dwi septa mulyadi responsi kulit

Upload: ummi-hani

Post on 02-Mar-2016

80 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

2

RESPONSI ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMINDERMATITIS ATOPI

PenyusunDwi Septa Mulyadi, S. KedNIM: 2007.04.0.0144

BAGIAN KULIT KELAMINFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANGTUAHSURABAYA2013

RESPONSI ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMINRSAL DR. RAMELAN SURABAYAFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANGTUAHNama : Dwi Septa MulyadiNim: 2007.04.0.0144I. IDENTITAS PENDERITANama : Cordelia OktakiraUmur : 13 tahunAlamat: Jl. Warino sarikidul 5 no 5BStatus: Belum menikahSuku/bangsa: Jawa/IndonesiaAgama : IslamPekerjaan: Pelajar SLTPTanggal pemeriksaan: 30 januari 2013 II. ANAMNESA1. Keluhan UtamaGatal pada lipat siku dan lutut.2. Keluhan TambahanKulit kering dan bintik bintik kemerahan dengan benjolan kecil yang banyak pada lipat siku dan lutut.3. Riwayat Penyakit SekarangPenderita datang ke poli kulit dan kelamin RSAL ditemani oleh ibunya dengan keluhan gatal-gatal pada lengan atas kiri dan kanan, dan pada lipat lutut kiri dan kanan. Gatal dirasakan sudah sejak 6 hari belakangan ini, gatal dirasakan sepanjang hari dan lebih terasa gatal pada malam hari hingga kadang mengganggu aktifitas tidur pasien. Gatal bertambah bila pasien berkeringat. Penderita sering menggaruk-garuk saat gatal sehingga timbul luka-luka akibat garukan. Gatal-gatal bukan pertama kali, sudah sering berulang sejak penderita masih SD. Penderita sudah pernah berobat sebelumnya ke poli kulit kelamin RSAL untuk penyakit ini dan dibekali obat berupa salep hidrokortison, CTM dan yang satu lagi ibu penderita lupa nama obatnya. Tetapi setelah sembuh sering kambuh lagi terlebih setelah pulang sekolah. Ibu penderita mengaku sudah berusaha menghindari makanan yang menyebabkan penderita alergi. Keluhan Kambuh-kambuhan, muncul kurang lebih setiap 3 sampai 4 bulan. Selain gatal, pasien juga mengeluh kulit kering dan adanya bintik-bintik kemerahan pada kedua lipat siku dan kedua lipat lutut yang biasanya bersamaan dengan gatalnya.Penderita mengaku tidak minum obat-obatan dan jamu-jamuan dan tidak mengoleskan bahan-bahan yang mengandung pewangi ataupun obat-obatan tertentu pada daerah lipat siku maupun lipat lutut sebelumnya. Penderita juga mengaku tidak pernah terpapar oleh bahan-bahan kimia pada daerah tersebut. Selain itu tidak ada anggota keluarga yang lain yang mengeluhkan penyakit kulit yang sama dengan penderita. Menurut keterangan ibu pasien, anaknya tidak diberi asi eksklusif .4. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat alergi makanan: ayam telur, dan ikan laut Sering bersin-bersin dan pilek terutama di pagi hari Riwayat asma dan konjungtivitis berulang disangkal 5. Riwayat Penyakit Keluarga Ibu pasien juga sering bersin-bersin terutama pada pagi hari dan saat bersih-bersih rumah. Riwayat alergi makanan dan obat-obatan disangkal. 6. Anamnesa Sosial dan Lingkungan Pasien mandi teratur 2 kali sehari memakai sabun mandi. Pasien mengganti pakaian 2 kali sehari Tempat tidur, kursi ruang tamu dan karpet terbuat dari bahan spons dan kain yang sedikit berbulu dan sering dibersihkan. Lingkungan tempat tinggal cukup bersih dan padat penduduk. Tidak ada binatang peliharaan dirumah III. PEMERIKSAAN FISIK1. Status generalisKeadaan Umum : Baik Kesadaran: Compos mentisStatus Gizi: Baik BB: 36 KgKepala dan Leher: A - / I - / C - / D Pembesaran stroma (-)Pembesaran KGB (-) Thorax :Inspeksi: Normochest Palpasi: Gerakan Nafas Simetris Perkusi: Sonor Kedua lapang paru Auskultasi: Tidak dievaluasi Abdomen :Inspeksi: simetri, flatAuskultasi: Tidak dievaluasi Palpasi: nyeri tekan (-)Perkusi: tympani Extremitas :Hangat Kering Merah Edema tidak ada 2. Status DermatologisLokasi : 1. Fossa cubiti dextraEfloresensi : tampak adanya multiple papul. Pada beberapa tempat tampak erosi yang disertai dengan krusta pada daerah tepi lesi dengan dasar makula hiperpigmentasi.

2. Fossa cubiti sinistraEfloresensi : tampak adanya multiple papul. Pada beberapa tempat tampak erosi yang disertai dengan krusta pada daerah tepi lesi dengan dasar makula hiperpigmentasi.

3. Fossa poplitea dextra et sinistraEfloresensi : tampak adanya multiple papul. Pada beberapa tempat tampak erosi yang disertai dengan krusta pada daerah tepi lesi dengan dasar makula hiperpigmentasi.

4. Regio cruris pada daerah patella sinistraEfloresensi : tampak adanya multiple papul dengan dasar hiperpigmentasi dan tapak adanya likenifikasi.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANGTidak dilakukan.

V. RESUME1. RESUMEAnamnesaPenderita wanita umur 13 tahun dengan keluhan gatal pada kedua lipat siku dan pada kedua lipat lutut sejak 6 hari yang lalu, biasanya malam lebih gatal dibandingkan siang hari dan mengganggu aktifitas tidur pasien, dan dikeluhkan juga kulit yang kering dan timbul bercak kemerahan dengan benjolan kecil-kecil pada daerah yang dirasakan gatal oleh pasien. Keluhan sering hilang tibul yang telah dirasakan sejak pasien masih di bangku SD, biasanya keluhan dirasakan tiap 3-4 bulan sekali. Tiap keluhan timbul selalu dibawa ke poli kulit dan kelamin RSAL Dr.Ramelan Surabaya dan dibekali obat berupa salep hidrokortison, CTM dan yang satunya lagi pasien lupa. Pasien dan ibunya punya riwayat sering bersin-bersin terutama pada pagi hari dan aktifitas seperti bersih-bersih rumah. Pemeriksaan Fisik1. Status dermatologis1. Lokasi : Fossa cubiti dextraEfloresensi : tampak adanya multiple papul. Pada beberapa tempat tampak erosi yang disertai dengan krusta pada daerah tepi lesi dengan dasar makula hiperpigmentasi.1. Lokasi : Fossa cubiti sinistraEfloresensi : tampak adanya multiple papul. Pada beberapa tempat tampak erosi yang disertai dengan krusta pada daerah tepi lesi dengan dasar makula hiperpigmentasi1. Lokasi : Fossa poplitea dextra et sinistraEfloresensi : tampak adanya multiple papul. Pada beberapa tempat tampak erosi yang disertai dengan krusta pada daerah tepi lesi dengan dasar makula hiperpigmentasi.Lokasi1. Lokasi :Regio cruris pada daerah patella sinistraEfloresensi : tampak adanya multiple papul dengan dasar hiperpigmentasi dan tampak adanya likenifikasi.VI. DIAGNOSA KERJADermatitis Atopi.VII. DIAGNOSA BANDING Dermatitis kontak Scabies PsoriasisVIII. PENATALAKSANAAN1. Pemeriksaan penunjang: Prick test2. Terapi : ( Non Medikamentosa )-Menggunakan sabun bayi -Hindari mandi air panas -Hindari stress, panas, dan berkeringat -Mencuci pakaian dengan deterjen harus dibilas dengan baik -Hindari makanan yang menimbulkan alergi -Menjaga kebersihan diri dan lingkungan 3. Terapi : ( Medikamentosa )Topikal - White petrolatum digunakan setelah mandi pada kulit selain lesi - Salep fluticasone proprionate 0,05% dioleskan pada lesi- salep hidrokortison 2 %. Sistemik Antihistamin ( chlorfeniramin maleat / CTM ) 2 x 1 , sediaan 4mg.IX. PROGNOSADubia ad Bonam.

