Download - wrap up sk 2

Transcript

Skenario 2

NYERI DADA SAAT MENONTON PERTANDINGAN BOLA

Bp. S, 45 tahun mengalami nyeri dada retrosternal yang menjalar ke ekstremitas atas kiri pada

saat menonton pertandingan sepak bola. Nyeri dada disertai rasa sulit bernafas, dada terasa berat,

badan lemas dan berdebar-debar. Bp. S langsung dibawa ke Unit Gawat Darurat Rumah Sakit.

Dari anamnesis diketahui beliau merokok kretek 3 bungkus/hari dan jarang berolahraga. Pada

pemeriksaan fisik didapati Indeks Massa Tubuh (IMT) 24kg/m2. Pemeriksaan EKG terdapat

irama sinus 100x/menit, dijumpai ST Elevasi pada sadapan precordial. Pemeriksaan laboratorium

terdapat peningkatan kadar enzim jantung. Dokter segera memberikan obat agregasi trombosit

dan antiangina serta menyarankan Bp. S untuk menjalani pemeriksaan angiografi pada pembuluh

koroner.

Kata-Kata Sulit

1. Angiografi : Pemeriksaan terhadap pembuluh darah

2. ST Elevasi : Segmen ST berada diatas garis iso elektrik

3. IMT : Rasio standar berat badan terhadap tinggi badan

4. Antiangina : Obat pereda rasa nyeri dada

5. Sadapan Prekordial : Untuk pemeriksaan pada dada saat pemeriksaan EKG

6. Retrosternal : Ruang yang berada di belakang sternum

Pertanyaan

1. Mengapa dokter memberikan obat agregasi trombosit dan antiangina kepada pasie?

2. Mengapa nyeri dada bisa menjalar sampai ekstremitas?

3. Mengapa pasien mengalami sulit bernapas?

4. Apa yang menyebabkan peningkatan kadar enzim pada jantung?

5. Mengapa dokter menyarankan kepada pasien untuk pemeriksaan angiografi?

6. Mengapa pada pemeriksaan EKG dijumpai ST Elevasi?

7. Berapakah normal indeks massa tubuh?

8. Apa pengaruh merokok dan jarang olahraga sehingga pasien mengalami tersebut?

Jawaban

1. Dokter memberikan obat agregasi trombosit dan antiangina karena plak menempel pada

endotel sehingga terjadi disfungsi endotel, terjadi penumpukan plak dan penumpukan

thrombosis. Pemberian antiangina untuk meredakan rasa nyeri dada

2. Impuls yang timbul akibat stimulasi pada serabut-serabut visceral afferent diteruskan

pada nervus cardiacus inferior selanjutnya ganglion cervicalis inferior dan ganglion para

vertebralis thoracal 1-5 medulla spinalis impul diteruskan melalui serabut 2

spinothalamicus lateralis selanjutnya capsula interna dan ke gyrus centralis posterior.

Impuls tersebut akan menimbulkan rasa sakit yang di proyeksikan pada daerah sensible

dermatome somatic yang sesuai yaitu lengan atas arah ke bahu, lengan bawah kiri sampai

ke sisi jari 5.

3. Terjadi penyempitan pada pembuluh darah, aliran darah ke jatung kekurangan oksigen.

4. Pemeriksaan enzim jantung karena Troponin T dan Troponin I. Indikatornya : kolestrol,

LDL dan glukosa. Secara spesifik adalah HBA1C

5. Karena dokter ingin melihat ada/tidak penyempitan pembuluh darah

6. Karena untuk menandakan ada pembuluh darah yang tersumbat. Yang disebut STEMI.

7. Normal IMT :

BB : 18,5-22,9 kg/m2

Rumus : Berat Badan (kg) / (tinggi badan)2

8. Jarang Olahraga : Karena penimbunan lemak sehingga terjadi penyempitan dan

kekurangan oksigen

Merokok : Karena nikotin (bahan-bahan rokok) terjadi vasokontriksi pembuluh

darah, kebutuhan O2 menurun terjadi iskemik sehingga menimbulkan nyeri dada (angina

pectoris)

Hipotesis

Bapak S. 45tahun, jarang berolahraga sehingga terjadi penimbunan lemak yang mengakibatkan

penyempitan dan suplai oksigen menjadi berkurang. Bapak S. 45tahun merokok, pengaruh dari

merokok karena nikotin dan tar sehingga terjaadi vasokontriksi pembuluh darah sehingga

kebutuhan oksigen berkurang dan terjadi iskemia. Karena terjadi iskemia sehingga Bapak S.

mengalami nyeri dada (angina pectoris). Kemudian dilakukan pemeriksaan IMT (Indeks Massa

Tubuh), Pemeriksaan EKG, Pemeriksaan kadar enzim jantung, Pemeriksaan Protein dalam

darah, dan Pemeriksaan Angiografi. Setelah dilakukan semua pemeriksaan, Bapak S. 45tahun

mengalami Syndrome Koroner Akut. Karena ditemukan ST Elevan (STEMI). Setelah diketahui

diagnosisnya, dokter memberikan obat anti agregasi trombosit dan antiangina.

SASARAN BELAJAR

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Vaskularisasi Jantung

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Syndrome Koroner Akut dan Penyakit Jantung

Koroner

LO 2.1 Definisi

2.2 Epidemiologi

2.3 Etiologi

2.4 Klasifikasi

2.5 Patofisiologi

2.6 Manifestasi Klinis

2.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding

2.8 Komplikasi

2.9 Penatalaksanaan

2.10 Pencegahan

2.11 Prognosis

2.12 Pemeriksaan Penunjang

LI 3. Memahami dan Menjelaskan EKG

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Vaskularisasi Jantung

A.PEMBULUH DARAH

Aorta Ascendens :

Dari ventrikel kiri pada bagian pangkalnya sinus aorta mempercabangkan 2 pembuluh darah

untuk memperdarahi otot jantung :

1. Arteri coronaria dextra dengan 2 cabang :

Arteri marginalis dan arteri ventrikularis posterior untuk memperdarahi miokardium,

epikardium dan atrium kanan, dan S.A node.

2. Arteria coronaria sinistra mempercabangkan 2 buah yaitu :

a. A. Ventrikularis anterior (rami descendens anterior) memperdarahi bagian depan dan

samping atas ventrikel kiri.

b. A. Circumflexus memperdarahi bagian belakang bawah kiri.

Arteri coronaria sinistra keluar pada pangkal truncus pulmonalis setelah dipercabangkan

dari aorta ascendens. Terlihat mempunyai 2 cabang :

A. Interventriculus anterior yang memberikan cabang terminal sbb : rami diagonal dan

rami septal interventricularis anterior.

A. Circumflexus memberikan cabang terminal sbb : rami anterior dan rami lateralis

circumflexus.

Sistem vena pada jantung :

- Bermuara kedalam sinus coronaria :

1. Vena cordis magna (besar)

2. Vena cordis parva (kecil)

3. Vena cordis media (posterior)

4. Vena cordis obliq

- Vena jantung yang langsung bermuara ke atrium dextra :

1. Vena cordis anterior

2. Vena cordis minima

- Sinus coronarius tempat muara dari vena-vena jantung yaitu :

1. Vena cordis magna

2. Vena cordis parva

3. Vena cordis media

4. Vena cordis obliq

B. INERVASI JANTUNG

Suplai arterial jantung. Arteria coronaria, cabang pertama aorta, memperdarahi myocardium dan

epicardium. Arteria coronaria memperdarahi atrium dan ventrikel.

Arteria coronaria dextra (Right coronary artery,RCA) berasal dari sinus aorta dextra pada aorta

ascendens dan berjalan ke sisi kanan truncus pulmonalis, yang berjalan pada sulcus coronarius.

Didekat asalnya, RCA biasanya melepaskan cabang nodal sinoartrial ascendens, yang

memperdarahi nodus SA. RCA kemudian naik dalam sulcus coronarius dan melepaskan cabang

marginal dextra, yang memperdarahi batas kanan jantung ketika berjalan kearah (tetapi tidak

mencapai) apex cordis. Setelah memberikan cabang ini, RCA kembali ke kiri dan berlanjut

dalam sulcus coronarius ke aspek posterior jantung. Pada crux (L.silang) cordis, taut septum dan

dinding

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Syndrome Koroner Akut dan Penyakit Jantung

Koroner

LO 2.1 Definisi

SKA, merupakan PJK yang progresif dan pada perjalanan penyakitnya, sering terjadi perubahan

secara tiba-tiba dari keadaan stabil menjadi keadaan tidak stabil atau akut. Mekanisme terjadinya

SKA adalah disebabkan oleh karena proses pengurangan pasokan oksigen akut atau subakut dari

miokard, yang dipicu oleh adanya robekan plak aterosklerotik dan berkaitan dengan adanya

proses inflamasi, trombosis, vasokonstriksi dan mikroembolisasi. Manifestasi klinis SKA dapat

berupa angina pektoris tidak stabil/APTS, Non-ST elevation myocardial infarction / NSTEMI,

atau ST elevation myocardial infarction / STEMI.

SKA merupakan suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi klinis berupa keluhan

perasaan tidak enak atau nyeri di dada atau gejala-gejala lain sebagai akibat iskemia miokard.

Pasien APTS dan NSTEMI harus istirahat di ICCU dengan pemantauan EKG kontinu untuk

mendeteksi iskemia dan aritmia.

Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis

rasa tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium. SKA terdiri atas

angina pektoris tidak stabil, infarct myocard acute (IMA) yang disertai elevasi segmen ST.

Penderita dengan infark miokardium tanpa elevasi ST. SKA ditetapkan sebagai manifestasi klinis

penyakit arteri koroner. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan manifestasi utama proses

aterosklerosis.

LO 2.2 Epidemiologi

SKA merupakan penyebab kematian yang utama di Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah

Tangga oleh Departemen Kesehatan. SKA juga menyebabkan angka perawatan Rumah Sakit

yang sangat besar di Pusat Jantung Nasional dibandingkan penyakit jantung lainnya. Di Amerika

Serikat dilaporkan jumlah penderita SKA baru sebanyak 1,5 juta orang setiap tahun (satu

penderita setiap 20 detik). Prevalensi penyakit kardiovaskular di Indonesia semakin hari semakin

meningkat dari tahun ketahun. Survey Kesehatan Runah Tangga Departemen Kesehatan RI

tahun 1992 menunjukkan bahwa penyakit tersebut telah menempati urutan pertama dalam

penyebab kematian di Indonesia. Di Amerika Serikat,karena upaya masyarakat ,pelayanan

kesehatan yang baik dan peranan dari pemerintah dalam menanggulangi penyakit kardiovaskular

angka kejadian penyakit tersebut menurun , namun masih merupakan penyebab utama kematian .

