efektivitas komunikasi dalam pemberdayaan kelompok mandiri ... · tujuan penelitian adalah untuk...

103
EFEKTIVITAS KOMUNIKASI DALAM PEMBERDAYAAN KELOMPOK MANDIRI LAHAN KERING (Kasus: Program PIDRA di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat) ADRIANA WAHYU RAHMANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Upload: dangquynh

Post on 15-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI DALAM PEMBERDAYAAN

KELOMPOK MANDIRI LAHAN KERING (Kasus: Program PIDRA di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat)

ADRIANA WAHYU RAHMANI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2006

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Efektivitas Komunikasi dalam

Pemberdayaan Kelompok Mandiri Lahan Kering (Kasus Program PIDRA di Kabupaten

Sumbawa, Nusa Tenggara Barat) adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi

manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2006

Adriana Wahyu Rahmani

P 054 040 061

ABSTRAK

ADRIANA WAHYU RAHMANI. Efektivitas Komunikasi dalam Pemberdayaan

Kelompok Mandiri Lahan Kering (Kasus: Program PIDRA di Kabupaten Sumbawa,

Nusa Tenggara Barat). Dibimbing oleh AIDA VITAYALA S. HUBEIS dan RICHARD

W.E. LUMINTANG

PIDRA singkatan dari Participatory Integrated Development in Rainfed Area.

Dalam bahasa Indonesia berarti proyek partisipasi pengembangan lahan kering terpadu.

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis hubungan karakteristik individu, peran

fasilitator dan partisipasi dalam kelompok dan efektivitas komunikasi. Desain penelitian

adalah explanatory (penjelasan) dengan analisis korelasional. Sebanyak 109 responden

diambil sebagai sampel secara purposive yang bertempat tinggal di empat desa di

Kabupaten Sumbawa. Data dianalisis menggunakan korelasi Spearman dan metode chi-

square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan nyata antara karakteristik

individu dan efektivitas komunikasi terutama pelatihan yang diikuti. Jenis kelamin,

kepemilikan lahan dan pendapatan keluarga juga memiliki hubungan nyata dengan

efektivitas komunikasi. Peran fasilitator memiliki hubungan nyata dengan efektivitas

komunikasi. Dan partisipasi dalam kelompok memiliki hubungan nyata dengan

efektivitas komunikasi.

ABSTRACT

ADRIANA WAHYU RAHMANI. Communication Effectiveness in Empowering

Rainfed Area Self Help Group (Case: PIDRA Program in Sumbawa Regency, West Nusa

Tenggara). Under the direction of AIDA VITAYALA S. HUBEIS and RICHARD W.E.

LUMINTANG

PIDRA program is abbreviation of Participatory Integrated Development in

Rainfed Area. The objectives of research were to analyze the relationship among of

individual characteristics, facilitator role and group participation toward communication

effectiveness. The research design was an explanatory with correlation analysis. A

number of 109 persons were purposively sampled, located on four villages in Sumbawa

regency. The data was analyzed by Spearman correlation and chi-square method. The

research result indicated a significantly correlation between individual characteristics and

communication effectiveness emphasis on training courses. Sex, ownership of farm and

family income also had a significantly correlation to communication effectiveness. The

facilitator role had a significantly correlation to communication effectiveness. And the

participation in group had a significantly correlation to communication effectiveness.

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI DALAM PEMBERDAYAAN

KELOMPOK MANDIRI LAHAN KERING (Kasus: Program PIDRA di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat)

ADRIANA WAHYU RAHMANI

Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2006

Judul Penelitian : Efektivitas Komunikasi Dalam Pemberdayaan Kelompok

Mandiri Lahan Kering (Kasus Program PIDRA di

Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat)

N a m a : Adriana Wahyu Rahmani

NIM : P 054 040 061

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Aida Vitayala S. Hubeis Ir. Richard W.E. Lumintang, MSEA Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Dr. Ir. Sumardjo, MS Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam

bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus,

Kekasih jiwaku atas hikmat dan berkatNya sehingga tesis ini bisa berhasil

diselesaikan. Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2006, dengan judul

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI DALAM PEMBERDAYAAN KELOMPOK

MANDIRI LAHAN KERING (Kasus: Program PIDRA di Kabupaten Sumbawa,

Nusa Tenggara Barat).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Hj. Aida Vitayala S.

Hubeis dan Bapak Ir. Richard W. E. Lumintang, MSEA sebagai komisi

pembimbing serta Bapak Prof. Dr. Djoko Susanto, SKM, APU sebagai

dosen penguji. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Ir. Yusni

Emilia Harahap, MM, Kepala Biro Kerjasama Luar Negeri Departemen Pertanian

atas ijin tugas belajar yang diberikan, Bapak Ir. Jadi Purnomo, MM, pimpinan

proyek PIDRA nasional atas keterlibatan penulis dalam proyek penelitian PIDRA.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Khairul Hadi, SP, manager

PIDRA Kabupaten Sumbawa dan Ibu, Bapak Ir. Zainal Arifin, manager PIDRA

Propinsi Nusa Tenggara Barat, Bapak Ir. Mustafa, Bapak Ir. Jaka Suryana, semua

teman-teman di proyek PIDRA, keluarga Bapak Ir. Jerry Fred Salamena, MSi,

Jepa, atas dukungan dan bantuan yang diberikan. Ungkapan terima kasih yang tak

terhingga disampaikan kepada Johanes Imam Soenarto, BA selaku ayah, ketiga

kakak kandungku, mertua, keluarga besar Syafei dan saudara-saudaraku di GKII

Rehobot Mustika Jaya yang selalu memberikan doa dan semangat. Akhirnya

terima kasih dan cium sayang penulis sampaikan kepada suamiku, Suryanurdian

Syafei dan ketiga anak tersayang Joshua, Jefta, Maria.

Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2006

Adriana Wahyu Rahmani

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 29 September 1969 sebagai

bungsu dari pasangan Johanes Imam Soenarto, BA dan Mariana Purbakarya

(Almh). Pendidikan Sarjana ditempuh tahun 1987 pada Program Studi Gizi

Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian IPB dan lulus pada

tahun 1992. Masuk pendidikan pascasarjana tahun 2004 pada Program Studi

Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Sekolah Pascasarjana IPB.

Selama mengikuti program S2, penulis menerima piagam penghargaan Dekan

Pascasarjana pada semester pertama. Beasiswa pendidikan magister diperoleh

dari Departemen Pertanian Republik Indonesia.

Penulis bekerja sebagai staf pelaksana pada Balai Pengawasan dan

Sertifikasi Benih IV Departemen Pertanian di Bandung pada tahun 1993 sampai

1995. Sejak tahun 1995 sampai sekarang penulis dimutasikan sebagai staf

pelaksana pada Biro Kerjasama Luar Negeri, Sekretariat Jenderal Departemen

Pertanian di Jakarta.

Bogor, Juli 2006

Penulis

Adriana Wahyu Rahmani

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... xiv

PENDAHULUAN .............................................................................. 1

Latar Belakang ................................................................................ 1 Perumusan Masalah ........................................................................ 3 Tujuan Penelitian ............................................................... ............. 4 Kegunaan Penelitian .......................................................... ............. 4

TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 5

Komunikasi ................................................................................... 5 Efektivitas Komunikasi ................................................................. 6 Pemberdayaan Masyarakat ............................................................ 7 Partisipasi Masyarakat ................................................................... 10 Perencanaan Partisipatif ................................................................. 12 Proyek Partisipasi Pengembangan Lahan Kering Terpadu (P3LKT/PIDRA) ….................................. 13

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ............................... 18

Kerangka Pemikiran ....................................................................... 18 Hipotesis ......................................................................................... 20

METODE PENELITIAN ...................................................... ............. 21

Desain Penelitian ............................................................................ 21 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 21 Populasi dan Sampel ....................................................................... 21 Data dan Instrumentasi ................................................................... 21 Definisi Operasional ....................................................................... 22 Validitas dan Reliabilitas Instrumentasi ......................................... 25 Analisis Data .................................................................................. 26

HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 28

Gambaran Umum Lokasi Penelitian .............................................. 28 Deskripsi Karakteristik Responden ................................................ 30

xi

Peran Fasilitator atau Pendamping ................................................. 33 Partisipasi dalam Kelompok Mandiri Lahan Kering ...................... 38 Hubungan Karakteristik Individu dan Efektivitas Komunikasi .................................................................................... 41 Hubungan Peran Fasilitator atau Pendamping dan Efektivitas Komunikasi .................................................................. 45 Hubungan Partisipasi dalam Kelompok Mandiri dan Efektivitas Komunikasi .................................................................. 47

Implikasi Penelitian: Model Komunikasi Efektif pada Program PIDRA di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat ................. 49

KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 51

Kesimpulan ..................................................................................... 51 Saran ............................................................................................... 51

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 52

LAMPIRAN ....................................................................................... 54

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Distribusi luas wilayah Kabupaten Sumbawa dan Jarak dari Kabupaten ke Ibu Kota Kecamatan ............................................. 29

2. Distribusi luas lahan menurut penggunaannya di Kabupaten

Sumbawa ……............................................................................ 30 3. Karakteristik responden .............................................................. 31 4. Jenis pelatihan yang diikuti responden ......................................... 33 5. Hubungan (χ2) karakteristik individu dan efektivitas komunikasi 41 6. Hubungan (r-Spearman) karakteristik individu dan efektivitas

komunikasi .................................................................................... 43

7. Hubungan peran fasilitator atau pendamping dan efektivitas komunikasi ................................................................................... 46

8. Hubungan partisipasi dalam kelompok mandiri dan efektivitas

komunikasi ................................................................................... 48

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Model Westley dan MacLean ................................................... 5

2. Kerangka Pemikiran .................................................................. 20

3. Implikasi Penelitian ................................................................... 50

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Peta Propinsi Nusa Tenggara Barat ......................................... 55

2. Peta Wilayah Kabupaten Sumbawa ......................................... 56

3 Distribusi Responden Pada Desa dan Kecamatan Lokasi Penelitian …………………………………………….. 57

4. Hasil Analisis Validitas dan Reliabilitas ………………….... 58

5. Hasil Analisis Khi kuadrat untuk jenis kelamin ..................... 60

6. Hasil Analisis Khi kuadrat untuk kepemilikan lahan ............... 75

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Beberapa karakteristik biofisik lahan kering berkaitan dengan ketersediaan

air yang terbatas karena curah hujan rendah, marjinal (kritis), keadaan iklim tidak

merata dan umumnya tingkat pendapatan penduduk rendah yang mengakibatkan

sistem ketahanan pangan di tingkat rumah tangga sangat rentan. Pembangunan

ketahanan pangan pada hakekatnya adalah pemberdayaan masyarakat yang berarti

meningkatkan kemandirian dan kapasitas masyarakat untuk berperan positif

dalam mewujudkan ketersediaan pangan, distribusi dan konsumsi dari waktu ke

waktu. Hal ini mencakup seluruh pihak-pihak yang terkait baik petani, pedagang,

konsumen, pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), perguruan tinggi

dan sebagainya.

Salah satu program pemerintah bagi permasalahan lahan kering

dilaksanakan di bawah koordinasi Departemen Pertanian bekerjasama dengan

IFAD (International Fund for Agricultural Development) melalui Proyek

Pengembangan Partisipasi Lahan Kering Terpadu (P3LKT). Proyek ini disebut

juga dengan PIDRA (Participatory Integrated Development in Rainfed Area)

yang berlangsung dalam dua tahap yaitu tahap I ( sejak tahun 2001 – 2004) dan

tahap II (tahun 2005 – 2008). Tujuannya untuk meningkatkan pendapatan

masyarakat dan produksi pertanian dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan

secara berkelanjutan serta memperbaiki taraf hidup penduduk berpenghasilan

rendah. Sasaran program diarahkan kepada tiga propinsi di Indonesia yaitu Jawa

Timur, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Pelaksanaan program

PIDRA menggunakan pendekatan kelompok yang diklasifikasikan sebagai

Kelompok Mandiri Pria, Kelompok Mandiri Wanita dan Kelompok Mandiri

Campuran. Saat ini total kelompok mandiri yang ada di tiga propinsi tersebut

telah mencapai 2.290 kelompok yang terdiri dari 990 kelompok di propinsi Jawa

Timur, 403 kelompok di propinsi Nusa Tenggara Barat dan 897 kelompok di

propinsi Nusa Tenggara Timur.

2

Namun demikian, pendekatan komunikasi yang dijalankan pemerintah

dalam program-program pembangunan selama ini dirasakan bersifat top down,

komunikasi bersifat searah (linier) dimana tidak ada mekanisme untuk

memberikan umpan balik (feedback) dari masyarakat. Masyarakat juga seringkali

hanya dijadikan sebagai obyek bukan subyek dalam pembangunan. Masyarakat

diwajibkan terhimpun dalam kelompok yang dibentuk dan dikontrol oleh

pemerintah, sehingga kelompok sulit sekali mandiri karena pengelolaannya harus

mengikuti petunjuk pemerintah. Akibatnya kelompok biasa bekerja dengan

instruksi dari atas dan hampir tidak memiliki peluang terlibat pada proses

pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupan mereka. Padahal sebagai

individu yang menjadi anggota suatu golongan masyarakat atau warga dari suku

bangsa tertentu dengan gaya hidup, struktur masyarakat dan latar belakang

kebudayaan yang khas, banyak yang telah mempunyai bayangan dan cita-citanya

sendiri. Menurut Hernando Gonzales dalam Jahi (1988) istilah partisipatif

sekarang dianggap lebih sesuai dalam pendekatan komunikasi karena orang-orang

yang terlibat dalam komunikasi, keduanya mengirim dan menerima pesan-pesan

meskipun dalam derajat yang berbeda.

Komunikasi yang efektif sangat diperlukan untuk melenyapkan hambatan

tukar menukar informasi dan budaya maupun ketimpangan yang terdapat dalam

masyarakat. Oleh karena itu, sejauh mana efektivitas komunikasi dalam

pemberdayaan kelompok mandiri lahan kering, apakah seluruh anggota kelompok

mandiri telah memiliki nilai-nilai yang diperlukan dalam proses pembangunan,

bagaimana tujuan dan cita-cita anggota kelompok mandiri disesuaikan dengan

tujuan pembangunan, apakah makna pemberdayaan telah dipahami. Sampai saat

ini, penelitian atau kajian yang secara spesifik membahas tentang efektivitas

komunikasi pada program PIDRA belum pernah dilakukan. Berdasarkan hal

tersebut, maka penelitian ini dianggap perlu agar dapat diperoleh manfaat bagi

masyarakat yang lebih optimal.

3

Perumusan Masalah

Aspek efektivitas komunikasi sangat penting karena membutuhkan

keterlibatan aktif pihak–pihak yang terkait agar kelompok mandiri lahan kering

tidak menjadi alat penyaluran informasi dari pemerintah saja, tetapi diharapkan

dapat menjadi sarana diskusi dan dialog sehingga masyarakat mengenali masalah–

masalah mereka dan sekaligus mencari pemecahannya. Khususnya bagi anggota

kelompok mandiri di propinsi Nusa Tenggara Barat yang memiliki kondisi lahan

kering dengan kategori penduduk miskin maka keterlibatan mereka secara mandiri

merupakan hal terbaik dalam memfasilitasi pertumbuhan masyarakat ke arah

demokrasi.

Anggota kelompok mandiri sebagai subyek yang berpengetahuan

memperoleh kesadaran tentang realitas sosio budaya mereka dan kapasitas untuk

melakukan perubahan. Sebagai asumsi bahwa mereka sangat mengetahui situasi

dan lingkungannya sendiri. Pengetahuan dan pengalaman mereka dalam

menanggapi situasi lingkungannya berguna sebagai dasar pengambilan keputusan.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini berusaha menjawab beberapa pertanyaan

antara lain:

1. Bagaimana hubungan karakteristik individu dan efektivitas komunikasi?

2. Bagaimana hubungan peran fasilitator atau pendamping dan efektivitas

komunikasi?

3. Bagaimana hubungan partisipasi dalam kelompok mandiri dan efektivitas

komunikasi?

Tujuan Penelitian

Kajian efektivitas komunikasi dalam penanganan ketahanan pangan

melalui program PIDRA dibutuhkan terutama dalam hal dampak perubahan sosial

dan ekonomi masyarakat baik dengan adanya perubahan perilaku yang sejalan

atau mungkin bertentangan sehingga dapat diketahui strategi program selanjutnya.

Berkaitan dengan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

4

1. Menganalisis hubungan karakteristik individu dan efektivitas komunikasi.

2. Menganalisis hubungan peran fasilitator atau pendamping dan efektivitas

komunikasi.

3. Menganalisis hubungan partisipasi dalam kelompok mandiri dan efektivitas

komunikasi.

Kegunaan Penelitian

1. Diharapkan akan menjadi masukan yang sangat berarti bagi pemerintah

daerah, penyuluh dan pihak-pihak terkait lainnya dalam program PIDRA,

sebagai masukan alternatif pendekatan komunikasi pemerintah kepada

masyarakat dalam merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi program–

program pembangunan khususnya masyarakat yang tinggal di daerah lahan

kering di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.

2. Sebagai referens pembanding dan stimulan bagi penelitian selanjutnya.

TINJAUAN PUSTAKA

Komunikasi

Menurut Effendy (1984) Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris

communication berasal dari kata Latin communicatio dan bersumber dari kata

communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna.

Rogers (1995) menyatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana peserta

menciptakan dan membagikan informasi kepada yang lain untuk mencapai saling

pengertian. Komunikasi sebagai proses dua tahap konvergen dimana individu

mentransfer sebuah pesan kepada yang lain untuk mencapai efek tertentu.

Individu dapat terdedah oleh gagasan baru kemudian melakukan saling

komunikasi tentang inovasi dengan rekan–rekannya. Model aliran komunikasi

dua tahap mempunyai fokus perhatian antara saluran media massa dan

komunikasi interpersonal. Model komunikasi Westley dan MacLean dalam

Mulyana (2000) terdapat lima unsur yang penting yaitu: objek orientasi, pesan,

sumber, penerima dan umpan balik. Gambar 1. menunjukkan bahwa sumber (A)

menyoroti suatu objek atau peristiwa tertentu dalam lingkungannya (X) dan

menciptakan pesan mengenai hal itu (X’). Westley dan MacLean menambahkan

suatu unsur penjaga gerbang atau pemimpin opini (C) yang menerima pesan (X’)

dari sumber media massa (A) atau menyoroti obyek orientasi (X3, X4) dalam

lingkungannya. Menggunakan informasi ini penjaga gerbang kemudian

menciptakan pesannya sendiri (X”) yang ia kirimkan kepada penerima (B). Pada

gilirannya, penerima mengirimkan umpan balik (fBA, fBc).

