Download - Unggul Dalam IPTEK Kokoh Dalam IMTAQ
Unggul Dalam IPTEK Kokoh Dalam IMTAQ
LAPORAN PENELITIAN
HUBUNGAN SELF MANAGEMENT DENGAN KUALITAS HIDUP
PASIEN TUMOR OTAK MENINGIOMA DI POLIKLINIK BEDAH
SARAF RSUPN Dr.CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA
TAHUN 2015
Disusun oleh
Yuliana
2013727080
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN 2015
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA Skripsi, Maret 2015
Yuliana
HUBUNGAN SELF MANAGEMENT DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN TUMOR OTAK MENINGIOMA DI POLIKLINIK BEDAH SARAF RSUPN Dr.CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA.
x + VII Bab+57 Halaman+4 Tabel+9 Lampiran
ABSTRAK
Program Self-management dapat mendorong pasien tumor otak meningioma menggunakan sumber daya yang ada untuk mengelola kesehatannya secara mandiri sehingga mampu meningkatkan kualitas hidup. Strategi Self management termasuk program Self monitoring, Self reward, self contracting dan stimulus control. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan Self management (Self Monitoring, Self Reward, Self Contracting dan Stimulus Control) dengan kualitas hidup pasien tumor otak meningioma di Poliklinik Bedah Saraf RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain penelitian korelasi dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling, dengan jumlah sampel 31 responden. Analisis yang digunakan adalah analisa univariat dan analisa bivariat. Hasil penelitian didapatkan ada hubungan yang signifikan antara Self monitoring dengan kualitas hidup pasien tumor otak meningioma (p value 0,008), ada hubungan antara self reward dengan kualitas hidup pasien tumor otak meningioma (p value 0,022) , ada hubungan antara self contracting dengan kualitas hidup pasien tumor otak meningioma (p value 0,001), dan ada hubungan antara self stimulus controling dengan kualitas hidup pasien tumor otak meningioma ( p value 0,042). Diharapkan kepada perawat didalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien otak meningioma lebih ditekankan kepada Self manajement dengan cara memberikan edukasi kepada pasien sehingga kualitas hidup pasien menjadi lebih baik.
Kata Kunci : Pasien tumor otak meningioma, self management, kualitas hidup. Daftar Pustaka: 46 (2002-2013)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul “ Hubungan Self management (Self
Monitoring, Self Reward, Self Contracting dan Stimulus Control) dengan kualitas
hidup pasien tumor otak meningioma di Poliklinik Bedah Saraf RSUPN Dr.Cipto
Mangunkusumo Jakarta.” ini dapat saya selesaikan. Penelitian ini dilakukan sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan di Fakultas Ilmu
Keperawatan di Universitas Muhammadiyah Jakarta. Saya menyadari dalam penyusunan
tugas akhir ini terdapat banyak hambatan dan kesulitan, namun, berkat bimbingan,
dorongan, motivasi dari berbagai pihak akhirnya saya dapat menyelesaikan tugas ini
tepat waktu. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Bapak Dr. Muhammad Hadi,SKM.,M.Kep selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta
2. Ibu Irna Nursanti, M.Kep.,Sp.Mat selaku Ketua Program Studi Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta
3. Ibu Diana Irawati, M.Kep.,Ners.,Sp.KMB selaku dosen pembimbing
4. Bapak Direktur RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta yang telah memberikan
izin penelitian di poliklinik bedah saraf.
5. Bapak dan Ibu Dosen berserta Staff Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Jakarta.
6. Suami tercinta yang telah memberikan dukungan baik secara materi maupun
motivasi serta mendoakan saya demi kelancaran penyelesaian skripsi ini.
7. Teman-teman seperjuangan angkatan 2013 yang telah bersama-sama melewati suka
duka dan saling memberikan dukungan dan motivasi.
8. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu namun sangat membantu
dalam penyusunan skripsi ini.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak
yang telah membantu. Dan saya menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan
skripsi ini masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki oleh karena itu saya
mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun sehingga di masa yang akan
datang dapat menjadi lebih baik dan memberi manfaat bagi semua pihak.
Jakarta, Maret 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN…………………………………………….………
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………..
ABSTRAK………………………………………………………………………..
i
ii
iii
KATA PENGANTAR………………………………………………………….. iv
DAFTAR ISI......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL………………………………………………………………. ix
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………….
A. Latar Belakang………………………………………………………..
B. Rumusan Masalah…………………………………………………….
C. Tujuan Penelitian……………………………………………………..
D. Manfaat Penelitian……………………………………………………
1
1
4
6
6
BAB II TINJAUAN TEORI……………………………………………………
A. Tumor Otak Meningioma…………………………………………….
1. Definisi Tumor Otak Menigioma………………………………...
2. Prevalensi meningioma…………………………………………..
3. Klasifikasi meningioma…………………………………………..
4. Etiologi……………………………………………………………
5. Gejala Klinis………………………………………………………
6. Penatalaksanaan meningioma…………………………………….
B. Self Management…………………………………………………….
1. Definisi Self Management……………………………………….
2. Dimensi Self Management………………………………………
a. Self monitoring………………………………………………
b. Self reward…………………………………………………..
8
8
8
8
9
10
11
12
13
13
14
15
15
c. Self contracting……………………………………………...
d. Stimulus control……………………………………………..
3. Indikator dan faktor-faktor Self management…………………..
4. Penelitian Terkait……………………………………………….
C. Kualitas Hidup……………………………………………………...
1. Definisi kualitas hidup………………………………………….
2. Penilaian kualitas hidup………………………………………...
3. Managemen pasien tumor otak meningioma…………………..
D. Self Management Dengan Kualitas Hidup Pasien Meningioma……
E. Kerangka Teori……………………………………………………...
15
16
17
20
21
22
23
23
24
27
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS,
DEFINISI OPERASIONAL…………………………………………
A. Kerangka Konsep Penelitian…………………………………………
B. Hipotesis Penelitian…………………………………………………..
C. Definisi Operasional………………………………………………….
28
28
29
29
BAB IV METODE PENELITIAN…………………………………………….
A. Desain Penelitian……………………………………………………..
B. Tempat dan Waktu Penelitian………………………………………..
C. Populasi dan Sampel………………………………………………….
D. Etika Penelitian……………………………………………………….
E. Alat Pengumpulan Data………………………………………………
F. Uji Validitas dan Reliabilitas…………………………………………
G. Prosedur Pengumpulan Data…………………………………………
H. Pengolahan Data……………………………………………………...
I. Analisis Data………………………………………………………….
32
32
32
33
35
36
38
40
40
41
BAB V HASIL PENELITIAN…………………………………………………
A. Analisis Univariat…………………………………………………….
B. Analisis Bivariat……………………………………………………...
42
42
44
BAB VI PEMBAHASAN………………………………………………………
A. Keterbatasan penelitian………………………………………………
B. Analisis Univariat…………………………………………………….
47
47
48
C. Analisis Bivariat………………………………………………………
53
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………...
A. Kesimpulan…………………………………………………………..
B. Saran…………………………………………………………………
57
57
57
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel………………………………………... 29
Tabel 4.1 Tabel Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha…………………………..
Tabel 5.1 Distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, pendidikan di Poliklinik Bedah Saraf RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta Tahun 2015…………………………………. Tabel 5.2 Distribusi karakteristik responden berdasarkan usia di Poliklinik Bedah Saraf RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta Tahun 2015…………………………………………………....
37
42
43
Tabel 5.3 Distribusi responden berdasarkan self monitoring, self reward, self contracting, self stimulus controling, kualitas hidup pasien tumor otak meningioma di Poliklinik Bedah Saraf RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta Tahun 2015………………………..
43
Tabel 5.4 Hubungan self monitoring, self reward, self contracting, and self stimulus controling dengan kualitas hidup pasien tumor otak meningioma di Poliklinik Bedah Saraf RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta Tahun 2015………………………………….
45
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 3 Lembar Kuesioner
Lampiran 4 Surat Ijin Penelitian dari Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta
Lampiran 5 Surat Ijin Penelitian dari RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta
Lampiran 6 Output Uji Validitas dan Reliabelitas kuesioner
Lampiran 7 Output Uji Normalitas Data
Lampiran 8 Output Analisis Univariat dan Bivariat
Lampiran 9 Lembar Konsultasi
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hidup dengan keadaan penyakit kronis membuat permasalahan yang begitu
kompleks bagi penderitanya, salah satunya adalah penderita tumor otak.Semua
tumor yang terjadi pada otak akan berakibat fatal. Tumor otak primer yang paling
sering terjadi yaitu meningioma yaitu sebesar 34% dari seluruh tumor otak
primer.Insiden meningioma meningkat seiring dengan bertambahnya usia,
puncaknya pada usia 70 hingga 80 tahun. Meningioma jarang ditemukan pada anak-
anak, dan lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada laki-laki (Kesari, Saria,
& Lai, 2012).
Di Amerika Serikat, insiden meningioma yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan
patologi diperkirakan sebesar 97,5 per 100.000 jiwa. Namun jumlah ini diperkirakan
lebih rendah dari yang sebenarnya karena adanya sebagian meningioma yang tidak
dioperasi. Sedangkan di Inggris, insiden meningioma diperkirakan sebesar 5,3 per
100.000 jiwa dan tetap stabil selama 12 tahun ini(Cea-soriano, Wallander, &
Rodríguez, 2012; Wiemels, Wrensch, & Claus, 2010).Berbeda dengan Negara-
negara maju, di Indonesia data lengkap tentang tumor otak belum ada, namum
didapatkan data Di Kota Medan Pada tahun 2005-2006 terdapat 135 Pasien, dari
Pasien didapatkan data pasien laki-laki lebih besar (67,74%) dibanding perempuan
(39,26%) (Hakim, 2006). Sedangkan data dari RSCM Poliklinik Bedah Saraf pada
bulan Juli sampai dengan bulan Desember tahun 2014 terdapat 241 pasien dengan
tumor otak, 97 pasien diantaranya menderita meningioma.
Meningioma dapat menyebabkan penderita bisa mengalami kejang, defisit
neurologik, seperti kebutaan, paralisis, gangguan kepribadian, perubahan status
emosional perilaku, abnormalitas fungsi motorik dan menyebabkan kematian
(Hakim, 2006). Banyaknya permasalahan tersebut memiliki potensi resiko keparahan
penyakit yang kronis, harapan hidup lebih rendah, dan gangguan fungsi sehari-hari
(Mertens et al., 2008; Oeffinger, K. C., Hudson, & Landier, 2009).
Semakin bertambahnya tahun semakin maju pula teknologi pengobatan.Hal ini
membuat pasien dengan tumor otak meningkat ketahan hidupnya.Walaupun pasien
dengan tumor otak meningkat ketahanan hidupnya ada beberapa masalah yang
dialami, diantaranya kekurangan fungsi neurologis, gangguan fungsional dan
psikososial, sehingga dapat membatasi dalam kegiatan sehari-hari (ME & Sliwa,
2011; Poggi, Liscio, & Patore, 2009; Tang, Rathbone, Park, Jiang, & Harvey, 2008).
Selain itu, pada saat penderita di diagnosis menderita tumor otak berdampak kepada
psikologis, biaya, dan sosial ekonomi, serta meningkatnya peminatan
perawatan(Tang et al., 2008).
Pasien meningioma dengan kondisi kronis dapat mempengaruhi seluruh aspek
kehidupannya. Oleh karena itu, diperlukan penanganan yang holistic dengan
pendidikan Kesehatan dan dukungan Self management.Davies & Batehup (2010)
mengatakan keterlibatan pasien dalam perawatan kesehatan melalui Self
management diakui sangatlah penting untuk hasil yang lebih baik bagi pasien dengan
kondisi kronis(Davies & Batehup, 2010). Seperti penelitian yang dilakukan
(Ditewig, Blok, Havers, & Veenendaal, 2010) mengatakan, Self management yang
baik dari pasien tentang penyakitnya, dapat menurunkan angka kematian, rata-rata
perawatan di rumah sakit dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
Self Management sendiri merupakan suatu cara pengelolaan diri yang digunakan
seseorang untuk meningkatkan status kesehatannya. Istilah Self management
mengacu kepada tugas setiap individu harus berupaya untuk hidup lebih baik walau
dengan kondisi kronis, termasuk memiliki kepercayaan diri menangani medical
management, role management, and emotional management.Strategi Self
management termasuk program Self monitoring, Self reward, self contracting dan
stimulus control(Corey, 2012). Indikator keberhasilan Self management yaitu
memiliki pengetahuan tentang penyakit, memiliki motivasi, secara aktif berbagi
dalam pengambilan keputusan dengan penyedia pelayanan kesehatan, memonitor
dan mengelola gejala penyakit, mengetahui bagaimana memecahkan masalah atau
mencari pertolongan untuk mengelola dampak penyakit, menerapkan pola hidup
yang meningkatkan status kesehatan, memiliki akses untuk mendukung layanan
kesehatan(Zbib, Paterson, Mcgowan, & Sargious, 2012).
Program Self-management dapat mendorong pasien menggunakan sumber daya yang
ada untuk mengelola kesehatannya secara mandiri sehingga mampu meningkatkan
kualitas hidup mereka. suatu studi melaporkan adanya hubungan Self-management
dengan kualitas hidup pasien, dimensi fisik, psikologis dan social pada pasien
GGK(Heidarzadeh, Atashpeikar, & Jalilazar, 2010).Pengobatan pasien meningioma
yang berlangsung lama memiliki efek kesakitan tinggi, bisanya membawa dalam
kondisi lemah bahkan depresi. Penderitaan tersebut akan mendorong pasien dalam
menentukan sikap, yang menggambarkan kualitas hidup pasien itu sendiri. Kualitas
hidup pasien baik maka baik pula pasien dalam menjalankan aktifitas sehari-hari
(Fitriana & Ambarini, 2012).
