i
UPAYA MENGATASI INTERFERENSI RETROAKTIF DALAM MENGHAFAL AL-QUR’AN
(Studi di Pondok Pesantren Tahafuzul Qur’an Purwoyoso Ngaliyan Semarang)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1
dalam Ilmu Tarbiyah
Oleh :
Mei Ilmayani 3103001
FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG 2008
ii
Drs. Ridwan, M. Ag. Jl. Jatisari Baru I Mijen Semarang (024) 76672646 / 08122551296
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eks. Hal : Naskah Skripsi
An. Sdri. Mei Ilmayani
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama ini saya kirim naskah skripsi saudari:
Nama : Mei Ilmayani Nomor Induk : 3103001 Judul : Upaya Mengatasi Interferensi Retroaktif dalam
Menghafal al-Qur’an (Studi di Pondok Pesantren Tahafuzul Qur’an Purwoyoso Ngaliyan Semarang)
Dengan ini saya mohon kiranya skripsi saudari tersebut dapat segera dimunaqasahkan. Demikian harap menjadikan maklum.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Semarang, 03 Januari 2008 Pembimbing, Drs. Ridwan, M.Ag. NIP. 150 276 925
iii
DEPARTEMEN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
FAKULAS TARBIYAH Alamat: Jl. Prof. Dr. Hamka Telp. (024) 7601295 Semarang 50185
PENGESAHAN
Skripsi Saudari : Mei Ilmayani NIM : 3103001 Judul : Upaya Mengatasi Interferensi Retroaktif dalam Menghafal al-
Qur’an (Studi di Pondok Pesantren Tahafuzul Qur’an Purwoyoso Ngaliyan Semarang)
Telah dimunaqasahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, dan dinyatakan lulus pada tanggal:
17 Januari 2008
Dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata 1 tahun akademik 2007/2008
Semarang, 21 Januari 2008
Ketua Sidang Sekretaris Sidang
Drs. H. Fatah Syukur, M.Ag. Dra. Siti Mariam, M.Pd. NIP. 150 267 028 NIP. 150 257 372
Penguji I Penguji II
Drs. H. Raharjo, M.Ed.St. Drs. H. Mursid, M.Ag. NIP. 150 246 873 NIP. 150 318 583
Pembimbing
Drs. Ridwan, M. Ag. NIP. 150 282 132
iv
MOTTO
عن ىبا ومىس يرعشألا ضري هللا عنه نع يبنلا لص هللا لعهي ولسم لاق : تاعهاود نآرقلا يذلاوف , فنس محدم هديب وهل دشأ لفتات نم لبإلا ىف لقعاه ( هاور ىراخبلا )*
Dari Abu Musa Al-Asy’ari r.a., dari Nabi SAW, “Peliharalah al-Qur’an itu. Sebab, demi Dzat yang menguasai jiwa Muhammad, al-Qur'an itu lebih cepat terlepas daripada unta yang terikat dalam tambatannya.” (HR. Bukhari)
* Abi Abdullah Muhammad bin Ismail al Bukhari, Matan Musykul al-Bukhori,
(Libanon : Darul Fikr, t.th.), hlm. 233
v
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan
bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh
orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi
satupun pikiran-pikiran orang lain. Kecuali informasi yang terdapat
dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 03 Januari 2008
Deklarator,
Mei Ilmayani NIM.3103001
vi
ABSTRAK Mei Ilmayani (NIM: 3103001). Upaya Mengatasi Interferensi Retroaktif dalam Menghafal al-Qur’an (Studi di Pondok Pesantren Tahafuzul Qur’an Purwoyoso Ngaliyan Semarang). Skripsi. Semarang: Program Strata 1 Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Walisongo Semarang, 2007.
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengetahui bagaimana interferensi
retroaktif dalam menghafal al-Qur’an di PPTQ, (2) mengetahui bagaimana upaya santri PPTQ untuk mengatasi interferensi retroaktif dalam menghafal al-Qur’an.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif lapangan dengan teknik pengumpulan data yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data dalam penelitian berupa teknik analisis deskriptif, yaitu analisis data yang diwujudkan bukan dalam bentuk angka melainkan dalam bentuk laporan dan uraian deskriptif dengan cara berpikir induktif.
Dari hasil penelitian dapat diketahui dua hal sebagai berikut. Pertama, Interferensi retroaktif dalam menghafal al-Qur'an dialami oleh semua santri yang menghafalkan al-Qur'an di Pondok Pesantren Tahafuzul Qur’an Purwoyoso Ngaliyan Semarang. Hal ini dapat terlihat ketika santri membaca hafalan al-Qur'an sering mengalami kekeliruan membaca antara ayat satu dengan ayat lain yang mirip. Mereka tidak sadar berpindah atau menyambung pada ayat atau surah yang lain. Problem interferensi retroaktif dalam menghafal al-Qur'an lebih sering dialami santri PPTQ ketika memurojaah sendiri hafalannya. Ada santri yang mengalaminya pada saat mentashih di hadapan pembimbing dan ada juga yang mengalami pada saat simaan. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya intereferensi retrikatif dalam menghafal al-Qur'an di PPTQ adalah (1) Faktor dari al-Qur'an itu sendiri, (2) Faktor dari santri yang menghafal al-Qur'an, dan (3) Faktor lingkungan.
Kedua, upaya santri Pondok Pesantren Tahafuzul Qur’an Purwoyoso mengatasi interferensi retroaktif dalam menghafal al-Qur'an meliputi; a. Melakukan pengulangan terhadap ayat-ayat yang mirip yang sering membuat
kekeliruan melanjutkan bacaan selanjutnya. b. Mengelompokkan ayat-ayat yang mirip menjadi kelompok-kelompok kecil
yang memiliki signifikansi dan lafal yang sama atau sangat mirip kemudian dicari perbedaan-perbedaan yang ada pada ayat tersebut.
c. Mengingat-ingat letak maupun posisi ayat-ayat yang mirip dengan menggarisbawahi, apakah terletak pada bagian kanan mushaf atau bagian kiri, pada pojok atas atau bawah, ataukah terletak pada pertengahan.
d. Memperdengarkan hafalan ataupun mendengarkan bacaan santri lain, saling simak-menyimak secara tartil, mendengarkan kaset-kaset murotal sambil menirukan.
e. Belajar uslub bahasa Arab dan segala aspeknya sebelum menghafal al-Qur'an.
Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan dan khazanah ilmu pengetahuan dan bahan informasi serta masukan bagi civitas akademika dan semua pihak yang membutuhkan di lingkungan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
vii
PERSEMBAHAN
Dengan segala usaha, tekad dan iringan do’a akhirnya skripsi ini dapat
terwujud. Sebuah anugerah terindah ketika dapat mempersembahkan karya ini kepada orang-orang terkasih.
1. Ayahanda Muhadi dan Ibunda Marfuah
Berkat curahan kasih sayang, doa yang tak pernah putus dan ikhtiarmu yang tak kenal lelah, akhirnya putrimu dapat melewatinya. Cucuran air keringat dan darahmu tak akan terlupakan sepanjang hayat demi menjadikan anak yang berarti.
2. Kakak-kakakku dan adikku tercinta Terima kasih atas nasihat dan dorongannya dan sehingga penulis menjadi seperti sekarang ini. Semoga ilmu yang didapat bermanfaat dan barokah.
3. Pelita hatiku, mutiara hidupku, calon pendamping dalam hidupku
Semoga engkau yang terbaik bagiku
4. Keluarga besar PPTQ Terima kasih atas kebersamaannya baik suka maupun duka serta bantuannya.
5. Semua sahabatku
Yang selalu setia menemani, menasehati, memotivasi dan mendo’akan penulis.
Akhirnya kupersembahkan karya sederhana ini untuk segala ketulusan dan kebaikan kalian semua. Semoga yang menjadi harapan kan jadi kenyataan. Amin Ya Rabbal ‘Alamiin.
viii
KATA PENGANTAR
مسب هللا نمحرلا ميحرلا
Segala puji hanya milik Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,
taufiq dan hidayah-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi ini yang merupakan tugas dan syarat yang wajib dipenuhi guna
memperoleh gelar kesarjanaan dari Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
Shalawat, salam, rindu, do’a dan seluruh pahala kebaikan penulis haturkan
kepada beliau Sayyidina wa Habibina wa Syafi’ina wa Qurrati A’yunina wa
Maulana Muhammad saw yang telah membawa risalah yang penuh dengan ilmu
pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu keislaman, sehingga dapat menjadi bekal
hidup kita, baik di dunia dan di akhirat kelak.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah
memberikan pengarahan, bimbingan dengan moral dan bantuan apapun yang
sangat besar artinya bagi penulis. Ucapan terima kasih ini terutama penulis
sampaikan kepada :
1. Prof. Dr. H. Ibnu Hadjar, M. Ed., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo Semarang.
2. Drs. Ridwan, M.Ag., selaku dosen pembimbing yang telah berkenan
meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan
arahan dalam penyusunan skripsi ini.
3. Segenap Bapak dan Ibu Dosen beserta karyawan di lingkungan Fakultas
Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang yang telah membekali berbagai
pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini.
4. Ayahanda Muhadi dan Ibunda Marfuah tercinta yang selama ini memberikan
dukungan dan do’a baik moral maupun materiil dengan tulus, ikhlas, dan
mereka adalah ruh bagiku.
5. Kakak-kakakku dan adikku tersayang yang selalu memberikan dorongan dan
semangat sehingga penulis selalu optimis dalam mengarungi hidup.
6. Hj. Umi Aufa Abdullah Umar, AH selaku pengasuh PPTQ yang telah
memberikan ijin tempat dalam pembuatan skripsi.
ix
7. Sahabat-sahabat, teman-teman serta semua pihak yang telah memberikan
dorongan baik moril maupun materiil, yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.
Pada mereka semua penulis tidak dapat memberikan apa-apa selain
untaian rasa terima kasih yang tulus dengan diiringi do’a semoga Allah SWT
membalas semua amal kebaikan mereka dengan sebaik-baiknya balasan.
Akhirnya penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum mencapai
kesempurnaan dalam arti seluruhnya. Namun demikian, penulis berharap semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya bagi pembaca pada
umumnya. Amiin.
Semarang, 03 Januari 2008 Penulis
Mei Ilmayani NIM: 3103001
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………….…………
PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………………………….…………
PENGESAHAN ……………………………………………………………………
MOTTO ……………………………………………………………………….……
DEKLARASI ………………………………………………………………………
ABSTRAK …………………………………………………………………………
PERSEMBAHAN …………………………………………………………….……
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………..
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….……
BAB I PENDAHULUAN ….………………………………….……………...
A. Latar Belakang Masalah ……………………………..…………....
B. Penegasan Istilah ……………………………………….…………
C. Rumusan Masalah ……………………………………….………..
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………………………
E. Kajian Pustaka …..………………………………………….……..
F. Metode Penelitian …………………………………………….…….
BAB II INTERFERENSI RETROAKTIF DAN MENGHAFAL AL-
QUR’AN………………..……..…….……………………...................
A. Interferensi Retroaktif…………………..…………………………..
1. Pengertian Interferensi Retroaktif ...............................................
2. Faktor Penyebab terjadinya Interferensi Retroaktif ….………...
3. Proses terjadinya Interferensi Retroaktif….…………………….
B. Menghafal Al-Qur'an…………….………………………………..
1. Pengertian Menghafal al-Qur'an ……………………………….
2. Dasar, Tujuan dan Hikmah Menghafal Al-Qur’an …………….
3. Syarat Menghafal Al-Qur’an …………………………………..
4. Problematika dalam menghafal Al-Qur’an …….………………
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
x
1
1
5
7
8
8
9
12
12
12
14
15
18
18
19
21
25
xi
C. Hubungan Interferensi Retroaktif dengan Menghafal Al-Qur’an ....
D. Upaya Mengatasi Interferensi Retroaktif dalam Menghafal
al-Qur'an……………………………………………………………
BAB III INTERFERENSI RETROAKTIF DALAM MENGHAFAL AL-
QUR'AN DAN UPAYA MENGATASINYA DI PONDOK
PESANTREN TAHAFUZUL QUR’AN PURWOYOSO
NGALIYAN SEMARANG ……………………………....…………...
A. Profil Pondok Pesantren Tahafuzul Qur’an Purwoyoso Ngaliyan
Semarang ..………………………………………………..………
1. Sejarah Berdirinya PPTQ………………………………………
2. Kondisi Ustadz …………………………………………………
3. Kondisi Santri …………………………………………………
4. Struktur Organisasi Pondok Pesantren Tahafuzul Qur`an …….
5. Aktivitas Santri Pondok Pesantren Tahafuzul Qur`an ..………..
B. Interferensi Retroaktif dalam Menghafal al-Qur’an dan Upaya
Mengatasinya di Pondok Pesantren Tahafuzul Qur’an Purwoyoso
Ngaliyan Semarang ……………………………………………….
BAB IV ANALISIS UPAYA MENGATASI INTERFERENSI RETROAKTIF
DALAM MENGHAFAL AL-QUR'AN DI PONDOK PESANTREN
TAHAFUZUL QUR’AN PURWOYOSO NGALIYAN
SEMARANG………………………………………..…………………
A. Analisis Interferensi Retroaktif dalam Menghafal al-Qur'an di
Pondok Pesantren Tahafuzul Qur’an Purwoyoso Ngaliyan………..
B. Analisis Upaya Santri Mengatasi Interferensi Retroaktif dalam
Menghafal al-Qur'an di Pondok Pesantren Tahafuzul Qur’an
Purwoyoso Ngaliyan……………………………………………….
BAB V PENUTUP………………………………………………………………..
A. Kesimpulan …………………………………………………………..
26
27
33
33
33
35
37
38
39
41
50
50
53
58
58
xii
B. Saran-saran …………………………………………………………..
C. Penutup……………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
60
60
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menghafal al-Qur’an tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.
Kerumitan di dalamnya yang menyangkut ketepatan pengucapan dan
redaksionalnya tidak bisa diabaikan begitu saja, sebab kesalahan sedikit saja
adalah suatu dosa. Apabila hal tersebut dibiarkan dan tidak diproteksi secara
ketat maka kemurnian al-Qur’an menjadi tidak terjaga dalam setiap aspeknya.1
Sudah dimaklumi bersama dan sudah sangat jelas, bahwa menghafal
al-Qur’an bukanlah tugas yang mudah, sederhana serta bisa dilakukan
kebanyakan orang tanpa meluangkan waktu khusus, kesungguhan
mengerahkan kemampuan dan keseriusan.2
Kiranya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa menghafal al-Qur’an
itu berat dan melelahkan. Hal ini dikarenakan banyak problematika yang harus
dihadapi para penghafal al-Qur’an untuk mencapai derajat yang tinggi di sisi
Allah SWT. Mulai dari pengembangan minat, penciptaan lingkungan,
pembagian waktu sampai kepada metode menghafal itu sendiri.3
Para penghafal al-Qur’an banyak yang mengeluh bahwa menghafal
itu susah. Hal ini disebabkan karena adanya gangguan-gangguan, baik
gangguan-gangguan kejiwaan maupun gangguan lingkungan.4 Mereka juga
mengeluh karena semula hafalannya baik dan lancar tetapi pada suatu saat
hafalan tersebut hilang dari ingatannya. 5 Dengan kata lain ayat-ayat yang
sudah dihafal lupa lagi.
1 Abdul Aziz Abdul Rauf, Kiat Sukses menjadi Hafidz Qur’an Da’iyah, (Bandung :
Syaamil Cipta Media, Cet. IV, 2004), hlm. 40 2 Raghib As-Sirjani, Cara Cerdas Hafal Al-Qur’an, (Solo : AQWAM, Cet. 1, 2007), hlm.
53 3 Ahsin W., Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000),
hlm. 41 4 Ibid., hlm. 43 5 Ilham Agus Sugianto, Kiat Praktis Menghafal Al-Qur’an, (Bandung : Mujahid Press,
2004), hlm. 100
2
Selain itu, ditinjau dari aspek makna, lafal dan susunan atau struktur
bahasanya diantara ayat-ayat dalam al-Qur’an banyak terdapat keserupaan
antara satu dengan yang lainnya. Ada yang benar-benar sama, ada yang hanya
berbeda dalam dua atau tiga huruf saja, ada pula yang berbeda susunan
kalimatnya saja.6 Banyak sekali ayat-ayat yang serupa dalam al-Qur’an.