Dilaporkan bahwa setiap tahun terdapat 1,5 juta penderita infark miokard dan terjadi kematian

sejumlah 500.000 pasien pertahun. Ternyata 50 persen dari kematian tersebut justru terjadi

sebelum penderita sampai di rumah sakit,yang terjadi pada jam-jam pertama serangan akibat

komplikasi IMA terutama vibrilasi ventrikel (VF).

Angina Pektoris Tak Stabil

Di Amerika serikat setiap tahun, 1 juta pasien di rawat di rumah sakit karena angina pek toris tak

stabil; dimana 6 sampai 8 persen kemudian mendapat serangan infark jantung yang tidak fatal

atau meninggal dalam satu tahun setelah diagnosis di tegak kan (Trisnohadi, 2006).

STEMI

Infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju. Laju

mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi

sebelum pasien mencapai rumah sakit. Angka kejadian NSTEMI lebih sering di bandingkan

dengan STEMI (Bassand, 2007).

NSTEMI

Gejala yang paling sering di keluhkan adalah nyeri dada, yang menjadi salah satu gejala yang

paling sering di dapatkan pada pasien yang datang ke IGD , di perkirakan 5,3 juta kunjungan /

tahun. Kira-kira 1/3 darinya di sebabkan oleh unstable angina / NSTEMI, dan merupakan

penyebab tersering kunjungan ke rumah sakit pada penyakit jantung. Angka kunjungan untuk

pasien unstable angina / NSTEMI semakin meningkat sementara angka STEMI menurun

LO 2.3 Etiologi

Penyebab utama PJK adalah aterosklerosis, yang merupakan proses multifaktor. Kelainan ini

sudah mulai terjadi pada usia muda, yang diawali terbentuknya sel busa, kemudian pada usia

antara 10 sampai 20 tahun berubah menjadi bercak perlemakan dan pada usia 40 sampai 50

tahun bercak perlemakan ini selanjutnya dapat berkembang menjadi plak aterosklerotik yang

dapat berkomplikasi menyulut pembentukan trombus yang bermanifestasi klinis berupa infark

miokardium maupun angina (nyeri dada). Sindroma koroner akut ditandai oleh adanya

ketidakseimbangan antara pasokan dengan kebutuhan oksigen miokard.

Etiologi :

1. Penyempitan arteri koroner karena robek/pecahnya thrombus yang ada pada plak

aterosklerosis.

2. Obstruksi dinamik karena spasme fokal yang terus-menerus pada segmen arteri koroner

epikardium. Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah

dan/atau akibat disfungsi endotel.

3. Penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme/thrombus, terjadi pada sejumlah

pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang setelah intervensi

koroner perkutan (PCI).

4. Inflamasi: penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur, trombogenesis. Adanya

makrofag, dan limfosit T meningkatkan sekresi metalloproteinase, sehingga terjadi

penipisan dan ruptur plak

5. Keadaan/factor pencetus:

- ↑ Kebutuhan oksigen miokard: demam, takikardi, tirotoksikosis

- ↓ aliran darah koroner

- ↓ pasokan oksigen miokard: anemia, hipoksemia

Faktor-faktor resiko penyakit jantung koroner dibagi dua yaitu faktor resiko yang dapat

dimodifikasi dan factor resiko yang tidak dapat dimodifikasi.

Faktor resiko yang dapat dimodifikasi antara lain:

1.      Hipertensi

2.      Diabetes

3.      Hiperkolesterolemia

4.      Merokok

5.      Kurang latihan

6.      Diit dengan kadar lemak tinggi

7.      Obesitas

8.      Stress

Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain:

1.      Riwayat PJK dalam keluarga

2.      Usia di atas 45 tahun

3.      Jenis kelamin laki-laki > perempuan

4.      Etnis tertentu lebih besar resiko terkena PJK

LO 2.4 Klasifikasi

A. Iskemia

Iskemia adalah suatu keadaan kekurangan oksigen yang bersifat sementara dan reversibel.

Penurunan suplai oksigen akan meningkatkan mekanisme metabolism anaerobik. Iskemia yang

lama dapat menyebabkan kematian otot atau nekrosis. Keadaan nekrosis yang berlanjut dapat

menyebabkan kematian otot jantung (infark miokard). Ventriekel kiri merupakan ruang jantung

yang paling rentan mengalami iskemia dan infark, hal ini disebabkan kebutuhan oksigen

ventrikel kiri lebih besar untuk berkontraksi. Metabolisme anaerobik sangat tidak efektif selain

energi yang dihasilkan tidak cukup besar juga meningkatkan pembentukan asamlaktat yang

dapat menurunkan PH sel (asidosis). Iskemia secara khas ditandai perubahan EKG: T inversi,

dan depresi segmen ST. Gabungan efek hipoksia, menurunnya suplai energi, serta asidosis dapat

dengan cepat mengganggu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi pada daerah yang terserang

mengalami gangguan, serabut ototnya memendek, serta daya kecepatannya menurun. Perubahan

kontraksi ini dapat menyebakan penurunan curah jantung. Iskemia dapat menyebabkan nyeri

sebagai akibat penimbunan asam laktat yang berlebihan. Angina pektoris merupakan nyeri dada

yang menyertai iskemia miokardium. Angina pektoris dapat dibagi: angina pektoris stabil (stable

angina), angina pektoris tidak stabil (unstable angina), angina variant (angina prinzmetal).

B. Angina Pektoris Stabil

Terdapat nyeri dada saat melakukan aktifitas berlangsung selama 1-5 menit dan hilang

saat istirahat. Nyeri dada bersifat kronik. Nyeri terutama di daerah retrosternal, terasa

seperti tertekan benda berat atau terasa panas dan menjalar ke lengan kiri, leher, maksila,

dagu, punggung, dan jarang menjalar ke lengan kanan.

C. Angina Pektoris Tidak Stabil (UAP)

Secara keseluruhan sama dengan penderita angina stabil. Tapi nyeri lebih bersifat

progresif dengan frekuensi yang meningkat dan sering terjadi saat istirahat. Pada

pemeriksaan EKG biasanya didapatkan deviasi segmen ST.

D. Angina Varian

Merupakan angina tidak stabil yang disebabkan oleh spasme arteri koroner.

E. Infark

Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 menit dapat menyebabkan kerusakansel yang

ireversibel dan kematian otot (nekrosis). Bagian miokardium yang mengalami nekrosis

atau infark akan berhenti berkontraksi secara permanen.

Sering didahului dada terasa tidak enak. Nyeri dada seperti tertekan, teremas, tercekik,

berat, tajam, dan terasa panas, berlangsung >30 menit bahkan sampai berjam-jam.

Pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak ketakutan, gelisah, tegang, nadi sering

menurun, dan elektrokardiografi menunjukkan elevasi segmen ST.

Jenis Penjelasan nyeri dada Temuan EKG Enzim Jantung

Angina Pectoris

Tidak Stabil

(APTS)

Angina pada waktu

istirahat/ aktivitas

ringan, Crescendo

angina, Hilang dengan

nitrat.

  Depresi segmen T

  Inversi gelombang T

  Tidak ada gelombang Q

Tidak meningkat

Non ST elevasi

Miocard Infark

Lebih berat dan lama

(> 30 menit), Tidak

hilang dengan

pemberian nitrat. Perlu

opium untuk

menghilangkan nyeri.

  Depresi segmen ST

  Inversi gelombang T

Meningkat minimal

2 kali nilai batas atas

normal

ST elevasi Miocard

Infark

Lebih berat dan lama

(> 30 menit), Tidak

hilang dengan

pemberian nitrat. Perlu

opium untuk

menghilangkan nyeri.

  Hiperakut T

  Elevasi segmen T

  Gelombang Q

  Inversi gelombang T

Meningkat minimal

2 kali nilai batas atas

normal

Berdasarkan berat/ ringannya Sindrom Koroner Akut (SKA) menurut Braunwald (1993) adalah:

a. Kelas I: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan nyeri pada waktu

istirahat, atau aktivitas sangat ringan, terjadi >2 kali per hari.

b.Kelas II: Sub-akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan pada waktu istirahat.

c. Kelas III: Akut, yakni kurang dari 48 jam.

LO 2.5 Patofisiologi

Berkurangnya kadar oksigen miokardium mengubah metabolism pada sel-sel miokardium dari

aerob menjadi anaerob. Hasil akhir metabolism anaerob yaitu asam laktat yang akan tertimbun

dan dapat menurunkan pH sel. Berkurangnya energy yang tersedia dan keadaan asidosis dapat

mengganggu fungsi ventrikel dalam memompa darah, sehingga miokardium yang mengalami

iskemia kekuatannya berkurang, serabut-serabutnya memendek, dan daya serta kecepatannya

berkurang. Selain itu dinding segmen yang mengalami iskemia menjadi abnormal, bagian

tersebut akan menonjol keluar setiap kali ventrikel berkontraksi. Berkurangnya daya kontraksi

dan gangguan gerakan jantung menyebabkan perubahan hemodinamika yang bervariasi sesuai

tingkat keparahan iskemi dari miokard. Menurunnya fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi

curah jantung dengan berkurangnya volume sekuncup. Akibatnya tekanan jantung kiri akan

menignkat sehingga terjadi peningkatan ringan tekanan darah dan denyut jantung sebelum timbul

nyeri. Iskemia miokardium biasanya disertai dengan 2 perubahan EKG akibat perubahan

elektrofisiologi sel, yaitu gelombang T terbalik dan dpresi segmen ST. Angina pectoris adalah

nyeri dada yang menyertai iskemia miokard. Nyeri biasanya digambarkan sebagai satu tekanan

substernal, kadang-kadang menyebar turun ke sisi medial lengan kiri. Umumnya angina dipicu

oleh peningkatan oksigen miokard akibat peningkatan aktivitas. Iskemia yang berlangsung lebih

dari 30-45 menit akan mengakibatkan kerusakan sel irreversible serta nekrosis miokard. Miokard

yang mengalami infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanen. Terdapat 2

jenis infark, infark transmural (mengenai seluruh tebal miokard yang bersangkutan) dan infark

subendokardial ( terbatas pada separuh bagian dalam endocardium).

Patofisiologi aterosklerosis pada pembuluh darah.

IMA STE umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi

thrombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat

yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu IMA STE karena timbulnya banyak

kolateral sepanjang waktu. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosik

mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi rupture local akan menyebabkan oklusi

arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak koroner cenderung mengalami rupture jika

mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid. Pada IMA STE gambaran klasik terdiri

dari fibrin rich red thrombus yang dipercaya menjadi dasar sehingga IMA STE memberikan

respon terhadap terapi trombolitik.