A C B

FCA

fBA

X’ X”

X4 X4

X3

X1

X2

fBC

Gambar 1. Model Westley dan MacLean

6

Westley dan Mac Lean tidak membatasi model komunikasi dua tahap pada tingkat

individu. Bahkan ditekankan bahwa penerima mungkin suatu kelompok atau

suatu lembaga sosial. Setiap individu, kelompok atau sistem mempunyai

kebutuhan untuk mengirim dan menerima pesan sebagai sarana orientasi terhadap

lingkungan.

Efektivitas Komunikasi

Menurut Vardiansyah (2004), efek komunikasi adalah pengaruh yang

ditimbulkan pesan komunikator dalam diri komunikannya. Efek komunikasi

dapat kita bedakan atas efek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan tingkah

laku (konatif). Efek komunikasi adalah salah satu elemen komunikasi yang

penting untruk mengetahui berhasil atau tidaknya komunikasi. Pesan yang

sampai pada komunikan menimbulkan dampak (efek), sehingga persoalan utama

dalam komunikasi efektif adalah sejauh mana tujuan komunikasi komunikator

terwujud dalam diri komunikannya:

(1) Apabila hasil yang didapatkan sama dengan tujuan yang diharapkan

dikatakan bahwa komunikasi berlangsung efektif.

(2) Apabila hasil yang didapatkan lebih besar dari tujuan yang diharapkan,

dikatakan bahwa komunikasi berlangsung sangat efektif.

(3) Apabila hasil yang didapatkan lebih kecil daripada tujuan yang diharapkan,

dikatakan bahwa komunikasi tidak atau kurang efektif.

Menurut Goyer, 1970 dalam Tubbs and Moss (1996), bila S adalah

sumber pesan dan R penerima pesan, maka komunikasi disebut mulus dan

lengkap bila respon yang diinginkan S dan respon yang diberikan R identik

dengan:

R makna yang ditangkap penerima = = 1

S makna yang dimaksud pengirim

7

Nilai 1 menunjukkan kesempurnaan penyampaian dan penerimaan pesan. Bisa

saja R/S bernilai 0, yang berarti tidak ada kaitan sama sekali antara respon yang

diinginkan dengan respons yang diperoleh.

Hasil penelitian tentang efektivitas komunikasi perencanaan partisipatif

pembangunan masyarakat desa pada lembaga ketahanan masyarakat desa di

Bogor antara lain menyebutkan bahwa karakteristik pengurus program cukup

potensial untuk mengkomunikasikan program secara efektif dalam hal jenis

kelamin, pendidikan formal, jenis pekerjaan serta pendapatan. Faktor wilayah

mempengaruhi efektivitas komunikasi (Manjar, 2002).

Menurut Agung (2001) karakteristik aparat program Kredit Usaha Tani

(KUT) tidak berhubungan nyata dengan efektivitas komunikasi petani pelaksana

program KUT tersebut. Karakteristik petani berhubungan nyata dengan

efektivitas komunikasi yakni umur, luas lahan dan pengalaman mendapatkan

KUT.

Pemberdayaan Masyarakat

Menurut Suharto (2005) secara konseptual, pemberdayaan atau

pemberkuasaan (empowerment) berasal dari kata power (kekuasaan atau

keberdayaan. Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya

kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan

dalam a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga memiliki kebebasan dalam arti

bebas mengemukakan pendapat, bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan,

bebas dari kesakitan. b) menjangkau sumber-sumber produktif yang

memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh

barang dan jasa yang diperlukan dan c) berpartisipasi dalam proses pembangunan

dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.

Beberapa ahli mengemukakan definisi pemberdayaan dilihat dari tujuan,

proses dan cara-cara pemberdayaan:

• Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang

yang lemah atau tidak beruntung (Ife, 1995 dalam Suharto, 2005).

• Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup

kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas dan

8

mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang

mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang

memperoleh keterampilan, pengetahuan dan kekuasaan yang cukup untuk

mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi

perhatiannya (Parsons et all, 1994 dalam Suharto, 2005).

• Pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali kekuasaan

melalui pengubahan struktur sosial (Swift dan Levin, 1987 dalam Suharto,

2005)

• Pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi dan

komunitas diarahkan agar mampu menguasai (berkuasa atas)

kehidupannya (Rappaport, 1984 dalam Suharto, 2005).

Maksud pemberdayaan masyarakat adalah meningkatkan kemampuan dan

kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya. Dalam proses

tersebut masyarakat bersama-sama:

• Mengidentifikasi dan mengkaji permasalahan, potensi serta peluang;

• Menyusun rencana kegiatan kelompok berdasarkan hasil kajian;

• Menerapkan rencana kegiatan kelompok;

• Memantau proses dan hasil kegiatan secara terus menerus (monitoring dan

evaluasi partisipatif)

Pelaksanaan tahap–tahap di atas sering bersamaan dan lebih bersifat diulangi terus

menerus. Pemberdayaan masyarakat kerapkali dilakukan melalui pendekatan

kelompok dimana anggota bekerjasama dan berbagi pengalaman dan

pengetahuannya (DFID, 2001).

Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu model pembangunan yang

bertumpu pada aspek manusia. Sebagaimana dikemukakan oleh Cernea (1988)

bahwa pada hakekatnya manusia adalah titik pangkal, pusat dan sasaran akhir dari

pembangunan. Oleh karena itu manusia sudah seharusnya merupakan aspek

utama dalam pembangunan. Seringkali sumberdaya keuangan dalam proyek-

proyek pembangunan pedesaan merupakan masukan tunggal terbesar yang

disuplai oleh sebuah proyek ke dalam suatu wilayah untuk mempercepat

pertumbuhan. Tetapi pemasukan sumberdaya dari luar ke dalam suatu masyarakat

pedesaan memerlukan proses yang perlu dikembangkan dari dalam dan secara

9

berangsur-angsur dihimpun dan disesuaikan dengan kemampuan struktur sosial

ekonomi untuk menghasilkan, menyerap dan menggunakan hasil surplus.

Program-program pertanian seringkali terlantar bukan karena kurangnya uang dari

luar tetapi karena ketidakmampuan masyarakat untuk menyerap secara efektif dan

ketidakmampuan para perencana mendefinisikan suatu strategi sosial yang efisien

bagi pembangunan. Seringkali variabel yang terlewatkan adalah variabel sosio

budaya dan kelembagaan. Apabila hal ini ditangani secara salah maka proyek

akan gagal, tidak perduli badan nasional atau internasional apapun yang

mempromosikannya.

Menurut Eaton (1986) lembaga diartikan sebagai suatu organisasi formal

yang menghasilkan perubahan dan yang melindungi perubahan dan jaringan

dukungan-dukungan yang dikembangkannya dalam lingkungan, tidak diartikan

sebagai pola-pola kegiatan yang normatif atau sebagai suatu sektor masyarakat.

Kelompok variabel lembaga telah dirumuskan dengan cara sebagai berikut:

a. Kepemimpinan menunjuk kepada kelompok orang yang secara aktif

berkecimpung dalam perumusan doktrin dan program dari lembaga

tersebut dan yang mengarahkan operasi-operasi dan hubungannya dengan

lingkungan tersebut.

b. Doktrin dirumuskan sebagai spesifikasi dari nilai-nilai, tujuan-tujuan dan

metode-metode operasional yang mendasari tindakan sosial.

c. Program menunjuk pada tindakan-tindakan tertentu yang berhubungan

dengan pelaksanaan dari fungsi-fungsi dan jasa-jasa yang merupakan

keluaran dari lembaga tersebut.

d. Sumberdaya adalah masukan keuangan, fisik, manusia, teknologi dan

penerangan dari lembaga tersebut.

e. Struktur intern dirumuskan sebagai struktur dan proses-proses yang

diadakan untuk bekerjanya lembaga tersebut dan bagi pemeliharaannya.

Kelembagaan sebagai keadaan akhir adalah variabel evaluatif – suatu

standar untuk menilai keberhasilan dari usaha-usaha pembangunan lembaga.

Konsep kelembagaan menunjukkan bahwa sekurang-kurangnya hubungan dan

pola-pola tindakan tertentu yang dicakup dalam organisasi tersebut bersifat

normatif, baik di dalam organisasi tersebut maupun untuk satuan-satuan sosial

10

lainnya dan bahwa telah tercapai sedikitnya dukungan dan kelengkapan dalam

lingkungan tersebut.

Berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat untuk memandirikan

masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya, maka arah pendampingan

kelompok adalah mempersiapkan masyarakat agar benar–benar mampu mengelola

sendiri kegiatannya. Semua kegiatan kelompok sering dimanfaatkan teknik dan

alat visualisasi yang mendukung diskusi antara petani dan memudahkan proses

pemberdayaan masyarakat (DFID, 2001).

Partisipasi Masyarakat

Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) pada TAP MPR No

IV/MPR/1978 menyatakan bahwa ”Berhasilnya pembangunan nasional

tergantung pada partisipasi seluruh rakyat serta pada sikap mental, tekad,

semangat, ketaatan dan disiplin seluruh rakyat Indonesia serta para penyelenggara

negara. Hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia

sebagai peningkatan kesejahteraan lahir batin.” GBHN juga menyebutkan bahwa

”hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia

seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia” sehingga perlu

diusahakan agar seluruh rakyat Indonesia dapat ikut serta dalam kegiatan

pembangunan dan agar mereka dapat menikmati hasil-hasil pembangunan.

Menurut Slamet (2003) partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat

diartikan sebagai ikut sertanya masyarakat dalam pembangunan, ikut dalam

kegiatan–kegiatan pembangunan dan ikut serta memanfaatkan dan menikmati

hasil-hasil pembangunan. Berdasarkan pengertian tersebut maka partisipasi dalam

pembangunan dapat dibagi menjadi lima jenis:

1. ikut memberi input proses pembangunan, menerima imbalan atas input

tersebut dan menikmati hasilnya.

2. ikut memberi input dan menikmati hasilnya.

3. ikut memberi input dan menerima imbalan tanpa ikut menikmati hasil

pembangunan secara langsung.

4. ikut memberi input tanpa menerima imbalan dan tidak menikmati

hasilnya.

11

5. menikmati/memanfaatkan hasil pembangunan tanpa ikut memberi input.

Syarat-syarat yang diperlukan agar masyarakat dapat berpartisipasi dalam

pembangunan dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan yaitu adanya

kesempatan dalam pembangunan, adanya kemampuan untuk memanfaatkan

kesempatan itu dan adanya kemauan untuk berpartisipasi. Pengetahuan tentang

adanya potensi di lingkungannya yang dapat dikembangkan atau dibangun sangat

penting artinya. Demikian pula pengetahuan dan keterampilan tentang teknologi

tepat guna yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan sumberdaya alam

yang ada untuk dipadukan dengan berbagai sarana produksi lain sangat penting

bagi keberhasilan masyarakat yang membangun. Keterbelakangan bangsa

Indonesia antara lain karena kekurangan pada bidang ini dan sikap mental yang

kurang sesuai dengan tuntutan pembangunan. Masyarakat sering masih bersikap

tradisional, sulit untuk diajak berpikir dan bertindak yang berbeda dengan tradisi

yang sudah dimilikinya. Di daerah pedesaan kecuali pendidikan yang formal,

pendidikan yang non-formalpun mempunyai peran yang sangat penting.

Sesungguhnya pendidikan non-formal di pedesaan yang dapat mencapai sasaran

masyarakat pedesaan yang sangat besar jumlahnya itu akan meratakan

kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan.

Keberhasilan pembangunan ditentukan oleh tingkat partisipasi masyarakat,

baik dalam menyumbangkan masukan maupun dalam menikmati hasilnya.

Sebagian besar masyarakat Indonesia hidup di pedesaan yang jauh dari pusat

administrasi pembangunan yang pada umumnya berada di kota-kota. Karena itu

di masa lampau bahkan sampai sekarang masih banyak masyarakat yang belum

cukup tersentuh oleh kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan termasuk

menikmati hasil pembangunan. Tanpa partisipasi masyarakat dalam

memanfaatkan hasil pembangunan berarti masyarakat tidak naik tingkat hidup

atau tingkat kesejahteraannya (Slamet, 2003).

Keberhasilan pembangunan ditentukan oleh tingkat partisipasi masyarakat,

baik dalam menyumbangkan masukan maupun dalam menikmati hasilnya.

Sebagian besar masyarakat Indonesia hidup di pedesaan yang jauh dari pusat

administrasi pembangunan yang pada umumnya berada di kota-kota. Di masa

lampau bahkan sampai sekarang masih banyak masyarakat yang belum cukup

12

tersentuh oleh kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan termasuk

menikmati hasil pembangunan. Tanpa partisipasi masyarakat dalam

memanfaatkan hasil pembangunan berarti masyarakat tidak naik tingkat hidup

atau tingkat kesejahteraannya (Slamet, 2003).

Perencanaan Partisipatif

Perencanaan partisipatif menurut Lionberger dan Gwin (1982) merupakan

perencanaan yang dilakukan oleh masyarakat lokal (dengan pendampingan dari

penyuluh spesialis) bagi program-program yang memenuhi kebutuhan lokal.

Program tidak direncanakan oleh lembaga pemerintah secara top–down. Hasil

yang benar-benar diminati oleh masyarakat lokal menjadi rencana mereka.

Petugas pemerintah tidak perlu membuang waktu dengan mencoba

mengumpulkan minat dan dukungan masyarakat atau mencoba menjual rencana.

Komunikasi ini melibatkan perwakilan dari seluruh minat dalam perencanaan

untuk memproduksi komoditas pertanian yang lebih baik, dan mencoba memiliki

ahli komunikasi jika tersedia. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam

kelompok-kelompok untuk dipertimbangkan dalam komunikasi partisipatif antara

lain:

• Apakah komoditas lokal dalam komunitas yang dapat dipertimbangkan

untuk dikembangkan?

• Situasi apakah yang diinginkan oleh petani di lingkungannya tiga sampai

lima tahun dari sekarang?

• Masalah-masalah apakah yang perlu diatasi untuk mencapai tujuan di atas?

• Alternatif apakah yang dimiliki untuk memecahkan masalah dan mencapai

tujuan di atas?

Perencanaan merupakan waktu yang ideal bagi penasehat dan ahli

pertanian untuk membantu menyebutkan masalah yang tidak disadari oleh

masyarakat lokal dan disarankan pemecahan masalah berdasarkan ilmu

pengetahuan. Pada tahap studi dan perencanaan, gagasan dapat diberikan oleh

siapapun dan dijelaskan secara ilmiah oleh penyuluh, namun keputusan final

dibuat oleh petani dan pengusaha.

13

Suatu program pendidikan, perencanaan program dapat disusun sebagai

proses instruksional. Menurut Gilley dan Eggland (1989) dalam Rejeki (1998)

mengenai proses instruksional, perencanaan program penyuluhan diawali dengan

menetapkan filosofi, kemudian diikuti dengan menciptakan suasana belajar atau

iklim belajar, mengukur kebutuhan, merumuskan tujuan dan aktivitas belajar,

memilih metode, teknik dan alat pengajaran dan yang terakhir adalah mengadakan

penilaian atau evaluasi terhadap program, pendidik dan warga belajar.

Proyek Partisipasi Pengembangan Lahan Kering Terpadu (P3LKT/PIDRA)

PIDRA diterjemahkan sebagai Proyek Partisipasi Pengembangan Lahan

Kering Terpadu (P3LKT). Beberapa pendekatan yang dilakukan dalam program

PIDRA meliputi hal-hal sebagai berikut:

• Partisipatif untuk keluarga miskin.

• Fleksibilitas untuk mengakomodasi aspirasi keluarga miskin.

• Pemberdayaan keluarga miskin yang berperspektif jender.

• Pendampingan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat.

• Keberlanjutan program atas dasar tumbuhnya kemandirian kelompok.

• Desentralisasi yaitu pendelegasian penuh atas proses perencanaan dan

implementasi program dari tingkat masyarakat desa sebagai pelaksana

sampai dengan manajemen program tingkat kabupaten. Manajemen

program tingkat propinsi dan pusat sebagai pelaksana koordinasi dan

pengawasan.

Adapun komponen program PIDRA antara lain:

1. Pengembangan Masyarakat yang Berperspektif Jender.

Komponen ini bertujuan untuk membentuk dan memperkuat sekitar 5.000

kelompok mandiri yang anggotanya terdiri dari para keluarga miskin di

desa yang tergabung dalam kelompok mandiri pria dan kelompok mandiri

wanita. Pada tingkat lapangan, komponen ini dilaksanakan melalui

pendampingan oleh fasilitator LSM yang mempunyai pengalaman khusus

dalam pembentukan dan penguatan kelompok dan petugas penyuluhan

14

lapangan yang mempunyai pengalaman dan keterampilan teknis budidaya

dan pengolahan hasil pertanian.

2. Pengembangan Pertanian dan Peternakan.

Program PIDRA akan menjalin kerjasama dengan lembaga penelitian atau

perguruan tinggi untuk memfasilitasi upaya peningkatan produksi

pertanian spesifik lokasi, serta pelestarian sumberdaya alam dengan

mengedepankan petani sebagai pelaku penelitian dan percobaan usaha tani

melalui demplot, pelatihan-pelatihan dan sekolah lapang yang efektif.

3. Pengelolaan Prasarana dan Lahan Pedesaan.

Manfaat dari komponen ini secara tidak langsung memberikan akses

kemudahan bagi kelompok mandiri dalam pengembangan usahanya,

disamping secara umum akan bermanfaat bagi dusun atau seluruh desa.

Komponen ini mencakup perbaikan jalan desa, sarana air bersih, pasar

desa, pembangunan irigasi mikro dan konservasi daerah aliran sungai

mikro. Pekerjaan fisik pembangunan prasarana pedesaan menjadi

tanggung jawab Komite Pembangunan Desa yang dapat dikontrakkan

kepada pihak ketiga dengan persetujuan fasilitator Lembaga Swadaya

Masyarakat dan petugas penyuluh lapangan untuk diteruskan kepada

manajer kabupaten. Dalam pembangunan prasarana desa, dituntut adanya

kontribusi masyarakat sebesar sepuluh persen baik fisik maupun tenaga

kerja. Masyarakat desa juga harus bersedia untuk menyediakan biaya

pemanfaatan dan pemeliharaannya. Pengembangan daerah aliran sungai

mikro yang dikelola melalui kelembagaan kelompok masyarakat,

mencakup pembangunan pengendali drainase, bendungan air terjun,

stabilisasi saluran, perlindungan saluan dan penanaman tanaman

pelindung. Hal ini sangat bermanfaat bagi perbaikan daerah hulu dan hilir.

