editan efusi pleura

31
EFUSI PLEURA Di susun Oleh kelompok 3: 1. Rofi Sekar Achida Utama 2. Nur Hanifah 3. Widia Wati S 4. Rika Triwulan Sari 5. Nur Arifa Defvita Sari 6. Moh. Imron SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) SURABAYA

Upload: ifa-achmad

Post on 24-Nov-2015

53 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

EFUSI PLEURA

Di susun Oleh kelompok 3:1. Rofi Sekar Achida Utama2. Nur Hanifah3. Widia Wati S4. Rika Triwulan Sari5. Nur Arifa Defvita Sari6. Moh. Imron

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN(STIKES) SURABAYA2012/2013BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar BelakangEfusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan absopsi di kapiler dari pleura viseralis.(Muttaqin, 2008)Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseralis dan pleura parietalis kedua lapisan ini bersatu didaerah hilus arteri dan vena bronkialis serabut saraf dan pembuluh limfe. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesotelial, jaringan ikat, pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening.Menurut WHO (2008), efusi pleura merupakan suatu gejala penyakit yang dapat mengancam jiwa penderitanya. Secara geografis penyakit ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Di negara-negara industri, diperkirakan terdapat 320 kasus efusi pleura per 100.000 orang. Amerika serikat melaporkan 1,3 juta orang setiap tahunnya menderita efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif dan pneumonia bakteri.Menurut Depkes RI ( 2006 ), kasus efusi pleura mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi saluran napas lainnya. Tingginya angka kejadian efusi pleura disebabkan keterlambatan penderita untuk memeriksakan kesehatan sejak dini dan angka kematian akibat efusi pleura masih sering ditemukan faktor resiko terjadinya efusi pleura karena lingkungan yang tidak bersih, 2 sanitasi yang kurang, lingkungan yang padat penduduk, kondisi sosial ekonomi yang menurun, serta sarana dan prasarana kesehatan yang kurang dan kurangnya masyarakat tentang pengetahuan kesehatan. Di Indonesia, tuberkolosis paru adalah penyebab utama efusi pleura, disusul oleh keganasan. Distribusi berdasarkan jenis kelamin, efusi pleura di dapatkan lebih banyak pada wanita dari pada pria. Efusi pleura yang disebabkan oleh tuberkolosis paru lebih banyak dijumpai pada pria dari pada wanita. Umur terbanyak untuk efusi pleura karena tuberkolosis adalah 21-30 tahun (30,26%).Di Jawa Tengah, didapatkan data bahwa efusi pleura menduduki peringkat kedua setelah TB paru dengan jumlah kasus yang datang sebanyak 364 orang dan angka mortalitasnya mencapai 26 orang. Sedangkan tahun 1999 menduduki peringkat ke lima dengan angka mortalitasnya mencapai 31 orang dan prosentase 8,0% dari 387 kasus efusi pleura yang ada, sementara tahun 2000 mencapai 7,65% dari 366 kasus efusi pleura dan menduduki peringkat kedua setelah TB paru atau angka mortalitasnya mencapai 38 orang. Berdasarkan hasil dokumentasi keperawatan, khususnya di ruang umar Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang selama 3 bulan terakhir (Februari April 2012) didapatkan pasien yang dirawat dengan Efusi Pleura sebanyak 4 kasus.Efusi pleura tuberkulosis sering ditemukan di negara berkembang termasuk di Indonesia meskipun diagnosis pasti sulit ditegakkan. Efusi pleura timbul sebagai akibat dari suatu penyakit, sebab itu hendaknya dicari penyebabnya. Dengan sarana yang ada, sangat sulit untuk menegakkan diagnosis efusi pleura tuberkulosis sehingga sering timbul anggapan bahwa 3 penderita tuberkulosis paru yang disertai dengan efusi pleura, efusi pleuranya dianggap efusi pleura tuberkulosis, sebaliknya penderita bukan tuberkulosis paru yang menderita efusi pleura, efusi pleuranya dianggap bukan disebabkan tuberkulosis.Masalah kesehatan dengan gangguan system pernafasan masih menduduki peringkat yang tinggi sebagai penyebab utama morbidilitas dan mortalitas. Efusi pleura adalah salah satu kelainan yang mengganggu system pernafasan. Efusi pleura sendiri sebenarnya bukanlah diagnosa dari suatu penyakit melainkan hanya lebih merupakan simtoms / komplikasi dari suatu penyakit. (Sarwono, 1999)Efusi menunjukkan tanda dan gejala yaitu sesak nafas, bunyi pekak atau datar pada saat perkusi di atas area yang berisi cairan, bunyi nafas minimal atau tak terdengar dan pergeseran trakheal menjauhi tempat yang sakit. Efusi ringan dispneu bisa tidak terjadi (Baughman, 2000).Peran perawat disini adalah untuk menjaga agar infeksi sekunder tidak terjadi lagi, dan masalah-masalah yang timbul pada pasien dengan efusi pleura dapat dicegah dengan cara melakukan preventif misalnya mengurangi merokok dan mengurangi minum minuman beralkohol, kuratif misalnya dilakukan pengobatan ke rumah sakit dan melakukan pemasangan WSD bila diperlukan, rehabilitatif misalnya melakukan pengecekan kembali kondisi klien ke rumah sakit atau tenaga kesehatan. Berdasarkan hal tersebut diatas maka disusunlah karya tulis ini yang lebih lanjut akan menguraikan pengelolaan dan asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura.