Mengenai ayat-ayat yang serupa, hal ini telah disinyalir dalam firman
Allah :
ل أحزن اهللا نوشخي نالذي لودج همن عرقشت ثانىا مابهشتا مابث كتديالح نس
مهقلوبو مهلودج لنيت م ثمهب4ر’n< Î) Ìø.ÏŒ «!$# 4 y7Ï9≡sŒ “y‰èδ «!$# “‰öκu‰ هب ⎯tΒ â™!$t± o„ 4
⎯ tΒuρ È≅Î= ôÒムاهللا $yϑ sù çµ s9 ô⎯ÏΒ >Š$ yδ )٢٣: الزمر(
Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) al-Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, Kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan Kitab itu dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun. (Q.S. Az-Zumar: 23).7
Keberadaan ayat-ayat yang serupa lebih dari dua ribu ayat.8 Sebagai
contoh:
1. Firman Allah SWT. dalam surah Al-Baqarah ayat 48
(#θà) ¨? $#uρ $YΒ öθ tƒ ω “ Ì“ øgrB ë§ ø tΡ ⎯ tã <§ ø ¯Ρ $ \↔ ø‹ x© Ÿωuρ ã≅t6ø) ム$ pκ÷]ÏΒ ×π yè≈x x© Ÿωuρ ä
‹ s{ ÷σ ム$ pκ ÷]ÏΒ ×Αô‰ tã Ÿωuρ öΝ èδ tβρ ã|ÁΖム)9)٤٨ :البقرة
Serupa dengan firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 123
sebagai berikut:
6 Ahsin W. Op.Cit., hlm. 69 7 Fadhal A.R., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya : Mekar, 2004), hlm. 662 8 Raghib As-Sirjani, Op.Cit., hlm. 114 9 Al-Qur’anul Karim, (Semarang : Toha Putra, 1999), hlm. 8
3
(#θà) ¨? $#uρ $YΒ öθ tƒ ω “ Ì“ øgrB ë§ ø tΡ ⎯ tã <§ ø ¯Ρ $ \↔ ø‹ x© Ÿωuρ ã≅t6ø) ム$ pκ÷]ÏΒ ×Αô‰tã Ÿωuρ $ yγ ãèxΖs? ×π yè≈x x© Ÿωuρ öΝ èδ tβρç |ÇΖム)10)١٢٣ :البقرة
2. Firman Allah SWT. dalam surah Ali Imran ayat 23
óΟ s9r& ts? ’n< Î) š⎥⎪ Ï% ©! $# (#θè?ρ é& $ Y7Š ÅÁtΡ z⎯ ÏiΒ É=≈tGÅ6ø9$# tβ öθtãô‰ãƒ 4’n< Î) É=≈ tF Å2 «! $#
zΝ ä3 ósuŠ Ï9 óΟ ßγ oΨ÷ t/ ¢Ο èO 4’< uθtGtƒ ×,ƒÌ sù óΟ ßγ÷ΨÏiΒ Ν èδ uρ tβθ àÊÌ ÷è•Β )11)٢٣ :عمران ال
Serupa dengan firman Allah SWT dalam surah Annisa ayat 44 sebagai
berikut:
öΝ s9r& ts? ’n< Î) t⎦⎪ Ï% ©! $# (#θè?ρé& $Y7ŠÅÁ tΡ z⎯ÏiΒ É=≈tGÅ3 ø9$# tβρçtI ô± o„ s's#≈n=Ò9$# tβρ߉ƒÌãƒuρ
β r& (#θ=ÅÒ s? Ÿ≅‹ Î6¡¡9$# )12)٤٤ :نساءال
Serupa dengan firman Allah SWT dalam surah Annisa ayat 51 sebagai
berikut:
öΝ s9r& ts? ’n< Î) š⎥⎪ Ï% ©! $# (#θè?ρ é& $ Y7Š ÅÁtΡ z⎯ ÏiΒ É=≈tGÅ6ø9$# tβθ ãΨÏΒ÷σ ムÏMö6Éfø9$$Î/
ÏNθäó≈©Ü9$#uρ tβθ ä9θà) tƒ uρ t⎦⎪Ï% ©# Ï9 (#ρ ãx x. Ï™Iωàσ ¯≈yδ 3“ y‰÷δ r& z⎯ ÏΒ t⎦⎪ Ï% ©! $# (#θãΨtΒ#u™ ¸ξ‹ Î6y™
13)٤٤ :نساءال(
Ayat-ayat yang serupa tersebut menjadi problem tersendiri bagi para
penghafal al-Qur’an. Sehingga ayat-ayat yang serupa kadang-kadang suka
menjengkelkan bagi para penghafal al-Qur’an.14 Hal ini dikarenakan, pada
saat memperdengarkan ayat, mereka sering keliru antara ayat satu dengan ayat
lain yang mirip. Padahal terdapat pada surah yang berbeda. Ketika
memperdengarkan ayat berlangsung, mereka tidak sadar berpindah atau
10 Ibid., hlm. 20 11 Ibid., hlm. 54 12 Ibid., hlm. 86 13 Ibid., hlm. 87 14 Abdul Aziz Abdul Rauf, Op.Cit., hlm. 85
4
menyambung pada surah yang kedua. Bahkan apabila ada banyak yang mirip
terkadang pindah pada surah yang ketiga atau keempat.15 Problem ini tidak
hanya dialami oleh sebagian kecil penghafal al-Qur’an, namun hampir seluruh
para penghafal al-Qur’an mengalaminya.
Pada awalnya hal ini cukup mudah, tetapi ketika jumlah hafalan
semakin banyak, maka akan merasa kesulitan untuk membedakan dan
menguasai ayat tersebut jika tidak memperhatikan perbedaan ayat-ayat yang
serupa ini.16
Bagi penghafal al-Qur’an yang sudah belajar uslub bahasa dengan
mendalami bahasa Arab dengan segala aspeknya sebelum dia menghafal, hal
tersebut bisa segera diantisipasi. Namun bagi penghafal yang belum
mengetahui tentang seluk beluk ulumul Qur’an, gaya bahasa, atau makna yang
terkandung di dalamnya, selain hanya bisa membacanya dengan baik sesuai
dengan tajwidnya, mereka akan merasa sangat kesulitan dalam menghafal
ketika bertemu dengan ayat-ayat yang serupa tapi tak sama tersebut.
Kondisi di saat para penghafal al-Qur’an mengalami kekeliruan
dalam mengingat dan mereproduksi hafalan lama dikarenakan adanya
kemiripan bunyi ayat dengan hafalan baru, sehingga yang keluar selalu bunyi
ayat yang baru dihafal. Inilah dalam istilah psikologi yang disebut dengan
Interferensi Retroaktif.
Secara umum, Interferensi Retroaktif seringkali terjadi karena bahan-
bahan yang dipelajari banyak persamaannya. 17 Hal ini dikemukakan oleh
Ngalim Purwanto dalam buku Psikologi Belajar. Begitu pula dalam proses
menghafal al-Qur’an.
Di dalam al-Qur’an banyak terdapat ayat-ayat yang serupa sehingga
problem interferensi retroaktif ini merupakan problem yang paling sering
dialami oleh para penghafal al-Qur’an. Interferensi retroaktif ini dapat
menghancurkan hafalan al-Qur’an yang sudah dimiliki. Padahal hafalan al-
15 Ilham Agus Sugianto, Op.Cit., hlm. 85 16 Raghib As-Sirjani, Op.Cit., hlm. 106 17 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 2002), hlm. 176
5
Qur’an yang sudah dimiliki tersebut wajib dijaga agar tidak hilang atau terlupa
oleh para penghafal al-Qur’an.18
Atas dasar inilah maka problem interferensi retroaktif atau gangguan
retroaktif yang dapat menghancurkan hafalan yang telah dimiliki harus
dicarikan upaya untuk mengatasinya. Maka berdasarkan latar belakang yang
telah dikemukakan di atas, penulis merasa perlu untuk mengkajinya lebih
mendalam ke dalam bentuk skripsi yang berjudul: “Upaya Mengatasi
Interferensi Retroaktif dalam Menghafal Al-Qur’an” (Studi di PP Tahafuzul
Qur’an Purwoyoso Ngaliyan Semarang).
Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi dan
masukan bagi para penghafal al-Qur’an yang sedang mengalami problem
interferensi retroaktif seiring dengan banyaknya problematika menghafal al-
Qur’an yang lain.
B. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam menginterpretasikan judul
skripsi ini, maka penulis perlu menjelaskan istilah kunci sebagai berikut:
1. Upaya
Upaya adalah usaha, ikhtiar untuk mencapai suatu maksud,
memecahkan persoalan, mencari jalan keluar.19
Jadi arti upaya di sini adalah usaha yang dilakukan santri PPTQ
untuk memecahkan persoalan tentang interferensi retroaktif atau gangguan
retroaktif dalam al-Qur’an.
2. Mengatasi
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, “mengatasi” diartikan
menghindarkan atau melintasi kesulitan. 20 Yang dimaksud mengatasi
dalam penulisan ini adalah usaha santri PPTQ untuk melintasi kesulitan
mengenai problem interferensi retroaktif dalam menghafal al-Qur’an.
18 Ahsin W., Op.Cit., hlm. 70 19 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1991), hlm. 1109 20 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarata : Balai Pustaka,
1976), hlm. 64
6
3. Interferensi Retroaktif
Interferensi Retroaktif berasal dari dua kata yaitu; Interferensi dan
Retroaktif. Interferensi berarti gangguan; rintangan; hambatan.21 Retroaktif
artinya aktif kembali.22 Jadi interferensi retroaktif artinya gangguan atau
hambatan untuk aktif kembali.
Dalam buku Pengantar Psikologi Umum yang ditulis oleh Prof. Dr.
Bima Walgito dijelaskan bahwa interferensi retroaktif ialah interferensi
yang terjadi karena materi yang dipelajari kemudian dapat
menginterferensi atau mengganggu materi yang dipelajari lebih dahulu.23
Maksudnya bahwa materi yang baru dipelajari menyebabkan usaha
mengingat kembali materi yang lalu menjadi sulit.24 Hal ini dikarenakan
bahan-bahan yang dipelajari banyak persamaannya.25
Arti Interferensi retroaktif dalam skripsi ini adalah suatu kondisi
dimana para penghafal al-Qur’an mengalami kekeliruan dalam mengingat
dan mereproduksi hafalan lama dikarenakan adanya kemiripan bunyi ayat
dengan hafalan baru, sehingga yang keluar selalu bunyi ayat yang baru
dihafal.
4. Menghafal Al-Qur’an
a. Menurut Etimologi
Kata menghafal berasal dari kata dasar hafal yang dalam bahasa
Arab dikatakan “al-hifdz” dan memiliki arti ingat.26 Dari pengertian di
atas maka kata menghafal juga dapat diartikan dengan mengingat.
b. Menurut Terminologi
Dalam terminologi, pada istilah menghafal ini mempunyai arti
sebagai tindakan yang : “berusaha meresapkan ke dalam pikiran agar
21 Pius A. Partanto, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya : Arkola, 1994), hlm. 265 22 Ibid., hlm. 676 23 Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta : Andi Offset, 2003), hlm.
158 24 Linda L. Davidoff, Psikologi Suatu Pengantar, (Jakarta : Erlangga, 1988), hlm. 335 25 Syaiful Bahri Djamarah, Op.Cit., hlm. 176 26 Muhammad Idris Al-Marbawiy, Kamus Idrsi Al-Marbawiy, (Indonesia : Dar Ihya’ Al
Kutub Al-‘Aqrabiyah, t.th), hlm. 140
7
selalu ingat”.27 Sedangkan istilah menghafal yang dimaksudkan oleh
penulis adalah menghafal al-Qur’an (kitab suci agama Islam) yaitu
dengan menghafalkan semua surat dan ayat yang terdapat di dalamnya
untuk kemudian dapat mengucapkan dan mengungkapkannya kembali
secara lisan pada semua surat dan ayat tersebut, tanpa melihat pada
mushaf sebagai aplikasi menghafal al-Qur’an.
Istilah menghafal al-Qur’an dalam skripsi ini lebih difokuskan
pada menghafal ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki kesamaan atau
kemiripan bunyi ayat atau redaksi kalimat.
Adapun yang dimaksud “Upaya Mengatasi Interferensi Retroaktif
dalam Menghafal Al-Qur’an (Studi di PP Tahafuzul Qur’an Purwoyoso
Ngaliyan Semarang)” adalah suatu usaha yang dilakukan santri PPTQ dalam
memecahkan persoalan interferensi retroaktif atau gangguan retroaktif yaitu
suatu kondisi suatu kondisi dimana para penghafal al-Qur’an mengalami
kekeliruan dalam mengingat dan mereproduksi hafalan lama dikarenakan
adanya kemiripan bunyi ayat dengan hafalan baru, sehingga yang keluar selalu
bunyi ayat yang baru dihafal.
C. Rumusan Masalah
Agar penelitian ini dapat terarah dan mencapai tujuan sebagaimana
yang diharapkan, penelitian ini merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana interferensi retroaktif dalam menghafal al-Qur’an di Pondok
Pesantren Tahafuzul Qur’an Purwoyoso Ngaliyan Semarang?
2. Bagaimana upaya santri PPTQ Purwoyoso Ngaliyan Semarang untuk
mengatasi interferensi retroaktif dalam menghafal al-Qur’an?
27 Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1998), hlm. 291
8
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Untuk mengetahui bagaimana interferensi retroaktif dalam menghafal
al-Qur’an di Pondok Pesantren Tahafuzul Qur’an Purwoyoso Ngaliyan
Semarang.
b. Untuk mengetahui upaya santri PPTQ Purwoyoso Ngaliyan Semarang
untuk mengatasi interferensi retroaktif dalam menghafal al-Qur’an.
2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan solusi dan masukan
mengenai upaya mengatasi interferensi retroaktif yang menjadi kendala
menghafal al-Qur’an.
Secara praktis, diharapkan penelitian ini dapat menjadi satu acuan
bagi santri tahfiz yang lain dalam rangka mengatasi interferensi retroaktif
yang menjadi kendala menghafal al-Qur’an.
E. Telaah Pustaka
Sebelum penulis mengadakan penelitian “Upaya Mengatasi
Interferensi Retroaktif dalam Menghafal Al-Qur’an (Studi di PP Tahafuzul
Qur’an Purwoyoso Ngaliyan Semarang)”, penulis dengan segala kemampuan
yang ada berusaha menelusuri dan menelaah berbagai hasil kajian antara lain:
Skripsi yang ditulis Iffah Alawiyah (3100191) lahir di Kudus, tanggal
15 Desember 1981 lulus tahun 2004. Skripsi tersebut berjudul “Efektifitas
Penghafalan Al-Qur’an (Studi Kasus di Pesantren Anak-Anak Yambu’ Al-
Qur’an Krandon Kudus Jawa Tengah)”. Hasil skripsi tersebut lebih
memfokuskan pada efektifitas penghafalan al-Qur’an di kalangan anak-anak.
Hasil penelitian yang ditulis oleh Dzikrotun Nafisah (3199082) lulus
tahun 2004, berjudul “Studi Penerapan Metode Takrir dalam Menghafal Al-
Qur’an di PP Roudhatul Jannaj Kudus”, dalam skripsi tersebut hanya
membahas tentang penerapan metode takrir atau metode pengulangan.
9
Buku yang berjudul “Cara Cerdas Hafal Al-Qur’an” ditulis oleh Dr.
Raghib As-Sirjani dan Dr. Abdul Rahman Abdul Khaliq, terbitan tahun 2007.
Buku ini berisi tentang tuntunan praktis menghafal dan mengamalkan al-
Qur’an secara global.
Setelah menelaah berbagai karya tulis berupa hasil penelitian yang
ada dan buku-buku yang sudah diterbitkan, penulis berkeyakinan bahwa
skripsi yang berjudul “Upaya Mengatasi Interferensi Retroaktif dalam
Mengahafal Al-Qur’an (Studi di PP Tahafuzul Qur’an Purwoyoso Ngaliyan
Semarang)” memang benar-benar belum pernah diujikan pada penelitian-
penelitian sebelumnya. Karena fokus dalam penelitian ini adalah usaha santri
mengatasi problem interferensi retroaktif dalam menghafal al-Qur’an di PP
Tahafuzul Qur’an. Dengan demikian penulis yakin dalam penelitian ini masih
relevan untuk diterima.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam hal ini penulis menggunakan deskriptif kualitatif yaitu
mendeskripsikan data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan
bukan angka. Data yang berasal dari naskah, wawancara, catatan lapangan,
dokumen dan sebagainya kemudian dideskripsikan sehingga dapat
memberikan kejelasan terhadap kenyataan atau realitas.28
2. Fokus dan Ruang Lingkup Penelitian
Sesuai dengan obyek kajian skripsi ini, maka penelitian ini adalah
penelitian lapangan atau field research, yakni penelitian yang langsung
dilakukan di lapangan atau pada responden.29
Dalam hal ini penelitian difokuskan pada upaya mengatasi
interferensi retroaktif dalam menghafal Al-Qur’an di PP Tahafuzul Qur’an
Purwoyoso Ngaliyan Semarang.
28 Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1997),
hlm. 66 29 M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metode Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta :
Ghalia Indonesia, 2002), hlm. 11
10
3. Sumber Data
Yang dimaksud sumber data dalam penelitian ini adalah “subyek
dari mana data diperoleh”.30
Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah:
a. Santri Pondok Pesantren Tahafuzul Qur’an
b. Pengasuh Pondok Pesantren Tahafuzul Qur’an
4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
a. Observasi
Observasi atau disebut pula dengan pengamatan meliputi
kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu obyek dengan
menggunakan seluruh alat indera. 31 Metode ini digunakan untuk
mengamati secara langsung terhadap upaya apa yang dilakukan santri
PPTQ untuk mengatasi gangguan retroaktif dalam menghafal al-
Qur’an, serta keadaan umum di Pondok Pesantren Tahafuzul Qur’an.
b. Interview
Interview adalah dialog yang dilakukan oleh pewawancara
(interviewer) untuk memperoleh info dari terwawancara
(interviewee).32 Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang
usaha-usaha yang telah dilakukan santri PPTQ untuk mengatasi
interferensi retroaktif dalam menghafal al-Qur’an.
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode untuk mencari data otentik
yang bersifat dikumentasi, baik data ini berupa catatan harian, memori
dan catatan penting. Dokumentasi ini dimaksudkan adalah semua data
yang tertulis.33 Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang
30 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta : Rineka
Cipta, 2002), Cet. 12, hlm. 107 31 Ibid., hlm. 146 32 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta : Rajawali, 1987), hlm. 126 33 Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Cet. VII, (Jakarta : Sarasin,
1996), hlm. 104
11
berkaitan dengan topik kajian yang berasal dari dokumen-dokumen
Pondok Pesantren Tahafuzul Qur’an.
5. Metode Analisis Data
Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara
sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan lainnya untuk
meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan
menyajikannya sebagai temuan bagi yang lain, sedangkan untuk
meningkatkan pemahaman tersebut analisis perlu dilanjutkan dengan
berupaya mencari makna (meaning).34
Data yang telah terkumpul dengan menggunakan metode deskriptif
kualitatif kemudian dianalisis dengan langkah-langkah :
a. Menelaah seluruh data yang terkumpul dari berbagai sumber.
b. Mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan abstraksi yaitu
usaha membuat rangkuman inti, proses dan pernyataan-pernyataan
yang perlu.
c. Menyusun data dalam satuan-satuan atau mengorganisasikan pokok-
pokok pikiran tersebut dengan cara cakupan fokus penelitian dan
mengujikannuya dengan deskriptif.
d. Mengadakan pemeriksaan keabsahan data atau memberi makna pada
hasil penelitian dengan cara menghubungkan teori.
e. Mengambil kesimpulan.35
Untuk itu dalam analisis kualitatif deskriptif ini penulis gunakan
untuk menganalisis tentang upaya mengatasi interferensi retroaktif dalam
menghafal al-Qur’an di PPTQ dari hasil observasi lapangan, wawancara,
dan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan obyek penelitian.
