dt uci kasus

31
ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVE DISORDER/ ADHD NUCIANA SITI ANDRIANTI

Upload: nuciana-siti-andrianti

Post on 11-Dec-2015

22 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

DT Uci Kasus

TRANSCRIPT

ATTENTION DEFICIT

HYPERACTIVE DISORDER/ ADHD

N U C I A N A S I T I A N D R I A N T I

KASUS 1Seorang anak laki-laki 5 tahun dirujuk ke

Dokter anak oleh gurunya pada minggu kedua di sebuah TK karena kesulitan untuk dikontrol dan menunjukkan tanda impulsivitas dan tidak perhatian : (1) dia berpindah sangat cepat dari satu kegiatan ke kegiatan lain, bertindak impulsif dan kadang terlalu agresif, tidak bisa menunggu gilirannya saat bermain game atau diskusi kelompok, dan umumnya sangat harus selalu diawasi. (2) ia sangat mudah teralihkan dan kesulitan untuk mendengarkan apa yang dikatakan kepadanya atau fokus pada tugas sekolah maupun aktivitas bermain lainnya.

Meski cemas akan perilaku anaknya di TK, ibunya berkata dirinya menduga hal itu akan terjadi mengingat si anak juga mengalami masalah yang sama di beberapa PAUD yang telah ia ikuti sebelumnya. "Dia bahkan hiper sebelum dia lahir”, ibunya menjelaskan. “Terkadang saya berpikir dia bergulat di dalam perut saya. Setelah ia lahir, dirinya selalu aktif energik; dia bahkan banyak bergerak saat tidur"

GEJALA KASUS

• Impulsif, tidak perhatian, dan kadang terlalu agresif.

•Berpindah sangat cepat dari satu kegiatan ke kegiatan lain

•Tidak bisa menunggu gilirannya saat bermain game atau diskusi kelompok

•Sangat mudah teralihkan dan kesulitan untuk mendengarkan apa yang dikatakan kepadanya atau fokus pada tugas sekolah maupun aktivitas bermain lainnya.

DIAGNOSIS MULTI AKSISIAL

• Axis I : F90.0 Gangguan Aktifitas dan Perhatian

• Axis II : Tidak ada gangguan

• Aksis III : Tidak ada penyakit penyerta

• Aksis IV: Mudah teralihkan dan kesulitan untuk mendengarkan apa yang dikatakan kepadanya atau fokus pada tugas sekolah maupun aktivitas bermain lainnya.

• Aksis V : 70-61

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Gangguan Defisit atensi/hiperaktivitas adalah terdiri atas pola yang tidak menunjukan atensi persisten dan/atau perilaku yang impulsif serta hiperaktivitas. Yang bersifat lebih berat dari yang diharapkan pada anak dengan usia dan tingkat perkembangan yang serupa.

Untuk memenuhi kriteria diagnosis ADHD, gejala harus ada sebelum usia 7 tahun.

EPIDEMIOLOGI

Insiden ADHD kira-kira 3-7 % pada anak-anak sekolah dasar sebelum pra pubertas.

Pada wiliyah jakarta pusat (2000-2001) terdapat 4,2 % dari sekitar 600 anak sekolah dasar kelas 1-3 yang mengalami ADHD.

Orang tua dari anak-anak yang mengalami ADHD menunjukan meningkatnya insiden hiperkinesis, sosiopati, gangguan penggunaan alkohol, dan gangguan konversi.

Gejala ADHD sering muncul pada usia 3 tahun, tapi diagnosis umumnya tidak terlihat hingga anak masuk usia sekolah (prasekolah/ TK).

Faktor Kerusakan otak

Faktor psikososial

Faktor Neurokimia

Faktor Neurobiologis

Faktor Genetik

ETIOLOGI

Epilepsi Sindrom tourette Gangguan pergerakanGangguan penyesuaianGangguan cemas Gangguan depresi Gangguan mood bipolar

DIAGNOSIS BANDING

Non Medikamentosa

1. Pelatihan orang tua dalam manajemen perilaku

Hal ini berguna untuk merekam bagaimana orang tua dan orang dewasa lainnya bereaksi terhadap perilaku dan apa interaksi berikutnya terjadi sebagai akibat dari reaksi tersebut. Orang tua harus mendekati anak agar selalu terjadi kontak dengan anak.

2. intervensi sekolah

Hal ini penting untuk membangun kemampuan belajar anak.

TERAPI

Medikamentosa

• Penggunaan obat-obatan dalam terapi ADHD berperan sebagai CNS stimulant, meliputi sediaan short dan sustained-release seperti: –Methylphenidate

–Dextroamphetamine

Gejala ADHD dapat pulih saat pubertas, atau hiperaktivitas dapat hilang tetapi berkurangnya rentang atensi dan masalah pengendalian impuls dapat bertahan.

