dystocia
DESCRIPTION
dystosia adalah dcvsd sfas safasc sfcasvds sdvasTRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persalinan normal suatu keadaan fisiologis, normal dapat berlangsung sendiri
tanpa intervensi penolong. Kelancaran persalinan tergantung 3 faktor ”P” utama
yaitu kekuatan ibu (power), keadaan jalan lahir (passage) dan keadaan janin
(passanger). Faktor lainnya adalah psikologi ibu (respon ibu) penolong saat bersalin
dan posisi ibu saat persalinan.
Dengan adanya keseimbangan atau kesesuaian antara faktor-faktor "P"
tersebut, persalinan normal diharapkan dapat berlangsung. Bila ada gangguan pada
satu atau lebih faktor “P” ini, dapat terjadi kesulitan atau gangguan pada jalannya
persalinan.
Kelambatan atau kesulitan persalinan ini disebut distosia. Salah satu
penyebab dari distosia karena adalah kelainan janin. Distosia berpengaruh buruk
bagi ibu maupun janin. Pengenalan dini dan penanganan tepat akan menentukan
prognosis ibu dan janin.
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 1
II. TINJAUAN PUSTAKA
DYSTOCIA
A. Pengertian
Dystocia adalah kemajuan persalinan yang tidak memuaskan atau kemacetan
(POGI, 2006). Persalinan yang normal (Eutocia) ialah persalinan dengan presentasi
belakang kepala yang berlangsung spontan di dalam 24 jam, tanpa menimbulkan
kerusakan yang berlebih pada ibu dan anak. Persalinan yang sulit dimana tidak ada
kemajuan dari persalinan disebut dystocia (FK Unpad, 1984).
B. Etiologi
Penyebab distosia dibagi dalam 3 golongan besar yang dapat disingkat 3P
(power, passage dan passanger).
a) Power
Berhubungan dengan kekuatan-kekuatan yang mendorong anak keluar
kurang kuat. Kekuatan ini terbagi menjadi kekuatan his dan kekuatan ibu
mengejan.
a) Kekuatan his, dapat berupa inertia uteri hipertonik maupun hipotonik
atau kelemahan his merupakan sebab terpenting dari dystocia.
b) Kekuatan ibu mengejan, karena cicatrix baru pada dinding perut,
hernia, diastase musculus rectus abdominis atau karena sesak napas.
b) Passage
Karena adanya kelainan pada jalan lahir, jalan lahir sendiri terbagi atas jalan
lahir lunak dan jalan lahir keras. Jalan lahir keras atau tulang panggul dapat
berupa kelainan bentuk panggul, dan kelainan ukuran panggul. Sedangkan
jalan lahir lunak yang sering dijumpai karena adanya tumor ovarium yang
menghalangi jalan lahir dan adanya edema pada jalan lahir yang dipaksakan
(Winkjosastro dkk., 2006).
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 2
c) Passanger
Karena kelainan letak atau kelainan janin, ukuran ataupun bentuk janin
misalnya letak lintang, letak dahi, hydrocephalus atau monstrum.
C. Klasifikasi
Pembagian dystocia dibagi berdasarkan penyebab yang mendasarinya
1. Power
a) Karena kelainan his (inertia uteri hipotonis, inertia uteri hipertonis atau
uncoordinated hypertonic uterine contraction).
b) Partus praecipitatus.
c) Lingkaran retraksi dan lingkaran konstriksi.
2. Passage
a) Pintu atas panggul.
b) Bidang tengah panggul.
c) Pintu bawah panggul.
d) Kombinasi ketiganya.
3. Passanger
a) Positio Occipito Posterior Persistens (POPP).
b) Presentasi Muka.
c) Presentasi Puncak Kepala.
d) Presentasi Dahi.
e) Letak Lintang.
f) Letak Sungsang.
g) Kehamilan Multiple.
h) Hydrocephalus.
i) Makrosomia (distosia bahu).
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 3
I. DYSTOCIA KARENA KEKUATAN UNTUK MENDORONG ANAK
KELUAR KURANG KUAT
I.1 Inertia Uteri Hypotonis
a. Definisi
Inertia uteri hypotonis atau hipotonic uterine contraction merupakan
suatu keadaan dimana kontraksi uterus terkoordinasi namun tidak adekuat
dalam membuat kemajuan dalam persalinan, biasanya his yang muncul
kurang kuat, terlalu lemah, pendek dan jarang (Cuningham et al, 2010).
Tekanan yang dihasilkan biasanya kurang dari 15 mmHg. Pada his yang
baik tekanan intrauterin mencapai 50-60 mmHg biasanya terjadi pada fase
aktif atau kala II atau disebut juga kelemahan his sekunder (FK Unpad,
1984).
Inersia uteri primer adalah his lemah sejak awal persalinan sedangkan
inersia uteri sekunder his lemah timbul setelah sebelumnya mengalami his
yang kuat (FK Unpad, 1984).
b. Etiologi
Penyebab inertia uteri umumnya belum diketahui secara pasti. Beberapa
ada yang menyebutkan beberapa penyebab yang turut berperan yakni psikis
ibu dalam kondisi ketakutan, peregangan uterus yang berlebih umumnya
pada kondisi gemelli dan hydramnion, kesempitan panggul atau karena
bagian janin tidak merapat pada segmen bawah rahim dalam hal ini kelainan
letak atau CPD (cephalo-pelvic disproportion).
c. Diagnosis
Dalam membantu melihat kelainan his dapat didukung dengan
pemeriksaan CTG dan USG, pada inersia uteri hipotoni, his yang timbul
tetap dominan pada fundus, namun kontraksi yang terjadi biasanya lebih
singkat dari biasanyanya, keadaan umum pasien pada umumnya baik, rasa
nyeri yang timbul tidak terlalu sakit. Apabila ketuban masih utuh, keadaan
ini tidak berbahaya baik bagi ibu maupun bagi janin, kecuali apabila
persalinan berlangsung lama (Winkjosastro et al, 2006).
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 4
d. Penatalaksanaan
Lakukan pengawasan terhadap keadaan umum pasien, tekanan darah,
denyut jantung janin, dehidrasi serta tanda-tanda asidosis, diberikan diet cair
sebagai persiapan operasi, infus D5% atau NaCl dan apabila nyeri diberikan
pethidine 50 mg, serta dilakukan pemeriksaan dalam di analisa apakah ada
CPD menggunakan pelvimetri atau MRI (Winkjosastro dkk., 2006).
Apabila pasien inertia uteri dengan CPD maka dilakukan seksio sesaria,
apabila tidak ditemukan CPD maka perbaiki terlebih dahulu keadaan umum
pasien, apabila kepala atau bokong sudah masuk panggul maka pasien di
edukasi untuk aktivitas berjalan, lakukan pemecahan ketuban, berikan
oksitosin drip 5 IU per D5% dimulai 20 tetes permenit dan ditambah
kecepatan infus tiap ½ jam sampai dengan kecepatan maksimal 60 tetes
permenit. Pasien harus diawasi terus menerus mengenai kekuatan interval
his dan denyut jantung janin. Apabila his menjadi kuat kontraksi lebih lama
dari 2 menit dan bunyi jantung menjadi lebih buruk makan infus dihentikan.
Dan kalau frekuensi maupun sifatnya cukup baik maka infus dipertahankan
dengan kecepatan yang berlaku pada saat itu. Apabila oksitosin drip belum
ada hasilnya maka setelah istirahat beberapa waktu boleh dicoba sekali lagi.
Kalau belum berhasil juga maka dilakukan sectio sesaria (FK Unpad, 1984).
I.2 Inertia Uteri Hypertonis
a. Definisi
Merupakan keadaan dimana his terlampau kuat, kontraksi tidak
terkoordinasi, misalnya kontraksi segmen tengah lebih kuat dari segmen
atas. Inertia uteri ini sifatnya hypertonis, sering disebut inertia spastis.
