edisi6

28
1 DESEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 1

Upload: e-mata-sumenep

Post on 07-Apr-2016

253 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

Mata Sumenep

TRANSCRIPT

Page 1: Edisi6

1 DESEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 1

Page 2: Edisi6

2 | MATA SUMENEP | 1 DESEMBR 2014

Memilih Naik Bus Menambah Keakraban

NU Harus Melindungi MinoritasMembangun Negara Bangsa

susunan redaksi

Kantor Redaksi: Jl Matahari 64 Perum Satelit, Tlp (0328) 673100 Email: [email protected] , [email protected] PIN BB: 7D0B6F42

Komisaris : Asmawi Desain Grafi s : Ahmad YadiDewan Redaksi : Moh. Jazuli, M. Ali Al-Humaidi Manajer Iklan&Promosi : M. Adi IrawanRedaksi Tamu : Fathorrahem, M. Ilyas Penagih Iklan : Fathor RahemRedaktur Tamu : Suhaidi Manajer Sirkulasi & Distribusi : Moh. JunaediDirektur : Hambali Rasidi Keuangan : Imraatun Nisa’Pemimpin Redaksi : HambaliRasidi Penerbit : PT MATA SUMENEP INTERMEDIARedaktur : Rusydiyono NPWP : 70.659.553.5-608-000 Reporter : Rusdiyono, Mahdi, SIUP : 503/29/SIUP-M/435.213/2014 Ahmad Faidi, Imam Rasyidi, TDP : 13.21.1.58.00174.

Asip Kusuma, Rafi qi, Hairul

Pembaca Mata Sumenep, kali ini, redaksi menurunkan Materi Utama yang mengupas keberhasi-lan Sumenep menyabet Juara I dalam bi-dang Pemberdayaan Ekonomi yang digelar JPIPP. Dan secara kebetulan, sebelum pia-la diterima, edisi sebelumnya, Mata Sume-nep, menurunkan liputan One Stop Event sebagai Gaya Bupati KH Abuya Busyro Karim mendongkrak ekonomi warganya.

4

27

salam redaksi

9

12Kisa Dialik Pndopo

Pendiri JPIP, Dahlan Iskan takjub melihat produk olahan daun kelor hasil kreasi Disperta yang menjadi kunci keberhasilan Sumenep menyabet juara I dalam Pemberdayaan Ekonomi

Dari sekian penulis muda Sumenep, masih tercat-at alumni Pesantren Annuqayah, Guluk-Guluk. Tidak diketahui pasti jumlah keseluruhan. Yang jelas, para alumninya banyak menyimpan bakat dan bergelut di dunia tulis menulis yang melahir-kan banyak karya. Seperti buku (kitab), cerpen, puisi, essay dan sebagainya. Apa dan Bagaimana potensi intelektual itu diramu dan dirawat?

1 DESEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 2

Page 3: Edisi6

1 DESEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 3

MATA UTAMA

Kesinambungan Inovasi untuk Pembangunan Berkelanjutan. Itulah tema utama dalam puncak acara Otonomi Awards (OA) 2014

yang digelar The Jawa Pos Institute of Pro-Oto-nomi (JPIP) di ballroom Empire Palace, Surabaya, (26/11). Sustainability Award dibagi dalam tiga kategori, yaitu kinerja bidang ekonomi, kinerja lay-anan publik, dan kinerja politik lokal. Dengan de-mikian, peraih OA special category pemberdayaan ekonomi, pemerataan ekonomi, dan pertumbuhan ekonomi nomine OA khusus Sustainability Award Bidang Pembangunan Ekonomi. Dan Sumenep, menjadi juara umum setelah berhasil menggeser Kabupaten Banyuwangi,Pacitan,Kabupaten Pas-uruan, Kota Pasuruan, dalam bidang kategori khu-sus daerah dengan terobosan inovasi bidang pem-berdayaan ekonomi.

Keberhasilan Sumenep meraih juara pember-dayaan ekonomi berdasar indikator terobosan program dalam mengoptimalkan Potensi Ekonomi Warga melalui regulasi dan fasilitas untuk mel-akukan kreatifitas dan inovasi terhadap potensi lokal. Sehingga, hasil pertanian yang belum memi-liki nilai ekonomis menjadi lebih bernilai. Seperti, tepung singkong, daun kelor (maronggi, Madura Red.) diolah menjadi teh, tepung dan kapsul ke-lor. Begitupun jagung, diolah snack mie jagung dan spaghetti jagung. (lebih jelasnya baca Kreasi Dinas Pertanian dan Produk Lokal go Nasional halaman berikutnya).

Indikator berikutnya dibaca dalam terobosan Bupati Abuya Busyro Karim dalam mengurai pertumbuhan ekonomi dan kendala para pelaku ekonomi lokal. Tim JPIP menilai bupati berhasil membuat Peraturan Bupati (Perbup) yang menga-tur jarak antara pasar modern dengan pasar tradi-sional. Selain itu, bupati juga menetapkan dalam aturannya agar pasar modern yang tersebar di Sumenep dapat mengakomodir hasil produk UKM dan hasil olah produk lokal (pertanian) Sumenep, untuk memajang di rak-rak mini market. “Ter-masuk dibukanya klinik koperasi dan konsultan pe-masaran bagi para pelaku koperasi dan pendamp-ingan bagi UKM. Serta dibukanya pasar minggu di depan keraton Sumenep yang begitu terasa per-

tumbuhan ekonomi para pelaku,” ujar Kepala Bap-peda, Gus Idris, saat dihubungi, Mata Sumenep, via telpon, usai menyerahkan piala OA ke Bupati Abuya Busyro Karim.

Dalam meningkatkan kapasitas ekonomi warga, bupati berhasil membuat terobosan dengan mem-fasilitasi sentra-sentra UKM dan hasil pertanian dengan aktivitas pameran antar kecamatan yang bisa memasarkan potensi lokal. Karena itu, bupati berancang membuka Gerai Produk UKM hasil ola-han potensi produk Sumenep pada tahun 2015.

Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Dis-perindag) Sumenep melalui bantuan alat dan pendampingan pemasaran terhadap Industri Ke-cil Menengah (IKM) agar para pelaku usaha dapat berjalan lancar dan berkembang dengan baik, se-hingga dapat membantu ekonomi dan kesejahter-aan warga Sumenep. Kabid Pemberdayaan Industri dan Perdagangan, Fathorrahem, menyebut usaha pemberdayaan ekonomi diberikan kepada rintisan usaha yang sedang merangkak maju.

Dahlan Iskan, sebagai pendiri JPIP menjamin penilaian yang dilakukan JPIP sangat objektif. “JPIP hanya mendorong kemajuan daerah. Seka-rang, bagaimanan daerah untuk terus konsisten menilai otonomi daerah.Ini momentum yang tepat untuk perubahan. Banyak daerah yang memiliki potensi. Saya melihat para kepala daerah seka-rang sudah menyadari kekuatannya,” ucapnya saat memberi sambutan dalam anugerah OA.

Hal senada diutarakan Menteri Kelautan,Susi Pudji Astuti. ’’Sebenarnya banyak inovasi di daer-ah-daerah. Karena itu, tinggal bagaimana sustain-ability ini bisa diterapkan dalam pemerintahan,”.

Potensi ikan laut yang berlimpah di Sume-nep juga dirangsang untuk diberdayakan. Lewat acara Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (Gemarikan) dan Lomba Cipta Menu Berbahan Dasar Ikan diharap bisa memberdayakan pelaku usaha laut. “Potensi laut yang dimiliki, sangat perlu dikelola dengan baik. Salah satunya dengan gemar makan ikan,” ujar bupati Abuya Busyro Karim saat membuka acara di GNI, 25 November lalu.

redaksi

seperti serial: Dari Mendongkrak Ekonomi Warga ber-wujud Pemberdayaan Ekonomi Warga

foto Aynizar for mata sumenep

Berhasil Berdayakan Ekonomi Warga

Pak De Karwo mencicipi produk olahan dari bahan baku Sangkok dari Pulau Sakala

Ibu Nurfitriana Busyro Karim mencicipi produk ola-han dari bahan hasil Laut

Page 4: Edisi6

4 | MATA SUMENEP | 1 DESEMBR 2014

MATA UTAMA

Dahlan Iskan takjub melihat daun Kelor yang dimodif produk olahan

DESA KECAMATAN

1 KWT.Sekar Putih 1. Opak Pisang Gapura Barat GapuraFaridatul Amaniyah 2. Q`tela Pinky

2 KWT. Bunga Angrek 1. Instan Daun Sirsak Kebun Dadap SaronggiRusmiyati 2. Instan Jahe

3. Instan Kunyit Putih4. Instan Temulawak5. Instan Temulawak Kunyit Putih6. Marning Jagung7. Mei Non Terigu

3 KWT. Harum Melati 1. Bubuk KOPIJE Ambunten AmbuntenMohliso 2. Keripik Sukun Timur

4 KWT. Nuri 1. Sirup Sabut Siwalan Gapura GapuraRumdani Timur

5 KWT. Cahaya Qita 1. Sari Jagung Parsanga KotaNufairi

6 KT. Aneka Tanai 1. Sangkok Sakala SapekenK.Asmawi Aliman

7 KWT. Melati 1. Krupuk Jagung Bun Barat Rubaru8 KWT. Tiara 1. Sari kedelai Pkd Sangrah Bluto

Hamida 2. SadruKelor9 KT. Tunas Muda 1. Kripik Gayam Gedungan Batuan

Suparmin 2. Kripik Pisang3. Kripik singkong

10 KWT. Usaha Jaya 1. Ulat Sutra Pajudan Guluk-GulukRodifa 2. Kacang Putri Malu

3. Bakpia Tela11 KWT. Rezeki 1. Rengginang Singkong Rubaru Banasare12 KWT. Potre Koneng 1.Minuman Sari Buah Sendang Pragaan

Istri13 KWT. Bunga Sumekar 1. Kripik Sukun Batudinding Gapura14 KWT. Bunga Desa 1. Kripik Talas Bringin Dasuk15 KWT. Putri Smber.Hasil 1. Es Cream Paberasan Kota Sumenep

Mariatul Qiptiyah,S.Pdi16 KWT. Bunga Mekar 1. Kripik Pisang Lalangon Manding

2. Kripik Singkong17 KWT. Putri Kano 1. Kripik Gaddung Poreh Lenteng

Mas Undatun18 KT. Nurul Jannah 1. Tepung Sergu Kelor Pkd Sangrah Bluto

K. Ahmad Nurdin 2. Teh Kelor3. Kapsul Kelor

19 KWT. Sejahtera 1. Reginang Pkd Barat BlutoRahma 2. Krupuk Poli

3. Stic Sambal20 KWT. Sumber Sari 1. Reginang Singkong Banasare Rubaru

Farida21 Flamboyan 1. Crispy Jamur Pkd Sangrah Bluto

Nur Hasana 2. Kripik Bakul pisang

ALAMATNO PELAKU USAHA/KETUA JENIS USAHA

DATA BASE PELAKU USAHA BINAAN DISPERTA SUMENEP

Dinas Pertanian Tanaman Pangan, setelah melaksanakan Survey Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Tahun 2012 dengan

nilai 77,422 (termasuk kategori baik), terus mel-akukan kreatifitas dan inovasi dalam memberi pelayanan kepada para kelompok tani binaannya. Dengan cara mendirikan PUSAT INOVASI PE-LAYANAN PERTANIAN (PIPP), berisi:

a. Informasi Data PertanianMemberi informasi terkait layanan perta-

nian yang dibutuhkan kelompok tani maupun masyarakat umum. Masyarakat dan kelompok tani dapat konsultasi di loket dan petugas siap melayani apa yang menjadi problem.

b. Sertifikasi Kelompok TaniSaat ini, ada 3.277 (tiga ribu dua ratus tu-

juh puluh tujuh) kelompok tani yang tersebar di Sumenep, sampai saat ini sudah tercakup seban-yak 1.305 (seribu tiga ratus lima) Kelompok Tani yang dilayani di Pusat Inovasi Pelayanan Pertani-an. Dan sebanyak 522 (lima ratus dua puluh dua) Kelompok Tani melalui Pusat Inovasi Pelayanan Pertanian, telah tersertifikat.Kadisperta, Bambang Heriyanto, menjelaskan maksud sertifikasi agar kelompok tani memiliki legalitas ketika menerima layanan dan bantuan.

Selain itu, Disperta melakukan terobosan bek-erjasama dengan Dinas Peternakan, Dinas Kehu-tanan dan Perkebunan serta Dinas Kelautan dan Perikanan berkaitan dengan data kelompok tani yang masih memiliki tanggungan. Artinya, proses legalisir kelompok tani akan ditangguhkan manaka-la dalam data base terdapat tanggungan atau prob-lem pada instansi terkait. Secara langsung layanan ini mampu menyelamatkan dana Kas Daerah yang selama ini sulit untuk dibayar oleh Kelompok Tani. Lewat syarat sertifikasi, masing-masing kelompok tani langsung akan melunasi tanggungannya. Kede-pan, proses teknis sejenis ini akan dilakukan secara house to house. Komunikasi antara instansi bidang pertanian bisa on line.

c. Konsultasi Teknologi PertanianPelayanan konsultasi teknologi pertanian terse-

but bertujuan sebagai alih pengetahuan atau trans-fer ilmu terkait teknologi pertanian. Konsultasi

ini bisa menjadi ajang kresi dan ino-vasi para kelompok tani untuk mem-produksi produk hasil taninya bernilai ekonomis. Seperti, mie jagung, kopi dan teh mengkudu, tepung, teh dan kapsul daun kelor, teh sirsak, dan se-bagainya. (lebih jelasnya baca; Produk Lokal go Nasionall).

Terdapat beberapa produk yang telah dihasilkan Disperta, seperti;

-Pengembangan Perbenihan bawang Merah Var. Rubaru

- Pengembangan Perbenihan Padi Gogo Varietas Situ Bagendit- Kebun Bibit Desa dan Pelatihan Pembibitan- Jamu Ternak “Prima Rasa”- Klinik Agribinis- Pengembangan Agropolitan dan Replikasi M-P3MI (Prima Tani)

Prima Tani : merupakan komuni-tas dari para petani di Desa Bunbarat Kecamatan Rubaru yang menghasil-kan beberapa varietas unggulan dian-taranya : Padi Gogo, Jamu Ternak, Es cream Jamur, Bawang Merah Rubaru, Susu Jagung. Terhadap produk dan in-ovasi yang telah dilakukan pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan, telah diakui dengan di-terimanya beberapa penghargaan yaitu :

-Pada Tanaman Kedelai keberhasilan juga diraih melalui pembinaan pada Kelompok Tani Barokah Desa Guluk – Guluk Kecamatan Guluk – Guluk. Pen-ingkatan produksi kedele yang dilakukan oleh Kelom-pok Tani Barokah pada Musim Tanam 2008 berhasil meraih Penghargaan Juara Tingkat Nasional pada lomba Agribisnis Kedele yang diberikan Menteri Per-tanian RI dengan produktivitas rata-rata sebesar 2,4 ton/ha.

-Piagam Penghargaan juga telah diberikan oleh Gubernur Jatim 2008 kepada KT Mandiri Al-Barokah sebagai Pemenang Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura Tingkat Jatim Komoditas Jagung.

-Pada tahun 2011, Disperta melalui Gapoktan “Nu-

rul Amin” juga mendapatkan Piagam Penghargaan yang diberikan Presiden sebagai Pemenang Penerima Adhikarya Pangan Nusantara untuk kategori Peng-guna Kreatif Teknologi Ketahanan Pangan (kelom-pok masyarakat/usaha mikro pengembang pangan lokal).

-Di tahun 2012, Disperta melalui pembinaan “GHIP-PA Banjar Jaya” juga memperoleh kembali piagam peng-hargaan yang diberikan Gubernur Jatim sebagai peme-nang/juara III Lomba GHIPPA.

Pada tahun, 2013, Disperta mendapat muara akhir penilaian oleh Kementerian Pertanian untuk memper-ebutkan PIALA CITRA BHAKTI ABDITANI TAHUN 2013, yaitu piala Kasta tertinggi dalam penilaian kin-erja pelayanan publik bidang pertanian.

hambali rasidi

Kreasi Disperta dalam Berdayakan Ekonomi

Page 5: Edisi6

1 DESEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 5

Produk olahan mie jagung dan daun kelor, menjadi salah satu indikator keberhasilan kepemimpinan Bupati

Abuya Busyro Karim dalam memberdaya-kan ekonomi warganya yang dihelat The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP). Bupati melalui Dinas Pertanian dan Tana-man Pangan, sudah lama melakukan kreasi dan inovasi dengan dibukanya Pusat Inovasi Pelayanan Pertanian (PIPP) menjadi tempat konsultasi teknologi pertanian untuk men-transfer ilmu teknologi bagi para kelompok binaan dan masyarakat.

Sejak dibukanya PIPP, tidak sedikit para kelompok binaan Disperta melakukan krea-si dan inovasi hasi pertanian dengan sentu-han teknologi menjadi produk olahan yang bernilai ekonomis.

Salah satunya, produk jagung yang di-olah menjadi sphagetti jagung hasil produk dari kerjasama antara LIPI dengan Dis-perta. Bahan baku sphagetti mie ini berasal dari Tepung Jagung dengan komposisi 60 % dan Tepung Sinkong 40 %. Menurut, Kadisperta, Bambang Heriyanto, produk mie jagung masih dicampur tepung sing-kong untuk memberi citarasa pada mie. “Jika murni tepung jagung, rasanya kurang nikmat. Kenapa tidak dicampur tepung ter-igu? Kami tidak mau menggunakan bahan ekspor. Tepung singkong sebagai pangan olahan lokal, masih bisa dimanfaatkan,” je-las Bambang, saat ditemui Mata Sumenep, di ruang kerjanya.

