Transcript
Page 1: WARTA BURUH MIGRAN NOMOR X EDISI DESEMBER 2011

Halaman 1 | Warta Buruh Migran | Desember 2011

Warta Buruh Migran| Edisi X | Desember 2011

Klik www.buruhmigran.or.id

Amanat undang-undang nomor 39 tahun 2004 tentang perlindungan dan penempatan Tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri secara tidak langsung juga melibatkat pemerintahan di level desa juga turut berpartisipasi dalam perlindungan dan penempatan TKI. Sedangkan, selama ini pemerintah di level desa sedikit banyak hanya terlibat dalam hal penempatan TKI, tidak di wilayah perlindungan TKI. Seringkali pula banyak didapati temuan terkait data migrasi TKI yang tidak lengkap bahkan tidak ada dan pemalsuan identitas dan dokumen TKI lainnya.

Peristiwa diatas sangat mengundang keprihatinan, mengingat Pemerintah Desa merupakan ujung perwakilan pemerintah. Sedangkan banyak TKI yang berasal dari teritori desa.

Edisi kali ini Warta Buruh Migran sengaja memilih tema terkait desa buruh migran, dan mencoba mengangkat fenomena migrasi di salah satu desa kantong TKI di Cilacap. Tulisan berikutnya bercerita soal desa kantong buruh migran yang ada di Larantuka, Flores. Terakhir, edisi kali ini mencoba memberi masukan terkait mengapa pengelolaan data migrasi menjadi penting?

Seluruh tulisan dan foto dalam buletin ini dilisensikan dalam bendera Creative Common (CC). Siapapun bisa mengutip, menyalin, dan menyebarluaskan sebagian atau keseluruhan tulisan dengan menyebutkan sumber tulisan dan jenis lisensi yang sama, kecuali untuk kepentingan komersil.

Salam Redaksi Yogyakarta

Penang g ung Ja wa bYossy Suparyo Muhammad Irsyadul Ibad Pimpina n Redaksi Fika MurdianaT im Redaksi Muhammad Khayat Fathulloh Muhammad Ali Usman KontributorIstiharohMuhammad Irsyadul IbadT at a Le ta kWahyu Widayat NI lust ra torIrvan Muhammad

A la ma t Redaksi Jl.Veteran Gg.Janur Kuning No.11A Pandean Umbulharjo Yogyakarta, Telp/Fax:0274-372378 E-mail:[email protected] Twiter: @infoburuhmigranFacebook; Buruh MigranPortal: http://buruhmigran.or.id Penerbi t an bulet in ini a t as dukung an:

Sejak 17 Desember 2011 atau sehari sebelum Hari Buruh Migran Indonesia, Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM) mengujicoba radio online untuk menyapa buruh migran di luar negeri. Meski masih dalam tahap ujicoba infrastruktur teknologi, radio online Suara Buruh Migran mulai ramai pendengar. Jumlah pendengar hari ketiga bahkan mencapai 23 orang dalam semalam. Uniknya, informasi adanya radio ini hanya disebarluaskan melalui jejaring sosial facebook dan twitter. Cara sederhana ini cukup menarik antusiasme buruh migran di beberapa tempat, seperti Macau, Hong Kong, Dubai, Riyadh dan Singapura untuk menikmati sajian acara radio.

Radio Online “Suara Buruh Migran” didesain untuk cukup mudah diakses oleh buruh migran. Pendengar cukup mengakses portal http://buruhmigran.or.id atau http://radio.buruhmigran.or.id untuk mendengarkan siaran radio online ini. Teknologi radio ini akan disempurnakan hingga awal Januari 2012. Selain persiapan infrastruktur, pekerjaan rumah lain PSD-BM adalah menyusun jadwal siaran berkala. Kepastian jadwal ini akan sangat membantu buruh migran untuk menyimak.

Radio online adalah pengembangan media terbaru yang dilakukan oleh PSD-BM di penghujung tahun 2011. Radio ini bertujuan menyapa buruh migran secara langsung dan mengemas informasi dalam bentuk hiburan. PSD-BM juga merencanakan pengembangan radio ini menggunakan aplikasi berbasis telepon seluler dan sistem teknologi yang memungkinkan siaran radio turut dilakukan oleh BMI di luar negeri dengan mempergunakan saluran yang sama. Dengan demikian, organisasi atau komunitas BMI akan lebih mudah dan memiliki media sendiri untuk mengelola informasi.

PSD-BM Sapa BMI Lewat Radio OnlineOleh: Muhammad Irsyadul Ibad

Tim Redaksi

(Dok.PSD-BM)

Page 2: WARTA BURUH MIGRAN NOMOR X EDISI DESEMBER 2011

Halaman 2 | Warta Buruh Migran | Desember 2011

Acara yang digelar di Yuen Long Theater pada Minggu (18/12) merupakan acara tahunan yang dinikmati secara gratis dan terbuka untuk umum khususnya warga wilayah NT.

Yuen Long Theater yang menjadi tempat pusat seni di wilayah NT ini tepatnya terletak di antara Yuen Long Stadium dan Yuen Long Park. Pada peringatan natal bertajuk “X’mast Fun Day”, beberapa organisasi seni tari dari lima negara (Indonesia, Thailand, Filipina, Nepal, India) yang tergabung dalam Yuen Long Town Hall (organisasi non pemerintah yang peduli terhadap perkembangan etnis minoritas di Hong Kong).

Acara tersebut menjadi luar biasa bagi Sekar Bumi dan Golpindo yang mewakili Indonesia dalam pagelaran tersebut karena berbarengan dengan Hari Buruh Migran Internasional.

“Sekar Bumi menampilkan tari Kendang Rereyogan. Itu adalah tari kreasi baru, campuran gerak tari dari Jawa Timur. Jadi kombinasi atara ngreyog dengan kendangan. Nah kan dengan begitu warga NT jadi tahu bahwa di luar budaya Cina masih banyak budaya dari negara-negara di seluruh dunia,” tambah Anggie Camat, salah satu pelatih tari dari Sekar Bumi.[Rie Lestari]

Pementasan Sekar Bumi

Ramaikan Natal di Yuen LongOleh: Rie Lestari

Hong-Kong

Lombok Barat-Persoalan Buruh Migran (TKI) selalu

menjadi permasalahan yang terus berkelanjutan dan

sangat menyedihkan. Demikian juga yang menimpa TKI

asal Lombok Barat (Lobar), NTB. Selama tahun 2011 ini

saja tercatat 26 kasus TKI dengan berbagai

permasalahan yang menimpanya baik ketika akan

diberangkatkan, penempatan kerjanya maupun saat

kepulangan ke daerah asal.

Secara umum kasus buruh migrant tersebut berawal

sebagaimana dijelaskan Kadisnakertrans Lombok Barat,

HL Surapati, SH, terbanyak TKI asal Lombok Barat

bermasalah tersebut karena berangkat secara illegal

(non prosedural) tanpa melengkapi diri dengan

dokumen resmi.

“Namun setelah ditelusuri ternyata pihak PJTKI yang

memberangkatkannya kebanyakan beroperasi di luar

wilayah hukum Lombok Barat. Banyak warga kita

diiming-imingi pekerjaan dengan gaji yang

menggiurkan di luar negeri serta proses

pemberangkatan yang cepat,” kata Lalu Surapati.

