Disusun Oleh :
ANGGITA APRILIANA
NIM : H71217020
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2021
Uji Efektivitas Biolarvasida Ekstrak Daun Bambu Kuning (Bambusa
vulgaris) Terhadap Mortalitas Larva Aedes aegypti dan Culex sp.
SKRIPSI
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama : Anggita Apriliana
NIM : H01217020
Program Studi : Biologi
Angkatan : 2017
Menyatakan bahwa saya tidak melakukan plagiat dalam penulisan skripsi saya yang
berjudul: “UJI EFEKTIVITAS BIOLARVASIDA EKSTRAK DAUN BAMBU
KUNING (Bambusa vulgaris) TERHADAP MORTALITAS LARVA Aedes aegypti
dan Culex sp”. Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat, maka
saya bersedia menerima sanksi yang telah ditetapkan. Demikian pernyataan keaslian ini
saya buat dengan sebenar-benarnya.
Surabaya, 26 Juli 2021
Yang menyatakan,
Anggita Apriliana
NIM . H01217020
v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademika UIN Sunan Ampel Surabaya, yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama : ANGGITA APRILIANA
NIM : H71217020
Fakultas/Jurusan : SAINS DAN TEKNOLOGI/ BIOLOGI
E-mail address : [email protected]
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif atas karya ilmiah : Sekripsi Tesis Desertasi Lain-lain (……………………………) yang berjudul : UJI EFEKTIVITAS BIOLARVASIDA EKSTRAK DAUN BAMBU KUNING (Bambusa vulgaris) TERHADAP MORTALITAS LARVA Aedes aegypti dan Culex sp beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif ini Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya berhak menyimpan, mengalih-media/format-kan, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya, dan menampilkan/mempublikasikannya di Internet atau media lain secara fulltext untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan atau penerbit yang bersangkutan. Saya bersedia untuk menanggung secara pribadi, tanpa melibatkan pihak Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran Hak Cipta dalam karya ilmiah saya ini. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Surabaya, 29 Juni 2021
Penulis
(Anggita Apriliana)
KEMENTERIAN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
PERPUSTAKAAN Jl. Jend. A. Yani 117 Surabaya 60237 Telp. 031-8431972 Fax.031-8413300
E-Mail: [email protected]
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
vi
ABSTRAK
UJI EFEKTIVITAS BIOLARVASIDA EKSTRAK DAUN BAMBU KUNING
(Bambusa vulgaris) TERHADAP MORTALITAS LARVA Aedes aegypti dan
Culex sp.
Nyamuk adalah jenis serangga yang menjadi vektor penyakit pada manusia
seperti demam berdarah yang ditularkan oleh Aedes aegypti dan filariasis yang
ditularkan oleh Culex sp. Setiap tahun kasus DBD mengalami peningkatan, dimana
jumlah kasus demam berdarah yang terjadi di Indonesia pada bulan Februari 2019 yaitu
sebanyak 16.662 kasus dengan jumlah penderita meninggal sebanyak 169 jiwa,
sedangkan untuk jumlah kasus filariasis di Indonesia pada tahun 2018 terdapat sebanyak
10.681 kasus. Berdasarkan data tersebut masih diperlukan adanya pengendalian, salah
satunya dengan menggunakan larvasida. Namun Penggunaan larvasida kimia yang
digunakan sebagai langkah pengendalian larva nyamuk juga dapat menimbulkan
masalah lain jika digunakan secara berlebihan. Sehingga diperlukan upaya lain untuk
mengurangi penggunaan larvasida kimia yaitu dengan menggunakan biolarvasida atau
larvasida yang terbuat dari bahan alam seperti daun bambu kuning. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun bambu kuning (Bambusa vulgaris)
terhadap mortalitas larva Aedes aegypti dan Culex sp. Konsentrasi ekstrak pada
penelitian menggunakan 6 perlakuan konsentrasi yaitu 50 mg/L, 60 mg/L, 70 mg/L, 80
mg/L, 90 mg/L dan 0 mg/L sebagai kelompok kontrol dengan pengulangan masing-
masing kelompok yaitu 4 pengulangan. Pengamatan dilakukan setiap 12 jam sekali
selama 24 jam. Ekstrak dengan konsentrasi 90 mg/L, 80 mg/L dan 70 mg/L terhadap
larva Aedes aegypti memiliki rata-rata presentase mortalitas sebesar 100% dengan nilai
LC50 dengan kurun waktu 12 jam sebesar 16,897 ppm, sedangkan pada kurun waktu
24 jam sebesar 15,086 ppm. Pengujian pada larva Culex sp ekstrak dengan konsentrasi
90 mg/L, 80 mg/L dan 70 mg/L juga memiliki rata-rata presentase mortalitas sebesar
100% dengan nilai LC50 dengan kurun waktu 12 jam sebesar 17,269 ppm, sedangkan
pada kurun waktu 24 jam sebesar 16,133 ppm.
Kata kunci: Bambusa vulgaris, Aedes aegypti, Culex sp, Biolarvasida dan Mortaitas
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
vii
ABSTRACT
TESTING THE EFFECTIVENESS OF BIOLARVACIDE EXTRACT OF
YELLOW BAMBOO (Bambusa vulgaris) LEAVES ON MORTALITY OF Aedes
aegypti and Culex sp.
Mosquitoes are a type of insect that is a vector of diseases in humans such as dengue
fever which is transmitted by Aedes aegypti and filariasis which is transmitted by Culex
sp. Every year DBD cases have increased, where the number of dengue fever cases in
Indonesia in February 2019 was 16,662 cases with 169 deaths, while the number of
filariasis cases in Indonesia in 2018 was 10,681 cases. Based on these data, control is
still needed, one of which is by using larvicides. However, the use of chemical larvicides
used as a step to control mosquito larvae can also cause other problems if used
excessively. So that other efforts are needed to reduce the use of chemical larvicides,
namely by using biolarvicides or larvicides made from natural materials such as yellow
bamboo leaves. This study aims to determine the effectiveness of leaf extract of yellow
bamboo (Bambusa vulgaris) on the mortality of Aedes aegypti and Culex sp larvae. The
concentration of the extract in this study used 6 concentration treatments, namely 50
mg/L, 60 mg/L, 70 mg/L, 80 mg/L, 90 mg/L and 0 mg/L as a control group with 4
repetitions for each group. Observations were made every 12 hours for 24 hours.
Extracts with concentrations of 90 mg/L, 80 mg/L and 70 mg/L against Aedes aegypti
larvae had an average mortality percentage of 100% with an LC50 value for a period of
12 hours of 16.897 ppm, while in a 24-hour period of 15,086 ppm. Tests on larvae of
Culex sp extract with concentrations of 90 mg/L, 80 mg/L and 70 mg/L also had an
average mortality percentage of 100% with an LC50 value of 17,269 ppm for 12 hours,
while for a period of 24 hours of 16.133 ppm.
Keyword: Bambusa vulgaris, Aedes aegypti, Culex sp, Biolarvicide dan Mortality
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ......................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ................................. iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................. v
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
ABSTRACT ......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................. x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 5
1.4 Batasan Penelitian ......................................................................................... 5
1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 6
1.5 Hipotesis Penelitian ....................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 7
2.1 Deskripsi Aedes aegypti ................................................................................ 7
2.2 Deskripsi Culex sp. ........................................................................................ 9
2.3 Siklus Hidup Nyamuk ................................................................................. 11
2.4 Penelitian Biolarvasida ................................................................................ 15
2.5 Deskripsi Tumbuhan Bambu Kuning (Bambusa vulgaris) ......................... 17
2.6 Penelitian Terkait Pemanfaatan Ekstrak Bambu ........................................ 26
2.7 Kerangka Teori ........................................................................................... 29
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 30
3.1 Rancangan Penelitian .................................................................................. 30
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
x
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................... 31
3.3 Alat dan Bahan Penelitian ........................................................................... 32
3.4 Variabel Penelitian ...................................................................................... 33
3.5 Prosedur Penelitian ...................................................................................... 33
3.6 Alur Penelitian ............................................................................................. 39
3.7 Analisis data ................................................................................................ 40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 41
4.1 Hasil Skrining Uji Fitokimia Daun Bambu Kuning (Bambusa Vulgaris) ... 41
4.2 Uji Toksisitas Ekstrak Daun Bambu Kuning terhadap Larva Aedes aegypti42
4.3 Uji toksisitas Ekstrak Daun Bambu Kuning terhadap Larva Culex sp ........ 47
4.4 Pengamatan Mikroskopis Tubuh Larva ...................................................... 51
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 58
5.1 Simpulan ...................................................................................................... 58
5.2 Saran ............................................................................................................ 59
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 60
LAMPIRAN
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Timeline Pelaksanaan Penelitian ............................................................... 29
Tabel 3.2 Pengenceran Larutan Ekstrak Daun Bambusa vulgaris ............................. 35
Tabel 3.3.Data Mortalitas Larva Aedes aegypti dan Culex sp. Jam ke-12 dan 24 jam
................................................................................................................... 38
Tabel 4.1 Hasil Uji Fitokimia Daun Bambu Kuning ................................................. 39
Tabel 4.2 Data Mortalitas Larva Aedes aegypti pada 12 jam .................................... 41
Tabel 4.3 Data Mortalitas Larva Aedes aegypti pada 24 jam .................................... 42
Tabel 4.4 Data Mortalitas Larva Culex sp pada 12 jam ............................................ 45
Tabel 4.5 Data Mortalitas Larva Culex sp pada 24 jam ............................................ 45
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Nyamuk Aedes aegypti .......................................................................... 5
Gambar 2.2 Nyamuk Culex sp ................................................................................... 7
Gambar 2.3 Siklus Hiup Nyamuk .............................................................................. 9
Gambar 2.4 Telur Nyamuk ........................................................................................ 10
Gambar 2.5 Larva Nyamuk Instar I-IV ..................................................................... 10
Gambar 2.6 Pupa Nyamuk ......................................................................................... 11
Gambar 2.7 Morfologi Bambu Kuning (Bambusa vulgaris) ..................................... 14
Gambar 2.8 Bagian Tanaman Bambu Kuning (Bambusa vulgaris) .......................... 15
Gambar 4.1 Grafik Analisis Probit Mortalitas Larva Aedes aegypti Pada 12 jam.42
Gambar 4.2 Grafik Analisis Probit Mortalitas Larva Aedes aegypti Pada 24 jam ..... 43
Gambar 4.3 Grafik Analisis Probit Mortalitas Larva Culex sp Pada 12 jam 46
Gambar 4.4 Grafik Analisis Probit Mortalitas Larva Culex sp Pada 12 jam ............. 47
Gambar 4.5 Hasil Pengamatan Tubuh Larva Menggunakan Mikroskopis Stereo ..... 50
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nyamuk merupakan salah satu jenis serangga yang menjadi vektor penyakit
pada manusia seperti demam berdarah dan filariasis. Demam berdarah (DBD)
adalah suatu penyakit yang dapat menyerang manusia akibat gigitan dari nyamuk
jenis Aedes agypti. Aedes agypti merupakan salah satu vektor arbovirus yang
sering menginfeksi manusia dikarenakan nyamuk ini memiliki sifat antropofilik
dan memiliki habitat disekitar lingkungan manusia (Rahayu dan Ustiawan, 2013).
Jumlah kasus demam berdarah yang terjadi di Indonesia pada bulan Februari
2019 yaitu sebanyak 16.662 kasus dengan jumlah penderita yang meninggal
sebanyak 169 jiwa. Kasus demam berdarah tertinggi di Indonesia terdapat di
wilayah Jawa Timur dengan jumlah kasus sebanyak 2.657 dan di wilayah Jawa
Barat sebanyak 2.008 (Liliana, 2019). Selain demam berdarah terdapat juga
penyakit filariasis, dimana filariasis merupakan penyakit yang dapat ditularkan
oleh nyamuk jenis Culex sp.
Filariasis merupakan penyakit yang diularkan oleh vektor nyamuk Culex sp
yang membawa cacing filaria yang menyerang saluran dan kelenjar getah bening.
Penyakit ini menyebabkan kerusakan pada limfe sehingga terjadi pembengkakan
pada tangan maupun kaki yang dapat menimbulkan kecacatan seumur hidup.
Penyakit filariasis menjadi masalah kesehatan masyarakat ditingkat global
termasuk di Indonesia. Pada tahun 2018 terdapat sebanyak 10.681 kasus filariasis.
Lima provinsi dengan kasus filariasis terbanyak adalah Papua (3.615 kasus), Nusa
Tenggara Timur (1.542 kasus), Jawa Barat (781 kasus), Papua Barat (622 kasus)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2
2
dan Aceh (578 kasus) sedanganan daerah dengan kasus filariasis terendah yaitu 3
kasus (Kemrnkes, 2019).
Berdasarkan data diatas, maka masih diperlukan upaya pengendalian dengan
melakukan pemutusan mata rantai sejak dini yaitu sejak fase larva. Hal ini
dikarenakan jika larva nyamuk mengalami kegagalan berkembang maka dapat
menyebabkan kematian pada nyamuk. Upaya yang dapat dilakukan sebagai
langkah pengendalian adalah dengan menggunakan pestisida. Pestisida
merupakan campuran zat kimia khusus yang digunakan untuk mengendalikan atau
mencegah dari gangguan serangga, hama maupun virus dan bakteri serta jasad
renik lainnya (Djojosumarto, 2008). Salah satu jenis pestisida yang digunakan
untuk membunuh larva nyamuk yaitu larvasida.
Larvasida merupakan kelompok pestisida yang terdiri atas beberapa zat kimia
seperti organoklorin, organofosfat, kabamat, piretroid dan DEET (Kusumastuti,
2014). Penggunaan larvasida kimia yang digunakan sebagai langkah pengendalian
larva nyamuk juga dapat menimbulkan masalah lain jika digunakan secara
berlebihan. Masalah yang akan ditimbulkan oleh penggunaan larvasida kimia
yaitu dapat mencemari lingkungan yang diakibatkan oleh residu yang dihasilkan
oleh larvasida kimia akan sulit terurai di lingkungan. Sehingga diperlukan upaya
lain untuk mengurangi penggunaan larvasida kimia yaitu dengan menggunakan
biolarvasida seperti daun bambu kuning.
Penelitian terkait pemanfaatan bambu sebagai biolarvasida juga telah
dilakukan oleh Cao Dkk (2004) yang mengekstraksi 7 spesies bambu yaitu bagian
daun dengan metode soxhlet menggunakan beberapa pelarut. Hasilnya yaitu
ekstrak dari bambu Pleioblastus juxianensis dengan konsentrasi 48,34mg/L
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
3
3
memiliki pengaruh terhadap kematian larva Culex sp dengan persentase kematian
sebesar 85,72% pada 24 jam..