34 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta : Rake Sarasin, 1996),
Cet. 7, hlm. 124 35 Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2001),
hlm. 190
12
BAB II
INTERFERENSI RETROAKTIF DAN MENGHAFAL AL-QUR’AN
A. Interferensi Retroaktif
1. Pengertian Interferensi Retroaktif
Interferensi retroaktif merupakan fenomena psikologis, suatu
proses yang terjadi di dalam kehidupan mental. Berbicara tentang
interferensi retroaktif maka ada hubungan erat dengan masalah “lupa”.
Bagi masyarakat istilah interferensi retroaktif mungkin masih asing. Akan
tetapi jika berbicara masalah lupa maka masyarakat langsung faham. Oleh
karena itu untuk lebih jelasnya penulis kemukakan beberapa pengertian
tentang interferensi retroaktif sebagai berikut:
Inteferensi retroaktif artinya peristiwa hilangnya daya menyimpan
dan mengingat sebagai akibat dari suatu materi belajar yang baru, yang
berpengaruh kembali dan menghambat jejak-jejak atau kesan-kesan dari
materi belajar yang lama.1
Menurut Irwanto, interferensi retroaktif diartikan sebagai suatu
proses memori di mana informasi yang baru diterima menyebabkan
sulitnya mencari informasi yang sudah ada dalam memori.2 Sedangkan
menurut Ngalim Purwanto, interferensi retroaktif adalah peristiwa
terdesaknya pelajaran atau isi jiwa yang terdahulu karena terhambat oleh
pelajaran yang baru atau isi jiwa yang baru yang disebabkan bahan-bahan
yang dipelajari banyak persamaannya.3
Secara etimologis, kata interferensi retroaktif berasal dari Bahasa
Inggris yang terdiri dari dua kata yaitu “interference” dan “retroactive”.
1 JP. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006), hlm.
434 2 Irwanto, dkk., Psikologi Umum, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum, 1991), hlm.
151 3 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2000),
hlm. 112
13
Interference artinya gangguan.4 Retroactive berarti berlaku surut.5 Maka
interferensi retroaktif dapat diartikan proses gangguan memori yang
berlaku surut. Retro juga berarti mundur, dalam hal ini bahan yang baru
dipelajari bekerja mundur dan mengganggu kemampuan mengikat
pengalaman atau bahan yang dipelajari di masa lampau. Sehingga
interferensi retroaktif berarti bahwa informasi yang baru mengganggu
usaha mengingat data yang lalu menjadi sulit.6
Ahmad Rofi’ ‘Usmani, mengemukakan bahwa interferensi
retroaktif adalah peristiwa melemahnya ingatan kita akan materi-materi
yang telah kita pelajari sebelumnya dikarenakan kita belajar materi-materi
yang baru, di mana materi yang telah kita pelajari terdapat kesamaan
dengan materi yang baru.7
Dalam al-Qur’an, jenis lupa ini (interferensi retroaktif) diisyaratkan
dengan firman Allah dalam al-Qur’an surat al-A’la:
š èÎø) ãΖy™ Ÿξsù #© |¤Ψs?.
Kami akan membacakan (al-Quran) kepadamu (Muhammad) Maka kamu tidak akan lupa. (Q.S. al-A’la : 6).8
Merle J. Moskowitz dalam bukunya General Psychology
menyebutkan bahwa retroactive interference is the interference in the
recall of learned material by later learning.9 (interferensi retroaktif adalah
gangguan dalam mengingat kembali materi pelajaran terdahulu
dikarenakan adanya materi yang dipelajari kemudian).
Senada dengan hal itu, Camille B. Wortman mengemukakan
bahwa retroactive interference is when information learned later
4 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta : PT.
Gramedia, 2000), hlm. 327 5 Ibid., hlm. 483 6 Linda L. Davidoff, Psikologi Suatu Pengantar, (Jakarta : Erlangga, 1998), hlm. 333 7 Ahmad Rofi’ ‘Usmani, Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa, (Bandung : Pustaka, 2000), hlm.
229 8 Al-Qur’an al-Karim dan Terjemah, (Kudus : Menara Kudus, 2006), hlm. 591 9 Merle J. Moskowitz, General Psychology, (Boston: Houghton Miffin Company,
t.th.), hlm. 153
14
interferes with information learned earlier.10 (interferensi retroaktif adalah
suatu peristiwa ketika informasi belajar yang kemudian mengganggu
informasi belajar yang terdahulu).
Dari beberapa pengertian tentang interferensi retroaktif di atas
dapat diambil kesimpulan bahwa secara harfiah interferensi retroaktif
berarti gangguan memori yang bekerja mundur sehingga mengganggu
kemampuan mengingat bahan pelajaran yang telah lalu. Sedangkan secara
istilah interferensi retroaktif berarti peristiwa melemahnya ingatan sebagai
akibat dari materi yang baru dipelajari mengganggu atau menghambat
pemanggilan kembali materi yang terdahulu dikarenakan bahan-bahan
yang dipelajari banyak persamaannya sehingga usaha untuk mengingat
materi yang lalu menjadi sulit.
2. Faktor Penyebab terjadinya Interferensi Retroaktif
Adapun faktor penyebab terjadinya interferensi retroaktif yaitu
sebagai berikut :
a. Kesan-kesan yang dicamkan tidak dibantu dengan penyuaraan.
b. Pikiran subyek tidak terkonsentrasi kepada kesan-kesan itu.
c. Teknik menghafal yang dipakai oleh subyek tidak efektif.
d. Subyek tidak menggunakan titian ingatan dalam menghafal.11
Nana Syaodih Sukmadinata menyebutkan bahwa faktor penyebab
terjadinya interferensi retroaktif karena adanya ketidaksadaran di saat
menghafal. Hal ini dikarenakan kondisi lelah dan jenuh dalam
menghafal.12
Menurut Nasution, faktor yang mempengaruhi terjadinya
interferensi retroaktif antara lain:
a. Banyaknya jumlah hal yang dihafalkan dalam waktu tertentu.
10 Camille B. Wortman, Psichology, (New York : Alfred A. Knopf, t.th), hlm. 181 11 Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1998), hlm. 29 12 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 166
15
b. Adanya kegiatan-kegiatan lain sesudah menghafal, yang merupakan
“interference” yang mengganggu apa yang diingat itu.
c. Lamanya waktu yang lewat setelah berlangsungnya aktivitas
menghafal, yang juga dapat mengandung kegiatan yang mengganggu.
d. Materi yang telah dihafalkan belum mantap atau belum kuat.
e. Terdapat kesamaan dalam rangkaian materi yang dihafalkan.
f. Misalnya teks lagu; “bangunlah-jiwanya, bangunlah badannya”.13
Sedangkan Hartati berpendapat bahwa masalah interferensi
retroaktif tidak lain dikarenakan tidak adanya atensi (perhatian) terhadap
materi yang telah dihafalkan. 14 Kurangnya kadar pengulangan juga
menjadi penyebab terjadinya interferensi retroaktif .15 Oleh karena itu,
terjadinya interferensi retroaktif dalam menghafal tergantung pada;
a. Apa yang diamati
b. Bagaimana situasi dan proses pengamatan itu berlangsung
c. Apakah yang terjadi dalam jangka waktu berselang itu, dan
d. Bagaimana situasi ketika berlangsungnya ingatan itu.16
3. Proses terjadinya Interferensi Retroaktif
Proses terjadinya interferensi retroaktif dapat dijelaskan sebagi
berikut;17 objek menimbulkan stimulus, dan stimulus mengenai alat indera
atau reseptor. Proses stimulus mengenai alat indera merupakan proses
kealaman atau proses fisik. Stimulus yang diterima oleh alat indera
diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak. Proses ini disebut dengan proses
fisiologis.
13 Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, (Jakarta : PT.
Bumi Aksara, 2000), hlm. 161 14 Hartati, Islam dan Psikologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 77 15 Nur Faizin, Keistimewaan-keistimewaan Al-Qur’an, (Yogyakarta: Mitra Pustaka,
2001), hlm. 149 16 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000),
hlm. 111 17 Ricard F. Thomson dan Stephen A. Madigan, MEMORY, (Jakarta: Trans Media,
2007), hlm. 114-116
16
Kemudian terjadilah proses di otak sebagai pusat kesadaran
sehingga individu menyadari apa yang dilihat atau apa yang didengar, atau
apa yang diraba. Proses yang dalam otak atau dalam pusat kesadaran ini
disebut sebagai proses psikologis. Setelah individu menyadari tentang apa
yang dilihat, atau apa yang didengar atau apa yang diraba berarti telah
terjadi proses persepsi. Sebagai akibat dari adanya persepsi adalah
timbulnya repon.
Dalam proses persepsi perlu adanya perhatian. Hal tersebut karena
keadaan menunjukkan bahwa individu tidak hanya dikenai oleh suatu
stimulus saja, tetapi individu dikenai berbagi macam stimulus yang
ditimbulkan oleh keadaan sekitarnya.
Namun demikian, tidak semua stimulus mendapatkan respon
individu, karena tergantung pada perhatian individu yang bersangkutan.
Secara skematis hal tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:
St St
St St
Fi Fi Fi Fi
St : Stimulus (faktor luar, termasuk lingkungan)
Fi : Faktor intern (faktor dalam, termasuk perhatian, minat, konsentrasi)
Sp : Struktur pribadi individu
Skema tersebut memberikan gambaran bahwa individu menerima
bermacam-macam stimulus yang datang dari lingkungan. Tetapi tidak
semua stimulus akan diperhatikan atau akan diberikan respon. Di sini
berperannya perhatian sangat penting.
Respon terhadap apa yang dipersepsi itu masuk dalam ingatan, dan
dalam waktu yang singkat apa yang dipersepsi itu dapat ditimbulkan
kembali sebagai memory output. Ini yang disebut sebagai short-term
memory (memori jangka pendek).
Sp RESPON
17
Namun di samping itu apa yang dipersepsi dapat pula tidak segera
ditimbulkan dalam alam kesadaran sebagai memori output, tetapi disimpan
dalam ingatan melalui encoding. Pada suatau waktu apabila diperlukan
melalu retrieval apa yang ada dalam gudang atau ingatan itu ditimbulkan
kembali sebagai memori output. Retrieval merupakan kebalikan dari
encoding, yaitu mencari informasi yang ada dalam gudang ingatan.
Dengan kata lain apa yang dipersepsi atau dipelajari itu disimpan dalam
ingatan dalam waktu yang lama, dan apabila dibutuhkan dapat ditmbulkan
kembali dalam alam kesadaran. Ini yang disebut sebagai long term
memory (memori jangka panjang).
Sesuai dengan apa yang telah dijelaskan di atas apabila seseorang
memasukkan sesuatu dalam ingatannya, adanya tahapan atau stage tertentu
dalam seseorang mengingat hal tersebut. Hal itu dapat dijelaskan dengan
salah satu model seperti dalam bagan berikut.
Memory output
Sensory Input
Short-term Long-term
memory memory
lupa Interferensi Retroaktif
Penyimpanan informasi dalam long-term memory (memori jangka
panjang) dapat berlangsung secara permanen. 18 Selain itu kapasitas
memori jangka panjang juga amat besar. Informasi atau kesan-kesan yang
tersimpan dalam long-term memory itu berdesak-desakan. Informasi atau
kesan-kesan yang lama akan terdesak oleh informasi atau kesan-kesan
18 Irwanto, Op.Cit., hlm. 149
Sensory Register
Rehearsal Guffer
A, A’, A”, etc
B, B’, B”, etc Etc Etc
18
yang baru. Kesan-kesan yang lama karena terdesak oleh informasi atau
kesan-kesan yang baru, maka terdorong kea lam ambarng sadar, dan
akhirnya mengendap ke dalam alam bawah sadar. 19 Jika tidak segera
dilakukan pengulangan maka kesan-kesan yang telah tersimpan dalam
long-term memory (memori jangka panjang) akan melemah dan menjadi
samara-samar atau kabur kemudian rusak sejalan dengan waktu.20
Pada suatu saat ketika akan dilakukan pemanggilan kembali kesan-
kesan tersebut setelah memasukkan kesan-kesan yang baru di mana kesan-
kesan yang lama dengan kesan-kesan yang baru terdapat kesamaan,
sehingga yang keluar selalu kesan-kesan yang baru dan usaha mengingat
kesan-kesan yang lama menjadi sulit maka terjadilah Interferensi
Retroaktif.
Berikut ini model eksperimen interferensi retroaktif:21
Kelompok I Belajar A Istirahat Mengingat kembali A
Kelompok II Belajar A Belajar B Mengingat B
B. Menghafal Al-Qur’an
1. Pengertian Menghafal Al-Qur’an
Menghafal adalah suatu aktifitas menanamkan suatu materi di
dalam ingatan, sehingga nantinya dapat diproduksi (diingat) kembali
secara harfiah, sesuai dengan materi yang asli. Menghafal merupakan
proses mental untuk mencamkan dan menyimpan kesan-kesan, yang
nantinya suatu waktu bila diperlukan dapat diingat kembali ke alam
sadar.22
Menurut etimologi, kata “menghafal” berasal dar kata dasar “hafal”
yang dalam bahasa Arab dikatakan al-hifdz dan memiliki arti ingat. 23
19 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2002), hlm.
65 20 Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta : ANDI, 2004), hlm. 90 21 Ricard F. Thompson dan Stephen A. Madigan, Op.Cit., hlm. 115 22 Syaiful Bahri Djamarah, Op.Cit., hlm. 29 23 Muhammad Idris al-Marbawy, Kamus Idris al-Marbawy, (Indonesia : Dar Ihya’ al-
Kutub al-“Arabiyah, t.th.), hlm. 140
19
Maka kata menghafal juga dapat diartikan dengan mengingat. Mengingat,
menurut Wasty Soemanto berarti menyerap atau meletakkan pengetahuan
dengan jalan pengecaman secara aktif. 24 Sedangkan menurut Irwanto,
mengingat adalah kemampuan untuk menyimpan informasi sehingga dapat
digunakan lagi di masa yang akan datang. 25 Muhibbin Syah
mendefinisikan menghafal sebagai proses mental yang meliputi
pengkodean, penyimpanan dan pemanggilan kembali informasi dan
pengetahuan.26
Dalam pandangan terminologi, istilah menghafal ini mempunyai
arti sebagai, tindakan yang berusaha meresapkan ke dalam pikiran agar
selalu ingat. 27 Sedangkan istilah menghafal yang dimaksudkan oleh
penulis di sini adalah menghafal Al-Qur’an (kitab suci agama Islam) yaitu
dengan menghafalkan semua surat dan ayat yang terdapat di dalamnya
untuk kemudian dapat mengucapkan dan mengungkapkannya kembali
secara lisan pada semua surat dan ayat tersebut, sebagai aplikasi
menghafal Al-Qur’an.
2. Dasar, Tujuan dan Hikmah Menghafal Al-Qur’an
Menghafal Al-Qur’an merupakan suatu sikap dan aktivitas yang
mulia, dengan menggabungkan Al-Qur’an dalam bentuk menjaga serta
melestarikan semua keaslian Al-Qur’an baik dari tulisan maupun pada
bacaan dan pengucapan atau teknik melafalkannya. Sikap dan aktifitas
tersebut dilakukan dengan dasar dan tujuan sebagai berikut:
a. Dasar Menghafal Al-Qur’an
Dalam Fiqih dikatakan bahwa menghafal Al-Qur’an hukumnya
adalah “wajib kifayah bagi umat Islam”. 28 Sehingga apabila ada
24 Wasty Soemanto, Op.Cit., hlm. 28 25 Irwanto, Op.Cit., hlm. 142 26 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2000),
hlm. 160 27 Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta : Balai Pustaka, 1998), hlm. 291 28 Aunur Rafiq Shalih Tamhid, Apa itu Al-Qur’an , terj. Imam as-Suyuthi, (Jakarta :
Gema Insani Press, Cet. 6, 1992), hlm. 83
20
sejumlah orang yang menghafalkan Al-Qur’an dengan mencapai
jumlah muttawatir (mencakup semua bilangan ayat dan surat yang ada
dalam Al-Qur’an), maka gugurlah kewajiban tersebut dari yang
lainnya.
Pada sisi yang lain, Rasulullah Saw merupakan “hafiz
(penghafal) Al-Qur’an pertama kali dan merupakan contoh paling baik
bagi para sahabat dalam menghafalnya”.29 Oleh karena Rasululah Saw
memberikan contoh dalam sikap beliau dengan wujud menghafalkan
Al-Qur’an, maka tindakan menghafal Al-Qur’an yang dilakukan oleh
umat Rasulullah Saw baik sejak beliau masih hidup maupun sampai
sekarang, juga merupakan sunnah yang diikuti dari beliau.
b. Tujuan Menghafal Al-Qur’an
Kaum msulimin baik dalam wajib kifayah maupun sunnah,
dalam mengahafal Al-Qur’an dikarenakan dengan dilatarbelakangi
oleh beberapa tujuan, yang diantaranya ialah:
1) Agar tidak terjadi penggantian atau pengubahan pada Al-Qur’an,
baik pada redaksionalnya (yaitu pada ayat-ayat dan suratnya)
maupun pada bacaannya. 30 Sehingga Al-Qur’an tetap terjamin
keasliannya seperti segala isinya sebagaimana ketika diturunkan
Allah dan diajarkan oleh Rasulullah Saw.
