Download - Volk.V.doc
V ERUPSI GUNUNG API
Bab 5 ini dimaksudkan agar mahasiswa dapat memahami proses kegiatan
gunung api yang pada hakekatnya adalah gerakan magma dari dalam bumi keluar ke
permukaan. Dengan demikian uraian di dalam bab ini merupakan kelanjutan dari
pembahasan tentang magma, di bab 3 dan hasil erupsinya yang berupa bentuk dan
struktur gunung api disajikan di dalam bab 4. Penempatan bahasan erupsi gunung api
setelah bab-bab tersebut di atas karena untuk menyatakan proses kegunung apian ini
masih ada yang bersifat interpretatif dimana kebenarannya sangat tergantung pada
kelengkapan data dan kemampuan analisis. Sebagai contoh pernyataan ‘intrusi
dangkal’, proses penerobosan magma hingga dekat permukaan itu tidak pernah
terlihat secara nyata dengan mata kepala, tetapi dengan berbagai data pendukung
maka pernyataan itu dapat dibenarkan. Sebaliknya, uraian di dalam bab-bab
sebelumnya bersifat deskriptif, yakni berdasar data obyektif atau fakta yang
kebenarannya sudah tidak diragukan lagi. Uraian bab lima ini dimulai dari definisi,
klasifikasi, mekanisme erupsi, indeks letusan gunung api dan diakhiri dengan
ringkasan dan latihan soal.
5.1 Definisi
Erupsi gunung api adalah proses keluarnya magma dari dalam bumi ke
permukaan. Dari pernyataan ‘proses keluarnya magma’ diartikan bahwa magma
dapat benar-benar keluar (ekstrusi) ke permukaan bumi atau sebelum mencapai
permukaan bumi sudah membeku di dalam bumi (intrusi). Magma yang benar-benar
keluar ke permukaan bumi dalam bentuk cair liat dan pijar setelah membeku dan
membatu membentuk batuan ekstrusiva (extrusive rocks) atau batuan beku luar.
Sedangkan magma yang sudah membeku sebelum mencapai permukaan disebut
batuan beku intrusi dangkal atau batuan beku terobosan di dekat permukaan
(shallow intrusions atau sub-volcanic intrusions). Baik proses keluarnya magma ke
permukaan bumi maupun hanya menerobos sampai di dekat permukaan tersebut
digolongkan sebagai erupsi gunung api. Hal itu dengan pertimbangan karena
keduanya mempunyai kesamaan di dalam lokasi kejadian atau keterdapatannya, yaitu
di daerah gunung api dan keduanya selalu mengandung gelas gunung api yang
5- 1
mencerminkan pembekuan magma sangat cepat. Penjelasan argumentasi ini lebih
lanjut dapat dibaca pada bab 7 dan sub bab 8.5.
Untuk erupsi yang membentuk intrusi dangkal maka bahan magma yang dapat
keluar ke permukaan bumi hanya berupa gas gunung api. Namun demikian perlu
diperhatikan bahwa intrusi dangkal itu dapat dimasukkan sebagai bagian dari erupsi
gunung api apabila terjadi di lingkungan gunung api atau di dalam tubuh gunung api
sehingga tubuh intrusi dangkal itu selalu berasosiasi dengan batuan ekstrusiva (Gb.
4.4, hal. 4-6). Dengan demikian kalau ditemukan batuan beku yang hanya menerobos
batuan non gunung api, seperti batugamping dan atau sekis, serta tidak berasosiasi
dengan batuan ekstrusiva maka batuan beku intrusi itu bukan atau belum tentu
sebagai hasil erupsi gunung api. Dikatakan ‘belum tentu’ karena mungkin saja
batuan beku intrusi itu merupakan bagian dari tubuh gunung api purba tetapi karena
sudah mengalami proses erosi sangat lanjut maka batuan ekstrusivanya sudah habis
tererosi.
