VERBA RESIPROKAL BAHASA INDONESIA DALAM HARIAN FAJAR
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat guna mendapat Gelar Sarjana Pendidikan
pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar
IIN SARIANTI
10533767514
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2018
MOTTO
Jadikan sabar dan sholat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian
itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu yaitu orang-orang yang
meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan
kembali pada-Nya. (Q.S. Al-Baqarah : 45-46)
Sesungguhnya Ridho Allah ada pada orang tua, maka mohonlah doa restu kepada
orang tua. Usaha, do‟a dan kesabaran merupakan suatu kesatuan utuh untuk
meraih keberhasilan, dan Allah akan memberi yang terbaik.
PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahan kepada beliau yang paling berjasa dalam hidupku,
dan paling aku cintai, beliau adalah kedua orang tuaku. Terima kasih atas kasih
sayang, doa, dan dukungannya. Semoga bapak dan ibu selalu dalam lindungan
dan kasih sayang Allah Swt.
KATA PENGANTAR
Tidak ada kata yang patut terucap selain puji dan syukur kepada Allah
Swt, atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat disusun dan
diselesaikan sesuai yang direncanakan. Salawat dan salam semoga tercurahkan
kepada Nabi Muhammad saw. yang telah menggulung tikar-tikar kebatilan dan
membentangkan tikar-tikar kebajikan seperti yang kita rasakan saat ini. Penulis
sebagai pengikut Nabi Muhammad saw. patut mencontoh perilakunya dan beliau
menjadi suri teladan bagi kita semua.
Sebagai hamba Allah yang tidak luput dari kelemahan dan kekurangan,
penulis menyadari bahwa skripsi ini masi jauh dari kata sempurna dan masih
terdapat banyak kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu, penulis senantiasa
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
penyempurnaan penyusunan skripsi ini selanjutnya. Penulisan skripsi ini dapat
terselesaikan karena bantuan dari beberapa pihak. Untuk itu, penulis
mengucapkan terima kasih secara tulus kepada :
Dr. Munirah, M.Pd., pembimbig I yang penuh kesabaran, dan
kebijaksanaan telah memberikan bimbingan, arahan, dan dorongan yang tak henti-
hentinya di sela-sela kesibukannya. Andi Adam, S.Pd., M.Pd., pembimbing II
yang penuh kesabaran, dan kebijaksanaan telah memberikan bimbingan, arahan,
dan dorongan yang tak henti-hentinya di sela-sela kesibukannya
Dr. H. Abdul Rahman Rahim, S.E., M.M. Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar, Erwin Akib, M.Pd., Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar, Dr. Munirah, M.Pd.,
Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Para Dosen Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia terima kasih atas ilmu, motivasi, arahan,
dan dorongan selama studi di Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia, Segenap staf
jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan
kemudahan kepada penulis.
Ayahanda dan ibunda tercinta terima kasih atas kasih sayang, doa,
motivasi, dan dukungan sehingga penulis tidak putus asa menyelesaikan studi
dengan baik, adik-adikku dan keluarga besarku terima kasih atas kasih sayang,
doa, dan semangatnya. Buat seseorang yang selalu bersama penulis dalam hal apa
pun terimakasih atas bantuan, waktu, motivasi, doa, dan dukungannya.
Teman-teman seperjuangan jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia terkhusus Indah Chaerunnisa, Ayu Astuti Mukhtar, Sri Wahyuni , dan
teman-teman Kelas C Angkatan 2014 terima kasih atas persahabatan, dukungan,
bantuan, dorongan kepada saya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi
dengan baik, semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Walaupun skripsi ini masih belum sempurna penulis berharap supaya
skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi semuanya. Sekian
pengantar dari penulis semoga apa yang telah diusahakan mendapatkan ridho dari
Allah Swt dan memperoleh hasil yang maksimal
Makassar, Juli 2013.
Penulis
Iin Sarianti
DAFTAR ISI
Halama Judul ...................................................................................... i
Lembar Pengesahan ........................................................................... ii
Persetujuan Pembimbing .................................................................... iii
Surat Pernyataan................................................................................. iv
Surat Perjanjian .................................................................................. v
Motto dan Pembahasan ...................................................................... vi
Abstrak .............................................................................................. vii
Kata Pengantar ................................................................................... viii
Daftar Isi........................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................... 2
C. Tujuan Penelitian ................................................ 2
D. Manfaat Penelitian ............................................... 2
BAB II KAJIAN PUATAKA ............................................................ 7
A. Penelitian yang Relevan ...................................... 7
B. Tataran Morfologi ................................................ 7
1. Kelas Kata ....................................................... 7
2. Verba............................................................... 12
3. Ciri-ciri Verba ................................................. 15
4. Bentuk-bentuk Verba ...................................... 26
5. Verba Resiprokal ............................................ 32
C. Kerangka Pikir ..................................................... 37
BAB III METODE PENELITIAN..................................................... 39
A. Jenis Penelitian .................................................... 39
B. Sumber Data ........................................................ 39
C. Teknik Pengumpulan Data .................................. 40
D. Teknik Analisis Data ........................................... 42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................... 43
A. Hasil Penelitian .................................................... 43
B. Pembahasan ......................................................... 60
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................. 62
A. Simpulan ......................................................... 62
B. Saran .............................................................. 64
Daftar Pustaka ..................................................................................
Lampiran .........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia yang
sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Dasar RI 1945, Pasal 36. Ia juga
merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia sebagai mana disiratkan dalam
sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Bahasa Indonesia diresmikan pada
kemerdekaan Indonesia, pada tahun 1945. Bahasa Indonesia merupakan bahasa
dinamis yang hingga sekarang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui
penciptaan, maupun penyerapan dari bahasa daerah dan asing. Secara sejarah,
bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek temporal dari bahasa Melayu yang
struktur maupun khazanahnya sebagian besar masih sama atau mirip dengan
dialek-dialek temporal terdahulu seperti bahasa Melayu klasik dan bahasa Melayu
kuno. Secara sosiologis, bolehlah kita katakan bahwa bahasa Indonesia baru
dianggap „‟lahir‟‟ atau diterima keberadaannya pada tanggal 28 Oktober 1928.
Secara yuridis, baru tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi
diakui keberadaannya.
Bangsa Indonesia harus bangga karena mempunyai bahasa nasional
sendiri. Satu hal yang tidak terlalu sukar ditemukan dalam sejarah, bahwa suatu
bangsa yang terdiri dari pemakai ratusan bahasa daerah dapat dipersatukan oleh
satu bahasa nasional yang diakui dan kini dipakai oleh semua kelompok
masyarakat yang bermacam-macam yang ada di Indonesia.
1
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer,yang merupakan
alat komunikasi antar anggota masyarakat. Komunikasi bertujuan menyampaikan
gagasan, pengalaman, perasaan, ide dan informasi. Komunikasi dapat
dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung. Bahasa merupakan alat
untuk menyampaikan ide, gagasan, pengalaman, perasaan, pendapat, dan
informasi, dengan perantara sistem lambang. Komunikasi dengan menggunakan
bahasa dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan.
Sejarah harian Fajar, pada tahun 1967, sebuah perusahaan penerbit surat
kabar mingguan bernama yayasan penerbit Expres telah berdiri. Surat kabar yang
di dirikan Harun Rasyid Djibe, berdasarkan surat izin terbit (SIT) nomorr
1565/pers/SK/Dirjen-PG/SIT/1967 pertanggal 28 Maret 1972 dan surat izin cetak
dari ketertiban daeraah. Awal 1980-an harian Expres menghadapi berbagai
kendala, salah satunya adalah masalah dana. Awal 1981, Harun Rasyid Djibe
berusaha menggandeng Muhammad Alwi Hamu sebagai pemodal dan pemohon
surat izin penerbit kembali surat kabar expres kepada pemerintah. Atas kebijakan
Dirjen pembinaan pers dan grafik departemen penerbangan 6 April 1981,
mengeluarkan surat izin untuk terbit kembali terhadap permohonan Harun Rasyid
Djibe dan Muhammad Alwi Hamu.
Nama FAJAR diambil karena Fajar terbit dari ufuk timur, yang
merupakan pusat peredaran dan penerbitan di kawasan timur Indonesia di ibu kota
Sulawesi Selatan, yakni Makassar. Badan yang menaungi Harian FAJAR pernah
berubah, setelah 4 tahun berjalan, sejak terbit perdana tepatnya 1984 telah terjadi
perubahan undang-undang pokok pers serta dikeluarkan peraturan Mentri
Penerangan RI NO. 01/Pers/Menpen PT.Media FAJAR sebagai penerbit bukan
yayasan bukan penerbit Expres yang sesuai dengan keputusan mentri penerbangan
No.050/SK?SIUPPA/A.7/1986, Maret 1986.
Tahun 1987, Harian FAJAR mengalami kemunduran karena faktor
dana, maka pada tahun 1988, berusaha bangkit kembali bergabung dengan
perusahaan besar seperti Jawa Pos dan Tempo. Akhirnya Harian FAJAR bernaung
di bawah bendera grup Jawa Pos bersama sejumlah perusahaan penerbitan
lainnya, yakni suara Indonesia (Surabaya), serta puluhan media lainnya yang
terbit belakangan.
Kantor Racing Centre, pilihan lokasi gedung baru jatuh di tanah milik
HM Jusuf Kalla di jalan Racing Centre Makassar. Membangun gedung di tanah
atas tanah itu, tanpa bantuan kredit Bank, pada tahun 1991 gedung kantor di jalan
Racing Centre diresmikan. Mesin cetak baru juga diadakan untuk menambah
kualitas surat kabar, FAJAR tampil berwarna. Surat-surat kabar dalam dan luar
daerah Makassar mulai dikembangkan seperti Ujung Pandang Ekspres berita kota
Makassar, Pare Pos, Plopo Pos, Kendari Pos, dan lainnya. Kantor Racing Centre
menjadi saksi bagaimana FAJAR selama kurun waktu 16 tahun (1991-2007)
merangkak naik menjadi yang terbesar.
Kantor Graha Pena, tren bisnis yang semakin berkembang, anak
perusahaan yang semakin menjamur, dan jumlah karyawan semakin banyak,
FAJAR membangun gedung kantor Graha Pena di Jalan Urip Sumoharjo no.20
Makassar. Diresmikan awal tahun 2007 berlantaikan 19 lantai dan menjadi
gedung tertinggi pertama di pulau Jawa. Fungsinya bukan hanya sekedar sebagai
kantor bagi FAJAR dan anak perusahaannya, tetapi juga disewakan kepada
khalayak umum untuk ruang kantor maupun untuk berbagai kegiatan. Kantor di
Recing Center menjadi Universitas FAJAR.
Dalam upaya pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus
dilakukan penelitian pada berbagai aspek kebahasaan. Salah satu aspek yang perlu
diteliti dan dikaji adalah bentuk verba. Penelitian bentuk verba dalam bahasa
Indonesia sudah banyak dilakukan oleh pakar bahasa. Meskipun buku-buku
bahasa Indonesia sudah banyak, belum lengkap bila tidak dibahas masalah verba
khususnya verba resiprokal.
Verba atau kata kerja adalah kata yang berfungsi untuk menjelaskan
tentang suatu aktifitas atau suatu perbuatan/kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang. Kata kerja atau verba berasal dari bahasa latin yakni verbum yang
artinya kata. Sehingga kata kerja dapat didefinisikan sebagai kelas kata yang
menyatakan suatu tindakan, keberadaan, atau pengertian dinamis lainnya.
Umumnya kata kerja (verba) menjadi predikat dalam suatu frasa atau kalimat.
Penggunaan verba resiprokal dalam bahasa Indonesia sangat produktif
dan meliputi berbagai aspek kehidupan sosial kemasyarakatan. Hal ini sejalan
dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat pemakai bahasa. Penggunaan
verba resiprokal sendiri dalam berbagai kegiatan sosial selalu menjadi pilihan
karena verba resiprokal adalah verba yang mempunyai makna “ saling
menyatakan perbuatan yang dilakukan oleh dua pihak dalam waktu yang
bersamaan”.
Verba resiprokal yang dimaksud adalah verba yang menyatakan
perbuatan yang dilakukan oleh dua pihak dan perbuatan tersebut dilakukan
dengan berbalasan. Kedua belah pihak terlibat dalam suatu perbuatan. Verba
resiprokal disebut juga verba yang mengandung makna “saling”. Kata kerja
seperti berkelahi, bersentuhan, bersalaman, bercubitan, termasuk juga verba
resiprokal. Dikatakan demikian karena kata-kata tersebut menyatakan perbuatan
yang dilakukan oleh dua pihak dalam waktu yang bersamaan.
