eceng gondok

Upload: made-mahendra-jaya

Post on 21-Jul-2015

1.100 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

KAJIAN PENGGUNAAN ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes) PADA PENURUNAN SENYAWA NITROGEN EFLUEN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PT. CAPSUGEL INDONESIA

Oleh HANNI DAYLISTIO RAHMANINGSIH F34101095

2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Hanni Daylistio.R. F34101095. Kajian Penggunaan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) Pada Penurunan Senyawa Nitrogen Efluen Pengolahan Limbah Cair PT. Capsugel Indonesia. Di bawah bimbingan. Ir. Andes Ismayana, MT. 2006

RINGKASAN Eceng gondok (Eichhornia Crassipes) merupakan tanaman air yang dapat tumbuh dengan cepat di daerah tropis. Tanaman ini mampu beradaptasi dengan baik, sehingga penyebarannyapun sangat cepat. Eceng gondok (Eichhornia Crassipes) mampu menyerap berbagai zat yang terkandung dalam air, baik terlarut maupun tersuspensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan tanaman eceng gondok (Eichhornia crasipes) untuk tumbuh dan berkembang biak dalam effluen limbah cair. Selain itu, bertujuan pula untuk mengetahui kemampuan tanaman dalam menurunkan senyawa nitrogen yang terdapat dalam eflluen limbah. Pada kolam percobaan diberikan dua perlakuan, yaitu perbedaan bobot basah tanaman eceng gondok dan perbedaan beban nitrogen yang terdapat dalam air kolam percobaan. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui pengaruh keduanya terhadap kemampuan tumbuh tanaman dan kemampuan tanaman menyerap senyawa nitrogen dari dalam air. Namun sebelumnya dilakukan karakterisasi efluen limbah cair untuk mengetahui sifat dari efluen yang akan dijadikan bahan utama dalam penelitian. Kemudian data yang diperoleh diolah dengan menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan tiga factor dan Microsoft Excell 2003. Selama penelitian berlangsung, terjadi perubahan kandungan senyawa nitrogen yang terdapat pada kolam percobaan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa penurunan total nitrogen terbesar terjadi pada kolam A1 (73.05%), kemudian kolam A2 (67.04%), kolam B1 (65.93%) dan penurunan total nitrogen terendah terjadi pada kolam B2 (60.66%). Persen penurunan ammonia tertinggi terdapat pada kolam B1 (72.7%), kemudian kolam B2 (36.4%), dan kolam A1 (27.3%), sedangkan pada kolam A2 terjadi peningkatan jumlah ammonia sebesar 54.5%. Dengan demikian kondisi kolam B1 sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan tanaman untuk menurunkan jumlah ammonia. Persentase penurunan nitrat terbesar terdapat pada kolam A1 (71.43%),kemudian kolam A2 (70.86%), kolam B1 (65.14%) dan presentase penurunan nitrat terendah pada kolam B2 (61.43%). Dilihat dari presentase penurunan, senyawa nitrat memiliki kecenderungan penurunan yang sama dengan total nitrogen, dimana penurunan keduanya optimum berada pada kolam A1. Penurunan senyawa nitrogen disebabkan karena kemampuan tanaman dalam menyerap senyawa-senyawa tersebut sebagai unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Hal ini dibuktikan dengan adanya pertambahan bobot (basah) tanaman eceng gondok, laju pertumbuhan rata-rata tanaman (RGR) yang berada pada selang 0.95-1.17%/hari dan kemampuannya untuk berganda (DT), dimana waktu tercepat yang dibutuhkan adalah 0.49 hari dan 1.27 hari untuk tanaman yang memiliki nilai RGR yang rendah.

ii

Hanni Daylistio.R. F34101095. Study of Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) at Degradation Nitrogen Compound Effluent Waste Water PT. Capsugel Indonesia. Di bawah bimbingan. Ir. Andes Ismayana, MT. 2006

SUMMARY Eceng gondok (Eichhornia crassipes) is a water hyacinth that can grow fast in tropical area. This plant have a good adaptation and have a certain capacity to absorp suspended solid and soluble solid. The purpose of the research is to identify the ability of this plant to grow in a effluent waste water and to identify the ability of this plant to reduce the nitrogen compound in the effluent waste water. There are two kinds of methods that used in the research pool, which is two give a weighter of the plant and two give a more nitrogen compound. Two kind of methods are used to identify the effect of boths methods in the way the plant grows and the ability to absorp nitrogen in a effluent waste water. But before that, there was a pre research to know the characteristics of the effluent waste water that will be used. The data produced was processed with complete random design with three factor and Microsoft Excell 2003 During the research there are differences in a nitrogen compound. Total Kjeldahl Nitrogen (TKN) test show the value equal to 0.06%. According to the research is known the biggest reduce of nitrogen happen in A1 (73.05%) than A2 (67.04%), B1 (65.93%), and B2 (60.66%). The biggest reduce of ammonia (NH3) happen in B1 (72.7%) than B2 (36.4%), and A1 (27.3%). But in A2 pool that are increasing in ammonia for 54.5%. So we can conclude that B1 pool is suitable condition for the plant to reduce the ammonia. The biggest nitrat (NO3) reducement happen in A1 pool (71.43%) than A2 (70.86%), B1 (65.14%), and B2 (61.43%). From the data, we can conclude that the nitrat have the same reducement possibility with the total nitrogen which optimal in A1 pool. The reducement of the nitrogen is caused by the ability of the plant to absorp those compound as nutrients to grow. This is proof with the increasing of the eceng gondok weight. The grow rate of eceng gondok (RGR) is at 0.951.17%/day and the day to be doubled (DT) where quickest time required is at 0.49-1.27 day.

iii

KAJIAN PENGGUNAAN ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes) PADA PENURUNAN SENYAWA NITROGEN EFLUEN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PT. CAPSUGEL INDONESIA

SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi PertanianInstitut Pertanian Bogor

Oleh HANNI DAYLISTIO RAHMANINGSIH F34101095

2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR iv

v

SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Kajian Penggunaan Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes) Pada Penurunan Senyawa Nitrogen Efluen Pengolahan Limbah Cair Pt. Capsugel Indonesia adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen Pembimbing Akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, Februari 2006 Yang membuat pernyataan

Hanni Daylistio Rahmaningsih F34101095

vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 26 Oktober 1983. Penulis merupakan anak pertama dari enam bersaudara yang merupakan anak dari pasangan M. Dawam Yusuf dan Sri Lestari. Pada tahun 1989 Penulis memulai pendidikan di SDN Ciampea I dan lulus pada tahun 1995. Kemudian pada tahun 1995 Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 4 Bogor dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun 1998 Penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 2 Bogor dan lulus pada tahun 2001. Tahun 2001 Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2004 Penulis melakukan kegiatan praktek lapang di PTPN VIII Cianjur dengan judul Mempelajari Proses Produksi Teh Hitam Orthodoks dan Penanganan Limbah Industri. Selanjutnya pada tahun 2005 Penulis melaksanakan penelitian dengan judul Kajian Penggunaan Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes) Pada Penurunan Senyawa Nitrogen Efluen Pengolahan Limbah Cair Pt. Capsugel Indonesia di bawah bimbingan Ir. Andes Ismayana, MT.

vii

KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang senantiasa melimpahkan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah bagi Rasulullah mulia Nabi Muhammad SAW. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi ini terselesaikan atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan rasa tulus dan hormat, Penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Ir. Andes Ismayana, MT. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan, nasehat dan bimbingannya selama ini. 2. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti dan Ika Amalia.Kartika, STP. MS selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran untuk penyempurnaan skripsi ini 3. Ibu, Bapak, dan adik-adikku tercinta atas doa, dukungan, motivasi, cinta dan kasih sayangnya yang menguatkan dan meringankan langkah perjalanan ini. 4. Bapak Edi Suyadi selaku Plant Manager PT. Capsugel Indonesia, Bapak Idwan selaku QE. Manager, dan Bapak Steven yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian 5. Bapak Maryudi selaku operator IPAL atas segala bantuan dan bimbingannya selama penulis melakukan penelitian 6. Keluarga besar Lab TML, terimakasih atas segala bantuan yang diberikan 7. TINers 38 atas persaudaraan dan persahabatannya selama ini. 8. Semua pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu. Penulis berharap semoga hasil tulisan yang sederhana ini dapat menjadi pembelajaran untuk menjadi lebih baik lagi di masa yang akan datang serta dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Bogor, Februari 2006 Penulis

viii

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ..................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................... ii DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vi I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 A. LATAR BELAKANG ......................................................................... 1 B. TUJUAN .............................................................................................. 2 II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3 A. ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes).......................................... 3 1. Biologi Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) ................................ 3 2. Kemampuan Eceng Gondok Dalam Penyerapan Air Limbah .......... 6 B. NITROGEN .......................................................................................... 8 1. Ammonia (NH3) .............................................................................. 10 2. Nitrat (NO3)..................................................................................... 12 3. Degradasi Nitrogen ......................................................................... 12 a. Ammonifikasi.............................................................................. 13 b. Nitrifikasi .................................................................................... 13 III. METODE PENELITIAN ......................................................................... 16 A. BAHAN DAN ALAT .......................................................................... 16 B. METODOLOGI ................................................................................... 16 1. Karakterisasi Efluen Pengolahan Limbah Cair ............................... 17 2. Penelitian Pendahuluan ................................................................... 17 3. Penelitian Utama ............................................................................. 18 C. ANALISIS DATA ................................................................................ 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 22 A. KARAKTERISASI EFLUEN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR ........ 22 B. PENELITIAN PENDAHULUAN.......................................................... 25

9

Halaman D. PENELITIAN UTAMA........................................................................ 28 1. Berat Basah, Laju Pertumbuhan Relatif (RGR) dan Waktu Berganda (DT) Tanaman .............................................. 28 2. Pertumbuhan Tanaman Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) ..... 31 3. Pengaruh Tanaman Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) Terhadap Kandungan Senyawa Nitrogen ....................................... 34 V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 45 A. KESIMPULAN ..................................................................................... 45 B. SARAN ................................................................................................. 46 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 47 LAMPIRAN ...................................................................................................... 50