Studi awal yang dilakukan peneliti di Poli Bedah Saraf RSCM Jakarta pada tanggal
18 Desember 2014 dengan menggunakan kuisioner WHOQOL-BREF (The World
Health Organization Quality of Life), berdasarkan hasil wawancara didapatkan 3 dari
5 pasien meningioma menjawab kualitas hidupnya buruk dan sisanya biasa saja,
sedangkan dari tingkat kepuasan terhadap kesehatan semua pasien menjawab tidak
memuaskan. Oleh karena itu, Peneliti tertarik untuk meneliti hubungan Self
management dengan kualitas hidup pasien tumor otak meningioma di poliklinik
bedah saraf.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan pada penderita meningioma begitu kompleks, baik dari akibat secara
biologis ataupun psikologis.Semua tumor yang terjadi pada otak akan berakibat
fatal.Tingkat ancaman tergantung pada kombinasi faktor seperti jenis
tumor,lokasi,ukuran dari tumor tersebut deteksi dini tumor otak hanya terjadi ketika
alat diagnostik diarahkan pada rongga intrakranial.Biasanya deteksi terjadi pada
tingkat parah ketika kehadiran tumor memiliki efek samping yang menyebabkan
gejala-gejala yang bersifat fatal.
Pengobatan tumor otak meningioma berlangsung lama memiliki efek kesakitan
tinggi, membawa dalam kondisi lemah bahkan depresi.Banyaknya permasalahan
tersebut memiliki potensi resiko keparahan penyakit yang kronis, harapan hidup
lebih rendah, dan gangguan fungsi sehari-hari.Pasien meningioma dengan kondisi
kronis penting adanya pendidikan Kesehatan dan dukungan Self management. Self
management yang baik dari pasien tentang penyakitnya, dapat menurunkan angka
kematian, rata-rata perawatan di rumah sakit dan meningkatkan kualitas hidup
pasien.
Banyak penelitian tentang Self management meningkatkan kualitas kesehatan pada
penderita penyakit kronis di Luar Negeri, namun belum banyak penelitian Di
Indonesia terutama pada pasien Tumor Otak. Oleh karena itu, penelitian ini berguna
untuk mencari jawaban atas pertanyaan sebagai berikut: Adakah hubungan Self
management (Self Monitoring, Self Reward, Self Contracting dan Stimulus Control)
dengan kualitas hidup pasien tumor otak meningioma di Poliklinik Bedah Saraf
RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengidentifikasi hubungan Self
management(Self Monitoring, Self Reward, Self Contracting dan Stimulus
Control) dengan kualitas hidup pasien tumor otak meningioma di Poliklinik
Bedah Saraf RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Teridentifikasinya karakteristik responden yaitu usia, jenis kelamin,
pendidikan.
b. Teridentifikasinya karakteristik terkait Self management (Self Monitoring,
Self Reward, Self Contracting dan Stimulus Control) pasien tumor otak
meningioma di Poliklinik Bedah Saraf RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo
Jakarta.
c. Teridentifikasinya kualitas hidup pasien tumor otak meningioma di Poliklinik
Bedah Saraf RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta.
d. Teridentifikasinya hubungan Self management (Self Monitoring, Self Reward,
Self Contracting dan Stimulus Control) dengan kualitas hidup pasien tumor
otak meningioma di Poliklinik Bedah Saraf RSUPN Dr.Cipto
Mangunkusumo Jakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Pelayanan
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan dalam mengembangkan
kualitas asuhan keperawatan Self manajement (Self Monitoring, Self Reward, Self
Contracting dan Stimulus Control) pada pasien meningioma sehingga kualitas
hidup dapat tercapai.
2. Bagi Pengembangan Ilmu Keperawatan
Sebagai dasar untuk melakukan penelitian lanjutan pada pasien meningioma dan
menjadi landasan keilmuan bagi profesi keperawatan dalam memberikan asuhan
keperawatan.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini digunakan oleh peserta didik dalam mengembangkan metode
edukasi serta mengembangkan self manajement (Self Monitoring, Self Reward,
Self Contracting dan Stimulus Control) pasien meningioma.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tumor Otak Meningioma
1. Definisi Tumor Otak Menigioma
Istilah meningioma pertama kali dipopulerkan oleh Harvey Cushing pada tahun
1922.Meningioma merupakan tumor jinak ekstra-aksial atau tumor yang terjadi
di luar jaringan parenkim otak yaitu berasal dari meninges otak. Meningioma
tumbuh dari sel-sel arachnoid cap dengan pertumbuhan yang lambat(Al-hadidy,
Maani, Mahafza, Al-Najar, & Al-nadii, 2007). Sedangkan menurut (Departemen
Bedah Saraf FKUI, 2011)meningioma adalah tumor meningioma di susunan
saraf pusat yang berasal dari neuroektoderm, yaitu muncul dari sel-sel
meningoendotelial yang banyak terkonsentrasi di vili arachnoid.
2. Prevalensi meningioma
Meningioma merupakan tumor jinak intrakranial yang paling sering
dijumpai.Meningioma diperkirakan sekitar 15-30% dari seluruh tumor primer
intrakranial pada orang dewasa. Prevalensi meningioma berdasarkan konfirmasi
pemeriksaan histopatologi diperkirakan sekitar 97,5 penderita per 100.000 jiwa
di Amerika Serikat. Prevalensi ini diperkirakan lebih rendah dari yang
sebenarnya karena tidak semua meningioma ditangani secara pembedahan(Claus
et al., 2005; Wiemels et al., 2010). Sedangkan kejadian meningioma di Inggris
dilaporkan sekitar 5 per 100.000 Orang/ Tahunnya (Cea-soriano et al., 2012).
Tumor ini terdapat pada kelompok usia 40-60 tahun sedangkan penulis lain
menyatakan antara sekitar 50-70 tahun dengan puncak insiden pada usia 45 tahun
(Departemen Bedah Saraf FKUI, 2011).
Beberapa hal yang memengaruhi insiden adalah usia, jenis kelamin dan ras.
Insiden terjadinya meningioma meningkat dengan pertambahan usia dan
mencapai puncak pada usia di atas 60 tahun. Insiden meningioma pada anak-
anak sekitar 4% dari seluruh kejadian tumor intrakranial.Beberapa penelitian
melaporkan bahwa insiden meningioma pada ras hitam Non-hispanics sedikit
lebih tinggi dibandingkan dengan ras putih Non-Hispanics dan Hispanics. Jenis
kelamin juga memengaruhi prevalensi dari meningioma, yaitu dua kali lebih
tinggi pada wanita dibandingkan dengan pria (Rockhill, Mrugala, &
Chamberlain, 2007; Wiemels et al., 2010).
3. Klasifikasi meningioma
Meningioma dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi tumor, pola pertumbuhan
dan histopatologi. Menurut Mefty (2005), berdasarkan lokasi tumor dan urutan
paling sering adalah konveksitas, parasagital, tuberkulum sella, falks, sphenoid
rigde, cerebellopontine angle, frontal base, petroclival, fosa posterior, tentorium,
middle fossa, intraventricular dan foramen magnum. Meningioma juga dapat
timbul secara ekstrakranial walaupun sangat jarang, yaitu pada medula spinalis,
orbita , cavum nasi, glandula parotis, mediastinum dan paru-paru (Tandean,
2014).
Pola pertumbuhan meningioma terbagi dalam bentuk massa (en masse) dan
pertumbuhan memanjang seperti karpet (en plaque). Bentuk en masse adalah
meningioma globular klasik sedangkan bentuk en plaque adalah tumor dengan
adanya abnormalitas tulang dan perlekatan dura yang luas (Talacchi, Corsini, &
Gerosa, 2011). Pembagian meningioma secara histopatologi berdasarkan WHO
2007 terdiri dari 3 grading dengan resiko rekuren yang meningkat seiring dengan
pertambahan(Tandean, 2014).
Beberapa subtipe meningioma antara lain:
Grade I:
a. Meningothelial meningioma
b. Fibrous (fibroblastic) meningioma
c. Transitional (mixed) meningioma
d. Psammomatous meningioma
e. Angiomatous meningioma
f. Mycrocystic meningioma
g. Lymphoplasmacyte-rich meningioma
h. Metaplastic meningioma
i. Secretory meningioma
Grade II:
a. Atypical meningioma
b. Clear cell meningioma
c. Chordoid meningioma
Grade III:
a. Rhabdoid meningioma
b. Papillary meningioma
c. Anaplastic (malignant) meningioma
4. Etiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya meningioma yaitu hormone
kelamin, radiasi dan kromosom.Hormone progresteron memicu terjadinya tumor
melalui ekspresi reseptor progesterone, Platelet Devired Growth Factor (PDGF),
Epidermal Growth Factor (EGF), dan Vascular Endothelial Growth Factor
(VEGF), Kelainan kromosom yang terdapat pada pasien meningioma adalah
kehilangan lengan panjang kromosom 22 (Departemen Bedah Saraf FKUI,
2011).
Beberapa studi menunjukkan peningkatan insidensi meningioma pada pasien
dengan riwayat cedera kepala. Hubungan antara cedera kepala dengan
meningioma dapat dijelaskan dengan adanya perubahan neoplastik pada jaringan
meningeal yang disebabkan oleh keadaan inflamasi pada proses penyembuhan
dan pelepasan prostaglandin dan faktor pertumbuhan lainnya(Ragel, Jensen, &
Couldwell, 2007).
5. Gejala Klinis
Gejala klinis yang di timbulkan oleh meningioma tergantung dari
lokasinya.Tetapi, secara umum gejala klinis yang ditimbulkan dapat berupa tanda
dan gejala peningkatan intracranial, gangguan fungsi mental, kejang, dan
sindrom berdasarkan meningioma.Gangguang fungsi mental yang terjadi dapat
berupa emosi yang labil, gangguan inisiatif atau sifat apatis.Peningkatan
intracranial dapat menyebabkan keluhan sakit kepala yang persisten dan
progesif, baik intensitas maupun durasinya. Nyeri kepala juga disertai mual dan
muntah akibat tekanan intracranial yang tinggi atau akibat distorsi
chemoreseptor trigger zone batang otak (Departemen Bedah Saraf FKUI, 2011).
6. Penatalaksanaan meningioma
Penatalaksanaan pada meningioma dapat berupa embolisasi, pembedahan,
radiosurgery, dan radiasi.Terdapat dua tujuan utama dari pembedahan yaitu
paliatif dan reseksi tumor.Pembedahan merupakan terapi utama pada
penatalaksanaan semua jenis meningioma. Tujuan dari reseksi meningioma
adalah menentukan diagnosis definitif, mengurangi efek massa, dan meringankan
gejala-gejala. Reseksi harus dilakukan sebersih mungkin agar memberikan hasil
yang lebih baik.Sebaiknya reseksi yang dilakukan meliputi jaringan tumor, batas
duramater sekitar tumor, dan tulang kranium apabila terlibat. Reseksi tumor pada
skull base sering kali subtotal karena lokasi dan perlekatan dengan pembuluh
darah(Modha & Gutin, 2005).
Rukerensi tumor pada penderita yang telah dilakukan operasi pengangkatan
tumor secara total adalah sekitar 9% dengan durasi waktu rata-rata lima tahun.
Saat reoperasi bagi tumor rekuren ini disesuaikan dengan beberapa konsiderasi
seperti: keadaan penderita, lokasi dan sifat tumor, serta resiko operasi yang
dihadapi. Peranan radiasi untuk meningioma yang tidak berhasil diangkat
seluruhnya masih belum jelas, mengingat secara umum meningioma merupakan
tumor yang relative radioresisten. Wara dan kawan-kawan melaporkan angka
rekurensi sebesar 74% kasus yang dilakukan pengangkatan parsiel dan tidak
diradiasi: dibanding dengan angka rekurensi 29% pasiennya yang diberikan
radiasi (Satyanegara et al., 2010).
B. Self Management
1. Definisi Self Management
Barlow et al. (2002) mendefinisikan Self Management mengacu pada
kemampuan individu mengelola gejala, pengobatan, keadaan fisik maupun
psikososial tentang konsekuensi dan perubahan gaya hidup dengan kondisi
kronis. Manfaat Self Management meliputi kemampuan untuk memantau
kondisi seseorang dan efek kognitif, perilaku dan emosional yang diperlukan
untuk mempertahankan kualitas hidup. Dengan demikian, proses dinamis dan
terus menerus membentuk pengaturan diri pasien dengan kondisi
kronis(Newman, Steed, & Mulligan, 2009).
Menurut Orem (2002) dengan teori Self Care nya, menyampaikan pelaksanan
kegiatan yang diprakrasai dan dilakukan oleh individu itu sendiri untuk
memenuhi kebutuhan guna mempertahankan kehidupan, kesehatan dan
kesejahteraannya sesuai keadaan, baik sehat maupun sakit (Alligood, 2014). Self
Management pada penyakit kronis juga dijelaskan oleh Lorig & Holman (2003)
bahwa Self Management mengacu pada kemampuan individu untuk
mempertahankan perilaku mereka yang efektif meliputi penggunaan obat yang
diresepkan, mengikuti diet dan olah raga, pemamtauan secara mandiri dan
koping emosional dengan penyakit yang dialami (Zhong, Tanasugarn, Fisher, &
Krudsood, 2011).