Bambu merupakan tanaman yang termasuk dalam jenis rumput-rumputan
dalam famili Gramineaea dan termasuk dalam komoditas hasil hutan bukan kayu.
Pertumbuhan bambu termasuk cepat dan mempunyai daur yang relatif pendek
yaitu sekitar 3-4 tahun sudah bisa dilakukan pemanenan (Arsad, 2015). Bambusa
vulgaris merupakan salah satu jenis bambu dengan karakteristik khusus yang
mudah dikenali yaitu memiliki batang berwarna kuning yang biasa digunakan
sebagai penghias taman dan tidak jarang kayu dari bambu kuning juga digunakan
sebagai pagar taman atau rumah, sedangkan daun dari bambu kuning belum
banyak dimanfaatkan. Daun dari Bambusa vulgaris sendiri berwarna hijau dengan
bentuk yang meruncing (Hadjar dkk, 2017).
Pemanfaatan mengenai sumber daya alam juga sudah dijelaskan sebagaimana
firman Allah dalam Q.S Al-Hijr Ayat 19-20 yang berbunyi :
Artinya : “Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya
gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut
ukuran. Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-
keperluan hidup, dan (Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang
kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya”.
Sayyid Qutb mengatakan bahwa dalam ayat ini mengisyaratkan mengenai
tumbuhan yang telah diberi sifat “sesuai ukuran” arti kata dari mauzun. Kata
mauzun sendiri dapat diartikan bahwa setiap tanaman yang telah ditumbuhkan
dibumi ini telah diciptakan dalam keadaan yang rapi, teliti dan tepat (Qutb, 2004).
Sumber daya alam yang telah diciptakan oleh Allah dapat dimanfaatkan dengan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
4
4
baik oleh seluruh umat manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun
dalam pemanfaatan sumber daya alam tersebut juga harus sesuai dengan
ukurannya, jangan sampai dalam pemanfaatan tersebut dapat merusak sumber
daya alam. Sebagaimana yang diketahui bahwa daun bambu kuning juga menjadi
salah satu sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia menjadi
sebuah produk yang lebih berguna.
Pemilihan daun Bambusa vulgaris sendiri sebagai ekstrak larvasida
dikarenakan pada daun bambu jenis ini memiliki beberapa kandungan senyawa
aktif seperti saponin, flavonoid, alkaloid dan tanin (Daryatmo dkk, 2016).
Diketahui bahwa senyawa aktif seperti flavonoid, fenol, saponin, triterpenoid serta
tanin jika bekerja secara bersamaan maka dapat memiliki kemampuan sebagai
lavasida, insektisida atau juga bisa dijadikan sebagai obat nyamuk (Ravikumar
dkk, 2012). Jika dibandingkan dengan jenis daun bambu yang lain, daun Bambusa
vulgaris ini termasuk jenis daun bambu dengan kandungan senyawa aktif cukup
lengkap yang efektif dalam membunh larva nyamuk.
Pada daun bambu Gigantochloa apus hanya terdapat senyawa aktif fenolik,
triterpenoid, glikosida dan flavonoid (Novitasari, 2015). Sedangkan pada daun
Dendrocalamus asper terdapat senyawa aktif kumarin, flavonoid, fenolik,
antrakuinon dan polisakarida (Yanda dkk, 2013). Kedua jenis bambu ini biasanya
ditemukan di daerah aliran sungai (DAS) yang dapat dimanfaatkan juga, namun
untuk kandungan senyawa aktif yang mempengaruhi aktivitas larva nyamuk lebih
cukup lengkap ditemukan pada ekstrak daun Bambusa vulgaris.Oleh karena itu
penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait pemanfaatan daun dari bambu
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
5
5
kuning menjadi suatu produk yang lebih bernilai ekonomis yaitu sebagai
biolarvasida pada nyamuk Aedes aegypti dan Culex sp.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh ekstrak daun bambu kuning (Bambusa vulgaris) terhadap
mortalitas larva Aedes agypti ?
2. Bagaimana pengaruh ekstrak daun bambu kuning (Bambusa vulgaris) terhadap
mortalitas larva Culex sp. ?
3. Bagaimana perbandingan pengaruh ekstrak daun bambu kuning (Bambusa
vulgaris) terhadap mortalitas larva Aedes aegypti dan Culex sp. ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh ekstrak daun bambu kuning (Bambusa vulgaris)
terhadap mortalitas larva Aedes agypti ?
2. Mengetahui pengaruh ekstrak daun bambu kuning (Bambusa vulgaris)
terhadap mortalitas larva Culex sp. ?
3. Mengetahui perbandingan pengaruh ekstrak daun bambu kuning (Bambusa
vulgaris) terhadap mortalitas larva Aedes aegypti dan Culex sp. ?
1.4 Batasan Penelitian
Pembatasan masalah pada suatu penelitian diperlukan untuk menghindari adanya
pelebaran pokok masalah sehingga penelitian dapat lebih terarah. Batasan
penelitian dalam penilitian ini diantaranya yaitu :
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
6
6
1. Bahan alam yang digunakan sebagai ekstrak biolarvasida adalah daun bambu
kuning (Bambusa vulgaris) dengan varietas lutea yang memiliki karakteristik
utama yaitu berbuluh kuning seluruhnya
2. Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini yaitu larva Aedes aegypti dan
Culex sp. instar III yang sesuai dengan ketentuan dari WHO serta lebih mudah
diamati
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan serta digunakan sebagai
literatur mengenai pembuatan biolarvasida daun bambu kuning (Bambusa
vulgaris). Selain itu juga dapat digunakan sebagai alternatif pengganti
penggunaan insektisida kimia yang tidak baik jika digunakan secara berlebihan
sebagai agen hayati dalam pengendalian vektor nyamuk.
1.5 Hipotesis Penelitian
1. Terdapat pengaruh pemberian ekstrak daun bambu kuning (Bambusa vulgaris)
terhadap jumlah mortalitas larva Aedes agypti
2. Terdapat pengaruh pemberian ekstrak daun bambu kuning (Bambusa vulgaris)
terhadap jumlah mortalitas larva Culex sp.
3. Terdapat perbandingan pengaruh ekstrak daun bambu kuning (Bambusa
vulgaris) terhadap mortalitas larva Aedes aegypti dan Culex sp.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Aedes aegypti
a. Klasifikasi nyamuk Aedes agypti
Klasifikasi dari nyamuk Aedes agypti menurut Linnaeus (1762) dalam
Myers dkk (2020) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phyllum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Diptera
Family : Cucilidae
Genus : Aedes
Spesies : Aedes agypti (Linnaeus, 1762)
b. Morfologi nyamuk Aedes agypti
Gambar 2.1. Nyamuk Aedes aegypti
(Suharno dan Susanto, 2017)
Aedes agypti merupakan salah satu vektor arbovirus yang sering
menginfeksi manusia dikarenakan nyamuk ini memiliki sifat antropofilik
dan memiliki habitat disekitar lingkungan manusia (Rahayu dan Ustiawan,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
8
8
2013). Nyamuk ini juga sering dikenal dengan sebutan tiger mosquito atau
black white mosquito. Hal ini dikarenakan pada tubuh nyamuk ini memiliki
ciri khas yaitu bercak garis putih keperakan dengan warna dasar dari
tubuhnya yaitu hitam (Anggraini, 2018).
Nyamuk dewasa Aedes agypti memiliki bagain kepala terdapat
probiosis halus yang digunakan untuk menghisap cairan tumbuhan atau
keringat pada nyamuk jantan atau untuk menghisap darah pada nyamuk
betina dan memiliki ukuran lebih panjang dari kepalanya. Pada probioscis
terdapat sepasang antena dengan 15 segmen (Rosmayanti, 2014).
Pada torak terdapat mesonotum yang berbentuk lyre dengan dua garis
putih melengkung. Pada kaki Aedes agypti bagian femur terdapat garis
putih yang memanjang (Rahayu dan Ustiawan, 2013). Abdomen pada
Aedes agypti memiliki bentuk ujung yang lancip dan memiliki cerci yang
panjang (Refai dkk, 2013).
c. Habitat dan Perilaku Aedes agypti
Karakteristik habitat dari nyamuk Aedes aegypti yaitu genangan air
yang bersih dan tenang dengan kondisi gelap. Suhu optimum untuk habitat
Aedes aegypti yaitu sekitar 25ºC-35ºC dengan kelembaban udara 81,5%-
89,5% serta keadaan air pad pH 4-9. Nyamuk Aedes aegypti biasanya
berkeliaran didaerah pemukiman padat penduduk ke rumah-rumah
terutama pada siang hari (Rosmayanti, 2014).
Nyamuk Aedes aegypti bersifat diurnal atau beraktifitas pada siang
hari dan bersifat antropofilik atau lebih suka menghisap darah manusia
dari pada hewan serta bersifat endofilik atau terbiasa beristirahat didalam
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
9
9
rumah. Nyamuk Aedes aegypti betina menghisap darah untuk digunakan
sebagai makanan serta sumber protein untuk mematangkan telurnya. Pada
nyamuk Aedes aegypti jantan tidak menghisap darah namun menghisap
nektar bunga atau tumbuhan sebagai sumber energinya (Rosmayanti,
2014).
2.2 Deskripsi Culex sp.
a. Klasifikasi nyamuk Culex sp.
Klasifikasi dari nyamuk Culex sp. menurut Linnaeus (1758) dalam Myers
(2020) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phyllum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Diptera
Family : Cucilidae
Genus : Culex
Spesies : Culex sp. (Linnaeus, 1758)
b. Morfologi nyamuk Culex sp.
Gambar 2.2. Nyamuk Culex sp.
Keterangan : a) antena b) palpi c) probosi d) abdomen
(Portunasari dkk, 2016)
d
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
10
10
Culex sp. juga menjadi salah satu vektor penyakit pada manusia
yaitu menyebabkan penyakit filariasis. Morfologi yang membedakan
antara Culex sp. dengan nyamuk yang lain adalah nyamuk ini tidak
memiliki tanda khusus seperti pada nyamuk Aedes aegypti yang memiliki
tanda garis putih pada tubuhnya. Perbedaan lainnya yaitu terlihat dari posisi
istirahatnya, dimana Culex sp membentuk posisi mendatar atau pararel
dengan permukaan bidang datar (Prasetyowati, 2007).
Bagian tubuh Culex sp. terdiri dari 3 bagian yaitu kepala,thorax dan
abdomen. Culex sp. memiliki tubuh yang berwarna colat dengan sayap
yang bersisik dan ujung runcing serta ujung abdomen yang tumpul. Pada
bagian kepala terdapat proboscis yang panjangnya tidak sama dengan palpi
(Wuri et al, 2019).
c. Habitat dan Perilaku Culex sp.
Pada umumnya tempat perkembangbiakan yang dibutuhkan oleh
nyamuk Culex sp. yaitu daerah genangan air yang cenderung kotor seperti
limbah pembuangan amar mandi, got (selokan), genangan air banjir dan
sungai yang penih sampah (Valiant dan Susi, 2010). Nyamuk Culex sp
mudah sekali beradaptasi dengan lingkungan habitatnya sehingga dapat
berkembang biak dengan pesat untuk menghasilkan telur yang akan
menjadi larva (Portunasari et al, 2016).
Perilaku dari nyamuk Culex sp. dalam menghisap darah unggas,
mamalia dan manusia yang dilakukan pada malam hari dengan fluktuasi
jam tertentu, umumnya nyamuk ini memiliki dua puncak gigitan yang
dilakukan pada awal matahari terbenam sampai dengan terbitnya matahari
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
11
11
(Prasetyawati, 2007). Nyamuk ini biasa nocturnal mosquito atau lebih
aktif pada malam hari dan beristirhat pada siang hari. Nyamuk Culex sp
ini lebih sering beraktivitas dengan masuk kedalam rumah-rumah
sehingga dapat dikatakan bahwa nyamuk ini tergolong dalam sebagai
nyamuk endofagik (Manimegalai dan Sukanya, 2014).
2.3 Siklus Hidup Nyamuk
Gambar 2.3. Siklus hidup nyamuk
(Global pest, 2013)
Nyamuk memiliki siklus hidup atau metamorfosis yang sempurna
yaitu telur, larva, pupa dan nyamuk dewasa. Dalam mengalami
metamorfosis nyamuk dapat membutuhkan waktu sekitar 10 hari. Setelah
3 hari menghisap darah nyamuk betina akan bertelur dan setelah 24 jam
bertelur maka akan kembali menghisap darah. Sekali bertelur, nyamuk
betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir telur (Mukhsar, 2009).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
12
12
Perkembangan telur menjadi jentik atau larva yang membutuhkan
waktu sekitar 2 hari setelah terendam dalam air. Pada fase larva
berlangsung sekitar 5-8 hari dan setalah itu akan berkembang menjadi
kepompong atau pupa. Selanjutnya pupa akan berkembang menjadi
nyamuk dewasa setelah berlangsung 1-2 hari (Mukhsar, 2009).
