambahan Penghasilan bagi PNS yang tidak bersesuaian, dengan PP 105 Tahun 2000 yang sudah dicabut sekaligus tidak bersesuaian, menafikan Kepmendagri 29 Tahun 2002, dan menganggap Keputusan Bupati tentang penjabaran anggaran seperti BP PBB harus memperoleh persetujuan DPRD padahal bukan tentang pelepasan/pemindahtanganan aset Daerah dan bukan tentang kerjasama yang menggunakan aset Daerah. Bahwa karena itu dipandang cermat ketika Kajati Jawa Barat mengajukan permohonan Audit kepada Perwakilan BPKP Jawa Barat walaupun lembaga independen menurut Undang-Undang yang berhak menilai Kerugiaan Keuangan Negara adalah BPK, namun disesalkan dalam berkas perkara hasil audit Perhitungan Kerugiaan Keuangan Negara tersebut tidak dimasukkan dalam berkas perkara, apakah karena tidak menguntungkan JPU? Apakah harus senantiasa dinyatakan bersalah kalau sudah dituduh bersalah walaupun faktanya tidak bersalah?

iv

DAFTAR ISI BUKU PUTIH BP PBB PEMDA SUBANG 2005-2008 HALAMAN i ii iii 1 4 6

Daftar Isi................................................................................ Ringkasan Dakwaan.............................................................. Ringkasan Eksepsi................................................................. Pembukaan ........................................................................... Latar Belakang Politik........................................................... Kesalahpahaman/Kekeliruan.................................................47

Dasar Hukum BP PBB.......................................................... Perhitungan Kerugiaan Keuangan Negara............................ Dakwaan Jaksa Penuntut Umum........................................... Dasar-Dasar Hukum Surat Dakwaan.................................... Dakwaan Jaksa Penuntut Umum dan Penjelasan terdakwa... Bantahan dakwaan................................................................. Kesimpulan............................................................................ Penutup...................................................................................

9 16 21 22 27 37 41 42

i

48