DERMATITIS ATOPIKDEFINISIDermatitis atopi adalah penyakit kulit inflamasi kronis yang ditandai dengan pruritus dan kejadian eksaserbasi dan remisi kronis. Hal ini dihubungkan dengan kondisi alergi lainnya, termasuk asma dan rhinokonjungtivitis alergi. Penelitian terbaru telah meragukan pentingnya AD pada perkembangan dari asma, menolak konsep dari atopic march. Kelainan genetik umum merupakan predisposisi dari pasien untuk selanjutnya berkembang menjadi AD, asma, rhinokonjungtivitis alergi kelainan atopic.EPIDEMIOLOGIPrevalensi dari AD, asma, dan rhinikonungtivitis alergi meningkat secara dramatis dalam setengah abad 20 ini, menjadi masalah kesehatan utama dibanyak negara. Peningkatan ini awalnya terjadi dinegara-negara maju dan seirng peningkatan standart hidup diseluruh dunia, maka prevalensi AD juga meningkat. Angka kejadian AD sekitar 30% dinegara maju dan melebihi 10% dari negara lainnya, menjadikan prevalensi diseluruh dunia sebesar 15-20%. Dinegara maju, angka kejadian AD mencapai puncak pada tahun 1990an, sedangkan dinegara berkembang angka kejadian AD terus meningkat, faktor lain yang berhubungan dengan tingginya angka kejadian AD adalah dataran tinggi (mungkin berhubungan dengan rendahnya paparan sinar matahari) dan temperatur rata-rata yang lebih rendah. Peran dari paparan terhadap alergen yang diduga memicu AD tidak didukung oleh studi epidemiologis Iceland memiliki tingkat kejadian AD yang cukup tinggi (27%) meskipun tidak ada tungau, sedikit pohon, dan angka kepemilikan hewan peliharaan cukup rendah. tetapi anak-anak di Iceland sering memiliki hasil positif terhadap allergen lingkungan pada prick tes (24%). Hal ini menimbulkan pertanyaan nilai dari test tersebut dalam memprediksi allergen lingkungan penyebab pada AD. Pada beberapa studi dari ibu rumah tangga yang merokok dan fakta bahwa setidaknya terdapat perokok 1-2 orang dirumah berhubungan dengan angka kejadian AD yang lebih tinggi. Wanita lebih sering menderita AD di US, peningkatan resiko dari AD selama 6 bulan pertama kehidupan dan terlihat nyata pada infant dengan etnis Afrika/Asia, pria, masa gestasi yang lebih lama dan sejarah atopi pada keluarga. Sekitar 50% kasus AD muncul pada tahun pertama kehidupan terutama pada 5 tahun pertama dan kejadian AD pada dewasa biasanya muncul sebelum usia 30 tahun. Saat ini, atopi sangat banyak terjadi pada populasi yang dikeluarganya memiliki sejarah atopi. Peningkatan level IgE bukan merupakan alat diagnostik dari penyakit atopi pada dewasa. Peningkatan level IgE dan sejarah atopi pada keluarganya dengan onset dermatitis baru jangan digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosa AD dewasa. Dermatologis jarang membuat diagnosa atopic dermatitis dewasa untuk dermatitis yang timbul pertama kali setelah usia 30 tahun. AD pada dewasa sebaiknya dipertimbangkan jika dermatitis memiliki distribusi karakteristik dan diagnosa signifikan lainnya. Seperti alergi dermatitis kontak, fotodermatitis dan T-sel limfoma kutaneus sudah di singkirkan.DASAR GENETIK DARI DERMATITIS ATOPIC.80% dari kembar identik menunjukan kejadian AD pada keduanya. Seorang anak memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita AD jika pada orangtuanya menderita AD. Lebih dari 25% dari janin dengan ibu atopi menderita AD pada 3 bulan pertama kehidupan. Jika salah satu orangtua menderita atopi, lebih dari 50% anaknya akan menujukan gejala alergi pada saat usia 2 tahun, angka kejadian ini meningkat hingga 79% jika kedua orangtuanya menderita atopi. Semua penemuan ini mendukung dengan kuat penyebab genetik dari AD. Filaggrin adalah protein yang dikode oleh gen FLG yang berada dikompleks difrensiasi epidermal di kromosom 1q21. Ichtyolisis vulgaris disebabkan oleh mutasi pada gen FLG yang berhubungan dengan AD. Menurunkan 1 null mutasi FLG sedikit meningkatkan resiko seorang untuk menderita AD, dan menurunkan 2 mutasi ( baik sebagai homozigot maupun campuran heterozigot) meningkatkan resiko secara dramatis. 42-79% seorang dengan 1 atau lebih FLG null mutasi akan menderita AD. FLG mutasi berperan dalam 10-15% kasus AD di eropa. 40% karier dengan FLG null mutasi tidak pernah menderita AD. FLG mutasi dihubungkan dengan AD yang muncul pada kehidupan awal, cenderung menetap sampai masa kanak-kanak dan dewasa, dan berhubungan dengan wheezing (mengi) pada infant dan asma. FLG mutasi juga dihubungkan dengan rhinitis alergi dan keratosis pilaris tidak berhubungan dengan AD. Telapak tangan hiperlinier berhubungan kuat dengan FLG mutasi, dengan 71% nilai prediksi positif untuk palmar hiperlinearity.Tidak semua kasus AD berhubungan dengan FLG mutasi, dan pasien AD sering menunjukan tanda klinis konsisten dengan fonotip T-helper 2 (Th-2). Polimerfisme/mutasi pada gen yang diekspresikan oleh sel-sel Th-2, terutama daerah promoter gen interleukin (IL-) 4, sudah di identifikasi pada pasien dengan AD. Gen-gen imunomodulator lainnya dalam mutasi telah di observasi pada pasien-pasien AD termasuk : RANTES dan eotaxin, IL-13, dan -subunit dari rec FcIgE yang berafinitas tinggi pada sel mast. Mutasi-mutasi ini bisa menjadi penyebab potensial dari AD. Sebagai tambahan ekspresi yang berlebihan dari sitokin Th-2 menurunkan regulasi ekspresi protein flaggin pada pasien dengan AD. Hal ini bisa berujung pada defisiensi flaggirin yang didapat bisa berujung AD atau memperparah AD.PREVALENSI DARI DERMATITIS ATOPIKStudi yang luas telah dilakukan untuk menentukan apakah mungkin untuk mencegah kejadian AD pada anak anak dengan resiko tinggi mereka yang meiliki saudara atau orang tua dengan atopi. Penghindaran antigen maternal selama kehamilan tidak menurunkan kejaidan AD. Beberapa studi telah menunjukan bahwa susu formula dengan protein yang telah dihidrolasi dapat memperlambat konssep AD, tetapi penelitian, cocrane tidak menemukan bukti yang jelas tentang efek ptotektif dari AD. Formula soya idak jelas menurukan resiko untuk seseorang menderita AD. Pengenalan awal dari makanan padat, meningkatkan resiko terjadinya AD sesuai dengan banyaknya makanan yang diberikan. Pemberian asi yang terlalu lama (4-6 bulan) meurunkan resiko terjadiya AD. Pada dua kohor indpenden, kepemilikan kucing saat lahir meningkatkan resiko terjadinya AD dalam tahun pertama kehidupan anak yang kehilangan fungsi mutasi FLD, tapi tidak pada anak yang tidak mengalami kehilangan fungi mtasi FLD. Paparan keanjing dan tungau rumah tidak berhubungan dengan perkembangan AD. Individu dengan defisiensi filaggren harus menghindari paparan pada kucing pada awal kehidupan.ALERGI MAKANAN DAN ADPeranan alergi makanan pada AD cukup rumit, dan tingkat peranan makanan pada AD telah berubah beberapa tahun belakangan. Orang tua mungkin mengakses sumber imtenet yang teralalu tua dan menjadi salah informasi tentang alergi makanan. Kurang lebih 35% makanan dengan AD ringan sampai berat memiliki alergi makanan. Alergi makanan pada dewasa jarang terjadi. 85 % anak dengan AD mengalami peningkatan IgE terhadap alergi makanan atau alergen inahalan, menjadikan diagnosa dari alergi makanan dengan mengunakan tekspek atau serum saja tidak disarankan. Sebelum tes alergi serum makanan dilakukan terapi untuk AD harus dioptimalkan. Orang tua sering mencari cari penyebab dari AD pada anak, padahal pada kenyataannya hal ini dapat dkontrol dengan topikal yang tepat. Karena diet dengan pembatasan makanan sulit dilakukan dan bisa menimbulkan resiko malnutrisi pada anak, alergi makanan sebaiknya ditetapkan pada anak yang lebih muda atau infant dengan AD yang lebih berat saat terapi standart telah gagal. Prick test memiliki nilai prediksi negatif yang tinggi ( lebih dari 95%) dan nilai prediksi positif sekitar 30-65%. Sebagai contoh, lebih dar 8% populasi US memiliki hasil prick test positif terhadap kacang, tetapi hanya 0,4% yang benar-benar alergi secara klinis. Alergi makaan yang mungkin dimiliki berdasarkan hasil tes uji klinis harus didukung oleh sejarah klinis pasien. Contohnya, tes radioallergosorbent (RAST) yang positif atau prick test kulit untuk makanan yang jarang dikonsumsi atau belum pernah dimakan oleh anak mungkin tidak memiliki sebab dengan AD. Nilai serum IgE yang lebih tinggi ukuran yang lebih besar ( lebih dari 8-10 mm) berhubungan dengan kemungkinan yang lebih besar untuk bereaksi terhadap makanan tertentu secara berlebihan jika dirangsang. Sekitar 90 % alergi makanan disebabkan