efisiensi penentuan harga pokok produksi berdasarkan sistem activity based costing dibandingkan...
TRANSCRIPT
EFISIENSI PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI
BERDASARKAN SISTEM ACTIVITY BASED COSTING
DIBANDINGKAN DENGAN SISTEM KONVENSIONAL
PADA BATIK SOLO KARAWANG
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Akademik dan Melengkapi Sebagian Dari
Syarat-syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi
Oleh
Christian Oktomi Adiguna
2010420007
PROGRAM SARJANA
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS DARMA PERSADA
JAKARTA 2015
i
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Christian Oktomi Adiguna
No. Pokok : 2010420007
Jurusan/Perminatan : Akuntansi/Keuangan
Dengan ini menyatakan bahwa karya tulis dengan judul EFISIENSI
PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI BERDASARKAN SISTEM
ACTIVITY BASED COSTING DIBANDINGKAN DENGAN SISTEM
KONVENSIONAL PADA BATIK SOLO KARAWANG yang dibimbing oleh
Bapak Drs, Boedi Setyo Hartono, Ak, MM adalah benar merupakan hasil karya
sendiri dan bukan merupakan jiplakan maupun mengcopy sebagian dari hasil
karya orang lain.
Apabila dikemudian hari ternyata diketemukan ketidaksesuaian dengan
pernyataan ini, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya di Jakarta pada tanggal
29 Agustus 2015.
Yang menyatakan,
Christian Oktomi Adiguna
ii
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI
Yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Christian Oktomi Adiguna
No. Pokok : 2010420007
Jurusan : Akuntansi
Perminatan : Keuangan
JudulSkripsi : EFISIENSI PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI
BERDASARKAN SISTEM ACTIVITY BASED COSTING
DIBANDINGKAN DENGAN SISTEM KONVENSIONAL
PADA BATIK SOLO KARAWANG
Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan dan disajikan dalam sidang Ujian
Skripsi Sarjana tanggal ……………………
Jakarta, 29 Agustus 2014
Mengetahui, Pembimbing 1,
Ketua Jurusan Akuntansi
(Ahmad Basid Hasibuan,SE,M.Si) (Drs, Boedi Setyo Hartono, Ak,MM)
iii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Christian Oktomi Adiguna
No.Pokok : 2010420007
Jurusan/Perminatan : Akuntansi/Keuangan
JudulSkripsi : EFISIENSI PENENTUAN HARGA POKOK
PRODUKSI BERDASARKAN SISTEM ACTIVITY
BASED COSTING DIBANDINGKAN DENGAN
SISTEM KONVENSIONAL PADA BATIK SOLO
KARAWANG
Telah diperiksa, dikaji dan diujikan dalam sidang Ujian Skripsi Sarjana tanggal
……………….. dengan hasil ................
Jakarta, ……………….
Ketua Jurusan Akuntansi
(Ahmad Basid Hasibuan, SE,M.Si)
PANITIA PENGUJI SKRIPSI
No. Nama Penguji Jabatan Penguji Tanda Tangan
1. Drs. Boedi Setyo Hartono, Ak,MM. Ketua Penguji
2. Ahmad Basid Hasibuan, SE, M.Si. Anggota Penguji
3. Dra. Sri Ari Wahyuningsih, MM. Anggota Penguji
Dekan Fakultas Ekonomi
(Sukardi H. Sentono, SE, MM)
iv
ABSTRACT
NIM : 2010420007, JUDUL : EFISIENSI PENENTUAN HARGA POKOK
PRODUKSI BERDASARKAN SISTEM ACTIVITY BASED COSTING
DIBANDINGKAN DENGAN SISTEM KONVENSIONAL PADA BATIK
SOLO KARAWANG.
JUMLAH HAL : 75 Halaman
Kata Kunci : Biaya Bahan Baku (BBB), Biaya Tenaga Kerja (BTK), Biaya
Overhead Pabrik (BOP)
Objek penelitian ini adalah biaya yang menjadi fokus dari aktivitas dalam
Usaha Batik Solo Karawang untuk menentukan alokasi biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja dan biaya overhead pabrik yang dibebankan ke produk. Jenis
penelitian yang digunakan adalah kualitatif berdasarkan explanatory research,
yaitu penelitian yang tujuannya untuk mengungkapkan atau menjelaskan secara
mendalam tentang variable tertentu dan penelitian ini bersifat deskriptif.
Hasil penelitian adalah harga pokok produksi di kedua barang menunjukan
hasil yang sama, dengan menggunakan metode full costing pengeluaran
perusahaan lebih besar dari pada dengan metode activity based costing.
Pendekatan sistem activity based costing untuk menentukan harga pokok
produksi kain batik tulis dan batik cap sudah sesuai karena pembagian biaya
sudah jelas berdasarkan pemicu biaya dan sumber daya yang dikonsumsi masing-
masing produk.
v
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala anugerah dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada peneliti, baik
berupa kesehatan fisik dan mental sehingga penelitian dapat menyelesaikan
skripsi ini, yang merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi jurusan akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Darma
Persada Jakarta.
Skripsi ini berjudul "EFISIENSI PENENTUAN HARGA POKOK
PRODUKSI BERDASARKAN SISTEM ACTIVITY BASED COSTING
DIBANDINGKAN DENGAN SISTEM KONVENSIONAL PADA BATIK
SOLO KARAWANG" yang disusun sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan program pendidikan Strata Satu (S1) di Fakultas Ekonomi Jurusan
Akuntansi di Universitas Darma Persada.
Dalam penyusunan skripsi ini, penelitian mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu sehingga skripsi ini terwujud. Dengan
kerendahan hati peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua penulis, papa dan mama tercinta yang tak pernah putus
mengucap doa dan memberi semangat serta motivasi kepada penulis selama
kuliah di Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Darma Persada.
Terima kasih untuk waktu, tenaga dan semua yang telah dikorbankan untuk
ananda..
2. Bapak Drs, Boedi Setyo Hartono, Ak.,MM. selaku Dosen Pembimbing yang
telah memberikan saran, nasihat, dukungan dan motivasi yang membangun
vi
3. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Darma Persada yang telah
memberikan pemahaman dan ilmu yang bermanfaat selama masa
perkuliahan. Staf dan Administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Darma
Persada, yang namanya tidak bisa disebutkan satu persatu.
Semoga Tuhan Yang Maha Pemurah memberikan balasan yang sesuai atas
segala kebaikan yang telah diberikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari berbagai pihak.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat diterima dan
bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi peneliti sendiri maupun bagi pihak
lain yang membutuhkan.
Jakarta, Agustus 2015
Christian Oktomi Adiguna
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI .............................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................. iii
ABSTRAK .......................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... v
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 6
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Harga Pokok Produksi ............................................................................. 7
1 Pengertian Harga Pokok Produksi ...................................................... 7
2 Manfaat Harga Pokok Produksi ......................................................... 7
3 Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi .................................... 9
4 Unsur-Unsur Harga Pokok Produksi ................................................ 11
5 Penetuan Biaya Produksi................................................................... 13
a. Sistem Variabel Costing ................................................................ 13
viii
b. Sistem Activity Based Costing ...................................................... 14
c. Sistem Konvensional ..................................................................... 15
6 Perbandingan Sistem Konvensional Dengan Sistem Activity Based
Costing .............................................................................................. 23
2.1 Kerangka Berpikir ................................................................................... 31
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian ................................................................................................. 34
3.2 Subjek Penelitian ................................................................................................ 34
3.3 Jenis Penelitian .................................................................................................. 34
3.4 Variabel Penelitian .................................................................................. 35
3.5 Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Penentuan Harga Pokok Produksi dengan SistemActivity Based Costing
(ABC) pada Produk Batik Lukis ............................................................. 38
4.2 Harga Pokok Produksi Batik Lukis dengan Sistem Konvensional ......... 49
4.3 Perbandingan Harga Pokok Produksi Batik Lukis Menggunakan Sistem
Activity Based Costing dengan Sistem Konvensional ............................. 50
4.4 Penentuan Harga Pokok Produksi dengan Sistem Activity Based Costing
(ABC) pada Produk Batik Cap ................................................................ 53
4.5 Harga Pokok Produksi Batik Cap dengan Sistem Konvensional ............ 64
4.6 Perbandingan Harga Pokok Produksi Batik Cap Menggunakan Sistem
Activity Based Costing dengan Sistem Konvensional ............................. 65
4.7 Perbandingan Harga Pokok Produksi Batik Solo Karawang Menggunakan
ix
Sistem Activity Based Costing dengan SistemKonvensional .................. 68
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 70
5.2 Saran ........................................................................................................ 71
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 72
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... 73
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbedaan penentuan harga pokok produksi dengan sistem konvensional
dan sistem Sistem Activity Based Costing .................................................................... 26
Tabel 4.1Biaya Bahan Baku ................................................................................ 39
Tabel 4.2 Biaya Tenaga Kerja Langsung ............................................................ 40
Tabel 4.3 Biaya Overhead Pabrik ....................................................................... 41
Tabel 4.4 Biaya Kelompok Sejenis ..................................................................... 43
Tabel 4.5 Alokasi Biaya Aktivitas Pemeliharaan ............................................... 45
Tabel 4.6 Alokasi Biaya Aktivitas Pembuatan Pola ........................................... 46
Tabel 4.7 Alokasi Biaya Aktivitas Pewarnaan .................................................... 47
Tabel 4.8 Alokasi Biaya Aktivitas Lorot ............................................................ 47
Tabel 4.9 Alokasi Biaya Aktivitas Packaging..................................................... 48
Tabel 4.10 Biaya Overhead yang Dialokasikan ................................................. 48
Tabel 4.11 Penentuan Harga Pokok Produksi Batik Tulis berdasarkan Sistem
Activity Based Costing ........................................................................................ 48
Tabel 4.12 Penentuan Tarif BOP Sistem Konvensional .................................... 49
Tabel 4.13 Penentuan HPP Batik Tulis Berdasarkan Sistem Konvensional ....... 50
Tabel 4.14 Perbandingan Harga Pokok Produksi antara Sistem ABC dengan
Sistem Konvensional ........................................................................................... 51
Tabel 4.15 Biaya Bahan Baku ............................................................................ 54
Tabel 4.16 Biaya Tenaga Kerja Langsung .......................................................... 55
Tabel 4.17 Biaya Overhead Pabrik ..................................................................... 56
Tabel 4.18 Biaya Kelompok sejenis.................................................................... 58
xi
Tabel 4.19 Alokasi Biaya Aktivitas Pemeliharaan ............................................. 60
Tabel 4.20 Alokasi Biaya Aktivitas Pembuatan Pola ........................................ 61
Tabel 4.21 Alokasi Biaya Aktivitas Pewarnaan ................................................. 62
Tabel 4.22 Alokasi Biaya Aktivitas Lorot .......................................................... 62
Tabel 4.23 Alokasi Biaya Aktivitas Pakaging .................................................... 63
Tabel 4.24 Biaya Overhead yang Dialokasikan ................................................. 63
Tabel 4.25 Penentuan Harga Pokok Produksi Batik Cap Berdasarkan Sistem
Activity Based Costing ....................................................................................... 63
Tabel 4.26 Penentuan Tarif BOP Sistem Konvensional .................................... 64
Tabel 4.27 Penentuan Harga Pokok Produksi Batik Tulis Berdasarkan Sistem
Konvensional ...................................................................................................... 65
Tabel 4.28 Perbandingan Harga Pokok Produksi antara Sistem Activity Based
Costing dengan Sistem Konvensional ................................................................ 66
Tabel 4.29 Perbandingan Harga Pokok Produksi antara Sistem Activity Based
Costing dengan Sistem Konvensional ................................................................. 68
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir ................................................................ 33
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 .......................................................................................................... 74
Lampiran 2 ......................................................................................................... 77
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Berkembangnya jaman, kehidupan dunia usaha semakin berkembang.
Seiring terjadinya persaingan antara satu perusahaan dengan perusahaan yang
lain berkembangnya teknologi industri, perusahaan harus dapat mempertahankan
kelangsungan hidup perusahaannya dari banyaknya persaingan-persaingan
industri dan mengharuskan perusahaan untuk berhati-hati dalam menentukan
strategi usahanya karena apabila perusahaan mengambil kebijakan yang salah
maka akan mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan itu sendiri.
Perusahaan memiliki tujuan utama, bagi setiap kegiatan usaha yaitu
memperoleh laba dengan menentukan harga jual produk, dengan adanya
berbagai kebijakan dalam menentukan harga dan biaya produksi untuk pecapaian
laba. Perusahaan ingin dapat menarik minat konsumen dengan keuntungan harga
dan dapat memuaskan konsumen, sehingga nantinya perusahaan dapat
menghasilkan suatu produksi dengan persaingan yang tinggi sehingga
memungkinkan perusahaan menyaingi dengan kualitas yang tinggi.
Menentukan harga pokok produksi maka perusahaan dapat mengetahui
biaya produksi yang akan dikeluarkan, dan perusahaan dalam menentukan harga
jual dari suatu pesanan akan sesuai dengan biaya produksi yang telah dikeluarkan
untuk memproduksi pesanan tersebut. Dan laba yang diperoleh perusahaan
2
tersebut menjadi optimal karena harga jual yang dibebankan kepada pemesan
ditentukan oleh besarnya biaya produksi yang dikeluarkan untuk memproduksi
pesanan tersebut. Untuk memungkinkan tercapainya efisiensi dalam produk
yang berguna dan mengusahakan harga pokok diminimalisasikan dengan
demikian kosumen merasa tertarik dengan harga pokok produksi dan
menentukan harga jualnya.
Menentukan harga pokok produksi dapat dilakukan dengan menggunakan
metode konvensional, variabel costing atau dengan sistem activity based costing.
Sistem konvensional adalah metode penentuan harga pokok yang membebankan
seluruh biaya produksi kepada produk. Dalam sistem konvensional semua unsur
biaya produksi baik biaya tetap maupun biaya variabel dihitung sebagai harga
pokok produksi. Penentuan harga pokok produksi dengan sistem konvensional
sebenarnya dapat digunakan sebagai metode yang akurat dalam menentukan harga
pokok produksi namun perhitungan dengan metode konvensional hanya dapat
digunakan untuk produksi satu jenis barang saja, karena hanya akan memfokuskan
pada biaya yang timbul saja, Oleh karena itu untuk perhitungan produk yang lebih
dari satu jenis diperlukan perhitungan yang lebih akurat, apabila perhitungan
harga pokok produksi tidak tepat hal ini akan berdampak ruginya perusahaan
karena sistem konvensional banyak sekali terjadi distorsi dalam penentuan
harganya karena sistem pembebanan biaya tidak diperhitungkan secara detail.