Tahun 2015 Disperta sudah melakukan perencanaan nota kesepakatan dengan LIPI untuk meminjamkan beberapa alat dan pen-dampingan di Desa Sakala, Kecamatan Sa-peken, dalam pembuatan tepung singkong. Sakala memiliki Luas tanaman singkong mencapai 65 ha yang dikelola 5 kelompok tani binaan Disperta.

“Dengan begitu, keluhan KWT Bunga Anggrek, Saronggi, sebagai produsen Mie Jagung, bisa terjawab setelah bahan baku tepung singkong tersedia dari produk lokal sendiri. Termasuk ada jalinan kemitraan antara KWT Sakala dan KWT Saronggi. Se-

lama ini, harga tepung singkong tergolong mahal karena sulit didapat dan harus ber-saing harga dengan pengusaha kripik sing-kong,” tambah Bambang.

Memang, Disperta Sumenep sedang naik daun. Beberapa bulan lalu, Pemerintah Provinsi Jawa Timur bekerjasama dengan Pemerintah Australia Barat, mengundang empat Kelompok Wanita Tani (KWT) binaan Disperta bersama Kelompok Tani di 6 Kabu-paten lain di Jawa Timur untuk Study Band-ing di Australia, sejak 23 Agustus hingga1 September 2014. Arif Firmanto, Kasubag Program dan Perencanaan Disperta, ikut mendampingi Program Pemberdayaan dan Peningkatan partisipasi Perempuan dalam Pembangunan ini. Study Banding ini melaku-kan kunjungan resmi ke Leanne’s Farm, New-tons Apple Orchard, Cambray Sheep Cheese, Two Fat Cows Ice Cream Dairy, Harvey Fresh, Bunburry Farmers Market, Rusty Vegetables (Ginmore Grazing), Anna Plains Cattle Sta-tion, and Shalimar Garden.

Acara kunjungan di Australia ini di-harap peran perempuan memiliki motivasi dan inovasi kreatif yang konstruktif dalam mengembangkan potensi dan kualitas SDM yang berbasis keunggulan kompetitif. Se-hingga sehingga mampu bersaing secara mandiri dan berdikari. Termasuk memberi-kan manfaat ekonomi keluarga dan lingkun-gan.

Disperta terus memberi kontribusi nyata le-wat hasil produk pertanian yang bisa diunggul-kan. Salah satunya, Sangkok, berupa makanan yang berasal dari tepung singkong, terdapat di Pulau Sakala, Kecamatan Sapeken. Saat ini, Sangkok dijadikan makanan pokok masyarakat pulau Sakala pengganti Jagung dan Beras. Sang-kok juga bisa dijadikan bahan kue atau makanan karena bisa berfungsi sebagai tepung. Sangkok kini menjadi komuditas unggulan Sumenep untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap Beras (Padi). Dan tahun 2011, Sangkok telah diakui Pemerintah Pusat dengan diter-imanya Anugrah Ketahanan Pangan Nusantara dari Presiden Republik Indonesia.

hambali rasidi

Produk Lokal go Nasional

4 KWT binaan Disperta saat studybanding di Australia

Alat Pompa Air dari tenaga surya dan pupuk langsung dimasukkan waktu pengairan di lahan semangka di Australia.

Irigasi Tetes; sistem irigasi yang efektif karena selang air lang-sung menetes di tiap lubang tanaman.

MATA UTAMA

Page 6: Edisi6

6 | MATA SUMENEP | 1 DESEMBR 2014

INSTANSI PENYELENGGARA/PEMBERI PENGHARGAAN PROVINSI NASIONAL

1. KEMENTERIAN PERTANIAN JUARA I ADIKARYA PANGAN NUSANTARA (APN) TINGKAT NASIONAL TAHUN 2011 X

2. DINAS PERTANIAN PROVINSI JATIM JUARA II GELAR POTENSI PRODUK PERTANIAN DALAM RANGKA MEMPERINGATI HKP KE-39 TINGKAT PROVINSI JATIM TAHUN 2011

X

3. DINAS PERTANIAN PROVINSI JATIMJUARA I KATEGORI PENGGUNA KREATIVITAS TEKNOLOGI KETAHANAN PANGAN TINGKAT PROVINSI JATIM 2011

X

4. DINAS PERTANIAN PROVINSI JATIMJUARA II GELAR POTENSI PRODUK PERTANIAN TAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA TINGKAT PROVINSI JATIM DALAM RANGKA MEMPERINGATI HKP KE-41 TAHUN 2013

X

5. BIRO ORGANISASI SETDA PROVINSI JATIMJUARA I MEWAKILI PROVINSI DALAM RANGKA PEMBERIAN PENGHARGAAN UNIT KERJA PELAYANAN PUBLIK BERPRESTASI BIDANG PERTANIAN TAHUN 2013

X

6. KEMENTRIAN PERTANIAN RI JUARA I PEMBERIAN PENGHARGAAN UNIT KERJA PELAYANAN PUBLIK BERPRESTASI BIDANG PERTANIAN KATEGORI PLAKAT ABDI BAKTI TANI TINGKAT NASIONAL TAHUN 2013

X

7. DINAS PERTANIAN PROVINSI JATIM JUARA I POPT-PHP BERPRESTASI DIPROVINSI JATIM TAHUN 2013 X

8. DINAS PERTANIAN PROVINSI JATIMJUARA I LOMBA LEMBAGA MANDIRI YANG MENGAKAR DI MASYARAKAT (LM3) TINGAKAT PROVINSI JATIM DALAM RANGKA MEMPERINGATI AKP KE-41 TAHUN 2013

X

9. DINAS PERTANIAN PROVINSI JATIM JUARA III LOMBA PELAKU USAHA PENGOLAHAN HASIL (UP3HP) TINGKAT PROVINSI JATIM DALAM RANGKA MEMPERINGATI HKP KE-41 TAHUN 2013

X

10. DINAS PERTANIAN PROVINSI JATIM JUARA I LOMBA AGRIBISNIS KEDELAI TINGKAT PROVINSI JATIM DALAM RANGKA MEMPERINGATI HKP KE-41 TAHUN 2013

X

11. PEMDA KABUPATEN SUMENEP JUARA I LOMBA EVALUASI KINERJA APARATOR DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SUMENEP TAHUN 2013

12. BADAN KETAHANAN PANGAN PROV JATIMJUARA I LOMBA ADHI KARYA PANGAN NUSANTARA TINGKAT PROVINSI KATEGORI PELAKU PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN (KOMODI PANGAN) TAHUN 2014

13. BADAN KETAHANAN PANGAN PROV JATIMJUARA III ADHI KARYA PANGAN NUSANTARA TINGKAT PROVINSI KATEGORI PELOPOR PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN (PENGGERAK AGRIBISNIS KELOR) TAHUN 2014

14. BADAN KETAHANAN PANGAN PROV JATIM JUARA I PAMERAN PANGAN DALAM RANGKA HPS 34 TINGKAT PROVINSI TAHUN 2014 X

15. BADAN KETAHANAN PANGAN PROV JATIMJUARA HARAPAN II LOMBA CIPTA MENU (PENGGERAK AGRIBISNIS KELOR) KATEGORI UMUM TINGKAT PROVINSI TAHUN 2014

X

16. DINAS PERTANIAN PROVINSI JATIM JUARA I PAMERAN PRODUK UNGGULAN TINGKAT NASIONAL DALAM PENAS TAHUN 2014 X17. DINAS PERTANIAN PROVINSI JATIM JUARA I PAMERAN PRODUK UNGGULAN TINGKAT PROVINSI DALAM AKP TAHUN 2014 X18. DINAS PERTANIAN PROVINSI JATIM PETANI TELADAN TINGKAT NASIONAL TAHUN 2014 DALAM RANGKA HKP TAHUN 2014 X19. DINAS PERTANIAN PROVINSI JATIM JUARA I CM3 HORTIKULTURADALAM RANGKA HPK TAHUN 2014 X

20. DINAS PERTANIAN PROVINSI JATIM JUARA I AGRIBISNIS KOMUDITE KEDELAI TAHUN 2013 (MEWAKILI PROVINSI KE TINGKAT NASIONAL TAHUN 2014)

X

21. DINAS PERTANIAN PROVINSI JATIM JUARA III AGRIBISNIS KOMUDITE JAGUNG TAHUN 201322. DINAS PERTANIAN PROVINSI JATIM JUARA II AGRIBISNIS KOMUDITE KEDELAI TAHUN 201423. DINAS PERTANIAN PROVINSI JATIM JUARA I PETUGAS INFORMASI PASAR (PIP) TINGKAT PROVINSI TAHUN 2014 X24. PEMDA KABUPATEN SUMENEP PENAMPILAN TERBAIK I SONGENEP FESTIVAL FLOVER TAHUN 2014

25. PEMDA KABUPATEN SUMENEP SKPD PERCONTOHAN EVALUASI KINERJA APARATUR DARI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

KETERANGANNO NAMA PENGHARGAAN/PIAGAM

DAFTAR PENGHARGAAN/PIAGAMPADA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN SUMENEP

TAHUN 2011-2013

Dari ke sembilan tempat yang kami kunjungi di Australia Barat, kami akan menerapkan kun-jungan di Broome yang tertuju pada dua

kunjungan:A. Pertanian Shellamar Station (Jagung manis)

1. Kami akan belajar tentang teknik budidaya tanaman jagung manis.2. Belajar tentang sistem pengairan/ peny

iraman dengan menggunakan alat/ mes in yang berbeda dengan Australia Barat/

Broome. Alat yang akan kami gunakan untuk pengairan jagung manis yaitu den gan menggunakan sistem Pulsating Sprinkler walaupun masih dalam skala luasan area yang kecil. Dengan demikian meskipun di musim kemarau kami bisa menanam jagung manis dengan menggu nakan alat tersebut.3. Belajar srategi meningkatkan produktivi tas dan menjaga kualitas jagung manis.

B.Peternakan Anna Plains Station1. Peternakan sapia. Belajar berternak sapi dan menjaga

kualitas sapi.b. Merawat sapi dengan memberikan air minum yang bersih, jernih dan selalu tersedia.

2. Pemanfaatan lahan pekarangan a. Pemanfaatan lahan area di pekarangan kami dan budidaya tanaman untuk memenuhi kebutuhan pangan dan sekaligus sebagai cadangan pangan hidup keluarga.b. Budidaya tanaman di area lahan pekarangan kami adalah seperti tanaman kubis, cabe, to-

mato, terong, wortel, sawi, bawang dll yang dirancang dengan menggunakan bangu-nan green house den-gan sistem pengairan/irigasi tetes (drip irri-gation).

Salah satu KWT Sumenep berfoto di lahan pertanian jagung saat Study Banding di Australia

KELOMPOK WANITA TANI (KWT) TIARADesa Pakandandangan Barat Kecamatan Bluto

Cerita dari Hasil Study Banding di AustraliaPengairan ini semua dilakukan dengan meng-gunakan alat dan mesin yang dirakit sendiri dengan estimasi biaya Rp 5 Milyar Rupiah ($ 15.000). Alat dan mesin yang digunakan untuk penyiraman seperti halnya alat sprinkler jet spray/sprinkler pulsating

MATA UTAMA

Page 7: Edisi6

1 DESEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 7

MATA Potensi

Potensi kuliner di Sumenep yang menggiurkan, masih be-lum dibaca sebagai peluang bisnis oleh sebagian orang. Salah satunya, menu ikan lele goreng. Selama ini, ikan lele konsumsi, masih banyak disuplai dari luar Sumenep.

Memang, belum ada angka pasti berapa kebutuhan ikan lele konsumsi di Sume-nep. Dari hitungan pensuplai lele, sa-

ban malam, lele siap goreng disuplai dari Jawa ke Sumenep, hingga kini, kurang lebih 1,5 ton. Para peternak ikan lele Sumenep belum bisa memen-uhi kebutuhan konsumen yang dijual para peda-gang. Problemnya, kesulitan benih ikan lele yang masih tergantung pengiriman dari Jawa.

Semula ada peternak yang mencoba usaha pembibitan ikan lele, tapi selalu gagal. Indukan lele betina dan jantan di datangkan dari Jawa ke-mudian dikawinkan. Nah proses pemijahan larva ikan yang harus dibesarkan dalam tahap pem-benihan ikan lele ini, tidak bisa berjalan lancar, karena beberapa faktor.

Peluang tersebut direspon oleh Jumali,31, warga Lumajang untuk membuka pembibitan benih ikan lele di Sumenep, yang kemudian dis-ebar ke sejumlah mitra usaha peternak ikan lele di beberapa desa di Sumenep.

Jumali melihat peluang bisnis pembenihan ikan lele, lebih menggiurkan, daripada pembesa-ran ikan lele untuk konsumsi. Ia menemukan cac-ing sutra sebagai menu utama larva ikan yang bisa didapat dari limbah pembuangan pasar Anom Sumenep.

Semula, Jumali hanya sebagai penyuplai ikan lele konsumsi dari Jawa kepada para pedagang di Sumenep. “Setelah saya melihat potensi besar yang belum tergarap maksimal di sini, saya jadi punya ide untuk membuka usaha bibit ikan lele di Sumenep,” cerita Jumali.

Ditemani salah seorang mitranya (Gatot), Ju-mali berkisah tentang bagaimana dirinya mampu

mencapai titik kesuksesan dalam berwirausaha benih ikan lele. Sebagai sebuah usaha yang meli-batkan pemasaran, tentu persoalan pertama ada-lah modal. Setelah itu, strategi pemasaran. “Kalau pemasaran, tidak menemukan kesulitan. Kenda-lanya terletak pada modal usaha,” tutur ayah dua anak ini.

Keterbatasan modal usaha sungguh menjadi hambatan Jumali untuk memenuhi permintaan bibit ikan lele dari para peternak. Para mitra usa-hanya, terus menambah jumlah kolam ikan lele, yang tentu memerlukan jumlah produksi bibit. Belum lagi, peternak baru yang akan memulai usaha.

Bisnis bibit lele, ia mulai dari menyewa la-han kosong di perumahan Alam Permai Asri A13, Desa Kolor, Kecamatan Kota Sumenep. Usaha dirintis sejak 03 Desember 2013 lalu, menuai banyak hambatan, tapi ia lalui dengan sabar dan tekun. Bisnisnya tergolong baru dan pertama di Sumenep. Tidak sampai satu tahun, sudah ada 100 peternak ikan lele lewat jalan kemitraan yang ia bangun.

Jumali membuka pola kemitraan dengan para peternak. Bagi peternak yang membeli bib-it ke Jumali, dalam waktu tertentu, ia menyem-patkan diri untuk melihat perkembangan benih yang dibesarkan. Termasuk konsultasi dalam perkembangan benih. Setelah panen, ikan lele konsumsi itu dibeli Jumali untuk disalurkan kepada langganannya di Sumenep, Pamekasan, Sampang dan Bangkalan.

Harga benih ikan lele yang ia jual tergolong murah dan bervariasi tergantung ukuran benih. Dari harga Rp 75 per biji dengan ukuran 3 cm,

Rp 130 per biji ukuran 5 cm, Rp 150 per biji ukuran 6 cm. Setiap bulan, Jumali berhasil menjual 150 ribu biji benih lele. Kelebihannya, benih bisa diantar ke lokasi konsumen di dara-tan.

Selain pembenihan, Jumali juga membuka kolam pembesaran ikan lele untuk konsumsi. “Meski produksi saya cukup besar, saya tetap membeli kepada para petani atau mitra. Selain menambah tingkat produksi, juga untuk mem-bantu menyalurkan produksi mereka, karena saya sudah memiliki banyak konsumen,” sam-bungnya kepada Mata Sumenep, saat ditemui di kolam pembesaran, di Jl. Matahari No 26.

Dari bisnis pembenihan ikan lele saja, Ju-mali mendapatkan omset minimal sekitar Rp 10 Juta per bulan. Omsetnya bisa naik drastis keti-ka pengiriman kepada langganan di kepulauan berjalan lancar. “Kalau ke pulau, saya kirimnya ke Kangean dan Sapeken. Order selalu ada, bah-kan banyak. Hanya kendalanya di kapal. Entah karena jadwal atau kapal (langganan) yang ru-sak seperti sekarang. Apalagi kalau cuaca buruk seperti bulan ini,” pungkasnya.

Dalam usahanya, Dinas Perikanan dan Ke-lautan ikut memfasilitasi apa yang menjadi kendalanya. Karena itu, Jumali bercita mem-berdayakan masyarakat dengan memaksimal-kan segenap potensi yang ada. Menurutnya, sangat disayangkan sekali ketika banyak lahan menganggur, namun masyarakat hanya suka mengeluh tanpa ampun. Jumali berharap usa-hanya dapat membantu peningkatan ekonomi warga Sumenep.

rafiqi

Jumali menjelaskan bisnis benih ikan lele kepada mata

Beternak Benih Ikan Lele, Membantu Ekonomi Warga

Page 8: Edisi6

8 | MATA SUMENEP | 1 DESEMBR 2014

Redaksi Mata Sumenep Menerima tulisan opini dalam berbagai perspektif dengan materi Seputar Sumenep. Panjang tulisan maximal 850 kata. Tulisan bisa dikirm via email: [email protected]

mata opini

Tulisan ini berupaya untuk menyajikan se-buah analisa kritis atas eksistensi pesant-ren sebagai institusi strategis dalam pros-

es penguatan civil society. Fokus objek tulisan ini adalah yaitu Pondok Pesantren An-nuqayah Guluk-Guluk Sumenep sebagai pesantren tertua dan terbesar di Madura.

Sebagai antaran, Dr. Soebardi dalam tu-lisannya The Place of Islam berpendapat bahwa pesantren merupakan bagian terpenting dalam mengembangkan masyarakat; kontek keilmuan, sejarah kemerdekaan bangsa bahkan mempunyai andil besar dalam penyebaran Islam.

