ekolatrop-ecoport

46
TUGAS EKOLOGI LAUT TROPIS “Penentuan Lokasi Pelabuhan Berbasis Ekowisata dengan Meninjau Kesimbangan Ekosistem Pesisir” Disusun oleh: Asep Kurniawan 230210120001 Ruth Bestria H. 230210120010 Shendy Aditya 230210120031 Khurin Nabilah 230210120037 Fauziyyah Rahmawati 230210120038 Bintang Bimaputra 230210120045 Liqa Layalia 230210120055 Maulida Ranintyari 230210120062 UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JATINANGOR

Upload: irna-maulida

Post on 20-Jan-2016

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tugas ekologi laut tropis mengambil studi kasus tentang pembangunan. inilah hasil diskusi kelompok kami pembangunan pelabuhan di pesisir dengan konsep konservasi yang biasa disebut dengan ECOPORT

TRANSCRIPT

Page 1: ekolatrop-ecoport

TUGAS EKOLOGI LAUT TROPIS

“Penentuan Lokasi Pelabuhan Berbasis Ekowisata dengan Meninjau Kesimbangan Ekosistem Pesisir”

Disusun oleh:

Asep Kurniawan 230210120001Ruth Bestria H. 230210120010Shendy Aditya 230210120031Khurin Nabilah 230210120037Fauziyyah Rahmawati 230210120038Bintang Bimaputra 230210120045Liqa Layalia 230210120055Maulida Ranintyari 230210120062

UNIVERSITAS PADJADJARANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTANJATINANGOR

2014

Page 2: ekolatrop-ecoport

DAFTAR ISI

BAB Halaman

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang................................................................... 1I.2 Isu dan Permasalahan.................................................... 2I.2.1 Kerusakan Hutan Mangrove.......................................... 2I.2.2 Kerusakan Lamun......................................................... 2I.2.3 Kerusakan Terumbu Karang......................................... 3I.2.4 Kurangnya Perhatian Masyarakat................................. 3

II. KONDISI UMUM

II.1Kondisi Umum Ekosiste Lamun........................................... 5II.2Kondisi Umum Ekosistem Terumbu Karang........................ 7II.3Kondisi Umum Ekosistem Mangrove................................... 9

III. METODE PENENTUAN LOKASI

III.1 Metode........................................................................... 14III.1.1 Metode Penelitian.......................................................... 14III.1.2 Metode Peninjauan Lokasi Pelabuhan.......................... 18III.2 Penentuan Lokasi.......................................................... 18

IV. STRATEGI PEMANFAATAN

IV.1 Penjelasan Umum.......................................................... 20IV.2 Kriteria Ecoport............................................................. 20IV.2.1 Kriteria Pembangunan Pelabuhan................................. 20IV.2.1.1 Tinjauan Topografi dan Geologi................................... 21IV.2.1.2 Tinjauan Sedimen.......................................................... 21IV.2.1.3 Tinjauan Gelombang dan Arus..................................... 21IV.2.1.4 Tinjauan Pelayaran........................................................ 21IV.2.1.5 Tinjauan Kedalaman Air............................................... 22IV.2.2 Kriteria Keseimbangan Ekosistem Pesisir.................... 22IV.3 Zonasi Kawasan Pelabuhan........................................... 23IV.4 Solusi Pemanfaatan....................................................... 23

V. KESIMPULAN DAN SARAN

V.1Kesimpulan............................................................................ 26V.2Saran...................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA

Page 3: ekolatrop-ecoport

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangSelama ini jika orang-orang Indonesia ditanyai tentang pelabuhan, yang

terbayang adalah tempat yang kotor, tidak tertata dan sama sekali tidak menarik

untuk dikunjungi kecuali jika benar-benar perlu. Memang pada kenyataanya,

hampir semua pelabuhan di Indonesia, khususnya pelabuhan penumpang, tidak

diatur dengan baik sehingga tidak nyaman. Padahal pelabuhan merupakan salah

satu sarana infrastruktur transportasi yang penting karena berfungsi sebagai

tempat mobilisasi manusia dari satu daratan ke daratan lainnya. Fungsi dari

pelabuhan ini semakin vital bagi Negara Indonesia yang mayoritas wilayahnya

terdiri dari laut dengan total luas 5,8 juta kilometer persegi (75,3%) (KKP, 2013),

di mana daratan berupa pulau-pulau saling terhubung olehnya. Oleh karena itu,

urgrensi Indonesia untuk menambah jumlah pelabuhan domestiknya sangat

tinggi.

Pembangunan wilayah pesisir untuk pembuatan pelabuhan di Indonesia

seringkali menimbulkan kerusakan ekosistem pesisir di sekitarnya. Ini disebabkan

karena berbagai pencemaran yang dihasilkan, baik oleh kapal-kapal yang singgah,

pembuangan limbah pelabuhan itu sendiri, hingga sampah-sampah yang dibuang

ke laut oleh penumpang kapal. Kerusakan ini tentu merupakan kerugian terutama

bagi masyarakat pesisir yang tinggal di sekitar wilayah pelabuhan, contohnya

seperti kasus pengerukan pasir di Lamongan demi pembangunan pelabuhan

multipurpose yang mengakibatkan kehancuran terhadap sistem ekonomi

masyarakat pesisir Madura dan juga matinya usaha perikanan tangkap di kawasan

Surabaya, Lamongan, gresik dan Madura. Perubahan sistem-sistem yang ada di

pesisir ini disebabkan karena sistem ekologi pesisir yang sudah tidak nyaman lagi

dihuni oleh organisme-organisme yang menjadi komoditi penting bagi

masyarakat, seperti ikan. Oleh karena itu, dalam pembangunan pelabuhan

diperlukan adanya studi analisis yang membahas mengenai dampak pelabuhan

tersebut terhadap ekologi yang ada di sekitarnya.

1

Page 4: ekolatrop-ecoport

2

Dengan lahirnya konsep ecoport yang menitik beratkan pada me-nol-kan

limbah dan pencemaran udara, darat maupun perairan sekitar pelabuhan

diharapkan bisa mengubah paradigma masyarakat khususnya masyarakat

Indonesia tentang pelabuhan itu sendiri. Penempatan letak pelabuhan di daerah

terpencil dengan konsep ecoport yang berwawasan lingkungan ini diharapkan

juga dapat merangsang pertumbuhan kegiatan ekonomi, perdagangan, dan

industry yang nantinya dapat membantu Indonesia dalam mewujudkan blue

economy di lingkungan kelautan dan perikanan.

1.2 Isu dan Permasalahan1.2.1 Kerusakan Hutan Mangrove

Masalah yang sering terjadi pada hutan mangrove yaitu kerusakan yang

disebabkan oleh konversi mangrove menjadi kawasan pelabuhan, pertambakan,

pemukiman, dan industri, padahal mangrove berfungsi sangat strategis dalam

menciptakan ekosistem pantai yang layak untuk kehidupan organisme akuatik.

Keseimbangan ekologi lingkungan perairan pantai akan tetap terjaga apabila

keberadaan mangrove dipertahankan karena mangrove dapat berfungsi sebagai

biofilter, agen pengikat dan perangkap polusi. Mangrove juga merupakan tempat

hidup berbagai jenis gastropoda, kepiting pemakan detritus, dan bivalvia pemakan

plankton sehingga akan memperkuat fungsi mangrove sebagai biofilter alami.

