draft tesisku

31
UNIVERSITAS INDONESIA PREFERENSI DAN PERILAKU RUMAH TANGGA SASARAN (RTS) MISKIN TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN SUMBER AIR MINUM DI KOTA TANGERANG SELATAN PROPOSAL TESIS DIAN RARASSANTI NPM: 1406587342 FAKULTAS EKONOMI PROGRAM MAGISTER PERENCANAAN KEBIJAKAN PUBLIK JAKARTA MEI 2015

Upload: dianrarassanti

Post on 11-Dec-2015

22 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN SUMBER AIR MINUM TERHADAP RUMAH TANGGA SASARAN (RTS) MISKIN DI KOTA TANGERANG SELATAN

TRANSCRIPT

UNIVERSITAS INDONESIA

PREFERENSI DAN PERILAKU RUMAH TANGGA SASARAN (RTS)

MISKIN TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN

SUMBER AIR MINUM DI KOTA TANGERANG SELATAN

PROPOSAL TESIS

DIAN RARASSANTI

NPM: 1406587342

FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM MAGISTER PERENCANAAN KEBIJAKAN PUBLIK

JAKARTA

MEI 2015

i Universitas Indonesia

PROGRAM MAGISTER PERENCANAAN

DAN KEBIJAKAN PUBLIK

STATEMENT OF AUTHORSHIP

“Saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa proposal tesis terlampir adalah

murni hasil pekerjaan saya sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang saya gunakan tanpa

menyebutkan sumbernya”.

Materi ini tidak/ belum pernah disajikan/ digunakan sebagai bahan untuk makalah/ tugas pada

mata ajaran lain kecuali saya menyatakan dengan jelas bahwa saya menyatakan

menggunakannya.

Saya memahami bahwa tugas yang saya kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau

dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme”.

Jakarta, Juni 2015,

(Dian Rarassanti)

ii Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

Statement Of Authorship .................................................................................................. i

Daftar Isi .......................................................................................................................... ii

Daftar Tabel ...................................................................................................................... iii

Daftar Gambar .................................................................................................................. iv

Bab 1. Pendahuluan ........................................................................................................ 1

1.1. Latar Belakang ................................................................................................. 1

1.2. Perumusan Masalah.......................................................................................... 3

1.3. Ruang Lingkup/ Batasan Masalah.................................................................... 6

1.4. Tujuan Penelitian.............................................................................................. 6

1.5. Manfaat Penelitian............................................................................................ 6

Bab 2. Tinjauan Pustaka ................................................................................................... 8

2.1. Air ................................................................................................................... 8

2.2. Air minum ........................................................................................................ 10

2.3. Aksesibilitas Air ............................................................................................... 10

2.4. Rumah Tangga Sasaran Miskin........................................................................ 11

2.5. Preferensi dan perilaku konsumen ................................................................... 12

2.6. Model Keputusan Konsumen ........................................................................... 15

2.7. Hasil Penelitian Terdahulu ............................................................................... 16

2.8. Kerangka Berfikir............................................................................................. 20

Bab 3. Metode Penelitian.................................................................................................. 21

3.1. Pendekatan/ Desain Penelitian ......................................................................... 21

3.2. Jenis dan Sumber Data ..................................................................................... 21

3.3. Metode Pemilihan Sampel................................................................................ 21

3.4. Teknik Pengolahan data ................................................................................... 22

2.4.1.Uji Realibilitas dan Validitas Kuesioner ................................................... 22

2.4.2.Analisis Deskriptif Statistik ...................................................................... 23

2.4.3.Analisis Konjoin........................................................................................ 23

Daftar Pustaka .................................................................................................................. v

iii Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL

Jumlah Rumah Tangga Sasaran Miskin Menurut Kategori ............................................. 2

Sumber Air Minum RTS Miskin di Kota Tangerang Selatan........................................... 4

Rekapitulasi Hasil Uji Petik Air Bersih Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

Tahun 2014....................................................................................................... 5

iv Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1.Cara Mendapatkan Air Minum RTS Miskin di Kota Tangerang Selatan..... 4

Gambar 2.1.Berbagai Pilihan untuk Memaksimumkan Utilitas pada Berbagai Jenis

Barang (Nicholson, 2002: 82)........................................................................ 15

Gambar 2.2.Kerangka Berfikir Penelitian ........................................................................ 20

1 Universitas Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemiskinan umumnya diukur berdasarkan tingkat pendapatan masyarakat yang berada

di bawah suatu garis kemiskinan tertentu, namun kenyataannya kemiskinan dapat dilihat dari

kemampuan seseorang atau komunitas untuk memenuhi kebutuhan dasar. Dalam hal

pendekatan kebutuhan dasar, kemiskinan dilihat sebagai suatu ketidakmampuan (lack of

capabilities) seseorang, keluarga dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum,

seperti pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih dan

sanitasi (Bappenas, 2005). Sehingga ketersediaan air bersih merupakan salah satu faktor yang

dapat mempengaruhi kemiskinan ditinjau dari aspek pemenuhan kebutuhan dasar.

Berdasarkan studi Badan Pusat Statistik (BPS) untuk Program Perlindungan Sosial (PPLS)

dalam penentuan kriteria penduduk miskin di Indonesia, salah satu variabel yang layak dan

operasional untuk penentuan rumah tangga miskin adalah air minum sebagai kriteria

ketersediaan air bersih.

Air merupakan elemen penting bagi kehidupan. Keberadaan air di muka bumi ini

sangat berlimpah, mulai dari mata air, sungai, waduk, danau, hingga laut. Luas wilayah

perairan lebih besar daripada luas daratan yang menutupi hampir 71% permukaan bumi.

Namun tak seluruhnya dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya. Salah satunya adalah kebutuhan akan air bersih dan air minum. Krisis air bersih

yang dapat diminum mengancam kehidupan karena volume air kotor dan limbah manusia

bertambah banyak seiring pertambahan penduduk yang menyebabkan air tanah semakin

tercemar. Pembangunan suatu daerah yang tumbuh dengan pesat tidaklah berarti tanpa

didukung pengelolaan air minum yang baik. Untuk itu ketersediaan dan pengelolaan air

minum menjadi salah satu faktor yang penting dalam mendukung pembangunan

berkelanjutan. Ketersediaan air bersih dalam jumlah yang cukup terutama untuk keperluan

minum dan masak merupakan tujuan dari program penyediaan air bersih yang terus menerus

diupayakan oleh pemerintah.

Sejalan dengan diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

yang telah direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 serta mulainya pelaksanaan Otonomi

2

Universitas Indonesia

Daerah sejak tahun 2001, maka upaya penanggulangan kemiskinan di Kota Tangerang

Selatan saat ini dilaksanakan secara terdesentralisasi. Peran pemerintah daerah telah berubah

dari pelaksana menjadi fasilitator, akselerator dan regulator program pembangunan.

Kota Tangerang Selatan merupakan daerah otonom yang terbentuk pada akhir tahun

2008 berdasarkan Undang-undang Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota

Tangerang Selatan di Propinsi Banten tertanggal 26 November 2008. Pembentukan daerah

otonom baru yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Tangerang dilakukan dengan tujuan

meningkatkan pelayanan dalam bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan

serta dapat memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah. Luas Wilayah dan

jumlah penduduk Kabupaten Tangerang yang besar perlu diatasi dengan memperpendek

rentang kendali pemerintahan melalui pembentukan daerah otonom baru, sehingga pelayanan

publik dapat ditingkatkan guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat

termasuk dalam penanggulangan kemiskinan dalam hal peningkatan kualitas pelayanan

sumber air minum di Kota Tangerang Selatan.