Overaktivitas merupakan gejala pertama yang akan pulih, dan mudah teralih perhatian adalah gejala yang terakhir pulih.

PROGNOSIS

KESIMPULAN

Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD) merupakan kelainan neurobehavioral yang paling sering terjadi pada anak-anak, yang juga merupakan suatu keadaan kronis yang paling sering berpengaruh pada anak-anak usia sekolah, dan merupakan gangguan mental yang sering ditemukan pada anak-anak. ADHD ditandai oleh kurangnya kemampuan memusatkan perhatian, termasuk peningkatan distraktibilitas dan kesulitan untuk mempertahankan perhatian; kesulitan mempertahankan kontrol impuls; overaktifitas motorik dan kegelisahan motorik. Penyebab pasti dari ADHD belum diketahui. Namun dikatakan bahwa area korteks frontal, seperti frontrosubcortical pathways dan bagian frontal korteks itu sendiri, merupakan area utama yang secara teori bertanggung jawab terhadap terjadinya ADHD.

Prognosis dari ADHD ini umumnya baik, terutama bila pasien cepat di diagnosis sehingga segera mendapatkan terapi. Terapi yang dimaksud di sini berupa terapi medikamentosa, terapi perilaku, terapi gabungan medikamentosa dan perilaku, serta edukasi keluarga mengenai ADHD.

GANGGUAN AUTISTIK

KASUS 2

Seorang anak laki-laki berumur 2,5 tahun yang tidak pernah berbicara sepatah kata pun atau mencoba untuk berkomunikasi secara verbal dibawa ke klinik anak untuk dievaluasi. Orang tuanya berpikir bahwa anaknya mungkin terdapat tuli, bisu atau keterbelakangan mental dan juga khawatir terhadap penglihatannya. Selama pemeriksaan, didapati kurangnya kontak mata dengan semua orang dewasa. Orang tuanya juga melaporkan bahwa anak tersebut sibuk melihat benda berputar dan menghabiskan berjam-jam melihat gerakan tangan sendiri di udara.

Perilakunya dalam ruang pemeriksaan menunjukkan bahwa ia secara visual bisa membedakan benda-benda kecil, seperti sepotong permen di meja di dekatnya dan lampu di dinding jauh dari ruangan. Ia pun bolak-balik untuk menghidup dan mematikan saklar. Riwayat perkembangan dan pengamatan terhadap anak ini yaitu selain kebisuan, ia tidak menunjukkan niat komunikatif, tidak seperti anak-anak tuli atau afasia yang mencoba untuk berkomunikasi dengan gerakan atau suara.

Tidak sesuainya perkembangan perilaku pendekatan sosial seperti kurangnya tersenyum juga mendukung diagnosis autisme primer. Namun, karena ketulian dapat berdampingan dengan autisme, anak tersebut kemudian dirujuk ke audiolog anak untuk evaluasi. Diperlukan beberapa sesi dengan audiolog karena pasien kurang kooperatif, namun pada akhirnya menjadi jelas bahwa ternyata pendengarannya normal. Ia kemudian dirujuk ke klinik psikiatri untuk diagnosis kerja lebih lanjut dan rencana tatalaksana.

GEJALA KASUS

•Tidak pernah berbicara sepatah kata pun•Kurangnya kontak mata dengan semua orang

•Sibuk melihat benda berputar dan menghabiskan berjam-jam

•Bolak-balik untuk menghidup dan mematikan saklar

• Axis I : F84.0 Autisme masa kanak

• Axis II : Tidak ada gangguan

• Aksis III : Tidak ada penyakit penyerta

• Aksis IV: Tidak sesuainya perkembangan perilaku pendekatan sosial

• Aksis V : 70-61

MULTI AKSISIAL DIAGNOSIS

DEFINISIGangguan autistik adalah gangguan dalam interaksi sosial, komunikasi dan perilaku yang terbatas dan berulang yang muncul sebelum usia 3 tahun. Gangguan ini dijumpai 3-4 kali lebih banyak pada anak laki-laki dibanding dengan anak perempuan.