Usaha yang dilakukan untuk mengurangi kerusakan mangrove yang

dilakukan oleh sebagian besar karena ulah manusia ini adalah dengan cara

konservasi hutan mangrove, yaitu usaha perlindungan, pelestarian alam dalam

bentuk penyisihan areal sebagai kawasan suaka alam baik untuk perairan laut,

pesisir, dan hutan mangrove. Salah satu sekarang yang dilakukan adalah dengan

memanfaatkan mangrove menjadi daerah wisata alami tanpa melakukan gangguan

signifikan terhadap keberadaan mangrove itu sendiri.

1.2.2 Kerusakan LamunPermasalahan yang terjadi pada kerusakan ekosistem lamun yaitu

perluasan daerah pembangunan pelabuhan yang mengambil alih ekosistem

terumbu karang dengan cara perluasan daerah pembangunan. Selain itu,

Page 5: ekolatrop-ecoport

3

masyarakat lokal juga hamper tidak memiliki pengetahuan tentang kegunaan

lamun serta fungsinya di dalam ekosistem sehingga mereka melakukan

“pembersihan” pada daerah ini dengan anggapan bahwa lamun merupakan rumput

liar. Akibatnya, ekosistem lamun rusak dan organisme akuatik yang bergantung

kehidupannya pada lamun kehilangan habitatnya sehingga memberi efek domino

kepada masyarakat lokal yang bertahan hidup dari hasil laut.

1.2.3 Kerusakan Terumbu KarangPermasalahan yang terjadi pada kerusakan ekosistem terumbu karang yaitu

perluasan daerah pembangunan pelabuhan yang mengambil alih ekosistem

terumbu karang dengan cara perluasan daerah pembangunan. Masalah lain yang

timbul adalah pengaruh limbah akibat pembangunan pelabuhan yang

memperkeruh air laut, menambah sedimen dan lebih lagi terjadi bleaching karang.

Akibatnya, ekosistem terumbu karang rusak dan organisme akuatik yang

bergantung kehidupannya pada terumbu karang kehilangan habitatnya sehingga

memberi efek domino kepada masyarakat lokal yang bertahan hidup dari hasil

laut.

1.2.4 Kurangnya Perhatian MasyarakatPermasalahan yang terjadi adalah kurangnya peran masyarakat setempat

untuk menjaga kelestarian daerah atau pesisirnya terhadap pembangunan

pelabuhan yang tidak berbasis ekosistem (ecoport). Pemikiran manusia umumnya

hanya didasari oleh keuntungan dari segi financial tanpa memperhatikan segi

lingkungan.

Untuk itu, ketika masyarakat sudah dilibatkan secara aktif maka dengan

sendirinya akan muncul rasa memiliki di dalam upaya konservasi sumberdaya

alam melalui sikap kritis mereka yang mengharuskan pembangunan pelabuhan

berkonsep ecoport . Partisipasi masyarakat lokal ini bisa menjadi key point dalam

pengembangan pelabuhan sekaligus dapat memotivasi mereka untuk lebih

bertanggungjawab terhadap pemeliharaan lingkungan dan pelestarian alam serta

budaya memiliki wilayah sendiri untuk dijaga kelestariannya. Tentunya dalam

Page 6: ekolatrop-ecoport

4

pelaksanaan kegiatan tersebut harus menekankan pada keseimbangan penggunaan

sumberdaya alam dengan usaha-usaha konservasi yang berkelanjutan

(suistanable). Untuk mem-folow up hal ini tentu saja dibutuhkan suatu teknik dan

upaya dalam rangka menumbuhkan semangat dan partipasi masyarakat lokal yang

menjadi titik balik. Dari konsep pembangunan pelabuhan ecoport diharapkan

terjadi perubahan yang signifikan dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya

masyarakat lokal Pelibatan masyarakat ini tentu saja tidak bisa lepas dari pihak-

pihak lain yang terkait atau stakeholder yang menjadi satu kesatuan organisasi.

Page 7: ekolatrop-ecoport

BAB IIKONDISI UMUM

Untuk mengetahui kondisi umum suatu ekosistem tentunya kita harus

mengetahui kondisi nyata yang terdapat di alam dan dan faktor pembatas pada

sebuah organisme hidup, karena faktor pembatas inilah yang akan mempengaruhi

kemampuan suatu organisme untuk tumbuh dan berkembang.

2.1 Kondisi Umum Ekosistem Lamun

Kondisi umum di wilayah hidup padang lamun ini sendiri biasanya

terdapat tempat yang luas untuk hidupnya biasanya hektaran, yang menunjukan

padang lamun itu mampu hidup dengan baik dilingkungan tersebut. Berikut

adalah faktor pembatas dari lamun :

a. Suhu

Suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan lamun karena kisaran suhu

akan mempengaruhi metabolisme dan penyerapan unsur hara. Hal ini ditunjukan

ketika lamun berada pada suhu 10-35 derajat Celcius pertumbuhan lamun akan

terus meningkat seiring dengan pertambahan suhunya Barber (1985). Namun suhu

optimum lamun ini sendiri dalam kisaran 25-35 derajat Celcius bila terdapat

intensitas cahaya yang cukup (Nontji,1993).

b. Salinitas

Salinitas dapat berpengaruh pada biomassa, produktivitas, kerapatan, lebar

daun dan juga kecepatan pulih lamun. Toleransi terhadap salinitas lamun pun

berbeda-beda faktor yang mempengaruhinya yakni jenis dan umur dari lamun

sendiri, lamun yang umurnya lebih tua akan mempunyai daya toleransi yang lebih

tinggi dari lamun yang lebih tua. Kondisi salinitas yang semakin tinggi akan

menjadikan kerapatan naik namun akan menghasilkan cabang yang sedikit dan

lebar daun semakin kecil.

c. Kekeruhan

Secara tidak langsung kekeruhan akan berpengaruh karena ketika suatu

perairan keruh maka intensitas cahaya yang didapatpun akan berkurang. Menurut

5

Page 8: ekolatrop-ecoport

6

Hamid (1996), melaporkan adanya pengaruh nyata kekeruhan terhadap

pertumbuhan panjang dan bobot E. acoroides. Laut yang jernih bisa didapat

intensitas cahaya 400 u,E/m2/dtk pada kedalaman 15 meter dan pada perairan

keruh hanya didapat 200 uJ3/m2/dtk pada kedalaman 1 meter (Erftemeijer 1993).

d. Kedalaman

Kedalaman pada lamun akan berpengaruh terhadap pertumbuhan serta

kerapatan lamun itu sendiri. Lamun tumbuh di zona intertidal bawah dan subtidal

atas hingga mencapai kedalaman 30 m. Kedalaman perairan dapat membatasi

distribusi lamun secara vertical.

e. Nutrien

Dinamika nutrien memegang peranan kunci pada ekosistem padang lamun

dan ekosistem lainnya. Ketersediaan nutrien menjadi faktor pembatas

pertumbuhan, kelimpahan dan morfologi lamun pada perairan yang jernih

(Hutomo 1997). Nutrien yang di serap oleh lamun biasanya melalui akar dan daun

namun akar akan lebih banyak melakukan penyerapan dan didaerah tropis sendiri

jarang sekali ada lamun yang melakukan penyerapan nutrien melalui daun.

