dr satya g - pedoman untuk tatalaksana

48
Pedoman Untuk Tatalaksana Perdarahan Intraserebral Spontan Pedoman untuk professional perawatan kesehatan dari Assosiasi Jantung Amerika/Assosiasi Stroke Amerika Akademi Neurologi Amerika menegaskan nilai pedoman ini sebagai alat edukasi untuk dokter saraf. Assosiasi Dokter Bedah Saraf Amerika dan Konggres Dokter Bedah Saraf telah meneliti dokumen ini dan menegaskan isi edukatifnya. Tujuan – Sasaran pedoman ini adalah memberikan rekomendasi masa kini dan komprehensif untuk diagnosis dan perawatan perdarahan intraserebral spontan akut. Metoda – Suatu upaya pencarian formal di literatur MEDLINE telah dilakukan. Data disintesis dengan menggunakan tabel bukti. Anggota komite penulis bertemu melalui teleconference untuk mendiskusikan rekomendasi yang berasal dari data. Algoritma penentuan derajat bukti dari dewan Stroke Assosiasi Jantung Amerika digunakan untuk menentukan derajat masing-masing rekomendasi. Tinjauan pra-publikasi terhadap draft pedoman dilakukan oleh 6 pemeriksa ahli dan oleh anggota Komite Pernyataan Ilmiah Dewan Stroke dan Komite Pimpinan Dewan Stroke. Ada maksud untuk memperbarui pedoman ini secara menyeluruh dalam waktu 3 tahun. Hasil – Pedoman yang berbasis bukti diberikan untuk perawatan pasien yang memperlihatkan perdarahan intraserebral. Fokusnya dibagi menjadi diagnosis, hemostasis, tatalaksana tekanan darah, tatalaksana rawat inap dan tugas perawat, mencegah komorbiditas 1

Upload: ichsan-safwannoor

Post on 26-Jul-2015

92 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

Pedoman Untuk TatalaksanaPerdarahan Intraserebral Spontan

Pedoman untuk professional perawatan kesehatan dari Assosiasi Jantung Amerika/Assosiasi Stroke Amerika

Akademi Neurologi Amerika menegaskan nilai pedoman ini sebagai alat edukasi untuk dokter saraf.

Assosiasi Dokter Bedah Saraf Amerika dan Konggres Dokter Bedah Saraf telah meneliti dokumen ini dan

menegaskan isi edukatifnya.

Tujuan – Sasaran pedoman ini adalah memberikan rekomendasi masa

kini dan komprehensif untuk diagnosis dan perawatan perdarahan

intraserebral spontan akut.

Metoda – Suatu upaya pencarian formal di literatur MEDLINE telah

dilakukan. Data disintesis dengan menggunakan tabel bukti.

Anggota komite penulis bertemu melalui teleconference untuk

mendiskusikan rekomendasi yang berasal dari data. Algoritma

penentuan derajat bukti dari dewan Stroke Assosiasi Jantung

Amerika digunakan untuk menentukan derajat masing-masing

rekomendasi. Tinjauan pra-publikasi terhadap draft pedoman

dilakukan oleh 6 pemeriksa ahli dan oleh anggota Komite

Pernyataan Ilmiah Dewan Stroke dan Komite Pimpinan Dewan Stroke.

Ada maksud untuk memperbarui pedoman ini secara menyeluruh dalam

waktu 3 tahun.

Hasil – Pedoman yang berbasis bukti diberikan untuk perawatan

pasien yang memperlihatkan perdarahan intraserebral. Fokusnya

dibagi menjadi diagnosis, hemostasis, tatalaksana tekanan darah,

tatalaksana rawat inap dan tugas perawat, mencegah komorbiditas

medis, terapi bedah, prediksi outcome, rehabilitasi, pencegahan

rekurensi, dan pertimbangan untuk masa depan.

Kesimpulan – Perdarahan intraserebral adalah suatu kondisi medis

serius yang outcomenya dapat dipengaruhi oleh perawatan agresif

1

Page 2: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

dini. Pedoman ini memberikan kerangka kerja untuk perawatan yang

diarahkan ke sasaran pada pasien perdarahan intraserebral.

Kata kunci: Pernyataan ilmiah AHA, perdarahan intraserebral,

perawatan, diagnosis, tekanan intrakranial, hidrosefalus,

pembedahan

Perdarahan Intra-Serebral (PIS) spontan, nontraumatik,

adalah penyebab signifikan morbiditas dan mortalitas di seluruh

dunia. Walaupun banyak yang telah dilakukan terhadap tidak adanya

terapi yang sasarannya spesifik, tetapi jauh lebih sedikit yang

telah ditulis tentang keberhasilan dan sasaran perawatan medis

agresif dan perawatan bedah untuk penyakit ini. Penelitian

terbaru yang berbasis populasi menunjukkan bahwa sebagian besar

pasien memperlihatkan PIS kecil yang dapat diselamatkan dengan

mudah oleh perawatan medis yang baik. Ini menunjukkan bahwa

perawatan media yang sangat baik mungkin mempunyai pengaruh

langsung dan poten terhadap morbiditas dan mortalitas PIS

sekarang, bahkan sebelum suatu terapi spesifik ditemukan. Memang,

sebagaimana didiskusikan lebih akhir, secara keseluruhan agresi-

fitas perawatan PIS adalah berkaitan langsung dengan mortalitas

dari penyakit ini. Oleh karena itu salah satu tujuan pedoman ini

adalah mengingatkan klinikus tentang pentingnya perawatan dalam

menentukan outcome PIS, dan untuk memberikan suatu kerangka-kerja

yang berbasis-bukti untuk perawatan tersebut.

Agar pedoman ini singkat dan berguna untuk klinikus yang

berpraktek, maka pembaca kami persilahkan mencari artikel lain

untuk rincian epidemiologi PIS. Begitu juga, ada banyak

penelitian klinik yang sedang berlangsung diseluruh dunia yang

berkaitan dengan penyakit ini. Pembaca kami anjurkan mempertim-

bangkan mencari referensi untuk pasien ke upaya-upaya penting ini

yang dapat ditemukan pada http//www.strokecenter.org/trial/. Kami

tidak akan mendiskusikan penelitian yang sedang berlangsung

tersebut karena kami tidak dapat meliput semuanya; fokus

pernyataan ini adalah pada terapi yang tersedia sekarang.

2

Page 3: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

Terakhir, suatu pedoman baru tentang stroke pediatrik telah

dipublikasikan, ini menghindari kebutuhan untuk mengulang masalah

-masalah tentang PIS pediatrik disini.

Pedoman PIS terakhir diterbitkan tahun 2007, dan artikel ini

berperan memperbarui pedoman tersebut. Dengan demikian, perbedaan

dengan rekomendasi sebelumnya disebutkan dalam penelitian yang

sekarang. Grup penulis bertemu per tilpon untuk menentukan

subkategori yang akan dievaluasi. Ini meliputi diagnosis

emergency dan penilaian PIS dan penyebabnya; hemostasis, tekanan

darah, tekanan intrakranial (ICP)/demam/glukosa/kejang/hidrose-

falus; besi; pemantauan tekanan intrakranial/oksigenasi jaringan;

penyingkiran bekuan; perdarahan intraventrikel; withdrawal

dukungan teknologi; pencegahan rekurensi PIS; perawatan oleh

paramedik; rehabilitasi/pemulihan; pertimbangan untuk masa depan.

Masing-masing subkategori dipimpin oleh seorang penulis ditambah

satu atau dua penulis lagi untuk memberi kontribusi. Pencarian

penuh di MEDLINE dilakukan terhadap semua artikel yang berbahasa

Inggris tentang perawatan penyakit manusia yang relevan.

Rancangan ringkasan dan rekomendasi diedarkan ke seluruh grup

penulis untuk umpan balik. Konferensi dilakukan untuk mendiskusi-

kan masalah yang kontroversial. Rancangan yang dihasilkan dikirim

ke seluruh grup penulis untuk dikomentari. Komentar dimasukkan

oleh Wakil Pimpinan dan Pimpinan, dan seluruh komite diminta

menyetujui rancangan final. Perubahan pada dokumen dibuat oleh

Pimpinan dan Wakil dalam respon kepada tinjauan dari rekan, dan

dokumen itu sekali lagi dikirim ke seluruh grup penulis untuk

saran perubahan dan persetujuan. Rekomendasi mengikuti metoda

Dewan Stroke Assosiasi Jantung Amerika dalam mengklasifikasikan

tingkat kepastian effek terapi dan golongan bukti (tabel 1 dan

2). Semua rekomendasi golongan I dimuat dalam Tabel 3.

Diagnosis Darurat dan Penilaian PIS dan Penyebabnya

PIS adalah suatu darurat medis. Diagnosis cepat dan tatalaksana

yang penuh perhatian terhadap pasien PIS adalah sangat penting

3

Page 4: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

karena deteriorasi dini sering terjadi dalam beberapa jam pertama

setelah awitan PIS. Lebih dari 20% pasien akan mengalami

penurunan pada Glasgow Coma Scale (GCS) >= 2 point antara

penilaian pelayanan medis darurat pra-rumah sakit dan evaluasi

pertama di bagian gawat darurat. Diantara pasien yang mengalami

penurunan neurologis pra-rumah sakit, skor GCS turun dengan rata

6 point dan tingkat mortalitas >75%. Lebih lanjut, dalam jam

pertama berada di rumah sakit, 15% pasien memperlihatkan

penurunan skor GCS >= 2 point. Risiko untuk deteriorasi neuro-

logis dini dan tingginya tingkat outcome buruk jangka-panjang

menggaris-bawahi perlunya tatalaksana dini yang agresif.

Tatalaksana pra-rumah sakit

Tujuan utama pelayanan pra-rumah sakit adalah memberikan dukungan

ventilasi dan kardiovaskuler dan mengangkut pasien ke fasilitas

terdekat yang siap untuk merawat pasien stroke akut (baca seksi

Tatalaksana Bagian Gawat Darurat dibawah ini). Prioritas kedua

untuk dilaksanakan petugas pelayanan medis darurat meliputi

memperoleh riwayat yang terfokus tentang saat terjadinya awitan

gejala (atau saat terakhir pasien terlihat normal) dan informasi

tentang riwayat medis, pengobatan dan penggunaan obat. Terakhir,

petugas pelayanan medis darurat harus memberitahu kepada Bagian

Gawat Darurat tentang akan datangnya pasien yang mungkin

mengalami stroke sehingga jalur-jalur yang kritikal dapat disiap-

kan dan pelayanan konsultasi dapat disiagakan. Pemberitahuan

sebelumnya kepada pelayanan medis darurat telah diperlihatkan

secara signifikan memperpendek tenggang waktu ke CT scan di

Bagian Gawat Darurat.

