edit miniriset2
DESCRIPTION
minrisTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional telah mewujudkan
hasil yang positif diberbagai bidang yaitu kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup,
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama dibidang kesehatan khususnya kedokteran
dan keperawatan, sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan penduduk serta meningkatkan
usia harapan hidup.
Di seluruh dunia ± 500 juta lanjut usia (lansia) dengan umur rata-rata 60 tahun dan
diperkirakan pada tahun 2015 akan mencapai 1,2 milyar.sedangkan menurut Badan kesehatan
dunai (WHO) penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2020 medatang akan mencapai 11.34 %
atau 28,8 juta jiwa, sednag balita tinggal 6,9 %.hal tersebut menyebabkan jumlah penduduk
lansia akan menjadi penduduk terbesar di dunia.
Bertambahnya lansia di Indonesia sebagai dampak keberhasilan pembangunan,
menyebabkan meningkatnya permasalahan pada kelompok lansia yang perjalanan hidupnya
secara alami akan mengalami masa tua dengan segala keterbatasannya terutama dalam masalah
kesehatan. Hal tersebut diperkuat lagi dengan kenyataan, bahwa kelompok lansia lebih banyak
menderita penyakit yang menyebabkan ketidakmampuan dibandingkan dengan orang yang lebih
muda. Keadaan tersebut masih ditambah lagi bahwa lansia biasanya menderita berbagai macam
gangguan fisiologi yang bersifat kronik, juga secara biologik, psikis, sosial ekonomi, akan
mengalami kemunduran
Dengan bertambahnya umur, fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat proses
degeneratif (penuaan) sehingga penyakit tidak menular banyak muncul pada usia lanjut. Selain
itu masalah degeneratif menurunkan daya tahan tubuh sehingga rentan terkena infeksi penyakit
menular. Penyakit tidak menular pada lansia di antaranya hipertensi, stroke, diabetes mellitus
dan radang sendi atau rematik. Berdasarkan laporan rumah sakit melalui Sistem Informasi
Rumah Sakit (SIRS) tahun 2010 (rumah sakit yang mengirim laporan untuk rawat jalan (RL2B)
adalah 41,05% dari total jumlah RS yang teregistrasi dalam SIRS), 10 peringkat terbesar
1
penyakit penyebab rawat jalan dari seluruh penyakit rawat jalan pada kelompok usia 45-64 tahun
dan 65+ tahun yang paling tingggi adalah hipertensi esensial sedang sebab sakit lainnya hampir
sama kecuali pada kelompok umur 45 -64 tahun terdapat gangguan refraksi, penyakit kulit dan
pulpa sedangkan pada kelompok umur >65 tahun terdapat katarak, penunjang sarana kesehatan
dan penyakit jantung iskemik lainnya.
Oleh karena itu, kesehatan lansia perlu mendapat perhatian khusus dengan tetap
memelihara dan meningkatkan agar selama mungkin bisa hidup secara produktif sesuai
kemampuannya. Pada lansia pekerjaan yang memerlukan tenaga sudah tidak cocok lagi, lansia
harus beralih pada pekerjaan yang lebih banyak menggunakan otak dari pada otot, kemampuan
melakukan aktifitas sehari-hari (Activity Daily Living/ ADL) juga sudah mengalami penurunan.
Aktifitas sehari-hari yang harus dilakukan oleh lansia ada lima macam diantaranya
makan, mandi, berpakaian, mobilitas dan toileting. Untuk memenuhi kebutuhan lansia
diperlukan pengetahuan atau kognitif dan sikap yang dapat mempengaruhi perilaku lansia dalam
kemandirian pemenuhan kebutuhan ADL. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, semakin tinggi pengetahuan seseorang
semakin baik kemampuannya terutama kemampuannya dalam pemenuhan kebutuhan ADL.
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus
atau objek sehingga orang bisa menerima, merespon, menghargai, bertanggung jawab dalam
memenuhi kebutuhan ADL. Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk
terwujudnya perilaku perlu faktor lain antara yaitu fasilitas atau sarana dan prasarana. Perilaku
merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku
itu terbentuk di dalam diri seseorang dari dua faktor utama yakni faktor dari luar diri seseorang
(faktor eksternal) dan faktor dari dalam diri seseorang yang bersangkutan (faktor internal). Oleh
karena itu perilaku manusia sangat bersifat kompleks yang saling mempengaruhi dan
menghasilkan bentuk perilaku pemenuhan kebutuhan ADL pada lansia.
Pada saat ini lansia kurang sekali mendapatkan perhatian serius ditengah keluarga dan
masyarakat terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan aktifitas sehari-hari/ ADL. Hal ini
disebabkan karena lansia mempunyai keterbatasan waktu, dana, tenaga dan kemampuan untuk
merawat diri. sedangkan keluarga tidak mampu untuk membantu lansia.Untuk itu diperlukan
2
gambaran untuk membantu masyarakat memahami kebutuhan aktivitas sehari-hari lansia pada
penderita hipertensi dan penyakit penyerta untuk membantu meningkatkan kemandirian mereka.
Tabel 1. Prevalensi Hipertensi Menurut Provinsi di Indonesia, Riskesdas 2007
Keterangan : PU1: prevalensi berdasarkan pengukuran dan termasuk kasus yang sedang minum obat hipertensi
PU2: prevalensi berdasarkan pengukuran, tanpa kasus yang sedang minum obat hipertensi
PD/O: prevalensi berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan dan/atau minum obat hipertensi
Cakupan Nakes: proporsi kasus hipertensi yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan dan/atau
minum obat hipertensi
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka perumusan masalah pada
penelitian ini adalah “bagaimana tingkat kemandirian lansia dengan hipertensi disertai penyakit
penyerta dalam melakukan aktivitas fisik sehari-hari di wilayah kerja puskesmas
Kembangbahu?”
3
C. TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui gambaran kemandirian aktivitas kehidupan sehari-hari lansia dengan
hipertensi disertai penyakit penyerta di wilayah kerja puskesmas Kembangbahu.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Instasi Puskesmas dan Dinas Kesehatan
Sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam upaya program peningkatan kualitas
kesehatan dan kemandirian pemenuhan kebutuhan sehari-hari lansia dengan hipertensi yang
berada pada wilayah Puskesmas Kembangbahu.
2. Bagi Masyarakat
Sebagai dasar pengetahuan dan pemikiran serta menjadi informasi dalam memahami
kemandirian pemenuhan kebutuhan sehari-hari lansia dengan hipertensi.
3. Bagi Peneliti lain
Menambah pengetahuan dan pengalaman khusus dalam melakukan penelitian terhadap
pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap kemandirian pemenuhan kebutuhan
sehari-hari lansia dengan hipertensi.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. LANJUT USIA
a. Definisi
Lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai umur 60 tahun keatas karena
adanya proses penuaan berakibat menimbulkan berbagai masalah kesejahteraan di hari tua,
kecuali bila umur tersebut atau proses menua itu terjadi lebih awal dilihat dari kondisi fisik,
mental dan sosial (Mangoenprasodjo, 2005).