10

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Metode pengukuran parameter yang diuji ......................................... 17 Tabel 2. Perlakuan penelitian pendahuluan...................................................... 18 Tabel 3. Perlakuan penelitian utama ................................................................ 19 Tabel 4. Kondisi efluen pengolahan limbah cair sebelum pengujian .............. 24 Tabel 5. Kondisi efluen pengolahan limbah cair pada penelitian pendahuluan ....................................................................................... 25 Tabel 6. Kondisi tanaman eceng gondok (Eichhornia crassipes) selama penelitian pendahuluan... 27 Tabel 7. Pengamatan bobot tanaman, RGR, dan DT eceng gondok................ 28 Tabel 8. Perbandingan jumlah nitrat dengan berat eceng gondok (g NO3/g eceng gondok). 29 Tabel 9. Kondisi pertumbuhan tanaman. 32

11

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Morfologi eceng gondok ............................................................... 4 Gambar 2. Sistem perakaran eceng gondok.................................................... 6 Gambar 3. Diagram sebuah sel tumbuhan hipotetis ....................................... 7 Gambar 4. Diagram siklus nitrogen di alam ................................................... 9 Gambar 5. Mekanisme reaksi kolam aerobik.................................................. 15 Gambar 6. Tataletak bak percobaan ..................................................................... 19 Gambar 7. Bagan alir proses pengolahan air limbah ...................................... 23 Gambar 8. Grafik laju pertumbuhan relatif (RGR) dan waktu berganda (DT) eceng gondok ............................................. 30 Gambar 9. Grafik perubahan nilai nitrogen total ............................................ 35 Gambar 10. Pengaruh perlakuan terhadap kandungan ammonia (NH3) pada effluent.................................................................................. 36 Gambar 11. Pengaruh perlakuan terhadap kandungan nitrat (NO3).................. 38 Gambar 12. Pengaruh perlakuan terhadap kandungan oksigen terlarut (DO, mg/l) ..................................................................................... 42 Gambar 13. Pengaruh perlakuan terhadap temperatur ..................................... 43

12

DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Gambaran siklus nitrogen pada air permukaan ........................ 50 Prosedur analisa ........................................................................ 51 Hasil pengamatan terhadap jumlah nitrogen total (mg/l).......... 55 Perubahan jumlah nitrat (NO3, mg/l) selama pengamatan........ 56 Perubahan jumlah NH3 (mg/l) selama waktu pengamatan ...... 57 Kondisi proses selama penelitian utama.... 58 Analisis keragaman dan uji lanjut Duncan terhadap jumlah ammonia (NH3) pada efluen pengolahan limbah cair.. 59 Lampiran 8. Analisis keragaman dan uji lanjut Duncan terhadap jumlah nitrat (NO3) pada efluen pengolahan limbah cair.. 61 Lampiran 9. Analisis keragaman dan uji lanjut Duncan terhadap tinggi rata-rata eceng gondok pada efluen pengolahan limbah cair... 63 Lampiran 10. Baku mutu perairan berdasarkan kelas, PP No. 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran udara ........................................ 65 Lampiran 11. Desain Kolam Aerobik.............................................................. 68

13

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Eceng gondok (Eichhornia crassipes) merupakan tanaman air yang dapat tumbuh dengan cepat di daerah tropis. Tanaman ini mampu beradaptasi dengan baik, sehingga penyebarannyapun sangat cepat. Eceng gondok (Eichhornia crassipes) mampu menyerap berbagai zat yang terkandung di dalam air, baik terlarut maupun tersuspensi. Jumlah nitrat yang tinggi dalam perairan dapat direduksi dengan pemanfaatan tanaman eceng gondok (Eichhornia crassipes). Menurut Sato dan Kondo (1978), eceng gondok mampu menurunkan kandungan nitrat dalam efluen pengolahan limbah cair. Penanaman eceng gondok (Eichhornia crassipes) dapat mereduksi nitrat sebesar 78%. Karena kemampuan tanaman eceng gondok tersebut dalam menyerap berbagai zat terlarut dan tersuspensi dan menurunkan senyawa nitrogen dari dalam air, maka tanaman ini banyak digunakan dalam kolam-kolam stabilisasi untuk menstabilkan efluen pengolahan limbah cair sebelum dibuang ke lingkungan. Kolam eceng gondok menyediakan proses yang terus mempertahankan keuntungan-keuntungan kolam air limbah biasa dan sekaligus menghalangi perkembangan massal ganggang yang merupakan kelemahan dari sistem kolam air limbah biasa. Di negara berkembang kolam eceng gondok paling sering ditempatkan sebagai tahap utama pembersihan secara biologis dengan kolam pengendap anaerob. Kolam ini sesuai untuk mengolah air limbah yang berasal dari rumah tangga, industri, dan air limbah campuran dari rumah tangga dan industri. Dengan demikian, dilihat dari sisi pembersihan air limbah, tanaman eceng gondok (Eichhornia crassipes) merupakan suatu jenis tanaman air yang sangat kuat dan potensial. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bernata (2004), efluen pengolahan limbah cair PT. Capsugel Indonesia masih mengandung senyawa nitrogen yang cukup tinggi. Oksidasi ammonia-nitrogen pada kolam aerasi menimbulkan peningkatan konsentrasi nitrat pada efluen pengolahan limbah

14

cair IPAL hingga mencapai rata-rata 46.1 mg/l NO3-N melebihi batasan yang ditetapkan sesuai Baku Mutu I, yaitu sebesar 20 mg/l NO3-N. Dengan adanya kelebihan jumlah senyawa nitrogen tersebut dapat berpotensi untuk memberikan dampak yang negatif terhadap lingkungan. Potensi bahaya yang ditimbulkan oleh adanya kelebihan nitrogen tersebut memerlukan adanya penanganan terhadap efluen tersebut harus lebih ditingkatkan. Adapun dampak yang ditimbulkan oleh tingginya senyawa nitrogen dalam perairan di antaranya adalah dapat menstimulasi pertumbuhan ganggang yang tak terbatas dan penurunan kandungan oksigen telarut sehingga menyebabkan kematian ikan. Selain itu pembuangan efluen pengolahan limbah cair yang mengandung konsentrasi nitrat yang tinggi dapat menyebabkan keracunan pada bayi dan balita, Oksidasi oleh nitrit-besi dalam hemoglobin membentuk methemoglobin. Methemoglobin tidak mampu mengikat molekul oksigen, sehingga kulit menjadi kebiru-biruan hal ini menyebabkan suatu kondisi kesehatan yang bernama Methemoglobinemia (blue babies). Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan kolam stabilisasi yang ditanami oleh tanaman eceng gondok sebagai bahan penyerap nitrogen. Namun demikian dalam hal ini perlu diperhatikan beberapa hal yang dapat mempengaruhi proses penyerapan senyawa nitrogen tersebut, di antaranya adalah jumlah bobot basah tanaman yang ditanam pada kolam stabilisasi dan jumlah senyawa nitrogen pada kolam stabilisasi.

B. TUJUAN Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mempelajari pengaruh perbedaan bobot basah eceng gondok yang ditanam terhadap penurunan kandungan senyawa nitrogen pada efluen pengolahan limbah cair 2. Mempelajari pengaruh perbedaan beban kandungan nitrogen awal pada penurunan kandungan senyawa nitrogen oleh tanaman eceng gondok (Eichhornia crassipes) 3. Mengetahui kemampuan pertumbuhan eceng gondok pada kolam stabilisasi efluen pengolahan limbah cair.

15

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. ECENG GONDOK (Eichornia crasipes) 1. Biologi Eceng Gondok (Eichornia crasipes) Eceng gondok (Eichornia crasipes) merupakan mikrophyta akuatik yang mampu menyerap senyawa-senyawa kimia dalam perairan. Dinyatakan dari berat kering 2.9 ton/ha/th, eceng gondok mampu menyerap fosfor (ortofosfat) sebesar 157 kg dan nitrogen (Nitrat-NH3) sebanyak 693 kg (Mitchell, 1974). Eceng gondok mampu berkembang biak secara generatif (seksual) dan vegetatif (aseksual). Perkembangbiakan vegetatif lebih umum dibandingkan generatif. Induk eceng gondok memperpanjang stolonnya kemudian tumbuh anaknya diujung stolon. Pertumbuhan eceng gondok memerlukan cahaya yang cukup. Suhu optimum untuk pertumbuhannya antara 27 30oC, sehingga di daerah tropik tumbuhan ini dapat berkembang dengan baik. Pertumbuhan terhenti pada suhu dibawah 10oC atau diatas 40oC, dan akan mati pada suhu dibawah 0oC atau pada 45oC dalam 48 jam (Gopal dan Sharma, 1981). Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhannya adalah pH. Kisaran pH optimum untuk pertumbuhannya adalah antara 6-8 (Gopal dan Sharma, 1981). Pada pH 4, tumbuhan ini menyerap lebih banyak P, dan pada pH 7 lebih banyak menyerap N dan K (Gopal dan Sharma, 1981). Pada pH 5 eceng gondok bertambah berat keringnya 17.4% atau 8 kali lebih besar dibandingkan pada pH 7 (5.4%). Kemudian pada pH 5 jumlah individu eceng gondok akan berlipat dua setelah 10 15 hari dengan pertambahan individu 20%/hari dan pertambahan berat basah 13.8%/hari atau sekitar 15 g berat kering/m2/hari. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sukar (1987), pertumbuhan eceng gondok tertinggi tercapai pada umur 3-4 minggu.

