dr satya g - pedoman untuk tatalaksana
TRANSCRIPT
Pedoman Untuk TatalaksanaPerdarahan Intraserebral Spontan
Pedoman untuk professional perawatan kesehatan dari Assosiasi Jantung Amerika/Assosiasi Stroke Amerika
Akademi Neurologi Amerika menegaskan nilai pedoman ini sebagai alat edukasi untuk dokter saraf.
Assosiasi Dokter Bedah Saraf Amerika dan Konggres Dokter Bedah Saraf telah meneliti dokumen ini dan
menegaskan isi edukatifnya.
Tujuan – Sasaran pedoman ini adalah memberikan rekomendasi masa
kini dan komprehensif untuk diagnosis dan perawatan perdarahan
intraserebral spontan akut.
Metoda – Suatu upaya pencarian formal di literatur MEDLINE telah
dilakukan. Data disintesis dengan menggunakan tabel bukti.
Anggota komite penulis bertemu melalui teleconference untuk
mendiskusikan rekomendasi yang berasal dari data. Algoritma
penentuan derajat bukti dari dewan Stroke Assosiasi Jantung
Amerika digunakan untuk menentukan derajat masing-masing
rekomendasi. Tinjauan pra-publikasi terhadap draft pedoman
dilakukan oleh 6 pemeriksa ahli dan oleh anggota Komite
Pernyataan Ilmiah Dewan Stroke dan Komite Pimpinan Dewan Stroke.
Ada maksud untuk memperbarui pedoman ini secara menyeluruh dalam
waktu 3 tahun.
Hasil – Pedoman yang berbasis bukti diberikan untuk perawatan
pasien yang memperlihatkan perdarahan intraserebral. Fokusnya
dibagi menjadi diagnosis, hemostasis, tatalaksana tekanan darah,
tatalaksana rawat inap dan tugas perawat, mencegah komorbiditas
medis, terapi bedah, prediksi outcome, rehabilitasi, pencegahan
rekurensi, dan pertimbangan untuk masa depan.
Kesimpulan – Perdarahan intraserebral adalah suatu kondisi medis
serius yang outcomenya dapat dipengaruhi oleh perawatan agresif
1
dini. Pedoman ini memberikan kerangka kerja untuk perawatan yang
diarahkan ke sasaran pada pasien perdarahan intraserebral.
Kata kunci: Pernyataan ilmiah AHA, perdarahan intraserebral,
perawatan, diagnosis, tekanan intrakranial, hidrosefalus,
pembedahan
Perdarahan Intra-Serebral (PIS) spontan, nontraumatik,
adalah penyebab signifikan morbiditas dan mortalitas di seluruh
dunia. Walaupun banyak yang telah dilakukan terhadap tidak adanya
terapi yang sasarannya spesifik, tetapi jauh lebih sedikit yang
telah ditulis tentang keberhasilan dan sasaran perawatan medis
agresif dan perawatan bedah untuk penyakit ini. Penelitian
terbaru yang berbasis populasi menunjukkan bahwa sebagian besar
pasien memperlihatkan PIS kecil yang dapat diselamatkan dengan
mudah oleh perawatan medis yang baik. Ini menunjukkan bahwa
perawatan media yang sangat baik mungkin mempunyai pengaruh
langsung dan poten terhadap morbiditas dan mortalitas PIS
sekarang, bahkan sebelum suatu terapi spesifik ditemukan. Memang,
sebagaimana didiskusikan lebih akhir, secara keseluruhan agresi-
fitas perawatan PIS adalah berkaitan langsung dengan mortalitas
dari penyakit ini. Oleh karena itu salah satu tujuan pedoman ini
adalah mengingatkan klinikus tentang pentingnya perawatan dalam
menentukan outcome PIS, dan untuk memberikan suatu kerangka-kerja
yang berbasis-bukti untuk perawatan tersebut.
Agar pedoman ini singkat dan berguna untuk klinikus yang
berpraktek, maka pembaca kami persilahkan mencari artikel lain
untuk rincian epidemiologi PIS. Begitu juga, ada banyak
penelitian klinik yang sedang berlangsung diseluruh dunia yang
berkaitan dengan penyakit ini. Pembaca kami anjurkan mempertim-
bangkan mencari referensi untuk pasien ke upaya-upaya penting ini
yang dapat ditemukan pada http//www.strokecenter.org/trial/. Kami
tidak akan mendiskusikan penelitian yang sedang berlangsung
tersebut karena kami tidak dapat meliput semuanya; fokus
pernyataan ini adalah pada terapi yang tersedia sekarang.
2
Terakhir, suatu pedoman baru tentang stroke pediatrik telah
dipublikasikan, ini menghindari kebutuhan untuk mengulang masalah
-masalah tentang PIS pediatrik disini.
Pedoman PIS terakhir diterbitkan tahun 2007, dan artikel ini
berperan memperbarui pedoman tersebut. Dengan demikian, perbedaan
dengan rekomendasi sebelumnya disebutkan dalam penelitian yang
sekarang. Grup penulis bertemu per tilpon untuk menentukan
subkategori yang akan dievaluasi. Ini meliputi diagnosis
emergency dan penilaian PIS dan penyebabnya; hemostasis, tekanan
darah, tekanan intrakranial (ICP)/demam/glukosa/kejang/hidrose-
falus; besi; pemantauan tekanan intrakranial/oksigenasi jaringan;
penyingkiran bekuan; perdarahan intraventrikel; withdrawal
dukungan teknologi; pencegahan rekurensi PIS; perawatan oleh
paramedik; rehabilitasi/pemulihan; pertimbangan untuk masa depan.
Masing-masing subkategori dipimpin oleh seorang penulis ditambah
satu atau dua penulis lagi untuk memberi kontribusi. Pencarian
penuh di MEDLINE dilakukan terhadap semua artikel yang berbahasa
Inggris tentang perawatan penyakit manusia yang relevan.
Rancangan ringkasan dan rekomendasi diedarkan ke seluruh grup
penulis untuk umpan balik. Konferensi dilakukan untuk mendiskusi-
kan masalah yang kontroversial. Rancangan yang dihasilkan dikirim
ke seluruh grup penulis untuk dikomentari. Komentar dimasukkan
oleh Wakil Pimpinan dan Pimpinan, dan seluruh komite diminta
menyetujui rancangan final. Perubahan pada dokumen dibuat oleh
Pimpinan dan Wakil dalam respon kepada tinjauan dari rekan, dan
dokumen itu sekali lagi dikirim ke seluruh grup penulis untuk
saran perubahan dan persetujuan. Rekomendasi mengikuti metoda
Dewan Stroke Assosiasi Jantung Amerika dalam mengklasifikasikan
tingkat kepastian effek terapi dan golongan bukti (tabel 1 dan
2). Semua rekomendasi golongan I dimuat dalam Tabel 3.
Diagnosis Darurat dan Penilaian PIS dan Penyebabnya
PIS adalah suatu darurat medis. Diagnosis cepat dan tatalaksana
yang penuh perhatian terhadap pasien PIS adalah sangat penting
3
karena deteriorasi dini sering terjadi dalam beberapa jam pertama
setelah awitan PIS. Lebih dari 20% pasien akan mengalami
penurunan pada Glasgow Coma Scale (GCS) >= 2 point antara
penilaian pelayanan medis darurat pra-rumah sakit dan evaluasi
pertama di bagian gawat darurat. Diantara pasien yang mengalami
penurunan neurologis pra-rumah sakit, skor GCS turun dengan rata
6 point dan tingkat mortalitas >75%. Lebih lanjut, dalam jam
pertama berada di rumah sakit, 15% pasien memperlihatkan
penurunan skor GCS >= 2 point. Risiko untuk deteriorasi neuro-
logis dini dan tingginya tingkat outcome buruk jangka-panjang
menggaris-bawahi perlunya tatalaksana dini yang agresif.
Tatalaksana pra-rumah sakit
Tujuan utama pelayanan pra-rumah sakit adalah memberikan dukungan
ventilasi dan kardiovaskuler dan mengangkut pasien ke fasilitas
terdekat yang siap untuk merawat pasien stroke akut (baca seksi
Tatalaksana Bagian Gawat Darurat dibawah ini). Prioritas kedua
untuk dilaksanakan petugas pelayanan medis darurat meliputi
memperoleh riwayat yang terfokus tentang saat terjadinya awitan
gejala (atau saat terakhir pasien terlihat normal) dan informasi
tentang riwayat medis, pengobatan dan penggunaan obat. Terakhir,
petugas pelayanan medis darurat harus memberitahu kepada Bagian
Gawat Darurat tentang akan datangnya pasien yang mungkin
mengalami stroke sehingga jalur-jalur yang kritikal dapat disiap-
kan dan pelayanan konsultasi dapat disiagakan. Pemberitahuan
sebelumnya kepada pelayanan medis darurat telah diperlihatkan
secara signifikan memperpendek tenggang waktu ke CT scan di
Bagian Gawat Darurat.
Tatalaksana Bagian Gawat Darurat
Adalah sangat penting bahwa setiap IGD disiapkan untuk merawat
pasien PIS atau mempunyai rancangan untuk transfer cepat ke pusat
perawatan tertier. Sumber daya penting yang diperlukan untuk
menatalaksanakan pasien dengan PIS meliputi fasilitas neurologi,
neuroradiologi, bedah saraf, dan fasilitas perawatan kritikal
4
termasuk secara adekuat melatih paramedik dan dokter. Didalam
IGD, pelayanan konsultasi yang layak harus dihubungi secepat
mungkin dan evaluasi klinis harus dilaksanakan secara efisien,
dimana dokter dan perawat bekerja secara parallel. Tabel 4
menjelaskan komponen integral dari riwayat, pemeriksan fisik dan
pemeriksaan diagnostik yang harus dilakukan di IGD.
Untuk pasien PIS, tatalaksana darurat mungkin meliputi
intervensi bedah saraf untuk evakuasi hematoma, drainase
ventrikel eksternal atau pemantauan invasif dan perawatan tekanan
intra-kranial (TIK), tatalaksana tekanan darah, intubasi, dan
mengatasi koagulopati. Walaupun banyak senter mempunyai jalur
kritikal yang dikembangkan untuk merawat stroke iskhemik akut,
tetapi hanya beberapa yang mempunyai protokol untuk tatalaksana
PIS. Jalur tersebut memungkinkan tatalaksana yang lebih efisien,
standar, dan terintegrasi untuk pasien PIS yang kondisinya
kritis.
Neuro-imaging
Awitan mendadak gejala neurologis fokal dianggap asalnya
vaskuler, sampai terbukti lain. Tetapi tidak mungkin mengetahui
apakah gejala disebabkan oleh iskhemia atau perdarahan
berdasarkan karakteristik klinis saja. Muntah, tekanan darah
sistolik >220 mm Hg, nyeri kepala hebat, coma atau turunnya
tingkat kesadaraan, dan progresi dalam beberapa menit atau
beberapa jam semuanya menunjukkan PIS, walaupun tidak satupun
dari temuan ini adalah spesifik; dengan demikian neuroimaging
adalah wajib. CT dan MRI keduanya masuk akal untuk evaluasi awal.