Menurut World Health Organization (WHO) (1988) pengelompokkan lansia terdiri dari:
1. Young-old : umur 60-69 tahun
2. Middle-age old : umur 70-79 tahun
3. Old-old : umur 80-89 tahun
4. Very old_old : umur >90 tahun
Menurut Undang-undang Kesehatan No. 23 tahun 1992, manusia lansia adalah seseorang
yang usianya 60 tahun keatas dan mengalami perubahan fisik, kejiwaan dan sosial. Perubahan ini
memberikan pengaruh kepada seluruh aspek kehidupan termasuk kesehatan.
b. Aspek Pelayanan Lansia
Boedhi Darmojo (2004) menyatakan bahwa menjadi tua bukanlah suatu penyakit atau sakit,
tetapi merupakan suatu proses perubahan dimana kepekaan bertambah atau batas kemampuan
adaptasi menjadi berkurang yang sering dikenal dengan geriatric giant yaitu lansia akan
mengalami tigabelas i. Tigabelas i tersebut yaitu immobility, instability (falls), intelectual
impairment (dementia), isolation (depression), incontinence, impotence, immuno-deficiency,
infection, inanition (malnutrition), impaction (constipation), iatrogenesis, insomnia, dan
impairment (penglihatan, pendengaran, perasa, penciuman, komunikasi, convalesense, skin
integrity).
Penyakit yang diderita lansia kebanyakan bersifat endogenik, multipel, kronik, bergejala
atipik, dan menyebabkan lebih rentan terhadap komplikasi lain. Status kesehatan pada lansia
5
yang banyak dikeluhakan atau umum diderita adalah penyakit rematik, hipertensi, penyakit
jantung, penyakit paru, diabetes, patah tulang, stroke, TBC paru, dan kanker (Darmojo, 2004)
Terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan pada lansia, yaitu:
a. Aspek Fisik Biologis (Wardhona, 2003)
Terjadi perubahan dan penurunan fungsi-fungsi tubuh, seperti :
1. Sistem penglihatan ditandai dengan menurunnya lapangan pandangan dan daya adaptasi
terhadap kegelapan.
2. Sistem pendengaran ditandai dengan hilangnya kemampuan atau daya pendengaran pada
telinga dalam terutama terhadap bunyi suara, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-
kata.
3. Sistem respirasi, paru-paru kehilangan elastisitas, oksigen pada arteri menjadi 75 mmHg,
otot pernafasan menjadi kaku.
4. Sistem persyarafan ditandai dengan lambat dalam respon untuk bereaksi, misalnya ada
stres.
5. Sistem kardiovaskuler kurangnya elastisitas pembuluh darah dan menurunnya
kemampuan jantung untuk memompakan darah.
6. Sistem gastrointestinal seperti kehilangan gigi dan indra pengecap menurun
kemampuannya.
7. Sistem endokrin dimana produksi hampir semua hormon menurun
8. Sistem kulit ditandai kulit menjadi keriput, kuku menjadi keras dan rapuh.
9. Sistem muskuloskletal, tulang kehilangan cairan dan semakin rapuh atropi otot
menyebabkan gerakan jadi lambat.
10.Sistem genitalia berupa mengalami klimaterik seperti berhentinya haid (Menopause) pada
wanita dan penurunan kesuburan pada pria (Andropause).
Menurut Mangoenprasodjo (2005), gangguan fungsi seksual yang sering terjadi di usia tua
adalah disfungsi ereksi (impotensia) pada pria dan dispareunia pada wanita. Faktor penting yang
menghambat fungsi seksual pria lansia adalah kejenuhan seksual, hilangnya daya tarikpada
pasangan, beban mental karena masalah keluarga, dan perasaan gagal melakukan hubungan
seksual.
b. Aspek Psikologi
6
Jika proses penyesuaian diri dengan lingkungan kurang berhasil maka timbul masalah.
Hurlock (1980) menyatakan bahwa penyesuaian diri yang tidak baik dari lansia adalah minat
sempit terhadap kejadian dilingkungannya, penarikan diri kedalam dunia fantasinya,
kekhawatiran terus menerus, selalu mengingat ingat kembali masa lalu, kurang adanya dorongan
sehingga produktivitas menurun, rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang
baik.
c. Aspek Spritual
Nugroho menyatakan pada waktu kematian agama merupakan faktor yang sangat penting
disaat seperti inilah kehadiran seorang konseling perlu untuk memberikan rasa percaya dan
melapangkan dada para lansia. Bila ada rasa bersalah yang dialami lansia perlu juga untuk
memanggil para pemuka agama yang kiranya dapat mendengar keluh-keluhannya maupun
pengetahuannya.
B. KONSEP ADL (ACTIVITY DAILY LIVING)
a. Pengertian ADL
ADL adalah kegiatan melakukan pekerjaan rutin sehari-hari. ADL merupakan aktivitas
pokok pokok bagi perawatan diri. ADL meliputi antara lain : ke toilet, makan, berpakaian
(berdandan), mandi, dan berpindah tempat. Sedangkan menurut Brunner & Suddarth (2002)
ADL adalah aktifitas perawatan diri yang harus pasien lakukan setiap hari untuk memenuhi
kebutuhan dan tuntutan hidup sehari-hari.
Menurut Sugiarto (2005) ADL adalah ketrampilan dasar dan tugas okupasional yang harus
dimiliki seseorang untuk merawat dirinya secara mandiri yang dikerjakan seseorang sehari-
harinya dengan tujuan untuk memenuhi/berhubungan dengan perannya sebagai pribadi dalam
keluarga dan masyarakat. Istilah ADL mencakup perawatan diri (seperti berpakaian, makan &
minum, toileting, mandi, berhias, juga menyiapkan makanan, memakai telfon, menulis,
mengelola uang dan sebagainya) dan mobilitas (seperti berguling di tempat tidur, bangun dan
duduk, transfer/bergeser dari tempat tidur ke kursi atau dari satu tempat ke tempat lain).
7
b. Prinsip-Prinsip ADL
Prinsip pokok ADL adalah aktivitas dan kreativitas, yang di dalam kegiatan tersebut terdapat
kombinasi antara pengetahuan teori dan praktek. ADL dapat menberikan kemungkinan kepada
anak untuk mengekspresikan daya ciptanya, sehingga dengan demikian nilai yang terkandung
dalam ADL memberikan bekal terhadap kegunaan dan faedah di dalam kehidupan anak secara
menyeluruh yang akhirnya diharapkan dapat menciptakan manusia yang bertanggung jawab.
c. Jenis-Jenis ADL
1) ADL dasar
Sering disebut ADL saja, yaitu ketrampilan dasar yang harus dimiliki seseorang untuk
merawat dirinya meliputi berpakaian, makan & minum, toileting, mandi, berhias. Ada juga yang
memasukkan kontinensi buang air besar dan buang air kecil dalam kategori ADL dasar ini.
Dalam kepustakaan lain juga disertakan kemampuan mobilitas.
2) ADL instrumental
Merupakan ADL yang berhubungan dengan penggunaan alat atau benda penunjang
kehidupan sehari-hari seperti menyiapkan makanan, menggunakan telefon, menulis, mengetik,
mengelola uang kertas ADL dasar, sering disebut ADL saja, yaitu ketrampilan dasar yang harus
dimiliki seseorang untuk merawat dirinya meliputi berpakaian, makan & minum, toileting,
mandi, berhias. Ada juga yang memasukkan kontinensi buang air besar dan buang air kecil
dalam kategori ADL dasar ini. Dalam kepustakaan lain juga disertakan kemampuan mobilitas.
3) ADL vokasional
Merupakan ADL yang berhubungan dengan pekerjaan atau kegiatan sekolah.
4) ADL non vokasional
Merupakan ADL yang bersifat rekreasional, hobi, dan mengisi waktu luang.