4. Dukungan Kelembagaan dan Manajemen

Dukungan kelembagaan dan manajemen mencakup pengembangan

sumberdaya manusia pelaksana program melalui:

• Pelatihan manajemen dan pelatihan bagi aparat penyuluh, petugas dan

pelatihan pada tingkat masyarakat dalam hal keterampilan teknis,

pemasaran dan lain-lain.

15

• Dukungan tenaga profesional konsultan, Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) dan pelaksanaan kajian data pendukung program.

• Komunikasi dan koordinasi tim pengarah, komisi teknis, komisi

pelaksana dan manajemen.

• Fasilitasi kebutuhan operasional program.

Pendampingan terhadap kelompok mandiri lahan kering dilaksanakan untuk

mendorong proses kemandirian masyarakat. Manajemen PIDRA mengatur tugas

pokok dan fungsi fasilitator sebagai berikut:

a. Melaksanakan pendampingan kepada Kelompok Afinitas Mandiri (KAM),

Lembaga Pembangunan Desa (LPD) dan Federasi dimana fasilitator lebih

bertanggungjawab pada pembinaan yang bersifat peningkatan kapasitas

sumberdaya masyarakat (capacity building).

b. Membantu dalam penyusunan identifikasi kebutuhan pemberdayaan yang

bersumber dari identifikasi kebutuhan kelompok.

c. Memfasilitasi perencanaan kegiatan kelompok yang bersifat pemberdayaan

atau peningkatan kapasitas masyarakat.

d. Melaksanakan pendampingan kelompok untuk menerapkan hasil kegiatan

pelatihan sesuai dengan pelatihan yang telah dilaksanakan.

e. Mengupayakan untuk membantu kelompok dalam memfasilitasi pemasaran

hasil produksi sehingga diperoleh harga yang lebih tinggi dari harga lokal.

f. Melakukan monitoring dan evaluasi dalam kelompok untuk mengetahui

tingkat perkembangan kelompok dan mengidentifikasi kendala-kendala

yang ada serta membantu mengupayakan pemecahan masalah.

g. Menerapkan beberapa metode penyuluhan dalam upaya mendorong

kelompok agar lebih maju dan berkembang yaitu antara lain dengan

melaksanakan kegiatan studi banding dan temu usaha.

h. Menjalin dan membina hubungan kerjasama yang baik dengan seluruh

pelaksana program lingkup sekretariat proyek, LSM maupun pihak-pihak

terkait dalam pelaksanaan program.

i. Membantu staf pelaksana monitoring dan evaluasi dalam melakukan analisa

terhadap data dan informasi yang dikumpulkan untuk bahan evaluasi dan

16

bahan alternatif pengambilan keputusan dalam rangka penyempurnaan

pelaksanaan program.

j. Memberikan masukan kepada staf pelaksana monitoring dan evaluasi dalam

melakukan analisis informasi dan data pelaksanaan proyek untuk bahan

evaluasi dan alternatif pengambilan keputusan penyempurnaan program.

k. Membantu staf pelaksana monitoring dan evaluasi dalam melakukan analisa

informasi dan data pelaksanaan proyek untuk mengetahui apakah kegiatan

proyek sudah dilaksanakan sesuai dengan rencana serta mengidentifikasikan

kendala-kendala dan membantu mengupayakan pemecahannya.

l. Menjalin dan membina hubungan kerjasama yang baik dengan seluruh

pelaksana proyek di tingkat lapangan (desa, kecamatan) dan LSM dan

secara bersama-sama mengupayakan pemecahan masalah pelaksanaan

program yang dihadapi.

m. Membantu tugas-tugas koordinator, LSM apabila diperlukan sesuai bidang

tugasnya.

Tugas pokok dan fungsi dari Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) adalah:

a. Bersama-sama dengan fasilitator LSM melaksanakan pendampingan kepada

Kelompok Afinitas Mandiri (KAM), Lembaga Pembangunan Desa (LPD)

dan Federasi dimana PPL lebih bertanggungjawab pada pembinaan yang

bersifat teknis (technical building).

b. Membantu Satuan Kerja PIDRA dalam penyusunan identifikasi kebutuhan

teknis yang bersumber dari usulan kebutuhan kelompok.

c. Memfasilitasi perencanaan kegiatan kelompok yang bersifat teknis.

d. Melaksanakan pendampingan kelompok untuk menerapkan hasil kegiatan

pelatihan sesuai dengan pelatihan yang telah dilaksanakan terutama

pelatihan yang bersifat teknis dan melaksanakan analisis usaha.

e. Mengupayakan untuk membantu kelompok dalam memfasilitasi pemasaran

hasil produksi sehingga diperoleh harga yang lebih tinggi dari harga lokal.

f. Mensosialisasikan program Manajemen Daerah Aliran Sungai dan

mengorganisir pelaksanaannya.

17

g. Melakukan monitoring dan evaluasi dalam kelompok untuk mengetahui

tingkat perkembangan kelompok dan mengidentifikasi kendala-kendala

yang ada serta membantu mengupayakan pemecahan masalah.

h. Menerapkan beberapa metode penyuluhan dalam upaya mendorong

kelompok agar lebih maju dan berkembang yaitu antara lain dengan

melaksanakan kegiatan studi banding dan temu usaha.

i. Menjalin dan membina hubungan kerjasama yang baik dengan seluruh

pelaksana program lingkup sekretariat proyek, LSM maupun pihak-pihak

terkait dalam pelaksanaan program.

j. Membantu staf pelaksana monitoring dan evaluasi dalam menyusun konsep

Monitoring dan Evaluasi secara partisipatif, monitoring, pengumpulan dan

pengolahan data perkembangan pelaksanaan fisik proyek.

k. Memberikan masukan kepada staf pelaksana monitoring dan evaluasi dalam

melakukan analisis informasi dan data pelaksanaan proyek untuk

mengetahui apakah kegiatan proyek sudah dilaksanakan sesuai dengan

rencana serta mengidentifikasikan kendala-kendala dan membantu

mengupayakan pemecahannya.

l. Membantu staf pelaksana Monev dalam melakukan analisis informasi dan

data pelaksanaan proyek untuk mengetahui apakah kegiatan proyek sudah

dilaksanakan sesuai dengan rencana.

m. Menjalin dan membina hubungan kerjasama yang baik dengan seluruh

pelaksana proyek di tingkat lapangan (desa, kecamatan) dan LSM dan

secara bersama-sama mengupayakan pemecahan masalah pelaksanaan

program yang dihadapi.

n. Membantu tugas-tugas koordinator, LSM apabila diperlukan sesuai bidang

tugasnya.

(Rencana Operasional Program PIDRA, 2004).

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

Kerangka Pemikiran

Proyek-proyek pembangunan pada dasarnya ingin memberi kepada

masyarakat lebih banyak peluang untuk berperan secara efektif dalam kegiatan

pembangunan. Hal ini berarti memperkuat masyarakat untuk mengembangkan

kapasitas sendiri, menjadi aktor sosial daripada subyek yang pasif untuk dapat

mengelola sumberdaya, membuat keputusan dan mengawasi kegiatan yang

mempengaruhi kehidupan mereka.

Menurut Lionberger dan Gwin (1982), ketika seseorang harus

memutuskan untuk membuat suatu perubahan atau tidak, maka yang menjadi

pertanyaan adalah: apakah nanti akan terjadi perbedaan antara menerima atau

menolak suatu hal atau perubahan?, apakah yang mempengaruhi seseorang

sehingga mereka bersedia memutuskan untuk suatu perubahan?. Menjawabnya

banyak hal yang perlu diperhatikan. Individu bervariasi antara yang satu dengan

yang lain dan masyarakat satu dengan masyarakat di tempat lain, maka beberapa

variabel yang tidak sama seperti variabel karakteristik dari masing-masing

individu, situasi individu dimana mereka berada, pertolongan dari orang lain di

luar mereka, harapan yang didapatkan dari teman-teman dan orang-orang terdekat,

sumberdaya yang dimiliki, apakah tetap dihargai oleh teman dan keluarganya,

apakah teman dan keluarga mereka juga mau melakukan hal yang sama jika

memutuskan suatu perubahan, kemudian bagaimana bersikap kepada orang luar

yang mencoba mempengaruhi perilaku mereka dan bagaimana menempatkan

nilai-nilai yang sudah ada dalam proses perubahan tersebut.

Bila diasumsikan bahwa tiap keluarga atau individu memiliki tujuan dan

cita-cita sendiri, maka seseorang akan mencoba meraih cita-citanya.

Permasalahannya sekarang apakah tujuan dan cita-cita tersebut sesuai dengan

tujuan pembangunan yang sedang dilaksanakan, misalnya ketersediaan

sumberdaya air, meningkatnya kapasitas petani dalam produksi dan perdagangan,

perbaikan pendapatan, keterjangkauan pasar, keterjangkauan informasi,

keterjangkauan kepada Bank, terbentuknya asosiasi petani dan lain-lain. Apakah

anggota kelompok mandiri juga memiliki mentalitas pembangunan seperti mau

19

bekerja keras, disiplin, hidup sederhana dan hemat serta bertanggung jawab

sehingga dapat berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya Proyek Partisipasi

Pengembangan Lahan Kering Terpadu (P2LKT) atau program PIDRA.

Mencapai tujuan pembangunan tersebut anggota masyarakat perlu bahkan

harus mendapat informasi, penyuluhan dan pelayanan. Apakah hal-hal mendasar

di atas telah dikomunikasikan dan apakah komunikasi sudah efektif?. Seseorang

juga akhirnya merubah perilakunya setelah melewati proses yang panjang. Semua

variabel-variabel di sini harus bekerja sama dalam berbagai jenis kombinasi

sebelum tujuan tersebut tercapai dan membuahkan hasil. Oleh karena itu,

penelitian ini akan mengukur faktor-faktor karakteristik individu dari anggota

kelompok mandiri sebagai variabel bebas namun dibatasi pada beberapa

karakteristik tertentu yaitu: jenis kelamin, umur, jumlah tanggungan keluarga,

pendapatan keluarga, pendidikan formal, pelatihan atau kursus yang diikuti,

kepemilikan lahan dan luas lahan. Peran fasilitator atau pendamping terdiri dari

pemerintah dalam hal ini Petugas Penyuluh Lapang (PPL) dan non pemerintah

khususnya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Partisipasi anggota kelompok

pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang berlangsung dalam

kelompok mandiri. Variabel terikat yaitu efektivitas komunikasi yang terdiri dari

aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan perilaku (konatif).

Variabel-variabel tersebut, unsur-unsur komunikasi dalam penelitian ini

lebih difokuskan kepada penerima (receiver) dengan tetap memperhatikan

komunikator (source), pesan (message), saluran (channel), umpan balik

(feedback) maupun umpan maju (feedforward). Secara rinci kerangka pemikiran

dijelaskan dengan Gambar 2, di bawah ini.

20

Variabel Bebas Variabel Terikat

Karakteristik Individu: • Jenis Kelamin • Umur • Jumlah

tanggungan keluarga

• Pendapatan keluarga

• Pendidikan formal • Pelatihan/kursus

yang diikuti • Kepemilikan lahan • Luas lahan

Efektivitas Komunikasi: • Kognitif • Afektif

• Konatif

Partisipasi dalam kelompok mandiri: • Perencanaan • Pelaksanaan • Evaluasi

Peran Pendamping/ Fasilitator: • Penguatan • Penyampaian

aspirasi

Gambar 2. Kerangka Pemikiran

Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, terdapat tiga hipotesis penelitian

yaitu:

1. Terdapat hubungan nyata antara karakteristik individu dan efektivitas

komunikasi.

2. Terdapat hubungan nyata antara peran pendamping atau fasilitator dan

efektivitas komunikasi.

3. Terdapat hubungan nyata antara partisipasi dalam kelompok dan efektivitas

komunikasi.

METODE PENELITIAN

Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah explanatory (penjelasan) dengan analisis

korelasional untuk menjelaskan hubungan antar variabel. Fokus penelitian

diarahkan untuk mengidentifikasi sebaran karakteristik individu, menganalisis

hubungan antara karakteristik individu, peran fasilitator atau pendamping,

partisipasi dalam kelompok masing-masing dengan efektivitas komunikasi.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di tiga kecamatan dari sebelas kecamatan

penerima program PIDRA di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Tiga

kecamatan yang dipilih mewakili kecamatan yang dekat, jauh dan sangat jauh dari

kota yaitu: kecamatan Moyo Utara (+ 8 km), Lape Lopok (+ 30 km) dan Ropang

(+ 61 km). Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April 2006.

Populasi dan Sampel

Populasi meliputi seluruh anggota kelompok mandiri yang bertempat

tinggal di desa sasaran program PIDRA tahun 2003 di Kabupaten Sumbawa, Nusa

Tenggara Barat. Menurut Singarimbun dan Effendi (1989) pengambilan sampel

wilayah dapat menggunakan metode purposive sampling dengan pertimbangan

yaitu desa dengan kriteria geografi lahan kering dan merupakan desa penerima

program PIDRA. Sebanyak 109 orang responden diambil sebagai sampel yang

mewakili anggota Kelompok Mandiri Pria dan Wanita. Distribusi responden pada

Lampiran 3.

Data dan Instrumentasi

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer dikumpulkan dengan cara:

22

1. Menggunakan kuesioner terstruktur sebagai instrumen. Kuesioner terdiri

dari empat bagian yaitu:

a. Berhubungan dengan karakteristik individu

b. Berhubungan dengan peran fasilitator atau pendamping

c. Berhubungan dengan partisipasi dalam kelompok

d. Berhubungan dengan efektivitas komunikasi

2. Melakukan wawancara terbuka untuk memperoleh keterangan lanjut yang

tidak terungkap dari hasil kuesioner.

3. Observasi, mengadakan pengamatan langsung kepada responden untuk

menguji kebenaran jawaban pada hasil kuesioner.

Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini dikumpulkan melalui

pencatatan data pada instansi terkait setempat, data kepustakaan dan literatur

penunjang lainnya.

Definisi Operasional

Beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi dengan

menggunakan definisi istilah sebagai berikut:

Karakteristik Individu (X1)

Karakteristik individu adalah ciri-ciri yang melekat pada pribadi seseorang yang

meliputi:

X1.1 Jenis Kelamin. Jenis kelamin adalah perbedaan status biologis responden.

Terdiri dari pria dan wanita.

X1.2 Pendidikan Formal. Pendidikan formal adalah tingkat pendidikan sekolah

tertinggi yang dapat diselesaikan oleh responden, dalam hal ini dibagi atas

lima kategori yaitu tidak sekolah, Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat

Pertama, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan Perguruan Tinggi.

X1.3 Pelatihan atau kursus yang diikuti. Pelatihan atau kursus yang diikuti adalah

kegiatan pendidikan dan latihan di luar sekolah melalui pelatihan atau

kursus yang pernah diikuti oleh responden selama hidupnya berkaitan

dengan program PIDRA. Kategori terdiri dari tidak ada pelatihan sampai

dengan lima jenis pelatihan.

23

X1.4 Umur. Umur adalah jumlah tahun yang dialami responden dari saat

kelahiran hingga penelitian atau interview dilaksanakan. Pengukuran

berdasarkan pembulatan ke ulang tahun terdekat yang dinyatakan dalam

satuan tahun.

X1.5 Jumlah tanggungan keluarga. Jumlah tanggungan keluarga adalah banyaknya

orang yang memiliki hubungan keluarga maupun tidak yang menjadi

tanggung jawab responden. Kategori terdiri atas tidak ada tanggungan

sampai dengan lima orang tanggungan.

X1.6 Pendapatan keluarga. Pendapatan keluarga adalah banyaknya rupiah yang

diperoleh rata-rata tiap bulan dalam keluarga.

X1.7 Kepemilikan lahan. Kepemilikan lahan adalah status dari lahan yang digarap

sebagai usaha tani, terdiri dari memiliki dan tidak memiliki.

X1.8 Luas lahan. Luas lahan adalah besarnya lahan yang dimiliki oleh responden

dalam hektar.

Peran Pendamping atau Fasilitator (X2)

X 2.1 Penguatan

Penguatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah cara pendampingan

berkaitan dengan program PIDRA yang dilakukan oleh Petugas Penyuluh

Lapangan (PPL) atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Indikator

meliputi frekuensi pertemuan dalam satu bulan dibagi dalam tiga kategori

skor, yakni skor 1 untuk tidak pernah, skor 2 untuk satu kali dan skor 3

untuk lebih dari sekali.

X2.2 Penyampaian Aspirasi

Penyiapan kelompok untuk menyampaikan umpan balik (feedback) atau

umpan depan (feedforward) dari responden kepada fasilitator atau

pendamping dalam rangka pendampingan, terutama berkaitan dengan

program PIDRA dibagi tiga kategori skor yakni skor 1 untuk tidak pernah,

skor 2 untuk kadang-kadang dan skor 3 untuk sering.

24

Partisipasi dalam Kelompok Mandiri (X3)

Keterlibatan anggota dalam Kelompok Mandiri dimana setiap anggota mampu

memanfaatkan potensi dirinya, kemudian bekerja sama dalam kelompok untuk

mencapai segala yang dibutuhkannya berkaitan dengan seluruh proses mencakup

perencanaan (dan identifikasi masalah), pelaksanaan dan penilaian (evaluasi).

Kelompok Mandiri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kelompok mandiri

yang dibentuk pada tahun 2003 dan 2004.

X 3.1 Perencanaan

Perencanaan adalah usaha secara sadar, terorganisir dan terus menerus

dilakukan untuk memilih alternatif terbaik dari sejumlah alternatif yang ada

untuk mencapai tujuan tertentu dibagi dalam tiga kategori skor, yakni skor 1

untuk tidak tahu, skor 2 untuk mengetahui dan skor 3 untuk sangat

mengetahui.

X 3.2 Pelaksanaan

Pelaksanaan maksudnya adalah rencana yang telah disusun bersama

kemudian dilaksanakan dalam kelompok, dibagi dalam tiga kategori skor,

yakni skor 1 untuk tidak pernah, skor 2 untuk kadang-kadang dan skor 3

untuk sering.

X 3.3 Evaluasi

Evaluasi dalam hal ini adalah upaya pengawasan dan penilaian yang

dilakukan dalam kelompok, dibagi dalam tiga kategori skor, yakni skor 1

untuk tidak pernah, skor 2 untuk kadang-kadang dan skor 3 untuk sering.

