Download - Word Case Dr.cut
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 TB Paru
Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru,
tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Depkes, 2011)
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium tuberculosis) yang menyerang jaringan (parenkim)
paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus. Sebagian besar
kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya
(Depkes, 2011).
Tuberkulosis merupakan suatu penyakit granulomatosa kronis menular
dimana biasanya bagian tengah granuloma tuberkular mengalami nekrosis
perkijuan (Kumar, 2007).
Klasifikasi Tuberkulosis Paru
Menurut PDPI (2006), terdapat beberapa klasifikasi tuberkulosis, yaitu :
1. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)
a. Tuberkulosis paru BTA (+), yaitu:
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif.
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif.
b. Tuberkulosis paru BTA (-), yaitu:
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis
dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif.
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
M.tuberculosis positif.
2.Berdasarkan tipe pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa
tipe pasien yaitu:
a. Kasus Baru
Yaitu pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan.
b. Kasus Kambuh (Relaps)
Yaitu pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau
biakan positif.
c. Kasus Defaulted atau Drop Out
Yaitu pasien yang telah menjalani pengobatan 1 bulan dan tidak mengambil obat
2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
d. Kasus Gagal (Failure)
Yaitu pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif
pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir
pengobatan.
e. Kasus Kronik
Yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang dengan kategori 2 dan dengan pengawasan yang baik.
f. Kasus Bekas TB
Hasil pemeriksaan BTA negatif dan gambaran radiologi paru menunjukkan
lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang
menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung.
Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan
gambaran radiologi.
3.Pembagiaan Secara Patologi
a. Tuberkulosis Primer (Childhood Tuberculosis).
b. Tuberculosis Sekunder (Adult Tuberculosis).
4.Berdasarkan Aktifitas Radiologi
a. Lesi TB aktif dicurigai bila:
Bayangan berawan / nodular di segmen apical dan posterior lobus atas paru
dan segmen posterior lobus bawah
Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular.
Bayangan bercak milier
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
b. Lesi TB inaktif dicurigai bila:
Fibrotik
Kalsifikasi
Schwarte atau penebalan pleura
c. Lesi TB Aktif Yang Mulai Menyembuh (Quiescent)
5.Berdasarkan Luas Lesi Yang Tampak Pada Foto Thorax
a. Tuberkulosis Minimal
Terdapat sebagian kecil infiltrat non kavitas pada satu paru maupun kedua paru,
tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
b. Moderadately Advance Tuberculosis
Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. jumlah infiltrat bayangan
halus tidak lebih dari satu bagian paru. bila banyangannya kasar tidak lebih dari
sepertiga bagian satu paru.
c. Far Advance Tuberculosis
Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada moderately advance
tuberculosis.
6.Di Indonesia, klasifikasi yang banyak dipakai adalah berdasarkan kelainan klinis,
radiologis dan mikrobiologis.
a. TB Paru
b. Bekas TB Paru
c. TB Paru Tersangka, yang terbagi dalam:
TB Paru Tersangka Yang Diobati.
Dengan sputum BTA negatif, tetapi tanda – tanda lain positif.
TB Paru Tersangka Yang Tidak Diobati.
Dengan sputum BTA negatif dan tanda – tanda lain juga meragukan. Dalam 2
– 3 bulan, TB tersangka ini sudah harus dipastikan apakah termasuk
TB Paru ( Aktif ) Atau Bekas TB Paru.
Dalam klasifikasi ini perlu dicantumkan:
- Status Bakteriologi
- Mikroskopik Sputum BTA ( Langsung )
- Biakan Sputum BTA
- Status Radiologis, kelainan yang relevan untuk tuberkulosis paru.
- Status Kemoterapi, riwayat pengobatan dengan OAT.
II.7 Manifestasi Klinik
Gejala klinis dari tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
respiratorik dan gejala sistemik.
Gejala Respiratorik
a. Batuk >2 Minggu
Gejala ini sering ditemukan. Batuk terjadi karena ada iritasi pada bronkus.
Batuk ini diperlukan untuk membuang keluar produk – produk radang. Karena
terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru
ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu
– minggu atau berbulan – bulan sejak awal peradangan.
Sifat batuk dimulai dari batuk kering ( non-produktif ) kemudian setelah timbul
peradangan menjadi produktif ( menghasilkan sputum ).
b. Batuk Darah
Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh
darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada
kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
c. Sesak Nafas
Jika sakit masih ringan, sesak nafas masih belum dirasakan. Sesak nafas
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi
setengah bagian paru.
d. Nyeri dada.
Hal ini jarang ditemukan. Nyeri dada dapat timbul bila infiltrasi radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua
pleura sewaktu pasien menarik atau melepaskan nafasnya.