CT adalah sangat sensitive untuk mengidentifikasi perdarahan akut
dan dianggap sebagai standar emas; gradient echo dan MRI yang
ditimbang-T2 adalah sama sensitifnya dengan CT untuk mendeteksi
darah akut dan lebih sensitif untuk identifikasi perdarahan
sebelumnya. Waktu, biaya, kedekatan ke IGD, toleransi pasien,
status klinik, dan tersedianya MRI mungkin menjadi rintangan
untuk MRI darurat pada sebagian kasus.
5
Tingginya tingkat deteriorasi neurologis dini setelah PIS
secara parsial berkaitan dengan perdarahan aktif yang mungkin
berlangsung berjam-jam setelah awitan gejala. Lebih singkatnya
tenggang waktu antara awitan gejala dengan neuroimaging pertama,
maka bertambah mungkin bahwa neuroimaging berikutnya akan
memperlihatkan ekspansi hematoma. Diantara pasien yang menjalani
CT kepala dalam 3 jam setelah awitan PIS, 28% sampai 38%
mempunyai ekspansi hematoma lebih dari sepertiga pada CT follow-
up. Ekspansi hematoma meramalkan deteriorasi klinik dan mening-
katkan morbiditas dan mortalitas. Dengan demikian, mengidentifi-
kasi pasien yang beresiko untuk ekspansi hematoma adalah bidang
aktif riset. Angiografi CT dan CT yang ditingkatkan kontras dapat
mengidentifikasi pasien yang berisiko tinggi untuk ekspansi PIS
berdasarkan adanya ekstravasasi kontras didalam hematoma.
MRI/angiogram/venogram dan angiogram/venogram CT adalah cukup
sensitive untuk mengidentifikasi penyebab sekunder perdarahan,
termasuk malformasi arteriovena, tumor, moyamoya, dan trombosis
vena serebral. Angiogram kateter dapat dipertimbangkan jika ada
kecurigaan klinis yang tinggi atau pemeriksaan noninvasive
menunjukkan adanya penyebab vaskuler yang mendasari. Kecurigaan
klinis tentang penyebab sekunder PIS mungkin meliputi prodrome
nyeri kepala, gejala neurologis atau konstitusional. Kecurigaan
radiologis tentang penyebab sekunder PIS akan timbul oleh adanya
perdarahan subarachnoid, bentuk hematoma yang tidak lazim (tidak
bulat), adanya edema yang diluar proporsi sejak dini dalam PIS
yang terlihat dalam imaging pertama, lokasi perdarahan yang tidak
lazim, dan adanya struktur abnormal lain didalam otak misalnya
suatu benjolan. Venogram CT atau MR harus dilakukan jika lokasi
perdarahan, dalam kaitan dengan volume edema, atau signal
abnormal di sinus serebral pada neuroimaging rutin menunjukkan
trombosis vena serebral.
Sebagai ringkasan, PIS adalah suatu keadaan darurat medis,
yang ditandai oleh morbiditas dan mortalitas tinggi, dan harus
didiagnosis dengan segera dan ditatalaksanakan secara agresif.
6
Ekspansi hematoma dan deteriorasi dini sering terjadi dalam
beberapa jam pertama setelah awitan.
TABEL 2. Definisi golongan dan tingkat bukti yang digunakan oleh Rekomendasi
Dewan Stroke Assosiasi Jantung Amerika.
Golongan I Kondisi dimana ada bukti untuk dan/atau
kesepakatan
umum bahwa prosedur atau terapi adalah
berguna dan
effektif.
Golongan II Kondisi dimana ada bukti yang bertentangan
dan/atau
perbedaan opini tentang kegunaan/efikasi suatu
prosedur atau terapi.
Golongan IIa Bobot bukti atau opini mendukung prosedur atau
terapi.
Golongan IIb Kegunaan/efikasi kurang didukung bukti atau
opini.
Golongan III Kondisi dimana ada bukti dan/atau kesepakatan
umum
Bahwa prosedur atau terapi tidak berguna/effektif
dan
Pada sejumlah kasus mungkin berbahaya
Rekomendasi Terapi
Bukti Tingkat A Data berasal dari beberapa trial klinik
acak atau meta-
analisis
Bukti tingkat B Data berasal dari satu trial acak atau
penelitian tidak
acak.
Bukti Tingkat C Opini konsensus ahli, studi kasus, atau
standar
perawatan.
Rekomendasi Diagnostik
Bukti Tingkat A Data berasal dari beberapa penelitian
prospektif kohort
7
yang menggunakan standar acuan yang
digunakan
oleh evaluator yang dibuat tidak tahu.
Bukti Tingkat B Data berasal dari studi tunggal derajat A,
atau satu atau
lebih studi kasus kontrol, atau studi yang
menggunakan standar acuan yang
digunakan oleh evaluator yang
dibuat tidak tahu.
Bukti tingkat C Opini konsensus dari para ahli.
REKOMENDASI
1. Neuroimaging cepat dengan CT atau MRI direkomendasikan
untuk membedakan stroke iskhemik dengan perdarahan
intraserebral (Golongan I; Bukti Tingkat A)(Tidak berubah
dari pedoman sebelumnya)
2. Angiografi CT dan CT yang ditingkatkan kontras dapat
dipertimbangkan untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko
untuk ekspansi hematoma (Golongan IIb; Bukti Tingkat B),
dan angiografi CT, venografi CT, CT yang ditingkatkan
kontras, MRI yang ditingkatkan kontras, MRA, dan MRV
mungkin berguna untuk mengevaluasi lesi struktural yang
mendasari, termasuk malformasi vaskuler dan tumor apabila
ada kecurugaan klinis atau radiologis (Golongan IIa, Bukti
Tingkat N)(Rekomendasi baru).
Terapi Medis untuk Perdarahan Intraserebral
Hemostasis/Antiplatelet/Profilaksis Trombosis Vena Profunda
Kelainan hemostasis yang mendasari dapat memberi kontribusi
kepada perdarahan intraserebral. Pasien yang berisiko meliputi
mereka yang menggunakan antikoagulan oral, dan pasien dengan
defisiensi faktor koagulasi akuisita atau kongenital, dan pasien
yang mempunyai kelainan platelet kualitatif atau kuantitatif.
Pasien yang menjalani terapi dengan antikoagulan oral merupakan
12% sampai 14% dari pasien perdarahan intraserebral, dan dengan
8
meningkatnya penggunaan warfarin, proporsi tersebut tampaknya
meningkat. Mengetahui adanya koagulopati yang mendasari dengan
demikian memberi kesempatan untuk mentargetkan koreksi dalam
strategi perawatan. Untuk pasien yang mempunyai defisiensi faktor
koagulasi dan trombositopenia, penggantian faktor yang selayaknya
atau platelet diindikasikan.
Untuk pasien yang sedang dirawat dengan antikoagulan oral
yang mengalami perdarahan yang mengancam nyawa, misalnya
perdarahan intrakranial, maka rekomendasi umum adalah mengoreksi
INR (international normalized ratio) secepat mungkin. Infus
vitamin K dan plasma segar beku secara historis telah
direkomendasikan, tetapi yang lebih akhir, PCC (prothrombin
complex concentrate) dan rFVIIa (recombinant factor VIIa) telah
muncul sebagai terapi yang potensial. Vitamin K masih tetap
menjadi tambahan untuk terapi awal yang bekerja lebih cepat untuk
perdarahan yang berkaitan dengan antikoagulan oral yang
mengancam-nyawa karena bahkan ketika diberikan secara intravena,
ini perlu berjam-jam untuk mengoreksi INR. Efikasi plasma segar
beku adalah terbatasnya risiko reaksi alergis dan reaksi
transfusi infeksius, masa proses, dan volume yang diperlukan
untuk koreksi. Kemungkinan koreksi INR pada 24 jam adalah
berkaitan dengan tenggang waktu sampai pemberian plasma segar
beku dalam sebuah penelitian, walaupun 17% pasien masih tidak
mempunyai INR <=1,4 pada saat tersebut, menunjukkan bahwa
pemberian plasma segar beku dengan cara ini mungkin tidak cukup
untuk koreksi cepat terhadap koagulopati.
PCC adalah konsentrat faktor yang berasal dari plasma yang
terutama digunakan untuk merawat defisiensi factor IX. Karena PCC
juga mengandung factor II, VII, dan X disamping IX, maka ini
semakin banyak direkomendasikan untuk membalik warfarin. PCC
mempunyai keunggulan yang berupa rekonstitusi dan pemberian yang
cepat, mempunyai konsentrasi faktor koagulasi tinggi dalam volume
kecil, dan proses untuk menginaktivasi kuman infeksi. Walaupun
preparat PCC yang berbeda adalah berbeda dalam perbandingan
jumlah faktor-faktor yang terkandung (dan faktor VII paling
9
mungkin rendah), beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa
PCC dapat dengan cepat menormalkan INR (dalam beberapa menit)
pada pasien yang sedang menggunakan antikoagulan oral. Tinjauan
retrospektif tidak acak dan sebuah studi kasus-kontrol kecil
telah memperlihatkan lebih cepatnya koreksi INR dengan
menggunakan vitamin K dan PCC dari pada vitamin K dan plasma
segar beku, tetapi tidak memperlihatkan perbedaan dalam outcome
klinik. Satu trial acak membandingkan penggunaan PCC (Konyne)
untuk menambah plasma beku segar lawan plasma beku segar saja
pada pasien perdarahan intraserebral yang berkaitan dengan
antikoagulan oral, mendapati bahwa mereka yang memperoleh PCC
mempunyai tenggang waktu yang lebih pendek secara signifikan
sampai koreksi INR dan memperoleh plasma segar beku dalam volume
lebih kecil. Walaupun tidak ada perbedaan dalam outcome, tetapi
mereka yang memperoleh plasma segar beku juga mengalami lebih
banyak kejadian yang tidak diinginkan, terutama yang berkaitan
dengan overload cairan. Walaupun PCC mungkin secara teoritis
meningkatkan risko komplikasi trombosis, tetapi risiko ini
tampaknya relatif rendah. Kendatipun tidak ada trial besar acak
yang dikontrol dengan baik, PCC semakin banyak direkomendasikan
sebagai suatu opsi dalam pedoman yang dipublikasikan untuk
membalikkan warfarin dalam situasi perdarahan intrakranial yang
mengancam-nyawa yang berkaitan dengan antikoagulan oral. Tabel 5
memberikan daftar beberapa produk untuk penggantian faktor dalam
membalik warfarin yang pada saat ini tersedia secara komersil di
Amerika Serikat.