Sehingga diperlukan sistem perhitungan yang lebih akurat yaitu sistem
activity based costing merupakan sistem pembebanan biaya dengan cara pertama
kali menelusuri biaya aktivitas dan kemudian ke produk. Activity based costing
3
adalah suatu pendekatan terhadap sistem akuntansi yang memfokuskan pada
aktivitas tersebut merupakan titik akumulasi biaya yang mendasar. Perhitungan
biaya berdasarkan aktivitas ini didasarkan pada konsep produk yang
mengkonsumsi sumber daya. Dengan sistem ini diharapkan manajemen dapat
mengurangi atau bahkan menghilangkan aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai
atau tidak berkontribusi terhadap nilai pelanggan.
Activity based costing adalah sistem informasi biaya yang berorientasi
pada penyediaan informasi lengkap tentang aktivitas untuk memungkinkan
personel perusahaan melakukan pengelolaan terhadap aktivitas. Sistem informasi
ini diterapkan dalam perusahaan manufaktur jasa dan dagang Sehingga akan
akurat apabila menjadikan sistem activity based costing untuk perhitungan harga
pokok produksi untuk output lebih dari satu jenis.
Usaha Batik Solo Karawang adalah usaha yang memproduksi output
berupa batik. Usaha Batik Solo Karawang memproduksi 2 jenis output batik yaitu
batik lukis dan batik cap. Menurut fakta yang terjadi di lapangan usaha Batik Solo
Karawang masih menggunakan sistem konvensional atau full costing dimana
penentuan harga pokok produksi dengan cara mengumpulkan semua pengeluaran
yang telah dikeluarkan selama proses produksi berlangsung kemudian
membaginya ke jumlah output yang dihasilkan, padahal sistem biaya
konvensional sangatlah kurang akurat digunakan untuk menghitung harga pokok
produksi terlebih lagi untuk produk yang bersifat heterogen.
4
Usaha Batik Solo Karawang yang masih menggunakan sistem
konvensional dalam penentuan harga pokok produksi dengan output lebih dari
satu produk mengakibatkan tidak akuratnya perhitungan harga pokok produksi,
untuk perhitungan dengan sistem activity based costing sendiri belum pernah
dicoba oleh pemilik usaha sehingga penulis tertarik mengadakan penelitian yang
berjudul "EFISIENSI PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI
BERDASARKAN SISTEM ACTIVITY BASED COSTING
DIBANDINGKAN DENGAN SISTEM KONVENSIONAL PADA BATIK
SOLO KARAWANG"
1.2 Perumusan Masalah
Penentuan harga pokok produksi sebenarnya dapat dihitung
menggunakan metode konvensional atau full costing, namun perhitungan dengan
metode konvensional memiliki kelemahan dan keterbatasan dalam
perhitungannya, hal ini dikarenakan perhitungan biaya dengan perhitungan
konvensional hanya menghitung berdasarkan volume sehingga banyak
menyebabkan distorsi biaya. Sedangkan konsep Activity Based Costing di nilai
lebih akurat dalam menentukan harga pokok produksi karena biaya yang di catat
di dasarkan pada aktivitas yang dilakukan. Activity Based Costing merupakan
sistem pembebanan biaya dengan pertama kali menelusuri biaya aktivitas
kemudian ke produk. Dalam Activity Based Costing mempergunakan lebih dari
satu pemicu biaya (cost driver) untuk mengalokasikan biaya overhead pabrik ke
masing-masing produk.
5
Batik Solo karawang adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri
kerajinan batik yang memproduksi beberapa macam batik. Kerajinan tersebut
meliputi batik lukis dan batik cap. Perusahaan ini salah satu industri yang belum
menerapkan Activity Based Costing dalam menentukan harga pokok produksinya.
Saat ini Batik Solo Karawang menghitung harga pokok produksinya dan harga
jual produknya dengan menghitung semua biaya yang dikeluarkan dan dibagi
dengan jumlah produk yang dihasilkan. Penentuan harga pokok produksi dengan
sistem konvensional di anggap kurang tepat untuk memberikan informasi biaya
yang terkandung dalam masing-masing produk. Salah satu sistem yang di anggap
mampu memberikan informasi yang akurat tentang biaya produksi yaitu Activity
Based Costing. Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, maka permasalahan
bisa dirumuskan sebagai berikut :
Apakah penetuan harga pokok berdasarkan sistem activity based costing
lebih efisien dibandingkan sistem konvensional?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
Mengevaluasi harga pokok produksi berdasarkan sistem activity based
costing yang lebih efisien dibandingkan harga pokok produksi berdasarkan sistem
konvensional.
6
1.4 Manfaat Peneltitan
1. Manfaat akademis
Bagi penulis diharapkan dapat memberikan suatu nilai tambah khususnya
dalam memecahkan masalah dengan menerapkan ilmu yang didapatkkan selama
mengikuti perkuliahan dan diharapkan dapat menjadikan bahn refrensi bagi
peneliti lainnya yang menggunakan laporan sebagai analisisnya.
2. Manfaat praktis
Diharapkan dapat menjadi tolak ukur dalam proses peengambilan
keputusan dan dijadikan pedoman untuk perkembangan usahanya dimasa yang
akan datang
3. Bagi usaha Batik Solo Karawang sebagai penelitian ini dapat memberikan
referensi tentang perhitungan dan penentuan harga pokok produksi Batik Solo
Karawang yang lebih akurat serta mengkaji ulang penentuan biaya overhead
pabrik dengan sistem activity based costing.
7
BAB II
KERANGKA TEORISTIS PEMIKIRAN
2.1 Harga Pokok Produksi
1. Pengertian Harga Pokok Produksi
Harga pokok produksi sering juga disebut biaya produksi. Biaya produksi
adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi.
Biaya produksi digolongkan menjadi tiga jenis yaitu : biaya bahan baku langsung,
biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik. Sedangkan menurut Bastian
dan Nurlela. (2010:49), harga pokok produksi adalah “kumpulan biaya produksi
yang terdiri dari bahan baku langsung dan biaya overhead pabrik ditambah
persediaan produk dalam proses awal dan dikurang persediaan produk dalam
proses akhir. Harga pokok produksi terikat pada periode waktu tertentu. Harga
pokok produksi akan sama dengan biaya produksi apabila tidak ada persediaan
produk dalam proses awal dan akhir.” Berdasarkan pengertian di atas dapat
dikatakan bahwa harga pokok produksi adalah semua biaya, baik langsung
maupun tidak langsung yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang yang
berupa bahan baku menjadi bahan siap jual selama periode tertentu.
2. Manfaat harga pokok produksi
Menurut Mulyadi (2014:57) dalam perusaahaan berproduksi umum,
informasi harga pokok yang dihitung untuk jangka waktu tertentu bermanfaat bagi
manajemen untuk :
8
a. Menentukan harga jual produk
Dalam penetapan harga jual produk, biaya produksi per unit merupakan
salah satu data yang dipertimbangkan, disamping data biaya lain serta data non
biaya.
b. Memantau realisasi biaya produksi
Jika rencana produksi untuk jangka waktu tertentu telah diputuskan untuk
dilakukan, manajemen memerlukan informasi biaya produksi yang sesungguhnya
dikeluarkan dalam pelaksanaan rencana produksi tersebut, Oleh karena itu
akuntansi biaya digunakan untuk mengumpulkan informasi biaya produksi, yang
dikeluarkan dalam jangka waktu tertentu untuk memantau apakah proses
produksi mengkonsumsi total biaya produksi sesuai dengan yang
dipertimbangkan sebelumnya.
c. Menghitung laba atau rugi periode tertentu
Manajemen memerlukan informasi biaya produksi yang telah dikeluarkan
untuk memproduksi produk dalam periode tertentu. Informasi laba atau rugi bruto
periodik, diperlukan untuk mengetahui kontribusi produk dalam menutup biaya
non produksi dan menghasilkan laba atau rugi.
d. Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses
yang disajikan dalam neraca
Pada saat manajemen dituntut untuk untuk membuat pertanggungjawaban
keuangan periodik, manajemen harus menyajikan laporan keuangan berupa
neraca dan laporan laba rugi. Di dalam neraca, manajemen harus menyajikan
9
harga pokok persediaan produk jadi dan harga pokok produk yang pada tanggal
neraca masih proses. Untuk tujuan tersebut, manajemen perlu menyelenggarakan
catatan biaya produksi tiap periode.
3. Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi.
Metode pengumpulan harga pokok produksi ada dua jenis yaitu metode
harga pokok pesanan dan metode harga pokok proses
a. Metode Harga pokok Pesanan
Menurut Mulyadi (2014:72) Metode perhitungan biaya berdasarkan
pesanan adalah :
“Dalam Metode ini biaya – biaya produksi dikumpulkan untuk pesanan
tertentu dan harga pokok produksi per satuan dihitung dengan cara membagi total
biaya produksi untuk pesanan tersebut dalam jumlah satuan produk dalam
pesanan yang bersangkutan.”
Pengolahan produk akan dimulai setelah datangnya pesanan dari
langganan/ pembeli melalui dokumen pesanan penjualan (sales order), yang
membuat jenis dan jumlah produk yang dipesan, spesifikasi pesanan, tanggal
pesanan, tanggal pesanan diterima dan harus diserahkan. Atas dasar pesanan
penjualan akan dibuat perintah produksi untuk melaksanakan kegiatan produksi
sesuai dengan yang dipesan oleh pembeli. Harga pokok pesanan dikumpulkan
untuk setiap pesanan sesuai dengan biaya yang dinikmati oleh setiap pesanan,
jumlah biaya produksi setiap pesanan akan dihitung pada saat pesanan selesai.
Untuk menghitung biaya satuan, jumlah biaya produksi pesanan tertentu dibagi
10
jumlah produksi pesanan yang bersangkutan. Karakteristik usaha perusahaan
yang menggunakan sistem penentuan biaya berdasarkan pesanan.
Manfaat harga pokok produksi berdasarkan pesanan adalah :
(1) menentukan harga jual yang akan dibebankan kepada pemesan.
(2) mempertimbangkan penerimaan atau penolakan pesanan.
(3) memantau realisasi biaya produksi.
(4) menghitung laba atau rugi tiap pesanan.
(5) menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses.
b. Penentuan biaya berdasarkan proses (process costing).
Menurut Mulyadi (2014:84) Metode perhitungan biaya berdasarkan
proses adalah sebagai berikut :
“ Dalam metode ini biaya produksi dikumpulkan untuk setiap proses
selama jangka waktu tertentu, dan biaya produksi per satuan dihitung dengan cara
membagi total biaya produksi dalam proses tertentu selama periode tertentu
dengan jumlah produk yang dihasilkan dari proses tersebut selama jangka waktu
yang bersangkutan.”
Mengakumulasikan biaya produk atau jasa berdasarkan proses atau
departemen dan kemudian membebankan biaya tersebut ke sejumlah besar
produk yang hampir identik. Karakteristik usaha perusahaan yang menggunakan
sistem penentuan biaya berdasarkan proses yaitu : 1) produk yang dihasilkan
merupakan produk standar, 2) produk yang dihasilkan dari bulan ke bulan adalah
sama, 3) kegiatan produksi dimulai dengan diterbitkannya perintah produksi yang
berisi rencana produksi produk standar untuk jangka waktu tertentu. Manfaat
11
harga pokok produksi berdasarkan proses adalah : 1) menentukan harga jual
produk, 2) memantau realisasi biaya produksi, 3) menghitung laba atau rugi
periodik, 4) menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam
proses yang disajikan dalam neraca.
4. Unsur –unsur Harga Pokok Produksi
Dalam memproduksi suatu produk, akan diperlukan beberapa biaya untuk
mengolah bahan mentah menjadi produk jadi. Biaya produksi dapat digolongkan
kedalam biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik.
a. Biaya Bahan Baku
Biaya bahan baku adalah bahan baku yang merupakan bagian yang tidak
dapat dipisahkan dari produk selesai dan dapat ditelusuri langsung kepada produk
selesai. Biaya bahan baku menurut Firmansyah (2014:78) dalam bukunya yang
berjudul “Akuntansi Biaya itu Gampang” biaya untuk bahan-bahan yang dapat
dengan mudah dan langsung diindentifikasikan dengan barang jadi atau bahan
utama yang digunakan dalam proses produksi dan menjadi bagian utama dari
produk jadi yang dihasilkan.
b. Biaya Tenaga Kerja
Biaya tenaga kerja adalah upah untuk para tenaga kerja yang digunakan
dalam merubah atau mengkonvensi bahan baku menjadi produk selesai dan dapat
ditelusuri secara langsung kepada produk selesai. Menurut Bastian dan Nurlela
(2010: 12) adalah tenaga kerja yang digunakan dalam merubah atau
mengkonversi bahan baku menjadi produk selesai dan dapat ditelusuri secara
12
langsung kepada produk selesai. Biaya tenaga kerja dibagi menjadi 2 kelompok,
yaitu biaya tenaga kerja langsung dan biaya tenaga kerja tidak langsung. Biaya
tenaga kerja langsung adalah biaya tenaga kerja yang terlibat langsung dalam
proses produksi. Sedangkan biaya tenaga kerja tidak langsung adalah biaya yang
tidak terlibat langsung dengan proses produksi, biaya tenaga kerja tidak langsung
ini termasuk dalam biaya overhead. Maka dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja
langsung merupakan faktor penting berapa sumber daya manusia yang
mempengaruhi proses pengolahan bahan baku menjadi barang jadi pada suatu
proses produksi dan biaya tenaga kerja merupakan upah yang diberikan kepada
tenaga kerja dari usaha tersebut.
c. Biaya Overhead Pabrik
Biaya overhead pabrik, adalah biaya selain bahan baku langsung dan
tenaga kerja langsung tetapi membantu dalam merubah bahan menjadi produk
selesai. Biaya ini tidak dapat ditelusuri secara langsung sampai produk selesai.
Menurut Bastian dan Nurlela (2010:13) biaya overhead dapat dikelompokan
menjadi tiga elemen yaitu :
(1). Bahan tidak langsung (bahan pembantu atau penolong), adalah bahan yang
pemakaiannya relatif lebih kecil dan biaya ini dapat ditelusuri secara langsung
kepada produk selesai. Digunakan dalam penyelesaian.
(2). Tenaga kerja tidak langsung, adalah tenaga kerja yang membantu adalam
pengolahan produk selesai, tetapi tidak dapat ditelusuri kepada produk selesai.
13
(3). Biaya tidak langsung lainnya, adalah biaya selain bahan baku tidak langsung
dan tenaga kerja tidak langsung yang membantu dalam pengolahan produk
selesai, tetapi tidak dapat ditelusuri kepada produk selesai.
5. Penetuan biaya produksi.
harga pokok produksi dapat dihitung dengan tiga pendekatan, yaitu
dengan menggunakan variable costing, activity based costing dan full costing /
konvensional.
a. Variable costing.
Perusahaan dalam menentukan biaya produksinya dengan pendekatan
Variable Costing dilakukan apabila perusahaan memiliki bahan yang
menganggur. Penggunaan Variable Costing ini jangan terlalu sering karena dapat
merugikan pemerintah dan investor, karena degan menggunakan metode ini laba
perusahaan yang terhitung lebih kecil dibandingkan dengan Full Costing.