Tatalaksana Bagian Gawat Darurat

Adalah sangat penting bahwa setiap IGD disiapkan untuk merawat

pasien PIS atau mempunyai rancangan untuk transfer cepat ke pusat

perawatan tertier. Sumber daya penting yang diperlukan untuk

menatalaksanakan pasien dengan PIS meliputi fasilitas neurologi,

neuroradiologi, bedah saraf, dan fasilitas perawatan kritikal

4

Page 5: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

termasuk secara adekuat melatih paramedik dan dokter. Didalam

IGD, pelayanan konsultasi yang layak harus dihubungi secepat

mungkin dan evaluasi klinis harus dilaksanakan secara efisien,

dimana dokter dan perawat bekerja secara parallel. Tabel 4

menjelaskan komponen integral dari riwayat, pemeriksan fisik dan

pemeriksaan diagnostik yang harus dilakukan di IGD.

Untuk pasien PIS, tatalaksana darurat mungkin meliputi

intervensi bedah saraf untuk evakuasi hematoma, drainase

ventrikel eksternal atau pemantauan invasif dan perawatan tekanan

intra-kranial (TIK), tatalaksana tekanan darah, intubasi, dan

mengatasi koagulopati. Walaupun banyak senter mempunyai jalur

kritikal yang dikembangkan untuk merawat stroke iskhemik akut,

tetapi hanya beberapa yang mempunyai protokol untuk tatalaksana

PIS. Jalur tersebut memungkinkan tatalaksana yang lebih efisien,

standar, dan terintegrasi untuk pasien PIS yang kondisinya

kritis.

Neuro-imaging

Awitan mendadak gejala neurologis fokal dianggap asalnya

vaskuler, sampai terbukti lain. Tetapi tidak mungkin mengetahui

apakah gejala disebabkan oleh iskhemia atau perdarahan

berdasarkan karakteristik klinis saja. Muntah, tekanan darah

sistolik >220 mm Hg, nyeri kepala hebat, coma atau turunnya

tingkat kesadaraan, dan progresi dalam beberapa menit atau

beberapa jam semuanya menunjukkan PIS, walaupun tidak satupun

dari temuan ini adalah spesifik; dengan demikian neuroimaging

adalah wajib. CT dan MRI keduanya masuk akal untuk evaluasi awal.

CT adalah sangat sensitive untuk mengidentifikasi perdarahan akut

dan dianggap sebagai standar emas; gradient echo dan MRI yang

ditimbang-T2 adalah sama sensitifnya dengan CT untuk mendeteksi

darah akut dan lebih sensitif untuk identifikasi perdarahan

sebelumnya. Waktu, biaya, kedekatan ke IGD, toleransi pasien,

status klinik, dan tersedianya MRI mungkin menjadi rintangan

untuk MRI darurat pada sebagian kasus.

5

Page 6: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

Tingginya tingkat deteriorasi neurologis dini setelah PIS

secara parsial berkaitan dengan perdarahan aktif yang mungkin

berlangsung berjam-jam setelah awitan gejala. Lebih singkatnya

tenggang waktu antara awitan gejala dengan neuroimaging pertama,

maka bertambah mungkin bahwa neuroimaging berikutnya akan

memperlihatkan ekspansi hematoma. Diantara pasien yang menjalani

CT kepala dalam 3 jam setelah awitan PIS, 28% sampai 38%

mempunyai ekspansi hematoma lebih dari sepertiga pada CT follow-

up. Ekspansi hematoma meramalkan deteriorasi klinik dan mening-

katkan morbiditas dan mortalitas. Dengan demikian, mengidentifi-

kasi pasien yang beresiko untuk ekspansi hematoma adalah bidang

aktif riset. Angiografi CT dan CT yang ditingkatkan kontras dapat

mengidentifikasi pasien yang berisiko tinggi untuk ekspansi PIS

berdasarkan adanya ekstravasasi kontras didalam hematoma.

MRI/angiogram/venogram dan angiogram/venogram CT adalah cukup

sensitive untuk mengidentifikasi penyebab sekunder perdarahan,

termasuk malformasi arteriovena, tumor, moyamoya, dan trombosis

vena serebral. Angiogram kateter dapat dipertimbangkan jika ada

kecurigaan klinis yang tinggi atau pemeriksaan noninvasive

menunjukkan adanya penyebab vaskuler yang mendasari. Kecurigaan

klinis tentang penyebab sekunder PIS mungkin meliputi prodrome

nyeri kepala, gejala neurologis atau konstitusional. Kecurigaan

radiologis tentang penyebab sekunder PIS akan timbul oleh adanya

perdarahan subarachnoid, bentuk hematoma yang tidak lazim (tidak

bulat), adanya edema yang diluar proporsi sejak dini dalam PIS

yang terlihat dalam imaging pertama, lokasi perdarahan yang tidak

lazim, dan adanya struktur abnormal lain didalam otak misalnya

suatu benjolan. Venogram CT atau MR harus dilakukan jika lokasi

perdarahan, dalam kaitan dengan volume edema, atau signal

abnormal di sinus serebral pada neuroimaging rutin menunjukkan

trombosis vena serebral.

Sebagai ringkasan, PIS adalah suatu keadaan darurat medis,

yang ditandai oleh morbiditas dan mortalitas tinggi, dan harus

didiagnosis dengan segera dan ditatalaksanakan secara agresif.

6

Page 7: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

Ekspansi hematoma dan deteriorasi dini sering terjadi dalam

beberapa jam pertama setelah awitan.

TABEL 2. Definisi golongan dan tingkat bukti yang digunakan oleh Rekomendasi

Dewan Stroke Assosiasi Jantung Amerika.

Golongan I Kondisi dimana ada bukti untuk dan/atau

kesepakatan

umum bahwa prosedur atau terapi adalah

berguna dan

effektif.

Golongan II Kondisi dimana ada bukti yang bertentangan

dan/atau

perbedaan opini tentang kegunaan/efikasi suatu

prosedur atau terapi.

Golongan IIa Bobot bukti atau opini mendukung prosedur atau

terapi.

Golongan IIb Kegunaan/efikasi kurang didukung bukti atau

opini.

Golongan III Kondisi dimana ada bukti dan/atau kesepakatan

umum

Bahwa prosedur atau terapi tidak berguna/effektif

dan

Pada sejumlah kasus mungkin berbahaya

Rekomendasi Terapi

Bukti Tingkat A Data berasal dari beberapa trial klinik

acak atau meta-

analisis

Bukti tingkat B Data berasal dari satu trial acak atau

penelitian tidak

acak.

Bukti Tingkat C Opini konsensus ahli, studi kasus, atau

standar

perawatan.

Rekomendasi Diagnostik

Bukti Tingkat A Data berasal dari beberapa penelitian

prospektif kohort

7

Page 8: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

yang menggunakan standar acuan yang

digunakan

oleh evaluator yang dibuat tidak tahu.

Bukti Tingkat B Data berasal dari studi tunggal derajat A,

atau satu atau

lebih studi kasus kontrol, atau studi yang

menggunakan standar acuan yang

digunakan oleh evaluator yang

dibuat tidak tahu.

Bukti tingkat C Opini konsensus dari para ahli.

REKOMENDASI

1. Neuroimaging cepat dengan CT atau MRI direkomendasikan

untuk membedakan stroke iskhemik dengan perdarahan

intraserebral (Golongan I; Bukti Tingkat A)(Tidak berubah

dari pedoman sebelumnya)

2. Angiografi CT dan CT yang ditingkatkan kontras dapat

dipertimbangkan untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko

untuk ekspansi hematoma (Golongan IIb; Bukti Tingkat B),

dan angiografi CT, venografi CT, CT yang ditingkatkan

kontras, MRI yang ditingkatkan kontras, MRA, dan MRV

mungkin berguna untuk mengevaluasi lesi struktural yang

mendasari, termasuk malformasi vaskuler dan tumor apabila

ada kecurugaan klinis atau radiologis (Golongan IIa, Bukti

Tingkat N)(Rekomendasi baru).

Terapi Medis untuk Perdarahan Intraserebral

Hemostasis/Antiplatelet/Profilaksis Trombosis Vena Profunda

Kelainan hemostasis yang mendasari dapat memberi kontribusi

kepada perdarahan intraserebral. Pasien yang berisiko meliputi

mereka yang menggunakan antikoagulan oral, dan pasien dengan

defisiensi faktor koagulasi akuisita atau kongenital, dan pasien

yang mempunyai kelainan platelet kualitatif atau kuantitatif.

Pasien yang menjalani terapi dengan antikoagulan oral merupakan

12% sampai 14% dari pasien perdarahan intraserebral, dan dengan

8

Page 9: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

meningkatnya penggunaan warfarin, proporsi tersebut tampaknya

meningkat. Mengetahui adanya koagulopati yang mendasari dengan

demikian memberi kesempatan untuk mentargetkan koreksi dalam

strategi perawatan. Untuk pasien yang mempunyai defisiensi faktor

koagulasi dan trombositopenia, penggantian faktor yang selayaknya

atau platelet diindikasikan.

Untuk pasien yang sedang dirawat dengan antikoagulan oral

yang mengalami perdarahan yang mengancam nyawa, misalnya

perdarahan intrakranial, maka rekomendasi umum adalah mengoreksi

INR (international normalized ratio) secepat mungkin. Infus

vitamin K dan plasma segar beku secara historis telah

direkomendasikan, tetapi yang lebih akhir, PCC (prothrombin

complex concentrate) dan rFVIIa (recombinant factor VIIa) telah

muncul sebagai terapi yang potensial. Vitamin K masih tetap

menjadi tambahan untuk terapi awal yang bekerja lebih cepat untuk

perdarahan yang berkaitan dengan antikoagulan oral yang

mengancam-nyawa karena bahkan ketika diberikan secara intravena,

ini perlu berjam-jam untuk mengoreksi INR. Efikasi plasma segar

beku adalah terbatasnya risiko reaksi alergis dan reaksi

transfusi infeksius, masa proses, dan volume yang diperlukan

untuk koreksi. Kemungkinan koreksi INR pada 24 jam adalah

berkaitan dengan tenggang waktu sampai pemberian plasma segar

beku dalam sebuah penelitian, walaupun 17% pasien masih tidak

mempunyai INR <=1,4 pada saat tersebut, menunjukkan bahwa

pemberian plasma segar beku dengan cara ini mungkin tidak cukup

untuk koreksi cepat terhadap koagulopati.