Pada tahun 2013, pemerintah Kota Tangerang Selatan melakukan kerja sama dengan

BPS Kota Tangerang Selatan untuk melakukan pemutakhiran data PPLS 2011 guna melihat

perubahan yang terjadi pada data PPLS 2011. Hasil pemutakhiran data tersebut disajikan

pada tabel berikut:

Tabel 1.1. Jumlah Rumah Tangga Sasaran Miskin Menurut Kategori

KriteriaTahun

2011

Tahun 2013 Selisih 2013 & 2011

Hampir

MiskinMiskin

Sangat

MiskinJumlah

Tidak

ditemukan

Tidak

Miskin

1 Hampir Miskin 7.747 3.008 1.795 328 5.131 1.561 1.055

2 Miskin 7.747 2.995 1.880 358 5.233 1.506 1.008

3 Sangat Miskin 4.563 1.595 1.231 278 3.104 955 504

T O T A L 20.057 7.598 4.906 964 13.468 4.022 2.567

Sumber: BPS Kota Tangerang Selatan, 2014

Pemutakhiran data PPLS 2011 yang dilakukan BPS Kota Tangerang Selatan di tahun

2013, menyatakan bahwa jumlah Rumah Tangga Sasaran Program Penanggulangan

Kemiskinan sebesar 13.468 RTS.

3

Universitas Indonesia

1.2. Perumusan Masalah

Air adalah sumber daya dan modal dasar untuk kelangsungan hidup setiap makhluk

hidup. Kegagalan dalam penyediaan air membawa dampak ke semua kelompok masyarakat.

Demikian halnya dengan Rumah Tangga Sasaran (RTS) miskin di kota yang akan semakin

tidak mampu keluar dari siklus kemiskinan. Penyediaan air minum bagi masyarakat erat

kaitannya dengan keluaran-keluaran kualitas pembangunan manusia, dan hubungannya

dengan tingkat kesehatan masyarakat, serta secara tidak langsung berdampak pada

pertumbuhan ekonomi. Permasalahannya, mampukah masyarakat miskin menikmati

pelayanan air minum. Kenyataannya masih banyak masyarakat miskin tidak mempunyai

akses tersebut.

Kota Tangerang Selatan belum memiliki perusahaan air daerah sendiri, jaringan

perpipaan di Kota Tangerang Selatan masih dilayani oleh PDAM Tirta Kerta Raharja

Kabupaten Tangerang dalam hal pelayanan air. Jumlah pelanggan pada tahun 2012 di

wilayah IV sebanyak 9.633 sambungan langsung (SL) sedangkan air curah sebanyak 9 SL.

IPA PDAM Tirta Kerta Raharja Kabupaten Tangerang yang ada di Kota Tangerang Selatan

saat ini baru berumlah 5 unit yang berlokasi di Kecamatan Serpong Sebanyak 3 unit,

Kecamatan Serpong Utara sebanyak 1 unit dan Kecamatan Pondok Aren Sebanyak 1 unit,

sedangkan untuk kecamatan Ciputat, Ciputat Timur, Pamulang dan Setu saat ini belum dapat

terlayani oleh sistem penyediaan air minum yang ada, sehingga masyarakat yang berada di

wilayah tersebut masih mengandalkan dari air tanah dalam dan saluran/ sungai terdekat untuk

memenuhi kebutuhan air minumnya. Sedangkan di daerah perumahan, pelayanan air

diberikan oleh pihak pengembang melalui pompa deepwell, yang berarti masih menggunakan

air tanah. Demikian juga masyarakat yang tinggal di kawasan bukan perumahan yang

menggunakan pompa air untuk mendapatkan air dengan sumber dari air tanah.

Tidak berbeda dengan RTS miskin di Kota Tangerang Selatan, sebanyak 91% RTS

miskin mendapatkan air dengan cara tidak membeli, yaitu dengam memanfaatkan air tanah

untuk memenui kebutuhan airnya seperti yang ditunjukkan pada tabel 1.1 dan tabel 1.2 yaitu

berdasarkan hasil studi pemutakhiran data BPS untuk Program Perlindungan Sosial di tahun

2013. Hasil studi tersebut menyatakan bahwa sumber air minum RTS miskin di Kota

Tangerang Selatan adalah sebagai berikut:

4

Universitas Indonesia

Gambar 1.1. Cara Mendapatkan Air Minum RTS Miskin di Kota Tangerang Selatan

Tabel 1.2. Sumber Air Minum RTS Miskin di Kota Tangerang Selatan

No. Sumber Air Minum Persentase

1 Air kemasan bermerk 0,90%

2 Air isi ulang 5,71%

3 Ledeng meteran 1,41%

4 Ledeng eceran 0,31%

5 Sumur bor/pompa 72,72%

6 Sumur terlindung 16,39%

7 Sumur tak terlindung 2,13%

8 Mata air terlindung 0,10%

9 Mata air tak terlindung 0,07%

10 Air sungai 0,02%

11 Lainnya 0,24%

Total 100,00%

Sumber: BPS Kota Tangerang Selatan, 2013

Meskipun cara mendapatkan air minum RTS miskin tiga terbesar di Kota Tangerang

Selatan sebagian besar sudah menggunakan sumur bor/ pompa sebesar 72,72%, dengan

sumur terlindungi sebesar 16,39%, dan air isi ulang sebesar 5,71%. Namun kualitasnya masih

dipertanyakan, karena menurut hasil uji petik kualitas air bersih secara fisik dan kimia pada

beberapa Rumah Tangga di Kota Tangerang Selatan serta uji petik kualitas bakteriologis pada

beberapa lokasi depot air minum oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan menyatakan

bahwa beberapa sumber air minum di wilayah Kota Tangerang Selatan masih memiliki

kualitas di bawah standar rata-rata. Berikut rekapitulasi hasil uji petik air bersih secara fisik

dan kimia:

5

Universitas Indonesia

Tabel 1.3. Rekapitulasi Hasil Uji Petik Air Bersih Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

Tahun 2014

> batas max < batas maxBau (Tidak Berbau) 0,87% 99,13%Rasa (Tidak Berasa) 0% 100,00%Fe (0,3 ppm) 0% 100,00%Mn (0,4 ppm) 1,30% 98,70%

3 Kualitas Bakteriologis ( -) 5,77% 94,23%Sumber: Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2015, diolah

Hasil pemeriksaanBatas MaxKriteria

JenisPemeriksaan

Fisik

Kimia

No.

1

2

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang

Persyaratan Kualitas Air Minum, terdapat persyaratan khusus terhadap air minum yang dapat

dikonsumsi. Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan selalu melakukan uji petik terhadap

sumber air bersih dan air minum setiap tahunnya. Menurut hasil uji petik di tahun 2014,

Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan menemukan adanya kandungan bakteriologi

beberapa sumber dan depot air minum di Kota Tangerang Selatan sebesar 5,77%, sedangkan

uji fisik yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan pada beberapa sumber

menemukan sebesar 0,87% air berbau. Untuk uji kimia ditemukan kandungan mangan (Mn)

pada air minum warga sebesar 1,30%, sehingga PDAM merupakan salah satu alternatif dalam

pemenuhan air minum di Kota Tangerang Selatan karena kualitas air PDAM sudah

memenuhi standar persyaratan khusus air minum sesuai dengan keputusan menteri kesehatan.