oleh beberapa jenis makanan : Infant : Susu sapi, telur, kacang kedelai, gandum. Anak ( 2-10 tahun) : susu sapi, telur, kacang-kacangan (kacang tanah, almond dll), ikan, kerang laut, wijen dan buah kiwi. Anak yang lebih besar : kacang-kacangan, ikan, kerang, wijen, makanan dari serbuk sari buahIbu menyusui harus menghindari makan tersebut jika anaknya telah didiagnosa menderita alergi makanan.MANIFESTASI KLINIS:AD dibagi jadi 3 stadium : infantil AD, terjadi sejak usia 2 bulan sampai 2 tahun; AD pada masa kanak-kanak dari usia 2-10 tahun; dan AD pada dewasa, pruritus dapat ditemukan disemua stadium. Gatal kadang muncul sebelum lesi; sekalipun konsep dari AD adalah gatal yang memerah. Kriteria diagnostik yang digunakan termasuk Hannifin dan Rajka the UK working party and American Academy of Dermatologis of Consensus Confrence on Pediatric Atopic Dermatitis. Kriteria ini memiliki spesifisitas lebih 90% tetapi memiliki sensitifitas yang lebih rendah (40-100%). Sehingga berguna untuk menentukan pasien pada penelitian dan memastikan pasien tersebut memiliki AD, tetapi tidak berguna untuk mendiagnosa pasien spesifik yang menderita AD.1. Infantil Atopic DematitisLebih dari 50% kasus AD muncul ditahun pertama kehidupan, tetapi jarang terjadi sebelum usia 2 bulan. Ekzema pada infant biasanya mulai sebagai eritema dan pengelupasan kulit pipi. Erupsi ini bisa meluas kekulit kepala, leher, dahi, pergelangan tangan dan ekstensor ekstrimitas. Daerah yang terkena berhubungan dengan kemampuan anak untuk menggaruk/menggosok-gosok daerah eritema dan aktifitas anak, termasuk merangkak. Mungkin dapat ditemukan jumlah eksudat yang cukup banyak, dan ada banyak efek sekunder dari menggaruk, menggosok dan infeksi : krusta, infiltrasi, dan pustul. Plak yang terinfiltrasi akan mempengaruhi karakteristik penampakan likenifikasi. Pola AD pada infant biasanya hilang pada akhir tahun ke-2 kehidupan. AD yang memburuk kadang ditemukan pada infant pasca imunisasi dan infeksi virus. Remisi sebagian dapat terjadi pada musim panas, dan relaps dapat terjadi pada musim dingin. Hal ini mungkin terkait dari sinar UVB dan kelembaban pada pasien atopik dan peningkatan wol dan udara kering pada musim dingin. 2. Dermatitis Atopic Pada Masa Kanak-KanakSelama masa kanak-kanak, lesi biasanya jarang eksudatif. Lokasi klasik terjadinya AD adalah fossa antecubiti dan fossa poplitea, fleksor pergelangan tangan, kelopak mata, dan sekitar leher. Lesi sering terlikenifikasi, plak dengan indurasi dan pada pasien ras Afrika-Amerika bisa terdapat penampakan lichenrid dan terdapat dipermukaan ekstensor. Hal ini bercampur dengan papul-papul berukuran 2-4 mm yang tereksoriasi dan tersebar diseluruh bagian tubuh yang tidak tertutupi ( tangan, kaki, wajah.)Pruritus adalah tanda yang khas dari kebanyakan perubahan kutaneus dan merupakan efek sekunder dari kelainan terhadap kulit. Gatal bersifat paroximal. Menggaruk menginduksi likenifikasi dan dapat berujung pada infeksi sekunder. Siklus yang berulang dapat terjadi (siklus gatal-garuk) dikarenakan pruritus mengakibatkan anak menggaruk, dan menggaruk menyebabkan perubahan sekunder yang nantinya menyebabkan gatal. Pada pasien atopi menggaruk tidak menyebabkan nyeri, tetapi nyeri yang diakibatkan dari menggaruk dirasakan sebagai gatal dan mengakibatkan anak semakin banyak menggaruk. Impuls untuk menggaruk tidak dapat dikendalikan oleh pasien. Menggaruk terutama terjadi pada saat anak tertidur, mengakibarkan anak tidak tidur nyenyak dan kelelahan kronis pada anak dengan atopi. Hal ini dapat mempengaruhi prestasi belajar anak di sekolah.AD berat yang terjadi dibagian tubuh secara luas dapat berhubungan dengan retardasi tubuh anak. Pembatasan diet dan pemakaian steroid dapat memperparah retardasi pertumbuhan. Pengobatan agresif dari anak dengan AD degan fototerapi atau immunosupresif sistemik dapat memungkinkan kejar pertumbuhan. Anak-anak dengan AD berat yang mungkin mengalami gangguan psikologis orang tua harus ditanyakan tentang performens anak disekolah dan saat bersosialisasi. 3. Dermatitis Atopic Pada Remaja Dan DewasaSebagian besar remaja dan dewasa dengan AD memiliki sejarah penyakit masa kanak-kanak. Hanya pada 6-14% pasien didiagnosa AD akan muncul setelah usia 18 tahun. Pengecualian pada pasien yang berpindah dari daerah tropis yang lembab ke daerah yang lebih tinggi. Perubahan cuaca ini sering dihubungkan dengan AD. Pada pasien yang lebih tua, AD bisa terjadi sebagai plak eritematous lokal, scaly, papula, eksudatif, atau terlikenifikasi. Pada masa remaja, erupsi ini mengenai fossa antecubiti dan fossa poplitea, bagian depan dan sisi-sisi leher, dahi, dan daerah sekitar mata. Pada dewasa tua, distribusi lesi tidak khas, dermatitis lokal menjadi penanda utama terutama didaerah tangan, puting susu, atau ekzema kelopak mata. Sesekali erupsi bisa meluas, dengan daerah terbanyak dilipatan kulit. Kulit secara umum menjadi kering dan eritematous. Likenifikasi dan papul yang menyerupai prurigo sering ditemukan. Lesi papular cenderung kering, sedikit terangkat dan bagian atasnya rata. Papul-papul ini hampir selalu terekskoriasi dan kadang berkembang membentuk plak. Kolonisasi stafilococcus hampir mendunia. Pada pasien dengan kulit gelap lesi biasanya hiperpigmentasi,biasanya dengan daerah hipopigmentasi berhubungan dengan eksoriasi yang membaik. Gatal biasanya terjadi pada saat krisis atau paroksismal, kadang saat sore hari saat pasien mencoba bersantai atau pada malam hari. Pasien dewasa sering megeluhkan lesi AD juga dipicu oleh emosi mendadak, stress, kecemasan dan depresi menurunkan ambang terjadinya gatal dan berujung pada kerusakan barier permeabilitas epidermal, menpengaruhi AD. Pasien dengan atopi biasanya jarang berkeringat, dan mengeluhkan pruritus berat sehubungan dengan kegiatan fisik atau suhu panas. Kondisi fisik dan penggunaan emolient memperbaiki keadaan ini, dan pasien atopic dapat berpartisipasi pada kegiatan olahraga. Bahkan peda pasien dengan AD pada masa remaja atau dewasa muda, keadaannya biasanya membaik seiring waktu dan dermatitis jarang terjadi setelah usia pertengahan. Secara umum pasien-pasien ini mengalami stigmata ringan dari penyakit ini seperti kulit kering, kulit mudah teriritasi dan gatal sebagai respon dari perspirasi dan penyembuhan. Pasien-pasien ini tetap rentan terhadap gejala penyakitnya saat terpapar kealergen spesifik atau kondisi lingkungan tertentu. Beberapa pasien akan mengalami rasa terbakar sebagai respon terhadap areoallergen, dan beberapa pasien akan membentuk dermatitis flexural sebagai respon terhadap rasa terbakar yang dipicu oleh niacin. Fotosensiifitas terjadi pada 3% pasien AD, dan bisa bermanifestasi sebagai tipe reaksi terhadap cahaya yang polimorfik atau sebagai eksaserbasi AD oleh paparan sinar UV. Sebagian besar pasien ( 65% )sensitif terhadap sinar UVA dan UVB, tetapi sekitar 17% sensitif hanya terhadap paparan UVA dan UVB. Usia rata-rata pasien dengan sensitifitas cahaya adalah pada pertengahan sampai akhir usia 30an. Infeksi virus HIV juga bisa berperan sebagai pemicu dan onset baru dari AD pada dewasa yang beresiko sebaiknya diberikan konseling dan test untuk HIV juga memungkinkan. Tangan, termasuk pergelangan tangan, sering terjadi pada dewasa dan dermatitis pada tangan sering terjadi pada dewasa dengan riwayat AD. Dermatitis atopi pada tangan untuk mucul pada waita muda setelah melahirkan, saat paparan terhadap sabun dan air memicu penyakitnya. Pekerjaan basah adalah faktor utama pada ekzema tangan secara umum, termasuk pada pasien dengan AD. Dermatitis atopic tangan bisa mengenai permukaan dan punggung tangan. Keratosis punctata pada daerah lipatan kulit, kelainan yag bisa ditemukan pada pasien dengan kulit gelap, juga sering ditemuka pada atopi. Pasien dengan AD memiliki frekwensi paparan yang cukup besar terhadap bahan pengawet dan alergen potensial lainnya didalam lotion dan krim yang diaplikasikan secara terus menerus kekulit. Alergi kontak bisa bermanifestasi sebagai ekzema tangan kronis. Tes patch dengan hubungan klinis adalah satu-satunya cara untuk mengeksklusi alergi kontak pada pasien atopi dengan dermatitis tangan kronis.Kelopak mata sering terlihat secara umum, keterlibatannya bilateral, dan kondisi ini diperberat dengan udara dingin. Iritan dan kontak alergen harus di bedakan dengan cara anamnesa riwayat dan patch test.