Penelitian ini akan berfokus pada penelitian verba resiprokal bahasa
Indonesia dalam harian Fajar, yang akan memaparkan bentuk verba resiprokal dan
penyimpangan verba resiprokal. Penelitian ini tidak dimaksudkan untuk
menyelesaikan dan menutup semua permasalahan yang ada. Tetapi justru
sebaliknya, yakni agar hasil penelitian ini dapat membuka cakrawala baru.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana bentuk verba resiprokal bahasa indonesia pada harian Fajar ?
2. Bagaimana bentuk penyimpangan verba resiprokal pada harian Fajar ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk verba resiprokal pada harian Fajar.
2. Untuk mendeskripsikan penggunaan verba resiprokal pada harian Fajar.
D. Manfaat Penelitian
Analisis dalam penelitian ini terkait pada bentuk verba resiprokal dan
penyimpangan verba resiprokal, ada beberapa manfaat yang dihasilkan dari
penelitian ini. Adapun manfaat dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu
manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1. Manfaat teoritis
Manfaat teoritis penelitian ini adalah hasil penelitian yang memperkaya
khasanah penelitian bentuk-bentuk verba beserta makna yang diperoleh,
khususnya verba resiprokal dalam bahasa Indonesia. Selain itu hasil penelitian ini
diharapkan bermanfaat untuk perkembangan tata bahasa Indonesia, khususnya
bidang morfologi.
2. Manfaat praktis
Manfaat praktis penelitian ini adalah bagi penelitian lebih lanjut, hasil
penelitian ini dapat dikembangkan untuk menjadi bahan penelitian tentang bahasa,
khususnya verba resiprokal bahasa Indonesia. Bagi para peminat bahasa,
penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang analisis verba
khususnya verba resiprokal bahasa Indonesia.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian yang Relevan
Dalam tinjauan hasil penelitian sebelumnya akan dilihat bagaimana
hubungannya dengan topik penelitian yang penulis kaji. Hal ini dimaksudkan agar
tidak terjadi tumpang tindih dari ruang lingkup masalah yang dikaji.oleh karena
itu, yang menjadi sasaran tinjauan dan yang membedakan dengan penelitian
selanjutnya adalah ruang lingkup kajiannya.
Tinjauan hasil penelitian mengenai verba dapat dilihat dari “Verba
Derivatif Bahasa Indonesia” oleh Mawar yang dikerjakan pada tahun 1990.
Dalam pembahasannya Mawar menguraikan tentang jenis verba derivatif dalam
bahasa Indonesia.
B. Tataran Morfologi
Secara etimologi kata morfologi berasal dari kata morf yang berarti
„bentuk‟ dan kata logi yang berarti „ilmu‟. Jadi secara harfiah kata morfologi
berarti „ilmu mengenai bentuk‟. Di dalam kajian linguistik, morfologi berarti ilmu
mengenai bentuk-bentuk dan pembentukan kata; sedangkan di dalam kajian
biologi morfologi berarti ilmu mengenai bentuk-bentuk sel-sel tumbuhan atau
jasad-jasad hidup. Memang selain bidang kajian linguistik, di dalam kajian biologi
ada juga digunakan istilah morfologi. Kesamaannya, sama-sama mengkaji tentang
bentuk.
Morfologi merupakan suatu cabang linguistik yang mempelajari tentang
susunan kata atau pembentukan kata. Menurut Ralibi (dalam Mulyana, 2007:5),
7
secara etimologis istilah morfologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu berasal dari
gabungan kata morphe yang berarti „bentuk‟, dan logos yang artinya „ilmu‟. Chaer
(2008: 3) berpendapat bahwa morfologi merupakan ilmu bentuk-bentuk dan
pembentukannya.
Pada kamus linguistik (Kridalaksana, 2008:159), pengertian morfologi
adalah bidang linguistik yang mempelajari morfem dan kombinasi-kombinasinya
atau bagian dari struktur bahasa yang mencakup kata dan bagian-bagian kata yaitu
morfem. Nurhayati dan Siti Mulyani (2006:62), menyatakan morfologi adalah
ilmu yang membicarakan kata dan proses pengubahannya. Berbagai pengertian
morfologi tersebut menjadi acuan peneliti dalam mendefinisikan arti morfologi
yaitu sebagai bagian dari ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk kata meliputi
pembentukan atau perubahannya, yang mencakup kata dan bagian-bagian kata
atau morfem.
Berdasarkan para pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa morfologi
adalah salah satu cabang dari ilmu bahasa atau linguistik yang secara khusus
mempelajari seluk-beluk morfem serta gabungan antara morfem-morfem.
1. Kelas Kata
Menurut Crystal (1980:383-385), kata adalah satuan ujaran yang
mempunyai pengenalan intutif universal oleh penutur asli, baik dalam bahasa
lisan maupun bahasa tulisan.
Ditinjau dari sudut semantik, kata selalu memiliki arti atau makna, baik
arti leksikal maupun arti gramatikal. Arti leksikal yang dimaksudkan di sini
adalah arti yang terdapat pada satuan bentuk bahasa tersebut berdiri sendiri
(belum bergabung dengan bentuk bahasa yang lain) dalam pemakaiannya,
sedangkan yang dimaksudkan dengan arti gramatikal adalah arti yang terdapat
pada satuan bentuk bahasa, setelah bentuk bahasa tersebut bergabung dengan
bentuk bahasa yang lain.
Ditinjau dari sudut morfologi, kata selalu berada dalam bentuk morfem,
baik yang berupa morfem tunggal (morfem bebas) maupun yang berupa morfem
kompleks (gabungan dari beberapa buah morfem).
Ditinjau dari sudut sintaksis, kata selalu merupakan satuan bentuk
bahasa yang berarti sendiri dalam pemakaiannya, baik dalam pengucapan maupun
dalam penulisannya.
Ada dua bentuk kata dalam bahasa Indonesia, yaitu:
a. Kata dasar merupakan satuan bahasa yang bermakna yang berupa morfem
bebas dan berdiri sendiri dalam pemakaiannya.
b. Kata jadian atau kata turunan merupakan satuan bentuk bahasa yang
bermakna yang berupa morfem kompleks dan berdiri sendiri kata dasar
dalam pemakaiannya seperti kata berafiks, kata berulang, kata
berpartikel, dan kata berklitik.
c. Kata berafiks adalah kata dasar yang telah dilekati oleh afiks atau
imbuhan, seperti prefiksasi atau kata berawalan (bermain, penulis,
ditendang, melihat,dsb), infiksasi atau penyisipan (telunjuk, temali,gerigi),
sufiksasi atau pengakhiran (makanan, hitamkan, turuni, rasanya), konfiks
atau gabungan (kebetulan, perhentian, pedesaan).
d. Kata berulang merupakan kata yang mengalami pengulangan bentuk, baik
pengulangan seluruhnya maupun pengulangan dengan perubahan fonem
atau tidak dengan perubahan fonem. Kata berulang ini terdiri atas empat
yaitu :
1) Kata berulang utuh
Misalnya : rumah-rumah, baca-baca, makan-makan.
2) Kata ulang dengan perubahan fonem merupakan kata berulang di mana
bentuk pengulangannya mengalami perubahan atau variasi fonem.
Misalnya : gerak-gerak, sayur-mayur, serta-merta.
3) Kata ulang sebagian merupakan di mana bentuk pengulangannya
adalah sebagian dari bentuk kata dasarnya.
Misalnya : mengambil-ambil, menulis-nulis, terinjak-injak.
4) Kata ulang dengan penambahan imbuhan merupakan kata berulang di
mana bentuk pengulangannya mendapat tambahan imbuhan.
Misalnya : tulis-menulis, berkejar-kejaran, tuduh-menuduh.
e. Kata berpartikel adalah semacam kata tugas yang mempunyai bentuk
khusus, yaitu sangat ringkas atau kecil dengan mempunyai fungsi-fungsi
tertentu.
Jenis-jenis partikel tersebut adalah :
1) Partikel –kah, fungsinya adalah untuk memberi penekanan makna pada
kalimat yang berjenis kalimat pertanyaan.
2) Partikel –lah, fungsinya adalah memberi penekanan makna kelas kata
benda dan kata kerja.
Misalnya : sayalah yang dipanggil ke kantor untuk melaporkan persoalan
yang rumit itu.
3) Partikel –pun, fungsinya adalah memberi penekanan makna pada kata-kata
tugas yang dipakai dalam kalimat berita dan menunjukkan makna
pertentangan.
Misalnya : ada pun maksud kedatangan saya ke tempat ini adalah untuk
menghindari seminar proposal.
f. Kata berklitik merupakan bentuk dasar yang dilekati oleh bentuk klitik
yaitu –ku, -nya, -mu. Proses pelekatan bentuk klitik pada bentuk dasar ini
dinamakan klitikisasi. Kata ini terdiri dari dua yaitu:
1) Kata berproklitik merupakan bentuk dasar yang dilekati oleh klitik
pada bagian awal bentuk dasar.
Misalnya : Ku ambil : dilekati oleh proklitik ku-
Ku makan : dilekati oleh proklitik ku-
2) Kata ber enklitik bentuk dasar yang dilekati oleh klitik pada bagian
akhir bentuk dasar.
Misalnya : Bukumu : dilekati oleh enklitik –mu
Bapaknya : dilekati oleh enkliti –nya
Uangku : dilekati oleh enklitik –ku
Kridalaksana (1982:98) mendefenisikan leksem sebagai berikut:
a. Satuan leksikal dasar yang abstrak yang mendasari berbagai bentuk
inflektif suatu kata. Contoh: sleep, slept, sleeping, adalah bentu-bentuk
dari leksem sleep.
b. Kata atau frasa yang merupakan satuan bermakna; satuan terkecil dari
leksikon.
Setiap kata menjadi anggota suatu kategori leksikal mayor disebut butir
leksikal (lexical item), yang merupakan entri dalam leksikon. Entri untuk setiap
butir leksikon. Entri untuk setiap butir leksikal akan mencakup pengucapannya
(fonologi), informasi tentang maknanya (semantik) termasuk kategori leksikal apa
dan dalam lingkungan sintaksis mana kata itu dapat muncul (subkategorisasi).
a. Verba
Pembicaraan mengenai kelas kata verba merupakan hal pokok dalam
penulisan ini. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui pengertian atau batasan
tentang verba. Uraian berikut membicarakan pengertian verba yang akan
dikemukakan oleh para pakar.
Verba atau kata kerja adalah semua kata yang menyatakan
perbuatan atau tingkah laku. Darwis (2012:41) berdasarkan perilaku
morfologinya, verba bahasa Indonesia mula-mula dibagi menjadi dua subkategori
besar, yaitu (1) verba dasar dan (2) verba bentukan.verba dasar itu adalah verba
pangkal yang belum mengalami proses morfologis manapun, sedangkan verba
bentukan itu adalah pangkal yang telah mengalami proses morfologi afiksasi,
reduplikasi dan pemajemukan (komposisi).
Selanjutnya, pengertian verba menurut Alisyahbana (1982 :65) kata kerja
atau verba ialah kata yang menyatakan kerja, bukan sebagai suatu benda atau
keadaan. Yang termasuk golongan ini ialah kata-kata yang berawalan me- dan di-.
Dari pengertian tersebut, Alisyahbana ingin memperjelas perbedaan kata kerja
dengan yang bukan kata kerja seperti kata keadaan dan kata benda. Yang
termasuk golongan kata kerja ini hanya kata-kata yang berawalan me- dan di-,
contoh kata kerja menyulam,diangkat berbeda dengan kata benda misalnya
sulaman dan kata sifat atau keadaan misalnya :dingin, merah, dan sebagainya.
Dalam hal ini, Alisyahbana sudah memperkenalkan afiks pembentuk kata kerja
yaitu prefiks me- dan di-.
Manurut Soetama (1976 : 32) verba ialah kata yang menyatakan tindakan
atau pengertian yang dinamis. Zain (1943 :43) yang menggunakan istilah kata
pekerjaan menyatakan bahwa verba itu ialah kata yang dapat menjawab
pertanyaan mengapa seseorang atau sesuatu, atau diapakan seseorang atau
sesuatu. Kemudian Lubis (1954 :37) mendefenisikan verba tersebut sebagai kata
yang menyatakan perbuatan atau pekerjaan. Sebagai pembanding, dikemukakan
pula pendapat Zainuddin (1985 :64) yang menyebutkan bahwa kata kerja (verba)
itu adalah kata yang di dalamnya terkandung suatu gerak atau perbuatan dalam
arti yang seluas-luasnya, atau menunjukan keadaan hasil gerak sekalian anggota
perasa, baik gerak sengaja maupun tidak disengaja. (Darwis, 1990:22).