Dalam aplikasinya, RTS miskin sulit jika harus dilakukan pemasangan sambungan

PDAM yang memerlukan biaya yang tidak sedikit serta diberatkan pula pada biaya bulanan

rutin harus mereka keluarkan untuk kebutuhan air minum sementara penghasilan mereka

cenderung tidak menentu, sehingga mereka lebih condong memilih sumber air minum yang

didapatkan dengan tidak membeli atau secara cuma-cuma. RTS miskin harus dihadapkan

pada pilihan mengeluarkan sejumlah uang untuk memenuhi kebutuhan air minum yang layak

dan terjamin atau mendapatkan air secara cuma-cuma tetapi kualitas air yang dikonsumsi

belum tentu terjamin.

Sehingga perumusan masalah dalam penelitian ini adalah melihat bagaimana

karakteristik, aksesibilitas pemenuhan air minum RTS miskin di Kota Tangerang Selatan,

bagaimana preferensi dan perilaku konsumen dalam pemenuhan air minum RTS miskin di

Kota Tangerang Selatan sehingga bias ditentukan alternatif apa yang sebaiknya diberikan

kepada RTS miskin dalam pemenuhan air minumnya. Dari hasil penelitian ini diharapkan

6

Universitas Indonesia

dapat menjadi acuan dalam mengambil kebijakan pemerintah Kota Tangerang Selatan untuk

meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan sumber air minum terhadap RTS miskin di

Kota Tangerang Selatan.

1.3. Ruang Lingkup/ Batasan Masalah

Penelitian ini dilakukan terhadap Rumah Tangga Sasaran Miskin di Kota Tangerang

Selatan dimana data akan diambil pada setiap kecamatan di Kota Tangerang Selatan.

Penelitian ini difokuskan pada pengkajian bagaimana preferensi dan perilaku RTS miskin di

Kota Tangerang Selatan dalam pemenuhan air minumnya. Penelitian ini dilakukan untuk

mendapatkan alternatif pilihan dalam pemenuhan air minum RTS miskin yang dapat

diterapkan di Kota Tangerang Selatan dalam peningkatan keejahteraan. Sebagai tambahan,

dilihat pula faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pemenuhan air minum RTS

miskin di Kota Tangerang Selatan.

1.4. Tujuan Penelitian

Melihat permasalahan seperti yang dicantumkan sebelumnya, penelitian ini ditujukan

untuk:

1. Melihat bagaimana karakteristik, aksesibilitas pemenuhan air minum RTS Miskin di

Kota Tangerang Selatan;

2. Melihat preferensi dan perilaku konsumen dalam pemenuhan air minum RTS miskin

di Kota Tangerang Selatan;

3. Menentukan alternatif apa yang sebaiknya diberikan kepada RTS miskin dalam

pemenuhan air minum.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat Penelitian ini adalah:

1. Memberikan usulan dan rekomendasi bagi pemerintah Kota Tangerang Selatan

untuk meningkatkan kualitas dan pelayanan sumber air minum terhadap RTS

miskin di Kota Tangerang Selatan.

7

Universitas Indonesia

2. Sebagai tambahan informasi, wawasan dan pengetahuan serta sebagai referensi

penelitian selanjutnya.

8 Universitas Indonesia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, air dapat diartikan sebagai cairan jernih tidak

berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau yg terdapat dan diperlukan dalam kehidupan

manusia, hewan, dan tumbuhan yg secara kimiawi mengandung hidrogen dan oksigen, juga

merupakan benda cair yg biasa terdapat di sumur, sungai, danau yg mendidih pd suhu 100o C.

Sedangkan menurut Wikipedia, air adalah senyawa yang penting bagi semua bentuk

kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi, tetapi tidak di planet lain. Air menutupi

hampir 71% permukaan bumi, yaitu terdapat 1,4 triliun km3 (330 juta mil³).

Air sebagian besar terdapat di laut (air asin) dan pada lapisan-lapisan es (di kutub dan

puncak-puncak gunung), akan tetapi juga dapat hadir sebagai awan, hujan, sungai, muka air

tawar, danau, uap air, dan lautan es. Air dalam obyek-obyek tersebut bergerak mengikuti

suatu siklus air, yaitu melalui penguapan, hujan, dan aliran air di atas permukaan tanah

(meliputi mata air, sungai, muara) menuju laut. Di banyak tempat di dunia terjadi kekurangan

persediaan air. Selain di Bumi, sejumlah besar air juga diperkirakan terdapat pada kutub utara

dan selatan planet Mars, serta pada bulan-bulan Europa dan Enceladus. Air dapat berwujud

padatan (es), cairan (air) dan gas (uap air). Air merupakan satu-satunya zat yang secara alami

terdapat di permukaan Bumi dalam ketiga wujudnya tersebut.

Air merupakan sumberdaya yang vital bagi kehidupan manusia. Air merupakan publik

goods, sesuai dengan pasal 33 ayat 2UUD 1945 sehingga dapat digunakan oleh siapa pun.

Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa “Bumi dan air dan

kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat”. Pernyataan tersebut dapat ditafsirkan bahwa air

merupakan barang vital yang merupakan kebutuhan mendasar dan berperan sebagai sumber

kehidupan bagi seluruh lapisan masyarakat, dan negara berperan untuk menjamin kebutuhan

air sebagai kebutuhan pokok. Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi

kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih dan

produktif.

Menurut Anwar (1992) dalam Kusuma (2006) sumberdaya air memiliki karakteristik

khusus, yaitu:

9

Universitas Indonesia

1. Mobilitas air. Air yang bersifat cair mudah mengalir, menguap, dan meresap di

berbagai media sehingga sulit untuk melaksanakan penegasan hak atas sumberdaya ini

secara eksklusif agar dapat dipertukarkan dalam sistem ekonomi pasar.

2. Skala ekonomi yang melekat. Dalam penyimpanan, penyampaian, dan distribusi air

terjadi skala yang demikian menyebabkan penawaran air bersifat monopoli alami

(natural monopoly), sehingga semakin besar jumlah air yang ditawarkan maka semakin

rendah biaya persatuan yang ditanggung oleh produsen.

3. Penawaran air berubah-ubah. Sifat penawaran air berubah-ubah menurut waktu, ruang,

dan kualitasnya. Dalam kekeringan dan banjir, sumberdaya air dapat ditangani oleh

pemerintah untuk kepentingan umum.

4. Kapasitas dan daya asimilasi dari bahan air. Zat cair memiliki daya larut untuk

mengasimilasikan berbagai zat-zat padat atau pencemar tertentu selama daya

asimilasinya tidak terlampaui. Akibatnya komoditas air mengarah kepada komoditas

yang bersifat umum dimana setiap orang dapat menganggapnya sebagai tempat

pembuangan sampah.

5. Penggunaannya dapat dilakukan secara beruntun (sequential use). Penggunaan secara

beruntun dari hulu ke hilir sampai ke laut dan dengan beruntunnya penggunaan air

selama perjalanan alirannya akan merubah kualitas dan kuantitasnya sehingga sering

menimbulkan eksternalitas.