Kriteria hannafin dan rajka untuk dermatitis atopiKeriteria mayor : Pruritus Dermatitis di wajah atau ekstensor pada bayi dan anak Dermatitis di flexura pada dewasa Dermatitis kronis atau residif Riwayat atopi pada penderita atau keluarganyaKeriteria minor : Xerosis Infeksi kulit (khususnya oleh S.aureus dan virus herpes simpleks) Dermatitis non spesifik pada tangan atau kaki Iktiosis atau hiperlinear palmaris atau keratosis pilaris Ptiriasis alba Dermatitis dipapila mamae White dermographism dan delayed blanch respons Keilitis berikut lipatan infra orbita dennie morgan Konjungtivitis berulang Keratokonus Katarak subkapsular anterior Orbita menjadi gelap Muka pucat atau eritema Gatal bila berkeringat Intoleransi terhadap wol atau pelarut lemak Aksentuasi perifolikular Hipersensitif terhadat makanan Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan atau emosi Tes kulit alergi tipe dadakan positif Kadar IgE didalam serum meningkat Awitan pada usia diniDiagnosis DA harus mempunyai 3 keriteria mayor dan 3 kriteria minor.Keriteria diagnosa untuk bayi telah dimodifikasi, yaitu : Essential features- Pruritus- Eczema morfologi yang khas dan pada usia tertentu kronis atau kambuh-kambuhanImportant features- Onset usia - Atopy- Riwayat pasien maupun keluarganya- reaktivitas IgE- XerosisAssociated features- Atypical vascular responses (e.g. facial pallor, white dermatographism)- Keratosis pilaris/ichthyosis/hyperlinear palmaris- Orbital/periorbital changes- Other regional findings (e.g. perioral changes/periauricular lesions)- Perifollicular accentuation/lichenification/prurigo lesions.GAMBARAN YANG BERHUBUNGAN DAN KOMPILKASI1. Kutaneus stigmataLipatan transversal dibawah kelopak mata bawah yang dikenal sebagai lipatan dennie-morgan, dipercaya secara luas sebagai penanda diastesis atopi, tapi bisa juga dilihat dengan dermatitis kronis dari kelopak mata bawah. Pada pasien atopi dengan dermatitis kelopak mata, peningkatan lipatan dan daerah gelap dibawah mata sering terlihat. Saat dilihat bersamaan dengan gejala klinis lainnya, hal ini menjadi penanda klinis yang membantu. Nasal crease yang menonjol juga bisa ditemukan. Bagian kulit yang jarang terkena pada pasien AD biasanya kering dan sedikit eritematosus dan bisa berkerak. Secara histologis, kulit pada atopi terlihat terjadi inflamasi secara subklinis. Kulit kering dan berkerak pada AD menunjukkan dermatitis derajat ringan. Filaggrin di proses oleh casepase 14 selama diffrensiasi keratinasi juga keratinosis terminal mejadi higroskopik pyrolidone karboksilik acid dan urocanis acid yang secara keseluruhan dikenal sebagai faktor pelembab alami atau NMF. Null mutasi pada FLG berujung pada reduksi dari NMF, yang mungkin berperan terhadap terjadinya xerosis pada AD. Kehilangan air transepidermal ( TEWL ) meningkat. Hal ini mungkin dikarenakan dermatitis subklinis, tetapi juga disebabkan oleh pengantaran abnormal dari badan langerhans lemak epidermis ( terutama ceramide) ke celah antara keratinosit yang telah mengalamin diffrensiasi terminal. Kekurangan lapisan lipid bilayer yang berujung pada buruknya retensi air, berujung pada peningkatan TEWL dan xerosis klinis. Ptiriasis alba adalah bentuk dari dermatitis subklinis, sering berawal sebagai atopi, terlihat sebagai bercak berkerak, hipopigmentasi, dengan batas tidak tegas didaerah pipi, lengan atas dan badan, terutama pada anak dan dewasa muda. Ptiriasis alba biasanya merespon baik terhadap emollient dan steroid topikal ringan, terutama dengan ointment base. Keratosis pilaris (KP), lesi folikular bertanduk dari aspek terluar tangan, kaki, pipi dan pantat umumnya dihubungkan dengan AD. Papul keratotik diwajah mungkin berdasar merah, hal ini merupakan variant dari KP disebut keratosis pilaris rubra facei. KP sering tidak merespon terhadap pengobatan. Moisturizer sendiri tidak terlalu menguntungkan. Beberapa pasien akan merespon terhadap asam laktat topikal, urea, atau retinoid. Retinoid dapat dengan mudah mengiritasi kulit atopi, dan pengbatan sebaiknya dimulai denga pemakaian obat 1-2 kali perminggu. KP harus dibedakan dari folicular ekzema karna AD dan ekzema lainnya biasanya terbentuk foliculosentris, terutama pada pasien berkulit hitam, penipisan alis mata bagian lateral, hertognes sign, kadang ditemukan.hal ini terjadi oleh karena kebiasaan menggosok-gosok daerah tersebut oleh karena pruritus dan dermatitis subklinis. Hiperkeratosis dan hiperpigmentasi yang menyebabkan penampakan leher kotor juga sering ditemukan pada AD.2. Vascular stigmataIndividu dengan atopi kadang menunjukkan parrol perioral, perinasal, dan periorbita (haeadight sign). Dermatografisme putih adalah warna keputihan pada kulit didaerah yang ditekan dengan benda tumpul. Reaksi ni berbeda dengan triple response dari lewis, dimana tidak terdapat bentol, dan respon ke 3 ( kemerahan ) diganti dengan keputihan yang berbentuk garis putih. Saat 0,1ml dari 1:100.000 solusi histamin di sutikkan secara intradermal, fase kemerahan hilang atau tidak ditemukan.Pasien dengan atopi memiliki resiko untuk membentuk berbagai bentuk urtikaria termasuk kontak urtikaria. Kontak urtikaria bisa di ikuti oleh lesi ekzematous tipikal pada daerah yang terkena.3. Abnormalitas OpthalmologiHingga 10% pasien AD mengalami katarak, baik katarak subkapsular anterior maupun posterior. Katarak subkapsular posterior pada pasien atopi sulit dibedakan dengan katarak yang diinduksi oleh pemakaian kortikosteroid. Perkembangan dari katarak lebih sering pada pasien dengan dermatitis berat. Keratokonus jarang ditemukan, terjadi pada 1% pasien dengan atopi. Lensa kontak, keratoplasti dan lensa intra okular dapat digunakan untuk memperbaiki keadaan umum. 4. Kerentanan terhadap infeksiLebih dari 90% lesi ekzematous kronis mengandung S.aureus dalam jumlah yang besar. Sebagai tambahan, kulit normal tanpa lesi dari pasien dengan atopi juga sering dikolonisasi oleh S.aureus. penemuan peningkatan jumlah stafilococci patogen dikulit pasien atopi sering dihubbungkan dengan pembentukan kusta dari lesi kulit, fissura retro dan infra auricular dan perinasal, folikulitis dan adenopati. Infeksi sekunder harus dipertimbangkan pada semua atopi yang mengakibatkan kemerahan. Antibodi IgE terhadap stafilococcus dan toxinnya telah ditemukan pada beberapa pasien atopi. Produksi superantigen stafilococcal adalah salah satu mekanisme yang memungkinkan terjadinya kemerahan pada penyakit streptococcal. Pengobatan dari lesi AD dengan steroid topical dihubungkan dengan penurunan jumlah bakteri patogen pada permukaan bahkan saat tidak menggunakan antibiotika. Penggunaan oral antibotik tetapi sulit dibuktikan memiliki efek jangka panjang terhadap perjalanan AD, diberikan penggunaan terapi antibiotik oral dari pasien AD yang terinfeksi adalah standart dari komunitas dermatologis di seluruh dunia. Dengan adanya pnyebaran luas dari S.aureus resistant antibiotik, dermatologis telah beralih dari penggunaan oral antibiotik jangka panjang dalam menangani pasien dengan AD yang berhubungan dengan infeksi stafilococcal. Mandi dengan