Transcript

LAPORAN TUGAS TUTORIAL BLOK 15 UP 2

RUMINANSIA IKERACUNAN SINGKONG

Disusun oleh :

Nama : Kelviano Muqit

NIM

: 09/284105/KH/06282

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2011Tujuan Pembelajaran1. Apa saja jenis tanaman hijauan yang mengandung racun?

2. Bagaimana mekanisme keracunan singkong dan tanaman lainnya?

3. Apa saja gejala klinis yang muncul akibat keracunan tersebut dan bagaimana perubahan patologis yang terjadi ?

4. Bagaimanakah penanganan dalam kasus keracunan daun singkong?

A. TANAMAN HIJAUAN YANG MENGANDUNG RACUN.

Racun ternak yang dalam bahasa peternakan lebih dikenal sebagai anti nutrisi merupakan substansi yang dapat mempengaruhi beberapa aspek metabolisme tubuh atau dengan kata lain akan dapat mempengaruhi aspek-aspek biologi (terkait dengan terganggunya fungsi metabolisme tubuh) dan aspek ekonomi (dengan turunnya produktivitas dan atau nilai jual ternak yang bersangkutan) sehingga sangat merugikan bagi para peternak. Hal tersebut merupakan suatu pendefinisian yang luas bagi anti nutrisi itu sendiri sungguhpun segala sesuatunya termasuk oksigen, air dan semua yang terdapat di alam smesta ini jika terdapat dalam jumlah yang besar dalam tubuh ternak akan dapat berpengaruh terhadap fungsi dari organ-organ yang terdapat didalamnya. Selain itu anti nutrisi dapat juga diartikan sebagai suatu perubahan termasuk didalamnya perubahan dalam struktur kimia yang tidak semestinya (terdapat substansisubstansi yang dapat mempengaruhi tubuh ternak sehingga akan mengganggu kerja dari organ-organ tubuh). Dalam anti nutrisi ini terdapat unsur-unsur kimia alami yang mempunyai sifat dan dampak yang berbeda-beda. Zat-zat anti nutrisi ini terdapat dalam berbagai bentuk serta tersebar di beberapa spesies dari bahan-bahanpakan asal tanaman yang sebenarnya layak untuk dikonsumsi oleh ternak (Widodo, 2006) .

Secara lebih praktis dapat dikatakan bahwa racun pada ternak atau anti nutrisi merupakan zat yang dapat menghambat, pertumbuhan, perkembangan, kesehatan, tingkah laku atau penyebaran populasi organisme lain (alelokemik) apabila berinteraksi dengan ternak. Terdapatnya anti nutrisi pada tanaman umumnya terjadi karena faktor dalam (faktor intrinsik) yaitu suatu keadaan dimana tanaman tersebut secara genetik mempunyai atau mampu memproduksi anti nutrisi tersebut dalam organ tubuhnya. Zat-zat anti nutrisi alkaloida, asam amino toksik, saponin dan lain-lain adalah beberapa contohnya. Faktor lain adalah faktor luar (faktor lingkungan), yaitu keadaan dimana secara genetic tanaman tidak mengandung unsur anti nutrisi tersebut, tetapi karena pengaruh luar yang berlebihan atau mendesak, zat yang tidak diinginkan mungkin masuk dalamorgan tubuhnya. Contohnya adalah terdapatnya Se berlebihan pada tanaman yang mampu mengakumulasi Se dalam protein misalnya pada Astragalus sp. Juga unsur radioaktif yang masuk dalam rantai metabolik unsur yang kemudian terdeposit sebagai unsur-unsur berbahaya (Widodo, 2006).

Tanaman mengandung sejumlah besar zat kimia yang aktif secara biologis. Beberapa zat pada tanaman dapat digunakan untuk mengobati berbagai penyakit yang menimpa ternak maupun manusia (contohnya adalah digitoksin, kolcisin dan atropin). Untungnya, diantara ribuan tanaman yang dikonsumsi oleh ternak, relatif sedikit yang menyebabkan keracunan dan menjadi penyakit ketika dikonsumsi ternak. Kehadiran zat kimia tertentu dalam tanaman dipercaya untuk memberi beberapa tingkat perlindungan dari predator tanaman seperti serangga dan ruminan (Widodo, 2006).