6. Penggunaannya yang serbaguna (multiple use). Dengan kegunaanya yang banyak

tersebut maka pihak individu atau swasta dapat memanfaatkannya dan sisanya menjadi

barang umum yang dapatmenimbulkan eksternalitas.

7. Berbobot besar dan memakan tempat (bulkiness). Apabila ditambah dengan biaya yang

tinggi untuk mewujudkan hak-hak kepemilikannya, akan menjadikan sumberdaya air

bersifat open access.

8. Nilai kultural yang melekat pada sumberdaya air. Sebagian besarmasyarakat masih

mempunyai nilai-nilai yang menganggap air sebagai barang bebas anugerah Tuhan

yang tidak patut dikomersilkan sehingga menjadi kendala dalam alokasinya pada sistem

pasar.

Berdasarkan hal tersebut, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menyediakan air

bersih yang sehat dan penyediaannya dapat diakses secara kontinyu atau produktif bagi

kebutuhan masyarakat banyak. Tanggung jawab tersebut tentu juga harus diiringi oleh

kesediaan dan kemampuan masyarakat untuk membayar terhadap penyediaan tersebut. Tentu

10

Universitas Indonesia

hak pemerintah pula untuk mendapatkan biaya operasional dari dana masyarakat sesuai

dengan kemampuan dan kebersediaan masyarakat untuk membayar. Keseimbangan antara

hak dan tanggungjawab tersebut dapat diukur dengan harga sepantasnya yang memenuhi rasa

keadilan bagi masyarakat dan pihak pemberi layanan.

2.2. Air minum

Air minum adalah air yang digunakan untuk konsumsi manusia. Menurut peraturan

menteri kesehatan, air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan

dapat langsung diminum. Adapun syarat-syarat air minum adalah tidak berasa, tidak berbau,

tidak berwarna, tidak mengandung mikroorganisme yang berbahaya, dan tidak mengandung

logam berat. Air minum juga dapar berarti air yang melalui proses pengolahan ataupun tanpa

proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung di minum

(Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan

Kualitas Air Minum).

Tubuh manusia terdiri dari 55% sampai 78% air, tergantung dari ukuran badan. Agar

dapat berfungsi dengan baik, tubuh manusia membutuhkan antara satu sampai tujuh liter air

setiap hari untuk menghindari dehidrasi, jumlah pastinya bergantung pada tingkat

aktivitas, suhu, kelembaban, dan beberapa faktor lainnya.\

Walaupun air dari sumber alam dapat diminum oleh manusia, terdapat risiko bahwa air

ini telah tercemar oleh bakteri (misalnya Escherichia Coli) atau zat-zat berbahaya. Bakteri

dapat dibunuh dengan memasak air hingga 100 °C, namun banyak zat berbahaya, terutama

logam, yang tidak dapat dihilangkan dengan cara ini. Saat ini terdapat krisis air minum di

berbagai negara berkembang di dunia akibat jumlah penduduk yang terlalu banyak dan

pencemaran air.

2.3. Aksesibilitas Air

Akses sangat berkaitan dengan pencapaian, kemudahan pencapaian (KBBI).

Kemudahan dalam mencapai tujuan biasanya diukur dengan jarak dan waktu tempuh.

Aksesibilitas berkaitan erat dengan tingkat kenyamanan atau kemudahan dalam mencapai

lokasi yang ingin dicapai.

Aksesibilitas dapat dinyatakan dengan jarak berarti jika suatu tempat berdekatan

dengan tempat yang lainnya, dinyatakan aksesibilitas antara kedua tempat tersebut tinggi.

11

Universitas Indonesia

Sebaliknya, jika kedua tempat itu saling berjauhan, aksesibilitas antara keduanya rendah.

Jadi, penggunaan aksesibilitas yang tepat dapat dinyatakan dalam jarak dan waktu tempuh.

(Black: 1981). Aksesibilitas merupakan konsep dasar dari interaksi atau hubungan tata guna

lahan dan transportasi. Pengertian lain tentang aksesibilitas adalah kemudahan dalam

menjembatani jarak antara berbagai pusat kegiatan. Dimana tingkat aksesibilitas dipengaruhi

oleh jarak, kondisi prasarana perhubungan, ketersediaan berbagai sarana penghubung

termasuk frekuensinya, dan tingkat keamanan serta kenyamanan untuk melalui jalur tersebut

(Jayadinata, 1992).

Dalam konteks yang paling luas mengartikan aksesibilitas sebagai kemudahan

melakukan pergerakan di antara dua tempat dan akan meningkat dari sisi waktu atau uang

ketika biaya pergerakan menurun. Aksesibilitas merupakan suatu ukuran kenyamanan dalam

berinteraksi antara lokasi tata guna lahan satu dengan yang lain. Jika lokasi tata guna lahan

saling berdekatan dengan pelayanan transportasi yang baik, dapat dikatakan aksesibilitas

tinggi, namun jika aktivitas berlangsung pada lokasi yang berjauhan dengan pelayanan

jaringan transportasi yang buruk, maka aksesibilitasnya akan rendah. Dengan mengetahui

tingkat aksesibilitas baik secara kuantitas maupun kualitas, maka dapat ditentukan tingkat

mobilitas antara tempat asal dengan tempat tujuan atau mobilitas antar zona suatu wilayah.

Mobilitas dapat diartikan sebagai tingkat perjalanan dan dapat diukur melalui banyaknya

perjalanan (pergerakan) dari suatu lokasi ke lokasi lain sebagai akibat tingginya akses antara

lokasi-lokasi tersebut. Itu berarti antara aksesibilitas dan mobilitas terdapat hubungan searah,

yaitu semakin tinggi akses akan semakin tinggi pada tingkat mobilitas orang, barang, atau

kendaraan yang bergerak dari suatu lokasi ke lokasi lain (Miro dalam Muis, 2009). Dari

beberapa pendapat diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa aksesibilitas adalah

kemudahan dan kenyamanan mendapatkan/ memperoleh/ menjangkau/ mencapai sesuatu

lokasi/ barang/ yang ingin dicapai.

Tingkat aksesibilitas air bersih bagi masyarakat miskin akan dinilai dari kuantitas air

yang dikonsumsi, jarak sumber air ke rumah masyarakat dan waktu yang diperlukan untuk

mengumpulkan air.

2.4. Rumah Tangga Sasaran Miskin

Rumah Tangga Sasaran atau RTS adalah rumah tangga yang masuk dalam kategori

sangat miskin, miskin, dan hampir miskin sesuai dengan hasil pendataan BPS. Sedangkan

kemiskinan adalah adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi

12

Universitas Indonesia

kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.

Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan Emil Salim (1976)

dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan.

Emil Salim (1976) mengemukakan lima karakteristik kemiskinan adalah sebagai

berikut:

i. Penduduk miskin pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri

ii. Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan

sendiri.

iii. Tingkat pendidikan pada umumnya sendiri.

iv. Banyak diantara mereka tidak mempunyai fasilitas.

v. Di antara mereka berusia relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan atau

pendidikan yang memadai.

