draft naskah akademik 11 august 2011

41
DRAFT NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN OLAHRAGA (SMKO) PROVINSI SULAWESI SELATAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, bahwa tujuan Negara Republik Indonesia antara lain memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pembangunan nasional di bidang olahraga, khususnya olahraga pendidikan, merupakan langkah yang sangat strategis untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya. Pengembangan olahraga pendidikan ke depan harus diarahkan pada pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Manusia Indonesia seutuhnya yang dimaksud di sini adalah manusia yang memiliki kecerdasan komprehensif, yang meliputi cerdas intelektual, cerdas emosional, cerdas sosial, cerdas spiritual, dan cerdas kenestetik. Dalam rangka mencerdaskan bangsa, setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan termasuk pendidikan jasmani dan olahraga yang bermutu sesuai minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, ras, etnik, agama dan jenis kelamin. Pendidikan yang bermutu sesungguhnya merupakan syarat utama untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang maju, modern dan sejahtera. Prestasi atlet sendiri merupakan aktualisasi dari beberapa faktor, yaitu faktor fisik, teknis, dan psikologis (Adisasmito, 2007), yang membutuhkan pengembangan terarah dan terencana. Negara-negara yang mencapai prestasi olahraga yang membanggakan memiliki sistem pembinaan terarah dan terencana secara berjenjang. Pengembangan pendidikan jasmani dan 1

Upload: talib-saribattang

Post on 20-Jun-2015

549 views

Category:

Education


14 download

DESCRIPTION

Semoga Bermanfaat

TRANSCRIPT

Page 1: Draft naskah akademik 11 august 2011

DRAFT NASKAH AKADEMIKRANCANGAN PERATURAN DAERAH

TENTANGSEKOLAH MENENGAH KEJURUAN OLAHRAGA (SMKO)

PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, bahwa tujuan Negara Republik Indonesia antara lain memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pembangunan nasional di bidang olahraga, khususnya olahraga pendidikan, merupakan langkah yang sangat strategis untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya. Pengembangan olahraga pendidikan ke depan harus diarahkan pada pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Manusia Indonesia seutuhnya yang dimaksud di sini adalah manusia yang memiliki kecerdasan komprehensif, yang meliputi cerdas intelektual, cerdas emosional, cerdas sosial, cerdas spiritual, dan cerdas kenestetik.

Dalam rangka mencerdaskan bangsa, setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan termasuk pendidikan jasmani dan olahraga yang bermutu sesuai minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, ras, etnik, agama dan jenis kelamin. Pendidikan yang bermutu sesungguhnya merupakan syarat utama untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang maju, modern dan sejahtera.

Prestasi atlet sendiri merupakan aktualisasi dari beberapa faktor, yaitu faktor fisik, teknis, dan psikologis (Adisasmito, 2007), yang membutuhkan pengembangan terarah dan terencana. Negara-negara yang mencapai prestasi olahraga yang membanggakan memiliki sistem pembinaan terarah dan terencana secara berjenjang. Pengembangan pendidikan jasmani dan olahraga tidak lagi berada di luar dari sistem pendidikan nasional mereka. Karena itu, UNESCO menetapkan bahwa pendidikan jasmani dan olahraga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan upaya peningkatan kualitas pendidikan secara keseluruhan. Tidak ada pendidikan yang seimbang tanpa kehadiran pendidikan jasmani dan olahraga di sekolah.

Di Indonesia, pendidikan jasmani dan olahraga di sekolah belum menjadi bagian dari upaya peningkatan kualitas pendidikan secara keseluruhan. Karena itu, di mana-mana yang dikeluhkan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam pengembangan olahraga maupun pelatih dan atlet adalah kurangnya sarana dan prasarana pelatihan. Di tengah kondisi di mana pendidikan jasmani dan olahraga belum

1

Page 2: Draft naskah akademik 11 august 2011

menjadi bagian integral dari upaya peningkatan kualitas pendidikan yang berdampak pada penyediaan sarana-prasarana, masyarakat menuntut prestasi optimal.

Di pihak lain, perhatian terhadap nasib atlet yang telah mengharumkan nama bangsa dan negara juga sangat memprihatinkan. Tidak sedikit atlet, kondisi hidupnya sangat memprihatinkan selepas menanggalkan profesi sebagai atlet. Mantan atlet seperti Ellyas Pical (tinju), Tati Sumirah (bulu tangkis), Sukarnah (lempar lembing), Ramang (sepak bola), dan Martha Kase (atletik)—untuk menyebut beberapa nama—menjadi salah satu klise buruknya penanganan dan penghargaan atlet Indonesia sebelumnya.

Sekarang masa depan atlet mulai menjanjikan, apalagi setelah Kementrian Pemuda dan Olahraga membuat program memberikan jalur Pegawai Negeri Sipil (PNS) bagi atlet berprestasi atau jatah rumah kepada mantan atlet. Namun, program itu masih sedikit mengangkat motivasi generasi muda untuk mengharumkan Indonesia dengan menjadi atlet.

Karena itu, masih banyak persepsi orangtua kurang sepaham jika mendengar anaknya ingin menjadi atlet. Mereka takut anaknya akan mengalami masa depan suram seperti mantan atlet yang hidup memprihatinkan, meski telah mengharumkan nama bangsa dan negara. Pandangan seperti ini sangat wajar. Dengan begitu, menurut psikolog dari Universitas Bina Nusantara, letak masalahnya harus diperbaiki, yakni pemberian pendidikan di luar cabang olahraga. Rencana sistematis itu dapat menjadi bekal mereka jika memutuskan pensiun (Sindo, 18/06/2011).

Namun, pemberian pendidikan di luar cabang olahraga kepada atlet juga bukan sesuatu yang mudah. Para atlet, selain memiliki jadwal yang ketat untuk berlatih, mereka juga harus mengikuti berbagai turnamen untuk menjaga kondisi dan meningkatkan prestasi, yang tentu menguras energi dan menyita waktu yang tidak sedikit. Untuk menyiasati situasi ini, di negara-negara maju, terobosan dilakukan dengan memberi kemudahan kepada para atlet untuk menjalani pendidikan di luar cabang olahraga. Di Amerika Serikat, sistem paket diberikan kepada atlet di tingkat pendidikan dasar hingga Perguruan Tinggi. Di Cina, selain sistem paket, dikembangkan pula sekolah-sekolah khusus olahraga yang telah menjadi bagian dari sistem pendidikan umum.

Agar prestasi olahraga dapat ditingkatkan, maka perhatian terhadap olahraga juga harus setara dengan pendidikan secara umum. Pendidikan jasmani dan olahraga harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya peningkatan kualitas pendidikan. Program pendidikan jasmani dan olahraga harus dirancang terarah, terencana, terpadu, serta berjenjang dan berkelanjutan sesuai dengan taraf pertumbuhan dan perkembangan peserta didik. Program pendidikan yang demikian diharapkan mengembangkan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan, sehingga memungkinkan berkembangnya potensi dan bakat peserta didik untuk mencapai prestasinya. Selain prestasi di bidang olahraga, peserta didik juga mempunyai kemampuan dan ketrampilan di luar cabang olahraga, yang akan menjadi bekal ketika mereka berhenti menjadi atlet.

2

Page 3: Draft naskah akademik 11 august 2011

Selama ini, keberadaan lembaga-lembaga keolahragaan telah memberikan banyak andil terhadap perkembangan olahraga melalui pembinaan dan pengembangan olahraga yang berorientasi pada upaya mendukung peningkatan prestasi olahraga sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional (UU RI No. 3/2005). Fungsi dan peran pemerintah dan lembaga keolahragaan adalah melakukan pembenahan dan perbaikan-perbaikan sistem pembinaan ke arah yang efektif dan efisien sehingga hasil yang diharapkan dapat terwujud sebagaimana harapan dari berbagai pihak agar prestasi olahraga lebih optimal. Dalam proses pembinaan dan pengembangan olahraga ditegaskan di dalam pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional (UU RI No. 3/2005) bahwa ”Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pembinaan dan pengembangan olahraga sesuai dengan kewenangan dan tanggungjawabnya”. Selanjutnya dipergetas pada Bagian Kedua Pembinaan dan Pengembangan Olahraga Pendidikan, pasal 25 ayat (6) disebutkan ”Untuk menumbuhkan prestasi olahraga di lembaga pendidikan, pada setiap jalur pendidikan dapat dibentuk unit kegiatan olahraga, kelas olahraga, pusat pembinaan dan pelatihan, sekolah olahraga, serta diselenggarakannya kompetisi olahraga yang berjenjang dan berkelanjutan”.

Semangat dan tuntutan reformasi di segala bidang pembangunan, termasuk bidang keolahragaan, senantiasa perlu melakukan perbaikan dan pembenahan sistem pembinaan olahraga. Skala prioritas cabang olahraga yang dibina dan dikembangkan adalah andalan daerah, sehingga manfaat pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan olahraga di daerah berjalan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang hendak dicapai. Andalan daerah menjadi penting karena terkait dengan tradisi dan budaya dan daerah yang telah mendarah daging di dalam masyarakat sehingga dangat menunjang kemajuan dan pencapaian prestasi dalam olahraga tersebut.

Untuk mewujudkan harapan tersebut dibutuhkan adanya peningkatan kualitas dan produktivitas pembinaan dan pengembangan olahraga yang dapat menjanjikan hasil yang membanggakan terhadap daerah, bangsa, dan negara, sehingga dapat dijadikan modal berharga dalam persaingan dengan bangsa dan negara lain di turnamen internasional.