Nutrien yang diserap oleh lamun itu sendiri adalah unsur N dan P. Keduanya

merupakan unsur esensial pembentuk protein pada saat metabolisme terjadi.

Sumber dari nutrien ini sendiri biasanya didapat dari sedimen meski terlarut

dalam air namun kemudian mengendap.

f. Substrat

Substrat lamun di Indonesia memang bervariasi kita mampu menemukan

lamun dalam beberapa kondisi substrat berikut beberapa substrat tersebut substrat

lumpur, lumpur pasiran, pasir, pasir lumpuran, puing karang dan batu karang

(Kiswara 1997). Substrat yang paling efektif biasanya bebentuk lumpuran pasir

karena disana terdapat endapan dari dari unsur hara yang biasanya terkikis dari

dinding sungai yang biasa membawa fosfat, selain itu juga mampu

mengembangkan akarnya.

g. Pergerakan Air

Pengaruh pergerakan air terhadap tumbuhan lamun antara lain berkaitan

dengan suplai unsur hara, sediaan gas-gas terlarut, dan untuk menghalau sisa-sisa

Page 9: ekolatrop-ecoport

7

metabolisme dan limbah yang pada akhirnya akan mempengaruhi produktivitas

primer dari lamun tersebut.

2.2 Kondisi Umum Ekosistem Terumbu Karang

Pada wilayah tertentu, terumbu karang akan memiliki karakteristik yang

berbeda menurut jenis dan gambaran secara umumnya bisa dibandingkan dengan

faktor pembatasnya. Faktor pembatas terumbu karang sendiri sebagai berikut :

a. Suhu

Suhu mempengaruhi kecepatan metabolisme, reproduksi dan perombakan

bentuk luar dari karang. Suhu paling baik untuk pertumbuhan karang berkisar 23-

30oC. Temperatur dibawah 18oC dapat menghambat pertumbuhan karangbahkan

dapat mengakibatkan kematian. temperatur diatas 33oC dapat menyebabkan gejala

pemutihan (bleaching), yaitu keluarnya zooxanthella dari polip karang dan akibat

selanjutnya dapat mematikan karang (Sorokin, 1993). Secara global, sebarang

terumbu karang dunia dibatasi oleh permukaan laut yang isoterm pada suhu 20

°C, dan tidak ada terumbu karang yang berkembang di bawah suhu 18 °C.

Terumbu karang tumbuh dan berkembang optimal pada perairan bersuhu rata-rata

tahunan 23-25 °C, dan dapat menoleransi suhu sampai dengan 36-40 °C.

b. Cahaya dan Kedalaman

Kedua faktor tersebut berperan penting untuk kelangsungan proses

fotosintesis oleh zooxantellae yang terdapat di jaringan karang. Terumbu yang

dibangun karang hermatipik dapat hidup di perairan dengan kedalaman maksimal

50-70 meter, dan umumnya berkembang di kedalaman 25 meter atau kurang. Titik

kompensasi untuk karang hermatipik berkembang menjadi terumbu adalah pada

kedalaman dengan intensitas cahaya 15-20% dari intensitas di permukaan. Kedua

faktor tersebut berperan penting untuk kelangsungan proses fotosintesis oleh

zooxantellae yang terdapat di jaringan karang. Terumbu yang dibangun karang

hermatipik dapat hidup di perairan dengan kedalaman maksimal 50-70 meter, dan

umumnya berkembang di kedalaman 25 meter atau kurang. Titik kompensasi

untuk karang hermatipik berkembang menjadi terumbu adalah pada kedalaman

dengan intensitas cahaya 15-20% dari intensitas di permukaan.

Page 10: ekolatrop-ecoport

8

c. Salinitas

Secara fisiologis, salinitas mempengaruhi kehidupan hewan karang karena

adanya tekanan osmosis pada jaringan hidup. Salinitas optimal bagi kehidupan

karang berkisar 30-35 o/oo. Karena itu karang jarang ditemukan hidup di daerah

muara sungai besar, bercurah hujan tinggi atau perairan dengan salinitas yang

tinggi. Terumbu karang hanya dapat hidup di perairan laut dengan salinitas

normal 3235 ‰. Umumnya terumbu karang tidak berkembang di perairan laut

yang mendapat limpasan air tawar teratur dari sungai besar, karena hal itu berarti

penurunan salinitas. Contohnya di delta sungai Brantas (Jawa Timur). Di sisi lain,

terumbu karang dapat berkembang di wilayah bersalinitas tinggi seperti Teluk

Persia yang salinitasnya 42 %.

d. Kekeruhan

Kekeruhan yang tinggi menyebabkan terhambatnya cahaya matahari masuk

kedalam air dan selain mengganggu proses fotosintesis zooxanthella juga

mengganggu polip karang dngan semakin banyaknya mucus yang dikeluarkan

untuk melepaskan partikel yang jatuh di tubuh karang. Sedimentasi yang tinggi

dapat menutupi dan akhirnya akan mematikan polip karang. Faktor ini

berhubungan dengan penetrasi cahaya. Kecerahan perairan tinggi berarti penetrasi

cahaya yang tinggi dan ideal untuk memicu produktivitas perairan yang tinggi

pula.

e. Substrat

Substrat yang keras dan bersih dari lumpur diperlukan untuk perlekatan larva

karang (planula) yang akan membentuk koloni baru. Substrat keras ini berupa

benda padat yang ada di dasar laut, misalnya batu, cangkang mollusca, potongan

kayu bahkan besi yang terbenam.

f. Arus

Faktor arus dapat berdampak baik atau buruk. Bersifat positif apabila

membawa nutrien dan bahan-bahan organik yang diperlukan oleh karang dan

zooxanthellae, sedangkan bersifat negatif apabila menyebabkan sedimentasi di

perairan terumbu karang dan menutupi permukaan karang sehingga berakibat

pada kematian karang. Faktor arus dapat berdampak baik atau buruk. Bersifat

Page 11: ekolatrop-ecoport

9

positif apabila membawa nutrien dan bahan-bahan organik yang diperlukan oleh

karang dan zooxanthellae, sedangkan bersifat negatif apabila menyebabkan

sedimentasi di perairan terumbu karang dan menutupi permukaan karang sehingga

berakibat pada kematian karang. Pertumbuhan karang dan perkembangan

terumbu.

g. Gelombang

Gelombang merupakan faktor pembatas karena gelombang yang terlalu besar

dapat merusak struktur terumbu karang, contohnya gelombang tsunami. Namun

demikian, umumnya terumbu karang lebih berkembang di daerah yang memiliki

gelombang besar. Aksi gelombang juga dapat memberikan pasokan air segar,

oksigen, plankton, dan membantu menghalangi terjadinya pengendapan pada

koloni atau polip karang. Gelombang merupakan faktor pembatas karena

gelombang yang terlalu besar dapat merusak struktur terumbu karang, contohnya

gelombang tsunami. Namun demikian, umumnya terumbu karang lebih

berkembang di daerah yang memiliki gelombang besar. Aksi gelombang juga

dapat memberikan pasokan air segar, oksigen, plankton, dan membantu

menghalangi terjadinya pengendapan pada koloni atau polip karang.

