edisi 42 n september 2013 n tahun 4 n newsletter … · 2 edisi 42 u september 2013 u tahun 4 u...

16
Jeda untuk Mereformasi Mengerem Properti LTV “Jilid Dua” Bukan Cuma Soal Uang Muka Berbagi Peran dan Beban 3 16 13 6 M enjaga inflasi tetap terkendali alias daya beli tak tergerus kenaikan harga, tak cukup dice- gat di pengujung perjalanan dari rantai pro- duksi dan distribusi. Memastikan permintaan ada pada rentang yang terkendali juga butuh kepastian pengawalan yang setimbang dari sisi pasokan, termasuk pendistribusiannya. Pemikiran itulah yang coba di- bangun dan diwujudkan dalam kerangka kerja tim pengenda- li inflasi, dari tataran pusat hingga daerah. Tak kalah penting juga adalah langkah mengembangkan dan mengoptimalkan potensi usaha mikro kecil dan mene- ngah. Sering dipandang sebelah mata dengan beragam ken- dala terkait akses pembiayaan dan pengembangan kapasitas, UMKM tak dipungkiri kerap menjadi benteng penyangga per- ekonomian di saat yang bahkan paling suram. Pada saat yang sama, pertumbuhan ekonomi tinggi dan menjanjikan, yang kemudian mendongkrak peningkatan ke- las menengah masyarakat, punya sisi lain yang harus ekstra diwaspadai. Tak terkecuali dari sektor properti. Kehati-hatian dan antisipasi adalah dua kata kunci yang tak boleh terabaikan di setiap kali. u Dua Gubernur, Dari Inflasi Hingga Blok G Tanah Abang 8 EDISI 42 n SEPTEMBER 2013 n TAHUN 4 n NEWSLETTER BANK INDONESIA GERAI Bersinergi Mengawal Ekonomi Memastikan permintaan ada pada rentang yang terkendali juga butuh kepastian pengawalan yang setim- bang dari sisi pasokan.

Upload: vodien

Post on 08-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: EDISI 42 n SEPTEMBER 2013 n TAHUN 4 n NEWSLETTER … · 2 EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA ME j A R EDAKSI A da tiga jenis penjelasan mengenai utang

Jeda untuk Mereformasi

Mengerem Properti

LTV “Jilid Dua”Bukan Cuma Soal Uang Muka

Berbagi Peran dan Beban

3

16

13

6

Menjaga inflasi tetap terkendali alias daya beli tak tergerus kenaikan harga, tak cukup dice­gat di pengujung perjalanan dari rantai pro­duksi dan distribusi. Memastikan permintaan ada pada rentang yang terkendali juga butuh

kepastian pengawalan yang setimbang dari sisi pasokan, termasuk pendistribusiannya. Pemikiran itulah yang coba di­bangun dan diwujudkan dalam kerangka kerja tim pengenda­li inflasi, dari tataran pusat hingga daerah.

Tak kalah penting juga adalah langkah mengembangkan dan mengoptimalkan potensi usaha mikro kecil dan mene­ngah. Sering dipandang sebelah mata dengan beragam ken­dala terkait akses pembiayaan dan pengembangan kapasitas, UMKM tak dipungkiri kerap menjadi benteng penyangga per­ekonomian di saat yang bahkan paling suram.

Pada saat yang sama, pertumbuhan ekonomi tinggi dan menjanjikan, yang kemudian mendongkrak peningkatan ke­las menengah masyarakat, punya sisi lain yang harus ekstra diwaspadai. Tak terkecuali dari sektor properti. Kehati­hatian dan antisipasi adalah dua kata kunci yang tak boleh terabaikan di setiap kali. u

Dua Gubernur,Dari Inflasi Hingga Blok G Tanah Abang

8

EDISI 42 n SEPTEMBER 2013 n TAHUN 4 n NEWSLETTER BANK INDONESIA

gerai

BersinergiMengawal Ekonomi

Memastikan permintaan ada pada rentang yang terkendali juga butuh kepastian pengawalan yang setim­bang dari sisi pasokan.

Page 2: EDISI 42 n SEPTEMBER 2013 n TAHUN 4 n NEWSLETTER … · 2 EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA ME j A R EDAKSI A da tiga jenis penjelasan mengenai utang

2 EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA

MEj

A R

EDA

KSI

Ada tiga jenis penjelasan mengenai utang. Bagi sebagian orang, utang harus dihindari, agar tidak repot

me lu nasinya. Ada juga yang berutang ka­rena kepepet, tidak ada jalan lain, terpaksa. Utang bagi kedua golongan ini menjadi hal menakutkan.

Tapi ada juga orang yang hidup dari utang. Utang dicintai karena utang bisa bi­kin kaya. Sebaliknya, semakin kaya ma ka kian banyak bisa berutang!

Dari ketiga penjelasan di atas, yang ter akhirlah yang paling pas untuk pasar ke­uangan. Sulit dibayangkan pasar ke uang­an tanpa adanya pasar utang. Lho, pa sar utang? Ya, karena pasar keuangan berisi orang yang butuh utang dan orang yang menawarkan utang.

Pasar keuangan menjadi sumber orang berutang, menawarkan utang, dan juga memperdagangkan utang. Utang men jadi positif karena utang menyedia kan pembiayaan bagi pelaku usaha. Da lam ba­hasa keren dunia keuangan, punya utang berarti memiliki akses ke sumber pembi­ayaan..

Bagi yang suka berutang, maka yang pen ting adalah memiliki akses keuangan. Bagi banyak orang dan juga perusaha­an, aset mereka yang terbesar, mungkin, ada lah kemampuan mereka berutang ini, bukan kekayaan riil mereka. Tentu, tidak se mua orang bisa memanfaatkan utang

de ngan baik untuk mengembangkan usa­hanya.

Untuk berutang, syaratnya adalah ri­wayat keuangan yang baik, tanpa cacat, gak pernah nunggak. Golongan inilah yang dicintai bank, perusahaan pembia yaan, dan lainnya.

Kemampuan dan niat membayar utang dengan baik merupakan aset yang berhar­ga. Dalam praktik sehari­hari, pemegang kartu kredit yang selalu tepat waktu melu­nasi utangnya justru dikejar­ke jar bank yang menawarkan berbagai fa si litas, termasuk juga tawaran untuk berutang.

Karenanya, utang adalah pilihan. Kalau tidak mau pusing, jangan berutang. Kalau mau berutang, syaratnya adalah riwayat keuangan yang terpelihara baik, tidak per­nah ngemplang, agar tetap punya akses terhadap pemberi utang alias akses ke sumber pembiayaan.

Masalahnya, hidup dalam zaman keuangan modern sekarang memang sulit menghindari utang. Dari yang paling kecil seperti menggunakan kartu kredit sampai yang paling besar semisal utang negara dalam bentuk surat berharga.

Apapun bentuk utangnya, yang pen ting adalah ada akses ke pemberi utang yang hanya bisa dijaga dengan reputasi yang baik dalam berutang dan membayar utang. Un­tuk nyaman berutang, reputasi adalah hal mutlak yang harus dijaga. Nah.. u

Kenaikan harga barang, daya beli yang tak lagi setinggi sebelumnya, bukan semata persoalan yang dipicu tren kenaikan permintaan. Kadang kala, pasokan yang seret juga punya peran

besar sebagai penyebab.Menjaga daya beli tak tergerus kenaikan

harga, tak cukup dicegat di pengujung rantai produksi dan distribusi. Memastikan perminta­an ada pada rentang yang terkendali juga bu­tuh kepastian pengawalan yang setimbang dari sisi pasokan, termasuk pendistribusiannya.

Sinergi menjadi pilihan masuk akal dan berdaya guna, dengan banyak tangan bergan­dengan, bekerja bersama memadukan ragam kapasitas yang dipunya. Konsep tim pengendali inflasi menyi nergikan otoritas moneter, fiskal, dan pelaksana teknis termasuk pemerintah daerah. Setiap sektor punya peran signifikan terkait upaya menjaga daya beli, yang ujungnya adalah kinerja ekonomi bangsa.

Jangan lupakan pula usaha mikro kecil dan menengah. Melihat kontribusi dan perannya di saat perekonomian suram, entitas yang ke­rap dipandang sebelah mata ini sudah saatnya diberdayakan lebih optimal. Harapannya, ke­hadiran mereka pun menjadi potensi ekonomi yang berpijar di kala perekonomian cemerlang.

Setelah semua langkah memantapkan pijak an perekonomian dijalankan, maka keha­ti­hatian dan antisipasi risiko adalah dua hal kunci untuk menjaga perekonomian tak 'ke­colongan'. Tak terkecuali di sektor properti yang tumbuh kencang seiring pertambahan kelas menengah.

Pengaturan mengenai loan to value yang pada dasarnya merupakan pengetatan mana­jemen risiko, adalah salah satu cara menjaga kehati­hatian dan kewaspadaan itu. Sama sekali bukan untuk “menjegal” laju industri properti.u

Hidup dari UtangDIfI A JOHANSYAHDepartemen Komunikasi

editorial kolom

D A

ulia

Bergandeng Tangan...

Penanggung JawabDIfI A JOHANSYAH

Pemimpin RedaksiPETER JACOBS

Redaksi PelaksanaRIzANA NOOR

DWI MUKTI WIBOWOERNAWATI JATININGRUM

WAHYU INDRA SUKMASURYA NANGGALA

DAHLIA DESSIANAYANTHILINA ERNAWATI

Alamat RedaksiDepartemen Komunikasi

Bank IndonesiaJl MH Thamrin 2 ­ Jakarta

Telp : 021­29817317, 29817187 email : [email protected]

website : www.bi.go.id

Redaksi menerima kiriman naskah dan mengedit naskah sebelum dipublikasikan.

redaksi

Page 3: EDISI 42 n SEPTEMBER 2013 n TAHUN 4 n NEWSLETTER … · 2 EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA ME j A R EDAKSI A da tiga jenis penjelasan mengenai utang

3EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA

fOK

US

firma keuangan Morgan Stanley me­nyindir negara­negara pasar ber­kem bang, dengan menyebut negara berkembang selama ini cuma duduk menonton banjir aliran modal. Nega­

ra berkembang acap ‘lupa’ menjadikan aliran dana murah itu sebagai kesempatan mem­benahi masalah struktural dalam ekonomi.