Pembinaan dan pengembangan olahraga diawali dengan pemassalan (pemasyarakatan) yang berintikan pada pengenalan olahraga, pembibitan yang berintikan pada identifikasi dan pengembangan bakat, dan pembinaan prestasi yang berintikan pada peningkatan prestasi atlet. Sistem ini melibatkan tiga jalur pembinaan, yaitu jalur keluarga, jalur pendidikan, dan jalur masyarakat yang saling bersinergi untuk memperkukuh bangunan sistem keolahragaan nasional.

Pembinaan dan pengembangan olahraga dimulai dari lingkungan keluarga. Dalam kaitan ini, pola asuh orangtua akan memberikan dasar sikap dan perilaku anak terhadap olahraga. Dukungan dan dorongan dari orangtua dan keluarga sangat memengaruhi dan menentukan kecintaan dan ketersinambungan anak untuk

3

Page 4: Draft naskah akademik 11 august 2011

terlibat dalam kegiatan olahraga utama, terutama pada masa-masa pendidikan di sekolah.

Pengenalan dan penanaman kecintaan terhadap olahraga seyogianya juga dilakukan di sekolah dengan memberikan pola gerakan dasar yang sifatnya multilateral dan menyenangkan. Apabila peserta didik memiliki minat dan bakat tertentu dapat disalurkan melalui pembinaan dan pengembangan du klub-klub olahraga sekolah. Pembinaan dan pengembangan olahraga ini termasuk dalam fase pemassalan atau dikenal dengan istilah ”pembudayaan olahraga” yang intinya diarahkan pada penanaman rasa cinta olahraga dan kesadaran terhadap manfaat olahraga sebagai kebutuhan hidup bagi seluruh peserta didik. Diharapkan peserta didik untuk melakukan kegiatan olahraga semakin luas dan merata, sehingga memberikan fondasi yang kokoh untuk terbinanya kesehatan dan kebugaran jasmani.

Selanjutnya, bagi peserta didik yang memiliki bakat olahraga tertentu dapat dijadikan bibit olahragawan. Fase ini disebut fase pembibitan. Pembinaan dan pengembangan olahraga tersebut harus dilakukan oleh guru/dosen yang berkualifikasi dan memiliki sertifikat kompetensi serta didukung oleh sarana dan prasarana olahraga yang memdai. B. POKOK PERMASALAHAN

Penanganan keolahragaan tidak dapat lagi ditangani sebagai kegiatan rutinitas, akan tetapi harus ditangani secara profesional. Pembinaan dan pengembangan olahraga tidak hanya diarahkan pada pembudayaan olahraga untuk semua orang (sport for all) melalui upaya ”memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat” dan berhenti pada pencapaian prestasi, tetapi harus dilanjutkan sehingga terwujudnya budaya industri olahraga. Budaya industri olahraga merupakan kondisi yang menimbulkan sikap, perilaku, dan kebiasaan untuk mengelola dan mengemas olahraga secara profesional sehingga mendatangkan nilai tambah, baik secara ekonomi maupun non-ekonomi.

Tingkat apresiasi, pengakuan, dan penghargaan terhadap karya kreatif dan prestasi berhubungan dengan kualitas manusianya. Ilmu berkembang di tengah masyarakat yang menghargai nilai-nilai keilmuwan. Seni berkembang di tengah lingkungan masyarakat yang mampu memberikan apresiasi terhadap seniman dan karya-karya seni. Olahraga berkembang di tengah masyarakat yang memberikan apresiasi terhadap olahragawan dan prestasinya. Apresiasi masyarakat, lembaga swasta, dan lembaga pemerintah terhadap karya-karya kreatif dan prestasi dinyatakan dengan berbagai cara, mulai hanya ucapan selamat atas keberhasilan seseorang, penganugrahan piagam, hadiah atau bintang, hingga jaminan-jaminan lain, yang tidak hanya membuat orang-orang kreatif dan berprestasi merasa dihargai, tetapi juga mendorong anak-anak dan generasi muda tertarik untuk mengembangkan diri mencontoh mereka yang telah berprestasi.

4

Page 5: Draft naskah akademik 11 august 2011

Ironisnya, semua pihak harus mengecam setiap keterpurukan atau ketiadaan prestasi dalam bidang olahraga. Kritik dan komentar selalu diarahkan kepada pihak yang dianggap bertanggungjawab. Selain itu, sistem pembinaan dianggap menjadi faktor yang sangat krusial terkait dengan minimnya prestasi anak bangsa dalam olahraga.

Meningkatnya budaya olahraga yang ditandai dengan besarnya partisipasi masyarakat akan berdampak terhadap : (1) Kuantitas dan kualitas masukan bagi upaya pengidentifikasian bibit olahragawan

berbakat untuk dibina lebih lanjut untuk berprestasi;(2) Meningkatnya permintaan keperluan prasarana dan sarana olahraga yang

diproduksi industri olahraga. Prestasi yang tinggi juga akan memberi pengaruh terhadap tumbuhnya industri olahraga dan minat masyarakat berolahraga. Demikian pula dengan tumbuhnya industri olahraga akan mendorong tumbuhnya ekonomi yang dapat memfasilitasi penggalangan sumber daya yang sangat diperlukan untuk kelangsungan pelaksanaan proses pembudayaan olahraga dan prestasi olahraga. Penggalangan sumber daya untuk pembinaan dan pengembangan keolahragaan dilakukan melalui pembentukan dan pengembangan hubungan kerja para pihak terkait secara harmonis, terbuka, timbal-balik, sinergis, dan saling menguntungkan.

Bertitik tolak dan pemikiran di atas, maka Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan melalui Dinas Pemuda dan Olahraga membentuk suatu wadah Pembinaan dan Pengembangan olahraga pada olahraga pendidikan, yaitu melalui Penyelenggaraan Sekolah Menengah Kejuruan Olahraga (SMKO) Sulawesi Selatan sebagai Model Sekolah Khusus/Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (MSK/RSBI).

C. DASAR PEMIKIRAN PERLUNYA PERDA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN OLAHRAGA PROVINSI SULAWESI SELATAN

I. Tinjauan Filosofis – Konseptual.

Tujuan pembentukan Pemerintahan Negara Indonesia, sebagaimana dicatat pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdasakan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social (Pembukaan UUD 1945 alinea ketiga). Tujuan ini sangat filosofis dan hanya dicapai melalui kebijakan-kebijakan publik yang dikembangkan oleh pemerintah harus mengarah kepada pencapaian tujuan Negara.

Sepanjang Republik Indonesia masih mendasarkan dirinya kepada UUD 1945, maka pernyataan merupakan tujuan yang harus dicapai setiap lembaga Negara Indonesia. Mencerdaskan kehidupan bangsa bukan merupakan tujuan

5

Page 6: Draft naskah akademik 11 august 2011

akhir, namun merupakan tujuan antara untuk mencapai lebih lanjut, yaitu menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang sejahtera.

Kesejahteraan memiliki berbagai dimensi, yaitu spiritual-material, politik-ekonomi, social-budaya, rasional-agamis, dan lain-lain. Setiap dimensi mempunyai kompleksitasnya masing-masing. Kesejahteraan dapat diwujudkan apabila manusia yang menjadi warga Negara mempunyai tingkat kecerdasan yang cukup untuk menguasai ilmu, teknologi, dan ketrampilan untuk mampu mengembangkan diri secara optimal, mampu beradaptasi dengan perubahan, dan menghadapi tantangan di lingkungannya maupun yang berskala global.

Mencerdaskan kehidupan bangsa dapat dicapai melalui pendidikan, olahraga, pendidikan olahraga, maupun olahraga pendidikan. Kecerdasan inilah akan mengantar kepada kesejahteraan yang merupakan cita-cita Negara.

1. Pendidikan dan Olahraga Pendidikan

Pendidikan merupakan bagian utama dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional merupakan suatu program yang dirancang oleh pemerintah dalam rangka mempercepat proses pencerdasan kehidupan bangsa. Dikatakan “bagian utama” karena terdapat bagian-bagian lain yang dapat dikatakan sebagai “bagian pendukung” yaitu pendidikan yang diselenggarakan di luar program pendidikan nasional (Nugroho, 2008).

Pendidikan adalah sebuah proses yang melekat pada setiap kehidupan bersama dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. John Dewey (1964) mengemukakan bahwa pendidikan dapat difahami sebagai sebuah upaya “konservatif” dan “progresif” dalam bentuk pendidikan sebagai formasi, sebagai rekapitulasi dan retrospeksi.

Sementara itu, sebagaimana yang dikemukakan oleh Michael Rutz, bahwa pendidikan berawal dari fakta bahwa manusia mempunyai kekurangan. Pendidikan merupakan jawaban untuk membuat manusia menjadi lengkap. Berikut pernyataan Rutz (dalam Sindhunata, 2001) “(Karena) setiap pribadi selalu mempunyai deficit (maka) pendidikan adalah suatu proses kompensatoris yang dapat membantu anak didik untuk sedapat-dapatnya menutupi deficit tersebut”.

Pemahaman Rutz sebangun dengan P.J. Hills yang memahami pendidikan sebagai proses belajar yang ditujukan untuk membangun manusia dengan pengetahuan dan ketrampilan (Nugroho, 2008). Sementara Ki Hadjar Dewantara dalam Kongres Taman Siswa yang pertama pada 1930 menyebutkan, bahwa pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak. Dalam Taman Siswa tidak boleh dipisah-pisahkan bagian-bagian itu agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya (Salam, 1997). Definisi lain dikemukakan oleh Driyarkara, yang menyatakan bahwa pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia muda.