Berdasarkan defenisi di atas, maka dapat ditegaskan bahwa secara
semantik verba itu dipahami sebagai suatu perbuatan atau pekerjaan yang
dilakukan atau mengenai si pelaku. Dengan demikian, tercakup di dalamnya apa
yang lazim disebut dengan perbuatan aktif (verba aktif). Hal ini berimplikasi
bahwa kata kerja seperti tahu, suka, ingat, (men-)duga, (men-)kira dan sebagainya
bukanlah verba karena masing-masing tidak menyatakan perbuatan atau tindakan
yang dilakukan atau mengenai seseorang atau sesuatu. (Darwis, 1990:32).
Dengan tidak mengurangi penghargaan penulis terhadap hasil-hasil studi
atau riset para pakar bahasa di atas, penulis dalam penelitian ini memiliki kriteria
morfologis yang diajukan oleh Darwowidjojo (1966 :47) yang mengatakan bahwa
verba itu dapat diberi prefiks ter- yang bermakna superlatif „paling‟ seperti halnya
adjectiva. Kemudian secara semantik penulis menerima defenisi verba menurut
Moeliono dan Darwowidjojo (1986 :76) yang mengatakan bahwa verba itu
mengandung makna dasar perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan sifat
atau kualitas. Dengan kriteria ini, kata-kata seperti suka, tahu, ingat, duga, kira,
menekan, mendesak, dan bergolak, diterima sebagai verba, bukan adjectiva.
Untuk menyatakan makna paling atau superlatif, kita tidak pernah
menggunakan bentuk-bentuk tersuka, tertahu, teringat, terduga, terkira, tertekan,
terdesak, dan tergolak. Kehadiran prefiks ter- pada contoh di atas memberikan
makna ketimbal-balikan atau komplatif maupun potensi. Kata-kata tersebut lebih
menyatakan makna keadaan yang bukan sifat atau kualitas. Hal ini dapat
dibandingkan dengan kata-kata adjectiva seperti cantik, baik, tinggi, putih, yang
mengandung makna keadaan sifat atau kualitas serta dapat disuperlatifkan dengan
prefiks ter- seperti : tercantik,terbaik, tertinggi, „paling baik‟ terputih, „paling
putih‟ (Darwis, 1990:32).
Demikian pengertian atau defenisi tentang verba yang telah dikemukakan
oleh beberapa ilmuwan bahasa.
Setelah mengetahui pengertian verba, selanjutnya akan diuraikan ciri-ciri
apa yang dimiliki oleh kelas kata tersebut. Ciri-ciri atau identitas verba ini penting
guna melihat bagaiman ciri khas yang melekat pada jenis kata ini. Adapun yang
dimaksud dengan ciri-ciri verba adalah tanda-tanda formal yang relatif tetap
menjadi identitas suatu kelas kata verba, secara ideal, ciri-ciri lengkap verba dapat
diketahui dengan mengamati bebrapa ciri atau pelaku.
1. Ciri-Ciri Verba
Adapun ciri-ciri verba dapat diketahui dan diamati melalui :
a) Perilaku morfologis
b) Perilaku sintaksis
c) Perilaku semantisnya
Namun, secara umum verba dapat diidentifikasi dan dibedakan dari
kelas kata yang lain, terutama dari adjectiva karena ciri-ciri berikut :
1. Verba memiliki fungsi sebagai predikat atau sebagai inti predikat dalam
kalimat walaupun dapat juga mempunyai fungsi yang lain.
Contoh :
a. Pencuri itu lari
b. Mereka sedang belajar di kamar.
c. Bom itu seharusnya tidak meledak.
d. Orang asing itu tidak akan suka masakan indonesia.
Bagian yang dicetak miring pada kalimat-kalimat di atas adalah
predikat, yaitu bagian yang menjadi pengikat bagian lain dari kalimat itu.
Lari, sedang belajar, tidak meledak, tidak akan suka termasuk predikat,
sedangkan belajar, meledak dan suka berfungsi sebagai inti predikat.
1) Verba mengandung makna inheren perbuatan (aksi), proses atau keadaan
yang bukan sifat atau kualitas.
2) Verba khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapat diberi prefiks ter-
yang berarti „paling‟. Verba seperti mati atau suka tidak dapat diubah
menjadi termati atau tersuka.
3) Pada umumnya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang
menyatakan makna kesangatan. Tidak ada bentuk seperti agak belajar,
sangat pergi, dan bekerja sekali meskipun ada bentuk seperti sangat
berbahaya, agak mengecewakan, dan mengharapkan sekali.
a. Ciri Morfologis
Secara morfologi verba yang berupa kata turunan dapat dikenali
dari bentuknya yang :
1. Berprefiks ber-
Berkonfiks ber-an
Berklofiks ber-an
Berklofiks ber-kan
2. Berprefiks me-
Berklofiks me-kan
Berklofiks me-i
Berklofiks memper
Berprefiks me- dan konfiks per-kan
Berprefiks me- dan berkonfiks per-i
(masing-masing dengan bentuk pasifnya berprefiks di-, berprfiks ter- dan
prefiks zero).
3. Berprefiks ter-
Berkonfiks ter-kan
Berkonfiks ter-i
4. Berprefiks se-
5. Bersufiks –kan
6. Bersufiks –i
7. Berkonfiks ke-an (di samping adanya bentuk ke-an yang berkelas
nomina).
Ciri morfologis adalah ciri yang dapat dilihat dari kata yang telah
mengalami proses morfologis, baik afiksasi, reduplikasi, maupun komposisi.
Wujud verba adalah adanya afiksasi, yaitu dengan adanya penambahan afiks
pada bentuk dasar. Bentuk dasar dapat berupa nomina, adjectiva, numeralia,
atau verba itu sendiri. Adapun bentuk afiks dapat berupa prefiks, sufiks,
konfiks, atau afiks lainnya. Contoh kata memukul yang berasal dari kata
dasar pukul yang berkelas kata verba, dan mendapat prefiks me- sehingga
membentuk kata kerja memukul.
Demikian pula kata dasar nomina, misalnya rotan mendapat
prefiks me- dapat menjadi merotan. Pada kata dasar numeralia kata satu
diberikan prefiks ber- sehingga membentuk kata kerja bersatu. Adapun
contoh verba dari afiksasi lain dapat dilihat pada kata disiksa, ditembakkan,
tertawa, menuliskan, dan sebagainya. Dengan demikian, ciri verba umumnya
berafiks me-, ber-, di-, ter-, -kan dan –i.
Adapun ciri-ciri dari proses reduplikasi yang tidak berafiks.
Contoh reduplikasi tanpa afiks dapat kita lihat pada kalimat berikut :
a. Jangan bawa-bawa nama saya dalam perkara itu!
b. Kami cuma keliling-keliling di kebun teh.
c. Jangan bongkar-bongkar lagi barang itu!
Kata kerja bawa-bawa, keliling-keliling, bongkar-bongkar, adalah
bentuk reduplikasi tanpa afiks, sedangkan verba dari bentuk reduplikasi
berafiks dapat kita lihat pada contoh berikut :
a. Anjing itu mencakar-cakar pintu rumah Pak Ali.
b. Jangan dibanting-banting barang itu.
c. Ayah tidur-tiduran di bawah pohon mangga.
Dari berapa contoh di atas, dapat dilihat adanya bentuk afiks.
Afiks-afiks tersebut membentuk verba atau kata kerja.
Ciri verba dari proses komposisi (pemajemukan) dapat kita lihat pada contoh
berikut :
a. Orang tua itu membanting tulang untuk menghidupi keluarganya.
b. Anak itu berdiam diri di dalam kamarnya.
c. Kedua anak itu berjabat tangan sebagai tanda persaudaraan.
Berdasarkan kalimat di atas, kita dapat melihat kata kerja
membanting tulang, berdiam diri, serta berjabat tangan yang merupakan kata
kerja majemuk karena di antara kata itu tidak dapat disisipi kata lain. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa komposisi atau pemajemukan adalah salah
satu proses morfologis yang dapat menghasilkan kata kerja (verba).
b. Ciri Sintaksis
Ciri sintaksis verba dapat dilihat dari perilaku sintaksis verba.
Dalam hal ini akan dilihat bagaimana hubungan verba dengan frasa, klausa
dengan kalimat. Perilaku yang dimaksud adalah dengan mengamati frasa
verbanya.
Secara sintaksis verba biasanya (malah selalu) menduduki fungsi
predikat dalam sebuah klausa, dan selalu dapat diikuti oleh frase
dengan...contoh :
1. Adik duduk dengan tenang
2. Ayah merokok dengan santai
3. Ibu menulis surat dengan pensil
1. Pengertian Frasa Verbal
Vrasa verbal ialah satuan bahasa yang terbentuk dari dua kata
atau lebih dengan verba sebagai intinya dan tidak merupakan klausa.
Dengan demikian, frasa verbal mempunyai inti dan ada kata lain yang
mendampinginya. Posisi kata yang mendampingi ini tegar sehingga tidak
dapat dipisahkan secara bebas ke posisi lain. Perlu ditegaskan bahwa
subjek, objek, dan pelengkap tidak termasuk frasa verbal.
Contoh :
a) Ibu akan memasak kue
b) Kesehatan kakek sudah membaik
c) Anak-anak itu sering makan dan minum di kantin
Pada kalimat di atas, konstruksi akan memasak, sudah membaik,
sering makan dan minum adalah frasa verbal. Intinya adalah memasak,
membaik, makan dan minum yang dihubungkan oleh kata dan.
2. Jenis-jenis Frasa Verbal
Dilihat dari segi kontruksinya, frasa verbal dapat dilihat atas
verba inti dan kata lain yang bertindak sebagai penambah arti verba
tersebut. Kontruksi seperti : akan memasak, sudah membaik, seperti ada
contoh tadi merupakan jenis frasa verbal yang berbentuk endosentris,
sedangkan frasa verbal seperti makan dan minum masing-masing
mempunyai dua verba inti yang dihubungkan kata dan. Frasa seperti ini
disebut frasa endosentrik koordinatif.
3. Frasa Endosentrik Atributif
Frasa verbal yang endosentrik atributif terdiri atas inti verba dari
pewatas (modifier) yang ditempatkan di depan atau di belakang verba inti.
Yang di depan dinamakan pewatas depan dan yang di belakang pewatas
belakang.
Salah satu kelompok kata yang dapat berfungsi sebagai pewatas
depan adalah akan, harus, dapat, bisa, boleh, suka, ingin, dan mau. Dilihat
dari segi urutannya, pewatas depan adalah akan, harus, dapat, bisa, boleh,
suka, ingin, dan mau. Lebih jelasnya pewatas dapat dilihat dalam bagan di
bawah ini :
Urutan
1 2 3
Akan Harus Dapat
Bisa
Boleh
Suka
Ingin
Mau
Hendak
Contoh dalam kalimat :
a) Pemerintah akan menerbitkan pengurusan sertifikat tanah.
b) Kami harus memeriksa semua barang yang masuk.
c) Mahasiswa dapat mengajukan permohonan cuti akademik.
d) Mereka harus dapat menyelesaikan tugas itu minggu ini.
e) Dia harus dapat menyelesaikan soal itu.
f) Ayah Andika hendak menunaikan sholat.
Dari contoh di atas kita dapat melihat bagaimana urusan pewatas
tersebut. Pewatas-pewatas demikian disebut verba bantu.
4. Frasa Endosentrik Koordinatif
Wujud frasa endosentrik koordinating sangatlah sederhana, yakni
dua verba yang digabungkan dengan memakai kata penghubung dan atau
atau.
Contoh:
a. Mereka menangis dan meratapi nasibnya.
b. Kami pergi atau menunggu dulu.
Contoh di atas memperlihatkan bahwa kalimat (a) dihubungkan
oleh kata penghubung dan, kalimat (b) dihubungkan oleh kata penghubung
atau.
Pewatas depan dan pewatas belakang pada frasa kodinatif seperti
ini memberi keterangan tambahan pada kedua verba bersangkutan dan bukan
verba yang pertama saja.
Secara sintaksis menurut Keraf (1984:84} bahwa verba dapat
diperluas dengan kelompok kata dengan+kata sifat.
Contoh :
a. Ia berjalan dengan cepat
b. Anak itu tidur dengan nyenyak
Pada kalimat di atas verbanya adalah berjalan dan tidur. Verba
ini mengalami perluasan , yaitu dengan cepat serta dengan nyenyak. Kata
cepat dan nyeyak termasuk kata sifat.
Adapun ciri sintaksis menurut Ramlan (1983:50) adalah verba
dapat diikuti frasa dengan sangat + kata sifat sebagai keterangan cara.
Contoh :
a. Adik membaca dengan sangat tenang
b. Ayah berdiri dengan sangat tegak
Dengan kalimat di atas, yang tergolong verba adalah membaca
dan berdiri. Verba ini dapat diikuti oleh frase dengan sangat tenang dan
dengan sangat tegak. Kata yang dapat mengisi di belakang pewatas kata sifat
seperti pada contoh : tenang dan tegak. Pendapat Keraf dan Ramlan. Ramlan
mengatakan bahwa verba dapat diperluas dengan kelompok kata dengan +
kata sifat, sedangkan Ramlan menggunakan istilah frasa untuk memperluas
verba dengan pola dengan sangat + kata sifat. Ramlan juga menggunakan
kata sangat di depan kata sifat. Namun, perbedaan itu tidak menjadi masalah
karena yang penting kita bisa mengetahui bahwa secara sintaksis verba dapat
mengalami perluasan dengan pola-pola di atas.
