edisi 42 n september 2013 n tahun 4 n newsletter … · 2 edisi 42 u september 2013 u tahun 4 u...
TRANSCRIPT
Jeda untuk Mereformasi
Mengerem Properti
LTV “Jilid Dua”Bukan Cuma Soal Uang Muka
Berbagi Peran dan Beban
3
16
13
6
Menjaga inflasi tetap terkendali alias daya beli tak tergerus kenaikan harga, tak cukup dicegat di pengujung perjalanan dari rantai produksi dan distribusi. Memastikan permintaan ada pada rentang yang terkendali juga butuh
kepastian pengawalan yang setimbang dari sisi pasokan, termasuk pendistribusiannya. Pemikiran itulah yang coba dibangun dan diwujudkan dalam kerangka kerja tim pengendali inflasi, dari tataran pusat hingga daerah.
Tak kalah penting juga adalah langkah mengembangkan dan mengoptimalkan potensi usaha mikro kecil dan menengah. Sering dipandang sebelah mata dengan beragam kendala terkait akses pembiayaan dan pengembangan kapasitas, UMKM tak dipungkiri kerap menjadi benteng penyangga perekonomian di saat yang bahkan paling suram.
Pada saat yang sama, pertumbuhan ekonomi tinggi dan menjanjikan, yang kemudian mendongkrak peningkatan kelas menengah masyarakat, punya sisi lain yang harus ekstra diwaspadai. Tak terkecuali dari sektor properti. Kehatihatian dan antisipasi adalah dua kata kunci yang tak boleh terabaikan di setiap kali. u
Dua Gubernur,Dari Inflasi Hingga Blok G Tanah Abang
8
EDISI 42 n SEPTEMBER 2013 n TAHUN 4 n NEWSLETTER BANK INDONESIA
gerai
BersinergiMengawal Ekonomi
Memastikan permintaan ada pada rentang yang terkendali juga butuh kepastian pengawalan yang setimbang dari sisi pasokan.
2 EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
MEj
A R
EDA
KSI
Ada tiga jenis penjelasan mengenai utang. Bagi sebagian orang, utang harus dihindari, agar tidak repot
me lu nasinya. Ada juga yang berutang karena kepepet, tidak ada jalan lain, terpaksa. Utang bagi kedua golongan ini menjadi hal menakutkan.
Tapi ada juga orang yang hidup dari utang. Utang dicintai karena utang bisa bikin kaya. Sebaliknya, semakin kaya ma ka kian banyak bisa berutang!
Dari ketiga penjelasan di atas, yang ter akhirlah yang paling pas untuk pasar keuangan. Sulit dibayangkan pasar ke uangan tanpa adanya pasar utang. Lho, pa sar utang? Ya, karena pasar keuangan berisi orang yang butuh utang dan orang yang menawarkan utang.
Pasar keuangan menjadi sumber orang berutang, menawarkan utang, dan juga memperdagangkan utang. Utang men jadi positif karena utang menyedia kan pembiayaan bagi pelaku usaha. Da lam bahasa keren dunia keuangan, punya utang berarti memiliki akses ke sumber pembiayaan..
Bagi yang suka berutang, maka yang pen ting adalah memiliki akses keuangan. Bagi banyak orang dan juga perusahaan, aset mereka yang terbesar, mungkin, ada lah kemampuan mereka berutang ini, bukan kekayaan riil mereka. Tentu, tidak se mua orang bisa memanfaatkan utang
de ngan baik untuk mengembangkan usahanya.
Untuk berutang, syaratnya adalah riwayat keuangan yang baik, tanpa cacat, gak pernah nunggak. Golongan inilah yang dicintai bank, perusahaan pembia yaan, dan lainnya.
Kemampuan dan niat membayar utang dengan baik merupakan aset yang berharga. Dalam praktik seharihari, pemegang kartu kredit yang selalu tepat waktu melunasi utangnya justru dikejarke jar bank yang menawarkan berbagai fa si litas, termasuk juga tawaran untuk berutang.
Karenanya, utang adalah pilihan. Kalau tidak mau pusing, jangan berutang. Kalau mau berutang, syaratnya adalah riwayat keuangan yang terpelihara baik, tidak pernah ngemplang, agar tetap punya akses terhadap pemberi utang alias akses ke sumber pembiayaan.
Masalahnya, hidup dalam zaman keuangan modern sekarang memang sulit menghindari utang. Dari yang paling kecil seperti menggunakan kartu kredit sampai yang paling besar semisal utang negara dalam bentuk surat berharga.
Apapun bentuk utangnya, yang pen ting adalah ada akses ke pemberi utang yang hanya bisa dijaga dengan reputasi yang baik dalam berutang dan membayar utang. Untuk nyaman berutang, reputasi adalah hal mutlak yang harus dijaga. Nah.. u
Kenaikan harga barang, daya beli yang tak lagi setinggi sebelumnya, bukan semata persoalan yang dipicu tren kenaikan permintaan. Kadang kala, pasokan yang seret juga punya peran
besar sebagai penyebab.Menjaga daya beli tak tergerus kenaikan
harga, tak cukup dicegat di pengujung rantai produksi dan distribusi. Memastikan permintaan ada pada rentang yang terkendali juga butuh kepastian pengawalan yang setimbang dari sisi pasokan, termasuk pendistribusiannya.
Sinergi menjadi pilihan masuk akal dan berdaya guna, dengan banyak tangan bergandengan, bekerja bersama memadukan ragam kapasitas yang dipunya. Konsep tim pengendali inflasi menyi nergikan otoritas moneter, fiskal, dan pelaksana teknis termasuk pemerintah daerah. Setiap sektor punya peran signifikan terkait upaya menjaga daya beli, yang ujungnya adalah kinerja ekonomi bangsa.
Jangan lupakan pula usaha mikro kecil dan menengah. Melihat kontribusi dan perannya di saat perekonomian suram, entitas yang kerap dipandang sebelah mata ini sudah saatnya diberdayakan lebih optimal. Harapannya, kehadiran mereka pun menjadi potensi ekonomi yang berpijar di kala perekonomian cemerlang.
Setelah semua langkah memantapkan pijak an perekonomian dijalankan, maka kehatihatian dan antisipasi risiko adalah dua hal kunci untuk menjaga perekonomian tak 'kecolongan'. Tak terkecuali di sektor properti yang tumbuh kencang seiring pertambahan kelas menengah.
Pengaturan mengenai loan to value yang pada dasarnya merupakan pengetatan manajemen risiko, adalah salah satu cara menjaga kehatihatian dan kewaspadaan itu. Sama sekali bukan untuk “menjegal” laju industri properti.u
Hidup dari UtangDIfI A JOHANSYAHDepartemen Komunikasi
editorial kolom
D A
ulia
Bergandeng Tangan...
Penanggung JawabDIfI A JOHANSYAH
Pemimpin RedaksiPETER JACOBS
Redaksi PelaksanaRIzANA NOOR
DWI MUKTI WIBOWOERNAWATI JATININGRUM
WAHYU INDRA SUKMASURYA NANGGALA
DAHLIA DESSIANAYANTHILINA ERNAWATI
Alamat RedaksiDepartemen Komunikasi
Bank IndonesiaJl MH Thamrin 2 Jakarta
Telp : 02129817317, 29817187 email : [email protected]
website : www.bi.go.id
Redaksi menerima kiriman naskah dan mengedit naskah sebelum dipublikasikan.
redaksi
3EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
fOK
US
firma keuangan Morgan Stanley menyindir negaranegara pasar berkem bang, dengan menyebut negara berkembang selama ini cuma duduk menonton banjir aliran modal. Nega
ra berkembang acap ‘lupa’ menjadikan aliran dana murah itu sebagai kesempatan membenahi masalah struktural dalam ekonomi.
Ketika terjadi pembalikan arus modal dan karenanya ada dampak terhadap perekonomian, negara berkembang pun seolah menyalahkan negara maju sebagai pangkal masalah. Padahal, pada umumnya dana mengalir ke negara berkembang semata ka rena perekonomian negara maju sedang lesu dan imbal hasil yang ditawarkan tak lagi menarik.
Pertumbuhan tinggi ekonomi di negara berkembang dengan yield tinggi saat perekonomian negara maju lesu, adalah penarik bagi dana asing itu. Masalahnya, kondisi ini tak abadi. Buktinya, ketika Bank Sentral Amerika berencana mengurangi stimulus dikenal sebagai tapering maka aliran modal pun seketika berbalik arah.
Rencana tapering sontak membuat nilai tukar mata uang Brasil, India, dan Indonesia, misalnya, anjlok terhadap dolar AS. ‘’Kini, emerging market harus bekerja lebih keras lagi. Dan, itu artinya reformasi,’’ kata analis Morgan Stanley, James Lord.
JedaPenundaan pelaksanaan tapering pada
September 2013, ibarat jeda bagi negara berkembang untuk sejenak masih bisa bernafas lega. Ada pelambatan aliran modal keluar.
Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo menegaskan penundaan ta pering ini mesti dimanfaatkan sebagai peluang untuk menggegaskan reformasi struktural terhadap perekonomian. Karena, cepat atau lambat tapering adalah niscaya.
Persoalan banjir arus modal datang untuk kemudian tibatiba surut kembali karena dinamika perekonomian global, bukan kali pertama dihadapi Indonesia. Sebut saja krisis keuangan Asia 19971998, maupun gejolak pada 2005, 2008, dan sekarang.
Bolakbalik aliran modal, menjadi faktor utama siklus ekonomi pada beberapa dekade terakhir. Meskipun, pada umumnya terjadi growing pains di negara berkembang, alias membaiknya indikator ekonomi setelah siklus usai yang bahkan melebihi angka sebelum siklus.
StrukturalMasalahnya, setiap kali banjir bandang
aliran modal terjadi, perekonomian bergoyang cepat. Demikian pula sebaliknya, ketika aliran modal berbalik arah keluar apalagi bila terjadi dengan cepat guncangan pun
tak terelakkan. Artinya, ketika dana itu berdiam di ne
gara berkembang, perbaikan struktural eko nomi tak tuntas dikerjakan. Salah satu indikator yang dapat dirujuk adalah neraca transaksi berjalan dan neraca perdagangan di dalamnya.
Namun, perlu dicatat bahwa tiga besar impor selain minyak dan gas adalah dari sektor otomotif, pangan, dan bahan kimia. Ini di baca bahwa impor tak melulu untuk konsumsi tapi juga kebutuhan bagi industri. Di bawah tiga besar itu, barulah impor terkait kebutuhan konsumsi berderet.
Gambaran tersebut memperlihatkan ada nya geliat perekonomian sekaligus keberadaan pasar yang besar. Hanya, industri domestik pun kasat terlihat belum bisa menggantikan peran impor bagi pemenuhan kebutuhan di dalam negeri. Pada saat yang sama, impor sudah menekan nilai tukar dan mendorong laju inflasi.
Ibarat badan manusia, perekonomian ne gara berkembang termasuk Indonesia cukup lincah bergerak, tetapi ‘daya tahan’nya terbatas. Ada level psikologis yang tak juga terlewati, karena pergerakan sampai tingkat tertentu keburu membuat ‘badan’ demam.
Dalam perekonomian, pengoptimalan da ya tahan ini tak lain dan tak bukan adalah pembenahan struktural. Sinyal masih adanya persoalan ini kentara ketika nilai tukar sa ngat rentan terdampak arus aliran modal, saat harga berfluktuasi karena faktor eksternal, dan pada waktu disparitas harga begitu besar hanya karena beda lokasi.
Pembenahan struktural adalah tanggung jawab lintas instansi dan sektor dalam sistem perekonomian. Salah satu indikator bahwa pembenahan sudah berjalan adalah bila ke mana pun aliran modal mengarah atau siklus ekonomi menuju fase turun, soft landing bisa dipastikan alihalih krisis apalagi hard landing. u
Jeda untuk MereformasiDana mengalir ke negara berkembang, pada umumnya lebih karena perekonomian negara maju sedang lesu.
Kini, emerging market harus bekerja lebih keras lagi. Dan, itu artinya reformasi.
Susanto
4 EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
fOK
US
Seorang ekonom muda yang kariernya sedang menanjak di lembaga pemerintahan, pernah menyarankan penghapusan subsidi bahan bakar minyak. Menurut dia,
ekonomi memang akan melambat dan inflasi melejit, tetapi ekonomi akan segera pulih pada tahun berikutnya.
Sayangnya, di tingkat grass root, data ekonomi tak sekadar angka statistik. Bila mengikuti pendapat ekonom itu, masyarakat akan sangat merasakan pahitnya kenaikan harga, jauh sebelum ekonomi dirasa pulih. Isi dompet tak akan lagi punya daya beli yang sama dengan sebelumnya.
Kajian Bank Indonesia menunjukkan pu la bahwa inflasi tinggi akan menyulitkan pengambilan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi. Ujungnya, pertumbuhan ekonomi akan melambat.
Maka, menjaga tingkat inflasi tak hanya se kadar mengawal daya beli masyarakat, tapi juga menjaga ketahanan keseluruhan sistem ekonomi sebuah negara. Sementara, inflasi dipengaruhi banyak faktor, dan itu sebagian besar di luar jangkauan kebijakan moneter bank sentral.
Apalagi, karakteristik inflasi di Indonesia masih cenderung bergejolak, terutama dipengaruhi sisi pasokan atau penawaran. Ini berkaitan dengan gangguan produksi, distribusi, maupun kebijakan pemerintah.
Inflasi juga pernah terdorong oleh kenaikan harga pangan dunia (imported inflation) akibat faktor iklim. Kenaikan harga ba rang juga bisa diakibatkan oleh terganggunya distribusi pasokan, misalnya karena bencana alam atau kerusakan infrastruktur.
Karena itu, pengendalian inflasi tidak bisa dilakukan hanya melalui kebijakan mone ter. Pengendalian inflasi memerlukan koordinasi dan kerja sama antarlembaga dan lintas sektoral, tentu saja bersamasama de
Menjangkar InflasiMenjaga tingkat inflasi tak hanya sekadar mengawal daya beli masyarakat, tapi juga menjaga ketahanan keseluruhan sistem ekonomi sebuah negara.
Seka
n Ka
ran
5EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
fOK
US
Menjangkar inflasi memang bukan sekadar kajian teori. Butuh inovasi yang menjadi terobosan sekaligus solusi.
ngan sektor fiskal dan riil.Inilah landasan pemerintah dan BI mem
bentuk Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) di tingkat pusat pada 2004. Walau Pulau Jawa masih dominan dalam penentuan harga, namun daerah lain menyumbang 60 persen inflasi nasional.
Karena itulah pada 2008 dibentuk tim pengendali inflasi daerah (TPID). Anggotanya adalah BI, unsur kementerian teknis, dan jajaran pemerintah daerah.
Kini sudah terbentuk 104 TPID di kabupaten kota di 33 provinsi, terutama di daerah yang paling banyak menyumbang inflasi. Di daerah, peran BI di TPID dijalankan oleh kan tor perwakilan yang tersebar di berbagai provinsi.
Tugas utama TPID adalah memantau harga komoditas terutama bahan pangan serta mengevaluasi sumbersumber dan potensi tekanan inflasi. Muaranya, pengendalian harga komoditas.
Pada 2011, TPID diperkuat lagi dengan koordinasi di tingkat pusat melalui Kelompok Kerja Nasional TPID. beranggotakan BI, Kementerian Koordinator Perekonomian, dan Kementerian Dalam Negeri. Melalui forum inilah terjadi saling bagi pengalaman yang bisa meningkatkan efektivitas peran TPID.
Terobosan yang Menjadi SolusiPraktik selalu tidak semudah tulisan dan
teori. Pengendalian harga pun tak sekadar ber kunjung ke pasarpasar. Rekomendasi TPID harus pula tepat sasaran dan efektif.
Langkah TPID Sulawesi Tengah, dapat men jadi salah satu contoh rekomendasi yang tepat sasaran. Pada februari 2012, TPID
wilayah ini mencatat bahwa selama lima ta hun terakhir terakhir subkelompok padipadian, ikan segar, dan bumbu berkontribusi besar terhadap inflasi Kota Palu.
Berdasarkan data tersebut, TPID Sulawesi Tengah mendorong pemerintah daerah meng giatkan budidaya ikan air tawar seperti nila, mas, dan lele. Mereka mendorong pula masyarakat memanfaatkan pekarangan untuk menambah pasokan komoditas bumbubumbuan.
Lalu, ada pula contoh dari TPID Jawa Tengah. Dalam rapat koordinasi nasional TPID di Jakarta pada Mei 2012, TPID ini memaparkan peluncuran situs Sistem Informasi Harga dan Produksi Komoditi (SiHaTi). Portal ini memuat berita, artikel, data harga komoditas, produksi pertanian, dan informasi grafis luas panen.
Kemudian, contoh juga datang dari TPID Kalimantan Selatan. Mereka memperkenalkan program resi gudang untuk menjaga kestabilan harga beras.
Dari forum ini pula muncul kesepakatan bah wa pengendalian harga bahan pangan me merlukan harga rujukan. Tujuannya, mem berikan dasar pengambilan kebijakan bagi pelaku ekonomi di tingkat nasional mau pun daerah.
Informasi harga bahan pangan yang dipublikasikan saat ini belum sepenuhnya memb entuk harga rujukan yang diperlukan. Sementara, informasi harga yang tak lengkap dapat memunculkan spekulasi yang akan merugikan pelaku ekonomi.
Padahal, tingginya disparitas harga pangan antardaerah dan antarpelaku ekonomi juga turut memberi kontribusi tinggi pada
inflasi. Untuk itulah dibutuhkan semacam Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) sebagai rujukan bagi masyarakat dan pelaku ekonomi.