Ketika terjadi pembalikan arus modal dan karenanya ada dampak terhadap per­ekonomian, negara berkembang pun seolah menyalahkan negara maju sebagai pang­kal masalah. Padahal, pada umumnya dana mengalir ke negara berkembang semata ka rena perekonomian negara maju sedang lesu dan imbal hasil yang ditawarkan tak lagi menarik.

Pertumbuhan tinggi ekonomi di negara berkembang dengan yield tinggi saat per­ekonomian negara maju lesu, adalah penarik bagi dana asing itu. Masalahnya, kondisi ini tak abadi. Buktinya, ketika Bank Sentral Amerika berencana mengurangi stimulus ­dikenal sebagai tapering­ maka aliran modal pun seketika berbalik arah.

Rencana tapering sontak membuat nilai tukar mata uang Brasil, India, dan Indonesia, misalnya, anjlok terhadap dolar AS. ‘’Kini, emerging market harus bekerja lebih keras lagi. Dan, itu artinya reformasi,’’ kata analis Morgan Stanley, James Lord.

JedaPenundaan pelaksanaan tapering pada

September 2013, ibarat jeda bagi negara ber­kembang untuk sejenak masih bisa bernafas lega. Ada pelambatan aliran modal keluar.

Gubernur Bank Indonesia Agus DW Mar­towardojo menegaskan penundaan ta pe­ring ini mesti dimanfaatkan sebagai peluang untuk menggegaskan reformasi struktural terhadap perekonomian. Karena, cepat atau lambat tapering adalah niscaya.

Persoalan banjir arus modal datang un­tuk kemudian tiba­tiba surut kembali karena dinamika perekonomian global, bukan kali pertama dihadapi Indonesia. Sebut saja krisis keuangan Asia 1997­1998, maupun gejolak pada 2005, 2008, dan sekarang.

Bolak­balik aliran modal, menjadi fak­tor utama siklus ekonomi pada beberapa dekade terakhir. Meskipun, pada umumnya terjadi growing pains di negara berkembang, alias membaiknya indikator ekonomi setelah siklus usai yang bahkan melebihi angka se­belum siklus.

StrukturalMasalahnya, setiap kali banjir bandang

aliran modal terjadi, perekonomian bergo­yang cepat. Demikian pula sebaliknya, ketika aliran modal berbalik arah keluar ­­apalagi bila terjadi dengan cepat­­ guncangan pun

tak terelakkan. Artinya, ketika dana itu berdiam di ne­

gara berkembang, perbaikan struktural eko nomi tak tuntas dikerjakan. Salah satu indikator yang dapat dirujuk adalah neraca transaksi berjalan dan neraca perdagangan di dalamnya.

Namun, perlu dicatat bahwa tiga besar impor selain minyak dan gas adalah dari sek­tor otomotif, pangan, dan bahan kimia. Ini di baca bahwa impor tak melulu untuk kon­sumsi tapi juga kebutuhan bagi industri. Di bawah tiga besar itu, barulah impor terkait kebutuhan konsumsi berderet.

Gambaran tersebut memperlihatkan ada nya geliat perekonomian sekaligus ke­beradaan pasar yang besar. Hanya, indus­tri domestik pun kasat terlihat belum bisa menggantikan peran impor bagi pemenuh­an kebutuhan di dalam negeri. Pada saat yang sama, impor sudah menekan nilai tukar dan mendorong laju inflasi.

Ibarat badan manusia, perekonomian ne gara berkembang termasuk Indonesia cukup lincah bergerak, tetapi ‘daya tahan’­nya terbatas. Ada level psikologis yang tak juga terlewati, karena pergerakan sampai tingkat tertentu keburu membuat ‘badan’ demam.

Dalam perekonomian, pengoptimalan da ya tahan ini tak lain dan tak bukan adalah pembenahan struktural. Sinyal masih adanya persoalan ini kentara ketika nilai tukar sa ngat rentan terdampak arus aliran modal, saat harga berfluktuasi karena faktor eksternal, dan pada waktu disparitas harga begitu be­sar hanya karena beda lokasi.

Pembenahan struktural adalah tang­gung jawab lintas instansi dan sektor dalam sistem perekonomian. Salah satu indikator bahwa pembenahan sudah berjalan adalah bila ke mana pun aliran modal mengarah atau siklus ekonomi menuju fase turun, soft landing bisa dipastikan alih­alih krisis apalagi hard landing. u

Jeda untuk MereformasiDana mengalir ke negara berkembang, pada umumnya lebih karena perekonomian negara maju sedang lesu.

Kini, emerging market harus bekerja lebih keras lagi. Dan, itu artinya reformasi.

Susanto

Page 4: EDISI 42 n SEPTEMBER 2013 n TAHUN 4 n NEWSLETTER … · 2 EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA ME j A R EDAKSI A da tiga jenis penjelasan mengenai utang

4 EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA

fOK

US

Seorang ekonom muda yang ka­riernya sedang menanjak di lem­baga pemerintahan, pernah me­nyarankan penghapusan subsidi bahan bakar minyak. Menurut dia,

ekonomi memang akan melambat dan infla­si melejit, tetapi ekonomi akan segera pulih pada tahun berikutnya.

Sayangnya, di tingkat grass root, data ekonomi tak sekadar angka statistik. Bila mengikuti pendapat ekonom itu, masyarakat akan sangat merasakan pahitnya kenaikan harga, jauh sebelum ekonomi dirasa pulih. Isi dompet tak akan lagi punya daya beli yang sama dengan sebelumnya.

Kajian Bank Indonesia menunjukkan pu la bahwa inflasi tinggi akan menyulitkan pengambilan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produk­si. Ujungnya, pertumbuhan ekonomi akan melambat.

Maka, menjaga tingkat inflasi tak hanya se kadar mengawal daya beli masyarakat, tapi juga menjaga ketahanan keseluruhan sistem ekonomi sebuah negara. Sementara, inflasi dipengaruhi banyak faktor, dan itu sebagian besar di luar jangkauan kebijakan moneter bank sentral.

Apalagi, karakteristik inflasi di Indone­sia masih cenderung bergejolak, terutama dipengaruhi sisi pasokan atau penawaran. Ini berkaitan dengan gangguan produksi, distribusi, maupun kebijakan pemerintah.

Inflasi juga pernah terdorong oleh ke­naikan harga pangan dunia (imported in­flation) akibat faktor iklim. Kenaikan harga ba rang juga bisa diakibatkan oleh tergang­gunya distribusi pasokan, misalnya karena bencana alam atau kerusakan infrastruktur.

Karena itu, pengendalian inflasi tidak bisa dilakukan hanya melalui kebijakan mo­ne ter. Pengendalian inflasi memerlukan ko­ordinasi dan kerja sama antarlembaga dan lintas sektoral, tentu saja bersama­sama de­

Menjangkar InflasiMenjaga tingkat inflasi tak hanya sekadar mengawal daya beli masyarakat, tapi juga menjaga ketahanan keseluruhan sistem ekonomi sebuah negara.

Seka

n Ka

ran

Page 5: EDISI 42 n SEPTEMBER 2013 n TAHUN 4 n NEWSLETTER … · 2 EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA ME j A R EDAKSI A da tiga jenis penjelasan mengenai utang

5EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA

fOK

US

Menjangkar inflasi memang bukan sekadar kajian teori. Butuh inovasi yang men­jadi terobosan sekaligus solusi.

ngan sektor fiskal dan riil.Inilah landasan pemerintah dan BI mem­

bentuk Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) di tingkat pusat pada 2004. Walau Pulau Jawa masih dominan dalam penentu­an harga, namun daerah lain menyumbang 60 persen inflasi nasional.

Karena itulah pada 2008 dibentuk tim pengendali inflasi daerah (TPID). Anggota­nya adalah BI, unsur kementerian teknis, dan jajaran pemerintah daerah.

Kini sudah terbentuk 104 TPID di kabu­paten kota di 33 provinsi, terutama di daerah yang paling banyak menyumbang inflasi. Di daerah, peran BI di TPID dijalankan oleh kan tor perwakilan yang tersebar di berbagai provinsi.

Tugas utama TPID adalah memantau har­ga komoditas terutama bahan pangan serta mengevaluasi sumber­sumber dan potensi tekanan inflasi. Muaranya, pengendalian har­ga komoditas.

Pada 2011, TPID diperkuat lagi dengan koordinasi di tingkat pusat melalui Kelompok Kerja Nasional TPID. beranggotakan BI, Ke­menterian Koordinator Perekonomian, dan Kementerian Dalam Negeri. Melalui forum inilah terjadi saling bagi pengalaman yang bisa meningkatkan efektivitas peran TPID.

Terobosan yang Menjadi SolusiPraktik selalu tidak semudah tulisan dan

teori. Pengendalian harga pun tak sekadar ber kunjung ke pasar­pasar. Rekomendasi TPID harus pula tepat sasaran dan efektif.

Langkah TPID Sulawesi Tengah, dapat men jadi salah satu contoh rekomendasi yang tepat sasaran. Pada februari 2012, TPID

wilayah ini mencatat bahwa selama lima ta hun terakhir terakhir subkelompok padi­padian, ikan segar, dan bumbu berkontribusi besar terhadap inflasi Kota Palu.