Pasien biasanya mengalami kesakitan hebat. His yang terlalu kuat dan yang
terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu yang singkat.
Bahaya partus presipitatus (partus yang terlalu singkat kurang dari 3 jam)
bagi ibu ialah terjadinya perlukaan luas pada jalan lahir, khususnya serviks
uteri, vagina dan perineum, sedangkan bayi bisa mengalami perdarahan
dalam tengkorak karena bagian tersebut mengalami tekanan kuat dalam
waktu yang singkat.
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 5
d) Etiologi
Kelainan his pertama kali ditemukan pada primigravida, khususnya
primigravida tua. Sampai seberapa jauh faktor emosi mempengaruhi
kelainan his, belum ada persesuaian paham antara para ahli. Hipertonic
uterine contraction dan incoordinate uterine contraction sering terjadi
bersama-sama yang ditandai dengan peningkatan tekanan uterus, kontraksi
yang tidak sinkron dan peningkatan tonus otot di segmen bawah rahim serta
frekuensi kontraksi yang menjadi lebih sering. Hal ini pada umumnya
berhubungan dengan solutio plasenta, penggunaan oksitosin yang
berlebihan, disproporsi sefalopelvik dan malpresentasi janin (DeCherney,
2007).
e) Diagnosis
Diagnosis dapat didukung dengan pemeriksaan CTG dan USG.
f) Penatalaksanaan
Dalam menghadapi persalinan lama oleh sebab apapun, keadaan wanita
yang bersangkutan harus diawasi dengan seksama. Tekanan darah diukur
tiap empat jam, pemeriksaan ini perlu dilakukan lebih sering apabila ada
gejala preeklampsia. Denyut jantung janin dicatat dalam setengah jam dalam
kala I dan lebih sering kala II. Kemungkinan dehidrasi dan asidosis harus
mendapat perhatian sepenuhnya. Karena pada persalinan lama selalu ada
kemungkinan untuk melakukan tindakan pembedahan dengan narkosis,
hendaknya wanita jangan diberi makanan biasa melainkan dalam bentuk
cairan. Sebaiknya diberikan infus larutan glukosa 5% dan larutan NaCl
isotonik secara intravena berganti-ganti. Untuk mengurangi rasa nyeri dapat
diberi pethidin 50 mg yang dapat diulangi; pada permulaan kala I dapat
diberi 10 mg morfin. Pemeriksaan dalam perlu diadakan, akan tetapi harus
selalu disadari bahwa tiap pemeriksaan dalam mengandung bahaya infeksi.
Apabila persalinan berlangsung 24 jam tanpa kemajuan yang berarti, perlu
diadakan penilaian yang seksama tentang keadaan. Selain penilaian keadaan
umum, perlu ditetapkan apakah persalinan benar-benar sudah mulai atau
masih dalam tingkat false labour, apakah ada inersia uteri atau incoordinate
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 6
uterine action dan apakah tidak ada disproporsi sefalopelvik biarpun ringan.
Untuk menetapkan hal terakhir ini, jika perlu dilakukan pelvimetri
roentgenologik atau MRI (Magnetis Resonence Imaging). Apabila serviks
sudah terbuka sedikit-dikitnya 3 cm, dapat diambil kesimpulan bahwa
persalinan dapat dimulai.1 Dalam menentukan sikap lebih lanjut perlu
diketahui apakah ketuban sudah atau belum pecah. Apabila ketuban sudah
pecah, maka keputusan untuk menyelesaikan persalinan tidak boleh ditunda
terlalu lama berhubung dengan bahaya infeksi. Sebaiknya dalam 24 jam
setelah ketuban pecah sudah dapat diambil keputusan apakah perlu
dilakukan seksio sesaria dalam waktu singkat, atau persalinan dapat
dibiarkan berlangsung terus (Winkjosastro et al, 2006).
I.3 Partus Praecipitatus
Kadang kadang pada multipara dan jarang sekali pada primipara terjadi
persalinan yang terlalu cepat (partus praecipitatus) sebagai akibat his yang
kuat dan tahanan yang kurang dari jalan lahir. Partus praecipitatus ialah
persalinan yang terjadi kurang dari 3 jam.
Bahaya bagi anak meninggi karena oxygenisasi kurang, sebagai akibat
kontraksi rahim yang terlalu kuat, mungkin juga bayi mengalami trauma
karena lahir sebelum ada persiapan yang cukup, misalnya jatuh ke lantai
(FK Unpad, 1984).
Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena
biasanya bayi sudah lahir tanpa ada seorang yang menolong. Kalau seorang
wanita pernah mengalami partus presipitatus, kemungkinan besar kejadian
ini akan berulang pada persalinan berikutnya. Karena itu sebaiknya wanita
dirawat sebelum persalinan, sehingga pengawasan dapat dilakukan dengan
baik. Terapinya ialah berusaha mengurangkan his dengan sedativa. Pada
persalinan keadaan diawasi dengan cermat, dan episiotomi dilakukan pada
waktu yang tepat untuk menghindarkan terjadinya ruptura uteri. Dalam
keadaan demikian janin harus segera dilahirkan dengan cara yang
memberikan trauma sedikit-sedikitnya bagi ibu dan anak (Winkjosastro et
al, 2006)
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 7
I.4 Lingkaran Retaraksi dan Lingkaran Konstriksi (Lingkaran Bandl)
Terjadi ketika rahim berlebihan waktu persalinan misalnya karena rintangan
jalan lahir maka terjadilah lingkaran retraksi patologis, juga terkenal dengan
nama lingkaran bandl.
Adanya lingkaran bandl merupakan gejala ancaman robekan rahim.
Lingkaran bandl ini terjadi kalau ketuban sudah pecah, pembukaan sudah
lengkap dan bagian depan tidak dapat maju.
Jadi misalnya pada:
a) Kesempitan panggul
b) Hydrocephalus
c) Kelaianan presentasi atau posisi: letak lintang, letak dahi.
Batas antara bagian atas dan segmen bawah atau lingkaran retraksi menjadi
sangat jelas dan meninggi. Dalam keadaan demikian lingkaran dinamakan
lingkaran retraksi patologik atau lingkaran Bandl. Ligamentum rotundum
menjadi tegang secara lebih jelas teraba, penderita merasa nyeri terus menerus
dan menjadi gelisah. Akhirnya, apabila tidak diberi pertolongan, regangan
segmen bawah uterus melampaui kekuatan jaringan; terjadilah ruptura uteri
(Winkjosastro et al, 2006).
Terapi
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 8
Lingkaran bandl merupakan indikasi untuk segera menyelesaikan persalinan
sesuai keadaan dengan SC, perforasi atau dekapitasi. Kalau pasien harus
dibawa ke RS diberi dulu morphin 20 mg. Kalau anak dilahirkan pervaginam
maka perlu dilakukan eksplorasi cavum uteri (FK Unpad, 1984).