Meski demikian, ada pula pandangan yang memandang sebelah mata terhadap pesantren. Asumsi yang kuat bahwa pesantren representasi dari pendidikan kalangan bawah - tradisional, kumuh, lembaga pendidikan klasik dan eksklusif yang (hanya) dimiliki oleh pribadi atau sekelom-pok kyai-ulama’ (keluarga-nepotis).

Demikian juga, tidak sedikit orang yang be-rasumsi bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan klasik dan mungkin paling tradi-sional di Indonesia, namun justru dengan ke-banggaan tradisionalitasnya, tidak bisa dipung-kiri, pesantren justru semakin survive - bahkan dianggap sebagai lembaga pendidikan alternatif ditengah glamouritas dan hegemoni modernisme yang didalam waktu bersamaan mengagendakan tradisi (budaya pesantren) sebagai masalah.

Dari asumsi diatas, muncul pertanyaan, apa-kah dengan “stigma” tersebut perjalanan pesant-ren dalam mengembangkan civil society menjadi terhambat atau lebih ekstrim lagi, apakah ke-beradaan pesantren menghambat ke arah civil society ?

Untuk menjawab pernyataan diatas, jelas membutuhkan pemikiran yang dalam dan ob-jektif. Namun penulis melihat secara sosiologis antara pesantren dengan gerakan civil society justru saling berkaitan. Jawaban sederhana pe-nulis ada dua hal, pertama bahwa pesantren yang di dalamnya terdapat beberapa elemen-elemen khas seperti pondok, masjid, pengajaran

kitab-kitab klasik, santri dan kyai merupakan ba-gian hubungan yang sinergis - strategis. Sinergi-tas kelima elemen diatas adalah bagian penting dalam membangun masyarakat beradab, pluralis dan independen, setidaknya bagi santri yang ber-mukim di pesantren tersebut.

Indikator sinergitas elemen diatas adalah ber-tahannya (sustainable) pesantren hingga saat ini dengan cirri khas yang melekat serta trust dari masyarakat maupun pemerintah. Ini berarti pesantren bagian yang melekat dari masyarakat (embeddedness), sehingga apapun yang ter-jadi dalam pesantren (dalam batas tertentu) masyarakat akan ikut andil membangun pesant-ren yang lebih maju.

Jaringan (network) juga mempunyai nilai strategis dalam mengembangkan pesantren. Tidak heran bila banyak pesantren yang memi-liki jaringan dengan pemerintah, Non Govermen Organization (LSM), dalam bahkan luar negeri. Realitas ini menunjukkan kemampuan dan ke-mandirian pesantren dalam mengembangkan tradisi keilmuan.

Realitas ini secara sederhana mementahkan asumsi sebagian kalangan bahwa pesantren yang dipimpin seorang kyai-ulama yang miskin jar-ingan, kolot bahkan cenderung absolut. Dalam pandangan penulis, absolutisme kyai-ulama’ memang harus ada sebagimana hak-hak absolut yang dimiliki seorang raja bahkan presiden. Na-mun yang terpenting, konsep dan aplikasi abso-lutisme kiai muncul setelah melalui pertimban-gan kajian usuhul fiqh dan masukan dari banyak kalangan

Kedua, berdirinya pesantren secara mayori-tas murni inisiatif dan swadaya masyarakat se-hingga masyarakat ikut terlibat dan mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap pesantren itu. Justru kondisi inilah yang menjadi modal besar hubungan sinergitas antara pesantren dengan masyarakat, dus program civil society semakin mantap.

Kemudian dari sisi kepemimpinan pesant-ren, yang juga bercorak tradisionalis, yang dalam

banyak hal kerap menggunakan keunggulan kha-risma kiai/ulama’ sehingga orang sering menye-but feodalistik. Namun melalui basis penguasaan kitab klasik (baca: kitab kuning), sejarah telah mencatat dan menyaksikan betapa tinggi tingkat kemandirian pesantren dalam relasi sosial yang lebih luas diluar dirinya, melebihi lembaga yang menyebut dirinya independen sekalipun. Dus, etos kerja populisme dan kedekatannya dengan masyarakat bawah (grassroot society), yang menurut penulis belum dapat diungguli oleh lem-baga yang berlabelkan ‘rakyat’ atau ‘masyarakat’ sekalipun.

Membaca kemandirian pesantren seba-gaimana diatas dan didukung basis massa yang kuat, maka penulis meyakini bahwa dalam tu-buh pesantren terkandung potensi terwujudnya masyarakat sipil (corpus civil society) sebagai pilar demokrarisasi. Contoh tradisi keilmuan di pesantren, perbedaan pendapat (ikhtilaf al-fuqa-ha) sudah menjadi lebih dari sekedar tradisi. Ten-tang perbedaan pendapat dikalangan pesantren tampaknya sangat toleran (tawasuth, tawazun, ta’adul). Bahkan ajaran/modal ajaran tawasuth, tawazun, ta’adul merupakan modal besar dalam proses demokratisasi.

Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep sebagai salah satu contoh pesantren yang berbasis civil society, pertama, melihat per-an kyai sebagai pimpinan pesantren yang selalu memberikan wejangan, penyadaran dan advokasi kepada kalangan bawah (grassroot), wali santri dan kelompok lain. Kiai pondok tidak segan-segan membantu masyarakat bagi mereka yang membutuhkan. Kondisi ini menunjukkan bahwa kiai tidak hanya duduk mengajar santri tapi jauh lebih itu telah berkiprah langsung dengan kebu-tuhan masyarakat. Alhasil, potret ini mementah-kan stigma bahwa kiai itu feodalistik absolut dan elitis.

bersambung....

Social CapitalAnnuqayah dan Gerakan Civil SocietyM. Ali Al Humaidy,M.Si*

*Alumni Annuqayah Dosen STAIN Pamekasan

twitter@masmalhum

Page 9: Edisi6

1 DESEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 9

MATA BUDAYA

Nama lengkapnya Mohammad Faizi. Kiai muda ini lahir di Sumenep, 27 Juli 1975. Di usia 33, ia mengganti posisi abahnya

(KH Abdul Adzim) sebagai Pengasuh Komplek PP Annuqayah, daerah Al-Furqaan Sabajarin, Guluk-guluk. Ia termasuk salah satu Kiai muda Annuqayah yang membawa nama harum Pondok Pesantren Annuqayah, di tingkat Nasional, Asia bahkan Internasional dengan keliaran jemari menulis puisi. Kiai Muhammad Faizi menjadi tumpuan mayoritas santri yang gemar menulis khususnya menulis puisi.

Kiai Faizi banyak menerima penghargaan. Ken-dati demikian, tidak membuat dirinya pongah atau sombong sebagai sastrawan muda. Sebab, baginya. apa yang didapat merupakan sebuah anugerah dan tanggung jawab yang harus dipertahankan. Dian-tara penghargaan yang ia peroleh adalah lomba pe-nulisan karya sastra tingkat nasional. Ia mengaku pernah mengikuti dua kegiatan sastra nasional, yakni Temu Sastrawan Indonesia ke-IV di Ternate, Maluku Utara (2011); dan Pertemuan Penyair Nu-santara ke-6 di Jambi, mengikuti dua kegiatan sas-tra internasional; “Ubud Writers and Readers Festi-val” di Ubud, Bali, tahun 2008, dan “Jakarta-Berlin Arts Festival” di Berlin, Jerman, 2011.

Di tengah kesibukan sebagai Kiai Pesantren, guru di lingkungan pondok pesantren dan juga waktu bersama Istri, ia masih sanggup mengukir dan menerjemahkan gugusan bintang saat malam. Ini dapat dibaca dari berbagai karya dan rutinitas dirinya sebagai kiai sekaligus penyair.

Penyair yang memiliki latar belakang pesantren, karyanya pasti kental sisi religius. Buku ‘Permaisuri Malamku’, buku yang ditulis oleh penyair yang kiai atau kiai yang penyair tersebut, berusaha mengung-kap kembara malam. Dalam ‘Surat Cinta untuk Malam’, sangat terasa nilai relijinya,

jika engkaulah alamat kebenaran/maka perk-enankan/sepanjang hidupku menjadi malam/

atau pada puisi ‘Lembar-lembar Cahaya’, Lembar-lembar cahaya/dibuka satu demi satu/

menyibak rahasia/ke rahasia berikutnya. ‘Permaisuri Malamku’ adalah buku puisi. Maka,

yang lebih ditekankan dalam tulisaannya bukan untuk membahas astronomi secara keseluruhan melainkan menyingkap rahasia malam. Hal ini bisa ditemukan

dengan tegas. Ia menyatakan pandangannya dalam puisi berjudul ‘Permaisuri Malamku’ yang dipilih sebagai pamungkas atau sebagai judul buku: saat cahaya bermakna bagi gelap/kubiarkan sepi melu-kaiku/butuh perih untuk menghargai nikmat

Membaca karya tulis M Faizi, berharap menda-patkan ilmu tentang astronomi dengan segala tetek bengeknya. Penyair yang begitu terpesona dengan malam, berbagi pandangan dan kembara lewat puisi-puisinya. Tentu akan menarik bila dibaca dan dihayati. Wallaylu libasa (Dan malam serupa baju) wannahari ma’asya (Dan siang serupa medan juang), lalu mengapa penyair lebih tertarik pada malam. Apakah malam lebih menakjubkan dari-pada siang?

Puisi Surat Cinta untuk MalamPendar gugus bintang semesta rayaJika engkaulah alamat kebenaranMaka perkenankan,Sepanjang hidupku menjadi malam………Barangkali malam telah menjadi kekasih yang

anggun baginya dalam mencari alamat kebenaran, barangkali pesona malam lebih menyilaukan dari-pada siang. Barangkali penyair lebih tertarik men-gungkap rahasia malam, sehingga dengan setia dan penuh ketegasan, jika malam adalah alamat kebe-naran maka tak segan-segan penyair mau menjadi malam sepanjang hidup.

Lalu apakah kecintaan penyair pada malam hanya sekedar omong kosong, menghibur diri saja tanpa melakukan perjuangan yang berarti. Tentu penyair bukan diri yang suka berpangku tangan dalam pengembaraan malam, dalam pengem-baraan mencari alamat kebenaran, maka dalam puisi berjudul ‘Permaisuri Malamku’

…………..saat cahaya bermakna bagi gelapdan kubiarkan sepi melukaikubutuh perih untuk menghargai nikmat……………Begitu anggun M Faizi mengurai malam yang

dianggapnya permaisuri, begitu indah perjalanan penyair mencari alamat kebenaran, penyair mem-biarkan sepi melukai agar lebih bisa bersyukuri me-maknai nikmat.

Malam berisi sepi, kesepian yang membuat cin-

ta diuji, kesepian pula yang membuat pikiran me-layang ke negeri antah berantah mencari sesuatu yang begitu berarti. Penyair telah menemukan ala-mat kebenaran kalau malam berisi sepi, kalau sepi bisa melukai diri, melukai kenangan, melukai keta-bahan, namun bercinta dengan malam akan lebih mendewasakan batin, lebih menghargai karunia se-hingga dengannya bisa tumbuh pohon syukur.

Puisi dan Latar Belakang Penyair adakah hubungan antara puisi dengan latar belakang pen-yairnya, bisa ia bisa juga tidak, bagaimana cara mengetahui hubungan tersebut, barangkali den-gan cara mengkaji hasil karya yang dimiliki. Buku ‘Permaisuri Malamku’ salah satu buku puisi yang akan mengembara ke dalam puisi yang penuh daya renung. Ia menulis puisi berjudul Namaku Malam, Namaku malam/kepingan waktu yang membentuk subuh/engkau fajar, merah ditempa matahari

Malam, bagi Kiai Faizi merupakan kepingan waktu yang akan mengantar pada subuh, sebuah pintu pembuka bahwa berkencan mimpi telah usai dan mimpi harus diterjemahkan. Dalam puisi yang lain berjudul Jemputan, Muhammad Faizi menulis begini, Aku terisak/alangkah mahal jemputan/bagi sebuah kepergian.

M Faizi menyatakan bahwa Puisi yang tercipta di ‘Terminal Bis Tirtonadi’ ini, entah merupakan suatu kebetulan atau memang disengaja menyam-paikan isyarat mistis, betapa jemputan begitu ma-hal. Betapa jemputan harus membawa bekal yang cukup agar tak menjadi orang linglung.

Disebut mahal harga jemputan adalah ajal, beta-pa ajal begitu mahal dan tak bisa ditawar. Dimak-sud jemputan dari puisi adalah makna yang sebe-narnya bahwa penyair memang sedang menunggu jemputan dari handautaulan, jika didasarkan pada Terminal Bis Tirtonadi.

Yang tak kalah menarik kesan mistis yang di-hasilkan penyair pesantren ini ada pada puisi Lembar-lembar Cahaya. Kiai Faizi, menulis begini; Lembar-lembar cahaya/dibuka satu demi satu/me-nyibak rahasia/ke rahasia berikutnya. Begitu kental pesan mistis yang dikandung puisi tersebut, Andy Fuller, seorang pengamat budaya dan sastra Indo-nesia kontemporer, menerjemahkan puisinya ke dalam bahasa Inggris dengan judul Pages of Light.

imam Rasyidi

M Faizi; Kiai Sastrawan

Dari sekian penulis muda Sumenep, masih tercatat alumni Pesantren

Annuqayah, Guluk-Guluk. Tidak diketahui pasti jumlah keseluruhan.

Yang jelas, para alumninya banyak menyimpan bakat dan bergelut

di dunia tulis menulis yang melahirkan banyak karya. Seperti buku

(kitab), cerpen, puisi, essay dan sebagainya. Apa dan Bagaimana po-

tensi intelektual itu diramu dan dirawat? Lewat kolom ini, Mata Sume-

nep, akan menurunkan profile mereka secara bersambung. Edisi per-

dana, di awali dari keluarga pesantren atau pengasuh muda Ponpes.

Seperti Kiai Mohammad Faizi.

Lora M. Faizi

Page 10: Edisi6

10 | MATA SUMENEP | 1 DESEMBR 2014

Kisah Legendaris SALTIS ROCK BAND Sumenep (2)

Dari kosakata nama Saltis tidak ada dalam kamus Indonesia. Tapi, jika dicari dalam dictionary (kamus Ingris) Salt bermakna

garam. Dan Island punya arti pulau. Jika diga-bung, Saltis berarti Pulau Garam. Begitu pendiri Saltis Rock Band, (alm) H Muhlis mengambil nama Saltis sebagai penegasan jika Group Band yang akan berkompetisi dalam Rock Festival-Part Five berasal dari Sumenep, Madura.

Waktu itu Group Band Saltis sudah memiliki studio dan peralatan lengkap untuk show out door. Kelengkapan peralatan dan fasilitas Saltis masih belum dimiliki Group Band Surabaya yang juga ikut berlaga. Dari sisi persiapan, Saltis ter-bilang unggul dibanding Group Band lain dari kota besar. Memang perhatian dan kepedulian, H Muhlis melihat potensi anak muda Sumenep di dunia musik begitu kuat. Meski sebagai politisi PPP, H Muhlis masih menyempatkan waktunya untuk menyediakan sarana penyaluran pemuda berbakat dalam aktivitas yang berbuah prestasi.

Nilai kebaikan H Muhlis bisa jadi hilang dite-lan zaman. Tapi, buah tanaman kebaikan yang sempat mengharumkan nama Sumenep ke pen-

tas nasional lewat Saltis Rock Band tidak akan lekang. Saltis seperti legenda yang tidak akan habis dibicarakan. Nama harum Saltis masih melekat pada generasi yang sempat bersing-gungan di masa kejayaannya. H Homaidi mis-alnya, ketika membaca liputan kisah Saltis Rock Band di Mata Sumenep merasa kaget karena harus memutar memorinya pada tahun 89. H Homaidi menganggap keberadaan Saltis Rock Band seperti titipan Raja Sumenep yang men-gawali aliran musik Rock Religi di Nusantara. Ia lalu bercerita bagaimana Joko Tole menjadi tonggak berdirinya Kerajaan Majapahit sebagai cikal bakal lahirnya Nusantara.

“Rock Band lain di Indonesia belum ada yang bernafas religi. Group Band Bimbo bukan aliran musik rock, tapi aliran musik pop. Apalagi, lirik lagu Sadar penuh makna sufistik. Ingat, di tahun-tahun itu, atribut musik rock masih berkonotasi negatif. Tapi, Saltis Rock Band Sumenep bisa menjawab dengan lantunan lagu bernafas sufis-tik,” jelas H Homaidi yang mengaku fans berat Saltis.

Sejak wafatnya, H Muhlis personel Saltis ber-

cerai berai. Sang vokalis Encung Hariyadi memilih hijrah ke Surabaya bersolo karier dan bergabung dengan Group Band Rock Tricle dan Group Band Andromeda, Surabaya. Sementara, eks personel Saltis seperti Zadey Gozal, Awix Labeng dan Jass membuat group anyar bersama teman-teman barunya. Kekosongan vocalis Encung diisi Zadey Gozal. Dan posisi Zadey diisi Sony. Sedangkan pe-mukul drumer diisi free lance. Mereka menama-kan Group musik Jivas Band. Group pentolan Saltis sempat laris manis kerap diundang pada acara resepsi pernikahan. Tapi pamornya masih kalah dengan full personel Saltis.