Efektivitas Komunikasi (Y1)

Efektivitas komunikasi yang dimaksud dalam penelitian ini mencakup perubahan

pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan tingkah laku (konatif) dari anggota

kelompok mandiri lahan kering. Pengukuran efektivitas komunikasi dilakukan

dengan tiga indikator sebagai berikut:

1. Pengetahuan (Y1.1) yaitu tingkat pemahaman responden tentang materi

pelatihan sebagai pesan, dibagi atas empat kategori skor, yakni skor 1

untuk tidak mengikuti, skor 2 untuk belum mengerti, skor 3 untuk mengerti

dan skor 4 untuk sangat mengerti.

25

2. Sikap (Y1.2) yaitu pendapat responden terhadap materi pelatihan yang

disampaikan dalam rangka program PIDRA. Sikap diukur dengan

penilaian pendapat dibagi dalam tiga kategori skor, yakni skor 1 untuk

tidak perlu, skor 2 untuk perlu dan skor 3 untuk sangat perlu.

3. Keterampilan (Y1.3) yaitu tindakan responden untuk menggunakan materi

pelatihan yang diajarkan. Tindakan tersebut diukur berdasarkan kebiasaan

dalam melaksanakan program PIDRA, akan dibagi dalam tiga kategori

skor yakni skor 1 untuk tidak sama sekali, skor 2 untuk sebagian dan skor

3 untuk sepenuhnya.

Validitas dan Reliabilitas Instrumentasi

Suatu alat ukur dikatakan sahih apabila alat ukur tersebut dapat mengukur

sesuatu yang sebenarnya ingin diukur (Singarimbun dan Effendi, 1989). Jenis

validitas yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi, yakni

suatu alat ukur atau instrumen yang ditentukan dengan memasukkan semua aspek

sebagai kerangka konsep yang akan diukur (Kerlinger, 2000). Validitas instrumen

yang digunakan diusahakan dengan melakukan penyesuaian pertanyaan kuesioner

terhadap: (1) penelitian yang berkaitan dengan efektivitas komunikasi; (2)

memperhatikan saran dari para ahli, terutama pihak komisi pembimbing; (3)

memperhatikan pandangan-pandangan dari pihak-pihak yang terkait dalam

pemberdayaan masyarakat; dan (4) literatur terkait yang mencakup berbagai teori

yang relevan dan kenyataan di lapangan.

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan tingkat konsistensi suatu alat

ukur, sehingga dapat dipercaya atau diandalkan. Suatu alat ukur dikatakan

mempunyai tingkat keterandalan tinggi (reliable) apabila alat ukur tersebut

digunakan dua kali atau lebih untuk mengukur gejala yang sama mempunyai hasil

pengukuran relatif konsisten (Singarimbun dan Effendi, 1989).

Teknik uji validitas dan reliabilitas instrumen yang digunakan dilakukan

dengan cara: (1) memberikan keterangan tentang cara mengisi kuesioner kepada

responden; (2) melakukan survei dan uji coba kuesioner pada 20 orang yang

memiliki karakteristik relatif sama dengan responden penelitian. Uji coba

kuesioner tersebut dilakukan kepada responden yang bertempat tinggal di sebelah

26

desa dan kecamatan yang akan diteliti (sampel). Hal ini untuk mengetahui

”kemampuan” kuesioner, sehingga tidak menimbulkan bias jawaban. Teknik

perhitungan koefisien reliabilitas dengan menggunakan prinsip ketetapan intern

(Ruseffendi, 1994). Pengukuran reliabilitas dilakukan dengan menggunakan

metode Cronbach-alpha dengan rumus:

2J

2i

2J

p DBDBDB

x1b

br ∑−−

=

Keterangan:

b = banyaknya soal

DBj2 = variansi skor seluruh soal menurut skor perorangan

DBi2 = variansi skor soal tertentu (soal ke-i)

∑DBi2 = Jumlah variansi skor seluruh soal menurut skor soal tertentu

rp = Koefisien reliabilitas

Analisis Data

Data yang dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan:

1. Analisis deskriptif untuk menjelaskan data dan hasil pengamatan secara

umum, sehingga data yang terdapat pada tabel frekuensi dapat

diinterpretasikan dengan cermat.

2. Hubungan antara jenis kelamin dan kepemilikan lahan dengan efektivitas

komunikasi yang meliputi aspek kognitif, afektif dan konatif dianalisis

berdasarkan metode khi kuadrat dengan rumus:

( )∑ −=

t

2t02

fff

χ

Dimana:

χ2 = Khi kuadrat

f0 = Nilai pengamatan

ft = Nilai harapan

27

3. Data umur, jumlah tanggungan keluarga, pendapatan keluarga, pendidikan

formal, pelatihan atau kursus yang diikuti, luas lahan dan data–data

variabel lainnya yaitu peran fasilitator atau pendamping, partisipasi dalam

kelompok dan efektivitas komunikasi yang meliputi aspek kognitif, afektif

dan konatif dianalisis dengan menggunakan korelasi rank Spearman (rs)

untuk mengetahui hubungan antar variabel. Rumus uji korelasi rank

Spearman (rs) yang digunakan adalah:

Dengan keterangan:

rs = korelasi Spearman

n = banyaknya pasangan data

di = jumlah selisih antara peringkat bagi xi dan yi.

( )1nn

d61r 2

n

1i

2i

s −−=

∑=

Hipotesis statistik yang diuji:

Ho: Tidak terdapat hubungan antara variabel yang digunakan

Hl : Terdapat hubungan antara kedua variabel yang digunakan

Analisis data di atas dilakukan dengan menggunakan paket program Excel dan

SPSS 12.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Sumbawa merupakan salah satu kabupaten atau kota yang

berada di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat dan terletak di ujung barat Pulau

Sumbawa, pada posisi 1160 42’ – 1180 22’ Bujur Timur dan 80 8’ – 90 7’ Lintang

Selatan. Kabupaten yang dikenal dengan motto Sabalong Samalewa yang berarti

seiring sejalan, seimbang dunia dan akhirat ini secara geografis memiliki batas

wilayah Kabupaten Sumbawa sebagai berikut :

- Sebelah utara berbatasan dengan Laut Flores

- Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia

- Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Sumbawa Barat

- Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Dompu

Dilihat dari topografinya, permukaan tanah di wilayah Kabupaten

Sumbawa tidak rata atau cenderung berbukit-bukit dengan ketinggian berkisar

antara 0 hingga 1.730 meter di atas permukaan laut. Sementara itu ketinggian

untuk kota-kota kecamatan di Kabupaten Sumbawa berkisar antara 10 sampai 650

meter di atas permukaan air laut. Sumbawa Besar merupakan ibu kota kecamatan

yang terendah.

Daerah Kabupaten Sumbawa merupakan daerah yang beriklim tropis yang

dipengaruhi oleh musim hujan dan musim kemarau. Temperatur maksimum

mencapai 38,2 derajat Celcius yang terjadi bulan Nopember dan temperatur

minimum 32,4 derajat Celcius yang terjadi pada bulan Pebruari. Kelembaban

maksimum mencapai 87 persen dan minimum 67 persen serta tekanan udara

maksimum 1.011,4 mb dan minimum 1.007,7 mb.

Curah hujan terbanyak di Sumbawa terjadi pada bulan Desember yaitu

sebesar 248,3 mm, kemudian bulan Nopember dan Maret dengan curah hujan

masing-masing sebanyak 144,7 dan 124,2 mm.

29

Pemerintahan Kabupaten Sumbawa secara administratif terdiri dari 20

kecamatan dengan luas wilayah 6.643,98 km2. Distribusi luas wilayah kabupaten

Sumbawa dan jarak dari Kabupaten Sumbawa ke ibu kota kecamatan disajikan

pada Tabel 1.

Tabel 1. Distribusi luas wilayah Kabupaten Sumbawa dan jarak dari Kabupaten Sumbawa ke ibu kota Kecamatan

No. Kecamatan Luas Wilayah (Km2) Proporsi (%) Jarak (Km)

1 Lunyuk 979,71 14,75 92,00 2 Alas 123,04 1,85 69,00 3 Alas Barat 168,88 2,54 76,00 4 Buer 137,01 2,06 61,00 5 Utan 155,42 2,34 38,00 6 Rhee 230,82 3,47 34,00 7 Batulanteh 391,40 5,89 28,00 8 Sumbawa 44,83 0,67 - 9 Labuhan Badas 435,89 6,56 11,00 10 Unter Iwes 82,38 1,24 1,00 11 Moyo Hilir 186,79 2,81 11,00 12 Moyo Utara * 90,80 1,37 8,00 13 Moyuhulu 311,96 4,70 21,00 14 Ropang * 1.116,25 16,80 61,00 15 Lape Lopok * 360,02 5,42 30,00 16 Plampang 418,69 6,30 62,00 17 Labangka 243,08 3,66 72,00 18 Maronge 274,75 4,14 43,00 19 Empang 558,55 8,41 93,00 20 Tarano 333,71 5,02 96,00

Jumlah 6.643,98 100,00

Keterangan : Sumber dari Sumbawa Dalam Angka (BPS, 2004) dan * adalah daerah penelitian. Lokasi penelitian pada Kabupaten Sumbawa berkaitan dengan desa-desa

sasaran program PIDRA tahun 2003. Program PIDRA adalah salah satu

program pemerintah bagi permasalahan lahan kering. Kabupaten Sumbawa

merupakan wilayah yang didominasi oleh lahan kering dengan luas lahan sebesar

618.560 Ha (93,12%). Distribusi penggunaan lahan disajikan pada Tabel 2.

30

Tabel 2. Distribusi luas lahan menurut penggunaannya di Kabupaten Sumbawa

Jenis Lahan Luas (Ha) Proporsi (%)

Lahan Sawah 42.340 6.37

Lahan kering 618.560 93.12

Lahan lainnya (tambak, empang) 3.338 0.51

Jumlah 664.238 100,00

Sumber : Sumbawa Dalam Angka (BPS, 2004)

Deskripsi Karakteristik Responden Responden yang diamati dalam penelitian ini umumnya bekerja sebagai

petani, dan ada pula yang mempunyai usaha sampingan lainnya seperti beternak,

berdagang, pengrajin rotan, dan sebagainya. Hal ini disebabkan sasaran anggota

kelompok PIDRA bukan hanya petani tetapi juga mereka yang bukan petani

namun tergolong ”keluarga miskin” yang mencakup petani, penggarap, buruh tani,

pedagang dan keluarga lain yang tidak tergantung pada pertanian sebagai mata

pencahariannya. Beberapa peubah karakteristik individu dari anggota kelompok

mandiri lahan kering dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, umur, tanggungan

keluarga, pendapatan keluarga per bulan, pendidikan formal, pelatihan yang

diikuti, kepemilikan lahan dan luas lahan dapat dilihat pada Tabel 3.

31

Tabel 3. Karakteristik responden Karakteristik

Individu Klasifikasi Jumlah (orang) Proporsi (%)

Pria 56 51.83 Jenis Kelamin Wanita 53 48.62 20 – 40 Thn 71 65.14 41 – 60 Thn 34 34 Umur > 60 Thn 4 3.67 Tidak ada 2 1.83 1 orang 10 9.17 2 orang 29 26.61 3 orang 36 33.03 4 orang 21 19.27

Tanggungan Keluarga

5 orang 11 10.09 < Rp. 300.000,- 46 42.20 Rp. 300.000,-s/dRp. 500.000,- 50 45.87

Pendapatan Keluarga per bulan > Rp. 500.000- 13 11.93

Tidak sekolah 7 6.42 SD 53 48.62 SLTP 18 16.51 SLTA 30 27.52

Pendidikan Formal

PT 1 0.92 Tidak ada 31 28.44 1 jenis 4 3.67 2 jenis 29 26.61 3 jenis 34 31.19 4 jenis 9 8.26

Pelatihan yang diikuti

5 jenis 2 1.83 Kepemilikan dan Luas Lahan

Tidak ada lahan Ada (< 1 Ha) Ada (> 1 ha)

10 56 43

9.17 51.38 39.45

Jenis kelamin responden antara pria dan wanita mempunyai proporsi yang

tidak berbeda jauh. Responden dengan jenis kelamin pria sebesar 51.38 persen

dan wanita sebesar 48.62 persen.

Tabel 3 menunjukkan bahwa umur responden yang mengikuti program

PIDRA berkisar antara 20 sampai lebih dari 60 tahun, dengan sebagian besar

(65.14%) berada pada umur 20 sampai 40 tahun. Kisaran umur tersebut dapat

dikatakan tergolong tahap dewasa muda dengan umur produktif.

32

Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki

tanggungan keluarga antara dua dan tiga orang dengan proporsi masing-masing

26.61 persen dan 33.03 persen. Jumlah tanggungan keluarga antara dua dan tiga

orang menunjukkan bahwa jumlah anak yang dimiliki sesuai dengan program

keluarga berencana. Selanjutnya bagi responden yang belum mempunyai

tanggungan keluarga dan yang hanya memiliki tanggungan keluarga satu orang

adalah responden usia muda yang belum menikah atau yang baru menikah tetapi

belum memiliki anak.

Pendapatan responden dalam satu bulan berkisar antara Rp. 50.000,00

sampai dengan Rp. 1.000.000,00 dengan rata-rata pendapatan sebesar Rp.

343.468,00 per bulan. Pendapatan keluarga responden terbesar berada pada

kisaran Rp. 300.000,00 sampai dengan Rp. 500.000,00 per bulan dengan proporsi

sebesar 45.87 persen. Perbedaan pendapatan disebabkan karena perbedaan

pekerjaan dan adanya usaha sampingan yang dilakukan oleh setiap anggota

keluarga yang berbeda antar keluarga.

Tingkat pendidikan formal responden terdiri atas lima kelompok yaitu

tidak sekolah, Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Sekolah

Lanjutan Tingkat Atas dan Perguruan Tinggi. Kategori ini didasarkan pada

tingkatan pendidikan secara nasional. Sebagian besar responden memiliki tingkat

pendidikan rendah yaitu tingkat Sekolah Dasar (48.62%). Kondisi pendidikan

responden tergolong rendah karena umumnya mewarisi pekerjaan sebagai petani

dari orang tuanya sehingga bersekolah tinggi bukan menjadi persyaratan bagi

mereka dalam bekerja sebagai petani.

Tabel 3 menunjukkan bahwa sebanyak 28.44 persen responden belum

pernah mengikuti pelatihan apapun. Fakta ini ditemukan pada kelompok mandiri

yang baru dibentuk pada tahun 2004 yang tidak ditindaklanjuti segera dengan

pelatihan sebagaimana seharusnya. Hal ini antara lain disebabkan Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM) dan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) yang

bertugas mendampingi mereka tidak melaksanakan kegiatan pelatihan. Pada

tahun 2005 merupakan masa transisi program dalam memasuki Fase kedua.

Umumnya jumlah pelatihan yang diikuti oleh responden adalah tiga jenis kegiatan

(31.19%). Jenis pelatihan yang diikuti oleh responden dapat dilihat pada Tabel 4.

33

Tabel 4. Jenis pelatihan yang diikuti responden

Jenis Pelatihan Peserta (orang) Proporsi (%)

Gender 71 35.32 Dasar Kelompok Mandiri 40 19.90 Manajemen Organisasi 31 15.42 Pembukuan 40 19.90 Keterampilan Produksi Pertanian dan Ternak

7 3.48

Menjahit 4 1.99 Pembuatan Tempe 2 0.99 Pertukangan 2 0.99 Kepengurusan 4 1.99

Jumlah 201 100.00

Jenis pelatihan yang sering diikuti oleh responden adalah pelatihan materi gender

(35.32%). Materi gender banyak diikuti oleh responden karena merupakan

komponen program PIDRA.

Sebanyak 90.83 persen responden memiliki lahan yang digunakan dalam

produksi pertanian dan ternak. Luas lahan yang dimiliki responden berkisar

antara 0.25 sampai dengan 2.00 hektar umumnya ditanami padi dan kacang hijau

serta digunakan untuk beternak kerbau, sapi, kambing atau kuda. Sebagian besar

(51.38%) responden memiliki lahan kurang dari satu hektar. Lahan merupakan

salah satu modal yang penting dalam upaya pemberdayaan dan pengembangan

sumberdaya yang dimiliki.

Peran Fasilitator atau Pendamping

Satu desa bisa terdiri atas sepuluh kelompok mandiri yang dibentuk pada

program PIDRA. Empat kelompok dibentuk pada tahun pertama, empat

kelompok pada tahun kedua dan dua kelompok pada tahun ketiga. Setiap desa

mempunyai fasilitator atau pendamping yang terdiri atas PPL sebanyak satu orang

dan LSM sebanyak satu orang. Selanjutnya pada setiap kecamatan terdapat satu

orang petugas untuk monitoring dan evaluasi. Komunikasi antara masyarakat dan

pendamping sangat penting dan mempunyai peran strategis tersendiri di

34

kabupaten Sumbawa agar dimungkinkan tercipta iklim yang kondusif untuk

mendiseminasikan hal-hal yang baru atau teknologi pertanian dan peternakan.

Fasilitator atau pendamping direkrut dari PPL dan LSM tertentu sesuai

dengan tender atau kontrak dengan manajemen PIDRA. Umumnya fasilitator atau

pendamping direkrut dari penduduk setempat karena mereka dianggap lebih dapat

memahami kondisi lingkungan dan budaya setempat sehingga mempermudah

mereka dalam melakukan pendampingan. Berdasarkan tugas pokok dan

fungsinya, pendampingan diarahkan untuk mendorong proses kemandirian

masyarakat. Hal ini secara tidak langsung dapat menjadi sarana dan pelayanan

bagi penduduk miskin untuk berubah dan belajar menyesuaikan diri ke arah yang

lebih baik dalam membangun hubungan dengan orang lain baik dengan kelompok,

keluarga dan masyarakat pada umumnya.

Penguatan

Penguatan pada kelompok dilakukan dengan menyelenggarakan pelatihan

dan pertemuan kelompok secara rutin. Hal-hal yang dilakukan pendamping atau

fasilitator agar pelatihan dan pertemuan kelompok dapat berjalan lancar adalah

sebagai berikut:

1. Menetapkan waktu pertemuan

Waktu pertemuan tiap bulan ditetapkan secara musyawarah dalam

kelompok dan disampaikan kepada fasilitator dan anggota. Semua anggota

menjadi tahu kapan pertemuan kelompok dilakukan tiap bulan. Hal ini

ditunjukkan dengan responden yang merasa jelas (36.70%) dan yang

merasa sangat jelas (63.30%) mengenai waktu pertemuan kelompok.