Stages arterosklerosis.

LO 2.6 Manifestasi Klinis

Nyeri dada iskemik yang khas (seperti ditekan benda berat dan menjalar ke leher,

lengan kanan dan punggung) dapat disebabkan oleh angina pektoris stabil (APS),

angina pektoris tidak stabil (APTS) atau IMA (infark miokard akut). Keluhan nyeri

dada yang memerlukan perhatian secara serius memiliki karakteristik sebagai

berikut :

a. Nyeri dada yang baru dirasakan (< 1 bulan)

b. Nyeri di dada, lebih spesifiknya nyeri di dada bagian tengah yang menjalar

sampai ke lengan kiri atau leher, bahkan sampai ke punggung. Nyeri dada

seperti ini adalah nyeri khas dari penyakit jantung koroner. Nyeri ini timbul

hanya ketika melakukan aktifitas fisik dan akan berkurang saat beristirahat.

c. Perubahan kualitas nyeri dada, seperti meningkatnya frekuensi atau beratnya

nyeri dada, atau nyeri dada yang dirasakan saat istirahat

d. Nyeri dada yang tidak hilang dengan istirahat atau dengan pemberian nitrat

sublingual

Gejala lain yang mungkin menyertai adalah sesak napas, perasaan melayang dan

pingsan (sinkop). Bila dilakukan pemeriksaan fisik dapat ditemukan hipertensi,

pembesaran jantung dan kelainan bunyi jantung dan bising jantung. Gradasi

beratnya nyeri dada telah dibuat oleh Canadian Cardiovascular Society sebagai

berikut:

Kelas I.

Aktivitas sehari – hari seperti jalan kaki, berkebun, naik tangga 1- 2 lantai dan

lain–lain tak menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada baru timbul pada latihan yang

berat, berjalan cepat serta terburu – buru waktu kerjaatau berpergian

Kelas II.

Aktivitas sehari-hari agak terbatas, misalnya angina pektoris timbul bila

melakukan lebih berat dari biasanya, seperti jalan kaki 2 blok, naik tangga lebih

dari 1 lantai atau terburu-buru, berjalan menanjak.

Kelas III.

Aktivitas sehari-harinyata terbatas, angina timbul bila berjalan 1-2 blok, naik

tangga 1 lantai dengan kecepatan yang biasa.

Kelas IV.

Angina Pektoris bisa timbul waktu istirahat sekalipun. Hampir semua aktivitas

dapat menimbulkan angina, termasuk mandi, menyapu dan berjalan. Sebaliknya

angina pektoris dapat timbul dalam keadaan istirahat, yang berarti proses stenosis

melebihi 60% baik oleh penyempitan yang kritis (90%) maupun bertambah oleh

karena faktor spasme arteri koroner sendiri di tempat yang tadinya tidak

menimbulkan gejala. Angina bentuk ini disebut sebagai angina dekubitus, angina

at rest atau dalam bentuk angina prinzmetal.

Kelas I.

Angina yang berat untuk pertama kali, atau mungkin bertambah, beratnya nyeri

dada.

Kelas II.

Angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam 1 bulan, tapi tak ada

serangan angina dalam waktu 48 jam terakhir.

Kelas III.

Adanya serangan angina waktu istirahat dan terjadinya secara akut baik sekali

atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir.

LO 2.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding

No Diagnostik Penyakit Jantung Koroner

1 Anamnesis: Nyeri dada iskemik, identifikasi faktor pencetus dan atau faktor

resiko. Sifat nyeri dada yang spesifik angina sebagai berikut:

a. Lokasi: substermal, retrostermal dan prekordial.

b. Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,

seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.

c. Penjalaran ke: leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung/interskapula,

dan dapat juga ke lengan kanan.

d. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat.

e. Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan

f. Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin.

g. Hati-hati pada pasien diabetes mellitus, kerap pasien tidak mengeluh nyeri

dada akibat neuropati diabetik.

Berikut perbedaan nyeri dada jantung dan non-jantung

Pada UAP Crescendo angina, Angina Pektoris Stabil Decrescendo

Angina pada wanita dan pria:

a. Wanita: Paling sering angina (terkadang pasien hanya bilang sesak padahal

maksudnya nyeri dada)

b. Pria: Paling sering langsung miocard infark banyak yang sudden death

2 Pemeriksaan Fisik

Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor pencetus

dan kondisi lain sebagai konsekuensi dari PJK. Hipertensi tak terkontrol,

takikardi, anemis, tirotoksikosis, stenosis aorta berat (bising sistolik), dan

kondisi lain, seperti penyakit paru. Dapat juga ditemukan retinopati

hipertensi/diabetik.

Keadaan disfungsi ventrikel kiri/tanda-tanda gagal jantung (hipotensi, murmur

dan gallop S3) menunjukkan prognosis yang buruk. Adanya bruit di karotis atau

penyakit vaskuler perifer menunjukkan bahwa pasien memiliki kemungkinan

juga penderita penyakit jantung koroner (PJK).

3 Laboratorium: leukositosis/normal, anemia, gula darah tinggi/normal,

dislipidemia, SGOT meningkat, jika cek enzim jantung maka meningkat

Enzim Jantung Penanda Infark Miokardium (Gambar 8)

Enzim Meningkat Puncak Normal

CK-MB 6 jam 24 jam 36-48 jam

GOT 6-8 jam 36-48 jam 48-96 jam

LDH 24 jam 48-72 jam 7-10 hari

Troponin T

Troponin I

3 jam

3 jam

12-24 jam

12-24 jam

7-10 hari

7-14 hari

4 Foto Dada: Kardiomegali, aortosklerosis, edema paru

5 Pemeriksaan Jantung Non-invasif

a. EKG

Akut Koroner Sindrom:

- STEMI ST elevasi > 2mm minimal pada 2 sandapan prekordial yang

berdampingan atau > 1mm pada 2 sandapan ekstremitas, LBBB baru

atau diduga baru; ada evolusi EKG

- NSTEMI Normal, ST depresi > 0,05mV, T inverted simetris; ada

evolusi EKG

- UAP Normal atau transient

Angina Pektoris Stabil iskemia, dapat kembali normal waktu nyeri hilang.

ST depresi ST elevasi Q patologis

T inverted simetris AMI

OMI

Iskemia Injury Infark

b. Uji Latihan Jasmani (Treadmill)

c. Uji Latihan Jasmani Kombinasi Pencitraan:

- Uji Latih Jasmani Ekokardiografi (Stress Eko)

- Uji Latih Jasmani Scintigrafi Perfusi Miokard

- Uji Latih Jasmani Farmakologik Kombinasi Teknik Imaging

d. Ekokardiografi Istirahat

e. Monitoring EKG Ambulatoar

f. Teknik Non-invasif Penentuan Klasifikasi Koroner dan Anatomi Koroner:

- Computed Tomografi

- Magnetic Resonance Arteriography

6 Pemeriksaan Invasif Menentukan Anatomi Koroner

- Arteriografi Koroner

- Ultrasound Intra Vaskular (IVUS)

Diagnosis Banding

1. Kelainan pada esophagus : esofagitis oleh karena refluks.

2. Kolik bilier.

3. Sindroma kostosternal : oleh karena inflamasi pada tulang rawan kosta.

4. Radikulitis servikal.

5. Kelainan pada paru : pneumonia, emboli paru.

6. Nyeri psikogenik.

Diagnosis banding nyeri dada STEMI antara lain perikardistis akut, emboli paru, diseksi aorta

akut, kostokondritis, dan gangguan gastrointestinal.

Gastrointestinal Muskuloskeletal Respiratorius Trauma

Spasme esofagus Kostokondritis Emboli pulmonerKontusio dinding

dada

Gangguan cerna Strain otot Bronkitis Cedera limpa

Ulkus peptikum Pleuritis

Hernia hiatus

Batu empedu

LO 2.8 Komplikasi

a. Nyeri dada (angina). Ketika arteri koroner sempit, jantung tidak dapat

menerima darah yang cukup ketika permintaan paling besar -terutama selama

aktivitas fisik. Dapat menyebabkan nyeri dada (angina) atau sesak napas

b. Serangan jantung

Jika ruptur plak kolesterol dan membentuk bekuan darah, penyumbatan

komplit arteri dapat memicu serangan jantung. Kurangnya aliran darah ke

jantung mungkin kerusakan pada otot jantung. Jumlah kerusakan sebagian

bergantung pada seberapa cepat perawatan.

b. Gagal jantung. Jika beberapa area jantung secara kronis kekurangan oksigen

dan nutrisi karena aliran darah berkurang, atau jika jantung telah rusak oleh

serangan jantung, jantung mungkin menjadi terlalu lemah untuk memompa

darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Kondisi ini dikenal

sebagai gagal jantung.

c. Irama jantung abnormal (aritmia). Suplai darah yang tidak memadai ke

jantung ataukerusakan jaringan jantung dapat mengganggu dengan impuls

listrik jantung menyebabkan irama jantung yang abnormal.

LO 2.9 Penatalaksanaan

Antiiskemik

NITRAT; Nitrat dapat menyebabkan vasodilatasi pmbuluh vena dan arteriol perifer, dengan

efek mengurangi preload dan afterload sehingga dapat mengurangi wall stress dan kebutruhan

oksigen. Nitrat juga menambah oksigen suplai dengan vasodilatasi pembuluh koroner dan

memperbaiki aliran darah kolateral (Tjay, 2005).

Nitrogliserin; gliseriltrinitrat, trinitrit,nitrostat, nitrodermTTS (plester). Trinitrat dari gliserol

ini (1952),sebagaimana juga nitrat lainya berkhasiat relaksasi otot pembuluh, bronchia, saluran

empedu, lambung-usus, dan kemih. Berkhasiat vasodilatasi berdasarkan terbentuknya

nitrogenoksida (NO) dari nitrat di sel-sel pembuluh. NO ini bekerja merelaksasi sel-sel ototnya,

sehingga pembuluh, terutama vena mendilatasi dengan langsung. Akibatnya, Tekanan darah

turun dengan pesat dan aliran darah vena yang kembali ke jantung (preload) berkurang.

Penggunaan oksigen jantung menurun dan bebanya dikurangi. Arteri koroner juga di perlebar,

tetapi tanpa efek langsung terhadap miokard.

Nitrat organik diabsorbsi dengan baik lewat kulit, mukosa sublingual, dan oral. Penggunaanya

per oral untuk menangulangi serangan angina akut secara efektif, begitu pula sebagai profilaksis

jangka pendek, misalnya langsung sebelum melakukan aktivitas bertenaga atau menghadapi

situasi lain yang dapat menginduksi serangan. Secara intravena di gunakan pada dekompensasi

tertentu stelah infark jantung, jika digoksin dan diuretika kurang memberikan hasil.