II. DYSTOCIA KARENA JALAN LAHIR (PASSAGE)
Distosia karena kelainan jalan lahir yang penting dalam obstetri bukan
panggul sempit secara anatomis, tetapi lebih penting lagi ialah sempit secara
fungsional artinya perbandingan antara kepala dan panggul. Dystocia karena
kelianan panggul adalah persalinan yang sulit yang disebabkan oleh adanya
kelainan dari bentuk panggul atau ukuran panggul. Bentuk panggul di bagi dalam
empat jenis, yaitu
a) Panggul Ginekoid
Pintu panggul yang bundar dengan diameter transversa yang sedikit lebih
panjang daripada diameter anteroposterior dan panggul tengah serta pintu
bawah panggul yang cukup luas. Dinding samping panggul lurus, spina tidak
menonjol, dan diameter transversa spina ischiadika 10 cm atau lebih.
b) Panggul Antropoid
Panggul jenis ini memiliki diameter anteroposterior yang lebih panjang
daripada diameter transversa dan dengan arkus pubis menyempit. Spina
ischiadika pada panggul jenis ini cenderung menonjol dan dinding samping
panggul cenderung berbentuk konvergen.
c) Panggul Android
Panggul android memiliki ciri pintu atas panggul berbentuk segitiga dengan
spina ischiadika menonjol kedalam dan arkus pubis menyempit. Dinding
samping biasanya konvergen, spina ischiadika menonjol, dan os sakrum tidak
melengkung tetapi lurus dan maju ke depan.
d) Panggul Platipelloid
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 9
Panggul dengan diameter anteroposterior yang lebih pendek daripada diameter
transversa pada pintu atas panggul dan dengan arkus pubis yang luas. Sudut
panggul anterior sangat lebar dan kelengkungan os sakrum biasanya cukup.
Dari keempat jenis panggul diatas panggul ginekoid merupakan jenis panggul
dengan prognosa persalinan paling baik, sedangkan ketiga jenis panggul lainnya
dapat menyebabkan terjadinya distosia persalinan.
Distosia karena kelainan ukuran panggul (disproporsi fetopelvik) dapat
disebabkan karena berkurangnya ukuran panggul, ukuran janin yang terlalu besar,
atau kombinasi diantara keduanya. Setiap penyempitan pada diameter panggul
baik pintu atas panggul, pintu tengah panggul, maupun pintu bawah panggul dapat
menyebabkan terjadinya distosia pada persalinan.
II.1 Penyempitan pintu atas panggul
Pintu masuk panggul dianggap menyempit apabila diameter
anteroposterior terpendeknya kurang dari 10 cm atau diameter transversa
terbesarnya kurang dari 12 cm.
II.2 Penyempitan pintu tengah panggul
Pintu tengah panggul dikatakan menyempit apabila jumlah diameter
intraspinarum ditambah diameter sagitalis posterior panggul tengah
kurang dari atau sama dengan 13,5 cm.
II.3 Penyempitan pintu bawah panggul
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 10
Pintu bawah panggul menyempit didefinisikan sebagai pemendekan
diamter intertuberosum hingga 8 cm atau kurang.
Diagnosis
Penegakan diagnosis pada distosia akibat adanya kelainan ukuran panggul
dapat ditegakkan dengan melakukan pengukuran pengukuran kapasitas panggul.
a) Pintu atas panggul
Dilakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan konjugata diagonalis yang
diukur dari tepi bawah simphisis phubis hingga ke promomtorium os sacrum.
Pintu atas panggul berukuran cukup apabila promontorium tidak menonjol dan
ukuran konjugata diagonalis lebih besar dari 11,5 cm.
b) Pintu tengah panggul
Dilakukan pemeriksaan dalam untuk mengetahui kapasitas pintu tengah
panggul, pintu tengah dikatakan tidak menyempit apabila spina ischiadika tidak
menonjol, dinding samping tidak teraba melengkung, dan kecekungan os
sacrum tidak dangkal.
c) Pintu bawah panggul
Dilakukan pengukuran diameter intertuberosum dengan meletakkan tangan
terkepal pada perineum diantara kedua tuberositas ischii. Ukuran normal
apabila lebih dari 8 cm.
Penatalaksanaan
Persalinan dengan distosia akibat adanya kelainan ukuran panggul atau
kelainan bentuk panggul sebaiknya dilakukan melalui perabdominam. Persalinan
pervaginam dapat dilakukan tetapi memiliki resiko kegagalan yang cukup besar
dan dapat menimbulkan terjadinya cedera pada kepala janin.
III. DYSTOCIA KARENA KELAINAN PRESENTASI, POSISI ATAU
KELAINAN JANIN (PASSAGER)
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 11
III.1 Posisi Oksipitalis Posterior Persisten (POPP)
a) Definisi
Secara normal pada presentasi belakang kepala, kepala yang pertama
sampai kedasar panggul adalah bagian oksiput, sehingga oksiput berputar
kedepan karena panggul luas didepan, pada POPP, oksiput ini tidak berputar
kedepan sehingga tetap dibelakang.
b) Etiologi
POPP ini dapat disebabkan karena beberapa hal, diantaranya bentuk
panggul antropoid, panggul android karena memiliki segmen depan yang
sempit, otot panggul yang sudah lembek biasanya hal ini terjadi pada
multipara, dan karena kepala janin yang kecil dan bulat.
c) Penatalaksanaan
Proses persalinan pada kasus POPP ini apabila dengan presentasi kepala
dan panggung longgar, maka dapat dilahirkan dengan spontan namun dengan
proses yang lama sehingga perlu adanya pengawasan ketat dengan harapan
janin dapat dilahirkan spontan pervaginam. Tindakan baru dilakukan apabila
kala II terlalu lama atau adanya tanda-tanda kegawatan pada janin. Pada
persalinan dapat terjadi robekan perineum yang teratur atau ekstensi dari
episiotomi karena mekanisme persalinan pervaginam pada POPP yaitu ketika
kepala sudah sampai pada dasar panggul, ubun-ubun besar dibawah symphisis
sebagai hipomoklion oksiput lahir melewati perineum, jalan lahir dengan
Sirkum Farensia Frontooksipitalis lebih besar dari Sirkum Suboksipito
Bregmatika sehingga kerusakan perineum atau vagina lebih luas. Sebelumnya
periksa ketuban pasien, apabila masih intake maka pecahkan terlebih dahulu
ketubannya, apabila penurunan kepala sudah lebih dari 3/5 diatas PAP atau
diatas 2 maka sebagiknya dilakukan seksio sesaria, apabila pembukaan serviks
belum lengkap dan tidak ada tanda obstruksi maka diberikan oksitosin drip,
bila pembukaan lengkap dan tidak ada kemajuan pada fase pengeluaran,
dipastikan kembali tidak adanya obstruksi kemudian apabila tidak ada tanda
obstruksi diberikan oksitosin drip, namun bila pembukaan lengkap dan kepala
masuk tidak kurang dari 1/5 PAP atau pada kala II bila kepala turun sampai
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 12
dengan Hodge III dan atau UUK lintang sudah dipimpin namun tak ada
kemajuan sehingga menyebabkan deep transvered arrest maka dilakukan
vacum ekstraksi atau forceps, namun apabila ada tanda obstruksi serta gawat
janin maka akhiri kehamilan dengan seksio sesaria.
Prognosis persalinan dengan POPP ini persalinan menjadi lebih lama dan
kerusakan jalan lahir lebih besar, selain itu kematian perinatal lebih besar pada
POPP dari pada presentasi kepala dengan UUK di bagian depan.
III.2 Presentasi Muka
a) Definisi
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 13
Pada presentasi muka, kedudukan kepala mengalami defleksi maksimal,
sehingga oksiput tertekan pada punggung dan muka merupakan bagian
terendah menghadap ke bawah. Presentasi muka dikatakan primer apabila
sudah terjadi sejak masa kehamilan sedangkan presentasi muka sekunder
apabila terjadi saat persalinan.