Berdasarkan data tersebut, TPID Sulawesi Tengah mendorong pemerintah daerah meng giatkan budidaya ikan air tawar seperti nila, mas, dan lele. Mereka mendorong pula masyarakat memanfaatkan pekarangan un­tuk menambah pasokan komoditas bumbu­bumbuan.

Lalu, ada pula contoh dari TPID Jawa Te­ngah. Dalam rapat koordinasi nasional TPID di Jakarta pada Mei 2012, TPID ini memapar­kan peluncuran situs Sistem Informasi Harga dan Produksi Komoditi (SiHaTi). Portal ini me­muat berita, artikel, data harga komoditas, produksi pertanian, dan informasi grafis luas panen.

Kemudian, contoh juga datang dari TPID Kalimantan Selatan. Mereka memperkenal­kan program resi gudang untuk menjaga ke­stabilan harga beras.

Dari forum ini pula muncul kesepakat­an bah wa pengendalian harga bahan pa­ngan me merlukan harga rujukan. Tujuannya, mem berikan dasar pengambilan kebijakan bagi pelaku ekonomi di tingkat nasional mau pun daerah.

Informasi harga bahan pangan yang di­publikasikan saat ini belum sepenuhnya memb entuk harga rujukan yang diperlukan. Sementara, informasi harga yang tak lengkap dapat memunculkan spekulasi yang akan merugikan pelaku ekonomi.

Padahal, tingginya disparitas harga pa­ngan antardaerah dan antarpelaku ekonomi juga turut memberi kontribusi tinggi pada

inflasi. Untuk itulah dibutuhkan semacam Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) sebagai rujukan bagi masyarakat dan pelaku ekonomi.

PIHPS merupakan pusat informasi yang mengintegrasikan data terkini di tingkat kon­sumen dan produsen, dipublikasikan secara ru tin di situs, media massa, bahkan melalui pesan di telepon seluler. Integrasi data itu penting karena terminologi yang digunakan di berbagai lembaga pemerintah mengenai komoditas pangan berbeda­beda.

Selama ini, koleksi data dari beragam lembaga pe merintahan tergantung tugas pokok dan fungsi masing­masing. Kemen­terian Per tanian, misalnya, memonitor 73 komoditas pangan. Sementara Kementerian Perdagang an memantau 17 komoditas.

PIHPS dirancang dengan mencantumkan 10 bahan pangan yang dinilai pa ling strat­egis. DKI Jakarta dipilih menjadi percontoh­an PIHPS tingkat provinsi. Sedangkan PIHPS tingkat nasional ditargetkan sudah ada pada 2015.

Harapannya, PIHPS akan membuat pe­ta ni tak lagi merugi hanya karena tak tahu harga hasil panen sedang rendah. Pedagang tak perlu pula menimbun demi menunggu harga naik. Pembeli pun tak harus lagi selalu bingung dengan harga di pasar. Target akhir­nya, harga lebih terkendali, yang artinya in­flasi tak terlalu berfluktuasi.

Menjangkar inflasi memang bukan seka­dar kajian teori. Butuh inovasi yang menjadi terobosan sekaligus solusi. Dalam pelaksana­annya, kerja sama merupakan kata kun ci, dengan membangun sinergi yang terjalin di seantero negeri. u

D Aulia

Page 6: EDISI 42 n SEPTEMBER 2013 n TAHUN 4 n NEWSLETTER … · 2 EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA ME j A R EDAKSI A da tiga jenis penjelasan mengenai utang

6 EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA

Ibarat permainan sepak bola, Bank Indo­nesia adalah penjaga gawang. Dia harus menahan gempuran serangan. Dalam ek onomi, serangan itu berupa ancaman inflasi. Namun bila ternyata 60 persen faktor

penyusun inflasi berasal dari daerah ­­yang bisa diibaratkan sebagai satu lapangan dalam permainan sepak bola­­ keamanan gawang pun tak cukup mengandalkan kiper laiknya dalam analogi itu.

Seorang penjaga gawang andal, harus bi sa memastikan sepuluh pemain lain bahu­membahu menahan gempuran. Tak perlu pu la harus ada ban kapten ada di lengannya.

Kiper akan selalu merangkul teman sa tu tim, mendorong teman­temannya meng ambil posisi dan aksi yang memasti­kan gawang aman, selain menyasar ke­menangan dengan sebanyak mungkin me le sakkan gol ke gawang di seberang. De­mikian pula dalam perekonomian.

Di 'lapangan sepak bola' ekonomi, bera­gam institusi lintas sektor dan bidang ada­lah ibarat sepuluh pemain selain kiper di per mainan bola. Inflasi harus ditahan untuk mewujudkan 'kemenangan' yang dituju berupa 'gol' yang tergambar sebagai kinerja positif perekonomian.

Maka, berbagi beban dan peran adalah kata kunci. Termasuk soal menahan laju in­flasi. Kerja sama juga mutlak ada di antara sektor fiskal dan moneter, tak terkecuali pe libatan pemerintah daerah dan instansi teknis di daerah.

Pengendali InflasiAnalogi di atas merupakan gambaran

latar belakang, peran, dan fungsi kehadiran

Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) yang kemudian diperdalam cakupan­nya melalui Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). Seiring perkembangan dan sebaran TPID, sinergi ini diperkuat lagi dengan ke­hadiran Kelompok Kerja Nasional TPID.

Menjaga inflasi rendah dan stabil se­bagai sasaran akhir kebijakan moneter, di­pengaruhi faktor dari sisi permintaan dan penawaran. Masalahnya, kebijakan moneter yang menjadi ranah kewenangan Bank In­donesia, jangkauannya terbatas pada sisi permintaan.

faktor penawaran, ada pada cakupan kewenangan Pemerintah dan jajarannya. Bila Indonesia ingin menekan inflasi bahan pangan beras, misalnya, maka harus dipas­tikan pasokan beras memang tersedia me­limpah.

Beragam cara tentu harus didorong un­tuk mewujudkan ketersediaan pasokan itu. Sebut saja, kepastian air untuk menjamin padi tumbuh dengan baik sampai panen. Harus dipastikan pula infrastruktur irigasi memadai.

Demikian pula dengan ketersediaan dan distribusi pupuk maupun ada atau ti­dak nya varietas unggul. Akses jalan untuk memastikan proses produksi dan distribusi hasil tak terkendala, yang juga merupakan kewenangan Pemerintah, tak bisa terlupa.

Kelompok Kerja Nasional TPID menjadi titik simpul sinergi yang mempertemukan Bank Indonesia, Kementerian Koordinator Per ekonomian, dan Kementerian Dalam Ne­geri. Bank Indonesia bertugas menyediakan data, informasi, dan analisis terkait upaya pengendalian inflasi nasional dan daerah.

Adapun Kementerian Koordinator Pere­konomian mengambil peran sebagai koor­dinator dan penyelaras kebijakan di bidang perekonomian yang terkait dengan daerah. Termasuk, "menggerakkan" kementerian­ke menterian yang membidangi masalah eko nomi, untuk mencari solusi tepat bagi permasalahan di lapangan.

Sementara Kementerian Dalam Negeri menjadi pembina dan pengawas kebijak­an daerah, sekaligus pendorong sinergi pe merintah daerah untuk mendukung ke­bijakan pengendalian inflasi. Karena men­jangkau sampai ke daerah dengan struktur

mengacu pada UU Pemerintahan Daerah, peran Kementerian Dalam Negeri pun men­jadi signifikan dalam sinergi pengendalian inflasi ini.

Pentingnya sinergi menjaga inflasi, men dasari Menteri Dalam Negeri mengelu­arkan Instruksi Nomor 027/2013 dan Surat Edaran Nomor 500/6414/SJ tertanggal 19 September 2013. Salah satu poin utamanya adalah menginstruksikan setiap kepala dae­rah membentuk TPID. Melalui jejaring TPID di daerah inilah, pemantauan dini bila ada masalah terkait pasokan dan distribusi bisa dilakukan.

Tentu, persoalan di lapangan selalu le­bih kompleks daripada yang tertulis di atas kertas apalagi dibahas di tataran teori. Kesa­daran itu justru semakin menguatkan pen­tingnya kehadiran TPID, sebagai ujung tom­bak memantau potensi dan ancaman yang ada di setiap wilayah, yang dapat mempe­ngaruhi harga barang dan berujung sebagai angka inflasi.

Tantangan ke depan memang tak serta­merta selesai dengan kehadiran 104 TPID saat ini. Namun setidaknya, pemahaman bah wa inflasi bukan sekadar 'angka besar' di tataran makro, merupakan modal awal un­tuk bersama­sama mewujudkan perekono­mian yang berkelanjutan dan benar­benar menyejahterakan rakyat.

Bila kesebelasan solid dalam analogi per mainan sepak bola dapat terbangun dan mampu menjaga gawang dari gempuran ancaman, peluang tim untuk lebih fokus mengejar kemenangan niscaya lebih ter­buka. Analogi yang sama semestinya juga berlaku dalam sistem ekonomi. u

fOK

US

HERY INDRATNODepartemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter

Berbagi Peran dan Beban

Kebijakan moneter yang menjadi ranah kewenangan Bank Indonesia, jang­kauannya terbatas pada sisi permintaan.

Berbagi peran dan beban adalah kata kunci, termasuk soal menahan laju inflasi.

Dok

Page 7: EDISI 42 n SEPTEMBER 2013 n TAHUN 4 n NEWSLETTER … · 2 EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA ME j A R EDAKSI A da tiga jenis penjelasan mengenai utang

7EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA

fOK

US

Tak ada yang dapat memastikan be ­rapa lama dan seberapa dalam krisis glo bal saat ini bakal berlanjut. Para eko nom pun tak saling sepakat tentang resep penanggulangan

krisis. Namun, Bev Hurley, pimpinan firma YTKO yang mengadvokasi pendirian usaha ke cil dan menengah (start up small and medi­um enterprise), memandang krisis ekonomi dengan lebih sederhana. Yaitu, penciptaan lapangan kerja sebagai masalah uta ma yang harus segera dipecahkan!