Surapati mencontohkan kasus terakhir TKI asal Lobar

bermasalah yang terjadi di Syria dan Damaskus yang

mengakibatkan dua orang warga yang belakangan

diketahui asal Sekotong tersebut meninggal di negara

penghasil minyak tersebut. Karena itu Surapati

mengingatkan warga Lombok Barat yang hendak

bekerja ke luar negeri sebagai TKI, harus melengkapi

diri dengan dokumen resmi seperti KTP, KK, Surat Ijin

dari keluarga, surat keterangan berketerampilan dan

sebagainya. [Rasidi ]

02 | Sekilas Peristiwa

(Foto dari Sumber Facebook Sekar Bumi Hong Kong)

Lombok-NTB

Pertama kalinya etnis minoritas diberi kesempatan mengisi acara perayaan natal warga Hong Kong di wilayah New Territories (NT).

26 Kasus TKI BermasalahAsal Lobar Selama 2011Oleh: Rasidibragi

Page 3: WARTA BURUH MIGRAN NOMOR X EDISI DESEMBER 2011

Halaman 3 | Warta Buruh Migran | Desember 2011

LPPM Unsoed Purwokerto menggelar pelatihan membuat keset kain perca tersebut di ruang rapat sebelah barat gedung LPPM. Kegiatan ini merupakan rangkaian acara dalam rangka peringatan Hari Buruh Migran Internasional. Acara tersebut diikuti 40 mantan BMI dari Kecamatan Gumelar dan Sumbang, Banyumas. Sebagian peserta adalah anggota Paguyuban Peduli Buruh Migran dan Perempuan SERUNI Banyumas.

03 | Sekilas Peristiwa

Banyumas

Pelatihan Membuat Keset

Kain Perca untuk Mantan BMIOleh: SusWoyo

Berawal dari keprihatinan atas remiten Buruh Migran Indonesia yang masih banyak bersifat konsumtif, Dr Tyas Retno Wulan, Ketua Pusat Penelitian Gender, Anak dan Pelayanan kepada Masyarakat (PPGAPM) LPPM Universitas Jenderal Sudirman terpanggil untuk menyelenggarkan pelatihan pemberdayaan ekonomi bagi mantan BMI (15/12/11).

Pelatihan sehari itu menghadirkan fasilitator nasional, Irma Suryati, pemilik Mutiara Handycraft. Mutiara Handycraft adalah UKM dari kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, yang mempunyai banyak prestasi nasional dan internasional. Pelatihan yang dibuka oleh ketua LPPM UNSOED, Totok Agung tersebut semoga bisa menginspirasi mantan BMI di Banyumas untuk berwirausaha. [ ]

Hari Buruh Migran Internasional di Korea Selatan diperingati di tengah kondisi cuaca mencapai minus 5 derajad celcius (18/12/2011). Cuaca tidak menyurutkan semangat sekitar 500 orang buruh migran untuk berkumpul di Bosinggak Square, Jonggak Station, Line 1, Exit, Korea Selatan.

Korea Selatan

Aksi Demo Hari Buruh Migran

Internasional di KoreaOleh: Imron Rosyadi

Pada peringatan Hari Buruh Internasional tahun 2011, ratusan buruh migran di Korea Selatan meneriakkan yel-yel, “Kami adalah pekerja, bukan budak!, Kami menuntut hak buruh dan hak asasi kami di hormati sepenuhnya!”.

Domonstrasi yang diikuti massa jaringan yang terdiri atas 33 organisasi buruh tersebut menyampaikan beberapa tuntutan kepada pemerintah Korea Selatan diantaranya, junjung hak dasar pekerja migran dan akui status MTU sebagai serikat buruh migran yang sah, hentikan eksploitasi dan penindasan pekerja migran, hentikan penindasan dan legalkan pekerja migran yang tanpa dokumen, junjung penuh UU Standar Perburuhan bagi pekerja migran, ubah Employment Permit System (EPS) menjadi sistem perijinan kerja dan memperbolehkan ijin tinggal jangka lama bagi pekerja migran, terapkan hukuman yang lebih berat bagi majikan yang melecehkan, pastikan penyelenggaraan penyuluhan hak-hak buruh yang komprehensif dan berikan dukungan hukum bagi pekerja migran, junjung tinggi hak-hak pengungsi, pasangan migran, dan hak-hak kaum migran lainnya, dan ratifikasi Konvensi Internasional terhadap Hak-hak Seluruh Pekerja Migran beserta Anggota Keluarganya. (Imron/MTU)

Suasana saat mantan dan keluarga Bmi Banyumas Belajar membuat keset

(Dok.Seruni Banyumas)

(Dok.M

TU Korea )

Page 4: WARTA BURUH MIGRAN NOMOR X EDISI DESEMBER 2011

Halaman 4 | Warta Buruh Migran | Desember 2011

04 | Kajian

Secara administratif Desa Lewohedo berada di wilayah

Kecamatan Solor Timur, Kabupaten Flores Timur, Provinsi

Nusa Tenggara Timur (NTT). Berjarak kurang lebih 4 mil laut

dari Ibu Kota Kabupaten, Lewohedo sejak dahulu terkenal

sebagai salah kantong buruh migran. Masyarakat

Lowehendo hingga kini masih setia dengan tradisi

bermigrasi secara swadaya (informal). Menurut Kepala Desa

Lowehedo, Andreas Dosi Kaha, orang Lewohedo sudah

mulai bermigrasi sejak awal 60an. Data lima tahun terakhir

menunjukkan angka buruh migran desa ini mencapai 143

jiwa dan tersebar di sejumlah wilayah di Malaysia. Namun,

kebanyakan buruh migran tersebut berada di Malaysia

Timur.

apabila gadis yang dilamar terlanjur berbadan dua sebelum

menikah.

Harga diri sebagai pria Lamaholot --sebutan untuk suku-

suku yang mendiami wilayah Flores Timur dan Lembata--

akhirnya menuntun langkah kaum lelaki menuju Malaysia

untuk mengumpulkan sekadar untuk membeli sebatang

gading.

Anggapan warga Lewohedo bahwa migrasi ke luar negeri

sebagai tradisi turun-temurun adalah alasan lainya. Langkah

orangtua yang pernah merantau bisa dipastikan diikuti oleh

anak. Banyak pemuda sekarang yang pergi merantau ke luar

negeri karena cerita-cerita yang terlampau dramatik dan

dibesar-besarkan tentang tanah rantau yang didengar dari

orang lain yang pernah merantau.

Di desa berpenduduk 434 jiwa ini, untuk bisa bermigrasi ke

luar negeri, seorang calon buruh migran harus mengurus

kelengkapan administrasi seperti Kartu Tanda Penduduk

(KTP), surat nikah, akta kelahiran, serta Kartu Keluarga (KK)

untuk bisa memperoleh surat keterangan meniggalkan desa

dari Pemerintah Desa Lewohedo.

Kesetiaan Orang LewohedoPada Tradisi Migrasi Swadaya

Ada sejumlah alasan mendasar yang menyebabkan masyarakat Lewohedo lebih memilih untuk bermigrasi ke luar negeri tinimbang menetap dan tinggal di kampung sendiri.

Para Pemuda Lewohedo yang masih bertahan di kampung halaman.

(Dok.Delsos Larantuka)

Ada sejumlah alasan mendasar yang menyebabkan

masyarakat Lewohedo lebih memilih untuk bermigrasi ke

luar negeri tinimbang menetap dan tinggal di kampung

sendiri. Persoalan utamanya adalah ekonomi. Sempitnya

lapangan pekerjaan menyebabkan keluarga tidak memiliki

pendapata yang mencukupi. Di Pulau Solor yang terkenal

gersang, bertani bukanlah pekerjaan yang bisa diandalkan.

Minimnya kapasitas sumber daya manusia (SDM), membuat

sebagian anak Lewohedo melirik tanah rantau sebagai

sandaran hidup yang bisa diandalkan.