6

Page 7: Draft naskah akademik 11 august 2011

Pengangkatan manusia ke taraf insasi itulah yang disebut mendidik. Pendidikan ialah pemanusiaan manusia muda (Ditjen Dikti, 1983; Ihsan, 2001).

Dalam Dictionary of Education dikemukakan bahwa, pendidikan adalah proses di mana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat di mana ia hidup, proses social di mana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga ia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum (maksimal) (Mahfud, 2009).

Dari berbagai definisi di atas, dapat diikhtisarkan bahwa pendidikan dapat diartikan sebagai : (a) suatu proses pertumbuhan yang menyesuaikan dengan lingkungan; (b) suatu pengarahan dan bimbingan yang diberikan kepada anak-anak dalam pertumbuhannya; (c) suatu usaha sadar untuk menciptakan suatu kondisi atau situasi tertentu yang dikehendaki oleh masyarakat; (d) suatu pembentukan karakter, kepribadian dan kemampuan anak-anak dalam menuju kedewasaan (Mahfud, 2009); dan (e) suatu proses untuk membangun manusia yang mempunyai pengetahuan dan ketrampilan.

Dengan pemahaman yang sama, dapat difahami pemahaman tentang pendidikan sebagaimana dinyatakan dalam pasal 1 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU RI No. 20/2003) bahwa, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Dalam perjalanan peradaban manusia selanjutnya, mereka senantiasa menjaga dan melanjutkan tradisi pendidikan melalui berbagai bentuk dan institusi pendidikan. Masing-masing model dan bentuk pendidikan tersebut saling berlomba untuk mendidik manusia. Salah satu institusi pendidikan yang sekarang menjadi model yang dominan adalah yang dikenal dengan “sekolah” ataupun “universitas” (Fakih, 2001). Selain itu, sejarah perjalanan perkembangan keyakinan dan pemikiran umat manusia tentang pendidikan juga telah melahirkan berbagai ideology serta paradigm tentang hakekat, tujuan, dan metode pendidikan yang berbeda-beda. Setelah peradaban umat manusia memasuki abad ke-20, urusan pendidikan sudah menjadi semakin pelik. Banyak sudah filosof dan guru yang telah dilahirkan. Berbagai bentuk dan teori serta metodologi pendidikan telah dicobakan. Namun, ada suatu hal yang tetap kokoh, bahwasanya seluruh umat manusia tetap menganggap seperti sedia kala bahwa pendidikan sangat penting bagi eksistensi umat manusia. Itulah makanya, dalam perjalanan peradaban umat manusia, akhirnya secara tegas menetapkan bahwa pendidikan merupakan salah satu Hak Asasi Manusia (HAM). Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia yang diproklamirkan setelah Perang Dunia II, memuat komitmen umat manusia untuk menetapkan bahwa pendidikan merupakan hak asasi manusia. Artinya, Negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berkewajiban untuk

7

Page 8: Draft naskah akademik 11 august 2011

menyediakan pendidikan bagi anak-anak tanpa memandang suku, warna kulit, keyakinan agama maupun jenis kelamin dan kelas sosial ekonominya.

Pendidikan sebagai HAM dipertegas kembali di dalam Konvensi tentang Hak Ekonomi dan Sosial-Budaya atau dikenal sebagai Konvensi Ekosob. Konvensi Ekosob menegaskan bahwa, pendidikan harus diarahkan pada perkembangan seutuhnya dari kepribadian manusia dan kesadaran akan harga dirinya, dan memperkuat rasa hormat terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan dasar. Pendidikan harus memungkinkan semua orang untuk berpartisipasi secara efektif dalam suatu masyarakat yang bebas, meningkatkan rasa pengertian, tolerasi serta persahabatan antara semua bangsa dan semua kelompok rasial, etnis atau beragama, dan memajukan serta memelihara perdamaian. Sementara Konvensi tentang Hak-hak Anak (KHA) menetapkan bahwa Negara peserta konvensi berkwajiban memberikan pendidikan secara gratis bagi anak hingga usia 18 tahun.

Tugas Negara dalam urusan Hak Asasi MAnusia adalah melindungi, memenuhi, mempromosikan, dan mencegah pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia warga negaranya. Dengan demikian, “wajib belajar” dalam konteks Hak Asasi Manusia adalah kewajiban Negara untuk menyediakan pendidikan bagi warga negaranya. Sejak saat itulah peradaban umat manusia telah mencapai pada lahirnya suatu faham bahwa “pendidikan” pada dasarnya adalah Hak Asasi Manusia. Perjalanan peradaban umat manusia akhirnya mencapai puncaknya, di mana manusia meneguhkan bahwa pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk melanggengkan eksistensi umat manusia dari kepunahan (Fakih, 2001).

Dengan demikian, pendidikan dapat menyentuh semua aktivitas manusia. Pendidikan jasmani dan olahraga merupakan bagian penting dari pendidikan secara keseluruhan. Olahraga adalah bagian produk peradaban karenanya bagian dari pendidikan itu sendiri. UNESCO telah menetapkan bahwa pendidikan jasmani dan olahraga merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan secara keseluruhan.

Namun demikian, pendidikan jasmani dan olahraga tidak berkembang sebagaimana pendidikan umum. Padahal selain menjadi bagian dari upaya manusia untuk melanggengkan eksistensi, pendidikan jasmani dan olahraga juga menjadi wahana untuk melanggengkan eksistensi bangsa dan Negara di level internasional. Karenanya, berbagai Negara di dunia mengembangkan olahraga menjadi bagian dari pendidikan secara umum yang dikenal sebagai olahraga pendidikan.

2. Budaya dan Prestasi Atlet

Secara makro, perkembangan kebudayaan dan peradaban terjadi berkat hasil-hasil kreativitas orang-orang yang istimewa dalam berbagai bidang kehidupan, seperti politik, ekonomi, militer, sains, teknologi, pendidikan, agama, kesenian, olahraga, bisnis, dan lain-lain. Simonton (1984) menyebut “outstanding individuals”

8

Page 9: Draft naskah akademik 11 august 2011

tersebut sebagai orang-orang genius, yakni mereka yang telah mampu mewujudkan kreativitasnya yang unggul dalam kehidupan nyata.

Bila konfigurasi perkembangan kebudayaan dan peradaban dinyatakan dalam sejarah, maka Thomas Carlyle mengemukakan bahwa sejarah dunia tidak lain biografi orang-orang besar (the history of the world is but the biography of the great man). Dalam berbagai kepustakaan, orang-orang kreatif tinggi itu dilukiskan dengan istilah-istilah : talented, gifted, individuals, atau outstanding, exceptional, extra-ordinary, distinguished, distincted, atau highly achievers (Supriadi, 1994). Istilah-istilah ini bukan hanya menunjuk pada dimensi potensial dari kemampuan intelektual atau kemampuan lainnya, melainkan pada dimensi aktualnya yang diwujudkan dalam karya-karya kreatif atau prestasi-prestasi yang luar biasa.

Pertanyaannya : mengapa faktor sosial budaya dihubungkan dengan kreativitas, karya-karya kreatif, dan prestasi-prestasi luar biasa? Setidaknya ada tiga alasan yang dikemukakan oleh Supriadi (1994), sebagai berikut. Pertama, kreativitas, karya kreatif, dan prestasi merupakan fenomena sosial-budaya, di samping sebagai fenomena psikologis, dan antara keduanya sangat erat kaitannya. Tidak mungkin kita berbicara mengenai aspek-aspek social-budaya tanpa mengakui keberadaan individu, dan demikian sebaliknya. Tapi apa yang dikemukakan dalam bagian ini bertolak dari premis bahwa kreativitas bersifat relative dalam konteks waktu dan konteks social budaya pada waktu yang sama tetapi ruang yang berbeda.

Kedua, alasan yang berkaitan dengan pandangan Frans Boaz, antropolog Amerika Serikat yang sangat terkenal dengan studinya tentang suku Indian dan keyakinannya yang kuat akan peranan factor lingkungan dalam perkembangan manusia dibandingkan dengan pembawaan. Boaz menyatakan bahwa setiap lingkupa masyarakat/budaya mempunyai orang-orang berbakat dan genius. Dalam konteks kreativitas, kekeliruan yang banyak terjadi terletak pada penggunaan kriteria untuk menilai kreativitas. Bagi Boaz, kreativitas masyarakat yang masioh terbelakang (untuk tidak dikatakan “primitif” karena sebutan ini dianggap menghakimi dan berprasangka) tidak dapat dinilai atas dasar prestasi kreatif orang-orang dari masyarakat yang sudah maju.

Ketiga, meskipun pada akhirnya produk kreatif pada berbagai bangsa di dunia sama, ekspresi kreativitas mereka sangat mungkin berbeda. Torrance misalnya, menemukan bahwa dalam belajar anak-anak sekolah Amerika Serikat dan Jepang sangat berbeda. Anak-anak Amerika Serikat lebih mengutamakan intelegensi dan logika, sedangkan anak-anak sekolah di Jepang lebih suka memecahkan masalah secara intuitif dan imajinatif. Dalam berpikir inteligen dan logis, cara berpikir linier lebih menonjol, sedangkan dalam berpikir intuitif dan imajinatif, kadang-kadang orang melompat-lompat dan urutannya tidak jelas, meskipun akhirnya sampai pada tujuan yang sama dengan berpikir inteligen atau logis. Perbedaan antara keduanya adalah : berpikir inteligen lebih bersifat konvergen (memusat), sedangkan berpikir intuitif lebih bersifat divergen (menyebar).