Pada presentasi muka, kepala berada dalam posisi hiperekstensi sehingga
oksiput menempel pada punggung bayi dan dagu (mentum) menjadi bagian
terbawah janin. Muka janin dapat tampil sebagai dahu anterior atau posterior,
relatif terhadap simfisis pubis. Pada janin aterm, kemajuan persalinan biasanya
terhalang oleh presentasi muka mentum posterior atau dagu belakang karena
dahi janin akan tertekan untuk membuka jalan lahir. Posisi ini menghambat
fleksi kepala janin yang diperlukan untuk membuka jalan lahir. Namun
berlawanan dengan hal ini, fleksi kepala dan partus pervaginam sering
dijumpai pada presentasi dagu depan, banyak presentasi dagu posterior yang
berubah spontan menjadi presentasi dagu depan bahkan pada akhir persalinan.
b) Etiologi
Presentasi muka umumnya terjadi karena keadaan-keadaan yang
memaksa terjadinya defleksi kepala atau karena keadaan yang menghalangi
terjadinya fleksi kepala. Oleh karena itu presentasi muka dapat ditemukan pada
kondisi panggul sempit atau janin besar. Pada multiparitas dan perut gantung
juga merupakan faktor yang memudahkan terjadinya presentasi muka. Selain
itu juga kondisi kelainan janin seperti anencephalus dan pada tumor leher dapat
mengakibatkan presentasi muka.
c) Diagnosis
Diagnosis presentasi muka tubuh janin berada dalam keadaan ekstensi
sehingga pada periksa luar didapatkan dada teraba seperti punggung, bagian
belakang kepala berlawanan dengan dada, bagian dada ada bagian kecil dan
DJJ terdengan lebih jelas. Sedangkan pada periksa dalam, teraba dagu, mulut,
hidung, tepi orbita, bila ada caput maka sulit dibedakan dengan bokong,
apabila ragu, maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan radiologis , rontgen atau
MRI.
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 14
d) Penatalaksaan
Proses persalinan presentasi muka kepala turun dengan sirkumfarensia
trakelo parietalis dengan dagu lintang atau miring, setelah muka sampai dasar
panggul terjadi putaran paksi dalam, dagu ke depan di bawah arkus pubis,
kemudian dengan submentum menjadi hipomoklion kepala lahir dengan fleksi
sampai dahi, UUB, belakang kepala lewati perineum, kemudian putaran paksi
luar dan badan lahir. Terkadang dagu tidak dapat diputar ke depan, posisi ini
merupakan mentoposterior persistens maka pada situasi ini dilakukan seksio
sesaria (Winkjosastro et al, 2006).
Pada kondisi dagu belakang prognosis persalinan kurang baik dan tidak
dapat pervaginam, kematian perinatal pada presentasi muka pencapai 2,5
hingga 5%. Apabila pada kondisi presentasi muka tidak disertai CPD dan
posisi dagu depan maka dilahirkan secara spontan. Dagu belakang memiliki
kesempatan berputar menjadi dagu depan bila kala II posisi mentoposterior
persistens, dagu diputar kedepan, bila berhasil maka lahirkan secara spontan
dan apabila gagal maka dilakukan seksio sesaria (Winkjosastro et al, 2006).
Presentasi muka dapat dicoba diubah menjadi prsentasi belakang kepala
dengan cara tangan dimasukkan ke vagina, tekan bagian muka dan dagu keatas,
apabila tidak berhasil lakukan dengan perasat THORN, bagian belakang kepala
dipegang dengan tangan yang masuk vagina kemudian tarik kebawah tangan
yang lain tekan dada dari luar. Hal ini dilakukan dengan syarat dagu belakang
dan kepala belum turun. Indikasi persalinan dengan seksio sesaria pada
presentasi muka yaitu posisi mentoposterior persistence dan panggul sempit
(Muchtar, 2002).
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 15
III.3 Presentasi Puncak Kepala
a) Definisi
Presentasi puncak kepala adalah keadaan dimana puncak kepala janin
merupakan bagian terendah, hal ini terjadi apabila derajat defleksinya ringan
atau kepala dengan defleksi/ekstensi minimal dengan sinsiput merupakan
bagian terendah. Presentasi puncak kepala adalah bagian terbawah janin yaitu
puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah, dan
UUB sudah berputar ke depan (Muchtar, 2002).
Pada umumnya presentasi puncak kepala merupakan kedudukan
sementara yang kemudian berubah menjadi presentasi belakang kepala.
Mekanisme persalinannya hampir sama dengan posisi oksipitalis posterior
persistens, sehingga keduanya sering kali dikacaukan satu dengan yang
lainnya. Perbedaannya pada presentasi puncak kepala tidak terjadi fleksi kepala
yang maksimal, sedangkan lingkaran kepala yang melalui jalan lahir adalah
sirkumferensia frontooksipitalis dengan titik perputaran.
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 16
b) Etiologi
Letak defleksi ringan dalam buku synopsis Obstetri Fisiologi dan
Patologi (2002) biasanya karena adanya kelainan panggul (panggul picak),
kepala bentuknya bundar, janin kecil atau mati, kerusakan dasar panggul atau
karena penyebab lain yaitu keadaan – keadaan yang memaksa terjadi defleksi
kepala atau keadaan yang menghalangi terjadinya fleksi kepala, hal ini sering
ditemukan pada janin besar atau panggul sempit, multiparitas, perut gantung,
anensefalus, tumor leher bagian depan (Muchtar, 2002).
c) Diagnosis
Untuk menentukan diagnosis presentasi puncak kepala, pada
pemeriksaan lokalis abdomen biasanya didapatkan pada bagian fundus uteri
teraba bokong dan diatas panggul teraba kepala, punggung terdapat pada satu
sisi, bagian-bagian kecil terdapat pada sisi yang berlawanan, oleh karena tidak
ada fleksi maupun ekstensi maka tidak teraba dengan jelas adanya tonjolan
kepala pada sisi yang satu maupun sisi lainnya. Pada auskultasi denut jantung
janin terdengar paling keras di kuadran bawah perut ibu, pada sisi yang sama
dengan punggung janin. Pemeriksaan dalam didapatkan sutura sagitalis
umumnya teraba pada diameter transversa panggul, kedua ubun-ubun sama-
sama dengan mudah diraba dan dikenali, keduanya sama tinggi dalam panggul.
Pemeriksaan radiologis akan membantu dan menegakkan diagnosis kedudukan
dan menilai panggul.
d) Penatalaksaan
Mekanisme persalinan pada presentasi puncak kepala, putaran paksi
dalam ubun-ubun besar (UUB) berputar ke simfisis, UUB lahir kemudian
dengan glabella sebagai hipomoglion, kepala fleksi sehingga lahirlah oksiput
melalui peineum. Lingkaran kepala yang melewati panggul adalah circum
fronto-occiput sebesar kurang lebih 34cm, oleh karena itu partus akan
berlangsung lebih lama dibandingkan dengan persalinan normal dimana
diameter yang melewati panggul adalah cirkum suboksipitobregmatikus
(32cm). Kepala masuk panggul paling sering pada diameter transversa PAP.
Kepala turun perlahan-lahan, dengan ubun-ubun kecil dan dahi sama tingginya
(tidak ada fleksi maupun ekstensi) dan dengan sutura sagitalis pada diameter
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 17
transversa panggul, sampai puncak kepala mencapai dasar panggul. Sampai di
sini ada beberapa kemungkinan penyelesaiannya, sering kali kepala
mengadakan fleksi, ubun-ubun kecil (UUK) berputar ke depan dan kelahiran
terjadi dengan kedudukan occipitoanterior, atau kepala mungkin tertahan pada
diameter transverse panggul, diperlukan pertolongan operatif untuk deep
transverse arrest, atau pada keadaan kepala mungkin berputar ke belakang
dengan atau tanpa fleksi, UUK menuju ke lengkung sacrum dan dahi ke pubis,
mekanisme pada kondisi ini adalah kedudukan UUK belakang menetap dan
kelahiran dapat spontan atau dengan seksio sesaria.
Presentasi puncak kepala dapat ditunggu hingga memungkinkan
kelahiran spontan, namun bila 1 jam dipimpin mengejan bayi tidak lahir dan
kepala bayi sudah didasar panggul maka dilakukan ekstraksi forceps, umunya
persalinan pada presentasi puncak kepala dilakukan episiotomi (Winkjosastro
et al, 2006).