2) Agar dalam pembacaan Al-Qur’an yang diikuti dan dibaca kaum
muslimin tetap dalam satu arahan yang jelas sesuai standar yaitu
mengikuti ahli qiraat yang mutawatir31, (yaitu mereka yang telah
menerima periwayatannya melalui periwayatan yang jelas dan
lengkap yang termasuk dalam qiraat sab’ah sesudah sahabat yang
terdiri dari “Nafi’ bin Abdur Rahman di Asfahan, Ibnu Katsir di
Makkah, Abu Amr di Basrah, Abdullah bin Amir al-Yahshaby di
29 Mudzakir, AS., Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an , terj. Manna Khalil al-Qattan, (Bogor : Pustaka Litera Antar Nusa, Cet. 4, 1998), hlm. 179
30 Bambang Saiful Ma’arif, Teknik Menghafal Al-Qur’an, terj. Abdurrab Nawabuddin, (Bandung : Sinar Baru, 1991), hlm. 19
31 Tajul Arifin, Kajian Al-Qur’an di Indonesia, terj. Howard M. Federspiel, (Bandung : Mizan, Cet. 2, 1996), hlm. 200
21
Damaskus, Asm bin Abi Najwad di Kufah, hamzah bin Habib At
Taimy di Halwa dan Al-Kisai di Kuffah.”32
Adapun yang dimaksud dengan qira’ah sab’ah menurut
Muhammad Ali Ash Shabuny, ialah:
33اليمن إن السبعة هي لغة قريش وهذيل وثقيف وهوازن وكناية وتميم و
Tujuh qira’at tersebut ialah pengucapannya orang Quraisy, orang Huzail, orang TsAl-Qur’anif, orang Hawazim, orang Kinayah, orang Tamim dan orang Yaman.
3) Agar kaum muslimin yang sedang menghafal Al-Qur’an atau yang
telah menjadi hafiz (penghafal Al-Qur’an) dapat mengamalkan Al-
Qur’an, berperilaku dan berakhlak sesuai dengan isi Al-Qur’an.34
c. Hikmah Menghafal Al-Qur’an
Dalam menghafal Al-Qur’an terdapat beberapa hikmah yang
dapat diperoleh bagi para penghafal Al-Qur’an (hafiz) sebagaimana
yang disebutkan oleh Abdurrab Nawabuddin yaitu:
1) Kemenangan di dunia dan akhirat, jika disertai dengan amal saleh
dan menghafalnya.
2) Tajam ingatannya dan cemerlang pemikirannya.
3) Bahtera ilmu.
4) Memiliki identitas yang baik dan berperilaku yang jujur.
5) Fasih berbicara, ucapannya benar dan dapat mengeluarkan fonetik
Arab dari landasannya secara tab’i (alami).35
3. Syarat Menghafal Al-Qur’an
Sebelum memulai untuk menghafal Al-Qur’an, seorang penghafal
hendaknya memenuhi beberapa syarat yang berhubungan dengan naluri
insaniyah. Adapun syarat-syarat tersebut sebagai berikut:
32 Aunur Rafiq, Op.Cit., hlm. 76-79 33 Muhammad Ali Ash Shabuny, Al-Tibyan fi Ulum Al-Qur’an, (Jakarta : Dinamika
Berkah Utama, 1930 H), hlm. 210 34 Bambang Syaiful Ma’arif, Op.Cit, hlm. 16 35 Ibid., hlm. 27
22
a. Persiapan pribadi (menata niat)
Diantara persiapan pribadi yakni niat yang ikhlas dari calon
penghafal, keinginan, motivasi dan usaha keras serta tanpa adanya
paksaan dari siapa pun.36 Sebab jika hal ini sudah benar-benar tertanam
di lubuk hati, tentu saja segala macam kesulitan yang menghalanginya
akan dapat ditanggulangi dengan mudah.
Dengan demikian niat atau motivasi dalam menghafal Al-Qur’an
merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki.
الح يطلق فقد على صطا) دافع(فكلمة , يجلا من ناحيه املعىن السكوأمة أو الباطنية والدوافع ذا املعىن اخلص عبارة عن قوة داخليالبواعث الذاتية
37اخل الفردونقصد بذالك إنه ينشأ د, موجهة
Dalam psikologi, motivasi adalah salah satu istilah yang digunakan untuk mendorong, baik dorongan yang bersifat fisik maupun psikis. Motivasi dalam arti khusus merupakan ungkapan kekuatan dalam (psikis) yang tampak. Maksudnya motivasi tersebut tumbuh dalam pribadi seseorang.
Dalam sebuah hadis Rasulullah menjelaskan bahwa perbuatan
sangat ditentukan oleh niat.
ل با النيات وانما لكل امرئ ما نوى فمن كانت هجرته إىل اعما األ منإ او يصيبهارسوله فهجرته إلى اهللا ورسوله ومن كانت هجرته لدنيااهللا و38)متفق عليه(ة ينكحها فهجرته الى ما هاجر اليه امرأ
Dari hadits di atas diketahui bahwa niat merupakan titik tolak
permulaan dalam segala amal. Niat yang ikhlas mempunyai peranan
yang sangat penting dalam menghafal Al-Qur’an karena sebagai motor
dalam usaha untuk mencapai suatu tujuan yakni menghafal Al-Qur’an.
36 Ilham Agus Sugianto, Kiat Praktis Menghafal Al-Qur’an, (Bandung : Mujahid, 2004), hlm. 52
37 Musthafa Fahmi, Stikulujah al-Ta’lim, (Mesir : Maktabah Misriyah, t.th), hlm. 136 38 Abi ‘Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhori, Matan Masykul al- Bukhori,
(Libanon : Darul Fikr, t.th), hlm. 156
23
b. Bacaan Al-Qur’an yang baik dan benar
Sebelum seorang penghafal melangkah pada periode menghafal,
seharusnya ia terlebih dahulu meluruskan dan memperlancar
bacaannya. 39 Di dalam menghafal Al-Qur’an, diutamakan memiliki
kemampuan baca yang benar dan baik. Suatu bacaan itu rata dan
diutamakan berlagu (berirama). Dengan demikian, Insya Allah akan
menghasilkan suatu hafalan yang benar dan baik pula.40
c. Memiliki keteguhan dan kesabaran
Keteguhan dan kesabaran merupakan faktor-faktor yang sangat
penting bagi orang yang sedang menghafal Al-Qur’an. Hal ini
disebabkan karena dalam proses menghafal Al-Qur’an akan banyak
sekali ditemui berbagai macam kendala, mungkin jenuh, mungkin
gangguan lingkungan karena bising atau gaduh, mungkin gangguan
batin atau mungkin karena menghadapi ayat-ayat tertentu yang
dirasakan sulit menghafalnya.41
d. Istiqomah
Yang dimaksud dengan istiqomah yaitu konsisten, yakni tetap
menjaga keajegan dalam proses menghafal Al-Qur’an. 42 Menghafal
Al-Qur’an harus istiqomah dalam arti memiliki kedisiplinan baik
disiplin waktu, tempat maupun disiplin terhadap materi-materi hafalan.
Sang penghafal hendaknya tak mersa bosan dalam mengulang-ulang
hafalan. Sang penghafal dianjurkan memiliki waktu-waktu khusus,
baik untuk menghafal materi baru maupun untuk mengulang
(muraja’ah/takrir)yang waktu tersebut tidak boleh diganggu oleh
kepentingan lain.43
39 Ahsin W., Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000),
hlm. 54 40 Ilham Agus Sugianto, Op.Cit., hlm. 53 41 Ahsin W., Op.Cit., hlm. 50 42 Ibid., hlm. 51 43 Mahbub Junaidi, Menghafal Al- Qur’an Itu Mudah, (Solo : CV Angkasa, 2006),
hlm. 154
24
e. Menjauhkan diri dari maksiat dan sifat-sifat tercela
Perbuatan maksiat dan perbuatan yang tercela merupakan suatu
perbuatan yang harus dijauhi karena keduanya mempunyai pengaruh
besar terhadap perkembangan jiwa dan mengusik ketenangan hati
sehingga akan menghancurkan istiqomah dan konsentrasi yang telah
terbina dan terlatih sedemikian bagus44.
f. Izin orang tua, wali atau suami
Hal ini juga ikut mendukung dalam keberhasilan penghafal Al-
Qur’an. Dengan izin mereka, maka sang penghafal akan dapat dengan
leluasa memanfaatkan waktunya untuk menghafal Al-Qur’an.45
g. Sanggup memelihara hafalan
Al-Qur’an boleh jadi dikatakan mudah dihafal. Namun juga
sangat mudah hilang jika tanpa adanya pemeliharaan. Oleh karena itu
perlu adanya pemliharaan hafalan. Bilamana tidak, maka akan sia-sia
dalam usaha dalam mengahafal Al-Qur’an.46
h. Memiliki mushaf sendiri
Di dalam proses menghafal Al-Qur’an usahakan mempunyai
mushaf sendiri, tidak ganti-ganti mulai awal menghafal hingga khatam.
Agar bilamana ada kesalahan dalam menghafal atau ada kesamaan
ayat, dapat digaris bawahi sebagai tanda. Al-Qur’an yang biasa
digunakan oleh para penghafal adalah “Al-Qur’an Bahriyah” atau yang
sering disebut dengan “Al-Qur’an sudut” (Al-Qur’an pojok). Yakni Al-
Qur’an yang memiliki ciri-ciri khas tersendiri.
Adapun ciri tersebut diantaranya; awal halaman pasti awal ayat,
akhir halaman pasti akhir ayat, setiap juz terdiri dari 20 halaman dan
setiap halaman tediri dari 15 baris. Al-Qur’an tersebut biasanya
diterbitkan di negara-negara Timur Tengah atau yang sudah diterbitkan
di Indonesia diantaranya terbitan “Menara Kudus”. Al-Qur’an
semacam ini sangat diperlukan dalam rangka proses menghafal.
44 Ahsin W, Op.Cit., hlm. 52 45 Ilham Agus Sugianto, Op.Cit., hlm. 53 46 Ibid., hlm. 54
25
Karena biasanya yang sering terjadi, seorang penghafal mengingat-
ingat letak maupun posisi ayat yang dihafalkannya, apakah terletak
pada bagian kanan mushaf atau bagian kiri, pada pojok atas atau
bawah.47
4. Problematika dalam menghafalkan Al- Qur’an
Ilham Agus Sugianto menyebutkan bahwa problematika dalam
menghafal Al- Qur’an yaitu:48
a. Ayat-ayat yang sudah dihafalkan lupa lagi
b. banyak ayat serupa tetapi tidak sama
c. gangguan asmara
d. sukar menghafal
e. melemahnya semangat menghafal Al-Qur’an
f. tidak istiqomah
Ahsin menambahkan bahwa banyaknya kesibukan juga merupakan
problematika dalam menghafalkan Al-Qur’an.49 Sedangkan Abdul Aziz
mengelompokkan problematika menghafalkan Al-Qur’an menjadi dua:50
a. Problematika internal yang antara lain:
1) Kurang berminat
2) Tidak adanya perhatian terhadap hafalan Qur’an
3) Cinta dunia dan terlalu sibuk dengannya
4) Tidak dapat merasakan kenikmatan Al-Qur’an
5) Hati yang kotor dan terlalu banyak maksiat
6) Tidak sabar, malas berputus asa
7) Semangat dan keinginan yang lemah
8) Niat yang tidak ikhlas
9) Lupa
47 Ibid., hlm. 55 48 Ilham Agus Sugianto, Op.Cit., hlm. 103 49 Ahsin W., Op.Cit., hlm. 41 50 Abdul Aziz Abdul Rauf, Kiat Sukses Menjadi Hafidz Qur’an Da’iyah, (Bandung :
Syaamil Cipta Media, 2004), hlm. 64-80
26
b. Problematika eksternal yang diantaranya;
1) Tidak mampu membaca dengan baik.
2) Penghafal yang tidak mampu membaca dengan baik dan belum
lancar, akan merasakan dua beban ketika menghafal, beban
membaca dan beban menghafal.
3) Tidak mampu mengatur waktu
4) Pengulangan yang sedikit
5) Tidak ada muwajjih (pembimbing)
6) Tasyabuhul ayat (ayat-ayat yang mirip dengan ayat yang lain).
C. Hubungan Interferensi Retroaktif dengan Menghafal Al-Qur’an
Adapun hubungan interferensi retroaktif dengan menghafal Al-Qur’an
adalah interferensi retroaktif sebagai problematika dalam menghafal Al-
Qur’an. Pada dasarnya interferensi retroaktif adalah peristiwa terdesaknya
materi yang terdahulu karena terhambat oleh adanya materi yang baru,
disebabkan oleh bahan-bahan atau materi-materi yang sudah dalam memori.51
Interferensi retroaktif merupakan gangguan dalam menghafal
(cramming)¸termasuk menghafal Al-Qur’an. Interferensi retroaktif dalam
menghafal Al-Qur’an mengakibatkan hafalan Al-Qur’an yang semula baik dan
lancar tetapi pada suatu saat hafalan tersebut hilang dari ingatan. Hal ini
terlihat ketika seorang penghafal Al-Qur’an sedang memperdengarkan ayat,
mereka sering keliru antara ayat yang satu dengan ayat lain yang mirip.
Padahal terdapat pada surah yang berbeda. Ketika memperdengarkan ayat
berlangsung, mereka tidak sadar berpindah atau menyambung pada surah yang
lain. Tentunya hal ini disebabkan karena banyaknya ayat-ayat yang serupa
dalam Al-Qur’an selain itu juga didukung oleh sedikitnya pengulangan
(rehearsal)¸ tidak adanya konsentrasi waktu membaca hafalan, kurangnya
perhatian (atensi) terhadap hafalan dan faktor-faktor penyebab yang lainnya.
Dengan demikian interferensi retroaktif dalam menghafal Al-Qur’an
yang dimaksudkan penulis adalah suatu kondisi dimana para penghafal Al-
51 Ngalim Purwanto, Op.Cit., hlm. 113
27
Qur’an mengalami kekeliruan dalam mengingat dan mereproduksi hafalan
lama karena adanya kemiripan bunyi ayat dengan hafalan baru, sehingga yang
keluar selalu bunyi ayat yang baru dihafal. Pendek kata, “salah ucap”.
Problem interferensi retroaktif dalam menghafal al-Qur’an berawal
dari pelekatan hafalan ayat-ayat yang serupa belum mencapai kemapanan.
Selain itu, kesibukan yang terus menerus menyita perhatian, tenaga dan waktu
sehingga tanpa disadari telah mengabaikan upaya untuk memelihara hafalan
terhadap al-Qur’an. Ayat-ayat yang terlalu lama ditinggalkan jika tidak segera
dilakukan pengulangan maka akan melemah dan menjadi samar-samar atau
kabur kemudian rusak atau hilang sejalan dengan waktu.
Seiring dengan bertambahnya hafalan baru maka sudah seharusnya
hafalan yang lama harus lebih dimantapkan atau diperkuat. Akan tetapi jika
hafalan yang lama sifatnya kabur atau samar-samar, maka penghafal al-Qur’an
akan merasa kesulitan dan mengalami kekeliruan dalam menghadapi ayat-ayat
yang mirip bunyinya.
Sehingga biasanya ketika ingin membaca kembali (nderes) hafalan
lama justru yang selalu muncul atau terucap adalah hafalan baru yang memiliki
kesamaan bunyi ayat dengan hafalan lama. Maka terjadilah interferensi
retroaktif dalam menghafal al-Qur’an yang mengakibatkan para penghafal al-
Qur’an mengalami kesalahan atau kekeliruan melanjutkan bacaan berikutnya.
D. Upaya Mengatasi Interferensi Retroaktif dalam Menghafal al-Qur'an
Di balik adanya problem interferensi retroaktif dalam menghafal al-
Qur’an maka perlu adanya upaya untuk mengatasinya. Sebagaimana pendapat,
ahli psikologi Margaret W. Matlin yang dikutip oleh Desmita, menyebutkan
empat macam strategi penting untuk mengatasi problem interferensi retrokatif,
yaitu: pengulangan (rehearsal), pengelompokkan (organization), pembayangan
(imagery), pemunculan kembali (retrieval).52
52 Desmita, Psikologi, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 158
28
1. Pengulangan (rehearsal)
Pengulangan (rehearsal) adalah salah satu strategi mengatasi
interferensi retroaktif dengan cara menglangi, berkali-kali materi setelah
dihafal.53 Dalam hal ini adalah ayat-ayat yang sudah dihafal fokusnya pada
ayat-ayat yang serupa al-Qur’an menggmbarkan pentingnya pengulangan
dalam surah al-Dzariyat:
الذكرى فإن وذكر فعمنني تنؤ٥١ : الذاريات (الم(
Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang mukmin. (QS. Al-Dzariyat: 55).54
Ketika membaca ayat yang satu, pindah (menyambung) pada ayat
yang lain karena ayat tersebut mirip, hal ini dapat diperbaiki dengan
mengulang dua kalimat dari masing-masing ayat yang terlupa tadi, berkali-
kali hingga benar. Pengulangan ayat yang terlupa tidak boleh kurang dari
sepuluh kali.55 Lebih banyak pengulangan lebih baik.
Semakin banyak pengulangan maka semaki kuat pelekatan hafalan
dalam ingatan. 56 Penguatan akan lebih terwujud lagi dengan cara
overlearning (belajar lebih), maksudnya meskipun ayat yang dihafal sudah
lancar dan dikuasai akan tetapi masih terus diulang-ulang sebagai upaya
penguatan.
Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa kita akan mengingat
suatu informasi lebih lama setiap kali kita mengulanginya. Jika kita ingin
mengingat sesuatu yang baru, maka harus segera mengulangi lagi setelah 24
jam, lalu setelah satu minggu, satu, setelah dua minggu, setelah satu hulan
dan setelah 6 bulan. Setelah itu kita akan mampu mengingatnya terus jika
kita mengulanginya lagi setiap bulan. Ketika mengulangi, ucapkanlah
53 Ibid. 54 Al-Qur’an al Karim dan Terjemah, Op.Cit., hlm. 523 55 M. Taqiyul Islam Qori, Cara Mudah Menghafal Al-Qur’an, (Jakarta : Gema Insani,
1998), hlm. 27 56 Mahesh Kapadia, Memperkuat Memori, (Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer, 2006),
hlm. 39
29
dengan suara keras. Hal ini akan menambah asosiasi indra terhadap hal
tersebut sehingga akan mendapatinya lebih mudah untuk diingat.57
Lisan pun akan membentuk gerak refleks sehingga seolah-olah ia
tidak berfikir lagi untuk melafalkannya. Dengan banyaknya pengulangan
maka pola hafalan dalam ingatan semakin mencapai tingkat kemapanan
yang baik. 58 Dengan kata lain, tingkat pengulangan menentukan
keberhasilan. Ketekunan dan kesabaran sangat diperlukan dalam hal ini.