PIHPS merupakan pusat informasi yang mengintegrasikan data terkini di tingkat konsumen dan produsen, dipublikasikan secara ru tin di situs, media massa, bahkan melalui pesan di telepon seluler. Integrasi data itu penting karena terminologi yang digunakan di berbagai lembaga pemerintah mengenai komoditas pangan berbedabeda.
Selama ini, koleksi data dari beragam lembaga pe merintahan tergantung tugas pokok dan fungsi masingmasing. Kementerian Per tanian, misalnya, memonitor 73 komoditas pangan. Sementara Kementerian Perdagang an memantau 17 komoditas.
PIHPS dirancang dengan mencantumkan 10 bahan pangan yang dinilai pa ling strategis. DKI Jakarta dipilih menjadi percontohan PIHPS tingkat provinsi. Sedangkan PIHPS tingkat nasional ditargetkan sudah ada pada 2015.
Harapannya, PIHPS akan membuat peta ni tak lagi merugi hanya karena tak tahu harga hasil panen sedang rendah. Pedagang tak perlu pula menimbun demi menunggu harga naik. Pembeli pun tak harus lagi selalu bingung dengan harga di pasar. Target akhirnya, harga lebih terkendali, yang artinya inflasi tak terlalu berfluktuasi.
Menjangkar inflasi memang bukan sekadar kajian teori. Butuh inovasi yang menjadi terobosan sekaligus solusi. Dalam pelaksanaannya, kerja sama merupakan kata kun ci, dengan membangun sinergi yang terjalin di seantero negeri. u
D Aulia
6 EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
Ibarat permainan sepak bola, Bank Indonesia adalah penjaga gawang. Dia harus menahan gempuran serangan. Dalam ek onomi, serangan itu berupa ancaman inflasi. Namun bila ternyata 60 persen faktor
penyusun inflasi berasal dari daerah yang bisa diibaratkan sebagai satu lapangan dalam permainan sepak bola keamanan gawang pun tak cukup mengandalkan kiper laiknya dalam analogi itu.
Seorang penjaga gawang andal, harus bi sa memastikan sepuluh pemain lain bahumembahu menahan gempuran. Tak perlu pu la harus ada ban kapten ada di lengannya.
Kiper akan selalu merangkul teman sa tu tim, mendorong temantemannya meng ambil posisi dan aksi yang memastikan gawang aman, selain menyasar kemenangan dengan sebanyak mungkin me le sakkan gol ke gawang di seberang. Demikian pula dalam perekonomian.
Di 'lapangan sepak bola' ekonomi, beragam institusi lintas sektor dan bidang adalah ibarat sepuluh pemain selain kiper di per mainan bola. Inflasi harus ditahan untuk mewujudkan 'kemenangan' yang dituju berupa 'gol' yang tergambar sebagai kinerja positif perekonomian.
Maka, berbagi beban dan peran adalah kata kunci. Termasuk soal menahan laju inflasi. Kerja sama juga mutlak ada di antara sektor fiskal dan moneter, tak terkecuali pe libatan pemerintah daerah dan instansi teknis di daerah.
Pengendali InflasiAnalogi di atas merupakan gambaran
latar belakang, peran, dan fungsi kehadiran
Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) yang kemudian diperdalam cakupannya melalui Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). Seiring perkembangan dan sebaran TPID, sinergi ini diperkuat lagi dengan kehadiran Kelompok Kerja Nasional TPID.
Menjaga inflasi rendah dan stabil sebagai sasaran akhir kebijakan moneter, dipengaruhi faktor dari sisi permintaan dan penawaran. Masalahnya, kebijakan moneter yang menjadi ranah kewenangan Bank Indonesia, jangkauannya terbatas pada sisi permintaan.
faktor penawaran, ada pada cakupan kewenangan Pemerintah dan jajarannya. Bila Indonesia ingin menekan inflasi bahan pangan beras, misalnya, maka harus dipastikan pasokan beras memang tersedia melimpah.
Beragam cara tentu harus didorong untuk mewujudkan ketersediaan pasokan itu. Sebut saja, kepastian air untuk menjamin padi tumbuh dengan baik sampai panen. Harus dipastikan pula infrastruktur irigasi memadai.
Demikian pula dengan ketersediaan dan distribusi pupuk maupun ada atau tidak nya varietas unggul. Akses jalan untuk memastikan proses produksi dan distribusi hasil tak terkendala, yang juga merupakan kewenangan Pemerintah, tak bisa terlupa.
Kelompok Kerja Nasional TPID menjadi titik simpul sinergi yang mempertemukan Bank Indonesia, Kementerian Koordinator Per ekonomian, dan Kementerian Dalam Negeri. Bank Indonesia bertugas menyediakan data, informasi, dan analisis terkait upaya pengendalian inflasi nasional dan daerah.
Adapun Kementerian Koordinator Perekonomian mengambil peran sebagai koordinator dan penyelaras kebijakan di bidang perekonomian yang terkait dengan daerah. Termasuk, "menggerakkan" kementerianke menterian yang membidangi masalah eko nomi, untuk mencari solusi tepat bagi permasalahan di lapangan.
Sementara Kementerian Dalam Negeri menjadi pembina dan pengawas kebijakan daerah, sekaligus pendorong sinergi pe merintah daerah untuk mendukung kebijakan pengendalian inflasi. Karena menjangkau sampai ke daerah dengan struktur
mengacu pada UU Pemerintahan Daerah, peran Kementerian Dalam Negeri pun menjadi signifikan dalam sinergi pengendalian inflasi ini.
Pentingnya sinergi menjaga inflasi, men dasari Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Instruksi Nomor 027/2013 dan Surat Edaran Nomor 500/6414/SJ tertanggal 19 September 2013. Salah satu poin utamanya adalah menginstruksikan setiap kepala daerah membentuk TPID. Melalui jejaring TPID di daerah inilah, pemantauan dini bila ada masalah terkait pasokan dan distribusi bisa dilakukan.
Tentu, persoalan di lapangan selalu lebih kompleks daripada yang tertulis di atas kertas apalagi dibahas di tataran teori. Kesadaran itu justru semakin menguatkan pentingnya kehadiran TPID, sebagai ujung tombak memantau potensi dan ancaman yang ada di setiap wilayah, yang dapat mempengaruhi harga barang dan berujung sebagai angka inflasi.
Tantangan ke depan memang tak sertamerta selesai dengan kehadiran 104 TPID saat ini. Namun setidaknya, pemahaman bah wa inflasi bukan sekadar 'angka besar' di tataran makro, merupakan modal awal untuk bersamasama mewujudkan perekonomian yang berkelanjutan dan benarbenar menyejahterakan rakyat.
Bila kesebelasan solid dalam analogi per mainan sepak bola dapat terbangun dan mampu menjaga gawang dari gempuran ancaman, peluang tim untuk lebih fokus mengejar kemenangan niscaya lebih terbuka. Analogi yang sama semestinya juga berlaku dalam sistem ekonomi. u
fOK
US
HERY INDRATNODepartemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter
Berbagi Peran dan Beban
Kebijakan moneter yang menjadi ranah kewenangan Bank Indonesia, jangkauannya terbatas pada sisi permintaan.
Berbagi peran dan beban adalah kata kunci, termasuk soal menahan laju inflasi.
Dok
7EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
fOK
US
Tak ada yang dapat memastikan be rapa lama dan seberapa dalam krisis glo bal saat ini bakal berlanjut. Para eko nom pun tak saling sepakat tentang resep penanggulangan
krisis. Namun, Bev Hurley, pimpinan firma YTKO yang mengadvokasi pendirian usaha ke cil dan menengah (start up small and medium enterprise), memandang krisis ekonomi dengan lebih sederhana. Yaitu, penciptaan lapangan kerja sebagai masalah uta ma yang harus segera dipecahkan!
‘’Selamat tidaknya ekonomi kita tergantung pada dunia usaha, dari toko kecil di te ngah perkampungan sampai perusahaan multinasional. Dunia usaha adalah aset terbesar ekonomi karena memberikan lapangan pekerjaan, kemakmuran, dan pendapatan pajak,’’ kata Hurley. Data bahwa SME mewakili 99 persen dari 23 juta usaha di Uni Eropa dan menyerap dua pertiga pekerja di Eropa Barat, disertakan pula oleh perempuan penerima penghargaan Ratu Inggris dalam mempromosikan usaha kecil ini.
Laporan pertumbuhan lapangan pekerjaan dan jumlah pengangguran pun ternyata menjadi rujukan utama The fed untuk
menentukan kapan pengurangan stimulus (tapering) akan dilakukan. Ketika laporan lapang an kerja belum dianggap mantap, seperti pada September 2013, The fed menyimpulkan Amerika masih membutuhkan guyur an likuiditas yang besar.
Korea Selatan yang nasibnya mirip dengan Indonesia saat dilanda krisis eko nomi 19971998, menyerap 41,9 persen te naga kerja selama 19992009 melalui UMKM. Jumlah tenaga kerja yang terserap mencapai 1,75 juta orang.