antibiotik dan penurunan sekret hidung telah menjadi dasar untuk mengontrol AD yang dipicu oleh alergi. Pada beberapa pasien dengan AD dan infeksi, terapi suppresif oral antibiotik jangka panjang dapat menstabilkan penyakitnya. Pilihan obat diantaranya : sefalosporin, TMP-SMX, klindamicin, dan pada pasien yang lebih tua : doxycycline. Mengidentifikasi dan menangani karrier S.aureus dikeluarga juga menguntungkan. Komplikasi yang tidak biasa dari infeksi S.aureus pada pasien dengan AD yaitu infeksi subungual, dengan osteomyelitis dari falang distal. Pada pasien atopi dengan demam yang terlihat sangat toksik, kemungkinan infeksi streptococcal harus dipertimbangkan. Anak-anak ini mungkin membutuhkan perawatan di rumah sakit dan antibiotik intravena. Pasien AD memiliki kerentanan yang meningkat terhadap infeksi herpes simpleks menyeluruh, dan juga infeksi paccinia ( ekzema paccinatum ) dan complicated varisela. Ekzema herpeticum terlihat paling sering pada anak-anak dan biasanya berhubungan dengan HSV berulang dan muncul sebagai vesikular, pusltular, krusta atau lesi tererosi yang tiba-tiba didaerah dermatitis. Lesi bisa terus meluas dan mengenai hampir seluruh permukaan kulit. Infeksi stafilococcus sekunder sering terjadi, dan edema lokal serta adenopati regional sangat sering terjadi. Jika lesi dari ekzema herpetikum terjadi disekitar kelopak mata, evaluasi ophtalmologi harus dilakukan. Tingkat keparahan dari ekzema herpetikum cukup bervariasi, tetapi pada sebagian besar kasus membutuhkan terapi antiviral sistemik dan antibiotik antistafilococcal. PATOGENESISImunologi ditandai dengan perkembangan esiatopik termasuk pengaktifan respons imun Th2 dengan sintesis sitokin di dalam IL-4,5,10 dan IL 13. Imunologi dibuktikan dengan adanya kelahiran. Darah tali pusat pada bayi merupakan sel mononuklear yang distimulasi oleh phitohemaglutinin menunjukkan adanya peningkatan secara siknifikan dari IL 13 pada anak - anak yang secara bertahap menunjukkan pertumbuhan AD. IL 4 dan IL 5 memproduksi peningkatan pada IgE. Elevasi IgE dan eusinofilia pada jaringan dan darah tepi. IL 10 menghambat hipersensitifitas tipe lambat. IL 4 menurunkan produksi dari interferon (IFN)-. Lesi awal pada AD adalah urtikaria, hasil dari hipereaktifitas Th2. Hasil dari tahap imunologi ini adalah penurunan produksi dari antimikrolopeptida (ANP) secara spesifik LL 37 (chatelicidin) dan defensins 2 dan 3. Kehilangan dari produksi ANP bisa mengakibatkan predisposisi atopik kepada penyebaran infeksi virus pada kulit (herpes molluscum dan vaccinia) dan bakteri, khususnya stafilokokus. Pasien AD bisa mengembangkan ekzema herpeticum menjadi seperti polarisasi T2, yang mendukung hubungan antara penurunan produksi ANP dan infeksi virus kulit. Terpaparnya epicutaneus dengan stafilokokal superantigens, dimana pasien AD dapat mengembangkan antibodi IgE, bisa dilihat lagi pada respons imun dimana Th2 sitokin, jelaskan hubungan antara infeksi stafilokokal dengan eksaserbasi dari AD. Superantigen stafilokokal seperti SEB, SEE, dan TSST 1 yang mengakibatkan penurunan fungsi dari respons steroid pada sel T. Ini adalah mekanisme lain yang dapat menerangkan AD berasosiasi dengan infeksi kulit stafilokokal atau kolonisasi. Sementara AD dimulai sebagai Th2 gangguan mediasi. Ini adalah fase kronik dimana inflamasi yang ditimbulkan oleh sitokin Th1, ini menjelaskan mengapa AD kronik secara histologi sangat mungkin mempunyai susunan yang sama dengan penyakit dermatosis kronik lainnya. Monosit di darah tepi pada pasien AD dengan produksi prostaglandin yang meningkat E2 (PGE2). PGE2 mereduksi produksi dari (IFN)- tapi tidak selalu dari T helper sel, dan mengikat Th2 dominan. PGE2 sering secara langsung mengikat produksi IgE dari B sel. Abnormalitas dari nervus cutaneus memproduksi secret (neuropeptida) telah diidentifikasi pada pasien atopik. Ini yang dapat menjelaskan abnormal fosforespsons, pengulangan rasa gatal dan mungkin saja beberapa imunologi yang tidak seimbang pada kulit atopik. Penurunan aktifitas dari pruriseptor perifer telah dilihat pada pasien atopi menimbulkan gambaran bahwa gatal pada kulit yang terkena lesi memiliki komponen sentral (sensasi sentral yang didasarkan pada penghantaran impuls sentral dibandingkan dengan saraf aferen primer). Komposisi asetilkolin pada kulit yang atopik ditandai sangat meningkat, dan asetilkolin dapat memainkan peran pada gejala dan manifestasi klinis dermatitis atopik. Pada subyek dengan AD asetilkoloin diinjeksi secara intradermal dan akhirnya dapat menurunkan gatal sementara memberikan gatal pada pasien kontrol. Saraf epidermal merupakan tanda dari akantosis, dan lesi likenifikasi, dari AD dimana menurunkan kekuatan dari stimulasi. Fisura pada kulit dapat mengekspose serat sel saraf, mungkin dapat menimbulkan gatal dan penjelasan tentang penurunan gatal secara cepat oleh emollients pada beberapa lesi. Pada AD kronis reseptor mu upiate tidak ada pada permukaan keratinosit. Ini dapat memungkinkan endogenous opiates pada epidermis untuk berikatan secara langsung dengan nervus epidermal yang dapat memicu gatal. Faktanya, antagonis topikal opiate dapat menurunkan gatal pada AD. Pada pasien atopik barier epidermal tidaklah normal meskipun tampak kulit yang normal. Peningkatan pada TEWL memiliki korelasi pada sebagian besar penyakit. AD lebih sering buruk pada musim dingin dulu sementara ambient humidity. Stres dapat menghasilkan formasi yang buruk dari epidermal lipid bilayer lebih buruk dari TEWL. Ini dimediasi oleh produksi endogenous kortikosteroid dan terapi kortikosteroid sistemik pada AD dihasilkan oleh normalitas pada sintesis epidermal lipid bilayer. Ini dapat menjelaskan bahwa AD dapat dilihat dari stres dan terapi sistemik streroid AD. Perbaikan pada barier dapat membuktikan AD. Kombinasi dari komponen terapi AD dapat menunjukkan kemajuan yang sangat pesat dalam mereduksi AD yang berat. Diagnosis DifirensialAD tipikal pada bayi dan anak diagnosisnya tidak sulit karena karakteristik dari morfologinya, predileksi simetrik terdapat pada wajah, leher, antekubital fosa poplitela dapat dikaitkan dengan alergi makanan, asma, dan rhino konjungtifitis alergi. Dermatous dapat dikaitkan dengan AD termasuk di dalammnya dermatitis seboroik (terutama pada bayi) alergi iritasi atau kontak alergi dermatitis, dermatitis sumular dan fotodermatitis skabies dan kasus psoriasis dengan morfologi eksematous. Secara jelas imudefisiensi syndrom dapat (see below) ditandai dengan kemiripan dengan AD. Histopatologi Histologi dari AD bervariasi tergantung dari tingkat lesi, dengan banyak perubahan yang dipengaruhi oleh garukan. Hiperkeratosis, akantosis, eksoriasi sering tampak pada penderita AD. Koloni stafilokokus kadang juga tampak pada pemeriksaan histologi. Meskipun eosinofil mungkin tidak tampak pada infiltrat didermal, pewarnaan pada eosinofil didapatkan endapan Major Basic Protein (MBP) pada banyak kasus. Endapan MBP yang berat sering tampak pada spesimen dari pasien dengan AD dan pada seseorang atau keluarga dengan riwayat atopi pada saluran