2.3 Kondisi Umum Ekosistem Mangrove

Suatu ekosistem mangrove ini akan dipengaruhi oleh lingkungan yang

menjadikan habitat lamun ini cocok untuk perkembangan lamun. Dan faktor

lingkungan ini adalah hal yang paling dipertimbangkan ketika akan melakukan

konservasi lamun sendiri. Faktor-faktor lingkungan tersebut :

a. Fisiografi pantai

Fisiografi pantai dapat mempengaruhi komposisi, distribusi spesies dan lebar

hutan mangrove. Pada pantai yang landai, komposisi ekosistem mangrove lebih

beragam jika dibandingkan dengan pantai yang terjal. Hal ini disebabkan karena

pantai landai menyediakan ruang yang lebih luas untuk tumbuhnya mangrove

sehingga distribusi spesies menjadi semakin luas dan lebar. Pada pantai yang

terjal komposisi, distribusi dan lebar hutan mangrove lebih kecil karena kontur

yang terjal menyulitkan pohon mangrove untuk tumbuh.

Page 12: ekolatrop-ecoport

10

b. Pasang

Pasang yang terjadi di kawasan mangrove sangat menentukan zonasi

tumbuhan dan komunitas hewan yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove.

Secara rinci pengaruh pasang terhadap pertumbuhan mangrove dijelaskan sebagai

berikut:

1) Lama pasang :

Lama terjadinya pasang di kawasan mangrove dapat mempengaruhi

perubahan salinitas air dimana salinitas akan meningkat pada saat pasang

dan sebaliknya akan menurun pada saat air laut surut

Perubahan salinitas yang terjadi sebagai akibat lama terjadinya pasang

merupakan faktor pembatas yang mempengaruhi distribusi spesies secara

horizontal.

Perpindahan massa air antara air tawar dengan air laut mempengaruhi

distribusi vertikal organisme

2) Durasi pasang :

Struktur dan kesuburan mangrove di suatu kawasan yang memiliki jenis

pasang diurnal, semi diurnal, dan campuran akan berbeda.

Komposisi spesies dan distribusi areal yang digenangi berbeda menurut

durasi pasang atau frekuensi penggenangan. Misalnya : penggenagan

sepanjang waktu maka jenis yang dominan adalah Rhizophora mucronata

dan jenis Bruguiera serta Xylocarpus kadang-kadang ada.

3) Rentang pasang (tinggi pasang):

Akar tunjang yang dimiliki Rhizophora mucronata menjadi lebih tinggi

pada lokasi yang memiliki pasang yang tinggi dan sebaliknya

Pneumatophora Sonneratia sp menjadi lebih kuat dan panjang pada lokasi

yang memiliki pasang yang tinggi.

c. Gelombang dan Arus

Gelombang dan arus dapat merubah struktur dan fungsi ekosistem mangrove.

Pada lokasi-lokasi yang memiliki gelombang dan arus yang cukup besar biasanya

hutan mangrove mengalami abrasi sehingga terjadi pengurangan luasan hutan.

Page 13: ekolatrop-ecoport

11

Gelombang dan arus juga berpengaruh langsung terhadap distribusi spesies

misalnya buah atau semai Rhizophora terbawa gelombang dan arus sampai

menemukan substrat yang sesuai untuk menancap dan akhirnya tumbuh.

Gelombang dan arus berpengaruh tidak langsung terhadap sedimentasi pantai dan

pembentukan padatan-padatan pasir di muara sungai. Terjadinya sedimentasi dan

padatan-padatan pasir ini merupakan substrat yang baik untuk menunjang

pertumbuhan mangrove. Gelombang dan arus mempengaruhi daya tahan

organisme akuatik melalui transportasi nutrien-nutrien penting dari mangrove ke

laut. Nutrien-nutrien yang berasal dari hasil dekomposisi serasah maupun yang

berasal dari runoff daratan dan terjebak di hutan mangrove akan terbawa oleh arus

dan gelombang ke laut pada saat surut.

d. Iklim

Mempengaruhi perkembangan tumbuhan dan perubahan faktor fisik (substrat

dan air). Pengaruh iklim terhadap pertimbuhan mangrove melalui cahaya, curah

hujan, suhu, dan angin. Penjelasan mengenai faktor-faktor tersebut adalah sebagai

berikut:

e. Cahaya

Cahaya berpengaruh terhadap proses fotosintesis, respirasi, fisiologi, dan

struktur fisik mangrove

Intensitas, kualitas, lama (mangrove adalah tumbuhan long day plants yang

membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi sehingga sesuai untuk hidup di

daerah tropis) pencahayaan mempengaruhi pertumbuhan mangrove

Laju pertumbuhan tahunan mangrove yang berada di bawah naungan sinar

matahari lebih kecil dan sedangkan laju kematian adalah sebaliknya

Cahaya berpengaruh terhadap perbungaan dan germinasi dimana tumbuhan

yang berada di luar kelompok (gerombol) akan menghasilkan lebih banyak

bunga karena mendapat sinar matahari lebih banyak daripada tumbuhan yang

berada di dalam gerombol.

f. Curah hujan

Jumlah, lama, dan distribusi hujan mempengaruhi perkembangan tumbuhan

mangrove

Page 14: ekolatrop-ecoport

12

Curah hujan yang terjadi mempengaruhi kondisi udara, suhu air, salinitas air

dan tanah

Curah hujan optimum pada suatu lokasi yang dapat mempengaruhi

pertumbuhan mangrove adalah yang berada pada kisaran 1500-3000

mm/tahun

g. Suhu

Suhu berperan penting dalam proses fisiologis (fotosintesis dan respirasi)

Produksi daun baru Avicennia marina terjadi pada suhu 18-20C dan jika

suhu lebih tinggi maka produksi menjadi berkurang

Rhizophora stylosa, Ceriops, Excocaria, Lumnitzera tumbuh optimal pada

suhu 26-28C

Bruguiera tumbuah optimal pada suhu 27C, dan Xylocarpus tumbuh

optimal pada suhu 21-26C

h. Angin

Angin mempengaruhi terjadinya gelombang dan arus

Angin merupakan agen polinasi dan diseminasi biji sehingga membantu

terjadinya proses reproduksi tumbuhan mangrove

i. Salinitas

Salinitas optimum yang dibutuhkan mangrove untuk tumbuh berkisar antara

10-30 ppt

Salinitas secara langsung dapat mempengaruhi laju pertumbuhan dan zonasi

mangrove, hal ini terkait dengan frekuensi penggenangan

Salinitas air akan meningkat jika pada siang hari cuaca panas dan dalam

keadaan pasang

Salinitas air tanah lebih rendah dari salinitas air

j. Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut berperan penting dalam dekomposisi serasah karena bakteri

dan fungsi yang bertindak sebagai dekomposer membutuhkan oksigen untuk

kehidupannya.

