efusi pleura

49
Praktik Profesi Keperawatan Medikal Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2015 LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENDERITA EFUSI PLEURA OLEH I GUSTI AGUNG NOVI LINDASWARI NIM.1002105038 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Upload: ratna-sawitri

Post on 06-Feb-2016

115 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

lp efusi pleura

TRANSCRIPT

Page 1: Efusi Pleura

Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2015

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PENDERITA EFUSI PLEURA

OLEH

I GUSTI AGUNG NOVI LINDASWARI

NIM.1002105038

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2015

Page 2: Efusi Pleura

Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2015

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi

Efusi pleura adalah suatu kondisi medis dimana terjadi penumpukan sejumlah cairan

abnormal di sekitar paru-paru. Pleura adalah selaput tipis yang melapisi permukaan

paru-paru pada dinding bagian dalam dan dinding bagian luar paru-paru. Pada efusi

pleura, cairan terakumulasi dalam ruang antara lapisan pleura (WebMD, 2011).

Efusi pleura adalah adanya kumpulan cairan dalam ruang antara dua lapisan (pleura)

paru-paru (Davis, 2012). Pleura adalah membran tipis yang melapisi permukaan paru-

paru yang terdiri dari pleura visceralis dan pleura parietalis (Sudoyo, 2006).

Pleura merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis yang

melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi paru (pleura visceralis). Di antara

pleura parietalis dan pleura visceralis terdapat suatu rongga yang berisi cairan pleura yang

berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan bergerak selama pernafasan. Tekanan dalam

rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfer, sehingga mencegah kolaps paru. Cairan

dalam keadaan normal dalam rongga pleura bergerak dari kapiler di dalam pleura parietalis

ke ruang pleura dan kemudian diserap kembali melalui pleura visceralis. Selisih perbedaan

absorpsi cairan pleura melalui pleura visceralis lebih besar daripada selisih perbedaan

pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura visceralis lebih besar

daripada pleura parietalis sehingga pada ruang pleura dalam keadaan normal hanya terdapat

beberapa mililiter cairan.

Bila terserang penyakit, pleura mungkin mengalami peradangan atau cairan dapat masuk

ke dalam rongga pleura menyebabkan paru tertekan atau kolaps. Efusi pleura dapat

disebabkan antara lain karena tuberkulosis, neoplasma atau karsinoma, gagal jantung,

pnemonia,dan infeksi virus maupun bakteri (Price dan Wilson, 2005). Jadi, dapat

disimpulkan efusi pleura adalah suatu kondisi medis dimana terjadi penumpukan sejumlah

cairan abnormal dalam ruang antara lapisan pleura.

Page 3: Efusi Pleura

Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2015

Gambar 1. Efusi Pleura (Google Image, 2012 )

2. Epidemiologi / Insiden Kasus

Efusi pleura sering terjadi di negara-negara yang sedang berkembang, salah satunya di

Indonesia. Hal ini lebih banyak diakibatkan oleh infeksi tuberkolosis. Bila di negara-negara

barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif, keganasan, dan

pneumonia bakteri. Di Amerika efusi pleura menyerang 1,3 juta org/th. Di Indonesia TB Paru

adalah peyebab utama efusi pleura, disusul oleh keganasan. 2/3 efusi pleura maligna

mengenai wanita. Efusi pleura yang disebabkan karena TB lebih banyak mengenai pria.

Mortalitas dan morbiditas efusi pleura ditentukan berdasarkan penyebab, tingkat keparahan

dan jenis biochemical dalam cairan pleura (Mulyono, 2009).

3. Penyebab / Faktor Predisposisi

Menurut Sudoyo (2006), penyebab dari efusi pleura berdasarkan pembentukan dan

penyerapan cairan rongga pleura antara lain :

a. Pembentukan Cairan Berlebih

Dapat terjadi karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba

subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan

berdarah dan karena trauma. Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada

proses penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan

oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :

- Peningkatan tekanan dan permeabilitas kapiler subpleural atau limfatik (radang,

neoplasma)

- Penurunan tekanan osmotic koloid darah (hypoalbuminemia)

- Peningkatan tekanan negative intrapleural (atelektasis)

- Peningkatan tekanan hidrostatik (gagal jantung)

Peningkatan pembentukan cairan pleura juga didasarkan pada lokasi terimbunnya cairan,

yaitu :

- Peningkatan cairan interstisial di paru akibat gagal jantung kiri, pneumonia, dan

emboli paru

- Peningkatan tekanan intravaskuler di pleura akibat gagal jantung kanan atau kiri,

dan syndrome vena cava superior

- Peningkatan kadar protein cairan pleura akibat atelektasis paru atau peningkatan

“elastic recoil” paru

Page 4: Efusi Pleura

Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2015

- peningkatan cairan dalam rongga peritoneal akibat asites atau dialisis peritoneal

- sumbatan duktus toraksikus

b. Penurunan Absorbsi Cairan Pleura

Penurunan absorbsi cairan pleura dapat terjadi akibat :

- Obstruksi saluran limfe parietal

- Peningkatan tekanan vaskuler sistemik akbat syndrome vena cava superior atau gagal

jantung kanan

- Bendungan akibat penyakit ginjal, tumor mediastinum, sindroma meig (tumor

ovarium).

Banyak kondisi medis dapat menyebabkan efusi pleura. Beberapa penyebab yang lebih

umum adalah:

- Gagal jantung kongestif

- Pneumonia

- Penyakit hati (sirosis)

- Stadium akhir penyakit ginjal

- Sindrom nefrotik

- Kanker

- Emboli paru

- Lupus dan kondisi autoimun lainnya

Penumpukan cairan yang berlebihan dapat terjadi akibat tubuh tidak dapat mengatur

kelebihan cairan dengan baik (seperti pada gagal jantung kongestif, penyakit ginjal kronik

dan penyakit hati). Cairan efusi pleura mungkin juga terjadi akibat hasil dari peradangan,

seperti pada pneumonia, penyakit autoimun, dan kondisi lainnya (Davis, 2012).

4. Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan

protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat

sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi yang terjadi karena perbedaan

tekanan osmotic plasma dan jaringan interstitial submesotelial kemudian melalui sel

mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh

limfe sekitar pleura. Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh

peradangan. Bila proses radang disebabkan oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah,

sehingga terjadilah empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar

Page 5: Efusi Pleura

Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2015

pleura dapat menyebabkan hemotoraks. Proses terjadinya pneumotoraks karena pecahnya

alveoli dekat pleura parietalis sehingga udara akan masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini

sering disebabkan oleh trauma dada atau alveoli yang kurang elastis lagi seperti pada pasien

emfisema paru.

Pada kondisi tertentu rongga pleura dapat terjadi penimbunan cairan berupa transudat

maupun eksudat. Transudat terjadi pada peningkatan tekanan vena pulmonalis, misalnya

pada gagal jantung kongestif. Pada kasus ini keseimbangan kekuatan menyebabkan

pengeluaran cairan dari pembuluh darah. Transudasi juga dapat terjadi pada hipoproteinemia

seperti pada penyakit hati dan ginjal. Penimbunan transudat dalam rongga pleura disebut

hidrotoraks. Cairan pleura cenderung tertimbun pada dasar paru akibat gaya gravitasi.

Penimbunan eksudat disebabkan oleh peradangan atau keganasan pleura, dan akibat

peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorpsi getah bening.Jika efusi pleura

mengandung nanah, keadaan ini disebut empiema. Empiema disebabkan oleh perluasan

infeksi dari struktur yang berdekatan dan dapat merupakan komplikasi dari pneumonia,

abses paru atau perforasi karsinoma ke dalam rongga pleura. Bila efusi pleura berupa cairan

hemoragis disebut hemotoraks dan biasanya disebabkan karena trauma maupun keganasan.

Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi pengembangannya.

Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada ukuran dan cepatnya

perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun secara perlahan-lahan maka jumlah cairan

yang cukup besar mungkin akan terkumpul dengan sedikit gangguan fisik yang nyata.

Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan menyebabkan gagal nafas.

Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan pernafasan bila tekanan partial Oksigen (Pa

O2)≤ 60 mmHg atau tekanan partial Karbondioksida arteri (Pa Co2) ≥ 50 mmHg melalui

pemeriksaan analisa gas darah. Pathway Terlampir

5. Klasifikasi

Klasifikasi efusi pleura berdasarkan cairan yang terbentuk (Suzanne C Smeltezer

dan Brenda G. Bare, 2002).

a. Transudat

Merupakan filtrat plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang utuh, terjadi jika

faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan reabsorbsi cairan pleura terganggu yaitu

karena ketidakseimbangan tekanan hidrostaltik atau ankotik. Transudasi menandakan kondisi

seperti asites, perikarditis. Penyakit gagal jantung kongestik atau gagal ginjal sehingga terjadi

penumpukan cairan. Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler

Page 6: Efusi Pleura

Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2015

hidrostatik dan ostmotik koloid terganggu sehingga terbentuknya cairan akan melebihi

reabsorbsinya. Biasanya hal ini terdapat pada:

Meningkatnya tekanan kapiler sistemik

Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner

Menurunnya tekanan osmotic koloid dalam pleura

Menurunnya tekanan intra pleura.

b. Eksudat

Sedangkan pada efusi eksudat, terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan

permabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah

menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab

pleuritis eksudativa yang paling sering adalah akibat M. tuberculosis dan dikenal sebagai

pleuritis eksudativa tuberkulosa. Sebab lain seperti parapneumonia, parasit (amuba,

paragonimiosis, ekinokokus), jamur, pneumonia atipik (virus, mikoplasma, legionella),

keganasan paru, proses imunologik seperti pleuritis lupus (karena Systemic Lupus

Eritematous), pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang sebab lain seperti pancreatitis,

asbestosis, pleuritis uremia, dan akibat radiasi.

Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membrane kapiler yang permeablenya

abnormal karena peradangan (infeksi, infark paru, atau neoplasma) dan berisi protein

berkonsentrasi tinggi dibandingkan protein transudat. Protein yang terdapat dalam cairan

pleura kebanyakan berasal dari saluran limfe. Kegagalan aliran protein limfe ini (misal: pada

pleuritis tuberkulosa) akan menyebabkan peningkatan konsentrasi protein cairan pleura,

sehingga menimbulkan eksudat.

Efusi transudat atau eksudat dapat dibedakan menurut perbandingan jumlah laktat

dehidrogenase (LDH) dan protein yang terdapat di dalam cairan pleura dan serum. Efusi

pleura eksudatif memenuhi setidaknya salah satu dari ketiga kriteria berikut, sementara

transudatif tidak sama sekali memenuhi kriteria ini:

Perbandingan kadar protein cairan pleura/protein serum > 0,5

Perbandingan kadar LDH cairan pleura/LDH serum > 0.6

Kadar LDH cairan pleura > 2/3 kadar normal tertinggi serum (>200)

Tabel 1. Perbedaan transudat dan eksudat menurut penyebabnya

Transudat Eksudat Gagal jantung kanan Hipoproteinemia Pneumonial-bakteri Perikarditis konstriktif

TB (tuberkolosis) Infark paru Keganasan Infeksi sub diafragma

Page 7: Efusi Pleura

Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2015

Sindrom Meig Myxoedema pankreatitis

Infeksi jamur (jarang) Syndrome post infark Tumor pleura primer

Tabel 2. Perbedaan transudat dan eksudat lewat perbandingan kandungan di dalamnya

No Pembanding Transudat Eksudat1 Uji Rivalta -- +2 Protein < 3,0 gr% > 3,0 gr%3 Nisbah protein cp/plasma < 0,5 > 0,54 Berat jenis < 1,016 > 1,0165 LDH < 200/ɥ > 200/ɥ6 Nisbah LDH cp/plasma < 0,6 > 0,67 Leukosit

Hitung jenis <1000< 50% limfosit

>1000> 50% limfosit

8 pH >7,3 < 7,39 Glukosa ≤ plasma < plasma10 Amilase = plasma > plasma11 Alkali fosfatase < 75 ɥ > 75 ɥ

Klasifikasi efusi pleura berdasarkan paru yang terkena

a) Bilateral : pada Decom cordis, Nefrotik sindr, Ascites, SLE, Tumor, TBC, Infark paru

b) Unilateral : akibat Infeksi spes / non spes

Klasifikasi efusi pleura berdasarkan lokasi dan bentuknya

a. Phantom Tumor : menggantung / seperti Tumor yg letaknya di fisura paru

b. Subfrenik : menggantung pada basal paru

c. Pocketed : membentuk kantung yang terpisah-pisah

d. Organisasi : memadat / sudah tak cair lagi

Klasifikasi dari efusi pleura berdasarkan penyakit paru lain yang menyertai

a. Efusi Pleura akibat Pleuritis

Gejala spesifik efusi pleura akibat pleuritis adalah nyeri pada pleura (pleuritic pain),

dibagi atas :

1) Pleuritis eksudative (efusi pleura)

Umumnya didasari suatu proses peradangan yang dapat akut seperti pneumonia akut

akibat infeksi virus, maupun kronik seperti pleuritis eksudatif tuberkulosa. Kadar

proteinnya tinggi sehingga apabila diperiksa dengan reagens Rivalta akan menghasilkan

kekeruhan (uji Rivalta +). Dengan demikian eksudat ini cukup kental, warnanya

kekuning-kuningan, dan jernih serta cukup banyak mengandung sel-sel limfosit dan

mononuclear. Pada pemeriksaan radiologis >75 ml sinus kostofrenikus tumpul, dan >300

ml tampak gambaran efusi pleura, garis Ellis Domessau (pada pemeriksaan lateral

Page 8: Efusi Pleura

Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2015

dekubitus). Pada pemeriksaan diagnostik dan fisik terdengar fremitus melemah, suara

napas melemah/mengilang, dan redup pada dada

2) Pleuritis fibrinosa (Sicca/kering)

Disebabkan oleh trauma pada dinding dada, atau penyakit primer di paru seperti

pneumonia, infark paru, Ca.bronkus, dan abses paru. Ditandai dengan nyeri pada pleura,

friksi pleura (+), dan nyeri pada bahu/abdomen

b. Hidrotoraks

Pada keadaan hipoproteinemi/hipoalbuminemia berat bisa timbul transudat. Cairannya

encer dengan warna dan konsistensi seperti serum, dan tidak mengandung protein

sehingga uji Rivalta pun akan negative. Hidrotoraks biasa ditemukan bilateral. Sebab lain

yang mungkin adalah gagal jantung kanan, sirosis hati dengan asites, serta sebagai salah

satu trias dari sindroma Meig (fibroma ovarii, asites, dan hidrotoraks).

c. Hematotoraks/hemotoraks

Timbul perdarahan dalam rongga pleura akibat trauma dada/toraks.

d. Piotoraks/empiema

e. Akibat infeksi primer maupun sekunder bakteri piogenik yang menyebabkan cairan

pleura berubah menjadi pus/nanah.