‘’Selamat tidaknya ekonomi kita tergan­tung pada dunia usaha, dari toko kecil di te ngah perkampungan sampai perusahaan multinasional. Dunia usaha adalah aset ter­besar ekonomi karena memberikan lapang­an pekerjaan, kemakmuran, dan pendapatan pajak,’’ kata Hurley. Data bahwa SME mewakili 99 persen dari 23 juta usaha di Uni Eropa dan menyerap dua pertiga pekerja di Eropa Barat, disertakan pula oleh perempuan penerima penghargaan Ratu Inggris dalam mempro­mosikan usaha kecil ini.

Laporan pertumbuhan lapangan peker­jaan dan jumlah pengangguran pun ternya­ta menjadi rujukan utama The fed untuk

menentukan kapan pengurangan stimulus (tapering) akan dilakukan. Ketika laporan lapang an kerja belum dianggap mantap, seperti pada September 2013, The fed me­nyimpulkan Amerika masih membutuhkan guyur an likuiditas yang besar.

Korea Selatan yang nasibnya mirip de­ngan Indonesia saat dilanda krisis eko nomi 1997­1998, menyerap 41,9 persen te naga kerja selama 1999­2009 melalui UMKM. Jum­lah tenaga kerja yang terserap mencapai 1,75 juta orang.

Serapan tenaga kerja UMKM di Korea Se la tan berbanding terbalik dengan perusa­haan besar yang selama satu dekade kehilan­gan 165 ribu pekerja. Angka itu setara de­ngan penurunan 22,9 persen pengangguran.

Sektor manufaktur menjadi unggulan UMKM Korea Selatan, menyumbang lebih dari 40 persen ekspor produk manufaktur negara itu. UMKM sekarang menyerap lebih dari 80 persen pekerja di sana.

Bank of Korea sampai kini juga masih me ­nyalurkan kredit lunak kepada UMKM de ngan skema aggregate credit ceiling. Ha nya penya­lurannya tetap lewat lembaga keuangan.

Pinjaman aggregate credit ceiling digu­

yurkan bank sentral Korea Selatan sejak 1995. Nilainya kini mencapai 10 miliar dolar AS, dengan bunga 1,25 persen lebih rendah dari tingkat bunga pasaran. Kredit disalurkan melalui bank atau lembaga keuangan yang punya catatan bagus untuk kredit UMKM.

Sejak 1965, Bank of Korea juga terus me­naikkan batas minimal rasio kredit perbank­an yang harus disalurkan ke sektor UMKM. Awal nya, bank nasional wajib menyalurkan 30 persen kreditnya untuk UMKM. Kini, por­sinya sudah 45 persen. Bagi bank daerah atau bank lokal, porsi kredit UMKM naik dari 30 persen pada 1965 dan kini menjadi 60 per­sen. Aturan ini juga diberlakukan bagi bank asing, yang sejak 1985 wajib menyi sihkan 25 persen kre dit untuk UMKM dan kini naik menjadi 35 persen.

Tak hanya bank sentral yang punya ke­bijakan untuk UMKM. Ada pula berbagai ke­bijakan dari Pemerintah Korea Selatan untuk menyokong dunia usa ha yang menyumbang 50 persen PDB tersebut. Misalnya, subsidi bunga pinjam an, pinjaman langsung, dana pemerintah yang disalurkan melalui bank, dan jaminan kredit untuk membantu UMKM memperoleh pinjaman bank. u

Memperkuat UMKM, Membentengi Ekonomi

Di Korea Selatan, penyerapan tenaga kerja di sektor UMKM berbanding terbalik dengan sektor formal.

Sus

anto

Page 8: EDISI 42 n SEPTEMBER 2013 n TAHUN 4 n NEWSLETTER … · 2 EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA ME j A R EDAKSI A da tiga jenis penjelasan mengenai utang

8 EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA

LIPU

TAN

Ibarat sekali dayung dua tiga pulau terlam­paui, demikian pula pertemuan Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardo­jo dengan Gubernur DKI Jakarta Joko Wi do do, Jumat (13/9/2013). Pertemuan

dua ‘gubernur’ ini diawali dengan koordinasi membahas langkah strategis untuk stabilisa­si inflasi di DKI Jakarta.

Pertemuan kedua petinggi tersebut ke­mudian berlanjut dengan pembahasan ter­kait pengembangan usaha mikro kecil dan me nengah (UMKM). Pertemuan diakhiri de­ngan ‘perjalanan’ menyambangi Blok G Pasar Tanah Abang di Jakarta Pusat.

Terkait pengendalian inflasi, Agus me­ngatakan ada empat langkah strategis yang

dibahas. “Empat langkah yang sangat diper­lukan untuk mengatasi tekanan inflasi di Ja­karta,” ujar Agus.

Keempat langkah itu, pertama, Jakarta ditetapkan menjadi percontohan penerap­an Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS). Kedua, dibahas perlunya penguatan kerja sama perdagangan dengan daerah pe­masok komoditas pangan strategis. Ketiga, harus ada pembenahan infrastruktur yang mendukung perdagangan dan logistik. Ter­akhir, upaya pengembangan UMKM.

Jokowi, panggilan khas untuk Joko Wido do, mengatakan inflasi di Jakarta lebih ba nyak didorong kenaikan harga bahan pangan. Karena itu, ujar dia, melalui Tim Pe­ngendali Inflasi Daerah (TPID) DKI Jakarta, diupayakanlah langkah strategis untuk mengu rangi tekanan inflasi itu.

PIHPS, kata Jokowi, merupakan salah sa­tu program prioritas TPID DKI Jakarta terkait masalah inflasi ini. “PIHPS mempermudah akses informasi harga pangan oleh seluruh masyarakat, mendorong transparansi harga, dan efisiensi dalam pembentukan harga di

tingkat konsumen dan produsen,” papar dia.Pembahasan juga menyinggung ke­

mungkinan penguatan Badan Usaha Daerah yang memiliki kewenangan dan fungsi sta­bilisasi harga. Jokowi mengatakan rencana itu pun dibuat dalam rangka mendukung pro gram cadangan pangan. Pro gram ini, ujar dia, akan menjamin ketersediaan dan keter­jangkauan harga pangan strategis di Jakarta.

UMKMRangkaian pertemuan Gubernur BI dan

Gubernur DKI Jakarta berlanjut dengan pe­nandatanganan nota kesepahaman men­genai komitmen bersama untuk mengem­bangkan UMKM. Di tan datangani di Gedung BI, perjanjian itu memuat kesepakatan kerja sama bantuan teknis untuk pengembangan UMKM di Jakarta.

Bantuan terutama terkait upaya pening­katan akses pembiayaan UMKM ke lembaga keuangan. Implementasinya berupa pelatih­an kepada para pelaku UMKM dan pengelola lembaga penyedia dana untuk UMKM, serta edukasi kepada UMKM mengenai pengelo­

Pertemuan Dua Gubernur

Dari Inflasi HinggaBlok G Tanah AbangInflasi DKI Jakarta menyumbang 22,5 persen inflasi nasional, dengan komoditas bahan pangan sebagai pendorong inflasi terbesar.

DAHLIA DESSIANAYANTHIDepartemen Komunikasi

Dok

BI

D A

ulia

Page 9: EDISI 42 n SEPTEMBER 2013 n TAHUN 4 n NEWSLETTER … · 2 EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA ME j A R EDAKSI A da tiga jenis penjelasan mengenai utang

9EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA

MO

NET

AR

IA

MONETARIA

Ketika kredit atau pem biayaan pemi­likan properti tumbuh pesat tapi har ga pro perti juga membum bung

tinggi, banyak negara membuat aturan yang prinsipnya menekankan kehati­ha­tian. Ja ngan sampai, misalnya, pertum­buhan itu menjadi ‘ancaman’ pada satu waktu kelak terjadi pula pertumbuhan kredit atau pembiayaan yang tak terbayar. Aturan pun tak hanya mengikat de bitur.

Ada banyak regula si yang pernah di­terbitkan otoritas moneter di be lahan du nia, untuk meng antisipasi situa si yang tak diharapkan itu. Bila Bank Indonesia me milih menerbitkan atura n loan to value (LTV), ada juga kebijakan lain seperti atur­an pengetat an penggunaan lahan, peng­aturan melalui pe ning katan pajak (stamp duty), pengetatan atur an rasio utang ter­hadap pen dapatan (debt to in come), pe­

nyesuaian ak tiva tertimbang menurut ri si ko (ATMR) untuk per bankan, maupun pe men dekan periode angsuran.

Beberapa negara ju ga menggabung­kan be berapa kebijakan se ka ligus. Hong Kong, mi sal nya, memadukan LTV dan debt to income. Singapura memilih mema­dukan aturan pajak, LTV progresif, dan tenggat waktu sebelum pro perti bisa di­perjualbeli kan lagi (holding period). u

‘Seni’ Properti

laan keuangan dan pemanfaatan informasi. Kesepakatan berlaku sampai 2015.

Agus mengatakan saat ini pemanfaatan kredit untuk UMKM masih relatif rendah. Di tingkat na sional, sebut dia, proporsi kredit UMKM baru 18,8 persen. Sementara di Jakar­ta angkanya lebih kecil lagi, yakni 9,6 persen.

Akses pembiayaan kepada UMKM sudah menjadi tantangan lama, dipicu keterbatasan kapasitas, kapabilitas, dan eligibilitas UMKM. Masalah administrasi, misalnya, kerap men­jadi penghalang UMKM mendapatkan akses tersebut. Kelayakan usaha untuk mendapat­kan kredit, menjadi tantangan lain. Karena­nya, peran beragam instansi untuk mengem­bangkan sektor UMKM, termasuk di Jakarta, mutlak diperlukan.