Sedangkan ciri-ciri kelompok miskin yaitu:

vi. Rata-rata tidak mempunyai faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, peralatan

kerja dan keterampilan:

vii. Mempunyai tingkat pendidikan yang rendah;

viii. Kebanyakan bekerja atau berusaha sendiri dan bersifat usaha kecil (sektor informal),

setengah menganggur atau menganggur (tidak bekerja);

ix. Kebanyakan berada di pedesaan atau daerah tertentu perkotaan (slum area);

x. Kurangnya kesempatan untuk memperoleh (dalam jumlah yang cukup), bahan

kebutuhan pokok, pakaian, perumahan, air bersih, dan fasilitas kesehatan sosial

lainnya.

xi. Kelompok penduduk miskin yang berada pada masyarakat pedesaan dan perkotaan,

pada umumnya dapat digolongkan pada buruh tani, petani gurem, pedagang kecil,

nelayan, pengrajin kecil, buruh, pedagang kaki lima, pedagang asongan, pemulung,

gelandangan, pengemis, dan pengangguran.

2.5. Preferensi dan Perilaku Konsumen

Preferensi konsumen merupakan suatu tindakan konsumen dalam memilih suatu barang

sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Preferensi dapat terbentuk melalui pola pikir konsumen

yang didasari oleh beberapa alasan, antara lain (Bilson Simamora, 2004:87):

a. Pengalaman yang diperolehnya

13

Universitas Indonesia

Konsumen merasakan kepuasan dalam membeli produk dan merasakan kecocokan

dalam mengkonsumsi produk yang dibelinya, maka konsumen akan terus-menerus

menggunakan produk tersebut.

b. Kepercayaan turun-temurun

Kepercayaan ini dikarenakan kebiasaan dari keluarga menggunakan produk tersebut,

setia terhadap produk yang selalu dipakainya karena manfaat dalam pemakaian produk

tersebut, sehingga konsumen memperoleh kepuasan dan manfaat dari produk tersebut.

Sedangkan perilaku konsumen adalah teori yang mempelajari cara individu, kelompok,

dan organisasi memilih, membeli, memakai, serta memanfaatkan barang, jasa, gagasan, atau

pengalaman dalam rangka memuaskan kebutuhan dan hasratnya, Kotler (2004). Perilaku

konsumen khususnya pada minat konsumen (behavioral intention) sebagaimana diteorikan

oleh Vikas et al. (1999) merupakan fungsi dari kualitas produk dan kualitas services.

Semakin baik kualitas dari produk atau services maka konsumen semakin berminat terhadap

produk.

Preferensi konsumen dapat digunakan untuk memahami perilaku konsumen yang

bertujuan untuk menggambarkan alasan-alasan mengapa orang lebih suka terhadap suatu

barang daripada barang lain. Dalam memahami perilaku konsumen ada 3 langkah yaitu

preferensi konsumen, garis anggaran, dan pilihan yang akhirnya ditetapkan.

Preferensi adalah kemampuan konsumen dalam memilih yaitu dengan cara

mengurutkan tinggi rendahnya daya guna yang diperoleh dari mengkonsumsi sekelompok

barang yang berbeda. Preferensi konsumen dapat digambarkan melalui kurva indiferensi.

Keseimbangan konsumen terjadi ketika kurva indiferensi dan garis anggaran saling

bersinggungan. Selainitu, kurva Engel pun menunjukkan pengaruh perubahan pendapatan

terhadap pembelian suatu barang. Slope pada kurva Engel positif, yang menunjukkan bahwa

kenaikan pendapatan diikuti oleh kenaikan jumlah barang yang akan dibeli. Hal tersebut

menunjukkan barang normal.

Paul Samuelson memperkenalkan teori preferensi nyata (Revealed Preference) yang

bertujuan untuk menyempurnakan teori ordinal. Ia menyatakan bahwa daya guna dapat

diukur dan kelemahan pendekatan ordinal, yaitu dengan menerima asumsi convexity

(kecembungan kurva) dari kurva indiferen yang negatif. Menurut Paul Samuelson (Joesron

dan Fathorrozi, 2003:69) bahwa teori preferensi terungkap berlaku apabila adanya

rasionalitas, konsisten, asas transitif dan revealed preference axioma.

14

Universitas Indonesia

Teori preferensi terungkap menunjukan bagaimana sikap seseorang dalam menentukan

pilihan-pilihan apabila harga dan pendapatan yang bervariasi dapat dipakai untuk

menentukan preferensi konsumen. Seorang individu di dalam melakukan pilihan (preferensi)

yang pertama kali dipertimbangkan adalah anggaran yang dimilikinya.

Anggaran merupakan sejumlah uang yang dimiliki oleh seseorang dan kemudian

disusun secara sistematis untuk pengalokasian pengeluaran pada periode atau waktu

tertentu.Hal tersebut dikarenakan adanya keterbatasan anggaran. Masing-masing individu

akan menggunakan anggarannya tersebut untuk membeli barang yang akan dipilihnya dengan

harapan akan memperoleh kepuasan yang maksimum.

Hubungan antara anggaran dan preferensi dapat diketahui setelah mengetahui cukup

informasi, misalnya seperti harga barang. Setelah itu, konsumen melakukan pilihan terhadap

salah satu keranjang pasar dibandingkan dengan keranjang pasar lainnya, apabila keranjang

pasar yang dipilih lebih murah dibandingkan dengan keranjang pasar lainnya, maka

konsumen akan lebih menyukai keranjang pasar yang dipilihnya tersebut. Hal tersebut terjadi

karena konsumen menghadapi keterbatasan anggaran yang dimiliki.

Dapat disimpulkan bahwa apabila anggaran yang dimiliki oleh seorang individu

mengalami peningkatan, maka preferensi yang dilakukan pun akan meningkat. Begitu pula

sebaliknya jika anggaran yang dimiliki sedikit, maka preferensi yang dilakukan pun akan

semakin terbatas, sehingga konsumen tidak bebas dalam melakukan pilihan.

Setiap individu memiliki preferensi dan perilaku dalam menentukan berbagai pilihan

untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam melakukan pemenuhan kebutuhan, konsumen pasti

memiliki kendala-kendala yang dihadapinya seperti pendapatan yang dimiliki, waktu, selera,

dan kendala lainnya. Adanya keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh konsumen

menyebabkan konsumen kesulitan untuk memenuhi semua keinginan yang diharapkan. Hal

ini menuntut para konsumen untuk lebih selektif lagi dalam menentukan pilihannya. Gambar

2.1. berikut menggambarkan mengenai konsumen dalam memenuhi kebutuhan dengan

anggaran yang terbatas. Gambar ini menggambarkan perbedaan pemenuhan kebutuhan

individu dengan keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh masing-masing individu untuk

memperoleh kepuasan yang maksimum.

15

Universitas Indonesia

Gambar 2.1. Berbagai Pilihan untuk Memaksimumkan Utilitas pada Berbagai Jenis

Barang (Nicholson, 2002: 82)

2.6. Model Keputusan Konsumen

Sumarwan (2004) menggambarkan sebuah model keputusan konsumen bahwa proses

keputusan konsumen dalam membeli dan mengkonsumsi barang atau jasa terdiri atas

beberapa tahap, yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif,

pembelian dan kepuasan konsumen. Proses keputusan konsumen tersebut dipengaruhi oleh

tiga faktor utama, yaitu strategi pemasaran, perbedaan individu dan faktor lingkungan.

