dwidjono hadi darwanto

39
Dwidjono Hadi Darwanto Jurusan Sosial Ekonomi / Jurusan Sosial Ekonomi / Agribisnis Agribisnis Fakultas Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Universitas Gadjah Mada Mada Yogyakart Yogyakart a a 20 20 11 11

Upload: zelig

Post on 29-Jan-2016

86 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Perencanaan Pengembangan Wilayah. (Penilaian Ekonomi Wilayah). Dwidjono Hadi Darwanto. Jurusan Sosial Ekonomi / Agribisnis. Fakultas Pertanian – Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 20 11. I. PENDAHULUAN. 1. Pengertian tentang ” Perencanaan ”?. - PowerPoint PPT Presentation

TRANSCRIPT

Page 1: Dwidjono Hadi Darwanto

Dwidjono Hadi Darwanto

Jurusan Sosial Ekonomi / Jurusan Sosial Ekonomi / AgribisnisAgribisnisFakultas PertanianFakultas Pertanian – – Universitas Gadjah Universitas Gadjah

MadaMadaYogyakartYogyakartaa

20201111

Page 2: Dwidjono Hadi Darwanto

Perencanaan adalah rangkaian tindakan sistematis yang didasarkan pada kerangka pemikiran tertentu dengan mempertimbangkan perkembangan kondisi hingga saat ini untuk mencapai tujuan atau penyelesaian persoalan-persoalan di masa datang

Menurut Friedman:"Perencanaan adalah suatu cara berpikir mengenai

persoalan- persoalan sosial dan ekonomi, terutama berorientasi pada masa mendatang, sangat berhubungan antara tujuan dan keputusan- keputusan kolektif, dan mengusahakan kebijakan dan program yang menyeluruh”.

1. Pengertian tentang ”Perencanaan”?

I. PENDAHULUAN

Page 3: Dwidjono Hadi Darwanto

Tahapan dalam Perencanaan:

- perumusan tujuan-tujuan umum dan khusus

- identifikasi masalah & kendala

- proyeksi mengenai keadaan di masa mendatang

- pencarian dan penilaian berbagai kemungkinan kegiatan alternatif

- penyusunan suatu rencana yang sesuai

- perumusan kebijaksanaan atau strategi

- penyusunan program dan pelaksanaannya

Page 4: Dwidjono Hadi Darwanto

2. Mengapa Perlu Perencanaan ?

- Pertambahan penduduk yang pesat dan distribusi yang tidak merata antar daerah

- Kemajuan teknologi yang semakin cepat- Pertumbuhan ekonomi yang tidak merata sehingga terjadi

ketimpangan pendapatan per kapita antar daerah- Pertumbuhan antar sektor ekonomi yang tidak seimbang

Perlunya perencanaan wilayah a. Perencanaan nasional yang menyeluruh mencakup

pengalokasian sumberdaya antar wilayah yang disusun berdasarkan informasi wilayah kemudian dirumuskan dalam program dan kebijakan nasionalb. Perencanaan wilayah meliputi perihal yang bersifat fungsional

- pertumbuhan kota yang tidak terkendali dan kemacetan lalu-lintas

- perkembangan industri dan hilangnya fungsi-fungsi pertanian

- masalah ekonomi pedesaan yang mengalami kemunduran - pertumbuhan ekonomi yang tidak merata - pengangguran dan kemiskinan yang semakin meningkat - pengembangan sektor yang tidak seimbang

Page 5: Dwidjono Hadi Darwanto

3. Tipe Perencanaan

A. Perencanaan Fisik dan Ekonomi

1. Perencanaan Fisik (physical planning) adalah perencanaan struktur fisik suatu daerah (area) yang meliputi: tataguna tanah, utilitas, komunikasi, dan sebagainya, serta berasal dari penataan dan/atau pengendalian pengembangan wilayah

2. Perencanaan Ekonomi (economic planning) lebih berkenaan dengan struktur ekonomi suatu daerah dan tingkat kemakmurannya secara keseluruhan. Perencanaan ekonomi lebih bertumpu pada mekanis-me pasar kebijakan pengendalian yang bersifat langsung

Perencanaan wilayah biasanya mencakup perencanaan fisik dan ekonomi:

Page 6: Dwidjono Hadi Darwanto

B. Perencanaan alokatif dan inovatif 1. Perencanaan Alokatif (Allocative Planning) berkenaan

dengan koordinasi, penyelarasan hal-hal yang bertentangan agar sistem yang bersangkutan dapat berjalan secara efisien sepanjang waktu sesuai dengan kebijaksanaan yang ditempuh. Sering juga dinamakan perencanaan yang bersifat mengatur (regulatory planning).

