ekosistem akuatik

47
KEBIJAKAN TATA RUANG PENGELOLAAN EKOSISTEM DANAU 29042013 3 Votes Oleh: Jimi Tri Susilo Abstrak Peningkatan jumlah penduduk yang semakin pesat dan diiringi dengan besarnya pertumbuhan pembangunan menyebabkan banyaknya alih fungsi lahan. Daerah danau merupakan salah satu daerah yang menjadi tempat pertumbuhan pembangunan karena pada hakekatnya makhluk hidup memerlukan air sebagai sumber kehidupan. Dengan semakin berkembangnya pembangunan, apabila tidak ada pola atau sistem pengelolaan tata ruang yang berwawasan lingkungan maka dikhawatirkan akan terjadi degradasi penurunan fungsi ekosistem yang semakin cepat. Dengan adanya pengelolaan tata ruang yang tepat dan berwawasan lingkungan, diharapkan akan dapat mengoptimalkan penggelolaan sumberdaya air yang diada danau untuk kesejahteraan dan kelangsungan hidup manusia. Kata kunci: Ekosistem Danau, Pengelolaan Tata Ruang ekosistem danau. 1. 1. PENDAHULUAN Salah satu yang menjadi sumber kehidupan yang sangat vital bagi majkluk hidup adalah air. Seiring dengan berjalannya waktu, tingkat pemanfaatan air semakin beragam. Hal ini disebabkan karena semakin bertambahnya jumlah penduduk, dan juga semakin beragamnya tingkat pemanfaatan sumberdaya air. Ketersediaan air mempunyai peranan yang mendasar untuk menunjang perkembangan ekonomisuatu wilayah. Sebagai salah satu sumber air adalah danau. Sumber air danau digunakan untuk berbagai pemanfaatan anatara lain adalah sebagai bahan baku air minum, air irigasi, pembangkit listrik, perikanan dan sebagainya. Penyediaan sumberdaya air pada perkembangannya semakin sulit untuk mendapatkan pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan, baik dari segia kuantitas maupun kualitas. Salah satu fungsi danau adalah berperan sebagai reservoir yang dapat dimanfaatkan sebagai

Upload: isminurfaizah

Post on 24-Oct-2015

217 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

ekosistem akuatik

TRANSCRIPT

Page 1: ekosistem akuatik

KEBIJAKAN TATA RUANG PENGELOLAAN EKOSISTEM DANAU29042013 

 

 

 

  3 Votes

Oleh: Jimi Tri Susilo

Abstrak

Peningkatan jumlah penduduk yang semakin pesat dan diiringi dengan besarnya pertumbuhan pembangunan menyebabkan banyaknya alih fungsi lahan. Daerah danau merupakan salah satu daerah yang menjadi tempat pertumbuhan pembangunan karena pada hakekatnya makhluk hidup memerlukan air sebagai sumber kehidupan. Dengan semakin berkembangnya pembangunan, apabila tidak ada pola atau sistem pengelolaan tata ruang yang berwawasan lingkungan maka dikhawatirkan akan terjadi degradasi penurunan fungsi ekosistem yang semakin cepat. Dengan adanya pengelolaan tata ruang yang tepat dan berwawasan lingkungan, diharapkan akan dapat mengoptimalkan penggelolaan sumberdaya air yang diada danau untuk kesejahteraan dan kelangsungan hidup manusia.

Kata kunci: Ekosistem Danau, Pengelolaan Tata Ruang ekosistem danau.

 

 

1. 1.      PENDAHULUAN

Salah satu yang menjadi sumber kehidupan yang sangat vital bagi majkluk hidup adalah air.  Seiring dengan berjalannya waktu, tingkat pemanfaatan air semakin beragam. Hal ini disebabkan karena semakin bertambahnya jumlah penduduk, dan juga semakin beragamnya tingkat pemanfaatan sumberdaya air. Ketersediaan air mempunyai peranan yang mendasar untuk menunjang perkembangan ekonomisuatu wilayah. Sebagai salah satu sumber air adalah danau. Sumber air danau digunakan untuk berbagai pemanfaatan anatara lain adalah sebagai bahan baku air minum, air irigasi, pembangkit listrik, perikanan dan sebagainya.

Penyediaan sumberdaya air pada perkembangannya semakin sulit untuk mendapatkan pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan, baik dari segia kuantitas maupun kualitas. Salah satu fungsi danau adalah berperan sebagai reservoir yang dapat dimanfaatkan sebagai daerah tangkapan air untuk pengendalian banjir serta penyuplai air tanah. Ketidakpedualian menjaga ketersediaan air, baik dari segi kualitas maupun kuantitas untuk menjaga ekosistem aquatik akan berpengaruh kepada menurunnya sumberdaya air, keanekaragaman hayati aquatik dan keberlangsungan hidup manusia. Percepatan pembangunan dan pengembangan wilayah yang tidak memperhatikan ekologi sekitar danau juga akan mengancam timbulnya pengurangan fungsi ekologis dari danau tersebut.

Page 2: ekosistem akuatik

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, yang memiliki peranan penting untuk mencapai pemanfaatan sumberdaya yang optimal dan mencengah terjadinya kerusakan lingkungan hidup serta menghindari terjadinya konflik pemanfaatan adalah dengan pengelolaan tata ruang yang memperhatikan unsur-unsur ekologi lingkungan.

Dengan pengelolaan tata ruang yang menjadi dasar dalam konsep pembangunan berkelanjutan diharapkan dapat mencapai rencana pembangunan yang berwawasan lingkungan dan khususnya adalah pengelolaan tata ruang pembangunan kawasan danau dan daerah sekitarnya.

 

1. 2.      TINJAUAN PUSTAKA

Danau adalah badan air alami, berumur tua, dalam, bertepian terjal, kolom air berstratifikasi, fluktuasi muka air kecil dengan dominasi plankton (Steep, sloped, deep, old natural water body with stratified water column, small yearly water level fluctuation, dominated by plankton dalam Men LH, 2008). Menurut Odum (1993), pada dasarnya proses terjadinya danau dapat  dikelompokkan menjadi dua yaitu: danau alami dan danau buatan. Danau alami  merupakan danau yang terbentuk sebagai akibat dari kegiatan alamiah, misalnya  bencana alam, kegiatan vulkanik dan kegiatan tektonik. Sedangkan danau buatan  adalah danau yang dibentuk dengan sengaja oleh kegiatan manusia dengan tujuantujuan tertentu dengan jalan membuat bendungan pada daerah dataran rendah.

Cole (1988) menyatakan bahwa berdasarkan kemampuan penetrasi cahaya  matahari menembus ke dalam danau, wilayah danau dapat dibagi menjadi tiga  mintakat (zone) yaitu: zone litoral, zone limnetik, dan zone profundal. Zone litoral  merupakan daerah pinggiran danau yang dangkal dengan penetrasi cahaya sampai  ke dasar, sedangkan zone limnetik adalah daerah air terbuka dimana penetrasi  cahaya bisa mencapai daerah yang cukup dalam, sehingga efektif untuk proses  fotosintesis. Bagian air di zone ini terdiri dari produsen plantonik, khususnya  diatome dan spesies alga hijau-biru. Daerah ini juga merupakan daerah produktif  dan kaya akan plankton. Selain itu, daerah ini juga merupakan daerah untuk  memijah bagi banyak organisme air seperti insekta. Zone profundal merupakan bagian dasar yang dalam yang tidak tercapai oleh penetrasi cahaya efektif.

Ekologi Perairan Danau

Karakteristik morfometri danau yang menunjukkan kondisi komponen ekosistem abiotik sebagai habitat kehidupan kelompok biota di air danau, sangat berkaitan dengan komponen ekosistem biotik. Informasi ekosistem akuatik danau sangat diperlukan sebagai salah satu dasar pertimbangan pada pengelolaan danau. Ekosistem danau boleh juga dikatakan dengan ekosistem komplek, karena tidak hanya komponen biota di air dana namun juga komponen biotik dan abiotik didaratan memiliki ketergantungan dan interaksi, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan ekosistem danau.

Morfometri perairan menentukan karakteristik utama danau yang membedakannya dengan perairan menggenang lain, yaitu:

a. Tepi perairan. Tepi perairan adalah habitat biota air litoral. Tepi perairan danau terjal, menunjukkan sempitnya daerah litoral. Karena itu, keragaman biota airnya lebih sedikit dibanding perairan dangkal.

b. Kedalaman. Danau memiliki kedalaman yang perbedaannya sangat signifikan dibanding tipe perairan darat menggenang lainnya. Kedalaman perairan danau bisa mencapai lebih dari 500 m, bagian tengah biasanya terdalam. Kedalaman perairan danau memungkinkan terjadinya stratifikasi kolom airnya akibat daya tembus sinar matahari dan perubahan (penurunan) suhu perairan. Stratifikasi akibat sinar matahari menghasilkan zona tembus cahaya (zona fotik) dan zona gelap, tidak tembus cahaya (zona afotik).

c. Fluktuasi muka air . Fluktuasi atau naik-turunnya permukaan air danau relatif kecil dibanding tipe perairan darat menggenang lainnya

Page 3: ekosistem akuatik

d. Daerah surutan (draw-down). Danau memiliki daerah surutan yang sempit, sehingga beban masukan bahan organik dari dalam perairannya sendiri (autochthonous) sedikit, kecuali jika ada intervensi langsung seperti budidaya ikan dengan tambahan pakan.

e. Daerah Tangkapan Air (DTA). Daerah tangkapan air merupakan sumber air utama bagi perairan danau. Semakin luas daerah ini, semakin banyak massa air yang tertampung di perairannya. Tentunya pasokan yang masuk dari luar (allochthonous) tidak hanya air saja melainkan berbagai beban cair dan padat lainnya.

f. Jumlah teluk. Adanya teluk di perairan danau menyebabkan air danau tenang. Ketenangan massa air dapat memicu perkembangan biota air secara optimal.

g. Garis pantai adalah zona pertemuan daratan dengan perairan. Di zona tersebut terjadi penelusupan unsur hara (nutrient influx) dari daratan ke perairan. Makin panjang garis pantainya, makin besar telusupan unsur hara daratan ke perairan.

h. Masa simpan air. Makin lama massa air tersimpan di perairan, kemurnian airnya makin terjamin karena ada kesempatan partikel-partikel dalam air untuk mengendap. Selain itu, ekosistem perairannya sangat stabil. Masa simpan air (water retention time) danau adalah yang terlama dibanding tipe perairan darat menggenang lainnya, sesuai fungsinya sebagai penyimpan air.

i. Pengeluaran air. Pengeluaran air (outlet) perairan danau berada di bagian atas melalui sungai, berarti keluarnya air dari kolom epilimnion yang fotik.

 

 Fungsi dan Manfaat Danau

Danau-danau di Indonesia memiliki potensi yang sangat penting untuk mendukung kehidupan manusia. Fungsi dan nilai manfaat danau sangat beragam, ada danau yang memiliki fungsi tunggal ada pula danau yang memiliki multi-fungsi. Selain fungsi ekologi dan kaya dengan keanekaragaman hayati, fungsinya untuk menunjang kehidupan manusia juga sangat besar. jenis pemanfaatan air danau adalah sebagai berikut:

Air baku untuk penduduk di sekitarnya

Pertanian untuk penduduk yang berkebun di sempadan danau, atau air irigasi di hilir danau

Perikanan tangkap dan perikanan budidaya di danau atau pada sungai/ saluran air yang berasal dari danau

Sumber daya tenaga listrik atau PLTA, baik yang dibangun pada outlet danau ataupun pada sungai yang keluar dari danau.