Blok G Pasar Tanah AbangSebagai penutup rangkaian pertemuan,

Agus dan Jokowi menyambangi Blok G Pasar Tanah Abang. Sambutan masyarakat pun se­perti biasa membuncah seperti setiap kali Jokowi sing gah. Kali ini, Jokowi datang mem­bawa serta bantuan dari Program Sosial Bank Indonesia (PSBI).

PSBI menyerahkan bantuan berupa eta­lase toko, meja, dan bangku untuk para pe­dagang. “Kami mendapat kesempatan mera­pikan foodcourt, sehingga pedagang (yang dulunya) pedagang kaki lima punya tempat

berjualan yang baik,” tutur Agus. Kehadiran meja dan bangku yang mema­

dai di sarana penjualan makanan tersebut di­harapkan turut pula mengundang kehadiran pengunjung sehingga Blok G dapat seramai blok lain di Pasar Tanah Abang. Bank Indone­sia juga berjanji akan mendorong perbankan menyediakan fasilitas keuangan, se perti an­jungan tunai mandiri (ATM) dan me sin elec­tronic data capture (EDC), yang memudahkan transaksi tunai maupun non­tunai.

Agus mengatakan bantuan tersebut me rupakan bentuk apresiasi atas upaya Pe­merintah Provinsi DKI Jakarta menata PKL. Aktivitas pasar ini, ujar dia, merupakan tong­gak perekonomian dasar di Indonesia. “Kami evaluasi, ternyata pasar di DKI berperan se­bagai tonggak perekonomian nasional. Salah satunya Tanah Abang ini. Maka kami bantu,” imbuh Agus.

Inflasi, UMKM, dan JakartaPengembangan dan penguatan UMKM

di Jakarta, menurut Agus, merupakan ba­gian tak terpisahkan dari upaya menjaga keterjangkauan harga komoditas di ibu kota. Agus mengundang Jokowi ke BI, karena DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi yang berhasil menurunkan inflasi hingga di bawah angka rata­rata inflasi nasional.

“Kami menyambut baik bahwa dalam

dua kuartal terakhir 2013, inflasi Jakarta lebih rendah daripada nasional. Sehingga inflasi yang menggerus kesejahteraan dapat diku­rangi,” ujar Agus. Apalagi, kata dia, inflasi Ja­karta merupakan penyusun terbesar inflasi nasional, dengan proporsi 22,5 persen dari total inflasi nasional.

Pertumbuhan ekonomi di Jakarta juga punya pengaruh besar terhadap pertumbuh­an ekonomi Indonesia. Proporsi kontribusi angka pertumbuhan ekonomi Jakarta terha­dap angka nasional mencapai 18 persen.

Jokowi mengimbangi apresiasi ter sebut dengan menyatakan bakal terus ber upaya menjaga pasokan komoditas bahan pa ngan. Salah satu upaya yang akan dia te gakkan adalah memangkas rantai kartel dan mafia yang membelenggu aliran pasokan bahan pangan. “Kami akan melihat di pasar­pasar seperti Cipinang dan Kramat Jati. Siapa pe­mainnya, pelakunya, kartel dan mafianya, harus diketahui,” tegas dia.

Pertemuan Gubernur BI dan Gubernur DKI Jakarta ini merupakan salah satu upaya bersama pemerintah daerah dan otoritas moneter untuk mengawal inflasi mulai dari hulu. Karena inflasi tak sekadar persoalan di tataran permintaan yang menjadi ranah bank sentral, tetapi juga disusun dari puzzle angka inflasi di tiap daerah, termasuk dari kepastian pasokan dan rantai distribusi. u

Dok BI

Page 10: EDISI 42 n SEPTEMBER 2013 n TAHUN 4 n NEWSLETTER … · 2 EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA ME j A R EDAKSI A da tiga jenis penjelasan mengenai utang

10 EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA

Dua bulan ini, ada yang tak biasa di Bank Indonesia (BI). Sebuah prog ram tengah digelar, berta­juk kompetisi ‘Bertarung Inovasi Sambal Anak Negeri’.

“Kenapa sambal?” dan “Apa urusannya Bank Indonesia dengan sambal?” Kira­kira itu adalah pertanyaan yang spontan muncul. Ini ceritanya..

Hampir seluruh lapisan masyarakat In­do nesia punya sejarah sambal, dengan ane­ka bentuk dan cara penyajian. Namun, pada umumnya cabai segar masih menjadi bahan baku utama, apa pun jenis sambalnya.

Keanekaragaman dan kegemaran akan sam bal ini, merupakan salah satu sebab ke­butuhan cabai relatif tetap sepanjang tahun. Akibatnya, pada musim tertentu cabai men­jadi salah satu komoditas yang mendong­krak naik angka inflasi.

Pola tanam dan pola konsumsi yang tak ber kesesuaian, merupakan penghubung an­tara cabai, inflasi, dan kompetisi ini. Harga ca­bai fluktuatif dan memicu inflasi, karena pola tanam konvensional dan kendala distribusi tak memungkinkan produksi cabai tersedia cukup di setiap musim, sementara konsumsi sambal tak peduli musim apa sekarang.

Untuk memenuhi kesenangan makan

sambal masyarakat, salah satu alternatif yang perlu didorong adalah mengubah pola kon­sumsi, yaitu dari cabai segar ke cabai olah­an. Jika pola ini telah terbentuk, maka per­mintaan cabai segar akan lebih terkendali. Apalagi, produk olahan lebih tahan lama se­hingga dapat tersedia setiap saat. Pada akhir­nya inflasi tidak perlu bergejolak lagi karena komoditas pedas ini.

Kompetisi inovasi sambal diharapkan men jadi wadah cara mengedukasi masya­ra kat untuk terbiasa mengonsumsi cabai olahan. Selain itu kompetisi ini juga menjadi pendorong kreativitas untuk memunculkan produk cabai olahan yang dapat menggan­tikan cabai segar.

KlasterDari sisi pasokan (supply), BI juga me­

ngembangkan klaster­klaster untuk meng­hasilkan cabai. Terutama di daerah yang se­lama ini belum berhasil membudidayakan cabai.

Klaster adalah sekelompok UMKM yang beroperasi pada sektor atau subsektor yang sama. Bila di suatu lokasi ada konsentrasi perusahaan yang saling berhubungan dari hulu ke hilir, pendekatan ini juga digunakan. Dalam hal ini, BI bertindak sebagai inisiator

dan fasilitator.Pendekatan klaster bernilai strategis

da lam pengembangan UMKM karena bisa mengintegrasikan pembinaan dari hulu sam­pai hilir. Sekaligus, pola ini dapat menstimu­lasi inovasi melalui pertukaran pengalaman dan pengetahuan di antara sesama subjek klaster.

Klaster dikembangkan untuk meningkat­kan produksi berbagai jenis komoditas dan mengatasi masalah spesifik di setiap daerah. Sejak diimplementasikan pada 2007, sudan ada 102 klas ter yang telah menjadi binaan BI.

Ada 37 komoditas digarap klaster binaan BI itu, meliputi 28 komoditas pangan dan 9 komoditas non­pangan, tersebar di wilayah kerja 41 Kantor Perwakilan BI. Kunci keberha­silan klaster binaan ada pada sinergi antara BI, pemerintah daerah, sektor swasta, dan ang gota klaster.

Ke depan, kerja sama pembinaan klas ter akan fokus pada pengembangan produk­produk yang memiliki kontribusi pada inflasi, seperti cabai, bawang dan daging, selain itu produk yang terkait dengan ketahanan pa­ngan dan produk yang mendukung ekspor.

Menggabungkan pola pembinaan lewat klaster dan kompetisi semacam lomba sam­bal, merupakan cara BI memicu inovasi, ter­utama untuk mewujudkan cita­cita swasem­bada pangan. Sasarannya, mengoptimalkan pasokan dan pola konsumsi. ‘Bonus’­nya, inflasi dari volatile food pun bisa semakin terkendali. u

RUA

Ng

BA

cA

UMKM

Menyiasati Inflasi dan Kompetisi Sambal…

Kompetisi inovasi sambal diharapkan menjadi wadah pendorong kreativitas untuk memunculkan produk cabai olahan yang dapat menggantikan cabai segar.

YUfRIzALDepartemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

Penguatan UMKM sebagai penyedia barang dan jasa juga punya peran penting dalam ranah pengen­dalian inflasi.

Dok

Page 11: EDISI 42 n SEPTEMBER 2013 n TAHUN 4 n NEWSLETTER … · 2 EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA ME j A R EDAKSI A da tiga jenis penjelasan mengenai utang

11EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA

gER

AI c

AN

DA

KUIS

Jawab pertanyaan berikut dan rebut hadiah menarik

dari Gerai Info Bank Indonesia:

Di manakah program SiHaTi ber jalan?

Apa fungsi TPID?

Berapa persen batas maksimal pembiayaan yang dapat di­berikan untuk harga properti terendah dalam skema bulk?

Jawaban dapat dikirimkan ke e­mail: [email protected] paling lambat 30 November 2013. Di dalam subjek e­mail, cantumkan “Kuis Gerai Info Edisi Sep­tember 2013”, dan di dalam e­mail sertakan pula nama lengkap, alamat, profesi, dan nomor te lepon yang dapat dihubungi.

Pemenang akan diumumkan dalam

Gerai Info Bank Indonesia edisi November 2013.

12

3

Dja

lu’1

3

Seorang guru sekolah dasar, sedang mengajari murid­muridnya me­mahami soal cerita untuk disusun menjadi persamaan matematika dan mendapatkan jawabannya.

Guru : Anak­anak, ibu akan memberikan contoh, pahami dan gunakan pemahaman itu untuk mengerjakan soal­soal cerita.

Murid : Baik, bu...

Guru : Jika dua belas orang dapat membangun sebuah rumah dalam 1 hari, maka satu orang dapat membangun rumah yang sama dalam 12 hari. Kalian paham yang kumaksud?