Prognosis pada persalinan ini cukup baik baik bagi ibu maupun bagi
janin meskipun sedikit lebih lama dan lebih sukar daripada persalinan normal.
Umumnya terjadi fleksi dan melanjut ke persalinan normal (Winkjosastro et al,
2006).
III.4 Presentasi Dahi
a) Definisi
Presentasi dahi pada umumnya merupakan kedudukan sementara, posisi
ini dapat berubah menjadi presentasi belakang kepala atau presentasi muka,
kejaidan presentasi dahi ini 1:400 (Winkjosastro et al, 2006).
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 18
b) Etiologi
Etiologi atau penyebab terjadinya presentasi dahi adalah presentasi muka
(Winkjosastro et al, 2006).
c) Diagnosis
Diagnosis presentasi dahi berdasarkan pemeriksaan luar seperti pada
presentasi muka namun bagian belakang kepala tidak begitu menonjol, DJJ
akan jelas terdengar pada bagian dada. Pemeriksaan dalam akan teraba sutura
frontalis, ujung yang satu akan teraba UUB dan ujung yang lainnya akan teraba
pangkal hidung dan tepi orbita (Winkjosastro et al, 2006).
d) Penatalaksaan
Persalinan pada presentasi dahi, apabila terjadi defleksi lagi dan berubah
menjadi presentasi muka maka persalinan menjadi lama dan hanya 15% lewat
persalinan spontan. Kematian perinatal pada presentasi muka sebesar 20%.
Prognosis persalinan dengan presentasi dahi ditentukan oleh janinnya,
jika janin kecil maka persalinan mungkin terjadi spontan karena bisa jadi janin
berubah menjadi presentasi belakang kepala atau presentasi muka, namun jika
janin berat atau besarnya normal maka persalinan tidak dapat pervaginam
sehingga dilakukan seksio sesaria oleh karena sirkumfarensia maksilo parietalis
lebih besar dari lingkaran pintu atas panggul. Pada kala I persalinan dilakukan
prasat THORN, apabila gagal maka janin tetap dilahirkan perabdominam yaitu
seksio sesaria.
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 19
III.5 Letak Lintang
a) Definisi
Letak lintang adalah bila dalam kehamilan atau dalam persalinan sumbu
panjang janin melintang terhadap sumbu panjang ibu (termasuk di dalamnya
bila janin dalam posisi oblique). Letak lintang kasep adalah letak lintang
kepala janin tidak dapat didorong ke atas tanpa merobekkan uterus
(Winkjosastro et al, 2006). Letak lintang dapat dibagi menjadi 2 macam, yang
dibagi berdasarkan:
a. Letak kepala
1. Kepala anak bisa di sebelah kiri ibu
2. Kepala anak bisa di sebelah kanan ibu
b. Letak punggung
1. Jika punggung terletak di sebelah depan ibu, disebut dorso-anterior
2. Jika punggung terletak di sebelah belakang ibu, disebut dorso-posterior
3. Jika punggung terletak di sebelah atas ibu, disebut dorso-superior
4. Jika punggung terletak di sebelah bawah ibu, disebut dorso-inferior
b) Etiologi
Penyebab dari letak lintang sering merupakan kombinasi dari berbagai faktor,
sering pula penyebabnya tetap merupakan suatu misteri. Faktor –faktor tersebut
adalah :
1) Fiksasi kepala tidak ada karena panggul sempit, hidrosefalus, anesefalus,
plasenta previa, dan tumor pelvis
2) Janin sudah bergerak pada hidramnion, multiparitas, atau sudah mati.
3) Gemeli
4) Pelvic kidney dan rectum penuh
5) Multiparitas disertai dinding uterus dan perut yang lembek
c) Diagnosis
1) Inspeksi
Perut membuncit ke samping
2) Palpasi
Fundus uteri lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 20
Fundus uteri kosong dan bagian bawah kosong, kecuali kalau bahu sudah
masuk ke dalam pintu atas panggul
Kepala (ballotement) teraba di kanan atau di kiri
3) Auskultasi
Denyut jantung janin setinggi pusat kanan atau kiri.
4) Pemeriksaan dalam (vaginal toucher)
Teraba tulang iga, skapula, dan kalau tangan menumbung teraba tangan.
Untuk menentukan tangan kanan atau kiri lakukan dengan cara bersalaman.
Teraba bahu dan ketiak yang bisa menutup ke kanan atau ke kiri. Bila
kepala terletak di kiri, ketiak menutup ke kiri.
Letak punggung ditentukan dengan adanya skapula, letak dada dengan
klavikula. Pemeriksaan dalam agak sukar dilakukan bila pembukaan kecil
dan ketuban intak, namun pada letak lintang biasanya ketuban cepat pecah.
d) Penatalaksanaan
Pada permulaan persalinan dalam letak lintang, pintu atas panggung tidak
tertutup oleh bagian bawah anak seperti pada letak memanjang. Oleh karena itu
seringkali ketuban sudah lebih dulu pecah sebelum pembukaan lengkap atau
hampir lengkap. Setelah ketuban pecah, maka tidak ada lagi tekanan pada
bagian bawah, sehingga persalinan berlangsung lebih lama. His berperan dalam
meluaskan pembukaan, selain itu dengan kontraksi yang semakin kuat, maka
anak makin terdorong ke bawah. Akibatnya tubuh anak menjadi membengkok
sedikit, terutama pada bagian yang mudah membengkok, yaitu di daerah tulang
leher. Ini pun disebabkan karena biasnaya ketuban sudah lekas pecah dan
karena tak ada lagi air ketuban, maka dinding uterus lebih menekan anak di
dalam rahim. Dengan demikian bagian anak yang lebih rendah akan masuk
lebih dulu ke dalam pintu atas panggul, yaitu bahu anak. Karena pada letak
lintang pintu atas panggul tidak begitu tertutup, maka tali pusat seringkali
menumbung, dan ini akan memperburuk keadaan janin.
Bila pembukaan telah lengkap, ini pada awalnya tidak begitu jelas
tampaknya. Karena tidak ada tekanan dari atas oleh bagian anak pada lingkaran
pembukaan, makan lingkaran ini tidak dapat lenyap sama sekali, senantiasa
masih berasa pinggirnya seperti suatu corong yang lembut. Penting untuk
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 21
diketahui, bahwa tidak ada pembukaan yang benar-benar lengkap pada letak
lintang seperti halnya pembukaan lengkap pada letak memanjang.
Tandanya pembukaan itu sudah lengkap adalah lingkaran pembukaan itu
mudah dilalui oleh kepalan tangan pemeriksa, sedangkan pada pembukaan
yang belum lengkap, kepalan tangan pemeriksa sukar untuk memasuki
lingkaran tersebut. Lain halnya dengan letak memanjang, pada letak lintang
setelah pembukaan lengkap, karena his dan tenaga mengejan, badan anak tidak
dapat dikeluarkan dari rongga rahim, akan tetapi sebagian besar masih di dalam
uterus, meskipun tubuh anak menjadi semakin membengkok.. Jika ini terjadi
terus menerus, maka akan terjadi suatu letak lintang kasep, dimana tubuh anak
tidak dapat lagi didorong ke atas. Letak lintang kasep terjadi bukanlah karena
lamanya persalinan, namun faktor yang penting ialah karena faktor kuatnya his.
Pada letak lintang kasep, biasanya anak telah mati, yang disebabkan karena
kompresi pada tali pusat, perdarahan pada plasenta, ataupun cedera organ
dalam karena tubuh anak terkompresi dan membengkok.
III.6 Letak Sungsang
a) Definisi
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri.