Pengendalian banjir, karena menyimpan air diwaktu musim hujan

Pariwisata bagi penduduk di sekitarnya maupun wisatawan domestik dari daerah lain, serta wisatawan asing

Sumber plasma nuftah; tempat berlangsungnya siklus hidup jenis flora dan fauna yang penting

Reservoir alam tempat penyimpanan kelebihan air yang berasal dari air hujan, aliran permukaan, sungai-sungai atau sumber-sumber air bawah tanah; juga berfungsi sebagai pengendali banjir

Memelihara iklim mikro, dimana keberadaan ekosistem danau dapat mempengaruhi kelembaban dan tingkat curah hujan setempat

Sarana pendidikan, rekreasi dan objek wisata

 

 Permasalahan Ekosistem Danau

Page 4: ekosistem akuatik

1. Sumber dan Dampak Kerusakan Ekosistem Danau

Ekosistem danau yang terdiri dari ekosistem akuatik dan ekosistem terestrial daerah tangkapan air danau, banyak menghadapai berbagai permasalahan lingkungan yang berdampak kepada kelestariannya serta fungsinya sebagai sumber daya hayati dan sumber daya air. Pada daerah aliran sungai (DAS) dan daerah tangkapan air danau (DTA) serta sempadan danau, potensi kerusakan yang dapat terjadi pada umumnya adalah:

Kerusakan lingkungan dan erosi lahan yang disebabkan oleh penebangan hutan dan pengolahan lahan yang tidak benar, sehingga menimbulkan erosi dan sedimentasi dan menyebabkan pendangkalan serta penyempitan danau.

Pembuangan limbah penduduk, industri, pertambangan dan pertanian yang menyebabkan pencemaran air danau.

Berbagai kegiatan yang berlangsung pada perairan danau juga berpotensi merusak ekosistem akuatik, yaitu:

•   Penangkapan ikan dengan cara yang merusak sumber daya (overfishing).

•   Pembudidayaan ikan dengan keramba jaring apung yang tidak terkendali sehingga berpotensi pembuangan limbah pakan ikan dan pencemaran air.

•   Pengambilan air danau sebagai air baku ataupun sebagai tenaga air (PLTA) yang kurang memperhitungkan keseimbangan hidrologi danau sehingga mengubah karakteristik permukaan air danau dan sempadan danau.

Berbagai sumber dan dampak permasalahan tersebut telah merusak ekosistem akuatik danau dan berpotensi atau telah terjadi pada beberapa danau di Indonesia. Kerusakan yang terjadi antara lain adalah sebagai berikut:

•   Pendangkalan dan penyempitan danau, yang telah merusak ekosistem danau bertipe paparan banjir.

•   Pencemaran kualitas air danau yang menggangu pertumbuhan biota akuatik dan pemanfaatan air danau. Bila terjadi bencana arus balik (overturn) bahan pencemaran dari dasar danau terangkat ke permukaan air.

•   Kehilangan keanekaragaman hayati (biodiversity).

•   Pertumbuhan gulma air sebagai akibat pencemaran limbah organik dan zat hara (unsur Nitrogen dan Phosphor).

•   Pertumbuhan alga atau marak alga (algae bloom) yang disebabkan proses penyuburan air danau akibat pencemaran limbah organik dan zat penyubur.

•   Perubahan fluktuasi muka air danau, yang disebabkan oleh kerusakan DAS dan DTA serta pengambilan air dan tenaga air, sehingga mengganggu keseimbangan ekologis daerah sempadan danau.

2. Pencemaran Air

Sumber pencemaran air danau adalah limbah domestik berupa bahan organik dari permukiman penduduk di daerah tangkapan air dan sempadan danau. Adanya kegiatan lain berupa usaha pertanian, peternakan, industri rumah dan pariwisata menambah limbah bahan organik yang masuk ke perairan danau. Limbah tersebut terurai menjadi bahan anorganik, yaitu unsur hara Nitrogen dan Phosphor yang sangat berpotensi menyuburkan air danau.

3.  Perubahan dan Fluktuasi Permukaan Air dan Luas Danau

Page 5: ekosistem akuatik

Perubahan fluktuasi muka air danau antara lain disebabkan oleh kerusakan DAS dan DTA. Perubahan karakteristik aliran air di musim hujan dan musim kemarau terjadi karena lahan tidak mampu menyerap dan menyimpan air hujan. DAS dan DTA yang rusak menyebabkan fluktuasi debit banjir di musim hujan dan debit sangat rendah di musim kemarau dengan perbedaan yang sangat drastis. Lahan sempadan danau yang terjadi akibat penyusutan dan penyempitan perairan danau, selain berakibat pada peralihan ekosistem danau menjadi ekosistem rawa lebak, juga mengakibatkan terjadinya perubahan status kepemilikan dan pengelolaan lahan sempadan dan daratan yang ditimbulkannya oleh penduduk di sekitarnya.

Pengambilan air untuk air baku, air irigasi, dan tenaga air, berpotensi mengganggu keseimbangan ekologis daerah sempadan danau apabila menganggu keseimbangan hidrologi danau. Pengambilan air danau berlebihan dapat mengakibatkan permukaan air danau surut yang mengubah ekosistem perairan, karena hamparan sempadan danau apabila tergenang air serta keliling pantainya merupakan sumber kehidupan dan habitat berbagai biota air.

 

Strategi Umum Pengelolaan Ekosistem Danau

Menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumber daya buatan. Strategi dan arahan kebijaksanaan pengembangan kawasan  lindung tersebut meliputi langkah-langka h untuk memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup, sebagaimana yang diatur dalam PP No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Pasal 6 ayat (1).

Pengelolaan ekosistem danau pada saat ini belum terpola berdasarkan pengaturan dan perencanaan yang komprehensif, sehingga tidak menjamin kesinambungan fungsi dan pemanfaatannya. Pengetahuan dan informasi tentang karakteristik danau juga belum banyak difahami oleh pihak pengelola dan pengguna danau sehingga pengelolaan danau dan pemanfaatan sumber dayanya kurang berwawasan ekosistem. Oleh karena itu strategi pengelolaan ekosistem danau sebagai landasan penyusunan program pengelolaanya adalah sebagai berikut:

1. Penataan, pengendalian dan pengembangan ekosistem danau: Pengelolaan ekosistem danau oleh instansi pada Pemerintah Pusat dan oleh Pemerintah Provinsi/ Kabupaten/ Kota dilakukan sesuai dengan kewenangannya, yang terdiri dari studi, penataan, serta perencanaan dan pelaksanan untuk keperluan pengendalian dan pemulihan akibat kerusakan dan pencemaran ekosistem danau. Penataan ekosistem danau dimulai dengan rencana induk dan penetapan tata ruang ekosistem danau, yang meliputi ekosistem DAS dan DTA, ekosistem sempadan serta ekosistem perairan danau. Meskipun pengelolaan dilakukan oleh berbagai pihak sesuai dengan kewenangannya, namun koordinasi dan komunikasi antar instansi dan masyarakat sangat diperlukan untuk penyusunan kebijakan, peraturan, penataan dan program rencana tindak.

2. Pengaturan, pengawasan dan penertiban ekosistem danau: Instansi pada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi serta Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota perlu melakukan pengaturan dan pelaksanaan penertiban pada danau yang berada pada wewenangnya dan yang berada pada wilayah pemerintahannya. Landasan suprastruktur peraturan perundang-undangan tersebut diperlukan bagi instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk penyusunan program kerja; serta diperlukan bagi masyarakat agar dapat memanfaatkan sumber daya air danau secara baik.

3. Penyediaan sistem informasi ekosistem danau: Berbagai pihak yang berkepentingan dengan pengelolaan ekosistem danau dan masyarakat pengguna sumber daya danau memerlukan informasi tentang danau tersebut. Oleh karena itu diperlukan pemantauan ekosistem danau yang dilaksanakan oleh instansi Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi/ Kabupaten/ Kota sesuai dengan kewenangannya, dengan dukungan keahlian dan fasilitas laboratorium. Data hasil pemantauan tersebut perlu dipublikasikan serta dikelola dalam bentuk sistem informasi ekosistem danau, sehingga dapat diakses dengan mudah untuk keperluan pengelolaan danau tersebut.

Strategi umum pengelolaan ekositem danau tersebut digunakan untuk penyusunan program secara spatial dan fungsional, yaitu sebagai berikut:

Page 6: ekosistem akuatik

a. Penetapan tata ruang ekosistem danau

b. Pengelolaan ekosistem perairan danau

c. Pengelolaan ekosistem lahan sempadan danau

d. Pengelolaan ekosistem DAS atau DTA

e. Pemanfaatan sumber daya air danau

f. Pengembangan sistem informasi

g. Pengembangan kelembagaan dan koordinasinya

h. Peningkatan partisipasi masyarakat

i. Pendanaan sebagai sumber dana untuk pembiayaan program dan rencana tindak.

 

Program Pengelolaan Ekosistem Danau

1. Penetapan Tata Ruang Ekosistem Danau

Secara umum perencanaan tata ruang adalah suatu proses penyusunan rencana tata ruang untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan manusianya serta kualitas pemanfaatan ruang yang secara struktural menggambarkan keterikatan fungsi lokasi yang terpadu bagi berbagai kegiatan. Perencanaan tata ruang dilakukan melalui proses dan prosedur penyusunan serta penetapan rencana tata ruang berdasarkan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku (UU No. 24 Tahun 1992, Pasal 13 ayat 1).

Penetapan tata ruang ekosistem danau secara terpadu meliputi ekosistem perairan danau, ekosistem daerah sempadan danau, dan ekosistem daerah tangkapan air (DTA) atau daerah aliran sungai (DAS). RTRW dan RDTR yang mengatur penggunaan lahan wilayah kabupaten dan wilayah kecamatan perlu sinkron dengan tata ruang ekosistem danau atau mengakomodasikan kebijakan yang tertuang pada tata ruang ekosistem danau.

Kewenangan penetapan tata ruang ekosistem danau berada pada pemerintah daerah atau pemerintah pusat, tergantung kepada letak geografis danau dan ekosistemnya:

Tata ruang ekosistem danau yang berada dalam satu kabupaten atau kota ditetapkan oleh pemerintah kabupaten atau pemerintah kota

Tata ruang ekosistem danau yang berada pada beberapa kabupaten dan atau kota ditetapkan oleh pemerintah provinsi

Tata ruang ekosistem danau yang berada pada beberapa provinsi ditetapkan oleh pemerintah pusat.

 

 

 

2. Pengelolaan Ekosistem Perairan Danau

a). Kualitas Air

Page 7: ekosistem akuatik

Perairan danau menampung berbagai bahan pencemaran air dari DAS dan DTA termasuk daerah sempadan danau, yang disebut pencemaran allochthonous. Sumber pencemarannya adalah limbah domestik, pertanian, peternakan, dan industri. Selain itu terdapat juga sumber pencemaran air yang bersumber dari berbagai kegiatan pada perairan danau, yang disebut pencemaran autochthonous yaitu dari sumber berikut:

1. Kegiatan transportasi dan wisata air yang menggunakan perahu bermotor dapat mencemari air danau akibat kebocoran atau tumpahan bahan bakar dan pelumasnya.

2. Kegiatan usaha perikanan budidaya yang menggunakan pakan ikan buatan seperti keramba jaring apung (KJA), menyisakan sisa pakan dan limbah ikan.

3. Tumbuhan air dan alga yang mati akan membusuk dan terurai dalam air yang menyebabkan pencemaran.

4. Program pengendalian pencemaran allochthonous dilaksanakan pada DAS dan DTA serta daerah sempadan danau. Sedangkan untuk pengendalian pencemaran autochthonous dilakusanakan pada perairan danau, melalui proses pembinaan dan pelatihan tentang penertiban, perizinan dan pengawasan.

b). Keanekaragaman Hayati

Danau merupakan habitat bagi sejumlah besar organisme akuatis dan mendukung keanekaragaman hayati pada wilayah perairan dan daratan di sekelilingnya, termasuk sejumlah spesies burung. Keanekaragaman hayati ini banyak diantaranya yang menjadi penopang kehidupan masyarakat setempat penghuni daerah tangkapan air danau terutama nelayan.