Oksigen terlarut juga penting dalam proses respirasi dan fotosintesis

Page 15: ekolatrop-ecoport

13

Oksigen terlarut berada dalam kondisi tertinggi pada siang hari dan kondisi

terendah pada malam hari

k. Substrat

Karakteristik substrat merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan

mangrove

Rhizophora mucronata dapat tumbuh baik pada substrat yang dalam/tebal dan

berlumpur

Avicennia marina dan Bruguiera hidup pada tanah lumpur berpasir

Tekstur dan konsentrasi ion mempunyai susunan jenis dan kerapatan tegakan

Misalnya jika komposisi substrat lebih banyak liat (clay) dan debu (silt) maka

tegakan menjadi lebih rapat

Konsentrasi kation Na>Mg>Ca atau K akan membentuk konfigurasi hutan

Avicennia/Sonneratia/Rhizophora/Bruguiera

Mg>Ca>Na atau K yang ada adalah Nipah

Ca>Mg, Na atau K yang ada adalah Melauleuca

l. Hara

Unsur hara yang terdapat di ekosistem mangrove terdiri dari hara inorganik

dan organik.

Inorganik : P,K,Ca,Mg,Na

Organik : Allochtonous dan Autochtonous (fitoplankton, bakteri, alga)

Page 16: ekolatrop-ecoport

BAB IIIMETODE PENENTUAN LOKASI

3.1 Metode3.1.1 Metode Penelitian

Metode penelitian ini meliputi penentuan posisi, pengamatan perekaman

data geofisika (peme-ruman dan seismik), pengambilan sedimen dasar laut,

pemboran teknik dan pengamatan parameter oseanografi. Untuk mendapatkan

kedalaman air digunakan metode pemeruman, sedangkan untuk mendapatkan

keadaan geologi bawah dasar laut digunakan metode seismik pantul dangkal

saluran tunggal. Pemboran teknik dilakukan sebanyak 3 lokasi (BH-1, BH-2, BH-

3) Di sekitar daerah perairan pantai. Total kedalaman mencapai 20.00 m

sedangkan untuk menguji jumlah perlawanan konus dan kelekatan tanah itu

sendiri dari data bor teknik dan sondir pada kedalaman dangkal.

Contoh : Data bor teknik yang didapat dari PT.Pelindo, Cirebon diperoleh

di sekitar Dermaga Cirebon Jawa Barat

14

Page 17: ekolatrop-ecoport

15

lokasi DH-1, DH-2, dan DH-3. Disamping pengambilan contoh tanah

terganggu (disturb sample) dilakukan juga pengambilan contoh tanah tidak

terganggu (undisturb sample) dari tabung shelby (shelby tube) dan uji insitu SPT

(Standar Penetration Test) yang diperoleh pada interval kedalaman tertentu di tiap

lokasi. sebanyak 9 buah contoh tabung dari lokasi bor serta contoh sedimen

tersebut dinalisis di laboratorium. Untuk mengetahui daya dukung tanah di

lapangan, dilakukan uji insitu SPT dengan interval 3 meter, berdasarkan jumlah

tumbukan setiap penetrasi kedalamanbor. Untuk menghitung tinggi muka air rata-

rata (mean sea level) di lakukan pengamatan pasang surut selama 15 hari di

dermaga pelabuhan Cirebon. Data ini juga digunakan untuk koreksi pembuatan

peta batimetri dan titik tetap (benchmark). Data arus yang digunakan sebagai

acuan yang lain adalah data untuk mengatahui pola arus permukaan dengan cara

pengamatan pergerakan pelampung (float tracking) selama 24 jam. Bersamaan

dengan pengamatan tersebut dilakukan pula pengamatan arus pada kedalaman 0.6

hingga 1.8 meter di perairan Citemu, Astanajapura.

ANALISIS LABORATORIUM GEOTEKNIK

a. Analisis Mineral Lempung

Mineral lempung merupakan hasil pelapukan akibat reaksi kimia yang

menghasilkan susunan kelompok pertikel berukuran koloid dengan diameter

butiran lebih kecil dari 0.002 mm. Tanah lempung sangat mudah dipengaruhi oleh

gaya-gaya permukaan. Jenis mineral yang diklasifikasikan sebagai mineral

lempung terdiri dari kelompok motmorillonite, illite, kaolinite, dan polygorskite

(Kerr,1959). Analisis tanah lempung dimaksudkan untuk mengetahui kelompok-

kelompok dari mineral lempung tersebut. Preparasi contoh tanah dilakukan

dengan pemecahan contoh sesuai pecahan aslinya untuk mendapatkan

mikrostrukturnya, dengan memberi lapisan tipis (coating) gold-paladium

(Au :80% dan Pd :20%), Dengan menggunakan mesin Ion SputterJFC-1100 dan

didapatkan tebal lapisan sebesar 400 amstrong. Lapisan tipis ini menjadi

penghantar listrik bila dilakukan pemotretan.

b. Analisis Mekanika Tanah

Page 18: ekolatrop-ecoport

16

Untuk mengetahui lebih rinci mengenai sifat fisik dan keteknikan dari contoh

sedimen hasil pemboran inti telah dilakukan beberapa pengujian di laboraturium

mekanika tanah meliputi index Properties dan engineering Properties (Terzaghi

and Peck, 1967). Pengujian index Properties memberikan informasi sebenarnya

dari contoh sedimen terpilih yang mewakili litologi (kadar air, berat satuan, berat

jenis, batas Atterberg, ukuran butir, analisis mineral lempung) dari contoh

tanah/sedimen pemboran terpilih yang mewakili unit litologi.

Hubungan secara empiris telah dikembangkan antara beberapa index properties

dan sifat fisik umum tanah di darat. Sebagian besar hubungan empiris tersebut

dapat diterapkan untuk jenis sedimen di laut (terrigenous) karena pada dasarnya

jenis sedimen terrigenous tersebut mirip dengan sedimen yang dipasok dari

kawasan pantai menuju kawasan laut atau akibat proses susut laut dan genang

laut.

c. Penentuan Kadar Air (Wn %)

Untuk memperoleh nilai kadar yang akurat dibutuhkan koreksi kadar garam

yang dimasukkan kedalam persamaan perhitungan kadar air (Wn %) seperti

dibawah ini. Oleh karena koreksi kadar garam tersebut relatif kecil maka faktor

koreksi ini dapat diabaikan.

Untuk menentukan kadar air digunakan rumus :

Kadar air tanah (W) = W2 – W3 W3 – W1

dimana :W2 – W3 = berat air dan W3 – W1 = berat tanah kering

Cara menentukan kadar air, yaitu dengan menimbang berat tara (W1)

kemudian menim-bang berat tara dan contoh tanah (W2) dan simpan di dalam

oven pada temperatur 110°C (± 5°C) lebihkurang 8 jam, kemudian berat tara dan

contoh tanah ditimbang lagi (W3). Berat Satuan (γ gr/cm3) Berat satuan basah dan

kering ditentukan dari contoh tanah relatif tak terganggu (undisturb) dengan

mengacu kepada aturan uji yaitu ASTM D-2937-76, D-698. Cara menentukan

berat satuan sedimen adalah dengan mengukur berat sedimen yang isinya

Page 19: ekolatrop-ecoport

17

diketahui dengan menggunakan sebuah cincin yang dimasukan kedalam tanah

sampai terisi penuh, kemudian diratakan dan ditimbang.

d. Berat Jenis (SG)

Ada dua metode yang digunakan untuk menentukan berat jenis, yang pertama

adalah untuk sedimen fraksi halus ( lebih kecil dari saringan 4,76 mm) dengan

menggunakan metode pignometer yang mengacu pada ASTM D 854-58.