rFVIIa, yang mendapat lisensi untuk merawat pasien hemofilia
yang mempunyai inhibitor titer tinggi atau defisiensi factor VII
kongenital, telah mendapat perhatian sebagai terapi yang
potensial untuk perdarahan intraserebral spontan dan yang
berkaitan dengan antikoagulan oral. Walaupun rFVIIa dapat dengan
cepat menormalkan INR dalam situasi perdarahan intraserebral yang
berkaitan dengan antikoagulan oral, tetapi ini tidak mengisi
kembali semua factor yang tergantung vitamin K dan oleh karena
itu mungkin tidak memulihkan produksi trombin sebaik PCC. Meng-
10
ingat terbatasnya data, sebuah tinjauan terbaru yang berbasis-
bukti dari American Society of Hematology merekomendasikan agar
jangan menggunakan rFVIIa secara rutin untuk membalikkan
warfarin.
rFVIIa juga telah diuji pada pasien perdarahan intraserebral
non-antikoagulan oral. Sebuah trial acak fase II memperlihatkan
bahwa terapi dengan rFVIIa dalam waktu 4 jam setelah awitan
perdarahan intraserebral membatasi pertumbuhan hematoma dan
mempunyai outcome klinis yang lebih baik dibandingkan plasebo,
walaupun disertai meningkatnya frekuensi kejadian tromboemboli
(7% lawan 2%). Sebuah studi fase 3 berikutnya yang membandingkan
plasebo dengan 20 ug/kg dan 80 ug/kg rFVIIa tidak berhasil
memperlihatkan perbedaan outcome klinik, kendatipun mengkonfir-
masi kemampuan kedua dosis untuk mengurangi pembesaran hematoma.
Walaupun keseluruhan kejadian tromboembolik serius yang tidak
diinginkan adalah sama, tetapi grup dengan rFVIIa lebih tinggi
(80 ug/kg) secara signifikan mengalami lebih banyak kejadian
arterial dari pada grup plasebo. Penulis melihat ketidak-
seimbangan pada grup terapi, khususnya lebih besarnya jumlah
pasien dengan IVH didalam grup rFVIIa yang dosisnya lebih tinggi.
Masih harus ditentukan apakah rFVIIa akan menguntungkan untuk
suatu subkelompok khusus pasien perdarahan intraserebral, tetapi
sekarang ini manfaatnya pada pasien perdarahan intraserebral,
apakah mereka itu sedang menjalani terapi dengan antikoagulan
oral atau tidak, masih belum terbukti.
Penelitian tentang effek penggunaan obat antiplatelet
sebelumnya atau disfungsi platelet terhadap pertumbuhan hematoma
perdarahan intraserebral dan outcomenya telah mendapatkan hasil-
hasil yang saling bertentangan. Menurut laporan, penggunaan obat
antiplatelet tidak berkaitan dengan ekspansi hematoma atau
outcome klinis pada grup placebo pada sebuah studi neuroprotektif
perdarahan intraserebral. Tetapi penelitian lain menunjukkan
bahwa disfungsi platelet sebagaimana diukur oleh uji fungsi
platelet mungkin berkaitan dengan ekspansi hematoma dan outcome
klinis. Kegunaan dan keamanan transfus platelet atau obat lain
11
pada pasien yang mempunyai hitung platelet normal, kecuali peng-
gunaan obat antiplatelet atau disfungsi platelet, tidak
diketahui.
Pasien perdarahan intraserebral mempunyai risiko tinggi
untuk penyakit tromboemboli. Wanita dan orang Afrika Amerika
tampaknya mempunyai risiko lebih tinggi. Kompresi pneumatik
intermittent yang dikombinasi dengan kaos kaki elastis telah
diperlihatkan oleh sebuah trial acak sebagai lebih unggul
dibandingkan kaos kaki elastis saja dalam mengurangi terjadinya
trombosis vena profunda asimptomatik setelah perdarahan intra-
serebral (4,7% lawan 15,9%). Kaos kaki kompresi saja tidak
effektif dalam mencegah trombosis vena profunda. Yang kurang
jelas adalah peranan penambahan antikoagulasi kepada kompresi
pneumatik. Dua penelitian acak kecil tidak menemukan perbedaan
dalam insidensi trombosis vena profunda, dan tidak ada
peningkatan perdarahan, pada pasien yang diberi heparin subkutan
dosis rendah yang dimulai pada hari ke 4 atau hari ke 10 setelah
perdarahan intraserebral. Sebuah penelitian tanpa kontrol tentang
terapi yang dimulai pada hari ke 2 mendapati pengurangan pada
penyakit tromboemboli tanpa meningkatkan perdarahan-ulang.
Tabel 4. Komponen integral yang terdiri dari riwayat, pemeriksaan fisik, dan
penanganan pasien perdarahan intraserebral di IGD.
Komentar
Riwayat
Saat awitan gejala (atau saat pasien
terlihat normal untuk terakhir kali)
Gejala awal dan progresi gejala
Faktor risiko vaskuler Hipertensi, diabetes, hiperkolestrolemia, dan
merokok.
Pengobatan antikoagulan, anti platelet, dekongestan, obat
anti-
hipertensi, stimulan (termasuk pil diit),
simpatomimetik.
Trauma atau bedah yang belum lama Khususnya endarterektomy karotis atau
pemasangan
12
stent karotis, karena perdarahan intraserebral
mungkin
berkaitan dengan hiperperfusi setelah prosedur
tersebut
Dementia Berkaitan dengan angiopati amiloid
Alkohol atau penyalah-gunaan obatKokain dan obat simpatomimetik lain adalah
berkaitan
dengan oerdarhan intraserebral, stimulant
Kejang
Penyakit hati Mungkin berkaitan dengan koagulopati
Kanker dan penyakit hematologi Mungkin berkaitan dengan koagulopati
Pemeriksaan Fisik
Tanda vital Demam berkaitan dengan deteriorasi neurologis
dini.
Lebih tingginya tekanan darah awal adalah
berkaitan
dengan deteriorasi neurologis dini dan
meningkatnya
mortalitas.
Pemeriksaan fisik umum yang
difokuskan pada kepala, jantung,
paru, abdomen, dan ekstremitas
Pemeriksaan saraf menyeluruh Pemeriksaan terstruktur misalnya Skala
Stroke dari
tetapi cepat Institut Kesehatan Nasional dapat diselesaikan
dalam
beberapa menit dan memberikan suatu
perhitungan
yang memungkinkan komunikasi yang mudah
tentang
beratnya kejadian kepada dokter lain. Skor GCS
juga
dikenal baik dan mudah dihitung, dan skor GCS
awal
adalah predictor kuat tentang outcome jangka-
panjang.
Ini dapat ditambahkan sebagaimana diperlukan.
13
Test serum dan urin
Hitung jenis, elektrolit, urea darah, Kreatinin yang tinggi adalah berkaitan dengan
ekspansi
nitrogen dan kreatinin dan glukosa hematoma. Glukosa serum yang tinggi
adalah berkaitan
dengan ekspansi hematoma dan outcome yang
lebih
buruk (walaupun tidak ada data yang
menunjukkan
bahwa normalisasi akan memperbaiki outcome)
Masa protrombin atau INR dan masa Perdarahan yang berkaitan dengan
warfarin adalah
tromboplastin parsial teraktivasi berkaitan dengan meningkatnya volume
hematoma,
lebih besarnya risiko ekspansi, dan meningkatnya
morbiditas dan mortalitas.
Skrining toksikologi pada pasien muda Kokain dan obat simpatomimetik lain
adalah
atau pasien umur pertengahan untuk berkaitan dengan perdarahan
intraserebral.
mendeteksi kokain dan obat simpato-
mimetic lain yang disalah-gunakan.
Urinalisis dan kultur urin dan test
kehamilan pada wanita usia subur.
Test rutin lainnya
EKG Untuk menilai ischemia koroner aktif atau cedera
jantung sebelumnya yang dapat menunjukkan
fungsi jantung buruk dan untuk mendapatkan
awal dari terjadinya masalah kardiopulmoner
selama rawat inap.
Foto toraks
Neuroimaging Sebagaimana dijelaskan dalam teks
REKOMENDASI
1. Pasien dengan defisiensi faktor koagulasi berat atau
trombositopenia berat harus memperoleh terapi penggantian
14
factor atau platelet (Golongan I, Bukti Tingkat C).
(Rekomendasi baru)
2. Pasien perdarahan intraserebral dengan INR tinggi yang
disebabkan oleh antikoagulan oral, warfarin harus ditahan,
memperoleh terapi untuk menggantikan factor yang tergan-
tung vitamin K dan mengoreksi INR, dan menerima vitamin K
intravena (Golongan I; Bukti tingkat C). PCC terlihat
tidak memperbaiki outcome dibandingkan plasma segar beku
tetapi mungkin komplikasinya lebih sedikit dibandingkan
plasma segar beku dan masuk akal untuk dipertimbangkan
sebagai alternatif plasma segar beku (Golongan IIa; Bukti
Tingkat B). rFVIIa tidak menggantikan semua factor
pembeku, dan walaupun INR mungkin rendah, pembekuan
mungkin tidak pulih in vivo; oleh karena itu rFVIIa tidak
direkomendasikan secara rutin sebagai obat tunggal untuk
membalikkan antikoagulan oral pada perdarahan intrasere-
bral (Golongan III; Bukti Tingkat C)(Revisi dari pedoman
sebelumnya).
3. Walaupun rFVIIa dapat membatasi luasnya ekspansi hematoma
pada pasien perdarahan intraserebral nonkoagulopati,
tetapi ada peningkatan risiko tromboemboli oleh rFVIIa dan
tidak ada manfaat klinis yang jelas pada pasien yang tidak
diseleksi. Dengan demikian rFVIIa tidak direkomendasikan
pada pasien yang tidak diseleksi. (Golongan III; Bukti
Tingkat A). (Rekomendasi baru). Diperlukan riset lebih
jauh untuk menentukan apakah kelompok pasien yang
diseleksi dapat memperoleh manfaat dari terapi ini sebelum
dapat membuat rekomendasi tentang penggunaannya.
4. Kegunaan transfusi platelet pada pasien perdarahan intra-
serebral yang mempunyai riwayat penggunaan antiplatelet
tidak jelas dan penelitian dipertimbangkan (Golongan IIB;
Bukti Tingkat B)(Rekomendasi baru)
5. Pasien perdarahan intraserebral harus memperoleh kompresi
pneumatic intermiten unuk mencegah tromboemboli vena
15
disamping kaos kaki elastis (Golongan I; Bukti Tingkat B)
(Tidak berubah dari pedoman sebelumnya).
6. Setelah ada bukti tentang berhentinya perdarahan, heparin
berat-molekul-rendah subkutan dosis-rendah boleh dipertim-
bangkan untuk mencegah tromboemboli vena pada pasien yang
mobilitasnya kurang setelah 1 sampai 4 hari sejak awitan
(Golongan IIb; Bukti Tingkat B)(Direvisi dari pedoman
sebelumnya).