Ekspresi, karya kreatif, dan prestasi yang berbeda, sangat terkait dengan faktor sosial-budaya. Dalam budaya tertentu, perkembangan kreativitas bersifat

9

Page 10: Draft naskah akademik 11 august 2011

kontinu, sedangkan pada budaya yang lain terputus-putus. Diskontinuitas terjadi pada anak-anak dari lingkungan kebudayaan yang penuh dengan tekanan, sedangkan kontinuitas berlangsung dalam lingkup budaya yang terus-menerus memberikan kebebasan dan rangsangan kepada anak untuk mengekspresikan kreativitasnya yang disertai adanya kebebasan dan keamanan psikologis (Torrance, 1973).

Para ahli filsafat menyatakan bahwa manusia merupakan enigma atau teka-teki. Namun dalam konteks kreativitas, tidak berarti bahwa penciptaan iklim tersebut mustahil. Suatu penelitian di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia yang dilakukan oleh Waworuntu (1986) menemukan bahwa iklim organisasi PTN yang dinilai positif oleh dosennya berkolerasi dengan tingginya tingkat kreativitas dosen PTN tersebut dalam menghasilkan karya-karya ilmiah. Hal ini menunjukkan bahwa iklim lingkungan memengaruhi kreativitas, dan iklim tersebut dapat diciptakan secara sistematis, sehingga kondusif bagi kreativitas.

Studi-studi mengenai kaitan budaya maupun penciptaan iklim yang kondusif bagi prestasi dalam olahraga telah banyak dilakukan di Negara Eropa dan Amerika Serikat. Negara-negara demokrasi mencapai prestasi olahraga yang luar biasa dibandingkan dengan negara-negara otoriter. Di samping itu, olahraga yang merupakan budaya suatu masyarakat atau bangsa akan mengalami perkembangan yang luar biasa (Foer, 2006), misalnya basket di Amerika Serikat, bulu tangkis di negara-negara Asia, bela diri di Korea Selatan, China, dan Jepang, sepakbola di Amerika Latin dan Eropa Barat, dan sebagainya.

3. Prestasi dan Penghargaan

Plato mengemukakan bahwa sesuatu yang dihargai dalam lingkungan masyarakat atau budaya, maka hal itu akan dipupuk di sana (Sindo, 22/02/2010). Melalui kata-kata itu, filosof Yunani klasik yang terkenal karena menulis tentang Atlantis itu, mengaitkan budaya pemberian penghargaan dalam suatu masyarakat dengan lahirnya orang-orang berpretasi atau karya-karya kreatif, inovatif, invenstif, produktif. Hanya dalam lingkungan masyarakat yang menghargai prestasi, kreativitas dan keinginan mencapai prestasi gemilang dapat tumbuh subur.

Begitu pentingnya arti penghargaan untuk merangsang kreativitas dan prestasi, Arieti (dalam Supriadi, 1994) memasukkannya ke dalam salah satu dari sembilan faktor yang menunjang kreativitas. Memang, bagi orang-orang kreatif dan berprestasi, penghargaan yang paling bernilai tidak lain dari kreativitas dan prestasinya itu sendiri; jadi motivasinya lebih intrinsik. Akan tetapi, insentif dan penghargaan eksternal dapat memperkuat motivasi kreatif seseorang, karena dengan cara itu ia didorong untuk terus berkarya dan berprestasi dengan meningkatkan mutu karya dan prestasinya. Insentif dan penghargaan bagi orang-orang kreatif dan berprestasi merupakan penguatan (reinforcement) bagi kreativitasnya. Hal ini disebabkan karena kreativitas yang tulen bukan hanya untuk

10

Page 11: Draft naskah akademik 11 august 2011

kreativitas atau prestasi itu sendiri, melainkan untuk dinikmati dan diabdikan kepada masyarakat.

Idealnya, tingkat apresiasi masyarakat berjalan parallel dengan karya-karya kreatif dan prestasi yang lahir. Tetapi kenyataannya tidak selalu demikian. Selalu ada kesenjangan antara kelompok orang kreatif, inovatif, dan berpretasi dalam masyarakat (yang biasanya hanya minoritas) dengan mayoritas masyarakat. Gejala seperti ini bukan hanya terjadi dalam bidang ilmu dan seni, melainkan pada seluruh bidang kehidupan, termasuk politik, bisnis, olahraga dan lain-lain; bukan hanya terjadi di suatu negara, melainkan di semua tempat dan negara termasuk di negara-negara maju (Supriadi, 1994).

Tradisi penghargaan mempunyai sejarah panjang dan semua umat manusia. Ribuan tahun lampau ketika kehidupan manusia masih didominasi usaha mempertahankan diri melalui perang, penghargaan diberikan oleh raja kepada pahlawan perang, dan kebiasaan ini berlaku sampai sekarang. Pada zaman Yunani Kuno, penghargaan dan hadiah dianugrahkan kepada para atlet dan penulis naskah drama yang berprestasi. Maksudnya untuk mendorong mereka agar meningkatkan mutu karya-karyanya, di samping untuk merangsang atlet dan pengarang lain untuk mencapai prestasi serupa. Sekarang pernghargaan telah sangat beragam bentuknya serta menjangkau semua segi kehidupan dan kegiatan manusia : ilmu, seni, bisnis, teknologi, militer, politik, lingkungan hidup, perdamaian, kegiatan social, olahraga, dan lain-lain.

Di Indonesia, pemberian penghargaan mulai tumbuh dan menjadi bagian dari budaya bangsa, namun belum menjangkau semua segi kehidupan. Dalam cobang olahraga seringkali kita menyaksikan hal-hal yang sangat ironis. Banyak nama yang telah mengharumkan nama bangsa dan negara di level internasional, namun di masa hidupnya setelah berhenti dari aktivitasnya sebagai olahragawan tidak hanya menyedihkan, tetapi juga memalukan. Seakan prestasi yang diukir dan mengharumkan nama bangsa dan negara di level internasional, hanyalah kilatan cahaya yang lewat, tanpa arti apa-apa. Kibar bendera merah-putih yang diiringi lagu Indonesia Raya hanyalah seremoni yang begitu mudah dilupakan oleh masyarakat, bangsa, dan Negara.

Merosotnya prestasi olahraga bangsa ini di level internasional tidak bisa dilepaskan dari penghargaan terhadap atlet yang berprestasi. Upaya untuk menghargai atlet berprestasi harus dilakukan bertingkat mulai dari daerah hingga tingkat nasional. Kasus yang menimpa Ellyas Pical, Tati Sumirah, Sukarnah, Ramang, dan Martha Kase—untuk menyebut beberapa nama—sebaiknya tidak lagi terjadi di masa yang akan datang.

11

Page 12: Draft naskah akademik 11 august 2011

4. Kecerdasan Kenestetik dan Prestasi Olahraga

Adalah Prof Howard Gardner, ahli pendidikan Amerika Serikat, yang dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa intelegensi atau kecerdasan sangat beragam. Gardner (1995) memetakan abilitas manusia (human abilities) ke dalam tujuh kategori komprehensif yang disebut dengan multiple intelligence atau kecerdasan multiple, yaitu :

(1) Intelegensi liguistik (linguistic intelligence), berupa kemampuan manusia untuk menggunakan kata-kata secara efektif, baik lisan maupun tulisan, bukan hanya sekadar bisa membaca, berbicara, dan menulis secara nominal.

(2) Intelegensi logical matematikal (logical-mathematical intelligence), berupa kapasitas manusia dalam menggunakan angka-angka secara efektif, di mana kelak dipersiapkan untuk menjadi ahli matematika, akuntan pajak, atau ahli statistic.

(3) Intelegensi spasial (spacial intelligence), berupa kemampuan manusia untuk mencerna dunia visual spasial secara akurat, seperti pengembangan kecakapan dalam bidang ketrampilan artistic, decorator, interior, dan arsitek.

(4) Intelegensi bodily kinesthetic (bodily-kinesthetic intelligence), yaitu keahlian manusia dalam menggunakan badani untuk mengekspresikan ide dan perasaan, seperti actor, penyayi, penari, dan atlit/olahragawan.

(5) Intelegensi musical (musical intelligence), yaitu kapasitas manusia dalam mempersepsi, membedakan, mentransformasikan, dan mengekspresikan aneka bentuk music, termasuk sensivitas ritme, melodi, dan warna music.

(6) Intelegensi interpersonal (interpersonal intelligence) atau kemampuan manusia dalam mempersepsi dan membuat perbedaan dalam suasana, intense, motivasi, dan perasaan orang, termasuk sensivitas ekspresi muka, suara, mimik, kemampuan membedakan aneka wacana interpersonal secara pragmatis.

(7) Intelegenis intrapersonal (intrapersonal intelligence), berupa pengetahuan diri dari kemampuan untuk bertindak secara adaptif atas dasar basis keilmuwan yang ada padanya, misalnya kemampuan untuk secara akurat dalam memahami potret diri, baik keunggulan maupun kelemahan, kesadaran atas kesukaan pribadi, intense, motivasi, tempramen, kesukaan, kemampuan untuk berdisiplin diri, pemahaman diri, dan harga diri.