f. Efusi Pleura Ganas/Masif

Efusi pleura masif sering disebabkan oleh keganasan. Jumlah cairan yang dihasilkan

banyak dan produksinya berlangsung cepat. Efusi pleura ganas merupakan penumpukan

cairan dalam rongga pleura pada penderita penyakit keganasan di dalam maupun di luar

rongga toraks, akibat metastasis maupun proses non metastasis. Efusi yang berkaitan

dengan keganasan pada rongga pleura dapat dibuktikan dengan pemeriksaan sitologi,

biopsi pleura, atau otopsi. EPG dapat terjadi melalui :

Implantasi sel-sel tumor pada permukaan pleura

Pleuritis yang disebabkan oleh peritonitis sekunder akibat tumor paru

Akibat obstruksi aliran limfe atau pembuluh darah

Erosi pembuluh darah atau limfe sehingga pembentukan cairan pleura meningkat

Invasi langsung tumor ke rongga pleura melalui dinding thoraks

g. Chylothorax

Dapat terjadi karena suatu proses keganasan dalam mediastinum sehingga terjadi erosi

dari duktus toraksikus serta fistulasi ke dalam rongga pleura, dimana cairannya adalah

cairan limfe (putih kekuningan seperti susu). Kelainan ini dapat pula ditemukan pada

Page 9: Efusi Pleura

Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2015

kasus sirosis hati dengan chylous ascites, dimana cairan asites ini akan menembus

diafragma dan masuk ke rongga pleura.

h. Hidropneumotoraks dan piopneumotoraks

Bila pada suatu piotoraks didapatkan juga udara di atas pus, maka disebut

piopneumotoraks. Namun bila cairan masih belum berupa pus maka disebut

hidropnemotoraks (air-fluid level).

i. Cairan pleura hemato-sanguinus

Bila cairan patologis dihasilkan oleh proses maligna pada pleura, baik primer maupun

sekunder, maka cairan akan berwarna kemerah-merahan sampai coklat (hemato-

sanguinus). Suatu abses hati (karena amuba) yang menembus diafragma akan pula

menimbulkan efusi pleura kanan dengan cairan hemato-sanguinus bercampur pus.

j. Pleuritis tuberkulosa

Penyakit ini terjadi sebagai komplikasi tuberculosis paru melalui fokus subpleura yang

robek atau melalui aliran getah bening. Penyebab lain dapat pula berasal dari robeknya

perkejuan ke arah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga, atau kolumna

vertebralis. Penyebaran dapat pula secara hematogen dan menimbulkan efusi pleura

bilateral. Cairan efusi yang keluar biasanya serosa, namun kadang-kadang bisa juga

hemoragik. Jumlah leukosit antara 500-2.000 per cc dengan dominasi awal sel

polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit. Cairan efusi sangat sedikit mengandung

kuman tuberkulosis, tapi adalah karena reaksi hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein.

6. Manifestasi Klinis

Gejala yang paling sering ditemukan (tanpa menghiraukan jenis cairan yang terkumpul

ataupun penyebabnya) adalah sesak nafas dan nyeri dada (biasanya bersifat tajam dan

semakin memburuk jika penderita batuk atau bernafas dalam). Kadang beberapa penderita

tidak menunjukkan gejala sama sekali. Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:

a. Timbunan cairan dalam rongga pleura akan memberikan kompresi patologis pada

paru, sehingga ekspansinya akan terganggu dengan akibat akhir timbul sesak napas

(tanpa bunyi tambahan, karena bronkus tetap normal). Makin banyak timbunan

cairan, sesak akan makin terasa. Pada beberapa penderita akan timbul batuk-batuk

kering, yang disebabkan oleh rangsangan pada pleura.

b. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada

pleuritis (pneumonia) yaitu perasaan tumpul di dalam dada, panas tinggi (kokus),

subfebril (tuberkulosisi), anxietas (sirosis hati), banyak keringat, batuk, banyak riak.

Page 10: Efusi Pleura

Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2015

c. Batuk kadang berdarah pada perokok (Ca bronchus)

d. Bising jantung (murmur) pada payah jantung

e. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan

cairan pleural yang signifikan.

f. Terdorongnya mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan

g. Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta

h. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang mengalami efusi.

i. Egofoni diatas paru yang tertekan dekat efusi (pada auskultasi terdengar E sengau)

j. Suara nafas berkurang diatas efusi pleura

k. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan

akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan,

fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam

keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis

Damoiseu), pada sisi yang diauskultasi mengalami penurunan bunyi pernapasan.

l. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang redup saat diperkusi dibagian atas garis

Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan

mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler

melemah dengan ronki.

m. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura

n. Jari tabuh merupakan tanda fisik yang nyata dari karsinoma bronkogenik,

bronkiektasis, abses dan TB paru.

7. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang ditemukan bervariasi tergantung dari volume efusi pleura. Secara

umum, tidak dapat ditemukan jika volumenya < 300 ml. Jika > 300 ml pemeriksaan fisik

yang dapat ditemukan diantaranya:

a. Inspeksi

1) klien nampak meringis nyeri,

2) pengembangan rongga torak yang asimetris sehingga sisi yang mengalami efusi

terjadi ketinggalan bernafas (Hoover sign),

3) Bila banyak sekali cairan dalam rongga pleura, maka akan tampak sela-sela iga

menonjol atau konveks

4) Jika cairan < 300cc secara fisik tidak ada perubahan

Page 11: Efusi Pleura

Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2015

5) Terjadi pergeseran mediastinum hanya terlihat pada efusi yang masif (>1000 mL).

Pada gambaran radiologi dijumpai adanya pergesaran trakea dan mediastinum ke

arah kontra lateral lesi efusi.

6) Beberapa inspeksi penting yang menjadi petunjuk adanya efusi pleura :

perubahan pada kulit pada penyakit hati kronis

distensi vena jugularis

clubbing finger

massa intra abdomen atau nodul pada payudara

b. Palpasi

Terdapat gerakan dada sisi sakit tertinggal dan fremitus raba sisi sakit turun

c. Perkusi

Suara ketok sisi sakit redup/ resonansinya turun sampai pekak. Makin banyak cairan

bunyi perkusi makin pekak. Pada bagian atas garis Ellis Damoiseau didapatkan suara

redup (segitiga Garland)

d. Auskultasi

- Suara napas akan melemah sampai menghilang sama sekali (cairan banyak), yaitu

karena paru sama sekali tidak dapat ekspansi lagi

- Suara gesekan pleura

- Egofoni diatas paru yang tertekan dekat efusi (pasien menyebutkan I, pada

auskultasi terdengar E sengau)

- Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong

mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah

dengan ronki.

- Pada efusi murni suara tambahan (ronki) tidak akan ada, sebab parenkim parunya

tetap normal. Adanya ronki hanya menunjukkan bahwa di samping adanya cairan,

paru itu sendiri juga mengalami perubahan patologis.

8. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang

Pemeriksaan Penunjang

a. Rontgen Toraks

Dalam foto thoraks terlihat hilangnya sudut kostofrenikus dan akan terlihat

permukaan yang melengkung jika jumlah cairan >300 cc. Pergeseran mediastinum

kadang ditemukan. Bentuk thoraks berdasarkan jumlah cairan dalam pleura antara

lain :

Page 12: Efusi Pleura

Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2015

< 300 CC : Secara fisik tak ada perubahan. Foto PA: sinus masih nampak lancip.