Menurut Witjaksono (2013:156) dalam bukunya yang berjudul Akuntansi Biaya
menjelaskan bahwa : “Variable Costing merupakan metode penentuan biaya
produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berprilaku variable
kedalam biaya produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
langsung, dan biaya overhead variable”.
Dari pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa perhitungan biaya
dengen menggunakan metode Variable Costing adalah salah satu cara dalam
penentuan biaya dimana biaya produksi yang bersifat variable saja yang
diperhitungkan
14
b. Activity based costing.
Activity Based Costing System merupakan suatu alternatif sistem yang
dapat digunakan dalam upaya mendapatkan harga pokok yang akurat melalui
pembebanan biaya overhead pabrik yang lebih teliti. ABC adalah pendekatan
yang relatif baru untuk BOP. Namun, karena kemampuannya untuk memberikan
analisis yang lebih rinci dan relevan biaya untuk keputusan internal keputusan, itu
akan mendapatkan pengakuan sebagai biaya sistem tugas yang unggul secara
tradisional digunakan untuk pelaporan keuangan. Sebaliknya, setiap sistem ABC
perlu dirancang agar sesuai dengan kebutuhan dan keadaan organisasi tertentu,
yang membuat pelaksanaan menggunakan sistem ABC mahal menurut
Witjaksono (2013 : 227). ABC juga digunakan sebagai elemen Activity Based
Management, yaitu pendekatan manajemen yang fokus pada aktivitas. Dasar
pemikiran pendekatan perhitungan biaya ini adalah bahwa produk atau jasa
perusahaan merupakan hasil dari aktivitas dan aktivitas tersebut menggunakan
sumber daya yang menyebabkan timbulnya biaya.
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa activity
based costing adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan harga
pokok produksi dan terfokus pada aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk
menghasilkan produk atau jasa dengan tujuan menyajikan informasi mengenai
harga pokok produksi yang akurat, yang nantinya akan digunakan oleh manajer
dalam mengambil keputusan.
15
c. Full costing / konvensional.
Merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang
memperhitungkan semua unsur biaya produksi kedalam harga pokok produksi,
yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya
overhead pabrik, baik yang berperilaku tetap maupun variabel. Harga pokok
produk yang dihitung dengan pendekatan full costing terdiri dari unsur harga
pokok produksi (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya
overhead pabrik variabel, dan biaya overhead pabrik tetap) ditambah dengan
biaya non-produksi (biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum). Menurut
Mulyadi (2009:98) dalam bukunya yang berjudul akuntansi biaya menjelaskan
bahwa “full costing merupakan metode penentuan produksi yang
memperhitungkan semua unsur biaya ke dalam biaya produksi, yang terdiri dari
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead, baik yang
berprilaku variable maupun tetap.” Menurut Bastian dan Nurlela (2006:48)
dalam bukunya yang berjudul Akuntansi Biaya Teori dan Aplikasi menjelaskan
bahwa “full costing adalah suatu metode dalam penetuan harga pokok suatu
produk dengan memperhitungkan semua biaya produksi seperti biaya bahan baku
langsung, tenaga kerja langsung, dan biaya overhead variable dan biaya overhead
tetap.” Dari dua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perhitungan biaya
dengan menggunakan metode full costing adalah salah satu cara dalam penentuan
biaya dimana semua produksi baik yang bersifat variable maupun bersifat tetap
dapat diperhitungkan.
16
a. Sistem Full Costing / Biaya konvensional
(1). Pengertian sistem biaya konvensional
Volume berbasis (tradisional atau konvensional, seperti yang sering
dilambangkan dalam buku sistem biaya, bagaimanapun, adalah satu tahap biaya
sistem tanpa proses ataupun perspektif, dan karenanya biaya yang dialokasikan
langsung ke obyek biaya, biasanya menggunakan basis alokasi volume terkait
sangat seperti jam tenaga kerja langsung dan jam mesin menurut emblemsvag.
Penentuan harga pokok produksi konvensional adalah full costing dan variable
costing. Sistem biaya full costing juga biasa disebut dengan sistem biaya
konvensional. Sistem biaya full costing mengasumsikan bahwa semua biaya
dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu biaya tetap dan biaya variabel
dengan memperhatikan perubahan- perubahan dalam unit atau volume produksi.
Jika unit produk atau penyebab lain yang sangat berkaitan dengan unit yang
diproduksi, seperti jam kerja langsung atau jam mesin dianggap sebagai cost
driver yang penting. Cost driver berdasarkan unit atau volume ini digunakan
untuk menetapkan biaya produksi kepada produk. Pada sistem biaya full costing,
pembebanan biaya bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung pada produk
tidak memiliki tantangan khusus. Biaya biaya ditekankan pada produk dengan
menggunakan penelusuran langsung, atau penelusuran pendorong yang sangat
akurat, dan sebagian besar sistem konvensional atau full costing didesain untuk
memastikan bahwa penelusuran ini dilakukan. Disisi lain biaya overhead pabrik
memiliki masalah lain, yaitu hubungan input output yang secara fisik dapat
diamati pada bahan langsung, dan biaya tenaga kerja langsung tidak tersedia pada
17
biaya overhead pabrik. Pada dasarnya pendorong kegiatan berdasarkan unit
membebankan biaya overhead pabrik pada produk, melalui penggunaan tarif
pabrik atau tarif departemen. Untuk tarif pabrik, tahap awal yang harus dilakukan
adalah mengakumulasikan atau menjumlahkan semua biaya overhead pabrik
yang diidentifikasikan pada jurnal umum, dan membebankan pada semua
kelompok pabrik yang besar. Setelah biaya diakumulasikan, biaya pada pabrik
dapat dihitung tarif pabrik dengan menggunakan pendorong tunggal, yang
umumnya adalah jam tenaga kerja langsung. Produk diasumsikan mengkonsumsi
sumber daya overhead pabrik sebanding dengan penggunaan jam tenaga kerja
langsung, karena itu pada tahap kedua, biaya overhead dibebankan pada produk
dengan mengalikan tarif dengan jam tenaga kerja langsung sesungguhnya yang
digunakan oleh tiap produk. Untuk tarif departemen, biaya overhead pabrik
dibebankan pada masing- masing departemen produksi, menciptakan kelompok
biaya overhead departemen. Pada tahap pertama, departemen dijadikan objek
biaya, dan biaya overhead pabrik dibebankan dengan menggunakan penelusuran
langsung, penelusuran pendorong dan alokasi. Biaya dibebankan masing- masing
departemen produksi, kemudian pendorong berdasarkan kegiatan seperti jam
tenaga kerja langsung dan jam mesin digunakan untuk menghitung tarif
departemen. Produk yang melalui departemen tersebut, diasumsikan
mengkonsumsi biaya overhead sebanding dengan pendorong departemen
berdasarkan unit (jam mesin atau tenaga kerja yang digunakan), karenanya pada
tahap kedua, overhead pabrik dibebankan pada produk dengan mengalikan tarif
departemen dengan jumlah pendorong yang digunakan pada masing- masing
18
departemen. Seluruh overhead yang dibebankan pada produk hanya merupakan
penjumlahan dari jumlah yang diterima masing- masing departemen. Sistem ini
dianggap lebih akurat untuk menentukan harga pokok produksi. Padahal metode
ini juga masih tidak mempertimbangkan biaya yang berubah karena aktivitas atau
proses yang berbeda dalam suatu departemen.
Sistem biaya full costing memiliki beberapa ciri sebagai berikut :
(a). Untuk tujuan biaya produk, perusahaan dipisahkan menjadi bidang
fungsional kegiatan, yaitu, manufaktur, pemasaran, pembiayaan, dan
administrasi.
(b). Pembuatan biaya bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan
manufaktur biaya overhead persediaan, yaitu dicatat dalam penilaian
persediaan.
(c). Biaya tenaga kerja langsung, bahan langsung dan dianggap dilacak
(atau) dibebankan langsung ke produk.
(d). Biaya overhead pabrik dan layanan manufaktur departemen
diperlakukan sebagai biaya tidak langsung produk tetapi dibebankan ke
produk dengan menggunakan tarif biaya overhead telah ditentukan.
(e). Ketika produk tunggal, rencana jangka panjang, tingkat biaya
overhead yang telah ditentukan digunakan, overhead dibebankan untuk
semua produk tanpa memperhatikan mungkin berbeda disebabkan oleh
19
perbedaan dalam sumber daya yang dimanfaatkan dalam pembuatan satu
produk versus lain.
(f). Biaya fungsional pemasaran, pembiayaan, dan administrasi yang
akurat dirumuskan di kolam biaya dan diperlakukan sebagai biaya pada
periode di mana mereka terjadinya. Biaya tersebut tidak diperlakukan
sebagai biaya produk.
Sistem biaya full costing mengasumsikan bahwa semua biaya dapat
diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu biaya tetap dan biaya variabel
dengan memperhatikan perubahan-perubahan dalam unit atau volume produksi.
Jika hanya unit produksi atau penyebab lain yang sangat berkaitan dengan unit
yang diproduksi, seperti jam kerja atau jam mesin dianggap sebagai cost driver
yang penting. Cost driver berdasarkan unit atau volume ini digunakan untuk
menetapkan biaya produksi kepada produk. Pada sistem biaya full costing,
pembebanan biaya bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung pada produk
tidak memiliki tantangan khusus. Biaya-biaya ditekankan pada produk dengan
menggunakan penelusuran langsung, atau penelusuran pendorong yang sangat
akurat, dan sebagian besar sistem konvensional didesain untuk memastikan
bahwa penelusuran ini dilakukan. Disisi lain biaya overhead pabrik memiliki
masalah lain, yaitu hubungan masukan keluaran yang secara fisik dapat diamati
pada bahan langsung, dan biaya tenaga kerja langsung tidak tersedia pada biaya
overhead pabrik.
20
Pada dasarnya pendorong kegiatan berdasarkan unit membebankan biaya
overhead pabrik pada produk, melalui penggunaan tarif pabrik atau tarif
departemen. Untuk tarif pabrik, tahap awal yang harus dilakukan adalah
mengakumulasi atau menjumlahkan semua biaya overhead pabrik yang
diidentifikasikan pada jurnal umum, dan membebankan pada semua kelompok
pabrik yang besar. Setelah biaya diakumulasikan, biaya pada pabrik dapat
dihitung tarif pabrik dengan menggunakan pendorong tunggal, yang umumnya
adalah jam tenaga kerja langsung.
Produk diasumsikan mengkonsumsi sumber daya overhead pabrik,
sebanding dengan penggunaan jam tenaga kerja langsung, karena itu pada tahap
kedua biaya overhead pabrik dibebankan pada produk dengan mengalikan tarif
dengan jam tenaga kerja langsung sesungguhnya yang digunakan oleh tiap
produk. Untuk tarif departemen, biaya overhead pabrik dibebankan pada masing-
masing departemen produksi, menciptakan kelompok biaya overhead
departemen. Pada tahap pertama, departemen dijadikan objek biaya, dan biaya
overhead pabrik dibebankan dengan menggunakan penelusuran langsung,
penelusuran pendorong dan alokasi. Biaya dibebankan pada masing-masing
departemen produksi, kemudian pendorong berdasarkan kegiatan seperti jam
tenaga kerja langsung (untuk departemen padat tenaga kerja) dan jam mesin
(untuk departemen padat mesin) digunakan untuk menghitung tarif departemen.
Produk yang melalui departemen tersebut, diasumsikan mengkonsumsi
biaya overhead sebanding dengan pendorong departemen berdasarkan unit (jam
mesin atau jam tenaga kerja yang digunakan), karenanya pada tahap kedua,
21
overhead pabrik dibebankan pada produk dengan mengalikan tarif departemen
dengan jumlah pendorong yang digunakan pada masing-masing departemen.
Seluruh overhead yang dibebankan pada produk, hanya merupakan penjumlahan
dari jumlah yang diterima masing-masing departemen.
(2). Kelebihan sistem konvensional / full costing.
Sistem biaya konvensional tidak memakai banyak cost driver dalam
mengalokasikan biaya overhead sehingga hal ini memudahkan bagi manajer
untuk melakukan perhitungan. Mudah di audit. Karena jumlah cost driver yang
digunakan sedikit, maka biaya overhead dialokasikan berdasar volume based
measure sehingga akan lebih memudahkan auditor dalam melakukan proses
audit.
(3). Kelemahan sistem konvensional / full costing.
Seringkali tidak relavan untuk tujuan managerial kontrol didalam jangka
pendek. Misalnya untuk menganalisis perubahan biaya - volume - laba jangka
pendek, dalam batas produksi normal yang dimiliki oleh perusahaan diperlukan
pedekatan yang memusatkan perhatian pada elemen biaya variabel, yaitu biaya
relavan yang berubah sesuai dengan tingkat volume kegiatan dalam jangka
pendek.
b. Sistem Activity Based Costing
(1). Pengertian sistem activity based costing
22
Activity Based Costing System merupakan suatu alternatif sistem yang
dapat digunakan dalam upaya mendapatkan harga pokok yang akurat melalui
pembebanan biaya overhead pabrik yang lebih teliti. ABC adalah pendekatan
yang relatif baru untuk BOP. Namun, karena kemampuannya untuk memberikan
analisis yang lebih rinci dan relevan biaya untuk keputusan internal keputusan, itu
akan mendapatkan pengakuan sebagai biaya sistem tugas yang unggul secara
tradisional digunakan untuk pelaporan keuangan. Sebaliknya, setiap sistem ABC
perlu dirancang agar sesuai dengan kebutuhan dan keadaan organisasi tertentu,
yang membuat pelaksanaan menggunakan sistem ABC mahal dan waktu.
Akibatnya, beberapa perusahaan memutuskan untuk hanya mengembangkan data
ABC untuk proses bahwa manajemen dianggap penting untuk keberhasilan. ABC
juga digunakan sebagai elemen Activity Based Management, yaitu pendekatan
manajemen yang fokus pada aktivitas.
Sistem biaya Activity Based Costing memiliki beberapa ciri sebagai
berikut :
(a) Fokus utama sistem Activity Based Costing adalah aktivitas.
(b) Ruang lingkup Activity Based Costing mencakup biaya produksi,
pengembangan biaya dan penelitian, biaya pemasaran serta layanan pelanggan.
(c) Bisa diterapkan pada semua jenis perusahaan.
(d) manfaat Activity Based Costing yaitu pengurangan biaya melalui analisis
aktivitas dan perbaikan berkelanjutan.
(2). Kelebihan sistem activity based costing
23
Beberapa keuntungan dari penggunaan sistem activity based costing
dalam penentuan harga pokok produksi adalah sebagai berikut :
(a). Biaya produk yang lebih realistik, khususnya pada industri manufaktur
tekhnologi tinggi dimana biaya overhead adalah merupakan proporsi yang
signifikan dari total biaya.
(b). Semakin banyak overhead yang dapat ditelusuri ke produk. Analisis sistem
activity based costing itu sendiri memberi perhatian pada semua aktivitas
sehingga biaya aktivitas yang dapat ditelusuri.
