UJI STABILITAS FISIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI
PALA (Myristica fragrans Houtt.) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus
aureus DALAM FORMULASI SABUN CAIR
Disusun sebagai salah satu syarat menyeleaikan Program Studi Strata Satu pada
Fakultas Farmasi
Oleh:
FARAH IRMALIA SARI
K 100 120 051
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016
2
HALAMAN PERSETUJUAN
UJI STABILITAS FISIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI
PALA (Myristica fragrans Houtt.) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus
aureus DALAM FORMULASI SABUN CAIR
PUBLIKASI ILMIAH
Oleh:
FARAH IRMALIA SARI
K 100 120 051
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Dosen Pembimbing Utama
Suprapto, M.Sc., Apt.
NIK.869
Dosen Pembimbing Pendamping
Rima Munawaroh, M.Sc., Apt.
NIK.100.958
3
HALAMAN PENGESAHAN
UJI STABILITAS FISIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI
PALA (Myristica fragrans Houtt.) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus
aureus DALAM FORMULASI SABUN CAIR
OLEH
FARAH IRMALIA SARI
K 100 120 051
Telah dipertahankan di depan Penguji
Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari Jumat, 17 Juni 2016
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Penguji:
1. Erindyah Retno W., Ph.D. Apt. (……..……..)
(Ketua Penguji)
2. Maryati , Ph.D., Apt. (……………)
(Anggota I Penguji)
3. Suprapto, M.Sc., Apt. (…………….)
(Anggota II Penguji)
4. Rima Munawaroh, M.Sc., Apt. (…………….)
(Anggota III Penguji)
Dekan,
Azis Saifudin., Ph.D., Apt.
956
4
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang
lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka akan saya
pertanggungjawabkan sepenuhnya.
.
Surakarta, 11 Juni 2016
Penulis
FARAH IRMALIA SARI
K 100 120 051
5
UJI STABILITAS FISIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI PALA (Myristica
fragrans Houtt.) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus DALAM FORMULASI SABUN
CAIR
Abstrak
Minyak atsiri pala mengandung senyawa myristicin 1,1%, elimicin 1%, dan safrole 0,1%. Zat
aktif yang bersifat antibakteri yaitu myristicin yang dalam penelitian ini diformulasikan dalam
sediaan sabun cair. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh konsentrasi KOH dan asam
stearat terhadap sifat fisik dan stabilitas sabun cair serta aktivitas minyak atsiri pala terhadap
Staphylococcus aureus. Sediaan dibuat dengan perbandingan konsentrasi KOH : asam stearat
pada Formula I (1,6g : 1g), Formula II (3,2g : 0,5g), Formula III (6,4g : 0,25g), dan Formula
IV (12,8g : 0,125g). Konsentrasi minyak atsiri pala yang digunakan 25%v/v. Sediaan diuji
sifat fisik yang meliputi organoleptis, pH, viskositas, tinggi busa, bobot jenis dan kadar alkali
bebas yang dianalisis menggunakan one way ANOVA dan Kruskal-Wallis. Uji stabilitas
meliputi organoleptis, pH, viskositas dan tinggi busa yang dianalisis menggunakan General
Linear Model Univariant. Uji terakhir yaitu uji antibakteri dengan metode difusi sumuran.
Hasil uji sifat fisik menunjukkan peningkatan konsentrasi KOH meningkatkan nilai pH, bobot
jenis dan kadar alkali bebas, sementara peningkatan asam stearat meningkatkan viskositas dan
tinggi busa sediaan. Hasil uji stabilitas menunjukkan variasi formula menurunkan stabilitas
sediaan, sehingga sediaan hanya stabil pada penyimpanan selama 2 bulan. Hasil uji antibakteri
menunjukkan bahwa sediaan bersifat irradikal terhadap Staphylococcus aureus.
Kata kunci: asam stearat, antibakteri, minyak atsiri pala, sabun cair, KOH, Staphylococcus
aureus.
Abstracts
Nutmeg essential oil contains compounds myristicin 1.1%, elimicin 1%, and 0.1% safrole.
Active substance that is antibacterial that is myristicin that in this study were formulated in
liquid soap. This study aims to determine the effect of KOH concentration and stearic acid on
the physical properties and stability of liquid soap and essential oils of nutmeg activity against
Staphylococcus aureus. Liquid soap were made with the concentration ratio of KOH: stearic
acid in Formula I (1,6g: 1g), Formula II (3,2g: 0,5g), Formula III (6,4g: 0,25g), and Formula
IV (12, 8g: 0,125g). The concentration of essential oils of nutmeg used 25% v/v. Preparations
tested physical properties include organoleptic, pH, viscosity, foam, weight and the type of
free alkali content is analyzed using one-way ANOVA and Kruskal-Wallis. Organoleptic test
include stability, pH, viscosity and height were analyzed using General Linear Model
Univariant. One final test of antibacterial test pitting diffusion method. Physical properties test
results showed increased KOH concentration increases the pH value, the specific gravity and
the free alkali content, while increasing the stearic acid increases the viscosity and foam.
Results of stability tests show variation formula lowers the stability of preparations, so that the
preparation is only stable in storage for two months. Antibacterial test results showed that the
liquid soap is irradikal against Staphylococcus aureus.
Key words : acidum stearicum, , antibacterial of Staphylococcu aureus, Calium Hydroxide
(KOH), liquid soap, nutmeg essential oil.