Tipe letak sungsang yaitu: Frank breech (50-70%) yaitu kedua tungkai fleksi ;
Complete breech (5-10%) yaitu tungkai atas lurus keatas, tungkai bawah
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 22
ekstensi ; Footling (10-30%) yaitu satu atau kedua tungkai atas ekstensi,
presentasi kaki.
b) Etiologi
Faktor predisposisi dari letak sungsang adalah prematuritas, abnormalitas
uterus (malformasi, fibroid), abnormalitas janin (malformasi CNS, massa pada
leher, aneploid), overdistensi uterus (kehamilan ganda, polihidramnion),
multipara dengan berkurangnya kekuatan otot uterus, dan obstruksi pelvis
(plasenta previa, myoma, tumor pelvis lain). Dengan pemeriksaan USG,
prevalensi letak sungsang tinggi pada implantasi plasenta pada cornu-fundal.
Lebih dari 50 % kasus tidak ditemukan faktor yang menyebabkan terjadinya
letak sungsang.
c) Diagnosis
Diagnosis letak bokong dapat ditentukan dengan persepsi gerakan janin
oleh ibu, pemeriksaan Leopold, auskultasi denyut jantung janin di atas
umbilikus, pemeriksaan dalam, USG dan Foto sinar-X.
d) Penatalaksanaan
Untuk memilih jenis persalinan pada letak sungsang Zatuchni dan
Andros telah membuat suatu indeks prognosis untuk menilai apakah persalinan
dapat dilahirkan pervaginam atau perabdominan. Jika nilai kurang atau sama
dengan 3 dilakukan persalinan perabdominan, jika nilai 4 dilakukan evaluasi
kembali secara cermat, khususnya berat badan janin; bila nilai tetap dapat
dilahirkan pervaginam, jika nilai lebih dari 5 dilahirkan pervaginam
(Setjalilakusuma, 2000). ALARM memberikan kriteria seleksi untuk partus
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 23
pervaginam yaitu jenis letak sungsang adalah frank atau bokong komplit,
kepala fetus tidak hiperekstensi dan taksiran berat janin 2500-3600 gram serta
tindakan augmentasi dan induksi persalinan diperbolehkan pada janin letak
sungsang (Wiknjosastro, 2005).
Zatuchni dan Andros telah membuat suatu indeks prognosis untuk
menilai lebih tepat apakah persalinan dapat dilahirkan pervaginam atau
perabdominan, sebagai berikut:
0 1 2
Paritas Primigravida Multigravida
Umur Kehamilan >39 minggu 38 minggu < 37 minggu
Taksiran berat janin >3630 gr3629 gr -3176
gr< 3176 gr
Pernah letak sungsang Tidak 1x >2x
Pembukaan serviks <2 cm 3 cm >4cm
Station <3 <21 atau lebih
rendah
Arti nilai :
< 3 : persalinan perabdomen
4 : evaluasi kembali secara cermat, khususnya berat badan janin bila
nilainya tetap maka dapat dilahirkan pervaginam
> 5 : dilahirkan pervaginam
Prosedur persalinan sungsang secara spontan :
a. Tahap lambat: mulai lahirnya bokong sampai pusar merupakan fase yang
tidak berbahaya.
b. Tahap cepat: dari lahirnya pusar sampai mulut, pada fase ini kepala janin
masuk PAP, sehingga kemungkinan tali pusat terjepit.
c. Tahap lama: lahirnya mulut sampai seluruh bagian kepala, kepala keluar dari
ruangan yang bertekanan tinggi (uterus) ke dunia luar yang
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 24
tekanannya lebih rendah sehingga kepala harus dilahirkan
perlahan-lahan untuk menghindari pendarahan intrakranial
(adanya tentorium cerebellum).
Teknik persalinan
a. Persiapan ibu, janin, penolong dan alat yaitu cunam piper.
b. Ibu tidur dalam posisi litotomi, penolong berdiri di depan vulva saat bokong
mulai membuka vulva, disuntikkan 2-5 unit oksitosin intramuskulus.
Dilakukan episiotomi.
c. Segera setelah bokong lahir, bokong dicengkram dengan cara Bracht, yaitu
kedua ibu jari penolong sejajar sumbu panjang paha, sedangkan jari-jari
lain memegang panggul. Saat tali pusat lahir dan tampak teregang, tali pusat
dikendorkan terlebih dahulu.
d. Penolong melakukan hiperlordosis badan janin untuk menutupi gerakan rotasi
anterior, yaitu punggung janin didekatkan ke perut ibu, gerakan ini
disesuaikan dengan gaya berat badan janin. Bersamaan dengan hiperlordosis,
seorang asisten melakukan ekspresi kristeller. Maksudnya agar tenaga
mengejan lebih kuat sehingga fase cepat dapat diselesaikan. Menjaga kepala
janin tetap dalam posisi fleksi, dan menghindari ruang kosong antara fundus
uterus dan kepala janin, sehingga tidak teradi lengan menjungkit.
e. Dengan gerakan hiperlordosis, berturut-turut lahir pusar, perut, bahu, lengan,
dagu, mulut dan akhirnya seluruh kepala.
f. Janin yang baru lahir diletakkan diperut ibu.
Prosedur manual aid ( partial breech extraction ) :
Indikasi : jika persalinan secara bracht mengalami kegagalan misalnya terjadi
kemacetan saat melahirkan bahu atau kepala.
Tahapan :
a. Lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan tenaga ibu sendiri.
b. Lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong dengan cara klasik
(Deventer), Mueller, Louvset, Bickenbach.
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 25
c. Lahirnya kepala dengan cara Mauriceau (Veit Smellie), Wajouk, Wid and
Martin Winctel, Prague Terbalik, Cunan Piper.
Cara klasik :
a. Prinsip-prinsip melahirkan lengan belakang lebih dahulu karena lengan
belakang berada di ruangan yang lebih besar (sacrum), baru kemudian
melahirkan lengan depan di bawah simpisis tetapi jika lengan depan sulit
dilahirkan maka lengan depan diputar menjadi lengan belakang, yaitu dengan
memutar gelang bahu ke arah belakang dan kemudian lengan belakang
dilahirkan.
b. Kedua kaki janin dilahirkan dan tangan kanan menolong pada pergelangan
kakinya dan dielevasi ke atau sejauh mungkin sehingga perut janin mendekati
perut ibu.
c. Bersamaan dengan itu tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam jalan lahir
dan dengan jari tengah dan telunjuk menelusuri bahu janin sampai fossa
cubiti kemudian lengan bawah dilahirkan dengan gerakan seolah-olah lengan
bawah mengusap muka janin.
d. Untuk melahirkan lengan depan, pegangan pada pergelangan kaki janin
diganti dengan tangan kanan penolong dan ditarik curam ke bawah sehingga
punggung janin mendekati punggung ibu.
e. Dengan cara yang sama lengan depan dilahirkan.
f. Jika lengan depan sukar dilahirkan, maka harus diputar menjadi lengan
belakang. Gelang bahu dan lengan yang sudah lahir dicengkram dengan
kedua tangan penolong sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari tangan
penolong terletak di punggung dan sejajar dengan sumbu badan janin sedang
jari-jari lain mencengkram dada. Putaran diarahkan ke perut dan dada janin
sehingga lengan depan terletak di belakang kemudian lengan dilahirkan
dengan cara yang sama.
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 26
Cara Mueller
a. Prinsipnya : melahirkan bahu dan lengan depan lebih dahulu dengan
ekstraksi, baru kemudian melahirkan bahu dan lengan belakang.
b. Bokong janin dipegang secara femuro-pelviks, yaitu kedua ibu jari penolong
diletakkan sejajar spina sacralis media dan jari telunjuk pada crista illiaca dan
jari-jari lain mencengkram paha bagian depan. Badan janin ditarik curam ke
bawah sejauh mungkin sampai bahu depan tampak dibawah simpisis, dan
lengan depan dilahirkan dengan mengait lengan di bawahnya.
c. Setelah bahu depan dan lengan depan lahir, maka badan janin yang masih
dipegang secara femuro-pelviks ditarik ke atas sampai bahu ke belakang lahir.