Serapan tenaga kerja UMKM di Korea Se la tan berbanding terbalik dengan perusahaan besar yang selama satu dekade kehilangan 165 ribu pekerja. Angka itu setara dengan penurunan 22,9 persen pengangguran.
Sektor manufaktur menjadi unggulan UMKM Korea Selatan, menyumbang lebih dari 40 persen ekspor produk manufaktur negara itu. UMKM sekarang menyerap lebih dari 80 persen pekerja di sana.
Bank of Korea sampai kini juga masih me nyalurkan kredit lunak kepada UMKM de ngan skema aggregate credit ceiling. Ha nya penyalurannya tetap lewat lembaga keuangan.
Pinjaman aggregate credit ceiling digu
yurkan bank sentral Korea Selatan sejak 1995. Nilainya kini mencapai 10 miliar dolar AS, dengan bunga 1,25 persen lebih rendah dari tingkat bunga pasaran. Kredit disalurkan melalui bank atau lembaga keuangan yang punya catatan bagus untuk kredit UMKM.
Sejak 1965, Bank of Korea juga terus menaikkan batas minimal rasio kredit perbankan yang harus disalurkan ke sektor UMKM. Awal nya, bank nasional wajib menyalurkan 30 persen kreditnya untuk UMKM. Kini, porsinya sudah 45 persen. Bagi bank daerah atau bank lokal, porsi kredit UMKM naik dari 30 persen pada 1965 dan kini menjadi 60 persen. Aturan ini juga diberlakukan bagi bank asing, yang sejak 1985 wajib menyi sihkan 25 persen kre dit untuk UMKM dan kini naik menjadi 35 persen.
Tak hanya bank sentral yang punya kebijakan untuk UMKM. Ada pula berbagai kebijakan dari Pemerintah Korea Selatan untuk menyokong dunia usa ha yang menyumbang 50 persen PDB tersebut. Misalnya, subsidi bunga pinjam an, pinjaman langsung, dana pemerintah yang disalurkan melalui bank, dan jaminan kredit untuk membantu UMKM memperoleh pinjaman bank. u
Memperkuat UMKM, Membentengi Ekonomi
Di Korea Selatan, penyerapan tenaga kerja di sektor UMKM berbanding terbalik dengan sektor formal.
Sus
anto
8 EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
LIPU
TAN
Ibarat sekali dayung dua tiga pulau terlampaui, demikian pula pertemuan Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo dengan Gubernur DKI Jakarta Joko Wi do do, Jumat (13/9/2013). Pertemuan
dua ‘gubernur’ ini diawali dengan koordinasi membahas langkah strategis untuk stabilisasi inflasi di DKI Jakarta.
Pertemuan kedua petinggi tersebut kemudian berlanjut dengan pembahasan terkait pengembangan usaha mikro kecil dan me nengah (UMKM). Pertemuan diakhiri dengan ‘perjalanan’ menyambangi Blok G Pasar Tanah Abang di Jakarta Pusat.
Terkait pengendalian inflasi, Agus mengatakan ada empat langkah strategis yang
dibahas. “Empat langkah yang sangat diperlukan untuk mengatasi tekanan inflasi di Jakarta,” ujar Agus.
Keempat langkah itu, pertama, Jakarta ditetapkan menjadi percontohan penerapan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS). Kedua, dibahas perlunya penguatan kerja sama perdagangan dengan daerah pemasok komoditas pangan strategis. Ketiga, harus ada pembenahan infrastruktur yang mendukung perdagangan dan logistik. Terakhir, upaya pengembangan UMKM.
Jokowi, panggilan khas untuk Joko Wido do, mengatakan inflasi di Jakarta lebih ba nyak didorong kenaikan harga bahan pangan. Karena itu, ujar dia, melalui Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) DKI Jakarta, diupayakanlah langkah strategis untuk mengu rangi tekanan inflasi itu.
PIHPS, kata Jokowi, merupakan salah satu program prioritas TPID DKI Jakarta terkait masalah inflasi ini. “PIHPS mempermudah akses informasi harga pangan oleh seluruh masyarakat, mendorong transparansi harga, dan efisiensi dalam pembentukan harga di
tingkat konsumen dan produsen,” papar dia.Pembahasan juga menyinggung ke
mungkinan penguatan Badan Usaha Daerah yang memiliki kewenangan dan fungsi stabilisasi harga. Jokowi mengatakan rencana itu pun dibuat dalam rangka mendukung pro gram cadangan pangan. Pro gram ini, ujar dia, akan menjamin ketersediaan dan keterjangkauan harga pangan strategis di Jakarta.
UMKMRangkaian pertemuan Gubernur BI dan
Gubernur DKI Jakarta berlanjut dengan penandatanganan nota kesepahaman mengenai komitmen bersama untuk mengembangkan UMKM. Di tan datangani di Gedung BI, perjanjian itu memuat kesepakatan kerja sama bantuan teknis untuk pengembangan UMKM di Jakarta.
Bantuan terutama terkait upaya peningkatan akses pembiayaan UMKM ke lembaga keuangan. Implementasinya berupa pelatihan kepada para pelaku UMKM dan pengelola lembaga penyedia dana untuk UMKM, serta edukasi kepada UMKM mengenai pengelo
Pertemuan Dua Gubernur
Dari Inflasi HinggaBlok G Tanah AbangInflasi DKI Jakarta menyumbang 22,5 persen inflasi nasional, dengan komoditas bahan pangan sebagai pendorong inflasi terbesar.
DAHLIA DESSIANAYANTHIDepartemen Komunikasi
Dok
BI
D A
ulia
9EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
MO
NET
AR
IA
MONETARIA
Ketika kredit atau pem biayaan pemilikan properti tumbuh pesat tapi har ga pro perti juga membum bung
tinggi, banyak negara membuat aturan yang prinsipnya menekankan kehatihatian. Ja ngan sampai, misalnya, pertumbuhan itu menjadi ‘ancaman’ pada satu waktu kelak terjadi pula pertumbuhan kredit atau pembiayaan yang tak terbayar. Aturan pun tak hanya mengikat de bitur.
Ada banyak regula si yang pernah diterbitkan otoritas moneter di be lahan du nia, untuk meng antisipasi situa si yang tak diharapkan itu. Bila Bank Indonesia me milih menerbitkan atura n loan to value (LTV), ada juga kebijakan lain seperti aturan pengetat an penggunaan lahan, pengaturan melalui pe ning katan pajak (stamp duty), pengetatan atur an rasio utang terhadap pen dapatan (debt to in come), pe
nyesuaian ak tiva tertimbang menurut ri si ko (ATMR) untuk per bankan, maupun pe men dekan periode angsuran.
Beberapa negara ju ga menggabungkan be berapa kebijakan se ka ligus. Hong Kong, mi sal nya, memadukan LTV dan debt to income. Singapura memilih memadukan aturan pajak, LTV progresif, dan tenggat waktu sebelum pro perti bisa diperjualbeli kan lagi (holding period). u
‘Seni’ Properti
laan keuangan dan pemanfaatan informasi. Kesepakatan berlaku sampai 2015.
Agus mengatakan saat ini pemanfaatan kredit untuk UMKM masih relatif rendah. Di tingkat na sional, sebut dia, proporsi kredit UMKM baru 18,8 persen. Sementara di Jakarta angkanya lebih kecil lagi, yakni 9,6 persen.
Akses pembiayaan kepada UMKM sudah menjadi tantangan lama, dipicu keterbatasan kapasitas, kapabilitas, dan eligibilitas UMKM. Masalah administrasi, misalnya, kerap menjadi penghalang UMKM mendapatkan akses tersebut. Kelayakan usaha untuk mendapatkan kredit, menjadi tantangan lain. Karenanya, peran beragam instansi untuk mengembangkan sektor UMKM, termasuk di Jakarta, mutlak diperlukan.
Blok G Pasar Tanah AbangSebagai penutup rangkaian pertemuan,
Agus dan Jokowi menyambangi Blok G Pasar Tanah Abang. Sambutan masyarakat pun seperti biasa membuncah seperti setiap kali Jokowi sing gah. Kali ini, Jokowi datang membawa serta bantuan dari Program Sosial Bank Indonesia (PSBI).
PSBI menyerahkan bantuan berupa etalase toko, meja, dan bangku untuk para pedagang. “Kami mendapat kesempatan merapikan foodcourt, sehingga pedagang (yang dulunya) pedagang kaki lima punya tempat
berjualan yang baik,” tutur Agus. Kehadiran meja dan bangku yang mema
dai di sarana penjualan makanan tersebut diharapkan turut pula mengundang kehadiran pengunjung sehingga Blok G dapat seramai blok lain di Pasar Tanah Abang. Bank Indonesia juga berjanji akan mendorong perbankan menyediakan fasilitas keuangan, se perti anjungan tunai mandiri (ATM) dan me sin electronic data capture (EDC), yang memudahkan transaksi tunai maupun nontunai.