16

Pengukuran laju pertumbuhan relatif didasarkan pada berat kering yang diukur mulai tahap bertunas sampai tahap berbunga. Kemampuan eceng gondok untuk menyerap senyawa kimia dalam air tidak terlepas dari aspek fisiologis tumbuhan itu sendiri. Menurut Larcher (1980), senyawa kimia yang diabsorbsi tumbuhan dapat diakumulasi dalam jaringan vascular tumbuhan atau digunakan untuk proses metabolisme tumbuhan. Tumbuhan eceng gondok terdiri atas helai daun, pengapung, leher daun, ligula, akar, akar rambut, ujung akar, dan stolon yang dijadikan sebagai tempat perkembangbiakan vegetatif. Gambar 1 ini menunjukkan morfologi dari tumbuhan eceng gondok:

Gambar 1. Morfologi Eceng Gondok Keterangan: B = Helai daun (leaf blade) F = Pengapung (float) I = Leher daun (Isthmus) L = Ligula R = akar (Root) rh = Akar rambut (root hair) rc = Ujung akar S = Stolon

17

Eceng gondok merupakan tanaman yang berakar serabut dan tidak bercabang, mempunyai tudung akar yang mencolok. Akarnya memproduksi sejumlah besar akar lateral, yaitu 70 buah/cm. Akar menunjukkan variasi yang kecil dalam ketebalan, tetapi panjangnya bervariasi mulai dari 10 300 cm. Sistem perakaran eceng gondok pada umumnya lebih dari 50% dari seluruh biomassa tumbuhan, tetapi perakarannya kecil apabila tumbuh dalam lumpur. Tumbuhan yang tumbuh pada limbah domestik mencapai tinggi sampai 75 cm, tetapi sistem perakarannya pendek (Wakefield, 1962). Sumber lain menjelaskan bahwa eceng gondok yang tumbuh pada air yang kaya akan unsur hara mempunyai petiole (batang) yang panjangnya lebih dari 100 cm, tetapi akarnya pendek yaitu kurang dari 20 cm (Bagnall et al.,1974). Sementara itu dalam perairan yang miskin hara panjang petiole kurang dari 20 cm tetapi panjang akarnya lebih dari 60 cm. Berdasarkan pengamatan Das (1968) menunjukkan bahwa ada hubungan kuat antara panjang akar dengan panjang daun. Mollenhauer (1967) mengadakan penelitian secara detail tentang struktur tudung akar, dan hasilnya menunjukkan bahwa terdapat banyak vakuola tanpa noda (zat warna tebal) di dalam tudung akar. Eceng gondok memiliki lubang stomata yang besar, yaitu dua kali lebih besar dibandingkan dengan kebanyakan tumbuhan lain dan jarak antar stomata adalah delapan kali besarnya lubang (Penfound dan Earle, 1948). Hal-hal di atas mempengaruhi kemampuan eceng gondok dalam penyerapan berbagai unsur hara dan senyawa kimia lainnya dari dalam air. Adapun sistem perakaran eceng gondok ditunjukkan pada Gambar 2 berikut ini:

18

Gambar 2. Sistem perakaran eceng gondok yang tumbuh pada air dengan kadar N yang rendah (Dinges, 1982)

2. Kemampuan Eceng Gondok (Eichornia crasipes) Dalam Penyerapan Air Limbah Dari berbagai penelitian, eceng gondok mampu menyerap zat yang terkandung di dalam air limbah yang cukup besar. Penelitian tersebut meliputi limbah kota, pabrik kelapa sawit, industri farmasi, pabrik karet, tapioka, dan lain-lain. Eceng gondok memiliki akar yang bercabang-cabang halus. Permukaan akarnya digunakan oleh mikroorganisme sebagai tempat pertumbuhan. Dengan demikian kepadatan organisme dalam sistem meningkat, terutama nitrifikasi yang peka menemukan tempat pertumbuhan yang sesuai dengan pada akar eceng gondok. Nitrifikasi yang dihasilkannya serta denitrifikasi yang kemudian berlangsung dalam sedimen, diamati sebagai proses yang memisahkan zat lemas dalam kolam-kolam eceng gondok (Stowell et all., 1981).

19

Menurut Dinges (1982), eceng gondok mampu menurunkan kadar total bakteri coliform dan fecal bakteri coliform limbah kota. Kecepatan dan banyaknya penyerapan dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya jenis logam/zat pencemar, umur dan ukuran tumbuhan, lamanya kontak berlangsung dan lain-lain (Widiyanto dan Susilo, 1977). Kemampuan eceng gondok dalam penyerapan adalah karena adanya vakuola dalam struktur sel. Mekanisme penyerapan yang terjadi yaitu dengan adanya bahan-bahan yang diserap menyebabkan vakuola menggelembung, maka sitoplasma terdorong ke pinggiran sel sehingga protoplasma dekat dengan permukaan sel. Hal ini menyebabkan pertukaran atau penyerapan bahan antara sebuah sel dengan sekelilingnya menjadi lebih efisien. Adapun gambaran dari tumbuhan hipotetis dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini:

Gambar 3. Diagram sebuah sel tumbuhan hipotetis diamati di bawah mikroskop elektron (Loveless, 1987)

20

Sebuah sel yang bervakuola dapat mencapai ukuran lebih besar dari pada tanpa vakuola. Sitoplasma berfungsi sebagai bengkel sel karena di dalamnya berlangsung sebagian besar kegiatan kimiawi antar sel berlangsung melalui dinding sel dngan proses difusi dan osmosa (Loveless, 1987). Menurut Loveless (1987), kecepatan penyerapan garam mineral dan unsur hara ditentukan pula oleh transpirasi dari tumbuhan tersebut. Eceng gondok memiliki kecepatan transpirasi yang lebih besar apabila dibandingkan dengan tumbuhan lain seperti kayambang (Salvinia sp.). Kecepatan transpirasi tanaman eceng gondok dua kali lebih besar dibandingkan kayambang. B. NITROGEN Nitrogen adalah nutrien penting dalam sistem biologis. Nitrogen mengisi sekitar 12% protoplasma bakteri dan 5-6% protoplasma kapang. Nitrogen akan terdapat sebagai nitrogen organik dan nitrogen ammonia dalam air limbah. Proporsinya tergantung degradasi bahan organik yang berlangsung. Senyawa nitrogen organik dapat ditransformasi menjadi nitrogen ammonium dan dioksidasi menjadi nitrit dan nitrat dalam fungsi biologis (Jenie dan Rahayu,1993) Nitrogen dan senyawanya tersebar secara meluas dalam biosfer. Pada tumbuhan dan hewan, senyawa nitrogen ditemukan sebagai penyusun protein dan klorofil. Meskipun ditemukan dalam jumlah yang melimpah di lapisan atmosfer, nitrogen tidak dapat dimanfaatkan oleh makhluk hidup secara langsung (Dugan, 1972). Nitrogen harus mengalami fiksasi terlebih dulu menjadi NH3, NH4, dan NO3. Meskipun beberapa organisme akuatik dapat memanfaatkan nitrogen dalam bentuk gas, akan tetapi sumber utama nitrogen di perairan tidak terdapat dalam bentuk gas. Di perairan, nitrogen berupa nitrogen anorganik dan organik. Nitrogen anorganik terdiri atas ammonia (NH3), ammonium (NH4), nitrit (NO2), dan nitrat (NO3). Nitrogen organik berupa asam amino,

21

protein, dan urea. Bentuk-bentuk nitrogen tersebut mengalami transformasi sebagai bagian dari siklus nitrogen. Nitrogen di atmosfer difiksasi oleh organisme, kegiatan industri dan proses kimia. Senyawa nitrogen mengalami dekomposisi menjadi ammonium. Jumlah ammonium akan mengalami peningkatan dengan adanya penguraian bahan organik melalui reaksi ammonifikasi. Ammonium yang ada kemudian terdekomposisi menjadi nitrat melalui reaksi nitrifikasi. Nitrat yang terbentuk dapat terbawa oleh aliran air dan sebagian mengalami reaksi denitrifikasi yang menghasilkan gas nitrogen. Adapun siklus nitrogen di alam ditunjukkan pada Gambar 4 berikut:

Gambar 4. Diagram siklus nitrogen di alam Sebagian besar dari nitrogen total dalam air dapat terikat sebagai nitrogen organik, yaitu dalam bahan-bahan berprotein. Sumber-sumber nitrogen dalam air dapat bermacam-macam meliputi hancuran bahan organik, buangan domestik, limbah industri, limbah perikanan, peternakan dan pupuk. Bentuk utama dari nitrogen di air limbah adalah material protein dan urea.

22

Dekomposisi oleh bakteri merubahnya menjadi ammonia. Bakteri dapat mengoksidasi ammonia menjadi nitrit dan nitrat dalam lingkungan aerobik. Jumlah nitrogen nitrat yang lebih banyak menunjukkan bahwa air limbah telah distabilkan dengan keberadaan oksigen. Nitrat sebagai nutrien dapat digunakan oleh binatang untuk membentuk N-organik, yaitu protein. Dekomposisi dari ammonia tanaman ataupun binatang oleh bakteri dapat meningkatkan jumlah ammonia (Metcalf dan Eddy, 1991). Nitrit dan nitrat akan dirubah menjadi nitrogen (N2) oleh mikroorganisme dengan proses yang disebut denitrifikasi. Molekul nitrogen atmosfer (N2) difiksasi menjadi ammonia (NH3) dan kemudian ammonia akan diasimilasi menjadi asam amino (Jackson dan Jackson, 2000). Pada sistem perairan alami, nitrat merupakan senyawa yang paling dominan dan selanjutnya berturut-turut adalah ammonia, dan nitrit. Semua bentuk nitrogen dapat ditemui pada berbagai jenis lingkungan karena sifatnya yang mudah dioksidasi atau direduksi oleh berbagai proses lingkungan (Waite, 1984; Wiesman, 1994). Adapun gambaran dari siklus nitrogen yang terdapat di lingkungan perairan dapat dilihat pada Lampiran 1.

1. Amonia (NH3) Kadar ammonia di perairan merupakan salah satu parameter kimia perairan yang penting, karena ammonia merupakan bentuk terbanyak dari nitrogen anorganik dalam air. Tingginya kadar ammonia di perairan menunjukkan tingginya kadar bahan organik yang mudah terurai, karena sebagian besar keberadaan ammonia dihasilkan dari proses pembusukan bahan organik oleh mikroorganisme (Effendi, 2003) dan mikroorganisme dapat mengasimilasi N langsung dari bahan organik atau merubah bahan organik menjadi ammonia melalui hidrolisis (Lin, 1987). Amonia sangat mudah larut dalam air dan umumnya merupakan bentuk peralihan serta sumber tambahan nitrogen yang penting bagi pertumbuhan ganggang dan tanaman air lainnya serta merupakan substrat yang diserap oleh sel biota (Brown dan Johnson, 1977). Perairan alami pada umumnya memiliki kandungan ammonia kurang dari 0.1 mg/l (McNeely et al., 1979).