Ketujuh jenis intelegensi tersebut di atas hanya dua jenis saja yang dikembangkan di dalam pendidikan formal dewasa ini, yaitu intelegensi logis matematik dan intelegensi linguistic. Tentunya perkembangan yang terbatas tersebut sangat memiskinkan perkembangan kebudayaan (Tilaar, 2000), karena itu orang disebut pintar kalau mendapat angka 9 (sembilan) atau 10 (sepuluh) pada mata pelajaran fisika,kimia, matematika, dan bahasa (terutama bahasa asing). Nilai tinggi di luar dari mata pelajaran tersebut biasa saja, bahkan tidak dianggap.

12

Page 13: Draft naskah akademik 11 august 2011

II. Tinjauan Sosiologis

Pembinaan dan pengembangan olahraga yang berorientasi pada peningkatan prestasi olahraga salah satunya ditentukan oleh system olahraga pendidikan yang antara lain berbentuk sekolah olahraga. Sekolah olahraga selama ini menjadi sebuah system pembinaan dan pengembangan calon atlet di beberapa negara dengan mengaplikasian system pendidikan dan kurikulum tersendiri atau berbeda dengan system pendidikan regular lainnya. Salah satu sekolah olahraga yang cukup sukses di kawasan Asia Tenggara adalah Singapore Sport School (SSS) yang berdiri sejak tahun 2004 dan telah mencetak atlet yang mampu mengukir prestasi di kompetisi internasional seperti SEA Games, Asian Games maupun Olympiade di Beijing lalu. Indonesia sendiri juga telah memiliki sekolah olahraga, salah satunya dalah Sekolah Olahraga Ragunan di Jakarta. Kedua sekolah olahraga ini berada pada tingkat nasional yang memberikan banyak manfaat namun juga memiliki kekurangan. Jumlah peserta didik yang mendapat kesempatan bersekolah di sekolah ini terbatas sehingga memiliki kompetisi yang sangat tinggi pada level nasional. Hal ini menjadi kelebihan system ini dimana siswa sekolah ini dipastikan adalah calon-calon atlet yang paling berbakat diseluruh Indonesia. Oleh karena hanya menerima jumlah siswa yang terbatas maka tentu sangat banyak calon-calon siswa yang juga memiliki bakat dan talenta kuat di sebuah cabang olahraga tersingkir dalam proses seleksi. Bisa jadi dalam proses seleksi, calon siswa tersebut mengalami kendala psikis yang mempengaruhi hasil tesnya. Sehingga, calon-calon atlet yang kurang beruntung masuk ke sekolah olahraga di Jakarta akan sangat disayangkan jika mereka tidak dibina dan dikembangkan di daerah atau di level provinsi. Pembinaan dan pengembangan siswa yang memiliki potensi dan talenta olahraga di daerah akan menambah kualitas dan kuantitas potensi atlet-atlet Indonesia yang diharapkan kelak menambang prestasi di kompetisi internasional.

Pembentukan sekolah olahraga di daerah telah dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dengan didirikannya Sekolah Olahraga Sriwijaya pada tahun 2005. Sementara pembinaan dan pengembangan siswa-siswa berbakat dan bertalenta di bidang keolahragaan di Sulawesi Selatan saat ini belum dalam bentuk sekolah khusus namun berbentuk lembaga khusus yaitu Pusat Pendidikan dan Pelatihan Olahraga Pelajar (PPLP). PPLP saat ini membina 91 atlet dengan 7 cabang olahraga yaitu sepak bola, atletik, sepak takraw, tinju, gulat, dayung dan pencak silat. Menurut Subandri Kadir1, PPLP selama ini telah mencetak banyak atlet berprestasi baik di kompetisi nasional maupun internasional. Atlet-atlet muda yang dibina oleh PPLP Sul-Sel sebagian besar bersekolah di SMUN 22 Makassar sebagai SMUN yang berlokasi terdekat kompleks PPLP. Sedangkan bagi siswa PPLP yang masih bersekolah di level SMP, mereka berekolah dibeberapa

1 Kepala Seksi Pembinaan Olahraga Pelajar dan Mahasiswa, Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora), Prov. Sul-Sel.

13

Page 14: Draft naskah akademik 11 august 2011

SMP yang juga berada disekitar kompleks PPLP. Mustadin2 mengakui bahwa salah satu kendala bagi anak didik PPLP adalah menyelaraskan antara jadwal berlatih yang rutin di PPLP dengan jadwal belajar dengan system regular. Kondisi ini akan semakin sulit ketika anak didik PPLP harus menempuh ujian di sekolahnya sementara mereka dituntut bertanding di salah satu kompetisi tertentu. Hal ini kemudian membuat hampir semua anak didik PPLP mengalami kesulitan dalam menyeimbangkan prestasi di lapangan dan di kelas dengan system dan metode belajar yang konvensional. Sehingga seringkali terjadi atlet muda binaan PPLP yang memiliki bakat dan prestasi bagus namun harus mundur dari proses pembinaan karena tidak naik kelas.

Berdasarkan fenomena tersebut di atas maka semua stakeholder yang telah diassesment selama proses penulisan Naskah Akademik ini mendukung sepenuhnya pembentukan Sekolah Keolahragaan di Provinsi Selatan. Salah satunya adalah Herman Hading3 -kepala sekolah salah satu SMU favorit di Makassar selama 10 tahun lebih- juga sangat mendukung kebijakan ini. Herman mengakui bahwa sekolah olahraga akan sangat menantang dibandingkan sekolah regular dimana sekolah regular lebih berorientasi pada prestasi akademik dan sekolah olahraga harus menyeimbangkan antara prestasi kompetisi olahraga dan prestasi akademik. Arifuddin Usman4 menambahkan bahwa dengan kondisi istimewa dari atlet pelajar tersebut maka sekolah olahraga akan menjadi solusi terbaik untuk masa depan mereka. Dengan adanya sekolah olahraga maka pihak manajemen sekolah dapat mengaplikasikan system belajar mengajar yang berbeda dengan system konvensional untuk mendukung prestasi atlet pelajar di lapangan dan juga membantu para atlet pelajar dalam menyelesaikan tugas sekolahnya dengan metode pembimbingan supaya tetap sukses di bidang akademik. Rencana kebijakan ini kemudian gayung bersambut dengan kebijakan Departemen Pendidikan yang memberikan beasiswa dan jalur khusus bagi atlet pelajar untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi negeri unggulan. Universitas Hasanuddin dan Universitas Negeri Makassar telah memiliki MOU dengan Dinas Pemuda dan Olah Raga Prov. Sul-Sel untuk menerima atlet pelajar berprestasi di tingkat nasional dan regional di semua fakultas (kecuali ilmu kedokteran dan kedokteran gigi) tanpa melalui ujian masuk (SMPTN) seperti para pelajar lainnya.

Beberapa issu yang kemudian penting untuk disiapkan dalam rangka mendirikan sekolah keolahragaan di Prov. Sulawesi Selatan, yaitu: tingkatan pendidikan sekolah ini, cabang olah raga yang akan menjadi focus binaan, metode rekrutmen dan seleksi, kurikulum, peran pemerintah –pusat dan daerah- dan partisipasi masyarakat. Keenam issu ini telah distudi pada stakeholders yang

2 Pengelola PPLP Sul-Sel dan staf Seksi Pembinaan Olahraga Pelajar dan Mahasiswa, Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora), Prov. Sul-Sel.

3 Kepala Sekolah SMU 2 Makassar (Mantan Kepala Sekolah SMU 1 Makassar) dan juga mantan atlet daerah. 4 Dekan Fakultas Keguruan Olahraga, Universitas Negeri Makassar.

14

Page 15: Draft naskah akademik 11 august 2011

melibatkan dinas pendidikan, dinas pemuda dan olahraga, pakar pendidikan, pengurus cabang olahraga, dan atlet dan mantan atlet.

Untuk tingkatan pendidikan sekolah olahraga ini, mayoritas stakeholders mengusulkan tingkat SMP dan SMU dengan mempertimbangkan cabang olah raga tertentu. Hal ini dengan pertimbangan anak pada usia di kedua level pendidikan memiliki peluang besar untuk dibina dan dikembangkan lebih intens sehingga dapat memiliki fisik, skill, dan psikologi yang matang sebagai seorang atlet yang memiliki semangat kompetisi dan sportivitas yang tinggi. Sekolah olahraga yang sudah ada saat ini, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, juga membina atlet pelajar pada usia di level pendidikan ini. Untuk lebih fokusnya pembinaan atlet pelajar maka sebaiknya sekolah keolahragaan ini berbentuk Sekolah Menengah Kejuruan Olahraga yang setara dengan tingkat SMU.