Beban adat yang terkadang terlampau berat turut menjadi

pemicu meledaknya angka migrasi di desa pesisir utara

pulau Solor ini. Konteks pernikahan adalah contohnya.

Pemuda Lewohedo yang hendak menikahi gadis harus

memberikan mahar minimal satu batang gading gajah.

Harga sebatang gading gajah kini berkisar di atas angka

sepuluh juta rupiah. Beban tersebut menjaid lebih berat

Page 5: WARTA BURUH MIGRAN NOMOR X EDISI DESEMBER 2011

Halaman 5 | Warta Buruh Migran | Desember 2011

Namun pada kenyataannya, ada juga warga yang secara diam-diam berangkat ke tanah rantau tanpa mengurus dokumen pada Pemerintah Desa. Mereka beralasan dokumen yang diurus di desa sama sekali tidak berguna ketika mengurus paspor di Nunukan.

Ketika ditanya soal kehidupan keluarga yang ditinggalkan di desa, Yohanes Niron, salah satu keluarga buruh migran, dengan nada kelakar mengatakan bahwa tak ada satu pun keluarga di desa Lewohedo yang jadi orang kaya dari hasil merantau. Parahnya, sebagian dari keluarga yang ditinggalkan justru hidup di bawah garis kemiskinan. Banyak kasus yang membuktikan setelah merantau, para suami tidak lagi memperhatikan kehidupan keluarga di kampung. Bahkan ada juga yang akhirnya kawin lagi di tanah rantau.

Dampak positif dari migrasi ke luar negeri adalah kontribusi perantau migran kepada Desa Lewohedo. Andreas, Kepala Desa Lewohedo yang juga mantan buruh migran, menyatakan bahwa selama ini para perantau sudah banyak memberi sumbangan, baik dalam bentuk uang maupun barang bagi pembangunan di desa Lewohedo.

Arus perantauan di Desa Lewohedo banyak menimbulkan banyak masalah baru di lain sisi. Persoalan yang cukup memperihatinkan adalah sedikitnya jumlah pemuda yang masih menetap di desa ini. Wilayah desa seluas wilayah 2,34 kilometer persegi ini hanya menyisakan tidak lebih dari 20 orang pemuda. Sebagian besar pemuda memilih menjadi buruh migran dan perantau lokal yang banyak berada di Kalimantan Timur. Padahal kelompok pemuda menjadi salah satu tulang punggung pembangunan di desa.

"Di kampung, kami masih bisa dapat uang dari ojek. Dalam satu hari bisa dapat lima puluh ribu rupiah. Cukuplah untuk makan sehari-hari. Dari pada pergi merantau lalu pulangnya sama saja, lebih baik di sini”, kata Vincent, salah seorang pemuda yang masih tinggal di Lewohedo.

“Teman-teman yang pergi merantau ke Malaysia, setelah pulang ya ojek juga seperti kami yang lain. Sementara hasil dari merantau itu sendiri tidak ada”, lanjut Vincent.

Lain Vincent, lain pula Markus Lamen yang pernah menjadi salah satu buruh migran. Bagi Markus merantau adalah bagian dari mencari pengalaman dan modal ekonomi untuk kembali ke desa. Pengalaman kerja selama berada di Malaysia justeru menjadi salah satu bekal upaya membangun desa.

“Mantan perantau seperti saya ini biasanya punya banyak keterampilan yang kami dapat ketika di Malaysia. Ada yang terampil dalam beternak, tanam sayur, bisa kerja di bengkel meubel. Tapi di sini kami tidak punya cukup modal untuk bisa mulai usaha dengan keterampilan yang kami miliki. Banyak yang akhirnya kembali lagi ke sana”, ujar Markus.

Besarnya angka migrasi di Desa Lewohedo ternyata tidak ditunjang dengan sistem pengamanan lokal yang mengatur dan secara jangka panjang dapat memberikan perlindungan kepada buruh migran. Hal tersebut ditunjukkan dengan nihilnya peraturan desa (Perdes) yang mengatur migrasi dan perlindungan terhadap buruh migran dan keluarganya di tingkat desa. Ketika dikonfirmasi soal ketersediaan peraturan desa tersebut, Kepala Desa Lewohedo mengakui kekosongan peraturan tingkat desa tersebut.

Ironis memang sebuah desa yang menjadi salah satu kantong buruh migran di Flores Timur, seperti Lawohedo tidak memiliki Perdes yang mengatur migrasi dan perlindungan warga yang bekerja sebagai buruh migran. Fenomena tersebut setali tiga uang dengan situasi perlindungan buruh migran di tingkat kabupaten. Hingga saat ini peraturan perlindungan buruh migran masih sebatas wacana yang belum kunjung menunjukkan titik terang perumusan dan pengesahan.

Idealnya, peraturan yang mengatur migrasi dan perlindungan buruh migran tersedia sejak tingkat desa hingga nasional. Proses migrasi yang selalu melibatkan pihak desa secara administratif perlu didukung dengan kekuatan payung hukum yang mengikat. Lawohedo adalah sebuah contoh desa migran yang tak memiliki Perdes migrasi. Tidak tertutup kemungkinan sama sekali masih banyak desa serupa Lawohedo di Kabupaten-Propinsi lain. [ ]

05 |Kajian

Page 6: WARTA BURUH MIGRAN NOMOR X EDISI DESEMBER 2011

Halaman 6 | Warta Buruh Migran | Desember 2011

06 |Kajian

Kebutuhan akan adanya sistem informasi yang memudahkan pengelolaan data kependudukan, terutama yang terkait dengan migrasi, sangat berhubungan erat dengan aturan dalam Undang-undang (UU) Nomor 39 Tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan buruh migran Indonesia (BMI) di luar negeri. Dalam Undang-undang tersebut, pemerintah desa sebenarnya turut memperoleh tugas terkait proses migrasi, terutama yang berkaitan dengan surat administrasi tertentu yang menjadi prasyarat migrasi. Secara tidak langsung, UU No 39 Tahun 2004 turut memberikan tugas admisnitratif bagi pemerintah desa menyediakan legalitas tertentu terkait dengan Migrasi. Pada pasal 51, calon BMI diharuskan dapat melampirkan beberapa dokumen yang sebenarnya menjadi wewenang administratif pemerintah desa, yaitu:

1. KTP dan Akta Kelahiran

2. Keterangan status perkawinan

3. Surat keterangan izin suami dan istri, izin orang tua atau wali yang telah diketahui oleh kepala desa

Meski selama ini sebenarnya terlibat secara administratif, namun pemerintah desa jarang dibicarakan dalam konteks migrasi aman. Kepala desa kerap hanya didudukkan sebagai penanggungjawab administratif tanpa mendapat

dukungan penguatan kapasitas dan sistem informasi

yang memadai. Sebaliknya, kepala desa kerap turut

harus bertanggungjawab atas pelbagai kasus yang

terjadi pada TKI. Pada kasus-kasus yang diketemukan

unsur pemalsuan dokumen, kepala desa kerap harus

turut bertanggungjawab, terutama jika dokumen

tersebut berada dalam wewenang administrasi desa,

seperti tanda kenal lahir, dan persetujuan migrasi dari

keluarga yang harus sepengetahuan perangkat desa.

Meski selama ini sebenarnya terlibat secara

administratif, namun pemerintah desa jarang

dibicarakan dalam konteks migrasi aman. Kepala desa

kerap hanya didudukkan semata sebagai

penanggungjawab administratif tanpa mendapat

dukungan penguatan kapasitas dan sistem informasi

yang memadai. Sebaliknya, kepala desa kerap turut

harus bertanggungjawab atas pelbagai kasus yang

terjadi pada TKI. Pada kasus-kasus yang diketemukan

unsur pemalsuan dokumen, kepala desa kerap harus

turut bertanggungjawab, terutama jika dokumen

tersebut berada dalam wewenang administrasi desa,

seperti tanda kenal lahir, dan persetujuan migrasi dari

keluarga yang harus sepengetahuan perangkat desa.