23

Menurut Metcalf dan Eddy (1991), ammonia (NH3) terdapat dalam larutan baik dalam bentuk ion ammonium ataupun ammonia, tergantung pada pH dari larutan tersebut. Kemudian Widigdo et al., (2000) menambahkan bahwa ammonia di perairan dapat berasal dari proses dekomposisi bahan organik yang banyak mengandung senyawa nitrogen (protein) oleh mikroba (amonifikasi), ekskresi organisme, reduksi nitrit oleh bakteri, dan pemupukan (jika ada). Jenie dan Rahayu (1993), mengatakan pada bentuk cairan ammonia terdapat dalam dua bentuk, yaitu ammonia bebas atau tidak terionisasi (NH3) dan dalam bentuk ion ammonia (NH4+). Perbandingan ammonia dalam kedua bentuk tersebut sangat dipengaruhi oleh nilai pH dan suhu. Adapun persamaan reaksinya adalah sebagai berikut: NH3 + H2O NH4+ + OH-

Salah satu metode untuk mengukur kadar ammonia adalah dengan menggunakan reagen nessler. Reagen nessler merupakan larutan basa kuat kalium merkuri iodida. Larutan tersebut bereaksi dengan NH3 akan membentuk dispersi koloid kuning kecoklatan. Intensitas warna tersebut proporsional dengan jumlah NH3 yang ada. Menurut Jenie dan Rahayu (1993), konsentrasi ammonia yang tinggi pada permukaan air dapat menyebabkan kematian ikan yang terdapat pada perairan tersebut. Keasaman air atau nilai pH pada perairan sangat mempengaruhi apakah jumlah ammonia yang ada akan bersifat racun atau tidak. Pengaruh pH terhadap toksisitas ammonia ditunjukkan dengan kondisi dimana pada pH yang rendah ammonia akan bersifat racun jika dalam perairan ammonia berada dalam jumlah yang banyak, sedangkan dengan kondisi pH yang tinggi, hanya dengan jumlah ammonia yang rendahpun sudah bersifat racun. Amonia dapat mengakibatkan keadaan kekurangan oksigen pada air, karena pada konversi ammonia menjadi nitrat membutuhkan 4.5 bagian oksigen untuk setiap bagian ammonia. Dengan keadaan tersebut, maka kadar oksigen terlarut dalam cairan akan turun yang menyebabkan

24

makhluk biologis, misalnya ikan tidak dapat hidup (Jenie dan Rahayu, 1991).

2. Nitrat (NO3) Kandungan nitrat dan nitrit dapat digunakan sebagai indikator status perairan. Kedua parameter ini dalam perairan sangat tergantung pada ketersediaan oksigen terlarut, sumber dan tipe bahan organik, tipe dan kondisi perairan (Uhlman, 1979., Abel, 1989). Nitrat merupakan senyawa terpenting karena dalam senyawa ini lebih mudah diserap oleh tanaman air dan dapat digunakan dalam proses fotosintesa. Dibanding dengan senyawa lainnya, nitrat berada dalam jumlah yang paling banyak dan sumber nitrat berasal dari difusi udara dan oksidasi nitrit (Orth dan Wilderer, 1987). Mahida (1986) mengemukakan bahwa nitrat mewakili produk akhir dan pengoksidasian zat yang bersifat senyawa nitrogen, jadi jumlah nitrat menunjukkan lajunya pembenahan menuju oksidasi lengkap. Menurut Suryadiputra (1995) didalam kondisi anaerob sekelompok golongan bakteri fakultatif anaerob menggunakan nitrit dan nitrat sebagai terminal penerima elektron nitrat nitrogen diubah menjadi gas nitrogen dalam kondisi tidak ada oksigen dalam air (proses denitrifikasi anoksik). 3. Degradasi Nitrogen Nitrogen yang terkandung dalam limbah cair pada umumnya berada dalam bentuk nitrogen organik, nitrogen ammoniak, nitrogen nitrit, dan nitrogen nitrat. Nitrogen netral sebagai gas N2 merupakan nitrogen yang sulit untuk bereaksi lagi. Nitrogen lenyap dari larutan sebagai gas, namun dapat juga diserap oleh air dari udara dan digunakan oleh ganggang dan beberapa jenis bakteri untuk pertumbuhan. Nitrifikasi dan denitrifikasi adalah proses yang secara biologis akan mengkonversi amoniak menjadi gas N2. Proses-proses tersebut akan berlangsung secara otomatis tatkala kondisi lingkungan mengalami perubahan untuk mikroorganisme tersebut hidup. Proses penurunan

25

nitrogen dalam limbah cair meliputi proses ammonifikasi, nitrifikasi dan denitrifikasi.

a. Ammonifikasi Nitrogen pada kebanyakan air limbah cair dan domestik berada dalam bentuk nitrogen organik. Melalui proses yang disebut hidrolisis, nitrogen organik memulai konversi ke ammoniak atau ammonium. Bentuk dari nitrogen tergantung pada pH dan suhu. Ketika pH adalah asam atau netral, mayoritas nitrogen adalah ammonium (NH4+). Ketika pH meningkat melebihi 8.0, nitrogen merupakan amoniak (NH3). Ammonifikasi merupakan reaksi yang merubah nitrogen organik menjadi ammonium menurut reaksi berikut: N Organik NH4+

Seiring dengan waktu limbah cair masuk ke dalam instalasi pengolahan, kebanyakan nitrogen organik telah dikonversi menjadi ammonium (Arundel, 2000) b. Nitrifikasi Nitrifikasi adalah proses autropik dimana energi untuk

pertumbuhan bakteri berasal dari oksidasi senyawa nitrogen, terutama ammonia. Nitrifikasi merupakan konversi secara biologi dari ammonium menjadi nitrogen nitrat, dan dilakukan pada dua tahap proses. Adapun tahapan tersebut adalah sebagai berikut: Tahap pertama: NH4+ + 3/2 O2 Tahap Kedua: NO2Nitrobacter + O2 NO3 Nitrosomonas NO2- + 2H+ + H2O

26

Persamaan tersebut di atas adalah reaksi yang menghasilkan energi. Nitrosomonas dan Nitrobacter menggunakan energi ini untuk pertumbuhan dan perawatan sel. Bakteri ini dikenal sebagai nitrifiers yang merupakan bakteri aerobik obligat atau hanya aktif jika terdapat oksigen dalam jumlah cukup. Laju pertumbuhan bakteri nitrifikasi dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen terlarut (DO). Pada oksigen terlarut kurang dari 0.5 mg/l laju pertumbuhannya minimum. Proses ini dapat berjalan dengan baik jika konsentrasi oksigen dijaga minimum pada 2.0 mg/l. Suhu air juga mempengaruhi tingkat nitrifikasi. Nitrifikasi mencapai laju maksimum pada suhu antara 30oC dan 35oC. Pada suhu 40oC atau lebih, laju nitrifikasi mendekati nol (Metcalf dan Eddy, 1994). Pada penanganan dan pengolahan limbah cair , terdapat dua cara yang dapat dilakukan, yaitu pengolahan secara fisik dan pengolahan secara biologis. Pengolahan secara biologis pada prinsipnya adalah pemecahan bahan organik. Salah satu sistem yang dapat digunakan adalah dengan dengan memakai kolam stabilisasi aerobik (Moertinah, 1984). Dalam kolam stabilisasi aerobik, bakteri aerobik mendekomposisi bahan-bahan organik limbah, sedangkan organisme fotosinteik (alga, tumbuhan terapung) mengkonsumsi CO2 dalam fotosintetis dan mengeluarkan O2 ke dalam air (Moertinah, 1984). Gambaran mengenai mekanisme reaksi kolam aerobik dapat dilihat seperti pada Gambar 5 berikut:

27

Gambar 5. Mekanisme reaksi kolam aerobik (Moriber, 1974)

28

III. METODE PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah efluen pengolahan limbah cair Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT. Capsugel Indonesia dan tanaman eceng gondok. Pemilihan eceng gondok yang seragam dalam penelitian ini terkait dengan kemampuan eceng gondok dalam menyerap bahan organik yang terdapat pada air limbah. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh bahwa data jumlah helai daun tiap rumpun 5-7 helai, tinggi rata-rata eceng gondok 9.68 13.25 cm, dan panjang rata-rata diameter rumpun 8.31 11.39 cm. Adapun bahan kimia penunjang meliputi DPD Free Clhorine, Nitrat ver, Digestion solution for COD, pH buffer, Molybdovanadate reagent, nessler reagent, Polivinyl Alcohol, CuSO4, NaSO4, H2SO4 pekat, NaOH 50%, HCl 0.05 N, dan NaOH 0.05 N. Penelitian ini menggunakan drum plastik dengan kapasitas volume 120 l sebanyak 12 buah. Adapun peralatan lain yang digunakan adalah pH meter, DO meter, spektrophotometer DR 2010, oven, furnace, desikator, kertas saring Whatman seri 41, neraca analitik, cawan alumunium, timbangan digital, labu kjeldahl 25 ml, labu destilasi, erlenmeyer 250 ml, dan buret.

B. METODOLOGI Penelitian dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu karakteristik efluen limbah cair, penelitian pendahuluan dan penelitian utama.

