draft usulan pp & permen uu no.17

169
PENDAPAT DAN USULAN ATAS MATERI PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN Jakarta, Mei 2013

Upload: micronmaniac

Post on 31-Mar-2016

225 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Draft Usulan PP & Permen UU No.17

TRANSCRIPT

Page 1: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

PENDAPAT DAN USULAN

ATAS MATERI PERATURAN PELAKSANAAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2012

TENTANG PERKOPERASIAN

Jakarta, Mei 2013

Page 2: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

PENGANTAR

DEKOPIN melakukan kajian dan penghimpunan pendapat dan usul dari kalangan Gerakan Koperasi sebagai bahan dalam penyusunan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri, sebagai peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. Hasil kajian serta penghimpunan pendapat dan usul tersebut dituangkan dalam draft Peraturan Pemerintah dan draft Peraturan Menteri, yang akan disampaikan kepada Pemerintah, sebagai berikut ini.

Draft Peraturan Pemerintah:

1. Peraturan Pemerintah Tentang Tata Cara Pemakaian Nama Koperasi.

2. Peraturan Pemerintah Tentang Modal Koperasi.

3. Peraturan Pemerintah Tentang Tata Cara Pengembangan Jenis Koperasi.

4. Peraturan Pemerintah Tentang Koperasi Berdasarkan Prinsip Ekonomi Syariah.

5. Peraturan Pemerintah Tentang Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi Simpan Pinjam (LPS-KSP).

6. Peraturan Pemerintah Tentang Koperasi Simpan Pinjam.

7. Peraturan Pemerintah Tentang Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam (LP-KSP).

8. Peraturan Pemerintah Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pembubaran, Penyelesaian, dan Hapusnya Status Badan Hukum Koperasi.

9. Peraturan Pemerintah Tentang Peran Pemerintah dan Pemerintah Daerah Serta Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perlindungan Kepada Koperasi.

10. Peraturan Pemerintah Tentang Jenis, Tata Cara, dan Mekanisme Pengenaan Sanksi Administratif.

ii

Page 3: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

Draft Peraturan Menteri:

1. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Koperasi Sebagai Badan Hukum.

2. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pembukaan Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, dan Kantor Kas Koperasi.

3. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Tentang Persyaratan Standar Kompetensi Pengawas dan Pengurus Koperasi Simpan Pinjam.

4. Ketentuan mengenai Pengawasan dan Pemeriksaan Koperasi.

5. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Tentang Penggabungan dan Peleburan Koperasi.

6. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Tentang Tata Cara Perubahan Unit Simpan Pinjam (USP) Menjadi Koperasi Simpan Pinjam (KSP).

Draft Keputusan Menteri:

1. Peraturan Menteri Tentang Persyaratan dan Tata Cara Permohonan Izin Usaha Simpan Pinjam Koperasi.

Jakarta, 15 Mei 2013 DEKOPIN

iii

Page 4: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR __ TAHUN 2013

TENTANG

TATA CARA PEMAKAIAN NAMA KOPERASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa Koperasi adalah Badan Hukum yang harus mencantumkan nama dan tempat kedudukan dalam Anggaran Dasarnya sebagai identitas diri yang membedakannya dengan nama Koperasi lain;

b. bahwa untuk pemakaian nama Koperasi sesuai dengan Undang-Undang Perkoperasian maka tata cara pemakaian nama Koperasi perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Pasal 16 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355);

3. Pasal 17 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PEMAKAIAN NAMA KOPERASI.

Page 5: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 2 -

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya para anggotanya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.

2. Koperasi Primer adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang perseorangan.

3. Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan dan beranggotakan badan hukum Koperasi.

4. Nama Koperasi adalah sebutan yang menunjukkan identitas Koperasi, yang membedakannya dengan nama Koperasi lain.

5. Rapat Anggota adalah forum kekuasaan tertinggi dalam Koperasi.

6. Anggaran Dasar adalah ketentuan-ketentuan yang mengacu pada Undang-undang Koperasi yang mengatur kegiatan-kegiatan operasional Koperasi yang disahkan dalam Rapat Pembentukan Koperasi.

BAB II

TUJUAN

Pasal 2

(1) Pengaturan Tata Cara Pemakaian Nama Koperasi ini bertujuan untuk memberikan identitas yang spesifik untuk setiap Koperasi yang berbeda dengan nama Koperasi lain, dalam batas satu kabupaten atau kota.

(2) Nama Koperasi yang spesifik dan jelas maka dapat dihindarkan penyalahgunaan nama Koperasi untuk kepentingan yang ber-tentangan dengan Undang-undang.

BAB III

PERSYARATAN PENAMAAN KOPERASI

Pasal 3

(1) Nama Koperasi ditetapkan oleh Anggota dalam Rapat Anggota Pembentukan Koperasi.

Page 6: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 3 -

(2) Koperasi boleh menggunakan nama yang tidak dilarang oleh Undang-undang, seperti:

a. telah dipakai secara sah oleh Koperasi lain dalam satu kabupaten atau kota;

b. bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan;

c. sama atau mirip dengan nama lembaga negara/pemerintahan, atau lembaga internasional, kecuali mendapat izin dari yang bersangkutan.

Pasal 4

Nama Koperasi Sekunder harus memuat kata ”Koperasi” dan diakhiri dengan singkatan ”(Skd)”.

BAB IV

PENGECEKAN DAN PENELITIAN NAMA

Pasal 5

(1) Pejabat yang berwenang melakukan pengecekan dan penelitian terhadap usulan nama Koperasi yang diajukan oleh pemohon untuk memastikan bahwa nama tersebut memenuhi persyaratan sebagai-mana diatur dalam Pasal 3 ayat (2).

(2) Dalam hal usulan nama tersebut memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam pasal 3 ayat (2), maka nama tersebut dapat digunakan oleh Koperasi yang bersangkutan dan diajukan kepada Menteri atau pejabat yang berwenang untuk disahkan.

(3) Dalam hal usulan nama Koperasi ditolak, maka pejabat yang berwenang memberikan keputusan penolakan beserta alasannya, yang disampikan secara tertulis kepada pemohon paling lama 14 (empat belas) hari kerja semenjak diterimanya permohonan usulan nama.

(4) Terhadap penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemohon atau kuasanya dapat pengajukan permohonan ulang dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak diterimanya pemberitahuan penolakan tersebut.

(5) Permohonan ulang tersebut diajukan secara tertulis kepada Menteri atau pejabat yang berwenang.

(6) Terhadap pengajuan permohonan ulang usul nama Koperasi sebagaimana diatur pada ayat (5), Menteri atau pejabat yang berwenang memberikan tanda terima.

Page 7: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 4 -

(7) Menteri atau pejabat yang berwenang memberikan keputusan terhadap permohonan ulang tersebut dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya permohonan ulang tersebut.

BAB V

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 6

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkannya.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

Page 8: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR __ TAHUN 2013

TENTANG

MODAL KOPERASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk memperkokoh permodalan bagi Koperasi,

sebagai suatu badan usaha dan melaksanakan ketentuan Pasal 77 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Modal Koperasi;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5355);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG MODAL KOPERASI.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

Page 9: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 2 -

1. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.

2. Setoran Pokok adalah sejumlah uang, yang wajib dibayar oleh seseorang atau badan hukum Koperasi pada saat yang bersangkutan mengajukan permohonan keanggotaan pada suatu Koperasi.

3. Sertifikat Modal Koperasi selanjutnya disebut SMK adalah bukti penyertaan Anggota Koperasi dalam modal Koperasi.

4. Hibah adalah pemberian uang dan/atau barang kepada Koperasi dengan sukarela tanpa imbalan jasa, sebagai modal usaha.

5. Modal Penyertaan adalah sejumlah uang atau barang modal yang dapat dinilai dengan uang yang ditanamkan oleh Pemodal untuk menambah dan memperkuat struktrur permodalan Koperasi dalam meningkatkan kegiatan usahanya.

6. Selisih Hasil Usaha selanjutnya disebut SHU adalah Surplus Hasil Usaha atau Defisit Hasil Usaha yang diperoleh dari hasil usaha atau pendapatan Koperasi dalam satu tahun buku setelah dikurangi dengan pengeluaran atas berbagai beban usaha.

7. Obligasi Koperasi adalah surat pengakuan hutang Koperasi kepada pemegang Obligasi dengan suatu kesanggupan membayar nilai pokok hutang dan bunga atau kupon obligasi selama jangka waktu tertentu.

8. Surat Utang Koperasi selanjutnya disebut SUK adalah dokumen yang menunjukkan kesanggupan koperasi untuk membayar kewajibannya kepada pihak ketiga, dengan nilai, kupon/bunga/bagi hasil dan jangka waktu tertentu.

9. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Koperasi.

BAB II

MODAL KOPERASI

Pasal 2

(1) Modal Koperasi terdiri dari Setoran Pokok dan Sertifikat Modal Koperasi sebagai modal awal.

(2) Selain modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), modal Koperasi dapat berasal dari:

a. Hibah;

b. Modal Penyertaan;

Page 10: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 3 -

c. Modal pinjaman yang berasal dari:

1. Anggota;

2. Koperasi lainnya dan/atau Anggotanya;

3. Bank dan Lembaga keuangan lainnya;

4. Penerbitan obligasi dan surat hutang lain; dan/atau

5. Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

d. Sumber lain yang sah dan tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan/atau ketentuan peraturan Perundang-undangan.

Pasal 3

(1) Setoran Pokok dibayar pada saat calon Anggota mengajukan permohonan sebagai Anggota dan tidak dikembalikan.

(2) Setoran Pokok sebagaimana dimaksud di atas, harus telah disetor penuh yang ditunjukkan dengan bukti penyetoran yang sah.

(3) Setoran Pokok menjadi sarana bagi seseorang untuk ditetapkan menjadi Anggota yang akan memperoleh pelayanan dari Koperasi yang dibentuknya.

Pasal 4

(1) Nilai Setoran Pokok Anggota ditetapkan pada Rapat Anggota.

(2) Setoran Pokok tidak mendapat jasa dari bagian Selisih Hasil Usaha untuk Anggota.

Pasal 5

(1) Koperasi yang telah berdiri wajib melakukan konversi modal dari Simpanan Pokok dan Simpanan Wajib menjadi Sertifikat Modal Koperasi.

(2) Setoran Pokok dapat diisi dari salah satu dibawah ini:

a. sebagian dari Cadangan Koperasi;

b. sebagian dari Simpanan Pokok dan/atau Simpanan Wajib Anggota Koperasi; atau

c. Setoran tunai dari Anggota Koperasi.

(3) Pengisian Setoran Pokok sebagaimana tersebut pada ayat (2) dilakukan dengan persetujuan Rapat Anggota.

Pasal 6

(1) Sertifikat Modal Koperasi merupakan tanda bukti keikutsertaan Anggota di dalam modal dan usaha Koperasi.

Page 11: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 4 -

(2) Sertifikat Modal Koperasi mendapat jasa dari Selisih Hasil Usaha bagian Anggota.

Pasal 7

(1) Penerbitan Sertifikat Modal Koperasi dilakukan pada saat :

a. pendirian Koperasi (baru) untuk menghimpun modal awal;

b. konversi (pengubahan) dari Simpanan Wajib menjadi Sertifikat Modal Koperasi bagi Koperasi yang sudah berjalan;

c. penerbitan ulang sebagai Tambahan Modal Koperasi.

(2) Penerbitan ulang SMK dapat dilakukan beberapa kali penerbitan sesuai dengan kebutuhan seperti untuk investasi baru, perluasan usaha, restrukturisasi modal, dan keperluan lainnya yang mem-butuhkan modal tambahan.

(3) Penerbitan ulang SMK dituangkan di dalam suatu rencana penerbitan ulang Sertifikat Modal Koperasi.

Pasal 8

(1) Sertifikat Modal Koperasi diterbitkan dalam lembar sertifikat modal yang memuat sekurang-kurangnya:

a. Nama dan Logo Koperasi penerbit;

b. Seri dan Nomor urut SMK;

c. Nilai Nominal dalam satuan rupiah dan penyebutannya;

d. Kolom Nama Anggota dan Nomor Pokok Keanggotaan;

e. Tempat dan Waktu penerbitan;

f. Tanda Tangan dan otorisasi dari Pengurus.

(2) Nominal Sertifikat Modal koperasi ditetapkan dalam rapat Anggota dengan memperhatikan kemampuan Anggota.

(3) Nominal Sertifikat Modal Koperasi harus kecil atau maksimal sama dengan nilai Setoran Pokok.

Pasal 9

(1) Tenggat waktu pelunasan pembayaran SMK baik SMK minimal yang wajib dimiliki Anggota maupun SMK tambahan dalam penerbitan ulang adalah 3 (tiga) bulan.

(2) SMK diserahkan Anggota yang telah memenuhi kewajiban pembayaran SMK.

(3) Penyerahan Sertifikat Modal Koperasi kepada Anggota dilakukan secara fisik atau dalam bentuk warkat yang lembar SMK aslinya disimpan di Koperasi.

Page 12: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 5 -

Pasal 10

(1) Pengurus melakukan tata kelola SMK.

(2) Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:

a. perencanaan penerbitan;

b. penjaminan penjualan;

c. distribusi;

d. pengalihan;

e. balik nama.

(3) Pengelolaan SMK sebagai dimaksud di atas mencakup pengelolaan seluruh SMK yaitu SMK yang diterbitkan pada awal pendirian Koperasi, pada saat dilakukan konversi, dan penerbitan pada penerbitan ulang.

Pasal 11

(1) Pengelola SMK wajib melakukan pengamanan atas SMK yang diterbitkan dari tindakan penggandaan atau pemalsuan yang menyebabkan kerugian Anggota dan atau Koperasi.

(2) Pengelola melakukan penelitian dan penyelesaian, bilamana ditemukan indikasi adanya unsur kesengajaan atau kelalaian, Pengurus Koperasi dapat menyerahkan perbuatan tersebut kepada aparat berwenang sesuai peraturaan perundang-undangan.

Pasal 12

(1) SMK yang dimiliki dalam jumlah minimal hanya dapat dialihkan apabila seorang Anggota:

a. mengundurkan diri sebagai anggota Koperasi;

b. meninggal dunia;

c. diberhentikan dan dicabut status Keanggotaannya.

(2) Anggota yang memiliki SMK melebihi jumlah minimal dapat mengalihkan SMK kepada Anggota lain dan/atau kepada Koperasi dengan cara menjual SMK tersebut.

Pasal 13

(1) Pengalihan Sertifikat Modal Koperasi dari Anggota kepada Anggota lainnya dilakukan atas dasar harga yag disepakati para pihak dan dilaporkan kepada Pengurus.

(2) Pengalihan SMK dari Anggota kepada Koperasi dilakukan berdasarkan nilai nominal atau harga perolehan Sertifikat Modal Koperasi.

Page 13: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 6 -

Pasal 14

(1) Dalam hal penerbitan ulang Sertifikat Modal Koperasi untuk Tambahan Modal, Pengurus menyiapkan rencana penerbitan ulang yang sekurang-kurangnya menjelaskan:

a. nilai total SMK yang diterbitkan;

b. banyaknya lembar SMK yang akan diterbitkan;

c. nilai nominal setiap lembar SMK;

d. distribusi kepada Anggota;

e. penyerahan kepada Anggota;

f. penggunaan dana hasil penerbitan SMK.

(2) Rencana Penerbitan Ulang SMK untuk Tambahan Modal tersebut disusun dalam suatu prospektus untuk dibahas di dalam Rapat Anggota.

Pasal 15

Selain modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), modal Koperasi dapat berasal dari sumber yang lain, yaitu:

a. Hibah;

b. Modal Penyertaan;

c. modal luar/pinjaman yang berasal dari :

1. Anggota;

2. Koperasi lainnya dan/atau Anggotanya;

3. bank dan lembaga keuangan lainnya;

4. penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya; dan/atau

5. Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

d. sumber lain yang sah yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 16

(1) Koperasi dapat menerima Hibah, baik dari dalam negeri maupun asing sepanjang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Hibah yang diterima Koperasi tidak dapat dibagikan secara langsung atau tidak langsung kepada Anggota, Pengurus, dan Pengawas.

(3) Hibah yang diberikan kepada Koperasi di sektor riil dapat berwujud barang dan atau uang, sedangkan untuk Koperasi Simpan Pinjam dalam bentuk uang.

Page 14: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 7 -

(4) Peberian hibah kepada Koperasi dilaporkan dalam laporan Keuangan Koperasi sebagai Modal sendiri.

Pasal 17

(1) Modal Penyertaan dibagi ke dalam unit penyertaan Modal Penyertaan.

(2) Setiap Unit penyertaan mempunyai nilai nominal dalam satuan nilai rupiah.

(3) Unit penyertaan Modal Penyertaan ditawarkan kepada investor dengan suatu perjanjian penempatan modal penyertaan.

Pasal 18

(1) Masyarakat, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah yang menempatkan dana pada Modal Penyertaan mendapat bagian dari keuntungan pengelolaan usaha dan ikut menanggung risiko.

(2) Penempatan dana pada modal penyertaan adalah dalam jangka panjang.

Pasal 19

Perjanjian penempatan Modal Penyertaan dari masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:

a. kelayakan usaha yang membutuhkan modal penyertaan;

b. besarnya nomimal setiap unit penyertaan ; c. risiko dan tanggung jawab terhadap kerugian usaha; d. pengelolaan usaha; dan e. pembagian hasil usaha.

Pasal 20

Penerbitan Modal Penyertaan adalah untuk membiayai suatu usaha yang dilaksanakan oleh Koperasi atau bekerjasama dengan pihak lain yang memiliki potensi memberikan hasil yang tinggi dan berkelanjutan.

Pasal 21

Menteri malakukan pengawasan dan penilaian berkala terhadap Koperasi yang menerima Modal Penyertaan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat.

Pasal 22

(1) Untuk keperluan pembiayaan investasi dalam rangka pengembangan usaha dan restrukturisasi hutang, Koperasi dapat menerbitkan Obligasi Koperasi.

Page 15: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 8 -

(2) Obligasi Koperasi diterbitkan sebagai obligasi “atas unjuk” dengan jaminan aset Koperasi.

Pasal 23

(1) Penerbitan Obligasi Koperasi dapat dilakukan sesuai ketentuan otoritas pasar modal.

(2) Koperasi dapat menerbitkan obligasi secara tertutup sesuai dengan mekanisme internal Koperasi.

(3) Obligasi Koperasi, sekurang-kurangnya mencantumkan:

a. nilai nominal dengan satuan rupiah;

b. suku bunga dan Kupon;

c. tanggal/tahun penerbitan dan waktu jatuh tempo.

Pasal 24

(1) Koperasi wajib membayar kembali Pokok Obligasi pada tanggal jatuh tempo.

(2) Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Koperasi yang dananya berasal dari penerimaan kegiatan maupun sumber pendapatan hasil investasi obligasi.

Pasal 25

(1) Pengelola wajib menyusun perencanaan lengkap dan benar yang dituangkan dalam prospektus.

(2) Prospektus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit berisikan informasi material tentang Obligasi Koperasi yang akan diterbitkan, terdiri dari:

a. besarnya nilai obligasi yang diterbitkan;

b. bidang usaha Koperasi yang dibiayai dan penggunaan lainnya;

c. laporan keuangan hasil audit;

d. biografi dari pengawas dan pengurus, informasi terinci mengenai kompensasi dan kapabilitas mereka;

e. daftar aset Koperasi;

f. penjamin; dan

g. lain-lain informasi yang bersifat material.

Pasal 26

(1) Obligasi Koperasi diterbitkan dalam jangka waktu lebih dari 5 (lima) tahun untuk membiayai kegiatan yang menghasilkan penerimaan

Page 16: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 9 -

yang cukup untuk membayar pokok dan bunga/kupon obligasi Koperasi.

(2) Ketentuan mengenai Tata Cara Penerbitan Obligasi Koperasi di atur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 27

(1) Surat Utang Koperasi diterbitkan untuk keperluan pendanaan jangka pendek-menegah Koperasi.

(2) SUK diterbitkan atas unjuk, dengan sekurang-kurangnya menjelaskan:

a. besarnya suku bunga dan Kupon;

b. jangka waktu;

c. pengikatan perjanjian utang piutang;

d. pemindah tangangan atau jual beli.

Pasal 28

(1) Penerbitan Surat Utang Koperasi dilakukan atas dasar:

a. adanya kelayakan usaha yang akan dibiayai;

b. usaha yang dibiayai aman dan menguntungkan;

c. adanya kemampuan Koperasi untuk mengembalikan utang pokok dan kupon;

d. pengelolaan risiko secara jelas dan transparan;

e. memiliki insentif menarik bagi calon kreditur; dan

f. jaminan berupa kelayakan usaha, termasuk kemungkinan mengagunkan aset koperasi (dengan persetujuan Rapat Anggota).

(2) Pengelola wajib memberikan informasi yang lengkap dan benar yang dituangkan dalam prospektus penerbitan obligasi.

(3) Prospektus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan gambaran umum yang berisikan informasi material tentang SUK yang akan diterbitkan, seperti penjelasan tentang :

a. bidang usaha koperasi;

b. laporan keuangan hasil audit;

c. biografi dari pengawas, pengurus, informasi terinci mengenai kompensasi dan kapabilitas mereka;

d. daftar aset koperasi;

e. dan lain-lain informasi yang bersifat material.

Page 17: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 10 -

BAB III

PENCATATAN DAN PELAPORAN MODAL

Pasal 29

(1) Pengurus Koperasi wajib menyelenggarakan pencatatan modal dan penggunaan modal berdasarkan standar akuntansi yang berlaku.

(2) Pengurus Koperasi secara berkala menerbitkan laporan modal sebagai bagian dari Laporan Keuangan Koperasi.

(3) Pelaporan Modal Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup modal sendiri Koperasi dan modal pinjaman.

(4) Modal sendiri Koperasi merupakan ekuitas permanen yang terdiri dari:

a. Setoran Pokok;

b. Sertifikat Modal Koperasi;

c. Hibah;

d. Cadangan.

(5) Modal Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri dari:

a. Modal Penyertaan;

b. Pinjaman yang berasal dari:

1. Anggota;

2. Koperasi lainnya dan/atau Anggotanya;

3. bank dan lembaga keuangan lainnya;

4. Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya;

5. Pemerintah dan Pemerintah Daerah; dan/atau

c. Sumber lain yang sah yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB IV

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 30

Koperasi yang sudah ada, melakukan penyesuaian melalui konversi modal Koperasi.

Page 18: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 11 -

BAB V

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 31

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

Page 19: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR ___ TAHUN 2013

TENTANG

TATA CARA PENGEMBANGAN JENIS KOPERASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 85 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pengembangan Jenis Koperasi;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PENGEMBANGAN JENIS KOPERASI.

Page 20: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 2 -

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.

2. Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan Koperasi.

3. Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggota-kan orang perseorangan.

4. Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan badan hukum Koperasi.

5. Koperasi Simpan Pinjam adalah Koperasi yang menjalankan usaha simpan pinjam sebagai satu-satunya usaha.

BAB II

JENIS KOPERASI

Pasal 2

(1) Setiap Koperasi mencantumkan jenis Koperasi dalam Anggaran Dasar.

(2) Jenis Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada kesamaan kegiatan usaha dan/atau kepentingan ekonomi Anggota.

Pasal 3

Jenis Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri dari:

a. Koperasi konsumen;

b. Koperasi produsen;

c. Koperasi jasa; dan

d. Koperasi Simpan Pinjam.

Page 21: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 3 -

Pasal 4

(1) Koperasi konsumen menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang penyediaan barang kebutuhan Anggota dan non-Anggota.

(2) Koperasi produsen menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang pengadaan sarana produksi dan pemasaran produksi yang dihasilkan Anggota kepada Anggota dan non-Anggota.

(3) Koperasi jasa menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan jasa non-simpan pinjam yang diperlukan oleh Anggota dan non-Anggota.

(4) Koperasi Simpan Pinjam menjalankan usaha simpan pinjam sebagai satu-satunya usaha yang melayani Anggota.

Pasal 5

(1) Koperasi Jasa terdiri dari Koperasi Jasa Keuangan dan Koperasi Jasa non-Keuangan.

(2) Koperasi Jasa Keuangan menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan hanya kepada anggota.

Pasal 6

(1) Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, dan Koperasi Jasa dapat melakukan kegiatan usaha lain sesuai kebutuhan Anggota, selain kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

(2) Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dalam Pasal 4 wajib dicantumkan dalam Anggaran Dasar.

(3) Penyebutan jenis Koperasi yang menyelenggarakan beberapa kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam Anggaran Dasar adalah satu jenis Koperasi berdasarkan kesamaan kegiatan usaha dan/atau kepentingan ekonomi Anggota yang terbesar.

Pasal 7

Ketentuan pengembangan Koperasi Simpan Pinjam diatur dalam ketentuan Koperasi Simpan Pinjam yang diatur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah.

BAB III

PENGEMBANGAN KOPERASI KONSUMEN

Pasal 8

(1) Koperasi Konsumen menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang penyediaan barang kebutuhan konsumsi dan barang modal.

Page 22: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 4 -

(2) Dalam pelayanan penyediaan barang kebutuhan konsumsi dan barang modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Koperasi Konsumen melakukan pembelian dan pengadaan bersama.

Pasal 9

Koperasi Konsumen mendapatkan izin usaha dari Kementerian atau instansi yang membidangi usaha tersebut.

Pasal 10

(1) Koperasi Konsumen mengutamakan pelayanan kepada Anggota.

(2) Koperasi Konsumen mendorong non-Anggota menjadi Anggota, dengan memberikan fasilitas insentif khusus bagi Anggota.

(3) Kontribusi volume usaha Koperasi Konsumen terhadap pelayanan kepada Anggota adalah sebesar minimal 60% (enam puluh persen) dari volume usaha, sedangkan pelayanan kepada non-Anggota maksimal 40% (empat puluh persen) dari volume usaha.

Pasal 11

(1) Keanggotaan pada Koperasi Konsumen bersifat sukarela dan terbuka.

(2) Anggota didorong berpartisipasi aktif memanfaatkan pelayanan yang diberikan oleh Koperasi Konsumen.

Pasal 12

(1) Koperasi Konsumen didorong untuk mampu semaksimal mungkin melayani kebutuhan Anggota.

(2) Untuk mendorong efisiensi maka Koperasi Konsumen didorong untuk melakukan penggabungan atau peleburan dengan Koperasi Konsumen lainnya.

(3) Koperasi Konsumen didorong untuk membentuk Koperasi Sekunder.

BAB IV

PENGEMBANGAN KOPERASI PRODUSEN

Pasal 13

(1) Anggota Koperasi Produsen dapat berupa pekerja atau produsen barang.

Page 23: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 5 -

(2) Koperasi Produsen melayani kebutuhan sarana kegiatan produksi dan pemasaran Anggota.

(3) Dalam melayani kebutuhan sarana kegiatan produksi dan pemasaran Anggota, Koperasi Produsen melaksanakan pembelian dan pengadaan bersama bahan baku atau mesin dan melaksanakan pemasaran bersama barang yang dihasilkan Anggota baik kepada Anggota maupun kepada non-Anggota.

(4) Kontribusi volume usaha Koperasi Produsen terhadap pelayanan kepada Anggota adalah sebesar minimal 60% (enam puluh persen) dari volume usaha, sedangkan pelayanan kepada non-Anggota maksimal 40% (empat puluh persen) dari volume usaha.

Pasal 14

Koperasi Produsen mendapatkan izin usaha dari Kementerian atau instansi yang membidangi usaha tersebut.

Pasal 15

(1) Koperasi Produsen yang diprioritaskan untuk dikembangkan adalah Koperasi Produsen di sektor primer.

(2) Koperasi Produsen untuk sektor selain primer sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikembangkan sesuai dengan kebutuhan anggota.

Pasal 16

(1) Keanggotaan pada Koperasi Produsen bersifat sukarela dan terbuka.

(2) Anggota didorong berpartisipasi aktif memanfaatkan pelayanan yang diberikan oleh Koperasi Produsen.

Pasal 17

(1) Koperasi Produsen didorong untuk mampu semaksimal mungkin melayani kebutuhan Anggota.

(2) Untuk mendorong efisiensi maka Koperasi Produsen didorong untuk melakukan penggabungan atau peleburan dengan Koperasi Produsen lainnya.