Sistem penangkapan ikan dengan cara yang merusak (misalnya penggunaan racun ikan dan bahan peledak), serta penangkapan ikan secara berlebihan dalam menyebabkan menurunya populasi anak ikan yang masih muda sehingga berakibat pada penurunan keanekaragaman ikan danau. Perubahan fungsi lahan di daerah tangkapan air dan pembangunan jalan di tepian danau dapat berakibat pada rusaknya keanekaragaman hayati. Demikian juga pembersihan tanaman air dan reklamasi lahan dapat menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati perairan danau.

Perlu program pendataan dan evaluasi spesies endemik danau, pemetaan jenis dan wilayah perkembangbiakan spesies-spesies terpenting. Hasil pemetaan tersebut dapat digunakan untuk penetapan kawasan prioritas perlindungan khusus. Konservasi yang benar dan pemanfaatan yang bijak atas keanekaragaman hayati danau dapat menjamin berfungsinya ekosistem secara efektif yang pada akhirnya mampu memberi berbagai manfaat bagi manusia.

c). Gulma Air

Pertumbuhan gulma air berkembang dengan cepat apabila terpicu oleh kesuburan air danau, yaitu kadar Nitrogen dan Phosphor. Tumbuhan ini berfungsi melindungi biota air danau termasuk ikan dan sebagai habitat pertumbuhannya. Namun demikian apabila tumbuh tanpa kendali tumbuhan ini menjadi gulma air dan mempengaruhi kuantitas dan kualitas air. Gulma air dapat dikendalikan secara mekanis, biologis dan kimiawi. Pengendalian secara kimia tidak disarankan karena dapat menimbulkan pencemaran air danau.

d). Erosi dan Pendangkalan

Sedimen yang berasal dari erosi lahan DAS dan DTA serta lahan sempadan danau yang terakumulasi mengendap pada perairan danau. Sedimentasi tersebut menyebabkan menurunnya kualitas air dan daya dukung kehidupan biota akuatik. Dampak penting lainnya adalah pendangkalan danau, khususnya pada tipe danau dangkal dan tipe danau paparan banjir. Program pengerukan sedimen sangat mahal, sehingga lebih baik pengendaliannya pada sumber erosi yaitu konservasi lahan.

e). Program Pengelolaan Ekosistem Perairan Danau

Page 8: ekosistem akuatik

Danau merupakan sumber daya alam yang memiliki berbagai fungsi, sehingga dapat saling tumpang tindih bahkan dapat saling merugikan. Keterpaduan program pengelolaan ekosistem perairan danau diperlukan agar tidak terjadi tumpang tindih kepentingan. Program pengelolaan ekosistem danau tersebut mencakup berbagai kegiatan, antara lain sebagai berikut :

1. Studi inventarisasi dan pengukuran danau

2. Penyusunan tata ruang atau zonasi lahan sempadan dan perairan danau

3. Penyusunan tata guna air danau

4. Penentuan status trofik

5. Penentuan baku mutu air

6. Penentuan daya tampung beban pencemaran air

7. Konservasi sumber daya dan keanekaragaman hayati

8. Penertiban budidaya perikanan keramba jaring apung (KJA)

9. Penertiban penangkapan ikan endemik

10. Penertiban introduksi jenis dan asal benih ikan dari luar danau

11. Pengembangan program pembinaan dan percontohan perikanan ramah lingkungan

12. Pengendalian tumbuhan air

13. Penentuan luas, zona dan jenis tumbuhan air pada danau prioritas

14. Pemanfaatan tumbuhan air untuk bahan baku kerajinan dan produksi, pembuatan biogas dan kompos

15. Penertiban transportasi air untuk pencegahan tumpahan dan buangan bahan bakar minyak

16. Sistem perizinan kegiatan pada danau atau yang berkaitan dengan danau

 

3. Pengelolaan Ekosistem Lahan Sempadan Danau

a). Status Lahan Sempadan Danau

Status kepemilikan dan permukiman pada lahan di daerah garis sempadan danau menyebabkan sulitnya merencanakan dan melaksanakan program konservasi danau, mengingat pada zona tersebut telah dihuni penduduk sejak lama bersama dengan berbagai kegiatan mata pencarian mereka. Daerah garis sempadan telah dihuni secara permanen, sedangkan lahan sempadan telah dikelola untuk persawahan dan kebun musiman pada waktu danau surut.

b). Sabuk Hijau Daerah Sempadan Danau

Pemulihan ekosistem danau yang rusak akan terlaksana dengan baik apabila disertai juga dengan penertiban lahan daerah sempadan danau. Penertiban bangunan pada daerah sempadan danau merupakan upaya yang berat, diperlukan ketegasan pemerintah daerah dan pengertian serta kepatuhan masyarakat.

Tata ruang danau yang disusun harus meliputi zonasi dan perencanaan daerah sempadan danau sebagai zona perlindungan ekosistem perairan danau. Dalam upaya melindungi atau menyelamatkan badan airnya, sempadan perairan danau harus dipertegas. Pembuatan batas alami berupa tanaman keras sebagai ”green belt” (sabuk hijau) akan dapat memenuhi keinginan yang dimaksud.

c). Program Pengelolaan Ekosistem Daerah Sempadan Danau

Page 9: ekosistem akuatik

Program pengelolaan ekosistem daerah sempadan danau adalah sebagai berikut:

1. Penentuan daerah sempadan dan daerah air surut (draw down) sebagai zona perlindungan danau dalam tata ruang ekosistem danau.

2. Penanaman tanaman keras pada daerah sempadan danau sebagai batas alami perlindungan danau

3. Larangan dan penertiban pengolahan lahan sempadan dan daerah air surut.

4. Pembangunan sarana sanitasi bagi pengunjung pariwisata pada daerah sempadan danau.

4. Pengelolaan Ekosistem DAS atau DTA

Danau adalah komponen hidrologis utama yang terletak dalam suatu daerah tangkapan air dan tidak dapat dikelola secara terpisah dari keseluruhan daerah tangkapan airnya. Oleh sebab itu, pengelolaan danau dan daerah tangkapan airnya secara efektif memperlakukan keduanya sebagai dua hal yang berkaitan erat dan saling mengisi. Permasalahan danau tidak terlepas dan bahkan banyak tergantung kepada permasalahan DAS dan DTA. Kondisi dan berbagai kegiatan pada DAS dan DTA danau merupakan sumber perusakan allochthonous (erosi, sedimentasi dan limbah) perairan danau jika dilakukan tanpa perhitungan.

a). Pengendalian Erosi dan Sedimentasi

Kegiatan penebangan liar, alih fungsi lahan, dan pengolahan tanah untuk pertanian dapat menimbulkan gejala erosi yang berlanjut ke proses sedimentasi di perairan danau. Upaya mencegah kejadian tersebut pembukaan lahan harus dikendalikan dan keberadaan vegetasi dipertahankan. Daratan dengan kemiringan tanah > 60o harus dijadikan kawasan lindung, kemiringan 40o – 60o harus ditanami vegetasi dari jenis tanaman keras (tanaman tahunan), dan kemiringan 20o – 40o boleh diusahakan untuk tanaman setahun (palawija) namun harus dengan sengkedan. Sungai atau parit yang memasok air ke perairan danau, bila membawa sedimen dari erosi lahan perlu dikendalikan agar tidak menyebabkan pelumpuran dan pendangkalan danau, antara lain dengan bangunan penahan atau pengendap sedimen.

 

b). Pengendalian Pencemaran Air

Pengendalian pencemaran air dimulai dari pola penggunaan lahan ramah lingkungan antara lain dengan penggunaan deterjen rendah fosfat dan pestisida yang mudah terurai. Teknologi pengendalian pencemaran air yang dapat digunakan, antara lain sebagai berikut:

Pengolahan limbah penduduk dengan instalasi pengolah limbah tinja (IPLT), dan dengan instalasi kompos pupuk atau gasbio untuk bahan bakar.

Limbah industri diolah dengan instalasi pengolahan air limbah (IPAL)

Limbah pertambangan meskipun diolah dengan IPAL, masih menghasilkan banyak sisa penggalian bahan tambang atau tailing. Tailing tersebut harus diendapkan, tidak boleh dibuang ke danau karena menyebabkan pendangkalan dan pencemaran logam berat.

c). Program Pengelolaan Ekosistem DAS dan DTA

Program pengelolaan ekosistem DAS dan DTA danau adalah sebagai berikut:

1. Studi identifikasi DAS dan DTA kritis

2. Penghijauan dan reboisasi DAS dan DTA kritis

3. Pengendalian erosi DAS dan DTA kritis

Page 10: ekosistem akuatik

4. Konservasi lahan daerah tangkapan air danau

5. Penertiban lahan daerah tangkapan air danau

6. Penentuan daya tampung beban pencemaran air (DTBPA) danau-danau prioritas

7. Peningkatan sanitasi penduduk

8. Pengelolaan limbah peternakan

9. Pengendalian limbah pertanian

10. Pengendalian bencana banjir akibat luapan air danau

 

5. Pemanfaatan Sumber Daya Air Danau

Pemanfaatan sumber daya air danau untuk keperluan air baku dan irigasi pertanian, serta sumber daya energi tenaga air (PLTA) memerlukan kajian daur hidrologi dan neraca air. Pengambilan sumber daya air tersebut tidak boleh mengganggu keseimbangan hidrologi, karena akan menurunkan permukaan air danau secara drastis.

Program pemanfaatan sumber daya air danau disusun dalam bentuk master plan tata guna air, agar kajian tersebut dapat dilaksanakan secara komprehensif, layak lingkungan dan berjangka panjang. Selain itu, pemilihan teknologi pengambilan air danau tidak boleh mengganggu morfologi dan ekosistem perairannya.

6. Sistem Informasi Ekosistem Danau

Pengelolaan ekosistem danau memerlukan dukungan data dan informasi, potensinya sebagai sumber daya alam, pemanfaatannya serta berbagai permasalahannya. Data dan informasi tersebut digunakan sebagai dasar pertimbangan penentuan strategi dan program ekosistem pengelolaan danau, serta pemanfaatan sumber daya air danau secara optimal dan layak lingkungan. Pemulihan ekosistem danau yang rusak memerlukan data dan informasi status kerusakannya serta parameter ekosistem sebagai indikator kerusakan.

Pemantauan ekosistem danau perlu dilaksanakan oleh instansi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Data hasil pemantauan tersebut perlu dipublikasikan serta dikelola dalam bentuk sistem informasi ekosistem danau. Program kerja pemantauan dan penyediaan informasi ekosistem danau tersebut mencakup berbagai kegiatan, antara lain sebagai berikut:

1. Penyusunan kerangka dan pembakuan sistem informasi dan database

2. Informasi peta danau dan karakteristik morfometri danau

3. Informasi hidrologi danau

4. Informasi kondisi dan status ekosistem danau

5. Informasi keanekaragaman hayati danau

6. Informasi jenis ikan endemik yang perlu dilindungi

7. Informasi pemanfaatan sumber daya air, yang telah digunakan dan yang direncanakan atau yang dialokasikan serta persyaratannya

8. Pengembangan sistem pemantauan dan peringatan dini bencana arus balik (overturn) untuk membantu pembudidaya perikanan danau.