29

1. Karakterisasi Efluen Pengolahan Limbah Cair Karakterisasi efluen pengolahan limbah cair ini bertujuan untuk

mengetahui kondisi efluen pengolahan limbah cair sebelum ditanami oleh tanaman eceng gondok. Pada tahap ini dilakukan pengukuran terhadap beberapa parameter, diantaranya pH, DO, suhu, nitrat (NO3), ammonium (NH3) dan total kjeldahl nitrogen (TKN). Adapun metode yang digunakan untuk melakukan pengukuran ini adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Metode pengukuran parameter yang diuji (SOP PTCI)No. 1 2 3 4 5 6 7 Parameter pH DO Suhu (T) Amonium (NH3) Nitrat (NO3) TKN Cl2 mg/l % mg/l Spectrophotometric Titrimetrik Spectrophotometric Spectrophotometer Kjeldahl Spectrophotometer Satuan mg/lO

Cara Analisis Potensiometrik Potensiometrik Kalorimetrik Spectrophotometric

Alat pH meter DO meter Thermometer Spectrophotometer

C

mg/l

2. Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan pengenceran terhadap efluen pengolahan limbah cair PT. Capsugel Indonesia. Kemudian dilakukan pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman eceng gondok yang ditanam pada efluen pengolahan limbah cair. Pengenceran efluen pengolahan limbah cair bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan pertumbuhan eceng gondok pada tiaptiap efluen pengolahan limbah cair IPAL PTCI yang telah diencerkan, yang kemudian akan menjadi dasar bagi percobaan penyerapan oleh tanaman eceng gondok.

30

Pada bagian ini, efluen pengolahan limbah cair PTCI diencerkan dengan pengenceran 1-5 kali, kemudian tanaman eceng gondok ditanam pada media tersebut, setelah itu dilakukan pengukuran pH, suhu, DO, nitrat, ammonia, dan klorin pada awal pengamatan dan selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap kemampuan tumbuh tanaman eceng gondok serta kondisi proses yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman, meliputi pH, DO, dan suhu serta tingkat kemampuan tanaman dalam menurunkan kadar nitrogen (amonium dan nitrat) pada akhir pengamatan yang terkandung dalam efluen pengolahan limbah cair IPAL PTCI. Berikut ini tabel pengenceran (efluen pengolahan limbah cair IPAL : air sumur) pada penelitian pendahuluan : Tabel 2. Perlakuan Penelitian pendahuluan Perlakuan E1 E2 E3 E4 E5 E6 Perbandingan 100 % air buangan IPAL 1:1 1:2 1:3 1:4 1:5

Tanaman eceng gondok yang digunakan adalah tanaman yang seragam dengan melihat jumlah helai daun, panjang akar, tinggi tanaman, dan diameter rumpun eceng gondok (Eichhornia crassipes). Berdasarkan hasil pengamatan tanaman eceng gondok yang digunakan adalah tanaman dengan jumlah helai daun tiap rumpun 5-7 helai, tinggi rata-rata eceng gondok 9.68 13.25 cm, dan panjang rata-rata diameter rumpun 8.31 11.39 cm. 3. Penelitian Utama Hal yang dilakukan dalam penelitian utama adalah memberikan perlakuan terhadap air buangan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman eceng gondok dan pengaruhnya terhadap efisiensi

31

penyerapan nitrat (NO3) dan ammonium (NH3) serta nitrogen total oleh tanaman Eceng gondok (Eichhornia crassipes). Reaktor kolam yang digunakan dibagi menjadi empat bagian dengan dua kali ulangan. Pada kolam percobaan diberikan dua perlakuan, yaitu perbedaan pada bobot basah tanaman eceng gondok dan jumlah beban nitrogen dalam kolam percobaan. Berikut ini tabel yang menunjukan perlakuan yang diberikan pada penelitian utama: Tabel 3. Perlakuan penelitian utamaPerlakuan A1 A2 B1 Jumlah beban nitrogen (mg) 217 217 433 Bobot basah eceng gondok (g) 358 640 350 Penutupan permukaan kolam (%) 25 50 25 50

B2

433

618

Tata letak bak percobaan pada penelitian utama ditentukan secara acak. Adapun tataletak bak percobaan ditunjukkan pada Gambar 6 berikut: A2 A1 A2 A1

B2

B1

B2

B1

Gambar 6. Tataletak bak percobaan Kedelapan bak percobaan diisi dengan efluen IPAL PTCI yang telah diencerkan secara Batch Loading (pengisian sekaligus).

32

C. ANALISIS DATA Data yang diperoleh diperhitungkan dengan mengukur laju

pertumbuhan relatif tanaman (Relative Growth Rate, RGR) dan kemampuannya untuk berganda (Double Time, DT). Adapun rumus yang digunakan untuk menghitungnya adalah sebagai berikut: RGR = Ln Xt Ln Xo t Dimana: Xo = Berat basah awal (g) Xt = Berat basah setelah waktu ke-t t = Waktu (hari) Perhitungan waktu berganda eceng gondok ditentukan berdasarkan laju pertumbuhan relatif tanaman (RGR). DT = Ln 2 RGR Dimana: RGR = Laju Pertumbuhan Relatif Tanaman (%/hari) (Mitchell, 1974) Data hasil pengujian yang telah diperoleh dianalisis dengan menggunakan pendekatan grafis berdasarkan hubungan antara lamanya waktu pengujian dengan nilai penurunan parameter-parameter yang diuji. Analisa data diolah dengan menggunakan Microsoft Excell 2003, hasil analisa yang telah diperoleh kemudian dicari model matematikanya. Model matematika yang digunakan adalah berdasarkan grafik dari hubungan antara x dan y, dimana x adalah lamanya waktu pengujian dan y adalah penurunan konsentrasi dari parameter-parameter yang diuji. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua kali ulangan. Adapun faktor yang digunakan yaitu jumlah bobot basah tanaman eceng gondok dan jumlah beban nitrogen yang ada pada kolam percobaan. Menurut Walpole (1995), rancangan acak lengkap dicirikan dengan diberikannya perlakuan

33

secara acak pada seluruh bahan percobaan. Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut : Yijk = + Ti + Xj + ijk Dimana : Yijk = Peubah respon ulangan ke-k (1,2) karena interaksi dari dua perlakuan yang diberikan = Pengaruh rata-rata sebenarnya Ti = Pengaruh penanaman eceng gondok pada bobot basah yang berbeda Xj = Pengaruh perbedaan beban nitrogen yang diberikan ij = Galat percobaan ulangan ke-j (1,2) karena pengaruh faktor yang diberikan Data diolah dengan menganalisa keragaman untuk melihat pengaruh perlakuan-perlakuan yang diberikan. Analisa keragaman dilanjutkan dengan uji lanjut wilayah berganda Duncan untuk perlakuan yang menunjukkan perbedaan nyata (F hitung > F tabel).

34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISASI EFLUEN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR IPAL` PT. CAPSUGEL INDONESIA Limbah cair PT. Capsugel Indonesia berasal dari air buangan proses pencucian disk (disc wash) dan sebagian limbah domestik. Efluen pengolahan limbah cair adalah air buangan hasil dari pengolahan limbah cair pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang telah melalui beberapa tahapan proses. Pengolahan limbah cair di PTCI meliputi pengolahan secara fisika, kimia, dan biologi. Pengolahan limbah secara fisika meliputi: penurunan suhu, penyaringan, ekualisasi, pengendapan dan pengadukan (mixing). Pengolahan secara kimia meliputi: koagulasi dan flokulasi, presipitasi, pengaturan pH, oksidasi dan desinfeksi. Pengolahan biologis meliputi nitrifikasi dan denitrifikasi. Adapun urutan dari tahapan proses tersebut adalah air limbah mengalir ke dalam bak ekualisasi sehingga konsentrasi dan debit menjadi homogen, kemudian dilakukan penurunan suhu, karena suhu air dari proses produksi mencapai 80oC-100oC. Setelah dilakukan penurunan suhu, pH limbah cair diatur secara kontinu pada pH 6.5 - 8.5 dan kemudian masuk ke dalam proses denitrifikasi dan nitrifikasi. Untuk membantu pengendapan bahan pencemar yang tidak dapat mengendap dengan cara gravitasi maka dilakukan proses flokulasi koagulasi dan kemudian diendapkan pada bak sedimentasi. Setelah dari bak sedimentasi, limbah cair masuk ke dalam proses klorinasi untuk menghilangkan mikroorganisme pathogen, setelah itu disaring dengan menggunakan filter zeolit untuk menyerap material yang tersisa pada air limbah. Adapun bagan alir proses pengolahan air limbah adalah sebagai berikut:

35

Keterangan: : Aliran proses : Aliran bahan kimia

Gambar 7. Bagan alir proses pengolahan air limbah

36

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, diperoleh data awal efluen pengolahan limbah cair IPAL sebagai berikut: Tabel 4. Kondisi efluen pengolahan limbah cair sebelum pengujian ParameterTotal Kjeldahl Nitrogen (TKN) Ammonia (NH3) Nitrat (NO3) pH hSuhu (T) Klorin (Cl2)o

Satuan %mg/l mg/l C mg/l

Nilai0.06 0.1 16.5 8.01 29 0.84

Berdasarkan tabel 4 di atas, diketahui bahwa efluen pengolahan limbah cair IPAL PTCI masih memiliki jumlah nitrat (NO3) yang cukup tinggi. Tingginya nilai nitrat (NO3) ini dimungkinkan karena bahan baku produksi yang berupa gelatin yang merupakan senyawa turunan protein, selain itu dapat pula disebabkan karena adanya proses nitrifikasi pada pengolahan limbah cair PTCI dimana proses nitrifikasi merupakan konversi secara biologi dari ammonium menjadi nitrogen-nitrat. Adapun senyawa nitrogen yang lain memiliki nilai yang rendah dan berdasarkan pengujian yang dilakukan, diperoleh nilai Total Kjeldahl Nitrogen (TKN) yang sangat kecil (0.06%). Total kjeldahl nitrogen menunjukkan jumlah dari nitrogen organik dan nitrogen anorganik. Nilai total kjeldahl yang dihasilkan tersebut menunjukkan bahwa nitrogen yang terdapat pada efluen pengolahan limbah cair merupakan nitrogen yang bersifat anorganik (Nammonia bebas). Berdasarkan hasil pengujian, diperoleh pula nilai klorin yang tinggi pada efluen pengolahan limbah cair, sehingga nilai klorin yang ada melebihi baku mutu golongan I (0.03 mg/l) berdasarkan PP. No. 82 Tahun 2001. Tingginya kandungan klorin ini disebabkan karena adanya proses klorinasi pada pengolahan limbah cair PTCI dimana terdapat penambahan kaporit atau kalsium hipoklorit 1% dengan tujuan untuk menghilangkan mikroorganisme