PCC adalah konsentrat faktor yang berasal dari plasma yang

terutama digunakan untuk merawat defisiensi factor IX. Karena PCC

juga mengandung factor II, VII, dan X disamping IX, maka ini

semakin banyak direkomendasikan untuk membalik warfarin. PCC

mempunyai keunggulan yang berupa rekonstitusi dan pemberian yang

cepat, mempunyai konsentrasi faktor koagulasi tinggi dalam volume

kecil, dan proses untuk menginaktivasi kuman infeksi. Walaupun

preparat PCC yang berbeda adalah berbeda dalam perbandingan

jumlah faktor-faktor yang terkandung (dan faktor VII paling

9

Page 10: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

mungkin rendah), beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa

PCC dapat dengan cepat menormalkan INR (dalam beberapa menit)

pada pasien yang sedang menggunakan antikoagulan oral. Tinjauan

retrospektif tidak acak dan sebuah studi kasus-kontrol kecil

telah memperlihatkan lebih cepatnya koreksi INR dengan

menggunakan vitamin K dan PCC dari pada vitamin K dan plasma

segar beku, tetapi tidak memperlihatkan perbedaan dalam outcome

klinik. Satu trial acak membandingkan penggunaan PCC (Konyne)

untuk menambah plasma beku segar lawan plasma beku segar saja

pada pasien perdarahan intraserebral yang berkaitan dengan

antikoagulan oral, mendapati bahwa mereka yang memperoleh PCC

mempunyai tenggang waktu yang lebih pendek secara signifikan

sampai koreksi INR dan memperoleh plasma segar beku dalam volume

lebih kecil. Walaupun tidak ada perbedaan dalam outcome, tetapi

mereka yang memperoleh plasma segar beku juga mengalami lebih

banyak kejadian yang tidak diinginkan, terutama yang berkaitan

dengan overload cairan. Walaupun PCC mungkin secara teoritis

meningkatkan risko komplikasi trombosis, tetapi risiko ini

tampaknya relatif rendah. Kendatipun tidak ada trial besar acak

yang dikontrol dengan baik, PCC semakin banyak direkomendasikan

sebagai suatu opsi dalam pedoman yang dipublikasikan untuk

membalikkan warfarin dalam situasi perdarahan intrakranial yang

mengancam-nyawa yang berkaitan dengan antikoagulan oral. Tabel 5

memberikan daftar beberapa produk untuk penggantian faktor dalam

membalik warfarin yang pada saat ini tersedia secara komersil di

Amerika Serikat.

rFVIIa, yang mendapat lisensi untuk merawat pasien hemofilia

yang mempunyai inhibitor titer tinggi atau defisiensi factor VII

kongenital, telah mendapat perhatian sebagai terapi yang

potensial untuk perdarahan intraserebral spontan dan yang

berkaitan dengan antikoagulan oral. Walaupun rFVIIa dapat dengan

cepat menormalkan INR dalam situasi perdarahan intraserebral yang

berkaitan dengan antikoagulan oral, tetapi ini tidak mengisi

kembali semua factor yang tergantung vitamin K dan oleh karena

itu mungkin tidak memulihkan produksi trombin sebaik PCC. Meng-

10

Page 11: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

ingat terbatasnya data, sebuah tinjauan terbaru yang berbasis-

bukti dari American Society of Hematology merekomendasikan agar

jangan menggunakan rFVIIa secara rutin untuk membalikkan

warfarin.

rFVIIa juga telah diuji pada pasien perdarahan intraserebral

non-antikoagulan oral. Sebuah trial acak fase II memperlihatkan

bahwa terapi dengan rFVIIa dalam waktu 4 jam setelah awitan

perdarahan intraserebral membatasi pertumbuhan hematoma dan

mempunyai outcome klinis yang lebih baik dibandingkan plasebo,

walaupun disertai meningkatnya frekuensi kejadian tromboemboli

(7% lawan 2%). Sebuah studi fase 3 berikutnya yang membandingkan

plasebo dengan 20 ug/kg dan 80 ug/kg rFVIIa tidak berhasil

memperlihatkan perbedaan outcome klinik, kendatipun mengkonfir-

masi kemampuan kedua dosis untuk mengurangi pembesaran hematoma.

Walaupun keseluruhan kejadian tromboembolik serius yang tidak

diinginkan adalah sama, tetapi grup dengan rFVIIa lebih tinggi

(80 ug/kg) secara signifikan mengalami lebih banyak kejadian

arterial dari pada grup plasebo. Penulis melihat ketidak-

seimbangan pada grup terapi, khususnya lebih besarnya jumlah

pasien dengan IVH didalam grup rFVIIa yang dosisnya lebih tinggi.

Masih harus ditentukan apakah rFVIIa akan menguntungkan untuk

suatu subkelompok khusus pasien perdarahan intraserebral, tetapi

sekarang ini manfaatnya pada pasien perdarahan intraserebral,

apakah mereka itu sedang menjalani terapi dengan antikoagulan

oral atau tidak, masih belum terbukti.

Penelitian tentang effek penggunaan obat antiplatelet

sebelumnya atau disfungsi platelet terhadap pertumbuhan hematoma

perdarahan intraserebral dan outcomenya telah mendapatkan hasil-

hasil yang saling bertentangan. Menurut laporan, penggunaan obat

antiplatelet tidak berkaitan dengan ekspansi hematoma atau

outcome klinis pada grup placebo pada sebuah studi neuroprotektif

perdarahan intraserebral. Tetapi penelitian lain menunjukkan

bahwa disfungsi platelet sebagaimana diukur oleh uji fungsi

platelet mungkin berkaitan dengan ekspansi hematoma dan outcome

klinis. Kegunaan dan keamanan transfus platelet atau obat lain

11

Page 12: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

pada pasien yang mempunyai hitung platelet normal, kecuali peng-

gunaan obat antiplatelet atau disfungsi platelet, tidak

diketahui.

Pasien perdarahan intraserebral mempunyai risiko tinggi

untuk penyakit tromboemboli. Wanita dan orang Afrika Amerika

tampaknya mempunyai risiko lebih tinggi. Kompresi pneumatik

intermittent yang dikombinasi dengan kaos kaki elastis telah

diperlihatkan oleh sebuah trial acak sebagai lebih unggul

dibandingkan kaos kaki elastis saja dalam mengurangi terjadinya

trombosis vena profunda asimptomatik setelah perdarahan intra-

serebral (4,7% lawan 15,9%). Kaos kaki kompresi saja tidak

effektif dalam mencegah trombosis vena profunda. Yang kurang

jelas adalah peranan penambahan antikoagulasi kepada kompresi

pneumatik. Dua penelitian acak kecil tidak menemukan perbedaan

dalam insidensi trombosis vena profunda, dan tidak ada

peningkatan perdarahan, pada pasien yang diberi heparin subkutan

dosis rendah yang dimulai pada hari ke 4 atau hari ke 10 setelah

perdarahan intraserebral. Sebuah penelitian tanpa kontrol tentang

terapi yang dimulai pada hari ke 2 mendapati pengurangan pada

penyakit tromboemboli tanpa meningkatkan perdarahan-ulang.

Tabel 4. Komponen integral yang terdiri dari riwayat, pemeriksaan fisik, dan

penanganan pasien perdarahan intraserebral di IGD.

Komentar

Riwayat

Saat awitan gejala (atau saat pasien

terlihat normal untuk terakhir kali)

Gejala awal dan progresi gejala

Faktor risiko vaskuler Hipertensi, diabetes, hiperkolestrolemia, dan

merokok.

Pengobatan antikoagulan, anti platelet, dekongestan, obat

anti-

hipertensi, stimulan (termasuk pil diit),

simpatomimetik.

Trauma atau bedah yang belum lama Khususnya endarterektomy karotis atau

pemasangan

12

Page 13: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

stent karotis, karena perdarahan intraserebral

mungkin

berkaitan dengan hiperperfusi setelah prosedur

tersebut

Dementia Berkaitan dengan angiopati amiloid

Alkohol atau penyalah-gunaan obatKokain dan obat simpatomimetik lain adalah

berkaitan

dengan oerdarhan intraserebral, stimulant

Kejang

Penyakit hati Mungkin berkaitan dengan koagulopati

Kanker dan penyakit hematologi Mungkin berkaitan dengan koagulopati

Pemeriksaan Fisik

Tanda vital Demam berkaitan dengan deteriorasi neurologis

dini.

Lebih tingginya tekanan darah awal adalah

berkaitan

dengan deteriorasi neurologis dini dan

meningkatnya

mortalitas.

Pemeriksaan fisik umum yang

difokuskan pada kepala, jantung,

paru, abdomen, dan ekstremitas

Pemeriksaan saraf menyeluruh Pemeriksaan terstruktur misalnya Skala

Stroke dari

tetapi cepat Institut Kesehatan Nasional dapat diselesaikan

dalam

beberapa menit dan memberikan suatu

perhitungan

yang memungkinkan komunikasi yang mudah

tentang

beratnya kejadian kepada dokter lain. Skor GCS

juga

dikenal baik dan mudah dihitung, dan skor GCS

awal

adalah predictor kuat tentang outcome jangka-

panjang.

Ini dapat ditambahkan sebagaimana diperlukan.

13

Page 14: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

Test serum dan urin

Hitung jenis, elektrolit, urea darah, Kreatinin yang tinggi adalah berkaitan dengan

ekspansi

nitrogen dan kreatinin dan glukosa hematoma. Glukosa serum yang tinggi

adalah berkaitan

dengan ekspansi hematoma dan outcome yang

lebih

buruk (walaupun tidak ada data yang

menunjukkan

bahwa normalisasi akan memperbaiki outcome)

Masa protrombin atau INR dan masa Perdarahan yang berkaitan dengan

warfarin adalah

tromboplastin parsial teraktivasi berkaitan dengan meningkatnya volume

hematoma,

lebih besarnya risiko ekspansi, dan meningkatnya

morbiditas dan mortalitas.

Skrining toksikologi pada pasien muda Kokain dan obat simpatomimetik lain

adalah

atau pasien umur pertengahan untuk berkaitan dengan perdarahan

intraserebral.

mendeteksi kokain dan obat simpato-

mimetic lain yang disalah-gunakan.

Urinalisis dan kultur urin dan test

kehamilan pada wanita usia subur.

Test rutin lainnya

EKG Untuk menilai ischemia koroner aktif atau cedera

jantung sebelumnya yang dapat menunjukkan

fungsi jantung buruk dan untuk mendapatkan

awal dari terjadinya masalah kardiopulmoner

selama rawat inap.

Foto toraks

Neuroimaging Sebagaimana dijelaskan dalam teks

REKOMENDASI

1. Pasien dengan defisiensi faktor koagulasi berat atau

trombositopenia berat harus memperoleh terapi penggantian

14

Page 15: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

factor atau platelet (Golongan I, Bukti Tingkat C).

(Rekomendasi baru)

2. Pasien perdarahan intraserebral dengan INR tinggi yang

disebabkan oleh antikoagulan oral, warfarin harus ditahan,

memperoleh terapi untuk menggantikan factor yang tergan-

tung vitamin K dan mengoreksi INR, dan menerima vitamin K

intravena (Golongan I; Bukti tingkat C). PCC terlihat

tidak memperbaiki outcome dibandingkan plasma segar beku

tetapi mungkin komplikasinya lebih sedikit dibandingkan

plasma segar beku dan masuk akal untuk dipertimbangkan

sebagai alternatif plasma segar beku (Golongan IIa; Bukti

Tingkat B). rFVIIa tidak menggantikan semua factor

pembeku, dan walaupun INR mungkin rendah, pembekuan

mungkin tidak pulih in vivo; oleh karena itu rFVIIa tidak

direkomendasikan secara rutin sebagai obat tunggal untuk

membalikkan antikoagulan oral pada perdarahan intrasere-

bral (Golongan III; Bukti Tingkat C)(Revisi dari pedoman

sebelumnya).

3. Walaupun rFVIIa dapat membatasi luasnya ekspansi hematoma

pada pasien perdarahan intraserebral nonkoagulopati,

tetapi ada peningkatan risiko tromboemboli oleh rFVIIa dan

tidak ada manfaat klinis yang jelas pada pasien yang tidak

diseleksi. Dengan demikian rFVIIa tidak direkomendasikan

pada pasien yang tidak diseleksi. (Golongan III; Bukti

Tingkat A). (Rekomendasi baru). Diperlukan riset lebih

jauh untuk menentukan apakah kelompok pasien yang

diseleksi dapat memperoleh manfaat dari terapi ini sebelum

dapat membuat rekomendasi tentang penggunaannya.