1.2. Rumusan Masalah1. Apa yang di maksud dengan Efusi Pleura?2. Bagaimana Etiologi dari Efusi Pleura?3. Bagiamana Patofisoilogi pada Efusi Pleura?4. Bagaimana proses asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura?1.3. TujuanTujuan UmumPenulis mampu memahami asuhan keperawatan dengan efusi pleura.

Tujuan KhususDalam penulisan karya tulis ilmiah ini, diharapkan penulis mampu :a. Mengidentifikasi diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien efusi pleura.b. Mengidentifikasi alternatif pemecahan diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien dengan efusi pleura.c. Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat yang ditemukan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi pleura.

BAB IIKONSEP TEORI

A. Konsep Teori2.1. Definisi Efusi Pleura merupakan akumulasi cairan secara berlebihan dalam ruang pleura, jumlah cairan masuk ke dalam ruang pleura lebih banyak dari jumlah cairan yang keluar, yang menunjukkan adanya ketidak seimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura. (Dr. Soetomo,2010) Anatomi dan FisiologiDari segi anatomis, permukaan rongga pleura berbatasan dengan paru sehingga cairan pleura mudah bergerak dari satu rongga ke rongga lainnya. Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong di antara kedua pleura, karena biasanya hanya terdapat sekitar 10-20 cc cairan yang merupakan lapisan tipis serosa yang selalu bergerak teratur. Setiap saat, jumlah cairan dalam rongga pleura bias menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan kedua pleura. Jika terjadi, maka kelebihan tersebut akan di pompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari rongga pleura ke mediastinum. Permukaan superior diafragma dan permukaan lateral pleura parietalis, memerlukan adanya keseimbangan antara produksi cairan pleura oleh pleura parietalis dan dan absorpsi oleh pleura viseralis. Oleh karena itu, rongga pleura tersebut sebagai ruangan potensial, karena ruang ini normalnya begitu sempit, sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas. (Porcel JM, 2006)

2.2. EtiologiBerdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi 3, yaitu (Muttaqin, Arif : 2012) : 1. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri), sindrom nefrotik, asites (oleh karena sirosis hepatis), sindrom vena cava superior, tumor, dan sindrom meigs.1. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark paru, radiasi, dan penyakit kolagen1. Efusi hemoragi dapat di sebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru, dan tuberculosis.1. Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura berupa transudate atau eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidak seimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura viseralis

1.

Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, efusi pleura dibagi menjadi 2, yaitu :1. Unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya1. Bilateral ditemukan pada penyakit kegagalan jantung kongestif, sindrom nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus sistemis, dan TB

2.3. PatofisiologiNormalnya hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura. Jumlah cairan di rongga pleura tetap, kareana adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cmH2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun (misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat aa proses peradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung) dan tekanan negative intrapleura apabila terjadi atelectasis paru. (Muttaqin, Arif : 2012) Efusi pleura berarti terjadi penumpukan sejumlah besar cairan bebas dalam cavum pleura. Kemungkinan proses akumulasi cairan di rongga pleura terjadi akibat beberapa proses yang meliputi :1. Adanya hambatan drainase limfatik dari rongga pleura1. Gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan kedalam rongga pleura1. Menurunnya tekanan osmotik koloid plasma juga memungkinkan terjadinya transudasi cairan yang berlebihan1. Adanya proses infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura dapat menyebabkan pecahnya membrane kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat

TB Paru pneumoniaGagal jantung kiri, gagal ginjal, gagal fungsi hatiKarsinoma mediastinum, karsinoma paruAtelaktasis hipoalbumonia, inflamasiPeningkatan tekanan hidrostatik di pembuluh darahPeningkatan permeabilitas kapiler paruTekanan osmotic koloid menurun, tekanan negative intrapleura, peningkatan permeabilitas kapilerKetidakseimbangan jumlah cairan dengan absorpsi yang bias dilakukan pleura viseralAkumulasi/ penimbunan cairan di kavum pleuraGangguan ventilasi (pengembangan paru tidak normal), gangguandifusi, distribusi, dan transportasi oksigenSistem pernapasanSistem saraf pusatSistem pernapasanRespons psikososialPa O2 menurun, PCO2 meningkat, sesak napas, peningkatan produksi secret, penurunan imunitaspola napas tidak efektif, jalan napas tidak efektif, resiko terpapar infeksiPenurunan suplai oksigen ke otakHipoksia serebralPusing, disorientasirisiko gangguan perfusi serebralEfek hiperfentilasiKetidakseimbangan nutrisi,nyeri lambung, gangguan eliminasi alviProduksi asam lambung meningkat, peristaltic menurunMual, nyeri lambung, kontipasiPenurunan suplai oksigen ke jaringanPeningkatan metabolism anaerobPeningkatan produksi asam laktatkelemahan fisik umumIntoleransi aktivitasSesak napas, tindahan invasifKoping tidak efektifkecemasan

Sistem muskuloskeletal

Infeksi pada tuberculosis paru disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang masuk melalui saluran pernapasan menuju alveoli, sehingga terjadilah infeksi primer. Dari infeksi preimer ini, akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfangitis regional).Peradarangan pada saluraan getah bening akan mempengaruhi permebilitas membran. Permibilitas membrane akan meningkat dan akhirnya menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan terjadinya efusi pleura akibat dari tuberculosis paru malalui focus subpleura yang robek atau malalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga diakibatkan dari robeknya perkijuan kearah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga atau kolumna vertebralis.Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberculosis paru adalah eksudat yang berisi protein dan terdapat pada cairan pleura akibat kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini biasanya serosa namun kadang-kadang bisa juga hemarogi.

Normalnya hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura. Jumlah cairan di rongga pleura tetap karena adanya tekanan hidrostatis pleura parientalis sebesar 9 cmH2O.

2.4. Manifestasi KlinikEfusi pleura dapat bermanifestasi asimptomasis hingga efusi menumpuk yang memicu dispneu dan ortopneu.Gejala respiratori akibat cairan dalam ruangpleura meliputi batuk, sesak, dan dispneu. Nyeri pleuritik yang tajam dapat terjadi saat inspirasi maupun batuk akibat ada peredangan pleura parietal. Seiring dengan bertambahnya efusi dan terpisahnya membrane pleura, nyeri pleuritik menjadi tumpul dan kemudian menghilang. ( Dr.Soetomo, 2010)

2.5. PX PenunjangPemeriksaan diagnostikPemeriksaan radiologiPada fluroskopi maupun fotothoraks PA cairan yang kurang dari 300 cc tidak bisa terlihat. Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukan kostrofenikus. Pada efusi pleura subpulmonal, meski pun cairan pleura lebih dari 300 cc, frenicocostalis tampak tumpul dan diafragma kelihatan meninggi. Untuk memastikannya, perludilakukan dengan fotothoraks lateral darisisi yang sakit ( lateral dekubitus ). Foto ini akan memberikan hasil yang memuaskan bila cairan pleura sedikit. Pemeriksaan radiologi foto thoraks juga diperlukan sebagai monitor atas intervensi yang telah diberikan dimana keadaan kaluhan klinis membaik dapat lebih dipastikan dengan penunjang pemeriksaan foto thoraks. (Muttaqin, Arif : 2012) Biopsy pleura Biopsy ini berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura melalui biopsy jalur perkutaneus. Biopsy ini dilakukan untuk mengetahui adanya sel-sel ganas atau kuman-kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosadan tumor pleura).Pengukuran fungsi paru( spitometri ) Penurunan kapasitas vital, peningkatan rasio udara residual kekapasitas total paru, dan penyakit pleural tuberculosis kronik tahap lanjut.HasilKemungkinan Penyebab/Penyakit

Leukosit 25.000(mm3)Empiema

Banyak Neutrofil Pneumonia, infrak paru, pancreatitis, dan TB paru.

Banyak LimfositTuberculosis, Limfoma, dan keganasan.