2. Dimensi Self Management
Istilah Self management mengacu kepada tugas setiap individu harus berupaya
untuk hidup lebih baik walau dengan kondisi kronis, termasuk memiliki
kepercayaan diri menangani medical management, role management, and
emotional management (Zbib et al., 2012).Strategi Self management termasuk
program self monitoring, Self reward, self contracting dan stimulus
control(Corey, 2012).:
a. Self monitoring
Menurut Corey (2012) Self Monitoring merupakan pondasi dari Self
Management.Pencatatan sistematis suatu informasi, tentang gejala misalnya
digunakan untuk meningkatkan kesadaran pasien terhadap gejala dan
bagaimana merubah perilaku.Hal ini juga digunakan untuk membantu pasien
mengidentifikasi kondisi yang secara terus menerus, sehingga mendorong
untuk adanya perubahan. Self monitoring juga dapat memungkinkan pasien
untuk mengidentifikasi apakah tujuan pasien (Newman et al, 2009).
b. Self reward
self reward diartikan pemberian hadiah pada diri sendiri setelah mencapai
tujuan tertentu. Self reward juga digunakan untuk memperkuat atau
menambah respon yang diinginkan. Seorang pasien yang terlibat dalam self
reward, bukan hanya berpacu dalam self reward akan tetapi self-punishment
baik secara terbuka maupun diam-diam.Namun, self reward didefinisikan
baik dari self reward itu sendiri maupun self-punishment (Mezo, 2009).
c. Self contracting
Kontrak atau perjanjian dengan diri sendiri (self contracting), bentuk kontrak
ataupun perjanjian bisa berupa penulisan ataupun kesepakan atau hal-hal
yang ingin dilaksanakan individu. Adapun langkah-langkah Self contracting
ini adalah :1) membuat perencanaan untuk mengubah pikiran, perilaku dan
perasaan yang ingin dilakukan, 2) menyakini semua yang ingin diubahnya, 3)
bekerjasama dengan teman/keluarga untuk program Self managemennya,
4)menanggung resiko dengan program Self management yang dilakukannya,
5) pada dasarnya, semua yang diharapkan mengenai perubahan pikiran,
perilaku dan perasaan adalah untuk diri sendiri, 6) menuliskan peraturan
untuk diri sendiri selama menjalani proses Self management(Siti Nurzaakiyah
& Budiman, 2011).
d. Stimulus control
Penguasaan terhadap rangsangan (stimulus control) Kanfer (1980:361).
mendefinisikan kendali stimulus sebagai: "... the predetermined arrangement
ofenvironmental conditions that makes it impossible or unfavorable for an
undesiredbehavior to occur”. Kendali stimulus menekankan pada penataan
kembali ataumodifikasi lingkungan sebagai isyarat khusus (gues) atau
anteseden atas respons tertentu. Sebagaimana dijelaskan dalam model
perilaku ABC (aqtesedent, behavior, consequence), tingkah laku sering kali
dibimbing oleh sesuatu yang mendahului (antesedent) dan dipelihara oleh
peristiwa-peristiwa positif atau negatif yang mengikutinya (Consequence).
Anteseden atau konsekuensi itu dapat bersifat internal atau eksternal,
misalnya saja, anteseden dapat berupa suatu situasi, emosi, kognisi, atau
suatu instruksi tersamar maupun terang-terangan(Siti Nurzaakiyah &
Budiman, 2011).
3. Indikator dan faktor-faktor Self management
Keberhasilan Self Management tergantung kepada kemitraan antara pasien
dengan penyedia pelayanan kesehatan serta dengan sitem kesehatan pendukung,
diantaranya: (a) Pasien dan keluarga yang menderita penyakit kronis, (b)
Penyedia layanan kesehatan primer seperti dokter, perawat, pekerja social,
apoteker dan profesi lainnya, (c) Pembuat kebijakan atau sistem kesehatan.
Banyak lainnya juga yang terlibat dalam pemberian support secara aktif kepada
pasien dengan penyakit kronis yaitu:Teman dekat, asosiasi penyakit, organisasi
masyarakat atau kelompok relawan, perusahaan asuransi (Zbib et al, 2012).
Indicator keberhasilan Self Management pada pasien kronis dengan:(Zbib et al,
2012)
a. Memiliki pengetahuan tentang kondisi mereka dan tentang hal-hal yang
mereka dapat lakukan untuk meningkatkan peluang kualitas hidup yang baik
b. Memiliki motovasi untuk Self manajemen,menggunakan informasi yang
terstruktur dan dukungan untuk mengikuti rencana perawatan pribadi, bekerja
sama aktif dengan penyedia pelayanan kesehatan, termasuk tujuan untuk
perawatan, dan rencana kegiatan yang mereka dapat melaksanakan dirumah
c. Secara aktif berbagi dalam pengambilan keputusan dengan penyedia
pelayanan kesehatan
d. Memonitor dan mengelola gejala penyakit mereka di sela kunjungan
perawatan kesehatan
e. Mengetahui bagaimana memecahkan masalah atau mencari pertolongan
untuk mengelola dampak penyakit misalnya dari kondisi fisik, emosional,
keluarga dan social.
f. Menerapkan pola hidup yang meningkatkan status kesehatan
g. Memiliki akses untuk mendukung layanan kesehatan dan kemampuan untuk
menggunakannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dalam Self Management ada faktor
internal dan eksternal, sebagai berikut:
a. Faktor Internal
Menurut Nwinee (2011) dalam (Prasetyo, 2012) faktor internal atau yang
berasal dari diri pasien dalam self management terdiri keyakinan atau nilai
terkait penyakit, efikasi diri dan pengetahuan.
1) Nilai
Kosa dam Robertson dalam (Notoatmojo, 2007) menjelaskan bahwa
perilaku kesehatan seseorang cenderung dipengaruhi oleh kepercayaan
orang yang bersangkutan terhadap kondisi kesehatan yang diinginkan dan
kurang mendasakan pengetahuan biologi. Nwinee (2011) dalam
(Prasetyo, 2012) menjelaskan bahwa pasien akan melaksanakan Self
management didasarkan 4 keyakinan, yaitu dirasakannya kerentanan
terhadap komplikasi, keparahan dari penyakit, manfaat dari Self
management serta hambatan untuk Self management.
2) Efikasi diri
Bandura (1997) menjelaskan bahwa efikasi diri merupakan keyakinan
seseorang terhadap kemampuan untuk mengatur dan melaksanakan
tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.Dapat
disimpulkan bahwa efikasi diri keyakinan seseorang terhadap
kemampuan untuk melakukan sesuatu dalam mencapai tujuan.Maibach &
Murphy (1995) menjelaskan bahwa efikasi diri merupakan predictor
penting yang menentukan tingkat kepatuhan dalam melaksanakan self
management. semakin tinggi efikasi diri, maka semakin baik hasil self
management(Prasetyo, 2012).
3) Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu yang diperoleh seseorang setelah
mengadakan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu, pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang (Notoatmojo, 2007). Berkaitan dengan self management,
pengetahuan seseorang merupakan suatu dasar dari perilaku seseorang,
tingkat pengetahuan akan berakibat pada hasil dari perilakuatau gaya
hidup yang dilakukan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan oleh beberapa sumber
yang meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri
pendidikan, pekerjaan, umur atau usia seseorang. Faktor eksternal yang
mempengaruhi pengetahuan adalah lingkungan dan faktor budaya
(Prasetyo, 2012).
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang berpengaruh pada Self management adalah dukungan
orang terdekat dan tenaga kesehatan serta support sistem kesehatan
(kebijakan kesehatan, pihak asuransi, dan organisasi penyakit).Dukungan
social behubangan dengan Self management, telah terbukti sangat penting
bagi orang-orang dengan beberapa kondisi kronis (Zbib et al., 2012).
4. Penelitian Terkait
Banyak bukti penelitian untuk meningkatkan management dari penyakit kronis,
sehingga Self management menjadi poin penting dalam memberi kebijakan dari
sejumlah Negara. Sebagai contoh, beberapa penyedia layanan kesehatan di
America Utara mempunyai kebijakan secara eksplesit untuk mendorong model
perawatan dengan melibatkan partisipasi aktif pasien.Self management sudah
tercantum dalam Legislasi di Amerika Serikat. Pada bulan Desember 2005, 46
Negara bagian memiliki beberapa jenis hukum yang mengharuskan asuransi
kesehatan untuk menyertakan pengobatan penyakit diabetes, seperti biaya
peralatan dan perlengkapan yang digunakan oleh pasien dirumah. Program
tersebut bertujuan untuk meningkatkan ketaatan kepada evidence-based care,
yaitu mengurangi kunjungan rawat inap dan emergency, dan membantu pasien
untuk menghindari mahalnya biaya komplikasi (Newman et al., 2009).
Davies & Batehup (2010) mengatakan keterlibatan pasien dalam perawatan
kesehatan melalui Self management diakui sangatlah penting untuk hasil yang
lebih baik bagi pasien dengan kondisi kronis(Davies & Batehup, 2010). Sejalan
juga dengan penelitian yang dilakukan (Ditewig et al., 2010) mengatakan, Self
management yang baik dari pasien tentang penyakitnya, dapat menurunkan
angka kematian, rata-rata perawatan di rumah sakit dan meningkatkan kualitas
hidup pasien.
C. Kualitas Hidup
1. Definisi kualitas hidup
Hallock (2014) menyebutkan bahwa kualitas hidup seseorang tidak dapat
didefinisikan dengan pasti, hanya orang tersebut yang dapat mendefinisikannya,
karena kualitas hidup merupakan suatu yang bersifat subyektif. Murphy et al
(2000), menyatakan kualitas hidup adalah persepsi individu terhadap posisinya
dalam kehidupan, dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana individu
tersebut hidup, dan hubungan tujuan, harapan, standard dan keinginan. Hal ini
merupakan suatu konsep, yang dipadukan dengan berbagai cara seseorang untuk
mendapatkan kesehatan fisik, keadaan psikologis, tingkat independen, hubungan
social, dan hubungan dengan lingkungan sekitarnya (Nurchayati, 2010).
Terdapat dua komponen dasar dari kualitas hidup yaitu subyektifitas dan
multidimensi.Subyektifitas mengandung arti bahwa kualitas hidup hanya dapat
ditentukan dari sudut pandang klien itu sendiri dan ini hanya dapat diketahui
dengan bertanya langsung kepada klien.Sedangkan multidimensi bermakna
bahwa kualitas hidup dipandang dari seluruh aspek kehidupan seseorang secara
holistic meliputi aspek kehidupan seseorang secara holistic meliputi biologis/
fisik, psikologis, social dan lingkungan. Sedangkan Polinsky (2000) mengatakan
bahwa untuk mengetahui bagaimana kualitas hidup seseorang maka dapat diukur
dengan mempertimbangkan status fisik, psikologis, social dan kondisi penyakit
(Nurchayati, 2010).
2. Penilaian kualitas hidup
Beberapa hal perlu diperhatikan saat akan melakukan menilai kualitas hidup.
Kualitas hidup sangat berhubungan dengan aspek/domain yang dinilai meliputi:
fisik, psikologis, hubungan social dan lingkungan. Model konsep kualitas hidup
dari WHO (The World Health Organization Quality of Life / WHOQoL) mulai
berkembang sejak tahun 1991. Instrument ini terdiri dari 26 item pertanyaan
yang terdiri dari 4 domain, yaitu; 1) Domain kesehatan fisik yang terdiri dari:
rasa nyeri, energy, istirahat,tidur, mobilisasi, aktivitas, pengobatan dan
pekerjaan; 2) Domain psikologis yang terdiri dari: perasaan positif dan negative,
cara berfikir, harga diri, body image, spiritual: 3) Domain hubungan social terdiri
dari: hubungan individu, dukungan social, aktivitas seksual; 4) Domain
lingkungan meliputi: Keamanan fisik, lingkungan rumah, sumber keuangan,
fasilitas kesehatan, mudahnya mendapat informasi, kesehatan, rekreasi,
transportasi.
3. Managemen pasien tumor otak meningioma
Kualitas hidup yang optimal merupakan hal yang sangat penting diperhatikan
dalam memberikan managemen secara komprehensif terhadap pasien pasien
tumor otak khususnya pasien meningioma.(American Brain Tumour Association,
2011) menyembuhan penyakit tumor otak sering dapat diobati dengan
pembedahan, radioterapi dan berbagai kemoterapi, yang tujuannya adalah untuk
membuat pasien lebih baik.dengan kualitas hidup yang baik, untuk selama
mungkin.Tidak seperti tumor jinak lainnya, tumor intra kranial jinak bisa
menyebabkan cedera otak parah dan kematian. Studi epidemiologis
menunjukkan bahwa meningioma yang jinak memiliki perkiraan kelangsungan
hidup lima tahun sebesar70%, lebih rendah dari dibandingkan lima tahun
kelangsungan hidup untuk kanker payudara. Bahkan setelah sukses pengobatan,
meningioma sering kambuh dan dapat menyebabkan defisit neurologis berat
(Conn-Levin, 2003).