4. Kegunaan transfusi platelet pada pasien perdarahan intra-

serebral yang mempunyai riwayat penggunaan antiplatelet

tidak jelas dan penelitian dipertimbangkan (Golongan IIB;

Bukti Tingkat B)(Rekomendasi baru)

5. Pasien perdarahan intraserebral harus memperoleh kompresi

pneumatic intermiten unuk mencegah tromboemboli vena

15

Page 16: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

disamping kaos kaki elastis (Golongan I; Bukti Tingkat B)

(Tidak berubah dari pedoman sebelumnya).

6. Setelah ada bukti tentang berhentinya perdarahan, heparin

berat-molekul-rendah subkutan dosis-rendah boleh dipertim-

bangkan untuk mencegah tromboemboli vena pada pasien yang

mobilitasnya kurang setelah 1 sampai 4 hari sejak awitan

(Golongan IIb; Bukti Tingkat B)(Direvisi dari pedoman

sebelumnya).

TEKANAN DARAH

Tekanan darah dan outcome pada perdarahan intraserebral

Tekanan darah seringkali, dan sering secara menyolok, meninggi

pada pasien perdarahan intraserebral akut; Peninggian tekanan

darah ini lebih parah dari pada yang terlihat pada penderita

stroke iskhemik. Walaupun tekanan darah biasanya turun secara

spontan dalam beberapa hari setelah perdarahan intraserebral,

tetapi tekanan darah yang tinggi persisten pada suatu proporsi

pasien yang substansial. Kemungkinan mekanisme patofisiologisnya

meliputi aktivasi stress pada sistim neuroendokrin (sistim saraf

simpatik, aksis renin-angiotensin, atau sistim glukokortikoid)

dan meningkatnya tekanan intrakranial. Hipertensi secara

teoristis dapat memberi kontribusi kepada ekspansi hidrostatik

hematoma, edema peri-hematoma, dan perdarahan-ulang, yang semua

itu mungkin memberi kontribusi kepada outcome buruk dalam

perdarahan intraserebral, walaupun kaitan yang jelas antara

hipertensi dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan

intraserebral dan risiko ekspansi hematoma (atau volume akhir

hematoma) masih belum diperlihatkan dengan jelas.

Sebuah tinjauan sistimatik dan sebuah studi besar multi-

senter baru-baru ini di Cina memperlihatkan bahwa pengukuran

tekanan darah sistolik diatas 140 sampai 150 mm Hg dalam 12 jam

perdarahan intraserebral adalah berkaitan dengan melipat-duanya

risiko kematian atau ketergantungan. Dibandingkan dengan stroke

iskhemik, dimana ada kaitan yang konsisten yang berbentuk U atau

J antara tingkat tekanan darah dan outcome buruk telah diperli-

16

Page 17: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

hatkan, hanya 1 penelitian tentang perdarahan intraserebral yang

telah memperlihatkan outcome buruk pada tingkat tekanan darah

sistolik yang sangat rendah (<140 mm Hg). Baik untuk stroke

iskhemik dan mungkin perdarahan intraserebral, penjelasan yang

mungkin untuk kaitan tersebut adalah “penyebab terbalik”, yang

karenanya tingkat tekanan darah yang sangat rendah terjadi secara

tidak proporsional pada kasus yang lebih berat, sehingga walaupun

tingkat tekanan darah rendah mungkin berkaitan dengan fatalitas

kasus yang tinggi, tetapi itu sendiri mungkin bukan penyebabnya.

Effek Terapi Menurunkan Tekanan Darah

Kuatnya data observsi yang disebut sebelumnya dan pemeriksaan

neuroimaging canggih yang tidak dapat mengidentifikasi penumbra

iskhemik pada perdarahan intraserebral membentuk dasar untuk

penelitian perintis INTERACT (intensive blood pressure reduction

in acute cerebral hemorrhage trial) yang dipublikasikan tahun

2008. INTERACT adalah sebuah trial acak terkontrol lebel-terbuka

yang dilakukan pada 404 pasien yang terutama orang Cina yang

dapat dinilai, dirawat, dan dipantau dalam 6 jam setelah awitan

perdarahan intraserebral; 203 orang dirandomisasi untuk perawatan

dengan obat untuk menurunkan tekanan darah intravena yang

tersedia secara local yang mentargetkan tekanan darah sistolik

yang rendah yaitu 140 mm Hg dalam 1 jam dan dipertahankan selama

sekurang-kurangnya 24 jam berikutnya, dan 201 orang dirandomisasi

untuk target tekanan darah sistolik yang lebih moderat yaitu 180

mm Hg, sebagaimana direkomendasikan dalam pedoman AHA sebelumnya.

Penelitian tersebut memperlihatkan adanya kecenderungan kearah

pertumbuhan yang relative lebih rendah dan pertumbuhan absolute

pada volume hematoma mulai dari permulaan sampai 24 jam pada

kelompok perawatan intensif dibandingkan kelompok kontrol.

Disamping itu tidak ada peningkatan deteriorasi neurologis atau

kejadian merugikan lainnya yang berkaitan dengan penurunan

tekanan darah secara intensif, juga tidak ada perbedaan pada

beberapa ukuran ourcome klinik, termasuk disabilitas dan kualitas

hidup antar kelompok. Penelitian tersebut merupakan bukti penting

17

Page 18: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

tentang konsep untuk menurunkan tekanan darah secara dini pada

pasien perdarahan intraserebral, tetapi data tersebut tidak cukup

untuk merekomendasikan suatu kebijaksanaan yang definitif.

Penelitian lainnya, yaitu trial ATACH (antihypertensive treatment

in acute cerebral hemorrhage), juga mengkonfirmasi kelayakan dan

keamanan penurunan tekanan darah secara cepat dan dini pada

perdarahan intraserebral. Penelitian ini menggunakan 4 kelompok,

dengan penurunan tekanan darah yang berbasis nicardipine intra-

vena disertai eskalasi dosis pada 80 pasien perdarahan

intraserebral.

Dengan demikian telah dicapai kemajuan dalam pengetahuan kita

tentang mekanisme perdarahan intraserebral dan keamanan menurun-

kan tekanan darah secara dini sejak diterbitkannya pedoman

perdarahan intraserebral dari AHA tahun 2007. Trial INTERACT dan

ATACH sekarang ini merupakan bukti terbaik yang ada untuk

membantu memberi pedoman dalam membuat keputusan tentang menurun-

kan tekanan darah pada perdarahan intraserebral. Walaupun peneli-

tian ini telah memperlihatkan bahwa penurunan tekanan darah yang

intensif secara klinik layak dan mungkin aman, tetapi target

tekanan darah, durasi terapi, dan apakah terapi tersebut akan

memperbaiki outcome klinik masih tidak jelas.

REKOMENDASI

1. Sampai trial klinik yang sedang berlangsung tentang inter-

vensi tekanan darah diselesaikan, dokter harus mengelola

tekanan darah atas dasar bukti efikasi tidak lengkap yang

ada sekarang. Rekomendasi yang diusulkan sekarang untuk

tekanan darah target dalam berbagai situasi dimuat dalam

Tabel 6 dan boleh dipertimbangkan (Golongan IIb; Bukti

Tingkat C)(Tidak berubah dari pedoman sebelumnya).

2. Pada pasien yang memperlihatkan tekanan darah sistolik 150

sampai 220 mm Hg, menurunkan tekanan darah sistolik secara

akut ke 140 mm Hg mungkin aman (Golongan IIa, Bukti tingkat

B)(Rekomendasi baru).

18

Page 19: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

Tabel 6. Pedoman yang direkomendasikan untuk merawat tekanan darah

tinggi pada perdarahan intraserebral spontan.

1. Jika tekanan darah sistolik >200 mm Hg atau MAP >150 mm Hg,

maka pertimbangkanlah penurunan tekanan darah dengan infus

intravena kontinyu, dan tekanan darah dipantau setiap 5

menit.

2. Jika tekanan darah sistolik >180 mm Hg atau MAP >130 mm Hg

dan ada kemungkinan naiknya tekanan intrakranial, maka

pertimbangkan pemantauan tekanan intrakranial, dan turunkan

tekanan darah menggunakan obat intravena intermiten atau

kontinyu sambil mempertahankan tekanan perfusi serebral >=

60 mm Hg.

3. Jika tekanan darah sistolik >180 mm Hg atau MAP >130 mm Hg

dan tidak ada bukti tentang meningkatnya tekanan intrakra-

nial, maka pertimbangkan penurunan tekanan darah secara

moderat (misalnya MAP 110 mm Hg atau target tekanan darah

160/90 mm Hg) menggunakan obat intravena intermiten atau

kontinyu untuk mengontrol tekanan darah dan secara klinik

memeriksa kembali pasien setiap 15 menit

Perhatikan bahwa rekomendasi ini adalah golongan C.

MAP = rerata tekanan arteri

Tatalaksana rawat inap dan pencegahan cedera otak sekunder

Pemantauan umum

Pasien perdarahan intraserebral seringkali secara medis dan

neurologis tidak stabil, khususnya dalam beberapa hari pertama

setelah awitan. Perawatan pasien perdarahan intraserebral di ICU

khusus saraf menghasilkan tingkat mortalitas yang lebih rendah.

Sering memeriksa tanda vital, penilaian neurologis, dan peman-

tauan kardiopulmoner yang kontinyu termasuk cuff tekanan darah

otomatis, telemetri elektrokardiografi, dan probe kejenuhan O2

harus menjadi standar. Pemantauan tekanan darah intra-arterial

19

Page 20: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

secara kontinyu harus dipertimbangkan untuk pasien yang

memperoleh obat vasoaktif intravena.

Perawatan oleh paramedik

Perawatan paramedik spesifik dibutuhkan oleh pasien perdarahan

intraserebral di ICU, ini meliputi (1) pemantauan tekanan

intrakranial, tekanan perfusi serebral dan fungsi hemodinamik;

(2) titrasi dan implementasi protokol untuk tatalaksana tekanan

intrakranial, tekanan darah, ventilasi mekanik, demam, dan

glukosa serum; dan (3) pencegahan komplikasi akibat imobilitas

melalui pengaturan posisi, memelihara jalan napas, dan mobilisasi

dalam toleransi fisiologis. Dokumen konsensus dari Koalisi

Serangan Otak untuk senter stroke yang komprehensif menjelaskan

ini sebagai bidang spesifik pemantauan dan pencegahan komplikasi

dimana perawat harus dilatih. Dokumen ini juga merekomendasikan

agar perawat dilatih dalam menilai secara rinci fungsi neurologis

termasuk skala standar misalnya skala stroke dari Institut

Kesehatan Nasional, GCS, dan Glasgow Outcome Scale.