1) Telur
Gambar 2.4. Telur Nyamuk
(Rosmayanti, 2014)
Telur yang telah dibuahi pada saat oviposisi ditempatkan pada
dinding wadah permukaan air. Ketika berada diatas permukaaan air
telur berwarna putih tetapi dapat berubah menjadi hitam mengkilat
dengan sangat cepat (Nelson, 1986). Telur relatif memiliki permukaan
yang halus dan memiliki bentuk cerutu dengan sisi agak sejajar (Pratt
and Kidwell, 1969). Telur berukuran 0,5-0,8 mm dan dapat menetas 1-
3 hari pada suhu 30ºC namun juga dapat bertahan sampai 4 hari jika
berada pada kelembaban udara yang rendah dan bahkan bisa sampai
berbulan-bulan jika kondisi suhu 2ºC-12ºC (Wahyuni, 2016).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
13
13
2) Larva
Gambar 2.5. Larva nyamuk instar I-IV
Keterangan : a) larva instar I b) larva instar II c) larva instar III d) larva instar IV
(Gama dkk, 2010)
Pada tahap larva akan berlangsung sekitar 5-8 hari dan akan
mengalami beberapa proses tahapan yaitu instar I, II, III dan IV. Pada
setiap pergantian tahapan instar tersebut maka larva akan mengalami
pergantian kulit atau ecdysis yang ditandai dengan munculnya pita-pita
hitam pada bagian thorax yang terbungkus oleh sirkular dan muncul
rambut lateral disepanjang kutikula (Sivanathan, 2006). Berikut adalah
karakteristik larva pada masing-masing tahap instar menurut Nugroho
(2013) :
a) Larva instar I berumur 1-2 hari setelah telur menetas memiliki
ukuran tubuh sekitar 1-2 mm dengan duri-duri kecil pada bagian
dada namun belum terlihat secara jelas
b) Larva instar II berumur 2-3 hari setelah telur menetas memiliki
ukuran tubuh sekitar 2,5-3,5 mm dengan duri-duri kecil pada bagian
a b
c d
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
14
14
dada namun belum terlihat secara jelas dan bagian kepala mulai
terlihat menghitam
c) Larva instar III berumur 3-4 hari setelah telur menetas memiliki
ukuran tubuh sekitar 4-5 mm dengan duri-duri pada bagian dada
suudah terlihat jelas dan saluran pernafasan terlihat berwarna coklat
kehitaman
d) Larva instar IV berumur 4-6 hari setelah telur menetas memiliki
ukuran tubuh sekitar 5-6 mm dengan warna kepala yang gelap
3) Pupa
Gambar 2.6. Gambar pupa nyamuk
(Sivanathan, 2006)
Pada fase pupa nyamuk berlangsung sekitar 2-4 hari dan memiliki
tubuh yang berbentuk seperti tanda koma dengan bagian kepala yang
membengkok dan berukuran lebih besar dibandingkan dengan bagian
abdomen (Parida, 2012). Fase pupa merupakan fase terakhir dalam air
yang tidak membutuhkan makanan. Pupa memiliki daya apung besar
dan terdapat pada permukaan air dengan posisi statis tetapi tetap
berenang (Hadi dkk, 2009).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
15
15
4) Nyamuk dewasa
Pada nyamuk dewasa umumnya memiliki karakteristik tubuh yang
ramping dan bagin tubuhnya terdiri dari kepala, torak dan abdomen.
pada bagian kepala terdapat sepasang mata dan sepasang antena yang
digunakan untuk mendekteksi bau dari tempat perindukan meletakkan
telurnya. Pada bagian thorax terdapat tiga pasang kaki serta sebuah kaki
yang menyatu dengan sayapnya yang digunakan dalam menggerakkan
tubuh. Pada bagian abdomen berfungsi sebagai tempat pencernaan
makanan serta mengembangkan telur (Vidya, 2019).
2.4 Penelitian Biolarvasida
Larvasida merupakan termasuk dalam jenis golongan insektisida yang
lebih spesifik digunakan untuk membunuh larva. Keuntungan dari penggunaan
biolarvasida yaitu residu yang dihasilkan dapat mudah mengalami degradasi
atau penguraian, sehingga mengurangi risiko tercemarnya lingkungan. Selain
itu biolarvasida juga memiliki toksisitas yang lebih rendah pada mamalia
dibandingkan dengan larvasida kimia sehingga memungkinkan untuk
diterapkan dikehidupan sehari-hari (Pratiwi, 2013). Telah banyak penelitian
yang telah dilakukan terkait biolarvasida terutama untuk larva nyamuk, seperti
beberapa penelitian berikut.
Pemanfaatan dari Moringa oleifera atau kelor sebagai larvasida
terhadap Aedes aegypti yaitu menggunakan bagian daun, bunga, kulit kayu, biji
dan akar yang diekstrak menggunakan pelarut etanol. Penelitian dilakukan
dengan 11 kelompok perlakuan konsentrasi yaitu 10ml/L, 20ml/L, 30ml/L,
40ml/L, 50ml/L, 60ml/L, 70ml/L, 80ml/L, 90ml/L,100mlL dan 0ml/L sebagai
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
16
16
kelompok kontrol dengan 4 pengulangan pada masing-masing perlakuan.
Pengamatan mortalitas larva dilakukan pada 24 jam, 48 jam dan 72 jam setelah
pemberian ekstrak daun kelor. Hasilnya menunjukkan bahwa ekstrak yang
menggunakan biji kelor adalah hasil terbaik untuk uji lrvasida Aedes aegypti
dengan persentase kematian sebesar 34 % pada 24 jam dan ekstrak yang
menggunakan bunga menunjukkan persentase kematian sebesar 38% pada 48
jam (Alves dkk, 2019).
Pemanfaatan dari Lantana camara sebagai larvasida terhadap Aedes
aegypti, Anopheles stephensi, Culex quinquefaciatus yang diekstraksi dengan
menggunakan beberapa pelarut yaitu Aqueous, Aceton, Cloroform, Etanol dan
metanol. Penelitian dilakukan dengan 5 kelompok perlakuan konsentrasi yaitu
50 ppm, 100 ppm, 150 ppm, 200ppm dan 250 ppm dengan 5 kali pengulangan.
Pengamatan mortalitas larva dilakukan pada 24 jam setelah pemberian ekstrak
daun Lantana camara. Dalam penelitian ini hasilnya yaitu ekstrak metanol
Lantana camara menunjukkan aktivitas larvasida 100% pada konsentrasi 150
ppm (Hemalatha dkk, 2015).
Pemanfaatan daun Morinda citrifolia atau mengkudu sebagai larvasida
terhadap larva Aedes aegypti, Anopheles stephensi, Culex quinquefaciatus
dengan menggunakan beberapa pelarut yaitu heksana kloroform, aceton,
metanol dan aquades. dengan konsentrasi 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm, dan
600 ppm. Pengamatan mortalitas larva dilakukan pada 24 jam setelah
pemberian ekstrak daun Moringa citrifolia. Dalam penelitian ini hasilnya yaitu
ekstrak Morinda citrifolia dengan pelarut metanol menunjukkan hasil
mortalitas larva tertinggi pada konsentrasi 600 ppm (Kovendan dkk, 2012).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
17
17
Pemanfaatan daun Coleus aromaticus atau daun jinten sebagai
larvasida terhadap Aedes, Culex dan Anopheles dengan menggunakan beberapa
jenis pelarut yaitu metanol, etil asetat, aceton dan benzena dengan konsentrasi
10 sampai 50 ppm. Pengamatan mortalitas larva dilakukan pada 24 jam setelah
pemberian ekstrak daun Coleus aromaticus. Dari penelitian tersebut hasilnya
yaitu ekstrak Coleus aromaticus dengan pelarut metanol menunjukkan hasil
mortalitas larva tertinggi 100% yaitu pada konsentrasi 40 ppm (Baranitharan
dkk, 2017).
Pemanfaatan kulit pohon Pinus merkusii sebagai larvasida terhadap
Aedes aegypti dengan menggunakan pelarut etanol dan berbagai tingkatan
konsentrasi yaitu 0, 10, 20, 40, 80, 160, 320 dan 640 ppm. Pengamatan
mortalitas larva dilakukan pada 1,5 jam, 3 jam, 6 jam, 12 jam dan 24 jam
setelah pemberian ekstrak daun Pinus merkusii dan dilakukan pengamatan
pada. Dari penelitian tersebut hasilnya menunjukkan bahwa ekstrak dari kulit
pohon pinus merkusii memiliki efek larvacidal 100% pada konsetrasi 640 ppm
setelah 12 jam dan pada konsentrasi 160 ppm setelah 24 jam (Setiawan dkk,
2017).
2.5 Deskripsi Tumbuhan Bambu Kuning (Bambusa vulgaris)
a. Klasifikasi bambu kuning (Bambusa vulgaris)
Klasifikasi dari bambu kuning (bambusa vulgaris) menurut Widjaja (2001)
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spematophyta
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
18
18
Subdivisi : Angiospermae
Ordo : Poales
Famili : Gramineae
Genus : Bambusa
Spesies : Bambusa vulgaris (Schard, 1808)
b. Morfologi bambu kuning (Bambusa vulgaris)
Gambar 2. 7. Morfologi bambu kuning (Bambusa vulgaris)
(Rini dkk, 2017)
Bambusa vulgaris merupakan salah satu jenis bambu yang tersebar
luas dikawasan tropik maupun subtropik seperti Afrika, Asia hingga
polinesia. Batang bambu biasa dimanfaatkan menjadi perabot rumah
tangga maupun bahan bangunan lainnya. Bambusa vulgaris sendiri biasa
digunakan sebagai pagar rumah maupun sebagai tanaman hias. Hal ini
dikarenakan Bambusa vulgaris memiliki ukuran tanaman yang kecil dan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
19
19
memiliki batang berwarna kuning yang menjadi daya tarik (Musa dkk,
1989).
Menurut Musa dkk (1989) ada Bambusa vulgaris terdapat 4 varietas
yang berbeda yang dilihat berdasarkan warna buluh batangnya, 4 varietas
tersebut diantaranya yaitu :
1) Varietas viridis : bambu yang memiliki karakteristik buluh dengan
warna hijau dan memiliki nama lokal haur hejo, haur geulis atau
bambu ampel
Gambar 2.8. Morfologi Bambusa vulgaris var. viridis
(Widiarti, 2013)
2) Varietas lutea : bambu yang memiliki karakteristik buluh dengan
warna kuning seluruhnya dan hanya beberapa saja yang memiliki
sedikit garis hijau, bambu ini juga biasa dikenal dengan sebutan haur
kuning atau bambu kuning
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
20
20
Gambar 2.9. Morfologi Bambusa vulgaris var. lutea
(Rini dkk, 2017)
3) Varietas striata : bambu yang memiliki karakteristik buluh berwarna
kuning dan selalu terdapat garis hijau, bambu ini juga biasa dikenal
dengan sebutan haur sehah atau bambu kuda
Gambar 2.10. Morfologi Bambusa vulgaris var. Striata
Keterangan: a) rumpun bambu b) buluh bambu yang terdapat garis hijau
(Sujarwanto dan Zen, 2020)
4) Varietas maculata : bambu yang memiliki karakteristik buluh dengan
warna hijau dan berubah menjadi tutul coklat jika sudah tua, bambu ini
juga biasa dikenal dengan sebutan bambu tutul
a b
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
21
21
Gambar 2.11. Morfologi Bambusa vulgaris var. Maculata
Keterangan: a) bambu tutul muda b) bambu tutul tua
(Arinasa dan Peneng, 2013)
Gambar 2.12. Bagian tanaman bambu kuning (Bambusa vulgaris)
Keterangan : a) tanaman bambu kuning b) batamg bambu kuning c) daun bambu kuning
d) pelepah bambu kuning
(Hadjar dkk, 2017)
Bambusa vulgaris termasuk dalam pohon tahunan dengan tinggi
yang mencapai 5-10 m. Bambusa vulgaris memiliki panjang internodus
atau ruas sekitar 27 cm dengan diameter nodus 3,1-7 mm, memiliki
permukaan batang yang licin dan warna batang kuning yang merupakan
karakteristik utama yang membedakan bambu kuning (Bambusa vulgaris)
dengan bambu lain (Murtodo dan Setyati, 2015).
a b
c d
b a
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
22
22
Selain itu Bambusa vulgaris juga memiliki pelepah Bambusa
vulgaris yang berwarna terang dan mudah terlepas dengan ukuran 34-37
cm. Pelepah pada Bambusa vulgaris berbentuk segitiga dengan diselimuti
bulu hitam sepanjang 0,8 cm. Daun Bambusa vulgaris memiliki warna
hijau berbentuk lanset dengan panjang 27,5 cm, lebar 4,5 cm, memiliki
struktur urat daun yang lebih jelas, ukuran kuping pelepah sekitar 0,1 cm,
dan memiliki bulu kejur tegak berukuran 0,3 cm serta bentuk ligula yang
rata (Murtodo dan Setyati, 2015).
c. Kandungan senyawa aktif daun bambu kuning (Bambusa vulgaris)
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Daryatmo dkk
(2016), pada daun Bambusa vulgaris sendiri memiliki beberapa
kandungan senyawa aktif diantaranya yaitu saponin, flavonoid, alkaloid
dan tanin.
1) Saponin
Saponin merupakan senyawa aktif yang bersifat polar dan biasa
ditemukan pada tanaman termasuk pada daun bambu. Senyawa
saponin adalah suatu glikosida alami yang berasal dari steroid atau
triterpen yang dapat menimbulkan busa. Senyawa saponin memiliki
molekul kompleks yang terdiri dari aglikon dan non-gula dengan
tambahan unit rantai gula. Saponin terbagi menjadi dua kelas utama
yaitu triterpenoi dan steroid yang bersala dari 30 atom karbon yang
mengandung prekusor oxidosqualene (Haralampidis dkk, 2002).
Perbedaan antara saponin triterpenoid dan saponin steroid yaitu
dari jumlah atom C yang terkandung. Pada steroid memiliki 27 atom
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
23
23
C sedangkan triterpenoid memiliki 30 atom C Saponin memiliki satu
ataulebih linier atau bercabang rantai gula yang mengandung glukosa,
galaktosa, asam glukuronat, xilosa, rhamnose atau methylpentose yang
dilekatkan pada aglikon melalui ikatan glikosid eter atau ester. Saponin
dapat berupa monodesmoid (rantai gula tunggal) maupun bidesmosid
(rantai gula ganda) (Sun dkk, 2009).
Diketahui bahwa senyawa aktif saponin jika digunakan sebagai
insektisida terutama larvasida nyamuk dapat mengganggu saluran
pencernaan bagian tengah yang merupakan organ pencernaan utama
pada serangga. Saponin masuk kedalam tubuh larva melalui mulut dan
menyebabkan menurunnya aktivitas enzim protease serta penyerapan
makanan. Jika saluran pencernaan terganggu, maka metabolisme tubuh
serangga akan kacau dan dapat menyebabkan energi untuk
pertumbuhan larva menjadi berkurang sehingga pertumbuhan larva
terhambat dan akhirnya mati (Anggraini, 2018).
2) Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu senyawa aktif yang bersifat
polar dan umum ditemukan pada tanaman. Flavonoid adalah senyawa
metabolit sekunder polifenolik yang dikategorikan menjadi 6
subkelompok utama yaitu isoflavon, flavon, flavonol, flavandiol,
antosianidins dan juga flavanon (Li, 2014). Senyawa flavonoid
memiliki 15 atom carbon yang tersusun dengan konfigurasi C6-C3-C6
yang berarti bahwa kerangka dari carbon terdiri atas 2 gugus C6 (cincin
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
24
24
benzena tersubtitusi) yang disambungkan dengan rantai alifatik 3
carbon (Tian-yang, 2018).
Flavonoid termasuk sebagai senyawa polar yang dapat larut
dengan baik dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol,
aseton seta dimetilformamida maupun pelarut polar lainnya. Hal ini
karena flavonoid terikat dalam bentuk glikosida sehingga pelarut
tersebut dapat menjadi pelarut yang baik untuk flavonoid glikosida,
sedangkan yang berbentuk aglikon lebih mudah terlarut dalam
kloroform dan eter (Arifin dan ibrahim, 2018).