Agus mengatakan bantuan tersebut me rupakan bentuk apresiasi atas upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menata PKL. Aktivitas pasar ini, ujar dia, merupakan tonggak perekonomian dasar di Indonesia. “Kami evaluasi, ternyata pasar di DKI berperan sebagai tonggak perekonomian nasional. Salah satunya Tanah Abang ini. Maka kami bantu,” imbuh Agus.
Inflasi, UMKM, dan JakartaPengembangan dan penguatan UMKM
di Jakarta, menurut Agus, merupakan bagian tak terpisahkan dari upaya menjaga keterjangkauan harga komoditas di ibu kota. Agus mengundang Jokowi ke BI, karena DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi yang berhasil menurunkan inflasi hingga di bawah angka ratarata inflasi nasional.
“Kami menyambut baik bahwa dalam
dua kuartal terakhir 2013, inflasi Jakarta lebih rendah daripada nasional. Sehingga inflasi yang menggerus kesejahteraan dapat dikurangi,” ujar Agus. Apalagi, kata dia, inflasi Jakarta merupakan penyusun terbesar inflasi nasional, dengan proporsi 22,5 persen dari total inflasi nasional.
Pertumbuhan ekonomi di Jakarta juga punya pengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Proporsi kontribusi angka pertumbuhan ekonomi Jakarta terhadap angka nasional mencapai 18 persen.
Jokowi mengimbangi apresiasi ter sebut dengan menyatakan bakal terus ber upaya menjaga pasokan komoditas bahan pa ngan. Salah satu upaya yang akan dia te gakkan adalah memangkas rantai kartel dan mafia yang membelenggu aliran pasokan bahan pangan. “Kami akan melihat di pasarpasar seperti Cipinang dan Kramat Jati. Siapa pemainnya, pelakunya, kartel dan mafianya, harus diketahui,” tegas dia.
Pertemuan Gubernur BI dan Gubernur DKI Jakarta ini merupakan salah satu upaya bersama pemerintah daerah dan otoritas moneter untuk mengawal inflasi mulai dari hulu. Karena inflasi tak sekadar persoalan di tataran permintaan yang menjadi ranah bank sentral, tetapi juga disusun dari puzzle angka inflasi di tiap daerah, termasuk dari kepastian pasokan dan rantai distribusi. u
Dok BI
10 EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
Dua bulan ini, ada yang tak biasa di Bank Indonesia (BI). Sebuah prog ram tengah digelar, bertajuk kompetisi ‘Bertarung Inovasi Sambal Anak Negeri’.
“Kenapa sambal?” dan “Apa urusannya Bank Indonesia dengan sambal?” Kirakira itu adalah pertanyaan yang spontan muncul. Ini ceritanya..
Hampir seluruh lapisan masyarakat Indo nesia punya sejarah sambal, dengan aneka bentuk dan cara penyajian. Namun, pada umumnya cabai segar masih menjadi bahan baku utama, apa pun jenis sambalnya.
Keanekaragaman dan kegemaran akan sam bal ini, merupakan salah satu sebab kebutuhan cabai relatif tetap sepanjang tahun. Akibatnya, pada musim tertentu cabai menjadi salah satu komoditas yang mendongkrak naik angka inflasi.
Pola tanam dan pola konsumsi yang tak ber kesesuaian, merupakan penghubung antara cabai, inflasi, dan kompetisi ini. Harga cabai fluktuatif dan memicu inflasi, karena pola tanam konvensional dan kendala distribusi tak memungkinkan produksi cabai tersedia cukup di setiap musim, sementara konsumsi sambal tak peduli musim apa sekarang.
Untuk memenuhi kesenangan makan
sambal masyarakat, salah satu alternatif yang perlu didorong adalah mengubah pola konsumsi, yaitu dari cabai segar ke cabai olahan. Jika pola ini telah terbentuk, maka permintaan cabai segar akan lebih terkendali. Apalagi, produk olahan lebih tahan lama sehingga dapat tersedia setiap saat. Pada akhirnya inflasi tidak perlu bergejolak lagi karena komoditas pedas ini.
Kompetisi inovasi sambal diharapkan men jadi wadah cara mengedukasi masyara kat untuk terbiasa mengonsumsi cabai olahan. Selain itu kompetisi ini juga menjadi pendorong kreativitas untuk memunculkan produk cabai olahan yang dapat menggantikan cabai segar.
KlasterDari sisi pasokan (supply), BI juga me
ngembangkan klasterklaster untuk menghasilkan cabai. Terutama di daerah yang selama ini belum berhasil membudidayakan cabai.
Klaster adalah sekelompok UMKM yang beroperasi pada sektor atau subsektor yang sama. Bila di suatu lokasi ada konsentrasi perusahaan yang saling berhubungan dari hulu ke hilir, pendekatan ini juga digunakan. Dalam hal ini, BI bertindak sebagai inisiator
dan fasilitator.Pendekatan klaster bernilai strategis
da lam pengembangan UMKM karena bisa mengintegrasikan pembinaan dari hulu sampai hilir. Sekaligus, pola ini dapat menstimulasi inovasi melalui pertukaran pengalaman dan pengetahuan di antara sesama subjek klaster.
Klaster dikembangkan untuk meningkatkan produksi berbagai jenis komoditas dan mengatasi masalah spesifik di setiap daerah. Sejak diimplementasikan pada 2007, sudan ada 102 klas ter yang telah menjadi binaan BI.
Ada 37 komoditas digarap klaster binaan BI itu, meliputi 28 komoditas pangan dan 9 komoditas nonpangan, tersebar di wilayah kerja 41 Kantor Perwakilan BI. Kunci keberhasilan klaster binaan ada pada sinergi antara BI, pemerintah daerah, sektor swasta, dan ang gota klaster.
Ke depan, kerja sama pembinaan klas ter akan fokus pada pengembangan produkproduk yang memiliki kontribusi pada inflasi, seperti cabai, bawang dan daging, selain itu produk yang terkait dengan ketahanan pangan dan produk yang mendukung ekspor.
Menggabungkan pola pembinaan lewat klaster dan kompetisi semacam lomba sambal, merupakan cara BI memicu inovasi, terutama untuk mewujudkan citacita swasembada pangan. Sasarannya, mengoptimalkan pasokan dan pola konsumsi. ‘Bonus’nya, inflasi dari volatile food pun bisa semakin terkendali. u
RUA
Ng
BA
cA
UMKM
Menyiasati Inflasi dan Kompetisi Sambal…
Kompetisi inovasi sambal diharapkan menjadi wadah pendorong kreativitas untuk memunculkan produk cabai olahan yang dapat menggantikan cabai segar.
YUfRIzALDepartemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Penguatan UMKM sebagai penyedia barang dan jasa juga punya peran penting dalam ranah pengendalian inflasi.
Dok
11EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
gER
AI c
AN
DA
KUIS
Jawab pertanyaan berikut dan rebut hadiah menarik
dari Gerai Info Bank Indonesia:
Di manakah program SiHaTi ber jalan?
Apa fungsi TPID?
Berapa persen batas maksimal pembiayaan yang dapat diberikan untuk harga properti terendah dalam skema bulk?
Jawaban dapat dikirimkan ke email: [email protected] paling lambat 30 November 2013. Di dalam subjek email, cantumkan “Kuis Gerai Info Edisi September 2013”, dan di dalam email sertakan pula nama lengkap, alamat, profesi, dan nomor te lepon yang dapat dihubungi.
Pemenang akan diumumkan dalam
Gerai Info Bank Indonesia edisi November 2013.
12
3
Dja
lu’1
3
Seorang guru sekolah dasar, sedang mengajari muridmuridnya memahami soal cerita untuk disusun menjadi persamaan matematika dan mendapatkan jawabannya.
Guru : Anakanak, ibu akan memberikan contoh, pahami dan gunakan pemahaman itu untuk mengerjakan soalsoal cerita.
Murid : Baik, bu...
Guru : Jika dua belas orang dapat membangun sebuah rumah dalam 1 hari, maka satu orang dapat membangun rumah yang sama dalam 12 hari. Kalian paham yang kumaksud?
Murid : Pahaaammm...
Guru : Coba jelaskan dengan bahasa kalian!
Murid : Dari contoh ibu tadi, berarti bila satu pelari butuh waktu tiga jam untuk menempuh jarak 10 kilometer, maka tiga pelari cuma butuh satu jam untuk menempuh jarak 10 kilometer itu.
Guru : @#$@! Duh, salah deh contohnya...
Matematika
12 EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
Awan mendung masih menyelimuti jagat perekonomian na sional. Tengok saja kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada Triwulan III2013
yang diprakirakan masih mengalami defisit, bahkan lebih besar dibandingkan capaian pada Triwulan II2013. Tantangan ekonomi yang dihadapi negeri ini pun semakin berat ke depan, bersumber dari eksternal maupun internal.