(3) Koperasi Produsen juga didorong untuk membentuk Koperasi Sekunder.

Page 24: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 6 -

BAB V

PENGEMBANGAN KOPERASI JASA

Pasal 18

(1) Koperasi Jasa adalah Koperasi yang menyelenggarakan pelayanan Jasa Keuangan non-Simpan Pinjam dan Jasa non-Keuangan.

(2) Koperasi yang menyelenggarakan Jasa Keuangan non-Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan kegiatan secara tunggal usaha atau banyak usaha, seperti antara lain usaha:

a. Perbankan;

b. Kontraktual, Perasuransian, dan Dana Pensiun;

c. Pembiayaan, Sewa Guna Usaha (Leasing), Anjak Piutang (Factoring), Pegadaian, Modal Ventura, dan Pembiayaan Infrastruktur.

(3) Selain Koperasi Jasa Keuangan non-Simpan Pinjam pada ayat (2) termasuk pula Lembaga Keuangan Mikro yang berbadan hukum Koperasi yang diatur tersendiri dalam undang-undang tentang Lembaga Keuangan Mikro.

(4) Koperasi Jasa non-Keuangan meliputi seluruh usaha jasa di sektor riil.

Pasal 19

Koperasi Jasa mendapatkan izin usaha dari Kementerian atau instansi yang membidangi usaha tersebut.

Pasal 20

(1) Koperasi Jasa memberikan pelayanan utama kepada Anggota, dan bila terdapat kelebihan kapasitas dapat melayani non-Anggota.

(2) Koperasi Jasa mendorong non-Anggota menjadi Anggota dengan cara memberikan insentif kepada Anggota.

(3) Kontribusi volume usaha Koperasi Jasa terhadap pelayanan kepada Anggota adalah sebesar minimal 60% (enam puluh persen) dari volume usaha, sedangkan pelayanan kepada non-Anggota maksimal 40% (empat puluh persen) dari volume usaha.

Pasal 21

(1) Keanggotaan pada Koperasi Jasa bersifat sukarela dan terbuka.

(2) Anggota didorong berpartisipasi aktif memanfaatkan pelayanan yang diberikan oleh Koperasi Jasa.

Page 25: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 7 -

Pasal 22

(1) Koperasi Jasa didorong untuk mampu semaksimal mungkin melayani kebutuhan Anggota.

(2) Untuk mendorong efisiensi maka Koperasi Jasa didorong untuk melakukan penggabungan atau peleburan dengan Koperasi Jasa lainnya.

(3) Koperasi Jasa juga didorong untuk membentuk Koperasi Sekunder.

BAB VI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 23

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

Page 26: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR __ TAHUN 2013

TENTANG

KOPERASI BERDASARKAN PRINSIP EKONOMI SYARIAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa koperasi merupakan badan hukum yang dapat berusaha dalam berbagai jenis usaha sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku termasuk berusaha dengan menggunakan prinsip ekonomi syariah;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas dan untuk melaksanakan Pasal 87 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Koperasi Berdasarkan Prinsip Ekonomi Syariah;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pekoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KOPERASI

BERDASARKAN PRINSIP EKONOMI SYARIAH.

Page 27: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 2 -

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.

2. Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan Koperasi.

3. Koperasi berdasarkan prinsip ekonomi syariah selanjutnya disebut Koperasi Syariah adalah Koperasi yang kegiatan usahanya bergerak sesuai jenis Koperasi yaitu Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, dan Koperasi Jasa yang menjalankan prinsip ekonomi syariah.

4. Prinsip Ekonomi Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perekonomian berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.

5. Koperasi Jasa Keuangan Syariah adalah Koperasi Jasa yang menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang tabungan, pembiayaan, dan investasi berdasarkan prinsip ekonomi syariah.

6. Tabungan Wadiah Yad Dhamanah, adalah tabungan Anggota pada Koperasi dengan akad wadiah/titipan namun dengan seizin penyimpan dapat digunakan oleh Koperasi untuk kegiatan operasional Koperasi, dengan ketentuan penyimpan tidak mendapatkan bagi-hasil atas penyimpanan dananya, tetapi bisa dikompensasi dengan imbalan bonus yang besarnya bonus ditentukan sesuai kebijakan dan kemampuan Koperasi.

7. Tabungan Mudharabah Al-Muthalaqah, adalah tabungan Anggota pada Koperasi dengan akad Mudharabah Al Muthalaqah yang dapat dimanfaatkan Koperasi untuk pembiayaan kepada Anggota Koperasi secara profesional dengan ketentuan penabung mendapatkan bagi hasil atas tabungannya sesuai nisbah (proporsi bagi-hasil) yang disepakati pada saat pembukaan rekening tabungan.

8. Tabungan Mudharabah Berjangka adalah tabungan Anggota pada Koperasi dengan akad Mudharabah Al Muthalaqah yang penyetorannya dilakukan sekali dan penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian antara penabung dengan Koperasi yang bersangkutan.

9. Pembiayaan adalah kegiatan penyediaan dana untuk investasi atau kerjasama permodalan antara Koperasi dengan Anggota, yang mewajibkan penerima pembiayaan itu untuk melunasi pokok pembiayaan yang

Page 28: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 3 -

diterima kepada pihak Koperasi sesuai akad disertai dengan pembayaran sejumlah bagi hasil dari pendapatan atau laba dari kegiatan yang dibiayai atau penggunaan dana pembiayaan tersebut.

10. Pembiayaan Mudharabah, adalah akad kerjasama permodalan usaha dimana Koperasi sebagai pemilik modal (Sahibul Maal) menyetorkan modalnya kepada Anggota sebagai pengusaha (Mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha sesuai akad dengan pembagian keuntungan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan (nisbah), dan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal sepanjang bukan merupakan kelalaian penerima pembiayaan.

11. Pembiayaan Musyarakah, adalah akad kerjasama permodalan usaha antara Koperasi dengan Anggota sebagai pemilik modal pada usaha tertentu, untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah pembagian hasil sesuai kesepakatan para pihak, sedang kerugian ditanggung secara proposional sesuai dengan kontribusi modal.

12. Piutang Murabahah adalah tagihan atas transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati pihak penjual (Koperasi) dan pembeli (Anggota) dan atas transaksi jual-beli tersebut, yang mewajibkan Anggota untuk melunasi kewajibannya sesuai jangka waktu tertentu disertai dengan pembayaran imbalan berupa marjin keuntungan yang disepakati dimuka sesuai akad.

13. Piutang Salam adalah tagihan Anggota terhadap koperasi atas transaksi jual beli barang dengan cara pemesanan antara penjual dan pembeli dengan pembayaran dimuka dan pengiriman barang oleh penjual dilakukan dibelakang/kemudian, dengan ketentuan bahwa spesifikasi barang disepakati pada akad transaksi salam.

14. Piutang Istisna adalah tagihan atas akad transaksi jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan/pembeli dan penjual yang cara pembayarannya dapat dilakukan dimuka, diangsur, atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu.

15. Piutang Ijarah adalah tagihan akad sewa-menyewa antara muajir (Lessor/Penyewa) dengan Musta’jir (Lessee/yang menyewakan) atas Ma’jur (Objek sewa) untuk mendapatkan imbalan atas barang yang disewakannya.

16. Ijarah Muntahiyah Bittamlik adalah perjanjian sewa-beli suatu barang antara Lessor dengan Lessee yang diakhiri dengan perpindahan hak milik objek sewa dari Lessee/yang menyewakan kepada Lessor/Penyewa.

17. Qardh adalah kegiatan transaksi dengan akad pinjaman dana non komersial dimana si peminjam mempunyai kewajiban untuk membayar pokok dana yang dipinjam kepada Koperasi yang meminjamkan tanpa imbalan atau bagi hasil dalam waktu tertentu sesuai kesepakatan.

Page 29: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 4 -

18. Nisbah adalah proporsi pembagian keuntungan (bagi hasil) antara Pemilik Dana (Shahibul Maal) dan Pengelola Dana (Mudharib) atas hasil usaha yang dikerjasamakan.

19. Marjin adalah keuntungan yang diperoleh Koperasi atas hasil transaksi penjualan dengan pihak pembelinya.

20. Dewan Pengawas Syariah adalah dewan yang dipilih oleh Koperasi yang bersangkutan berdasarkan keputusan rapat anggota dan beranggotakan para ahli syariah yang menjalankan fungsi dan tugas sebagai Pengawas Syariah pada Koperasi yang bertugas mengawasi kegiatan usaha Koperasi agar sesuai dengan Prinsip Syariah.

21. Dewan Syariah Nasional adalah Dewan yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia untuk menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan syariah, yang selanjutnya disebut DSN-MUI.

22. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Koperasi.

BAB II

KOPERASI BERDASARKAN PRINSIP EKONOMI SYARIAH

Pasal 2

(1) Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, dan Koperasi Jasa dapat melaksanakan pengelolaan Koperasi berdasarkan prinsip ekonomi syariah.

(2) Pengelolaan Koperasi berdasarkan prinsip ekonomi syariah dicantumkan dalam Anggaran Dasar.

(3) Koperasi berdasarkan prinsip ekonomi syariah tunduk dan patuh terhadap segala aturan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dan semua peraturan pelaksanaannya.

BAB III

KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH

Bagian Kesatu Jenis, Prinsip, Pelayanan, dan Perizinan

Pasal 3

(1) Koperasi Jasa Keuangan Syariah termasuk di dalam jenis Koperasi Jasa.

Page 30: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 5 -

(2) Koperasi Jasa Keuangan Syariah menjalankan nilai dan prinsip Koperasi.

(3) Pelayanan Koperasi Jasa Keuangan Syariah hanya kepada anggota.

Pasal 4

(1) Koperasi Jasa Keuangan Syariah wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha dari Menteri.

(2) Untuk memperoleh izin usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah paling sedikit harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. menyampaikan susunan organisasi dan kepengurusan;

b. permodalan; dan

c. kelayakan usaha.

Bagian Kedua

Produk

Pasal 5

(1) Koperasi Jasa Keuangan Syariah dapat menghimpun dana dari Anggota dalam bentuk tabungan harian dan tabungan berjangka.

(2) Pengembangan produk tabungan harian dan tabungan berjangka dapat dilaksanakan sepanjang tidak menyimpang dari pengertian tabungan wadiah dan tabungan mudharabah berdasarkan fatwa DSN-MUI.

(3) Perhitungan bagi hasil untuk tabungan harian dan tabungan berjangka sesuai pola bagi hasil (syariah) dilakukan dengan perhitungan distribusi pendapatan.

(4) Perhitungan distribusi pendapatan diperoleh dari perhitungan saldo rata-rata perklasifikasi dana dibagi total saldo rata-rata seluruh klasifikasi dana, dikalikan dengan komponen pendapatan dikalikan nisbah bagi hasil masing masing produk tabungan yang dibagikan.

Pasal 6

(1) Koperasi Jasa Keuangan Syariah menyediakan produk pembiayaan sebagai berikut :

a. Pembiayaan Mudharabah;

b. Pembiayaan Musyarakah;

c. Piutang Murabahah;

d. Piutang salam;

e. Piutang istisna;

f. Piutang ijarah;

g. Qardh.

Page 31: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 6 -

(2) Pengembangan produk pembiayaan lain dimungkinkan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan berdasarkan fatwa DSN-MUI.

Pasal 7

Koperasi Jasa Keuangan Syariah dapat melayani kegiatan zakat dan wakaf sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Ketiga Dewan Pengawas Syariah

Pasal 8

(1) Untuk menjalankan usaha dengan prinsip syariah Koperasi Jasa Keuangan berdasarkan prinsip syariah wajib membentuk Dewan Pengawas Syariah.

(2) Susunan Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari seorang Ketua, Sekretaris dan Anggota.

Pasal 9

(1) Dewan Pengawas Syariah bertugas melakukan pengawasan pelaksanaan kegiatan usaha Koperasi Jasa Keuangan berdasarkan prinsip-prinsip syariah sesuai fatwa DSN-MUI.

(2) Dewan Pengawas Syariah melaporkan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri.

BAB IV

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 10

Koperasi yang ingin mengubah atau mengkonversikan kegiatan usahanya menjadi Koperasi berdasarkan prinsip syariah dapat menjalankan usaha dengan ketentuan:

a. melakukan perubahan Anggaran Dasar yang mencantumkan perubahan menjadi kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah;

b. melakukan konversi data keuangan sistem lama menjadi sistem syariah disertai permohonan izin perubahan pola operasional menjadi sistem syariah;

c. mengajukan pengesahan perubahan anggaran dasar dan perubahan operasionalnya menjadi sistem syariah, dengan menyertakan dokumen:

1. Berita acara persetujuan anggota untuk menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah;

Page 32: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 7 -

2. Alasan-alasan perubahan/konversi;

3. Laporan posisi, dan kondisi saat konversi;

4. Bukti-bukti keuangan yang menunjukan hak dan kewajiban bagi Koperasi yang bersangkutan.

BAB V

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 11

Ketentuan teknis mengenai pendirian, perizinan, organisasi, kegiatan usaha, dan permodalan Koperasi Jasa Keuangan Syariah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

Pasal 12

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

Page 33: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR __ TAHUN 2013

TENTANG

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN KOPERASI SIMPAN PINJAM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk menumbuh-kembangakan usaha Koperasi Simpan Pinjam diperlukan sistem Koperasi Simpan Pinjam yang tangguh, sehat, stabil, dan dapat dipercaya;

b. bahwa salah satu sumber dana Koperasi Simpan Pinjam untuk menjalankan kegiatan operasionalnya adalah berasal dari simpanan anggota;

c. bahwa untuk meningkatkan laju pertumbuhan simpanan anggota pada Koperasi Simpan Pinjam perlu ditumbuhkan kepercayaan anggota dalam menyimpan dananya pada Koperasi Simpan Pinjam;

d. bahwa untuk meningkatkan kepercayaan anggota dan masyarakat kepada Koperasi Simpan Pinjam dalam mengelola simpanan perlu dilakukan perkuatan dalam bentuk dukungan penjaminan simpanan anggota pada Koperasi Simpan Pinjam;

e. bahwa dalam rangka melaksanakan program penjaminan terhadap simpanan anggota Koperasi Simpan Pinjam tersebut perlu dibentuk suatu lembaga yang independen yang diberi tugas dan wewenang untuk melaksanakan program dimaksud;

f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, c, d dan huruf e,

Page 34: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 2 -

perlu membentuk Peraturan Pemerintah tentang Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi Simpan Pinjam;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pekoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN KOPERASI SIMPAN PINJAM.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.

2. Koperasi Simpan Pinjam yang selanjutnya disebut KSP adalah Koperasi yang menjalankan usaha simpan Pinjam sebagai satu-satunya usaha.

3. Lembaga Penjamin Simpanan KSP dan untuk selanjutnya disebut LPS-KSP adalah lembaga penjamin simpanan Anggota pada KSP.

4. Simpanan adalah sejumlah uang yang disimpan oleh Anggota kepada Koperasi Simpan Pinjam, dengan memperoleh jasa dari koperasi Simpan Pinjam sesuai Perjanjian.

5. Anggota Penyimpan adalah anggota KSP yang menyimpan dananya dalam bentuk simpanan dan/atau tabungan di KSP.

6. KSP Gagal adalah KSP yang mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya serta dinyatakan tidak dapat

Page 35: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 3 -

lagi disehatkan oleh Lembaga Pengawasan KSP sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya.

7. Penjaminan Simpanan Anggota KSP, yang selanjutnya disebut Penjaminan, adalah penjaminan yang dilaksanakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan KSP atas simpanan anggota KSP.

8. Komite Koordinasi adalah komite yang beranggotakan Menteri yang menyelenggarakan pemerintahan bidang perkoperasian, Lembaga Pengawasan KSP, dan Lembaga Penjamin Simpanan KSP yang memutuskan kebijakan penyelesaian dan penanganan suatu KSP Gagal.

9. Cadangan Penjaminan adalah dana yang berasal dari sebagian surplus Lembaga Penjamin Simpanan KSP yang dialokasikan untuk memenuhi kewajiban di masa yang akan datang dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang Lembaga Penjamin Simpanan KSP.

10. Cadangan Tujuan adalah dana yang berasal dari sebagian surplus Lembaga Penjamin Simpanan KSP yang digunakan antara lain untuk penggantian atau pembaruan aktiva tetap dan perlengkapan yang digunakan dalam melaksanakan tugas dan wewenang Lembaga Penjamin Simpanan KSP.

11. Peraturan LPS-KSP adalah peraturan yang ditetapkan oleh LPS-KSP dalam rangka penjaminan serta penyelesaian dan penanganan KSP Gagal sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.

12. Dewan Pengurus adalah organ tertinggi Lembaga Penjamin Simpanan KSP.

13. Keputusan Dewan Pengurus adalah keputusan yang ditetapkan oleh Dewan Pengurus LPS KSP yang memuat aturan intern.

BAB II

PEMBENTUKAN, STATUS, DAN TEMPAT KEDUDUKAN

Pasal 2

Berdasarkan Peraturan ini, dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi Simpan Pinjam, yang selanjutnya disebut LPS-KSP.

Pasal 3

(1) LPS-KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah badan hukum.

(2) LPS-KSP adalah lembaga yang independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.

(3) LPS-KSP bertanggung jawab kepada Presiden.

Page 36: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 4 -

Pasal 4

(1) LPS-KSP berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia.

(2) LPS-KSP dapat mempunyai kantor perwakilan di wilayah Negara Republik Indonesia.

(3) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pembentukan kantor perwakilan diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB III

FUNGSI, TUGAS, DAN WEWENANG

Pasal 5

Fungsi LPS-KSP adalah:

a. menjamin simpanan anggota penyimpan;

b. turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem KSP sesuai dengan kewenangannya; dan

c. sebagai instrumen guna mendorong KSP untuk, antara lain:

1. Menjadi “KSP murni” dengan mematuhi nilai, prinsip, dan regulasi koperasi;

2. Menekan biaya modal dengan menetapkan maksimum jasa simpanan yang dapat dijamin.

Pasal 6

Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, LPS-KSP mempunyai tugas:

a. merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan;

b. melaksanakan penjaminan simpanan;

c. merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem KSP; dan

d. merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian KSP gagal.

Pasal 7

(1) Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, LPS-KSP mempunyai wewenang sebagai berikut:

a. Menetapkan dan memungut premi penjaminan;

Page 37: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 5 -

b. Menetapkan dan memungut kontribusi pada saat KSP pertama kali menjadi peserta;

c. Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS-KSP;

d. Mendapatkan data simpanan anggota, data kesehatan KSP, laporan keuangan KSP, dan laporan hasil pemeriksaan KSP;

e. Melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan/atau konfirmasi atas data sebagaimana dimaksud pada huruf d;

f. Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim;

g. Menunjuk, menguasakan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi kepentingan dan/atau atas nama LPS-KSP, guna melaksanakan sebagian tugas tertentu;

h. Melakukan penyuluhan kepada KSP, anggota dan masyarakat tentang penjaminan simpanan KSP; dan

i. Menjatuhkan sanksi administratif.

(2) LPS-KSP melakukan penyelesaian dan penanganan KSP gagal dengan kewenangan:

a. mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pengurus, termasuk hak dan wewenang Rapat Anggota;

b. menguasai dan mengelola aset dan kewajiban KSP gagal yang diselamatkan.

Pasal 8

(1) Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, LPS-KSP dapat meminta data, informasi, dan/atau dokumen kepada pihak lain.

(2) Setiap pihak yang dimintai data, informasi, dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memberikannya kepada LPS-KSP.

BAB IV

PENJAMINAN SIMPANAN ANGGOTA KSP

Bagian Pertama Kepesertaan

Pasal 9

Setiap KSP yang hendak menjadi peserta Penjaminan diwajibkan:

a. menyerahkan dokumen sebagai berikut:

1. Salinan anggaran dasar dan/atau akta pendirian KSP;

Page 38: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 6 -

2. Salinan dokumen perizinan KSP;

3. Surat keterangan tingkat kesehatan KSP yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengawasan KSP yang dilengkapi dengan data pendukung;

4. Surat pernyataan dari pegurus, yang memuat :

i. Komitmen dan kesediaan pegurus dan anggota untuk mematuhi seluruh ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan LPS-KSP;

ii. Kesediaan untuk bertanggung jawab atas kelalaian dan/atau perbuatan yang melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian atau membahayakan kelangsungan usaha KSP;

iii. Kesediaan untuk melepaskan dan menyerahkan kepada LPS-KSP segala hak, kepemilikan, kepengurusan, dan/atau kepentingan apabila KSP menjadi KSP Gagal dan diputuskan untuk diselamatkan atau dibubarkan.

5. Membayar kontribusi kepesertaan sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dari modal sendiri (ekuitas) permanen KSP pada akhir tahun buku sebelumnya atau dari modal awal bagi KSP baru.

b. membayar premi Penjaminan sebesar …% (persen);

c. menyampaikan laporan secara berkala;

d. memberikan data, informasi, dan dokumen yang dibutuhkan dalam rangka penyelenggaraan Penjaminan; dan

e. menempatkan bukti kepesertaan atau salinannya di dalam kantor KSP atau tempat lainnya sehingga dapat diketahui dengan mudah oleh anggota dan masyarakat.

Pasal 10

Ketentuan mengenai tata cara dan syarat-syarat kepesertaan LPS-KSP diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri.

Bagian Kedua Simpanan Yang Dijamin

Pasal 11

LPS-KSP menjamin Simpanan anggota KSP dalam bentuk tabungan, tabungan berjangka, dan/atau bentuk simpanan lainnya yang dipersamakan dengan itu.

Pasal 12

(1) Nilai Simpanan yang dijamin untuk setiap anggota pada satu KSP paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Page 39: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 7 -

(2) Nilai Simpanan yang dijamin dapat diubah apabila:

a. Terjadi penarikan dana KSP dalam jumlah besar secara bersamaan;

b. Terjadi inflasi yang cukup besar dalam beberapa tahun;

c. Adanya kebijakan redenominasi Rupiah; atau

d. Keadaan lain yang berpengaruh, sehingga diperlukan penyesuaian nilai simpanan yang dijamin.

(3) Perubahan besaran nilai Simpanan yang dijamin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikonsultasikan kepada Presiden.

(4) Hasil konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Bagian Ketiga Premi

Pasal 13

(1) Premi Penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b dibayarkan 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun untuk:

a. pembayaran periode 1 untuk tanggal 1 Januari sampai dengan 30 Juni; dan

b. pembayaran periode 2 untuk tanggal1 Juli sampai dengan 31 Desember.

(2) Premi untuk masing-masing periode sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan selambat-lambatnya tanggal:

a. 31 Januari untuk periode sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; dan

b. 31 Juli untuk periode sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berdasarkan rata-rata saldo bulanan total Simpanan pada periode sebelumnya.

(3) Premi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditambah atau dikurangi sesuai dengan realisasi rata-rata saldo bulanan total Simpanan pada periode yang bersangkutan.

(4) Penambahan atau pengurangan premi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan pada saat pembayaran premi untuk periode berikutnya.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran premi ditetapkan dengan Peraturan LPS-KSP.

Page 40: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 8 -

Pasal 14

(1) Premi untuk setiap periode sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ditetapkan sama untuk setiap KSP sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dari rata-rata saldo bulanan total Simpanan dalam setiap periode.

(2) Tingkat premi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah apabila dipenuhi sekurang-kurangnya satu kriteria berikut:

a. terjadi perubahan nilai Simpanan yang dijamin untuk setiap anggota pada satu KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1);

b. akumulasi cadangan penjaminan telah melampaui tingkat sasaran sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari total Simpanan di setiap KSP; atau

c. terjadi perubahan tingkat risiko kegagalan pada KSP.

(3) Perubahan tingkat premi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikonsultasikan kepada Presiden.

(4) Hasil konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Pasal 15

(1) Penghitungan premi dilakukan sendiri oleh KSP.

(2) LPS-KSP dapat melakukan verifikasi atas perhitungan premi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui pemeriksaan dokumen laporan, pemanggilan pengurus/pengelola KSP yang bersangkutan, dan/atau pemeriksaan langsung pada KSP.

(4) Dalam hal pemeriksaan langsung pada KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), LPS-KSP dapat menunjuk Lembaga Pengawasan-KSP atau akuntan publik.

(5) Pemeriksaan langsung pada KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sudah harus selesai dilakukan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal penunjukan dari LPS-KSP diterima.

(6) Dalam hal terdapat perbedaan hasil perhitungan premi yang dilakukan sendiri oleh KSP dengan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), KSP wajib melakukan penyesuaian jumlah premi yang dibayar pada saat pembayaran premi periode berikutnya berdasarkan hasil verifikasi LPS-KSP.

Page 41: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 9 -

Pasal 16

(1) Cara penetapan premi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dapat diubah sehingga tingkat premi menjadi berbeda antara satu KSP dan KSP yang lain berdasarkan skala risiko kegagalan KSP.

(2) Dalam hal tingkat premi ditetapkan berbeda antara satu KSP dan KSP yang lain, perbedaan tingkat premi yang terendah dan yang tertinggi tidak melebihi 0,5% (nol koma lima persen).

(3) Perubahan cara penetapan premi dan tingkat premi berdasarkan skala risiko kegagalan KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikonsultasikan kepada Presiden.

(4) Hasil konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Bagian Keempat

Pembayaran Klaim Penjaminan

Pasal 17

(1) LPS-KSP wajib membayar klaim Penjaminan kepada anggota Penyimpan dari KSP yang dicabut izin usahanya.

(2) LPS-KSP berhak memperoleh data anggota Penyimpan dan informasi lain yang diperlukan dalam rangka penghitungan dan pembayaran klaim Penjaminan.

(3) LPS-KSP wajib menentukan Simpanan yang layak dibayar setelah melakukan rekonsiliasi dan verifikasi atas data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung sejak izin usaha KSP dicabut.

(4) LPS-KSP mulai membayar Simpanan yang layak dibayar selambat-lambatnya dalam waktu 5 (lima) hari kerja terhitung sejak verifikasi selesai dilakukan.

(5) Dalam rangka rekonsiliasi dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), anggota, pengawas, dan pengurus KSP yang dicabut izin usahanya, serta pihak lain yang terkait dengan KSP dimaksud wajib membantu memberikan segala data dan informasi yang diperlukan oleh LPS-KSP.

(6) LPS-KSP mengumumkan tanggal dimulainya pengajuan klaim Penjaminan.

(7) Jangka waktu pengajuan klaim Penjaminan oleh anggota Penyimpan kepada LPS-KSP adalah 5 (lima) hari sejak izin usaha KSP dicabut.

(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai rekonsiliasi, verifikasi, penetapan kelayakan simpanan, serta tata cara pengajuan dan pembayaran klaim Penjaminan ditetapkan dengan Peraturan LPS-KSP.

Page 42: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 10 -

Pasal 18

(1) Pembayaran klaim Penjaminan dapat dilakukan secara tunai dan/atau dengan alat pembayaran lain yang setara dengan itu.

(2) Setiap pembayaran klaim Penjaminan dilakukan dalam mata uang Rupiah.

Pasal 19

Dalam hal anggota Penyimpan pada saat yang bersamaan mempunyai kewajiban kepada KSP, maka pembayaran klaim Penjaminan dilakukan setelah kewajiban anggota Penyimpan kepada KSP terlebih dahulu diperhitungkan berdasarkan peraturan yang berlaku.

Pasal 20

(1) Klaim Penjaminan dinyatakan tidak layak dibayar apabila berdasarkan hasil rekonsiliasi dan/atau verifikasi:

a. data Simpanan anggota dimaksud tidak tercatat pada KSP;

b. anggota Penyimpan merupakan pihak yang diuntungkan secara tidak wajar; dan/atau

c. anggota Penyimpan merupakan pihak yang menyebabkan keadaan KSP menjadi tidak sehat.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pihak yang diuntungkan secara tidak wajar dan pihak yang menyebabkan keadaan KSP menjadi tidak sehat diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 21

(1) Dalam hal Anggota Penyimpan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) merasa dirugikan, maka Anggota dimaksud dapat:

a. mengajukan keberatan kepada LPS-KSP yang didukung dengan bukti nyata dan jelas; atau

b. melakukan upaya hukum melalui pengadilan.