Desa Kantong Buruh Migran, Butuhkan

Sistem Informasi dan Informasi Dijital

Keluarga Buruh Migran saat mengikuti pelatihan pengelolaan informasi di Pusat

Teknologi Komunitas Rumah Internet untuk TKI (PTK Mahnettik) Cilacap. (dok.PSD-BM)

Page 7: WARTA BURUH MIGRAN NOMOR X EDISI DESEMBER 2011

Halaman 7 | Warta Buruh Migran | Desember 2011

Desa kantong tenaga kerja Indonesia (TKI) yang juga dikenal dengan sebutan buruh migran membutuhkan dukungan sistem informasi dan database yang memudahkan pengelolaan dan dokumentasi kependudukan dan migrasi. Itulah salah satu poin penting yang terungkap dalam Pelatihan Pemberdayaan Kepala Desa Dalam Pelaksanaan Migrasi Aman di Aula Gedung Pusat Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Universitas Jendral Soedirman Purwokerto (22/06/2011). Kegiatan yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Universitas dan turut didukung oleh Paguyuban Peduli Buruh Migran dan Perempuan Seruni Banyumas ini diikuti oleh 64 kepala desa dari 4 kecamatan di Kabupaten Banyumas. Menurut Narsidah (31), pengurus Paguyuban Seruni, calo yang kerap datang ke desa dengan sudah membawa konsep surat, sehingga kerap menimbulkan masalah. Kepala desa, terkadang juga hanya menandatangani dan memeberikan nomor surat untuk surat yang dibuat oleh agen atau calo. Dengan rumitnya data administrasi desa, kepala desa terkadang mengalamai kesulitan untuk memastikan kebenaran data yang diajukan oleh calo.

“Calo biasanya datang ke desa dan kepala desa tinggal kasih nomor surat dan tanda tangan. Jadi tidak ada pengawasan. Apalagi di desa kan tidak ada sistem yang memudahkan administrasi yang mengawasi migrasi,” jelas narsidah.

Administrasi Desa dan Kerawanan Buruh Migran

Administrasi dan pengelolaan database desa saat ini masih mengedepankan cara manual melalui pencatatandi lebaran kertas. Kekurangan pengelolaan data dengan model ini adalah kesulitan untuk melakukan aktivitas temu kembali secara cepat, semisal data pekerjaan pada salah satu warga, catatan riwayat hidup, atau datum lain yang bersifat spesifik perseorangan. Pencatatan dengan model tersebut juga menyulitkan pencarian relasi antar satu data dengan data lainnya. Dalam tata kelola tradisional tersebut, pengelolaan admisnitrasi pedesaan sangat mengandalkan catatan dalam lembaran kertas sebagai cara penyimpanan data. Ada pula desa yang telah melakukan komputerisasi data pedesaan,namun masih bersifat sederhana dengan mengandalkan kategorisasi dalam bentuk berkas (file). Pengelolaan database pedesaan dengan pendekatan tradisional melalui pencatatan sederhana, baik komputerisasi dan berbasis kertas, belum sepenuhnya

memudahkan kinerja dalam pelayanan masyarakat. Masih terdapat beberapa kendala terutama untuk akses cepat data tertentu yang dibutuhkan secara spesifik. Ketertaan administrasi pedesaan juga turut membantu mengurangi kerawanan calon TKI untuk bermigrasi. Dengan ketertatatan administrasi, setidaknya beberapa persoalan seperti pemalsuan identitas dapat dicegah dari level desa sebagai unit terkecil pemerintahan. Pemalsuan data oleh calo yang kerap terjadi pada level desa dapat diperkecil angkanya dengan kemudahan pengelolaan database yang memungkinkan pihak desa secara cepat dapat mengklarifikasi dan melakukan validasi data calon TKI.

Penataan admisnitrasi yang diperkuat dengan peraturan desa (Perdes) buruh migran akan memperkeuat keterlibatan aparatur desa dalam pengawasan proses migrasi. Operasi calo atau yang dikenal dengan istilah sponsor untuk menggaet calon BMI dapat dikendalikan oleh pemerintah desa dan dapat diawasi publik dengan payung hukum Perdes. Pencatatan rinci atas pengurusan migrasi oleh calo atau Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) dapat memudahkan penelusuran jika terjadi kasus atau persoalan yang menimpa buruh migran.

Merencanakan Sistem Informasi Desa Buruh Migran dan Peran Aparat Desa

Sistem Informasi Desa adalah sebuah sistem pendataan kependudukan yang terkomputerisasi yang memudahkan pengelolaan database kependudukan. Sistem informasi desa memungkinkan desa memiliki data dijital yang lebih mempermudah proses pengolahan dan temu kembali. Sistem ini juga memungkinkan pengaturan yang mempermudah desa menerbitkan surat-surat resmi desa yang mengacu pada data kependudukan yang telah didaftarkan ke dalam sistem. Sistem informasi desa buruh migran adalah bagian tak terpisahkan dari sistem informasi desa itu sendiri. Data kependudukan sebagai sebuah data pokok dapat digunakan dalam konteks administrasi pemerintahan yang beragam, termasuk migrasi. Sistem informasi buruh migran memungkinkan penggunaan dan penambahan data pokok kependudukan yang melekat pada perseorangan dengan atribut migrasi, seperti negara tempat bekerja, PPTKIS yang

07 |Kajian

Page 8: WARTA BURUH MIGRAN NOMOR X EDISI DESEMBER 2011

Halaman 8 | Warta Buruh Migran | Desember 2011

08 | Kajian

memberangkatkan, status migrasi dan kecukupan

administrasi pokok prasyarat migrasi. Tersedianya sistem

informasi ini di desa akan sangat memungkinkan desa

terlibat dan turut mengawasi proses migrasi warga.

Sejak bulan Oktober 2011, Pusat Sumber Daya Buruh

Migran (PSD-BM) tengah berupaya melakukan penyusunan

sistem informasi desa buruh migran. Sistem informasi desa

yang dibangun oleh PSD-BM merupakan sistem yang dapat

secara fleksibel digunakan sebagai sistem pengolahan data

kependudukan desa. Atribut migrasi akan menjadi bagian

tambahan yang terintegerasi dengan database

kependudukan pokok. Sebagai sebuah alat pendukung

pengambilan keputusan (Decission Support System), sistem

informasi desa perlu diaplikasikan berdampingan dengan

adanya peraturan desa (Perdes) yang mengatur proses

migrasi di lingkungan desa.

Sistem informasi desa buruh migran akan memudahkan

aparatur desa untuk menerbitkan memeriksa kecukupan

syarat migrasi dengan mengacu pada data pokok

kependudukan ketika warga mengajukan permintaan surat

migrasi. Sistem ini dapat meminimalisir pemalsuan atau

kekeliruan data akibat rumitnya temu kembali data jika

menggunakan pencatatan dalam kertas. Prototipe Sistem

Informasi Desa Buruh Migran memungkinkan desa juga

melakukan pendaftaran calo atau PPTKIS yang beroperasi di

wilayah desa. Setiap calo atau cabang PPTKIS dapat diatur

melalui Perdes untuk mendaftarkan diri untuk beroperasi di

desa. Sistem terperinci ini memudahkan kontrol langsung

desa terhadap proses perekrutan sehingga meminimalisir

penipuan.