TEKANAN DARAH
Tekanan darah dan outcome pada perdarahan intraserebral
Tekanan darah seringkali, dan sering secara menyolok, meninggi
pada pasien perdarahan intraserebral akut; Peninggian tekanan
darah ini lebih parah dari pada yang terlihat pada penderita
stroke iskhemik. Walaupun tekanan darah biasanya turun secara
spontan dalam beberapa hari setelah perdarahan intraserebral,
tetapi tekanan darah yang tinggi persisten pada suatu proporsi
pasien yang substansial. Kemungkinan mekanisme patofisiologisnya
meliputi aktivasi stress pada sistim neuroendokrin (sistim saraf
simpatik, aksis renin-angiotensin, atau sistim glukokortikoid)
dan meningkatnya tekanan intrakranial. Hipertensi secara
teoristis dapat memberi kontribusi kepada ekspansi hidrostatik
hematoma, edema peri-hematoma, dan perdarahan-ulang, yang semua
itu mungkin memberi kontribusi kepada outcome buruk dalam
perdarahan intraserebral, walaupun kaitan yang jelas antara
hipertensi dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan
intraserebral dan risiko ekspansi hematoma (atau volume akhir
hematoma) masih belum diperlihatkan dengan jelas.
Sebuah tinjauan sistimatik dan sebuah studi besar multi-
senter baru-baru ini di Cina memperlihatkan bahwa pengukuran
tekanan darah sistolik diatas 140 sampai 150 mm Hg dalam 12 jam
perdarahan intraserebral adalah berkaitan dengan melipat-duanya
risiko kematian atau ketergantungan. Dibandingkan dengan stroke
iskhemik, dimana ada kaitan yang konsisten yang berbentuk U atau
J antara tingkat tekanan darah dan outcome buruk telah diperli-
16
hatkan, hanya 1 penelitian tentang perdarahan intraserebral yang
telah memperlihatkan outcome buruk pada tingkat tekanan darah
sistolik yang sangat rendah (<140 mm Hg). Baik untuk stroke
iskhemik dan mungkin perdarahan intraserebral, penjelasan yang
mungkin untuk kaitan tersebut adalah “penyebab terbalik”, yang
karenanya tingkat tekanan darah yang sangat rendah terjadi secara
tidak proporsional pada kasus yang lebih berat, sehingga walaupun
tingkat tekanan darah rendah mungkin berkaitan dengan fatalitas
kasus yang tinggi, tetapi itu sendiri mungkin bukan penyebabnya.
Effek Terapi Menurunkan Tekanan Darah
Kuatnya data observsi yang disebut sebelumnya dan pemeriksaan
neuroimaging canggih yang tidak dapat mengidentifikasi penumbra
iskhemik pada perdarahan intraserebral membentuk dasar untuk
penelitian perintis INTERACT (intensive blood pressure reduction
in acute cerebral hemorrhage trial) yang dipublikasikan tahun
2008. INTERACT adalah sebuah trial acak terkontrol lebel-terbuka
yang dilakukan pada 404 pasien yang terutama orang Cina yang
dapat dinilai, dirawat, dan dipantau dalam 6 jam setelah awitan
perdarahan intraserebral; 203 orang dirandomisasi untuk perawatan
dengan obat untuk menurunkan tekanan darah intravena yang
tersedia secara local yang mentargetkan tekanan darah sistolik
yang rendah yaitu 140 mm Hg dalam 1 jam dan dipertahankan selama
sekurang-kurangnya 24 jam berikutnya, dan 201 orang dirandomisasi
untuk target tekanan darah sistolik yang lebih moderat yaitu 180
mm Hg, sebagaimana direkomendasikan dalam pedoman AHA sebelumnya.
Penelitian tersebut memperlihatkan adanya kecenderungan kearah
pertumbuhan yang relative lebih rendah dan pertumbuhan absolute
pada volume hematoma mulai dari permulaan sampai 24 jam pada
kelompok perawatan intensif dibandingkan kelompok kontrol.
Disamping itu tidak ada peningkatan deteriorasi neurologis atau
kejadian merugikan lainnya yang berkaitan dengan penurunan
tekanan darah secara intensif, juga tidak ada perbedaan pada
beberapa ukuran ourcome klinik, termasuk disabilitas dan kualitas
hidup antar kelompok. Penelitian tersebut merupakan bukti penting
17
tentang konsep untuk menurunkan tekanan darah secara dini pada
pasien perdarahan intraserebral, tetapi data tersebut tidak cukup
untuk merekomendasikan suatu kebijaksanaan yang definitif.
Penelitian lainnya, yaitu trial ATACH (antihypertensive treatment
in acute cerebral hemorrhage), juga mengkonfirmasi kelayakan dan
keamanan penurunan tekanan darah secara cepat dan dini pada
perdarahan intraserebral. Penelitian ini menggunakan 4 kelompok,
dengan penurunan tekanan darah yang berbasis nicardipine intra-
vena disertai eskalasi dosis pada 80 pasien perdarahan
intraserebral.
Dengan demikian telah dicapai kemajuan dalam pengetahuan kita
tentang mekanisme perdarahan intraserebral dan keamanan menurun-
kan tekanan darah secara dini sejak diterbitkannya pedoman
perdarahan intraserebral dari AHA tahun 2007. Trial INTERACT dan
ATACH sekarang ini merupakan bukti terbaik yang ada untuk
membantu memberi pedoman dalam membuat keputusan tentang menurun-
kan tekanan darah pada perdarahan intraserebral. Walaupun peneli-
tian ini telah memperlihatkan bahwa penurunan tekanan darah yang
intensif secara klinik layak dan mungkin aman, tetapi target
tekanan darah, durasi terapi, dan apakah terapi tersebut akan
memperbaiki outcome klinik masih tidak jelas.
REKOMENDASI
1. Sampai trial klinik yang sedang berlangsung tentang inter-
vensi tekanan darah diselesaikan, dokter harus mengelola
tekanan darah atas dasar bukti efikasi tidak lengkap yang
ada sekarang. Rekomendasi yang diusulkan sekarang untuk
tekanan darah target dalam berbagai situasi dimuat dalam
Tabel 6 dan boleh dipertimbangkan (Golongan IIb; Bukti
Tingkat C)(Tidak berubah dari pedoman sebelumnya).
2. Pada pasien yang memperlihatkan tekanan darah sistolik 150
sampai 220 mm Hg, menurunkan tekanan darah sistolik secara
akut ke 140 mm Hg mungkin aman (Golongan IIa, Bukti tingkat
B)(Rekomendasi baru).
18
Tabel 6. Pedoman yang direkomendasikan untuk merawat tekanan darah
tinggi pada perdarahan intraserebral spontan.
1. Jika tekanan darah sistolik >200 mm Hg atau MAP >150 mm Hg,
maka pertimbangkanlah penurunan tekanan darah dengan infus
intravena kontinyu, dan tekanan darah dipantau setiap 5
menit.
2. Jika tekanan darah sistolik >180 mm Hg atau MAP >130 mm Hg
dan ada kemungkinan naiknya tekanan intrakranial, maka
pertimbangkan pemantauan tekanan intrakranial, dan turunkan
tekanan darah menggunakan obat intravena intermiten atau
kontinyu sambil mempertahankan tekanan perfusi serebral >=
60 mm Hg.
3. Jika tekanan darah sistolik >180 mm Hg atau MAP >130 mm Hg
dan tidak ada bukti tentang meningkatnya tekanan intrakra-
nial, maka pertimbangkan penurunan tekanan darah secara
moderat (misalnya MAP 110 mm Hg atau target tekanan darah
160/90 mm Hg) menggunakan obat intravena intermiten atau
kontinyu untuk mengontrol tekanan darah dan secara klinik
memeriksa kembali pasien setiap 15 menit
Perhatikan bahwa rekomendasi ini adalah golongan C.
MAP = rerata tekanan arteri
Tatalaksana rawat inap dan pencegahan cedera otak sekunder
Pemantauan umum
Pasien perdarahan intraserebral seringkali secara medis dan
neurologis tidak stabil, khususnya dalam beberapa hari pertama
setelah awitan. Perawatan pasien perdarahan intraserebral di ICU
khusus saraf menghasilkan tingkat mortalitas yang lebih rendah.
Sering memeriksa tanda vital, penilaian neurologis, dan peman-
tauan kardiopulmoner yang kontinyu termasuk cuff tekanan darah
otomatis, telemetri elektrokardiografi, dan probe kejenuhan O2
harus menjadi standar. Pemantauan tekanan darah intra-arterial
19
secara kontinyu harus dipertimbangkan untuk pasien yang
memperoleh obat vasoaktif intravena.
Perawatan oleh paramedik
Perawatan paramedik spesifik dibutuhkan oleh pasien perdarahan
intraserebral di ICU, ini meliputi (1) pemantauan tekanan
intrakranial, tekanan perfusi serebral dan fungsi hemodinamik;
(2) titrasi dan implementasi protokol untuk tatalaksana tekanan
intrakranial, tekanan darah, ventilasi mekanik, demam, dan
glukosa serum; dan (3) pencegahan komplikasi akibat imobilitas
melalui pengaturan posisi, memelihara jalan napas, dan mobilisasi
dalam toleransi fisiologis. Dokumen konsensus dari Koalisi
Serangan Otak untuk senter stroke yang komprehensif menjelaskan
ini sebagai bidang spesifik pemantauan dan pencegahan komplikasi
dimana perawat harus dilatih. Dokumen ini juga merekomendasikan
agar perawat dilatih dalam menilai secara rinci fungsi neurologis
termasuk skala standar misalnya skala stroke dari Institut
Kesehatan Nasional, GCS, dan Glasgow Outcome Scale.
Di Kanada, dalam sebuah studi terhadap 49 rumah sakit yang
menerima pasien perdarahan intraserebral, perawat yang telah
disertifikasi dalam proporsi tinggi dan lebih baiknya komunikasi
antara dokter dan perawat secara independen berkaitan dengan
lebih rendahnya mortalitas 30-hari setelah disesuaikan dengan
beratnya penyakit, komorbiditas, dan karakteristik rumah sakit.
REKOMENDASI
1. Pemantauan awal dan tatalaksana pasien perdarahan
intraserebral sebaiknya dilakukan di ICU yang mempunyai
dokter dan keahlian perawatan intensif ilmu-saraf
(Golongan I; Bukti Tingkat B) (Tidak berubah dari pedoman
sebelumnya).