(2) Dalam hal LPS menerima keberatan Anggota Penyimpan atau Pengadilan mengabulkan upaya hukum Anggota Penyimpan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LPS-KSP hanya membayar Simpanan Anggota tersebut sesuai dengan Penjaminan berikut bunga yang wajar.

Page 43: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 11 -

BAB V

PENYELESAIAN DAN PENANGANAN KSP GAGAL

Bagian Pertama Pengambilan Keputusan

Pasal 22

(1) LPS-KSP menerima pemberitahuan dari Lembaga Pengawasan-KSP mengenai KSP Gagal atau bermasalah.

(2) LPS-KSP melakukan penyelesaian KSP Gagal setelah menerima Pemberitahuan dari Lembaga Pengawasan-KSP.

Pasal 23

(1) Penyelesaian atau penanganan KSP Gagal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) dilakukan oleh LPS-KSP dengan cara melakukan penyelamatan atau tidak melakukan penyelamatan terhadap KSP Gagal dimaksud.

(2) Keputusan untuk melakukan penyelamatan atau tidak melakukan penyelamatan suatu KSP Gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Komite Koordinasi, dengan sekurang-kurangnya didasarkan pada perkiraan biaya penyelamatan dan perkiraan biaya tidak melakukan penyelamatan KSP Gagal dimaksud.

(3) LPS-KSP melakukan perhitungan atas perkiraan biaya penyelamatan dan perkiraan biaya tidak melakukan penyelamatan KSP Gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 24

(1) Perkiraan biaya penyelamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) meliputi penambahan modal sampai KSP tersebut memenuhi ketentuan tingkat kesehatan.

(2) Perkiraan biaya tidak melakukan penyelamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) memperhitungkan biaya pembayaran Simpanan anggota yang dijamin, biaya talangan gaji terutang, talangan pesangon karyawan, dan perkiraan penerimaan LPS-KSP dari penjualan aset dan piutang KSP yang dicabut izin usahanya.

Bagian Kedua

Penyelamatan KSP Gagal

Pasal 25

(1) Komite Koordinasi menetapkan untuk menyelamatkan KSP Gagal jika dipenuhi persyaratan sebagai berikut:

Page 44: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 12 -

a. perkiraan biaya penyelamatan secara signifikan lebih rendah dari perkiraan biaya tidak melakukan penyelamatan KSP dimaksud;

b. setelah diselamatkan, KSP masih menunjukkan prospek usaha yang baik;

c. ada pernyataan dari Rapat Anggota KSP yang sekurang-kurangnya memuat kesediaan untuk:

1. menyerahkan hak dan wewenang Rapat Anggota kepada LPS-KSP;

2. menyerahkan kepengurusan KSP kepada LPS-KSP; dan

3. tidak menuntut LPS-KSP atau pihak yang ditunjuk LPS-KSP apabila proses penyelamatan tidak berhasil, sepanjang LPS-KSP atau pihak yang ditunjuk LPS-KSP melakukan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) KSP menyerahkan kepada LPS-KSP dokumen mengenai:

a. penggunaan fasilitas pendanaan dari pemerintah;

b. data keuangan anggota peminjam;

c. struktur permodalan dan anggota KSP 3 (tiga) tahun terakhir; dan

d. informasi lainnya yang terkait dengan aset, kewajiban termasuk permodalan KSP, yang dibutuhkan oleh LPS-KSP.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan penyelamatan KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 26

Setelah persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dipenuhi, Rapat Anggota melalui Pengurus menyerahkan segala hak dan wewenangnya kepada LPS-KSP.

Pasal 27

Setelah Rapat Anggota menyerahkan hak dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, LPS-KSP dapat melakukan tindakan sebagai berikut:

a. menguasai, mengelola, dan melakukan tindakan kepemilikan atas aset milik atau yang menjadi hak-hak KSP dan/atau kewajiban KSP;

b. melakukan penyertaan modal sementara;

c. menjual atau mengalihkan aset KSP tanpa persetujuan anggota peminjam dan/atau kewajiban KSP tanpa persetujuan anggota penyimpan;

Page 45: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 13 -

d. mengalihkan kepengurusan KSP kepada anggota lain yang dianggap lebih kompeten;

e. melakukan penggabungan dengan KSP lain atau melakukan konsolildasi dengan KSP sekunder;

f. meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan/atau mengubah kontrak KSP yang mengikat KSP dengan pihak ketiga, yang menurut LPS-KSP merugikan KSP.

Pasal 28

Seluruh biaya penyelamatan KSP yang dikeluarkan oleh LPS-KSP menjadi penyertaan modal sementara LPS-KSP pada KSP.

Pasal 29

(1) Dalam hal ekuitas KSP bernilai positif pada saat penyerahan kepada LPS-KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, LPS-KSP dan pengurus membuat perjanjian yang mengatur penggunaan hasil penjualan aset KSP setelah penyelamatan.

(2) Dalam hal ekuitas KSP bernilai nol atau negatif pada saat penyerahan kepada LPS-KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, anggota dapat memiliki hak atas hasil aset KSP setelah penyelamatan.

Pasal 30

(1) Dalam perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) diatur mengenai penggunaan hasil penjualan aset KSP yang telah diselamatkan dengan urutan sebagai berikut:

a. pengembalian seluruh biaya penyelamatan yang telah dikeluarkan oleh LPS-KSP;

b. pengembalian kepada anggota melalui pengurus sebesar ekuitas pada saat penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26.

(2) Apabila setelah penggunaan hasil penjualan aset KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih ada sisa, maka dibagi secara proporsional kepada LPS-KSP dan anggota sesuai dengan perbandingan huruf a dan huruf b pada ayat (1).

Pasal 31

(1) LPS-KSP wajib menjual seluruh aset KSP yang diselamatkan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26.

(2) Penjualan aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terbuka dan transparan, dengan tetap mempertimbangkan tingkat pengembalian yang optimal bagi LPS-KSP.

Page 46: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 14 -

(3) Tingkat pengembalian yang optimal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit sebesar seluruh penempatan modal sementara yang dikeluarkan oleh LPS-KSP.

(4) Dalam hal tingkat pengembalian yang optimal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak dapat diwujudkan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun, jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang sebanyak-banyaknya 2 (dua) kali dengan masing-masing perpanjangan selama 1 (satu) tahun.

(5) Dalam hal tingkat pengembalian yang optimal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak dapat diwujudkan dalam jangka waktu perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka LPS-KSP menjual aset KSP tanpa memperhatikan ketentuan ayat (3) dalam waktu 1 (satu) tahun berikutnya.

Bagian Ketiga

KSP yang Tidak Diselamatkan

Pasal 32

(1) Dalam hal tidak terpenuhinya persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 atau Komite Koordinasi memutuskan untuk tidak melanjutkan proses penyelamatan, maka Menteri mencabut izin usaha KSP dimaksud dan menyatakan KSP tersebut dalam status penyelesaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) LPS-KSP melaksanakan pembayaran klaim Penjaminan kepada anggota Penyimpan KSP yang dicabut izin usahanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan dalam Bab IV Bagian Keempat.

BAB VI

PEMBUBARAN KSP GAGAL

Pasal 33

Dalam hal terjadi pembubaran terhadap KSP Gagal, LPS-KSP melakukan tindakan sebagai berikut:

a. melakukan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);

b. mengusulkan Tim Penyelesai kepada Menteri untuk ditunjuk dan ditetapkan sebagai Tim Penyelesai;

c. memberikan talangan untuk pembayaran gaji karyawan yang terutang dan talangan pesangon karyawan sebesar jumlah minimum pesangon sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan; dan

Page 47: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 15 -

d. melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka pengamanan aset KSP sebelum proses pembubaran dimulai.

Pasal 34

(1) Anggota Tim Penyelesai sebanyak-banyaknya 9 (sembilan) orang yang berasal dari LPS-KSP, Lembaga Pengawasan KSP, dan Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Koperasi.

(2) Dalam hal diperlukan, salah satu anggota pengurus, pengawas, atau anggota dari KSP dalam status penyelesaian dapat ditunjuk sebagai anggota Tim Penyelesai.

Pasal 35

(1) Keputusan pembubaran badan hukum KSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf d wajib:

a. didaftarkan di panitera Pengadilan Negeri yang meliputi tempat kedudukan KSP yang bersangkutan;

b. diberitahukan kepada instansi yang berwenang; dan

c. diumumkan dalam 2 (dua) surat kabar harian yang mempunyai peredaran luas.

(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c memuat pula pernyataan bahwa seluruh aset KSP dalam pembubaran berada dalam tanggung jawab dan pengurusan Tim Penyelesai.

Pasal 36

(1) Pelaksanaan pembubaran KSP dilakukan oleh Tim Penyelesai.

(2) Dengan terbentuknya Tim Penyelesai tanggung jawab dan kepengurusan KSP dalam pembubaran dilaksanakan oleh Tim Penyelesai.

(3) Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Penyelesai berwenang mewakili KSP dalam pembubaran dalam segala hal yang berkaitan dalam penyelesaian hak dan kewajiban KSP tersebut.

Pasal 37

(1) Sejak terbentuknya Tim Penyelesai, pengurus dan pengawas KSP dalam pembubaran menjadi non-aktif.

(2) Anggota, Pengawas, dan Pengurus serta karyawan dan mantan karyawan KSP dalam pembubaran berkewajiban untuk setiap saat membantu memberikan segala data dan informasi yang diperlukan oleh Tim Penyelesai.

Page 48: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 16 -

(3) Anggota, Pengawas, dan Pengurus serta karyawan KSP dalam pembubaran dilarang secara langsung atau tidak langsung menghambat proses pembubaran.

Pasal 38

Pelaksanaan pembubaran KSP oleh Tim Penyelesai wajib diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal pembentukan Tim Penyelesai dan dapat diperpanjang oleh LPS-KSP paling banyak 2 (dua) kali masing-masing paling lama 1 (satu) tahun.

Pasal 39

Pengawasan atas pelaksanaan pembubaran KSP dilakukan oleh Menteri.

Pasal 40

Dalam hal terdapat sengketa dalam proses pembubaran, maka sengketa dimaksud diselesaikan melalui pengadilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 41

(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, anggota Tim Penyelesai secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dilarang melakukan tindakan untuk keuntungan diri sendiri dan/atau pihak lain yang tidak berhak.

(2) Anggota Tim Penyelesai bertanggung jawab secara pribadi apabila dalam melaksanakan tugasnya melakukan tindakan untuk keuntungan diri sendiri dan/atau pihak lain yang tidak berhak.

Pasal 42

(1) Untuk kepentingan aset atau kewajiban KSP dalam pembubaran, Tim Penyelesai dapat meminta pembatalan kepada pengadilan atas segala perbuatan hukum KSP yang mengakibatkan berkurangnya aset atau bertambahnya kewajiban KSP, yang dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum pencabutan izin usaha.

(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perbuatan hukum KSP yang bersangkutan yang wajib dilakukan berdasarkan undang-undang.

Pasal 43

Pembubaran KSP dilakukan dengan cara:

Page 49: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 17 -

a. pencairan aset dan/atau penagihan piutang kepada para peminjam diikuti dengan pembayaran kewajiban KSP kepada anggota penyimpan dari hasil pencairan dan/atau penagihan tersebut; atau

b. pengalihan aset dan kewajiban KSP kepada pihak lain berdasarkan persetujuan LPS-KSP.

Pasal 44

(1) Pembayaran kewajiban KSP kepada para kreditur dari hasil pencairan dan/atau penagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dilakukan dengan urutan sebagai berikut:

a. penggantian atas talangan pembayaran gaji karyawan yang terutang;

b. penggantian atas pembayaran talangan pesangon karyawan;

c. biaya perkara di pengadilan, biaya lelang yang terutang, dan biaya operasional kantor;

d. biaya penyelamatan yang dikeluarkan oleh LPS-KSP dan/atau pembayaran atas klaim Penjaminan yang harus dibayarkan oleh LPS-KSP;

e. pajak yang terutang;

f. bagian Simpanan dari Anggota penyimpan yang tidak dibayarkan penjaminannya dan Simpanan dari Anggota penyimpan yang tidak dijamin; dan

g. hak dari Anggota penyimpan lainnya.

(2) Segala biaya yang berkaitan dengan pembubaran dan tercantum dalam daftar biaya pembubaran menjadi beban aset KSP dalam pembubaran dan dikeluarkan terlebih dahulu dari setiap hasil pencairannya.

(3) Honorarium Tim Penyelesai yang termasuk salah satu komponen dalam biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri.

(4) Apabila seluruh kewajiban KSP dalam pembubaran telah dibayarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih terdapat sisa hasil pembubaran, maka sisa tersebut diserahkan kepada Anggota.

(5) Apabila seluruh aset KSP telah habis dalam proses pembubaran dan masih terdapat kewajiban KSP terhadap pihak lain, maka kewajiban tersebut wajib dibayarkan oleh Anggota yang terbukti menyebabkan KSP menjadi KSP Gagal.

Pasal 45

Setelah selesai menyelesaikan proses pembubaran sesuai dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 atau paling lama dalam jangka

Page 50: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 18 -

waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Tim Penyelesai menyampaikan neraca akhir pembubaran dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada Menteri.

Pasal 46

Setelah menerima pertanggungjawaban Tim Penyelesai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, maka Menteri:

a. mengumumkan berakhirnya pembubaran dengan menempatkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan dalam surat kabar harian;

b. memberitahukan kepada instansi yang berwenang agar nama badan hukum KSP tersebut dicoret dari daftar perusahaan; dan

c. membubarkan Tim Penyelesai.

Pasal 47

Tagihan yang timbul setelah proses pembubaran selesai dapat diajukan terhadap sisa hasil pembubaran yang menjadi hak Anggota.

Pasal 48

Dalam hal menurut Menteri, anggota Tim Penyelesai tidak menjalankan tugas dengan baik dan/atau melakukan pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan, Menteri memberhentikan yang bersangkutan dan menunjuk penggantinya.

BAB VII

ORGANISASI

Bagian Pertama Organ LPS-KSP

Pasal 49

Organ LPS-KSP terdiri atas Dewan Pengurus.

Pasal 50

(1) Dewan Pengurus adalah pimpinan LPS-KSP.

(2) Dewan Pengurus merumuskan dan menetapkan kebijakan serta melakukan pengawasan dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang LPS-KSP sebagaimana diatur dalam peraturan ini.

Page 51: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 19 -

(3) Dewan Pengurus dipimpin oleh seorang Ketua Dewan Pengurus.

(4) Tata tertib dan tata cara pelaksanaan tugas dan wewenang Dewan Pengurus ditetapkan dalam Keputusan Dewan Pengurus.

Pasal 51

(1) Salah satu anggota Dewan Pengurus yang ditetapkan sebagai Ketua bertugas sebagai koordinator kegiatan operasional LPS-KSP.

(2) Tugas dan wewenang Ketua ditetapkan dalam Keputusan Dewan Pengurus.

Bagian Kedua

Dewan Pengurus

Pasal 52

(1) Anggota Dewan Pengurus berjumlah 5 (lima) orang, yang terdiri atas:

a. 1 (satu) orang pejabat setingkat eselon I Kementerian Koperasi dan UKM yang ditunjuk oleh Menteri Koperasi dan UKM;

b. 1 (satu) orang unsur dari Kementerian Keuangan yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan;

c. 1 (satu) orang dari unsur pimpinan Dewan Koperasi Indonesia yang ditunjuk oleh pimpinan Dewan Koperasi Indonesia;

d. 1 (satu) orang unsur pimpinan Lembaga Pengawasan-KSP yang ditunjuk oleh pimpinan Lembaga Pengawasan-KSP;

e. 1 (satu) orang anggota yang berasal dari kalangan profesional.

(2) Anggota Dewan Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Presiden.

Pasal 53

(1) Salah seorang dari anggota Dewan Pengurus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1), ditetapkan oleh Menteri sebagai Ketua Dewan Pengurus.

(2) Anggota Dewan Pengurus diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan hanya dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali untuk masa jabatan berikutnya.

Pasal 54

Untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Pengurus harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. warga negara Indonesia;

Page 52: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 20 -

b. mampu melakukan perbuatan hukum;

c. sehat jasmani dan rohani;

d. berusia setinggi-tingginya 60 tahun;

e. bukan sebagai konsultan, karyawan, pengurus, dan/atau anggota KSP;

f. bukan pengurus partai politik;

g. memiliki pengalaman dan/atau keahlian di bidang ekonomi, keuangan, KSP, dan/atau hukum;

h. tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi pengurus KSP/perusahaan yang menyebabkan KSP/perusahaan tersebut pailit atau; dan

i. tidak dinyatakan sebagai orang perseorangan yang tercela di bidang Koperasi Simpan Pinjam berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pasal 55

Sesama anggota Dewan Pengurus dilarang mempunyai hubungan keluarga sampai derajat kedua.

Pasal 56

(1) Anggota Dewan Pengurus hanya dapat diberhentikan oleh Presiden apabila:

a. berhalangan tetap;

b. masa jabatannya berakhir;

c. mengundurkan diri;

d. tidak hadir dalam rapat Dewan Pengurus sebanyak 4 kali berturut-turut tanpa alasan;

e. tidak menjalankan tugasnya sebagai anggota Dewan Pengurus lebih dari 6 (enam) bulan meskipun dengan alasan yang dapat dipertimbangkan;

f. memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua atau besan dengan anggota Dewan Pengurus yang lain.

(2) Anggota Dewan Pengurus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) huruf a dan huruf d diberhentikan dari jabatannya karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau tidak lagi menjadi pejabat setingkat eselon I di Kementerian Koperasi dan UKM dan anggota unsur pimpinan Lembaga Pengawasan-KSP.

(3) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Page 53: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 21 -

(4) Pemberhentian anggota Dewan Pengurus dan pengusulan anggota yang baru harus dilakukan sedemikian rupa hingga jumlah anggota Dewan Pengurus sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang.

(5) Dalam hal anggota Dewan Pengurus diberhentikan, anggota Dewan Pengurus penggantinya harus ditetapkan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberhentian.

(6) Masa jabatan anggota Dewan Pengurus yang diangkat untuk menggantikan anggota yang diberhentikan bukan karena berakhirnya masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah sisa masa jabatan anggota Dewan Pengurus yang digantikannya.

Pasal 57

(1) Dewan Pengurus berwenang mewakili LPS-KSP di dalam dan di luar pengadilan.

(2) Dewan Pengurus dapat mendelegasikan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Ketua atau anggota Dewan Pengurus lain, dengan atau tanpa hak substitusi.

(3) Ketentuan mengenai pendelegasian wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Dewan Pengurus.

Pasal 58

(1) Dewan Pengurus wajib mengadakan rapat secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan sekali dengan agenda yang memuat:

a. menetapkan kebijakan Penjaminan Simpanan anggota berdasarkan peraturan ini;

b. menetapkan kebijakan LPS-KSP dalam mendukung stabilitas sistem KSP;

c. mengevaluasi pelaksanaan Penjaminan Simpanan anggota dan pelaksanaan peran LPS- KSP dalam mendukung stabilitas sistem KSP;

d. menerima dan mengevaluasi hal-hal lain yang dilaporkan Ketua; dan/atau

e. hal-hal lain yang berhubungan dengan tugas LPS-KSP.

(2) Ketua Dewan Pengurus memimpin rapat-rapat Dewan Pengurus.

(3) Dalam hal Ketua Dewan Pengurus berhalangan sehingga yang bersangkutan tidak dapat memimpin rapat, maka anggota Dewan Pengurus lainnya secara musyawarah untuk mufakat memilih salah satu di antara mereka untuk memimpin rapat.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan rapat Dewan Pengurus diatur dengan Keputusan Dewan Pengurus.

Page 54: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 22 -

Pasal 59

(1) Pengambilan keputusan Dewan Pengurus dilakukan atas dasar musyawarah untuk mencapai mufakat.

(2) Dalam hal musyawarah untuk mencapai mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, keputusan ditetapkan berdasarkan suara terbanyak.

(3) Keputusan Dewan Pengurus sah apabila berdasarkan rapat Dewan Pengurus.

(4) Rapat Dewan Pengurus dinyatakan sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya oleh lebih dari separuh anggota Dewan Pengurus.

(5) Keputusan Dewan Pengurus mengikat seluruh anggota Dewan Pengurus.

(6) Semua catatan dan data termasuk argumentasi yang dikemukakan oleh anggota Dewan Pengurus dalam pengambilan keputusan Dewan Pengurus wajib dimuat dalam risalah rapat dan wajib ditandatangani oleh semua anggota Dewan Pengurus yang hadir.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengambilan keputusan Dewan Pengurus diatur dalam Keputusan Dewan Pengurus.

Pasal 60

Dalam hal anggota Dewan Pengurus mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung maupun tidak langsung, yang dapat menimbulkan benturan kepentingan dengan objek yang akan diputuskan, yang bersangkutan tidak boleh memberikan suara dalam pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) dan ayat (2).

Pasal 61

(1) Dewan Pengurus menetapkan struktur organisasi, uraian tugas dan jabatan, serta prosedur operasional LPS-KSP.

(2) Dewan Pengurus membentuk komite audit, komite informasi, dan komite lainnya sesuai dengan kebutuhan.

(3) Struktur organisasi, uraian tugas dan jabatan, prosedur operasional LPS-KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pembentukan, keanggotaan, dan tugas komite sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Dewan Pengurus.

Pasal 62

(1) Dewan Pengurus dapat mendelegasikan tugas dan/atau wewenang pelaksanaan operasional LPS-KSP kepada karyawan LPS-KSP dan/atau pihak lain yang khusus ditunjuk untuk itu, kecuali wewenang pendelegasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57.

Page 55: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 23 -

(2) Dalam melaksanakan tugas dan/atau wewenang yang didelegasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), karyawan yang menerima pendelegasian harus melaksanakan sesuai dengan delegasi yang diberikan.

(3) Ketentuan mengenai pendelegasian tugas dan/atau wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Dewan Pengurus.

Pasal 63

(1) Gaji, tunjangan lainnya, dan fasilitas bagi Ketua dan anggota Dewan Pengurus ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

(2) Besarnya gaji dan tunjangan lainnya bagi Ketua Dewan Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan paling banyak 2 (dua) kali dari gaji dan tunjangan lainnya dari karyawan dengan jabatan tertinggi.

Bagian Ketiga Dewan Pengurus dan Direktur

Pasal 64

(1) Dewan Pengurus dibantu oleh sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang direktur.

(2) Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Pengurus.

(3) Ketentuan mengenai jumlah direktur, persyaratan dan tata cara pengangkatan direktur, serta pembagian tugas direktur ditetapkan dengan Keputusan Dewan Pengurus.

Bagian Keempat Kekaryawanan

Pasal 65

(1) Dewan Pengurus menetapkan sistem kekaryawanan, sistem penggajian, penghargaan, program pensiun dan tunjangan hari tua, serta penghasilan lainnya bagi karyawan LPS-KSP.

(2) Ketua mengangkat dan memberhentikan karyawan LPS-KSP selain direktur.

(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetap-kan dengan Keputusan Dewan Pengurus.

(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetap-kan dengan Keputusan Ketua.

Page 56: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 24 -

Pasal 66

Karyawan LPS-KSP yang memiliki kepentingan pribadi terhadap suatu KSP, baik langsung maupun tidak langsung, yang dapat menimbulkan benturan kepentingan dalam pelaksanaan tugasnya, dilarang terlibat dalam pelaksanaan tugas yang berkaitan dengan KSP dimaksud.

BAB VIII

KEKAYAAN, PEMBIAYAAN, DAN PENGELOLAAN

Pasal 67

(1) Modal awal LPS-KSP ditetapkan sekurang-kurangnya Rp ........................ yang bersumber dari APBN dan sebesar-besarnya Rp .........................................

(2) Kekayaan LPS-KSP merupakan aset negara yang dipisahkan.

(3) LPS-KSP bertanggung jawab atas pengelolaan dan penatausahaan semua asetnya.

Pasal 68

(1) Kekayaan LPS-KSP berbentuk investasi dan bukan investasi.

(2) Kekayaan yang berbentuk investasi hanya dapat ditempatkan pada surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia.

(3) LPS-KSP tidak dapat menempatkan investasi pada KSP atau perusahaan lainnya, kecuali dalam bentuk penyertaan modal sementara dalam rangka penyelamatan atau penanganan KSP Gagal.

(4) LPS-KSP dapat menempatkan kekayaan bukan investasi dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya.

Pasal 69

(1) Surplus yang diperoleh LPS-KSP dari kegiatan operasional selama 1 (satu) tahun dialokasikan sebagai berikut:

a. 20% (dua puluh persen) untuk cadangan tujuan;

b. 80% (delapan puluh persen) diakumulasikan sebagai cadangan penjaminan.

(2) Dalam hal akumulasi cadangan penjaminan mencapai tingkat sasaran sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari total Simpanan pada seluruh KSP, bagian surplus sebagaimana diatur pada ayat (1) huruf b merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Page 57: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 25 -

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai surplus dan penggunaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan Menteri.

Pasal 70

(1) Defisit yang terjadi karena pembayaran klaim penjaminan dalam 1 (satu) tahun diperhitungkan sebagai pengurang cadangan penjaminan.

(2) Dalam hal cadangan penjaminan tidak mencukupi, maka defisit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperhitungkan sebagai pengurang modal LPS-KSP.

Pasal 71

(1) Dalam hal modal LPS-KSP kurang dari modal awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1), Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menutup kekurangan tersebut.

(2) Dalam hal LPS-KSP mengalami kesulitan likuiditas, LPS-KSP dapat memperoleh pinjaman dari Pemerintah.

(3) Ketentuan mengenai tingkat likuiditas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

BAB IX

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN TAHUNAN

Pasal 72

(1) Dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku mulai berlaku, Ketua menyampaikan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan untuk mendapat persetujuan Dewan Pengurus.

(2) Bersamaan dengan penyampaian Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua menyampaikan pula evaluasi pelaksanaan anggaran tahun berjalan kepada Dewan Pengurus.

(3) Bentuk dan susunan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Dewan Pengurus.

Page 58: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 26 -

BAB X

PELAPORAN DAN AKUNTABILITAS

Pasal 73

Dewan Pengurus menyampaikan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan yang telah disetujui, serta evaluasi pelaksanaan anggaran tahun berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) dan ayat (2) kepada Menteri.

Pasal 74

(1) LPS-KSP wajib menyusun laporan tahunan untuk setiap tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember.

(2) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari laporan kegiatan kerja dan laporan keuangan.

(3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.

(4) Hasil audit laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun berikutnya.

(5) Bentuk dan susunan laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Dewan Pengurus.

Pasal 75

(1) LPS-KSP wajib menyampaikan laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 kepada Menteri, paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya.

(2) LPS-KSP wajib mengumumkan laporan keuangan yang telah diaudit pada surat kabar harian yang memiliki peredaran luas, paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya.

(3) Bentuk dan susunan laporan keuangan yang diumumkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Dewan Pengurus.

BAB XI

HUBUNGAN DENGAN LEMBAGA LAIN

Pasal 76

(1) Dalam menjalankan tugasnya, LPS-KSP dapat bekerja sama dengan organisasi atau lembaga dalam negeri dan luar negeri.

Page 59: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 27 -

(2) LPS-KSP dapat bertindak sebagai anggota dari organisasi atau lembaga internasional mewakili Negara Republik Indonesia apabila terdapat ketentuan bahwa anggota dari organisasi atau lembaga internasional tersebut mengharuskan atas nama Negara.

BAB XII

KERAHASIAAN DATA

Pasal 77

(1) Dewan Pengurus, Ketua, karyawan LPS, atau setiap pihak yang bertugas untuk dan atas nama LPS-KSP wajib merahasiakan semua dokumen, informasi, dan catatan yang diperoleh atau dihasilkan dalam pelaksanaan tugasnya yang harus dirahasiakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perbuatan hukum Dewan Pengurus, Ketua, karyawan LPS-KSP, atau setiap pihak yang bertugas untuk dan atas nama LPS-KSP yang dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

BAB XIII

SANKSI ADMINISTRATIF DAN PIDANA

Pasal 78

(1) LPS-KSP menjatuhkan sanksi administratif pada KSP yang melanggar ketentuan sebagaimana dalam Pasal 9 huruf c dan huruf d.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa denda administratif dan/atau bunga.