6
1. PENDAHULUAN
Bakteri Staphylococcus aureus merupakan penyebab terbesar penyakit kulit dengan
manifestasi klinik berupa abses pada kulit, nanah dan bisul. Infeksi pada kulit biasanya diawali
dengan munculnya nanah berukuran kecil yang dapat berkembang menjadi infeksi berat yang dapat
menyebar hingga otot, paru-paru dan katup jantung, yaitu endokarditis. Kandungan pala berupa
trimyristin dan myristicin merupakan komponen utama pala yang memiliki aktivitas antibakteri
(Narashim dan Dhake). Hasil pengujian antibakteri terhadap bakteri gram positive (B. subtilis dan
S.aureus) menunjukkan pala mampu menghambat pertumbuhan bakteri tersebut (Gupta, 2012).
Formulasi sabun cair terbentuk dari reaksi saponifikasi dari minyak dan lemak dengan KOH
(Mitsui, 1997). Sabun terbentuk dari reaksi saponifikasi yaitu antara minyak dengan basa, yaitu
KOH, sehingga minyak dan KOH merupakan komponen utama yang digunakan dalam formula
sabun. Pemilihan sediaan sabun cair karena sabun cair memiliki kelebihan yaitu bentuknya yang
berupa cairan memungkinkan reaksi sabun cair pada permukaan kulit lebih cepat dibandingkan
sabun padat, kelebihan lain sabun cair adalah sabun cair lebih higienis dalam penyimpanan dan
lebih praktis dibawa ketika bepergian. Pada formula ini minyak atsiri pala diformulasikan dalam
bentuk sediaan sabun cair dengan variasi konsentrasi KOH dan asam stearat yang bertujuan untuk
mengetahui pengaruh variasi konsentrasi kedua komponen tersebut terhadap sifat fisik dan stabilitas
sabun cair.
2. METODE
2.1 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu minyak kelapa (VCO), KOH (Kalium
hidroksida), Na CMC (Natrium karboksi metil selulosa), BHA (Butil hidroksi anisol), asam stearat,
minyak atsiri pala yang diproduksi oleh PT. Eteris Nusantara Yogyakarta, aquadest, DMSO, untuk
pengecatan Gram Staphylococcus aureus bahan yang digunakan yaitu cat Gram A, cat Gram, cat
Gram C, formalin, media MH (Mueller Hinton), media BHI (Brain Heart Infussion), larutan salin
0,9%, standar McFarland an sabun mandi cair Dettol sebagai kontrol positif.
2.2 Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu neraca analitik (Ohaus, Jerman), pH stik,
piknometer, thermometer, viskosimeter (VT-06E RION) dengan spindle nomor 1, 2 dan 3, Biuret,
Hot plate, millimeter blok dan alat pengukur tinggi busa (alat redispersibilitas), mikroskop
(Olympus), pipet mikro, cawan petri, spreader glass, incubator (Memmert), oven (Memmert),
spreader glass, Laminar Air Flow (CV. Srikandi Laboratory) dan shaker incubator ( New
Brunwick Scientific) dan alat gelas (Pyrex).
7
2.3 Uji Sifat Fisik Minyak Atsiri Pala
Uji sifat fisik minyak atsiri pala berupa uji indeks bias, berat jenis minyak atsiri, warna, bentuk dan
aroma. Uji dilakukan oleh PT. Eteris Nusantara di Yogyakarta.
2.4 Identifikasi Bakteri Staphylococcus aureus
Secara aseptis diambil biakkan bakteri Staphylococcus aureus lalu diletakkan diatas objek glass
yang telah disterilkan, ratakan lalu dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Objek glass
dipanaskan diatas nyala api spiritus hingga kering lalu ditetesi 3 tetes larutan Gram A pada preparat,
diamkan selama 1 menit . Preparat dicuci menggunakan air mengalir hingga warna tepat hilang lalu
dikeringkan. Cat Gram B diteteskan diatas objek glass lalu didiamkan selama 1 menit kemudian
dicuci menggunakan air mengalir kemudian dikeingkan dengan cara diangin-anginkan. Preparat
kemudian ditetesi cat Gram D hingga warna tepat hilang kemudian digenangi dengan cat Gram D
selama 1 menit kemudian preparat dicuci menggunakan air mengalir lalu dikeringkan. Hasil
pengecatan Gram kemudian diamati menggunakan mikroskop perbesaran kuat (1000x).
2.5 Uji Aktivitas Minyak Atsiri Pala (Myristica fragrans Houtt).
2.5.1 Sterilisasi Alat
Peralatan gelas berupa tabung reaksi, Erlenmeyer dan cawan petri yang bersih dan kering dibungkus
menggunakan kertas kemudian dimasukkan dalam oven dan disterilkan pada suhu 170˚c selama 1
jam. Alat dan bahan lain yang tidak tahan terhadap pemanasan kering yaitu yellow tips, blue tips,
tabung eppendorf, media MH, media BHI dan salin, disterilkan menggunakan pada autoklaf suhu
121˚C selama 15 menit.
2.5.2 Pembuatan media Mueller Hinton (MH)
Serbuk media MH ditimbang sebanyak 9,54 gram dalam Erlenmeyer 250 mL kemudian
ditambahkan akuades hingga 250 mL diaduk dan dipanaskan agar media terlarut. Media yang telah
terlarut kemudian disterilisasi di dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 121˚C. Media yang
telah selesai disterilkan kemudian disimpan dalam lemari pendingin.
2.5.3 Pembuatan Media Brain Heart Infussion (BHI)
Media BHI ditimbang sebanyak 7,4 gram kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 200 mL.