Murid : Pahaaammm...

Guru : Coba jelaskan dengan bahasa kalian!

Murid : Dari contoh ibu tadi, berarti bila satu pelari butuh waktu tiga jam untuk menempuh jarak 10 kilometer, maka tiga pelari cuma butuh satu jam untuk menempuh jarak 10 kilometer itu.

Guru : @#$@! Duh, salah deh contohnya...

Matematika

Page 12: EDISI 42 n SEPTEMBER 2013 n TAHUN 4 n NEWSLETTER … · 2 EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA ME j A R EDAKSI A da tiga jenis penjelasan mengenai utang

12 EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA

Awan mendung masih menye­limuti jagat perekonomian na sional. Tengok saja kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada Triwulan III­2013

yang diprakirakan masih mengalami defisit, bahkan lebih besar dibandingkan capaian pada Triwulan II­2013. Tantangan ekonomi yang dihadapi negeri ini pun semakin berat ke depan, bersumber dari eksternal mau­pun internal.

Tantangan eksternal yang harus dianti­sipasi adalah tren membaiknya ekonomi ne gara maju. Prospek ini berpotensi mem­balikkan aliran modal yang selama ini meng ucur ke negara berkembang, kem­bali ke negara maju. Pembalikan modal ini membuka luka menahun dari defisit tran­saksi berjalan yang disebabkan problem struktural.

Selama ini defisit transaksi berjalan di negara berkembang tak kentara di permu­kaan, karena ada aliran modal yang masuk dari negara maju walaupun sebagian besar bersifat jangka pendek. Akibatnya negara berkembang terlena untuk memperkuat struktur ekonomi dan tidak sadar akan im­por yang meningkat melampaui ekspor. Se karang negara berkembang seperti ke­bakaran jenggot ketika harus melakukan reformasi struktural, yang dampaknya ber­sifat jangka menengah panjang.

Karenanya, tantangan internal yang di­hadapi negara berkembang adalah mem­perkuat daya saing produktivitas melalui berbagai kebijakan struktural. Tujuannya, me ningkatkan ekspor dan menekan impor, sekaligus menarik modal langsung asing (fDI). Hasil akhirnya, penguatan NPI.

Untuk Indonesia, kerentanan NPI apa­bila tidak diatasi dengan segera dan sis­tematis akan terus mendorong depresiasi rupiah, yang pada gilirannya menekan in flasi, memperlambat pertumbuhan eko­nomi, dan menurunkan kesejahteraan ma­sya rakat.

Sejalan dengan pelemahan ekonomi glo bal yang masih berlanjut, kinerja per­ekonomian domestik menunjukkan kecen­

derungan yang terus melambat. BI merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi 2013 menjadi 5,5­5,9 persen dari semula 5,8­6,2 persen dan untuk 2014 menjadi 5,8­6,2 persen dari 6,0­6,4 persen.

Karenanya, upaya penyesuaian ekono­mi domestik menuju tingkat yang sustain­able perlu terus dilakukan. Maka, koordi­nasi BI dan Pemerintah untuk memperkuat postur NPI semakin mendesak dilakukan. Setidaknya, ada empat langkah.

Pertama, monitoring dan evaluasi ter­hadap eksekusi paket kebijakan pemerin­tah 23 Agustus 2013. Misalnya untuk meng ukur efektivitas aturan pengoptimal­an pe manfaatan biodiesel di sektor trans­portasi, pembangkit, dan industri, guna me ngurangi impor BBM. Data per kuartal kedua 2013, porsi impor terkait BBM dan kendaraan bermotor mencapai 26 persen.

Kedua, perlunya upaya­upaya untuk me ngurangi ketergantungan terhadap jasa transportasi angkutan barang asing (freight). Tercatat 63 persen defisit neraca jasa berasal dari freight ini. Harus didorong pe ningkatan produksi alat angkut barang buatan dalam negeri, dan mendorong ber­kembangnya industri jasa transportasi ang­kutan barang domestik.

Ketiga, perlunya diupayakan keta hanan sisi eksternal Indonesia tak melulu meng­gantungkan pada produk sumber daya alam. Pada 2013, kontribusi ekspor industri pengolahan non­SDA terus menurun tajam menjadi 36 persen dibandingkan kontri­businya pada 2005 yang tercatat 48 persen.

Sementara itu, kontribusi ekspor indus­tri pengolahan berbasis SDA pada 2013 me ningkat tajam menjadi 39 persen dari kontribusinya pada 2005 yang sebesar 20 persen. Di sisi lain, ekpor komoditas perta­nian pada 2013 turun kontribusi nya men­jadi 4 persen dari 12 persen pada 2005. Kontribusi pertambangan relatif stabil, di kisaran 21 persen pada 2013 dan 20 persen pada 2005.

Keempat, perlunya upaya­upaya me­ningkatkan arus modal dan menjaga kecu­kupan cadangan devisa. Dalam jangka pen dek, pergerakan nilai tukar rupiah yang sesuai dengan kondisi fundamental perlu tetap dijaga agar konsisten dengan arah perbaikan tingkat defisit transaksi berjalan.

Keempat langkah ini perlu dilakukan melalui penguatan bauran kebijakan Bank Indonesia. Saat ini fokus bauran tersebut antara lain adalah stabilisasi nilai tukar rupi­ah agar sejalan dengan kondisi fundamen­tal. Dukungan upayanya termasuk operasi moneter dan pendalaman pasar valas.

Bila dilaksanakan secara baik dan ter­ukur, bersama kebijakan yang telah dite­rapkan sebelumnya, maka akan ada perce­patan penyesuaian defisit neraca transaksi berjalan. Demikian juga bakal terjadi perce­patan pengendalian inflasi menuju sasaran 4,5 persen plus­minus satu persen pada 2014.

Dengan bauran kebijakan ini, diharap­kan soft landing akan terjadi, sebagai syarat penting bagi pertumbuhan ekonomi Indo­nesia ke depan. Harapannya, soft landing bakal menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan yang lebih sustainable.

u

PER

SPEK

TIf

MUSLIMIN ANWARDepartemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter

Tantangan eksternal yang harus diantisipasi adalah tren membaiknya ekonomi negara maju.

Neraca Pembayaran IndonesiaEmpat Langkah Penguatan

Tantangan internal yang di hadapi negara berkembang adalah memperkuat daya saing produktivitas melalui berbagai ke­bijakan struktural.

Dok

Page 13: EDISI 42 n SEPTEMBER 2013 n TAHUN 4 n NEWSLETTER … · 2 EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA ME j A R EDAKSI A da tiga jenis penjelasan mengenai utang

13EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA

PER

SPEK

TIf

Pesan­pesan tersembunyi dalam sebuah iklan seringkali ga­gal mempengaruhi konsumen. Pengembang properti di Indonesia pun lebih memilih pesan yang langsung terbaca jelas maknanya. Iklan luar ruangan, misalnya, langsung mencantumkan

harga lama yang dicoret dan digantikan dengan harga baru yang lebih tinggi. Belum lagi suara presenter bersuara melengking yang mengingatkan pemirsa televisi untuk segera membeli rumah yang ditawarkan, dengan pesan jelas, "Lima hari lagi harga naik!"

Bagi otoritas moneter, iming­iming semacam ini hanya berarti satu hal. Ada faktor ekspektasi inflasi yang sedang bergulir. Dalam be nak masyarakat terbayang bahwa bila tak buru­buru membeli sekarang, harga properti bakal terus­menerus naik dan akan semakin tak terjangkau. Apalagi, survei Bank Indonesia pun mendapati mulai munculnya tren men jadikan kepemilikan properti se­bagai alternatif investasi.

Konservatif, Moderat, atau Agresif?Perbankan yang meladeni 80 persen fasilitas

pem biayaan KPR, saat ini memang masih bersikap cukup konservatif. Hanya perbankan dengan porsi 20 persen fasilitas pembiayaan KPR yang mulai 'me­lunak' bahkan 'agresif' menghadapi para konsumen yang berburu utang untuk memiliki rumah.

Meski secara nominal dan proporsi angkanya ma sih terlihat kecil, Bank Indonesia memilih untuk meng ingatkan semua pihak terkait pembiayaan kredit kepemilikan rumah untuk meningkatkan kehati­hatian. Bukan tidak mungkin, tren pemasaran bank yang agresif meladeni KPR pada akhirnya 'menggoda' perbankan yang sekarang masih bersikap 'konservatif'.

Ketika harga emas naik turun, properti menjadi investasi tradi­sional yang dianggap paling menguntungkan. Sulit memisahkan antara debitur KPR yang memang membutuhkan rumah untuk di­huni atau yang menginginkan rumah sebagai lahan investasi. Se­mentara, jutaan orang di luar sana masih bersimbah peluh untuk bisa mewujudkan rumah idaman dengan bantuan perbankan.

Harapan yang membumbung tinggi dari konsumen dan peri­laku perbankan yang bisa saja tergoda untuk bersikap agresif, bila ber temu dan tak dikendalikan dipastikan akan membuat harga properti semakin tinggi. Dampaknya, masyarakat kelas menengah bawah akan semakin sulit mewujudkan mimpi tentang sebuah ru­mah, baru maupun bekas, meski telah menabung bertahun­tahun untuk sekadar bisa memenuhi uang muka pembeliannya.

Aturan loan to value (LTV) bertujuan menjaga perbankan untuk memasang standar tinggi kehati­hatian pemberian fasilitas pembi­ayaan perumahan. Alih­alih menggampangkan pengucuran kredit dengan mengabaikan kehati­hatian, perbankan 'ditantang' berkom­petisi dalam rupa adu inovasi produk pembiayaan. Pada akhirnya,

kredit kepemilikan rumah seharusnya tak beda dengan produk kredit lain yang ditawarkan perbankan.