Dalam erupsi gunung api juga dimungkinkan bahwa sebagian magma bagian
atas sudah keluar ke permukaan bumi tetapi magma bagian bawah masih berada di
bawah permukaan bumi. Kondisi yang demikian biasanya magma berada di dalam
pipa kepundan atau retas yang menerobos sampai di permukaan bumi (Gb. 4.4).
Magma yang mempunyai kenampakan seperti itu disebut sumbat lava atau leher
gunung api (volcanic necks).
5.2 Klasifikasi erupsi berdasar asal-usul bahan penyusun
Berdasarkan asal-usul bahan hasil kegiatan, erupsi gunung api dapat dibagi
menjadi 3 macam, yaitu:
a. Erupsi magmatik (magmatic eruptions), adalah erupsi yang menghasilkan
bahan padat yang berasal langsung dari magma (primary eruptive products).
b. Erupsi freatik atau letusan hidroklastika (phreatic eruptions; hydrovolcanic
eruptions; hydroclastic explosions), adalah erupsi dimana bahan padat yang
dilontarkan keluar dari lubang kawah berasal dari batuan samping. Tenaga
letusan atau tenaga lontaran berasal dari gas bertekanan tinggi yang dihasilkan
oleh interaksi antara magma yang bertemperatur tinggi dengan air tanah
sehingga terbentuk uap air dan gas gunung api. Oleh sebab itu erupsi freatik ini
5- 2
juga disebut letusan uap air. Bahan magma yang benar-benar keluar ke
permukaan bumi hanya berupa gas gunung api yang bercampur dengan uap air
tersebut. Bahan padat hasil letusan hidroklastika ini berasal dari batuan samping
atau batuan yang lebih tua (older rocks) baik yang masih segar maupun yang
sudah lapuk, atau batuan yang tidak terubah maupun yang terubah. Sebagai
contoh erupsi freatik adalah letusan yang membentuk Kawah Sinila di kompleks
gunung api Dieng, Jawa Tengah pada tahun 1979. Letusan itu selain
melontarkan batuan gunung api tua juga fragmen batugamping (fragmen koral)
dan batuan sedimen lainnya. Pada saat terjadi letusan gas gunung api tidak hanya
keluar dari lubang Kawah Sinila, tetapi juga keluar melalui rekahan-rekahan di
dekat pemukiman sehingga menimbulkan korban jiwa karena menghirup gas
gunung api yang beracun itu. Letusan sekunder (secondary explosions) adalah
letusan yang terjadi bila bahan ekstrusiva gunung api yang masih panas
berinteraksi dengan air permukaan seperti air hujan, air sungai, air danau dan air
laut.
c. Letusan freatomagmatik (phreatomagmatic explosions, hydromagmatic
explosions), adalah erupsi/letusan di mana sebagian besar bahan yang dilontarkan
dari batuan lama, dan sebagian kecil langsung dari magma. Dengan kata lain
letusan freatomagmatik adalah letusan bersifat transisi atau campuran antara
letusan freatik dan letusan magmatik. Letusan freatomagmatik dapat juga terjadi
apabila magma yang sangat panas itu sudah berada di dekat permukaan sehingga
berinteraksi dengan air tanah, air laut atau air danau yang masuk ke dalam tubuh
gunung api sehingga menjadi uap air bertekanan tinggi. Perbedaan dengan
letusan freatik ialah adanya bahan padat langsung dari magma yang ikut terlontar
keluar. Pada gunung api yang sudah beristirahat cukup lama erupsi berikutnya
selalu diawali dengan letusan freatik, yang kemudian dapat dilanjutkan dengan
letusan freatomagmatik dan akhirnya letusan magmatik. Letusan freatik pada
awal kegiatan itu menunjukkan bahwa setelah lama beristirahat dan magma yang
dierupsikan sebelumnya sudah membeku dan mendingin maka air hujan yang
jatuh di puncak dan lereng gunung api itu sebagian meresap ke dalam tubuh
gunung api sehingga membentuk akumulasi air tanah. Pada erupsi berikutnya
magma yang bergerak naik menuju ke permukaan terlebih dulu berinteraksi
5- 3
dengan air tanah itu sehingga terbentuk uap air yang semakin lama semakin
banyak dan bertekanan tinggi dan kemudian terjadi letusan freatik.