Media dilarutkan menggunakan akuades hingga tepat 200 mL. Media yang telah larut kemudian
disterilakan menggunakan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121˚C. Media kemudian disimpan
dalam lemari pendingin.
8
2.5.4 Streak plate bakteri
Stok bakteri Staphylococcus aureus diambil menggunakan ose steril kemudian digoreskan diatas
media MH padat di dalam cawan petri. Bakteri kemudian diinkubasi pada suhu 37˚C selama 20
jam.
2.5.5 Pembuatan suspensi bakteri
Kultur bakteri Staphylococcus aureus yang telah ditumbuhkan dalam streak plate diambil 5 koloni
tunggal lalu dimasukkan dalam tabung berisi 5 mL media BHI kemudian diberi perlakuan shaker
incubator selama 120 menit pada suhu 37˚C. Bakteri yang telah diberi perlakuan shaker incubator
kemudian disamakan kekeruhannya menggunakan standar Mc Farland. Jika terlalu keruh maka
dilakukan pengenceran menggunakan larutan Salin 0,9%.
2.5.6 Uji antibakteri minyak atsiri pala
Media MH yang telah disterilkan dituang ke dalam cawan petri, ditunggu hingga media memadat.
Diinokulasikan 150 µL bakteri S.aureus diatas media MH yang telah memadat, kemudian diratakan
menggunakan spreader glass. Pada media dibuat sumuran menggunakan cock borer no. 3.
Dimasukkan minyak atsiri seri konsentrasi 50%, 25%, 12,5% dan 6,25% pala ke dalam sumuran
kemudian diinkubasi selama 20 jam pada suhu 37˚C.
2.6 Pembuatan Sabun Cair Minyak Atsiri Pala
Bahan pada tabel 1 ditimbang dengan seksama. Dimasukkan minyak kelapa ke dalam beaker glass
kemudian ditambahkan dengan kalium hidroksida sedikit demi sedikit sambil terus dipanaskan pada
suhu 50˚C hingga didapatkan pasta sabun. Ditambahkan sedikit aquadest ke dalam pasta sabun,
kemudia dimasukkan natrium karbosil metil selulosa yang telah dikembangkan dalam aquadest
panas, kemudian dimasukkan dalam sabun pasta diaduk hingga homogen. Ditambahkan asam
stearate kemudian diaduk hingga homogen, yaitu terbentuknya cairan yang agak kental.
Dimasukkan butyl hidroksi anisol lalu diaduk kembali hingga homogen. Ditambahkan minyak atsiri
pala dalam sediaan, lalu diaduk hingga homogen. Sabun cair ditambahkan sisa akuadest hingga
tepat 200 mL. Sabun cair minyak atsiri pala yang telah terbentuk kemudian dimasukkan dalam
wadah. Berikut adalah tabel formulasi sabun cair minyak atsiri pala:
Tabel 1. Pembuatan seri konsentrasi sampel ekstrak daun ashitaba
F1 F2 F3 F4
Minyak Kelapa (mL) 30 30 30 30
KOH (g) 1,6 3,2 6,4 12,8
Asam Stearat (g) 2 1 0,5 0,25
Na CMC (g) 2 2 2 2
BHA (g) 1 1 1 1
Minyak Pala (mL) 14 14 14 14
Aquades hingga
(mL)
100 100 100 100
9
Keterangan:
FI : Formula sabun mandi cair minyak atsiri pala dengan KOH 1,6 g : Asam stearat 1 g
FII : Formula sabun mandi cair minyak atsiri pala dengan KOH 3,2 g : Asam stearat 0,5 g
FIII : Formula sabun mandi cair minyak atsiri pala dengan KOH 6,4 g : Asam stearat 0,25 g
FIV : Formula sabun mandi cair minyak atsiri pala dengan KOH 12,8 g : Asam stearat 0,125g
2.6.1 Uji Stabilitas Fisik Sabun Cair Minyak Atsiri Pala
Uji sifat fisik sabun cair minyak atsiri pala terdiri dari uji organoleptis, uji pH, uji viskositas, uji
bobot jenis dan uji kadar alkali bebas.
2.6.1.1 Uji Organoleptis
Sabun mandi cair disimpan dalam wadah dan diamati organoleptis sabun berupa warna, bau,
konsistensi dan pemisahan. Uji dilakukan selama 8 minggu pada minggu ke-0, 2, 4, 6 dan 8.
2.6.1.2 Uji Derajat Keasaman (pH)
pH sabun mandi cair diukur menggunakan pH stik. pH stik dimasukkan dalam sediaan kemudian
warna yang timbul dicocokkan dengan indiKator pH yang ada pada wadah pH stik.
2.6.1.3 Uji Viskositas
Uji menggunakan alat viskosimeter . sediaan sabun dimasukkan dalam beker glass. Ditempatkan
roter pada tengah sediaan sabun cair minyak atsiri pala, kemudian alat dinyalakan agar rotor
berputar, kemudian diamati layar viskometer hingga menunjukkan angka yang stabil. Angka yang
muncul menunjukkan viskositas sediaan.
2.6.1.4 Bobot Jenis
Piknometer kosong yang telah kering ditimbang, kemudian sabun cair dan akuadest masing-masing
dimasukkan dalam piknometer. Piknometer ditutup, volume cairan yang terbuang dibersihkan
menggunakan tissue. Piknometer kemudian didiamkan pada suhu 25°C selama 15 menit lalu
ditimbang bobot piknometer yang berisi air dan bobot piknometer yang berisi akuadest dan sabun
cair.