Di Kanada, dalam sebuah studi terhadap 49 rumah sakit yang

menerima pasien perdarahan intraserebral, perawat yang telah

disertifikasi dalam proporsi tinggi dan lebih baiknya komunikasi

antara dokter dan perawat secara independen berkaitan dengan

lebih rendahnya mortalitas 30-hari setelah disesuaikan dengan

beratnya penyakit, komorbiditas, dan karakteristik rumah sakit.

REKOMENDASI

1. Pemantauan awal dan tatalaksana pasien perdarahan

intraserebral sebaiknya dilakukan di ICU yang mempunyai

dokter dan keahlian perawatan intensif ilmu-saraf

(Golongan I; Bukti Tingkat B) (Tidak berubah dari pedoman

sebelumnya).

Tatalaksana Glukosa

Glukosa darah yang tingi pada saat penerimaan meramalkan

meningkatnya risiko mortalitas dan outcome buruk pada pasien

dengan atau tanpa diabetes dan perdarahan intraserebral. Trial

20

Page 21: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

acak memperlihatkan membaiknya outcome oleh kontrol glukosa yang

ketat (berkisar 80 sampai 110 mg/dL) dengan menggunakan infus

insulin terutama pada pasien bedah yang kondisinya kritis,

penggunaan terapi ini telah ditingkatkan. Tetapi studi yang lebih

akhir memperlihatkan meningkatnya insidensi kejadian hipoglikemik

sistemik dan serebral dan mungkin bahkan meningkatnya risiko

mortalitas pada pasien yang dirawat dengan regimen ini. Sekarang

ini, tatalaksana yang optimal untuk hiperglikemia dalam perda-

rahan intraserebral dan kadar glukosa yang menjadi target masih

belum jelas. Hipoglikemia harus dihindari.

Tatalaksana Temperatur

Demam memperburuk outcome dalam model eksperimental cedera otak.

Insidensi demam setelah perdarahan intraserebral pada lobus dan

ganglion basal adalah tinggi, khususnya pada pasien IVH. Pada

pasien yang dapat bertahan hidup dalam 72 jam pertama setelah

masuk rumah sakit, durasi demam berkaitan dengan outcome dan

tampaknya tidak tergantung kepada faktor prognosis pada pasien

ini. Data ini memberikan dasar pemikiran untuk terapi yang

agresif untuk memelihara normotermia pada pasien perdarahan

intraserebral; tetapi tidak ada data yang mengkaitan terapi demam

dengan outcome. Begitu juga, terapi dengan mendinginkan masih

belum diselidiki pada pasien perdarahan intraserebral.

Kejang dan Obat Antiepilepsi

Insidensi kejang klinis dalam 2 minggu pertama setelah perdarahan

intraserebral dilaporkan berkisar antara 2,7% sampai 17%, dan

sebagian besar terjadi saat awitan atau mendekati awitan. Studi

dengan EEG kontinyu telah melaporkan kejang elektrografik pada

28% sampai 31% dari kelompok pasien perdarahan intraserebral yang

diseleksi, walaupun kebanyakan telah memperoleh antikonvulsan

profilaksis. Dalam sebuah studi besar senter-tungal, obat anti-

epilepsi profilaksis memang secara signifikan mengurangi jumlah

kejang klinik setelah perdarahan intraserebral lobar. Tetapi

dalam penelitian prospektif dan berbasis-populasi, kejang klinik

21

Page 22: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

tidak berkaitan dengan memburuknya outcome neurologis atau

mortalitas. Pengaruh klinik kejang subklinik yang terdeteksi pada

EEG juga tidak jelas. Baru-baru ini sebuah analisis terhadap sisi

placebo dari sebuah studi neuro-proteksi perdarahan intraserebral

mendapati bahwa pasien yang memperoleh obat antiepilepsi

(terutama fenitoin) tanpa ada kejang yang terbukti ternyata

secara signifikan lebih mungkin meninggal atau mengalami

disabilitas setelah 90 hari, setelah disesuaikan untuk predictor

lain tentang outcome perdarahan intraserebral. Sebuah studi

observasional senter-tunggal lainnya memperoleh temuan serupa,

khususnya utuk fenitoin. Dengan demikian hanya kejang klinik atau

kejang elektrografik pada pasien yang mengalami perubahan status

mental sebaiknya dirawat dengan obat antiepilepsi. Pemantauan EEG

kontinyu sebaiknya dipertimbangkan pada pasien perdarahan intra-

serebral yang mengalami penurunan status mental yang tidak

proporsional dengan derajat cedera otak. Kegunaan obat anti-

konvulsan profilaksis masih tidak jelas.

Rekomendasi

Tatalaksana Glukosa

1. Glukosa harus dipantau dan normoglikemia direkomendasikan

(Golongan I; Bukti tingkat C)(Rekomendasi baru)

Kejang dan Obat anti-epilepsi

1. Kejang klinik harus dirawat dengan obat anti-epilepsi

(Golongan I; Bukti Tingkat A). (Direvisi dari pedoman

sebelumnya). Pemantauan EEG kontinyu mungkin diindikasikan

pada pasien perdarahan intraserebral yang mengalami

penurunan status mental yang tidak proporsional dengan

derajat cedera otak (Golongan IIa; Bukti Tingkat B).

Pasien yang mengalami perubahan status mental yang

didapati mempunyai kejang elektrografik pada EEG sebaiknya

dirawat dengan obat anti-epilepsi (Golongan I; Bukti

Tingkat C). Obat antikonvulsan profilaksis sebaiknya tidak

digunakan (Golongan III; Bukti Tingkat B) (Rekomendasi

baru).

22

Page 23: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

BESI

Perawatan sistemik dengan chelator besi (deferoxamine) meringan-

kan perubahan yang diinduksi perdarahan intraserebral dalam

penanda kerusakan DNA, meringankan edema otak, dan memperbaiki

pemulihan fungsional pada model tikus untuk perdarahan intra-

serebral (PIS). Penelitian baru telah menyelidiki peranan besi

dalam PIS dan melaporkan bahwa kadar ferritin serum yang tinggi

adalah berkaitan dengan outcome buruk setelah PIS dan berkorelasi

dengan volume edema perihematoma.

Membatasi toksisitas yang diperantarai besi adalah target

terapi yang menjanjikan dalam PIS. Disamping sebagai chelator

besi, deferoxamine memperlihatkan sifat neuroprotektif lain. Ini

menginduksi transkripsi heme oxygenase-1 dan menginhibisi eksito-

toksisitas glutamate yang diperantarai hemoglobin dan factor yang

dapat menginduksi hipoksia yaitu prolyl hydroxylase. Diperlukan

penelitian lebih jauh dibidang ini, tetapi sekarang ini tidak ada

rekomendasi terapi yang dapat dibuat.

PROSEDUR/PEMBEDAHAN

Pemantauan dan perawatan tekanan intrakranial.

Pemantauan tekanan intrakranial sering dilakukan pada pasien PIS.

Tetapi hanya ada sangat sedikit data yang telah dipublikasikan

tentang frekuensi meningkatnya tekanan intra-kranial (TIK) dan

tatalaksananya pada pasien PIS. Ada bukti tentang gradien

perbedaan tekanan sekurang-kurangnya pada sejumlah kasus sehingga

TIK mungkin meninggi di dan disekitar hematoma tetapi tidak jauh

dari situ. Karena biasanya yang menyebabkan naiknya TIK adalah

hidrosefalus akibat perdarahan intra-ventrikel (PIV) atau effek

massa dari hematoma (atau edema disekitarnya), maka pasien dengan

hematoma kecil dan PIV yang terbatas biasanya tidak akan memer-

lukan terapi untuk menurunkan TIK.

TIK diukur dengan menggunakan alat yang diinsersikan kedalam

parenkim otak, biasanya dilakukan disisi tempat tidur. Teknologi

serat optic dapat digunakan pada kedua tipe alat. Kateter

23

Page 24: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

ventrikel diinsersikan kedalam ventrikel lateral memungkinkan

drainase cairan serebrospinal, yang dapat membantu mengurangi TIK

pada pasien hidrosefalus. Alat kateter parenkim untuk TIK

diinsersikan kedalam parenkim otak dan memungkinkan pemantauan

TIK, tetapi bukan drainase cairan serebrospinal. Tidak adanya

penelitian yang dipublikasikan yang memperlihatkan bahwa

tatalaksana TIK yang meninggi berpengaruh terhadap outcome PIS

telah menyebabkan keputusan tentang apakah akan memantau dan

merawat TIK yang meninggi menjadi tidak jelas. Risiko yang

berkaitan dengan insersi monitor TIK dan penggunaannya meliputi

infeksi dan perdarahan intrakranial. Pada umumnya, risiko

perdarahan atau infeksi dianggap lebih tinggi pada kateter

ventrikel dari pada dengan kateter parenkim, walaupun data

tentang ini tidak berasal dari pasien PIS, tetapi terutama dari

pasien cedera otak traumatik atau perdarahan subarachnoid

aneurismal. Pada tahun 1997, dalam sebuah serial yang terdiri

dari 108 alat intraparenkim, tingkat infeksi adalah 2,9% dan

tingkat perdarahan intrakranial adalah 2,1% (15,3% pada pasien

koagulopati). Perbandingan langsung terhadap komplikasi yang

berkaitan dengan masing-masing tipe alat pemantau dilaporkan pada

tahun 1993 sampai 1997 dari serial yang terdiri dari 536 alat

pemantau intraserebral (274 kateter ventrikel, 229 kateter

parenkim intraparenkim, dan 33 alat tipe lain) dimana keseluruhan

tingkat infeksi adalah 4% dan keseluruhan tingkat perdarahan

intrakranial adalah 3%. Sebelum insersi alat pemantau, status

koagulasi pasien harus dievaluasi. Penggunaan obat anti-platelet

pada sebelumnya mungkin membenarkan transfus platelet sebelum

prosedur tersebut, dan penggunaan warfarin mungkin memerlukan

pembalikan koagulopati sebelum pemasangan alat. Keputusan untuk

menggunakan kateter ventrikel harus berdasar kepada kebutuhan

spesifik untuk mendrainase cairan serebrospinal pada pasien

hidrosefalus atau ventrikel terjepit atau keseimbangan antara

risiko pemantauan dengan kegunaan tatalaksana TIK yang tidak

diketahui pada pasien PIS.

24

Page 25: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

Terapi TIK harus diarahkan kepada penyebab yang mendasari,

khususnya jika disebabkan oleh hidrosefalus atau effek masa dari

hematoma. Disebabkan oleh terbatasnya data tentang TIK dalam PIS,

maka prinsip tatalaksana untuk TIK yang meninggi dipinjam dari

pedoman cedera otak traumatik, yang menekankan kepada pemeliha-

raan tekanan perfusi serebral 50 sampai 70 mm Hg, tergantung

kepada status otoregulasi serebral (lihat Gambar). Pasien PIS

dengan skor GCS <= 8, mereka yang mempunyai bukti klinik tentang

herniasi transtentorial, atau pasien dengan PIV signifikan atau

hidrosefalus dapat dipertimbangkan untuk pemantauan TIK dan

terapinya.