2. Perencanaan Inovatif (Innovative Planning) berkenaan dengan perbaikan/pengembangan system yang bersangkutan sebagai keseluruhan dengan menunjukkan sasaran-sasaran baru dan berusaha menimbulkan perubahan-perubahan besar. Sering disebut juga perencanaan pembangunan (development planning).

Page 7: Dwidjono Hadi Darwanto

C. Perencanaan Bertujuan Tunggal & Jamak

1. Perencanaan wilayah selalu bertujuan jamak tetapi metode imple-mentasinya dapat berbeda

2. Perencanaan dapat mempunyai tujuan dan sasaran tunggal tetapi tujuan tunggal tersebut dapat memberikan dampak ganda (multiplier effects)

D. Perencanaan Indikatif dan Imperatif

1. Perencanaan indikatif hanya mengemukakan petunjuk / pedoman umum dan bersifat sebagai sumber informasi pelaksanaan.

2. Perencanaan imperatif adalah semacam perintah yang mengandung pengarahan yang bersifat konkrit

Page 8: Dwidjono Hadi Darwanto

4. Tingkatan perencanaan

Perencanaan wilayah merupakan proses perumusan dan penegasan tujuan-tujuan sosial dalam penataan kegiatan-kegiatan dalam ruang di atas tingkat perkotaan (Supra Urban) - Perencanaan tingkat wilayah merupakan penghubung

tingkat nasional dan tingkat lokal.

- Kurang efektifnya perencanaan di tingkat atas akan menimbulkan implikasi-implikasi pada tingkat perencanaan yang lebih rendah

- Perencanaan tingkat pemerintah nasional umumnya bersifat ekonomi, yakni:a. alokatif jangka pendek yang berkenaan dengan

stabilisasi fluktu-asi perekonomian

b. bentuk inovatif jangka panjang yang terutama berkenaan dengan pencapaian tingkat laju pertumbuhan ekonomi yang tertentu.

Page 9: Dwidjono Hadi Darwanto

II. KONSEP PERENCANAAN WILAYAH

2.1. Konsep tentang Wilayah

Dalam ekonomi wilayah terdapat 3 konsep wilayah yang diguna-kan, yakni: (a) functional region; (b) homogeneous region; dan (c) administrative region

a. Konsep wilayah atas dasar fungsi (functional regions) - Seberapa besar wilayah itu terintegrasi- Seberapa jauh masing-masing komponen berinteraksi Jika interaksi antar komponen dalam suatu wilayah itu

sangat signifikan dibandingkan dengan tempat lain (misalnya kegiatan bisnis), maka dasar bagi terbentuknya functional region menjadi kuat.

Contoh Wilayah Fungsional: Nodal Regions dan Metropolitan Statistical Area (MSA)

Page 10: Dwidjono Hadi Darwanto

Nodal Regions (Wilayah Nodal)

- Terbentuknya didasarkan pada sistem hirarkis hubungan bisnis /perdagangan.

- Pusat-pusat bisnis yang kecil tergantung pada pusat bisnis yang besar, sementara kedua pusat bisnis tersebut mungkin tergantung pada pusat bisnis yang lebih besar lagi.

- Wilayah yang dilayani oleh pusat bisnis dikenal dengan istilah hinterland.

- Kecenderungan: semakin besar hinterland - semakin besar pusat bisnis yang melayaninya.

- Konsep wilayah nodal ini mensiratkan adanya "wilayah dalam wilayah", artinya: suatu kota kecil mungkin memiliki hinterland-nya sendiri sementara mereka merupakan bagian dari hinterland yang lain.

Page 11: Dwidjono Hadi Darwanto

Metropolitan Statistical Areas (MSA)- Wilayah metropolitan itu memperlihatkan adanya pola

hirarkis yang menjadi ciri dari nodal regions. Contoh: kegiatan tenaga kerja dan perdagangan cenderung terkonsentrasi di CBS (Central Business District)

- Nodal (pusat konsentrasi) dari kegiatan ekonomi terlihat kontras dengan wilayah pemukiman dimana kegiatan bisnisnya sangat kecil.

- Terdapat saling ketergantungan antara pusat bisnis dengan wilayah pemukiman mengingat satu sama lain saling membutuhkan.Implikasi: seringkali kebijakan wilayah bisa diterapkan secara

baik pada wilayah metropolis ini sebagai akibat adanya saling ketergantungan dalam wilayah tersebut.

Struktur MSA:

- Pusat kota sebagai jantung dan nodal.- Setiap MSA harus memiliki satu kota dengan penduduk lebih

kurang 50.000. - Total penduduk seluruh MSA minimal 100.000.