Sementara penelitian lain mencatat penurunan yang signifikan pada kualitas
hidup antara pasien tumor otak yang diobati. Pasien tumor otak dilaporkan 90%
mengalami gangguan morbiditas dan 70% mengalami gangguan seperti kognisi,
mobilitas, penglihatan, pendengaran, pembicaraan, dengan gangguan lebih parah
pada kualitas hidup ditemukan terkait dengan kematian dini dari tumor otak. Hal
ini sejalan dengan beberapa penelitian lain, yang menunjukkan kelangsungan
hidup berkurang pada pasien tumor otak dengan mood depresi atau perubahan
status mental khususnya di antara pasien dengan penyakit kelas rendah, dan
konsisten, skor yang lebih tinggi depresi dikaitkan dengan kualitas hidup yang
rendah. Namun, sampai saat ini, sebagian besar penelitian tentang kualitas hidup
pasien dengan tumor otak dilakukan dengan menggunakan sampel yang
bersumber dari klinik, sehingga sedikit yang diketahui tentang kualitas hidup dan
suasana hati pasien tumor otak yang tinggal di antara masyarakat (Janda et al.,
2007).
D. Self Management Dengan Kualitas Hidup Pasien Meningioma
Pasien meningioma dengan kondisi kronis dapat mempengaruhi seluruh aspek
kehidupannya. Meningioma dapat menyebabkan penderita bisa mengalami kejang,
defisit neurologik, seperti kebutaan, paralisis, gangguan kepribadian, perubahan
status emosional perilaku, abnormalitas fungsi motorik dan menyebabkan
kematian(Hakim, 2006). Banyaknya permasalahan tersebut memiliki potensi resiko
keparahan penyakit yang kronis, harapan hidup lebih rendah, dan gangguan fungsi
sehari-hari (Mertens et al., 2008; Oeffinger, K. C. et al., 2009).
Pengobatan pasien meningioma yang berlangsung lama memiliki efek kesakitan
tinggi, bisanya membawa dalam kondisi lemah bahkan depresi. Penderitaan tersebut
akan mendorong pasien dalam menentukan sikap, yang menggambarkan kualitas
hidup pasien itu sendiri. Kualitas hidup pasien baik maka baik pula pasien dalam
menjalankan aktifitas sehari-hari (Fitriana & Ambarini, 2012).Memahami kualitas
hidup pasien meningioma sangatlah penting dalam proses management terapi neuro
onkologi, dimana penyakit ini memiliki dampak langsung baik emosional,
kesejaheraan social serta fungsi sehari-hari. Berbagai macam penyebab tumor dan
kelangsungan hidup menjadi penting bagaimana memahami dini dan konsekuensi
akhir pengobatan serta efek dari penyakit tersebut.(Klein, Altshuler, Hallock, &
Szerlip, 2014).
Sebuah studi tentang kualitas hidup penderita meningioma dengan menggunakan SF-
36 menunjukan 39-72% dari pasien yang bertahan hidup berada di kualitas hidup
rendah (Hayat, 2012).Meningkatnya kelangsungan hidup akibat lanjutan managemen
medis dalam menangani tumor otak, berdampak gangguan kepada fungsi psikologis
dan kualitas hidup. Untuk itu, penanganan jangka panjang berupa pemantauan,
pendidikan dukungan self management serta konseling bagi pasien dan keluarga
pasien (Khan & Amatya, 2013).
Keberhasilan Self Management tergantung kepada kemitraan antara pasien dengan
penyedia pelayanan kesehatan serta dengan sistem kesehatan pendukung.Pelayanan
kesehatan seperti perawat bertindak sebagai pendidik, fasilitator dan pendukung,
membantu pasien untuk memainkan peran utama dalam manajemen diri dari gejala
dan ganguan akibat penyakit kronis.Sayangnya, banyak pasien tidak menerima
bantuan yang mereka butuhkan. Data analisis dari theCommonwealth Fund’s
international health policy surveys carried pada tahun 2004 dan 2005 di Australia,
Kanada, Jerman, Selandia Baru, Inggris dan Amerika Serikat menemukan bahwa
sementara sebagian besar pasien memberikan laporan positif dari cara di mana
kesehatan profesional berkomunikasi dengan mereka, pemberian nasihat tentang
perilaku kesehatan. Selain itu, kurang dari setengah dari mereka yang disurvei
merasa mereka cukup terlibat dalam keputusan pengobatan dan di antara orang-
orang dengan kondisi kronis kurang dari sepertiga telah diberikan rencana
manajemen diri(Newman et al., 2009).
E. Kerangka Teori
Tumor Otak Meningioma
Faktor Penyebab Hormone, radiasi,
kelainan kromosom
Tanda gejala Peningkatan
tekanan intra kranial
Gangguan fungsi mental;kejang
Nyeri kepala
Mual dan muntah
Kualitas Hidup Menurun
Management therapy Operasi,
radiosurgery, radiasi,
Khemotherapi
Managemen therapy yang lama
Domain kesehatan fisik
Domain psikologi
Domain hubungan social
Domain lingkungan
Self Management: self monitoring Self reward self contracting stimulus control
Faktor internal Nilai diri Pengetahuan
Efikasi diri Faktor eksternal Keluarga
Penyedia layanan kesehatan
Kebijakan
Asosiasi/ organisasi penyakit
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep merupakan tahap yang penting dalam suatu penelitian karena
merupakan abstraksi dari suatu realitas agar dapat dikomunikasikan dan membentuk
suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar variabel baik variabel yang diteliti
maupun yang tidak diteliti (Nursalam, 2008).
Kerangka konsep dari penelitian hubungan self manajemen dengan kualitas hidup
pasien tumor otak meningioma di Poliklinik Bedah Saraf RSUPN Dr.Cipto
Mangunkusumo Jakarta, sebagai berikut:
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Independen Dependen
Keterangan :----------:Tidak diteliti :Diteliti
Self Management:
1. Self monitoring 2. Self reward 3. Self contracting 4. Stimulus control
(Corey (2012), Davies & Betehup (2010), Zhong, Tanasugarn, Fisher & Krudsood (2011), Neuman, Steed, & Mulligan (2009), Mezo, Peter, & Megan (2012))
Kualitas Hidup Pasien Tumor Otak Meningioma
(American Brain Tumour Association (2011), Hayat (2012), Khan & Amatya (2013), Klein, Altshuler, Hallock, & Szerlip (2014), Mertens et al (2008), Nurchayati (2010)
Variabel Confoundin Usia Jenis kelamin Pendidikan terakhir
B. Hipotesis Penelitian
Ada hubungan self management (Self monitoring, self reward, self contracting, and
self stimulus controling) dengan kualitas hidup pasien tumor otak meningioma di
Poliklinik Bedah Saraf RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta
C. Definisi Operasional
Tabel 3.2 : Definisi Operasional Variabel
No Variabel Definis Operasional Alat Ukur Cara Ukur
Hasil Ukur
Skala
Variabel Dependen 1 Kualitas
hidup Pengukuran kepada responden tentang harapan pasien meningioma terhadap kehidupan dibandingkan dengan kenyataan yang dihadapinya yang meliputi domain fisik,psikologis, hubungan social, dan lingkungan
Kuisioner kualitas hidup WHOQOL
Mengisi kuesioner
0. Kurangbaik, jika < nilai median/ score <65
1. Baik, jika ≥
nilai median/score ≥
65
Ordinal
Variabel Independen
1 Self monitoring
Penilaian pasien meningioma tentang monitoring kesehatannya
Kuesioner menggunakan skala gautman dengan pilihan jawaban 1. Tidak 2. Ya
Mengisi kuesioner
0. Kurang baik, jika < nilai median/ score < 6
Ordinal
No Variabel Definis Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Variabel Independen
1. Baik, jika ≥
nilai median/score ≥ 6
2 Self reward Penilaian pasien meningioma tentang dukungan keluarga & tenaga kesehatan dalam menunjang kesembuhan.
Kuesioner menggunakan skala gautman dengan pilihan jawaban 1. Tidak 2. Ya
Mengisi kuesioner
0. Kurang baik, jika < nilai median/ score < 4
1. Baik, jika ≥
nilai median/score ≥ 4
Ordinal
3 Self contracting
Penilaian pasien meningioma tentang kesepakatan & kerja sama dengan tenaga kesehatan dalam pengobatan
Kuesioner menggunakan skala gautman dengan pilihan jawaban 1 Tidak 2 Ya
Mengisi kuesioner
0. Kurang baik, jika < nilai median/ score < 4
1. Baik, jika ≥
nilai median/score ≥ 4
Ordinal
No Variabel Definis Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
4 Stimulus control
Penilaian pasien meningioma tentang situasi emosi pasien & kognisi
Kuesioner menggunakan skala gautman dengan pilihan jawaban 1 Tidak 2 Ya
Mengisi kuesioner
0. Kurang baik, jika nilai <median /score < 4
1. Baik, jika nilai ≥median
/ score ≥ 4
Ordinal
Variabel Confounding
1 Usia lama responden hidup mulai dari lahir sampai ulang tahun berikutnya
Kuesioner Mengisi kuesioner
0. 28-40 tahun
1. 41-53 tahun
2. 54-65 tahun
Interval
2 Jenis kelamin Tanda-tanda seks sekunder yang diperlihatkan seseorang
Kuesioner Mengisi kuesioner
0. Perempuan
1. Laki-laki
Nominal
3 Pendidikan Pendidikan formal terakhir responden: 0. Tidak sekolah 1. SD 2. SMP 3. SMA 4. Perguruan tinggi
Kuesioner Mengisi kuesioner
0. Pendidikan rendah (Tidak sekolah, SD, SMP)
1. Pendidikan tinggi (SMA, PT)
Nominal
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif korelasi yaitu penelitian
yang dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dan dependen.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan cross-sectional dimana
penelitian ini melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan (sekali
waktu) antara variabel independen dan variabel dependen (Nursalam, 2008).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dua variabel
independen yaitu Self Monitoring, Self Reward, Self Contracting dan Stimulus
Control dan variabel dependen yaitu kualitas hidup pasien tumor otak meningioma
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Poliklinik Bedah Saraf RSUPN Dr.Cipto
Mangunkusumo Jakarta. Alasan pemilihan tempat tersebut dikarenakan RSUPN
Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta merupakan Rumah Sakit pusat rujukan.
Disamping itu penelitian mengenai hubungan self management dengan kualitas
hidup pasien tumor otak meningioma di poliklinik bedah syaraf RSUPN Dr.Cipto
Mangunkusumo Jakarta belum pernah dilakukan.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2014 sampai Pebruari 2015.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi merupakan keseluruhan sumber data dalam suatu penelitian
(Nursalam, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien tumor otak
meningioma yang menjalani terapi pengobatan di poliklinik bedah syaraf
RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta yang berjumlah 30 pasien.
2. Sampel
Dalam penelitian ini, sampelnya adalah pasien tumor otak meningioma yang
berkunjung ke poliklinik bedah syaraf RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive
sampling artinya pengambilan sampel didasarkan pada suatu pertimbangan
tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi
yang sudah diketahui sebelumnya, (Nursalam, 2008). Berdasarkan jumlah
populasi yang terbatas ini (kurang dari 10.000 orang), maka peneliti menentukan
jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini dihitung dengan
menggunakan rumus Notoadmodjo:
Keterangan :
N = Jumlah populasi
n = Jumlah sampel
d = Tingkat kepercayaan yang diinginkan (0,05)
30
n=
1+30 (0,05)²
30
n=
1+0,075
30
n=
1,075
n=27,91
n=28
Untuk mengantisipasi droup out responden maka penulis menambah 10% dari
hasil perhitungan sampel yaitu menjadi 30,8 dibulatkan menjadi 31 responden.
Maka dalam penelitian ini perkiraan sampel yang akan digunakan adalah 31
responden.
3. Kriteria Sampel
a. Kriteria Inklusi
1) Pasien yang terdiagnosis tumor otak meningioma
2) Bersedia menjadi responden
3) Tidak mengalami gangguan penglihatan dan pendengaran
4) Kesadaran composmentis
D. Etika Penelitian
Tujuan penelitian harus etik, dalam arti hak responden dan yang lainnya harus
dilindungi (Nursalam, 2008). Setelah mendapatkan surat izin penelitian dari
Universitas Muhammadiyah Jakarta” dan persetujuan dari Direktur RSUPN Dr.Cipto
Mangunkusumo Jakarta, kepala Poliklinik bedah saraf melakukan penelitian dengan
memperhatikan dan menekankan pada masalah etika yang meliputi:
1. Informed Consent (lembar persetujuan)
Tujuannya adalah responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta
dampak yang diteliti selama pengumpulan data. Jika responden bersedia untuk
diteliti maka harus menandatangani lembar persetujuan dan jika menolak untuk
diteliti maka tidak ada pemaksaan dan tetap menghormati haknya.
2. Anonimity (tanpa nama)
Nama subyek tidak akan dicantumkan pada lembar pengumpulan data dan hasil
penelitian, untuk mengetahui keikutsertaannya peneliti hanya menggunakan kode
dalam bentuk nomor pada masing-masing lembar pengumpulan data.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi yang telah diperoleh dari responden akan dijamin
kerahasiaannya. Hanya pada kelompok tertentu saja informasi tersebut akan
peneliti sajikan, utamanya dilaporkan pada hasil riset.
E. Alat Pengumpulan Data
Peneliti menggunakan alat pengumpulan data berupa kuesioner yang disusun
berdasarkan studi literatur dan kerangka konsep penelitian. Kuesioner dalam
penelitan ini terdiri dari jumlah pernyataan yang digunakan untuk memperoleh
informasi dari responden. Alat kuesioner ini terbagi menjadi 2 bagian yaitu:
1. Kuesioner A
Kuesioner ini terkait karakteristik responden nama inisial, usia, jenis kelamin,
pendidikan terakhir
2. Kuesioner B
Kuesioner ini terkait dengan pertanyaan tentang self management yang terdiri
dari 4 komponen self management yaitu: Self monitoring, Self reward, Self
contracting dan Stimulus control yang berjumlah 18 pernyataan dengan pilihan
jawaban 1. Tidak 2. Ya
3. Kuesioner B
Kuesioner ini terkait tentang kualitas hidup dari WHO (The World Health
Organization Quality of Life / WHOQOL) yang berjumlah 26 pertanyaan.