5.3 Klasifikasi erupsi berdasar sifat kegiatan
Berdasar sifat kegiatan atau mekanisme keluarnya magma ke permukaan bumi,
erupsi gunung api juga dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu :
a. Erupsi lelehan (effusive eruptions; erupsi efusiva), adalah keluarnya magma
secara meleleh atau meleler. Hasil kegiatan berupa batuan beku luar yang dapat
membentuk aliran lava atau kubah lava. Bentuk bentang alam gunung api besar
yang dihasilkan oleh erupsi lelehan adalah gunung api perisai. Contoh : Erupsi
aliran lava basal di Hawaii, aliran lava riolit di The Valley of Ten Thousand
Smokes sebelah baratlaut G. Katmai, Alaska pada 1912 sehingga membentuk
rhyolitic flood eruptions, dan The Columbia Flood Basalts di Amerika Serikat.
b. Erupsi letusan (explosive eruptions, erupsi eksplosiva), adalah keluarnya magma
secara meletus. Erupsi letusan ini menghasilkan bahan klastika (bahan
fragmental, hamburan, pecahan, kepingan atau serpihan) gunung api dengan
ukuran butir beragam dari halus sampai kasar. Bahan klastika gunung api
berbutir halus ( 2 mm) disebut abu gunung api (volcanic ashes). Bahan
klastika gunung api berbutir sedang ( : 2 – 64 mm) disebut lapilus (tunggal)
atau lapili (jamak/ banyak lapilus). Bahan klastika gunung api berbutir kasar (
64 mm) disebut bom (volcanic bombs) atau blok gunung api (volcanic blocks;
Fischer & Schmincke, 1984). Perbedaan antara bom gunung api dengan blok
gunung api terletak pada bentuk butir, tekstur permukaan dan struktur
pendinginan. Secara umum bom gunung api berbentuk membulat, mempunyai
tekstur permukaan kasar dan struktur pendinginan berupa struktur pita (ribbon
structures atau banded structures), struktur konsentris atau struktur kulit bawang
(onion structures) di bagian dalam dan struktur rekahan di bagian luar sebagai
pendinginan sangat cepat yang diikuti dengan pengkerutan dan perekahan.
Struktur rekahan itu kadang-kadang menerus ke bagian dalam membentuk pola
rekahan/retakan memusat ke bagian inti bom gunung api. Blok gunung api
mempunyai bentuk meruncing dengan sisi-sisinya sangat tajam tetapi tekstur
permukaannya halus gelas dan masif. Bom gunung api lebih banyak terbentuk
5- 4
pada erupsi gunung api dengan komposisi magma basal sampai andesit basal dan
relatif encer, sedangkan blok gunung api lebih banyak terbentuk jika komposisi
magmanya andesit sampai riolit yang bersifat sangat kental dan mudah pecah..
Blok gunung api dapat juga terbentuk sebagai pecahan dari bom gunung api.
Bentuk bentang alam gunung api yang dihasilkan dalam ukuran kecil adalah
maar dan kerucut sinder, sebagai contoh di sekeliling G. Lamongan di selatan
kota Probolinggo, Jawa Timur. Bentuk bentang alam sebagai letusan besar adalah
gunung api kaldera, misalnya letusan G. Tambora (1815) di bagian utara P.
Sumbawa Nusa Tenggara Barat, G. Krakatau (1883) di Selat Sunda, G. Agung
(1963) di Bali, Mt. St. Helens (1980) di Amerika Serikat dan Mt. Pinatubo (1991)
di Filipina.
c. Kombinasi Erupsi Efusiva dan Eksplosiva, adalah erupsi berselang-seling antara
efusiva dan eksplosiva. Kegiatan itu biasanya di antarai oleh fase istirahat yang
beragam mulai dari sangat singkat atau hanya dalam beberapa tahun sampai
sangat lama dalam hitungan ratusan tahun bahkan puluhan ribu tahun. Didalam
satu periode erupsi jarang sekali terjadi selang-seling antara erupsi eksplosiva
dan erupsi efusiva, tetapi dalam banyak hal erupsi diawali secara eksplosif
kemudian secara bertahap intensitas letusan menurun dan diakhiri oleh erupsi
lelehan yang membentuk aliran lava atau kubah lava. Bentuk bentang alam
gunung api yang dihasilkan oleh kombinasi erupsi efusiva dan eksplosiva berupa
kerucut komposit atau gunung api jamak.