(3) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. terhadap pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, ditetapkan paling tinggi 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah premi yang seharusnya dibayar untuk setiap periode termasuk bunga;

b. terhadap pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d, dikenakan denda Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) per hari keterlambatan penyampaian laporan.

(4) Pengenaan denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan.

Page 60: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 28 -

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif ditetapkan dengan Peraturan LPS-KSP.

Pasal 79

LPS-KSP menyampaikan informasi kepada Lembaga Pengawasan-KSP mengenai KSP yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 78.

Pasal 80

(1) Pengurus, pengawas, dan/atau pengelola KSP yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a, huruf b, huruf e, dan huruf f dan/atau menyebabkan KSP tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a, huruf b, huruf e, dan huruf f serta dalam Pasal 78, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun, serta denda paling sedikit Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(2) Pengurus, pengawas, dan/atau pengelola KSP yang menyebabkan KSP tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), di pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun, serta denda paling sedikit Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 81

(1) Anggota, pengurus, pengawas, karyawan, dan/atau pihak lain yang terkait dengan KSP yang dicabut izin usahanya atau KSP dalam pembubaran yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5) dan/atau Pasal 36 ayat (2) atau ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun, serta denda paling sedikit Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(2) Anggota Dewan Pengurus, Ketua, dan karyawan LPS-KSP, atau pihak lain yang ditunjuk atau disetujui oleh LPS-KSP untuk melakukan tugas tertentu, yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun, serta denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Page 61: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 29 -

(3) Setiap orang atau badan yang memberikan data, informasi, dan/atau laporan, yang berkaitan dengan penjaminan simpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 10 yang tidak benar, palsu, dan/atau menyesatkan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun, serta denda paling sedikit Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(4) Setiap orang atau badan yang menolak memberikan kepada LPS-KSP data, informasi, dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun, serta denda paling sedikit Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

BAB XIV

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 82

(1) LPS-KSP melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 bagi KSP berdasarkan prinsip ekonomi syariah.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi LPS-KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan Menteri.

BAB XV

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 83

(1) Pada saat berlakunya peraturan ini, semua KSP yang telah memiliki izin usaha dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri, dinyatakan menjadi peserta Penjaminan.

(2) KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a, huruf b, dan huruf c dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak LPS-KSP beroperasi secara efektif.

Pasal 84

Proses pembubaran yang dimulai sebelum berlakunya peraturan ini tetap dilaksanakan sesuai dengan ketentuan mengenai pembubaran KSP sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Page 62: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 30 -

BAB XVI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 85

(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) berlaku selama 24 (dua puluh empat) bulan setelah peraturan ini berlaku efektif.

(2) Dalam jangka waktu 24 (dua puluh empat) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku penahapan nilai Simpanan yang dijamin sebagai berikut:

a. selama 6 (enam) bulan sejak peraturan ini berlaku efektif, seluruh nilai Simpanan dijamin;

b. 6 (enam) bulan berikutnya sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a berakhir, nilai Simpanan yang dijamin paling tinggi sebesar Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);

c. 6 (enam) bulan berikutnya sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf b berakhir, nilai Simpanan yang dijamin paling tinggi sebesar Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(3) Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), penahapan nilai Simpanan yang dijamin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diubah dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 86

Untuk pertama kali, anggota Dewan Pengurus dan Ketua diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun.

Pasal 87

Peraturan ini mulai berlaku efektif 6 (enam) bulan setelah diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Page 63: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 31 -

Diundangkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

Page 64: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR __ TAHUN 2013

TENTANG

KOPERASI SIMPAN PINJAM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan Anggota Koperasi, maka kegiatan usaha simpan pinjam perlu ditumbuh-kembangkan;

b. bahwa kegiatan sebagaimana dimaksud huruf a harus dikelola secara berdaya guna dan berhasil guna;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 95 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, perlu mengatur Koperasi Simpan Pinjam dalam Peraturan Pemerintah;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pekoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355);

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KOPERASI

SIMPAN PINJAM.

Page 65: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 2 -

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini dengan:

1. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi dengan pemisaahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.

2. Koperasi Simpan Pinjam adalah Koperasi yang kegiatannya hanya usaha simpan pinjam.

3. Kegiatan usaha simpan pinjam adalah kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun dana dan penyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota Koperasi yang bersangkutan.

4. Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh anggota kepada Koperasi dalam bentuk tabungan dan simpanan berjangka.

5. Simpanan Berjangka adalah simpanan di Koperasi yang penyetorannya dilakukan sekali dan penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan Koperasi yang bersangkutan.

6. Tabungan adalah simpanan di Koperasi yang penyetorannya dilakukan berangsur-angsur dan penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati antara penabung dengan Koperasi yang bersangkutan dengan menggunakan Buku Tabungan Koperasi.

7. Pinjaman adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Koperasi dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu disertai dengan pembayaran sejumlah imbalan.

8. Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam adalah lembaga yang dibentuk oleh Pemerintah untuk menjalankan fungsi pengawasan terhadap Koperasi Simpan Pinjam.

9. Lembaga Penjaminan Simpanan Koperasi Simpan Pinjam adalah lembaga untuk menjamin Simpanan Anggota Koperasi Simpan Pinjam.

10.Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Koperasi.

Page 66: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 3 -

BAB II

ORGANISASI

Bagian Pertama

Bentuk Organisasi

Pasal 2

Koperasi Simpan Pinjam mencantumkan jenis Koperasi Simpan Pinjam dalam Anggaran Dasar.

Pasal 3

Koperasi Simpan Pinjam dapat berbentuk Koperasi Primer atau Koperasi Sekunder.

Pasal 4

(1) Koperasi Simpan Pinjam dapat mendirikan atau menjadi anggota Koperasi Simpan Pinjam Sekunder untuk meningkatkan usaha dan menyatukan potensi usaha serta mengembangkan kerjasama antara Koperasi Simpan Pinjam.

(2) Koperasi Simpan Pinjam Sekunder dapat menyelenggarakan kegiatan:

a. simpan pinjam antara Koperasi Simpan Pinjam yang menjadi anggotanya;

b. manajemen risiko;

c. konsultasi manajemen usaha simpan pinjam;

d. pendidikan dan pelatihan di bidang usaha simpan pinjam;

e. standarisasi prosedur operasional;

f. pengadaan sarana usaha untuk anggotanya; dan/atau

g. pemberian bimbingan dan konsultansi.

(3) Koperasi Simpan Pinjam Sekunder dilarang memberikan pinjaman kepada anggota perseorangan.

Bagian Kedua Pendirian

Pasal 5

(1) Pendirian Koperasi Simpan Pinjam dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai persyaratan dan tata cara pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.

Page 67: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 4 -

(2) Permintaan pengesahan Akta Pendirian Koperasi Simpan Pinjam diajukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan tambahan lampiran:

a. rencana kerja sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun;

b. administrasi dan pembukuan;

c. nama dan riwayat hidup calon Pengawas dan Pengurus; dan

d. daftar sarana kerja.

Pasal 6

(1) Koperasi Simpan Pinjam wajib memiliki izin usaha simpan pinjam dalam melaksanakan usahanya.

(2) Ketentuan teknis mengenai persyaratan dan tata cara memperoleh izin usaha simpan pinjam diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Ketiga Jaringan Pelayanan

Pasal 7

(1) Untuk meningkatkan pelayanan kepada anggota, Koperasi Simpan Pinjam dapat membuka jaringan pelayanan simpan pinjam.

(2) Jaringan pelayanan simpan pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. Kantor Cabang yang berfungsi mewakili Kantor Pusat dalam menjalankan kegiatan usaha untuk menghimpun dana dan penyalurannya serta mempunyai wewenang memutuskan pemberian pinjaman, dari dan untuk anggota;

b. Kantor Cabang Pembantu yang berfungsi mewakili Kantor Cabang dalam menjalankan kegiatan usaha untuk menghimpun dana dan penyalurannya serta mempunyai wewenang menerima permohonan pinjaman dari dan untuk anggota, tetapi tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan pemberian pinjaman;

c. Kantor Kas yang berfungsi mewakili Kantor Cabang dalam menjalankan kegiatan usaha untuk menghimpun dana dari anggota; dan

d. Jaringan pelayanan simpan pinjam lainnya.

Pasal 8

(1) Pembukaan Kantor Cabang harus memperoleh persetujuan dari Menteri.

Page 68: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 5 -

(2) Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah mendapat persetujuan dari dinas yang membidangi Koperasi di tempat Cabang tersebut akan didirikan.

(3) Pembukaan Kantor Cabang Pembantu dan Kantor Kas tidak diperlukan persetujuan Menteri tetapi harus dilaporkan kepada Menteri paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak pembukaan kantor.

(4) Pembukaan Kantor Cabang Pembantu dan Kantor Kas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberitahukan kepada dinas yang membidangi Koperasi dimana kantor-kantor tersebut berada.

BAB III

PENGELOLAAN

Pasal 9

(1) Pengelolaan kegiatan simpan pinjam dilakukan oleh Pengurus.

(2) Pengawas dan Pengurus Koperasi Simpan Pinjam harus memenuhi persyaratan standar kompetensi.

(3) Pengawas dan Pengurus Koperasi Simpan Pinjam dilarang merangkap sebagai Pengawas atau Pengurus Koperasi Simpan Pinjam lainnya.

(4) Susunan Pengurus dapat menggunakan tata nama direksi atau manajer berdasarkan fungsi.

Pasal 10

(1) Pengurus wajib memenuhi persyaratan minimal sebagai berikut:

a. tidak pernah melakukan tindakan tercela di bidang keuangan dan atau dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana di bidang keuangan;

b. memiliki akhlak dan moral yang baik; dan

c. mempunyai kompetensi di bidang keuangan atau pernah mengikuti pelatihan simpan pinjam atau magang dalam Koperasi Simpan Pinjam.

(2) Di antara Pengurus dengan tenaga Manajerial atau karyawan tidak boleh mempunyai hubungan keluarga sampai derajat ke satu menurut garis lurus ke bawah maupun ke samping.

Pasal 11

(1) Surplus Hasil Usaha yang diperoleh Koperasi Simpan Pinjam setelah dikurangi dana cadangan, dipergunakan untuk:

Page 69: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 6 -

a. dibagikan kepada anggota secara berimbang berdasarkan jumlah dana yang ditanamkan sebagai modal sendiri pada Koperasi Simpan Pinjam dan nilai transaksi;

b. membiayai pendidikan dan pelatihan serta peningkatan keterampilan;

c. bonus bagi Pengawas, Pengurus, dan karyawan; dan

d. keperluan lain untuk menunjang kegiatan Koperasi Simpan Pinjam.

(2) Penentuan prioritas atau besarnya dana untuk penggunaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, b, c, dan d diputuskan oleh Rapat Anggota.

Pasal 12

(1) Koperasi Simpan Pinjam wajib menerapkan prinsip kehati-hatian.

(2) Dalam memberikan pinjaman, Koperasi Simpan Pinjam wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan peminjam untuk melunasi pinjaman sesuai perjanjian.

(3) Dalam memberikan pinjaman, Koperasi Simpan Pinjam wajib menempuh cara yang tidak merugikan Koperasi Simpan Pinjam dan kepentingan penyimpan.

(4) Koperasi Simpan Pinjam wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian terhadap penyimpan.

(5) Koperasi Simpan Pinjam dilarang melakukan investasi usaha di sektor riil.

(6) Koperasi Simpan Pinjam yang menghimpun dana dari anggota harus menyalurkan kembali dalam bentuk pinjaman kepada anggota.

(7) Ketentuan mengenai penerapan prinsip kehati-hatian dan kesehatan sebagai mana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 13

(1) Dalam menjalankan usahanya, Pengurus wajib memperhatikan aspek permodalan, likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas guna menjaga kesehatan usaha dan kepentingan semua pihak yang terkait.

(2) Aspek permodalan yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

a. modal sendiri Koperasi tidak boleh berkurang jumlahnya dan harus ditingkatkan;

b. setiap pembukaan jaringan pelayanan, harus disediakan tambahan modal sendiri; dan

c. antara modal sendiri dengan modal pinjaman harus berimbang.

Page 70: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 7 -

(3) Aspek likuiditas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

a. penyediaan aktiva lancar yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek; dan

b. rasio antara pinjaman yang diberikan dengan dana yang telah dihimpun.

(4) Aspek solvabilitas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

a. penghimpunan modal pinjaman dan modal penyertaan didasarkan pada kemampuan membayar kembali; dan

b. rasio antara modal pinjaman dan modal penyertaan dengan kekayaan harus berimbang.

(5) Aspek rentabilitas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

a. rencana perolehan Selisih Hasil Usaha (SHU) ditetapkan dalam jumlah yang wajar untuk dapat memupuk permodalan, pengembangan usaha, pembagian jasa anggota, dengan tetap mengutamakan kualitas pelayanan; dan

b. rasio antara Selisih Hasil Usaha (SHU) dengan aktiva harus wajar.

(6) Pelaksanaan ketentuan pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 14

(1) Pengurus Koperasi berkewajiban merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan simpanan berjangka dan tabungan masing-masing penyimpan kepada pihak ketiga dan kepada anggota secara perorangan, kecuali dalam hal yang diperlukan untuk kepentingan proses peradilan dan perpajakan.

(2) Permintaan untuk mendapatkan keterangan mengenai simpanan berjangka dan tabungan sehubungan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh pimpinan instansi yang menanagani proses peradilan atau perpajakan kepada Menteri.

BAB IV

PERMODALAN

Pasal 15

(1) Koperasi Simpan Pinjam wajib menyediakan modal awal yang terdiri dari Setoran Pokok dan Sertifikat Modal Koperasi.

(2) Jumlah modal awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh berkurang jumlahnya dari jumlah yang semula.

Page 71: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 8 -

(3) Ketentuan mengenai modal awal yang disetor pada saat pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

(4) Koperasi Simpan Pinjam dapat menambah modal dengan cara menerbitkan Sertifikat Modal Koperasi tambahan dan/atau Modal Penyertaan.

Pasal 16

(1) Selain modal sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 15, Koperasi Simpan Pinjam dapat menghimpun modal pinjaman dari:

a. anggota;

b. koperasi lainnya dan/atau anggotanya

c. bank dan lembaga keuangan lainnya;

d. penerbitan obligasi dan surat utang lainnya; dan/atau

e. pemerintah dan pemerintah daerah;

f. sumber lain yang sah yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan/atau ketentuan perundang-undangan.

(2) Penerbitan obligasi dan surat utang lainnya dilakukan dengan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

(3) Koperasi dapat menerbitkan obligasi dan surat utang lainnya secara tertutup sesuai dengan mekanisme internal Koperasi.

BAB V

KEGIATAN USAHA

Pasal 17

(1) Kegiatan usaha simpan pinjam hanya dilaksanakan oleh Koperasi Simpan Pinjam.

(2) Kegiatan Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. menghimpun dana dari anggota;

b. memberikan pinjaman kepada anggota; dan

c. menempatkan dana pada Koperasi Simpan Pinjam sekundernya.

Pasal 18

(1) Rapat Anggota menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian pinjaman kepada anggota.

Page 72: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 9 -

(2) Ketentuan mengenai batas maksimum pinjaman kepada anggota berlaku pula bagi pinjaman kepada Pengawas, Pengurus dan karyawan.

Pasal 19

Dalam hal terdapat kelebihan dana yang telah dihimpun, setelah melaksanakan kegiatan pemberian pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b, Koperasi Simpan Pinjam dapat:

a. menempatkan dana dalam bentuk giro, deposito berjangka, tabungan, dan Sertifikat Deposito pada bank dan lembaga keuangan lainnya;

b. pembelian saham melalui pasar modal; dan

c. mengembangkan dana tabungan melalui sarana investasi lainnya.

Pasal 20

(1) Penghimpunan dan penyaluran dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dilakukan dengan pemberian imbal hasil.

(2) Imbal hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh Rapat Anggota.

Pasal 21

(1) Koperasi Simpan Pinjam wajib menjamin simpanan anggota.

(2) Penjaminan simpanan anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:

a. menyaratkan penyediaan agunan untuk pinjaman tertentu;

b. melaksanakan sistem tanggung renteng; dan/atau

c. melaksanakan sistem pertanggungan bersama.

(3) Pemerintah dapat membentuk Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi Simpan Pinjam untuk menjamin simpanan Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Koperasi Simpan Pinjam dapat mengikuti program penjaminan simpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan persyaratan sebagai berikut:

a. mematuhi nilai, prinsip, dan regulasi koperasi;

b. memenuhi syarat kesehatan;

c. memenuhi ketentuan pengawasan Lembaga Pengawas Koperasi Simpan Pinjam;

d. telah diperiksa akuntan publik dengan pendapat wajar; dan

Page 73: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 10 -

e. memenuhi syarat lain yang ditetapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi Simpan Pinjam.

BAB VI

PEMERIKSAAN, PENGAWASAN, DAN AUDIT

Pasal 22

(1) Menteri melakukan pemeriksaan terhadap Koperasi Simpan Pinjam, dalam hal:

a. Koperasi Simpan Pinjam membatasi keanggotaan atau menolak permohonan untuk menjadi anggota atas orang perseorangan yang telah memenuhi persyaratan keanggotaan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar;

b. Koperasi Simpan Pinjam tidak melaksanakan Rapat Anggota Tahunan dalam waktu 2 (dua) tahun berturut-turut;

c. Kelangsungan usaha Koperasi Simpan Pinjam sudah tidak dapat diharapkan; dan/atau

d. Terdapat dugaan kuat bahwa Koperasi Simpan Pinjam yang bersangkutan tidak mengelola administrasi keuangan secara benar.

(2) Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri dapat menunjuk Akuntan Publik.

(3) Biaya yang timbul sehubungan dengan kegiatan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 23

(1) Pengawasan terhadap Koperasi Simpan Pinjam wajib dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan para pihak terhadap Koperasi Simpan Pinjam.

(2) Pengawasan terhadap Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara internal dan eksternal.

(3) Pengawasan secara internal terhadap Koperasi Simpan Pinjam diatur dalam Anggaran Dasar.

(4) Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam secara eksternal dilakukan oleh Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada Menteri sebagaimana diatur dalam

Page 74: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 11 -

Peraturan Pemerintah tentang Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam.

Pasal 24

(1) Laporan keuangan Koperasi Simpan Pinjam harus diaudit oleh Akuntan Publik, apabila:

a. diminta oleh Menteri;

b. Rapat Anggota menghendakinya;

c. mengikuti program yang menyaratkan audit oleh Akuntan Publik; dan/atau

d. mempunyai aset minimum tertentu.

(2) Ketentuan mempunyai aset tertentu yang harus diaudit Akuntan Publik diatur dengan Peraturan Menteri.

(3) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, pengesahan laporan pertanggungjawaban tahunan oleh Rapat Anggota dinyatakan tidak sah.

Pasal 25

Koperasi Simpan Pinjam Sekunder melakukan pemeriksaan terhadap Koperasi Simpan Pinjam yang belum diharuskan audit Akuntan Publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1).

BAB VII

PEMBINAAN

Pasal 26

Pembinaan Koperasi Simpan Pinjam dilakukan oleh Menteri.

Pasal 27

(1) Koperasi Simpan Pinjam wajib menyampaikan laporan bulanan dan tahunan kepada Menteri.

(2) Neraca dan perhitungan Laba/Rugi tahunan bagi Koperasi Simpan Pinjam tertentu wajib terlebih dahulu diaudit oleh Akuntan Publik dan diumumkan.

(3) Tata cara dan pelaksanaan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri.

Page 75: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 12 -

Pasal 28

(1) Menteri dapat melakukan pemeriksaan terhadap Koperasi Simpan Pinjam baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan.

(2) Dalam hal terjadi pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Koperasi Simpan Pinjam wajib memberikan:

a. kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang ada padanya; dan/atau

b. bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan, dokumen, dan penjelasan yang dilaporkan oleh Koperasi Simpan Pinjam yang bersangkutan.

Pasal 29

(1) Dalam hal Koperasi Simpan Pinjam mengalami kesulitan yang mengganggu kelangsungan usahanya, Koperasi Simpan Pinjam yang bersangkutan melakukan tindakan sebagai berikut:

a. penambahan modal sendiri melalui penerbitan Sertifikat Modal Koperasi;

b. penggantian Pengurus;

c. penggabungan dengan Koperasi Simpan Pinjam lain;

d. penjualan sebagian aktiva tetap; dan

e. tindakan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Dalam hal Koperasi Simpan Pinjam mengalami Defisit Hasil Usaha akibat risiko usaha, setelah dibebankan pada cadangan dan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja tahun berikutnya belum mencukupi, Anggota wajib menyetor Sertifikat Modal Koperasi.

(3) Koperasi Simpan Pinjam dianggap mengalami kesulitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila mengalami salah satu atau gabungan dari hal-hal sebagai berikut:

a. terjadi penurunan modal dari jumlah modal yang disetorkan pada waktu pendirian;

b. penyediaan aktiva lancar tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek;

c. jumlah pinjaman yang diberikan lebih besar dari jumlah simpanan berjangka dan tabungan;

d. mengalami kerugian;

e. Pengurus melakukan penyalahgunaan keuangan; dan

f. Pengurus tidak melaksanakan tugasnya.

Page 76: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 13 -

(4) Dalam hal kesulitan tidak dapat diatasi, Koperasi Simpan Pinjam dapat dibubarkan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan ini.

Pasal 30

Untuk meningkatkan perkembangan usaha perkoperasian, Menteri mengadakan bimbingan dan penyuluhan kepada kelompok masyarakat yang melakukan kegiatan simpan pinjam bagi anggotanya agar kelompok masyarakat dalam menyelenggarakan kegiatannya tersebut dalam bentuk Koperasi.

BAB VIII

PENYELESAIAN KOPERASI SIMPAN PINJAM GAGAL

Pasal 31

Penyelesaian Koperasi Simpan Pinjam gagal dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah tentang Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi Simpan Pinjam.

BAB IX

PEMBUBARAN

Pasal 32

(1) Pembubaran Koperasi Simpan Pinjam dilakukan oleh Rapat Anggota.

(2) Dalam hal terjadi kondisi yang menyebabkan Koperasi Simpan Pinjam harus dibubarkan dan Koperasi Simpan Pinjam yang bersangkutan tidak melakukan pembubaran, maka Menteri dapat:

a. meminta kepada Rapat Anggota Koperasi Simpan Pinjam yang bersangkutan untuk membubarkan Koperasi Simpan Pinjam; dan

b. melakukan pembubaran Koperasi Simpan Pinjam dengan disertai sanksi administratif kepada Pengurus yang bersangkutan.

(3) Pelaksanaan pembubaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di bawah pengawasan Menteri.

Pasal 33

Dalam melakukan pembubaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, pihak yang mengambil keputusan pembubaran wajib mempertimbangkan

Page 77: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 14 -

masih adanya harta kekayaan Koperasi Simpan Pinjam yang dapat dicairkan untuk memenuhi pembayaran kewajiban yang bersangkutan.

Pasal 34

Pembubaran Koperasi Simpan Pinjam oleh Menteri dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi hal tersebut, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 35

(1) Dalam hal kondisi Koperasi Simpan Pinjam yang mengarah kepada kepailitan tidak dapat dihindarkan, sebelum mengajukan kepailitan kepada instansi yang berwenang, Pengurus Koperasi Simpan Pinjam yang bersangkutan wajib meminta pertimbangan Menteri.

(2) Persyaratan dan tata cara mengajukan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri.

Pasal 36

Dalam masa penyelesaian, pembayaran kewajiban Koperasi Simpan Pinjam dilakukan berdasarkan urutan sebagai berikut:

a. gaji pegawai yang terutang;

b. biaya perkara di Pengadilan;

c. biaya lelang;

d. pajak Koperasi Simpan Pinjam;

e. biaya kantor, seperti listrik, air, telepon, sewa, dan pemeliharaan gedung;

f. penyimpan dana atau penabung, yang pembayarannya dilakukan secara berimbang untuk setiap penyimpan/penabung dalam jumlah yang ditetapkan oleh Tim Penyelesaian berdasarkan keputusan Menteri; dan

g. kreditur lainnya.

Pasal 37

(1) Segala biaya yang berkaitan dengan penyelesaian dibebankan pada harta kekayaan Koperasi Simpan Pinjam yang bersangkutan dan dikeluarkan terlebih dahulu dari dana yang ada atau dari setiap hasil pencairan harta tersebut.

Page 78: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 15 -

(2) Biaya pegawai, kantor, dan pencairan harta kekayaan selama masa penyelesaian disusun dan ditetapkan oleh pihak yang melakukan pembubaran.

(3) Honor Tim Penyelesaian ditetapkan oleh pihak yang melakukan pembubaran dalam jumlah yang tetap dan atau berdasarkan prosentase dari setiap hasil pencairan harta kekayaan.

Pasal 38

Apabila setelah dilakukan pembayaran kewajiban dan biaya penyelesian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan Pasal 27 masih terdapat sisa harta kekayaan Koperasi Simpan Pinjam, maka sisa harta tersebut dibagikan kepada anggota Koperasi Simpan Pinjam.

Pasal 39

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembubaran dan penyelesaian Koperasi Simpan Pinjam diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB X

SANKSI

Pasal 40

(1) Selain perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh Koperasi yang dapat dikenakan sanksi sebagaimana ketentuan dalam Pasal 120 ayat (1) butir a sampai dengan butir g Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian, Menteri dapat menjatuhkan sanksi administratif terhadap:

a. Koperasi Simpan Pinjam yang melaksanakan kegiatan simpan pinjam tanpa izin usaha;

b. Pengurus dan Pengawas Koperasi Simpan Pinjam yang merangkap sebagai Pengawas atau Pengurus Koperasi Simpan Pinjam lainnya;

c. Koperasi Simpan Pinjam tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) serta dalam Pasal 20 ayat (2), Koperasi Simpan Pinjam yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif;

d. Koperasi Simpan Pinjam Sekunder yang memberikan pinjaman kepada anggota perseorangan;

e. Koperasi Simpan Pinjam yang melakukan investasi usaha pada sektor riil.

Page 79: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 16 -

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

a. teguran tertulis sekurang-kurangnya 2 (dua) kali;

b. larangan untuk menjalankan fungsi sebagai Pengurus atau Pengawas Koperasi Simpan Pinjam;

c. pencabutan izin usaha; dan/atau

d. pembubaran oleh Menteri.

BAB XI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 41

Koperasi Simpan Pinjam yang sudah berjalan pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku tetap melakukan kegiatan usahanya, dengan ketentuan wajib menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 42

(1) Koperasi yang mempunyai Unit Simpan Pinjam wajib mengubah Unit Simpan Pinjam menjadi Koperasi Simpan Pinjam dalam waktu paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 disahkan.

(2) Dalam jangka waktu perubahan menjadi Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Unit Simpan Pinjam dilarang menerima simpanan dan atau memberikan pinjaman baru kepada non-Anggota.

(3) Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak mengubah Unit Simpan Pinjam menjadi Koperasi Simpan Pinjam dilarang melakukan kegiatan simpan pinjam.

(4) Tata cara perubahan Unit Simpan Pinjam Koperasi menjadi Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 43

(1) Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam yang telah memberikan pinjaman kepada non-Anggota wajib mendaftarkan non-Anggota tersebut menjadi Anggota Koperasi paling lambat 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012.

Page 80: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 17 -

(2) Jika non-Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak bersedia menjadi Anggota Koperasi yang bersangkutan, non-Anggota tersebut tidak berhak memanfaatkan jasa simpan pinjam dari Koperasi yang bersangkutan.

(3) Bagi non-Anggota yang sudah terikat dengan perjanjian simpan pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penyelesaian perjanjian simpan pinjam dilaksanakan sesuai dengan perjanjian antara non-Anggota dengan Koperasi yang bersangkutan.

BAB XII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 44

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

Page 81: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR __ TAHUN 2013

TENTANG

LEMBAGA PENGAWASAN KOPERASI SIMPAN PINJAM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk meningkatkan kepercayaan para pihak terhadap Koperasi Simpan Pinjam dan melaksanakan ketentuan Pasal 100 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pembentukan Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pekoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA PENGAWASAN KOPERASI SIMPAN PINJAM.

Page 82: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 2 -

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini dengan:

1. Koperasi Simpan Pinjam selanjutnya disebut KSP adalah Koperasi yang menjalankan usaha simpan pinjam sebagai satu-satunya usaha.