Saat pengujian, terlebih dahulu dilakukan pemisahan kadar garam dari contoh

tanah yang bersangkutan. Selanjutnya contoh ditempatkan di atas kertas saringan

pada corong Buchner dimana sebelumnya contoh dicuci dengan air.

Berat jenis sedimen dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Gs = (W2 - W1) (W4 – W1) - (W3 - W2)

Dimana: W1 adalah berat picnometer

W2 adalah berat picnometer dan bahan kering

W3 adalah berat picnometer dan air.

Batas Atterberg (LL,PL,PI,LI,SL) Konsistensi (kekerasan) dan plastistas

(kekenyalan) dari tanah lempung maupun dari tanah kohesif (kekompakan) sangat

dipengaruhi oleh kadar air tanah. Tanah mungkin akan berbentuk cair, plastis,

kurang padat dan padat. Sifat fisik tanah seperti pada batas Atterberg sangat

tergantung dari kadar air, jenis tanah dan jenis mineral lempung.

Untuk menentukan batas atterberg tersebut, menghacu pada aturan uji yaitu

ASTM D-2937-76, D-4318. Atterberg (1911), memberikan cara untuk

menggambarkan batas-batas sifat fisik atau konsistensi dari tanah berbutir halus

dengan mempertimbangkan Dari persamaan tersebut di atas apabila Wn sama

dengan LL, maka indeks cair sama dengan 1, sedang, jika Wn sama dengan PL

indeks cair sama dengan 0. Dari formulasi tersebut diatas jika Wn lebih kecil dari

pada PL dan Ll maka sedimen bersangkutan adalam kondisi kenyal.

Secara umum nilai indeks cair akan bervariasi antara 0 hingga 1 dan apabila

sedimen mempunyai Wn lebih besar dari LL maka indeks cairnya lebih besar dari

1 seperti halnya sedimen permukaan dasar laut di daerah telitian.

Page 20: ekolatrop-ecoport

18

3.1.2 Metode Peninjauan LokasiMenurut Bambang Triatmodjo (1986), tidak hanya fungsi yang

menentukan lokasi, tetapi ada beberapa tinjauan alam yang harus juga

diperhatikan. Adapun tinjauan yang dimaksud adalah tinjauan topografi dan

geologi, pelayaran, sedimentasi, arus dan gelombang, serta kedalaman air. Hal ini

akan mempengaruhi bangunan pelabuhan.

a. Tinjauan topografi dan geologi

Untuk membangun sebuah pelabuhan diperlukan daratan yang luas untuk

keperluan fasilitas pelabuhan seperti gudang dan dermaga. Bisa juga daratan

yang sempit, tetapi harus didukung oleh perairan yang dangkal agar dapat

ditimbun. Geologi atau data tanah diperlukan untuk mengetahui kemudahan

dalam pengerukan kolam pelabuhan.

b. Tinjauan pelayaran, arus dan gelombang

Kapal-kapal yang berlayar juga dipengaruhi oleh angin, gelombang, dan arus.

Untuk itu letak pelabuhan harus memudahkan kapal-kapal berlayar dengan

didukung angin, gelombang dan arus air laut.

c. Tinjauan sedimentasi

Sedimentasi atau pengendapan lumpur di sekitar pelabuhan harus diusahakan

seminimal mungkin, bahkan tidak terjadi sedimentasi. Karena biaya

pengerukan bawah laut menghabiskan biaya yang besar. Jika terjadi

sedimentasi, pelabuhan tidaklah ekonomis.

d. Tinjauan kedalaman air

Kedalaman air di sekitar pelabuhan juga mempengaruhi pelabuhan. Kolam

pelabuhan dirancang dengan kedalaman tertentu berdasarkan kebutuhan

kapal-kapal yang dilayani. Maka kedalaman air disekitar pelabuhan harus

terjaga.

3.2 Penentuan Lokasi

Pada paper ini kami mengambil lokasi untuk penentuan pelabuhan ini di

daerah lombok. Hal itu disebabkan karena Lombok memiliki potensi pariwisata

Page 21: ekolatrop-ecoport

19

yang tinggi dan juga lokasinya yang strategis untuk jalur perdagangan

internasional maupun nasional. Selain itu kawasan perairan Lombok juga

memiliki tingkat biodeversitas yang tinggi. Dengan potensi tersebut maka hal itu

berbanding lurus dengan jumlah pengunjung pelabuhan. Sehingga jika diterapkan

konsep ecoport maka daerah Lombok dapat menjadi daerah pelabuhan yang

berbasis ecowisata dan dapat menguntungkan masyarakat juga pemerintah

setempat.

Page 22: ekolatrop-ecoport

20

BAB IVSTARTEGI PEMANFAATAN

4.1 Penjelasan Umum

Lingkungan adalah bagian penting dalam kehidupan kita. Saat ini belum

banyak orang menyadari betapa pentingnya menjaga lingkungan hidup.

Permasalahan lingkungan hidup merupakan permasalahan yang perlu mendapat

perhatian publik karena dampak dari pencemaran akan menurunkan kualitas

lingkungan baik yang disebabkan dengan sengaja maupun tanpa sengaja yang

akan mengancam kelangsungan pembangunan. Konsep ecoport dewasa ini gencar

dikampanyekan oleh negara-negara maju di Eropa dan Asia dalam upaya

meminimalisir tingkat pencemaran laut, polusi udara, dan berbagai dampak

kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh berbagai aktifitas lain di pelabuhan.

Kementerian Kelautan dan Perikanan belum lama ini menekankan

pentingnya penerapan konsep ecoport di seluruh pelabuhan di Indonesia.

Pemerintah menilai konsep ini dapat mengoptimalkan industrialisasi transportasi,

perikanan dan lain – lain yang tengah diupayakan. Konsep ini juga diyakini dapat

mengatasi sejumlah masalah lingkungan hidup, mulai dari penurunan kualitas air

laut, pencemaran udara dan kebisingan, penurunan keanekaragaman hayati,

kesehatan, hingga keselamatan kerja. Dari sisi nomenklatur, ecoport memang

mengusung misi penyelamatan lingkungan hidup terkait kepelabuhanan.

4.2 Kriteria Ecoport 4.2.1 Kriteria Pembangunan Pelabuan

Pemilihan lokasi untuk membangun pelabuhan meliputi daerah pantai dan

daratan. Pemilihan lokasi tergantung dari beberapa faktor seperti kondisi tanah

dan geologi, kedalaman dan luas perairan, perlindungan pelabuhan terhadap

gelombang, arus dan sedimentasi, daerah daratan yang cukup luas untuk

menampung barang yang akan dibongkar muat, jalan-jalan untuk transportasi, dan

daerah industi di belakangnya. Berbagai faktor yang berpengaruh terhadap

penentuan lokasi pelabuhan adalah sebagai berikut :

Biaya pembangunan dan perawatan bangunan-bangunan pelabuhan,

termasuk pengerukan pertama yang harus dilakukan.

20

Page 23: ekolatrop-ecoport

21

Biaya operasi dan pemeliharaan, terutama pengerukan endapan di alur dan

kolam pelabuhan.