Tatalaksana Glukosa
Glukosa darah yang tingi pada saat penerimaan meramalkan
meningkatnya risiko mortalitas dan outcome buruk pada pasien
dengan atau tanpa diabetes dan perdarahan intraserebral. Trial
20
acak memperlihatkan membaiknya outcome oleh kontrol glukosa yang
ketat (berkisar 80 sampai 110 mg/dL) dengan menggunakan infus
insulin terutama pada pasien bedah yang kondisinya kritis,
penggunaan terapi ini telah ditingkatkan. Tetapi studi yang lebih
akhir memperlihatkan meningkatnya insidensi kejadian hipoglikemik
sistemik dan serebral dan mungkin bahkan meningkatnya risiko
mortalitas pada pasien yang dirawat dengan regimen ini. Sekarang
ini, tatalaksana yang optimal untuk hiperglikemia dalam perda-
rahan intraserebral dan kadar glukosa yang menjadi target masih
belum jelas. Hipoglikemia harus dihindari.
Tatalaksana Temperatur
Demam memperburuk outcome dalam model eksperimental cedera otak.
Insidensi demam setelah perdarahan intraserebral pada lobus dan
ganglion basal adalah tinggi, khususnya pada pasien IVH. Pada
pasien yang dapat bertahan hidup dalam 72 jam pertama setelah
masuk rumah sakit, durasi demam berkaitan dengan outcome dan
tampaknya tidak tergantung kepada faktor prognosis pada pasien
ini. Data ini memberikan dasar pemikiran untuk terapi yang
agresif untuk memelihara normotermia pada pasien perdarahan
intraserebral; tetapi tidak ada data yang mengkaitan terapi demam
dengan outcome. Begitu juga, terapi dengan mendinginkan masih
belum diselidiki pada pasien perdarahan intraserebral.
Kejang dan Obat Antiepilepsi
Insidensi kejang klinis dalam 2 minggu pertama setelah perdarahan
intraserebral dilaporkan berkisar antara 2,7% sampai 17%, dan
sebagian besar terjadi saat awitan atau mendekati awitan. Studi
dengan EEG kontinyu telah melaporkan kejang elektrografik pada
28% sampai 31% dari kelompok pasien perdarahan intraserebral yang
diseleksi, walaupun kebanyakan telah memperoleh antikonvulsan
profilaksis. Dalam sebuah studi besar senter-tungal, obat anti-
epilepsi profilaksis memang secara signifikan mengurangi jumlah
kejang klinik setelah perdarahan intraserebral lobar. Tetapi
dalam penelitian prospektif dan berbasis-populasi, kejang klinik
21
tidak berkaitan dengan memburuknya outcome neurologis atau
mortalitas. Pengaruh klinik kejang subklinik yang terdeteksi pada
EEG juga tidak jelas. Baru-baru ini sebuah analisis terhadap sisi
placebo dari sebuah studi neuro-proteksi perdarahan intraserebral
mendapati bahwa pasien yang memperoleh obat antiepilepsi
(terutama fenitoin) tanpa ada kejang yang terbukti ternyata
secara signifikan lebih mungkin meninggal atau mengalami
disabilitas setelah 90 hari, setelah disesuaikan untuk predictor
lain tentang outcome perdarahan intraserebral. Sebuah studi
observasional senter-tunggal lainnya memperoleh temuan serupa,
khususnya utuk fenitoin. Dengan demikian hanya kejang klinik atau
kejang elektrografik pada pasien yang mengalami perubahan status
mental sebaiknya dirawat dengan obat antiepilepsi. Pemantauan EEG
kontinyu sebaiknya dipertimbangkan pada pasien perdarahan intra-
serebral yang mengalami penurunan status mental yang tidak
proporsional dengan derajat cedera otak. Kegunaan obat anti-
konvulsan profilaksis masih tidak jelas.
Rekomendasi
Tatalaksana Glukosa
1. Glukosa harus dipantau dan normoglikemia direkomendasikan
(Golongan I; Bukti tingkat C)(Rekomendasi baru)
Kejang dan Obat anti-epilepsi
1. Kejang klinik harus dirawat dengan obat anti-epilepsi
(Golongan I; Bukti Tingkat A). (Direvisi dari pedoman
sebelumnya). Pemantauan EEG kontinyu mungkin diindikasikan
pada pasien perdarahan intraserebral yang mengalami
penurunan status mental yang tidak proporsional dengan
derajat cedera otak (Golongan IIa; Bukti Tingkat B).
Pasien yang mengalami perubahan status mental yang
didapati mempunyai kejang elektrografik pada EEG sebaiknya
dirawat dengan obat anti-epilepsi (Golongan I; Bukti
Tingkat C). Obat antikonvulsan profilaksis sebaiknya tidak
digunakan (Golongan III; Bukti Tingkat B) (Rekomendasi
baru).
22
BESI
Perawatan sistemik dengan chelator besi (deferoxamine) meringan-
kan perubahan yang diinduksi perdarahan intraserebral dalam
penanda kerusakan DNA, meringankan edema otak, dan memperbaiki
pemulihan fungsional pada model tikus untuk perdarahan intra-
serebral (PIS). Penelitian baru telah menyelidiki peranan besi
dalam PIS dan melaporkan bahwa kadar ferritin serum yang tinggi
adalah berkaitan dengan outcome buruk setelah PIS dan berkorelasi
dengan volume edema perihematoma.
Membatasi toksisitas yang diperantarai besi adalah target
terapi yang menjanjikan dalam PIS. Disamping sebagai chelator
besi, deferoxamine memperlihatkan sifat neuroprotektif lain. Ini
menginduksi transkripsi heme oxygenase-1 dan menginhibisi eksito-
toksisitas glutamate yang diperantarai hemoglobin dan factor yang
dapat menginduksi hipoksia yaitu prolyl hydroxylase. Diperlukan
penelitian lebih jauh dibidang ini, tetapi sekarang ini tidak ada
rekomendasi terapi yang dapat dibuat.
PROSEDUR/PEMBEDAHAN
Pemantauan dan perawatan tekanan intrakranial.
Pemantauan tekanan intrakranial sering dilakukan pada pasien PIS.
Tetapi hanya ada sangat sedikit data yang telah dipublikasikan
tentang frekuensi meningkatnya tekanan intra-kranial (TIK) dan
tatalaksananya pada pasien PIS. Ada bukti tentang gradien
perbedaan tekanan sekurang-kurangnya pada sejumlah kasus sehingga
TIK mungkin meninggi di dan disekitar hematoma tetapi tidak jauh
dari situ. Karena biasanya yang menyebabkan naiknya TIK adalah
hidrosefalus akibat perdarahan intra-ventrikel (PIV) atau effek
massa dari hematoma (atau edema disekitarnya), maka pasien dengan
hematoma kecil dan PIV yang terbatas biasanya tidak akan memer-
lukan terapi untuk menurunkan TIK.
TIK diukur dengan menggunakan alat yang diinsersikan kedalam
parenkim otak, biasanya dilakukan disisi tempat tidur. Teknologi
serat optic dapat digunakan pada kedua tipe alat. Kateter
23
ventrikel diinsersikan kedalam ventrikel lateral memungkinkan
drainase cairan serebrospinal, yang dapat membantu mengurangi TIK
pada pasien hidrosefalus. Alat kateter parenkim untuk TIK
diinsersikan kedalam parenkim otak dan memungkinkan pemantauan
TIK, tetapi bukan drainase cairan serebrospinal. Tidak adanya
penelitian yang dipublikasikan yang memperlihatkan bahwa
tatalaksana TIK yang meninggi berpengaruh terhadap outcome PIS
telah menyebabkan keputusan tentang apakah akan memantau dan
merawat TIK yang meninggi menjadi tidak jelas. Risiko yang
berkaitan dengan insersi monitor TIK dan penggunaannya meliputi
infeksi dan perdarahan intrakranial. Pada umumnya, risiko
perdarahan atau infeksi dianggap lebih tinggi pada kateter
ventrikel dari pada dengan kateter parenkim, walaupun data
tentang ini tidak berasal dari pasien PIS, tetapi terutama dari
pasien cedera otak traumatik atau perdarahan subarachnoid
aneurismal. Pada tahun 1997, dalam sebuah serial yang terdiri
dari 108 alat intraparenkim, tingkat infeksi adalah 2,9% dan
tingkat perdarahan intrakranial adalah 2,1% (15,3% pada pasien
koagulopati). Perbandingan langsung terhadap komplikasi yang
berkaitan dengan masing-masing tipe alat pemantau dilaporkan pada
tahun 1993 sampai 1997 dari serial yang terdiri dari 536 alat
pemantau intraserebral (274 kateter ventrikel, 229 kateter
parenkim intraparenkim, dan 33 alat tipe lain) dimana keseluruhan
tingkat infeksi adalah 4% dan keseluruhan tingkat perdarahan
intrakranial adalah 3%. Sebelum insersi alat pemantau, status
koagulasi pasien harus dievaluasi. Penggunaan obat anti-platelet
pada sebelumnya mungkin membenarkan transfus platelet sebelum
prosedur tersebut, dan penggunaan warfarin mungkin memerlukan
pembalikan koagulopati sebelum pemasangan alat. Keputusan untuk
menggunakan kateter ventrikel harus berdasar kepada kebutuhan
spesifik untuk mendrainase cairan serebrospinal pada pasien
hidrosefalus atau ventrikel terjepit atau keseimbangan antara
risiko pemantauan dengan kegunaan tatalaksana TIK yang tidak
diketahui pada pasien PIS.
24
Terapi TIK harus diarahkan kepada penyebab yang mendasari,
khususnya jika disebabkan oleh hidrosefalus atau effek masa dari
hematoma. Disebabkan oleh terbatasnya data tentang TIK dalam PIS,
maka prinsip tatalaksana untuk TIK yang meninggi dipinjam dari
pedoman cedera otak traumatik, yang menekankan kepada pemeliha-
raan tekanan perfusi serebral 50 sampai 70 mm Hg, tergantung
kepada status otoregulasi serebral (lihat Gambar). Pasien PIS
dengan skor GCS <= 8, mereka yang mempunyai bukti klinik tentang
herniasi transtentorial, atau pasien dengan PIV signifikan atau
hidrosefalus dapat dipertimbangkan untuk pemantauan TIK dan
terapinya.
Banyak studi telah menilai ukuran ventrikel dan effek
pembesaran terhadap outcome PIS. Diantara 902 pasien yang data
follow-upnya dirandomisasi kedalam trial STICH (surgical trial of
intracerebral hemorrhage) tentang evakuasi hematoma secara dini,
377 mempunyai PIV dan 208 dari ini mempunyai hidrosefalus (23%
dari semua pasien, 55% dari pasien yang mempunyai PIV). Hidrose-
falus memprediksi outcome buruk dalam penelitian ini, maupun
dalam penelitian lain sebelumnya. Dengan demikian, hidrosefalus
adalah penyebab penting morbiditas dan mortalitas yang berkaitan
dengan PIS, dan terapi harus dipertimbangkan pada pasien yang
tingkat kesadarannya menurun.