Dari Bulk sampai Aset Suami-IstriSementara itu, konsumen diingatkan untuk tak jor­joran mema­

kai KPR, dengan kapasitas kemampuan sebagai tolok ukur. Aturan soal syarat uang muka KPR dibedakan untuk kepemilikan rumah per tama, kedua, dan seterusnya. Diatur juga masalah pemanfaatan fasilitas pembelian beberapa aset sekaligus menggunakan satu fasi­litas pembiayaan (bulk) dan topup.

Aturan bulk tetap diizinkan, tapi ada semacam 'urutan' batas maksimal pemberian fasilitas kredit. Misal, ada seseorang dengan profil pendapatannya bisa mendapatkan fasilitas kredit Rp 1 miliar. Dari nominal itu, dia ingin membeli sekaligus tiga properti, masing­masing seharga Rp 250 juta, Rp 350 juta, dan Rp 400 juta.

Dalam aturan terbaru LTV soal bulk, batas maksimal 70 persen pembiayaan akan diberikan pada harga terendah properti yang di­biayai. Berikutnya, harga terendah kedua, hanya akan mendapatkan

maksimal 60 persen pembiaya an. Harga tertinggi dalam contoh pembelian tiga rumah serempak itu, maksimal mendapatkan 50 persen pembiayaan saja.

Lagi­lagi ini mendorong kehati­hatian baik per­bankan maupun konsumen. Saat mengajukan KPR, para debitur diharuskan pula mengisi pernyataan terkait fasilitas pembiayaan dan properti yang dimi­liki. Bila di kemudian hari ditemukan data yang tak sesuai, aturan LTV akan langsung diterapkan.

Pasangan suami istri yang hendak mengajukan KPR, sekarang juga mendapat pilihan akan menyatu­kan aset sebagai agunan atau membuat perjanjian pemisahan aset. Pilihan ini ditawarkan untuk meng­antisipasi kemungkinan gagal bayar dengan risiko penyitaan aset di masa mendatang.

Pengembang juga DijagaBagi pengembang, aturan LTV yang mengatur masalah risiko

pembiayaan perbankan di sektor properti ini bertujuan mendo­rong proses bisnis yang benar­benar sehat. Tak bisa lagi, misalnya, pe ngembang hanya punya modal tanah untuk menjual produk pro­perti dan mengajukan kredit modal usaha ke bank.

Harus ada jaminan nyata yang dimiliki pengembang, setara dengan guyuran modal usaha maupun KPR yang dikucurkan dalam skema kerja sama pengembang dan perbankan. Pengembang harus bisa pula menunjukkan prospek usaha dan kemampuan pembayar­an kredit.

Dana KPR yang diberikan dalam skema kerja sama antara pe­ngem bang dan perbankan pun hanya akan dikucurkan bank sesuai perkembangan proyek pembangunan. Ada ancaman penalti untuk keterlambatan garapan. Karena, selain memastikan kredibilitas pe­ngembang dan pengelolaan risiko perbankan, seluruh aturan LTV juga bertujuan melindungi konsumen dari iming­iming pengem­bang abal­abal.

Lagi pula, bila tak hati­hati sejak dini, godaan dan pembiaran atas praktik yang sudah dianggap sebagai 'kebiasaan' bisa setiap saat berubah wujud menjadi 'jebakan' di tikungan. Tak terkecuali di sektor pro perti dan pembiayaan perumahan. u

D A

ulia

LTV ‘Jilid Dua’Bukan Cuma Soal Uang Muka

INDRA GUNAWANDepartemen Kebijakan Makroprudensial

13EDISI 41 u AGUSTUS 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA

Aturan loan to value (LTV) bertujuan menjaga perbankan memasang standar tinggi kehati­hatian pemberian fasilitas pembiayaan perumahan.

Page 14: EDISI 42 n SEPTEMBER 2013 n TAHUN 4 n NEWSLETTER … · 2 EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA ME j A R EDAKSI A da tiga jenis penjelasan mengenai utang

14 EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA

PER

IST

IWA

& H

UM

AN

IOR

A

Menjadi bagian rangkaian kegiatan ‘Bakti Bank Indonesia Bagi Negeri’, pada 13 September 2013 digelar ‘Apresiasi Klaster UMKM dan Diseminasi Pola Pembayaran UMKM’. Acara ini merupakan wadah apresiasi sekaligus ajang berbagi kiat sukses pengembangan klaster usaha mikro

kecil menengah (UMKM) dan pola pembiayaan untuk UMKM.Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan UMKM

berkontribusi 56 persen ter­hadap pendapatan domes­tik bruto, dengan menye rap pula 97 angkatan kerja In­donesia. “Dengan nilai stra­tegis itu, BI berkomitmen mendukung pengembang­an UMKM,” tegasnya saat membuka kegiatan da ri De­partemen Pengembangan Akses Keuangan (DPAU) BI ini.

Agus pun mengapresia­si UMKM dan Kantor Per­wa kilan BI yang selama ini te lah bersinergi dengan pola klaster. “Semoga dengan acara ini semangat sinergi pengembang­an UMKM dapat ditularkan di antara para penggiat pengembangan UMKM dan kalangan perbank an,” harapnya.

Beberapa klaster tampil berbagi kiat sukses. Mereka adalah klaster cabai binaan Kantor Perwakilan BI Makassar, klaster kopi arabika binaan Kantor Perwakilan BI Bali, klaster ikan teri binaan Kantor Perwakilan BI Lampung, klaster sapi binaan Kantor Perwakilan BI Semarang, dan klaster padi binaan Kantor Perwakilan BI Medan. u

Apresiasi Klaster UMKM dan Diseminasi Pola Pembiayaan UMKM

Amerika Serikat (AS) kini tercatat sebagai negara in vestor terbesar ketiga bagi Indonesia dengan nilai investasi 1,3 miliar dolar AS. Meski demikian,

peluang bagi para investor lain masih terbuka lebar. Ka­renanya, pada 12 September 2013, Kantor Perwakilan Bank Indonesia di New York, Amerika Serikat, memfasi li­tasi promosi ekonomi Indonesia di Saint Louis, Missouri.

Sekitar 30 perusahaan di Missouri yang bergerak di sektor manufaktur, energi, pertambangan, dan keuangan turut dalam kegiatan tersebut. Hadir men­jadi salah satu pembicara, Kepala Kantor Perwakilan BI di New York, Sugeng, meyakinkan para peserta bahwa kondisi ekonomi Indonesia saat ini ‘resilient’ dan men­janjikan sebagai tujuan investasi.

Sebagai gambaran, Sugeng memaparkan angka­angka indikator makro ekonomi Indonesia dan serang­kaian kebijakan yang diambil Pemerintah dan BI untuk merespons dinamika perekonomian global. “funda­mental Ekonomi Indonesia kini kuat, dan ditopang oleh kebijakan makroekonomi yang sehat,” kata dia.

Pengendalian moneter pun, imbuh Sugeng, tak lagi mengandalkan kebijakan konvensional. “Tapi telah didukung dengan penerapan bauran kebijakan mone­ter, baik melalui suku bunga, makroprudensial, maupun koordinasi kebijakan dengan Pemerintah,” lanjutnya.

Sementara sektor fiskal, menurut Sugeng masing mem berikan ruang ekspansi yang longgar dengan ca­pai an defisit di bawah 3 persen dan rasio utang di bawah 24 persen. Pada saat bersamaan, di sektor perbankan ra­sio kecukupan modal rata­rata mencapai 17 persen.

Inflasi juga terkendali, terutama setelah digalakkan koordinasi solid antara Pemerintah dan BI melalui Tim Pengendali Inflasi. “Indonesia diyakini dapat mengatasi permasalahan ekonomi yang ada dan membawa pros­pek ekonomi yang lebih cerah di waktu yang akan da­tang,” kata Sugeng.

Para peserta kegiatan dalam perbincangan hangat berpendapat ekonomi Indonesia memang terlihat masih menjanjikan. Menurut mereka, Indonesia ber­potensi menjadi salah satu kekuatan terbesar ekonomi dunia dalam 15 sampai 30 tahun mendatang.

Minat tinggi untuk berinvestasi pun mereka akui, ter utama untuk sektor energi, tranportasi, telekomuni­kasi, dan keuangan. Para peserta ini berargumen Indo­nesia adalah negara kepulauan, dengan proporsi besar usia produktif, serta ditopang daya beli dan kebutuhan transaksi keuangan yang diperkirakan akan terus me­ningkat.

Kegiatan bertajuk “Invest in Remarkable Indone­sia” ini, merupakan kerja sama Kantor Perwakilan BI New York dengan Konsulat Jendral RI di Chicago yang membawahi Missouri, Kantor Menko Perekonomian, dan Kementerian Perindustrian. Deputi Kepala BKPM, Himawan Hariyoga, berharap perwakilan BI di New York dapat terus menjadi salah satu garis depan pendukung program promosi investasi dan perdagangan Indonesia di wilayah Amerika. u

Memanggil Investasi dari Missouri

Semoga dengan acara ini semangat sinergi pengembangan UMKM dapat ditularkan di antara para penggiat pengem­bangan UMKM dan kalangan perbank an.

Dok

BI

Page 15: EDISI 42 n SEPTEMBER 2013 n TAHUN 4 n NEWSLETTER … · 2 EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA ME j A R EDAKSI A da tiga jenis penjelasan mengenai utang

15EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA

PER

IST

IWA

& H

UM

AN

IOR

ASalah satu kendala tidak optimal­nya penyaluran kredit dari bank kepada masyarakat khususnya usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) adalah kesenjangan in­

formasi antara bank dan nasabah atau debitur. Pada satu sisi bank kesulitan memetakan de­bitur potensial, pada sisi lain UMKM tak punya cukup informasi tentang tata cara pengajuan kredit ke bank.

Membaca persoalan itu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Maluku membangun kemitraan strategis dengan Pemerintah Provinsi Maluku, dengan menggiatkan keberadaan Konsultan Mitra Keuangan Bank (KKMB).