2. Penetapan lokasi pertemuan.

Lokasi pertemuan dipilih yang mudah dijangkau oleh semua anggota

kelompok dan apabila ada pergantian tempat anggota saling memberikan

informasi dari mulut ke mulut sebelum waktu pertemuan. Lokasi

pertemuan ada yang menggunakan rumah ketua kelompok sebagai

sekretariat atau dengan bergantian di rumah anggota kelompok. Hal ini

ditunjukkan dengan sebagian besar responden merasa lokasi penelitian

sangat mudah dijangkau (60.55%) dan merasa mudah dijangkau (39.45%).

35

3. Penyajian informasi oleh fasilitator

Sekelompok kecil orang berkumpul dalam suatu wadah pertemuan

kelompok yang diadakan minimal sebulan sekali dengan seorang fasilitator

atau pendamping untuk belajar menerapkan hasil kegiatan pelatihan sesuai

dengan pelatihan yang telah dilaksanakan terutama pelatihan yang bersifat

teknis dan peningkatan kapasitas. Bagi beberapa anggota wadah tersebut

juga digunakan untuk berkonsultasi mengenai masalah-masalah yang

mungkin memerlukan pemecahan masalah. Sebagian besar responden

(60.55%) merasa jelas terhadap penyajian informasi oleh fasilitator, 33.95

persen sangat jelas dan hanya sebanyak 5.50 persen responden yang merasa

tidak jelas.

4. Tempat tinggal fasilitator

Kedekatan responden dengan fasilitator atau pendamping memberikan

keleluasaan waktu dalam pendampingan. Sebanyak 66.97 persen responden

mengetahui tempat tinggal fasilitator atau pendamping dan merasa cukup

jauh dengan kelompok, sebanyak 21.10 persen responden yang merasa

tempat tinggal fasilitator atau pendamping sangat jauh dengan kelompok

atau tidak mengetahui, dan 11.93 persen responden menyatakan sangat

mengetahui tempat tinggal fasilitator atau pendamping karena sering

berkunjung. Hal ini disebabkan fasilitator atau pendamping memiliki

tempat tinggal di luar desa. Hanya untuk lokasi desa yang terpencil dan

sulit dijangkau maka fasilitator atau pendamping menginap beberapa hari di

desa tersebut.

5. Keahlian fasilitator

Fasilitator atau pendamping perlu memiliki orientasi tentang kondisi

masyarakat setempat dan kemampuan dalam memecahkan masalah.

Sebanyak 69.73 persen responden merasa fasilitator atau pendamping

menguasai bidangnya, sebanyak 23.85 persen merasa fasilitator atau

pendamping sangat menguasai bidangnya dan 6.42 persen merasa fasilitator

atau pendamping tidak menguasai bidangnya.

36

6. Sosial Budaya fasilitator

Perbedaan sosial budaya antara fasilitator dan responden tidak menjadi

hambatan yang serius dalam berkomunikasi. Hal ini ditunjukkan dengan

sebanyak 92.66 persen responden merasa sama dengan sosial budaya

fasilitator atau pendamping dan sisanya sebanyak 7.34 persen responden

merasa berbeda dengan sosial budaya fasilitator atau pendamping. Hal ini

disebabkan fasilitator atau pendamping direkrut dari daerah setempat,

memiliki budaya dan bahasa yang sama.

7. Bahasa fasilitator

Bahasa tidak menjadi masalah dalam komunikasi antara fasilitator dan

responden. Semua responden merasa memahami (52.29%) dan sangat

memahami (47.71%) pesan yang disampaikan oleh fasilitator atau

pendamping. Bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi yakni bahasa

Indonesia dan bahasa Sumbawa.

Penyampaian aspirasi

Penyusunan identifikasi kebutuhan pemberdayaan dan teknis yang

dilakukan oleh fasilitator atau pendamping bersumber dari usulan kebutuhan

kelompok. Beberapa aspirasi, ide dan saran yang dikemukakan oleh responden

dalam kelompok berkaitan dengan hal-hal berikut:

1. Pembukuan yang meliputi cara-cara pengisian buku tabungan dan kas,

tunggakan atau simpan pinjam.

2. Jenis usaha kelompok antara lain: saprodi, pembibitan sapi, membuat pupuk

kompos dan bokasi, membuat tempe, menjahit, pertukangan, menjual minyak

tanah, menjual sembako, menjual kue, bengkel.

3. Penguatan kelompok meliputi pelatihan dan motivasi mengenai gender dan

manajemen organisasi, perkembangan kelompok, kehadiran anggota,

pertemuan rutin, kekompakan, partisipasi anggota, kiat-kiat meningkatkan

dana kelompok, pengelolaan dana, kedatangan pendamping, sekolah lapang,

kemitraan dengan pihak luar (pengusaha dan sebagainya), penerapan aturan

37

kelompok mandiri, meningkatkan hasil pertanian, meningkatkan budidaya

ternak.

Aspirasi kebutuhan kelompok yang disampaikan oleh responden kepada

pendamping atau fasilitator sebagian diresponi secara langsung dan hal-hal yang

tidak bisa diwujudkan dijadikan bahan untuk perencanaan selanjutnya melalui

Rencana Kegiatan Anggaran Tahunan (RKAT) untuk dibahas bersama perwakilan

desa. Hal ini menjadi umpan maju (feedforward) yang diperlukan pada tahap

perencanaan selanjutnya.

Hal-hal yang difasilitasi oleh PIDRA selama ini adalah:

1. Matching grant, pengadaan buku-buku tabungan anggota dan keluarga.

2. Bantuan benih padi, vaksinasi ternak, alat pertukangan, cek dam (bendungan

air), bak penampungan air bersih, sarana produksi dan budidaya padi,

penelitian oleh petani.

3. Pelatihan tentang visi dan misi, pembukuan, gender, manajemen organisasi,

keterampilan pertanian dan ternak, usaha ekonomi, kursus menjahit, tempat

atau balai pertemuan, kunjungan pendamping.

4. Monitoring dan evaluasi.

Harapan yang disampaikan oleh responden apabila program PIDRA telah

selesai adalah sebagai berikut:

1. Pada tingkat masyarakat diharapkan adanya peningkatan taraf hidup

masyarakat, pembangunan di desa, pengembangan prasarana desa, lapangan

kerja, federasi kelompok dan berkembangnya usaha mikro.

2. Pada tingkat kelompok diharapkan kelompok tetap berjalan dan lebih maju,

dana kelompok (matching grant) dapat terus bertambah, usaha kelompok

meningkat dengan adanya pemasaran hasil kelompok dan hasil rotan, tetap ada

pendampingan untuk berkonsultasi, ada pelatihan (anyaman rotan, menjahit,

pembibitan ternak dan lain-lain), mewujudkan kelompok mandiri,

meningkatkan kesejahteraan anggota.

3. Pada tingkat keluarga antara lain: meningkatnya pengetahuan dan

keterampilan bertani, meningkatkan pendapatan, modal usaha, bantuan alat

bajak atau ternak, mesin traktor untuk lahan, bisa meminjam uang untuk

beternak kambing.

38

Partisipasi dalam Kelompok Mandiri Lahan Kering

Manusia berinteraksi dengan lingkungannya tidak terlepas dari apa yang

diyakininya. Kegiatan bekerjasama, saling tolong menolong dan bergotong

royong bukan merupakan hal baru bagi masyarakat desa, begitu pula yang terjadi

menurut pengamatan di desa lokasi penelitian. Hal itu dilakukan karena menjadi

kebiasaan sehari-hari dan timbul secara spontan dari masyarakat setempat.

Kegiatan yang memerlukan perhatian dari orang-orang di desa cukup efektif

dengan menggunakan komunikasi dari mulut ke mulut.

Kelompok mandiri umumnya memiliki visi menuju hidup mandiri dan

sejahtera untuk memajukan kelompok. Visi ini dicapai dengan melaksanakan

kegiatan menabung, simpan pinjam, usaha kelompok dan gotong royong dalam

kelompok. Jumlah anggota per kelompok berkisar antara 15 – 25 anggota. Ciri-

ciri kelompok antara lain: adanya ikatan sosial yang kuat di antara anggotanya,

ada keseragaman ekonomi yaitu penduduk miskin, ada kebebasan berpendapat

dan kepemimpinan dapat berlangsung bergantian di antara anggota. Kesepakatan

anggota dalam kelompok sangat menentukan pada setiap pengambilan keputusan.

Karena itu, peraturan-peraturan kelompok disusun secara musyawarah oleh

anggota dari masing-masing kelompok mandiri, misalnya keanggotaan, pertemuan,

tabungan, kepengurusan, menentukan siapa yang dapat meminjam di kelompok

dan sanksi, seperti denda sebesar Rp 500,00 bagi anggota yang tidak hadir dalam

pertemuan.

Kelompok mandiri juga memiliki beberapa buku seperti buku tamu, buku

keuangan, buku tabungan anggota dan buku simpanan anggota. Setiap transaksi

keuangan yang terjadi dalam kelompok dicatat oleh bendahara yang sudah dilatih.

Dalam kelompok mandiri, sejumlah uang dapat disimpan untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhan yang mendesak atau penting dan sisanya dipinjamkan

kepada anggota atau disimpan di Bank. Kebiasaan untuk hidup hemat dengan

menabung secara teratur diharapkan dapat ditumbuhkan melalui kelompok.

Program PIDRA dirancang menjadi program yang efektif dengan tahap-

tahap yang perlu dilalui oleh anggota kelompok. Tahapan tersebut antara lain:

39

Perencanaan

Beberapa rencana yang diajukan oleh responden dalam kelompok mandiri

untuk tahun 2006 antara lain:

• Menyalurkan saprodi (pupuk urea) untuk semua anggota

• Mengadakan pemeliharaan dan penggemukan sapi

• Usaha simpan pinjam

• Kios sembako

• Industri rumah tangga (pembuatan tempe, kue-kue, rengginang udang)

• Usaha bengkel

• Usaha petukangan

• Pemasaran rotan dan mebel

• Jual beli minyak tanah

• Jual beli gabah

Masing-masing kelompok memiliki rencana yang berbeda dengan

kelompok yang lain. Pada kelompok di desa Lenangguar, kecamatan Ropang,

anggota memilih kerajinan rotan dan mebel sebagai usaha kelompok. Hal itu

disebabkan sumberdaya rotan banyak tersedia di hutan yang terletak di wilayah

desa sehingga perencanaan mempertimbangkan sumberdaya atau bahan lokal

yang tersedia.

Beberapa informasi yang masih dibutuhkan responden terdiri dari Gizi

(100%), Pelayanan kesehatan (99.08%), Teknologi produki pertanian, ternak dan

perikanan (99.08%), Usaha dan pemasaran (99.08%), Harga-harga komoditi

(98.17%), Pemilihan jenis tanaman dan ternak (98.17%), Industri rumah tangga

(97.25%), Konservasi lahan kering (97.25%), Teknologi pasca panen (96.33%).

Semua ini dirumuskan oleh kelompok dalam perencanaan yang mereka ajukan ke

program PIDRA.

Pelaksanaan

Sejak mula dalam kelompok sudah dijelaskan bahwa semua orang harus

berkomitmen pada gagasan dan berbagi pengalaman dengan cara terbuka

menyampaikan masalah. Anggota kelompok diminta untuk menyebutkan apa

pemecahan mereka sendiri atas masalah itu dan kemudian membaginya kepada

40

anggota yang lain dalam kelompok dengan membahas perbedaan dan kesamaan

dalam pemecahan serta alasan memilih pemecahan masalah tersebut. Kemudian

kelompok harus sepakat tentang apa yang menjadi jalan keluar terhadap masalah

yang mereka hadapi. Fasilitator atau pendamping mendengarkan diskusi itu,

kemudian memberi umpan balik kepada kelompok berdasarkan pengamatannya.

Perencanaan yang telah dibuat dengan kesepakatan bersama dilakukan untuk

mencapai tujuan yang juga ditetapkan bersama. Alasan responden mengikuti

pelaksanaan program PIDRA antara lain:

1. Tertarik karena ingin tahu, bisa melakukan simpan pinjam, ada perawatan dan

penyemprotan padi, ada informasi, memberikan inspirasi bagi masyarakat,

programnya bagus, menyenangkan dan dapat melihat kemajuan kelompok

PIDRA.

2. Percaya antara lain: ada kebersaman untuk mendukung pembangunan desa,

ada kemajuan dalam bidang pertanian desa, tidak perlu ke tengkulak lagi dan

keinginan menjadi petani yang sukses dapat dimungkinkan untuk terwujud.

3. Bermanfaat dan menguntungkan dengan jual beli beras atau gabah, banyak

keperluan-keperluan yang bisa dipecahkan di kelompok, menambah

pengetahuan, pengalaman dan pendapatan, ada pendamping dan ada bantuan

dana.

Evaluasi

Beberapa kegiatan yang dilakukan responden dalam evaluasi adalah

menanyakan kemajuan, mengecek dan memeriksa serta melakukan penilaian

tentang kemajuan kelompok. Evaluasi adalah suatu kegiatan terencana dan

sistematis yang meliputi;

a. pengamatan untuk mengumpulkan data atau fakta

b. penggunaan pedoman yang telah ditetapkan

c. mengukur atau membandingkan hasil pengamatan dengan pedoman-pedoman

yang telah ditetapkan terlebih dahulu

Pemantauan rutin dan tindak lanjut proses pengembalian pinjaman dilakukan

selama dalam pertemuan. Bahkan semua transaksi berlangsung selama pertemuan

sehingga responden terlibat dalam pengelolaan dana kelompok. Responden

41

memiliki kepedulian dan tanggung jawab dalam setiap kegiatan kelompok.

Biasanya pendamping mengawasi dalam monitoring dan evaluasi bersama-sama

dengan anggota kelompok termasuk mengevaluasi kecenderungan penggunaan

pinjaman, memberikan dukungan agar kelompok memperoleh pendapatan yang

lebih besar, mendapatkan keterampilan baru dan membangun jaringan baru.

Pendamping juga menyampaikan alasan tentang keputusan-keputusan yang

diambil bagi masing-masing kelompok, termasuk besarnya dana matching grant.

Pendanaan kelompok program PIDRA (matching grant) selama ini lebih

banyak berasal dari pinjaman luar negeri. Sedangkan dana pendamping dari

pemerintah (APBD) masih bersifat melengkapi kegiatan operasional. Mengingat

bahwa program ini akan berakhir tahun 2008 maka alokasi anggaran untuk

keberlanjutan program PIDRA perlu menjadi perhatian pemerintah daerah. Oleh

karena itu, sebaiknya kemandirian kelompok yang sudah dibangun tetap

dipertahankan dan difasilitasi oleh pemerintah setempat dengan sistem

pendampingan dan dukungan dana usaha.

Hubungan Karakteristik Individu dan Efektivitas Komunikasi

Program PIDRA memiliki beberapa pesan yang disampaikan antara lain:

gender, manajemen organisasi, pembukuan, keterampilan produksi pertanian dan

peternakan serta usaha ekonomi. Efek pesan yang diamati dalam penelitian ini

meliputi aspek kognitif, afektif dan konatif. Hubungan karakteristik responden

yakni jenis kelamin dan kepemilikan lahan dengan efektivitas komunikasi diuji

dengan menggunakan analisis khi kuadrat.

Tabel 5. Hubungan (χ2) karakteristik individu dan efektivitas komunikasi

Karakteristik Individu

Efektivitas Komunikasi

Materi Gender

Materi Manajemen

Materi Pembukuan

Materi Keterampilan

Materi Usaha

Kognitif 0.21 0.26* 0.18 0.17 0.26 Afektif 0.23 0.05 0.15 0.21 0.17 Jenis Kelamin Konatif 0.31** 0.27* 0.10 0.08 0.29** Kognitif 0.18 0.29* 0.36** 0.07 0.10 Afektif 0.18 0.22 0.21 0.25* 0.17 Kepemilikan

Lahan Konatif 0.17 0.19 0.08 0.15 0.13 Keterangan : * = hubungan nyata pada α=0.05 dan ** = hubungan sangat nyata pada α=0.01.

42

Tabel 5 menunjukkan jenis kelamin berhubungan nyata dengan kognitif

pada materi manajemen organisasi. Artinya, perbedaan jenis kelamin akan

menyebabkan perbedaan pengetahuan dalam hal manajemen organisasi.

Pemahaman materi tersebut berbeda ditunjukkan oleh kemampuan responden

laki-laki yang dapat memberikan penjelasan secara lebih sistematis dan teratur

dalam pembicaraan. Responden pria lebih efektif berkomunikasi dibandingkan

responden wanita.

Kepemilikan lahan berhubungan nyata dengan kognitif pada materi

manajemen organisasi dan berhubungan sangat nyata dengan kognitif pada materi

pembukuan. Hal ini disebabkan responden yang memiliki lahan lebih serius

untuk menerima pengetahuan tentang manajemen organisasi dan pembukuan

karena berkaitan dengan kepentingan responden sebagai manajer bagi lahannya

sendiri. Pengetahuan manajemen organisasi dan pembukuan sangat diperlukan

untuk memberikan alternatif terbaik yang dapat dilakukan terutama berkaitan

dengan pengelolaan sumberdaya dan keuangan yang dimiliki.

Pada Tabel 5 diketahui bahwa kepemilikan lahan juga berhubungan nyata

dengan afektif pada materi keterampilan produksi pertanian dan ternak. Hal ini

disebabkan sikap responden dipengaruhi oleh hal-hal teknis yang berkaitan

dengan proses produksi pertanian dan ternak, sehingga hanya responden yang

memiliki lahan yang lebih memahami dan bersikap terbuka terhadap keterampilan

produksi pertanian dan ternak dibandingkan dengan responden yang tidak

memiliki lahan. Namun demikian, kepemilikan lahan tidak berhubungan nyata

dengan konatif pada materi tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa responden yang

memiliki lahan belum tentu menerapkan keterampilan tersebut.

Jenis kelamin berhubungan sangat nyata dengan konatif pada materi

gender. Perbedaan jenis kelamin akan mempengaruhi tindakan dan perilaku

responden mengenai gender. Responden pria lebih efektif dalam menerapkan

kesetaraan gender. Responden wanita belum sepenuhnya mengambil peran pada

kegiatan forum. Implikasi gender di masyarakat ternyata belum sesuai dengan

yang diharapkan karena dipengaruhi oleh faktor sosial budaya dengan sistem

patrilineal dan kondisi miskin. Jenis kelamin berhubungan nyata dengan konatif

pada materi manajemen organisasi. Hal ini konsisten dengan asumsi bahwa

43

kerangka kognitif yang berbeda akan memberikan tindakan yang berbeda pula

dalam mengelola sumberdaya yang dimiliki. Demikian pula perbedaan jenis

kelamin berhubungan sangat nyata dengan konatif pada materi usaha ekonomi.