2. Pengelompokkan (organization)
Maksud kiat pengelompokkan ialah menata ulang item-item menjadi
kelompok-kelompok kecil yang memiliki signifikansi dan lafal yang sama
atau sangat mirip.59
Ketika menghafal, kemudian menemukan ayat-ayat yang mirip maka
ayat-ayat yang mirip tersebut ditulis dalam catatan khusus kemudian
dikelompokkan, bisa juga dengan menggunakan tabel. Melalui tabel
tersebut, kemudian dicatat ayat yang mirip itu terdapat pada halaman berapa,
surat apa, juz berapa dan ayat keberapa. Setelah itu dibandingkan, dicari
perbedaan-perbedaan yang ada diantara keduanya. Dengan melihat hasil
pengelompokkan dari tabel tersebut akan terlihat kalimat apa yang sama dan
kalimat apa yang berbeda.60
Ayat-ayat yang serupa harus mendapatkan perhatian khusus agar
tidak terjadi kesalahan berulang kali dalam membacanya. Salah satu bentuk
perhatian (atensi) itu adalah dengan mencatatnya. Alasan utama untuk
mencatat adalah meningkatkan daya ingat.61
Al-Qur’an juga telah mendorong kita agar menggunakan indra
penglihatan untuk memperhatikan perbedaan-perbedaan antar segala
sesuatu. Atas dasar ini kita dapat menggunakan indra penglihatan sebaik-
57 Bobbi De Porter dan Mike Hernacki, Quantum Learning, (Bandung : KAIFA,
2003), hlm. 240 58 Ahsin W., Op.Cit., hlm. 67 59 Desmita, Op.Cit., hlm. 159 60 Ablah Jawwad Al-Harsy, Kecil-kecil Hafal Al-Qur’an, (Jakarta : Hikmah, 2006),
hlm. 158 61 Bobbi De Porter dan Mike Hernacki, Op.Cit., hlm. 167
30
baiknya untuk memperhatikan perbedaan-perbedaan antara ayat-ayat yang
mirip. Sehingga tidak terjadi percampuran dalam menghafal ayat-ayat
tersebut. Penggunaan indra penglihatan untuk menghafal ayat-ayat tersebut
bisa diaplikasikan dengan menuliskan dua ayat yang serupa dan
memperhatikan perbedaan-perbedaan yang ada diantara keduanya melalui
TULISAN.62
Para psikolog, menyebutkan bahwa menulis atau mencatat poin-poin
penting yang ingin dihafalkan oleh seseorang dapat meningkatkan kesadaran
untuk berkosentrasi dalam menentukan perbedaan-perbedaan. 63 Kegiatan
menulis dan mencatat disamping dianggap sebagai latihan bagi kemapuan-
kemampuan akal, juga merupakan media yang ampuh untuk memperkuat
ingatan.64
Strategi pengelompokkan, sebagai upaya mengatasi interferensi
retroaktif ini lebih sering digunakan karena perbedaan-perbedaan yang ada
dalam ayat-ayat yang serupa selain terlihat jelas juga mudah diingat.
Memahami pengertian, kisah atau asbabun nuzul yang terkandung
dalam ayat-ayat yang mirip merupakan unsur yang sangat mendukung dalam
upaya mengatasi problem interferensi retroaktif ini. Pemahaman itu sendiri
akan lebih memberi arti bila didukung dengan pemahaman terhadap makna
kalimat, tata bahasa dan struktur kalimat dalam suatu ayat.65
Dengan demikian maka penghafal yang menguasai bahasa Arab dan
memahami struktur bahasanya, akan dengan mudah mengatasi problem
interferensi retroaktif ini.
Selain itu bisa dengan cara sering menelaah atau mempelajari kitab-
kitab yang khusus membahas mengenai berbagai jenis ayat-ayat yang
serupa. Diantaranya yang cukup popular:
62 Abdurrahman Abdul Kholiq, Bagaimana Menghafal Al-Qur'an , (Jakarta : Pustaka
Al Kautsar, 2006), hlm. 21 63 Abu Ahmadi, Psikologi Belajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 2004), hlm. 26 64 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta : Rineka
Cipta, 1995), hlm. 111 65 Ahsin W., Op.Cit., hlm. 70
31
1) Darurat At-Tanzil wa Ghurrat Al-Ta’wil dil Bayan Al-Ayat Al-
Mutasyabihat fil Kitabillah Al-Aziz, karya Al-Kitab Al-Iskafi.
2) Asrar Al-Tikrar fil Al-Qur’an, karya Mahmud bin Hamzah bin Nashir
Al-Karmani.66
3. Pembayangan (imagery)
Yaitu tipe strategi dengan karakteristik pembayangan dari seseorang.
Maksud pembayangan di sini adalah penggunaan gambaran mental. Dari
hasil pencitraan mental visual pada memori kognisi manusia.67
Strategi ini digunakan karena biasanya yang sering terjadi, seorang
penghafal mengingat-ingat letak maupun posisi ayat-ayat yang serupa,
apakah terletak pada bagian kanan mushaf atau bagian kiri; pada pojok atas
atau bawah, ataukah terletak pada pertengahan. Oleh karena itu
menggunakan satu jenis mushaf menjadi sangat penting
Hal ini perlu diperhatikan, karena dengan bergantinya penggunaan
satu mushaf kepada mushaf yang lain akan membungungkan pola hafalan
dalam bayangannya.68 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aspek
visual sangat mempengaruhi dalam pembentukan pola hafalan.
Cara kerja strategi ini adalah dengan memberikan tanda-tanda visual
pada ayat-ayat yang memiliki kemiripan bunyi.69 Misalnya dengan memberi
garis bawah (underlining) dengan warna tinta yang kontras agar tampak
sangat berbeda dengan ayat yang lain sehingga mudah diingat. Selain itu
juga bisa dengan cara memberi catatan pinggir pada al-Qur’an yang dipakai
untuk menghafal bahwa ayat tersebut sama dengan halaman berapa, atau
surat apa, juz berapa.70
Kiat ini dipandang cukup strategis karena para penghafal al-Qur’an
bisa langsung mengetahui letak ayat yang memiliki kemiripan dengan ayat
66 Abdurrahman Abdul Kholiq, Op.Cit., hlm. 32-33 67 Desmita, Loc.Cit. 68 Anas Ahmad Karzun, 15 Kiat Menghafal Al-Qur'an, (Jakarta : PT. Mizan Publika,
2004), hlm. 43 69 Raghib as-Sirjani, Cara Cerdas Menghafal Al- Qur’an, (Solo: AQWAM, 2007),
hlm. 101 70 Ilham Agus Sugianto, Op.Cit., hlm. 105
32
lain. Hal ini didasarkan pada metode lokasi yang mengaktifkan pada
penggunaan ingatan pandangan (the mind’s eye). Kemampuan kita untuk
memvisualisasikan objek-objek dan tempat-tempat dengan membentuk
gambaran mental perlu ditingkatkan. Penggunaan gambaran mental sebagai
alat bantu mengingat ini merupakan fungsi-fungsi penting pencitraan mental
visual pada memori dan kognisi manusia.71
Akan lebih baik lagi apalagi dibantu dengan tanda-tanda visual
dengan warna yang kontras, yang dapat mengingatkan langsung bahwa ayat
yang bertanda itu sering membuat kesalahan atau kekeliruan. Dengan
demikian ketika mengulang hafalan lama, melalui stretegi pembayangan ini,
para penghafal al-Qur’an bisa membayangkan tanda tersebut. Sehingga lebih
berhati-hati dan konsentrasi penuh saat membaca ayat-ayat yang serupa itu.
4. Pemunculan kembali (retrieval)
Retrieval merupakan strategi yang digunakan sebagai upaya untuk
mengatasi problem interferensi retroaktif. Retrieval adalah proses
mengeluarkan atau mengangkat informasi dari tempat penyimpanan.72
Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah mengulang kembali hafalan-
hafalan lama. Aplikasi dari strategi ini dapat dilakukan dengan tekun
memperdengarkan atau mendengarkan bacaan orang lain, bisa dengan cara
saling simak-menyimak (mudarosah) secara tartil bersama teman. 73
Mendengarkan kaset-kaset murotal sambil menirukan juga bisa dilakukan.74
Aktivitas-aktivitas tersebut memberikan arti yang besar sekali
terhadap pelekatan hafalan. Disamping itu cara ini mempunyai arti ganda,
yakni untuk mencocokkan ayat-ayat yang dihafal dengan ayat-ayat yang
didengar atau dibaca. Jika ada kekeliruan dalam membaca ayat-ayat yang
serupa maka bisa langsung diketahui. Ayat-ayat yang terlupa tadi harus
diulang-ulang sampai benar (tidak ada yang salah) agar tidak terlupa lagi di
kemudian hari.
71 Ricard F. Thomson dan Stephen A. Madigan, Op.Cit., hlm. 44 72 Desmita, Op.Cit., hlm. 160 73 Mahbub Junaidi, Op.Cit., hlm. 141 74 Anas Ahmad Karzun, Op.Cit., hlm. 45
33
BAB III
INTERFERENSI RETROAKTIF DALAM MENGHAFAL AL-QUR'AN
DAN UPAYA MENGATASINYA DI PONDOK PESANTREN
TAHAFUZUL QUR’AN PURWOYOSO NGALIYAN SEMARANG
A. Profil Pondok Pesantren Tahafuzul Qur’an Purwoyoso Ngaliyan
Semarang
1. Sejarah Berdirinya PPTQ
Pondok Pesantren Tahafuzul Qur’an berdiri atas inspirasi dari KH.
Abdullah Umar, AH. Menurut cerita, konon rumah yang dijadikan sebagai
pondok pesantren itu adalah milik seorang penghulu yang bernama
Ramelan yang telah lama dihuni oleh fakir miskin yang tidak jelas arah
tujuan hidupnya. Rumah tersebut terletak hanya sekitar beberapa meter
dari Masjid Besar Kauman Semarang. Melihat hal itu, kemudian KH.
Abdullah Umar, AH mempunyai gagasan untuk membeli rumah tersebut
dengan maksud tujuan untuk menjadikan rumah tersebut sebagai pondok
pesantren yang khusus untuk menghafalkan al-Qur'an. Yang menjadi
alasannya adalah bahwa beliau sangat menyayangkan apabila rumah yang
letaknya tidak jauh dari masjid itu hanya digunakan untuk hal-hal kurang
bermanfaat. Jadi alangkah lebih baik lagi apabila digunakan untuk hal-hal
yang lebih bermanfaat yaitu untuk meramaikan dan memakmurkan masjid
dengan ayat-ayat suci al-Qur'an, karena selain meramaikan masjid dan
memakmurkan masjid berarti juga sekaligus melestarikannya.
Tujuan lain dari gagasan tersebut adalah untuk membantu para
santri yang sungguh-sungguh berkeinginan dan bercita-cita ingin
menghafal al-Qur'an tetapi terbentur biaya (dalam arti tidak ada biaya
untuk melanjutkan pondok), maka di tempat inilah nantinya mereka bisa
melanjutkannya. Akhirnya karena maksud dan tujuannya sangat mulia
tersebut, akhirnya pemilik rumah mengizinkan kalau rumah tersebut dibeli
oleh KH. Abdullah Umar, AH.
34
Kemudian pada tahun 1972, berdirilah pondok pesantren tersebut
yang kemudian diberi nama Pondok Pesantren Tahafuzul Qur’an (PPTQ),
dimana KH. Abdullah Umar, AH sendirilah yang bertindak sebagai tenaga
pengajarnya. Jumlah santri pertama kali pada waktu itu ada sekitar 20
orang dan kesemuanya adalah putra yang dahulunya bertempat di rumah
penghulu tersebut.
Pada tahun 1973, baru pertama kalinya Pondok Pesantren
Tahafuzul Qur’an menerima santri putri yang jumlahnya juga tidak lebih
dari santri putra. Untuk santri putri mengambil tempat di kampung Malang
tetapi itu hanya sementara karena pada tahun 1985, semua berpindah ke
belakang Masjid Besar Kauman Semarang.
Sejak saat itu banyak santri yang berdatangan dari berbagai daerah.
Di tahun pertama kebanyakan mereka berasal dari Jawa Tengah, antara
lain dari Kabupaten Demak, Purwodadi, Salatiga dan sekitarnya. Tetapi di
tahun-tahun berikutnya semakin meluas dan tidak hanya dari Jawa Tengah
saja melainkan dari Jawa Barat, Jawa Timur bahkan ada juga yang berasal
dari luar Jawa.
Selanjutnya dalam usaha untuk mengembangkan Pondok Pesantren
Tahafuzul Qur’an ini, KH. Abdulah Umar, AH., menambah bangunan
gedung di Jl. Raya Ngaliyan – Boja yang kemudian mulai Oktober 1991,
gedung tersebut sudah dapat ditempati oleh santri putri, sedangkan yang
semula ditempati oleh santri putri kini ditempati oleh santri putra.1
Sejak tahun 2000, pondok pesantren ini baru menerima santri
mahasiswa yang berminat untuk belajar dan menghafal al-Qur'an karena
santri pondok semakin lama semakin berkurang dan pondok pun menjadi
kelihatan sepi. Maka untuk meramaikan dan menghidupkannya kembali,
pondok pesantren memerlukan santri yang lebih banyak, sehingga mulai
tahun itulah pondok pesantren dibuka untuk para santri mahasiswa
meskipun sebelumnya KH. Abdullah Umar, AH beranggapan bahwa santri
mahasiswa yang mondok di sini tidak bersungguh-sungguh dalam
1 Data diambil dari dokumen berupa buku induk PPTQ
35
menghafal al-Qur'an sehingga tidak diizinkan bertempat tinggal di pondok
ini.
Karena letak gedung santri putra dan putri yang terpisah jauh,
maka untuk mengurusnya beliau mempercayakan Gus Musthofa adik laki-
lakinya untuk mengurus dan mengasuh, sedangkan pondok putri beliau
serahkan pada putra beliau, KH. Azka, AH. Semakin lama jumlah santri
yang mondok semakin banyak.2
Pada awal tahun 2006 pengasuh pondok putri KH. Azka, AH
meningggal dunia dan sebagai penggantinya adalah istri beliau yaitu Siti
Jamzatur Rahmah, AH. Namun pada tahun 2007 pengasuh pondok putri
adalah KH. Muhibbin selaku menantu dari KH Abdullah Umar, AH.
Sekarang ini mayoritas santri PPTQ adalah dari kalangan mahasiswa.
Demikianlah keadaan dan sejarah Pondok Pesantren Tahafuzul
Qur`an yang mempunyai letak geografis dan lokasi pondok yang terbagi
menjadi dua tempat yaitu ; pertama di belakang Masjid Agung Kauman
Semarang sebelah utara sebagai pondok pesantren Qur`an bagian putra dan
yang kedua di Segaran Baru RT 03 RW Purwoyoso Ngaliyan Semarang
sebagai pondok pesantren TahafuZul Qur`an bagian putri. Dalam hal ini
yang dijadikan sebagai lokasi penelitian adalah khusus bagian putri yang
berlokasi di Kelurahan Purwoyoso Ngaliyan Semarang.3
2. Kondisi Ustadz
Ustad (guru) memegang peranan yang sangat menentukan dalam
proses kegiatan belajar mengajar. Para ustadz menjadi tumpuan bagi para
santri untuk memecahkan berbagai persoalan yang mereka hadapi. Selain
itu mereka dituntut untuk berperan menggantikan fungsi orang tua santri,
mengingat keberadaan para santri di pondok yang sangat berjauhan dengan
orang tuanya.
2 Wawancara dengan Umi Aufa, pengasuh santri putri PPTQ pada tanggal 15
November 2007 3 Observasi yang dilakukan pada tanggal 14 November 2007
36
Pengasuh Pondok Pesantren Tahfuzul Qur’an yang bernama KH.
Azka Abdullah Umar telah meninggal dua tahun yang lalu, kemudian
kedudukan beliau digantikan oleh kakaknya yang bernama KH. Amna
Abdullah Umar AH yang kini berkediaman di Pegandon, Kendal. Adapun
untuk mengawasi pondok, beliau tidak bisa sepenuhnya mengelola karena
beliau juga memiliki jama’ah pengajian. Jadi hanya sesekali saja dalam
sebulan beliau sempatkan untuk mengajar.
Ustadz yang mengasuh di Pondok Pesantren Tahafuzul Qur’an
bagian putri pada saat sekarang ini ada 5 orang, yang asli berasal dari
dalam ada 3 orang sedang yang berasal dari luar pondok ada 2 orang.
Adapun daftar nama ustadz yang mengajar di Pondok Pesantren Tahafuzul
Qur’an bagian putri ini adalah sebagai berikut :
TABEL 1
DAFTAR NAMA USTADZ PPTQ
NO NAMA KETERANGAN
1 Bp. KH. Amna Umar AH Pengasuh / ustadz
2 Umi Aufa Abdulah Umar AH Pengasuh / ustadzah
3 Bp. KH. Muhibbin Pengasuh / ustadz
4 Bp. Zuhri Ustadz
5 Bp. KH. Ali Musyafa’ Ustadz
Pembagian ustadz telah dipilih sendiri oleh KH. Amna Umar AH.
Beliau menaruh kepercayaan kepada adiknya Umi Aufa Abdullah Umar
AH yang mengajar al-Qur'an setiap hari kepada para santri. Beliau juga
menaruh kepercayaan kepada para pengajar, diantaranya kepada Bp. KH.
Muhibbin sebagai pengajar kitab Tafsir al-Jalalain, BP. Zuhri sebagai
pengajar kitab Nihayah al-Zain serta Bp. KH. Ali Musyafa’ sebagai
pengajar kitab Tanbih al-Ghofilin dan Kitab Ta’lim al-Muta’alim.
Sedangkan KH. Amna Umar mengajar kitab Mabadi’ al-Fiqh, tapi
37
waktunya tidak tentu, hal ini dikarenakan padatnya jadwal beliau sebagai
ustadz di berbagai daerah.4
3. Kondisi Santri
Santri yang belajar di Pondok Pesantren Tahafuzul Qur’an pada
tahun 2007 ini sebanyak 72 orang yang tidak hanya berasal dari Jawa
Tengah (Semarang) saja, tetapi mereka datang dari berbagai penjuru
daerah. Selain berasal dari Jawa Tengah, mereka juga ada yang berasal
dari Jawa Timur, Jawa Barat, bahkan ada juga yang berasal dari luar Jawa.