Bobot jenis:
……….. (1)
2.6.1.5 Uji Tinggi Busa
Sampel sediaan sabun cair sebanyak 2 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian
ditambahkan aquadest. Tabung dikocok selama 20 detik dan dibaca tinggi busa yang terbentuk.
Diamati tinggi dan kestabilan busa pada waktu setelah pengocokan dan 5 menit setelah pengocokan.
10
2.6.1.6 Uji Kadar Alkali Bebas
Sabun cair minyak atsiri pala ditimbang sebanyak 5 gram kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer
250mL. Ditambahkan alkohol 96% sebanyak 100mL dan 5 tetes fenolftalein ke dalam erlenmeyer.
Larutan dipanaskan diatas Hot plate pada suhu 70°C selama 30 hingga warana merah tepat hilang.
Jika warana merah pada larutan tidak hilang, maka dilakukan titrasi menggunakan larutan HCl 0,1N
sampai warna ungu tepat hilang.
……….. (2)
2.7 Uji Stabilitas Sediaan
Uji stabilitas fisik sediaan meliputi uji pH, viskositas, tinggi busa dan antibakteri sabun cair minyak
atsiri pala yang dilakukan selama setiap 2 minggu selama 8 minggu.
2.8 Uji Aktivitas Antibakteri
Sebanyak 150 µL suspensi bakteri diratakan di atas media MH menggunakan spreader glass
kemudian ditunggu 15 menit lalu dibuat sumuran menggunakan cock borer nomor 2. Sebanyak 0,1
gam sediaan dimasukkan dalam sumuran kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37˚C.
Setelah diinkubasi selama 24 jam, diamati zona hambat yang terbentuk disekitar sediaan.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan sediaan sabun cair dilakukan variasi konsentrasi kalium hidroksida dan asam stearat.
Dalam sediaan sabun cair, asam stearat berperan dalam memberikan konsistensi kekerasan pada
sabun dan menstabilkan busa (Mitsui, 1997) dan juga berpengaruh pada viskositas. Kalium
hidroksida berpengaruh pada pada hasil uji pH (Kibbe, 2009). Hasil pengujian sabun cair minyak
atsiri pala meliputi pengujian organoleptis, derajat keasaman, viskositas, tinggi busa, bobot jenis,
kadar alkali bebas dan uji antibakteri.
3.1 Uji Organoleptis
Uji organoleptis dilakukan dengan cara mengamati sediaan sabun secara visual dengan
pengamatan yang dilakukan meliputi bentuk (kekentalan), warna, bau dan pemisahan.
Tabel 2. Hasil Uji Organoleptis
Uji organoleptik FI FII FIII FIV
Bentuk Cair, kental Cair, kental Cair, kental Cair, kental
Warna Putih Putih Putih Kuning
Bau Minyak pala Minyak pala Minyak pala Minyak pala
Pemisahan
Minggu 0-4 Tidak terjadi
pemisahan
Tidak terjadi
pemisahan
Tidak terjadi
pemisahan
Tidak terjadi
pemisahan
Minggu 6-8 Terjadi
pemisahan
Terjadi
pemisahan
Terjadi
pemisahan
Terjadi
pemisahan
Keterangan:
FI : Formula sabun mandi cair minyak atsiri pala dengan KOH 1,6 g : Asam stearat 1 g
FII : Formula sabun mandi cair minyak atsiri pala dengan KOH 3,2 g : Asam stearat 0,5 g
FIII : Formula sabun mandi cair minyak atsiri pala dengan KOH 6,4 g : Asam stearat 0,25 g
11
FIV : Formula sabun mandi cair minyak atsiri pala dengan KOH 12,8 g : Asam stearat 0,125g
Berdasarkan tabel 2, menunjukkan bahwa warna sediaan setelah ditambahkan minyak atsiri
pala pada formula 1, 2 dan 3 menunjukkan warna putih kekuningan, sedangkan pada formula 4
warna yang dihasilkan yaitu kuning keemasan. Uji bau sediaan menunjukkan bahwa semua
formula memiliki bau khas minyak atsiri pala. Tidak terjadi pemisahan antara fase minyak dan fase
air pada sediaan pada minggu ke- 0 hingga minggu ke- 4, namun pada minggu ke-6 hingga minggu
8 terjadi pemisahan berupa endapan pada semua formula.
3.2 Hasil Uji Sifat Fisik Sediaan Sabun Cair
Sifat fisik sediaan diamati pada minggu ke-0 untuk mengetahui pengaruh KOH dan asam
stearat pada masing-masing sediaan. Uji sifat fisik juga bertujuan untuk mengetahui apakah hasil uji
sifat fisik memenuhi persyaratan SNI untuk sabun mandi cair. Pada tabel 3 terdapat hasil rata-rata
sediaan dan SD masing-masing formula pada tiap uji sifat fisik.