Responden wanita lebih bereaksi dengan hal-hal yang berkaitan dengan modal

dan kreativitas. Responden wanita tidak takut untuk mengkomunikasikan

gagasannya.

Tabel 6. Hubungan (r-Spearman) karakteristik individu dan efektivitas komunikasi

Karakteristik Individu

Efektivitas Komunikasi

Materi Gender

Materi Manajemen

Materi Pembukuan

Materi Ketrampilan

Materi Usaha

Total

0.06 -0.09 0.01 -0.09 -0.14 -0.04 -0.06 -0.08 -0.10 -0.03 -0.09 -0.04 Umur

Kognitif Afektif Konatif -0.05 -0.01 -0.04 -0.09 -0.18 -0.03 Kognitif 0.11 -0.06 0.06 0.16 0.01 0.15 Afektif 0.02 0.08 0.09 0.15 0.05 0.10 Tanggungan

keluarga Konatif 0.18 0.09 0.20* 0.07 -0.03 0.17 Kognitif 0.22* 0.15 0.06 -0.01 -0.05 0.04 Afektif 0.12 0.01 -0.16 -0.17 0.01 0.00 Pendapatan

keluarga Konatif 0.12 0.29** 0.08 0.15 0.07 0.26** Kognitif 0.02 0.22* 0.06 0.19* 0.13 0.09 Afektif -0.09 -0.12 -0.18 -0.17 -0.10 -0.02 Pendidikan

Formal Konatif 0.00 0.20 0.06 0.19 0.23 0.18 Kognitif 0.47** 0.28** 0.22* -0.17 -0.16 0.19* Afektif 0.38** 0.44** 0.27** 0.27** 0.34** 0.45** Pelatihan

yang diikuti Konatif 0.26** 0.48** 0.31** 0.22* 0.14 0.47** Kognitif 0.16 0.10 0.25** -0.01 -0.10 0.01 Afektif 0.12 0.06 -0.03 0.08 0.07 0.07 Luas lahan Konatif 0.07 0.02 -0.05 0.06 0.00 0.02

Keterangan : * adalah hubungan nyata (p<0.05) dan ** adalah hubungan sangat nyata p<0.01). Berdasarkan uji korelasi Spearman antara karakteristik individu dan

efektivitas komunikasi yang ditunjukkan pada Tabel 6 maka pelatihan atau kursus

yang diikuti responden berhubungan nyata dengan kognitif. Hal ini berarti

semakin banyak pelatihan yang diikuti akan meningkatkan pengetahuan

responden khususnya pada materi gender, manajemen organisasi dan pembukuan.

Dari hasil wawancara dengan responden, materi keterampilan dan usaha ekonomi

belum secara intensif diberikan oleh pendamping disebabkan karena tidak adanya

kegiatan pelatihan selama tahun 2005.

44

Karakteristik individu yakni pelatihan yang diikuti oleh responden

berhubungan nyata dengan afektif pada semua materi. Hal ini menunjukkan

bahwa dengan semakin banyak pelatihan yang diikuti responden sikapnya lebih

positif dan lebih terbuka pada perubahan mengenai materi yang diajarkan.

Sehingga peranan komunikasi interpersonal yang terjadi dalam pelatihan menjadi

kunci dalam sikap responden dan sebagai proses dalam pengambilan keputusan.

Pelatihan atau kursus yang diikuti berhubungan nyata dengan efektivitas

komunikasi pada aspek kognitif, afektif dan konatif. Hal ini berarti bahwa dengan

semakin banyak pelatihan yang diikuti maka semakin efektif mereka

berkomunikasi untuk meningkatkan pengetahuan, menentukan sikap dan

mengambil keputusan. Sejalan dengan pernyataan Tubbs dan Moss (1996)

semakin banyak pelatihan, tugas dan pengalaman yang dimiliki oleh kelompok

dan para anggotanya maka semakin baik kinerja sebagai perseorangan dan sebagai

kelompok. Sebagai contoh, kinerja anggota kelompok mandiri yang diteliti dalam

studi ini, terutama yang mengikuti pelatihan secara teratur ternyata memang

memiliki kemampuan untuk mengajak teman-temannya terlibat di dalam

pelaksanaan program PIDRA.

Pendapatan keluarga juga berhubungan sangat nyata dengan efektivitas

komunikasi pada aspek konatif tentang manajemen organisasi. Hal ini cukup

rasional karena responden dengan pendapatan keluarga yang semakin tinggi akan

lebih efektif berkomunikasi dalam hal pengambilan setiap keputusan yang

berhubungan dengan pengaturan atau pengelolaan sumberdaya yang dimiliki.

Pendapatan keluarga berhubungan tidak nyata dengan efektivitas komunikasi pada

aspek kognitif dan afektif. Pendapatan keluarga bukan merupakan faktor penentu

untuk meningkatkan pengetahuan. Sesuai data pada Tabel 3 pendapatan keluarga

responden relatif sangat rendah sehingga tidak berpengaruh secara nyata pada

sikap mereka.

Tabel 6 menunjukkan bahwa pendidikan formal berhubungan tidak nyata

dengan efektivitas komunikasi baik kognitif, afektif dan konatif. Hal ini

disebabkan materi atau pesan pada program PIDRA bukan pelajaran menurut

kurikulum yang diajarkan di sekolah dan materi yang disampaikan tidak sulit dan

cukup sederhana sehingga sebagian besar responden mengerti dan dapat

45

mengikuti materi yang diajarkan. Pendidikan formal sebagian besar responden

(55%) yaitu tidak sekolah dan hanya tingkat Sekolah Dasar. Namun perbedaan

antara responden yang berada pada tingkat pendidikan rendah, sedang dan tinggi

tidak menghambat kebersamaan responden untuk dapat belajar bersama dalam

kelompok. Materi-materi penyuluhan tanaman pangan, ternak, produksi tanaman

pangan, pendidikan kesehatan, keluarga berencana, perbaikan rumah dan kredit

pertanian yang disampaikan dalam program PIDRA dengan dukungan teknis dari

fasilitator mempermudah mereka memahami materi-materi tersebut.

Pendidikan formal, umur, jumlah tanggungan keluarga dan luas lahan

berhubungan tidak nyata dengan efektivitas komunikasi pada aspek kognitif,

afektif dan konatif. Dengan kata lain, komunikasi yang efektif tidak tergantung

kepada pendidikan formal, umur, jumlah tanggungan keluarga dan luas lahan.

Dengan adanya bantuan dana dan usaha kelompok pada program PIDRA yang

diperoleh maka responden dapat berusaha dan mau ikut serta berpartisipasi demi

kemajuan diri dan kelompok.

Hipotesis 1 tentang hubungan nyata antara karakteristik individu dan

efektivitas komunikasi diterima. Pelatihan yang diikuti merupakan faktor penentu

efektivitas komunikasi. Jenis kelamin, kepemilikan lahan dan pendapatan

keluarga juga memiliki hubungan nyata dengan efektivitas komunikasi.

Hubungan Peran Fasilitator atau Pendamping dan Efektivitas Komunikasi

Bahasa Indonesia dan Sumbawa digunakan sebagai bahasa pengantar oleh

fasilitator atau pendamping sehingga seluruh responden dapat memahami bahkan

terjalin keakraban antara responden dan fasilitator atau pendamping. Semua

responden merasa cocok dengan waktu pertemuan dan merasa lokasi pertemuan

mudah dijangkau. Responden (5.50%) yang merasa tidak jelas dengan penyajian

informasi oleh fasilitator atau pendamping, merasa fasilitator atau pendamping

tidak menguasai materi (6.42%) serta merasa berbeda sosial budaya dengan

fasilitator atau pendamping (7.34%) relatif sedikit. Hal ini disebabkan sebagian

besar dari mereka yang mengemukakan hal ini karena mereka berusia tua, sulit

mengemukakan pendapatnya ataupun memahami penjelasan fasilitator. Bagi

mereka yang penting adalah ikut dalam program. Namun, secara keseluruhan hal

46

ini menunjukkan bahwa pendamping yang memiliki latar belakang budaya yang

relatif sama tidak menghambat pendekatan komunikasi yang mereka lakukan dan

dapat menjalankan pendampingan dengan baik serta mendapat respons yang baik

pula dari masyarakat.

Tabel 7. Hubungan peran fasilitator atau pendamping dan efektivitas komunikasi

Peran Fasilitator

Efektifitas Komunikasi

Materi Gender

Materi Manajemen

Materi Pembukuan

Materi Ketrampilan

Materi Usaha

Total

Kognitif 0.26** 0.12 0.06 0.11 0.15 0.17 Afektif 0.16 0.10 0.05 0.04 0.08 0.14 Penguatan Konatif 0.25** 0.11 0.12 0.24* 0.23* 0.28** Kognitif 0.05 0.19 -0.07 0.11 0.04 0.15 Afektif -0.14 0.09 -0.05 -0.04 0.00 0.05 Aspirasi Konatif -0.04 0.27** 0.09 0.08 0.13 0.24**

Keterangan : * adalah hubungan nyata (p<0.05) dan ** adalah hubungan sangat nyata (p<0.01).

Pada Tabel 7 diketahui bahwa hasil uji rank Spearman antara peran

fasilitator atau pendamping yang mencakup penguatan dan penyampaian aspirasi

berhubungan tidak nyata dengan efektivitas komunikasi pada aspek kognitif.

Dengan kata lain, penguatan dan penyampaian aspirasi oleh fasilitator atau

pendamping tidak mempengaruhi pengetahuan responden. Hal ini disebabkan

kemandirian kelompok sudah mulai terbangun di mana dengan ada atau tidak ada

fasilitator atau pendamping, kelompok mandiri tetap melakukan pertemuan serta

kegiatan kelompok sesuai dengan komitmen mereka.

Peran fasilitator atau pendamping dengan efektivitas komunikasi pada

aspek afektif tidak berhubungan nyata. Artinya fungsi penguatan dan

penyampaian aspirasi tidak menyebabkan perubahan pada sikap responden. Hal

ini antara lain disebabkan oleh rataan tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang

rendah. Karena itu, setiap keputusan menerima suatu inovasi yang diperkenalkan

oleh program PIDRA diperhitungkan dengan teliti oleh kelompok dan anggota

sebab kegagalan penerapan inovasi akan sangat mempengaruhi penghidupan

mereka.

Peran fasillitator atau pendamping yakni penguatan berhubungan sangat

nyata dengan efektivitas komunikasi pada aspek konatif terutama tentang materi

47

gender, keterampilan produksi pertanian dan ternak serta usaha ekonomi. Hal ini

menunjukkan bahwa fasilitator atau pendamping berperan pada perubahan

perilaku responden untuk menerapkan kesetaraan gender, keterampilan produksi

pertanian dan ternak serta usaha kelompok. Fasilitator atau pendamping lebih

berperan pada konatif dibandingkan pada kognitif dan afektif. Hal ini antara lain

disebabkan peran fasilitator atau pendamping lebih difokuskan pada interaksi

pembelajaran sesuai tugas pokok dan fungsi mereka menurut panduan PIDRA.

Peran fasilitator atau pendamping yakni penyampaian aspirasi anggota

berhubungan nyata dengan konatif terutama pada materi manajemen organisasi.

Hal ini disebabkan penyampaian aspirasi mereka yang ditindaklanjuti

memberikan motivasi dan harapan kepada responden sehingga mereka lebih giat

mengelola kelompok dalam melaksanakan program PIDRA.

Hipotesis 2 tentang hubungan nyata antara peran pendamping atau

fasilitator dan efektivitas komunikasi diterima. Faktor yang berpengaruh pada

efektivitas komunikasi adalah fungsi penguatan dan penyampaian aspirasi.

Hubungan Partisipasi dalam Kelompok Mandiri dan Efektivitas Komunikasi

Berdasarkan pengamatan di lapangan anggota kelompok mandiri memiliki

minat dan semangat dalam kegiatan yang melibatkan kelompok mereka.

Keinginan untuk saling membantu dan bergotong royong demi kebaikan bersama

tampak dari responden yang tidak memonopoli kesempatan berbicara dalam

pertemuan kelompok atau forum desa. Prinsip learning by doing dan learning by

interaction berlaku dalam hal ini karena dengan belajar dan praktik dalam

suasana kebersamaan dapat meningkatkan pengetahuan, pengalaman dan

pendapatan.

Tabel 8 menunjukkan bahwa partisipasi anggota dalam kelompok mandiri

pada tahap perencanaan dan pelaksanaan berhubungan sangat nyata dengan

efektivitas komunikasi pada aspek kognitif. Hal ini menunjukkan bahwa

responden yang berpartisipasi dalam perencanaan secara kontinu dan

melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan program PIDRA khususnya

tentang gender dan manajemen organisasi akan meningkat pengetahuannya. Teori

48

yang disertai praktik secara langsung biasanya akan lebih mengasah kemampuan

responden. Sedangkan partisipasi anggota dalam kelompok mandiri pada tahap

evaluasi tidak berhubungan nyata dengan kognitif. Hal ini menunjukkan bahwa

hampir semua responden dapat memahami segala materi yang disampaikan oleh

fasilitator karena langsung dipraktikkan sehingga mereka langsung memahaminya.

Tabel 8. Hubungan partisipasi dalam kelompok mandiri dan efektivitas

komunikasi

Tahapan Program

Efektifitas Komunikasi

Materi Gender

Materi Manajemen

Materi Pembukuan

Materi Ketrampilan

Materi Usaha Total

Kognitif 0.23* 0.25** 0.11 0.16 0.17 0.30** Afektif 0.09 0.26** 0.08 0.06 0.10 0.25** Perencanaan Konatif 0.25** 0.39** 0.28** 0.30** 0.25** 0.51** Kognitif 0.37** 0.29** 0.16 0.08 0.19 0.35** Afektif 0.31** 0.37** 0.24* 0.12 0.15 0.39** Pelaksanaan Konatif 0.41** 0.42** 0.36** 0.35** 0.40** 0.59** Kognitif 0.33** 0.12 0.25** -0.06 -0.04 0.12 Afektif 0.42** 0.12 0.20* 0.22* 0.17 0.39** Evaluasi Konatif 0.27** 0.37** 0.46** 0.24* 0.29** 0.60**

Keterangan : * adalah hubungan nyata (p<0.05) dan ** adalah hubungan sangat nyata (p<0.01). Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa partisipasi anggota

dalam kelompok mandiri pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi

berhubungan sangat nyata dengan efektivitas komunikasi pada aspek afektif.

Semakin kontinu responden mengikuti perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi

maka semakin terbuka sikap responden terhadap semua materi yang diberikan

mencakup materi tentang gender, manajemen organisasi, pembukuan dan

keterampilan produksi pertanian dan ternak.

Data uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa partisipasi anggota dalam

kelompok mandiri pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi

berhubungan sangat nyata dengan efektivitas komunikasi pada tahap konatif.

Sehingga partisipasi anggota dalam kelompok merupakan faktor penentu dalam

efektivitas komunikasi. Hal ini menunjukkan adanya perubahan perilaku yang

sejalan dengan program PIDRA antara lain kesetaraan gender, kemandirian

kelompok, kegiatan menabung, keterampilan bertani dan beternak, mengelola

usaha dan dana kelompok. Dengan kata lain, kelompok dan anggotanya dapat

memperoleh manfaat dari program PIDRA.

49

Hipotesis 3 tentang hubungan nyata antara partisipasi dalam kelompok dan

efektivitas komunikasi diterima. Partisipasi pada tahap perencanaan, pelaksanaan

dan evaluasi dalam kelompok berpengaruh dengan efektivitas komunikasi.

Implikasi Penelitian: Model Komunikasi Efektif pada Program PIDRA di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat

Implikasi penelitian ini mengungkapkan adanya kombinasi dari dua model

komunikasi yaitu model Westley dan MacLean yang menggambarkan peran

fasilitator atau pendamping dan model Tubbs. Setelah komunikator (A) yaitu

pelaksana program PIDRA menyampaikan pesan kepada komunikan (B) yaitu

kelompok mandiri lahan kering melalui fasilitator atau pendamping (C) maka

terjadi umpan balik (feedback) oleh komunikan. Selanjutnya, fasilitator atau

pendamping memberi umpan maju (feedforward) terhadap asupan dari komunikan

(B) sebagai aspirasi mereka yang dijadikan bahan pertimbangan bagi perencanaan

selanjutnya. Kemudian asupan ini disampaikan kepada komunikator (pelaksana

program PIDRA) yang digambarkan dalam garis putus-putus. Pelatihan yang

diikuti dan partisipasi kelompok pada program PIDRA memberi suatu pengertian

bahwa peningkatan kapasitas masyarakat berlangsung dengan bertahap. Ini

berarti bahwa komunikasi tidak mutlak harus mengikuti suatu pola yang linier.

Pengertian bertahap di sini mengacu pada kematangan dalam menjalani setiap

tahap yang sekaligus memberi kesiapan dan landasan untuk memasuki tahapan

lebih lanjut. Oleh karena itu komunikasi bersifat irreversible artinya kita tidak

dapat lagi berada dalam posisi semula (baik dalam pengetahuan, pengalaman

ataupun sikap) sebelum sesuatu pesan menerpa kita, sebagaimana bentuk helical

yang digambarkan dalam model Tubbs karena pelatihan yang diikuti dan

partisipasi dalam kelompok menjadi faktor penentu dalam membangun

komunikasi yang efektif. Model komunikasi efektif pada program PIDRA di

Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat dijelaskan pada Gambar 3.

50

Gambar 3. Implikasi penelitian.

C

C

X1

X2

X3

X4

X4

Keterangan: = Feedback atau Feedforward A = Komunikator B = Komunikan C = Fasilitator atau Pendamping X1, X2, X3, X4 = Obyek Orientasi

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan Sesuai dengan hasil penelitian, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai

berikut:

1. Karakteristik individu berhubungan nyata dengan efektivitas komunikasi

terutama pada aspek afektif dan konatif. Pelatihan atau kursus yang diikuti

oleh responden menjadi faktor penentu dalam membangun komunikasi

yang efektif pada program PIDRA di kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara

Barat. Jenis kelamin, kepemilikan lahan dan pendapatan keluarga juga

memiliki hubungan nyata dengan efektivitas komunikasi.

2. Peran fasillitator atau pendamping berhubungan nyata dengan efektivitas

komunikasi terutama pada aspek konatif. Hal ini menunjukkan bahwa

fasilitator atau pendamping berperan sebagai agen perubahan.

3. Partisipasi anggota dalam kelompok mandiri berhubungan nyata dengan

efektivitas komunikasi pada aspek kognitif, afektif dan konatif. Partisipasi

anggota dalam kelompok mandiri juga merupakan faktor penentu

efektivitas komunikasi. Hal ini menunjukkan ada perubahan perilaku yang

sejalan dengan program PIDRA antara lain kesetaraan gender, kemandirian

kelompok, kegiatan menabung, keterampilan bertani dan beternak,

mengelola usaha dan dana kelompok. Dengan kata lain, kelompok dan

anggotanya dapat memperoleh manfaat dari program PIDRA.