8
d. Cara Pengukuran ADL
Pengkajian ADL penting untuk mengetahui tingkat ketergantungan atau besarnya bantuan
yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.Pengukuran kemandirian ADL akan lebih mudah
dinilai dan dievaluasi secara kuantitatif denagn sistem skor yang sudah banyak dikemukakan
oleh berbagai penulis ADL dasar, sering disebut ADL saja, yaitu ketrampilan dasar yang harus
dimiliki seseorang untuk merawat dirinya meliputi berpakaian, makan & minum, toileting,
mandi, berhias. Ada juga yang memasukkan kontinensi buang air besar dan buang air kecil
dalam kategori ADL dasar ini. Dalam kepustakaan lain juga disertakan kemampuan mobilitas .
Tabel 3. Beberapa Indeks Kemandirian ADL
Skala Deskripsi dan jenis
skala
Kehandalan,
kesahihan dan
sensitivitas
Waktu dan
pelaksanaan
Komentar
Indeks barthel Skala ordinal
dengan skor 0(total
dependent)-
100(total
independent) : 10
item :makan,
mandi, berhias,
berpakaian, kontrol
kandung
kencing,dan
kontrol anus,
toileting, transfer
kursi/tempat tidur,
mobilitas dan naik
tangga.
Sangat handal &
sangat sahih, dan
cukup sensitif.
<10 menit,sangat
ssuai untuk
skrining, penilaian
formal, pemantauan
& pemeliharaan
terapi.
Skala ADL yang
sudah diterima secara
luas, kehandalan dan
kesahihan sangat baik.
Indeks Katz Penilaian dikotomi
dengan urutan
dependensi yang
hierarkis : mandi,
Kehandalan &
kesahihan cukup;
kisaran ADL sangat
< 10 menit, sangat
sesuai untuk
skrining, penilaian
formal, pemantauan
Skala ADL yang sudah
diterima secara luas,
kehandalan dan
kesahihan cukup,
9
berpakaian,
toileting, transfer,
kontinensi, dan
makan. Penilaian
dari A (mandiri
pada keenam item)
sampai G
(dependent pada
keenam item).
terbatas (6 item) & pemeliharaan
terapi.
menilai keterampilan
dasar, tetapi tidak
menilai berjalan &
naik tangga
FIM (Functional
Independence
Measure)
Skala ordinal
dengan 18 item, 7
level dengan skor
berkisar antara 18-
126; area yang
dievaluasi;
perawatan diri,
kontrol stingfer,
transfer, lokomosi,
komunikasi, dan
kognitif sosial.
Kehandalan &
kesahihan baik,
sensitif dan dapat
mendeteksi
perubahan kecil
dengan 7 level.
< 20 menit, sangat
sesuai untuk
skrining, penilaian
formal, pemantauan
& pemeliharaan
terapi serta evaluasi
program.
Skala ADL yang sudah
diterima secara luas.
Pelatihan untuk
petugas pengisi lebih
lama karena item
banyak.
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa indeks barthel handal, sahih, dan cukup sensitif,
pelaksanaannya mudah, cepat (dalam waktu kurang dari 10 menit), dari pengamatan langsung
atau dari catatan medik penderita, lingkupnya cukup mewakili ADL dasar dan mobilitas ADL
dasar, sering disebut ADL saja, yaitu keterampilan dasar yang harus dimiliki seseorang untuk
merawat dirinya meliputi berpakaian, makan & minum, toileting, mandi, berhias. Ada juga yang
memasukkan kontinensi buang air besar dan buang air kecil dalam kategori ADL dasar ini.
Dalam kepustakaan lain juga disertakan kemampuan mobilitas.
e. Indeks Barthel (IB)
Indeks Barthel mengukur kemandirian fungsional dalam hal perawatan diri dan mobilitas.
Mao dkk mengungkapkan bahwa IB dapat digunakan sebagai kriteria dalam menilai kemampuan
fungsional bagi pasien-pasien yang mengalami gangguan keseimbangan, terutama pada pasien
pasca stroke.10
Tabel 4. Indeks Barthel
No Item yang dinilai Dibantu Mandiri
1 Makan (bila makan harus
dipotong-potong dulu,
dibantu)
5 10
2 Transfer dari kursi roda
ke tempat tidur dan
kembali (termasuk duduk
di bed)
5 – 10 15
3 Higieni personal (cuci
muka, menyisir, bercukur
jenggot, gosok gigi)
0 5
4 Naik dan turun kloset /
WC (melepas/memakai
pakaian, cawik,
menyiram WC)
5 10
5 Mandi 0 5
6 Berjalan di permukaan
datar (atau bila tidak
dapat berjalan, dapat
mengayuh kursi roda
sendiri)
10
0
15
5
7 Naik dan turun tangga 5 10
8 Berpakaian (termasuk
memakai tali sepatu,
menutup resleting)
5 10
9 Mengontrol anus 5 10
10 Mengontrol kandung
kemih
5 10
11
IB tidak mengukur ADL instrumental, komunikasi dan psikososial. Item-item dalam IB
dimaksudkan untuk menunjukkan tingkat pelayanan keperawatan yang dibutuhkan oleh pasien.
IB merupakan skala yang diambil dari catatan medik penderita, pengamatan langsung atau
dicatat sendiri oleh pasien. Dapat dikerjakan dalam waktu kurang dari 10 menit (Sugiarto,2005).
IB versi 10 item terdiri dari 10 item dan mempunyai skor keseluruhan yang berkisar antara 0-
100, dengan kelipatan 5, skor yang lebih besar menunjukkan lebih mandiri.
Tabel 5. Penilaian Skor IB
Penulis Interpretasi
Shah dkk 0 – 20 dependen total
21 – 60 dependen berat
61 – 90 dependen sedang
91 – 99 dependen ringan
100 independen / mandiri
Lazar dkk 10-19 Dependen Perawatan
20-59 Perawatan diri, dibantu
60-79 Kursi roda, dibantu
80-89 Kursi roda, independen/mandiri
90-99 Ambulatori, dibantu
100 Independen/Mandiri
Granger 0-20 Dependen Total
21-40 Dependen Berat
41-60 Dependen Sedang
61-90 Dependen Ringan
91-100 Mandiri
12
IB sudah dikenal secara luas, memiliki kehadalan dan kesahian yang tinggi. Shah
melaporkan koefisien konsisten internal alfa 0,87 sampai 0,92 yang menunjukkan kehandalan
intra dan inter-rater yang sangat baik. Wartski dan Green menguji 41 pasien dengan interval 3
minggu, ternyata hasilnya sangat konsisten. Ada 35 pasien yang skornya turun 10 poin. Collin
dkk meneliti konsistensi laporan sendiri dan laporan perawat, didasarkan pengamatan klinis,
pemeriksaaan dari perawat dan pemeriksaan dari fisioterapis. Ternyata koefisien konkordasi
(kesesuaian) dari Kendall menunjukkan angka 0,93 yang berarti pengamatan berulang dari orang
yang berbeda akan menghasilkan kesesuaian yang sangat memadai.
Wade melaporkan kesahian IB yang dibuktikan dengan angka korelasi 0,73 dan 0,77 dengan
kemampuan motorik dari 976 pasien stroke. Kesahihan prediktif IB juga terbukti baik. Pada
penelitian dengan stroke, persentase meninggal dalam 6 bulan masuk rumah sakit turun secara
bermakna bila skor IB tinggi saat masuk rumah sakit. Intepretasi yang paling banyak digunakan
adalah menurut Shah dkk karena telah dikenal luas dan cukup rinci untuk mengetahui tingkat
kemandirian seseorang dalam melakukan ADL.
f. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi ADL.