Sistem yang diperkirakan akan selesai pada April 2012 ini akan disebarluaskan dengan lisensi sebagai piranti lunak bebas dan bersumber terbuka (free and opensource) yang memudahkan distribusi dan penggunaan oleh perangkat desa, maupun organisasi pendamping buruh migran.

Sistem ini dirancang juga sebagai sistem cerdas yang juga menyediakan konten panduan migrasi. Informasi yang disediakn dalam sistem ini akan disajikan dalam bentuk tanya jawab sehingga memudahkan proses pencarian dan belajar aparatur desa.

Sistem berbasis web ini bersifat dalam jaringan (daring/Online) dan luar jaringan (luring/offline). Sifatnyayang online akan memudahkan pihak desa untuk dapat mengakses database desa dari lokasi yang berbeda selama terhubung dengan internet. Sistem ini juga menyediakan tampilan muka berupa website. Sistem tampilan tersebut sekaligus menyediakan website resmi desa yang memungkinkan desa menyebarluaskan informasi. Sistem dua arah yang disiapkan ini juga diharapkan mampu mendorong keterbukaan informasi publik di level pemerintahan desa.

Sistem informasi desa buruh migran ini rencananya akan diujiocoba di beberapa desa Di Wilayah Cilacap dan Banyumas yang sebelumnya telah didampingi oleh Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Nahdlatul Ulama (NU) dan Paguyuban Peduli Buruh Migran dan Perempuan Seruni Banyumas pada April 2012. Ujicoba ini juga bertujuan untuk memberikan penguatan kapasitas kepada pihak desa untuk turut serta dalam pengawasan proses migrasi warga. [ ]

Sistem kontrol dipastikan turut memudahkan penelusuran data jika terjadi kasus pada BMI. Sistem informasi yang didukung oleh Perdes dapat mengatasi kejadian yang kerap muncul, yaitu tidak diketahuinya PPTKIS dan calo yang memberangkatkan BMI saat penanganan kasus.

Page 9: WARTA BURUH MIGRAN NOMOR X EDISI DESEMBER 2011

Halaman 9 | Warta Buruh Migran | Desember 2011

Geliat Buruh Migran Desa Karangpakis

Desa Karangpakis terletak di wilayah Kecamatan Nusawungu Kabupaten Cilacap Jawa Tengah. Kecamatan Nusawungu adalah salah satu penyumbang buruh migran Indonesia terbesar (BMI) di Kabupaten Cilacap. Hampir 30 prosen masyarakat Nusawungu adalah buruh migran yang mengadu nasib di luar negeri. Prosentase angka penduduk Nusawungu yang bermigrasi tidaklah tetap dan bisa naik turun karena tidak ada data pasti yang bisa diakses tentang jumlah buruh migran di kecamatan ini.

Menurut Tun Habibah, Warga desa Danasri kecamatan Nusawungu, tidak ada data pasti jumlah BMI Nusawungu. Tetapi dia memperkirakan hampir 50 prosen warga Nusawungu pernah bekerja di luar negeri.

"Saya tidak tahu pasti jumlahnya, tapi menurut saya hampir 50 prosen masyarakatnya pernah bekerja di luar negeri," ungkap Tun.

Karangpakis menjadi salah satu desa penyumbang buruh migran terbesar di Kecamatan Nusawungu. Sutarso, Kepala Desa Karangpakis, adalah salah satu mantan buruh migran di Kuwait. Begitu pula Siti Purwaningih, Istri Sutarso, pernah pula bekerja di Kuwait.

Sejak November 2011 kelompok buruh migran Desa Karangpakis telah membentuk paguyuban Forum Warga Buruh Migran dengan nama Berkah Langgeng. Siti Purwaningsi, istri kepala Kesa Karangpakis, menjadi ketua paguyuban ini.

09 | Inspirasi

Kehadiran Forum Warga Berkah Langgeng disambut antusiasme tinggi warga yang anggota. Antusiasme ini tampak dari keanggotaan Forum Warga yang cukup luas, termasuk oleh warga yang telah berusia di atas 40 tahun.

"Jujur saja, saya memang melihat perhatian terhadap TKI, mantan TKI dan keluarganya masih sangat minim di Cilacap. Saya sendiri pernah putus kontrak karena tidak kuat dengan perlakuan majikan yang galak. Ketidaktahuan para TKI terhadap cara-cara melindungi diri, membuat mereka selalu menjadi pihak yang dirugikan," ujar Siti.

Forum Warga Buruh Migran Berkah langgeng telah menyusun pelbagai kegiatan berkala untuk anggota dan masyarakat Karangpakis. Salah satu kegiatan tersebut adalah diskusi bulanan. Kegiatan ini tidak hanya diikuti oleh mantan mantan BMI atau keluarganya, tetapi juga diikuti oleh anggota Pembina Kesejahteraan Keluarga (PKK).

"Walaupun ibu-ibu PKK ada yang bukan mantan TKI, tapi saya pikir penting sekali mereka juga tahu tentang cara-cara melindungi diri, cara-cara menyelesaikan kasus-ksus TKI yang ada. Minimal mereka bisa mengajari keluarganya," ungkap Siti. Sejak November 2011 telah terselenggara 3 diskusi dengan materi yang berbeda.

Keluarga Buruh Migran saat mengikuti Diskusi Kampung (Dialog Publik) yang digelar oleh

Lakpesdam NU Cilacap. (dok.PSD-BM)

Page 10: WARTA BURUH MIGRAN NOMOR X EDISI DESEMBER 2011

Halaman 10 | Warta Buruh Migran | Desember 2011

Dua dari diskusi tersebut membahas tentang penanganan kasus TKI (paralegal). Diskusi di pandu oleh Tun Habibah, pegiat Forum Warga Nusawungu yang juga pengurus Lakpesdam NU Cilacap. Diskusi materi paralegal difasilitasi oleh Narsidah Sanwi, Pegiat Paguyuban Peduli Perempuan dan Seruni Banyumas, yang saat ini menjadi relawan untuk pendidikan paralegal di Forum Warga Cilacap.

"Saya menemukan keunikan di paguyuban buruh migran Karangpakis ini. Mayoritas umur anggota paguyuban hampir semuanya sudah di atas empat puluh tahun, namun semangat mereka luar biasa untuk tahu tentang semua seluk beluk per-TKI-an. Tiap kali diskusi, yang hadir juga banyak, selalu diatas 30 orang," ujar Narsidah. Karangpakis sendiri adalah desa yang terletak tepat di tepi Samudra Indonesia. Desa ini pernah tertimpa bencana Tsunami tahun 2006 dengan jumlah korban 7 orang.

Selain bekerja di luar negeri, mata pencaharian warga desa Karangpakis rata-rata adalah pengrajin pelbagai produk, seperti gula kelapa, keset, bambu, makanan. Ada pula warga Karangpakis yang berkerja sebagai nelayan. Pada 27 Desember 2011 desa ini turut mengikuti pameran produk ekonomi buruh migran Cilacap yang diadakan oleh PC Lakpesdam NU Cilacap di Gedung serbaguna Desa Binangun Kecamatan Binangun Cilacap. Kegiatan tersebut adalah bagian dari program Forum Warga Buruh Migran Karangpakis yang tengah berkonsentrasi untuk melakukan pendidikan perlindungan Migrasi dan pengembangan ekonomi komunitas buruh migran.

Masyarakat berproses bersama untuk berdaya mempersiapkan, menanggulangi dan memberdayakan diri agar proses migrasi sejak pra penempatan, penempatan dan paskamigrasi dapat berlangsung aman dan efektif untuk kesejahteraan BMI. [ ]

Desa, Akar Perlindungan BMI yang UtamaOleh: Cindy Nur Fitri

Karut-marut permasalahan yang dialami buruh migran

Indonesia seakan tidak pernah usai. Kendala dan tantangan

terus ditemui dan banyak korban terus berjatuhan.