Selanjutnya, cabang olahraga yang akan menjadi fokus pembinaan sekolah olahraga ini juga menjadi issu penting dalam menyiapkan kebijakan ini. Sebagai pertimbangan, PPLP saat ini membina 7 cabang olah raga yaitu sepak bola, atletik, sepak takraw, tinju, gulat, dayung dan pencak silat. Dr. Nukrawi5 memberikan beberapa pertimbangan untuk memilih cabang olah raga yaitu dengan mempertimbangkan prestasi cabang olahraga yang selama ini telah diraih Sul-Sel, seperti bela diri (karate, taekwondo, kempo, tinju dan pencak silat), anggar, renang indah, atletik, selancar angin, dan sepak takraw. Arifuddin Usman juga memiliki pemikiran yang sama dan menambahkan untuk lebih focus pada cabang perorangan dibandingkan beregu. Hal ini dengan mempertimbangkan efektifitas pelatihan dan dukungan sarana prasarana yang tentunya akan berdampak pada kebutuhan dana yang lebih besar. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah cabang olahraga yang merupakan bagian budaya kita seperti sepak takraw dan selama ini telah banyak menyumbang atlet nasional untuk berlaga di kompetisi internasional. Sumber daya air dan laut yang dimiliki oleh Sul-Sel juga menjadi potensi utama untuk pengembangan cabang olahraga khususnya selancar angin, mendayung, ski air, renang dan renang indah. Beberapa informan juga mengusulkan cabang sepak bola dengan pertimbangan bahwa Sul-Sel memiliki club sepak bola dengan prestasi baik di tingkat nasional dan selama ini telah banyak menyuplai atlet untuk masuk ke tim nasional. Secara umum semua informan setuju dengan focus pengembangan di 12 cabang olah raga berikut:

1. Sepak bola2. Sepak takraw3. Pencak Silat4. Dayung5. Tinju6. Karate7. Senam8. Anggar

5 Dosen Fakultas Keguruan Olahraga, Universitas Negeri Makassar15

Page 16: Draft naskah akademik 11 august 2011

9. Judo10.Aquatik/renang11.Atletik12.Gulat

III. Tinjauan Yuridis

1. Undang-Undang Dasar 1945 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian

(Lembaran Negara tahun 1974 Nomor 55, tambahan Lembaran Negara Nomor 304) sebagai mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169 tambahan Lembaran Negara nomor 3890)

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan;4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;6. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844)

8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah:

9. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional;

10.Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen;11.Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1984 tentang Olah Raga Profesional12.Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan:13.Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan keuangan

Daerah;14.Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan

Olahraga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 No 35)15.Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan

Pekan dan Kejuaraan Olahraga; (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 36);

16.Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2007 tentang Pendanaan Olahraga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 37)

17.Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;

18.Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah;

16

Page 17: Draft naskah akademik 11 august 2011

19.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan

20.Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru21.Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan

Penyelenggaraan Pendidikan;22.Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang

Standar Isi ;23.Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 Tentang

Standar Kompetensi Kelulusan (SKL ) 24.Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 Standar

Pengawas Sekolah/Madrasah ;25.Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 Standar

Kepala Sekolah/Madrasah ;26.Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 Standar

Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Guru ;27.Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 Sertifikasi

Guru dalam Jabatan;28.Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 Tentang

Standar Pengelolaan oleh Satuan Pendidikan, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah ;

29.Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 Tentang Standar Penilaian ;

30.Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Standar Sarana dan Prasarana Untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTS) dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA) ;

31.Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses.

32.Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009 Tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan

33.Peraturan Menteri Negara Pemuda Dan Olahraga Republik Indonesia Nomor: PER-0342.J/MENPORA/IX/2009 Tentang Badan Olahraga Profesional Indonesia (Bopi)

34.Peraturan Menteri Negara Pemuda Dan Olahraga Republik Indonesia Nomor 0275 Tahun 2010 Tentang Persyaratan Dan Mekanisme Pengangkatan Olahragawan Dan Pelatih Olahraga Berprestasi Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil

35.Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 035/U/2002 Tentang Pedoman Penataan Pegawai Negeri Sipil Unit Utama Dilingkungan Departemen Pendidikan Nasional ;

36.Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 051/U/2002 Tentang Penerimaan Siswa ;

17

Page 18: Draft naskah akademik 11 august 2011

37.Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah;

38.Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 2 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan;

39.Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 12 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008-2013;

40.Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 11 Tahun 2008 tentang Perubahan Perda Nomor 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Sulawesi Selatan;

41.Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 29 Tahun 2010 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian Tugas Jabatan Struktural pada Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Sulawesi Selatan

IV. Tujuan dan Sasaran Pengaturan

Penulisan Naskah Akademik ini dimaksudkan untuk memberikan justifikasi akademik melalui tinjauan Filosofi, Sosiologi dan Yuridis atas penyusunan Rancangan Pertauran Daerah tentang Sekolah Menengah Kejuruan Olahraga Tujuan besar dari penulisan Naskah akademik yang menjadi dasar penyusunan Rancangan Peraturan Daerah adalah memberikan sikap dan komitmen politik baru dan arah kebijakan yang betul-betul berpihak pada upaya pencapaian Sekolah Menengah Kejuruan Olahraga yang mandiri, demokratis dan memungkinkan semua orang untuk berpartisipasi secara efektif .

Adapun sasaran pengaturan yang dikemukakan dalam Naskah Akademik ini mencakup antara lain : Pembinaan dan pengembangan kelembangaan ; Pembinaan dan Pengembangan program latihan, standar isi, proses dan kompetensi kelulusan ; Pembinaan dan Pengembangan standar sarana dan prasarana olahraga dan

pendidikan ; Pembinaan dan Pengembangan tenaga keolahragaan serta cabang olahraga

yang akan dikembangkan ; Profesi pendidik dan tenaga kependidikan ; Kerjasama teknis dalam penyelenggaraan, Penjaminan dan pengendalian prestasi olahraga serta pengendalian mutu

pendidikan ; Pengembangan dan supervise kurikulum satuan pendidikan ; Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan uji kompetensi keolahragaan, akreditasi

dan sertifikasi ;

18

Page 19: Draft naskah akademik 11 august 2011

Keberlanjutan siswa pasca sekolah ; Sumber pendanaan operasional sekolah dan peran SKPD terkait ; Partisipasi masyarakat dan pemerintah daerah ;

19

Page 20: Draft naskah akademik 11 august 2011

V. Metode Pendekatan dan Penulisan.

Dalam penulisan Naskah Akademik ini, metode/pendekatan yang digunakan adalah melalui wawancara dengan para stakeholder cabang olahraga di Sulawesi Selatan studi literatur dan studi regulasi, yang didiskusikan dengan Tim. Adapun sistematika penulisan yang digunakan dalam Naskah Akademik ini seperti yang terurai dibawah ini :

a. Bagian Pertama:1. Sampul depan/cover2. Kata Pengantar3. Daftar Isi

b. Bagian Kedua1) Bab 1 Pendahuluan: (1) Ringkasan Latar Belakang; (2) Pokok-pokok

permasalahan; (3) Dasar Pemikiran perlunya peraturan Daerah (4) Tujuan dan Sasaran pengaturan; (5) Metode/Pendekatan Penulisan

2) Bab 2 Teori dan Analisis Fakta: menguraikan berbagai teori, gagasan-gagasan, dan konsepsi dari materi hukum yang ditinjau dari berbagai aspek atau bidang kehidupan yang terkait langsung dengan Peraturan Daerah yang akan dibuat, yang berasal dari hasil study literature dan studi regulasi , baik yang bersifat empiris maupun normative.

3) Bab 3 Ruang Lingkup Pengaturan Naskah Akademik Rancangan PeraturanDaerah: (1) Ketentuan Umum; (2) Materi Pokok yang akan diatur; (3) Ketentuan Peralihan (jika diperlukan); (4) Ketentuan penutup

c. Bagian ketigaBab 4 Penutup

d. Bagian keempatDaftar PustakaLampiran

20

Page 21: Draft naskah akademik 11 august 2011

BAB IITEORI DAN ANALISIS FAKTA

a. Penyelenggaraan Sekolah Menengah Kejuruan Olahraga.

Pendidikan muncul dalam berbagai bentuk dan paham. Pendidikan banyak dipahami sebagai wahana untuk menyalurkan ilmu pengetahuan, alat pembentukan watak, alat pelatihan ketrampilan, alat mengasah otak, serta media untuk meningkatkan ketrampilan kerja. Sementara bagi paham lain, pendidikan lebih diyakini sebagai suatu media atau wahana untuk menanamkan nilai-nilai moral dan ajaran keagamaan, alat pembentukan kesadaran bangsa, alat meningkatkan taraf ekonomi, alat mengurangi kemiskinan, alat mengangkat status social, alat menguasau teknologi, serta media untuk menguak rahasia alam raya dan manusia. Namun banyak praktisi dan pemikir pendidikan yang menempatkan pendidikan justru sebagai wahana untuk menciptakan keadilan social, wahana untuk memanusiakan manusia, serta wahana untuk membebaskan manusia (Fakih, 2001).

Berbagai kebudayaan dan keyakinan umat manusia, sesungguhnya terus-menerus berusaha untuk menjaga dan mempertahankan penyelenggaraan pendidikan secara turun-temurun. Penyelenggaraan pendidikan selanjutnya menjadi kewajiban kemanusiaan maupun sebagai strategi budaya dalam rangka mempertahankan kehidupan mereka. Itulah makanya, melihat begitu pentingnya pendidikan bagi umat manusia, banyak peradaban manusia yang “mewajibkan” masyarakatnya untuk tetap menjaga keberlangsungan pendidikan.

Dalam perspektif ini, olahraga pendidikan sangat berperan dalam wahana membangun potensi manusia agar menjadi individu yang terdidik secara optimal, baik fisik, mental, dan sosial, serta berguna bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Olahraga pendidikan harus dikembangkan secara terarah dan terencana serta sejajar dengan institusi pendidikan lainnya. Selama ini, pendidikan jasmani dan olahraga, masih menjadi pelengkap, untuk tidak dikatakan sebagai ”anak tiri” dalam pengembangan sistem pendidikan nasional. Pelaksanaan pendidikan jasmani dan olahraga di sekolah dalam kondisi yang belum efektif sebagaimana yang diharapkan, baik dalam tataran intrakurikuler maupun ekstrakurikuler.