 

 

Page 11: ekosistem akuatik

 

 

KESIMPULAN

Danau merupakan komponen yang sangat penting dalam keseimbangan sistem tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara dan tata guna sumber daya lainnya. Mengamankan danau dari kerusakan akan memberikan pengaruh positif dalam pemanfaatannya tidak hanya untuk jangka pendek nam un untuk beberapa generasi. Untuk itu, sangat tepat untuk memperhatikan kawasan sekitar danau/ waduk yang telah ditetapkan sebagai kawasan lindung, sesuai dengan PP No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.  Konsepsi penataan ruang yang berusaha menjamin adanya kelangsungan pembangunan yang berkelanjutan harus menjadi dasar acuan bagi upaya pengelolaan dan pemanfaatan serta pemeliharaan danau. Peningkatan kualitas ruang terutama untuk kawasan lindung di sekitar danau dapat tercapai melalui program pengelolaan ekosistem danau yang teridir dari Penetapan tata ruang ekosistem danau, pengelolaan ekosistem danau, pengelolaan ekosistem lahan sempadan danau, pengelolaan DAS dan DTA serta pemanfaatan sumber air danau.

 

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat PPLH,ditjen Bangda.1999.Action Plan pengelolaan dan pemanfaatan situ-situ di wilayah Jabodetabek.Jakarta.

Kantor Sekretariat Negara.1992. undang-undang Pemerintah Republik Indonesiano.24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.

Kantor Sekretariat Negara.1997. undang-undang Pemerintah Republik Indonesiano.47 Tahun 1997 tentang Rencana tata ruang Wilayah Nasional.

Kementrian Lingkungan Hidup.2002.Pedoman Pengelolaan Ekositem Danau.Jakarta.

Kutarga,W.Zumara.dkk. 2008. Kebijakan Pengelolaan Danau dan Waduk ditinjau dari Aspek tata Ruang.Jurnal Perencanaan dan Pembangunan Wilayah.Medan.

Sunaryo, Trie M. 1999. Korporasi dalam pengelolaan Sumberdaya Air. Makalah dalam Prosiding Seminar Nasional Desentralisasi Pengelolaan Sumber Daya Air Indonesia, ITB, 4 September 1999. Bandung

http://uripsantoso.wordpress.com/2013/04/29/kebijakan-tata-ruang-pengelolaan-ekosistem-danau/

Page 13: ekosistem akuatik

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

 

MALANG

2011

1. PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang

     Ekosistem kolam ditandai oleh adanya bagian perairan yang tidak dalam sehingga (kedalamannya tidak lebih dari 4-5 meter) yang memungkinkan tumbuh-tumbuhan berakar dapat tumbuh di semua bagian perairan. Tidak ada batasan tegas yang dapat dibuat antara danau dan kolam. Ada perbedaan kepentingan secara ekologis, selain

Page 14: ekosistem akuatik

dari ukuran secara keseluruhan. Dalam danau zona limnetik dan profundal relatif besar ukurannya dibandingkan dengan zona litoral. Bila sifat-sifatnya kebalikannya biasanya disebut kolam. Jadi zona limnetik adalah daerah produsen utama untuk danau secara keseluruhan (Syafitrianto, 2009).

    Menurut Arfiati (2009), ekosistem air tawar di ikuti oleh organisme dari tingkat sederhana seperti bakteri, jamur dan lainnya sampai organisme tingkat tinggi. Ekologi Perairan adalah ilmu tentang lingkungan yang mempelajari hubungan timbal balik / interaksi antara organisme dan lingkungan. Dimana lingkungan tersebut akan mempengaruhi kenyamanan hidup organisme dengan faktor-faktor yang terdapat didalamnya meliputi faktor fisika (Suhu, Kecerahan, Arus), faktor kimia (DO, pH), faktor biologi (plankton, substrat). Sehingga, dengan mempelajari Ekologi perairan diharapkan mahasiswa mampu mengetahui perihal hubungan timbal balik antar organisme perairan.

    Ekologi didefinisikan sebagai ilmu tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungan. Istilah ekologi pertama kali ditemukan oleh Haeckel, seorang ahli biologi pada akhir pertengahan dasawarsa 1960. Ekologi berasal dari bahasa Yunani, oikos yang berarti rumah dan logos yang berarti ilmu, sehingga secara harfiah ekologi berarti ilmu tentang rumah tangga makhluk hidup (Kristanto, 2002).

1.2 Tujuan Praktikum

     Tujuan dari Praktikum Ekologi Perairan ini adalah untuk melatih dan meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam:

a. Keterampilan Kognitif:· Komparansi antara teori dan kondisi di lapangan· Pengintegrasian pemahaman berbagai teori· Penerapan teori pada keadaan nyata di lapangan

b. Keterampilan Efektif:· Perencanaan kegiatan secara mandiri· Kemampuan bekerjasama· Pengkomunikasian hasil belajar

c. Keterampilan Psikomotorik:· Penguasaan pemasangan peralatan· Penggunaan peralatan dan instrument tertentu

Page 15: ekosistem akuatik

1.3 Kegunaan Praktikum

     Kegunaan praktikum ekologi perairan ini adalah· Mengenalkan sekaligus menumbuhkan rasa empati mahasiswa terhadap ekosistem sungai dan ekosistem kolam

· Meningkatkan kemampuan teknis dalam mengukur parameter fisika, kimia, biologi khususnya organisme benthos pada ekosistem sungai

· Bagi peneliti atau lembaga ilmiah, sebagai sumber informasi keilmuan dan dasar untuk penulisan maupun penelitian lebih lanjut berkaitan dengan ekosistem maupun penelitian lebih lanjut berkaitan dengan ekosisitem sungai dan ekosistem kolam

1.4 Waktu dan Tempat

     Kegiatan praktikum lapang ekologi perairan ini dilaksanakan pada hari sabtu tanggal 20 november 2010 pukul 06.00 WIB - 12.00 WIB yang bertempat di Mata Air Sumber Awan, Singosari Kabupaten Malang. Serta praktikum laboratorium pada hari selasa tanggal 23 november 2010 pada pukul 08.50 WIB - 09.50 WIB di laboratorium Parasit dan Penyakit Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Tniversitas Brawijaya, Malang.

2. TINJAUAN PUSTAKA2.1. Ekologi Perairan

      Ekosistem perairan merupakan suatu unit ekologis yang mempunyai komponen biotik dan abiotik yang saling berhubungan di habitat perairan. Komponen biotik terdiri atas komponen flora dan fauna. Sedangkan komponen atbiotik terdiri atas komponen tidak hidup misalnya air dan sifat fisik dan kimianya. Ilmu yang mempelajari peranan laut terbuka tersebut oceanografi, sedangkan ilmu yang

Page 16: ekosistem akuatik

mempelajari perairan tawar dan asin di bawah pesisir disebut hymnologi (Sudaryanti dan Wijarni, 2006).

     Ekologi adalah ilmu mengenai hubungan organisme dengan lingkungannya– mempelajari hubungan antara tempat hidup organisme dan interaksi mereka dengan lingkungan secara alami atau linjungan yang sedang berkembang. Ekologi perairan adalah ilmu yang mempelajari hubungan organime dengan lingkungan perairan (Sadish, 2010).

     Ekologi didefinisikan sebagai ilmu tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungan. Istilah ekologi pertama kali ditemukan oleh Haeckel, seorang ahli biologi pada akhir pertengahan dasawarsa 1960. Ekologi berasal dari bahasa Yunani, oikos yang berarti rumah dan logos yang berarti ilmu, sehingga secara harfiah ekologi berarti ilmu tentang rumah tangga makhluk hidup (Kristanto, 2002).

2.2. Ciri-ciri Ekologi Kolam

     Ekosistem kolam ditandai oleh adanya bagian perairan yang tidak dalam sehingga (kedalamannya tidak lebih dari 4-5 meter) yang memungkinkan tumbuh-tumbuhan berakar dapat tumbuh di semua bagian perairan.Tidak ada batasan tegas yang dapat dibuat antara danau dan kolam. Ada perbedaan kepentingan secara ekologis, selain dari ukuran secara keseluruhan. Dalam danau zona limneti dan profundal relatif besar ukurannya dibandingkan dengan zona litoral. Bila sifat-sifatnya kebalikannya biasanya disebut kolam. Jadi zona limnetik adalah daerah produsen utama untuk danau secara keseluruhan (Syafitrianto, 2009).

     Kolam adalah daerah perairan yang kecil dimana zona litoralnya relatif bear dan daerah limnetik serta profundal kecil atau tidak ada. Stratifikasi tidak terlalu penting. Kolam dapat dijumpai dikebanyakan daerah dengan curah hujan yang cukup. Kolam-kolam terus menerus terbentuk, contohnya, bila aliran air berpindah, meninggalkan bekas aliran terisolasi sebagai perairan yang tergenang (Odum, 1993).

     Menurut Rifqi (2008), Kolam umumnya di definisikan sebagai kumpulan air yang dangkal dan sifat umumnya relatif merupakan air tenang dan kaya akan vegetasi. Kolam dapat dibagi atas :

1. Kolam berasal dari danau yang luas.2. Kolam yang tidak berhubungan dengan danau, ukurannya kecil.3. Kolam buatan manusia

Berdasarkan musim, kolam dapat di bedakan atas :

Page 17: ekosistem akuatik

1. Kolam sementara    Kolam sementara / temporary hanya ada pada waktu ada air sementara di waktu lain menjadi kering.

2. Kolam permanen    Kolam permanen berisi air sepanjang tahun

2.3. Ciri-ciri Ekologi Sungai

      Kolam adalah daerah perairan yang kecil dimana zona litoralnya relatif besar dan daerah limnetik serta profundal kecil atau tidak ada. Stratifikasi tidak terlalu penting. Kolam dapat dijumpai dikebanyakan daerah dengan curah hujan yang cukup. Kolam-kolam terus menerus terbentuk, contohnya : bila aliran air berpindah, meninggalkan bekas aliran terisolasi sebagai perairan yang tergenang (Odum, 1993).

      Menurut Godam (2009), ciri-ciri habitat air tawar adalah :1. Variasi temperatur atau suhu rendah2. Kadar garam atau salinitas rendah3. Penetsasi dari cah`ya matahari kurang4. Terpengaruh iklim dan cuaca alam sekitar5. Tumbuhan mikroskopis seperti alga dan fitoplankton sebagai produsen utama.

      Rifqi (2009), menyatakan bahwa Ciri-ciri ekosistem air tawar antara lain variasi suhu tidak mencolok, penetrasi cahaya kurang dan dipengaruhi oleh iklim dan cuaca. Macam tumbuhan yang terbanyak adalah ganggang, sedangkan lainnya tumbuhan biji. Hampir semua filum hewan terdapat dalam air tawar. Organisme yang hidup di air tawar adalah biasanya bersel satu dan dinding selnya kuat.

2.4. Siklus Hidrologi Air

      Menurut Effendi (2003), siklus hidrologi air tergantung pada proses evaporasi dan prespitasi. Air yang terdapat di permukaan bumi berubah menjadi uap air di lapisan atmosfer melalui proses evaporasi (penguapan) air sungai, danau, dan laut serta proses evapotranspirasi atau penguapan air oleh tanaman. Uap air bergerak ke atas hingga membentuk awan yang dapat berpindah oleh karena tiupan angina. Oleh pengaruh udara dengan pada lapisan atmosfer. Uap air membesar dan akhirnya jatuh sebagai hujan.

     Air tawar di bumi berasal dari siklus air yang sudah diatur sangat baik oleh Yang Maha Kuasa melalui proses penguapan. Kemudian terbentuk awan, hujan, selanjutnya menjadi air lonon, air infiltrasi, baru kemudian muncul kembali ke

Page 18: ekosistem akuatik

permukaan bumi sebagai sumber atau mata air yang bersih dan jernih karena telah mendapat proses penyaringan alami dan lapisan – lapisan tanah. Dengan demikian manusia dan organisme yang ada di bumi ini dapat dengan mudah menjangkau dan memanfaatkannya (Arfiati, 2009).