Ia menegaskan bagaimana perbedaan individu menunjukkan karakteristik yang muncul

dari dalam konsumen dan proses psikologis konsumen akan sangat berpengaruh terhadap

proses keputusan pembelian. Motivasi konsumen muncul karena adanya kebutuhan yang

dirasakan oleh konsumen, kemudian akan mendorongnya untuk melakukan, menggunakan

serta membeli barang dan jasa. Perbedaan kepribadian konsumen akan mempengaruhi

perilakunya dalam proses keputusan seperti karakter, umur, jenis kelamin, pekerjaan, serta

keunikan konsumen. Konsep diri konsumen dapat memandang dirinya sebagai orang yang

modern dan mudah menerima inovasi, persepsi itu kemudian akan merefleksikan terhadap

perilaku dalam pembelian. Persepsi dan pengolahan informasi akan merangsang memori

konsumen dalam mengolah informasi produk, merek, pelayanan, harga, kualitas, atau

terhadap produsen itu sendiri. Proses belajar konsumen akan mengajarkan konsumen untuk

mengenali, mengingat, menyukai dan membeli produk yang dipasarkan. Pengetahuan

16

Universitas Indonesia

konsumen terbagi atas pengetahuan terhadap produk, pembelian dan pemakaian memberikan

pemahaman konsumen terhadap pengenalan kebutuhannya. Sikap memberikan unsur rasa

percaya konsumen terhadap objek atribut produk, apakah produk tersebut disukai atau tidak.

Ajaran agama juga berpengaruh terhadap sikap, motivasi, persepsi dan perilaku konsumen

terhadap apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.

Faktor lingkungan konsumen dalam mempengaruhi proses keputusan konsumen terbagi

atas budaya, karakteristik demografi sosial ekonomi, keluarga, kelompok acuan, lingkungan

situasi konsumen serta teknologi. Budaya menjadi suatu nilai yang dianggap sebagai makna

kepercayaan dan dapat juga berbentuk objek material seperti rumah, kendaraan, pakaian,

makanan dan minuman. Karakteristik demografi yang penting untuk memahami konsumen

adalah usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa, pendapatan, jenis

keluarga, status pernikahan, lokasi geografi dan kelas sosial. Memahami usia konsumen

adalah penting, karena konsumen yang berbeda usia akan mengkonsumsi produk dan jasa

yang berbeda pula. Pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan yang akan mempengaruhi

pola konsumsinya. Kelas sosial adalah bentuk lain dari pengelompokkan ke dalam kelas atau

kelompok yang berbeda. Kemudian pengelompokkan ini akan mempengaruhi jenis produk,

jasa, merek, pemilihan toko dari seorang konsumen. Lingkungan dan situasi sangat

berhubungan dengan tempat dan waktu yang mendorong keputusan konsumen dalam

pembelian. Teknologi yang digunakan seseorang akan mempengaruhi sikap dan perilaku

konsumen lewat pencarian informasi dan memberikan kemudahan mendapatkan produk yang

akan dikonsumsi.

2.7. Hasil Penelitian Terdahulu

Ananto (2002) melakukan analisis terhadap perilaku dan preferensi kinsmen salak

pondoh di DKI Jakarta. Peneltian ini dimaksudkan agar salak pondoh dapat bersaing dengan

buah lainnya di DKI Jakarta. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola perilaku

konsumsi dan preferensi konsumen salak pondoh di DKI Jakarta. Dengan mengetahui

perilaku dan preferensi yang dikendaki konsumen salak pondoh, maka dapat ditentukan

perencanaan yang tepat untuk memenuhi kebutuhan konsumen tersebut.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa salak pondoh sudah dikenal luas di

masyarakat, jenis salak ini merupakan jenis yang paling disukai dan paling serig di

konsumsi. Jenis ini disukai karena mempunyai rasa yang khas dan jenis salak yang paling

mudah ditemui di pasaran. Dari hasil penelitian menyebutkan bahwa harga yang terjangkau

17

Universitas Indonesia

merupakan kekuatan dari salak pondoh untuk bersaing dengan buah-buahan yang lainnya.

Sedangkan hasil analisis conjoin menunjukkan peringkat nilai relative penting untuk salak

pondoh adalah: (1) cara penjualan, (2) harga buah, (3) kemasan, (4) bentuk buah, (5) jumlah

buah, dan (6) warna buah. Alternatif strategi pengembangan pasar salak pondoh adalah

strategi pengembangan pasar dan strategi pengembangan produk. Strategi pengembangan

pasar dengan cara (1) penyebaran informasi, (2) standarisasi umum, dan (3) perbaikan cara

penjualan. Sedangkan strategi pengembangan produk dilakukan dengan cara

mengembangkan produk-produk baru bagi pasar yang sudah ada atau melalui pengembangan

produk baru. Lebih dari separuh responden menyatakan bahwa mereka tertarik untuk

mengkonsumsi hasil olahan dari salak pondoh seperti keripik salak pondoh, manisan salak

pondoh, salak pondoh dalam kemasan, dan sari salak pondoh.

Maryono (2007) melakukan penelitian terhadap aksesibilitas air bersih bagi masyarakat

miskin di Kota Semarang. Ketersediaan air bersih sangat penting bagi upaya peningkatan

kesejahteraan masyarakat. Terlebih lagi apabila dikaitkan dengan upaya pengentasan

kemiskinan dan penurunan proporsi masyarakat yang belum mendapatkan air minum layak

konsumsi. Kajian ini dimaksudkan memberikan penilaian terhadap proporsi jumlah penduduk

miskin yang belum mendapatkan pelayanan air minum yang layak khususnya di Kota

Semarang.

Untuk mengetahui tingkat aksesibilitas air bersih bagi masyarakat miskin Kota

Semarang dilakukan dengan analisis deskriptif kuantitatif, dimana hasil analisis ini akan

dapat menggambarkan tingkat aksesibilitas air bersih bagi masyarakat miskin Kota

Semarang. Dalam analisis ini dilakukan pembobotan terhadap hasil analisis sebelumnya

sehingga dapat diketahui tingkat akses air bersih bagi masyarakat miskin, apakah berada pada

tingkatan akses optimal, menengah, akses dasar atau bahkan tidak ada akses.

Pengelompokkan dan pembobotan tingkat akses ini menggunakan hasil penelitian Howard

dan Bartram tahun 2003. Dari hasil pembobotan tersebut kemudian dikelompokkan kedalam

tingkatan akses berdasarkan jumlah skor total yang diperoleh.

Tingkat aksesibilitas air bersih bagi masyarakat miskin akan dinilai dari kuantitas air

yang dikonsumsi, jarak sumber air ke rumah masyarakat dan waktu yang diperlukan untuk

mengumpulkan air. Dari data yang diperoleh dapat ditunjukan bahwa sebagian besar

masyarakat miskin di Kota Semarang telah mampu mengakses air bersih dalam jumlah 50 –

59 l/O/h. Hanya sekitar 3 % yang tidak mampu mengakses air bersih diatas 50l/O/h. Analisis

dan kajian terhadap jarak yang ditempuh untuk mendapatkan air bersih secara umum dapat

diperlihatkan bahwa mayoritas masyarakat miskin menempuh jarak antara 100 – 1000 meter

18

Universitas Indonesia

untuk mendapatkan air minum layak konsumsi. Hanya sekitar 9% yang perlu berjalan lebih

dari 1000 m. Dilihat dari segi waktu, masyarakat miskin di Kota Semarang mayoritas sekitar

80% hanya mengeluarkan waktu maksima l5 menit untuk mendapatkan air bersih. Sementara

hanya 20% mereka menghabiskan waktu antara 5 – 30 menit untuk mendapatkan air bersih

(termasuk ke dalam kategori tinggi). Artinya masyarakat miskin tidak mengalami kesulitan

mengakses air. Akan Tetapi jika dikaitkan dengan biaya yang harus mereka keluarkan untuk

mendapatkan air tersebut, maka persoalannya lain. Rata-rata pengeluaran masyarakat miskin

untuk air bersih tiap bulannya adalah 5,2%. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Water

Academy yang mengungkapkan bahwa air minum akan dianggap mahal jika pengeluaran

melampaui 3% dari pendapatan rata-rata penduduk (Water Academy dalam Mungkasa, 2006).