Foto Lat: sinus nampak mulai tumpul

> 500 cc : Gerak dada/ fremitus suara/ fremitus raba menurun, suara ketok redup

> 1000 cc : Dada cembung, egofoni positip

> 2000 cc : Mediastinum terdorong

b. CT Scan Thoraks

CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan

adanya pneumonia, abses paru atau tumor. Berperan penting dalam mendeteksi

ketidaknormalan konfigurasi trakea serta cabang utama bronkus, menentukan lesi

pada pleura dan secara umum mengungkapkan sifat serta derajat kelainan bayangan

yang terdapat pada paru dan jaringan toraks lainnya.

c. USG dada

USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya

sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.

d. Ultrasound

Ultrasound dapat membantu mendeteksi cairan pleura yang timbul dan sering

digunakan dalam menuntun penusukan jarum untuk mengambil cairan pleura pada

torakosentesis.

e. Torakosentesis

Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan

pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis

(pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke

dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal). Torakosentesis / pungsi

pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan, sitologi, berat jenis.

Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8.

Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus

(piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil

bendungan) atau eksudat (hasil radang).

Page 13: Efusi Pleura

Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2015

Gambar 2. Torakosentesis pada efusi pleura (Google Image, 2012)

f. Analisis cairan pleura

Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam

(untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa,

amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel

malignan, dan pH.

g. Biopsi Pleura

Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan

biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa. Pada

sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab

dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.

h. Bronkoskopi

Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang

terkumpul.

Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan Cairan Pleura secara Maksroskopi

Transudat : cairan putih jernih sepert air. Decomp cordis, nefrotik sindr, ascites,

meigs sindr, VCSS

Eksudat : cairan jernih kekuningan. Tumor, infark paru, infeksi spes / non spes

Haemorhagic : cairan merah bata dan cair. Tumor, trauma, Infeksi spes / non spes

Cylotoraks : putih seperti susu. Trauma ductus toracicus, Limfangitis

Empyema : kental, keruh, bau (anaerob)

Malignat mesotelioma : kental, dan mudah berdarah

Amoebiasis : anchory color dan berbau

b. Sitologi Cairan Pleura

Leukosit > 25.000 / mm3 : Empyema

Page 14: Efusi Pleura

Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2015

Netrophil > : Pneumonia, TBC, Pancreatitis

Limphosit > : TBC, limphoma, keganasan

Eosinophil > : Emboli , Parasit, Jamur

Eritrosit 5 – 10 ribu/mm3 : Pneumoni, Keganasan

Eritrosit 100 ribu / mm3 : Keganasan, Trauma, Infark Paru

Sel ganas ditemukan pada 50 – 60 % : Keganasan.

c. Hasil Pemeriksaan Kimia Klinik Cairan Pleura

Glukosa < 30 mg / 100 cc : Pleuritis Reumatik

Glukosa 30 – 60 mg / 10 cc : TBC, Keganasan, Empyema

Amilase pleura > amilase serum : Pancreatitis, Rupture Esophageus

PH darah turun disertai CO2 naik : TBC.

9. Therapy / Tindakan Penanganan

Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah

penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu.

Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia,

sirosis).

a. Efusi akibat infeksi

Efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi melalui sela

iga. Bila cairan pus kental hingga sulit keluar atau bila empiemanya multilokular, perlu

tindakan operatif atau sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis

atau larutan antiseptik (betadine). Pengobatan sistemik hendaknya segera diberikan

dengan diiringi pengeluaran cairan yang adekuat.

b. Efusi akibat Keganasan

Bila penyebab dasar malignansi, pengumpulan cairan sulit untuk diobati karena cairan

cenderung untuk terbentuk kembali dengan cepat. Efusi dapat terjadi kembali dalam

beberapa hari atau minggu. Torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein

dan elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan

pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase water-

seal atau pengisapan untuk mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru. Lalu

dimasukkan bahan iritan (misalnya larutan atau serbuk doxicycline) ke dalam rongga

pleura. Bahan iritan ini akan menyatukan kedua lapisan pleura sehingga tidak lagi

Page 15: Efusi Pleura

Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2015

terdapat ruang tempat pengumpulan cairan tambahan. Untuk mencegah terjadinya lagi

efusi pleura setelah aspirasi (pada efusi pleura maligna), dapat dilakukan pleurodesis,

yaitu melengketnya pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah

tertrasiklin (terbanyak dipakai), bleomisin, korinebakterium parvum, Tio-tepa, dan 5

Fluorourasil.

c. Efusi akibat TB

Pengobatan pada penyakit tuberkulosis (pleuritis tuberkulosis) dengan menggunakan

OAT dapat menyebabkan cairan efusi diserap kembali, tapi untuk menghilangkan eksudat

ini dengan cepat dapat dilakukan torakosintesis. Umumnya cairan diresolusi dengan

sempurna, tapi kadang-kadang dapat diberikan kortikosteroid secara sistemik (Prednison

1 mg/kg BB selama 2 minggu kemudian dosis diturunkan secara perlahan).

d. Efusi akibat Hemotoraks

Jika darah memasuki rongga pleura biasanya dikeluarkan melalui sebuah selang.

Melalui selang tersebut bisa juga dimasukkan obat untuk membantu memecahkan bekuan

darah (misalnya streptokinase dan streptodornase). Jika perdarahan terus berlanjut atau

jika darah tidak dapat dikeluarkan melalui selang, maka perlu dilakukan tindakan

pembedahan.

e. Efusi akibat Kilotoraks

Pengobatan untuk kilotoraks dilakukan untuk memperbaiki kerusakan saluran getah

bening. Bisa dilakukan pembedahan atau pemberian obat antikanker untuk tumor yang

menyumbat aliran getah bening.

f. Pungsi pleura

Jika jumlah cairannya sedikit, mungkin hanya perlu dilakukan pengobatan terhadap

penyebabnya. Jika jumlah cairannnya banyak, sehingga menyebabkan penekanan maupun

sesak nafas, maka perlu dilakukan tindakan drainase (pengeluaran cairan yang

terkumpul). Cairan bisa dialirkan melalui prosedur torakosentesis, dimana sebuah jarum

(atau selang) dimasukkan ke dalam rongga pleura. Aspirasi cairan pleura berguna sebagai

saran diagnostik dan terapeutik. Pelaksanaan sebaiknya dilakukan pada pasien dengan

posisi duduk. Torakosentesis biasanya dilakukan untuk menegakkan diagnosis, tetapi

pada prosedur ini juga bisa dikeluarkan cairan sebanyak 1,5 liter. Jika jumlah cairan yang

harus dikeluarkan lebih banyak, maka dimasukkan sebuah selang melalui dinding dada.

Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis aksila posterior dengan

memakai jarum abocath nomor 14 atau 16. Torakosentesis memiliki beberapa komplikasi,

antara lain pleura shock (hipotensi), edema paru akut, pnemuotoraks, hemotoraks, dan

Page 16: Efusi Pleura

Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2015

emboli udara. Penegakkan diagnosis melalui cairan pleura antara lain dilakukan

pemeriksaan warna cairan, biokima cairan, sitologi, bakteriologi.

g. Pungsi percobaan/diagnostik

Yaitu dengan menusuk dari luar dengan suatu spuit kecil steril 10 atau 20 ml serta

mengambil sedikit cairan pleura (jika ada) untuk dilihat secara fisik (warna cairan) dan

untuk pemeriksaan biokimia (uji Rivalta, kadar kolesterol, LDH, pH, glukosa, dan

amilase), pemeriksaan mikrobiologi umum dan terhadap M. tuberculosis serta

pemeriksaan sitologi. Analisis cairan pleura yang dilakukan satu kali kadang-kadang

tidak dapat menegakkan diagnosis. Dianjurkan aspirasi dan analisisnya diulang kembali

sampai diagnosisnya menjadi jelas. Jika fasilitas memungkinkan dapat dilakukan

pemeriksaan tambahan seperti: 1) Bronkoskopi, pada kasus-kasus neoplasma, korpus

alienum dalam paru, abses paru dan dilakukan beberapa biopsy. 2) Scanning isotop, pada

kasus-kasus dengan emboli paru. 3) Torakoskopi (fiber-optic pleuroscpy), pada kasus-

kasus dengan neoplasma atau pleuritis tuberkulosa.