2. KSP dapat menjalankan usaha atas dasar prinsip ekonomi syariah.

3. Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam dan untuk selanjutnya disebut LP-KSP adalah lembaga yang dibentuk oleh Pemerintah untuk menjalankan fungsi pengawasan terhadap KSP.

4. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Koperasi.

BAB II

PEMBENTUKAN DAN KEDUDUKAN

Pasal 2

(1) Berdasarkan Peraturan ini, dibentuk Lembaga Pengawas Koperasi Simpan Pinjam, yang selanjutnya disebut LP-KSP.

(2) Pengelola LP-KSP diangkat oleh Menteri dan bertanggung jawab kepada Menteri.

Pasal 3

(1) LP-KSP berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia.

(2) LP-KSP dapat mempunyai kantor perwakilan di wilayah Negara Republik Indonesia.

(3) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pembentukan kantor perwakilan diatur dengan Peraturan Menteri.

Page 83: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 3 -

BAB III

TUJUAN, FUNGSI, TUGAS, DAN WEWENANG

Bagian Kesatu Tujuan

Pasal 4

LP-KSP dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan KSP mampu:

a. melaksanakan usaha secara teratur, hati-hati, dan akuntabel;

b. mampu melaksanakan fungsi intermediasi yang meliputi menghimpun dan menyalurkan dana dari dan kepada Anggota;

c. mampu mewujudkan usaha KSP untuk tumbuh secara berkelanjutan; dan

d. mampu melindungi kepentingan Anggota.

Bagian Kedua

Fungsi

Pasal 5

Fungsi LP-KSP adalah menyelenggarakan sistem pengawasan terhadap keseluruhan usaha KSP.

Bagian Tiga Tugas

Pasal 6

LP-KSP melaksanakan tugas pengawasan dan pemeriksaan terhadap KSP.

Bagian Keempat Wewenang

Pasal 7

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, LP-KSP mempunyai wewenang :

a. pengawasan mengenai kelembagaan KSP yang meliputi perizinan usaha, Anggaran Dasar, rencana kerja, dan kepengurusan;

b. pengawasan usaha KSP;

c. penilaian kesehatan KSP;

d. pemeriksaan atas dugaan penyimpangan kuat bahwa koperasi tidak melakukan pengelolaan administrasi keuangan kegiatan usaha simpan pinjam;

Page 84: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 4 -

e. pengawasan terhadap aspek kehati-hatian KSP; dan

f. pemberian rekomendasi kepada Menteri tentang sanksi administratif terhadap KSP yang melakukan penyimpangan.

BAB IV

PERANGKAT ORGANISASI

Pasal 8

LP-KSP memiliki perangkat organisasi yang terdiri dari Dewan Komisaris dan Dewan Direksi.

Pasal 9

(1) Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 bersifat kolektif dan kolegial.

(2) Dewan Komisaris beranggotakan 7 (tujuh) orang yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

(3) Susunan Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas :

a. seorang ketua merangkap anggota;

b. seorang wakil ketua merangkap anggota;

c. seorang anggota ex officio dari Kementerian Koperasi dan UKM yang merupakan pejabat eselon I Kementerian Koperasi dan UKM;

d. seorang anggota ex officio dari Dewan Koperasi Indonesia yang merupakan unsur pimpinan Dewan Koperasi Indonesia;

e. seorang anggota dari ketua Lembaga Penjamin Simpanan KSP; dan

f. dua orang anggota dari kalangan profesional.

(4) Anggota Dewan Komisaris memiliki hak suara yang sama.

(5) Dewan Komisaris bertanggung jawab kepada Menteri.

(6) Pemilihan, penentuan, pengangkatan, dan pemberhentian Dewan Komisaris diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 10

(1) Dewan Direksi beranggotakan 6 (enam) orang yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

(2) Dewan Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

Page 85: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 5 -

a. Direktur Utama;

b. Direktur Pengawasan SDM;

c. Direktur Pengawasan Usaha;

d. Direktur Audit;

e. Direktur Keuangan;

f. Direktur Umum.

(3) Pemilihan, penentuan, pengangkatan, dan pemberhentian Dewan Direksi diatur dalam Peraturan Menteri.

(4) Dewan Direksi bertanggung jawab kepada Menteri.

Pasal 11

(1) Dewan Direksi mengangkat dan memberhentikan pegawai LP-KSP.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kepegawaian diatur dalam Peraturan Dewan Direksi.

BAB V

OBJEK PENGAWASAN

Pasal 12

Objek pengawasan LP-KSP meliputi :

1. Aspek organisasi KSP meliputi:

a. kelengkapan legalitas terdiri dari Akta Pendirian, Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, surat izin usaha simpan pinjam, izin pembukaan kantor cabang, izin pembukaan kantor cabang pembantu dan izin pembukaan kantor kas;

b. ketaatan dan kepatuhan pada nilai dan prinsip Koperasi; dan

c. kelengkapan organisasi KSP yang mencerminkan struktur, uraian tugas, dan satuan pengendalian internal.

2. Aspek pengelolaan usaha KSP meliputi:

a. ketersediaan standar pengelolaan tertulis yang dirumuskan dalam Standar Operasional Manajemen (SOM) dan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang disetujui oleh Rapat Anggota KSP yang bersangkutan; dan

b. kesesuaian persyaratan standar kompetensi pengawas dan pengurus.

3. Aspek keuangan KSP meliputi:

Page 86: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 6 -

a. pelaksanaan prosedur akuntansi keuangan yang berlaku umum;

b. pelaksanaan penghimpunan dana dari anggota, pemberian pinjaman kepada anggota, dan penempatan dana pada KSP sekundernya;

c. pengujian terhadap bukti-bukti pendukung transaksi;

d. pemeriksaan fisik aktiva dengan cara melihat langsung, menghitung, dan/atau mengenali langsung;

e. pelaksanaan ketentuan pembagian dan penggunaan Surplus Hasil Usaha (SHU) sesuai dengan keputusan Rapat Anggota; dan

f. pelaksanaan kebijakan pengendalian risiko pemberian pinjaman berdasarkan prinsip kehati-hatian sesuai dengan ketentuan yang berlaku, melalui:

1) penerapan analisis kelayakan usaha;

2) rekam jejak pinjaman anggota;

3) kemampuan anggota; dan

4) agunan.

4. Aspek produk KSP meliputi:

a. kepatuhan pelaksanaan ketentuan pengembangan produk simpanan dan tabungan sesuai dengan ketentuan yang berlaku baik konvensional maupun syariah;

b. kepatuhan pelaksanaan ketentuan mengenai persyaratan, tata cara, dan administrasi penyelenggaraan pemberian pinjaman kepada Anggota;

c. kepatuhan pelaksanaan mengenai tata cara penempatan dana pada Koperasi Simpan Pinjam sekundernya.

5. Aspek pembinaan Pengawas, Pengurus, dan Anggota KSP meliputi:

a. ketentuan mengenai pengembangan sumber daya manusia KSP yang meliputi program pelatihan, pendampingan, dan anggaran biaya;

b. evaluasi pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia KSP;

c. pemeriksaan bukti-bukti pendukung proses pengembangan sumber daya manusia berupa sertifikat kompetensi dan laporan pendidikan dan pelatihan.

Page 87: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 7 -

BAB VI

ANGGARAN

Pasal 13

Segala biaya yang diperlukan dalam pembentukan dan pelaksanaan tugas LP-KSP dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

BAB VII

KERJASAMA

Pasal 14

(1) LP-KSP dapat melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam bentuk kemitraan berdasar kesetaraan, keterbukaan, saling membutuhkan, memperkuat, dan saling menguntungkan.

(2) Kemitraan LP-KSP dengan para pihak dilaksanakan atas dasar penerapan etika bisnis yang dilandasi kejujuran, kepercayaan, komunikasi yang terbuka, keadilan dan keseimbangan.

(3) Kemitraan antara LP-KSP dengan para pihak dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan pengembangan dan pengawasan KSP agar dapat melayani Anggota (dan masyarakat) dengan baik dan berhasil guna.

(4) Kemitraan LP-KSP dengan para pihak harus memiliki keterkaitan langsung dengan pengembangan usaha KSP.

(5) Pemerintah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada LP-KSP untuk melakukan hubungan kemitraan dalam berbagai bentuk usaha.

BAB VIII

PELAPORAN DAN EVALUASI

Pasal 15

(1) LP-KSP berkewajiban untuk melaporkan kinerja lembaga kepada Menteri dengan ketentuan periodisasi laporan sebagai berikut:

a. Laporan Bulanan;

b. Laporan Triwulan;

Page 88: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 8 -

c. Laporan Tahunan.

(2) Menteri berkewajiban untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja LP-KSP dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan fungsi, tugas, wewenang, dan tanggung jawab LP-KSP.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1) dan (2) di atas diatur dalam Peraturan Menteri.

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 16

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

Page 89: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR __ TAHUN 2013

TENTANG

PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBUBARAN, PENYELESAIAN, DAN HAPUSNYA STATUS BADAN HUKUM KOPERASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa salah satu tugas Pemerintah dalam upaya

menciptakan iklim serta kondisi yang mendorong pertumbuhan Koperasi, adalah mewujudkan sistem perkoperasian yang sehat, efisien, tangguh, dan mandiri;

b. bahwa dalam rangka pelaksanaan tugas tersebut, Pemerintah diberikan kewenangan untuk membubarkan Koperasi apabila berdasarkan alasan-alasan tertentu kegiatannya dirasakan dapat menghambat dan membahayakan sistem perkoperasian yang sehat, efisien, tangguh, dan mandiri;

c. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 111 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang persyaratan dan tata cara pembubaran, penyelesaian, dan hapusnya status badan hukum Koperasi;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5355);

Page 90: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 2 -

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBUBARAN, PENYELESAIAN, DAN HAPUSNYA STATUS BADAN HUKUM KOPERASI.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan:

1. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.

2. Penyelesaian pembubaran adalah proses kegiatan yang dilakukan oleh Penyelesai terhadap kekayaan Koperasi yang dibubarkan oleh Pemerintah, yang selanjutnya disebut penyelesaian pembubaran.

3. Tim Penyelesai adalah Tim yang dibentuk oleh Menteri untuk melaksanakan penyelesaian pembubaran Koperasi.

4. Penyelesai adalah perorangan yang ditunjuk sebagai anggota Tim Penyelesai.

5. Rapat Anggota adalah perangkat organisasi Koperasi yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi.

6. Pengawas adalah perangkat organisasi Koperasi yang bertugas mengawasi dan memberikan nasihat kepada Pengurus.

7. Pengurus adalah perangkat organisasi Koperasi yang bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Koperasi untuk kepentingan dan tujuan Koperasi, serta mewakili Koperasi baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar.

8. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Koperasi.

Page 91: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 3 -

BAB II

PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBUBARAN KOPERASI

Pasal 2

Pembubaran Koperasi dapat dilakukan berdasarkan:

a. keputusan Rapat Anggota;

b. jangka waktu berdirinya telah berakhir; dan/atau

c. Keputusan Menteri.

Pasal 3

(1) Usul pembubaran Koperasi diajukan kepada Rapat Anggota oleh Pengawas atau Anggota yang mewakili paling sedikit 1/5 (satu perlima) jumlah Anggota.

(2) Keputusan pembubaran Koperasi ditetapkan oleh Rapat Anggota.

(3) Keputusan pembubaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah apabila Rapat Anggota sudah mencapai kuorum yaitu dihadiri oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat) jumlah Anggota.

(4) Keputusan Rapat Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dianggap sah apabila disetujui oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga) jumlah suara yang sah.

(5) Pengurus bertindak sebagai kuasa Rapat Anggota pembubaran Koperasi apabila Rapat Anggota tidak menunjuk pihak yang lain.

(6) Koperasi dinyatakan bubar pada saat ditetapkan dalam keputusan Rapat Anggota.

(7) Keputusan pembubaran Koperasi oleh Rapat Anggota diberitahukan secara tertulis oleh kuasa Rapat Anggota kepada Menteri dan semua Kreditor.

(8) Pembubaran Koperasi dicatat dalam Daftar Umum Koperasi.

Pasal 4

(1) Koperasi bubar karena jangka waktu berdirinya sebagaimana ditentukan dalam Anggaran Dasar telah berakhir.

(2) Menteri dapat memperpanjang jangka waktu berdirinya Koperasi atas permohonan Pengurus setelah diputuskan pada Rapat Anggota.

(3) Permohonan perpanjangan jangka waktu berdirinya Koperasi sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2) diajukan dalam jangka waktu paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sebelum jangka waktu berdirinya Koperasi berakhir.

Page 92: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 4 -

(4) Keputusan Menteri atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan diterima.

(5) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dipenuhi, keputusan Rapat Anggota mengenai perpanjangan jangka waktu berdirinya Koperasi dianggap sah.

Pasal 5

Koperasi yang bubar karena jangka waktu berdirinya sebagaimana ditentukan dalam Anggaran Dasar telah berakhir, wajib menyeleng-garakan penyelesaian pembubaran koperasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 6

Menteri berwewenang membubarkan Koperasi dan dalam pelaksanaan-nya dapat didelegasikan kepada Pejabat.

Pasal 7

Menteri dapat membubarkan Koperasi apabila:

a. Koperasi dinyatakan pailit berdasarkan putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; dan/atau

b. Koperasi tidak dapat menjalankan kegiatan organisasi dan usahanya selama 2 (dua) tahun berturut-turut.

Pasal 8

Keputusan pembubaran Koperasi berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 harus menguraikan secara jelas ketentuan yang menjadi alasan pembubaran.

Pasal 9

(1) Sebelum mengeluarkan keputusan Pembubaran Koperasi, Menteri menyampaikan secara tertulis dengan surat tercatat mengenai rencana pembubaran Koperasi kepada Pengurus.

(2) Dalam hal Pengurus Koperasi tidak diketahui alamatnya, Menteri menyampaikan surat pemberitahuan rencana pembubaran Koperasi kepada anggota Koperasi yang masih ada.

(3) Dalam hal anggota Koperasi tidak diketahui alamatnya, Menteri mengumumkan rencana pembubaran Koperasi dengan menempelkan surat pemberitahuan rencana pembubaran Koperasi pada papan

Page 93: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 5 -

pengumuman yang terletak pada kantor Kecamatan dan atau Kelurahan tempat kedudukan koperasi.

Pasal 10

(1) Pengurus atau Anggota Koperasi dapat mengajukan pernyataan keberatan terhadap rencana pembubaran yang didasarkan pada alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Huruf b, dalam jangka waktu paling lama dua bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan rencana pembubaran oleh Pengurus atau anggota Koperasi, atau sejak penempelan surat pemberitahuan rencana pembubaran pada papan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3).

(2) Dalam hal pernyataan keberatan tersebut diajukan oleh anggota Koperasi, maka anggota tersebut harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari anggota lain untuk bertindak atas nama Koperasi dalam mengajukan pernyataan keberatan tersebut.

(3) Dalam hal tidak ada pernyataan keberatan yang diajukan, Menteri wajib mengeluarkan Keputusan Pembubaran Koperasi dalam jangka waktu paling lama empat bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan rencana pembubaran oleh pengurus atau anggota Koperasi, atau sejak penempelan surat pemberitahuan rencana pembubaran pada papan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3).

Pasal 11

(1) Pernyataan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) diajukan secara tertulis dengan surat tercatat kepada Menteri, dengan menguraikan secara jelas alasan yang menjadi dasar keberatan.

(2) Terhadap keberatan yang diajukan, Menteri wajib memutuskan untuk menerima atau menolak keberatan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya pengajuan keberatan.

(3) Dalam hal keberatan diterima, Menteri wajib menyampaikan pembatalan rencana pembubaran Koperasi secara tertulis dengan surat tercatat kepada Pengurus atau anggota Koperasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal keputusan untuk menerima keberatan ditetapkan.

(4) Dalam hal keberatan ditolak, Menteri mengeluarkan Keputusan Pembubaran Koperasi berikut alasan penolakan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal keputusan untuk menolak keberatan ditetapkan.

(5) Keputusan Menteri untuk menerima atau menolak keberatan yang diajukan merupakan putusan akhir.

Page 94: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 6 -

Pasal 12

Dalam hal Menteri tidak mengeluarkan Keputusan Pembubaran Koperasi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (3) dan atau Pasal 11 ayat (4), atau tidak menyampaikan surat pembatalan rencana pembubaran Koperasi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3), rencana pembubaran Koperasi dinyatakan batal berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 13

(1) Menteri menyampaikan Keputusan Pembubaran Koperasi secara tertulis dengan surat tercatat kepada Pengurus atau anggota Koperasi dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal dikeluarkannya Keputusan Pembubaran Koperasi.

(2) Dalam hal Pengurus atau anggota Koperasi tidak diketahui alamatnya, Menteri mengumumkan mengenai pembubaran Koperasi dengan menempelkan Keputusan Pembubaran Koperasi pada papan pengumuman yang terletak pada kantor Kecamatan dan atau Kelurahan tempat kedudukan Koperasi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

BAB III

PENYELESAIAN

Bagian Kesatu Tim Penyelesai

Pasal 14

(1) Untuk penyelesaian terhadap pembubaran Koperasi harus dibentuk Tim Penyelesai.

(2) Tim Penyelesai untuk penyelesaian terhadap pembubaran berdasar-kan Rapat Anggota dan berakhir jangka waktu berdirinya ditunjuk oleh kuasa Rapat Anggota.

(3) Tim Penyelesai untuk penyelesaian terhadap pembubaran berdasar-kan keputusan Pemerintah ditunjuk oleh Menteri.

(4) Selama dalam proses Penyelesaian terhadap pembubaran, Koperasi tersebut tetap ada dengan status ”Koperasi dalam Penyelesaian”.

(5) Selama dalam proses Penyelesaian terhadap pembubaran, Koperasi tidak diperbolehkan melakukan perbuatan hukum, kecuali untuk memperlancar proses Penyelesaian.

Page 95: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 7 -

Pasal 15

(1) Menteri membentuk Tim Penyelesai untuk menyelenggarakan penyelesaian pembubaran Koperasi berdasarkan keputusan Menteri,

(2) Tim Penyelesai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari satu atau lebih pejabat instansi Pemerintah yang membidangi Koperasi dan satu atau lebih anggota Koperasi yang tidak pernah menjadi Pengurus Koperasi, serta apabila dipandang perlu dari instansi Pemerintah terkait lainnya.

(3) Penunjukan anggota Tim Penyelesai oleh Menteri untuk melakukan penyelesaian pembubaran Koperasi dilakukan sekaligus dalam Keputusan Pembubaran Koperasi.

Pasal 16

(1) Tim Penyelesai mempunyai tugas dan fungsi:

a. melakukan pencatatan dan penyusunan informasi tentang kekayaan dan kewajiban Koperasi;

b. memanggil Pengawas, Pengurus, karyawan, Anggota, dan pihak lain yang diperlukan, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama;

c. menyelesaikan hak dan kewajiban keuangan terhadap pihak ketiga;

d. membagikan sisa hasil penyelesaian kepada Anggota;

e. melaksanakan tindakan lain yang perlu dilakukan dalam penyelesaian kekayaan;

f. membuat berita acara penyelesaian dan laporan kepada Menteri; dan/atau

g. mengajukan permohonan untuk diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.

(2) Menteri mengatur lebih lanjut pedoman penyelenggaraan hak, wewenang dan kewajiban Tim Penyelesai sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 17

(1) Dalam pelaksanaan tugasnya, Tim Penyelesai wajib bertindak secara jujur dan teliti sesuai dengan keahliannya, serta senantiasa mendahulukan kepentingan penyelesaian pembubaran Koperasi.

(2) Tim Penyelesai wajib menyelesaikan tugasnya dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam Keputusan Pembubaran Koperasi, tetapi tidak lebih lama dari 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal dikeluarkannya Keputusan Pembubaran Koperasi.

Page 96: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 8 -

(3) Penetapan jangka waktu penyelesaian pembubaran Koperasi dalam Keputusan Pembubaran Koperasi dilakukan sesuai dengan tingkat kesulitan pelaksanaan penyelesaian pembubaran, kebutuhan yang ada serta kondisi Koperasi yang dibubarkan dengan memperhatikan ketentuan batas maksimum jangka waktu penyelesaian pembubaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 18

(1) Tim penyelesai membuat berita acara mengenai pelaksanaan seluruh tugasnya.

(2) Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan tugas penyelesaian pembubaran Koperasi.

(3) Dengan penyampaian berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri, maka penyelesaian pembubaran Koperasi selesai dan seluruh tanggung jawab pelaksanaan penyelesaian pembubaran Koperasi menjadi tanggung jawab Menteri.

Pasal 19

(1) Seluruh biaya dan atau pengeluaran yang secara wajar diperlukan oleh Tim Penyelesai dalam rangka pelaksanaan penyelesaian pembubaran Koperasi menjadi beban anggaran Kementerian yang membidangi Koperasi.

(2) Dalam hal terdapat sisa hasil penyelesaian, Menteri dapat menetapkan upah anggota Tim Penyelesai dibebankan pada Koperasi paling tinggi sebesar 50 % (lima puluh persen) dari besarnya upah Tim Penyelesai.

(3) Besarnya upah Tim Penyelesai yang dibebankan pada Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling tinggi 5 % (lima persen) dari jumlah keseluruhan sisa hasil penyelesaian.

(4) Menteri menetapkan besarnya upah anggota Tim Penyelesai, berdasarkan tingkat kesulitan pelaksanaan penyelesaian pembubaran, kebutuhan yang ada, serta kondisi Koperasi yang dibubarkan.

Pasal 20

Tim penyelesai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dapat diganti apabila tidak melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16.

Page 97: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 9 -

Bagian Kedua Pemberitahuan Kepada Kreditur

Pasal 21

(1) Atas nama Menteri, Tim Penyelesai memberitahukan mengenai pembubaran Koperasi secara tertulis dengan surat tercatat kepada Kreditor Koperasi dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal dikeluarkannya Keputusan Pembubaran Koperasi.

(2) Dalam hal alamat Kreditor Koperasi tidak diketahui, maka pembubaran Koperasi diumumkan secara luas dengan menempelkan Keputusan pembubaran Koperasi pada papan pengumuman yang terletak pada kantor Kecamatan dan atau Kelurahan tempat kedudukan Koperasi dengan memperhatikan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Pengumuman pembubaran Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan selama proses penyelesaian pembubaran berlangsung.

(4) dalam surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimuat sekurang-kurangnya alamat Tim Penyelesai serta nama para Penyelesai.

Pasal 22

(1) Kreditor yang menerima surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), dapat mengajukan tagihan kepada Tim Penyelesai dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan.

(2) Kreditor yang mengetahui pembubaran Koperasi melalui papan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), dapat mengajukan tagihan kepada Tim Penyelesai selama penyelesaian pembubaran masih berlangsung.

Pasal 23

Dalam hal terjadi pembubaran Koperasi tetapi Koperasi tidak mampu melaksanakan kewajiban yang harus dibayar, Anggota hanya menang-gung sebatas Setoran Pokok, Sertifikat Modal Koperasi, dan/atau Modal Penyertaan yang dimiliki.

Page 98: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 10 -

BAB IV

PENGUMUMAN PEMBUBARAN KOPERASI

Pasal 24

(1) Menteri mengumumkan pembubaran Koperasi dalam Berita Negara Republik Indonesia.

(2) sejak tanggal Pengumuman Pembubaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) status badan hukum Koperasi hapus.

BAB V

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 25

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 26

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini segala peraturan pelaksanaan pembubaran Koperasi oleh Pemerintah dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 27

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkannya.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Page 99: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 11 -

Diundangkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

Page 100: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR __ TAHUN 2013

TENTANG

PERAN PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBERDAYAAN KOPERASI SERTA PERSYARATAN DAN TATA CARA

DALAM PEMBERIAN PERLINDUNGAN KEPADA KOPERASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 113 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Peran Pemerintah dan Pemerintah Daerah Dalam Pemberdayaan Koperasi serta Persayratan dan Tata Cara dalam Pemberian Perlindungan kepada Koperasi;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pekoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERAN PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBERDAYAAN KOPERASI SERTA PERSYARATAN DAN TATA CARA DALAM PEMBERIAN PERLINDUNGAN KEPADA KOPERASI.

Page 101: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 2 -

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi dengan pemisaahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.

2. Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan Pemerintah dan Pemerintah Daerah secara sinergis untuk menumbuhkan iklim usaha yang kondusif dan pembinaan terhadap Koperasi sehingga Koperasi dapat tumbuh menjadi kuat, sehat, mandiri, dan tangguh.

3. Perlindungan usaha koperasi adalah penetapan bidang kegiatan ekonomi tertentu yang hanya boleh diusahakan oleh Koperasi.

4. Pemerintah dalam ketentuan ini adalah Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

5. Menteri adalah Menteri yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi pengelolaan kebijakan perkoperasian.

6. Menteri teknis adalah Menteri-menteri dalam Kabinet Pemerintahan Republik Indonesia yang terkait dengan pemberdayaan Perkoperasian sesuai dengan sektornya masing-masing.

BAB II

PEMBERDAYAAN KOPERASI

Pasal 2

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan yang mendorong Koperasi agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

(2) Dalam menetapkan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan Pemerintah Daerah menempuh langkah untuk mendukung pertumbuhan, perkembangan, dan pemberdayaan Koperasi bagi kepentingan Anggota.

(3) Langkah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memberikan bimbingan dan kemudahan dalam bentuk:

a. pengembangan kelembagaan dan bantuan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan penelitian Koperasi;

Page 102: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 3 -

b. bimbingan usaha Koperasi yang sesuai dengan kepentingan ekonomi Anggota;

c. memperkukuh permodalan dan pembiayaan Koperasi;

d. bantuan pengembangan jaringan usaha Koperasi dan kerja sama yang saling menguntungkan antara Koperasi dan badan usaha lain;

e. bantuan konsultasi dan fasilitasi guna memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh Koperasi dengan tetap memperhatikan Anggaran Dasar Koperasi; dan/atau

f. insentif pajak dan fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB III

PERLINDUNGAN KOPERASI

Bagian Kesatu Bentuk Perlindungan

Pasal 3

Dalam rangka pemberian perlindungan kepada Koperasi, Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memprioritaskan bidang kegiatan ekonomi yang hanya boleh diusahakan oleh Koperasi.

Pasal 4

Penetapan bidang kegiatan ekonomi sebagaimana dalam Pasal 3 meliputi pencadangan kegiatas usaha yang hanya boleh diusahakan oleh Koperasi yang terdiri dari:

a. bidang kegiatan ekonomi padat karya serta mempunyai nilai budaya khusus dan turun temurun pada wilayah tertentu;

b. bidang kegiatan ekonomi yang erat hubungannya dengan kegiatan ekonomi rakyat dalam wilayah tertentu atau secara nasional; dan

c. kegiatan ekonomi yang merupakan mata pencaharian pokok masyarakat pada wilayah tertentu dan secara nasional.

Bagian Kedua Persyaratan dan Tata Cara Penetapan

Pasal 5

Persyaratan bidang kegiatan ekonomi yang hanya boleh dilakukan Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, adalah sebagai berikut:

Page 103: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 4 -

a. merupakan mata pencaharian pokok yang langsung melibatkan peran serta dan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat;

b. mempunyai kelayakan ekonomis;

c. mengembangkan potensi ekonomi rakyat dan wilayah sekitarnya; dan

d. bidang kegiatan ekonomi yang telah diusahakan oleh Koperasi yang perlu ditingkatkan dan dikembangkan lebih lanjut.

Pasal 6

(1) Bidang kegiatan ekonomi yang hanya boleh diusahakan oleh Koperasi secara nasional ditetapkan oleh Presiden.

(2) Bidang kegiatan ekonomi yang hanya boleh diusahakan oleh Koperasi pada satu wilayah Propinsi diatur dengan peraturan daerah Propinsi dan dilaksanakan oleh Gubernur.

(3) Bidang kegiatan ekonomi yang hanya boleh diusahakan oleh Koperasi pada satu wilayah Kabupaten/Kota diatur dengan peraturan daerah Kabupaten/Kota dan dilaksanakan oleh Bupati/Walikota.

Pasal 7

Pemerintah wajib mempublikasikan daftar bidang usaha yang hanya boleh di usahakan oleh Koperasi secara terbuka.

BAB IV

PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN

Pasal 8

Pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban memberikan pembinaan kepada Koperasi agar mampu melaksanakan bidang kegiatan ekonomi sebagai mana dimaksud dalam Pasal 5 sesuai dengan tujuannya.