Tabel 1. Daftar Tanaman yang Mengandung Racun dan Berbahaya Bagi Ternak

Nama ilmiahNama tanamanBinatang yang terkenaBagian beracunAnti nutrisi utama

Abrus precatoriusKacang rosarySemuaBijiAbrin

Acotinum sppMonkshod atau woshbaneSapi, kambingSemuaAkonitin

Aesculus spp.Horse chestnutSapi, kambingBuahSaportin atau glikosida

Agrostema githagoJagung cockleUngags, sapi, kambingBijiGithagin

Allium spp.BawangSapi,kudaUmbi, dan daunSMCO

Laburnum anagyroidesGolden chain ataun laburnumSapi, kuda, babiPolong dan bijiCritisin

Lantana camaraYellow sageSapi, domba, kambingBuah berry hijau mentahTriterpen

Linum ussitatissumFlaxSapi, dombaSemua Sianogenik glikosida

Lotus corniculatusBirdsfoot trefoilSapi, dombaBijiCN tannin

Lupinus spp.LupinSapi, kambingSemuaLupinin,anagirin, spartein

Medicado sativaAlfalfaSapi, ayam, dombaSemuaCanavanin,saponin

Nerium oleanderOleanderKuda, sapi, kambingSemuaNeriosida, saponin, cardiac glikosida

Ranunculus spp.Buttercups atau crowfootSapi, kuda, kambingSemuaprotoanemonin

Rinnicus communisCastor beanSemuaBijiRicin, albumin

Robinia pseudoacaciaBlack lotusKuda, sapi, unggas, dombaDaun, biji, kulit kayuRobin, fosin

Rumex spp.DockSapi, dombadaunOksalat

Sumber : Widodo (2006).Konsentrasi racun dalam tanaman dapat bervariasi dari tahun ketahun, melalui musim pertumbuhan tanaman, atau sebagai jawaban dari faktor lingkungan seperti kekeringan. Sebagai contoh, akumulasi konsentrasi racun potensial dari nitrat dalam pakan ternak sangat sering terjadi selama periode kekeringan yang menghalangi pertumbuhan normal tanaman

B. MEKANISME KERACUNAN SINGKONG.

Sianida (asam hidrosianat [HCN]) merupakan racun yang kerjanya paling cepat, korban dapat mati dengan onset beberapa menit. Karena kemampuannya dalam membentuj kompleks dengan logam maka sianida digunkaan dalam metalurgi ,pelapisan logam dengan elektrik, serta pembersihan logam. Dalam tumbuhan sianida terdapat dalam singkong serta biji buah-buahan (apel, apricot, kenari dan sebagainya). Monooksigenase yang tergantung pada sitokrom P450 melepaskan sianida dari nitril organic, sama seperti glutation S-transferase yang melepaskan sianida dari tiosianiat organic (Hardman dkk, 2008).Senyawa sianida dapat masuk ke tubuh melalui tiga cara, yaitu lewat pernafasan, absorbsi kulit dan saluran pencernaan. Apabila sianida terabsorbsi ke dalam tubuh maka akan menghambat pengambilan oksigen sel dengan cara menghalangi enzim sitokrom oksidase, yaitu suatu enzim yang berfungsi untuk transportasi oksigen seluler atau jaringan. Akibat dari keadaan ini, akan menyebabkan pernafasan sel terganggu dan akhirnya terjadi kematian sel. Sianida di dalam tubuh dapat dimetabolisir oleh hati, ginjal dan jaringan tubuh lainnya menjadi senyawa tiosianat yang kurang toksik. Metabolisme sianida menjadi tiosianat ini karena adanya enzim sulfurtransferase (rodanase) pada organ-organ tersebut. Kadar tiosianat akan meningkat dalam waktu lebih dari 20 menit pasca pemberian sianida (Natalia dkk, 2009).Sianida mempunyai afinitas yang tinggi terhadap besi dalam bentuk ion feri. Jika terabsorpi maka zat ini akan segera besi trivalent sitokrom oksidase di mitokondria. Dengan demikian maka respirasi sel akan terhambat, dan menyebabkan asidosis laktak dan hipoksia sitotoksik. Karena penggunaan O2 terintangi maka darah dalam vena menjadi teroksigenasi dan warnanya menjadi lebih merah seperti warna darah di arteri. Pernapasan terangsang karena sel kemoreseptor seperti terhadap penurunan oksigen. Tahap perangsangan Sistem Saraf Pusat (SSP) yang berlangsung singkat disertai hiperpnea dan sakit kepala, hingga akhirnya terjadi kejang hipoksik dan jika tidak tertolong maka kematian akibat pernapasan berhenti (Hardman dkk ,2008).