Penanganan kasus yang Buruh Migran Indonesia (BMI) di negara tujuan banyak yang sudah sulit dilakukan karena peliknya situasi dan minimnya pelayanan serta sarana pendukung. Petugas perwakilan negara di kedutaan maupun konsulat kerap lepas tangan dan menyatakan pihaknya tidak memiliki wewenang menangani masalah yang terlanjur rumit. Alasan klasik yang sering dilontarkan staf kedutaan dan konsulat Indonesia adalah akar masalah yang memang berasal dari dalam negeri sehingga bukan masuk tanggung jawab mereka.

Tak bisa dipungkiri bahwa belum baiknya sistem tata laksana pelayanan BMI di dalam negeri menjadi salah satu akar permasalahan. Selain itu permasalahan lapangan kerja yang minim, disparitas ekonomi dan pembangunan yang tidak merata menjadi sebuah rangkaian penyebab yang pada akhirnya memaksa jutaan putra bangsa harus dengan terpaksa

11 | Inspirasi

10 | Inspirasi

Page 11: WARTA BURUH MIGRAN NOMOR X EDISI DESEMBER 2011

Halaman 11 | Warta Buruh Migran | Desember 2011

meninggalkan tanah air untuk mencari nafkah demi keberlangsungan hidup keluarga. Hingga saat ini, tercatat lebih dari 6 juta buruh migran Indonesia merantau ke kurang lebih 42 negara penempatan yang tersebar di berbagai belahan dunia. Kontribusi remiten BMI tak kurang dari 100 trilyun per tahun. Sekian besar kontribusi pahlawan devisa terhadap negeri, tidak membuat semuanya memperoleh kesejahteraan yang diimpikan. Dari data BNP2TKI, rata-rata 200 kasus masuk setiap harinya dari buruh migran Indonesia.Fase pra keberangkatan menjadi salah satu kunci utama dalam penentuan nasib BMI selanjutnya. Dalam fase ini, BMI seharusnya diberikan serangkaian pembekalan berupa informasi yang lengkap dan tepat tentang prosedur penempatan. Informasi dan pembekalan tersebut meliputi pendaftaran keberangkatan BMI di dinas tenaga kerja daerah setempat; informasi mengenai jenis pekerjaan yang sesuai dan sebenarnya; memperoleh pelatihan kerja guna meningkatkan kemampuan dan kompetensi kerja BMI; serta bekal perangkat perjanjian kerja yang menjamin pulah BMI; dan asuransi yang mumpuni guna melindungi hak-hak BMI saat bekerja. Sayangnya, ambisi pemerintah untuk meningkatkan jumlah pemberangkatan BMI ke luar negeri tidak dibarengi dengan kesiapan sarana serta kemampuan pengelolaan dan perlindungan di berbagai lapis, terutama di lingkup terkecil yang cukup menentukan, yaitu desa.

Semangat otonomi daerah yang mulai digaungkan pada era reformasi sayangnya belum bisa diaplikasikan secara sempurna. Kurang siapnya aparat di daerah, menyebabkan transfer pengetahuan serta terciptanya harmonisasi kebijakan pusat-daerah belum dapat diwujudkan. Berbagai kebijakan nasional guna melindungi BMI kurang bisa diintegrasikan dengan langkah-langkah pemerintahan di tingkat daerah. Hasilnya, meskipun telah ada beberapa UU yang mengatur perlindungan BMI, namun tidak semua daerah di Indonesia memiliki peraturan daerah yang menyangkut perlindungan BMI. Bahkan di Cilacap sekalipun, yang notabene merupakan daerah kantong BMI di Indonesia, masalah BMI belum masuk sebagai prioritas pembangunan daerahnya.

Salah satu tantangan perbaikan layanan dan perlindungan BMI di level daerah adalah penguatan kapasitas calon BMI sejak dari desa. Hal tersebut juga mencakup penguatan kapasitas pengelola desa. Hal ini bukanlah perkara mudah. Maraknya calo PPTKIS yang sering datang ke desa-desa untuk mencari mangsa calon BMI hampir terjadi di berbagai daerah. Umumnya, calo-calo tersebut tidak mengantongi izin dari aparat desa dan secara langsung mendatangi rumah-rumah warga untuk menawarkan pekerjaan di luar negeri dengan gaji selangit. Kebanyakan calo tidak menjelaskan mekanisme keberangkatan yang benar.

Mayoritas warga desa yang kurang mengerti prosedur keberangkatan kerja ke luar negeri, lantas mudah percaya ketika serta merta diajak untuk langsung berangkat ke perusahaan pemberangkatan. Berbagai masalah mulai muncul, seperti penempatan kerja yang tidak jelas, pemaksaan untuk penandatanganan kontrak yang isinya kerap merugikan BMI, sampai ancaman menjadi korban perdagangan manusia untuk dipekerjakan sebagai pekerja seks ataupun budak yang tidak digaji.

Meninggalkan bumi pertiwi tercinta

untuk sekedar mencari nafkah demi

keberlangsungan hidup keluarga.

Apabila ditinjau secara seksama, ada satu pola umum yang seragam penyebab timbulnya masalah BMI di luar negeri, yaitu kurangnya pengetahuan dan kesiapan yang cukup sebelum berangkat ke luar negeri. Peran aparat desa, Dalam hal ini, kian signifikan guna melindungi masuknya calo-calo tak berizin serta guna melakukan berbagai sosialisasi serta peningkatan kapasitas warga desa yang akan berangkat bekerja ke luar negeri. Faktanya, banyak aparat desa yang kurang memahami pentingnya perlindungan di tingkat desa sehingga masalah demi masalah dengan sebab yang sama terus bermunculan. Masalah yang lantas timbul juga sulit diatasi saat data terkait migrasi di tingkat pedesaan belum disusun dengan baik sehingga menyulitkan penanganan kasus.

Muramnya potret perhatian dan kesiapan perlindungan BMI di tingkat desa kini mulai coba diperbaiki. Di beberapa desa di Cilacap misalnya, usaha untuk memberdayakan masyarakat dengan pemberian pengetahuan serta pembuatan produk hukum terkait BMI mulai dirintis, Desa Sidereja Misalnya. Banyaknya kepala desa yang merupakan mantan BMI, turut meningkatkan kesadaran pentingnya posisi desa untuk melindungi BMI. Beberapa desa di Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap adalah contohnya. Beberapa kepala desa mulai memberlakukan peraturan terkait syarat migrasi untuk warganya yang ingin bekerja di luar negeri. Para calo dan sponsor yang ingin memberangkatkan warga di Adipala wajib melapor ke pemerintah desa. Bahkan di Desa Margasari, yang hampir separuh dari warganya merupakan buruh migran, pemberdayaan dan perlindungan BMI sudah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah di Desa.

12 | Inspirasi

Page 12: WARTA BURUH MIGRAN NOMOR X EDISI DESEMBER 2011

Halaman 12 | Warta Buruh Migran | Desember 2011

14 | Jejak Kasus

PT. Amri Margatama

Tak Kunjung Tanggapi Kasus Siti NurkhasanahOleh: Suparman

Kasus Siti Nurkhasanah, mantan buruh migran Arab Saudi asal Desa Pahonjean Kecamatan Majenang yang mengalami depresi berat tidak kunjung mendapat tanggapan dari PT. Amari Margatama, selaku perusahaan agen yang memberangkatkannya.