Senyawa flavonoid dapat berperan sebagai larvasida yang
memiliki mekanisme kerja dengan menyerang sistem pernafasan
melalui siphon sehingga menyebabkan kelayuan pada sistem syaraf.
Senyawa ini menghambat kerja enzim asetilkolinesterase, sehingga
terjadi penumpukan asetilkolin yang berfungsi untuk mengantarkan
impuls dari sel saraf ke sel otot melalui sinaps. Akibatnya terjadi
kekacauan sistem penghantaran impuls yang menyebabkan otot akan
tetap berkontraksi sampai kelelahan, selanjutnya terjadi kelumpuhan
kelumpuhan pada otot pernapasan sehingga larva tidak dapat bernafas
dan akhirnya mati (Firdhayani dkk, 2014).
3) Alkaloid
Senyawa alkaloid merupakan senyawa aktif yang bersifat polar
dan umum ditemukan pada tanaman. Alkaloid termasuk dalam
senyawa metabolit sekunder yang mengandung atom nitrogen
sekunder, tersier dan kuarter yang bersifat basa dan termasuk dari
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
25
25
bagian cincin heterosiklik. Senyawa alkaloid berbentuk padatan kristal
dan juga berbentuk amorf atau berupa cairan (Hammado dan Illing,
2013).
Senyawa alkaloid merupakan garam yang memiliki kemampuan
dalam mendegradasi dinding sel serta merusak sel dan mengganggu
sistem syaraf pada larva nyamuk. Senyawa alkaloid dapat
menyebabkan adanya perubahan warna pada larva menjadi transparan
dan gerakan tubuh pada larva menjadi tidak terlalu aktif atau melambat
(Cania dan Setyaningrum, 2010).
4) Tanin
Senyawa tanin merupakan senyawa aktif yang bersifat polar dan
biasanya ditemukan pada tanaman. Tanin merupakan salah satu
senyawa yang termasuk dalam golongan senyawa flavonoid dengan
struktur 2 cincin aromatik yang terikat oleh 3 atom carbon (hayati dkk,
2010). Senyawa tanin merupakan polimer yang mudah larut dalam air
yang kaya akan gugus fenolik dengan kemampuan mengikat atau
mengendapkan protein yang larut dalam air (Hagerman and Butler,
1989).
Senyawa tanin terbagi menjadi dua yaitu tanin terkondensasi
dan tanin terhidrolisis. Tanin yang terkondensasi terdiri dari ikatan
karbon yang bergabung dengan monomer flavonoid dan tidak rentan
terhadap hidrolisis tapi dapat terdegradasi untuk menghasilkan
antosianidin. Tanin yang terhidrolisis terdiri dari ester glukosa atau
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
26
26
heksahidroksidifenat dan mudah dipecah menjadi asam galat
(Hagerman and Butler, 1989).
Senyawa tanin dapat berperan dalam membunuh larva nyamuk
dengan menembus kutikula dan dapat mencegah penyerapan glukosa
atau memblok pasca reseptor sinaptik sehingga dapat melumpuhkan
larva dan menyebabkan kematian pada larva (Wirawan dkk, 2017).
Selain itu senyawa tanin juga dapat menurunkan kemampuan pada
sistem pencernaan larva dengan cara menurunkan aktivitas dari enzim
pencernaan. Tanin dapat mengganggu aktivitas penyerapan protein
pada dinding usus dan menyebabkan terjadinya gangguan nutrisi
(nadifah dkk, 2014).
2.6 Penelitian Terkait Pemanfaatan Ekstrak Bambu
Pemanfaatan bambu terutama bagian daunnya telah banyak digunakan
sebagan bahan penelitian untuk mengetahui berbagai manfaat dari ekstrak daun
bambu sendiri. Beberapa penelitian terkait daun bamu diantaranya digunakan
sebagai antimalaria, sebagai antimikroba, sebagai biopestisida dan sebagai
antifungi.
Penelitian mengenai manfaat bambu sebagai antimalaria dilakukan oleh
Anigboro (2018) yaitu menggunakan Bambusa vulgaris yang dimaserasi
dengan air suling selama 48 jam. Kelompok perlakuan terdiri dari 6 kelompok
perlakuan yaitu perlakuan induksi malaria dan penambahan konsentrasi ekstrak
Bambusa vulgaris 100mg/Kg, 200mg/Kg, 300mg/Kg, 100mg/Kg obat
antimalaria serta masing-masing 1 kelompok kontrol positif dan kelompok
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
27
27
kontrol negatif. Dari penelitian ini hasilnya menunjukkan bahwa ekstrak
Bambusa vulgaris dapat digunakan sebagai obat antimalaria alami dengan
kisaran dosis yang diberikan yaitu 100mg/Kg – 200mg/Kg.
Penelitian mengenai manfaat bambu sebagai antimikroba dilakukan
oleh Jankowsky dkk (2018) yaitu menggunakan bambu Dendrocalamus asper
yang dibuat dengan pelarut metanol dan beberapa tingkatan konsentrasi
diantaranya 0,125 ; 0,500 ; 0,750 ; dan 1000 mg. Bakteri yang digunakan pada
penelitian ini adalah Eschericia coli dan Staphylococcus aureus. Dari
penelitian ini hasilnya menunjukkan adanya potensi ekstrak Dendrocalamus
asper sebagai agen antimikroba untuk Eschericia coli dan Staphylococcus
aureus pada dosis 0,125 ; 0,500 dan 0,750 mg bisa dikategorikan sebagai
resisten. Untuk Eschericia coli dosis 1.000 mg dan ampisilin dikategorikan
sebagai menengah dan untuk Staphylococcus aureus, dosis 1.000 mg adalah
sedang dan ampisilin dianggap sensitif.
Penelitian mengenai manfaat bambu sebagai biopestisida dilakukan
oleh Kaleeswaran dkk (2018) yaitu menggunakan bambu berduri Zanthoxylum
armatum yang dibuat dengan beberapa pelarut yaitu heksana, etil-asetat,
metanol dan aquades dengan berbagai tingkat konsentrasi diantaranya 0,6% ;
0,3% ; 0,15% ; 0,08% ; 0,04% ; 0,02% dan 0% sebagai kontrol. Hewan uji yang
digunakan pada penelitian ini yaitu Spodoptera litura. Dari penilitian ini
hasilnya yaitu menunjukkan bahwa ekstrak heksana Zanthoxylum armatum
dapat bersifat larvicidal terhadap Spodoptera litura pada konsentrasi 0,6%.
Penelitian mengenai manfaat bambu sebagai antifungi dilakukan oleh
Toan dkk (2018) yaitu menggunakan daun bambu secara acak untuk diuji
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
28
28
antifungi terhadap miselia Pyrucularia grisea yang merupakan jamur pada
tanaman padi yang dibuat dengan beberapa pelarut yaitu heksana, etil-asetat,
1-butanol dan aquadesdan berbagai tingkat konsentrasi yaitu 0,1mg/mL ;
0,5mg/mL dan 1,0mg/mL. Dari penelitian tersebut hasilnya menunjukkan
bahwa ektrak bambu pada semua konsentrasi menunjukkan adanya
penghambatan terhadap Pyrucularia grisea namun yang menunjukkan adanya
pengurangan maksimal terhadap pertumbuhan Pyrucularia grisea adalah
ekstrak bambu dengan pelarut heksana dengan nilai LC50 sebesar 0,62 mg/mL.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
29
29
2.7 Kerangka Teori
Daun Bambu Kuning
Mengandung
Alkaloid
Mengandung
Tanin
Mengandung
Saponin
Mengandung
Flavonoid
Menyerang Sistem
Pernapasan
Menyerang Sistem
Pencernaan
Menyerang Sistem
Syaraf
Efek Larvasida
Larva Aedes aegypti
dan Culex sp
Kematian larva
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
30
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini dirancang dengan menggunakan jenis penelitian
eksperimental, dimana penelitian eksperimental adalah sebuah penelitian untuk
meneliti pengaruh dari suatu perlakuan tertentu terhadap gejala dari suatu
kelompok lain yang sama dengan pemberian perlakuan yang berbeda (Kristin,
2016).
Pada penelitian ini menggunakan rancangan metode RAL (Rancangan Acak
Lengkap) yang merupakan rancangan penelitian sederhana dengan jumlah
perlakuan yang terbatas dan satuan dari percobaan harus homogen atau faktor
yang akan mempengaruhi percobaan bisa dikontrol (Persulessy dkk, 2016).
Pada penelitian ini dilakukan dengan 6 perlakuan konsentrasi yaitu 50 mg/L,
60 mg/L, 70 mg/L, 80 mg/L, 90 mg/L dan 0 mg/L sebagai kelompok kontrol.
Pengamatan dilakukan setiap 12 jam sekali selama 24 jam sehingga terdapat 2
kali pengamatan dengan menghitung jumlah larva yang mati pada masing-
masing perlakuan.
Penentuan tingkat konsentrasi dari ekstrak daun bambu kuning dan waktu
pengamatan larva dilakukan dengan mengacu pada jurnal Cao dkk (2004)
mengenai biolarvasida menggunakan 7 spesies bambu yang berbeda.
Selanjutnya penentuan dari jumlah pengulangan pada penelitian ini dilakukan
perhitungan dengan menggunakan rumus federer : .
Keterangan : n = jumlah ulangan t = jumlah kelompok perlakuan
(n-1)(t-1) ≥ 15
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
31
31
Karena pada penelitian ini terdapat 6 kelompok perlakuan maka :
(n-1)(6-1) ≥ 15
(n-1) 5 ≥ 15
5n-5 ≥ 15
5n ≥ 20
n ≥ 4
Jadi untuk setiap kelompok dari perlakuan terdapat 4 kali pengulangan. Pada
masing-masing pengulangan berisi 25 larva Aedes aegypti dan Culex sp instar
III. Penentuan jumlah larva uji dilakukan sesuai dengan ketentuan yang
diberikan oleh World Health Organization yang menyatakan bahwa peneletian
larvasida nyamuk untuk fase I (studi laboratorium) mengenai biopotensi dan
aktivitas dapat menggunakan 25 instar III pada setiap perlakuan dengan
dimasukkan wadah sekali pakai yang berisi 100 ml air (WHO, 2005).
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terintegrasi Universitas Islam
Negeri Sunan Ampel Surabaya pada bulan Maret 2020 sampai Juli 2021 sesuai
dengan timeline berikut :
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
32
32
Tabel 3.1. Timeline pelaksanaan penelitian
No Kegiatan
Bulan ke-
Tahun 2020 tahun 2021
3 4 5 2 3 4 5 6 7 8
1 Pembuatan proposal
skripsi
2 Seminar proposal
3 Persiapan alat dan
bahan penelitian
4
Pembuatan ekstrak
daun bambu dan
pengujian fitokimia
5 Persiapan hewan uji
larva
6
Pengujian ekstrak
daun bambu terhadap
larva
7 Pengolahan dan
analisis data
8 Penyusunan dan revisi
draft skripsi
9 Seminar hasil
penelitian
3.3 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini diantaranya adalah nampan,
blender, kain kasa, gelas beker, gelas ukur, Rotary evaporator, gelas plastik,
timbangan digital, kertas saring, corong pemisah, tabung reaksi, pipet tetes dan
pengaduk.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun Bambusa vulgaris,
metanol, aquades, serbuk Mg, larutan HCl, larutan FeCl3, kloroform, pereaksi
meyer, larutan asam asetat glasial dan larutan H2SO4, larva Aedes aegypti dan
larva Culex sp.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
33
33
3.4 Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : perbedaan pemberian kadar konsentrasi ekstrak daun
Bambusa vulgaris
2. Variabel terikat : jumlah mortalitas atau kematian pada larva Aedes aegypti
dan Culex sp.
3.5 Prosedur Penelitian
1. Preparasi sampel
Sampel Bambusa vulgaris yang digunakan sebagai ekstrak
biolarvasida dapat diidentifikasi secara morfologi dengan beberapa
diantaranya yaitu memiliki batang yang berwarna kuning dan beberapa
terdapat sedikit garis hijau dengan permukaan halus yang membedakan
dengan bambu lain. Panjang ruas dari bambu ini sekitar 27 cm dengan
diameter 3,1-7 mm. Daun pada bambu ini berwarna hijau dengan bentuk
yang meruncing dengan panjang 27,5 cm dan lebar 4,5 cm. Pelepah pada
bambu ini berukuran 34-37 cm dengan ujung yang lancip membentuk
segitiga (Murtodo dan Setyati, 2015).
Proses preparasi sampel ekstrak daun Bambusa vulgaris dimulai
dengan pengumpulan sampel daun Bambusa vulgaris sebanyak 2 kg berat
basah daun yang berwarna hijau tua. Pemilihan daun bambu yang tua
sebagai ekstrak dikarenakan pada daun bambu tua memiliki kandungan
senyawa akti yang lebih banyak dari pada daun bambu yang muda. Menurut
Mamay dkk (2020) semakin bertambahnya kematangan daun atau umur
pada daun , maka kandungan senyawa aktif pada daun akan semakin tinggi
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
34
34
serta kandungan metabolit sekunder yang dihasilkan pada daun pun menjadi
semakin banyak.
Sampel daun bambu selanjutnya dicuci dengan air bersih dan dikering
anginkan. Kemudian setelah dikering anginkan, daun bambu dimasukkan
kedalam oven dengan suhu 40ºC selama 1-2 hari hingga daun bambu kering.
Jika sampel daun telah kering maka dilakukan proses penghalusan dengan
cara diblender dan dilakukan pengayakan untuk mendapatkan serbuk daun
Bambusa vulgaris yang benar-benar halus (Frihantini dkk, 2015).
2. Ekstraksi sampel
Proses Ekstraksi sampel daun Bambusa vulgaris dilakukan dengan
metode maserasi menggunakan pelarut metanol. Alasan penggunaan pelarut
metanol dikarenakan pelarut metanol efektif dalam melarutkan senyawa
aktif terhadap larva seperti flavonid, saponin dan tanin (Widawati dan
Prasetyaningrum, 2013). Hal ini dikarenakan pelarut metanol merupakan
termasuk pelarut yang bersifat polar sehingga untuk mendapatkan senyawa
aktif pada daun Bambusa vulgaris yang bersifat polar harus menggunakan
pelarut yang bersifat polar juga sehingga senyawa aktif dalam ekstrak daun
bambu yang bersifat polar dapat dengan mudah terlarut (Arifianti dkk,
2014).