Menurut Moeliono, dkk (1988 :132-135) jika dari segi fungsinya,
verba (vrasa verba) lebih cenderung menduduki fungsi predikat. Walaupun
demikian, (frasa verba) dapat pula menduduki fungsi lain seperti subjek,
objek, keterangan, serta pelengkap. Dengan demikian, verba (frasa verba)
dapat menduduki fungsi sebagai berikut:
a. Verba (frasa verbal) berfungsi sebagai predikat
Dalam kalimat, umumnya verba berfungsi sebagai predikat atau
sebagai inti predikat.
Contoh :
1) Kaca jendela itu pecah
2) Kedua orang tuanya bertani
Dalam kalimat (1) dan (2) verbanya adalah pecah dan bertani
berfungsi sebagai predikat.
b. Verba dan frasa verba sebagai objek
Dalam kalimat berikut verba dan frasa verbal dengan
perluasannya berfungsi sebagai objek.
Contoh :
1) Dia sedang mengajarkan menari pada adik saya.
2) Dia sedang tidur lagi tanpa bantal.
Dalam kalimat (1) dan (2) di atas verba menari adalah objek dari
predikat sedang mengajarkan. Dalam kalimat (2) yang berfungsi sebagai
objek ialah verba tidur yang diikuti oleh keterangan tanpa bantal.
c. Ciri Semantik
Menurut Chaer (1989:2) semantik diartikan sebagai ilmu tentang
makna atau arti dalam bahasa, jika bahasa ini dihubungkan dengan verba
atau kata kerja, kita akan mengetahui makna apa yang dikandung oleh suatu
verba. Karena itu, kita perlu mengetahui makna atau arti yang dikandung
oleh verba atau kata kerja tersebut.
Menurut Moeliono, dkk, (1988:76) verba mengandung makna
dasar perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas
pandangan yang diberikan oleh Moeliono, dkk mengenai verba, khususnya
yang bermakna keadaan tersebut dapat kita lihat pada beberapa contoh
berikut ini :
1) Pemuda itu memanjat pohon kelapa.
2) Rika sedang tidur di kamar.
Bagian yang dicetak miring pada bagian di atas adalah predikat,
yaitu bagian yang menjadi pengikat bagian inti lain dari kaliimat itu dan
yang membawa makna pokok. Verba memanjat dan tidur mengandung
makna perbuatan. Verba seperti itu biasanya dapat menjawab pertanyaan “
Apa yang dilakukan oleh Rika dan pemuda itu? Berikut contoh verba yang
mengandung makna proses :
1) Kompor bu Ani seharusnya tidak meledak.
2) Kristal-kristal es itu telah mencair.
Verba meledak dan mencair mengandung makna dasar proses
verba seperti itu dapat menjawab pertanyaan “ Apa yang terjadi pada
subjek?” pada contoh di atas. Kita dapat bertanya, “ Apa yang terjadi pada
kompor bu Ani atau pada kristal-kristal es itu?”
Perbedaan antara kedua verba itu sangat penting diketahui karena
pertanyaan yang satu tidak dapat menjadi jawaban terhadap pertanyaan yang
lain. Kita dapat bertanya, misalnya “ Apa yang terjadi pada pemuda
itu?”demikian pula kita dapat bertanya “ Apa yang terjadi pada kompor bu
Ani?” dengan jawaban “ kompor itu meledak” Namun, tepat apabila kita
bertanya “ Apa yang terjadi pada kompor bu Ani?. Berikut ini dikemukakan
kalimat yang mengandung verba dengan makna lain.
Contoh :
1) Tamu asing itu suka masakan Indonesia.
Verba suka mengandung makna keadaan. Verba yang
mengandung makna keadaan ini harus dibedakan dengan adjectiva atau kata
sifat. Suatu ciri yang umumnya dapat membedakan keduanya adalah
terdapatnya prefiks ter- . Prefiks ter- yang berarti „paling‟ ditambahkan
pada adjectiva misalnya terdingin, berarti paling dingin, tertinggi berarti
paling tinggi, tetapi pada verba suka tidak dapat dibentuk tersuka yang
berarti paling suka.
Demikianlah ciri-ciri verba yang ditinjau dari ciri semantik. Pada
dasarnya verba dapat mengandung makna perbuatan (aksi), proses, atau
keadaan.
2. Bentuk-Bentuk Verba
Dalam bahasa Indonesia kita mengenal beberapa bentuk verba secara
umum, kita mengenal bentuk verba seperti verba asal, (verba dasar bebas) dan
verba turunan. Di samping kedua verba tersebut, dikenal juga bentuk verba
dasar seperti verba aktif, verba pasif, verba resiprokal, verba nonresiprokal,
verba reflektif, verba nonreflektif, verba telis, verba atelis, dan lain-lain.
a. Verba Asal dan Verba Turunan
Dilihat dari prosesnya, verba dibedakan atas :
a. Verba Asal
Menurut Moeliono (1988:77) verba asal adalah verba yang
dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis. Kridalaksana
(1986:49) menyebut verba asal dengan verba dasar bebas, yaitu verba
yang berupa morfem dasar bebas. Kata-kata seperti : duduk, makan,
mandi, pergi, pulang, tidur, naik, jatuh, suka, termasuk verba asal
karena verba tersebut berdiri sendiri tanpa afiks dalam kalimat.
Contoh :
1) Setelah tiba di Bone, kirim surat kemari!
2) Orang perlu tidur sekitar delapan jam sehari.
Kata tiba dan tidur dalam kalimat di atas adalah verba asal
karena berdiri sendiri tanpa afiks dalam kalimat.
b. Verba Turunan
Kridalaksana (1986:49) mengatakan bahwa verba turunan
ialah verba yang telah mengalami afiksasi, reduplikasi, gabungan
proses atau berupa paduan leksem. Menurut Kridalaksana, verba
turunan ini dapat berupa :
1) reduplikasi, seperti berjalan-jalan, pukul-memukul, makan-makan,
dan ingat-ingat.
2) Verba paduan leksem, seperti cuci mata, campur tangan, naik haji,
unjuk rasa, dan Verba ber afiks, seperti ajari, bernyanyi, menar,i
dan menjalani.
1) Verba penyebarluasan.
Tata bahasa baku Bahasa Indonesia (1988:78) membagi verba
turunan menjadi tiga subkelompok, yaitu:
a) Verba yang dasarnya adalah dasar bebas, tetapi memerlukan
afiks supaya dapat berfungsi sebagai verba, misalnya :
mendarat, berlayar, bersepeda, dan bertelur.
b) Verba yang dasarnya adalah dasar bebas yang dapat memiliki
afiks yang secara mana suka, misalnya: (mem-) baca, (mem-)
beli, dan (ter-) balik.
c) Verba yang dasarnya adalah dasar terikat dan memerlukan
afiks, misalnya : bertamu, berjumpa, menemukan dan
berjuang.
b. Verba Aktif, Verba Pasif, Verba Antraktif, Verba Antipasif
Dilihat dari segi hubungan verba dengan nomina dapat dibedakan
atas :
1. Verba Aktif
Kusno (1985:69) mengatakan bahwa verba aktif adalah verba atau
kata kerja yang berdasarkan bentuk katanya berawalan me- atau ber-
sedangkan berdasarkan fungsinya dalam kalimat, verba tersebut sebagai
predikat, yang subjeknya melakukan pekerjaan. Kata-kata seperti membaca,
menangis, memakai, berjalan, berpikir, berjualan adalah verba aktif.
Menurut Kridalaksana (1986:51), verba aktif ialah verba yang subjeknya
berperan sebagai pelaku atau penanggap. Verba ini biasanya berafiks me-,
ber- atau tanpa prefiks seperti mencintai, memaksakan, bertanam, berburu,
berpakaian, minum, makan, dan tarik.
2. Verba Pasif
Menurut Kridalaksana (1986:70) verba pasif ialah verba yang
subjeknya berperan sebagai penderita, sasaran atau hasil. Dengan kata lain,
verba pasif ialah verba yang subjeknya dikenai pekerjaan atau perbuatan.
Biasanya, verba pasif ini diawali dengan prefiks di- dan ter- atau dengan
konfiks ke-an misalnya : dimulai, ditulis, dipukul, terinjak, terjatuh,
kehujanan, dan kejatuhan.
Pada umumnya, verba pasif dapat diubah menjadi verba aktif yaitu
dengan mengganti afiksnya.
Conoh :
a) Adik disayangi Ayah Ayah menyayangi Adik
b) Meja itu diangkat oleh Adik Adik dapat mengangkat meja
3. Verba Antiaktif (Ergatif)
Verba antiaktif adalah verba pasif yang tidak dapat diubah menjadi
verba aktif dan subjeknya merupakan penanggap.
Contoh:
Kakinya terantuk batu.
4. Verba Antipasif
Verba antipasif adalah verba aktif yang tidak dapat diubah menjadi
verba pasif.
Contoh :
a) Ia haus akan kasih sayang.
b) Pak tani bertanan padi.
c. Verba Transitif dan Verba Intransitif
Dilihat dari segi banyaknya argumen, verba dapat dibagi menjadi
dua bagian yaitu:
1) Verba Transitif
Verba transitif , yakni verba yang memiliki objek. Disamping perlu
dibedakan adanya verba monotransitif, yang objeknya sebuah dan verba
bitransitif yang objeknya dua buah.
Menurut Kusno (1985:70), verba transitif atau kata kerja transitif
ialah kata kerja yang memerlukan objek langsung. Kridalaksana (1986:50)
mengatakan bahwa verba transitif ialah verba yang mempunyai makna atau
mendampingi objek. Menurur buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia
(1988:136), verba transitif ialah verba yang memerlukan nomina sebagai
objek. Kata-kata seperti menulis, membeli, membersihkan, mendirikan, dan
mencintai adalah verba transitif karena dapat diikuti oleh nomina sebagai
objeknya.
Contoh :
a) Menulis surat, membeli saham.
b) Membersihkan kamar mandi, mendirikan masjid.
c) Mencintai pekerjaan.
Berdasarkan objeknya, Kridalaksana (1986:50) dan buku Tata
Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988:136) membagi verba atas:
a) Verba monotransitif atau verba ekatransitif, yaitu verba yang mempunyai
satu objek.
Contoh : saya menulis surat
(S) (O)
b) Verba bitransitif, yaitu verba yang mempunyai dua objek
Contoh : Ibu memberi Adik kue
(S) (O tak langsung) (O langsung)
c) Verba ditransitif, yaitu verba yang objeknya tidak muncul.
Contoh : Adik sedang makan.
2) Verba Intransitif
Verba intransitif, yakni verba yang tidak mempunyai objek. biasa
juga disebut verba tak transitif, yaitu verba yang tidak memerlukan objek
langsung misalnya : menangis, meludah, berjanji, bekerja, dan bersepeda.
Menurut Kridalaksana (1986:50) verba taktransitif ialah verba yang
menghindarkan objek, sedangkan verba transitif adalah verba yang tidak
memiliki nomina di belakangnya dan dapat berfungsi sebagai objek dalam
kalimat pasif. Misalnya : bangkit, bangun, datang, mendarat, membantu,
bertelur, berduri, berguna, dan merokok. Kata-kata tersebut termasuk verba
taktransitif karena tidak diikuti oleh nomina. Kata-kata seperti berjabat tangan,
bertatap muka,bertanam jagung, memang diikuti oleh nomina tangan, muka,
dan jagung tetapi nomina-nomina itu bukanlah objek dan tidak dapat menjadi
subjek dalam kalimat pasif. Karena itu, berjabat, bertatap, bertanam, disebut
verba intransitif, sedangkan tangan, muka, dan jagung merupakan pelengkap.
d. Verba Resiprokal dan Verba Nonresiprokal
Dilihat dari interaksi antara nomina dan pendampingnya, verba dapat
dibagi atas :
1) Verba Resiprokal
Kajian tentang verba resiprokal dalam bahasa Indonesia dirasa
perlu dilakukan untuk mengetahui aneka tipe/pola verba resiprokal yangkini
tengah berkembang serta untuk mengetahui sistem morfosintaktiknya yang
menyertai proses pembentukannya. Hal itu mengingat semakin meluanya
pemakaian bentuk verba resiprokal dalam peristiwa berbahasa karena
dipandang sebagai pilihan kata yang tepat. Satu hal yang ingin dicapai oleh
penutur adalah ingin lebih mengefisienkan komunikasi dengan
mempergunakan diksi yang dipandang lebih efektif. Misalnya untuk
menginformasikan suatu kenyataan atau keadaan yang dapat ditangkap
dengan indra berdasarkan atas perilaku sosial atau suatu pertanda yang
dipandang layak kesahannya oleh sekelompok masyarakat.