Resorpsi nya dari usus baik, tetapi mengalami FPE (first pass effect) amat tinggi hingga hanya

sedikit obat mencapai sirkulasi besar. protein plasma kurang lebih 60%, waktu paruh 1-4 menit.

Di dalam hati dan eritrosit, zat ini cepat di rombak menjadi metabolit kurang aktif dengan hasil

akhir gliserol dan co2. Sebaliknya, absorbsi sublingual atau oromukosal cepat sekali karena

menghindari fisrt pass effect. Efek nya sesudah 2 menit dan bertahan selam 30 menit.

Absorbsinya dari kulit (transkutan) juga baik, maka di gunakan pula dalam bentuk salep dan

plester dengan pelepasan teratur (Tjay, 2005).

Toleransi untuk efek anginanya dapat terjadi pesat pada penggunaan oral, transkutan dan intra

vena secara kontiniu, serta pada dosis lebih tinggi. Guna menghindarkanya, hendaknya diadakan

masa bebas nitrat selama kurang lebih 10 jam/hari. Terapi sebainya jangan di hentikan secara

mendadak, melainkan berangsur-angsur guna mencegah reaksi penarikan.

Dosis pada serangan akut angina pektoris di berikan secara sublingual (di bawah lidah) 0,4 – 1

mg sebagai tablet, spay atau kapsul (harus digigit), jika perlu dapat di ulang sesudah 3 – 5 menit.

Bila efek sudah dicapai obat harus di keluarkan dari mulut (Tjay, 2005).

Isorbida-dinitrat: isordil, sorbidin, cedocard. Derivat-nitrat siklis ini (1946) sama kerjanya

dengan nitrogliserin, tetapi bersifat long-acting. Di dinding pembuluh zat ini di ubah menjadi

nitogenoksida (NO) yang mengaktivasi enzim guanilsiklase dan menyebabkan peningkatan kadar

cGMP (cyclo-guanilmonophospate) di sel otot polos dan menimbulkan vasodilatasi. Secara

sublingual kerjanya dalam 3 menit dan bertahan sampai 2 jam, secara spray masing-masing 1

menit dan 1 jam, sedangkan oral masing-masing 20 menit dan 4 jam.

Resorpsinya juga baik, tetapi karena first pass effect besar, bioavaibilitas nya hanya kurang lebih

29%, protein plasma kurang lebih 30%, waktu paruh 30-60 menit. Di dalam hati zat ini di

rombak pesat menjadi 2 metabolit aktif : isorbida-5-monoinitrat dan isorbida -2-minonitrat

dalam perbandingan kurang lebih 4:1 dan waktu paruh masing-masing lebih kurang 5,2 dan 2

jam.

Dosis : pada serangan akut atau profilaksis, sublingual tablet 5mg, bila perlu di ulang sesudah

beberapa menit. Interval: 3 tablet perhari 20mg atau tablet /kapsul retard maksimal 1-2 tablet

perhari 80mg. Spay 1,25-3,75 mg (1-3 semprotan) (Tjay, 2005).

Indikasi pada penderita SKA

Pada pasien penderita Angina tak stabil dalam keadaan akut nitrogliserin atau isorbid dinitrat di

berikan secara sublingual atau melalui infus intravena; yang ada di Indonesia terutama isorbid

dinitrat, yang dapat di berikan secara intravena dengan dosis 1-4mg per jam. Kekurangan cara ini

adalah toleransi yang cepat (24-48 jam setelah pemberian). Untuk itu dosis dapat di tinggikan

dari waktu ke waktu. Bila keluhan sudah terkendali dan pasien bebas angina selama 24 jam,

maka pemberian obat dapat di ganti dengan pemberian oral (Trisnohadi, 2006).

Pada penderita STEMI diruang gawat darurat dapat di berikan nitrogliserin dengan dosis 0,4mg

dan dapat di berikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit (Alwi, 2006).

Pada pasien NSTEMI Nitrat pertama kali harus diberikan sublingual atau spray bukal jika pasien

mengalami nyeri dada iskemia. Jika nyeri menetap setelah di berikan nitrat sublingual 3 kali

dengan interval 5 menit, direkomendasikan pemberian nitrogliserin intravena (mulai 5-10

Ug/menit). Laju infus dapat di tingkatkan 10 Ug/menit tiap 3-5 menit sampai keluhan

menghilang atau tekanan darah sistolik <100 mmHg. Setelah nyeri dada hilang dapat di gantikan

dengan nitrat oral atau dapat menggantikan nitrogliserin intravena jika pasien sudah bebas nyeri

selama 12-24 jam (Sjaharuddin, 2006).

BETA-BLOCKER; Zat-zat ini yang juga di sebut penghambat adrenoseptor beta (Tjay, 2005).

Beta blockers menurunkan kebutuhan oksigen otot jantung dengan cara menurunkan frekuensi

denyut jantung, tekanan darah dan kontraktilitas. Suplai oksigen meningkat karena penurunan

frekuensi denyut jantung sehingga perfusi koroner membaik saat diastol. Semua β-bloker harus

dihindari oleh penderita sama karena dapat memprovokasi bronchospasm (kejang cabang

tenggorok) (Suryatna, 2007).

Sifat farmakologi

Beta-blockers dibedakan atas beberapa karakteristik seperti jenis subtipe reseptor yang di

hambat, kelarutan dalam lemak, metabolisme, farmakodinamik dan adanya aktivitas

simpatomimetik intrinsik.

Walaupun suatu β-bloker diklasifikasikan sebagai kardioselektif, kardio selektivitas ini relatif

dan menghilang jika dosis ditinggikan. Sifat larut lemak menetukan tempat metabolisme (hati)

dan waktu paruh (memendek).Penghentian terapi angina dengan β-bloker (terutama waktu paruh

pendek) harus dilakukan secar bertahap untuk mencegah kambuhnya serangan angina.

Β-bloker yang mempunyai aktivitas simpatomimetik intrinsik yang kurang menimbulkan

brakikardia atau penekanan kontraksi jantung, tetapi mungkin sedikit kurang efektif

dibandingkan β-bloker tanpa aktivitas simpatomimetik dalam mencegah serangan angina

(Suryatna, 2007).

Penggunaan klinis

β-bloker digunakan dalam pengobatan serangan angina, angina tidak stabil dan infark jantung.

Penggunaan β-bloker jangka panjang (tanpa aktivitas simpatomimetik intrinsik) dapat

menurunkan mortalitas setelah infark jantung (Suryatna, 2007).

Pada semua pasien angina tidak stabil harus di beri β-bloker kecuali ada kontra indikasi.

Berbagai macam β-bloker seperti propanolol,metroprolol,atenolol, telah di teliti pada pasien

dengan angina tak stabil, yang menunjukan efektivitas yang sama (Trisnohadi, 2006).

Pada penderita STEMI ketika berada di ruang emergensi, jika morfin tidak berhasil mengurangi

nyeri dada pemberian β-bloker secara intravena mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan

adalah metoprolol 5mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat, frekuensi jantung

>60 menit, tekanan darh sistolik >100mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronki tidak lebih dari

10cm dari diagfragma. 15menit setelah dosis intravena terakhir di lanjutkan dengan dihindari

oleh penderita sama karena dapat memprovokasi bronchospasm (kejang cabang tenggorok)

(Suryatna, 2007).

Sifat farmakologi

Beta-blockers dibedakan atas beberapa karakteristik seperti jenis subtipe reseptor yang di

hambat, kelarutan dalam lemak, metabolisme, farmakodinamik dan adanya aktivitas

simpatomimetik intrinsik.

Walaupun suatu β-bloker diklasifikasikan sebagai kardioselektif, kardio selektivitas ini relatif

dan menghilang jika dosis ditinggikan. Sifat larut lemak menetukan tempat metabolisme (hati)

dan waktu paruh (memendek).Penghentian terapi angina dengan β-bloker (terutama waktu paruh

pendek) harus dilakukan secar bertahap untuk mencegah kambuhnya serangan angina.

Β-bloker yang mempunyai aktivitas simpatomimetik intrinsik yang kurang menimbulkan

brakikardia atau penekanan kontraksi jantung, tetapi mungkin sedikit kurang efektif

dibandingkan β-bloker tanpa aktivitas simpatomimetik dalam mencegah serangan angina

(Suryatna, 2007).

Penggunaan klinis

β-bloker digunakan dalam pengobatan serangan angina, angina tidak stabil dan infark jantung.

Penggunaan β-bloker jangka panjang (tanpa aktivitas simpatomimetik intrinsik) dapat

menurunkan mortalitas setelah infark jantung (Suryatna, 2007).

Pada semua pasien angina tidak stabil harus di beri β-bloker kecuali ada kontra indikasi.

Berbagai macam β-bloker seperti propanolol,metroprolol,atenolol, telah di teliti pada pasien

dengan angina tak stabil, yang menunjukan efektivitas yang sama (Trisnohadi, 2006).

Pada penderita STEMI ketika berada di ruang emergensi, jika morfin tidak berhasil mengurangi

nyeri dada pemberian β-bloker secara intravena mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan

adalah metoprolol 5mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat, frekuensi jantung

>60 menit, tekanan darh sistolik >100mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronki tidak lebih dari

10cm dari diagfragma. 15menit setelah dosis intravena terakhir di lanjutkan dengan

Obat

Kelarutan

Dalam

lemak

Eliminasi Kardioselektif Dosis antiangina

Asebutolol Hati +kap 200 mg dan tab

400 mg

Labetalol Hati + 100-600 mg/hari

Bisoprol tab 5 mg

Nadolol Ginjal tab 40 dan 80 mg

Atenolol Ginjal tab 50 dan 100 mg

Metoprolol Sedang Hati +

tab 50 dan 100 mg,

tab lepas lambat 100

mg

Pindolol SedangGinjal &

hatitab 5 dan 10 mg

Propanolol Hati

tab 10 dan 40 mg,

kapsul lepas lambat

160 mg

Penbutolol hati

Efek Samping

Farmakologi : bradikardi, blok AV, gagal jantung, bronkospasme

Sal cerna : mual, muntah, diare, konstipasi

Sentral : mimpi buruk, insomnia, halusinasi, rasa capai, pusing,

depresi

Alergi : rash, demam dan purpura

Kontraindikasi

a. hipotensi

b. bradikardi simptomatik

c. blok AV derajat 2-3

d. gagal jantung kongesif

e. ekserbasi serangan asma (bronkospasme)

f. diabetes melitus dengan hipoglikemia

Indikasi

Angina pectoris, aritmia, hipertensi, infark miokard

Antikoagulan

HEPARIN;

Farmakodinamik

Efek antikoagulansia heparin timbul karena ikatanya dengan AT-III. AT-III berfungsi

menghambat protease faktor pembekuan termasuk faktor IIa (trombin), Xa dan IXa, dengan cara

membentuk kompleks yang stabil dengan protease faktor pembekuan. Heparin yang terikat

dengan AT-III mempercepat pembentukan kompleks tersebut sampai 1000 kali. Bila kompleks

AT-III protease sudah terbentuk heparin di lepaskan untuk selanjutnya membentuk ikatan baru

dengan antitrombin (Dewoto, 2007).