5.4 Klasifikasi erupsi berdasar lokasi
Berdasarkan lokasi terhadap gunung api utama, erupsi dapat dibagi menjadi 3
macam (Gb. 5.1), yaitu:
a. Erupsi pusat (central eruptions), apabila erupsi terjadi di kawah pusat yang
biasanya terletak di puncak kerucut gunung api utama.
b. Erupsi lereng (flank eruptions), bila erupsi terletak di lereng kerucut gunung api
utama. Dalam hal ini jika erupsi terjadi pada satu titik disebut erupsi terminal,
sedang kalau erupsi terjadi pada beberapa titik yang membentuk kelurusan
disebut erupsi celah atau erupsi linier (lateral eruptions atau fissure eruptions).
5- 5
c. Erupsi eksentrik (excentric eruptions), bila letak erupsi di luar tubuh gunung api
utamanya. Erupsi ini dapat berada di kaki atau dataran di sekitar gunung api
utama.
5. 5 Mekanisme Erupsi
Sesuai dengan sifat kegiatan atau mekanisme keluarnya magma ke permukaan
bumi erupsi gunung api dapat secara meletus (explosive eruptions) atau erupsi secara
meleleh (effusive eruptions). Erupsi secara meletus disebabkan oleh tingginya
tekanan gas di dalam magma; sedang pada erupsi secara meleleh dikarenakan
rendahnya tekanan gas yang terkandung di dalam magma. Secara umum magma
berkomposisi basal karena temperaturnya sangat tinggi unsur-unsur volatil masih
terlarut di dalam cairan magma, belum membentuk gas. Oleh sebab itu magma basal
hanya mempunyai kandungan gas sedikit sehingga tekanan gasnya juga kecil.
Dengan demikian erupsi yang terjadi juga secara non eksplosif atau meleleh.
Sebaliknya di dalam magma berkomposisi menengah dan asam, karena proses
diferensiasi dan menurunnya temperatur magma, unsur-unsur volatil menyatu dan
keluar dari cairan magma membentuk gas. Dengan demikian magma asam
mempunyai kandungan gas banyak sehingga tekanan gasnya juga tinggi dan erupsi
yang terjadi secara meletus. Keterangan ini menunjukkan bahwa banyaknya
kandungan gas di dalam magma berkaitan dengan proses diferensiasi dan penurunan
temperatur magma. Semakin lanjut proses diferensiasi maka semakin banyak gas
yang terpisah dari cairan magma. Karena berat jenis gas lebih ringan daripada cairan
magma maka gas tersebut terletak di atas cairan magma.
5- 6
Gambar 5.1. Pembagian macam erupsi berdasarkan letak terhadap gunung api utama menjadi erupsi pusat, erupsi lereng (terminal- atau fissure eruptions) dan erupsi eksentrik (Rittmann, 1963 vide Macdonald, 1972).