Saltis tidak mungkin reinkarnasi. Begitu asumsi Ilyas yang memiliki ide merajut eks per-sonel Saltis Rock Band dalam sebuah Group Band dengan nama lain. Berawal dari reuni eks personel Saltis Rock Band, minus Bakar,Sang Drumer, di-isi Diki, pada tahun 2009 Ilyas membuat pentas Tribut Iwan Fals di lapangan Bumi Sumekar dan mengawali perubahan nama menjadi Super Man-tap Band.

bersambungimam rasyidi

Mengawali Rock Religi di Nusantara

Bermetamorfosis: eks Personel Saltis Rock Band beru-bah nama Super Mantap Band saat manggung penutu-pan one stop event memperingati Hatarung 2014

Page 11: Edisi6

1 DESEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 11

MATA POLITIK

Desakan Kaukus Mahasiswa Sumekar (KMS), tentang perlunya (Peraturan Dae-rah) Perda CSR (Corporate Social Re-

sponsibility) di Bmi Sumenep, mendapat respon dari Komisi B DPRD Kabupaten Sumenep. Ketua Komisi B, Nurus Salam, mengaku sudah melaku-kan langkah-langkah terkait pembentukan Perda CSR. Seperti, komunikasi dengan Bappeda guna merespon desakan KMS atas Perda CSR. Bappe-da sebagai koordinator melakukan pendalaman terkait pembuatan Perda CSR.

Komisi B, baru-baru ini melakukan study banding ke Bandung untuk mendalami Perda CSR. Dari Bandung sudah menemukan titik jelas kemana langkah konkretnya. Setelah dari Band-ung, Komisi B melangkah ke kantor KBKS (Kelu-arga Berencana dan Kesejahteraan Sosial), seba-gai instantansi yang mendistribusikan CSR. “Jadi kami terus menindaklanjuti hingga terwujud Per-da CSR di Bumi Sumenep,” ujar Oyock, panggilan akrab Nurus Salam, kepada Mata Sumenep.

Apakah Perda tersebut nantinya akan memi-liki taring yang kuat, mengingat CSR sudah diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 ten-tang Perseroan Terbatas (UUPT) serta Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2012 tentang Tang-gung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas (PP 47/2012)? Oyock optimis karena Perda CSR merupakan payung hukum, dimana perusahaan memiliki tanggung jawab sosial ke-pada masyarakat. Berkaitan dengan PP, Undang-Undang dan lainnya, yang jelas Perda tidak akan bertolak belakang atau bertentangan dengan un-dang-undang di atasnya.

Secara teknis, Komisi B akan melakukan be-berapa konsultasi dengan semua perusahaan untuk diajak berkomitmen. Guna ikut member-dayakan masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan perusahaan.

“Jadi dibandingkan perusahaan menjadi tidak jelas pendirstibusian CSR-nya kepada masyarakat, dalam hal ini ketika sudah ada Perda, maka mereka akan merasa aman, karena ada pa-yung hukum yang jelas memayungi mereka untuk menjalankan kegiatan perusahaannya yang ada di Kabupaten Sumenep,” jelasnya.

Sementara, banyak fungsi CSR yang kurang je-las, seperti investasi sosial, mencegah, menguran-gi dan mengendalikan dampak sosial, serta mem-perkuat kepedulian masyarakat. Pihaknya masih akan melakukan pertemuan langsung bersama antara eksekutif yang dalam hal ini dikoordinatori oleh Bappeda, legislatif dan perusahaan-peru-sahaan yang ada di Kabupaten Sumenep. Jika kemudian dite-mukan ada yang tidak berjalan, pihaknya akan mencoba men-cari jalan tengah.

Selain CSR, Community De-velopment (Com-Dev) merupa-kan bagian yang diatur dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2010. Menyikapi pro-gram ini dalam Undang-Undang tersebut di Kabupaten Sumenep, Oyock, mengatakan bahwa Com-

Dev sebenarnya hampir sama dengan CSR. Han-ya saja, skalanya lebih kecil. Menurutnya, Com-munity adalah bagian dari Society, oleh kerena itu kepada beberapa pihak pengelola Perusahaan Sumber Daya Alam (SDA), yang ada di Sumenep pihaknya sudah menyampaikan beberapa hal yang sudah dilaksanakan berkaitan dengan CSR.

Terkait data perusahaan yang berkewajiban menyalurkan CSR, dirinya mengaku sudah saya berikan kepada para aktivis KMS.

“Data itu saya peroleh dari Bappeda dan sudah diserahkan kepada teman-teman KMS. Ini bukan lagi rahasia, tetapi sudah menjadi dokumen pub-lik yang pantas diketahui dan dikonsumsi oleh masyarakat,” sambungnya mengakhiri pembic-araan.

rafiqi/hairul

Mahasiswa menuntut Perda CSR terbentuk di Sumenep

Siap Kawal Perda CSR di Bumi Sumenep

Jika Perda CSR terbentuk diharap menjadi ti-tik terang realisasi perusahaan yang berdomisili di Sumenep dalam mewujudkan amanat UU tentang tanggungjawab sosialnya. Sehingga, masyarakat merasakan dampak posiif secara langsung.

Ketua Komisi B; Nurus Salam

Page 12: Edisi6

12 | MATA SUMENEP | 1 DESEMBR 2014

Kisah Dibalik Pendopo

Jam 06.30 bus rombongan yang mengangkut sejumlah pimpinan SKPD dan Camat untuk menjadi Supporter Perssu berangkat dari

halaman kantor Dishub menuju Stadion Loka Jaya Tuban. Mata Sumenep tidak menyangka jika salah satu penumpang bus ada figur Bupati Abuya Busyro Karim. Sehari sebelum berangkat memang dengar informasi jika bupati bersama SKPD berencana menonton permainan laga pe-nentuan 8 besar Piala Nusantara 2014.

Mata Sumenep terlambat datang sehingga tidak ngerti siapa saja penumpang dalam bus. Sembari ingin mengecek kebenaran figur bupati yang duduk di kursi depan, sambil lalu menyapa sejumlah pimpinan SKPD, berpindah dari tempat duduk satu ke tempat duduk lain. Ternyata be-nar, bupati lagi sendirian, dan sedang istirahat.

Sehari sebelumnya, agenda bupati dari pagi membuka kegiatan yang digelar sejumlah SKPD, siang hingga sore menemui sejumlah tamu di rumdis dan malam hari, sekitar jam 22.00 bupati bersama ajudan dan sopir meninjau lokasi pelak-sanaan Pilkades Gratis gelombang ke dua.

Sebelum keluar melihat kondisi pelaksanaan Pilkades, bupati mendapat sms dari Kepala Bap-peda, Gus Idris, bahwa Sumenep menjadi juara I dalam kategori khusus pemberdayaan ekonomi yang digelar JPIPP. Undangan bupati diwakili

Gus Idris. Sehingga saat penyerahan piala otono-mi ward, posisi bupati diwakili Gus Idris.

Bupati tentu kaget bercampur senang mem-baca sms. Sebelum sms masuk, tiada bayangan, program yang dilakoni bersama sejumlah SKPD, mendapat penilaian dan penghargaan dari lem-baga riset otonomi Jawa Pos.

Bus yang ditumpangi sedikit senyap. Berbeda dengan bus satunya yang mengangkut para PNS dan sebagian eselon III, suasana jadi ramai. Se-hingga bisa membunuh kepenatan dalam perjala-nan. Kursi bus yang ditumpangi bupati banyak kosong, yang mesti diisi para camat dan pejabat eselon II. Sebagian camat, berbenturan dengan pelaksanaan Pilkades Gratis. Sementara, kepala bagian sekretariat dan sejumlah pimpinan SKPD sebagian ikut bus bareng bupati, sebagian mem-bawa mobil pribadi sambil mengawal supporter.

Sang sopir bus mengaku kaget melihat bupati harus berpayah-payah dalam bus. Saat di JL Jakarta Surabaya, Ibu Nurfitriana Busyro Karim ikut dalam rombongan bus. Berhenti sejenak untuk makan siang di Lamongan. Bupati menyapa rombongan ikut ma-kan bareng untuk menikmati sajian Soto Lamongan. Sebagian ikut bersalaman dan mengajak foto bareng. Tiba waktu shalat dhuhur, bupati menjadi imam di mushalla kecil di dalam restoran. Ikut menjadi mak-mum, ibu Fitri, Aynizar dan ajudan ibu Fitri.

Setiba di Tuban, bupati harus berjalan kaki menuju stadion karena bus tidak bisa masuk akses jalan sempit dan pelataran parkir penuh. Di tengah jalan, Kasatpol PP Abd. Madjid mencegat mobil Kadisinfokom yang sedang menuju lapangan berisi penumpang officer media Perssu dan Abd. Kadir untuk membawa bupati dan ibu.

Bupati masuk dalam tribun VIP menyaksikan pemain Perssu. Saat jam istirahat permainan, bu-pati dan ibu turun dari tribun VIP menemui pemain Perssu di lapangan. Bupati berpesan agar selalu menjaga kekompakan antar pemain.

Pluit berbunyi sebagai tanda permainan kedua akan dimulai. Bupati bersama ibu menaiki tribun untuk menyaksikan dari atas. Hingga pluit berakh-ir, bupati asyik menonton dan baru meninggalkan tribun dan menuju bus yang akan kembali berjalan ke arah Sumenep.

Ketika bus berhenti untuk makan malam, bupati kembali menyapa para rombongan untuk menikma-ti hidangan yang tersedia. Bupati menyapa satu per satu, meja ke meja. Karuan, sebagian pimpinan SKPD merasa sungkan ketika didekati bupati saat mengunyah makanan. Kebetulan menu masakan yang dipesan bupati dan ibu, belum kunjung dihi-dangkan. Sehingga, bupati bisa leluasa menyapa rombongan sambil bercanda ria.

hambali rasidi

Bupati Naik Bus Menjadi Supporter Perssu

Bupati dan Ibu Nurfitriana bersama rombon-gan SKPD dan Camat di dalam Bus menuju Tuban.

Page 13: Edisi6

1 DESEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 13

pangesto

Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Sumenep sedang melakukan terobosan untuk menjaring PNS yang memi-liki kualifikasi dalam melaksanakan tugas pelayanan birokrasi.

Sebanyak 534 Pegawai Negeri Sipil (PNS) dilingkungan Pemerintah Kabupaten Sumenep, diuji lewat asah kemampuan intelektual dalam Ujian Dinas (UD) dan Ujian Kenaikan Pangkat (UKP). Ujian dilak-sanakan BKPP bekerjsama dengan Badan Kepegawaian Diklat (BKD) Provinsi Jawa Timur.

Acara ini dibuka Bupati Sumenep KH Abuya Busyro Karim di UPT Sanggar Kegiatan Daerah (SKD) Batuan, Sumenep, Senin, 17 Novem-ber lalu, diawali dengan pengambilan sumpah PNS. Bupati berpesan agar PNS selalu giat bekerja secara kreatif dan inovatif. “PNS tidak boleh hanya mengerjakan hal-hal yang sifatnya rutinitas,” jelas bupati.

Karena itu, bupati menyarankan PNS di lingkungan Pemkab Sume-nep harus banyak membaca buku dan belajar agar memiliki wawasan yang luas. “PNS saat ini wajib pintar. Sekarang, masyarakat di pede-saan sudah banyak yang sarjana. Jadi, jangan menganggap ujian ke-naikan pangkat ini, sekedar formalitas belaka. Sebagai PNS harus ter-us meningkatkan profesionalismenya,” tegas bupati.

Kepala BKPP Titik Suryati menyebut kegiatan ini sebagai bentuk pembinaan terhadap PNS agar menjadi aparatur Negara dan abdi masyarakat yang taat pada Pancasila dan UUD 1945, negara, serta pemerintah. Para peserta ujian kenaikan pangkat harus bisa menger-jakan ujian dengan baik. Sebab, jika tidak memenuhi syarat kelulusan, wajib mengulang sekali ditahun yang sama.

“Melalui kegiatan ujian kedinasan hendaknya dapat memotivasi para PNS dalam meningkatkan wawasan dari segala bidang. Tidak hanya pada saat akan mengikuti ujian, namun harus terus mencari in-formasi agar tidak ketinggalan,” jelas Ibu Yatik, kepada wartawan yang hadir di acara tersebut.

Peserta ujian ini berasal dari PNS yang belum diambil sumpah jabatan yang diusulkan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait, terdiri dari PNS baru dan PNS lama yang belum mengambil sumpah jabatan. Peserta ujian tergolong 4 klasifikasi, yakni ujian dinas tingkat I bagi Golongan II dan III, kemudian Tingkat II untuk Golongan III dan IV serta untuk penyesuaian ijazah dari terbagi dari SMP ke SMA dan SMA kepada Sarjana.

imam rasyidi

Motivasi PNS Lewat Asah Intelektual

Page 14: Edisi6

14 | MATA SUMENEP | 1 DESEMBR 2014

PANGESTO

14 | MATA SUMENEP | 1 DESEMBR 2014

PANGESTO

Page 15: Edisi6

1 DESEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 151 DESEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 15

Page 16: Edisi6

16 | MATA SUMENEP | 1 DESEMBR 2014

advertorial

Baitul Maal Wat Tamwil Nahdatul Ulama (BMT NU) Gapura kembali menunjukkan prestasinya dalam menggerakkan roda

ekonomi warga. Sejak berdiri, 1 Juni 2004 oleh Pengurus MWC NU Gapura, BMT NU beberapa kali menggondoli penghargaan. Pada tahun 2012, masuk nominasi Liputan 6 SCTV Award, yang sukses melakukan pemberdayaan ekonomi ker-akyatan berbasis syari’ah.

Prestasi berikutnya, pada 2013 lalu BMT NU Gapura kembali dinobatkan sebagai Penggerak Ekonomi Rakyat dalam MNCTV Pahlawan un-tuk Indonesia. Dan pada tahun 2014, BMT NU Gapura mendapat penghargaan dari Kemente-rian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Republik Indonesia sebagai Juara I Koperasi Ter-baik Kategori Koperasi Simpan Pinjam, tingkat

nasional. BMT NU Gapura dinilai Penumbuhan Anggota dan Asset tersecpat. Selain itu, BMT NU Gapura juga dinilai memiliki sistem informasi laporan keuangan terbaik dan rasio keuangan ter-baik.

Keberhasilan menoreh prestasi nasional BMT NU tidak lepas dari tangan ketua BMT NU Gapu-ra, Masyudi. Apa saja resepnya? Dengan sikap rendah hati, Masyudi menyebut keberhasilan membesarkan BMT NU berkat kerja keras pengu-rus dan pengelola BMT NU Gapura untuk mem-besarkan. Kendati demikian, berbagai prestasi dan penghargaan yang diperoleh tak membuat berbangga diri. Lebih dari, Masyudi menganggap penghargaan dan prestasi sebagi sebagai motivasi untuk terus berkreasi dan berinovasi. Sehingga mampu menjadi koperasi yang benar-benar ber-

manfat bagi masyarakat. Sejak berdiri hingga bulan Oktober 2014,

pembiayaan yang dikeluarkan BMT NU Gapura mencapai Rp 17, 922 miliar yang tersebar di 11 kantor cabang. Adapun produk penyaluran dana/pembiayaan meliputi; Pertama, Bai’ Bits Tsamani Al-Ajil (BBA), proses jual beli kredit dengan mar-gin keuntungan yang disepakati. Kedua, Muraba-hah, proses jual beli dengan margin keuntungan yang telah disepakati. Ketiga, Mudlarabah, akad kerjasama usaha produktif dan halal antara BMT dengan nasabah, dimana sumber modalnya dari BMT NU. Keempat, Musyarakah, kerjasama usa-ha antara shohib al-maal (BMT) dengan mudhar-ib (pengelola). Kelima, Al-Qardlul Hasan, pembe-rian pinjaman dengan tanpa bagi hasil maupun margin. Keenam, Gadai.**

Ketua BMT NU Gapura, Masyudi saat menerima penghargaan dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah sebagai Juara I tingkat nasional

BMT NU Gapura Sukses Berdayakan Eknomi Rakyat Berbasis Syari’ah

Persoalan tembakau selalu menjadi perbincangan tiada henti. Apal-agi terkait problem yang membelit petani, hasil taninya tidak bisa menjadi tumpuan hidup. Karena itu, Dinas Kehutanan Dan Perke-

bunan (Dishutbun) Sumenep, mengundang sejumlah lembaga kelompok tani (Poktan) tembakau bertemat di Hotel Utami.

Maksud pertemuan tersebut untuk melakukan penguatan dengan cara memberi penyuluhan agar para petani bisa mengidentifikasi, mengin-ventarisasi karakteristik, dan menghitung tingkat kesesuaian lahan, yang akan ditanam. Selain itu, para petani diharap bisa mengetahui faktor-fak-tor pembatas dan merekomendasi perbaikan lahan dalam rangka mening-katkan kualitas tembakau.

Kepala Dishutbun Sumenep, Edy Sutrisno, menyebut kegiatan inidi-laksanakan guna melindungi varietas tanaman tembakau yang sesuai persyaratan ketentuan pemerintah. “Untuk mengetahui inovasi baru pen-ingkatan kualitas tembakau dalam menciptakan varietas unggul dengan sistem persilangan,” katanya kepada Mata Sumenep.

Dalam kegiatan tersebut, dihadiri oleh Empat Ratus Lima Puluh (450) orang petani yang berasal dari Tujuh Belas (17) kecamatan di Kabupaten Sumenep. Semua peserta tampak serius mengikuti rangkaian acara hingga berkahir.

imam rasyidi

Dishutbun Perhatikan Petani Tembakau

Page 17: Edisi6

1 DESEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 17

Moh. Ramli

mata desa

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)Bhakti Sumekar mulai men-unjukkan komitmen pelayanan terbaik kepada warga Sumenep. Bank mililk Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep ini, sedang

menawarkan kredit mobil murah bagi PNS, dengan angsuran Rp 900 ribu per bulan.

Peluncuran program baru ini digelar dengan bendahara satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dan bendahara instansi vertikal di salah satu ho-tel di Sumenep,18 November.