F. Uji Validitas Dan Reliabilitas
1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur ini benar benar
mengukur apa yang diukur. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh
mana suatu alat pengukur dapat dipercaya dan dapat diandalkan untuk menguji
validitas dan reliabilitas alat, peneliti melakukan. Uji coba kuesioner (angket).
Uji coba kuesioner dilakukan dengan menyebarkan kuesioner pada pasien tumor
otak meningioma yang mempunyai karakteristik hampir sama dengan responden.
Uji coba dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman responden
terhadap pertanyaan-pertanyaan dan validitas pertanyaan dari kuesioner yang
telah dibuat (Nursalam, 2008).
Dasar pengambilan keputusan dari uji validitas tersebut adalah :
a. Jika r hasil positif, serta r hasil > r tabel, maka butir atau variabel tersebut
valid
b. Jika r hasil tidak positif, serta r hasil < r tabel, maka butir atau variabel
tersebut tidak valid
c. Jika r hasil > r tabel, tapi bertanda negatif maka butir atau variabel tersebut
tidak valid
Uji coba kuesioner dilakukan dengan menyebarkan kuesioner pada orang yang
mempunyai karakteristik hampir sama dengan responden. Uji coba dilakukan
untuk mengetahui sejauh mana pemahaman responden terhadap pernyataan-
pernyataan dan validitas pernyataaan dari kuesioner yang telah dibuat. Setelah
kuesioner disebarkan, selanjutnya hasil tersebut diolah dengan bantuan program
komputer. Dari hasil uji kuesioner maka dapat ditentukan beberapa pernyataan
yang dikurangi ataupun disesuaikan. Dari hasil uji validitas sebanyak 20
responden di Poliklinik bedah syaraf RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta,
pada tingkat kemakmuran 5% didapat nilai r tabel > 0,444, maka dapat
disimpulkan bahwa dari 44 pertanyaan dari hasil uji coba diketahui bahwa
seluruh butir soal yang diuji cobakan terbukti valid.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukuran
dapat dipercaya dan diandalkan (Nursalam, 2008). Untuk menguji reliabilitas
adalah dengan menggunakan metode Alpha-Cronbach. Standar yang digunakan
dalam menetukan reliabel atau tidaknya suatu instrumen penelitian umumnya
adalah perbandingan antara nilai r hitung diwakili dengan nilai Alpha dengan r
tabel pada taraf kepercayaan 95% atau tingkat signifikant 5%. Tingkat reliabilitas
dengan metode Alpha-Crobach diukur berdasarkan skala alpha 0 sampai dengan
1. Apabila skala alpha tersebut dikelompokkan ke dalam 5 kelas dangan range
yang sama, maka ukuran kemantapan alpha dapat dipresentasikan seperti tabel
berikut :
Tabel 4.1
Tabel Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha
Alpha Tingkat Reliabilitas
0,00 s.d 0,20 Kurang Reliable
0,20 s.d 0,40 Agak Reliable
0,40 s.d 0,60 Cukup Reliable
0,60 s.d 0,80 Reliable
0,80 s.d 1,00 Sangat Reliable
Dari hasil uji reliabilitas pada 20 responden di Poliklinik bedah syaraf RSUPN
Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta didapatkan nilai Cronbach’s Alpha=0,993
dapat disimpulkan bahwa seluruh butir soal yang diuji cobakan terbukti sangat
reliable.
G. Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan setelah peneliti mendapatkan izin untuk melakukan
penelitian di Poliklinik . Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan membagikan
kuesioner kepada responden.
Adapun tahapan yang dilakukan oleh peneliti yaitu:
1. Tahap persiapan
a. Peneliti mengajukan surat permohonan izin ke bagian Akademis Universitas
Muhammadiyah Jakarta setelah proposal penelitian mendapatkan persetujuan
dan telah disahkan oleh dosen pembimbing
b. Peneliti menyerahkan surat pengantar dari Universitas Muhammadiyah
Jakarta ke Direktur RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta untuk
mendapatkan izin penelitian dan meminta data responden.
c. Peneliti meminta izin kepada kepala Poliklinik bedah syaraf RSUPN
Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta untuk mengadakan penelitian untuk
mendapatkan data mengenai calon responden.
2. Tahap pelaksanaan
a. Peneliti melakukan pendekatan kepada calon responden untuk memberikan
penjelasan mengenai tujuan, manfaat, dan prosedur penelitian.
b. Peneliti mempersilahkan calon responden untuk menandatangani lembar
pernyataan persetujuan (informed consent) apabila bersedia menjadi
responden dalam penelitian ini.
c. Peneliti memberikan penjelasan seputar penelitian yang dilakukan dan cara
pengisian kuesioner. Responden diberi kesempatan untuk bertanya bila ada
pernyataan kuesioner yang belum jelas atau tidak dipahami.
d. Peneliti mengajukan pertanyaan sesuai dengan kuesioner penelitian kepada
responden yang dipilih sebagai sampel penelitian setelah responden mengerti
tentang cara pengisian kuesioner.
3. Tahap terminasi
a. Peneliti mengumpulkan kuesioner yang telah terisi sesuai jawaban responden
b. Peneliti mengakhiri pertemuan dengan responden dan memberikan ucapan
terima kasih kepada responden atas kerjasamanya sebagai partisipan
penelitian.
H. Pengolahan Data
Pengolahan data dimulai pada saat pengumpulan data telah selesai. Daftar
pernyataan yang telah diisi dikumpulkan dan dilakukan prosedur analisa data,
meliputi :
1. Editing, yaitu untuk melakukan pengecekan pengisian kuesioner apakah jawaban
yang ada dalam kuesioner lengkap, jelas, relevan dan konsisten.
2. Coding, yaitu kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk
angka atau bilangan.
3. Processing, yaitu pemprosesan data yang diawali dengan menginput data pada
program komputer.
4. Cleaning, yaitu membersihkan data yang merupakan kegiatan pengecekan
kembali data yang sudah di entry apakah ada kesalahan atau tidak.
I. Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari penelitian untuk melihat
distribusi dengan melihat prosentase masing-masing (Hastono, 2001). Analisis
univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi karakteristik
responden, variabel independen yang terdiri dari Self monitoring, Self reward,
Self contracting dan Stimulus control dan kualitas hidup pasien tumor otak
meningioma sebagai variabel dependennya.
2. Analisis Bivariat
Analisa Bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan dua variabel yaitu
variabel independen (Self monitoring, Self reward, Self contracting dan Stimulus
control) dan variabel dependen (kualitas hidup pasien tumor otak meningioma),
adapun uji statistik yang digunakan adalah uji Chi Square, karena variabel bebas
(independen) dan variabel terikat (dependen) pada penelitian ini merupakan data
katagorik, dengan batas kemaknaan alfa 0,05 dengan uji ini dapat diketahui
kemaknaan hubungan antara variabel independen dan dependen. Kemudian juga
dilihat Odd Ratio (OR).
BAB V
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini menguraikan tentang hasil penelitian tentang hubungan self manajemen
dengan kualitas hidup pasien tumor otak meningioma di Poliklinik Bedah Saraf RSUPN
Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta.
A. Analisis Univariat
Hasil analisis univariat yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui distribusi
frekuensi masing-masing variabel yang diteliti yaitu karakteristik responden,
variabel independen yang terdiri dari self monitoring, self reward, self contracting,
and self stimulus controling. Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu kualitas
hidup pasien tumor otak meningioma. Jumlah responden sebanyak 28 responden
yang berkunjung ke Poliklinik Bedah Saraf RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo
Jakarta. Hasil analisis univariat dalam penelitian ini terdiri dari:
Tabel 5.1 Distribusi karakteristik responden berdasarkan usia
di Poliklinik Bedah Saraf RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta. Tahun 2015 (n=28)
No Variabel Mean Standar Deviasi Minimal-Maksimal 1 Usia 37,29 13,67 28-65
Berdasarkan tabel 5.1 menunjukan bahwa dari 28 responden didapatkan bahwa rata-
rata usia pasien yang mengalami tumor otak meningioma adalah 37 tahun, dengan
standar deviasi 13,67 tahun. Usia termuda 28 tahun dan usia tertua 65 tahun.
Tabel 5.2 Distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, pendidikan
di Poliklinik Bedah Saraf RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta. Tahun 2015 (n=28)
No Variabel Jumlah Persentase 1 Jenis kelamin
a. Laki-laki b. Perempuan
4 24
14,3 85,7
2 Pendidikan a. Pendidikan rendah (Tidak sekolah, SD,
SMP) b. Pendidikan tinggi (SMA, Perguruan tinggi)
10
18
35,7
64,3
Berdasarkan tabel 5.2 menunjukan bahwa pada umumnya responden berjenis
kelamin perempuan yaitu sebesar 85,7% (24 orang), dan sebagian besar
responden pendidikan rendah yaitu sebesar 64,3% (18 orang).
Tabel 5.3 Distribusi responden berdasarkan self monitoring, self reward, self contracting,
self stimulus controling, kualitas hidup pasien tumor otak meningioma di Poliklinik Bedah Saraf RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Tahun 2015 (n=28)
No Variabel Jumlah Persentase 1 Self monitoring
a. Kurang baik b. Baik
18 10
64,3 35,7
2 Self reward c. Kurang baik d. Baik
15 13
53,6 46,4
3 Self contracting a. Kurang baik b. Baik
18 10
64,3 35,7
4 Self stimulus controling a. Kurang baik b. Baik
17 11
60,7 39,3
5 Kualitas hidup a. Kurang baik b. Baik
16 12
57,1 42,9
Berdasarkan tabel 5.3, menunjukan bahwa pada umumnya responden self
monitoring kurang baik yaitu sebesar 64,3% (18 orang), sebagian besar yang
menjadi responden self reward kurang baik yaitu sebesar 53,6% (15 orang),
sebagian besar self contracting kurang baik yaitu sebesar 64,3% (18 orang), dan
sebagian besar responden self stimulus controling kurang baik yaitu sebesar 60,7
( 17 orang).
Tabel 5.3 menunjukan bahwa kualitas hidup pasien tumor otak meningioma
sebagian besar kurang baik yaitu 57,1% (16 orang).
B. Analisis Bivariat
Uji korelasi bivariat yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Uji Chi
Square yang bertujuan untuk melihat adanya hubungan antara variabel independen
yaitu self monitoring, self reward, self contracting, and self stimulus controling
dengan variabel dependen yaitu kualitas hidup pasien tumor otak meningioma. Hasil
analisis dalam penelitian ini terdiri dari:
Tabel 5.4 Hubungan self monitoring, self reward, self contracting, and self stimulus
controling dengan kualitas hidup pasien tumor otak meningioma di Poliklinik Bedah Saraf RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta
Tahun 2015 (n=28)
Variabel Independen
Kualitas hidup pasien tumor otak meningioma
Total OR 95% CI
P value
Kurang baik
Baik
n % n % n %
Self monitoring: Kurang baik Baik
14 2
77,8 20,0
4 8
22,2
80,0
18
10
100
100
14,000
2,080-94,236
0,005
Jumlah 16 32 12 24 28 100 Self reward: Kurang baik Baik
13 3
86,7 23,1
2
10
13,3
76,9
15
13
100
100
21,667 3,022-
155,363
0,003
Jumlah 16 32 12 24 28 100 Self contracting Kurang baik Baik
15 1
83,3 10,0
3 9
16,7
90,0
18
10
100
100
45,000 4,044-
500,693
0,000
Jumlah 16 32 12 24 28 100 self stimulus controling Kurang baik Baik
14 2
82,4 18,2
3 9
17,6
81,8
17
11
100
100
21,000 2,913-
151,408
0,001
Jumlah 16 32 12 24 28 100
Berdasarkan tabel 5.4 diperoleh bahwa kualitas hidup pasien tumor otak meningioma
kurang baik lebih banyak disebabkan karena self monitoring yang kurang baik yaitu
sebesar 14 orang (77,8%). Dengan P value = 0,005 (α < 0,05) maka dapat
disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara self monitoring dengan kualitas
hidup pasien tumor otak meningioma di Poliklinik Bedah Saraf RSUPN Dr.Cipto
Mangunkusumo Jakarta. Hasil analisis diperoleh nilai OR (Odd Ratio) = 14,000
(95% CI.2,080-94,236) artinya self monitoring kurang baik akan berisiko untuk
terjadinya kualitas hidup pasien tumor otak meningioma kurang baik sebesar 14,000
kali dibandingkan dengan self monitoring baik.
Berdasarkan tabel 5.4 diperoleh bahwa kualitas hidup pasien tumor otak meningioma
kurang baik lebih banyak disebabkan karena self reward yang kurang baik yaitu
sebesar 13 orang (86,7). Dengan P value = 0,003 (α < 0,05) maka dapat disimpulkan
ada hubungan yang signifikan antara self reward dengan kualitas hidup pasien tumor
otak meningioma di Poliklinik Bedah Saraf RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo
Jakarta. Hasil analisis diperoleh nilai OR (Odd Ratio) = 21,667 (95% CI.3,022-
155,363) artinya self reward kurang baik akan berisiko untuk terjadinya kualitas
hidup pasien tumor otak meningioma kurang baik sebesar 21,667 kali dibandingkan
dengan self reward baik.