HCN ialah suatu racun kuat yang menyebabkan asfiksia. Asam ini akan mengganggu oksidasi (pengangkutan 02) ke jaringan dengan jalan mengikat enzim sitokrom oksidase. Akibatnya oksigen tidak dapat dipergunakan oleh jaringan dan tetap tinggal dalam pembuluh darah vena yang berwarna merah cerah oleh adanya oksihemoglobin. Ikatan antara sitokrom oksidase dengan HCN bersifat reversible (Manik, 2008).

Oleh karena adanya ikatan ini, O2 tidak dapat digunakan oleh jaringan sehingga organ yang sensitif terhadap kekurangan O2 akan sangat menderita terutama jaringan otak. Akibatnya akan terlihat pada permulaan suatu tingkat stimulasi daripada susunan saraf pusat yang disusul oleh tingkat depresi dan akhirnya dapat timbul kejang oleh hipoksia dan kematian oleh kegagalan pernafasan . Kadang-kadang dapat pula timbul detak jantung yang ireguler (Hardman dkk, 2008).Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu telah diketahui proses metabolisme sianida. Glikosida yang masuk ke dalam usus terhidrolisa dengan cepat sehingga ion CN-nya lepas. Kemudian dalam peredaran darah, pergi ke jaringan-jaringan (kalau ke paru-paru sebagian dapat dieliminasi), tetapi kalau sampai ke sel-sel syaraf maka zat tersebut akan menghambat pernafasan sel-sel tersebut, sehingga mengganggu fungsi sel yang bersangkutan.

Mekanisme sehingga asam sianida dapat menghambat pernafasan sel adalah adanya penghambatan terhadap reaksi bolak-balik pada enzim-enzim yang mengandung besi dalam status ferri (Fe3+) di dalam sel. Enzim yang sangat peka terhadap inhibisi sianida ini adalah sitokrom oksidase. Semua proses oksidasi dalam tubuh sangat tergantung kepada aktivitas enzim ini. Jika di dalam sel terjadi kompleks ikatan enzim sianida, maka proses oksidasi akan terblok, sehingga sel menderita kekurangan oksigen. Jika asam sianida bereaksi dengan hemoglobin (Hb) akan membentuk cyano-Hb yang menyebabkan darah tidak dapat membawa oksigen. Tambahan sianida dalam darah yang mengelilingi komponen jenuh di eritrosit diidentifikasikan sebagai methemoglobin. Kedua sebab inilah yang menyebabkan histotoxic-anoxia dengan gejala klinis antara lain pernafasan cepat dan dalam (Widodo, 2006)C. GEJALA KLINIS YANG MUNCUL AKIBAT KERACUNAN SINGKONG DAN PERUBAHAN PATOLOGIS YANG TERJADI.

Gejala Klinis

Efek utama dari racun sianida adalah timbulnya hipoksia jaringan yang timbul secara progresif. Gejala dan tanda fisik yang ditemukan sangat tergantung dari:

1. Dosis sianida

2. Banyaknya paparan

3. Jenis paparan

4. Tipe komponen dari sianida

Sianida dapat menimbulkan banyak gejala pada tubuh, termasuk pada tekanan darah, penglihatan, paru, saraf pusat, jantung, sistem endokrin, sistem otonom dan sistem metabolisme. Biasanya penderita akan mengeluh timbul rasa pedih dimata karena iritasi dan kesulitan bernafas karena mengiritasi mukosa saluran pernafasan. Gas sianida sangat berbahaya apabila terpapar dalam konsentrasi tinggi. Hanya dalam jangka waktu 15 detik tubuh akan merespon dengan hiperpnea, 15 detik setelah itu sesorang akan kehilangan kesadarannya. 3 menit kemudian akan mengalami apnea yang dalam jangka waktu 5-8 menit akan mengakibatkan aktifitas otot jantung terhambat karena hipoksia dan berakhir dengan kematian (Donatus, 2001). Inhibisi sitokrom oksidase akan menekan transport elektron dalam siklus Krebs yang menghasilkan energi, sehingga gejala keracunan pertama adalah hewan tampak lesu, tak bergairah seolah-olah tidak mempunyai banyak tenaga untuk bergerak, nafsu makannya juga sangat menurun. Karena tubuh kekurangan oksigen, tubuh tampak kebiru-biruan (cyanosis) dan dengan sorot mata yang tidakbersinar. Terjadi pula disfungsi pada sistem syaraf pusat, sehingga menimbulkan gejala mengantuk yang sulit dihindarkan. Keracunan yang berlanjut akan menyebabkan kehilangan keseimbangan, hewan tidak dapat berdiri tegak,sempoyongan, nafas tersengal-sengal, muntah, kejang-kejang, lumpuh, dan dalam beberapa detik akhirnya hewan mengalami kematian (Widodo, 2006).

Tanda akhir sebagai ciri adanya penekanan terhadap CNS adalah koma dan dilatasi pupil, tremor, aritmia, kejang-kejang, koma penekanan pada pusat pernafasan, gagal nafas sampai henti jantung, tetapi gejala ini tidak spesifik bagi mereka yang keracunan sianida sehingga menyulitkan penyelidikan apabila penderita tidak mempunyai riwayat terpapar sianida.Karena efek racun dari sianida adalah memblok pengambilan dan penggunaan dari oksigen, maka akan didapatkan rendahnya kadar oksigen dalam jaringan. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat warna merah terang pada arteri dan vena retina karena rendahnya penghantaran oksigen untuk jaringan. Peningkatan kadar oksigen pada pembuluh darah vena akan mengakibatkan timbulnya warna kulit seperti cherry-red, tetapi tanda ini tidak selalu ada.

Perubahan Patologik

Dapat di temukan lesi secara konsisten yang merupakan suatu hubungan dari adanya oksigenasi dalm darah. Membrane mukosa berwarna merah muda karena mengandung O2, sedangkan darah berwarna merah terang dan biasanya bersirkulasi secara lambat. Terjadi pula perubahan secara supepikardial atau subendikardial (Kurniasih, 2011).

Pada bagian abomasum dan usus mengalami kongensti pada jaringan yang dapat menunjukkan pendarahan ptekie, pada bagian trake adan pulmo juga menunjukkan adanya kongesti, dan apabila bagian rumen dinekropsi akan tercium bau tengik mirip kacang almond (Kurniasih, 2011). D. PENANGANAN KASUS KERACUNAN DAUN SINGKONG.

Penanganan racun sianida harus dilakukan segera agar efektif. Diagnosis dapat terbantu dari bau sianida yang khas (minyak kenari pahit). Karena toksisitas merupakan bentuk pengikatan sianida dalam bentuk feri dari sitokrom oksidase maka penganan lebih diarahkan kepada pencegahan dan pemulihan ikatan tersebut dengan memberikan sejumlah besar ion feri agar dapat bersaing dalam mengikat sianida. Mekanisme yang efektif adalah dengan memberikan zat-zat seperti nitrit yang mengoksidasi hemoglobin menjadi metemioglobin. Amil nitrit umumnya diberikan melalui inhalasi, sedangkan sediaan larutan natrium nitrit diberikan secara intravena