Tabel 3. Hasil uji derajat keasaman (pH) sediaan sabun cair minyak atsiri pala
Formula I Formula II Formula III Formula IV
pH 11,3 ± 0,6 12,3 ± 1,2 12,7 ± 0,6 13 ± 0,6
Viskositas 20 ± 0,0 1,0 ± 0,0 0,3 ± 0,0 0,4 ± 0,1
Tinggi Busa 10,3 ± 0,6 10,3 ± 1,5 7,7 ± 0,6 7,0 ± 1,7
Bobot Jenis 0,9 ± 0,04 0,99 ± 0,01 1,02 ± 0,02 1,07 ± 0,01
Kadar Alkali
Bebas
0 ± 0 0 ± 0 0 ± 0 0,08 ± 0,01
3.2.1 Hasil Uji Derajat Keasaman (pH)
Besarnya pH sediaan sabun cair dipengaruhi oleh banyak KOH yang digunakan. Berdasarkan
grafik hasil uji pH pada tiap formula (Gambar 1) menunjukkan bahwa adanya peningkatan pH yang
berbanding lurus dengan peningkatan jumlah KOH yang digunakan. Hasil analisis statistika uji pH
menunjukkan nilai p-value > 0,05 (p-value = 0,093) menunjukkan variasi peningkatan jumlah KOH
pada tiap formula berpengaruh terhadap peningkatan pH dari formula I hingga formula IV namun
tidak signifikan sehingga secara statistika penambahan KOH tidak bermakna pada perubahan pH
sediaan sabun cair. Merujuk pada tabel 3 maka tidak ada pH formula sabun yang masuk dalam
range persyaratan SNI (1996) sebagai syarat sabun mandi yaitu 8-11.
12
Gambar 1. Grafik hasil uji perbandingan pH
Keterangan:
FI : Formula sabun mandi cair minyak atsiri pala dengan KOH 1,6 g : Asam stearat 1 g
FII : Formula sabun mandi cair minyak atsiri pala dengan KOH 3,2 g : Asam stearat 0,5 g
FIII : Formula sabun mandi cair minyak atsiri pala dengan KOH 6,4 g : Asam stearat 0,25 g
FIV : Formula sabun mandi cair minyak atsiri pala dengan KOH 12,8 g : Asam stearat 0,125g
3.2.2 Uji Viskositas
Semakin banyak asam stearat yang digunakan maka viskositas sediaan sabun cair akan
semakin tinggi. Hasil analisis statistik menunjukkan hasil yang signifikan dengan p-value = 0,000
(p-value < 0,05) menunjukkan variasi asam stearat pada formula mempengaruhi viskositas sediaan
secara signifikan. Terjadi penurunan viskositas secara signifikan dari F1 hingga F4 (gambar 7). Hal
ini karena pada asam stearat pada dalam jumlah paling banyak (1 gram) dibandingkan formula
yang lain. Berdasarkan grafik hubungan formula dengan viskositas menunjukkan bahwa penurunan
asam stearat berbanding lurus dengan penurunan viskositas sediaan sabun cair.
.
Gambar 2. Grafik hasil uji perbandingan viskositas
Keterangan:
FI : Formula sabun mandi cair minyak atsiri pala dengan KOH 1,6 g : Asam stearat 1 g
FII : Formula sabun mandi cair minyak atsiri pala dengan KOH 3,2 g : Asam stearat 0,5 g
FIII : Formula sabun mandi cair minyak atsiri pala dengan KOH 6,4 g : Asam stearat 0,25 g
FIV : Formula sabun mandi cair minyak atsiri pala dengan KOH 12,8 g : Asam stearat 0,125g
3.2.3 Hasil Uji Tinggi Busa
Uji tinggi busa dilakukan untuk melihat banyaknya busa dihasilkan oleh sabun mandi cair.
Pada formulasi ini, zat yang berfungsi menghasilkan serta memepertahankan stabilitas sabun yaitu
0,0
5,0
10,0
15,0
1 2 3 4
pH
Formula
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
1 2 3 4
Vis
kosi
tas
(d-P
as)
13
asam stearat, semakin banyak asam stearat yang digunakan maka busa yang dihasilkan semakin
banyak dan semakin stabil.
Gambar 3. Grafik hasil uji perbandingan tinggi busa
Keterangan:
FI : Formula sabun mandi cair minyak atsiri pala dengan KOH 1,6 g : Asam stearat 1 g
FII : Formula sabun mandi cair minyak atsiri pala dengan KOH 3,2 g : Asam stearat 0,5 g
FIII : Formula sabun mandi cair minyak atsiri pala dengan KOH 6,4 g : Asam stearat 0,25 g
FIV : Formula sabun mandi cair minyak atsiri pala dengan KOH 12,8 g : Asam stearat 0,125g
Hasil analisis statistik menggunakan metode ANOVA menunjukkan p-value = 0,018 yang
berarti ada pengaruh dari perbedaan konsentrasi asam stearat pada tinggi busa sediaan sabun cair
dan pengaruh tersebut signifikan. Pada gambar 7 menunjukkan formula 1 memiliki tinggi busa
paling tinggi karena asam stearat yang diberikan paling tinggi (1 gram) sedangkan formula 4
memiliki tinggi busa paling rendah karena konsentrasi asam stearat yang diberika paling sedikit
(0,125 gram), sehingga penambahan asam stearat berbanding lurus dengan peningkatan tinggi busa
sabun cair.
3.2.4 Hasil Uji Bobot Jenis
Bobot jenis dipengaruhi oleh banyaknya komponen yang ada dalam formulasi. Pada
formulasi sediaan sabun cair minyak atsiri pala, peningkatan bobot jenis berbanding lurus dengan
penambahan KOH.