Direktur Utama (Dirut) BPRS Bhakti Sumekar Novi Sujatmiko juga be-rancang meluncurkan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) BPRS yang akan terkoneksi dengan ATM Bersama.

Kepada perwakilan SKPD, dia mengharapkan agar disampaikan ke PNS dilingkungan instansinya agar selalu menjadi mitra BPRS.

Novi juga memaparkan perkembangan keuangan perusahaan yang dip-impinnya. “Saat ini aset yang dimiliki BPRS mencapai Rp 352 miliar. Na-sabah yang mempunyai saldo Rp 50 juta di BPRS akan mendapat hadiah tanpa diundi,” rayu Novi disambut audiens yang hadir.

Novi merinci, 75 persen kredit BPRS tersalur ke PNS. “Dengan demiki-an, melalui bendahara SKPD diharapkan bisa membantu memaparkan program BPRS Bhakti Sumekar. Sebab, hasil yang diperoleh perusahaan tersebut juga kembali ke pemkab melalui sumbangan pendapatan asli dae-rah (PAD),” sambungnya.

Acara yang berlangsung satu jam bersama BPRS ini diikuti 120 peserta. Hadir pula Komisaris Utama BPRS Bhakti Sumekar Hadi Soetarto. Sekda Hadi Soetarto sangat apresiatif dengan kinerja bank rintisan Bupati Ram-dlan Siradj. Menurut Atok, BPRS Bhakti Sumekar mampu menunjukkan perkembangan positif hingga bisa nyumbang ke PAD Rp 5,3 miliar.

Selain itu, tambah Atok, BPRS memiliki prestasi gemilang dengan men-

duduki peringkat dua nasional dalam kategori The Best Sharia Finance Institutions 2013 dalam hal kinerja keuangan selama 2012. “Prestasi ini semakin meyakinkan nasabah. Sebab, uang nasabah dijamin aman. Mari dukung BPRS Bahkti Sumekar agar tambah maju,” ajak Pak Atok.

rusydiyono

Aset Rp 352 Miliar, BPRSLuncurkan ATM dan Kredit Mobil

advertorial

Kepala Kepolisian Daerah (Ka-polda) Jawa Timur Irjen Pol Anas Yusuf, ikut meninjau

pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Gratis serentak yang digagas Bupati Sumenep Abuya Busyro Karim, di putaran perdana, Kamis, 20 Novem-ber. Menggunakan pesawat helikopter, Kapolda Jatim mendarat di halaman Mapolres Sumenep, pada pukul 11.30 WIB, disambut langsung Kapolres Sumenep AKBP Marjoko, Komandan

Kodim 0827 Letkol (Inf) Permadi Azhari, Bupati Abuya Busyro Karim dan pejabat Forum Pimpinan Daerah (Forpimda) lainnya. Bersama bupati dan kapolres serta pejabat Forpimda Sumenep, Kapolda mendatangi lokasi Pilkades di Desa Parsanga, Kecamatan Kota Sumenep.

Kabag Pemdes, Moh. Ramli me-nyebut pelaksanaan Pilkades Gratis serentak dalam dua tahap yang usai digelar, 20 dan 26 November, berjalan aman dan lancar. “Do’akan, semoga tahapan terakhir 1 Desember, pelak-sanaan Pilkades juga berjalan tanpa ada kendala,” tuturnya kepada Mata Sumenep.

Pada pelaksanaan Pilkades seren-tak Polres Sumenep menerjukan 1.800 personel. Ribuan petugas pengamanan itu, di antaranya 2 SSK dari Brimob, 2 SSK bantuan Polda Jatim, 660 per-sonel Polres sendiri, 100 personel dari Polres Pamekasan, serta dari instansi samping, seperti Kodim 0827, Satuan Polisi Pamong Praja, dan Perlindungan Masyarakat (Linmas) Sumenep.

rusydiyono

Kabupaten Sumenep, menggelar Pilkades Gratis serentak secara bertahap yang diikuti oleh 87 desa. Untuk tanggal 20 November terselenggara di 31 desa, 26 November di 33 desa, dan 1 Desember 2014 di 23 desa.

Kapolda) Jawa Timur Irjen Pol Anas Yusuf, ikut meninjau pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Gratis serentak yang digagas Bupati Sumenep Abuya Busyro Karim

Pilkades Gratis Berjalan Lancar

Page 18: Edisi6

18 | MATA SUMENEP | 1 DESEMBR 2014

MATA DESA

Moh. Junaedi, M.Si tergolong ca-mat yang penuh prestasi. Pres-tasinya, dimulai dari Kecamatan

terbersih se Kabupaten Sumenep, pada ta-hun 2012. Kemudian disusul sebagai Juara 1 se Kabupaten Sumenep atas kinerja ke-camatan tahun 2013. Dan menjadi kema-catan terbaik atas inovasi Pelayanan Publik se Madura. Atas prestasinya, Camat Ju-naedi, bersama 33 Camat terbaik Nasional, diundang ikut kompetisi tngkat interna-sional bertempat di Amerika. Dan terakhir Kecamatan percontohan untuk evaluasi kenerja di sumenep.

Segudang prestasi ia tidak raih secara bin salabin. Camat Junaedi harus berjuang keras dan konsisten menggapai cita-citan-ya. Dimana tempat bekerja, ia selalu meno-rehkan prestasi. Begitulah ciri khas seorang Camat Kota Sumenep, Moh. Junaedi.

Karir PNS ia lalui selepas kuliah, men-jadi tenaga honorer di Kantor Sosial Politik (Sospol) selama 2 tahun, pada tahun 1980. Diagkat PNS sebagi Staf Kecamatan Bluto selama 7 tahun dan berlanjut sebagai Staf Bagian Keuangan Pemkab. Setelah itu ia dipercaya sebagai Kepala Sub Bagian (Kas-

ubag) di Dinas Kepegawaian dan Pelatihan. Kemudia pindah sebagai Kasubag Dinas P dan K.

Sebelum menjabat Camat Kota Sume-nep, Junaedi menempati posisi Kabid Perluasan dan Pembinaan Tenaga Kerja Disnakertrans. Dan Sekretaris Dinas Kebu-dayaan, Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora), serta Sekretaris Badan Pelayanan Tepadu. Pada bulan Juli 2012, ia dipercaya menjabat Camat Kota Sumenep.

“Setelah menjadi Camat Kota baru mer-asakan nikmat yang luar biasa yang diberi-kan Allah Swt. Saya sangat berterima kasih karena telah diberikan amanah oleh Bupati Sumenep untuk menjadi Camat Kota. Ker-ena dengan menjadi Camat bisa langsung mengabdikan diri kepada masyarakat khu-susnya di Kecamatan Kota,” tutur Junaedi, kepada Mata Sumenep, di ruang kerjanya.

Kesan yang sangat terasa menduduki Camat, Junaedi mengaku ketika bisa mem-bantu memecahkan persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat. Bagi suami Sri Widiastutik ini, melayani keluhan warganya sudah menjadi komitmennya setelah man-dat diberikan bupati kepada dirinya.

Apa saja program unggulan Pak Camat? “Program yang paling diprioritaskan ada-lah peningkatan pelayanan publik. Karena salah satu fungsi dari Camat adalah melak-sanakan pelayanan publik. Dari pelayanan pablik ini bisa beriringan dengan apak yang menjadi kebutuhan warga,” jelasnya.

Selain pelayanan prima diberikan kepa-da masyarakat, Camat Junaedi menyuguh-kan kualitas pelayanan semakin baik dan bermutu. Sehingga kesejahteraan warga se-makin tampak.

“Kami selalu membangun nilai dalam budaya kerja di Kecamatan. Semua kar-yawan yang ada dilihat dari sisi positifnya dan didorong untuk bisa menunjukkan potensi yang baik. Selain itu juga dibekali Sumber Daya Manusia (SDM) yang me-madai. Tentu juga sarana dan prasarana yang dibutuhkan dilengkapi semaksiamal mungkin. Kami menjaga kebersamaan dan kegotong royongan bersama semua pegawai yang ada. Dan saya tanamkan satu hal yang perlu diingat, bahwa bekerja itu adalah ibadah,” tambah Camat fami-lier ini penuh semangat.

rusydiyono

Camat Kota Sumenep Raih Prestasi Nasional dan Internasional

Page 19: Edisi6

1 DESEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 19

Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Al-Karimiyyah (STIT Al-Karimiyyah), Desa Beraji, Kecamatan Gapuran, sukses menggelar Wisuda Strata I,

yang ke III, pada hari Sabtu, (22/11 bertempat dige-dung Graha Adi Podai. Hadir dalam wisuda tersebut Prof Dr KH Ali Maschan Musa M. Si mewakili Prof. Dr. H. Nur Syam M. Si, yang kini menjabat Sekretaris Jendral Kementrian Agama RI, Bupati Sumenep KH A. Busyro Karim serta sejumlah undangan terkait.

Mahasiswa yang di wisuda berjumlah 192 maha-siswa. Terdiri dari 12 mahasiswa Jurusan Pendidi-kan Bahasa Arab (PBA) dan 180 mahasiswa Jurusan Manajemen Pendidikan Islam (MPI), termasuk se-mua cabang yang ada. Undangan yang di sebar ham-pir 700 undangan. 400 orang untuk undangan wali wisuda yang termasuk kategori umum. Sementara untuk undangan VIP 100 orang.

Moh. Jazuli, MAg, Ketua Panitia Wisuda menye-but, seremonial wisuda merupakan lambang sebuah ketuntasan proses belajar di sekolah tinggi atau universitas. Ini menjadi proses akhir dan pengesa-han untuk menyandang gelar sarjana. Dibalik itu,

wisuda bukan akhir dari sebuah proses pembelaja-ran. namun hanya prosesi penerimaan gelar sarjan. Ektensinya wisuda adalah orentasi mahasiswa yang hendak memasuki pembelajaran baru yaitu belajar di masyarakat umum. Dari wisudalah sebuah pemb-elajaran yang sesungguhnya akan dimulai serta pen-gaplikasian teori-teori yang di proleh dalam bangku kuliah.

“Kami bangga para Sarjana bisa menuntaskan proses belajar dengan baik. Dengan gelar sarjana bisa menerapkan ilmu yang didapat dari bangku kuliah. Mudah-mudahan mereka bisa mengamalkan ilmu yang selama ini di dapat di lembaga STIT Al-Karim-iyyah dan menjadi manusia bermanfaat untuk ling-kungan masing-masing,” tutur kepada Mata Sume-nep.

Ketua STIT Al-Karimiyyah DR Ach. Syaiful A’la, Mpdi berharap kepada mahasiswa mendapat gelar sarjana semoga menjadi gerbang perjuangan untuk melakukan kebaikan.

hairul arifin

ADVERTORIAL

Para wisudawan/wisudawati angkatan ke III STIT AL-Karimiyah Beraji saat mengikuti proses wisuda, Sabtu, 22 November 2014

WISUDAWAN TERBAIK BERSAMA KETUA

Wis

uda

ke III S

TIT

AL-

Kar

imiy

yah

Page 20: Edisi6

20 | MATA SUMENEP | 1 DESEMBR 2014

Jejak Ulama Sumenep

Kiyai Wongsoleksono lahir di Sumenep pada tanggal 31 Agustus 1898 Masehi. Be-liau lahir dalam keadaan yatim (ada yang

mengatakan dalam keadaan yatim piatu). Ayahn-ya, Raden Sutojoyo (Haji Ahmad Muzammil) wa-fat pada saat beliau masih kecil, bahkan ada yang menyebutkan sebelum beliau lahir. Ibunya Nyai Nurmilah juga menyusul berpulang ke rahmatul-lah saat beliau masih belum dewasa. Beliau lalu diasuh oleh paman dan bibinya, Kiyai Muharrar (Kiyai Muqawwa) dan Nyai Musyarrafah (Nyai Muqawwa). Kiyai Muharrar ini kelak menjadi mertuanya, karena isteri pertama Kiyai Wong-soleksono ini adalah putri Kiyai Muharrar. Kiyai Muharrar ini juga ayah dari KH ‘Aliwafa Ambunt-en, Mursyid Thariqah Naqsyabandiah Muzhha-riah. Jadi antara Kiyai Wongso dan Kiyai ‘Aliwafa disamping ada hubungan saudara sepupu juga sekaligus saudara ipar.

Meski yatim piatu, Kiyai Wongsoleksono (nama kecilnya R. Mu’amar) memiliki pengaruh besar di tempat kelahirannya, di wilayah kecamatan Am-bunten. Ibunya merupakan putri penguasa Am-bunten, Kiyai Demang Singoleksono III, dan masih merupakan cucu R. Demang Singoleksono I (Kiyai Macan, Ambunten), salah satu tokoh legendaris di Ambunten yang terkenal dengan berbagai karo-mahnya. Sedangkan ayah Kiyai Wongso, R. Suto-joyo masih keturunan keluarga keraton Sumenep di masa dinasti Yudonegoro (R. Bugan). Dari kedua belah pihak, Kiyai Wongso juga masih terhitung keturunan Kiyai Ibrahim dan Kiyai Asiruddin Batu-ampar, adik Bindara Saud Raja Sumenep. Sedan-gkan secara nasab pancaran laki-laki beliau masih keturunan langsung Pangeran Saba Pele, Sampang, putra Adipati Sampang.

Mengenai nasab jalur pancer ini memang ada perbedaan. Menurut catatan silsilah yang berasal dari salah satu putranya, K R Muhammad Mah-fuzh (mantan Wedana Kangeyan), disebutkan bahwa Pangeran Saba Pele (Sosrodipuro) adalah putra Raden Adipati Pramono, Bupati Sampang, sekaligus adik dari Panembahan Ronggosukowati, Bupati Pamekasan. Raden Adipati Pramono ini adalah kakak dari Raden Pragolbo (Pangeran Aros-baya) yang menurunkan Pangeran Cakraningrat I, Bangkalan. Keduanya sama-sama putra Pangeran Demang Plakaran (Raja Bangkalan). Sedangkan dalam catatan lain, yang notabene dipegang para keluarga pesantren di daerah Pamekasan, keluarga Bani Ma’lum, dan sebagian di daerah Pasongson-gan (keluarga Abdul Hadi WM), Pangeran Saba Pele disebut sebagai putra Panembahan Sampang alias Putromenggolo, putra sulung Sunan Cendana Kwanyar Bangkalan. Wa Allahu a’lam.Pendidikan

Menurut riwayat putra-putranya salah satunya K R Hasanuddin, Kiyai Wongso pertama kali men-

empuh pendidikan pesantren di pondok pesant-ren Karay, Ganding. Waktu itu pengasuhnya ialah pendiri ponpes tersebut KH Imam bin KH Mah-mud. Dengan Kiyai Imam, Kiyai Wongso masih ada hubungan keluarga. Secara nasab beliau masih ter-hitung keponakan Kiyai Imam.

“Kalau menurut Kai (ayah; red), beliau pernah bilang pada putra-putrinya bahwa antara beliau dengan putra-putri Kiyai Imam masih terhitung saudara sepupu dua kali (dupopo),” terang Kiyai Hasanuddin.

Ada cerita menarik saat masa mondoknya Kiyai Wongso di Karay. Pada suatu waktu, Kiyai Imam sedang memberi pengajian kepada santri-santrinya. Setelah selesai, beliau memberikan pertanyaan un-tuk menguji para santri terkait isi pengajian yang baru diberikan. Namun ternyata tak ada satupun santri yang bisa menjawab. Lalu Kiyai Imam bertan-ya lagi, “kemana Mu’amar (Kiyai Wongso; red)?”. Saat itu memang Kiyai Wongso tidak ikut pengajian.

Lalu ada santri yang menjawab,” Kiyai Mu’amar sedang memancing katak, Kiyai”.

“Panggil kemari,” perintah Kiyai Imam. Singkat cerita, Kiyai Wongsoleksono dipanggil menghadap Kiyai Imam. Setelah menghadap, Kiyai Imam lalu memberikan pertanyaan seputar materi pengajian yang diberikan tadi. Lantas Kiyai Wongsoleksono pun menjawabnya dengan baik, dan ternyata jawa-bannya benar. Lalu Kiyai Imam berkata, “lihat ini Mu’amar, meski memancing katak tapi tahu men-jawab. Kalian semua yang ikut pengajian mulai tadi tidak satupun yang bisa menjawab”.

Para santri terdiam dan tertunduk. Sejak saat itu Kiyai Wongsoleksono cukup disegani di antara kawan-kawan santrinya karena kecerdasannya.

Setelah dari Karay, Kiyai Wongso melanjutkan menimba ilmu pada pondok-pondok pesantren lain. Tidak ada catatan khusus mengenai riwayat mon-doknya setelah dari Karay. Namun dari cerita tutur Kiyai Hasan putranya, Kiyai Wongso setiap mondok hanya sebentar. “Paling sebulan atau dua bulan di salah satu pesantren, lalu pindah ke pesantren lain. Istilahnya Tabarruk (mencari barokah),” kata pen-siunan Kepala UP Dinas Pendidikan Kabupaten Situbondo ini pada Mata Sumenep.

Bahkan Kiyai Wongso juga tercatat nyantri pada KH Muhammad Khalil Bangkalan. Namun tidak diketahui berapa lama. Mengenai ini ter-catat dalam catatan tulisan tangan beliau yang berada di tangan putra bungsunya K R Isma’il (mantan Wakil Rais Syuriah NU Ranting Bang-selok). Di dalam catatan yang berisi kumpulan wirid, do’a, dan hizib itu ada salah satu do’a yang keterangannya berbunyi “ka’dinto du’a pa-pareng langsung/ijazah dari Syaikhona Khalil Bangkalan,” (terjemahnya, “Ini doa pemberian langsung/ijazah dari Syaikhona Kholil Bangka-lan”).