Hanya sekitar 1/3 molekul heparin yang dapat terikat kuat dengan AT-III. Heparin berat molekul

tinggi (5.000-30.000) memiliki afinitas kuat dengan antitrombin dan menghambat dengan nyata

pembekuan darah. Heparin molekul rendah efek koagulanya terutama melalui penghambatan

faktor Xa oleh antitrombin, karena umumnya molekulnya tidak cukup panjang untuk

mengkatalisis penghambatan trombin.

Terhadap lemak darah, heparin bersifat lipotropik yaitu memperlancar transfer lemak darah ke

dalam depot lemak. Aksi penjernihan ini terjadi karena heparin membebaskan enzim-enzim yang

menghidrolisis lemak, salah satu diantaranya ialah lipase lipoprotein ke dalam sirkulasi serta

menstabilkan aktivitasnya. Efek lipotropik ini dapat dihambat oleh protamin (Dewoto, 2007).

Farmakokinetik

Heparin tidak diabsorbsi secara oral, karena itu diberikan secara subkutan atau intravena.

Pemberian secara subkutan bioavailabilitasnya bervariasi, mula kerjanya lambat 1-2 jam tetapi

masa kerjanya lebih lama. Heparin cepat di metabolisme terutama di hati. Waktu paruhnya

tergantung dosis yang digunakan, suntikan intravena 100, 400, dan 800 unit/kgBB

memperlihatkan masa paruh masing-masing kira-kira 1, 2, dan 5 jam. Heparin berat molekul

rendah mempunyai waktu paruh yang lebih panjang daripada heparin standar. Metabolit inaktif

dieksresikan melalui urin. Heparin di eksresikan secara utuh melalui urin hanya bila digunakan

dosis besar intravena. Heparin tidak melalui placenta dan tidak terdapat dalam airsusu ibu

(Dewoto, 2007).

Indikasi pada pasien SKA

Pada penderita angina tak stabil dan NSTEMI dapat di berikan unfractionated heparin untuk

dosis awal 60 U per kg (maksimum 4000-5000 U) dilanjutkan dengan infus awal 12-15 U per kg

per jam (maksimum 1000 U/JAM). Target normogram terapi adalah aPTT adalah1,5 – 2,5 kali

nilai aPTT normal atau tingkat optimal 50-75 detik. Sangat dibutuhkan pencapaian target terapi

ini. pengukuran dilakukan berulang jika terdapat perubahan dosis UFH, biasanya setelah 6 jam

pemberuan UFH dengan dosis baru. Selama pemeberian UFH sebainya dilakukan pemeriksaan

darah lengkap untuk pengawasan terjadinya anemia dan trombositopenia. Salah satu kontra

indikasi obat ini adalah bila ada riwayat heparin induced thrombocytopenia (Sjaharuddin, 2008).

Selain UFH, pada pasien angina tak stabil dan NSTEMI dapat di berikan low-molecular-weight

heparin (LMWH). Dosis yang biasa di berikan 0,6-1,0 U/ml dengan resiko pendarahan yang

meningkat pada dosis 1,8-2 U/ml.

Pada penderita STEMI dapat di berikan UFH dengan dosis awal intravena 60 U/kg (maksimum

4000 U) di lanjutkan infus intravena 12 U/kg/jam (maksimum 1000 U) dan mencapai target 1,5-

2 nilai kontrol aPTT.

Dapat juga di berikan enoxaparin (serum kreatinin <2,5mg/dl pada laki-laki dan <2,0 mg/dl pada

prempuan) pada pasien berusia <75 tahun, dosis awal 30mg intravena dilanjutkan subkutan

1mg/kg setiap 12 jam. Untuk pasien di atas 75 tahun dosis ruwatan subkutan 0,75 mg/kg setiap

12 jam. Bila CCT <30mL/menit maka dosis ruwatan menjadi 1 mg untuk 24 jam subkutan. Dosis

ruwatan di berikan sampai 8 hari (Sjaharuddin, 2008).

Penghambat Faktor Xa;

Penghambat faktor Xa uang tersedia sekarang adalah fondaparinux. Obat ini bekerja dengan

menghambat secara selektif antithrombin-mediated faktor Xa, menghambat pembentukan

trombin tanpa menganggu molekul trombin yang sudah ada. Diberikan secara subkutan dengan

waktu paruh yang mencapai 17 jam sehingga dapat di berikan sekali sehari. Obat ini di

eksresikan lewat ginjal sehingga sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan CCT

<30mL/menit. Karena tidak menimbulkan trombositopenia dan sangat sedikit menimbulkan

pendarahan maka tidak perlu juga pemeriksaan hemostasis yang berulang.

Pada penderita angina tidak stabil dan NSTEMI penggunaan fondaparinux sudah di uji melalui

OASIS-5 dengan membandingkan bersama enoxaparin. Hasil yang di dapat adalah pemberian

fondaparinux 2,5mg sehari akan menurunkan resiko pendarahan di bandingkan dengan

enoxaparin. Fondaparinux diberikan selam 5 hari atau sampai keluar dari perawatan dan tidak di

gunakan sebagai antikoagulan pada pelaksanaan PCL (Sjaharuddin, 2008).

Sedangkan pada penderita STEMI dapat di berikan fondaparinux (serum kreatin <3mg/dl) dosis

awal 2,5 mg intravena di lanjutkan dengan subkutan 2,5mg per hari. Dosis ruwatan di berikan

sampai 8 hari (Alwi, 2008).

Anti Antiagregasi Trombosit

ASPIRIN;

Aspirin menghambat sintesis tromboxan A2 (TXA2) di dalam trombosit dan protasiklin (PGI2)

di pembuluh darah dengan menghambat secara ireversibel enzim siklooksigenase (akan tetapi

sikoloogsigenase dapat di bentuk kembali oleh sel endotel). Penghambatan enzim

siklooksigenase terjadi karena aspirin mengasetilasi enzim tersebut. Aspirin dosis kecil hanya

dapat menekan pembentukan tromboxan A2, sebagai akibatnya terjadi pengurangan agregasi

trombosit. Sebagai antitrombotik dosis efektif aspirin 80-320 mg per hari. Dosis lebih tinggi

selain meningkatkan toksisitas (terutama pendarahan), juga menjadi kurang efrektif karena selain

menghambat tromboxan A2 juga menghambat pembentukan protasiklin (Dewoto, 2007).

Pada infark miokard akut aspirin bermanfaat untuk mencegah kambuhnya miokard infark yang

fatal maupun nonfatal.

Indikasi pada pasien SKA

Pada penderita angina pektoris tak stabil, banyak sekali studi yang membuktikan bahwa aspirin

dapat mengurangi kematian jantung dan mengurangi infark fatal maupun non fatal dari 51%

sampai 72% pada pasien angina tak stabil. Oleh karena itu aspirin di anjurkan untuk di berikan

seumur hidup, dengan dosis awal 160 mg/hari dan dosis selanjutnya 80 sampai325 mg /hari

(Trisnohadi, 2006).

Aspirin merupakan tatalaksana dasar pasien yang di curigai STEMI dan efektif pada spektrum

sindrome koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang di lanjutkan reduksi kadar

tromboxan A2 di capai dengan absorbsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang

emergensi. Selanjutnya aspirin di berikan oral dengan dosis 75-162 mg (Alwi, 2006).

Aspirin di rekomendasikan pada semua pasien NSTEMI tanpa kontraindikasi dengan dosis awal

160-325mg (non-enteric) dan dengan dosis pemeliharaan 75-100 mg jangka panjang (Alwi,

2006).

TIKLODIPIN;

Tiklodipin menghambat agregasi trombosit yang di induksi oleh ADP. Inhibisi maksimal

agregasi trombosit baru terlihat setelah 8-11 hari terapi, berbeda dari aspirin, tiklodipin tidak

mempengaruhi metabolisme prostaglandin. Dari uji klinis secara acak di laporkan adanya

manfaat dari tiklodipin untuk pencegahan kejadian vaskular pada pasien TIA, stroke dan angina

pektoris tidak stabil.

Resorpsinya dari usus sekitar 80%, protein plasma kurang lebih 98%, waktu paruh nya kurang

lebih 8 jam (setelah 1 dosis) dan 96jam setelah di gunakan 14 hari.

Dosis tiklodipin umumnya 250mg 2 kali sehari. Agar mula kerja lebih cepat ada yang

mengunakan dosis muat 500 mg. Tiklodipin terutama bermanfaat untuk pasien yang tidak dapat

mentoleransi aspirin. Karena tiklodipin mempunyai kerja yang berbeda dari aspirin, maka

kombinasi kedua obat di harapkan dapat memberikan efek aditif atau sinergistik (Tjay, 2005).

KLOPIDOGREL;

Derivat-piridin ini adalah pro-drug, yang di dalam hati di ubah untuk kurang lebih 15% menjadi

metabolit thiolnya yang aktif. Zat aktif ini setelah diresopsi meningkat dengan pesat dan

irreversibel dengan reseptor trombosit dan menghambat penggumpalanya, yang di induksi oleh

adenosindifosfate (ADP). Resorpsinya minimal 50%, Protein plasmanya 98%. Eksresi melalui

kemih dan tinja (Tjay, 2005).

Indikasi pada pasien SKA

Pada pasien angina tak stabil klopidogrel dianjurkan untuk pasien yang tidak tahan aspirin. Tapi

dalam pedoman american college of cardiology (ACC) dan america heart association (AHA)

klopidogrel juga diberikan bersama aspirin paling sedikit 1 bulan sampai 9 bulan. Dosis

klopidogrel dimulai 300mg per hari dan selanjutnya 75 mg per hari (Trisnohadi, 2006).

Klopidogrel 75mg/hari per oral harus diberikan bersama aspirin pada pasien STEMI tanpa

melihat apakah pasien tersebut menjalani reperfusi dengan terapi fibrinolitik atau tidak. Terapi di

lanjutkan sekurang-kurangnya 14 hari (Alwi, 2008).

Pada semua pasien NSTEMI, direkomendasikan klopidogrel dosis loading 30 mg/hari, di

lanjutkan klopidogrel 75 mg/hari. Klopidogrel di lanjutkan sampai 12 bulan kecuali ada resiko

pendarahan hebat (Alwi, 2008).