Adityo (2014) melakukan penelitian tentang ketersediaan dan pengelolaan air minum

dalam mendukung percepatan pembangunan dan pemenuhan kebutuhan akan air minum di

Tangerang Selatan. Tangerang Selatan merupakan salah satu kota dengan pertumbuhan dan

pembangunan infrastruktur yang sangat cepat terlebih apabila dilihat dari tahun berdirinya

yang masih sangat muda. Sumber daya alam di Tangerang Selatan dalam hal penggunaan

lahan sebagian besar adalah untuk perumahan dan permukiman yaitu seluas 9.941,41 Ha atau

67,54% dari 14.719 Ha itu artinya kebutuhan air bersih untuk memenuhi kegiatan rumah

tangga semakin banyak. Dalam beberapa tahun berdirinya Kota Tangerang Selatan, dewasa

ini muncul permasalahan mengenai ketersediaan air bersih di Tangerang Selatan karena

pemerintah melalui PDAM belum sepenuhnya maksimal memafaatkan sumber daya air yang

ada di Tangerang Selatan untuk diolah agar dapat memenuhi kebutuhan air bersih. Apabila

pemerintah Tangerang Selatan ingin mengupayakan kemandirian dari sisi pengelolaan air

bersih banyak sekali sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan yang sebesar-besarnya bagi

manusia khususnya masyarakat Tangerang Selatan. pada uraian di atas maka penilitian

berupaya memecahkan masalah tersebut dengan tujuan dapat mengetahui potensi sumber

daya alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih dalam mendukung

pembangunan di Tangerang Selatan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan jenis metode deskriptif.

Adapun hasil penelitian ini adalah Pengelolaan Sistem Penyediaan Air Minum Kota

Tangerang Selatan belum mandiri, saat ini masih dikelola oleh Perusahaan Daerah Air

Minum Kota Tangerang tetapi belum semua wilayah perkotaan terlayani oleh jaringan

perpipaan. Sehingga dengan dimekarkannya Kota Tangerang Selatan, sistem penyediaan air

minum diharapkan secara perlahan-lahan harus terpisah. Pesatnya pembangunan dalam

pemanfaatan lahan untuk permukiman dan perkantoran dijadikan sebagai salah satu faktor

19

Universitas Indonesia

berkurangnya daerah resapan air sehingga beberapa kawasan di Tangerang Selatan mulai

terjadi krisis air bersih yaitu Serpong Utara dan Kecamatan Serpong.

Aida (2008) melakukan penelitian untuk menganalisis kebijakan pemenuhan air bersih

bagi masyarakat Miskin di Kabupaten Gunungkidul. Alat analisis yang digunakan adalah

menggunakan data kualtitatif dengan menggunakan metode AHP. Hasil penelitiannya

menyatakan bahwa terdapat lima pilihan kebijakan yang optimal dalam upaya pemenuhan air

bersih bagi masyarakat miskin di gunung kidul, yaitu fasilitas teknologi tepat guna,

pembangunan sarana air bersih, penguatan kelembagaan, pemberian bantuan/ subsidi dan

pengelolan air bersih skala lokal.

Beberapa hasil penelitian terdahulu di atas digunakan penulis sebagai rujukan dan studi

literatur tentang penilaian ekonomi air. Hasil-hasil penelitian di atas juga digunakan sebagai

gambaran penggunaan air di beberapa daerah dancara pendang masyarakat terhadap air itu

sendiri, sehingga diperoleh gambaran mengenai nilai air sebagai barang publik yang memiliki

nilai intrinsik ekonomi.

20

Universitas Indonesia

2.8. Kerangka Berpikir

Gambar 2.2. Kerangka Berfikir Penelitian

Perilaku RTS miskindalam pemenuhan air

minum

Faktor pemenuhan air minum: Biaya Ketersediaan (kualitas, kontinuitas) Pilihan cara pemenuhan air minum RTS miskin

Faktor pemakai air minum: Pendapatan Pendidikan Besar keluarga

Preferensi RTS Miskin dalampemenuhan air minum

Keputusan memakai sumberair minum yang ada

Konsumsi pemenuhan air minum

Hasil Penelitian

Rekomendasi Kebijakan

Perilaku RTS miskindalam pemenuhan

air minum

Selera RTS miskindalam pemenuhan air

minum

Deskriptif StatistikAnalisis Konjoin

21 Universitas Indonesia

BAB III

METODE PENELITIAN

1.1. Pendekatan/ Desain Penelitian

Sesuai dengan tujuannya desain penelitian ini adalah deskriptif desain, dimana

dirancang untuk menjawab pertanyaan sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian

yaitu mengenai karakteristik, aksesibilitas pemenuhan air minum RTS miskin di Kota

Tangerang Selatan, faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pemenuhan air minum,

serta alternatif apa yang sebaiknya diberikan kepada RTS miskin dalam pemenuhan air

minum, sehingga dapat dilihat preferensi dan perilaku konsumen dalam pemenuhan air

minum RTS miskin di Kota Tangerang Selatan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

acuan dalam mengambil kebijakan pemerintah Kota Tangerang Selatan untuk meningkatkan

kualitas dan jangkauan pelayanan sumber air minum terhadap RTS miskin di Kota Tangerang

Selatan.

1.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer

merupakan data yang diperoleh dari narasumber (sumber pertama atau orang yang menjadi

subyek penelitian). Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari wawancara langsung

dengan RTS miskin di Kota Tangerang Selatan sebagai narasumber. Data primer yang

dikumpulkan meliputi identitas narasumber, preferensi narasumber juga atribut penilaian lain

dari narasumber.

Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain yang bukan

sumber utama. Data sekunder penelitian ini didapatkan dari Badan Pusat Statistik Kota

Tangerang Selatan, SKPD di Kota Tangerang Selatan, dan asumsi-asumsi perhitungan dari

buku literatur, jurnal, makalah atau hasil penelitian sejenis yang pernah dilakukan.

1.3. Metode pemilihan sampel

Pemilihan narasumber dalam penelitian ini menggunakan probability sampling, yaitu

masing-masing anggota kategori memiliki peluang yang sama untuk menjadi responden.

Responden yang terpilih dilakukan secara proportional random sampling dimana

pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil subyek dari setiap strata atau setiap

22

Universitas Indonesia

wilayah ditentukan seimbang dengan banyaknya subyek dalam masing-masing strata atau

wilayah (Arikunto, 2006). Kemudian dilakukan tehnik Simple Random Sampling yaitu

pengambilan sampel secara acak sederhana, tehnik ini dibedakan menjadi dua cara yaitu

dengan mengundi (lottery technique) atau dengan menggunakan tabel bilangan atau angka

acak (random number) (Notoatmodjo, 2010). Adapun besar atau jumlah pembagian sampel

untuk masing-masing kelurahan dengan mengunakan rumus menurut Sugiyono (2007).

