efusi pleura
DESCRIPTION
OBGYNTRANSCRIPT
EFUSI PLEURA
3.1 Anatomi dan Fisiologi Pleura
Pleura terbentuk dari dua membran serosa, yakni pleura visceral yang melapisi paru serta
pleura parietal yang melapisi dinding toraks bagian dalam. Pada hakikatnya kedua lapis
membran ini saling bersambungan di dekat hilus, yang secara anatomis disebut sebagai
refleksi pleura. Pleura visceral dan parietal saling bersinggungan setiap kali manuver
pernapasan dilakukan, sehingga dibutuhkan suatu kemampuan yang dinamis dari rongga
pleura untuk saling bergeser secara halus dan lancar. Ditinjau dari permukaan yang
bersinggungan dengannya, pleura visceral terbagi menjadi empat bagian, yakni bagian kostal,
diafragama, mediastinal, dan servikal.3
Terdapat faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya kontak antarmembran maupun yang
mendukung pemisahan antarmembran. Faktor yang mendukung kontak antarmembran
adalah: (1) tekanan atmosfer di luar dinding dada dan (2) tekanan atmosfer di dalam alveolus
(yang terhubung dengan dunia luar melalui saluran napas). Sementara itu faktor yang
mendukung terjadi pemisahan antarmembran adalah: (1) elastisitas dinding toraks serta (2)
elastisitas paru.4 Pleura parietal memiliki persarafan, sehingga iritasi terhadap membran ini
dapat mengakibatkan rasa alih yang timbul di regio dinding torako-abdominal (melalui n.
interkostalis) serta nyeri alih daerah bahu (melalui n. frenikus).
Gambar 1 – Anatomi Pleura Pada Paru Normal (Kanan) dan Paru yang Kolaps (Kiri)
Antara kedua lapis membran serosa pleura terdapat rongga potensial, yang terisi oleh
sedikit cairan yakni cairan pleura. Rongga pleura mengandung cairan kira-kira sebanyak 0,3
ml kg-1 dengan kandungan protein yang juga rendah (sekitar 1 g dl-1). Secara umum, kapiler
di pleura parietal menghasilkan cairan ke dalam rongga pleura sebanyak 0,01 ml kg -1 jam-1.
Drainase cairan pleura juga ke arah pleura parietal melalui saluran limfatik yang mampu
mendrainase cairan sebanyak 0,20 ml kg-1 jam-1. Dengan demikian rongga pleura memiliki
faktor keamanan 20, yang artinya peningkatan produksi cairan hingga 20 kali baru akan
menyebabkan kegagalan aliran balik yang menimbulkan penimbunan cairan pleura di rongga
pleura sehingga muncul efusi pleura.
Gambar 2 – Desain Morfofungsional Rongga Pleura
(s.c : kapiler sistemik; p.c : kapiler pulmoner)
Gambar 2 adalah bentuk kompartmen pleuropulmoner yang tersimplifikasi. Terdapat
lima kompartmen, yakni mikrosirkulasi sistemik parietal, ruang interstisial parietal, rongga
pleura, intestisium paru, dan mikrosirkulasi visceral. Membran yang memisahkan adalah
kapiler endotelium, serta mesotel parietal dan visceral. Terdapat saluran limfatik yang selain
menampung kelebihan dari interstisial juga menampung keleibhan dari rongga pleura
(terdapat bukaan dari saluran limfatik pleura parietal ke rongga pleura yang disebut sebagai
stomata limfatik. Kepdatan stomata limfatik tergantung dari regio anatomis pleura parietal itu
sendiri. Sebagai contoh terdapat 100 stomata cm-2 di pleura parietal interkostal, sedangkan
terdapat 8.000 stomata cm-2 di daerah diafragma. Ukuran stomata juga bervariasi dengan
rerata 1 m (variasi antara 1 – 40 m)4.
Sama seperti proses transudasi cairan pada kapiler, berlaku pula hukum Starling untuk
menggambarkan aliran transudasi (Jv) antara dua kompartmen. Hukum ini secara matematis
dinyatakan sebagai berikut5:
Jv = Kf [(PH1 – PH2) - (1 - 2)]
Kf merupakan koefisien filtrasi (yang tergantung kepada ukuran pori membran pemisah
antara dua kompartmen), PH dan berturut-turut adalah tekanan hidrostatik dan
koloidosmotik, serta merupakan koefisien refleksi (=1 menggambarkan radius dari zat
terlarut lebih besar dari pori sehingga zat terlarut tak akan mampu melewati pori, sebaliknya
=0 menggambarkan seluruh zat terlarut lebih kecil ukurannya dari pori yang mengakibatkan
aliran zat terlarut dapat berlangsung secara bebas).
Gambar 3 – Gambar (a) merupakan hipotesis Neggard (1927) yang menggambarkan
hipotesis tentang pembentukan serta drainase cairan pleura. Hipotesis ini terlalu sederhana
karena mengabaikan keberadan interstisial dan limfatik pleura; sedangkan (b) merupakan
teori yang saat ini diterima berdasarkan percobaan terhadap kelinci.