Serial kasus kecil telah melaporkan penggunaan oksigen
jaringan otak dan pemantauan mikrodialisis serebral pada pasien
PIS. Disebabkan sedikitnya jumlah pasien dan terbatasnya data,
maka tidak ada rekomendasi yang dapat dibuat tentang penggunaan
teknologi ini pada saat ini.
REKOMENDASI
1. Pasien dengan skor GCS <=8, pasien yang mempunyai bukti
klinis tentang herniasi transtentorial, atau pasien dengan
PIV signifikan atau hidrosefalus dapat dipertimbangkan
untuk pemantauan TIK dan terapinya. Tekanan perfusi
serebral 50 sampai 70 mm Hg mungkin masuk akal
25
dipertahankan tergantung kepada status otoregulasi serebral
(Golongan IIb, Bukti Tingkat C)(Rekomendasi baru).
2. Drainase ventrikel sebagai terapi untuk hidrosefalus adalah
masuk akal pada pasien yang mengalami penurunan tingkat
kesadaran (Golongan IIa; Bukti Tingkat B)(Rekomendasi
baru).
Perdarahan Intraventrikel (PIV)
PIV terjadi pada 45% pasien PIS spontan. PIV mungkin primer
(terbatas pada ventrikel) atau sekunder (bermula sebagai
perluasan PIS). Kebanyakan PIV dalah sekunder dan berkaitan
dengan perdarahan hipertensif yang melibatkan ganglia basal dan
thalamus.
Walaupun menginsersikan kateter ventrikel secara teoritis
akan membantu drainase darah dan cairan serebrospinal dari
ventrikel, tetapi penggunaan kateter ventrikel saja mungkin tidak
effektif karena sulitnya mempertahankan patency kateter dan
lambatnya penyingkiran darah intraventrikel. Dengan demikian
akhir-akhir ini timbul minat untuk menggunakan obat trombolisis
sebagai tambahan untuk penggunaan kateter ventrikel dalam situasi
PIV.
Penelitian pada hewan dan serial klinik melaporkan bahwa
pemberian obat fibrinolisis intraventrikuler, yang meliputi
urokinase, streptokinase, dan recombinant tissue-type plasminogen
activator pada PIV dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas
dengan mempercepat klirens darah dan lisis bekuan. Baru-baru ini
trial CLEAR-IVH (clot lysis:evaluating accelerated resolution of
IVH) secara prospektif mengevaluasi keamanan dosis label terbuka
recombinant tissue-type plasminogen activator intraventrikuler
pada 52 pasien PIV. Perdarahan simptomatik terjadi pada 4% dan
ventrikulitis bacterial pada 2%, dan tingkat mortalitas 30-hari
adalah 17%. Efikasi terapi ini memerlukan konfirmasi sebelum
penggunaannya dapat direkomendasikan diluar trial klinik.
Sejumlah laporan mengusulkan prosedur alternatif ntuk PIV
misalnya evakuasi bedah endoskopik dan ventrikulostomi, pemin-
26
asan ventrikuloperitoneal, atau drainase lumbal untuk hidrosefa-
us. Hanya ada sedikit data yang mendukung strategi ini.
REKOMENDASI
1. Walaupun pemberian recombinant tissue-type plasminogen
activator intraventrikuler dalam PIV tampaknya mempunyai
tingkat komplikasi yang cukup rendah, tetapi efikasi dan
keamanan terapi ini masih tidak pasti dan penelitian
dipertimbangkan (Golongan IIb; Bukti Tingkat B) (Rekomen-
dasi baru).
PENYINGKIRAN BEKUAN DARAH
Perawatan PIS dengan bedah
Keputusan tentang apakah akan dan kapan menyingkirkan PIS secara
bedah masih kontroversial. Patofisiologi cedera otak disekitar
hematoma disebabkan oleh effek mekanik dari tumbuhnya massa darah
maupun effek toksik berikutnya dari darah di jaringan otak
disekitarnya. Pembedahan dini untuk membatasi kompresi mekanik
otak dan effek toksik dari darah mungkin dapat membatasi cedera,
tetapi risiko bedah pada pasien dengan perdarahan yang sedang
berlangsung mungkin besar. Disamping itu operasi penyingkiran
perdarahan dengan kraniotomi pada semuanya, kecuali perdarahan
yang paling superficial, melibatkan pemotongan melalui otak yang
tidak cedera. Diantara keterbatasan pada trial bedah PIS adalah
bahwa pasien usia muda dan usia pertengahan yang berisiko untuk
herniasi dari PIS besar tidak mungkin dirandomisasi untuk terapi.
Rekomendasi untuk pasien ini tidak pasti.
Kraniotomi Berdasar Lokasi PIS
Kebanyakan, tetapi tidak semua, trial acak tentang bedah untuk
PIS mengeluarkan pasien yang mempunyai PIS serebelar, yang
merupakan 10% sampai 15% dari kasus. Versi sebelumnya dari
pedoman ini menyebut penelitian tidak acak memperlihatkan bahwa
pasien dengan PIS serebellar yang diameternya lebih dari 3 cm
atau pasien yang mengalami kompresi batang otak atau hidrosefalus
27
mempunyai outcome baik oleh pembedahan untuk menyingkirkan
hematoma, sedangkan pasien serupa yang ditatalaksanakan secara
medis mempunyai outcome buruk. Jika perdarahan itu diameternya
kurang dari 3 cm dan tidak ada kompresi batang otak atau hidrose-
falus, maka outcome yang masuk akal dapat dicapai tanpa bedah.
Kendatipun trial acak tentang evakuasi hematoma serebellar belum
dilaksanakan, tetapi perbedaan dalam outcome dalam penelitian
terdahulu adalah sedemikian rupa sehingga tidak ada equipoise
klinis untuk suatu trial. Lebih lanjut, penggunaan kateter
ventrikel saja sebagai ganti evakuasi hematoma serebellar yang
dilakukan dengan segera biasanya dianggap tidak cukup dan tidak
direkomendasikan, khususnya pada pasien yang mengalami kompresi
cisterna.
Trial STICH mendapati bahwa pasien yang mempunyai hematoma
yang membentang kurang dari 1 cm dari permukaan korteks mempunyai
kecenderungan kearah outcome yang lebih baik oleh pembedahan
dalam waktu 96 jam, walaupun temuan ini tidak mencapai kemaknaan
statistik (odds ratio 0,69; 95% CI 0,47 sampai 1,01). Pasien yang
mempunyai perdarahan lobar dan skor GCS 9 sampai 12 juga
mempunyai kecenderungan kearah outcome yang lebih baik. Karena
keuntungan dari pembedahan untuk pasien PIS superfisial secara
statistik tidak signifikan setelah disesuaikan untuk beberapa
test, maka penulis merekomendasikan trial klinis tambahan untuk
mengkonfirmasi keuntungan ini.
Sebaliknya, pasien dalam penelitian STICH yang mempunyai PIS
>1 cm dari permukaan korteks atau dengan skor GCS >=8 cenderung
lebih buruk dengan penyingkiran bedah dibandingkan tatalaksana
medis. Penelitian lain merandomisasi 108 pasien yang mempunyai
PIS supratentorial subkortikal atau putaminal >30 mL dalam volume
untuk kraniotomi atau tatalaksana medis dalam 8 jam setelah
awitan. Outcome yang baik (pemulihan yang baik atau disabilitas
moderat pada Glasgow Outcome Scale pada 1 tahun) adalah lebih
baik secara signifikan pada pasien yang dirawat secara bedah,
tetapi tidak ada perbedaan dalam survival keseluruhan. Trial acak
lainnya mempunyai terlalu sedikit pasien untuk menentukan outcome
28
pada subgroup berdasar lokasi, hanya merandomisasi pasien dengan
PIS profunda, atau tidak melaporkan hasil ini. Antusiasme untuk
evakuasi bedah untuk PIS thalamus dan pontine masih terbatas.
Penyingkiran PIS Secara Bedah dengan invasi minimal
Jika indikasi untuk evakuasi bedah terhadap hematoma intrasere-
bral adalah kontroversial, maka cara dengan mana mencapai
evakuasi ini bahkan kurang pasti. Beberapa kelompok telah
mengembangkan teknik penyingkiran bekuan darah dengan invasi
minimal. Teknik ini cenderung menggunakan pedoman stereotaktik
yang dikombinasi dengan aspirasi yang ditingkatkan trombolisis
atau yang ditingkatkan endoskopi. Kedua trial acak tentang
aspirasi yang ditingkatkan trombolisis dan aspirasi yang
ditingkatkan endoskopi dengan atau tanpa stereotaksis telah
melaporkan meningkatnya penyingkiran bekuan darah dan berku-
rangnya mortalitas pada pasien yang dirawat secara bedah dalam
waktu 12 sampai 72 jan, tetapi membaiknya outcome fungsional
tidak diperlihatkan secara konsisten.
Penentuan Saat Pembedahan
Satu masalah penting adalah tidak adanya konsensus tentang
kerangka waktu tentang apa yang merupakan pembedahan dini. Pene-
litian klinik telah melaporkan variabilitas lebar dalam penentuan
saat pembedahan, yang berkisar dalam 4 jam sampai 96 jam dari
awitan gejala sampai saat operasi. Variasi waktu diantara peneli-
tian tersebut telah menyebabkan sulitnya perbandingan langsung
dan analisis terhadap pengaruh penentuan saat pembedahan. Sebuah
serial retrospektif di Jepang tentang penyingkiran bedah terhadap
100 PIS putaminal dalam waktu 7 jam setelah awitan (60 dalam 3
jam) melaporkan outcome yang lebih baik dari yang diperkirakan.
Tetapi trial acak berikutnya yang merawat pasien dalam 12 jam
setelah awitan melaporkan hasil yang beragam. Meningkatnya risiko
perdarahan-ulang terlihat dalam trial kecil dengan pasien yang
dirandomisasi dalam 4 jam setelah awitan.
29
Trial yang merandomisasi pasien dalam 24 jam, 48 jam, 72 jam,
dan 96 jam juga tidak memperlihatkan manfaat yang jelas dari
pembedahan dibandingkan dengan tatalaksana medis kecuali untuk
membaiknya outcome pada subkelompok pasien dalam trial STICH yang
mempunyai PIS superficial dan berkurangnya mortalitas pada pasien
yang mengalami perdarahan subkorteks yang dirawat dengan metoda
invasif minimal dalam 12 sampai 72 jam, sebagaimana dibahas
diatas.
REKOMENDASI
1. Untuk sebagian besar pasien PIS, kegunaan pembedahan adalah
tidak pasti (Golongan IIb; Bukti tingkat C) (Rekomendasi
baru). Pengecualias spesifik untuk rekomendasi ini akan
menyusul.