Adapun daftar nama-nama santri tersebut adalah sebagai berikut:
TABEL I DAFTAR NAMA SANTRI PPTQ
NO. NAMA NO. NAMA 1. Siti Mukaromah 37. Yuyun Yusnawati 2. Himatul Aliyah 38. Atik Mahfudhoh 3. Rifqotul Baroroh 39. Inayatul Muamaroh 4. Nurul Farida 40. Tsani Rahmawati 5. Mifrohatun 41. Duriyatus Sa’diyah 6. Tahzinul Azkiyah 42. Duriyatun Nazikhah 7. Nur Hidayah 43. Durrotun Nahdiyah 8. Mursidah 44. Muhimatul Ulya 9. Mahmudah 45. Reva Fauziyah 10. Munawaroh 46. Siti Inayah 11. Fitri 47. Susianti 12. Mei Ilmayani 48. Ulya Mu’alina 13. Madania Ahmad 49. Nur Alfu Laila 14. Yuyun Arifah 50. Titim Mahfudhoh 15. Neila Zulfa 51. Dwi Wahyuni 16. Binti Maziyah 52. Ismaunah 17. Neili Sa’adah 53. Zahirotul Maimunah 18. Siti Zulaekha 54. Nashirotus Sa’adah 19. Rumaisah Ulfa 55. Nur Hayati 20. Inarotuz Zakiyah 56. Lailatus Sa’adah 21. Fazad Husna 57. Siti Zuhriyah 22. Ulfa Saidah 58. Siti Maunah 23. Novi Fitriani 59. Iddah Lailiyyah 24. Aliyah Jannah 60. Siti Asturiyah
4 Wawancara dengan Sani Rahmawati selaku ketua Pondok PPTQ pada tanggal 15
November 2007
38
25. Fatin Hamama 61. Sofia Rani 26. Siti Munfarida 62. Ning Farikhah Nur 27. Umah Farida 63. Hidayatul Muniroh 28. Durrotun Nikmah 64. Nikmah Maulida 29. Wildan Maghfiroh 65. Ika Aulia 30. Munadhiroh 66. Elly Nur Rohmah 31. Samrotul Azizah 67. Rosita 32. Dwi Arini 68. Istiqomah 33. Laili Maghfiroh 69. Siti Ruhanah 34. Nailal Muna 70. Koirun Nisa 35. Eko Murdiyah 71. Umi Hanifah 36. Dede Hartinah 72. Zainul Masruroh.5
Para santri yang belajar di Pondok Pesantren Tahafuzul Qur’an ini
mayoritas adalah dari kalangan mahasiswa. Di pondok tersebut para santri
dalam kesehariannya dibiasakan untuk hidup mandiri dan tidak selalu
menjadi beban orang lain, termasuk orang tua. Mereka juga dibiasakan
untuk senantiasa mau berkorban, saling tolong menolong, memiliki
kepedulian terhadap lingkungan serta peka terhadap kondisi umat.
4. Struktur Organisasi Pondok Pesantren Tahafuzul Qur`an
Struktur organisasi yang dimaksud di sini adalah seluruh tenaga
yang berkecimpung dalam kepengurusan di Pondok Pesantren Tahafuzul
Qur`an ini. Adapun struktur personalia kepengurusan di Pondok Pesantren
Tahafuzul Qur`an bagian putri tahun 2007/2008 adalah sebagai berikut :
Pengasuh : KH. Amna Umar, AH
KH. Muhibbin Syah dan Umi Aufa, AH
a. Ketua pengurus : Tsani Rahmawati
Wakil ketua : Durrotun Nahdliyah
b. Sekertaris : Yuyun Yusnawati
c. Bendahara : Atiq Mahfudho
d. Seksi-seksi
1. Seksi Pendidikan : Laili Magfiroh
Nayla Zulfa
5 Data diambil dari dokumen berupa buku induk PPTQ
39
2. Seksi Keamanan : Eko Mudiyah
3. Seksi Kebersihan : Fitri
Aliyati Jannah
4. Seksi Perlengkapan : Binti Maziyah.6
5. Aktifitas Santri Pondok Pesantren Tahafuzul Qur’an
Para santri di pondok pesantren tahafuzul Qur’an telah memiliki
jadwal kegiatan mereka sehari-hari yang harus dilaksanakan dan dipatuhi
selama mereka berada di pondok. Adapun daftar jadwal kegiatan tersebut
adalah sebagai berikut :
TABEL II JADWAL KEGIATAN SANTRI
PONDOK PESANTREN TAHAFUZUL QUR’AN
Hari Waktu Kegiatan
Ba’da Subuh Mengaji al-Qur’an
Jam 09.00 Shalat dhuha bersama
Ba’da Dhuhur Ngaji Kitab Nihayatuzzen
Ba’da Ashar Ngaji al-Qur’an khusus bil ghoib
Ba’da Isya’ - Ngaji Qur’an
- Simaan al-Qur’an bagi bil ghoib
- Tartilan bagi bin nadhar
21.00 – 23.00 Istirahat dan belajar
Ahad
03.00 – selesai Membaca asma’ul husna
Ba’da subuh - Ngaji Qur’an
- Ngaji kitab Tafsir Jalalain
Ba’da Ashar Ngaji Qur’an
Ba’da Isya’ Membaca shalawat Nariyah
21.00 – 23.00 Istirahat dan belajar
Senin
03.00 – selesai Membaca asma’ul husna
6 Monografi PPTQ Purwoyoso Ngaliyan Semarang tahun 2007
40
Ba’da Subuh Ngaji Qur’an
Ba’da Ashar Ngaji Qur’an
Ba’da Isya’ Ngaji Qur’an khusus bil ghoib
21.00 – 23.00 Istirahat dan belajar
Selasa
03.00 – selesai Membaca asma’ul husna
Ba’da Subuh Ngaji Qur’an
Ba’da Ashar Ngaji Qur’an
Ba’da Isya’ - Ngaji Qur’an khusus bil ghoib
- Mukhadaroh (latihan khitobah /
pidato) tiap 2 minggu sekali
21.00 – 23.00 Istirahat dan belajar
Rabu
03.00 – selesai Membaca asma’ul husna
Ba’da Subuh - Ngaji Qur’an
- Ngaji Kitab Tafsir Jalalain
Ba’da Ashar Ngaji al-Qur’an
Ba’da Isya’ Ngaji Qur’an khusus bil ghoib
21.00 – 23.00 Istirahat dan belajar
Kamis
03.00 – selesai Membaca asma’ul husna
Ba’da Subuh - Membaca surat Yasin, surat
Waqi’ah dan Shalawat Nabi 1000x
- Tartilan
Ba’da Ashar Ngaji Qur’an
Ba’da Isya’ Ngaji Qur’an khusus bil ghoib
21.00 – 23.00 Istirahat dan belajar
Jum’at
03.00 – selesai Membaca asma’ul husna
Ba’da Subuh Ngaji Qur’an
Ba’da Ashar Ngaji Qur’an
Ba’da Isya’ Ngaji Qur’an khusus bil ghoib
21.00 – 23.00 Istirahat dan belajar
Sabtu
03.00 – selesai Membaca asma’ul husna
41
B. Interferensi Retroaktif dalam Menghafal al-Qur’an dan Upaya
Mengatasinya di Pondok Pesantren Tahafuzul Qur’an Purwoyoso
Ngaliyan Semarang
Santri yang penulis teliti ada 11 orang dari berbagai angkatan.
Penelitian dilakukan mengggunakan metode observasi dan wawancara,
informan diperoleh melalui teknik snowball sampling.
Dari hasil wawancara dengan responden, dapat diketahui bahwa
upaya untuk mengatasi interferensi retroaktif dalam menghafal al-Qur`an di
PPTQ masing-masing itu berbeda satu sama lain. Hal itu dapat diketahui dari
hasil wawancara dan dilihat dari perilaku santri dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam hal ini, peneliti akan memaparkan dalam bentuk laporan.
Zahirotul Maimunah (Demak). Muna dibesarkan kedua orangtuanya
di lingkungan pesantren. Sejak kecil dia sudah terbiasa membaca al-Qur`an.
Sehingga ketika dia lulus Aliyah, dia juga sudah selesai mengkhatamkan al-
Qur`an secara bil-ghoib. Muna berkeinginan untuk melanjutkan kuliah di
IAIN Walisongo Semarang dan memilih Pondok Pesantren Tahafuzul Qur’an
sebagai tempat tinggalnya. Alasan dia memilih tinggal di pesantren karena
ingin tetap menjaga hafalannya. Muna juga melakukan puasa dalail sebagai
usaha untuk memelihara hafalannya.
Di PPTQ, Muna tinggal melancarkan hafalannya karena sudah
khatam. Meskipun demikian dia belum bisa istiqomah jumlah hafalan dalam
mengaji. Padahal, Muna sudah mentarget kuantitas (banyaknya) nderes
hafalan tiap harinya. Akan tetapi apa yang telah ditargetkan terbengkalai
dengan aktivitas-aktivitas yang lain. apabila Muna banyak tugas kuliah yang
harus dikerjakan, maka Muna mengurangi waktu nderesnya. Sebaliknya, jika
tidak ada tugas kuliah maka dia nderes sebanyak-banyaknya.
Kondisi seperti ini membuat hafalan Muna yang semula lancar
menjadi tidak lancar. Hal ini dirasakan Muna saat mengulang hafalan (nderes),
banyak mengalami kekeliruan atau kesalahan. Terutama kekeliruan bacaan
pada ayat-ayat yang mirip atau serupa tapi tak sama. Ayat-ayat yang serupa
tersebut membuat Muna kesulitan untuk melanjutkan bacaan selanjutnya.
42
Sehingga aktivitas nderesnya terhenti dan Muna harus membuka kembali al-
Qur’an.
Hal ini dialami Muna berulang kali. Oleh karena itu Muna berupaya
mengatasi problem interferensi retroaktif ini agar tidak terulang lagi di
kemudian hari. Adapun cara Muna dalam mengatasi problem interferensi
retroaktif adalah dengan dihitung dulu ayat-ayat yang serupa tersebut,
selanjutnya mengetahui pada surat apa, juz berapa dan ayat berapa kemudian
ditulis dalam buku dan diperbandingkan serta diberi garis bawah. Selanjutnya
mengulang-ulang sampai benar.
Titim Mahfudhoh (Indramayu). Titim hanya mempunyai sedikit
waktu dalam menghafal karena selain santri dia juga aktivis kampus. Dia
dalam memuroja’ah (nderes) lebih senang dengan cara mendengarkan hafalan
al-Qur'an dari kaset-kaset. Di samping mendengarkan, dia juga menirukan
dengan tujuan mengoreksi hafalan al-Qur'annya. Ketika terjadi kekeliruan atau
ketidaksamaan dengan kaset, dia segera mematikan walkman. Kemudian
mengambil al-Qur'an dan mencocokkannya. Penghentian bacaan hafalan ini
tidak lain disebabkan oleh adanya ayat-ayat yang serupa sehingga terjadi
kekeliruan dan aktivitas nderes menjadi kacau. Upaya Titim mengatasi hal ini
dengan cara mempelajari terjemahan ayat-ayat yang serupa dan
menggarisbawahi ayat tersebut serta mengulang-ulanginya.
Uma Farida (Kendal). Uma termotivasi menghafal al-Qur'an setelah
semester tiga. Selain motivasi itu tumbuh dari dalam dirinya, motivasi itu juga
ia dapatkan dari orang tuanya. Maka mulailah Uma menghafal al-Qur'an. Saat
ini Uma sudah mendapatkan hafalan tujuh juz. Setelah juz tujuh akhir selesai,
Uma memilih untuk mengulangi lagi dari juz satu. Hal ini dia lakukan karena
merasa hafalan lamanya menjadi kabur atau samar-samar. Kadar pengulangan
yang sedikitlah yang membuat hafalan al-Qur'an Uma seperti sekarang ini.
Selain itu juga karena kesibukan-kesibukan membuat tugas kuliah dan
seringnya ngobrol dengan teman.
Pada saat mengaji, Uma sering mengalami kekeliruan ketika
dihadapkan pada ayat-ayat yang serupa. Untuk mengaasi hal ini, Uma
43
mengingat-ingat tempat ayat-ayat yang mirip dan memberi garis bawah pada
ayat-ayat tersebut. Selain itu dia juga memberi tanda visual pada halaman
yang terdapat ayat-ayat yang mirip. Dengan mengetahui tempat ayat-ayat yang
mirip ini sangat membantu dia dalam memperkuat daya ingatnya, sehingga
dapat mencegah dari kekeliruan di kemudian hari.
Siti Noor Hidayah (Pati). Hidayah mengatakan bahwa ia juga
mengalami problem retroaktif dalam mengahafal al-Qur`an. Hal ini
dialaminya ketika membaca surat Al-Baqoroh ayat 58, dia keliru membaca
surat Al-a`raf ayat 161. Upaya hidayah dalam mengatasi hal tersebut dengan
menuliskan dua ayat yang serupa dan memperhatikan perbedaan-perbedaan
yang ada diantara keduanya melalui tulisan. Aplikasi upaya Hidayah dalam
mengatasi problem interferensi retroaktif dapat dijelaskan sebagai berikut:
Surah Al-Baqarah ayat 58 :
سجدا الباب وادخلوا رغدا شئتم حيث منها فكلوا القرية هذه ادخلوا قلنا وإذ)۵٨ : البقرة (المحسنني وسنزيد خطاياكم لكم نغفر حطة وقولوا
Surah Al-A’raf ayat 161 :
وادخلوا حطة وقولوا شئتم حيث منها وكلوا القرية هذه اسكنوا لهم قيل وإذابدا البجس فرغن لكم طيئاتكمخ يدزنس سننيح١٦١ : األعراف (الم(
Setelah Hidayah meneliti ayat tersebut kemudian mencatat
perbedaan-perbedaan yang ada diantara keduanya sebagai berikut:
Ayat 161 sari Surah Al-A’raf Ayat 58 Surah Al-Baqarah
قيل وإذاسكنوا شئتم حيث
(tanpa kata )غدار حطة وقولوا
(sebelum لواخاد ابدا البجس )
قلنا وإذادخلوارغدا شئتم حيث
سجدا الباب ادخلوا (sebelum قولواحطة و )
44
طيئاتكمخيدزنس سننيحالممنها وكلوا
اكمطايخزيدنسو سننيحالممنها فكلوا
Laili Maghfiroh (Jepara). Problem interferensi retroaktif dalam
menghafal al-Qur'an merupakan kendala bagi Laili untuk meneruskan
muroja’ah hafalan al-Qur'annya. Kondisi tersebut terjadi berulang kali ketika
dia menghafal surah Al-Mukmin yang dimulai dengan aH mim Dia .( حم )
mengatakan bahwa kekeliruan dalam bacaan dikarenakan ada 7 surah yang
diawali dengan حم sehingga dia selalu menyambung pada surah-surah yang
lain. upaya Laili mengatasi problem ini dengan cara mencatat ayat-ayat
tersebut, meneliti kemudian merenungkannya. Setelah itu dia membuat
catatan-catatan hasil dari perenungannya. Upaya Laili dalam mengatasi
problem interferensi retroaktif dapat dilihat sebagai berikut:
Pertama, dia menulis surah-surah yang dimulai dengan aH mim
1. Surah Al-Mukmin
التوب وقابل الذنب غافر )٢( العليم العزيز الله من الكتاب تنزيل )١( حم)٣( المصري إليه هو إلا إله ال ولالط ذي العقاب شديد
2. Surah Fushshilat
لقوم عربيا قرآنا آياته فصلت كتاب) ٢ (الرحيم الرحمن من تنزيل) ١ (حم)٣ (يعلمون
3. Surah Asy-Syura
العزيز الله قبلك من الذين وإلى إليك ييوح كذلك )٢( عسق )١( حمكيم٣( الح(
4. Surah Al-Jaziyah
)٣( تعقلون لعلكم عربيا قرآنا جعلناه إنا )٢( المبني والكتاب )١( حم
45
5. Surah Az-Zuhruf
)٣( منذرين كنا إنا مباركة ليلة في أنزلناه اإن )٢( المبني والكتاب )١( حم
6. Surah Al-Jaziyah
والأرض السماوات في إن )٢( الحكيم العزيز الله من الكتاب تنزيل )١( حم)٣( للمؤمنني لآيات
7. Surah Al-Ahqaf
والأرض السماوات خلقنا ما )٢( الحكيم العزيز الله من الكتاب لتنزي )١( حم)٣( معرضون أنذروا عما كفروا والذين مسمى وأجل بالحق إلا بينهما وما
Kedua, Laili merenungkannya dan mencatat hal-hal sebagai berikut:
1. Setiap surah di atas diawali dengan aH mim .( حم )
2. Permulaan ayat kedua dari surah Al-Mukmin serupa dengan permulaan ayat
kedua dari surah Al-Ahqaf. Perbedaannya, ayat kedua dari surah Al-
Mukmin diakhiri dengan ( العليم العزيز ). Sedangkan ayat kedua dari surah Al-
Ahqaf diakhiri ( مالحكي العزيز ).
3. Ada persamaan antara ayat kedua surah Al-Jatsiyah dan ayat kedua surah
Al-Ahqaf keduanya adalah زيلناب تالكت زيز الله منكيم العالح
4. Ada persamaan antara ayat kedua surat Az-Zuhruf dan ayat kedua surah
Ad-Dukhan. Kedua surah ini beriringan dalam urutan mushaf. Kedua ayat
tersebut adalah ابالكتبني والم
Naila Zulfa (Kudus). Berbeda dengan santri yang lain. Naila termasuk
santri yang diberi kelebihan oleh Allah SWT berupa daya ingat yang kuat.
Dalam membuat hafalan baru, dia hanya membutuhkan beberapa menit saja
setelah shalat subuh untuk disetorkan pada saat mengaji. Sedangkan hafalan
lamanya hanya dibaca secara bin-nadzor setiap harinya. Saat ini Naila sudah
mendapatkan hafalan dua puluh juz. Kelebihan daya ingat Naila ini terbukti
46
bahwa dia mampu membaca kedua puluh juz tersebut secara bil-ghoib.