Bila bahu belakang tak lahir dengan sendirinya, maka lengan belakang
dilahirkan dengan mengait lengan bawah dengan kedua jari penolong.
Cara louvset :
a. Prinsipnya : memutar badan janin dalam setengah lingkaran bolak-balik
sambil dilakukan traksi awam ke bawah sehingga bahu yang sebelumnya
berada dibelakang akhirnya lahir dibawah simpisis.
b. Badan janin dipegang secara femuro-pelviks dan sambil dilakukan traksi
curam ke bawah, badan janin diputar setengah lingkaran, sehingga bahu
belakang menjadi bahu depan. Kemudian sambil dilakukan traksi, badan janin
diputar lagi ke arah yang berlawanan setengah lingkaran. Demikian
seterusnya bolak-balik sehingga bahu belakang tampak di bawah simpisis dan
lengan dapat dilahirkan.
Cara Mauriceau (Veit-Smellie) :
a. Tangan penolong yang sesuai dengan muka janin dimasukkan ke dalam jalan
lahir. Jari tengah dimasukkan ke dalam mulut dan jari telunjuk dan jari ke 4
mencengkram fossa kanina, sedangkan jari lain mencengkeram leher. Badan
anak diletakkan di atas lengan bawah penolong, seolah-olah janin
menunggang kuda. Jari telunjuk dan jari ke 3 penolong yang lain
mencengkeram leher janin dari arah punggung.
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 27
b. Kedua tangan penolong menarik kepala janin curam ke bawah sambil seorang
asisten melakukan ekspresi kristeller. Tenaga tarikan terutama dilakukan oleh
tangan penolong yang mencengkeram leher janin dari arah punggung. Jika
suboksiput tampak di bawah simpisis, kepala janin diekspasi ke atas dengan
suboksiput sebagai hipomoklion sehingga berturut-turut lahir dagu, mulut,
hidung, mata, dahi, ubun-ubun besar dan akhirnya lahir seluruh kepala janin.
Cara cunam piper :
Pemasangan cunam pada after coming head tekniknya sama dengan
pemasangan lengan pada letak belakang kepala. Hanya pada kasus ini, cunam
dimasukkan pada arah bawah, yaitu sejajar pelipatan paha belakang. Hanya pada
kasus ini cunam dimasukkan dari arah bawah, yaitu sejajar pelipatan paha
belakang. Setelah suboksiput tampak dibawah simpisis, maka cunam dielevasi
ke atas dan dengan suboksiput sebagai hipomoklion berturut-turut lahir dagu,
mulut, muka, dahi dan akhirnya seluruh kepala lahir.
III.7 Kehamilan Multipel
a) Definisi
Kehamilan kembar atau kehamilan multipel ialah suatu kehamilan
dengan dua janin atau lebih. Kehamilan multipel dapat berupa kehamilan
ganda atau gemelli (2 janin), triplet ( 3 janin ), kuadruplet ( 4 janin ), Quintiplet
( 5 janin ) dan seterusnya.
b) Etiologi
Terjadinya kehamilan kembar atau multipel umumnya disebabkan oleh
adanya pembuahan satu atau lebih ovum yang berbeda. Pada kehamilan ganda
sepertiganya berasal dari satu ovum yang mengalami pembuahan kemudian
membelah menjadi dua struktur yang serupa. Faktor-faktor lain yang
mempengaruhi terjadinya kehamilan multipel antara lain.
1) Ras
Kehamilan multipel terjadi pada 1 dari 100 kehamilan pada orang kulit putih
dan 1 dari 80 kehamilan pada orang kulit hitam.
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 28
2) Hereditas
Memiliki riwayat keturunan dari ibu lebih banyak mempengaruhi dibanding
riwayat keturunan dari ayah.
3) Usia ibu dan paritas
Kehamilan multijanin umunya terjadi pada ibu dengan usia mulai dari
pubertas hingga usia 37 tahun karena adanya aktivitas ovulasi ganda yang
cukup tinggi pada usia reproduksi aktif yang dipengaruhi oleh peningkatan
kadar hormon FSH. Kehamilan multipel lebih sering terjadi pada ibu
nullipara dibandingkan dengan ibu yang sudah pernah melahirkan
sebelumnya.
4) Faktor Gizi
Kehamilan kembar 20 sampai 30 persen lebih sering terjadi pada ibu yang
memiliki ukuran lebih tinggi dan lebih berat dibandingkan dengan ibu yang
memiliki ukuran tubuh yang lebih pendek dan kecil. Selain itu tingginya
asupan gizi sebelum kehamilan dan suplementasi asam folat perikonsepsi
dapat meningkatkan terjadinya kehamilan kembar.
5) Terapi Kesuburan
Induksi ovulasi dengan menggunakan obat-obatan hormonal gonadotropin
dapat meningkatkan terjadinya kehamilan multipel karena adanya
peningkatan secara mendadak hormon gonadotropin dapat memicu adanya
ovulasi ganda.
c) Diagnosis
Penegakan diagnosa pada kehamilan kembar dapat ditegakkan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
1) Anamnesis
Anamnesis yang dibutuhkan dalam menegakkan diagnosis kehamilan
kembar adalah riwayat adanya kehamilan kembar sebelumnya atau
keturunan kembar dalam keluarga, telah mendapat pengobatan infertilitas,
adanya uterus yang cepat membesar dari amenorea, gerakan janin yang
terlalu sering dan adanya penambahan berat badan ibu menyolok yang tidak
disebabkan obesitas atau edema.
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 29
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan palpasi abdomen didapatkan adanya dua kepala janin yang
berada di kuadram uterus yang berbeda, banyak didapatkan bagian bagian
kecil janin, teraba dua atau lebih bagian besar, dan teraba dua ballotemen.
Tinggi fundus uteri lebih besar dari kehamilan pada umumnya. Denyut
jantung janin yang terdengar lebih dari satu di tempat yang berbeda dengan
perbedaan 10 atau lebih.
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan USG dapat menunjukkan adanya 2 bayangan janin atau lebih
dengan 1 atau lebih kantong amnion. Diagnosis menggunakan USG yang
dilakukan pada trimester pertama masih sulit untuk mendiagnosis jumlah
janin pada uterus, jumlah kantong gestasional yang terlihat, dan posisi dari
janin di dalam uterus.
d) Penatalaksanaan
Penyulit dalam persalinan pada kehamilan kembar diantaranya persalinan
preterm, disfungsi uterus, kelainan presentasi, prolaps tali pusat, dan
perdarahan post partum. Sepanjang persalinan pasien harus sudah diberikan
infus dengan cairan RL, penyediaan transfusi darah, ampisilin 2 gram untuk
pencegahan infeksi, dan disiapkannya alat USG untuk mengevaluasi setelah
janin pertama lahir. Sebagian besar janin kembar dalam presentasi kepala-
kepala, kepala-bokong, bokong-bokong, kepala-melintang, dan lain-lain.
Presentasi kepala-kepala merupakan presentasi paling stabil selama persalinan
dan memungkinkan untuk terjadinya persalinan pervaginam. Apabila
presentasi janin pertama bokong , dapat menyebabkan terjadinya penyulit
dalam persalinan apabila janin terlalu besar, janin terlalu kecil, adanya
prolapsus tali pusat. Apabila ditemui keadaan seperti ini sebaiknya dilakukan
persalinan per abdominam.