(c). Sistem activity based costing mengakui bahwa aktivitaslah yang
menyebabkan biaya (activity cause cost) bukanlah produk, dan produklah yang
mengkonsumsi aktivitas.
(d). Sistem activity based costing mengakui kompleksitas dari diversitas produksi
yang modern dengan menggunakan banyak pemicu biaya (multiple cost driver),
banyak dari cost driver tersebut adalah berbasis transaksi (transaction based) dari
pada berbasis volume produk
(3). Kelemahan Sistem Activity Based Costing
Kelemahan sistem activity based costing menurut Witjaksono (2013: 243)
adalah dalam penerapannya memerlukan lebih banyak waktu tenaga dan juga
peralatan. Sehingga biaya dari informasi yang dihasilkan menjadi relatif lebih
mahal dibandingkan informasi yang dihasilkan oleh sistem akuntansi biaya
konvensional. Oleh karena itu para manajer dan akuntan sangat menaruh
24
perhatian pada manfaat yang dapat diperoleh seandainya menerapkan metode
Activity Based Costing.
6. Perbandingan sistem biaya Konvensional dan sistem biaya Activity Based
Costing.
Perbedaan antara sistem biaya konvensional dan Activity Based Costing
a. Sistem biaya konvensional, yaitu produk mengkonsumsi sumber daya,
dan biaya yang dialokasikan dengan menggunakan dasar alokasi tingkat
unit.
b. Activity Based Costing, yaitu produk mengkonsumsi aktivitas, mereka
tidak langsung menggunakan sumber daya. Biaya yang dilacak
menggunakan driver bertingkat.
Perbedaan utama: konsumsi sumber daya dibandingkan konsumsi
aktivitas, dan alokasi tingkat unit dibandingkan pemicu bertingkat, yang
didiskusikan pada bagian berikutnya.
Activity based costing merupakan suatu alternatif dari penentuan harga
pokok produksi konvensional. Dimana penentuan harga pokok produksi
konvensional adalah full costing dan variable costing, yang dirancang
berdasarkan kondisi teknologi manufaktur pada masa lalu dengan menggunakan
teknologi informasi dalam proses pengolahan produk dan dalam mengolah
informasi keuangan.
Beberapa perbandingan antara sistem full costing dan sistem activity
based costing adalah sebagai berikut :
25
a. Sistem activity based costing menggunakan aktivitas-aktivitas sebagai pemicu
biaya (cost driver) untuk menentukan seberapa besar konsumsi overhead dari
setiap produk. Sedangkan sistem full costing mengalokasikan biaya overhead
secara arbiter berdasarkan satu atau dua basis alokasi yang non representatif.
b. Sistem activity based costing memfokuskan pada biaya, mutu dan faktor
waktu. Sistem full costing terfokus pada performansi keuangan jangka pendek
seperti laba. Apabila sistem full costing digunakan untuk penentuan harga dan
profitabilitas produk yang produknya lebih dari satu angka- angkanya tidak dapat
diandalkan.
c. Sistem activity based costing memerlukan masukan dari seluruh departemen
persyaratan ini mengarah ke integrasi organisasi yang lebih baik dan memberikan
suatu pandangan fungsional silang mengenai organisasi.
d. Sistem activity based costing mempunyai kebutuhan yang jauh lebih kecil
untuk analisis varian dari pada sistem full costing, karena kelompok biaya (cost
pool) dan pemicu biaya (cost driver) jauh lebih akurat dan jelas, selain itu activity
based costing dapat menggunakan data biaya historis pada akhir periode untuk
menghitung biaya aktual apabila kebutuhan muncul
Apabila digambarkan ke dalam tabel perbedaan antara penentuan harga
pokok produksi konvensional dan sistem Activity Based Costing adalah sebagai
berikut :
26
Tabel 2.1 perbedaan penentuan harga pokok produksi dengan sistem
konvensional dan Activitas Based Costing
penentuan harga pokok
produksi konvensional
penentuan harga pokok
produksi Activity Based
Costing
Fokus Produk Aktivitas
Lingkup Kalkulasi biaya produk
untuk pelaporan
keuangan
Biaya produksi,
pengembangan dan
penelitian, biaya
pemasaran serta layanan
pelanggan.
Keterapan Perusahaan manufaktur
Semua jenis perusahaan
Manfaat Pengendalian biaya
Pengurangan biaya
melalui analisis aktivitas
dan perbaikan
berkelanjutan.
Sumber : Mulyadi 2006
Perbandingan antara sistem biaya konvensional dan sistem activity based
costing menurut Mulyadi (2014: 134) adalah sebagai berikut :
a. Fokus
Fokus utama sistem biaya konvensional adalah produk. Pembebanan
biaya berdasarkan unit produk yang diproduksi atau penggerak lain yang
berkorelasi kuat dengan sistem yang diproduksi sehingga sebagian besar
27
pembebanan biaya bersifat intensif alokasi karena biaya non unit dibebankan atas
dasar unit yang diproduksi, sedangkan fokus utama pada sistem activity based
costing adalah aktivitas. Pembebanan biaya ke produk berdasarkan penggerak
aktivitas sehingga pembebanan biaya tersebut bersifat intensif penggerak.
b. Lingkup
Tujuan utama sistem biaya konvensional adalah kalkulasi biaya produk untuk
pelaporan keuangan eksternal. Sedangkan konvensi yang berlaku secara umum
menyatakan bahwa biaya dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori fungsional
utama, yaitu biaya produksi dan biaya non produksi. Dan hanya biaya
produksilah yang dapat dibebankan ke produk untuk pelaporan keuangan
eksternal. Jadi biaya konvensional berlingkup biaya produksi.
Tujuan sistem activity based costing tidak hanya untuk pelaporan
keuangan eksternal saja melainkan untuk pembuatan keputusan penetapan harga,
keputusan bauran produk analisis profitabilitas strategis dan taktis serta
keputusan perancangan strategis, jadi sistem activity based costing tidak hanya
berfokus pada biaya produksi tetapi juga pada biaya pengembangan dan
penelitian, biaya pemasaran, dan biaya layanan pelanggan. Lingkup activity
based costing adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan.
c. Keterterapan
Lingkup biaya konvensional adalah biaya produksi, sehingga sistem biaya
konvensional hanya dapat diterapkan pada perusahaan manufaktur. Hal ini
disebabkan oleh sulitnya mendefinisikan biaya produksi oleh perusahaan jasa dan
perusahaan dagang. Sedangkan lingkup sistem activity based costing mencakup
28
seluruh biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan sehingga sistem activity based
costing dapat diterapkan pada seluruh perusahaan.
d. Pemanfaatan
Dalam rangka kerja sistem biaya konvensional, kinerja diukur dengan
membandingkan biaya aktual yang dikeluarkan dengan biaya yang dianggarkan.
Secara prinsip, kinerja ditekankan pada masalah biaya, jadi pemanfaatan sistem
biaya konvensional adalah berupa pengendalian biaya. Sedangkan melalui
analisis aktiva, sistem activity based costing mampu melaksanakan perbaikan
berkelanjutan yang bertujuan pengurangan biaya, jadi pemanfaatan sistem
activity based costing adalah pengurangan biaya melalui analisis aktivitas dan
perbaikan berkelanjutan.
8. Penerapan Sistem Activity Based Costing
Penerapan sistem activity based costing menurut Blocher dkk (2012: 154)
memerlukan tiga tahap, yaitu :
a. Identifikasi biaya dan aktivitas sumber daya
Perusahaan terlibat dalam berbagai aktivitas untuk memproduksi produk
atau menyediakan jasa. Aktivitas-aktivitas tersebut mengkonsumsi sumber daya
dan sumber daya membutuhkan uang. Langkah pertama dalam menyususn sistem
ABC adalah melakukan analisis aktivitas untuk mengidentifikasi biaya sumber
daya dan aktivitas perusahaan.
b. Pembebanan biaya sumber daya pada aktivitas
Activity based costing menggunakan penggerak biaya kondumsi sumber
daya untuk membebankan sumber biaya ke aktivitas. Suatu perusahaan harus
29
memilih penggerak biaya konsumsi sumber daya berdasarkan hubungan sebab
akibat karena aktivitas memicu timbulnya biaya dan sumber daya yang digunakan
dalam operasi. Penggerak biaya konsumsi sumber daya biasanya meliputi jumlah
:
(1) Jam tenaja kerja untuk aktivitas yang bersifat intensif tenaga kerja
(2) Tenaga kerja untuk aktivitas yang berkaitan dengan penggajian
(3) Persiapan untuk aktivitas yang berkaitan dengan jumlah batch
(4) Perpindahan untuk aktivitas penanganan bahan baku
(5) Jam mesin untuk aktivitas perbaikan dan pemeliharaan
(6) Luas lantai (per meter persegi) untuk aktivitas kebersihan dan perawatan
umum.
Hansen dan Mowen (2005: 146-151) juga mengungkapkan tahapan untuk
merancang sistem activity based costing adalah sebagai berikut :
a. Prosedur Tahap 1
(1). Identifikasi aktivitas
Identifikasi mencakup observasi dan mendaftar pekerjaan yang dilakukan
dalam suatu organisasi. Pekerjaan atau tindakan yang diambil menyangkut
konsumsi sumber daya.
(2). Biaya sumber daya dibebankan ke aktivitas
30
Pembebanan biaya sumber daya ini dilakukan melalui perhitungan
konsumsi sumber daya oleh aktivitas.
(3). Aktivitas yang berkaitan dikelompokkan untuk membentuk kumpulan
sejenis.
Pada tahap ini aktivitas serta biayanya dikelompokkan atas dasar atribut
tingkat aktivitas dan atribut penggerak aktivitas.
(4). Biaya aktivitas yang dikelompokkan dijumlah untuk mendefinisikan
kelompok biaya sejenis.
Kelompok biaya overhead yang berkaitan dengan setiap kelompok
aktivitas kemudian dijumlah dan membentuk kelompok biaya sejenis. Biaya-
biaya yang dikeluarkan oleh tiap-tiap cost driver dijumlahkan untuk mendapatkan
biaya cost driver.
(5). Menghitung tarif (overhead) kelompok
Setelah suatu kelompok biaya didefinisikan, biaya per unit dari penggerak
aktivitas dapat dihitung dengan membagi biaya kelompok dengan kapasitas
praktis penggerak aktivitas.
Poll Rate =
b. Prosedur Tahap 2
Pada tahap kedua, biaya dari setiap kelompok overhead ditelusuri ke produksi.
Hal ini dilakukan dengan menggunakan tarif kelompok yang dihitung pada tahap
pertama dan ukuran jumlah sumber daya yang dikonsumsi oleh setiap produksi.
Jadi pembebanan biaya overhead dari setiap kelompok biaya ke produksi dengan
31
cara mengalikan tarif kelompok dengan unit penggerak yang dikonsumsi oleh
produksi.
BOP yang dibebankan = tarif pool x pemakaian aktivitas
2.2 Kerangka Berpikir
penentuan harga pokok produksi dapat dihitung dengan tiga sistem yaitu
full costing, variabel costing dan activity based costing yang dikeluarkan untuk
memproduksi semua produk kemudian dibagi dengan jumlah output yang
dihasilkan, sebenarnya sistem ini akurat dan tepat apabila digunakan untuk
menghitung harga pokok produksi namun hanya untuk usaha yang memproduksi
satu jenis barang saja atau homogen, sedangkan untuk usaha yang memproduksi
lebih dari satu jenis barang sistem biaya full costing tidak tepat digunakan untuk
menghitung harga pokok produksi karena akan menimbulkan distorsi.
Sistem biaya activity based costing dalam perhitungan untuk harga pokok
produksi yang memproduksi output lebih dari satu jenis lebih tepat dan akurat
digunakan, karena merupakan satu-satunya sistem biaya yang menghitung biaya
berdasarkan aktivitas satu persatu.
Batik Solo Karawang adalah usaha batik yang memproduksi dua macam
hasil output yaitu batik lukis dan batik cap yang berasal dari satu jenis bahan
baku yang berupa kain mori sebagai bahan baku pembuatan batik cap dan batik
lukis. Tenaga kerja yang ada di usaha Batik Solo Karawang berjumlah 19 orang
dalam batik lukis dan 46 orang dalam batik cap sebagai yang dibutuhkan untuk
proses produksi. Perbedaan dalam perhitungan dalam sistem konvensional dan
32
Activity based costing lebih difokuskan pada Biaya Overhead pabrik dimana
dalam perhitungannya untuk mendapatkan harga pokok produksi biaya overhead
pabrik harus dipisah berdasarkan aktivitas sehingga meminimalkan distorsi,
Biaya overhead pabrik yang dibebankan pada produksi batik antara lain biaya
bahan penolong, biaya listrik, biaya tenaga kerja pengiriman, biaya bahan bakar,
biaya perawatan peralatan, biaya telepon. Dalam mengidentifikasi biaya overhead
berbeda dengan pengidentifikasian biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja.
Biaya overhead pabrik tidak dapat dibebankan secara merata atau sama pada
semua produk yang dihasilkan karena setiap produk mengkonsumsi biaya
overhead yang berbeda-beda sesuai dengan aktivitas produksinya. Biaya
overhead pabrik dapat dihitung berdasarkan aktivitas agar setiap produk
mengkonsumsi biaya overhead secara tepat.
Identifikasi aktivitas pada biaya overhead pabrik meliputi aktivitas
pemeliharaan, aktivitas pembuatan pola, aktivitas pewarnaan, aktivitas lorot dan
aktivitas pakaging yang masing-masing menimbulkan biaya dari setiap aktivitas
produksi yang dilakukan sehingga tepat antara pembebanan biaya kepada tiap
jenis hasil produksi sehingga tidak menimbulkan distorsi.
Pada perhitungan konvensional semua biaya yang dikeluarkan untuk
memproduksi batik cap dan batik lukis dibebankan semua langsung pada hasil
output Batik Solo Karawang.
Proses perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan sistem
activity based costing dan pada metode konvensional pada usaha Batik Solo
Karawang dapat digambarkan:
33
GAMBAR 2.1 Kerangka Berpikir
Harga Pokok
Produksi
Sistem
Konvensional
Sistem
Activity Based
Costing
Efisien
34
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah biaya harga pokok produksi yang menjadi
fokus dalam pembuatan batik cap dan batik lukis pada usaha kerajinan Batik Solo
Karawang untuk mengalokasikan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya
overhead pabrik secara tepat dan akurat.
3.2 Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah produk batik tulis dan batik cap dari usaha
kerajinan Batik Solo Karawang. Lokasi pabrik berada di Jalan Raya Tanjung Pura
No 8 RT 10 RW 8 Kecamatan Tanjung pura, Kabupaten Karawang Barat.
3.3 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kualitatif berdasarkan eksplanatory research,
yaitu penelitian yang tujuannya untuk mengungkapkan atau mengexplore atau
menjelaskan secara mendalam tentang variabel tertentu dan penelitian ini bersifat
deskriptif. Penelitian ini akan mengkaji lebih dalam untuk perhitungan dengan
sistem activity based costing dalam menentukan harga pokok produksi pada
usaha kerajinan Batik Solo Karawang.