     Prinsipnya, air yang berasal dari hujan akan masuk kedalam tanah. Namun tidak semua air dapat ditampung oleh tanah. Hal ini disebabkan karena setiap jenis batuan memiliki kemampuan menyerap yang berbeda-beda. Siklus air atau siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer melalui kondensasi, presitipitasi, evaporasi dan transpirasi. Pemanasan air samudera merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinyu. Air berevaporasi kemudian jatuh sebagai presitipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es, dan salju. Hujan gerimis atau kabut, pada perjalanan menuju bumi beberapa presitipitasi dapat berevaporasi kembali keatas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinyu dalam tiga cara yang berbeda (Evans, 2009).

2.5. Rantai Makanan

     Zooplankton herbivor makan phytoplankton, dan zooplankton dimakan oleh zooplankton karnivore dan oleh ikan predator. Inilah suksesi proses dalam rantai makanan atau jaring-jaring makanan (Brotowidjojo et al., 1995).

     Dengan menggunakan klorofil fitoplankton itu mensintesis subtansi organis, menggunakan energi dari matahari melalui proses fotosintesa, dan memerlukan nutrient (makanan) seperti nitrat, fosfat, fe-anorganik, dan CO2. Protein, lemak, dan karbohidrat merupakan mata rantai penghubung (link) pertama (Produk pertama) dalam rantai makanan (food chains) dalam laut, yang dibuat oleh fitoplankton (bersifat heterotropis). Zooplankton herbivora makan fitoplankton, merubahnya menjadi jaringan tubuh zooplankton (produk kedua), dan zooplankton iti dimakan zooplankton (Produk ketiga). Inilah suksesi trofik dalam rantai makanan atau jaring-jaring makanan (food web) yang merupakan tingkatan-tingkatan. Pada tiap tingkat itu bahan organis hilang melalui ekskresi atau mati yang bukan karena dimakan oleh tingkat berikutnya. Bakteris yang kemudian menguraikan bahan organis tersebut agar dapat digunakan lagi dan terjadi regenerasi (Brotowidjoyo, 1999).

     Menurut Resosoedarmo (1992), rantai pangan adalah pengalihan enzim dalam tumbuhan melalui sederetan organisme yang makan dan di makan. Para ilmuan ekologi mengenalkan 3 macam rantai pokok yaitu :

Page 19: ekosistem akuatik

· Rantai Pemangsa, dimulai dari hewan kecil sebagai mata rantai pertama, kepada hewan yang lebih besar dan berakhir pada hewan terbesar. Landasan permukaan adalah tumbuhan sebagai produsen.

· Rantai Parasit, dimulai dari organisme besar kepada organisme kecil yang hidup sebagai parasit.

· Rantai Saprofit, berjalan dari orgnisme mati ke jasad renik rantai-rantai ini tidak berjalan sendiri-sendiritetapi saling berkaitan yang satu dengan yang lainnya, sehingga membentuk jaring-jaring makanan.

     Menurut Kristanto (2004), dalam suatu ekosistem terdapat suatu rantai makanan. Suatu ekosistem tidak hanya mencakup sebagian species hewan dan tumbuhan saja, tetapi segala bentuk materi yang menurunkan siklus dalam sistem tersebut dengan sinar matahari sebagai sumber kekuatannya. Sinar Matahari merupakan sumber energi dalam suatu ekosistem.Energi ini, oleh tumbuhan dapat di ubah menjadi energi kimia melalui fotosintesis. Pembentukan jaringan hidup selanjutnya tergantung pada kemampuan dari tumbuhan menyerap bahan-bahan mineral dari dalam tanah, yang selanjutnya di olah melalui proses metabolisme.

2.6. Hubungan Interaksi Antar Organisme

     Menurut Alan (2009), Interaksi antar organisme dapat di kategorikan sebagai berikut:

a. Netral, hubungan tidak saling mengganggu antar organisme dalam habitat yang sama yang bersifat tidak rugi dan tidak merugikan kedua belah pihak.

b. Predasi, hubungan antara mangsa dan pemangsa (Predator). Hubungan ini sangat erat karena tanpa mangsa, predator tidak dapat hidup, sebaliknya predator berfungsi untuk mengontrol populasi mangsa.

c. Komensalisme, hubungan antar organisme yang berbeda species daloam bentuk kehidupan bersama sebagai sumber makanan dalam suatu species diuntungkan yang lain tidak dirugikan.

d. Parasitisme, Hubungan antara organisme yang berbeda species salah satu hidup pada organisme mengambil makanan dari inang sehingga bersifat merugikan mangsanya.

Page 20: ekosistem akuatik

e. Mutualisme, hubungan antara dua organisme berbeda species yang sama saling menguntungkan kedua belah pihak.

    Menurut Cailm (1993), terdapat 9 interaksi penting, yaitu :

1. Neutratisme dimana tidak ada satupun populasi yang berpegaruh dalam asosiasi yang lain.

2. Tipe persaingan yang saling menghalang-halangi (mutual inhibition competition type) yang mana kedua populasi dengan aktif saling mempengaruhi.

3. Tipe persaingan menggunakansumber daya di dalam populasi memiliki pengaruh yang mungkin yang lain dalam perjuangannya untuk memproduksi sumber persediaan yang kekurangan.

4. Ameralisme yang mana satu populasi dan yang lain tidak berpengaruh.

5. Parasitisme

6. Comensalisme dimana suatu perairan mengikat yang lain tidak terpengaruh.

7. Pemangsaan, dimana satu populasi merugikan yang lai dengan cara menyerang langsung tetapi bergantung pada yang lain.

8. Protocooperation, dimana kedua populasi memperoleh keuntungan

9. Mutualisme dimana pertumbuhan dan kehidupan populasi mendapat keuntungan.

    Simbiosis adalah hubungan antara dua mahluk hidup yang berbeda jenis. Kebanyakan yang diajarkan adalah 3 macam simbiosis, yaitu metabolisme, komensalisme, dan parasitisme. Tetapi ternyata ada juga jenis simbosis yang lain yaitu amensalisme (Anggelina, 2007).

2.7. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Ekosistem Kolam

     Dalam ekosistem kolam terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi, diantaranya adalah:

2.7.1. Faktor Fisika

Page 21: ekosistem akuatik

     Pada suhu yang tinggi, metabolisme organisme juga mengalami peningkatan-peningkatan suhu sebesar 10˚C dapat mengakibatkan peningkatan proses metabolisme sebesar dua kali lipat, yang juga menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen. Apabila pencernaan panas ini disertai dengan pencernaan bahan organik maka penurunan oksigen diperirran akan lebih tajam (Musa dan Yanuhar, 2006).

       Kedalaman perairan dimana proses fotosintesis dengan proses respirasi disebut kedalama kompensasi. Kedalaman kompensasi biasanya terjadi pada saat cahaya didalam kolam air hanya tinggal 1% dari seluruh intensitas cahaya yang mengalami penentrasi dipermukaan air. Kedalaman kompensasi sangat dipengaruhi oleh kekeruhan dan keberadaan awan berfluktuasi secara harian dan musiman (Effendi, 2003).

     Akibat meningkatnya laju metabolisme, akan menyebabkan konsumsi oksigen meningkat, sementara dilain pihak dengan naiknya temperatur akan menyebabkan kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang. Hal ini dapat menyebabkan organisme air akan mengalami kesulitan untuk melakukan respirasi (Barus, 2002).

     Menurut Arfiati (2009), air tergantung yang melarut dalam aliran memberikan tekanan kepada semua benda di dalamnya termasuk ikan. Distribusi cahaya pada air tergenang juga akan makin berkurang dengan bertambahnya kedalaman. Makin jernih air, makin banyak cahaya yang dapat menembus perairan sehingga suhu air hangat, untuk perairan keruh, bau disebabkan oleh kepadatan fitoplankton maupun karna parlemen tanah, tingkat kecerahan air sangat rendah, aspek lain adalah kekentalan (Viscositas air).

2.7.2. Faktor Kimia

     Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai pH sekitar 7-8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. Toksisitas meperlihatkan penigkatan pada pH rendah (Effendi, 2003).

    Menurut Sekarwangi (2008), kolam merupakan suatu ekosistem air (aquatik) sebagai tempat hidup hewan-hewan air, dan vegetasi air. Vegetasi air dan hewan air menjadikan kolam suatu ekosistem yang mempunyai fungsi tertentu. Komponen-komponen kolam terdiri atas senyawa-senyawa abiotik air, CO2, O2, Ca, Nitrogen, garam-garam fosfor, asam aminom dan sebagainya. Organisme produsen (Algae atau ganggang), Organisme mikro konsumen (Larva serangga, crustacea dan ikan) dan Organisme saprofit (Bakteri, Flagellata dan jamur).

Page 22: ekosistem akuatik

     Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air. Pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Barus, 2002).

      Konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam suatu cairan dikatakan denag pH. Organisme sangat sensitive terhadap perubahan ion hidrogen. Pada proses penjernihan air limbah. Ph menjadi indikator untuk meningkatkan efensiensi proses penjernihan. Air limbah pertambangan atau petanian mengakibatkan tingginya kosentrasi ion hydrogen sehingga membahayakan kehidupan air (Sutrino dan Suiastuti, 2004).

2.7.3. Faktor Biologi

      Menurut Kristanto (2004), komponen pembentuk ekosistem adalah komponen hidup dan komponen tidak hidup (dua komponen tersebut hidup dalam satu tempat dan berinteraksi membentuk suatu kisaran yang teratur, misalnya pada suatu ekosistem kecil, katakanlah aquarium). Ekosistem dalam air terdiri dari ikan, tumbuhan air, plankton yang melayang dan tergantung dalam air sebagai komponen hidup.

     Menurut Syarinanto (2004), organisme pada kolam seperti ini harus dapat bertahan pada stadium Domain selama periode kering atau dapat bergerak keluar atau kedalam kolam seperti amphibi dan serangga air yang dewasa. Mikroba menonjol karena dapat beradaptasi dengan baik dan amat terbatas penyesuaiannya pada kolam sementara.

     Produksi primer itu adalah langkah pertama dalam rantai makanan atau jaring makanan. Produksi primer itu adalah laju produksi bahan baku tanaman oleh fotosintesis yang biasanya diukur atau dinyatakan g˚ (terikat) tiap m2 permukaan air pertahun atau perhari. Oleh karena produksi primer itu tersebut diperlukan nutrient berupa nitrat dan forfat dan sinar matahari (Brotowidjoyo et al, 1999).

Menurut Arfiati (2009), ekosistem air tawar di ikuti oleh organisme dari tingkat sederhana seperti bakteri, jamur dan lainnya sampai organisme tingkat tinggi.

2.8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekosistem Sungai

Dalam ekosistem sungai terdapat beberapa faktor yang mempeengaruhi, diantaranya

Page 23: ekosistem akuatik

adalah:

2.8.1. Faktor Fisika

     Di dalam aliran air yang besar atau sungai, arus dapat berkurang sedemikian rupa sehingga menyerupai kondisi air tergenang. Tetapi, arus adalah faktor utama yang paling penting yang membuat kehidupan kolam dan air deras amat berbeda dan mengatur perbedaan dibeberapa tempat dari suatu aliran air. Kecepatan arus ditentukan oleh kemiringan, kekasaran dan kelebaran dasarnya (Odum, 1993).

     Klasifikasi perairan lentik sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya dan perbedaan suhu air, sedangkan klasifikasi perairan lotik justru dipengaruhi oleh kecepatan arus atau pergerakan air sangat dipenagruhi oleh jenis bentang alam (landscape), jenis batuan dasar dan curah hujan semakin rumit bentang alam, semakhn besar ukuran batuan dasar dan sdmakin besar ukuran batuan dasar dan semakin banyak curah hujan, pergerakan air semakin kuat dan kecepatan arus semakin cepat (Effendie, 2003).