Gambar 4. Grafik hasil uji bobot jenis sediaan sabun cair
0,0
5,0
10,0
15,0
1 2 3 4Ti
ngg
i Bu
sa (
mm
)
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
1,2
1 2 3 4
Bo
bo
t je
nis
(g/
mL)
Formula
14
Keterangan:
FI : Formula sabun mandi cair minyak atsiri pala dengan KOH 1,6 g : Asam stearat 1 g
FII : Formula sabun mandi cair minyak atsiri pala dengan KOH 3,2 g : Asam stearat 0,5 g
FIII : Formula sabun mandi cair minyak atsiri pala dengan KOH 6,4 g : Asam stearat 0,25 g
FIV : Formula sabun mandi cair minyak atsiri pala dengan KOH 12,8 g : Asam stearat 0,125g
Berdasarkan hasil statistika one way ANOVA menunjukkan hasil yang signifikan p-value =
0,001 (p-value < 0,05) yang berarti secara statistika penambahan KOH berpengaruh terhadap
peningkatan bobot jenis sediaan sabun cair. Formula IV dengan KOH 12,8 gram dan asam stearat
0,125 gram memiliki bobot jenis paling besar, sedangkan formula I dengan KOH 1,6 gram dan
asam stearat 1 gram memiliki bobot jenis paling kecil. Menurut SNI (1996) bobot jenis sabun mandi
yang diperbolehkan yaitu 1,01-1,10 g/mL maka dari keempat formula yang memenuhi syarat adalah
formula III dan formula IV.
3.2.5 Hasil Uji Kadar Alkali Bebas
Kadar alkali bebas timbul apabila pada formulasi sabun cair, reaksi antara minyak dan basa tidak
sempurna (Wijana and Harnawi, 2009). Basa yang berlebih pada sediaan akan menyebabkan
timbulnya kadar alkali bebas. Hasil uji kadar alkali bebas (Tabel 8) menunjukkan tidak terdapat
kadar alkali bebas (0%) pada formula 1, 2 dan 3. Menurut SNI kadar alkali bebas yang
diperbolehkan dalam sabun cair yaitu 0,3%, maka sabun cair formula 1, 2, 3 dan 4 telah memenuhi
standart.
Gambar 5. Grafik hasil uji kadar alkali bebas sediaan sabun cair
Keterangan:
FI : Formula sabun mandi cair minyak atsiri pala dengan KOH 1,6 g : Asam stearat 1 g
FII : Formula sabun mandi cair minyak atsiri pala dengan KOH 3,2 g : Asam stearat 0,5 g
FIII : Formula sabun mandi cair minyak atsiri pala dengan KOH 6,4 g : Asam stearat 0,25 g
FIV : Formula sabun mandi cair minyak atsiri pala dengan KOH 12,8 g : Asam stearat 0,125g
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1 2 3 4Kad
ar a
lkal
i beb
as (
%)
Formula
15
3.2.6 Uji Antibakteri Sediaan Sabun Cair Minyak Atsiri Pala
Minyak atsiri pala memiliki aktivitas antibakteri setelah diformulasikan dalam bentuk
sediaan sabun mandi cair. Sifat antibakteri minyak atsiri pala setelah diformulasikan dalam sediaan
sabun mandi cair yaitu irradikal. Metode yang digunakan dalam uji antibakteri sabun mandi cair
minyak atsiri pala yaitu metode difusi sumuran.
Tabel 4. Hasil uji antibakteri sediaan sabun cair minyak atsiri pala
Formula Minggu 0 Keterangan
F1 11 ± 0,4 Irradikal
Basis F1 11,5 ± 0,5 Irradikal
F2 12,7 ± 0,25 Irradikal
Basis F2 12,4 ± 0,5 Irradikal
F 3 13,7 ± 0,3 Irradikal
Basis F3 14,2 ± 1,3 Irradikal
F4 14,5 ± 0,5 Irradikal
Basis F4 16 ± 0,5 Irradikal
Hasil analisis statistika menggunakan metode ANOVA menunjukkan p-value < 0,005 yang
berarti ada perbedaan signifikan terhadap daya hambat terhadap S.aureus. Kontrol positif sediaan
yaitu sabun mandi cair Dettol memiliki daya hambat bersifat radikal dengan diameter zona hambat
sebesar 11,5 mm.
3.3 Hasil Uji Stabilitas Sabun Cair Minyak Atsiri Pala
Uji stabilitas sediaan sabun cair berupa pengamatan meliputi organoleptis, pH, viskositas
dan tinggi busa yang diamati setiap 2 minggu selama 40 hari. Tujuan uji stabilitas yaitu untuk
mengetahui apakah sediaan sabun cair minyak atsiri pala stabil dalam penyimpanan.
3.3.1 Uji Organoleptis
Hasil uji organoleptis menunjukkan bahwa dalam 2 bulan penyimpanan tidak terjadi
perubahan warna, bentuk dan bau, namun terjadi pemisahan mulai pada minggu ke-6. Stabilitas
warna, bau dan bentuk dipengaruhi oleh adanya antioksidant (BHA) dalam sediaan yang dapat
mencegah oksidasi lemak dari minyak pada sediaan (Putri, 2009).
3.3.2 Hasil uji stabilitas pH Sediaan Sabun Cair
Uji pH sediaan sabun cair terhadap stabilitas menunjukkan adanya penurunan pH sediaan
sabun cair dalam penyimpanan selama 2 bulan. Hasil uji statistik menunjukkan p-value < 0,05 (p-
value = 0,000) yang berarti terjadi perubahan pH pada formula sediaan sabun cair pada
penyimpanan dan perubahan tersebut signifikan. Berdasarkan penurunan pH seiring dengan adanya
peningkatan keasaman dan seiring dengan waktu (lama penyimpanan) (Anonim, 2004). Menurut
Wasiaatmadja (1997) pH yang terlalu rendah atau terlalu tinggi akan dapat mengiritasi kulit.