Eosinofil meningkatEmbilu paru, polyathritis nodosa, parasit dan jamur.

Eritrosit Menggalami peningkatan 1000-10.000/mm3, cairan tampak hemarogis, dan sering dijumpai pada penderita pancreatitis atau pneumonia. Bila eritrosit >100.000 mm3 menunjukkan adanya infrak paru, trauma dada dan keganasan.

Misotel banyakJika terdapat misotel kecurigaan TB bisa disingkirkan.

Sitologi Hanya 50-60% kasus-kasus keganasan dapat ditemukkan keberadaan sel ganas. Sisanya kurang lebih terdeteksi karena akumulasi cairan pleura lewat mekanisme obstriksi, preamonitas, atau atelektasis.

Pemeriksaan laboratoriumPemeriksaan laboratorium yang spesifik adalah dengan memeriksa cairan pleura agar dapat menunjang intervensi lanjutan.Analisis cairan pleura dapat dinilai untuk mendeteksi kemungkinan penyebab dariefusi pleura. Pemeriksaan cairan pleura hasil thorako sintesis secara makroskopis biasanya dapat berupa cairan hermoragi, eksudat, dan transudate (dapat dilihat pada gambar 4-5 ).1. Haemorrhagic pleural effusion, biasanya terjadi pada klien dengan adanya keganasan paru atau akibat infark paru terutama disebabkan oleh tuberculosis. 2. Yellow exudate pleural effusion, terutama terjadi pada keadaan gagal jantung kongestif, sindrom nefrotik, hipoalbu minemia, dan pericarditis konstriktif.3. Clear transudate pleural effusion, sering terjadi pada klien dengan keganasan ekstrapulmoner.

2.6 . Komplikasi1. FibrotoraksEfusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat padajaringan-jaringanyang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan (dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-membran pleura tersebut. (Muttaqin, Arif : 2012)

2. AtalektasisAtalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.3. Fibrosis paruFibrosisparumerupakan keadaan patologis dimana terdapatjaringanikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibatcaraperbaikanjaringansebagai kelanjutan suatuprosespenyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantianjaringanparu yang terserang denganjaringanfibrosis.4. Kolaps ParuPada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru.

2.7. Penatalaksanaan MedisPengelolaan efusi pleura ditujukan untuk pengobatan penykit dasar dan pengosongan cairan( thorak osentesis ). Indikasi untuk melakukan thorak osenstesis adalah (Muttaqin, Arif : 2012): 1. Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam rongga pleura.1. Bila tarapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal. 1. Bila terjadi reakumulasi cairan.Pengambilan pertama cairan pleura, tidak boleh lebih dari 1000cc, karena pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan edema paru yang ditandai dengan batuk dan sesak.Kerugian thorako sentesis adalah :1. Dapat menyebabkan kehilangan protein yang berada dalam cairan pleura.1. Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura1. Dapat terjadi pneumothoraks.

B. Asuhan Keperawatan

2.8. PengkajianAnamnesisIdentitas klien yang harus diketahui perawat meliput nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan, pekerjaan klien, dan asuransi kesehatan.Keluhan utama merupakan factor utama yang mendorang klien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada klein efusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak napas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritis akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokalisasi terutama pada saat batuk dan bernapas serta batuk nonproduktif.Riwayat Penyakit Saat Ini Klien dengan efusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya keluhan seperti batuk, sesak napas, nyeri pleuritis, rasa berat pada dada, dan berat badan menurun. Perlu juga ditanyakan sejak kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.Riwayat Penyakit DahuluPerlu dinyatakan pula, apakah klien pernah menderita penyakit seperti TB paru, pneumonia, gagal jantung, trauma, asites, dan sebagainya. Hal ini perlu diketahui untuk melihat ada tindakanya kemungkinan factor predisposisi.Riwayat Penyakit KeluargaPerlu dinyatakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang mungkin dapat menyebabkan efusi pleura seperti kanker paru, asma, TB, paru dan sebagainya.Pengkajian PsikososialPengkajian psikososial meliputi apa yang dirasakan klien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya, serta bagaiman prilaku klien terhadap tindakan yang dilakukan kepada dirinya.

Klien dengan efusi pleura biasanya akan mengalami keluhan batuk, sesak napas, nyeri pleuritis, rasa berat pada dada, dan berat badan menurun.