Perendaman sampel daun Bambusa vulgaris sebanyak 500 gr
dilakukan selama 6x24 jam serta pengadukan setiap hari. Hasil ekstrak
selanjutnya diuapkan dengan menggunakan Rotary evaporator pada suhu
48ºC dengan kecepatan 90 rpm hingga diperoleh ekstrak daun Bambusa
vulgaris yang kental (Frihantini dkk, 2015).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
35
35
3. Pengujian fitokimia ekstrak daun Bambusa vulgaris
Proses uji kandungan fitokimia dapat dilakukan secara kualitatif untuk
mengetahui ada tidaknya beberapa kandungan fitokimia ekstrak daun
Bambusa vulgaris seperti saponin, flavonoid, tanin, alkaloid terpenoid dan
steroid dengan beberapa pengujian sesuai yang dilakukan oleh Lailatul dkk
(2010).
a. Saponin
Pengujian saponin dilakukan dengan cara memasukkan sampel ekstrak
daun Bambusa vulgaris sebanyak 2 ml dan aquades sebanyak 5 ml
kedalam tabung reaksi, kemudian dilakukan pengocokan selama 10
menit. Jika terdapat buih atau busa pada ekstrak setelah pengocokan,
maka dalam ekstrak daun Bambusa vulgaris terdapat senyawa saponin.
b. Flavonoid
Pengujian flavonoid dilakukan dengan cara memasukkan sampel ekstrak
daun Bambusa vulgaris sebanyak 1 ml kedalam tabung reaksi kemudian
ditambahkan dengan serbuk Mg sebanyak 1 gr dan larutan HCl pekat
sebanyak 1 ml. Jika terjadi perubahan warna pada ekstrak menjadi
kuning, merah atau jingga, maka dalam ekstrak daun Bambusa vulgaris
terdapat senyawa flavonoid.
c. Tanin
Pengujian tanin dilakukan dengan cara memasukkan sampel ekstrak
daun Bambusa vulgaris sebanyak 1 ml dan 3 tetes FeCl3. Jika pada
larutan ekstrak terjadi perubahan warna menjadi hitam, maka dalam
ekstrak daun Bambusa vulgaris terdapat senyawa tanin.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
36
36
d. Alkaloid
Pengujian alkaloid dilakukan dengan cara memasukkan sampel ekstrak
daun Bambusa vulgaris sebanyak 1 ml dimasukkan kedalam tabung
reaksi kemudian ditambahkan 5 tetes kloroform dan beberapa tetes
pereaksi meyer. Jika pada larutan ekstrak terbentuk endapan putih
kekuningan, maka dalam ekstrak daun Bambusa vulgaris terdapat
senyawa alkaloid.
e. Terpenoid dan Steroid
Pengujian terpenoid dan steroid dilakukan dengan cara memasukkan
sampel sebanyak 1 ml kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan
dengan 1 ml asam asetat glasial dan 1 ml larutan asam sulfat pekat. Jika
pada larutan ekstrak terjadi perubahan warna menjadi biru atau ungu,
maka dalam ekstrak daun Bambusa vulgaris terdapat senyawa steroid
dan jika terjadi perubahan warna menjadi merah, maka dalam ekstrak
daun Bambusa vulgaris terdapat senyawa terpenoid.
4. Pembuatan larutan perlakuan
Pada penelitian ini pembuatan larutan untuk perlakuan dilakukan
dengan pembuatan larutan stok yaitu 1000 mg/L ekstrak daun bambu
kuning. Pembuatan larutan stok ekstrak daun bambu kuning dilakukan
dengan menggunakan 500 ml ekstrak daun dan 500 ml aquades sesuai
dengan perhitungan berikut :
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 (𝑥)
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑢𝑎𝑡
1000 𝑚𝑔
1000 𝑚𝑙=
𝑥
500 𝑚𝑙
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
37
37
1000 𝑚𝑔 . 500 𝑚𝑙 = 1000 𝑚𝑙 . 𝑥
500000 = 1000𝑥
500000
1000= 𝑥
500 = 𝑥
Pengenceran ekstrak daun Bambusa vulgaris dalam beberapa
konsentrasi yaitu 50 mg/L, 60 mg/L, 70 mg/L, 80 mg/L, 90 mg/L dan untuk
kontrol digunakan konsentrasi 0 mg/L. Pembuatan konsentrasi larutan
dibuat dengan menggunakan rumus pengenceran sebagai berikut :
M1 . V1. = M2 . V2
Keterangan : M1= Konsentrasi larutan stok ekstrak daun Bambusa
vulgaris (mg/L)
V1 = Volume larutan ekstrak yang diencerkan (ml)
M2 = Konsentrasi ekstrak daun Bambusa vulgaris yang
dibuat (mg/L)
V2 = Volume larutan yang digunakan (ml)
Tabel 3. 2. Pengenceran larutan ekstrak daun Bambusa vulgaris
No
Jumlah
Larva
Uji
V2 M1 M2 V1 = 𝐕𝟐.𝐌𝟐
𝐌𝟏
Pengulangan
(V1 x 4)
∑volume total
ekstrak untuk
penelitian 2
spesies larva
1. 25 x 4 100 1000 90 9 36 72
2. 25 x 4 100 1000 80 8 32 64
3. 25 x 4 100 1000 70 7 28 56
4. 25 x 4 100 1000 60 6 24 48
5. 25 x 4 100 1000 50 5 20 40
6. 25 x 4 100 1000 0 0 0 0
5. Pengujian efektifitas ekstrak daun Bambusa vulgaris terhadap larva
Aedes aegypti dan Culex sp.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
38
38
1) Mempersiapkan larutan uji yang telah dibuat, larva Aedes aegypti
dan Culex sp yang akan digunakan., gelas plastik sebagai wadah
larva untuk perlakuan sebanyak 40 gelas (20 gelas untuk perlakuan
larva Aedes aegypti dan 20 gelas untuk perlakuan larva Culex sp,
gelas ukur untuk mengukur volume larutan yang digunakan, pipet
tetes, pengaduk, label, alat tulis.
2) Larutan uji yang telah dibuat dimasukkan ke dalam gelas plastik
sesuai dengan label dan dimasukkan larva yang telah disiapkan,
masing-masing gelas plastik berisi 25 ekor larva.
3) Pengamatan dilakukan setiap 12 jam sekali selama 24 jam dengan
menghitung jumlah larva yang mati pada masing-masing perlakuan.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
39
39
3.6 Alur Penelitian
Ekstraksi
Uji Fitokimia
Culex sp Aedes aegypti
Uji Larvasida
Kel 1
25
larva +
air
Kel 2
25
larva +
Ekstrak
50 ppm
Kel 3
25
larva +
Ekstrak
60 ppm
Kel 4
25
larva +
Ekstrak
70 ppm
Kel 5
25
larva +
Ekstrak
80 ppm
Kel 6
25
larva +
Ekstrak
90 ppm
Dihitung kematian larva pada 12
jam dan 24 jam
Analisis Probit LC50
Daun Bambu Kuning
Saponin Alkaloid
Terpenoid
Steroid
Flavonoid
Tanin
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
40
40
3.7 Analisis data
Hasil dari perhitungan larva yang mati dimasukkan dalam tabel berikut :
Tabel 3.3. Data mortalitas larva Aedes aegypti dan Culex sp. Jam ke-12 dan 24 jam
Konsen
trasi
Jumlah Larva mati Total
Larva
mati
Rata-
rata
larva
mati
Rata-
rata
(%)
Pengulangan
1 2 3 4
90mg/
L
80mg/
L
70mg/
L
60mg/
L
50mg/
L
0mg/L
Keterangan :
Rata-rata larva yang mati : 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑎𝑟𝑣𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑡𝑖
𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛
Total larva yang mati : Jumlah total larva yang mati dari 4x pengulangan
Rata-rata (%) : 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑎𝑟𝑣𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑡𝑖
𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑙𝑎𝑟𝑣𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 x 100%
Data mortalitas dari pengujian efektifitas ekstrak daun Bambusa
vulgaris terhadap mortalitas larva Aedes aegypti dan Culex sp. selanjutnya
dilakukan analisis dengan menggunakan analisis probit untuk mencari nilai
LC50. Serta dilakukan penyajian data dalam table.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
41
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Skrining Uji Fitokimia Daun Bambu Kuning (Bambusa Vulgaris)
Daun bambu kuning yang telah diekstraksi dengan pelarut metanol
dilakukan pengujian fitokimia yang bertujuan untuk mengetahui kandungan
fitokimia yang terdapat pada daun bambu kuning.n
Tabel 4.1 Hasil uji fitokimia daun bambu kuning
Senyawa
aktif Hasil Keterangan
Saponin + Terdapat buih atau busa
Flavonoid + Terjadi perubahan warna pada ekstrak menjadi
kuning
Tanin + Terjadi perubahan warna pada ekstrak menjadi
hitam
Alkaloid - Tidak terdapat endapan putih kekuningan pada
ekstrak
Steroid + Terjadi perubahan warna pada ekstrak menjadi biru
Terpenoid - Tidak terjadi perubahan warna pada ekstrak
Keterangan : + ( menunjukkan terdapat senyawa dalam ekstrak)
- (menunjukkan tidak terdapat senyawa dalam ekstrak)
Pada pengujian fitokimia pada daun bambu kuning diketahui bahwa
terdapat kandungan fitokimia saponin, flavonoid, tanin dan steroid. Beberapa
kandungan metabolit sekunder tersebut diketahui sangat berperan dalam
membunuh larva nyamuk, dimana untu kandungan saponin dan tanin dapat
menyerang sistem pencernaan sedangkan flavonoid dapat menyerang sistem
pernapasan pada larva. Hal inilah yang dapat mengganggu proses pertumbuhan
pada larva sehingga larva mengalami kematian sebelum menjadi nyamuk
dewasa.
Menurut Sutanto et al (2008) tingkat toksisitas larvasida dalam
membunuh larva sangat bergantung pada jenis larvasida, mekanisme masuknya
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
42
senyawa aktif kedalam tubuh larva, konsentrasi larvasida, jumlah senyawa
dalam tubuh larva serta ukuran, susunan tubuh, stadium dan habitat larva.
Larvasida masuk ke dalam tubuh larva melalui 3 cara, yaitu melalui permukaan
tubuh (racun kontak), melalui mulut dan saluran pencernaan (racun perut), dan
melalui sistem respirasi (racun pernafasan).
Penetrasi senyawa toksik ke dalam tubuh serangga melalui epikutikula
serangga yang terdiri dari lipoprotein terkonjugasi (protein dan lemak terpisah)
yaitu bahan-bahan lipid atau lilin tersebar tapi tidak membentuk lapisan
sehingga lapisan ini mudah ditembus oleh senyawa saponin dan alkaloid.
Kemudian masuk ke dalam jaringan di bawah integumen menuju organ sasaran
(Sutanto et al, 2008).
Larvasida yang bekerja sebagai racun perut dengan masuk ke dalam
tubuh serangga melalui alat pencernaan serangga dan racun pernafasan yang
masuk melalui sistem respirasi. Banyak senyawa yang dapat merusak sistem
dimana dapat berperan untuk menurunkan enzim asetilkolineterase. Enzim ini
bertugas menghantarkan pesan atau implus dari saraf otot melalui sinapse
(Diana, 2013).
4.2 Uji Toksisitas Ekstrak Daun Bambu Kuning terhadap Larva Aedes aegypti
Pengamatan kematian larva Aedes aegypti dilakukan 2 kali
pengamatan yaitu pada 12 jam dan 24 jam. Indikasi kematian pada larva Aedes
aegypti ditunjukkan dengan gerakan larva yang semula sangat atif kemudian
menjadi lamban bahkan tidak terjadi pergerakan lagi. Larva yang mengalami
kematian akan tenggelam dan berada di dasar air serta tubuhnya terlihat hitam
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
43
dan menjadi transparan. Dari hasil pengujian ekstrak daun bambu terhadap larva
Aedes aegypti diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang
digunakan maka kematian yang terjadi pada larva juga semakin besar. Hal ini
dapat dilihat dari data mortalitas larva Aedes aegypti pada tabel berikut:
Tabel 4.2 Data mortalitas larva Aedes aegypti pada 12 jam
Konsen
trasi
Jumlah Larva mati Total
Larva
mati
Rata-
rata
larva
mati
Rata-
rata
(%)
Pengulangan
1 2 3 4
90mg/L 25 25 25 25 100 25 100%
80mg/L 25 25 25 25 100 25 100%
70mg/L 25 25 25 25 100 25 100%
60mg/L 15 24 19 21 79 19,75 79%
50mg/L 5 6 6 3 20 5 20%
0mg/L 0 0 0 0 0 0 0%
Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa ekstrak daun bambu kuning
dapat membunuh larva Aedes aegypti dalam waktu 12 jam sebesar 100% pada
konsentrasi 90mg/L, 80mg/L dan 70mg/L, sedangkan pada konsentrasi
60mg/L memiliki rata-rata kematian larva sebesar 79% dan konsentrasi
50mg/L sebesar 20%.
Data mortalitas larva Aedes aegypti yang telah didapatkan
selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode analisis probit untuk
mengetahui Letal Concentration 50 (LC50) atau konsentrasi ekstrak daun
bambu yang efektif dalam membunuh larva sebanyak 50% dari populasi.
Berikut ini adalah grafik analisis probit LC50 pada mortalitas larva Aedes
aegypti selama 12 jam.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
44
Gambar 4.1 Grafik analisis probit mortalitas larva Aedes aegypti pada 12 jam
Keterangan: y = 5 dan x = 1,228
Berdasarkani grafik dan perhitungan diatas dapat diketahui bahwa
persamaan antara ekstrak daun bambu kuning Dan mortalitas larva Aedes
aegypti adalah y = 0,239x – 3,8776 Sehingga didapatkan nilai LC50 dari data
mortalitas larva Aedes aegypti adalah 16,897 ppm. Hal ini menunjukkan
bahwa konsentrasi ekstrak daun bambu kuning yang optimum dalam
membunuh larva Aedes aegypti sebanyak 50% dari jumlah populai dalam
kurun waktu 12 jam yaitu 16,897 ppm.