Berdasarkan tabel 5.4 diperoleh bahwa kualitas hidup pasien tumor otak meningioma
kurang baik lebih banyak disebabkan karena self contracting yang kurang baik yaitu
sebesar 15 orang (83,3%). Dengan P value = 0,000 (α < 0,05) maka dapat
disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara self contracting dengan kualitas
hidup pasien tumor otak meningioma di Poliklinik Bedah Saraf RSUPN Dr.Cipto
Mangunkusumo Jakarta. Hasil analisis diperoleh nilai OR (Odd Ratio) = 45,000
(95% CI.4,044-500,693) artinya self contracting kurang baik akan berisiko untuk
terjadinya kualitas hidup pasien tumor otak meningioma kurang baik sebesar 45,000
kali dibandingkan dengan self contracting baik.
Berdasarkan tabel 5.4 diperoleh bahwa kualitas hidup pasien tumor otak meningioma
kurang baik lebih banyak disebabkan karena self stimulus controling yang kurang
baik yaitu sebesar 14 orang (82,4%). Dengan P value = 0,001 (α < 0,05) maka dapat
disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara self stimulus controling dengan
kualitas hidup pasien tumor otak meningioma di Poliklinik Bedah Saraf RSUPN
Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta. Hasil analisis diperoleh nilai OR (Odd Ratio) =
21,000 (95% CI.2,913-151,408) artinya self stimulus controling kurang baik akan
berisiko untuk terjadinya kualitas hidup pasien tumor otak meningioma kurang baik
sebesar 21,000 kali dibandingkan dengan self stimulus controling baik.
BAB VI
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan menguraikan tentang pembahasan hasil penelitian yang telah
dilakukan, terdiri dari interpretasi dan diskusi hasil serta keterkaitan antara hasil
penelitian dengan tinjauan teori dan hasil penelitian sebelumnya. Bab ini juga berisi
tentang keterbatasan peneliti
A. Keterbatasan penelitian
1. Pada saat pengambilan data kuesioner, peneliti juga meminta bantuan pada
keluarga untuk ikut mengisikan lembar kuesioner, yaitu dengan cara keluarga
menanyakan langsung pertanyaan kepada responden sesuai dengan pertanyaan
yang diajukan oleh peneliti, sehingga hasil responden tetap valid karena jawaban
subyektif sesuai dengan pendapat responden. Responden adalah pasien dengan
sebagian besar keterbatasan memori dan penurunan penglihatan
2. Pada penelitian ini, jumlah sampel penelitian yang minimal yaitu 28 responden.
Hal ini berdasarkan pada populasi pasien dengan tumor otak, oleh karena
terbatasnya sampel penelitian, maka penelitian ini belum dapat digeneralisasi
B. Analisis Univariat
1. Karakteristik Self management (Self Monitoring, Self Reward, Self Contracting
dan Stimulus Control) pasien tumor otak meningioma di Poliklinik Bedah Saraf
RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Hasil penelitian didapatkan dari keseluruhan komponen Self management (Self
Monitoring, Self Reward, Self Contracting dan Stimulus Control) pada pasien
meningioma pada umumnya kurang baik. Kurang baiknya self management pada
pasien meningioma ini akibat permasalahan yang begitu kompleks yang dialami
penderita, baik dampak penyakit yang mempengaruhi perubahan perilaku
ataupun dampak eksternal, sehingga penderita terjatuh dalam keadaan putus asa.
Hal ini di dukung dengan hasil penelitian dari (Keir, Guill, Carter, & Friedman,
2006) pasien dengan tumor otak mengalami tekanan stress sebesar 63% dari total
populasi.
Menurut Nwinee (2011) dalam (Prasetyo, 2012) faktor internal atau yang berasal
dari diri pasien dalam self management terdiri keyakinan atau nilai terkait
penyakit, efikasi diri dan pengetahuan. Sedangkan faktor eksternal yang
berpengaruh pada Self management adalah dukungan orang terdekat dan tenaga
kesehatan serta support sistem kesehatan (kebijakan kesehatan, pihak asuransi,
dan organisasi penyakit). Dukungan social behubangan dengan Self management,
telah terbukti sangat penting bagi orang-orang dengan beberapa kondisi kronis
(Zbib, Paterson, Mcgowan, & Sargious, 2012).
Berdasarkan Zbib et al. (2012) Indikator Self management yaitu memiliki
pengetahuan tentang penyakit, memiliki motivasi, Secara aktif berbagi dalam
pengambilan keputusan dengan penyedia pelayanan kesehatan, Memonitor dan
mengelola gejala penyakit, Mengetahui bagaimana memecahkan masalah atau
mencari pertolongan untuk mengelola dampak penyakit, Menerapkan pola hidup
yang meningkatkan status kesehatan, Memiliki akses untuk mendukung layanan
kesehatan (Zbib et al., 2012)
Keberhasilan Self Management tergantung kepada kemitraan antara pasien
dengan penyedia pelayanan kesehatan serta dengan sistem kesehatan pendukung.
Pelayanan kesehatan seperti perawat bertindak sebagai pendidik, fasilitator dan
pendukung, membantu pasien untuk memainkan peran utama dalam manajemen
diri dari gejala dan ganguan akibat penyakit kronis. Sayangnya, banyak pasien
tidak menerima bantuan yang mereka butuhkan. Data analisis dari the
Commonwealth Fund’s international health policy surveys carried pada tahun
2004 dan 2005 di Australia, Kanada, Jerman, Selandia Baru, Inggris dan
Amerika Serikat menemukan bahwa sebagian besar pasien memberikan laporan
positif dari cara di mana kesehatan profesional berkomunikasi dengan mereka,
pemberian nasihat tentang perilaku kesehatan. Selain itu, kurang dari setengah
dari mereka yang disurvei merasa mereka cukup terlibat dalam keputusan
pengobatan dan di antara orang-orang dengan kondisi kronis kurang dari
sepertiga telah diberikan rencana manajemen diri (Newman, Steed, & Mulligan,
2009).
Pasien meningioma dengan kondisi kronis dapat mempengaruhi seluruh aspek
kehidupannya. Oleh karena itu, diperlukan penanganan yang holistic dengan
pendidikan Kesehatan dan dukungan Self management. Davies & Batehup (2010)
mengatakan keterlibatan pasien dalam perawatan kesehatan melalui Self
management diakui sangatlah penting untuk hasil yang lebih baik bagi pasien
dengan kondisi kronis (Davies & Batehup, 2010). Seperti penelitian yang
dilakukan (Ditewig, Blok, Havers, & Veenendaal, 2010) mengatakan, Self
management yang baik dari pasien tentang penyakitnya, dapat menurunkan
angka kematian, rata-rata perawatan di rumah sakit dan meningkatkan kualitas
hidup pasien.
2. Kualitas hidup pasien tumor otak meningioma di Poliklinik Bedah Saraf RSUPN
Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Hasil penelitian didapatkan gambaran kualitas hidup pasien tumor otak
meningioma sebagian besar kurang baik yaitu 54,8% (17 orang) dari total
sampel. Pasien meningioma setelah didiagnosis dan dalam masa perawatan
seringkali mengalami perubahan perilaku. Tingkat perubahannya pun bervariasi,
bahkan sampai kepada tingkat depresi. Sejalan dengan sejumlah penelitian yang
melaporkan bahwa penderita tumor otak mengalami gangguan terkait dengan
kualitas hidup (Gil & Fliss, 2010; Janda et al., 2007; Liu, Page, Solheim, Fox, &
Chang, 2009; van Nieuwenhuizen et al., 2007).
Dampak dari penyakit meningioma dapat menyebabkan penderita bisa
mengalami kejang, defisit neurologik, seperti kebutaan, paralisis, gangguan
kepribadian, perubahan status emosional perilaku, abnormalitas fungsi motorik
dan menyebabkan kematian (Hakim, 2006). Banyaknya permasalahan tersebut
memiliki potensi resiko keparahan penyakit yang kronis, harapan hidup lebih
rendah, dan gangguan fungsi sehari-hari (Mertens et al., 2008; Oeffinger, K. C.,
Hudson, & Landier, 2009).
Selain dampak penyakit yang membuat kualitas hidup pasien meningioma juga
dipengaruhi management terapi. Kemajuan terapi saat ini membuat pasien
dengan tumor otak meningkat ketahan hidupnya. Walaupun pasien dengan tumor
otak meningkat ketahanan hidupnya ada beberapa masalah yang dialami,
diantaranya kekurangan fungsi neurologis, gangguan fungsional dan psikososial,
sehingga dapat membatasi dalam kegiatan sehari-hari (ME & Sliwa, 2011;
Poggi, Liscio, & Patore, 2009; Tang, Rathbone, Park, Jiang, & Harvey, 2008).
Selain itu, pada saat penderita di diagnosis menderita tumor otak berdampak
kepada psikologis, biaya, dan sosial ekonomi, serta meningkatnya peminatan
perawatan(Tang et al., 2008)
(American Brain Tumour Association, 2011) menyembuhan penyakit tumor otak
sering dapat diobati dengan pembedahan, radioterapi dan berbagai kemoterapi,
yang tujuannya adalah untuk membuat pasien lebih baik.dengan kualitas hidup
yang baik, untuk selama mungkin. Tidak seperti tumor jinak lainnya, tumor intra
kranial jinak bisa menyebabkan cedera otak parah dan kematian. Studi
epidemiologis menunjukkan bahwa meningioma yang jinak memiliki perkiraan
kelangsungan hidup lima tahun sebesar70%, lebih rendah dari dibandingkan lima
tahun kelangsungan hidup untuk kanker payudara. Bahkan setelah sukses
pengobatan, meningioma sering kambuh dan dapat menyebabkan defisit
neurologis berat (Conn-Levin, 2003). Sebuah studi tentang kualitas hidup
penderita meningioma dengan menggunakan SF-36 menunjukan 39-72% dari
pasien yang bertahan hidup berada di kualitas hidup rendah (Hayat, 2012).
Sementara penelitian lain mencatat penurunan yang signifikan pada kualitas
hidup antara pasien tumor otak yang diobati. Pasien tumor otak dilaporkan 90%
mengalami gangguan morbiditas dan 70% mengalami gangguan seperti kognisi,
mobilitas, penglihatan, pendengaran, pembicaraan, dengan gangguan lebih parah
pada kualitas hidup ditemukan terkait dengan kematian dini dari tumor otak. Hal
ini sejalan dengan beberapa penelitian lain, yang menunjukkan kelangsungan
hidup berkurang pada pasien tumor otak dengan mood depresi atau perubahan
status mental khususnya di antara pasien dengan penyakit kelas rendah, dan
konsisten, skor yang lebih tinggi depresi dikaitkan dengan kualitas hidup yang
rendah. Namun, sampai saat ini, sebagian besar penelitian tentang kualitas hidup
pasien dengan tumor otak dilakukan dengan menggunakan sampel yang
bersumber dari klinik, sehingga sedikit yang diketahui tentang kualitas hidup dan
suasana hati pasien tumor otak yang tinggal di antara masyarakat (Janda et al.,
2007).
C. Analisis Bivariat
1. Hubungan Self management (Self Monitoring, Self Reward, Self Contracting dan
Stimulus Control) dengan kualitas hidup pasien tumor otak meningioma di
Poliklinik Bedah Saraf RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Hasil penelitian didapatkan ada hubungan dari seluruh komponen self
management yaitu Self monitoring, self reward, self contracting, and self
stimulus controling dengan kualitas hidup pasien tumor otak meningioma di
Poliklinik Bedah Saraf RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta. Pasien
meningioma dengan kondisi kronis dapat mempengaruhi seluruh aspek
kehidupannya. diakibatkan dari dampak penyakit itu sendiri maupun dampak
terapi. Sehingga berpengaruh gangguan kepada kualitas hidup si pasien.
Banyaknya permasalahan tersebut memiliki potensi resiko keparahan penyakit
yang kronis, harapan hidup lebih rendah, dan gangguan fungsi sehari-hari
(Mertens et al., 2008; Oeffinger, K. C. et al., 2009).
Menurut Khan & Atmajaya (2013) dampak managemen medis dalam menangani
pasien tumor otak diantaranya gangguan fungsi psikologis dan kualitas hidup
pasien. Untuk itu, penanganan jangka panjang berupa pemantauan, pendidikan
dukungan self management serta konseling bagi pasien dan keluarga pasien
(Khan & Amatya, 2013). Sebelumnya Davies & Batehup (2010) menyampaikan
keterlibatan pasien dalam perawatan kesehatan melalui Self management diakui
sangatlah penting untuk hasil yang lebih baik bagi pasien dengan kondisi kronis
(Davies & Batehup, 2010).
Menurut (Newman et al., 2009) Self management mengacu kepada kemampuan
individu untuk mengelola gejala, terapi, konsekuensi fisik dan psikologi dan
perubahan pola hidup dalam keadaan kronis. Manfaat Self management meliputi
kemampuan untuk memantau kondisi diri dan efek kognitif, respon behaviour
dan emosi yang diperlukan dalam menunjang kualitas hidup yang baik.
Hasil penelitian ini tentang komponen self managemen terkait hubungan self
monitoring dengan kualitas hidup pasien meningioma menunjukan hasil yang
yang signifikan. Menurut Creer dan Holroyd (1997) Self Monitoring merupakan
pondasi dari Self Management. Pencatatan sistematis suatu informasi, tentang
gejala misalnya digunakan untuk meningkatkan kesadaran pasien terhadap gejala
dan bagaimana merubah perilaku (Newman et al., 2009). Sejalan dengan
tersebut, Febbraro & Clum (1998) menyampaikan Self Monitoring komponen
diantara Self Management yang secara empiris menjadi support dalam intervensi
kecemasan, depresi, kualitas hidup dan gangguan perilaku (Mezo, Peter, &
Megan, 2012).