h. Pungsi terapeutik

Yaitu mengeluarkan sebanyak mungkin cairan patologis yang tertimbun dalam rongga

pleura, sehingga diharapkan paru pada sisi yang sakit dapat mengembang lagi dengan

baik, serta jantung dan mediastinum tidak lagi terdesak ke sisi yang sehat, dan penderita

dapat bernapas dengan lega kembali. Hal ini sangat penting pada keganasan pleura

dimana timbunan cairan akan dapat mencapai puncak paru serta mendorong jantung dan

mediastinum sedemikian rupa sehingga menimbulkan gangguan hemodinamik. Juga pada

pleuritis eksudatif serta pada hematotoraks untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder

(piotoraks) serta Schwarte di kemudian hari, disamping mengurangi kompresi paru.

i. Water seal drainage (WSD)

1) Pengertian

WSD adalah suatu unit yang bekerja sebagai drain untuk mengeluarkan udara dan

cairan melalui selang dada.

2) Indikasi

- Pneumothoraks karena rupture bleb, luka tusuk tembus

- Hemothoraks karena robekan pleura, kelebihan anti koagulan, pasca bedah toraks

- Torakotomi

- Efusi pleura

- Empiema karena penyakit paru serius dan kondisi inflamasi

3) Tujuan Pemasangan

Page 17: Efusi Pleura

Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2015

- Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura

- Untuk mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura

- Untuk mengembangkan kembali paru yang kolap dan kolap sebagian

- Untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga dada. 

4) Tempat pemasangan

a) Apikal

Letak selang pada interkosta III mid klavikula. Dimasukkan secara antero lateral.

Berfungsi untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura

b) Basal

Letak selang pada interkostal V-VI atau interkostal VIII-IX mid aksiller.

Berfungsi untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura

5) Jenis WSD

a) Sistem satu botol

Sistem drainase ini paling sederhana dan sering digunakan pada pasien dengan

simple pneumotoraks

Gambar 3. Pemasangan WSD sistem 1 botol (Goole Image, 2012)

b) Sistem dua botol

Pada system ini, botol pertama mengumpulkan cairan/drainase dan botol kedua

adalah botol water seal.

c) System tiga botol

Sistem tiga botol, botol penghisap control ditambahkan ke system dua botol.

System tiga botol ini paling aman untuk mengatur jumlah penghisapan.

Page 18: Efusi Pleura

Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2015

10. Komplikasi

Komplikasi dari Efusi Pleura antara lain :

a. Fibrotoraks

Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik

akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan

ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan

mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan

pengupasan(dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-membran

pleura tersebut.

b. Atalektasis

Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh

penekanan akibat efusi pleura.

c. Fibrosis paru

Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam

jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai

kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi

pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan

paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.

d. Kolaps Paru

Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada

sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan

kolaps paru.

e. Pneumotoraks (karena udara masuk melalui jarum)

f. Hemotoraks ( karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)

g. Emboli udara (karena adanya laserasi yang cukup dalam, menyebabkan udara dari

alveoli masuk ke vena pulmonalis)

h. Laserasi pleura viseralis.

11. Prognosis

Prognosis efusi pleura tergantung pada penyakit dasarnya. Prognosis buruk pada efusi

pleura berat terutama pasien dengan nilai analisa gas darah yang buruk.

Page 19: Efusi Pleura

Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2015

B. DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Identitas Klien

Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal

(alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi

kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya

riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996).

b. Keluhan Utama

Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari

pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi pleura

didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat

iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan

bernafas serta batuk non produktif.

Data Subjektif:

- Klien mengeluh sulit bernafas, terasa sesak

- klien mengatakan merasa nyeri pada dada sebelah kanan, klien mengatakan

nyeri terasa tajam seperti menusuk-nusuk dada, klien mengatakan nyeri menetap

dan bertambah bila bernapas

- klien mengeluh demam

- klien mengatakan cemas dengan penyakitnya

Data Objektif:

- Frekuensi nafas cepat

- Adanya batuk kering

- tampak deviasi trakea ke arah kiri

- pengembangan rongga torak yang asimetris sehingga sisi yang mengalami efusi

terjadi ketinggalan bernafas (Hoover sign)

Page 20: Efusi Pleura

Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2015

- klien tampak dyspnea

- klien tampak meringis nyeri dalam keadaan duduk permukaan cairan pada dada

kanan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu)

- pH 7,6, SaO2 75%

- Palpasi : taktil premitus pada salah satu atau kedua dada kanan melemah

- Perkusi : Tampak suara ketokan meredup pada salah satu atau kedua dada

- Auskultasi: bunyi nafas menurun pada lobus yang dicurigai penumpukan cairan

- klien tampak gelisah

- klien tampak melindungi bagian tubuh yang nyeri

- ujung jari tangan dan kaki dan bibir tampak kebiruan

- klien tampak pucat

- klien nampak lemah

- ADL klien dibantu

- Kulit klien teraba hangat

- Kulit klien tampak kemeraha

- Suhu tubuh aksila > 37,50 C

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan

saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan

menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengobatan.

Pasien dengan efusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti

batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan

sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan

yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya

tersebut.

d. Riwayat Penyakit Terdahulu

Keadaan atau penyakit - penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin

sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis

paru yang kembali aktif.

2. Pengkajian Gordon

1) Persepsi kesehatan

Page 21: Efusi Pleura

Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2015

Pengetahuan klien tentang kesehatannya, termasuk riwayat keluarga dan riwayat

kesehatan, hal yang dilakukan saat pasien sakit, obat yang biasa digunakan.

Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan

obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.

2) Pola nutrisi metabolik

Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran

tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien, selain juga perlu

ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan

effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan

penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat

proses penyakit. pasien dengan efusi pleura keadaan umumnya lemah

3) Pola eliminasi

Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan ilusi dan

defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah,

pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain

akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-

otot tractus degestivus.

4) Pola aktivitas dan latihan

Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan pasien akan

cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga akan

mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Dan untuk memenuhi kebutuhan

ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya. Dengan

adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas.

5) Pola tidur dan istirahat

Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh

terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat, selain itu akibat perubahan kondisi

lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana

banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.

6) Pola kognitif dan perceptual

Ada masalah dengan alat indera atau tidak, menggunakan alat bantu dengar dan

kacamata atau tidak, persepsi klien tentang nyerinya

7) Pola persepsi dan konsep diri

Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba

mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien mungkin

Page 22: Efusi Pleura

Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2015

akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan.

Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap dirinya.

Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir

klien tentang penyakitnya.

8) Pola seksualitas dan reproduksi

Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan terganggu

untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya

masih lemah.

9) Pola peran dan hubungan

Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan peran,

misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan fungsinya

sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya, mengurus suaminya. Disamping

itu, peran pasien di masyarakatpun juga mengalami perubahan dan semua itu

mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.

10) Pola manajemen koping stress

Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress dan

mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya

atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.

Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada

penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan.

11) Pola Nilai dan kepercayaan

Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan

menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan.

Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah

klien.

3. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai dengan perubahan

tekanan darah, perubahan frekuensi pernapasan, perilaku distraksi, mengekspresikan

perilaku (mis. Gelisah, menangis, waspada), melaporkan nyeri secara verbal.

2) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus dalam jumlah

berlebihan, sekresi yang tertahan/sisa sekresi, infeksi ditandai dengan suara napas

Page 23: Efusi Pleura

Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2015

tambahan, perubahan frekuensi napas, perubahan irama napas, dispnea, sputum dalam

jumlah berlebih, dan batuk yang tidak efektif.

3) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan, hiperventilasi ditandai

dengan perubahan kedalaman pernapasan, dispnea, pernapasan cuping hidung,

pernapasan bibir, penggunaan otot aksesorius untuk bernapas.

4) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-kapiler

ditandai dengan pH darah arteri abnormal, pernapasan abnormal (mis ; kecepatan,

irama, kedalaman), dispnea, napas cuping hidung, gelisah, somnolen, takikardia dan

warna kulit abnormal (mis; pucat, kehitaman).

5) Hipertermi berhubungan dengan penyakit, peningkatan laju metabolisme ditandai

dengan peningkatan suhu diatas kisaran normal, kulit teraba hangat, kulit kemerahan.

6) Intolerasi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan respons tekanan darah abnormal,

ketidaknyamanan setelah beraktivitas, dispnea setelah beraktivitas, menyatakan

merasa letih, menyatakan merasa lelah.

7) Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder

8) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan informasi ditandai dengan

pengungkapan masalah

Page 24: Efusi Pleura

Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2015

4. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa

Keperawatan

Rencana Keperawatan

Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai dengan perubahan tekanan darah, perubahan frekuensi pernapasan, perilaku distraksi, mengekspresikan perilaku (mis. Gelisah, menangis, waspada), melaporkan nyeri secara verbal.

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x24 jam diharapkan level ketidaknyamanan pasien berkurang dengan kriteria hasil :

NOC Label : Discomfort Level Pasien tidak meringis (skala 5) Pasien tidak tampak ketakutan

(skala 5) Pasien tidak tampak cemas

(skala 5) Pasien dapat beristirahat

dengan cukup (skala 5)

NOC Label : Pain control Pasien dapat menyebutkan

faktor yang menyebabkan nyerinya timbul (skala 5)

Pasien dapat melaporkan perubahan pada tanda-tanda nyeri kepada petugas kesehatan /perawat (skala 5)

Pasien dapat melaporkan bagaimana cara mengontrol nyerinya (skala 5)

Pasien menggunakan cara non-analgesics untuk mengurangi nyerinya (skala 5)

NIC LABEL : Pain Management1. Kaji dan catat kualitas, lokasi dan durasi nyeri.

Gunakan skala nyeri dengan pasien dari 0 (tidak ada nyeri) – 10 (nyeri paling buruk).

2. Gunakan komunikasi terapeutik untuk mengetahui nyeri dan respon pasien terhadap nyerinya

3. Kaji dengan pasien faktor-faktor yang dapat meningkatkan/mengurangi nyerinya

4. Kaji efek dari pengalaman nyeri terhadap kualitas tidur, nafsu makan, aktivitas dan suasana hati

5. Kontrol lingkungan sekitar pasien yang dapat memberikan respon tidak nyaman, misalnya temperature ruangan, pencahayaan dan kebisingan

6. Ajarkan tekhnik nonfarmakologis, (misalnya guided imageri, distraksi, relaksasi, terapi musik, massage), sebelum, setelah, dan jika mungkin selama nyeri berlangsung, sebelum nyeri meningkat, dan selama nyeri berkurang

7. Ajarkan tentang penggunaan farmakologikal dalam mengurangi nyeri

8. Kolaborasi dalam pemberian analgetik sesuai indikasi

1. Berguna dalam pengawasan keefektifan obat,dan membedakan karakteristik nyeri. Perubahan pada karakteristik nyeri menunjukan terjadinya abses atau peritonitis

2. Berguna untuk mengetahui nyeri dan respon nyeri pasien

3. Untuk mengetahui aktivitas apa yang dapat meningkatkan dan mengurangi nyeri pasien sehingga perawat dapat menegakan implementasi dengan benar

4. Untuk mengetahui masalah lain yang ditimbulkan dari nyeri

5. Untuk meminimalisir respon ketidaknyamanan pasien

6. Berguna untuk mengurangi nyeri dan meminimalisir penggunaan terapi farmakologik

7. Mencegah terjadinya dosis yang berlebihan

8. Analgetik dapat membantu mengurangi nyeri klien

Page 25: Efusi Pleura

Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2015

Pasein menggunakan obat analgesics sesuai rekomendasi (skala 5)

2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus dalam jumlah berlebihan, sekresi dalam bronki, infeksi ditandai dengan suara napas tambahan, perubahan frekuensi napas, perubahan irama napas, dispnea, sputum dalam jumlah berlebih, dan batuk yang tidak efektif.

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan bersihan jalan napas klien efektif, dengan kriteria hasil :

NOC Label : Respiratory Status : Airway Patency Frekuensi pernapasan dalam

batas normal (16-20x/mnt) (skala 5)

Irama pernapasn normal (skala 5)

Kedalaman pernapasan normal (skala 5)

Klien mampu mengeluarkan sputum secara efektif (skala 5)

Tidak ada akumulasi sputum (skala 5)

NIC Label : Respiratory Monitoring1. Pantau rate, irama, kedalaman, dan usaha

respirasi2. Perhatikan gerakan dada, amati simetris,

penggunaan otot aksesori, retraksi otot supraclavicular dan interkostal

3. Pantau suara napas tambahan4. Monitor pola napas : bradypnea, tachypnea,

hyperventilasi,

NIC Label : Airway Management5. Ajarkan pada klien batuk efektif6. Berikan posisi nyaman untuk mengurangi

dipsnea7. Anjurkan klien meningkatkan intake cairan

hangat8. Kolaborasi obat mukolitik dan ekspektoran

1. Mengetahui tingkat gangguan yang terjadi dan membantu dalam menetukan intervensi yang akan diberikan

2. Menunjukkan keparahan dari gangguan respirasi yang terjadi dan menetukan intervensi yang akan diberikan.

3. Suara napas tambahan dapat menjadi indikator gangguan kepatenan jalan napas yang tentunya akan berpengaruh terhadap kecukupan pertukaran udara

4. Mengetahui permasalahan jalan napas yang dialami dan keefektifan pola napas klien untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.

5. Batuk efektif dapat membantu mengeluarkan sputum

6. Posisi nyaman semi fowler atau setengah duduk membantu klien mengurangi sesak nafas

7. Intake cairan adekuat dapat membantu mengencerkan sputum

8. Obat - obatan membantu mengencerkan sputum

Page 26: Efusi Pleura

Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2015

3. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan, hiperventilasi ditandai dengan perubahan kedalaman pernapasan, dispnea, pernapasan cuping hidung, pernapasan bibir, penggunaan otot aksesorius untuk bernapas.

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pola napas klien efektif, dengan kriteria hasil :

NOC Label : Respiratory Status: Ventilation Kedalaman pernapasan klien

normal (skala 5) Tidak tampak penggunaan otot

bantu pernapasan (skala 5) Tidak tampak retraksi dinding

dada (skala 5)

NOC Label : Vital Sign RR klien normal (16-20x

/menit) (skala 5)

NIC Label : Respiratory Monitoring1. Pantau rate, irama, kedalaman, dan usaha

respirasi2. Perhatikan gerakan dada, amati simetris,

penggunaan otot aksesori, retraksi otot supraclavicular dan interkostal

3. Monitor pola napas : bradypnea, tachypnea, hyperventilasi.

NIC Label : Ventilation Facilitation4. Berikan posisi nyaman semifowler untuk

mengurangi dipsnea5. Berikan dan pertahankan masukan oksigen 2-

3 liter per menit canule pada klien 6. Kolaborasi tindakan torakosintesis7. Lakukan pemasangan dan perawatan WSD

1. Mengetahui tingkat gangguan yang terjadi dan membantu dalam menetukan intervensi yang akan diberikan

2. Menunjukkan keparahan dari gangguan respirasi yang terjadi dan menetukan intervensi yang akan diberikan.

3. Mengetahui permasalahan jalan napas yang dialami dan keefektifan pola napas klien untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.