EPIDEMIOLOGIGangguan autisitik terjadi sekitar 5 kasus per 10.000 anak (0,5%)

Onset gangguan autistik terjadi sebelum usia 3 tahunLaki-laki : Perempuan Anak perempuan dengan gangguan autis lebih besar kemungkinannya memiliki retardasi mental

TINJAUAN PUSTAKA

ETIOLOGI Psiko

sosial &

keluarga Faktor

genetik

Faktor perinatal

Faktor imunolog

is

Faktor biologi

Faktor neuroanato

mi

Faktor

biokimia

KRITERIA DIAGNOSTIK A.     Sebanyak enam (atau lebih) item dari (1). (2). dan (3). dengan setidaknya

dua dari (1). dan satu masing-masing dari (2) dan (3):

(1)   Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial, yang termanifestasi oleh sedikitnya dua dari hal-hal berikut:

a)     Ditandai penurunan dalam penggunaan berbagai perilaku nonverbal seperti pandangan mata, ekspresi wajah, postur tubuh, dan gerak tubuh untuk mengatur interaksi sosial.

b)     Kegagalan untuk mengembangkan hubungan teman sebaya yang sesuai dengan tingkat perkembangan.

c)     Kurangnya spontanitas mencari orang lain untuk berbagi kesenangan, ketertarikan, atau prestasi (misalnya, dengan kurangnya menunjukkan, membawa atau menunjuk keluar obyek yang menarik).

d)      Kurangnya timbal balik sosial atau emosional

2)   Gangguan kualitatif dalam komunikasi yang termanifestasi oleh setidaknya satu dari hal-hal berikut:

a) Keterlambatan, atau total kehilangan perkembangan bahasa lisan (tidak disertai oleh usaha untuk mengkompensasikan melalui alternatif komunikasi lain seperti isyarat atau pantomim).

b)  Pada individu dengan kemampuan berbicara yang cukup, ditandai dengan hilangnya kemampuan untuk memulai atau

mempertahankan percakapan dengan orang lain.

c)  Penggunaan bahasa atau bahasa idiosinkratik yang stereotip dan repetitif.

d) Kurangnya variasi, bermain spontan membuat-percaya atau bermain meniru sosial yang sesuai dengan tingkat perkembangan.

(3)   Perilaku. minat, dan kegiatan yang dibatasi pola repetitif dan stereotip, seperti yang dituturkan yang termanifestasi oleh satu dari berikut:

a)  Mempertahankan keasyikan satu atau lebih minat yang sangat khas dan berlebih-lebihan dengan fokus dan intensitas yang tidak normal

b)  terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak ada gunanya.

c)   Ada gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang seperti memutar-mutarkan tangan atau jari-jemari, atau menggerakkan keseluruhan tubuh.

d)    Seringkali terpukau pada bagian-bagian atau benda.

B. Keterlambatan atau fungsi abnormal pada setidaknya satu dari bidang-bidang berikut, dengan onset sebelum usia 3 tahun: (I) interaksi sosial, (2) bahasa yang digunakan dalam komunikasi sosial, atau (3) bermain simbolis atau imajinatif.

C.   Gangguan itu tidak tercatat sebagai Gangguan Rett atau Gangguan Disintegrasi masa kanak-kanak.

Skizofrenia dengan onset masa kanak-kanakRetardasi mental dengan gejala perilakuAfasia di dapat yang disertai kejang Tuli kongenital atau hendaya pendengeran berat

.

DIAGNOSIS BANDING

Manajemen multidisiplin dapat dibagi menjadi dua yaitu non medikamentosa dan medikamentosa:

1. Non medikamentosa

a) Terapi edukasi

b) Terapi perilaku

c) Terapi wicara

d) Terapi okupasi/fisik

e) Sensori integrasi

f) AIT (Auditory Integration Training)

g) Intervensi keluarga

TERAPI

2. Medikamentosa

• Antipsikotik RisperidoneOlanzapineAripiprazole

• SSRI Fluoxetine Sertalin fluvoxamine

• Metilfenidat

PROGNOSIS

Gangguan autis umumnya gangguan seumur hidup dengan prognosis yang terbatas. Anak autis dengan IQ diatas 70 dan mereka yang menggunakan bahasa komunikatif saat usia 5 hingga 7 tahun memiliki prognosis baik.

Autisme adalah kumpulan kondisi kelainan perkembangan yang ditandai dengan kesulitan berinteraksi sosial, masalah komunikasi verbal dan nonverbal, disertai dengan pengulangan tingkah laku dan ketertarikan yang dangkal dan obsesif. Kelainan perkembangan ini dapat secara pasti dideteksi saat anak berusia 3 tahun. Adapun untuk menegakkan diagnosis autisme dapat digunakan kriteria diagnostik menurut DSM-IV-TR.

Manajemen multidisiplin dapat dibagi menjadi dua yaitu non medikamentosa dan medika mentosa. Terapi non medikamentosa meliputi terapi edukasi, terapi perilaku, terapi wicara, terapi okupasi/fisik, sensori integrasi, AIT (Auditory Integration Training), dan intervensi keluarga. Sedangkan terapi medikamentosa dibagi sesuai dengam target terapi berdasarkan gajala yaitu terapi jika perilaku destruktif, repetitif, inatensi, insomnia, atau gangguan metabolisme

KESIMPULAN