2.9. Pemeriksaan FisikB1 (Brithing)InspeksiPeningkatan usaha dan frekuensi pernapasan yang disertai pengggunan otot bantu pernapasa. Gerakan pernapasan ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris (cembung pada sisi yang sakit). Pengkajian batuk yang produktif dengan sputum purulen.PalpasiPendorongan mediastinum kea rah hemithoraks kontralater yang diketahui dari posisi trachea dan ictus cordis. Taktil fremitis menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah cairannya >300cc. di samping itu, pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.PerkusiSuara perkusi redup hingga pakak tergantung dari jumlah cairannya.AuskultasiSuara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit. Pada posisi duduk, cairan semakin ke atas semakin tipis.

B2 ( Blood ) Pada saat dilakukannya inspeksi, perlu diperhatikan letak ictus cardis normal yang berada pada ICS 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1cm. pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidakknya pergeseran jantung.Palpasi dilakukan untuk menghitung frekuensi jantung ( heart rate ) dan harus memperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung. Selain itu, perlu juga memeriksa adanya thrill, yaitu getaran ictus cordis. Tindakan perkusi di lakukan untuk menentukan batas jantung daerah mana yang terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan apakah terjadi pergeseran jantung karena pendorongan cairan efusi pleura. Auskultasi dilakukan untuk menentukan bunyi jantung 1 dan 2 tunggal atau gellop dan adakah bunyi jantung 3 yang merupakan gejala payah jantung, serta adakah murmur yang menunjukan adanya peningkatan arus turbulensi darah.B3 (Brain )Pada saat dilakukannya inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji, setelah sebelumnya diperlukan pemeriksaan GCS untuk menentukan apakah klien berada dalam keadaan compos mentis, somnolen, atau koma. Selain itu fungsi-fungsi sensorik juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, dan pengecapan.B4 ( Bladder )Pengukuran volume output urine dilakukan dalam hubungannya dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria, karena itu merupakan tanda awal syok.B5 ( Bowel ) Pada saat inspeksi, hal yang perlu diperhatikan adalah apakah abdomen membuncit atau datar, tepi buncit menonjol atau tidak, unbilikus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu diinspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa. Pada klien biasanya didapatkan indikasi mual dan muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan.

B6 ( Bone ) Hal yang perlu diperhatikan adalah adakah edema peritibial, feel pada kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer, serta dengan pemeriksaan capillary refill time. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kekutan otot untuk kemudian dibandingkan antara bagian kiri dan kanan. (Muttaqin, Arif : 2012)

2.10. WOCInfeksipenghambatan drainase limfattekanan osmotic koloid plasmaPeradangan permukaan pleuraTekanan kapiler paru meningkatTransudasi cairan intrafaskuler Permiabilitas vasculerTekanan hidrostatikEdema Transudasi Cavum pleura EFUSI PLEURAPenumpukn cairan dalam rongga pleuraEksparsi paru menurunSesak nafasPola nafas tidak efektifNyeri dadaGangguan pola tidurNafsu makanGangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi

2.11. Diagnosis keperawatan

1. Ketidak efektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.1. Ketidak efektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi mucus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema tracheal/faringel1. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru dan kerusakan membrane alveolar kapiler.1. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan peningkatan metabolism tubuh dan penurunan nafsu makan akibat sesak napas sekunder terhadapa penekanan struktur abdomen.1. Gangguan ADL (Activity Daily Living) yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum dan keletihan sekunder akibat adanya sesak napas.1. Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernapas).1. Gangguan pola tidur da istirahat yang berhubungan dengan batuk yang menetap dan sesak napas serta perubahan suasana lingkungan.1. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.

Rencana IntervensiKetidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura

Tujuan:Dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan intervensi klien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal

Kriteria evaluasi: Irama, frekuensi, dan kedalaman pernapasan dalam batas normal, pada pemeriksaan rontgen thoraks tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, dan bunyi napas terdengar jelas.

Rencana IntervensiRasiolnal

Identifikasi factor penyebabDengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menetukan jenis efusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat

Kaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman pernapasan, serta melaporkan setiap perubahan yang terjadi Dengan mengkaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman pernapsan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi klien.

Baringkan klien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur di tinggikan 60-900 atau miringkan kea rah sisi yang sakitPenurunan difragma dapat memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bias maksimal. Miring kea arah sisi yang sakit dapat menghindari efek penekanan grafitasi cairan sehingga ekspansi dapan maksimal.

Observasi tanda-tanda vital (nadi dan pernapasan)Peningkatan frekuensi napas dan takikardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.

Lakukan uaskultasi suara napas tiap 2-4 jamAuskultasi dapat menentukan kelainan suara napas pada bagian paru.