PENGHAMBAT GLIKOPROTEIN IIb/IIIa;

Glikoprotein IIb/IIIa merupakan integrin permukaan trombosit, yang merupakan reseptor untuk

fibrinogen dan faktor von willebrand, yang menyebabkan melekatnya trombosit pada permukaan

asing dan antar trombosit, sehingga terjadi agregasi trombosit (Tjay, 2005).

INTEGRILIN;

Merupakan suatu peptida sintetik yang mempunyai afinitas tinggi terhadap reseptor glikoprotein

IIb/IIIa. Integrilin digunakan untuk pengobatan angina tidak stabil dan untuk angioplasti koroner.

Dosis diberikan secara bolus 135-180 Ug/kgBB diikuti dengan 0,5-3,0 g/kgBB/menit untuk

sampai 72 jam. Efek samping antara lain pendarahan dan trombositopenia (Tjay, 2005).

Trombolitik / Fibrinolitika

Berkhasiat melarutkan trombus dengan cara mengubah plasminogen menjadi plasmin, suatu

enzim yang dapat menguraikan fibrin. Fibrin ini merupakan zat pengikat dari gumpalan darah.

Terutama digunakan pada infark jantung akut untuk melarutkan trombi yang telah menyubat

arteri koroner. Bila di berikan tepat pada waktunya, yakni dalam jam pertama setelah timbulnya

gejala, obat-obat ini.

Tatalaksana Invasif (tindakan pembedahan)

1. Coronary Artery Bypass Grafting –

CABG

Pencangkokan vena dari aorta ke arteri

koroner, meloncati bagian yang mengalami

penyumbatan. Pembuluh darah biasanya

diambil dari mamaria interna atau

ekstremitas. Dalam 10 tahun pascabedah,

90% masih berfungsi baik dan tidak mengalami penyumbatan ulang.

2. Percutaneus Cardiac Intervention - PCI :

Memasukkan sebuah kateter dengan balon kecil

diujungnya dari a.femoralis ke daerah sumbatan pada

a.koroner melalui kawat penuntun. Balon

dikembangkan selama beberapa detik, lalu

dikempiskan kemudian diulangi beberapa kali. Balon

yang mengembang akan menekan plak, sehingga arteri meregang dan lumen melebar 80-90%.

Kelemahan : 30 - 40% mengalami restenosis.

3. PCI dengan Stent

Stent adalah cincin kawat yang

terbuat dari baja antikarat dengan

diameter mulai dari 2.25 - 4 mm

dan panjang hingga 33 mm.

Ketika kateter dimasukan, balon

dikembangkan dan stent ikut

mengembang. Setelah balon dikempiskan, stent tetap mengembang dan menyangga lumen agar

tetap terbuka lebar. Kelemahan : 15-25% restenosis

4. Drug Eluting Stent – DES

Stent yang dilapisi oleh obat-obatan antiplatelet dan fibrinolitik. Hasil menunjukkan hanya 0-6%

pasien yang mengalami restenosis.

LO 2.10 Pencegahan

Pemantauan dan memodifikasi faktor risiko tertentu adalah cara terbaik untuk

mencegah penyakit jantung koroner.

a. Jika mungkin, mengadopsi gaya hidup sehat sejak awal kehidupan

b. Riwayat keluarga : Jika seseorang dalam keluarga memiliki penyakit jantung

koroner, angina, atau serangan jantung pada usia 55 tahun, resiko terkena

penyakit jantung meningkat. Jika penyakit jantung ada dalam keluarga, dapat

direkomendasikan tes skrining dan tindakan pencegahan.

c. Ubah faktor-faktor risiko berikut:

I. Kadar lemak pada darah

Kolesterol tinggi total: ketahui kadar kolesterol total dan ambil tindakan untuk

mengontrolnya dengan diet dan olahraga jika kadarnya tinggi. Berikut panduan

dari National Cholesterol Education Program (NCEP), kadar kolesterol total

yang diukur dalam darah setelah 9-12 jam berpuasa berdasarkan subtipe

kolesterol penting:

i. LDL cholesterol

a. Kurang dari 100 - Optimal

b. 100-129 - Near optimal/above optimal

c. 130-159 - Borderline high

d. 160-189 - High

e. 190 atau lebih tinggi - Very high

ii. Total cholesterol

a. Kurang dari 200 - Desirable

b. 201-239 - Borderline high

c. 240 atau lebih tinggi - High

iii. HDL cholesterol (the good cholesterol)

a. Kurang dari 40 0 Low

b. 60 atau lebih tinggi - High (desirable)

II. Diet

Diet, seimbang rendah lemak yang baik tidak hanya untuk orang dengan

kolesterol tinggi tetapi untuk semua orang.

i. American Heart Association merekomendasikan bahwa kalori dari lemak

maksimum kurang dari 30% dari total kalori dalam makanan apapun. 

ii. Setiap hari, cobalah untuk makan 6-8 porsi roti, sereal, atau padi; 2-4 porsi

buah segar; 3-5 porsi sayuran segar atau beku, 2-3 porsi susu tanpa lemak,

yogurt, atau keju; dan 2-3 porsi daging, unggas, ikan, atau kacang kering. 

iii. Gunakan minyak zaitun atau canola untuk memasak. Minyak ini

mengandung lemak tak jenuh tunggal yang dikenal untuk menurunkan

kolesterol. 

iv. Makan 2 porsi ikan setiap minggu. Makan ikan seperti salmon, makarel, trout

danau, herring, sardin, dan tuna albacore. Semua ikan ini tinggi asam lemak

omega-3 yang menurunkan kadar lemak tertentu dalam darah dan membantu

mencegah detak jantung tidak teratur dan pembekuan darah yang

menyebabkan serangan jantung. 

v. Penelitian menunjukkan bahwa alkohol dapat membantu melindungi terhadap

penyakit jantung koroner, namun membatasi asupan Anda untuk 1-2

minuman per hari. jumlah yang lebih tinggi dapat meningkatkan tekanan

darah, menyebabkan gangguan irama jantung (aritmia), dan kerusakan otot

jantung dan hati secara langsung. 

vi. Menghindari makanan cepat saji mungkin tidak menyenangkan atau nyaman,

tapi mungkin memberikan manfaat yang signifikan dalam jangka panjang.

III. Merokok

Berhenti merokok adalah perubahan terbaik yang dapat dibuat. Perokok

pasif (menghirup asap tembakau), cerutu merokok, atau mengunyah tembakau

sama-sama berbahaya bagi kesehatan.

IV. Diabetes 

Diabetes menyebabkan penyumbatan dan pengerasan (aterosklerosis) pembuluh

darah di mana-mana dalam tubuh, termasuk arteri koroner. Mengontrol diabetes

secara signifikan mengurangi risiko koroner.

V. Tekanan darah tinggi

Diet yang tepat, asupan rendah garam, olahraga teratur, pengurangan konsumsi

alkohol, dan pengurangan berat badan adalah sangat penting.

VI. Kegemukan

i. Kelebihan berat menempatkan tekanan ekstra pada jantung dan pembuluh

darah dengan tekanan darah meningkat, ditambah sering dikaitkan dengan

diabetes, kolesterol tinggi dan trigliserida, dan HDL rendah.

ii. Sebuah, diet rendah lemak serat-tinggi dan olahraga teratur dapat membantu

menurunkan berat badan dan mempertahankannya. 

iii. Carilah penyedia layanan kesehatan nasihat Anda sebelum

memulai penurunan berat badan program. 

iv. Jangan mengandalkan obat untuk menurunkan berat badan. obat-obatan

tertentu yang digunakan untuk berat badan

VII. Ketidakaktifan Fisik

Latihan membantu menurunkan tekanan darah, meningkatkan tingkat kolesterol

baik (HDL), dan mengendalikan berat badan Anda.

i. Cobalah untuk menyelesaikan latihan ketahanan minimal 30 menit, 3-5 kali

seminggu. Tapi jalan cepat saja akan meningkatkan kelangsungan hidup

kardiovaskular. 

ii. Latihan dapat mencakup berjalan, berenang, bersepeda, atau aerobik. 

VIII. Stres emosional

Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan stres emosional

(Singh, Vibhuti N, 2006)

LO 2.11 Prognosis

Kecirian prognosis penyakit jantung koroner

1. Dalam satu tahun setelah kambuhnya penyakit jantung, sekitar 42 persen penderita

wanita mungkin meninggal, angka itu lebih tinggi satu kali lipat daripada kaum

lelaki.

2. Sesudah pertama kali penyakit jantung kaum wanita kambuh, keadaan itu lebih

mudah terjadi ulang dibandingkan dengan kaum lelaki.

Semua orang bisa sembuh dengan berbeda cara. Beberapa orang dapat

mempertahankan kehidupan yang sehat dengan mengubah diet mereka, berhenti

merokok, dan minum obat persis seperti resep dokter. Orang lain mungkin

memerlukan prosedur medis seperti angioplasti atau operasi. Meskipun setiap

orang berbeda, deteksi dini PJK umumnya menghasilkan hasil yang lebih baik.

Bergantung pada beberapa hal, yaitu : seberapa luas wilayah yang tersumbat, banyaknya

sirkulasi kolateral, seberapa lamanya penyumbatan berlangsung, penyumbatan total atau

sebagian dan banyaknya kebutuhan oksigen miokard.

Berikut prognosis pada PJK :

25% meninggal sebelum sampai ke rumah sakit

Total mortalitas 15-30%

Mortalitas pada usia < 50 tahun 10-20%

Mortalitas usia > 50 tahun sekitar 20%

Semua penderita penyakit jantung koroner berisiko tinggi untuk mendapatkan serangan jantung.

Prognosis penyakit jantung koroner tergantung pada kendali semua faktor risiko utama dan

faktor risiko tinggi, seperti kadar kolesterol tinggi, hipertensi, rokok, diabetes melitus termasuk

juga kegemukan. Kendali faktor risiko yang dapat dikendalikan lainnya seperti kebiasan tidak

aktif dan stres. Bila kendali semua hal diatas buruk maka prognosis penyakit jantung koroner

akan buruk, keluhan nyeri dada akan menjadi lebih sering seiring dengan semakin tebalnya plak

stabil di dinding pembuluh darah coroner risiko timbulnya serangan jantung menjadi meningkat.

Pada penderita paska angioplasti atau operasi pintas koroner, tanpa kendali faktor risiko maka

sumbatan koroner dapat terbentuk kembali.