ADL terdiri dari aspek motorik yaitu kombinasi gerakan volunter yang terkoordinasi dan
aspek propioseptif sebagai umpan balik gerakan yang dilakukan.
ADL dasar dipengaruhi oleh :
1. ROM sendi
2. Kekuatan otot
3. Tonus otot
4. Propioseptif
5. Persepti visual
6. Kognitif
7. Koordinasi
13
8. Keseimbangan
Menurut Hadiwynoto (2005) faktor yang mempengaruhi penurunan Activities Daily Living
adalah:
1) Kondisi fisik misalnya penyakit menahun, gangguan mata dan telinga
2) Kapasitas mental
3) Status mental seperti kesedihan dan depresi
4) Penerimaan terhadap fungsinya anggota tubuh
5) Dukungan anggota keluarga
C. HIPERTENSI
a. Definisi
Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri
yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi, yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke
jaringan tubuh yang membutuhkan. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa
gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya risiko
terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal dan merupakan
penyebab utama gagal jantung kronis. Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka.
angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih
rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi(diastolik). Dikatakan tekanan darah tinggi jika
pada saat duduk tekanan sistolik mencapai 140 mmhg atau lebih, atau tekanan diastolik
mencapai 90 mmhg atau lebih, atau keduanya. Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi
kenaikan tekanan sistolik dan diastolik.
Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmhg atau lebih, tetapi
tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal.
Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir
setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah, tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80
tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang
secara perlahan atau bahkan menurun drastis. Hipertensi maligna adalah hipertensi yang sangat 14
parah, yang bila tidak diobati, akan menimbulkan kematian dalam waktu 3-6 bulan. Hipertensi
ini jarang terjadi, hanya 1 dari setiap 200 penderita hipertensi.
Menurut WHO, tekanan darah dianggap normal adalah bila kurang dari 135/85 mmHg
sedangkan dikatakan hipertensi bila lebih dari 140/90 mmHg, dan diantara nilai tersebut
dikatakan normal tinggi. Angka yang lebih tinggi menunjukkan fase darah yang sedang
dipompa jantung (sistolik) sedang nilai yang lebih rendah menunjukkan fase darah yang kembali
ke dalam jantung (diastolik).
Suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang
mengakibatkan peningkatan angka (morbiditas) & angka kematian (mortalitas). Tekanan yang
abnormal tinggi pada pembuluh darah menyebabkan meningkatnya risiko terhadap stroke, gagal
jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal.
b. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi menurut WHO, yaitu:
Normal : 120 mmHg - 130 mmHg / 85 mmHg - 95 mmHg
Normal tinggi : 130 - 139 mmHg / 85 – 89 mmHg
Stadium1 (Hipertensi ringan) : 140-59mHg / 90-99mmHg
Stadium2 (Hipertensi sedang): 160-179mmHg / 100-109mmHg
Stadium3 (Hipertensi berat) : 180-209mmHg / 110-119mmHg
Stadium4 (Hipertensi maligna): 210 mmHg atau lebih / 120 mmHg atau lebih
Tabel 6. Klasifikasi tekanan darah pada usia > 18 tahun ( JNC VII, 2003 )
KlasifikasiTekanan sistolik
( mmHg )
Tekanan diastolik
( mmHg )
Normal <120 < 80
Pre Hipertensi 120 – 139 80 – 89
Stadium I 140 – 159 90 - 99
Stadium II 160 100
15
Sumber: JAMA, May, 21, 2003 – Vol. 289, No. 19
c. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis
penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di
hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I.
Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin
II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH
diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas
dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar
tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan
dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume
cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara
mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan
cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume
dan tekanan darah.
Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:
Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap
detiknya
Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat
mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah
pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya
dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding
arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan
16
darah juga meningkat pada saat terjadi "vasokonstriksi", yaitu jika arteri kecil (arteriola)
untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal
ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah
garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan
darah juga meningkat.
Sebaliknya, jika:
Aktivitas memompa jantung berkurang
Arteri mengalami pelebaran
Banyak cairan keluar dari sirkulasi
Maka tekanan darah akan menurun atau menjadi lebih kecil. Penyesuaian terhadap faktor-
faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan di dalam fungsi ginjal dan sistem saraf otonom
(bagian dari sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi tubuh secara otomatis).
Perubahan fungsi ginjal
Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara:
Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air, yang akan
menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekanan darah ke normal.
Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga
volume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke normal.
Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut
renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensin, yang selanjutnya akan memicu
pelepasan hormon aldosteron.
Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah; karena itu berbagai
penyakit dan kelainan pada ginjal bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi. Misalnya
17
penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan
hipertensi. Peradangan dan cedera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan
naiknya tekanan darah.
Sistem saraf otonom
Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf otonom, yang untuk sementara
waktu akan:
meningkatkan tekanan darah selama respon fight-or-flight (reaksi fisik tubuh terhadap
ancaman dari luar)
meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut jantung; juga mempersempit sebagian besar
arteriola, tetapi memperlebar arteriola di daerah tertentu (misalnya otot rangka, yang
memerlukan pasokan darah yang lebih banyak)
mengurangi pembuangan air dan garam oleh ginjal, sehingga akan meningkatkan volume
darah dalam tubuh
melepaskan hormon epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin), yang
merangsang jantung dan pembuluh darah.
d. Manifestasi Klinis
Hipertensi diduga dapat berkembang menjadi masalah kesehatan yang lebih serius dan
bahkan dapat menyebabkan kematian. Seringkali hipertensi disebut sebagai silent killer karena
dua hal, yaitu:
• Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak memiliki gejala khusus.
Gejala ringan seperti pusing, gelisah, mimisan, dan sakit kepala biasanya jarang
berhubungan langsung dengan hipertensi. Hipertensi dapat diketahui dengan mengukur
tekanan darah secara teratur.
18
• Penderita hipertensi, apabila tidak ditangani dengan baik, akan mempunyai risiko besar
untuk meninggal karena komplikasi kardiovaskular seperti stroke, serangan jantung, gagal
jantung, dan gagal ginjal
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara tidak
sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah
tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari
hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita
hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:
o Sakit kepala
o Jantung berdebar-debar
o Kelelahan
o Mual
o Muntah
o Sesak nafas
o Telinga berdenging
o Gelisah
o Pandangann jadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan
ginjal.
o Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena
terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan
penanganan segera.
19
d. Penyebab Hipertensi
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :
1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum diketahui penyebabnya
(terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi).
2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat dari adanya penyakit
lain.
Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab; beberapa perubahan pada
jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan
darah. Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada sekitar 5-10%
penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya
adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB). Penyebab hipertensi
lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang
menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin (noradrenalin).
1) Hipertensi primer atau esensial disebabkan karena:
Keturunan
Jika seseorang memiliki orang-tua atau saudara yang memiliki tekanan darah tinggi,
maka kemungkinan ia menderita tekanan darah tinggi lebih besar. Statistik menunjukkan
bahwa masalah tekanan darah tinggi lebih tinggi pada kembar identik daripada yang
kembar tidak identik. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa ada bukti gen yang
diturunkan untuk masalah tekanan darah tinggi.