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 30
III.8 Hidrosefalus
a) Definisi
Hidrosefalus adalah suatu kondisi dimana terjadi penumpukan cairan
serebrospinal yang berlebihan di ventrikel dan mengakibatkan terjadinya
pembesaran dari kranium. Volume cairan biasanya 500 – 1500 ml namun bisa
juga mencapai 5000 ml. Lingkar kepala bayi aterm normal berkisar antara 32
hingga 38 cm, namun pada hidrosefalus dapat mencapai 50 cm. Pada presentasi
apapun umumnya hidrosefalus dapat mengakibatkan terjadinya cephalo pelvic
disproportion yang berat.
b) Etiologi
Hidrosefalus sebagian besar disebabkan oleh tidak lancarnya aliran
serebrospinalis atau berlebihannya produksi cairan serebrospinal pada janin.
c) Diagnosis
Hidrosefalus pada janin dapat didiagnosis melalui.
1) Pada letak kepala dapat ditemukan kepala lebih besar dari biasanya
sehingga menonjol diatas simphisis.
2) Djj terletak lebih tinggi dari biasanya.
3) Pada pemeriksaan VT dapat diraba adanya sutura dan ubun-ubun yang
melebar tegang dan tulang kepala tipis.
4) Pada pemeriksaan USG didapatkan adanya BPD lebih besar dari usia
kehamilannya.
d) Penatalaksanaan
Persalinan pada janin dengan hidrosefalus upaya yang pertama kali
dilakukan adalah pengecilan ukuran kepala bayi dengan menggunakan
sefalosintesis sehingga bayi dapat dilahirkan pervaginam atau perabdominam.
Namun, sefalosintesis dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan intrakranial
pada janin sehingga sebaiknya teknik ini digunakan pada janin dengan kelainan
yang sudah cukup parah. Pada kehamilan dengan janin hidrosefalus sebaiknya
dilakukan pelahiran secara perabdominam.
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 31
III.9 Makrosomia (Distosia Bahu)
a) Definisi
Makrosomia dimana janin diperkirakan memiliki berat > 4000 gram.
Faktor resiko terjadinya makrosomia yaitu riwayat melahirkan bayi besar
sebelumnya, obesitas pada ibu, multiparitas, kehamilan postterm, dan ibu
dengan diabetes mellitus. Makrosomia dapat menyebabkan terjadinya penyulit
pada persalinan diantaranya distosia bahu dan chepalo pelvic disproportion
(CPD).
Distosia bahu adalah suatu keadaan dimana diperlukannya tambahan
manuver obstetrik oleh karena terjadi impaksi bahu depan diatas simphisis
sehingga dengan tarikan ke arah belakang pada kepala bayi tidak bisa untuk
melahirkan bayi (Prawirohardjo, 2009).
b) Etiologi
Penyebab terjadinya distosia bahu antara lain :
1) Makrosomia ( bayi yang dikandung oleh seorang ibu dengan diabetes
mellitus, obesitas, dan kehamilan postterm).
2) Kelainan bentuk panggul.
3) Kegagalan bahu untuk melipat kedalam panggul.
c) Diagnosis
Penegakan diagnosis pada kondisi terjadinya persalinan dengan distosia
bahu antara lain (Prawirohardjo, 2009) :
1) Kepala janin telah lahir namun masih menekan vulva dengan kencang.
2) Dagu tertarik dan menekan perineum.
3) Turtle sign: suatu keadaan dimana kepala sudah dilahirkan gagal melakukan
putaran paksi luar dan tertahan akibat adanya tarikan yang terjadi antara
bahu posterior dengan kepala.
4) Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu.
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 32
d) Penatalaksanaan
Penanganan persalinan dengan distosia bahu dikenal dengan “ALARM“
(Ask for help, Lift the legs and buttocks, Anterior shoulder disimpaction,
Rotation of posterior shoulder, Manual remover posterior arm).
1) Ask for help
Meminta bantuan asisten untuk melakukan pertolongan persalinan.
2) Lift the legs and buttocks
Melakukan manuver McRoberts yang dimulai dengan memposisikan ibu
dalam posisi McRoberts yaitu ibu terlentang, memfleksikan kedua paha
sehingga posisi lutut menjadi sedekat mungkin dengan dada, dan
merotasikan kedua kaki ke arah luar. Manuver ini dapat menyebabkan
terjadinya pelurusan relatif dari sakrum terhadap vertebra lumbal disertai
dengan rotasi simphisis phubis ke arah kepala ibu serta pengurangan sudut
kemiringan panggul. Mintalah asisten untuk melakukan penekanan
suprasimphisis ke arah posterior menggunakan pangkal tangan (Manuver
Massanti). Penekanan ini bertujuan untuk menekan bahu anterior agar mau
masuk ke simphisis. Sementara itu lakukanlah tarikan pada kepala janin ke
arah posterokaudal (Cunningham, 2005).
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 33
3) Anterior shoulder disimpaction
Melakukan disimpaksi bahu depan dengan menggunakan dua cara yaitu
eksternal dan internal. Disimpaksi bahu depan secara eksternal dapat
dilakukan dengan menggunakan manuver massanti, sedangkan disimpaksi
bahu depan secara internal dapat dilakukan dengan menggunakan manuver
rubin. Manuver Rubin dilakukan dengan cara (masih dalam manuver
McRoberts) masukkan tangan pada bagian posterior vagina, tekanlah daerah
ketiak bayi sehingga bahu berputar menjadi posisi obliq atau transversa dan
dengan bantuan penekanan simphisis maka akan membuat bahu bayi
semakin abduksi sehingga diameternya mengecil (Prawirohardjo, 2009).
4) Rotation of posterior shoulder
Melakukan rotasi bahu belakang dengan manuver Woods. Manuver ini
dilakukan dengan cara memasukkan tangan penolong sesuai dengan
punggung bayi (jika punggung kanan gunakan tangan kanan, dan
sebaliknya) ke vagina dan diletakkan di belakang bahu janin. Bahu
kemudian diputar 180 derajat ke anterior dengan gerakan seperti membuka
tutup botol.
5) Manual remover posterior arm
Pelahiran bahu belakang secara manual dapat dilakukan dengan
menggunakan manuver Shwartz. Manuver ini dilakukan dengan cara
memasukkan tangan ke vagina sepanjang humerus posterior janin yang
dipisahkan ketika lengan disapukan ke arah dada, namun tetap terfleksi pada
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 34
siku. Tangan janin digenggam dan ditarik sepanjang sisi wajah dan
kemudian lengan belakang dilahirkan dari vagina.
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 35
III. KESIMPULAN
1. Distosia merupakan persalinan yang sulit, tidak ada kemajuan dalam persalinan atau
merupakan persalinan yang membawa satu akibat buruk bagi janin maupun ibu.
2. Distosia terjadi karena beberapa faktor, yaitu :
a. Kelainan Power
b. Kelainan Passage
c. Kelainan Passanger
3. Penanganan distosia tergantung dari jenis distosianya, dapat dilakukan manuver
obsteterik tambahan agar dapat dilahirkan secara pervaginam atau melakukan
persalinan perabdominam.
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 36
DAFTAR PUSTAKA
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. 1984. Obstetri patologi. Bandung: Elstar Offset, hlm. 154-217.
Moeloek FA, Nuranna L, Wibowo N, Purbadi S. 2006. Standar pelayanan medik obstetri dan ginekkologi. Jakarta: POGI, hlm. 19-20.
Muchtar R. 2002. Bentuk dan kelainan panggul dalam sinopsis obstetri. Jakarta: EGC, hlm. 315-30.
Setjalilakusuma L. 2000. Induksi persalinan dalam ilmu bedah kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Winkjosastro GH, Hanifa. 2006. Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Winkjosastro GH, Rachimhadhi T. 2010. Ilmu kebidanan, edisi ke-4. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, hlm. 599-605.
Referat “Dystocia” SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Page 37