Saran

Saran yang diajukan adalah: agar program PIDRA dapat kontinu perlu

memperhatikan keberadaan Petugas Penyuluh Lapangan dan Lembaga Swadaya

Masyarakat serta sekaligus memperhatikan karakteristik individu dan partisipasi

dalam kelompok. Selain itu keterlibatan Pemerintah Daerah dalam pengalokasian

anggaran (APBD) perlu didorong untuk direalisasikan pada program mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

Agung, S.R. 2001. Efektivitas Komunikasi Organisasi Pelaksana Program KUT [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

BPS, BAPPEDA Kabupaten Sumbawa. 2004. Sumbawa dalam Angka.

Sumbawa: Badan Pusat Statistik dengan Bappeda Kabupaten Sumbawa. Cernea, MM. 1988. Mengutamakan Manusia di dalam Pembangunan Variabel-

variabel Sosiologi di dalam Pembangunan Pedesaan. Jakarta: UI Press. De Vito, J.A. 1997. Komunikasi Antar Manusia Kuliah Dasar. Edisi Kelima.

Jakarta: Professional Books. DFID. 2001. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Praktek. Jakarta: Departemen

Pertanian. Dinas Pertanian Kabupaten Blitar. 2004. Rencana Operasional Program PIDRA.

Blitar: PIDRA. Eaton, JW. 1986. Pembangunan Lembaga dan Pembangunan Nasional dari

Konsep ke Aplikasi. Jakarta: UI Press. Effendy, OU. 1984. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya. Jahi, A. 1988. Komunikasi Massa Dan Pembangunan Pedesaan di Negara–

negara Dunia Ketiga. Jakarta: PT Gramedia. Kerlinger, F. N. 2000. Azas-Azas Penelitian Behavioral. Ed. Ketiga. L. R.

Simatupang dan Koesmanto. HJ, Penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Fondation of Behavioral Research.

Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT.

Gramedia. Lionberger, HF dan Gwin. 1982. Communication Strategies: A Guide for

Agricultural Change Agents. Columbia: University of Missouri. Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. 1988. Ketetapan-ketetapan

MPR RI. Jakarta: Badan Penerbit ALDA. Manjar, A. 2002. Efektivitas Komunikasi Perencanaan Partisipatif P3MD Pada

Lembaga Keamanan Masyarakat Desa (LKMD) di Kabupaten Bogor [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

53

Mulyana, D. 2000. Pengantar Ilmu Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Rakhmat, J. 2001. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Rejeki, S.N. 1998. Perencanaan Program Penyuluhan (Teori dan Praktek).

Yogyakarta: Universitas Atma Jaya. Ruseffendi, E.T. 1994. Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non

Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press. Rogers, E.M. 1995. Diffusion of Inovation. New York: The Free Press. Singarimbun, M dan Effendi, S. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta:

LP3ES. Slamet, M. 2003. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Bogor: IPB

Press. Suharto, E. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat, Kajian

Strategis Pembangunan kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Jakarta: Refika Aditama.

Tubbs, S.L dan Moss, S. 1996. Human Communication Prinsip-prinsip Dasar

Buku Pertama. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Vardiansyah, D. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: UI Press.

L A M P I R A N

Lampiran 1. Peta Propinsi Nusa Tenggara Barat

55

WEST NUSA TENGGARA Post-Crisis programme for Participatory Integrated Development in Rainfed Areas (PIDRA)

58

5756

Lampiran 2. Peta Wilayah Kabupaten Sumbawa

57

Lampiran 3. Distribusi Responden Pada Desa dan Kecamatan Lokasi Penelitian No Desa/Kecamatan Nama Kelompok Mandiri Tahun Jumlah

(Orang)1 Kukin/Moyo Utara KMP Maras Rembang 2004 18 KMW Lonto Engal 16 2 Pungkit Tede/Lape- KMW Anggrek Putih 2003 12 Lopok KMP Buin Tereng 19 KMP Teming Tinggi 1 KMW Mawar Merah 11 3 Tatebal/Ropang KMW Bina Bersama 2003 2 KMP Lete Batu 5 KMP Temang Damai 4 4 Lenangguar/Ropang KMP Tali Jangi 2003 2 KMW Saling Pendi 7 KMW Dea Tuan 5 KMP Riam Remo 7 J u m l a h 109 Keterangan: KMP = Kelompok Mandiri Pria KMW = Kelompok Mandiri Wanita

58

Lampiran 4. Hasil Analisis Validitas dan Reliabilitas Case Processing Summary N %

Valid 20 100.0Excluded(a) 0 .0

Cases

Total 20 100.0a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.809 53 Item-Total Statistics

Pertanyaan Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if

Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted Nomor6 106.3500 72.029 .441 .799 Nomor7 106.2500 78.618 -.057 .812 Nomor9 107.4500 78.682 -.065 .812 Nomor10 106.5000 79.842 -.382 .813 Nomor11 106.5500 78.366 .000 .809 Nomor12 107.1500 76.766 .153 .808 Nomor13a 106.5000 74.895 .363 .803 Nomor13b 106.6000 76.779 .207 .807 Nomor13c 106.6000 76.674 .223 .806 Nomor13d 106.8000 76.484 .217 .806 Nomor13e 106.6500 75.082 .311 .804 Nomor13f 106.6500 75.503 .343 .804 Nomor13g 106.5500 75.418 .270 .805 Nomor15 106.3000 76.642 .196 .807 Nomor17 106.7500 78.618 -.058 .814 Nomor18 106.6000 75.832 .206 .807 Nomor21 106.5500 76.261 .182 .807 Nomor23 105.9000 79.989 -.213 .816 Nomor24 106.2500 74.513 .447 .801

59

Item-Total Statistics

Pertanyaan Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if

Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted Nomor25a 106.1500 77.292 .093 .809 Nomor25b 106.1000 75.253 .262 .805 Nomor25c 106.0500 76.050 .184 .807 Nomor25d 106.2000 75.221 .275 .805 Nomor25e 106.1500 79.818 -.190 .816 Nomor25f 106.1500 77.818 .018 .812 Nomor25g 106.2000 80.589 -.244 .819 Nomor25h 106.0500 76.997 .094 .810 Nomor25i 106.0500 74.471 .410 .801 Nomor26 105.6000 76.989 .338 .806 Nomor27 106.9000 71.042 .705 .792 Nomor28 106.7000 72.958 .505 .798 Nomor29 106.8500 75.713 .297 .804 Nomor30 106.9500 74.682 .395 .802 Nomor31 107.2000 75.642 .292 .805 Nomor32 106.5500 76.576 .197 .807 Nomor33 106.2000 78.589 -.055 .814 Nomor34 106.3000 77.274 .061 .811 Nomor35 106.6000 80.147 -.223 .817 Nomor36 106.9500 71.418 .788 .792 Nomor37 106.8000 71.958 .654 .794 Nomor38 106.8500 75.713 .297 .804 Nomor39 107.1000 73.253 .555 .798 Nomor40 107.0500 76.471 .182 .807 Nomor41 106.2500 74.197 .390 .802 Nomor41a 106.2000 75.116 .285 .804 Nomor42 106.3000 74.642 .360 .802 Nomor43 106.2000 74.379 .360 .802 Nomor44 106.2500 74.197 .390 .802 Nomor45 106.4500 68.576 .593 .791 Nomor46 106.5500 72.155 .413 .800 Nomor47 106.5500 76.155 .133 .810 Nomor48 106.6000 71.621 .480 .797 Nomor49 106.6000 72.884 .428 .800

r tabel df 51 = 0.1806.

60

Lampiran 5. Hasil Analisis Khi kuadrat untuk jenis kelamin

Kelamin * GenKog Crosstabulation

GenKog Total

.00 1.00 2.00 3.00

Kelamin 1 Count 3 11 32 7 53 Expected Count 1.9 13.1 33.6 4.4 53.0 % within Kelamin 5.7% 20.8% 60.4% 13.2% 100.0% % within GenKog 75.0% 40.7% 46.4% 77.8% 48.6% % of Total 2.8% 10.1% 29.4% 6.4% 48.6% 2 Count 1 16 37 2 56 Expected Count 2.1 13.9 35.4 4.6 56.0 % within Kelamin 1.8% 28.6% 66.1% 3.6% 100.0% % within GenKog 25.0% 59.3% 53.6% 22.2% 51.4% % of Total .9% 14.7% 33.9% 1.8% 51.4%Total Count 4 27 69 9 109 Expected Count 4.0 27.0 69.0 9.0 109.0 % within Kelamin 3.7% 24.8% 63.3% 8.3% 100.0% % within GenKog 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 3.7% 24.8% 63.3% 8.3% 100.0%

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .209 .173 N of Valid Cases 109

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

61

Kelamin * MOKog Crosstabulation MOKog .00 1.00 2.00 3.00

Total

Kelamin 1 Count 4 9 38 2 53 Expected Count 1.9 6.3 41.3 3.4 53.0 % within Kelamin 7.5% 17.0% 71.7% 3.8% 100.0% % within MOKog 100.0% 69.2% 44.7% 28.6% 48.6% % of Total 3.7% 8.3% 34.9% 1.8% 48.6% 2 Count 0 4 47 5 56 Expected Count 2.1 6.7 43.7 3.6 56.0 % within Kelamin .0% 7.1% 83.9% 8.9% 100.0% % within MOKog .0% 30.8% 55.3% 71.4% 51.4% % of Total .0% 3.7% 43.1% 4.6% 51.4%Total Count 4 13 85 7 109 Expected Count 4.0 13.0 85.0 7.0 109.0 % within Kelamin 3.7% 11.9% 78.0% 6.4% 100.0% % within MOKog 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 3.7% 11.9% 78.0% 6.4% 100.0%

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .263 .044 N of Valid Cases 109

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

62

Kelamin * BukuKog Crosstabulation BukuKog .00 1.00 2.00 3.00

Total

Kelamin 1 Count 3 4 37 9 53 Expected Count 1.5 3.4 38.9 9.2 53.0 % within Kelamin 5.7% 7.5% 69.8% 17.0% 100.0% % within BukuKog 100.0% 57.1% 46.3% 47.4% 48.6% % of Total 2.8% 3.7% 33.9% 8.3% 48.6% 2 Count 0 3 43 10 56 Expected Count 1.5 3.6 41.1 9.8 56.0 % within Kelamin .0% 5.4% 76.8% 17.9% 100.0% % within BukuKog .0% 42.9% 53.8% 52.6% 51.4% % of Total .0% 2.8% 39.4% 9.2% 51.4%Total Count 3 7 80 19 109 Expected Count 3.0 7.0 80.0 19.0 109.0 % within Kelamin 2.8% 6.4% 73.4% 17.4% 100.0% % within BukuKog 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 2.8% 6.4% 73.4% 17.4% 100.0%

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .178 .312 N of Valid Cases 109

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

63

Kelamin * KPPTKog Crosstabulation KPPTKog .00 1.00 2.00 3.00

Total

Kelamin 1 Count 9 17 25 2 53 Expected Count 7.8 19.4 24.8 1.0 53.0 % within Kelamin 17.0% 32.1% 47.2% 3.8% 100.0% % within KPPTKog 56.3% 42.5% 49.0% 100.0% 48.6% % of Total 8.3% 15.6% 22.9% 1.8% 48.6% 2 Count 7 23 26 0 56 Expected Count 8.2 20.6 26.2 1.0 56.0 % within Kelamin 12.5% 41.1% 46.4% .0% 100.0% % within KPPTKog 43.8% 57.5% 51.0% .0% 51.4% % of Total 6.4% 21.1% 23.9% .0% 51.4%Total Count 16 40 51 2 109 Expected Count 16.0 40.0 51.0 2.0 109.0 % within Kelamin 14.7% 36.7% 46.8% 1.8% 100.0% % within KPPTKog 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 14.7% 36.7% 46.8% 1.8% 100.0%

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .166 .378 N of Valid Cases 109

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

64

Kelamin * UEKog Crosstabulation UEKog .00 1.00 2.00 3.00

Total

Kelamin 1 Count 8 20 24 1 53 Expected Count 7.3 26.7 18.5 .5 53.0 % within Kelamin 15.1% 37.7% 45.3% 1.9% 100.0% % within UEKog 53.3% 36.4% 63.2% 100.0% 48.6% % of Total 7.3% 18.3% 22.0% .9% 48.6% 2 Count 7 35 14 0 56 Expected Count 7.7 28.3 19.5 .5 56.0 % within Kelamin 12.5% 62.5% 25.0% .0% 100.0% % within UEKog 46.7% 63.6% 36.8% .0% 51.4% % of Total 6.4% 32.1% 12.8% .0% 51.4%Total Count 15 55 38 1 109 Expected Count 15.0 55.0 38.0 1.0 109.0 % within Kelamin 13.8% 50.5% 34.9% .9% 100.0% % within UEKog 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 13.8% 50.5% 34.9% .9% 100.0%

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .257 .052 N of Valid Cases 109

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

65

Kelamin * GenAfe Crosstabulation GenAfe 1.00 2.00 3.00

Total

Kelamin 1 Count 8 27 18 53 Expected Count 10.2 30.1 12.6 53.0 % within Kelamin 15.1% 50.9% 34.0% 100.0% % within GenAfe 38.1% 43.5% 69.2% 48.6% % of Total 7.3% 24.8% 16.5% 48.6% 2 Count 13 35 8 56 Expected Count 10.8 31.9 13.4 56.0 % within Kelamin 23.2% 62.5% 14.3% 100.0% % within GenAfe 61.9% 56.5% 30.8% 51.4% % of Total 11.9% 32.1% 7.3% 51.4% Total Count 21 62 26 109 Expected Count 21.0 62.0 26.0 109.0 % within Kelamin 19.3% 56.9% 23.9% 100.0% % within GenAfe 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 19.3% 56.9% 23.9% 100.0%

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .228 .050 N of Valid Cases 109

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

66

Kelamin * MOafe Crosstabulation MOafe 1.00 2.00 3.00

Total

Kelamin 1 Count 3 33 17 53 Expected Count 2.4 33.1 17.5 53.0 % within Kelamin 5.7% 62.3% 32.1% 100.0% % within MOafe 60.0% 48.5% 47.2% 48.6% % of Total 2.8% 30.3% 15.6% 48.6% 2 Count 2 35 19 56 Expected Count 2.6 34.9 18.5 56.0 % within Kelamin 3.6% 62.5% 33.9% 100.0% % within MOafe 40.0% 51.5% 52.8% 51.4% % of Total 1.8% 32.1% 17.4% 51.4% Total Count 5 68 36 109 Expected Count 5.0 68.0 36.0 109.0 % within Kelamin 4.6% 62.4% 33.0% 100.0% % within MOafe 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 4.6% 62.4% 33.0% 100.0%

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .051 .866 N of Valid Cases 109

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

67

Kelamin * BukuAfe Crosstabulation BukuAfe 1.00 2.00 3.00

Total

Kelamin 1 Count 3 26 24 53 Expected Count 1.9 29.7 21.4 53.0 % within Kelamin 5.7% 49.1% 45.3% 100.0% % within BukuAfe 75.0% 42.6% 54.5% 48.6% % of Total 2.8% 23.9% 22.0% 48.6% 2 Count 1 35 20 56 Expected Count 2.1 31.3 22.6 56.0 % within Kelamin 1.8% 62.5% 35.7% 100.0% % within BukuAfe 25.0% 57.4% 45.5% 51.4% % of Total .9% 32.1% 18.3% 51.4% Total Count 4 61 44 109 Expected Count 4.0 61.0 44.0 109.0 % within Kelamin 3.7% 56.0% 40.4% 100.0% % within BukuAfe 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 3.7% 56.0% 40.4% 100.0%

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .153 .271 N of Valid Cases 109

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

68

Kelamin * KPPTAfe Crosstabulation KPPTAfe 1.00 2.00 3.00

Total

Kelamin 1 Count 3 25 25 53 Expected Count 1.9 30.6 20.4 53.0 % within Kelamin 5.7% 47.2% 47.2% 100.0% % within KPPTAfe 75.0% 39.7% 59.5% 48.6% % of Total 2.8% 22.9% 22.9% 48.6% 2 Count 1 38 17 56 Expected Count 2.1 32.4 21.6 56.0 % within Kelamin 1.8% 67.9% 30.4% 100.0% % within KPPTAfe 25.0% 60.3% 40.5% 51.4% % of Total .9% 34.9% 15.6% 51.4%Total Count 4 63 42 109 Expected Count 4.0 63.0 42.0 109.0 % within Kelamin 3.7% 57.8% 38.5% 100.0% % within KPPTAfe 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 3.7% 57.8% 38.5% 100.0%

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .212 .077 N of Valid Cases 109

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

69

Kelamin * UEAfe Crosstabulation UEAfe 1.00 2.00 3.00

Total

Kelamin 1 Count 3 30 20 53 Expected Count 1.9 34.0 17.0 53.0 % within Kelamin 5.7% 56.6% 37.7% 100.0% % within UEAfe 75.0% 42.9% 57.1% 48.6% % of Total 2.8% 27.5% 18.3% 48.6% 2 Count 1 40 15 56 Expected Count 2.1 36.0 18.0 56.0 % within Kelamin 1.8% 71.4% 26.8% 100.0% % within UEAfe 25.0% 57.1% 42.9% 51.4% % of Total .9% 36.7% 13.8% 51.4% Total Count 4 70 35 109 Expected Count 4.0 70.0 35.0 109.0 % within Kelamin 3.7% 64.2% 32.1% 100.0% % within UEAfe 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 3.7% 64.2% 32.1% 100.0%

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .165 .216 N of Valid Cases 109

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

70

Kelamin * GenKona Crosstabulation GenKona 1.00 2.00 3.00

Total

Kelamin 1 Count 18 23 12 53 Expected Count 12.2 31.6 9.2 53.0 % within Kelamin 34.0% 43.4% 22.6% 100.0% % within GenKona 72.0% 35.4% 63.2% 48.6% % of Total 16.5% 21.1% 11.0% 48.6% 2 Count 42 7 56 7 Expected Count 12.8 33.4 9.8 56.0 % within Kelamin 12.5% 75.0% 12.5% 100.0% % within GenKona 28.0% 64.6% 36.8% 51.4% % of Total 6.4% 38.5% 6.4% 51.4% Total Count 25 65 19 109 Expected Count 25.0 65.0 19.0 109.0 % within Kelamin 22.9% 59.6% 17.4% 100.0% % within GenKona 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 22.9% 59.6% 17.4% 100.0%