Pasal 9

Pembinaan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagai mana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi bidang:

a. produksi dan pengolahan;

b. pemasaran;

c. sumberdaya manusia;

d. teknologi; dan

Page 104: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 5 -

e. permodalan.

Pasal 10

Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan bimbingan, fasilitasi, dan konsultasi terhadap Koperasi yang belum mampu melaksanakan bidang kegiatan ekonomi tertentu yang diusahakan oleh Koperasi.

Pasal 11

Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan kebijakan perlindungan kepada Koperasi agar dapat memberi manfaat dalam mengembangkan dan memperkokoh per-ekonomian rakyat.

Pasal 12

Menteri bertugas mengkoordinasikan perencanaan, kebijakan, pembinaan, pemantauan, dan pengendalian pelaksanaan perlindungan bidang kegiatan ekonomi yang hanya boleh diusahakan oleh Koperasi.

Pasal 13

Ketentuan teknis tentang tata cara penetapan bidang kegiatan ekonomi yang hanya boleh diusakahan Koperasi diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB V

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 14

Ketentuan teknis lebih lanjut, yang diperlukan untuk mendukung lancarnya pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 15

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Page 105: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 6 -

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

Page 106: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR __ TAHUN 2013

TENTANG

PERAN PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBERDAYAAN KOPERASI SERTA PERSYARATAN DAN TATA CARA

DALAM PEMBERIAN PERLINDUNGAN KEPADA KOPERASI

I. UMUM

Koperasi merupakan wadah perjuangan ekonomi yang dibentuk dari dan untuk anggota yang terdiri dari orang perseorangan. Secara historis Koperasi muncul karena adanya kesadaran bersama bahwa industrialisasi dan sistem kapitalistik telah melahirkan kelas majikan dan buruh yang menyebabkan eksploitasi buruh oleh majikan. Atas kondisi tersebutlah muncul perlawanan dari kelompok buruh yang menyatukan perjuangan kepentingan ekonominya melalui wadah usaha yang dibangun dengan prinsip dan nilai bersama yang disebut Koperasi. Untuk itu tumbuhnya Koperasi berasal dari negera Eropa setelah berkembangnya industrialisasi di Inggris dan Jerman.

Koperasi sebagai pelaku usaha, mempunyai dimensi yang mampu memberdayakan kekuatan ekonomi secara bersama-sama berdasarkan nilai dan prinsip yang diakui dan dijunjung tinggi untuk kesejahteraan Anggotanya. Pemberdayaan ekonomi anggota dalam Koperasi perlu ditunjang dengan landasan filosofis melalui penddikan dan pelatihan tentang hak, kewajiban, dan tanggungjawab Anggota sebagai pemilik dan pengguna jasa Koperasi. Pada konteks inilah Koperasi mempunyai tantangan yang sangat berat karena berhadapan dengan kondisi ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan mikro dan makro lainnya.

Pembangunan Koperasi yang selama ini dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan masyarakat terkacaukan dengan paradigma

Page 107: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 2 -

membangun Koperasi harus difasilitasi pemerintah. Akibat kebijakan inilah membangun paradigma di kalangan insan-insan Koperasi berpikir bahwa Koperasi tidak bisa maju tanpa peran serta pemerintah. Pada dimensi ini terjadi paradok yang seharusnya Koperasi dibangun berdasarkan prinsip dan nilai Koperasi atas kepentingan ekonomi bersama, berubah menjadi bahwa fasilitasi pemerintah menjadi satu-satunya faktor pembangun Koperasi.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup Jelas.

Pasal 2

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Pasal 3

Cukup Jelas.

Pasal 4

Cukup Jelas.

Pasal 5

Cukup Jelas.

Pasal 6

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Pasal 7

Cukup Jelas.

Pasal 8

Cukup Jelas.

Page 108: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 3 -

Pasal 9

Cukup Jelas.

Pasal 10

Cukup Jelas.

Pasal 11

Cukup Jelas.

Pasal 12

Cukup Jelas.

Pasal 13

Cukup Jelas.

Pasal 14

Cukup Jelas.

Pasal15

Cukup Jelas.

Page 109: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR __ TAHUN 2013

TENTANG

JENIS, TATA CARA, DAN MEKANISME PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 120 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Jenis, Tata Cara, dan Mekanisme Pengenaan Sanksi Administratif;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5355);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG JENIS, TATA CARA, DAN MEKANISME PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF.

Page 110: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 2 -

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Sanksi Administratif adalah hukuman yang dapat dikenakan kepada Koperasi, Pengawas dan Pengurus atas pelanggaran yang mereka lakukan terhadap ketentuan yang bersifat administratif dalam bentuk dan jenis sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian.

2. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.

3. Pengawas adalah perangkat organisasi Koperasi yang bertugas mengawasi dan memberikan nasihat kepada Pengurus.

4. Pengurus adalah perangkat organisasi Koperasi yang bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Koperasi untuk kepentingan dan tujuan Koperasi, serta mewakili Koperasi baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar.

5. Rapat Anggota adalah Rapat Anggota yang merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi yang diselenggarakan paling sedikit setahun sekali.

6. Pejabat yang berwenang adalah Pejabat yang berwenang mengesahkan akta pendirian dan memberikan izin usaha kepada koperasi.

7. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perkoperasian

BAB II

JENIS PELANGGARAN SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 2

Menteri dapat menjatuhkan sanksi administratif terhadap:

a. Koperasi yang melanggar larangan pemuatan ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain dalam Anggaran Dasar;

b. Koperasi yang tidak melaksanakan Rapat Anggota Tahunan setelah 2 (dua) tahun buku terlampaui;

Page 111: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 3 -

c. Koperasi yang tidak melakukan audit atas laporan keuangan;

d. Pengawas yang merangkap sebagai Pengurus;

e. Koperasi yang tidak menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib;

f. Pengurus yang tidak memelihara Buku Daftar Anggota, Buku Daftar Pengawas, Buku Daftar Pengurus, Buku Daftar Pemegang Sertifikat Modal Koperasi, dan risalah Rapat Anggota;

g. Pengurus yang tidak terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Rapat Anggota dalam hal akan:

1. Mengalihkan asset atau kekayaan koperasi;

2. Menjadikan jaminan utang atas asset atau kekayaan koperaasi;

3. Menerbitkan obligasi atau surat utang lainnya;

4. Mendirikan atau menjadi anggota koperasi sekunder; dan/atau

5. Memiliki dan mengelola perusahaan bukan koperasi.

h. Koperasi Simpan Pinjam Sekunder yang memberikan Pinjaman kepada Anggota perseorangan;

i. Pengawas atau Pengurus Koperasi Simpan Pinjam yang merangkap sebagai Pengawas, Pengurus, atau pengelola Koperasi Simpan Pinjam lainnya; dan/atau

j. Koperasi Simpan Pinjam yang melakukan investasi usaha pada sektor riil.

Pasal 3

Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat berupa:

a. Teguran tertulis sekurang-kurangnya 2 (dua) kali;

b. Larangan untuk menjalankan fungsi sebagai Pengawas atau Pengurus Koperasi;

c. Pencabutan izin usaha; dan/atau

d. Pembubaran oleh Menteri.

BAB III

TATA CARA DAN MEKANISME PENGENAAN SANKSI

Pasal 4

Tatacara dan mekanisme pengenaan sanksi administrasi atas pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dilaksanakan melalui tahapan:

Page 112: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 4 -

a. Laporan atau pengaduan;

b. Pemeriksaan;

c. Penjatuhan sanksi administratif.

Pasal 5

Pejabat Pemerintah dan/atau anggota masyarakat yang menemukan indikasi dan mengetahui adanya pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat melaporkan atau mengadukan kepada Menteri atau Pejabat yang berwenang.

Pasal 6

(1) Menteri atau Pejabat yang berwenang, memeriksa Koperasi, Pengawas dan/atau koperasi yang diduga melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

(2) Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri atau Pejabat yang berwenaang dapat minta keterangan yang diperlukan kepada Pengawas, Pengurus, anggota Koperasi, dan pihak lain.

Pasal 7

(1) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan terbukti bahwa Koperasi, Pengawas, dan/atau Koperasi melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Menteri atau Pejabat yang berwenang wajib menjatuhkan sanksi administrasi.

(2) Penjatuhan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada Koperasi, Pengawas, dan/atau Pengurus yang bersangkutan.

Pasal 8

(1) Koperasi yang mendapat sanksi administrasi dalam bentuk pencabutan izin usaha dan atau pembubaran Koperasi dari Menteri atau pejabat yang berwenang, dapat mengajukan pernyataan keberatan secara tertulis dengan disertai alasan keberatannya, dalam jangka waktu paling lama 25 (dua puluh lima) hari kerja sejak diterimanya teguran.

(2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis disertai alasan keberatan, dan disampaikan dalam jangka waktu paling lama 25 (dua puluh lima) hari kerja, sejak diterimanya teguran.

Page 113: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 5 -

(3) Terhadap pernyataan keberatan yang diterimannya, Menteri atau Pejabat yang berwenang memberikan tanda terima.

Pasal 9

(1) Menteri atau pejabat yang berwenang memberikan keputusan terhadap pernyataan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak pernyataan keberatan diterima.

(2) Dalam hal pernyaataan keberatan ditolak, Menteri atau pejabat yang berwenang menyampaikan keputusan penolakan secara tertulis.

(3) Apabila keberatan yang diajukan ditolak, Menteri atau pejabat yang berwenang menjatuhkan sanksi administrasi paling lambat dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal penolakan.

Pasal 10

(1) Keputusan penjatuhan sanksi administrasi dalam bentuk Pencabutan Izin Usaha dan atau pembubaran Koperasi disampaikan oleh Menteri atau Pejabat yang berwenang kepada Koperasi yang bersangkutan dan diumumkan dalam surat kabar harian berskala nasional.

(2) Surat keputusan memuat alasan pencabutan izin usaha dan/atau pembubaran Koperasi secara jelas.

Pasal 11

Tatacara dan mekanisme pencabutan izin usaha dan pembubaran Koperasi diselenggarakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam bidang perijinan usaha dan pembubaran Koperasi.

BAB IV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 12

Ketentuan teknis mengenai Tata cara dan Mekanisme Pengenaan Sanksi Administratif diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

Pasal 13

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkannya.

Page 114: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 6 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta padatanggal __ Mei 2013

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta padatanggal __ Mei 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

Page 115: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR __ TAHUN 2013

TENTANG

PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGESAHAN KOPERASI SEBAGAI BADAN HUKUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan kepastian hukum bagi kegiatan usaha dilakukan oleh Koperasi, dipandang perlu untuk memberikan status badan hukum kepada badan usaha Koperasi dengan pengesahan akta pendiriannya oleh Pemerintah;

b. bahwa seiring dengan dinamika yang terjadi dalam dunia usaha, terbuka kemungkinan bagi Koperasi untuk melakukan perubahan tertentu terhadap anggaran dasarnya yang memerlukan pengesahan oleh Pemerintah;

c. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 ayat (5) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, perlu menetapkan Peraturan Menteri tentang persyaratan dan tata cara pengesahan Koperasi sebagai badan hukum;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pekoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355);

Page 116: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 2 -

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor …. Tahun…..tentang Koperasi Simpan Pinjam (Lembaran Negara Tahun ………… Nomor …………, Tambahan Lembaran Negara Nomor,……);

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor …. Tahun…..tentang Koperasi berdasarkan Prinsip Syariah (Lembaran Negara Tahun ………… Nomor …………, Tambahan Lembaran Negara Nomor,……)

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGESAHAN KOPERASI SEBAGAI BADAN HUKUM.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.

2. Akta Pendirian Koperasi adalah akta perjanjian yang dibuat oleh para pendiri dalam rangka pembentukan Koperasi, dan memuat anggaran dasar Koperasi.

3. Anggaran Dasar Koperasi adalah aturan dasar tertulis yang memuat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian.

4. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang perkoperasian.

Pasal 2

(1) Menteri berwenang memberikan pengesahan terhadap akta pendirian Koperasi dan pengesahan terhadap perubahan atas anggaran dasar Koperasi, serta melakukan penolakan pengesahannya.

Page 117: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 3 -

(2) Dalam melaksanakan wewenangnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat menunjuk pejabat.

BAB II

PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN KOPERASI

Pasal 3

Koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan Menteri.

Pasal 4

(1) Untuk mendapatkan pengesahan terhadap akta pendirian Koperasi, para pendiri atau kuasa para pendiri mengajukan permintaan pengesahan secara tertulis kepada Menteri.

(2) Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan melampirkan:

a. dua rangkap akta pendirian Koperasi, satu diantaranya bermaterai cukup;

b. berita acara rapat pembentukan Koperasi, termasuk pemberian kuasa untuk mengajukan permohonan pengesahan apabila ada;

c. surat bukti penyetoran modal, sesuai dengan kelayakan usahanya;

d. rencana awal kegiatan usaha Koperasi.

Pasal 5

Apabila permintaan pengesahan atas akta pendirian Koperasi telah dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, kepada pendiri atau kuasanya diberikan tanda terima.

Pasal 6

(1) Menteri memberikan pengesahan terhadap akta pendirian Koperasi, apabila ternyata setelah diadakan penelitian anggaran dasar Koperasi memenuhi syarat:

a. tidak bertentangan dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian; dan

b. tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.

Page 118: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 4 -

(2) Pengesahan atas akta pendirian Koperasi ditetapkan dengan keputusan Menteri dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak diterimanya permintaan pengesahan secara lengkap.

(3) Surat keputusan pengesahan dan akta pendirian Koperasi yang telah mendapatkan pernyataan pengesahan disampaikan kepada pendiri atau kuasanya dengan surat tercatat dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak keputusan pengesahan ditetapkan.

Pasal 7

(1) Dalam hal permintaan pengesahan atas akta pendirian Koperasi ditolak, keputusan penolakan serta alasannya beserta berkas permintaan disampaikan secara tertulis kepada pendiri atau kuasanya dengan surat tercatat dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak diterimanya permintaan pengesahan secara lengkap.

(2) Terhadap penolakan pengesahan tersebut, para pendiri atau kuasanya dapat mengajukan permintaan ulang pengesahan atas akta pendirian Koperasi dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak diterimanya pemberitahuan penolakan.

(3) Permintaan ulang tersebut diajukan secara tertulis dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2).

(4) Terhadap pengajuan permintaan ulang yang telah memenuhi ketentuan pada ayat (2) dan (3), Menteri memberikan tanda terima kepada pendiri atau kuasanya.

Pasal 8

(1) Menteri memberikan keputusan terhadap permintaan ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak diterimanya permintaan ulang pengesahan secara lengkap.

(2) Dalam hal pengesahan atas akta pendirian Koperasi diberikan, Menteri menyampaikan surat keputusan pengesahan dan akta pendirian Koperasi yang telah mendapatkan pernyataan pengesahan kepada pendiri atau kuasanya dengan surat tercatat dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak keputusan pengesahan ditetapkan.

(3) Dalam hal permintaan ulang pengesahan atas akta pendirian Koperasi ditolak, Menteri menyampaikan keputusan penolakan serta alasannya kepada pendiri atau kuasanya dengan surat tercatat dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak keputusan penolakan ditetapkan.

(4) Keputusan Menteri terhadap permintaan ulang tersebut merupakan putusan terakhir.

Page 119: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 5 -

Pasal 9

Apabila Menteri tidak memberikan keputusan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 8 ayat (1), pengesahan atas akta pendirian Koperasi diberikan berdasarkan kekuatan Undang-Undang Tentang Perkoperasian.

Pasal 10

(1) Tindakan hukum yang dilakukan para pendiri untuk kepentingan Koperasi sebelum akta pendirian Koperasi disahkan hanya mengikat Koperasi, apabila setelah akta pendirian Koperasi memperoleh pengesahan Menteri, Rapat Anggota secara bulat menyatakan menerimanya sebagai beban dan atau keuntungan Koperasi.

(2) Dalam hal tindakan hukum tersebut tidak dinyatakan diterima sebagai beban dan atau keuntungan Koperasi oleh Rapat Anggota, maka para pendiri yang melakukan tindakan hukum tersebut masing-masing dan atau bersama-sama bertanggung jawab secara pribadi atas segala akibat yang timbul dari tindakan hukum tersebut.

BAB III

PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KOPERASI DAN TATA CARA PENGESAHANNYA

Pasal 11

(1) Perubahan anggaran dasar Koperasi dilakukan berdasarkan keputusan Rapat Anggota yang diadakan khusus untuk itu.

(2) Dalam hal anggaran dasar tidak menentukan lain, keputusan Rapat Anggota mengenai perubahan anggaran dasar hanya dapat diambil apabila dihadiri oleh paling kurang 3/4 (tiga perempat) dari jumlah seluruh anggota koperasi.

(3) Keputusan Rapat Anggota mengenai perubahan anggaran dasar Koperasi sah, apabila perubahan tersebut disetujui oleh paling kurang 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota Koperasi yang hadir.

Pasal 12

(1) Dalam hal terjadi perubahan anggaran dasar Koperasi yang menyangkut perubahan bidang usaha, penggabungan atau peleburan Koperasi, pengurus wajib mengajukan permintaan pengesahan atas perubahan anggaran dasar secara tertulis kepada Menteri.

Page 120: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 6 -

(2) Dalam hal perubahan anggaran dasar Koperasi menyangkut perubahan bidang usaha, maka permintaan pengesahan diajukan dengan melampirkan:

a. dua rangkap anggaran dasar Koperasi yang telah diubah, satu diantaranya bermaterai cukup;

b. berita acara Rapat Anggota.

(3) Dalam hal perubahan anggaran dasar Koperasi menyangkut penggabungan atau peleburan Koperasi, maka permintaan pengesahan diajukan dengan melampirkan:

a. dua rangkap anggaran dasar Koperasi yang telah diubah, satu diantaranya bermaterai cukup;

b. berita acara Rapat Anggota;

c. neraca yang baru dari Koperasi yang menerima penggabungan atau Koperasi yang dilebur.

Pasal 13

Apabila permintaan pengesahan terhadap perubahan anggaran dasar Koperasi telah dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, kepada pengurus Koperasi atau kuasanya diberikan tanda terima.

Pasal 14

(1) Menteri memberikan pengesahan terhadap anggaran dasar Koperasi hasil perubahan, apabila ternyata setelah diadakan penelitian perubahan tersebut:

a. tidak bertentangan dengan Undang-Undang Perkoperasian; dan

b. tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.

(2) Pengesahan atas perubahan anggaran dasar Koperasi ditetapkan dengan keputusan Menteri dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak diterimanya permintaan pengesahan secara lengkap.

(3) Surat keputusan pengesahan dan anggaran dasar Koperasi hasil perubahan yang telah mendapatkan pernyataan pengesahan disampaikan kepada pengurus atau kuasanya dengan surat tercatat dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak keputusan pengesahan ditetapkan.

Pasal 15

(1) Dalam hal permintaan pengesahan atas perubahan anggaran dasar Koperasi ditolak, keputusan penolakan beserta alasannya

Page 121: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 7 -

disampaikan secara tertulis kepada pengurus atau kuasanya dengan surat tercatat dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak diterimanya permintaan pengesahan secara lengkap.

(2) Dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggaran dasar Koperasi yang lama tetap berlaku.

Pasal 16

(1) Permintaan pengesahan perubahan anggaran dasar Koperasi yang Unit Simpan Pinjamnya melakukan pemisahan menjadi Koperasi Simpan Pinjam diajukan sekaligus dengan permintaan pengesahan akta pendirian Koperasi baru hasil pemisahan.

(2) Pengesahan perubahan anggaran dasar Koperasi dan pengesahan akta pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam waktu yang bersamaan.

Pasal 17

Apabila Menteri tidak memberikan keputusan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) atau Pasal 15 ayat (1), pengesahan atas perubahan anggaran dasar Koperasi diberikan berdasarkan kekuatan Undang-Undang tentang Perkoperasian.

Pasal 18

(1) Perubahan anggaran dasar Koperasi yang tidak menyangkut perubahan bidang usaha, penggabungan atau peleburan Koperasi wajib dilaporkan kepada Menteri paling lambat 1 (satu) bulan sejak perubahan dilakukan.

(2) Perubahan anggaran dasar Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diumumkan oleh Pengurus dalam media massa setempat paling lambat dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sejak perubahan dilakukan, dan dilakukan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dengan tenggang waktu selama paling kurang 45 (empat puluh lima) hari.

(3) Dalam hal tidak dipenuhi ketentuan pada ayat (1) dan (2), perubahan anggaran dasar Koperasi tidak mengikat pihak lain yang berkepentingan dengan Koperasi.

Page 122: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 8 -

BAB IV

PENGUMUMAN PENGESAHAN

Pasal 19

(1) Pengesahan akta pendirian Koperasi atau pengesahan perubahan anggaran dasar Koperasi diumumkan oleh Menteri dalam Berita Negara Republik Indonesia.

(2) Biaya pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada Pemerintah.

BAB V

ADMINISTRASI PENGESAHAN BADAN HUKUM KOPERASI

Pasal 20

(1) Akta pendirian Koperasi yang telah memperoleh pengesahan dan anggaran dasar Koperasi beserta seluruh perubahannya dihimpun dalam suatu daftar umum.

(2) Daftar umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbuka untuk umum, dan setiap orang dapat memperoleh salinan akta pendirian maupun anggaran dasar Koperasi atas beban biaya sendiri.

Pasal 21

Ketentuan teknis mengenai penyelenggaraan administrasi badan hukum koperasi diseluruh Indonesia diatur lebih lanjut oleh Menteri.

BAB VI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 22

Dengan berlakunya Peraturan ini, seluruh ketentuan yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara pengesahan akta pendirian Koperasi dan pengesahan perubahan anggaran dasar Koperasi dinyatakan tidak berlaku.

Page 123: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 9 -

Pasal 23

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. SYARIFUDDIN HASAN

Diundangkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

Page 124: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR __ TAHUN 2013

TENTANG

PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBUKAAN KANTOR CABANG, KANTOR CABANG PEMBANTU, DAN KANTOR KAS KOPERASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 90 ayat (3)

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian, perlu menetapkan Peraturan Menteri tentang Persyaratan dan Tata Cara Pembukaan Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, dan Kantor Kas Koperasi;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pekoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355);

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor …. Tahun…..tentang Koperasi Simpan Pinjam (Lembaran Negara Tahun ………… Nomor …………, Tambahan Lembaran Negara Nomor,……);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBUKAAN KANTOR CABANG, KANTOR CABANG PEMBANTU, DAN KANTOR KAS KOPERASI.

Page 125: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 2 -

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :

1. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.

2. Izin Pembentukan Kantor Cabang adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Pejabat yang berwenang setelah Koperasi memenuhi persyaratan untuk Membentuk kantor Cabang dan menjalankan kegiatan usaha pada suatu wilayah administratif tertentu.

3. Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang berwenang untuk memberi izin pembentukan kantor cabang sesuai dengan peraturan perundangan–undangan yang berlaku.

4. Menteri adalah Menteri yang berwenang dalam bidang perkoperasian.

BAB II

PERSYARATAN PERMOHONAN IZIN PEMBUKAAN KANTOR CABANG KOPERASI

Pasal 2

1. Koperasi yang akan mendirikan Kantor Cabang pada suatu wilayah wajib mengajukan permohonan izin terlebih dahulu kepada Pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Permohonan Pendaftaran Pembukaan Kantor Cabang diajukan oleh pengurus koperasi yang bersangkutan, dengan melampirkan:

a. alamat kantor cabang yang akan dibuka;

b. surat bukti setoran modal kerja yang disediakan untuk Kantor Cabang;

c. daftar sarana kerja;

d. nama dan riwayat hidup calon pimpinan dan daftar nama calon karyawan Kantor Cabang;

e. neraca dan perhitungan hasil usaha koperasi yang bersangkutan dalam 2(dua) tahun terakhir;

Page 126: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 3 -

f. rencana kerja Kantor Cabang sekurang-kurangnya selama setahun.

Pasal 3

Pejabat yang berwenang, memberikan izin pembukaan kantor cabang, kantor cabang pembantu, dan kantor kas Koperasi dengan memper-timbangkan:

a. pemenuhan persyaratan teknis pendirian kantor cabang sebagaimana diatur dalam peraturan ini;

b. kepentingan anggota koperasi dan masyarakat setempat;

c. gangguan, pencemaran, dan atau perusakan lingkungan;

d. rekomendasi dari pejabat yang berwenang diwilayah administrasi ditempat kantor cabang Koperasi tersebut akan didirikan.

Pasal 4

Segala biaya, uang administrasi, atau pungutan yang dikaitkan dengan permohonan perizinan pendirian kantor cabang Koperasi harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan disetorkan ke Kas Negara atau Kas Daerah.

Pasal 5

Pejabat yang berwenang, wajib menyampaikan informasi kepada masyarakat atau pemohon izin tentang:

a. persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon;

b. tata cara mengajukan permohonan izin;

c. besarnya pungutan, biaya, atau uang administrasi.

BAB III

TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN IZIN

Pasal 6

(1) Pengurus Koperasi atau kuasanya mengajukan permohonan izin secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Pejabat yang berwenang.

(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan persyaratan yang telah ditetapkan.

Page 127: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 4 -

Pasal 7

(1) Pejabat yang berwenang, memberi surat tanda terima kepada pemohon atau kuasanya, apabila surat permohonan izin telah diterima secara lengkap seperti yang telah ditetapkan.

(2) Pejabat yang berwenang wajib melakukan penelitian administrasi dan atau lapangan.

Pasal 8

(1) Dalam hal hasil penelitian menunjukkan bahwa pemohon telah memenuhi persyaratan dan layak untuk diberi izin, maka Pejabat yang berwenang memutuskan untuk memberikan izin pembentukan kantor cabang Koperasi.

(2) Izin diberikan oleh Pejabat yang berwenang, dalam jangka waktu paling lama 25 (dua puluh lima) hari kerja, terhitung sejak permohonan izin diterima secara lengkap.

Pasal 9

(1) Dalam hal permohonan izin ditolak, keputusan penolakan beserta alasan berikut berkas permohonannya harus disampaikan kembali secara tertulis, dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja, terhitung sejak permohonan diterima.

(2) Terhadap penolakan pemberian izin, pemohon dapat mengajukan ulang permohonan izin dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya pemberitahuan penolakan, dengan melampirkan berkas-berkas yang telah diperbaiki sesuai dengan yang disarankan oleh Pejabat yang berwenang dalam surat penolakannya.

(3) Terhadap pengajuan permohonan ulang yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana yang disarankan, Pejabat yang berwenang memberikan tanda terima kepada Pemohon.

Pasal 10

(1) Pejabat yang berwenang memberikan keputusan terhadap permohonan ulang, dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan ulang secara lengkap.

(2) Keputusan penolakan oleh Pejabat yang berwenang diberikan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak keputusan penolakan ditetapkan.

(3) Keputusan terhadap permintaan ulang merupakan keputusan akhir.

Page 128: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 5 -

Pasal 11

Apabila Pejabat yang berwenang tidak memberi keputusan terhadap permohonan ulang, dalam jangka waktu 25 (dua puluh lima) hari kerja, permohonan ijin dianggap diterima berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

BAB IV

ORGANISASI PENYELENGGARA PELAYANAN PERIJINAN PEMBUKAAN KANTOR CABANG KOPERASI

Pasal 12

(1) Organisasi penyelenggara dapat dibentuk pada tingkat pusat, provinsi, kabupaten, dan kota yang berkewajiban menyelenggarakan pelayanan dalam bidang perijinan pembukaan kantor cabang Koperasi secara tertib sesuai dengan tujuan pembentukannya.

(2) Penyelenggaraan pelayanan dalam bidang perijinan pembukaan kantor cabang Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya meliputi:

a. pelaksanaan pelayanan;

b. pengelolaan pengaduan masyarakat;

c. pengelolaan informasi;

d. pengawasan internal;

e. penyuluhan kepada masyarakat; dan

f. pelayanan konsultasi.

(3) Penyelenggara dan seluruh bagian organisasi penyelenggara bertanggung jawab atas ketidakmampuan, pelanggaran, dan kegagalan penyelenggaraan pelayanan.