2.8.2. Faktor Kimia

     Komponen abiotik yang berupa bahan organik dan anorganik seperti air, karbondioksida, oksigen, kalsium, garam–garam hidrogen dan anorganik, seperti air dan humus dan sebagainya. Hanya sebagian kecil saja hara makanan penting dalam larutan yang tersedia bagi organisme, sebagian besar tersimpan dalam zarah–zarah endapan dan dalam badan organisme itu sendiri (Rososoedarmo, 1984).

     Walaupun organisme didalam aliran air lebih menghadapi ekstrim. Dalam hal ini sudah dan arus, dibandingkan dengan organisme kolam, tetapi pada kondisi alam oksigen biasanya tidak amat bervariasi karena aliran air biasanya mengandung oksigen dalam jumlah yang cukup. Bahkan dalam keadaan tanpa tanaman hijau. Oleh karena itu binatang air biasanya mempunyai toleransi yang sempit dan terutama peka terhadap kekurangan oksigen dan cepat berubah oleh pencemaran organik dari tipe apapun yang mengurai kadar oksigen (Odum, 1993).

2.8.3. Faktor Biologi

     Di perairan alami prosedur yang sangat penting adalah algae, dimana di daratan tumbuhan tingkat tinggi melakukan peranan ini dan mereka juga penting di zona lithoral danau, di badan air yang kecil–kecil dan sungai–sunga (Mahmudi, 1995).

Page 24: ekosistem akuatik

     Untuk melengkapi kekurangan pendekatan fisika kimiawi dapat dilakukan dengan memberdayakan komunitas makroinvertebrata, yaitu hewan – hewan yang tidak mempunyai tulang belakang dan berukuran relatif tidak bergerak mempnyai siklus hidup yang panjang dan mempunayai keanekaragaman tinggi yan tersebar di hulu sampai di hilir sungai. Ditemukan suatu kelompok mikroinvertebrata mencerminkan kondisi air sungai apakah masih baik (tidak mengalami pencemaran organik tertentu), atau telah mengalami pencemaran organik terlarut atau telah mengganggu (Sudaryanti dan Wijarni, 2006).

2.9. Definisi Benthos

     Bentos merupakan organisme perairan yang bersifat menetap (sesile) yang berada di dasar perairan yang memiliki rentang mortalitas yang terbatas sehingga dapat dijadikan sebagai indikator kualitas perairan. Jenis bentos diperairan ada bermacam-macam seperti nimfa dan lalat batu sebagai indikator perairan bersih. Berikut ini adalah penjelasan lebih lanjut mengenai bentos.

2.9.1. Ciri-ciri Benthos

     Menurut Musa dan Yanuhar (2006), benthos merupakan organisme maupun hewani (zoobenthos),  yang tinggal didalam dan atau diatas sedimen pada dasar suatu perairan. Berdasarkan ukuranya, organisme hewan benthos digolongkan atas :

1. Macrobenthic (0,425 – 15 mm) banyak dilakukan penelitian

2. Meiobenthic (0,05 – 1 mm)

3. Microbenthic (< 50 mikron, misalnya protozoa, rotifera dan nematoda).

     Organisme benthos adalah binatang yang relatif besar dan sebagian siklus hidupnya berada didalam atau pada substrat di air. Adapun yang termasuk dalam kelompok ini adalah cacing, serangga air, annelida, mollusca, dll. Beberapa spesies nyamuk, ialah midgnes alan pada umumnya termasuk kelompok yang dapat mengganggu kesehatan (Sutrisno dan Emi, 2004).

     Benthos adalah organisme yang melekat atau berisirahat pada dasar atau hidup didasar endapan binatang benthos dapat dibagi berdasarkan cara makannya menjadi pemakan kenyang (seprti kerang) dan pemakan deposit (seperti sioler) (Odum,1993).

2.9.2. Peranan Benthos di Perairan

Page 25: ekosistem akuatik

     Menurut Musa dan Yanuhar (2006), bahwa peranan benthos di perairan adalah :

1. Mendaur ulang bahan organik

2. Membantu proses mineralisasi

3. Penting kedudukanya dalam rantai makanan (dipakai untuk menduga kualitas kesuburan perairan)

4. Indikator pencemaran

    Komunitas benthos sensitif pada perubahan kualitas air berbatasan motilitas dan kemampuan yang relatif karena merupakan fungsi kualitas perairan yang relatif tidak dapat didefinisikan melalui permukaan fisik dan kimia dapat didefinisikan melalui organisme benthos. Dalam mempelajari sifat organisme benthos bermanfaat dalam mendeteksi masalah pencemaran air. Pada dasarnya tidak ada organisme yang memberikan reaksi sama pada pencemaran karena adanya hubungan yang sangat kompleks antara faktor genetik dengan parameter kualitas air. Berbagai tingkat pencemaran air menentukan macam organisme di perairan tersebut (Sutrisno dan Eni, 2004).

     Menurut Pratiwi, dkk (2004) dalam Parjan (2005), hewan yang hidup didasar perairan adalah mikrozoobenthos, makrozoobenthos merupakan salah satu kelompok terpenting dalam ekosistem perairan sehubungan dengan peranannya sebagai organisme kunci dalam jarring makanan selain itu tingkat kenea ragaman yang terdapat di lingkungan perairan dapat digunakan sebagai indicator pencemaran. Dengan adanya kelompok bonthos yang hidup melekat (sessile) dan daya adaptasi berfariasi terhadap kondisi lingkungan membuat hewan benthos seringkali digunakan sebagai petunjuk bagi penilaian kualitas air. Jika ditemukan umper air tawar, kijina, kerang cacing pipih, siput memiliki over operkulum dan siput tidak beroperkulum yang hidup di perairan tersebut maka dapat digolongkan ke dalam perairan yang berkulitas sedang.

2.9.3. Jenis Benthos di Perairan

     Menurut Sudarjanti dan Wijarni (2006), jenis benthos yang tergolong macro invertebrate adalah :

1. Komunitas makroinvertebrata mempunyai jenis yang berbeda terhadap berbagai tipe pencemaran dan mempunyai reaksi yang cepat.

Page 26: ekosistem akuatik

2. Ditemukan melimpah di perairan, terutama di ekosistem sungai, dipengaruhi oleh berbagai tipe polutan yang ada.

3. Mempunyai keankaragaman yang tinggi dan mempunyai respon terhadap lingkungan yang stress.

4. Hidup melekat didasar perairan.

5. Mempunyai siklus hidup yang panjang.

     Menurut Hakim (2009), makrozoobenthos dapat bersifat toleran maupun bersifat sensitif terhadap perubahan lingkungan. Organisme yang memilki toleran yang luas akan memilki penyebaran yang luas juga seperti contohnya jenis ephemeroptera. Sebaliknya organisme yang kisaran tolerasinya sempit (sensitif) maka penyebaranya juga sempit seperti jenis lalat batu dan tricoptera.

2.10. Definisi Plankton

     Plankton merupakan organisme perairan yang bersifat melayang-layang di perairan dimana pergerakannya dipengaruhi oleh arus, angin. Jenis plankton diperairan ada 2 yakni fitoplankton (plankton nabati) dan zooplankton (plankton hewani). Berikut ini adalah penjelasan lebih lanjut mengenai plankton.

2.10.1. Ciri-ciri Plankton

      Ukuran plankton sangat beraneka ragam dari yang terkecil yang disebut ultra plankton berukuran < 0,005 mm atau milimikron. Termasuk di sini bakteri dan diatom kecil sampai monoplankton berukuran 60-70 mikron, sebagian bersel dan mikroskopis. Termasuk fillum Chrysophyta (Romimohtarto, 2003).

     Plankton adalah tanaman (phytoplankton) dan binatang (zooplankton) yang biasanya berenang atau terapung di perairan, dan gerakannya cenderung mengikuti arus (Sutrisno dan Eni, 2004).

     Ukuran plankton sangat beraneka ragam dari yang terkecil yang disebut ultra plankton berukuran < 0,005 mm atau milimikron. Termasuk di sini bakteri dan diatom kecil sampai monoplankton berukuran 60-70 mikron, sebagian bersel dan mikroskopis. Termasuk fillum Chrysophyta (Romimohtarto, 2003).

     Menurut Djarijah (1996), plankton terkadang ditemukan terapung di permukaan air, di dasar, ataupun melayang-layang memenuhi kolom air. Plankton ini ada yang

Page 27: ekosistem akuatik

bergerak aktif seperti hewan pada umumnya, tetapi ada pula yang bisa melakukan assimilasi (photosynthesis) seperti halnya tumbuhan di daratan.

2.10.2. Peranan Plankton di Perairan

     Mengingat peranan plankton sebagai penyedia energi maka fitoplankton termasuk dalam golongan autotrop. Energi hasil fotosintetis ini berasal dari senyawa CO2 terlarut dengan H2O dan zat nutrien lainnya yang terkena sinar matahari (Wibisono, 2005).

     Phytoplankton menghasilkan energi melalui proses photosyntetis menggunakan bahan organik dan sinar matahari sedangkan zooplankton adalah konsumen yang memperoleh energi dan makanan dari phytoplankton siklus hidup phytoplankton yang pendek dapat menyebabkan cepat sekali memberi reaksi (Sutrisno dan Eni, 2004).

     Plankton (phytoplankton) sebagian besar merupakan organiisme autotropik dan menjadi produsen primer dari bahan organik pada habitat aquatic. Komponen lain dari plankton adalah hewan heterotropic (natutionally dependent) yang disebut zooplankton. Dengan demikian phytoplankton bersifat sebagian dasar atau baseline dari jaring-jaring makanan yang ada pada lingkungan perairan (Herawati, 1989).

2.10.3. Jenis Plankton di Perairan

       Menurut Goldman dan Alegandra (1983), plankton dibagi menjadi

1) Holoplankton, merupakan plankton yang banyak dijumpai termasuk ganggang seperti : Asterionella, Fragilaria, dan Tubellaria.

2) Meroplankton, merupakan plankton yang cukup banyak yang termasuk golongan ini seperti diatom melosira.

     Menurut Horne dan Charles (1994), yang termasuk zooplankton adalah microzooplankton, seperti protozoa, porifera, dan moseplankton yaitu crustacean.

      Fitoplankton jenisnya ada yang berupa diatome dan dinoflagellata adalah dominan sekali diseluruh laut sebagai produsen. Diatom di dapat di daerah-daerah beriklim kutub dan sedang, untuk perairan beriklim sub tropic dan tropic dinoflagellata sangat dominan (Sediadi, 1986).

Page 28: ekosistem akuatik

3. METODOLOGI

3.1    Alat dan Bahan

Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ekologi perairan adalah

sebagai berikut :

3.1.1 Alat dan Fungsinya

a.    Parameter Fisika

1.  Suhu

-     Termometer Hg   :  Sebagai alat pengukur suhu perairan.

-     Tali Rafia             :  Sebagai alat mengikat Thermometer Hg agar Termometer Hg

tidak langsung  tersentuh tangan.

-     Stopwatch           :  Sebagai timer pada saat mengukur suhu.

2.   Kedalaman

-     Tongkat skala      : Untuk mengukur kedalaman kolam.

3.   Kecerahan-     Karet Gelang       :  Sebagai alat penanda d1 dan d2.

-     Secchi Disk         :  Sebagai alat untuk mengukur kecerahan perairan.

-     Tali                       :  Sebagai alat untuk mengikat Secchi Disk.-     Penggaris            :  Untuk mengukur panjang tali (d1 dan d2) yang tercelup dalam air.

4. Kecepatan Arus

-     Botol Aqua           : Sebagai alat pelampung dan pengukur kecepatan arus.

-     Stopwatch           : Sebagai alat untuk mengukur waktu kecepatan arus.

-     Tali Rafia 1M       : Sebagai alat untuk indikasi jarak yang di ikatkan pada botol

Aqua.

5.   Substrat

-     Eckman grab       : Untuk mengambil substrat di kolam.

-     Timba                  : Untuk tempat substrat setelah diambil dari kolam.