Banyak studi telah menilai ukuran ventrikel dan effek

pembesaran terhadap outcome PIS. Diantara 902 pasien yang data

follow-upnya dirandomisasi kedalam trial STICH (surgical trial of

intracerebral hemorrhage) tentang evakuasi hematoma secara dini,

377 mempunyai PIV dan 208 dari ini mempunyai hidrosefalus (23%

dari semua pasien, 55% dari pasien yang mempunyai PIV). Hidrose-

falus memprediksi outcome buruk dalam penelitian ini, maupun

dalam penelitian lain sebelumnya. Dengan demikian, hidrosefalus

adalah penyebab penting morbiditas dan mortalitas yang berkaitan

dengan PIS, dan terapi harus dipertimbangkan pada pasien yang

tingkat kesadarannya menurun.

Serial kasus kecil telah melaporkan penggunaan oksigen

jaringan otak dan pemantauan mikrodialisis serebral pada pasien

PIS. Disebabkan sedikitnya jumlah pasien dan terbatasnya data,

maka tidak ada rekomendasi yang dapat dibuat tentang penggunaan

teknologi ini pada saat ini.

REKOMENDASI

1. Pasien dengan skor GCS <=8, pasien yang mempunyai bukti

klinis tentang herniasi transtentorial, atau pasien dengan

PIV signifikan atau hidrosefalus dapat dipertimbangkan

untuk pemantauan TIK dan terapinya. Tekanan perfusi

serebral 50 sampai 70 mm Hg mungkin masuk akal

25

Page 26: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

dipertahankan tergantung kepada status otoregulasi serebral

(Golongan IIb, Bukti Tingkat C)(Rekomendasi baru).

2. Drainase ventrikel sebagai terapi untuk hidrosefalus adalah

masuk akal pada pasien yang mengalami penurunan tingkat

kesadaran (Golongan IIa; Bukti Tingkat B)(Rekomendasi

baru).

Perdarahan Intraventrikel (PIV)

PIV terjadi pada 45% pasien PIS spontan. PIV mungkin primer

(terbatas pada ventrikel) atau sekunder (bermula sebagai

perluasan PIS). Kebanyakan PIV dalah sekunder dan berkaitan

dengan perdarahan hipertensif yang melibatkan ganglia basal dan

thalamus.

Walaupun menginsersikan kateter ventrikel secara teoritis

akan membantu drainase darah dan cairan serebrospinal dari

ventrikel, tetapi penggunaan kateter ventrikel saja mungkin tidak

effektif karena sulitnya mempertahankan patency kateter dan

lambatnya penyingkiran darah intraventrikel. Dengan demikian

akhir-akhir ini timbul minat untuk menggunakan obat trombolisis

sebagai tambahan untuk penggunaan kateter ventrikel dalam situasi

PIV.

Penelitian pada hewan dan serial klinik melaporkan bahwa

pemberian obat fibrinolisis intraventrikuler, yang meliputi

urokinase, streptokinase, dan recombinant tissue-type plasminogen

activator pada PIV dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas

dengan mempercepat klirens darah dan lisis bekuan. Baru-baru ini

trial CLEAR-IVH (clot lysis:evaluating accelerated resolution of

IVH) secara prospektif mengevaluasi keamanan dosis label terbuka

recombinant tissue-type plasminogen activator intraventrikuler

pada 52 pasien PIV. Perdarahan simptomatik terjadi pada 4% dan

ventrikulitis bacterial pada 2%, dan tingkat mortalitas 30-hari

adalah 17%. Efikasi terapi ini memerlukan konfirmasi sebelum

penggunaannya dapat direkomendasikan diluar trial klinik.

Sejumlah laporan mengusulkan prosedur alternatif ntuk PIV

misalnya evakuasi bedah endoskopik dan ventrikulostomi, pemin-

26

Page 27: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

asan ventrikuloperitoneal, atau drainase lumbal untuk hidrosefa-

us. Hanya ada sedikit data yang mendukung strategi ini.

REKOMENDASI

1. Walaupun pemberian recombinant tissue-type plasminogen

activator intraventrikuler dalam PIV tampaknya mempunyai

tingkat komplikasi yang cukup rendah, tetapi efikasi dan

keamanan terapi ini masih tidak pasti dan penelitian

dipertimbangkan (Golongan IIb; Bukti Tingkat B) (Rekomen-

dasi baru).

PENYINGKIRAN BEKUAN DARAH

Perawatan PIS dengan bedah

Keputusan tentang apakah akan dan kapan menyingkirkan PIS secara

bedah masih kontroversial. Patofisiologi cedera otak disekitar

hematoma disebabkan oleh effek mekanik dari tumbuhnya massa darah

maupun effek toksik berikutnya dari darah di jaringan otak

disekitarnya. Pembedahan dini untuk membatasi kompresi mekanik

otak dan effek toksik dari darah mungkin dapat membatasi cedera,

tetapi risiko bedah pada pasien dengan perdarahan yang sedang

berlangsung mungkin besar. Disamping itu operasi penyingkiran

perdarahan dengan kraniotomi pada semuanya, kecuali perdarahan

yang paling superficial, melibatkan pemotongan melalui otak yang

tidak cedera. Diantara keterbatasan pada trial bedah PIS adalah

bahwa pasien usia muda dan usia pertengahan yang berisiko untuk

herniasi dari PIS besar tidak mungkin dirandomisasi untuk terapi.

Rekomendasi untuk pasien ini tidak pasti.

Kraniotomi Berdasar Lokasi PIS

Kebanyakan, tetapi tidak semua, trial acak tentang bedah untuk

PIS mengeluarkan pasien yang mempunyai PIS serebelar, yang

merupakan 10% sampai 15% dari kasus. Versi sebelumnya dari

pedoman ini menyebut penelitian tidak acak memperlihatkan bahwa

pasien dengan PIS serebellar yang diameternya lebih dari 3 cm

atau pasien yang mengalami kompresi batang otak atau hidrosefalus

27

Page 28: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

mempunyai outcome baik oleh pembedahan untuk menyingkirkan

hematoma, sedangkan pasien serupa yang ditatalaksanakan secara

medis mempunyai outcome buruk. Jika perdarahan itu diameternya

kurang dari 3 cm dan tidak ada kompresi batang otak atau hidrose-

falus, maka outcome yang masuk akal dapat dicapai tanpa bedah.

Kendatipun trial acak tentang evakuasi hematoma serebellar belum

dilaksanakan, tetapi perbedaan dalam outcome dalam penelitian

terdahulu adalah sedemikian rupa sehingga tidak ada equipoise

klinis untuk suatu trial. Lebih lanjut, penggunaan kateter

ventrikel saja sebagai ganti evakuasi hematoma serebellar yang

dilakukan dengan segera biasanya dianggap tidak cukup dan tidak

direkomendasikan, khususnya pada pasien yang mengalami kompresi

cisterna.

Trial STICH mendapati bahwa pasien yang mempunyai hematoma

yang membentang kurang dari 1 cm dari permukaan korteks mempunyai

kecenderungan kearah outcome yang lebih baik oleh pembedahan

dalam waktu 96 jam, walaupun temuan ini tidak mencapai kemaknaan

statistik (odds ratio 0,69; 95% CI 0,47 sampai 1,01). Pasien yang

mempunyai perdarahan lobar dan skor GCS 9 sampai 12 juga

mempunyai kecenderungan kearah outcome yang lebih baik. Karena

keuntungan dari pembedahan untuk pasien PIS superfisial secara

statistik tidak signifikan setelah disesuaikan untuk beberapa

test, maka penulis merekomendasikan trial klinis tambahan untuk

mengkonfirmasi keuntungan ini.

Sebaliknya, pasien dalam penelitian STICH yang mempunyai PIS

>1 cm dari permukaan korteks atau dengan skor GCS >=8 cenderung

lebih buruk dengan penyingkiran bedah dibandingkan tatalaksana

medis. Penelitian lain merandomisasi 108 pasien yang mempunyai

PIS supratentorial subkortikal atau putaminal >30 mL dalam volume

untuk kraniotomi atau tatalaksana medis dalam 8 jam setelah

awitan. Outcome yang baik (pemulihan yang baik atau disabilitas

moderat pada Glasgow Outcome Scale pada 1 tahun) adalah lebih

baik secara signifikan pada pasien yang dirawat secara bedah,

tetapi tidak ada perbedaan dalam survival keseluruhan. Trial acak

lainnya mempunyai terlalu sedikit pasien untuk menentukan outcome

28

Page 29: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

pada subgroup berdasar lokasi, hanya merandomisasi pasien dengan

PIS profunda, atau tidak melaporkan hasil ini. Antusiasme untuk

evakuasi bedah untuk PIS thalamus dan pontine masih terbatas.

Penyingkiran PIS Secara Bedah dengan invasi minimal

Jika indikasi untuk evakuasi bedah terhadap hematoma intrasere-

bral adalah kontroversial, maka cara dengan mana mencapai

evakuasi ini bahkan kurang pasti. Beberapa kelompok telah

mengembangkan teknik penyingkiran bekuan darah dengan invasi

minimal. Teknik ini cenderung menggunakan pedoman stereotaktik

yang dikombinasi dengan aspirasi yang ditingkatkan trombolisis

atau yang ditingkatkan endoskopi. Kedua trial acak tentang

aspirasi yang ditingkatkan trombolisis dan aspirasi yang

ditingkatkan endoskopi dengan atau tanpa stereotaksis telah

melaporkan meningkatnya penyingkiran bekuan darah dan berku-

rangnya mortalitas pada pasien yang dirawat secara bedah dalam

waktu 12 sampai 72 jan, tetapi membaiknya outcome fungsional

tidak diperlihatkan secara konsisten.

Penentuan Saat Pembedahan

Satu masalah penting adalah tidak adanya konsensus tentang

kerangka waktu tentang apa yang merupakan pembedahan dini. Pene-

litian klinik telah melaporkan variabilitas lebar dalam penentuan

saat pembedahan, yang berkisar dalam 4 jam sampai 96 jam dari

awitan gejala sampai saat operasi. Variasi waktu diantara peneli-

tian tersebut telah menyebabkan sulitnya perbandingan langsung

dan analisis terhadap pengaruh penentuan saat pembedahan. Sebuah

serial retrospektif di Jepang tentang penyingkiran bedah terhadap

100 PIS putaminal dalam waktu 7 jam setelah awitan (60 dalam 3

jam) melaporkan outcome yang lebih baik dari yang diperkirakan.

Tetapi trial acak berikutnya yang merawat pasien dalam 12 jam

setelah awitan melaporkan hasil yang beragam. Meningkatnya risiko

perdarahan-ulang terlihat dalam trial kecil dengan pasien yang

dirandomisasi dalam 4 jam setelah awitan.

29

Page 30: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

Trial yang merandomisasi pasien dalam 24 jam, 48 jam, 72 jam,

dan 96 jam juga tidak memperlihatkan manfaat yang jelas dari

pembedahan dibandingkan dengan tatalaksana medis kecuali untuk

membaiknya outcome pada subkelompok pasien dalam trial STICH yang

mempunyai PIS superficial dan berkurangnya mortalitas pada pasien

yang mengalami perdarahan subkorteks yang dirawat dengan metoda

invasif minimal dalam 12 sampai 72 jam, sebagaimana dibahas

diatas.