(4) Penyelenggaraan pelayanan publik dalam bidang perijinan pembuka-an kantor cabang Koperasi, dilaksanakan sesuai dengan asas, tujuan, dan sistem pelayanan publik yang prima sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan pelayanan publik yang berlaku.

BAB V

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 13

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Page 129: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 6 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. SYARIFUDDIN HASAN

Diundangkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

Page 130: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

PERATURAN

MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR __ TAHUN 2013

TENTANG

PERSYARATAN STANDAR KOMPETENSI PENGAWAS DAN PENGURUS KOPERASI SIMPAN PINJAM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa Koperasi Simpan Pinjam adalah merupakan lembaga keuangan kepercayaan masyarakat yang harus dijaga kredibilitasnya terhadap anggota, Koperasi Simpan Pinjam Sekundernya, dan kreditur;

b. bahwa dalam menjaga kepercayaan anggota maupun Koperasi lain dan anggotanya maka dibutuhkan kompetensi khusus bagi Pengawas dan Pengurus Koperasi Simpan Pinjam;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a dan b perlu mengeluarkan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah tentang Persyaratan Standar Kompetensi Pengawas dan Pengurus Koperasi Simpan Pinjam;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang

Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355);

Page 131: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 2 -

2. Peraturan Pemerintah RI Nomor 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi (Lembaran Negara RI Tahun 1994 Nomor 8 Tambahan Lembaran Negara 3540);

3. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 05/Per/M.KUKM/IX/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koperasi danUsaha Kecil dan Menengah;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA

KECIL DAN MENENGAH TENTANG PERSYARATAN STANDAR KOMPETENSI PENGAWAS DAN PENGURUS KOPERASI SIMPAN PINJAM.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

1. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.

2. Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan Koperasi.

3. Pengawas adalah perangkat organisasi Koperasi yang bertugas mengawasi dan memberikan nasihat kepada Pengurus.

4. Pengurus adalah perangkat organisasi Koperasi yang bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Koperasi untuk kepentingan dan tujuan Koperasi, serta mewakili Koperasi baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar.

5. Koperasi Simpan Pinjam adalah Koperasi yang menjalankan usaha simpan pinjam sebagai satu-satunya usaha.

6. Kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan

Page 132: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 3 -

7. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Koperasi.

BAB II TUJUAN DAN SASARAN

Pasal 2

Tujuan Penetapan Persyaratan Kompetensi Pengawas dan Pengurus Koperasi Simpan Pinjam adalah untuk memberikan panduan bagi Koperasi Simpan Pinjam dalam memilih Pengawas dan Pengurus yang tepat bagi pengelolaan operasional Koperasi Simpan Pinjam.

Pasal 3

Sasaran dari Penetapan Persyaratan Kompetensi Pengawas dan Pengurus Koperasi Simpan Pinjam adalah sebagai berikut:

a. terwujudnya pengelolaan Koperasi Simpan Pinjam yang sehat dan mantap melalui sistem pengelolaan yang profesional dan pelayanan yang prima kepada anggota, Koperasi Simpan Pinjam Sekundernya, dan Kreditur;

b. terwujudnya pengelolaan Koperasi Simpan Pinjam yang efektif dan efesien.

BAB III PERSYARATAN STANDAR KOMPETENSI PENGAWAS

KOPERASI SIMPAN PINJAM

Pasal 4

Persyaratan minimal Kompetensi yang harus dimiliki Pengawas Koperasi Simpan Pinjam sebagai berikut:

a. memiliki kemampuan manajerial yang baik;

b. memiliki kemampuan kepemimpinan yang efektif;

c. memiliki akhlak dan moral yang baik;

d. memiliki kemampuan dan wawasan perkoperasian;

e. tidak pernah melakukan tindakan tercela di bidang keuangan dan atau dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana di bidang keuangan;

f. mempunyai keahlian di bidang keuangan atau pernah mengikuti

Page 133: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 4 -

pelatihan simpan pinjam atau magang dalam usaha simpan pinjam yang dibuktikan dengan sertifikat;

g. jika Pengawas lebih dari satu orang, maka sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen) dari jumlah Pengawas wajib mempunyai keahlian di bidang keuangan atau pernah mengikuti pelatihan di bidang simpan pinjam atau magang dalam usaha simpan pinjam dibuktikan dengan sertifikat;

h. diantara Pengawas tidak boleh mempunyai hubungan keluarga sampai dengan derajat ke satu menurut garis lurus ke bawah maupun ke samping dibuktikan dengan akte kelahiran dan kartu keluarga dan atau surat nikah.

BAB IV PERSYARATAN STANDAR KOMPETENSI PENGURUS

KOPERASI SIMPAN PINJAM

Pasal 5

Persyaratan minimal Kompetensi yang harus dimiliki Pengurus Koperasi Simpan Pinjam sebagai berikut:

a. memiliki kemampuan manajerial yang baik;

b. memiliki kemampuan kepemimpinan yang efektif;

c. memiliki akhlak dan moral yang baik;

d. memiliki kemampuan dan wawasan perkoperasian;

e. tidak pernah melakukan tindakan tercela di bidang keuangan dan atau dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana di bidang keuangan;

f. mempunyai keahlian di bidang keuangan atau pernah mengikuti pelatihan simpan pinjam atau magang dalam usaha simpan pinjam yang dibuktikan dengan sertifikat;

g. jika Pengurus lebih dari satu orang, maka sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen) dari jumlah Pengurus wajib mempunyai keahlian di bidang keuangan atau pernah mengikuti pelatihan di bidang simpan pinjam atau magang dalam usaha simpan pinjam dibuktikan dengan sertifikat;

h. diantara Pengurus tidak boleh mempunyai hubungan keluarga sampai dengan derajat ke satu menurut garis lurus ke bawah maupun ke samping dibuktikan dengan akte kelahiran dan kartu keluarga dan atau surat nikah.

Page 134: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 5 -

BAB V

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 6

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. SYARIFUDDIN HASAN

Diundangkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

Page 135: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

PERATURAN

MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR __ TAHUN 2013

TENTANG

PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN KOPERASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 99

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, perlu menetapkan Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah tentang Pengawasan dan Pemeriksaan Koperasi;

Mengingat : Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang

Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA

KECIL DAN MENENGAH TENTANG PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN KOPERASI.

Page 136: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 2 -

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

1. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.

2. Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan Koperasi.

3. Rapat Anggota adalah perangkat organisasi Koperasi yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi.

4. Pengawas adalah perangkat organisasi Koperasi yang bertugas mengawasi dan memberikan nasihat kepada Pengurus.

5. Pengurus adalah perangkat organisasi Koperasi yang bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Koperasi untuk kepentingan dan tujuan Koperasi, serta mewakili Koperasi baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar.

6. Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah sebagai pejabat yang berwenang untuk dan atas nama Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah memberikan Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.

7. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Koperasi.

BAB II PENGAWASAN KOPERASI

Pasal 2

(1) Pengawasan terhadap Koperasi wajib dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan para pihak terhadap Koperasi.

(2) Pengawasan terhadap Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri.

Page 137: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 3 -

Pasal 3

(1) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan melalui pelaporan, pemantauan, dan evaluasi terhadap Koperasi.

(2) Kegiatan pengawasan melalui pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:

a. meneliti laporan pertanggungjawaban tahunan, dokumen-dokumen, dan keputusan-keputusan Rapat Anggota;

b. meminta untuk hadir dalam Rapat Anggota; dan/atau

c. memanggil Pengurus untuk diminta keterangan mengenai perkembangan Koperasi.

Pasal 4

(1) Pengurus Koperasi wajib memberikan laporan Organisasi, usaha, dan keuangan secara berkala kepada Menteri dan atau pejabat yang berwenang setiap triwulan (akhir bulan Maret, Juni, September, dan Desember) dan pada akhir tahun buku koperasi serta laporan tahunan.

(2) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi perhitungan hasil usaha, neraca, laporan arus kas, laporan promosi ekonomi anggota, dan catatan atas laporan keuangan.

(3) Laporan triwulan disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan berikutnya dan laporan tahunan disampaikan paling lambat bulan Juni tahun berikutnya.

Pasal 5

(1) Kegiatan pengawasan melalui pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dilakukan dengan mengamati dan memeriksa laporan dari Koperasi.

(2) Menteri dan atau pejabat yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Koperasi, secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan.

(3) Apabila dari hasil pemantauan dan evaluasi terbukti terjadi penyimpangan, Menteri wajib mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Page 138: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 4 -

BAB III

PEMERIKSAAN KOPERASI

Pasal 6

(1) Menteri melakukan pemeriksaan terhadap Koperasi, dalam hal:

a. Koperasi membatasi keanggotaan atau menolak permohonan untuk menjadi Anggota atas orang perseorangan yang telah memenuhi persyaratan keanggotaan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar;

b. Koperasi tidak melaksanakan Rapat Anggota Tahunan dalam waktu 2 (dua) tahun berturut-turut;

c. kelangsungan usaha Koperasi sudah tidak dapat diharapkan; dan/atau

d. terdapat dugaan kuat bahwa Koperasi yang bersangkutan tidak mengelola administrasi keuangan secara benar.

(2) Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d Menteri dapat menunjuk Akuntan Publik.

(3) Biaya yang timbul sehubungan dengan kegiatan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Menteri menyampaikan salinan laporan pemeriksaan kepada Koperasi yang bersangkutan dan kepada pihak yang berkepentingan.

Pasal 7

Dalam hal terjadi pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Koperasi wajib memberikan kesempatan kepada pemeriksa untuk memeriksa buku buku dan berkas berkas yang ada padanya, serta wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan, dokumen dan penjelasan yang dilaporkan oleh koperasi yang bersangkutan.

Pasal 8

(1) Pemeriksaan terhadap Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilaksanakan oleh Menteri dan atau Pejabat yang berwenang yang telah ditetapkan oleh Menteri.

(2) Menteri atau Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat melaksanakan sendiri pemeriksaan tersebut atau meminta bantuan kepada akuntan publik.

(3) Dalam hal pejabat yang berwenang meminta kepada akuntan publik untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap Koperasi,

Page 139: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 5 -

maka biaya pengawasan dan pemeriksaan tersebut menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

BAB IV

TINDAK LANJUT HASIL PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN

Pasal 9

Apabila dari hasil pengawasan dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 6 terbukti terjadi penyimpangan, Menteri dapat memberikan pembinaan terhadap koperasi yang bersangkutan dan berwenang menjatuhkan sanksi administratif.

Pasal 10

Tindak lanjut hasil pengawasan dan pemeriksaan dalam bentuk Pembinaan dan penjatuhan sanksi administrative terhadap Koperasi dilakukan oleh Menteri dan dapat didelegasikan kepada Pejabat yang berwenang pada tingkat pusat, pemerintahan daerah Provinsi/DI, dan Kabupaten/Kota.

Pasal 11

(1) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 meliputi upaya pemberian bimbingan kepada pelaksanaan kegiatan organisasi dan usaha Koperasi.

(2) Pembinaan dalam bentuk bimbingan teknis terhadap kegiatan usaha koperasi dilakukan dengan tata cara sebagai berikut:

a. memantau perkembangan kegiatan usaha secara berkala melalui laporan kinerja Koperasi yang bersangkutan;

b. melakukan pembinaan secara menyeluruh yang menyangkut organisasi, usaha, administrasi keuangan serta pelaksanaan program pembinaan kepada anggota.

Pasal 12

(1) Pengenaan sanksi administratif dilakukan terhadap:

a. Koperasi yang terbukti melanggar larangan pemuatan ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain dalam Anggaran Dasar;

b. Koperasi yang tidak melaksanakan Rapat Anggota Tahunan setelah 2 (dua) tahun buku terlampaui;

Page 140: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 6 -

c. Koperasi yang tidak melakukan audit atas laporan keuangan;

d. Pengawas yang merangkap sebagai Pengurus Koperasi;

e. Koperasi yang tidak menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib;

f. Pengurus yang tidak memelihara Buku Daftar Anggota, Buku Daftar Pengawas, Buku Daftar Pengurus, Buku Daftar Pemegang Sertifikat Modal Koperasi, dan risalah Rapat Anggota;

g. Pengurus yang tidak terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Rapat Anggota;

h. Koperasi Simpan Pinjam Sekunder yang memberikan Pinjaman kepada Anggota perseorangan;

i. Pengawas atau Pengurus Koperasi Simpan Pinjam yang merangkap sebagai Pengawas, Pengurus, atau pengelola Koperasi Simpan Pinjam lainnya; dan/atau

j. Koperasi Simpan Pinjam yang melakukan investasi usaha pada sektor riil.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

a. teguran tertulis sekurang-kurangnya 2 (dua) kali;

b. larangan untuk menjalankan fungsi sebagai Pengurus atau Pengawas Koperasi;

c. pencabutan izin usaha; dan/atau

d. pembubaran oleh Menteri.

(3) Persyaratan dan tatacara penjatuhan sanksi administrative dan atau pembubaran koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan huruf d dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku.

Pasal 13

Menteri dapat mendelegasikan pelaksanaan pengawasan dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 6 ayat (1) kepada Pejabat yang berwenang dengan Keputusan Menteri.

Page 141: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 7 -

BAB V

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 14

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. SYARIFUDDIN HASAN

Diundangkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

Page 142: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR __ TAHUN 2013

TENTANG

PENGGABUNGAN DAN PELEBURAN KOPERASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 101 ayat (6) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, perlu menetapkan Peraturan Menteri tentang Penggabungan dan Peleburan Koperasi;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang PeKoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355);

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor …. Tahun…..tentang Koperasi Simpan Pinjam (Lembaran Negara Tahun ………… Nomor …………, Tambahan Lembaran Negara Nomor,……);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH TENTANG PENGGABUNGAN DAN PELEBURAN KOPERASI.

Page 143: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 2 -

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.

2. Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Koperasi atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Kopersi lain yang telah ada dan selanjutnya Koperasi yang menggabungkan diri menjadi bubar.

3. Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua Koperasi atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara membentuk satu Koperasi baru dan masing-masing Koperasi yang meleburkan diri menjadi bubar.

4. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang perkoperasian.

BAB II

MAKSUD DAN TUJUAN PENGGABUNGAN DAN PELEBURAN

Pasal 2

Maksud dan tujuan Penggabungan dan Peleburan adalah untuk:

a. meningkatkan efisiensi, transparansi, dan profesionalisme guna menyehatkan Koperasi;

b. meningkatkan kinerja dan nilai;

c. memberikan manfaat yang optimal kepada anggota Koperasi; dan

d. menghasilkan produk dan layanan dengan kualitas dan harga yang kompetitif.

Pasal 3

Penggabungan dan Peleburan sebagaimana diatur dalam Peraturan ini dapat dilakukan tanpa mengadakan pembubaran Koperasi terlebih dahulu.

Page 144: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 3 -

Pasal 4

Penggabungan dan peleburan yang dilakukan tanpa pembubaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 mengakibatkan:

a. anggota Koperasi yang menggabungkan diri atau yang meleburkan diri menjadi anggota Koperasi yang menerima penggabungan atau Koperasi hasil peleburan; dan

b. aktiva dan pasiva Koperasi yang menggabungkan diri atau yang meleburkan diri, beralih karena hukum kepada Koperasi yang menerima penggabungan atau Koperasi hasil peleburan.

BAB III

SYARAT-SYARAT PENGGABUNGAN DAN PELEBURAN

Pasal 5

(1) Penggabungan dan peleburan hanya dapat dilakukan dengan memperhatikan kepentingan Koperasi, anggotanya, dan karyawan Koperasi yang bersangkutan, kepentingan masyarakat, dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.

(2) Penggabungan dan peleburan, tidak mengurangi hak Anggota untuk keluar dari keanggotaan Koperasi dan memperoleh haknya dari Koperasi.

(3) Anggota yang tidak setuju terhadap keputusan Rapat Anggota Koperasi mengenai penggabungan dan peleburan Koperasi hanya dapat menggunakan haknya untuk mengambil simpanan-simpanannya pada Koperasi.

(4) Pelaksanaan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak menghentikan proses pelaksanaan penggabungan dan peleburan Koperasi.

Pasal 6

Penggabungan dan peleburan Koperasi harus memperhatikan kepentingan kreditor Koperasi.

Pasal 7

(1) Penggabungan dan peleburan hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Rapat Anggota Koperasi.

(2) Penggabungan dan peleburan dilakukan berdasarkan keputusan Rapat Anggota Koperasi yang dihadiri oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh anggota dan disetujui oleh

Page 145: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 4 -

paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah anggota yang hadir tersebut.

(3) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak tercapai maka syarat kehadiran dan pengambilan keputusan ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB IV

TATA CARA PENGGABUNGAN DAN PELEBURAN

Bagian Pertama Penggabungan

Pasal 8

(1) Pengurus Koperasi yang akan menggabungkan diri dan menerima penggabungan masing-masing menyusun usulan rencana peng-gabungan.

(2) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapat persetujuan Pengawas Koperasi dan sekurang-kurangnya memuat:

a. nama dan tempat kedudukan perseroan yang akan melakukan penggabungan;

b. alasan serta penjelasan masing-masing Pengurus Koperasi yang akan melakukan penggabungan dan persyaratan penggabungan;

c. tata cara konversi aset dari masing-masing Koperasi yang akan melakukan penggabungan terhadap aset Koperasi hasil penggabungan;

d. rancangan perubahan Anggaran Dasar Koperasi hasil penggabungan;

e. neraca perhitungan laba rugi yang meliputi 3 (tiga) tahun buku terakhir dari semua Koperasi yang akan melakukan penggabungan;

f. Hal-hal yang perlu diketahui oleh anggota masing-masing Koperasi, antara lain:

1) neraca proforma Koperasi hasil penggabungan sesuai dengan standar akuntansi keuangan;

2) perkiraan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan keuntungan dan kerugian serta masa depan Koperasi yang dapat diperoleh dari penggabungan berdasarkan hasil penilaian ahli yang independen.

Page 146: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 5 -

g. cara penyelesaian status karyawan Koperasi yang akan menggabungkan diri;

h. cara penyelesaian hak dan kewajiban Koperasi terhadap pihak ketiga;

i. cara penyelesaian hak-hak anggota yang tidak setuju terhadap penggabungan Koperasi;

j. susunan gaji dan tunjangan lain bagi Pengurus dan Pengawas Koperasi hasil penggabungan;

k. perkiraan jangka waktu pelaksanaan penggabungan;

l. laporan mengenai keadaan dan jalannya Koperasi serta hasil yang telah dicapai;

m. kegiatan utama Koperasi dan perubahan selama tahun buku yang sedang berjalan;

n. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan yang mempengaruhi kegiatan Koperasi;

o. nama anggota Pengurus dan Pengawas; dan

p. gaji dan tunjangan lain bagi anggota Pengurus dan Pengawas Koperasi.

Pasal 9

Usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 merupakan bahan untuk menyusun Rancangan Penggabungan yang disusun bersama oleh Pengurus Koperasi yang akan melakukan penggabungan.

Pasal 10

Rancangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sekurang kurangnya memuat hal-hal yang tercantum dalam usulan rencana penggabungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.

Pasal 11

Selain hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Rancangan Penggabungan harus memuat penegasan dari Koperasi yang akan menerima penggabungan mengenai penerimaan peralihan segala hak dan kewajiban dari Koperasi yang akan menggabungkan diri.

Pasal 12

Ringkasan atas Rancangan Penggabungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 wajib diumumkan oleh Pengurus dalam 2 (dua) surat kabar harian serta diumumkan secara tertulis kepada karyawan Koperasi yang akan melakukan penggabungan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pemanggilan Rapat Anggota masing-masing Koperasi.

Page 147: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 6 -

Pasal 13

(1) Rancangan Penggabungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 berikut konsep Akta Penggabungan wajib dimintakan persetujuan kepada Rapat Anggota masing-masing Koperasi.

(2) Konsep Akta Penggabungan yang telah mendapat persetujuan Rapat Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Akta Penggabungan yang dibuat di hadapan Notaris dalam bahasa Indonesia.

Pasal 14

(1) Apabila penggabungan Koperasi dilakukan dengan mengadakan perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, maka penggabungan mulai berlaku sejak tanggal persetujuan perubahan Anggaran Dasar oleh Menteri.

(2) Apabila penggabungan Koperasi dilakukan dengan disertai perubahan Anggaran Dasar yang tidak memerlukan persetujuan Menteri, maka penggabungan mulai berlaku sejak tanggal pendaftaran Akta Penggabungan dan akta perubahan Anggaran Dasar dalam Daftar yang disediakan Menteri.

(3) Apabila penggabungan Koperasi dilakukan tanpa disertai perubahan Anggaran Dasar, maka penggabungan mulai berlaku sejak tanggal penandatanganan Akta Penggabungan.

Pasal 15

(1) Dalam hal penggabungan dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), maka Pengurus Koperasi yang akan menerima penggabungan wajib mengajukan permohonan persetujuan akta perubahan Anggaran Dasar kepada Menteri dan mendaftarkan dalam Daftar Perusahaan serta mengumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia setelah mendapat persetujuan dari Menteri.

(2) Dalam hal penggabungan dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), maka Pengurus Koperasi yang akan menerima penggabungan wajib melaporkan Akta Penggabungan Koperasi dan akta perubahan Anggaran Dasar tersebut kepada Menteri dan mendaftarkan dalam Daftar yang disediakan Menteri untuk keperluan tersebut serta mengumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.

Page 148: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 7 -

Pasal 16

(1) Permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), diajukan secara tertulis kepada Menteri dengan melampirkan akta perubahan Anggaran Dasar beserta Akta Penggabungan.

(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari setelah permohonan diterima.

(3) Dalam hal permohonan ditolak, maka penolakan tersebut harus diberitahukan kepada pemohon secara tertulis beserta alasannya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 17

Permohonan persetujuan perubahan Anggaran Dasar atau penyampaian laporan Akta Penggabungan Koperasi dan akta perubahan Anggaran Dasar Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak keputusan Rapat Anggota Koperasi.

Pasal 18

(1) Apabila penggabungan Koperasi dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), maka Koperasi yang menggabungkan diri bubar, terhitung sejak tanggal persetujuan Menteri atas perubahan Anggaran Dasar.

(2) Apabila penggabungan dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), maka Koperasi yang menggabungkan diri bubar, terhitung sejak tanggal pendaftaran Akta Penggabungan dan akta perubahan Anggaran Dasar Koperasi dalam Daftar yang disediakan Menteri.

(3) Apabila penggabungan dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) maka Koperasi yang menggabungkan diri bubar, terhitung sejak tanggal penandatanganan Akta Penggabungan.

Pasal 19

(1) Sejak tanggal penandatanganan Akta Penggabungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), Pengurus Koperasi yang menggabungkan diri tidak dapat melakukan perbuatan hukum kecuali diperlukan dalam rangka pelaksanaan penggabungan.

(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tanggung jawab Pengurus Koperasi yang bersang-kutan.

Page 149: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 8 -

Bagian Kedua Peleburan

Pasal 20

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13 berlaku juga untuk perbuatan hukum peleburan.

Pasal 21

(1) Pendiri Koperasi hasil peleburan adalah Koperasi yang akan meleburkan diri.

(2) Anggota Koperasi yang akan didirikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah anggota Koperasi yang akan meleburkan diri.

(3) Kekayaan Koperasi yang akan didirikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah seluruh kekayaan Koperasi yang akan meleburkan diri.

Pasal 22

(1) Akta Peleburan yang dibuat sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) menjadi dasar pembuatan Akta Pendirian Koperasi hasil peleburan.

(2) Pengurus Koperasi yang meleburkan diri wajib mengajukan permohonan pengesahan Akta Pendirian Koperasi hasil peleburan kepada Menteri dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal keputusan Rapat Rapat Anggota dan mendaftarkan dalam Daftar yang disediakan Menteri serta mengumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, setelah mendapat pengesahan Menteri.

(3) Permohonan pengesahan Akta Pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan secara tertulis kepada Menteri dengan melampirkan Akta Peleburan.

(4) Menteri memberikan pengesahan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari setelah permohonan diterima.

(5) Dalam hal permohonan ditolak, maka penolakan harus diberitahukan kepada pemohon secara tertulis beserta alasannya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

Pasal 23

Koperasi yang meleburkan diri bubar terhitung sejak tanggal Akta Pendirian Koperasi hasil peleburan disahkan oleh Menteri.

Page 150: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 9 -

Pasal 24

(1) Sejak tanggal penandatanganan Akta Peleburan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pengurus Koperasi yang meleburkan diri dilarang melakukan perbuatan hukum kecuali diperlukan dalam rangka pelaksanaan peleburan.

(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tanggung jawab Pengurus Koperasi yang bersangkutan.

BAB V

KEBERATAN TERHADAP PENGGABUNGAN DAN PELEBURAN KOPERASI

Pasal 25

(1) Pengurus Koperasi wajib menyampaikan dengan surat tercatat Rancangan Penggabungan dan peleburan, kepada seluruh kreditor paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan Rapat Anggota.

(2) Kreditor dapat mengajukan keberatan kepada perseroan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum pemanggilan Rapat Anggota yang akan memutus mengenai rencana penggabungan dan peleburan yang telah dituangkan dalam Rancangan tersebut.

(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kreditor tidak mengajukan keberatan, maka kreditor dianggap menyetujui penggabungan dan peleburan.

(4) Keberatan kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan dalam Rapat Anggota guna mendapat penyelesaian.

(5) Selama penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) belum tercapai, maka penggabungan dan peleburan, tidak dapat dilaksanakan.

BAB VI

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 26

Pengurus Koperasi hasil Penggabungan atau Peleburan wajib mengumumkan hasil Penggabungan atau Peleburan paling sedikit dalam 1 (satu) surat kabar paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya Penggabungan atau Peleburan.

Page 151: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 10 -

Pasal 27

(1) Dalam melaksanakan tugasnya dalam rangka Penggabungan dan Peleburan, Pengurus Koperasi bertindak untuk kepentingan Badan Hukum.

(2) Dalam hal terjadi benturan kepentingan antara perusahaan Koperasi dengan Pengurus, maka Pengurus wajib mengungkapkan hal tersebut dalam usulan Rancangan Penggabungan atau Peleburan Koperasi.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi Pengawas Koperasi.

BAB VI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 28

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. SYARIFUDDIN HASAN

Diundangkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

Page 152: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR __ TAHUN 2013

TENTANG

TATA CARA PERUBAHAN UNIT SIMPAN PINJAM (USP) MENJADI KOPERASI SIMPAN PINJAM (KSP)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mengembangkan dan menertibkan kegiatan usaha simpan pinjam Koperasi, sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dipandang perlu untuk menata kembali kegiatan tersebut, khususnya dalam hal pengelolaan usahanya, sehingga terwujud kegiatan usaha simpan pinjam yang sehat, ekonomis dan terpercaya serta memberikan manfaat bagi para Anggotanya;

b. bahwa untuk itu perlu dilakukan penyempurnaan penataan keorganisasian kegiatan usaha simpan pinjam Koperasi, sehingga kegiatan pengelolaan komoditas tersebut terpisah nyata dari pengelolaan komoditas lain, yang dapat membuatnya lebih bermanfaat dan berada dalam zona pengelolaan keuangan yang sehat;

c. bahwa sesuai dengan jenis Koperasinya, jenis Koperasi yang mengelola kegiatan non-simpan pinjam tidak lagi boleh melakukan pengelolaan kegiatan simpan pinjam, sehingga secara khusus diharapkan Koperasi bersang-kutan dapat memisahkan kegiatan simpan pinjamnya, sehingga harus dipisah menjadi jenis Koperasi Simpan Pinjam yang terfokus dan efektif;

Page 153: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 2 -

d. bahwa berdasar pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri sebagai Pedoman tentang tata cara perubahan Unit Simpan Pinjam (USP) menjadi Koperasi Simpan Pinjam, yang mandiri, tangguh, handal dan mampu melayani kebutuhan para Anggotanya secara optimal, dengan menyelenggarakan kegiatan usaha simpan pinjam saja.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang PeKoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355);

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor …. Tahun…..tentang Koperasi Simpan Pinjam (Lembaran Negara Tahun ………… Nomor …………, Tambahan Lembaran Negara Nomor,……);

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor …. Tahun…..tentang Modal Koperasi (Lembaran Negara Tahun ………… Nomor …………, Tambahan Lembaran Negara Nomor,……);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH TENTANG TATA CARA PERUBAHAN UNIT SIMPAN PINJAM (USP) MENJADI KOPERASI SIMPAN PINJAM (KSP).