Dalam keadaan tertentu, suatu jenis magma menengah atau magma asam dapat
keluar ke permukaan bumi secara meleleh. Kondisi tersebut dapat terjadi apabila gas
yang sudah terpisah dan terletak di atas cairan magma mengalami “degassing” atau
penghilangan gas (Gb. 5.2). Penelitian dilakukan terhadap suatu jenis magma asam
yang mempunyai kandungan air 4-5 % berat. Air ini merupakan komponen utama
gas di dalam magma. Pemisahan gas dari cairan magma (vesiculation) terjadi pada
kedalaman 4 km. Pada erupsi letusan magma yang sudah mengalami vesikulasi di
dekat permukaan terjadi proses fragmentasi, dari bahan cair liat menjadi bahan padat
tetapi terpecah-pecah yang dilanjutkan dengan proses letusan ke luar dari lubang
kawah. Sedangkan pada erupsi lelehan tidak terjadi proses fragmentasi tetapi
penghilangan gas. Akibatnya, magma yang keluar ke permukaan bumi hanya
meleleh, membentuk kubah lava atau aliran lava. Perbedaan yang lain adalah pada
5- 7
lebar pipa konduit dan kecepatan alir magma. Pada erupsi letusan jari-jari pipa
konduit lebih lebar (sekitar 50 m) daripada erupsi lelehan (10 m). Demikian pula
pada erupsi letusan kecepatan aliran magma (1 m/det.) lebih tinggi daripada erupsi
lelehan (1 cm/det.).
Gambar 5.2 Skema perbedaan erupsi letusan dengan erupsi lelehan menurut Eichelberger (1995).
Proses erupsi letusan dapat secara tegak (vertical explosive eruptions) maupun
secara miring. Erupsi letusan tegak ditunjukkan pada gambar 5.3. Pada awalnya, di
dalam reservoir gas terlarut di dalam cairan magma. Namun di bagian atas dapur
magma itu fase gas telah mulai terpisah dari cairan magma yang ke arah atas
semakin nyata untuk kemudian dilanjutkan dengan proses fragmentasi dan
peletusan. Kolom erupsi letusan selanjutnya dibagi menjadi gas thrust yang
mempunyai kecepatan 100 – 600 m/det, dan convective thrust yang menguasai tinggi
kolom atau tiang erupsi. Pada posisi gas thrust gerakan utama adalah secara tegak
sebagai akibat desakan yang sangat kuat dari dalam bumi ke permukaan. Sedangkan
5- 8
pada convective thrust tekanan vertikal sudah melemah sehingga gas serta bahan
padat dan ringan dapat berkembang secara konveksi mendatar.
Gambar 5.3 Skema erupsi letusan yang dimulai dari magma di dalam reservoir dimana bahan gas (volatiles) masih terlarut di dalam cairan magma, hingga membentuk kolom erupsi letusan (Fisher & Schmincke, 1984).
Pada letusan sangat besar maka sebagian atau bahkan beberapa kerucut gunung
api dapat hancur sehingga membentuk kaldera letusan seperti terjadi pada Kaldera
Danau Kawah (Crater Lake) di Oregon, Amerika Serikat (Gb. 5.4) dan G. Krakatau
di Selat Sunda, Indonesia (Gb. 5.5).
5- 9
Gb. 5.4 Diagram pembentukan kaldera Crater Lake (Danau Kawah), Oregon, Amerika Serikat. (A) kenampakan sebelum meletus; (B) pada tahap awal letusan membentuk letusan vertikal Tipe Vulkano dan aliran piroklastika kecil dari kawah pusat; (C) kejadian pada puncak letusan (paroksisma), aliran piroklastika besar keluar dari kawah pusat dan kawah samping dan bagian puncak gunung api mulai turun ke bawah atau ambles secara bertahap; (D) kenampakan setelah letusan; (E) keadaan pada saat ini dengan beberapa titik erupsi baru di dasar kaldera yang sebagian tertutup air (Macdonal, 1972).
5- 10
Gb. 5.5 Diagram memperlihatkan fase konstruksi dan destruksi G. Krakatau di Selat Sunda, Indonesia (van Bemmelen, 1949). (IA) Fase konstruksi pertama diperkirakan membentuk kerucut tunggal yang besar dengan ketinggian mencapai 3000 m dml. sebagai gunung api purba Krakatau. (IB) Fase destruksi pertama membentuk kaldera I Krakatau dan meninggalkan tiga pulau, yaitu P. Rakata, P. Panjang dan P. Sertung. (II) Pemunculan kerucut gunung api Rakata, yang disusul dengan G. Danan dan Perbuwatan (IIIA), sebagai kegiatan fase konstruksi tahap kedua G. Krakatau. (IIIB) Fase destruksi kedua membentuk kaldera letusan 1883, dan (IV) pemunculan awal
5- 11
G. Anak Krakatau di dalam kaldera Krakatau pada tahun 1927. G. Anak Krakatau itu sekarang telah tumbuh besar dengan ketinggian lebih dari 300 m dml.