Kiprah Da’wah dan kehidupannyaDalam masalah agama, Kiyai Wongsoleksono

terkenal sebagai sosok yang tegas dan keras. Beliau sangat memegang teguh hadits qulil haqq walau kaana murran. Sebagai contoh saat di masa sepuh beliau, K A Nawas Bakri, Pandian pernah beliau tun-tut karena salah dalam memberikan makna dalam pengajian seputar tauhid dan al-Quran. Parahnya kesalahan itu didengar umum karena memakai pengeras suara.

Kasus tersebut segera ditangani pemerintah kabupaten dan pengadilan agama. Kiyai Nawas dipanggil dan disidang di Masjid Jami’ di hada-pan para ‘ulama dan bupati. Pada waktu itu Kiyai Wongso yang ikut menyidang. Sebelum menunjuk-kan kesalahan Kiyai Nawas, Kiyai Wongso memberi kesempatan pada Kiyai Nawas agar mengulangi isi pengajiannya. Setelah diulang, oleh Kiyai Wongso diminta agar diartikan, dan ternyata memang keliru sekaligus fatal akibatnya, yakni yang mengucapkan-nya bisa murtad. Para ‘ulama dan hakim yang men-yaksikan juga menyalahkan. Setelah itu Kiyai Nawas diperintahkan agar bersyahadat lagi. Selanjutnya si-dang juga memutuskan melarang Kiyai Nawas men-gadakan kegiatan berceramah agama yang dituju-kan kepada umum dan hanya diijinkan berceramah kepada santri di langgarnya sendiri tanpa memakai pengeras suara. Keputusan tersebut disahkan oleh kepala kejaksaan Negeri Sumenep tertanggal 30 Januari 1971. Konon, setelah itu hubungan antara Kiyai Wongso dan Kiyai Nawas kurang harmonis.

Saat masih muda, Kiyai Wongso juga terkenal sangat keras. Ketika ada orang yang berbuat me-nyimpang dari hukum agama, langkah awal yang diambil ialah dengan tangan. Seperti yang diceri-takan K Raheli, cucu menantunya, dari KH Makki (keponakan KH ‘Aliwafa Ambunten), kalau ada Ki-yai Wongso lewat, warga lelaki di Ambunten banyak yang masuk ke dalam rumah karena segan. Sebab jika kelihatan berbuat salah langsung ditegur den-gan “tangan”. “Bahkan, jika dilihat ada lelaki yang memandang wajah perempuan bukan muhrimnya saja langsung dihajar oleh rama Wongso (Kiyai Wongso),” cerita Kiyai Makki pada K Raheli.

Pada jaman kolonial Belanda, Kiyai Wongso ter-masuk tokoh agama yang diincar Belanda. Menurut saksi mata, Nyai Emmi di Ambunten, saat itu Kiyai Wongso menjabat sebagai penghulu di kecamatan Rubaru. Suatu hari tiba-tiba Kiyai Wongso ditang-kap serdadu Belanda dan dimasukkan pada sebuah tong yang didalamnya berduri paku. Tong tersebut lalu diikat ke mobil jeep lalu ditarik dari Rubaru ke Sumenep. Ketika sampai Sumenep, ternyata Kiyai Wongso masih segar bugar dan tidak lecet sedikit-pun. Akhirnya beliau dilepaskan dan Belanda juga mulai sungkan pada beliau.

bersambung m. farhan muzammily

Bagi generasi sekarang, nama Kiyai Wongsoleksono, Pandian Sumenep mungkin kurang populer. Namun tidak bagi generasi tua kalangan Nah-dlatul ‘Ulama (NU) Sumenep, dan ikhwan-ikhwan senior thariqah Naqsya-bandiah Muzhhariah maupun Khalidiah. Dalam sejarah keta’miran masjid Jami’ Sumenep, nama Kiyai Wongsoleksono bahkan tercatat sebagai Imam Pertama masjid. Beliau juga salah satu tokoh sentral di balik terjadinya perang Pacca’ di era pemerintahan Bupati R. Soema’oem di tahun 1970-an.

Kiai Wongsoleksono

Page 21: Edisi6

1 DESEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 21

MATA PESANTREN

Pendidikan bukanlah proses aliensi sese-orang dari lingkungannya, atau dari po-tensi alamiah dan bakat bawaannya, mel-

ainkan proses pemberdayaan potensi dasar yang alamiah bawaan untuk menjadi benar-benar ak-tual secara positif bagi dirinya dan sesamanya. Layaknya Bani Syarqawi adalah nickname yang kadang kala digunakan untuk merujuk sebuah kelompok elit politik berbasis pesantren yang sangat kuat di Sumenep, dan mendominasi poli-tik dan pemerintahan di kota ini khususnya se-jak tahun 1999. Nama Bani Syarqawi mengacu pada kalangan yang memiliki ikatan genealogis pada seorang tokoh ulama penting yang hidup di Sumenep pada abad ke-19 bernama Kiai Syar-qawi. namun secara longgar istilah itu juga men-gacu pada mereka yang memiliki kaitan pendidi-kan atau hubungan guru-murid dengan jejaring pesantren yang terkait dengan Kiai Syarqawi.

Sentra jejaring ini adalah sebuah pesantren besar bernama Annuqayah yang terletak di desa Luk-Guluk (kadang ditulis sebagai Guluk-Guluk, namun pelafalan yang lazim menurut kaidah bahasa Madura adalah Luk-Guluk). Pesantren ini memiliki sejarah panjang. Ia dimulai dengan sebuah kejadian yang nyaris tanpa sengaja. Saat itu, seorang ulama dan pedagang dari Parendu-an, pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Dalam perjalanan di kapal laut, ulama ini berkenalan dengan seorang ulama lain yang lebih muda, berasal dari kota Kudus. Ulama Parendu-an ini sangat terkesan dan segera menjadi sangat dekat dengan si ulama muda dari Kudus. Ketika berada di tanah suci, ulama asal Parenduan jatuh sakit. Ia merasa ajalnya sudah dekat, sehingga berpesanlah ia pada kawan barunya dari Kudus itu, agar si kawan bersedia menikahi istrinya jika Allah berkenan memanggil-nya pulang saat be-rada di tanah suci. Ketika Kiai Gemma, si ulama asal Parenduan itu meninggal, maka Mohammad Syarqawi, si ulama muda asal Kudus itu, meni-kahi jandanya pasca ‘iddah dan kemudian turut pulang ke Parenduan.

Kedatangan seorang ulama dari kudus ke Prenduan itu terdengar pula oleh Kiai Idris di du-sun Patapan, desa Guluk-Guluk. Syahdan, beliau berkunjung ke Prenduan untuk memondokkan empat putra-putrinya untuk mengaji dan bela-jar kepada Kiai Syarqawi di Prenduan. Mereka adalah Kiai Chotib (putra sulungnya, yang kelak menjadi cikal bakal pendiri Pesantren Al-Amien Prenduan), Kiai Hafidzuddin (cikal bakal pen-diri Pesantren Hidayatut Thalibin Lembung), Nyai Nursiti (yang kelak dinikahi Kiai Imam dan mendirikan pesantren di Karay), dan Nyai Mari-yah (putri keempatnya, yang kelak menjadi isteri ketiga Kiai Syarqawi) dengan harapan mereka dapat menyerap sebanyak-banyaknya ilmu yang dimiliki Kiai Syarqawi yang alim dan wira’i itu. Sejak itulah Kiai Idris sering mendatangi Kiai Syarqawi untuk menjalin ukhuwah sambil meny-erap ilmu dan mempererat tali persaudaraan.

Pasalnya, didesa inilah Kiai Syarqawi mendi-rikan sebuah pesantren kecil untuk memulai kegiatan dakwah dan pendidikan keagamaan. Tak lama berada di sana ia sudah dikenal sebagai ulama yang handal. Namun, beberapa tekanan sosial sedikit memaksa Kiai Syarqawi untuk me-mikirkan relokasi pesantrennya. Ia kemudian memutuskan untuk pindah ke arah utara, ke desa Luk-guluk. Pesantrennya di Parenduan kemudi-an dilanjutkan oleh Kiai Chotib, dan kelak akan berkembang menjadi pesantren modern Al-Am-ien (yang menerapkan manajemen dan metode serupa di Gontor), di Guluk-Guluk Kiai Syarqawi memulai sebuah pesantren di area bekas sebuah kandang kuda. Catatan tertulis menyebutkan bahwa Kiai Syarqawi mendirikan pesantren ini pada tahun 1887. Di sini pulalah ia memulai se-buah network genealogis penting.

A Tijani Syadzili selaku Sekertaris Yayasan Al-Amien mengatakan, Kiai Chotib menjadi ci-kal bakal pendiri Pesantren Al-Amien Parenduan Sumenep, kiai Chotib Pengasuh pengasuh Pon-dok Pesantren Al-Amien Parenduan. sekitar awal abad ke-20, Kiai Chotib mulai merintis pesantren

dengan mendirikan Langgar kecil yang dikenal dengan Congkop. Pasalnya, congkop inilah sebe-narnya cikal bakal Pondok Pesantren Al-Amien yang ada sekarang ini dan kiai Chotib sendiri ditetapkan sebagai perintisnya.

Setelah meredup dengan kepergian kiai Chotib, kegiatan pendidikan Islam di Prenduan kembali menggeliat dengan kembalinya kiai Djauhari (putra ke tujuh kiai Chotib) dari Mekkah setelah sekian tahun mengaji dan menuntut ilmu kepada Ulama-ulama Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Ia kembali bersama istri tercinta Nyai Maryam yang merupakan putri salah seorang Syekh di Makkah Al-Mukarromah. Sekembali dari Mekkah, Kiai Haji Djauhari tidak langsung membuka kembali pesantren untuk melanjut-kan rintisan almarhum ayahnya. Ia melihat masyarakat Prenduan yang pernah dibinanya se-belum berangkat ke Mekkah perlu ditangani dan dibina lebih dahulu. Pasalnya, terpecah belah akibat masalah-masalah khilafiyah yang timbul dan berkembang di tengah-tengah mereka.

Akhir tahun 1950-an Mathlabul Ulum dan Tar-biyatul Banat telah mencapai masa keemasannya. Dikenal hampir di seluruh Prenduan dan sekitarn-ya. Namun sayang kondisi umat Islam yang pada masa itu diterpa oleh badai politik dan perpecahan memberi dampak cukup besar di Prenduan dan Mathlabul Ulum. Memecah persatuan dan persau-daraan yang baru saja terbangun setelah melewati masa-masa penjajahan. Pimpinan, guru dan mu-rid-murid Mathlabul Ulum terpecah belah. Periode Pendirian Pesantren (1952 – 1971) Menjelang akhir tahun 1951, di tengah keprihatinan memikirkan nasib Mathlabul Ulum yang terpecah. Pasalnya, Kiai Haji Djauhari teringat pada Pesantren Cong-kop dan almarhum ayahnya, teringat pada harapan masyrakat Prenduan saat pertama kali beliau tiba dari Mekkah. Ia pun bertekad untuk membangkit-kan kembali harapan yang terpendam, memban-gun Congkop Baru.

bersambungimam rasyidi

Cikal Berdirinya Ponpes Al-Amien

Page 22: Edisi6

22 | MATA SUMENEP | 1 DESEMBR 2014

OASE

biografi Ibnu Ataillahproses editing

Ibnu Athaillah as-Sakandary berkata: “Ko-songkan hatimu dari segala sesuatu selain Al-lah (farrigh qalbaka min al-aghyar), maka Al-lah akan memenuhi hatimu dengan ma’rifat dan rahasia-rahasia (yamla`uh bi al-ma`arif wa al-asrar)”. Demikian, menurut Ibnu Athaillah bahwa ma’rifat merupakan tujuan dari tasawuf, bahkan agama itu sendiri. Allah menegaskan bahwa tujuan dari penciptaan jin dan manusia tiada lain adalah untuk bersujud dan mengenal Allah (ma’rifatullah). Segala macam taklif ibadah yang dibebankan Allah kepada hamba-Nya tak lain adalah sebagai perantara untuk mengenal lebih dalam Sang Khalik. “Dirikanlah sholat un-tuk mengingat-Ku”, sabda Sang Pencipta dalam surat Thaha.

Hakikat semacam ini nyaris terlupakan oleh penulis kitab “al-Hikam” yang legendaris tersebut. Sebelum menempuh jalan spiritual hingga men-jadi penerus tongkat estafet master sufi (mursyid) ketiga dalam ordo Syadziliah, Ibnu Athaillah ada-lah seorang ahli fiqh (faqih) yang tidak menaruh minat pada sufisme, bahkan cenderung sinis. Dalam pada itu ia berujar, “Aku tidak melihat sesuatu dari apa yang mereka (ahli sufi) lakukan kecuali membuat-buat (sesuatu) terhadap Allah”.

Kealpaan demikian terus berlanjut hingga sete-lah perenungan mendalam ia memutuskan untuk menghadiri majelis Syekh Abi al-Abbas al-Mursi, mursyid kedua tarekat Syadziliah. Ibn Athaillah terkesima dengan penjelasan-penjelasan al-Mursi dan merasa ucapan tersebut lahir dari samudera Ilahiah. Hal tersebut membuatnya memutar ha-luan dan menekuni dunia tasawuf. Ibnu Athaillah sadar, bahwa selama ini ia terlalu menekankan diri pada aspek dhahir dari ibadah, sehingga me-lupakan samudera kedalaman makna yang luas. Pada perkembangannya, Ibnu Athaillah menjadi salah seorang sufi yang paling cemerlang dan menulis lebih dari 20 kitab bercorak tasawuf.

Sebagai seorang pencari Allah (salik), Ibn Athaillah mengajarkan bahwa pada mulanya ada-lah dengan mengeliminir segala sesuatu selain Allah dari hati. Dalam untaian hikmahnya ia ber-pesan, “ Kaifa yashruqu qalb shuwar al-akwan munthabi’ah fi mir`atih (Bagaimana hati sese-orang dapat tersinari sementara gambar dunia ini terlukis dalam cermin hatinya?)” Seorang sa-lik harus menyadari bahwa dunia beserta segala

isinya tidak layak untuk dipatri dalam hati. Se-orang salik tidak layak bersedih ketika kehilangan sesuatu dari dunia; apakah itu harta, kedudukan, atau anggota keluarga. Pun sebaliknya, tidak ter-lampau senang ketika mendapatkan anugerah du-niawi.

Ibnu Athaillah berkata, ”Jangan merasa aneh dengan banyaknya kekeruhan selama kau berada di dunia, karena apa yang tampak di dunia ada-lah memang layak dan sudah menjadi sifatnya”. Sementara dunia dijadikan Allah rumah ujian dan kesengsaraan tidak lain karena Allah ingin mengetahui manusia tidak menjadikan dunia ke-inginan utama dalam hidup dan segera berpaling kepada Allah. Derita dan kesulitan dunia merupa-kan nikmat atas hamba, karena hal itu membuat manusia tidak mencintai dunia dan di sisi lain dapat membuatnya dekat kepada Allah. Dari sana ia menghadap kepada Allah seraya mengharap ridha-Nya dan kebahagiaan dalam mengenal-Nya. Namun demikian Ibn Athaillah menegaskan bahwa hal ini tidak berarti bahwa seorang pencari kebenaran tidak memiliki apapun di dunia, akan tetapi lebih kepada melepaskan pertautan hati kepada dunia, yaitu dengan tidak menjadikannya orientasi utama dalam hidup (akbaru hamm).

Kemudian setelah membulatkan tekad untuk menempuh jalan sufi, seorang salik hendaknya mengikutinya dengan jalan memperbanyak berib-adah (suluk) kepada Allah. Memperbanyak ibadah merupakan jalan yang bagus untuk mencapai tu-juan yang baik pula. “Man asyraqat bidayatuhu asyraqat nihayatuh, (barang siapa yang memu-lai (suatu perkara) dengan baik, maka itu adalah cermin yang memperlihatkan pada kesudahan-nya)”. Akan tetapi, Ibn Athaillah mewanti-wanti, bahwa memperbanyak amal ibadah, meskipun itu adalah prasyarat utama untuk wushul ila Allah, tetapi hendaknya seorang salik tidak semata-ma-ta menggantungkan diri pada amal perbuatannya.

Berkata Ibn Athaillah: “Salah satu tanda ka-lau seseorang menggantungkan diri pada amal usahanya sendiri (i’timad ala al-a’mal) adalah berkurangnya harapan terhadap rahmat Allah (nuqshan al-raja`) ketika terjadi kesalahan/dosa”. Seorang salik seharusnya lepas terha-dap amal usahanya, tidak memperdulikan apa-kah hasilnya baik atau buruk. Tempat bergan-tung hanyalah Allah, dan bukan perbuatan atau

tindakan-tindakan diri sendiri. Amalan-amalan tersebut hanyalah bukti untuk memperlihatkan kehambaan kita kepada Allah. Untuk menunjuk-kan bahwa kita adalah hamba dan Allah adalah Tuhan. Adalah suatu kewajiban seorang hamba memohon kepada Tuannya dan berusaha sebaik mungkin, sementara hal yang layak jika seorang Tuan-lah yang berhak mengatur urusan hamba-Nya. Yang perlu dilakukan seorang salik hanyalah terus beramal, dan mengistirahatkan diri dari ikut mengatur hasilnya (arih nafsak an tadbir). Sebab itu adalah domain Allah. Sebaliknya, seorang sa-lik hendaknya meminta anugerah kepada Allah agar memperbaiki dirinya dan mendekatkan diri untuk semakin mengenal-Nya (ma’rifatullah).