Gejala Sistemik
a. Demam
Biasanya subfebril seperti demam influenza. Tetapi kadang – kadang
panas badan dapat mencapai 40 – 41o C. Serangan demam pertama dapat
sembuh sementara, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Hal ini terjadi terus
menerus, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam
influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan
berat ringannya infeksi MTB yang masuk
b. Gejala sistemik lain, seperti :
Malaise
Keringat malam
Anoreksia
Berat badan menurun.
Pada keadaan tertentu dengan pertimbangan medis spesialistik, alur diagnosis ini dapat digunakan secara fleksibel yaitu pemeriksaan mikroskopik dapat dilakukan bersamaan dengan foto thoraks dan pemeriksaan yang diperlukan.
Suspek TB paru adalah seseorang dengan batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih disertai dengan atau tanpa gejala lain.
Antibiotik non OAT adalah antibiotik spektrum luas yang tidak memilki efek anti TB (jangan gunakan fluorokuinolon).
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan LED yang normal atau meningkat
dan limfositosis.
Pemeriksaan serologi :
Tes PAP (peroksidase anti peroksida)
Prinsip dasar uji PAP adalah menemukan adanya antibodi IgG yang
spesifik terhadap antigen M.tuberculosae . hasil uji PAP dinyatakan
patologis bila pada titer 1:10.000 didapatkan hasil uji PAP positif.
Uji Mycodot
Deteksi antibodi memakai antigen lipoarabinomannan yang direkatkan
pada alat yang berbentuk sisir kemudian dicelupkan dalam serum
pasien. Bila terdapat antibodi spesifik dalam jumlah memadai maka
warna sisir akan berubah.
ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay)
Deteksi respon humoral, berupa proses antigen-antibodi yang terjadi.
PCR (Polymerase Chain Reaction)
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam berbagai tahap
sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1 mikroorganisme dalam
spesimen. Juga dapat mendeteksi adanya resistensi.
2. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan sputum untuk penegakkan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS). Interpretasi
hasil pemeriksaan sputum :
Mikroskopik positif
- 3 x positif
- 2 x positif, 1 x negatif
-1 x positif, 2 x negatifà ulang BTA 3 x, bila hasil 1 x positif, 2 x negatif
Mikroskopik negatif
- 3 x negatif
- 1 x positif, 2 x negatifà ulang BTA 3 x, bila hasil 3 x negatif
Pemeriksaan biakan sputum BTA dengan cara BACTEC (Becton
Dickinson Diagnostic Instrument System) , dengan cara mendeteksi growth
index berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh
M.tuberculosis. kuman sudah dapat terdeteksi dalam 7-10 hari.
3. Tes tuberkulin
Tes Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberculin P.P.D.
(Purified Protein Derivative) intrakutan dengan kekuatan 5 T.U. tes tuberkulin
hanya menyatakan apakah seseorang sedang atau pernah mengalami infeksi
M.tuberculosis, vaksinasi BCG atau Mycobacteria lainnya. Dasar tes
tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe lambat.
Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi
kemerahan, interpretasi hasilnya :
- Indurasi 0-5 mm àMantoux negatif = golongan no sensitivity
- Indurasi 6-9 mmà meragukan = golongan low sensitivity
- Indurasi 10-15 mm àMantoux positif = golongan normal sensitivity
- Indurasi >15 mm àMantoux positif kuat = golongan hypersensitivity
4. Pemeriksaan radiologi
Standar pemeriksaan radiologi pada tuberkulosis adalah foto toraks PA dan
lateral. Gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis TB yaitu :
Bayangan lesi terletak dilapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah
Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular)
Adanya kavitas, tunggal atau ganda
Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru
Adanya kalsifikasi
Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
Bayangan milier
TATALAKSANA
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT(PDPI, 2011).
OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)
Obat Yang Dipakai
a. Obat Anti Tuberkulosis Golongan 1 (First Line Antituberculosis Drugs)
Rifampisin (R)
Isoniazid (INH/H)Pilihan Utama
Obat Tambahan (First Line Supplemental Drugs)
Pirazinamid (PZA)
Streptomisin
Etambutol (E)
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif selama 2 bulan dan
tahap lanjutan selama 4 bulan.Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara
tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu
2minggu.Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan(PDPI, 2011).
Jenis, sifat, dan dosis OAT
Jenis OAT Sifat Dosis yang direkomendasikan (mg/kg)
Harian 3xseminggu
Isoniazid (H) Bakterisid 5 (4-6) 10 (8-12)
Rifampicin (R) Bakterisid 10 (8-12) 10 (8-12)
Pyrazinamide(Z) Bakterisid 25 (20-30) 35 (30-40)
Streptomycin (S) Bakterisid 15 (12-18) 15 (12-18)
Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 (15-20) 30 (20-35)
Untuk mencegah terjadinya resistensi, terapi tuberkulosis dilakukan dengan
memakai panduan obat, sedikitnya diberikan 2 macam obat yang bersifat bakterisid.