5.6 Indeks Letusan Gunung api
Newhall dan Self (1982) mengajukan cara menilai besarnya letusan gunung api
dengan istilah Indeks Letusan Gunung api (Volcanic Explosivity Index = VEI) yang
diberi nilai dari 0 sampai dengan 8 (Tabel 5.1). VEI bernilai 0 (nol) artinya erupsi
gunung api secara meleleh atau efusiva. Apabila VEI bernilai 1 berarti tingkatan
letusan lemah, VEI bernilai 2 tingkat letusan menengah, VEI bernilai 3 tingkat
letusan menengah-besar dan VEI bernilai 4 tingkat letusan besar. Jika VEI bernilai
5 maka letusan gunung apinya dikelompokkan sangat kuat. Semakin kuat tingkat
letusan gunung api maka volume bahan lontaran semakin besar, kolom erupsi
semakin tinggi dan letusan berlangsung semakin lama. Tinggi kolom erupsi itu akan
mempengaruhi injeksi bahan letusan ke lapisan troposfer dan stratosfer di atas muka
bumi.
Tabel 5.1 Kriteria Indeks Letusan Gunung api atau Volcano Explosivity Index menurut Newhall & Self (1982).
Berdasarkan kejadian yang khas pada suatu gunung api maka erupsi gunung
api diklasifikasikan menjadi 5 (lima) tipe, yaitu : Tipe Hawaii (Hawaian Type), Tipe
Stromboli (Strombolian Type), Tipe Vulkano (Vulcanian Type), Tipe Plini (Plinian
Type), dan Tipe Ultra-Plini (Ultra-Plinian Type). Dinyatakan Tipe Hawaii karena
erupsi yang paling lemah itu sangat khas terjadi pada gunung api di Hawaii, misalnya
5- 12
G. Maona Loa dan G. Kilaulea. Erupsi Tipe Hawaii ini mempunyai ciri-ciri seperti
tersebut di bawah ini.
a. Erupsi terutama menghasilkan aliran lava basal, sangat encer dan mengandung
gas gunung api rendah.
b. Erupsi muncul dari rekahan dan dimulai dengan lava mancur (lava fountain).
c. Jika lava mancur semakin melemah, sebagian besar lava akan keluar ke
permukaan secara perlahan-lahan dan kemudian mengalir keluar dari kawah
sebagai aliran lava.
Erupsi Tipe Stromboli sangat khas terjadi di G. Stromboli, Itali yang
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
a. Letusan dipisahkan oleh perioda waktu kurang dari 1 detik sampai beberapa jam,
dan terjadi di dalam kolom magma dekat permukaan.
b. Pada malam hari atau cuaca gelap dari kejauhan letusan seperti kembang api.
c. Bahan lontaran terdiri dari bom gunung api, lapili skoria dan abu gunung api.
Di bawah ini dijelaskan perbedaan antara letusan Tipe Stromboli dengan
letusan Tipe Hawaii.
- Letusan Tipe Stromboli mengandung lebih sedikit gelas gunung api berbentuk air
mata atau rambut Pelee (glassy Pelee’s tear or hair). Pelee adalah nama Dewi
penunggu gunung api yang dipercayai oleh penduduk asli Hawaii. Apabila
gunung api itu meletus maka dianggap Dewi Pelee sedang marah dan menangis,
mengeluarkan air mata sambil menggaruk-garuk kepala sehingga sebagian
rambutnya rontok. Gelas ‘air mata’ Pele itu sebenarnya merupakan bahan letusan
gunung api berbentuk seperti tetesan airmata, bertekstur dan tersusun oleh gelas
gunung api. Sedangkan ‘rambut’ Pele adalah bahan lontaran berbentuk serabut
yang juga bertekstur dan tersusun oleh gelas gunung api.