“Jika Tuhan membukakan pintu ma’rifat bagimu, maka janganlah engkau menghirau-kan soal amalmu yang masih sedikit (in qalla ‘amaluk). Karena sesungguhnya Tuhan tidaklah membukakan bagimu melainkan Dia akan mem-perkenalkan diri kepadamu (Huwa yurid an yata’araf ilaik). Tidakkah engkau tahu, bahwa ma’rifat itu adalah anugerah-Nya kepadamu (mu-riduh ‘alaik), sedangkan amalmu adalah pemberi-an dari dirimu (muhdiha ilaih). Maka di manakah letak perbandingan antara apa yang Dia anuger-ahkan kepadamu dengan apa yang engkau beri-kan kepada-Nya (ma tuhdih ilaih min ma Huwa muriduhu ‘alaik),”? dawuh Ibn Ataillah.

Ma’rifatullah adalah sebuah anugerah luar bi-asa kepada hamba-Nya, maka ketika Allah telah membukakan bagi seseorang suatu jalan untuk mengenal-Nya, maka banyak sedikitnya amal tidak menjadi sebuah tolak ukur. Karena ma’rifat itu suatu karunia pemberian langsung dari Allah, maka sekali-kali tidak tergantung kepada banyak sedikitnya amal kebaikan seseorang.

Yang perlu dilakukan dalam meniti jalan spir-itual ialah bersungguh-sungguh beramal dan menyandarkan diri kepada Allah sejak awal mula perjuangannya (al-ruju’ ila Allah fi al-bidayaat). Dengan penyandaran diri pada Allah, dengan me-renungi segenap hati kalimat la haula wa la quwa-ta ila billah; tiada daya dan kekuatan sama sekali kecuali dengan pertolongan Allah, merupakan pertanda kelulusan (sampai kepada Allah) sese-orang di akhir jalan spiritual (alamaat al-nujh fi al-nihayat).

bersambung

Ahmad MuhammadSarjana Universitas Al-Azhar, Mesir

dan Magister Tasawuf di UIN Sunan Ampel

Mendengar nama Ibnu Atha’illah masih kalah populer dengan Kitab Al-Hikam. Padahal, tak kurang dari 20 karya Ibnu Atha’illah, meli-puti tasawuf, tafsir, aqidah, hadits, nahwu, dan ushul fiqh. Dari be-berapa karyanya itu yang paling terkenal adalah kitab Al-Hikam.Memang, al-Hikam seakan menjadi primbon bagi mereka yang ingin berjalan mendekat kepada Allah Swt. Untaian mutiara katanya mem-beri petunjuk, bagaimana beribadah yang bisa meraih ridlo Ilahi. Le-wat kolom ini, biografi dan pemikiran Ibnu Atha’illah diturunkan secara bersambung. Semoga menjadi oase di tengah hegemoni syahwat dunia.

Amal Ibadah Bukan SandaranMeraih Rahmat Ilahi

Page 23: Edisi6

1 DESEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 23

Metamorfosis Al-Ghazali (6)Dari Filsuf Menuju Sufi

Jauli MutarDosn S

AlKarimia

SURI TAULADAN

Al-ghazali memang dikenal sebagai ulama cerdas dan produktif. Tidak terhitung, buku hasil karyanya yang menghiasi du-

nia intelektual muslim. Hanya saja, sebagian sar-jana muslim kurang utuh mengkualifi kasi karya al-Ghazali dalam dua kutub berbeda, terkait dengan perjalanan hidupnya, dari karya seorang intelektual yang bermetamorfosis menjadi karya seorang Sufi sme.

Kitab Ihya Ulumuddin, misalnya, sangat ber-beda dengan kitab Misykat al-Anwar. Ihya Ulu-muddin kitab yang ditulis al-Ghazali sebelum uzlah dan kajiannya dikhususkan bagi kalangan masyarakat umum sebagai petunjuk praktis ke-hidupan beragama. Sementara, kitab Misykat al-Anwar ditulis al-Ghazali pasca uzlah, yang mins-ednya berkacamata tasawuf. Sehingga , isi kitab Misykat al-Anwar bertendensi bagi mereka yang ingin meraih kebenaran sejati (Makrifatullah).

Ebrahim Moosa dalam bukunya; Ghazali and Poetics of Imagination, menyebut al-Ghaz-ali telah melakukan eksperimen dalam dua jenis tulisan. Pertama, tulisan memori atau tulisan doksologis, sewaktu menjadi selebritas intelek-tual di Baghdad. Kedua, tulisan hati, hasil sebuah pengembaraannya di dunia Sufi sme.

Kacamata Sufi sme memang menjadi titik tekan al-Ghazali melampaui metode lain dalam mengkaji sebuah objek sehingga melahirkan banyak karya yang lebih mengagumkan. Seperti, Karya Misykat al-Anwar (relung cahaya), yang menjadi cikal bakal lahirnya Epistemologi Islam, sebuah ilmu yang mengajarkan metode mem-perloleh kebenaran pengetahuan dalam Islam.

Kitab Misykat al-Anwar, sekedar contoh kongkrit bagaimana al-Ghazali menerapkan cara penafsiran al-Qur’an secara Sufi stik. Misykat arti harfi ahnya adalah ceruk atau relung. Sedangkan al-Anwar memiliki makna cahaya (Nur). Judul kitab ini merujuk kepada sejumlah ayat al-Qur’an yang berbicara tentang Nur (cahaya). Seperti, Al-lah nur al-samawati wa al-ardh (Allah adalah cahaya langit dan bumi). Ada juga sebuah hadits yang mengungkap bahwa ada 70 tirai. Masing-masing tirai memiliki cahaya dan kegelapan. Jika semua tirai itu disingkap, keagungan wajah Tu-han akan membakar semua yang melihatnya.

Dalam Misykat, al-Ghazali ingin menguraikan apa yang disebut sebagai fi lsafat cahaya. Den-

gan kata lain, bagaimana al-Ghazali menjelaskan kebenaran sejati itu hanya di dapat dalam Nur Ilahi. Menurut al-Ghazali, selain indera (mata), keberadaan benda-benda sangat ditentukan oleh cahaya. Tanpa cahaya, maka benda-benda tidak ada. Cahayalah yang menyebabkan semua penampakan terjadi. Cahayalah yang memanif-estasikan benda-benda di sekitar kita. Al-dzuhur dimungkinkan karena ada Nur.

Cahaya kasat mata adalah cahaya inderawi. Dalam kitab Faishal, al-Ghazali mengungkap lima tingkat wujud. Tingkatan inderawi ada ca-haya yang mengantarkan manusia mengetahui sejauh kemampuan indera. Pada level pikiran, ada cahaya yang mengantarkan pengetahuan bagi pikiran. Sehingga, pikiran selalu melihat objek dan berlaku kesadaran yang selalu mengarah ke-pada objek.

Al-Ghazali menyebut ada dua jenis mata untuk

melihat. Pertama, mata inderawi. Kedua, mata ruhani (hati). Mata inderawi memiliki banyak keterbatasan ruang. Sedangkan, objek mata ruha-ni tiada batas. Sehingga cahaya yang dipantulkan mata ruhani bisa menjadi sumber cahaya. Dalam konteks ini, al-Ghazali ingin menyatakan bahwa cahaya sejati adalah cahaya Ilahi (Nur Ilahi). Se-dangkan cahaya lain hanyalah sebuah majasi. Semua cahaya disebabkan cahaya mutlak. Allah adalah cahaya mutlak itu atau nur fauqa nur (ca-haya di atas cahaya).

Lewat kitab Misykat al-Anwar, al-Ghazali menawarkan metode kebuntuan para Filsuf Yunani dalam meraih kebenaran. Termasuk para Filsuf Barat modern yang juga mengala-mi kebuntuan soal objek kebenaran pengeta-

huan. Paradigma berpikir para Filsuf itu sebatas upaya merengkuh objek sejauh didefi nisikan oleh subjek. Sebagai contoh, Imanuel Kant lewat kon-sep numena atau das ding un sich (ada pada dirin-ya) juga tidak mampu menjangkau subjek. Subjek hanya melihat sebuah fenomena atau penam-pakan. Edmund Husserl dan Martin Heidegger sekata menganjurkan penampakan eksistensial, objek disuruh berbicara atas namanya sendiri. Padahal, jauh sebelum Filsuf modern itu lahir, al-Ghazali sudah merumuskan konsep cahaya, di mana penampakan objek pada subjek berwujud sebab unsur lain, yaitu cahaya.

Seperti yang tertuang dalam Surah an Nur ayat 35 – 38.

“Allah (memberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah adalah sep-erti lubang yang tak tembus yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca dan kaca itu seakan-akan (bintang yang bercahaya) seperti mutiara yang menyalakan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, yaitu pohon zai-tun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesua-tu) dan tidak pula di sebelah baratnya yang minyaknya sahaja menerangi walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis) Allah membimbing kepada cahayanya, siapa yang Dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

bersambung....

“al-Ghazali ingin menyatakan bah-wa cahaya sejati adalah cahaya Ilahi (Nur Ilahi). Sedangkan ca-

haya lain hanyalah sebuah majasi. Semua cahaya disebabkan cahaya mutlak. Allah adalah cahaya mut-

lak itu atau nur fauqa nur (cahaya di atas cahaya)”

Pencetus Filsafat Makrifatullah

Page 24: Edisi6

24 | MATA SUMENEP | 1 DESEMBR 2014

Seorang pemimpin tidak sebatas pintar secara intelektual, juga dituntut cerdas secara emosional dan spiritual. Ketig-anya harus melekat dalam satu sosok yang pasti menghadapi aneka karakter manusia dan menumpuknya problem warga. Banyak orang menanti ide-ide ce-merlang sosok pemimpin untuk menye-lesaikan berbagai macam probelmatika kehidupan. Dan menemukan sosok di atas, ibarat mencari jarum ditumpukan jerami. Dalam pandangan Dr Muham-mad Saidi, MPd,MM, karunia Ilahi di atas melekat pada sosok Bupati Sume-nep, Kiai Haji Abuya Busyro Karim.

Testimoni

Suatu hari di awal 2013, Sahidi berkonsul-tasi dengan promotor doktornya di Univer-sitas 17 Agustus, Prof Dr Ujianto, MS. “Saya

ajung jempol pada bupati anda,” cerita Saidi men-genang pembicaraan dengan sang guru besar. Sahidi merasa kaget dan tercengang mendengar jawaban guru besar yang memiliki integritas ting-gi terhadap penelitian dan ilmu pengetahuan di Indonesia. Di tengah sikap bisu Sahidi, sang guru besar melanjutkan penjelasannya.

“Pak Busyro itu tekun mengikuti kuliah pada program doktor. Saya tahu, pak bupati sangat sibuk. Tapi, dalam berbagai kegiatan akademis, Pak Busyro tidak pernah mewakilkan kepada orang lain. Jika bertanya saat kuliah, materinya berbobot dan mendalam. Dia sosok pemimpin yang cerdas. Integritas dan perhatiannya ter-hadap ilmu pengetahuan tidak perlu diragukan,” begitu testimoni Guru Besar Ujianto, yang ditu-lis Sahidi dalam pengantar buku karya KH Abuya Busyro Karim, Menuju Sumenep Cerdas 2015; Pengelolaan Pendidikan Secara Profesional.

Jiwa kempeminpinan (leadership) pada sese-orang tidak tumbuh dengan serta merta. Namun, ada usaha serta proses yang dilalui oleh seseorang, sehingga tumbuh jiwa peminpin dalam dirinya. Begitu juga dengan Bupati Busyro Karim. Menu-rut cerita Muhammad Saidi, sebelumnya memang sudah ada tanda-tanda bahwa beliau memiliki jiwa pemimpin. Tanda itu mulai tampak semenjak Busyro Karim Muda nyantri di Pondok Pesantren Mathaliur Anwar, Pangarangan, Sumenep. Sosok Abuya selalu menjadi tumpuan problem solving dikalangan santri. Yang membuat teman-teman Kiai Busyro kagum, yaitu karena semua teman-temannya tidak mampu memecahkan masalah,

sementara Suami Nyi Nurfitriana itu selalu saja bisa. Sepertinya dalam otaknya itu berisi cadan-gan jalan keluar dari semua permasalahan. Se-hingga dengan enteng dan refleks ketika dimintai pandangan terhadap kejadian yang bermasalah. “Busyro itu cerdas dan tanggap terhadap persoa-lan yang terjadi dilingkungan sekitarnya,” katan-ya kepada Mata Sumenep.

Selain cerdas dalam memecahkan masalah, mantan Wakil Ketua Tanfidziyah PCNU itu juga dinilai cerdas dalam menyiasati keterbatasan, dan sukses melintasi tantangan. Sahidi mencontoh-kan, sewaktu Busyro kuliah di IAIN Sunan Kali-jogo Yogyakarta, sering kekuarangan biaya hidup. Karena uang pemberian dari kedua orang tuanya tidak cukup sebagai bekal hidup di kota pendidi-kan yang berbeda jauh dengan desa kelahirannya. Bayangkan yang dikasih hanya Dua Puluh Lima Rupiah (Rp. 25.000) selama satu bulan, semen-tara biaya hidup dan pembayaran kampus sudah lebih Lima Puluh Ribu Rupiah selama sebulan. Tapi nyali Busyro tidak melempem di tengah tan-tangan, harapan dan tekadnya tak putus diperten-gahan jalan, semua dijalani dengan tenang dan penuh keyakinan.

Lanjut Saidi, tidak lama setelah berada di Yog-yakarta, Busyro diketahui banyak orang kalau dia piawai dalam hal ceramah. Selanjutnya, Busyro selalu diundang untuk ceramah dan mengisi ber-bagai pengajian. Berkat itulah Busyro bisa makan dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Menyelam sambil minum air, kira-kira begitu pengalaman manis sang pengasuh Pondok Pesantren Al-Ka-rimiyah Braji itu. “Busyro itu makan dan men-cukupi kebutuhan hidup lainnya dari hasil cer-amah,” tandasnya.

Sehingga tidak heran, apabila Busyro datang dari Yogyakarta dan mampir ke Pondoknya pasti akan diminta untuk mengisi ceramah pada keg-iatan rutin santri. Biasanya pada acara pelatihan santri dibidang ceramah, sambutan-sambutan, dan menjadi pembawa acara, yang dinamai Mu-hadharoh. Karena semua santri tahu kalau kakak angkatannya itu memang terkenal dibidang cer-amah.

Bahkan, kata pria yang bertugas sebagai Pen-gawas Sekolah di Dinas Pendidikan Kabupaten Sumenep itu, Busyro sempat bergantian menjadi bilal disebuah Masjid di Yogyakarta dengan Amin Rais politisi senior partai PAN itu. Ketika Amin Rais tidak bisa menjadi bilal, seperti biasa diganti oleh Busyro. “bahkan Busyro itu kualitasnya sama dengan Amin Rais dalam persoalan ceramah,” pa-parnya.

Kenyang mencicipi rasa asinnya garam ke-hidupan, membuat jiwa Busyro semakin man-tab menatap masa depannya. Sehingga kharisma kepeminpinannya kian harum dan melambung. Dan menjadikan seorang yang memiliki etos kerja yang bagus. Memiliki konsep menejerial yang ba-gus. Serta selalu disiplin dalam bekerja.

Menurut cerita Haji Sulaendi pegawai di Kabag Pemdes, Kedisiplinan bupati itu terlihat dari jam masuk kantor. Selama tidak ada kegiatan diluar kantor, bupati pasti inten dan selalu ada dikan-tornya. Semua itu dilakukan untuk memberikan contoh yang baik bagi semua pegawai di Sumenep ini. “Saya selalu melihat bupati dikantornya, dan jam masuknya pun beliau sangat disiplin, pastas ditiruh oleh kami semua disini,” ujarnya.

rusydiyono

Guru Besar Untag Takjub Menilai Bupati KH Abuya Busyro Karim

Dr Muhammad Saidi, MPd,MM

Page 25: Edisi6

1 DESEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 252014 | MATA SUMENEP | 25

MAJELIS TAKLIM

Salah satu ulama atau kiai yang menggu-nakan kedua cara tersebut adalah Kiai Haji Muhgni. Kiai asal Batu Putih ini

selalu menyatu bersama masyarakat, selain melaksanakan tugasnya sebagai pengasuh di Pondok Pesantren Ad-Dakwah. Aktifitas keseharian, diniatkan sebagai ibadah. Sebab, semua pekerjaan yang dilakoni secara ikhlas berharap ridla Ilahi adalah Ibadah. Sehingga tak heran jika pesantren yang dirintis pada tahun 2002 cepat mendapat perhatian dari warga sekitar.

Saat ini Ponpes yang dirintisnya memiliki ratusan santri. “Sampai sekarang ada dua ra-tus lebih santri yang mondok di sini,” kata sala satu pengurus ponpes, Zuhdi, 23, asal Batu Putih kepada Mata Sumenep.

Kiai dengan dua anak ini sangat ramah pada tamunya. Baik kepada yang tua ataupun bagi yang masih mudah. Berdasarkan penga-matan Mata Sumenep, keramahan beliau terhadap tamu, saatmenyuguhkan secangkir kopi dan sebatang rokok ketika ada seseorang yang sowan ke kediamannya. Dan semua itu dilakukan sendiri, alias tidak menyuruh orang lain. Bukan tidak ada yang akan disuruh, akan tetapi hal demikian dilakukan sebagai bentuk penghormatan pada tamunya. “eatore kopina tor pendhut rokok ka’dintoh,” ujarnya dengan ramah.

Untuk kegiatan di luar rumah, selain menjadi pengasuh Ponpes, alumni Ponpes Annuqayah ini sering mengisi berbagai kom-polan bersama warga sekitar. Diantaranya setiap malam Sabtu, khusus pemudah keluar-an pesantren, sementara untuk malam Rabu anggota perkumpulan itu khusus masyarakat yang tidak pernah mengenyam pendidikan pesantren. Sehingga materinya pun berbeda. Untuk perkumpulan pemudah mengunakan kitab-kitab klasik seperti Fathul Mu’in, se-mentara khusus yang tua-tua menggunakan kitab-kitab yang mudah untuk di mengerti, seperti Safinatun Najah dan Sullam Taufik. Yang paling ditekankan dalam setiap perkum-pulan yaitu masalah Shalat dan seputar ke-hidupan sehari-hari.