Artinya, kedua puluh juz tersebut telah tersimpan dalam ingatannya.
Setiap hari Naila melakukan sholat taubah sebanyak delapan raka’at
sehabis shalat maghrib. Di malam hari dia selalu terbangun untuk melakukan
shalat tahajud. Naila juga jarang berkumpul dengan teman-temannya untuk
ngobrol. Dia memilih mencari tempat sepi, menyendiri untuk nderes. Pada
saat di kampus, jika ada jam kosong, Naila mencari ruangan yang sepi. Jika
tidak ada maka dia pergi ke masjid untuk nderes.
Untuk menjaga hafalan dari kekeliruan bacaan, Naila mencari teman
untuk diajak simak-menyimak (mudarrosah) al-Qur'an. Sehingga ketika
terjadi kesalahan baca dalam nderes al-Qur'an yang disebabkan oleh
kemiripan ayat bisa langsung segera diantisipasi.
Tsani Rahmawati (Rembang). Tsani dalam menghafal al-Qur`an
menggunakan waktu pagi dan sore untuk muroja`ah (nderes) sedangkan untuk
menghafal baru selalu dilakukan pada malam hari sebelum tidur. Baik waktu
memuroja`ah hafalan (nderes) maupun di saat menambah hafalan baru, dia
selalu membawa buku tulis khusus untuk persiapan mencatat. Apabila
menemui ayat-ayat yang serupa dia langsung mencatatnya dalam buku
tersebut. Adapun ayat-ayat yang tertulis dalam buku khusus tersebut salah
satunya adalah:
QS. Al-Baqarah ayat 57
اخل والسلوى المن عليكم وأنزلنا الغمام عليكم وظللنا Serupa dengan surah Al-A’raf ayat 160
اخل والسلوى المن عليهم وأنزلنا الغمام عليهم وظللنا
Upaya Tsani untuk mengatasi interferensi retroaktif adalah dengan
mencatat ayat-ayat yang serupa dalam buku khusus.
Durrotun Nahdliyah (Kendal). Sebelum berangkat menghafal al-
Qur`an di PPTQ, dia terlebih dulu mondok di pesantren kitab. Di sana dia
mempelajari uslub bahasa dengan mendalami bahasa Arab dengan segala
aspeknya. Setelah merasa cukup memahami tentang bahasa Arab dan banyak
47
mempelajari kitab-kitab sebagai pendukung dalam proses menghafal al-
Qur`an maka ia pun mulai menghafal al-Qur`an. Cara seperti ini memberikan
banyak keuntungan dan kemudahan bagi Durrotun dalam memahami isi
kandungan ayat, tata bahasa dan struktur kalimat dalam ayat-ayat yang serupa.
Sehingga upaya Durrotun untuk mengatasi problem interferensi retroaktif
dalam menghafal al-Qur`an yaitu dengan membandingkan kedua ayat tersebut
secara detail dan mencermati perbedaan antara kedua ayat tersebut. Kemudian
mengambil buku tafsir untuk melihat faktor penyebab terjadinya perbedaan
yang sangat tipis antara kedua ayat tersebut.
Siti Inayah (Purwodadi). Pada awalnya alasan Inayah menghafal al-
Qur'an karena menghafal al-Qur'an merupakan persyaratan untuk masuk
Pondok Pesantren Tahafuzul Qur’an. Akan tetapi lama kelamaan Inayah
mempunyai minat yang tinggi untuk bersungguh-sungguh menghafal al-
Qur'an. Minat tersebut tumbuh karena seiring dengan berjalannya waktu,
Inayah telah merasakan kenikmatan menghafal al-Qur'an. Meskipun terbentur
dengan tugas-tugas kuliah, dia tetap tidak merasa terbebani dengan aktivitas
menghafalnya.
Inayah mampu mengatur waktunya dengan baik. Tugas-tugas kuliah
dia selesaikan bersama-sama di kost temannya. Setelah pulang ke pondok, dia
menghabiskan waktunya nderes di musholla. Dia selalu tidur larut malam
karena harus mempersiapkan hafalan baru untuk disetorkan keesokan harinya.
Dia tidak akan tidur sebelum hafalan barunya jadi.
Pada saat mengaji, dia menarget untuk setoran hafalan baru satu
halaman dan muraja’ah hafalan lama satu juz. Inayah sering mengeluh pada
saat muraja’ah mengalami kekeliruan bacaan. Padahal sebelum ditasmikan
sudah dideres terlebih dahulu. Tetapi tetap saja masih sering keliru jika
bertemu dengan ayat-ayat yang serupa. Sehingga juga keliru dalam
melanjutkan bacaan selanjutnya. Kondisi seperti ini sangat menyebalkan bagi
Inayah. Oleh karena itu Inayah berupaya mengatasi problem interferensi
retroaktif dalam menghafal al-Qur'an yang dipakai untuk menghafal al-Qur'an
bahwa ayat tersebut sama dengan halaman berapa, atau surat apa, juz berapa
48
dan ayat keberapa, kemudian ayat-ayat tersebut digarisbawahi dengan
menggunakan bolpoin warna merah.
Samrotul Azizah (Demak). Samroh mendapat amanah dari orang
tuanya agar dia selain kuliah juga menghafalkan al-Qur'an. Dia
merealisasikannya dengan tinggal di Pondok Pesantren Tahafuzul Qur’an.
Dorongan dari kedua orang tuanya menjadikan Samroh ingin cepat selesai
dalam menghafal al-Qur'an. Dia bersemangat dan merasa malas untuk
mengulang hafalan lama. Bacaannya pun terkesan tergesa-gesa.
Pada saat dia mendapat giliran untuk simaan di pondok, dia baru
menyadari bahwa hafalan lamanya amburadul. Dia harus betul-betul
mempersiapkan untuk simaan karena tidak bisa digantikan oleh santri lain
kecuali dia sedang berhalangan. Hal ini tidak terlalu bermasalah baginya
karena dia dapat mengatasinya dalam waktu yang singkat. Dia termasuk santri
yang cerdas. Dia mengatakan bahwa setiap menemui ayat-ayat yang mirip, dia
akan menulis dan membandingkan ayat tersebut serta mempelajari asbabun
nuzul kedua ayat itu sekaligus mengetahui makna yang terkandung di
dalamnya. Selain itu dia juga menelaah atau mempelajari kitab-kitab yang
khusus membahas mengenai jenis ayat-ayat serupa.
Rosita Maryatul Qibtiyah (Semarang). Rosita adalah santri satu-
satunya yang menghafal al-Qur'an secara takhasus di Pondok Pesantren
Tahafuzul Qur’an. Berbeda dengan santri yang lain. dia menghafal al-Qur'an
mulai dari juz tiga puluh. Sebelum dia mondok di Pondok Pesantren
Tahafuzul Qur’an ini, dia mondok di Pondok Pesantren Madrosatul Qur’anil
Aziziyyah. Di sana dia sudah sampai juz enam belas. Gangguan dari lawan
jenis merupakan kendala yang menghambat proses menghafalanya di sana.
Akhirnya dia pindah ke Pondok Pesantren Tahafuzul Qur’an. Alasan dia
memilih PPTQ karena PPTQ merupakan pondok khusus putri.
Keinginan menlanjutkan ke juz lima belas di PPTQ hanya bisa
tersimpan dalam hati. Dia mengurungkan niatnya karena hafalan yang selama
ini dia peroleh tidak membekas dalam ingatannya. Saat pertama kali mengaji
di PPTQ, dia mengulang lagi dari juz tiga puluh. Itu pun masih banyak yang
49
salah. Kesalahan atau kekeliruan melanjutkan bacaan berikutnya sering dia
alami ketika menemui ayat-ayat yang serupa, sehingga tanpa disadari
menyambung pada surah yang lain. Dia tidak menginginkan kondisi seperti ini
terulang lagi pada dirinya. Oleh karena itu jika dia mengalami kekeliruan
karena tidak sadar menyambung pada surah yang lain disebabkan keserupaan
bunyi ayat, maka dia akan mengulangi kedua ayat yang serupa tersebut,
masing-masing ayat sebanyak 41 kali.
50
BAB IV
ANALISIS UPAYA MENGATASI INTERFERENSI RETROAKTIF
DALAM MENGHAFAL AL-QUR'AN DI PONDOK PESANTREN
TAHAFUZUL QUR’AN PURWOYOSO NGALIYAN SEMARANG
Sebagaimana yang telah tertera dalam bab I bahwa tujuan penulisan
skripsi ini adalah untuk mengetahui bagaiamana problem interferensi retroaktif
dalam menghafal al-Qur'an dan upaya mengatasinya di Pondok Pesantren
Tahafuzul Qur’an Purwoyoso Ngaliyan Semarang. Untuk itu, dalam bab IV ini
penulis menganalisis dua hal tersebut sesuai dengan metode yang digunakan yaitu
menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif.
Dalam hal ini penulis menganalisis dua aspek. Pertama, mengenai
interferensi retroaktif dalam menghafal al-Qur'an. Kedua, tentang upaya santri
mengatasi problem interferensi retroaktif dalam menghafal al-Qur'an. Upaya
mengatasi problem interferensi retroaktif dalam menghafal al-Qur'an di Pondok
Pesantren Tahafuzul Qur’an meliputi pengulangan (rehearsal), pengelompokkan
(organization), pembayangan (imagery) dan pemunculan kembali (retrieval).
A. Analisis Interferensi Retroaktif dalam Menghafal al-Qur'an di Pondok
Pesantren Tahafuzul Qur’an Purwoyoso Ngaliyan
Sesuai dengan asal katanya retroactive interference yang artinya
gangguan atau hambatan untuk aktif kembali, maka interferensi retroaktif
dalam menghafal al-Qur'an diartikan sebagai suatu kondisi dimana para
penghafal al-Qur'an mengalami kekeliruan dalam mengingat dan
mereproduksi hafalan lama dikarenakan adanya kemiripan bunyi ayat dengan
hafalan baru, sehingga yang keluar selalu bunyi ayat yang baru dihafal.
Interferensi retroaktif dalam menghafal al-Qur'an mengakibatkan
hafalan al-Qur'an yang semula baik dan lancar tetapi pada suatu saat hafalan
tersebut menjadi samar-samar atau kabur. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang penulis lakukan di Pondok Pesantren Tahafuzul Qur’an Purwoyoso
Ngaliyan Semarang mengenai interferensi retroaktif dalam menghafal al-
Qur'an yang dialami oleh santri. Problem interferensi retroaktif dalam
51
menghafal al-Qur'an ini dialami oleh setiap santri yang menghafal al-Qur'an di
Pondok Pesantren Tahafuzul Qur’an.
Problem interferensi retroaktif dalam menghafal al-Qur'an terlihat
ketika santri Tahafuzul Qur’an melakukan aktivitas menghafal al-Qur'an.
Sesuai dengan penelitian yang penulis lakukan, dari kesebelas santri yang
penulis wawancarai, ada tujuh santri yang sering mengalami problem
interferensi retroaktif dalam menghafal al-Qur'an setiap mengulang hafalan
lama (memurajaah).
Problem interferensi retroaktif dalam menghafal al-Qur'an juga sering
dialami santri saat mengaji di hadapan pembimbing (muwajjih) dan pada saat
santri mendapat giliran untuk simaan al-Qur'an. Hal ini terlihat ketika santri
sedang memperdengarkan ayat, santri tersebut mengalami kekeliruan bacaan
antara ayat satu dengan ayat lain yang mirip. Padahal terdapat pada surah yang
berbeda. Ketika memperdengarkan ayat berlangsung, santri tersebut tidak
sadar berpindah atau menyambung pada surah yang lain.
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, meskipun kesebelas
santri mengalami problem yang sama akan tetapi disebabkan oleh faktor yang
berbeda. Problem interferensi retroaktif dalam menghafal al-Qur'an berawal
dari pelekatan hafalan ayat-ayat yang serupa belum mencapai kemapanan
dikarenakan sedikitnya kadar pengulangan yang dilakukan.
Hal ini diakui oleh delapan santri dari sebelas santri yang penulis
wawancarai, bahwa mereka jarang mengulang-ulang hafalan lama karena
kesibukan yang terus menerus menyita perhatian, tenaga dan waktu. Sebagai
contoh, kesibukan mengerjakan tugas-tugas kuliah dan kesibukan dalam
menghadiri kegiatan-kegiatan di kampus.
Ayat-ayat yang terlalu lama ditinggalkan jika tidak segera dilakukan
pengulangan maka akan melemah dan menjadi samar-samar atau kabur
kemudian rusak atau hilang sejalan dengan waktu. Seperti pengakuan salah
satu santri di Pondok Pesantren Tahafuzul Qur’an yang mengatakan bahwa dia
bersemangat menambah hafalan baru dan malas untuk mengulang hafalan
lama sehingga dia mengalami kesulitan dalam mengingat hafalan lamanya.
52
Menghafal dengan cara melihat mushaf sambil diam, mendengarkan
kaset bacaan al-Qur'an tanpa menirukan, merasa cukup membacanya dengan
suara yang pelan juga menjadi faktor terjadinya problem interferensi retroaktif
dalam menghafal al-Qur'an.
Seperti kasus yang terjadi pada santri yang penulis teliti, dia sering
mengalami problem interferensi retroaktif dalam menghafal al-Qur'an karena
cara menghafalnya dengan melihat mushaf sambil diam. Meskipun dia sudah
pandai dalam manajemen waktunya, kalau dia menghafal tanpa penyuaraan,
tidak konsentrasi dan tanpa titian ingatan maka interferensi retroaktif dalam
menghafal al-Qur'an akan selalu dialaminya.
Faktor-faktor penyebab terjadinya interferensi retroaktif dalam
menghafal al-Qur'an di Pondok Pesantren Tahafuzul Qur’an ini sesuai dengan
yang dikemukakan Wasty Soemanto bahwa penyebab terjadinya interferensi
retroaktif adalah sebagai berikut :
a. Kesan-kesan yang dicamkan tidak dibantu dengan penyuaraan.
b. Pikiran subjek tidak terkonsentrasi kepada kesan-kesan itu.
c. Teknik menghafal yang dipakai oleh subjek tidak efektif.
d. Subjek tidak menggunakan titian ingatan dalam menghafal.
Hal in juga senada dengan yang dikemukakan Nasution, bahwa faktor
yang mempengaruhi terjadinya interferensi retroaktif antara lain :
a. Banyaknya jumlah hal yang dihafalkan dalam waktu tertentu.
b. Adanya kegiatan-kegiatan lain sesudah menghafal, yang merupakan
interference yang mengganggu apa yang diingat itu.
c. Lamanya waktu yang lewat setelah berlangsungnya aktivitas menghafal,
yang juga dapat mengandung kegiatan yang mengganggu.
d. Materi yang telah dihafalkan belum mantap atau belum kuat.
e. Terdapat kesamaan dalam rangkaian materi yang dihafalkan.
Demikian analisis yang dapat penulis sampaikan terkait dengan
interferensi retroaktif dalam menghafal al-Qur'an di Pondok Pesantren
Tahafuzul Qur’an Purwoyoso Ngaliyan.
53
B. Analisis Upaya Santri Mengatasi Interferensi Retroaktif dalam
Menghafal al-Qur'an di Pondok Pesantren Tahafuzul Qur’an Purwoyoso
Ngaliyan
1. Pengulangan (rehearsal)
Aktivitas pengulangan ayat-ayat yang serupa, yang terlupa,
merupakan suatu aktivitas yang dilakukan oleh kesebelas santri yang
diwawancarai sebagai upaya untuk mengatasi problem interferensi
retroaktif dalam menghafal al-Qur'an.
Akan tetapi jumlah pengulangan yang dilakukan berbeda antara
santri yang satu dengan yang lainnya. Semakin banyak pengulangan
semakin lancar pula hafalannya. Perbedaan jumlah pengulangan
dikarenakan kesibukan-kesibukan dan pemanfaatan waktu masing-masing
santri berbeda.
Berdasarkan hasil penelitian penulis, santri yang menempuh
program khusus menghafal al-Qur'an dapat mengoptimalkan seluruh
kemampuan dan memaksimalkan seluruh kapasitas waktu yang dimilikinya
karena tidak menghadapi kendala dari kegiatan-kegiatan lainnya sehingga
waktu mengulang hafalan lebih banyak.
Sebaliknya, bagi santri yang menghafal al-Qur'an disamping kuliah,
menghadapi kendala banyaknya tugas-tugas kuliah, kegiatan-kegiatan
kampus dan kesibukan lain yang menyita banyak waktu. Adapun waktu
yang tersisa hanya bisa digunakan untuk menambah hafalan baru, sehingga
tidak ada waktu untuk memurojaah hafalan.
Bagi santri yang menghafal al-Qur'an di samping kuliah, banyaknya
tugas-tugas kuliah tidak boleh dijadikan alasan untuk tidak memurojaah
hafalan, karena segala sesuatu itu tergantung pada niatnya. Niat yang ada
pada diri santri sangat berpengaruh dalam upaya menjaga hafalan al-
Qur'annya. Niat besar berupa dorongan hati untuk berbuat, melaksanakan
atau mendatangkan sesuatu yang bermanfaat dan bisa pula berupa
mencegah dan menghindari sesuatu yang berbahaya dan membawa
kerusakan (madhorot).
54
Menurut ulama kita al-Mawardi : “Niat adalah keinginan yang
disertai dengan pelaksanaannya”. Jadi niat bukan sekedar sesuatu yang
terbersit atau terlintas dalam hati kemudian hilang sekejap mata. Namun
lebih dari itu niat merupakan keinginan yang sungguh-sungguh dan
dilaksanakan dalam bentuk tindakan atau usaha untuk mencapainya.
Besarnya niat dapat diukur dan dilihat sampai dimana usaha yang
santri lakukan untuk mengatasi problem interferensi retroaktif dalam
menghafal al-Qur'an. Adapun untuk mengukur keberhasilan yang akan
didapatkan sama halnya dengan cara mengukur niat dengan besarnya usaha.
Dari usaha yang santri laksanakan akan dapat dilihat sebesar apa
keberhasilan yang santri raih karena hasil yang santri dapatkan akan
berbanding lurus dengan usaha yang telah santri lakukan.