Olahraga pendidikan adalah pendidikan jasmani dan olahraga yang dilaksanakan sebagai bagian proses pendidikan yang teratur dan berkelanjutan untuk memperoleh pengetahuan, kepribadian, ketrampilan, kesehatan, dan kebugaran jasmani (pasal 1 angka 11 UU Sistem Keolahrgaan Nasional). Dengan menjadikannya sebagai pendidikan yang teratur dan berkelanjutan, maka olahraga pendidikan diharapkan melahirkan atlet-atlet yang berpretasi di level nasional dan internasional.

Selama ini, terutama di Indonesia, anggapan social cenderung merendahkan prestasi jasmani dan mengecilkan perannya dalam kegiatan yang lebih “serius” seperti bekerja dan bersekolah. Howard Gardner mengemukakan bahwa, gambaran

21

Page 22: Draft naskah akademik 11 august 2011

tentang penggunaan tubuh sebagai salah satu bentuk kecerdasan mungkin pada awalnya cukup mengejutkan. Terdapat jurang yang lebar dalam tradisi cultural kita antara kegiatan penalaran, pada satu sisi, dan kegiatan jasmaniah kita, pada sisi lain. Pemisahan antara yang “mental” dan “jasmniah” seringkali diiringi dengan gagasan bahwa apa yang kita lakukan dengan tubuh kita adalah kurang istimewa, kurang utama, dari kegiatan-kegiatan pemecahan masalah yang dilakukan lebih banyak oleh penguasaan bahasa,logika, atau system simbolik lain yang lebih abstrak (Rakhmat, 2005).

Belajar melibatkan pembentukan kecakapan, dan kecakapan dalam setiap hal dibentuk melalui gerakan otot—tidak hanya kecakapan fisik seperti para atlet,penatri, atau pekerja kasar, tetapi juga kecakapan intelektual dalam ruang kelas atau tempat kerja. Penelitian mutakhir membuktikan gerakan jasmaniah berhubungan dengan system saraf. Dalam sebuah penelitian terhadap sekitar 500 anak di Kanada, murid yang menghabiskan waktu tambahan setiap harinya di ruang olahraga mampu mengerjakan ujian lebih baik ketimbang mereka yang kurang aktif berolahraga. Hal serupa dapat ditemui pada lelaki dan perempuan di usia 50-an dan 60-an yang mengikuti program latihan aerobic selama 4 bulan berupa jalan-jalan santai; mereka mampu meningkatkan hasil tes mental mereka sebanyak 10 %. Dan dalam pengamatan terhadap 13 hasil penelitian yang berbeda tentang kaitan olahraga/daya otak, ditemukan bahwa olahraga dapat menstimulasi perkembangan otak yang sedang tumbuh dan mencegah kemunduran otak yang menua (Rakhmat, 2005).

Dengan demikian, selain olahraga menstimulasi perkembangan otak di satu sisi, talenta olahraga merupakan salah satu kecerdasan yang dikenal sebagai bodily-kinesthetic intelligence. Olahragawan adalah orang-orang cerdas yang harus difasilitasi untuk berkembang dan berprestasi. Karena kecerdasan bodily-kinesthetic intelligence belum mendapat perhatian memadai dalam sistem pendidikan nasional, maka olahragawan menjadi terabaikan.

Tidak hanya Indonesia, negara Amerika Serikat pun pernah mencap orang-orang yang bertalenta di olahraga sebagai anak-anak nakal dan bodoh di sekolah formal. Nama Babe Ruth adalah salah satu pencetak rekor dunia terproduktif di Amerika Serikat dalam olahraga baseball. Di sekolah, Babe Ruth adalah seorang siswa yang nakal dan memiliki nama buruk di sekolah (Hotimah, 2008). Dia dicap nakal karena sekolah tempat Babe Ruth bersekolah tidak mengakomodasi bodily-kinesthetic intelligence.

Kecerdasan kinestetik (bodily-kinesthetic intelligence) jika diakomodasi dalam sistem pendidikan dipercaya akan melahirkan olahragawan yang berprestasi di level yang lebih tinggi. Karena itu, Negara-negara maju membangun sekolah-sekolah khusus untuk mengakomodasi mereka yang memiliki bodily-kinesthetic intelligence.

22

Page 23: Draft naskah akademik 11 august 2011

b. Pola Rekruitmen Siswa Sekolah Menengah Kejuruan Olahraga

Hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam upaya mendorong lahirnya atlet-atlet yang berprestasi diberbagai bidang olahraga adalah system rekruitmen dan seleksi siswa . Metode rekrutmen dan seleksi siswa yang akan dibina sebagai atlet pelajar di sekolah Menengah Kejuruan Olahraga tentu sangat penting, karena sangat menentukan dalam hal mendapatkan input yang berkualitas dan kemudian diharapkan dapat memberikan output yang lebih cemerlang. Dalam proses seleksi sebaiknya mempertimbangkan 4 hal utama yaitu:

1. Fisik2. Kemampuan teknik/Keterampilan3. Intelegensi4. Psikologi

Mengidentifikasi calon-calon siswa sebagai bagian dari proses seleksi dilakukan dengan memanfaat kegiatan kompetisi antar pelajar yang selama ini telah dilakukan secara regular baik oleh Dinas Pemuda dan Olahraga Prov. Sul-Sel maupun oleh KONI Sul-Sel melalui kompetisi yang diselenggarakan oleh pengurus daerah setiap cabang olahraga. Selanjutnya jadwal seleksi dilakukan pada masa libur sekolah dan dapat dilakukan baik di daerah maupun di Makassar. Proses seleksi akan dilakukan secara terbuka dan transparan dengan senantiasa menjunjung tinggi nilai sportivitas dan fairness agar supaya calon siswa yang terseleksi adalah anak yang memiliki bakat, talenta dan spirit yang terbaik yang berumur antara 15 – 17 tahun.

Proses seleksi bisa dilakukan dalam bentuk sebagai berikut:1. Seleksi keterampilan cabang olah raga. 2. Seleksi kemampuan khusus melalului laboratorium.3. Seleksi kesehatan.4. Seleksi psikologi.5. Wawancara.

Setelah menyeleksi atlet-atlet pelajar yang akan dibina di sekolah ini, factor penting selanjutnya adalah metode belajar mengajar dan kurikulum yang digunakan di sekolah ini nanti. Sekolah ini berbentuk formal dengan system asrama dan memiliki system belajar mengajar yang berorientasi pada penyeimbangan pengembangan fisik, keterampilan olahraga, karakter dan akademik. Kurikulum yang dilakukan mengacu ke kurikulum standar Departemen Pendidikan Nasional dengan menyesuaikan kemampuan dan kebutuhan para siswa. Sekolah ini akan menyiapkan metode khusus yang akan membantu siswa jika meninggalkan kelas karena harus mengikuti kompetisi di luar daerah. Sekolah juga akan menyiapkan metode bimbingan khusus bagi siswa yang mengalami kesulitan dalam proses

23

Page 24: Draft naskah akademik 11 august 2011

belajar sehingga siswa bisa tetap mengikuti pelajaran. Sekolah juga senantiasa memperhatikan asupan gizi bagi para siswa dan memberikan pemantauan medis secara intens untuk memastikan siswa-siswa tetap dalam kondisi sehat dan fit. Selain bimbingan medis, sekolah juga menyiapkan bimbingan psikology untuk mendukung pembangunan karakter para atlet pelajar. Untuk mendukung system ini maka guru-guru yang akan mengajar di sekolah ini akan diseleksi khusus dan kemudian diberikan pelatihan spesifik agar kelak memiliki keterampilan sendiri dalam mengajar dan membimbing atlet-atlet pelajar ini. Demikian halnya dengan pihak manajemen sekolah dan tenaga pendukung lainnya (dokter dan psikolog) akan diseleksi dan dilatih khusus untuk memastikan bahwa semua pihak paham dam memberikan dukungan yang sepenuhnya pada pengembangan atlet pelajar yang berprestasi dan berkarakter.

Semua informan memberikan dukungan penuh dan menaruh harapan besar pada sekolah olahraga ini. Untuk mewujudkan sekolah ini menjadi pusat pembinaan dan pengembangan atlet pelajar yang professional maka diharapkan dukungan dan komitmen penuh pihak pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat, dengan mengalokasikan anggaran (APBD dan APBN) untuk membiayai pembangunan sarana prasarana dan mendukung biaya operasional sekolah ini. Selain itu, kebijakan pembinaan olahraga daerah dan nasional ke depan diharapkan memposisikan sekolah ini sebagai mitra strategis sehingga sekolah ini tetap berjalan secara berkesinambungan. Keterlibatan pihak swasta untuk ikut memberikan sokongan dana atau manajemen tentu akan membuat sekolah ini bisa beroperasi jauh lebih berkualitas. Tak kalah pentingnya adalah dukungan masyarakat dalam bentuk apresiasi semangat untuk para atlet pelajar dengan menghargai komitmen sportivitas mulai dari proses seleksi hingga ke kompetisi yang diikuti oleh siswa binaan menjadi potensi terbesar untuk pengembangan sekolah ini ke depan.

ANALISIS WAWANCARA

Secara umum responden setuju pendirin sekolah khusus untuk olahragawan. Pendirian sekolah tersebut diperlukan karena Sulawesi Selatan adalah salah satu dari delapan provinsi yang mendapat tugas dari pemerintah pusat sebagai pusat pengembangan olahraga di Indonesia.