Pembahasan verba resiprokal dalam buku-buku tata bahasa
biasanya ditemukan dalam pembahasan tentang afiks ber-, ber(-an), dan
makna kata ulang. Mungkin baru Kridalaksana (1986:53) yang menyatakan
verba resiprokal menjadi salah satu subkategori verba dalam bahasa
Indonesia. Alisjahbana (1986:25) dalam pembahasan makna awalan ber-
menyebutkan bahwa salah satu makna awalan ber- adalah menyatakan
saling. Misalnya : berperang, bertinju, berdamai, berjanji, berkelahi, dan
bergulat. Selanjutnya, dalam pembahasan makna kata ulang, Alisjahbana
(1986:66) mengatakan bahwa salah satu bentuk kata ulang mengandung
makna „saling‟ seperti tuduh-menuduh. Dalam bentuk tuduh menuduh
menurut Alisjahbana terdapat makna „saling menuduh‟ yaitu seseorang
menuduh yang lain dan yang lain balik menuduh orang itu.
Keraf (1980:112-117) dalam pembahasan tentang makna afiks
ber-an dan makna kata ulang menyinggung verba resiprokal. Menurut
Keraf, salah satu makna afiks ber-an ialah mengandung makna „saling‟
(timbal balik) terutama bila kata-kata itu diulang. Misalnya, berkiriman,
berkenalan, bertangisan. Pada uraian tentang makna kata ulang, Keraf
(1980:122) mengatakan bahwa ulangan pada kata kerja dapat menurunkan
makna „saling‟ atau pekerjaan yang berbalasan (timbal-balik; resiprokal),
misalnya : berpukul-pukulan, bersalam-salaman, tolong-menolong dan
tikam-menikam.
Ramlan (1985:165) menyatakan bahwa afiks ber-an mempunyai
tiga makna. Salah satu di antaranya bermakna „saling‟ seperti bersentuhan,
bertabrakan, dan berpapasan. Selanjutnya, Ramlan mengatakan bahwa
salah satu bentuk perulangan mengandung makna saling. Misalnya : pukul-
memukul, pandang-memandang, kunjung-mengunjungi, surat-menyurat,
dan dorong-mendorong.
Kridalaksna (1986:52) mengatakan bahwa verba resiprokal ialah
verba yang menyatakan perbuatan yang dilakukan oleh dua pihak, dan
perbuatan tersebut dilakukan dengan berbalasan. Kedua belah pihak terlibat
perbuatan berbalasan. Kata-kata seperti berkelahi, berperang, bersentuhan,
berpegangan, bermaaf-maafan, tolong-menolong, dan cubit-cubitan
termasuk verba resiprokal.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa verba
resiprokal itu ialah verba yang mengandung perbuatan yang dilakukan
secara berbalasan (timbal-balik) antara dua pelaku. Verba resiprokal itu
dapat juga disebut verba kesalingan karena verba itu menyatakan „saling‟.
2) Verba Nonresiprokal
Verba nonresiprokal adalah verba yang menyatakan perbuatan
tidak dilakukan oleh dua pihak dan tidak saling berbalasan.
Contoh : Adikku makan kue.
Kalimat di atas terdiri atas verba makan yang menyatakan
perbuatan yang tidak dilakukan oleh dua pihak dan tidak berbalasan.
e. Verba Reflektif dan Verba Nonreflektif
Dilihat dari sudut referensi argumennya, verba dapat dibedakan
atas :
1) Verba Reflektif
Kridalaksana (1986:63) mengatakan bahwa verba reflektif ialah
verba yang kedua argumennya mempunyai referen yang sama. Verba reflektif
ini mempunyai dua bentuk, yaitu:
a) Verba yang berfrefiks ber-, dan nominanya berpadu dengan prefiks itu.
Contoh : bercermin, bercukur, berdandan, berhias, dan berjemur.
b) Verba yang berfrefiks me-, bersufiks (-kan), dan berobjek diri.
Contoh :
a) Melarikan diri
b) Membaringkan diri
c) Memanaskan diri
2) Verba Nonreflektif
Verba nonreflektif adalah verba yang menyatakan perbuatan tidak
ditujukan untuk dirinya sendiri.
Contoh :
a) Ibu membelikan adik baju baru.
b) Polisi harus memperlancar arus lalu lintas.
c) Cocky Sitohang mendatangkan penyanyi terkenal itu.
f. Verba Kopulatif dan Verba Ekuatif
Dilihat dari sudut hubungan identitas antara argumen-argumennya,
verba dapat dibagi atas :
1) Verba Kopulatif
Verba kopulatif adalah verba yang berjabatan sebagai pengantar kata
nama sebutan. Di depan kata kopulatif ini berjabatan dengan subjek.
Contoh :
1) Rumah adalah tempat peristirahatan.
2) Kamar itu merupakan tempat peristirahatan.
2) Verba Ekuatif
Verba ekuatif adalah verba yang menggunakan ciri suatu argumen.
Contoh :
1) Pancasila terdiri atas lima sila.
2) Peraturan itu berdasarkan hukum.
Dari contoh di atas verba terdiri atas, mengungkapkan ciri bahwa
pancasila mempunyai lima sila. Begitu juga dengan verba berdasarkan
mengungkapkan bahwa peraturan itu mempunyai landasan hukum.
g. Verba Telis dan Verba Atelis
Konsep telis dan atelis dibicarakan bila verba berfrefiks me-
dipertentangkan dengan verba berfrefiks ber-. Verba atelis berfrefiks me-
sedangkan verba atelis berfrefiks ber-. Verba telis menyatakan perbuatan yang
sudah tuntas, sedangkan atelis menyatakan menyatakan perbuatan yang belum
tuntas.
Contoh :
1) Ia menukar pakaian itu (telis)
2) Ia bertukar pakaian (atelis)
h. Verba Performatif dan Verba Konstantif
1) Verba Performatif
Verba performatif adalah verba dalam kalimat yang secara langsung
mengungkapkan pertuturan yang dibuat oleh pembicara pada waktu
mengujarkan kalimat.
Contoh :
a) Dengan ini saya berjanji akan datang besok pagi.
b) Saya menyatakan janji itu dengan kesungguhan hati.
Jadi, verba berjanji dan menyatakan merupakan ungkapan yang
secara langsung dibuat oleh pembicara.
2) Verba Konstantif
Verba konstantif adalah verba dalam kalimat yang menyatakan
atau mengandung gambaran tentang suatu peristiwa.
Contoh :
a) Adik menembaki burung itu.
b) Dia menulis surat untuk adiknya.
C. Kerangka Pikir
Upaya pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia perlu dilakukan
di berbagai aspek kebahasaan, salah satu diantaranya adalah hal yang berkaitan
dengan verba resiprokal. Hal tersebut dilakukan agar permasalahan verba
resiprokal pada perkembangannya dalam harian Fajar dapat diimbangi dengan
upaya pembinaan dan pengembangan secara intensif. Dengan adanya pembahasan
mengenai verba resiprokal diharapkan tidak terjadi penyimpangan pada
penggunaan verba resiprokal dalam bahasa Indonesia. Untuk menyelesaikan
pokok-pokok permasalahan tersebut, dilakukan beberapa kajian masalah, yaitu
bagaimana bentuk-bentuk verba resiprokal dan bagaimana bentuk penyimpangan
dalam masalah penggunaan verba resiprokal pada harian Fajar.
Bagan Kerangka Pikir
VERBA RESIPROKAL
Bentu-bentuk
verba resiprokal
Struktur penggunaan
Temuan
Tulis
Kata saling di depan
berafiks ber-an
Harian Fajar edisi
Februari 2018
Bentuk-bentuk
penyimpangan dan
penggunaan verba
resiprokal
Analisis
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan berdasarkan fakta yang ada, sehingga
yang dihasilkan atau yang dicatat berupa perian bahasa yang sifatnya apa adanya.
Selain itu penelitian deskriptif menandai pada hasil penelitian yang bersangkutan
dengan sikap atau pandangan peneliti terhadap ada dan tidaknya penggunaan
bahasa, tahap demi tahap (Sudaryanto, 1988:62-63). Penelitian ini bersifat
deskriptif, yaitu menampilkan butir-butir kata yang termasuk kata verba resiprokal
pada harian Fajar.
Langkah-langkah dalam metode deskriptif yang digunakan adalah
penyediaan data, yaitu data berupa koran harian Fajar edisi Februari tahun 2018.
Setelah itu dilakukan pembacan terhadap objek penelitian untuk menemukan data-
data yang berupa verba resiprokal. Setelah itu melakukan pengumpulan data
dengan pencatatan. Setelah pencatatan dilakukan pengkategorisasian data sesuai
dengan kriteria yang ditetapkan dan dilakukan analisis berdasarkan teori yang ada.
Langkah terakhir adalah membuat kesimpulan.
B. Sumber Data
Dalam penulisan ini yang menjadi sumber data adalah penggunaan
verba resiprokal yang terdapat pada harian Fajar. Hal ini telah ditemukan dari
berbagai sumber berupa bentuk verba resiprokal lebih dahulu diuraikan dengan
39
menerangkan makna yang ditimbulkan beserta dengan kaidah pemakaiannya,
tanpa memperhatikan apakah bentuk verba resiprokal itu secara morfologi benar
atau salah. Dengan demikian, dalam menggunakan teknik deskriptif, penulis
melukiskan atau menggambarkan apa adanya dalam menganalisis data yang
diperoleh dalam penelitian.
C. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data merupakan hal yang paling penting. Untuk
itu, diperlukan data yang lengkap dan diperlukan metode pengumpulan data, yaitu
metode pengumpulan data dan metode analisis data, adapun penulis gunakan
dalam tahap pengumpulan data adalah sebagai berikut :
1. Penelitian Pustaka
Penelitian pustaka dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan
cara membaca/menelaah sejumlah literatur dan hasil penelitian yang berhubungan
dengan verba respirokal dalam bahasa Indonesia. Penelitian pustaka ini penting
dilakukan sebagai upaya untuk memperoleh landasan teori yang akan digunakan
dalam pembahasan tentang verba respirokal bahasa Indonesia.
2. Penelitian lapangan
Penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer tentang
verba repirokal dalam bahasa Indonesia. Untuk memperoleh data primer,
digunakan beberapa teknik pengumpulan data. Teknik ini adalah suatu cara yng
dilakukan dengan mencatat semua fakta tentang verba respirokal yang ditemukan
melalui bacaan atau buku-buku (penelitian lapangan). Terutama untuk mencatat
penggunaan verba respirokal sumber data. Untuk keperluan tersebut maka,
disiapkan buku catatan khusus. Dalam buku inilah terdapat data berkaitan dengan
penggunaan verba respirokal yang telah dicatat selanjutnya data tersebut
dituliskan ciri/tipe atau aspek yang dijadikan pusat penelitian.
a) Teknik Observasi
Penelitian di lapangan untuk menjaring data primer. Dari penelitian
lapangan ini, penulis telah mendapatkan beberapa data dari sumber tertulis seperti
pada beberapa surat kabar harian di kota Makassar.
Sejalan dengan hal itu, untuk mendapatkan data yang objektif dalam
penulisan ini, digunakan metode observasi. Obserasi bukan hanya melihat,
mengamati akan tetapi, observasi adalah pemilihan, pengubahan, pencatat dan
pengkodean serangkaian perilaku dan suasana sesuai dengan tujuan-tujuan
empiris.
b) Teknik catat
Teknik catat adalah mencatat semua data yang diperoleh atau yang telah
ditemukan sebelumnya. Mencatat bentuk-bentuk penggunaan verba respirokal
bentuk penyimpangannya harian Fajar.
c) Teknik dan Dokumentasi
Setelah menemukan bentuk-bentuk respirokal dalam harian Fajar, data
kemudian dimasukkan dalam kartu data yang telah disiapkan sebelumnya. Hal ini
akan memudahkan penulis, apabila sewaktu-waktu membutuhkan kembali data
tersebut
D. Teknik Analisis Data
Analisis dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis deskriptf.
Analisis deskriptif yang dimaksud yakni mendeskripsikan bentuk penyimpangan
verba resiprokal.adapun langkah-langkahnya sebagai berikut.
1. Data yang terkumpul diidentifikasi berdasarkan bentuk verba resiprokal, yang
telah ditentukan dalam penelitian ini.
2. Mencocokkan data dengan teori yang terdapat dalam penelitian ini dengan
cara analisis penanda morfologi dan konteks kalimat yang ada pada harian
Fajar tersebut. Data yang tidak sesuai dengan kriteria penelitian kemudian
direduksi.