Proses penangan kasus yang dilakukan secara kolaboratif antara Lakpesdam NU Cilacap, sebagai pendamping di daerah, Suparman, sebagai staff Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM) yang memproses kasus di Jakarta, dan redaksi PSD-BM di Yogyakarta yang mendokumentasikan berkas kasus. Penangan kasus ini sendiri telah berjalan

sejak kasus ini diadukan oleh Imam Androngi (35) pada pertengahan Oktober 2011.

Mendesak Penanganan Pejabat Pemerintah DaerahPelbagai upaya telah dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam pendampingan kasus. Akhmad Fadli, salah satu pegiat Lakpesdam NU sekaligus koordinator Pusat Teknologi Komunitas (PTK Mahnettik) juga telah mengupayakan pengaduan hingga ke beberapa pemegang kebijakan di Kabupaten Cilacap, namun belum menemukan hasil positif.

Inisiatif yang sudah lahir dari beberapa pemerintah desa di Cilacap juga tidak lepas dari dukungan masyarakat sebagai salah satu pemangku kebijakan di desa. Berbagai organisasi kemasyarakatan juga turut andil membantu melakukan pemberdayaan masyarakat desa, salah satunya yaitu Pengurus Cabang Lembaga Kajian Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama (Lakpesdam-NU) Cilacap. Guna meningkatkan kapasitas warga dan aparat desa, Lakpesdam menyelenggarakan diskusi bulanan yang dilaksanakan di 30 desa di berbagai penjuru Cilacap. Terbukti, peran serta masyarakat juga turut ikut meningkatkan kualitas pengetahuan masyarakat agar lebih siap saat dikirim bekerja di luar negeri.

Meskipun aturan resmi belum banyak dilahirkan di tingkat pedesaan, langkah beberapa desa di Cilacap patut diapresiasi. Para pemangku otoritas di pedesaan di Cilacap mengaku cukup bingung untuk melahirkan peraturan desa terkait BMI dikarenakan tidak adanya peraturan daerah yang bisa menjadi acuan dalam pembuatan aturan dan sanksi terkait perlindungan BMI.

Inovasi yang telah dilakukan oleh beberapa desa di Cilacap perlu difasilitasi dengan dukungan dari pemerintah daerah Cilacap dengan melahirkan produk peraturan daerah terkait standar perlindungan BMI di daerah agar bisa menjadi acuan pengambilan kebijakan dan tindakan aparat di desa. Hal ini juga tidak bisa lepas dari peran pemerintah pusat yang wajib melakukan pembinaan ke berbagai daerah di Indonesia, khususnya daerah kantong BMI guna mempersiapkan metode perlindungan BMI dari akarnya. Jika itu berjalan baik, harmonisasi kebijakan dan upaya perlindungan BMI bisa segera diwujudkan keamanan, kesiapan dan kenyamanan dan keselamatan bekerja bagi para pahlawan devisa lebih terjamin. [ ]

13 | Inspirasi

Page 13: WARTA BURUH MIGRAN NOMOR X EDISI DESEMBER 2011

Halaman 13 | Warta Buruh Migran | Desember 2011

15 | Jejak Kasus

Kamis (20/10/2011), Kepala Dinsosnakertrans Kabupaten

Cilacap Uong Suparno mengatakan siap membantu upaya

penanganan kasus yang dialami Siti Nurkhasanah, buruh

Migran asal Desa Pahonjean Kecamatan Majenang yang

mengalami Depresi. Kesiapan tersebut baik terkait asuransi

maupun terkait dengan rehabilitasi korban. Rehabilitasi hanya

akan diupayakan jika keluarga korban menghendaki korban

untuk di rehabilitasi guna penyembuhan depresi-nya.

"Di Dinas kami yakni Dinsosnakertrans Kabupaten Cilacap

memang ada biaya untuk menangani warga masyarakat yang

mengalami depresi, asalkan mau rawat inap dan di pondok

kan. artinya biaya tersebut tidak berlaku untuk warga yang

hanya menghendaki rawat jalan," jelas Uong Suparno. Hal

senada diungkapkan oleh Sutiknyo, Kabid Pembinaan dan

Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta) Dinsosnakertrans

Kabupaten Cilacap juga mengatakan bahwa pemerintah

daerah kabupaten Cilacap melalui Dinsosnaketrans akan

membantu upaya meperjuangkan hak-hak Siti Nurkhasanah.

"Hari ini, saya akan langsung memanggil pihak PPTKIS yakni

PT.Amri Margatama cabang Cilacap agar bisa secara serius

menngani kasus ini. Namun demikian kami juga perlu bantuan

dai berbagai pihak, karena pengalaman kita penanganan kasus

TKI yang dari arab saudi ini prosentase keberhasilannya masih

minim," ungkap Sutiknya. Kamis siang jam satu pihak PT. Amri

Margatama Cabang Cilacap yang diwakili oleh Amin

mendatangi kantor Dinosnakertrans dan bersedia membantu

dengan membawa laporan mengenai Siti Nurkhasanah ke PT.

Amri yang ada di Jakarta.

PT. Amari Margatama Abaikan Undangan Mediasi

BNP2TKI

Sama halnya yang dialami Akhmad Fadli dalam penanganan di

daerah, Suparman, di Jakarta juga menemui pelbagai kendala.

Saat menindaklanjuti kronologi kasus yang disampaikan

Ahmad Fadli (10/25/2011), Suparman mendatangi PT. Amri

Margatama selaku Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Swasta

(PPTKIS) yang berada di Jalan Tebet Barat IX, No 2, Jakarta

Selatan.

Sangat disayangkan pada saat tiba di kantor PT. Amri Margatama tepat pukul 10.13 WIB, Suparman tidak dapat menemui direktur atau staff PT. Amri Margatama. Ia hanya

ditemui seorang satpam. Tidak berhasil menemui

pimpinan PPTKIS, Arman meninggalkan pesan pada

Satpam agar bisa dipertemukan dengan staff PT. Amri

Magatama yang bernama Condro dan Faruk untuk

memperoleh kepastian atas pertanggungjawaban ke

pihak yang bersangkutan untuk menindaklanjuti kasus

ini ke agen atau mitra kerja PPTKIS yang ada di Saudi

Arabia.

Pada 14 Desember 2011, tepat pukul 13.00 WIB,

Suparman baru saja pulang dari Badan Nasional

Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja

Indonesia (BNP2TKI) untuk menindaklanjuti kasus Siti

Nurkhasanah. Rencana mediasi dengan pihak PT. Amri

Margatama untuk yang kedua kalinya gagal. PPTKIS

tersebut lagi-lagi mangkir dari undangan mediasi yang

telah disampaikan oleh BNP2TKI.

Suparman yang mengawal pengaduan kasus di

Jakarta membutuhkan mediasi dikarenakan pimpinan

dan pegawai PT. Amri Margatama tidak ada yang

berkantor hingga Desember 2011 (dikarenakan alasan

moratorium pengiriman BMI ke Arab Saudi). Hingga

saat ini pelbagai pihak terus berupaya mendesak PT.

Amri Margatama untuk berani bertemu dengan

perwakilan keluarga atau pihak pendamping

penanganan kasus. [ ]

Suparman,Staff Penanganan Kasus PSD-BM dan Pegiat Jaringan Paguyuban BMI Mekarwangi.

Page 14: WARTA BURUH MIGRAN NOMOR X EDISI DESEMBER 2011

Halaman 14 | Warta Buruh Migran | Desember 2011

16 | Panduan

10 Langkah Penanganan Kasus (3-habis)

Langkah 7

Mengirimkan Surat Pengaduan, Kronologi

Permasalahan, Surat Kuasa dan Dokumen

Pendukung

1. Siapkan semua dokumen pengaduan

2. Siapkan segala biaya sesuai rencana pembiayaan

3. Datangi penyedia PPTKIS untuk mengirimkan surat

pengaduan dan minta struk pembayaran jasa pengiriman

surat.