- Letusan Tipe Stromboli mempunyai sebaran bahan lontaran lebih luas, karena
letusannya lebih kuat dan kolom erupsinya lebih tinggi.
- Bahan lontaran berbutir halus - sedang (abu - lapili) sebagai hasil letusan Tipe
Stromboli lebih banyak daripada yang dihasilkan oleh erupsi Tipe Hawaii.
Erupsi Tipe Vulkano juga sangat khas terjadi di G. Vulcano Itali yang
ditunjukkan oleh letusan berskala menengah (VEI = 2-4, rata-rata 3), menyemburkan
abu gunung api berwarna abu-abu gelap sampai hitam, mempunyai periode letusan
5- 13
pendek dengan kolom erupsi mencapai ketinggian 3-15 km. Fisher & Schmincke
(1984) menyamakan letusan Tipe Vulkano dengan letusan freatik dan
freatomagmatik. Endapannya membentuk perlapisan bagus, pemilahan buruk, dan
kaya lubang bekas keluarnya gas gunung api. Fragmen umumnya nonvesikuler
sampai vesikuler buruk, tekstur gelas, bentuk meruncing. Lapili tumbuhan dan bom
gunung api berbentuk kerak roti (bread-crust) sampai dengan bentuk kubis/ kol
(cauliflower-shaped) juga sering ditemukan (Tabel 5.2).
Tabel 5.2 Ciri-ciri letusan tipe Vulkano atau letusan hidroklastika (Fisher & Schmincke, 1984).
No. Ciri-ciri Proses erupsi dan transportasi
1 Umumnya berkomposisi basal Kandungan volatil rendah, temperatur tinggi, viskositas rendah.
2 Fragmen agak vesikuler, ada sideromelan, bom berbentuk kerak roti – kubis.
Pendinginan sangat cepat, granulasi terjadi pada kontak magma-air, degassing minor, letusan uap.
3 Ukuran butir kecil, kadang-kadang mengandung klastika besar dan pecahan bom
Fragmentasi akibat tekanan dan panas sehingga tidak ada pemisahan dengan butiran halus di dalam kolom erupsi, energi tinggi karena banyak uap air.
4 Sortasi buruk Banyak mengandung air (uap air).5 Struktur sedimen berkembang baik,
seperti tuf vesikuler, perlapisan baik, mudcracks, lapili tumbuhan
Banyak mengandung air (uap air)
6 Banyak mengandung klastika litik Letusan melontarkan batuan samping.7 Dijumpai endapan seruakan dasar
(base surge)Mencirikan transportasi horisontal.
8 Tidak ada altersi hidrotermal, endapan sinter dan pengelasan
Mencirikan temperatur rendah
9 Berasosiasi dengan endapan letusan tipe Stromboli
Terjadi fluktuasi suplai air dari luar atau penutupan dinding pipa konduit.
Penamaan Erupsi Tipe Plini berasal dari nama seseorang bernama Pliny the
Younger yang memerikan letusan sangat terkenal G. Vesuvius pada tahun 779
Masehi yang berlangsung selama 3 hari secara terus-menerus. Letusan gunung api itu
menyebabkan dua kota yaitu Pompeii dan Herculanum terkubur atau tertimbun oleh
bahan letusan kaya batuapung yang mempunyai ketebalan sampai beberapa meter.
Letusan Tipe Plini dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut.
5- 14
a. Endapan abu dan batuapung tersebar luas sebagai hasil letusan sangat kuat
dengan kolom erupsi tinggi dan banyak mengandung gas bertekanan tinggi.
b. Erupsi berlangsung beberapa jam – lk. 4 hari secara terus menerus.
c. Volume endapan bahan letusan bervariasi dari sekitar 1 – 3000 km3.
d. Umumnya berasosiasi dengan letusan pembentukan kaldera gunung api yang
mempunyai diameter sampai dengan 20 km, diperkirakan sama dengan diameter
dapur magma di bawahnya.