REKOMENDASI

1. Untuk sebagian besar pasien PIS, kegunaan pembedahan adalah

tidak pasti (Golongan IIb; Bukti tingkat C) (Rekomendasi

baru). Pengecualias spesifik untuk rekomendasi ini akan

menyusul.

2. Pasien perdarahan serebellar yang mengalami deteriorasi

secara neurologis atau yang mengalami kompresi batang otak

dan/atau hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus

menjalani penyingkiran secara bedah terhadap perdarahan

tersebut secepat mungkin (Golongan I; Bukti Tingkat B)

(Direvisi dari pedoman sebelumnya). Terapi awal untuk

pasien ini dengan drainase ventrikuler saja bukan dengan

evakuasi bedah tidak direkomendasikan (Golongan III; Bukti

Tingkat C) (Rekomendasi baru).

3. Untuk pasien yang mempunyai bekuan darah lobar >30 mL, dan

dalam 1 cm dari permukaan, evakuasi PIS supratentorial

dengan kraniotomi standar dapat dipertimbangkan (Golongan

IIb; Bukti Tingkat B) (Direvisi dari pedoman sebelumnya).

4. Effektivitas evakuasi bekuan darah secara invasivf minimal

yang menggunakan aspirasi stereotaktik atau aspirasi

endoskopik dengan atau tanpa menggunakan trombolisis adalah

tidak pasti dan penelitian dipertimbangkan (Golongan IIb;

Bukti Tingkat B) (Rekomendasi baru).

5. Walaupun secara teoritis menarik, sekarang ini tidak ada

bukti jelas yang menunjukkan bahwa penyingkiran PIS

supratentorial secara ultra-dini memperbaiki outcome

30

Page 31: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

fungsional atau tingkat mortalitas. Kraniotomi yang sangat

dini mungkin berbahaya disebabkan meningkatnya risiko

perdarahan rekuren (Golongan III; Bukti Tingkat B)(Direvisi

dari pedoman sebelumnya).

PREDIKSI OUTCOME dan WITHDRAWAL DUKUNGAN TEKNOLOGI

Banyak penelitian observasional dan epidemiologis telah

mengidentifikasi beragam faktor yang dapat meramalkan outcome

setelah PIS akut. Dari penelitian ini banyak model prediksi

outcome telah dikembangkan untuk mortalitas dan outcome

fungsional. Gambaran yang ditemukan pada sebagian besar model

prediksi ini meliputi karakteristik pasien individual misalnya

skor pada GCS atau Skala Stroke Institut Kesehatan Nasional,

umur, volume dan lokasi hematoma, dan adanya dan banyaknya PIV.

Tetapi tidak ada model prediksi outcome yang mempertimbangkan

pengaruh keterbatasan perawatan misalnya perintah DNR (do not

resuscitate) atau withdrawal dukungan teknologi.

Sebagian besar pasien yang meninggal akibat PIS terjadi

selama rawat inap akut awal, dan kematian ini biasanya terjadi

dalam situasi withdrawal dukungan yang disebabkan oleh prognosis

yang diperkirakan buruk. Tetapi beberapa penelitian sekarang

telah mengidentifikasi withdrawal dukungan medis dan pembatasan

perawatan dini lainnya, misalnya perintah DNR dalam hari pertama

rawat inap, sebagai prediktor independen untuk outcome. Adalah

mungkin bahwa model prediksi outcome sekarang maupun metoda yang

lebih informal dalam prognostikasi dini setelah PIS menjadi bias

oleh tidak diperhitungkannya pembatasan perawatan ini. Telah

dikedepankan kekhawatiran bahwa keputusan oleh dokter untuk

membatasi perawatan secara dini setelah PIS menghasilkan ramalan

outcome buruk yang dilaksanakan sendiri yang disebabkan oleh

prognostikasi pesimistis yang tidak akurat dan tidak memberikan

terapi awal yang agresif pada pasien PIS yang penyakitnya berat

yang kendatipun demikian masih mempunyai kemungkinan untuk

outcome yang baik.

31

Page 32: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

Walaupun perintah DNR berdasar definisi berarti bahwa tidak

ada upaya resusitasi yang akan dilakukan ketika suatu arrestrasi

kardiopulmoner terjadi, dalam penggunaan praktek, apabila

dilakukan secara dini setelah PIS, ini adalah suatu istilah lain

untuk tidak adanya agresifitas perawatan secara keseluruhan. Ini

menyimpulkan bahwa keseluruhan agresifitas pada perawatan PIS

disebuah rumah sakit mungkin sangat penting dalam menentukan

outcome pasien, tanpa memperhatikan karakteristik spesifik

masing-masing orang.

Walaupun prognostikasi dini setelah PIS mungkin diinginkan

oleh dokter, pasien, dan keluarga pasien, tetapi itu sekarang

dasarnya tidak pasti. Mengingat adanya ketidak-pastian ini dan

kemungkinan untuk ramalan outcome buruk yang dilaksanakan

sendiri, maka harus sangat berhati-hati dalam mengupayakan

prognostikasi yang akurat secara dini setelah PIS, khususnya jika

tujuannya adalah untuk mempertimbangkan withdrawal dukungan atau

perintah DNR. Dengan demikian, terapi agresif yang sesuai pedoman

direkomendasikan untuk semua pasien PIS yang tidak mempunyai

indikasi dini bahwa ini sebaiknya tidak dilakukan. Pembatasan

perawatan seperti perintah DNR atau withdrawal dukungan sebaiknya

tidak direkomendasikan oleh dokter yang merawat dalam beberapa

hari pertama setelah PIS.

REKOMENDASI

1. Perawatan agresif penuh secara dini setelah awitan PIS dan

penundaan perintah DNR sampai sekurang-kurangnya dua hari

penuh rawat inap mungkin direkomendasikan (Golongan IIa;

Bukti Tingkat B). Pasien dengan perintah DNR yang telah ada

sebelumnya tidak termasuk dalam rekomendasi ini. Metoda

prognostikasi yang berlaku sekarang pada masing-masing

pasien secara dini setelah PIS mungkin menjadi bias oleh

tidak diperhitungkannya pengaruh withdrawal dukungan dan

perintah DNR dini. Pasien yang diberi status DNR sebaiknya

mendapat intervensi medis dan bedah lainnya kecuali jika

32

Page 33: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

ada indikasi jelas untuk tidak (Direvisi dari pedoman

sebelumnya).

PENCEGAHAN PIS REKUREN

Penelitian yang berbasis populasi terhadap mereka yang

berhasil selamat dari stroke hemoragik pertama telah mengiden-

tifikasi tingkat PIS rekuren 2,1% sampai 3,7% per-pasien-

tahun, ini secara substansial lebih tinggi dibandingkan ting-

kat stroke iskhemik berikutnya pada orang-orang ini.

Faktor risiko paling konsisten yang teridentifikasi untuk

PIS rekuren adalah lokasi lobar pada PIS pertama. Temuan ini

mungkin menunjukkan kaitan antara angiopati amiloid serebral

dengan lokasi lobar dan meningkatnya rekurensi. Perdarahan

dilokasi yang karakteristik untuk vaskulopati hipertensif,

misalnya ganglia basal, thalamus, atau batang otak, juga

terjadi, tetapi lebih jarang. Faktor lain yang berkaitan

dengan rekurensi PIS dalam sejumlah penelitian meliputi usia

lanjut, antikoagulasi pasca-PIS, pembawa apolipoprotein E

atau , dan lebih banyaknya jumlah perdarahan mikro pada MRI

gradien-ekho yang ditimbang T2*.

Hipertensi adalah faktor risiko paling penting yang

sekarang dapat dimodifikasi untuk mencegah rekurensi PIS.

Pentingnya kontrol tekanan darah didukung data dari PROGRESS

(Perindopril Protection Against Recurrent Stroke Study) yang

memperlihatkan bahwa subyek yang mempunyai penyakit serebro-

vaskuler yang dirandomisasi untuk perindopril ditambah

indapamide opsional mempunyai risiko yang lebih rendah secara

signifikan untuk PIS pertama (hazard ratio yang disesuaikan

0,44; 95% CI 0,28 sampai 0,69) dan penurunan yang serupa,

walaupun tidak signifikan secara statistik, dalam PIS rekuren

(hazard ratio yang disesuaikan 0,37; 95% CI, 0,10 sampai

1,38). Perlu diperhatikan, pengurangan ini tampaknya berlaku

untuk PIS lobar maupun hemisfer dalam. Walaupun data spesifik

tentang tekanan darah yang optimal untuk mengurangi rekurensi

PIS tidak tersedia, tetapi target yang masuk akal adalah

33

Page 34: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

tekanan darah <140/90 (atau 130/80 dalam keadaan terdapat

diabetes atau penyakit ginjal kronis) sebagaimana disarankan

oleh laoran paling akhir dari Komite Gabungan Nasional untuk

Pencegahan, Pendeteksian, Evaluasi, dan Perawatan Tekanan

Darah Tinggi.

Antikoagulasi oral adalah berkaitan dengan outcome PIS

yang lebih buruk dan meningkatnya risiko rekurensi, menimbul-

kan pertanyaan tentang apakah keuntungan antikoagulasi untuk

mencegah tromboemboli melebihi risikonya setelah PIS pertama.

Untuk seorang pria hipotetis umur 69 tahun yang mempunyai

fibrilasi atrial non-valvular dan PIS lobar pada sebelumnya,

model dari Markov meramalkan bahwa antikoagulasi jangka-

panjang akan memperpendek survival yang disesuaikan-kualitas

disebabkan oleh tingginya risiko rekurensi setelah PIS lobar.

Hasil-hasil untuk antikoagulan setelah PIS hemisfer dalam

adalah kurang jelas dan bervariasi tergantung kepada asumsi

tentang risiko tromboemboli dimasa datang atau PIS. Effek obat

antiplatelet terhadap rekurensi PIS dan beratnya tampaknya

secara substansial lebih kecil dari pada untuk antikoagulasi,

menunjukkan bahwa terapi antiplatelet mungkin adalah alterna-

tif yang lebih aman untuk antikoagulasi setelah PIS. Baru-baru

ini, trial ACTIVE A (Atrial Fibrillation Clopidogrel Trial

with Irbesartan for Prevention of Vascular Events – Aspirin)

melaporkan penelitian tersamar-ganda acak tentang keamanan dan

efikasi penambahan clopidogrel 5 mg per hari kepada aspirin 75

sampai 100 mg per hari pada pasien dengan fibrilasi atrial

risiko-tinggi dan ada kontraindikasi untuk warfarin. Walaupun

PIS sebelumnya terdaftar sebagai satu dari banyak alasan untuk

masuk penelitian, tetapi penulis tidak melaporkan proporsi

subyek yang sebelumnya mempunyai PIS, dan oleh karena itu

hasil penelitian mungkin tidak secara langsung berlaku untuk

mereka yang sebelumnya mempunyai PIS. Subyek yang memperoleh

clopidogrel yang ditambahkan kepada aspirin memperoleh 0,8%

per tahun pengurangan risiko absolut untuk kejadian vaskuler

34

Page 35: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

besar tetapi mengalami peningkatan 0,7% per tahun dalam

kejadian perdarahan massif.