35
3.4 Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah biaya-biaya yang merupakan biaya dari
aktivitas dalam pembuatan batik cap dan batik lukis dalam kerajinan Batik Solo
Karawang.
1. Biaya Bahan Baku
Bahan baku adalah keseluruhan bahan utama untuk pembuatan
produk jadi. Dalam pembuatan produk jadi sendiri tidak terpaku saja pada
harga beli bahan baku saja melainkan juga memerlukan biaya lain yaitu
biaya pembelian, biaya pergudangan dan biaya perolehan lain yang
nantinya akan menambah nilai kebutuhan biaya untuk memperoleh
produk batik jadi.
Biaya bahan baku dalam penelitian ini adalah semua biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh bahan baku sehingga siap diolah untuk
memperoleh produk jadi yang terdiri dari bahan baku utama berupa kain
mori.
2. Biaya Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan usaha fisik atau mental yang dikeluarkan
karyawan untuk mengolah produk. Biaya tenaga kerja langsung standar
per unit produk terdiri dari jam tenaga kerja langsung dan tarif upah
standar tenaga kerja lansung. Jam standar tenaga kerja langsung (JSTKL)
adalah taksiran sejumlah jam tenaga kerja langsung yang diperlukan
untuk memproduksi satu unit produk tertentu. Jam standar tenaga kerja
langsung dapat ditentukan dengan cara:
36
a. Menghitung rata-rata jam kerja yang dikonsumsi dalam suatu pekerjaan
dari kartu harga pokok periode lalu.
b. Mencoba jalan operasi produksi di bawah keadaan normal yang
diharapkan.
c. Mengadakan penyelidikan gerak dan waktu.
d. Mengadakan tafsiran yang wajar.
e. Memperhitungkan kelonggaran waktu untuk istirahat, penundaan kerja
yang tak bisa dihindari, dan faktor kelelahan.
Biaya tenaga kerja disini adalah jumlah biaya keseluruhan yang
dibayarkan untuk karyawan yang merupakan tenaga kerja dalam
pembuatan batik cap dan batik lukis.
3. Biaya Overhead Pabrik
Biaya overhead adalah biaya-biaya yang secara tidak langsung
berkaitan dengan pembuatan produk yang meliputi : biaya bahan
penolong, tenaga kerja tidak langsung, penyusutan pabrik, mesin,
berbagai alat manual yang digunakan dalam proses produksi batik cap
dan batik lukis serta pemeliharaan fasilitas pabrik.
Biaya overhead pabrik akan dihitung satu persatu menurut
penggunaanya terhadap satu produk hasil output dari pabrik yang terdiri
dari berbagai aktivitas pemeliharaan, aktivitas pembuatan pola, aktivitas
pewarnaan, aktivitas lorot dan aktivitas packaging.
37
3.5 Metode Pengumpulan Data
1 Wawancara .
Wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara tanya jawab
langsung kepada pihak utama yaitu Ibu Yelianti untuk mendapatkan data
mengenai prosedur produksi batik lukis dan batik cap pada usaha Batik
Solo Karawang selain itu wawancara juga difokuskan pada biaya-biaya
apa saja yang dikeluarkan untuk memproduksi batik lukis dan cap.
Aktifitas-aktifitas apa saja yang dilakukan dalam proses produksi hingga
output dihasilkan beserta dengan besarnya biaya.
2 Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu dalam
peneliti an ini metode dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data
tentang biaya-biaya yang ada kaitannya dengan penentuan harga pokok
produksi pada usaha Batik Solo Karawang.
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Penentuan Harga Pokok Produksi dengan Sistem Activity Based Costing
(ABC) pada Produk Batik Lukis
Penentuan harga pokok produksi pada usaha Batik Solo Karawang sampai
saat ini masih menggunakan sistem konvensional, karena biaya produksi dihitung
dengan cara mengkalkulasi semua biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi
batik lukis tersebut. Sedangkan untuk harga pokok produksi per satuan tiap
produk dihitung dengan membagi total harga pokok produksi dengan jumlah batik
lukis yang dihasilkan.
Analisis penentuan harga pokok produksi yang lebih akurat dapat
dilakukan dengan menggunakan sistem activity based costing (ABC). Perhitungan
harga pokok produksi batik pada usaha Batik Solo karawang dengan sistem ABC
dibagi dalam dua cost pool. Cost pool tersebut yaitu batik lukis dan batik cap.
Aktivitas yang terjadi dalam pembuatan batik dikelompokkan dalam 5 cost driver
yaitu yaitu pemeliharaan, pembuatan pola, mewarnai, nglorot, dan pakaging.
Sebelum mengetahui jenis pengeluaran untuk masing- masing cost driver,
biaya-biaya yang dikeluarkan usaha Batik Solo Karawang selama proses produksi
pada bulan Juli 2015 terlebih dahulu harus diketahui. Proses klasifikasi biaya
dapat dimulai dengan suatu pengelompokkan yang sederhana dari semua biaya
dalam dua golongan, yaitu harga pokok produksi (manufacturing cost) dan biaya-
biaya komersil (commercial cost). Harga pokok produksi dibagi menurut tiga
39
unsur utama dari biaya yaitu biaya bahan baku (BBB), biaya tenaga kerja (BTK),
dan biaya overhead pabrik (BOP). Sedangkan biaya komersil yaitu biaya- biaya
pemasaran (marketing expenses).
1. Biaya Bahan Baku
Unsur utama dari biaya yang pertama adalah biaya bahan baku, bahan
baku yang digunakan dalam pembuatan batik lukis selama bulan Juli 2015 pada
Usaha Batik Solo Karawang dapat dilihat pada tabel 4.1
Tabel 4.1Biaya Bahan Baku
No Bahan
Baku
Jumlah Pembelian Harga Bahan
Baku
(Rp)
Jumlah Biaya
Bahan Baku
(Rp)
1 Kain Mori 200 Meter 35.000/m 7.000.000
Sumber : Data Batik Solo Karawang bulan Juli 2015
Harga per meter kain mori berbeda-beda tergantung dari kualitas bahan
namun usaha batik Solo Karawang memilih kain mori seharga Rp 35.000 untuk
produksi batiknya. Jumlah pemakaian bahan baku selama bulan Juli 2015 adalah
sebesar 200 meter . Sehingga total biaya bahan baku Batik Lukis yang dikeluarkan
sebesar Rp 7.000.000
2. Biaya Tenaga Kerja
Unsur utama biaya yang kedua adalah biaya tenaga kerja, upah tenaga
kerja langsung yang ada pada usaha Batik Solo Karawang dapat dilihat pada tabel
4.2.
40
Tabel 4.2 Biaya Tenaga Kerja Langsung
No Bagian Jumlah
Tenaga
Kerja
Upah Bulan Juli
(Rp)
Jumlah Biaya
Tenaga Kerja
(Rp)
1 Mencating 10 500.000 5.000.000
2 Menyelup dan menolet 4 130.000 520.000
3 Lorot dan penyelesaian 4 30.000 120.000
4 Packaging 1 350.000 350.000
Jumlah 19 5.990.000
Sumber : Data Usaha Batik Solo Karawang bulan Juli 2015
Biaya tenaga kerja pada tabel 4.2 adalah biaya tenaga kerja langsung yang
membuat batik tulis di Usaha Solo Karawang. Total biaya tenaga kerja pada
Usaha Batik Solo Karawang sebesar Rp 5.990.000,00 untuk 19 orang sesuai
dengan bagiannya masing-masing.
3. Biaya Overhead Pabrik
Unsur utama dari biaya yang ketiga adalah biaya overhead pabrik. Biaya
yang termasuk dalam biaya overhead pabrik adalah biaya-biaya yang tidak
langsung berpengaruh dalam penentuan harga pokok produksi. Biaya-biaya ini
terjadi karena adanya ativitas-aktivitas yang dilakukan dalam memproduksi batik
lukis mulai dari mengolah bahan mentah menjadi produk jadi.
Penentuan harga pokok produksi batik tulis dengan sistem activity based
costing menurut Slamet (2007) dilakukan dengan dua tahap yaitu :
a. Tahap Pertama
(1). Analisis aktivitas
Aktivitas yang terjadi dalam proses produksi batik tulis adalah sebagai berikut :
41
(a). Aktivitas pemeliharaan
(b). Aktivitas pembuatan pola
(c). Aktivitas pewarnaan
(d). Aktivitas lorot
(e). Aktivitas Pakaging
b. Menghitung biaya overhead pabrik
c. Setelah mengetahui aktivitas-aktivitas yang terjadi dalam proses produksi,
langkah selanjutnya adalah Menghitung biaya overhead pabrik. Biaya overhead
pabrik dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut :
Tabel 4.3 Biaya Overhead Pabrik
No Jenis Biaya Jumlah
1 Biaya Bahan Pewarna Rp. 2.500.000
2 Biaya Malam Rp. 1.550.000
3 Biaya Gas Rp. 3.000.000
4 Biaya Listrik Rp. 200.000
5 Biaya Tas Rp. 1.500.000
6 Biaya Perawatan Canting Rp. 6.100
7 Biaya Perawatan Kompor Rp. 200.000
8 Biaya Perawatan Tabung Gas Rp. 18.000
9 Biaya Perawatan Gawangan Rp. 5.800
10 Biaya Perawatan Ember Rp. 15.000
11 Biaya Perawatan Drum Rp. 7.000
12 Biaya Perawatan Etalase Rp. 380.000
13 Biaya Perawatan Manekin Rp. 25.500
14 Biaya Perawatan Rak Pamaer Rp. 30.000
15 Biaya Perawatan Wajan Rp. 5.400
Jumlah Rp. 9.442.800
Sumber : Data usaha Batik Solo Karawang bulan Juli 2015
42
d. Mengelompokkan aktivitas sejenis untuk membentuk kumpulan sejenis
Aktivitas untuk kelompok sejenis dalam pembuatan batik tulis adalah sebagai
berikut :
(1). Kelompok aktivitas pemeliharaan : biaya perawatan cap pola, biaya
perawatan kompor,biaya perawatan tabung gas, biaya perawatan
gawangan, biaya perawatan ember, biaya perawatan drum, biaya
perawatan etalase, biaya perawatan rak pamer, biaya perawatan manekin,
biaya perawatan wajan
(2). Kelompok aktivitas pembuatan pola : biaya malam, biaya gas
(3). Kelompok aktivitas pewarnaan : biaya pewarna
(4). Kelompok aktivitas lorot : biaya gas, biaya listrik
(5). Kelompok aktivitas pakaging : biaya tas
e. Menjumlahkan biaya aktivitas yang dikelompokkan untuk mendefinisikan
kelompok biaya sejenis :
43
Tabel 4.4 Biaya Kelompok Sejenis
No Kelompok Aktivitas Jenis Biaya Jumlah
1 Pemeliharaan Pemeliharaan Canting Rp. 6.100
Pemeliharaan Kompor Rp. 200.000
Pemeliharaan Tabung Gas Rp. 18.000
Pemeliharaan Gawangan Rp. 5.800
Pemeliharaan Ember Rp. 15.000
Pemeliharaan Drum Rp. 7.000
Pemeliharaan Etalase Rp. 380.000
Pemeliharaan Manekin Rp. 25.500
Pemeliharaan Rak Pamer Rp. 30.000
Pemeliharaan Wajan Rp. 5.400
Jumlah Rp. 692.800
2 Pembuatan Pola Malam Rp. 1.550.000
Gas Rp. 1.500.000
Jumlah Rp. 3.050.000
3 Pewarnaan Pewarna Rp. 2.500.000
Jumlah Rp. 2.500.000
4 Lorot Gas Rp. 1.500.000
Listrik Rp. 200.000
Jumlah Rp. 1.700.000
5 Pakaging Tas Rp. 1.500.000
Jumlah Rp. 1.500.000
Jumlah Rp. 9.442.800
Sumber : data primer yang diolah
f. Menghitung kelompok tarif overhead
Penentuan tarif kelompok overhead untuk penentuan harga pokok
produksi batik lukis adalah sebagai berikut :
(1). Aktivitas pemeliharaan
Biaya yang termasuk dalam kelompok biaya pemeliharaan adalah biaya
perawatan peralatan dalam pembuatan batik mulai dari proses pembuatan hingga
siap dijual. Penentuan tarif kelompok (pool rate) berdasarkan jam kerja langsung
(JKL) selama bulan Juli 2015. Jumlah jam kerja langsung sebesar 208 jam (8 jam
x 26 hari). Biaya tersebut dapat dirinci sebagai berikut :
44
(2). Aktivitas pembuatan pola
Biaya yang termasuk dalam kelompok biaya pembuatan pola adalah
pemakaian bahan malam dan gas. Penentuan tarif kelompok berdasarkan jumlah
bahan baku yang digunakan. Jumlah bahan baku yang digunakan selama bulan
Juli 2015 sebesar 1200 meter. Biaya tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
(3). Aktivitas pewarnaan
Biaya yang termasuk dalam kelompok biaya pewarnaan adalah biaya
bahan pewarna. Penentuan tarif kelompok berdasarkan jumlah bahan baku yang
digunakan selama bulan Juli 2015. Jumlah bahan baku yang digunakan sebesar
1200 meter
(4). Aktivitas lorot
Biaya yang termasuk dalam kelompok biaya lorot adalah biaya gas dan
listrik Penentuan tarif kelompok berdasarkan jumlah bahan baku yang diproduksi
selama bulan Juli 2015. Jumlah bahan baku yang digunakan sebesar 1200 meter.
45
(5). Aktivitas pakaging
Biaya yang termasuk dalam kelompok biaya pakaging adalah biaya tas.