4. Posisi nyaman semi fowler atau setengah duduk membantu klien mengurangi sesak napas

5. Pemberian oksigen sesuai indikasi diperlukan untuk mempertahankan masukan o2 saat klien mengalami perubahan status respirasi

6. Mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan, sitologi, berat jenis cairan pleura

7. Pemasangan WSD bertujuan untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura, mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura, mengembangkan kembali paru yang kolap dan kolap sebagian dan mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga dada

Page 27: Efusi Pleura

Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2015

4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan pembuahan membran alveolar-kapiler ditandai dengan pH darah arteri abnormal, dispnea, napas cuping hidung, gelisah,

somnolen, dan takikardia.

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, klien tidak mengalami gangguan pertukaran gas dengan kriteria hasil:

NOC Label : Respiratory Status: Gas Exchange PaO2 klien dalam rentang

normal (80-100 mmHg) (skala 5)

PaCO2 klien dalam rentang normal (35-45) (skala 5)

pH arteri klien dalam rentang normal (7.35-7.45) (skala 5)

Saturasi Oksigen klien dalam rentang normal (95% ke atas) (skala 5)

NOC Label : Respiratory Status: Ventilation RR klien dalam rentang

normal (skala 5) Ritme pernapasan klien teratur

(skala 5) Kedalaman inspirasi (skala 5)

NIC Label : Acid-Based Management: Respiratory Acidosis1. Monitor nilai ABG untuk mengetahui

penurunan pH2. Monitor inidikasi dari asidosis respiratory

(seperti Barrel Chest dan penggunaan otor bantu pernapasan)

3. Monitor nilai dari perfusi oksigen ke jaringan (seperti PaO2, SaO2, Hb, dan cardiac output)

4. Monitor tanda dari gangguan pernapasan (seperti penurunan PaO2 dan elevasi nilai PaCO2)

5. Posisikan pasien untuk ventilasi-perfusi yang optimal (posisikan paru dibawah, pronasi, Semi-Fowler)

6. Pertahankan kebersihan jalan napas7. Monitor respiratory ritme8. Berikan diet rendah karbohidrat dan tinggi

lemak untuk menurunkan produksi CO2 jika di indikasikan

9. Dorong pasien agar meningktkan periode istirahatnya

10. Monitor stutus neurologi pasien

NIC Label : Airway Management11. Monitor respirasi dan status oksigennasi klien12. Atur posisi klien untuk mengurangi sesak napas 13. Berikan terapi oksigenasi berupa udara yang

telah dilembabkan atau oksigen 14. Berikan terapi oksigen menggunakan Ultra

sonic nebulizer15. Auskultasi suara napas klien

1. Penurunan pH darah merupakan tanda dari asidosis respiratory

2. Mengetahui lebih awal adanya asidosis respiratory

3. Mencegah jaringan kekurangan O2 dengan waktu yang lama

4. Mengetahui adanya gangguan pernapasan

5. Memperbaiki proses ventilasi-perfusi klien yang terganggu untuk mengurangi adanya asisdosis respiratory

6. Meningkatkan proses ventilasi7. Mengetahui adanya gangguan

pernapasan pada klien8. Mengurangi kadar CO2 dalam

tubuh akibat dari metabolism karbohidrat

9. Memperbaiki kondisi umum pasien10. Asidosis respiratory akan

berpengaruh terhadap status neurologi pasien

11. Untuk mengetahui sesak napas klien (membaik atau memburuk)

12. Untuk mengurang frekuensi sesak napas klien

13. Untuk mencegah terjadinya hipoksia pada klien

14. Untuk menabah suplai oksigen klien menjadi adekuat

15. Untuk mengetahui terjadinya penyempitan bronkus pada klien

Page 28: Efusi Pleura

Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2015

NIC Label : Respiratory Monitoring16. Monitor frekuensi , ritme, kedalaman,dan

usaha dari pernapasan napas17. Catat onset dan karakteristik dari batuk klien18. Monitor sesak napas klien dan keadan

terburuk yang terjadi pada klien

16. Mengetahui tanda dan gejala sesak napas yang dialami klien

17. Untuk mengetahui jenis batuk yang dialami klien

18. Untuk mengetahui terapi oksigen yang tepat diberikan pada klien

5. Hipertermi berhubungan dengan penyakit, peningkatan laju metabolisme ditandai dengan peningkatan suhu diatas kisaran normal, kulit teraba hangat, kulit kemerahan.

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan suhu tubuh klien turun dengan kriteria hasil :

NOC Label : Thermoregulasi Denyut nadi teraba kuat

(120x/menit) (skala 5) Tidak ada peningkatan

temperature kulit (skala 5) Tidak ada perubahan warna

kulit (kemerahan) (skala 5)

NOC Label : Vital Signs Vital signs klien dalam rentang

normal : suhu klien 36,5-37,5o

C) (skala 5)

NOC Label : Hydrasi Turgor kulit elastic (skala 5) Membrane mukosa lembab

(skala 5) Intake cairan adekuat (skala 5) Perfusi jaringan >95% (skala

5)

NIC Label : Temperature Regulation1. Monitor suhu tubuh minimal setiap dua jam,

sesuai kebutuhan2. Monitor terhadap kehilangan cairan yang tidak

disadari3. Monitor warna kulit dan suhu4. Monitor nadi dan respirasi, sesuai kebutuhan5. Monitor tanda-tanda penurunan kesadaran6. Berikan basuhan dengan spon menggunakan

air hangat, sesuai kebutuhan7. Dukung peningkatan intake cairan peroral,

sesuai kebutuhan8. Berikan kompres hangat 9. Monitor temperature dengan seksama untuk

mencegah efek terapi yang menyebabkan hipotermia

NIC Label : Regulasi Suhu10. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi yang

adekuat11. Ajarkan menggunakan kompres air hangat

untuk menurunkan suhu tubuh.Kolaboratif12. Berikan antipiretik, misalnya ASA (aspirin),

asetaminofen (Tylenol).