37

pathogen. Nilai pH yang tinggi menunjukkan bahwa sebagian besar limbah berasal dari senyawa-senyawa organik, seperti protein yang kemudian didekomposisi menjadi ammonia (NH3). Beban air buangan selama penelitian sangat fluktuatif, terutama pada parameter ammonium-nitrogen. Amonia, fosfat, BOD, dan COD merupakan parameter yang secara umum menjadi beban limbah cair, yang mana beban tersebut pada instalasi Pengolahan Limbah Cair (IPAL) PTCI dihasilkan dari pencucian disk (disk wash) dan sebagian limbah domestik. B. PENELITIAN PENDAHULUAN Pada penelitian pendahuluan dilakukan pengamatan terhadap pertumbuhan eceng gondok, pH, dan DO (Demand Oxygen). Tanaman eceng gondok yang digunakan berasal dari lingkungan sekitar, dimana sebelum ditanam pada efluen, tanaman eceng gondok distabilkan pada air bersih selama satu hari. Adapun hasil pengamatan pada penelitian pendahuluan dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5. Kondisi efluen pengolahan limbah cair pada penelitian pendahuluanKolam 0 E1 E2 E3 E4 E5 E6 7.7 7.18 6.90 6.75 6.5 6.27 pH Waktu (hari) 3 6 7.39 7.46 7.20 7.15 7.16 7.15 7.65 7.77 7.21 7.56 7.28 7.26 9 7.46 7.57 7.35 7.29 7.42 7.34 0 4.70 4.56 4.64 4.71 4.20 3.85 DO (mg/l) Waktu (hari) 3 6 9 3.95 5.35 4.58 4.82 4.68 4.45 4.20 4.90 4.68 4.77 4.71 4.42 4.71 5.32 4.99 4.50 4.82 4.69 0 28.9 28.7 28.8 29.1 28.7 28.8 Suhu (oC) Waktu (hari) 3 6 27.2 27.4 27.2 27.3 27.1 27.4 27.1 27.4 27.1 27.6 27.7 27.5 9 25.4 25.9 25.5 25.5 25.6 25.7

Berdasarkan hasil pengujian pada penelitian pendahuluan, nilai pH berada dalam kisaran yang normal, sehingga pada pH tersebut eceng gondok masih dapat untuk tumbuh dan berkembang biak. Selain itu dengan jumlah cahaya yang cukup dan suhu yang optimum untuk pertumbuhannya (27 oC- 30 oC) menyebabkan eceng gondok mampu untuk terus tumbuh dan menyerap unsur hara yang terkandung di dalam efluen.pengolahan limbah cair Kondisi Eceng gondok selama penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Tabel 6.

38

Pada Tabel 6 tersebut, dapat dilihat bahwa pada efluen pengolahan limbah cair yang tidak diencerkan, tanaman eceng gondok lebih cepat layu dan mengering. Pertumbuhan tanaman pada kolam percobaan ini lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan tanaman yang ditanam pada kolam percobaan yang lain. Pada kolam ini, tanaman eceng gondok tidak dapat berkembang biak dengan baik sampai akhir pengamatan. Hal ini disebabkan karena adanya kandungan klorin yang tinggi pada efluen pengolahan limbah cair, sehingga menghambat pertumbuhan tanaman. Klorin dalam perairan dapat berfungsi sebagai desinfektan untuk menghilangkan mikroorganisme yang tidak dibutuhkan, terutama bagi air yang diperuntukkan bagi kepentingan domestik. Oleh karena itu, klorin bersifat sangat toksik bagi mikroorganisme dengan cara menghambat aktifitas metabolisme mikroorganisme tersebut (Tebbut, 1992). Pada tanaman eceng gondok, mikroorganisme tumbuh di akar tanaman membantu terjadinya proses nitrifikasi. Dengan tingginya kandungan klorin dalam air menyebabkan terhambatnya reaksi nitrifikasi, karena selain menghambat aktifitas metabolisme mikroorganisme, klorin di perairan dapat bereaksi dengan senyawa nitrogen membentuk mono-, di-, dan tri-amines, Nkloramines, N-kloramides, dan senyawa berklor lainnya sehingga mengurangi jumlah nutrient dalam air dan menghambat pertumbuhan tanaman. Berikut ini persamaan reaksi yang terjadi: NH4+ + HClO NH2Cl + HClO NHCl2 + HClO NH2Cl + H2O + H+ NHCl2 + H2O NCl3 + H2O (monokloramin) (dikloramin) (nitrogen triklorida)

39

Tabel 6. Kondisi tanaman eceng gondok selama penelitian pendahuluanHari ke3 Perlakuan E1 E2 E3 E4 E5 E6 6 E1 E2 E3 E4 E5 E6 9 E1 E2 E3 E4 E5 E6 Kondisi Eceng Gondok Pada permukaan daun timbul bintik-bintik, beberapa daun layu berwarna kekuningan dan kering. Beberapa daun mulai layu, tidak terdapat daun yang mati Eceng gondok dapat tumbuh bagus, tidak ada daun yang kering dan layu, tumbuh satu buah daun baru Tidak ada daun yang kering dan layu Eceng gondok dapat tumbuh, hanya satu daun yang layu dan batangnya berwarna kuning Tidak ada daun yang layu dan kering, eceng gondok dapat tumbuh baik Beberapa daun mulai layu dan berwarna kuning, terdapat 6 daun yang kering 5 daun rusak dan ujungnya kering, terdapat bintik-bintik pada hampir semua permukaan daun Eceng gondok dapat tumbuh bagus, tidak ada daun yang kering Eceng gondok masih dapat tumbuh bagus, 4 daun ujungnya kering berwarna kuning Eceng gondok masih dapat tumbuh, 2 daun kering berwarna kuning Eceng gondok masih dapat tumbuh, 1 daun rusak dan kering berwarna kuning dan beberapa daun ujungnya layu Eceng gondok masih dapat tumbuh, satu batang berwarna kuning dan mati Eceng gondok masih dapat tumbuh, satu batang ujungnya layu dan berwarna kekuningan Eceng gondok dapat tumbuh bagus, tidak terdapat eceng gondok yang mati, tumbuh satu daun baru Eceng gondok masih dapat tumbuh, tidak terdapat daun yang mati, satu daun ujungnya layu Eceng gondok masih dapat tumbuh, tiga batang daun kering berwarna kuning Eceng gondok masih dapat tumbuh, satu batang daun kering dan satu batang layu ujungnya.

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan tersebut diperoleh data bahwa perbandingan efluen pengolahan limbah cair IPAL dengan air sumur yang

40

sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan eceng gondok adalah pada perbandingan 1 : 2. Perbandingan ini kemudian dijadikan sebagai dasar dalam penelitian utama yang akan dilakukan, karena pada perbandingan tersebut eceng gondok dapat tumbuh lebih baik dibandingkan dengan perbandingan yang lainnya, sehingga jumlah eceng gondok yang tidak dapat tumbuh lebih kecil dibandingkan dengan eceng gondok yang tumbuh. Dengan pertumbuhan yang lebih baik, maka eceng gondok dapat menurunkan senyawa nitrogen dengan optimal pada efluen pengolahan limbah cair. B. PENELITIAN UTAMA 1. Berat Basah, Laju Pertumbuhan Relatif (RGR) Eceng Gondok (Eichhornia crassipes), dan Waktu Berganda (DT) Tanaman Nilai laju pertumbuhan relatif (Relative Growth Rate/RGR) merupakan gambaran dari kemampuan tanaman eceng gondok dalam menyerap unsur hara dari air limbah yang digunakan untuk pertumbuhannya. Hasil pengukuran berat basah, RGR dan DT tanaman dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 7. Pengamatan bobot tanaman, RGR, dan DT eceng gondokPerlakuan 0 A1 A2 B1 B2 357.5 640 350 617.5 Waktu (Hari) 3 372.5 680 365 622.5 6 385 685 375 625 9 397.5 692.5 390 662.5 RGR (%/hari) 1.15 0.95 1.17 0.83 0.49 1.27 0.60 1.08 DT (hari)

Berdasarkan tabel di atas, semua tanaman eceng gondok yang ditanam mengalami peningkatan bobot basah. Hal ini menunjukkan bahwa air yang digunakan dalam pengujian mengandung unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan eceng gondok, seperti N dan P, dan tanaman eceng gondok mampu menyerap unsur hara tersebut. Perbedaan jumlah pertambahan bobot basah tanaman disebabkan karena kondisi

41

proses pada tiap-tiap kolam percobaan berbeda, selain itu perlakuan (jumlah beban nitrogen dan bobot tanaman) yang diberikan kepada tiaptiap kolam percobaan pun mempengaruhi pertambahan bobot tanaman selama pengamatan. Pertambahan bobot tanaman akan semakin besar apabila terdapat jumlah nutrisi yang cukup besar, sesuai dengan kebutuhan tanaman. Kondisi ini dibuktikan dengan hasil percobaan dimana kolam A2 memiliki pertambahan bobot (basah) tanaman lebih besar dibandingkan dengan kolam yang lain. Selain itu, berdasarkan Tabel 7 di atas dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan laju pertumbuhan relatif tanaman pada setiap kolam percobaan. Laju pertumbuhan relatif yang terbesar terdapat pada eceng gondok yang ditanam pada kolam B1. Hal ini disebabkan pada kolam B1 terdapat perbandingan antara beban nitrogen dengan bobot (basah) tanaman dalam jumlah yang sesuai atau tidak berlebih dan kurang. Kondisi tersebut pun dapat dilihat pada pola perubahan senyawa nitrogen yang terdapat dalam kolam percobaan. Berikut ini tabel yang menunjukkan adanya perbandingan bobot tanaman dan jumlah nitrat yang terdapat dalam efluen selama pengamatan: Tabel 8. Perbandingan jumlah nitrat dengan berat eceng gondok (g NO3/g Eceng gondok)Perlakuan 0 A1 A2 B1 B2 0.0018 0.00098 0.0036 0.002 Waktu (hari) 3 0.00047 0.00033 0.0031 0.00056 6 0.00083 0.00049 0.0014 0.00095 9 0.00045 0.00026 0.0011 0.00073

Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh, jumlah nitrat mengalami penurunan sejalan dengan pertambahan bobot (basah) tanaman. Semakin banyak jumlah nitrat yang diserap, maka pertambahan bobot basah tanaman pun akan semakin besar. Perbandingan bobot tanaman dan jumlah nitrat yang tinggi menyebabkan sistem kelebihan

42

makanan, sedangkan nilai perbandingan yang rendah menyebabkan sistem kekurangan makanan, keadaan ini menyebabkan degradasi limbah yang lebih baik (Davis dan Cornwell, 1991). Jumlah nutrisi atau substrat dan tanaman selama proses berlangsung harus berada dalam perbandingan yang cukup. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kelebihan jumlah makanan dalam sistem yang dapat menyebabkan sistem menjadi jenuh terhadap makanan dan pada akhirnya dapat mengganggu proses pengolahan air buangan. Dari hasil pengujian diperoleh nilai perbandingan yang cukup rendah, kondisi ini mempermudah terjadinya degradasi senyawa organik yang terdapat pada effluen. Hal ini didukung oleh pendapat Davis dan Cornwell (1991) yang menyatakan bahwa nilai perbandingan yang rendah menyebabkan sistem kekurangan makanan dan keadaan ini menghasilkan degradasi limbah yang lebih baik. Adanya degradasi senyawa yang terdapat pada limbah ini ditunjukkan dengan adanya perubahan senyawa nitrogen. Senyawa kimia yang diserap oleh tanaman eceng gondok diakumulasi dalam jaringan vaskular tumbuhan atau digunakan untuk proses metabolisme tumbuhan dan kemampuan eceng gondok dalam menyerap senyawa kimia dalam air tidak lepas dari aspek fisiologis tumbuhan air itu sendiri (Larcher, 1980).

1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0

1.15 0.95

1.27 1.17 0.83 0.6 1.08

RGR (%/hari) DT (hari)

0.49

A1

A2

B1

B2

Perlakuan

Gambar 8. Grafik laju pertumbuhan relatif eceng gondok

43

Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa pada saat pertumbuhan relative rata-rata (RGR) tanaman meningkat, maka waktu berganda tanaman akan menurun semakin cepat. Kondisi ini menggambarkan proses pertumbuhan yang terjadi pada tanaman eceng gondok, dimana pada saat tanaman dapat tumbuh dengan baik, maka tanaman akan semakin cepat berkembang biak. Oleh karena itu perubahan senyawa nitrogen mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangbiakan tanaman, karena senyawa nitrogen dalam air berfungsi sebagai nutrisi bagi tanaman. Hal ini dapat pula dilihat dari penurunan senyawa nitrat selama waktu pengamatan. Nilai RGR merupakan cerminan dari kemampuan eceng gondok dalam menyerap unsur hara dari air selain dari pengukuran biomassa tanaman. Pada grafik pertumbuhan relatif (RGR) dapat terlihat bahwa RGR tertinggi terdapat pada perlakuan B1 (1.17%/hari) yang kemudian diikuti oleh pertumbuhan relatif eceng gondok pada perlakuan A1 (1.15%). Pada air limbah yang ditanami dengan tanaman eceng gondok dengan bobot tanaman lebih tinggi dan penutupan permukaan kolam sebesar 50% memiliki nilai RGR yang lebih rendah dibandingkan dengan air limbah yang ditanami eceng gondok sebesar 25%. Hal tersebut dapat disebabkan karena lebih banyaknya jumlah eceng gondok pada penutupan 50%, sehingga untuk mendapatkan unsur hara yang terdapat pada air limbah lebih sedikit diserap oleh setiap tanaman eceng gondok. Hubungan antara pertumbuhan eceng gondok dan kandungan nutrien media adalah positif yang menghasilkan biomassa dengan pola pertumbuhan eksponensial pada waktu terbatas atau pertumbuhan sigmoid yang dipengaruhi oleh kepadatan (Bock, 1969). 2. Pertumbuhan Tanaman Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) Kemampuan tanaman eceng gondok dalam menyerap nitrogen sebagai nutrien selain ditunjukkan dengan nilai laju petumbuhan relatif tanaman (RGR), ditunjukkan pula dengan adanya pertumbuhan tanaman selama waktu pengamatan. Adapun pertumbuhan tanaman tersebut

44

meliputi pertambahan jumlah helai tanaman, tinggi rata-rata tanaman dan diameter rumpun dari tanaman. Kemampuan tanaman eceng gondok untuk tumbuh di dalam air sangat bervariasi tergantung pada kandungan unsur hara yang terdapat di dalamnya. Seperti halnya tumbuhan lain,unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman eceng gondok terdiri dari unsur makro: N, P, K, Ca, Mg, Fe, serta unsur mikro: Mn, Zn, dan Cu (Gopal, 1987). Eceng gondok masih dapat tumbuh dalam keadaan miskin unsur hara dan pada perairan yang subur tanaman ini dapat berkembang biak dengan cepat. Berdasarkan pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman eceng gondok, semua eceng gondok yang ditanam pada kolam percobaan mengalami perubahan jumlah helai daun, tinggi rata-rata tanaman dan diameter tanaman. Kondisi pertumbuhan tanaman ini dapat dilihat pada Tabel 9 berikut ini: Tabel 9. Kondisi pertumbuhan tanamanPerlakuan A1 Parameter 0 Jumlah Helai Tinggi rata-rata Diameter rumpun A2 Jumlah Helai Tinggi rata-rata Diameter rumpun B1 Jumlah Helai Tinggi rata-rata Diameter rumpun B2 Jumlah Helai Tinggi rata-rata Diameter rumpun 33 11,71 8.31 60 10,73 7.2 31 11,59 7.32 47 9,68 7.13 Waktu (hari) 3 34 12,72 9.91 62 11,82 8.83 35 12,05 7.84 50 10,91 9.58 6 36 12,85 9.73 63 10,8 10.23 40 11,33 7.59 56 12,01 9.1 9 38 13,25 11.59 65 10,85 9.68 41 12,07 8.5 63 12,35 10.25

Pertambahan jumlah helai daun terbanyak terdapat pada tanaman eceng gondok yang ditanam pada kolam B2, yaitu sebanyak 16 helai daun (dari 47 helai menjadi 63 helai daun), kemudian pada kolam B1 (10 helai

45

daun) dan, A2 dan B2 mengalami pertambahan jumlah helai daun yang sama, yaitu 5 helai daun. Adanya peningkatan jumlah helai daun menunjukkan bahwa tanaman eceng gondok mampu berkembang biak selama waktu pengamatan. Selain itu dengan adanya peningkatan tinggi rata-rata tanaman dan pertambahan diameter rumpun tanaman membuktikan bahwa pada kolam percobaan terdapat unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk proses tumbuh dan berkembang dan tanaman eceng gondok memiliki kemampuan untuk menyerap unsur hara dalam kolam percobaan tersebut, sehingga terjadi perubahan pada ketiga parameter tersebut selama waktu pengamatan. Selain karena tanaman memperoleh nutrisi untuk pertumbuhannya, terdapat faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman eceng gondok, di antaranya adalah terdapat cahaya yang cukup yang dibutuhkan oleh tanaman untuk tumbuh. Hal ini dikarenakan kolam percobaan diletakkan pada lingkungan yang terbuka sehingga cahaya dapat masuk dan membantu pertumbuhan tanaman. Untuk perubahan tinggi rata-rata tanaman, pertambahan tinggi ratarata terbesar terdapat pada kolam B2 (9.68 cm menjadi 12.35 cm), kemudian pada kolam A1 (11.71 menjadi 13.25), B1 (11.59 menjadi 12.07) dan pertambahan tinggi rata-rata terendah pada kolam A2 (10.73 menjadi 10.85). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa jumlah nitrogen dalam efluen dan bobot basah tanaman memberikan pengaruh yang nyata (P0.05) terhadap perubahan nitrat pada efluen pengolahan limbah cair. Lamanya waktu penyerapan mempengaruhi perubahan kandungan nitrat. Hal ini pun dapat dilihat pada grafik perubahan nitrat, dimana pada hari ketiga pengujian, nitrat mengalami penurunan yang cukup besar, kemudian pada hari ke-6 mulai mengalami peningkatan hingga proses oksidasi selesai. Hasil rata-rata pada akhir pengamatan menunjukkan terjadi penurunan kandungan nitrat dari 3.5 mg/l menjadi 1.15 mg/l. Hal tersebut menunjukkan semakin lama waktu penyerapan akan menurunkan kadar nitrat hingga akhir pengamatan. Berbeda halnya dengan perubahan kandungan ammonia pada kolam percobaan. Persentase penurunan nitrat terbesar terdapat pada kolam A1, dimana pada kolam percobaan ini beban nitrogen yang terdapat di dalamnya lebih kecil dibandingkan dengan kolam yang lain, selain itu bobot basah tanaman eceng gondok dan persen penutupan permukaan kolam percobaan pun lebih kecil dibandingkan dengan kolam yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa eceng gondok dapat menurunkan jumlah