Penentuan tarif kelompok berdasarkan jumlah unit batik yang diproduksi selama
bulan Juli 2015. Jumlah unit yang digunakan sebesar 500 unit.
a. Tahap Kedua
Biaya overhead pabrik (BOP) setiap kelompok aktivitas dilacak ke
berbagai jenis produk dengan menggunakan tarif kelompok yang dikonsumsi
setiap produk. Pembebanan BOP produk dihitung dengan rumus :
(1). Aktivitas pemeliharaan
Aktivitas pemeliharaan adalah aktivitas yang berhubungan dengan
pemeliharaan atau perawatan peralatan yang digunakan untuk proses produksi
Pengalokasian biaya ke cost driver berdasarkan pada jam kerja langsung, karena
jam kerja langsung adalah pemicu terjadinya biaya tersebut. Jumlah jam kerja
langsung yang dianggarkan untuk pembuatan batik tulis sebesar JKL104 (4 jam x
26 hari). Biaya yang digunakan dalam aktivitas pemeliharaan selama bulan Juli
2015 adalah sebesar Rp 346.320 Adapun pengalokasian biayanya dapat dilihat
pada tabel 4.5 berikut :
Tabel 4.5 Alokasi Biaya Aktivitas Pemeliharaan
Sumber : data primer yang diolah Juli 2015
Produk Tarif kelompok Unit Driver Jumlah
Batik Lukis Rp. 3.330 104 Rp. 346.320
46
(2). Aktivitas pembuatan pola
Aktivitas pembuatan pola adalah proses pembuatan pola pada batik tulis
yang dinamakan mencanting. Biaya yang termasuk dalam kelompok biaya
pembuatan pola adalah biaya pemakain malam dan gas. Pengalokasian biaya ke
cost driver berdasarkan pada jumlah bahan baku, karena jumlah bahan baku
adalah pemicu terjadinya biaya tersebut. Jumlah bahan baku yang dianggarkan
untuk pembuatan batik lukis sebesar 200 meter. Biaya yang digunakan untuk
aktivitas pembuatan pola selama bulan Juli 2015 sebesar Rp 508.200. Adapun
alokasinya sebagai berikut :
Tabel 4.6 Alokasi Biaya Aktivitas Pembuatan Pola
Produk Tarif Kelompok Unit Driver Jumlah
Batik Lukis Rp. 2.541 200 Rp.508.200
Sumber : data primer yang diolah Juli 2015
(3). Aktivitas pewarnaan
Aktivitas pewarnaan adalah aktivitas pewarnaan kain dengan cara dicelup
dan ditolet. Biaya yang termasuk dalam kelompok biaya pewarnaan adalah
pemakaian bahan pewarna. Pengalokasian biaya ke cost driver berdasarkan
jumlah pemakaian bahan baku batik lukis sebesar 200 meter, karena jumlah
pemakaian bahan baku merupakan pemicu terjadinya biaya tersebut. Biaya yang
digunakan untuk aktivitas pewarnaan selama bulan Juli 2015 adalah sebesar Rp
415.600 Adapun alokasi biaya disajikan pada tabel 4.7 berikut :
47
Tabel 4.7Alokasi Biaya Aktivitas Pewarnaan
Produk Tarif Kelompok Unit Driver Jumlah
Batik Lukis Rp. 2.083 200 Rp.416.600
Sumber : data primer yang diolah Juli 2015
(4). Aktivitas lorot
Aktivitas lorot adalah proses meluruhkan bekas malam yang masih menempel
pada kain. Biaya yang termasuk dalam kelompok biaya aktivitas lorot adalah
biaya gas dan listrik. Pengalokasian biaya ke cost driver berdasarkan jumlah
pemakaian bahan baku sebesar 200 meter, karena pemakaian bahan baku adalah
pemicu terjadinya biaya tersebut. Biaya yang digunakan dalam aktivitas lorot
selama bulan Juni 2013 adalah sebesar Rp 283.200. Adapun alokasinya disajikan
pada tabel 4.8
Tabel 4.8 Alokasi Biaya Aktivitas Lorot
Produk Tarif Kelompok Unit Driver Jumlah
Batik Lukis Rp. 1.416 200 Rp.283.200
Sumber : data primer yang diolah Juli 2015
(5). Aktivitas pakaging
Pada proses ini batik telah siap untuk dijual tetapi di proses pakaging ini
batik diberikan tas sebagai kemasan saat dijual. Biaya yang termasuk dalam
kelompok biaya pakaging adalah biaya pembelian tas. Pengalokasian biaya ke
cost driver berdasarkan jumlah unit yang diproduksi sebesar 100 unit, karena
jumlah produksi adalah pemicu terjadinya biaya tersebut. Biaya yang digunakan
48
dalam aktivitas pakaging selama bulan Juni 2013 adalah sebesar Rp 300.000,00.
Adapun alokasinya disajikan pada tabel 4.9
Tabel 4.9 Alokasi Biaya Aktivitas Pakaging
Produk Tarif Kelompok Unit Driver Jumlah
Batik Lukis Rp. 3.000 100 Rp.300.000
Sumber : data primer yang diolah Juli 2015
Jumlah biaya overhead yang dialokasikan menggunakan sistem activity based
costing dapat dirinci sebagai berikut :
Tabel 4.10 Biaya Overhead yang Dialokasikan
No Kelompok Biaya Jumlah
1 Pemeliharaan Rp. 346.320
2 Pembuatan Pola Rp. 508.200
3 Pewarnaan Rp. 416.600
4 Lorot Rp. 283.200
5 Packaging Rp. 300.000
Jumlah Rp. 1.854.320
Sumber : data primer yang diolah Juli 2015
Jumlah biaya overhead pabrik yang dialokasikan dengan sistem activity
based costing adalah sebesar Rp 1.854.320.
Selanjutnya dilakukan perhitungan harga pokok produksi dengan sistem
activity based costing adalah sebagai berikut :
Tabel 4.11 Penentuan Harga Pokok Produksi Batik Tulis berdasarkan
Sistem Activity Based Costing
Jumlah
/ Unit
BBB
(Rp)
BTK
(Rp)
BOP
(Rp)
HPP
(Rp)
HPP/ Unit
(Rp)
100 7.000.000 5.990.000 1.854.320 14.844.320 148.443
Sumber : data primer yang diolah Juli 2015
49
Pada tabel 4.11 menyajikan penentuan harga pokok produksi batik lukis
dengan sistem activity based costing. Harga pokok produksi batik lukis sebesar
Rp 14.844.320 diperoleh dari penjumlahan tiga unsur biaya yaitu biaya bahan
baku sebesar Rp 7.000.000, biaya tenaga kerja langsung sebesar Rp 5.990.000,
dan biaya overhead pabrik sebesar Rp1.854.320.
4.2 Harga Pokok Produksi Batik Tulis dengan Sistem Konvensional
Penentuan harga pokok produksi batik tulis dengan sistem konvensional
terutama dalam perhitungan biaya overhead pabrik tidak dihitung secara detail
berdasarkan atas pemicu biaya dan sumber daya yang dikonsumsi oleh produk
batik lukis, karena harga pokok produksi dihitung dengan cara menjumlahkan
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik.
Usaha Batik Solo Karawang menentukan harga pokok produksi masih
menggunakan sistem konvensional, berikut ini adalah penentuan harga pokok
produksi berdasarkan sistem konvensional usaha Batik Solo Karawang :
Penentuan tarif overhead dengan sistem konvensional pada usaha Batik
Solo Karawang diilustrasikan pada tabel berikut :
Tabel 4.12 Penentuan Tarif BOP Sistem Konvensional
Jumlah Unit Biaya Overhead Jumlah BOP
100 Rp. 18.885 Rp. 1.888.560
Sumber : data primer yang diolah Juli 2015
50
Setelah biaya overhead diketahui sebesar Rp 1.888.560 maka penentuan
harga pokok produksi dengan sistem konvensional dapat dilakukan. Penentuan
harga pokok produksi batik lukis berdasarkan sistem konvensional disajikan pada
tabel 4.13
Tabel 4.13 Penentuan HPP Batik Tulis Berdasarkan Sistem Konvensional
Jumlah /
Unit
BBB
(Rp)
BTK
(Rp)
BOP
(Rp)
HPP
(Rp)
HPP / Unit
(Rp)
100 7.000.000 5.990.000 1.888.560 14.878.560 148.786
Sumber : data primer yang diolah Juli 2015
Tabel 4.13 menyajikan penentuan harga pokok produksi batik lukis
berdasarkan sistem konvensional. Harga pokok produksi batik tulis sebesar Rp
14.878.560, diperoleh dari penjumlahan tiga unsur biaya yaitu biaya bahan baku
sebesar Rp 7.000.000 biaya tenaga kerja sebesar Rp 5.990.000 dan biaya overhead
pabrik sebesar Rp 1.888.560.
4.3 Perbandingan Harga Pokok Produksi Batik Lukis Menggunakan Sistem
Activity Based Costing dengan Sistem Konvensional
Penentuan harga pokok produksi yang selama ini digunakan perusahaan
adalah menggunakan sistem konvensional, yaitu menjumlahkan biaya bahan baku,
biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik. Dalam sistem activity based costing
(ABC), harga pokok produksi diperoleh dari penjumlahan konsumsi aktivitas-
aktivitas yang terjadi dalam proses produksi untuk menghasilkan batik lukis.
51
Penentuan harga pokok produksi dan biaya overhead pabrik dengan sistem
ABC dan Konvensional terdapat perbedaan. Perbedaan tersebut disajikan pada
tabel 4.14
Tabel 4.14 Perbandingan Harga Pokok Produksi antara Sistem ABC dengan
Sistem Konvensional
Jumlah
/ Unit
BBB
(Rp)
BTK
(Rp)
Sistem Activity
Based Costing
Sistem Konvensional Selisih
BOP
(Rp)
HPP
(Rp)
BOP
(Rp)
HPP
(Rp)
HPP
(Rp)
100
7.000.000
5.990.000
1.854.320
14.844.320
1.888.560
14.878.560
34.240
Sumber : data primer yang diolah Juli 2015
Berdasarkan tabel 4.14, harga pokok produksi batik lukis yang dilaporkan
dengan menggunakan sistem akuntansi biaya konvensional adalah sebesar Rp.
14.878.560 sedangkan perhitungan dengan sistem Activity Based Costing
menghasilkan harga pokok produksi sebesar Rp, 14.844.320 Hal ini
memperlihatkan bahwa harga pokok produksi yang dilaporkan mengalami
kelebihan sebesar Rp. 34.240 dari Rp. 14.878.560 dikarenakan adanya distorsi
biaya pada perhitungan menggunakan sistem konvensional hal ini karena
perusahaan tidak memikirkan detail kegiatan dari setiap aktivitas yang dilalui oleh
produk, seperti yang ada dalam kelompok aktivitas pemeliharaan, dengan sistem
konvensional perusahaan tidak memperhitungkan jumlah jam kerja yang benar-
benar dilalui oleh produk tersebut sehingga menyebabkan adanya perbedaan
jumlah BOP yang dihasilkan antara sistem konvensional dengan Activity Based
Costing yang mana sistem Activity based costing menghasilkan harga lebih murah
daripada sistem konvensional
52
Sistem akuntansi biaya konvensional yang telah diterapkan oleh Usaha
Batik Solo Karawang lebih sederhana dibandingkan dengan sistem Activity Based
Costing karena pada sistem akuntansi biaya tradisional pembebanan biaya
overhead pada produk yang dihasilkan hanya menggunakan satu penggerak biaya,
yaitu volume produksi. Akan tetapi, perhitungan yang dihasilkan hanya
menggunakan sistem akuntansi biaya tradisional tersebut menyebabkan terjadinya
distorsi pada harga pokok produksi, sehingga jumlah biaya produksi yang
dibebankan kepada masing-masing produk tidak tepat. Pada sistem Activity Based
Costing, biaya overhead dikelompokkan menurut aktivitas yang mendasarinya.
Jadi, sebelum menentukan penggerak biaya, aktivitas-aktivitas yang menimbulkan
biaya harus diidentifikasi terlebih dahulu setelah itu biaya tersebut dibebankan
kepada aktivitas yang mendasarinya. Perbedaan yang terjadi antara harga pokok
produksi menggunakan sistem konvensional dan sistem activity based costing
disebabkan karena pembebanan overhead pada masing-masing produk. Pada
sistem konvensional biaya overhead produk hanya dibebankan pada satu cost
driver saja. Sedangkan pada sistem activity based costing, biaya overhead pada
masing-masing produk dibebankan pada banyak cost driver sesuai aktivitas-
aktivitas yang dilakukan dalam pembuatan batik tulis, Sehingga dalam sistem
activity based costing mampu mengalokasikan biaya aktivitas ke setiap produk
lebih akurat berdasarkan konsumsi masing-masing aktivitas.
Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa hasil perhitungan harga pokok
produksi dengan sistem ABC memiliki keunggulan dibandingkan sistem
konvensional. Meskipun sistem konvensional mudah lebih mudah diaplikasikan
53
karena hanya menjumlahkan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya
overhead pabrik, tetapi perhitungan tersebut kurang tepat untuk menghitung harga
pokok produksi lebih dari satu jenis produk karena tidak mencerminkan konsumsi
sumber daya secara lengkap dan akurat dalam proses produksinya.
4.4 Penentuan Harga Pokok Produksi dengan Sistem Activity Based Costing
(ABC) pada Batik Cap
Penentuan harga pokok produksi pada usaha Batik Solo Karawang sampai
saat ini masih menggunakan sistem konvensional, karena biaya produksi dihitung
dengan cara mengkalkulasi semua biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi
batik cap tersebut, Sedangkan untuk harga pokok produksi per satuan tiap produk
dihitung dengan membagi total harga pokok produksi dengan jumlah batik cap
yang dihasilkan.
Analisis penentuan harga pokok produksi yang lebih akurat dapat
dilakukan dengan menggunakan sistem activity based costing (ABC). Perhitungan
harga pokok produksi batik pada usaha Batik Solo Karawang dengan sistem ABC
dibagi dalam dua cost pool. Cost pool tersebut yaitu batik tulis dan batik cap.
Aktivitas yang terjadi dalam pembuatan batik dikelompokkan dalam 5 cost driver
yaitu yaitu pemeliharaan, pembuatan pola, mewarnai, nglorot, dan pakaging.
Sebelum mengetahui jenis pengeluaran untuk masing- masing cost driver, biaya-
biaya yang dikeluarkan usaha Batik Solo Karawang selama proses produksi pada
bulan Juli 2015 terlebih dahulu harus diketahui. Proses klasifikasi biaya dapat
dimulai dengan suatu pengelompokkan yang sederhana dari semua biaya dalam
dua golongan, yaitu harga pokok produksi (manufacturing cost) dan biaya- biaya
54
komersil (commercial cost). Harga pokok produksi dibagi menurut tiga unsur
utama dari biaya yaitu biaya bahan baku (BBB), biaya tenaga kerja (BTK), dan
biaya overhead pabrik (BOP). Sedangkan biaya komersil yaitu biaya- biaya
pemasaran (marketing expenses).
1. Biaya Bahan Baku
Unsur utama dari biaya yang pertama adalah biaya bahan baku, bahan
baku yang digunakan dalam pembuatan batik cap selama bulan Juli 2015 pada
Usaha Batik Solo Karawang dapat dilihat pada tabel 4.15
Tabel 4.15 Biaya Bahan Baku
No Bahan
Baku
Jumlah Pembelian Harga Bahan
Baku
(Rp)
Jumlah Biaya
Bahan Baku
(Rp)
1 Kain Mori 1000 Meter 35.000/m 35.000.000
Sumber : Data Batik Solo Karawang bulan Juli 2015
Harga per meter kain mori berbeda-beda tergantung dari kualitas bahan
namun usaha Batik Solo Karawang memilih kain mori seharga Rp 35.000 untuk
produksi batiknya. Jumlah pemakaian bahan baku selama bulan Juli 2015 adalah
sebesar 1000 meter . Sehingga total biaya bahan baku Batik Cap yang dikeluarkan
sebesar Rp 35.000.000.