Usia
Penelitian menunjukkan bahwa seraya usia seseorang bertambah, tekanan darah pun akan
meningkat. Anda tidak dapat mengharapkan bahwa tekanan darah Anda saat muda akan
sama ketika Anda bertambah tua. Namun Anda dapat mengendalikan agar jangan
melewati batas atas yang normal.
Garam
20
Garam dapat meningkatkan tekanan darah dengan cepat pada beberapa orang, khususnya
bagi penderita diabetes, penderita hipertensi ringan, orang dengan usia tua, dan mereka
yang berkulit hitam.
Kolesterol
Kandungan lemak yang berlebih dalam darah Anda, dapat menyebabkan timbunan
kolesterol pada dinding pembuluh darah. Hal ini dapat membuat pembuluh darah
menyempit dan akibatnya tekanan darah akan meningkat.
Obesitas / Kegemukan
Orang yang memiliki berat badan di atas 30 persen berat badan ideal, memiliki
kemungkinan lebih besar menderita tekanan darah tinggi.
Stres
Stres dan kondisi emosi yang tidak stabil juga dapat memicu tekanan darah tinggi.
Rokok
Merokok juga dapat meningkatkan tekanan darah menjadi tinggi. Kebiasan merokok
dapat meningkatkan risiko diabetes, serangan jantung dan stroke. Karena itu, kebiasaan
merokok yang terus dilanjutkan ketika memiliki tekanan darah tinggi, merupakan
kombinasi yang sangat berbahaya yang akan memicu penyakit-penyakit yang berkaitan
dengan jantung dan darah.
Kafein
Kafein yang terdapat pada kopi, teh maupun minuman cola bisa menyebabkan
peningkatan tekanan darah.
Alkohol
21
Konsumsi alkohol secara berlebihan juga menyebabkan tekanan darah tinggi.
Kurang Olahraga
Kurang olahraga dan bergerak bisa menyebabkan tekanan darah dalam tubuh meningkat.
Olahraga teratur mampu menurunkan tekanan darah tinggi Anda namun jangan
melakukan olahraga yang berat jika Anda menderita tekanan darah tinggi. Kandungan
lemak yang berlebih dalam darah Anda, dapat menyebabkan timbunan kolesterol pada
dinding pembuluh darah. Hal ini dapat membuat pembuluh darah menyempit dan
akibatnya tekanan darah akan meningkat. Kendalikan kolesterol Anda sedini mungkin.
2) Hipertensi sekunder disebabkan karena:
Penyakit Ginjal
Stenosis arteri renalis
Pielonefritis
Glomerulonefritis
Tumor-tumor ginjal
Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
Kelainan Hormonal
Hiperaldosteronisme
Sindroma Cushing
Feokromositoma
Obat-obatan
22
Pil KB
Kortikosteroid
Siklosporin
Eritropoietin
Kokain
Penyalahgunaan alkohol
Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)
Penyebab Lainnya
a. Koartasio aorta
b. Preeklamsi pada kehamilan
c. Porfiria intermiten akut
d. Keracunan timbal akut.
f. Komplikasi
Komplikasi hipertensi menurut Sustrani (2006) adalah:
a. Penyakit jantung koroner dan arteri
Ketika usia bertambah lanjut, seluruh pembuluh darah di tubuh akan semakin
mengeras,terutama di jantung, otak dan ginjal. Hipertensi sering diasosiasikan dengan kondisi
arteri yang mengeras .
b. Payah jantung
23
Payah jantung (Congestive heart failure) adalah kondisi dimana jantung tidak mampu lagi
memompa darah yang dibutuhkan tubuh. Kondisi ini terjadi karena kerusakan otot jantung atau
sistem listrik jantung.
c. Stroke
Hipertensi adalah faktor penyebab utama terjadinya stroke, karena tekanan darah yang
terlalu tinggi dapat menyebabkan pembuluh darah yang sudah lemah menjadi pecah. Bila hal ini
terjadi pada pembuluh darah di otak, maka terjadi perdarahan otak yang dapat berakibat
kematian. Stroke juga dapat terjadi akibat sumbatan dari gumpalan darah yang macet di
pembuluh yang sudah menyempit.
d. Kerusakan pada ginjal
Hipertensi dapat menyempitkan dan menebalkan aliran darah yang menuju ginjal, yang
berfungsi sebagai penyaring kotoran tubuh. Dengan adanya gangguan tersebut, ginjal menyaring
lebih sedikit cairan dan membuangnya kembali ke darah. Gagal ginjal dapat terjadi dan
diperlukan cangkok ginjal baru.
e. Gangguan pada mata
Hipertensi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di mata, sehingga mengakibatkan
mata menjadi kabur atau kebutaan.
g. Penanganan/Terapi
Prinsip penatalaksanaan:
1. Menurunkan tekanan darah sampai normal, atau sampai level paling rendah yang masih dapat
di toleransi penderita.
2. Meningkatkan kemungkinan kwalitas dan harapan hidup penderita.
3. Mencegah komplikasi yang mungkin timbul dan menormalkan kembali seoptimal mungkin
komplikasi yang sudah terjadi.
Penatalaksanaan Umum
Adalah usaha untuk mengurangi faktor risiko terjadinya peningkatan tekanan darah yaitu
penatalakasanaan tanpa obat-obatan, yang menurut beberapa ahli sama pentingnya dengan
24
penatalaksanaan farmakologik, bahkan mempunyai beberapa keuntungan, terutama pada
pengobatan hipertensi ringan.Beberapa hal yang bias dilakukan adalah:
1. Diet rendah garam : dengan mengurangi konsumsi garam dari 10 gram/hari menjadi 5
gram/hari. Disamping bermanfaat menurunkan tekanan darah, diet rendah garam juga
berfungsi untuk mengurangi risiko hipokalemi yang timbul pada pengobatan dengan
diuretik.
2. Diet rendah lemak telah terbukti pula bisa menurunkan tekanan darah.
3. Berhenti merokok dan berhenti mengkonsumsi alkohol telah dibuktikan dalam banyak
penelitian bisa menurunkan tekanan darah.
4. Menurunkan berat badan : setiap penurunan 1 kg berat badan akan menurunkan tekanan
darah sekitar 1,5 – 2,5 mmHg.
5. Olah raga teratur : berguna untuk membakar timbunan lemak dan menurunkan berat badan,
menurunkan tekanan perifer dan menimbulkan perasaan santai, yang kesemuanya berakibat
kepada penurunan tekanan darah.
6. Relaksasi dan rekreasi serta cukup istirahat sangat berguna untuk mengurangi atau
menghilangkan stres, yang pada gilirannya bisa menurunkan tekanan darah.
Medikamentosa
1. Golongan Diuretika.
Hidroklorotiasid 25mg (HCT)
- Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang
- Dosis: 1-2 x 25-50 mg.
- Efeksamping:hipokalemi,hiponatremi,hiperurikalemi,hiperkolesterolemi,
hiperglikemi, kelemahan atau kram otot, muntah dan disines.
- Kontra indikasi : DM, Gout Artritis, riwayat alergi (Sindrom Steven Johnson)
- Catatan: Terapi hipertensi pada usia lanjut dengan HCT lebih banyak efek
sampingnya daripada efektifitasnya. Untuk menghindari efek hipokalemi maka
diberikan asupan Kalium 1 x 500 mg, atau memperbanyak makan pisang.