-     Nampan               : Untuk tempat substrat sehebis diambil dari eckman grab.

Page 29: ekosistem akuatik

b. Parameter Kimia

1.  pH (Potensial Hidrogen)

-     Kotak Standard   :  Sebagai alat pembanding nilai air sampel pada pH paper dan

untuk mengukur derajat keasaman dalam perairan.

-     Stopwatch           :  Sebagai timer pada saat mengukur pH.

2. Oksigen Terlarut (DO / Dissolved Oxygent)

-     Botol DO              :  Sebagai alat untuk menyimpan sampel air yang akan di hitung

nilai Donya.

-     Rak Botol DO      :  Sebagai alat untuk menyimpan botol DO.-     Pipet Tetes          :  Sebagai alat untuk mengambil larutan MnSO4, NaOH + KI, H2SO4 pekat, amilum, Na2S2O3.

-     Statif                    :  Sebagai alat penyangga buret.-     Buret                    :  Sebagai alat untuk mengalirkan titran Na2S2O3.

-     Selang                 :  Sebagai alat untuk mengeluarkan larutan bening dari dalam

botol DO.

-     Nampan               :  Sebagai alat untuk meletakkan alat-alat dan bahan praktikum.

-     Corong                 :  Sebagai alat untuk memasukkan larutan ke dalam buret.

c. Parameter Biologi

1. Benthos

-     Eckman grab       : Untuk mengambil bentos di kolam atau/perairan yang  dasarnya

berlumpur.

-     Pinset                   : Untuk mengambil bentos di nampan.

-     Nampan               : Untuk tempat mengoyak bentos.

-     Botol film             : Untuk tempat bentos.

-     Mikroskop            : Untuk alat bantu melihat bentos.

-     Tongkat jaring      : Untuk mengambil bentos di perairan arus deras.

-     Saring                  : Untuk menyaring bentos yang tertangkap tongkat jaring.

-     Object Glass        : Untuk membantu pengamatan benthos pada mikroskop.

Page 30: ekosistem akuatik

2. Plankton

-     Timba                  : Untuk mengambil air dan di tuang ke plankton net.

- &nbrp;   Botol film             : Untuk tempat plankton.

-     Plankton net        : Untuk menyaring plankton dari timba.

-     Mikroskop            : Untuk alat bantu melihat bentos.

3.1.2 Bahan dan Fungsinya

a.    Parameter Fisika

1.  Suhu

-     Air sampel           : Sebagai media yang diukur suhunya.

2. Kedalaman

-     Air sampel           : Sebagai media yang diukur kedalamannya.

Kecerahan

-     Air sampel           : Sebagai media yang diukur kecerahannya.

4. Kecepatan Arus

-        Air sampel           : Sebagai media yang diukur kecepatan arusnya.

5. Substrat

-     Air kolam             : Untuk mengamati kolam yang akan diukur kedalamannya.

b. Parameter Kimia

1.  pH (Potensial Hidrogen)

-     pH paper              : Untuk mengukur nilai pH perairan.

-     Air sampel           : Sebagai bahan dari media yang akan diamati.

2. Oksigen Terlarut (DO / Dissolved Oxygent)

-     Air Sampel           : Sebagai bahan yang akan dihitung nilai DO nya.-     MnSO4           : Sebagai bahan untuk mengikat O2 dalam air-     NaOH + KI          : Sebagai bahan untuk melepaskan I2 Dn membentuk endapan coklat.-     H2SO4 pekat       : Sebagai bahan untuk melarutkan endapan dan pengkondisian asam.-     Amilum                : Sebagai bahan untuk indikator warna ungu yang bereaksi dengan O2.-     Na2S2O3                 : Sebagai bahan titrasi dan mengikat I2 dan membentuk 2 NaI.

Page 31: ekosistem akuatik

-     Kertas Label        : Sebagai bahan untuk penanda atau pemberi nama

-     Tissue                  : Sebagai bahan untuk membersihkan atau mengeringkan alat-

alat yang telah digunakan.

c. Parameter Biologi

1. Benthos

-     Air sampel           : untuk sampel yang akan diamati bentosnya.

-     Alkohol 70%        : untuk mengawetkan bentos.

-     Kertas label          : untuk memberi nama pada botol film.

2. Plankton

-     Air sampel           : untuk bahan sampel kolam yang berisi plankton yang akan

diamati.

-     Kertas label          : untuk memberi nama pada botol film.

-     Lugol                    : untuk mengawetkan plankton.

-     Tissue                  : untuk membersihkan alat.

3.2   Analisa Prosedur

3.2.1 Suhu

      Pertama-tama yang harus dilakukan yaitu dengan menyiapkan alat dan bahan. Alat yang digunakan pada pengukuran suhu yaitu Thermometer Hg. Thermometer Hg dimasukkan kedalam perairan selama 2 menit sebagai asumsi bahwa dalam kurun waktu 2 menit suhu dalam perairan tersebut telah mempengaruhi kenaikan raksa pada thermometer dan ditunggu sampai air raksa konstan pada skala tertentu. Pengukuran ini dilakukan dengan membelakangi sinar matahari agar tidak terpengaruh oleh suhu sinar matahari dan tidak boleh tersentuh oleh tangan karena dapat mempengaruhi suhu Thermometer Hg tersebut. Pembacaan Thermometer Hg dilakukan ketika Thermometer Hg masih didalam perairan karena suhu lingkungan juga dapat mempengaruhi suhu Thermometer Hg. Kemudian dicatat hasilnya.

3.2.2 Kecerahan

    Disiapkan alat yang akan digunakan yaitu secchi disk. Dimasukkan secchi disk kedalam perairan sampai batas tidak tampak pertama kali dan itu dihitung sebagai D1. Kemudian, masukkan kembali secchi disk sampai benar-benar tidak tampak

Page 32: ekosistem akuatik

kemudian ditarik secara perlahan sampai batas tampak pertama kali dan dihitung sebagai D2. Kemudian catat dan dihitung kecerahannya dengan rumus :

3.2.3 Kedalaman

     Pertama-tama disiapkan tongkat skala dan dimasukkan ke dalam perairan hingga sampai ke dasar perairan. Kemudian, diamati permukaan perairan yang menunjukkan skala batas kedalaman perairan yang akan diamati. Setelah itu, diangkat tongkat skala dari perairan kemudian dicatat hasilnya.

3.2.4 pH

      Disiapkan kotak standart beserta pH paper. Kemudian diambil pH paper dan dimasukkan kedalam perairan dan ditunggu ± 2 menit sebagai asumsi bahwa dalam kurun waktu 2 menit senyawa mineral terlarut dalam perairan telah mempengaruhi pH paper lalu diangkat dan dikibas-kibaskan agar kering dan terlihat jelas perubahan warna pH paper dan dicocokkan dengan warna pada kotak standart lalu catat hasilnya.

3.2.5 Substrat

      Disiapkan Eckman Grab, dicelupkan ekcman grab hingga mencapai dasar. Selanjutnya pertama-tama diambil substrat dari dasar perairan / kolam, kemudian diambil tipe substratnya dengan menggunakan eckman grab. Setelah itu, ditentukan tipe substratnya dan dicatat hasilnya.

3.2.6 DO (Dissolved Oxigen)

       Disiapkan botol DO, kemudian diisi dengan air sampel. Pengambilan air dengan posisi miring 45° agar tidak terdapat gelembung udara karena dapat berpengaruh terhadap nilai kandungan oksigen yang diukur. Kemudian tutup botol DO saat masih didalam perairan agar udara tidak masuk. Setelah itu buka tutup botol yang berisi sampel dan tambahkan 2 ml MnSO4 untuk mengikat oksigen dan 2 ml NaOH+KI untuk membentuk endapan coklat dan melepas I2. Lalu di bolak-balik sampai terbentuk endapan coklat kemudian buang filtrat cair bening yang berada di atas endapan selang secara perlahan. Endapan coklat yang tersisa diberi 1-2 ml H2SO4 pekat untuk mengikat I2 dan manjadikan 2 NaI. Lalu dihomogenkan sampai endapan larut.setelah itu ditetesi 3-4 tetes amylum untuk pengkondisian suasana basa dan dititrasi dengan Na-thiosulfat (N2S2O3) 0,025 N untuk mengikat I2 sampai jernih atau

Page 33: ekosistem akuatik

tidak berwarna untuk pertama kali. Dicatat ml Na-thiosulfat yang terpakai dengan rumus DO

3.2.7 Kecepatan Arus

Disiapkan alat yang digunakan yaitu botol air mineral kosong dan tali rafia sepanjang 5 meter. Botol diikat dengan tali rafia lalu dilepaskan atau dihanyutkan ke perairan yang terdapat arus. Ditunggu sampai tali rafia menegang lurus untuk dicatat waktunya. Lalu dihitung kecepatan arus dengan rumus KECEPATAN

3.2.8 Benthos

a. Metode Kicking

Langkah awal yaitu menentukan lokasi pengambilan sampel bentos dan ditentukan jarak pengambilan sampel bentos. Diambil jaring kicking/ jaring bentos lalu disiapkan tiang jala dan dipegang tiang jala tersebut dengan arah melawan arus, lalu diaduk dasar perairan dengan dua kaki secara bersama-sama untuk melepaskan organisme dari dasar perairan sehingga organisme akan masuk kedalam jala. Setelah itu, diperiksa jala tersebut apakah ada organisme didalamnya. Kemudian disaring dengan menggunakan saringan dengan pinset dan dicuci organisme yang tersaring dengan air lalu dipindahkan ke wadah sampel. Diawetkan dengan alkohol 96% dan diamati lalu dimasukkan tabel.

b. Metode Eckman Grab

    Pertama-tama disiapkan eckman grab dibuka penutupnya. Lalu, dimasukkan kedalam kolam secara tegak lurus sampai ke dasar. Hal itu dimaksudkan agar pemberat mudah jatuh kedalam perairan. Kemudian, dijatuhkan pemberatnya hingga berbunyi dan setelah itu ditarik pelan-pelan ke permukaan. Lalu, dibuka penutupnya dan diletakkan sampel bentos yang didapatkan ke dalam nampan. Setelah itu, diamati jenis bentos dengan lonp dan dimasukkan botol film dan diberi alkohol 75 %. Kemudian benthos dikelompokkan berdasarkan jenis lalu dihitung dan dhdapatkan hasil yang kemudian dimasukkan kedalam tabel l`poran

c. Identifikasi Jenis Benthos

    Pertama-tama disiapkan objek glass dan dibersihkan dengan menggunakan tissue secara searah agar tidak tergores. Kemudian diambil sampel benthos dengan piset

Page 34: ekosistem akuatik

dan diletakkan pada objek glass. Lalu disiapkan mikroskop dan dinyalakan lampu dengan perbesaran 400x. Kemudian, diletakkan preparat pada meja objek serta diamati setelah ditemukan focus. Pada saat pengamatan, difoto untuk dilampirkan dan digambar. Setelah itu diidentifikasi jenis dan spesies benthos yang ditemukan. Lalu dimasukkan tabel.