2 Biaya Tenaga Kerja
Unsur utama biaya yang kedua adalah biaya tenaga kerja, upah tenaga
kerja langsung yang ada pada usaha Batik Solo Karawang dapat dilihat pada tabel
4.16
55
Tabel 4.16 Biaya Tenaga Kerja Langsung
No Bagian Jumlah
Tenaga
Kerja
Upah Bulan Juli
(Rp)
Jumlah Biaya
Tenaga Kerja
(Rp)
1 Mencap 10 200.000 2.000.000
2 Menyelup dan menolet 16 160.000 2.560.000
3 Lorot dan penyelesaian 10 160.000 1.600.000
4 pakaging 10 200.000 2.000.000
Jumlah 46 8.160.000
Sumber : Data Batik Solo Karawang bulan Juli 2015
Biaya tenaga kerja pada tabel 4.16 adalah biaya tenaga kerja langsung
yang membuat batik cap, total biaya tenaga kerja pada usaha Batik Solo
Karawang sebesar Rp 8.160.000 untuk 46 orang sesuai dengan bagiannya masing-
masing.
3 Biaya Overhead Pabrik
Unsur utama dari biaya yang ketiga adalah biaya overhead pabrik. Biaya
yang termasuk dalam biaya overhead pabrik adalah biaya-biaya yang tidak
langsung berpengaruh dalam penentuan harga pokok produksi. Biaya-biaya ini
terjadi karena adanya ativitas-aktivitas yang dilakukan dalam memproduksi batik
cap mulai dari mengolah bahan mentah menjadi produk jadi.
Penentuan harga pokok produksi batik cap dengan sistem activity based
costing menurut Slamet (2007) dilakukan dengan dua tahap yaitu :
a. Tahap Pertama
(1). Analisis aktivitas
Aktivitas yang terjadi dalam proses produksi batik cap adalah sebagai berikut :
(a). Aktivitas pemeliharaan
56
(b). Aktivitas pembuatan pola
(c). Aktivitas pewarnaan
(d). Aktivitas lorot
(e). Aktivitas Pakaging
(2). Menghitung biaya overhead pabrik
(3). Setelah mengetahui aktivitas-aktivitas yang terjadi dalam proses produksi,
langkah selanjutnya adalah menghitung biaya overhead pabrik. Biaya overhead
pabrik dapat dilihat pada tabel 4.17 berikut :
Tabel 4.17 Biaya Overhead Pabrik
No Jenis Biaya Jumlah
1 Biaya Bahan Pewarna Rp. 2.500.000
2 Biaya Malam Rp. 1.550.000
3 Biaya Gas Rp. 3.000.000
4 Biaya Listrik Rp. 200.000
5 Biaya Tas Rp. 1.500.000
6 Biaya Perawatan Pola Cap Rp. 200.000
7 Biaya Perawatan Kompor Rp. 200.000
8 Biaya Perawatan Tabung Gas Rp. 18.000
9 Biaya Perawatan Gawangan Rp. 5.800
10 Biaya Perawatan Ember Rp. 15.000
11 Biaya Perawatan Drum Rp. 7.000
12 Biaya Perawatan Etalase Rp. 380.000
13 Biaya Perawatan Manekin Rp. 25.500
14 Biaya Perawatan Rak Pamer Rp. 30.000
15 Biaya Perawatan Wajan Cap Rp. 23.000
16 Biaya Perawatan Meja Cap Rp. 13.000
Jumlah Rp. 9.667.300
Sumber : Data Batik Solo Karawang bulan Juli 2015
(4). Mengelompokkan aktivitas sejenis untuk membentuk kumpulan sejenis
57
Aktivitas untuk kelompok sejenis dalam pembuatan batik cap adalah
sebagai berikut :
(a). Kelompok aktivitas pemeliharaan : biaya perawatan pola cap, biaya perawatan
kompor, biaya perawatan tabung gas, biaya perawatan gawangan, biaya perawatan
ember, biaya perawatan drum, biaya perawatan estalase, biaya perawatan
manekin, biaya perawatan rak pamer, biaya perawatan wajan cap, biaya perawatan
meja cap.
(b). Kelompok aktivitas pembuatan pola : biaya malam, biaya gas
(c). Kelompok aktivitas pewarnaan : biaya pewarna
(d). Kelompok aktivitas lorot : biaya gas, biaya listrik
(e). Kelompok aktivitas pakaging : biaya tas
(5). Menjumlahkan biaya aktivitas yang dikelompokkan untuk mendefinisikan
kelompok biaya sejenis
58
Tabel 4.18 Biaya Kelompok sejenis
No Kelompok Aktivitas Jenis Biaya Jumlah
1 Pemeliharaan Pemeliharaan Pola Rp. 200.000
Pemeliharaan Kompor Rp. 200.000
Pemeliharaan Tabung Gas Rp. 18.000
Pemeliharaan Gawangan Rp. 5.800
Pemeliharaan Ember Rp. 15.000
Pemeliharaan Drum Rp. 7.000
Pemeliharaan Etalase Rp. 380.000
Pemeliharaan Manekin Rp. 25.500
Pemeliharaan Rak Pamer Rp. 30.000
Pemeliharaan Wajan Cap Rp. 23.000
Pemeliharaan Meja Cap Rp. 13.000
Jumlah Rp. 917.300
2 Pembuatan Pola Malam Rp. 1.550.000
Gas Rp. 1.500.000
Jumlah Rp. 3.050.000
3 Pewarnaan Pewarna Rp. 2.500.000
Jumlah Rp. 2.500.000
4 Lorot Gas Rp. 1.500.000
Listrik Rp. 200.000
Jumlah Rp. 1.700.000
5 Pakaging Tas Rp. 1.500.000
Jumlah Rp. 1.500.000
Jumlah Rp. 9.667.300
Sumber : data primer yang diolah Juli 2015
(6). Menghitung kelompok tarif overhead
Penentuan tarif kelompok overhead untuk penentuan harga pokok produksi batik
cap adalah sebagai berikut :
(a). Aktivitas pemeliharaan
Biaya yang termasuk dalam kelompok biaya pemeliharaan adalah biaya
perawatan peralatan yang digunakan untuk proses memproduksi batik. Penentuan
tarif kelompok (pool rate) berdasarkan jam kerja langsung (JKL) selama bulan
Juli 2015. Jumlah jam kerja langsung sebesar 208 jam (8 jam x 26 hari). Biaya
tersebut dapat dirinci sebagai berikut :
59
(b). Aktivitas pembuatan pola
Biaya yang termasuk dalam kelompok biaya pembuatan pola adalah pemakaian
bahan malam dan gas. Penentuan tarif kelompok berdasarkan jumlah bahan baku
yang digunakan. Jumlah bahan baku yang digunakan selama bulan Juli 2015
sebesar 1200 meter . Biaya tersebut dapat dirinci sebagai berikut :
(c). Aktivitas pewarnaan
Biaya yang termasuk dalam kelompok biaya pewarnaan adalah biaya bahan
pewarna. Penentuan tarif kelompok berdasarkan jumlah bahan baku yang
digunakan selama bulan juli 2015. Jumlah bahan baku yang digunakan sebesar
1200 meter
(d). Aktivitas lorot
Biaya yang termasuk dalam kelompok biaya lorot adalah biaya gas dan
listrik Penentuan tarif kelompok berdasarkan jumlah bahan baku yang diproduksi
selama bulan juli 2015. Jumlah bahan baku yang digunakan sebesar 1200 meter.
60
(e). Aktivitas pakaging
Biaya yang termasuk dalam kelompok biaya pakaging adalah biaya tas.
Penentuan tarif kelompok berdasarkan jumlah unit batik yang diproduksi selama
bulan juli 2015. Jumlah unit yang digunakan sebesar 600 unit.
a. Tahap Kedua
Biaya overhead pabrik (BOP) setiap kelompok aktivitas dilacak ke
berbagai jenis produk dengan menggunakan tarif kelompok yang dikonsumsi
setiap produk. Pembebanan BOP produk dihitung dengan rumus :
a. Aktivitas pemeliharaan
Aktivitas pemeliharaan adalah aktivitas yang berhubungan dengan pemeliharaan
atau perawatan peralatan yang digunakan untuk proses produksi Pengalokasian
biaya ke cost driver berdasarkan pada jam kerja langsung, karena jam kerja
langsung adalah pemicu terjadinya biaya tersebut. Jumlah jam kerja langsung
yang dianggarkan untuk pembuatan batik tulis sebesar JKL104 (4 jam x 26 hari).
Biaya yang digunakan dalam aktivitas pemeliharaan selama bulan Juli 2015
adalah sebesar Rp 458.640 Adapun pengalokasian biayanya dapat dilihat pada
tabel 4.19 berikut :
Tabel 4.19 Alokasi Biaya Aktivitas Pemeliharaan
Sumber : data primer yang diolah Juli 2015
Produk Tarif kelompok Unit Driver Jumlah
Batik cap Rp. 4.410 104 Rp. 458.640
61
(b). Aktivitas pembuatan pola
Aktivitas pembuatan pola adalah proses pembuatan pola pada batik cap
yang dinamakan mencap. Biaya yang termasuk dalam kelompok biaya pembuatan
pola adalah biaya pemakain malam dan gas. Pengalokasian biaya ke cost driver
berdasarkan pada jumlah bahan baku, karena jumlah bahan baku adalah pemicu
terjadinya biaya tersebut. Jumlah bahan baku yang dianggarkan untuk pembuatan
batik cap sebesar 1000 meter. Biaya yang digunakan untuk aktivitas pembuatan
pola selama bulan Juli 2015 sebesar Rp 2.541.000. Adapun alokasinya sebagai
berikut :
Tabel 4.20 Alokasi Biaya Aktivitas Pembuatan Pola
Sumber : data primer yang diolah Juli 2015
(c). Aktivitas pewarnaan
Aktivitas pewarnaan adalah aktivitas pewarnaan kain dengan cara dicelup
dan ditolet. Biaya yang termasuk dalam kelompok biaya pewarnaan adalah
pemakaian bahan pewarna. Pengalokasian biaya ke cost driver berdasarkan
jumlah pemakaian bahan baku batik cap sebesar 1000 meter, karena jumlah
pemakaian bahan baku merupakan pemicu terjadinya biaya tersebut. Biaya yang
digunakan untuk aktivitas pewarnaan selama bulan Juli 2015 adalah sebesar Rp
2.083.000,00. Adapun alokasi biaya disajikan pada tabel 4.21 berikut :
Produk Tarif kelompok Unit Driver Jumlah
Batik Cap Rp. 2.541 1000 Rp. 2.541.000
62
Tabel 4.21 Alokasi Biaya Aktivitas Pewarnaan
Sumber : data primer yang diolah Juli 2015
(d). Aktivitas lorot
Proses meluruhkan bekas malam yang masih menempel pada kain. Biaya
yang termasuk dalam kelompok biaya aktivitas lorot adalah biaya gas dan listrik.
Pengalokasian biaya ke cost driver berdasarkan jumlah pemakaian bahan baku
sebesar 1000 meter, karena pemakaian bahan baku adalah pemicu terjadinya biaya
tersebut. Biaya yang digunakan dalam aktivitas lorot selama bulan Juli 2015
adalah sebesar Rp 1.416.000. Adapun alokasinya disajikan pada tabel 4.22
Tabel 4.22 Alokasi Biaya Aktivitas Lorot
Sumber : data primer yang diolah Juli 2015
e. Aktivitas pakaging
Pada proses ini batik telah siap untuk dijual tetapi di proses pakaging ini batik
diberikan tas sebagai kemasan saat dijual. Biaya yang termasuk dalam kelompok
biaya pakaging adalah biaya pembelian tas. Pengalokasian biaya ke cost driver
berdasarkan jumlah unit yang diproduksi sebesar 500 unit, karena jumlah
produksi adalah pemicu terjadinya biaya tersebut. Biaya yang digunakan dalam
aktivitas pakaging selama bulan Juli 2015 adalah sebesar Rp 1.250.000. Adapun
alokasinya disajikan pada tabel 4.23
Produk Tarif kelompok Unit Driver Jumlah
Batik Cap Rp. 2.083 1000 Rp. 2.083.000
Produk Tarif kelompok Unit Driver Jumlah
Batik Cap Rp. 1.416 1000 Rp. 1.416.000
63
Tabel 4.23 Alokasi Biaya Aktivitas Pakaging
Sumber : data primer yang diolah Juli 2015
Jumlah biaya overhead yang dialokasikan menggunakan sistem activity
based costing dapat dirinci sebagai berikut :
Tabel 4.24 Biaya Overhead yang Dialokasikan
No Kelompok Biaya Jumlah
1 Pemeliharaan Rp. 458.640
2 Pembuatan Pola Rp. 2.541.000
3 Pewarnaan Rp. 2.083.000
4 Lorot Rp. 1.416.000
5 Packaging Rp. 1.250.000
Jumlah Rp. 7.748.640
Sumber : data primer yang diolah Juli 2015
Jumlah biaya overhead pabrik yang dialokasikan dengan sistem activity
based costing adalah sebesar Rp 7.748.640
Selanjutnya dilakukan perhitungan harga pokok produksi dengan sistem
activity based costing adalah sebagai berikut :
Tabel 4.25 Penentuan Harga Pokok Produksi Batik Cap berdasarkan Sistem
Activity Based Costing
Jumlah
/ Unit
BBB
(Rp)
BTK
(Rp)
BOP
(Rp)
HPP
(Rp)
HPP/ Unit
(Rp)
500 35.000.000 8.160.000 7.748.640 50.908.640 101.817
Sumber : data primer yang diolah Juli 2015
Pada tabel 4.25 menyajikan penentuan harga pokok produksi batik cap
dengan sistem activity based costing. Harga pokok produksi batik cap sebesar Rp
Produk Tarif kelompok Unit Driver Jumlah
Batik cap Rp. 2.500 500 Rp. 1.250.000
64
50.908.640 diperoleh dari penjumlahan tiga unsur biaya yaitu biaya bahan baku
sebesar Rp 35.000.000 biaya tenaga kerja langsung sebesar Rp 8.160.000, dan
biaya overhead pabrik sebesar Rp 7.748.640
4.5 Harga Pokok Produksi Batik Cap dengan Sistem Konvensional
Penentuan harga pokok produksi batik cap dengan sistem konvensional
terutama dalam perhitungan biaya overhead pabrik tidak dihitung secara detail
berdasarkan atas pemicu biaya dan sumber daya yang dikonsumsi oleh produk
batik cap, karena harga pokok produksi dihitung dengan cara menjumlahkan biaya
bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik.