Furosemid 40 mg
- Indikasi : hipertensi ringan sampai berat.
- Dosis:1-2 x 40-80 mg.
25
- Efek samping : sama dengan HCT.
- Kontraindikasi: DM, gout artritis, riwayat alergi (Sindrom Steven Johnson).
2. Golongan Inhibitor Simpatik (Beta Blocker)
Propranolol 40 mg
- Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang
- Dosis : 3 x 40- 160 mg.
- Efek samping : depresi, insomnia, mimpi buruk, pusing, mual, diare, obstipasi,
bronkospasme, kram otot dan bradikardi serta gagal jantung.
- Kontra indikasi : DM, gagal jantung, asma, depresi.
3. Golongan Blok Ganglion
Klonidin 0,15 mg
- Indikasi : hipertensi sedang sampai berat.
- Dosis : 2-3 x 0,15-1,2 mg
- Efek samping : mulut kering, kelelahan, mengantuk, bradikardi, impotensi,
gangguan hati dan depresi.
- Kontraindikasi : hepatitis akut, sirosis hepatis, depresi.
Reserpin 0,25 mg dan 0,1 mg.
- Indikasi : hipertensi sedang sampai berat.
- Dosis : 1 - 2 x 0, 1 - 0,25 mg
- Efek samping : bradikardi, eksaserbasi asma, diare, penambahan berat badan,
mimpi buruk, depresi.
- Kontra indikasi : asma, depresi.
4. Golongan Penghambat Enzim Konversi Angiotensin (ACE I)
Captopril 25 mg
- Indikasi : hipertensi ringan sampai berat
- Dosis : dosis awal 2-3 x 12,5-25 mg, bila setelah 1-2 minggu belum ada respon
dosis dinaikkan 2-3 x 50mg.
Captopril harus diberikan 1 jam sebelum makan.
26
- Efeksamping : pruritus, retensi kalium ringan, proteinuri, gagal ginjal,
neutropeni dan agranulositosis, mual dan muntah, gangguan pengecap,
parestesia, bronkospame, limfadenopati dan batuk-batuk.
- Kontra indikasi : asma
5. Golongan Kalsium Antagonis
Diltiazem 30 mg
- Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang.
- Dosis : 3 - 4 x 30 mg
- Efek samping : Bradikardi, dizziness, sakit kepala, mual, muntah, diare,
konstipasi, udem ekstremitas bawah, shoulder and elbow pain.
- Kontra indikasi : Sick sinus Syndrome, AV Block.
Nifedipin 10 mg
- Indikasi: hipertensi ringan sampai berat.
- Dosis : 3 x 10 - 20mg
- Efek samping : sama dengan diltiazem.
- Kontraindikasi : sama dengan diltiazem.
6. Tapering off dan dosis pemeliharaan
Adalah penghentian terapi hipertensi dengan mengurangi dosis secara perlahan. Hal ini
ditujukan untuk menghindari efek “rebound fenomena”, yaitu peningkatan kembali tekanan
darah setelah penghentian terapi obat-obatan secara mendadak. Penurunan dosis disesuaikan
dengan penurunan tekanan darah.
D. OSTEOARTRITIS
a. Epidemiologi
Osteoartritis merupakan penyakit sendi pada orang dewasa yang paling umum di dunia. Felson (2008) melaporkan bahwa satu dari tiga orang dewasa memiliki tanda-tanda radiologis terhadap OA. OA pada lutut merupakan tipe OA yang paling umum dijumpai pada orang dewasa. Penelitian epidemiologi dari Joern et al (2010) menemukan bahwa orang dewasa dengan kelompok umur 60-64 tahun sebanyak 22% . Pada pria dengan kelompok umur yang sama, dijumpai 23% menderita OA. pada lutut kanan, sementara 16,3% sisanya didapati menderita OA pada lutut kiri. Berbeda halnya pada wanita yang
27
terdistribusi merata, dengan insiden OA pada lutut kanan sebanyak 24,2% dan pada lutut kiri sebanyak 24,7%.
b. Patogenesis Osteoartritis
Terjadinya OA tidak lepas dari banyak persendian yang ada di dalam tubuh manusia. Sebanyak 230 sendi menghubungkan 206 tulang yang memungkinkan terjadinya gesekan. Untuk melindungi tulang dari gesekan, di dalam tubuh ada tulang rawan. Namun karena berbagai faktor risiko yang ada, maka terjadi erosi pada tulang rawan dan berkurangnya cairan pada sendi. Tulang rawan sendiri berfungsi untuk meredam getar antar tulang. Tulang rawan terdiri atas jaringan lunak kolagen yang berfungsi untuk menguatkan sendi, proteoglikan yang membuat jaringan tersebut elastis dan air (70% bagian) yang menjadi bantalan, pelumas dan pemberi nutrisi. Kondrosit adalah sel yang tugasnya membentuk proteoglikan dan kolagen pada rawan sendi. Osteoartritis terjadi akibat kondrosit gagal mensintesis matriks yang berkualitas dan memelihara keseimbangan antara degradasi dan sintesis matriks ekstraseluler, termasuk produksi kolagen tipe I, III, VI dan X yang berlebihan dan sintesis proteoglikan yang pendek. Hal tersebut menyebabkan terjadi perubahan pada diameter dan orientasi dari serat kolagen yang mengubah biomekanik dari tulang rawan, sehingga tulang rawan sendi kehilangan sifat kompresibilitasnya yang unik.
Selain kondrosit, sinoviosit juga berperan pada patogenesis OA, terutama setelah terjadi sinovitis, yang menyebabkan nyeri dan perasaan tidak nyaman. Sinoviosit yang mengalami peradangan akan menghasilkan Matrix Metalloproteinases (MMPs) dan berbagai sitokin yang akan dilepaskan ke dalam rongga sendi dan merusak matriks rawan sendi serta mengaktifkan kondrosit. Pada akhirnya tulang subkondral juga akan ikut berperan, dimana osteoblas akan terangsang dan menghasilkan enzim proteolitik.
c.Faktor risiko
faktor risiko OA antara lain:
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Ras
4. Genetik
5. Life style : merokok, kurang konsumsi vitamin D
6. Faktor metabolik: obesitas, osteoporosis, penyakit lain
d. Kriteria diagnosis osteoarthritis:
1. Nyeri sendi yang bertambah perlahan dalam jangka waktu yang lama.
28
2. Hambatan gerakan sendi bertambah sejalan dengan bertambanya nyeri
3. Kaku sendi terjadi kurang dari 30 menit.
4. Rasa gemertak pada sendi yang sakit (krepitasi).
5. Terjadi pembesaran sendi (deformitas) secara perlahan
6. Perubahan gaya berjalan.
Pasien dikatakan positif osteoartritis bila mengalami nyeri sendi dengan minimal 3 dari 6 kriteria tersebut di atas.
e. Terapi:Terapi non farmakologis:
• Edukasi • Terapi fisik dan rehabilitasi • Diet
Terapi farmakologis:• Analgesik non-opiat • Analgesik opiat • OAINS• Condroprotektif(DMAODs)• Steroid intra-artikular
Terapi bedah:• Malaligment, deformitas lutu Valgus-varus • Arthroscopic debridement dan join lavage • Osteotomi • Artoplasti sendi total.