16
Gambar 6. Grafik hasil uji stabilitas pH sediaan sabun cair
3.3.4 Hasil Uji Stabilitas Viskositas Sediaan Sabun Cair
Viskositas sediaan sabun cair menunjukkan adanya penurunan dalam penyimpanan selama 2 bulan,
terjadi penurunan viskositas yang signifikan pada minggu ke-6 yang menyebabkan adanya
pemisahan (terbentuk koalesen). Pada formula 4 KOH yang diberikan dalam jumlah berlebih yaitu
64 mL sehingga reaksi penyabunan tidak berjalan sempurna dan asam stearat yang diberikan dalam
jumlah kecil sehingga tidak terbentuk tekstur sabun cair yang kental. Berdasarkan analisis statistika
menunjukkan p-value < 0,05 (p-value = 0,00) yang berarti bahwa selama penyimpanan 2 bulan
terdapat perubahan yang signifikan terhadap viskositas sediaan yang menyebabkan sediaan tidak
stabil dalam penyimpanan selama 2 bulan.
Gambar 7. Grafik hasil uji stabilitas viskositas sediaan sabun cair
3.3.5 Hasil Uji Stabilitas Tinggi Busa Sediaan Sabun Cair
Tinggi busa sediaan dipengaruhi oleh banyaknya asam stearate pada formula. Pada gambar
8 masing-masing formula mengalami penurunan tinggi busa pada minggu ke-0 hingga minggu ke-4
namun mengalami kenaikan pada minggu ke-6 dan kembali mengalami penurunan pada minggu ke-
8 (Gambar 8). Hal tersebut menunjukkan bahwa sediaan tidak stabil dalam penyimpanan.
Berdasarakan hasil analisis statistika, p-value untuk tinggi busa selama penyimpanan 2 bulan
0
2
4
6
8
10
12
14
0 2 4 6 8
pH
Formula I
Formula II
Formula III
Formula IV
0
10
20
30
0 2 4 6 8
Vis
kosi
tas
(dP
as)
Formula 4
Formula 3
Formula 2
Formula 1
17
kurang dari 0,005 (p-value = 0,003) sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi perubahan yang
signifikan dan sediaan tidak stabil dalam penyimpanan.
Gambar 8. Grafik hasil uji stabilitas tinggi busa sediaan sabun cair
3.3.6 Hasil Uji Sabun Cair Antibakteri
Tabel 5. Hasil uji stabilitas antibakteri sediaan sabun cair minyak atsiri pala
Formula Rata-rata dan SD Keterangan
Minggu 0 Minggu 8
F1 11 ± 0,4 10,75 ± 1,06 Irradikal
Basis F1 11,5 ± 0,5 11,5 ± 0,7 Irradikal
F2 12,7 ± 0,25 13,5 ± 0 Irradikal
Basis F2 12,4 ± 0,5 14,2 ± 0,5 Irradikal
F 3 13,7 ± 0,3 14,5 ± 0,35 Irradikal
Basis F3 14,2 ± 1,3 15,3 ± 0,2 Irradikal
F4 14,5 ± 0,5 15,25 ± 0,35 Irradikal
Basis F4 16 ± 0,5 16,2 ± 1,0 Irradikal
Kontrol positif 11,4 ± 0,63 11,3 ± 1,15 radikal
Uji antibakteri sediaan sabun cair minyak atsiri pala dilakukan menggunakan metode difusi
sumuran dengan menggunakan. Uji dilakukan pada minggu ke-0 dan minggu ke-8 dengan tujuan
yaitu untuk mengetahui apakah sediaan sabun cair minyak atsiri pala memiliki daya antibakteri dan
mengetahui formula berapakah yang memiliki diameter zona hambat terhadap Staphylococcus
aureus. Dalam penyimpanan menunjukkan bahwa diameter zona hambat tidak berbeda jauh namun
tetap menunjukkan sifat iradikal. Hal ini mungkin dikarenakan adanya reaksi dari beberapa
komponen yang ada dalam sediaan dengan kandungan minyak atsiri pala yang berakibat
menurunkan aktivitas antibakteri sabun cair. Hasil analisis statistika menggunakan uji Univariant
menunjukkan hubungan perbedaan variasi konsentrasi KOH dan asam stearat dan lama
penyimpanan terhadap aktivitas antibakteri terhadap bakteri S.aureus p-value > 0,005 (p-value =
0,779), p-value menunjukkan nilai yang tidak signifikan memiliki arti perbedaan variasi konsentrasi
0
2
4
6
8
10
12
14
0 2 4 6 8
Tin
ggi b
usa
(m
m)
Formula I
Formula II
Formula III
Formula IV
18
KOH dan asam stearat dalam penyimpanan terhadap antibakteri Staphylococcus aureus tidak
berpengaruh signifikan.
4. PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Perbedaan konsentrasi KOH dan asam stearat berpengaruh terhadap sifat fisik sediaan sabun
cair. Semakin besar KOH meningkatkan pH, kadar alkali bebas dan bobot jenis. Semakin tinggi
asam stearate meningkatkan uji viskositas dan tinggi busa sediaan sabun cair minyak atsiri
pala. Hasil uji pH, viskositas dan tinggi busa menunjukkan perubahan yang signifikan pada
sediaan. Secara analisis statistika variasi konsentrasi KOH dan asam stearate berpengaruh secara
signifikan terhadap pH, viskositas dan tinggi busa sediaan dalam penyimpanan selama 2 bulan.
b. Minyak atsiri pala memiliki zona hambat minimum terhadap bakteri S.aureus yaitu sebesar 13
mm. Pada uji antibakteri sediaan sabun mandi cair, diameter zona hambat bersifat irradikal
yang berarti sabun cair tidak memiliki daya hambat terhadap Staphylococcus aureus.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmandi., K dan Estiasih., T, 2011, Kristalisasi Pelarut Suhu Rendah Pada Pembuatan Konsentrat
Vitamin E dari Distilat Asam Lemak Minyak Sawit: Kajian Jenis Pelarut, Jurnal Teknologi
Petanian,Vol. 11 No. 1.