Usaha Batik Solo Karawang menentukan harga pokok produksi masih
menggunakan sistem konvensional, berikut ini adalah penentuan harga pokok
produksi berdasarkan sistem konvensional usaha Batik Solo Karawang :
Penentuan tarif overhead dengan sistem konvensional pada usaha Batik Solo
Karawang diilustrasikan pada tabel berikut :
Tabel 4.26 Penentuan Tarif BOP Sistem Konvensional
Jumlah Unit Biaya Overhead Jumlah BOP
500 Rp. 16.112 Rp. 8.056.000
Sumber : data primer yang diolah Juli 2015
Setelah biaya overhead diketahui sebesar Rp 8.056.000 maka penentuan
harga pokok produksi dengan sistem konvensional dapat dilakukan. Penentuan
65
harga pokok produksi batik cap berdasarkan sistem konvensional disajikan pada
tabel 4.27
Tabel 4.27 Penentuan HPP Batik Tulis Berdasarkan Sistem Konvensional
Jumlah /
Unit
BBB
(Rp)
BTK
(Rp)
BOP
(Rp)
HPP
(Rp)
HPP / Unit
(Rp)
500 35.000.000 8.160.000 8.056.000 51.216.000 102.432
Sumber : data primer yang diolah Juli 2015
Tabel 4.27 menyajikan penentuan harga pokok produksi batik cap
berdasarkan sistem konvensional. Harga pokok produksi batik cap sebesar Rp.
51.216.000 diperoleh dari penjumlahan tiga unsur biaya yaitu biaya bahan baku
sebesar Rp 35.000.000 biaya tenaga kerja sebesar Rp 8.160.000 dan biaya
overhead pabrik sebesar Rp 8.056.000.
4.6 Perbandingan Harga Pokok Produksi Batik Cap Menggunakan Sistem
Activity Based Costing dengan Sistem Konvensional
Penentuan harga pokok produksi yang selama ini digunakan perusahaan
adalah menggunakan sistem konvensional, yaitu menjumlahkan biaya bahan baku,
biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik. Dalam sistem activity based costing
(ABC), harga pokok produksi diperoleh dari penjumlahan konsumsi aktivitas-
aktivitas yang terjadi dalam proses produksi untuk menghasilkan batik cap.
Penentuan harga pokok produksi dan biaya overhead pabrik dengan sistem ABC
dan Konvensional terdapat perbedaan. Perbedaan tersebut disajikan pada tabel
4.28
66
Tabel 4.28 Perbandingan Harga Pokok Produksi antara Sistem ABC dengan
Sistem Konvensional
Jumla
h /
Unit
BBB
(Rp)
BTK
(Rp)
Sistem Activity
Based Costing
Sistem Konvensional Selisih
BOP
(Rp)
HPP
(Rp)
BOP
(Rp)
HPP
(Rp)
HPP
(Rp) 500 35.000.00
0
8.160.00
0
7.748.64
0
50.908.64
0
8.056.00
0
51.216.00
0
307.36
0
Sumber : data primer yang diolah Juli 2015
Berdasarkan tabel 4.28, harga pokok produksi batik cap yang dilaporkan
dengan menggunakan sistem konvensional adalah sebesar Rp. 51.216.000
sedangkan perhitungan dengan sistem Activty Based Costing menghasilkan harga
pokok produksi sebesar Rp. 50.908.640 Hal ini memperlihatkan bahwa harga
pokok produksi yang dilaporkan mengalami kelebihan sebesar Rp. 307.360 dari
Rp. 51.216.000 dikarenakan adanya distorsi biaya pada perhitungan menggunakan
sistem konvensional hal ini karena perusahaan tidak memikirkan detail kegiatan
dari setiap aktivitas yang dilalui oleh produk, seperti yang ada dalam kelompok
aktivitas pemeliharaan, dengan sistem konvensional perusahaan tidak
memperhitungkan jumlah jam kerja yang benar-benar dilalui oleh produk tersebut
sehingga menyebabkan adanya perbedaan jumlah BOP yang dihasilkan antara
sistem konvensional dengan Activity Based Costing yang mana sistem
konvensional menghasilkan harga lebih mahal daripada sistem Activity Based
Costing.
Sistem akuntansi biaya konvensional yang telah diterapkan oleh usaha
batik Solo Karawang lebih sederhana dibandingkan dengan sistem Activity Based
Costing karena pada sistem akuntansi biaya tradisional pembebanan biaya
67
overhead pada produk yang dihasilkan hanya menggunakan satu penggerak biaya,
yaitu volume produksi. Akan tetapi, perhitungan yang dihasilkan hanya
menggunakan sistem akuntansi biaya tradisional tersebut menyebabkan terjadinya
distorsi pada harga pokok produksi, sehingga jumlah biaya produksi yang
dibebankan kepada masing-masing produk tidak tepat. Perbedaan yang terjadi
antara harga pokok produksi menggunakan sistem konvensional dan sistem
activity based costing disebabkan karena pembebanan overhead pada masing-
masing produk. Pada sistem konvensional biaya overhead produk hanya
dibebankan pada satu cost driver saja. Sedangkan pada sistem activity based
costing, biaya overhead pada masing-masing produk dibebankan pada banyak
cost driver sesuai aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam pembuatan batik cap.
Sehingga dalam sistem activity based costing mampu mengalokasikan biaya
aktivitas ke setiap produk lebih akurat berdasarkan konsumsi masing-masing
aktivitas.
Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa hasil perhitungan harga pokok
produksi dengan sistem ABC memiliki keunggulan dibandingkan sistem
konvensional. Meskipun sistem konvensional mudah lebih mudah diaplikasikan
karena hanya menjumlahkan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya
overhead pabrik, tetapi perhitungan tersebut kurang tepat untuk menghitung harga
pokok produksi lebih dari satu jenis produk karena tidak mencerminkan konsumsi
sumber daya secara lengkap dan akurat dalam proses produksinya.
68
4.7 Perbandingan Harga Pokok Produksi Batik Solo Karawang
Menggunakan Sistem Activity Based Costing dengan Sistem Konvensional.
Perbandingan hasil dari perhitungan harga pokok produksi batik Solo
Karawang dapat dilihat pada tabel 4.29.
Tabel 4.29 Perbandingan Harga Pokok Produksi antara Sistem ABC dengan
Sistem Konvensional
Jenis
Batik
Activity Based Costing Sistem Konvensional Selisih
BBB BTK BOP HPP BBB BTK BOP HPP HPP
Batik
Lukis
Rp.
10.500
Rp.
5.990
Rp.
1.854
Rp.
14.844
Rp.
10.500
Rp.
5.990
Rp.
1.888
Rp.
14.878
Rp.
34.240
Batik
Cap
Rp.
35.000
Rp.
8.160
Rp.
7.748
Rp.
50.908
Rp.
35.000
Rp.
8.160
Rp.
8.056
Rp.
51.216
Rp.
307.360
Sumber : data primer yang diolah Juli 2015 (Dalam Ribuan Rupiah)
Tabel 4.29 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil antara
menggunakan metode activity based costing dengan metode konvensional dimana
dalam batik lukis yang dilaporkan dengan menggunakan sistem akuntansi biaya
konvensional adalah sebesar Rp. 14.878.560 sedangkan perhitungan dengan
sistem Activty Based Costing menghasilkan harga pokok produksi sebesar Rp.
14.844.320. Hal ini memperlihatkan bahwa harga pokok produksi sistem
konvensional yang dilaporkan mengalami kelebihan sebesar Rp. 34.240 dari Rp
14.844.320 sedangkan dalam batik cap yang dilaporkan dengan menggunakan
sistem akuntansi biaya konvensional adalah sebesar Rp. 51.216.000 sedangkan
perhitungan dengan sistem Activty Based Costing menghasilkan harga pokok
69
produksi sebesar Rp 50.908.640 Hal ini memperlihatkan bahwa harga pokok
produksi yang dilaporkan mengalami kelebihan sebesar Rp 307.360 dari Rp
51.216.000.
Perhitungan dengan dua metode tersebut pada kedua jenis produk
menghasilkan jumlah yang sama maupun batik lukis dan batik cap sistem
konvensional mengalami Overvalue dimana harga pokok produksi dengan sistem
konvensional menghasilkan harga lebih tinggi atau mahal daripada sistem Activity
Based Costing.
70
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
Berdasarkan penelitian dan pembahasan pada penelitian ini, maka
selanjutnya dapat disimpulkan bahwa:
1. Penentuan harga pokok produksi batik lukis menggunakan
sistem activity based costing lebih akurat dan tepat apabila dibandingkan
dengan sistem konvensional. Harga pokok produksi batik lukis dengan
sistem activity based costing sebesar Rp. 14.844.320 sedangkan dengan
perhitungan konvensional harga batik lukis adalah sebesar Rp. 14.878.560
per 100 unit kain yang diproduksi, hal ini menimbulkan selisih harga Rp.
34.240 lebih besar daripada perhitungan dengan metode Activity Based
Costing (overvalue).
2. Penentuan harga pokok produksi batik cap menggunakan sistem
activity based costing lebih akurat dan tepat apabila dibandingkan dengan
sistem tradisional. Harga pokok produksi batik cap dengan sistem activity
based costing sebesar Rp. 50.908.640 sedangkan dengan perhitungan
konvensional harga batik cap adalah sebesar Rp. 51.216.000 per 500 unit
kain yang diproduksi, hal ini menimbulkan selisih harga Rp. 307.360 lebih
besar dibandingkan dengan metode Activity Based Costing (overvalue).
71
5.2. Saran
Berdasarkan simpulan dari hasil penelitian di atas maka peneliti
menyarankan sebagai berikut :
Bagi pemilik Usaha Batik Solo Karawang
Hasil penelitian penentuan harga pokok produksi berdasarkan sistem
activity based costing tersebut dapat dijadikan masukan bagi Usaha Batik Solo
Karawang dengan menggunakan formulasi biaya pada masing -masing produk
(batik lukis dan batik cap). Formulasi tersebut dapat digunakan untuk menentukan
anggaran biaya produksi untuk kegiatan produksi selanjutnya dan menentukan
harga pokok produksi yang lebih akurat terutama dalam menghadapi persaingan
harga jual sehingga tidak terjadi lagi distorsi atau kesalahan perhitungan yang
menyebabkan salahnya penentuan harga pokok produksi yang tentunya akan
mempengaruhi laba yang sebenarnya.
72
DAFTAR PUSTAKA
Blocher, Edward J, Stout, David E, Cokins. 2012. Manajemen Biaya Penekanan
Strategis, edisi 5 Jakarta: Salemba Empat
Bustami, Bastian & Nurlela 2006. Akuntansi Biaya Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Graha Ilmu. 2010. Akuntansi Biaya. Yogyakarta: Graha Ilmu
Firmansyah, Imam. 2014. Akuntansi Biaya itu Gampang. Jakarta : Dunia Cerdas
Hansen, Don R and Maryane M Mowen. 2005. Akuntansi Managerial. Jakarta:
Salemba Empat.
Mulyadi. 2014. Akuntansi Biaya, Edisi 5, Yogyakarta: UPP STIM YKPN
Slamet, Achmad.2007.Penganggaran, Perencanaan dan Pengendalian Usaha.
Semarang: UNNES PRESS
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung :
Alfabeta, CV
Witjaksono, Armanto. 2013. Akuntansi Biaya. Yogyakarta: Graha Ilmu
73
LAMPIRAN
Daftar pertanyaan wawancara kepada pemilik Usaha Batik Solo Karawang :
1. Berapa banyak pembelian bahan baku untuk batik lukis ?
200 Meter
2. Berapa banyak pembelian bahan baku untuk batik cap ?
1000 Meter
3. Berapa biaya pembelian bahan baku untuk batik lukis ?
Rp. 35.000
4. Berapa biaya pembelian bahan baku untuk batik cap ?
Rp. 35.000
5. Berapa banyak tenaga kerja yang digunakan untuk batik lukis ?
19 Orang
6. Berapa banyak tenaga kerja yang digunakan untuk batik cap ?
46 Orang
7. Berapa biaya tenaga kerja selama satu bulan pada Usaha Batik Solo
Karawang untuk batik lukis ?
Mencanting 10 Orang Rp 5 000.000, Menyelup & Menolet 4 Orang Rp
520.000, 4 Orang Lorot & Penyelesaian Rp 120.000, 1 Orang Packaging
Rp 350.000
8. Berapa biaya tenaga kerja selama satu bulan pada Usaha Batik Solo
Karawang untuk batik cap?
74
9. Mencap 10 Orang Rp 2.000.000, Menyelup & Menolet 16 Orang Rp
2.560.000, 10 Orang Lorot & Penyelesaian Rp 1.600.000, 10 Orang
Packaging Rp 2.000.000
10. Berapa biaya oprasional pabrik untuk batik lukis dalam sebulan ?
Biaya Bahan Pewarna Rp. 2.500.000
Biaya Malam Rp. 1.550.000
Biaya Gas Rp. 3.000.000
Biaya Listrik Rp.200.000
Biaya Tas Rp. 1.500.000
Biaya Perawatan Canting Rp.6.100
Biaya Perawatan Kompor Rp.200.000
Biaya Perawatan Tabung Gas Rp.18.000
Biaya Perawatan Gawangan Rp. 5.800
Biaya Perawatan Ember Rp.15.000
Biaya Perawatan Drum Rp.7.000
Biaya Perawatan Etalase Rp. 380.000
Biaya Perawatan Manekin Rp.25.500
Biaya Perawatan Rak Pamer Rp.30.000
Biaya Perawatan Wajan Rp.5.400
11. Berapa biaya oprasional pabrik untuk batik cap dalam sebulan ?
Biaya Bahan Pewarna Rp. 2.500.000
Biaya Malam Rp. 1.550.000
75
Biaya Gas Rp. 3.000.000
Biaya Listrik Rp.200.000
Biaya Tas Rp. 1.500.000
Biaya Perawatan Pola Cap Rp.200.000
Biaya Perawatan Kompor Rp.200.000
Biaya Perawatan Tabung Gas Rp.18.000
Biaya Perawatan Gawangan Rp. 5.800
Biaya Perawatan Ember Rp.15.000
Biaya Perawatan Drum Rp.7.000
Biaya Perawatan Etalase Rp. 380.000
Biaya Perawatan Manekin Rp.25.500
Biaya Perawatan Rak Pamer Rp.30.000
Biaya Perawatan Wajan Rp.23.000
Biaya Perawatan Meja Cap Rp.13.000
12. Tahap – tahap aktivitas apa saja untuk pembuatan batik lukis dan batik
cap?
1.Aktivitas Pemeliharaan 2. Aktivitas Pembuatan Pola 3. Aktivitas
Pewarnaan 4. Aktivitas Lorot 5. Aktivitas Packaging
76
USAHA BATIK SOLO KARAWANG
Jl. Tanjung Pura No. 8, Kecamatan Tanjung Pura, Karawang Barat
________________________________________________________________________
SURAT KETERANGAN
Yang bertandatangan dibawah ini, menerangkan bahwa murid tersebut dibawah ini:
Nama : Christian Oktomi Adiguna
NIM : 2010420007
Jurusan : Fakultas Ekonomi Akuntansi
Telah melakukan penelitian di Usaha Batik Solo Karawang dengan judul :
EFISIENSI PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI
BERDASARKAN SISTEM ACTIVITY BASED COSTING
DIBANDINGKAN DENGAN SISTEM KONVENSIONAL PADA
BATIK SOLO KARAWANG (Studi kasus pada Usaha Batik Solo
Karawang). Demikian surat keterangan ini dibuat untuk dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya.
Karawang, Juli 2015
Pemilik Usaha Batik Solo Karawang
Ibu Yelianti