D. KERANGKA KONSEP
29
Kriteria inklusi
Penderita hipertensi ADL
Kecemasan
Kognisi
Kriteria eksklusi
Usia 60 – 69 th
Usia 70 - 79 th
Usia > 79 th
Dependen
Independen
Keterangan:
: Diteliti
: Tidak Diteliti
Hipotesis
Terdapat hubungan antara usia penderita hipertensi dengan Activity Daily Living.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian termasuk penelitian observasional analitik dengan menggunakan rancangan
cross sectional dengan pengukuran variabel yang dilakukan satu saat hanya satu kali dengan cara
melihat dan mengobservasi hubungan antara variabel bebas (tingkat kemandirian) dengan
variabel tergantung (hipertensi) pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Kembangbahu.
B. LOKASI DAN WAKTU
Penelitian ini dilakukan di poli lansia Puskesmas Kembangbahu. Penelitian ini dilaksanakan
pada tanggal 29 September – 3 Oktober 2015..
C. SUBYEK PENELITIAN
1. Populasi
Semua pasien lansia di Puskesmas Kembangbahu
30
2. Sampel
Sampel yang didapatkan dalam penelitian ini adalah 30 responden.
D. KRITERIA PENELITIAN
1. Kriteria inklusi
a. Pasien lansia Puskesmas Kembangbahu
b. Usia > 60 tahun
c. Bersedia menjadi responden dalam penelitian
2. Kriteria eksklusi
a. Bukan pasien lansia Puskesmas Kembangbahu
b. Menderita demensia
c. Tidak sehat secara mental
d. Tidak bersedia menjadi responden
E. VARIABEL PENELITIAN
1. Variabel Tergantung (dependent) : Hipertensi pada lansia
2. Variabel bebas (independent) : Tingkat kemandirian
F. DEFINISI OPERASIONALVariabel Definisi Cara Ukur Alat Hasil Ukur Skala
ukur
Lansia Menurut World
Health Organization
Health (WHO) Lanjut
usia adlaah seseorang
yang telah memasuki
usia 60 tahun keatas
Kuesioner Kuesioner
Pertanyaan
Young-old : 60-69 tahunMiddle-age old : 70-79 tahunOld-old : 80-89 tahunVery old_old : >90 tahun
Rasio
Hipertensi Tekanan darah tinggi
(hipertensi) adalah
suatu peningkatan
tekanan darah di
dalam arteri yang
Tensimeter Spignomano
meter
Normal: <120 / <80
Prehipertensi: 120 – 139 /
80 – 89
Stadium I: 140 – 159 / 90
– 99
Ordinal
31
mengakibatkan suplai
oksigen dan nutrisi,
yang dibawa oleh
darah terhambat
sampai ke jaringan
tubuh yang
membutuhkan
Stadium II: 160 / 100
Kemandiria
n Lansia
a. Kemampuan
yang dimiliki
responden untuk
melakukan
aktivitas sehari-
hari tanpa bantuan
da hanya
memerlukan
kemampuan tubuh
yang berfungsi
sederhana
Kuesioner ADL
(Activity of
Daily
Living)
Tingkat kemandirian:
Mandiri : 20
Ketergantungan ringan :
12-19
Ketergantungan sedang :
9-11
Ketergantungan berat : 5-
8
Ketergantungan total : 0-4
Ordinal
G. INSTRUMEN PENELITIAN
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah :
1. Tensimeter
2. Kuesioner ADL
H. PROSEDUR PENGUMPULAN DATA
Penelitian ini akan dilakukan dalam beberapa tahap, meliputi :
1. Tahap Persiapan
a. Menetapkan permasalahan
b. Memilih lahan penelitian
c. Melakukan studi kepustakaan tentang hal yang berkaitan dengan penelitian
d. Permohonan ijin penelitian
2. Tahap pelaksanaan
32
a. Mendapatkan informant consent dari responden
b. Melakukan pengumpulan data
3. Tahap akhir
a. Pengolahan data dan analisa data
b. Penyusunan laporan penelitian
c. Penyajian hasil penelitian
I. ANALISIS DATA
Analisis data dilakukan melalui tahap penyuntingan, memasukan data, dan melakukan
analistik statistik. Untuk menganalisa data hasil penelitian digunakan tabel distribusi frekuensi
dengan uji statistik chi-square pada program SPSS.
J. ETIKA PENELITIAN
Sebelum melaksanakan kegiatan penelitian terlebih dahulu meminta izin kepada dokter
pembimbing puskesmas dan persetujuan dari para subjek penelitian. Selanjutnya memberikan
penjelasan langsung kepada para subjek penelitian tentang maksud, tujuan, dan cara
pengambilan data, yang mana semua data dan informasi yang diberikan akan dijaga
kerahasiaanya dan tidak akan disebarluaskan baik melalui media elektronik maupun media cetak
yang dapat diketahui masyarakat. Kemudian memberikan kuesioner untuk diisi oleh responden
sekaligus sebagai permintaan izin kepada responden.
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan September - Oktober 2015. Pengambilan data
dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada responden di wilayah kerja Puskesmas
Kembangbahu.
1. Karakteristik Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah setiap pasien lansia dengan hipertensi
yang berada di Puskesmas Kembangbahu yang berjumlah 30 orang .
Tabel 1. Karakteristik Responden
No Karakteristik Frekuensi Persentase1. Jenis Kelamin
a. Laki – laki 12 40,0%b. Perempuan 18 60,0%
2. Usiaa. 60 – 69 tahun 15 50,0%b. 70 – 79 tahun 10 33,3%c. > 79 tahun 5 16,7%
3. Pendidikan Terakhira. Tidak Tamat SD 13 43,3%b. Tamat SD 2 6,7%c. Tamat SMP 5 16,7%d. Tamat SMA 7 23,3%
e. D3 3 10,0%
34
Tabel 1 menunjukkan bahwa karakterisitk subjek penelitian mayoritas berjenis
kelamin perempuan yaitu 18 orang (60,0), mayoritas umur adalah di antara 60-69 tahun
(young-old), yaitu terdapat 15 orang (50,0%). Mayoritas tingkat pendidikan responden
adalah tidak tamat SD, yaitu 13 orang (43,33%).
Jenis KelaminPerempuanLaki-laki
Freq
uenc
y
20
15
10
5
0
Jenis Kelamin
Gambar 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
35
Usia>79 th70 - 79 th60 - 69 th
Freq
uenc
y
15
10
5
0
Usia
Gambar 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
PendidikanD3SMASMPSDTidak sekolah
Freq
uenc
y
12.5
10.0
7.5
5.0
2.5
0.0
Pendidikan
Gambar 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
2. Gambaran Disabilitas
36
Dari kuesioner yang telah diisi oleh responden didapatkan tingkat kemandirian
lansia dengan hipertensi adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Gambaran Tingkat Kemandirian Lansia
Karakteristik Frekuensi PersentaseTingkat Kemandiriana. Dependen Berat 1 3,3%b. Dependen Sedang 8 26,7%c. Dependen ringan 3 10,0%d. Independen 18 60,0%
Tabel 2 menunjukkan bahwa gambaran tingkat kemandirian lansia dengan
hipertensi adalah mayoritas independent (mandiri) yaitu18 orang (60,0%), sedangkan
untuk dependen berat hanya 1 orang (3,3%), dependen sedang yaitu 8 orang (26,7), dan
dependen ringan hanya 3 orang 910,0%).