pernafasanPENATALAKSANAANEdukasi dan dukunganEdukasi pada orang tua dan pasien sangat penting dalam penanganan AD. Karena kesibukan ahli dermatologi yang dilakukan di klinik, sering kali mereka tidak mempunyai cukup waktu untuk mengedukasi pasien secara baik mengenai faktor-faktor yang penting dalam penanganan AD. Format edukasi yang efektif dengan segera dilakukan perawat untuk mengoreksi pengobatan setiap minggu. Pada banyak kasus, menulis rencana kerja berbentuk garis-garis besar pendekatan langkah-langkah yang telah diatur memiliki peran penting dalam mengedukasi pasien/orangtua. Pada pasien dengan penyakit yang kronis sering menjadi tidak menyenangkan dengan terapi medis. Dukungan psiologi dalam megedukasi dapat memberikan motivasi dan tetap dalam rencana terapi. Mempunyai anak dengan AD adalah tekanan yang berat dan menyebabkan tekanan yang berarti dalam keluarga. Dukungan teknik edukasi dapat membantu keluarga mengatasi beban. Pada akhirnya, ahli kulit harus mempertimbangkan secara kompleks dan komitmen waktu dari regimen yang diresepkan dan membuat orangtua/pasien atau keduanya mengerti dan berkomitmen melakukan terapi yang dikemukakan.Barrier repairPada hakekatnya semua kasus AD, terdapat xerosis dan terganggunya pertahanan kulit. Hal pertama dalam terapi dan pencegahan AD adalah menemukan masalah. Pasien sebaiknya melembabkan kulit setiap hari, terutama setelah mandi. Ini dapat menggunakan pelembab petrolatum atau petrolatum-based product, oil-based product, vegetable shortening, atau yang mengandung lemak esensial dari pertahanan kulit. Pelembab ini mempunyai manfaat serupa pada AD terhadap steroid topical yang rendah. Ini juga sangat mudah untuk mengaplikasikan dan jika tersedia pada pasien, dapat meningkatkan kepatuhan. Petrolatum and petrolatum-based moisturizers sangat sering direkomendasikan dan murah dan sangat efektif untuk banyak pasien. Bagaimanapun, seorang laki-laki dengan tubuh yang berambut, pasien AD yang pencetusnya oleh panas, dan jarang pasien dengan dermatitis kontak alergi petrolatum terhadap petrolatum tidak mampu mentoleransi petrolatum-based agents. Pasien sebaiknya diinstruksikan melindungi kulit dari sabun yang merusak, air panas dan menggosok. Deterjen sintetik yang mempunyai pH asam lebih disukasi. Deterjen digunakan sebaiknya terbatas pada aksila, lipat paha, wajah, telapak kaki dan kulit kepala. Pembersih berbahan minyak dapat digunakan untuk membasahi kulit tanpa air. Untuk flare AD, rendam dan teknik smear (rendam dalam bak kemudian keringkan dan diberi pelembab atau salep obat) atau dressing dengan steroid topikal dapat sangat efektif. Dalam iklim tropis, pasien AD mempunyai beberapa keuntungan dengan pelembap. Alpha-hydroxy acid yang mengandung produk (asam laktat, asam glikolat) dapat menyebabkan iritasi dan dapat memperburuk AD yang meradang. Produk-produk ini hanya boleh digunakan untuk xerosis AD ketika sama sekali tidak ada peradangan atau pruritus.Terapi antibioticKetika terdapat bukti infeksi, terapi dengan antibiotic sistemik atau topical dapat diberikan. Cukup mengobati infeksi yang terjadi, itu adalah kunci dalam AD adalah menurunkan .Ketika ada bukti infeksi, pengobatan dengan antibiotik topikal atau sistemik mungkin tepat untuk menjaga kulit dari kolonisasi Staphylococcus. Faktor lingkunganStres, panas, berkeringat dan iritan eksternal dapat menjadi presipitasi serangan dari itching dan flare AD. Pakaian dari wool sebaiknya dihindari. Menghindari pencetus ini dapat bermanfaat. Latihan terbatas pada pasien dengan flare yang signifikan untuk berenang atau berjalan selama waktu dingin untuk menghindari pencetus keringat. Gatal saraf lebih aktif pada temperature tinggi, jadi keringat berlebih sebaiknya dihindari. Iritan dan allergen dalam berbagai produk juga dapat menyebabkan flaire pada pasien dengan AD. Pasien sebaiknya menghindari produk yang mengandung alergen dan sebaiknya dievaluasi untuk dermatitis kontak alergi jika ditemukan agen topical berhubungan dengan AD yang memburuk.AntipruriticsAntihistamin sedasi secara optimal digunakan tiap malam sebagai anti pruritus dan efek sedasi. Diphenhydramine, hydroxyzine, dan Sinequan dapat bermanfaat. Cetirizine dan fexofenadine telah ditunjukkan khasiatnya dalam manajemen pruritus pada anak dan dewasa dengan AD. Ini dapat ditambahkan tanpa efek sedasi yang signifikan jika antihistami generasi pertama tidak adekuat dalam mengontrol AD. Penggunaan es selama gatal dapat membantu mengobati gatal paroksismal. Losion pelembab yang mengandung mentol, fenol atau pramocaine dapat digunakan bersamaandengan pemakaian steroid uttuk melembabkan dan menurunkan gatal yang berat.Modalitas terapi sistemikTerapi kortikosteroid topikal sering digunakan sebagai pengobatan, sepanjang menggunakan pelembab, untuk terapi AD. Obat ini sangat efektif dan ekonomis. Pada bayi, dipilih salap steroid yang berpotensi rendah, seperti hydrocortisone 1% atau 2.5%. Perhatian hatus ditempatkan pada pemakaian emolien. Satu reseptor kortikosteroid tersaturasi, tambahan pemakaian steroid tidak berperan lebih dari efek emolien. Pada banyak bagian tubuh, pemakaian kortikosteroid satu kali sehari hampir efektif seperti pemakaian yang sering. Biayanya rendah dan dengan absorbs sistemik yang kurang. Pada beberapa tempat, pemakaian dua kali sehari mungkin bermanfaat, tetapi pemakaian yang lebih sering hampir tidak pernah bermanfaat. Phobia steroid sering pada orang tua dan pasien dengan AD. Penggunaan kortikosteroid secara topikal dapat meningkatkan effisiensi pengobatan.Pada area refrakter, kortikosteroid kuat, seperti desonide, aclomethasone, atau triamcinolone, dapat digunakan. Pada pemberian kortikosteroid topikal 2 kali seminggu juga dapat di gunakan untuk mengontrol penyakitnya. Pada anak dan dewasa, steroid dengan potensi sedang seperti triamcinolone sering digunakan, kecuali pada wajah, dimana steroid ringan atau calcineurin inhibitors digunakan. Untuk plak yang tebal dan lesi seperti lichen simplex chronicus, steroid yang sangat poten dapat diperlukan. Ini secara umum dipakai beberapa minggu, dengan steroid ringan digunakan selama seminggu. Salap lebih efektif, karena menggunakan pelembab dan tidak membutuhkan pemeliharaan, menurunkan kemungkinan dermatitis kontak alrgi. Jika pasien atopic memburuk atau gagal dalam pengobatan setelah menggunakan steroid topical dan pelembab, kemungkinan dermatitis kontak alergi atau alergi terhadap kortikosteroid harus dipertimbangkan. Alergi akibat kontak terhadap kortikosteroid itu sendiri tidak sering. Alergi kortikosteroid jarang bermanifestasi akut bertambah buruk dari eksim. Sebagai gantinya, manifestasinya sebagai sebuah flare dari eksim bilamana kortikosteroid tidak dilanjutkan, lengkap dalam sehari. Ini dapat sulit untuk membedakan dari stubborn AD.Meskipun potensial dapat mengakibatkan toksisitas local atau sistemik terjadi, steroid harus cukup kuat untuk mengontrol pruritus dan menghilangkan inflamasi. Bahkan pada anak kecil, steroid topical kuat dapat diperlukan dalam tiap minggu untuk mengontrol flare berat.