2. Pasien perdarahan serebellar yang mengalami deteriorasi
secara neurologis atau yang mengalami kompresi batang otak
dan/atau hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus
menjalani penyingkiran secara bedah terhadap perdarahan
tersebut secepat mungkin (Golongan I; Bukti Tingkat B)
(Direvisi dari pedoman sebelumnya). Terapi awal untuk
pasien ini dengan drainase ventrikuler saja bukan dengan
evakuasi bedah tidak direkomendasikan (Golongan III; Bukti
Tingkat C) (Rekomendasi baru).
3. Untuk pasien yang mempunyai bekuan darah lobar >30 mL, dan
dalam 1 cm dari permukaan, evakuasi PIS supratentorial
dengan kraniotomi standar dapat dipertimbangkan (Golongan
IIb; Bukti Tingkat B) (Direvisi dari pedoman sebelumnya).
4. Effektivitas evakuasi bekuan darah secara invasivf minimal
yang menggunakan aspirasi stereotaktik atau aspirasi
endoskopik dengan atau tanpa menggunakan trombolisis adalah
tidak pasti dan penelitian dipertimbangkan (Golongan IIb;
Bukti Tingkat B) (Rekomendasi baru).
5. Walaupun secara teoritis menarik, sekarang ini tidak ada
bukti jelas yang menunjukkan bahwa penyingkiran PIS
supratentorial secara ultra-dini memperbaiki outcome
30
fungsional atau tingkat mortalitas. Kraniotomi yang sangat
dini mungkin berbahaya disebabkan meningkatnya risiko
perdarahan rekuren (Golongan III; Bukti Tingkat B)(Direvisi
dari pedoman sebelumnya).
PREDIKSI OUTCOME dan WITHDRAWAL DUKUNGAN TEKNOLOGI
Banyak penelitian observasional dan epidemiologis telah
mengidentifikasi beragam faktor yang dapat meramalkan outcome
setelah PIS akut. Dari penelitian ini banyak model prediksi
outcome telah dikembangkan untuk mortalitas dan outcome
fungsional. Gambaran yang ditemukan pada sebagian besar model
prediksi ini meliputi karakteristik pasien individual misalnya
skor pada GCS atau Skala Stroke Institut Kesehatan Nasional,
umur, volume dan lokasi hematoma, dan adanya dan banyaknya PIV.
Tetapi tidak ada model prediksi outcome yang mempertimbangkan
pengaruh keterbatasan perawatan misalnya perintah DNR (do not
resuscitate) atau withdrawal dukungan teknologi.
Sebagian besar pasien yang meninggal akibat PIS terjadi
selama rawat inap akut awal, dan kematian ini biasanya terjadi
dalam situasi withdrawal dukungan yang disebabkan oleh prognosis
yang diperkirakan buruk. Tetapi beberapa penelitian sekarang
telah mengidentifikasi withdrawal dukungan medis dan pembatasan
perawatan dini lainnya, misalnya perintah DNR dalam hari pertama
rawat inap, sebagai prediktor independen untuk outcome. Adalah
mungkin bahwa model prediksi outcome sekarang maupun metoda yang
lebih informal dalam prognostikasi dini setelah PIS menjadi bias
oleh tidak diperhitungkannya pembatasan perawatan ini. Telah
dikedepankan kekhawatiran bahwa keputusan oleh dokter untuk
membatasi perawatan secara dini setelah PIS menghasilkan ramalan
outcome buruk yang dilaksanakan sendiri yang disebabkan oleh
prognostikasi pesimistis yang tidak akurat dan tidak memberikan
terapi awal yang agresif pada pasien PIS yang penyakitnya berat
yang kendatipun demikian masih mempunyai kemungkinan untuk
outcome yang baik.
31
Walaupun perintah DNR berdasar definisi berarti bahwa tidak
ada upaya resusitasi yang akan dilakukan ketika suatu arrestrasi
kardiopulmoner terjadi, dalam penggunaan praktek, apabila
dilakukan secara dini setelah PIS, ini adalah suatu istilah lain
untuk tidak adanya agresifitas perawatan secara keseluruhan. Ini
menyimpulkan bahwa keseluruhan agresifitas pada perawatan PIS
disebuah rumah sakit mungkin sangat penting dalam menentukan
outcome pasien, tanpa memperhatikan karakteristik spesifik
masing-masing orang.
Walaupun prognostikasi dini setelah PIS mungkin diinginkan
oleh dokter, pasien, dan keluarga pasien, tetapi itu sekarang
dasarnya tidak pasti. Mengingat adanya ketidak-pastian ini dan
kemungkinan untuk ramalan outcome buruk yang dilaksanakan
sendiri, maka harus sangat berhati-hati dalam mengupayakan
prognostikasi yang akurat secara dini setelah PIS, khususnya jika
tujuannya adalah untuk mempertimbangkan withdrawal dukungan atau
perintah DNR. Dengan demikian, terapi agresif yang sesuai pedoman
direkomendasikan untuk semua pasien PIS yang tidak mempunyai
indikasi dini bahwa ini sebaiknya tidak dilakukan. Pembatasan
perawatan seperti perintah DNR atau withdrawal dukungan sebaiknya
tidak direkomendasikan oleh dokter yang merawat dalam beberapa
hari pertama setelah PIS.
REKOMENDASI
1. Perawatan agresif penuh secara dini setelah awitan PIS dan
penundaan perintah DNR sampai sekurang-kurangnya dua hari
penuh rawat inap mungkin direkomendasikan (Golongan IIa;
Bukti Tingkat B). Pasien dengan perintah DNR yang telah ada
sebelumnya tidak termasuk dalam rekomendasi ini. Metoda
prognostikasi yang berlaku sekarang pada masing-masing
pasien secara dini setelah PIS mungkin menjadi bias oleh
tidak diperhitungkannya pengaruh withdrawal dukungan dan
perintah DNR dini. Pasien yang diberi status DNR sebaiknya
mendapat intervensi medis dan bedah lainnya kecuali jika
32
ada indikasi jelas untuk tidak (Direvisi dari pedoman
sebelumnya).
PENCEGAHAN PIS REKUREN
Penelitian yang berbasis populasi terhadap mereka yang
berhasil selamat dari stroke hemoragik pertama telah mengiden-
tifikasi tingkat PIS rekuren 2,1% sampai 3,7% per-pasien-
tahun, ini secara substansial lebih tinggi dibandingkan ting-
kat stroke iskhemik berikutnya pada orang-orang ini.
Faktor risiko paling konsisten yang teridentifikasi untuk
PIS rekuren adalah lokasi lobar pada PIS pertama. Temuan ini
mungkin menunjukkan kaitan antara angiopati amiloid serebral
dengan lokasi lobar dan meningkatnya rekurensi. Perdarahan
dilokasi yang karakteristik untuk vaskulopati hipertensif,
misalnya ganglia basal, thalamus, atau batang otak, juga
terjadi, tetapi lebih jarang. Faktor lain yang berkaitan
dengan rekurensi PIS dalam sejumlah penelitian meliputi usia
lanjut, antikoagulasi pasca-PIS, pembawa apolipoprotein E
atau , dan lebih banyaknya jumlah perdarahan mikro pada MRI
gradien-ekho yang ditimbang T2*.
Hipertensi adalah faktor risiko paling penting yang
sekarang dapat dimodifikasi untuk mencegah rekurensi PIS.
Pentingnya kontrol tekanan darah didukung data dari PROGRESS
(Perindopril Protection Against Recurrent Stroke Study) yang
memperlihatkan bahwa subyek yang mempunyai penyakit serebro-
vaskuler yang dirandomisasi untuk perindopril ditambah
indapamide opsional mempunyai risiko yang lebih rendah secara
signifikan untuk PIS pertama (hazard ratio yang disesuaikan
0,44; 95% CI 0,28 sampai 0,69) dan penurunan yang serupa,
walaupun tidak signifikan secara statistik, dalam PIS rekuren
(hazard ratio yang disesuaikan 0,37; 95% CI, 0,10 sampai
1,38). Perlu diperhatikan, pengurangan ini tampaknya berlaku
untuk PIS lobar maupun hemisfer dalam. Walaupun data spesifik
tentang tekanan darah yang optimal untuk mengurangi rekurensi
PIS tidak tersedia, tetapi target yang masuk akal adalah
33
tekanan darah <140/90 (atau 130/80 dalam keadaan terdapat
diabetes atau penyakit ginjal kronis) sebagaimana disarankan
oleh laoran paling akhir dari Komite Gabungan Nasional untuk
Pencegahan, Pendeteksian, Evaluasi, dan Perawatan Tekanan
Darah Tinggi.
Antikoagulasi oral adalah berkaitan dengan outcome PIS
yang lebih buruk dan meningkatnya risiko rekurensi, menimbul-
kan pertanyaan tentang apakah keuntungan antikoagulasi untuk
mencegah tromboemboli melebihi risikonya setelah PIS pertama.
Untuk seorang pria hipotetis umur 69 tahun yang mempunyai
fibrilasi atrial non-valvular dan PIS lobar pada sebelumnya,
model dari Markov meramalkan bahwa antikoagulasi jangka-
panjang akan memperpendek survival yang disesuaikan-kualitas
disebabkan oleh tingginya risiko rekurensi setelah PIS lobar.
Hasil-hasil untuk antikoagulan setelah PIS hemisfer dalam
adalah kurang jelas dan bervariasi tergantung kepada asumsi
tentang risiko tromboemboli dimasa datang atau PIS. Effek obat
antiplatelet terhadap rekurensi PIS dan beratnya tampaknya
secara substansial lebih kecil dari pada untuk antikoagulasi,
menunjukkan bahwa terapi antiplatelet mungkin adalah alterna-
tif yang lebih aman untuk antikoagulasi setelah PIS. Baru-baru
ini, trial ACTIVE A (Atrial Fibrillation Clopidogrel Trial
with Irbesartan for Prevention of Vascular Events – Aspirin)
melaporkan penelitian tersamar-ganda acak tentang keamanan dan
efikasi penambahan clopidogrel 5 mg per hari kepada aspirin 75
sampai 100 mg per hari pada pasien dengan fibrilasi atrial
risiko-tinggi dan ada kontraindikasi untuk warfarin. Walaupun
PIS sebelumnya terdaftar sebagai satu dari banyak alasan untuk
masuk penelitian, tetapi penulis tidak melaporkan proporsi
subyek yang sebelumnya mempunyai PIS, dan oleh karena itu
hasil penelitian mungkin tidak secara langsung berlaku untuk
mereka yang sebelumnya mempunyai PIS. Subyek yang memperoleh
clopidogrel yang ditambahkan kepada aspirin memperoleh 0,8%
per tahun pengurangan risiko absolut untuk kejadian vaskuler
34
besar tetapi mengalami peningkatan 0,7% per tahun dalam
kejadian perdarahan massif.