Tabel 4.3 Data mortalitas larva Aedes aegypti pada 24 jam
Konsen
trasi
Jumlah Larva mati Total
Larva
mati
Rata-
rata
larva
mati
Rata-
rata
(%)
Pengulangan
1 2 3 4
90mg/L 25 25 25 25 100 25 100%
80mg/L 25 25 25 25 100 25 100%
70mg/L 25 25 25 25 100 25 100%
60mg/L 25 25 25 25 100 25 100%
50mg/L 9 11 7 3 30 7,5 30%
0mg/L 0 0 0 0 0 0 0%
Berdasarkani tabel 4.3 dapat diketahui bahwa ekstrak daun bambu
kuning dapat membunuh larva Aedes aegypti dalam waktu 24 jam kematian
y = 0,239x - 3,8776R² = 0,8307
-1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2
Pro
bit
Log ppm
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
45
larva memiliki rata-rata sebesar 100% pada konsentrasi 90mg/L, 80mg/L,
70mg/L dan 60mg/L sedangkan pada konsentrasi 50mg/L memiliki rata-rata
kematian larva sebesar 30%. Data mortalitas Aedes aegypti yang telah
didapatkan dilanjutkan dengan analisis probit untuk menentukan LC50.
Berikut ini adalah grafik analisis probit LC50 pada mortalitas larva Aedes
aegypti selama 24 jam.
Gambar 4.2 Grafik analisis probit mortalitas larva Aedes aegypti pada 24 jam
Keterangan: y = 5dan x = 1,179
Berdasarkan grafik dan perhitungan diatas dapat diketahui diketahui
bahwa persamaan antara ekstrak daun bambu kuning Dan mortalitas larva
Aedes aegypti adalah y = 0,1586x – 4,1078 Sehingga didapatkan nilai LC50
dari data mortalitas larva Aedes aegypti adalah 15,086 ppm. Hal ini
menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak daun bambu kuning yang optimum
dalam membunuh larva Aedes aegypti sebanyak 50% dari jumlah populai
dalam kurun waktu 24 jam yaitu 15,086 ppm.
Penelitian terkait biolarvasida dengan menggunakan ekstrak dari
tanaman seperti daun terhadap mortalitas larva Aedes aegypti juga telah
y = 0,1586x - 4,1078R² = 0,871
-1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2
Pro
bit
Log ppm
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
46
diakukan oleh Marini et al (2018) yang menggunakan ekstrak daun
marigold (Togetes erecta L.) yang diekstraksi dengan pelarut etanol
menggunakan metode maserasi. Hasil yang didapatkan dari penelitian
tersebut yaitu adanya pengaruh mortalitas pada larva Aedes aegypti pada
konsentrasi terendah yaitu 2.000 ppm sebesar 59,2% dan semakin
meningkat seiring bertambahnya konsentrasi yaitu 99,2% pada konsentrasi
10.000 ppm. Dari hasil analisis probit yang dilakukan menunjukan bahwa
nilai LC95 pada penelitian tersebut sebesar 7.456 ppm.
Menurut Komisi Pestisida Departemen Pertanian (2012)
menyatakan bahwa larvasida dapat dikatakan efektif apabila dapat
membunuh sekitar 90-100% larva uji pada 24 jam dengan nilai LC50
dibawah 1000 ppm. Semakin tinggi nilai LC50 yang diperoleh maka akan
semakin banyak bahan yang dibutuhkan sehingga menyebabkan ekstrak
yang digunakan menjadi semakin tiak efisien jika digunakan sebagai
larvasida (Muflihati, 2008).
Berdasarkan pernyataan dari Komisi Pestisida Departemen
Pertanian (2012) maka hasil yang didapatkan pada penelitian ini dapat
dikatakan bahwa ekstrak daun bambu kuning efektif untuk digunakan
sebagai larvasida Aedes aegypti. Hal ini dikarenakan hasil nilai LC50 yang
diperoleh dari penelitian ini memiliki nilai dibawah 1000ppm, dimana pada
penelitian ini didapatkan hasil LC50 dengan kurun waktu 12 jam sebesar
16,897 ppm, dan pada kurun waktu 24 jam sebesar 15,086 ppm.
Jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh dilakukan
oleh Marini et al (2013) maka ekstrak daun bambu kuning lebih efektif
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
47
digunakan sebagai larvasida, karena memiliki nilai LC50 yang lebih kecil atau
lebih sedikit.
4.3 Uji toksisitas Ekstrak Daun Bambu Kuning terhadap Larva Culex sp
Pengamatan kematian larva Culex sp dilakukan 2 kali pengamatan yaitu
pada 12 jam dan 24 jam. Indikasi kematian pada larva Culex sp sama seperti
larva Aedes aegypti. Dari hasil pengujian ekstrak daun bambu terhadap larva
Culex sp diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan
maka kematian yang terjadi pada larva juga semakin besar. Hal ini dapat
dilihat dari data mortalitas larva Culex sp pada tabel berikut:
Tabel 4.4 Data mortalitas larva Culex sp. pada 12 jam
Konsen
trasi
Jumlah Larva mati Total
Larva
mati
Rata-
rata
larva
mati
Rata-
rata
(%)
Pengulangan
1 2 3 4
90mg/L 25 25 25 25 100 25 100%
80mg/L 25 25 25 25 100 25 100%
70mg/L 25 25 25 25 100 25 100%
60mg/L 18 15 19 14 66 16,5 66%
50mg/L 5 7 6 4 22 5,5 22%
0mg/L 0 0 0 0 0 0 0%
Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa ekstrak daun bambu
kuning dapat membunuh larva Culex sp dalam waktu 12 jam sebesar 100%
pada konsentrasi 90mg/L, 80mg/L dan 70mg/L, sedangkan pada konsentrasi
60mg/L memiliki rata-rata kematian larva sebesar 66% dan konsentrasi
50mg/L sebesar 22%. Data mortalitas Culex sp yang telah didapatkan
dilanjutkan dengan analisis probit untuk menentukan LC50. Berikut ini
adalah grafik analisis probit LC50 pada mortalitas larva Culex sp selama 12
jam.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
48
Gambar 4.3 Grafik analisis probit mortalitas larva Culex sp pada 12 jam
Keterangan: y = 5 dan x = 1,237
Berdasarkan grafik dan perhitungan diatas dapat diketahui bahwa
persamaan antara ekstrak daun bambu kuning Dan mortalitas larva Culex sp
adalah y = 0,2433x – 3,8445 Sehingga didapatka nilai LC50 dari data
mortalitas larva Culex sp adalah 17,269 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa
konsentrasi ekstrak daun bambu kuning yang optimum dalam membunuh
larva Culex sp sebanyak 50% dari jumlah populai dalam kurun waktu 12
jam yaitu 17,269 ppm.
Tabel 4.5 Data mortalitas larva Culex sp. pada 24 jam
Konsen
trasi
Jumlah Larva mati Total
Larva
mati
Rata-
rata
larva
mati
Rata-
rata
(%)
Pengulangan
1 2 3 4
90mg/L 25 25 25 25 100 25 100%
80mg/L 25 25 25 25 100 25 100%
70mg/L 25 25 25 25 100 25 100%
60mg/L 25 25 22 25 97 24,25 97%
50mg/L 22 18 24 25 89 22,25 89%
0mg/L 0 0 0 0 0 0 0%
Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa ekstrak daun bambu
kuning dapat membunuh larva Culex sp dalam waktu 24 jam dengan
y = 0,2433x - 3,8445R² = 0,819
-1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2
Pro
bit
Log ppm
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
49
kematian larva rata-rata sebesar 100% pada konsentrasi 90mg/L, 80mg/L,
dan 70mg/L. Sedangkan pada 60mg/L memiliki rata-rata kematian larva
sebesar 97% dan pada konsentrasi 50mg/L memiliki rata-rata kematian
larva sebesar 89%. Data mortalitas Culex sp yang telah didapatkan
dilanjutkan dengan analisis probit untuk menentukan LC50. Berikut ini
adalah grafik analisis probit LC50 pada mortalitas larva Culex sp selama 24
jam.
Gambar 4.4 Grafik analisis probit mortalitas larva Culex sp pada 24 jam
Keterengan: y = 5 dan x = 1,208
Berdasarkan grafik dan perhitungan diatas dapat diketahui bahwa
persamaan antara ekstrak daun bambu kuning Dan mortalitas larva Culex
adalah y = 0,052x – 4,097 Sehingga didapatkan nilai LC50 dari data
mortalitas larva Culex sp adalah 16,133 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa
konsentrasi ekstrak daun bambu kuning yang optimum dalam membunuh
larva Culex sp sebanyak 50% dari jumlah populai dalam kurun waktu 24
jam yaitu 16,133 ppm.
Penelitian terkait biolarvasida dengan menggunakan ekstrak dari
tanaman seperti daun terhadap mortalitas larva Aedes aegypti juga telah
y = 0,052x - 4,097R² = 0,9721
-1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2
Pro
bit
Log ppm
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
50
diakukan oleh Kuncoro (2013) yang menggunakan ekstrak daun mara
tunggal (Clusena excavata BURM.F) dan daun zodia (Eodia ridleyi
HOCHR) yang diekstraksi dengan pelarut metanol menggunakan metode
maserasi. Hasil yang didapatkan dari penelitian tersebut yaitu adanya
pengaruh mortalitas pada larva Culex sp.
Pada pengujian larva Culex sp dengan ekstrak daun mara tunggal
pada konsentrasi terendah yaitu 100 ppm sebesar 3,7% dan semakin
meningkat seiring bertambahnya konsentrasi yaitu 95,5% pada konsentrasi
500 ppm. Dari hasil analisis probit yang dilakukan menunjukan bahwa nilai
LC50 pada penelitian tersebut sebesar 313,3 ppm sedangkan pada pengujian
larva Culex sp dengan ekstrak daun zodia pada konsentrasi terendah yaitu
100 ppm sebesar 3% dan semakin meningkat seiring bertambahnya
konsentrasi yaitu 93,9% pada konsentrasi 500 ppm. Dari hasil analisis probit
yang dilakukan menunjukan bahwa nilai LC50 pada penelitian tersebut
sebesar 5321.083 ppm.
Hasil yang didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh Kuncoro
(2013) jika dibandingkan dengan penelitian ini dapat dikatakan bahwa
ekstrak daun bambu kuning yang digunakan pada penelitian ini dalam
pengujian larva Aedes aegypti lebih efektif digunakan sebagai larvasida. Hal
ini dikarenakan hasil nilai LC50 yang diperoleh dari penelitian ini lebih
kecil atau lebih sedikit, dimana pada penelitian ini didapatkan nilai LC50
dengan kurun waktu 12 jam sebesar 17,269 ppm, sedangkan pada kurun
waktu 24 jam sebesar 16,133 ppm. sedangkan pada penelitian yang
dilakukan oleh Kuncoro (2013) didapatkan hasil nilai LC50 pada penelitian
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
51
tersebut sebesar 313,3 ppm pada ekstrak daun mara tunggal dan nilai LC50
pada penelitian tersebut sebesar 5321.083 ppm pada ekstrak daun zodia.
4.4 Pengamatan Mikroskopis Tubuh Larva
Pada penelitian ini pengujian larvasida digunakan larva Aedes
aegypti dan Culex sp pada fase instar III. Penggunaan larva instar III pada setiap
pengujian larvasida sesuai dengan pedoman dari World Health Organization
(WHO) tahun 205. Selain itu alasan penggunaan larva instar III juga
dikarenakan pada fase ini secara morfologi larva sudah lebih sempurna
sehingga memiliki pertahanan yang baik, jadi jika terjadi kematian pada larva
dapat dikatakan karena adanya pengaruh dari ekstrak yang ditambahkan
(Kuncoro, 2013).
Hasil pengamatan mikroskopik pada larva Aedes aegypti maupun
Culex sp dapat terlihat bahwa tubuh larva yang diberikan ekstrak daun bambu
kuning terlihat menghitam kemudian menjadi transparan dan hancur. Berbeda
dengan tubuh larva pada kelompok kontrol yang tidak diberikan ekstrak daun
bambu kuning terlihat berwarna cerah (Gambar 4.5).
Gambar 4.5 Hasil pengamatan tubuh larva menggunakan mikroskop stereo. a) larva
normal, b) larva yang di berikan ekstrak daun bambu kuning
(Doumentasi ribadi, 2021)
a b
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
52
Berdasarkan hasil pengamatan pada Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa
tubuh larva yangdiberikan ekstrak daun bambu kuning mengalami kerusakan
sel. Hampir seluruh bagian tubuh larva terlihat hancur baik kepala, thorax
maupun abdomen. Hal ini dikarenakan adanya kandungan senyawa flavonoid
yang terdapat pada ekstrak daun bambu kuning yang masuk kedalam tubuh
larva melalui sifon yang merupakan bagian dari sistem pernafasan. Pada saat
pengamatan terlihat bahwa setelah pemberian ekstrak daun bambu kuning
gerakan larva yang semula sangat aktif dan cepat menjadi semakin lemah dan
gerakannya sangat lambat.
Senyawa flavonoid yang masuk melalui siphon dapat menyebabkan
gangguan pada sistem syaraf. Senyawa ini menghambat kerja enzim
asetilkolinesterase, sehingga terjadi penumpukan asetilkolin yang berfungsi
untuk mengantarkan impuls dari sel saraf ke sel otot melalui sinaps. Akibatnya
terjadi kekacauan sistem penghantaran impuls yang menyebabkan otot akan
tetap berkontraksi sampai kelelahan, sehingga gerakan larva menjadi lambat
dan selanjutnya terjadi kelumpuhan kelumpuhan pada otot pernapasan sehingga
larva tidak dapat bernafas dan akhirnya mati (Firdhayani dkk, 2014).
Senyawa flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol,
dimana turunan dari senyawa fenol menyebabkan lisis pada sel larva sehingga
meracuni sel dan mengakibatkan kebocoran metabolit essensial, dan fenol akan
merusak sistem kerja sel. Pada kadar rendah terbentuk kompleks protein fenol
dengan ikatan lemah yang segera terurai, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel
dan menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein. Pada kadar tinggi fenol
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
53
menyebabkan koagulasi protein dan sel membran mengalami lisis yang memicu
kematian larva (panghiyangani et al, 2010).
Senyawa fenol mempunyai sifat racun dehidrasi (desicant). Racun
tersebut merupakan racun kontak yang dapat mengakibatkan kematian karena
kehilangan cairan terus menerus. Larva yang terkena racun akan mati karena
kekurangan cairan. Racun kontak adalah larvisida yang masuk ke dalam tubuh
larva melalui kulit, celah/lubang alami pada tubuh (shipon). Larva akan mati
apabila bersinggungan langsung (kontak) dengan larvisida tersebut. (wahyuni,
2005).