KemandirianIndependenDependen ringanDependen sedangDependen berat
Freq
uenc
y
20
15
10
5
0
Kemandirian
Gambar 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Kemandirian
Tabel 3. Gambaran Tingkat Kemandirian berdasarkan Tingkatan Lansia37
Usia * Kemandirian Crosstabulation
0 2 1 12 15,0% 13,3% 6,7% 80,0% 100,0%,0% 25,0% 33,3% 66,7% 50,0%,0% 6,7% 3,3% 40,0% 50,0%
0 4 2 4 10,0% 40,0% 20,0% 40,0% 100,0%,0% 50,0% 66,7% 22,2% 33,3%,0% 13,3% 6,7% 13,3% 33,3%
1 2 0 2 520,0% 40,0% ,0% 40,0% 100,0%
100,0% 25,0% ,0% 11,1% 16,7%3,3% 6,7% ,0% 6,7% 16,7%
1 8 3 18 303,3% 26,7% 10,0% 60,0% 100,0%
100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%3,3% 26,7% 10,0% 60,0% 100,0%
Count% within Usia% within Kemandirian% of TotalCount% within Usia% within Kemandirian% of TotalCount% within Usia% within Kemandirian% of TotalCount% within Usia% within Kemandirian% of Total
60 - 69 th
70 - 79 th
>79 th
Usia
Total
Dependenberat
Dependensedang
Dependenringan Independen
Kemandirian
Total
Tabel 2 menunjukkan bahwa gambaran tingkat kemandirian lansia dengan
hipertensi adalah mayoritas independent (mandiri) yaitu18 orang (60,0%), sedangkan
untuk dependen berat hanya 1 orang (3,3%), dependen sedang yaitu 8 orang (26,7), dan
dependen ringan hanya 3 orang (10,0%).
3. Hubungan Antara Tingkat Kemandirian
dengan Usia
Hubungan antara tingkat kemandirian dengan usia dengan hipertensi diuji dengan
menggunakan uji Chi – square, hasil uji yang didapatkan adalah tidak ada korelasi
antara tingkat kemandirian dengan usia, dengan nilai p yaitu 0,099 (p > 0,05).
Chi-Square Tests
10,667a 6 ,0999,677 6 ,139
5,439 1 ,020
30
Pearson Chi-SquareLikelihood RatioLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)
10 cells (83,3%) have expected count less than 5. Theminimum expected count is ,17.
a.
B. Pembahasan
38
Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui gambaran tingkat kemandirian lansia
dengan hipertensi. Data yang digunakan diambil dari pasien poli lansia di Puskesmas
Kembangbahu.
Sampel dipilih secara random dari beberapa pasien hiperetensi di Poli Lansia. Dari
masing-masing responden yang memenuhi kriteria inklusi yang dibuat dalam penelitian ini
yaitu orang yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Kembangbahu, usia > 60 tahun, dan
bersedia menjadi responden dalam penelitian. Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian
ini adalah bukan penduduk asli daerah tersebut, menderita demensia, tidak sehat secara
mental, dan tidak bersedia menjadi responden. Jika kriteria inklusi dan eksklusi terpenuhi
maka bisa menjadi responden dari penelitian.
Penelitian dilakukan dengan cara memberikan kuisioner yang berisi daftar pertanyaan
untuk dapat menilai tingkat kemandirian lansia dalam melakukan kegiatan sehari-hari pada
penderita hipertensi.
Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam
arteri yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi, yang dibawa oleh darah terhambat
sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Secara umum, hipertensi merupakan suatu
keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan
meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan
kerusakan ginjal dan merupakan penyebab utama gagal jantung kronis. Pada pemeriksaan
tekanan darah akan didapat dua angka. angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung
berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung
berelaksasi(diastolik). Dikatakan tekanan darah tinggi jika pada saat duduk tekanan sistolik
mencapai 140 mmhg atau lebih, atau tekanan diastolik mencapai 90 mmhg atau lebih, atau
keduanya. Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan
diastolik.
Lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai umur 60 tahun keatas karena
adanya proses penuaan berakibat menimbulkan berbagai masalah kesejahteraan di hari tua,
kecuali bila umur tersebut atau proses menua itu terjadi lebih awal dilihat dari kondisi fisik,
mental dan sosial (Mangoenprasodjo, 2005).
39
ADL adalah kegiatan melakukan pekerjaan rutin sehari-hari. ADL merupakan aktivitas
pokok pokok bagi perawatan diri. ADL meliputi antara lain : ke toilet, makan, berpakaian
(berdandan), mandi, dan berpindah tempat. Sedangkan menurut Brunner & Suddarth (2002)
ADL adalah aktifitas perawatan diri yang harus pasien lakukan setiap hari untuk memenuhi
kebutuhan dan tuntutan hidup sehari-hari.
Dari penelitian yang dilakukan di wilayah kerja tersebut, diketahui bahwa tingkat
kemandirian lansia tidak berhubungan dengan tingkat usia pada lansia. Yang berhubungan
terhadap hal tersebut adalah lansia dengan hipertensi disertai penyakit penyerta seperti
osteoartritis, diabetes mellitus, myalgia, atralgia. Pada penelitian kali ini, penyakit penyerta
yang paling banyak dijumpai adalah osteoartritis.
40
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa :
1. Tingkat kemandirian lansia usia 60-69 tahun di wilayah kerja Puskesmas
Kembangbahu pada kategori independent sebesar 66,7%.
2. Tingkat kemandirian lansia usia 70-79 tahun di wilayah kerja Puskesmas
Kembangbahu pada kategori dependent ringan sebesar 60,7%.
3. Tingkat kemandirian lansia usia >79 tahun di wilayah kerja Puskesmas
Kembangbahu pada kategori dependent sedang sebesar 25%.
4. Tidak didapatkan hubungan antara tingkat kemandirian dengan usia.
5. Osteoartritis merupakan penyakit penyerta yang paling banyak mempengaruhi
tingkat kemandirian pasien lansia dengan hipertensi.
B. Saran
1. Tenaga Kesehatan
a. Lebih aktif dalam menganalisa permasalahan kesehatan pada masyarakat
terutama lansia.
b. Lebih sering berinteraksi dengan masyarakat untuk menindak lanjuti suatu
penyakit yang dialami oleh komunitas masyarakat tertentu.
2. Puskesmas
a. Perlu dilakukan penyuluhan, penempelan poster, serta pembagian brosur
mengenai penyakit hipertensi & osteoartritis.
b. Melakukan interaksi yang proaktif dengan masyarakat di dusun yang berkaitan
dengan kesehatan lansia.
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Hypertensi disease in http://www.nejm.com2. Hypertensi disease in http://www.bmj.com3. Hypertensi disease in http://www.medlineplus.com3. Hypertensi Disease. Available from http://www.emedicine.com/topic1027 [updated 2006
Mar 30; cited 2008 Apr 16]
4. Sugiarto, Andi. 2005. Penilaian Keseimbangan Dengan Aktivitas Kehidupan Sehari-Hari Pada Lansia Dip Anti Werdha Pelkris Elim Semarang Dengan Menggunakan Berg Balance Scale Dan Indeks Barthel. Semarang : UNDIP.
5. Wahyudi,Nugroho.2008.Keperawatan Geontik & Geriatric.Jakarta:EGC
6. Lumbantobing. 2004. Neurogeriatri. Jakarta:FKUI
7. Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medical Bedah Edisi 8 Volume 1.Jakarta:EGC
8. Hardywinoto, Setiabudi. 2005. Panduan Gerontologi. Jakarta : Gramedia.
42