Baru-baru ini, penelitian SPARCL (stroke prevention with
aggressive reduction in cholesterol level) mendapati mening-
katnya risiko PIS berikutnya (hazard ratio yang tidak
disesuaikan 1,68, 95% CI 1,09 sampai 2,59) diantara subyek
yang sebelumnya mengalami stroke yang dirandomisasi untuk
atorvastatin dosis-tinggi. Masih tidak jelas apakah effek ini
melebihi keuntungan terapi statin dalam mengurangi kejadian
serebral dan jantung iskhemik pada yang selamat dari PIS.
Sering mengkonsumsi alcohol (dalam studi di Cincinnati
Raya/Kentucky Utara sebagai minum > 2 kali sehari) adalah
berkaitan dengan meningkatnya risiko PIS dan oleh karena itu
masuk akal untuk dihindari setelah PIS. Perilaku lain misalnya
latihan fisik berat, aktivitas seksual, atau stress tidak
berkaitan dengan PIS, walaupun hanya sedikit data sistimatik
yang dilaporkan.
REKOMENDASI
1. Dalam situasi dimana stratifikasi risiko pasien untuk PIS
rekuren mungkin mempengaruhi keputusan tatalaksana lain,
adalah masuk akal mempertimbangkan faktor risiko berikut
ini untuk rekurensi: lokasi lobar pada PIS pertama, usia
lanjut, antikoagulasi kontinyu, adanya allel apolipoprotein
E 2 atau 4, dan lebih banyaknya jumlah perdarahan mikro
pada MRI (Golongan IIa; Bukti Tingkat B)(Rekomendasi baru).
2. Setelah periode PIS akut, dan tidak ada kontraindikasi
medis, tekanan darah harus dikontrol dengan baik khususnya
untuk pasien dengan lokasi PIS tipikal vaskulopati
hipertensif (Golongan I; Bukti Tingkat A)(Rekomendasi
baru).
3. Setelah periode PIS akut, target tekanan darah yang normal
adalah <140/90 (<130/80 jika ada diabetes atau penyakit
ginjal kronis) ini masuk akal (Golongan IIa; Bukti Tingkat
B)(Rekomendasi baru).
35
4. Menghindari antikoagulasi jangka-panjang sebagai terapi
untuk fibrilasi atrial non-valvular mungkin direkomendasi-
kan setelah PIS lobar spontan karena relatif tingginya
risiko rekurensi (Golongan IIa; Bukti Tingkat B).
Antikoagulasi setelah PIS nonlobar dan terapi antiplatelet
setelah semua PIS dapat dipertimbangkan, khususnya jika ada
indikasi definitif untuk obat ini (Golongan IIb; Bukti
Tingkat B) (Tidak berubah dari pedoman sebelumnya).
5. Menghindari penggunaan alkohol berat dapat bermanfaat
(Golongan IIa; Bukti Tingkat B). Tidak cukup data untuk
merekomendasikan pembatasan penggunaan statin atau aktivi-
tas fisik atau aktivitas seksual (Golongan IIb; Bukti
Tingkat C)(Rekomendasi baru).
REHABILITASI DAN PEMULIHAN
Pengetahuan tentang perbedaan dalam riwayat alamiah pola
pemulihan dan prognosis untuk disabilitas residual dan fungsi
antara PIS dan stroke iskhemik dipersulit oleh sangat lebih
rendahnya tingkat PIS dibandingkan stroke iskhemik dan oleh
disatukannya perdarahan subarahknoid dan PIS dalam banyak
penelitian. Juga ada masalah yang berkaitan dengan
insensitivitas banyak ukuran outcome yang digunakan dalam
rehabilitasi untuk memungkinkan pendeteksian perbedaan yang
signifikan secara klinis antar grup. Kendatipun demikian, ada
sejumlah bukti bahwa pasien PIS membuat kemajuan yang agak
lebih besar dan lebih cepat dalam pemulihan dibandingkan
dengan pasien stroke iskhemik.
Biasanya pemulihan terjadi lebih cepat dalam beberapa
minggu pertama tetapi mungkin berlanjut selama beberapa bulan
setelah PIS, dan kira-kira separuh dari semua mereka yang
selamat tetap tergantung kepada orang lain untuk aktivitas ke-
hidupan sehari-hari. Tetapi pasien bervariasi dalam kecepatan
dan derajat pemulihan, dan tidak ada rumus yang pasti tentang
kapan selesainya pemulihan. Kognisi, suasana pikiran,
motivasi, dan dukungn sosial semuanya mempengaruhi pemulihan,
36
dan sulit membedakan antara pemulihan intrinsik dan pemulihan
adaptif. Sebuah skor prognosis sederhana yang menggunakan
umur, volume dan lokasi PIS, tingkat kesadaran saat diterima,
dan penurunan kognitif pra-PIS telah diperlihatkan untuk
meramalkan independensi pada 90 hari. Mengingat PIS sering
berlokasi di regio lobar dan diperburuk oleh perluasan ke
intraventrikuler, maka sejumlah pasien yang mempunyai defisit
kognitif spesifik atau pemulihan yang lambat yang tidak
proporsional dengan ukuran lesi mungkin memerlukan terapi
khusus dalam rehabilitasi.
Pemberian pelayanan rehabilitsi stroke telah memperoleh
perhatian cukup besar dalam tahun-tahun terakhir. Secara
parsial ini menggambarkan kebutuhan untuk merancang pelayanan
untuk memastikan pemulihan yang optimal untuk pasien dan seba-
gian lagi disebabkan oleh tekanan fiscal terhadap pelayanan
kesehatan yang mahal. Mengingat kuatnya bukti tentang manfaat
dari rawat inap (unit stroke) multidisipliner yang terorgani-
sir dengan baik dari segi memperbaiki survival, pemulihan, dan
kembali ke rumah dibandingkan dengan bangsal stroke konvensi-
onal yang tidak khusus, telah dilakukan upaya untuk memperluas
model pelayanan dengan perawatan yang terkoordinasi ini
kedalam masyarakat. Secara spesifik, dukungan terhadap pemu-
langan dari rumah sakit secara dini dan program rehabilitasi
yang berbasis dirumah telah diperlihatkan effektif biaya,
terapi yang berbasis di rumah pada pasien yang stabil telah
diperlihatkan menghasilkan outcome yang sebanding dengan
rehabilitasi rawat-jalan konvensional. Keberhasilan program
ini tergantung kepada pelatihan pengasuh dan dukungan. Tetapi
konfigurasi yang mungkin untuk pelayanan rehabilitasi stroke
di daerah manapun akan tergantung kepada sumber-daya yang ter-
sedia dan opsi pendanaan. Suatu bagian penting dari rehabili-
tasi harus mencakup edukasi untuk pasien dan pengasuhnya ten-
tang pencegahan stroke sekunder dan cara-cara mencapai sasaran
rehabilitasi. Program rehabilitasi harus mempertimbangkan
perubahan gaya hidup, depresi, dan beban pengasuh sebagai
37
masalah penting untuk diselesaikan bersama pasien dan
pengasuh.
REKOMENDASI
1. Mengingat seriusnya sifat dan kompleksnya pola berkem-
bangnya disabilitas, maka masuk akal bahwa semua pasien
PIS mendapat akses ke rahabilitasi multidisipliner
(Golongan IIa; Bukti Tingkat B). Bilamana mungkin,
rehabilitasi akan bermanfaat jika dimulai sedini mungkin
dan diteruskan didalam masyarakat sebagai bagian dari
program yang terkoordinasi dengan baik (terpadu) yang
terdiri dari percepatan pemulangan dari rumah sakit dan
berdiam di rumah lagi untuk meningkatkan kelanjutan
pemulihan (Golongan IIa; Bukti Tingkat B) (Rekomendasi
baru).
PERTIMBANGAN UNTUK MASA DEPAN
Masa depan perawatan PIS berpusat pada kumpulan target. Yang
pertama jelas pencegahan. Proyek yang berbasis masyarakat untuk
menurunkan tekanan darah melalui gaya hidup sehat dan kepatuhan
kepada pengobatan mungkin akan sangat sukses dalam mengurangi
insidensi PIS. Penelitian pada hewan yang ditujukan untuk
mencegah angiopati amiloid serebral telah memperlihatkan harapan
awal.
Pada saat PIS telah terjadi, upaya untuk memobilisasi
masyarakat untuk memfasilitasi perawatan cepat adalah sama dengan
upaya yang ditujukan pada perawatan stroke iskhemik akut. Imaging
canggih sekarang dapat mengidentifikasi pasien yang sedang
mengalami perdarahan dan memberikan sasaran untuk seleksi pasien
dengan lebih baik untuk test obat hemostatik. Efikasi obat
hemostatik harus ditimbang dengan jelas terhadap kemungkinan
risiko trombosis arteri dan vena.
Kontrol tekanan darah secara teoritis dapat mengurangi
pertumbuhan hematoma dan/atau mengurangi edema serebral.
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa studi penurunan tekanan
38
darah yang acak dan terkontrol adalah layak. Keamanan dan efikasi
masih harus diperlihatkan dalam studi yang lebih besar.
Terdapat riset aktif tentang intervensi cedera oksidatif
setelah PIS. Chelator besi misalnya deferoxamine sedang diteliti
dalam trial fase awal. Jalur-jalur yang berpusat disekitar factor
yang dapat diinduksi hipoksia dan prolyl hidroksilase merupakan
kemugkinan target lainnya untuk intervensi yang berpusat
disekitar stress oksidatif. Peranan microglia dan makrofag dalam
resolusi hematoma akan mendapat lebih banyak perhatian. Autophagy
mungkin adalah suatu proses seluler yang dapat dirubah untuk
mencegah kematian sel yang berkaitan dengan PIS.
Mungkin ada banyak faktor yang memberi kontribusi kepada
cedera setelah PIS, termasuk effek massa, toksisitas yang
berkaitan dengan darah, dan bergesernya jaringan yang ada
dibawahnya. Tampaknya, solusi yang sederhana adalah penyingkiran
hematoma. Tetapi sampai saat ini pembedahan belum terbukti
sebagai obat yang manjur untuk kondisi ini. Upaya baru yang
menggunakan teknik bedah invasive minimal yang dapat
menyingkirkan effek toksik dan effek tekanan dari darah sambil
menghindari kerusakan yang disebabkan oleh prosedur yang lebih
invasif, maupun terapi baru untuk mencairkan dan mendrainase
darah intraventrikel, sekarang sedang diteliti.
Prioritas untuk riset PIS telah dipublikasikan dan dibahas
secara ekstensif. Pendekatan yang agresif dan kolaboratif
terhadap riset dasar maupun riset klinis dalam bidang ini mungkin
akan menjangkau hasil yang paling tinggi. Sementara itu, jelas
bahwa kemampuan kita untuk membuat prognosis tentang PIS masih
terbatas, dan bahwa perawatan agresif sekarang, dan harapan untuk
masa depan, keduanya jelas diindikasikan.
#######
39
40