Penunjukkan Sulawesi Selatan sesuai dengan prestasi selama ini, di mana Sulawesi Selatan selalu berkontribusi, yaitu atlet-atlet dari provinsi selalu terlibat pada Sea Games. Prestasi secara nasional juga cukup membanggakan.

Selama ini pengembangan olahraga di Sulawesi Selatan, bahkan di Indonesia, masih terbatas pada hobi dan kesenangan, sehingga para orangtua belum melihat olahraga sebagai sebuah profesi yang mempunyai masa depan dan bernilai ekonomis. Dengan pendirian sekolah secara formal, persepsi masyarakat dapat diubah bahwa olahraga pun dapat menjadi pilihan profesi yang mempunyai masa depan.

24

Page 25: Draft naskah akademik 11 august 2011

Dengan adanya sekolah khusus untuk olahragwaan secara formal, berarti ada pengakuan terhadap pendidikan keolahragaan. Di samping itu, mereka yang mempunyai bakat dan kemampuan dalam olahragawan mendapat pendidikan umum yang memadai untuk bekal ke depan.

Sekolah khusus ini, untuk langkah awal didirikan di tingkat Provinsi, kemudian pada tahap selanjutnya didirikan di tingkat Kabupaten/Kota sesuai kebutuhan dan perkembangan. Sedangkan cabang-cabang olahraga sebanyak 12 itu dapat dikembangkan, namun perlu pertimbangan sesuai dengan kemampuan, misalnya fasilitas pelatihan, tenaga pendidik, dan sebagainya.

Jika kemampuan provinsi hanya bisa mengembangkan beberapa cabang olahraga, sebaiknya tidak dipaksakan untuk mengembangkan seluruhnya. Adalah lebih baik jika perhatian lebih diutamakan pada olahraga beregu, seperti sepak bola dan sepak takraw.

Secara tradisional, sepak takraw, merupakan olahraga mempunyai akar yang mendalam di Sulawesi Selatan, di mana terdapat cukup sumber daya, baik anak-anak yang menekuni maupun tenaga kepelatihan. Olahraga lain yang cukup mengakar adalah sepakbola, sedangkan pencak silat, kempo, karate, dan yudo bukan budaya Sulawesi Selatan, tapi cocok dikembangkan karena sesuai dengan karakter orang Sulawesi Selatan.

Potensi anak-anak di Sulawesi Selatan cukup besar, namun sistem yang dikembangkan selama ini tidak terpadu. Karena itu, diperlukan keterpaduan antara sekolah yang akan didirikan dengan pusat-pusat pelatihan olahragawaan yang telah ada, baik formal maupun nonformal. Sekolah ini harus memiliki jaringan dan hubungan dengan lembaga maupun klub-klub kepelatihan yang ada.

Pola rekruitmen harus jelas dan berstandar. Calon siswa berasal dari Kabupaten/Kota. Model rekrutmen mengacu pada 4 komponen : (1) Fisik; (2) Kemapuan tehknik/Keterampilan; (3) Taktis intelegensi; dan (4) Psikologi. Dengan demikian, ada indikator yang jelas siapa yang diterima di sekolah olahragawan tersebut. Seleksi juga bisa dilakukan oleh Kabupaten/Kota dengan menyelenggarakan pertandingan di tingkat daerah Kabupaten/Kota yang dilakukan dengan bekerjsama KONI atau induk olahraga.

Model pembelajaran menggunakan modul dengan perimbangan sesuai dengan kebutuhan. Perimbangan kurikulum adalah 50 – 70 % untuk pengembangan kemampuan dan ketrampilan olahragawan, sedangkan 30 – 50 berupa pelajaran umum. Sekolah ini adalah sekolah formal, maka model pembelajaran harus memperhatikan prestasi dan kemampuan siswa, serta pengathuan umum.

Kurikulum juga harus mengikuti perkembangan nasional dan global. Misalnya pendidikan enterpreneuship pun harus diajarkan kepada siswa di sekolah olahragawan, agar suatu waktu bisa menjadi bekal bagi mereka hendak masuk ke dalam dunia wiraswasta.

25

Page 26: Draft naskah akademik 11 august 2011

Lulusan dari sekolah olahragawan mempunyai posisi yang sama dengan lulusan sekolah lain, sehingga selain mereka bisa melanjutkan pendidikan keolahragaan di Perguruan Tinggi, mereka juga dengan mudah melanjutkan di pendidikan umum sesuai dengan keinginan, minat dan bakat mereka.

Lulusan sekolah olahragwaan ini pun mempunyai peluang yang sama untuk mengakses bidang profesi lain, karena mempunyai pengetahuan yang cukup di luar bidang olahraga. Itu berarti, lulusan sekolah olahraga pun tidak perlu mendapat “jaminan khusus” seperti sekarang, tetapi dapat berkompetisi dengan luaran sekolah lain.

Dari sisi sarana-prasarana sekolah olahraga, pemerintah provinsi tentu akan mendapat dukungan dari pusat. Namun Pemerintah Provinsi juga menggalang dari dari Pemerintah Kabupaten/Kota, serta BUMN dan swasta. Dispora sebagai SKPD yang bertanggungjawab harus mampu menggerakkan semua potensi daerah untuk mendukung pengembangan sekolah ini.

Salah satu masalah terbesar dari pembinaan dan pengembangan olahraga di Sulawesi Selatan adalah minimnya fasilitas pelatihan, termasuk sebagian fasilitas sudah ketinggalan zaman. Di samping itu, tenaga pendidik/pelatih pun tidak mampu mengikuti perkembangan sistem dan metode kepalatihan yang berkembang di dunia.

26

Page 27: Draft naskah akademik 11 august 2011

KESIMPULAN

Sebaiknya sekolah olahragawan yang akan didirikan adalah Sekolah Kejuruan Olahragawan (SKO) pada level menengah, sehingga lulusannya selain mempunyai keahlian dalam cabang olahraga tertentu, mereka juga memiliki ijazah untuk pendidikan secara formal;

Sekolah ini berada di level provinsi, dan ke depan bisa dikembangkan pada daerah Kabupaten/Kota;

Model pendidikan sebaiknya menggunakan sistem modul dengan memperhatikan perimbangan pembelajaran; antara 50 – 70 % pengembangan prestasi siswa, sisanya 30 – 50 % untuk pendidikan umum.

Sebagai sekolah formal, lulusan sekolah ini memiliki ijazah dan setara dengan sekolah formal lainnya, sehingga mereka mempunyai keleluasaan dalam memasuki Perguruan Tinggi.

Rekruitmen siswa harus menggunakan standar nasional, sehingga memudahkan pembinaan dan pengembangan prestasi siswa;

Selain dari APBN dan APBD Provinsi Sulawesi Selatan, Kabupaten/Kota berkontribusi dalam bentuk beasiswa untuk siswa dari masing-masing daerah; Beasiswa juga dapat berasal dari BUMN dan Swasta.

27

Page 28: Draft naskah akademik 11 august 2011

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito, L.S., 2007. Mental Juara : Modal Atlet Brprestasi. PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Denim, S., 2006. Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan. Cetakan kedua. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Dewey, J., 1964. Democracy and Education : An Introduction to the Philosophy of Education. MacMillan, New York.

Fakih, M., 2001. “Komodifikasi Pendidikan Sebagai Ancaman Kemanusiaan.” Pengantar untuk Buku Kapitalisme Pendidikan : Antara Kompetisi dan Keadilan. Insist-Cindelaras-Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Foer, F., 2006. Memahami Dunia Lewat Sepakbola : Kajian Tak Lazim tentang Sosial-Politik Globalisasi. Marjin Kiri, Jakarta.

Gardner, H., 1995. Multiple Intelligences. Basic Books, New York. Gunarsa, S.D., 2004. Psikologi Olahraga Prestasi. PT. BPK Gunung Mulia, Jakarta. Hotimah, 2008. The Stupid Mans : Orang-orang Bodoh yang Menggemparkan

Dunia. Cemerlang Publishing, Yogyakarta.Husdarta, H.J.S., 2010. Psikologi Olahrga. Alfabeta, Bandung. Ihsan, F., 2001. Dasar-Dasar Kependidikan. PT. Rineka Cipta, Jakarta.Mahfud, C., 2009. Pendidikan Mutlikultural. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.Nugroho, R., 2008. Kebijakan Pendidikan Yang Unggul. Pustaka Pelajar,

Yogyakarta.Rakhmat, J., 2005. Belajar Cerdas : Belajar Berbasiskan Otak. MLC, Bandung. Salam, B., 1997. Pengantar Pedagogik : Dasar-Dasar Ilmu Mendidik. PT. Rineka

Cipta, Jakarta. Simonton, D.K., 1984. Genius, Creativity, and Leadership. Harvard University Press.Sindhunata (ed), 2001. Pendidikan : Kegelisahan Sepanjang Zaman. Kanisius,

Yogyakarta.Supriadi, D., 1994. Kreativitas, Kebudayaan & Perkembangan Iptek. Alfabeta,

Bandung. Tilaar, H.A.R., 2000. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. PT. Rineka Cipta,

Jakarta. Torrance, E.P., 1973. “Cross-Cultural Studies of Creative Development in Seven

Selected Societies.” Educational Trends, 8 (1).Wahono, F. 2001. Kapitalisme Pendidikan : Antara Kompetisi dan Keadilan. Insist-

Cindelaras-Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Waworuntu, B., 1986. The Research Productivity of Faculty in Indonesiaan Publik

Higher Education. Dissertation State University of New York.

28