3.2.9 Plankton

a. Pengambilan Plankton (di Lapang)

     Pertama-tama, siapkan alat dan bahan yang akan digunakan, yakni : timba, plankton net, botol film, lugol. Sebelumnya, ikat botol film dengan plankton net bagian bawah untuk menampung sampel plankton yang didapatkan untuk diamati di Laboratorium. Kemudian pada perairan diambil air dengan timba sebanyak 5 liter air sebagai asumsi plankton tersaring pada plankton net telah mewakili sampel yang akan diidentifikasi lalu diangkat ke permukaan. Setelah itu tuangkan air sampel tersebut pada plankton net yang sudah terikat botol fim tersebut dan diputar-putar searah plankton net. Lalu ditutup botol film setelah plankton tersaring dan diberi bahan preservasi (lugol) sebanyak 3 tetes untuk mengawetkan sampel sementara serta diberi label agar tidak tertukar.

b. Identifikasi Jenis Plankton (di Laboratorium)

    Pertama-tama disiapkan objek glass dan cover glass dan dibersihkan dengan menggunakan tissue secara searah agar tidak tergores. Kemudian ditutup objek glass dengan cover glass pada bagian tengah. Setelah itu diambil sampel plankton dengan pipet tetes dan dituangkan pada haemocytometer. Lalu disiapkan mikroskop dan dinyalakan lampu dengan perbesaran 400x. Kemudian, diletakkan preparat pada meja objek serta diamati setelah ditemukan focus. Pada saat pengamatan, dibagi menjadi 5 bidang pandang dan dihitung jumlah plankton yang terdapat pada tiap bidang pandang tersebut lalu dicatat dan digambar. Setelah itu diidentifikasi dengan buku presscot untuk menentukan jenis dan spesies plankton yang ditemukan. Lalu dimasukkan tabel.

3.3 Analisa Hasil3.3.1 Rantai Makanan yang Terjadi

     Dalam praktikum Ekologi Perairan yang dilakukan pada Sungai air tenang, Sungai Air deras, dan Kolam yang terdapat di wilayah candi sumberawan, terdapat aliran energi dari Rantai makanan yang terjadi. Didaerah tersebut masih terkena cahaya matahari sebagai sumber cahaya dan energi yang dibutuhkan oleh semua organisme

Page 35: ekosistem akuatik

misalnya, fotosintesis untuk tumbuhan selain itu organisme lainnya yang memanfaatkan panas matahari untuk membantu metabolisme, misalnya ikan dan bakteri yang juga membantu mempercepat penguraian bahan organiik dengan bantuan cahaya matahari.

      Untuk daerah Sungai air tenang, Sungai Air deras, dan Kolam yang terdapat di wilayah candi sumberawan, rantai makanan yang terjadi berupa produsen primer yaitu tumbuhan air, lumut dan fitoplankton. Selain sebagai produsen atau organisme autotrof, organisme-organisme ini juga menjadi makanan bagi makhluk pada trofik level konsumen 1, yaitu sebagian zooplankton, dan ikan herbivor. Dan untuk trofik level konsumen 2, yaitu ikan karnivor yang ukurannya lebih besar, dan predator lainnya, seperti ular dan sebagainya. Kemudian trofik level konsumen 3 yaitu, organisme omnivora, baik berupa hewan seperti kura-kura, dan juga manusia sendiri, karena di daerah tersebut juga dimanfaatkan oleh kegiatan manusia. Dan yang jelas sebagai tingkat trofik level terakhir berupa dekomposer dalam bentuk bakteri pengurai dan organisme scavenger juga sebagian bentos yang hidup didasar membantu mengubah bahan-bahan organik menjadi bahan anorganik sebagai nutrien untuk tumbuhan.

      Rantai makanan adalah perpindahan energi dan materi dari makhluk hidup yang satu ke makhluk hidup yang lain melalui proses makan memakan dengan urutan tertentu. Suatu rantai makanan dapat disusun dalam piramida makanan adalah komposisi rantai makanan yang semakin keatas jumlahnya semakin kecil (Sumantri, 2009).

3.3.2 Interaksi Antar Organisme yang ada

     Interaksi antar organisme atau yang biasa disebut dengan simbiosis pada lokasi praktikum Ekologi Perairan, sumber sekar, dapat digolongkan menjadi beberapa interaksi atau simbiosis di dalamnya. Dikarenakan lokasi pengamatan ada 3 jenis, yaitu arus deras, tenang dan kolam dengan kondisi yang berbeda-beda maka jenis interaksi antar organismepun berbeda.

      Kondisi netral yaitu dimana organisme dalam habitat yag sala tidak rugi dan tidak merugikan kedua belah pihak, misalnya serangga air yang mengapung di air dan chironomous yang terdapat di dasar kolam. Kemudian interaksi predasi yang terbesar adalah dari kegiatan manusia sebagai predator utama, bisa terlihat jelas bahwa, dilokasi tersebut banyak orang yang mengambil ikan dan juga lumut jaring yang populasinya melimpah. Tapi tidak menutup kemungkinan adapula predator alami di dalamnya seperti ular air, ikan yang memakan serangga air dan sebagainya. Untuk pengamatan interaksi komensalisme ditemuka simbiosis antara tumbuhan air yang dimanfaatkan oleh ikan untuk bersembunyi dan menyimpan telur. Interaksi

Page 36: ekosistem akuatik

parasitisme bisa diamati dari jenis-jenis ikan yang ditemukan penyakit pada tubuhnya menunjukkan ada organisme lain yang menjadi parasit dari inangnya terutama di perairan eutrofikasi. Sedangkan untuk interaksi mutualisme masih belum ditemukan.

     Menurut Alan (2009), Interaksi antar organisme dapat di kategorikan sebagai berikut:

a. Netral, hubungan tidak saling mengganggu antar organisme dalam habitat yang sama yang bersifat tidak rugi dan tidak merugikan kedua belah pihak.

b. Predasi, hubungan antara mangsa dan pemangsa (Predator). Hubungan ini sangat erat karena tanpa mangsa, predator tidak dapat hidup, sebaliknya predator berfungsi untuk mengontrol populasi mangsa.

c. Komensalisme, hubungan antar organisme yang berbeda species daloam bentuk kehidupan bersama sebagai sumber makanan dalam suatu species diuntungkan yang lain tidak dirugikan.

d. Parasitisme, Hubungan antara organisme yang berbeda species salah satu hidup pada organisme mengambil makanan dari inang sehingga bersifat merugikan mangsanya.

e. Mutualisme, hubungan antara dua organisme berbeda species yang sama saling menguntungkan kedua belah pihak.

3.3.3 Pengaruh Nilai Faktor Fisika, Kimia Air dengan Makrozoobenthos

      Dari praktikum yang dilakukan terdapat faktor fisika meliputi suhu, kecerahan, kedalaman dan jenis substrat. Sedangkan faktor kimia dapat dilihat dari pengukuran pH air. Dari praktikum yang dilakukan, maka didapatkan suhu sungai air tenang sebesar 220C, sungai air deras sebesar 240C, kolam biasa sebesar 23 0C, dan kolam eutrofikasi sebesar 24 0C. Kemudian, kecerahan sungai adalah rata-rata 100% dan pada kolam biasa 39,6 % serta kolam eutrofikasi sebesar 23% cm, substratnya berlumpur, dan pH rata-rata sebesar 7. Selain itu, makrozoobenthos yang didapat juga cukup banyak.

      Pernyataan diatas diketahui bahwa terdapat pengaruh nilai faktor fhsika dan kimia air dengan makrobenthos yaitu cukup banyak yang dibuktikan dengan adanya perubahan suhu, kecerahan, ph dan substrat yang mempengaruhi kehiduapan makrobenthos. Hal ini sesuai dengan pernyataan Marewo (2009), makrozoobentos mempunyai peranan yang sangat penting dalam siklus nutrien di dasar perairan.

Page 37: ekosistem akuatik

Montagna et all. (1989) menyatakan bahwa dalam ekosistem perairan, makrozoobentos berperan sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran energi dan siklus dari alga planktonik sampai konsumen tingkat tinggi.

      Benthos merupakan organisme yang hidup di dasar perairan. Sehingga dengan jenis substrat batuan serta mayoritas berlumpur memang memungkinkan untuk ditemukannya benthos yang beragam. Selain itu, dengan nilai pH air sebesar 7 juga memungkinkan untuk ditemukannya benthos yang beragam. Hal ini sesuai dengan Effendie (2003), bahwa sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sebesar 7 - 8,5.

3.3.4 Hubungan-hubungan antar Parameter

a. Hubungan antara Kecerahan dengan padatan Tersuspensi

    Padatan tersusun berkorelasi positif dengan kekeruhan. Semakin tinggi nilai padatan tersuspensi nilai kekeruhan juga semakin tinggi pula. Akan tetapi tingginya padatan tersebut tidak diikuti dengan tingginya kekeruhan. Misalnya, air memiliki nilai kepadatan terlalu tinggi tetapi tidak berarti memiliki kekeruhan yang tinggi (Effendi, 2003).

b. Hubungan antara DO dengan Parameter lainnya

    Kecepatan difusi oksigen dari udara tergantung dari beberapa faktor seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus. Gelombang dan pasang surut. Menurut Odum (1972) dalam Abdulmuthalib (2009), menyatakan bahwa kadar oksigen oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas.

5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Page 38: ekosistem akuatik

1. Adapun kesimpulan yang didapatkan pada praktikum Ekologi Perairan kali ini antara lain :

2. Ekologi perairan dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik atau interaksi antara makluk hidup dengan lingkungannya. Lingkungan yang di maksud tidak hanya faktor abiotik saja, tapi mencakup parasit, predator dan kompetitor.

3. Komunitas benthos sangatlah sensitif pada perubahan kualitas air yang berbatasan dengan motilitas dan kemampuan yang relatif karena merupakan fungsi indikasi kualitas perairan yang efektif.

4. Dalam praktikum Ekologi Perairan didapatkan hasil sebagai berikut : Suhu pada sungai air tenang dan deras serta pada kolam biasa dan kolam eutrofikasi berturut-turut adalah 220C, 240C, 230C, 240C. pH dari 4 lokasi tersebut pun sama yakni 7. Untuk jenis substrat pada perairan tenang adalah berbatu, sedangkan jenis substrat untuk sungai air deras, kolam biasa dan kolam eutrofikasi adalah berlumpur.

5.2 Saran

     Diharapkan kepada praktikan agar lebih teliti dalam melakukan prosedur kerja sekaligus perhitungan dari tiap-tiap parameter pengukuran yang dilakukan sehingga nantinya akan didapatkan hasil yang optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Arfiati, Diana. 2009. Strategi Peningkatan Kualitas Sumberdaya pada Ekosistem Perairan Tawar. Universitas Brawijaya : Malang.

Asmawi, Suhaili. 1986. Pemeliharaan Ikan Dalam Keramba. Penerbit PT. Gramedia: Jakarta

Brotowidjoyo, M. D, Djoko T. dan Eko M. 1995. Pengantar Lingkungan Perairan dan

Page 39: ekosistem akuatik

Budidaya Air. Liberty: Yogyakarta

Closs, G, Barbara D and Andrew B. 2004. Freshwater Ecology. Blackwell Publishing: Australia.

Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius: Yogyakarta

Kristanto, Philip. 2002. Ekologi Industri. LPPM. Universitas Kristen Petra : Surabaya

Odum, Eugene P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Gadjah Mada University. Press: Yogyakarta

Resosoedarmo, S, Kuswara K dan Aprilani S. 1992. Pengantar Ekologi. Penerbit PT. Remaja Rosda Karya: Bandung

Romimohtarto, K dan Juwana S. 1998. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Jakarta

Sekarwangi, Dewi. 2009. Ekologi Umum. http://biologi_stanerb.web.id/blog/ekologi-umum. diakses tanggal 9 Desember 2009 pukul 19.00 WIB.

Sudaryanti, S dan Wijarni. 2006. Biomonitoring. Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya: Malang

Sutrisno, C. T dan Eni, S. 2004. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Rineka Cipta: Jakarta

Syaftrianto, Irmawan. 2009. Ekosistem Kolam. http://pustaka.ut.ac.id/pustaka/ diakses tanggal 9 Desember 2009 pukul 19.00 WIB.

Syafei, S. Djaja, M. F. R. Dhaidjo, Ridwan Affandi, Murmanti Brojo, Sulistioro. 1992. Fisiologi Ikan. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati: IPB.

Wirawan, Indra. 1995. Limnology. Jurusan Perikanan Universitas Dr. Soetomo: Surabaya