Metemioglobin bersaing dengan sitokrom oksidase dalam mengikat ion sianida; ion sianida cenderung berikatan dengan metemioglobin karena adanya aksi massa. Sianometemioglobin terbentuk, dan sitokrom oksidase kembali ke jumlah semula. Selain itu dapat juga digunakan 4-dimetilaminofenol yang juga mengoksidasi hemoglobin sehingga menjadi metemoglobin dalam dosis 3 mg/kg (Weger, 1983). Hidroksokobalamin juga dapat digunakan sebagai penanganan toksisitas sianida, karena senyawa ini berikatan dengan sianida menjadi sianokobalamin (Hardman dkk, 2008).Mekanisme utama hilangnya sianida dari dalam tubuh adalah dengan pengubahan sianida secara enzimatik, oleh enzim rodanese (transulfurase) di mitokondria, menjadi tiosianiat yang relative nontoksik. Untuk mempercepat detoksifikasi maka natrium tiosulfat diberikan secara intravena (50 ml larutan 25% dalam air), dan tiosianiat yang terbentuk akan diekskresikan dalam urin.Na2S2O3 + CN- ( SCN- + Na 2SO3

Way dan kawan-kawan (1977) menunjukkan bahwa nitrit meningkatkan LD50 kalium sianida pada mencit dari 11 mg/kg menjadi 23 mg/kg. pemberian tiosulfat akan meningkatkan menjadi 35 mg/kg, dan pemberian nitrit yang diikuti oleh tiosulfat akan meningkatkan LD50 menjadi 52 mg/kg dan pada kasus manusia banyak kasus keracunan sianida ditolobg dengan langkah tersebut (Hardman dkk, 2008). Langkah yang dapat dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi efek negatif sianida, yaitu pertama adalah menghilangkan sebanyak mungkin sianida sebelum suatu bahan makanan yang mengandung sianida dijadikan pakan, dan kedua mengikat sianida yang tersisa agar dapat dikeluarkan bersama-sama dengan feses (Widodo, 2006).

Asam sianida dapat dinetralisasikan dengan beberapa macam perlakuan. Beberapa studi tentang mekanisme penurunan anti nutrisi sianida dan peningkatan reduksinya dapat dilakukan dengan suplementasi sulfur anorganik maupun organik. Suplementasi sulfur akan menghasilkan tiosianat, reaksi ini akan dibantu oleh rodanase. Tiosianat akan dikeluarkan melalui urin. Pemberian garam ferosulfat dapat mengikat asam sianida dalam pakan sehingga hilang sifat racunnya. Pemberian garam ferosulfat 12,7 kali kandungan asam sianida pakan menunjukkan efek yang paling baik. Pakan dapat disuplementasi dengan asam amino yang mengandung sulfur seperti metionin, sistin dan sistein supaya menghasilkan penampilan yang baik bagi unggas.

Perlakuan lain yang dapat diberikan untuk mengurangi asam sianida dalam pakan adalah dengan penyimpanan yang lama, pengeringan, perendaman, perebusan, penggilingan, fermentasi. dan pemasakan. Cara pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan sinar matahari dan dapat pula oven. Pengeringan dengan oven pada suhu 45 sampai 55oC selama 4 jam dapat menurunkan 75 persen kadar asam sianida. Cara pemanasan dengan menggunakan sumber panas matahari merupakan cara yang paling murah dan mudah dilakukan peternak pedesaan. Perendaman dalam air selama lima hari dapat menurunkan asam sianida dari 97 persen menjadi 45 persen (Widodo. 2006).

DAFTAR PUSTAKA

Donatus, A.Imono.2001.Toksikologi Dasar.Jogjakarta:Universitas Gajah Mada

Hardman, J.G, Limbird, L.E. 2008. Goodman and Gilmans The Pharmacological Basic of Therapeutics, 10thEd. Alih bahasa : Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB. Penerbit EGC: JakartaKurniasih. 2011. Keracunan Asam Hidrosianat (HCN) Pada Ruminansia. Kuliah Pengantar Blok XVMurniati, M. 2008. Keracunan Makanan (Food Poisoning). Di unduh dari www.usu.ac.id/repopitory/keracunan_makanan.pdf pada 27 Desember 2011 pukul 23.32Natalia, H., Nista, D., dan Hidrawati, S. Keunggulan Gamal sebagai Pakan Ternak. BPTU Sembawa: palembang

Widodo, W. 2006. Tanaman Beracun Dalam Kehidupan Ternak Di unduh dari www.docstoc.com/tanaman_beracun_ternak.pdf pada 27 Desember 2011 pukul 22.10 EMBED Microsoft

11


Top Related