Berdasarkan pengamatan mikroskopis pada Gambar4.7 dapat terlihat
bahwa tubuh larva terlihat transparan setelah pemberian ekstrak daun bambu
kuning. Hal ini dikarenakan pada ekstrak daun bambu kuning juga terdapat
senyawa aktif steroid, dimana senyawa ini dapat berpengaruh pada sistem saraf
pusat dalam memproduksi dan mengeluarkan hormon ekdison dan hormon
jouvenil. Hormon ekdison dan jouvenil bertanggung jawab terhadap pergantian
kulit larva, bila tidak ada dalam haemolimfa maka larva tidak dapat berganti
kulit. Oleh karena itu, larva membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
berubah ke instar berikutnya. (Kristiana et al, 2015). Senyawa ini yang dapat
menyebabkan dinding sel kitin pada tubuh larva menebal, sehingga
pertumbuhan larva akan terganggu dan menyebabkan kematian pada larva
(Diana, 2013).
Selain itu berdasarkan pengamatan secara mikroskopis pada Gambar 4.7
terlihat bahwa bagian abdomen larva yang merupakan tempat sistem
penvcernaan bagi larva juga terlihat hancur setelah pemberian ekstrak daun
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
54
bambu kuning. Hal ini dikarenakan pada ekstrak daun bambu kuning
mengandung senyawa saponin dan juga tanin sebagai racun perut yang dapat
menyerang sistem pencernaan pada larva.
Senyawa tanin dapat menyebabkan terjadinya penurunan aktivitas
enzim protease dalam mengubah asam-asam amino dengan cara membentuk
ikatan kompleks dengan protein pada enzim dan substrat yang dapat
mengakibatkan gangguan pada pencernaan larva dan merusak dinding sel.
Terikatnya enzim protease oleh senyawa tanin megakibatkan terhambatnya
proses metabolisme sehingga larva menjadi kekurangan nutrisi (Ramayanti dan
Febriani, 2016).
Proses penyerapan senyawa kimia tersebut sebagian besar terjadi pada
saluran pencernaan bagian tengah (midgut) yang merupakan organ pencernaan
serangga yang utama. Saluran ini merupakan organ penyerap nutrisi dan sekresi
enzim-enzim pencernaan. Hal ini dikarenakan saluran bagian tengah (midgut)
memiliki struktur yang tidak memiliki kutikula, sementara saluran bagian depan
(foregut) dan saluran akhir (hindgut) memiliki lapisan kutikula. Apabila saluran
pencernaan bagian tengah rusak, aktivitas enzim akan terganggu sehingga
proses pencernaan tidak maksimal hingga mengakibatkan metabolisme tubuh
serangga menjadi tidak terkendali (Ahdiyah, 2015).
Senyawa saponin juga dapat menyerang sistem pencernaan dengan cara
mendenaturasi protein dan enzim di dalam sel. Saponin bisa berdifusi melalui
membran luar serta dinding sel yang rentan kemudian mengikat membran
sitoplasma sehingga memberi gangguan dan mengurangi kestabilan membran
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
55
sel. Kondisi ini membuat sitoplasma bocor keluar dari sel sehingga mengalami
kematian (Ishak, 2019).
Kedua senyawa aktif ini juga memiliki rasa yang pahit dan tajam serta
dapat menyebabkan iritasi lambung pada larva saat masuk dalam saluran
pencernaan larva. Hal ini menyebabkan nafsu makan larva menjadi menurun
yang kemudian mengakibatkan kematian (Waskito dan Cahyati, 2018).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapatkan diketahui bahwa
ekstrak daun bambu kuning memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap
mortalitas larva aedes segypti dibandingkan dengan mortalitas larva Culex sp.
Hal ini dikarenakan morfologi dari larva Aedes aegypti memiliki sifon yang
lebih pendek dibandingkan dengan larva Culex sp sehingga tingkat paparan
senyawa dalam ekstrak daun bambu kuning lebih cepat berpengaruh terhadap
larva Aedes aegypti. Perbedaan morfologi pada larva Aedes aegypti dan Culex
sp dapat dilihat pada Gambar 4.6
Gambar 4.6 Perbedaan sifon pada larva Culex sp dan Aedes aegypti
Keterangan: a) larva Culex sp, b) larva Aedes aegypti
(Portunasari dkk, 2016 ; Dokumentasi ribadi, 2021)
Sifon
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
56
Hasil penelitian ini merupakan salah satu dari sekian banyak
kekuasan yang Allah tunjukkan kepada kita dimana Ciptaan-Nya tidak ada yang
sia-sia baik yang ada dilangit dan dibumi, baik yang besar maupun kecil.
Sebagaimana firman Allah dalam Q.S Shad ayat 27:
النار ف و يل ل لذ ين ك ف روام ن الذ ين ك ف روا ظ ن ل ك ذ ط لا ن هم اب و م اب ي و م اخ ل قن االسم اء و ال رض
Artinya: “ Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang
ada antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah
anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir
itu karena mereka akan masuk neraka”.
Dari ayat diatas dapat diketahui bahwa Allah telah menciptakan
semua ciptaanya memiliki manfaat. Semua yang diciptakan oleh Allah tidak
ada yang sia-sia termasuk salah satunya yaitu tanaman bambu kuning.
Dimana pada penelitian ini daun bambu kuning dapat dimanfaatkan menjadi
biolarvasida untuk pengendalian larva Aedes aegypti dan Culex sp.
Allah berfirman dalam Q.S Al-An’am ayat 99 yang berbunyi:
Artinya : “Dan Dialah yang menurunkan air dari langit, lalu Kami
tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan,
maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang
menghijau, Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu
butir yang banyak; dan dari mayang kurma, mengurai tangkai-
tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami
keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak
serupa. Perhatikanlah buahnya pada waktu berbuah, dan
menjadi masak. Sungguh, pada yang demikian itu ada tanda-
tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman”.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
57
Dari ayat diatas dapat diketahui bahwa Allah memerintahkan kepada
manusia agar memperhatikan tumbuh-tumbuhan yang beraneka ragam.
Setiap penciptaan Allah pasti memiliki kegunaan, namun semua itu tidak
dijelaskan secara langsung melainkan dapat melalui perumpamaan-
perumpamaan yang tersirat dalam Al-Quran dan kita sebagai manusia yang
diciptakan sebagai makhluk Allah dengan kelebihan untuk berpikir, maka
kita harus mempelajarinya dengan menggunakan ilmu yang kita dapatkan.
Sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al-Ankabut ayat 43 yang berbunyi :
Pada ayat diatas diketahui bahwa dalam Al-Quran memberikan
gambaran tentang beberapa perumpamaan yang menjadikan tumbuhan
maupun bagian-bagiannya sebagai obyek penelitian dalam ilmu
pengetahuan. Seperti contohnya penelitian terkait pemanfaatan daun bambu
kuning sebagai biolarvasida. Sebagian orang awam hanya mengetahui
bahwa dari tanaman bambu hanya bagian batang yang bisa digunakan
sebagai bahan perabotan rumah atau kerajinan maupun memanfaatkan
rebung bambu untuk memuat masakan. Namun jarang sekali orang yang
mengetahui bahwa daun bambu juga bisa dimanfaatkan sebagai biolarvasida
dikarenakan kandungan yang terdapat dalam daun bambu melalui rangkaian
proses penelitian.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
58
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan
bahwa:
a) Ekstrak daun bambu kuning (Bambusa vulgaris) memiliki pengaruh
terhadap mortalitas larva Aedes agypti, dimana ekstrak dengan
konsentrasi 90 mg/L, 80 mg/L dan 70 mg/L terhadap larva Aedes aegypti
memiliki rata-rata presentase mortalitas sebesar 100% dengan nilai
LC50 dengan kurun waktu 12 jam sebesar 16,897 ppm, sedangkan pada
kurun waktu 24 jam sebesar 15,086 ppm.
b) Ekstrak daun bambu kuning (Bambusa vulgaris) memiliki pengaruh
terhadap mortalitas larva Culex sp, dimana ekstrak dengan konsentrasi
90 mg/L, 80 mg/L dan 70 mg/L memiliki rata-rata presentase mortalitas
sebesar 100% dengan nilai LC50 dengan kurun waktu 12 jam sebesar
17,269 ppm, sedangkan pada kurun waktu 24 jam sebesar 16,133 ppm.
c) Ekstrak daun bambu kuning (Bambusa vulgaris) memiliki pengaruh
yang lebih besar terhadap kematian larva Aedes aegypti dibandingkan
dengan larva Culex sp, dikarenakan morfologi larva Aedes aegypti
memiliki sifon yang lebih pendek dibandingkan dengan larva Culex sp
sehingga tingkat paparan senyawa dalam ekstrak daun bambu kuning
lebih cepat berpengaruh terhadap larva Aedes aegypti.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
59
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperlukan
penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan ekstrak daun bambu kuning
untuk memberantas larva nyamuk dilapangan dengan menentukan dosis
yang tepat, serta penelitian terhadap spesies larva nyamuk yang lain dengan
jangka waktu pengamatan lebih cepat seperti 4 jam sekali selama 24 jam,
sehingga juga bisa dilakukan analisis LT50 atau Lethal Time 50 jadi dapat
diketahui tingkat mortalitas larva berdasarkan waktu paparan dari
biolarvasida.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
60
DAFTAR PUSTAKA
Ahdiyah I.K.I.P. 2015. Pengaruh Ekstrak Daun Mangkokan (Nothopanax
scutellarium) Sebagai Larvasida Nyamuk Culex sp. Jurnal Sains dan Seni
ITS. 4(2): 2337-3520.
Alves, A.C.L., Silva, T.L.D., Azevedo, F.R.D., Candido, E.L., Virgulino, R.R.,
Costa, C.E.T.L and J.V. Freitosa. Larvacidal Activity In Vivo of Ethanolic
and Aqueous Extracts From Moringa (Moringa oleifera Lam.) on Aedes
aegypti L. (Diptera: Culicidae). Journal of Agricultural Science. 11(8): 129-
137
Anggraini, N. 2018. Efektivitas Kulit Buah Rambutan(Nephelium lappaceum L.)
sebagai Larvasida Terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti. Skripsi.
Universitas Islam Negeri Raden Intan, Lampung.
Anigboro, A.A. 2018.Antimalarial Efficacy and Chempreventive Capacity of
Bamboo Leaf (Bambusa vulgaris) in Malaria Parasitized Mice. Journal
Appl Science Environ Manage. 22(7): 1141-1145.
Arifianti, L., Oktariana, R.D dan I. Kusumawati. 2014. Pengaruh Jenis Pelarut
Pengekstraksi Terhadap Kadar Sinensetin DalamEkstrak Daun Orthosiphon
stamineus Benth. E-Journal Planta Husada. 2(1): 1-4
Arifin, B dan S. Ibrahim. 2018. Struktur, Bioaktivitas dan Antioksidan Flavonoid.
Jurnal Zarah. 6(1): 21-29
Arinasa, I.B.K dan I.N. Peneng. 2013. Jenis-jenis Bambu di Bali dan Potensinya.
LIPI Press, Jakarta.
Arsad, E. 2015. Teknologi Pengolahan dan Mafaat Bambu. Jurnal Riset Industri
Hasil Hutan. 7(1): 45-52
Baranitharan, M., Dhanasekaran, S., Kovendan, K., Murugan, K., Gokulakrishnan
and G. Benelli. 2017. Coleus Aromaticus Leaf Extract Fractions: A Source
of Novel Ovicides, Larvacides and Repellents Against Anopheles, Aedes
dan Culex Mosquito Vectors. Process Safety and Envirinmental Protection.
106: 23-33
Cania, E dan E. Setyaningrum. 2013. Uji Efektivitas Ekstrak Larvasida Ekstrak
Daun Legundi (Vitex trifolia) Terhadap Larva Aedes aegypti.Medical
Journal of Lampung University. 2(4): 52-60
Cao, H.Q., Yue, y.D., Peng, Z.H., Hua, R.M and F. Tang. 2004. Evaluation of
Extracts From Bamboo For Biological Activity Against Culex pipiens
pallens. Entomologia Sinica. 11(4): 267-273
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
61
Daryatmo, J dan B. P. Widiarso. 2016. Abortus dan Perubahan Anatomi Uterus
Pada Kelinci Bunting yang Diberi Infisa Daun Bambu (Bambusa vulgaris).
Prosiding Seminar Nasional Pertanian Peternakan Terpadu. Sekolah
Tinggi PenyuluhanPertanian, Magelang.
Diana, L. 2013. Efektivitas Minyak Atsiri Kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia.
Swingle) Terhadap Mortalitas Larva Aedes Aegypti L. Intisar III. Fakultas
Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda, Aceh.
Djojosumarto, P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. PT Agromedia Pustaka, Jakarta.
Frihantini, N., Linda, R., Mukarlina. 2015. Potensi Ekstrak Daun bambu Apus
(Gigantochloa apus Kurz) Sebagai Bioherbisida Penghambat
Perkecambahan Biji dan Pertumbuhan Gulma Rumput Grinting (Cynodon
dactylon (L.) Pers). Protobiont. 4(2): 77-83
Gama, Z. P., Yanuwiadi, B dan T. H. Kuniati. 2010. Strategi Pemberantasan
Nyamuk Aman Lingkungan: Potensi Bacillus thuringiensisi Isolat Madura
Sebagai Musuh Alami Nyamuk Aedes agypti. Jurnal Pembangunan dan
Alami Lestari. 1(1): 1-10
Global Pest. 2013. Pengetahuan Dasar Tentang Hama Nyamuk [Serial Online].
Diakses 29 Februari 2016. http://globalpest.is,com/layanan-jasa-
penanggulanganhama/pestcontrol/pembasminyamuk-dbd.
Hadi, H.M., Tarwotjo dan R. Rahardjan. 2009. Biologi Insekta Entomologi. Graha
Ilmu, Yogyakarta.
Hadjar, N., Pujirahayu, N., E. Fitriono. 2017. Keragaman Jenis Bambu (Bambusa
sp.) Di Kawasan Tahura Nipa-nipa Kelurahan Mangga Dua. Ecogreen. 3(1):
9-16
Hagerman, A.E and L.G.Butler. 1989. Choosing Appropriate methods and
Standards For Assaying Tannin. Journal of Chemical Ecology. 15(6): 1795-
1810
Hammado, N dan I. Illing. 2013. Identifikasi Senyawa Bahan Aktif Alkaloid pada
Tanaman Lahuna (Eupatorium odoratum). Jurnal Dinamika. 4(2): 1-18
Haralampidis, k., Trojanowska, M and A.E. Osbourn. Biosynthesis of Triterpenoid
Saponin In Plants. Adv Biochem Eng Biotechnol. 75: 31-49
Hayati, E.K., Fasyah, A.G dan L. Sa’adah. 2010. Fraksinasi dan Identifikasi
Senyawa Tanin PadaDaun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Jurnal
kimia. 4(2): 193-200
Hemalatha, P., Elumalai, D., Janaki. A., Babu, M., Velu, K., Velayutham, K and
Patheri Kunyil. 2015. Larvicidal Activity of Lantana Camara aculeata
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
62
Againts Three Important Mosquito Species. Journal of Entomology and
Zoology Studies. 3(1): 174-181
Ishak, N.I dan K. Chandra. 2019. Efektivitas Ekstrak Kulit Buah Limau Kuit (Citrus
amblycarpa) sebagai Larvasida Aedes aegypti Instar III. Jurnal MKMI.