Tantangan eksternal yang harus diantisipasi adalah tren membaiknya ekonomi ne gara maju. Prospek ini berpotensi membalikkan aliran modal yang selama ini meng ucur ke negara berkembang, kembali ke negara maju. Pembalikan modal ini membuka luka menahun dari defisit transaksi berjalan yang disebabkan problem struktural.
Selama ini defisit transaksi berjalan di negara berkembang tak kentara di permukaan, karena ada aliran modal yang masuk dari negara maju walaupun sebagian besar bersifat jangka pendek. Akibatnya negara berkembang terlena untuk memperkuat struktur ekonomi dan tidak sadar akan impor yang meningkat melampaui ekspor. Se karang negara berkembang seperti kebakaran jenggot ketika harus melakukan reformasi struktural, yang dampaknya bersifat jangka menengah panjang.
Karenanya, tantangan internal yang dihadapi negara berkembang adalah memperkuat daya saing produktivitas melalui berbagai kebijakan struktural. Tujuannya, me ningkatkan ekspor dan menekan impor, sekaligus menarik modal langsung asing (fDI). Hasil akhirnya, penguatan NPI.
Untuk Indonesia, kerentanan NPI apabila tidak diatasi dengan segera dan sistematis akan terus mendorong depresiasi rupiah, yang pada gilirannya menekan in flasi, memperlambat pertumbuhan ekonomi, dan menurunkan kesejahteraan masya rakat.
Sejalan dengan pelemahan ekonomi glo bal yang masih berlanjut, kinerja perekonomian domestik menunjukkan kecen
derungan yang terus melambat. BI merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi 2013 menjadi 5,55,9 persen dari semula 5,86,2 persen dan untuk 2014 menjadi 5,86,2 persen dari 6,06,4 persen.
Karenanya, upaya penyesuaian ekonomi domestik menuju tingkat yang sustainable perlu terus dilakukan. Maka, koordinasi BI dan Pemerintah untuk memperkuat postur NPI semakin mendesak dilakukan. Setidaknya, ada empat langkah.
Pertama, monitoring dan evaluasi terhadap eksekusi paket kebijakan pemerintah 23 Agustus 2013. Misalnya untuk meng ukur efektivitas aturan pengoptimalan pe manfaatan biodiesel di sektor transportasi, pembangkit, dan industri, guna me ngurangi impor BBM. Data per kuartal kedua 2013, porsi impor terkait BBM dan kendaraan bermotor mencapai 26 persen.
Kedua, perlunya upayaupaya untuk me ngurangi ketergantungan terhadap jasa transportasi angkutan barang asing (freight). Tercatat 63 persen defisit neraca jasa berasal dari freight ini. Harus didorong pe ningkatan produksi alat angkut barang buatan dalam negeri, dan mendorong berkembangnya industri jasa transportasi angkutan barang domestik.
Ketiga, perlunya diupayakan keta hanan sisi eksternal Indonesia tak melulu menggantungkan pada produk sumber daya alam. Pada 2013, kontribusi ekspor industri pengolahan nonSDA terus menurun tajam menjadi 36 persen dibandingkan kontribusinya pada 2005 yang tercatat 48 persen.
Sementara itu, kontribusi ekspor industri pengolahan berbasis SDA pada 2013 me ningkat tajam menjadi 39 persen dari kontribusinya pada 2005 yang sebesar 20 persen. Di sisi lain, ekpor komoditas pertanian pada 2013 turun kontribusi nya menjadi 4 persen dari 12 persen pada 2005. Kontribusi pertambangan relatif stabil, di kisaran 21 persen pada 2013 dan 20 persen pada 2005.
Keempat, perlunya upayaupaya meningkatkan arus modal dan menjaga kecukupan cadangan devisa. Dalam jangka pen dek, pergerakan nilai tukar rupiah yang sesuai dengan kondisi fundamental perlu tetap dijaga agar konsisten dengan arah perbaikan tingkat defisit transaksi berjalan.
Keempat langkah ini perlu dilakukan melalui penguatan bauran kebijakan Bank Indonesia. Saat ini fokus bauran tersebut antara lain adalah stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan kondisi fundamental. Dukungan upayanya termasuk operasi moneter dan pendalaman pasar valas.
Bila dilaksanakan secara baik dan terukur, bersama kebijakan yang telah diterapkan sebelumnya, maka akan ada percepatan penyesuaian defisit neraca transaksi berjalan. Demikian juga bakal terjadi percepatan pengendalian inflasi menuju sasaran 4,5 persen plusminus satu persen pada 2014.
Dengan bauran kebijakan ini, diharapkan soft landing akan terjadi, sebagai syarat penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. Harapannya, soft landing bakal menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan yang lebih sustainable.
u
PER
SPEK
TIf
MUSLIMIN ANWARDepartemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter
Tantangan eksternal yang harus diantisipasi adalah tren membaiknya ekonomi negara maju.
Neraca Pembayaran IndonesiaEmpat Langkah Penguatan
Tantangan internal yang di hadapi negara berkembang adalah memperkuat daya saing produktivitas melalui berbagai kebijakan struktural.
Dok
13EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
PER
SPEK
TIf
Pesanpesan tersembunyi dalam sebuah iklan seringkali gagal mempengaruhi konsumen. Pengembang properti di Indonesia pun lebih memilih pesan yang langsung terbaca jelas maknanya. Iklan luar ruangan, misalnya, langsung mencantumkan
harga lama yang dicoret dan digantikan dengan harga baru yang lebih tinggi. Belum lagi suara presenter bersuara melengking yang mengingatkan pemirsa televisi untuk segera membeli rumah yang ditawarkan, dengan pesan jelas, "Lima hari lagi harga naik!"
Bagi otoritas moneter, imingiming semacam ini hanya berarti satu hal. Ada faktor ekspektasi inflasi yang sedang bergulir. Dalam be nak masyarakat terbayang bahwa bila tak buruburu membeli sekarang, harga properti bakal terusmenerus naik dan akan semakin tak terjangkau. Apalagi, survei Bank Indonesia pun mendapati mulai munculnya tren men jadikan kepemilikan properti sebagai alternatif investasi.
Konservatif, Moderat, atau Agresif?Perbankan yang meladeni 80 persen fasilitas
pem biayaan KPR, saat ini memang masih bersikap cukup konservatif. Hanya perbankan dengan porsi 20 persen fasilitas pembiayaan KPR yang mulai 'melunak' bahkan 'agresif' menghadapi para konsumen yang berburu utang untuk memiliki rumah.
Meski secara nominal dan proporsi angkanya ma sih terlihat kecil, Bank Indonesia memilih untuk meng ingatkan semua pihak terkait pembiayaan kredit kepemilikan rumah untuk meningkatkan kehatihatian. Bukan tidak mungkin, tren pemasaran bank yang agresif meladeni KPR pada akhirnya 'menggoda' perbankan yang sekarang masih bersikap 'konservatif'.
Ketika harga emas naik turun, properti menjadi investasi tradisional yang dianggap paling menguntungkan. Sulit memisahkan antara debitur KPR yang memang membutuhkan rumah untuk dihuni atau yang menginginkan rumah sebagai lahan investasi. Sementara, jutaan orang di luar sana masih bersimbah peluh untuk bisa mewujudkan rumah idaman dengan bantuan perbankan.
Harapan yang membumbung tinggi dari konsumen dan perilaku perbankan yang bisa saja tergoda untuk bersikap agresif, bila ber temu dan tak dikendalikan dipastikan akan membuat harga properti semakin tinggi. Dampaknya, masyarakat kelas menengah bawah akan semakin sulit mewujudkan mimpi tentang sebuah rumah, baru maupun bekas, meski telah menabung bertahuntahun untuk sekadar bisa memenuhi uang muka pembeliannya.
Aturan loan to value (LTV) bertujuan menjaga perbankan untuk memasang standar tinggi kehatihatian pemberian fasilitas pembiayaan perumahan. Alihalih menggampangkan pengucuran kredit dengan mengabaikan kehatihatian, perbankan 'ditantang' berkompetisi dalam rupa adu inovasi produk pembiayaan. Pada akhirnya,
kredit kepemilikan rumah seharusnya tak beda dengan produk kredit lain yang ditawarkan perbankan.
Dari Bulk sampai Aset Suami-IstriSementara itu, konsumen diingatkan untuk tak jorjoran mema
kai KPR, dengan kapasitas kemampuan sebagai tolok ukur. Aturan soal syarat uang muka KPR dibedakan untuk kepemilikan rumah per tama, kedua, dan seterusnya. Diatur juga masalah pemanfaatan fasilitas pembelian beberapa aset sekaligus menggunakan satu fasilitas pembiayaan (bulk) dan topup.
Aturan bulk tetap diizinkan, tapi ada semacam 'urutan' batas maksimal pemberian fasilitas kredit. Misal, ada seseorang dengan profil pendapatannya bisa mendapatkan fasilitas kredit Rp 1 miliar. Dari nominal itu, dia ingin membeli sekaligus tiga properti, masingmasing seharga Rp 250 juta, Rp 350 juta, dan Rp 400 juta.