Tidak tanggung­tanggung, kemitraan strategis ini langsung dipayungi dengan SK Gubernur Maluku. Alokasi anggaran untuk op­timalisasi kinerja KKMB pun disediakan bagi pemenuhan biaya operasionalnya. Selebihnya, perekrutan dan pelatihan KKMB menjadi porsi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Maluku.

Pelatihan dan evaluasi pun digelar berke­lanjutan, secara terjadwal. Dalam kegiatan evaluasi dipaparkan pula kinerja kredit untuk UMKM. Per akhir triwulan ketiga 2013, misal­nya, kredit UMKM di provinsi ini tercatat men­

capai Rp 18,9 miliar dengan 455 debitur. Pola kemitraan yang dibangun Kantor Per­

wakilan Bank Indonesia Maluku dengan Peme­rintah Provinsi Maluku diharapkan bakal turut

memperdalam fungsi intermediasi perbankan sekaligus mengoptimalkan potensi ekonomi UMKM. Kemitraan untuk memperluas akses dan peluang. u

Menjalin Kemitraan danMemperluas Jangkauan

Dua Sisi Perbankan dan Korupsi

Perbankan merupakan institusi keuangan dengan porsi pasar ter­besar berdasarkan transaksi yang berjalan di dalamnya. Terlepas dari proses bisnisnya, perbankan juga

punya potensi besar untuk turut andil mem­berantas korupsi yang ditilik dari dampaknya merupakan kejahatan luar biasa.

Dua sisi terkait transaksi keuangan terse­but mengemuka dalam dialog interaktif "Ke­giatan Perbankan dalam Perspektif Tindak Pidana Korupsi". Kegiatan itu merupakan ker­ja sama Kantor Perwakilan Bank Indonesia Su­lawesi Tenggara dan fakultas Hukum Univer­sitas Haluoleo, digelar pada 29 Agustus 2013.

Dialog menyertakan para akademisi, perbankan, kepolisian, kejaksaan, dan war­tawan. Topik yang dibahas adalah kegiatan perbankan yang dapat disalahgunakan oleh para koruptor untuk beraksi. Hadir sebagai pembicara, selain dari Bank Indonesia juga ada perwakilan dari Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) serta Pusat Pelaporan dan Anal­isis Transaksi Keuangan (PPATK).

Kegiatan perbankan bisa saja disalahgu­nakan oleh para koruptor karena memang kegiatan itu berupa penghimpunan dan pe­nyaluran dana dari dan ke masyarakat. fasi­litas terkait kegiatan perbankan, seperti ke­ringanan berupa potongan atas utang pokok (hair cut) untuk kredit ma cet, merupakan salah satu contoh celah yang dapat disalah­gunakan para koruptor.

Karenanya, perbankan juga merupakan bisnis yang dikenal sebagai 'high regulated business'. Sejumlah aturan rigid mengikat para pelaku di bisnis perbankan, mengingat rawannya penyalahgunaan bila ada sedikit saja prinsip kehati­hatian terlanggar.

Dalam dialog tersebut dipaparkan bebe­rapa prinsip mendasar yang harus dilakukan perbankan terkait dengan para nasabah dan debiturnya. Prinsip pertama adalah pengenal­an nasabah alias 'know your customer'. Lalu, setiap transaksi mencurigakan mutlak di­laporkan ke PPATK. Berikutnya, kaidah tata kelola yang baik tak bisa ditawar dalam men­jalankan bisnis perbankan. Terakhir, UU Per­bankan harus menjadi payung hukum yang digenggam erat.

Bila semua prinsip dasar tersebut di­jalankan, perbankan akan menjadi institusi utama dengan peran strategis dalam pem­berantasan korupsi alih­alih rentan disalahgu­nakan oleh para koruptor. u

Dok

BI

Dok

BI

Page 16: EDISI 42 n SEPTEMBER 2013 n TAHUN 4 n NEWSLETTER … · 2 EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA ME j A R EDAKSI A da tiga jenis penjelasan mengenai utang

16 EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA

EKSP

OSE

Pasar properti Indonesia salah satu lahan investasi paling menguntung kan di dunia. Dalam beberapa tahun terakhir, rata­rata pertumbuh annya ada di kisaran 20 persen.Rumah untuk kelas menengah ke atas merupakan pasar yang tumbuh paling tinggi. Per April 2013, pertumbuhan

kre dit pemilikan rumah (KPR) tipe luas lahan 70 meter persegi ke atas mencapai 40,5 persen dan tipe 70 tumbuh 18,1 persen.

Pertumbuhan KPR untuk perumahan kelas menengah ke atas ini, se suai prinsip ekonomi akhirnya juga diikuti dengan kenaikan harga. Sayangnya, kedua data berimbas pada kenaikan harga rumah kelas menengah ke bawah dan berkurangnya permintaan dari ‘kelas’ ini. KPR untuk tipe 21­70, misalnya, mengalami pertumbuhan minus 27,6 persen pada April 2013 dan minus 29 persen pada Mei 2013.

Selain itu, derasnya permintaan KPR untuk kelas menengah ke atas sekalipun harga juga turut melejit, dikhawatirkan menggoda per bankan menggenjot pertumbuhan KPR dengan prinsip kehati­ha­tian rentan terabaikan. Pada Juni 2012, Bank Indonesia (BI) mengelu­arkan kebijakan loan to value (LTV), yang menaikkan batas atas mini­mal uang muka, untuk mengerem laju kucuran KPR.

Dengan LTV yang dirilis pada 2012 itu, uang muka pembelian ru mah yang semula 20 persen naik menjadi 30 persen. Aturan ini ditujukan untuk KPR non­subsidi. Namun, aturan ini belum memadai menahan laju pertumbuhan KPR, di tengah tuntutan kebutuhan pe­rumahan seiring bertambahnya jumlah kelas menengah Indonesia.

Dari pengamatan BI, KPR tak lagi semata dipakai membeli rumah sebagai kebutuhan dasar untuk tempat tinggal. Ada indikasi rumah sudah menjadi alat investasi. Salah satu indikatornya adalah data bah­wa per April 2013 ada 35.298 debitur yang memiliki lebih dari satu KPR, dengan total nilai kredit mencapai Rp 31,8 triliun.

“Pemerintah dan BI sedang mewaspadai kredit sektor properti, kami berharap KPR tetap menjunjung tinggi kehati­hatian agar sek­tor keuangan jangan sampai berisiko,” kata Gubernur BI Agus DW Martowardojo di Jakarta, pada Juli 2013. Maka, pada September 2013 diterbitkan penyempurnaan aturan terkait LTV.

Terbit pada 24 September 2013, SE BI No 15/40/DKMP mencabut ketentuan sebelumnya, SE BI No 14/10/DPNP tanggal 15 Maret 2012 dan SE BI No 14/33/DPbS tanggal 27 November 2012. Aturan pe­nyem purnaan ini mencakup ketentuan kredit pemilikan properti, mulai dari rumah tapak, rumah susun, kantor, hingga rumah, serta kredit beragun properti.

Pada aturan baru, rasio antara kredit dengan uang muka diper­besar. Diterapkan pula ketentuan berjenjang untuk kepemilikan lebih dari satu KPR. fasilitas pembiayaan di perbankan syariah juga ter­cakup dalam aturan penyempurnaan ini.

Rincian rasio kredit atau pembiayaan dengan uang muka yang ha rus dibayar, dapat dilihat pada tabel. LTV 70 persen, misalnya, ber­arti kredit yang didapat maksimal 70 persen harga properti dengan uang muka minimal 30 persen. Aturan baru LTV juga berlaku untuk tipe rumah 22­70, pada pembelian rumah kedua dan seterusnya.

Satu hal yang dicermati dari aturan baru LTV adalah penggunaan ukuran rumah sebagai indikator pengaturan, bukan harga. Menurut BI, penggunaan rentang harga sebagai rujukan batas aturan akan me­munculkan ketidakefisienan. “Karena ada disparitas harga di masing­masing wilayah dan harga butuh penyesuaian dari waktu ke waktu,” ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Difi A Johansyah.

Apalagi, kata Difi, penggolongan rumah berdasarkan ukuran luas telah menjadi standar dalam pelaporan bank ke BI. “Jadi, ini memudah­kan pelaksanaan monitoring dan penegakan kebijakan,” ujar dia. u

LTV ‘Jilid Dua’

Mengerem PropertiAda indikasi fasilitas kredit atau pembiayaan pemilikan rumah dipakai sebagai sarana investasi.

KREDIT/PEMBIAYAAN MAKSIMAL LTV/FTV/AGUNAN FK/FP 1 FK/FP 2 FK/FP 3 dst.

KPR Tipe > 70 70% 60% 50%KPRS Tipe > 70 70% 60% 50%KPR Tipe 22­ 70 ­ 70% 60%KPRS Tipe 22 ­ 70 80% 70% 60%KPRS Tipe sd 21 ­ 70% 60%KP Ruko/Rukan ­ 70% 60%

KREDIT, PEMBIAYAAN MURABAHAHDAN ISTISHNA’

MAKSIMAL FTV FP 1 FP 2 FP 3 dst.

KPR Tipe > 70 80% 70% 60%KPRS Tipe > 70 80% 70% 60%KPR Tipe 22­ 70 ­ 80% 70%KPRS Tipe 22 – 70 90% 80% 70%KPRS Tipe sd 21 ­ 80% 70%KP Ruko/Rukan ­ 80% 70%

PEMBIAYAAN MUSYARAKAH MUTANAQISAH (MMQ)DAN IJARAH MUNTAHIYA BITTAMLIK (IMBT)

PEMBIAYAAN/AGUNAN

FK : fasilitas Kredit FP : fasilitas Pembiayaan KPRS : Kredit Pemilikan Rumah Susun

D Aulia