15(3): 302-310
Janowsky, L., Lira, S.P.D., Tanaka, F.A.O., Jankowsky, I.P and J.O. Brito. 2018.
Antimcrobial Activity of The methanolic Fraction of Bamboo Pyroligneous
Liquor. Journal of Pharmacy and Pharmacology. 6: 924-934
Kaleeswaran, G., Firake, D.M., Sanjukta, R., Behere, G.T and S.V. Ngachan. 2018.
Bamboo-Leaf Prickly Ash Extract: A Potential Bio-pesticide Against
Oriental Leaf Worm, Spodoptera litura (Fabricius) (Lepidoptera:
Noctuidae). Journal of Environmental Management. 208: 46-55
Kementerian Kesehatan. 2019. Profil Kesehatan Indonesi 2018. Kementerian
Kesehatan, Jakarta.
Kovendan, K., Mrugan, K., Shanthakumar, S.P., Vincent, S and J.S. Hwang. 2012.
Larvicidal Activity of Morinda citrifolia L. (Noni) (Family: Rubiaceae)
Leaf Extract Against Anopheles stephensi, Culex quinquefasciatus, and
Aedes aegypti. Parasitology Research. 111(4): 1481-90
Kristiana, i.D., Ratnasari, E dan T. Haryono. 2015. Pengaruh Estrak Daun Bintaro
(Cerbera odollam) terhadap Mortalitas Larva Nyamuk Aedes aegypti.
Lentera Bio. 4(2): 131-135
Kristin, F. 2016. Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Ditinjau
Dari Hasil Belajar IPS Siswa Kelas 4 SD. Scholaria. 6(2): 74-79
Kuncoro, H. 2013. Aktivitas Larvasida Ekstrak Daun Tumbuhan Mara Tunggal
(Clausena excavata BURM,F) dan Daun Zodia (Euodia ridleyi HOCHR)
terhadap larva Culex sp. J Trop Pharm Chem. 2(2): 91-99
Kusumastuti, N. H. 2014. Penggunaan Insektisida Rumah Tangga Antinyamuk Di
desa Pangandaran Kabupaten Pangandaran. Widyariset. 17(3): 417-424
Lailatul, L.K., Kadarohman, A dan R. Eko. 2010. Efektivitas Biolarvasida Ekstrak
Etanol Limbah Penyulingan Minyak Akar Wangi (Vetiveria zizanoides)
Terhadap larva Nyamuk Aedes aegypti, Culex sp. dan Anopheles sundaicus.
Jurnal Sains dan Teknologi. 1(1): 59-65
Li, S. 2014. Transcriptional Control of Flavonooid Biosynthesis. Plant Signaling &
Behavior. 9(1): 1-7
Liliana, L. 2019. DBD di Indonesia hingga Februari 2019 mencapai 16.692 kasus.
Diakses pada 20 Februari 2019. <http:/www.kompasiana.com.>
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
63
Mamay., Sulhan, M.H dan S.S. Nurjanah. 2020. Analisis Kadar Polifenol Total
Pada Daun Muda, Tua dan Sangat Tua Bambu Surat (Gigantochloa
pseudoarundianaceae). Seminar Nasional Kesehatan. STIKES Rumah
Sakit Anwar Medika, Garut.
Manimegalai, K dan S. Sukanya. 2014. Biology of The Filarial Vector Culex
quinquefasciatus (Diptera: Culicidae). Int J Curr Microbiol App Sci. 3(4):
73-78
Marini., Ni’mah, T., Mahdalena, V., Komariah, R.H dan H. Sitorus. 2018. Potensi
Ekstrak Daun Marigold (Tagetes erecta L.) sebagai Lrvasida terhadap Larva
Aedes aegypti di Laboratorium. Jurnal Vektor Penyakit. 12(2): 109-114
Muflihati, Y.A. 2008. Isolasi dan Uji Aktivitas Kandungan Kimia Bioatif dari Biji
Duku (Lansium domesticum Corr). J Penelit Univ Tanjungpura. X(2: 70-86
Mukhsar. 2009. Modifikasi Persamaan Logistik Pada Simulasi Laju Pertumbuhan
Nyamuk Aedes aegypti. JIMT. 6(1): 20-32
Murtado, A dan D. Setyati. 2015. Inventarisasi Bambu di Kelurahan Antirogo
Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember. Jurnal Ilmu Dasar. 15(2): 115-
121
Musa, N., Susityaningsih, Y.C dan E.A. Widjaja. 1989. Morfologi, Anatomi dan
Taksonomi Bambusa vulgaris Koleksi Kebun Raya Bogor. Floribunda.
1(2): 45-48
Myers, P., Espinosa, R., Parr, C. S., Jones, T.,Hammond and T. A. Dewey. 2020
The Animal Diversity Web (Online). <https://animaldiiversity.org.>
Nadifah, F., Nuryati, A dan N. Irawati. 2014. Daya Larvasida Ekstrak Daun
Kemangi (Ocimum citriodorum) Terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti.
Jurnal Kesehatan Gubayo. 1: 55-59
Nelson, M. J. 1086. Aedes aegypti: Biology and Ecology. PAN American Health
Organzation, USA.
Novitasari, A. 2015. Pengaruh Ekstrak Daun Bambu Tali (Gigantochloa apus
(Schult. & Shult. F.) Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat Darah Mencit
Jantan BALB-C (Mus musculus L.) Hiperurisemia dan Pemanfaatannya
Sebagai Karya Ilmiah Populer. Skripsi. Universitas Jember, Jember.
Nugroho, A.D. 2013. Perbedaan Jumlah Kematian Larva Aedes aegypti Setelah
Pemberian Abate Dibandingkan dengan Pemberian Serbuk Serai
(Andropogon nardus). Skripsi. Universitas Negeri Semarang, Semarang.
Panghiyni, R., Isnaini dan D.T. Suarnella. 2010. Aktivitas Lavasida Atsiri impang
Kunyit Putih 9Curcuma zedoaria) terhadap larva Aedes aegypti. Majalah
kedokteran FK UKI. XXVII(3): 108-113
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
64
Parida, S.S. 2012. Hubungan Keberadaan Jentik Aedes aegypti dan Pelaksanaan 3M
Plus dengan Kejadian Penyakit DBD di Lingkungan XVIII Kelurahan
Binjai Kota Medan Tahun 2012. Skripsi. Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Persulessy, E. R., Lembang, F. K dan H. Djidin. 2016. Penilaian Cara Mengajar
Menggunakan Rancangan Acak lengkap (Studi Kasus: Jurusan Matematika
FMIPA UNPATTI). Jurnal Ilmu Matematika dan Terapan. 10(1): 9-16
Portunasari, W.D., Kusmintarsih, E.S dan E. Riwidiharso. 2016. Survei Nyamuk
Culex spp. Sebagai Vektor Filariasis di Desa Cisayong, Kecamatan
Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya. Biosfera. 33(3): 142-146
Prasetyowati, H. 2007. Kehidupan Nyamuk Culex. Litbang P2B2 Ciamis
Balitbanges. II(02): 19-21
Pratiwi, A. 2013. Studi Deskriptif Penerimaan Masyarakat Terhadap Larvasida
Alami. Skripsi. Universitas Negeri Semarang, Semarang.
Pratt, H. D and A. S. Kidwell. 1969. Eggs of Mosquitoes Found In Aedes aegypti
Oviposition Traps. Mosquito News. 29(4): 545-548
Qutb, S. 2004. Tafsir fi Zilatil Qur’an. Gema Insani, Jakarta.
Rahayu, D. F dan A. Ustiawan. 2013. Identifikasi Aedes agypti dan Aedes
albopictus. Balaba. 9(1): 7-10
Ramayanti, I dan R. Febriani. 2016. Uji Efektivitas Larvasida Ekstrak Daun Pepaya
(Carica papaya Linn) terhadap Larva Aedes aegypti. Syifa Medika. 6(2): 79-
88
Ravikumar, S., Inbaneson, S.J and P. Suganthi. 2012. In Vitro Antiplasmoid
Activity of Ethanolic Extracts of South Indian Medicinal Plants Againts
Plasmodium falciparum. Asian Pacific Journal of Tropical Disease. 180-
183
Refai., Hermansyah, H dan d. A. B. Naue. 2013. Uji Efektifitas Biolarvasida
Ekstrak Daun Papaya (Carica papaya L) Terhadap Kematian Larva Instar
III Nyamuk Aedes aegypti. Jurnal Kesehatan. 1(11): 91-99
Rini, D.S., Wulandari, F.T dan I.M.L. Aji. 2017. Studi Jenis dan Sebaran Bambu di
Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Senaru. Jurnal
Sangkareang Mataram. 3(4): 37-41
Rosmayanti, K.2014. uji Efektivitas Ekstrak Biji Sirsak (Anona muricata L)
Sebagai Larvasida Pada Larva Aedes aegypti Instar III/IV. Skripsi.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
65
Setiawan., Koerniasari., Ngadino and S.A. Sudjarwo. 2017. Bioinsecticide Effect
of Pinus merkusii Tree Bark Extract on Aedes aaegypti Larvae. Journal
Young Pharm. 9(1): 127-130
Sivanathan, M.M.A.P. 2006. The Ecology and Biology of Aedes aegypti (L.) and
Aedes albopictus (Skuse) (Diptera: Culicidae) and The Resistance Status of
Aedes albopictus (Field Strain) Against Organophosphates In Penang
Malaysia. Thesis. Malaysia
Suharno, Z dan A. Sutanto. 2017. Identifikasi Jenis Kontainer dan Morfologi
Nyamuk Aedes sp. di Lingkungan SD Aisyiah Kecamatan Metro Selatan
Kota Metro. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan. Universitas
Muhammadiyah Metro, Lampung.
Sujarwanto, A dan S. Zen. 2020. Identifikasi Jenis dan Potensi Bambu (Bambusa
sp.) Sebagai Senyawa Antimalaria. BIOEDUKASI Jurnal Pendidikan
Biologi. 11(2): 131-151
Sun, H.X., Xie, Y and P. Ye. 2009. Advances In Saponin-based Adjuvants.
Vaccine. 27: 1787-1796
Sutanto I, Is S I, Pudji KS, dan Saleha S. 2008. Parasitologi Kedokteran. Edisi
keempat. FKUI Press, Jakarta.
Tian-yang., Wang., Li, Q dan K. Bi. 2018. Bioactive Flavonoids In Medicinal
Plants: Structure, Activity and Biological Fateasian. Journal of
pharmaceutical Sciences. 13: 12-23
Toan,N.P., Xuan, T.D., Ha, P.T.T., Anh,A.T.T and T.D. Khanh. 2018. Inhibitory
Effects of Bamboo Leaf On The Growth of Pyrucularia grisea. Journal
Agriculture. 8(92): 1-8
Valiant, M., Sylvia, S dan Susy, T. 2010. Efek Infusa Daun Pepaya (Carica papaya
L.) terhadap Larva Nyamuk Culex sp. JM. 9(2): 155-160
Vidya, D. C. K. 2019. Aktivitas Larvasida Minyak Atsiri Umbi Rumput Teki
(Cyperus rotundus Linn) Terhadap Larva Nyamuk Anopheles aconitus.
Skripsi. Universitas Setia Budi, Surakarta.
Wahyuni, D. 2016. Toksisitas Ekstrak Tanaman Sebagai Bagan Dasar Biopestisida
Baru Pembasmi Larva Nyamuk Aedes aegypti (Ekstrak Daun Sirih, Ekstrak
Biji Pepaya dan Ekstrak Biji Srikayay) Berdasarkan Hasil Penelitian.
Media Nusa Creative, Malang.
Wahyuni, S. 2005. Daya Bunuh Ekstrak Serai (Andropogen nardus) terhadap
Nyamuk Aedes aegypti. Skripsi. Universitas Negeri Semarang, Semarang.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
66
Waskito, P.E dan W.H. Cahyati. 2018. Efektivitas Granul Daun Salam (Eugenia
polyantha Wight) Sebagai Larvasida Nyamuk Aedes aegypti. Spirakel.
10(1): 12-20
World Health Organization. 2005. Guidelines For Laboratory and FieldTesting of
MosquitoLavacides.<https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/6910
1/WHOCDS_WHOPES_GCDPP_2005.13.pdf?sequence=1&isAllowed=y
>
Widawati, M dan H. Prasetyowati. 2013. Efektivitas Ekstrak Buah Beta vulgaris L.
(Buah Bit) dengan Berbagai Fraksi Pelarut Terhadap Mortalitas Larva
Aedes aegypti. Aspirator. 5(1): 23-29Wuri, D.A., Almet, J dan F.A. Jedaut.
2019. Jenis dan Morfologi Vektor Filarisasi Asal Kabupaten Malaka.
Prosiding Seminar Nasional VII Fakultas kedokteran Hewan. Universitas
Nusa Cendana, Kupang.
Widiarti, A. 2013. Pengusahaan Rebung Bambu Oleh Masyarakat, Studi Kasus Di
Kabupaten Demak Dan Wonosobo. Jurnal penelitian hutan dan konservasi
Alam, 10(1), 51-61.
Widjaja, E.A. 2001. Jenis-jenis Bambu di Kepulauan Sunda Kecil. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Biologi LIPI Bogor, Indonesia.
Wirawan, I.G.K.O., Nurcahyo, W., Prastowo, J dan Kurniasih. 2017. Daya
Larvasida Ekstrak Daun Muda Kedondong Hutan Terhadap Haemonchus
contortus Secara In-vitro. Jurnal Veteriner. 18(2): 283-288
Wuri, D.A., Almer, J dan F.A. Jedaut. 2019. Jenis dan Morfologi Vektor Filariasis
Asal Kabupaten Malaka. Prosiding Seminar Nasional Faultas Kedoteran
Hewan. Universitas Nusa Cendana, Kupang.
Yanda., Imarta, M.m., Nurdin, H dan A. Santosi. 2013. Isolasi dan Karakterisasi
Senyawa Fenolik dan Uji Antioksidan dari EkstrakDaun Bambu
(Dendrocalamus asper). Jurnal Kimia Universitas Andalas. 2(2): 51-55