Dalam aturan terbaru LTV soal bulk, batas maksimal 70 persen pembiayaan akan diberikan pada harga terendah properti yang dibiayai. Berikutnya, harga terendah kedua, hanya akan mendapatkan
maksimal 60 persen pembiaya an. Harga tertinggi dalam contoh pembelian tiga rumah serempak itu, maksimal mendapatkan 50 persen pembiayaan saja.
Lagilagi ini mendorong kehatihatian baik perbankan maupun konsumen. Saat mengajukan KPR, para debitur diharuskan pula mengisi pernyataan terkait fasilitas pembiayaan dan properti yang dimiliki. Bila di kemudian hari ditemukan data yang tak sesuai, aturan LTV akan langsung diterapkan.
Pasangan suami istri yang hendak mengajukan KPR, sekarang juga mendapat pilihan akan menyatukan aset sebagai agunan atau membuat perjanjian pemisahan aset. Pilihan ini ditawarkan untuk mengantisipasi kemungkinan gagal bayar dengan risiko penyitaan aset di masa mendatang.
Pengembang juga DijagaBagi pengembang, aturan LTV yang mengatur masalah risiko
pembiayaan perbankan di sektor properti ini bertujuan mendorong proses bisnis yang benarbenar sehat. Tak bisa lagi, misalnya, pe ngembang hanya punya modal tanah untuk menjual produk properti dan mengajukan kredit modal usaha ke bank.
Harus ada jaminan nyata yang dimiliki pengembang, setara dengan guyuran modal usaha maupun KPR yang dikucurkan dalam skema kerja sama pengembang dan perbankan. Pengembang harus bisa pula menunjukkan prospek usaha dan kemampuan pembayaran kredit.
Dana KPR yang diberikan dalam skema kerja sama antara pengem bang dan perbankan pun hanya akan dikucurkan bank sesuai perkembangan proyek pembangunan. Ada ancaman penalti untuk keterlambatan garapan. Karena, selain memastikan kredibilitas pengembang dan pengelolaan risiko perbankan, seluruh aturan LTV juga bertujuan melindungi konsumen dari imingiming pengembang abalabal.
Lagi pula, bila tak hatihati sejak dini, godaan dan pembiaran atas praktik yang sudah dianggap sebagai 'kebiasaan' bisa setiap saat berubah wujud menjadi 'jebakan' di tikungan. Tak terkecuali di sektor pro perti dan pembiayaan perumahan. u
D A
ulia
LTV ‘Jilid Dua’Bukan Cuma Soal Uang Muka
INDRA GUNAWANDepartemen Kebijakan Makroprudensial
13EDISI 41 u AGUSTUS 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
Aturan loan to value (LTV) bertujuan menjaga perbankan memasang standar tinggi kehatihatian pemberian fasilitas pembiayaan perumahan.
14 EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
PER
IST
IWA
& H
UM
AN
IOR
A
Menjadi bagian rangkaian kegiatan ‘Bakti Bank Indonesia Bagi Negeri’, pada 13 September 2013 digelar ‘Apresiasi Klaster UMKM dan Diseminasi Pola Pembayaran UMKM’. Acara ini merupakan wadah apresiasi sekaligus ajang berbagi kiat sukses pengembangan klaster usaha mikro
kecil menengah (UMKM) dan pola pembiayaan untuk UMKM.Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan UMKM
berkontribusi 56 persen terhadap pendapatan domestik bruto, dengan menye rap pula 97 angkatan kerja Indonesia. “Dengan nilai strategis itu, BI berkomitmen mendukung pengembangan UMKM,” tegasnya saat membuka kegiatan da ri Departemen Pengembangan Akses Keuangan (DPAU) BI ini.
Agus pun mengapresiasi UMKM dan Kantor Perwa kilan BI yang selama ini te lah bersinergi dengan pola klaster. “Semoga dengan acara ini semangat sinergi pengembangan UMKM dapat ditularkan di antara para penggiat pengembangan UMKM dan kalangan perbank an,” harapnya.
Beberapa klaster tampil berbagi kiat sukses. Mereka adalah klaster cabai binaan Kantor Perwakilan BI Makassar, klaster kopi arabika binaan Kantor Perwakilan BI Bali, klaster ikan teri binaan Kantor Perwakilan BI Lampung, klaster sapi binaan Kantor Perwakilan BI Semarang, dan klaster padi binaan Kantor Perwakilan BI Medan. u
Apresiasi Klaster UMKM dan Diseminasi Pola Pembiayaan UMKM
Amerika Serikat (AS) kini tercatat sebagai negara in vestor terbesar ketiga bagi Indonesia dengan nilai investasi 1,3 miliar dolar AS. Meski demikian,
peluang bagi para investor lain masih terbuka lebar. Karenanya, pada 12 September 2013, Kantor Perwakilan Bank Indonesia di New York, Amerika Serikat, memfasi litasi promosi ekonomi Indonesia di Saint Louis, Missouri.
Sekitar 30 perusahaan di Missouri yang bergerak di sektor manufaktur, energi, pertambangan, dan keuangan turut dalam kegiatan tersebut. Hadir menjadi salah satu pembicara, Kepala Kantor Perwakilan BI di New York, Sugeng, meyakinkan para peserta bahwa kondisi ekonomi Indonesia saat ini ‘resilient’ dan menjanjikan sebagai tujuan investasi.
Sebagai gambaran, Sugeng memaparkan angkaangka indikator makro ekonomi Indonesia dan serangkaian kebijakan yang diambil Pemerintah dan BI untuk merespons dinamika perekonomian global. “fundamental Ekonomi Indonesia kini kuat, dan ditopang oleh kebijakan makroekonomi yang sehat,” kata dia.
Pengendalian moneter pun, imbuh Sugeng, tak lagi mengandalkan kebijakan konvensional. “Tapi telah didukung dengan penerapan bauran kebijakan moneter, baik melalui suku bunga, makroprudensial, maupun koordinasi kebijakan dengan Pemerintah,” lanjutnya.
Sementara sektor fiskal, menurut Sugeng masing mem berikan ruang ekspansi yang longgar dengan capai an defisit di bawah 3 persen dan rasio utang di bawah 24 persen. Pada saat bersamaan, di sektor perbankan rasio kecukupan modal ratarata mencapai 17 persen.
Inflasi juga terkendali, terutama setelah digalakkan koordinasi solid antara Pemerintah dan BI melalui Tim Pengendali Inflasi. “Indonesia diyakini dapat mengatasi permasalahan ekonomi yang ada dan membawa prospek ekonomi yang lebih cerah di waktu yang akan datang,” kata Sugeng.
Para peserta kegiatan dalam perbincangan hangat berpendapat ekonomi Indonesia memang terlihat masih menjanjikan. Menurut mereka, Indonesia berpotensi menjadi salah satu kekuatan terbesar ekonomi dunia dalam 15 sampai 30 tahun mendatang.
Minat tinggi untuk berinvestasi pun mereka akui, ter utama untuk sektor energi, tranportasi, telekomunikasi, dan keuangan. Para peserta ini berargumen Indonesia adalah negara kepulauan, dengan proporsi besar usia produktif, serta ditopang daya beli dan kebutuhan transaksi keuangan yang diperkirakan akan terus meningkat.
Kegiatan bertajuk “Invest in Remarkable Indonesia” ini, merupakan kerja sama Kantor Perwakilan BI New York dengan Konsulat Jendral RI di Chicago yang membawahi Missouri, Kantor Menko Perekonomian, dan Kementerian Perindustrian. Deputi Kepala BKPM, Himawan Hariyoga, berharap perwakilan BI di New York dapat terus menjadi salah satu garis depan pendukung program promosi investasi dan perdagangan Indonesia di wilayah Amerika. u
Memanggil Investasi dari Missouri
Semoga dengan acara ini semangat sinergi pengembangan UMKM dapat ditularkan di antara para penggiat pengembangan UMKM dan kalangan perbank an.
Dok
BI
15EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
PER
IST
IWA
& H
UM
AN
IOR
ASalah satu kendala tidak optimalnya penyaluran kredit dari bank kepada masyarakat khususnya usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) adalah kesenjangan in
formasi antara bank dan nasabah atau debitur. Pada satu sisi bank kesulitan memetakan debitur potensial, pada sisi lain UMKM tak punya cukup informasi tentang tata cara pengajuan kredit ke bank.
Membaca persoalan itu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Maluku membangun kemitraan strategis dengan Pemerintah Provinsi Maluku, dengan menggiatkan keberadaan Konsultan Mitra Keuangan Bank (KKMB).
Tidak tanggungtanggung, kemitraan strategis ini langsung dipayungi dengan SK Gubernur Maluku. Alokasi anggaran untuk optimalisasi kinerja KKMB pun disediakan bagi pemenuhan biaya operasionalnya. Selebihnya, perekrutan dan pelatihan KKMB menjadi porsi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Maluku.