Page 12: Dwidjono Hadi Darwanto

- MSA dibagi kedalam counties yang masing-masing memiliki pusat kota.

- MSA memiliki daerah Sub-urban atau komunitas urban yang dekat pusat kota.

- Wilayah Sub-urban termasuk Komunitas yang dicirikan oleh kegiatan ekonomi lokal yang aktif (termasuk kota satelit).

- Dalam wilayah MSA terdapat juga kegiatan pertanian yang umumnya dilakukan di pinggiran kota

b. Konsep Wilayah Homogen (Homogeneous Regions) - Ditentukan atas dasar persamaan internal- Dicirikan oleh kesamaan pada kegiatan umum, budaya dan iklim. Contoh: Wilayah kepulauan dengan kegiatan umum yang homogen

- Bisa juga homogenitas tersebut atas dasar Etnis. Contoh: Pecinan (China town), Kampung Arab, Kota apel, dan lain sebagainya.

- Pembagian Wilayah atas homogenitas ini penting juga untuk analisis Statistik.

Page 13: Dwidjono Hadi Darwanto

c. KonsepWilayah Administratif (Administrative Regions)- Penting artinya untuk tujuan manajemen ataupun

organisasi baik bagi organisasi swasta maupun pemerintah.

- Pada umumnya lebih kelihatan wujudnya dibanding dengan dua bentuk wilayah yang lain.

- Karena pembagiannya berdasarkan administrasi, maka berbagai ragam kegiatan akan dijumpai di dalamnya

- Bisa terjadi wilayah administratif memiliki kesamaan atas dasar fungsi, sehingga peran dari wilayah itu bisa sekaligus sebagai wilayah fungsional.

d. Konsep Wilayah Perencanaan- Daerah perencanaan (planning region) atau

"programming region": daerah yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan- keputusan ekonomi.

- Daerah perencanaan adalah daerah geografik yang cocok untuk perancangan dan pelaksanaan rencana-rencana pembangunan wilayah.

Page 14: Dwidjono Hadi Darwanto

2.2. Pewilayahan dan Penentuan Batas-batas Daerah

a) Penentuan Batas-batas daerah Formal- Pengelompokan unit-unit lokal yang berciri serupa menurut kriteria tertentu tetapi berbeda secara nyata dari unit-unit di luar daerah berdasarkan kriteria yang telah dipilih tersebut

- Sifat: tidak homogen secara sempurna tetapi homogen dalam batas-batas tertentu

- Kriteria yang digunakan: tingkat pengangguran, kegiatan, dan arah perkembangan migrasi, yang sifatnya dinamisa.1. Metode Bilangan Indeks Tertimbang- Daerah dibagi menjadi lokalitas yang berbeda-beda, misalkan menurut tingkat pengangguran dan pendapatan per kapita

- Berdasarkan pertimbangan kebijakan & daerah persoalan utama, maka daerah yang bersifat khusus perlu disendirikan

- Digunakan bobot kriteria untuk menentukan indeks tertimbang untuk masing-masing daerah

Page 15: Dwidjono Hadi Darwanto

a.2. Metode Analisis Faktor - Metode ini lebih kompleks dan prinsip dasarnya adalah

ilustrasi pewilayahan kondisi ekonomi oleh Smith.

- Smith mengidentifikasikan 14 kriteria industri atas dasar daerah pertukaran kesempatan kerja lokal dan 14 kriteria sosio-ekonomi atas dasar pemerintahan lokal.

- Metode analisis faktor dapat digunakan untuk mengisolasikan faktor-faktor dasar ini, dan mengelompokkan daerah-daerah berdasarkan factor loading.

- Smith mengidentifikasikan perubahan industri dan struktur industri sebagai faktor sosio-ekonomi pokok.

- Berdasarkan faktor-faktor ini dapat ditentukan batas-batas daerah berdasarkan kondisi ekonomi.

Page 16: Dwidjono Hadi Darwanto

b) Penentuan Batas-batas Daerah Fungsional- Merupakan pengelompokan unit-unit lokal yang

menunjukkan tingkat interdependensi yang cukup besar.- Lebih ditekankan pada arus yang terkait dengan suatu titik

sentral dan bukan pada keseragaman daerah sebagai suatu kesatuan

- Menentukan batas-batas daerah fungsional berdasarkan arah dan intensitas arus antara pusat yang dominan dan satelit-satelit yang mengitarinya.

- Intensitas arus akan semakin berkurang dengan semakin jauhnya jarak dari pusat dan sebaliknya.