Komponen lain dari self managemen dari penelitia ini, ada hubungan yang
signifikan antara self reward dengan kualitas hidup pasien tumor otak
meningioma di Poliklinik Bedah Saraf RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo
Jakarta. Sampai saat ini, penelitian terkait self reward dengan kualitas hidup
belum ditemukan. Akan tetapi, mezzo (2009) mengatakan self reward diartikan
pemberian hadiah pada diri sendiri setelah mencapai tujuan tertentu. Self reward
juga digunakan untuk memperkuat atau menambah respon yang diinginkan.
Seorang pasien yang terlibat dalam self reward, bukan hanya berpacu dalam self
reward akan tetapi self-punishment baik secara terbuka maupun diam-
diam.Namun, self reward didefinisikan baik dari self reward itu sendiri maupun
self-punishment(Mezo, 2009).
Adanya hubungan yang signifikan antara self contracting dengan kualitas hidup
pasien tumor otak meningioma di Poliklinik Bedah Saraf RSUPN Dr.Cipto
Mangunkusumo Jakarta. Sama halnya dengan self reward belum ditemukan
penelitian terkait. Siti Nurzaakiyah & Budiman (2011) mengatakan Kontrak atau
perjanjian dengan diri sendiri (self contracting), bentuk kontrak ataupun
perjanjian bisa berupa penulisan ataupun kesepakan atau hal-hal yang ingin
dilaksanakan individu. Adapun langkah-langkah Self contracting ini adalah :1)
membuat perencanaan untuk mengubah pikiran, perilaku dan perasaan yang
ingin dilakukan, 2) menyakini semua yang ingin diubahnya, 3) bekerjasama
dengan teman/keluarga untuk program Self managemennya, 4)menanggung
resiko dengan program Self management yang dilakukannya, 5) pada dasarnya,
semua yang diharapkan mengenai perubahan pikiran, perilaku dan perasaan
adalah untuk diri sendiri, 6) menuliskan peraturan untuk diri sendiri selama
menjalani proses Self management(Siti Nurzaakiyah & Budiman, 2011).
Adanya hubungan yang signifikan antara self stimulus controling dengan kualitas
hidup pasien tumor otak meningioma di Poliklinik Bedah Saraf RSUPN Dr.Cipto
Mangunkusumo Jakarta. Penguasaan terhadap rangsangan (stimulus control)
Kanfer (1980:361). mendefinisikan kendali stimulus sebagai: "... the
predetermined arrangement ofenvironmental conditions that makes it impossible
or unfavorable for an undesiredbehavior to occur”. Kendali stimulus
menekankan pada penataan kembali ataumodifikasi lingkungan sebagai isyarat
khusus (gues) atau anteseden atas respons tertentu. Sebagaimana dijelaskan
dalam model perilaku ABC (aqtesedent, behavior, consequence), tingkah laku
sering kali dibimbing oleh sesuatu yang mendahului (antesedent) dan dipelihara
oleh peristiwa-peristiwa positif atau negatif yang mengikutinya (Consequence).
Anteseden atau konsekuensi itu dapat bersifat internal atau eksternal, misalnya
saja, anteseden dapat berupa suatu situasi, emosi, kognisi, atau suatu instruksi
tersamar maupun terang-terangan(Siti Nurzaakiyah & Budiman, 2011).
Sebuah penelitian yang dilakukan (Ditewig et al., 2010) mengatakan, Self
management yang baik dari pasien tentang penyakitnya, dapat menurunkan
angka kematian, rata-rata perawatan di rumah sakit dan meningkatkan kualitas
hidup pasien. Adanya hubungan Self-management dengan kualitas hidup
didukung Suatu studi yang melaporkan adanya hubungan Self-management
dengan kualitas hidup pasien, dimensi fisik, psikologis dan social pada pasien
GGK (Heidarzadeh, Atashpeikar, & Jalilazar, 2010).
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari tujuan khusus penelitian, hasil penelitian, dan analisis bivariat,
maka kesimpulan dari penelitian ini adalah :
1. Pada umumnya responden self monitoring kurang baik yaitu sebesar 64,3% (18
orang), sebagian besar yang menjadi responden self reward kurang baik yaitu
sebesar 53,6% (15 orang), sebagian besar self contracting kurang baik yaitu
sebesar 64,3% (18 orang), dan sebagian besar responden self stimulus controling
kurang baik yaitu sebesar 60,7% ( 17 orang).
2. Kualitas hidup pasien tumor otak meningioma sebagian besar kurang baik yaitu
57,1% (16 orang).
3. Ada hubungan self management (Self monitoring, self reward, self contracting,
and self stimulus controling) dengan kualitas hidup pasien tumor otak
meningioma di Poliklinik Bedah Saraf RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo
Jakarta.
B. Saran
1. Bagi pelayanan keperawatan
Diharapkan perawat di dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien otak
meningioma lebih ditekankan kepada Self manajement (Self Monitoring, Self
Reward, Self Contracting dan Stimulus Control) dengan cara memberikan
edukasi kepada pasien sehingga kualitas hidup pasien menjadi lebih baik. Perlu
dilakukan penenlitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih besar,
diharapkan hasil dapat digeneralisasi.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan ilmiah dan sumber
informasi bagi institusi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan pada masa
yang akan datang, penelitian ini bisa dimasukkan kedalam jurnal institusi
3. Bagi Institusi Penelitian
a. Diharapkan penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan
menggunakan desain penelitian eksperimental seperti pengaruh self
management dengan kualitas hidup pasien tumor otak meningioma dan
responden yang diteliti bisa lebih banyak
b. Diharapkan penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan
variabel yang berbeda seperti hubungan dukungan keluarga dengan kualitas
hidup pasien tumor otak meningioma dan responden yang diteliti bisa lebih
banyak lagi.
c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai standar untuk melakukan
penelitian lanjutan dengan wawancara, mengingat responden memiliki
keterbatasan fisik terutama pada penelitian yang menggunakan kuesioner.
DAFTAR PUSTAKA
Al-hadidy, A. M., Maani, W. S., Mahafza, W. S., Al-Najar, M. S., & Al-nadii, M. M. (2007). Intracranial Meningioma. J.Med J, 41(1), 37–51.
Alligood, M. R. (2014). Nursing Theorists and Their Work . St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier Inc.
American Brain Tumour Association. (2011). Living with a brain tumour. Chicago: Scottish Adult Neuro Oncology Network.
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Bishop, M., & Frain, M. (2011). Multiple Sclerosis Self Managemen Scale Revised (MSSM-R). Rehabilitation Psychologi, 52(2), 150–159.
Cea-soriano, L., Wallander, M., & Rodríguez, A. G. (2012). Epidemiology of Meningioma in the. Neuro Epidemiology, 39, 27–34. doi:10.1159/000338081
Claus, E. B., Bondy, M. L., Schildkraut, J. M., Wiemels, J. L., Wrensch, M., & Black, P. M. (2005). Epidemiology of Intracranial Meningioma. Neurosurgery, 57(6), 1088–
1095. doi:10.1227/01.NEU.0000188281.91351.B9
Conn-Levin, N. (2003). Meningiomas: A Guide for Nurse and Other Health Care Profesional.
Corey, G. (2012). Student Manual for Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy (9th ed.). belmon USA: Brooks/Cole, Cengage Learning.
Davies, N. J., & Batehup, L. (2010). National Cancer Survivorship Initiative Supported Self-Management Workstream SELF-MANAGEMENT SUPPORT FOR CANCER SURVIVORS : GUIDANCE FOR DEVELOPING INTERVENTIONS. United
Kngdom.
Departemen Bedah Saraf FKUI. (2011). Sinopsis Ilmu Bedah Saraf (1st ed., p. 145). Jakarta: sagung seto.
Ditewig, J., Blok, H., Havers, J., & Veenendaal, H. an. (2010). Effectiveness of self-management interventions on mortality, hospital readmissions, chronic heart failure hospitalization rate and quality of life in patients with chronic heart failure: a systematic review. Patient Educations and Counseling, 3(78), 297–315.
Fitriana, N. A., & Ambarini, T. K. (2012). Kualitas Hidup Pada Penderita Kanker Serviks Yang Menjalani Pengobatan Radioterapi. Psikologi Klinis Dan Kesehatan Mental, 1(02), 123–129.
Hakim, A. A. (2006). Permasalahan serta penanggulangan tumor otak dan sumsum tulang belakang. Universitas Sumatra Utara.
Hayat, M. A. (2012). tumors of the nervous system; meningiomas and schwannomas (7th ed.). New York: Springer Publishing Company, Inc.
Heidarzadeh, M., Atashpeikar, S., & Jalilazar, T. (2010). Relationship Between Quality of Life and Self-Care Ability in Patient Receiving Hemodialysis. IJNMR, 15(2), 71–76.
Janda, M., Steginga, S., Langbecker, D., Dunn, J., Walker, D., & Eakin, E. (2007). Quality of Life Among Patients With A Brain Tumor and Treir Carers. Journal of Psychosomatic Research, 63(6), 617–623.
Kesari, S., Saria, M., & Lai, A. (2012). Meningioma. Chicago: American Brain Tumor Association.
Khan, F., & Amatya, B. (2013). Factors associated with long-term functional outcomes, psychological sequelae and quality of life in persons after primary brain tumour. Journal of Neuro-Oncology, 111(3), 355–366. doi:10.1007/s11060-012-1024-z
Klein, E., Altshuler, D., Hallock, A., & Szerlip, N. (2014). Quality of life research in neuro-oncology: a quantitative comparison. Journal of Neuro-Oncology, 116(2), 333–340. doi:10.1007/s11060-013-1299-8
ME, H., & Sliwa, J. (2011). Inpatient rehabilitation of patients with cancer: efficacy and treatment considerations. PM R, 3(8), 746–757.
Mertens, A. C., Liu, Q., Neglia, J. P., Wasilewski, K., Leisenring, W., Armstrong, G. T., & Yasui, Y. (2008). Cause-specific late mortality among 5-year survivors of childhood cancer: The Childhood Cancer Survivor Study. Journal of National Cancer Institute, (100), 1368–1379.
Mezo, P. G. (2009). The self-control and self-management scale (SCMS): Development of an adaptive self-regulatory coping skills instrument. Journal of Psychopathology and Behavioral Assessment.
Modha, A., & Gutin, P. H. (2005). Diagnosis and Treatment of Atypical and Anaplastic Meningiomas: A Review. Neurosurgery, 57(3), 538–550. doi:10.1227/01.NEU.0000170980.47582.A5
Newman, S., Steed, L., & Mulligan, K. (2009). Chronic physical illness : Self-Management and Behaviural Interventions (1st ed.). New York: McGraw-Hill College.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan (edisi revisi). Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmojo, S. (2007). Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta.
Nurchayati, S. (2010). Analisis Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di Rumah Sakit Islam Fatimah Cilacap dan Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas. Universitas Indonesia.
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan (2nd ed.). Jakarta: Salemba Medika.
Oeffinger, K. C., Hudson, M. M., & Landier, W. (2009). Survivorship: Childhood cancer survivors. Primary Care, (36), 743–780.
Poggi, G., Liscio, M., & Patore, V. (2009). Psychological intervention in young brain tumor survivors: the efficacy of the cognitive behavioural approach. Disabil Rehabil, 31(13), 1066–1073.
Potter & Perry (2009), Fundamental Of Nursing, Salemba Medika Jakarta
Prasetyo, A. S. (2012). Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan self care management pada asuhan keperawatan pasien hipertensi. Universitas Indonesia.
Ragel, B. T., Jensen, R. L., & Couldwell, W. T. (2007). Inflammatory response and meningioma tumorigenesis and the effect of cyclooxygenase-2 inhibitors. Neurosurgical Focus, 23(4), E7. doi:10.3171/FOC-07/10/E7
Rockhill, J., Mrugala, M., & Chamberlain, M. C. (2007). Intracranial meningiomas: an overview of diagnosis and treatment. Neurosurgical Focus, 23(4), 1–7. doi:10.3171/FOC-07/10/E1
Sastroasmoro, S., & Ismail, S. (2010). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis (3rd ed.). Jakarta: sagung seto.
Satyanegara, Hasan, R. Y., Abubakar, S., Maulana, A. J., Sufarnap, E., Benhadi, I., …
Saputra, A. (2010). Ilmu Bedah Saraf Setyanegara (IV., pp. 286–289). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Siti Nurzaakiyah, & Budiman, N. (2011). Teknik Self-Management Dalam Merudiksi Body Dysmorphic Disorder. Retrieved from http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI_PEND_DAN_BIMBINGAN/197102191998021-NANDANG_BUDIMAN/TEKNIK_SELF_MANAGEMENT.pdf
Talacchi, A., Corsini, F., & Gerosa, M. (2011). Hyperostosing meningiomas of the cranial vault with and without tumor mass. Acta Neurochirurgica, 153(1), 53–61; discussion 61. doi:10.1007/s00701-010-0838-8
Tandean, S. (2014). Hubungan antara Reseptor Progesteron dengan Ki-67 Labeling Index pada Meningioma. Universitas Sumatra Utara Medan.
Tang, V., Rathbone, M., Park, D., Jiang, S., & Harvey, D. (2008). Rehabilitation in primary and metastatic brain tumours: impact of functional outcomes on survival. J Neurol, 6(255), 820–827.
Walker, R., Marshall, M. R., & Polaschek, N. (2013). Improving self-management in chronic kidney disease : a pilot study. Renal Society of Australasia Journal, 9(3), 116–125.