3. Data yang dianggap memenuhi kriteria tersebut kemudian dianalisis sesuai
dengan keabsahan penelitian dan pengetahuan keabsahan peneliti.
4. Data yang telah dianalisis di atas kemudian diklasifikasikan secara urut
berdasarkan bentuk penyimpangan verba resiprokal pada harian Fajar.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Pada bagian hasil analisis data dibahas tentang identifikasi data,
klasifikasi data, dan kesimpulan data dibahas berikut ini.
1) Identifikasi data
Verba resiprokal adalah verba yang menyatakan perbuatan yang dilakukan
secara berbalasan (timbal-balik) antara dua pelaku. Verba resiprokal dalam harian
Fajar yang terbit pada Februari 2018. Ditemukan 27 verba resiprokal. Verba
resiprokal tersebut menjadi data dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut.
1. Dalam hal ini ibu berperan penting memberikan contoh kepada anak, karena
ibu adalah wanita pertama yang dicintai.(Fajar, 2018 : 2)
2. Karena itu, pihaknya ingin timnya bisa bermain pada hari senin, kamis ataupun
sabtu. (Fajar, 2018 : 2)
3. Kami tahu. Tetapi kami tidak kalah sebelum bertanding,”kata Cristhope
Galtier. (Fajar, 2018: 2)
4. Aku kan anak yang kuat, jawabnya sambil berjalan menuju kamar (Fajar,
2018: 2)
5. Penampilan seni bela diri Taichi, berkenalan, makanan Tionghoa, serta gim.
(Fajar, 2018: 2)
6. Agus Arifin Nu‟mang bersalaman semua anggota dewan yang hadir.
(Fajar,2018: 2)
43
7. Marcus akan berhadapan dengan wakil Thailand, Tinn Isriyanet/Kittisak
Namdash.(Fajar,2018: 2)
8. Karena hidup bertetangga tentu harus saling membantu dan menolong. (Fajar,
2018 :2)
9. Seluruh rakyat berjuang untuk saling merebut hak bangsa yang diambil oleh
penjajah. (Fajar, 2018 : 2)
10. Setelah sampai di puncak gunung, mereka tampak takjub dan saling
mengamati kuasa akan ciptaan tuhan. (Fajar, 2018 : 2)
11. Para murid kelompok bermain Sawerigading terlihat serius saling
mendengarkan arahan para pengajar. (Fajar, 2018 : 2)
12. Melihat ia saling melemparkan kata-kata sundal yang tak patut
dikeluarkan.(Fajar, 2018: 2)
13. Menghadapi persoalan seperti ini, kita harus saling merencanakan
pengelolaan bisnis media cetak. (Fajar, 2018: 2)
14. Samosir mengatakan, hotel berlomba-lomba menawarkan berbagai inovasi.
(Fajar, 2018: 2)
15. Kita tonton layaknya sebuah sinetron yang bisa disiarkan, diputar tanpa harus
dicegah? Budaya hukum Pancasila tidak berpandang-pandangan demikian.
(Fajar, 2018: 2)
16. Jika biasanya, setiap ada operasi, terjadi aksi kejar-kejaran. (Fajar, 2018: 2)
17. Hanya masalah sepele, dua warga Bajoe, Bone baku tikam di tengah sawah.
18. Mahasiswa Fakultas Teknik UMI terlibat baku pukul dengan mapala UMI.
19. Para penggawa yang berada dalam skuat bernilai 279,9 juta euro atau
Rp4.657.342.759.083 bermain kompak. (Fajar, 2018: 2)
20. Untuk merekrut pemain naturalisasi itu, iya harus bersaing dengan Sriwijaya
FC yang juga kembali mengincarnya. (Fajar, 2018:2)
21. Tim putri Indonesia akan berhadapan dengan tim Tiongkok di pertandingan
kedua penyisihan grup Z. (Fajar, 2018:2)
22. Dengan terampilnya putri Emmilia Contessa ini mengajak para tamu saling
berdialog dalam bahasa Makassar.(Fajar, 2018: 2)
23. Mereka cenderung merasa kesulitan saling berkomunikasi dengan teman,
pacar bahkan keluarga. (Fajar, 2018: 2)
24. Mereka saling berhadapan dengan polisi, tentara, kelompok “klu-klu-klan”
bahkan para turis dari berbagai negara. (Fajar, 2018: 2)
25. Kedua pihak saling serang-menyerang satu sama lain (Fajar, 2018: 2)
26. mulai angkatan kerja, kesehatan lingkungan, sosial, dan terakhir masalah
ekonomi, semuanya saling tarik-menarik. (Fajar, 2018: 2)
27. Mahasiswa Fakultas Teknik UMI terlibat baku pukul dengan mapala UMI.
2) Klasifikasi Data
Data berupa verba resiprokal yang ditemukan dalam penelitian ini
diklasifikasikan dalam beberapa kelompok yaitu, bentuk verba resiprokal, struktur
penggunaan verba resiprokal, dan penyimpangan penggunaan verba resiprokal.
1. Bentuk Verba Resiprokal
Verba resiprokal adalah verba yang menyatakan perbuatan yang
dilakukan secara berbalasan (timbal-balik) antara dua pelaku. Dilihat dari segi
bentuknya, verba resiprokal memiliki empat bentuk dengan berbagai variasinya,
yaitu :
1. (ber) + Verba dasar + (-an) disingkat ber- VD-an
2. Kata saling + verba berafiks
3. Verba bentuk reduplikasi
4. Kata baku + verba dasar disingkat baku + VD
Keempat macam bentuk verba resiprokal tersebut akan dijelaskan di
bawah ini :
1. Verba Resiprokal Bentuk ber + Verba Dasar (VD) + (-an)
Verba resiprokal bentuk ber + verba dasar + (-an) ini dapat dijabarkan
menjadi dua macam bentuk, yaitu :
a. Bentuk ber + VD
b. Bentuk ber + VD+an
Verba resiprokal yang berbentuk ber-VD adalah verba dasar yang
mempunyai sifat resiprokal dan mendapat afiks ber sehingga ditulis berurutan,
yaitu ber-verba dasar atau disingkat ber-VD.
Contoh : peran berperan
Main bermain
Tarung bertarung
Bentuk kata seperti bertemu, bermain, bercerai dan bertanding merupakan
verba resiprokal karena kata-kata tersebut mengandung makna perbuatan yang
dilakukan secara berbalasan (timbal-balik) antara dua pelaku. Makna resiprokal
itu akan lebih jelas bila kata-kata tersebut digunakan dalam kalimat. Perhatikan
penggunaan kata berperan, bercerai dan berpisah dalam kalimat berikut ini :
1. Dalam hal ini ibu berperan penting memberkan contoh kepada anak, karena
ibu adalah wanita pertama yang dicintai(Fajar, 2018 : 2)
2. Karena itu, pihaknya ingin timnya bisa bermain pada hari senin, kamis
ataupun sabtu. (Fajar, 2018 : 2)
3. Kami tahu. Tetapi kami tidak kalah sebelum bertanding,”kata Cristhope
Galtier. (Fajar, 2018: 2)
4. Aku kan anak yang kuat, jawabnya sambil berjalan menuju kamar (Fajar,
2018: 2)
Kata berperan, bermain, berjalan dan bertanding dalam kalimat 1,2,dan 3
mengandung makna perbuatan yang dilakukan secara timbal-balik antara dua
pelaku.
Verba berafiks ber- tidak semua mengandung makna resiprokal. Kata-kata
seperti bersama, berserak, bertukar tidak memiliki makna resiprokal.
Contoh :
Bersama bermakna berdua atau lebih dari satu orang
Berserak bermakna berhamburan
Bertukar bermakna berganti
Berdasarkan makna kata-kata tersebut, jelaslah bahwa verba berafiks ber
seperti di atas tidak memiliki makna resiprokal. Artinya perbuatan bersama,
berserak, dan bertukar tidak dilakukan secara berbalasan antar dua pelaku,
melainkan perbuatan tersebut dilakukan oleh seorang pelaku.
Verba resiprokal bentuk ber- VD- an, maksudnya verba dasar tersebut
belum memiliki makna atau tidak mengandung makna resiprokal, tetapi verba
tersebut akan mengandung makna resiprokal apabila sudah mengalami proses
morfologis dengan mendapat afiks ber-an. Kata-kata seperti kenal, damping,
salam, pasang, hadap, ganti, tukar dan kirim sebenarnya belum mengandung
makna resiprokal, tetapi akan bermakna resiprokal setelah mendapat afiks ber-an
atau ber-VD-an.
Contoh :
Berkenalan „saling mengenal‟
Bersalaman „saling menyalami‟
Berhadapan „saling menghadap‟
Makna resiprokal pada kata-kata tersebut di atas akan lebih jelas bila
digunakan dalam sebuah kalimat. Untuk lebih jelasnya perhatikan penggunaan
kata berkenalan, bersalaman, dan berhadapan dalam kalimat berikut :
1. Penampilan seni bela diri Taichi, berkenalan, makanan Tionghoa, serta gim.
(Fajar, 2018: 2)
2. Agus Arifin Nu‟mang bersalaman semua anggota dewan yang hadir.
(Fajar,2018: 2)
3. Marcus akan berhadapan dengan wakil Thailand, Tinn Isriyanet/Kittisak
Namdash.(Fajar,2018: 2)
Kata berkenalan, bersalaman dan berhadapan dalam kalimat di atas
merupakan verba resiprokal karena kata-kata tersebut mengandung makna
perbuatan yang dilakukan secara berbalasan.
a. Verba Resiprokal Bentuk Saling + Verba Berafiks
Verba resiprokal bentuk saling + verba berafiks ini dapat dijabarkan
menjadi :
1. Saling- meng- VD
2. Saling meng – VD-i
3. Saling meng – VD- kan
Ketiga bentuk verba resiprokal tersebut akan dijelaskan di bawah inoi :
1. Hadap „saling menghadap‟
Ancam „saling mengancam‟
Rebut „saling merebut‟
2. Amat „saling mengamati‟
Pandang „saling memandangi‟
3. Dengar „saling mendengarkan‟
Hancur „saling menghancurkan‟
Rencana „saling merencanakan‟
Verba berafiks meng-VD, meng-VD-i dan meng-VD-kan seperti
mengancam, merebut, mengamati, memandangi, mendengarkan, memberikan dan
merencanakan belum mengandung makna resiprokal. Untuk mendapatkan makna
resiprokal maka di depan verba berafiks tersebut harus ditambahkan kata saling.
Setelah menambahkan kata saling kata tersebut baru bermakna resiprokal. Contoh
penggunaan dalam kalimat antara lain :
1. Karena hidup bertetangga tentu harus saling membantu dan menolong.
(Fajar, 2018 :2)
2. Seluruh rakyat berjuang untuk saling merebut hak bangsa yang diambil oleh
penjajah. (Fajar, 2018 : 2)
3. Setelah sampai di puncak gunung, mereka tampak takjub dan saling
mengamati kuasa akan ciptaan tuhan. (Fajar, 2018 : 2)
4. Para murid kelompok bermain Sawerigading terlihat serius saling
mendengarkan arahan para pengajar. (Fajar, 2018 : 2)
5. Melihat ia itu saling melempar kata-kata sundal yang tak patut
dikeluarkan.(Fajar, 2018: 2)
6. Menghadapi persoalan seperti ini, kita harus saling merencanakan
pengelolaan bisnis media cetak. (Fajar, 2018: 2)
Kata membantu, merebut, mengamati, memandangi, mendengarkan,
memberikan,melempar dan merencanakan belum memiliki makna resiprokal.
Oleh karena itu, di depan kata-kata tersebut harus ditambahkan kata „saling‟ untuk
mendapatkan makna resiprokal. Jika kata-kata tersebut ditinggalkan dari
konteksnya, kalimat-kalimat tersebut tidak lagi mengandung makna resiprokal.
Oleh karena itu, di depan kata-kata tersebut harus ditambahkan kata „saling‟ di
depan kata-kata tersebut ditinggalkan dari konteksnya, kalimat-kalimat itu tidak
lagi mengandung makna resiprokal.
Perhatikan kalimat-kalimat tanpa kata saling di bawah ini :
(1a) Karena hidup bertetangga tentu harus membantu dan menolong. (Fajar,
2018: 2)
(2a). Pemain Chili tampak merebut bola di menit-menit terakhir pertandingan.
(Fajar, 2018: 2)
(3a). Setelah sampai di puncak gunung, mereka tampak takjub dan mengamati
kuasa akan ciptaan tuhan. (Fajar, 2018: 2)
(4a).Para murid kelompok bermain Sawerigading terlihat serius mendengarkan
arahan para pengajar. (Fajar, 2018: 2)
(5a). Melihat ia itu melemparkan kata-kata sundal yang tak patut dikeluarkan.