1. Mengetahui perkembangan suhu tubuh klien

2. Mengethaui apakah klien mengalami dehidrasi atau tidak

3. Melihat adanya kemerahan dan suhunya

4. Mengetahui perkembangan TTV klien

5. Melihat tingkat kesadaran klien6. Membantu menurunkan suhu

tubuh7. Agar intake cairan terpenuhi8. Membantu menurunkan suhu

tubuh klien9. Mengetahui perkembangan suhu

klien10. Agar klien tidak dehidrasi

11. Membantu menurunkan suhu tubuh

12. Untuk menurunkan demam

6. Intolerasi aktivitas Setelah dilakukan tindakan NIC Label : Activity Therapy

Page 29: Efusi Pleura

Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2015

berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan respons tekanan darah abnormal, ketidaknyamanan setelah beraktivitas, dispnea setelah beraktivitas, menyatakan merasa letih, menyatakan merasa lelah.

keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan klien toleran terhadap aktivitas dengan kriteria hasil :

NOC Label : Activity Intolerance TTV dalam rentang normal

(TD: 110-120/70-90 mmHgRR: 16-20x/ menit HR: 60-100x/menit Suhu: 36,50-37,50 C) (skala 5)

Kebutuhan ADL klien terpenuhi (skala 5)

NOC Label : Fatigue Level Klien tidak mengalami

kelemahan (skala 5)

NOC Label : Self Care Status Klien mampu makan,

toileting, berpakaian, menjaga kerbersihan diri secara mandiri (skala 5)

1. Bantu klien untuk memilih akvitas yang sesuai dengan kemampuan klien

2. Anjurkan klien untuk berfokus pada aktivitas yang mampu dilakukan daripada yang tidak mampu dilakukan oleh klien

3. Fasilitasi aktivitas klien yang terbatas karena waktu, energy atau pergerakan

4. Ciptakan lingkungan yang aman untuk pergerakan klien berikutnya

NIC Label : Energy Management5. Kaji keterbatasan fisik klien6. Kaji penyebab kelemahan (treatment, nyeri,

atau pengobatan)7. Monitor intake nutrisi yang adekuat8. Batasi stimulus lingkungan yang mengganggu

seperti keributan untuk memfasilitasi relaksasi

NIC Label : Self Care Assistance-ADL9. Bantu kebutuhan klien dalam perawatan diri10. Anjurkan pada keluarga untuk membantu

ADL klien

1. Menghindarkan klien dari aktivitas yang dapat memperburuk keadaan klien

2. Melakukan pemulihan aktivitas klien sesuai dengan kemampuan yang dimiliki

3. Mencegah klien dari cedera lebih lanjut

4. Menghindari klien dari risiko cedera

5. Mengkaji adanya keterbatasan fisik pada klien

6. Mengurangi penyebab kelemahan agar aktivitas klein dapat kembali toleran

7. Nutrisi yang adekuat memberikan energy yang cukup untuk melakukan pemulihan aktivitas

8. Periode relaksasi diperlukan klien untuk melakukan pemulihan tenaga setelah beraktivitas

9. Membantu memenuhi adl klien10. Keluarga merupakan orang

terdekat klien yang dapat menjamin keamanan dan keselamatan klien

7. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder.

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi, dengan kriteria hasil :

NIC Label : Infection Control 1. Bersihkan lingkungan setelah digunakan oleh

klien.2. Jaga agar barier kulit yang terbuka tidak

terpapar lingkungan dengan cara menutup dengan kasa streril.

1. Agar bakteri dan penyakit tidak menyebar dari lingkungan dan orang lain.

2. Mengurangi paparan dari lingkungan.

3. Mengurangi organism pathogen

Page 30: Efusi Pleura

Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2015

NOC Label : Infection Severity Tidak ada kemerahan (skala 5) Tidak terjadi hipertermia (skala

5) Tidak ada nyeri (skala 5) Tidak ada pembengkakan (skala

5)NOC Label : Risk Control Klien mampu menyebutkan

factor-faktor resiko penyebab infeksi (skala 5)

Klien mampu memonitor lingkungan penyebab infeksi (skala 5)

Klien mampu memonitor tingkah laku penyebab infeksi (skala 5)

Tidak terjadi paparan saat tindakan keperawatan (skala 5)

3. Batasi jumlah pengunjung.4. Pergunakan sabun anti microbial untuk

mencuci tangan.5. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan

tindakan keperawatan.6. Terapkan Universal precaution.7. Pertahankan lingkungan aseptik selama

perawatan.8. Anjurkan klien untuk memenuhan asupan

nutrisi dan cairan adekuat.9. Ajarkan klien dan keluarga untuk

menghindari infeksi.10. Ajarkan pada klien dan keluarga tanda-tanda

infeksi.11. Kolaborasi pemberian antibiotik bila perlu.

masuk ke tubuh klien4. Mencuci tangan menggunakan

sabun lebih efektif untuk membunuh bakteri.

5. Mencegah infeksi nosokomial6. Mencegah infeksi nosokomial.7. Untuk meminimalkan

terkontaminasi mikroba atau bakteri8. Menjaga ketahanan sistem imun9. Infeksi lebih lanjut dapat

memperburuk resiko infeksi pada klien

10. Agar dapat melaporkan kepada petugas lebih cepat, sehingga penanganan lebih efisien

11. Untuk mempercepat perbaikan kondisi klien

8. Kurang pengetahuan

berhubungan dengan kurang

pajanan informasi ditandai

dengan pengungkapan

masalah.

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan terjadi peningkatan pengetahuan klien dan keluarga terhadap penyakit, dengan kriteria hasil:

NOC Label : Knowledge: Disease Process Klien/keluarga mampu

menjelaskan kembali tentang proses penyakit, penyebab penyakit, gejala, cara penularan, dan pengobatan

NIC Label : Teaching : Disease Process1. Kaji tingkat pengetahuan klien yang

berhubungan dengan proses penyakit.2. Jelaskan patofisiologi perjalanan penyakit,

penyebab, gejala, cara penularan, pencegahan cara penularan, dan pengobatan penyakit.

3. Informasikan klien tentang efek samping pengobatan dan upaya yang dilakukan dalam mengurangi/meminimalisir efek samping dari pengobatan tersebut.

4. Jelaskan rasional dari setiap tindakan/terapi yang diberikan.

1. Mengetahui tingkat pengetahuan klien akan membantu dalam proses pemberian informasi dan jenis paparan yang harus diberikan.

2. Memberikan paparan pengetahuan, sehingga klien memahami kondisi penyakitnya dan membantu klien dalam menentukan pengobatan yang dilakukan.

3. Membantu klien mempersiapkan diri terhadap efek samping dari pengobatan

4. Dapat mengurangi ansietas dan pengetahuan orang tua klien tentang treatmen dan terapi yang diberikan.

Page 31: Efusi Pleura

Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2015

Page 32: Efusi Pleura

Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah

Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2015

DAFTAR PUSTAKA

Astowo, Pudji. 2009. Efusi Pleura, Efusi Pleura Ganas, Empiema, (online)

(http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/5310363ba5fe9bb35164325d4ab25f1f82

659f2e.pdf, diakses : 4 Juni 2011).

Brunner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

Davis. 2012. Pleural Effusion, (online)

(http://www.medicinenet.com/pleural_effusion/article.htm, diakses 11 Agustus 2012)

Dochterman, Joanne McCloskey. 2004. Nursing Interventions Classification (NIC). St. Louis,

Missouri: Mosby Elsevier.

Eylin, MD. 2011. Efusi Pleura, (online) (http://www.exomedindonesia.com/referensi-

kedokteran/artikel-ilmiah-kedokteran/pulmonologi-ilmupenyakitdalam/2010/10/29/

efusi-pleura/, diakses : 4 Juni 2011).

Moorhead, Sue. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). St. Louis, Missouri: Mosby

Elsevier.

Mulyono, Djoko. 2009. Rehabilitasi pada Penderita Penyakit Paru Obstruksi Menahun,

(online) (http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11 Rehabilitasi pada Penderita

PenyakitParuObstruksiMenahun114.pdf/11RehabilitasipadaPenderitaPenyakitParuOb

struksiMenahun1 14. \ html , diakses : 10 Juni 2011)

NANDA. 2009. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2009-2011, Alih Bahasa : Budi

Santosa, Prima Medika, Jakarta

Price, A dan Wilson, M, 2005, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6,

Terjemahan, Jakarta : EGC.

Smeltzer, S dan Bare, B. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

WebMD. 2011. Pleural Effusion Symptoms, Causes and Treatments, (online)

(http://www.webmd.com/lung/pleural-effusion-symptoms-causes-treatments, diakses

11 Agustus 2012)