Yang termasuk obat lini pertama antara lain isoniazid, rifampisin, pirazinamid,
etambutol dan streptomisin. Sedangkan obat lini keduanya kanamisin, PAS (Para
Amino Salicylic Acid), tiasetazon, etionamid, sikloserin, amikasin, ofloksasin,
siprofloksasin(PDPI, 2011).
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan
Obat (PMO).
Kemasan OAT (Obat Anti Tuberkulosis)
a. Obat Tunggal
Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, Rifampisin, Pirazinamid dan
Etambutol.
b. Obat Kombinasi Dosis Tetap (Fixed Dose Combination – FDC)
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet.
Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting
untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant
tuberculosis). Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB
merupakan prioriti utama WHO. International Union Against Tuberculosis and
Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan obat
tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun
1998.
Keuntungan Kombinasi Dosis Tetap
1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal.
2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan
pengobatan yang tidak disengaja.
3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar
dan standar.
4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit.
5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan
penggunaan monoterapi
Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis
yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih
termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik.
Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila
mengalami efek samping serius harus dirujuk kerumah sakit / dokter spesialis
paru / fasiliti yang mampu menanganinya.
c. Paket Kombipak
adalah paket obat lepas yang terdiri dari isoniazid, rifampisisn, pirazinamid
dan etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. panduan OAT ini disediakan
program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping
OAT KDT.
Berat Badan
Tahap Intensif
Tiap hari selama 56 hari
RHZE (150/75/400/275)
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu selama 16
minggu RH (150/150)
30-37 Kg 2 Tablet 4KDT 2 Tablet 2KDT
38-54 Kg 3 Tablet 4KDT 3 Tablet 2KDT
55-70 Kg 4 Tablet 4KDT 4 Tablet 2KDT
>71 Kg 5 Tablet 4KDT 5 Tablet 2KDT
Tabel. Dosis Untuk Panduan OAT KDT Untuk Katagori 1
Tahap
Pengobata
n
Lama
Pemgobata
n
Dosis Perhari/Kali Jumlah
Hari/Kal
i
Menelan
Obat
Tablet
Isoniazi
d @ 300
mg
Kaplet
Rifampisi
n @ 450
mg
Tablet
Pirazinami
d @ 500
mg
Tablet
Etambuto
l @ 250
mg
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48
Tabel. Dosis Panduan OAT- Kombipak Untuk Katagori 1
Resimen pengobatan tuberkulosis
Kategori
pengobatan
Kriteria pasien Resimen pengobatan
Kategori 1 o Pasien baru BTA positif
o Pasien TB paru BTA
negatif foto thorax positif
o Pasien TB ekstra paru
yang berat
o 2HRZE/ 4H3R3
o 2HRZE/ 4HR
o 2HRZE/ 6HE
Kategori 2 o Pasien kambuh
o Pasien gagal
o Pasien default
o 2HRZES/HRZE/
5H3R3E3
o 2HRZES/ HRZE/ 5HRE
Hasil pengobatan TB
Sembuh
Bila hasil hasil pem ulang dahak (follow up) paling sedikit 2 kali berturut-turut
negatif, salah satu diantaranya haruslah pemeriksaan pada akhir pengobatan
Pengobatan Lengkap
Penderita telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap, tapi tidak ada
pemeriksaan ulang dahak, khususnya pada akhir pengobatan.
Gagal
Pasien yang pemeriksaandahaknya tetappositif atau kembali positif pada
akhir bulan ke-5 atau lebih selama pengobatan.
Pasien yang pemeriksaan dahaknya negatifdan foto torakspositif menjadi
dahak positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan.
Defaulted atau drop-out
Penderita yang tidak mengambil/meminum obat 2 bulan berturut-turut atau
lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
2.Obat Anti Tuberkulosis Golongan 2 (Second-Line Antituberculosis Drugs)
Obat lini kedua digunakan jika terjadi Multi Drugs Resisten (MDR) atau jika
OAT golongan 1 tidak tersedia. Obat-obat antituberkulosis golongan 2 kurang
efektif jika dibandingkan dengan OAT golongan 1 dan dapat menimbulkan efek
samping yang berat. Obat-obat ini jarang digunakan dalam pengobatan
tuberculosis. Obat-obat yang digunakan sebagai Obat Anti Tuberkulosis golongan
2 yaitu :
Kuinolon
Obat-obat golongan quinolon digunakan jika terdapat resistensi terhadap
OAT golongan 1 atau pada pasien-pasien yang tidak dapat menggunakan OAT
golongan 1. Obat-obatan yang termasuk golongan quinolon adalah ofloxacin,
levofloxacin, ciprofloxacin, gatifloxacin dan moxifloxacin.