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

1. Unit Simpan Pinjam merupakan salah satu unit usaha yang diselenggarakan Koperasi non-Koperasi Simpan Pinjam, untuk melaksanakan kegiatan secara konvensional atau menerapkan prinsip syariah.

2. Koperasi Simpan Pinjam merupakan Koperasi yang menjalankan kegiatan usaha simpan pinjam, sebagai satu-satunya kegiatan usahanya.

Page 154: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 3 -

3. Pengurus (Lama) adalah pemegang kuasa Rapat Anggota, dan bertanggung jawab atas pengelolaan Koperasi dan kegiatan usahanya kepada Rapat Anggota (penjelasan menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992).

4. Pengurus adalah perangkat organisasi Koperasi yang bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Koperasi, untuk kepentingan dan tujuan Koperasi, serta mewakili Koperasi baik di dalam maupun di luar pengadilan, sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar Koperasi (penjelasan menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012).

5. Pengawas (Lama) adalah pelaku pengawasan atas pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan Koperasi (penjelasan menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992).

6. Pengawas adalah perangkat organisasi Koperasi yang bertugas mengusulkan Calon Pengurus, mengawasi aplikasi kebijakan, dan pelaksanaan umum pengelolaan Koperasi dan memberikan nasihat kepada Pengurus, serta berwenang untuk memberhentikan sementara Pengurus dengan alasan yang jelas (penjelasan menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012).

7. Proses Spin off adalah proses manajemen untuk memisahkan satu unit usaha atau bagian kegiatan tertentu, menjadi satu organisasi baru, yang mandiri dan hanya mengurusi pengem bangan kegiatan aslinya.

8. Proses Perubahan organisasi merupakan terjadinya pergantian (melalui proses pembelajaran dan proses pengaturan) pada berbagai komponen organisasi, yang akhirnya membentuk kondisi atau situasi baru, yang berbeda sama sekali cirinya dengan ciri kondisi lamanya, baik dalam hal status, posisi, kewenangan, atau lingkup usaha maupun kompetensi dan potensi organisasinya.

9. Pemberdayaan adalah upaya yang mencakup rancangan program atau kegiatan yang dilakukan secara terencana, terarah memakai sumberdaya yang terukur, oleh Dinas/Instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagai upaya membantu, mendorong maupun memicu proses perkembangan dan pembangunan organisasi yang diberdayakan.

10. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Koperasi.

BAB II

KEGIATAN PERSIAPAN

Pasal 2

(1) Pengurus Koperasi (Lama) bertugas dan bertanggung jawab kepada Rapat Anggota, untuk mempersiapkan, melaksanakan, dan

Page 155: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 4 -

melakukan penataan, evaluasi, dan melaporkan tentang upaya perencanaan penyelenggaraan kegiatan spin off dari salah satu unit usaha Koperasinya, yaitu Unit Usaha Simpan Pinjam (USP).

(2) Pengurus Koperasi bertanggung jawab penuh untuk melaksanakan kegiatan tersebut pada butir (1) secara berhasil, sehingga terwujud satu organisasi Koperasi simpan pinjam baru, yang mandiri dan mampu berusaha efektif dan ekonomis, berdasar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012.

(3) Pengurus melakukan penataan kembali berbagai kegiatan USP dengan tertib dan terencana untuk dapat menghasilkan:

a. daftar Anggota maupun non-Anggota yang selama ini dilayani oleh USP-nya;

b. rincian status hubungan simpan pinjam, kebutuhan anggota maupun macam layanan simpan pinjam, yg telah diterapkan untuk kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir;

c. rincian non-Anggota yang dilayani dan sudah menjadi Anggota baru, disertai kelengkapan persyaratan yang telah dipenuhi sesuai dengan ketentuan Undang-undang baru;

d. daftar kelengkapan data dan informasi tentang perencanaan usaha dan hasil prestasi, komponen beban biaya organisasi dan manajemen, komponen pelaksanaan yang direncanakan untuk Koperasi baru, penyelarasan dan rancangan pengaturan komposisi organisasi Koperasi, dan lain-lain hal yang dianggap perlu seperti informasi tentang neraca, surplus hasil usaha, piutang dan hutang kepada pihak ketiga, termasuk komposisi asset (tetap dan cair dan yang nyata maupun tidak nyata);

e. pola manajemen layanan usaha, khususnya untuk memisahkan manajemen usaha yang tidak langsung terkait dengan kegiatan simpan pinjam, maupun rancangan pengalokasian selanjutnya dari hal-hal yang harus ditinggalkan.

(4) Daftar kegiatan pada butir (3), secara terinci diarahkan untuk dapat menunjukkan kelebihan atau kekurangan yang perlu diperbaiki, terkait dengan macam layanan pinjaman dan layanan simpanan anggotanya. Hasilnya berupa daftar terinci tentang data perorangan yang dilayani; besarnya pinjaman; sisa pinjaman sampai akhir tahun 2012 dan jadwal akhir pinjaman maupun rata-rata besarnya angsuran bulanan dengan kelengkapan aturan lain yang diberlakukan.

Pasal 3

(1) Pengurus dalam kurun waktu tersedia, yaitu 3 (tiga) tahun setelah Undang-undang baru itu berlaku, sudah harus mulai untuk merencanakan tahap-tahap perubahan dimaksud. Prosesnya dimulai dengan melakukan kegiatan persiapan secara cermat, khususnya

Page 156: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 5 -

sosialisasi pada anggota dan pihak-pihak terkait, dengan tujuan agar terjadi perubahan cara pandang (mind set) tentang proses spin-off yang akan dilakukan tanpa merugikan para anggota dan pihak lain yang terkait.

(2) Secara administratif kegiatannya terutama berkaitan dengan pengumpulan informasi dan data fisik tentang asset riil (fisik, dana, maupun asset tidak nyata), sumber daya manusia terkait, sistem prosedur operasional yang harus dirawat dan dikembangkan, hubungan bisnis dengan pihak ketiga dan pemerintah, maupun Koperasi lainnya.

(3) Dalam melakukan persiapan, Pengurus (lama) wajib secara khusus memperhatikan aspek-aspek:

a. Kepentingan Anggota;

b. Kepentingan Karyawan; dan

c. Kepentingan pihak ketiga yang terkait dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan kegiatan USP bersangkutan.

(4) Pengurus (lama) bersama Pengawas (lama) wajib menyiapkan desain organisasi dan calon pilihan Pengurus dan Pengawas untuk Koperasi Simpan Pinjam baru untuk pertama kalinya, dengan memanfaatkan ketentuan dalam BAB IV tentang Perangkat Organisasi pada Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian.

(5) Pengurus (lama) juga sudah menyiapkan rancangan Anggaran Dasar bagi KSP baru melalui cara menetapkan berbagai ketentuan strategik dan yang mendasar serta sudah digunakan karena diperlukan.

Pasal 4

(1) Untuk mendukung proses penyusunan rencana perubahan USP menjadi KSP, diperlukan langkah dan pemikiran yang kreatif dan inovatif, untuk mewujudkan sasaran pengembangan unit usaha simpan pinjam, dengan menghasilkan secara efektif:

a. Rancangan mobilisasi modal dari para anggota, dengan menyempurnakan pola dan keragaman layanan anggotanya;

b. Rancangan kegiatan peleburan atau penggabungan Koperasi, dengan Koperasi simpan pinjam yang lain, setelah memperhatikan peluang, baik terhadap yang sudah lama maupun yang sudah ada sebelumnya di sekitar wilayah usaha Koperasi simpan pinjam yang baru;

c. Rancangan langkah lain, untuk memperkuat dan memantapkan proses perubahan USP menjadi Koperasi Simpan Pinjam yang baru, baik dalam lingkup sistem organisasinya maupun tingkat kemandirian yang tidak terkait dengan kegiatan lain.

Page 157: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 6 -

(2) Dalam kegiatan mobilisasi modal para anggota, orientasi langkah pemikirannya terutama adalah meningkatkan kualitas layanan anggota, yang menjadi sarana untuk membangun kekuatan, guna membantu terwujudnya KSP yang handal.

(3) Sebagai konsekuensinya perlu dipersiapkan pula rancangan untuk memperbanyak penerimaan anggota baru, dilengkapi dengan rancangan proses pendidikan dan latihan bagi anggota baru, sehingga kehadirannya dalam jumlah yang lebih besar, justru tidak membuat masalah baru bagi anggota yang lama.

Pasal 5

(1) Mengevaluasi tahap akhir dari kondisi dan status USP, yang perlu dilakukan secara komprehensif dan menyeluruh, kemudian dilanjutkan dengan membuat perkiraan ke depan tentang per-kembangan usaha simpan pinjamnya. Hal itu terutama terkait dengan tersedianya rancangan layanan anggota dan program peningkatannya, sebelum perubahan dimaksud nantinya dilakukan.

(2) Mengevaluasi posisi keanggotaan Koperasinya, baik yang lama maupun yang baru masuk tahap berikut, dan sebelumnya mereka tercatat sebagai non–Anggota. Sasarannya adalah untuk mengetahui tingkat kesadaran dan rasa memiliki di samping memahami penguasaan tentang penerapan nilai dan prinsip Koperasi, yang kemudian mendorong pembuatan langkah-langkah penanggulangan-nya.

Pasal 6

(1) Tahap akhir dari kegiatan persiapan ini, Pengurus lama harus menyampaikan rancangan lengkap proses perubahan yang akan dilakukan maupun yang sudah mulai dilakukan, lengkap dengan rencana tindakan maupun anggaran biaya dan belanja untuk melakukan perubahan dalam Rapat Anggota yang diselenggarakan khusus untuk membahas dan menetapkan proses spin-off tersebut.

(2) Apabila rancangan itu disetujui, maka Rapat Anggota menetapkan keputusan untuk menyetujui programnya dan menyerahkan tanggung jawab perubahan kepada Pengurus (lama) dibantu oleh Pengawas (lama), dan melaporkan proses serta keberhasilannya kepada Rapat Anggota, pada jadwal yang telah disetujui. Pembahasan dalamRapat Anggota hendaknya dipusatkan pada risiko yang kurang menguntungkan dan yang mungkin dihadapi anggota, agar dapat diambil keputusan strategis.

(3) Apabila rancangan itu belum disetujui, maka Pengurus (lama) bersama Pengawas (lama) segera menyempurnakan rancangan dimaksud dan kembali mengajukan kepada Rapat Anggota sampai persetujuan dapat diberikan.

Page 158: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 7 -

BAB III

PROSES PEMISAHAN UNIT USAHA SIMPAN PINJAM

Pasal 7

(1) Proses pemisahan unit usaha Simpan Pinjam dari Koperasi Induknya, merupakan langkah operasional yang dilakukan menurut rencana yang disediakan untuk melakukan perubahan dimaksud.

(2) Pelaksanaan proses tersebut dilakukan oleh Pengurus (lama) dibantu Pengawas (lama), dengan memakai hasil kegiatan persiapan untuk melakukan perubahan USP tersebut di muka, dengan harapan langkah itu dapat dilakukan secara tertib dengan risiko yang terkendali.

(3) Kegiatan persiapan operasional perubahan USP diselenggarakan dengan fokus:

a. Kegiatan internal Koperasinya;

b. Kegiatan eksternal Koperasinya.

(4) Kegiatan internal yang dilakukan Pengurus (lama) dan Pengawas (lama) secara bersama, dilakukan melalui langkah teknis:

a. Penyiapan masalah administratif, mencakup administrasi keuangan yang harus sudah dapat dipisahkan dari administrasi Koperasi Induknya, termasuk susunan neraca awal dan perhi tungan Surplus Hasil Usaha pada Koperasi Induknya;

b. Penyiapan materi rancangan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, serta beberapa Peraturan Khusus, yang dikembangkan dari berbagai aturan yang sudah digunakan sebelumnya namun dianggap masih valid untuk dimanfaatkan dalam KSP yang baru;

c. Penyiapan Calon Pengawas dan Pengurus, yang sudah terpilih menurut Rapat Anggota yang mengikuti proses dan prosedur sesuai dengan ketentuan Undang-undang baru, termasuk lengkap dengan uraian pekerjaan dan tanggung jawab yang bersangkutan secara jelas;

d. Selama dalam proses persiapan perubahan menjadi Koperasi Simpan Pinjam, maka Unit Simpan Pinjam yang masih terkait dalam Koperasi Induknya, dilarang untuk menerima simpanan dan atau memberikan pinjaman baru kepada non-Anggota.

(5) Kegiatan eksternal yang dilakukan Pengurus (lama) dan Pengawas (lama) secara bersama, mencakup langkah-langkah:

a. Melaporkan rancangan rencana perubahan USP menjadi KSP, kepada Pembina setempat untuk memperoleh umpan balik maupun dukungan terhadap penyempurnaan prosesnya dengan

Page 159: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 8 -

melalui pemberdayaan khusus yang dilakukan oleh pembina setempat yang ditunjuk;

b. Pengurusan proses pemisahan unit usaha, dengan membuat Akta Pendirian Koperasi Simpan Pinjam yang baru, dan juga Akta Pendirian Koperasi Lain untuk menampung kegiatan di sektor riil, yang selanjutnya akan ditangani oleh Koperasi induknya, khususnya setelah USP dipisahkan menggunakan jasa Notaris, yang terdaftar pada Dinas Pemerintah Daerah yang terkait;

c. Pengurus (lama) menyerahkan Akta Pendirian Koperasi Simpan Pinjam yang telah selesai dibuat, di mana secara bersama-sama sebagian Pengurus Koperasi baru maupun yang lainnya kepada Dinas/Instansi terkait. Setelah disahkan oleh Menteri melalui Pejabat yang berwenang, kemudian Koperasi bersangkutan juga memperoleh status Badan Hukumnya. Semua itu terwujud setelah semua persyaratan dapat dipenuhi sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan tata cara pendirian Koperasi.

BAB IV

PROSES PERUBAHAN ORGANISASI

Bagian Kesatu Perubahan Pada Koperasi Simpan Pinjam Baru

Pasal 8

(1) Proses perubahan organisasi dan manajemennya dapat dilakukan, setelah Koperasi Simpan Pinjam dinyatakan resmi memiliki Badan Hukum.

(2) Perubahan dilakukan dengan Rapat Anggota yang penyeleng-garaannya secara khusus oleh Pengurus baru untuk pertama kalinya, dengan juga melibatkan Pengawas baru yang telah ditetapkan melalui Anggaran Dasar Koperasi, dengan orientasi membangun proses koordinasi dan pengor ganisasian dalam lingkup organisasi Koperasi baru.

(3) Tujuan penyelenggaran Rapat Anggota tersebut adalah membahas penyelarasan kegiatan simpan pinjam, yang akan melibatkan berbagai pihak dalam struktur organisasi baru, dan khususnya antar pimpinan dengan melalui proses penerapan Rancangan Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan Belanja Koperasi Simpan Pinjam, yang sudah dipersiapkan sebelumnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perkoperasian yang baru.

(4) Dalam Rapat Anggota tersebut, ada baiknya untuk mengundang Pejabat dari Instansi Pembina, dengan maksud agar dapat mendampingi proses dan khususnya pemahaman aplikasi ketentuan

Page 160: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 9 -

Undang-Undang Perkoperasian yang baru, sehingga Koperasi Simpan Pinjam yang baru, tidak harus menghadapi masalah pada saat memulai usahanya.

Bagian Kedua Perubahan Pada Koperasi Induk

Pasal 9

(1) Bagi Koperasi yang mempunyai unit simpan pinjam, namun tidak bersedia untuk mengubah USP-nya menjadi KSP, dilarang untuk melakukan kegiatan simpan pinjam.

(2) Proses perubahan dapat dilakukan pula oleh Koperasi Induknya, dengan membuat Koperasi baru atau melanjutkan Koperasi lama tetapi disertai dengan mengubah Anggaran Dasarnya. Pertimbangan-nya adalah pilhan jenis Koperasinya, apakah itu jenis Koperasi konsumen, produsen (termasuk pemasaran) ataupun Koperasi jasa (sektor riil dan atau non-simpan pinjam).

(3) Pergantian Pengawas maupun Pengurus, dengan ketentuan yang baru, hendaknya disesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang Perkoperasian yang baru dan diselenggarakan berdasar ketentuan yang berlaku.

(4) Secara bersamaan, sebelum Pengurus atau Pengawas baru ditetapkan, diperlukan langkah persiapan pengembangan skenario kegiatan usaha, yang selaras dengan pengembangan aspek organi sasi kelembagaannya. Penjabarannya berupa rencana kegiatan operasional bertahap untuk mewujudkan sasaran jangka panjangnya. Apabila Koperasi induknya sudah memiliki Rancangan Rencana Strategik, maka materi perencanaannya dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dimaksud.

BAB V

PEMBERDAYAAN KOPERASI SIMPAN PINJAM

Pasal 10

(1) Sebagai bagian dari kegiatan pembinaan dari instansi terkait di daerah, Koperasi Simpan Pinjam yang baru akan memperoleh pula pembinaan secara terencana dan terprogram melalui proses pembinaan rutin atau pembinaan khusus.

(2) Koperasi Simpan Pinjam baru harus memperoleh izin usaha simpan pinjam dari Menteri, yang akan menetapkan persyaratannya dan harus dipenuhi secara konsisten berbagai persyaratan yang ditetapkan oleh Koperasi Simpan Pinjam.

Page 161: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 10 -

(3) Pemberdayaan yang dilakukan oleh Pembina hendaknya dapat mengaplikasikan berbagai ketentuan baru tentang Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Perkoperasian yang baru (Pasal 88 sampai Pasal 95).

(4) Pemberdayaan oleh Pembina dari Instansi terkait di daerah, dimulai sejak kegiatan persiapan dilakukan, kemudian diikuti semasa proses perubahan sedang dilakukan oleh setiap Koperasi yang melakukan kegiatan spin off, dan dilanjutkan pada saat Koperasi Simpan Pinjam didirikan dan kemudian dikembangkan lebih lanjut dilakukan, khususnya setelah Koperasi dimaksud telah menerima Badan Hukum.

Pasal 11

(1) Bagi KSP baru, perlu disosialisasikan dan diperkenalkan beberapa hal strategis dari kegiatan dan pengembangan KSP, khususnya yang terkait dengan tatacara pengelolaan dari kegiatan simpan pinjam yang professional sifatnya.

(2) KSP hendaknya memiliki kompetensi yang lebih tinggi dari USP, dengan melalui penerapan SOP dan berbagai sistem layanan simpan pinjam, yang dapat mengamankan asset Koperasinya.

(3) KSP perlu mengaplikasikan prinsip kehati-hatian secara operasio nal, baik terhadap kualitas anggota peminjamnya maupun dalam menerapkan tatacara memberikan pinjaman yang tidak merugi kan para penyimpan, dengan pendampingan dan pengawasan yang efektif.

(4) KSP harus mengacu para ketentuan kesehatan KSP yang ditetap-kan oleh Pemerintah, yang berarti KSP harus mampu mengem-bangkan sistem pengawasan dan pengendalian yang efektif.

BAB VI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 12

(1) Dalam kurun waktu 3 tahun mendatang, semua USP harus sudah menjadi KSP yang berupa Koperasi mandiri.

(2) Apabila ada Koperasi yang menolak untuk mengubah USP-nya, kegiatan simpan pinjamnya akan segera dilarang untuk dilakukan.

(3) Selama proses transformasi dipersiapkan, maka USP maupun KSP sudah dilarang untuk melayani kelompok masyarakat non-Anggota yang berperan sebagai pengguna jasa simpan pinjamnya.

Page 162: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 11 -

(4) USP dan KSP yang masih beroperasi harus mengupayakan agar non-Anggota dapat diarahkan menjadi anggota penuh, sehingga mereka akan memperoleh layanan dan manfaat yang seharusnya diterima.

BAB VII

KETENTUAN KHUSUS

Pasal 13

(1) Walaupun tenggang masa perubahan diberikan selama 3 tahun, namun bagi USP ada beberapa ketentuan yang harus langsung dilaksanakan, sejak mulai diundangkannya Undang-Undang Perkoperasian yang baru.

(2) Dalam hubungan itu baik USP maupun KSP, dilarang menerima simpanan dan atau memberi kan layanan pinjaman baru kepada non-Anggota, sejak Undang-Undang Perkoperasian yang baru ini mulai diberlakukan.

(3) USP maupun KSP yang sudah ada, dalam waktu 3 bulan sejak berlakunya Undang-Undang Perkoperasian baru, sudah harus memotivasi maupun mendorong pihak non-Anggota untuk menjadi Anggota penuh.

(4) Kegiatan simpan pinjam dilarang dilakukan oleh institusi Koperasi, yang tidak bisa menerima alasan untuk melakukan perubahan.

Pasal 14

Untuk mengendalikan berbagai larangan yang tercantum dalam Pasal 11, Instansi/Dinas terkait dari tingkat Pemerintah dan Pemerintah Daerah hendaknya melakukan pengawasan terhadap apa yang dilaksanakan di lapangan.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 15

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Page 163: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 12 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. SYARIFUDDIN HASAN

Diundangkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

Page 164: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

KEPUTUSAN

MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR: __/ __/2013

TENTANG

PERSYARATAN DAN TATA CARA PERMOHONAN

IZIN USAHA SIMPAN PINJAM KOPERASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 88 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, perlu menetapkan Peraturan Menteri tentang Persyaratan dan Tata Cara Permohonan Izin Usaha Simpan Pinjam Koperasi;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pekoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355);

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor …. Tahun…..tentang Koperasi Simpan Pinjam (Lembaran Negara Tahun ………… Nomor …………, Tambahan Lembaran Negara Nomor,……);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PERMOHONAN IZIN USAHA SIMPAN PINJAM KOPERASI.

Page 165: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 2 -

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:

1. Izin Usaha adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagai bukti legalitas yang menyatakan sah bahwa satu Koperasi telah memenuhi persyaratan dan diperbolehkan untuk menjalankan kegiatan usaha simpan pinjam sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian.

2. Pejabat adalah pejabat yang berwenang untuk memberi izin usaha simpan pinjam sesuai dengan peraturan perundangan–undangan.

3. Sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu adalah proses pengelolaan perizinan usaha yang dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen, dilakukan dalam satu tempat berdasarkan prinsip pelayanan yang murah, mudah, dan cepat.

4. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Koperasi.

BAB II

PERSYARATAN PERIZINAN USAHA SIMPAN PINJAM

Pasal 2

Surat izin usaha simpan pinjam diberikan kepada Koperasi yang telah memenuhi persyaratan untuk berusaha dalam bidang usaha simpan pinjam sebagaimana diatur dalam peraturan ini.

Pasal 3

Pejabat wajib memberikan kemudahan persyaratan perizinan dengan cara memberikan keringanan dalam bentuk persyaratan yang mudah dipenuhi oleh Koperasi, kecuali dipersyaratkan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.

Page 166: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 3 -

BAB III

PENYEDERHANAAN TATA CARA PERIZINAN

Pasal 4

(1) Penyelenggaraan pelayanan perizinan usaha simpan pinjam pada semua tingkat pemerintahan dilaksanakan dengan Sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang wajib menerapkan prinsip penyederhanaan tata cara pelayanan perizinan.

(2) Penyederhanan Tata Cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara mempersingkat waktu dan tata cara pelayanan perizinan mulai dari tahap permohonan sampai dengan terbitnya dokumen perizinan.

(3) Penyederhaan jenis perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui perizinan pararel yang memproses secara terpadu dan bersamaan atas beberapa jenis perizinan yang diajukan oleh Koperasi.

Pasal 5

Penyederhaan Tata Cara Pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) meliputi:

a. penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu diselenggarakan pada semua tingkat pemerintahan;

b. percepatan waktu proses penyelesaian pelayanan tidak melebihi standar waktu yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;

c. kepastian biaya pelayanan;

d. kejelasan prosedur pelayanan yang dapat ditelusuri pada setiap tahapan proses perizinan;

e. mengurangi berkas kelengkapan permohonan perizinan yang sama untuk 2 (dua) atau lebih permohonan izin;

f. pemberian hak kepada masyarakat atas informasi dalam kaitannya dengan penyelenggarakan pelayanan;

g. pembebasan biaya perizinan kepada koperasi berskala mikro; dan

h. pemberian keringanan biaya perizinan kepada Koperasi berskala kecil.

Pasal 6

Pejabat pemberi izin wajib menyampaikan informasi kepada Koperasi pemohon izin, mengenai:

a. persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon;

Page 167: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 4 -

b. tata cara mengajukan permohonan izin usaha;

c. besarnya pungutan biaya atau uang administrasi.

Pasal 7

(1) Pejabat penyelenggara perizinan simpan pin jam wajib memiliki basis data dengan menggunakan sistem manajemen informasi.

(2) Data dari setiap perizinan yang disediakan oleh pejabat wajib disampaikan kepada satuan kerja pada setiap tingkatan pemerintahan yang terkait setiap bulan.

Pasal 8

Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) wajib menyediakan dan menyebarkan informasi yang berkaitan dengan jenis pelayanan dan persyaratan teknis, mekanisme, penelusuran posisi dokumen pada setiap tahapan proses, biaya dan waktu perizinan, serta tata cara pengaduan, yang dilakukan secara jelas melalui berbagai media yang mudah diakses dan diketahui oleh emanon dan masyarakat.

BAB IV

TATA CARA PERMOHONAN IZIN

Pasal 9

(1) Koperasi mengajukan permohonan izin usaha secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada pejabat.

(2) Pejabat wajib memberi surat tanda terima kepada pemohon atau kuasanya apabila persyaratan permohonan izin usaha telah diterima secara lengkap.

(3) Pejabat wajib melakukan penelitian administrasi dan atau lapangan.

Pasal 10

(1) Dalam hal hasil penelitian menunjukkan bahwa pemohon sudah memenuhi persyaratan, Pejabat harus memberikan Izin Usaha Simpan Pinjam.

(2) Izin Usaha diberikan oleh Pejabat yang berwenang, dalam jangka waktu paling lama 25 (dua puluh lima) hari kerja, terhitung sejak permohonan izin usaha diterima secara lengkap dan memenuhi persyaratan.

Page 168: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 5 -

Pasal 11

(1) Dalam hal permohonan izin usaha ditolak, keputusan penolakan beserta alasan berikut berkas permohonannya harus disampaikan kembali secara tertulis, dalam jangka waktu paling lama 25 (dua puluh lima) hari kerja, terhitung sejak permohonan diterima.

(2) Terhadap penolakan pemberian izin pemohon dapat mengajukan ulang permohonan izin usaha sesuai dengan persyaratan secara lengkap dan benar.

BAB V

PEMBINAAN, PEMANTAUAN, PENGAWASAN, DAN PELAPORAN

Pasal 12

Pembinaan, pemantauan, dan pengawasan terhadap Koperasi yang telah memperoleh ijin usaha, dilakukan oleh Pejabat secara teratur dan berkesinambungan sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 13

Koperasi pemegang izin usaha, wajib menyampaikan laporan mengenai kegiatan usahanya kepada Pejabat secara periodik.

Pasal 14

Pemegang izin usaha wajib:

a. menjalankan usahanya sesuai dengan izin yang dimiliki;

b. mematuhi ketentuan yang tercantum dalam izin usaha;

c. menyampaikan laporan kegiatan usaha kepada pemberi izin sesuai ketentuan yang berlaku;

d. melakukan kegiatan usaha dalam jangka waktu tertentu setelah izin usaha diterbitkan.

Pasal 15

Pemegang izin usaha berhak:

a. memperoleh kepastian dalam menjalankan usahanya;

b. mendapatkan pelayanan/pemberdayaan dari Pemerintah.

Page 169: Draft Usulan PP & Permen UU No.17

- 6 -

Pasal 16

(1) Izin usaha yang telah diberikan dapat dicabut oleh pemberi izin, apabila pemegang izin tidak mentaati kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Pelaksanaan pencabutan izin usaha, dilakukan dengan tahapan:

a. pemberi izin memberikan peringatan/teguran tertulis;

b. dalam hal peringatan/teguran tertulis tidak diindahkan, dilanjut-kan dengan pembekuan izin usaha sementara;

c. Apabila pembekuan sementara tidak diindahkan, dilanjutkan dengan pencabutan izin usaha.

BAB VI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 17

Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal __ Mei 2013

MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. SYARIFUDDIN HASAN