- Green & Carruthors telah mencoba menentukan batas-batas ling-kungan berdasarkan pengaruh dari suatu pusat (daerah fungsional) dengan menggunakan arus angkutan bis sebagai indikator bagi kaitan-kaitan ekonomi. Asumsi yang digunakan adalah bahwa ang-kutan bis adalah kegiatan ekonomi, dan akan memilih route yang paling ekonomis, yaitu daerah-daerah dengan permintaan paling besar dan mencerminkan kaitan-kaitan fungsionai dengan pusat yang dominan.

b.1. Analisis Arus (Flow Analysis)

Page 17: Dwidjono Hadi Darwanto

Asumsi yang digunakan adalah bahwa angkutan bis adalah kegiatan ekonomi, dan akan memilih route yang paling ekonomis, yaitu daerah-daerah dengan permintaan paling besar dan mencerminkan kaitan-kaitan fungsionai dengan pusat yang dominan.

- Suatu Variasi yang menarik dari analisis arus sederhana tersebut di atas adalah Graph Theory.

- Banyaknya penggunaan telepon adalah kriteria yang lazim digunakan dan merupakan suatu indeks yang sangat bermanfaat mengenai pelbagai macam hubungan ekonomi dan sosial.

- Arus tersebut digambarkan dalam bentuk matrik, dan dari matrik ini arus Primer diidentifikasikan.

- Hirarkhi pusat yang dihasilkannya dapat digambarkan sebagai suatu jaringan (network) sederhana, dan memberikan gambaran mengenai bentuk dan luasnya hubungan-hubungan fungsional di dalam suatu daerah

Page 18: Dwidjono Hadi Darwanto

Matrik Arus Hubungan Telepon (hanya arus primer & sekunder)

HUBUNGAN TELEPON KE PUSAT (ribu per hari)

A B C D E F G HI

HU

BU

NG

AN

TELEP

ON

DA

RI

PU

SA

T

A 40 20

B 10 60

C 30 10

D 60 40

E 30 10

F 20 10

G 50 20

H 20 30

I 10 40Dari matrik arus hubungan telepon tersebut di atas dapat digambarkan grafik jalur seperti gambar di bawah ini.

Page 19: Dwidjono Hadi Darwanto

A

B

C

D

EF

G

H

I

Gambar di bawah ini menunjukkan contoh dari teori grafik sederhana, sehingga dapat diketahui bahwa D adalah pusat utama, dengan B, E dan G sebagai pusat-pusat sekunder

Gambar Jaringan Hubungan Fungsional

Page 20: Dwidjono Hadi Darwanto

b.2. Analisis Gravitasional- Analisis ini berkenaan dengan kekuatan-kekuatan daya tarik

yang bersifat teoritik antara pusat-pusat.- Asumsi: bahwa interaksi antara dua pusat mempunyai

hubungan proporsional langsung dengan massa dari pusat-pusat yang bersangkutan dan mempunyai hubungan terbalik dengan jarak dari pusat-pusat tersebut.

- Dalam perencanaan model, massa diwakili oleh variabel-variabel seperti penduduk, kesempatan kerja, pendapatan, pengeluaran dan omset eceran.

- Jarak dinyatakan dalam ukuran fisik (kilometer/mil), waktu, harga dan kesempatan-kesempatan antara.

- Dalam notasi matematik ditulis sebagai berikut :

dP

Tij

ij

ijk

2

.Keterangan: Tij = kekuatan gravitasional antara kota i dan kota j Pi & Pj = massa dari kedua pusat yang bersangkutan dij = jarak antara kedua kota (konstan)

Page 21: Dwidjono Hadi Darwanto

2.3. Pewilayahan dan Administrasi Daerah - Daerah perencanaan (planning region) mungkin saja tidak

ber-korelasi dengan daerah administratif namun daerah administratif penting bagi pelaksanaan perencanaan wilayah. Pada umumnya perencanaan berkaitan dengan program-program pelaksanaan dan administrasi.