52

nitrat dengan optimal pada beban nitrogen rendah dan jumlah eceng gondok yang rendah pula, seperti pada kolam A1. Secara umum terjadi pola perubahan total nitrogen, ammonia dan nitrat selama waktu pengamatan. Seperti halnya pada tiga hari pertama terjadi peningkatan kandungan ammonia pada semua kolam percobaan, tetapi sebaliknya terjadi penurunan kandungan nitrat dan total nitrogen yang cukup besar pada semua kolam. Hal ini menunjukkan bahwa pada tiga hari pertama eceng gondok lebih banyak menyerap nitrat dan terjadi pembentukan ammonia (ammonifikasi), senyawa nitrat digunakan oleh tumbuhan eceng gondok untuk pertumbuhannya. Hal ini didukung oleh pernyataan Orth dan Wilderer (1987) yang mengatakan bahwa nitrat merupakan senyawa terpenting karena dalam bentuk nitrat lebih mudah diserap oleh tanaman air dan dapat digunakan dalam proses fotosintesa. Pada hari keenam, kandungan ammonia mengalami penurunan pada kolam percobaan dengan volume 120 l (kolam B) dan peningkatan jumlah ammonia pada kolam percobaan dengan volume 60 l (kolam A). Hal ini dapat dikaitkan dengan nilai oksigen terlarut (DO) pada masing-masing kolam percobaan. Nilai oksigen terlarut (DO) pada kolam percobaan dengan volume 120 l lebih besar dibandingkan dengan kolam percobaan bervolume 60 l. Kondisi ini menyebabkan terjadinya reaksi nitrifikasi pada kolam percobaan B, dimana oksigen yang ada dalam jumlah yang cukup membantu proses nitrifikasi yang mengubah ammonia menjadi nitrat, sehingga terdapat peningkatan jumlah nitrat. Pada perubahan senyawa nitrogen ini, perubahan terbesar yang terjadi adalah pada senyawa nitrat (>50%). Jumlah beban nitrogen dan bobot basah eceng gondok mempengaruhi kondisi proses yang terdapat dalam kolam percobaan. Selain itu jumlah beban nitrogen, bobot basah eceng gondok dan kondisi proses pun mempengaruhi perubahan senyawa nitrogen yang terdapat dalam kolam percobaan. Adapun kondisi proses tersebut di antaranya adalah pH, suhu, dan oksigen terlarut (DO). Berdasarkan hasil yang diperoleh, diketahui bahwa perlakuan yang diberikan tidak memiliki pengaruh terhadap nilai pH. Secara umum nilai

53

pH berkisar antara 7.33 sampai dengan 8.21. Namun demikian mulai hari ketiga pH air limbah mengalami peningkatan pada semua perlakuan. Adanya peningkatan nilai pH ini terkait dengan penguraian bahan organik protein menjadi ammonia oleh bakteri aerobik yang menghasilkan CO2, H2O, dan NH3 dengan proses kimia sebagai berikut: CxHyOzN + O2 (Pandia et.,al,1995: Effendi 2003) Penguraian bahan organik dilakukan oleh bakteri aerobik, sampai tingkat NH3 ini dikenal sebagai ammonifikasi. Selain pH, oksigen yang terlarut dalam air pun mempengaruhi reaksi-reaksi yang terjadi pada kolam percobaan. Kandungan oksigen terlarut dalam air sangat diperlukan oleh mikroorganisme pengurai untuk menguraikan bahan-bahan organik biodegradable, menjaga kelestarian reproduksi jenis, kesuburan dan perkembangan populasi. Kandungan oksigen dalam air sangat menentukan penyebaran hewan yang terdapat di dalamnya. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah oksigen yang terlarut dalam suatu perairan antara lain adalah suhu, salinitas, turbulensi perairan dan tekanan udara. Suatu perairan dengan nilai DO 2 mg/l dapat menghindarkan kondisi yang mengganggu kehidupan di perairan itu. Boyd (1979) menyatakan bahwa 1 mg DO/l merupakan konsentrasi minimal untuk ikan pada periode istirahat. Kematian ikan dapat dicegah dengan menjaga kondisi konsentrasi DO 3 mg/l. Sedangkan menurut NTAC (1968) agar kegiatan perikanan dapat berhasil dan layak, maka nilai DO dalam perairan harus dijaga tidak kurang dari 4 mg/l. Dari hasil pengujian dapat dilihat bahwa perubahan kandungan oksigen yang terjadi tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa pada kolam percobaan nilai oksigen terlarut dapat dijaga dalam kondisi aerob. Kondisi ini mendukung tanaman eceng gondok dalam menyerap senyawa nitrogen dalam efluen. Perlakuan yang ditanami tanaman eceng gondok dengan bobot (basah) yang lebih tinggi dan penutupan 50% memiliki CO2 + H2O + NH3

54

kandungan oksigen yang paling rendah. Kondisi ini disebabkan karena proses fotosintesa eceng gondok terjadi di permukaan, sehingga oksigen yang dihasilkan lepas ke udara. Wahlquist (1974) menyatakan bahwa kandungan oksigen dibawah perakaran eceng gondok sangat rendah, yang disebabkan oleh respirasi dan rendahnya proses fotosintesis, dan sebaliknya CO2 bebas sangat tinggi. Menurut Mitchell (1974) adanya eceng gondok menyebabkan kandungan oksigen terlarut rendah dibandingkan dengan perairan terbuka.Grafik kandungan Oksigen Terlarut (DO, mg/l) 6 5DO (m g/l)

5.11 4.29 3.8 4.55 3.88 A1 A2 B1 B2

4.36 4.05 4.49 4.51 3.973.92 3.95 3.65 4.11 4 3.32

3 2 1 0 0 3Waktu (hari)

3.34

6

9

Gambar 12. Pengaruh Perlakuan terhadap kandungan oksigen terlarut (DO, mg/l) Gambar 12 menunjukkan bahwa pada hari pertama sampai dengan hari ke-6 kandungan oksigen selama pengujian mengalami peningkatan. Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan bahan organik yang berada dalam jumlah sedikit, sehingga oksigen yang diperlukan untuk proses dekomposisi juga sedikit. Kehilangan oksigen dapat disebabkan karena adanya oksigen digunakan oleh eceng gondok untuk respirasi. Apabila dilihat hubungan antara grafik oksigen terlarut dengan perubahan kandungan nitrat, ammonia dan nitrogen total. Maka terdapat pengaruh oksigen terlarut, beban nitrat dan jumlah tanaman eceng gondok yang ditanam pada kolam percobaan terhadap penurunan ketiga parameter tersebut.

55

Penurunan oksigen terlarut terjadi pada tiga hari pertama, dimana penurunan terbesar terdapat pada kolam B2. Kondisi ini menyebabkan kandungan ammonia pada kolam percobaan meningkat, sebaliknya kandungan nitrat turun sejalan dengan turunnya jumlah nitrogen total yang terdapat dalam kolam percobaan. Begitu pula yang terjadi pada kolam percobaan yang lainnya. Namun pada saat oksigen terlarut mulai meningkat pada hari ke-6, kandungan ammonia akan turun dan nitrat akan meningkat begitu pula dengan nitrogen total. Kondisi ini dapat dilihat pada kolam percobaan B. Gambaran kondisi di atas menunjukkan suatu hubungan antara oksigen terlarut dengan kandungan nitrogen total, nitrat, dan ammonia. Dimana pada saat oksigen terlarut berkurang, maka akan menyebabkan peningkatan ammonia dan pengurangan nitrat pada air kolam percobaan. Dan sebaliknya, pada saat oksigen terlarut meningkat, maka akan menyebabkan pengurangan ammonia dan peningkatan nitrat pada air kolam percobaan Hal ini pun dipengaruhi pula oleh jumlah eceng gondok yang ditanam dan beban nitrogen pada kolam percobaan. Selain pH dan oksigen terlarut, kondisi lain yang mempengaruhi penyerapan senyawa nitrogen oleh eceng gondok adalah suhu. Perubahan suhu yang terjadi dapat disebabkan adanya perbedaan cuaca harian dari awal pengamatan sampai dengan hari terakhir pengamatan.31 30 29Suhu (oC)

28 27 26 25 24 23 0 3Waktu (hari)

A1 A2 B1 B2

6

9

Gambar 13. Pengaruh perlakuan terhadap temperatur

56

Suhu air limbah dalam kolam percobaan memiliki kecenderungan yang sama, baik untuk kolam A maupun maupun kolam B. Penurunan suhu yang terjadi memiliki hubungan dengan kepadatan eceng gondok yang ditanam. Semakin banyak permukaan kolam yang tertutupi oleh tanaman, maka akan semakin besar menghalangi pertukaran panas antara atmosfer dengan permukaan air (Aneja dan Singh, 1992). Sedangkan peningkatan suhu yang terjadi berkaitan dengan adanya hasil pernafasan, baik aerob maupun anaerob berupa CO2 yang berlebihan. Adanya hasil metabolisme mikroorganisme pada akar tanaman serta adanya penghancuran eceng gondok yang sudah mati. Suhu air buangan yang diberi perlakuan masih memiliki kisaran suhu yang normal karena masih berada di atas 10 oC dan di bawah 40 oC. Sehingga dengan demikian perubahan suhu yang terjadi tidak mempengaruhi proses reaksi yang terdapat pada kolam percobaan. Sehingga perubahan senyawa nitrogen yang terjadi disebabkan oleh adanya penanaman eceng gondok dalam kolam percobaan.

57

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN Tanaman eceng gondok (Eichhornia crassipes) merupakan tanaman yang dapat menyerap senyawa nitrogen dari dalam air. Perbedaan bobot basah tanaman dan perbedaan beban nitrogen mempengaruhi proses penyerapan senyawa nitrogen dari dalam air oleh tanaman eceng gondok. Tanaman Eceng gondok dapat menurunkan senyawa ammonia (NH3) hingga 72.3% pada bobot basah eceng gondok 433 g dan beban nitrogen 350 mg/l. Sebaliknya penurunan jumlah nitrat (NO3) terbesar (71.43%) terdapat pada kolam dengan bobot basah eceng gondok 217 g dan beban nitrogen 358 mg/l. Sejalan dengan adanya penurunan nitrat, terjadi penurunan total nitrogen pada kondisi kolam yang sama. Penurunan total nitrogen terbesar adalah 73.05%. Hasil uji statistik menunjukan bahwa perlakuan yang diberikan tidak memiliki pengaruh yang nyata (P>0.05) terhadap perubahan nitrat pada ke empat kolam percobaan, sedangkan perlakuan yang diberikan memiliki pengaruh yang nyata (P