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .311 .003 N of Valid Cases 109

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

71

Kelamin * MOKona Crosstabulation MOKona 1.00 2.00 3.00

Total

Kelamin 1 Count 14 23 16 53 Expected Count 13.1 17.0 22.9 53.0 % within Kelamin 26.4% 43.4% 30.2% 100.0% % within MOKona 51.9% 65.7% 34.0% 48.6% % of Total 12.8% 21.1% 14.7% 48.6% 2 Count 13 12 31 56 Expected Count 13.9 18.0 24.1 56.0 % within Kelamin 23.2% 21.4% 55.4% 100.0% % within MOKona 48.1% 34.3% 66.0% 51.4% % of Total 11.9% 11.0% 28.4% 51.4% Total Count 27 35 47 109 Expected Count 27.0 35.0 47.0 109.0 % within Kelamin 24.8% 32.1% 43.1% 100.0% % within MOKona 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 24.8% 32.1% 43.1% 100.0%

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .265 .017 N of Valid Cases 109

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

72

Kelamin * BukuKona Crosstabulation BukuKona 1.00 2.00 3.00

Total

Kelamin 1 Count 9 27 17 53 Expected Count 11.2 25.8 16.0 53.0 % within Kelamin 17.0% 50.9% 32.1% 100.0% % within BukuKona 39.1% 50.9% 51.5% 48.6% % of Total 8.3% 24.8% 15.6% 48.6% 2 Count 14 26 16 56 Expected Count 11.8 27.2 17.0 56.0 % within Kelamin 25.0% 46.4% 28.6% 100.0% % within BukuKona 60.9% 49.1% 48.5% 51.4% % of Total 12.8% 23.9% 14.7% 51.4% Total Count 23 53 33 109 Expected Count 23.0 53.0 33.0 109.0 % within Kelamin 21.1% 48.6% 30.3% 100.0% % within BukuKona 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 21.1% 48.6% 30.3% 100.0%

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .098 .590 N of Valid Cases 109

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

73

Kelamin * KPPTKona Crosstabulation KPPTKona 1.00 2.00 3.00

Total

Kelamin 1 Count 19 26 8 53 Expected Count 17.0 27.2 8.8 53.0 % within Kelamin 35.8% 49.1% 15.1% 100.0% % within KPPTKona 54.3% 46.4% 44.4% 48.6% % of Total 17.4% 23.9% 7.3% 48.6% 2 Count 16 30 10 56 Expected Count 18.0 28.8 9.2 56.0 % within Kelamin 28.6% 53.6% 17.9% 100.0% % within KPPTKona 45.7% 53.6% 55.6% 51.4% % of Total 14.7% 27.5% 9.2% 51.4%Total Count 35 56 18 109 Expected Count 35.0 56.0 18.0 109.0 % within Kelamin 32.1% 51.4% 16.5% 100.0% % within KPPTKona 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 32.1% 51.4% 16.5% 100.0%

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .079 .711 N of Valid Cases 109

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

74

Kelamin * UEKona Crosstabulation UEKona 1.00 2.00 3.00

Total

Kelamin 1 Count 17 28 8 53 Expected Count 21.4 27.7 3.9 53.0 % within Kelamin 32.1% 52.8% 15.1% 100.0% % within UEKona 38.6% 49.1% 100.0% 48.6% % of Total 15.6% 25.7% 7.3% 48.6% 2 Count 27 29 0 56 Expected Count 22.6 29.3 4.1 56.0 % within Kelamin 48.2% 51.8% .0% 100.0% % within UEKona 61.4% 50.9% .0% 51.4% % of Total 24.8% 26.6% .0% 51.4% Total Count 44 57 8 109 Expected Count 44.0 57.0 8.0 109.0 % within Kelamin 40.4% 52.3% 7.3% 100.0% % within UEKona 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 40.4% 52.3% 7.3% 100.0%

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .293 .006 N of Valid Cases 109

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

75

Lampiran 6. Hasil Analisis Khi kuadrat untuk kepemilikan lahan Adalahan * GenKog Crosstabulation GenKog .00 1.00 2.00 3.00

Total

Adalahan Tidak Count 1 4 5 0 10 Expected Count .4 2.5 6.3 .8 10.0 % within Adalahan 10.0% 40.0% 50.0% .0% 100.0% % within GenKog 25.0% 14.8% 7.2% .0% 9.2% % of Total .9% 3.7% 4.6% .0% 9.2% Ya Count 3 23 64 9 99 Expected Count 3.6 24.5 62.7 8.2 99.0 % within Adalahan 3.0% 23.2% 64.6% 9.1% 100.0% % within GenKog 75.0% 85.2% 92.8% 100.0% 90.8% % of Total 2.8% 21.1% 58.7% 8.3% 90.8%Total Count 4 27 69 9 109 Expected Count 4.0 27.0 69.0 9.0 109.0 % within Adalahan 3.7% 24.8% 63.3% 8.3% 100.0% % within GenKog 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 3.7% 24.8% 63.3% 8.3% 100.0%

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .175 .327 N of Valid Cases 109

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

76

Adalahan * MOKog Crosstabulation MOKog .00 1.00 2.00 3.00

Total

Adalahan Tidak Count 2 2 6 0 10 Expected Count .4 1.2 7.8 .6 10.0 % within Adalahan 20.0% 20.0% 60.0% .0% 100.0% % within MOKog 50.0% 15.4% 7.1% .0% 9.2% % of Total 1.8% 1.8% 5.5% .0% 9.2% Ya Count 2 11 79 7 99 Expected Count 3.6 11.8 77.2 6.4 99.0 % within Adalahan 2.0% 11.1% 79.8% 7.1% 100.0% % within MOKog 50.0% 84.6% 92.9% 100.0% 90.8% % of Total 1.8% 10.1% 72.5% 6.4% 90.8%Total Count 4 13 85 7 109 Expected Count 4.0 13.0 85.0 7.0 109.0 % within Adalahan 3.7% 11.9% 78.0% 6.4% 100.0% % within MOKog 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 3.7% 11.9% 78.0% 6.4% 100.0%

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .287 .021 N of Valid Cases 109

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

77

Adalahan * BukuKog Crosstabulation BukuKog .00 1.00 2.00 3.00

Total

Adalahan Tidak Count 2 2 5 1 10 Expected Count .3 .6 7.3 1.7 10.0 % within Adalahan 20.0% 20.0% 50.0% 10.0% 100.0% % within BukuKog 66.7% 28.6% 6.3% 5.3% 9.2% % of Total 1.8% 1.8% 4.6% .9% 9.2% Ya Count 1 5 75 18 99 Expected Count 2.7 6.4 72.7 17.3 99.0 % within Adalahan 1.0% 5.1% 75.8% 18.2% 100.0% % within BukuKog 33.3% 71.4% 93.8% 94.7% 90.8% % of Total .9% 4.6% 68.8% 16.5% 90.8%Total Count 3 7 80 19 109 Expected Count 3.0 7.0 80.0 19.0 109.0 % within Adalahan 2.8% 6.4% 73.4% 17.4% 100.0% % within BukuKog 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 2.8% 6.4% 73.4% 17.4% 100.0%

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .360 .001 N of Valid Cases 109

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

78

Adalahan * KPPTKog Crosstabulation KPPTKog .00 1.00 2.00 3.00

Total

Adalahan Tidak Count 2 4 4 0 10 Expected Count 1.5 3.7 4.7 .2 10.0 % within Adalahan 20.0% 40.0% 40.0% .0% 100.0% % within KPPTKog 12.5% 10.0% 7.8% .0% 9.2% % of Total 1.8% 3.7% 3.7% .0% 9.2% Ya Count 14 36 47 2 99 Expected Count 14.5 36.3 46.3 1.8 99.0 % within Adalahan 14.1% 36.4% 47.5% 2.0% 100.0% % within KPPTKog 87.5% 90.0% 92.2% 100.0% 90.8% % of Total 12.8% 33.0% 43.1% 1.8% 90.8%Total Count 16 40 51 2 109 Expected Count 16.0 40.0 51.0 2.0 109.0 % within Adalahan 14.7% 36.7% 46.8% 1.8% 100.0% % within KPPTKog 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 14.7% 36.7% 46.8% 1.8% 100.0%

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .071 .907 N of Valid Cases 109

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

79

Adalahan * UEKog Crosstabulation UEKog .00 1.00 2.00 3.00

Total

Adalahan Tidak Count 1 4 5 0 10 Expected Count 1.4 5.0 3.5 .1 10.0 % within Adalahan 10.0% 40.0% 50.0% .0% 100.0% % within UEKog 6.7% 7.3% 13.2% .0% 9.2% % of Total .9% 3.7% 4.6% .0% 9.2% Ya Count 14 51 33 1 99 Expected Count 13.6 50.0 34.5 .9 99.0 % within Adalahan 14.1% 51.5% 33.3% 1.0% 100.0% % within UEKog 93.3% 92.7% 86.8% 100.0% 90.8% % of Total 12.8% 46.8% 30.3% .9% 90.8%Total Count 15 55 38 1 109 Expected Count 15.0 55.0 38.0 1.0 109.0 % within Adalahan 13.8% 50.5% 34.9% .9% 100.0% % within UEKog 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 13.8% 50.5% 34.9% .9% 100.0%

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .103 .759 N of Valid Cases 109

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

80

Adalahan * GenAfe Crosstabulation GenAfe 1.00 2.00 3.00

Total

Adalahan Tidak Count 3 7 0 10 Expected Count 1.9 5.7 2.4 10.0 % within Adalahan 30.0% 70.0% .0% 100.0% % within GenAfe 14.3% 11.3% .0% 9.2% % of Total 2.8% 6.4% .0% 9.2% Ya Count 18 55 26 99 Expected Count 19.1 56.3 23.6 99.0 % within Adalahan 18.2% 55.6% 26.3% 100.0% % within GenAfe 85.7% 88.7% 100.0% 90.8% % of Total 16.5% 50.5% 23.9% 90.8% Total Count 21 62 26 109 Expected Count 21.0 62.0 26.0 109.0 % within Adalahan 19.3% 56.9% 23.9% 100.0% % within GenAfe 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 19.3% 56.9% 23.9% 100.0%

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .179 .164 N of Valid Cases 109

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

81

Adalahan * MOafe Crosstabulation MOafe 1.00 2.00 3.00

Total

Adalahan Tidak Count 1 9 0 10 Expected Count .5 6.2 3.3 10.0 % within Adalahan 10.0% 90.0% .0% 100.0% % within MOafe 20.0% 13.2% .0% 9.2% % of Total .9% 8.3% .0% 9.2% Ya Count 4 59 36 99 Expected Count 4.5 61.8 32.7 99.0 % within Adalahan 4.0% 59.6% 36.4% 100.0% % within MOafe 80.0% 86.8% 100.0% 90.8% % of Total 3.7% 54.1% 33.0% 90.8% Total Count 5 68 36 109 Expected Count 5.0 68.0 36.0 109.0 % within Adalahan 4.6% 62.4% 33.0% 100.0% % within MOafe 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 4.6% 62.4% 33.0% 100.0%

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .223 .058 N of Valid Cases 109

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

82

Adalahan * BukuAfe Crosstabulation BukuAfe 1.00 2.00 3.00

Total

Adalahan Tidak Count 1 8 1 10 Expected Count .4 5.6 4.0 10.0 % within Adalahan 10.0% 80.0% 10.0% 100.0% % within BukuAfe 25.0% 13.1% 2.3% 9.2% % of Total .9% 7.3% .9% 9.2% Ya Count 3 53 43 99 Expected Count 3.6 55.4 40.0 99.0 % within Adalahan 3.0% 53.5% 43.4% 100.0% % within BukuAfe 75.0% 86.9% 97.7% 90.8% % of Total 2.8% 48.6% 39.4% 90.8% Total Count 4 61 44 109 Expected Count 4.0 61.0 44.0 109.0 % within Adalahan 3.7% 56.0% 40.4% 100.0% % within BukuAfe 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 3.7% 56.0% 40.4% 100.0%

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .206 .088 N of Valid Cases 109

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

83

Adalahan * KPPTAfe Crosstabulation KPPTAfe 1.00 2.00 3.00

Total

Adalahan Tidak Count 1 9 0 10 Expected Count .4 5.8 3.9 10.0 % within Adalahan 10.0% 90.0% .0% 100.0% % within KPPTAfe 25.0% 14.3% .0% 9.2% % of Total .9% 8.3% .0% 9.2% Ya Count 3 54 42 99 Expected Count 3.6 57.2 38.1 99.0 % within Adalahan 3.0% 54.5% 42.4% 100.0% % within KPPTAfe 75.0% 85.7% 100.0% 90.8% % of Total 2.8% 49.5% 38.5% 90.8% Total Count 4 63 42 109 Expected Count 4.0 63.0 42.0 109.0 % within Adalahan 3.7% 57.8% 38.5% 100.0% % within KPPTAfe 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 3.7% 57.8% 38.5% 100.0%

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .252 .024 N of Valid Cases 109

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

84

Adalahan * UEAfe Crosstabulation UEAfe 1.00 2.00 3.00

Total

Adalahan Tidak Count 1 8 1 10 Expected Count .4 6.4 3.2 10.0 % within Adalahan 10.0% 80.0% 10.0% 100.0% % within UEAfe 25.0% 11.4% 2.9% 9.2% % of Total .9% 7.3% .9% 9.2% Ya Count 3 62 34 99 Expected Count 3.6 63.6 31.8 99.0 % within Adalahan 3.0% 62.6% 34.3% 100.0% % within UEAfe 75.0% 88.6% 97.1% 90.8% % of Total 2.8% 56.9% 31.2% 90.8% Total Count 4 70 35 109 Expected Count 4.0 70.0 35.0 109.0 % within Adalahan 3.7% 64.2% 32.1% 100.0% % within UEAfe 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 3.7% 64.2% 32.1% 100.0%

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .172 .192 N of Valid Cases 109

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

85

Adalahan * GenKona Crosstabulation GenKona 1.00 2.00 3.00

Total

Adalahan Tidak Count 4 6 0 10 Expected Count 2.3 6.0 1.7 10.0 % within Adalahan 40.0% 60.0% .0% 100.0% % within GenKona 16.0% 9.2% .0% 9.2% % of Total 3.7% 5.5% .0% 9.2% Ya Count 21 59 19 99 Expected Count 22.7 59.0 17.3 99.0 % within Adalahan 21.2% 59.6% 19.2% 100.0% % within GenKona 84.0% 90.8% 100.0% 90.8% % of Total 19.3% 54.1% 17.4% 90.8% Total Count 25 65 19 109 Expected Count 25.0 65.0 19.0 109.0 % within Adalahan 22.9% 59.6% 17.4% 100.0% % within GenKona 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 22.9% 59.6% 17.4% 100.0%

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .172 .190 N of Valid Cases 109

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

86

Adalahan * MOKona Crosstabulation MOKona 1.00 2.00 3.00

Total

Adalahan Tidak Count 2 6 2 10 Expected Count 2.5 3.2 4.3 10.0 % within Adalahan 20.0% 60.0% 20.0% 100.0% % within MOKona 7.4% 17.1% 4.3% 9.2% % of Total 1.8% 5.5% 1.8% 9.2% Ya Count 25 29 45 99 Expected Count 24.5 31.8 42.7 99.0 % within Adalahan 25.3% 29.3% 45.5% 100.0% % within MOKona 92.6% 82.9% 95.7% 90.8% % of Total 22.9% 26.6% 41.3% 90.8% Total Count 27 35 47 109 Expected Count 27.0 35.0 47.0 109.0 % within Adalahan 24.8% 32.1% 43.1% 100.0% % within MOKona 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 24.8% 32.1% 43.1% 100.0%

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .191 .127 N of Valid Cases 109

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

87

Adalahan * BukuKona Crosstabulation BukuKona 1.00 2.00 3.00

Total

Adalahan Tidak Count 2 6 2 10 Expected Count 2.1 4.9 3.0 10.0 % within Adalahan 20.0% 60.0% 20.0% 100.0% % within

BukuKona 8.7% 11.3% 6.1% 9.2%

% of Total 1.8% 5.5% 1.8% 9.2% Ya Count 21 47 31 99 Expected Count 20.9 48.1 30.0 99.0 % within Adalahan 21.2% 47.5% 31.3% 100.0% % within

BukuKona 91.3% 88.7% 93.9% 90.8%

% of Total 19.3% 43.1% 28.4% 90.8% Total Count 23 53 33 109 Expected Count 23.0 53.0 33.0 109.0 % within Adalahan 21.1% 48.6% 30.3% 100.0% % within

BukuKona 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 21.1% 48.6% 30.3% 100.0% Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .079 .711 N of Valid Cases 109

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

88

Adalahan * KPPTKona Crosstabulation KPPTKona 1.00 2.00 3.00

Total

Adalahan Tidak Count 3 7 0 10 Expected Count 3.2 5.1 1.7 10.0 % within Adalahan 30.0% 70.0% .0% 100.0% % within

KPPTKona 8.6% 12.5% .0% 9.2%

% of Total 2.8% 6.4% .0% 9.2% Ya Count 32 49 18 99 Expected Count 31.8 50.9 16.3 99.0 % within Adalahan 32.3% 49.5% 18.2% 100.0% % within

KPPTKona 91.4% 87.5% 100.0% 90.8%

% of Total 29.4% 45.0% 16.5% 90.8% Total Count 35 56 18 109 Expected Count 35.0 56.0 18.0 109.0 % within Adalahan 32.1% 51.4% 16.5% 100.0% % within

KPPTKona 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 32.1% 51.4% 16.5% 100.0% Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .152 .276 N of Valid Cases 109

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

89

Adalahan * UEKona Crosstabulation

UEKona 1.00 2.00 3.00

Total

Adalahan Tidak Count 3 7 0 10 Expected Count 4.0 5.2 .7 10.0 % within Adalahan 30.0% 70.0% .0% 100.0% % within UEKona 6.8% 12.3% .0% 9.2% % of Total 2.8% 6.4% .0% 9.2% Ya Count 41 50 8 99 Expected Count 40.0 51.8 7.3 99.0 % within Adalahan 41.4% 50.5% 8.1% 100.0% % within UEKona 93.2% 87.7% 100.0% 90.8% % of Total 37.6% 45.9% 7.3% 90.8%Total Count 44 57 8 109 Expected Count 44.0 57.0 8.0 109.0 % within Adalahan 40.4% 52.3% 7.3% 100.0% % within UEKona 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 40.4% 52.3% 7.3% 100.0%

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient .126 .415 N of Valid Cases 109

a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.