Topical calcineurin inhibitors (TCIs)Penghambat kalsineurin topical, seperti tacrolimus atau pimecrolimus, merupakan alternative steroid topical. Absorpsi sistemik secara umum tidak signifikan dengan salah satu atau kedua agen tersebut. Meskipun 0.03% takrolimus salap dijual untuk digunakan pada anak-anak, hal itu belum jelas diketahui apakah benar-benar menawarkan sesuatu keamanan yang menguntungkan di atas 0.1% formulasi. Toleransinya meningkat jika salap di pakai pada kulit tulang kering. Pengalaman pasien hanya sedikit panas jika bercak eksematous diterapi awal dengan kortikosteroid, dengan peralihan pada kalsineurin inhibitor setelah sebagian penyembuhan. Kemajuannya cenderung menjadi tetap, dengan setahap-demi setahap dari bagian yang membutuhkan terapi. Agen ini terutama berguna pada kelopak mata dan wajah, ketika pertimbangan adanya alergi kortikosteroid atau ketika berhubungan dengan absorbsi steroid sistemik. Tacrolimus lebih efektif daripada pimecrolimus, dengan salap tacrolimus 0.1% sama dengan triamcinolone acetonide 0.1% dan pimecrolimus sama dengan kortikosteroid kelas V atau VI.TarCrude coal tar 15% dalam petrolatum putih atau salap hidrofilik USP atau cairan deterjen karbonik (LCD) 5-20% dalam salap hidrofilik USP, kadang-kadang dapat membantu pada area yang mengalami AD refrakter. Mempersiapkan tar terutama berguna ketika digunakan untuk terapi intensif untuk dewasa baik ketika menjadi pasien atau dalam perawatan setiap hari, terutama dikombinasi dengan fototerapi UV.PhototherapyJika modalitas topical gagal untuk mengontrol AD, fototerapi adalah pilihan selanjutnya. Narrow-band UVB (NBUVB) sangat efektif dan diganti broadband UV untuk mengobati AD. Ketika inflamasi akut, toleransinya terhadap UV jelek. Terapi awal dengan imunosupresif sistemik dapat mendinginkan kulit cukup untuk melakukan terapi UV. Pasien dengan eritema yang banyak harus dimulai dengan UV dosis rendah untuk menghindari iritasi nonspesifik dari AD. Sering dosis awal terlalu rendah dan ditingkatkan perlahan pada pasien dengan psoriasis. Pada bercak akut dari AD, UVA-1 dapat digunakan. Pada pasien yang gagal dengan terapi NB-UVB, photochemotherapy (PUVA) dapat efektif. PUVA ini membutuhkan sedikit terapi dan dapat diberikan secara topical (soak/bath PUVA) atau secara sistemik (PUVA oral). Terapi Goeckerman dengan tar dan UVB dalam sehari terapi akan berperan penting untuk perbaikan lebih dari 90% pasien dengan AD refrakter dan memperpanjang remisi.Terapi sistemikKortikosteroid sistemikSecara umum, steroid sistemik sebaiknya sebaiknya digunakan hanya untuk mengontrol eksaserbasi akut. Pada pasien yang membutuhkan terapi steroid sistemik, terapi jangka pendek (3 minggu atau kurang) dapat dipakai. Jika kostikosteroid sistemik diulangi atau diperpanjang untuk mengontrol AD, fototerapi atau steroid-sparing agent sebaiknya dipertimbangkan. Terapi kortikosteroid kronik, untuk AD sering mengakibatkan efek samping yang banyak. Osteoporosis pada wanita membutuhkan pertimbangan khusus dan sebaiknya digunakan dengan bisphosphonate pada awalnya. Strategi pencegahan, seperti suplemen kalsium, vitamin D, bisphosphonate, latihan regular dan menghentikan rokok, sebaiknya dianjurkan.