4. Datangilah jasa telekomunikasi untuk mengirimkan faks

dan mintalah resi pembayaran faksimile

5. Catatlah semua pengeluaran dan kumpulkanlah bukti

pembayaran lalu Buat laporan arus kas penggunaan dana.

Langkah 8

Melakukan Pemantauan dan Penilaian Proses

Pengaduan Permasalahan TKI

Upayakan tindak lanjut surat pengaduan Anda dengan

pemantauan dan penilaian terhadap sejauhmana

perkembangan proses pengaduan permasalahan TKI.

Pemantauan dan penilaian tersebut di atas dilakukan melalui

upaya sebagai berikut :

1. Lakukan hubungan percakapan telepon dengan berbagai

pihak terkait (stakeholder) misal PPTKIS, BNP2TKI,

Departemen Luar Negeri, BP3TKI Propinsi, KBRI / KJRI

negara penempatan maupun Pihak yang siap membantu.

2. Lakukan kunjungan ke kantor Disnakertrans di daerah

untuk meminta dukungan upaya pemenuhan hak TKI

Korban.

3. Pemantauan proses pemenuhan hak TKI lebih baik

dilakukan bersama – sama antara organisasi masyarakat

berbasis komunitas TKI (paguyuban TKI atau lembaga)

bersama pemerintah desa setempat serta TKI korban dan

keluarganya.

Langkah 9

Pemberitahuan Penyelesaian Permasalahan TKI

Surat pengaduan permasalahan TKI yang telah anda

ataupun lembaga anda kirim ke berbagai pihak terkait,

bilamana dalam upayanya dianggap telah selesai dengan

adanya pemenuhan segala tuntutan hak-hak TKI, maka

tindaklanjut berikutnya adalah mengirimkan surat

pemberitahuan penyelesaian permasalahan TKI yang

ditujukan kepada berbagai pihak terkait seperti halnya

surat pengaduan permasalahan sebelumnya .

Langkah 10

Membuat Laporan Proses dan Penyelesaian

Pengaduan Permasalahan TKI

Sebagai wujud keterbukaan antara relawan pendamping

permasalahan TKI dengan TKI korban yang

didampinginya. Maka perlu dibuatnya laporan

penggunaan anggaran proses pengaduan permasalahan

TKI.

Manfaat lain dari pembuatan laporan tersebut adalah

sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan penilaian

atau evaluasi bagi anda ataupun lembaga pendamping

TKI bermasalah.

Adapun laporan yang dimaksud di atas dapat dilihat pada

format 9. (Sumber: Dokumen Seruni Banyumas)

Page 15: WARTA BURUH MIGRAN NOMOR X EDISI DESEMBER 2011

Halaman 15 | Warta Buruh Migran | Desember 2011

Peluang Menjadi BMI MandiriOleh: Fika Murdiana R

Bekerja di luar negeri sebagai Buruh Migran Indonesia (BMI)

merupakan alternatif ketika cukup sulit menemukan lapangan

pekerjaan di dalam negeri. Namun, bekerja di luar negeri juga

bukan hal yang mudah, karena ada banyak persaingan dan

perbedaan budaya.

Oleh karena itu calon BMI harus

membekali diri dengan keahlian di bidang

tertentu agar bisa bersaing dan

mempunyai daya tawar lebih.

Jika calon BMI mempunyai keahlian atau kompetensi dibidang

tertentu semisal koki, perawat, mekanik, akuntan, dan keahlian

lainnya bisa bekerja di luar negeri sebagai BMI melalui jalur

mandiri. BMI jalur madiri mempunyai beberapa kelebihan

dibandingkan dengan BMI yang menggunakan jasa

perusahaan penyalur tenaga kerja Indonesia swasta (PPTKIS).

Salah satu kelebihannya adalah biaya penempatan BMI jalur

mandiri lebih murah dibanding BMI jalur PPTKIS karena tidak

ada pemotongan gaji dan biaya lain-lain.

Pengguna jasa BMI mandiri juga tidak bisa perseorangan,

melainkan perusahaan atau instansi yang berbadan hukum.

Berikut ini tata cara dan langkah-langkah

menjadi BMI mandiri

1. Mencari informasi peluang kerja di perusahaan yang

berbadan hukum di luar negeri secara mandiri melalui

internet atau media lainnya.

2. Melapor ke Dinas ketenagakerjaan di kabupaten

setempat dan mendaftarkan diri sebagai pencari kerja.

Setelah itu calon BMI akan mendapatkan kartu kuning

(AK1).

3. Setelah mendapat informasi lowongan pekerjaan yang

sesuai dengan kompetensi, colon BMI mengirimkan

lamaran, data diri beserta salinan dokumen lain yang

mendukung seperti ijasah atau sertifikat kursus.

4. Setelah dinyatakan lolos seleksi, calon perusahaan

pengguna jasa akan mengirimkan rancangan perjanjian

kerja ke calon BMI.

5. Jika kedua belah pihak sudah menyepakati poin-poin

yang ada di dalam perjanjian kerja, calon perusahaan

pengguna jasa akan mengirimkan surat perjanjian kerja

dan surat permohonan visa kerja untuk calon BMI serta

tiket perjalanan.

17 | Panduan

Page 16: WARTA BURUH MIGRAN NOMOR X EDISI DESEMBER 2011

Halaman 16 | Warta Buruh Migran | Desember 2011

6. Siapkan paspor.

7. Langkah berikutnya, calon BMI mendatangi kantor

perwakilan negara tujuan penempatan untuk

mendapatkan informasi lengkap tentang keberadaan dan

leglitas calon perusahaan pengguna, kemudan

mengajukan visa kerja, dan meminta pengesahan

dokumen kerja.

8. Selanjutnya, calon BMI mengajukan permohonan

penerbitan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) di situs

resmi BNP2TKI www.bnp2tki.go.id atau mendatangi kantor

BP3TKI terdekat.

9. Setelah mengisi aplikasi KTKLN di situs BNP2TKI,

calon BMI mendatangi kantor BP3TKI setempat untuk

mengajukan permohonan penerbitan KTKLN dengan

melampirkan; paspor yang sudah dibubuhi visa kerja,

surat perjanjian kerja yang sudah ditandatangan

calon BMI dan calon pengguna jasa, dan bukti

pembayaran asuransi.

10. Setelah mendapat KTKLN, calon BMI bisa berangkat

menuju negara tujuan penempatan dan setelah

sampai calon BMI diwajibkan untuk melaporkan

keberadaannya di perwakilan pemerintah

Indonesia.

18 | Panduan

Radio Sahabat Buruh Migranwww.radio.buruhmigran.or.id

Merupakan saluran informasi baru bagi buruh migran,

mantan, keluarga, dan serta pegiat buruh migran. Media

ini selain menyajikan hiburan juga akan menjadi ruang

interaksi dan pertukaran informasi antara redaksi PSD-BM

dengan para pendengar. Redaksi juga akan menyusun

pelbagai program siaran, produksi berita audio, dan

beberapa diskusi yang akan melibatkan para pakar.

Bergabung dan rekam berita suara Anda.www.radio.buruhmigran.or.id

Anda dapat bergabung dan berbagi informasi dalam

berkas suara untuk diputar dan disebarluaskan melalui

Radio Streaming Sahabat Buruh Migran. Maksimalkan alat

perekam (recorder, handphone/ponsel, kamera dijital,dll)

anda untuk melaporkan peristiwa yang anda jumpai.

Kirim berkas suara ke alamat email,

[email protected].


Top Related