4.2.1.1 Tinjauan Topografi dan Geologi

Keadaan topografi daratan dan bawah laut harus memungkinkan untuk

membangun suatu pelabuhan dan kemungkinan untuk pengembangan di masa

mendatang. Daerah daratan harus cukup luas untuk membangun suatu fasilitas

pelabuhan seperti dermaga, jalan, gudang, dan juga daerah industri. Kondisi

geologi juga perlu diteliti mengenai sulit tidaknya melakukan pengerukan daerah

perairan dan kemungkinan menggunakan hasil pengerukan tersebut untuk

menimbun tempat lain.

4.2.1.2 Tinjauan Sedimentasi

Pelabuhan harus dibuat sedemikian rupa sehingga sedimentasi yang terjadi

harus sesedikit mungkin. Proses erosi dan sedimentasi tergantung pada sedimen

dasar dan pengaruh hidrodinamika gelombang dan arus. Proses sedimentasi ini

sulit ditanggulangi, oleh karena itu masalah ini harus diteliti dengan baik untuk

dapat memprediksi resiko pengendapan. 

4.2.1.3 Tinjauan Gelombang dan Arus

Gelombang menimbulkan gaya-gaya yang bekerja pada kapal dan

bangunan pelabuhan. Untuk menghindari gangguan gelombang tersebut maka

perlu dibuat bangunan pelindung pantai yang disebut pemecah gelombang.Tinggi

gelombang dan kecepatan arus yang masuk di perairan pelabuhan nilainya harus

sekecil mungkin agar tidak mengganggu bongkar muat kapal di pelabuhan.

4.2.1.4 Tinjauan Pelayaran

Pelabuhan yang dibangun harus mudah dilalui kapal-kapal yang akan

menggunakannya. Diharapkan bahwa kapal-kapal yang sedang memasuki

pelabuhan tidak mengalami dorongan arus pada arah tegak lurus sisi kapal.

Demikian juga, sedapat mungkin kapal-kapal harus memasuki pelabuhan pada

arah sejajar dengan arah angin dominan. Gelombang yang mempunyai amplitudo

besar akan menyebabkan diperlukannya kedalaman saluran pengantar yang lebih

besar, karena pada keadaan tersebut kapal-kapal bergoyang naik turun sesuai

dengan fluktuasi muka air. 

Page 24: ekolatrop-ecoport

22

4.2.1.5 Tinjauan kedalaman air

Kedalaman laut sangat berpengaruh dalam perencanaan pelabuhan. Di laut

yang mengalami pasang surut variasi muka air kadang-kadang cukup besar.

Tinggi pasang surut yang kurang dari 5 meter masih dapat dibuat pelabuhan

terbuka. Bila pasang surut lebih dari 5 meter, maka harus dibuat suatu pelabuhan

tertutup yang dilengkapi dengan pintu air untuk memasukkan dan mengeluarkan

kapal.

4.2.2 Kriteria Keseimbangan Ekosistem Pesisir

Ekosistem pesisir adalah salah satu ekosistem yang mempunyai sumber

daya hayati yang sangat tinggi. Ekosistem utama yang banyak menopang dan

berpengaruh dalam ekosistem pesisir yaitu ekosistem padang lamun, mangrove,

dan terumbu karang. Ekosistem tersebut merupakan ekosistem yang saling

berkolaborasi untuk membentuk ekosistem tetap seimbang.

Interaksi antara tiga ekosistem utama di pesisir

(dimodifikasi dari Ogden dan Gladfelter, 1983)

Keterangan     :1. Finis

                        2. Bahan Organik Terlarut

                        3. Bahan Organik Partikel

                        4. Migrasi Fauna

                        5. Dampak Manusia

Efek dari kolaboasi ketiga ekosistem utama tersebut berdampak kepada

terjaganya kualitas perairan sehingga menyebabkan terjaganya daur siklus dalam

Page 25: ekolatrop-ecoport

23

perairan laut. Oleh karena itu, dengan menjaga ekosistem utama pesisir akan

menyebabkan keseimbangan ekosistem pesisir. Namun, jika terjadi kerusakan di

salah satu ekosistem tersebut akan berdampak domino terhadap penyokong

ekosistem pesisir, karena ekosistem tersebut saling berinteraksi satu sama lain.

4.3 Zonasi Kawasan Pelabuhan

Penentuan kawasan pelabuan haruslah strategis dan efektif dengan tetap

mengutamakan fungsi ekologi dan tidak mengganggu kawasan ekosistem

tersebut.

4.4 Solusi Pemanfaatan

Dengan tetap menjaga fungsi dari ekosistem pesisir dalam upaya

pembangunan pelabuhan dapat menguntungkan semua pihak mulai dari

pengelola/pemerintah, masyarakat sekitar pelabuhan dan juga pengunjung

pelabuhan. Hal itu ditinjau dari keuntungan aspek fisika, kimia, biologi dan

lingkungan hingga ekonomi yang didapatkan dengan cara pemberdayaan

ekosistem pesisir di kawasan pelabuhan.

Berdasarkan aspek fisikanya jika dilakukan pemberdayaan ekosistem

pesisir maka secara tidak langsung akan turut membantu pelabuhan itu sendiri.

Dengan contoh terumbu karang yang dapat memecah gelombang sehingga daerah

perairan tersebut menjadi tidak bergelombang. Hal itu berkorelasi dengan

persyaratan dari pelabuhan itu sendiri yang mengharuskan daerah pelabuhan

memiliki perairan yang tenang. Mangrove juga memiliki fungsi yang dapat

menguntungkan yaitu dengan dapat mengurangi erosi pada kawasan pesisir yang

sesuai dengan persyaratan pelabuhan yang mengharuskan minimalnya proses

sedimentasi/erosi pada daerah pelabuhan.

Selain dari faktor fisika, terdapat juga faktor kimia yang menguntungkan

jika melakukan pemberdayaan ekosistem pesisir di wilayah pelabuhan. Contoh

nya yaitu padang lamun, padang lamun secara kimia dapat menyerap logam berat

sehingga membuat kawasan perairan pelabuhan dapat terjaga kulaitas air dan

pencemarannya. Fungsi yang menguntungkan berikutnya yaitu fungsi dari biologi

Page 26: ekolatrop-ecoport

24

dan lingkungan dengan keterpaduan ekosistem tersebut maka akan berdampak

pada tetap terjaganya daur siklus yang terjadi di dalam perairan sehingga

menyebabkan perairan tersebut tetap seimbang.

Fungsi yang terakhir yaitu fungsi ekonomi, dengan terjadi keterpaduan

antara pelabuhan dan ekonomi, maka akan membawa peningkatan finansial bagi

masyarakat sekitar pelabuhan yaitu dengan cara tetap mengoptimalkan kawasan

pesisir tersebut dengan konsep ecowisata, dimana masyarakat pesisir tersebut

berperan sebagai pengelola daerah tersebut. Lalu dilihat dengan adanya pelabuan

transportasi di daerah tersebut maka akan menyebabkan peningkatan kedatangan

turis ke daerah tersebut.