LO 2.12 Pemeriksaan Penunjang

Elektrokardiogram (EKG)

Gambaran EKG saat istirahat dan bukan pada saat serangan angina sering masih

normal.Gambaran EKG dapat menunjukkan bahwa pasien pernah mendapat infark miokard di

masa lampau.Kadang-kadang menunjukkan pembesaran ventrikel kiri pada pasien hipertensi dan

angina; dapat pula menunjukkan perubahan segmen ST dan gelombang T yang tidak khas. Pada

saat serangan angina, EKG akan menunjukkan depresi segmen ST dan gelombang T dapat

menjadi negatif.

Gambar 13. Perubahan EKG klasik pada Iskemia.

A: Inversi gelombang T, B: Penurunan segmen ST

Foto rontgen dada

Foto rontgen dada seringmenunjukkan bentuk jantung yang normal; pada pasien hipertensi dapat

terlihat jantung membesar dan kadang-kadang tampak adanya kalsifikasi arkus aorta.

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak begitu penting dalam diagnosis angina pektoris. Walaupun

demikian untuk menyingkirkan diagnosis infark jantung akut sering dilakukan pemeriksaan

enzim CPK, SGOT atau LDH. Enzim tersebut akan meningkat kadarnya pada infark jantung

akut sedangkan pada angina kadarnya masih normal. Pemeriksaan lipid darah seperti kolesterol,

HDL, LDL, trigliserida dan pemeriksaan gula darah perlu dilakukan untuk mencari faktor risiko

seperti hiperlipidemia dan/atau diabetes melitus.

(M. Santoso, T Setiawan. 2005)

Enzim jantung biomarker Infark Miokard

Enzim Meningkat Puncak Normal

CK-MB 6 jam 24 jam 1.5 – 2 hari

Mioglobin 1 jam 4 – 8 jam 1 – 1,5 hari

LDH 24 jam 48 – 72 jam 7 – 10 hari

Troponin T dan I 3 jam 12 – 24 jam 7 – 10 hari

a. CK ( Creatin Phosphokinase)

- Enzim yg mengkatalisis kreatin, kreatinin, dalam sel otot, otak

- NormalW: <110 u/l, P : <130 u/l.

b. CKMB (isoenzyme CK : Creatin Kinase Myocard Band)

- Meningkat : Angina pectoris berat , iskhemik reversibel

- Kadarmeningkat: 4 - 8 jam setelah IMA

- Puncak : 12 - 24 jam

- Menurun : hari ke 3

- Normal : < 16 IU

- Meningkat pad : AMI, gagal ginjal, kerusakan otot (skelet, jantung)

c. LDH (Laktat Dehidrogenase)

- Mengkatalisis laktat piruvat

- 5 jenis isoenzim

- Otot jantung: LDH1, LDH2

- Kadar meningkat : 8 - 12 jam setelah IMA

- Puncak : 24 - 48 jam

- Menurun : Hari ke 14

- Normal : LDH 1/LDH 2 : < 0,85

- Meningkat pada : kerusakan gagal ginjal, otot jantung, leukemia

d. TROPONIN

o Unit kontraktil otot serang lintang tersusun atas filamen tipis &tebal.

o Kompleks troponin terdpt pd filamen tipis & mengkontrol proseskontraksi

o Otot jantung kompleks terdiri dari troponin T, I,C. Bereaksi dengan actin &

tropomiosin

o TnC: IkatCa & menginisiasi kontraksi

o Tn I: penghambat kontraksi pd kead istirahat

o Tn T: Pengikat kompleks troponin & tropomiosin

o cTn akan dilepas otot jantung krn:

- Kerusakan otot jantung (miokard infark)

- Miokarditis

- Kardiomiopati

- Trauma

o cTnI

- Meningkat : 2 - 8 jam

- Puncak : 10 ² 24 jam

- Menurun : Hari ke 7

o cTnT

- Meningkat : 2 - 8 jam

- Puncak : 10 ² 24 jam

- Menurun : Hari ke 14

- Normal : cTnI : < 1,0 , cTnT : < 0,1

e. MIOGLOBIN

o Protein heme (2% total protein dlm otot)

o Berada dlm sitoplasma sel otot skelet & jantung

o Berguna dlm oksigenasi otot

o BM kecil cepat di lepas ke sirkulasi dibandingCK,CKMB,Troponin

o Lebih sensitif dibanding parameter lain (82%, Tn T 64%,CKMB23%)

o Meningkat pd : kerusakan otot skelet & otot jantung

o Dideteksi : 2 jam setelah IMA

o Puncak : 8-12 jam

o Hilang : < 24jam post infark

o Metode pemeriksaan : RIA, ELISA (darah 5 ml, urin 1 ml)

o Darah vena AK : heparin

o Sensitifitas pd fase dini > CKMB, fase lanjut sensitifitashilang (ginjal)

o Perlu parameter lain untuk menjelaskan lokasi kerusakan(jantung/skelet)

o Ekskresi oleh ginjal gangguan fungsi ginjal

o Konsentrasi tinggi mioglobin merusak ginjal

o Rujukan :

- Pria : 16-76 ng/ml

- Wanita : 7-64 ng/ml

- Cut off point : 70 ng/ml

f. CRP (C Reaktif Protein)

o Reaktan fase akut utama hati

o Kadar stabil: waktu lama

o Tanda inflamasi akut hsCRP (high sensitivityCRP)

o Tanda risiko penyakit kardiovaskuler

risiko rendah : < 1,0 µg/L

sedang : 1,0 ² 3,0 µg/L

tinggi : > 3,0 µg/L

o Pengeluaran distimulasi oleh regangan dinding ventrikel

o Semakin meningkat, semakin berat gagal jantung bahkan subklinisterlihat

meningkat

o Manfaat pemeriksaan : Diagnosis, stratifikasi risiko,prognosis &

pemantauanpasien gagal jantung

o Bisa membedakan kausa pada pasien sesak napas untukmenyingkirkan

dugaan gagal jantung baru

o Rujukan : < 50 mg/mL : Gagal jantung (-)

: >100 mg/mL : Prediksi gagal jantung

LI 3. Memahami dan Menjelaskan EKG

Pada dasarnya EKG terdiri dari banyak gelombang, yang tiap gelombang mewakilkan satu

denyut jantung (satu kali aktifitas listrik jantung).

- Titik P mempunyai arti bahwa terjadinya denyutan/kontraksi pada atrium jantung (dextra &

sinistra)

- Titik Q, R dan S mempunyai arti bahwa terjadinya denyutan/kontraksi (listrik) pada ventrikel

jantung (dextra & sinistra)

-Sedangkan titik T berarti relaksasi pada ventikel jantung.

Pemasangan Lead EKG

Terdapat 3 jenis sandapan (lead) pada EKG, yaitu :

a. Sadapan Prekordial

Merupakan sadapan V1, V2, V3, V4, V5, dan V6 yang ditempatkan secara langsung di dada.

- Sadapan V1 ditempatkan di ruang intercostal IV di kanan sternum.

- Sadapan V2 ditempatkan di ruang intercostal IV di kiri sternum.

- Sadapan V3 ditempatkan di antara sadapan V2 dan V4.

- Sadapan V4 ditempatkan di ruang intercostal V di linea (sekalipun detak apeks berpindah).

- Sadapan V5 ditempatkan secara mendatar dengan V4 di linea axillaris anterior.

- Sadapan V6 ditempatkan secara mendatar dengan V4 dan V5 di linea midaxillaris.

b. Sandapan Bipolar, Merekam perbedaan potensial dari 2 elektroda, yang ditandai dengan angka

romawi I, II dan III

a) Sandapan I : merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) yang bermuatan negatif (-)

tangan kiri bermuatan positif (+).

b) Sandapan II : merekam beda potensial antara tangan kanan (-) dengan kaki kiri (LF) yang

bermuatan (+)

c) Sandapan III : merekam beda potensial antara tangan kiri (LA) yang bermuatan (-) dan kaki

kiri (+).

b. Sandapan Unipolar

a) Sandapan Unipolar Ekstremitas

· aVR : merekam potensial listrik pada tangan kanan (RA) yang bermuatan (+), dan elektroda (-)

gabungan tangan kiri dan kaki kiri membentuk elektroda indifiren.

· aVL : merekam potensial listrik pada tangan kiri (LA) yang bermuatan (+), dan muatan (-)

gabungan tangan kanan dan kaki kiri membentuk elektroda indifiren.

· aVF : merekam potensial listrik pada kaki kiri (LF) yang bermuatan (+) dan elektroda (-) dari

gabungan tangan kanan dan kaki kiri membentuk elektroda indifiren.

Abnormal

A. SA Node

( Sinus Bradikardia)

Ciri-cirinya : Irama teratur RR interval jaraknya sama dalam 1 lead panjang PP interval

jaraknya sama dalam 1 lead panjang Komplek QRS harus sama dalam 1 lead panjang

Impuls dari SA node yang ditandai dengan adanya gel P yang mempunyai bentuk sama

dalam 1 lead panjang. Frekwensi (HR) dibawah 60x/menit Adanya gel P yang selalu

diikuti komplek QRS Gel P dan komplek QRS normal dan sama bentuknya dalam satu

lead.

(Sinus Takikardia)

Ciri-cirinya): Sama dengan sinus bradikardia, yang membedakanya adalah frekwensi

jantung (HR) lebih dari 100x/menit.

(Sinus Aritmia) Ciri-cirinya : Sama dengan kriteria sinus rhytme, yang membedakannya

adalah pada sinus aritmia iramanya tidak teratur karena efek inspirasi & ekspirasi

(Sinus Blok) Ciri-cirinya : Sama dengan sinus arrest yaitu adanya gap tanpa adanya gelombang

yang muncul, dimana jarak gapnya 2 kali dari RR interval.

(Sinus Arrest) Ciri-cirinya: Gel P dan komplek QRS normal Adanya gap yang panjang tanpa

adanya gelombang yang muncul. Gap ini jaraknya melebihi 2 kali RR interval.

B. Otot Atrium

(PAC or AES)

Ciri-cirinya : Anda perhatikan normal gel P yang berasal dari SA node, gel P yang berasal

dari otot atrium tidak sama dengan gel P yang berasal dari SA node. PAC (premature atrial

contraction)or AES ( atrial ekstra sistole) yaitu gel P yang muncul sebelum waktunya dan

bentuk gelombangpun beda dengan normal gel P yang berasal dari SA node. Kalau anda

temukan gel P yang berbeda dan muncul persis sama dengan waktu yang seharusnya, ini

dinamakan Atrial escape beat.

(Atrial Flutter) Ciri-cirinya : Irama teratur Ciri utama yaitu gelombang P yang mirip gigi gergaji

(saw tooth). Komplek QRS normal, interval RR normal

(Atrial Takikardia) Ciri-cirinya : Irama teratur Komplek QRS normal PR interval <0,12detik dan

Frekwensi jantungnya > 150x/menit Apabila gambaran EKG dari normal tiba tiba berubah

menjadi Atrial takikardia maka gambaran ini dinamakan paroksimal atrial takikardia (PAT).