Allen., L., V., 2009 Acid Stearic. in Rowe R.C., Sheskey P.J. and QUINN M.E (Eds)., 2009,
Handbook of Pharmaceutical Excipients, Pharmaceutical Press and American Pharmacist
Association 2009, New York.
Alkihisa T., H. Tokuda, M. Ukiya, M. Iizuka, S. Schneider, K. Ogasawara, T. Mukainaka, K.
Iwatsuki, T. Suzuki and H. Nishino, 2003, Chalcones, coumarines and flavones drom the
exudate of Angelica keiskei and their chemopreventive effects. Cancer Letters, 2008, 201:
133-137.
Gupta, A.D., 2012, Chemistry , antioxidant and antimicrobial potential of nutmeg (Myristica
fragrans Houtt). J. Genet, Eng. Biotechnol, 11, 25–31.
Hadisoewignyo., L. & Fudholi., A., 2013. Sediaan Solida. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Hambali, E., Ani, S., Mira, R., 2005, Membuat Sabun Transparant Untuk Gift dan Kecantikan,
Penebar plus, Jakarta
Handayani, H., C., 2009, Peningkatan Konsentrasi Ekstrak Etanol 96% Biji Alpukat (Perseae
Americana Mill) Terhadap Formulasi Sediaan Sabun Padat Transparant, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Hidayatullah, Jakarta.
19
Inamori, Y., Kimiye, B., Tsujibo, H., Taniguchi, M., Nakata, K., and Kozawa, M., 1990,
Antibacterial Activity of Two Chalcones, Xanthoangelol and 4-Hydroxderricin, Isolated
from the Root of Angelica keiskei, Cherm. Pharm. Bull, 39: 6.
Jawetz, E., J.L., Melnick., E.A., Adelberg., G.F., Brooks., J.S., Butel and L.N., Ornston, 1995,
Mikrobiologi Kedokteran Edisi ke-20 (Alih bahasa: Nugroho & R.F., Maulany), Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta, p. 211-215.
Karo, Yupita, A., 2011, Kajian Pengaruh Penggunaan Kombinasi Jenis Minyak Terhadap Mutu
Sabun Transparant, Skripsi, Bogor, p.12-15.
Kibbe., A., H. 2009. Calium Hydroxide in Rowe R.C., Sheskey P.J. and QUINN M.E (Eds)., 2009,
Handbook of Pharmaceutical Excipients, Pharmaceutical Press and American Pharmacist
Association 2009, New York.
Kirk, R. E. D.F., Othmer, J.D. S. and tandem. A., 1954, Encyclopedia of Chemical Technology,
Interscience Publisher, New York.
Kurnia F. and Hakim I., 2015, Dari Minyak Jarak Dan Soda Q Sebagai Upaya Meningkatkan
Pangsa Pasar Soda Q, Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
Gupta A.D., 2012, Chemistry , antioxidant and antimicrobial potential of nutmeg ( Myristica
fragrans Houtt ), Journal of Genetic Engineering and Biotechnology, 11 (1), 25–31. Terdapat
di: http://dx.doi.org/10.1016/j.jgeb.2012.12.001.
Maya K.M., Zachariah T.J. and Krishnamoorthy B., 2004, Chemical Composition of Essential Oil
of Nutmeg (Myristyca fragrans Houtt.),
McCaig L.F., McDonald L.C., Mandal S. and Jernigan D.B., 2006, Staphylococcus aureus-
associated skin and soft tissue infections in ambulatory care, Emerging Infectious Diseases, 12
(11), 1715–1723. Terdapat di: ISI:000241573900013\nC:\Karsten\PDFs\Staphylokokken-
PDFs\Staph-2006\McCaig et al.-S.aureus-associated skin and soft tissue infections in
ambulatory care.pdf.
Mitsui T., 1997, New Cosmetic Science, Elsevier Science B. V., Amsterdam.
Rowe R.C., Sheskey P.J. and QUINN M.E., 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients,
Pharmaceutical Press and American Pharmacist Association 2009, New York.
20
Ryan, K.J., J.J, Champoux, S., Falkow, J.J., Plonde, W.L., Drew, F.C., Neidhardt and C.G., Roy,
1994, Medical Microbiology An Introduction to Infectious Disease. 3rd
ed, Aappleton&Lange,
Connecticut, p.254
SNI, 1996, Standart Mutu Sabun Mandi Cair, Dalam Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta, pp. 1–6.
Shrivastava, S.B., 1982, Soap, Detergent and Parfum Industry, Small Industry Research Institute,
New Delhi, p.98-118.
Stahl, E., 1985, Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopis, Penerbit ITB, Bandung.
Warsa, U.C., 1994, Staphylococcus dalam Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi,
Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta. P.103-110.
Wijana, S., Harnawi, T., 2009. The Study on Liquid Soap Production from Recycled Frying Oil
(The Effect of Mixing Time and Water: Soap Ratio on the Quality) 10, 54–61.