Selain ditinjau dari aspek fisika, biologi dan kimia, ada beberapa strategi

pemanfaatan daerah pelabuhan dengan konsep ecoport, yaitu :

1. Pengelolaan lingkungan pelabuhan secara terpadu

Pengelolaan lingkungan secara terpadu mencakup suatu kesatuan didalam

perencanaan, penggunaan lahan, pemeliharaan, kontrol, evaluasi dan restorasi,

rehabilitasi, pembangunan dan konservasi lingkungan pelabuhan. Dalam

pengelolaan lingkungan secara terpadu melibatkan beberapa disiplin ilmu dan

bebrapa instansi pemerintah dan swasta serta masyarakat. Secara umum, terdapat

beberapa hal yang penting dalam mendesain dan melaksanakan program

pengelolaan lingkungan secara terpadu, yaitu:

a. Pengembangan dan implementasi program pengelolaan pelabuhan secara

terpadu, meliputi: penerapan kerangka pengelolaan terpadu dalam

pengelolaan sektoral, penggunaan kombinasi opsi pengelolaan, pendekatan

pencegahan.

b. Pelibatan seluruh stakeholder dalam proses

c. Pengintregasian informasi lingkungan, ekonomi dan sosial sejak tahap

awal dari proses pengelolaan pelabuhan terpadu

d. Pembentukan mekanisme kerja bagi keterpaduan dan koordinasi

e. Pembentukan mekanisme pendanaan secara berkelanjutan

f. Pengembangan kapasitas untuk pengelolaan terpadu di semua tingkatan

g. Pemantauan efektifitas program pengelolaan pelabuhan terpadu

Page 27: ekolatrop-ecoport

25

2. Pengelolaan kawasan pesisir terpadu

Untuk kepentingan pengelolaan dalam rangka mengurangi beban

pencemaran yang masuk ke perairan pelabuhan, maka batasan kearah darat .Suatu

wilayah pesisir dapat ditetapkan menjadi 2 jenis, yaitu batasan untuk wilayah

perencanaan (planning zone) dan wlayah pengaturan (regulation zone). Dengan

demikian, keterpaduan antara potensi sumber daya alam wilayah tersebut dan

rencana tata ruang adalah faktor penting dalam pemanfaatan sumber daya yang

terintegrasi baik berdasarkan aspek ekologis, ekonomis maupun sosial.

3. Optimalisasi Ruang terbuka Hijau

Salah satu kunci untuk mengoptimalkan fungsi ekologis RTH adalah

pemilihan jenis tumbuhan yang akan ditanam. Dengan memilih jenis tumbuhan

yang tepat dan lebih menekankan pada aspek ekologis, tidak berarti akan

mengabaikan fungsi estetika atau sosial dari RTH. Jika aspek ekologis yang lebih

ditekankan maka jenis tumbuhan yang ditanam di satu kawasan dengan kawasan

lain kemungkinan akan berbeda. Daerah pantai atau kawasan pesisir dapat

memilih beberapa jenis vegetasi mangrove seperti bakau (Rhizophora sp), Api-api

(Avicennia sp), Pedada (Sonneratia sp) dan Tanjang (Bruguiera sp). Pohon-pohon

ini terbukti mampu tumbuh dengan baik di daerah pesisir yang dipengaruhi air

laut atau kondisi air tanahnya payau. Fungsi RTH di wilayah pesisir ini sangat

penting, yaitu mencegah terjadinya abrasi (erosi pantai) dan intrusi air laut.

Page 28: ekolatrop-ecoport

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dengan menggunakan konsep ecoport atau pelabuhan ramah lingkungan

yang berbasis ekowisata akan memiliki dampak yang sangat menguntungkan baik

bagi Pemerintah, masyarakat setempat, pengguna jasa dan terutama tetap

terjaganya ekosistem di kawasan pelabuhan tersebut.

5.2 Saran

Dengan dibahasnya konsep ecoport dalam paper ini, sebaiknya pemerintah

harus lebih jeli dan sigap dalam penanganan kawasan pelabuhan agar tidak

merusak dan mencemarai ekosistem pesisir di kawasan pelabuhan tersebut.

26

Page 29: ekolatrop-ecoport

DAFTAR PUSTAKA

A. Faturachman dan P. Raharjo. Daya Dukung Sedimen Dasar Laut di Perairan Pelabuhan Cirebon dan Sekitarnya. http:// www. mgi. esdm. go. id/ content/ day a- dukung – sedimen – dasar – laut – di - perairan-pelabuhan – cirebon – dan - sekitarnya. Diakses pada tanggal 02 April 2014

Anonim. 2011. Metode Pemantauan Terumbu Karang. http://iccank-kla.blogspot.com/2011/06/metode-pemantauan-terumbu-karang.html. Diakses pada tanggal 02 April 2014

Fisaini,Juliana. 2011. Cara Memilih Lokasi Pelabuhan. http://artikelsipil.blogspot.com/2011/08/cara-memilih-lokasi-pelabuhan.html. Diakses pada tanggal 02 April 2014

Herry. 2012. Ekowisata Seabagai Penunjang Konservasi Mangrove. http:// herypurba- fst. web. unair. ac. id/ artikel _ detail – 41615 – Mangrove – EKOWISATA % 20 SEBAGAI % 20 PENUNJANG % 20 KONSERVASI % 20 MANGROVE. html. Diakses pada tanggal 02 April 2014

Ibnu Faizal. Metode Pemantauan Terumbu Karang di DPL (Daerah Perlindungan Laut).http:// www. terangi. or. id/ index. php? Option = com _ content & view = article & id = 187 % 3Ametode – pemantauan – terumbu – karang – di –mpa & catid = 53 % 3Asains & Itemid = 52 & lang = id. Diakes pada tanggal 02 April 2014

Irwanto. 2012. Ekowisata yang Menarik di Pulau – Pulau Kecil Provinsi Maluku. http://irwantoforester.wordpress.com/tag/tujuan-ekowisata/. Diakses pada tanggal 02 April 2014

Krisna, Jeremias. Penggunaan Metode LIT pada Terumbu Karang ( Coral Reef ). http://jerecoralreef.blogspot.com/2012/03/penggunaan-metode-lit-pada-terumbu.html. Diakses pada tanggal 02 April 2014

Nursamsirusmidin. 2013. Konservasi Rehabilitasi Lamun Sea Grass. http://nursamsirusmidin.blogspot.com/2013/07/konservasi-rehabilitasi-lamun-sea-grass.html. Diakses pada tanggal 02 April 2014

Septina, Kiky. 2013. Membangun Kemandirian Ekonomi Masyarakat Lokal Melalui Ekowisata. http://www.tnbalibarat.com/?p=113. Diakses pada tanggal 02 April 2014

27

Page 30: ekolatrop-ecoport

Santoso. 2014. KKP Dorong Penerapan “Ecoport” Di Pelabuhan. http://www.antarasulteng.com/berita/13557/kkp-dorong-penerapan-ecoport-di-pelabuhan. Diakses pada tanggal 02 April 2014

AKPN, Sumarni. 2013. Peranan Penting Pelabuhan. http://chumataruni.blogspot.com/2013/01/peranan-penting-pelabuhan.html. Diakses pada tanggal 02 April 2014

Sukmana,Fitra Lutfi. 2011. Monitoring Terumbu dengan Metode Reef Check Di Perairan Sendang Biru, Kabupaten Malang. http:// elibrary. ub. ac. id/ handle/ 123456789/ 24606Diakses pada tanggal 02 April 2014

28