Filtrasi cairan pleura terjadi di plura parietal (bagian mikrokapiler sistemik) ke rongga
interstitium ekstrapleura. Gradien tekanan yang kecil mendorong cairan ini ke rongga
pleura.3 Nilai antara intersitisium parietal dengan rongga pleura relatif kecil (=0,3),
sehingga pergerakan protein terhambat dan akibatnya kandungan protein cairan pleura relatif
rendah (1 g dl-1) dibandingkan dengan interstisium parietal (2,5 g dl-1)5.
Sementara itu drainase cairan pleura sebagian besar tidak melalui pleura visceral
(sebagaimana yang dihipotesiskan oleh Neggard), sehingga pada sebagian besar keadaan
rongga pleura dan interstisium pulmoner merupakan dua rongga yang secara fungsional
terpisah dan tidak saling berhubungan. Pada manusia pleura visceral lebih tebal dibandingkan
pleura parietal, sehingga permeabilitas terhadap air dan zat terlarutnya relatif rendah. Saluran
limfatik pleura parietal dapat menghasilkan tekanan subatmosferik -10 cmH2O.
3.2 Efusi Pleura
Cairan pleura terakumulasi jika pembentukan cairan pleura melampauai absoprsi
(drainase) yang mampu dilakukan oleh limfatik. Selain daripada mekanisme yang telah
dijelaskan di atas, cairan pleura dapat pula dibentuk dari pleura visceral atau rongga
peritoneum (melalui lubang kecil di diafragma). Dengan demikian efusi dapat terjadi apabila
terjadi kelebihan produksi (berasal dari interstisial paru atau pleura visceral, pleura parietal,
dan rongga peritoneal) serta kegagalan absoprsi (akibat obstruksi limfatik).
Pendekatan diagnostik pada efusi pleura melibatkan pengukuran parameter cairan pleura
serta keadaan sistemik. Efusi perlu dibedakan antara transudat (yang umumnya terjadi
akibat faktor sistemik) dan eksudat (akibat faktor lokal). Transudat dan eksudat dapat
dibedakan dengan mengukur LDH dan protein, sehingga dapat disimpulkan bahwa eksudat
dicirikan dengan6:
1. Rasio protein cairan pleura/serum > 0,5
2. Rasio LDH cairan pleura/serum >0,6
3. LDH cairan pleura lebih dari 2/3 batas atas LDH serum
Perlu pula dilakukan pengukuran gradien protein antara serum dengan pleura, yang mana
gradien yang lebih dari 3,1 g/dL menggambarkan jenis transudat. Temuan karakteristik
eksudat membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut, seperti kadar glukos, hitung jenis, studi
mikrobiologis, dan sitologi.6
Gambar 5 menggambarkan alur diagnosis efusi pleura menggunakan algoritma
pemeriksaan tertentu. Sebagai contoh, cairan dengan kecenderungan transudat memerlukan
kecurigaan ke arah:
1. Gagal jantung kiri (kongestif), sebab terjadi kongesti cairan di paru akibat kegagalan
pompa jantung mengakibatkan peningkatan tekanan vaskular paru. NT-proBNP >1500
pg/mL mengonfirmasi efusi pleura akibat gagal jantung kongestif.
2. Hidrotoraks hepatik, akibat sirosis dan ascites.
3. Emboli paru
4. Sindroma nefrotik
5. Dialisis peritonela
6. Obsgtruksi sindroma kava superior
7. Miksedema
Efusi akibat tuberkulosis sering disebut pleuritis tuberkulosis. Pleuritis tuberkulosis
dikaitkan dengan eksudat yang dominan limfositnya (dapat >90% sel darah putih), serta
marker TB yang sangat meningkat di cairan pleura (yakni adenosin deaminase/ADA> 40
IU/L atau interferon gamma lebih dari 140 pg/mL). Cairan pleura dapat pula dikultur, biopsi
jarum pleura, atau torakoskopi. Efusi yang banyak mengandung sel darah merah
menggambarkan keganasan, trauma, atau emboli paru.
Efusi parapneumonik dikaitkan dengan pneumonia, abses paru, atau bronkiektasis.
Terdapat pula istilah empiema yang menggambarkan efusi purulen yang masif.
Gambar 5 – Algoritma Diagnosis Efusi Pleura7
Gambaran radiologi yang penting ditemukan pada efusi pleura adalah penumpulan sudut
kostofrenikus pada foto posteroanterior. Jika foto polos toraks tidak dapat menggambarkan
efusi, diperlukan apencitraan radiologi lain seperti ultrasound dan CT. Efusi yang sangat
besar dapat membuat hemitoraks menjadi opak dan menggeser mediastiunum ke sisi
kontralateral. Efusi yang sedemikian masif umumnya disebabkan oleh keganasan,
parapneumonik, empiema, dan tuberkulosis. Namun apabila mediastinum bergeser ke sisi di
mana efusi pleura masif berada, perlu dipikirkan kejadian obstruksi endobronkial ataupun
penekanan akibat tumor.7
Gambar 6 – Kiri: Foto PA yang Menggambarkan Penumpullan Sudut Kostrofrenikus Kiri;
Kanan: Foto LLD Pasien yang Sama7