Usaha serta upaya seseorang akan selalu berbanding lurus dengan
niat yang ada dalam hatinya. Akan tetapi niat yang baik belum bisa
menggantikan manajemen waktu yang baik, yaitu bagaimana dan sampai
dimana kepandaian santri mengatur dan menggunakan waktu dalam
keseharian dengan sebaik-baiknya sehingga tidak banyak waktu yang
terbuang sia-sia sehingga bisa melahirkan dan membangun aktivitas pribadi
yang rutin dan kontinu.
Hal ini terbukti, dari hasil penelitian, ada santri yang menghafal al-
Qur'an disamping kuliah tetap bisa istiqomah dalam menambah hafalan
baru dan memurojaah hafalannya. Niat yang sungguh-sungguh terbukti
dengan manajemen waktunya yang baik.
Berbeda dengan santri yang menghafal al-Qur'an atas dasar
keterpaksaan, akan cenderung untuk santai karena tugasnya untuk
menghafal al-Qur'an dirasakan sebagai suatu beban kehidupan sehingga
cenderung semaunya serta kurang atau tidak bertanggung jawab atas
hafalan-hafalan yang sudah dikumpulkan di hatinya dalam beberapa waktu,
yang pada akhirnya hafalan-hafalannya tersebut akan rusak dan tidak lancar.
55
2. Pengelompokkan (organization)
Sesuai dengan penelitian yang penulis lakukan, dari kesebelas santri
yang penulis wawancarai, ada empat santri yang menggunakan strategi
pengelompokkan sebagai upaya mengatasi interferensi retroaktif dalam
menghafal al-Qur'an. Strategi pengelompokkan ini digunakan oleh santri
yang sudah memiliki bekal ilmu nahwu sorof karena berlatar belakang dari
pesantren kitab. Penulis sangat setuju dengan santri yang terlebih dahulu
mempelajari uslub bahasa dengan mendalami bahasa Arab dengan segala
aspeknya sebelum menghafal. Hal ini terbukti banyak memberi keuntungan
dan kemudahan pada santri ketika menemui ayat-ayat yang serupa.
3. Pembayangan (imagery)
Kemampuan dan kekuatan hafalan setiap santri berbeda-beda.
Namun memanfaatkan sejumlah indra akan memudahkan penghafalan dan
menguatkan ingatan. Masing-masing indra memiliki cara tersendiri untuk
menyampaikan informasi ke otak. Apabila caranya banyak, maka hafalan
akan kuat dan mendalam. Membaca dengan nyaring ketika menghafal,
melihat hafalan yang sedang dibaca dengan teliti dan diulang-ulang,
memberi tanda visual pada ayat-ayat yang serupa yang sering membuat
kekeliruan bacaan dapat membentuk gambaran mental, bentuk halaman itu
tergambar dalam ingatan. Pendengaran pun ikut membantu melekatnya
hafalan.
Mengingat-ingat letak ayat-ayat yang serupa merupakan cara efektif
yang dilakukan oleh empat santri dari kesebelas santri yang telah
diwawancarai sebagai upaya mengatasi interferensi retroaktif dalam
menghafal al-Qur'an. Santri tersebut menggunakan strategi pembayangan
dengan mengingat-ingat letak ayat-ayat yang serupa, menggarisbawahi,
memberi tanda visual karena cara ini dapat memberikan kesan yang
membekas dalam ingatan.
Hal ini sesuai dengan teori metode lokasi yang mengaktifkan pada
penggunaan ingatan pandangan (the mind’s eye). Teori ini menjelaskan
bahwa kemampuan kita untuk memvisualisasikan objek-objek dan tempat-
56
tempat dengan membentuk gambaran mental sebagai alat bantu mengingat
ini merupakan fungsi-fungsi penting pencitraan mental visual pada memori
dan kognisi manusia.
Menggunakan satu macam mushaf mempunyai pengaruh yang besar
kaitannya dengan teori tersebut. Hal ini dikarenakan dengan menggunakan
satu macam mushaf, gambaran tentang letak-letak ayat yang serupa akan
terpampang jelas dalam memori otak sebagaimana kebiasaan yang
dilihatnya. Jika santri sering berganti mushaf maka akan membingungkan
pola hafalan dalam bayangannya.
4. Pemunculan kembali (retrieval)
Seseorang yang sedang menghafal al-Qur'an tidak boleh
mempercayakan hafalannya terhadap dirinya sendiri. Melainkan dia harus
tekun memperdengarkan hafalannya kepada seorang hafizh lain atau dengan
mencocokannya pada al-Qur'an. Sekalipun dia itu sudah termasuk seorang
hafizh yang sangat teliti dan cermat. Hal ini dimaksudkan akan
mengingatkan kemungkinan masih adanya bacaan yang terlupakan sehingga
kesalahan itu tanpa sadar selalu diulang-ulang terus.
Seringkali terjadi seorang santri menghafal satu surat yang
sebenarnya dalam hafalannya itu ada yang salah. Akan tetapi hal itu tidak
disadari padahal dia sudah melihat al-Qur'an. Sebab, harus diakui banyak
sekali bacaan yang luput dari penglihatan. Seorang santri sudah berusaha
mencocokkan hafalannya dengan al-Qur'an, tetapi bisa jadi dia tidak
menyadari letak kesalahan bacaannya. Oleh karena itu, memperdengarkan
hafalan al-Qur'an kepada orang lain merupakan upaya koreksi untuk
mengetahui kesalahan-kesalahan tersebut dan untuk mengingatkan terus
hafalannya.
Mengoreksi hafalan merupakan faktor penting dalam menghafal al-
Qur'an untuk menghindari kesalahan hafalan. Hal ini dikarenakan adanya
ayat-ayat yang mempunyai kemiripan antara ayat satu dengan yang lainnya
bahkan kesamaan dalam ayat-ayat al-Qur'an sering menjadi penyebab
kesalahan baca dalam memurojaah hafalan. Untuk mendapatkan hafalan
57
yang awet diperlukan ketartilan dalam membaca dan mengulang-ulanginya.
Mengulang-ulang hafalan sebaiknya dilakukan setelah mengoreksi hafalan
dan setelah membacanya di depan orang lain sehingga tidak ada kesalahan
yang tidak diketahui.
Adanya guru pembimbing (muwajjih) sangat penting dalam upaya
mentashih bacaan dan hafalan yaitu dengan cara membaca atau
mentashihkan hafalan di hadapan guru tersebut. Di samping adanya guru
diperlukan pula adanya teman untuk saling membantu mengoreksi hafalan
masing-masing dengan cara melakukan mudarrosah atau simaan bersama
teman.
Simaan bersama teman akan mendapatkan banyak keuntungan. Hal
ini diakui oleh salah satu santri dari kesebelas santri yang diwawancarai.
Misalnya bisa saling menegur bagi siapa yang salah bacaannya, saling
memberi dukungan satu sama lainnya, menciptakan persaingan yang sehat.
Menghafal sendirian membuka peluang kepada kesalahan baca. Terkadang
kesalahan itu berlangsung dalam waktu yang sangat lama, tanpa ada yang
mengingatkannya. Barulah ketika membacakan hafalannya di hadapan
seorang guru atau teman, kesalahan tersebut tampak.
58
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian penulis yang berjudul “Upaya Mengatasi
Interferensi Retroaktif dalam Menghafal Al-Qur'an (Studi di Pondok
Pesantren Tahafuzul Qur’an Purwoyoso Ngaliyan Semarang)” dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Interferensi retroaktif dalam menghafal al-Qur'an dialami oleh semua
santri yang menghafalkan al-Qur'an di Pondok Pesantren Tahafuzul
Qur’an Purwoyoso Ngaliyan Semarang. Hal ini dapat terlihat ketika santri
membaca hafalan al-Qur'an sering mengalami kekeliruan membaca antara
ayat satu dengan ayat lain yang mirip. Mereka tidak sadar berpindah atau
menyambung pada ayat atau surah yang lain. Problem interferensi
retroaktif dalam menghafal al-Qur'an lebih sering dialami santri PPTQ
ketika memurojaah sendiri hafalannya. Ada santri yang mengalami
problem interferensi retroaktfi dalam menghafal al-Qur'an pada saat
mentashih di hadapan pembimbing. Ada juga yang mengalami problem ini
pada saat santri membaca hafalannya ketika mendapat giliran untuk
simaan. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya intereferensi
retrikatif dalam menghafal al-Qur'an di PPTQ adalah sebagai berikut:
a. Faktor dari al-Qur'an
Al-Qur'an sangat memiliki potensi yang besar untuk menyebabkan
terjadinya interferensi retroaktif bagi seseorang yang menghafal al-
Qur'an. Karena, ditinjau dari aspek makna, lafal dan susunan atau
struktur bahasanya, diantara ayat-ayat dalam Al-Qur’an banyak
terdapat keserupaan antara satu dengan yang lainnya. Ada yang benar-
benar sama, ada yang hanya berbeda dalam dua atau tiga huruf saja,
ada pula yang berbeda susunan kalimatnya saja.
b. Faktor dari santri yang menghafal al-Qur'an
Faktor dari dalam pribadi santri yang menghafal al-Qur'an antara lain:
59
1) Niat menghafal yang kurang sungguh-sungguh, sehingga sering
menyebabkan tidak istiqomah, tidak sabar serta mudah putus asa
dalam menghafal al-Qur'an.
2) Kurangnya perhatian terhadap hafalan yang telah diperoleh
sehingga jarang melakukan pengulangan dan melakukan simaan
dengan santri lain.
3) Lemahnya manajemen waktu di tengah padatnya aktifitas sehari-
hari.
c. Faktor lingkungan
Selain dua faktor di atas, faktor lingkungan juga memiliki andil cukup
besar terjadinya interferensi rekroaktif dalam menghafal al-Qur'an di
PPTQ Purwoyoso, yakni:
1) Dekatnya pondok dengan jalan raya dan swalayan “Aneka Jaya”
sehingga menimbulkan suasana yang kurang kondusif untuk
berkonsentrasi menghafal al-Qur'an.
2) Banyaknya santri yang tidak menghafal al-Qur'an sehingga cukup
mempengaruhi semangat santri yang menghafal al-Qur'an.
2. Upaya santri Pondok Pesantren Tahafuzul Qur’an Purwoyoso mengatasi
interferensi retroaktif dalam menghafal al-Qur'an meliputi;
a. Melakukan pengulangan terhadap ayat-ayat yang mirip yang sering
membuat kekeliruan melanjutkan bacaan selanjutnya.
b. Mengelompokkan ayat-ayat yang mirip menjadi kelompok-kelompok
kecil yang memiliki signifikansi dan lafal yang sama atau sangat mirip
kemudian dicari perbedaan-perbedaan yang ada pada ayat tersebut.
c. Mengingat-ingat letak maupun posisi ayat-ayat yang mirip dengan
menggarisbawahi, apakah terletak pada bagian kanan mushaf atau
bagian kiri, pada pojok atas atau bawah, ataukah terletak pada
pertengahan.
60
d. Memperdengarkan hafalan ataupun mendengarkan bacaan santri lain,
saling simak-menyimak (mudarrosah) secara tartil, mendengarkan
kaset-kaset murotal sambil menirukan.
e. Belajar uslub bahasa Arab dan segala aspeknya sebelum menghafal al-
Qur'an.
B. Saran-saran
1. Bagi santri yang sering mengalami kesalahan bacaan ketika menemui ayat-
ayat yang mirip (problem inteferensi retroaktif) hendaknya berupaya
mengatasinya sesuai dengan karakteristik pribadi atau sesuai kebutuhan.
2. Setelah mengetahui bahwa problem interferensi retroaktif dialami oleh
sebagian besar santri yang sedang menghafal al-Qur'an diharapkan para
pembimbing lebih jeli dalam mendengarkan bacaan santri ketika
memperdengarkannya hafalannya, terutama pada ayat-ayat yang mirip.
C. Penutup
Demikianlah tulisan ini diakhiri dengan mengucapkan syukur
alhamdulillah, mudah-mudahan tulisan ini berguna dan bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi siapapun yang dapat memetik ilmu, hikmah dan
pengetahuan tulisan ini.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penelitian ini dari awal hingga akhir. Semoga bantuan yang
telah diberikan mendapatkan balasan dan dapat diterima sebagai amal baik di
hadapan Allah SWT.
Meskipun telah berusaha semaksimal mungkin, namun penulis
menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan, untuk itu kritik dan saran selalu penulis harapkan demi
kesempurnaan penulisan skripsi ini. Akhirnya hanya kepada Allah Ta’ala kita
memohon ampun atas segala dosa dan kehidupan, dan hanya kepada-Nya kita
berserah diri, teriring do’a sehingga usaha dan amal baik kita selalu berbuah
keridhaan-Nya.
DAFTAR PUSTAKA A.R., Fadhal, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Surabaya, Mekar, 2004. Abdul Kholiq, Abdurrahman, Bagaimana Menghafal Al-Qur'an, Jakarta, Pustaka
Al Kautsar, 2006. Abdul Rauf, Abdul Aziz, Kiat Sukses menjadi Hafidz Qur’an Da’iyah, Bandung,
Syaamil Cipta Media, Cet. IV, 2004. Ahmadi, Abu, Psikologi Belajar, Jakarta, Rineka Cipta, 2004. Ahsin W., Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur'an, Jakarta, Bumi Aksara, 2000.
Al-Harsyi, Ablah Jawwad, Kecil-kecil Hafal al-Qur’an, Jakarta, Hikmah, 2006. al-Marbawy, Muhammad Idris, Kamus Idris al-Marbawy, Indonesia, Dar Ihya’ al-
Kutub al-“Arabiyah, t.th.. Al-Qur’an al-Karim dan Terjemah, Kudus, Menara Kudus, 2006. Al-Qur’anul Karim, Semarang, Toha Putra, 1999. Arifin, Tajul, Kajian Al-Qur'an di Indonesia, terj. Howard M. Federspiel,
Bandung, Mizan, Cet. 2, 1996. Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek, Jakarta,
Rineka Cipta, 2002, Cet. 12. Ash Shabuny, Muhammad Ali, Al-Tibyan fi Ulum Al-Qur’an, Jakarta, Dinamika
Berkah Utama, 1930 H. As-Sirjani, Raghib, Cara Cerdas Menghafal Al- Qur’an, Solo, AQWAM, 2007. Chaplin, JP., Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2006. Davidoff, Linda L., Psikologi Suatu Pengantar, Jakarta, Erlangga, 1998. De Porter, Bobbi, dan Hernacki, Mike, Quantum Learning, Bandung, KAIFA,
2003. Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1991). Desmita, Psikologi, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2005. Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2002. Echols, John M., dan Shadily, Hassan, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta, PT.
Gramedia, 2000.
Fahmi, Musthafa, Stikulujah al-Ta’lim, Mesir, Maktabah Misriyah, t.th. Faizin, Nur, Keistimewaan-keistimewaan Al-Qur’an, Yogyakarta, Mitra Pustaka,
2001. Hakim, Masykur, Berdialog dengan Al-Qur'an, Bandung, Mizan, 1997. Hartati, Islam dan Psikologi, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2004. Hasan, M. Iqbal, Pokok-Pokok Materi Metode Penelitian dan Aplikasinya,
Jakarta, Ghalia Indonesia, 2002. Irwanto, dkk., Psikologi Umum, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Umum, 1991. Junaidi, Mahbub, Menghafal Al- Qur’an Itu Mudah, Solo, CV. Angkasa, 2006. Kapadia, Mahesh, Memperkuat Memori, Jakarta, PT. Bhuana Ilmu Populer, 2006. Karzun, Anas Ahmad, 15 Kiat Menghafal al-Qur’an, Jakarta, PT Mizan Publika,
2004.
Kholiq, Abdurrahman Abdul, Bagaimana Menghafal Al-Qur’an, Jakarta, Pustaka Al Kautsar, 2006.
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Cet. VII, Jakarta,
Sarasin, 1996. Ma’arif, Bambang Saiful, Teknik Menghafal Al-Qur'an, terj. Abdurrab
Nawabuddin, Bandung, Sinar Baru, 1991. Moloeng, Lexy J., Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja Rosdakarya,
2001. Moskowitz, Merle J., General Psychology, Boston, Houghton Miffin Company,
t.th. Mudzakir, AS., Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur'an , terj. Manna Khalil al-Qattan, Bogor,
Pustaka Litera Antar Nusa, Cet. 4, 1998.
Muhammad bin Ismail al-Bukhori, Abi ‘Abdullah, Matan Masykul al- Bukhori, Libanon, Darul Fikr, t.th.
Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, Jakarta,
PT. Bumi Aksara, 2000. Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta, Rake Sarasin,
1996, Cet. 7. Partanto, Pius A., Kamus Ilmiah Populer, Surabaya, Arkola, 1994.
Poerwadarminta, W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1976.
Purwanto, Ngalim, Psikologi Pendidikan, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya,
2000. Shalih Tamhid, Aunur Rafiq, Apa itu al-Qur'an , terj. Imam as-Suyuthi, Jakarta,
Gema Insani Press, Cet. 6, 1992. Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta, Rineka
Cipta, 1995. Soemanto, Wasty,Psikologi Pendidikan, Jakarta, Rineka Cipta, 1998. Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, Rajawali, 1987. Sudarmanto, YB., Tuntunan Metodologi Belajar, Jakarta, Grasindo, 1995. Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,
1997. Sugianto, Ilham Agus, Kiat Praktis Menghafal al-Qur'an, Bandung, Mujahid,
2004. Sukmadinata, Nana Syaodih, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung.
PT. Remaja Rosdakarya, 2004. Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2000. Thomson, Ricard F., dan Madigan, Stephen A., MEMORY, Jakarta, Trans Media,
2007. Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta, Balai Pustaka, 1998. ‘Usmani, Ahmad Rofi’, al-Qur’an dan Ilmu Jiwa, Bandung, Pustaka, 2000. W., Ahsin, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, Jakarta, Bumi Aksara, 2000. Walgito, Bimo, Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta, Andi Offset, 2003. Wortman, Camille B., Psichology, New York, Alfred A. Knopf, t.th. Ya’qub, Ali Mustofa, Nasihat Nabi Kepada Pembaca dan Penghafal Al-Qur’an,
Jakarta, Gema Insani, 1996.