Keterangan:

n : Jumlah sampel yang diinginkan setiap strata

N :Jumlah seluruh populasi RTS miskin di Kota Tangerang Selatan

X : Jumlah populasi pada setiap strata

N1 : Sampel

1.4. Teknik pengolahan data

1.4.1. Uji realibilitas dan validitas kuesioner

Sebelum kuesioner disebarkan, terlebih dahulu dilakukan suatu pengujian

kuesioner yaitu uji validitas dan reliabilitas. Menurut Singarimbun dan Effendi (1995),

uji validitas menunjukkan sejauh mana kuesioner mengukur apa yang ingin diukur. Uji

validitas digunakan untuk mengetahui tingkat valid suatu butir pertanyaan dalam

kuesioner. Perhitungan nilai korelasi antara data pada masing-masing pertanyaan dan

skor total dengan memakai rumus teknik korelasi Product Moment sebagai berikut:

Di mana:

X = skor masing-masing pertanyaan

Y = skor total

N = jumlah responden

r = angka korelasi

Setelah dilakukan uji validitas, maka langkah selanjutnya adalah uji reliabilitas. Uji

keterandalan kuesioner dilakukan dengan pendekatan internal yaitu pengambilan data

dilakukan sekali pada responden yang karakteristiknya mirip dengan karakteristik

23

Universitas Indonesia

responden yang akan diteliti dan jumlah responden yang dipilih tidak perlu terlalu

besar. Adapun metode yang digunakan untuk mengukur koefisien kekonsistenan

internal adalah dengan menggunakan Cronbach Alpha (α).

Rumus Cronbach Alpha adalah:

Di mana:

11 r = keandalan instrumen

k = jumlah butir pertanyaan

= jumlah ragam butir

= ragam total

1.4.2. Analisis Deskriptif Statistik

Analisis Deskriptif Statistik adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki

dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian

berdasarkan fakta yang didapatkan dari data sebagaimana adanya. Sedangkan penelitian

deskriptif menuru wikipedia adalah salah satu jenis penelitian yang tujuannya untuk

menyajikan gambaran lengkap mengenai seting sosial atau dimaksudkan untuk

eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan

mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang

diteliti antara fenomena yang diuji.

Dalam hal ini, analisis deskriptif statistik digunakan untuk melihat karakteristik,

aksesibilitas dan preferensi pemenuhan air minum RTS Miskin di Kota Tangerang

Selatan.

1.4.3. Analisis Konjoin

Analisis konjoin adalah analisis yang digunakan untuk melihat atribut-atribut

tertentu dari sumber air minum yang lebih unggul dibandingkan sumber air minum

lainnya. Analisis ini juga digunakan untuk melihat kelemahan dari atribut sumber air

minum dibandingkan dengan sumber air minum lainnya.

Dalam analisis ini RTS miskin diminta membuat pilihan (Trade Off) dari sumber

air minum yang disukai atau digunakan dengan mengorbankan sumber air minum lain

pada saat yang bersamaan. Dengan demikian RTS miskin akan membuat urutan

24

Universitas Indonesia

kombinasi dari dua atribut mulai yang paling disukai sampai yang paling tidak

disukai.

Analisis konjoin ini bersifat objektif karena menampilkan nilai kegunaan yang

mempresentasikan hal penting dari setiap aspek suatu produk atau jasa. Langkah

pertama analisis konjoin ini adalah memilih atribut sumber air minum yang paling

banyak diperhatikan atau dimiliki RTS miskin dalam pemenuhan air minumnya yang

mempengaruhi keputusan pembelian oleh konsumen. Analisis ini bias diterakan pada

data yang memiliki skala ordinal dan hasilnya berupa datar objek pengamatan

berdasarkan urutan yang paling disukai diantara pilihan yang ada.

Model dari analisis konjoin adalah sebagai berikut:

Dimana:U(x) = keseluruhan utilitas dari alternatif yang tersedia

= nilai utilitas penting

= nilainya 1 jika merupakan taraf j dari atribut, dan 0 jika tidak terpilih

= nomor atribut sumber air minum

= nomor taraf

= 1,2,…,m= 1,2,…,k

Pentingnya atribut sumber air minum dinyatakan dalam

untuk masing-masing i. Pentingnya atribut sumber air

minum ini dinormalkan dalam kaitannya dengan kepentingan relatif atribut yang lain

.

sehingga

Sedangkan model pendugaan yang digunakan adalah:

Dimana:

, = variabel dummy untuk atribut ke-1

, = variabel dummy untuk atribut ke-2

, = variabel dummy untuk atribut ke-m

v Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Adityo, Nadia Putri, 2014. “Ketersediaan dan Pengelolaan Air Minum Dalam Mendukung

Percepatan Pembangunan dan Pemenuhan Kebutuhan Akan Air Minum di Tangerang

Selatan”. Jurnal, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Ananto, Agung Rais, 2002. “Analisis Perilaku dan Preferensi Konsumen Salak Pondoh di

DKI Jakarta”. Skripsi, Institut Pertanian Bogor.

Black, John, 1981. “Urban Trasnsport Planning”. London: Penerbit Croom Helm.

Hakim, Didin Lukmanul, 2010. “Aksesibilitas Air Bersih Bagi Masyarakat di Permukiman

Linduk Kecamatan Pontang Kabupaten Serang”. Tesis. Universitas Diponegoro

Semarang.

Jayadinata. Y.T., 1992. “Tata guna lahan dalam perencanaan pedesaan, perkotaan dan

wilayah”. Bandung: ITB.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta: Penerbit Balai

Pustaka.

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 492/ MENKES/ PER/ IV/ 2010 tentang Persyaratan

Kualitas Air Minum.

Kota Tangerang Selatan Dalam Angka Tahun 2014. 2014. Badan Pusat Statistik Kota

Tangerang Selatan.

Kotler, P., 2004. “Marketing Insight From A to Z: 80 Konsep yang Harus Dipahami Oleh

Setiap Manajer”. Jakarta, Penerbit Erlangga.

Maryono, 2007, “Menilai Aksesibilitas Air Minum (Studi Kasus: Aksesibilitas Air Bersih

Bagi Masyarakat Miskin di Kota Semarang”. Jurnal Presipitasi, Vol. 3 No.2 September

2007, ISSN 1907-187X.

Muis, Abdul, 2009. “Ketersediaan transportasi dalam mendukung ketepatan waktu belajar di

Kabupaten Aceh Tengah”. Tesis, Universitas Diponegoro Semarang.

Nicholson,Walter, 2002. “Mikroekonomi Intermediate dan aplikasinya edisi kedelapan”.

Jakarta, Erlangga.

vi Universitas Indonesia

Profil Kota Tangerang Selatan 2014”. 2014. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah

Kota Tangerang Selatan.

Rekapitulasi Hasil Uji Petik Air Bersih Kota Tangerang Selatan Tahun 2014. 2014. Dinas

Kesehatan Kota Tangerang Selatan.

Ringkasan Eksekutif Kota Tangerang Selatan: Updating Data Hasil PPLS 2011 di Kota

Tangerang Selatan Tahun 2013. 2014. Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan.

Simamora, Bilson, 2004. “Panduan Riset Perilaku Konsumen”. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama.

Sumarwan, Ujang. 2004. “Perilaku Konsumen”. Ghalia Indonesia, Bogor.