Pelatihan dan evaluasi pun digelar berkelanjutan, secara terjadwal. Dalam kegiatan evaluasi dipaparkan pula kinerja kredit untuk UMKM. Per akhir triwulan ketiga 2013, misalnya, kredit UMKM di provinsi ini tercatat men
capai Rp 18,9 miliar dengan 455 debitur. Pola kemitraan yang dibangun Kantor Per
wakilan Bank Indonesia Maluku dengan Pemerintah Provinsi Maluku diharapkan bakal turut
memperdalam fungsi intermediasi perbankan sekaligus mengoptimalkan potensi ekonomi UMKM. Kemitraan untuk memperluas akses dan peluang. u
Menjalin Kemitraan danMemperluas Jangkauan
Dua Sisi Perbankan dan Korupsi
Perbankan merupakan institusi keuangan dengan porsi pasar terbesar berdasarkan transaksi yang berjalan di dalamnya. Terlepas dari proses bisnisnya, perbankan juga
punya potensi besar untuk turut andil memberantas korupsi yang ditilik dari dampaknya merupakan kejahatan luar biasa.
Dua sisi terkait transaksi keuangan tersebut mengemuka dalam dialog interaktif "Kegiatan Perbankan dalam Perspektif Tindak Pidana Korupsi". Kegiatan itu merupakan kerja sama Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Tenggara dan fakultas Hukum Universitas Haluoleo, digelar pada 29 Agustus 2013.
Dialog menyertakan para akademisi, perbankan, kepolisian, kejaksaan, dan wartawan. Topik yang dibahas adalah kegiatan perbankan yang dapat disalahgunakan oleh para koruptor untuk beraksi. Hadir sebagai pembicara, selain dari Bank Indonesia juga ada perwakilan dari Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Kegiatan perbankan bisa saja disalahgunakan oleh para koruptor karena memang kegiatan itu berupa penghimpunan dan penyaluran dana dari dan ke masyarakat. fasilitas terkait kegiatan perbankan, seperti keringanan berupa potongan atas utang pokok (hair cut) untuk kredit ma cet, merupakan salah satu contoh celah yang dapat disalahgunakan para koruptor.
Karenanya, perbankan juga merupakan bisnis yang dikenal sebagai 'high regulated business'. Sejumlah aturan rigid mengikat para pelaku di bisnis perbankan, mengingat rawannya penyalahgunaan bila ada sedikit saja prinsip kehatihatian terlanggar.
Dalam dialog tersebut dipaparkan beberapa prinsip mendasar yang harus dilakukan perbankan terkait dengan para nasabah dan debiturnya. Prinsip pertama adalah pengenalan nasabah alias 'know your customer'. Lalu, setiap transaksi mencurigakan mutlak dilaporkan ke PPATK. Berikutnya, kaidah tata kelola yang baik tak bisa ditawar dalam menjalankan bisnis perbankan. Terakhir, UU Perbankan harus menjadi payung hukum yang digenggam erat.
Bila semua prinsip dasar tersebut dijalankan, perbankan akan menjadi institusi utama dengan peran strategis dalam pemberantasan korupsi alihalih rentan disalahgunakan oleh para koruptor. u
Dok
BI
Dok
BI
16 EDISI 42 u SEPTEMBER 2013 u TAHUN 4 u NEWSLETTER BANK INDONESIA
EKSP
OSE
Pasar properti Indonesia salah satu lahan investasi paling menguntung kan di dunia. Dalam beberapa tahun terakhir, ratarata pertumbuh annya ada di kisaran 20 persen.Rumah untuk kelas menengah ke atas merupakan pasar yang tumbuh paling tinggi. Per April 2013, pertumbuhan
kre dit pemilikan rumah (KPR) tipe luas lahan 70 meter persegi ke atas mencapai 40,5 persen dan tipe 70 tumbuh 18,1 persen.
Pertumbuhan KPR untuk perumahan kelas menengah ke atas ini, se suai prinsip ekonomi akhirnya juga diikuti dengan kenaikan harga. Sayangnya, kedua data berimbas pada kenaikan harga rumah kelas menengah ke bawah dan berkurangnya permintaan dari ‘kelas’ ini. KPR untuk tipe 2170, misalnya, mengalami pertumbuhan minus 27,6 persen pada April 2013 dan minus 29 persen pada Mei 2013.
Selain itu, derasnya permintaan KPR untuk kelas menengah ke atas sekalipun harga juga turut melejit, dikhawatirkan menggoda per bankan menggenjot pertumbuhan KPR dengan prinsip kehatihatian rentan terabaikan. Pada Juni 2012, Bank Indonesia (BI) mengeluarkan kebijakan loan to value (LTV), yang menaikkan batas atas minimal uang muka, untuk mengerem laju kucuran KPR.
Dengan LTV yang dirilis pada 2012 itu, uang muka pembelian ru mah yang semula 20 persen naik menjadi 30 persen. Aturan ini ditujukan untuk KPR nonsubsidi. Namun, aturan ini belum memadai menahan laju pertumbuhan KPR, di tengah tuntutan kebutuhan perumahan seiring bertambahnya jumlah kelas menengah Indonesia.
Dari pengamatan BI, KPR tak lagi semata dipakai membeli rumah sebagai kebutuhan dasar untuk tempat tinggal. Ada indikasi rumah sudah menjadi alat investasi. Salah satu indikatornya adalah data bahwa per April 2013 ada 35.298 debitur yang memiliki lebih dari satu KPR, dengan total nilai kredit mencapai Rp 31,8 triliun.
“Pemerintah dan BI sedang mewaspadai kredit sektor properti, kami berharap KPR tetap menjunjung tinggi kehatihatian agar sektor keuangan jangan sampai berisiko,” kata Gubernur BI Agus DW Martowardojo di Jakarta, pada Juli 2013. Maka, pada September 2013 diterbitkan penyempurnaan aturan terkait LTV.
Terbit pada 24 September 2013, SE BI No 15/40/DKMP mencabut ketentuan sebelumnya, SE BI No 14/10/DPNP tanggal 15 Maret 2012 dan SE BI No 14/33/DPbS tanggal 27 November 2012. Aturan penyem purnaan ini mencakup ketentuan kredit pemilikan properti, mulai dari rumah tapak, rumah susun, kantor, hingga rumah, serta kredit beragun properti.
Pada aturan baru, rasio antara kredit dengan uang muka diperbesar. Diterapkan pula ketentuan berjenjang untuk kepemilikan lebih dari satu KPR. fasilitas pembiayaan di perbankan syariah juga tercakup dalam aturan penyempurnaan ini.
Rincian rasio kredit atau pembiayaan dengan uang muka yang ha rus dibayar, dapat dilihat pada tabel. LTV 70 persen, misalnya, berarti kredit yang didapat maksimal 70 persen harga properti dengan uang muka minimal 30 persen. Aturan baru LTV juga berlaku untuk tipe rumah 2270, pada pembelian rumah kedua dan seterusnya.
Satu hal yang dicermati dari aturan baru LTV adalah penggunaan ukuran rumah sebagai indikator pengaturan, bukan harga. Menurut BI, penggunaan rentang harga sebagai rujukan batas aturan akan memunculkan ketidakefisienan. “Karena ada disparitas harga di masingmasing wilayah dan harga butuh penyesuaian dari waktu ke waktu,” ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Difi A Johansyah.
Apalagi, kata Difi, penggolongan rumah berdasarkan ukuran luas telah menjadi standar dalam pelaporan bank ke BI. “Jadi, ini memudahkan pelaksanaan monitoring dan penegakan kebijakan,” ujar dia. u
LTV ‘Jilid Dua’
Mengerem PropertiAda indikasi fasilitas kredit atau pembiayaan pemilikan rumah dipakai sebagai sarana investasi.
KREDIT/PEMBIAYAAN MAKSIMAL LTV/FTV/AGUNAN FK/FP 1 FK/FP 2 FK/FP 3 dst.
KPR Tipe > 70 70% 60% 50%KPRS Tipe > 70 70% 60% 50%KPR Tipe 22 70 70% 60%KPRS Tipe 22 70 80% 70% 60%KPRS Tipe sd 21 70% 60%KP Ruko/Rukan 70% 60%
KREDIT, PEMBIAYAAN MURABAHAHDAN ISTISHNA’
MAKSIMAL FTV FP 1 FP 2 FP 3 dst.
KPR Tipe > 70 80% 70% 60%KPRS Tipe > 70 80% 70% 60%KPR Tipe 22 70 80% 70%KPRS Tipe 22 – 70 90% 80% 70%KPRS Tipe sd 21 80% 70%KP Ruko/Rukan 80% 70%
PEMBIAYAAN MUSYARAKAH MUTANAQISAH (MMQ)DAN IJARAH MUNTAHIYA BITTAMLIK (IMBT)
PEMBIAYAAN/AGUNAN
FK : fasilitas Kredit FP : fasilitas Pembiayaan KPRS : Kredit Pemilikan Rumah Susun
D Aulia