(Multifocal Atrial Takikardia) Ciri-cirinya : Irama irreguler Kadang mirip dengan atrial fibrilasi,

tapi pada MAT gel P masih terlihat dan tiap beat bentuk gelombang P nya berbeda (minimal 3

macam). Frekwensi > 100x/menit, PR intervalpun bervariasi, normal komplek QRS. (Wandering

Atrial Pacemaker) Ciri-cirinya : Sama dengan multifokal atrial takikardia, hanya pada wandering

pacemaker HR nya normal.

C. Junctional Region

(Junctional Rhytm) Ciri-cirinya : Irama teratur Frekwensinya 40-60 x/menit Gelombang P bisa

tidak ada, bisa terbalik (tidak bakal positip) Kompleks QRS normal Kalau frekwensinya lebih

dari 40x/menit dinamakan slow junctional rhytm. (Junctional Takikardia) Ciri-cirinya: Sama

dengan junctinal rhytm, bedanya frekfensi atau HR pada junctional takikardia lebih dari 100

x/menit. (Accelerated Junctional) Ciri-cirinya : Sama dengan junctional rhytm, bedanya

frekwensi atau HR pada accelerated junctional antara 60-100 x/menit.

(Junctional Ekstra Sistole or PJC) Ciri-cirinya : Irama tidak teratur Ada premature beat sebelum

waktunya, dengan adanya gel P yang terbalik atau tidak adanya gel P. (Junctional Escape Beat)

Ciri-cirinya : Irama irregular Komplek QRS normal Pada EKG normal yang seharusnya muncul

normal beat pada beat berikutnya, tapi impuls normal diambil alih oleh juction region sehingga

tampak pada EKG tidak adanya gel P, misalkan ada gel P tapi bentuknya akan terbalik. (Supra

Ventrikuler Takikardia/SVT) Ciri-cirinya : Irama teratur Frekwensinya lebih dari 150x/menit Gel

P tertutup oleh gel T Komplek QRS normal dan tingginya harus sama ( ingat duri ikan)

(Paroksimal Supraventrikuler Takikardia/PSVT) Ciri-cirinya : Dari gambaran EKG normal tiba-

tiba berubah menjadi gambaran EKG SVT. Frekwensinya lebih dari 150 x/menit AV Blok first

Degree

Ciri-cirinya : Irama teratur Gel P normal, PP interval regular Komplek QRS normal, RR interval

regular PR interval > 0,20 detik atau > 5 kotak kecil Panjang PR interval harus sama di setiap

beat !! Misalkan panjang PR intervalnya 0,24detik, maka di tiap beat PR intervalnya harus sama

yaitu 0,24detik. (AV Blok 2nd Degree Type I atau Wenckebach) Ciri-cirinya : Irama irregular

Gel P normal, PP interval regular Komplek QRS bisa normal juga bisa tidak normal, RR interval

irregular PR interval mengalami perpanjangan, mulai dari normal PR interval dan memajang

pada beat berikutnya, sampai ada gel P yang tidak diikuti komplek QRS, kemudian kembali lagi

ke normal PR interval dan seterusnya. Misalkan awalnya PR interval 0,16 detik, kemudian

memanjang dibeat berikutnya 0,22 detik, terus memanjang lagi menjadi 0,28 detik, lalu ada gel P

yang tidak diikuti oleh QRS, setelah itu kembali lagi ke normal PR interval yaitu 0,16 detik, dan

seterusnya. (AV Blok 2nd Degree Type II) Ciri-cirinya : Irama irregular Gel P normal, PP

interval regular Komplek QRS bisa normal atau bisa juga tidak normal, RR interval irregular PR

interval harus sama di tiap beat!! Panjangnya bisa normal dan lebih dari normal. Ada 2 atau

lebih, gelombang P tidak diikuti oleh komplek QRS. (AV Blok Total/Komplit) Ciri-cirinya :

Irama regular Tidak ada hubungan antara atrium dengan ventrikel. Makanya kadang gelombang

P muncul bareng dengan komplek QRS. Komplek QRS biasanya lebar dan bentuknya berbeda

dengan komplek QRS lainya karena gel P juga ikut tertanam di komplek QRS, RR interval

regular. Gel P normal, kadang bentuknya beda karena tertanam di komplek QRS.

ciri-cirinya : Adanya delta wave PR interval kurang dari normal Otot ventrikel didepolarisasi

bukan melalui sistem konduksi yang normal, melainkan melalui jalur pendek atau bypass

sehingga ditemukan PR interval yang pendek.

d. Ventrikel Region (Idioventrikular Rhytm) Ciri-cirinya : Irama regular Frekwensi 20 - 40

x/menit Tidak ada gelombang P Komplek QRS lebar or lebih dari normal (Accelerated

Idioventrikular) Ciri-cirinya : Irama regular Frekwensi antara 40 - 100 x/menit Tidak ada

gel P Komplek QRS lebar atau lebih dari normal, RR interval regular (Ventrikel

Takikardia/ VT) Ciri-ciri : Irama regular

Frekwensi 100-250x/menit Tidak ada gelombang P Komplek QRS lebar atau lebih dari

normal

(VT Polymorphic) Ciri-ciri : Irama regular irregular Lainya sama dengan VT. (ventrikel

Fibrilasi/VF) Ciri-ciri : Irama chaotic atau kacau balau No denyut jantung. (Torsade de

pointes) Ciri-ciri : Irama irregular Frekwensi lebih dari 200x/menit Komplek QRS lebar

Keadaan ini sangat cepat dan berubah ke VF atau asystole

1. Segmen ST dan Gelombang T pada Iskemia Miokard

Iskemia miokard akan memperlambat proses repolarisasi, sehingga pada EKG

dijumpai perubahan segmen ST (depresi) dan gelombang T (inversi) tergantung beratnya

iskemia serta waktu pengambilan EKG. Spesifitas perubahan segmen ST pada iskemia

tergantung morfologinya. Diduga iskemia jika depresi segmen ST lebih dari 0,5mm

(setengah kotak kecil) dibawah garis besline (garis isoelektris) dan 0,04 detik dari j point.

Pada treadmill test, positif iskemia jika terdapat depresi segmen ST sebesar 1mm.

Gambar 9. Variasi segmen ST (depresi) paa iskemia

2. Perubahan/Evolusi EKG pada Injure Miokard

Sel miokard yang mengalami injuri tidak akan berdepolarisasi sempurna, secara

elektrik lebih bermuatan positif dibanding daerah yang tidak mengalami injuri dan pada

EKG terdapat gambaran elevasi segmen ST pada sandapan yang berhadapan dengan

lokasi injuri. Elevasi segmen ST bermakna jika elevasi > 1mm pada sandapan ekstremitas

dan > 2mm pada sandapan prekordial di dua atau lebih sandapan yang menghadap daerah

anatomi jantung yang sama. Perubahan segmen ST, gelombang T dan kompleks QRS

pada injuri dan infark mempunyai karakteristik tertentu sesuai waktu dan kejadian selama

infark. Aneurisma ventrikel harus dipikirkan jika elevasi segmen ST menetap beberapa

bulan setelah infark miokard.

10

Gambar 10. Pola perubahan EKG pada IMA dengan ST elevasi (Emerg Med Clin N Am

2006; 24:53-89)

3. Perubahan EKG pada Infark Miokard Lama (OMI)

Infark miokard terjadi jika aliran arah ke otot jantung terhenti atau tiba-tiba menurun

sehingga sel otot jantung mati. Sel infark yang tidak berfungsi tersebut tidak mempunyai

respon stimulus listrik sehingga arah arus yang menuju daerah infark akan meninggalkan

daerah yang nekrosis tersebut dan pada EKG memberikan gambaran defleksi negatif

berupa gelombang Q patologis dengan syarat durasi gelombang Q lebih dari 0,04 detik

dan dalamnya harus minimal sepertiga tinggi gelombang R pada kompleks QRS yang

sama.

Gambar 11. (A) EKG sandapan II normal dengan progresi normal vektor listrik (tanda

panah) dan kompleks QRS dimulai dengan gelombang Q septal yang

kecil. (B) Perubahan EKG sandapan II pada infark lama: arah arus

meninggalkan daerah infark (tanda panah) dan memperlihatkan

gambaran defleksi negatif berupa gelombang Q patologis pada EKG

4. Konsep Resiprokal

Pada sandapan dengan arah berlawanan dari daerah injuri menunjukkan gambaran

depresi segmen ST dan disebut perubahan resiprokal (mirror image). Perubahan ini

dijumpai pada dinding jantung berlawanan dengan lokasi infark (75% dijumpai pada

infark inferior dan 30% pada infark anterior). Perubahan ini terjadi hanya sebentar diawal

infark dan jika ada berarti dugaan kuat suatu infark akut.

Gambar 12. Konsep Resiprokal

5. Lokalisasi Infark Berdasarkan Lokasi Letak Perubahan EKG

Lokasi Lead / Sandapan Perubahan EKG

Anterior V1-V4 ST elevasi, Gelombang Q

Anteroseptal V1-V3 ST elevasi, Gelombang Q

Anterior Ekstensif V1-V6 ST elevasi, Gelombang Q

Posterior V1-V2 ST depresi, Gelombang R tinggi

Lateral I, avL, V5-V6 ST elevasi, Gelombang Q

Inferior II, III, avF ST elevasi, Gelombang Q

Ventrikel kanan V4R-V5R ST elevasi, Gelombang Q

DAFTAR PUSTAKA

Alton Thygerson. 2006. First Aid : Pertolongan Pertama Edisi Kelima. Jakarta : Penerbit

Erlangga

Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta :

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : FKUI

Ibnu Masud.1989. Dasar-Dasar Fisiologi Kardiovaskuler. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 1994. Buku Ajar Kardiologi Anak. Jakarta : Binarupa Aksara

Fisiologi sheerwood

Anatomi berorientasi klinis keith l.moore and arthur F.Dalley

http://emedicine.medscape.com/article/153647-overview#aw2aab6b2b5

http://my.clevelandclinic.org/heart/disorders/cad/mi_types.aspx

http://pennstatehershey.adam.com/content.aspx?productId=10&pid=10&gid=000003

http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HeartAttack/SymptomsDiagnosisofHeartAttack/

Invasive-Tests-and-Procedures_UCM_303931_Article.jsp

http://www.merckmanuals.com/professional/cardiovascular_disorders/coronary_artery_disease/

acute_coronary_syndromes_acs.html#v934809


Top Related