(Fajar, 2018: 2)
(6a).Menghadapi persoalan seperti ini, kita harus saling merencanakan
pengelolaan bisnis media cetak. (Fajar, 2018: 2)
Dengan meninggalkan kata saling yang digunakan di depan meng- VD,
meng-VD-i, dan meng-Vd-kan dalam kalimat (7) sampai (12), maka kalimat (7a)
sampai (12a) jelas tidak lagi mengandung makna resiprokal sebab kata saling
sebagai penanda makna resiprokal tidak dipakai dalam kalimat (7a) sampai (12a).
Kesimpulannya, untuk mendapatkan makna resiprokal, kata saling harus
digunakan di depan kata meng-VD, meng-VD-i, dan meng-VD-kan. Apabila tidak
menggunakan kata saling di depan verba seperti itu jelas tidak akan menghasilkan
kalimat yang bermakna resiprokal.
b. Verba Resiprokal Bentuk Reduplikasi
Reduplikasi atau pengulangan kata merupakan salah satu cara untuk
mendapatkan makna resiprokal. Maksudnya, makna resiprokal dalam bahasa
Indonesia dapat dihasilkan dengan pengulangan kata. Hal ini sesuai dengan
makna kata ulang atau pengulangan kata, adalah mengandung makn resiprokal.
Kata ulang yang mengandung makna resiprokal dalam bahasa Indonesia
memiliki tiga bentuk yaitu :
1. Verba dasar – meng-verba + bentuk ulang (reduplikasi) disingkat VD-meng
– VR.
2. Kata ber-verba reduplikasi-an, disingkat ber-VR-an.
3. Verba dasar – verba reduplikasi – an disingkat VD-VR-an
Ketiga bentuk reduplikasi yang bermakna resiprokal itu diberikan contoh
sebagai berikut :
1. Tuding tuding-menuding „saling menuding‟
Belajar suap-menyuap „saling menyuap‟
2. Berpandangan berpandang-pandangan „saling memandang‟
Berhadapan berhadap-hadapan „saling berhadapan‟
3. Kejar kejar-kejaran „saling berkejaran‟
Ganti ganti-gantian „saling bergantian‟
Bentuk perulangan dalam contoh (1), (2), dan (3) di atas mengandung
makna resiprokal atau makna perbuatan yang dilakukan secara berbalasan antara
dua pelaku. Makna resiprokal itu akan lebih jelas bila digunakan antara dua
pelaku. Makna resiprokal itu akan lebih jelas bila digunakan dalam kalimat.
Untuk lebih jelasnya mari kita perhatikan kalimat-kalimat di bawah ini :
1. Samosir mengatakan, hotel berlomba-lomba menawarkan berbagai
inovasi. (Fajar, 2018: 2)
2. Kita tonton layaknya sebuah sinetron yang bisa disiarkan, diputar tanpa
harus dicegah? Budaya hukum Pancasila tidak berpandang-pandangan
demikian. (Fajar, 2018: 2)
3. Jika biasanya, setiap ada operasi, terjadi aksi kejar-kejaran. (Fajar, 2018:
2)
Kata berlomba-lomba, berpandang-pandangan, merupakan bentuk ulang
bermakna „saling‟. Bentuk ulang tuding-menuding bermakna saling berlomba dan
bentuk ulang berpandang-pandangan bermakna „saling memandang‟.
Kata berhadap-hadapan, kejar-kejaran, dan ganti-gantian merupakan
verbaresiprokal bentuk reduplikasi atau bentuk ulang yang bermakna „saling
berhadapan‟ dan bentuk kejar-kejaran bermakna „saling mengejar‟.
c. Verba Reduplikasi Bentuk Baku + Verba Dasar
Verba resiprokal bentuk ini adalah verba resiprokal yang didahului kata
baku dan diikuti verba dasar. Kata baku yang diikuti verba dasar. Kata baku yang
diikuti verba dasar ini akan menghasilkan verba resiprokal atau verba dengan
makna „saling‟.
Kata baku bermakna „saling‟
Contoh :
1. Baku pukul
2. Baku tikam
Contoh di atas dapat dilihat bahwa kata baku diikuti oleh verba dasar
seperti pukul dan tikam sehingga terbentuk verba resiprokal : baku pukul dan
baku tikam. Kata-kata tersebut mengandung makna saling. Makna saling itu akan
lebih jelas apabila digunakan dalam kalimat. Brikut ini adalah contoh kalimat-
kalimat yang menggunakan kata baku.
1. Hanya masalah sepele, dua warga Bajoe, Bone baku tikam di tengah
sawah.
2. Mahasiswa Fakultas Teknik UMI terlibat baku pukul dengan mapala UMI.
Kata baku pukul dan baku tikam di atas merupakan verba resiprokal sebab
kata tersebut mengandung makna „saling‟. Bentuk baku pukul bermakna saling
memukul dan bentuk kata baku tikam bermakna saling menikam. Makna yang
demikian itu terdapat pula pada kata-kata berikut:
Baku hantam bermakna „saling menghantam‟
Baku lempar bermakna „saling melempar‟
Baku tendang bermakna „saling menendang‟
Baku tuding bermakna „saling menuding‟
d. Struktur Penggunaan Verba Resiprokal
Verba resiprokal dalam sebuah kalimat sangat ditemukan oleh kata
tertentu di depan kata dasar. Berdasarkan data yang terkumpul, penggunaan verba
dengan makna resiprokal dalam sebuah kalimat selalu didahului dengan kata atau
frasa yang mengandung makna resiprokal. Untuk lebih jelasnya ditampilkan
beberapa contoh penggunaan kata/frasa yang mengandung makna resiprokal
tersebut, yang dikutip dari Harian Fajar.
1. Para penggawa yang berada dalam skuat bernilai 279,9 juta euro atau
Rp4.657.342.759.083 bermain kompak. (Fajar, 2018: 2)
2. Untuk merekrut pemain naturalisasi itu, iya harus bersaing dengan
sriwijaya FC yang juga kembali mengincarnya. (Fajar, 2018:2)
3. Tim putri Indonesia akan berhadapan dengan tim Tiongkok di
pertandingan kedua penyisihan grup Z. (Fajar, 2018:2)
Dalam kalimat di atas terdapat verba bermakna resiprokal, yaitu bermain,
bersaing, dan berhadapan. Kata-kata tersebut mengandung makna perbuatan yang
dilakukan secara berbalasan antara dua pelaku. Dalam kalimat-kalimat di atas
penggunaan verba tersebut selalu didahului oleh kata-kata atau frasa yang
mendukung makna resiprokal.
Penggunaan kata berhadapan dalam kalimat (20) didahului oleh kata dua tim
teratas sebagai pelaku perbuatan berhadapan. Penggunaan kata dua tim teratas
mempunyai hubungan semantik dalam struktur kalimat dengan menggunakan kata
berhadapan yang bermakna perbuatan yang dilakukan secara berbalasan antar
pelaku dua tim teratas.
Kalimat bermain dan bersaing juga bermakna resiprokal, yaitu perbuatan
yang dilakukan secara berbalasan. Dengan kata lain secara struktur, penggunaan
kata bermain dan bersaing menuntut kata dua tim dan konsumen sebagai pelaku
perbuatan yang lebih dari satu orang.
3. Penyimpangan Penggunaan Verba Resiprokal
Dalam surat kabar, verba resiprokal sering ditemukan penggunaannya
secara tidak tepat. Maksudnya, penggunaan verba resiprokal menyimpang dari
kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bentuk penyimpangan penggunaan
verba resiprokal ini dapat berupa
a. Penggunaan kata saling di depan verba resiprokal berafiks ber-an, seperti
saling berhadapan, saling bersaing, saling memukul.
b. Penggunaan kata saling di depan bentuk ulang yang bermakna saling
seperti saling tembak-menembak, saling tarik menarik. Penyimpangan
penggunaan verba resiprokal seperti itu sering ditemukan dalam
penggunaan bahasa surat kabar.
Kedua bentuk penyimpangan tersebut akan dijelaskan satu persatu di
bawah ini :
a. Penggunaan kata ‘saling’ di depan verba resiprokal bersufiks (ber-an)
Kata-kata seperti berpandangan, berpasangan, berhadapan, dan berkenalan
termasuk verba resiprokal karena kata-kata tersebut sudah mengandung makna
saling. Kata berpandangan bermakna saling memandang, berkenalan bermakna
saling mengenal, berhadapan bermakna saling menghadap. Kata-kata tersebut
sudah mengandung makna saling maka di depan kata-kata tersebut tidak perlu lagi
ditambahkan kata saling.
Dalam penelitian ini penulis menemukan beberapa kalimat yang
menggunakan verba resiprokal yang menyimpang dari kaidah bahasa Indonesia.
a. Dengan terampilnya putri Emmilia Contessa ini mengajak para tamu
saling berdialog dalam bahasa makassar.(Fajar, 2018: 2)
b. Mereka cenderung merasa kesulitan saling berkomunikasi dengan teman,
pacar bahkan keluarga. (Fajar, 2018: 2)
c. Mereka saling berhadapan dengan polisi, tentara, kelompok “klu-klu-
klan” bahkan para turis dari berbagai negara. (Fajar, 2018: 2)
Dalam kalimat di atas terdapat kata berdialog, berkomunikasi, dan
berhadapan. Kata-kata tersebut termasuk verba resiprokal karena masing-masing
mengandung makna perbuatan yang dilakukan secara berbalasan oleh dua pelaku
atau lebih. Namun, kalimat di atas jelas menyimpang dari kaidah bahasa
Indonesia sebab penggunaan kata saling di depan kata berdialog, berkomunikasi,
dan berhadapan bersifat pemborosan kata.
b. Menggunakan kata saling di depan bentuk ulang yang bermakna saling
Untuk menyatakan bahwa perbuatan itu dilakukan oleh dua pihak dan
saling mengenal. Dalam bahasa Indonesia digunakan kata ulang, dengan kata lain
pengulangan itu dilakukan untuk menyatakan makna „saling‟. Kata ulang seperti
belajar-mengajar, serang-menyerang, harga-menghargai, tarik-menarik,
berfungsi untuk menyatakan makna saling yaitu saling mengajar, saling
menghargai, saling menarik.
Pada bagian ini, pembicaraan difokuskan pada penggunaan bentuk ulang
bermakna „saling‟ di belakang kata saling. Maksud kata „saling‟ itu digunakan
secara bersamaan dengan bentuk ulang yang bermakna saling. Misalnya
penggunaan bentuk ulang yaitu :
1. Saling serang-menyerang
2. Saling harga-menghargai
3. Saling tarik-menarik
Dalam kalimat sepeti itu, terdapat dua kata yang sama maknanya, dan
kedua kata tersebut dipakai sekaligus. Untuk memenuhi penggunaan bahasa
Indonesia yang baik dan benar, penggunaan dua kata yang mempunyai makna
yang sama secara sekaligus tidak digunakan lagi.
Pada media massa, penggunaan kata „saling‟ masih banyak ditemukan
seperti pada contoh :
1. Ayah pernah kena getahnya saat ingin memisahkan perawan tua itu yang
sedang beradu mulut dengan tetanggaku yang lain, ia saling mencaci-
maki. (Fajar, 2018: 2)
2. Saling hina-dina musabahnya aku pun tak tahu pasti. (Fajar, 2018: 2)
Dalam kalimat (1) dan (2) terdapat kesalahan bentuk ulang yang sudah
bermakna saling. Bentuk ulang yang dimaksud adalah caci-maki dan hina-dina.
Semua bentuk ulang tersebut mengandung makna saling yaitu saling caci dan
saling hina.
Penggunaan kata saling diikuti bentuk ulang seperti pada kalimat di atas
termasuk penggunaan yang berlebihan. Penggunaan yang sesuai kaidah bahasa
Indonesia yang baik dan benar, cukup dipilih salah satunya yaitu caci-maki atau
saling mencaci.
Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh kalimat tersebut :
(1a). ia mencaci tetangga yang lain
(1b). ia saling mencaci-maki tetangga yang lain
(1c). Ia saling mencaci tetangga yang lain
Dalam kalimat (1a) dan (1b) terdapat penggunaan bentuk ulang
yang bermakna saling menyerang. Penggunaan bentuk ulang bermakna saling
dibelakang in kata saling seperti dalam kalimat (1b) termasuk penggunaan
kata yang berlebihan.
Seperti contoh kalimat di bawah ini :
1. Mereka tampak saling bergantian mengambil gambar.(Fajar, 2018: 2)
2. Karena memaksa masuk, maka terjadilah saling dorong-mendorong
dengan petugas. (Fajar, 2018: 2)
Penggunaan bentuk ulang saling bergantian dalam kalimat (26) dan (27),
saling dorong-mendorong mengandung makna saling bergantian dan saling
mendorong. Meskipun demikian, di depan kedua bentuk ulang tersebut, masing-
masing terdapat kata saling yang digunakan secara sekaligus, dengan bentuk
ulang yang telah bermakna resiprokal.