CyclosporineCyclosporine mempunyai efek tinggi dalam mengobati AD berat. Obat ini sangat berguna untuk mengontrol AD berat dengan cepat serta aman dan efektif pada anak dan dewasa, meskipun mungkin ditolenasi baik pada anak-anak. Efek samping jangka panjang, terkhususunya penyakit ginjal, membutuhkan perhatian. Dosisnya adalah 3-5 mg/kg, dengan respons baik dan cepat pada dosis yang 5 mg/kg.

Agen imunosupresif lainBeberapa agen imunosupresif didemonstrasikan kemanjurannya pada pasien dengan AD. Tidak ada percobaan pembanding, jadi kemanjurannya relative tidak diketahui. Obat-obat ini juga tidak menunjukkan efektifitas bekerja sebagai cyclosporine. Bagaimanapun, profil keamanannya baik, sehingga pasien dapat membutuhkan imunosupresif jangka panjang. Obat-obatnya meliputi azathioprine (Immuran), mycophenolate mofetil (Cellcept), dan methotrexate (Rheumatrex). Dosis azathioprine disesuaikan oleh tingkat serum thiopurine methyltransferase. Mycophenolate mofetil secara umum ditoleransi baik dan seperti azathioprine, membutuhkan sekitar 6 minggu untuk menurunkan AD. Methotrexate dosis rendah tiap minggu sangat ditoleransi baik pada orang lanjut usia. Intravenous immunoglobulin (IVIG) mempunyai keterbatasan dalam manajemen AD, tetapi membuthkan biaya tinggi, kecuali ketika ada alasan lain terapi ini menjadi pilihan. IFN- diberikan injeksi setiap hari telah ditunjukkan kemanjurannya pada anak-anak dan dewasa dengan AD berat. Onset responsnya lambat, dapat ditoleransi tetapi dapat menyebabkan gejala seperti flu. (flu-like symptomps). Omalizumab dapat dipertimbangkan pada kasus refrakter, tetapi hanya 20% pasien dapat mencapai 50% atau lebih menurunkan AD. Infliximab tidak bermanfaat pada AD.Management of an acute flarePada awalnya, faktor presipitasi yang menyebabkan bercak sebaiknya di cari. Stres yang baru saja di dapatkan dapat berhubungan dengan bercak. Infeksi sekunder dengan S. aureus sebaiknya diasumsikan dalam banyak kasus. Infeksi yang jarang seperti herpes simplex atau coxsackie virus mungkin terlibat. Pityriasis rosea dapat juga menyebabkan AD hingga flare. Perkembangan sensitifitas kontak terhadap obat-obatan atau fotosensitif sebaiknya dipertimbangkan. Dalam aturan acute flare, terapi pencetus dapat berperan penting dalam perbaikan. Steroid sistemik jangka pendek mungkin bermanfaat, tetapi pasien sebaiknya diberi nasihat bahwa pemakaian jangka panjang terapi kortikosterid sistemik harus dihindari. Home hospitalization dapat berguna. Pasien kembali ke rumah untuk beristirahat, diisolasi dari kerja dan penyebab stress yang lain; sering, 3-4 hari terapi intense di rumah akan menghasilkan perbaikan flare berat.