Efek samping jarang sekali dijumpai. Jika ada, biasanya berupa gangguan
gastrointestinal, kemerahan pada kulit, pusing dan sakit kepala. Efek samping
yang cukup berat, seperti kejang, nefritis interstitial, vaskulitis, dan gagal ginjal
akut. Quinolon dapat diberikan secara intravena.
Kanamisin
Amikasin
Amikasin memiliki efek baksterisidal yang berkerja di ekstraseluler.
Amikacin ini efektif terhadap MTB, M. lepra, M. avium complex, dan lain-lain.
Dosis yang diberikan biasanya 7-10mg/kg IM atau IV, 3-5 kali dalam seminggu.
Capreomycin
Capreomycin merupakan suatu kompleks antibiotik polipeptida siklik
derifatdari Streptomyces capreolus, yang memiliki kesamaan dalam pemberian
dosis, cara kerja, farmakologi dan toksisitas dengan streptomisin. Capreomycin
diberikan secara intramuskular dalam dosis 10-15mg/kg/hari atau 5 kali dalam
seminggu (dosis maksimal per-hari 1 g). Setelah diberikan selama 2-4 bulan,
dosisnya diturunkan menjadi 1 g dalam 2 atau 3 kali seminggu. Capreomycin
merupakan obat injeksi pilihan terhadap tuberculosis setelah streptomisiin.
b. Obat lain masih dalam penelitian
Makrolid
Amoksilin + Asam Klavulanat
c. Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain :
Kapreomisin
Sikloserino PAS (dulu tersedia)
Para-Aminosalicylic Acid dapat menghambat pertumbuhan MTB dengan
cara menghambat sintesa asam folat. Para-Aminosalicylic Acid jarang menjadi
pilihan pengobatan tuberkulosis karena rendahnya efektivitas dan juga karena
menyebabkan timbulnya gangguan gastrointestinal (mual, muntah, atau diare).
Derivat rifampisin dan INH
Thioamides (Ethionamide dan Prothionamide)
Ethionamide adalah derivat asam isonikotinik, sama seperti isoniazid dan
pirazinamid. Obat ini memiliki efek bakteriostatik. Namun penggunaannya
terbatas karena efek toksisitas dan banyaknya efek samping, seperti gangguan
gastrointestinal berat (mual, muntah, anoreksia, disgesia),gangguan neurologis
berat, hepatitis, reaksi hipersensitivitas, dan juga hipotiroidisme.
KOMPLIKASI
Penyakit tuberkulosis bila tidak ditangani dengan tepat akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi terbagi atas :
a. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis
b. Komplikasi lanjut : obstruksi jalan napas àSOFT (sindrom obstruksi pasca
tuberkulosis), kerusakan parenkim berat à SOPT/fibrosis paru, kor
pulmonal, karsinoma paru, ARDS.
PENCEGAHAN
Vaksinasi BCG pada bayi / anak
Terapi pencegahan àKemoprofilaksis pada Penderita HIV/AIDS à INH
dosis 5 mg/ kg BB ( tdk lebih 300 mg) sehari selama minimal 6 bulan
Pengobatan TB paru BTA positif untuk mencegah penularan.
DAFTAR PUSTAKA
Brooks, Geo F, MD., Janet S. Butel, Phd., dan Stephen A. Morse, Phd. Mikrobiologi
Kedokteran. Bab 24. Edisi 23. Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur C. 2008. Buku ajar Fisiologi kedokteran. Bab 37-42. Edisi 11. Jakarta:
EGC.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2014.Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid 2. Edisis V. Jakarta: IPD FKUI.
Price, Sylvia A., dan Lorraine M. Wilson. 2004. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Bab 4. Edisi VI. Jakarta: EGC
Rusnoto, Rahmatullah P., Udiono A. 2006. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian TB Paru Pada Usia Dewasa. Universitas Diponoegoro. Dikutip dari :
http://eprints.undip.ac.id/5283/1/Rusnoto.pdf [Diakses 10 September 2015]
Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Bab 13. Edisi 6.
Jakarta: EGC.
Tjay, Tan Hoan, Drs., dan Drs. Kirana Rahardja. 2007. Obat-obat Penting. Bab 5.
Edisi 6. Jakarta: Gramedia.
Treatment of Tuberculosis Guidelines, fourth edition. World Health Organization
2010
Vinay Kumar, MBBS, MD, FRCPath., dan Abul K. Abbas, MBBS., Nelson Fausto,
MD. 2010. Dasar Patologi Penyakit. Bab 15. Edisi 7. Jakarta: EGC.