Bahkan kata kiai yang mengaku pernah belajar ngaji kepada Syeh Ali Al-Yamani di Mekah itu, setiap setengah bulan sekali di-rinya masih dimintah mengisi perkumpulan warga yang jauh dari tempat tinggalkannya. “kaule sering diminta warga kaangkuy nges-seeh kompolan, tempat epon cokop jeuh dari ka’dintoh,” pungkasnya.

Akan tetapi, sikap peduli dan keramahan itu tidak terjadi secara sim salabin pada diri kakak Kiai Mawardi mantan anggota DPR Kabupaten Sumenep itu. Karena Ayah dari Muhammad Hasan dan Ahmad Fauzi itu

mengaku, setelah dirinya keluar dari Ponpes Annuqayah pada tahun 1977, yang ketika itu masih berumur sekitar 21 tahun masih sempat melanjutkan studinya ke tanah Suci Mekah. Disana berguru kepada banyak ula-ma, salah satunya Syeh Ali Al-Yamani, yang waktu menjabat sebaga menteri perminya-kan Arab Saudi.

Bahkan dari saking lamanya di Mekah, pernikahannya dengan Nyai Hafsah pun di-laksanakan disana. Tidak hanya itu, kedua putranya dilahirkan di Mekkah. Setelah putra pertamanya berumur lima tahun dan yang kedua berumur tiga tahun, pulang ke desa kelahirannya. Namun, kiai Mughni tidak pulang, hanya isteri dan anaknya yang disuruh pulang duluan. Di tanah rantau, be-liau masih ingin belajar lebih banyak lagi.

Sikap menghargai sesama yang selalu terpancar pada diri Kiai dari dua belas bersaudara itu. Beliau tidak pandang bulu, ataupun masalah usia. Berdsarkan cerita Miftahul Ulum, 24, bahwa sangat men-gahragai dan menyayangi kaum muda. Ketika berkomunikasi dengan orang yang muda darinya. Beliau tetap menggunakan bahasa yang santun. “beliau sangat ramah pada siapapun, apalagi bai kaum muda,” ceritanya.

rusydiyono

Ulama adalah pewaris para Nabi. Segala aktifitasnya ber orientasi dakwah. Setiap seruannya pasti mengarah pada peningkatan kualitas hidup. Ada beberapa cara mengajak masyarakat ke jalan yang diridhai Tuhan-Nya. Ada yang melalui pengajian, ada pula yang lebih mengutamakan kedekatan emosional. Dengan hara-pan, dakwah yang disampaikan bisa mengantarkan umat untuk selalu ingat dan taat kepada Allah SWT.

KH Muhgni

Kiai Mughni; petualang ilmu sampai ke Mekkah

Page 26: Edisi6

26 | MATA SUMENEP | 1 DESEMBR 2014

Karangduwak (4) Sang Mpu

Mengenal

Sikap keras Sang Mpu Citra Nala sudah men-jadi legenda bagi komunitas keris di Sume-nep. Suatu ketika utusan Raja menemui

Sang Mpu Citra Nala minta dibuatkan keris yang akan digunakan Raja dalam tempo yang sangat singkat. Sang Mpu menolak dengan dalih, peme-san keris sebelum Raja sudah menumpuk. Sang Mpu tidak bisa mengutamakan pesanan Raja, se-belum pemesan sebelumnya selesai dibuat. Bagi Sang Mpu Citra Nala, kedudukan manusia sama, tidak ada beda antara Raja dan Rakyat. Akibat pendirian Sang Mpu, sang Raja tidak terima. Dan, Sang Mpu memilih meninggalkan Sumenep.

Dari ratusan tahun legenda Sang Mpu Citra Nala mewarnai dunia perkerisan, tidak ada satu-pun pecinta keris Sumenep mengetahui keberadaan astanya. Tanpa sengaja, Mata Sumenep, mendapat informasi, di Dusun Kebun, Desa Polagan, Kecama-tan Galis, Pamekasan, terdapat makam yang bertu-lisan Ki Citra Nala. Sehingga, ini menjadi menarik karena bisa memperjelas keberadaan para Mpu Sumenep.

Sebelum berziarah ke makam Sang Mpu Citra Nala, Mata Sumenep, disarankan menemui juru kunci makam. Masyarakat sekitar, memberi man-dat ke Pak Djoko Adi Susanto, sebagai juru kunci atas perantaranya, makam Sang Mpu Citra Nala diketahui dan dibangun.

Bagaimana ihwal makam Sang Mpu Citra Nala diketahui? Guru Bahasa Ingris, SMA 2 Pamekasan ini, bercerita asal mula asta Sang Mpu Citra Nala melalui sebuah perbincangan dengan guru spiritual Pak Djoko, Suhardi, keturunan Sang Mpu Karang-duwak. Pak Djoko menjelaskan, di sekitar daerahn-ya, ada beberapa buju’ (makam suci) yang sering

dikunjungi warga. Guru Pak Djoko itu juga bercer-ita jika Citra Nala, putra Sang Mpu Karangduwak, pernah tinggal di Pamekasan. Dari perbincangan itu, Pak Djoko dan gurunya beserta santrinya, berzi-arah ke buju’ yang baru diperbincangkan. Lokasinya di Desa Pandan, samping area pegaraman. Sete-lah berziarah, guru Pak Djoko menyatakan bukan makam Citra Nala.

Pak Djoko dan rombongan pulang menuju Sumenep melewati arah Vihara, Talangsiring. Di tengah jalan, Pak Djoko juga menunjukkan sebuah area makam yang kerap dizirahi masyarakat Du-sun Kebun. Salah satu penghuni makam itu, ada kuburan Kiai Masluha, sesepuh warga Desa Po-lagan. Mobil rombongan berhenti. Dan guru Pak Djoko bertafakur beberapa detik, sebelum melang-kah menuju kuburan dimaksud.

Jalan menuju makam tidak bisa dilewati ken-daraan roda empat dan jaraknya cukup jauh dari jalan desa, sekitar 300 meter. Sehingga mobil di parkir dan rombongan harus berjalan kaki. Setiba di lokasi yang ditunjuk, guru Pak Djoko menyatakan bukan Citra Nala. Disekitar makam, ada tiga pohon besar (pohon asam, pohon beringin dan pohon du-wak) yang satu sama lainnya menyilang saling men-empel, sehingga terlihat menjadi satu. Pak Djoko menunjuk tiga pohon besar yang selalu mengelu-arkan cahaya. Guru Pak Djoko melangkah menuju arah dimaksud. Sepintas tidak ada tanda-tanda batu atau pusara, yang menandakan di lokasi itu ada je-jak makam suci. Tapi, guru Pak Djoko menyatakan, lokasi yang ditunjuk merupakan tempat peristira-hatan Sang Mpu Citra Nala.

Djoko bercerita berdasar penuturan warga saat berziarah ke makam Kiai Masluha, tempat yang di-

tunjuk gurunya selalu mengeluarkan gumpalan ca-haya (sinar) kemerahan dan terkadang cahaya ber-warna putih menjulur ke atas, seakan menembus langit. Sehingga, area makam begitu terang bend-erang, sebagian warga menyangka ada kebakaran. Testimoni lain, para ojek yang sering mangkal di Slempek, pada Kamis malam Jum’at, sering melihat semburan cahaya kemerahan dan putih dari arah selatan (searah posisinya dengan keberadaan tiga pohon besar).

Sepulang dari pencarian itu, Pak Djoko dan rom-bongan meninggalkan lokasi. Beberapa hari beri-kutnya, guru Pak Djoko menyampaikan keinginan ke Pak Djoko untuk membangun makam Sang Mpu Citra Nala, termasuk Kiai Rahmat Kholil, sahabat Sang Mpu dan Jumaisa Nala, istri Sang Mpu Citra Nala. Kata Pak Djoko, hasil dialog gurunya dengan Sang Mpu Citra Nala, lokasi tersebut mendapat restu, dengan syarat pekerjaan pembangunan selesai dalam tempo 1 hari.

Sebelum membangun, Pak Djoko bermusyawa-rah dengan sejumlah tokoh masyarakat termasuk Kepala Desa Polagan, menyampaikan keinginan gu-runya untuk membangun makam yang baru dike-temukan. Para Tokoh Masyarakat tidak keberatan karena mereka juga yakin tempat itu dihuni wali-yullah. Hanya saja, mereka tidak mengetahui siapa nama waliyullah itu. Bahkan, saat makam Sang Mpu dibangun, banyak warga setempat datang me-nyumbang sejumlah makanan. Masyarakat sangat bersyukur di daerahnya ada makam suci yang baru ditemukan. Kini, masyarakat banyak berziarah dan merawat kuburan yang dibangun tanggal 11 Okto-ber 2009 lalu.

Bersambung…..Asip Kusuma

Pak Djoko Adi Susanto, Juru Kunci Makam Sang Mpu Citra Nala

Mpu Citra Nala juga tidak asing bagi pecinta keris di Sumenep. Beliau salah satu putra Sang Mpu Karangduwak. Hasil karyanya, memiliki ciri khas yang bernilai estetika tinggi dibanding hasil para Mpu lain. Berpamor deling dan bi-lah kerisnya, bermodel tegak yang menandakan karakter seorang Mpu yang keras. Sikap kon-sistensinya, membuat Raja Sumenep, ketika itu, murka kepada Sang Mpu Citra Nala. Sehingga, Sang Mpu Citra Nala harus hijrah ke Pamekasan.

Gumpalan Cahaya dari Sang Mpu

Page 27: Edisi6

1 DESEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 27

Kehadiran Ketua Umum PBNU Prof Dr KH Said Aqil Siradj di Sumenep, Sab-tu,29 November, menjadi obat rindu

kaum nahdliyin akan kecemerlangannya saat memberi pencerahan agama. Tidak heran bila sejak sore jamaah NU mulai berdatangan ke Pendopo Kabupaten, tempat acara yang dimo-tori MWC NU Kota Sumenep.

Ceramah Guru Besar Tasawuf ini dimulai sekitar jam 21.00. Awal ceramahnya, Kiai Said langsung mengupas filosifis sejarah tradisi pu-jian-pujian kepada Rasulullah SAW, yang masih berlangsung hingga kini di kalangan nahdliyin. Kiai Said menyebut tradisi pujian-pujian kepa-da Nabi SAW tergolong Sunnah Taqriyyah.

“Sewaktu hidup Nabi Muhammad SAW, tidak sedikit sahabat yang memuji kelebihan Rasulullah dengan syair-syair yang melukis keagungannya. Dan Nabi SAW, tidak melarang. Jika Nabi SAW melarang umatnya memuji-muji beliau, sewaktu hidup sahabat yang memuji be-liau sudah dilarang. Hal ini masuk kategori Sun-nah Taqriyyah,” jelas Kiai Said disambut aplaus ribuan jamiiyah NU yang memadati Pendopo.

Dalam ceramahnya Kiai Said mengupas be-berapa kitab tarikh yang diakui sejumlah ula-ma dan intelektual muslim. Dan beberapa isi kitab tarikh tersebut dilantunkan di luar kepala hingga membuat suasana hening dan audiens merasa takjub. Syiir-siyir pujian dari sejumlah kitab-kitab kisah karya para ulama klasik, sep-erti, Al-Barzanji, Ad-Diba’i, Simtudh-Dhurar,

Dhiyaul-Lami’, Al-Burdah ataupun kitab-kitab kisah lainnya, diurai secara rinci dan jelas mak-na dan tujuan isi syiir.

Begitupula ketika Kiai Said menyebut satu persatu silsilah Nabi Muhammad SAW hingga ke Nabi Adam AS, audiens merasa takjub dengan kekuatan ingatannya.

Memang, Kiai Said seperti perpustakaan ber-jalan. Alumni S3 University of Umm Al-qura, Arab Saudi ini, dikenal sebagai ulama intelektual yang diakui penguasaan kitab-kitab klasik hasil karya ulama dahulu. Dan gelar guru besar bidang Tasawuf tergolong langkah. Dan cerama agama dalam rangka memperingati bulan Muharram ini seakan singkat mendengar isi ceramah agama yang penuh pencerahan.

Kiai Said berpesan kepada pengurus NU Sumenep agar terus menjaga tradisi yang diban-gun para ulama ahlussunnah jamaah, seperti syiir pujian kepada Rasulullah SAW. Termasuk meng-hafal syiir-syiir pujian dari beberapa kitab klasik. “Kalau bukan kiai NU, siapa lagi yang mau meng-hafal syiir-syiir pujian Nabi SAW,” tambah Kiai Said.

Selain itu, Kiai Said juga berpesan kepada war-ga NU Sumenep agar selalu berpijak pada kon-sep negara bangsa yang dibangun para pendiri bangsa Indonesia. KH Wahid Hasyim, abah Gus Dur menjadi salah satu panitia kemerdekaan RI yang memberi konstribusi pemikiran konsep ber-bangsa dan bernegara Indonesia. Bukan konsep negara Islam. Kenapa berkonsep negara bangsa

bukan negara Islam? Menurut Kiai Said, konsep tersebut bukan semata tanpa dasar. Konsep ini selaras dengan isi piagam Madinah yang dibuat Rasulullah SAW saat menjadi pemimpin negara di Madinah. Bukan negara Islam yang dibangun Nabi SAW.

“Kita tahu, negara-negara Islam di Timur Tengah, seperti di Libya, Irak, Afghanistan, selalu dilanda konflik karena menganut pe-mikiran negara Islam. Di Indonesia, masyarakat NU yang mayoritas harus selalu berpikir untuk melindungi minoritas karena konsep negara In-donesia adalah bersama-bersama dengan umat agama lain membangun dan membesarkan ne-gara Indonesia,” tambah Kiai Said.

Sebelum Kiai Said tiba, Bupati Sumenep, KH Abuya Busyro Karim diberi kesempatan oleh panitia untuk mengisi kekosongan waktu sam-bil menyerahkan bantuan kepada anak yatim piatu dari Bagian Kesmas. Dalam ceramahnya, bupati mengutip pola kepemimpinan para Raja Sumenep dahulu yang menekankan spiritual dengan adanya Masjid Agung. Kedua, kese-jahteraan ekonomi dengan adanya pasar sekitar masjid. Ketiga, dibukanya areal olahraga untuk menciptakan suasana yang menyehatkan.

“Alhamdulillah, Sumenep menjadi juara I dalam pemberdayaan ekonomi yang dihelat JPIPP. Ini bukti, kalau masyarakat Sumenep mulai berdaya secara ekonomi,” tutur bupati.

hambali rasidi

NU Harus Melindungi Minoritas Membangun Negara Bangsa

1 DESEMBER 2014 | MATA SUMENEP | 27

Page 28: Edisi6

28 | MATA SUMENEP | 1 DESEMBR 2014

Pelatih Bhudiarjo Thalib

OLAHRAGA

Selangkah lagi masuk di Divis Utama. Begitu op-timisme Manajer Perssu, Didik Untung Samsidi, setelah menyaksikan kebolehan anak asuh Bhu-

diarjo Thalib yang bermain all out dari tiga laga yang dijalani di grup 9 dalam Piala Nusantara 2014. Meski baru masuk 8 besar sebelum terpilih 6 besar untuk masuk Divisi Utama musim depan, Didik menilai para pemain Perssu sudah masuk kualifikasi dengan pole-san pemain di sana-sini. Memang beberapa laga sebe-lumnya, para pemain Perssu menunjukkan kebolehan bermain apik dengan pertahanan yang sulit ditembus lawan main.

Pelatih Perssu, Bhudiarjo Thalib mengaku bangga kepada para pemain yang bisa menjaga pola permain-an sehingga dapat bermain imbang dengan Persatu Tuban. ”Salut untuk perjuangan anak-anak. Mereka tampil all-out. Alhamdulillah Perssu lolos 8 besar Piala Nusantara 2014. Selangkah lagi Perssu akan berlaga di Divisi Utama. Mohon do’anya dari publik Sumenep se-cara khusus serta masyarakat Madura umunya,” tutur Bhudiarjo Thalib kepada Mata Sumenep, di lapangan Persatu Tuban.

Perssu dan Persatu sama-sama mewakili grup 9 ke babak 8 besar. Poin keduanya tidak terkejar Kaimana

FC dan Persekap Pekalongan. Persatu memiliki 7 poin hasil dari 2 kali kemenangan dan 1 kali imbang. Se-mentara Perssu yang berada diposisi runner up men-gumpulkan 5 poin dari 2 kali imbang dan sekali me-nang. Sedangkan Persekap Pekalongan yang menang di laga akhir melawan Kaimana FC hanya mempunyai 3 poin dan disusul Kaimana FC pada posisi juru kunci dengan 1 poin.

Dukungan semangat pemain Perssu datang dari berbagai elemen. Bupati Sumenep, Abuya Busyro Karim, ikut naik bus bersama sejumlah pimpinan SKPD, Camat dan para PNS Pemkab, berangkat ke Tuban untuk menyaksikan moment penentuan 8 besar Piala Nusantara 2014. Tak ketinggalan, para suporter mania Perssu yang tergabung dalam ko-munitas Peccot Mania Seongennep ikut memeri-ahkan lapangan Stadion Loka Jaya Tuban dengan ciri khas atribut. Binaan Yusuf Ismail ini semangat menyuguhkan dukungan ke pemain Perssu dengan lantunan lagu kebangsaan dan tarian khas suporter Peccot Mania. Sehingga suasana lapangan menjadi hidup dan berghairah.

hambali rasidi

Welcome Divisi Utama

Manajer Didik U Samsidi

Selangkah Lagi