Jadi jelas bahwa kata-kata yang telah mengandung makna saling di depan
kata-kata tersebut tidak perlu lagi didahului kata saling karena kata-kata tersebut
telang mengandung makna perbuatan yang dilakukan oleh dua pelaku atau lebih.
Contoh :
(1a). Mereka tampak bergantian mengambil gambar
(2a).Karena memaksa masuk, maka terjadilah dorong-mendorong dengan petugas.
(2b). Karena memaksa masuk, maka terjadilah saling mendorong dengan petugas.
B. Pembahasan Data
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti terhadap bentuk,
penggunaan, dan penyimpangan verba resiprokal pada harian Fajar, secara
keseluruhan jumlah verba resiprokal terdapat dua puluh tujuh verba resiprokal
yang diperoleh. Ditemukan sembilan belas bentuk verba resiprokal, empat
penggunaan verba resiprokal, dan empat penyimpangan verba resiprokal pada
harian Fajar Februari 2018.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Septi Priyatiningsih (2010) dengan
judul “ verba resiprokal bahasa Jawa pada rubrik majalah Penjebar Semangat
2010” Septi Priyatiningsih menguraikan tentang bentuk dan makna verba
resiprokal.
Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama mengkaji verba
resiprokl dalam bidang morfologi. Sedangkan perbedaannya hanya pada objek
yang diteliti, pada penelitian ini menggunakan koran harian Fajar sedangkan Septi
Priyatiningsing adalah majalah Penjebar semangat.
Skripsi yang dijadikan sebagai acuan di atas, peneliti juga
menggunakan pandangan dari pakar bahasa. . Chaer (2008: 3) berpendapat bahwa
morfologi merupakan ilmu bentuk-bentuk dan pembentukannya. Dan Darwis
(2012: 41) berdasarkan perilaku morfologinya, verba bahasa Indonesia mula-mula
dibagi menjadi dua subkategori besar, yaitu (1) verba dasar dan (2) verba
bentukan.Verba dasar itu adalah verba pangkal yang belum mengalami proses
morfologis manapun, sedangkan verba bentukan itu adalah pangkal yang telah
mengalami proses morfologi afiksasi, reduplikasi dan pemajemukan (komposisi).
Dengan adanya satu tulisan skripsi dan pendapat beberapa pakar yang telah
disebutkan di atas, dapat menjadi bahan acuan sebagai penulis untuk menganalisis
bentuk, penggunaan, dan penyimpangan verba resiprokal pada harian Fajar.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Penulis telah membahas bentuk, strukrtur dan penggunaan verba
resiprokal dalam bahasa Indonesia, penulis akan menyimpulkan beberapa hal
yang berkaitan dengan bentuk, struktur, dan penggunaan verba resiprokal
tersebut. Simpulan mengenai verba resiprokal ini akan dilengkapi dengan sarana
yang menjadi bahan masukan sehubungan dengan penggunaan verba resiprokal
dalam bahasa Indonesia. Setelah dianalisis data mengenai verba resiprokal dalam
kalimat bahasa Indonesia, penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Verba resiprokal terdiri atas tiga bentuk, yaitu :
a. Verba resipokal bentuk ber-VD (-an)
b. Verba resiprokal bentuk saling + verba berafiks, yang dijabarkan lagi atas
verba resiprokal bentuk saling + meng – VD, saling + meng- VD-i dan
salig + meng- VD – (-kan).
c. Verba resiprokal bentuk reduplikasi, yang dapat dijabarkan lagi atas VD-
meng-VR, ber-VR-an, dan VD-VR-an.
2. Struktur penggunaan verba resiprokal menuntut adanya pelaku perbuatan
yang lebih dari satu orang, dan perbuatan itu dilakukan secara bersama-sama
dalam waktu yang bersamaan. Penggunaan verba resiprokal harus
memperhatikan siapa dan beberapa orang/pihak yang menjadi subjek atau
pelaku perbuatan dalam kalimat. Penggunaan verba resiprokal yang didahului
62
pelaku perbuatan yang mengacu pada satu orang akan menghasilkan kalimat
yang tidak efektif.
3. Penyimpangan yang terjadi dalam penggunaan verba resiprokal dapat terjadi
karena :
a. Penggunaan kata „saling‟ di depan verba resiprokal yang berafiks ber-an.
b. Penggunaan kata saling di depan verba resiprokal bentuk ulang yang sudah
bermakna saling.
4. Penggunaan verba resiprokal berafiks ber- an dan bentuk ulang yang
mengandung makna resiprokal secara sekaligus dengan kata saling dalam
kalimat termasuk penggunaan yang berlebih-lebihan atau penggunaan yang
besifat pleonastis.
5. Penggunaan kata saling di depan verba resiprokal berafiks ber-an atau di
depan bentuk ulang bermakna resiprokal dapat diperbaiki dengan cara :
a. Menghilangkan kata saling di depan verba resiprokal berafisk ber-an dan
di depan bentuk ulang bermakna saling dan
b. Mengubah verba berafiks ber-an dan verba bentuk ulang menjadi meng-
VD (-i / -kan) dengan ketentuan bahwa kata saling di depan verba
resiprokal tetap digunakan pada kalimat.
B. SARAN
Hasil penelitian ini membahas tentang bentuk verba resiprokal,
penggunaan verba resiprokal, dan penyimpangan verba resiprokal bahasa
Indonesia. Dari hasil penelitian, saran yang dapat disampaikan oleh peneliti
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagi para pembaca diharapkan dapat lebih teliti memahami tentang
bentuk, penggunaan, dan penyimpangan verba resiprokal bahasa
Indonesia.
2. Penelitian ini mengkaji bentuk, penggunaan, dan penyimpangan verba
resiprokal bahasa Indonesia pada harian Fajar tahun 2018. Peneliti
menyarankan bagi peneliti lain untuk meneliti verba resiprokal pada
tataran sintaksis yaitu fungsi kata verba resiprokal pada kalimat.
DAFTAR PUSTAKA
Alisjahbana, S.T. 1986. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta Dian
Rakyat.
Anwar, Rosihan. 1984. Bahasa Jurnalistik dan Komposisi. Jakarta : Pradnya
Haramita.
Chaer, Abdul. 2015. Morfologi Bahasa Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta.
___________, 2015. Teori Semantik. Jakarta : Rineka Cipta.
___________, 2015. Teori Sintaksis. Jakarta : Rineka Cipta.
Dardjowidjojo, dkk.2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Bratara
Karya Aksara.
Darwis, Muhammad.2012. subkategori Verba dalam Bahasa Indonesia. Fakultas
Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
Keraf, Gorys.1980. Tata Bahasa Indonesia. Ende Flores : Nusa Indah.
Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta : Granedia.
Kridalaksana, Harimurti.1986. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta :
Gramedia.
Kusno.1985. Pengantar Tata Bahasa Indonesia. Bandung :Rosda.
Lubis, Madong. 1954. Paramasastera Landjut. Jakarta: Amstrendam Versluys.
Moeliono, Anton.M. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
pustaka.
Nurhayati, Endang dan Siti Mulyani.2006. Linguistik Bahasa Jawa Kajian
Fonologi, Morfologi,Sintaksis, dan Semantik. Yogyakarta: Bagaskara.
Parera, J. Daniel. 1988. Morfologi, Jakarta : Gramedia.
____________.1990. Teori Semantik. Jakarta : Erlangga.
____________.1991. Teori Sintaksis. Jakarta : Gramedia.
Ramlan. M. 1985. Tata Bahasa Indonesia : Yogyakarta : Andi offset.
___________.1985. Penggolongan Kata : Yogyakarta : Andi Offset.
___________. 2001. Ilmu Bahasa Indonesia: Sintaksis. Yogyakarta: Gaja Mada
University Press.
Sudaryanto.1988. Metode Linguistik. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Verhaar, J.W.M. 1983. Pengantar Linguistik. Yogyakarta : Gajah Mada
University Press.
___________. J.W.M. 2001. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gaja Mada
University perss.
Wirjosoedarmo, S. 1983. Tata Bahasa Indonesia. Surabaya : Sinar Wijaya.
Harian Fajar, Februari 2018. Bahan Penelitian. Makassar: PT Fajar pres.
__________, Februari 2018.Bahan Penelitian. Makassar: PT Fajar pres.
https://akutidakjugakau.blogspot.com/2010/11/karakteristik-verba.html?m=1
Kutipan data verba resiprokal pada harian Fajaar
No Kutipan Verba resiprokal bentuk penggunaan penyimpangan
1 Dalam hal ini ibu
berperan penting
memberkan contoh
kepada anak,
karena ibu adalah
wanita pertama
yang dicintai
Berperan
bentuk
2 Mereka cenderung
merasa kesulitan
saling
berkomunikasi
dengan teman,
pacar bahkan
keluarga
Saling
berkomunikasi
penyimpangan
3 Kami tahu. Tetapi
kami tidak kalah
sebelum
bertanding,”kata
Cristhope Galtier
Bertanding
Bentuk
4 Aku kan anak yang
kuat, jawabnya
sambil berjalan
menuju kamar
Berjalan
bentuk
5 Penampilan seni
bela diri Taichi,
berkenalan, dengan
Tionghoa, serta
gim
Berkenalan
Bentuk
6 Kedua pihak saling
serang-menyerang
satu sama lain
Saling serang-
menyerang
penyimpangan
7 Marcus akan
berhadapan
dengan wakil
Thailand, Tinn
Isriyanet/Kittisak
Namdash
Berhadapan
bentuk
8 Karena hidup
bertetangga tentu
harus saling
membantu dan
menolong
Saling membantu
Bentuk
9 Untuk merekrut
pemain naturalisasi
itu, iya harus
bersaing dengan
sriwijaya FC yang
juga kembali
mengincarnya
Bersaing
Penggunan
10 Setelah sampai di
puncak gunung,
mereka tampak
takjub dan saling
mengamati kuasa
akan ciptaan tuhan
Saling mengamati
Bentuk
11 Para murid
kelompok bermain
Sawerigading
terlihat serius
saling
mendengarkan
arahan para
pengajar
Saling
mendengarkan
Bentuk
12 Melihat ia itu
saling
melemparkan kata-
kata sundal yang
tak patut
dikeluarkan
Saling
melemparkan
bentuk
13 Menghadapi
persoalan seperti
ini, kita harus
saling
merencanakan
pengelolaan bisnis
media cetak
Saling
merencanakan
Penggunaan
14 Samosir
mengatakan, hotel
berlomba-lomba
menawarkan
berbagai inovasi
Berlomba-lomba
Bentuk
ulang
15 Kita tonton
layaknya sebuah
sinetron yang bisa
disiarkan, diputar
tanpa harus
dicegah? Budaya
Berpandang-
pandangan
Bentuk
ulang
hukum Pancasila
tidak berpandang-
pandangan
demikian
16 Jika biasanya,
setiap ada operasi,
terjadi aksi kejar-
kejaran
Kejar-kejaran
Bentuk
ulang
17 Hanya masalah
sepele, dua warga
Bajoe, Bone baku
tikam di tengah
sawah
Baku tikam
Bentuk
18 Para penggawa
yang berada dalam
skuat bernilai 279,9
juta euro atau
Rp4.657.342.759.0
83 bermain
kompak
Bermain
Penggunaan
19 Agus Arifin
Nu‟mang
bersalaman semua
anggota dewan
yang hadir
Bersalaman
Bentuk
20 Tim putri Indonesia
akan berhadapan
dengan tim
Tiongkok di
pertandingan kedua
penyisihan grup Z
Berhadapan
Penggunaan
21 Dengan
terampilnya putri
Emmilia Contessa
ini mengajak para
tamu saling
berdialog dalam
bahasa makassar
Saling berdialog
Bentuk
22 Mereka cenderung
merasa kesulitan
saling
berkomunikasi
dengan teman,
pacar bahkan
keluarga
Saling
berkomunikasi
Bentuk
23 Mereka saling
berhadapan
dengan polisi,
tentara, kelompok
“klu-klu-klan”
bahkan para turis
Saling
berhadapan
penyimpangan
24 Karena itu,
pihaknya ingin
timnya bisa
bermain pada hari
senin, kamis
ataupun sabtu
Bermain
Bentuk
25 mulai angkatan
kerja, kesehatan
lingkungan, sosial,
dan terakhir
masalah ekonomi,
semuanya saling
tarik-menarik
Saling tarik-
menarik
Penyimpangan
26 Mahasiswa
Fakultas Teknik
UMI terlibat baku
pukul dengan
mapala UMI.
Baku pukul
Bentuk
27 Seluruh rakyat
berjuang untuk
saling merebut hak
bangsa yang
diambil oleh
penjajah
Saling merebut
Bentuk