- Supaya dapat terlaksana pewilayahan secara administratif, daerah harus memenuhi sekurang-kurangnya lima kriteria:a. Harus cukup besar untuk menopang suatu tim

administrator profesionalb. Harus mencakup daerah belakang komuter utamac. Harus mencakup daerah sumber air untuk kebutuhan

manusiad. Harus mampu menyediakan ketrampilan yang diperlukane. Harus memperhitungkan faktor-faktor topografik

Page 22: Dwidjono Hadi Darwanto

BAB III. NILAI EKONOMI REGIONAL

Perhitungan Nilai Ekonomi suatu Wilayah / Region :1. 1. Regional Account Regional Account ((Income – ExpenditureIncome – Expenditure) Approach) Approach

2. 2. Input – Output ApproachInput – Output Approach

3. 3. Economic Base ApproachEconomic Base Approach

Perhitungan nilai ekonomi wilayah / region dengan pendekatan ini didasarkan pada pengertian bahwa kegiatan ekonomi di suatu wilayah dinilai dari pemanfaatan faktor produksi atau input, baik yang tersedia di wilayah tersebut maupun yang berasal dari wilayah lain, untuk menghasilkan output tertentu

Perhitungan nilai ekonomi wilayah / region dengan pendekatan ini didasarkan pada perhitungan produk dari semua kegiatan ekonomi pada setiap sektor di wilayah tertentu.

Pendekatan ini lebih didasarkan pada perhitungan nilai produksi dan pertumbuhan setiap sektor ekonomi dengan mengelompokkan struktur perekonomian daerah menjadi sektor unggulan dan bukan unggulan.

Page 23: Dwidjono Hadi Darwanto

3.1. Regional AccountMcCrone: pengembangan akuntansi tingkat nasional adalah

prasyarat esensial sebelum perencanaan regional dapat dilaksanakan

Fungsi Akuntansi Regional - Memberikan gambaran terinci mengenai saling-hubungan

antara sektor-sektor penting dari perekonomian regional

- Dapat menjadi landasan bagi penentuan kebijaksanaan dan pengambilan keputusan regional

- Tersedia informasi mengenai hal-hal yang sangat penting seperti penda-patan, output, investasi dan produktivitas regional

- Taksiran produk regional menurut industri akan memudahkan pemisah-an kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan dalam perekonomian regional

- Data mengenai investasi dapat memberi petunjuk tentang industri apa dan di daerah mana yang akan memberikan hasil terbaik bagi penerap-an investasi tertentu.

Page 24: Dwidjono Hadi Darwanto

Upah

Rumahtangga

IndustriIndustri

PemerintaPemerintahh

Ekspor

Impor

Subsidi

Tax

Tax

Gx

C

Tax

I

Tk

Regional Account (Income – Expenditure) Approach :

Y = C + I + G + X - M Pendapatan regional merupakan penjumlahan dari pendapatan/pengeluaran beberapa sektor utama, yaitu sektor rumahtangga, industri, pemerintah, luar negeri (ekspor-impor)

Page 25: Dwidjono Hadi Darwanto

Y = C + I + G + X - M

Konsumsi: C = C0 + c Yd

Impor: M = M0 + m Yd

Pendptn yg dibelanjakan: Yd = Y - t Y = (1 – t) Y

Investasi: I = I0

Belanja Pemerintah : G = G0

1 – (1 – t) (c – m)

1k =

Ekspor: X = X0

maka : Y = k (C + I0 + G0 + X0 - M)

dengan:

sebagai angka pengganda

Catatan Penting :- Akuntansi regional memerlukan data yang bersifat makro- Secara konseptual, daerah bukanlah negara sehingga diperlukan

bentuk akuntansi yang berbeda dengan akuntansi nasional.- Untuk tujuan perbandingan antar-daerah diperlukan akuntansi

standar

Page 26: Dwidjono Hadi Darwanto

3.2. Tabel Input-Output Regional

- Merupakan suatu kelompok akuntansi, biasanya dalam bentuk moneter, mengenai suatu perekonomian

- Perhatian eksplisit adalah saling hubungan antar berbagai sektor perekonomian, memusat terutama pada hubungan-hubungan antar industri.

-Tabel input-output biasanya merupakan matrik "n x n" dimensi yang dibagi menjadi beberapa bagian dan tiap bagian mendiskripsikan suatu hubungan tertentu.

- Keseluruhan sistem adalah suatu seri yang mengkorelasikan baris (output) dan kolom (input).

- Biasanya sektor terbesar & menggambarkan hubungan-hubungan antar industri karena penjualan dari suatu industri merupakan input bagi proses produksi dalam industri-industri lain yang bersangkutan

3.2.1. Konsep Tabel Input-output

Page 27: Dwidjono Hadi Darwanto

Uraian

Input untuk : Permintaan Akhir

Total Outpu

t

Pertanian Industri Jasa Rumah

tangga

Peme-

rintah

EksporInves-tasiNomina

lPerse

nNomina

lPerse

nNomin

alPerse

n

Output dari:

- Pertanian 200,20

040

0,200

00,00

020 0 20 0 100

- Industri 200,20

020

0,100

100,10

075 10 55 10 200

- Jasa 00,00

040

0,200

100,10

025 20 5 0 100

Pembayaran untuk:

- Jasa Rumahtangga

400,40

045

0,225

700,70

05 0 0 0 160

- Jasa Pemerintah

100,10

015

0,075

50,05

00 0 0 0 30

- Impor barang 100,10

040

0,200

50,05

00 0 0 5 60

Total Input 1001,00

0200

1,000

1001,00

0125 30 80 15 650

Tabel 1. Arus Input-Output pada satu daerah (Milyar Rp)

Perhitungan Gross Domestic Product (Produk Domestik Bruto):

Konsumsi Rumahtangga = 125 Belanja Pemerintah = 30Ekspor daerah = 80Investasi daerah = 15Pembayaran jasa Pemerintah (pajak,dll) = - 30Impor barang = - 60PDB daerah = 160

3.2.2. Input – Output Approach

Page 28: Dwidjono Hadi Darwanto

Apabila terjadi kenaikan permintaan akhir untuk hasil Pertanian senilai

Rp 10 M, maka sektor pertanian memerlukan (lihat kolom-1 pada tabel-

1): 0,2 x Rp 10 M = 2 M tambahan output Pertanian0,2 x Rp 10 M = 2 M tambahan ouput Industri0,0 x Rp 10 M = 0 M tambahan Jasa0,1 x Rp 10 M = 1 M tambahan jasa pemerintah0,1 x Rp 10 M = 1 M tambahan impor barang

Permintaan naik 10 M

Pertanian0,2 x 10 = 2

Industri0,2 x 10 = 2

Jasa0,0 x 10 = 0

Pertanian0,2 x 2 = 0,4

Pertanian0,2 x 2 = 0,4

Industri0,2 x 2 = 0,4

Jasa0,0 x 2 = 0

Industri0,1 x 2 = 0,2

Jasa0,2 x 2 = 0,4

Tahap-0Pertanian = 10

Tahap-1 :Pertanian = 2Industri = 2

Tahap-2 :Pertanian = 0,8Industri = 0,6Jasa = 0,4

P0,08

I0,08

J0,00

P0,08

I0,04

J0,08

P0,08

I0,08

J0,00

P0,04

I0,02

J0,04

P0,00

I0,04

J0,04

Tahap-3 :Pertanian = 0,28Industri = 0,26Jasa = 0,16

Page 29: Dwidjono Hadi Darwanto

Angka kumulatif pertambahan tersebut: 1. Pertanian = 10 + 2 + 0,8 + 0,28 + ......... = 13,26 M

2. Industri = 2 + 0,6 + 0,26 + ......... = 3,02 M

3. Jasa = 0,4 + 0,16 + ......... = 0,67 M

Tabel 2. Efek setelah kenaikan permintaan pertanian sebesar Rp 10 M (Milyar Rp)

UraianInput untuk Permintaan Akhir

Total OutputPertani

anIndustri Jasa RT Pem. Ekspor

Investasi

Output dari:

- Pertanian 2,6520 0,6040 0,0000 0 0 10 0 13,26

- Industri 2,6520 0,3020 0,0670 0 0 0 0 3,02

- Jasa 0,0000 0,6040 0,0670 0 0 0 0 0,67

Pembayaran untuk:

- Jasa Rumahtangga 5,3040 0,6795 0,4690 0 0 0 0 6,45

- Jasa Pemerintah 1.3260 0,2265 0,0335 0 0 0 0 1,59

- Impor barang 1.3260 0,6040 0,0335 0 0 0 0 1,96

Total Input13,260

03.0200 0,6700 0 0 0 0 26,95

Jadi setiap kenaikan Rp 1 M permintaan hasil Pertanian akan meningkatkan total output sebesar Rp 1,645 M dari:Pertanian = 1,326 MIndustri = 0,302 MJasa = 0,067 M

Page 30: Dwidjono Hadi Darwanto

Tabel 3. Input-Output inter-regional untuk dua daerah A dan B (Milyar Rupiah)

Uraian

I n p u t u n t u kPermintaan

AkhirTotal

OutputDaerah A Daerah B

Pertanian

Industri

JasaPertani

anIndustr

iJasa A B

Output dari A:

- Pertanian - - 10 - 50 10 30 100

- Industri - - - -

- Jasa 20 - - - 30 50

Output dari B:

- Pertanian - - - -

- Industri 20 - 20 - 60 20 80 200

- Jasa 20 - - - 50 30 100

Pembayaran untuk:

- Rumahtangga A

40 - 20 - 20 80

- Rumahtangga B

- - - - 80 110

Total Input 100 - 50 - 200 100 80 110 640

Page 31: Dwidjono Hadi Darwanto

Tabel 4. Koefisien Input-Output inter-regional untuk dua daerah A dan B (Milyar Rupiah)

Uraian

I n p u t u n t u kPermintaan Akhir

Daerah A Daerah B

Pertanian

Industri JasaPertani

anIndustri Jasa A B

Output dari A:

- Pertanian - - 0,20 - 0,25 0,10 0,375 -

- Industri - - - - - - - -

- Jasa 0,20 - - - - - 0,375 -

Output dari B:

- Pertanian - - - - - - - -

- Industri 0,20 - 0,40 - - 0,60 0,250 0,73

- Jasa 0,20 - - - 0,25 - - 0,27

Pembayaran untuk:

- Rumahtangga A

0,40 - 0,40 - 0,10 - - -

- Rumahtangga B

- - - - 0,40 - - -

Total Input 1,00 - 1,00 - 1,00 1,00 1,00 1,00

Misalkan: Permintaan akhir daerah B untuk output Industri dan Jasa menjadi dua kali lipat

(100%) berarti bertambah dengan 80 M untuk Industri dan 30 M untuk Jasa maka

dengan menggunakan koefisien I-O tersebut dapat dihitung dengan kira-kira tujuh

tahap perhitungan (dengan komputer) akan diperoleh hasil akhir nilai output :

- di daerah B meningkat dari Rp 300 M menjadi Rp 500 M (± 67%)

- di daerah A meningkat dari Rp 150 M menjadi Rp

200 M (± 33%)

Page 32: Dwidjono Hadi Darwanto

3. 3. Economic Base ApproachEconomic Base Approach

Teori basis ekonomi lebih didasarkan pada perkembangan peran

sektor ekonomi, baik di dalam wilayah maupun ke luar daerah,

terhadap pertumbuhan perekonomian wilayah / daerah tersebut.

Untuk itu basis ekonomi pada struktur perekonomian suatu wilayah /

daerah dikelompokkan menjadi dua sektor, yaitu:

1. Sektor Unggulan, yaitu sektor ekonomi yang mampu memenuhi

permintaan barang dan jasa di pasar domestik maupun luar

wilayah/daerah2. Sektor Bukan Unggulan, yaitu sektor ekonomi yang hanya mampu

memenuhi permintaan barang dan jasa di pasar domestik atau di

wilayah/daerahUntuk penentuan sektor unggulan dan bukan unggulan tersebut

digunakan analisis Location Quotient (LQ) dengan formulasi:

Page 33: Dwidjono Hadi Darwanto

LQr =PDRBir / TPDRBr

PDRBin / TPDRBn

LQr = Location Quotient daerah rPDRBir = PDRB sektor i di daerah rPDRBr = PDRB total daerah r

PDRBin = PDRB sektor i di tingkat Nasional nPDRBn = PDRB total Nasional n

dengan : i = sektor ; r = regional ; n = nasional

Jika LQr > 1 , sektor i pada daerah r merupakan sektor unggulan

dengan tingkat spesialisasi sektor tersebut di daerah r lebih besar dari nasional n

Jika LQr = 1 , sektor i pada daerah r merupakan sektor bukan

unggulan dengan tingkat spesialisasi sektor tersebut di daerah r sama dengan dari nasional n

Jika LQr < 1 , sektor i pada daerah r merupakan sektor bukan

unggulan dengan tingkat spesialisasi sektor tersebut di daerah r lebih kecil dari nasional n

Page 34: Dwidjono Hadi Darwanto

No.Sektor

Ekonomi

Location QuotientRata-rata

Ket.1983 1992 1993 2002

1. Pertanian 0,881 0,919 0,964 0,980 0,957 N-Basis

2.Pertambangan

0,095 0,150 0,153 0,122 0,136 N-Basis

3. Industri 0,613 0,571 0,565 0,494 0,529 N-Basis

4. Listrik 0,565 0,681 0,598 0,430 0,581 N-Basis

5. Bangunan 2,079 1,620 1,524 1,435 1,688 Basis

6. Perdagangan 0,842 0,916 0,916 0,992 0,916 N-Basis

7.Pengangkutan

1,482 1,660 1,633 1,673 1,584 Basis

8. Keuangan 1,557 1,201 1,204 1,605 1,408 Basis

9. Jasa 1,821 1,977 2,033 2,186 2,054 Basis

Tabel 5. Location Quotient Provinsi DIY, periode 1983 - 2002

Sumber: Hakim, 2004

Page 35: Dwidjono Hadi Darwanto

Selanjutnya dapat pula dilakukan analisis yang digunakan untuk

mengetahui pola dan struktur pertumbuhan masing-masing sektor

ekonomi dengan Klassen Typologi. Hasil analisis ini dapat

melengkapi analisis LQ karena sektor-sektor ekonomi tersebut

dengan matriks klasifikasi Klassen dapat dikelompokkan menjadi

empat karakteristik, yaitu:

KriteriaKontribusi terhadap PDRB

Yi > Y Yi < Y

Laju Pertumbuhan

ri > r Sektor maju dan tumbuh cepat

Sektor berkembang cepat

ri < r Sektor maju tapi tertekan

Sektor relatif tertinggal

dengan : ri = laju pertumbuhan PDRB sektor ir = laju pertumbuhan PDRB totalyi = kontribusi PDRB sektor i terhadap total

PDRB yi = kontribusi PDRB rata-rata sektor terhadap total PDRB

Page 36: Dwidjono Hadi Darwanto

Klasifikasi yi > y yi > y

ri > r

Sektor maju dan tumbuh cepat:

- Pengangkutan- Jasa

Sektor berkembang cepat:

- Pertanian- Pertambangan- Perdagangan

ri < r

Sektor maju tapi tertekan:

- Bangunan- Keuangan

Sektor relatif tertinggal:

- Industri- Listrik

Tabel 5. Klasifikasi Sektor Ekonomi Provinsi DIY dengan Klassen Typologi, 1983 - 2002

Sumber: Hakim, 2004

Page 37: Dwidjono Hadi Darwanto

Tabel 1. Klasifikasi Sektor Unggulan berdasarkan Location Quotient (LQ) di Jawa Tengah

No Lapangan Usaha

Location Quotient (LQ)Rata-rata

Krite-ria2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan

1.46 1.37 1.41 1.44 1.45 1.45 1.46 1.43 Basis

a. Tanaman Bahan Makanan

2.07 1.99 2.06 2.09 2.09 2.06 2.05 2.06 Basis

b. Tanaman Perkebunan 0.84 0.79 0.83 0.84 0.85 0.87 0.88 0.83 -

c. Peternakan 1.35 1.22 1.19 1.25 1.32 1.45 1.53 1.26 Basis

d. Kehutanan 0.41 0.24 0.33 0.49 0.43 0.44 0.42 0.38 -

e. Perikanan 0.65 0.58 0.58 0.53 0.56 0.53 0.53 0.58 -

2. Pertambangan & Penggalian

0.09 0.09 0.10 0.11 0.12 0.13 0.13 0.10 -

3. Industri Pengolahan 1.14 1.14 1.14 1.15 1.15 1.17 1.18 1.15 Basis

4. Listrik, Gas & Air Bersih 1.21 1.15 1.19 1.25 1.26 1.22 1.16 1.21 Basis

5. Konstruksi 0.89 0.94 0.94 0.94 0.92 0.92 0.92 0.93 -

6. Perdagangan, Hotel & Restoran

1.32 1.32 1.28 1.25 1.25 1.23 1.22 1.28 Basis

7. Pengangkutan dan Komunikasi

0.94 0.90 0.82 0.78 0.73 0.70 0.65 0.83 -

8. Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan

0.42 0.41 0.39 0.38 0.39 0.39 0.39 0.40 -

9. Jasa-jasa 0.98 1.10 1.09 1.09 1.11 1.12 1.14 1.07 Basis

Sumber: BPS (Pusat dan Jawa Tengah)

Page 38: Dwidjono Hadi Darwanto

KriteriaKontribusi terhadap PDRB

Sektor Maju (Yi > Ŷ)

Sektor Tertinggal (Yi ≤ Ŷ)

L a j u

P e r t u m b u h a n

Tumbuh Cepat(ri > ř)

Sektor Maju & Tumbuh Cepat Sektor Tertinggal tapi Tumbuh Cepat

- Industri Pengolahan - Kehutanan

- Jasa-jasa - Pertambangan & Penggalian

- Listrik, Gas & Air Bersih

- Konstruksi

- Pengangkutan & Komunikasi

Tumbuh

Lambat

(ri ≤ ř)

Sektor Maju tapi Tumbuh Lambat

Sektor Tertinggal & Tumbuh Lambat

- Pertanian Secara Umum - Perkebunan

- Pertanian Bahan Makanan - Peternakan

- Perdagangan, Hotel & Restoran - Perikanan

- Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan

Tabel 2. Klasifikasi Sektor Ekonomi Jawa Tengah dengan Klassen Typologi, 2002-2008

Page 39: Dwidjono Hadi Darwanto