Wiemels, J., Wrensch, M., & Claus, E. B. (2010). Epidemiology and etiology of meningioma. Neurooncol, 99, 307–314. doi:10.1007/s11060-010-0386-3
Zbib, A., Paterson, B., Mcgowan, P., & Sargious, P. (2012). Self-management support for Canadians with chronic health conditions. Heath Council of Canada.
Zhong, X., Tanasugarn, C., Fisher, E. B., & Krudsood, S. (2011). Awareness and Practices of Self management and Influence Factors Among Individualis With Type 2 Diabetes in Urban Community Settings in Anhui Province , China. Southeast Asian J Trop Med Public Health, 42(1), 184–196.
Output uji validitas dan reliabelitas Reliability Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 20 100.0
Excludeda 0 .0
Total 20 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.997 44
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
Self_monitoring_P1 1.40 .503 20
Self_monitoring_P2 1.35 .489 20
Self_monitoring_P3 1.45 .510 20
Self_monitoring_P4 1.40 .503 20
Self_monitoring_P5 1.35 .489 20
Self_monitoring_P6 1.45 .510 20
Self_reward_P7 1.40 .503 20
Self_reward_P8 1.45 .510 20
Self_reward_P9 1.35 .489 20
Self_reward_P10 1.40 .503 20
Self_contracting_P11 1.35 .489 20
Self_contracting_P12 1.40 .503 20
Self_contracting_P13 1.35 .489 20
Self_contracting_P14 1.40 .503 20
Stimulus_control_P15 1.40 .503 20
Stimulus_control_P16 1.35 .489 20
Stimulus_control_P17 1.40 .503 20
Stimulus_control_P18 1.35 .489 20
Kualitas_hidup_P1 2.40 .503 20
Kualitas_hidup_P2 2.45 .510 20
Kualitas_hidup_P3 2.45 .510 20
Kualitas_hidup_P4 2.40 .503 20
Kualitas_hidup_P5 2.45 .510 20
Kualitas_hidup_P6 2.35 .489 20
Kualitas_hidup_P7 2.40 .503 20
Kualitas_hidup_P8 2.45 .510 20
Kualitas_hidup_P9 2.50 .513 20
Kualitas_hidup_P10 2.50 .513 20
Kualitas_hidup_P11 2.55 .510 20
Kualitas_hidup_P12 2.50 .513 20
Kualitas_hidup_P13 2.55 .510 20
Kualitas_hidup_P14 2.50 .513 20
Kualitas_hidup_P15 2.55 .510 20
Kualitas_hidup_P16 2.50 .513 20
Kualitas_hidup_P17 2.55 .510 20
Kualitas_hidup_P18 2.50 .513 20
Kualitas_hidup_P19 2.45 .510 20
Kualitas_hidup_P20 2.50 .513 20
Kualitas_hidup_P21 2.55 .510 20
Kualitas_hidup_P22 2.50 .513 20
Kualitas_hidup_P23 2.45 .510 20
Kualitas_hidup_P24 2.40 .503 20
Kualitas_hidup_P25 2.50 .513 20
Kualitas_hidup_P26 2.45 .510 20
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
Self_monitoring_P1 87.95 409.629 .954 .996
Self_monitoring_P2 88.00 411.368 .891 .996
Self_monitoring_P3 87.90 409.147 .963 .996
Self_monitoring_P4 87.95 409.629 .954 .996
Self_monitoring_P5 88.00 411.368 .891 .996
Self_monitoring_P6 87.90 409.147 .963 .996
Self_reward_P7 87.95 409.629 .954 .996
Self_reward_P8 87.90 409.147 .963 .996
Self_reward_P9 88.00 411.368 .891 .996
Self_reward_P10 87.95 409.629 .954 .996
Self_contracting_P11 88.00 411.368 .891 .996
Self_contracting_P12 87.95 409.629 .954 .996
Self_contracting_P13 88.00 411.368 .891 .996
Self_contracting_P14 87.95 409.629 .954 .996
Stimulus_control_P15 87.95 409.629 .954 .996
Stimulus_control_P16 88.00 411.368 .891 .996
Stimulus_control_P17 87.95 409.629 .954 .996
Stimulus_control_P18 88.00 411.368 .891 .996
Kualitas_hidup_P1 86.95 409.629 .954 .996
Kualitas_hidup_P2 86.90 409.147 .963 .996
Kualitas_hidup_P3 86.90 409.147 .963 .996
Kualitas_hidup_P4 86.95 409.629 .954 .996
Kualitas_hidup_P5 86.90 409.147 .963 .996
Kualitas_hidup_P6 87.00 411.368 .891 .996
Kualitas_hidup_P7 86.95 409.629 .954 .996
Kualitas_hidup_P8 86.90 409.147 .963 .996
Kualitas_hidup_P9 86.85 409.713 .930 .996
Kualitas_hidup_P10 86.85 409.713 .930 .996
Kualitas_hidup_P11 86.80 411.221 .860 .997
Kualitas_hidup_P12 86.85 409.713 .930 .996
Kualitas_hidup_P13 86.80 411.221 .860 .997
Kualitas_hidup_P14 86.85 409.713 .930 .996
Kualitas_hidup_P15 86.80 411.221 .860 .997
Kualitas_hidup_P16 86.85 409.713 .930 .996
Kualitas_hidup_P17 86.80 411.221 .860 .997
Kualitas_hidup_P18 86.85 409.713 .930 .996
Kualitas_hidup_P19 86.90 409.147 .963 .996
Kualitas_hidup_P20 86.85 409.713 .930 .996
Kualitas_hidup_P21 86.80 411.221 .860 .997
Kualitas_hidup_P22 86.85 409.713 .930 .996
Kualitas_hidup_P23 86.90 409.147 .963 .996
Kualitas_hidup_P24 86.95 409.629 .954 .996
Kualitas_hidup_P25 86.85 409.713 .930 .996
Kualitas_hidup_P26 86.90 409.147 .963 .996
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
89.35 429.292 20.719 44
Keterangan: Berdasarkan tabel diatas didapatkan nilai r tabel pada uji coba kuesioner sebanyak 20 responden yaitu 0,444 dan didapatkan nilai r hitung pada kolom Corrected
Item-Total Correlation lebih besar dari nilai r tabel , maka dapat disimpulkan bahwa dari 44 pertanyaan yang sudah dijawab oleh 20 responden dinyatakan valid .
Didapatkan nilai Cronbach's Alpha 0,997, maka dapat disimpulkan bahwa 44 pertanyaan yang dijawab oleh responden berdasarkn nilai alpha pada tabel reliabilitas diatas dapat ditarik suatu kesimpulan seluruh jawaban responden sangat reliable karena berada pada rentang alpha 0,80-1,00.
Tabel Reliabilitas berdasarkan nilai alpha
Alpha Tingkat Reliabilitas 0,00-0,20 Kurang reliable 0,20-0,40 Agak reliable 0,40-0,60 Cukup reliable 0,60-0,80 reliable 0,80-1,00 Sangat reliable
Output Analisis univariat Frequency Table
self_monitoring
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang baik 18 64.3 64.3 64.3
baik 10 35.7 35.7 100.0
Total 28 100.0 100.0
Self_reward
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang baik 15 53.6 53.6 53.6
baik 13 46.4 46.4 100.0
Total 28 100.0 100.0
Self_contracting
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang baik 18 64.3 64.3 64.3
baik 10 35.7 35.7 100.0
Total 28 100.0 100.0
Stimulus_control
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang baik 17 60.7 60.7 60.7
baik 11 39.3 39.3 100.0
Total 28 100.0 100.0
Kualitas_hidup
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang baik 16 57.1 57.1 57.1
baik 12 42.9 42.9 100.0
Total 28 100.0 100.0
Jenis_kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid perempuan 24 85.7 85.7 85.7
laki-laki 4 14.3 14.3 100.0
Total 28 100.0 100.0
pendidikan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid pendidikan rendah (Tidak
sekolah, SD, SMP)
10 35.7 35.7 35.7
pendidikan tinggi (SMA,PT) 18 64.3 64.3 100.0
Total 28 100.0 100.0
Statistics
Usia
N Valid 28
Missing 0
Mean 37.29
Std. Deviation 13.668
Minimum 28
Maximum 65
Output Bivariat Crosstabs 1. Hubungan Self Monitoring dengan Kualitas hidup
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
self_monitoring *
Kualitas_hidup
28 100.0% 0 .0% 28 100.0%
self_monitoring * Kualitas_hidup Crosstabulation
Kualitas_hidup
Total kurang baik baik
self_monitoring kurang baik Count 14 4 18
% within self_monitoring 77.8% 22.2% 100.0%
baik Count 2 8 10
% within self_monitoring 20.0% 80.0% 100.0%
Total Count 16 12 28
% within self_monitoring 57.1% 42.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 8.763a 1 .003
Continuity Correctionb 6.563 1 .010
Likelihood Ratio 9.165 1 .002
Fisher's Exact Test .005 .005
Linear-by-Linear Association 8.450 1 .004
N of Valid Cases 28
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.29.
b. Computed only for a 2x2 table
Keterangan: pada footnote a dibawah kotak chi-square test tertulis nilai 1 cell (25,0%)
berarti pada tabel silang diatas ditemukan ada nilai E (Expected) < 5 maka yang
digunakan adalah fisher’s Exact test, jadi p value nya adalah 0,005
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
self_monitoring (kurang baik /
baik)
14.000 2.080 94.236
For cohort Kualitas_hidup =
kurang baik
3.889 1.099 13.764
For cohort Kualitas_hidup =
baik
.278 .111 .696
N of Valid Cases 28
2. Hubungan Self reward dengan kualitas hidup Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Self_reward * Kualitas_hidup 28 100.0% 0 .0% 28 100.0%
Self_reward * Kualitas_hidup Crosstabulation
Kualitas_hidup
Total kurang baik baik
Self_reward kurang baik Count 13 2 15
% within Self_reward 86.7% 13.3% 100.0%
baik Count 3 10 13
% within Self_reward 23.1% 76.9% 100.0%
Total Count 16 12 28
% within Self_reward 57.1% 42.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 11.499a 1 .001
Continuity Correctionb 9.049 1 .003
Likelihood Ratio 12.417 1 .000
Fisher's Exact Test .002 .001
Linear-by-Linear Association 11.088 1 .001
N of Valid Cases 28
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.57.
b. Computed only for a 2x2 table
Keterangan: pada footnote a dibawah kotak chi-square test tertulis nilai 0 cell (25,0%)
berarti pada tabel silang diatas tidak ditemukan ada nilai E (Expected) < 5 maka yang
digunakan adalah Continuity Correction, jadi p value nya adalah 0,003
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Self_reward
(kurang baik / baik)
21.667 3.022 155.363
For cohort Kualitas_hidup =
kurang baik
3.756 1.365 10.333
For cohort Kualitas_hidup =
baik
.173 .046 .652
N of Valid Cases 28
3. Hubungan Self Contracting dengan kualitas hidup Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Self_contracting *
Kualitas_hidup
28 100.0% 0 .0% 28 100.0%
Self_contracting * Kualitas_hidup Crosstabulation
Kualitas_hidup
Total kurang baik baik
Self_contracting kurang baik Count 15 3 18
% within Self_contracting 83.3% 16.7% 100.0%
baik Count 1 9 10
% within Self_contracting 10.0% 90.0% 100.0%
Total Count 16 12 28
% within Self_contracting 57.1% 42.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 14.117a 1 .000
Continuity Correctionb 11.281 1 .001
Likelihood Ratio 15.521 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 13.612 1 .000
N of Valid Cases 28
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.29.
b. Computed only for a 2x2 table
Keterangan: pada footnote a dibawah kotak chi-square test tertulis nilai 1 cell (25,0%)
berarti pada tabel silang diatas ditemukan ada nilai E (Expected) < 5 maka yang
digunakan adalah fisher’s Exact test, jadi p value nya adalah 0,000
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
Self_contracting (kurang baik
/ baik)
45.000 4.044 500.693
For cohort Kualitas_hidup =
kurang baik
8.333 1.283 54.114
For cohort Kualitas_hidup =
baik
.185 .065 .531
N of Valid Cases 28
4. Hubungan Stimulus Control dengan kualitas hidup Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Stimulus_control *
Kualitas_hidup
28 100.0% 0 .0% 28 100.0%
Stimulus_control * Kualitas_hidup Crosstabulation
Kualitas_hidup
Total kurang baik baik
Stimulus_control kurang baik Count 14 3 17
% within Stimulus_control 82.4% 17.6% 100.0%
baik Count 2 9 11
% within Stimulus_control 18.2% 81.8% 100.0%
Total Count 16 12 28
% within Stimulus_control 57.1% 42.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 11.230a 1 .001
Continuity Correctionb 8.762 1 .003
Likelihood Ratio 11.968 1 .001
Fisher's Exact Test .001 .001
Linear-by-Linear Association 10.829 1 .001
N of Valid Cases 28
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.71.
b. Computed only for a 2x2 table
Keterangan: pada footnote a dibawah kotak chi-square test tertulis nilai 1 cell (25,0%)
berarti pada tabel silang diatas ditemukan ada nilai E (Expected) < 5 maka yang
digunakan adalah fisher’s Exact test, jadi p value nya adalah 0,001
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
Stimulus_control (kurang baik
/ baik)
21.000 2.913 151.408
For cohort Kualitas_hidup =
kurang baik
4.529 1.268 16.173
For cohort Kualitas_hidup =
baik
.216 .074 .625
N of Valid Cases 28