Bantu dan ajarkan klien untuk batuk dan napas dalam yang efektifMenekan daerah yang nyeri ketika batuk Atau napas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.

Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian o2 dan obat-obatan serta foto thoraks.Pemberian o2 dapat menurunkan beban pernapasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hipoksia. Dengan foto thoraks, dapat di monitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.

Kolaborasi umtuk tindakan thorakosentesisTindakan thorakosentesis atau fungsi pleura bertujuan untuk menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam rongga pleura.

Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi mucus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema tracheal/faringeal.

Tujuan: dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan intervensi, bersihan jalan napas kembali efektif.

Kriteria evaluasi: Klien mampu melakukan batuk efektif. Pernapasan klien normal (16-20 x/menit) tanpa ada penggunaan obat bantu napas. Bunyi napas normal, Rh -/- dan pergerakan pernapasan normal.

Rencana intervensirasional

Kaji fungsi pernafasan (bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman, dan penggunaan otot bantu napas).Penurunan bunyi napas menunjukan atelectasis, ronkhi menunjukkan akumulasi secret dan ketidakefektifan pengeluaran sekresi yang selanjutnya dapat menimbulkan penggunaan otot bantu napas dan peningkatan kerja pernapasan.

Kaji kemampuan mengeluarkan sekresi, catat karakter dan volume spuktum.Pengeluaran akan sulit bila secret sangat kental (efek infeksi dan hidrasi yang tidak adekuat).

Berikan posisi semifowler/fowler tinggi dan bantu klien latihan napas dalam dan batuk efektifPosisi fowler maksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya bernapas. Ventilasi maksimal membuka area atelectasis dan meningkatkan gerakan secret ke dalam jalan napas besar untuk di keluarkan.

Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan.Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan secret dan mengefektifkan pembersihan jalan napas.

Bersihkan secret dari mulut dan trachea. Bila perlu lakukan pengisapan (suction).Mencegah obstruksi dan aspirasi. Pengisapan di perukan bila klien tidak mampu meneluarkan secret. Eliminasi lender dengan suction sebaiknya dilakukan dalam jangka waktu kurang dari 10 menit, dengan pengawasan efek samping suction

Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi:Obat antibioticPengobatan antibiotic yang ideal adalah dengan adanya dasar dari tes uji resistensi kuman terhadap jenis antibiotic sehingga lebih mudah mengobati pnemonia

Agen mukolitikAgen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan secret paru untuk memudahkan pembersihan.

Bronkodilator: jenis aminofilin via intravenaBronkodilator meningkatkan diameter lumen percabangan trakheobronkhial sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran udara.

KortikosteroidKortikosteroid berguna pada hipoksemia dengan keterlibatan luas dan bila reaksi inflamasi mengancam kehidupan.

BAB IIIPENUTUP

3.1. KesimpulanPleura terletak dibagian terluar dari paru-paru dan mengelilingi paru. Pleura disusun oleh jaringan ikat fibrosa yang didalamnya terdapat banyak kapiler limfadan kapiler darah serta serat saraf kecil. Pleura disusun juga oleh sel-sel (terutamafibroblast dan makrofag).Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan absopsi di kapiler dari pleura viseralis.Kemungkinan proses akumulasi cairan di rongga pleura terjadi akibat beberapa proses yang meliputi :1) Adanya hambatan drainase limfatik dari rongga pleura2) Gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan kedalam rongga pleura3) Menurunnya tekanan osmotik koloid plasma juga memungkinkan terjadinya transudasi cairan yang berlebihan4) Adanya proses infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura dapat menyebabkan pecahnya membrane kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat3.2. SaranDi harapkan kepada mahasiswa mampu memahami isi dari makalah ini dan diharapkan kepada mahasiswa tidak merasa puas dengan adanya makalah ini akan tetapi mahasiswa berusaha untuk mengkaji kembali tentang Gangguan Efusi Pleura dan memunculkan inisiatif untuk mencari sumber lain sehingga menambah body of knowledge dalam asuhan keperawatan.

DAFTAR PUSTAKABaughman C Diane, Keperawatan medical bedah, Jakrta, EGC, 2000.Doenges E Mailyn, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta, EGC. 1999Hudak,Carolyn M. Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol.1, Jakarta.EGC. 1997Purnawan J. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Ed2. Media Aesculapius. FKUI.1982.Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit, Ed4. Jakarta. EGC. 1995.Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and Suddarths, Ed8. Vol.1, Jakarta, EGC, 2002.