Gambar 5.6 memperlihatkan data statistik hubungan antara eksplosivitas
dengan interval waktu tenang atau masa istirahat gunung api. Pada letusan lemah,
VEI : 0 – 2, waktu istirahat umumnya berlangsung antara 1 – 10 tahun. Sedangkan
VEI 3 – 4, masa tenang sebagian besar bervariasi antara 1 – 100 tahun. Pada letusan
sangat besar, VEI 5 – 6, perioda istirahat berlangsung sangat panjang, yaitu lebih dari
100 tahun. Kenyataan ini diyakini ada hubungannya dengan akumulasi dan tekanan
gas gunung api. Apabila sering terjadi erupsi atau letusan maka hal itu tidak
dimungkinkan terjadinya akumulasi gas yang bertekanan besar. Sebaliknya, jika
gunung apinya sedang mengalami istirahat sangat panjang, maka magma di bawah
gunung api tetap aktif dan mengalami diferensiasi lanjut, menghasilkan gas gunung
api yang semakin lama semakin terakumulasi dalam jumlah besar dan tekanan sangat
kuat sehingga pada akhirnya akan dapat mengakibatkan letusan yang sangat dahsyat.
Gambar 5.6 Hubungan antara tingkat letusan dengan masa istirahat gunung api (Simkin, 1993). Semakin besar nilai indeks letusan gunung api (VEI) pada umumnya masa istirahatnya juga berlangsung lama.
5- 15
5.7 Ringkasan
Erupsi gunung api adalah proses keluarnya magma dari dalam bumi ke
permukaan. Magma yang tidak sampai ke permukaan membentuk tubuh batuan beku
intrusi dangkal. Dipandang dari bahan padat yang dikeluarkan ke permukaan bumi
maka ada erupsi magmatik, erupsi freatik dan erupsi freatomagmatik; ditinjau dari
sifat kegiatan berupa erupsi letusan dan erupsi lelehan; sedang berdasar lokasinya
ada erupsi pusat, erupsi lereng (terminal atau lateral) dan erupsi eksentrik. Erupsi
secara meletus disebabkan oleh adanya gas gunung api yang bertekanan tinggi.
Akumulasi gas magma dihasilkan oleh proses diferensiasi, atau percampuran magma
basa dengan magma asam. Dalam beberapa hal magma asam hanya keluar secara
meleleh karena adanya proses penghilangan gas (degassing). Di dalam erupsi secara
vertikal besarnya letusan gunung api ditentukan dengan nilai. Indeks Letusan
Gunung api (VEI) mulai dari 0 – 8, dan erupsinya secara berturut-turut diberi nama
dari Erupsi Tipe Hawaii, Tipe Stromboli, Tipe Vulkano, Tipe Plini dan Tipe Ultra-
Plini. Semakin panjang masa istirahat suatu gunung api maka letusan mendatang
akan mempunyai nilai VEI lebih tinggi. Hal itu berhubungan dengan proses
diferensiasi magma dari komposisi basa ke asam dan akumulasi gas gunung api yang
semakin lama semakin banyak dan bertekanan sangat tinggi.
5.8 Latihan Soal
1. Jelaskan pengertian tentang erupsi gunung api!
2. Uraikan perbedaan antara erupsi magmatik dengan erupsi freatik!
3. Apa yang menyebabkan terjadinya erupsi secara meleleh?
4. Jelaskan hubungan antara tingkatan eksplosivitas gunung api dengan komposisi
magma dan proses erupsi yang terjadi!
5. Jelaskan bagaimana dapat terbentuk erupsi celah!
6. Uraikan siklus gunung api dari fase konstruksi ke fase destruksi dan kembali ke
konstruksi lagi!
5- 16
7. Bagaimana ciri-ciri erupsi Tipe Vulkano? Apa perbedaannya dengan erupsi Tipe
Hawaii, Stromboli dan Plini?
8. Mengapa gunung api di Hawaii tidak membentuk kaldera letusan ?
9. Jelaskan hubungan antara tingkat letusan dengan masa istirahat gunung api !
10. Apa yang dimaksud dengan sub volcanic intrusions ?
5- 17