Baru-baru ini, penelitian SPARCL (stroke prevention with

aggressive reduction in cholesterol level) mendapati mening-

katnya risiko PIS berikutnya (hazard ratio yang tidak

disesuaikan 1,68, 95% CI 1,09 sampai 2,59) diantara subyek

yang sebelumnya mengalami stroke yang dirandomisasi untuk

atorvastatin dosis-tinggi. Masih tidak jelas apakah effek ini

melebihi keuntungan terapi statin dalam mengurangi kejadian

serebral dan jantung iskhemik pada yang selamat dari PIS.

Sering mengkonsumsi alcohol (dalam studi di Cincinnati

Raya/Kentucky Utara sebagai minum > 2 kali sehari) adalah

berkaitan dengan meningkatnya risiko PIS dan oleh karena itu

masuk akal untuk dihindari setelah PIS. Perilaku lain misalnya

latihan fisik berat, aktivitas seksual, atau stress tidak

berkaitan dengan PIS, walaupun hanya sedikit data sistimatik

yang dilaporkan.

REKOMENDASI

1. Dalam situasi dimana stratifikasi risiko pasien untuk PIS

rekuren mungkin mempengaruhi keputusan tatalaksana lain,

adalah masuk akal mempertimbangkan faktor risiko berikut

ini untuk rekurensi: lokasi lobar pada PIS pertama, usia

lanjut, antikoagulasi kontinyu, adanya allel apolipoprotein

E 2 atau 4, dan lebih banyaknya jumlah perdarahan mikro

pada MRI (Golongan IIa; Bukti Tingkat B)(Rekomendasi baru).

2. Setelah periode PIS akut, dan tidak ada kontraindikasi

medis, tekanan darah harus dikontrol dengan baik khususnya

untuk pasien dengan lokasi PIS tipikal vaskulopati

hipertensif (Golongan I; Bukti Tingkat A)(Rekomendasi

baru).

3. Setelah periode PIS akut, target tekanan darah yang normal

adalah <140/90 (<130/80 jika ada diabetes atau penyakit

ginjal kronis) ini masuk akal (Golongan IIa; Bukti Tingkat

B)(Rekomendasi baru).

35

Page 36: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

4. Menghindari antikoagulasi jangka-panjang sebagai terapi

untuk fibrilasi atrial non-valvular mungkin direkomendasi-

kan setelah PIS lobar spontan karena relatif tingginya

risiko rekurensi (Golongan IIa; Bukti Tingkat B).

Antikoagulasi setelah PIS nonlobar dan terapi antiplatelet

setelah semua PIS dapat dipertimbangkan, khususnya jika ada

indikasi definitif untuk obat ini (Golongan IIb; Bukti

Tingkat B) (Tidak berubah dari pedoman sebelumnya).

5. Menghindari penggunaan alkohol berat dapat bermanfaat

(Golongan IIa; Bukti Tingkat B). Tidak cukup data untuk

merekomendasikan pembatasan penggunaan statin atau aktivi-

tas fisik atau aktivitas seksual (Golongan IIb; Bukti

Tingkat C)(Rekomendasi baru).

REHABILITASI DAN PEMULIHAN

Pengetahuan tentang perbedaan dalam riwayat alamiah pola

pemulihan dan prognosis untuk disabilitas residual dan fungsi

antara PIS dan stroke iskhemik dipersulit oleh sangat lebih

rendahnya tingkat PIS dibandingkan stroke iskhemik dan oleh

disatukannya perdarahan subarahknoid dan PIS dalam banyak

penelitian. Juga ada masalah yang berkaitan dengan

insensitivitas banyak ukuran outcome yang digunakan dalam

rehabilitasi untuk memungkinkan pendeteksian perbedaan yang

signifikan secara klinis antar grup. Kendatipun demikian, ada

sejumlah bukti bahwa pasien PIS membuat kemajuan yang agak

lebih besar dan lebih cepat dalam pemulihan dibandingkan

dengan pasien stroke iskhemik.

Biasanya pemulihan terjadi lebih cepat dalam beberapa

minggu pertama tetapi mungkin berlanjut selama beberapa bulan

setelah PIS, dan kira-kira separuh dari semua mereka yang

selamat tetap tergantung kepada orang lain untuk aktivitas ke-

hidupan sehari-hari. Tetapi pasien bervariasi dalam kecepatan

dan derajat pemulihan, dan tidak ada rumus yang pasti tentang

kapan selesainya pemulihan. Kognisi, suasana pikiran,

motivasi, dan dukungn sosial semuanya mempengaruhi pemulihan,

36

Page 37: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

dan sulit membedakan antara pemulihan intrinsik dan pemulihan

adaptif. Sebuah skor prognosis sederhana yang menggunakan

umur, volume dan lokasi PIS, tingkat kesadaran saat diterima,

dan penurunan kognitif pra-PIS telah diperlihatkan untuk

meramalkan independensi pada 90 hari. Mengingat PIS sering

berlokasi di regio lobar dan diperburuk oleh perluasan ke

intraventrikuler, maka sejumlah pasien yang mempunyai defisit

kognitif spesifik atau pemulihan yang lambat yang tidak

proporsional dengan ukuran lesi mungkin memerlukan terapi

khusus dalam rehabilitasi.

Pemberian pelayanan rehabilitsi stroke telah memperoleh

perhatian cukup besar dalam tahun-tahun terakhir. Secara

parsial ini menggambarkan kebutuhan untuk merancang pelayanan

untuk memastikan pemulihan yang optimal untuk pasien dan seba-

gian lagi disebabkan oleh tekanan fiscal terhadap pelayanan

kesehatan yang mahal. Mengingat kuatnya bukti tentang manfaat

dari rawat inap (unit stroke) multidisipliner yang terorgani-

sir dengan baik dari segi memperbaiki survival, pemulihan, dan

kembali ke rumah dibandingkan dengan bangsal stroke konvensi-

onal yang tidak khusus, telah dilakukan upaya untuk memperluas

model pelayanan dengan perawatan yang terkoordinasi ini

kedalam masyarakat. Secara spesifik, dukungan terhadap pemu-

langan dari rumah sakit secara dini dan program rehabilitasi

yang berbasis dirumah telah diperlihatkan effektif biaya,

terapi yang berbasis di rumah pada pasien yang stabil telah

diperlihatkan menghasilkan outcome yang sebanding dengan

rehabilitasi rawat-jalan konvensional. Keberhasilan program

ini tergantung kepada pelatihan pengasuh dan dukungan. Tetapi

konfigurasi yang mungkin untuk pelayanan rehabilitasi stroke

di daerah manapun akan tergantung kepada sumber-daya yang ter-

sedia dan opsi pendanaan. Suatu bagian penting dari rehabili-

tasi harus mencakup edukasi untuk pasien dan pengasuhnya ten-

tang pencegahan stroke sekunder dan cara-cara mencapai sasaran

rehabilitasi. Program rehabilitasi harus mempertimbangkan

perubahan gaya hidup, depresi, dan beban pengasuh sebagai

37

Page 38: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

masalah penting untuk diselesaikan bersama pasien dan

pengasuh.

REKOMENDASI

1. Mengingat seriusnya sifat dan kompleksnya pola berkem-

bangnya disabilitas, maka masuk akal bahwa semua pasien

PIS mendapat akses ke rahabilitasi multidisipliner

(Golongan IIa; Bukti Tingkat B). Bilamana mungkin,

rehabilitasi akan bermanfaat jika dimulai sedini mungkin

dan diteruskan didalam masyarakat sebagai bagian dari

program yang terkoordinasi dengan baik (terpadu) yang

terdiri dari percepatan pemulangan dari rumah sakit dan

berdiam di rumah lagi untuk meningkatkan kelanjutan

pemulihan (Golongan IIa; Bukti Tingkat B) (Rekomendasi

baru).

PERTIMBANGAN UNTUK MASA DEPAN

Masa depan perawatan PIS berpusat pada kumpulan target. Yang

pertama jelas pencegahan. Proyek yang berbasis masyarakat untuk

menurunkan tekanan darah melalui gaya hidup sehat dan kepatuhan

kepada pengobatan mungkin akan sangat sukses dalam mengurangi

insidensi PIS. Penelitian pada hewan yang ditujukan untuk

mencegah angiopati amiloid serebral telah memperlihatkan harapan

awal.

Pada saat PIS telah terjadi, upaya untuk memobilisasi

masyarakat untuk memfasilitasi perawatan cepat adalah sama dengan

upaya yang ditujukan pada perawatan stroke iskhemik akut. Imaging

canggih sekarang dapat mengidentifikasi pasien yang sedang

mengalami perdarahan dan memberikan sasaran untuk seleksi pasien

dengan lebih baik untuk test obat hemostatik. Efikasi obat

hemostatik harus ditimbang dengan jelas terhadap kemungkinan

risiko trombosis arteri dan vena.

Kontrol tekanan darah secara teoritis dapat mengurangi

pertumbuhan hematoma dan/atau mengurangi edema serebral.

Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa studi penurunan tekanan

38

Page 39: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

darah yang acak dan terkontrol adalah layak. Keamanan dan efikasi

masih harus diperlihatkan dalam studi yang lebih besar.

Terdapat riset aktif tentang intervensi cedera oksidatif

setelah PIS. Chelator besi misalnya deferoxamine sedang diteliti

dalam trial fase awal. Jalur-jalur yang berpusat disekitar factor

yang dapat diinduksi hipoksia dan prolyl hidroksilase merupakan

kemugkinan target lainnya untuk intervensi yang berpusat

disekitar stress oksidatif. Peranan microglia dan makrofag dalam

resolusi hematoma akan mendapat lebih banyak perhatian. Autophagy

mungkin adalah suatu proses seluler yang dapat dirubah untuk

mencegah kematian sel yang berkaitan dengan PIS.

Mungkin ada banyak faktor yang memberi kontribusi kepada

cedera setelah PIS, termasuk effek massa, toksisitas yang

berkaitan dengan darah, dan bergesernya jaringan yang ada

dibawahnya. Tampaknya, solusi yang sederhana adalah penyingkiran

hematoma. Tetapi sampai saat ini pembedahan belum terbukti

sebagai obat yang manjur untuk kondisi ini. Upaya baru yang

menggunakan teknik bedah invasive minimal yang dapat

menyingkirkan effek toksik dan effek tekanan dari darah sambil

menghindari kerusakan yang disebabkan oleh prosedur yang lebih

invasif, maupun terapi baru untuk mencairkan dan mendrainase

darah intraventrikel, sekarang sedang diteliti.

Prioritas untuk riset PIS telah dipublikasikan dan dibahas

secara ekstensif. Pendekatan yang agresif dan kolaboratif

terhadap riset dasar maupun riset klinis dalam bidang ini mungkin

akan menjangkau hasil yang paling tinggi. Sementara itu, jelas

bahwa kemampuan kita untuk membuat prognosis tentang PIS masih

terbatas, dan bahwa perawatan agresif sekarang, dan harapan untuk

masa depan, keduanya jelas diindikasikan.

#######

39

Page 40: Dr Satya G - Pedoman Untuk Tatalaksana

40